DISTRIBUSI Fe, Cu DAN Zn PADA LAHAN GAMBUT … · distribusi fe, cu dan zn pada lahan gambut...

31
DISTRIBUSI Fe, Cu DAN Zn PADA LAHAN GAMBUT PERKEBUNAN KELAPA SAWIT BERDASARKAN JARAK DARI BATANG DAN KETEBALAN GAMBUT PADA MUSIM HUJAN SANTUN DAVID SIAGIAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

Transcript of DISTRIBUSI Fe, Cu DAN Zn PADA LAHAN GAMBUT … · distribusi fe, cu dan zn pada lahan gambut...

DISTRIBUSI Fe, Cu DAN Zn PADA LAHAN GAMBUT

PERKEBUNAN KELAPA SAWIT BERDASARKAN JARAK

DARI BATANG DAN KETEBALAN GAMBUT PADA MUSIM

HUJAN

SANTUN DAVID SIAGIAN

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Distribusi Unsur Hara

Mikro Fe, Cu dan Zn pada Lahan Gambut di Perkebunan Kelapa Sawit Berdasarkan Jarak dari Batang Pohon dan Ketebalan Gambut pada Musim Hujan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2016

Santun David Siagian

NIM A14110012

ABSTRAK

SANTUN DAVID SIAGIAN. Distribusi Fe, Cu, dan Zn pada Lahan Gambut Perkebunan Kelapa Sawit Berdasarkan Jarak dari Batang dan Ketebalan Gambut Pada Musim Hujan. Dibimbing oleh SUPIANDI SABIHAM dan HERU B. PULUNGGONO.

Pemupukan unsur hara mikro, terutama Fe, Cu dan Zn sama halnya dengan unsur hara makro berperan penting terhadap pertumbuhan tanaman kelapa sawit. Mengingat rendahnya kandungan hara tersebut pada lahan gambut, pemupukan harus dilakukan dengan cara yang tepat agar dapat meningkatkan efesiensi serapan hara. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari distribusi unsur Fe, Cu dan Zn total pada gambut berdasarkan jarak dari batang, ketebalan gambut, dan umur tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa distribusi Fe, Cu, dan Zn dipengaruhi umur tanaman dan ketebalan gambut. Pada jarak dari batang tidak mempengaruhi distribusi Fe namun mempengaruhi distribusi Cu dan Zn. Konsentrasi total Fe, Cu, dan Zn yang diperoleh dari hasil penelitian masing-masing adalah 711.19 mg/kg, 6.50 mg/kg dan 23.30 mg/kg. Kata kunci : distribusi, hara, ketebalan gambut

ABSTRACT SANTUN DAVID SIAGIAN. Distribution of Fe, Cu, and Zn in Peatland at The Oil Palm Plantation Based on Tree Distance and Peat Thickness on The Rainy Season. Supervised By SUPIANDI SABIHAM AND HERU B. PULUNGGONO. The application of micro nutrients, particularly Fe, Cu, and Zn, as well as the macro nutrients have an important role to the oil palm growth. Considering the low content of those nutrients in peatland, fertilization should be applied properly to increase the eficiency of nutrient uptake. This research aimed to study the total distribution of Fe, Cu, and Zn nutrient in peatland based on the tree distance, plant age, and peat thickness. The result showed that the distribution of Fe, Cu, and Zn were affected by plant age and peat thickness. The tree distance didn’t affected the distribution of Fe, but affected the distribution Cu and Zn. The total concentration of Fe, Cu, and Zn obtained from the research were 711.19 mg/kg, 6.50 mg/kg, and 23.30 mg/kg respectively. Keywords : distributiont, nutrient, peat thickness

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Pertanian pada

Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

DISTRIBUSI Fe, Cu DAN Zn PADA LAHAN GAMBUT

PERKEBUNAN KELAPA SAWIT BERDASARKAN JARAK

DARI BATANG DAN KETEBALAN GAMBUT PADA MUSIM

HUJAN

SANTUN DAVID SIAGIAN

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2016

PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala

karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2015 ini ialah Distribusi Fe, Cu, dan Zn pada Lahan Gambut di Perkebunan Kelapa Sawit Berdasarkan Jarak dari Batang dan Ketebalan Gambut pada Musim Hujan. Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada kedua orangtua, kakak, abang, dan seluruh keluarga atas segala kasih sayang, doa, dukungan, serta kesabarannya selama ini serta kepada Tim Peneliti Kerjasama HGI dan GAPKI. Terimakasih yang sebesar-besarnya juga penulis sampaikan kepada:

1. Prof Dr Ir Supiandi Sabiham, MAgr selaku dosen pembimbing I, yang telah banyak memberikan ilmu, bimbingan, bantuan, dukungan dan motivasi dalam penelitian dan penulisan skripsi.

2. Ir Heru B. Pulunggono, MAgr selaku dosen pembimbing II, yang telah memberikan banyak masukan dan perbaikan selama penyelesaian skripsi.

3. Seluruh staf pengajar di DITSL, Ibu Mimin, Fuadi Irsan atas segala ilmu yang bermanfaat.

4. Karyawan PT Kimia Tirta Utama atas segala bantuan selama pengambilan contoh tanah di lapangan.

5. Bapak Sukoyo beserta seluruh staf Lab Kimia dan Kesuburan Tanah atas segala bantuan, dukungan, dan motivasi selama analisis di lab.

