Disorders of the Prostate

11
 PRESENTASI REFERAT DISORDERS OF THE PROSTATE DISUSUN OLEH Sarah P. Kaurow Pembimbing : dr. H. Moch. Subarkah SpB SMF BEDAH UMUM RSUD SERANG PERIODE DESEMBER 2011

Transcript of Disorders of the Prostate

Page 1: Disorders of the Prostate

5/12/2018 Disorders of the Prostate - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/disorders-of-the-prostate 1/11

 

PRESENTASI REFERAT

DISORDERS OF THE PROSTATE

DISUSUN OLEH

Sarah P. Kaurow

Pembimbing : dr. H. Moch. Subarkah SpB

SMF BEDAH UMUM RSUD SERANG

PERIODE DESEMBER 2011

Page 2: Disorders of the Prostate

5/12/2018 Disorders of the Prostate - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/disorders-of-the-prostate 2/11

 

PENDAHULUAN

Benign hiperplasia dan karsinoma merupakan penyakit tersering pada prostat dan

meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Inflamasi dan infeksi pada prostat (prostatitis)

adalah penyakit yang jarang, dan terjadi pada kelompok usia lebih muda.

I.  Anatomi

Kelenjar prostat normalnya adalah kecil, sekitar 3 cm panjang dan lebarnya serta sekitar 

10-15 gr. Terletak di bawah leher vesika urinaria, sehingga 3 cm pertama dari uretra terletak 

antara kelenjar prostat. Oleh karena itu, dinding proksimal uretra terdiri dari jaringan kelenjar 

dan bagian ini terkenal dengan sebutan prostatic uretra. Hiperplasia prostat atau karsinoma

dapat menyebabkan gejala lokal dari obstruksi uretra, dan karsinoma dapat menyebabkan

invasi pada sfingter vesika dan mengganggu mekanisme kerja dari sfingter vesika urinaria.

Ketika uretra pars prostatika diperiksa melalui sistoskopi, suatu bagian penting yang dilihat

adalah veru montanum, suatu bagian elongasio pada dinding posterior. Ukuran dan

  prominensnya dapat bervariasi. Bagian belakang dari kelenjar prostat di atas duktus

ejakulatorius dikenal sebagai lobus media. Jika bagian ini mengalami hipertrofi, dia akan

membentuk suatu massa pedunkulasi di dasar vesika urinaria, dimana dia akan bertindak 

sebagai katup patologis dan menghambat pengeluaran vesika urinaria.

Seiring dengan bertambahnya usia, zona transisi akan mengalami pembesaran akibat

  benign prostatic hyperplasia. Pada waktu yang bersamaan, jaringan glandular perifer akan

terkompresi dan membentuk suatu pelindung fibrous yang dikenal dengan kapsul. Pada

karsinoma prostat, dia akan lebih berkembang pada jaringan glanduler perifer tersebut, yang

lebih mengarah pada penyebaran struktur kelenjar prostat dibandingkan dengan

menyebabkan gejala lokal obstruksi.

Kelenjar prostat normal dikelilingi oleh suatu kapsul yang pada saat dibedah dikenali

dengan adanya kantong fascia berisi pleksus venosus yang kaya akan pembuluh darah. Saat

 pembedahan, bagian ini tidak boleh diganggu dan harus dihindari karena merupakan sumber 

 perdarahan pada saat operasi dan sesudah operasi. Pada pleksus venosus ini, terdapat suatu

hubungan langsung antara pleksus vena prostat dengan pleksus vena ekstradural vertebra,

yang menyebabkan mudahnya penyebaran sel-sel kanker prostat. Sedangkan pada bagian

 posterior kelenjar prostat, kantong fascia prostat berfusi dengan fascia Denonvilliers. Hal ini

menyediakan suatu barrier terhadap penyebaran sel-sel kanker secara langsung ke rektum dan

vice versa.

II.  Benign Hiperplasia Prostat

BPH akan terjadi pada separuh populasi pria berumur diatas 50 tahun, dan meningkat

kejadiannya pada pria dengan usia di atas 70 tahun. Rata-rata, setengah dari pria tersebut

hampir tidak menunjukkan gejala atau dengan gejala yang ringan terhadap penderita dan

keluarganya. Sekitar 50% dari pria berusia diatas 60, hiperplasia prostat menyebabkan gejala

yang pada akhirnya memerlukan pengobatan.

