Disabilitas dalam Ketangguhan: Berangkat dari Sumberdaya yang ...

22
Arbeiter-Samariter-Bund Disabilitas dalam Ketangguhan: Berangkat dari Sumberdaya yang Belum Termanfaatkan Penyusun : Melina Margaretha Kontributor: Agus Setiabudi, Ary Ananta, Nina Agustina, dan Rizma Kristiana Disabilitas dalam Ketangguhan: Berangkat dari Sumberdaya yang Belum Termanfaatkan Arbeiter-Samariter-Bund

Transcript of Disabilitas dalam Ketangguhan: Berangkat dari Sumberdaya yang ...

Page 1: Disabilitas dalam Ketangguhan: Berangkat dari Sumberdaya yang ...

Arbeiter-Samariter-Bund

Disabilitas dalam Ketangguhan: Berangkat dari Sumberdaya yang Belum Termanfaatkan

Penyusun : Melina MargarethaKontributor: Agus Setiabudi, Ary Ananta, Nina Agustina,

dan Rizma Kristiana

Dis

ab

ilitas d

ala

m K

eta

ng

gu

han

: Bera

ng

kat d

ari S

um

berd

aya y

an

g B

elu

m T

erm

an

faatk

an

Arbeiter-Samariter-Bund

Page 2: Disabilitas dalam Ketangguhan: Berangkat dari Sumberdaya yang ...

DAFTAR ISI

KATA PENGANTARPENDAHULUAN

A. Disabilitas dan Ketangguhan 1. Disabilitas: konsekuensi dari lingkungan yang menghambat2. Disabiltas dan asumsi minoritas

B. Ketangguhan: Komponen Penguatan Ekonomi1. Disabilitas dan akses menuju kemandirian2. Wirausahawan dengan disabilitas3. Dukungan pemberdayaan ekonomi bagi penyandang disabiitas: Sekilas pengalaman ASB

C. Ketangguhan: Komponen Pengurangan Risiko Bencana1. Integrasi penyandang disabilitas dalam Program Desa Tangguh2. Mengapa Desa Tangguh Inklusif?3. Inklusi mengangkat kapasitas lintas sektor4. Pendekatan inklusif-disabilitas dalam PRB praktis: Sekilas pengalaman ASB5. Mengubah kerentanan menjadi kapasitas6. Output Kegiatan Desa Tangguh Inklusif

D. Ketangguhan Inklusif dalam Praktek: Kesempatan dan Tantangan1. Pemasaran produk usaha penyandang disabilitas2. Hambatan dan Dukungan PRB Inklusif Disabilitas3. Memutus asumsi 4. Inklusif: pendekatan masyarakat secara menyeluruh 5. Visibilitas disabilitas6. Identifikasi penyandang disabilitas

KESIMPULAN

Disabilitas dalam Ketangguhan | 1

2

4

579

10101214

19192123252627

30313233343536

39

Page 3: Disabilitas dalam Ketangguhan: Berangkat dari Sumberdaya yang ...

Disabilitas dalam Ketangguhan | 32 | Disabilitas dalam Ketangguhan

Beberapa tahun terakhir, Indonesia

telah mencapai kemajuan besar

dalam 2 (dua) hal yang berbeda

namun saling berkaitan. Pencapaian

p e r t a m a m e n y a n g k u t p e n g a k u a n

internasional atas kerja Pemerintah

Indonesia dalam upaya pelembagaan

pengurangan risiko bencana (PRB).

Pencapaian ini diikuti dengan inisiasi

Program Nasional Desa Tangguh yang

diakui sebagai upaya konkri t untuk

menerjemahkan kebijakan nasional dalam

prakt ik PRB di t ingkat masyarakat.

Pencapaian berikutnya menyangkut

ratifikasi Konvensi PBB tentang Hak-hak

Penyandang Disabilitas (UN Convention on

t h e R i g h t s o f P e r s o n s w i t h

Disabilities/UNCRPD) melalui UU No. 19

tahun 2011.

Kata Pengantar

Secara global, PRB dan disabil i tas belum terintegrasi dengan baik.

Mempertimbangkan banyak hal mendasar lain yang harus diprioritaskan, dapat

dipahami mengapa selama ini masyarakat disabilitas belum mengintegrasikan PRB

dalam kerja-kerjanya. Namun demikian, masih sulit untuk dipahami mengapa kerja-

kerja masyarakat PRB belum mengintegrasikan disabilitas. Prinsip pokok PRB

memberi penekanan pada individu dan masyarakat yang terpapar risiko. Oleh karena

itu, eksklusi terhadap penyandang disbailitas yang merupakan masyarakat dengan

tingkat risiko jauh lebih tinggi dibanding dengan masyarakat pada umumnya sangat

berlawanan dengan prinsip PRB itu sendiri.

Fokus pembahasan PRB pada kerentanan saat ini telah beralih mengarah pada fokus

ketangguhan pasca 2015. Oleh karena itu strategi program ASB menekankan pada

upaya untuk memahami bagaimana mewujukan ketangguhan masyarakat secara

menyeluruh atau inklusif. Kami harapkan dokumen publikasi ini dapat berkontribusi

pada fokus upaya pembangunan masyarakat saat ini dan mungkin juga dapat

menginsipirasi pihak-pihak lain untuk lebih inklusif dalam kerja-kerjanya. Perluasan

kesempatan merupakan pintu utama menuju ketangguhan dan masyarakat yang

berdaya.

Atas nama ASB, saya haturkan terimakasih kepada Kementerian Dalam Negeri

Republik Indonesia dan Ditjen Pemberdayaan Masyarakat Desa atas dukungan dan

kerjasama yang terbangun selama ini. Dalam hal ini, ASB juga mengapreasiasi serta

mendukung inisiatif-inisiatif yang telah diupayakan oleh BNPB untuk mewujudkan

masyarakat tangguh dan inklusif. ASB juga mengucapkan terimakasih yang

mendalam kepada Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan DI. Yogyakarta serta

Pemerintah Kabupaten Klaten, Gunungkidul dan Bantul atas dukungan dalam

pelaksanaan program ASB. Tidak lupa kami mengapresiasi organisasi penyandang

disabilitas dan segenap masyarakat atas kontribusi mereka terhadap keberhasilan

program.

Dr. Alex J. Robinson

Country Director

ASB Indonesia

Page 4: Disabilitas dalam Ketangguhan: Berangkat dari Sumberdaya yang ...

Disabilitas dalam Ketangguhan | 54 | Disabilitas dalam Ketangguhan

ASB mengucapkan ter imakasih

kepada semua pihak yang telah

mendukung keberhasilan program dan

juga tersusunnya buku ini tidak

t e r k e c u a l i m a s y a r a k a t y a n g

merupakan sasaran seka l igus

penggerak program. Terimakasih

mendalam kami haturkan kepada

Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan

D I . Yo g y a k a r t a , P e m e r i n t a h

Kabupaten Klaten dan Gunungkidul

serta Persatuan Penyandang Cacat

Klaten (PPCK) dan OPD Gunungkidul.

Buku ini juga menyajikan tantangan

dan kesempatan yang dihadapi dalam

penye lenggaraan PRB ink lus i f

disabilitas. Terdapat beberapa hal-hal

sederhana yang sering terlupakan saat

kita melaksanakan pemberdayaan

masayarakat inklusif dikarenakan

asums i bahwa pe l i ba tan ak t i f

penyandang disabilitas membutuhkan

keahlian dan sumber daya yang

“WOW.” Diharapkan buku ini dapat

berkontribusi pada upaya penggiatan

ke te r l i ba tan ak t i f penyandang

disabil itas dalam upaya menuju

ketangguhan.

Pendahuluan

Bu k u “ D i s a b i l i t a s d a l a m

Ketangguhan: Sumberdaya

yang Belum Termanfaatkan” ini

membahas tentang pengalaman

Arbeiter-Samariter-Bund (ASB) dalam

m e l a k s a n a k a n k e g i a t a n y a n g

mengupayakan integrasi penyandang

d i sab i l i t as da lam mewu judkan

ketangguhan masyarakat. Diseminasi

pengalaman pelaksanaan program ini

ditujukan untuk memaparkan fakta

praktis tentang potensi kapasitas

penyandang disabilitas yang selama ini

belum dimanfaatkan untuk mendukung

ketangguhan. Kerentanan yang

melekat pada penyandang disabilitas

membuat kapasitas yang ada pada

mereka sering terabaikan.

D a l a m b u k u i n i , A S B b e r b a g i

pengalaman tentang kolaborasi ASB

dengan Organisasi Penyandang

Disabilitas (OPD) dan masyarakat

penyandang d i sab i l i t as da lam

pelaksanaan program integrasi potensi

penyandang d i sab i l i t as da lam

k e g i a t a n - k e g i a t a n p e n d u k u n g

ketangguhan. Program integrasi ini

m e n c a k u p 2 ( d u a ) k o m p o n e n

ketangguhan, yakn i penguatan

ekonomi di wilayah Kabupaten Klaten

dan pengurangan risiko bencana (PRB)

b e r b a s i s m a s y a r a k a t d i D e s a

Hargomulyo, Kabupaten Gunungkidul.

Pe n y a n d a n g d i s a b i l i t a s

m e r u p a k a n i s t i l a h y a n g

d i r e k o m e n d a s i k a n o l e h

K e m e n t e r i a n S o s i a l R e p u b l i k

Indonesia untuk menggantikan istilah

p e n y a n d a n g c a c a t . s e t e l a h

Pemerintah Nasional meratifikasi

United Nation Convention on the Rights

of Persons with Disability (UNCRPD)

pada tahun 2011.

