DINAMIKA-INTEGRASI-KEBIJAKAN-PERTAHANAN-DAN-KEAMANAN-UNI-EROPA.docx

16
DINAMIKA INTEGRASI KEBIJAKAN PERTAHANAN DAN KEAMANAN UNI EROPA Disusun guna memenuhi tugas akhir mata kuliah European Governance semester genap 2010 Disusun oleh : Bayu Prajanto (08/265216/SP/22661) JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS GADJAH MADA

description

CVCV

Transcript of DINAMIKA-INTEGRASI-KEBIJAKAN-PERTAHANAN-DAN-KEAMANAN-UNI-EROPA.docx

Page 1: DINAMIKA-INTEGRASI-KEBIJAKAN-PERTAHANAN-DAN-KEAMANAN-UNI-EROPA.docx

DINAMIKA INTEGRASI KEBIJAKAN PERTAHANAN DAN KEAMANAN UNI EROPA

Disusun guna memenuhi tugas akhir mata kuliah European Governance semester genap 2010

Disusun oleh :

Bayu Prajanto (08/265216/SP/22661)

JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2010

Page 2: DINAMIKA-INTEGRASI-KEBIJAKAN-PERTAHANAN-DAN-KEAMANAN-UNI-EROPA.docx

DINAMIKA INTEGRASI KEBIJAKAN PERTAHANAN DAN KEAMANAN UNI

EROPA

Uni Eropa adalah sebuah organisasi antar-pemerintahan dan supra-nasional, yang terdiri

dari negara-negara Eropa, yang sejak 1 Januari 2007 telah memiliki 27 negara anggota.

Persatuan Uni Eropa ini didirikan pada saat Perjanjian Uni Eropa (yang lebih dikenal dengan

Perjanjian Maastricht) pada 1992. Untuk menjadi anggota Uni Eropa, suatu negara harus

memiliki demokrasi yang stabil yang menjamin supremasi hukum, hak-hak azasi manusia dan

perlindungan kaum minoritas. Dan negara-negara Anggota yang terikat di dalam Uni Eropa telah

menandatangani berbagai traktat yang telah di sepakati dan diratifikasi oleh masing-masing

Negara anggota.

Uni Eropa berdiri atas kerjasama dalam tiga pilar yaitu European Communities,

Commond Foreign Security Policy (CFSP), dan Justice and Home Affairs (JHA). CFSP

mempunyai lembaga militer yaitu ESDP (European security and defence policy) yang

merupakan kebijakan utama Uni Eropa yang meliputi pertahanan dan aspek-aspek militer.

Didalam ESDP, Uni Eropa melakukan militer dan operasi manajemen krisis sipil di luar wilayah

Uni Eropa, mengamati prinsip-prinsip Piagam PBB mengenai perdamaian, pencegahan konflik

dan konsolidasi perdamaian internasional. ESDP sendiri merupakan penerus keamanan dan

pertahanan Eropa yang dibuat oleh para elit Uni Eropa untuk menjadi identitas militer yang

independen dan berbeda dengan NATO. ESDP bekerja dibawah yuridiksi Uni Eropa dan juga

termasuk Negara-negara yang tidak terikat dalam NATO. Munculnya ESDP ini merupakan

pertama kalinya Eropa dalam merumuskan strategi keamanan bersama. Hal ini telah menjadi alat

untuk memproyeksikan kekuatan Eropa di dunia dan mempromosikan Uni Eropa sebagai aktor

global.

Sebagai kumpulan negara-negara yang memiliki persamaan latar belakang sejarah dan

identitas, tidaklah sulit bagi negara-negara Eropa untuk membentuk berbagai kebijakan bersama.

Pembentukan kerjasama ekonomi, misalnya, relatif tidak menemui hambatan mengingat sudah

samanya perspektif negara-negara Eropa tentang pentingnya kerjasama antar mereka demi

mencapai kesejahteraan bersama. Hal yang berbeda terjadi pada pembentukan Kebijakan

Pertahanan dan Keamanan Eropa (ESDP), yang dipenuhi berbagai intrik dan persaingan

kepentingan antara negara dominan Eropa kala itu. Pembentukan ESDP sendiri menempuh

Page 3: DINAMIKA-INTEGRASI-KEBIJAKAN-PERTAHANAN-DAN-KEAMANAN-UNI-EROPA.docx

proses diplomatik yang panjang, dimulai dari proses Saint-Malo yang disebut-sebut sebagai

cikal-bakal terbentuknya (ESDP).

