Dimensi Peran Sakit 2003
-
Upload
wezz-lafft-hals -
Category
Documents
-
view
57 -
download
3
Transcript of Dimensi Peran Sakit 2003
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Istilah sehat dalam kehidupan sehari-hari sering dipakai untuk menyatakan
bahwa sesuatu dapat bekerja secara normal. Bahkan benda mati pun seperti
kendaraan bermotor atau mesin, jika dapat berfungsi secara normal, maka
seringkali oleh pemiliknya dikatakan bahwa kendaraannya dalam kondisi sehat.
Kebanyakan orang mengatakan sehat jika badannya merasa segar dan nyaman.
Bahkan seorang dokterpun akan menyatakan pasiennya sehat manakala menurut
hasil pemeriksaan yang dilakukannya mendapatkan seluruh tubuh pasien
berfungsi secara normal.
Konsep sehat dan sakit sesungguhnya tidak terlalu mutlak dan universal
karena ada faktor-faktor lain di luar kenyataan klinis yang mempengaruhinya
terutama faktor sosial budaya. Kedua pengertian saling mempengaruhi dan
pengertian yang satu hanya dapat dipahami dalam konteks pengertian yang lain.
Banyak ahli filsafat, biologi, antropologi, sosiologi, kedok-teran, dan lain-lain
bidang ilmu pengetahuan telah mencoba memberikan pengertian tentang konsep
sehat dan sakit ditinjau dari masing-masing disiplin ilmu. Masalah sehat dan sakit
merupakan proses yang berkaitan dengan kemampuan atau ketidakmampuan
manusia beradap-tasi dengan lingkungan baik secara biologis, psikologis maupun
sosial budaya.
2. Tujuan Masalah
Tujuan Umum dari pembuatan makalah ini adalah untuk meningkatkan
Pengetahuan tentang “Asuhan Keprawatan Jiwa pada Klien dengan
Hospitalisasi (Dimensi Peran sakit dan Reaksi Serta Masalah perilaku Klien
yang Dirawat”
Tujuan Khusus:
A. Mengetahui dimensi peran sakit
B. Mengetahui Perubahan yang Terjadi Akibat Hospitalisasi
C. Mengetahui Reaksi Hospitalisasi
D. Mengetahui Rentang Respons Kehilangan
3. Rumusan masalah
A. Apa dimensi peran sakit?
B. Bagaimana Perubahan yang Terjadi Akibat Hospitalisasi?
C. Bagaimana Reaksi Hospitalisasi?
D. Bagaimana Rentang Respons Kehilangan?
4. Metode Penulisan
Metode yang kami gunakan dalam pembuatan makalah ini yaitu, dengan
menggunakan studi pustaka dari beberapa sumber dan situs web, ini bertujuan
untuk mempermudah kami dalam menyelasaikan makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Dimensi Peran Sakit
Ketika pasien dinyatakan sakit dan dirawat, terpikir olehnya akan
terjadi perubahan peran dalam keluarga, pekerjaan dan sosial akibat dari
sakitnya.
Peran sakit merupakan keadaan yang sangat menekan dan tidak
menyenangkan. Menurut Parson, peran sakit adalah pasif, dimana pasien
diharapkan dapat menerima semua pengobatan yang dilakukan tanpa keluhan,
termasuk pemenuhan kebutuhan makan, tidur, istirahat dan sebagainya.
Dimensi peran sakit cenderung diasumsikan sebagai pembatasan
terhadap berbagai kemampuan dalam memepertahankan diri, ketergantungan
terhadap kelompok (orang lain), merasakan kehilangan otonomi dan dukungan
dan kadang-kadang tidak dapat menyelesaikan konflik dengan baik.
B. Perubahan yang Terjadi Akibat Hospitalisasi
1. Perubahan Konsep Diri
Akibat penyakit yang diderita atau tindakan yang dilakukan
misalnya pembedahan, akan memepengaruhi citra tubuh, berupa
perubahan struktur, fungsi dan penampilan diri. Perubahan citra tubuh
dapat juga menyebabkan perubahan peran, harga diri, ideal diri dan
identitasnya.
Reaksi emosional yang sering timbul akibat perubahan konsep diri adalah
cemas, depresi, marah.
2. Regresi (Kemunduran)
Regresi adalah kemunduran yang terjadi ketingkat perkembangan
sebelumnya atau lebih rendah dalam fungsi fisik, mental, perilaku dan
intelektual, berkurangnya tanggung jawab dan berkurangnya otonomi
pasien. Pasien yang mengalami regresi akan menunjukkan sikap
egosentris, penuntut dan kekanak-kanakkan.
