DISUSUN OLEH: TIM FIELD LAB FK UNSfk.uns.ac.id/static/filebagian/SEMESTER_3_2011_PROGRAM... · 6...

40
MODUL KEGIATAN LABORATORIUM LAPANGAN (FIELD LAB) TOPIK KETRAMPILAN : PROGRAM PENGENDALIAN PENYAKIT MENULAR: DEMAM BERDARAH DENGUE DISUSUN OLEH: TIM FIELD LAB FK UNS FIELD LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNS 2011

Transcript of DISUSUN OLEH: TIM FIELD LAB FK UNSfk.uns.ac.id/static/filebagian/SEMESTER_3_2011_PROGRAM... · 6...

Page 1: DISUSUN OLEH: TIM FIELD LAB FK UNSfk.uns.ac.id/static/filebagian/SEMESTER_3_2011_PROGRAM... · 6 ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia dan 200 kota telah melaporkan Kejadian

MODUL KEGIATAN LABORATORIUM LAPANGAN

(FIELD LAB)

TOPIK KETRAMPILAN:

PROGRAM PENGENDALIAN PENYAKIT MENULAR:

DEMAM BERDARAH DENGUE

DISUSUN OLEH:

TIM FIELD LAB FK UNS

FIELD LAB

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS

2011

Page 2: DISUSUN OLEH: TIM FIELD LAB FK UNSfk.uns.ac.id/static/filebagian/SEMESTER_3_2011_PROGRAM... · 6 ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia dan 200 kota telah melaporkan Kejadian

2

KATA PENGANTAR

Demam Berdarah Dengue merupakan salah satu masalah

kesehatan masyarakat di Indonesia dan masih menjadi masalah

kesehatan yang up to date. Atas dasar inilah, tim laboratorium

lapangan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret (FK

UNS) memandang bahwa topik ini perlu dipelajari oleh mahasiswa

di FK UNS.

Buku manual kegiatan pembelajaran laboratorium lapangan

dengan topik program pengendalian penyakit menular DBD

diharapkan dapat memberi informasi dasar tentang masalah DBD

di Indonesia dan ketrampilan untuk penegakan KLB, pengambilan

keputusan untuk mengatasi KLB dan mengevaluasi tindakan untuk

mengatasi KLB. Diharapkan ketrampilan ini dapat berguna bagi

para mahasiswa di masa depan, baik yang menjalani profesi secara

khusus di bidang kesehatan masyarakat maupun klinisi yang

memberikan pelayanan langsung pada masyarakat.

Page 3: DISUSUN OLEH: TIM FIELD LAB FK UNSfk.uns.ac.id/static/filebagian/SEMESTER_3_2011_PROGRAM... · 6 ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia dan 200 kota telah melaporkan Kejadian

3

Akhir kata, kami mengharapkan masukan dan saran untuk

pengembangan manual keterampilan ini agar selanjutnya dapat

berguna bagi pengembangan IPTEK khususnya pada kegiatan

laboratorium lapangan di masa yang akan datang.

Surakarta, September 2011

Tim Penyusun

Page 4: DISUSUN OLEH: TIM FIELD LAB FK UNSfk.uns.ac.id/static/filebagian/SEMESTER_3_2011_PROGRAM... · 6 ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia dan 200 kota telah melaporkan Kejadian

4

DAFTAR ISI

BAB I. Pendahuluan ………………….………............... 5

BAB II. Tinjauan Pustaka …………....…........................ 10

BAB III. Penyelidikan Epidemiologi…...……………… 30

BAB IV. Strategi Pembelajaran..…………...................... 33

BAB V. Prosedur Kerja…………...……......................... 36

BAB VI. Checklist penilaian..……………....................... 38

Page 5: DISUSUN OLEH: TIM FIELD LAB FK UNSfk.uns.ac.id/static/filebagian/SEMESTER_3_2011_PROGRAM... · 6 ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia dan 200 kota telah melaporkan Kejadian

5

BAB I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Demam Berdarah Dengue (DBD/Dengue Hemmoragic Fever)

merupakan masalah kesehatan yang ditemukan di daerah tropis

dan subtropis, terutama di daerah perkotaan. DBD merupakan

penyakit dengan potensi fatalitas yang cukup tinggi, yang

ditemukan pertama kali pada tahun 1950an di Filipina dan

Thailand, saat ini dapat ditemukan di sebagian besar negara di

Asia. Jumlah negara yang mengalami wabah DBD telah

meningkat empat kali lipat setelah tahun 1995. Sebagian besar

kasus DBD menyerang anak-anak. Angka fatalitas kasus DBD

dapat mencapai lebih dari 20%, namun dengan penanganan

yang baik dapat menurun hingga kurang dari 1 % (WHO,

2008).

Di Indonesia, DBD telah menjadi masalah kesehatan

masyarakat selama 30 tahun terakhir. Jumlah kasus DBD pada

tahun 2007 telah mencapai 139.695 kasus, dengan angka kasus

baru (insidensi rate) 64 kasus per 100,000 penduduk. Total

kasus meninggal adalah 1.395 kasus /Case Fatality Rate

sebesar 1% (Depkes RI, 2008a). Pada saat ini kasus DBD dapat

Page 6: DISUSUN OLEH: TIM FIELD LAB FK UNSfk.uns.ac.id/static/filebagian/SEMESTER_3_2011_PROGRAM... · 6 ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia dan 200 kota telah melaporkan Kejadian

6

ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia dan 200 kota telah

melaporkan Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD (Depkes RI,

2008b). Insidence Rate (IR) tahun 1998 sebesar 35,15 per

100.000 penduduk menjadi 10,17 tahun 1999. Meningkat pada

tahun 2000 menjadi 15,99 dan 21,66 pada 2001 selanjutnya

menurun pada tahun 2002 menjadi 19,24 namun pada 2003

terjadi peningkatan dengan IR 23,87. Peningkatan kasus terjadi

sejak tahun 2003 dibeberapa Provinsi yaitu Banten, DKI, Jabar,

Jateng, DIY, Jatim, Kalsel, NTT.

