disemtraslisasi dan demokrasi
Click here to load reader
-
Upload
mujib-tajidul-izati -
Category
Documents
-
view
55 -
download
3
Transcript of disemtraslisasi dan demokrasi
BAB I
PENDAHULUAN
Seiring dengan berakhirnya pemerintahan Presiden Soeharto pada tahun 1998,
kebijakan desentralisasi menjadi pilihan utama dalam sistem penyelenggaraan negara.
Lahirnya era reformasi menandai perubahan besar sistem politik Indonesia yang
sentralistik menjadi salah satu negara yang paling desentralistik di dunia. Tidaklah
berlebihan jika kemudian banyak pihak menyebutkan desentralisasi sebagai ”anak
kandung reformasi”.
Sebagai sebuah pilihan politik, desentralisasi jelas merupakan kebutuhan untuk
mengatasi masalah-masalah akut kenegaraan yang terjadi pada saat itu. Sayangnya,
dalam tataran implementasinya, desentralisasi seperti belum menampakkan hasil yang
optimal. Bahkan muncul kekhawatiran bahwa keberadaan otonomi daerah malah
membuat daerah tidak terlalu peduli dengan tujuan pembangunan ekonomi dan upaya
memperbaiki kesejahteraan masyarakat. Elite daerah dianggap hanya bersaing merebut
kekuasaan dan tidak peduli pembangunan apalagi kesejahteraan masyarakat
(Brodjonegoro, 2009: 1). Bahkan survei yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia pada
tahun 2007 mengindikasikan adanya kegagalan otonomi daerah (LSI, 2007). Fakta-fakta
diatas menyiratkan bahwa meskipun paradigma yang terkandung dalam kebijakan
desentralisasi sudah sangat baik, namun tetap membutuhkan prakondisi yang
komprehensif agar berjalan dengan optimal.
Dengan demikian, kebijakan desentralisasi masih menghadapi tantangan yang
berat, dan oleh karenanya butuh komitmen dari seluruh komponen di daerah untuk
membuktikan diri bahwa otonomi daerah benar-benar membawa manfaat bagi seluruh
lapisan masyarakat. Satu hal yang pasti adalah bahwa desentralisasi dan otonomi daerah
tidak dapat ditarik mundur. Satu-satunya pilihan adalah bekerja keras untuk
mensukseskan otonomi daerah demi tercapainya peningkatan kualitas hidup bagi seluruh
masyarakat di daerah.
Desentralisasi dan demokratisasi penyelenggaraan pemerintah | 1
BAB II
PEMBAHASAN
A. KEBIJAKAN DESENTRALISASI.
Istilah Pemerintahan Daerah maupun Pemerintah Daerah berasal dari istilah
Inggris Local Government atau istilah Belanda Local Bestuur. Kedua istilah asing
tersebut dapat mengacu pada fungsi sebagai Pemerintahan Daerah (lokal). Dalam arti
organ (institusi), istilah local authority (UN. 1961). Dalam arti tersebut utamanya
mengacu pada council (raad) atau DPRD. Konsekuensinya konsep pemerintahan
daerah (lokal) mencakup fungsi yang dilakukan juga oleh Council (Raad) atau
DPRD. Local Government dapat pula berarti daerah otonom, hal ini disimak dari
deskripsi local Government yang diberikan oleh UN (1961) :”a political subdivision
of nation (or in a federal system, a State) which is constituted by law and has
substantial control of local affairs, including the powers to impose taxes or to extract
labour for prescribed purposes. The governing body of such an entity is elected or
otherwise locally selected).”1
Walaupun terdapat variasi penonjolan kelembagaan dalam pengertian
Pemerintah Daerah sebagai organ antara UU No. 1 Tahun 1974 di lain pihak, namun
pengertian Pemerintahan Daerah sebagai fungsi dari Pemerintah Daerah dalam
keempat UU tersebut adalah penyelenggaraan fungsi oleh kedua lembaga
pemerintahan tersebut. UU No. 22 Tahun 1999 menganut cara pandang yang tidak
tepat asas. Menurut UU ini, Pemerintah Daerah lainnya sebagai Badan Eksekutif
Daerah. Sedangkan DPRD sebagai Badan Legislatif daerah tidak di atas. Baik dalam
UU No. 22 Tahun 1948 maupun UU No. 1 Tahun 1957 dinyatakan bahwa
Pemerintah daerah terdiri atas Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan
Dewan Pemerintah Daerah (DPD). Anggota-anggota DPD dipilih oleh dan dari
1 UN 1961
Desentralisasi dan demokratisasi penyelenggaraan pemerintah | 2
anggota-angota (DPRD) termasuk Pemerintah Daerah. Namun, Pemerintahan Daerah
merupakan penyelenggaraan fungsi yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah dan
DPRD.
