(Dimitra Liana Suruan) Kelimpahan Pupa Aedes Aegypti Pada Lokasi Kasus Demam Berdarah Dengue Di Kota...

60
KELIMPAHAN PUPA Aedes aegypti PADA LOKASI KASUS DEMAM BERDARAH DENGUE DI KOTA MANADO OLEH : DIMITRA LIANA SURUAN 071012009 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SAM RATULANGI MANADO 2011

Transcript of (Dimitra Liana Suruan) Kelimpahan Pupa Aedes Aegypti Pada Lokasi Kasus Demam Berdarah Dengue Di Kota...

KELIMPAHAN PUPA Aedes aegypti PADA LOKASI KASUS

DEMAM BERDARAH DENGUE DI KOTA MANADO

OLEH :

DIMITRA LIANA SURUAN

071012009

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SAM RATULANGI

MANADO

2011

KELIMPAHAN PUPA Aedes aegypti PADA LOKASI KASUS

DEMAM BERDARAH DENGUE DI KOTA MANADO

DIMITRA LIANA SURUAN

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Program Studi Biologi

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SAM RATULANGI

MANADO

2011

i

RINGKASAN

Dimitra Liana Suruan. NIM. 071012009. Kelimpahan Pupa Aedes aegypti Pada

Lokasi Kasus Demam Berdarah Dengue di Kota Manado. Dibawah bimbingan Dr.

Rooije R. H. Rumende, S.Si., M.Kes sebagai ketua, Drs. Deidy Yulius Katili M.Si

dan Ir. Lalu Wahyudi, M.P sebagai anggota.

Nyamuk Aedes aegypti berasal dari Afrika, terdapat di daerah tropis dan subtropis

di dunia. nyamuk Aedes aegypti merupakan vektor utama penyebar virus dengue

yang menyebabkan penyakit Demam Berdarah Dengue. Pengambilan pupa Aedes

aegypti dilakukan pada lokasi dengan 3 strata yaitu strata tertinggi pada Kelurahan

Bahu, strata sedang Kelurahan Perkamil dan strata terendah pada Kelurahan

Tongkaina. Tiap lokasi diletakkan di 10 titik (10 rumah), Jumlah total ovitrap

yang dipasang di tiap kelurahan sebanyak 40 buah. Sehingga di tiga kelurahan

total jumlah ovitrap yang dipasang 120 buah. Penelitian ini bertujuan untuk

mengungkapkan kelimpahan pupa Aedes aegypti yang terdapat di dalam rumah

dan di luar rumah pada Kelurahan Bahu, Perkamil, dan Tongkaina.

Kelimpahan pupa tertinggi terdapat pada Kelurahan Bahu dengan rata-rata jumlah

pupa di dalam rumah 20.9 pupa dan di luar rumah 12 pupa selanjutnya Kelurahan

Perkamil dengan rata-rata jumlah pupa di luar rumah 6.5 pupa dan di dalam

rumah 12.5 pupa dan jumlah pupa terendah terdapat di Kelurahan Tongkaina

dengan rata-rata jumlah pupa di luar rumah 3.4 pupa dan di dalam rumah 6.4

pupa.

ii

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

Judul : Kelimpahan Pupa Aedes aegypti Pada Lokasi Kasus

Demam Berdarah Dengue di Kota Manado

Nama : Dimitra Liana Suruan NRI : 071012009

Program Studi : Biologi

Menyetujui:

Komisi Pembimbing

Dr. Rooije R. H. Rumende, S.Si., M.Kes Ketua

Drs. Deidy Yulius Katili, M.Si Anggota

Ir. Lalu Wahyudi, M.P Anggota

Ketua Program Studi Biologi

Ir. Feky Mantiri, M.Sc., Ph.D NIP: 19670201 199203 1 003

Dekan FMIPA UNSRAT

Prof. dr. Edwin de Queljoe, M.Sc., Sp.An NIP: 19510612 198103 1 006

Tahun Lulus: 2011

iii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Biak pada tanggal 17 Oktober 1989 sebagai anak pertama

dari enam bersaudara dari pasangan Zeth Suruan dan Magdalena Rumbewas.

Penulis menyelesaikan studi di SD N Inpres Sanoba 02 Nabire pada tahun 2003,

pada tahun 2005 penulis menyelesaikan studi di SMP N 01 Nabire, pada tahun

2007 penulis menyelesaikan studi di SMA N 03 Nabire, dan pada tahun yang

sama penulis lulus seleksi masuk Universitas Sam Ratulangi Manado dengan

memilih Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Program Studi Biologi

melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

Pada tahun 2007, penulis menjadi anggota dalam Himpunan Mahasiswa Jurusan

(HIMAJU) Biologi F-MIPA UNSRAT. Pada bulan September 2010 hingga 2011

penulis menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Biologi Koordinator Bidang

Usaha Dana, pada bulan November 2010 hingga 2011 penulis menjadi pengurus

Senat Mahasiswa FMIPA UNSRAT Anggota Bidang Hubungan Kerjasama. Pada

tahun 2010 penulis melaksanakan KKN-T (angkatan 89) di Desa Kapataran Satu,

Kecamatan Lembean Timur, Kabupaten Minahasa.

iv

KATA PENGANTAR

Segala Pujian, Hormat dan syukur hanya bagi Tuhan Yesus Kristus sumber segala

hikmat atas berkat, kasih dan penyertaan-Nya, sehingga penulis boleh

menyelesaikan skripsi dengan judul “Kelimpahan Pupa Aedes aegypti pada Lokasi

Kasus Demam Berdarah Dengue di Kota Manado ”.

Akhirnya dengan penuh rasa cinta, sayang dan hormat, skripsi ini di

persembahkan untuk Mama, Papa, dan Adik-adikku tersayang Frida, Sane, Fani,

Bengurion, Onelabsky dan Agust untuk doa, nasehat, kasih sayang, perhatian,

motivasi, materi dan semua yang terbaik yang selama ini diberikan bagi penulis.

Penulis juga menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada:

1. Dr. Rooije R. H. Rumende, S.Si., M.Kes, Drs. Deidy Yulius Katili,

M.Si dan Ir. Lalu Wahyudi, M.P selaku komisi pembimbing yang telah

meluangkan waktu untuk memberikan arahan, petunjuk dan bimbingan

hingga skripsi ini dapat terselesaikan.

2. Farha N J. Dapas, S.Si. M.Env.Stud, Dr. Roni Koneri, S.Pd., M.Si dan

Adelfia Papu, S.Si.,M.Si sebagai komisi penguji yang telah

memberikan saran, masukkan dan koreksi untuk kesempurnaan skripsi

ini.

v

3. Prof. dr. Edwin de Queljoe, M.Sc., Sp.And selaku Dekan F-MIPA

UNSRAT, Pembantu Dekan I, II, III, IV, seluruh Dosen dan staf

administrasi terimakasih untuk bantuannya.

4. Ir. Feky Mantiri, M.Sc., Ph.D selaku Ketua Jurusan Biologi

5. Drs. Deidy Yulius Katili sebagai Dosen Pembimbing Akademik.

6. Keluarga besar Suruan-Rumbewas dimana saja berada terima kasih

untuk dukungan dan doanya.

7. Keluarga besar FK-MAPAN PAPUA dan Ikatan Mahasiswa Papua di

SULUT untuk kebersamaan, motivasi dan doanya.

8. Sahabat-sahabat terbaikku Biologi Angkatan 2007: Aljah Darma

Saputri, Wa ode Hasnawati, Eka Julianty, Joice Juliani Hape, Fitryanti

Monoarfa, Lisa Inggried Pantilu, Maria Ballo, Maria Yosefa Cambu,

Yuliana Mabel, Billy Riyan Rompis, Ridwan Nurdin, Akbar Arafa

Embo dan Tiben Wenda.

9. K’ Vonla, adik Rike, adik Ani, sister Ira dan Dina terima kasih untuk

kebersamaan, motivasi dan dorongan yang diberikan selama penulis

menyelesaikan skripsi ini, juga semua kk” dan adik” di White House

untuk dukungannya.

10. Semua pihak yang membantu penulis dalam penyusunan dan

penyelesaian skripsi ini, terima kasih untuk bantuannya.

Manado, September 2011

Dimitra Liana Suruan

vi

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR……………………………………………………… viii

DAFTAR TABEL………………………………………………………… ix

DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………… x

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang………………………………….……………. 1

1.2. Rumusan Masalah …………………………………………... 3

1.3. Tujuan ………………………………………….……………. 3

1.4. Hipotesis................................................................................... 3

1.4. Manfaat……………………………………………………… 4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi dan Deskripsi Aedes aegypti…………………... 5

2.2. Morfologi Nyamuk…………………………………..……. 6

2.3. Aedes aegypti sebagai Vektor DBD………………………. 7

2.4. Metamorfosis nyamuk Aedes aegypti…………………….. 8

2.5. Siklus hidup Nyamuk Aedes aegypt…………………..….. 14

2.6. Perilaku Aedes aegypti…………………………………...... 16

2.7. Pengaruh Pergantian Musim………….…………………… 16

2.8. Pemberantasan nyamuk……………………........................ 17

2.9. Virus Dengue………………………………........................ 17

2.10. Perkembangan demam berdarah di Manado……............... 18

III. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan tempat penelitian.................................................... 20

3.2. Deskripsi Lokasi penelitian…………………………………..20

vii

3.3. Alat dan bahan………………………………………………. 21

3.4. Metode penelitian………………………………..................... 21

3.5. Prosedur penelitian................................................................... 22

3.6. Pengamatan populasi nyamuk (Survei pupa)........................... 22

3.7. Analisis data…………………………………………………. 23

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Populasi nyamuk Aedes aegypti……………….…………….. 25

4.2. Hasil Uji t……………………………………………………. 28

4.3. Hasil uji anova dan uji Duncan……………………………… 29

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan………………………………………………….. 34

5.2 Saran………………………………………………………… 34

DAFTAR PUSTAKA...................................................................... 35

LAMPIRAN…………………………………………………….… 38

viii

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Bagian-bagian tubuh Nyamuk…………………..………….......... 7

2. Telur Aedes aegypti......................................................................... 8

3. Larva Aedes aegypti........................................................................ 9

4A. Bagian-bagian pupa Aedes aegypti................................................. 10

4B. Pupa Aedes aegypti......................................................................... 10

5. Perbedaan pupa nyamuk Culex pipinies, nyamuk Anopheles

maculipennis dan nyamuk Aedes aegypti……………………….. 11

6. Perbedaan pupa nyamuk Aedes aegypti dengan nyamuk jenis

lain dan juga nyamuk Aedes albopictus…………………….......... 12

7. Nyamuk Aedes aegypti………………………….……………….. 13

8. Struktur kepala pada nyamuk Aedes aegypti ………………......... 13

9. Siklus hidup nyamuk Aedes Aegypti.............................................. 15

10. Struktur virus dengue……………………………………………. 18

11. Grafik DBD di Manado…………………………………………. 19

12. Kerangka Kerja………………………….………………….......... 23

13. Jumlah total pupa di kelurahan Bahu, Perkamil, dan Tongkaina… 25

14. Grafik DBD menurut bulan pada tahun 2010……………………. 27

ix

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Perbedaan nyamuk Aedes albopictus dengan nyamuk Aedes aegypti.. 10

2. Perbedaan Suhu dan Kelembaban lokasi Penelitian………………… 28

3. Uji-t Kelurahan Bahu, Perkamil dan Tongkaina………...………….. 28

4. Uji anova data pupa di luar rumah………………………………….. 30

5. Rata-rata, Standar Deviasi, Hasil uji Anova dan Duncan data pupa di

luar rumah.……................................................................................. 30

6. Uji anova data pupa di dalam rumah……………………………….. 31

7. Rata-rata, Standar Deviasi, Hasil uji Anova dan Duncan data pupa di

dalam rumah…………………………................................................. 31

x

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Foto-foto penelitian….………………………………………………. 38

