DISKUSI

7
1. Persalinan normal adalah bila persalinan seluruhnya berlangsung selama 24 jam tanpa ada luka dan robekan robekan. pertanyannya adalah : bila terjadi robekan atau episiotomy apakah masih bias dikatakan persalinan normalkah atau apa? jawab : Perlu dijelaskan sebelumnya : bahwa Episiotomi adalah pengguntingan kulit dan otot antara vagina dan anus. Tujuannya untuk melebarkan jalan lahir. Biasanya dokter akan memberikan anestesi lokal untuk menghilangkan nyeri. Namun, dalam keadaan darurat episotomi dilakukan tanpa anestesi lokal. Episiotomi dilakukan untuk melebarkan jalan lahir, jika: Dokter memperkirakan memang diperlukan, misalnya jika bahu bayi tersangkut dan dokter atau bidan memperkirakan bahu tetap tersangkut jika tidak dibantu dengan episiotomi. Janin dalam keadaan stres dan dokter menginginkan persalinan berlangsung lebih cepat. Episiotomi merupakan bagian dari persalinan yang dibantu dengan forsep atau vakum. Daerah otot-otot perineum sangat kaku, sehingga kemungkinan Anda akan mengalami luka yang lebih luas diperineum atau labia (lipatan disisi kanan dan kiri vagina) jika tidak dilakukan episiotomi. Sedangkan persalinan normal adalah proses pengeluaran yang terjadi pada kehamilan cukup bulan, lahir spontan dengan persentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin. (Sarwono,2002).

Transcript of DISKUSI

Page 1: DISKUSI

1. Persalinan normal adalah bila persalinan seluruhnya berlangsung selama 24 jam tanpa ada

luka dan robekan robekan. pertanyannya adalah : bila terjadi robekan atau episiotomy apakah

masih bias dikatakan persalinan normalkah atau apa?

jawab :

Perlu dijelaskan sebelumnya : bahwa Episiotomi adalah pengguntingan kulit dan otot antara

vagina dan anus. Tujuannya untuk melebarkan jalan lahir. Biasanya dokter akan memberikan

anestesi lokal untuk menghilangkan nyeri. Namun, dalam keadaan darurat episotomi

dilakukan tanpa anestesi lokal. Episiotomi dilakukan untuk melebarkan jalan lahir, jika:

Dokter memperkirakan memang diperlukan, misalnya jika bahu bayi tersangkut dan

dokter atau bidan memperkirakan bahu tetap tersangkut jika tidak dibantu dengan

episiotomi.

Janin dalam keadaan stres dan dokter menginginkan persalinan berlangsung lebih cepat.

Episiotomi merupakan bagian dari persalinan yang dibantu dengan forsep atau vakum.

Daerah otot-otot perineum sangat kaku, sehingga kemungkinan Anda akan mengalami

luka yang lebih luas diperineum atau labia (lipatan disisi kanan dan kiri vagina) jika tidak

dilakukan episiotomi.

Sedangkan persalinan normal adalah proses pengeluaran yang terjadi pada kehamilan

cukup bulan, lahir spontan dengan persentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18

jam tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin. (Sarwono,2002).

Saat proses persalian normal, masalah yang sering terjadi adalah terjadinya robekan pada

area vagina, labia dan perineum yang disebabkan oleh kelahiran yang terlalu cepat. Dengan

kata lain disaat crowning (kepala bayi mulai terlihat), Ibu tidak memberikan jeda mengejan

yang memberikan kesempatan pada vagina dan perineum meregang secara perlahan-lahan

untuk menghindari robekan spontan.

Selain itu penyebab lain dari robeknya area vagina, labia dan perineum yaitu pada saat

proses mengejan Ibu mengangkat pantat atau panggulnya. Ini biasanya terjadi ketika Ibu

takut fesesnya ikut keluar saat mengejan, sehingga menahan pengejanan dengan mengangkat

pantat atau panggul. Dengan adanya tekanan yang sangat kuat, dan kemudian mengangkat

pantat atau panggul, ini yang sebenarnya dapat menimbulkan luka robekan perineum atau

robekan yang mencapai anus.

Page 2: DISKUSI

Tetapi bukan hanya robekan yang tidak disengaja saat proses persalinan seperti yang

disebutkan diatas, pengguntingan atau sayatan (irisan) mulut rahim yang dikenal dengan

tindakan “Episiotomi” sering kali juga perlu dilakukan.

Selain beberapa faktor diatas, umumnya tindakan Episiotomi ini dilakukan pada Ibu yang

baru pertama kali melahirkan. Hal ini dikarenakan pada kelahiran yang pertama jalan lahir

belum pernah dilewati bayi, sehingga biasanya jalan lahir masih sedikit kecil dan sulit

meregang. Walaupun ini tidak menutup kemungkinan pada proses melahirkan anak yang

kedua maupun ketiga tindakan Episiotomi juga perlu dilakukan.

Jadi kesimpulannya adalah jika terjadi robekan tanpa ada episiotomy maka tergolong

persalinan normal dengan alasan yang dikemukakan diatas. namun jika sudah dilakukan

tindakan epid dg alasan diatas maka ini sdh dikategorikan bukan persalinan normal.

2. Tindakan apa yang dilakukan jika terjadi pengeluaran janin primi kurang lebih 50 menit dan

multi kurang lebih 20 menit

Jawab :

Para primigravida, fase aktif yang lebih panjang dari 12 jam merupakan keadaan

abnormal,

Fase laten yang melampaui waktu 20 jam pada primigravida atau waktu 14 jam pada

multipara merupakan keadaan abnormal. Sebab-sebab fase laten yang panjang

mencakup :

Serviks belum matang pada awal persalinan

Posisi janin abnormal

Disproporsi fetopelvik

Persalinan disfungsional

Fase aktif pada multipara yang berlangsung lebih dari 6 jam (rata-rata 2,5 jam) dan laju

dilatasi serviks yang kurang dari 1,5 cm per jam merupakan keadaan abnormal.