6. Teman-Teman Ilmu Tanah 48 khususnya Yuricha Nur Aizah, Dewi Arum Pramitha, Azis Kirom Siregar, dan Begum shahiba atas segala bantuan, semangat, motivasi, dan kebersamaan selama perkuliaan dan penelitian

7. Teman-Teman Combat IPB 48 yang selalu mendukung, memberikan semangat dan kebersamaan selama di kampus Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2016

Santun David Siagian

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Gambut 2

Pembentukan Gambut 2

Karakteristik Fisik Gambut 3

Karakteristik Kimia Gambut 4

Kemasaman tanah 4

Kapasitas tukar kation 4

Ketersediaan Hara Mikro 5

METODE PENELITIAN 5

Waktu dan Tempat Penelitian 5

Bahan dan Metode 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

SIMPULAN DAN SARAN 11

Simpulan 11

Saran 11

DAFTAR PUSTAKA 12

LAMPIRAN 15

RIWAYAT HIDUP 17

DAFTAR TABEL 1 Lokasi transek yang mewakili tutupan lahan dan ketebalan gambut. 6 2 Bahan, alat dan metode analisis contoh tanah gambut 6 3 Unsur hara mikro berdasarkan jarak dari batang 10 4 Unsur hara mikro berdasarkan ketebalan gambut 11 5 Unsur hara mikro berdasarkan umur tanaman 11

DAFTAR GAMBAR

1 Pengambilan contoh tanah berdasarkan jarak dari batang dan 6 2 Distribusi Fe total berdasarkan jarak dari batang, ketebalan gambut dan

umur tanaman 9

3 Distribusi Cu total berdasarkan jarak dari batang, ketebalan gambut dan umur tanaman 9

4 Distribusi Zn total berdasarkan jarak dari batang, ketebalan gambut dan umur tanaman 10

DAFTAR LAMPIRAN 1 Peta transek berdasarkan tahun tanam 15 2 Tabel Dosis pupuk berasarkan umur tanaman (kg/ha/tahun) 16 3 Tabel Dosis pupukberdasarkan ketebalan gambut (kg/ha/tahun) 16

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pengembangan lahan gambut untuk usaha pertanian terus meningkat, baik untuk pertanian lahan kering maupun untuk pertanian lahan basah. Walaupun perluasan areal pertanian dapat dilakukan pada lahan kering, tetapi perluasan areal pertanian di lahan gambut saat ini telah mendapat cukup perhatian. Berdasarkan luasan yang dimilikinya, yakni sekitar 21.9 juta ha (Andriesse 1988) lahan gambut memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan. Namun demikian pemanfaatan ini dibatasi oleh rendahnya produktivitas tanah gambut.

Lahan gambut memiliki beberapa fungsi strategis, seperti fungsi hidrologis, sebagai penambat karbon dan biodiversitas yang penting untuk kenyamanan lingkungan dan kehidupan satwa (Bellamy 1995). Lahan gambut tergolong lahan marginal dan “fragile” dengan produktivitas biasanya rendah dan sangat mudah mengalami kerusakan. Kendala lain yang dihadapi jika pengelolahan gambut tidak didasarkan atas sifat dan kelakuan inheren gambut menyebabkan terjadinya proses destabilisasi.

Konversi lahan gambut untuk berbagai penggunaan lahan yang salah satunya untuk perkebunan kelapa sawit harus dikelola dengan baik, mengingat sifat gambut yang mudah rusak dan memiliki tingkat kesuburan rendah. Kandungan unsur hara gambut sangat ditentukan oleh lingkungan pembentukannya. Menurut Barchia (2006) tanah gambut di Indonesia umumnya tergolong kedalam gambut oligotrofik, yaitu gambut yang mempunyai tingkat kesuburan yang rendah. Gambut oligotrofik ini dijumpai pada tanah gambut ombrogen, yang umumnya terdapat didaerah pedalaman dan tergolong kedalam gambut tebal dan miskin unsur hara, sedangkan pada gambut pantai umunya memiliki tingkat kesuburan sedang.

Kesuburan gambut akan mempengaruhi hasil pada perkebunan kelapa sawit, dimana tanaman kelapa sawit membutuhkan hara dari tanah gambut untuk produksi dari biomassa. Selain unsur makro tanaman kelapa sawit juga membutuhkan unsur mikro seperti Fe, Cu, dan Zn. Dimana Fe berperan sebagai penyusun dari enzim dan sebagai oksigen dalam perubahan Fe2+ menjadi F3+, Cu berperan sebagai tahap awal perkembangan tumbuhan dan meningkatkan pembentukan vitamin A dalam tumbuhan, dan Zn berperan sebagai membantu pembentukan klorofil dan penting dalam perbaikan tanah. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa unsur hara mikro dapat juga meningkatkan stabilitas tanah gambut mekanisme erapan kation pada tapak reaktif dari senyawa-senyawa organik pada tanah gambut sehingga membentuk senyawa komplek yang merupakan bentuk ikatan yang kuat dan tahan terhadap proses dekomposisi (Tan 1993).

Peningkatan kandungan hara mikro terutama Fe, Cu dan Zn pada perkebunan kelapa sawit dapat dilakukan dengan cara pemupukan. Namun, pemberian pupuk dan kapur tersebut menimbulkan pertanyaan apakah unsur hara dapat diserap oleh tanaman secara efisien. Untuk meningkatkan efisiensi penyerapan unsur hara, maka perlu dilakukan suatu kajian mengenai distribusi unsur hara melalui pemupukan dikaitkan dengan jarak dari batang pohon,

2

ketebalan gambut, dan umur tanaman. Informasi yang diperoleh akan sangat penting dalam menunjang upaya pemenuhan kebutuhan unsur hara untuk tanaman kelapa sawit di tanah gambut.

Tujuan Penelitian

Penelitian bertujuan untuk mempelajari distribusi unsur Fe, Cu dan Zn total pada gambut berdasarkan jarak dari batang pohon, umur tanaman dan ketebalan gambut.