2. Tabel Total Pupa di lokasi dengan strata tinggi, sedang dan rendah... 39

3. Grafik jumlah pupa di Kelurahan Bahu……………………………… 39

4. Grafik jumlah pupa di Kelurahan Perkamil………………………….. 39

5. Grafik jumlah pupa di Kelurahan Tongkaina……………………...… 40

6. Grafik distribusi DBD menurut bulan tahun 2010………………..…. 40

7. Grafik distribusi DBD menurut Kecamatan tahun 201…………..…. 40

8. Hasil Penghitungan Uji-t Kelurahan Bahu………………….............. 41

9. Hasil Penghitungan Uji-t Kelurahan Perkamil…………………......... 42

10. Hasil Penghitungan Uji-t Kelurahan Tongkaina…………………..… 43

11. Hasil uji Anova dan dengan data pupa di luar rumah……................. 44

12. Hasil uji Anova dengan data pupa di dalam rumah………................. 45

13. Standar Deviasi jumlah pupa di luar rumah…………………...……. 46

14. Standar Deviasi jumlah pupa di dalam rumah………………………. 47

15. Hasil Uji jarak berganda (Duncan) untuk pupa di dalam dan di Luar

rumah…………………………………………………………..……. 48

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Nyamuk termasuk ke dalam Ordo Diptera merupakan vektor atau penular utama

dari penyakit-penyakit Arbovirus (Penyakit Demam Berdarah Dengue, Demam

Chikungunya, Demam Kuning, dan lain-lain), penyakit-penyakit Nematoda

(Filariasis), Riketsia dan Protozoa (Malaria). Di seluruh dunia terdapat lebih dari

2500 spesies nyamuk. Nyamuk Aedes aegypti merupakan vektor penyebar

penyakit Demam Berdarah Dengue (Sembel, 2009).

Virus dengue termasuk Arthropod borne virus (Arbovirus) yaitu penyebaran

virusnya ditularkan melalui gigitan Arthropoda. Infeksi virus dengue

menyebabkan Demam Dengue (Dengue Fever ) dan Demam Berdarah Dengue

(Dengue Hemorrhagic Fever/Dengue Shock Syndrome)(Hadinegoro et al., 1999).

Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit endemis di Indonesia. Penyakit

Demam Berdarah Dengue merupakan salah satu masalah kesehatan yang utama

karena dapat menyerang semua golongan umur dan menyebabkan kematian

khususnya pada anak-anak. Faktor daya tahan tubuh anak yang belum sempurna

merupakan faktor yang menyebabkan anak lebih banyak terkena penyakit Demam

Berdarah Dengue dibandingkan orang dewasa (Dinkes, 2011).

WHO membuat kriteria tahun 1975 untuk memastikan seseorang terifeksi virus

dengue (terkena penyakit Demam Berdarah Dengue). Kriteria ini direvisi pada

tahun 1986 dan terakhir tahun 1990. Kriteria tersebut berdasarkan pada data klinik

2

(diagnosis klinis) meliputi: demam, manifestasi, perdarahan, hepatomegali, dan

syok (Sutaryo, 2005). Selain dilakukan diagnosis klinis perlu dilakukan diagnosis

laboratorium yang meliputi: isolasi virus, pemeriksaan darah, pemeriksaan sum-

sum tulang dan pemeriksaan serologi (Hadinegoro et al., 1999).

Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia pertama kali dilaporkan

terjadi di Surabaya dan Jakarta pada tahun 1868 dengan jumlah kematian

sebanyak 24 orang. Beberapa tahun kemudian penyakit ini menyebar ke beberapa

provinsi di Indonesia (DepKes RI, 2008). Data Dinkes Kota Manado tahun 2010

(Dinkes, 2011), mencatat 9 kecamatan di Kota Manado dengan masing-masing

kasus penderita Demam Berdarah Dengue yaitu: Kecamatan Malalayang 212

kasus, Kecamatan Sario 98 kasus, Kecamatan Wanea 170 kasus, Kecamatan

Mapanget 101 kasus, Kecamatan Wenang 63 kasus, Kecamatan Tikala 197 kasus,

Kecamatan Singkil 80 kasus, Kecamatan Tuminting 84 kasus dan Kecamatan

Bunaken 11 kasus. Penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh Olii, 2011

menyatakan bahwa kelimpahan larva Aedes aegypti tertinggi di Kelurahan Bahu

Kecamatan Malalayang, kemudian Kelurahan Perkamil Kecamatan Tikala dan

terendah pada Kelurahan Tongkaina Kecamatan Bunaken.

Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas dan sebagai pengembangan penelitian

terdahulu, maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kelimpahan pupa

Aedes aegypti pada kasus DBD (di dalam dan di luar rumah) di Kelurahan Bahu,

Perkamil dan Tongkaina. Dengan diketahuinya kelimpahan pupa Aedes aegypti di

dalam dan di luar rumah di Kelurahan Bahu, Perkamil dan Tongkaina, maka dapat

3

dilakukan langkah-langkah antisipasi penyebaran siklus hidup nyamuk Aedes

aegypti.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah kelimpahan pupa di dalam dan di luar rumah pada

Kelurahan Bahu, Perkamil, dan Tongkaina?

2. Bagaimanakah kelimpahan pupa di Kelurahan Bahu, Perkamil dan

Tongkaina?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mengungkapkan kelimpahan pupa Aedes aegypti yang terdapat di dalam

rumah dan di luar rumah pada Kelurahan Bahu, Perkamil, dan Tongkaina.

2. Mengungkapkan kelimpahan pupa Aedes aegypti di Kelurahan Bahu,

Perkamil dan Tongkaina.

1.4 Hipotesis

Hipotesis yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah:

1. H0 : Tidak ada perbedaan signifikan pada kelimpahan pupa yang

terdapat di dalam dan di luar rumah.

H1 : Ada perbedaan signifikan pada kelimpahan pupa yang berada di

dalam dan di luar rumah.

2. H0 : Tidak terdapat perbedaan yang nyata pada kelimpahan pupa yang

terdapat di Kelurahan Bahu, Perkamil dan Tongkaina.

4

H1 : Terdapat perbedaan yang sangat nyata pada kelimpahan pupa

yang terdapat di Kelurahan Bahu, Perkamil dan Tongkaina.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi tentang populasi dan penyebaran nyamuk Aedes

aegypti yang merupakan vektor utama penyebaran penyakit Demam

Berdarah Dengue.

2. Memberikan informasi kepada peneliti dan semua pihak yang memerlukan

informasi tentang perbedaan pupa Aedes aegypti yang terdapat di dalam

dan di luar rumah sebagai vektor penyebar penyakit Demam Berdarah

Dengue.

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Nyamuk Aedes aegypti

Klasifikasi nyamuk Aedes aegypti (Borror et al., 1996) yaitu:

Kingdom : Animalia

Filum : Arthopoda

Kelas : Insecta

Ordo : Diptera

Famili : Culicidae

Genus : Aedes

Spesies : Aedes aegypti (Linnaeus,1972)

Nyamuk Aedes aegypti berasal dari Afrika menyebar keseluruh dunia dipengaruhi

oleh meningkatnya penggunaan kapal-kapal dagang dalam sistem perdagangan

antar benua dan sistem perbudakan pada abad ke 19 terutama menyebar di daerah

pantai dan di daerah perkotaan (Umar, 1998). Nyamuk Aedes aegypti terdapat di

daerah tropis dan subtropis di dunia pada batas lintang 35° lintang utara dan 35°

lintang selatan. Dengan daerah penyebaran kurang dari 1000 meter dari

permukaan laut (WHO, 1997).

Indonesia merupakan daerah beriklim tropis di wilayah Asia Tenggara, yang

memiliki jumlah curah hujan yang tinggi, ini berperan dalam penyebaran nyamuk

Aedes aegypti yang merupakan vektor utama penyebaran penyakit Demam

Berdarah Dengue, sedangkan nyamuk Aedes albopictus merupakan vektor

6

sekunder dalam penularan penyakit Demam Berdarah Dengue (WHO, 1997).

Nyamuk Aedes aegypti hidup di daerah sekitar rumah maupun di dalam rumah

sedangkan Aedes albopictus hidup di kebun dan di pohon-pohon atau disebut juga

sebagai spesies kebun. Ini menyebabkan di daerah perkotaan ditemukan nyamuk

Aedes aegypti yang menggigit di dalam rumah, dan di daerah pedesaan lebih

dominan ditemukan nyamuk Aedes albopictus (Soedarmo, 1988).

2.2 Morfologi Nyamuk

Culicidae (Nyamuk) merupakan famili serangga yang paling berperan dalam

penyebaran penyakit pada manusia seperti: Demam Berdarah Dengue, Malaria

dan Filarias. Karena nyamuk betina menghisap darah mamalia termasuk manusia

untuk perkembangan telur-telurnya. Pada umumnya tubuh nyamuk Aedes aegypti

(Gambar 1) terdiri dari tiga bagian yaitu kepala (caput), dada (thorax) dan perut

(abdomen) yang tampak terbagi dengan jelas. Antenna terdiri dari satu pasang

yang lebih panjang dari kepala dan dada, terdiri atas 14-15 ruas dan berbentuk

filiformis. Pada kepala (caput) terdapat sepasang mata majemuk dan mulut yang

bertipe menghisap dan penusuk. Alat penusuk yang digunakan sewaktu

menghisap darah dinamakan probosis. Perut (Abdomen) berbentuk memanjang

dan silindris, terdiri dari sepuluh ruas (segmen), segmen terakhir termodifikasi

menjadi alat genitalia dan anus sehingga yang nampak hanya delapan segmen.

Kaki terdiri dari tiga pasang(hexafoda) yang keluar dari tiga segmen thorax yaitu

prothorax, mesothorax dan metathorax, dan tiap kaki terdiri dari 1 ruas femur, 1

ruas tibia, dan 5 ruas tarsus. Sayap terdiri dari satu pasang terdapat pada

mesothorax (Baskoro et al., 2005).

Gambar 1. Bagian

2.3 Aedes aegypti

Virus dengue ditularkan dari orang ke orang melalui gigitan nyamuk

sub genus Stegomyia.

utama, namun spesies lain seperti

dari Aedes scutellaris

vektor sekunder. Kecuali

memiliki daerah distribusi geografis sendiri

nyamuk merupakan host yang sangat baik untuk virus dengue, biasanya nyamuk

jenis lain merupakan vektor epidemi yang kurang efisien dibanding

Aedes aegypti (WHO, 2000).

Sayap

Tibia

Femur

Probosis

Mata

Skutelum

Tarsus

. Bagian-bagian (morfologi) tubuh Nyamuk (Baskoro

aegypti Vektor Demam Berdarah Dengue

Virus dengue ditularkan dari orang ke orang melalui gigitan nyamuk

sub genus Stegomyia. Aedes aegypti merupakan vektor epidemi yang paling

utama, namun spesies lain seperti Aedes albopictus, Aedes polynesiensis

Aedes scutellaris complex, dan Aedes(Finlaya)niveus juga dianggap sebagai

vektor sekunder. Kecuali nyamuk Aedes aegypti semua nyamuk

daerah distribusi geografis sendiri-sendiri yang terbatas. Meskipun

nyamuk merupakan host yang sangat baik untuk virus dengue, biasanya nyamuk

jenis lain merupakan vektor epidemi yang kurang efisien dibanding

(WHO, 2000).

