diskusi

8
  18 BAB 2 DISKUSI Poligami merupakan suatu konstruksi sosial budaya dalam institusi rumah tangga yang telah terbentuk sejak lama. Indonesia merupakan salah satu negara yang membolehkan poligami berdasarkan Undang Undang Perkawinan No 1 tahun 1974, yang menyebutkan bahwa suami boleh melakukan pernikahan dengan perempuan lain jika memenuhi syarat-syarat yang ditentukan yaitu istri tidak mampu menjalankan ke wajiban, mendapat cacat bad an atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan, atau tidak dapat melahirkan keturunan. Untuk pegawai negeri sipil (PNS) juga dipertimbangkan PP No. 45 tahun 1990 tentang revisi PP No. 10 Tahun 1983 tentang izin perkawinan dan perceraian bagi PNS. Mutia Hatta, Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, mengatakan bahwa cakupan PP No. 45 tahun 1990 ini akan diperluas untuk kalangan pejabat negara, pejabat pemerintah, anggota ABRI, dan anggota DPR/DPRD. Berbicara masalah poligami, yang seringkali dibahas dan dikaji selalu aspek keagamaan yang dimunculkan sebagai payung boleh tidaknya poligami dilakukan. Namun jarang sekali dibahas dari aspek lainnya misalnya sosiologi, psikologi, dan atau ekonomi serta pengaruhnya terhadap institusi keluarga termasuk sistem perundang-undangan berkaitan dengan hubungan sosial maupun ekonomi rumah tangga (hak waris misalnya). Padahal jika poligami dicermati dari berbagai sisi pandang tersebut, maka kajian poligami akan lebih menarik dan lebih lengkap, dalam kaitannya untuk perencanaan kebijakan terutama kebijakan per lindungan pada istri dan anak-anak yang dihasilkannya. Berbagai faktor penyebab diduga melatarbelakangi praktek-praktek poligami tersebut, misalnya perselingkuhan, kemiskinan, serta konstruksi sosial, budaya, dan agama. Perempuan bersedia dipoligami untuk dapat keluar dari kemiskinan, namun banyak kasus memperlihatkan bahwa poligami justru menimbulkan kemiskinan baru, ketika terjadi penelantaran ekonomi dan psikologi terhadap salah seorang istri yang dipoligami. Hal yang sama juga terjadi karena perempuan takut dicap tidak laku oleh masyarakat sekitarnya, sehingga bersedia untuk dipoligami untuk menghindar status tersebut dalam masyarakat.

description

ok

Transcript of diskusi

  • 18

    BAB 2

    DISKUSI Poligami merupakan suatu konstruksi sosial budaya dalam institusi rumah tangga yang telah terbentuk sejak lama. Indonesia merupakan salah satu negara yang membolehkan poligami berdasarkan Undang Undang Perkawinan No 1 tahun 1974, yang menyebutkan bahwa suami boleh melakukan pernikahan dengan perempuan lain jika memenuhi syarat-syarat yang ditentukan yaitu istri tidak mampu menjalankan kewajiban, mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan, atau tidak dapat melahirkan keturunan. Untuk pegawai negeri sipil (PNS) juga dipertimbangkan PP No. 45 tahun 1990 tentang revisi PP No. 10 Tahun 1983 tentang izin perkawinan dan perceraian bagi PNS. Mutia Hatta, Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, mengatakan bahwa cakupan PP No. 45 tahun 1990 ini akan diperluas untuk kalangan pejabat negara, pejabat pemerintah, anggota ABRI, dan anggota DPR/DPRD. Berbicara masalah poligami, yang seringkali dibahas dan dikaji selalu aspek keagamaan yang dimunculkan sebagai payung boleh tidaknya poligami dilakukan. Namun jarang sekali dibahas dari aspek lainnya misalnya sosiologi, psikologi, dan atau ekonomi serta pengaruhnya terhadap institusi keluarga termasuk sistem perundang-undangan berkaitan dengan hubungan sosial maupun ekonomi rumah tangga (hak waris misalnya). Padahal jika poligami dicermati dari berbagai sisi pandang tersebut, maka kajian poligami akan lebih menarik dan lebih lengkap, dalam kaitannya untuk perencanaan kebijakan terutama kebijakan perlindungan pada istri dan anak-anak yang dihasilkannya. Berbagai faktor penyebab diduga melatarbelakangi praktek-praktek poligami tersebut, misalnya perselingkuhan, kemiskinan, serta konstruksi sosial, budaya, dan agama. Perempuan bersedia dipoligami untuk dapat keluar dari kemiskinan, namun banyak kasus memperlihatkan bahwa poligami justru menimbulkan kemiskinan baru, ketika terjadi penelantaran ekonomi dan psikologi terhadap salah seorang istri yang dipoligami. Hal yang sama juga terjadi karena perempuan takut dicap tidak laku oleh masyarakat sekitarnya, sehingga bersedia untuk dipoligami untuk menghindar status tersebut dalam masyarakat.

