DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki...

94
DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA YANG TERCERMIN DALAM FILM AN KARYA SUTRADARA NAOMI KAWASE SKRIPSI OLEH: RIZKI FIDAYATI 135110200111036 PROGRAM STUDI SASTRA JEPANG JURUSAN BAHASA DAN SASTRA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2017

Transcript of DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki...

Page 1: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA YANG TERCERMIN

DALAM FILM AN KARYA SUTRADARA NAOMI KAWASE

SKRIPSI

OLEH:

RIZKI FIDAYATI 135110200111036

PROGRAM STUDI SASTRA JEPANG JURUSAN BAHASA DAN SASTRA

FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2017

Page 2: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

i

DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA YANG TERCERMIN

DALAM FILM AN KARYA SUTRADARA NAOMI KAWASE

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Brawijaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana Sastra

OLEH:

RIZKI FIDAYATI 135110200111036

PROGRAM STUDI SASTRA JEPANG JURUSAN BAHASA DAN SASTRA

FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2017

Page 3: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh
Page 4: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh
Page 5: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh
Page 6: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

v

ABSTRAK

Fidayati, Rizki. 2017. Diskriminasi Terhadap Tokoh Tokue Sebagai Penderita Kusta yang Tercermin dalam Film An Karya Sutradara Naomi Kawase. Program Studi Sastra Jepang. Fakultas Ilmu Budaya. Universitas Brawijaya. Pembimbing: Ni Made Savitri Paramita Kata Kunci: sosiologi sastra, diskriminasi, kusta, prasangka, stereotip.

Sastra memiliki hubungan yang sangat dekat dengan manusia karena sastra merupakan hasil karya manusia. Sastra dibuat berdasarkan kehidupan masyarakat yang melatar belakanginya. Salah satunya dalam Film An tokoh Tokue mengalami diskriminasi oleh masyarakat sekitar karena penyakit kusta yang dideritanya. Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah apa saja penyebab terjadinya diskriminasi terhadap tokoh Tokue sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh Tokue sebagai penderita kusta dalam film An karya sutradara Naomi Kawase.

Penelitian ini menggunakan pendekatan Sosiologi Sastra Ian Watt dalam Wiyatmi poin kedua yaitu sastra sebagai cerminan masyarakat. Penulis juga menggunakan teori prasangka dan diskriminasi milik Putra, teori diskriminasi milik Hartomo, teori tokoh penokohan, serta teori mise en scene dan sinematografi sebagai teori pendukung dalam penelitian ini. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis oleh Ratna.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebab terjadinya diskriminasi yang dialami oleh tokoh Tokue sebagai penderita kusta dalam film An karya sutradara Naomi Kawase adalah karena adanya stereotip dan prasangka yang telah melekat pada para penderita kusta. Stereotip yang didasarkan pada keadaan fisik penderita kusta yang kurang sempurna dan mengerikan menjadi penyebab terjadinya diskriminasi. Selain itu, prasangka yang didasarkan pada anggapan yang buruk dan tidak mendasar, serta prasangka yang bersifat keras yang sulit untuk berubah juga menjadi penyebab terjadinya diskriminasi. Diskriminasi yang terjadi dalam berbagai bidang seperti dalam bidang pekerjaan, politik, dan tempat tinggal dialami oleh tokoh Tokue dalam film An karya sutradara Naomi Kawase.

Page 7: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

vi

7

:

Wiyatmi Ian Watt Putra

Hartomo mise-en-scene Ratna

Page 8: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadiran Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

Diskriminasi Terhadap Tokoh Tokue Sebagai Penderita Kusta yang Tercermin

dalam Film An .

Penyusunan skripsi ini tidak mungkin dapat penulis selesaikan dengan

baik tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin berterima

kasih kepada Ibu Ni Made Savitri Paramita, M.A. selaku dosen pembimbing yang

telah sabar membimbing saya dan Ibu Nadya Inda Syartanti, M.Si selaku dosen

penguji yang telah memberi kritik, saran, masukan dan pengarahan sehingga

skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

Rasa terima kasih juga penulis sampaikan kepada keluarga atas doa dan

dukungan yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di

Universitas Brawijaya. Terima kasih kepada ayah, ibu, kakak, adik, dan empat

keponakan saya yang telah memberikan doa dan dukungan kepada penulis dalam

mengerjakan skripsi.

Selain itu, penulis juga berterimakasih kepada Ayu, Unka, Rosta, dan

Bakatachu yang telah memberikan semangat dan masukan kepada penulis dalam

mengerjakan skripsi ini. Dan untuk seluruh teman-teman angkatan 2013 Sastra

Jepang Universitas Brawijaya yang telah memberikan bantuan beserta doanya,

penulis menyampaikan terimakasih. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih

jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran

dari pembaca. Semoga skripsi ini bermanfaat tidak hanya bagi penulis sendiri

tetapi juga bagi pembaca.

Malang, 21 Juni 2017

Penulis

Page 9: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................... i PERNYATAAN KEASLIAN ..................................................................... ii HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................... iii HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iv ABSTRAK BAHASA INDONESIA ........................................................... v ABSTRAK BAHASA JEPANG .................................................................. vi KATA PENGANTAR .................................................................................. vii DAFTAR ISI ................................................................................................ viii DAFTAR TRANSLITERASI .................................................................... x DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xi DAFTAR TABEL ....................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xiii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ..................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ................................................................ 5 1.3 Tujuan Penelitian .................................................................. 5 1.4 Manfaat Penelitian ................................................................ 6 1.5 Definisi Istilah Kunci ........................................................... 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi Sastra .................................................................... 8 2.2 Prasangka dan Diskriminasi ................................................. 10 2.3 Bentuk-bentuk Diskriminasi ................................................ 13 2.4 Sejarah Penyakit Kusta di Jepang ........................................ 15 2.4.1 Periode Nara (710-794) sampai Edo (1603-1868) ..... 15 2.4.2 Era Meiji (1868-1912) ................................................ 17 2.4.3 Era Showa (1926-1989) sampai Sekarang ................. 18 2.5 Jumlah Penderita Kusta di Jepang ........................................ 23 2.6 Tokoh dan Penokohan .......................................................... 26 2.7 Mise en Scene ....................................................................... 27 2.8 Sinematografi ....................................................................... 35 2.9 Penelitian Terdahulu ............................................................ 39 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ..................................................................... 41 3.2 Sumber Data ......................................................................... 41 3.3 Teknik Pengumpulan Data ................................................... 42 3.4 Teknik Analisis Data ............................................................ 43 BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Tokoh dan Penokohan dalam Film An ................................. 45 4.2 Penyebab Terjadinya Diskriminasi terhadap Tokoh Tokue . 56 4.2.1 Stereotip terhadap Tokoh Tokue ................................ 57 4.2.2 Prasangka terhadap Tokoh Tokue .............................. 61 4.3 Bentuk-bentuk Diskriminasi terhadap Tokoh Tokue ........... 66 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ........................................................................... 77 5.2 Saran ..................................................................................... 78

Page 10: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

ix

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 79 LAMPIRAN ................................................................................................. 81

Page 11: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

x

DAFTAR TRANSLITERASI

a i u e o ka ki ku ke ko sa shi su se so ta chi tsu te to na ni nu ne no ha hi fu he ho ma mi mu me mo ya yu yo ra ri ru re ro wa ga gi gu ge go za ji zu ze zo da ji zu de do ba bi bu be bo pa pi pu pe po

kya kyu kyo sha shu sho cha chu cho nya nyu nyo mya myu myo rya ryu ryo gya gyu gyo ja ju jo ja ju jo bya byu byo pya pyu pyo

n, m, N. menggandakan konsonan berikutnya, misal: pp/tt/kk/ss.

Bunyi vokal panjang hiragana /a/, /i/, /u/ ditulis ganda. Bunyi vokal panjang hiragana e ditulis dengan penambahan (i) atau (e). Bunyi vokal panjang hiragana o ditulis dengan penambahan (u) atau (o). Bunyi vokal panjang katakana ditulis dengan penambahan tanda garis tengah [ ]. (ha) dibaca sebagai partikel (wa). (wo) dibaca sebagai partikel (wo). (he) dibaca sebagai partikel (e).

Page 12: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

xi

DAFTAR GAMBAR Gambar Hal 2.1 MDT (multi drug therapy) ................................................................... 21 4.1 Tokoh Tokue ........................................................................................ 45 4.2 Tokue melamar pekerjaan di kedai dorayaki milik Sentaro ................ 46 4.3 Tokoh Sentaro ...................................................................................... 48 4.4 Sentaro berbicara dengan Tokue di depan kedai dorayaki .................. 49 4.5 Sentaro sedang bekerja untuk membuat dorayaki ............................... 50 4.6 Tokoh Wakana ..................................................................................... 51 4.7 Wakana kesepian di rumah dan ia juga harus mengerjakan pekerjaan rumah sendirian ................................................................................... 52 4.8 Tokoh Miyoko ..................................................................................... 54 4.9 Miyoko memberitahu Sentaro bahwa ia akan merenovasi kedainya ... 54 4.10 Miyoko memberitahu Sentaro tentang keadaan penderita kusta ......... 57 4.11 Wakana dan Taiga membaca buku tentang keadaan fisik penderita Kusta .................................................................................................... 59 4.12 Miyoko memberitahu Sentaro tentang anggapannya terhadap Tokue . 61 4.13 Miyoko memberitahu Sentaro tentang keadaan penderita kusta pada zaman dahulu ....................................................................................... 65 4.14 Miyoko menyuruh Sentaro untuk memecat Tokue ............................. 67 4.15 Wakana dan Taiga membaca buku tentang para penderita kusta ........ 70 4.16 Tokue bercerita bahwa ia harus tinggal di sanatorium dari kecil dan harus berpisah dengan keluarganya ..................................................... 73

Page 13: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

xii

DAFTAR TABEL

Tabel Hal 2.1 Jumlah pasien penderita kusta di Jepang dan rasio kejadian pada tahun 1964-2008 .................................................................................. 23 2.2 Jumlah dan rasio penderita kusta di Jepang berdasarkan jenis kelamin ................................................................................................. 25

Page 14: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Hal Sinopsis ......................................................................................................... 81 Curriculum Vitae (CV) ................................................................................. 82 Berita Acara Bimbingan Skripsi ................................................................... 83

Page 15: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jepang adalah negara maju dengan segala penemuan di bidang teknologi

yang luar biasa. Di balik semua prestasi yang telah dicapai oleh Jepang tersebut,

Jepang secara etnis dan bahasa adalah negara homogen dengan sedikit penduduk

asing yang tinggal di Jepang. Dalam artikel di situs Britanica yang ditulis oleh

Latz menyatakan bahwa total keseluruhan jumlah penduduk Jepang sebanyak

98,4% adalah penduduk asli Jepang dan sisanya adalah penduduk asing yang

berasal dari China, Korea, Filipina, Brazil dan lain-lain. Total jumlah penduduk

yang didominasi oleh penduduk asli Jepang inilah, yang membuat negara Jepang

menjadi negara homogen di mana masyarakatnya tidak menghendaki adanya

perbedaan yang mencolok dari segi ras, bahasa, serta kelompok masyarakat.

Mouer dan Sugimoto (1986: 406 via Burgess) mengatakan bahwa

masyarakat Jepang memiliki dua paham utama, yaitu: (a) paham bahwa

masyarakat Jepan dan (b) orientasi masyarakat

Jepang adalah pada kelompok. Jepang berusaha menciptakan keunikannya sendiri

dengan mencoba untuk menjadi negara yang seragam, tanpa kelas, harmonis

dengan sedikit variasi yang ada dalam negaranya. Selain itu, orientasi pada

kelompok telah menjadi pola kebudayaan dominan masyarakat Jepang. Hal ini

membentuk perilaku masyarakat Jepang untuk mendahulukan kelompoknya

daripada kelompok yang lain. Kedua konsep inilah yang mendorong masyarakat

Page 16: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

2

Jepang tidak menginginkan adanya perbedaan di antara masyarakat. Hal ini

mendorong terjadinya diskriminasi di Jepang karena masyarakat Jepang belum

bisa menerima perbedaan. Diskriminasi di Jepang tercermin dalam berbagai karya

sastra, salah satunya dalam film An karya sutradara Naomi Kawase.

Film An karya sutradara Naomi Kawase yang dirilis pada tahun 2015 ini

berhasil masuk dalam jajaran film yang diputar di 2015 Cannes Film Festival dan

2015 Toronto International Film Festival. Film An bercerita tentang seorang

tokoh bernama Sentaro yang bekerja sebagai penjual dorayaki di sebuah toko

kecil. Toko milik Sentaro ini tidak berjalan dengan baik karena ia tidak bisa

membuat pasta kacang merah yang merupakan isi dari dorayaki dengan rasa yang

enak. Suatu hari ada seorang wanita tua bernama Tokue yang menghampiri toko

Sentaro karena ingin bekerja paruh waktu di toko Sentaro. Pada awalnya Sentaro

menolak karena melihat keadaan Tokue yang sudah tua dan memiliki cacat di

salah satu tangannya. Tetapi Tokue tidak pernah menyerah untuk meyakinkan

Sentaro bahwa ia mampu bekerja di tokonya, kemudian Tokue memberikan

Sentaro pasta kacang merah buatannya. Ternyata pasta kacang merah buatan

Tokue sangat enak, akhirnya Sentaro menerima Tokue untuk bekerja di tokonya

sebagai pembuat pasta kacang merah. Berkat pasta kacang merah buatan Tokue

toko dorayaki milik Sentaro menjadi populer dan ramai, setiap hari sebelum toko

buka terdapat banyak antrian untuk membeli dorayaki. Namun, tidak lama

kemudian muncul rumor bahwa Tokue menderita penyakit kusta. Seketika itu

pemilik toko dorayaki yang merupakan bos dari Sentaro menghampirinya dan

Page 17: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

3

menyuruhnya untuk memecat Tokue karena banyak orang terganggu dengan

penyakit yang diderita Tokue.

Dalam film ini, tokoh Tokue mengalami diskriminasi dari masyarakat

sekitar karena penyakit kusta yang dideritanya. Dalam website resmi The Nippon

Foundation pada November 2011 dijelaskan mengenai penyakit kusta atau yang

biasa dikenal dengan sebutan Hansen Disease sebagai penyakit yang disebabkan

oleh bakteri Mycobacterium leprae yang menyerang kulit dan sistem saraf.

Penyakit ini mengakibatkan kerusakan pada kulit dan sistem saraf serta dapat

menyebabkan cacat permanen. Keadaan semacam ini dapat menyebabkan

penderita penyakit kusta menjadi target diskriminasi. Dalam artikel situs berita

Nippon pada 17 Agustus 2016 menjelaskan bahwa pemerintah Jepang mulai

memberlakukan sistem isolasi bagi penderita kusta pada tahun 1907 sampai tahun

1996. Ini berarti bahwa para penderita penyakit kusta tidak diperbolehkan untuk

memiliki anak dan harus menghabiskan seluruh hidup mereka di sanitarium.

Kebijakan isolasi ini akhirnya diakhiri pada tahun 1996. Namun,

penghapusan kebijakan isolasi tersebut tidak memiliki banyak dampak yang

berarti bagi para penderita kusta yang telah tinggal di sanatorium selama lebih

dari 50 tahun, karena saat ini usia rata-rata penderita kusta yang tinggal di

sanatorium sekarang adalah lebih dari 80 tahun yang berarti bahwa penderita

kusta tidak punya pilihan selain tetap tinggal di sanatorium. Sudah sangat

terlambat bagi penderita kusta untuk memulai hidup baru. Namun, kenyataan ini

tidak membuat warga Jepang berhenti mendiskriminasi para penderita kusta,

karena dampak kebijakan isolasi terhadap penderita kusta yang telah diterapkan

Page 18: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

4

lebih dari 50 tahun tersebut membuat warga Jepang terus mengganggap bahwa

penyakit kusta adalah penyakit yang memalukan dan tidak layak bagi penderita

kusta untuk hidup di sekitar masyarakat normal pada umumnya.

Diskriminasi yang dialami oleh sebagian besar penderita kusta di Jepang

ini, juga dialami oleh tokoh Tokue sebagai penderita kusta. Theodorson dan

Theodorson (dalam Danandjaja, 2003: 470) mendefinisikan diskriminasi sebagai

perlakuan yang tidak seimbang terhadap perorangan, atau kelompok, berdasarkan

sesuatu, biasanya bersifat kategorikal, atau atribut-atribut khas, seperti

berdasarkan ras, kesukubangsaan, agama, atau keanggotaan kelas-kelas sosial.