Dari dimensi teori pemerintahan lokal, UU No. 22 Tahun 1999 memang telah
membawa pengesahan sejumlah model dan paradigma pemerintahan lokal lainnya
“Structural Efficiency Model” yang menekankan efisiensi dan keseragaman di
tinggalkan dan dianut " Local Democracy Model " yang menekankan nilai demokrasi
dan keberagaman dalam penyelenggaraan pemerintahan lokal. Seiring dengan
pergeseran model tersebut terjadi pula pergeseran dari pengutamaan desentralisasi.
Dilakukan pula pemangkasan dan pelangsingan struktur organisasi dalam rangka
menggeser model organisasi yang hirarkis dan bengkak ke model organisasi yang
datar dan langsing. Hubungan antara Dati II dan Dati I yang semula "Dependent”
dan "Subordinate” kini hubungan antara Kabupaten/kota dengan propinsi menjadi
"independent" dan "coordinate". Pola hubungan tersebut tercipta sebagai
konsekuensi perubahan dari dianutnya “Integrated Perfectoral System” yang parsial
pada tataran provinsi. Distribusi wewenang dalam bidang pemerintahan kepada
daerah otonom yang semula dianut “ultra - virest doctrine" dengan merinci
kompetensi daerah otonom diganti dengan "General Competence" atau “open end
arrangement" yang merinci kompetensi pemerintah dan profinsi. Pengawasan
pemerintah terhadap daerah otonom yang semula cenderung koersif bergeser ke
persuasif agar diskresi dan prakarsa daerah otonom lebih tersalurkan.
Konsekuensinya pengawasan pemerintah terhadap kebijakan daerah yang semula
secara preventif dan reprensif, kini hany cara represif. KDH yang semula tidak
akuntabel terhadap DPRD diciptakan akuntabel. Hubungan pmerintah dan daerah
otonom yang selama UU No. 05 Tahun 1974 bersifat searah dari atas kebawah
diganti dengan model hubungan yang bersifat resiprokal. Dalam Keuangan Daerah
Otonom, terjadi pergeseran dari keutamaan ''Specific grant” ke "Block grant".
Desentralisasi dan demokratisasi penyelenggaraan pemerintah | 3
Pengejawantahan desentralisasi adalah otonomi daerah dan daerah otonom.
Baik dalam definisi daerah otonom maupun otonomi daerah mengandung elemen
wewenang mengatur dan mengurus. Wewenang mengatur dan mengurus merupakan
substansi daerah otonomi yang diselenggarakan secara konseptual oleh Pemerintah
Daerah.
Secara konseptual dan empirik di berbagai negara, kata local dalam kaitannya
dengan local government dan local autonomy tidak dicerna sebagai daerah, tetapi
merupakan masyarakat setempat. Urusan dan kepentingan yang menjadi perhatian
local government dan tercakup dalam Local autonomy bersifat locality. Basis
politiknya adalah lokalitas dan bukan bangsa. Seperti yang tampak pada pengertian
local government yang diberikan oleh UN bahwa daerah otonom mengelola local
affairs sebagaimana dikemukakan oleh Hampton (1991) bahwa : “local authority are
elected bodies and expected to develop policies appropriate to their localities whitin
the framework of national legislation”2.
Dalam pasal 28 grundgesetz fur Bundesrepublik Deutschland (UUD Federal
Jerman 1949 Amandemen terakhir 16-7-1998) juga ditegaskan bahwa " daerah
otonom harus diberikam hak untuk mengatur urusan-urusan yang bersifat lokal.”
Begitu pula dalam rumusan otonomi daerah pasal 1 butir l UU No. 12 Tahun 1999
terdapat kata-kata "mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat
menurut prakarsa sendiri", Dalam kaitan ini sungguh tepat apa yang diutarakan oleh
Page (1991):
“To be local implies some control over decision by the community. The prmciples of
representative democracy suggest that this influence is exercised at least in part
through democratically elected officials who may be expected to represent local
citizen and groups. Local elected representative can also provide the focus for forms
of participatory democracy through direct citizen involvement or interest group
activity.”3
2 Hampton (1991)3 Page (1991)
Desentralisasi dan demokratisasi penyelenggaraan pemerintah | 4
Mengingat kondisi masyarakat lokal beraneka ragam, maka local government
dan local autonomy akan beraneka ragam pula. Dengan demikian, fungsi
desentralisasi (devolusi) untuk mengakomodasi kemajemukan aspirasi masyarakat
lokal. Desentralisasi (devolusi) melahirkan political variety untuk menyalurkan local
voice dan local choice. Sebagai subjek otonomi, maka keterlibatan masyarakat secara
aktif perlu tersalurkan secara lebih tegas dalam kerangka hukum. Pertama,
keterlibatan masyarakat dalam pembentukan daerah otonom baru yang sebenarnya
merupakan pemekaran daerah otonom yang sudah ada dan penghapusannya (apabila
terjadi) perlu disalurkan melalui lembaga "jajak pendapat". Kedua, keterlibatan
masyarakat secara langsung bukan hanya dalam pemilihan anggota DPRD, tetapi
dalam hal pemilihan KDH. Ketiga, keterlibatan masyarakat secara langsung dalam
proses pembentukan kebijakan baik melalui persidangan DPRD secara terbuka
maupun melalui mekanisme yang tercipta pada jajaran birokrasi lokal. Keempat,
dibukanya keterlibatan masyarakat dan juga sektor swasta dalam pelayanan publik
sebagai manifestasi paradigma governance.
