dismenore

24
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dismenore 1. Definisi Dismenore Beberapa definisi dismenore yaitu: a. Dismenore adalah sakit saat menstruasi sampai dapat mengganggu aktivitas sehari hari (Manuaba, 2001). b. Dismenore adalah nyeri di perut bagian bawah ataupun di pungung bagian bawah akibat dari gerakan rahim yang meremas remas (kontraksi) dalam usaha untuk mengeluarkan lapisan dinding rahim yang terlepas (Faizah, 2000). c. Dismenore adalah nyeri saat haid yang terasa di perut bagian bawah dan muncul sebelum, selama atau setelah menstruasi. Nyeri dapat bersifat kolik atau terus menerus. Dismenore timbul akibat kontraksi disritmik lapisan miometrium yang menampilkan satu atau lebih gejala mulai dari nyeri ringan hingga berat pada perut bagian bawah, daerah pantat dan sisi medial paha (Badziad, 2003). d. Dismenore atau nyeri haid adalah gejala-gejala ginekologik yang paling sering dijumpai. Bahkan wanita-wanita dengan dismenore cenderung untuk mendapat nyeri haid rekurens secara periodik yang menyebabkan pasien mencari pengobatan darurat (Greenspan dan Baxter, 2000). 2. Klasifikasi Dismenore Nyeri haid dapat digolongkan berdasarkan jenis nyeri dan ada tidaknya kelainan yang dapat diamati. Berdasarkan jenis nyeri, nyeri haid dapat dibagi menjadi, dismenore spasmodik dan dismenore kongestif.

description

dismenore

Transcript of dismenore

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Dismenore

1. Definisi Dismenore

Beberapa definisi dismenore yaitu:

a. Dismenore adalah sakit saat menstruasi sampai dapat mengganggu

aktivitas sehari – hari (Manuaba, 2001).

b. Dismenore adalah nyeri di perut bagian bawah ataupun di pungung

bagian bawah akibat dari gerakan rahim yang meremas – remas

(kontraksi) dalam usaha untuk mengeluarkan lapisan dinding rahim

yang terlepas (Faizah, 2000).

c. Dismenore adalah nyeri saat haid yang terasa di perut bagian

bawah dan muncul sebelum, selama atau setelah menstruasi. Nyeri

dapat bersifat kolik atau terus menerus. Dismenore timbul akibat

kontraksi disritmik lapisan miometrium yang menampilkan satu

atau lebih gejala mulai dari nyeri ringan hingga berat pada perut

bagian bawah, daerah pantat dan sisi medial paha (Badziad, 2003).

d. Dismenore atau nyeri haid adalah gejala-gejala ginekologik yang

paling sering dijumpai. Bahkan wanita-wanita dengan dismenore

cenderung untuk mendapat nyeri haid rekurens secara periodik

yang menyebabkan pasien mencari pengobatan darurat (Greenspan

dan Baxter, 2000).

2. Klasifikasi Dismenore

Nyeri haid dapat digolongkan berdasarkan jenis nyeri dan ada

tidaknya kelainan yang dapat diamati. Berdasarkan jenis nyeri, nyeri

haid dapat dibagi menjadi, dismenore spasmodik dan dismenore

kongestif.

9

a. Nyeri Spasmodik

Nyeri spasmodik terasa di bagian bawah perut dan berawal

sebelum masa haid atau segera setelah masa haid mulai. Banyak

perempuan terpaksa harus berbaring karena terlalu menderita nyeri

itu sehingga ia tidak dapat mengerjakan apa pun. Ada di antara

mereka yang pingsan, merasa sangat mual, bahkan ada yang benar-

benar muntah. Kebanyakan penderitanya adalah perempuan muda

walaupun dijumpai pula pada kalangan yang berusia 40 tahun ke

atas. Dismenore spasmodik dapat diobati atau paling tidak

dikurangi dengan lahirnya bayi pertama walaupun banyak pula

perempuan yang tidak mengalami hal seperti itu.

b. Nyeri Kongestif

Penderita dismenore kongestif yang biasanya akan tahu sejak

berhari-hari sebelumnya bahwa masa haidnya akan segera tiba. Dia

mungkin akan mengalami pegal, sakit pada buah dada, perut

kembung tidak menentu, beha terasa terlalu ketat, sakit kepala,

sakit punggung, pegal pada paha, merasa lelah atau sulit dipahami,

mudah tersinggung, kehilangan keseimbangan, menjadi ceroboh,

terganggu tidur, atau muncul memar di paha dan lengan atas.

Semua itu merupakan simptom pegal menyiksa yang berlangsung

antara 2 dan 3 hari sampai kurang dari 2 minggu. Proses

menstruasi mungkin tidak terlalu menimbulkan nyeri jika sudah

berlangsung. Bahkan setelah hari pertama masa haid, orang yang

menderita dismenore kongestif akan merasa lebih baik.