Caput

Thorax

Abdomen

Sayap

Kaki

Skutum

Sercus

7

(morfologi) tubuh Nyamuk (Baskoro et al., 2005)

Virus dengue ditularkan dari orang ke orang melalui gigitan nyamuk Aedes dari

merupakan vektor epidemi yang paling

Aedes polynesiensis, anggota

juga dianggap sebagai

semua nyamuk jenis yang lain

sendiri yang terbatas. Meskipun

nyamuk merupakan host yang sangat baik untuk virus dengue, biasanya nyamuk

jenis lain merupakan vektor epidemi yang kurang efisien dibandingkan nyamuk

Abdomen

Halter

Palpus Maxilla

Antenne

8

2.4 Metamorfosis Nyamuk Aedes aegypti

2.4.1 Telur

Telur Aedes aegypti (Gambar 2) berbentuk oval memanjang atau ellips seperti

sarang tawon, berwarna hitam, dengan ukuran 0,5 – 0,8 mm, tidak memiliki alat

pelampung. Perkembangan telur kurang lebih 48 jam (1-3 hari) di lingkungan

hangat dan lembab (suhu 300C) dan telur akan menetas dalam waktu 7 hari pada

suhu 160C (Prasetyo, 1998; Prianto et al., 2003).

Gambar 2. Telur Aedes aegypti (Prianto et al., 2003)

2.4.2 Larva

Lamanya perkembangan larva bergantung pada suhu, ketersediaan makanan, dan

kepadatan larva pada sarang (Prasetyo, 1998). Larva nyamuk Aedes aegypti

(Gambar 3) berbentuk memanjang tanpa kaki, mempunyai sepasang rambut

(siphon) pendek, bulu siphon satu pasang yang terdapat pada segmen anal,

mempunyai sisir/comb yang pada bagian tepi terdapat duri (Siswono, 2004). Pada

kepala larva terdapat sepasang mata majemuk dan terdapat satu pasang antenna

yang pendek, waktu beristirahat larva Aedes aegypti tidak hampir tegak lurus

dengan permukaan air (Baskoro et al., 2005).

9

Pada tahap larva terdiri dari 4 instar yaitu: 1). Larva instar I, berukuran 1-2 mm,

duri-duri pada dada belum jelas dan juga lubang pernapasan pada siphon belum

nampak jelas. 2). Larva instar II, berukuran 2,5-3,5 mm, duri-duri pada bagian

dada belum jelas, pada bagian kepala mulai menghitam. 3). Larva instar III,

berukuran 4-5 mm, duri-duri pada bagian dada mulai nampak jelas dan lubang

pernapasan berwarna coklat kehitaman. 4). Larva instar IV, berukuran 5-6 mm

dengan warna kepala gelap (hitam) dapat dicirikan dengan struktur yang telah

lengkap dan jelas, tubuhnya dapat dibagi menjadi bagian kepala (chepal), dada

(thorax), dan perut (abdomen). Panjang tubuh 4-6 mm, dan berumur sekitar 5-7

hari setelah menetas (Prasetyo, 1998).

Gambar 3. Larva Aedes aegypti (Prasetyo, 1998)

2.4.3 Pupa

Pupa nyamuk Aedes aegypti berbentuk koma dengan bagian kepala-dada

(cephalotorax) lebih besar bila dibandingkan dengan bagian perut. Pupa Aedes

aegypti (Gambar 4A,B) lebih ramping dibanding pupa jenis nyamuk yang lain.

Pada bagian punggung (dorsal) dada terdapat alat pernapasan berbentuk terompet.

Pada ruas ke-8 terdapat sepasang alat pengayuh (berjumbai panjang dan berbulu)

10

yang berguna untuk berenang. Pupa beristirahat dengan posisi sejajar dengan

bidang permukaan air (Prasetyo, 1998; Avendano, 2006).

A B

Gambar 4. A; Bagian-bagian pupa Aedes aegypti, B; Pupa Aedes aegypti

(Avendano, 2006).

Pupa nyamuk Aedes aegypti (Gambar 5) berukuran lebih kecil, jika dibandingkan

dengan rata-rata pupa nyamuk lain. Pupa adalah fase inaktif yang tidak

membutuhkan makan namun tetap membutuhkan oksigen untuk bernafas dan

sangat sensitif terhadap pergerakan air. Ciri morfologi yang khas yaitu memiliki

tabung atau terompet pernafasan yang berbentuk segitiga yang terletak diantara

bakal sayap nyamuk dewasa dan terdapat sepasang pengayuh yang saling

menutupi sehingga memungkinkan pupa untuk menyelam cepat dan mengadakan

serangkaian jungkiran sebagai reaksi terhadap rangsangan. Gerakan pupa lebih

lincah bila dibandingkan dengan jentik, untuk keperluan pernafasannya pupa

berada di dekat permukaan air. Setelah berumur 2-5 hari, pupa menjadi nyamuk

dewasa (Sembel, 2009).

A. Culex pipiens

Gambar 5. Perbedaan pupa nyamuk

maculipennis

Menurut data Depkes R.I (1990) p

jenis pupa nyamuk yang lainnya yaitu pupa nyamuk

berjumbai sedang jenis

Persamaan pupa nyamuk

yaitu pada ruas perut

(padel) yang berjumbai

morfologi pupa nyamuk

(Tabel 1 dan Gambar 6) yaitu:

Tabel 1. Perbedaan morfologi

nyamuk Aedes

No. Aedes albopictus

1. Jumbai panjang

2. Bulu no.7 di ruas abdomen VIII tidak

bercabang

Culex pipiens B. Anopheles maculipennis C. Aedes aegypti

Perbedaan pupa nyamuk Culex pipinies, nyamuk Anopheles

maculipennis dan nyamuk Aedes aegypti (Sembel, 2009)

Menurut data Depkes R.I (1990) perbedaan antara pupa nyamuk

nyamuk yang lainnya yaitu pupa nyamuk Aedes memiliki padel yang

berjumbai sedang jenis pupa nyamuk yang lainnya memiliki padel tanpa jumbai.

nyamuk Aedes albopictus dengan nyamuk pupa

yaitu pada ruas perut (abdomen) kedelapan terdapat sepasang alat pengayuh

(padel) yang berjumbai yang berguna untuk berenang, sedangkan perbedaan

nyamuk Aedes albopictus dengan pupa nyamuk Aedes aegypti

(Tabel 1 dan Gambar 6) yaitu:

morfologi pupa nyamuk Aedes albopictus dengan

Aedes aegypti (Depkes RI, 1990)

Jenis Nyamuk

Aedes albopictus Aedes aegypti

Jumbai panjang Jumbai pendek

Bulu no.7 di ruas abdomen VIII tidak Bulu no.7 di ruas abdomen VIII

bercabang banyak

11

Aedes aegypti

Anopheles

(Sembel, 2009).

nyamuk Aedes dengan

memiliki padel yang

nyamuk yang lainnya memiliki padel tanpa jumbai.

pupa Aedes aegypti

erdapat sepasang alat pengayuh

yang berguna untuk berenang, sedangkan perbedaan

nyamuk Aedes aegypti

dengan pupa

Aedes aegypti

Bulu no.7 di ruas abdomen VIII

Gambar 6. Perbedaan

jenis lain dan juga nyamuk

2.4.4 Imago (Dewasa)

Tubuh nyamuk Aedes aegypti

(abdomen). Pada bagian kepala terdapat sepasang mata majemuk dan

yang berbulu. Bagian badan kaki dan sayap pada nyamuk

7) berwarna dasar hitam dengan bintik

Nyamuk dewasa jantan biasanya hanya

nyamuk betina bisa hidup sampai 2 minggu di alam (Hadi

2009).

Perbedaan morfologi pupa nyamuk Aedes aegypti dengan nyamuk

jenis lain dan juga nyamuk Aedes albopictus (Depkes RI, 1990).

Imago (Dewasa)

Aedes aegypti terdiri dari kepala (caput), dada (thorax) dan perut

. Pada bagian kepala terdapat sepasang mata majemuk dan

yang berbulu. Bagian badan kaki dan sayap pada nyamuk Aedes aegypti

7) berwarna dasar hitam dengan bintik-bintik putih (Gandahusada, 2000).

Nyamuk dewasa jantan biasanya hanya bertahan selama 7 hari,

nyamuk betina bisa hidup sampai 2 minggu di alam (Hadi et al.,

12

dengan nyamuk

(Depkes RI, 1990).

, dada (thorax) dan perut

. Pada bagian kepala terdapat sepasang mata majemuk dan antenna

Aedes aegypti (Gambar

bintik putih (Gandahusada, 2000).

selama 7 hari, sedangkan

et al., 2000: Bahang,

Gambar 7.

Jumlah probosis pada nyamuk

kelamin (Gambar 8), pada nyamuk jantan mempunyai

nyamuk betina mempunyai

(piercing-sucking), nyamuk jantan memiliki bulu

sedangkan pada nyamuk betina memiliki bulu

(Prasetyo, 1998). Selain itu ujung

dengan serci yang menonjol bila dibandingkan dengan nyamuk jantan (Boror

al., 1996).

Gambar 8. Struktur kepala pada nyamuk

ciri kelamin. A;

et al., 1996).

Gambar 7. Nyamuk Aedes aegypti (Bahang, 2009)

pada nyamuk Aedes aegypti digunakan untuk membedakan jenis

kelamin (Gambar 8), pada nyamuk jantan mempunyai probosis ganda sedangkan

nyamuk betina mempunyai probosis tunggal dengan tipe penusuk

, nyamuk jantan memiliki bulu antenna yang lebat (

sedangkan pada nyamuk betina memiliki bulu antenna tidak lebat (

(Prasetyo, 1998). Selain itu ujung abdomen pada nyamuk betina lebih meruncing

yang menonjol bila dibandingkan dengan nyamuk jantan (Boror

Struktur kepala pada nyamuk Aedes aegypti yang menunjukkan ciri

ciri kelamin. A; Aedes aegypti betina, B; Aedes aegypti

1996).

A B

13

(Bahang, 2009)

digunakan untuk membedakan jenis

ganda sedangkan

tunggal dengan tipe penusuk-pengisap

yang lebat (plumose)

tidak lebat (pilosa)

pada nyamuk betina lebih meruncing

yang menonjol bila dibandingkan dengan nyamuk jantan (Boror et

yang menunjukkan ciri-

Aedes aegypti jantan (Boror

14

2.5 Siklus Hidup Aedes aegypti

Nyamuk Aedes aegypti meletakkan telur pada permukaan air bersih secara

individual. Nyamuk Aedes aegypti bertelur rata-rata 100 buah yang diletakkan di

atas permukaan air pada dinding vertikal bagian dalam tempat-tempat

penampungan berisi air bersih yang terdapat di dalam atau di dekat rumah dan air

bersih tersebut tidak bersentuhan langsung dengan tanah (Soedarmo, 1988).

Nyamuk Aedes aegypti aktif pada siang hari, meletakkan telur pada tempat

penampungan air seperti bak mandi, ember berisi air, vas bunga, tangki

penampungan air, kaleng-kaleng bekas, kantung-kantung plastik bekas, talang

rumah, potongan bambu, ban-ban bekas, kulit-kulit buah seperti kulit buah

rambutan, tempurung kelapa, juga semua bentuk kontainer yang dapat

menampung air bersih (Sembel, 2009). Tempat air yang tidak tertutup rapat lebih

disukai oleh nyamuk betina sebagai tempat bertelur, dibanding tempat air yang

terbuka, karena tutupnya jarang dipasang secara baik dan sering dibuka

mengakibatkan ruang di dalamnya relatif lebih gelap dibanding tempat air yang

terbuka (Soedarmo, 1988).

Telur nyamuk Aedes aegypti akan menetas dalam jangka waktu kurang lebih 48

jam, atau dalam waktu 1-3 hari pada suhu lingkungan yang hangat dan lembab

300C, tetapi membutuhkan waktu 7 hari pada suhu 160C (Hadi et al., 2000).