Di bentuknya badan Uni Eropa ini karena Negara-negara yang terletak dikawasan Eropa

beranggapan bahwa tidak ada satupun Negara yang mampu menyelesaikan masalah yang sangat

kompleks baik eksternal maupun internal di era globalisasi ini. Selain itu, banyak ancaman

terhadap Uni Eropa seperti banyak berurusan dengan terorisme, proliferasi senjata pemusnah

massal, konflik daerah, Negara gagal, dan kejahatan terorganisir.

Jika dilihat dari perjalanan sejarahnya, gagasan bagi pembentukan suatu Kebijakan

Pertahanan Eropa sudah sejak lama ada hampir bersamaan waktunya dengan awal terbentuknya

Masyarakat Eropa di awal tahun 1950-an. Ketika itu muncul keinginan untuk membentuk suatu

European Defense Community (1954) namun gagal diwujudkan karena ada Perang Dingin dan

sudah ada NATO yang terbentuk pada tahun 1949 sebagai pilar pertahanan utama Eropa barat

dalam menghadapi Uni Soviet. Sejalan dengan robohnya komunisme di  akhir  tahun  1980-an,  

paradigma  pertahanan  Eropa  juga  mulai  berubah.  Eropa tidak lagi menghadapi ancaman oleh

Uni Soviet dan para sekutunya di Eropa Timur, tetapi adanya berbagai fenomena baru seperti

konflik antaretnis, failed states, kejahatan terorganisir, terorisme, proliferasi persenjataan

pemusnah massal dan lain-lain.

Dari sini, peranan dari lembaga bentukan Uni Eropa yang ditujukan untuk menangani

masalah pertahanan dan keamanan mulai terlihat. Perkembangan Kebijakan Pertahanan dan

Keamanan Eropa (European Security and Defence Policy/ESDP) yang mandiri diluncurkan

secara resmi pada KTT Dewan Eropa di Cologne (Jerman) tahun 1999. Traktat Maastricht

(1992) sebenarnya sudah menyebutkan   aturan-aturan  yang  merujuk  pada  tanggungjawab  Uni

Eropa atas semua masalah yang berkaitan dengan keamanan, termasuk pembentukan suatu

Kebijakan Pertahanan dan Keamanan Bersama (Common Security and Defence Policy), sebagai

bagian dari Kebijakan Bersama di bidang Keamanan dan Hubungan Luar Negeri   (Common 

Foreign  and  Security  Policy/CFSP).  Traktat   Maastricht   juga   menyebutkan   bahwa   

mengingat    belum mempunyai  kapabilitas  militer  sendiri,  maka  Uni Eropa  akan   meminta

Western European Union (WEU) untuk menjalankan  langkah-langkah militer atas nama Uni

Eropa.

Page 4: DINAMIKA-INTEGRASI-KEBIJAKAN-PERTAHANAN-DAN-KEAMANAN-UNI-EROPA.docx

Sama seperti kemajuan integrasi kebijakan luar negeri bersama, kebijakan keamanan dan

pertahanan juga mengalami perkembangan yang lambat dalam Uni Eropa. Penyebabnya hampir

serupa dengan hal-hal yang menghambat perkembangan kebijakan luar negeri bersama, yaitu

Uni Eropa bukan sebuah entitas negara yang berdaulat. Kemudian, terdapat perbedaan

kapabilitas militer antara negara anggota, dan perbedaan dalam hal kesiapan dan keinginan di

antara mereka untuk menggunakan kekuatan militer dalam menyelesaikan konflik. Selain itu,

dari dibentuknya ESDP ini, memunculkan wacana baru bahwa sudah saatnya Uni Eropa menjadi

otonom. Ini merupakan reaksi dari beberapa negara anggota Uni Eropa yang menilai bahwa

selama ini, Uni Eropa dan ESDP selalu dibawah bayang-bayang NATO. Dari munculnya wacana

mengenai Uni Eropa yang otonom, terutama mengenai ESDP, hal ini masih menyisakan

beberapa tantangan.