Sedangkan berdasarkan ada tidaknya kelainan atau sebab yang

dapat diamati, nyeri haid dapat dibagi menjadi, dismenore primer

dan dismenore sekunder.

a. Dismenore Primer

Dismenore primer adalah nyeri haid yang dijumpai tanpa

kelainan pada alat – alat genital yang nyata. Dismenore primer

terjadi bersamaan atau beberapa waktu setelah menarche biasanya

10

setelah 12 bulan atau lebih, oleh karena siklus – siklus haid pada

bulan – bulan pertama setelah menarche umumnya berjenis

anovulator yang tidak disertai dengan rasa nyeri. Rasa nyeri timbul

tidak lama sebelumnya atau bersama – sama dengan permulaan

haid dan berlangsung untuk beberapa jam walaupun pada beberapa

kasus dapat berlangsung beberapa hari. Sifat rasa nyeri adalah

kejang, biasanya terbatas pada perut bawah tetapi dapat menyebar

ke daerah pinggang dan paha. Bersamaan dengan rasa nyeri dapat

dijumpai rasa mual, muntah, sakit kepala, diare dan iritabilitas

(Wiknjosastro, 1999).

Dismenore primer sering dimulai pada waktu perempuan

mendapatkan haid pertama dan sering dibarengi rasa mual, muntah,

dan diare. Gadis dan perempuan muda dapat diserang nyeri haid

primer. Dinamakan dismenore primer karena rasa nyeri timbul

tanpa ada sebab yang dapat dikenali. Nyeri haid primer hampir

selalu hilang sesudah perempuan itu melahirkan anak pertama,

sehingga dahulu diperkirakan bahwa rahim yang agak kecil dari

perempuan yang belum pernah melahirkan menjadi penyebabnya,

tetapi belum pernah ada bukti dari teori itu. Nyeri haid yang

disebabkan karena kelainan yang jelas dinamakan dismenore

sekunder. Nyeri haid yang baru timbul 1 tahun atau lebih sesudah

haid pertama dapat dengan mudah ditemukan penyebabnya melalui

pemeriksaan yang sederhana. Jika pada usia 40 tahun ke atas

timbul gejala nyeri haid yang tidak pernah dialami, penting sekali

baginya untuk memeriksakan diri.

b. Dismenore Sekunder

Dismenore sekunder adalah nyeri haid yang disertai kelainan

anatomis genitalis (Manuaba, 2001). Sedangkan menurut Hacker

(2001) tanda – tanda klinik dari dismenore sekunder adalah

endometriosis, radang pelvis, fibroid, adenomiosis, kista ovarium

dan kongesti pelvis. Umumnya, dismenore sekunder tidak terbatas

11

pada haid, kurang berhubungan dengan hari pertama haid, terjadi

pada perempuan yang lebih tua (tiga puluhan atau empat puluhan

tahun) dan dapat disertai dengan gejala yang lain (dispareunia,

kemandulan dan perdarahan yang abnormal).

3. Gejala Dismenore

Dismenore menyebabkan nyeri pada perut bagian bawah, yang

bisa menjalar ke punggung bagian bawah dan tungkai. Nyeri

dirasakan sebagai kram yang hilang-timbul atau sebagai nyeri tumpul

yang terus menerus ada.

Biasanya nyeri mulai timbul sesaat sebelum atau selama

menstruasi, mencapai puncaknya dalam waktu 24 jam dan setelah 2

hari akan menghilang. Dismenore juga sering disertai oleh sakit

kepala, mual, sembelit atau diare dan sering berkemih. Kadang sampai

terjadi muntah.

Menurut Maulana (2008) mengatakan bahawa gejala dan tanda

dari dismenore adalah nyeri pada bagian bawah yang bisa menjalar ke

punggung bagian bawah dan tungkai. Nyeri dirasakan sebagai kram

yang hilang timbul atau sebagai nyeri tumpul yang terus menerus ada.

Biasanya nyeri mulai timbul sesaat sebelum atau selama menstruasi,

serta mencapai puncaknya dalam 24 jam dan setelah 2 hari akan

menghilang. Dismenore juga sering disertai oleh sakit kepala, mual,

sembelit, diare dan sering berkemih. Kadang terjadi sampai muntah.

Sedangkan menurut Taber (1994) mengatakan bahwa gejala

dismenore dapat diperoleh dari data subjektif atau gejala pada saat ini

dan data objektif.

a. Data Subjektif

Nyeri abdomen dapat mulai beberapa jam sampai 1 hari

mendahului keluarnya darah haid. Nyeri biasanya paling kuat

sekitar 12 jam setelah mulai timbul keluarnya darah, saat pelepasan

endometrium maksimal. Nyeri cenderung bersifat tajam dan kolik

12

biasanya dirasakan di daerah suprapubis. Nyeri juga dapat meliputi

daerah lumbosakral dan bagian dalam dan anterior paha sampai

daerah inervasi saraf ovarium dan uterus yang dialihkan ke

permukaan tubuh. Biasanya nyeri hanya menetap sepanjang hari

pertama tetapi nyeri dapat menetap sepanjang seluruh siklus haid.

Nyeri dapat demikian hebat sehingga pasien memerlukan

pengobatan darurat.

Gejala- gejala haid, haid biasanya teratur. Jumlah dan

lamanya perdarahan bervariasi. Banyak pasien menghubungkan

nyeri dengan pasase bekuan darah atau campakkan endometrium.

Gejala- gejala lain seperti nausea, vomitus dan diare mungkin

dihubungkan dengan haid yang nyeri. Gejala- gejala seperti ini

dapat disebabkan oleh peningkatan prostaglandin yang beredar

yang merangsang hiperaktivitas otot polos usus.