Pola penularan DBD dipengaruhi iklim dan kelembaban udara.

Kelembaban udara yang tinggi dan suhu panas justru membuat

nyamuk Aedes bertahan lama. Sehingga kemungkinan pola

waktu terjadinya penyakit mungkin akan berbeda-beda dari

satu tempat dengan tempat yang lain tergantung dari iklim dan

kelembaban udara. Di Jawa, umumnya kasus DBD merebak

mulai awal Januari sampai dengan April-Mei setiap tahun

(Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah, 2006).

Page 7: DISUSUN OLEH: TIM FIELD LAB FK UNSfk.uns.ac.id/static/filebagian/SEMESTER_3_2011_PROGRAM... · 6 ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia dan 200 kota telah melaporkan Kejadian

7

Pada Gambar 1, dan Gambar 2 menejelaskan hubungan antara

curah hujan dengan kasus DBD di DKI.

Gambar 1

Gambar 2

Page 8: DISUSUN OLEH: TIM FIELD LAB FK UNSfk.uns.ac.id/static/filebagian/SEMESTER_3_2011_PROGRAM... · 6 ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia dan 200 kota telah melaporkan Kejadian

8

2. Tujuan Pembelajaran

Setelah melakukan kegiatan laboratorium lapangan, diharapkan

mahasiswa dapat:

1. Mampu menegakkan diagnosis DBD

2. Mampu melakukan penyelidikan epidemiologi

3. Mampu menentukan adanya kejadian KLB dari hasil

penyelidikan epidemiologi

4. Mampu melakukan pelaporan kasus DBD

5. Menjelaskan berbagai cara penanggulangan DBD di

Indonesia

6. Mampu menentukan tindakan penanggulangan yang

harus diambil dari hasil penyelidikan epidemiologi

7. Mampu menjelaskan cara evaluasi penanggulangan

KLB-DBD

Page 9: DISUSUN OLEH: TIM FIELD LAB FK UNSfk.uns.ac.id/static/filebagian/SEMESTER_3_2011_PROGRAM... · 6 ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia dan 200 kota telah melaporkan Kejadian

9

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

1. Demam Berdarah Dengue

1.1. Penyebab

Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD)

disebabkan virus dengue yang termasuk kelompok B Arthropod

Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang dikenal sebagai genus

Flavivirus, famili Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotipe,

yaitu ; DEN-1, DEN2, DEN-3, DEN-4.

Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap

serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk

terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat

memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain

tersebut.

Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi

oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe virus

dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Di

Indonesia, pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun

1975 di beberapa rumah sakit menunjukkan bahwa keempat

serotipe ditemukan dan bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe

Page 10: DISUSUN OLEH: TIM FIELD LAB FK UNSfk.uns.ac.id/static/filebagian/SEMESTER_3_2011_PROGRAM... · 6 ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia dan 200 kota telah melaporkan Kejadian

10

DEN-3 merupakan serotipe yang ominan dan diasumsikan banyak

yang menunjukkan manifestasi klinik yang berat.

1.2. Vektor Penyakit

Penyakit DBD ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti.

Nyamuk Aedes agypti mempunyai siklus hidup dari bentuk telur-

jentik-kepompong-nyamuk. Lama siklus hidup nyamuk adalah 9-

10 hari. Telur nyamuk Aedes Aegypti terletak satu-satu di dinding

tempat air bersih, berwarna hitam, ukuran + 0,8 mm di tempat

kering (tanpa air) dapat bertahan sampai 6 bulan. Telur akan

menetas menjadi jentik dalam waktu kurang 2 hari setelah

terendam air

Page 11: DISUSUN OLEH: TIM FIELD LAB FK UNSfk.uns.ac.id/static/filebagian/SEMESTER_3_2011_PROGRAM... · 6 ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia dan 200 kota telah melaporkan Kejadian

11

Gambar 1. Siklus hidup nyamuk Aedes Aegypti

Sumber: www.biotechpestcontrols.com/html/mosquitoes.html

Jentik Aedes Aegypti berukuran 0,5-1 cm dan selalu bergerak aktif

dalam air dengan pola gerakan berulang-ulang drari bawah ke atas

permukaan air untuk beristirahat kemudian turun kembali ke

bawah. Pada saat di permukaan, posisinya hampir tegak lurus

dengan permukaan air, biasanya berada di sekitar dinding tempat

penampungan air. Habitat biasanya pada tempat penampungan air

seperti bak mandi, tempayan drum, ban bekas, vas bunga. Jentik

Aedes Aegypti tidak hidup di genangan air yang langsung dengan

tanah. Perkembangan jentik ke kepompong (imago) memakan

Page 12: DISUSUN OLEH: TIM FIELD LAB FK UNSfk.uns.ac.id/static/filebagian/SEMESTER_3_2011_PROGRAM... · 6 ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia dan 200 kota telah melaporkan Kejadian

