Konsep Ketangguhan Kota Terhadap Arus Globalisasi (Citta Slow)

14
Citta Slow Konsep Ketangguhan Kota Terhadap Arus Globalisasi Aulia Sabrina Gayatri 09/284763/TK/35481 Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Jurusan Teknik Arsitektur dan Perencanaan Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

description

Konsep Ketangguhan Kota Terhadap Arus Globalisasi (Citta Slow)

Transcript of Konsep Ketangguhan Kota Terhadap Arus Globalisasi (Citta Slow)

Page 1: Konsep Ketangguhan Kota Terhadap Arus Globalisasi (Citta Slow)

Citta SlowKonsep Ketangguhan KotaTerhadap Arus Globalisasi

Aulia Sabrina Gayatri09/284763/TK/35481

Program Studi Perencanaan Wilayah dan KotaJurusan Teknik Arsitektur dan PerencanaanFakultas TeknikUniversitas Gadjah Mada

Page 2: Konsep Ketangguhan Kota Terhadap Arus Globalisasi (Citta Slow)

1

MK Kota Tangguh | Konsep Ketangguhan Kota Terhadap Arus Globalisasi

Arus Globalisasi yang Mengancam Kota

Arus globalisasi dan urbanisasi

dalam dekade terakhir ini membawa

dampak yang sangat luar biasa terhadap

kota-kota besar di seluruh dunia. Proses

tersebut secara terus menerus telah

merubah segala dimensi ekonomi, sosial

dan lingkungan. Di satu sisi proses ini

m e m b a w a d a m p a k b a i k b a g i

p e r t u m b u h a n e k o n o m i d e n g a n

menaikkan pendapatan per kapita dan

menorehkan pola konsumsi baru. Dalam

segi spasial, di kota-kota besar di negara

berkembang mengalami aglomerasi

perkotaan dimana sebagian besar

penduduknya kini tinggal di perkotaan.

Pedesaan kini mengalami penurunan

jumlah penduduk yang berimbas pada

pertumbuhan ekonomi yang lambat

bahkan stagnasi. Arus globalisasi juga

menyebabkan hilangnya kekhasan dan

keterasaan sebuah ruang (sense of place).

Dari segi lingkungan, terjadi degradasi

secara besar-besaran, kemacetan,

keramaian, polusi, bahkan bencana alam

yang semakin mengancam tingkat

kenyamanan kota.

Seiring pesatnya pertumbuhan

ekonomi di seluruh dunia, kota-kota terus

menerus berkompetisi dalam mendirikan

manufaktur-manufaktur skala besar. Unit-

unit usaha kini tidak lagi dimiliki oleh

pengusaha lokal namun diserahkan

kepada pihak investor. Hingga pada tahun

1997 dunia mengalami krisis secara

global. Krisis global ini menjalar ke seluruh

sektor utama mulai dari pertanian hingga

industri. Namun faktanya, dalam krisis

ekonomi global Indonesia menerima

dampak yang lebih kecil dibanding

negara-negara lain di dunia. Menurut

p e n i l i t i a n h a l i n i d i k a r e n a k a n

perekonomian Indonesia ditopang oleh

sektor usaha kecil dan menengah atau

sektor informal. Fakta empirik pun

menunjukkan, sektor informal menjadi

sektor ekonomi yang mendominasi daya

serap tenaga kerja di berbagai negara

berkembang (Byrne dan Strobl, 2004).

Sektor informal tidak berhubungan

langsung dengan dampak krisis global

karena tidak berbadan hukum, tidak ada

akses perbankan, dan tidak mempunyai

nomor wajib pajak. Tentunya dampak arus

globalisasi semacam ini turut mengancam

tingkat kenyamanan kota namun dapat

ditangkal dengan beberapa strategi

ketahanan kota.

Urban Happiness

Keterasaan sebuah ruang atau

sense of place dibangun oleh unsur sosial.

S e b u a h r u a n g d i h i d u p k a n o l e h

penduduknya. Sebuah ruang bukanlah

hanya sebatas bentuk fisik (Aravot, 2002),

ruang merupakan tempat interaksi sosial,

tempat dimana penghuninya melakukan

kegiatan sehari-hari mereka, tempat

membentuk kehidupan sosial ekonomi

mereka, tempat dimana wawasan dan

pengalaman setiap hari terbentuk. Maka

para penghuni sebuah ruang melewatkan

waktu membentuk karakter bersama,

berinteraksi di jalan, taman dan pasar

sehingga membentuk rasa kebersamaan,

pengalaman dan memori yang bersifat

kekhasan lokal suatu batasan ruang

tersebut yang disebut budaya.