Page 3: Disorders of the Prostate

5/12/2018 Disorders of the Prostate - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/disorders-of-the-prostate 3/11

 

1.  Patofisiologi

Secara patologis, zona transisi parauretra kelenjar prostat menyebabkan hiperplasia

noduler. Hal ini pada akhirnya akan menyebabkan pembesaran secara simetris dari

kelenjar prostat beberpa kali ukuran normal. Berat kelenjar terberat yang pernah

dilaporkan mencapai 800 gram yang dikira adalah fibrosarkomatous. Jaringan kelenjar 

  prostat cenderung terdesak ke arah perifer untuk mebentuk suatu kapsul palsu atau³surgical capsule´. Pada umumnya, proses ini didominasi fibrotik, menyebablan

kelenjar menjadi padat. Gejala dan tanda dari obstruksi aliran vesika urinaria dapat

disebabkan oleh gangguan primer akibat hipertrofi dan fibrosisnya leher vesika urinaria.

Hambatan aliran vesika urinaria dapat disebabkan oleh pembesaran dari prostat,

obstruksi leher kandung kemih, atau kombinasi keduanya.

Untuk mengetahui ukuran pembesaran prostat, maka pemeriksaan yang dianjurkan

adalah dengan pemeriksaan ultrasound dan tidak dapat ditentukan dengan pemeriksaan

digital. Aliran urin ditentukan oleh kontraktilitas otot detrusor dan oleh panjang dan

kalibrasi dari uretra pars prostatika, bukan oleh prostatic bulk.

2.  Gejala Klinis

Gejala klinis dari BPH biasanya timbul secara berahap, dari yang asimptomatis,

sampai yang mengganggu aktivitas sehari-hari sampai ke saat tidur. Retensi urin akut

dapat timbul tiba-tiba kapan saja dan biasanya disertai dengan penuhnya vesika urinaria

setelah pemasukan cairan yang banyak. Pada beberapa pasien, gejala BPH ini cenderung

 berubah dan sulit untuk membuat keputusan apakah perlu di operasi atau tidak.

3.  Komplikasi terhadap Vesika Urinaria

Obstruksi prostatik secara progressif dapat mengganggu pasien dalam mengosongkan

urin dalam kandung kemihnya, yang pada akhirnya akan menyisakan urin yang disebut

dengan residual urin. Hal ini akan menyebabkan volume urin sisa bertambah,

  bersamaan dengan bertambahnya ukuran prostat. Pada akhirnya tekanan intravesika

meningkat. Residual urin yang stasis rentan untuk membentuk suatu media pertumbuhan

 bakteri, sehingga infeksipun serta gejala-gejala infeksipun akan terlihat. Pada retensi urin

yang kronik, vesika akan terdistensi dan atonic, menjadi inkontinensia. Pada kasus lain,

otot detrusor mengalami hipertrofi untuk menyaingi inkontinesia yang terjadi. Garis-

garis dinding vesika yang awalnya lurus, berubah menjadi trabekulasi. Akhirnya, oto-

otot dan serat diganti dengan jaringan fibrous non-kontraktil. Hal inilah yang

menjelaskan kenapa pasien-pasien gagal untuk urinasi seperti normal setelah obstruksi

  prostatik dihilangkan. Bagian diantara trabekulasi membentuk daerah depresi yang

 berkembang menjadi sakulasi, dan akhirnya membentuk divertikula bladder. Stasis urin

dalam divertikula merupakan faktor predisposisi terbentuknya batu. Meningkatnya

tekanan intravesika akan mengembalikan aliran isi vesika balik ke dalam ureter dan

ginjal yang menyebabkan hidronefrosis dan kerusakan progresif parenkim ginjal. Pada

  pasien ini akan menunjukkan gejala sistemik seperti anoreksia. Gagal ginjal dapat

disertai dengan anemia, dehidrasi, asidosis dan infeksi lanjut menjadi sepsis.

Page 4: Disorders of the Prostate

5/12/2018 Disorders of the Prostate - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/disorders-of-the-prostate 4/11

 

4.  Penanganan

a.  Diagnosis

Anamnesis pertama yang lenglap diperlukan untuk mengetahui sudah sejauh

mana perkembangan dan profresififtas penyakit BPH. Keadaan umum pasien

diperiksa secara teliti untuk mengetahui apakah ada tanda-tanda gejala sistemik dari

gagal ginjal akibat obstruksi kronik. Pemeriksaan abdomen untuk mengetahui ukuranvesika, apakah terdistensi atau tidak. Serta pemeriksaan colok dubur untuk 

mengetahui ada tidaknya pembesaran dari ukuran prostat yang dapat diraba. Untuk 

mengetahui apakah adanya residual urin diperiksa dengan USG. Selain itu untuk 

mengetahui apakah ada aliran balik ke ureter atau ginjal. Ketika hasil USG tidak 

ditemukan secara signifikan adanya residual urin, tetapi gejala obstruksi urin yang

  berat, maka iritable bladder  dapat menjadi sebuah penyebab. Oleh karena itu

  pengukuran aliran urin direkomendasikan. Pemeriksaan sistometrografi juga dapat

dilakukan, tetapi memerlukan proses persiapan yang rumit, sehingga jarang

dilakukan.