Penggunaan istilah disabilitas diutamakan untuk lebih menghormati penyandang

disabilitas sebagai individu dan bagian dari masyarakat yang bermartabat. Kecacatan

dalam masyarakat identik dengan individu yang lemah, individu yang tidak memiliki

kemampuan, individu yang tidak berguna, dan sifat-sifat negatif lainnya. Stigma atau

label negatif yang diberikan pada individu penyandang disabilitas menghambat hidup

dan penghidupan mereka dan pada akhirnya.

A.Disabilitas dan Ketangguhan

Fakta dalam disabilitas

Page 5: Disabilitas dalam Ketangguhan: Berangkat dari Sumberdaya yang ...

Dalam konteks kebencanaan,

penyandang disabilitas terkukung

dalam kategori kelompok masyarakat

“rentan” dengan konotasi masyarakat

yang rapuh dan tidak mampu berbuat

apa-apa. Terkait dengan penghapusan

i s t i l ah - i s t i l ah nega t i f , saa t i n i

p e m b a h a s a n k e r a n g k a k e r j a

internasional untuk PRB atau yang

disebut HFA2 juga menekankan

perubahan penggunaan istilah dari

“kerentanan” ke “ketangguhan”. Kata

ketangguhan memberikan pesan yang

lebih luas bahwa pada saat bencana

semua masyarakat yang tinggal di

daerah rawan bencana terpapar risiko

namun disaat bersamaan isti lah

ketangguhan mengakui bahwa setiap

orang mampu berkontribusi dengan

kapasitas yang dimilikinya. Dengan

d e m i k i a n d a l a m k o n t e k s

pemberdayaan, penggunaan kata

“rentan”, “tidak berdaya”, “korban” dan

sebagainya direkomendasikan untuk

tidak digunakan lagi.

Menurut Laporan Global tentang

Disabilitas (World Report on Disability)

15 – 20% populasi di dunia hidup

d e n g a n d i s a b i l i t a s . J u m l a h

penyandang disabilitas di suatu negara

berbanding lurus dengan tingkat

kemiskinannya. Kemiskinan dapat

menyebabkan seseorang menjadi

disabilitas. Dalam hal ini kemiskinan

dapat mencegah seseorang untuk

mengakses layanan kesehatan dan

memenuhi asupan gizi yang layak.

Sebaliknya, disabilitas dapat menyebakan

k e m i s k i n a n k a r e n a d i s k r i m i n a s i

menghalangi penyandang disabilitas

untuk berpartisipasi dan berkembang

dalam segala bidang kehidupan, termasuk

dalam bidang pendidikan dan pekerjaan.

Asosiasi seperti ini tidak hanya terjadi di

negara berkembang seperti di Indonesia

melainkan juga di negara-negara maju

seperti Amerika Serikat dan Inggris

(Heasley, Shaun, 2011 dan Departemen

Tenaga Kerja dan Pensiun Inggris, 2011).

Diakui bahwa kajian terkait disabilitas

di Indonesia terbatas karena penyandang

disabilitas sendiri masih termasuk dalam

kategor i 'h idden populat ion' yang

keberadaannya tidak terlihat dan sering

terabaikan. Namun demikian asosiasi

disabilitas dan kemiskinan ataupun

sebaliknya terlihat jelas dalam kehidupan

masyarakat dan seringkali menjadi

pembahasan dalam berbagai referensi

advokasi pemenuhan dan perlindungan

hak-hak penyandang disabilitas.

In te rna t iona l C lass ifica t ion o f

Funct ion ing ( ICF) mendefinis ikan

disabilitas sebagai hasil interaksi antara

seorang individu yang memiliki hambatan

mental, fisik, maupun penginderaan

secara permanen dengan hambatan

lingkungan yang menyebabkan individu

tersebut tidak mampu berpartisipasi dalam

kehidupan sosial.

Stephen Hawking, seorang ahli fisika

yang mengalami tetraplegia (kelumpuhan)

dan Hellen Keller, seorang penulis, dosen

dan aktifitis politik terkemuka yang

kehilangan fungsi penglihatan dan

pendengaran secara total merupakan 2

( d u a ) d a r i s e k i a n b a n y a k t o k o h

penyandang disabilitas yang mampu

mengaktualisasikan dirinya berkat

adanya dukungan dan kesempatan

yang tersedia di dalam lingkungannya.

Di Indonesia juga terdapat tokoh-

tokoh d isab i l i tas yang mampu

menunjukkan kepada masyarakat

bahwa menjadi penyandang disabilitas

bukan berarti tidak memiliki potensi

untuk berkembang. Prof. Didi Tarsidi,

guru besar Universitas Pendidikan

Indonesia merupakan salah satu tokoh

tuna netra, tidak dapat melihat sejak

lahir, yang membuktikan bahwa

lingkungan yang mendukung dan -

Disabilitas: konsekuensi dari lingkungan yang menghambat1.

Disabilitas berasal dari kata dalam Bahasa Inggris 'disability'. Disability

memiliki arti ketidakmampuan. Ketidakmampuan yang dimaksud di sini

bukanlah ketidakmampuan yang semata disebabkan oleh faktor internal

dalam diri seorang individu tetapi juga faktor eksternal yang menghambat seseorang

untuk melakukan kegiatan dan meningkatkan kapasitas diri. Dalam hal ini, hambatan

lingkungan menyebabkan terbatasnya kesempatan penyandang disabilitas untuk

berkembang.

Keterbatasan fungsi tubuh + Hambatan lingkungan = DISABILITAS

““15 – 20% populasi di dunia hidup dengan disabilitas

- World Report on Disability

Disabilitas dalam Ketangguhan | 76 | Disabilitas dalam Ketangguhan

Page 6: Disabilitas dalam Ketangguhan: Berangkat dari Sumberdaya yang ...

Disabilitas dalam Ketangguhan | 98 | Disabilitas dalam Ketangguhan

kesempatan yang diberikan kepada

penyandang disabi l i tas mampu

memotivasi penyandang disabilitas

untuk mandiri dan berkontribusi

kepada masyarakat secara lebih luas.

Pada kenyataannnya di Indonesia,

lingkungan yang mendukung dan

kesempatan yang diberikan kepada

penyandang disabilitas masih terbatas.

Di dunia pendidikan, hingga tahun

2010 masih terdapat lebih kurang 70%

anak penyandang disabilitas usia

sekolah yang belum menikmati

layanan pendidikan (Ditjen Pendidikan

K h u s u s L a y a n a n K h u s u s ,

Kemendikbud). Persyaratan partisipasi

pend id ikan dar i t ingkat dasar,

menengah, hingga tinggi yang masih

diskriminatif terhadap penyandang

disabilitas menyebabkan mereka tidak

m a m p u m e n g e n y a m l a y a n a n

pendidikan. Persayaratan pendidikan

menyebutkan bahwa calon peserta

didik harus dalam keadaan sehat

jasamani dan rohani dan sampai saat

ini penyandang disabilitas masih

dianggap sebagai individu yang tidak

sehat secara jasmani dan/atau rohani.

Survei Identifikasi Disabilitas dan

Kelompok Masyarakat yang beresiko

(Arbeiter-Samariter-Bund/ASB, 2014)

yang dilakukan di 4 kabupaten, Bantul

(DI. Yogyakarta), Klaten (Jawa

Tengah), Ciamis (Jawa Barat), dan

Kepulauan Mentawai (Sumatera

Barat), menyebutkan bahwa 63,5%

INFORMASI TERKAIT AKTIVITAS SEHARI-HARI

Hanya tinggal di rumah

70,1%

Tidak ada informasi0,3%

Bekerja 24,8%

Masih bersekolah4,7%

Putus Sekolah16.5 %

Berhasil menyelesaikan sekolah/mendapatkan ijazah

36,03 %

INFORMASI PENDIDIKAN

Tidak pernah/belum sekolah47,45 %

PT (D3/S1/S2/S3)

SMA/MA

SMP/MTS

SR/SD/MI

Lainnya

Tidak ada informasi

TINGKAT PENDIDIKAN

1,7%

10,1%

12,3%

72,6%

0,3%

2,9%

penyandang disabilitas belum pernah

sekolah atau putus sekolah di tingkat

dasar. 72,6% penyandang disabiltas

hanya berhasil lulus sekolah hingga

tingkat SD/MI. Lebih lanjut 70,1%

penyandang disabilitas menyatakan

bahwa kegiatan mereka hanya di rumah

saja.

Infografis Penyandang Disabilitas, ASB 2014

Disabilitasdan Asumsi Minoritas2.

Mengacu pada World Report on Disability WHO, 2011 maka

setidaknya 37.500.000 – 50.000.000 penduduk Indonesia

(15% - 20% dari 250.000.000) hidup dengan disabilitas.

Diperkirakan jumlah penyandang disabilitas akan terus meningkat

dikarenakan beberapa faktor, di antaranya ledakan penduduk usia

lanjut, peningkatan jumlah kecelakaan lalu lintas, peningkatan

frekuensi terjadinya bencana alam, dan peningkatan pencemaran

pada lingkungan yang berdampak pada penurunan kualitas asupan

gizi masyarakat. Berkaca pada fakta ini, tentunya anggapan

penyandang disabilitas sebagai warga negara minoritas sudah tidak

relevan. Oleh karena itu pengabaian pemberdayaan pada penyadang

disabilitas akan berdampak luas pada pembangunan masyarakat

secara menyeluruh.

