dismenore
-
Upload
alrahman-joneri -
Category
Documents
-
view
426 -
download
1
description
Transcript of dismenore
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Dismenore
1. Definisi Dismenore
Beberapa definisi dismenore yaitu:
a. Dismenore adalah sakit saat menstruasi sampai dapat mengganggu
aktivitas sehari – hari (Manuaba, 2001).
b. Dismenore adalah nyeri di perut bagian bawah ataupun di pungung
bagian bawah akibat dari gerakan rahim yang meremas – remas
(kontraksi) dalam usaha untuk mengeluarkan lapisan dinding rahim
yang terlepas (Faizah, 2000).
c. Dismenore adalah nyeri saat haid yang terasa di perut bagian
bawah dan muncul sebelum, selama atau setelah menstruasi. Nyeri
dapat bersifat kolik atau terus menerus. Dismenore timbul akibat
kontraksi disritmik lapisan miometrium yang menampilkan satu
atau lebih gejala mulai dari nyeri ringan hingga berat pada perut
bagian bawah, daerah pantat dan sisi medial paha (Badziad, 2003).
d. Dismenore atau nyeri haid adalah gejala-gejala ginekologik yang
paling sering dijumpai. Bahkan wanita-wanita dengan dismenore
cenderung untuk mendapat nyeri haid rekurens secara periodik
yang menyebabkan pasien mencari pengobatan darurat (Greenspan
dan Baxter, 2000).
2. Klasifikasi Dismenore
Nyeri haid dapat digolongkan berdasarkan jenis nyeri dan ada
tidaknya kelainan yang dapat diamati. Berdasarkan jenis nyeri, nyeri
haid dapat dibagi menjadi, dismenore spasmodik dan dismenore
kongestif.
9
a. Nyeri Spasmodik
Nyeri spasmodik terasa di bagian bawah perut dan berawal
sebelum masa haid atau segera setelah masa haid mulai. Banyak
perempuan terpaksa harus berbaring karena terlalu menderita nyeri
itu sehingga ia tidak dapat mengerjakan apa pun. Ada di antara
mereka yang pingsan, merasa sangat mual, bahkan ada yang benar-
benar muntah. Kebanyakan penderitanya adalah perempuan muda
walaupun dijumpai pula pada kalangan yang berusia 40 tahun ke
atas. Dismenore spasmodik dapat diobati atau paling tidak
dikurangi dengan lahirnya bayi pertama walaupun banyak pula
perempuan yang tidak mengalami hal seperti itu.
b. Nyeri Kongestif
Penderita dismenore kongestif yang biasanya akan tahu sejak
berhari-hari sebelumnya bahwa masa haidnya akan segera tiba. Dia
mungkin akan mengalami pegal, sakit pada buah dada, perut
kembung tidak menentu, beha terasa terlalu ketat, sakit kepala,
sakit punggung, pegal pada paha, merasa lelah atau sulit dipahami,
mudah tersinggung, kehilangan keseimbangan, menjadi ceroboh,
terganggu tidur, atau muncul memar di paha dan lengan atas.
Semua itu merupakan simptom pegal menyiksa yang berlangsung
antara 2 dan 3 hari sampai kurang dari 2 minggu. Proses
menstruasi mungkin tidak terlalu menimbulkan nyeri jika sudah
berlangsung. Bahkan setelah hari pertama masa haid, orang yang
menderita dismenore kongestif akan merasa lebih baik.
Sedangkan berdasarkan ada tidaknya kelainan atau sebab yang
dapat diamati, nyeri haid dapat dibagi menjadi, dismenore primer
dan dismenore sekunder.
a. Dismenore Primer
Dismenore primer adalah nyeri haid yang dijumpai tanpa
kelainan pada alat – alat genital yang nyata. Dismenore primer
terjadi bersamaan atau beberapa waktu setelah menarche biasanya
10
setelah 12 bulan atau lebih, oleh karena siklus – siklus haid pada
bulan – bulan pertama setelah menarche umumnya berjenis
anovulator yang tidak disertai dengan rasa nyeri. Rasa nyeri timbul
tidak lama sebelumnya atau bersama – sama dengan permulaan
haid dan berlangsung untuk beberapa jam walaupun pada beberapa
kasus dapat berlangsung beberapa hari. Sifat rasa nyeri adalah
kejang, biasanya terbatas pada perut bawah tetapi dapat menyebar
ke daerah pinggang dan paha. Bersamaan dengan rasa nyeri dapat
dijumpai rasa mual, muntah, sakit kepala, diare dan iritabilitas
(Wiknjosastro, 1999).