Istilah tersebut biasanya digunakan untuk menggambarkan suatu tindakan dari

pihak mayoritas yang dominan terhadap pihak minoritas yang lemah, sehingga

dapat dikatakan bahwa perilaku pihak mayoritas bersifat tidak bermoral dan tidak

demokrasi. Berdasarkan kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa diskriminasi

adalah perilaku tidak adil oleh pihak mayoritas yang dominan terhadap pihak

minoritas yang lemah. Pemberian perlakuan tidak adil tersebut didasarkan pada

warna kulit, golongan, suku etnis, agama, bangsa, jenis kelamin, dan sebagainya.

Dari paparan di atas, penelitian ini akan meneliti tentang penyebab

terjadinya diskriminasi dan bagaimana bentuk-bentuk diskriminasi terhadap tokoh

Tokue sebagai penderita kusta dalam film An karya sutradara Naomi Kawase.

Film An karya sutradara Naomi Kawase dipilih sebagai sumber data penelitian ini

karena ingin mengetahui penyebab terjadinya diskriminasi serta bentuk-bentuk

diskriminasi yang dialami oleh tokoh Tokue sebagai penderita kusta yang sempat

mengalami isolasi selama puluhan tahun. Penelitian ini akan menggunakan

Page 19: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

5

pendekatan Sosiologi Sastra Ian Watt dan didukung oleh teori diskriminasi dan

prasangka.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan penulis

bahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apa saja penyebab terjadinya diskriminasi terhadap tokoh Tokue sebagai

penderita kusta dalam film An karya sutradara Naomi Kawase?

2. Bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh Tokue sebagai penderita kusta

dalam film An karya sutradara Naomi Kawase?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan penyebab diskriminasi terhadap tokoh Tokue sebagai

penderita kusta dengan menggunakan pendekatan sosiologi sastra serta teori

diskriminasi dan prasangka yang tercermin dalam film An karya sutradara

Naomi Kawase.

2. Mendeskripsikan bentuk diskriminasi terhadap tokoh Tokue sebagai

penderita kusta dengan menggunakan pendekatan sosiologi sastra serta teori

diskriminasi yang tercermin dalam film An karya sutradara Naomi Kawase.

Page 20: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

6

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini dapat dibagi menjadi sebagai berikut:

a. Segi Teoritis

Dengan adanya penelitian ini penulis berharap dapat menambah wawasan

pembaca dalam bidang literatur pendekatan sosilologi sastra, khususnya

sosiologi sastra dalam film dan mise en scene sebagai teori pendukung.

b. Segi Praktis

Penelitian ini dilakukan agar pembaca dapat mengetahui bentuk-bentuk

diskriminasi terhadap penderita kusta dan sejarah penyakit kusta di Jepang

yang tercermin dalam film An karya sutradara Naomi Kawase.

1.5 Definisi Istilah Kunci

Beberapa definisi istilah kunci yang digunakan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Diskriminasi: perlakuan yang tidak seimbang terhadap perorangan, atau

kelompok, berdasarkan sesuatu, biasanya bersifat kategorikal, atau atribut-

atribut khas, seperti berdasarkan ras, kesukubangsaan, agama, atau

keanggotaan kelas-kelas sosial (Theodorson dan Theodorson dalam Danandjaja,

2003: 470).

2. Kusta: biasa dikenal dengan sebutan Hansen Disease adalah penyakit yang

disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae yang menyerang kulit dan

sistem saraf. Penyakit ini mengakibatkan kerusakan pada kulit dan sistem saraf

serta dapat menyebabkan cacat permanen (The Nippon Foundation, 2011).

Page 21: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

7

3. Prasangka: diartikan sebagai sebuah sikap negatif terhadap suatu kelompok

atau terhadap anggota kelompok (Stangor dalam Putra, 2017: 7).

4. Sosiologi Sastra: pemahaman terhadap karya sastra dengan

mempertimbangkan aspek-aspek kemasyarakatan (Ratna, 2003: 2).

5. Stereotip: suatu keyakinan yang diolah dalam struktur kognitif mengenai

karakteristik sekelompok orang, seperti penampilan fisik, sifat, kemampuan,

sikap, emosi, intensi, dan perilaku (Bar-Tal dan Teichman dalam Putra, 2012:

8).

Page 22: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Sosiologi Sastra

Sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra. Ratna (2003: 1)

menyatakan bahwa:

Sosiologi berasal dari akar kata sosio (Yunani) (socius berarti bersama-sama, bersatu, kawan, teman) dan logi (logos berarti sabda, perkataaan, peruumpamaan). Perkembangan berikutnya mengalami perubahan makna, ssoio/socious berarti masyarakat, logi/logos berarti ilmu. Jadi, sosiologi berarti ilmu mengenai asal-usul dan pertumbuhan (evolusi) masyarakat, ilmu pengetahuan yang mempelajari keseluruh jaringan hubungan antar manusia dalam masyarakat, sifatnya umum, rasional, dan empiris. Sastra dari akar kata sas (Sansekerta) berarti mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk dan instruksi. Akhiran tra berarti alat, sarana. Jadi, sastra berarti kumpulan alat untuk mengajar, buku petunjuk atau buku pengajaran yang baik. Sastra disampaikan kepada pembaca dengan tujuan dapat mengarahkan pembaca pada tujuan yang baik. Dari pendapat Ratna tersebut, dapat disimpulkan bahwa sosiologi adalah

ilmu yang membahas tentang masyarakat dan mempelajari keseluruhan jaringan

hubungan antarmanusia dalam masyarakat, sedangkan sastra adalah kumpulan

alat untuk mengajar, buku petunjuk atau buku pengajaran yang baik dan

disampaikan kepada pembaca dengan tujuan dapat mengarahkan pembaca pada

tujuan yang baik. Ratna (2003: 2) mendefinisikan sosiologi sastra sebagai

pemahaman terhadap karya sastra dengan mempertimbangkan aspek-aspek

kemasyarakatan. Dari kutipan Ratna tersebut dapat disimpulkan bahwa sastra dan

masyarakat memiliki hubungan yang sangat dekat, karena sebuah karya sastra

diciptakan oleh pengarang berdasarkan peristiwa yang terjadi dalam masyarakat.

Page 23: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

9

Ian Watt (dalam Wiyatmi, 2013: 25-27) berpendapat bahwa pendekatan

sosiologi sastra dibedakan menjadi tiga cara, yaitu :

1. Konteks sosial pengarang

Sosiologi pengarang berhubungan dengan posisi sosial pengarang dalam

masyarakat dan kaitannya dengan masyarakat pembaca. Seperti bagaimana cara

pengarang mencari nafkah, sejauh mana tingkat profesionalisme seorang

pengarang dalam menjalankan pekerjaannya, dan masyarakat seperti apa yang

dituju oleh pengarang dalam membuat karya sastra.

2. Sastra sebagai cermin masyarakat

Sejauh mana sebuah karya sastra dianggap sebagai cerminan keadaan

masyarakat. Sastra dikatakan sebagai cerminan masyarakat karena menampilkan

ciri-ciri masyarakat pada waktu karya itu ditulis. Namun tidak semua ciri-ciri

masyarakat ada pada saat karya sastra itu ditulis. Karya sastra berusaha

menampilkan keadaan masyarakat dengan secermat-cermatnya.

3. Fungsi sosial

Fungsi sosial sastra mengkaji sampai berapa jauh nilai sastra berkaitan

dengan nilai sosial. Dalam hal ini, Ian Watt membedakan adanya tiga pandangan

yang berhubungan dengan fungsi sosial sastra, yaitu (1) pandangan kaum

romantik yang menganggap sastra sama derajatnya dengan karya pendeta atau

nabi, sehingga sastra harus berfungsi sebagai pembaharu dan perombak; (2)

pandangan yang melihat sastra sebagai penghibur belaka; (3) pandangan yang

bersifat kompromis, di satu sisi sastra harus mengajarkan sesuatu dengan cara

menghibur.

Page 24: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

10

Penelitian ini akan menggunakan pendekatan sosiologi sastra menurut Ian

Watt poin kedua, yaitu sastra sebagai cerminan masyarakat untuk menjabarkan

bagaimana bentuk-bentuk diskriminasi dan penyebab terjadinya diskriminasi

terhadap tokoh Tokue sebagai penderita kusta yang tercermin dalam film An

karya sutradara Naomi Kawase.

2.2 Prasangka dan Diskriminasi

Diskriminasi bisa disebabkan oleh berbagai hal, salah satunya adalah

adanya prasangka. Menurut Hartomo dan Aziz (2011: 259), prasangka diartikan

sebagai sebuah sikap perasaan orang-orang terhadap manusia tertentu, golongan

ras atau kebudayaan, yang berlainan dengan golongan orang yang berprasangka.

Prasangka yang pada awalnya hanya sikap perasaan terhadap manusia tertentu

maupun anggota kelompok tertentu ini, lambat laun dapat berubah mejadi

tindakan-tindakan diskriminasi. Menurut Augostinos dan Reynolds (dalam Putra,

2012: 7-8), hal yang mendasari prasangka dapat disimpulkan sebagai upaya atau

keinginan merendahkan individu atau kelompok lain. Hal ini menjadi dan akan

menjadi masalah, karena sangat rentan menimbulkan konflik dan kebencian

antarkelompok dan individu sebagai perwakilan kelompok. Dalam hal ini,

setidaknya ada empat hal penting yang dapat dijadikan sebagai karakteristik dari

prasangka, yaitu :

1. Orientasi yang lebih bersifat negatif terhadap suatu anggota kelompok.

Meskipun prasangka dapat bersifat positif, akan tetapi sebagian besar

prasangka cenderung menilai hal yang negatif. Bahkan sebenarnya, meskipun

Page 25: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

11

tendensi prasangka diarahkan pada hal yang positif, dengan sendirinya

seseorang juga menilai pada hal yang negatif sebagai perbandingan (Stangor

via Putra, 2012: 8). Orientasi pemikiran yang negatif ini, pada akhirnya akan

menimbulkan konflik dan kebencian antarkelompok dan individu.

2. Anggapan yang buruk dan tidak mendasar. Prasangka lebih banyak berangkat

dari penilaian atau kesimpulan yang tidak mendasar atau berangkat dari data-

data yang tidak akurat. Sifat prasangka lebih dekat pada penilaian yang

dilandasi oleh emosional negatif. Sifat penilaian ini menjadi buruk karena terus

dipertahankan dan dijaga.

3. Pemikiran yang irasional dapat menimbulkan banyak kekeliruan atau kesalahan.

Karena prasangka muncul akibat penilaian cepat, dan tidak didasari oleh bukti-

bukti kuat, maka kesalahan menilai pada suatu kelompok lebih banyak terjadi.

4. Pemikiran yang rigid (keras). Prasangka bersifat rigid (keras) karena sebagian

besar prasangka sulit untuk berubah. Pemikiran yang keras ini sulit untuk

berubah karena sudah tertanam sejak lama dan berubah menjadi suatu

keyakinan yang sulit untuk diubah.

Prasangka muncul didasari oleh keyakinan yang ada sebelumnya.

Keyakinan ini berupa gambaran mengenai sekelompok orang atau individu yang

diatributkan pada label-label tertentu. Kondisi ini dinamakan sebagai stereotip.

Bar-Tal dan Teichman (dalam Putra, 2012: 8) mengartikan stereotip sebagai suatu

keyakinan yang diolah dalam struktur kognitif mengenai karakteristik sekelompok

orang, seperti penampilan fisik, sifat, kemampuan, sikap, emosi, intensi, dan

perilaku. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa prasangka atau

Page 26: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

12

anggapan muncul karena didasari oleh stereotip atau keyakinan yang telah

tertanam dalam diri seseorang sejak lama. Hartomo dan Aziz (2011: 265)

menyatakan bahwa prasangka merupakan suatu sikap, sedangkan diskriminasi

merupakan suatu pola perilaku yang mengarah pada perlakuan yang tidak adil

atau tidak menyenangkan terhadap kelompok lain. Dari pendapat di atas, dapat

disimpulkan bahwa stereotip merupakan dasar dari timbulnya prasangka,

sedangkan diskriminasi adalah tindakan nyata yang mengarah pada perilaku yang

tidak adil dan tidak menyenangkan terhadap kelompok lain.

Prasangka dan diskriminasi merupakan lingkaran setan (the vicious cycle).

Disebut demikian karena dalam kehidupan masyarakat selalu ada prasangka dan

diskriminasi, di mana keduanya saling menguatkan selama ada prasangka, di sana

akan ada diskriminasi (Liliweri 2005: 218). Jika prasangka peduli pada sikap atau

keyakinan tertentu, maka diskriminasi mengacu pada perilaku tertentu.

Berdasarkan kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa prasangka dan diskriminasi

saling berkaitan satu sama lain, jika prasangka merupakan suatu sikap dan

keyakinan seseorang untuk bertindak maka diskriminasi merupakan tindakan

nyata dari suatu sikap dan keyakinan tersebut.

Oleh karena itu, penelitian ini akan menggunakan teori prasangka dan

diskriminasi untuk menganalisis penyebab terjadinya diskriminasi terhadap tokoh

Tokue sebagai penderita kusta yang tercermin dalam film An karya sutradara

Naomi Kawase.

Page 27: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

13

2.3 Bentuk Tindakan Diskriminasi di Berbagai Bidang

Hartomo dan Aziz (2011: 265) menyatakan bahwa diskriminasi terhadap

suatu kelompok atau pihak yang lain pasti merugikan pihak yang dikenai

diskriminasi. Diskriminasi dapat terjadi pada beberapa bidang, yaitu:

1. Pekerjaan, yang berarti anggota kelompok tertentu tidak diterima untuk

mendapatkan pekerjaan. Anggota kelompok tersebut tidak bisa mendapatkan

pekerjaan karena berbeda dari anggota kelompok masyarakat pada umumnya.

Di dalam bidang pekerjaan anggota kelompok tertentu tersebut mendapatkan

perlakuan yang berbeda dari anggota kelompok masyarakat pada umumnya.

2. Politik, yang berarti anggota kelompok tertentu tidak mendapatkan hak di

pemerintahan. Dalam bidang politik anggota kelompok tertentu tidak

mendapatkan hak yang seharusnya diterima sebagai anggota masyarakat.

Diskriminasi yang terjadi dalam bidang ini misalnya, tidak mendapatkan hak

memilih di pemerintahan, peraturan pemerintah yang timpang, dan lain-lain.

3. Diskriminasi yang terjadi di tempat umum, yang berarti anggota kelompok

tertentu tidak mendapat kesempatan untuk menikmati tempat tertentu

(misalnya tempat hiburan, sekolah, rumah sakit dan lain-lain). Anggota

kelompok tertentu tidak bisa mendapatkan kesempatan seperti masyarakat pada

umumnya yang dapat menikmati fasilitas umum dengan bebas.

4. Perumahan atau tempat tinggal, anggota suatu kelompok tertentu tidak

mendapatkan kesempatan untuk menikmati tempat tinggal atau perumahan

tempat sebagian besar masyarakat pada umumnya tinggal. Perumahan atau

pemukiman yang merupakan tempat tinggal masyarakat pada umumnya

Page 28: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

14

tersebut tidak bisa menjadi tempat tinggal anggota suatu kelompok tertentu

karena perbedaan yang dimiliki, sehingga harus tinggal di tempat yang berbeda.

Tindakan diskriminasi yang terjadi dalam berbagai bidang, seperti

pekerjaan, politik, di tempat umum, dan tempat tinggal yang dilakukan oleh suatu

kelompok atau individu pasti merugikan pihak yang dikenai diskriminasi karena

pada dasarnya tindakan diskriminasi selalu mengarah pada tindakan negatif dan

tidak seimbang. Hal ini sejalan dengan konsep diskriminasi oleh Gerungan (1988:

167) yang diartikan sebagai tindakan yang bercorak menghambat, merugikan

perkembangan potensi manusia, bahkan mengancam kehidupan pribadi orang-

orang hanya karena kebetulan termasuk golongan yang diprasangkai. Tindakan

diskriminasi yang didasari oleh prasangka dapat menghambat dan merugikan

perkembangan potensi-potensi manusia dalam masyarakat. Dengan adanya sikap

menghambat, mematikan, dan mencemoohkan suatu kelompok lain akan

menimbulkan rasa antipati dan permusuhan antarkelompok yang merupakan

manifestasi konflik. Dari pernyataan Gerungan dan diskriminasi yang terjadi

dalam berbagai bidang oleh Hartomo tersebut dapat disimpulkan bahwa tindakan

diskriminasi yang dilakukan dalam berbagai bidang, seperti pekerjaan, politik, di

tempat umum, dan tempat tinggal dapat merugikan individu atau kelompok yang

dapat menghambat, merugikan, bahkan mengancam kehidupan pribadi seseorang

atau kelompok.