Kondisi otonom atau tidaknya suatu negara sebenarnya ditentukan oleh kondisi

masyarakatnya sendiri. Negara yang otonom tentunya akan tersusun dari masyarakat homogen

yang memiliki rasa persatuan yang kuat, hal yang menurut Jenderal de Gaulle dari Perancis tidak

dimiliki oleh masyarakat Eropa. De Gaulle menyebutkan bahwa masyarakat Eropa “memiliki

jiwanya sendiri, sejarahnya sendiri, bahasanya sendiri, kegagalan-kegagalan, kemenangan-

kemenangan, ambisi-ambisinya sendiri”1. Senada dengan pernyataan de Gaulle, Arnulf Baring

menyatakan bahwa “tidak ada kesatuan Eropa sekarang dan tidak akan ada kesatuan Eropa

dalam waktu-waktu mendatang”2, karena menurutnya, orang-orang Eropa tidak pernah bersatu.

Penyebab tidak pernah bersatunya orang-orang Eropa tersebut adalah karena

heterogenitas masyarakat Eropa sendiri, “ide bahwa dia itu merupakan orang Eropa adalah suatu

pertimbangan yang sekunder ... yang dipaksakan atas kesetiaannya kepada tanah airnya sendiri”.3

Satu-satunya pemersatu masyarakat Eropa kala itu justru datang dari dunia luar, yaitu dari Uni

Soviet dan Amerika Serikat, di mana ketika itu masyarakat Eropa terpaksa harus bersatu guna

menangkal pengaruh kedua negara adidaya tersebut. Tanpa adanya ancaman itu, orang-orang

Inggris, Perancis, Jerman, dan Italia menganggap dirinya sebagai orang Inggris, Perancis,

Jerman, atau Italia, baru sesudah itu sebagai orang Eropa. Kurangnya rasa persatuan dalam diri

masyarakat Eropa inilah, yang menurut penulis, dapat berakibat fatal bagi perkembangan konsep

1 C.P.F. Luhulima. Eropa sebagai Kekuatan Dunia, Lintasan Sejarah dan Tantangan Masa Depan. (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1992), hal. 118. 2 Ibid, hal. 119. 3 Ibid, hal. 115.

Page 5: DINAMIKA-INTEGRASI-KEBIJAKAN-PERTAHANAN-DAN-KEAMANAN-UNI-EROPA.docx

Eropa secara keseluruhan karena tanpa adanya kesatuan dari dalam, tentunya akan sulit bagi

Eropa untuk mewujudkan suatu kondisi pertahanan dan keamanan yang otonom.

Terlepas dari kurangnya rasa kesatuan sebagai Bangsa Eropa dalam diri masyarakat

negara-negara Eropa, negara-negara Eropa yang tergabung dalam European Community (EC)

telah menyatakan akan tunduk pada aturan finalite politique4 yang mengharuskan negara-negara

anggota EC untuk siap bertempur menghadapi kemungkinan serangan pada Eropa. Penulis

berpendapat, kesediaan negara Eropa untuk tunduk pada aturan tersebut merupakan hal yang

sangat baik bagi perkembangan kebijakan pertahanan Eropa yang otonom. Negara-negara netral

seperti Swedia dan Norwegia (yang juga merupakan anggota EC) pun menyatakan komitmennya

untuk siap bertempur membela Eropa5, dan hal tersebut tentunya merupakan hal yang positif bagi

sisi pertahanan dan keamanan Eropa. Penulis berpendapat adanya kesediaan setiap negara Eropa

untuk senantiasa membela wilayah Eropa dapat semakin mengurangi masuknya campur tangan

asing (terutama AS) dalam usaha pertahanan dan keamanan Eropa, langkah yang dapat semakin

mendorong terwujudnya Eropa yang otonom dari segi pertahanan dan keamanan.