TINJAUAN PUSTAKA

Gambut

Tanah gambut dikenal dengan istilah berbagai nama. Tanah gambut merupakan istilah Indonesia untuk tanah-tanah yang bahan tanahnya sebagian besar bahan organik. Nama gambut berasal dari suatu desa di dekat Banjarmasin (Kalimantan Selatan ), dimana sebagian besar tanahnya merupakan bahan organik. Pertanian dengan tanah organik berhasil untuk pertama kalinya, sehingga tanah organik mendapatkan nama tanah gambut. Nama lain tanah gambut dari bebagai negara adalah: Mire (Finlandia), Moor (Jerman), Bog (Irlandia, Rusia, Amerika), Muskeg (Kanada), Muck (Skandinavia, Inggris), Peat (Ameika, Inggris), Veen (Belanda) (Hardjowigeno 1998).

Pembentukan Gambut

Pembentukan gambut di Indonesia dimulai sejak periode Holosen yaitu pada waktu terjadinya transgesi air laut akibat mencairnya es di kutub (Andriesse 1974). Peristiwa ini terjadi sekitar 4200 sampai 6800 tahun yang lalu (Morley 1981; Sabiham 1988). Pada periode sebelum Holosen yaitu Pleistosen, permukaan laut berada kira-kira 60 m dibawah permukaan laut sekarang. Kenaikan permukaan laut pada periode Holosen menyebabkan daratan disekitar pantai menjadi tergenang dan batas pantai bergeser lebih ke pedalaman membentuk rawa-rawa, akibatnya vegetasi yang ada menjadi terbenam oleh air dan mengalamin proses dekomposisi secara lambat, sehingga terjadi akumulasi bahan organik (Driessen dan Soepraptohardjo 1974).

Hardjowigeno (1993) mengemukakan gambut terbentuk dari bahan organik yang terdekomposisi secara anaerob dimana laju penambahan organik lebih cepat daripada laju dekomposisinya. Keadaan demikian terjadi pada tempat-tempat yang selalu tergenang air sehingga sirkulasi oksigen sangat lambat. Hal ini akan memperlambat proses dekomposisi bahan organik dan terjadilah akumulasi bahan organik.

Van Heuveln et al.(1960) membedakan proses pembentukan gambut dalam dua tahap; (1) Proses geogenesis, merupakan proses akumulasi bahan organik (menghasilkan bahan induk), (2) proses pedogenesis, merupakan proses pematangan gambut yang terjadi pada awal reklamasi atau pengeringan tanah gambut yang meliputi, (a) pematangan fisik, proses pematangan disebabkan dehidratasi akibat drainase dan evaporasi, (b) pematangan kimiawi, diakibatkan oleh kehilangan kelembaban dan masuknya udara kedalam pori-pori gambut, (c)

3

pematangan biologi, akibat pencampuran oleh mikrofauna (moulding), yang meghasilkan mull atau moder. Pembentukan mull terjadi pada tanah gambut yang mengandung liat dan pH yang sedang, sedangkan pembentukan moder terjadi pada lapisan atas (topsoil) tanpa atau kadar air yang rendah.

Pada kondisi curah hujan yang tinggi, keadaan yang sangat basah pada tanah gambut tetap terjaga, dengan demikian penimbunan bahan organik berlangsung terus, akibatnya permukaan tanah gambut meningkat dan membentuk gambut yang tebal. Tanah gambut yang tebal ini dikenal dengan sebutan tanah gambut ombrogen atau gambut air hujan, yaitu tanah gambut yang pembentukannya dipengaruhi oleh air hujan (Andriesse 1974). Tanah gambut ini dikenal umumnya dengan tanah gambut pedalaman. Menurut Hardjowigeno (1996) tebalnya gambut ombrogen ini menyebabkan akar tanaman tidak mampu lagi mencapai tanah mineral dibawahnya selain itu juga luapan air sungai tidak dapat lagi menggenangi permukaan tanah gambut. Hal ini menyebabkan gambut ombrogen menjadi tidak subur.

Pengembangan lahan gambut ada mengalami berbagai kendala baik fisik, kimia, dan biologis. Kendala fisik lahan gambut paling utama adalah sifat kering tidak balik (irriversible drying), sehingga gambut tidak dapat berfungsi lagi sebagai koloid organik. Produktivitas lahan gambut yang rendah karena rendahnya kandungan unsur hara maupun makro dan mikro yang tersedia untuk tanaman, tingkat kemasaman tinggi, dan rendahnya kejenuhan basa.

Karakteristik Fisik Gambut

Beberapa sifat fisik gambut yang perlu diperhatikan kaitannya dengan konservasi tanah gambut adalah kadar air serta kapasitas memegang air. Kadar air tanah gambut berkisar antara 100-1.300% dari berat keringnya menyebabkan bulk

density menjadi rendah. Bulk density (BD) terkait dengan tingkat kematangan dan kandungan bahan mineral, dimana semakin matang dan semakin tinggi kandungan bahan mineral maka BD akan semakin besar dan kandungan gambut semakin stabil (tidak mudah mengalami kerusakan).

Sarjawan (2007) mengemukakan bahwa terjadi penurunan BD dari pinggir sungai ke arah kubah gambut. Nilai BD tanah gambut fibrik di Indonesia kurang dari 0.1 g/cm3 (0.06–0.15 g/cm3) dan gambut saprik lebih dari 0.2 g/cm3 (Driessen dan Rochimah 1976) dan gambut hemik/saprik antara 0.1-0.3 g/cm3.

Reklamasi lahan gambut dengan pembuatan saluran drainase, kadar air akan segera menurun diikuti dengan mengkerutnya volume tanah sehingga volume tanah akan mengalami penurunan (subsiden). Subsiden juga disebabkan karena terjadinya proses dekomposisi bahan organik dan melepaskan CO2.