Penelitian ini akan menggunakan teori tindakan diskriminasi yang terjadi

dalam berbagai bidang oleh Hartomo dan Aziz untuk menganalisis bentuk

Page 29: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

15

tindakan diskriminasi yang terjadi pada tokoh Tokue sebagai penderita kusta yang

tercermin dalam film An karya sutradara Naomi Kawase.

2.4 Sejarah Penyakit Kusta di Jepang

Dalam website resmi The Nippon Foundation pada November 2011

dijelaskan mengenai penyakit kusta atau yang biasa dikenal dengan sebutan

Hansen Disease sebagai penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium

leprae yang menyerang kulit dan sistem saraf. Penyakit ini mengakibatkan

kerusakan pada kulit dan sistem saraf serta dapat menyebabkan cacat permanen.

Keadaan semacam ini dapat menyebabkan penderita penyakit kusta menjadi target

diskriminasi. Penyakit kusta bukanlah jenis penyakit baru di Jepang, penyakit

kusta mulai masuk di Jepang sekitar periode Nara. Sejak saat itu penyakit kusta

mulai menyebar dan masyarakat mulai merasa gelisah karena penyakit ini dapat

menimbulkan kerusakan fisik penderitanya. Hal ini membuat masyarakat Jepang

takut dan memilih untuk mengucilkan para penderita kusta tersebut. Bahkan

pemerintah memberlakukan kebijakan isolasi bagi para penderita kusta di Jepang.

Penelitian ini memaparkan sejarah penyakit kusta Kikuchi (1997: 629-633).

Sejarah penyakit kusta dibagi ke dalam tiga periode, yaitu periode Nara sampai

Edo, era Meiji, dan Showa sampai sekarang. Dalam tiga periode itulah terjadi

peristiwa-peristiwa penting dalam perkembangan sejarah penyakit kusta di Jepang.

2.4.1 Periode Nara (710-794) sampai Edo (1603-1868)

Awal mula penyakit kusta di Jepang masih menjadi misteri, tetapi penyakit

ini tampaknya telah muncul sekitar periode Nara. Dalam sebuah buku koleksi

Page 30: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

16

pemerintah Jepang yang ditulis pada tahun 833 Masehi, kusta digambarkan

sebagai "penyakit ganas" yang disebabkan oleh bakteri yang memakan lima organ

tubuh. Bakteri ini menyebabkan alis dan bulu mata lepas, serta hidung menjadi

cacat, selain itu penyakit ini juga membuat suara menjadi serak, dan

mengharuskan penderita untuk diamputasi jari tangan dan kakinya. Dalam buku

ini juga memberikan peringatan untuk tidak tidur dengan pasien penderita kusta,

karena penyakit ini dapat menular ke orang-orang terdekat.

Para penderita kusta mengalami diskriminasi oleh masyarakat sekitar.

Penderita kusta diharuskan untuk hidup terpisah dari daerah tempat tinggal utama

masyarakat desa. Diskriminasi terjadi karena keyakinan terhadap ajaran Budha

yang menyatakan bahwa "mereka yang tidak menghormati ajaran ini akan terkena

penyakit kusta di kehidupan berikutnya." Karena ajaran Budha yang telah diyakini

oleh masyarakat pada saat itu membuat masyarakat mempercayai bahwa penyakit

kusta adalah penyakit kutukan yang diderita oleh seseorang karena orang tersebut

tidak menghormati ajaran tersebut. Masyarakat sekitar mempunyai keyakinan

bahwa penderita kusta tersebut adalah orang yang berdosa di kehidupan

sebelumnya dan akhirnya mendapatkan hukumannya saat ini. Hal inilah yang

mendorong masyarakat untuk mendiskriminasi para penderita kusta.

Pada tahun 1549-1611 ketika pemeluk agama Katolik diizinkan untuk

menyebarkan ajaran agama katolik, saat mengetahui penderita kusta yang

mengalami tindak diskriminasi dari masyarakat sekitar, para pemeluk agama

katolik merasa kasihan dan membangun rumah sakit khusus untuk merawat para

penderita kusta. Namun tak lama kemudian, kegiatan ini dihentikan oleh

Page 31: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

17

Pemerintahan Tokugawa yang memberlakukan hukuman mati bagi seluruh

penganut agama Katolik, peraturan ini menyebabkan beberapa pasien penyakit

kusta dihukum mati untuk "kejahatan" menjadi seorang Katolik.

2.4.2 Era Meiji (1868-1912)

Setelah 250 tahun akhirnya Jepang membuka kembali pintu untuk

berinteraksi dengan dunia luar. Pada tahun 1871 pemerintah menghapuskan pos

pemeriksaan antar daerah sehingga masyarakat dapat bebas bepergian ke seluruh

daerah di Jepang. Penderita kusta juga bisa bebas bepergian di negara ini. Pada

tahun yang sama, pasien kusta mulai berkumpul di jalan menuju Honmyoji sebuah

kuil Budha di prefektur Kumamoto, bagian tengah Kyushu, untuk mengemis.

Pada tahun 1904 survei nasional pertama menunjukkan sekitar 30.359 pasien

penderita kusta menjadi pengemis. Tetapi karena keterbatasan metode untuk

melakukan survei pada saat itu, angka itu masih diragukan.

Melihat para penderita kusta yang mengemis untuk mendapatkan uang di

kuil atau di tempat-tempat banyak orang berkumpul sudah menjadi pemandangan

yang biasa bagi masyarakat Jepang, tetapi hal ini menjadi suatu peristiwa yang

langka dan sangat mengejutkan bagi masyarakat Eropa. Salah satunya adalah

Pastor Testevuide yang merupakan seorang tokoh penyebar agama Katolik

berkebangsaan Perancis merasa sedih dan bersimpati setelah melihat seorang

wanita penderita kusta menyedihkan yang masih berumur 30 tahun ditinggalkan

begitu saja di dekat kincir air oleh seseorang. Setelah melihat kejadian itu, Pastor

Testevuide bertekad untuk membangun fasilitas untuk orang-orang yang

mengalami kejadian serupa. Pada tahun 1889, ia mulai mendirikan Rumah Sakit

Page 32: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

18

Kohyama Fukusei di prefektur Shizuoka. Rumah sakit ini menjadi rumah sakit

untuk penderita kusta tertua yang masih beroperasi. Tindakan Pastor Testevuide

ini diikuti oleh Kate Youngman yang membangun rumah sakit untuk penderita

kusta di Tokyo, Hannah Riddell dan Pastor Jean Marie Corre membangun rumah

sakit di Kumamoto. Relawan yang memiliki konstribusi besar dalam sejarah

penanggulangan penyakit kusta selanjutnya adalah Hannah Riddell seorang

relawan asal Inggris yang membangun rumah sakit untuk pasien penderita kusta

pada tahun 1895. Ia membangun rumah sakit Kaishun untuk para penderita kusta

dan menjalankannya sendiri. Ia mendapatkan dana untuk menjalankan rumah

sakitnya melalui bantuan dari investor asal luar negeri maupun Jepang.

Pada tahun 1905 pemerintah Jepang mulai menaruh minat pada masalah

penyakit kusta akhirnya mengumumkan peraturan pencegahan kusta pertama pada

tahun 1907 dan mulai membuka lima rumah sakit publik untuk penderita kusta

pada tahun 1909.

2.4.3 Era Showa (1926-1989) sampai Sekarang

Awalnya, rencana kebijakan Pemerintah Jepang yang telah ditetapkan

pada tahun 1907 adalah untuk memberlakukan isolasi bagi pasien penderita kusta

yang berkeliaran di jalan saja. Namun, saat kebijakan ini berjalan dan rumah sakit

bagi penderita kusta semakin berkembang dan mulai bermunculan di berbagai

daerah, warga mulai mengeluh karena tidak setuju dengan adanya pembangunan

rumah sakit kusta di wilayahnya. Karena hal itulah dokter Mitsuda pergi ke

daerah Okinawa untuk menemukan sebuah pulau yang cocok bagi tempat untuk

mengisolasi para pasien penyakit kusta. Meskipun tidak ditemukan lokasi yang

Page 33: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

19

cocok di Okinawa, sebuah pulau kecil di Inland Sea di prefektur Okayama dipilih

sebagai rumah sakit nasional penderita kusta pertama di Jepang yang didirikan

pada tahun 1931. Dr. Mitsuda menjadi direktur pertama rumah sakit tersebut. Dr.

Kensuke Mitsuda dikenal sebagai bapak pengendali penyakit kusta (father of

Hansen's disease control) di Jepang.

Dr. Mitsuda menginginkan adanya isolasi penuh terhadap penderita

penyakit kusta di Jepang karena dikhawatirkan jika Jepang akan menjadi negara

dengan jumlah penderita penyakit kusta terbesar kedua di dunia. Hukum

pencegahan kusta diberlakukan pada tahun 1931 yang mengharuskan pasien untuk

dirawat di rumah sakit khusus penderita kusta dan dilarang untuk terlibat interaksi

yang dapat menyebabkan penularan penyakit kusta. Dengan kata lain, penderita

kusta harus terus berada di dalam rumah sakit dan tidak diijinkan untuk keluar

selama proses penyembuhan.

Kebijakan isolasi yang sudah bermasalah sejak sekitar tahun 1931,

kembali menuai protes dari para penderita kusta. Peraturan pemerintah yang

mengakibatkan pasien penyakit kusta harus tinggal secara terpisah dari

masyarakat pada umumnya dan harus terpisah dari keluarga dan kerabat ini,

menimbulkan berbagai kesalahan presepsi dalam masyarakat. Banyak masyarakat

menganggap bahwa penyakit kusta adalah penyakit menular sehingga pemerintah

perlu memberlakukan kebijakan isolasi tersebut.

Setelah sekian lama para penderita kusta harus mematuhi kebijakan isolasi

yang ditetapkan oleh pemerintah, pada akhirnya di tahun 1995 Japanese Leprosy

Association (Asosiasi Penyakit Kusta di Jepang) menyatakan akan menghapus

Page 34: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

20

kebijakan isolasi yang telah diberlakukan sejak tahun 1931 tersebut. Pada tahun

1996, hukum pencegahan kusta di Jepang telah dihapuskan dan undang-undang

baru disahkan, pemerintah akan menjamin peningkatan kualitas hidup bagi pasien

yang selama ini hidup di dalam 13 rumah sakit kusta nasional, di dalam dua

rumah sakit kusta pribadi, serta pasien yang tinggal di rumah mereka sendiri.

Pasien-pasien ini sudah cukup menderita selama lebih dari 50 tahun. Selama lebih

dari 50 tahun pasien-pasien ini harus tinggal terpisah dari kehidupan masyarakat

pada umumnya, dan tidak bisa merasakan kehidupan normal seperti masyarakat

biasa, serta harus bertarung melawan penyakit yang diderita, ditambah pandangan

miring masyarakat sekitar terhadap penderita kusta.

Dalam website resmi The Nippon Foundation menjelaskan bahwa penyakit

kusta diperkirakan dapat menular jika terjadi kontak intim dengan penderita kusta

yang tidak pernah diobati. Penularan tersebut diperkirakan melalui cipratan air di

udara yang keluar dari hidung dan mulut penderita yang terinfeksi kusta.

Sebaliknya, kusta kadang disebut penyakit infeksi menular yang paling tidak

menular. Tubuh manusia memiliki sistem kekebalan tubuh yang alami dan

ketahanan terhadap penularan penyakit kusta, karena itulah kusta disebut penyakit

menular yang paling tidak menular. Lebih dari 99% orang memiliki kekebalan

alami atau ketahanan terhadap penyakit kusta. Selain itu, lebih dari 85% kasus

kusta dinyatakan tidak menular dan tidak menularkan penyakit. Tanda pertama

yang muncul saat orang pertama terinfeksi kusta biasanya adalah munculnya

bercak pada kulit. Bercak ini mengakibatkan penderita kehilangan sensasi atau

mati rasa di daerah yang terinfeksi tesebut. Kusta bukan penyakit turun temurun.

Page 35: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

21

Kusta dapat didiagnosis dan dirawat di rumah sakit terdekat karena layanan

pengobatan kusta telah diintegrasikan ke dalam layanan kesehatan umum di setiap

negara.

Pada pertengahan abad ke-20 terjadi terobosan nyata pertama pada

pengobatan kusta. Obat dapson merupakan obat pertama yang mulai digunakan

untuk mengobati penyakit kusta. Pada tahun 1960an ditemukan dua obat baru,

yakni rifampisin dan klofazimin. Bersama dengan dapson, ini menjadi komponen

pengobatan baru yang disebut sebagai MDT (multi drug therapy).

Gambar 2.1 MDT (multi drug therapy) (http://obatkusta.com/obat-kusta-mdt/)

Pada tahun 1981, Organisasi Kesehatan Dunia merekomendasikan MDT sebagai

cara terbaik untuk mengobati penyakit kusta. MDT dapat menyembuhkan pasien

kusta dalam waktu 6 sampai 12 bulan. Bakteri yang ada dalam tubuh penderita

akan hilang dengan mengkonsumsi obat tersebut, namun jika ada saraf tubuh yang

rusak juga bisa disembuhkan melalui terapi dan membutuhkan waktu yang cukup

Page 36: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

22

lama untuk sembuh secara total. Sejak 1995, WHO telah memasok MDT secara

gratis ke semua pasien kusta di seluruh dunia.

Sementara upaya medis untuk mengobati penyakit kusta telah mencapai

kemajuan yang luar biasa dalam beberapa dekade terakhir, namun karena

ketidaktahuan masyarakat umum, kesalahpahaman, ketidakpedulian atau

ketakutan masyarakat, jutaan orang yang sembuh dari penyakit kusta masih harus

menderita dan mengalami diskriminasi karena stigma masyarakat yang terlanjut

melekat dalam diri mereka. Sebagian besar pasien kusta harus mengalami isolasi

paksa, terbatas atau tidak ada akses terhadap layanan sosial, diskriminasi di

tempat kerja, hambatan dalam mendapatkan pendidikan, dan masalah mencari

tempat tinggal. Meskipun kebijakan isolasi telah dihapuskan pada tahun 1996,

namun pada kenyataannya diskriminasi terhadap penderita kusta masih terjadi.

Sejarah penyakit kusta yang dipaparkan oleh Kikuchi (1997: 629-633)

tersebut menunjukkan bahwa diskriminasi yang dialami oleh para penderita kusta

sudah terjadi sejak zaman Nara. Sejarah penyakit kusta di Jepang menggiring

pandangan masyarakat Jepang tentang para penderita kusta pada stereotip yang

negatif. Stereotip yang telah diberikan pada penderita kusta sejak lama akan

menjadi prasangka yang pada akhirnya mendorong seseorang untuk melakukan

diskriminasi. Meskipun saat ini peraturan isolasi telah dicabut oleh pemerintah,

masyarakat Jepang belum sepenuhnya menerima keberadaan para penderita kusta.

Diskriminasi terhadap penderita kusta yang masih banyak terjadi di Jepang ini,

juga dialami oleh Tokue dalam film An karya sutradara Naomi Kawase sebagai

salah satu penderita kusta di Jepang.

Page 37: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

23

2.5 Jumlah Penderita Kusta di Jepang

Seiring dengan perkembangan dunia pengobatan penyakit kusta di Jepang,

ternyata pada kenyataanya penyakit ini tidak dapat menghilang secara keseluruhan.

Penyakit kusta masih menjadi salah satu masalah kesehatan utama di Jepang,

dengan jumlah penderita baru sebanyak 70 orang per 100.000 penduduk pada

tahun 1990. Pada tahun 1907 pemerintah mulai memberlakukan peraturan untuk

penderita kusta agar tinggal di rumah sakit khusus untuk mengobati kusta. Pada

tahun itu, penderita kusta yang wajib tinggal dan diobati di rumah sakit khusus

adalah para penderita kusta yang menjadi gelandangan dan tidak punya tempat

tinggal. Bagi pasien yang masih memiliki kelurga tidak diwajibkan unuk tinggal

di rumah sakit khusus penderita kusta. Pada tahun 1931 pemerintah

memberlakukan peraturan baru yang mewajibkan seluruh penderita kusta untuk

tinggal di sanitarium yang disediakan oleh pemerintah. Tabel berikut

menunjukkan penurunan jumlah penderita penyakit kusta tiap tahunnya.