Riwayat penyakit terdahulu pasien dengan dismenore

mungkin menceritakan riwayat nyeri serupa yang timbul pada

setiap siklus haid. Kadang- kadang pasien mengungkapkan riwayat

kelelahan yang berlebihan dan ketegangan saraf.

b. Data Objektif

Pemeriksaan fisik abdomen dan pelvis. Pada pemeriksaan

abdomen biasanya lunak tanpa adanya rangsangan peritonium atau

suatu keadaan patologik yang terlokalisir dan bising usus normal.

Sedangkan pada pemeriksaan pelvis, pada kasus- kasus dismenore

primer pemeriksaan pelvis adalah normal dan pada dismenore

sekunder pemeriksaan pelvis dapat menyingkap keadaan patologis

dasarnya sebagai contoh, nudul- nodul endometriotik dalam kavum

Dauglasi atau penyakit tubaovarium atau leiomiomata. Sedangkan

untuk tes laboratorium yang meliputi pemeriksaan darah lengkap

yang normal dan urinalisis normal.

13

4. Faktor Penyebab dan Faktor Resiko

Menurut Wiknjosastro (2007) terdapat beberapa faktor yang

dapat mempengaruhi dismenore antara lain:

a. Faktor Kejiwaan

Pada gadis- gadis yang secara emosional tidak stabil, apalagi

jika mereka tidak mendapat penerangan yang baik tentang proses

haid, mudah timbul dismenore.

Dismenorea primer banyak dialami oleh remaja yang sedang

mengalami tahap pertumbuhan dan perkembangan baik fisik

maupun psikis. Ketidak siapan remaja putri dalam menghadapi

perkembangan dan pertumbuhan pada dirinya tersebut,

mengakibatkan gangguan psikis yang akhirnya menyebabkan

gangguan fisiknya, misalnya gangguan haid seperti dismenore

(Hurlock, 2007). Wanita mempunyai emosional yang tidak stabil,

sehingga mudah mengalami dismenore primer. Faktor kejiwaan,

bersamaan dengan dismenore akan menimbulkan gangguan tidur

(insomnia).

b. Faktor Konstitusi

Faktor konstitusi berhubungan dengan faktor kejiwaan

sebagai penyebab timbulnya dismenore primer yang dapat

menurunkan ketahanan seseorang terhadap nyeri. Faktor ini antara

lain:

1) Anemia

Anemia adalah defisiensi eritrosit atau hemoglobin atau dapat

keduanya hingga menyebabkan kemampuan mengangkut

oksigen berkurang. Sebagian besar penyebab anemia adalah

kekurangan zat besi yang diperlukan untuk pembentukan

hemoglobin, sehingga disebut anemia kekurangan zat besi.

Kekurangan zat besi ini dapat menimbulkan gangguan atau

hambatan pada pertumbuhan baik sel tubuh maupun sel otak

14

dan dapat menurunkan daya tahan tubuh seseorang, termasuk

daya tahan tubuh terhadap rasa nyeri.

2) Penyakit menahun

Penyakit menahun yang diderita seorang perempuan akan

menyebabkan tubuh kehilangan terhadap suatu penyakit atau

terhadap rasa nyeri. Penyakit yang termasuk penyakit menahun

dalam hal ini adalah asma dan migrain (Wiknjosastro, 1999).

c. Faktor Obstruksi Kanalis Servikalis

Teori tertua menyatakan bahwa dismenore primer disebabkan

oleh stenosis kanalis servikalis. Pada perempuan dengan uterus

dalam hiperantifleksi mungkin dapat terjadi stenosis kanalis

servikalis, akan tetapi hal ini sekarang tidak dianggap sebagai

factor yang penting sebagai penyebab dismenore. Banyak

perempuan yang menderita dismenore tanpa stenosis servikalis dan

tanpa uterus dalam hiperantifleksi. Sebaliknya terdapat perempuan

tanpa keluhan dismenore, walaupun ada stenosis servikalis dan

uterus terlatak dalam hiperantifleksi atau hiperretofleksi. Mioma

submukosum bertangkai atau polip endometrium dapat

menyebabkan dismenore karena otot- otot uterus berkontraksi

keras dalam usaha untuk melainkan kelainan tersebut.

d. Faktor Endokrin

Kejang pada dismenore primer disebabkan oleh kontraksi

yang berlebihan. Hal ini disebabkan karena endometrium dalam

fase sekresi memproduksi prostaglandin F2 α yang menyebabkan

kontraksi otot-otot polos. Jika jumlah prostaglandin F2 α berlebih

akan dilepaskan dalam peredaran darah, maka selain dismenore,

dijumpai pula efek umum, seperti diare, nausea, dan muntah.

e. Faktor Alergi

Teori ini dikemukakan setelah adanya asosiasi antara

dismenore primer dengan urtikaria, migren atau asma bronkial.

Smith menduga bahwa sebab alergi ialah toksin haid.

15

Menurut Bare & Smeltzer (2002), faktor resiko terjadinya

disminore primer adalah:

a. Menarche pada usia lebih awal

Menarche pada usia lebih awal menyebabkan alat-alat

reproduksi belum berfungsi secara optimal dan belum siap

mengalami perubahan-perubahan sehingga timbul nyeri ketika

menstruasi.

b. Belum pernah hamil dan melahirkan

Perempuan yang hamil biasanya terjadi alergi yang

berhubungan dengan saraf yang menyebabkan adrenalin

mengalami penurunan, serta menyebabkan leher rahim melebar

sehingga sensasi nyeri haid berkurang bahkan hilang.

c. Lama menstruasi lebih dari normal (7 hari)

Lama menstruasi lebih dari normal (7 hari), menstruasi

menimbulkan adanya kontraksi uterus, terjadi lebih lama

mengakibatkan uterus lebih sering berkontraksi, dan semakin

banyak prostaglandin yang dikeluarkan. Produksi prostaglandin

yang berlebihan menimbulkan rasa nyeri, sedangkan kontraksi

uterus yang turus menerus menyebabkan suplai darah ke uterus

terhenti dan terjadi disminore.

d. Umur

Perempuan semakin tua, lebih sering mengalami menstruasi

maka leher rahim bertambah lebar, sehingga pada usia tua kejadian

disminore jarang ditemukan.