Nyamuk betina meletakkan telur satu demi satu di atas permukaan air. Jumlah

telur bisa mencapai 100 buah, telur dapat bertahan sampai berbulan-bulan pada

suhu -20C sampai 420C (Soedarmo, 1988). Tahapan perkembang larva terdiri dari

empat tingkatan perkembangan atau instar yang berlangsung selama 6-8 hari.

Larva instar I, berlangsung 1

berlangsung 2-3 hari setelah telur menetas, larva

setelah telur menetas dan larva instar IV, berl

menetas. Stadium pupa berlangsung selama 2

rendah di bawah 100C pupa tidak mengalami perkembangan, sehingga lama waktu

stadium pupa dapat diperpanjang (Prasetyo, 1998).

Dalam keadaan optimal per

lebih 9-12 hari setelah telur menetas

mengisap darah manusia, 3 hari sesudahnya sanggup bertelur sebanyak 100 buah

(rata-rata). Dua puluh empat jam kemudian nyamuk mengisap da

selanjutnya kembali bertelur. Walaupun umur nyamuk

kira 10 hari (2 minggu), waktu tersebut cukup untuk nyamuk

menularkan virus dengue dari manusia yang infeksius ke manusia yang lain

(Soedarmo, 1988).

Gambar 9. Siklus hidup nyamuk

Pupa

I, berlangsung 1-2 hari setelah telur menetas, larva

3 hari setelah telur menetas, larva instar III, berlangsung 3

setelah telur menetas dan larva instar IV, berlangsung 4-6 hari setelah telur

menetas. Stadium pupa berlangsung selama 2-5 hari. Pada suhu yang sangat

C pupa tidak mengalami perkembangan, sehingga lama waktu

stadium pupa dapat diperpanjang (Prasetyo, 1998).

Dalam keadaan optimal perkembangan telur hingga dewasa berlangsung kurang

12 hari setelah telur menetas (Gambar 9). Nyamuk dewasa mulai

mengisap darah manusia, 3 hari sesudahnya sanggup bertelur sebanyak 100 buah

rata). Dua puluh empat jam kemudian nyamuk mengisap da

selanjutnya kembali bertelur. Walaupun umur nyamuk Aedes aegypti

kira 10 hari (2 minggu), waktu tersebut cukup untuk nyamuk Aedes aegypti

menularkan virus dengue dari manusia yang infeksius ke manusia yang lain

Siklus hidup nyamuk Aedes aegypti (Soedarmo, 1988)

Imago

Telur Pupa

Larva

15

2 hari setelah telur menetas, larva instar II,

III, berlangsung 3-4 hari

6 hari setelah telur

5 hari. Pada suhu yang sangat

C pupa tidak mengalami perkembangan, sehingga lama waktu

kembangan telur hingga dewasa berlangsung kurang

. Nyamuk dewasa mulai

mengisap darah manusia, 3 hari sesudahnya sanggup bertelur sebanyak 100 buah

rata). Dua puluh empat jam kemudian nyamuk mengisap darah lagi,

aegypti betina kira-

Aedes aegypti betina

menularkan virus dengue dari manusia yang infeksius ke manusia yang lain

(Soedarmo, 1988)

16

2.6 Perilaku Aedes aegypti

Kebiasaan nyamuk Aedes aegypti menghisap darah pada musim kemarau terjadi

pada pagi hari, sedangkan pada musim penghujan pada siang sampai dengan sore

hari. Umur nyamuk tidak sama, pada dasarnya nyamuk betina hidup lebih lama

dibanding nyamuk jantan. Nyamuk Aedes aegypti betina menghisap darah

manusia (antrophagus), sedangkan nyamuk jantan mengisap cairan tumbuhan

(phytophagus), ada juga nyamuk yang mengisap darah binatang (zoophilik)

(Soedarmo, 1988).

Nyamuk Aedes aegypti mempunyai kebiasaan mengisap darah berulang kali

(multiple biter) dalam satu siklus gonotropik. Setelah mengisap darah nyamuk

akan beristirat menunggu pematangan telur atau hanya beristirahat sementara saat

masih aktif mencari darah. Nyamuk beristirahat di dalam rumah (endophilik), dan

di luar rumah (eksophilik) yaitu pada pepohonan atau pada kandang binatang. Ada

nyamuk yang mengisap darah di dalam rumah (endophagik) dan ada pula yang di

luar rumah (eksophagik) (Fahmi, 2005).

2.7 Pengaruh Pergantian Musim

Pada musim penghujan jumlah populasi Nyamuk Aedes aegypti mengalami

peningkatan, karena pada musim penghujan banyak kontainer alami yang terisi

air, sehingga dapat digunakan sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes

aegypti. Selain itu peningkatan populasi nyamuk Aedes aegypti pada musim hujan

juga karena menetasnya telur-telur yang pada musim kemarau sebelumnya belum

sempat menetas dan bertahan dalam kontainer tempat perkembangbiakan.

17

Peningkatan jumlah nyamuk Aedes aegypti pada musim penghujan merupakan

salah satu faktor yang menyebabkan terjadi peningkatan kejadian Demam

Berdarah Dengue pada musim hujan (Ditjen PPM&PLP, 1992).

2.8 Pemberantasan Nyamuk

Pemberantasan nyamuk ditujukan pada dua sasaran yaitu pada nyamuk dewasa

dan jentik. Pemberantasan nyamuk dewasa dilakukan dengan pengasapan dengan

menggunakan insektisida, sedangkan pemberantasan sarang nyamuk yang

dilakukan dengan pemberantasan jentik Aedes aegypti dilakukan dengan cara

kimia; mengunakan larvasida, cara biologi; dengan mengunakan ikan pemakan

jentik dan dengan cara fisik yakni dengan kegiatan 3M; menguras, menutup dan

mengubur terhadap tempat-tempat yang dapat menjadi sarang perindukan nyamuk

Aedes aegypti (Aminah et al., 2001). Pemberantasan nyamuk Aedes aegypti juga

dilakukan dengan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk tidak membuang

sampah yang dapat menjadi tempat perindukan nyamuk dengan membersihkan

dan mengelola sampah yang ada di lingkungannya (Dinkes Sulut, 2006).

2.9 Virus Dengue

Virus dengue termasuk pada kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviruses),

yang artinya virus yang ditularkan melalui gigitan arthropoda, misalnya nyamuk

sengkerit dan lalat. Virus dengue tergolong pada genus Flavivirus, family

Flaviviridae, yang dibedakan menurut metode serologi menjadi empat serotipe,

yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. (Hadinegoro et al., 1999; Dinkes DKI,

2003).

18

Gambar 10. Struktur virus dengue (Dinkes DKI, 2003)

Protein virus dengue (Gambar 10) terdiri atas tiga protein struktural dan tujuh

protein non struktural. Protein struktural terdiri dari protein envelop (E), Protein

membran (M), dan protein kapsid (C). Protein non-struktural terdiri dari protein

NS1, NS2A, NS2B, NS3, NS4A, NS4B, dan NS5 (Sjahrurachman, 1994).

Virus dengue ditularkan ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk Aedes yang

terinfeksi terutama Aedes aegypti dan karenanya dianggap sebagai Arbovirus.

Bila terinfeksi, nyamuk tetap akan terinfeksi sepanjang hidupnya (infiktif),

menularkan virus ke individu rentan selama menggigit dan menghisap darah.

Nyamuk betina yang terinfeksi juga dapat menularkan virus ke generasi nyamuk

berikutnya dengan penularan transovarian (transovaria transmition), tetapi ini

jarang terjadi dan kemungkinan tidak memperberat penularan yang signifikan

pada manusia. Virus dengue utamanya menginfeksi manusia, walaupun di

beberapa bagian dunia monyet juga dapat terinfeksi (WHO, 2000).

2.10 Perkembangan Demam Berdarah di

Demam Berdarah Dengue

1973. Jumlah desa terjangkit pada tahun 1994 adalah sebanyak 58

desa/Kelurahan, dan menjadi 162 pada tahun 1999 (Dinkes, 2006). Kasus demam

berdarah di Kota Manado pada tahun 2008 (Gambar 11) ya

diantaranya meninggal dunia, pada tahun 2009 adalah

diantaranya meninggal dunia, dan pada tahun 2010 adalah 998 kasus, 25 penderita

diantaranya meninggal dunia (Dinkes, 2011).

Gambar 11. Grafik D

200

400

600

800

1000

Perkembangan Demam Berdarah di Kota Manado

darah Dengue pertama kali ditemukan di Kota Manado pada tahun

1973. Jumlah desa terjangkit pada tahun 1994 adalah sebanyak 58

desa/Kelurahan, dan menjadi 162 pada tahun 1999 (Dinkes, 2006). Kasus demam

berdarah di Kota Manado pada tahun 2008 (Gambar 11) yaitu: 670 kasus dan 8

diantaranya meninggal dunia, pada tahun 2009 adalah 443 kasus, 3 penderita

diantaranya meninggal dunia, dan pada tahun 2010 adalah 998 kasus, 25 penderita

diantaranya meninggal dunia (Dinkes, 2011).

Grafik Demam Berdarah Dengue di Kota Manado (Dinkes, 2011

0

200

400

600

800

1000

2008 2009 2010

670

443

998

8 3 25

Jumlah Kasus Jumlah Kematian

19

Manado pada tahun

1973. Jumlah desa terjangkit pada tahun 1994 adalah sebanyak 58

desa/Kelurahan, dan menjadi 162 pada tahun 1999 (Dinkes, 2006). Kasus demam

670 kasus dan 8

443 kasus, 3 penderita

diantaranya meninggal dunia, dan pada tahun 2010 adalah 998 kasus, 25 penderita

Manado (Dinkes, 2011)

20

III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan selama bulan Mei-Juni 2011 pada Kelurahan Bahu

Kecamatan Malalayang, Kelurahan Perkamil Kecamatan Tikala dan Kelurahan

Tongkaina Kecamatan Bunaken Kota Manado, untuk pengamatan faktor yang

terkait dalam proses penularan Demam Berdarah Dengue dan pupa. Penghitungan

jumlah pupa dilakukan di Laboratorium Konservasi Universitas Sam Ratulangi

Manado.

3.2 Deskripsi Lokasi Penelitian

3.2.1 Kelurahan Bahu

Luas wilayah Kelurahan Bahu Kecamatan Malalayang 87.5 Ha atau 2.9% dari

luas Kecamatan Malalayang. Jumlah penduduk Kelurahan Bahu 8225 jiwa dengan

1877 KK (Data Profil Kelurahan Bahu) dengan kepadatan rumah 14.6 rumah/Ha

(Jumlah rumah di Kelurahan Bahu 1.283 rumah dalam luas wilayah 87.5 Ha).

Kelurahan Bahu mewakili Kecamatan Malalayang sebagai daerah endemik

tertinggi kasus Demam Berdarah Dengue yang hampir setiap tahunnya terjadi

kasus Demam Berdarah Dengue (212 kasus pada tahun 2010). Daerah Kelurahan

Bahu meluas dari daerah pesisir (Lingkungan I) hingga daerah perbukitan

(Lingkungan IX).

21

3.2.2 Kelurahan Perkamil

Jumlah penduduk Kelurahan Perkamil 6924 jiwa dengan 1802 KK, serta luas

wilayah Kelurahan Perkamil 75 Ha atau 4.1% dari luas Kecamatan Tikala (Data

Profil Kelurahan Perkamil) dengan kepadatan rumah 8.72 rumah/Ha (Jumlah

rumah di Kelurahan Perkamil 654 rumah dalam luas wilayah 75 Ha). Kelurahan

Perkamil mewakili Kecamatan Tikala sebagai daerah endemis sedang kasus

Demam Berdarah Dengue. Daerah Kelurahan Perkamil berada di daerah

perbukitan (lingkungan I hingga lingkungan VIII) dengan jumlah kasus pada

tahun 2010 adalah 197.