B. DESENTRALISASI DAN DEMOKRATISASI.
Desentralisasi adalah penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan
prakarsa dan aspirasi dari rakyatnya dalam kerangka negara kesatuan Republik
Indonesia. dengan adanya desentralisasi maka muncullan otonomi bagi suatu
pemerintahan daerah. Desentralisasi sebenarnya adalah istilah dalam keorganisasian
yang secara sederhana di definisikan sebagai penyerahan kewenangan. Seperti yang
telah dijelaskan di atas, bahwa desentralisasi berhubungan dengan otonomi daerah.
Sebab, otonomi daerah merupakan kewenangan suatu daerah untuk menyusun,
mengatur, dan mengurus daerahnya sendiri tanpa ada campur tangan serta bantuan
dari pemerintah pusat. Jadi dengan adanya desentralisasi, maka akan berdampak
positif pada pembangunan daerah-daerah yang tertinggal dalam suatu negara. Agar
Desentralisasi dan demokratisasi penyelenggaraan pemerintah | 5
daerah tersebut dapat mandiri dan secara otomatis dapat memajukan pembangunan
nasional.
Pengertian dan penafsiran terhadap desentralisasi sangat beragam antar
negara, antar ilmuwan, maupun antar praktisi pemerintahan. Sebagaimana
dinyatakan oleh Devas, istilah desentralisasi memiliki makna yang berbeda untuk
orang yang berbeda, dan pendekatan terhadap desentralisasipun sangat bervariasi
dari negara yang satu ke negara yang lain (the term decentralization means different
things to different people, and the approach to decentralization has varied widely
between countries). 4
Meskipun demikian, pemahaman umum tentang definisi dan ruang lingkup
desentralisasi selama ini banyak mengacu kepada pendapat (1999). Menurut mereka
Rondinelli dan Bank Dunia, desentralisasi adalah transfer kewenangan dan
tanggungjawab fungsi-fungsi pemerintahan dari pemerintah pusat kepada pemerintah
daerah, lembaga semi-pemerintah, maupun kepada swasta (decentralization is the
transfer of authority and responsibility for public functions from the central
government to subordinate or quasi-independent government organizations and/or
private sector5). Desentralisasi sendiri terdiri dari empat jenis, yakni desentralisasi
politik, desentralisasi administratif, desentralisasi fiskal, serta desentralisasi pasar.
Definisi serupa dikemukakan Turner dan Hulme yang berpendapat bahwa
desentralisasi di dalam sebuah negara mencakup pelimpahan kewenangan dalam
rangka penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat, dari pejabat atau lembaga
pemerintahan di tingkat pusat kepada pejabat atau lembaga pemerintahan yang lebih
dekat kepada masyarakat yang harus dilayani (a transfer of authority to perform
some service to the public from an individual or an agency in central government to
some other individual or agency which is ‘closer’ to the public to be served).6
Pengalaman internasional menunjukkan bahwa desentralisasi ternyata
berdampak secara positif terhadap kinerja pembangunan. Telaah literatur memang
4 Devas (1997: 351-352)5 Rondinelli dan Bank Dunia6 Turner dan Hulme (1997: 152)
Desentralisasi dan demokratisasi penyelenggaraan pemerintah | 6
mengindikasikan banyaknya kontribusi signifikan dari desentralisasi di berbagai
sektor, misalnya dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi (Arikan 2004;
Fjeldstad 2004; Fisman 2002), pengurangan kemiskinan (Braathen 2008; Crook
2001; UNDP 2000; Moore dan Putzel 1999), peningkatan kualitas pelayanan (WB
2001; Kolehmainen-Aitken 1999; McLean 1999, Dillinger 1994), memperkuat
akuntabilitas (WB 2000), resolusi konflik (Sasaoka 2007, Siegle and O’Mahony),
ataupun pemberdayaan masyarakat (Brinkerhoff 2006).