Page 3: Konsep Ketangguhan Kota Terhadap Arus Globalisasi (Citta Slow)

2

MK Kota Tangguh | Konsep Ketangguhan Kota Terhadap Arus Globalisasi

Seiring berjalannya waktu, ruang berubah

menyesuaikan perubahan karakter dan

aktivitas penghuninya. Perubahan

k a r a k t e r t e r s e b u t d i s e b a b k a n

penyesuaian terhadap pemenuhan

kebutuhan dari waktu ke waktu. Penduduk

membentuk ruang dan secara konstan

memodifikasi dan merubah bentuk ruang

dan ruang secara konstan meniru

pengaruh dari penduduknya.

Hampir dua dekade terakhir,

penduduk dan ruang dihadapkan pada

perubahan dengan tingkat yang luar biasa.

G lobal isas i ekonomi dan budaya

didominasi oleh perpindahan dan

penyebaran aliran modal, barang dan jasa,

manusia dan ide (Castells, 1996).

Globalisasi telah menghasilkan dunia yang

serba cepat 'fast world'- dunia yang tidak

pernah beristirahat, dunia yang di

beberapa tempatnya terlihat sama, dunia

yang tidak memiliki kekhasan dan

keterasaan sebuah ruang, dunia yang tidak

dapat menopang kehidupan sosial

penduduk di atasnya (Bianchini, 1988).

Dunia yang serba cepat ini lebih

merupakan akibat dar i ekspansi

kapitalisme dalam skala global. Dalam

sistem ekonomi global, waktu adalah uang.

Dunia yang serba cepat menuntut adanya

keterlibatan manusia dan ruang sebagai

produser dan konsumer. Kemajuan

teknologi telah menciptakan alat

t e l e k o m u n i k a s i m o d e r n s e p e r t i

handphone, email, internet, dan saat ini

berita dan hiburan internasional dapat

dinikmati di seluruh penjuru dunia,

perkembangan alat transportasi yang

memungkinkan perpindahan manusia dan

b a ra n g s e c a ra c e p a t s e m u a nya

merupakan penemuan penting di abad 20.

Di kota-kota besar di seluruh dunia,

a r u s g l o b a l i s a s i m e n y e b a b k a n

homogenisasi atau kesamaan baik itu

dalam hal makanan, gaya hidup, musik,

rutinitas. Penduduk kota dihadapkan pada

rutinitas layaknya robot. Rutinitas di

kantor, makanan cepat saji, kafe, pub,

diskotik, pesta, hingga narkoba dan sex

bebas. Hal-hal semacam itu umum pada

kota-kota besar dan ditemukan kemiripan.

Meskipun sarana hiburan mudah

ditemukan, namun kondisi semacam itu

sering berdampak pada ketidaknyamanan

penduduk. Gejala yang timbul seperti

stress, penyakit kronis, bahkan bunuh diri.

Hal tersebut tentunya bukan hal yang

diinginkan dalam kehidupan di perkotaan.

The Gallup-Healthways Well-Being

Index membuktikan bahwa peningkatan

kekayaan sama sekali tidak meningkatkan

kesenangan. Namun, kesenangan lebih

dihasilkan dari rasa memiliki, rasa berbagi

dan bukan ukuran pendapatan. Ruang

publik tempat masyarakat berkumpul

menciptakan lebih banyak kesenangan

k e t i m b a n g j a l a n a n m a c e t y a n g

menimbulkan kebencian dan tindakan

agresif. Hal yang membuat pekerja stress

bukanlah karena pekerjaannya namun

perjalanan dari rumah ke tempat bekerja.

Penelitian tersebut juga membuktikan

bahwa kondisi sosial yang sehat akan

membawa kepada kondisi ekonomi yang

sehat pula. Para developer menganggap

bahwa untuk tetap kompetitif, daripada

membangun desain rumah tradisional

yang megah lebih baik membangun

Page 4: Konsep Ketangguhan Kota Terhadap Arus Globalisasi (Citta Slow)

3

MK Kota Tangguh | Konsep Ketangguhan Kota Terhadap Arus Globalisasi

lingkungan dan jalur pedestrian yang

konservatif dan multi guna. Orang akan

mendapatkan kepuasan dan kesenangan

lebih dengan pengalaman berjalan kaki di

lingkungan mereka daripada memiliki

rumah mereka sendiri.

Dalam dunia yang serba cepat,

kesamaan tempat berlangsung intensif

dan sebagai hasilnya, bentuk fisik dan

lansekap ruang menjadi elemen penting

dalam budaya konsumsi. Menanggapi

perubahan tersebut, para pengembang

berlomba-lomba mendirikan mall, taman,

merenovasi bangunan bersejarah dan

permukiman. Semakin para pengembang

mengatur kekhasan suatu tempat dan

semakin besar dan spektakular proyek

yang dikembangkan maka hasilnya

semakin menimbulkan kesamaan tempat

tersebut dengan tempat yang lain.

