DINA FILE
Click here to load reader
-
Upload
ridwan-aswar-shuriken-mx-hipothalamus -
Category
Documents
-
view
16 -
download
3
description
Transcript of DINA FILE
Berbagai produk yang penting secara fisiologis dan berasal dari asam amino mencakup heme, purin, pirimidin, hormon, nerutransmiter dan peptide yang biologis-aktif.
Asam amino non esensial dapat dibentuk dari:
1. Zat antara amfibolik (seperti piruvat, asetil-Ko A sebagai zat antara pada siklus asam sitrat)
Asam amino lain:
- Sistein berasal dari serin (non esensial) dan metionin (esensial)
- Tirosin berasal dari fenilalanin (esensial)
3. Oksidasi asam amino asal:
- Hidroksi lisin berasal dari lisin (esensial)
- Hidroksi prolin berasal dari prolin (non esensial)
Hidroksi lisin dan hidroksi prolin ada dalam kolagen
4. Pemindahan unit Satu Karbon:
Mula-mula gugus hidroksimetil dioksidasi menjadi suatu asam karboksilat (betain atau trimetilglisin).
Betain memindahkan salah satu gugus metilnya ke homosistein membentuk metionin. Oleh karena itu metionin sebagai asam amino esensial.
• Amfibolik (Amphibolic)
adalah senyawa yang terdapat pada reaksi katabolisme dan anabolisme.
Contoh: pada siklus asam sitrat.
Reaksi I: oksaloasetat (4C) → sitrat (6C) adalah anabolisme.
Reaksi berikutnya “intramolecular rearrangement” menghasilkan iso sitrat.
Selanjutnya: gugus –COO- dilepaskan pada isositrat → suksinat, adalah katabolisme.
KATABOLISME ASAM AMINO
• Pada manusia dewasa sehat, pergantian (turnover) protein normal sebesar 1-2% dari protein total per hari.
• Pergantian protein terutama pemecahan protein otot menjadi asam amino yang sesuai.
• Sekitar 75-80% asam amino yang dilepaskan dipakai kembali untuk sintesis protein baru, sisanya akan dimetabolisme menjadi sisa nitrogen dan glukosa, keton dan/atau CO2
• Asam amino yang melebihi keperluan biosintesis protein tidak dapat disimpan maupun diekskresi.
• Gugus amino dari kelebihan as.amino dikeluarkan dengan:
a. transaminasi
b. deaminasi oksidatif
c. rangka karbonnya dikonversi menjadi senyawa perantara amfibolik.
• Ikan mengekskresikan amonia bebas sebagai hasil akhir katabolisme N, disebut sebagai amonotelik (ammoniotelic).
• Burung dan amphibi mengekskresi asam urat , dan disebut urikotelik (uricotelic).
• Mamalia mengekskresi urea, dan disebut ureotelik (ureotelic).
• Amonia bersifat toksik bagi sistem syaraf pusat.
• Asam urat dan garam-garamnya sangat tidak larut dan mengendap dalam jaringan.
• Manusia dan mamalia telah berkembang, dapat mengkonversi sisa N menjadi senyawa urea yang sangat larut dan tidak toksik.
• Biosintesis Urea ada 4 tahap:
a. Transaminasi:
Dikatalisis oleh enzim transaminase atau aminotransferase.
b. Deaminasi oksidatif:
Konversi asam amino menjadi asam
α-keto nya yang sesuai, terjadi dalam hati dan ginjal mamalia.
c. Transpor Amonia:
Meskipun amonia dapat diekskresi sebagai garam amonium, sebagian besar diekskresi sebagai urea, komponen N utama dari urin.
d. siklus urea
• Gangguan metabolik siklus urea:
- terjadi berkaitan dengan defisiensi masing-masing enzim sintesis urea di hati.
- karena siklus urea mengkonversi amonia menjadi senyawa nontoksik urea, menyebabkan intoksikasi amonia. Hal ini berbahaya.
Gejala klinik: muntah, tidak suka makan tinggi protein, retardasi mental.
NUKLEOTIDA
- Ribonukleotida purin berfungsi sebagai sumber energi (ATP), komponen koenzim (FAD, NAD, NADP).