Dismenore primer sering dimulai pada waktu perempuan
mendapatkan haid pertama dan sering dibarengi rasa mual, muntah,
dan diare. Gadis dan perempuan muda dapat diserang nyeri haid
primer. Dinamakan dismenore primer karena rasa nyeri timbul
tanpa ada sebab yang dapat dikenali. Nyeri haid primer hampir
selalu hilang sesudah perempuan itu melahirkan anak pertama,
sehingga dahulu diperkirakan bahwa rahim yang agak kecil dari
perempuan yang belum pernah melahirkan menjadi penyebabnya,
tetapi belum pernah ada bukti dari teori itu. Nyeri haid yang
disebabkan karena kelainan yang jelas dinamakan dismenore
sekunder. Nyeri haid yang baru timbul 1 tahun atau lebih sesudah
haid pertama dapat dengan mudah ditemukan penyebabnya melalui
pemeriksaan yang sederhana. Jika pada usia 40 tahun ke atas
timbul gejala nyeri haid yang tidak pernah dialami, penting sekali
baginya untuk memeriksakan diri.
b. Dismenore Sekunder
Dismenore sekunder adalah nyeri haid yang disertai kelainan
anatomis genitalis (Manuaba, 2001). Sedangkan menurut Hacker
(2001) tanda – tanda klinik dari dismenore sekunder adalah
endometriosis, radang pelvis, fibroid, adenomiosis, kista ovarium
dan kongesti pelvis. Umumnya, dismenore sekunder tidak terbatas
11
pada haid, kurang berhubungan dengan hari pertama haid, terjadi
pada perempuan yang lebih tua (tiga puluhan atau empat puluhan
tahun) dan dapat disertai dengan gejala yang lain (dispareunia,
kemandulan dan perdarahan yang abnormal).
3. Gejala Dismenore
Dismenore menyebabkan nyeri pada perut bagian bawah, yang
bisa menjalar ke punggung bagian bawah dan tungkai. Nyeri
dirasakan sebagai kram yang hilang-timbul atau sebagai nyeri tumpul
yang terus menerus ada.
Biasanya nyeri mulai timbul sesaat sebelum atau selama
menstruasi, mencapai puncaknya dalam waktu 24 jam dan setelah 2
hari akan menghilang. Dismenore juga sering disertai oleh sakit
kepala, mual, sembelit atau diare dan sering berkemih. Kadang sampai
terjadi muntah.
Menurut Maulana (2008) mengatakan bahawa gejala dan tanda
dari dismenore adalah nyeri pada bagian bawah yang bisa menjalar ke
punggung bagian bawah dan tungkai. Nyeri dirasakan sebagai kram
yang hilang timbul atau sebagai nyeri tumpul yang terus menerus ada.
Biasanya nyeri mulai timbul sesaat sebelum atau selama menstruasi,
serta mencapai puncaknya dalam 24 jam dan setelah 2 hari akan
menghilang. Dismenore juga sering disertai oleh sakit kepala, mual,
sembelit, diare dan sering berkemih. Kadang terjadi sampai muntah.
Sedangkan menurut Taber (1994) mengatakan bahwa gejala
dismenore dapat diperoleh dari data subjektif atau gejala pada saat ini
dan data objektif.
a. Data Subjektif
Nyeri abdomen dapat mulai beberapa jam sampai 1 hari
mendahului keluarnya darah haid. Nyeri biasanya paling kuat
sekitar 12 jam setelah mulai timbul keluarnya darah, saat pelepasan
endometrium maksimal. Nyeri cenderung bersifat tajam dan kolik
12
biasanya dirasakan di daerah suprapubis. Nyeri juga dapat meliputi
daerah lumbosakral dan bagian dalam dan anterior paha sampai
daerah inervasi saraf ovarium dan uterus yang dialihkan ke
permukaan tubuh. Biasanya nyeri hanya menetap sepanjang hari
pertama tetapi nyeri dapat menetap sepanjang seluruh siklus haid.
Nyeri dapat demikian hebat sehingga pasien memerlukan
pengobatan darurat.
Gejala- gejala haid, haid biasanya teratur. Jumlah dan
lamanya perdarahan bervariasi. Banyak pasien menghubungkan
nyeri dengan pasase bekuan darah atau campakkan endometrium.
Gejala- gejala lain seperti nausea, vomitus dan diare mungkin
dihubungkan dengan haid yang nyeri. Gejala- gejala seperti ini
dapat disebabkan oleh peningkatan prostaglandin yang beredar
yang merangsang hiperaktivitas otot polos usus.
Riwayat penyakit terdahulu pasien dengan dismenore
mungkin menceritakan riwayat nyeri serupa yang timbul pada
setiap siklus haid. Kadang- kadang pasien mengungkapkan riwayat
kelelahan yang berlebihan dan ketegangan saraf.
b. Data Objektif
Pemeriksaan fisik abdomen dan pelvis. Pada pemeriksaan
abdomen biasanya lunak tanpa adanya rangsangan peritonium atau
suatu keadaan patologik yang terlokalisir dan bising usus normal.
Sedangkan pada pemeriksaan pelvis, pada kasus- kasus dismenore
primer pemeriksaan pelvis adalah normal dan pada dismenore
sekunder pemeriksaan pelvis dapat menyingkap keadaan patologis
dasarnya sebagai contoh, nudul- nodul endometriotik dalam kavum
Dauglasi atau penyakit tubaovarium atau leiomiomata. Sedangkan
untuk tes laboratorium yang meliputi pemeriksaan darah lengkap
yang normal dan urinalisis normal.
13
4. Faktor Penyebab dan Faktor Resiko
Menurut Wiknjosastro (2007) terdapat beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi dismenore antara lain:
a. Faktor Kejiwaan
Pada gadis- gadis yang secara emosional tidak stabil, apalagi
jika mereka tidak mendapat penerangan yang baik tentang proses
haid, mudah timbul dismenore.