  • 19

    Meskipun melakukan poligami adalah pilihan individu, namun demikian dampak dari poligami tidak hanya menyangkut individu pelaku poligami tetapi juga terhadap individu-individu yang lain baik dalam lingkungan keluarga maupun masyarakat di sekitarnya. Poligami bagaimanapun memberikan pengaruh pada hubungan kekeluargaan, emosi, kesejahteraan keluarga, pola asuh anak serta hubungan-hubungan antar anggota dalam keluarga yang bersangkutan. Dari sisi demografi poligami diduga juga ikut menyumbang terhadap jumlah anak lahir dalam sebuah keluarga. Berdasarkan hal-hal diatas maka dalam seminar ini akan dikaji 4 topik bahasan yang dianggap menarik baik dari sisi faktor penyebab dan dampaknya terhadap institusi keluarga, maupun dari perspektif sosial, ekonomi, dan demografi. Dari hasil diskusi ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pengambil kebijakan seperti Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Menteri Agama maupun BPS sebagai penyedia data. 2.1 Presentasi Makalah 1. Dr. Nina Nurmila

    Faktor Penyebab Poligami dan Dampaknya Terhadap Keluarga - Kampanye poligami semakin marak belakangan ini dengan munculnya poligami award,

    yang mempromosikan bahwa poligami itu indah, poligami lebih baik daripada selingkuh, poligami lebih baik daripada zina dan poligami merupakan syariat Islam dan sunah rasul. Promosi ini melatarbelakangi penelitian yang dilakukan di 3 kota besar di Indonesia yaitu Bandung, Jakarta, Depok dan Bogor.

    - Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor penyebab poligami berbeda antara laki-laki dengan perempuan. Bagi laki-laki faktor penyebab poligami diantaranya adalah perselingkuhan, pemahaman agama, kebutuhan sek dan konstruksi sosial budaya. Bagi perempuan bersedia dipoligami karena faktor ketidakmampuan secara ekonomi, pemahaman agama yang menyatakan bahwa poligami adalah sunnah rasul dan bagian dari syariat, takut dicap sebagai perawan tua, ketertarikan pada kondisi fisik (ketampanan,

  • 20

    materi dan kepandaian laki-laki), jatuh cinta dan bersedia dipoligami , poligami sebagai solusi bagi tidak berimbangnya jumlah laki-laki dengan perempuan

    - Dalam relasi antara laki-laki dengan perempuan yang berpoligami, nampak bahwa terjadi ketidaksetaraan jender karena suami merasa mempunyai status/posisi yang lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan karena dia sebagai pencari nafkah utama. Dengan demikian istri bukan partner setara bagi suami tetapi sebagai bawahan yangharus tunduk kepada suami.