12

waktu 7 hari. Kepompong nyamuk Aedes berbentuk koma,

gerakan lambat dan berada di permukaan air

Nyamuk Aedes Aegypti berwarna hitam, belang putih di seluruh

tubuh. Hidup di dalam dan sekitar rumah/gedung. Mampu terbang

sekitar 100 meter. Nyamuk betina menghisap manusia pagi hingga

sore hari, setiap 2 hari. Setelah menghisap nyamuk beristirahat di

benda-benda bergantung. Setelah masa istirahat nyamuk

meletakkan telur di tempat penanpungan air

1.3. Cara Penularan

Jika nyamuk Aedes Aegypti menghisap darah seseorang yang

mengandung virus Dengue maka virus Dengue akan masuk ke

dalam lambung nyamuk. Selanjutnya, virus Dengue akan

memperbanyak diri (replikasi) dan menyebar ke seluruh bagian

tubuh nyamuk termasuk ke kelenjar liur nyamuk. Proses replikasi

virus membutuhkan waktu sekitar 1 minggu dan akan menetap

selama nyamuk masih hidup.

Penularan terjadi jika kemudian nyamuk yang mengandung virus

Dengue menggigit orang sehat. Sebelum menghisap darah orang

Page 13: DISUSUN OLEH: TIM FIELD LAB FK UNSfk.uns.ac.id/static/filebagian/SEMESTER_3_2011_PROGRAM... · 6 ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia dan 200 kota telah melaporkan Kejadian

13

sehat, nyamuk akan mengeluarkan air liur melalui saluran alat

tusuknya sehingga virus dengue akan tertular ke tubuh orang sehat.

Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi

virus dengue yaitu :

1) Vektor : perkembang biakan vektor, kebiasaan menggigit,

kepadatan vektor di lingkungan, transportasi vektor

dilingkungan, transportasi vektor dai satu tempat ke tempat

lain;

2) Pejamu : terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga,

mobilisasi dan paparan terhadap nyamuk, usia dan jenis

kelamin;

3) Lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan

penduduk

1.4. Patogenesis dan Patofisiologi

Fenomena patofisiologi utama menentukan berat penyakit dan

membedakan demam berdarah dengue dengan dengue klasik ialah

tingginya permabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya

volume plasma, terjadinya hipotensi, trombositopenia dan diabetes

hemoragik. Meningginya nilai hematokrit pada penderita dengan

Page 14: DISUSUN OLEH: TIM FIELD LAB FK UNSfk.uns.ac.id/static/filebagian/SEMESTER_3_2011_PROGRAM... · 6 ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia dan 200 kota telah melaporkan Kejadian

14

renjatan menimbulkan dugaan bahwa renjatan terjadi sebagai

akibat kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler melalui kapiler

yang rusak dengan mengakibatkan menurunnya volume plasma

dan meningginya nilai hematokrit.

Mekanisme sebenarnya tentang patofisiologi dan patogenesis

demam berdarah dengue hingga kini belum diketahui secara pasti,

tetapi sebagian besar menganut "the secondary heterologous

infection hypothesis" yang mengatakan bahwa DBD dapat terjadi

apabila seseorang setelah infeksi dengue pertama mendapat infeksi

berulang dengan tipe virus dengue yang berlainan dalam jangka

waktu yang tertentu yang diperkirakan antara 6 bulan sampai 5

tahun.

Akibat infeksi kedua oleh tipe virus dengue yang berlainan pada

seorang penderita dengan kadar antibodi anti dengue yang rendah,

respons antibodi ananmestik yang akan terjardi dalam beberapa

hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit imun

dengan menghasilkan antibodi IgG anti dengue titer tinggi.

Disamping itu replikasi virus dengue terjadi dengan akibat

terdapatnya virus dalam jumlah yang banyak. Hal-hal ini

Page 15: DISUSUN OLEH: TIM FIELD LAB FK UNSfk.uns.ac.id/static/filebagian/SEMESTER_3_2011_PROGRAM... · 6 ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia dan 200 kota telah melaporkan Kejadian

15

semuanya akan mengakibatkan terbentuknya kompleks antigen-

antibodi yang selanjutnya akan mengaktivasi sistem komplemen.

Pelepasan C3a dan C5a akibat antivasi C3 dan C5 menyebabkan

meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan

merembesnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah.

Pada penderita renjatan berat, volume plasma dapat berkurang

sampai lebih dari pada 30% dan berlangsung selama 24 -48 jam.

Renjatan yang tidak ditanggulangi secara adekwat akan

menimbulkan anoksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian.

Sebab lain dari kematian pada DBD ialah perdarahan saluran

pencernaran hebat yang biasanya timbul setelah renjatan

berlangsung lama dan tidak dapat diatasi. Trombositopenia

merupakan kelainan hematologis yang ditemukan pada sebagian

besar penderita DBD. Nilai trombosit mulai menurun pada masa

demamdan mencapai nilai terendah pada masa renjatan. Jumlah

tromosit secara cepat meningkat pada masa konvalesen dan nilai

normal biasanya tercapai sampai hari ke 10 sejak permulaan

penyakit.

Kelainan sistem koagulasi mempunyai juga peranan sebagai sebab

perdarahan pada penderita DBD. Berapa faktor koagulasi menurun

Page 16: DISUSUN OLEH: TIM FIELD LAB FK UNSfk.uns.ac.id/static/filebagian/SEMESTER_3_2011_PROGRAM... · 6 ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia dan 200 kota telah melaporkan Kejadian

16

termasuk faktor II, V, VII, IX, X dan fibrinogen. Faktor XII juga

dilaporkan menurun. Perubahan faktor koagulasi disebabkan

diantaranya oleh kerusakan hepar yang fungsinya memang terbukti

terganggu, juga oleh aktifasi sistem koagulasi.