Dismenorea primer banyak dialami oleh remaja yang sedang
mengalami tahap pertumbuhan dan perkembangan baik fisik
maupun psikis. Ketidak siapan remaja putri dalam menghadapi
perkembangan dan pertumbuhan pada dirinya tersebut,
mengakibatkan gangguan psikis yang akhirnya menyebabkan
gangguan fisiknya, misalnya gangguan haid seperti dismenore
(Hurlock, 2007). Wanita mempunyai emosional yang tidak stabil,
sehingga mudah mengalami dismenore primer. Faktor kejiwaan,
bersamaan dengan dismenore akan menimbulkan gangguan tidur
(insomnia).
b. Faktor Konstitusi
Faktor konstitusi berhubungan dengan faktor kejiwaan
sebagai penyebab timbulnya dismenore primer yang dapat
menurunkan ketahanan seseorang terhadap nyeri. Faktor ini antara
lain:
1) Anemia
Anemia adalah defisiensi eritrosit atau hemoglobin atau dapat
keduanya hingga menyebabkan kemampuan mengangkut
oksigen berkurang. Sebagian besar penyebab anemia adalah
kekurangan zat besi yang diperlukan untuk pembentukan
hemoglobin, sehingga disebut anemia kekurangan zat besi.
Kekurangan zat besi ini dapat menimbulkan gangguan atau
hambatan pada pertumbuhan baik sel tubuh maupun sel otak
14
dan dapat menurunkan daya tahan tubuh seseorang, termasuk
daya tahan tubuh terhadap rasa nyeri.
2) Penyakit menahun
Penyakit menahun yang diderita seorang perempuan akan
menyebabkan tubuh kehilangan terhadap suatu penyakit atau
terhadap rasa nyeri. Penyakit yang termasuk penyakit menahun
dalam hal ini adalah asma dan migrain (Wiknjosastro, 1999).
c. Faktor Obstruksi Kanalis Servikalis
Teori tertua menyatakan bahwa dismenore primer disebabkan
oleh stenosis kanalis servikalis. Pada perempuan dengan uterus
dalam hiperantifleksi mungkin dapat terjadi stenosis kanalis
servikalis, akan tetapi hal ini sekarang tidak dianggap sebagai
factor yang penting sebagai penyebab dismenore. Banyak
perempuan yang menderita dismenore tanpa stenosis servikalis dan
tanpa uterus dalam hiperantifleksi. Sebaliknya terdapat perempuan
tanpa keluhan dismenore, walaupun ada stenosis servikalis dan
uterus terlatak dalam hiperantifleksi atau hiperretofleksi. Mioma
submukosum bertangkai atau polip endometrium dapat
menyebabkan dismenore karena otot- otot uterus berkontraksi
keras dalam usaha untuk melainkan kelainan tersebut.
d. Faktor Endokrin
Kejang pada dismenore primer disebabkan oleh kontraksi
yang berlebihan. Hal ini disebabkan karena endometrium dalam
fase sekresi memproduksi prostaglandin F2 α yang menyebabkan
kontraksi otot-otot polos. Jika jumlah prostaglandin F2 α berlebih
akan dilepaskan dalam peredaran darah, maka selain dismenore,
dijumpai pula efek umum, seperti diare, nausea, dan muntah.
e. Faktor Alergi
Teori ini dikemukakan setelah adanya asosiasi antara
dismenore primer dengan urtikaria, migren atau asma bronkial.
Smith menduga bahwa sebab alergi ialah toksin haid.
15
Menurut Bare & Smeltzer (2002), faktor resiko terjadinya
disminore primer adalah:
a. Menarche pada usia lebih awal
Menarche pada usia lebih awal menyebabkan alat-alat
reproduksi belum berfungsi secara optimal dan belum siap
mengalami perubahan-perubahan sehingga timbul nyeri ketika
menstruasi.
b. Belum pernah hamil dan melahirkan
Perempuan yang hamil biasanya terjadi alergi yang
berhubungan dengan saraf yang menyebabkan adrenalin
mengalami penurunan, serta menyebabkan leher rahim melebar
sehingga sensasi nyeri haid berkurang bahkan hilang.
c. Lama menstruasi lebih dari normal (7 hari)
Lama menstruasi lebih dari normal (7 hari), menstruasi
menimbulkan adanya kontraksi uterus, terjadi lebih lama
mengakibatkan uterus lebih sering berkontraksi, dan semakin
banyak prostaglandin yang dikeluarkan. Produksi prostaglandin
yang berlebihan menimbulkan rasa nyeri, sedangkan kontraksi
uterus yang turus menerus menyebabkan suplai darah ke uterus
terhenti dan terjadi disminore.
d. Umur
Perempuan semakin tua, lebih sering mengalami menstruasi
maka leher rahim bertambah lebar, sehingga pada usia tua kejadian
disminore jarang ditemukan.