Namun disisi lain, desentralisasi juga dapat menimbulkan persoalan
anggaran, meningkatkan instabilitas makro ekonomi dan disparitas regional,
memunculkan egoisme kedaerahan dan klientilisme, atau membengkakkan struktur
birokrasi (Cornelius 1999; Fox and Aranda 1996; Rodden 2000; Rodden and
Wibbels 2002; Stein 1998, dikutip dari Falleti 2004: 1). Dengan demikian,
desentralisasi memiliki dua wajah, positif dan negatif, yang dalam bahasa Brillantes
Jr. (2004: 39) dikatakan sebagai pedang bermata dua (two-edged of sword).
Dua wajah desentralisasi juga diungkapkan oleh Burki, Perry dan Dillinger.
Dari sisi kemanfaatan, desentralisasi dapat lebih tepat meningkatkan efisiensi dan
daya tanggap pemerintah melalui pemenuhan layanan publik yang lebih sesuai
dengan preferensi rakyat. Selain itu, desentralisasi dapat membangkitkan semangat
kompetisi dan inovasi antar pemerintah daerah untuk mencapai kepuasan masyarakat
yang lebih tinggi. Namun disisi lain, kualitas pelayanan publik sering menjadi
korban karena transfer kewenangan sering disalahartikan atau disalahgunakan oleh
elit lokal yang relatif kurang memenuhi standar kompetensi yang dibutuhkan7.
Desentralisasi saat ini telah menjadi azas penyelenggaraan pemerintahan
yang diterima secara universal dengan berbagai macam bentuk aplikasi di setiap
negara. Hal ini sesuai dengan fakta bahwa tidak semua urusan pemerintahan dapat
diselenggarakan secara sentralisasi, mengingat kondisi geografis, kompleksitas
7 Burki, Perry dan Dillinger (1999: 3)
Desentralisasi dan demokratisasi penyelenggaraan pemerintah | 7
perkembangan masyarakat, kemajemukan struktu sosial dan budaya lokal serta
adanya tuntutan demokratisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan. Desentralisasi
memiliki berbagai macam tujuan. Secara umum tujuan tersebut dapat diklasifikasi ke
dalam dua variabel penting, yaitu pertama peningkatan efisiensi dan efektivitas
penyelenggaraan pemerintahan (yang merupakan pendekatan model efisiensi
struktural/structural efficiency model) dan kedua peningkatan partisipasi masyarakat
dalam pemerintahan dan pembangunan (yang merupakan pendekatan model
partisipasi/participatory model). Setiap negara lazimnya memiliki titik berat yang
berbeda dalam tujuan-tujuan desentralisasinya tergantung pada kesepakatan dalam
konstitusi terhadap arah pertumbuhan (direction of growth) yang akan dicapai
melalui desentralisasi.
Dalam konteks Indonesia, Desentralisasi telah menjadi konsensus pendiri bangsa.
Pasal 18 UUD 1945 yang sudah diamandemen dan ditambahkan menjadi pasal 18,
18A dan 18B memberikan dasar dalam penyelenggaraan desentralisasi. Negara
Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah Propinsi, dan daerah provinsi
itu dibagi atas Kabupaten dan Kota yang masing-masing mempunyai pemerintahan
daerah. Amanat dan Konsensus Konstitusi ini telah lama dipraktekkan sejak
Kemerdekaan Republik Indonesia dengan berbagai pasang naik dan pasang surut
tujuan yang hendak dicapai melalui desentralisasi tersebut. Bahkan Sampai saat ini,
kita telah memiliki 7 (tujuh) Undang-Undang yang mengatur pemerintahan daerah
yaitu UU 1 tahun 1945, UU 22 tahun 1948, UU 1 tahun 1957, UU 18 tahun 1965,
UU 5 tahun 1974, UU 22 tahun 1999 dan terakhir UU 32 tahun 2004. Melalui
berbagai UU tersebut, penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia
mengalami berbagai pertumbuhan dan juga permasalahan.
Di Indonesia, desentralisasi juga menjelma dalam dua bentuknya yang positif
dan negatif. Hasil kajian IRDA (2002: 10) menemukan bukti bahwa desentralisasi
berhasil mendorong terwujudnya tiga kondisi penting, yaitu: 1) meningkatnya
kepedulian dan penghargaan terhadap partisipasi masyarakat dalam proses politik di
tingkat lokal; 2) perangkat pemerintahan daerah memiliki komitmen yang makin
Desentralisasi dan demokratisasi penyelenggaraan pemerintah | 8
kuat dalam pemberian layanan serta merasakan adanya tekanan yang berat dari
masyarakat agar mereka meningkatkan kualitas pelayanan publik; dan 3) pemerintah
daerah saling bekerjasama dan berbagi informasi untuk menyelesaikan persoalan
yang sama-sama mereka hadapi. Walaupun demikian, beberapa dampak negatif
nampaknya tidak dapat dihindari. Dalam laporannya, SMERU (2002: 21-22)
mengungkap fakta banyaknya daerah yang memberlakukan berbagai pungutan baru
yang berpotensi menghambat iklim investasi dan gairah bisnis lokal.