Kemudian, lambannya perkembangan kebijakan keamanan dan pertahanan ini juga

disebabkan oleh keengganan elit AS untuk melepaskan dominasi mereka dalam urusan

keamanan di Eropa khususnya ketika peluang untuk peningkatan kapabilitas substantif sangat

kecil. Meskipun berbagai komplikasi tadi, Uni Eropa mulai membahas isu-isu yang mengarah

pada integrasi kebijakan keamanan dan pertahanan sejak awal tahun 1990-an.

Selanjutnya, munculnya konflik Kosovo. Banyak pakar berpendapat bahwa konflik di

Kosovo telah menyadarkan para pemimpin Uni Eropa bahwa kapabilitas militernya saat itu

masih lemah.6 Tetapi krisis di Balkan tersebut tidak seluruhnya menjadi motivasi bagi cita-cita

untuk bekerjasama dalam bidang pertahanan. Secara historis, pembentukan Pakta Brussel oleh

Prancis, Inggris, dan negara-negara Benelux tahun 1948 memperkuat argumen ini. Setahun

kemudian NATO berdiri. Inisiatif semakin serius diambil sejalan dengan semakin mengentalnya

integrasi Eropa. Tahun 1952, traktat pembentukan Masyarakat Pertahanan Eropa (European

4 Hugh Miall. Shaping the New Europe. (London: Royal Institute of International Affairs, 1993), hal. 995.Ibid6 Lihat E.G. Gunning Jr. (Juli 2001). The Common European Security and Defense Policy (ESDP) (Executive Summary), The INSS Occasional Paper 41, Regional Security Series, USAF Institute for National Security Studies, USAF Academy, Colorado, hal. vii-ix.

Page 6: DINAMIKA-INTEGRASI-KEBIJAKAN-PERTAHANAN-DAN-KEAMANAN-UNI-EROPA.docx

Defence Community – EDC) ditandatangani. Tetapi EDC gagal karena Parlemen Prancis

(Assemblee nationale) menolak meratifikasi traktat itu dua tahun kemudian. Penolakan Prancis

menyiratkan bahwa kerjasama pertahanan terlalu cepat atau terlalu dini.

Tahun 1955, Uni-Eropa Barat (WEU) dibentuk. Sayangnya, organisasi ini dianggap

kurang relevan lebih dari selama tiga dekade hingga lahirnya Traktat Masstricht tahun 1992 yang

menyatakan tanggung jawab EU dalam bidang keamanan ditempatkan dalam kerangka CFSP

dan diuraikan dalam Deklarasi Petersberg (Petersberg Declaration). Untuk mengakomodasi

aspirasi Eropa, dalam Pertemuan Dewan Atlantik Utara di Berlin tahun 1996, NATO

memutuskan untuk mendirikan Identitas Keamanan dan Pertahanan Eropa (European Security

and Defence Identity – ESDI) dalam EU. Traktat Amsterdam tahun 1997 mencakup lebih banyak

regulasi yang mengikat di dalam Uni Eropa termasuk penggabungan Misi Petersberg ke dalam

Traktat Uni Eropa.

Selanjutnya, tahun 1999, Dewan Keulen (Cologne Council) mengumumkan “Deklarasi

untuk Memperkuat ESDP” di mana negara-negara anggota menegaskan tujuan penguatan CFSP

dengan memberikan EU kapabilitas untuk bertindak dalam situasi krisis. Dalam tahun yang

sama, Dewan Helsinki (Helsinki Council) menyatukan negara-negara anggota untuk membentuk

mulai tahun 2003 Pasukan Reaksi Cepat (RRF) yang mampu melaksanakan semua misi yang

diemban oleh Misi Petersberg. Pasukan ini akan terdiri dari 50.000-60.000 personil tempur.