Namun di era globalisasi ini telah

banyak juga pihak yang berusaha

menghidupkan kekhasan suatu tempat

untuk kepentingan pariwisata dan

komersial. Mereka memajang foto, peta,

petunjuk, informasi, resensi tempat

tersebut di halaman web internet dengan

tujuan mempromosikan tempat tersebut.

Namun yang menjadi pertanyaan, apakah

usaha tersebut telah mampu menjaga

khasanah budaya lokal, apakah dengan

memanipulasi budaya secara visual dan

materi untuk meningkatkan daya tarik

merupakan bagian dari usaha pelestarian

dan apakah usaha tersebut berdampak

baik bagi kualitas hidup penduduk

setempat. Sebagai contoh Kampung Naga

di Jawa Barat yang dulunya terkenal

sebagai kampung yang tidak tersentuh

pengaruh luar. Namun akibat predikat

tersebut kini kampung tersebut ramai

didatangi oleh wisatawan. Kampung Naga

kini tidak ada bedanya dengan kampung

yang lain. Bahkan kampung tersebut lebih

maju karena banyak orang kota yang

datang berkunjung.

Manipulasi kebudayaan dengan

mempromosikan tradisi dan gaya hidup

lokal untuk kepentingan pariwisata dan

komersial ini dikenal dengan istilah

'heritage industry'. Konsekuensi dari

heritage industry ini yaitu budaya

lingkungan hidup perkotaan rentan

terhadap proses menyepelekan dan

merendahkan nilai-nilai budaya. United

Nations Centre for Human Settlements

(UNCHS) (2001) menyebutkan:

T h e p a r t i c u l a r h i s t o r i c

character of city often gets

submerged in the direct and

overt quest for an international

i m a ge a n d i n t e r n a t i o n a l

business . . . Local identity

becomes an ornament, a public

relations artifact designed to aid

marketing. Authenticity is paid

for, encapsulated, mummified,

located and displayed to attract

tourists rather than to shelter

continuities of tradition or the

lives of its historic creators.

Konsep Slow City

Dalam Bahasa Indonesia makna

slow bisa diartikan lambat, pelan-pelan

atau malas. Namun dalam Bahasa Italia

kata tersebut mempunyai makna positif

yang berarti hidup dengan baik ,

Page 5: Konsep Ketangguhan Kota Terhadap Arus Globalisasi (Citta Slow)

4

MK Kota Tangguh | Konsep Ketangguhan Kota Terhadap Arus Globalisasi

mempunyai waktu untuk berbincang dan

rileks, melakukan hal-hal positif dan

mengetahui cara menikmati hidup. Hal itu

merupakan kekayaan dari sebuah

kepuasan.

Gerakan Slow City (Cittaslow)

menyajikan solusi sebagai upaya

menemukan kembali keterasaan sebuah

ruang. Gerakan ini memberikan alternatif

pendekatan pembangunan kota yang lebih

berkelanjutan (Mayer dan Knox, 2006).

Gerakan ini merupakan respon terhadap

arus globalisasi yang mengancam kota.

Konsep dasarnya yaitu melestarikan

khasanah lokal, budaya tradisional,

memperlambat pacu kehidupan, dan

keramahtamahan. Gerakan ini sebagai

tindak lanjut gerakan sebelumnya yaitu

Slow Food pada tahun 1986. Gerakan Slow

Food merupakan inisiatif dan tindakan

balasan terhadap globalisasi. Gerakan ini

disebut barikade budaya yang melawan

hegemoni McDonald's, KFC, dan ikon-ikon

g l o b a l i s a s i l a i n nya ya n g d i n i l a i

menyeragamkan rasa dan merendahkan

kualitas makanan.

Gerakan Slow City dibentuk pada

Oktober 1999 saat Paolo Saturnini,

walikota Greve-in-Chianti, salah satu kota

kecil di Tuscan, mengadakan pertemuan

dengan 3 walikota (Orvieto, Bra, Positano)

untuk mendefinisikan atribut dari Città

Lente-Slow City. Dari hasil pertemuan

tersebut ditetapkan 3 prinsip utama dalam

pembentukan Slow City. Prinsip tersebut

yaitu mengurangi polusi dan menjaga

ekologi lingkungan, melindungi tradisi dan

estetika lokal serta mengembangkan

kerajinan, produksi dan kuliner lokal.