Sedangkan menurut Medicastore (2004), wanita yang

mempunyai resiko menderita disminore primer adalah:

a. Mengkomsumsi alkohol

Alkohol merupakan racun bagi tubuh kita, dan hati

bertanggungjawab terhadap penghancur estrogen untuk disekresi

oleh tubuh. Fungsi hati terganggu karena adanya komsumsi alkohol

yang terus menerus, maka estrogen tidak bisa disekresi dari tubuh,

16

akibatnya estrogen dalam tubuh meningkat dan dapat menimbulkan

gangguan pada pelvis

b. Perokok

Merokok dapat meningkatkan lamanya mensruasi dan

meningkatkan lamanya disminore.

c. Tidak pernah berolah raga

Kejadian disminore akan meningkat dengan kurangnya

aktifitas selam menstruasi dan kurangnya olah raga, hal ini dapat

menyebabkan sirkulasi darah dan oksigen menurun. Dampak pada

uterus adalah aliran darah dan sirkulasi oksigen pun berkurang dan

menyebabkan nyeri.

d. Stres

Stres menimbulkan penekanan sensasi saraf-saraf pinggul

dan otot-otot punggung bawah sehingga menyebabkan disminore.

5. Derajat Dismenore

Setiap menstruasi menyebabkan rasa nyeri, terutama pada awal

menstruasi namun dengan kadar nyeri yang berbeda-beda. Dismenore

secara siklik dibagi menjadi tiga tingkat keparahan.

Menurut Manuaba (2001), dismenore dibagi 3 yaitu:

a. Dismenore Ringan

Dismenore yang berlangsung beberapa saat dan dapat

melanjutkan kerja sehari– hari.

b. Dismenore Sedang

Pada dismenore sedang ini penderita memerlukan obat

penghilang rasa nyeri, tanpa perlu meninggalkan kerjanya.

c. Dismenore Berat

Dismenore berat membutuhkan penderita untuk istirahat

beberapa hari dan dapat disertai sakit kepala, kemeng pinggang,

diare dan rasa tertekan.

17

Sementara itu menurut Potter (2006), karakteristik yang

paling subyektif pada nyeri adalah tingkat keparahan atau intensitas

nyeri tersebut. Klien sering kali diminta untuk mendeskripsikan

nyeri sebagai nyeri ringan, sedang atau berat. Skala deskriptif

merupakan alat pengukuran tingkat keparahan yang lebih obyektif.

Skala pendeskripsi Verbal Descriptor Scale (VDS) merupakan

sebuah garis yang terdiri dari 3-5 kata. Pendeskripsi ini dirangking

mulai dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri yang tidak

tertahankan”. Alat VDS ini memungkinkan klien untuk

mendeskripsi nyeri. Skala penilaian numeric (Numerical Rating

Scale, NRS) lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi

kata. Dalam hal ini klien menilai nyeri dengan menggunakan skala

0-10. Adapun skala intensitas nyeri menurut Perry and Potter

(2005) adalah sebagai berikut:

Tidak Nyeri Nyeri Nyeri Nyeri

Nyeri Ringan Sedang Berat tidak tertahankan

Gambar 2.1 Skala intensitas nyeri deskriptif sederhana

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Tidak nyeri Nyeri Sedang Nyeri tidak

tertahankan

Gambar 2.2 Skala intensitas nyeri numeric 0-10

18

Tidak nyeri Nyeri yang tidak tertahankan

Gambar 2.3 Skala Analog Visual (VAS)

Keterangan :

0 : Tidak nyeri

1-3 (Nyeri ringan) : Hilang tanpa pengobatan, tidak mengganggu

aktivitas sehari- hari.

4-6 (Nyeri sedang) : Nyeri yang menyebar ke perut bagian bawah,

mengganggu aktivitas sehari- hari, membutuhkan obat untuk

mengurangi nyerinya.

7-9 (Nyeri berat) : Nyeri disertai pusing, sakit kepala berat, muntah,

diare, sangat mengganggu aktifitas sehari- hari.

10 (Nyeri tidak tertahankan) : Menangis, meringis, gelisah,

menghindari percakapan dan kontak social, sesak nafas,

immobilisasi, menggigit bibir, penurunan rentan kesadaran.

Skala nyeri harus dirancang sehingga skala tersebut mudah

digunakan dan tidak mengkomsumsi banyak waktu saat klien

melengkapinya. Apabila klien dapat membaca dan memahami skala,

maka deskripsi nyeri akan lebih akurat. Skala deskritif bermanfaat

bukan saja dalam upaya mengkaji tingkat keparahan nyeri, tapi juga,

mengevaluasi perubahan kondisi klien. Perawat dapat menggunakan

setelah terapi atau saat gejala menjadi lebih memburuk atau menilai

apakah nyeri mengalami penurunan atau peningkatan (Perry dan

Potter, 2005).