Pembekuan intravaskuler menyeluruh (PIM/DIC) secara potensial

dapat terjadi juga pada penderita DBD tanpa atau dengan renjatan.

Renjatan pada PIM akan saling mempengaruhi sehingga penyakit

akan memasuki renjatan irrevesible disertai perdarahan

Respon imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD

adalah :

a) Respon humoral berupa pembentukan antibody yang berparan

dalam proses netralisasi virus, sitolisis yang dimeasi

komplemen dan sitotoksisitas yang dimediasi antibody.

Antibody terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat

replikasi virus pad monosit atau makrofag. Hipotesis ini

disebut antibody dependent enhancement (ADE);

b) Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8)

berepran dalam respon imun seluler terhadap virus dengue.

Diferensiasi T helper yaitu TH1 akan memproduksi interferon

Page 17: DISUSUN OLEH: TIM FIELD LAB FK UNSfk.uns.ac.id/static/filebagian/SEMESTER_3_2011_PROGRAM... · 6 ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia dan 200 kota telah melaporkan Kejadian

17

gamma, IL-2 dan limfokin, sedangkan TH2 memproduksi IL-4,

IL-5, IL-6 dan IL-10;

c) Monosit dan makrolag berperan dalam fagositosis virus dengan

opsonisasi antibodi. Namun proses fagositosis ini

menyebabkan peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin

oleh makrofag;

d) Selain itu aktivitasi komplemen oleh kompleks imun

menyebabkan terbentuknya C3a dan C5a.

1.5. Penegakan diagnosa DBD

Diagnosa DBD ditegakkan jika ada 2 kriteria klinis ditambah

dengan 2 kriteria laboratoris (Tabel 1). Kasus DBD yang

menjadi lebih berat, menjadi kasus Dengue Shock Syndrome

(DSS).

Page 18: DISUSUN OLEH: TIM FIELD LAB FK UNSfk.uns.ac.id/static/filebagian/SEMESTER_3_2011_PROGRAM... · 6 ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia dan 200 kota telah melaporkan Kejadian

18

Tabel 1. Kriteria Klinik dan Laboratoris DBD

Kriteria Klinik 1. Demam tinggi mendadak, terus menerus

selama 2-7 hari

2. Terdapat manifestasi perdarahan seperti

torniquet positif, petechiae, echimosis,

purpura, perdarahan mucosa, epistaksis,

perdarahan gusi dan hematemesis dan

atau melena

Kriteria

laboratoris

1. Trombositopenia (100.000ul atau kurang)

2. Hemokonsentrasi, peningkatan hematokrit

20% atau lebih

Demam Dengue (DD)

Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan

dua atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut:

• Nyeri kepala.

• Nyeri retro-oebital.

• Mialgia / artralgia.

• Ruam kulit.

• Manifestasi perdarahan (petekie atau uji bending positif).

• Leukopenia.

Page 19: DISUSUN OLEH: TIM FIELD LAB FK UNSfk.uns.ac.id/static/filebagian/SEMESTER_3_2011_PROGRAM... · 6 ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia dan 200 kota telah melaporkan Kejadian

19

dan pemeriksaan serologi dengue positif, atau ditemukan pasien

DD/DBD yang sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang

sama.

Dengue Shock Syndrome (DSS).

Syok biasa terjadi pada saat atau segera setelah suhu turun, antara

hari ke 3 sampai hari sakit ke-7. Pasien mula-mula terlihat letargi

atau gelisah kemudian jatuh ke dalam syok yang ditandai dengan

kulit dingin-lembab, sianosis sekitar mulut, nadi cepat-lemah,

tekanan nadi < 20 mmHg dan hipotensi.

Kebanyakan pasien masih tetap sadar sekalipun sudah mendekati

stadium akhir. Dengan diagnosis dini dan penggantian cairan

adekuat, syok biasanya teratasi dengan segera, namun bila

terlambat diketahui atau pengobatan tidak adekuat, syok dapat

menjadi syok berat dengan berbagai penyulitnya seperti asidosis

metabolik, perdarahan hebat saluran cerna, sehingga memperburuk

prognosis. Pada masa penyembuhan yang biasanya terjadi dalam

2-3 hari, kadang-kadang ditemukan sinus bradikardi atau aritmia,

dan timbul ruam pada kulit. Tanda prognostik baik apabila

pengeluaran urin cukup dan kembalinya nafsu makan.

Page 20: DISUSUN OLEH: TIM FIELD LAB FK UNSfk.uns.ac.id/static/filebagian/SEMESTER_3_2011_PROGRAM... · 6 ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia dan 200 kota telah melaporkan Kejadian

20

Penyulit SSD : penyulit lain dari SSD adalah infeksi (pneumonia,

sepsis, flebitis) dan terlalu banyak cairan (over hidrasi),

manifestasi klinik infeksi virus yang tidak lazim seperti

ensefalopati dan gagal hati.

1.5. Pencegahan dan penanggulangan DBD

Pengembangan vaksin untuk penyakit DBD masih sulit, karena

proteksi terhadap 1-2 virus dengue akan meningkatkan risiko

penyakit DBD menjadi lebih berat (WHO, 2008). Oleh karena

itulah, maka pencegahan dan penanggulangan penyakit DBD

dilakukan secara promotif dan preventif, dengan pemberantasan

nyamuk vektor (hewan perantara penularan).