3. Dependensi
Pasien merasa tidak berdaya dan tergantung pada orang lain dalam
segala hal seperti pemenuhan kebutuhan rasa nyaman dan aman, nutrisi,
pengobatan dan sebagainya. Akibat dari sifat ketergantungan pasien
menjadi mudah marah, mudah tersinggung, merasa cepat kecewa (putus
asa) dan tidak berdaya.
4. Depersonalisasi
Peran sakit yang dialami pasien menyebabkan perubahan
kepribadiannya, pasien menjadi tidak realistis, tidak dapat menyesuaikan
diri dengan lingkungan, perubahan identitas dan sulit bekerja sama dalam
mengatasi masalah kesehatannya.
5. Takut dan Ansietas
Perasaan takut dan ansietas timbul karena persepsi yang salah
terhadap penyakitnya, pasien merasa takut penyakitnya menjadi serius
seperti yang dialami oleh keluarganya atau orang lain. Respons emosi
yang ditampakkan adalah diam dan tidak mau berinteraksi dengan petugas
atau keluarga
6. Kehilangan dan Perpisahan
Berbagai kehilangan terjadi pada individu yang dirawat di rumah
sakit, termasuk reaksi kesedihan karena lingkungan yang asing dan jauh
dari suasana kekeluargaan, kehilangan kebebasan, berpisah dengan
pasangan dan terasing dengan orang yang dicintai. Akibat kehilangan dan
perpisahan, pasien sering tidak dapat mengontrol diri dan lingkungannya,
merasa tidak ada yang menolong, merasa tidak mampu, marah terhadap
petugas dan keluarga.
C. Reaksi Hospitalisasi
Reaksi terhadap hospitalisasi bersifat individual dan sangat tergantung
pada usia perkembangan anak, pengalaman sebelumnya terhadap sakit, sistem
pendukung yang tersedia dan kemampuan koping yang dimilikinya. Pada
umumnya reaksi anak terhadap sakit adalah kecemasan karena perpisahan,
kehilangan, perlukaan tubuh dan rasa nyeri.
Reaksi Anak pada Hospitalisasi
1. Masa Bayi (0-12 bln),
Dampak perpisahan: Pembentukan rasa percaya diri dan kasih sayang.
Usia anak > 6 bulan terjadi stranger anxiety/cemas:
- Menangis keras
- Pergerakan tubuh yang banyak
- Ekspresi wajah yang tidak menyenangkan.
2. Masa Todler (1-3 tahun)
Sumber utama adalah cemas akibat perpisahan.
Respon perilaku anak dengan beberapa tahap:
a. Tahap protes, menangis, menjerit dan menolak perhatian orang lain.
b. Putus asa, menangis berkurang, anak tidak aktif.
c. Kurang menunjukkan minat bermain, sedih, apatis.
d. Denial (pengingkaran).
e. Mulai menerima perpisahan.
f. Membina hubungan secara dangkal.
g. Anak mulai menyukai lingkungannya.
3. Masa Prasekolah (3-6 tahun)
- Menolak makan
- Sering bertanya
- Menangis perlahan
- Tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan
Perawatan di rumah sakit:
- Kehilangan kontrol
- Pembatasan aktivitas.
4. Masa Sekolah (6-12 tahun)
a. Perawatan di rumah sakit memaksakan meninggalkan lingkungan yang
dicintai, keluarga, kelompok sosial sehingga menimbulkan kecemasan.
b. Kehilangan kontrol berdampak kepada perubahan peran dalam
keluarga, kehilangan kelompok sosial, perasaan takut mati, kelemahan
fisik.
c. Reaksi nyeri bisa digambarkan dengan verbal dan non verbal.
5. Masa Remaja (12-18 tahun)
Anak remaja begitu percaya dan terpengaruh kelompok sebayanya. Saat
masuk rumah sakit cemas karena perpisahan, pembatasan aktivitas dan
kehilangan kontrol.
Reaksi yang muncul:
- Menolak perawatan/tindakan yang dilakukan.
- Tidak kooperatif dengan petugas.
Perasaan sakit akibat perlukaan menimbulkan respon:
- Bertanya-tanya
- Menarik diri
- Menolak kehadiran orang lain.
Reaksi Orang Tua Terhadap Hospitalisasi dan Perasaan yang Muncul dalam
Hospitalisasi
Takut, cemas, perasaan sedih dan frustasi, karena:
- Kehilangan anak yang dicintainya.
- Prosedur yang menyakitkan.
- Informasi yang buruk tentang diagnosa medis.
- Perawatan yang tidak direncanakan.
- Pengalaman perawatan sebelumnya dan perasaan sedih.
- Kondisi terminal: perilaku isolasi/tidak maudidekati orang lain.