    - Dampak poligami terhadap keluarga menunjukkan bahwa terjadi perbedaan perlakuan suami terhadap istri-istrinya dimana istri tua biasanya paling sering menerima perlakuan tidak adil tersebut. Selain itu terjadi pengurangan hak-hak ekonomi, pengasuhan dan kasih sayang baik bagi istri pertama maupun anak-anak yang dilahirkannya. Poligami juga menyebabkan terjadinya banyak kasus perceraian, karena istri tua tidak bersedia untuk dipoligami, dengan demikian maka masalah-masalah ekonomi, sosial dan psikologi biasanya menyertai istri dan anak-anak mereka.

    2. Prof. DR. Achmad Fedyani Saifuddin

    Poligini Dalam Perspektif Sosial Budaya: Suatu Catatan Teoritis - Gejala poligini dominan pada masyarakat yang menganut sistem patrilineal jika

    diperhatikan dari antropologi sosial budaya. Meskipun demikian tidak semua masyarakat patrilineal mengembangkan kehidupan poligini dalam masyarakatnya. Oleh sebab itu poligini merupakan produk proses adaptasi ekologi dari masyarakat yang bersangkutan

    - Dalam masyarakat yang maju secara sosial ekonomi perceraian mudah terjadi, namun poligini tidak dilakukan. Sehingga yang banyak dipraktekkan adalah perkawinan monogami serial.

    - Faktor penyebab poligini adalah ketidakseimbangan jumlah laki-laki dan perempuan pada usia dewasa karena angka harapan hidup laki-laki lebih rendah dibandingkan dengan perempuan. Hal yang lain adalah perbedaan pada usia kawin pertama, dimana laki-laki lebih suka menunda perkawinan dari 18 30 tahun, sedangkan perempuan pada umur yang lebih muda yaitu 12 14 tahun. Akibatnya pada usia dewasa jumlah perempuan yang menjanda pada usia dewasa banyak sehingga terjadi perkawinan poligini tersebut.

  • 21

    - Faktor penyebab yang lain adalah kemapanan ekonomi, dimana laki-laki yang mapan secara ekonomi juga menjalani poligini sebagai salah satu simbol kesuksesan bagi laki-laki tersebut. Poligini dilakukan juga untuk memperoleh tenaga kerja, prestise dan posisi sosial laki-laki dalam masyarakatnya.

    - Dalam masyarakat tradisionil kekuasaan/status sosial laki-laki menentukan jumlah istri yang dimiliki. Banyak orang tua perempuan yang rela bahkan menawarkan anak perempuan mereka untuk diperistri oleh laki-laki yang berkuasa untuk memperolah status sosial yang lebih tinggi. Hal ini nampaknya juga masih terjadi dalam masyaraka modern meskipun dalam prakteknya sedikit berbeda, yaitu perkawinan dilakukan dengan cara di bawah tangan.

    3. Prof. DR. Prijono Tjiptoherijanto

    Poligami Dalam Perspektif Ekonomi - Dalam makalahnya lebih banyak disoroti dari sisi agama Islam sehingga dalil-dalil dan

    hukum agama Islam menjadi dasar pemikiran poligami dari sisi perspektif agama Islam. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa pelaku poligami terbesar di Indonesia dilakukan oleh umat Islam

    - Dalam konteks agama Islam poligami boleh dilakukan dengan persyaratan yang sangat ketat. Hal ini dilakukan karena perkawinan dimaksudkan bukan hanya sebagai pelepasan nafsu seks secara halal tetapi juga bertujuan untuk membentuk keluarga sakinah yang bahagia dan sejahtera serta menumbuhkan generasi Islam masa depan yang dapat menjadi umat tauladan.

    - Pembatasan poligami dilakukan untuk melindungi perempuan dan anak-anak mereka. Laki-laki yang berpoligami harus berlaku adil baik dari sisi ekonomi, sosial, psikologi, pengasuhan anak dan lain-lain bagi kesemua istri-istri yang dikawini. Namun disadari bahwa adil bagi manusia sangat sulit untuk dilakukan, sehingga pengingkaran dan penelantaran hak-hak istri seringkali terjadi dalam perkawinan poligami.

    - Konsekuensi poligami adalah bahwa dalam perkawinan laki-laki wajib memberikan mahar bagi istri-istrinya, mahar dalam hal ini tidak cukup diberikan sekali tetapi berlaku seumur hidup.