Page 21: DISUSUN OLEH: TIM FIELD LAB FK UNSfk.uns.ac.id/static/filebagian/SEMESTER_3_2011_PROGRAM... · 6 ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia dan 200 kota telah melaporkan Kejadian

21

2. Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD

Setiap kasus DBD yang terdiagnosis harus dilaporkan ke Dinas

Kesehatan Kabupaten dan Propinsi dengan berbagai macam alur

berikut ini:

b. Pelaporan langsung oleh masyarakat dengan surat

pemberitahuan ke Puskesmas

c. Pelaporan dari puskesmas ke kabupaten menggunakan form

PU-DBD dan W2

d. Pelaporan dari rumah sakit ke kabupaten menggunakan

form KD-RS (1 x 24 jam setelah ada kasus DBD)

e. Pelaporan dari Kabupaten ke propinsi: K-DBD (1 bulan

sekali)

Jika ada kasus yang dilaporkan, maka akan ditindaklanjuti dengan

penyelidikan epidemiologi untuk melihat intensitas masalah yang

terjadi. Uraian tentang penyelidikan epidemiologi akan dijelaskan

di Bab III.

Dari hasil penyelidikan epidemiologi, kemudian disimpulkan ada

tidaknya kejadian KLB DBD. KLB DBD ditegakkan jika ada

peningkatan jumlah kasus DBD dan Dengue Syok Sindrom (DSS)

Page 22: DISUSUN OLEH: TIM FIELD LAB FK UNSfk.uns.ac.id/static/filebagian/SEMESTER_3_2011_PROGRAM... · 6 ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia dan 200 kota telah melaporkan Kejadian

22

di suatu desa/kelurahan/wilayah lebih luas, 2 kali lipat atau lebih

dalam kurun waktu 1 minggu/bulan dibanding minggu/bulan

sebelumnya atau bulan yang sama tahun lalu.

3. Kegiatan Penanggulangan KLB DBD

Jika terjadi KLB, maka kegiatan tersebut di bawah ini harus

dilakukan:

1. Pemberantasan vektor

Kegiatan pemberantasan vektor terdiri dari penyemprotan

insektisida (2 siklus dengan interval 1 minggu),

pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah (PSN

DBD) dan penggunaan larvasida

2. Penyuluhan di seluruh wilayah terjangkit

3. Perlindungan individu

Untuk melindungi pribadi dari risiko penularan virus DBD

dapat dilakukan secara individu dengan menggunakan

repellent, menggunakan pakaian yang mengurangi gigitan

nyamuk. Baju lengan panjang dan celana panjang bisa

mengurangi kontak dengan nyamuk meskipun sementara.

Untuk mengurangi kontak dengan nyamuk di dalam

Page 23: DISUSUN OLEH: TIM FIELD LAB FK UNSfk.uns.ac.id/static/filebagian/SEMESTER_3_2011_PROGRAM... · 6 ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia dan 200 kota telah melaporkan Kejadian

23

keluarga bisa memasang kelambu pada waktu tidur dan

kasa anti nyamuk.

Insektisida rumah tangga seperti semprotan aerosol dan

repellent: obat nyamuk bakar, vaporize mats (VP), dan

repellent oles anti nyamuk bisa digunakan oleh individu.

Pada 10 tahun terakhir dikembangkan kelambu

berinsektisida atau dikenal sebagai insecticide treated nets

(ITNs) dan tirai berinsektisida yang mampu melindungi

gigitan nyamuk.

4. Kegiatan pendukung lainnya seperti pembentukan Posko

pengobatan dan Posko penanggulangan, penyelidikan KLB,

pengumpulan dan pemeriksaan spesimen serta peningkatan

kegiatan surveilans kasus dan vektor dan lain lain

Pemberantasan vektor

Seperti yang sudah disampaikan di atas, ada beberapa bentuk

kegiatan pemberantasan vektor, yakni

1. Pengasapan (fogging/ULV) di seluruh wilayah dengan

kriteria desa/kelurahan dengan KLB pada rumah-

rumah/lingkungan pada radius 200 m dari penderita atau

tersangka.

Page 24: DISUSUN OLEH: TIM FIELD LAB FK UNSfk.uns.ac.id/static/filebagian/SEMESTER_3_2011_PROGRAM... · 6 ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia dan 200 kota telah melaporkan Kejadian

24

Alat dan bahan yang dipakai adalah mesin ULV dan

insektisida sesuai dosis. Fogging dilakukan pagi hari

(06.00-08.30) atau sore (17.00 – 19.30) saat hari tidak

hujan dan kecepatan angin 3-13 km/jam. Pengasapan

dilakukan 2 siklus dengan interval satu minggu. Pada saat

pengasapan, jendela dan pintu rumah harus dibuka lebar,

makanan dan minuman ditutup, binatang dan manusia

harus dijauhkan dari mesin ULV.

2. Penyemprotan dengan mesin Fog

Cara ini agak berbeda dengan cara pengasapan. Pada

penyemprotan dengan mesin Fog, pintu dan jendela rumah

ditutup kecuali pintu yang dilalui petugas fogging. Pintu

dan jendela rumah baru dibuka sedikitnya 15 menit setelah

penyemprotan. Petugas harus menggunakan alat pelindung

berupa googles, sarung tangan, baju lengan panjang, topi

tepi lebar, masker penutup mulut dan hidung, sepatu boot

dari karet atau plastik. Penyemprotan dilakukan secara

mundur dari belakang rumah ke depan atau pada lantai atas

ke lantai di bawahnya.

3. Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) DBD

PSN DBD dilakukan dengan cara 3 M yakni: Menguras

(bak mandi); Menutup tempat penampungan air dan

Page 25: DISUSUN OLEH: TIM FIELD LAB FK UNSfk.uns.ac.id/static/filebagian/SEMESTER_3_2011_PROGRAM... · 6 ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia dan 200 kota telah melaporkan Kejadian

25

Mengubur/Membuang barang bekas yang dapat

menampung air hujan

4. Larvasida

Pemberian larvasida (Abate/Altosid) pada tempat

penampungan yang tidak bisa dikuras di rumah maupun di

tempat umum.

5. Biologis

Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan :

a. Predator

Predator larva di alam cukup banyak, namun yang bisa

digunakan untuk pengendalian larva vektor DBD tidak

banyak jenisnya, dan yang paling mudah didapat dan

dikembangkan masyarakat serta murah adalah ikan

pemakan jentik. Di Indonesia ada beberapa ikan yang

berkembang biak secara alami dan bisa digunakan

adalah ikan kepala timah dan ikan cetul. Namun ikan

pemakan jentik yang terbukti efektif dan telah digunakan

di kota Palembang untuk pengendalian larva DBD

adalah ikan cupang. Meskipun terbukti efektif untuk

pengendalian larva Ae.aegypti, namun sampai sekarang

belum digunakan oleh masyarakat secara luas dan

berkesinambungan.

Page 26: DISUSUN OLEH: TIM FIELD LAB FK UNSfk.uns.ac.id/static/filebagian/SEMESTER_3_2011_PROGRAM... · 6 ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia dan 200 kota telah melaporkan Kejadian

26

Jenis predator lainnya yang dalam penelitian terbukti

mampu mengendalikan larva DBD adalah dari

kelompok Copepoda atau cyclops, jenis ini sebenarnya

jenis Crustacea dengan ukuran mikro. Namun jenis ini

mampu makan larva vektor DBD.

b. Bakteri

Agen biologis yang sudah dibuat secara komersial dan

digunakan untuk larvasidasi dan efektif untuk

pengendalian larva vektor adalah kelompok bakteri.

Dua spesies bakteri yang sporanya mengandung

endotoksin dan mampu membunuh larva adalah

Bacillus thuringiensis serotype H-14 (Bt. H-14) dan B.

spaericus (BS). Endotoksin merupakan racun perut bagi

larva, sehingga spora harus masuk ke dalam saluran

pencernaan larva. Keunggulan agent biologis ini tidak

mempunyai pengaruh negatif terhadap lingkungan dan

organisme bukan sasaran. Kelemahan cara ini harus

dilakukan secara berulang dan sampai sekarang masih

harus disediakan oleh pemerintah melalui sektor

kesehatan. Karena endotoksin berada di dalam spora

bakteri, bilamana spora telah berkecambah maka agent

tersebut tidak efektif lagi.

Page 27: DISUSUN OLEH: TIM FIELD LAB FK UNSfk.uns.ac.id/static/filebagian/SEMESTER_3_2011_PROGRAM... · 6 ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia dan 200 kota telah melaporkan Kejadian

27

Penyuluhan

Kegiatan penyuluhan dikoordinasikan dengan kepala wilayah

setempat (Bupati/Walikota/Camat/Lurah). Kegiatan ini dapat

berupa beberapa macam kegiatan yakni:

1. Pertemuan dengan lintas sektor terkait (Dinas Pendidikan

dan Kebudayaan, Departmen Agama, Kabupaten/Kota,

Kecamatan, Kelurahan/Desa dsb)

2. Penyuluhan melalui media elektronik dan media cetak

3. Penyuluhan di sekolah, tempat ibadah, tempat pemukiman,

pasar, dsb

4. Penyuluhan melalui Ketua RT/RW

Evaluasi kegiatan penanggulangan kejadian luar biasa (KLB)

Evaluasi meliputi evaluasi operasional kegiatan dan

evaluasi epidemiologi setelah penanggulangan KLB. Penilaian

operasional kegiatan ditujukan untuk mengukur % (jangkauan)

pemberantasan vektor dari jumlah yang direncanakan. Penilaian ini

dilakukan dengan melakukan kunjungan rumah penderita secara

acak dan kunjungan ke wilayah yang direncanakan untuk

dilakukan pengasapan, larvasida dan penyuluhan. Pada saat

Page 28: DISUSUN OLEH: TIM FIELD LAB FK UNSfk.uns.ac.id/static/filebagian/SEMESTER_3_2011_PROGRAM... · 6 ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia dan 200 kota telah melaporkan Kejadian

28

kunjungan itu, dilakukan wawancara untuk mengetahui apakah

kegiatan pemberantasan vektor memang sudah dilakukan.

Tujuan evaluasi epidemiologi adalah mengetahui dampak

upaya penanggulangan terhadap jumlah penderita dan jumlah

kematian akibat DBD. Penilaian dilakukan dengan cara

membandingkan data kasus/kematian sebelum dan sesudah usaha

penanggulangan DBD. Data kemudian dibandingkan pula dengan

bulan yang sama pada tahun sebelumnya.