19

6. Diagnosis Dismenore

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan

fisik. Diagnosa dismenore didasari atas ketidaknyamanan saat

menstruasi. Perubahan apapun pada kesehatan reproduksi, termasuk

hubungan badan yang sakit dan perubahan pada jumlah dan lama

menstruasi, membutuhkan pemeriksaan ginekologis; perubahan-

perubahan seperti itu dapat menandakan sebab dari dismenore

sekunder.

7. Upaya Mengatasi Dismenore

a. Secara Farmakologis

Menurut Potter dan Perry (2005) upaya farmakologis yang dapat

dilakukan dengan memberikan obat analgesic sebagai penghilang

rasa sakit. Menurut Bare & Smeltzer (2001), penanganan nyeri yang

dialami oleh individu dapat melalui intervensi farmakologis,

dilakukan kolaborasi dengan dokter atau pemberi perawatan utama

lainnya pada pasien. Obat-obatan ini dapat menurunkan nyeri dan

menghambat produksi prostaglandin dari jaringan-jaringan yang

mengalami trauma dan inflamasi yang menghambat reseptor nyeri

untuk menjadi sensitive terhadap stimulus menyakitkan sebelumnya,

contoh obat anti inflamasi nonsteroid adalah aspirin, ibuprofen.

Menurut Prawirohardjo (1999), penanganan disminore primer adalah:

1) Penanganan dan nasehat

Penderita perlu dijelskan bahwa dismenore adalah gangguan yang

tidak berbahaya untuk kesehatan, hendaknya diadakan penjelasan

dan diskusi mengenai cara hidup, pekerjaan, kegiatan, dan

lingkungan penderita. Salah satu informasi yang perlu

dibicarakan yaitu mengenai makanan sehat, istrahat yang cukup,

dan olahraga mungkin berguna, serta psikoterapi.

20

2) Pemberian obat analgesic

Dewasa ini banyak beredar obat-obat analgesik yang dapat

diberikan sebagai terapi simtomatik, jika rasa nyeri hebat

diperlukan istrhat di tempat tidur dan kompres panas pada perut

bawah untuk mengurangi penderita. Obat analgesik yang sering

diberikan adalah preprat kombinasi aspirin, fansetin, dan kafein.

Obat-obatan paten yang beredar dipasaran antara lain novalgin,

ponstan, acetaminophendan sebagainya.

3) Terapi hormonal

Tujuan terapi hormonal ialah menekan ovulasi, bersifat sementara

untuk membuktikan bahwa gangguan benar-benar dismenore

primer atau untuk memungkinkan penderita melakukan pekerjaan

penting waktu haid tanpa gangguan. Tujuan ini dapat dicapai

dengan memberikan salah satu jenis pil kombinasi kontrasepsi.

4) Terapi dengan obat non steroid anti prostaglandin

Endometasin, ibuprofen, dan naproksen, dalam kurang lebih 70%

penderita dapat disembuhkan atau mengalami banyak perbaikan.

Pengobatan dapat diberikan sebelum haid mulai satu sampai tiga

hari sebelum haid dan dapat hari pertama haid.

5) Dilatasi kanalis servikalis

Dilatasi kanalis servikalis dapat memberikan keringanan karena

dapat memudahkan pengeluaran darah dengan haid dan

prostaglandin didalamnya. Neurektomi prasakral (pemotongan

urat saraf sensorik antara uterus dan susunan saraf pusat)

ditambah dengan neurektomi ovarial (pemotongan urat saraf

sensorik pada diligamentum infundibulum) merupakan tindakan

terakhir, apabila usaha-usaha lainnya gagal.

b. Secara Non Farmakologis

Menurut Bare & Smeltzer (2001) penanganan nyeri secara

nonfarmakologis terdiri dari:

21

1) Stimulasi dan Masase kutaneus

Masase adalah stimulus kutaneus tubuh secara umum, sering

dipusatkan pada punggung dan bahu. Masase dapat membuat

pasien lebih nyaman karena masase membuat relaksasi otot.

2) Terapi es dan panas

Terapi es dapat menurunkan prostsglandin yang memperkuat

sensitifitas reseptor nyeri dan subkutan lain pada tempat cedera

dengan menghambat proses inflamasi.

Terapi panas mempunyai keuntungan meningkatkan aliran darah

ke suatu area dan kemungkinan dapat turut menurungkan nyeri

dengan memprcepat penyembuhan.

3) Transecutaneus Elektrikal Nerve Stimulaton ( TENS)

TENS dapat menurunkan nyeri dengan menstimulasi reseptor

tidak nyeri (non-nesiseptor) dalam area yang sama seperti pada

serabut yang menstramisikan nyeri. TENS menggunakan unit

yang dijalankan oleh baterai dengan elektroda yang di pasang

pada kulit untuk menghasilkan sensasi kesemutan, menggetar

atau mendengung pada area nyeri.

4) Distraksi

Distraksi adalah pengalihan perhatian dari hal yang menyebabkan

nyeri, contoh: menyanyi, brdoa, menceritakan gambar atau foto

denaga kertas, mendengar musik dan bermain satu permainan.