Saat ini Pemerintah menyalurkan bermacan bantuan sosial kepada

penyandang disabilitas, termasuk bantuan sosial dalam bentuk dukungan

jatah hidup bulanan kepada penyandang disabilitas yang termasuk dalam

kategori tidak produktif. Tentunya alokasi dana untuk bantuan semacam

ini tidak sedikit mengingat jumlah penyandang disabilitas yang tidak

produktif juga tidak sedikit. Lebih lanjut, kemungkinan jumlah dana yang

diperlukan untuk bantuan sosial semcam ini akan terus bertambah seiring

meningkatnya biaya hidup dan juga meningkatnya jumlah penyandang

disabilitas. Dalam hal ini, program pemberdayaan penyandang disabilitas

dapat menjadi investasi pembangunan karena mampu mendukung

kemandirian sekaligus mengurangi ketergantungan penyandang

disabilitas pada bantuan sosial. Dengan demikian, di masa yang akan

datang alokasi untuk dana bantuan sosial bagi penyandang disabilitas

dapat secara berangsur dialihkan pada kegiatan pembangunan yang

lebih produktif.

Page 7: Disabilitas dalam Ketangguhan: Berangkat dari Sumberdaya yang ...

Disabilitas dalam Ketangguhan | 1110 | Disabilitas dalam Ketangguhan

B.Ketangguhan: Komponen Penguatan Ekonomi

Disabilitas dan akses

menuju kemandirian1.

Persaingan dalam dunia kerja

formal yang mengharuskan

seseorang memilki pengalaman

dan sertifikat pendidikan yang layak

menjadi salah satu penghambat besar

dalam penyerapan tenaga kerja dengan

disabilitas. Hasil survei ASB (2014)

menyebutkan bahwa 70,1% penyandang

disabilitas tidak memiliki pekerjaan (hanya

diam di rumah saja) dan 43,7% dari

penyandang disabilitas yang bekerja

menjalankan pekerjaan sebagai buruh

harian atau serabutan.

Menurut ILO (2013) sebagian besar

dunia kerja yang menerima tenaga kerja

dengan penyandang disabilitas adalah

dunia kerja non formal yang membutuhkan

keahlian rendah dengan pembayaran

upah kerja yang rendah pula. Situasi ini

menyebabkan upaya pemutusan rantai

kemiskinan di lingkungan penyandang

disabilitas semakin berat.

“Banyak penyandang disabilitas anggota kami telah berhasil mendapatkan

pekerjaan di perusahaan-perusahaan, pabirik-pabrik, namun banyak pula

yang akhirnya keluar karena enggak kuat dan enggak cocok dengan

lingkungan pekerjaan yang belum bersahabat dengan disabilitas.”

(Widodo, Sekretaris Persatuan Penyandang Cacat Klaten/PPCK).

Kutipan di atas menunjukan hambatan berlapis yang

dihadapi penyandang disabilitas dalam dunia kerja. Selain

akses terhadap kesempatan kerja yang terbatas, penyandang

disabilitas juga mengalami tantangan lingkungan kerja yang

tidak bersahabat sehingga menyingkirkan tenaga kerja

dengan disabilitas lebih jauh lagi dari kesempatan kerja.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terbatasnya

kesempatanlah yang menyebabkan penyandang disabilitas

belum mampu berkontribusi secara signifikan dalam

pembangunan.

Page 8: Disabilitas dalam Ketangguhan: Berangkat dari Sumberdaya yang ...

Disabilitas dalam Ketangguhan | 1312 | Disabilitas dalam Ketangguhan

Industri rumah tangga berkontribusi

besar te rhadap per tumbuhan

ekonomi masyarakat. Mengingat

terbatasnya lapangan kerja formal dan

akses permodalan, memulai usaha kecil

bagi sebagian besar masyarakat menjadi

pilihan utama. Pemilihan usaha kecil

sebagai sumber penghidupan didasari

oleh beberapa alasan di antaranya,

sumber daya yang relatif mudah di dapat

dan risiko yang juga relatif kecil. Terlebih

Wirausahawan dengandisabilitas

2.

bagi penyandang disabilitas, kemampuan

dan keterampilan yang memadai tidak

serta merta membuat penyandang

disabilitas mudah untuk bersaing dalam

dunia kerja formal. Pandangan sebelah

mata terhadap kapasitas penyandang

disabilitas dan pengabaian potensi

mereka membuat penyandang disabilitas

tersisih dalam persaingan dunia kerja.

Wirausahawan dengan disabilitas

Penyandang disabilitas sering terbentur

dengan syarat utama melamar pekerjaan

di sebagian besar perusahaan yang

menyebutkan bahwa pelamar harus 'sehat

jasmani dan rohani'. Dikarenakan

kesalahpahaman pandangan yang masih

tertanam dalam masyarakat kita dan

mayoritas pelaku usaha, penyandang

disabilitas sering dianggap tidak sehat

secara jasmani dan rohani. Pandangan ini

tentunya mempersempit kesempatan

p e n y a n d a n g d i s a b i l i t a s u n t u k

mengakses lapangan kerja. Selain

dari keterbatasan aksesibilitas non fisik

( s i k a p ) d i a t a s , k e t e r b a t a s a n

aksesibilitas fisik di tempat kerja

menyebabkan penyandang disabilitas

belum memiliki kesempatan untuk

menunjukkan kinerja yang optimal di

perusahaan formal. Aksesibilitas fisik

ini mencakup tempat bekerja, alat

kerja, dsb yang belum dirancang

sesuai dengan kebutuhan

d a n k e m a m p u a n

penyandang disabilitas. Hal

inilah yang menyebabkan

kualitas pekerja dengan

disabilitas dipandang tidak

mampu bersaing dengan

pekerja non disabilitas.

Realitas ini menjadikan

u s a h a k e c i l m e n j a d i

t u m p u a n h a r a p a n

penyandang disabi l i tas

u n t u k m e n y o k o n g

kehidupan rumah tangga

m e r e k a . S e b a g i a n

w i rausahawan dengan

disabi l i tas yang sudah berhasi l

merekrut rekannya yang juga memiliki

disabilitas sebagai pekerja untuk maju

bersama. Dalam hal ini, secara tidak

langsung keberadaan wirausahawan

dengan disabilitas juga berkontribusi

pada penguatan fondasi ekonomi

bangsa karena sudah turut berupaya

mengurangi tingkat kemiskinan.

“wirausahawan dengan disabilitas

juga berkontribusi pada penguatan

fondasi ekonomi bangsa

Page 9: Disabilitas dalam Ketangguhan: Berangkat dari Sumberdaya yang ...

Disabilitas dalam Ketangguhan | 1514 | Disabilitas dalam Ketangguhan

Dukungan

pemberdayaan ekonomi

bagi penyandang disabiitas:

Sekilas pengalaman ASB

3. Pelaksanaan kegiatan dukungan

pemberdayaan ekonomi diberikan

pada penyandang disabilitas yang

telah memulai wirausaha di Kabupaten

Klaten, Jawa Tengah. Kegiatan ini

d i l aksanakan un tuk menanggap i

rekomendasi dari Dinas Sosial Jawa

Tengah terkait kebutuhan akan kegiatan

pemberdayaan ekonomi bagi penyandang

disabilitas. Setelah mengikuti pelatihan

banyak penyandang disabilitas yang memulai praktik wirausaha namun masih

menemui kesulitan dalam melakukan pengembangan usaha. Oleh karena itu, materi

pemberdayaan yang diberikan dalam pendampingan ASB lebih menekankan pada

peningkatan soft skill atau keterampilan pengembangan usaha.

3. 1. Kegiatan pendampingan

pengembangan usaha bagi

penyandang disabilitas

Keg ia tan pendamp ingan

d i b e r i k a n p a d a 3 6

w i r a u s a h a w a n d e n g a n

disabilitas. Usaha yang dimiliki para

w i r a u s a h a w a n i n i s e t i d a k n y a

mencakup hal berikut:

1. Usaha produksi makanan ringan

2. Usaha sablon

3. Usaha jasa kecantikan

4. Usaha servis elektronik

5. Usaha kerajinan bambu

6. Usaha jasa pijat

7. Usaha toko kelontong

8. Usaha jasa kerajinan kain perca

9. Usaha jahit

10. Usaha bengkel

Dalam pendampingan, para wirausahawan dengan disabilitas tersebut

mendapatkan pelatihan dengan materi pokok sebagai berikut:

a. Materi pembukuan

Mater i in i d i tu jukan untuk

m e m b i a s a k a n p e s e r t a

pendampingan

mencatat semua transaksi

usaha. Selama ini keuangan

u s a h a p e s e r t a

pendampingan hanya dicatat

berdasarkan ingatan dan

seringnya bercampur dengan

keuangan pribadi. Hal ini

menyebabkan ketidakjelasan

informasi akan prospek

p e n g e m b a n g a n u s a h a .

Pembukuan sederhana setidaknya

memuat informasi terkait aset, hutang,

p i u t ang , pendapa tan ,

pengeluaran dan laba rugi.

M e l a l u i p e m a n f a a t

informasi tersebut, peserta

p e n d a m p i n g a n d a p a t

menghindari kekeliruan

dalam pengelolaan usaha

dan salah sasaran dalam

p e r e n c a n a a n

pengembangan usaha.

Pe m a s a r a n m e r u p a k a n

tantangan terbesar dalam

dun ia usaha kec i l . Bag i

penyandang disabilitas, asumsi yang

m e l e k a t p a d a k e m a m p u a n

p e n y a n d a n g d i s a b i l i t a s d a n

keterbatasan aksesibilitas lingkungan

menjadi hambatan tersendiri bagi

penyandang disabilitas untuk masuk

dan bertahan di dalam pasar. Materi

pendampingan pemasaran diberikan

melalui teori di dalam kelas dan juga

praktik lapangan melalui survey pasar

untuk mengetahui posisi produk

p e s e r t a p e n d a m p i n g a n d a n

bagaimana mereka bisa 'masuk' pasar

dan bersaing di dalamnya.

b. Materi pemasaran

Page 10: Disabilitas dalam Ketangguhan: Berangkat dari Sumberdaya yang ...

c. Materi media promosi

Media promosi pemasaran diberikan untuk mendukung kegiatan

pemasaran secara kreatif dengan menggunakan sumber daya yang ada.