Sedangkan menurut Medicastore (2004), wanita yang
mempunyai resiko menderita disminore primer adalah:
a. Mengkomsumsi alkohol
Alkohol merupakan racun bagi tubuh kita, dan hati
bertanggungjawab terhadap penghancur estrogen untuk disekresi
oleh tubuh. Fungsi hati terganggu karena adanya komsumsi alkohol
yang terus menerus, maka estrogen tidak bisa disekresi dari tubuh,
16
akibatnya estrogen dalam tubuh meningkat dan dapat menimbulkan
gangguan pada pelvis
b. Perokok
Merokok dapat meningkatkan lamanya mensruasi dan
meningkatkan lamanya disminore.
c. Tidak pernah berolah raga
Kejadian disminore akan meningkat dengan kurangnya
aktifitas selam menstruasi dan kurangnya olah raga, hal ini dapat
menyebabkan sirkulasi darah dan oksigen menurun. Dampak pada
uterus adalah aliran darah dan sirkulasi oksigen pun berkurang dan
menyebabkan nyeri.
d. Stres
Stres menimbulkan penekanan sensasi saraf-saraf pinggul
dan otot-otot punggung bawah sehingga menyebabkan disminore.
5. Derajat Dismenore
Setiap menstruasi menyebabkan rasa nyeri, terutama pada awal
menstruasi namun dengan kadar nyeri yang berbeda-beda. Dismenore
secara siklik dibagi menjadi tiga tingkat keparahan.
Menurut Manuaba (2001), dismenore dibagi 3 yaitu:
a. Dismenore Ringan
Dismenore yang berlangsung beberapa saat dan dapat
melanjutkan kerja sehari– hari.
b. Dismenore Sedang
Pada dismenore sedang ini penderita memerlukan obat
penghilang rasa nyeri, tanpa perlu meninggalkan kerjanya.
c. Dismenore Berat
Dismenore berat membutuhkan penderita untuk istirahat
beberapa hari dan dapat disertai sakit kepala, kemeng pinggang,
diare dan rasa tertekan.
17
Sementara itu menurut Potter (2006), karakteristik yang
paling subyektif pada nyeri adalah tingkat keparahan atau intensitas
nyeri tersebut. Klien sering kali diminta untuk mendeskripsikan
nyeri sebagai nyeri ringan, sedang atau berat. Skala deskriptif
merupakan alat pengukuran tingkat keparahan yang lebih obyektif.
Skala pendeskripsi Verbal Descriptor Scale (VDS) merupakan
sebuah garis yang terdiri dari 3-5 kata. Pendeskripsi ini dirangking
mulai dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri yang tidak
tertahankan”. Alat VDS ini memungkinkan klien untuk
mendeskripsi nyeri. Skala penilaian numeric (Numerical Rating
Scale, NRS) lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi
kata. Dalam hal ini klien menilai nyeri dengan menggunakan skala
0-10. Adapun skala intensitas nyeri menurut Perry and Potter
(2005) adalah sebagai berikut:
Tidak Nyeri Nyeri Nyeri Nyeri
Nyeri Ringan Sedang Berat tidak tertahankan
Gambar 2.1 Skala intensitas nyeri deskriptif sederhana
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tidak nyeri Nyeri Sedang Nyeri tidak
tertahankan
Gambar 2.2 Skala intensitas nyeri numeric 0-10
18
Tidak nyeri Nyeri yang tidak tertahankan
Gambar 2.3 Skala Analog Visual (VAS)
Keterangan :
0 : Tidak nyeri
1-3 (Nyeri ringan) : Hilang tanpa pengobatan, tidak mengganggu
aktivitas sehari- hari.
4-6 (Nyeri sedang) : Nyeri yang menyebar ke perut bagian bawah,
mengganggu aktivitas sehari- hari, membutuhkan obat untuk
mengurangi nyerinya.
7-9 (Nyeri berat) : Nyeri disertai pusing, sakit kepala berat, muntah,
diare, sangat mengganggu aktifitas sehari- hari.
10 (Nyeri tidak tertahankan) : Menangis, meringis, gelisah,
menghindari percakapan dan kontak social, sesak nafas,
immobilisasi, menggigit bibir, penurunan rentan kesadaran.
Skala nyeri harus dirancang sehingga skala tersebut mudah
digunakan dan tidak mengkomsumsi banyak waktu saat klien
melengkapinya. Apabila klien dapat membaca dan memahami skala,
maka deskripsi nyeri akan lebih akurat. Skala deskritif bermanfaat
bukan saja dalam upaya mengkaji tingkat keparahan nyeri, tapi juga,
mengevaluasi perubahan kondisi klien. Perawat dapat menggunakan
setelah terapi atau saat gejala menjadi lebih memburuk atau menilai
apakah nyeri mengalami penurunan atau peningkatan (Perry dan
Potter, 2005).
19
6. Diagnosis Dismenore
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan
fisik. Diagnosa dismenore didasari atas ketidaknyamanan saat
menstruasi. Perubahan apapun pada kesehatan reproduksi, termasuk
hubungan badan yang sakit dan perubahan pada jumlah dan lama
menstruasi, membutuhkan pemeriksaan ginekologis; perubahan-
perubahan seperti itu dapat menandakan sebab dari dismenore
sekunder.