Traktat Nice tahun 2000 membuat beberapa penyesuaian institusional. Tahun 2001, Dewan

Laeken (Laeken Council) mendeklarasikan bahwa Uni Eropa kini memiliki “kapabilitas

melakukan operasi-operasi krisis-manajemen”.7

Namun demikian, Laeken juga menekankan bahwa kemajuan yang substansial harus

dilakukan dalam bidang pengembangan yang seimbang dalam kapabilitas sipil dan militer,

finalisasi penataan aturan dengan NATO, dan penerapan pasal-pasal Traktat Nice dengan mitra-

mitra Uni Eropa. Regulasi baru tersebut bertujuan agar Uni Eropa memiliki struktur yang tepat

dan kemampuan sipil dan militer operasional yang memadai untuk melaksanakan dan

mengimplementasi keputusan-keputusan dalam semua aspek pencegahan konflik dan penugasan

7 Neil Winn, Neil. CFSP, ESDP, and the Future of European Security: Whither NATO?. University of Leeds, 2003. Hal 154

Page 7: DINAMIKA-INTEGRASI-KEBIJAKAN-PERTAHANAN-DAN-KEAMANAN-UNI-EROPA.docx

manajemen krisis yang diatur dalam Traktat Uni Eropa. Dengan demikian, ESDP dianggap

sebagai sebuah instrumen untuk merealisasikan tujuan-tujuan CFSP.8

Traktat Maastricht memberikan kerangka bagi CFSP dan menjadikannya sebagai sebuah

wahana terhadap “usaha-usaha untuk membangun sebuah kebijakan pertahanan bersama, menuju

terciptanya sebuah mekanisme pertahanan bersama,9 Uni-Eropa Barat (WEU) dalam hal ini

diminta untuk mengkaji dan mengimplementasikan keputusan dan aksi Uni Eropa yang memiliki

implikasi pertahanan”.10 Namun, kewajiban negara anggota yang kebetulan juga anggota NATO

tetap dihormati, dan kebijakan Uni Eropa “setara dengan kebijakan keamanan dan pertahanan

yang tercantum dalam kerangka NATO”.11 Pada saat yang sama, Final Act dari Traktat

Maastricht memasukkan sebuah deklarasi oleh 9 anggota WEU bahwa negara anggota WEU

menyambut baik perkembangan identitas keamanan dan pertahanan Eropa.12

Untuk menyiapkan kapabilitas militer dari ESDP negara-negara anggota Uni Eropa

menyusun sebuah ‘Headline Goal’, di mana mereka sepakat bahwa mulai 2003, mereka akan

secara sukarela bekerjasama untuk menyiapkan pasukan yang mandiri dengan kekuatan

mencapai level korps atau hingga 15 brigade. Selain itu, jika memungkinkan, mereka harus

mampu mengerahkan elemen angkatan laut dan angkatan udara dalam waktu 60 hari dan

mempertahankan pengerahan tersebut minimal selama satu tahun. Mereka juga memutuskan

untuk mengembangkan Collective Capability Goals dalam bidang komando dan pengendalian,

intelijen, dan transportasi strategis. Untuk menjaga keseimbangan yang pelik dengan NATO,

implementasi dari Headline Goal dan Collective Capability Goals bukan merupakan

pembentukan sebuah Angkatan Bersenjata Eropa ataupun pembentukan pasukan tambahan.

Tujuan tersebut akan dicapai cukup dengan reorganisasi pasukan (standing army) yang telah ada

di masing-masing negara anggota.

Melalui mekanisme ESDP tersebut, EU hanya akan melancarkan operasi militer jika

NATO secara keseluruhan menolak melakukan tindakan operasi. Dengan demikian, untuk

8 Greece’s Initial Contribution to Post-Amsterdam Reflections on the Development of a Common Defence Policy by the E.U., (Diserahkan kepada General Affairs Council tanggal 17-18 Mei 1999), diunduh dari http://www.hri.org. pada 16 Juni 2010 pukul 22.019 Pasal J.4.1., Title V: Provisions on a Common Foreign and Security Policy of the Maastricht Treaty, 1992.10 Ibid., Pasal J.4.2.11 Ibid., Pasal J.4.2.12 Traktat Amsterdam melangkah lebih maju daripada Traktat Maastricht, dengan merujuk pada “pengembangan yang progresif dari kebijakan pertahanan bersama .. .yang mengarah pada sebuah pertahanan bersama, jika itu diputuskan oleh Dewan Eropa”. Traktat Amsterdam dengan demikian memberikan “kemungkinan integrasi WEU ke dalam EU, jika itu diputuskan oleh Dewan Eropa”.