Media promosi yang dlatihkan juga mencakup media promosi on line.

Disabilitas dalam Ketangguhan | 1716 | Disabilitas dalam Ketangguhan

Materi pengembangan pusat

bisnis mencakup motivasi,

komitmen organisasi dan

pengelolaan untuk keberlanjutan.

Pusat bisnis ini merupaka ide exit

strategy dari pendampingan yang

diajukan oleh peserta pendampingan

d a l a m r a n g k a o p t i m a l i s a s i

s u m b e r d a y a k e l o m p o k u s a h a

penyandang disabilitas.

d. Materi pengembangan pusat bisnis

Selain pelatihan soft skill di atas pendampingan ASB juga memfasilitasi

permintaan pelatihan hard skill yang ditujukan untuk mengembangkan kualitas dan

ragam produk usaha. Dalam pendampingan ini, pelatihan hard skill mencakup

pelatihan pecah pola untuk kelompok usaha jahit dan pelatihan usaha pengawetan

bambu untuk kelompok usaha pengrajin bambu.

3. 2. Strategi keberlanjutan pendampingan

Secara umum ide keberlanjutan

program berasal dari penyandang

disabilitas yang terlibat dalam

pendampingan. Mempertimbangkan akan

terbatasnya jaringan eksternal dan ragam

keterampilan yang dimiliki wirasusahawan

dengan disabilitas, maka para peserta

pendampingan memutuskan untuk

menginisiasi sebuah wadah yang dapat

mensinergikan ragam keterampilan

disabilitas. Wadah ini disebut dengan

Pusat Informasi Bisnis Disabilitas (Pusbis

Disabilitas). Setiap wirausahawan dengan

disabilitas yang tergabung dalam Pusbis

Disabil i tas memil iki kelebihan dan

keterbatasan dalam mengembangkan

usahanya masing-masing. Oleh karena itu

Pusbis Disabilitas diharapkan mampu

memfasilitasi proses saling melengkapi

dan saling belajar antar anggota PIB.

PIB diharapkan mampu memotivasi

a n g g o t a u n t u k s e n a n t i a s a

meningkatkan kualitas produk.

“Saya hanya bisa menawarkan produk di rumah saja. Sebenarnya pingin

coba jual ke pasar tapi susah mobilitas. Enggak punya kendaraan sendiri dan

kendaraan umum juga sulit, enggak aksesibel untuk kursi roda. Jadinya,

konsumen saya ya yang dekat-dekat rumah aja, sulit berkembang.”

(Ibu Sriyati, Klaten)

Pemasaran menjadi masalah utama dalam pengembangan usaha. Tantangan ini

tidak hanya terletak pada persaingan dalam pasar itu sendiri tetapi juga pada

hambatan teknis yang menghalangi penyandang disabilitas untuk mempromosikan

produknya di luar tempat usaha (rumah)-nya sendiri. Oleh karena itu, Pusbis

Disabilitas secara khusus juga dirancang untuk memperkuat posisi wirausahawan

dengan disabilitas untuk menjaring pasar produk yang lebih luas dengan

menggunakan sumber daya yang ada pada setiap anggotanya, termasuk sumber

daya mobilitas fisik dan kemampuan berkomunikasi serta berjejaring yang ada pada

anggota.

Page 11: Disabilitas dalam Ketangguhan: Berangkat dari Sumberdaya yang ...

Disabilitas dalam Ketangguhan | 1918 | Disabilitas dalam Ketangguhan

P u s b i s D i s a b i l i t a s j u g a

mempermudah w i rasusahawan

dengan disabilitas untuk mengkoordinir

a k s e s t e r h a d a p s u m b e r d a y a

eksternal, misalnya melalui partisipasi

Pusbis Disabilitas dalam berbagai

pameran produk usaha kecil. Sebelum

tahun 2014, wirausahawan dengan

disabilitas belum pernah mengkuti

pameran produk karena keterbatasan

waktu untuk mengkoordinir peserta

juga karena keterbatasan mobilitas

(kendaraan dan kemampuan fisik

untuk angkut dan bongkar muat produk

dalam stand pameran).Dengan Pusbis

Disabilitas sebagai wadah koordinasi

m a k a a k a n l e b i h m u d a h b a g i

wirausahawan dengan disabilitas untuk

mengkoordinir dan saling mendukung

partisipasi mereka dalam pameran.

Keterlibatan dalam pameran merupakan

kesempatan wirausahawan dengan

disabilitas untuk praktek sekaligus belajar

l a n g s u n g . D a l a m p e l a k s a n a a n

p e n d a m p i n g a n ( O k t o b e r 2 0 1 3 –

Desember 2014), terhitung sudah Pusbis

Disabilitas sudah mengikuti pameran 3

(tiga) kali. Pameran ekonomi kreatif yang

diselenggarakan dalam rangka hari jadi

K a b u p a t e n K l a t e n y a n g k e - 2 1 0

merupakan pameran pertama yang diikuti

oleh Pusbis Disabilitas.

“Pameran ini merupakan pameran pertama bagi kami dan memberikan

pengalaman yang berarti. Dalam pameran ini kami belajar untuk

mempromosikan produk dan juga mempelajari bagaimana produk kami dapat

bersaing dengan produk-produk serupa. Dalam pendampingan juga, kami

belajar bahwa menjalankan usaha bukan hanya tentang menghasilkan

produk tetapi bagaimana merencanakan peningkatan kualitas, memperluas

keragaman produk dan yang paling penting bagaimana cara

memasarkannya.”

(Marwan, penyandang disabilitas, pengrajin kain perca Klaten).

Lebih jauh melalui divisi pendampingan bisnisnya, anggota Pusbis

Disabilitas berharap dapat mendukung pengembangan usaha

penyandang disabilitas yang belum tergabung dalam Pusbis atau

memotivasi penyandang disabiliitas lain untuk memulai usaha dan

hidup mandiri. Selain itu PPCK sebagai organisasi payung penyandang

disabilitas berinisiatif untuk melaksanakan Training of Trainer (ToT) bagi

anggotanya agar mampu mendiseminasikan pelatihan pengembangan

usaha pada penyandang disabilitas lain yang belum mendapatkan

pendampingan langsung dalam program ASB.

Bencana (BNPB) melalui Peraturan

Kepala (Perka) BNPB No. 1 Tahun

2 0 1 2 m e n c a n a n g k a n p r o g r a m

Desa/Kelurahan Tangguh Bencana.

Program nasional ini merupakan

p e m b e l a j a r a n

penyelenggaraan penanggulangan

bencana yang telah diselenggarakan

berbagai pihak, pemerintah maupun

non pemerintah sejak tahun 2004

pasca tsunami Aceh . Program

Nasional Desa Tangguh memberikan

penekanan terhadap pelibatan aktif

masyarakat dalam penanggulangan

bencana (PB). Masyarakat yang

memahami tentang komponen risiko

yang ada dilingkungan mereka dan

masyarakat yang berdaya untuk

mengelola dan menghadapi risiko

tersebutlah yang dibutuhkan untuk

menopang ketangguhan.

C.Ketangguhan: Komponen Pengurangan Risiko Bencana

Integrasi penyandang disabilitas

dalam Program Desa Tangguh

1.

Visi penanggulangan bencana

Indonesia adalah mewujudkan

Ketangguhan Bangsa dalam

Menghadapi Bencana. Ketangguhan

dalam hal ini tidak hanya dimaknai sebagai

hasil namun juga mencakup proses untuk

mencapai dan memelihara kualitas

ketangguhan yang sudah ada. Dalam

rangka menuju ketangguhan bangsa.

Badan Nasional Penanggulangan

Page 12: Disabilitas dalam Ketangguhan: Berangkat dari Sumberdaya yang ...

Disabilitas dalam Ketangguhan | 2120 | Disabilitas dalam Ketangguhan

Secara operasional, Program

Nasional Desa Tangguh ditujukan

u n t u k m e l e m b a g a k a n d a n

menstrukturisasi upaya dan hasil-hasil

P B b e r b a s i s m a s y a r a k a t .

Pelembagaan dan strukturisasi ini

ditujukan untuk memberikan dampak

yang leb ih luas dan menjamin

k e b e r l a n j u t a n p e n d a m p i n g a n

KOMPONEN POKOKN

O

INDIKATOR

1. LEGISLASI

1

Kebijakan/Peraturan Desa/Kel tentang PB/PRB

2. PERENCANAAN

2

Rencana Penanggulangan Bencana, Rencana Aksi

Komunitas,

dan Rencana kontijensi

3. KELEMBAGAAN

3

Forum PRB

4

Relawan Penanggulangan Bencana/ Tim PB

5

Kerjasama antar pelaku dan wilayah

4. PENDANAAN

6

Dana tanggap darurat

7 Dana untuk PRB

5. PENGEMBANGAN

KAPASITAS

8 Pelatihan untuk pemerintah desa

9 Pelatihan untuk tim relawan

1

0

Pelatihan untuk warga desa

1

1

Pelibatan/partisipasi warga desa

1

2

Pelibatan Perempuan dalam tim relawan

6.