3.2.3 Kelurahan Tongkaina

Daerah Kelurahan Tongkaina berada pada pesisir pantai (Lingkungan I hingga

lingkungan IV) memiliki luas wilayah 856 Ha dengan kepadatan rumah 0,46

rumah/Ha (Jumlah rumah di Kelurahan Tongkaina 398 dalam luas wilayah 856

Ha). Jumlah penduduk Kelurahan Tongkaina 1688 Jiwa dengan 473 KK (Data

Profil Kelurahan Tongkaina). Kelurahan Tongkaina mewakili Kecamatan

Bunaken yang merupakan daerah yang hampir setiap tahunnya terdapat kasus

Demam Berdarah Dengue yang terendah, pada tahun 2010 terdapat 11 kasus.

3.3 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah ember berukuran 3 liter

(berwarna hitam), wadah plastik, corong, pipet, sendok, kaca pembesar (Lup),

mikroskrop stereo, kamera Sonny, hygrometer, thermometer, spidol dan alat tulis

22

menulis. Bahan-bahan yang digunakan yaitu kertas label, kantong plastik, alkohol,

pupa nyamuk.

3.4 Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode survei yang dilakukan pada

daerah endemik demam berdarah di Kelurahan Bahu Kecamatan Malalayang,

daerah sedang di Kelurahan Perkamil Kecamatan Tikala dan daerah dengan

jumlah kasus demam berdarah paling rendah di Kelurahan Tongkaina Kecamatan

Bunaken.

3.5 Prosedur Penelitian

Tahap awal dalam penelitian ini adalah penentuan lokasi penelitian dengan

membagi kedalam 3 strata, yaitu strata I dengan insiden tinggi > 200, strata II

dengan insiden sedang 100-200 dan strata III dengan insiden terendah <100.

Strata I dipilih Kelurahan Bahu Kecamatan Malalayang dengan 212 insiden,

Strata II Kelurahan Perkamil Kecamatan Tikala dengan 179 Insiden dan strata III

Kelurahan Tongkaina Kecamatan Bunaken dengan 11 insiden.

Pada setiap kelurahan, sampel diambil secara random atau secara acak di setiap

lingkungan pada masing-masing kelurahan. Di tiap pengambilan dibagi menjadi 2

tempat pemasangan ovitrap yaitu di dalam dan di luar rumah. Tiap lokasi

diletakkan di 10 titik (10 rumah), Jumlah total ovitrap yang dipasang di tiap lokasi

penelitian (kelurahan) sebanyak 40 buah. Sehingga di tiga kelurahan total jumlah

ovitrap yang dipasang 120 buah (Gambar 12).

23

3.6 Pengamatan Populasi Nyamuk (Survei Pupa)

Pengambilan pupa dilaksanakan dengan menggunakan ovitrap (ember kecil dari

plastik berwarna hitam ukuran 3L sebanyak 120 buah). Ovitrap dipasang pada 3

kelurahan yaitu: Kelurahan Bahu mewakili strata I, Kelurahan Perkamil mewakili

strata II dan Kelurahan Tongkaina mewakili strata III. Setiap kelurahan dipasang

40 ovitrap, di dalam 20 buah dan di luar 20 buah ini karena pada setiap kelurahan

diambil 10 titik (rumah). Setiap minggu isi ovitrap diambil dan di masukan

kedalam botol kemasan aqua kemudian dibawa ke laboratorium. Penghitungan

pupa dilakukan selama 5 hari setelah isi ovitrap dibawa ke laboratorium.

Penentuan Lokasi

Pemasangan ovitrap (Tiap kelurahan 40 buah, masing-masing di dalam dan di luar 20

buah yang dipasang pada 10 titik)

Di Dalam Rumah Di Luar Rumah

Penghitungan Pupa

Uji-t Independen

Uji Anova Uji Duncan

Gambar 12: Kerangka Kerja Penelitian

3.7 Analisis Data

Data yang diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan uji statistik yaitu:

24

3.7.1 Uji-t

Uji-t yang digunakan yaitu uji t independen. Data dianalisis menggunakan taraf

nyata (alfa) 1%. Data yang telah diuji jika t hitung lebih kecil dari pada taraf nyata

1% berarti data sesuai dengan pernyataan dalam hipotesis nol (H0) atau terima

H0, sebaliknya data yang diuji jika memiliki nilai t hitung lebih besar dari pada

taraf nyata 1 %, maka disimpulkan tolak H0, atau sesuai dengan H1 (Hipotesis

alternatif) (Kusrinigrum, 2008).

3.7.2 Uji Anova dan Uji Duncan

Uji anova yang digunakan yaitu uji anova satu arah (Rancangan Acak Lengkap)

dengan sepuluh ulangan dan tiga perlakuan daerah penelitian yaitu Kelurahan

Bahu, Kelurahan Perkamil dan Kelurahan Tongkaina, untuk melihat perbedaan

pupa nyamuk Aedes aegypti yang ada di dalam maupun di luar rumah pada tiga

lokasi (tiga variabel), jika terdapat perbedaan (F hitung > F tabel), maka

penghitungan di dilanjutkan dengan uji lanjut, uji Duncan pada taraf kepercayaan

5% (Sastrosupadi, 2000).

Tabel sidik ragam untuk RAL dengan jumlah ulangan sama

S.k d.b J.K K.T F

hitung

F table

0.05 0.01

Perlakuan t-1 JKP KTP

Galat percobaan t(n-1) JKG KTG

Total tn-1 JKT

25

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Populasi Pupa Nyamuk Aedes aegypti

Jika dibandingkan rata-rata jumlah pupa yang dikoleksi dari ovitrap-ovitrap pada

tiga kelurahan yang terdapat di dalam rumah maupun di luar rumah dengan total

jumlah pupa pada masing-masing kelurahan sampel yaitu pada Kelurahan Bahu di

dalam rumah 209 pupa dan di luar rumah 120 pupa, pada Kelurahan Perkamil di

dalam rumah 125 pupa dan 65 pupa di luar rumah, sedangkan pada Kelurahan

Tongkaina di dalam rumah 63 pupa dan di luar rumah 34 pupa (Gambar 13). Dari

data tersebut maka Kelurahan Bahu merupakan kelurahan yang memiliki jumlah

pupa yang tertinggi baik di dalam maupun di luar rumah, kemudian Kelurahan

Perkamil dan terendah pada Kelurahan Tongkaina.

Gambar 13. Jumlah total pupa dan Standar Deviasi di Kelurahan Bahu, Perkamil,

dan Tongkaina

Perbedaan geografis dari ketiga kelurahan merupakan faktor yang menyebabkan

terjadi perbedaan jumlah pupa yang didapat pada ketiga kelurahan. Jumlah pupa

209 125 63120 65 340

50

100

150

200

250

Bahu Perkamil Tongkaina

Jum

lah

To

tal

Pu

pa

Dalam

Luar

26

pada Kelurahan Bahu lebih tinggi karena Kelurahan Bahu memiliki karakteristik

daerah yang meluas dari daerah pesisir hingga perbukitan, dan dilintasi sungai

Bahu yang menyebabkan Kelurahan Bahu memiliki kondisi daerah yang panas

dan lembab, sehingga menunjang perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti.

Kelurahan Perkamil memiliki keadaan geografis yang terletak di daerah

perbukitan dan dilintasi sungai yang berada pada perbatasan Kelurahan Perkamil

dan Kelurahan Malendeng yang menyebabkan Kelurahan Perkamil memiliki

kondisi daerah yang cukup menunjang perkembangan Aedes aegypti. Sedangkan

jumlah pupa paling sedikit terdapat di Kelurahan Tongkaina, yang ditinjau dari

keadaan geografis Kelurahan Tongkaina yang terletak di daerah pesisir dengan

kepadatan rumah yang rendah, kondisi ini kurang mendukung perkembangbiakan

nyamuk Aedes aegypti yang hidup di dalam rumah atau di daerah sekitar rumah.

Spesies Aedes aegypti sangat berlimpah pada daerah-daerah dengan iklim panas

dan lembab yang berada pada daerah pantai dan lebih khususnya di kota dan

pelabuhan laut yang besar (Rondonuwu, 2005).

Faktor lingkungan yang berpengaruh pada kehidupan nyamuk Aedes aegypti yaitu

iklim yang meliputi, suhu, kelembaban (Tabel 2) dan curah hujan dapat

mempengaruhi kegagalan telur, larva dan pupa nyamuk menjadi imago (Mc

Michael, 2006). Parameter lingkungan yang diukur pada saat penelitian adalah

suhu, kelembaban, dan curah hujan dimana suhu di Kelurahan Bahu 26.7°C

dengan kelembaban 85%, suhu pada Kelurahan Perkamil 26.8°C dengan

kelembaban 82% dan suhu pada Kelurahan Tongkaina 26.9°C dengan

kelembaban 79%, dan curah hujan tinggi yang berkisar antara 308 mm dan 214.9

27

mm pada bulan Mei hingga Juni ditiga lokasi penelitian baik Kelurahan Bahu,

Kelurahan Perkamil dan Kelurahan Tongkaina. Menurut Yudhastuti (2005), suhu

dan kelembaban optimum untuk pertumbuhan dan ketahannan hidup embrio

nyamuk Aedes aegypti adalah 25°C-27°C dan kelembaban 81.5% - 89.5%. Dari

data yang diperoleh tentang keadaan suhu, kelembaban dan curah hujan, di

Kelurahan Bahu, Perkamil dan Tongkaina ternyata keadaan parameter-parameter

tersebut mendukung pertumbuhan nyamuk Aedes aegypti.

Pada saat penelitian keadaan suhu, kelembaban, dan curah hujan layak untuk

perkembangan Aedes aegypti hal ini menyebabkan tingginya populasi Aedes

aegypti (Total Populasi Pupa Aedes aegypti baik di dalam maupun di luar rumah

di Kelurahan Bahu 329, Kelurahan Perkamil 190 dan Kelurahan Tongkaina 97),

karena meningkatnya populasi Aedes aegypti sehingga menyebabkan kasus DBD

pada bulan Mei-Juni cukup tinggi (Gambar 14) yaitu 35 kasus pada bulan Mei dan

32 kasus pada bulan Juni dengan 1 meninggal dunia (Dinkes, 2011).

Gambar 14. Grafik DBD menurut bulan pada tahun 2010 (Dinkes, 2011)

243

322

202

65

35 32 25 18 12 21

11 12 8 8 4 2 0 1 1 0 0 1 0 0

0

50

100

150

200

250

300

350

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

Kasus

Meninggal

28

Tabel 2. Perbedaan Suhu dan Kelembaban lokasi Penelitian pada bulan Mei-Juni

2011 (Stasion Klimatologi Kayuwatu)

No. Lokasi Suhu (0C) Kelembaban (%)

1. Bahu 26.70C 85%

2. Perkamil 26.80C 82%

3. Tongkaina 26.90C 79%

4.2 Hasil Uji-t

Tabel 3. Uji-t Kelurahan Bahu, Perkamil dan Tongkaina

Titik

(Rumah) I II III IV V VI VII VIII IX X

Rata-rata

SD Uji-t

Tinggi (Bahu)

Dalam 22 31 29 26 11 24 21 12 14 19 20.9 6.93 T hitung > T tabel Luar 9 19 13 23 8 17 14 7 4 6 12 6.23

Sedang (Perkamil)

Dalam 15 14 10 7 18 12 20 9 8 12 12.5 4.27 T hitung >T tabel Luar 8 6 6 3 9 7 13 5 3 5 6.5 2.99

Rendah (Tongkaina)

Dalam 7 7 8 5 5 6 6 8 5 6 6.3 1.16 T hitung > T tabel Luar 5 3 4 2 3 3 4 4 2 4 3.4 0.96

Jumlah pupa di dalam dan di luar rumah pada Kelurahan Bahu (Tabel 3) dengan

penghitungan uji statistik uji-t (Lampiran 9) untuk kelimpahan pupa Aedes aegypti

di dalam dan di luar rumah, didapatkan nilai T hitung = 3.02 dan nilai T tabel

dengan alfa (α) 1% = 2. 878, jumlah pupa di dalam dan di luar rumah Kelurahan

Perkamil (Tabel 3) dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji-t (Lampiran

10) untuk kelimpahan pupa Aedes aegypti di dalam dan di luar rumah di dapatkan

nilai T hitung = 3.64 dan nilai T tabel alfa (α) 1% = 2. 878, dan hasil

penghitungan jumlah pupa di dalam dan di luar rumah pada Kelurahan Tongkaina

(Tabel 3) dengan menggunakan uji statatistik uji-t (Lampiran 11) untuk

kelimpahan pupa Aedes aegypti di dalam dan di luar rumah di dapatkan nilai T-

hitung = 6. 08 dan nilai T-tabel alfa (α) 1% = 2. 878. Karena hasil penghitungan

29

dengan uji statistik uji t di peroleh nilai T hitung lebih besar dari T tabel alfa (α)

1% pada ketiga kelurahan, maka disimpulkan ada perbedaan signifikan pada

kelimpahan pupa yang berada di dalam dan di luar rumah.