- Nukleotida pirimidin juga berfungsi sebagai zat antara berenergi tinggi (UDP-glukosa dan UDP-galaktosa dlm metabolisme KH, dan CDP-asilgliserol dlm sintesis lipid)
• NUKLEOSIDA dan NUKLEOTIDA :
NUKLEOSIDA:
adalah basa purin atau pirimidin yang mempunyai suatu gugus gula (biasanya D-ribosa atau 2-deoksiribosa), melekat pada N9 atau N1 masing-masing dengan ikatan β.
NUKLEOTIDA:
adalah nukleosida yang difosforilasi pada satu atau lebih hidroksil gula (ribosa atau deoksiribosa)
Metabolisme Purin dan Pirimidin
• Jaringan manusia dapat mensintesis purin dan pirimidin dari zat antara amphibolik.
• Asam nukleat dan nukleotida dari makanan (dalam bentuk nukleoprotein) dapat diuraikan (metabolisme) oleh kerja enzim proteolitik dalam usus menjadi bentuk mononukleotida, lalu diabsorpsi atau dikonversi menjadi basa purin atau pirimidin
Oleh sebab itu merupakan senyawa non esensial.
• Pada manusia, basa purin yang dioksidasi lengkap akan membentuk asam urat.
• Asam urat ini mungkin diabsorpsi atau diekskresikan melalui urin.
Pada hewan yang mengekskresi asam urat sebagai produk katabolisme purin, akan menghidrolisisnya menjadi alantoin yang larut dengan bantuan enzim urikase
Jalur biosintesis pirimidin lebih pendek daripada purin.
Biosintentesis pirimidin
Mula-mula dibentuk cincin pirimidin, kemudian diikatkan ke PPRP (5-fosforibosil-1-pirofosfat)
Peningkatan kadar asam urat serum dapat disebabkan oleh pembentukan berlebihan atau
penurunan eksresi asam urat, ataupun keduanya. Asam urat adalah produk akhir metabolisme
purin. Secara normal, metabolisme purin menjadi asam urat dapat diterangkan sebagai berikut:
Sintesis purin melibatkan dua jalur, yaitu jalur de novo dan jalur penghematan (salvage
pathway).
1. Jalur de novo melibatkan sintesis purin dan kemudian asam urat melalui prekursor nonpurin.
Substrat awalnya adalah ribosa-5-fosfat, yang diubah melalui serangkaian zat antara menjadi
nukleotida purin (asam inosinat, asam guanilat, asam adenilat). Jalur ini dikendalikan oleh
serangkaian mekanisme yang kompleks, dan terdapat beberapa enzim yang mempercepat reaksi
yaitu: 5-fosforibosilpirofosfat (PRPP) sintetase dan amidofosforibosiltransferase (amido-PRT).
Terdapat suatu mekanisme inhibisi umpan balik oleh nukleotida purin yang terbentuk, yang
fungsinya untuk mencegah pembentukan yang berlebihan.
2. Jalur penghematan adalah jalur pembentukan nukleotida purin melalui basa purin bebasnya,
pemecahan asam nukleat, atau asupan makanan. Jalur ini tidak melalui zat-zat perantara seperti
pada jalur de novo. Basa purin bebas (adenin, guanin, hipoxantin) berkondensasi dengan PRPP
untuk membentuk prekursor nukleotida purin dari asam urat. Reaksi ini dikatalisis oleh dua
enzim: hipoxantin guanin fosforibosiltransferase (HGPRT) dan adenin fosforibosiltransferase
(APRT).
STRUKTUR DAN FUNGSI HORMON
A. Struktur Hormon
Hormon (dari bahasa Yunani,hormone,berarti “merangsang”) adalah sinyal kimiawi yang
disekresikan ke dalam cairan tubuh, paling sering kedalam darah dan mengkomunikasikan
pesan-pesan yang bersifat mengatur di dalam tubuh. Hormon bisa mencapai smua bagian tubuh,
tetapi jenis sel-sel tertentu saja, yaitu sel-sel target, yang memiliki kemampuan memberikan
respon terhadap sinyal tersebut. Dengan demikian, hormon tertentu yang bersirkulasi dalam
aliran darah akan menimbulkan respon spesifik dari sel-sel target. Secara keseluruhan, semua sel
penghasil hormone pada seekor hewan menyusun system endokrin. Organ pensekresi hormone
disebut kelenjar endokrin, dan juga disebut kelenjar buntu atau tanpa duktus (ductless gland)
karena mensekresikan pembawa pesan kimiawinya secara langsung ke dalam cairan tubuh.