Fungsi renal diperiksa melalui hasil serum urea, kreatinin dan elektrolit. Jikahasilnya abnormal, pemeriksaan lebih lanjut diperlukan untuk mengetahui apakah

terdapat gangguan ginjal, dan biasanya USG Ginjal merupakan pilihan utama.

Pemeriksaan urin tengah seharusnya dilakukan secara mikroskopis dan kultur 

sehingga dapat dilihat apakah terdapat tanda-tanda infeksi yang menyebabkan gejala-

gejala obstruksi atau tidak. Dan jika diperlukan tindakan operatif, maka eradikasi

kuman perlu dilaksanakan terlebih dahulu untuk mencegah infeksi lanjut post operatif 

dan perdarahan sekunder.

Jika pada pemeriksaan colok dubur, prostat teraba noduler, maka karsinoma harus

dicurigai, terlebih lagi bila PSA (prostate specific antigen) meningkat. Ultrasound

transrectal dan biopsi jarum harusnya dilaksanakan, walupun sudah ada rencana

operasi, karena memerlukan rencana lanjut setelah operasi jika memang terbukti

karsinoma. Nilai PSA yang normal tidak menyingkirkan tidak adanya karsinoma

  prostat, sedangkan meningkatnya nilai PSA, tidak selalu berarti karsinoma prostat,

tetapi bisa saja infeksi pada prostat atau BPH.

 b.  Sistoskopi

Pemeriksaan sistosopi diperlukan untuk melihat anatomis dari dinding vesika,

yang dikatakan merupakan teknik pemeriksaan paling akurat untuk melihat struktur 

anatomis vesika urinaria. Yang dinilai adalah apakah terdapat trabekulasi, divertikula,

tumor ataupun batu. Pada pasien dengan komplikasi akibat obstruksi aliran vesika,

reseksi transuretra juga dilaksanakan dalam satu pembiusan bersamaan dengan

sistoskopi. Tetapi saat ini, pemasangan kateter lewat suprapubik merupakan terapi

 pilihan dibandingkan dengan reseksi transuretra.

c.  Pengobatan

Finasterid akan menghambat enzim 5-alfa reduktase yang mengkonversi

testosteron menjadi dihidro-testosteron dan ini akan mengurangi ukuran dari kelenjar 

Page 5: Disorders of the Prostate

5/12/2018 Disorders of the Prostate - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/disorders-of-the-prostate 5/11

 

  prostat yang hiperplastik. Tindakan operatif dapat diundur atau sama sekali tidak 

dilakukan. Obat ini juga dapat mengurangi gejala retensio urin akut.

Reseptor alfa-adrenergik A1 terdapat dalam leher vesika dan kelenjar prostat. Jika

leher vesika hipertrofi atau sebuah prostat dengan berat dibawah 50 gr merupakan

 penyebab gejala obstruksi, maka pemberian obat penghambat alfa-adrenergik selektif 

dapat diberikan dan melonggarkan obstruksi uretra akibat pembesaran prostat. Obat-obat baru seperti tamsulosin, terazosin atau afluzosin, memiliki sebuah efek samping

yang lebih kecil dibandingkan dengan finasterid.

d.  TURP (Transuretral resection of prostate)

Transuretral prostatektomi mengurangi mortalitas dan morbiditas postoperatif 

dibandingkan dengan retropubik open prostatektomi dan memerlukan perawatan di

rumah sakit yang lama. TURP merupakan gold standar dalam tindakan bedah prostat.

Prosedur lainnya yang lebih rumit ialah cryo-prostatektomi dan bekuan prostatektomi.

Tindakan bedah modern lainnya adalah microwave ther motherapy, transurethral 

needle ablation (TUNA), transurethral laserincision of the prostate (TULIP), danablasi laser. Penanganan dengan teknik laser ini biasanya berguna pada pasien yang

mendapat pengobaatan dengan warfarin.