Demokratisasi adalah suatu perubahan baik itu perlahan maupaun secara
cepat kearah demokrasi. Demokratisasi ini menjadi tuntutan global yang tidak bisa
dihentikan. Jika demokratisasi tidak dilakukan, maka bayaran yang harus diterima
adalah balkanisasi, perang saudara yang menumpahkan darah, dan kemunduran
ekonomi dengan sangat parah 8.
Demokratisasi disuatu system pemerintahan memerlukan proses yang
tidaklah mudah. Pada saat perubahan terjadi, selalu ada orang yang tidak ingin
melakukan perubahan terus menerus, atau ada manusia yang tidak mampu
menyesuaikan diri.Dalam kontes demokratisasi, peran individu yang mampu
menerima perubahan itu sangat penting. Untuk itulah, individu harus punya tanggung
jawab. Apalagi globalisasi yang terus mendorong perubahan yagn tidak bisa ditahan
oleh Negara manapun.
Demokratisasi biasanya terjadi ketika ekspektasi terhadap demokrasi
muncul dari dalam Negara sendiri, karna warga negaranya melihat system politik
yang lebih baik, seperti yang berjalan dinegara demokrasi lain yang telah mapan,
akan bisa juga dicapai oleh Negara tersebut. Dengan kata lain, pengaruh
internasional dating sebagai sebuah inpirasi yang kuat bagi warga Negara didalam
Negara itu.
Sebuah Negara yang sedang menjalani demokratisasi sangat mudah dipengaruhi
8 (BJ Habibie 2005).
Desentralisasi dan demokratisasi penyelenggaraan pemerintah | 9
oleh factor – factor eksternal. Pengaruh internasional dari sebuah proses
demokratisasi bisa terjadi dalam beberapa bentuk, seperti : contagion, control dan
conditionality.
Contagion terjadi ketika demokratisasi disebuah Negara mendorong gelombang
demokratisasi dinegara lain. Proses demokratisasi di Negara – Negara eropa timur
setelah perang dingin usai dan juga gelombang demokratisasi dinegara – Negara
amerika latin pada tahun 1970 an menajdi contoh signifikan.
Mekanisme control terjadi ketika sebuah pihak diluar Negara berusaha
menerapkan demokrasi dinegara tersebut. Misalnya Doktrin Truman 1947
mengharuskan yunani untuk memenuhi beberapa kondisi untuk mendapatkan status
sebagai “Negara demokrasi” dan karenanya berhak menerima bantuan anti
komunisme dari amerika serikat.
Conditionality yaitu tindakan yang dilakukan organisasi internasional yang
memberi kondisi – kondisi tertentu yang harus dipenuhi Negara penerima bantuan.
C. DESENTRALISASI DAN PEMBANGUNAN DAERAH.
Dengan pelaksanaan desentralisasi pada tahun 2001, otonomi dan tanggung
jawab fiskal telah beralih dari pemerintah pusat ke pemerintah kabupaten. Kerangka
hukum nasional yang mengatur pemerintahan daerah dan hubungan fiskal
mewajibkan pemerintah pusat untuk mengalihkan sedikitnya 25 persen pendapatan
dalam negeri untuk pemerintah-pemerintah daerah, yang 90 persen di antaranya
dialokasikan kepada pemerintah kabupaten dan kota sementara 10 persen
dialokasikan untuk pemerintah provinsi. Oleh karena itu, provinsi-provinsi relatif
mengalami penurunan dalam hal kekuatan fiskal. Pada tahun 2004, beberapa
tanggung jawab pengawasan dikembalikan kepada provinsi-provinsi.
Pemerintah daerah menerima pendapatan dari beberapa sumber:
Desentralisasi dan demokratisasi penyelenggaraan pemerintah | 10
1. Dana perimbangan (DAU dan DAK). Sistem pemerintahan
terdesentralisasi sangat bergantung pada dana perimbangan untuk
mengalihkan cadangan dari pusat kepada daerah-daerah. DAU atau
Dana Alokasi Umum memberikan pendapatan dalam jumlah besar
untuk sebagian besar pemerintah daerah. Jumlah aktual transfer DAU
diatur sesuai dengan beberapa criteria, termasuk jumlah penduduk, luas
wilayah, angka indeks pengembangan SDM (HDI), kapasitas fiskal dan
kebutuhan fiskal (dihitung terutama berdasarkan gaji pegawai negeri
sipil).