Beberapa contoh kelenjar endokrin antara lain: hipotalamus, hipofise, tiroid, paratiroid, thymus,
pancreas, mukosa lambung, usus halus, adrenal, ginjal, dan gonade.
Berdasarkan komposisi kimianya hormon dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu:
a. Kelompok yang berasal dari derivate asam amino. dikeluarkan oleh sel kelenjar buntu yang
berasal dari jaringan nervus medulla suprarenal dan neurohipofise, contoh epinefrin dan
norepinefrin
b. Kelompok yang berasal dari polipeptida (protein), dibuat oleh kelenjar buntu yang berasal dari
jaringan alat pencernaan. Contoh : hormon-hormon pituitaria (FSH, LH, TSH, ADH, dan
oksitosin)
c. Kelompok yang berasal dari kolesterol (hormon steroid), dibuat oleh kelenjar buntu yang berasal
dari mesotelium, contoh: progesteron, estrogen, aldosteron, dsb.
d. Kelompok yang berasal dari asam lemak tak jenuh dengan atom C-20 (hormon eikosanoat).
Contoh: prostaglandin.
Sedangkan berdasarkan fungsinya, hormon dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Hormon perkembangan, yaitu hormon yang memegang peranan di dalam perkembangan dan
pertumbuhan. Hormon ini dihasilkan oleh kelenjar gonad
b. Hormon metabolisme, proses homeostasis glukosa dalam tubuh diatur oleh bermacam-macam
hormon, contoh glukokortikoid, glukagon, dan katekolamin
c. Hormon tropic, dihasilkan oleh struktur khusus dalam pengaturan fungsi endokrin yakni kelenjar
hipofise sebagai hormon perangsang pertumbuhan folikel (FSH) pada ovarium dan proses
spermatogenesis (LH)
d. Hormon pengatur metabolisme air dan mineral, kalsitonin dihasilkan oleh kelenjar tiroid untuk
mengatur metabolisme kalsium dan fosfor.
B. Prinsip Umum Komunikasi Antar Sel
Molekul sinyal ekstraseluler berikatan dengan reseptor yang spesifik. Sebagai contoh,
budding pada khamir Saccharomyces cerevisiae. Sel-sel khamir berkomunikasi dengan sel
lainnya untuk perkawinan dengan mensekresikan beberapa macam peptida kecil. Molekul sinyal
ekstraseluler dapat bertindak pada jarak yang dekat ataupun jauh.
Ada 4 tipe sinyal komunikasi sel yaitu:
1. Paracrine signaling; bergantung pada sinyal-sinyal yang dikeluarkan ke dalam ruang
ekstraseluler dan menyebabkan terjadinya suatu proses secara lokal atas sel-sel tetangga. Pada
tipe sinyal ini, molekul-molekul sinyal disekresikan, molekul sinyal yang disekresikan mungkin
dibawa jauh untuk bertindak berdasarkan target yang jauh, atau mungkin bertindak sebagai
perantara lokal yang hanya mempengaruhi sel-sel dalam lingkungan yang dekat dari pemberian
isyarat sel.
2. Synaptic signaling; dilakukan dengan neuron yang meneruskan sinyal-sinyal secara elektrik
sepanjang akson dan melepaskan neurotransmitter di sinapsis, yang seringkali berlokasi jauh
sekali dari sel. Sel saraf (neuron) dimana khususnya menyampaikan proses-proses panjang
(akson) memungkinkan sel saraf untuk kontak dengan sel target yang letaknya jauh sekali.
Ketika diaktivasi oleh sinyal-sinyal dari lingkungan atau dari sel-sel saraf lainnya, neuron
mengirimkan impuls elektrik secara cepat di sepanjang akson; ketika impuls mencapai ujung
akson, hal ini menyebabkan ujung saraf mensekresikan sinyal kimiawi yang disebut
neurotransmitter. Sinyal ini disekresikan ke cell junctions khusus yang disebut chemical
synapses. Synaptic signaling lebih tepat daripada endocrine signaling dalam hal waktu dan
tempat.