Tujuan dari prostatektomi ialah menghilangkan bulk prostat dan meningggalkan

kompresi dan jaringan perifer normal. Hal ini akan melindungi pleksus venosus

subcapsular yang kemungkinan dapat menjadi sumber perdarahan yang hebat. Sebuah

 jaringan strips di eksisi dengan resektoskop menggunakan gunting diatermi loop wire,

yang kemudian chips tersebut masuk ke dalam vesika dan dibuang. Selama proses

ini, dilakukan irigasi dengan larutan isotonik untuk membuang darah dan

menghilangkan debris dan mempermudah lapangan pandang operasi. Larutan glisin

lebih banyak dipakai dikarenakan tidak mudah diabsorbsi dan tidak menyebabkan

hemolisis seperti halnya jika irirgasi menggunakan air. Sehingga TUR sindrom dapat

dihindari. Tetapi jika diabsorbsi secara berlebihan karena proses operasi yang lama,

maka akan timbul hemodilusi, hiponatremia, dan hiperamonemia. Jaringan chips

  prostat harus selalu diperiksakan untuk mengetahui apakah terdapat sel karsinoma

 pada bagian tersebut.

Jika obstruksi yang terjadi adalah akibat hipertrofi dari leher vesika, maka insisi

otot vesika untuk dipisahkan ialah dengan membuat insisi longitudinal dalam leher 

vesika (bladder neck incision, BNI) dengan menggunakan diatermi melalui

resectoskop. Tetapi kelenjar prostat biasany tidak direseksi. Hal ini lebih efektif 

karena kemungkinan obstruksi akibat ukuran prostat yang kecil (<30gr).

e.  Retropubik prostatektomi

Open prostatektomi dilakukan bila ukuran kelenjar prostat terlalu besar dan

dengan reseksi transuretra tidak dapat dilakukan, atau dengan penyakit penyerta

seperti divertikula bladder atau batu yang besar.

Komplikasi dari prostatektomi dan TURP ialah mengakibatkan gangguan

mekanisme dari leher bladder dimana tidak tertutupnya sfingter bladder pada leher 

  bladder ketika ejakulasi. Sehingga cairan semen masuk ke dalam vesika ketika

Page 6: Disorders of the Prostate

5/12/2018 Disorders of the Prostate - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/disorders-of-the-prostate 6/11

 

ejakulasi. Oleh karena itu, pasien mengaku bahwa dia gagal untuk ejakulasi, yakni

karena tidak keluarnya cairan ejakulat. Dan biasanya cairan semen tersebut akan

keluar bersamaan dengan urin ketika pasien urinasi. Tetapi sensai orgasme tidak 

terganggu. Hal ini dinamakan retrograde ejaculation. Erektil impotensi terjadi pada

 pasien post TURP sekitar 5-15%, striktur uretra timbul sekitar 1-10% kasus.

Hematuri minimal terjadi pada minggu pertama setelah operasi prostatektomi.Sedangkan perdarahan sekunder terjadi akibat adanya infeksi, dapat menyebabkan

clot retention, yakni retensi urin akibat terbentuknya bekuan darah. Penyembuahn

total dari kontinensia urin terkadang menjadi lambat yang pada umumnya terjadi

akibat adanya kerusakan yang permanen pada mekanisme sfingter vesika.

III.  Retensio Urin Akut dan Penanganannya

Terjadinya retensio urin akut biasanya akibat penuhnya vesika, banyaknya feses dan

infeksi saluran kemih yang menyebabkan infark pada kelenjar prostat. Hal ini biasanya

membutuhkan terapi bedah secepatnya.

1.  Diagnosis

Pada pasien dengan tidak ada sama sekali urin yang keluar, maka retensio urin akut

ini harus dibedakan dengan anuria. Dan biasanya tidak sulit. Pada pasien dengan retensi

urin akut disertai dengan nyeri abdomen dan perianal dan dengan mudah dipalpasi

vesikanya. Jika tidak disertai dengan komplikasi lainnya, maka tindakan pembedahan

  biasanya dapat ditunda sampai ditemukannya penyebab pastinya, dan nyeri untuk 

sementara dapat menghilang secara perlahan dengan pemasangan kateter.

2.  Kateterisasi

Penanganan utama retensio urin akut biasanya dengan dipasang kateter melalui uretra

atau kateter melalui suprapubik. Sebelum dipasang kateter anamnesis lengkap mengenai

 penyakit saluran kemih haruslah lengkap, ada tidaknya infeksi saluran kemih, riwayat

operasi, trauma daerah urogenital dan sebagainya. Pemasangan kateter melalui

suprapubik merupakan tindakan yang cepat dan aman yang secara mudah dapat

dilakukan pada vesika yang mudah teraba pada palpasi. Jika pemasangan kateter bukan

dalam keadaan gawat darurat, maka biasanya bedah urolog akan menjadwalkan operasi

dengan sistouretroskopi.