Tabel 2.1 Jumlah pasien penderita kusta di Jepang dan rasio kejadian pada tahun 1964 2008

* Per 100,000 populasi

(Sumber: A. Koba et al, 2009)

Periode Jumlah Pasien Rasio Kejadian

1964 1973

1661

0·16

1974 1983

572

0·05

1984 1993

222

0·02

1994 2003

59

0·005

2004 2008

9

0·0007

Page 38: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

24

Tabel 2.1 menunjukkan jumlah penderita kusta baru yang terdaftar setiap

tahunnya dengan indeks per 100.000 penduduk di seluruh Jepang. Dari tahun

1964 sampai 1973, menunjukkan penambahan penderita kusta baru setiap

tahunnya dengan lebih dari 0-16 kasus per 100.000 penduduk. Penurunan terus

terjadi setiap tahunnya hingga mencapai rasio kejadian kurang dari 0-001 kasus

per 100.000 penduduk pada periode 2004-2008. Tabel di atas menunjukkan

penurunan jumlah penderita kusta di Jepang tiap tahunnya. Dari tabel di atas

menunjukkan bahwa jumlah pasien tiap tahunnya terus mengalami penurunan,

tahun 1974-1983 menunjukkan penurunan jumlah pasien baru yang pada tahun

sebelumnya sebanyak 1661 pasien baru tercatat menderita penyakit kusta tapi

pada tahun berikutnya hanya 572 pasien baru tercatat menderita penyakit kusta.

Begitupun pada tahun berikutnya jumlah pasien baru penderita kusta terus

mengalami penurunan. Hal ini terjadi karena fasilitas pengobatan yang disediakan

pemerintah semakin memadai. Pada tahun 1960an ditemukan dua obat baru yakni,

rifampisin dan klofazimin. Bersama dengan dapson, ini menjadi komponen

pengobatan baru yang disebut sebagai MDT (multi drug therapy). Selanjutnya,

pada tahun 1981 Organisasi Kesehatan Dunia merekomendasikan MDT sebagai

cara terbaik untuk mengobati penyakit kusta. MDT dapat menyembuhkan pasien

kusta dalam waktu 6 sampai 12 bulan. Sejak 1995, WHO telah memasok MDT

secara gratis ke semua pasien kusta di seluruh dunia. Penemuan obat yang

semakin berkembang dan juga pemberian obat gratis oleh WHO inilah yang

berdampak besar pada pengurangan jumlah pasien baru tiap tahunnya.

Page 39: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

25

Tabel 2.2 Jumlah dan rasio penderita kusta di Jepang berdasarkan jenis kelamin

Total

Laki-laki

Perempuan Rasio

berdasarkan jenis kelamin (95%CI)

1964 1980 Total 1185 705 480 1·47 (1·31, 1·65) 1981 1994 Okinawa 223 136 87 1·56 (1·20, 2·07)

Mainland 123 74 49 1·51 (1·06, 2·21) Total 346 210 136 1·54 (1·25, 1·93)

1995 2008 Okinawa 35 24 11 2·18 (1·14, 5·23) Mainland 24 12 12 1·00 (0·43, 2·33) Total 59 36 23 1·57 (0·94, 2·77)

(Sumber: A. Koba et al, 2009)

Jepang dibagi menjadi delapan wilayah yakni, Hokkaido, Tohoku, Kanto,

Chubu, Kinki, Chushikoku, Kyushu, dan Okinawa. Wilayah Okinawa berada di

selatan, Tohoku yang berada di utara, selain dua daerah tersebut keenam daerah

lainnya disebut mainland (daratan utama). Tabel 2.2 menunjukkan rasio total

jumlah penderita penyakit kusta berdasarkan jenis kelamin, dalam tabel di atas

tidak disebutkan secara pasti berapa jumlah penderita kusta laki-laki dan

perempuan. Tabel di atas menunjukkan penurunan jumlah penderita kusta di

Jepang. Dari total penderita laki-laki dan perempuan pada tahun 1964-1980 yang

sebelumnya berjumlah 1185 turun menjadi 346 pada tahun 1981-1994. Daerah

Okinawa selalu memiliki jumlah penderita kusta yang lebih tinggi daripada

daratan utama Jepang. Pada tahun 1981-2008, penderita jenis kelamin laki-laki

selalu lebih banyak daripada penderita kusta wanita. Sejak diadakannya survei

pertama pada tahun 1900, Okinawa selalu menjadi daerah tertinggi dengan jumlah

penderita kusta terbanyak daripada daerah lainnya. Faktor yang menyebabkan

Okinawa selalu menjadi daerah dengan jumlah penderita kusta tertinggi adalah

kurangnya rumah sakit khusus bagi penderita kusta. Pada tahun 1909 pemerintah

Page 40: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

26

membangun lima rumah sakit untuk penderita kusta di daerah utama Jepang,

sedangkan di Okinawa pembangunan rumah sakit baru dilakukan pada tahun 1938.

Hal tersebut terjadi karena warga Okinawa melakukan protes keras dan

memberikan penolakan atas pembangunan rumah sakit di Okinawa. Sementara

pasien di daerah utama Jepang mendapatkan pengobatan yang intensif selama 30

tahun, di Okinawa baru dibuka rumah sakit. Pengobatan pasien yang telat selama

30 tahun inilah yang membuat Okinawa selalu menjadi daerah dengan jumlah

penderita kusta tertinggi.

Penurunan jumlah penderita kusta selama beberapa dekade terakhir,

menunjukkan bahwa pengobatan yang diberikan oleh WHO berhasil. Pengobatan

tersebut berperan penting dalam penurunan jumlah penderita kusta, namun

penurunan jumlah penderita kusta tersebut tidak membuat masyarakat berhenti

melakukan diskriminasi terhadap penderita kusta. Masyarakat masih belum bisa

menerima keberadaan penderita kusta yang merupakan minoritas diantara

masyarakat mayoritas.

2.6 Tokoh dan Penokohan

Menurut Aminudin (2002: 79), tokoh adalah pelaku yang mengemban

peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita.

Istilah tokoh mengacu pada orangnya, pelaku cerita (Nurgiyantoro, 1995: 165).

Tokoh adalah salah satu unsur yang penting dalam suatu novel atau cerita rekaan.

Tokoh pada umumnya berwujud manusia, tetapi dapat juga berwujud binatang

atau benda yang diinsankan.

Page 41: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

27

Menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 1995: 165) tokoh cerita

merupakan orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama

oleh pembaca kualitas moral dan kecenderungan-kecenderungan tertentu seperti

yang diekspresikan dalam ucapan dan dilakukan dalam tindakan. Berdasarkan

penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa tokoh adalah orang yang ditampilkan

dalam sebuah karya naratif atau drama, di mana kehadirannya memberi pengaruh

pada jalan cerita.

Penokohan dan perwatakan adalah pelukisan mengenai tokoh cerita, baik

keadaan lahirnya maupun batinnya yang dapat berubah, pandangan hidupnya,

sikapnya, keyakinannya, adat istiadatnya, dan sebagainya. Menurut Jones (dalam

Nurgiyantoro, 1995: 165) penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas

tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita.

Tokoh dan Penokohan merupakan teori yang digunakan untuk meniliti

keadaan, watak, sikap, asal, pandangan hidup, dan sebagainya dari tokoh-tokoh

yang ada dalam suatu cerita. Penulis menggunakan teori tokoh dan penokohan

untuk meneliti watak, sikap, keadaan, dan sebagainya dari tokoh-tokoh yang ada

dalam film An karya sutradara Naomi Kawase.

2.7 Mise en Scene

Mise en scene adalah sebuah istilah dari bahasa Perancis yang digunakan

untuk menjelaskan semua hal yang terletak di depan kamera dalam pembuatan

drama atau film. Menurut Pratista dalam buku Memahami Film (2008)

Page 42: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

28

menjelaskan tentang beberapa aspek utama dalam mise en scene yang digunakan

dalam pembuatan sebuah film atau drama yaitu:

1. Setting

Setting adalah seluruh latar bersama dengan propertinya. Properti dalam

hal ini adalah semua benda tidak bergerak seperti, perabot, pintu, jendela, kursi,

lampu, pohon, dan sebagainya. Setting yang digunakan dalam sebuah film

umumnya dibuat senyata mungkin dengan konteks ceritanya. Setting dibagi

menjadi 3 yaitu :

a. Set Studio

Set studio digunakan sejak pertama kali sinema ditemukan. Penemu

sinema Thomas A.Edison memproduksi film-filmnya dalam studio

tertutup yang ia beri nama Black Maria. Selama era kejayaan Hollywood

klasik, sebagian besar produksi film menggunakan set studio, baik indoor

maupun outdoor.

b. Shoot on Location

Shot on Location merupakan produksi film dengan menggunakan lokasi

film yang sesungguhnya. Shot on Location belum tentu mengambil lokasi

yang sama persis dalam cerita namun dapat pula menggunakan lokasi yang

mirip atau mendekati lokasi cerita sesungguhnya.

c. Set Virtual

Teknologi digital yang semakin canggih memungkinkan para pembuat

film membangun latar apapun sesuai dengan tuntutan cerita filmnya. Di

era modern ini, teknologi CGI (Computer Generated Imagery) digunakan

Page 43: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

29

untuk memanupulasi latar dalam sebuah film. Tidak hanya latar dalam

film yang dapat dimanipulasi menggunakan teknologi CGI ini, bahkan

karekter dalam sebuah film juga dapat dimanipulasi.

Setting adalah salah satu hal utama yang mendukung cerita dalam film.

Tanpa setting cerita film tidak dapat berjalan. Salah satu fungsi setting adalah

sebagai penunjuk ruang dan waktu. Setting yang digunakan harus mampu

meyakinkan penonton bahwa seluruh peristiwa dalam filmnya benar-benar terjadi

dalam lokasi cerita yang sesungguhnya. Setting juga harus mampu memberikan

informasi waktu, era, atau musim sesuai konteks cerita. Unsur waktu keseharian,

yakni pagi, siang, petang, dan malam mutlak harus dipenuhi untuk menjelaskan

konteks cerita dalam film. Selain itu setting juga dapat berfungsi sebagai,

penunjuk status sosial, pembangun mood, penunjuk motif tertentu, dan pendukung

aktif adegan. Dekor setting bersama dengan kostum dapat menentukan status

sosial para pelaku ceritanya. Untuk membangun mood dan suasana, setting

seringkali berhubungan erat dengan tata cahaya. Setting dapat memiliki motif atau

simbol tertentu sesuai tuntutan cerita film. Dalam film aksi serta komedi, properti

juga dapat berfungsi aktif untuk mendukung adegan aksinya.

2. Kostum dan tata rias

Kostum adalah segala sesuatu yang dikenakan pemain bersama seluruh

aksesorisnya seperti topi, perhiasan, jam tangan, kacamata, sepatu, tongkat, dan

sebagainya. Dalam sebuah film busana tidak hanya sekedar sebagai pentup tubuh

semata namun juga memiliki beberapa fungsi sesuai dengan konteks naratifnya.

Fungsi kostum dibagi menjadi 6 yaitu:

Page 44: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

30

a. Penunjuk Ruang dan Waktu

Kostum bersama setting adalah aspek yang paling mudah diidentifikasi,

untuk menentukan periode (waktu) dan wilayah (ruang). Setiap periode

dan wilayah pasti memiliki kostum yang khas. Kostum masa silam

berbeda dengan kostum masa kini.

b. Penunjuk Status Sosial

Kostum dapat digunakan untuk menentukan kelas atau status sosial para

pelaku cerita. Kostum karakter yang berstatus sosial tinggi umumnya

menggunakan busana lebih mewah, mahal, serta aksesoris yang lengkap.

Berbeda dengan karakter yang memiliki status sosial rendah umumnya

menggunakan kostum yang sederhana tanpa aksesoris yang lengkap.

Secara umum kostum dapat pula menunjukkan profesi pelaku cerita,

seperti seorang dokter, tentara, polisi, pengacara, koki, dan lainnya yang

masing-masing memiliki atribut yang khas.

c. Penunjuk Kepribadian Pelaku

Busana dan aksesoris dapat memberikan gambaran umum tentang karakter

atau kepribadian dari pelaku cerita. Dalam film-film bertema remaja hal

ini sering kali tergambar dengan jelas. Dalam film remaja, kelompok

remaja baik-baik berbusana lebih rapi sementara kelompok remaja nakal

berbusana sekenanya.

Page 45: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

31

d. Warna Kostum sebagai Simbol

Penggunaan warna kostum sering kali memiliki motif atau simbol tertentu.

Warna hitam (gelap) biasanya menjadi simbol kejahatan sementara warna

putih (terang) sebagai simbol kebajikan.

e. Motif Penggerak Cerita

Kostum dan aksesorisnya juga dapat berfungsi sebagai motif penggerak

cerita. Dalam trilogi film The Lord of The Rings, sebuah cincin ajaib

menjadi sumber masalah utama yang menjadi penggerak cerita filmnya.

f. Image (citra)

Kostum dapat menjadi image pelaku cerita atau seorang bintang. Kostum

yang menjadi image tampak jelas dalam film-film superhero populer,

seperti Batman, Superman, Spiderman, masing-masing memiliki kostum

serta atribut khas yang telah dikenal luas.

Tata rias wajah dalam sebuah film sangat penting karena dapat

menunjukkan karakter tokoh. Tata rias wajah secara umum memiliki dua fungsi,

yakni untuk menunjukkan usia dan untuk menggambarkan wajah nonmanusia.

Dalam sebuah produksi film, sering aktor atau aktris bermain sebagai karakter

yang berusia lebih tua atau lebih muda dari umur mereka sebenarnya. Tata rias

wajah lazimnya digunakan karena wajah pemain tidak seperti yang diharapkan

seperti dalam cerita filmnya. Tata rias wajah nonmanusia banyak digunakan

dalam film-film berjenis fantasi, fiksi ilmiah, dan horor.

Page 46: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

32

3. Pencahayaan

Tanpa cahaya sebuah film tidak akan terwujud. Seluruh gambar yang ada

dalam film bisa dikatakan merupakan hasil manipulasi cahaya. Tata cahaya dalam

film dapat dikelompokkan menjadi empat unsur yaitu:

a. Kualitas Cahaya

Kualitas cahaya merujuk pada besar kecilnya intensitas pencahayaan.

Cahaya terang cenderung menghasilkan bentuk obyek serta bayangan yang

jelas. Cahaya yang lembut cenderung menyebarkan cahaya sehingga

menghasilkan bayangan yang tipis.

b. Arah Pencahayaan

Arah cahaya merujuk pada posisi sumber cahaya terhadap obyek yang

dituju. Obyek yang dituju biasanya adalah pelaku cerita dan paling sering

adalah bagian wajah. Arah cahaya dapat dibagi menjadi lima jenis yakni,

arah depan (frontal lighting) cenderung menghapus bayangan dan

menegaskan bentuk sebuah obyek atau wajah karakter, arah samping (side

lighting) menampilkan bayangan ke arah samping tubuh karakter atau

bayangan pada wajah, arah belakang (back lighting) mampu menampilkan

bentuk siluet sebuah obyek atau karakter, arah bawah (under lighting)

digunakan untuk mendukung efek horor atau sekedar untuk mempertegas

sumber cahaya alami, dan arah atas (top lighting) sangat jarang digunakan

dan umumnya untuk mempertegas sebuah benda atau karakter.

Page 47: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

33

c. Sumber Cahaya

Sumber cahaya merujuk pada karakter sumber cahaya, yakni pencahayaan

buatan dan pencahayaan natural seperti apa adanya di lokasi. Dua sumber

cahaya yang sering digunakan dalam pembuatan film adalah cahaya utama

(key light) merupakan cahaya utama serta paling kuat menghasilkan

bayangan dan cahaya pengisi (fill light) digunakan untuk melembutkan

atau menghilangkan bayangan. Pengaturan kombinasi kedua cahaya ini

akan menghasilkan tata cahaya yang dinginkan.

d. Warna Cahaya

Warna cahaya secara natural hanya terbatas pada dua warna saja, yakni

putih (sinar matahari) dan kuning muda (lampu). Namun dengan

menggunakan filter, sineas dapat menghasilkan warna tertentu sesuai

keinginannya.

4. Pemain dan pergerakannnya

Karakter merupakan pelaku cerita yang memotivasi naratif dan selalu

bergerak dalam melakukan sebuah aksi. Adapun pelaku cerita dapat

dikelompokkan menjadi beberapa jenis sesuai tuntutan dan fungsinya dalam

sebuah film, jenis pemain dapat dibagi menjadi 6 kelompok yaitu:

a. Figuran

Karakter figuran dalam sebuah film adalah karakter di luar para pelaku

cerita utama. Pemain figuran sering digunakan untuk adegan-adegan

yang bersifat masal, seperti perang serta aksi-aksi di ruang publik yang

ramai.