5) Relaksasi

Relaksasi merupakan teknik pengendoran atau pelepasan

ketegangan. Teknik relaksasi yang sederhana terdiri atas nafas

abdomen dengan frekuensi lambat, berirama (teknik relaksasi

nafas dalam. Contoh: bernafas dalam-dalam dan pelan.

6) Imajinasi

Imajinasi merupakan hayalan atau membayangkan hal yang lebih

baik khususnya dari rasa nyeri yang dirasakan.

22

B. Teknik Relaksasi Nafas Dalam

1. Definisi Teknik Relaksasi Nafas Dalam

Pada kondisi rileks tubuh akan menghentikan produksi hormon

adrenalin dan semua hormon yang diperlukan saat stress. Karena

hormon seks esterogen dan progesteron serta hormon stres adrenalin

diproduksi dari blok bangunan kimiawi yang sama. Ketika kita

mengurangi stres maka mengurangi produksi kedua hormon seks

tersebut. Jadi, perlunya rileksasi untuk memberikan kesempatan bagi

tubuh untuk memproduksi hormon yang penting untuk mendapatkan

haid yang bebas dari nyeri.

Menurut Smeltzer and Bare (2002) menyatakan bahwa teknik

relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan keperawatan

yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien bagaimana cara

melakukan nafas dalam, nafas lambat (menahan inspirasi secara

maksimal) dan bagaimana menghembuskan nafas secara perlahan.

Selain dapat mengurangi intensitas nyeri, teknik relaksasi nafas dalam

juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi

darah.

2. Tujuan Teknik Relaksasi Nafas Dalam

Tujuan dari teknik relaksasi nafas dalam adalah untuk

meningkatkan ventilasi alveoli, memeelihara pertukaran gas,

mencegah atelaktasi paru, meningkatkan efesiensi batuk, mengurangi

stress baik fisik maupun emosional yaitu menurunkan intensitas nyeri

dan menurunkan kecemasan.

3. Prosedur Pelaksanaan

Bentuk pernafasan yang digunakan pada prosedur ini adalah

pernafasan diafragma yang mengacu pada pendataan kubah diafragma

selama inspirasi yang mengakibatkan pembesaran abdomen bagian

atas sejalan dengan desakan udara masuk selama inspirasi.

23

Tahap persiapan pelaksanaan teknik relaksasi nafas dalam ini

adalah:

a. Persiapan lingkungan: lingkungan tenang, nyaman, kursi dan

matras jika diperlukan.

b. Persiapan responden atau klien: klien relaks

Adapun prosedur pelaksanaannya antara lain:

a. Ciptakan lingkungan yang tenang

b. Usahakan tetap tenang dan rileks

c. Menari nafas dalam dari hidung dan mengisi paru- paru dengan

udara melalui hitungan 1, 2, 3

d. Perlahan- lahan udara dihembuskan melalui mulut sambil

merasakan ekstremitas atas dan bawah rileks

e. Anjurkan bernafas dengan irama normal 3 kali

f. Menarik nafas lagi melalui hidung dan menghembuskan melalui

mulut secara perlahan- lahan

g. Membiarkan telapak tangan dan kaki rileks

h. Usakan agar tetap konsentrasi atau mata sambil terpejam

i. Pada saat konsentrasi pusatkan pada daerah yang nyeri

j. Anjurkan untuk mengulangi prosedur hingga nyeri terasa

berkurang

k. Ulangi sampai 15 kali dengan diselingi istirahat singkat setiap 5

kali

l. Bila nyeri menjadi hebat, seseorang dapat bernafas secara dangkal

dan cepat (Priharjo, 2002).

4. Fisiologis Teknik Ralaksasi Nafas Dalam terhadap Penurunan

Nyeri

Pada kondisi rileks tubuh akan menghentikan produksi hormon

adrenalin dan semua hormon yang diperlukan saat stress. Karena

hormon seks esterogen dan progesteron serta hormon stres adrenalin

diproduksi dari blok bangunan kimiawi yang sama. Ketika kita

24

mengurangi stres maka mengurangi produksi kedua hormon seks

tersebut. Jadi, perlunya rileksasi untuk memberikan kesempatan bagi

tubuh untuk memproduksi hormon yang penting untuk mendapatkan

haid yang bebas dari nyeri.

Faktor- faktor yang mempengaruhi teknik relaksasi nafas dalam

terhadap penurunan nyeri, teknik relaksasi nafas dalam dapat

dipercaya dapat menurunkan intensitas nyeri melalui mekanisme

yaitu:

a. Dengan merelaksasikan otot- otot skelet yang mengalami spasme

yang disebabkan oleh peningkatan prostaglandin sehingga terjadi

vasodilatasi pembuluh darah dan akan meningkatkan aliran darah

ke daerah yang mengalami spasme dan iskemik.

a. Teknik relaksasi nafas dalam mampu merangsang tubuh untuk

melepaskan opoiod endogen yaitu endorphin dan enkefalin

(Smeltzer & Bare, 2002).

b. Mudah dilakukan dan tidak memerlukan alat.

Relaksasi melibatkan sisitem otot dan respirasi sehingga tidak

membutuhkan alat lain dan mudah dilakukan kapan saja atau

sewaktu- waktu.