PENYELENGGARAAN

PENANGGULANGAN

BENCANA

1

3

Peta dan analisa risiko

1

4

Peta dan jalur evakuasi serta tempat pengungsian

1

5

Sistem peringatan dini

1

6

Pelaksanaan mitigasi struktural (fisik)

1

7

Pola ketahanan ekonomi untuk mengurangi kerentanan

masyarakat

1

8

Perlindungan kesehatan kepada kelompok rentan

1

9

Pengelolaan sumber daya alam (SDA) untuk PRB

2

0

Perlindungan aset produktif utama masyarakat

Melihat komponen dan indikator di atas dapat disimpulkan bahwa ketangguhan

merupakan isu lintas sektor. Sehingga peningkatan kapasitas ketangguhan yang

disesuaikan dengan ancaman dan sumberdaya yang berada di sekitar lingkungan

masyarakat maupun yang melekat pada individu anggota masyarakat hanya dapat

dicapai melalui kerjasama antar pihak.

pemberdayaan terkait PB yang berasal

dari berbagai pihak (pemerintah dan non

pemerintah). Dalam mewujudkan hal ini,

BNPB menentukan 6 komponen pokok

untuk menuju Desa Tangguh yang

kemudian dikembangakan menjadi 20

indikator, seperti terlihat dalam tabel

berikut:

P r i n s i p i n k l u s i f d a l a m

penyelenggaraan Program Desa Tangguh

mencoba untuk merangkul semua

kepentingan lintas sektor. Tujuan dari

penerapan prinsip inklusif ini adalah agar

penyelenggraan program Desa Tangguh

dapat melibatkan semua masyarakat dan

mendatangkan manfaat bagi semua

masyarakat, tidak terkecuali penyandang

disabilitas. Petunjuk teknis pelaksanaan

Desa Tangguh secara jelas menyebutkan

bahwa penyandang disabilitas merupakan

salah satu target utama program. Dalam

konteks inklusif, penyandang disabilitas

tentunya tidak hanya menjadi target

penerima tetapi juga menjadi target mitra

pelaksana kegiatan Desa Tangguh.

Berbagai pembelajaran membuktikan

bahwa masyaraka t penyandang

disabilitas memiliki kapasitas untuk

terlibat langsung dalam PB baik pada

tahap sebelum, saat, maupun pasca

bencana. Part is ipasi masyarakat

disabilitas yang berarti (meaningful

participation) dalam mendayagunakan

k a p a s i t a s y a n g a d a m a m p u

berkontribusi secara signifikan dalam

pencapaian dan pemeliharaan kualitas

ketangguhan.

?Mengapa Desa Tangguh Inklusif 2.

Desa Tangguh ditandai dengan

a d a n y a m a s y a r a k a t y a n g

memil iki kemampuan untuk

mengantisipasi dan meminimalisasi risiko

yang ditimbulkan oleh ancaman dan

mampu pulih segera setelah terkena

dampak bencana (John Twigg, 2009).

Page 13: Disabilitas dalam Ketangguhan: Berangkat dari Sumberdaya yang ...

Disabilitas dalam Ketangguhan | 2322 | Disabilitas dalam Ketangguhan

Anggota masyarakat desa sendiri

terdiri dari individu-individu yang

memiliki karakter dan kapasitas yang

beragam. Keragaman ini dapat

menjadi modal sekaligus tantangan

menuju ketangguhan. Keragaman

dapat menjadi modal ketangguhan jika

t e r d a p a t u p a y a o p t i m a l i s a s i

pendayagunaan ragam kapasitas

masyarakat yang ditujukan untuk

m e m e n u h i k e b u t u h a n d a l a m

membangun ketangguhan masyarakat

yang beragam pula. Di sisi lain

keragaman dapat menjadi tantangan

yang menghambat jika keragamanan

itu sendiri diabaikan dan kapasitas

diseragamkan (generalisasi) yang

ser ingnya t idak sesuai dengan

kebutuhan akan ketangguhan yang

melekat pada individu sebagai bagian

dari anggota masyarakat.

Dalam suatu masyarakat yang

berada di wilayah rawan bencana,

semua anggota masyarakat tanpa

terkecual i tentu terpapar r is iko

bencana. Pada saat bersamaan

semua masyarakat berhak selamat

dan pulih dari bencana. Dengan

demikian, pengukuran dan intervensi

ketanguhan dan upaya peningkatan

kapasitas ketangguhan juga harus

menyasar semua anggota masyarakat.

Disadari bahwa terbatasnya sumber

daya, menjadikan program penguatan

k e t a n g g u h a n t i d a k m a m p u

menjangkau setiap individu secara

langsung. Namun pendekatan inklusif

yang ditekankan sejak awal mampu

meminimalisir tantangan ini. Pendekatan

inklusif mampu memperluas dampak

program hingga menjangkau sebanyak

mungkin individu dengan seberagam

mungk in ka rak te r dan kapas i tas

masyarakat dalam suatu wilayah.

Prinsip PRB memberi penekanan

pada individu dan masyarakat yang

berisiko. Oleh karena itu pengabaian (baik

disengaja maupun tidak disengaja)

terhadap penyandang disabilitas, sebagai

masyarakat yang terpapar risiko lebih

t inggi dar ipada masyarakat pada

umumnya, berlawanan dengan prinsip

PRB itu sendiri. Pembenaran penyandang

disabilitas sebagai anggota masyarakat

yang terpapar risiko lebih tinggi setidaknya

dapat dihubungkan dengan hambatan

praktis terkait akses terhadap informasi

dan pendidikan kebencanaan dan jalur

evakuasi serta sistem peringatan dini yang

belum disesuaikan dengan kebutuhan dan

kemampuan penyandang disabilitas.

Terkait dengan keragaman kapasitas

masyarakat, nilai-nilai inklusifitas yang

mendasari penyelenggaraan kegiatan

Desa Tangguh dalam hal ini juga ditujukan

untuk optimalisasi pendayagunaan ragam

kapasitas yang berguna untuk memenuhi

k e b u t u h a n d a l a m m e m b a n g u n

ketangguhan masyarakat yang beragam

pula. Dalam hal ini, program Desa Tangguh Inklusif memandang setiap anggota

masyarakat termasuk anak-anak, perempuan, lansia dan penyandang disabilitas,

memiliki kapasitas untuk berkontribusi aktif mewujudkan ketangguhan.

Inklusi

mengangkat kapasitas

lintas sektor3.

Kegiatan berbasis mayarakat

merupakan keg ia tan yang

dilakukan oleh masyarakat untuk

masyarakat sebagai salah satu strategi

yang digunakan untuk memastikan

perluasan dampak

dan keberlanjutan

kegiatan. Kiranya

pendeka tan in i

sudah sangat tepat

s e k a l i b i l a

diterapkan dalam

upaya PRB untuk

k e t a n g g u h a n .

M e n g i n g a t

perubahan paradigma penekanan

mekanisme penanggulangan bencana

Indonesia dari tanggap darurat menjadi

PRB (mi t igas i , pencegahan, dan

kesiapsiagaan), maka penanggulangan

bencana membutuhkan sumber daya dan

kerjasama antar pihak. Pemerintah

sebagai penyedia layanan tidak dapat

selalu berada di tengah masyarakat,

sedangkan bencana dapat menimpa

masyarakat kapan saja sehingga

kes iaps iagaan

m a s y a r a k a t

menjadi hal vital.

Di sisi lain dalam

m e n e n t u k a n

p r i o r i t a s d a n

penyelenggaraan

keg ia tan PRB

d i b u t u h k a n

pengkajian yang

cermat akan komponen risiko yakni,

ancaman, kerentanan dan kapasitas di

mana masyarakat setempatlah yang

paling mengenali ke-3 komponen ini.

Page 14: Disabilitas dalam Ketangguhan: Berangkat dari Sumberdaya yang ...

Disabilitas dalam Ketangguhan | 2524 | Disabilitas dalam Ketangguhan

S a y a n g n y a d a l a m

penyelenggaraan kegiatan berbasis

masyarakat tidak semua masyarakat

dapat ter l iba t . Menurut Surve i

Identifikasi Disabilitas terkait Bencana

(ASB 2014) , 76% penyandang

disabilitas yang tinggal di wilayah

rawan bencana belum pernah terlibat

dalam kegiatan pengurangan risiko

bencana. Kemudian pertanyaannya

yang muncul adalah masyarakat yang

mana yang terlibat, atau harus terlibat,

atau seharusnya terlibat atau selalu

terlibat, atau tidak terlibat, atau selalu

tidak terlibat? Dan mengapa? Untuk

memastikan dampak kegiatan PRB

yang optimal, pertanyaan tentang

inklusi tersebut harus terjawab.

Masyarakat dalam arti luas dapat

diartikan sebagai kumpulan individu

yang bertempat tinggal di suatu

w i l a y a h , s a l i n g b e r i n t e r a k s i ,

bergantung satu sama lain dan

membentuk keterhubungan. Individu-

individu yang ada di dalam suatu

masyarakat terikat dalam suatu

wilayah administrasi, norma dan nilai-

nilai sosial lainnya. Keterhubungan dan

keterikatan ini lah yang menjadi

l a n d a s a n m e n u j u k e t a n g g u h a n

masyarakat. Dengan demikian, apabila

terdapat suatu komponen masyarakat

yang tidak selaras maka ketangguhan

akan sulit dicapai.