3. Endocrine signaling; bergantung pada sel-sel endokrin, yang memsekresikan hormon ke aliran
darah yang lalu didistribusikan secara luas di sepanjang tubuh. Sel-sel endokrin mensekresikan
molekul-molekul sinyal yang disebut hormon ke aliran darah yang membawa sinyal ke sel target
yang didistribusikan secara luas ke seluruh tubuh.
4. Autocrine signaling; tipe ini dapat mengkoordinasi keputusan dengan grup-grup sel serupa. Pada
autocrine signaling, sel mensekresikan molekul sinyal yang dapat berikatan kembali dengan
reseptornya sendiri. Autocrine signaling merupakan tipe paling efektif ketika dilakukan secara
serempak dengan sel-sel tetangga yang tipenya sama. Autocrine signaling dianggap menjadi
suatu mekanisme yang mungkin mendasari "efek komunitas" yang diamati pada perkembangan
awal, selama grup sel-sel serupa dapat menanggapi sinyal yang menginduksi diferensiasi tapi
tidak dapat pada sel tunggal bertipe sama yang terisolir. Sel kanker seringkali menggunakan
autocrine signaling untuk mengatasi kontrol normal pada perkembangbiakan dan kelangsungan
hidup sel.
Gap junctions membolehkan informasi sinyal untuk dibagi dengan sel-sel tetangga.
Saluran-saluran gap junctions membolehkan pertukaran molekul-molekul sinyal intraseluler
kecil (perantara intraseluler), seperti Ca2+ dan cyclic AMP, tetapi bukan makromolekul, seperti
protein atau asam nukleat. Sel-sel yang terhubung dengan gap junctions dapat berkomunikasi
dengan sel lainnya secara langsung.
Ada 2 tipe reseptor yaitu reseptor intraseluler dan reseptor permukaan sel. Reseptor
intraseluler ada yang lambat (mengubah ekspresi gen) dan cepat (mengubah fungsi protein).
Contoh reseptor intraseluler yang cepat adalah sinyal gas nitrat oksida yang berikatan secara
langsung dengan enzim dibagian dalam sel target. 3 kelas terbesar pada protein reseptor
permukaan sel:
1. Ion-channel-linked receptors juga dikenal sebagai transmitter-gated ion channels atau ionotropic
receptors. Membuka atau menutup secara singkat sebagai jawaban atas pengikatan suatu
neurotransmitter.
2. G-protein-linked receptors: memerantarai respon terhadap berbagai macam molekul
sinyal,meliputi hormon, neurotransmitter, dan perantara lokal. Semua G-protein-linked receptors
termasuk famili besar homolog, 7-pass transmembrane proteins. Protein reseptor ini dapat
mengaktivasi atau inaktivasi enzim yang terikat pada membran plasma atau ion channel
melewati protein G secara tidak langsung.
3. Enzyme-linked receptors memiliki 6 subfamili yaitu receptor tyrosine kinase, tyrosine-kinase
associated-receptors, receptorlike tyrosine phosphatases, receptor serine/threonine
kinases,receptor guanylyl cyclases, dan histidine-kinase-associated receptors. Protein reseptor ini
merupakan protein transmembran dengan domain pengikatan ligan pada permukaan luar
membran plasma. Contoh: kemotaksis bakteri yang diperantarai oleh histidine-kinase-associated
chemotaxis receptors.
Tahap proses cell signaling yaitu:
1. Reception; agak mirip dengan pengenalan enzim dengan substratnya (kompleks enzim-substrat),
sama dengan hipotesis kunci dan gembok dari pengenalan enzim dan substrat. Molekul ligan
(biasanya larut dalam air) dikenal oleh hanya 1 protein reseptor yang berikatan dengan membran
sel.
2. Transduksi; menimbulkan perubahan konformasi pada reseptor. Perubahan konformasi ini
menyebabkan reseptor berinteraksi dengan molekul intraseluler lainnya. Transduksi mungkin
menyebabkan banyak perubahan konformasi/struktural pada protein seluler lainnya. Enzim yang
tidak aktif menjadi aktif; Respon; biasanya aktivitas seluler, sebagai katalisis enzim atau
penyusunan kembali sitoskeleton atau aktivitas gen yang spesifik.