Menurut Nugroho et al. (1995) kehilangan gambut akibat pengaruh pengolahan tanah mencapai 2,24 ton/ha/tahun. Tindakan pengelolahan air yang diperlukan untuk menghindari keringnya gambut adalah mempertahankan kedalaman air tanah agar gambut tetap lembab sampai ke permukaan, tapi tindakan terlalu basah untuk memberikan aerasi yang baik pada tanaman. Bahaya selanjutnya bagi kelestarian gambut adalah munculnya tanah sulfat masam bila tanah mineral dibawah gambut mengandung pirit atau tanah pasir bila lapisan tanah dibawah gambut adalah pasir kuarsa (Hardjowigeno 1995).

4

Karakteristik Kimia Gambut

Tanah gambut terbentuk dari timbunan bahan organik, sehingga kandungan karbon pada tanah gambut sangat besar. Fraksi organik tanah gambut di Indonesia lebih dari 95%, kurang dari 5% sisanya adalah fraksi anorganik. Fraksi organik terdiri atas senyawa-senyawa humat sekitar 10 hingga 20%, sebagian besar terdiri atas senyawa-senyawa non-humat yang meliputi senyawa lignin, selulosa, hemiselulosa, lilin, tannin, resin, suberin, dan sejumlah kecil protein. Sedangkan senyawa-senyawa humat terdiri atas asam humat, himatomelanat dan humin (Stevenson 1994; Tan 1993).

Karakteristik kimia lahan gambut sangat ditentukan oleh kandungan ketebalan, dan jenis mineral pada substratum (didasar gambut), serta tingkat dekomposisi gambut. Polak (1975) mengemukakan bahwa gambut yang ada di Sumatera dan Kalimantan umumnya didominasi oleh bahan kayu-kayuan. Oleh karena itu komposisi bahan organiknya sebagian besar adalah lignin yang umumnya melebihi 60% dari bahan kering, sedangkan kandungan komponen lainnya seperti selulosa, hemiselulosa, dan protein umumnya tidak melebihi 11%.

Kemasaman tanah

Tanah gambut di indonesia sebagian besar bereaksi masam hingga sangat masam dengan pH <4.0. Tingkat kemasaman tanah gambut berhubungan erat dengan kandungan asam-asam organik, yaiut asam humat dan asam fulvat (Andriesse 1974; Millerdan Donahue 1990). Bahan organik yang telah mengalami dekomposisi mempunyai gugus reaktif karboksil dan fenol yang bersifat sebagai asam lemah. Sebagian dari asam organik mengandung racun bagi tanaman yaitu golongan senyawa fenolat. Asam-asam fenolat serta turunannya dan juga senyawa benzen karboksilat merupakan “building block” utama dari susunan asam humat dan fulvat (Hartley and Whitehead 1984; Sabiham 1999). Salah satu karakteristik senyawa adalah kemampuannya untuk melakukan ikatan dengan kation-kation polivalen membentuk senyawa komplek/khelat (Schnitzer 1969; kerndorff and schnitzer 1980). Kation Fe, Cu dan Zn adalah kation-kation hara yang mampu untuk membentuk ikatan koordinasi dengan ligan organik.

Kapasitas tukar kation

Kapasitas tukar kation (KTK) pada tanah gambut sangat tinggi, berkisar 100-300 me 100g-1 berdasarkan berat kering mutlak (Hartatik dan Suriadikarta 2006). Tingginya nilai KTK tersebut disebabkan oleh muatan negatif tergantung pH yang sebagian besar berasal dari gugus karboksilat dan fenolat, dengan kontribusi terhadap KTK sebesar 10-30% dan penyumbang terbesarnya adalah derivat fraksi lignin yang tergantung muatan 64-74% (Charman 2002). Tingginya nilai KTK menyebabkan tanggapan tanah terhadap reaksi asam-basa dalam larutan tanah untuk mencapai kesetimbangan memerlukan lebih banyak reaktan (amelioran). Penentuan takaran amelioran per satuan luas harus dikalikan faktor koreksi 0.15-0.20 dengan memperhatikan berat isi tanah gambut yang berkisar 0.15-0.20 g cm-3(Maas 1997).

5

Ketersediaan Hara Mikro

Selain hara makro, lahan gambut juga kahat unsur mikro seperti Cu, Zn, Fe, Mn, B dan Mo. Kadar unsur Cu, Bo dan Zn di lahan gambut umumnya sangat rendah dan seringkali terjadi defisiensi (Wong et al. 1986 dalam Mutalib et al. 1991). Pembentukan senyawa organik-metalik menyebabkan unsur mikro tidak atau kurang tersedia (Suryanto 1994; Spark et al. 1997; Dohong 1999). Keberadaan asam-asam karboksilat dan fenolat dalam gambut berfungsi sebagai pengikat logam, dimana urutan pengikatannya adalah Cu>Pb>Zn>Ni>Co>Mn> (Saragih 1996; Dohong 1999). Tingginya kadar asam fenolat menyebabkan tanah gambut kahat Cu (Sabiham et al. 1997). Ketersediaan hara Cu dan Zn yang rendah pada tanah gambut juga dapat disebabkan pH yang rendah.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung dari bulan Desember 2014 sampai bulan Mei 2015. Pengambilan contoh tanah dilakukan di perkebunan kelapa sawit PT. Kimia Tirta Utama, Siak, Riau. Pengambilan sampel tanah dilakukan pada bulan November–Desember 2014 pada musim hujan. Lokasi pengambilan contoh tanah tersebar dalam beberapa blok kebun yang memiliki 2 ketebalan gambut yaitu gambut dangkal (<3 m) dan gambut dalam (>3 m).