- Perasaan frustasi: kondisi yang tidak mengalami perubahan.
- Perilaku tidak kooperatif, putus asa, menolak tindakan, menginginkan
pulang paksa.
Reaksi Saudara Kandung
Reaksi saudara kandung terhadap perawatan anak di rumah sakit:
- Marah
- Cemburu
- Benci
- Merasa bersalah
D. Rentang Respons Kehilangan
Respons seseorang terhadap kehilangan dan hospitalisasi dapat
digambarkan dalam suatu rentang yaitu penyangkalan, marah, tawar menawar,
depresi dan penerimaan.
a. Fase Penyangkalan.
Reaksi pertama seseorang yang mengalami kehilangan adalah
syok, tidak percaya atau menyangkal kenyataan bahwa kehilangan itu
benar terjadi. Reaksi ini sering dinyatakan dengan perkataan “itu tidak
mungkin”, saya tidak percaya itu terjadi.
Seseorang yang mengalami kehilangan dan berada pada fase
penyangkalan biasanya terjadi perubahan fisik seperti : letih, lemah, pucat,
mual, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah.
Reaksi fisik tersebut dapat berakhir dalam waktu beberapa menit atau
sampai beberapa tahun.
Rentang Respon Kehilangan
Penyangkalan Marah Tawar menawar Depresi Penerimaan(Denial) (Anger) (Bergaining) (Acceptance)
b. Fase Marah
Sama seperti seseorang yang menghadapi sakaratul maut, dimana
orang tersebut mulai sadar akan kenyataan terjadinya kehilangan. Pada
fase ini seseorang akan menunjukkan perasaan marah yang meningkat
yang sering diproyeksikan kepada orang yang berada di lingkungannya
atau orang-orang tertentu.
Reaksi fisik yang sering terjadi pada fase ini antara lain : Muka
merah, nadi cepat, gelisah , susah tidur, tangan mengepal. Perilaku
seseorang pada fase ini biasanya agresif terhadap orang yang ada di
sekitarnya.
c. Fase Tawar Menawar
Seseorang yang telah mampu mengungkapkan rasa marah akan
kehilangannya, maka orang tersebut akan maju ketahap tawar menawar.
Reaksi ini sering dinyatakan dengan kata-kata “kenapa harus terjadi pada
saya”. “kalau saja yang sakit bukan saya”, “seandainya saya hati-hati”
d. Fase Depresi
Seseorang yang berada pada fase depresi sering menunjukkan
sikap menarik diri, tidak mau berbicara atau putus asa. Gejala yang sering
ditampilkan oleh orang tersebut adalah menolak makan, susah tidur, letih,
dorongan libido menurun.
e. Fase Penerimaan
Seseorang yang telah menerima kenyataan akan kehilangannya,
secara bertahap perhatiannya beralih pada proyek baru. Pikiran yang selalu
terpusat pada obyek yang hilang akan mulai berkurang atau hilang.
Fase menerima ini biasanya dinyatakan dengan kata-kata seperti
“apa yang dapat saya lakukan agar saya cepat sembuh”, “ya, akhirnya saya
harus dioperasi”, jadi fase penerimaan itu merupakan saat reorganisasi
perasaan kehilangan.
Apabila seseorang dapat melalui fase-fase tersebut dan akhirnya
masuk pada fase penerimaan, maka ia akan dapat mengakhiri proses
berduka dan mengatasi perasaan kehilangannya secara tuntas. Tapi apabila
seseorang pada salah satu fase atau tidak sampai pada fase penerimaan,
maka jika orang tersebut mengalami kehilangan lagi sulit baginya masuk
pada fase penerimaan.
Rentang respons ini normal terjadi pada tiap individu yang
kehilangan, oleh karena itu perawat berperan membantu pasien melalui
rentang tersebut secara adaptif.
BAB III
KESIMPULAN
Dimensi peran sakit cenderung diasumsikan sebagai pembatasan terhadap
berbagai kemampuan dalam memepertahankan diri, ketergantungan terhadap
kelompok (orang lain), merasakan kehilangan otonomi dan dukungan dan
kadang-kadang tidak dapat menyelesaikan konflik dengan baik.
Perubahan yang terjadi akibat proses hospitalisasi:
Perubahan Konsep Diri
Regresi (Kemunduran)
Dependensi
Depersonalisasi
Takut dan Ansietas
Kehilangan dan Perpisahan
Rentang respons kehilangan
Fase penyangkalan (denial)
Fase Marah (anger)
Fase Tawar menawar (Bargaining)
Fase Depresi
Fase Penerimaan (Acceptance)
DAFTAR PUSTAKA
Supartini, yupi. 2004. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta:
EGC.