Prinsip yang mendasari penurunan nyeri oleh teknik relaksasi

terletak pada fisiologi system saraf otonom yang merupakan bagian

dari sistem saraf perifer yang mempertahankan homeostatis

lingkungan internal indvidu. Pada saat terjadi pelepasan mediator

seperti bradikilin, prostagandin dan substansi p, akan merangsang

saraf simpatis sehingga menyebabkan vasokonstriksi yang akhirnya

meningkatkan tonus otot yang menimbulkan berbagai efek seperti

spasme otot yang akhiirnya menekan pembuluh darah, mengurangi

aliran darah dan meningkatkan kecepatan metabolisme otot yang

menimbulkan pengiriman impuls nyeri dari medulla spinalis ke otak

akan dipersepsikan sebagai nyeri.

25

C. Kompres Hangat

1. Definisi Kompres Hangat

Beberapa pendapat tentang definisi kompres hangat, antara lain:

a. Menurut Perry and Potter (2005)

Kompres hangat adalah pengompresan yang dilakukan

dengan mempergunakan buli-buli panas yang di bungkus kain yaitu

secara konduksi dimana terjadi pemindahan panas dari buli-buli ke

dalam tubuh sehingga akan menyebabkan pelebaran pembuluh

darah dan akan terjadi penurunan ketegangan otot sehingga nyeri

haid yang dirasakan akan berkurang atau hilang.

b. Menurut Bare & Smeltzer (2002)

Kompres hangat mempunyai keuntungan meningkatkan

aliran darah ke suatu area dan kemungkinanndapat turut

menurunkan nyeri dengan mempercepat penyembuhan.

c. Menurut Bobak (2005)

Kompres hangat berfungsi untuk mengatasi atau mengurangi

nyeri, dimana panas dapat meredakan iskemia dengan menurunkan

kontraksi uterus dan melancarkan pembuluh darah sehingga dapat

meredakan nyeri dengan mengurangi ketegangan dan

meningkatkan perasaan sejahtera, meningkatkan aliran menstruasi,

dan meredakan vasokongesti pelvis.

d. Menurut Price & Wilson (2006)

Kompres hangat sebagai metode yang sangat efektif untuk

mengurangi nyeri atau kejang otot. Panas dapat di salurkan melalui

konduksi (botol air panas). Panas dapat melebarkan pembuluh

darah dan dapat meningkatkan aliran darah. Kompres hangat

adalah metode yang digunakan untuk meredakan nyeri dengan cara

menggunakan buli-buli yang diisi dengan air panas yang

ditempelkan pada sisi perut kiri dan kanan.

26

2. Tujuan Kompres Hangat

Tujuan dari kompres hangat adalah pelunakan jaringan fibrosa,

membuat otot tubuh lebih rileks, menurunkan rasa nyeri, dan

mempelancar pasokan aliran darah dan memberikan ketenangan pada

klien (Azril Kimin, 2009). Kompres hangat yang digunakan berfungsi

untuk melebarkan pembuluh darah, menstimulasi sirkulasi darah, dan

mengurangi kekakuan.

Selain itu, kompres hangat juga berfungsi menghilangkan

sensasi rasa sakit. Untuk mendapatkan hasil yang terbaik, terapi

kompres hangat dilakukan selama 20 menit dengan 1 kali pemberian

dan pengukuran intensitas nyeri dilakukan dari menit ke 15-20 selama

tindakan (Yuni Kusmiati, 2009).

3. Prosedur Pelaksanaan

Prosedur pelaksanaan pada pemberiaan kompres hangat adalah

sebagi berikut:

a. Persiapan alat dan bahan:

1) Buli- buli dan sarungnya atau botol dengan sarungnya

2) Perlak dan pengalas

3) Termos dan air panas dengan suhu 45°-50,5°C

4) Thermometer iar

5) Lap kerja

b. Cara Kerja:

1) Cuci tangan

2) Jelaskan pada klien mengenai prosedur yang akan dilakukan

3) Isi kantung karet dengan air hangat dengan suhu 45-50,5ºC

4) Tutup kantung karet yang telah diisi air hangat kemudian

dikeringkan

5) Masukkan kantung karet kedalam kain

27

6) Tempatkan kantung karet pada daerah pinggang, perut, dan

daerah yang terasa nyeri dengan posisi klien miring kanan atau

miring kiri

7) Angkat kantung karet tersebut setelah 20 menit, kemudian isi

lagi kantung karet dengan air hangat lakukan kompres ulang

jika klien menginginkan

8) Catat perubahan yang terjadi selama kompres dilakukan pada

menit ke 15-20

9) Cuci tangan (Hidayat, Musrifatul, 2008)

4. Fisiologi Kompres Hangat

Energi panas yang hilang atau masuk kedalam tubuh melalui kulit

dengan empat cara yaitu: secara konduksi, konveksi, radiasi, dan

evaporasi.

a. Konduksi

Konduksi adalah perpindahan panas akibat paparan

langsung kulit dengan benda-benda yang ada di sekitar tubuh.

Biasanya proses kehilangan panas dengan mekanisme konduksi

sangat kecil. Sentuhan dengan benda umumnya memberi dampak

kehilangan suhu yang kecil karena dua mekanisme, yaitu

kecenderungan tubuh untuk terpapar langsung dengan benda

relative jauh lebih kecil dari pada paparan dengan udara, dan sifat

isolator benda menyebabkan proses perpindahan panas tidak dapat

terjadi secara efektif terus menerus.

b. Konveksi

Perpindahan panas berdasarkan gerakan fluida dalam hal

ini adalah udara, artinya panas tubuh dapat dihilangkan

bergantung pada aliran udara yang melintasi tubuh manusia.