3.  Evaluasi & Faktor Predisposisi

Kateter yang telah dipasang biasanya akan terpasang selama satu sampai dua hari dari

terjadinya retensi urin akut, sampai tidak terjadi lagi retensi urin. Pada titik ini, maka

  pasien akan diuji coba dengan pemeriksaan ³trial without catheter´ (sebuah uji coba

dimana pasien diuji apakah pasien bisa lampias dalam urinasi ketika kateter dilepas,

diklem pada pasien dengan kateter suprapubik) atau apakah perlu tindakan pembedahan

segera. Infeksi saluran kemih harus ditangani terlebih dahulu sebelum dilakukan

tindakan trial without catheter  ataupun tindakan pembedahan. Indikasi umum untuk 

dilakukannya sistouretroskopi, prostatektomi atau reseksi leher kandung kemih ialah :

Page 7: Disorders of the Prostate

5/12/2018 Disorders of the Prostate - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/disorders-of-the-prostate 7/11

 

-  Banyaknya volume urin yang dilepas akibat pemasangan kateter-menandakan

adanya retensio urin kronik 

-  Meningkatnya kadar urea dan kreatinin plasma yang meningkat setelah

kateterisasi-menandakan adanya obstruksi kronik uropathi

-  Adanya gejala yang berulang dari retensi urin akut sebelumnya

-  Obstruksi aliran bladder akibat karsinoma prostat-  Gagal dengan ³trial without catheter´ 

-  Adanya kalkulus dari vesika

-  Retensi akut yang dikombinasi dengan adanya prostatisme.

IV.  Indwelling Catheter dan Penanganannya

Sebagian besar pasien dengan pemasangan kateter permanen ialah pasien berusia tua

dengan obstruksi aliran bladder dimana dengan tindakan pembedahan telah gagal atau adanya

kontraindikasi. Indikasi pemasangan kateter permanen ialah:

-  Pasien yang tidak fit untuk dilakukan prostatektomi

Inkontinensia, pasien tua dengan debilisasi yang berat, dementia atau imobile-  Inkontinensia akibat kerusakan sfingetr external akibat prostatektomi atau adanya

invasi karsinoma

-  µ  sacral neurogenic bladder¶ , biasanya akibat multipel sclerosis

Saat ini dengan adanya kemajuan di bidang bedah urologik, anestesi, dan penanganan

 perioperatif maka tindakan prostatektomi dapat dilakukan dengan aman, dan banyak pasien

yang telah mengalami perbaikan urinasi, sehingga kateterisasi jangka panjang dapat

dihindari.

Untuk beberapa pasien yang memerlukan pemakaian kateter, maka pemilihan kateter 

dapat melalui retra ataupun melalui suprapubik. Kateter indwelling suprapubik mungkin

mempunyai efek samping serta komplikasi yang lebih sedikit. Komplikasi yang sering terjadi

ialah hambatan berulang kateter serta infeksi. Kateter dihambat biasanya oleh debris epitel

atau akresi berulang dari kalkulus. Kateter dari silikon lebih baik digunakan dan tetap harus

sering diganti tiap 10-12 minggu. Pemberian antibiotik diberikan jika terdapat gejala-gejala

dari infeksi saluran kemih, jika infeksi saluran kemih yang ada mulai memberat, dan setiap

 pergantian kateter.

1.  Kateter pada pasien paraplegik 

Pada pasien paraplegik, akan terjadi refluks ureter yang akan menjadi faktor 

 predisposisi infeksi saluran kemih bagian atas. Infeksi yang berulang akan menyebabkan

gagal ginjal dan kematian pada usia yang muda. Pada pasien ini, penanganan khusus

haruslah disertai dengan usaha menghindari dan mencegah terjadinya infeksi, serta

 pemeriksaan spesimen urin harus dilakukan sesering mungkin secara mikroskopis dan

kultur. Kateter intermittent mungkin pilihan yang lebih baik dibandingkan dengan kateter 

indwelling.