7. Upaya Mengatasi Dismenore
a. Secara Farmakologis
Menurut Potter dan Perry (2005) upaya farmakologis yang dapat
dilakukan dengan memberikan obat analgesic sebagai penghilang
rasa sakit. Menurut Bare & Smeltzer (2001), penanganan nyeri yang
dialami oleh individu dapat melalui intervensi farmakologis,
dilakukan kolaborasi dengan dokter atau pemberi perawatan utama
lainnya pada pasien. Obat-obatan ini dapat menurunkan nyeri dan
menghambat produksi prostaglandin dari jaringan-jaringan yang
mengalami trauma dan inflamasi yang menghambat reseptor nyeri
untuk menjadi sensitive terhadap stimulus menyakitkan sebelumnya,
contoh obat anti inflamasi nonsteroid adalah aspirin, ibuprofen.
Menurut Prawirohardjo (1999), penanganan disminore primer adalah:
1) Penanganan dan nasehat
Penderita perlu dijelskan bahwa dismenore adalah gangguan yang
tidak berbahaya untuk kesehatan, hendaknya diadakan penjelasan
dan diskusi mengenai cara hidup, pekerjaan, kegiatan, dan
lingkungan penderita. Salah satu informasi yang perlu
dibicarakan yaitu mengenai makanan sehat, istrahat yang cukup,
dan olahraga mungkin berguna, serta psikoterapi.
20
2) Pemberian obat analgesic
Dewasa ini banyak beredar obat-obat analgesik yang dapat
diberikan sebagai terapi simtomatik, jika rasa nyeri hebat
diperlukan istrhat di tempat tidur dan kompres panas pada perut
bawah untuk mengurangi penderita. Obat analgesik yang sering
diberikan adalah preprat kombinasi aspirin, fansetin, dan kafein.
Obat-obatan paten yang beredar dipasaran antara lain novalgin,
ponstan, acetaminophendan sebagainya.
3) Terapi hormonal
Tujuan terapi hormonal ialah menekan ovulasi, bersifat sementara
untuk membuktikan bahwa gangguan benar-benar dismenore
primer atau untuk memungkinkan penderita melakukan pekerjaan
penting waktu haid tanpa gangguan. Tujuan ini dapat dicapai
dengan memberikan salah satu jenis pil kombinasi kontrasepsi.
4) Terapi dengan obat non steroid anti prostaglandin
Endometasin, ibuprofen, dan naproksen, dalam kurang lebih 70%
penderita dapat disembuhkan atau mengalami banyak perbaikan.
Pengobatan dapat diberikan sebelum haid mulai satu sampai tiga
hari sebelum haid dan dapat hari pertama haid.
5) Dilatasi kanalis servikalis
Dilatasi kanalis servikalis dapat memberikan keringanan karena
dapat memudahkan pengeluaran darah dengan haid dan
prostaglandin didalamnya. Neurektomi prasakral (pemotongan
urat saraf sensorik antara uterus dan susunan saraf pusat)
ditambah dengan neurektomi ovarial (pemotongan urat saraf
sensorik pada diligamentum infundibulum) merupakan tindakan
terakhir, apabila usaha-usaha lainnya gagal.
b. Secara Non Farmakologis
Menurut Bare & Smeltzer (2001) penanganan nyeri secara
nonfarmakologis terdiri dari:
21
1) Stimulasi dan Masase kutaneus
Masase adalah stimulus kutaneus tubuh secara umum, sering
dipusatkan pada punggung dan bahu. Masase dapat membuat
pasien lebih nyaman karena masase membuat relaksasi otot.
2) Terapi es dan panas
Terapi es dapat menurunkan prostsglandin yang memperkuat
sensitifitas reseptor nyeri dan subkutan lain pada tempat cedera
dengan menghambat proses inflamasi.
Terapi panas mempunyai keuntungan meningkatkan aliran darah
ke suatu area dan kemungkinan dapat turut menurungkan nyeri
dengan memprcepat penyembuhan.
3) Transecutaneus Elektrikal Nerve Stimulaton ( TENS)
TENS dapat menurunkan nyeri dengan menstimulasi reseptor
tidak nyeri (non-nesiseptor) dalam area yang sama seperti pada
serabut yang menstramisikan nyeri. TENS menggunakan unit
yang dijalankan oleh baterai dengan elektroda yang di pasang
pada kulit untuk menghasilkan sensasi kesemutan, menggetar
atau mendengung pada area nyeri.
4) Distraksi
Distraksi adalah pengalihan perhatian dari hal yang menyebabkan
nyeri, contoh: menyanyi, brdoa, menceritakan gambar atau foto
denaga kertas, mendengar musik dan bermain satu permainan.
5) Relaksasi
Relaksasi merupakan teknik pengendoran atau pelepasan
ketegangan. Teknik relaksasi yang sederhana terdiri atas nafas
abdomen dengan frekuensi lambat, berirama (teknik relaksasi
nafas dalam. Contoh: bernafas dalam-dalam dan pelan.
6) Imajinasi
Imajinasi merupakan hayalan atau membayangkan hal yang lebih
baik khususnya dari rasa nyeri yang dirasakan.