Page 48: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

34

b. Aktor Amatir

Aktor amatir biasa digunakan bukan karena kemampuan akting mereka

namun karena otentitas mereka dengan karakter yang diperankan.

c. Aktor Profesional

Aktor profesional adalah seorang aktor yang sangat terlatih dan mampu

bermain dalam segala jenis peran yang diberikan pada mereka dengan

berbagai macam gaya.

d. Bintang

Seorang bintang dipilih karena nama besar mereka di mata publik.

Penggunaan seorang bintang dalam sebuah film biasanya menjadi kunci

sukses sebuah film. Seorang bintang umumnya lahir setelah ia sukses

berperan dalam sebuah film.

e. Superstar

Superstar adalah seorang bintang yang sangat populer. Film yang

dibintangi seorang superstar selalu laku sukses luar biasa secara

komersil. Superstar mampu menarik jutaan penonton datang ke bioskop

hanya karena sosok atau figur mereka.

f. Cameo

Cameo adalah penampilan sesaat seorang bintang ternama atau

seseorang yang populer di mata publik.

Penulis menggunakan teori mise en scene untuk meniliti adegan-adegan

yang ada dalam film An karya sutradara Naomi Kawase. Mise en scene mampu

Page 49: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

35

mendukung naratif serta membangun suasana atau mood sebuah film, teori ini

dapat membantu penulis dalam memahami dan menganalisis setiap adegan yang

ada dalam film An karya sutradara Naomi Kawase.

2.8 Sinematografi

Menurut Pratista dalam buku Memahami Film (2008) menjelaskan bahwa

sinematografi mencakup perlakuan sineas terhadap kamera serta stok filmnya.

Seorang sineas tidak hanya sekedar merekam sebuah adegan semata namun juga

harus mengontrol dan mengatur bagaimana adegan tersebut diambil, seperti jarak,

ketinggian, sudut, lama pengambilan, dan sebagainya. Sebuah film hampir tidak

pernah terus menerus memperlihatkan para karakter lengkap dengan seluruh

latarnya dalam jarak yang sama sepanjang film. Tuntutan naratif serta estetik

membuat sineas membatasi mise en scene sesuai dengan kebutuhannya.

Pembatasan gambar oleh kamera inilah yang sering dikenal dengan istilah

pembingkaian atau framing. Framing sangat penting dalam sebuah film, karena

melalui inilah penonton disuguhkan semua jalinan peristiwa. Kontrol sineas

terhadap framing akan sangat menentukan presepsi penonton terhadap sebuah

gambar atau shot. Adapun aspek penting dalam framing yakni, sudut, kemiringan,

tinggi dan jarak terhadap objek serta point of view shot (POV) dan handheld

camera.

1. Sudut

Sudut kamera adalah sudut pandang kamera terhadap obyek yang berada

dalam frame. Untuk menunjukkan sebuah obyek yang posisinya lebih tinggi

Page 50: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

36

maupun lebih rendah dari posisi kamera sineas biasa menggunakan dua sudut

yakni:

a. High angle: sudut kamera high angle mampu membuat sebuah obyek

seolah tampak lebih kecil, lemah, serta terintimidasi.

b. Low angle: membuat sebuah obyek seolah tampak lebih besar (raksasa),

dominan, percaya diri, serta kuat.

2. Kemiringan

Kemiringan kamera adalah kemiringan terhadap garis horizontal obyek

dalam sebuah frame. Teknik ini jarang digunakan oleh para sineas namun Orson

Walles, Carol Reed, serta Wong Kar Wai tercatat sering kali menggunakannya

dalam film-film mereka. Secara sederhana teknik ini boleh kita katakan

merupakan gaya dari seorang sineas, namun terkadang juga memiliki motif-motif

simbolik tertentu.

3. Ketinggian

Ketinggian kamera adalah tinggi kamera terhadap obyek dalam frame.

Tinggi kamera yang sering digunakan dalam sebuah film adalah sejajar dengan

mata manusia. Sudut kamera tentu saja terkait erat dengan ketinggian kamera.

High angle hanya bisa dicapai jika kemera lebih tinggi dari obyeknya demikian

pula sebaliknya.

4. Jarak

Adapun dimensi jarak kamera terhadap objek dapat dikelompokkan

menjadi tujuh yaitu:

Page 51: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

37

a. Extreme Long Shot (ELS): merupakan jarak kamera yang paling jauh

dari obyeknya. Wujud fisik manusia nyaris tidak tampak. Teknik ini

umumnya untuk menggambarkan sebuah objek sangat jauh atau

panorama yang luas.

b. Long Shot (LS): pada jarak ini tubuh fisik manusia telah tampak jelas

namun latar belakang masih dominan. Long shot sering kali digunakan

sebagai establishing shot, yakni shot pembuka sebelum digunakan shot-

shot yang berjarak lebih dekat.

c. Medium Long Shot (MLS): pada jarak ini tubuh manusia terlihat dari

bawah lutut sampai ke atas. Tubuh fisik manusia dan lingkungan sekitar

relatif seimbang.

d. Medium Shot (MS): pada jarak ini memperlihatkan tubuh manusia dari

pinggang ke atas. Gestur serta ekspresi wajah mulai tampak. Sosok

manusia mulai dominan dalam frame.

e. Medium Close Up (MCU): pada jarak ini memperlihatkan tubuh

manusia dari dada ke atas. Sosok tubuh manusia mendominasi frame

dan latar belakang tidak lagi dominan. Adegan percakapan normal

biasanya menggunakan jarak medium close up.

f. Close Up (CU): teknik ini mampu memperlihatkan ekspresi wajah

dengan jelas serta gestur yang mendetil. Close up biasanya digunakan

untuk adegan dialog yang lebih intim.

Page 52: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

38

g. Extreme Close Up (ECU): pada jarak terdekat ini mampu

memperlihatkan lebih mendetil bagian dari wajah, seperti telinga, mata,

hidung, dan lainnya atau bagian dari sebuah obyek.

5. Point of View Shot (POV)

Kamera subyektif atau juga diistilahkan POV (point of view) shot

merupakan arah pandang kamera persis seperti apa yang dilihat karakter atau

obyek dalam filmnya. Seperti contoh pada adegan pertandingan tinju, sang musuh

mengarahkan pukulannya persis ke arah kamera (wajah pelaku utama), pukulan

tersebut juga seolah mengarah ke kita. Fungsi penggunaan teknik ini adalah agar

penonton mampu melihat dan merasakan sensasi sama seperti karakter dalam

cerita filmnya.

6. Handheld Camera.

Salah satu teknik kamera yang kini tengah menjadi tren adalah gaya

kamera dokumenter (handheld camera). Seperti layaknya sineas dokumenter,

kamera dibawa atau dijinjing langsung oleh operator kamera tanpa menggunakan

alat bantu seperti tripod. Gaya handheld camera memiliki beberapa karakteristik

yang khas yakni, kamera bergerak dinamis dan bergoyang, serta gambar yang

Penulis menggunakan teori sinematografi untuk meneliti adegan dalam

film An karya sutradara Naomi Kawase dari aspek sudut, kemiringan, tinggi dan

jarak terhadap objek serta point of view shot (POV) dan handheld camera. Teori

sinematografi ini digunakan penulis agar lebih memahami peristiwa yang terjadi

dalam

Page 53: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

39

2.9 Penelitian Terdahulu

Penulis menggunakan beberapa penelitian terdahulu sebagai referensi

dalam penulisan skripsi. Penelitian-penelitian tersebut adalah penelitian yang

dilakukan oleh Faridatul Muffidah dari Universitas Brawijaya (2015) yang

berjudul Diskriminasi terhadap Minoritas Korea di Jepang yang Tercermin

Dalam Film Anata wo Wasurenai Karya Sutradara Junji Hanado dan skripsi

milik Nikita Amalia Darius Universitas Bina Nusantara (2014) yang berjudul

Diskriminasi Hibakusha dalam Novel Kuroi Ame karya Ibuse Masuji.

Penelitian terdahulu milik Faridatul Muffidah meneliti tentang berbagai

bentuk diskriminasi yang dialami oleh minoritas Korea di Jepang. Persamaan

dalam penelitian ini adalah penulis sama-sama meneliti fenomena yang terjadi

dalam tatanan masyarakat Jepang saat ini. Penulis dan peneliti terdahulu Faridatul

Muffidah menggunakan pendekatan yang sama, yakni pendekatan sosiologi sastra

untuk membantu meneliti objek penelitian. Selanjutnya, penulis sama-sama

meneliti bentuk-bentuk diskriminasi. Perbedaan dalam penelitian ini dengan

penelitian terdahulu terletak pada media penelitian yang digunakan, peneliti

terdahulu Faridatul Muffidah menggunakan media penelitian film Anata wo

Wasurenai Karya Sutradara Junji Hanado. Sementara, media penelitian yang

penulis gunakan adalah film An karya sutradara Naomi Kawase. Peneliti terdahulu

dan penulis menggunakan teori diskriminasi yang berbeda untuk meneliti objek

penelitian. Peneliti terdahulu Faridatul Muffidah menggunakan teori diskriminasi

milik Blank dan Dabady, sedangkan penulis menggunakan teori diskriminasi dan

prasangka milik Putra serta teori diskriminasi milik Hartomo dan Aziz untuk

Page 54: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

40

membantu dalam meneliti bentuk-bentuk diskriminasi dan penyebab terjadinya

diskriminasi..

Selain penelitian yang dilakukan oleh Faridatul Muffidah, penulis juga

menggunakan penelitian milik Nikita Amalia Darius yang meneliti tentang

masalah diskriminasi pada hibakusha yang terdapat dalam novel Kuroi Ame karya

Ibuse Masuji. Persamaan dalam penelitian ini adalah penulis sama-sama meneliti

fenomena yang terjadi dalam tatanan masyarakat Jepang saat ini. Selain itu,

penulis dan peneliti terdahulu menggunakan pendekatan yang sama, yakni

pendekatan sosiologi sastra untuk membantu meneliti objek penelitian.

Selanjutnya, penulis sama-sama meneliti bentuk-bentuk diskriminasi. Perbedaan

dalam penelitian ini terletak pada media penelitian yang digunakan. Penelitian

terdahulu menggunakan media penelitian berupa novel, sedangkan penulis

menggunakan film. Selanjutnya, Nikita Amalia Darius menggunakan teori

diskriminasi milik Aminah dan juga teori diskriminasi milik Suzuki untuk

meneliti objek penelitian, sedangkan penulis menggunakan teori diskriminasi dan

prasangka milik Putra serta teori diskriminasi milik Hartomo dan Aziz untuk

membantu dalam meneliti bentuk-bentuk diskriminasi dan penyebab terjadinya

diskriminasi.

Page 55: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

41

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penulis menggunakan metode penelitian deskriptif analisis untuk

menganalisis penelitian ini. Menurut Ratna (2004: 53) metode penelitian dapat

juga diperoleh melalui gabungan dua metode, dengan syarat kedua metode tidak

bertentangan. Salah satu metode tersebut yaitu metode deskriptif analisis.

Deskriptif analisis merupakan metode yang dilakukan dengan cara

mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusul dengan analisis.

Metode penelitian ini dipilih penulis untuk meneliti bentuk-bentuk

diskriminasi dan penyebab terjadinya diskriminasi dalam film An, yang akan

dianalisis dan dijelaskan secara deskriptif dalam penelitian ini. Dalam penelitian

ini, penulis menjabarkan fakta-fakta yang ada dalam obyek penelitian, kemudian

dijelaskan dengan menggunakan analisis untuk memberikan pemahaman terhadap

objek penelitian.

3.2 Sumber Data

Berdasarkan jenisnya sumber data dibagi menjadi dua yaitu data primer

dan data sekunder.

a. Data primer, yakni film An karya sutradara Naomi Kawase. Film yang dirilis

pada 30 Mei 2015 ini, berhasil masuk dalam jajaran film yang diputar di 2015

Cannes Film Festival dan 2015 Toronto International Film Festival. Film ini

Page 56: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

42

bercerita tentang tokoh Tokue seorang penderita kusta yang mengalami

diskriminasi oleh masyarakat sekitar.

b. Data sekunder, terdiri dari referensi-referensi yang mendukung dalam

penyusunan skripsi ini. Referensi tersebut berasal dari buku tentang prasangka

dan diskriminasi, buku-buku yang berkaitan dengan penelitian, jurnal ilmiah,

artikel dari website resmi dan situs berita resmi, serta situs-situs lain yang

berkaitan dengan penelitian ini.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah studi

kepustakaan. Studi kepustakaan ialah serangkaian kegiatan yang berkenaan

dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta

mengolah bahan penelitian (Zed, 2008: 3). Studi kepustakaan dilakukan dengan

cara mengumpulkan informasi dari berbagai sumber data pustaka, yang dilakukan

dengan cara membaca dan mencatat seluruh bahan serta mengolah bahan

penelitian. Penelitian ini mengambil data dari buku tentang prasangka dan

diskriminasi, buku-buku yang berkaitan dengan penelitian, jurnal ilmiah, artikel

dari website resmi dan situs berita resmi.

Selanjutnya penulis melakukan proses pengumpulan data dalam beberapa

tahap, antara lain:

1. Observasi

Penulis menonton film An karya sutradara Naomi Kawase dari awal

sampai akhir.

Page 57: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

43

2. Identifikasi

Melakukan identifikasi data dengan memilah adegan dan dialog yang

berhubungan dengan diskriminasi yang tercermin dalam film An karya sutradara

Naomi Kawase.

3. Klasifikasi

Melakukan klasifikasi data atas adegan dan dialog yang telah diidentifikasi

yang berhubungan dengan penyebab diskriminasi dan bentuk-bentuk diskriminasi

yang tercermin dalam film An karya sutradara Naomi Kawase.

3.4 Teknik Analisis Data

Adapun langkah-langkah analisis dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1. Menonton film An karya sutradara Naomi Kawase dari awal sampai akhir.

2. Melakukan identifikasi data dengan memilah adegan dan dialog yang

berhubungan dengan diskriminasi yang tercermin dalam film An karya

sutradara Naomi Kawase.

3. Melakukan klasifikasi data atas adegan dan dialog yang telah diidentifikasi

yang berhubungan dengan penyebab diskriminasi dan bentuk-bentuk

diskriminasi yang tercermin dalam film An karya sutradara Naomi Kawase.

4. Melakukan analisis data atas adegan yang telah diklasifikasikan yang

berhubungan dengan penyebab diskriminasi menggunakan teori prasangka

dan diskriminasi milik Putra dan bentuk-bentuk diskriminasi milik Hartomo.

Page 58: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

44

5. Mendeskripsikan penyebab terjadinya diskriminasi menggunakan teori

prasangka dan diskriminasi milik Putra dan bentuk-bentuk diskriminasi

menggunakan teori diskriminasi milik Hartomo yang terdapat dalam film An

karya sutradara Naomi Kawase.

6. Menyimpulkan dan melaporkan hasil penelitian dari film An karya sutradara

Naomi Kawase.

Page 59: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

45

BAB IV

TEMUAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Tokoh dan Penokohan dalam Film An

Istilah tokoh mengacu pada orangnya, pelaku cerita (Nurgiyantoro, 1995:

165). Tokoh adalah salah satu unsur yang penting dalam suatu novel atau cerita

rekaan. Dalam bab ini penulis akan menganalisis dan mendeskripsikan tokoh yang

ada pada film An karya sutradara Naomi Kawase. Penulis juga akan membahas

perwatakan para tokoh yang ada dalam film An.

Penokohan dan perwatakan adalah pelukisan mengenai tokoh cerita, baik

keadaan lahirnya maupun batinnya yang dapat berubah, pandangan hidupnya,

sikapnya, keyakinannya, adat istiadatnya, dan sebagainya. Menurut Jones (dalam

Nurgiyantoro, 1995: 165) penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas

tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Berdasarkan pendapat

dari Jones analisis dan deskripsi perwatakan para tokoh dilakukan penulis untuk

mengetahui sifat dari masing-masing tokoh yang ada dalam film.

1. Tokue

Gambar 4.1 Tokoh Tokue

Page 60: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

46

Tokue adalah tokoh utama dalam film ini. Ia adalah seorang wanita

berumur 76 tahun. Tokue pernah terkena penyakit kusta pada saat ia berusia muda,

meskipun saat ini penyakitnya sudah sembuh namun cacat di tangannya akibat

penyakit kusta tersebut belum hilang. Karena cacat di tangannya itulah ia

mengalami tindak diskriminasi oleh masyarakat sekitar. Tokue adalah seorang

wanita yang gigih dan tidak mudah menyerah untuk mencapai keinginannya.