Dipahami bahwa tidak semua program

pendampingan, termasuk program

pendampingan Desa Tangguh dapat

menjangkau seluruh masyarakat secara

individu secara langsung dikarenakan

k e t e r b a t a s a n S D M , w a k t u d a n

penganggaran. Oleh karena itu perwakilan

masyarakat yang mengikuti kegiatan

pendampingan secara langsung harus

mencerminkan representasi keseluruhan

unsur masyarakat. Terlebih dalam

kegiatan PRB menuju ketangguhan,

perwakilan unsur masyarakat yang paling

berisiko terhadap bencana (anak-anak,

perempuan, lansia, dan penyandang

disabilitas) harus dihadirkan dan terlibat

aktif agar kapasitas dan kebutuhan unsur

masyarakat ini teridentifikasi untuk

k e m u d i a n d i t i n d a k l a j u t i d a l a m

perencanaan kegiatan. Keterwakilan yang

adil dan merata ini nantinya dapat

mendukung kese la rasan menu ju

ketangguhan.

Pendekatan inklusif-disabilitas

dalam PRB praktis:

Sekilas pengalaman ASB4.

Pemerintah Indonesia dalam kebijakan

dan strategi program PRB menunjukkan

komitmen kuat dalam perwujudan PRB

inklusif disabilitas. Selain Program Desa

Tangguh yang memegang prinsip inklusi,

BNPB juga telah mengesahkan Peraturan

Kepala BNPB No. 14 Tahun 2014 tentang

P e n a n g a n a n , P e r l i n d u n g a n d a n P a r t i s i p a s i

P e n y a n d a n g

Disabilitas dalam

Penanggulangan

Bencana. Untuk

m e n d u k u n g

i m p l e m e n t a s i

Perka ini, Pusdiklat

B N P B t e l a h

mengembangkan

kurikulum pelatihan terkait PRB Inklusif

Disabilitas. ASB Indonesia, sebagai mitra

Pemerintah, dalam hal ini berupaya untuk

mengaplikasikan kebijakan dan strategi

program Pemerintah dalam kegiatan PRB

praktis berbasis masyarakat dan dalam

kerangka Desa Tangguh Inklusif. Model

program Desa Tangguh Inklusif oleh ASB

dilaksanakan di Desa Hargomulyo,

Kecamatan Gedangsari, Kabupaten

Gunungkidul. Desa Hargomulyo terdiri

dari 14 dusun dan memiliki ancaman

bencana utama, gempa bumi dan

tanah longsor. Penekanan pada

pelibatan aktif penyandang disabilitas

dalam pelaksanaan program di

Hargomulyo tidak

d i m a k s u d k a n

u n t u k

mengkhususkan

pendampingan

t e r h a d a p

p e n y a n d a n g

disabilitas namun

l e b i h k e p a d a

upaya integrasi

(pemaduan) penyandang disabilitas

dalam kegiatan PRB bersama-sama

dengan anggota masyarakat lainnya.

Kontribusi aktif penyandang disabilitas

ini tentunya akan berdampak pada

perwujudan ketangguhan masyarakat

secara menyeluruh (inklusif).

Page 15: Disabilitas dalam Ketangguhan: Berangkat dari Sumberdaya yang ...

Disabilitas dalam Ketangguhan | 2726 | Disabilitas dalam Ketangguhan

Terlihat jelas dalam perumusan

risiko di atas bahwa “pembiaran”

atas kerentanan pada salah satu 1

atau lebih unsur masyarakat akan

berdampak pada meningkatnya risiko

pada seluruh masyarakat. Sebaliknya

kapasitas yang ada pada satu atau lebih

unsur masyarakat akan berdampak pada

penurunan tingkat risiko pada seluruh

masyarakat pula. Selama ini masyarakat

dengan d i sab i l i t as l eka t dengan

kerentanan. Seharusnya label “rentan”

tersebut sudah cukup untuk menjadi

alasan kuat untuk melibatkan penyandang

disabilitas dalam kegiatan peningkatan

kapasitas dalam rangka mentransformasi

unsur kerentanan masyarakat dengan

disabilitas menjadi unsur kapasitas.

Transformasi ini tentunya berdampak luas

tidak hanya pada penurunan tingkat risiko

pada individu dengan disbilitas tetapi juga

penurunan tingkat risiko pada keluarga

dan masyarakat di sekitar mereka.

Mengubah kerentanan

menjadi kapasitas5.

Ancaman pada masyarakat Kerentanan masyarakatx

Kapasitas masyarakatRisiko pada masyarakat = Output Kegiatan

Desa Tangguh Inklusif 6.

Output kegiatan Desa Tangguh

i n k l u s i f d i a r a h k a n p a d a

pecapa ian i nd i ka to r Desa

Tangguh yang disebutkan dalam Petunjuk

Teknis Desa/Kelurahan Tangguh. Adapun,

Desa Tangguh Inklusif, memberikan

penekanan pada perluasan akses bagi

penyandang disabilitas untuk terlibat aktif

dalam seluruh rangkaian kegiatan.

Keterlibatan aktif penyandang disabilitas

dapat menghasilkan output yang inklusif

pula. Hal ini dikarenakan keterlibatan

p e n y a n d a n g d i s a b i l i t a s m a m p u

memastikan bahwa kebutuhan dan

kemampuan penyandang disabilitas turut

diperhitungkan dalam PRB.

1Komponen kerentanan disini tetap digunakan untuk menyesuaikan dengan formula yang sering dipakai dalam kajian risiko. Namun demikian, dalam konteks ketangguhan, ASB memberi fokus pada peningkatan kapasitas bukan pada identifikasi kerentanan semata. Semua individu yang terpapar risiko memiliki kapasitas untuk mengelolanya dan risiko dapat dikurangi hanya melalui peningkatan kapasitas.

Page 16: Disabilitas dalam Ketangguhan: Berangkat dari Sumberdaya yang ...

Disabilitas dalam Ketangguhan | 2928 | Disabilitas dalam Ketangguhan

6.1. Ringkasan Hasil

Program Desa Tangguh Inklusif

di Desa Hargomulyo

R e n c a n a P e n a n g g u l a n g a n

Bencana Desa (RPBDes) dan

Rencana Aksi Komunitas (RAK)

Rencana Kontinjensi Gempa dan Longsor (Renkon).

Renkon disusun dengan memperhitungkan keberadaan penyandang disabilitas di

Hargomulyo. Simulasi inklusif tingkat dusun dan desa dilaksanakan untuk

memastikan bahwa renkon telah sesuai dengan kebutuhan dan sumber daya

warga desa termasuk kebutuhan dan sumber daya warga dengan disabilitas.

Tim Penanggulangan Bencana (Tim PB) tingkat dusun dan desa dan Forum PRB

Desa.

Anggota Tim PB dan Forum PRB mencakup perwakilan masyarakat dengan

disabilitas sehingga kegiatan Tim PB memperhatikan kebutuhan dan kemampuan

penyandang disabilitas. Lebih lanjut, Tim PB inklusif membuka ruang bagi

kerjasama masyarakat disabilitas dan non disabilitas untuk PRB inklusif, di mana

masing-masing unsur masyarakat memiliki peran yang setara, yakni sebagai aktor

aktif.

Peningkatan kapasitas PRB dalam seting inklusif.

Setting inklusif dalam peningkatan kapasitas bagi masyarakat memungkinkan

adanya pengenalan dan sinergi potensi masing-masing unsur masyarakat terkait

apa yang mereka bisa kontribusikan ke dalam perwujudan ketangguhan desa.

Dalam hal ini, perwujudan ketangguhan desa membutuhkan potensi yang

beragam.

Pelibatan penyandang disabilitas dalam kegiatan peningkatan kapasitas tidak

hanya dimaksudkan untuk meningkatkan kapasitas pribadi mereka dalam

menghadapi bencana. Lebih lanjut, peningkatan kapasitas tersebut dimaksudkan

untuk meningkatkan kapasitas penyandang disabilitas sebagai aktor aktif yang

mampu berkontribusi secara positif dalam perwujudan ketangguhan desanya

bersama – sama dengan unsur masyarakat lainnya.

RPBDes dan RAK disusun dengan

partisipasi penyandang disabilitas sejak

dari risk mapping hingga prioritisasi

kegiatan sehingga poin-poin perencanaan

yang terkandung juga memuat kebutuhan

dan kontribusi penyandang disabilitas

dalam penyelenggaraan PRB.

Page 17: Disabilitas dalam Ketangguhan: Berangkat dari Sumberdaya yang ...

Disabilitas dalam Ketangguhan | 3130 | Disabilitas dalam Ketangguhan

D.Ketangguhan Inklusif dalam Praktek: Kesempatan dan Tantangan

Da l a m s e t i a p k e g i a t a n

pemberdayaan masyarakat

tentunya akan selalu terdapat

tantangan yang mendorong pendamping

untuk lebih fleksibel dalam mencari solusi

tanpa harus menurunkan kualitas kegiatan

p e n d a m p i n g a n . K e j e l i a n d a l a m

memanfaatkan sumberdaya yang ada

s u d a h m e n j a d i ' i n t i ' k e g i a t a n

pemberdayaan yang berkelanjutan. Tugas

pendamping bukan memperkenalkan hal

baru melainkan memfasilitasi masyarakat

untuk lebih 'aware' atau sadar akan

sumber daya disekitar yang dapat mereka

man faa tkan un tuk men ingka tkan

ketangguhan, khususnya ketangguhan

yang inklusif.

Tantangan dan Kesempatan

Pemasaran produk usaha

penyandang disabilitas 1.

Tantangan

Sebagian besar wirausahawan dengan disabilitas yang terlibat dalam pendampingan

ini, mayoritas terhitung baru dalam memulai usahanya. Keragaman terletak pada

kualitas produk dan kapasitas dan keterampilan usaha namun satu tantangan yang

sama-sama mereka hadapi dan sangat berpengaruh pada pengembangan usaha

adalah adalah pemasaran.