  • 22

    - Konsekuensi ekonomi dalam erpoligami adalah mampu memberikan mahar (mas kawin) yang berlaku seumur hidup, mampu berbuat adil dan mampu mengelola harta anak yatim serta tidak memakan harta mereka. Mampu memberikan mahar berarti berkecukupan dan bersedia memberikan kehidupan serta kesejahteraan bagi istri dan semua anggota keluarga yang dimiliki. Mampu berbuat adil adalah dapat membina keluarga yang bersifat tenteram, penuh rasa kasih sayang yang didasari rasa iklhas. Mampu mengelola harta anak yatim dalam arti mempunyai bekal manajemen dan cara pengelolaan keuangan dan investasi yang handal.

    - Poligami bukan perintah Allah SWT, karena poligami harus dipahami secara menyeluruh dan sangat terkait dengan keadaan serta situasi yang dihadapi.

    4. Prof. DR. Yasmine Zakie Shahab

    Poligami Dalam Perspektif Demografi - Di Indonesia tidak tersedia data yang cukup baik tentang perkawinan maupun bentuk

    perkawinan, karakteristik pelaku perkawinan baik monogami dan poligami maupun karakteristik keluarganya.. Pendataan BPS mapun pelaporan melalui registrasi vital tidak menyediakan data ini. Oleh sebab itu perlu dibangun suatu sistem pelaporan perkawinan baik monogami maupun poligami, sehingga persoalan-persoalan poligami dapat dilihat secara lebih utuh dan dapat digunakan sebagai dasar penyusunan kebijakan di bidang ini.

    - Secara demgrafi perkawinan poligami harus dilihat dalam konteks 3 komponen besar demografi yaitu kematian, kelahiran dan migrasi. Dalam hal kematian peningkatan usia harapan hidup baik laki-laki maupun perempuan diduga mengakibatkan adanya banyak waktu untuk melakukan poligami.

    - Dari sisi kelahiran, poligami akan menyebabkan keluarga besar dengan banyak istri dan banyak anak. Upaya-upaya menekan angka kelahiran dalam upaya pembangunan kualitas sumber daya manusia menjadi tidak berarti. Hal yang lain jenis kelamin dari bayi yang dilahirkan juga dapat mendorong terjadinya poligami, apabila menganut preferensi harus mempunyai anak dengan jenis kelamin tertentu.

    - Dari sisi migrasi, poligami banyak terjadi ketika arus dan kecenderungan migrasi semakin besar. Kasus kawin kontrak, kawin muthah maupun kawin di bawah tangan banyak terjadi

  • 23

    karena kasus ini. Terpisahnya suami istri oleh jarak tempat tinggal menjadi penyebab terjadinya poligami

    - Poligami dalam kaitan dengan keterlibatan perempuan di pasar kerja memperlihatkan bahwa perempuan yang secara ekonomi mapan dan mandiri lebih memilih untuk tidak melakukan poligami. Namun demikian, hal ini juga menjadi penyebab tingginya angka perceraian ketika perempuan tidak bersedia dipoligami.

    - Dalam masalah poligami tidak dapat dilihat bahwa laki-laki menjadi penyebab masalah poligami dan perempuan menjadi korban dari laki-laki, karena pada dasarnya poligami tidak terjadi apabila pihak perempuan tidak bersedia menjadi istri ikutan.

    - Poligami tidak dapat diselesaikan secara parsial tetapi harus diselesaikan secara holistik dengan memperhatikan berbagai pihak yang terlibat dan mencari faktor penyebab terjadinya poligami tersebut.

    Kesimpulan. 1. Poligami merupakan bentuk perkawinan yang sangat komplek dimana didalamnya banyak

    aspek yang berpengaruh. Poligami tidak hanya meruupakan pola hubungan antara seorang laki-laki dengan lebih dari satu perempuan, tetapi juga hubungan antar perempuan, anak-anak yang dihasilkan baik secara ekonomi, sosial, budaya, hokum dan lain sebagainya.