Pengambilan contoh tanah dilakukan berdasarkan jarak dari batang pohon meliputi tutupan lahan dengan kriteria umur tanaman sawit <6 tahun, 6-15 tahun dan >15 tahun. Pengambilan contoh tanah gambut berdasarkan jarak dari batang pohon pada penampang vertikal (0-25 cm dan 25-50 cm) di atas muka air tanah dan horizontal (1, 2, 3 dan 4 m dari batang tanaman) dengan cara ekskavasi dan mewakili masing-masing transek dengan memilih 2 pohon pada jarak sekitar 50 dan 100 meter dari saluran. Tempat penelitian dan titik pengambilan contoh tanah yang terpilih masing-masing dapat dilihat pada Gambar 1 serta lokasi lokasi pengambilan contoh tanah berdasarkan tutupan lahan dan ketebalan gambut disajikan pada Tabel 1 dan Lampiran 1.

6

Gambar 1 Pengambilan contoh tanah berdasarkan jarak dari batang dan

kedalaman

Tabel 1 Lokasi transek yang mewakili tutupan lahan dan ketebalan gambut.

No Tutupan Lahan Tebal Gambut (m) Lokasi transek 1 Kelapa sawit < 6 tahun < 3 L 7 2 Kelapa sawit < 6 tahun >3 L 7 3 Kelapa sawit 6-15 tahun < 3 OK 19 4 Kelapa sawit 6-15 tahun >3 OK25 5 Kelapa sawit >15 tahun < 3 OK24 6 Kelapa sawit >15 tahun >3 OK23

Bahan dan Metode

Analisis tanah gambut dilakukan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah Deparetemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Analisis tanah yang dilakukan meliputi kadar air, Fe,Cu dan Zn. Data pemupukan diperoleh dari kantor PKS PT. Kimia Tirta Utama. Tanah yang digunakan untuk penelitian ini diambil dari tanah yang melekat pada perakaran di Rhizosfer. Bahan dan alat serta metode yang digunakan dalam analisis dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Bahan, alat dan metode analisis contoh tanah gambut

No Analisis Bahan Alat Metode

1. Kadar Air Contoh tanah Oven Gravimetrik

2. Fe dan Cu total

Contoh tanah, HClO4, HNO3

Alat destruksi dan AAS (Atomic Absorption

spectrophotometer) Pengabuan basah

3. Zn total Contoh tanah, HClO4, HNO3, dan HCl

Alat destruksi dan spektrofotometer Pengabuan basah

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

Distribusi Fe total berdasarkan jarak dari batang, ketebalan gambut, dan

umur tanaman

Berdasarkan Gambar 2 diketahui bahwa distribusi Fe total memiliki nilai di bawah 800 mg/kg. Distribusi Fe dalam tanah gambut tidak dipengaruhi oleh jarak dari batang. Penelitian yang dilakukan oleh Marwanto et al. (2013) juga menyatakan bahwa Fe merupakan unsur hara yang kandungannya tidak dipengaruhi oleh jarak dari batang. Hal ini dikarenakan Fe telah diserap oleh akar atau mengalami retensi kuat pada beberapa titik jarak sehingga jejak konsentrasiya tidak nyata seperti unsur yang lain. Pemupukan juga merupakan faktor yang mempengaruhi kandungan Fe dalam tanah, dimana pemberian pupuk yang dilakukan dengan cara penyemprotan secara manual melalui tanah maupun daun yang kurang efektif bisa menjadi penyebab tidak nyatanya unsur Fe (Rengel et al. 1999).

Distribusi Fe total dipengaruhi ketebalan gambut dan umur tanaman, dimana pada gambar dapat dilihat konsentrasi Fe pada ketebalan gambut >3m lebih tinggi daripada ketebalan gambut <3m. Hal ini dikarenakan pada lapisan atas mengandung bahan organik yang lebih tinggi daripada pada lapisan bawah. Faktor tanah insert (tanah dengan kandungan bahan amelioran) juga dapat mempengaruhi konsentrasi Fe pada ketebalan gambut >3m lebih tinggi. Peningkatan dosis bahan amelioran dalam tanah mineral akan meningkatkan jumlah Fe -larut, sedangkan bentuk-bentuk Fe lainnya tidak memberikan pola tertentu, umumnya relatif sama. Hal ini menunjukkan bahwa dalam penentuan dosis tanah mineral perlu mempertimbangkan jumlah Fe-larut dan penurunan pH yang akan berakibat menurunnya stabilitas senyawa kompleks (Tan 1993), sedangkan pada umur tanaman pemberian dosis pupuk yang diberikan tergantung dari umur tanaman tersebut. Semakin tinggi umur tanaman kelapa sawit, maka dosis yang diberikan akan semakin tinggi sehingga Fe didalam tanah akan semakin meningkat.

Distribusi Cu Total berdasarkan jarak dari batang, ketebalan gambut,

dan umur tanaman

Berdasarkan Gambar 3 diketahui bahwa konsentrasi Cu dibawah nilai 25 mg/kg. Distribusi Cu total dalam tanah gambut dipengaruhi oleh jarak dari batang, ketebalan gambut dan umur tanaman. Cu dipengaruhi oleh jarak dari batang karena adanya faktor sebaran akar, dimana pada sebaran akar-akar unsur mikro yang paling banyak diserap adalah unsur Cu. Pada Ketebalan gambut dapat diketahui bahwa Cu di ketebalan gambut >3m sedikit lebih tinggi daripada ketebalan gambut <3m. Hal ini dikarenakan dosis pupuk yang relatif sama pada ketebalan gambut <3m dan >3m, serta adanya pengaruh tanah insert yang diberikan pada tanah gambut dengan ketebalan >3m. Driessen (1978) berpendapat bahwa kandungan unsur mikro tanah gambut pada lapisan bawah umumnya lebih rendah dibandingkan lapisan atas, namun kandungan unsur mikro pada lapisan bawah juga dapat lebih tinggi apabila terjadi pencampuran antara bahan organik dengan tanah mineral yang ada di lapisan bawah gambut. Tanah gambut

8

menyerap Cu cukup kuat sehingga hara Cu tidak tersedia bagi tanaman. Kandungan unsur mikro pada tanah gambut dapat ditingkatkan dengan menambahkan tanah mineral atau menambahkan pupuk mikro. Cu dalam tanah dipengaruhi umur tanaman dikarenakan adanya bahan organik yang telah terdekomposisi lebih lanjut seperti limbah padat kelapa sawit.