Perbedaan yang signifikan pada kelimpahan jumlah pupa Aedes aegypti di

Kelurahan Bahu, Kelurahan Perkamil dan Kelurahan Tongkaina di dalam rumah

dan di luar rumah, dikarenakan kondisi di dalam rumah yang gelap dan lembab

lebih cenderung disukai nyamuk Aedes aegypti untuk meletakkan telur, sehingga

jumlah pupa nyamuk Aedes aegypti lebih banyak di temukan pada ovitrap yang

berada di dalam rumah dibanding ovitrap di luar rumah. Nyamuk Aedes aegypti

meletakkan telur satu-persatu di dinding kontainer 1-2 cm di atas permukaan air di

ruangan dalam rumah yang terlindung dari sinar matahari (gelap), lembab, sedikit

angin, ovitrap berwarna gelap dari pada berwarna cerah, permukaan terbuka lebar,

berisi air tawar jernih dan tenang untuk bertelur dan berkembang biak (Sungkar,

2005).

4.3 Hasil Uji Anova dan Uji Jarak Berganda Duncan

Dari hasil penghitungan menggunakan uji anova satu arah (Lampiran 12) data

pupa di luar rumah (Tabel 4) didapatkan F hitung = 11.67 dan F tabel (α) 1%=

5.49. Karena F hitung > F tabel 1% maka disimpulkan terdapat perbedaan yang

sangat nyata pada kelimpahan pupa yang terdapat di luar rumah pada tiga lokasi

dengan strata tinggi, sedang, dan terendah, karena terdapat perbedaan yang sangat

nyata, maka penghitungan dilanjutkan dengan uji lanjut yaitu uji Duncan 5%

(Lampiran 15) didapatkan Kelurahan Bahu berbeda nyata dengan Kelurahan

Perkamil dan Kelurahan Tongkaina, dan Kelurahan Perkamil tidak berbeda nyata

30

dengan Kelurahan Tongkaina. Jumlah pupa tertinggi di Kelurahan Bahu (rata-rata

12 pupa) dan terendah Kelurahan Tongkaina (rata-rata 3.4 pupa) (Tabel 5).

Tabel 4. Uji anova dan Duncan data pupa di luar rumah

Ulangan (Rumah) I II III IV V VI VII VIII IX X Total Rata-rata

SD

Perlakuan

Bahu (Tinggi)

9 19 13 23 8 17 14 7 4 6 120 12 6.23

Perkamil (Sedang)

8 6 6 3 9 7 13 5 3 5 65 6.5 2.99

Tongkaina (Rendah)

5 3 4 2 3 3 4 4 2 4 34 3.4 0.96

Total 219

Tabel 5. Rata-rata, Standar Deviasi, Hasil uji Anova dan Duncan data pupa di luar

rumah.

Perlakuan Rata-rata SD Uji Anova Duncan

Bahu 12 6.23

F hitung > F tabel

(a)

Perkamil 6.5 2.99 (b)

Tongkaina 3.4 0.96 (b)

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5%.

Sedangkan hasil penghitungan menggunakan uji anova satu arah (Lampiran 13)

data pupa di dalam rumah (Tabel 6) didapatkan F hitung = 23.79 dan F tabel (α)

1%= 5.49. Karena (F hitung > F tabel (α) 1%) F hitung lebih besar dari F tabel,

Sehingga disimpulkan terdapat perbedaan yang sangat nyata pada kelimpahan

pupa yang terdapat di dalam rumah pada tiga lokasi dengan strata kasus tertinggi

Kelurahan Bahu, sedang Kelurahan Perkamil, dan terendah Kelurahan Tongkaina,

karena terdapat perbedaan yang sangat nyata maka penghitungan dilanjutkan

dengan uji lanjut yaitu uji Duncan 5% (Lampiran 15) didapatkan Kelurahan Bahu

berbeda nyata dengan Kelurahan Perkamil dan Kelurahan Tongkaina, Kelurahan

Perkamil berbeda nyata dengan Kelurahan Bahu dan Kelurahan Tongkaina,

31

Kelurahan Tongkaina berbeda nyata dengan Kelurahan Bahu dan Kelurahan

Perkamil. Jumlah pupa tertinggi di Kelurahan Bahu (rata-rata 20.9 pupa) dan

terendah pada Kelurahan Tongkaina (rata-rata 6.3 pupa) (Tabel 7).

Tabel 6. Uji anova data pupa di dalam rumah

Ulangan (Rumah) I II III IV V VI VII VIII IX X Total Rata-rata

SD

Perlakuan

Bahu (Tinggi)

22 31 29 26 11 24 21 12 14 19 209 20.9 6.93

Perkamil (Sedang)

15 14 10 7 18 12 20 9 8 12 125 12.5 4.27

Tongkaina (Rendah)

7 7 8 5 5 6 6 8 5 6 63 6.3 1.16

Total 397

Tabel 7. Rata-rata, Standar Deviasi, Hasil uji Anova dan Duncan data pupa di luar

rumah.

Perlakuan Rata-rata SD Uji Anova Duncan

Bahu 20.9 6.93 F hitung > F

tabel

(a)

Perkamil 12.5 4.27 (b)

Tongkaina 6.3 1.16 (c)

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5%.

Perbedaan kelimpahan pupa di luar rumah dan di dalam rumah pada setiap

kelurahan disebabkan karena perbedaan kepadatan rumah dan kepadatan

penduduk pada masing-masing lokasi penelitian. Jumlah pupa Aedes aegypti yang

tertinggi terdapat pada Kelurahan Bahu dengan rata-rata jumlah pupa di dalam

rumah 20.9 pupa dan di luar rumah 12 pupa selanjutnya Kelurahan Perkamil

dengan rata-rata jumlah pupa di luar rumah 6.5 pupa dan di dalam rumah 12.5

pupa dan jumlah pupa terendah terdapat Kelurahan Tongkaina dengan rata-rata

jumlah pupa di luar rumah 3.4 pupa dan di dalam rumah 6.4 pupa. Kepadatan

rumah tertinggi terdapat pada Kelurahan Bahu dengan kepadatan 14.6 rumah/Ha

32

(Jumlah rumah di Kelurahan Bahu 1.283 rumah dengan luas wilayah 87.5 Ha),

mengakibatkan sirkulasi udara tidak berlangsung dengan baik dan menyebabkan

keadaan menjadi lebih lembab dan semakin banyak naungan (gelap) yang

menyebabkan nyamuk Aedes aegypti berkembang biak dengan cepat karena

nyamuk Aedes aegypti menyukai tempat yang lembab dan gelap untuk

berkembang biak. Kepadatan rumah yang tinggi juga menyebabkan banyak

tempat-tempat yang sulit terjangkau manusia untuk dibersihkan akibatnya tempat-

tempat tersebut menjadi sarang perindukan nyamuk.

Kepadatan rumah di Kelurahan Perkamil dengan kepadatan 8.72 rumah/Ha

(Jumlah rumah di Kelurahan Perkamil 654 rumah dengan luas wilayah 75 Ha),

padatnya rumah pada daerah Kelurahan Perkamil juga mendukung perkembangan

nyamuk Aedes aegypti, sedangkan pada kepadatan rumah pada Kelurahan

Tongkaina dengan jumlah pupa paling rendah yaitu dengan kepadatan 0,46

rumah/Ha (Jumlah rumah di Kelurahan Tongkaina 398 dengan luas wilayah 856

Ha), dengan jarak rumah yang berjauhan yang menyebabkan sirkulasi udara

berlangsung dengan baik dan menyebabkan sedikitnya naungan (tempat yang

gelap), keadaan ini menghambat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti karena

kurangnya tempat perindukan yang berada pada kondisi lembab dan gelap.

Nyamuk Aedes aegypti menyukai ruangan yang gelap (sedikit cahaya) dan lembab

untuk bertelur dan berkembang biak (Ditjen PPM&PL. 2001).

Selain kepadatan rumah, kepadatan penduduk juga mempengaruhi jumlah pupa

Aedes aegypti pada ketiga lokasi penelitian, kelimpahan pupa tertinggi pada

33

Kelurahan Bahu dengan kepadatan penduduk 6.4 orang/rumah (Jumlah penduduk

8.225 dengan jumlah rumah 1.283) menyebabkan nyamuk Aedes aegypti

berkembang biak dengan cepat karena dengan mudah dapat mencari manusia

untuk menghisap darah, begitu pula pada Kelurahan Perkamil dengan kepadatan

penduduk rata-rata 10 orang/rumah (jumlah penduduk 6924 dengan jumlah rumah

654) jumlah penduduk yang padat pada Kelurahan Perkamil juga mendukung

nyamuk Aedes aegypti untuk berkembang biak, sedangkan kepadatan penduduk

yang terendah pada Kelurahan Tongkaina dengan rata-rata 4.24 orang/rumah

(Jumlah penduduk 1688 dengan jumlah rumah 398), keadaan ini menghambat

pertumbuhan dan perkembangan nyamuk Aedes aegypti sehingga jumlah pupa

yang di temukan terendah pada Kelurahan Tongkaina . Jumlah penduduk yang

rendah dan jarak antar rumah yang berjauhan satu dengan rumah yang lainnya

menyebabkan kemungkinan nyamuk menghisap darah dari rumah yang satu

kerumah yang lainya dan menularkan virus dengue sangat kecil karena jarak

terbang imago hanya 17,5-21 m dari tempat pembiakan (Sastrodihardjo, 1984).

Kepadatan rumah dan jumlah penduduk yang tinggi menyebabkan pengaturan tata

ruang dan saluran drainase kurang baik karena semakin sempitnya lahan yang

sebagian besar digunakan sebagai lahan pemukiman. Perilaku manusia juga

mempengaruhi tingginya jumlah pupa karena masih kurangnya kesadaran

masyarakat untuk tidak membuang sampah pada sembarangan tempat, seperti

gelas dan botol kemasan minuman yang berpotensi sebagai tempat perindukan

nyamuk, karena keadaan ini sangat mendukung cepatnya perkembangbiakkan

nyamuk Aedes aegypti.

34

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Kelimpahan Pupa nyamuk Aedes aegypti tertinggi terdapat di Kelurahan

Bahu dengan total jumlah 329 pupa, kemudian Kelurahan Perkamil 190

pupa dan terendah pada Kelurahan Tongkaina 97 pupa.

2. Pada tiga kelurahan (Kelurahan Bahu, Kelurahan Perkamil dan Kelurahan

Tongkaina) di dapatkan perbedaan signifikan pada kelimpahan pupa di

dalam dan di luar. Kelimpahan pupa lebih banyak di dalam rumah

dibanding di luar rumah, sedangkan terdapat perbedaan yang sangat nyata

pada kelimpahan pupa Aedes aegypti di Kelurahan Bahu, Kelurahan

Perkamil dan Kelurahan Tongkaina, di karenakan padatnya pemukiman,

padatnya penduduk dan perilaku manusia pada masing-masing lokasi

tersebut.