Page 8: Disorders of the Prostate

5/12/2018 Disorders of the Prostate - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/disorders-of-the-prostate 8/11

 

V.  Karsinoma Prostat

1.  Patofisiologi

Karsinoma prostat lebih umum terjadi pada pria diatas usia 65 tahun dan semakin

sering pada pria 2 dekade sebelum usia 65 tahun. Di Amerika Serikat meningkatnya

kejadian karsinoma prostat pada usia sebelum 65 tahun dihubungkan dengan peningkatan

konsumsi tinggi lemak, dan daging. Asia Timur hidup dengan kebanyakan dietvegeratian sehingga mempunyai angka insiden karsinoma prostat yang lebih rendah.

Karsinoma tumbuh paling sering pada bagian perifer dari kelenjar prostat

dibandingkan di jaringan parauretral dan hal inilah yang menyebabkan terkadang

asimptomatis. Perubahan malignasi sering terjadi pada pseudokapsul dari jaringan

kelenjar prostat bagian perifer yang akan tetap ada setelah tindakan prostatektomi atas

indikasi BPH. Kanker prostat sebagian besar adalah adenokarsinoma dengan berbagai

derajat diferensiasi yang mencerminkan keagresifan lokal dan penyebaran metastase.

Terkecuali karsinoma prostat pada duktus prostatikus yang berasal dari urotelial dan

mempunyai gejala seperti kanker buli-buli.

Kebanyakan adenokarsinoma adalah diferensiasi baik dan terletak dalam kapsul,dimana secara perlahan akan menginvasi jaringan prostat dan terkadang

mengikutsertakan leher buli-buli dan mekanisme sfingter. Dalam beberapa kasus, kanker 

  prostat ini telah menjadi besar bersamaan dengan adanya hiperplasi prostat. Kanker 

 prostat bermetastasis ke nodus limfatikus pelvis melalui pembuluh ke tulang dan organ

lainnya. Sel tumor dialihkan secara langsung melalui pleksus venosus subkapsular ke

sistem vena spinal dan ini menjelaskan kenapa adanya keterlibatan metastasis ke dalam

 pelvis dan kolumna spinalis. Dianjurkan pada pria diatas 50 tahun untuk memeriksa PSA

dan colok dubur.

Kebanyakan kanker prostat mensekresi glikoprotein, PSA, yang dideteksi dalam

darah walaupun tumor dalam kelenjar sedang dalam proses istirahat. Beberapa keadaan

yang menyebabkan meningkatnya adar PSA ialah infeksi saluran kemih, tetapi

  peningkatan kadar PSA diatas 10-15 nangram.ml kemungkinan besar ialah kanker 

  prostat. Prognosis dari kanker prostat ini dinilai secara rutin nilai PSA, velositas PSA,

dan derajat histologisnya.

Gejala dan tanda dari kanker prostat bergantung pada penyebaran lokal dan sistemik 

dari sel-sel tumor itu sendiri. Derajat keparahan yang sering dipakai ialah derajat TNM.

2.  Gejala & Tanda Klinis

Pasien dengan stage T1 atau T2 kemungkinan gejala dapat asimptomatis, yang

diketahui secara tidak sengaja pada saat check-up, atau hadir dalam pemeriksaan untuk 

hiperplasi prostat. Pada pasien dengan T3 atau T4 tumor akan menyebabkan dan

menunjukkan gejala lokal serta sistemik, dari obstruksi aliran urin, sampai gangguan

rektum, oklusi ureter sampai ke gagal ginjal. Pasien dengan N+ akan menunjukkan

gejala-gejala lokal dimana dapat terjadi  swollen legs dan gangguan aliran balik limfatik 

(penile dan edema scrotum). Pada lesi T3 dan T4 kemungkinan terjadinya metastasis

(M+) sangat besar, dan pasien akan menunjukkan gejala sesuai dengan tempat sel tumor 

 bermetastase, yakni dapat berupa nyeri tulang,, fraktur patologis pada kompresi spinal

kord. Beberapa pasien biasanya datang dengan adanya fraktur pada spine atau leher 

Page 9: Disorders of the Prostate

5/12/2018 Disorders of the Prostate - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/disorders-of-the-prostate 9/11

 

femur. Oleh karena itu, para pria tua yang datang untuk berobat ke dokter dengan

keluhan nyeri tulang belakang sudah seharusnya diperiksa colok dubur dan PSA. Selain

itu beberapa gejala lainnya yang ikut menyertai ialah malaise, fatig, berkurangnya berat

 badan, dan anemia. Gejala yang tidak khas ini pada beberapa bulan pertama idak akan

terdeteksi dan setelah terdeteksi penyebaran metastasis sel tumor prostat sudah jauh.

Gangguan pada paru-paru dapat pula terjadi dalam bentuk yang dijumpai ialahlimfangitis karsinomatosus.