Mereka juga menetapkan untuk

menggunakan kemajuan teknologi untuk

menciptakan lingkungan yang sehat,

untuk menyadarkan masyarakat betapa

pentingnya menjaga khasanah budaya

sendiri demi terciptanya kehidupan yang

nyaman. Tujuan utamanya yaitu untuk

mengembangkan kawasan yang nyaman

dengan kuliner khas, lingkungan yang

sehat, ekonomi berkelanjutan dan irama

tradisi yang tetap terjaga bagi kehidupan

komunitas. Selain itu gerakan ini

bertujuan:

?membuat hidup lebih baik bagi semua

orang yang tinggal di lingkungan

perkotaan

?m e n i n g k a t k a n k u a l i t a s h i d u p

perkotaan

?m e n a n g k a l h o m o g e n i s a s i d a n

globalisasi kota-kota di seluruh dunia

?melindungi lingkungan hidup

?mempromosikan keanekaragaman

budaya dan keunikan masing-masing

kota

?memberikan inspirasi untuk gaya hidup

sehat

Ide tersebut kemudian dituangkan

ke dalam piagam dengan 54 kriteria. Untuk

dapat menjadi anggota, kandidat kota

harus berpenduduk kurang dari 50.000

jiwa dan meraih skor paling tidak 50%

pada penilaian kriteria. Jika diterima,

kandidat kota diwajibkan membayar biaya

kontribusi setiap tahun dan menaati

Piagam Cittaslow. Kota tersebut lalu bisa

dengan bangga memajang logo Cittaslow:

siput yang membawa kota yang berwarna

warni di punggungnya. Kota tersebut juga

harus menyediakan kawasan yang khusus

Page 6: Konsep Ketangguhan Kota Terhadap Arus Globalisasi (Citta Slow)

5

MK Kota Tangguh | Konsep Ketangguhan Kota Terhadap Arus Globalisasi

bagi pengunjung untuk dapat menikmati

kuliner khas dan kerajinan lokal. Sehingga

terdapat batasan yang jelas mana yang

dapat dikembangkan sebagai kawasan

wisata dan mana yang bukan. Karena kota

tersebut harus menjaga keaslian dan

kemurnian kekayaan alam dan budaya

lokal agar tidak terpengaruh oleh budaya

pendatang.

Dalam piagam Slow City juga

memuat perencanaan kawasan dan urban

desain. Kandidat kota harus berkomitmen

untuk tidak hanya mendukung pelestarian

p u s a k a d a e r a h n y a n a m u n j u g a

mendukung kemajuan teknologi industri

modern dengan batasan tertentu. Selain

itu kandidat kota harus berkomitmen

melestarikan karakter khas kawasan

terbangun dan berjanji akan menanam

pepohonan, menyediakan ruang hijau,

memperbanyak jalur sepeda dan pejalan

kaki, mempertahankan ruang terbuka

kota (public square dan piazza) agar bebas

dari papan reklame dan neon box, dilarang

memasang alarm pada kendaraan,

menurunkan polusi suara, polusi cahaya

dan polusi udara, mendukung penggunaan

sumber energi alternatif, memperbaiki

transportasi publik dan mempromosikan

rancangan yang ramah lingkungan di

segala pembangunan baru. Gerakan Slow

City telah terstandar ISO 9000 untuk

standar manajemen dan ISO 14 000 untuk

standar manajemen lingkungan.

Penetapan kota sebagai anggota

Slow City dilakukan dengan ketat dan

diadakan pelatihan terlebih dahulu.

Gerakan ini dikelola oleh 10 walikota,

dengan satu ketua, 3 wakil ketua dan

dewan pengurus dan semua pihak

melayani secara sukarela. Kontrol

dilakukan secara berkala dan terdapat

proses audit dan pelaporan yang

mencakup 6 area yaitu:

?Lingkungan: mengimplementasikan

monitoring kualitas udara; program

pengurangan kebisingan lingkungan;

dan teknologi pengolahan sampah.

?Infrastruktur: mengembangkan ruang

h i j a u ; a k s e s i b i l i t a s t e r h a d a p

penyandang cacat; menyediakan toilet

umum; jam operasi yang konsisten

p a d a a u l a k o t a ( c i t y h a l l ) ;

mengembangkan jalur sepeda.

?Perencanaan Kota: retrofit dan

restorasi bangunan bersejarah;

menggunakan kembali material lama;

meningkatkan pusat kota bersejarah.

?Dukungan produk lokal: menciptakan

pasar produk lokal; member label pada

kemasan makanan bahwa produk

tersebut menggunakan bahan organik;

meningkatkan kualitas makanan di

kantin sekolah; mendukung even

budaya tradisional.