Selain DAU, beberapa pemerintah daerah menerima pendapatan
tambahan dari Dana Alokasi Khusus (DAK). DAK, tidak seperti DAU,
merupakan hibah berdasarkan kebijaksanaan yang diberikan untuk
proyek-proyek tertentu yang sesuai dengan prioritas pembangunan
nasional.
Penerimaan dari DAU dan DAK menggantikan transfer Subsidi Daerah
Otonomi (SDO) antar pemerintah yang ada sebelumnya dan Instruksi
Presiden (dikenal sebagai Inpres).
2. Penerimaan bukan pajak dari sumber daya alam. Penerimaan dari
sumber daya alam dibagi antara pemerintah pusat, provinsi, dan
kabupaten/kota. Alokasinya berbeda-beda bergantung pada jenis
sumber daya alamnya. Pengecualian juga diterapkan untuk Aceh dan
Papua, yang mana keduanya memiliki bagian pendapatan dari minyak
dan gas yang lebih besar dibandingkan dengan provinsi-provinsi lain
karena status kedua provinsi tersebut sebagai provinsi otonomi khusus.
3. Penerimaan pajak dari pajak kekayaan dan pajak penghasilan yang
dibagi dengan pemerintah pusat. Penerimaan pajak yang diperoleh
Pemerintah Pusat juga dialihkan kepada provinsi-provinsi, kabupaten-
kabupaten, dan kota-kota. Sumber-sumber utama adalah pajak bumi
dan bangunan, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB),
Desentralisasi dan demokratisasi penyelenggaraan pemerintah | 11
dan pajak penghasilan. Sebagian besar penerimaan dikembalikan
kepada daerah-daerah, kecuali pajak penghasilan yang hanya dialihkan
kepada daerah 20 persen: 12 persen untuk kabupaten/kota dan 8 persen
untuk provinsi.
4. Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pemerintah provinsi dan
kabupaten/kota juga menghasilkan pendapatan mereka sendiri (PAD
atau Pendapatan Asli Daerah). Sebagian besar kabupaten dan kota
memiliki PAD yang kecil dan sebagian besar pemerintah
kabupaten/kota sangat bergantung pada transfer dari pemerintah pusat.
D. PENDAYAGUNAAN ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DAERAH
Sasaran upaya pendayagunaan aparatur pemerintah pada tahun keempat
Repelita V terarah pada penyempurnaan seluruh unsur sistem administrasi
pemerintahan, baik aspek kelembagaan, aspek kepegawaian maupun aspek
ketatalaksanaannya, termasuk sistem dan administrasi perencanaan, pembiayaan,
pelaksanaan, pemantauan, dan pengawasan. Upaya tersebut merupakan kelanjutan
dari langkah-langkah tahun-tahun sebelumnya; bertujuan untuk menciptakan
aparatur yang lebih berdaya guna, berhasil guna, bersih dan berwibawa; mampu
melaksanakan tugas-tugas pemerintahan umum dan pembangunan yang dilandasi
semangat dan sikap pengabdian bagi negara dan masyarakat, serta sanggup
menum-buhkan prakarsa dan peran serta aktif masyarakat. Keseluruhannya itu
merupakan bagian tak terpisah dari keseluruhan strategi, kebijaksanaan dan
rencana pembangunan nasional yang didasarkan dan merupakan pengamalan
Pancasila dan UUD 1945.
1. PERKEMBANGAN PELAKSANAAN PENDAYAGUNAAN APARATUR PEMERINTAH
Desentralisasi dan demokratisasi penyelenggaraan pemerintah | 12
Langkah-langkah pendayagunaan aparatur Pemerintah dalam tahun
keempat Repelita V didasarkan pada Keputusan Presiden No. 13 Tahun
1989 tentang Rencana Pembangunan Lima Tahun Kelima (Repelita V).
Rencana tersebut secara operasional kemudian dituangkan antara lain ke
dalam Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 90
Tahun 1989 tanggal 7 Juni 1989 sebagai pemacu prioritas program
Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN). Keputusan tersebut menetapkan 8
sasaran pokok (1) Pelaksanaan Pengawasan Melekat; (2) Penerapan Analisis
Jabatan; (3) Penyusunan Jabatan Fungsional; (4) Peningkatan Mutu
Kepemimpinan Aparatur; (5) Penyederhanaan Prosedur Kepegawaian; (6)
Penyederhanaan Tatalaksana Pelayanan Umum; (7) Sistem Informasi
Administrasi Pemerintahan; (8) Penitikberatan Otonomi di Daerah Tingkat
II. langkah-langkah pendayagunaan dalam bidang kelembagaan,
kepegawaian, ketatalaksanaan, sistem perencanaan dan pemantauan, badan
usaha milik negara, pengawasan dan penertiban operasional, disiplin
aparatur dan tertib hukum, serta kearsipan dan penelitian aparatur terus
direncanakan secara konsisten.