Konveksi adalah transfer dari energi panas oleh arus udara

maupun air. Saat tubuh kehilangan panas melalui konduksi dengan

udara sekitar yang lebih dingin, udara yang bersentuhan dengan

28

kulit menjadi hangat. Karena udara panas lebih ringan

dibandngkan udara dingin, udara panas berpindah ketika udara

dingin bergerak ke kulit untuk menggantikan udara panas.

Pergerakan udara ini disebut arus konveksi, membantu membawa

panas dari tubuh. Kombinasi dari proses konveksi dan konduksi

guna membawa pergi panas dari tubuh dibantu oleh pergerakan

paksa udara melintasi permukaan tubuh, seperti kipas angin,

angin, pergerakan tubuh saat menaiki sepeda dan lain-lain.

c. Radiasi

Radiasi adalah mekanisme kehilangan panas tubuh dalam

bentuk gelombang panas inframerah. Gelombang inframerah yang

dipancarkan dari tubuh memiliki panjang gelombang 5 – 20

mikrometer. Tubuh manusia memancarkan gelombang panas ke

segala penjuru tubuh. Radiasi merupakan mekanisme kehilangan

panas paling besar pada kulit 60% atau 15% seluruh mekanisme

kehilangan panas.

Panas adalah energi kinetic pada gerakan molekul.

Sebagian besar energi pada gerakan ini dapat di pindahkan ke

udara bila suhu udara lebih dingin dari kulit. Sekali suhu udara

bersentuhan dengan kulit, suhu udara menjadi sama dan tidak

terjadi lagi pertukaran panas, yang terjadi hanya proses pergerakan

udara sehingga udara baru yang suhunya lebih dingin dari suhu

tubuh.

d. Evaporasi

Evaporasi (penguapan air dari kulit) dapat memfasilitasi

perpindahan panas tubuh. Setiap satu gram air yang mengalami

evaporasi akan menyebabkan kehilangan panas tubuh sebesar 0,58

kilokalori. Pada kondisi individu tidak berkeringat, mekanisme

evaporasi berlangsung sekitar 450 – 600 ml/hari.

Hal ini menyebabkan kehilangan panas terus menerus

dengan kecepatan 12 – 16 kalori per jam. Evaporasi ini tidak dapat

29

dikendalikan karena evaporasi terjadi akibat difusi molekul air

secara terus menerus melalui kulit dan sistem pernafasan.

Prinsip kerja kompres hangat dengan mempergunakan buli-

buli panas yang dibungkus kain yaitu secara konduksi dimana

terjadi perpindahan panas dari buli-buli panas ke dalam perut yang

akan melancarkan sirkulasi darah dan menurunkan ketegangan

otot sehingga akan menurunkan nyeri pada wanita disminore

primer, karena pada wanita yang dismenore ini mengalami

kontraksi uterus dan kontraksi otot polos (Gabriel, 1996). Menurut

Perry & Potter (2005), Kompres hangat dilakukan dengan

memprgunakan buli-buli panas yang dibungkus kain yaitu secara

konduksi dimana terjadi pemindahan panas dari buli-buli ke dalam

tubuh sehingga akan menyebabkan pelebaran pembuluh darah dan

akan terjadi penurunan ketegangan otot sehingga nyeri haid yang

dirasakan akan berkurang atau hilang.

30

D. Kerangka Teori Penelitian

Pelepasan

Prostaglandin

Dismenore

Faktor penyebab:

- Kejiwaan

- Kontitusi

- Obstruksi

kanalis servikalis

- Endokrin

- Alergi

Metode mengurangi

dismenore:

- Obat- obatan

- Relaksasi nafas

dalam

- Kompres hangat

- Hipnoterapi

Perubahan Intensitas Nyeri

Kategori tingkat nyeri:

- Ringan

- Sedang

- Berat

Remaja

Menstruasi Faktor resiko:

- Menarche pada usia

lebih awal

- Lama menstruasi

lebih awal

- Belum pernah hamil

dan melahirkan

- Umur

- Mengkomsumsi

alkohol

- Perokok

- Tidak pernah

olahraga

- Stres

31

E. Kerangka Konsep

Variabel Independent Variabel Dependent

F. Hipotesis

Hipotesis pada penelitian ini adalah ada pengaruh efektivitas teknik

relaksasi nafas dalam dengan kompres hangat dalam menurunkan dismenore

pada remaja putri di SMA Negeri 15 Semarang.

G. Variabel

Menurut Machfoedz (2008) variabel tidak lain adalah pengelompokkan

yang logis dari dua atau lebih atribut.

1. Variabel Dependent (variabel tergantung)

Merupakan variabel yang berubah atau muncul ketika penelitian

mengintroduksi, mengubah atau mengganti variabel bebas. Variabel ini

dipengaruhi oleh variabel lain atau variabel terpengaruh. Variabel

dependent dari penelitian ini adalah dismenore.

2. Variabel Independent (variabel bebas)

Merupakan variabel yang dimanipulasi dalam rangka untuk menerangkan

hubungannya dengan fenomena yang diobservasi. Variabel ini

mempengaruhi variabel lain atau variabel pengaruh. Variabel

independent dari penelitian ini adalah metode penurunan nyeri dengan

teknik relaksasi nafas dalam dan kompres hangat.

Dismenore

Metode penurunan

dismenore:

1. Teknik relaksasi

nafas dalam

2. Kompres hangat