5.2 Saran

1. Faktor-faktor lingkungan mempengaruhi perkembangan nyamuk Aedes

aegypti sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengkaji

faktor-faktor lingkungan tersebut.

2. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut dengan melihat parameter yang lain

misalnya gaya bangunan (melihat perbedaan jumlah pupa di dalam rumah

pada rumah lantai 1 dan lantai 2) dan melihat tingkat pendidikan dan

pengetahuan warga dengan begitu resiko dengue dapat diminimalisir.

35

DAFTAR PUSTAKA

Aminah N.St., Sigit S.H., Partosoedjono S., Chairul. 2001. S. rarak, D.metel, E.

prostata sebagai Larvisida Aedes aegypti. Cermin Dunia Kedokteran, edk 131, hh. 7-9. Jakarta.

Avendano Barbara. 2006. Aedes aegypti. Bohemia. FUNDADA EN 1908. Revista

de Análisis General.La Habana, Cuba. Bahang, Z. B. 2009. Beberapa Cara Untuk Mencegah Penyakit Demam

Berdarah Dengue (DBD). Medical Entomologis. Jakarta. Baskoro, D. et al. 2005. Parasitologi Arthopoda. Fakultas Kedokteran.

Universitas Brawijaya. Malang. Barrera, R, M. Amador dan G. G. Clark. 2006. Ecological Factor Influencing

Aedes aegypti (Diptera; Culicidae ) Produktivity in Artificial Containers In Salinas, Puerto Rico, J. Med. Entomol. 43(3): 484-492.

Borror, D J., Triplehorn, C.A., and Johnson, N.F. 1996. Pengenalan Pelajaran

Serangga. Gajahmada University Press. Yogyakarta. Depkes RI. 2008. Demam Berdarah Dengue. Surveilans Epidemiologi Dinas

Kesehatan. Jakarta. Dinkes DKI. 2003. Struktur Virus Dengue. Jakarta. _____Sulut. 2011. Data-data Penyakit DBD Kota Manado. Sulut. _____Kota Manado. 2011. Data-data Kasus DBD di Kota Manado. Manado. _____Sulut. 2006. Hubungan Sanitasi Lingkungan dengan Kejadian DBD Di

Daerah Pesisir Pantai Manado. http://www.risbinkes.litbang.depkes.go.id/Buku%20Laporan%20Penelitian%202006/situasi%20lingkungan%20dengan%20%20kejadian%20DBD.htm. (Accested 25 Maret 2011).

Ditjen PPM & PLP. 1992. Petunjuk Teknis Pemberantasan Nyamuk Penular

Penyakit Demam Berdarah Dengue. Jakarta: Depkes RI. ____ 2001. Pedoman pelaksanaan sanitasi lingkungan dalam pengendalian

vektor. Jakarta. Depkes RI. Fahmi, U. 2008. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. UI Press. Jakarta. Gandahusada, S., Pribadi W., Ilahude DH. 2000. Parasitologi Kedokteran.

FKUI. Jakarta.

36

Hadi, K. U., S. Soviana. 2000. Ektoparasit: Pengenal, Diaknosis dan

Pengendalianya. Institut Pertanian Bogor. Hadinegoro, S.R, Soegijanto, S., Wuryadi, S., Suroso Th. 1999. Tata Laksana

Demam Dengue/Demam Berdarah Dengue. DEPKES RI, DIKJEN PPM dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman. Jakarta.

Kusriningrum R. S. 2008. Perancangan Percobaan. Airlangga University Press.

Surabaya. Mc Michael AJ, Woodruff RE, Hales S. 2006. Climate Change and Human

health: Present and Future Risks. Lancet 367:859–869. New York. USA. Olii Marlin. 2011. Kelimpahan larva Aedes aegypti sebagai vector DBD

diKelurahan bahu, perkamil dan Tongkaina Kota Manado. UNSRAT. Manado.

Prasetyo A. 1998. Perkambangan Nyamuk Aedes aegypti dari Telur Sampai

Dewasa Pada Berbagai Volume Air. Skripsi FKM UNDIP. Prianto J. L. A., Tjahaya P. U., Darwanto. 2003. Atlas Parasitologi Kedokteran.

Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Rondonuwu, S. 2003. Survei Populasi dan Penyebaran Vektor DBD Serta

Faktor-Faktor Penyebabnya di Kota Manado. Manado. F-Pertanian dan FMIPA.

Sambel T. Dantje. 2009. Entomologi Kedokteran. Andi. Yogyakarta. Sastrodiharjo. 1984. Pengantar Entomologi Terapan. Penerbit ITB. Bandung. Sastrosupadi A. 2000. Rancangan Percobaan Praktis, Bidang Pertanian, Edisi

Revisi. Kanisius. Yogyakarta. Siswono. 2004. Demam Berdarah Dengue dan Permasalahannya. UGM.

Yogyakarta. Soedarmo S. S. P. 1988. Demam Berdarah Dengue Pada Anak. Universitas

Indonesia. Jakarta. Sungkar, Saleha. 2005. Bionomik Aedes aegypti, Vektor Demam Berdarah

Dengue. Majalah Kedokteran Indonesia. Jakarta. Sutaryo. 2005. Dengue. Medika FK UGM. Yogyakarta.

37

Syahrurachman, A. 1994. Flaviviridae dalam Mikrobiologi Kedokteran. Bina Rupa Aksara. Jakarta.

Umar Ali Imran, 1998. Demam Berdarah Dengue. Fakultas Kedokteran

Universitas Gadjah Mada, RSUP DR. Sardjito. Yogyakarta. WHO. 1997. Dengue Haemorrhagic Fever. Diagnosis, Treatment, Prevention

and control second edition. WHO. Geneva. WHO. 2000. Demam Berdarah Dengue: Diagnosis, Pengobatan, Pencegahan

dan Pengendalian. Buku Kedokteran. Jakarta. Yudhastuti, Ririh dan Anny Vidiyani. 2005. Hubungan Kondisi Lingkungan,

Kontainer, dan Perilaku Masyarakat dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes aegypti di Daerah Endemis Demam Berdarah Dengue Surabaya. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga. Yogyakarta.

38

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran 1: Foto-Foto Penelitian

Ovitrap di dalam rumah

Ovitrap di luar rumah

Alat dan Bahan Pengambilan Pupa Aedes spp. untuk diamati

Pupa Aedes spp. Pupa Aedes aegypti bulu no 7 di ruas abdomen VIII bercabang, dan padel berjumbai pendek

Lampiran 2: Tabel Rata

rendah

Lampiran 3: Grafik jumlah pupa di Kelurahan Bahu

Lampiran 4: Grafik jumlah pupa di Kelurahan Perkamil

010203040

Titik 1 Titik 2

9

22

0

10

20

Titik 1 Titik 2

8

15

Titik (Rumah)

Tinggi Dalam

I. 22

II. 31

III. 29

IV. 26

V. 11

VI. 24

VII 21

VIII. 12

IX. 14

X. 19

Lampiran 2: Tabel Rata-Rata Pupa di lokasi dengan Insiden tinggi, sedang dan

Lampiran 3: Grafik jumlah pupa di Kelurahan Bahu

Lampiran 4: Grafik jumlah pupa di Kelurahan Perkamil

Titik 2 Titik 3 Titik 4 Titik 5 Titik 6 Titik 7 Titik 8 Titik 9

1913

23

817 14

7 4

31 29 26

11

24 2112

Luar Dalam

Titik 2 Titik 3 Titik 4 Titik 5 Titik 6 Titik 7 Titik 8 Titik 9

6 63

9 7

13

5 3

1410

7

18

12

20

9

Luar Dalam

Lokasi

Tinggi (Bahu) Sedang (Perkamil) Rendah (Tongkaina)Luar Dalam Luar Dalam

9 15 8

19 14 6

13 10 6

23 7 3

8 18 9

17 12 7

14 20 13

7 9 5

4 8 3

6 12 5

39

Rata Pupa di lokasi dengan Insiden tinggi, sedang dan

Titik 9 Titik

10

4 614

19

Titik 9 Titik

10

58

12

Rendah (Tongkaina) Dalam Luar

7 5

7 3

8 4

5 2

5 3

6 3

6 4

8 4

5 2

6 4

Lampiran 5: Grafik jumlah pupa di Kelurahan Tongkaina

Lampiran 6: Grafik distribusi DBD menurut Kecamatan tahun 2010

Lampiran 7: Grafik distribusi DBD menurut bulan tahun 2010

0

5

10

Titik 1 Titik 2

57

243

322

8 8

0

50

100

150

200

250

300

350

Jan Feb

Lampiran 5: Grafik jumlah pupa di Kelurahan Tongkaina

Lampiran 6: Grafik distribusi DBD menurut Kecamatan tahun 2010

Lampiran 7: Grafik distribusi DBD menurut bulan tahun 2010

Titik 2 Titik 3 Titik 4 Titik 5 Titik 6 Titik 7 Titik 8 Titik 9

3 42 3 3 4 4

2

7 8

5 5 6 68

5

Luar Dalam

202

65

35 32 25 18 12 214 2 0 1 1 0 0 1

Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt

40

Lampiran 6: Grafik distribusi DBD menurut Kecamatan tahun 2010

Titik 9 Titik

10

45 6

11 12 0 0

Nov Des

Kasus

Meninggal

41

Lampiran 8: Hasil Penghitungan Uji-t Kelurahan Bahu

Ā = x₁ + x₂ + x₃ + x₄ + x₅ + x₆ + x₇ + x₈ + x₉ + x₁₀�

= 22 + 31 + 29 + 26 + 11 + 24 + 21 + 12 + 14 + 1910 = 209

10 = 20.9

B� = x₁ + x₂ + x₃ + x₄ + x₅ + x₆ + x₇ + x₈ + x₉ + x₁₀�

= 9 + 19 + 13 + 23 + 8 + 17 + 14 + 7 + 4 + 610 = 120

10 = 12.0

SA² = ∑��� ∑�!�/#₁#₁-$ = %%²&'$²&%(²&%)²&$$²&%*²&%$²&$%²&$*²&$(²� %+(!�/$+

$+-$

= 484 + 961 + 841 + 676 + 121 + 576 + 441 + 144 + 196 + 361 − 43681/109

= 4801 − 4368.19 = 432.9

9 = 48.1

SB² = ∑.�� ∑.!�/#₂#₂-$ = (²&$(²&$'²&%'²&/²&$0²&$*²&0²&*²&)²� $%+!�/$+

$+-$

= 81 + 361 + 169 + 529 + 64 + 289 + 196 + 49 + 16 + 36 − 14400/109

= 1790 − 14409 = 350

9 = 38.89

S (Ā-B ̄)= 234�5₁ + 36�

5₂ = 2*'%.(/($+ + '7+/(

$+ = √*'%.(&'7+(+ = √0/%.(

(+ = √8.69 = 2.94

t-hitung = /Ā�.� /3 Ā�.̄! =

%+.(�$%.+29:�.;

;< =

/.(√/.)( =

/.(%.(* = 3.02

t-tabel α 0.05 (18) = 2.101

α 0.01 (18) = 2.878

Keterangan :

A = Dalam

B = Luar

42

Lampiran 9: Hasil Penghitungan Uji-t Kelurahan Perkamil

Ā = x₁ + x₂ + x₃ + x₄ + x₅ + x₆ + x₇ + x₈ + x₉ + x₁₀�

= 15 + 14 + 10 + 7 + 18 + 12 + 20 + 9 + 8 + 1210 = 125

10 = 12.5

B� = x₁ + x₂ + x₃ + x₄ + x₅ + x₆ + x₇ + x₈ + x₉ + x₁₀�

= 8 + 6 + 6 + 3 + 9 + 7 + 13 + 5 + 3 + 510 = 65

10 = 6.5

SA² = ∑��� ∑�!�/#₁#₁-$ = $7²&$*²&$+²&0²&$/²&$%²&%+²&(²&/²&$%²� $%7!�/$+

$+-$

= 225 + 196 + 100 + 49 + 324 + 144 + 400 + 81 + 64 + 144 − 15625/109

= 1727 − 1562.59 = 164.5

9 = 18.28

SB² = ∑.�� ∑.!�/#₂#₂-$ = /²&)²&)²&'²&(²&0²&$'²&7²&'²&7²� )7!�/$+

$+-$

= 64 + 144 + 121 + 36 + 324 + 169 + 625 + 100 + 25 + 81 − 4225/109

= 503 − 422.59 = 80.5

9 = 8.94

S (Ā-B ̄)= 2S4�5₁ + S6�

5₂ = 2$)*.7/($+ + /+.7/(

$+ = √$)*.7&/+.7(+ = √%*7

(+ = √2.72 = 1.649

t-hitung = /Ā�.� /3 Ā�.̄! =

/$%.7�).7/2�>?