a. Pendayagunaan Kelembagaan
Pendayagunaan kelembagaan meliputi langkah-langkah penataan
kembali susunan organisasi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan
Desa, hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah, serta perwakilan Republik
Indonesia di luar negeri. Semuanya ini bertujuan agar wewenang,
tanggung jawab, tugas dan fungsi dari setiap urusan lembaga-lembaga
pemerintahan menjadi lebih jelas dan tidak tumpang tindih. Dengan
langkah-langkah tersebut diharapkan aparatur Pemerintah benar-benar
dapat menampung beban dan tuntutan kerja, dalam rangka melaksanakan
pembangunan dan meningkatkan pelayanan bagi masyarakat secara lebih
Desentralisasi dan demokratisasi penyelenggaraan pemerintah | 13
berdaya guna dan berhasil guna.
- Aparatur Pemerintah Pusat
Dalam tahun keempat Repelita V, susunan beberapa organisasi
pemerintahan telah mengalami penataan kembali. Langkah tersebut berupa
pembentukan baru, penghapusan ataupun penyempurnaan organisasi yang
didasarkan pada Keppres No. 44 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok
Organisasi Departemen. Penataan organisasi yang telah dilakukan dalam
tahun keempat Repelita V meliputi antara lain penyempurnaan organisasi
Departemen Dalam Negeri (Keppres No. 27 Tahun 1992); pembentukan
pengadilan Tata Usaha Negara (TUN) di Pontianak, Banjarmasin dan
Manado (Keppres No. 41 Tahun 1992); pembukaan Konsulat RI di Ho Chi
Minh, Vietnam (Keppres No. 45 Tahun 1992); penyempurnaan Organisasi
Departemen Pertambangan dan Energi (Keppres No. 67 Tahun 1992);
pembentukan Pengadilan Negeri di Maliana (Keppres No. 15 Tahun
1993), dan pembentukan pengadilan Tata Usaha Negara (TUN) di
Kupang, Ambon dan Jayapura (Keppres No. 16 Tahun 1993).
- Aparatur Pemerintah Daerah dan Desa
Pendayagunaan aparatur Pemerintah Daerah dimaksudkan untuk,
pertama, mewujudkan aparatur daerah yang mampu, efektif, efisien, bersih
dan berwibawa dalam melaksanakan tugas pemerintahan umum .dan
pembangunan daerah. Kedua, untuk mewujudkan keserasian dalam
Desentralisasi dan demokratisasi penyelenggaraan pemerintah | 14
pelaksanaan tugas dan kewajiban pemerintahan dan pembangunan di
daerah, sesuai dengan asas-asas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas
pembantuan (medebewind).
- Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah
Saling hubungan dan kerja sama aparatur Pemerintah Pusat dan Daerah dalam menyelenggarakan berbagai urusan makin serasi dan meningkat. Peranan Pemerintah Daerah dalam mengelola keuangan dan pendapatan daerah terus ditingkatkan dan disempurnakan, antara lain dalam hal:
a) mobilisasi dana yang digali dari potensi daerah sendiri secara wajar dan tertib serta dengan berwawasan kesatuan yang berlandaskan prinsip otonomi daerah yang lebih nyata dan bertanggung jawab
b) penyempurnaan kebijaksanaan subsidi bantuan pinjaman yang dapat mendorong peningkatan pendapatan Pemerintah Daerah dan masyarakat daerah setempat.
c) peningkatan kemampuan organisasi.
d) desentralisasi dalam perencanaan program serta pengambilan keputusan dalam memilih proyek-proyek daerah dan pelaksanaannya.
e) perbaikan sistem pemantauan agar pelaksanaan dan hasil-hasil pembangunan dapat dioptimalkan.