    2. Poligami dalam agama Islam diperbolehkan tetapi tidak dianjurkan terutama bagi laki-laki yang tidak dapat berlaku adil baik ekonomi, sosial, psikologi maupun kasih sayang. Oleh sebab itu untuk melakukan poligami diberikan syarat-syarat yang ketat.

    3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa poligami yang dilakukan laki-laki disebabkan oleh terjadi perselingkuhan, konstruksi sosial budaya, fitrah laki-laki, serta UU no 1 tahun 1974 yang mendorong pria melakukan poligami, ketidaksetaraan jender relasi suami dan istri serta kampanye berpoligami menjadi pendorong berpoligami.

    4. Dari sisi perempuan factor yang berpengaruh adalah kebutuhan ekonomi/kemiskinan, pemahaman agama (sebagai jalan menuju ke sorga), ketertarikan dan keinginan untuk mengakhiri masa lajang agar tidak dicap sebagai perawan tua, pendidikan rendah dan lain sebagainya.

    5. Poligami membawa dampak negative terhadap keluarga yaitu dampak psikologis pada istri pertama dan anak-anak mereka, ketidakamanan bagi istri kedua yang biasanya dinikahi

  • 24

    secara siri, kecemburuan antar istri, penelantaran terhadap anak, kekerasan psikologis, ekonomi dan sosial dalam rumah tangga, pengingkaran terhadap hak waris dan lain sebagainya.

    6. Menekan atau melarang poligami justru akan memunculkan praktek-praktek poligami secara illegal. Diperlukan upaya-upaya lain yang secara tidak langsung akan membatasi praktek poligami secara alamiah, yaitu meningkatkan kualitas perempuan agar mandiri secara ekonomi, sosial dan psikologi.

    7. Praktek poligami juga menjadi salah satu penyebab meningkatnya angka perceraian di Indonesia.

    8. Dari sisi demografi diperlukan data tentang poligami dan perkawinan pada umumnya, karena data semacam ini tidak pernah tersedia dalam skala nasional.

    Rekomendasi 1. Perkawinan poligami sebaiknya diatur oleh pemerintah untuk memperkecil dampak negative

    poligami baik terhadap para istri, anak-anak maupun keluarga dari berbagai pihak yang melakukan perkawinan poligami. Dalam peraturan tersebut sebaiknya secara tegas mengatur hak dan kewajiban suami maupun istri-istri termasuk kewajiban terhadap anak-anak yang dihasilkan dari poligami tersebut baik hak ekonomi, sosial, psikologi dan hokum.

    2. Perlu dilakukan suatu penelitian yang lebih luas untuk melihat perkawinan poligami baik dari sisi jumlah, karakteristik maupun kehidupan berpoligami secara luas serta dampaknya terhadap institusi keluarga, pola asuh dan pol ahubungan antar anggota keluarga tersebut.

    3. Perlu dilakuan pendataan perkawinan tidak saja dari sisi status perkawinan tetapi juga bentuk perkawinan, frekuensi perkawinan serta karakteristik demografi, sosial dan ekonomi perkawinan itu sendiri.

    4. Perlu melakukan pemberdayaan terhadap perempuan agar mandiri secara ekonomi. Sehingga perempuan lebih memiliki kemampuan untuk memilih apakah dia bersedia berpoligami atau tidak. Pemberdayaan peremuan juga dimaksudkan untuk menekan angka poligami secara alamiah.

    5. Pemberdayaan juga perlu dilakukan kepada para ulama bahwa poligami tidak hanya dari sisi boleh dan tidak secara agama, tetapi lebih melihat substansi yang terjadi di dalamnya. Pemaknaan poligami seharusnya lebih dilihat sebagai sesuatu yang kompleks dan holistic,

  • 25

    sehingga laki-laki yang akan melakukan poligami dapat dihimbau untuk memikirkan keputusan mereka dengan pertimbangan yang lebih baik.