C. Reseptor Sel
Struktur protein reseptor di membran plasma cukup beragam.. Keanekaragaman struktur
ini berkaitan dengan kenyataan bahwa hormone yang mampu berinteraksi dengan reseptor
membran plasma juga secara struktural bermacam-macam. Golongan katekolamin, misalnya,
adalah molekul kecil, sedangkan hormone glikoprotein misalnya thyroid stimulating hormone
(TSH) dan golongan gonadotropin, luteinizing hormone (LH) dan follicle-stimulating hormone
(FSH), memiliki struktur yang kompleks.
Secara umum, protein reseptor membran dapat dibagi menjadi 3 ranah atau domain yang
secara fungsional berbeda. Ranah pengikat ligan, yang sering mengalami glikosilasi berat,
terdapat di bagian ekstra sel dari membran sel dan seperti yang diisyaratkan oleh namanya,
bertanggung jawab mengikat hormon dalam darah. Ranah transmembran terdiri dari tujuh
kumpulan residu asam amino α-heliks terpisah yang terentang menembus membran (membrane
spanning) dan menambatkan reseptor ke sel. Konfigurasi heliks transmembran mungkin
membentuk suatu “kantung” bagi ligan. Ranah sitoplasma adalah rantai asam amino dengan
panjang beragam yang memanjang dari ranah VII. Ranah sitoplasma beberapa reseptor memiliki
fungsi katalitik, seperti aktivitas tirosin kinase.
Efek Intrasel Pengikatan Ligan ke Reseptor Permukaan Sel :
Pengikatan ligan ke reseptor mencetuskan suatu jenjang reaksi biokimia yang akhirnya
mengaktifkan sistem efektor intrasel. Reseptor digolongkan berdasarkan sistem efektor intrasel
atau “perantara kedua” mana yang terinduksi oleh sinyal pengikatan hormon ke reseptor.
Golongan utama pada jalur reseptor membran-efektor adalah cAMP, inositol 1,4,5-
trifosfat (IP3), diasilgliserol (DAG), atau ion terutama Ca2+, yang berfungsi sebagai perantara
kedua di dalam sitosol. Bagi banyak resptor, sistem efektor sitosolik atau perantara kedua ini
berfungsi hanya apabila protein transduser intramembran (yang dkenal sebagai protein G karena
berikatan dengan guanidine trifosfat (GTP)) telah diaktifkan.
Golongan kedua reseptor membran hanya memiliki sebuah ranah transmembran dan
dengan sedikit perkecualian, tidak memerlukan intervensi enzim ata protein G intramembran
terpisah untuk menyalurka efek fisiologis ligan. Reseptor-reseptor ini mengandung sisem efektor
sebagai bagian intrinsic strukturnya. Misalnya, reseptor untuk insulin dan untuk faktor
pertumbuhan lainnya seperti faktor pertumbuhan mirip insulin I (IGF-I), platelet-derived growth
factor (PDGF), dan faktor pertumbuhan epidermis (EGF), memiliki aktivitas enzimatik di dalam
ranah intrasel yan dapat memfosforilasi residu tirosin (suatu aktivitas tirosin kinase). Apabila
reseptor tersebut mengukat hormon, tirosin kinase terangsang untuk melakukan autofosforilasi
terhadap rsidu trosin pada reseptor, yang kemudian melakukan fosforilasi protein lain di dalam
sel. Terjadi pengaktifan protein yang berjenjang, dan masing-masing kinase pada jenjang
tersebut melakukan fosforilasi protein berikutnya pada sekuens.
Pengaturan Reseptor Permukaan Sel :
Jumlah reseptor pada sebuah sel diatur oleh proses yang dikenal sebagai down-
regulation. Setelah hormon berikatan dengan reseptor, kompleks hormon-reseptor diserap oleh
sel melalui proses endositosis. Vesikel endositik kemudian berfusi dengan lisosom, dan enzim
lisosom menguraikan hormon peptida tersebut. Reseptor juga mungkin terurai, atau didaur ulang
ke permukaan sel. Internalisasi reseptor ini menurunkan jumlah reseptor yang terdapat di
permukaan sel. Dengan demikian, resptor mengalami down-regulation (tertekan).