Distribusi Zn Total berdasarkan jarak dari batang, ketebalan gambut,

dan umur tanaman

Berdasarkan Gambar 4 diketahui konsentrasi Zn memiliki nilai dibawah 40 mg/kg. Distribusi Zn total dalam tanah gambut mempengaruhi jarak dari batang, ketebalan gambut dan umur tanaman. Zn dipengaruhi oleh jarak dari batang karena sebaran akar pada tanah gambut diserap paling banyak oleh akar mikro. Zn pada ketebalan gambut diketahui bahwa ketebalan gambut >3m lebih rendah daripada ketebalan gambut <3m. Hal ini dikarenakan proses dekomposisi gambutnya tidak sempurna dan sedikitnya sumbangan substrat pada Zn sehingga mempengaruhi ketebalan gambut <3m lebih tinggi daripada di ketebalan gambut >3m. Zn dipengaruhi oleh umur tanaman, dikarenakan dosis pupuk yang diberikan sesuai dengan umur tanaman. Semakin tua umur tanaman, maka dosis pupuk yang diberikan akan semakin meningkat.

Bahan organik juga berperan dalam mempengaruhi umur tanaman dimana peran kunci bahan organik adalah meningkatkan ketersediaan hara dan mengurangi keracunan unsur mikro. Peran tersebut disebabkan oleh bahan organik mengandung sejumlah senyawa organik (asam humat dan asam fulfat) yang berfungsi untuk mengkompleks (mengkelat) ion-ion logam. Pada sebagian tanah, fraksi terlarut hara mikro Fe, Zn, Cu dan Mn dapat kahat karena dalam banyak kasus unsur-unsur ini sukar larut. Bahan organik berfungsi untuk mengkhelat unsur-unsur tersebut dan dapat meningkatkan kelarutannya dalam tanah sehingga membantu mempertahankan hara mikro terlarut pada tingkat mencukupi (Lindsay, 1974 dalam Tan 1982).

9

v

0

5

10

15

20

25

1 2 3 >4 1 2 3 >4 1 2 3 >4

<6 tahun 6-15tahun >15tahun

mg/

kg

Kedalaman 0-25cm

1 2 3 >4 1 2 3 >4 1 2 3 >4

<6 tahun 6-15 tahun>15tahun

Kedalaman 25-50cm

50 m

100 m

0

200

400

600

800

1 2 3 >4 1 2 3 >4 1 2 3 >4

<6 tahun 6-15tahun >15tahun

mg/

kg

Kedalaman 0-25cm

1 2 3 >4 1 2 3 >4 1 2 3 >4

<6 tahun 6-15 tahun >15tahun

Kedalaman 25-50cm

50 m

100 m

0

200

400

600

800

1 2 3 >4 1 2 3 >4 1 2 3 >4

<6 tahun 6-15tahun >15tahun

mg/

kg

Kedalaman 0-25cm

1 2 3 >4 1 2 3 >4 1 2 3 >4

<6 tahun 6-15 tahun >15tahun

Kedalaman 25-50cm

50 m

100 m

0

5

10

15

20

25

1 2 3 >4 1 2 3 >4 1 2 3 >4

<6 tahun 6-15 tahun >15tahun

mg/

kg

Kedalaman 0-25cm

ketebalan gambut <3m

1 2 3 >4 1 2 3 >4 1 2 3 >4

<6 tahun 6-15 tahun>15tahun

Kedalaman 25-50cm

50 m

100 m

Gambar 2 Distribusi Fe total berdasarkan jarak dari batang, ketebalan gambut dan umur tanaman

umur tanaman (thn)

Gambar 3 Distribusi Cu total berdasarkan jarak dari batang, ketebalan gambut dan umur tanaman

10

Tabel 3 Unsur hara mikro berdasarkan jarak dari batang

Unsur Jarak dari batang Rata-rata Total

Fe 1m 158.46 177.80 2m 209.41

3m 171.77 4m 171.55 Cu 1m 2.11 6.50

2m 2.26 3m 1.18 4m 0.95 Zn 1m 7.17 23.30

2m 5.68 3m 5.46 4m 4.99

1 2 3 >4 1 2 3 >4 1 2 3 >4

<6 tahun 6-15 tahun >15tahun

Kedalaman 25-50cm

50 m

100 m010203040

1 2 3 >4 1 2 3 >4 1 2 3 >4

<6 tahun 6-15tahun >15tahun

mg/

kgKedalaman 0-25cm

Gambar 4 Distribusi Zn total berdasarkan jarak dari batang, ketebalan gambut dan umur tanaman

1 2 3 >4 1 2 3 >4 1 2 3 >4

<6 tahun 6-15 tahun >15tahun

Kedalaman 25-50cm

0

10

20

30

40

1 2 3 >4 1 2 3 >4 1 2 3 >4

<6 tahun 6-15tahun >15tahun

mg/

kg

Kedalaman 0-25cm

1 2 3 >4 1 2 3 >4 1 2 3 >4

<6 tahun 6-15 tahun >15tahun

Kedalaman 25-50cm

50 m

100 m

1 2 3 >4 1 2 3 >4 1 2 3 >4

<6 tahun 6-15 tahun >15tahun

Kedalaman 25-50cm

50 m

100 m

11

Tabel 4 Unsur hara mikro berdasarkan ketebalan gambut

Ketebalan gambut Fe Cu Zn

>3m 189.42 1.8 5.47

<3m 165.14 1.45 6.23

Tabel 5 Unsur hara mikro berdasarkan umur tanaman

Umur tanaman Fe Cu Zn

< 6 tahun 188.86 1.06 5.17

6-15 tahun 180.67 2.3775 5.27

>15 tahun 162.3 1.44 7.12

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa kandungan unsur Cu dan Zn dipengaruhi oleh jarak dari batang, kedalaman gambut serta umur tanaman. Untuk unsur Fe, hanya dipengaruhi oleh kedalaman gambut dan umur tanaman sedangkan jarak dari batang tidak berpengaruh terhadap kandungan unsur Fe.