2. Pendayagunaan Kepegawaian
Pendayagunaan kepegawaian dalam tahun keempat Repelita V tetap ditujukan
pada penyempurnaan sistem administrasi, kesejahteraan dan peningkatan
kualitas unsur sumber daya manusia dalam seluruh sistem aparatur
pemerintahan. Kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan adalah sebagai
berikut :
a. Penetapan Formasi dan Pengadaan Pegawai Negeri Sipil
Tujuan penetapan formasi pegawai adalah agar satuan-satuan
organisasi pemerintah mempunyai jumlah dan mutu pegawai yang
cukup, sesuai dengan beban kerja satuan organisasi tersebut. Sebelum
Desentralisasi dan demokratisasi penyelenggaraan pemerintah | 15
Repelita V, penyusunan formasi didasarkan pada kemampuan keuangan
negara sehingga kurang memperhatikan asas efisiensi dan efektif.
b. Pembinaan Karier Pegawai Negeri Sipil
Tujuan pembinaan karier pegawai negeri sipil adalah untuk
menempatkan pegawai yang sesuai, pada jabatan yang tepat berdasarkan
sistem karier dan sistem prestasi kerja, sehingga dapat dicapai
produktivitas yang optimal. Pelaksanaan pembinaan karier ini dilakukan
melalui kenaikan pangkat, penilaian pelaksanaan pekerjaan, penerapan
disiplin pegawai, pengembangan jabatan fungsional serta pendidikan dan
pelatihan pegawai.
Desentralisasi dan demokratisasi penyelenggaraan pemerintah | 16
BAB III
KESIMPULAN
- Istilah Pemerintahan Daerah maupun Pemerintah Daerah berasal dari istilah
Inggris Local Government atau istilah Belanda Local Bestuur. Kedua istilah asing
tersebut dapat mengacu pada fungsi sebagai Pemerintahan Daerah (lokal).
- Dari dimensi teori pemerintahan lokal, UU No. 22 Tahun 1999 memang telah
membawa pengesahan sejumlah model dan paradigma pemerintahan lokal lainnya
“Structural Efficiency Model” yang menekankan efisiensi dan keseragaman di
tinggalkan dan dianut " Local Democracy Model " yang menekankan nilai
demokrasi dan keberagaman dalam penyelenggaraan pemerintahan lokal.
- Desentralisasi adalah penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan
prakarsa dan aspirasi dari rakyatnya dalam kerangka negara kesatuan Republik
Indonesia.
- Definisi serupa dikemukakan Turner dan Hulme yang berpendapat bahwa
desentralisasi di dalam sebuah negara mencakup pelimpahan kewenangan dalam
rangka penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat, dari pejabat atau lembaga
pemerintahan di tingkat pusat kepada pejabat atau lembaga pemerintahan yang
lebih dekat kepada masyarakat yang harus dilayani
- Demokratisasi adalah suatu perubahan baik itu perlahan maupaun secara cepat
kearah demokrasi. Demokratisasi ini menjadi tuntutan global yang tidak bisa
dihentikan. Jika demokratisasi tidak dilakukan, maka bayaran yang harus diterima
adalah balkanisasi, perang saudara yang menumpahkan darah, dan kemunduran
ekonomi dengan sangat parah.
- Demokratisasi biasanya terjadi ketika ekspektasi terhadap demokrasi muncul dari dalam
Negara sendiri, karna warga negaranya melihat system politik yang lebih baik, seperti
yang berjalan dinegara demokrasi lain yang telah mapan, akan bisa juga dicapai oleh
Negara tersebut.
Desentralisasi dan demokratisasi penyelenggaraan pemerintah | 17
- Dengan pelaksanaan desentralisasi pada tahun 2001, otonomi dan tanggung jawab
fiskal telah beralih dari pemerintah pusat ke pemerintah kabupaten. Kerangka
hukum nasional yang mengatur pemerintahan daerah dan hubungan fiskal
mewajibkan pemerintah pusat untuk mengalihkan sedikitnya 25 persen
pendapatan dalam negeri untuk pemerintah-pemerintah daerah, yang 90 persen di
antaranya dialokasikan kepada pemerintah kabupaten dan kota sementara 10
persen dialokasikan untuk pemerintah provinsi.
- langkah-langkah pendayagunaan dalam bidang kelembagaan, kepegawaian,
ketatalaksanaan, sistem perencanaan dan pemantauan, badan usaha milik negara,
pengawasan dan penertiban operasional, disiplin aparatur dan tertib hukum, serta
kearsipan dan penelitian aparatur terus direncanakan secara konsisten.
Desentralisasi dan demokratisasi penyelenggaraan pemerintah | 18
DAFTAR PUSTAKA
U,N. Decentralization for National and Local Development, New York: 1962.Hampton, William, Local Government and Urban Politics, London, and New York, Long Man, 1991
Devas, Nick, 1997, “Indonesia: what do we mean by decentralization?”, dalam
Public Administration and Development Journal, Vol. 17.
Rondinelli, Dennis, 1999, “What is Decentralization?”, in World Bank, Decentralization Briefing Notes, WBI Working Papers.
Turner, Mark and David Hulme, 1997, Governance, Administration and Development: Making the State Work, London: Macmillan Press Ltd.
Desentralisasi dan demokratisasi penyelenggaraan pemerintah | 19