Meskipun usianya sudah tua Tokue tetap memiliki semangat untuk mengejar

keinginannya.

Data 1 (menit ke 07:17-09:31)

Gambar 4.2 Tokue melamar pekerjaan di kedai dorayaki milik Sentaro

:

:

Page 61: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

47

:

: :

: :

Tokue : Kore, Arubaitotte, hontouni nenreiseigen de nai nano

Sentaro : Hai. Tokue : Atashi, anone...dekiruka? Atashi ha itsumo kono

shigoto wo yattemitakatta. Sentaro : Jikyuu yasui desu. 600 yen nandesu. Tokue : Nee. 300 yen mo iine. Sentaro : 300 yen? Demo, murida to omou. Tokue : Arigatou. Mata kurune.

Tokue : Aku melihat pengumuman lowongan pekerjaan paruh waktu. Apakah benar tidak ada batas usia?

Sentaro : Ya Tokue : Apa menurutmu aku bisa? Aku selalu ingin

melakukan pekerjaan seperti ini. Sentaro : Kami tidak membayar banyak, hanya 600 yen. Tokue : 300 yen per jam saja sudah banyak. Sentaro : 300 yen? kurasa tidak bisa. Tokue : Terima kasih, aku akan datang lagi besok.

Dari potongan adegan pada gambar 4.2 dan dialog di atas, terlihat

keinginan kuat Tokue agar diterima bekerja di kedai milik Sentaro. Bahkan ia

mengatakan pada Sentaro bahwa ia bersedia untuk dibayar dengan murah.

Meskipun Sentaro mengatakan bahwa ia tidak bisa menerima Tokue bekerja di

kedainya, namun Tokue tidak menyerah dan mengatakan pada Sentaro akan

kembali lagi ke kedai milik Sentaro. Mimik wajah Tokue menunjukkan bahwa ia

benar-benar menginginkan pekerjaan tersebut. Pada saat ia mendapat penolakan

dari Sentaro mimik wajahnya tidak terlihat putus asa, sebaliknya ia terlihat ceria

dan melambaikan tangannya dan mengatakan akan datang kembali.

Page 62: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

48

Dalam adegan 4.2 Properti dan tata letak jendela tempat bertemu Tokue

dan Sentaro menunjukkan bahwa latar dalam adegan ini adalah di kedai dorayaki

Sentaro. Dari segi pencahayaan dalam adegan 4.2 menunjukkan bahwa saat itu

adalah siang hari. Dalam adegan ini jarak pengambilan gambar yang digunakan

adalah medium close up shot, pada jarak ini ekspresi wajah Tokue dan Sentaro

terlihat dengan jelas. Ekspresi Tokue yang tetap tersenyum dan melambaikan

tangannya saat akan pergi dari kedai menunjukkan bahwa ia adalah sosok yang

tidak mudah menyerah. Dari sikap Tokue tersebut dapat disimpulkan bahwa

Tokue memiliki sifat pantang menyerah dan juga memiliki semangat untuk

bekerja di usianya yang terbilang sudah tua, selain itu Tokue juga merupakan

sosok yang hangat ditunjukkan dari sikapnya yang selalu tersenyum kepada

semua orang.

2. Sentaro

Gambar 4.3 Tokoh Sentaro

Sentaro juga merupakan tokoh utama dalam film ini. Sentaro adalah

seorang penjual dorayaki di sebuah kedai kecil. Ia memiliki masa lalu yang kelam,

Sentaro merupakan seorang mantan narapidana. Sentaro tidak menyukai makanan

manis, meskipun begitu ia tetap bertanggung jawab atas pekerjaannya sebagai

Page 63: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

49

penjual dorayaki karena rasa balas budinya kepada pemilik kedai. Pemilik kedai

pernah menolongnya pada saat ia berada dalam masa sulit.

Data 2 (menit ke 25:03-25:22)

Gambar 4.4 Sentaro berbicara dengan Tokue di depan kedai dorayaki

: :

: :

Sentaro : Ohayou gozaimasu. Tokue : Ohayou gazaimasu. Sentaro : Ba-su ga arimasuka? Konna jikan kara. Tokue : Aa..Ii to omou. Ki ni sinaide

Sentaro : Selamat pagi. Tokue : Selamat pagi. Sentaro : Apakah bus sudah ada sepagi ini? Tokue : Ada..Tidak apa-apa. Tidak usah dipikirkan. Dari cuplikan adegan dan dialog pada gambar 4.4 terlihat Sentaro

memberikan perhatian kepada Tokue. Sentaro bertanya kepada Tokue apa ada bus

yang lewat di pagi buta. Perhatian yang ditunjukkan oleh Sentaro menunjukkan

bahwa ia adalah sosok pria yang peduli terhadap keadaan orang di sekitarnya.

Pencahayaan yang minim dengan hanya diterangi oleh lampu jalan, suasana di

jalan yang masih sepi, serta ucapan selamat pagi yang dilontarkan oleh Sentaro

menunjukkan bahwa saat itu adalah pagi hari sebelum matahari terbit.

Page 64: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

50

Data 3 (menit ke 25:57-34:18)

Gambar 4.5 Sentaro sedang bekerja untuk membuat dorayaki

Pada adegan yang terjadi pada gambar 4.5 terlihat Sentaro sedang

melakukan persiapan untuk membuat isian dorayaki bersama dengan Tokue.

Sentaro dan Tokue mulai bekerja dari pagi hari sebelum matahari terbit untuk

mempersiapkan dorayaki. Properti seperti wajan, tempat adonan dorayaki, panci,

serta kompor, menunjukkan bahwa latar tempat dalam adegan ini adalah di kedai

dorayaki. Kostum Sentaro dan Tokue yang memakai celemek serta penutup

kepala memperlihatkan bahwa mereka berdua adalah seorang koki yang membuat

dorayaki. Kostum dan properti yang digunakan semakin memperjelas bahwa latar

dalam adegan ini adalah di dapur kedai dorayaki milik Sentaro.

Page 65: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

51

Dalam adegan ini terlihat perubahan cahaya mulai dari gelap sampai

terang. Perubahan cahaya tersebut menunjukkan perubahan waktu yang terjadi

mulai dari fajar sampai matahari terbit. Medium close up shot dipakai untuk

memperlihatkan ekspresi Sentaro dan Tokue agar lebih jelas dan memperjelas

adegan saat mereka memasak dorayaki. Dari cuplikan adegan tersebut dapat

diketahui bahwa Sentaro merupakan seorang pria pekerja keras dan juga

bertanggung jawab atas pekerjaan yang ia miliki. Sentaro mulai bekerja untuk

mempersiapkan dorayaki sebelum toko buka mulai dari pagi buta sebelum

matahari terbit. Sentaro bekerja dari pagi buta sampai toko buka ia masih terus

bekerja untuk melayani pembeli. Sentaro tidak kenal lelah meskipun ia harus

mempersiapkan adonan dorayaki mulai dari pagi buta sampai matahari terbit. Hal

ini menunjukkan bahwa Sentaro adalah sosok pria pekerja keras.

3. Wakana

Gambar 4.6 Tokoh Wakana

Wakana adalah seorang gadis SMP yang kesepian. Ia tidak memiliki

banyak teman dan ibunya merupakan seorang single mother yang tidak pernah

memberi perhatian kepadanya. Wakana adalah pelanggan tetap kedai dorayaki

Sentaro. Sentaro sering memberikan Wakana sisa dorayaki dari kedainya. Wakana

Page 66: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

52

dekat dengan Tokue meskipun Tokue adalah penderita kusta, ia tidak merasa jijik

malah sebaliknya ia menjadikan Tokue temannya.

Data 4 (menit ke 39:46-41:30)

Gambar 4.7 Wakana kesepian di rumah dan ia juga harus mengerjakan pekerjaan rumah sendirian

:

: :

Ibu Wakana : Aa..Koboreda. Wakana : Nande? Ibu Wakana : Kobore chatta kono hon. Ibu Wakana : Wah..Aku menumpahkannya. Wakana : Ada apa? Ibu Wakana : Aku menumpahkannya pada buku ini.

Page 67: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

53

Pada cuplikan adegan dan dialog gambar 4.7 terlihat Wakana yang sedang

di rumah sendirian pada saat ia pulang sekolah. Medium shot digunakan saat

mengambil adegan Wakana yang berdiri menatap dari jendela di dalam rumah

menunjukkan bahwa Wakana merasa kesepian. Jarak ini memperlihatkan keadaan

rumah Wakana yang sepi dan semakin memperjelas bahwa Wakana sedang

kesepian. Properti kursi, lemari, sofa, meja, dll menunjukkan latar tempat pada

saat itu adalah di rumah. Cahaya yang tidak terlalu terang dan seragam sekolah

yang dipakai Wakana menunjukkan bahwa saat itu adalah sore hari saat Wakana

pulang sekolah. Pada adegan saat Wakana sedang memakan dorayaki jarak

pengambilan gambar medium close up shot digunakan utntuk memperjelas

ekspresi Wakana yang muram. Mimik wajah Wakana terlihat muram dan tidak

bersemangat saat ia harus makan seorang diri sepulang sekolah.

Wakana sudah terbiasa tinggal di rumah sendirian bahkan ia harus

melakukan pekerjaan rumah seorang diri. Ibu Wakana selalu sibuk diluar rumah

dan tidak pernah memperhatikan Wakana. Pada cuplikan gambar 4.7

menampilkan adegan saat Wakana sedang mencuci piring sendiri meskipun

ibunya ada di rumah. Saat ibunya menumpahkan bir Wakana dengan sigap

membersihkan meja tersebut tanpa harus menunggu perintah dari ibunya. Dari

cuplikan gambar 4.7 dapat disimpulkan bahwa Wakana adalah sosok remaja putri

yang mandiri karena ia mampu membersihkan rumah sendiri tanpa bantuan dari

orang tua meskipun ibunya sedang berada di rumah, ia tetap melakukan pekerjaan

rumah sendirian, selain itu Wakana juga digambarkan sebagai sosok remaja yang

kesepian.

Page 68: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

54

4. Miyoko Asada

Gambar 4.8 Tokoh Miyoko

Miyoko adalah istri dari pemilik kedai milik Sentaro. Semenjak

suaminya meninggal, Miyokolah yang memegang kendali atas kedai

dorayaki Sentaro.

Data 5 (menit ke 1:32:30-1:34:10)

Gambar 4.9 Miyoko memberitahu Sentaro bahwa ia akan merenovasi

kedainya

:

Page 69: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

55

: ? :

Miyoko : Kyuude waruin dakedo, Sentarosan kono koto to isshoni hataraitaimoraitaiyo. Oikkonano. Resutoran de hataraitandakedone, nankainingenkankei de maichatta dayo. Tene, raigetsu koko kaishoshite, okonomiyaki to dorayaki wo ryouhou dasaremasendeshita. Amai mono mo karai mono mo ryouhou arimasuyo to itte koto da.

Sentaro : Kaisho? Ano chotto matte. Miyoko : Wakatteru..Wakatterutte.

Miyoko : Ini sangat mendadak aku ingin kau bekerja dengan

anak ini. Dia keponakanku. Dia dulu pernah bekerja di restoran, namun dia tersandung masalah pribadi. Jadi aku ingin membuka bisnis baru di toko ini bulan depan, dan ingin menambahkan menu okonomiyaki berdampingan dengan dorayaki. Kue manis dan pedas dapat berdampingan bersama itulah idenya

Sentaro : Membuka bisnis baru? Tunggu sebentar Miyoko : Aku tahu..Aku tahu... Dari cuplikan adegan dan dialog pada gambar 4.9 tersebut terlihat sikap

Miyoko yang suka bertindak sesuka hatinya terhadap Sentaro tanpa memikirkan

keadaan orang lain. Pada cuplikan adegan dan dialog gambar 4.9 terlihat Miyoko

memberitahu Sentaro bahwa ia akan membuka bisnis baru di kedainya dengan

menyuruh Sentaro untuk bekerja dengan keponakannya dan menambahkan menu

okonomiyaki di kedai barunya. Meskipun Sentaro belum memberikan

persetujuannya, Miyoko tetap menyuruh Sentaro untuk mematuhi perintahnya.

Jarak pengambilan gambar dalam adegan ini adalah medium close up shot, jarak

ini dapat memperjelas ekspresi Sentaro dan Miyoko. Ekspresi Sentaro tampak

kebingungan dalam adegan ini, sedangkan Miyoko tampak ceria dan tersenyum

Page 70: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

56

karena merasa keinginannya pasti akan terwujud. Ekspresi Miyoko saat menyuruh

Sentaro untuk bekerja sama dengan keponakannya tampak seperti orang yang

sedang memaksa bawahannya. Jaket dari bulu binatang yang dikenakan oleh

Miyoko menunjukkan bahwa ia berasal dari kelas atas yang membuatnya

memiliki sikap arogan dan suka memaksakan kehendaknya. Tanpa mempedulikan

pendapat Sentaro sebagai pengelola kedai dorayaki tersebut, Miyoko tetap

memaksakan kehendakknya terhadap Sentaro. Dari cuplikan adegan dan dialog

pada gambar 4.9 dapat disimpulkan bahwa Miyoko adalah tokoh yang suka

berbuat sesuka hatinya tanpa mempedulikan pendapat orang lain.

4.2 Penyebab Terjadinya Diskriminasi terhadap Tokoh Tokue

Diskriminasi bisa disebabkan oleh berbagai hal, salah satunya adalah

adanya stereotip dan prasangka. Menurut Augostinos dan Reynolds (dalam Putra,

2012: 7-8) hal yang mendasari prasangka dapat disimpulkan sebagai upaya atau

keinginan merendahkan individu atau kelompok lain. Prasangka muncul didasari

oleh keyakinan yang ada sebelumnya. Keyakinan ini berupa gambaran mengenai

sekelompok orang atau individu yang diatributkan pada label-label tertentu.

Kondisi ini dinamakan sebagai stereotip. Bar-Tal dan Teichman (dalam Putra,

2012: 8) mengartikan stereotip sebagai suatu keyakinan yang diolah dalam

struktur kognitif mengenai karakteristik sekelompok orang, seperti penampilan

fisik, sifat, kemampuan, sikap, emosi, intensi, dan perilaku.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa prasangka atau anggapan

muncul karena didasari oleh stereotip atau keyakinan yang telah tertanam dalam

Page 71: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

57

diri seseorang sejak lama. Pada bab ini penulis membahas penyebab diskriminasi

yang terjadi pada Tokue yang diakibatkan oleh stereotip dan prasangka terhadap

tokoh Tokue sebagai penderita kusta.

4.2.1 Stereotip terhadap Tokoh Tokue

Stereotip adalah salah satu hal yang mendasari adanya prasangka terhadap

seseorang. Dalam film An terdapat beberapa stereotip terhadap penderita kusta

yang menimbulkan adanya prasangka yang muncul pada tokoh Tokue sebagai

penderita kusta. Bar-Tal dan Teichman (dalam Putra, 2012: 8) mengartikan

stereotip sebagai suatu keyakinan yang diolah dalam struktur kognitif mengenai

karakteristik sekelompok orang, seperti penampilan fisik, sifat, kemampuan, sikap,

emosi, intensi, dan perilaku. Sesuai dengan pendapat dari Bar-Tal dan Teichman

tersebut, berikut adalah potongan adegan yang menunjukkan stereotip masyarakat

terhadap penderita kusta berdasarkan kondisi fisik mereka.

Data 6 (menit ke 46:33-46:48)

Gambar 4.10 Miyoko memberitahu Sentaro tentang kondisi fisik

penderita kusta

Page 72: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

58

:

: ,

Miyoko : Shitteru. Raibyouttesa, hidoi ni naruto, yubi ga ochitta suruyo. Hana toka mo toketeshimashite.

Sentaro : Tokue san, yubi ga arimasuyo. Hana mo arimasuyo.

Miyoko : Apa kau tahu, dalam kasus-kasus serius penyakit kusta jari-jari mereka akan terputus dan hidung mereka lepas.

Sentaro : Tokue masih mempunyai jari dan mulut. Berdasarkan adegan dan diolog pada gambar 4.10 Miyoko menjelaskan

tentang keadaan fisik seorang penderita kusta. Dari pendapat Miyoko terhadap

penderita kusta tersebut dapat dikategorikan dalam stereotip berdasarkan keadaan

fisik seseorang. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Bar-Tal dan Teichman (dalam

Putra, 2012: 8) mengartikan stereotip sebagai suatu keyakinan yang diolah dalam

struktur kognitif mengenai karakteristik sekelompok orang, seperti penampilan

fisik, sifat, kemampuan, sikap, emosi, intensi, dan perilaku.