D. Mekanisme Seluler Kerja Hormon
Mekanisme kerja hormon secara umum diawali oleh adanya ikatan hormon dengan
reseptor spesifik yang terdapat pada sel target, yang kemudian memacu reaksi enzimatis berantai
(kaskade) sehingga menimbulkan efek seluler tertentu. Ada beberapa model mekanisme kerja
hormon pada sel target, antara lain:
1. Mekanisme kerja FSH pada sel target
Mekanisme kerja FSH pada sel target berawal dari:
a. Ikatan antara domain protein FSH dengan reseptor spesifik FSH (R-FSH) yang terletak pada
permukaan luar membran plasma sel granulosa, dan bagian karbohidrat FSH berinteraksi dengan
komponen membran molekul reseptor (Hsueh et al., 1989; Timossi et al., 1998).
b. Kompleks ikatan FSH-RFSH berperan mengaktifkan protein G (Gs), selanjutnya protein G
mengaktifkan enzim adenilat siklase (AC) yang terdapat di dalam membran plasma sel granulosa
(intrinsik).
c. Enzim AC berperan mengubah adenosine triphosphate (ATP) menjadi cyclic-adenosine
monophosphate (cAMP) sehingga terjadi peningkatan jumlah cAMP intraseluler.
d. Selanjutnya, cAMP sebagai second messenger berperan mengaktifkan subunit regulatori protein
kinase A (PKA) yang selanjutnya akan mengaktifkan subunit katalitik PKA yang berperan
memfosforilasi protein kunci yang terlibat dalam pengaktifan gen-gen di dalam inti sel
granulosa.
e. Efek seluler.
In vitro,
rangsangan FSH atau jumlah cAMP dapat ditingkatkan dengan cara :
a. Menambahkan forskolin yaitu suatu senyawa yang berperan sebagai aktivator enzim adenilat
siklase sehingga meningkatkan akumulasi cAMP.
b. Menambahkan teofilin (methylxanthines) yaitu suatu senyawa yang berperan sebagai inhibitor
aktivitas enzim fosfodiesterase (PDE) sehingga menghambat pemecahan cAMP menjadi bentuk
inaktifnya AMP.
c. Choleragen: meningkatkan cAMP dan reseptor LH.
Gambar 2. Gambar skematik mekanisme kerja FSH dan LH pada sel
target.
A. Sebelum terangsang hormon, enzim adenilat siklase
inaktif (ACi).
B. Setelah terangsang hormon, kompleks hormon reseptor
kemudian secara kaskade mengaktifkan subunit α protein G
(α), subunit β protein G (β), subunit γ protein G (γ), dan
enzim AC (ACa). Enzim AC mengubah adenosin trifosfat
(ATP) menjadi siklik adenosinmonofosfat (cAMP).
Guanosin trifosfat (GTP) mengalami fosforilasi (P) menjadi
guanosin difosfat (GDP). Peran cAMP mengaktifkan protein
kinase A (PKA) atau oleh enzim fosfodiesterase (PDE)
diinaktifkan menjadi 5’AMP
d. Cholera toxin bersifat merangsang aktivitas AC pada berbagai sel.
e. Bt2cAMP (dibutiril cAMP)
2. Mekanisme kerja GnRH melalui 2 cara:
Mekanisme dependent-calcium ekstraseluler. GnRH berinteraksi dengan 3 protein
membran: (1) reseptor untuk pengikatan ekstraseluler, (2) interaksi dengan protein G yang
mengaktifkan enzim phospholipase C (PLC), dan (3) PLC mengaktifkan protein tirosin-kinase.
Protein tirosin-kinase memfosforilasi tirosin untuk mengaktifkan enzim PLC yang berperan
mengubah phosphatidylinositol 4,5-biphosphate (PIP2) menjadi 2 second messenger yaitu: (1)
phosphatidylinositol triphosphate (IP3) yang berperan meningkatkan kadar Ca+2 intraseluler dari
retikulum endoplasmik dan membuka pintu saluran masuk ion Ca+2 dari luar sel (ekstraseluler).