Page 29: DISUSUN OLEH: TIM FIELD LAB FK UNSfk.uns.ac.id/static/filebagian/SEMESTER_3_2011_PROGRAM... · 6 ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia dan 200 kota telah melaporkan Kejadian

29

Gambar 3. Alur Penanggulangan KLB-DBD

Penderita/tersangka

DBD

Penyelidikan

Epidemiologi

- Ditemukan 1 atau lebih penderita

DBD lainnya dan atau ada

penderita panas > 3 orang

tersangka DBD

- Ditemukan jentik (> 5%)

YA TIDAK

- PSN

- Larvasida selektif

- Penyuluhan

- Fogging radius +

200 m

-

- PSN

- Larvasida

selektif

- Penyuluhan

Page 30: DISUSUN OLEH: TIM FIELD LAB FK UNSfk.uns.ac.id/static/filebagian/SEMESTER_3_2011_PROGRAM... · 6 ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia dan 200 kota telah melaporkan Kejadian

30

BAB III. PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI

Jika ada penderita/tersangka DBD yang dilaporkan langsung oleh

masyarakat atau oleh RS, maka petugas P2M Puskesmas perlu

melakukan penyelidikan epidemiologi. Adapun langkah-langkah

melakukan penyelidikan epidemiologi adalah sebagai berikut:

1. Mencatat identitas penderita/tersangka DBD di buku harian

penderita DBD

2. Menyiapkan peralatan PE (tensimeter anak, senter, form

dan abate)

3. Petugas datang ke Lurah atau Kades di wilayah dengan

penderita DBD

4. Menanyakan ada tidaknya penerita panas dalam kurun

waktu 1 minggu sebelumnya. Bila ada, dilakukan uji

Rumple Leeds

5. Memeriksa jentik di tempat penampuangan air di dalam

dan di luar rumah (radius 20 rumah di sekitar kasus atau

radius 100 meter dari rumah penderita)

6. Hasil pemeriksaan jentik dicatat dalam formulir

Penyelidikan Epidemiologi (PE) (lihat lampiran)

Page 31: DISUSUN OLEH: TIM FIELD LAB FK UNSfk.uns.ac.id/static/filebagian/SEMESTER_3_2011_PROGRAM... · 6 ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia dan 200 kota telah melaporkan Kejadian

31

Lampiran 1. FORMULIR PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGIS (PE)

Nama penderita :

Nama KK :

Alamat :

Kelurahan/Desa :

Kecamatan :

Kabupaten/Kota :

No. Nama

Kepala

Keluarga

(KK)

Pemeriksaan Penderita Panas/tersangka DBD*) Pemeriksaan

Jentik (+/-) Nama

penderita

Umur Bintik

perdarahan/tan

da perdarahan

lain

Uji

Tourni

quet

Kesimpulan

Penderita

panas

Tersang

ka

Jumlah

*) Termasuk yang menderita panas 1 minggu yang lalu

Page 32: DISUSUN OLEH: TIM FIELD LAB FK UNSfk.uns.ac.id/static/filebagian/SEMESTER_3_2011_PROGRAM... · 6 ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia dan 200 kota telah melaporkan Kejadian

32

Kesimpulan:

- Perlu pengasapan (fooging) ( ) ( )

Ya ** Tidak

**) Ya: Jika ada penderita DBD lainnya atau ada tersangka DBD

(> 3 tersangka), dan ada jentik (> 5%)

Tanggal........................

Petugas pelaksana,

(........................................)

Page 33: DISUSUN OLEH: TIM FIELD LAB FK UNSfk.uns.ac.id/static/filebagian/SEMESTER_3_2011_PROGRAM... · 6 ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia dan 200 kota telah melaporkan Kejadian

33

BAB IV. Strategi Pembelajaran

1. Kegiatan laboratorium lapangan dilakukan dalam

kelompok yang terdiri dari 10-12 mahasiswa

2. Tiap kelompok dipandu oleh 1 instruktur lapangan (dokter

puskesmas)

3. Lokasi: 6 DKK yang mempunyai kerjasama dengan FK

UNS (Sragen, Wonogiri, Sukoharjo, Klaten, Karanganyar,

Boyolali)

4. Pembagian kelompok dilakukan oleh pengelola Field Lab,

dengan konfirmasi jadwal kelompok kepada DKK dan

Puskesmas terkait

5. Pembekalan materi diberikan pada kuliah pengantar field

lab, sesuai jadwal dari pengelola KBK FK UNS

6. Pada saat kuliah pengantar dilakukan pretes untuk

mahasiswa

7. Pelaksanaan dilapangan 1 hari, sesuai jadwal dari tim

pengelola KBK FK UNS. Gambaran tata cara pelaksanaan

kegiatan laboratorium lapangan adalah sebagai berikut:

· Tiap mahasiswa wajib membuat lembar cara kerja,

yang diserahkan kepada instruktur lapangan pada pagi

hari sebelum pelaksanaan. Lembar cara kerja berisi:

Page 34: DISUSUN OLEH: TIM FIELD LAB FK UNSfk.uns.ac.id/static/filebagian/SEMESTER_3_2011_PROGRAM... · 6 ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia dan 200 kota telah melaporkan Kejadian

34

I. Tujuan Pembelajaran

II. Alat/Bahan yang diperlukan

III. Cara Kerja

· Tiap mahasiswa wajib mengikuti kegiatan penyelidikan

epidemiologi yang ada di wilayah kerja puskesmas

yang bersangkutan. Apabila pada hari tersebut tidak ada

kegiatan penyelidikan epidemiologi di wilayah kerja

puskesmas, mahasiswa wajib mengikuti demonstrasi

kegiatan penyelidikan epidemiologi di Puskesmas.

· Instruktur memberi penilaian terhadap mahasiswa

sesuai dengan cek list yang ditetapkan dalam buku

panduan

· Tiap mahasiswa membuat laporan kelompok 2

eksemplar diketik atau tulis tangan. Laporan paling

lambat 3 hari sesudah pelaksanaan kegiatan field lab,

harus diserahkan instruktur lapangan untuk

disetujui/disahkan, ditunjukkan dengan lembar tanda

tangan persetujuan instruktur lapangan.