22
B. Teknik Relaksasi Nafas Dalam
1. Definisi Teknik Relaksasi Nafas Dalam
Pada kondisi rileks tubuh akan menghentikan produksi hormon
adrenalin dan semua hormon yang diperlukan saat stress. Karena
hormon seks esterogen dan progesteron serta hormon stres adrenalin
diproduksi dari blok bangunan kimiawi yang sama. Ketika kita
mengurangi stres maka mengurangi produksi kedua hormon seks
tersebut. Jadi, perlunya rileksasi untuk memberikan kesempatan bagi
tubuh untuk memproduksi hormon yang penting untuk mendapatkan
haid yang bebas dari nyeri.
Menurut Smeltzer and Bare (2002) menyatakan bahwa teknik
relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan keperawatan
yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien bagaimana cara
melakukan nafas dalam, nafas lambat (menahan inspirasi secara
maksimal) dan bagaimana menghembuskan nafas secara perlahan.
Selain dapat mengurangi intensitas nyeri, teknik relaksasi nafas dalam
juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi
darah.
2. Tujuan Teknik Relaksasi Nafas Dalam
Tujuan dari teknik relaksasi nafas dalam adalah untuk
meningkatkan ventilasi alveoli, memeelihara pertukaran gas,
mencegah atelaktasi paru, meningkatkan efesiensi batuk, mengurangi
stress baik fisik maupun emosional yaitu menurunkan intensitas nyeri
dan menurunkan kecemasan.
3. Prosedur Pelaksanaan
Bentuk pernafasan yang digunakan pada prosedur ini adalah
pernafasan diafragma yang mengacu pada pendataan kubah diafragma
selama inspirasi yang mengakibatkan pembesaran abdomen bagian
atas sejalan dengan desakan udara masuk selama inspirasi.
23
Tahap persiapan pelaksanaan teknik relaksasi nafas dalam ini
adalah:
a. Persiapan lingkungan: lingkungan tenang, nyaman, kursi dan
matras jika diperlukan.
b. Persiapan responden atau klien: klien relaks
Adapun prosedur pelaksanaannya antara lain:
a. Ciptakan lingkungan yang tenang
b. Usahakan tetap tenang dan rileks
c. Menari nafas dalam dari hidung dan mengisi paru- paru dengan
udara melalui hitungan 1, 2, 3
d. Perlahan- lahan udara dihembuskan melalui mulut sambil
merasakan ekstremitas atas dan bawah rileks
e. Anjurkan bernafas dengan irama normal 3 kali
f. Menarik nafas lagi melalui hidung dan menghembuskan melalui
mulut secara perlahan- lahan
g. Membiarkan telapak tangan dan kaki rileks
h. Usakan agar tetap konsentrasi atau mata sambil terpejam
i. Pada saat konsentrasi pusatkan pada daerah yang nyeri
j. Anjurkan untuk mengulangi prosedur hingga nyeri terasa
berkurang
k. Ulangi sampai 15 kali dengan diselingi istirahat singkat setiap 5
kali
l. Bila nyeri menjadi hebat, seseorang dapat bernafas secara dangkal
dan cepat (Priharjo, 2002).
4. Fisiologis Teknik Ralaksasi Nafas Dalam terhadap Penurunan
Nyeri
Pada kondisi rileks tubuh akan menghentikan produksi hormon
adrenalin dan semua hormon yang diperlukan saat stress. Karena
hormon seks esterogen dan progesteron serta hormon stres adrenalin
diproduksi dari blok bangunan kimiawi yang sama. Ketika kita
24
mengurangi stres maka mengurangi produksi kedua hormon seks
tersebut. Jadi, perlunya rileksasi untuk memberikan kesempatan bagi
tubuh untuk memproduksi hormon yang penting untuk mendapatkan
haid yang bebas dari nyeri.
Faktor- faktor yang mempengaruhi teknik relaksasi nafas dalam
terhadap penurunan nyeri, teknik relaksasi nafas dalam dapat
dipercaya dapat menurunkan intensitas nyeri melalui mekanisme
yaitu:
a. Dengan merelaksasikan otot- otot skelet yang mengalami spasme
yang disebabkan oleh peningkatan prostaglandin sehingga terjadi
vasodilatasi pembuluh darah dan akan meningkatkan aliran darah
ke daerah yang mengalami spasme dan iskemik.
a. Teknik relaksasi nafas dalam mampu merangsang tubuh untuk
melepaskan opoiod endogen yaitu endorphin dan enkefalin
(Smeltzer & Bare, 2002).
b. Mudah dilakukan dan tidak memerlukan alat.
Relaksasi melibatkan sisitem otot dan respirasi sehingga tidak
membutuhkan alat lain dan mudah dilakukan kapan saja atau
sewaktu- waktu.
Prinsip yang mendasari penurunan nyeri oleh teknik relaksasi
terletak pada fisiologi system saraf otonom yang merupakan bagian
dari sistem saraf perifer yang mempertahankan homeostatis
lingkungan internal indvidu. Pada saat terjadi pelepasan mediator
seperti bradikilin, prostagandin dan substansi p, akan merangsang
saraf simpatis sehingga menyebabkan vasokonstriksi yang akhirnya
meningkatkan tonus otot yang menimbulkan berbagai efek seperti
spasme otot yang akhiirnya menekan pembuluh darah, mengurangi
aliran darah dan meningkatkan kecepatan metabolisme otot yang
menimbulkan pengiriman impuls nyeri dari medulla spinalis ke otak
akan dipersepsikan sebagai nyeri.