?Keramahtamahan: memasang penanda

j a l a n ( s i g n a g e ) y a n g b e r l a k u

internasional; menyediakan pemandu

wisata; menyediakan area parkir yang

memadai; mengontrol harga di hotel

dan restoran.

?Ke s a d a ra n : m e nye r t a k a n l o g o

“Cittaslow” di semua dokumen resmi;

program pendidikan rasa makanan di

sekolah-sekolah; sosialisasi tentang

pentingnya aktivitas rekreasi bagi

keluarga, atau kunjungan ke rumah

lansia dan pasien.

Page 7: Konsep Ketangguhan Kota Terhadap Arus Globalisasi (Citta Slow)

6

MK Kota Tangguh | Konsep Ketangguhan Kota Terhadap Arus Globalisasi

Pada tahun 2001, 28 Slow City

pertama telah mendapatkan sertifikasi.

Semuanya merupakan kota-kota di Itali,

dan sebagian besar berlokasi di utara Itali,

sebagian di Tuscany dan Umbria. Awal

2005, anggota bertambah menjadi 44

(termasuk Hersbruck, Schwarzenbruck,

Überlingen dan Waldkirch di Jerman,

Sokndal dan Levanger di Norwegia, dan

Ludlow dan Aylsham di Inggris) dan masih

banyak kota-kota lain yang mencari

sertifikasi melalui program percobaaan.

Saat ini, negara-negara yang telah

bergabung meliputi: Austria, Inggris,

Australia , Jerman, Korea Selatan,

Norwegia, Spanyol, Polandia, Selandia

Baru dan tentunya Italia, dengan total 62

kota di Italia dan sekitar 20 kota di seluruh

dunia.

Kota yang dibentuk merupakan

kota pada umumnya, namun dikondisikan

menjadi tempat yang nyaman untuk

ditinggali bagi penduduk setempat,

tempat yang berpegang teguh pada

identitas lokal dan tempat yang nyaman

untuk menikmati hidup. Slow City

memperbolehkan warganya untuk

bersantai dan rileks, menggunakan waktu

m e r e k a u n t u k m e n i k m a t i d a n

merefleksikan hidup. Kota yang nyaman

untuk berjalan kaki, tanpa lalu lintas yang

membisingkan, kota dimana penduduknya

bisa tenang bersosialisasi, duduk-duduk di

t a m a n d a n b e r b i n c a n g - b i n c a n g .

Pemerintah daerahnya mengharuskan

warganya untuk melakukan pembaharuan

e n e rg y, p e n g o l a h a n s a m p a h d a n

mengembangkan kerajinan dan kesenian

lokal, melestarikan makanan tradisional

mulai dar i komposis i dan cara

pengolahannya bahkan cara memakannya.

Kuliner yang dikelola menggunakan bahan

organik dan cara tradisional sehingga

tidak berbahaya bagi lingkungan dan

kesehatan. Gerakan ini telah menjadi

pendekatan baru dalam pembangunan

kota.

Ide utama dari konsep Slow City

meliputi:

?Melestarikan bangunan bersejarah

dengan proses retrofit, restorasi serta

menghindari pembangunan bangunan

baru.

?Mengurangi konsumsi energy.

?Mempromosikan teknologi ramah

lingkungan.

?Meningkatkan jumlah ruang terbuka

hijau dan ruang rekreasi.

?Menjaga kebersihan dan keindahan

kota.

?Memprioritaskan transportasi publik

dan transportasi bebas polusi lainnya.

?M e n g u r a n g i s a m p a h d a n

mengembangkan pengolahan sampah.

?Meningkatkan jumlah ruang pejalan

khaki.

?Mengembangkan bisnis lokal.

?Mengembangkan fasilitas umum dan

infrastruktur yang ramah bagi segala

usia dan penyandang cacat.

?Mengembangkan pembangunan

berbasis komunitas dan pemberdayaan

masyarakat.

?Melindungi dan mengembangkan

pusaka budaya setempat baik pusaka

t e r l i h a t m a u p u n t a k t e r l i h a t

(tangible/intangible).

?Melarang GMO (Modifikasi Organisme

Genetik)

Page 8: Konsep Ketangguhan Kota Terhadap Arus Globalisasi (Citta Slow)

7

MK Kota Tangguh | Konsep Ketangguhan Kota Terhadap Arus Globalisasi

Ada salah satu kritik mengenai

gerakan Slow City yaitu konsep ini bisa

s a j a m e n g i s o l a s i p e n d u d u k d a r i

lingkungan sekitar yang akan kontras

berbeda. Slow City bukanlah tempat

dimana tidak ada keberagaman di

dalamnya, tempat yang membosankan

bagi kaum muda atau tempat yang tidak

ada bedanya dengan desa. Slow City sangat

mengandalkan kemajuan teknologi

modern karena dengan bantuan teknologi

tercipta alat-alat seperti alat pengontrol

polusi, alat pengolah limbah dan sampah,

serta alat lain yang membantu petani.