(2) diacylglicerol (DAG) yang berperan mengaktifkan PKC di sitoplasma, selanjutnya PKC
mengaktivasi transkripsi gena melalui proses fosforilasi untuk meningkatkan biosintesis GnH.
3. Mekanisme kerja hormon insulin
a. Insulin berikatan dengan reseptor spesifik (pada membran sel otot atau hepar) membentuk HR
kompleks.
b. HR kompleks merangsang ekspresi gena yang terlibat metabolisme glikogen.
c. Efek seluler yang ditimbulkan adalah menurunkan kadar glukosa darah dan penyimpanan
glukosa menjadi glikogen di otot dan hati.
4. Mekanisme kerja hormon tiroksin
a. Tiroksin masuk ke dalam sel T4 diubah menjadi T3 berikatan dengan reseptor spesifik (pada
inti sel) membentuk HR kompleks.
b. HR kompleks merangsang ekspresi gena yang terlibat dalam metabolisme secara umum
(metabolic rate) mRNA protein.
c. Efek seluler yang ditimbulkan meningkatkan metabolisme sel-sel tubuh.
5. Mekanisme kerja hormon steroid
Mekanisme kerja hormon progesteron dalam merangsang pertumbuhuan endometrium.
a. Hormon progesteron menembus dinding sel yang tersusun atas lipid bilayer menuju ke tempat
reseptor spesifiknya yaitu di sitoplasma atau inti sel (R-P lebih banyak di sitoplasma, sedangkan
R-E2 lebih banyak di inti sel).
b. Ikatan hormon reseptor akan mengaktifkan bagian tertentu dari DNA dan memacu terjadinya
proses transkripsi DNA menjadi mRNA (dipicu oleh polimerase RNA II).
c. Selanjutnya mRNA akan menuju ke ribosom untuk sintesis protein baru yang diperlukan untuk
meningkatkan pertumbuhuan endometrium.
d. Respon seluler: pertumbuhan endometrium.
6. Mekanisme transduksi sinyal regulasi melibatkan protein kinase C (PKC).
a. GnRH berikatan dengan reseptor spesifik pada membran sel dan mengaktifkan protein tirosin-
kinase
b. Protein tirosin-kinase memfosforilasi tirosin untuk mengaktifkan enzim fosfolipase C
(phospholipase C, PLC)
c. Enzim PLC berperan mengubah phosphatidylinositol 4,5-biphosphate (PIP2) menjadi 2 second
messenger yaitu: phosphatidylinositol triphosphate (IP3) dan diacylglicerol (DAG).
d. Phosphatidylinositol triphosphate (IP3) yang berperan meningkatkan kadar Ca+2 intraseluler dari
retikulum endoplasmik dan membuka saluran masuk ion Ca dari luar sel (ekstraseluler) terjadi
pembebasan GnH secara eksositosis.
e. Diacylglicerol (DAG) yang berperan mengaktifkan protein kinase C (PKC) di sitoplasma,
selanjutnya PKC mengaktivasi transkripsi gena melalui proses fosforilasi untuk meningkatkan
biosintesis GnH.
f. Respon seluler: peningkatan biosintesis dan sekresi GnH oleh sel gonadotrope.
7. Mekanisme kerja hormon epinefrin
Mekanisme kerja hormon epinefrin melalui dua jalur yaitu lewat pengaktifan reseptor -
adrenergik dan -adrenergik:
a. Epinefrin berikatan dengan reseptor -adrenergik (pada inti sel otot atau hepar) membentuk HR
kompleks, kemudian mengaktifkan jalur kaskade cAMP.
b. Epinefrin berikatan dengan reseptor -adrenergik (pada inti sel otot atau hepar) membentuk HR
kompleks, kemudian mengaktifkan jalur kaskade fosfoinositidase.
c. merangsang ekspresi gena yang terlibat dalam metabolisme glikogen
d. Efek seluler yang ditimbulkan adalah meningkatkan kadar glukosa untuk sumber energi aktifitas
otot.
DAFTAR PUSTAKA
Campbell. 1996. BIOLOGI jilid 1. Jakarta: Erlangga
Suryani, Yoni. 2004. Biologi Sel dan Molekuler. Yogyakarta: FMIPA UNY.
Wolve, S.L. 1932. Introduction to Cell Biology. Wadswordh Publising Company Melmont, California
S