25
C. Kompres Hangat
1. Definisi Kompres Hangat
Beberapa pendapat tentang definisi kompres hangat, antara lain:
a. Menurut Perry and Potter (2005)
Kompres hangat adalah pengompresan yang dilakukan
dengan mempergunakan buli-buli panas yang di bungkus kain yaitu
secara konduksi dimana terjadi pemindahan panas dari buli-buli ke
dalam tubuh sehingga akan menyebabkan pelebaran pembuluh
darah dan akan terjadi penurunan ketegangan otot sehingga nyeri
haid yang dirasakan akan berkurang atau hilang.
b. Menurut Bare & Smeltzer (2002)
Kompres hangat mempunyai keuntungan meningkatkan
aliran darah ke suatu area dan kemungkinanndapat turut
menurunkan nyeri dengan mempercepat penyembuhan.
c. Menurut Bobak (2005)
Kompres hangat berfungsi untuk mengatasi atau mengurangi
nyeri, dimana panas dapat meredakan iskemia dengan menurunkan
kontraksi uterus dan melancarkan pembuluh darah sehingga dapat
meredakan nyeri dengan mengurangi ketegangan dan
meningkatkan perasaan sejahtera, meningkatkan aliran menstruasi,
dan meredakan vasokongesti pelvis.
d. Menurut Price & Wilson (2006)
Kompres hangat sebagai metode yang sangat efektif untuk
mengurangi nyeri atau kejang otot. Panas dapat di salurkan melalui
konduksi (botol air panas). Panas dapat melebarkan pembuluh
darah dan dapat meningkatkan aliran darah. Kompres hangat
adalah metode yang digunakan untuk meredakan nyeri dengan cara
menggunakan buli-buli yang diisi dengan air panas yang
ditempelkan pada sisi perut kiri dan kanan.
26
2. Tujuan Kompres Hangat
Tujuan dari kompres hangat adalah pelunakan jaringan fibrosa,
membuat otot tubuh lebih rileks, menurunkan rasa nyeri, dan
mempelancar pasokan aliran darah dan memberikan ketenangan pada
klien (Azril Kimin, 2009). Kompres hangat yang digunakan berfungsi
untuk melebarkan pembuluh darah, menstimulasi sirkulasi darah, dan
mengurangi kekakuan.
Selain itu, kompres hangat juga berfungsi menghilangkan
sensasi rasa sakit. Untuk mendapatkan hasil yang terbaik, terapi
kompres hangat dilakukan selama 20 menit dengan 1 kali pemberian
dan pengukuran intensitas nyeri dilakukan dari menit ke 15-20 selama
tindakan (Yuni Kusmiati, 2009).
3. Prosedur Pelaksanaan
Prosedur pelaksanaan pada pemberiaan kompres hangat adalah
sebagi berikut:
a. Persiapan alat dan bahan:
1) Buli- buli dan sarungnya atau botol dengan sarungnya
2) Perlak dan pengalas
3) Termos dan air panas dengan suhu 45°-50,5°C
4) Thermometer iar
5) Lap kerja
b. Cara Kerja:
1) Cuci tangan
2) Jelaskan pada klien mengenai prosedur yang akan dilakukan
3) Isi kantung karet dengan air hangat dengan suhu 45-50,5ºC
4) Tutup kantung karet yang telah diisi air hangat kemudian
dikeringkan
5) Masukkan kantung karet kedalam kain
27
6) Tempatkan kantung karet pada daerah pinggang, perut, dan
daerah yang terasa nyeri dengan posisi klien miring kanan atau
miring kiri
7) Angkat kantung karet tersebut setelah 20 menit, kemudian isi
lagi kantung karet dengan air hangat lakukan kompres ulang
jika klien menginginkan
8) Catat perubahan yang terjadi selama kompres dilakukan pada
menit ke 15-20
9) Cuci tangan (Hidayat, Musrifatul, 2008)
4. Fisiologi Kompres Hangat
Energi panas yang hilang atau masuk kedalam tubuh melalui kulit
dengan empat cara yaitu: secara konduksi, konveksi, radiasi, dan
evaporasi.
a. Konduksi
Konduksi adalah perpindahan panas akibat paparan
langsung kulit dengan benda-benda yang ada di sekitar tubuh.
Biasanya proses kehilangan panas dengan mekanisme konduksi
sangat kecil. Sentuhan dengan benda umumnya memberi dampak
kehilangan suhu yang kecil karena dua mekanisme, yaitu
kecenderungan tubuh untuk terpapar langsung dengan benda
relative jauh lebih kecil dari pada paparan dengan udara, dan sifat
isolator benda menyebabkan proses perpindahan panas tidak dapat
terjadi secara efektif terus menerus.
b. Konveksi
Perpindahan panas berdasarkan gerakan fluida dalam hal
ini adalah udara, artinya panas tubuh dapat dihilangkan
bergantung pada aliran udara yang melintasi tubuh manusia.