Semua dilakukan demi kemudahan dan

hasil yang optimal.

Kritik lain menyebutkan bahwa

gerakan Slow City tidak ada bedanya

dengan 'heritage industry' karena

berpenduduk kurang dari 50.000 dan

rentan sekali untuk berubah cepat

terhadap arus globalisasi yang masuk dari

pengunjung. Diperkirakan toko-toko dan

restoran akan menaikkan harga layaknya

tempat wisata lainnya. Semakin terkenal

lokasi kota tersebut maka banyak orang

yang ingin tinggal atau mempunyai rumah

kedua disana. Maka harga rumah akan

melambung, penduduk muda dan

p e n d u d u k y a n g m i s k i n a k a n

meninggalkan tempat itu. Sama kasusnya

seperti yang terjadi di Venezia yang

ditinggalkan oleh penduduk aslinya

karena harga sewa rumah yang mahal,

kebutuhan sehari-hari yang melambung

harganya serta ketidaknyamanan akan

hadirnya para pelancong.

Stakeholder

Slow City merupakan sebuah

konsensus internasional sebagai upaya

m e l a w a n a r u s g l o b a l i s a s i y a n g

mengancam keberlanjutan kota. Dalam

g e ra ka n i n i , m e s k i p u n d i n a m i ka

globalisasi menyerang kota dan wilayah,

namun walikota, dewan kota, perencana

kota, dan masyarakat setempat turut ambil

b a g i a n d a l a m m e l a w a n p r o s e s

homogenisasi. Slow City didedikasikan

untuk upaya pembangunan ekonomi

Karakteristik utama dari Citta Slow (Slow City), (Imbroscio 2003)

Page 9: Konsep Ketangguhan Kota Terhadap Arus Globalisasi (Citta Slow)

8

MK Kota Tangguh | Konsep Ketangguhan Kota Terhadap Arus Globalisasi

komunitas yang berfokus pada atribut

unik seperti bisnis kecil, UKM, restoran

lokal, petani dan perusahaan yang

memiliki kepedulian sosial. Anggota Slow

C i t y b i a s a n y a d i p r a k a r s a i o l e h

walikotanya atau dewan kota bahkan

sektor bisnis lokal. Jaringan yang kuat

terbentuk karena tidak hanya melibatkan

pihak pemerintah dalam proses sertifikasi,

namun juga melibatkan masyarakat

setempat, organisasi nirlaba dan lembaga

swadaya masyarakat.

Strategi Ketangguhan Kota

Globalisasi dapat dikatakan suatu

proses dimana dunia menjadi lebih kecil

dari sebelumnya. Proses ini terjadi dengan

berbagai cara dan menghasilkan efek

positif sekaligus negatif. Manusia dapat

berpindah dengan cepat ke bagian bumi

yang lain, masyarakat kehilangan etnis dan

budaya, manusia dapat mengakses

informasi dengan mudah melalui TV dan

internet bahkan sebagian besar barang

dan jasa yang digunakan berasal dari

berbagai tempat di seluruh dunia.

Slow City tidak hanya merupakan

pendekatan pembangunan kota yang

berfokus pada strategi vitalitas ekonomi

lokal saja namun juga berfokus pada isu

keberlanjutan dan kesetaraan sosial.

K o n s e p i n i m e n d a s a r i a s u m s i

pembangunan berkelanjutan yang

mencakup 3 aspek atau lebih dikenal

dengan 3E 'economy, environment, and

equity' (Campbell, 1996). Pembangunan

kota berkelanjutan bertujuan untuk

melindungi asset lingkungan sementara di

waktu yang sama juga meningkatkan

keuntungan ekonomi. Menurut Campbell

( 1 9 9 6 ) s u n g g u h t i d a k m u d a h

pelaksanaannya untuk menyeimbangkan

antara aspek 3 E tersebut. Selalu terdapat

bentrok antar kepentingan yang saling

tumpang tindih dalam mencapai tujuan.

S t r a t e g i u n t u k m e n i n g k a t k a n

ketangguhan kota terhadap arus

globalisasi diantaranya:

?Melindungi atau menciptakan identitas.

?Restorasi (mengembalikan kondisi

awal) bangunan bersejarah.

Page 10: Konsep Ketangguhan Kota Terhadap Arus Globalisasi (Citta Slow)

9

MK Kota Tangguh | Konsep Ketangguhan Kota Terhadap Arus Globalisasi

?Menghentikan polusi suara.