Page 8: DINAMIKA-INTEGRASI-KEBIJAKAN-PERTAHANAN-DAN-KEAMANAN-UNI-EROPA.docx

operasi militer, Uni Eropa bisa memilih tiga alternatif: (1) Operasi Uni Eropa dengan

menggunakan perlengkapan dan kapabilitas NATO; (2) Operasi Uni Eropa dengan hanya

menggunakan kapabilitas perencanaan NATO; atau (3) Operasi Uni Eropa secara otonom tanpa

menggunakan fasilitas dan kapabilitas NATO sama sekali.13 ESDP merefleksikan sebuah

keseimbangan baru antara Uni Eropa dan AS. Hubungan Transatlantik tersebut sangat penting

bagi kepentingan keamanan Eropa. Dan kepentingan AS bisa dicapai melalui stimulasi

pengembangan kapabilitas pertahanan Eropa yang lebih ototnom. Dengan demikian, AS akan

lebih bisa menerima posisi yang lebih seimbang dalam bidang keamanan Eropa.

Pengerahan ESDP telah mulai menjadi realitas. Operasi pertamanya di lancarkan tanggal

1 Januari 2003 di bawah payung Misi Kepolisian Uni Eropa di Bosnia-Herzegovina. European

Union Police Mission (EUPM) di Bosnia dan Herzegovina (BDH) tanggal 1 Januari 2003 secara

resmi telah mengambil  tugas  international  police  task  force  (IPTF)  yang  sudah  bertugas 

di  sana  sejak  tahun  1996.  Namun demikian, peresmiannya  baru dilakukan  pada tanggal 15

Januari 2003 di Sarajevo.14  EUPM merupakan operasi manajemen krisis sipil  pertama yang

dilakukan di bawah ESDP. Selain di bidang militer,  ESDP  juga  dimaksudkan  untuk 

memperkuat  kapabilitas  operasi-operasi sipil. Hal ini mengingat bahwa untuk bisa berhasil

menghindari konflik-konflik dan mengelola krisis (conflict prevention and crises management)

diperlukan suatu kombinasi dari instrumen-instrumen militer dan sipil. Dalam kaitan ini, EUPM

merupakan  komponen penting bagi kelancaran pelaksanaan program-program Uni Eropa

lainnya di BDH seperti institution building, rekonstruksi,  dan diharapkan dapat membantu

pencapaian tujuan kebijakan Uni Eropa secara keseluruhan di kawasan Balkan barat, yang sering

disebut sebagai Stabilisation and Association Process (SAP). 15

Uni Eropa juga memutuskan untuk mengerahkan pasukan dalam operasi militer pertama

di Macedonia tanggal 18 Maret 2003. Kemudian diikuti dengan operasi perdamaian otonom

ESDP yang pertama kali di Republik Demokratik Kongo dengan nama sandi ARTEMIS. 

Mandat bagi penggelaran pasukan Uni Eropa ini berasal  dari  resolusi  DK-PBB  No. 1484 (30

Mei 2003) dan kemudian disahkan oleh Uni Eropa melalui Council Joint Action pada tanggal 5

13 Herolf, Gunilla and Diedrichs, Udo. ESDP : The Challenges Ahead .Discussion Paper Panel Session at the FORNET Plenary Meeting in Brussels, 22-23 April 2005. Hal 614 Gya, Giji. ESDP and EU Mission Update. European Security Review. 2007. Hal 815 diunduh dari http://www.ambsarajevo.esteri.it/Ambasciata_Sarajevo/Archivio_News/visita+frattini.htm. Pada 16 Juni 2010 20.31

Page 9: DINAMIKA-INTEGRASI-KEBIJAKAN-PERTAHANAN-DAN-KEAMANAN-UNI-EROPA.docx

Juni 2003.  Selanjutnya, pada tanggal 12 Juni 2003, Dewan UE mensahkan Rencana Operasi dan

keputusan untuk menggelar operasi militer Uni Eropa di  Congo.  Penggelaran pasukan Uni