Kesempatan

Sebagian besar wirausahawan dengan disabilitas membangun usaha bukan atas

dasar 'passion' atau keterampilan mereka dalam berwirausaha namun dikarenakan

menjadi wirausaha menjadi satu-satunya pilihan mereka untuk mencari nafkah,

memenuhi kebutuhan dan hidup mandiri mengingat kesempatan untuk mengakses

lapangan kerja formal masih sangat terbatas. Keterampilan berwirausaha tentunya

tidak dapat dibangun hanya melalui pelatihan-pelatihan tetapi juga melalui praktek

usaha langsung yang mereka jalani. Namun demikian, masih terdapat pula

wirausahawan dengan disabilitas yang benar-benar memiliki keterampilan

berwirausaha. Pembentukan wadah pusat informasi bisnis dapat mendukung

proses saling belajar, menularkan keterampilan, dan saling mendukung antar

wirausahawan dengan disabilitas, utamanya dalam hal berjejaring dan mengakses

sumber daya dari pihak eksternal dan pemasaran produk.

Page 18: Disabilitas dalam Ketangguhan: Berangkat dari Sumberdaya yang ...

Disabilitas dalam Ketangguhan | 3332 | Disabilitas dalam Ketangguhan

Tantangan

Survey Hambatan dan Dukungan dalam PRB Inklusif Disabilitas yang dilakukan oleh

ASB dan Centre for Disability Research and Policy (Pusat Kajian dan Kebijakan

Disabilitas), Universitas Sydney, 2014 menunjukkan bahwa hambatan besar dalam

terlaksananya PRB Inklusif Disabilitas adalah, 1) terbatasnya sumber daya, 2)

terbatasnya pengalaman, dan 3) terbatasnya akses terhadap sumber daya. Ketiga

hambatan ini terkait dengan asumsi masyarakat luas bahwa disabilitas merupakan

'isu teknis” dan “isu terpisah' dari isu sosial masyarakat lainnya. Anggapan ini

disebabkan oleh pandangan bahwa penanganan disabilitas membutuhan keahlian

medis, psikologis, dan akademik. Dengan demikian isu masyarakat, anak-anak dan

perempuan berbeda dengan isu masyarakat, anak-anak dan perempuan dengan

disabilitas. Pada dasarnya, keahlian-keahlian teknis tersebut tentu saja dapat

mendukung program pemberdayaan disabilitas. Namun, untuk mendapatkan

keahlian tersebut dalam satu waktu dan dalam frekuensi yang intensif untuk situasi

saat ini masih sulit. Dalam PRB, peningkatan kapasitas seharusnya diberikan kepada

masyarakat secepat atau setepat waktu mungkin karena kita tidak bisa menunda

terjadinya bencana yang bisa menimpa masyarakat kapan saja dan kejadian bencana

tidak menunggu kapan kita memiliki sumber daya atau keahlian yang ideal.

Kesempatan

Dalam pengalaman pendampingan ASB, didapati bahwa tidak harus menjadi seorang

ahli disabilitas untuk melaksanakan program inklusif disabilitas. Seringnya kegiatan

PRB inklusif disabilitas dapat berjalan lancar dengan dukungan identifikasi yang baik

terkait hambatan dan sumber daya yang ada pada disabilitas. Cara terbaik untuk

mengidentifikasi hal ini adalah dengan cara menanyakan langsung kepada

penyandang disabilitas itu sendiri. Dalam hal ini, terbukti penyandang disabilitas yang

paling memahami “permasalahannya” dan sekaligus paling mengerti bagaimana

solusi terbaik untuk mengatasi permasalahan tersebut. Kemitraan (integrasi aktif)

penyandang disabilitas dan organisasi penyandang disabilitas dalam kegiatan

mampu meminimalisir tantangan “teknis” dalam pelaksanaan PRB Inklusif Disbailitas.

Dapat disimpulkan bahwasannya sumberdaya PRB inklusif disabilitas sudah ada

hanya kita saja yang belum memanfaatkannya.

Hambatan dan Dukungan PRB Inklusif Disabilitas2.Tantangan

Selama ini, seringnya asumsi yang mengahalangi kegiatan inklusif disabilitas.

Masyarakat non disabilitas berasumsi bahwa masyarakat disabilitas tidak dapat

mengikuti kegiatan sosial kemasyarakatan karena akan kesulitan untuk terlibat dan

mereka tidak ingin memberatkan penyandang disabilitas, ada rasa “kasihan”.

Sebaliknya anggota masyarakat disabilitas menganggap bahwa mereka tidak

dilibatkan dalam kegiatan masyarakat karena dianggap tidak mampu untuk

berkontribusi.

Kesempatan

Ketangguhan masyarakat sangat bergantung pada ketangguhan unsur-unsur yang

ada pada masyarakat itu sendiri. Jika terdapat satu unsur yang tidak selaras makan

ketangguhan akan sulit untuk tercapai. Oleh karena itu diperlukan adanya sinergi

antar unsur-unsur masyarakat, tidak terkecuali unsur masyarakat non disabilitas

dengan unsur masyarakat disabilitas. Sinergi ini tentunya tidak akan terjadi apabila

kedua belah pihak mempertahankan asumsinya masing-masing, yang cenderung

salah. Interaksi antara kedua belah unsur mampu meluluhkan asumsi karena dalam

interkasi tersebut terbangun komunikasi dan kerjasama. Dalam komunikasi dan

kerjasama tersebut masing-masing unsur dapat memahami langsung posisi masing-

masing. Oleh karena itu dalam pendampingan, ASB mengupayakan kegiatan yang

sama dalam waktu yang sama dan tempat yang sama bagi masyarakat non disabilitas

dan masyarakat disabilitas. Kegiatan pendampingan untuk keduanya tidak

dipisahkan kecuali pada awal-awal kegiatan sebagai persiapan pengintegrasian

menuju sinergi.

Memutus asumsi 3.

Page 19: Disabilitas dalam Ketangguhan: Berangkat dari Sumberdaya yang ...

Disabilitas dalam Ketangguhan | 3534 | Disabilitas dalam Ketangguhan

Tantangan

Kegiatan pendampingan dengan

melibatkan penyandang disabilitas

menantang fasilitator pendampingan

untuk lebih peka pada ragam kebutuhan

d a n k e m a m p u a n p e s e r t a

pendampingan. Dalam satu kegiatan

pendampingan mungkin saja terdapat

peserta yang memiliki hambatan untuk

menulis, melihat, mendengar, berjalan,

dan sebagainya, yang masing-masing

membutuhkan penyesuaian praktis agar

bisa terlibat.

Inklusif: pendekatan masyarakat secara menyeluruh4.Dalam pendampingan, ASB mengupayakan tempat pertemuan yang mudah

dijangkau semua peserta tidak terkecuali penyandang disabilitas. Tempat pertemuan

tidak harus di kantor desa atau rumah Pak Dusun tetapi juga rumah warga. Selain itu

ASB mendorong agar peserta saling bekerjasama, misalnya warga yang memiliki

kendaraan menjemput dan mengantar peserta yang tidak memiliki kendaraan. ASB

juga memodifikasi kegiatan dan output kegiatan yang seharusnya tingkat desa

menjadi tingkat dusun untuk optimalisasi keterlibatan seluruh masyarakat. Wilayah

satu desa bisa jadi sangat luas sehingga sulit bagi masyarakat untuk terlibat secara

intens dalam kegiatan yang dilakukan pada tingkat desa.

Tantangan

Selama ini perencanaan dan pelaksanakan kegiatan masyarakat sebagian besar

belum menyasar penyandang disabilitas dikarenakan masyarakat penyandang

disabilitas termasuk dalam kategori 'hidden population” yang keberadaan,

kemampuan dan kebutuhannya “tersembunyi” atau “tidak terlihat”. Penyandang

disabilitas juga jarang terlihat dan berbaur dalam kehidupan masyarakat. Oleh karena

itu keberadaan mereka semakin tidak disadari.

ASB : Ibu pernah ikut rapat atau kegiatan di desa?

Tukini : Enggak pernah

ASB : Dusun?

Tukini : Enggak pernah

ASB : RT?

Tukini : Enggak pernah

(Interview ASB dengan seorang masyarakat dengan disabilitas saat identifikasi

potensi keterlibatan disabilitas dalam PRB, 2014)

Kesempatan

PRB Inklusif Disabilitas mendorong keterlibatan penyandang disabilitas dalam

kegiatan masyarakat. Lebih lanjut keterlibatan ini mampu meningkatkan visibilitas

atau 'keterlihatan” penyandang disabilitas dalam kehidupan masyarakat. Berbaurnya

penyandang disabilitas dengan masyarakat umum melalui kegiatan PRB mampu

memberikan penyadaran secara tidak langsung tentang keberadaan, kebutuhan dan

kemampuan penyandang disabilitas. Tentunya penyadaran ini akan berdampak pula

pada perencanaan dan penyelenggaraan kegiatan masyarakat di luar PRB.

Kesempatan

Beragamnya kebutuhan dan kemampuan peserta pendampingan tidak

mengharuskan pendamping melakukan kegiatan secara terpisah yang tentunya

memakan waktu dan sumber daya. Kegiatan dengan setting inklusif dan fasilitasi

reasonable accomodation mampu mendorong peserta yang membutuhkan

dampingan khusus untuk terlibat aktif.

Setting inklusif dapat di mulai dengan hal sederhana berikut: pengaturan tempat

duduk peserta, pemilihan material yang dapat dimanfaatkan semua peserta (audio,

video, cetak, dll), pemilihan metode penyampaian materi (ceramah, diskusi

kelompok, brainstorming, dll) dan pemilihan tempat lokasi pelatihan yang aksesibel

bagi semua.