?Manajemen dan teknologi ramah

lingkungan.

?Menyediakan ruang hijau dan ruang

bagi pejalan khaki.

?Menggunakan materi bangunan yang

ramah lingkungan.

?Meningkatkan status cagar budaya bagi

kearifan lokal.

?Melindungi lansekap alami untuk

pemandangan dan kelestarian alam.

?Memberikan penyuluhan kepada

usahawan kecil dan petani.

?Menguatkan komunitas lokal dan

pemberdayaan masyarakat.

?Melindungi tradisi lokal (kesenian,

kuliner, festival, kebudayaan, bahasa,

dll)

?Melindungi lingkungan meskipun

menggunakan teknologi modern.

Studi Kasus

Gerakan Slow City telah memiliki

jaringan internasional dan setiap kota

memiliki ide-ide atau keunggulan masing-

m a s i n g . S e t i a p k o t a

mengimplementasikan filosofi Slow City

dalam cara yang berbeda-beda. Di

Chiavenna, Italia, terkenal karena

usahanya untuk melestarikan makanan

yang hampir punah seperti Violino, sajian

daging kambing yang memiliki rasa khas

karena kambing dibiarkan hidup di dalam

gua. Di Orvieto, Italia, terkenal dengan

transportasi alternatif dan sebagai pendiri

Piagam Kota Hidrogen yang berperan

penting dalam mempromosikan energi

daur ulang. Para petani di Überlingen,

Jerman, merupakan yang pertama kali

melarang rekayasa genetic pada bibit

tanaman dan hewan. Di Hersbruck dan

Waldkirch, Jerman, memiliki program

inovasi yang menghubungkan petani lokal

dengan restoran dan mereka memiliki

pasar hasil pertanian yang terkemuka.

Kota-kota di Italia

Te rl i h a t s e ku m p u l a n a n a k m u d a

berbincang, mereka tertawa dan bergosip

di salah satu sudut kedai kopi di Slow City

di Italia. Di sekolah, anak-anak menikmati

makanan dan buah organik yang tumbuh

dari petani lokal. Di kolam renang, para

muda mudi memperdengarkan lagu pop

yang sedang menjadi top chart di MTV.

Toko-toko tutup dua hari setiap minggu

untuk menghindari batas overwork. Para

penduduk senang dengan pohon-pohon

yang baru ditanam, senang dengan

perbaikan transportasi serta jalur sepeda

dan pejalan kaki. Tiap tahun di Italia, toko

penjual sosis organik dan coklat handmade

serta pemilik toko lainnya mengikuti

festival kuliner dan banyak menarik

wisatawan. Pengangguran berkurang.

Toko lokal sekarang dapat menjual produk

lokal seperti paprika panggang, truffles

putih, pasta segar, minyak zaitun, dan wine

lokal. Di salah satu restoran bernama Pine

Grove ala Slow City tidak ada Big Macs

tentunya. Pelayanannya tidak lambat.

Namun terdapat beberapa menu yang

dimasak cukup lama agar bumbu dapat

meresap. Sementara menunggu makanan

dimasak, para pengunjung menikmatinya

dengan berbincang dengan teman lama,

berkenalan, dan tidak terburu-buru untuk

mengejar sesuatu.

Page 11: Konsep Ketangguhan Kota Terhadap Arus Globalisasi (Citta Slow)

10

MK Kota Tangguh | Konsep Ketangguhan Kota Terhadap Arus Globalisasi

Orvieto

?Transportasi berkelanjutan (bis

elektrik)

?Piagam Kota Hidrogen

?Melarang makanan cepat saji dan

supermarket

?Kantor pusat organisasi Cittaslow

Internasional

?Bekerjasama dengan Slow Food dalam

mendirikan sekolah tata boga

?Mei-Oktober: festival anggur dan

kuliner di Palazzo del Gusto

Ludlow

?Pasar hasil tani khususnya progetti di

tavolo

?Festival makanan dan minuman

?Usaha kecil dan menengah di bidang

material bangunan

?Festival kerajinan

?Urban desain & pelestarian ragam

pusaka

?Melawan pengusaha ritel nasional

?Festival Shakespeare di Kastil

?Sejarah sosis

Ruang Publik di Orvieto

Palazzo del Gusto

Orvieto Ramah Bagi Lansia

Kota Ludlow

Rumah Kuno di Ludlow

Toko Daging Lokal

Page 12: Konsep Ketangguhan Kota Terhadap Arus Globalisasi (Citta Slow)

11

MK Kota Tangguh | Konsep Ketangguhan Kota Terhadap Arus Globalisasi

Slow City di Jerman

?Proteksi terhadap padang rumput

tradisional (Hutanger) dan pohon buah

pusaka (Streuobstbau)