Tindakan yang harusnya dilakukan :

Penanganan secara umum (menurut Sarwono Prawirohardjo)

Nilai secara cepat keadaan umum wanita hamil tersebut termasuk tanda-tanda

vital dan tingkat hidrasinya. Apakah ia kesakitan dan gelisah, jika ya

pertimbangkan pemberian analgetik.

Tentukan apakah pasien benar-benar inpartu

Page 3: DISKUSI

Upaya mengedan ibu menambah resiko pada bayi karena mengurangi jumlah O2

ke plasenta, maka dari itu sebaiknya dianjurkan mengedan secara spontan dan

mengedan dengan tidak menahan napas terlalu lama

Perhatikan DJJ

Penanganan secara khusus

Apabila ibu berada dalam fase laten lebih dari 8 jam dan tidak ada tanda-tanda

kemajuan, lakukan pemeriksaan dengan jalan penilaian ulang serviks :

Bila tidak ada perubahan penipisan dan pembukaan serviks serta tak didapatkan

tanda gawat janin, kaji ulang diagnosisnya kemungkinan ibu belum dalam

keadaan inpartu

Bila ada kemajuan dalam pendataran dan pembukaan serviks lakukan amniotomi

dan induksi persalinan dengan oksitosin atau prostoglandin. Lakukan drip

oksitosin dengan 5 unit dalam 500 cc dekstrose atau NaCl mulai dengan 8 tetes

per menit, setiap 30 menit ditambah 4 tetes sampai His adekuat (maksimum 40

tetes/menit) atau diberikan preparat prostaglandin. Lakukan penilaian ulang setiap

4 jam. Bila ibu tidak masuk fase aktif setelah dilakukan pemberian oksitosin

lakukan seksio sesarea.

Pada daerah yang prevelensi HIV tinggi, dianjurkan membiarkan ketuban tetap

utuh, selama pemberian oksitosin untuk mengurangi kemungkinan terjadinya

penularan HIV

Bila didapatkan tanda-tanda infeksi (demam, cairan vagina berbau) lakukan

akselerasi persalinan dengan oksitosin 5 unit dalam 500 cc dekstrose atau NaCl

mulai dengan 8 tetes permenit setiap 15 menit ditambah 4 tetes sampai his

adekuat (maksimum 40 tetes/menit atau diberikan preparat prostaglandin, serta

berikan antibiotika kombinasi sampai persalinan yaitu amplisilin 29 gr IV.

Sebagai dosis awal dan 1 gr IV setiap 6 jam ditambah dengan gestamisin setiap 24

jam.

Jika terjadi persalinan pervaginam stop antibiotika pasca persalinan

Jika dilakukan seksiosesarea, lanjutkan antibiotika ditambah metronidazol 500 mg

IV setiap 8 jam sampai ibu bebas demam selama 48 jam.

3. Faktor eksternal yang dapat menyebabkan terjadinya persalinan :

Page 4: DISKUSI

Jawab :

Keadaan psikologis ibu mempengaruhi proses persalinan. Ibu bersalin yang didampingi

oleh suami dan orang yang dicintainya cenderung mengalami proses persalinan yang lebih

lancer dibanding dengan ibu bersalin tanpa pendamping. Ini menunjukkan bahwa dukungan

mental berdampak positif bagi keadaan psikis ibu, yang berpengaruh tehadap kelancaran

proses persalinan (Asrinah, 2010:21).

Bahwa faktor psikologis mempengaruhi proses persalinan, hal ini sesuai dengan teori

yang disampaikan Rustam Mochtar (1988) bahwa faktro psikologis berperan dalam proses

persalinan. Salah satu faktor psikologis tersebut adalah kecenasan yang merupakan segala

seuatu yang mengganggu seseorang mencapai tujuan. Kecemasan tersebut antara lain cemas

apakah dapat mengatasi kesukaran yang dihadapi, cemas apakah janin yang dikandungnya

tidak cacat dan cemas menghadapi sakit. Rasa takut yang akhirnya menimbulkan kecemasan

ini menyebabkan rasa sakit. Pada proses persalinan serviks harus melunak sehingga dapat

diregangkan dan membuka. Fundus mejadi organ dengan kontraksi hebat mampu mendorong

janin melaui servik dan jalan lahir. Kegagalan servik dan fundus yang diakibatkan oleh

spasme otot-otot jaringan menyebabkan servik tidak dapat membuka, sehingga proses

persalinan menjadi lambat.

Perubahan psikologis dan prilaku ibu, terutama yang terjadi selama fase laten, aktif, dan

transisi pada kala 1 persalinan memiliki karakteristik masing-masing. Sebagian besar ibu

hamil yang memasuki masa persalinan akan merasa takut. Apalagi untuk seorang

primigravida yang pertama kali beradaptasi dengan ruang bersalin. Hal ini harus disadari dan

tidak boleh diremehkan oleh petugas kesehatan yang akan memberikan pertolongan

persalinan. Ibu hamil yang akan bersalin mengharapkan penolong yang dapat dipercaya dan

dapat memberikan bimbingan dan informasi mengenai kedaannya.

Kondisi psikologis ibu bersalin dapat juga dipengaruhi oleh dukungan dari pasangannya,

orang terdekat, keluarga, penolong, fasilitas dan lingkungan tempat bersalin, bayi yang

dikandungnya merupakan bayi yang diharapkan atau tidak.