Pada pemeriksaan colok dubur, T1 dapat dikatakan dalam batas normal dan

diperkirakan paling banyak gejala lokal akibat pembesaran prostat akibat hiperplasia.

Pada T2 akan teraba nodular tipikal, permukaan yang tidak rata. Pada T3 akan didapatka

 pembesaran kelenjar dengan konsistensi keras dan ireguler, dan melebihi kapsul kedalam

vesika seminalis. Pada T4 tumor terfiksasi ke tulang atau organ pelvis lainnya. Sekali sel

tumor keluar dari kapsulnya, maka karakteristik gejala dan tanda akan bertambah serta

  prognosis akan semakin memburuk. Penyebaran lokal dapat melibatkan rektum

(menyebabkan perubahan defekasi) atau leher vesika dan ureter (menyebabkan

inkontinensia, impotensi atau obstruktif gangguan ginjal). Pada sadium akhir ini, tumor akan mudah sekali teraba pada pemeriksaan colok dubur. Pada kasus yang berat, tumor 

akan menginvasi ke dalam rektum dan dinding pelvis yang dapat menyebabkan

 perlengkatan total dengan rongga pelvis. Beberapa diantaranya akan hadir dengan deep

vein trombosis pada ekstremitas bawah.

3.  Investigasi / Diagnosis

Obstruksi pada vesika urinaria biasanya akibat hiperplasia prostat, tetapi oleh

karsinoma juga dapat terjadi. USG rektal diperlukan untuk dapat melihat gambaran

  prostat yang kemungkinan tidak dapat ditentukan dari pemeriksaan colok dubur, dan

apakah diperlukannya pemeriksaan jarum biopsi transrektal. Pada prostatektomi,

karsinoma diduga jika kelenjar kurang dalam strukturnya.

Jika pasien mempunyai nyeri tulang, maka pemeriksaan x-ray dan radionukleotid

tulang diindikasikan. Pada x-ray, sel tumor karsinoma prostat akan terlihat sebagai

gambaran sklerotik atau osteoblastik dibandingkan dengan gambaran litik. Hal ini akan

memberikan gambaran ³cotton-wool .́ Beberapa lesi sebagiannya radiolusen. Scan

isotop tulang dapat dilakukan jika pada gambaran x-ray tidak ditemukan adanya tanda-

tanda metastasis sel kanker prostat.

4.  Penanganan

a.  Skrining

Skrining pasien yang dicurigai kanker prostat sangatlah sulit karena pada stadium

T1 dan T2 akan sulit sekali dinilai, dan dengan gejala yang tidak begitu khas dapat

membuat beberapa pasien tidak khawatir tentang pentingya skrining dalam kanker 

 prostat ini.

 b.  Early Stage Disease (stadium T1 atau T2, N0, M0)

Prostatektomi toal atau radikal radioterapi berpotensi kuratif untuk organ target,

misalnya kanker prostat pada stadium T1 dan T2. Menurunnya nilai PSA menjadi

Page 10: Disorders of the Prostate

5/12/2018 Disorders of the Prostate - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/disorders-of-the-prostate 10/11

 

1,0 atau kurang dalam waktu 12 bulan menandakan keberhasilan terapi. Tetapi

kemungkinan untuk terjadinya relaps tidak dapat dipungkiri. Terapi dengan

  brachiterapi dapat dilakukan untuk menghabisi sel-sel tumor muda kombinasi

dengan kontrol ultrasound. ´W atchful waiting´ merupakan pilihan utama pada T1.

Tetapi beberapa dokter memberikan finasterid dengan berharap dapat mengurangi

 proliferasi dan penyebaran sel tumor.

c.  Locally Advanced Disease (stadium T3 atau T4, N0, M0)

Untuk pasien yang masuk dalam stadium ini, akan memberikan gejala obstruksi

  buli-buli dan reseksi transuretra dapat menghilangkan gejala obstruksi tersebut.

TURP, dapat membuat inkontinesia yang berhubungan dengan rusaknya mekanisme

sfingetr atau nervs yang mengontrol sfingter tersebut. Stadium ini biasanya ditangani

dengan neoadjuvan atau radioterapi adjuvan dengan atau tanpa terapi hormonal.

d.  Metastatic Disease (stadium N+ dan/atau M+)

Dalam hal ini, tujuan terapinya ialah mengontrol gejala dan untuk menghentikanlebih lanjut perjalanan penyakit. Pada pasien dengan gejala obstruktif, maka reseksi

transuretra dan TURP dapat menangani masalahnya. Penanganan kedepannya ialah

 bergantung pada dokter dan keinginan pasien sendiri.