Fasilitasi reasonable accomodation atau penyesuaian akomodasi juga dapat

mendorong partisipasi aktif penyandang disabilitas. Akomodasi ini dapat berupa

penerjemah bahasa isyarat bagi peserta yang kesulitan mendengar, penyediaan

material dalam huruf Braille bagi peserta yang kesulitan melihat, dan penyediaan

jeronjong atau 'ramp' portable bagi pengguna kursi roda.

Seringnya penyandang disabilitas tidak dapat hadir dalam pertemuan karena tempat

pertemuan jauh, tidak memiliki kendaraan dan kendaraan umum tidak tersedia.

Visibilitas disabilitas5.

Page 20: Disabilitas dalam Ketangguhan: Berangkat dari Sumberdaya yang ...

Disabilitas dalam Ketangguhan | 3736 | Disabilitas dalam Ketangguhan

Tantangan

Dimanakah penyandang disabilitas berada? Berapakah jumlah penyandang

disabilitas yang ada di masyarakat? Kedua pertanyaan tersebut merupakan

pertanyaan sederhana dengan beragam jawaban. Ragam jawaban ini dikarenakan

persepsi kita tentang disabilitas yang berbeda-beda namun tetap masih mendasar

pada pelabelan subyektif yang dihubungkan dengan bentuk fisik atau karakter

penyandang disabilitas. Dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat pelabelan tidak

banyak membantu dalam merancang program yang inklusif. Dalam pelabelan tidak

nampak hambatan dan kapasitas seseorang untuk berkontribusi positif kepada

masyarakatnya. Pelabelan hanya berhenti pada label itu sendiri dan tidak dapat

dikembangkan untuk merancang intervensi apa yang dibutuhkan untuk mengurangi

hambatan dan meningkatkan kapasitas.

Kesempatan

Dalam integrasi penyandang disabilitas tentunya diperlukan informasi tentang

penyandang disabilitas. Namun, dikarenakan informasi terkait label disabilitas tidak

membantu dalam merancang pendekatan program iinklusif, maka identifikasi

disabilitas sebaiknya didasarkan pada penggalian informasi terkait hambatan spesifik

yang mereka alami dan kapasitas apa yang mereka miliki. Informasi jumlah warga

yang memiliki hambatan berjalan atau naik turun tangga lebih berguna dari pada

informasi terkait jumlah warga yang tuna daksa (label). Dalam PRB misalnya,

informasi tentang warga yang mengalami kesulitan berjalan atau naik turun tangga

dapat memberikan petunjuk kepada kita misalnya terkait penentuan jalur evakuasi

dan tempat evakuasi yang aksesibel.

Terkait pengembangan kapasitas informasi mengenai hambatan dan kapasitas juga

sangat berguna dalam mengembangan informasi dan mekanisme penyampaian

informasi kepada penyandang disabilitas. Dalam upaya pengembangan kapasitas

yang inklusif, pendamping harus memastikan pengembangan informasi yang

aksesibel baik dari segi media informasi, konten informasi dan penyampaian

informasi. Dalam hal ini penyandang disabilitas tidak hanya diharapkan mampu

mendapatkan informasi tetapi juga mempraktekkannya. Dengan demikian konten

informasi harus disesuaikan dengan hambatan yang di alami dan kapasitas yang

Identifikasi penyandang disabilitas6.dimiliki.

Misalnya, bagi individu yang berkesulitan mendengar tetapi tidak berkesulitan

melihat, pendamping dapat mengembangkan dan menyampaikan informasi prosedur

keselamatan dari bencana melalui media visual dengan konten yang sama pada

media yang diperuntukkan untuk masyarakat umum lainnya. Namun apabila seorang

individu tidak berkesulitan mendengar namun memiliki kesulitan berjalan, misal

pengguna kursi roda, maka teknik penyampaian informasi bisa disamakan dengan

teknik penyampaian informasi yang diperuntukkan masyarakat umum, namun konten

informasi harus disesuaikan dengan kemampuan individu tersebut sehingga bisa ia

praktikkan.

Untuk mendukung perancangan kegiatan berdasarkan kebutuhan, pendamping

dapat menggunakan pertanyaan Washington Group. Pertanyaan ini dikembangkan

guna menyederhanakan identifikasi disabilitas dari segi non teknis atau non medis

dan dapat dilakukan oleh orang awam termasuk masyarakat yang tinggal di sekitar

penyandang disabilitas. Jika kita menanyakan pada masyarakat adakah penyandang

disabilitas yang tinggal di sekitar mereka, maka kemungkinan masyarakat sulit untuk

menjawab atau menjawab berdasarkan asumsi yang belum tentu benar. Jika

pertanyaannnya kita sederhanakan menjadi, adakah masyarakat di sekitar yang

mengalami kesulitan melihat, berjalan dan sebagainya pasti masyarakat dapat

dengan mudah menjawab. Sebagai contoh data penyandang disabilitas dari Desa

Hargomulyo, Gedangsari, Gunungkidul yang didapat dari data desa adalah 125

setelah melakukan verifikasi dengan menggunakan pertanyaan Washington Group

jumlah disabilitas di desa tersebut menjadi 221. Hal ini berimplikasi bahwa pertanyaan

Washington Group lebih praktis dan mempermudah identifikasi oleh masyarakat yang

sebagian besar awam akan pelabelan medis, akademik atau psikologis yang selama

ini digunakan untuk mengidentifikasi penyandang disabilitas. Berikut 6 set pertanyaan

yang dikembangkan oleh Washington Group.

Sampel hasil identifikasi penyandang disabilitas menggunakan Washington

Group Question, ASB 2014

Melihat MendengarBerjalan/

naik-turun tanggaMengingat/konsentrasi Rawat diri Komunikasi

Tidak kesulitan

Sesekali kesulitan

Banyak kesulitan

Tidak dapat melakukan sama sekali

Tidak menjawab

65.3%

15.7%

13.0%

5.8%

0.2% 2.6%

64.6%

15.0%

13.6%

4.3%

0.1%

45.4%

14.4%

27.6%

12.5%

48.3%

20.9%

23.2%

6.8%

0.8% 0.1%

69.2%

11.7%

9.6%

9.5%

0.7%

47.5%

20.8%

21.2%

9.9%

INFORMASI TERKAIT DISABILITAS (MENGGUNAKAN WASHINGTON GROUP QUESTIONS)

Page 21: Disabilitas dalam Ketangguhan: Berangkat dari Sumberdaya yang ...

38 | Disabilitas dalam Ketangguhan

Pertanyaan Washington Group mengidentifikasi 6 hambatan yang mungkin dialami

oleh individu dengan 5 pilihan jawaban dari tidak kesulitan hingga tidak dapat

melakukan sama sekali. Pilihan ini dapat digunakan untuk menjadi acuan analisa

hambatan dan tingkat kesulitan. Pertanyaan Washington Group diajukan langsung

kepada penyandang disabilitas atau pendampingnya (jika penyandang disabilitas

tidak mampu menjawab). Dalam hal ini, interviewer yang mengajukan pertanyaan

tidak boleh berasumsi. Semua jawaban harus berasal dari penyandang disabilitas

sendiri atau pendamping disabilitas dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Setiap masyarakat yang tinggal di wilayah rawan bencana tentunya terpapar

risiko bencana dan tingkat risiko yang dialami sangat bergantung pada tingkat

ketangguhan. Perubahan paradigma kerentanan menjadi ketangguhan

mengakui bahwa semua masyarakat tidak terkecuali penyandang disabilitas pada

dasarnya memiliki kapasitas untuk berkontribusi aktif dalam pengelolaan risiko. Lebih

lanjut peningkatan kapasitas yang diberikan pada masyarakat, baik disabilitas

maupun non disabilitas, mampu meningkatkan kemampuan mereka untuk

mengurangi risiko.

Pengalaman pelaksanaan program ketangguhan ASB menunjukkan bahwa

peyandang disabilitas merupakan sumber daya potensial. Namun dikarenakan

asumsi yang cenderung tidak benar dan keberadaan penyandang disabilitas yang

“tidak terlihat”, sumber daya ini belum termanfaatkan secara maksimal.

Kegiatan pemberdayaan penyandang disabilitas seringnya dianggap harus selalu

dilaksanakan secara terpisah dan mengedepankan hal-hal teknis. Anggapan ini

mempersempit ruang interaksi antara masyarakat disabilitas dengan masyarakat non

disabilitas dan secara tidak langsung juga mengurangi kesempatan kerjasama semua

unsur masyarakat dalam mewujudkan ketangguhan. Pelaksanaan pendampingan

terpisah juga mengurangi kesempatan penguatan keterikatan sosial antara

masyarakat disabilitas dan masyarakat non disabilitas. Telah banyak dikaji bahwa

keterikatan sosial masyarakat merupakan salah satu pijakan utama untuk

mewujudkan ketangguhan karena didalamnya terdapat upaya kerjasama.

Keterikatan sosial yang berkualitas mampu memelihara dan memperkuat kapasitas

masyarakat yang ada di dalamnya. Dalam rangka menumbuhkan dan memelihara

keterikatan sosial ini, maka kegiatan pendampingan masyarakat menuju

ketangguhan seharusnya didasarkan pada prinsip inklusif dengan menerapkan

pendekatan masyarakat yang menyeluruh (whole communty approach) di mana

setiap unsur masyarakat dapat berkontribusi aktif dan merasakan manfaat dari

integrasi kontribusinya tersebut.

Disabilitas dalam Ketangguhan | 39

E. Kesimpulan

Page 22: Disabilitas dalam Ketangguhan: Berangkat dari Sumberdaya yang ...