?Integrasi antara produksi lokal dengan

menu restoran

?Pendidikan gizi makanan pada anak-

anak

?Pasar tradisional

?Sistem pemanasan bilah kayu

?Bisnis berkelanjutan dan kepemilikan

warga setempat

?Urban desain dan keterasaan sebuah

ruang

Peta Kota Hersbruck

Atap Rumah Tradisional

Sudut Kota Waldkirch

Pedestrian Friendly

Hutanger

Penerapan Teknologi Modern

Page 13: Konsep Ketangguhan Kota Terhadap Arus Globalisasi (Citta Slow)

12

MK Kota Tangguh | Konsep Ketangguhan Kota Terhadap Arus Globalisasi

Lesson Learned

Konsep Slow City dapat menjadi

alternatif pilihan dalam pengembangan

kota. Konsep ini lebih berkelanjutan dan

tangguh terhadap dampak negatif arus

globalisasi. Konsep ini dapat dengan

mudah disalah artikan sebagai kota yang

terisolasi, terbelakang dan regresif.

Pernyataan tersebut tidaklah benar. Slow

City menjadi yang terdepan dalam

pengembangan ide-ide perencanaan kota,

teknologi dan inovasi. Konsep ini bukan

s e r t a m e r t a m e l a r a n g p e n d i r i a n

McDonald's, tapi lebih berharap agar

melalui konsep ini, masyarakat akan sadar

dan lebih pintar dalam memilih makanan.

Kesadaran akan penggunaan produk lokal

yang asli, segar, sehat dan nikmat. Slow

City ingin sebuah kota menjadi tempat

yang ramai akan penyelenggaraan festival,

tradisi lokal yang berdampingan dengan

pengaruh kosmopolitan. Tidak seperti

gerakan slow-growth atau no-growth di

Amerika, Slow City selalu berkembang

d e n g a n a s p e k - a s p e k k u a l i t a t i f

pertumbuhan dan perkembangan.

Pelestarian bukan merupakan

upaya penjagaan, pelarangan, suatu benda

cagar budaya agar t idak dirusak

sedikitpun, dibiarkan tetap apa adanya,

kosong, tidak ada aktivitas dan hanya bisa

diamati. Namun upaya pelestarian

m e m p u n ya i m a k n a s u a t u u p a ya

menghidupkan kembali aktivitas yang

pernah ada dalam suatu ruang agar nilai

filosofis dan historisnya tidak hilang

dimakan waktu. Upaya tersebut bisa

dilakukan dengan menjaga dahulu fisik

ruang tersebut dengan proses retrofit,

restorasi atau renovasi. Setelah itu baru

menciptakan aktivitas dalam ruang

tersebut. Sebagai contoh Gedung Bank

Indonesia di Yogyakarta yang sangat

terkenal karena ciri arsitekturnya dan

lokasinya yang berada di 0 kilometer.

Namun, gedung itu tidak lagi dipakai

sebagai kantor untuk kegiatan perbankan.

Gedung tua tersebut dibiarkan kosong

t a n p a a k t iv i t a s . S u n g g u h s a n ga t

disayangkan apalah artinya bangunan

megah yang hanya dapat dinikmati dari

luar dan masyarakat tidak dapat

menikmati keindahan bagian dalamnya.

Sebaiknya gedung-gedung seperti itu bisa

disewakan/dibuka untuk umum.

Pengembangan Sayuran Organik

Plaza Kota Waldkirch

Page 14: Konsep Ketangguhan Kota Terhadap Arus Globalisasi (Citta Slow)

13

MK Kota Tangguh | Konsep Ketangguhan Kota Terhadap Arus Globalisasi

Daftar Pustaka

Campbell, Scott (1996). Green citiesgrowing cities, just cities? In: Journal of the American Planning Association

Mayer, Heike & Knox, Paul (2006). Slow Cities: Sustainable Places in a Fast World, Urban Affairs and Planning Program Virginia Tech

Douglass, Mike (2002). From global intercity competition to cooperation forlivable cities and economic resilience in Pacific Asia In: Journal Environment & Urbanization Vol 14 No 1 April 2002

Knox, Paul (2005). Creating Ordinary Places: Slow Cities in a Fast World In: Journal of Urban Design Vol. 10 No.1, 1-11, February 2005

Carolyn F. Strauss. The Slow Design Principles In: Journal Changing the Change

Eastern Shore Land Conservancy (2008). The Slow City movement provides a model for capitalizing on the Eastern Shore’s strengths

Lazzeretti, Luciana (2012). The remarkable resilience of Florence, city of art. Delft University Technology, Delft, Netherlands

,