Kebanyakan kanker prostat adalah bergantung pada androgen, dan setidaknya,

manipulasi secara hormonal merupakan pilihan utama. Radioterapi lokal dapat

  berguna untuk mengurangi gejala metastasis. Total prostatektomi atau radikal

radioterapi berpotensi kuratif untuk organ target. Kompresi pada korda spinalis

dapat diterapi dengan radioterapi lokal atau laminektomi, tetapi prognosis dalam hal

 perkembangan neurologis tidak baik.

e.  Terapi Hormonal

1)  Orchidectomy

Tindakan ini adalah terapi yang cepat dan membuang hampir 95% dari

sintesis testosteron, yang akan menurunkan kadar testosteron plasma secara

cepat. Kapsul testikular ditinggalkan insitu dan diisi dengan bekuan darah

sehingga tidak merubah kontur skrotum.

Stilbestrol adalah sintesis estrogen merupakan terapi pilihan pada kanker 

  prostat. Obat ini menekan sekresi LHRH dari hipotalamus dan diduga

sitotoksik terhadap sel kanker prostat. Dosis tidak boleh melebihi 3 mg per 

hari dan diberikan obat antitrombotik sebelum mengkonsumsi obat ini.

2)  LHRH agonist

LHRH atau analog gonadorelin seperti goserelin setidaknya sama efektifnya

dengan orchidektomi tetapi sangat mahal dan harus diberikan secara

 parenteral, setidaknya pada awal pemberiannya. Obat ini akan menyebabkan

stimulasi LH dari kelenjar hipofisis, lalu meningkatkan sekresi testosteron

sampai 2 minggu. Diikuti dengan inhibisi dari pelepasan LH secara

kompetitif dengan memblokir reseptor yang menyebabkan status µanorsik¶.

Page 11: Disorders of the Prostate

5/12/2018 Disorders of the Prostate - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/disorders-of-the-prostate 11/11

 

Sama halnya dengan orkidektomi, kemerahan membara serta disfungsi

seksual merupakan efek samping yang utama.

3)  Anti androgen

Obat anti-androgen seperti cyproterone acetat atau flutamide menghambat

ikatan dihidrotestosteron ke reseptornya pada tingkat seluler dan secara

kontras dengan anatgonis LHRH menghambat sekresi testosteron di testis dandi adrenal. Efek samping berupa diare dan ginekomastia lebih sering terjadi

  pada pasien yang lebih muda. Cyproterone acetat dapat mengarah ke depresi

dan komplikasi tromboemboli tetapi efektif dalam menekan merah membara.

VI.  Prostatitis

Prostatitis akibat bakteri merupakan suatu inflamasi yang biasa terjadi, paling sering

akibat coliforms, C hlam ydia atau  Neisseria. Mikoplasma juga turut berperan. Dapat

timbul dalam bentuk akut atau kronik. Infeksi saluran kemih dapat merupakan faktor 

 predisposisi. Prostatitis dapat timbul sebagai penyakit akut atau kronik.

1. 

Prostatitis AkutProstatitis akut ditandai dengan adanya nyeri di daerah perianal dan demam.

Membengkaknya prostat juga dapat menyebabkan obstruksi bladder dan frekuensi urin.

Pada pemeriksaan colok dubur, prostat akan teraba tegang, dan pemeriksaan ini biasanya

tidak dianjurkan karena diduga dapat menyebabkan bakteremia.

Penanganannya adalah dengan memberikan antibiotik intravena seperti gentamisin

sampai pasien tidak demam lagi, lalu antibiotik kuinolon diberikan secara oral selama 6

minggu. Prostatitis yang terinfeksi dapat merupakan gejala dari diabetes melitus.

2.  Prostatitis Kronik 

Prostatitis kronik ditandai dengan nyeri perianal bagian bawah serta nyeri

suprapubik yang kronik. Gejala dan tanda biasanya tidak jelas, dan diagnosis seringkali

tidak akurat. Sekitar 5% dari kasus infeksi kronis ini adalah akibat infeksi coliform,

dimana 95% nya tidak dapat ditentukan. Teori lain dari prostatitis kronik dikemukakan

akibat dari autoimun atau refluks urin intraprostatik.

Pengobatannya adalah dengan pemberian antibiotik sesuai dengan hasil sensitifitas

kultur resistensi dari cairan prostat setelah prostat dipijat. Obat-obatan antiinflamasi

dapat digunakan pada kasus bukan infeksi, dan alfa-adrenergik juga dapat digunakan.