Dalam gambar 4.10 Miyoko menemui Sentaro di kedainya, dari segi

pencahayaan yang gelap di sekitar kedai menunjukkan bahwa saat itu adalah

malam hari. Miyoko menceritakan tentang keadaan fisik seorang penderita kusta

yang menyebabkan penderitanya kehilangan jari-jari mereka dan juga hidung

lepas. Miyoko memberi label kepada penderita kusta bahwa kusta adalah penyakit

yang mengerikan, karena dapat merusak bentuk fisik seseorang. Ekspresi Miyoko

saat membicarakan tentang keadaan fisik seorang penderita kusta terlihat seperti

orang yang jijik. Ekspresesi Miyoko tampak jelas dengan jarak pengambilan

gambar medium close up yang menampilkan ekspresi wajah Miyoko saat

Page 73: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

59

berbicara tentang penderita kusta, ia menaikkan alis dan menaikkan sedikit sudut

kanan bibirnya yang menunjukkan bahwa saat itu ia merasa jijik. Ekspresi jijik

terhadap penderita kusta yang ditunjukkan oleh Miyoko menunjukkan bahwa ia

memiliki stereotip negatif terhadap penderita kusta, stereotip ini didasarkan pada

keadaan fisik seseorang yang menuntun Miyoko untuk memberi label negitif.

Pemberian label tersebut sesuai dengan konsep stereotip menurut Putra (2012: 8)

bahwa stereotip adalah keyakinan yang berupa gambaran sekelompok orang atau

individu yang diatributkan pada label-label tertentu.

Data 7 (menit ke 1:05:40-1:06:11)

Gambar 4.11 Wakana dan Taiga membaca buku tentang keadaan fisik penderita kusta

:

:

Taiga : Te to ka ashi ga nugechatta, magachatta toka, Hana ga mugete, kao ni henka gattechattan toka, souiu no osoreraretan hito da to omou.

Page 74: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

60

Wakana : Watashi tachi mo hi no ataru shakai de ikitai.

Taiga : Mereka kehilangan tangan atau kaki mereka, atau menjadi lumpuh. Mereka kehilangan hidung dan wajah mereka menjadi seperti hantu yang membuat orang takut pada mereka.

Wakana : Kami juga ingin hidup di dalam masyarakat, di mana matahari bersinar.

Pada gambar adegan 4.11 memperlihatkan adegan saat Taiga dan Wakana

membaca buku tentang penderita kusta. Latar dalam adegan ini adalah di

perpustakaan, rak-rak buku yang berjajar di belakang Wakana dan Taiga

menunjukkan bahwa mereka sedang berada di perpustakaan. Dalam adegan 4.11

memperlihatkan adegan saat Wakana dan Taiga sedang membaca sebuah buku,

adegan tersebut memperlihatkan detil gambar fisik penderita kusta. Jarak

pengambilan gambar yang digunakan adalah close up dan penambahan cahaya

dari belakang aktor memberikan penerangan saat adegan membaca buku,

sehingga tampak jelas detil gambar dalam buku tersebut. Dalam buku tersebut

dijelaskan bahwa penderita kusta memiliki fisik yang mengerikan yang membuat

masyarakat sekitar takut terhadap penderita kusta, mereka digambarkan tidak

memiliki kaki dan tangan atau lumpuh dan wajah mereka menjadi cacat karena

kehilangan hidung mereka. Keadaan fisik yang digambarkan dalam adegan ini

dapat dikategorikan dalam stereotip berdasarkan keadaan fisik seseorang.

Keyakinan terhadap keadaan fisik seseorang yang tergambar dalam adegan

tersebut sesuai dengan pendapat Bar-Tal dan Teichman (dalam Putra, 2012: 8)

mengartikan stereotip sebagai suatu keyakinan yang diolah dalam struktur

Page 75: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

61

kognitif mengenai karakteristik sekelompok orang, seperti penampilan fisik, sifat,

kemampuan, sikap, emosi, intensi, dan perilaku.

4.2.2 Prasangka terhadap Tokoh Tokue

Film An adalah film yang menceritakan tentang diskriminasi yang terjadi

pada tokoh Tokue. Salah satu hal yang mendasari diskriminasi adalah prasangka.

Menurut Augostinos dan Reynolds (dalam Putra, 2012: 7-8) hal yang mendasari

prasangka dapat disimpulkan sebagai upaya atau keinginan merendahkan individu

atau kelompok lain. Dalam hal ini Putra membagi beberapa hal penting yang

dapat dijadikan sebagai karakteristik dari prasangka. Penulis akan menganalisis

dan mendeskripsikan karakteristik dari prasangka yang terdapat dalam film An

yang tercermin dalam beberapa adegan dan dialog.

1. Anggapan yang buruk dan tidak mendasar

Anggapan yang buruk dan tidak mendasar merupakan salah satu

karakteristik prasangka. Berikut merupakan cuplikan adegan yang menunjukkan

karakteristik prasangka berdasarkan anggapan yang buruk dan tidak mendasar.

Data 8 (menit ke 45:10-47:00)

Page 76: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

62

Gambar 4.12 Miyoko memberitahu Sentaro tentang anggapannya terhadap Tokue

:

: :

: ( ) :

: , :

Miyoko : Shiri agai iu ha ne rai janaikatte. Ima hansen byou to kaku yone. Ano hito ha ikutsu nano?

Sentaro : 70 nakama desuga, sono owari genki okute. Miyoko : Doko ni sunde nano hito? Sentaro : (Kami wo ageru) Miyoko : Aa..Kore raibyou kanja wo kakurishite tokoro. Shitteru.

Raibyouttesa, hidoi ni naruto, yubi ga ochitta suruyo. Hana to mo toketeshimashite.

Sentaro : Tokue san, yubi ga arimasuyo. Hana mo arimasuyo. Miyoko : Wakanai kedo, mukashi ha sa ishhomo ishho kagimono

no byoukidattan dayo raibyoutte.

Page 77: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

63

Miyoko : Kata temanku mungkin itu adalah penyakit kusta. Berapa usianya? Sentaro : Pertengahan 70-an, tapi dia sehat. Miyoko : Dimana dia tinggal? Sentaro : (Memberikan kertas kepada Miyoko) Miyoko : Ini adalah tempat tinggal pasien kusta.

Apa kau tahu, dalam kasus-kasus serius penyakit kusta jari-jari mereka akan terputus dan hidung mereka lepas.

Sentaro : Tokue masih mempunyai jari dan mulut. Miyoko : Aku tidak tahu tapi, dulu kehidupan pasien akan

dibatasi ketika mereka menderita kusta. Dari potongan adegan dan dialog pada gambar 4.12 menampilkan adegan

Miyoko ketika menceritakan kepada Sentaro tentang seorang temannya yang

memberikan informasi bahwa ada seorang penderita kusta yang bekerja di toko

miliknya. Latar tempat pada adegan ini adalah di kedai dorayaki milik Sentaro.

Pemberian cahaya yang minim dan cahaya dari lampu-lampu di jalan

menunjukkan bahwa saat itu adalah malam hari. Ekspresi serius yang ditunjukkan

oleh Miyoko serta tindakan Miyoko saat memakai kacamata sebelum ia membaca

kertas yang berisi tentang informasi tempat tinggal Tokue menunjukkan bahwa ia

memiliki prasangka yang buruk dan tidak mendasar terhadap Tokue, sehingga

membuatnya bertindak seakan semua informasi yang berkaitan dengan Tokue

harus ia lihat dengan teliti. Jarak pengambilan gambar yang dipakai dalam adegan

ini adalah medium close up, sehingga perubahan ekspresi yang Miyoko tunjukkan

terlihat sangat jelas dalam adegan tersebut.

Perubahan ekspresi Miyoko mulai dari biasa saja, ekspresi penasaran akan

suatu hal, sampai pada ekspresi tidak menyukai sesuatu yang Miyoko tunjukkan

dengan cara mengangkat sedikit alisnya tersebut, terlihat jelas dengan jarak

pengambilan gambar medium close up. Anggapan yang buruk dan tidak mendasar

ditunjukkan oleh sikap Miyoko yang beranggapan bahwa penderita kusta yang

Page 78: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

64

tinggal di sanatorium tidak diperbolehkan berinteraksi dengan masyarakat luas

karena kegiatannya harus dibatasi. Miyoko beranggapan bahwa tidak layak bagi

penderita kusta untuk keluar dari atau bahkan bekerja. Karena anggapan yang

tidak mendasar yang sudah ia yakini sejak lama, Miyoko tidak dapat menerima

kehadiran Tokue yang telah keluar dari sanatorium dan menjalani kehidupan

layaknya masyarakat biasanya. Anggapan tersebut dinilai tidak mendasar karena

tidak ada fakta yang mendukung pernyataan dari Miyoko. Miyoko hanya

mendengarkan cerita dari orang lain yang belum tentu teruji kebenarannya.

Dari dialog di atas Miyoko bahkan menyatakan ketidaktahuannya akan

kebenaran tentang keadaan penderita kusta, namun ia tetap meyakini berita yang

belum jelas kebenaranya tersebut. Sikap Miyoko tersebut sesuai dengan

karakteristik prasangka menurut Putra (2012: 7-8) yakni anggapan yang buruk dan

tidak mendasar termasuk dalam prasangka yang lebih banyak berangkat dari

penilaian atau kesimpulan yang tidak mendasar atau berangkat dari data-data yang

tidak akurat. Sifat prasangka lebih dekat pada penilaian yang dilandasi oleh

emosional negatif. Sifat penilaian ini menjadi buruk karena terus dipertahankan

dan dijaga.

2. Pemikiran yang bersifat rigid (keras)

Prasangka bersifat rigid (keras) terjadi karena sebagian besar prasangka

sulit untuk berubah. Pemikiran ini sudah tertanam sejak lama sehingga sulit untuk

diubah. Berikut adalah adegan yang menampilkan karakteristik prasangka berupa

pemikiran yang bersifat keras.

Page 79: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

65

Data 9 (menit ke 47:01-47:23)

Gambar 4.13 Miyako memberitahu Sentaro tentang keadaan penderita kusta pada zaman dahulu

:

Miyoko : Watashi ha chiisai toki mita koto mo aruno, otera

no kaika de sa, ano hito tachi ga itte, sorede souiu hito tachi ga deteto, hokenjo ga shoudokuzai wo funmu shita.

Miyoko : Aku pernah melihatnya waktu aku kecil, orang-

orang itu berada di lantai kuil, setelah mereka pergi petugas kesehatan menyemprotkan disinfektan.

Pada gambar 4.13 menampilkan cuplikan adegan dan dialog ketika

Miyoko bercerita kepada Sentaro tentang keadaan penderita kusta pada saat ia

masih kecil. Latar dalam adegan ini adalah di kedai dorayaki Sentaro pada malam

hari, karena pencahayaan yang minim memberi petunjuk bahwa saat itu adalah

malam hari. Pengambilan gambar medium close up menampilkan ekspresi

Miyoko yang sedang bercerita sambil mengingat kenangan masa lalu. Miyoko

Page 80: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

66

memegang dagu dan melihat ke bawah seolah-olah ia sedang berusaha mengingat

suatu hal di masa lalu. Miyoko berkata bahwa pada zaman dahulu banyak

penderita kusta yang mendatangi kuil dan ketika mereka pergi petugas kuil

menyemprotkan disinfektan untuk membersihkan kuil dari bakteri. Miyoko telah

memiliki prasangka negatif terhadap penderita kusta sejak ia masih muda. Dari

dialog di atas terlihat bahwa Miyoko menganggap bahwa penderita kusta sangat

berbahaya karena ia pernah melihat sendiri petugas kuil membersihkan dan

menyemprotkan disinfektan untuk menghilangkan bakteri dari tempat tersebut.

Keyakinan Miyoko yang sudah tertanam sejak ia masih muda sampai

sekarang sulit untuk berubah, karena keyakinan tersebut sudah berubah menjadi

keyakinan yang kuat dan sulit untuk dihilangkan. Keyakinan yang kuat tersebut

mendorong Miyoko untuk berprasangka buruk kepada Tokue. Sikap Miyoko

tersebut masuk dalam karakteristik prasangka yang bersifat keras yaitu keyakinan

yang tertanam sejak lama dan sulit untuk diubah. Hal ini sesuai dengan

karakteristik prasangka milik Putra (2012: 7-8) yaitu pemikiran yang rigid (keras).

Prasangka bersifat rigid (keras) karena sebagian besar prasangka sulit untuk

berubah. Pemikiran yang keras ini sulit untuk berubah karena sudah tertanam

sejak lama dan berubah menjadi suatu keyakinan yang sulit untuk diubah.

4.3 Bentuk-bentuk Diskriminasi terhadap Tokoh Tokue

Ian Watt (dalam Wiyatmi, 2013: 25-27) berpendapat bahwa karya sastra

dapat dilihat sebagai cerminan masyarakat. Sejauh mana karya sastra dianggap

sebagai cerminan keadaan masyarakat. Dalam hal ini cerminan yang tampak

Page 81: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

67

dalam film An adalah keadaan saat terjadinya diskriminasi terhadap Tokue

sebagai penderita kusta. Diskriminasi merupakan fenomena yang terjadi dalam

masyarakat. Diskriminasi menjadi cerminan keadaan masyarakat dalam

memperlakukan penderita kusta yang ada dalam kehidupannya.

Hartomo dan Aziz (2011: 265) menyatakan bahwa diskriminasi terhadap

suatu kelompok atau pihak yang lain pasti merugikan pihak yang dikenai

diskriminasi. Subbab ini akan membahas bentuk-bentuk diskriminasi dalam

berbagai bidang yang terjadi pada Tokue.

1. Pekerjaan

Menurut Hartomo dan Aziz (2011: 265) diskriminasi yang terjadi dalam

bidang pekerjaan adalah keadaan di mana anggota kelompok tertentu tidak

diterima untuk mendapatkan pekerjaan. Anggota kelompok tersebut tidak bisa

mendapatkan pekerjaan karena mereka berbeda dari anggota kelompok

masyarakat pada umumnya. Berikut merupakan cuplikan adegan dan dialog yang

menunjukkan diskriminasi yang terjadi pada Tokue dalam bidang pekerjaan.

Data 10 (menit ke 47:29-48:03)

Page 82: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

68

Gambar 4.14 Miyoko menyuruh Sentaro untuk memecat Tokue

:

:

:

:

Sentaro : Yottemo, Okusan, Kono mise ha Tokue san no an de, an

no okagede konna ni anjou shitan desuyo. Miyoko : Sore ha wakatteru kedo...

Demo yo. Atashi ni ossharu hito ga hoka no hito ni shabechattara, kono mise mo owariyo.

Sentaro : Dare no to tsukemasuka? Miyoko : Konna koto donannte ii desuyo. Tonikaku, yamete

moraenai hito. Sentaro : Tapi, nyonya, kedai ini sedang terkenal dan itu karena

selai kacang buatan Tokue. Miyoko : Aku tahu.

Tapi, jika orang yang memberitahuku berbicara pada orang lain. Itu juga akan menjadi akhir bagi kedai ini.

Sentaro : Siapa yang memberitahumu tentang Tokue? Miyoko : Tidak penting siapa yang memberitahuku.

Bagaimanapun dia harus berhenti. Pada gambar 4.14 menampilkan cuplikan adegan dan dialog ketika

Miyoko menyuruh Sentaro untuk segera memecat Tokue, karena ia tidak ingin

ada seorang penderita kusta yang bekerja di kedainya. Latar tempat dalam adegan

ini adalah di kedai doryaki Sentaro. Berkat isi dorayaki yang dibuat oleh Tokue

kedai dorayaki Sentaro menjadi ramai, namun karena Tokue adalah seorang

penderita kusta, ada pihak yang tidak menginginkannya untuk bekerja di kedainya.

Page 83: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

69

Salah satunya adalah Miyoko yang merupakan bos Sentaro yang tidak

menginginkan kehadiran Tokue di kedainya karena Tokue adalah seorang

penderita kusta.