Saran

Perlu dilakukannnya analisis lebih lanjut mengenai kandungan unsur hara mikro Fe, Cu, dan Zn pada musim kemarau.

12

DAFTAR PUSTAKA

Andriesse JP. 1974. Tropical Peats in South East Asia. Department of Agriculture Research of the Royal Tropical Institute. Communication 63 p.

Andriesse JP. 1988. Nature and Management of tropical peat soil. FAO soils Bulletin 5:5. Roma.

Andriesse JP. 1994. Constrainsts and opportunities for alternative use options of tropical peat land. In B.Y. Aminuddin (Ed.). Tropical Peat; Proceedings of International Symposium on Tropical Peatland, 6-10 May 1991, Kuching,Sarawak, Malaysia

Barchia MF. 2006. Gambut Agroekosistem dan Transformasi Karbon. Gajah Mada University Press: Yogyakarta.

Bellamy DJ. 1995. The peatlands of Indonesia: They key role in global conservatio-can they be used sustainably. Dalam: Biodiversity and Biodiversity, Environmental Imprortance of Trop. Peat and Peatlenads.

Charman D. 2002. Peatlands and Environmental Change. John Wiley & Sons. Ltd. England.

Dohong S. 1999. Peningkatan Produktivitas Tanah Gambut yang Disawahkan dengan Pemberian Bahan Amelioran Tanah Mineral Berkadar Besi Tinggi. Disertasi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. 171 halaman.

Driessen PM and Soepraptohardjo. 1974. Organic soil.ln: Soil for Agricultural expansion in Indonesia. ATA 106 Bulettin. Soil Research Institute Bogor.

Driessen PM and Rochimah L. 1976. The physical properties of lowland peats from Kalimantan in Proceedings of Peat and Podsolic Soils and Their Potential fo Agriculture in Indonesia. Soil Research Institute, Bogor. P. 56-73.

Driessen PM. 1978. Peat soils. p 763-779.ln: IRRI. Soil and rice. IRRI. Los Banos. Philippines.

Elon SV, Boelter DH, Palvanen J,Nichols DS, Malterer T and Gafni A. 2011. Physical Properties of Organic Soils.Taylor and Francis Group, LLC.

Hardjowigeno S. 1993. Klasifikasi tanah dan pedogenesis. Akademia Pressindo. Jakarta. 274 p.

Hardjowigeno S. 1995. Suitability of Indonesian peat soils for agriculture development. In Rieley and page (Eds) Biodiversity and Sustainability of Tropical Peatland. Proceedings of the International Symposium on

Biodiversity, Environmental Importance and Sustainability of Tropical

Peats and Peatlands. Palangkaraya, 4-8 September 1995. P 327-334. Hardjowigeno S. 1996. Pengembangan lahan gambut untuk pertanian: Suatu

peluang dan tantangan. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. IPB. 22 Juni 1996.

Hardjowigeno S. 1998. Klasifikasi Tanah Gambut. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Hartatik W dan Suriadikarta DA. 2006. Teknologi pengelolaan hara lahan gambut. Dalam I. Las (Ed.). Karakteristik dan Pengelolaan Lahan Rawa. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor.

Hartley RD and Whitehead DC. 1984. Phenolic acids in soil and their influence of plant growth and soil microbial processes. Pp. 109-149. ln D. Vaughan and

13

R. E. Malcolm (Eds). Soil Organic Matter and Biological Activity. Martinus Nijhoff, DR W. Junk Publisher. Lancaster.

Kerndorff H and Schnitzer M. 1980. Sorption of metals on humic acid. In Geochim. Cosmochim. Acta 44. p 1701-1708.

Maas A. 1997. Pengelolaan lahan gambut yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Jurnal Alami 2(1):12-16.

Miller MH and Donahue RL. 1990. Soils. An Introduction to Soils and Plant Growth.Prentice Hall Englewood Cliffs. New Jersey. 768p.

Morley RJ. 1981. Development and vegetation dynamics of lowland ombrogenous peat swamp in Kalimantan Tengah, Indonesia. J. Biogeography 8: 383-404.

Mutalib AA, Lim JS, Wong MH and Koonvai L. 1991. Characterization, distribution and utilization of peat in Malaysia. In Proc. International Symposium on Tropical Peatland. 6-10 May 1991, Kuching, Serawak, Malaysia.

Nugroho K, Gianinazzi G and Widjaja Adhi IPG. 1995. Soil hydraulic properties of Indonesian peat. In 18 in Rieley and Page (Eds) Proceedings of the

International Symposium on Biodiversity, Environmental Importance and

Sustainability of Tropical Peats and Peatlands. Palangkaraya, 4-8 September 1995. P 147-156.

Polak B. 1975. Character and accurance of peat deposite in the Malaysian tropics. In G. J. Bartstra and W. A. Caspaire (eds). Modern Quanternary Research in South-east Asia. Balkema, Rotterdam.

Rengel Z. 1999. Physiological Mechanisms Underlyong Differential Nutrient Effisiency of Crop Genotypes. In Minera; Nutrion of Crops Fundamental Mechanisms and Implication. Rengel, Z. (ed). Food Production Press. New York. Pp. 227-265

Sabiham S. 1988. Studies on Peat in the coastal plain of Sumatera and Borneo. Part I: Physiography and geomorphology of the coastal plains. Tonan Ajia Kenkyu (Southeast Asian Studies). 26 (3): 307-335.