;< =

)√%.0% =

)$.)*( = 3.638 = 3.64

t-tabel α 0.05 (18) = 2.101

α 0.01 (18) = 2.878

Keterangan :

A = Dalam

B = Luar

43

Lampiran 10: Hasil Penghitungan Uji-t Kelurahan Tongkaina

Ā = x₁ + x₂ + x₃ + x₄ + x₅ + x₆ + x₇ + x₈ + x₉ + x₁₀�

= 7 + 7 + 8 + 5 + 5 + 6 + 6 + 8 + 3 + 610 = 63

10 = 6.3

B� = x$ + x% + x' + x* + x7 + x) + x0 + x/ + x( + x$+�

= 5 + 3 + 4 + 2 + 3 + 3 + 4 + 4 + 2 + 410 = 34

10 = 3.4

SA² = ∑��� ∑�!�/#₁#₁-$ = 0²&0²&/²&7²&7²&)²&)²&/²&'²&)²� )'!�/$+

$+-$

= 49 + 49 + 64 + 25 + 25 + 36 + 36 + 64 + 9 + 36 − 3969/109

= 409 − 396.99 = 12.1

9 = 1. 34444

SB² = ∑.�� ∑.!�/#₂#₂-$ = (²&)²&/²&*²&)²&7²&/²&0²&'²&0²� )'!�/$+

$+-$

= 81 + 36 + 64 + 16 + 36 + 25 + 64 + 49 + 9 + 49 − 1156/109

= 124 − 115.69 = 8.4

9 = 0. 93333

S(Ā-B ̄)= 234�5₁ + 36�

5₂ =2$%.$/($+ + /.*/(

$+ =√$%.$&/.*(+ = √%+.7

(+ =√0.2278 = 0.477

t-hitung = /Ā�.� /3 Ā�.̄! =

/).'�'.*/2�<.?

;< =

%.(√+.%%0/ =

%.(+.*00 = 6. 079 = 6. 08

t-tabel α 0.05 (18) = 2.101

α 0.01 (18) = 2.878

Keterangan :

A = Dalam

B = Luar

44

Lampiran 11: Hasil uji Anova dan dengan data pupa di luar rumah

FK = @²..

AB5 = %$(!²$+B' =

*0()$'+ = 1598.7

JKT = FG

HI$FyHK��LM#

KI$

JKT= 5²+3²+4²+2²+3²+3²+4²+4²+2²+4²+8²+6²+6²+3²+9²+7²+13²+5²+3²+5²+

9²+19² +13²+23²+8²+17²+14²+7²+4²+6² − %$(!²$+N'

= 269−$7(/.0'+

= 2417 – 1598.7 = 818.3

JKP = FyH�n − FK

#

KI$

JKP ='*²&)7²&$%+²

$+ − %$(!²'+ = $$7)&*%%7&$**++

$+ − $7(/.0'+

= $(0/$$+ − *0()$'+ = 1978.1 − 1598.7 = 379.4

JKG = JKT –JKP

= 818.3 – 379.4 = 438.9

Kuadrat tengah

KTP = STUA�$ =

'0(.*'�$ ='0(.*% = 189.7

KTG = STV

A 5�$! = *'/.(

' $+�$! = *'/.(' (! =

*'/.(%0 = 16.25

F-hitung = TWUTWV =

$/(.0$).%7 = 11.67

Tabel sidik ragam perbedaan pupa di Luar rumah pada tiga strata

S.k d.b J.K K.T F hitung F tabel

0.05 0.01 Perlakuan 2 379.4 189.7 11.67 3.35 5.49

Galat percobaan 27 438.9 16.25 Total 29 818.3

45

Lampiran 12: Hasil uji Anova dengan data pupa di dalam rumah

FK = @²..

AB5 = '(0!²$+B' =

$70)+('+ = 5253.63

JKT = FG

HI$FyHK��LM#

KI$

JKT= 7²+7²+8²+5²+5²+6²+6²+8²+5²+6²+15²+14²+10²+7²+18²+12²+20²+

9²+8²+12²+ 22²+31² +29²+26²+11²+24²+21²+12²+14²+19² − '(0!²$+N'

= 6937−157609

30

= 6937 – 5253.63 = 1683.37

JKP = FyH�n − FK

#

KI$

JKP =)'²&$%7²&%+(²$+ − '(0!²

'+ = '()(&$7)%7&*')/$$+ − $70)+(

'+

= 6327510 − 15760930 = 6327.5 − 5253.63

= 1073.87

JKG = JKT –JKP

= 1683.37– 1073.87 = 609.5

Kuadrat tengah

KTP = YMZ#�$ =

$+0'./0'�$ =$+0'./0% = 536.9

KTG = YM[

G #�$! = )+(.7

' $+�$! = )+(.7' (! =

)+(.7%0 = 22.57

F-hitung = M\ZM\[ =

7').(%%.70 = 23.79

Tabel sidik ragam perbedaan pupa di dalam rumah pada tiga strata

S.k d.b J.K K.T F

hitung F tabel

0.05 0.01 Perlakuan 2 1073.87 536.9 23.79 3.35 5.49

Galat percobaan 27 609.5 22.57 Total 29 1683.4

46

Lampiran 13: Standar Deviasi jumlah pupa di luar rumah

ST = 2∑ N]�B̅!²5�1

=2 5�3.4!²& 3�3.4!²& 4�3.4!²& 2�3.4!²& 3�3.4!²& 3�3.4!²& 4�3.4!²& 4�3.4!²& 2�3.4!²& 4�3.4!²10�1

=2 1.6!²& �0.4!²& 0.6!²& �1.4!²& �0.4!²& �0.4!²& 0.6!²& 0.6!²& �1.4!²& 0.6!²9

= 22.56&0.16&0.36&1.96&0.16&0.16&0.36&0.36&1.96&0.36

9

=28.49

= √0.93 = 0.96

SP = 2∑ N]�B̅_!²B�1

=2 8�6.5!²& 6�12.4!²& 6�12.4!²& 3�12.4!²& 9�12.4!²& 7�12.4!²& 13�12.4!²& 5�12.4!²& 3�12.4!²& 5�12.4!²10�1

=2 1.5!²& �0.5!²& �0.5!²& �3.5!²& 2.5!²& 0.5!²& 6.5!²& �1.5!²& �3.5!²& �1.5!²9

= 22.25&0.25&0.25&12.25&6.25&0.25&42.25&5.76&12.25&2.25

9

=280.59

= √8.94 = 2.99

SB = 2∑ N]�B̅!²5�1

=2 9�12!²& 19�12!²& 13�12!²& 23�12!²& 8�12!²& 17�12!²& 14�12!²& 7�12!²& 4�12!²& 6�12!²10�1

=2 �3!²& 7!²& 1!²& 11!²& �4!²& 5!²& 2!²& �5!²& �8!²& �6!²9

= 29&49&1&121&16&25&4&25&64&36

9

=2350

9 = √38.89 = 6.23

Keterangan: ST = Standar Deviasi Tongkaina, Sp= Standar Deviasi Perkamil dan SB= Standar Deviasi Bahu

47

Lampiran 14: Standar Deviasi jumlah pupa di dalam rumah

ST = 2∑ N]�B̅!²5�1

=2 7�6.3!²& 7�6.3!²& 8�6.3!²& 5�6.3!²& 5�6.3!²& 6�6.3!²& 6�6.3!²& 8�6.3!²& 5�6.3!²& 6�6.3!²10�1

=2 0.7!²& 0.7!²& 1.7!²& �1.3!²& �1.3!²& �0.3!²& �0.3!²& 1.7!²& �1.3!²& �0.3!²9

= 20.49&0.49&2.89&1.69&1.69&0.09&0.09&2.89&1.69&0.09

9

=212.19

= √1.344 = 1.16

SP = 2∑ N]�B̅!²5�1

=2 15�12.5!²& 14�12.5!²& 10�12.5!²& 7�12.5!²& 18�12.5!²& 12�12.5!²& 20�12.5!²& 9�12.5!²& 8�12.5!²& 12�12.5!²10�1

=2 2.5!²& 1.5!²& �2.5!²& �5.5!²& 5.5!²& �0.5!²& 7.5!²& �3.5!²& �4.5!²& �0.5!²9

= 26.25&2.25&6.25&30.25&30.25&0.25&56.25&12.25&20.25&0.25

9

=2164.59

= √18.278 = 4.27

SB = 2∑ N]�B̅!²5�1

=2 22�20.9!²& 31�20.9!²& 29�20.9!²& 26�20.9!²& 11�20.9!²& 24�20.9!²& 21�20.9!²& 12�20.9!²& 14�20.9!²& 19�20.9!²10�1

=2 1.1!²& 10.1!²& 8.1!²& 5.1!²& �9.9!²& 3.1!²& 0.1!²& �8.9!²& �6.9!²& �1.9!²9

= 21.21&102.01&65.61&26.01&98.01&9.61&0.01&79.22&47.61&3.61

9

=2432.91

9 = √48.10 = 6.93

Keterangan: ST = Standar Deviasi Tongkaina, Sp= Standar Deviasi Perkamil dan SB= Standar Deviasi Bahu

48

Lampiran 15: Hasil Uji jarak berganda (Duncan) untuk pupa di dalam dan

di luar rumah

Dik:

SSR0.05(p;db galat) = SSR0.05(3;27) =3.05

SSR0.05(p;db galat) = SSR0.05(2;27) =2.91

a. Uji Duncan untuk data pupa di luar rumah

se = 2TWV5 = 216.25

3 = √5.41 = 2.32

LSR1 = SSR x se = 3.05 x 2.32 = 7.07

LSR2 = SSR x se = 2.91 x 2.32 = 7.07

Perlakuan

Rata-rata

perlakuan

(x ̅)

Beda

P SSR LSR

(x ̅-A) (x ̅-B)

Bahu

Perkamil

Tongkaina

12 (a)

6.5 (b)

3.4 (b)

8.6*

3.1

5.5 3

2

3.05

2.91

7.07

3.37

b. Uji Duncan untuk data pupa di dalam rumah

se = 2TWV5 = 222.57

3 = √7.52 = 2.74

LSR1 = SSR x se = 3.05 x 2.74 = 8.35

LSR2 = SSR x se = 2.91 x 2.74 = 7.97

Perlakuan

Rata-rata

perlakuan

(x ̅)

Beda

P SSR LSR

(x ̅-A) (x ̅-B)

Bahu

Perkamil

Tongkaina

20.9 (a)

12.5 (b)

6.3 (c)

14.6*

6.2

8.4* 3

2

3.05

2.91

8.35

7.97