Konveksi adalah transfer dari energi panas oleh arus udara
maupun air. Saat tubuh kehilangan panas melalui konduksi dengan
udara sekitar yang lebih dingin, udara yang bersentuhan dengan
28
kulit menjadi hangat. Karena udara panas lebih ringan
dibandngkan udara dingin, udara panas berpindah ketika udara
dingin bergerak ke kulit untuk menggantikan udara panas.
Pergerakan udara ini disebut arus konveksi, membantu membawa
panas dari tubuh. Kombinasi dari proses konveksi dan konduksi
guna membawa pergi panas dari tubuh dibantu oleh pergerakan
paksa udara melintasi permukaan tubuh, seperti kipas angin,
angin, pergerakan tubuh saat menaiki sepeda dan lain-lain.
c. Radiasi
Radiasi adalah mekanisme kehilangan panas tubuh dalam
bentuk gelombang panas inframerah. Gelombang inframerah yang
dipancarkan dari tubuh memiliki panjang gelombang 5 – 20
mikrometer. Tubuh manusia memancarkan gelombang panas ke
segala penjuru tubuh. Radiasi merupakan mekanisme kehilangan
panas paling besar pada kulit 60% atau 15% seluruh mekanisme
kehilangan panas.
Panas adalah energi kinetic pada gerakan molekul.
Sebagian besar energi pada gerakan ini dapat di pindahkan ke
udara bila suhu udara lebih dingin dari kulit. Sekali suhu udara
bersentuhan dengan kulit, suhu udara menjadi sama dan tidak
terjadi lagi pertukaran panas, yang terjadi hanya proses pergerakan
udara sehingga udara baru yang suhunya lebih dingin dari suhu
tubuh.
d. Evaporasi
Evaporasi (penguapan air dari kulit) dapat memfasilitasi
perpindahan panas tubuh. Setiap satu gram air yang mengalami
evaporasi akan menyebabkan kehilangan panas tubuh sebesar 0,58
kilokalori. Pada kondisi individu tidak berkeringat, mekanisme
evaporasi berlangsung sekitar 450 – 600 ml/hari.
Hal ini menyebabkan kehilangan panas terus menerus
dengan kecepatan 12 – 16 kalori per jam. Evaporasi ini tidak dapat
29
dikendalikan karena evaporasi terjadi akibat difusi molekul air
secara terus menerus melalui kulit dan sistem pernafasan.
Prinsip kerja kompres hangat dengan mempergunakan buli-
buli panas yang dibungkus kain yaitu secara konduksi dimana
terjadi perpindahan panas dari buli-buli panas ke dalam perut yang
akan melancarkan sirkulasi darah dan menurunkan ketegangan
otot sehingga akan menurunkan nyeri pada wanita disminore
primer, karena pada wanita yang dismenore ini mengalami
kontraksi uterus dan kontraksi otot polos (Gabriel, 1996). Menurut
Perry & Potter (2005), Kompres hangat dilakukan dengan
memprgunakan buli-buli panas yang dibungkus kain yaitu secara
konduksi dimana terjadi pemindahan panas dari buli-buli ke dalam
tubuh sehingga akan menyebabkan pelebaran pembuluh darah dan
akan terjadi penurunan ketegangan otot sehingga nyeri haid yang
dirasakan akan berkurang atau hilang.
30
D. Kerangka Teori Penelitian
Pelepasan
Prostaglandin
Dismenore
Faktor penyebab:
- Kejiwaan
- Kontitusi
- Obstruksi
kanalis servikalis
- Endokrin
- Alergi
Metode mengurangi
dismenore:
- Obat- obatan
- Relaksasi nafas
dalam
- Kompres hangat
- Hipnoterapi
Perubahan Intensitas Nyeri
Kategori tingkat nyeri:
- Ringan
- Sedang
- Berat
Remaja
Menstruasi Faktor resiko:
- Menarche pada usia
lebih awal
- Lama menstruasi
lebih awal
- Belum pernah hamil
dan melahirkan
- Umur
- Mengkomsumsi
alkohol
- Perokok
- Tidak pernah
olahraga
- Stres
31
E. Kerangka Konsep
Variabel Independent Variabel Dependent
F. Hipotesis
Hipotesis pada penelitian ini adalah ada pengaruh efektivitas teknik
relaksasi nafas dalam dengan kompres hangat dalam menurunkan dismenore
pada remaja putri di SMA Negeri 15 Semarang.
G. Variabel
Menurut Machfoedz (2008) variabel tidak lain adalah pengelompokkan
yang logis dari dua atau lebih atribut.
1. Variabel Dependent (variabel tergantung)
Merupakan variabel yang berubah atau muncul ketika penelitian
mengintroduksi, mengubah atau mengganti variabel bebas. Variabel ini
dipengaruhi oleh variabel lain atau variabel terpengaruh. Variabel
dependent dari penelitian ini adalah dismenore.
2. Variabel Independent (variabel bebas)
Merupakan variabel yang dimanipulasi dalam rangka untuk menerangkan
hubungannya dengan fenomena yang diobservasi. Variabel ini
mempengaruhi variabel lain atau variabel pengaruh. Variabel
independent dari penelitian ini adalah metode penurunan nyeri dengan
teknik relaksasi nafas dalam dan kompres hangat.
Dismenore
Metode penurunan
dismenore:
1. Teknik relaksasi
nafas dalam
2. Kompres hangat