· Format Laporan:

Cover

Lembar pengesahan instruktur lapangan

Daftar isi

Page 35: DISUSUN OLEH: TIM FIELD LAB FK UNSfk.uns.ac.id/static/filebagian/SEMESTER_3_2011_PROGRAM... · 6 ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia dan 200 kota telah melaporkan Kejadian

35

I. Pendahuluan dan Tujuan pembelajaran

II. Kegiatan yang dilakukan

III. Hasil

IV. Pembahasan

V. Penutup

· Satu laporan yang sudah disetujui instruktur

selanjutnya diserahkan pada pengelola field lab paling

lambat 1 minggu sesudah pelaksanaan. Apabila ada

mahasiswa yang membuat laporan sama persis dengan

temannya akan dikembalikan.

· Postes dilaksanakan di Fakultas Kedokteran sesuai

jadwal pengelola Field Lab

· NILAI AKHIR MAHASISWA :

1 pretes + 3 pelaksanaan + 1 postes

5

Page 36: DISUSUN OLEH: TIM FIELD LAB FK UNSfk.uns.ac.id/static/filebagian/SEMESTER_3_2011_PROGRAM... · 6 ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia dan 200 kota telah melaporkan Kejadian

36

BAB V. Prosedur Kerja

1. Mendemonstrasikan form-form pelaporan yang ada di

puskesmas.

2. Mendemonstrasikan pencatatan laporan kasus DBD dalam

buku catatan harian penderita DBD.

3. Mendemonstrasikan persiapan alat yang akan dipakai

dalam PE (tensimeter anak, senter, form PE dan abate).

4. Menjelaskan koordinasi yang dilakukan petugas Puskesmas

dengan Lurah/Kades/RT/RW setempat untuk pelaksanaan

PE

5. Mendemonstrasikan kunjungan ke rumah

tersangka/penderita DBD untuk mencari kasus tambahan

DBD dengan menanyakan ada tidaknya penderita panas 1

minggu sebelum nya dengan sebab yang tidak jelas dan

kemudian melakukan uji Rumple Leed

6. Melakukan pemeriksaan jentik di tandon air dalam atau

luar rumah (sampai dengan radius 100 meter dari rumah

penderita).

7. Memberi larvasida atau memberitahukan perlunya PSN jika

menemukan jentik

8. Mencatat hasil pemeriksaan di form PE

Page 37: DISUSUN OLEH: TIM FIELD LAB FK UNSfk.uns.ac.id/static/filebagian/SEMESTER_3_2011_PROGRAM... · 6 ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia dan 200 kota telah melaporkan Kejadian

37

9. Melakukan analisis data

9.1. Adanya transmisi penyakit: dilihat dari adanya penderita

panas > 3 orang dan adanya jentik di sekitar rumah.

Seluruh kontainer yang berisi air di dalam dan di luar

rumah diperiksa

9.2. Menghitung House index

HI = kepadatan jentik X 100%

Rumah yang diperiksa

Page 38: DISUSUN OLEH: TIM FIELD LAB FK UNSfk.uns.ac.id/static/filebagian/SEMESTER_3_2011_PROGRAM... · 6 ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia dan 200 kota telah melaporkan Kejadian

38

BAB VI. Checklist penilaian

NO HAL 0 1 2

1. Persiapan

Membuat format rencana kerja sesuai panduan

2. Sikap Perilaku

Menunjukkan kedisplinan (datang tepat waktu)

Menunjukkan penampilan rapi dan sikap sopan terhadap staf

puskesmas dan atau masyarakat yang dilayani (bila ada)

3. Prosedur Pelaksanaan PE

Menjelaskan persiapan yang harus dilakukan

Menanyakan ada tidaknya penderita panas 1 minggu sebelum nya

dengan sebab yang tidak jelas

Melakukan uji Rumple Leed jika ada tersangka DBD

Melakukan pemeriksaan jentik di tandon air dalam atau luar rumah

(sampai dengan radius 100 meter dari rumah penderita)

Menjelaskan tindakan yang harus dilakukan (pemberian larvasida dan

PSN) jika menemukan jentik

Mencatat hasil pemeriksaan di form

Dapat menentukan ada tidaknya KLB dari hasil PE

Dapat mengisi formulir PU-DBD dan W2

Dapat menentukan tindakan penanggulangan KLB DBD

3. Laporan

Isi laporan sesuai tujuan pembelajaran

Membuat format laporan sesuai dengan buku panduan

Page 39: DISUSUN OLEH: TIM FIELD LAB FK UNSfk.uns.ac.id/static/filebagian/SEMESTER_3_2011_PROGRAM... · 6 ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia dan 200 kota telah melaporkan Kejadian

39

JUMLAH

Keterangan

0 : tidak melakukan

1 : melakukan, tidak sempurna

2 : melakukan dengan sempurna

NILAI : -------------------- X 100 %

28

Page 40: DISUSUN OLEH: TIM FIELD LAB FK UNSfk.uns.ac.id/static/filebagian/SEMESTER_3_2011_PROGRAM... · 6 ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia dan 200 kota telah melaporkan Kejadian

40

Referensi

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008a. Perkembangan

Kejadian DBD Indonesia, 2004-2007.

http://www.penyakitmenular.info/detil.asp?m=5&s=5&i=217

(diakses pada April 2008)

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008b. Tata Laksana

Demam Berdarah Dengue .

http://www.depkes.go.id/downloads/Tata%20Laksana%20DBD.pd

f (diakses pada April 2008)

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. 2006. Prosedur Tetap

Penanggulangan KLB dan Bencana Provinsi Jawa Tengah.

World Health Organization. 2008. Dengue and Dengue

Hemmoragic Fever.

http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs117/en/ (diakses pada

April 2008)