Miyoko memperlakukan Tokue dengan tidak adil hanya karena Tokue

adalah seorang penderita kusta, Miyoko ingin segera memecatnya. Teknik

pengambilan gambar medium close up memperlihatkan ekspresi Miyoko dengan

jelas, ekspresi tegas ditunjukkan oleh Miyoko dalam adegan 4.14 saat ia

menyuruh Sentaro untuk memecat Tokue. Tokue tidak melakukan kesalahan

selama bekerja di kedai Sentaro, namun pekerjaannya tidak dihargai hanya karena

penyakit yang dideritanya. Hal ini sesuai dengan bentuk diskriminasi yang terjadi

dalam berbagai bidang menurut Hartomo dan Aziz (2011: 265), yaitu di dalam

bidang pekerjaan anggota kelompok tertentu mendapatkan perlakuan yang

berbeda dari anggota kelompok masyarakat pada umumnya. Salah satu perlakuan

yang berbeda adalah tidak adanya pengakuan atas pekerjaannya yang baik, seperti

yang dialami oleh Tokue. Ia harus menerima perlakuan yang berbeda yakni ia

harus dipecat hanya karena ia adalah seorang penderita kusta dan pekerjaannya

yang baik tidak diakui oleh beberapa pihak yang tidak menyukainya. Alasan

pemecatan Tokue bukan karena ia tidak bisa bekerja namun karena penyakit yang

dideritanya.

2. Politik

Menurut Hartomo dan Aziz (2011: 265) diskriminasi yang terjadi dalam

bidang politik yakni keadaan di mana anggota kelompok tertentu tidak

mendapatkan hak di pemerintahan. Dalam bidang politik anggota kelompok

Page 84: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

70

tertentu tidak mendapatkan hak yang seharusnya mereka terima sebagai anggota

masyarakat. Diskriminasi yang terjadi dalam bidang ini misalnya, tidak

mendapatkan hak memilih, peraturan pemerintah yang timpang, dan lain-lain.

Cuplikan adegan dan dialog berikut menampilkan diskriminasi yang terjadi pada

tokoh Tokue dalam bidang politik.

Data 11 (menit ke 1:05:21-1:05:56)

Gambar 4.15 Wakana dan Taiga membaca buku tentang para

penderita kusta

: :

Wakana : Shita de tenji wo yonde. Taiga : Un, raibyou no yobouhou ga haishi saretan

no wa 1996, soremade kyouseikaku ni saratekitan dakedo.

Wakana : Membaca teks braille menggunakan lidah? Taiga : Ya, Undang-undang pencegahan penyakit

kusta dicabut pada tahun 1996. Sampai saat itu, mereka harus hidup dalam isolasi.

Page 85: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

71

Pada gambar 4.15 menampilkan cuplikan adegan dan dialog ketika Taiga

membaca buku tentang para penderita kusta. Rak-rak buku yang berjajar di

belakang aktor menunjukkan bahwa latar tempat pada adegan ini adalah di

perpustakaan. Untuk memperlihatkan gambar yang ada di dalam buku,

pengambilan gambar menggunakan close up shot. Arah pengambilan gambar dan

cahaya dari belakang aktor yang membuat seakan buku tersebut sedang dibaca

oleh Taiga dan Wakana. Dalam buku tersebut Taiga menemukan fakta bahwa para

penderita kusta harus menjalani isolasi dan harus hidup di dalam sanatorium.

Pasien penderita kusta harus menjalani hidup di dalam sanatorium sampai tahun

1996.

Peraturan pemerintah yang membuat para penderita kusta harus terkurung

selama puluhan tahun di sanatorium tersebut, dinilai merugikan para penderita

kusta karena kehidupan penderita kusta dibatasi dan tidak bisa melakukan

kegiatan seperti masyarakat normal pada umumnya. Para penderita kusta tidak

bisa keluar dari sanatorium dan harus menjalani hidup seperti dalam penjara, di

mana semua hak sebagai masyarakat dirampas. Seperti hak untuk berkeluarga dan

hak untuk bekerja, hak-hak dasar sebagai manusia tersebut tidak bisa mereka

dapatkan karena harus hidup dalam sanatorium dan tidak bisa keluar samapai

peraturan tersebut dicabut. Meskipun ada beberapa sanatorium yang

memperbolehkan pasiennya untuk menikahi sesama pasien dalam sanatorium,

namun sebagian besar sanatorium tidak mengijinkan pasiennya menikahi sesama

pasien karena takut akan kemungkinan jika keturunan mereka dapat terjangkit

penyakit kusta juga.

Page 86: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

72

Peraturan pencegahan kusta yang dicabut pada tahun 1996 yang terdapat

dalam adegan dan dialog 4.15 tersebut sesuai dengan sejarah kusta dalam buku

Kikuchi (1997: 629-633) yakni para penderita kusta harus mematuhi kebijakan

isolasi yang ditetapkan oleh pemerintah, yang pada akhirnya di tahun 1995

Japanese Leprosy Association (Asosiasi Penyakit Kusta di Jepang) menyatakan

akan menghapus kebijakan isolasi yang telah diberlakukan sejak tahun 1931

tersebut. Pada tahun 1996, hukum pencegahan kusta di Jepang telah dihapuskan.

Pencabutan peraturan pemerintah pada tahun 1996 tersebut dinilai terlambat

karena pada saat pasien penderita kusta keluar dari sanatorium rata-rata usia

mereka lebih dari 80 tahun. Di usia mereka yang sudah tua tersebut, sudah

terlambat bagi mereka untuk memulai kehidupan baru. Usia yang sudah tua

membuat mereka tidak bisa memuali kehidupan berkeluarga ataupun bekerja,

keterbatasan fisik karena usia membuat mereka tetap tinggal di sanatorium.

Dalam cuplikan adegan tersebut terlihat bahwa pemerintah

memberlakukan peraturan yang timpang. Pemerintah mengesahkan peraturan

untuk pencegahan penyakit kusta dengan menempatkan penderita kusta di dalam

sanatorium. Peraturan tersebut dinilai timpang karena merugikan salah satu

anggota kelompok. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hartomo dan Aziz (2011:

265) bahwa diskriminasi yang terjadi dalam bidang politik yakni keadaan di mana

anggota kelompok tertentu tidak mendapatkan hak di pemerintahan. Penderita

kusta tidak mendapatkan haknya sebagai masyarakat. Mereka tidak diijinkan

untuk keluar dari sanatorium dan harus menjalani hidup terisolasi dari kehidupan

masyarakat normal pada umumnya.

Page 87: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

73

3. Perumahan atau tempat tinggal

Menurut Hartomo dan Aziz (2011: 265) diskriminasi yang terjadi dalam

bidang tempat tinggal adalah keadaan di mana anggota suatu kelompok tertentu

tidak mendapatkan kesempatan untuk menikmati tempat tinggal atau perumahan

tempat sebagian besar masyarakat pada umumnya tinggal. Perumahan atau

pemukiman yang merupakan tempat tinggal masyarakat pada umumnya tersebut

tidak bisa menjadi tempat tinggal anggota suatu kelompok tertentu karena

perbedaan yang mereka miliki, mereka harus tinggal di tempat yang berbeda.

Cuplikan adegan dan dialog berikut menampilkan diskriminasi yang terjadi pada

tokoh Tokue dalam bidang tempat tinggal.

Data 12 (menit ke 1:23:40-1:24:18)

Gambar 4.16 Tokue bercerita bahwa ia harus tinggal di sanatorium dari kecil dan harus terpisah dengan keluarganya.

:

:

Page 88: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

74

Wakana : Tokue san ha itsukara koko ni irun desuka? Tokue : Wakana chan gurai no ko you. Soune, zuibun

mukashine. Ani to futari de koko made kite. Eki de oita tokoro, Ani ha ne

to itta karatte. Wakana : Tokue, sejak kapan anda mulai tinggal di sini? Tokue : Ketika aku kira-kira seusia dirimu. Jadi, sudah lama

sekali ya. Aku datang kesini dengan kakakku. Ketika

terkena kusta, kalau itu benar aku akan meninggalkanmu,

Pada cuplikan adegan dan dialog 4.16 Tokue bercerita pada Wakana dan

Sentaro bahwa ia harus tinggal di sanatorium sejak ia seusia dengan Wakana.

Latar tempat dalam adegan ini adalah di sanatorium yang menjadi tempat tinggal

Tokue. Kostum yang dikenakan oleh Tokue adalah baju sehari-hari. Raut wajah

dan bibir Tokue terlihat pucat, yang menunjukkan bahwa Tokue sedang tidak

sehat. Ekspresi Tokue dapat tertangkap dengan jelas dengan menggunakan

medium close up shot. Tokue memperlihatkan ekspresi sedih ketika mengenang

saat pertama kali kakaknya meninggalkanya untuk tinggal di sanatorium dan

harus berpisah dari orang tuanya saat ia masih muda. Ekspresi sedih tersebut

ditunjukkan Tokue dengan cara menatap ke bawah dengan tatapan mata yang

terlihat sedih saat ia mulai bercerita tentang kehidupannya. Ia bercerita bahwa

dahulu kakaknya sendiri yang mengantarkan Tokue untuk tinggal di sanatorium

karena penyakit kusta yang dideritanya. Tokue tinggal di sanatorium sejak ia

masih muda sampai di usia 76 tahun.

Page 89: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

75

Dalam dialog pada adegan 4.16 terlihat Tokue bercerita bahwa kakaknya

meninggalkannya sendiri di sanatorium dan kemudian kembali pulang ke rumah.

Sejak saat itulah Tokue tidak bisa lagi untuk tinggal dengan keluarganya di

rumahnya melainkan harus tinggal terpisah, yakni di sanatorim. Kakak Tokue

seperti tidak menginginkan lagi kehadiran Tokue sebagai keluarganya. Tokue

seperti kehilangan tempat untuk pulang, satu-satunya tempat yang dapat ia

kunjungi sebagai penderita kusta adalah sanatorium.

Peraturan pemerintah yang mengharuskan para penderita kusta untuk

tinggal di sanatorium membuat para penderita kusta tidak mempunyai pilihan lain

selain tinggal di sanatorium. Tinggal di sanatorium membuat para penderita kusta

tidak dapat kembali untuk tinggal bersama keluarganya. Para penderita kusta tidak

bisa keluar dari sanatorium sebelum sembuh. Kegiatannya dibatasi hanya di

dalam sanatorium saja, sehingga para penderita kusta tidak bisa bebas tinggal

dimanapun yang diinginkan. Tinggal di sanatorium membuat para penderita kusta

tidak bisa berinteraksi dengan masyarakat normal pada umumnya karena tempat

tinggal yang berbeda. Anggapan masyarakat bahwa penyakit kusta adalah

penyakit yang berbahaya membuat masyarakat sekitar tidak mau tinggal bersama

penderita kusta.

Dalam adegan ini, kakak Tokue yang merupakan keluarga Tokue pun

tidak menginginkannya untuk tinggal bersamanya, karena anggapan yang buruk

terhadap penderita kusta itulah yang membuat keluarga dan masyarakat sekitar

tidak ingin tinggal bersama penderita kusta. Keadaan tersebut membuat penderita

kusta harus tinggal di tempat yang berbeda, tempat tersebut adalah sanatorium.

Page 90: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

76

Hal ini sesuai dengan pernyataan Hartomo dan Aziz (2011: 265) bahwa

diskriminasi yang terjadi dalam bidang tempat tinggal adalah keadaan di mana

anggota suatu kelompok tertentu tidak mendapatkan kesempatan untuk menikmati

tempat tinggal atau perumahan tempat sebagian besar masyarakat pada umumnya

tinggal.

Page 91: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

77

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian diskriminasi yang

terjadi pada tokoh Tokue sebagai penderita kusta dalam film An karya sutradara

Naomi Kawase adalah sebagai berikut:

1. Penyebab diskriminasi yang dialami Tokue sebagai penderita kusta adalah

karena adanya stereotip dan prasangka yang telah melekat pada para penderita

kusta. Stereotip yang didasarkan pada keadaan fisik penderita kusta yang

kurang sempurna dan mengerikan menjadi penyebab terjadinya diskriminasi

pada Tokue. Prasangka yang didasarkan pada anggapan yang buruk dan tidak

mendasar, serta prasangka yang bersifat keras yang sulit untuk berubah

menjadi penyebab terjadinya diskriminasi terhadap Tokue sebagai penderita

kusta. Stereotip dan prasangka menjadi penyebab utama terjadinya

diskriminasi terhadap Tokue.

2. Diskriminasi yang terjadi dalam berbagai bidang seperti dalam bidang

pekerjaan, politik, dan tempat tinggal dialami Tokue karena ia merupakan salah

satu penderita kusta. Diskriminasi dalam bidang pekerjaan dialami Tokue yang

harus berhenti dari pekerjaannya karena ia pernah menderita penyakit kusta

bukan karena hasil kerjanya yang buruk. Diskriminasi dalam bidang politik

terjadi pada Tokue karena peraturan pemerintah yang timpang, peraturan

tersebut mengharuskan penderita kusta untuk hidup di sanatorium selama

Page 92: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

78

puluhan tahun tanpa kontak dengan masyarakat normal pada umumnya.

Peraturan tersebut dinilai timpang karena merugikan salah satu pihak.

Diskriminasi dalam bidang tempat tinggal dialami oleh Tokue yang harus

tinggal di sanatorium dan tidak bisa merasakan kehidupan normal dengan

keluarganya, ia harus tinggal di tempat yang berbeda dengan masyarakat

normal pada umumnya.

5.2 Saran

Selama meneliti film An karya sutradara Naomi Kawase penulis

menyadari bahwa masih ada aspek yang bisa diteliti dalam film ini. Penulis

menyarankan untuk penelitian selanjutnya agar menggunakan teori psikologi

sastra untuk meneliti dampak psikologi yang terjadi pada tokoh Tokue dalam film

An karya sutradara Naomi Kawase akibat dari stereotip, prasangka, dan

diskriminasi yang timbul karena Tokue menderita penyakit kusta.

Page 93: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

79

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku:

Ai, Koba et.al. 2009. The decline of leprosy in Japan: patterns and trends 19642008. Jepang: Leprosy Research Center.

Amalia, Nikita Darius. 2014. Diskriminasi Hibakusha dalam Novel Kuroi Ame karya Ibuse Masuji. Skripsi. Jakarta, Universitas Bina Nusantara.

Aminuddin. 2002. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algesindo.

Damono, Sapardi Djoko. 1978. Sosiologi Sastra: Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Danandjaja, James. Diskriminasi Terhadap Minoritas Masih Masih merupakan Masalah Aktual di Indonesia Sehingga Perlu Ditanggulangi Segera. Jakarta: Percetakan Negara RI.

Gerungan,W.,A. Dr. Dilp. 1988. Psikologi Sosial. Jakarta: Eresco.

Hartomo, dan Armicun Aziz. 2011. MKDU: Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Kikuchi. Ichiro et.al. 1997. Hansen's disease in Japan: a brief history. Jepang: Blackwell Science Ltd.

Liliweri, Alo. 2005. Prasangka dan Konflik : Komunikasi Lintas Budaya Masyarakat Multikultur. Yogyakarta : LKIS.

Muffidah, Faridatul. 2015. Diskriminasi terhadap Minoritas Korea di Jepang yang Tercermin Dalam Film Anata wo Wasurenai Karya Sutradara Junji Hanado. Skripsi tidak diterbitkan. Malang, Universitas Brawijaya.

Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Putra, Idhamsyah Eka dan Ardiningtiyas Pitaloka. 2012. Psikologi Prasangka Sebab, Dampak, dan Solusi. Bogor: Ghalia Indonesia.

Pratista, Himawan. 2008. Memahami Film. Yogyakarta: Homerian Pustaka.

Ratna, Nyoman Kutha. 2003. Paradigma Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Semi, M. Atar. 2012. Metode Penelitian Sastra. Bandung: Penerbit Angkasa.

Page 94: DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH TOKUE SEBAGAI PENDERITA KUSTA …repository.ub.ac.id/171/1/Rizki Fidayati.pdf · sebagai penderita kusta dan bagaimana bentuk diskriminasi terhadap tokoh

80

Wiyatmi. 2013. Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Kanwa Publisher.

Sumber Internet: Burgess, Chris. 2004. Maintaining Identities: Discourses of Homogeneity in a

Rapidly Globalising Japan. Electronic Journal of Contemporary Japanese Studies. Diakses pada 18 Maret 2017.

The Nippon Foundation. 2011. Leprosy in Our Time. (online) sumber elektronik dari http://www.nipponfoundation.or.jp/en/what/projects/leprosy/Leprosy_in_Our_Time2014.pdf. Diakses pada 18 Maret 2017.

. 2016.

(online) sumber elektronik dari http://www.nippon.com/en/features/c02703/. Diakses pada 18 Maret 2017.

Litz, Gil. Japan. (online) sumber elektronik

https://www.britannica.com/place/Japan/People#toc23249 Diakses pada 10 April 2017.