Eropa di Congo yang merupakan pertama kali di luar Eropa dan tanpa keterlibatan NATO

tersebut akan bertugas sampai dengan 1 September 2003 dan berkoordinasi penuh dengan the

United Nations Mission in the Democratic Republic of Congo (MONUC).16   Tujuannya  

adalah   untuk  memberikan  kontribusi  bagi  stabilisasi  atas  kondisi-kondisi  keamanan  dan 

perbaikan-perbaikan atas situasi di bidang kemanusiaan di Bunia. Beberapa langkah yang

dilakukan oleh ESDP ini tidak saja merefleksikan bahwa cita-cita ESDP sudah mulai menjadi

kenyataan tetapi juga merupakan sebuah langkah yang luar biasa dalam perkembangan

selanjutnya dari ESDP.

Untuk mengakhiri tulisan ini, dapat disimpulkan bahwa dalam bidang pertahanan dan

keamanan, Eropa belum dapat sampai pada suatu program kebijakan bersama. Hal ini

dikarenakan masalah identitas masyarakat Eropa yang belum cukup solid, kepentingan-

kepentingan nasional setiap negara Eropa yang belum dapat dipertemukan, serta karena faktor

interdependensi Eropa dengan Amerika Serikat yang sudah terjalin dalam waktu lama. Walaupun

menemui berbagai halangan dan hambatan, proses pembentukan kebijakan pertahanan dan

keamanan Eropa harus diakui terus menunjukkan kemajuan yang berarti. Hal ini ditandai dengan

kesediaan negara-negara Eropa untuk siap bertempur membela wilayah Eropa apabila suatu saat

mendapat serangan dari luar. Adanya kesediaan bertempur inilah yang, menurut penulis, harus

dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk mengurangi masuknya campur tangan asing dalam masalah

pertahanan dan keamanan Eropa. Permasalahan identitas masyarakat Eropa juga harus diatasi

dengan baik.

Catatan penting yang bisa didapatkan adalah, bahwa Uni Eropa merespon berbagai

tantangan yang dihadirkan terhadap kelangsungan ESDP dengan baik. Berbagai misi yang

diemban oleh ESDP terbukti menghasilkan pencapaian yang menggembirakan. Memang, jalan

yang harus dihadapi ESDP masih panjang, akan tetapi dengan pencapaiannya tersebut diatas

paling tidak membut ESDP memiliki tempat tersendiri pada tingkat Global. Pada saat-saat

tertentu, dapat dilihat bahwa ESDP mampu menggantikan NATO dengan baik, terutama pada

beberapa konflik yang berada di wilayah regional Eropa. Apabila hambatan mengenai identitas

16 Gya, Giji. ESDP and EU Mission Update. European Security Review. 2007. Hal 6

Page 10: DINAMIKA-INTEGRASI-KEBIJAKAN-PERTAHANAN-DAN-KEAMANAN-UNI-EROPA.docx

dapat diatasi, kemudian peranan ESDP semakin ditingkatkan dan mampu menyelesaikan misinya

dengan baik, bukan tidak mungkin di kemudian hari akan tercipta suatu masyarakat Eropa yang

solid, yang memiliki kebijakan pertahanan dan keamanan yang otonom tanpa banyak campur

tangan asing.

Seperti halnya dengan proses perluasan keanggotaan UE, ESDP akan mempunyai

peranan penting di masa mendatang dalam proses unifikasi Eropa selanjutnya. Apabila negara-

negara UE berhasil menggalang kerjasama di bidang ESDP, hal ini akan menciptakan suatu

identitas bersama UE dan juga memperdalam tingkat integrasi UE. Tanpa ESDP, integrasi Eropa

tidak akan pernah selesai, khususnya karena CFSP dalam prakteknya belum menjadi suatu

kenyataan dalam waktu dekat ini. Selain itu, tanpa adanya ESDP yang melengkapi CFSP, UE

juga tidak akan bisa memainkan peranan secara penuh di dunia internasional.