Sabiham S.1997. Penggunaan kation terpilih untuk menurunkan asam-asam fenolat toksik dalam tanah gambut dari Jambi. Jilid II Indonesia. Vol 7(1) 1997.

Sabiham S, Prasetyo TB dan Dohong S. 1997. Phenolic acid in Indonesia peat. pp. 289-292. In Rieley and Page (Eds.). Biodiyersity and Sustainablility of Tropical Peat and Peatland Samara Publishing Ltd. Cardigan UK.

Sabiham S. 1999. Peningkatan produktivitas tanah gambut ,melalui pengendalian

reaktivitas asam-asam organik meracun : persyaratan dasar

pengembangan lahan gambut. Laporan Penelitian Hibah Bersaing V/3 Perguruan Tinggi T.A. 1998/1999. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Saragih ES. 1996. Pengendalian asam-asam organik meracun dengan

penambahan Fe (III) pada tanah gambut Jambi, Sumatera. Tesis S2. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 172 hal.

Sajarwan A. 2007. Kajian Karakteristik Gambut Tropika Yang Dipengaruhi Oleh Jarak Dari Sungai, Ketebalan Gambut, Dan Tipe Hutan Di Daerah Aliran Sungai Sebangun. Disertasi.Fakultas Pertanian, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta

14

Schnitzer M. 1969. Reaction between fulvic acid, a soil humic compound and inorganik soil constituent. Soil Sci. Soc. Proc. 33: 75-81.

Spark KM, Wells JD and Johnson BB. 1997.The interaction of humic acid with heavy metals. Aus. J. Soil Res. 35(1):89-101.

Stevenson FJ. 1994. Humus Chemistry.Genesis, Composition, and Reactions.John Wiley and Sons Inc. New York. 443 p.

Suryanto 1994. Improvement of the P Nutrient Status of Tropical Ombrogenous Peat Soils from Pontianak, West Kalimantan, Indonesia. Phd Thesis. Universiteit Gent. 216 p.

Tan KH. 1993. Principles of Soil Chemistry. Marcel Dekker, Inc. New York. 362 p.

Van Heuveln, Jongerious BA and Pons LJ. 1960. Soil formation in organic soils 7th Intern Congress of Soil Science, Madison. Wisc, USA.

Widjaja-Adhi, IPG. 1988. Masalah tanaman di lahan gambut. Makalah disajikan dalam Pertemuan Teknis Penelitian Usahatani Menunjang Transmigrasi. Cisarua, Bogor, 27-29 Februari 1988. 16 hal.

15

LAMPIRAN

Lampiran 1 Peta transek berdasarkan tahun tanam

16

Um

ur T

anam

an

Blo

k

2011

20

12

20

13

Zn

EDTA

C

u ED

TA

Cu

SO4

Zn S

O4

Fe S

O4

Zn

EDTA

C

u ED

TA

Fe S

O4

Zn

EDTA

C

u ED

TA

< 6

tahu

n L7

<

- -

- -

- -

- -

- -

L7 >

-

- -

- -

- -

- -

- 6-

15 ta

hun

K19

2

,48

2

,48

1

2,7

6

12

,76

1

2,7

6

3,5

3

3,5

3

24

,69

4

,94

2

,43

K25

2

,54

2

,54

1

3,0

0

13

,00

1

3,0

0

3,6

2

3,6

2

25

,34

5

,07

2

,50

>

15 ta

hun

K23

2

,64

2

,64

2

,64

2

,64

2

,64

5

,03

5

,03

2

5,1

3

5,4

3

5,4

3

K

24

2,8

7

2,8

7

2,8

7

2,8

7

2,8

7

3,4

4

3,4

4

27

,50

5

,84

5

,84

Lam

pira

n 3

Tabe

l Dos

is p

upuk

berd

asar

kan

kete

bala

n ga

mbu

t (kg

/ha/

tahu

n)

Ket

ebal

an g

ambu

t B

lok

2011

20

12

2013

Zn

EDTA

C

u ED

TA

Cu

SO4

Zn S

O4

Fe S

O4

Zn E

DTA

C

u ED

TA

Fe S

O4

Zn

EDTA

C

u ED

TA

< 3m

K

19

2,48

2,

48

12,7

6 12

,76

12,7

6 3,

53

3,53

24

,69

4,94

2,

43

K24

2,

87

2,87

2,

87

2,87

2,

87

3,44

3,

44

27,5

0 5,

84

5,84

L7<

- -

- -

- -

- -

- -

>3M

K

23

2,64

2,

64

2,64

2,

64

2,64

5,

03

5,03

25

,13

5,43

5,

43

K25

2,

54

2,54

13

,00

13,0

0 13

,00

3,62

3,

62

25,3

4 5,

07

2,50

L7>

- -

- -

- -

- -

- -

La

mpi

ran

2 Ta

bel D

osis

pup

uk b

eras

arka

n um

ur ta

nam

an (k

g/ha

/tahu

n)

17

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan, SUMATERA UTARA pada tanggal 13 Januari 1994. Penulis merupakan anak kelima dari lima bersaudara dari Bapak Krisman Siagian dan Ibu Rosita Sitorus. Tahun 1999 penulis memulai studinya di SD Methodist 2 Rantauprapat hingga lulus pada tahun 2005. Penulis melanjutkan pendidikan sekolah menengah pertama di SMP RK BINTANG TIMUR pada periode 2005-2008. Setelah lulus dari SMP penulis melanjutkan studi di SMAN 2 Rantauprapat pada periode 2008-2011. Tahun 2011 penulis mengikuti seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN Undangan. Penulis kembali melanjutkan studinya di IPB dengan Mayor Manajemen Sumberdaya Lahan.