DIKTAT+SPO (1)
-
Upload
erna-xiahtic -
Category
Documents
-
view
250 -
download
2
description
Transcript of DIKTAT+SPO (1)
i
SISTEM PENGHANTARAN OBAT
(NANOPARTIKEL, LIPOSOM, DAN DRUG TARGETTING)
SEMESTER VI
DISUSUN OLEH:
LINA WINARTI, S.Farm, M.Sc., Apt
BAGIAN FARMASETIKA
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS JEMBER
2013
ii
KATA PENGANTAR
segala puji bagi Allah SWT yang atas Karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan diktat
kuliah Sistem Penghantaran Obat bagi mahasiswa Fakultas farmasi Universitas Jember
Semester VI. Materi dalam diktat ini dibuat untuk membantu mahasiswa memahami tentang
nanopartikel, liposom, dan drug targeting yang banyak digunakan dalam bidang Farmasi
sebagai penghantaran obat.
Penulis merasa banyak kekurangan dalam penulisan diktat ini, untuk itu saran dan kritik
dari pembaca sangat penulis harapkan agar diktat ini menjadi lebih baik lagi. Tak lupa
penulis ucapkan banyak terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian diktat ini. Akhir kata banyak salah kata dan kekurangan dari penulis mohon
dimaafkan.
Jember, 24 Desember 2012
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman Sampul Depan……………………………………………………………………i
Kata Pengantar……………………………………………………………………………..ii
Daftar Isi…………………………………………………………………………………..iii
Materi I…………………………………………………………………………………….1
Materi II……………………………………………………………………………………6
Materi III………………………………………………………………………………….17
Materi IV………………………………………………………………………………….32
Materi V…………………………………………………………………………………...42
1
MATERI I
NANOTEKNOLOGI
Nanoteknologi adalah ilmu yang mempelajari tentang desain, fabrikasi, dan penggunaan
material, struktur, dan peralatan dengan ukuran dibawah 100nm. Satu nm sepadan dengan
sepersejuta meter atau 50.000 kali lebih kecil dari diameter rambut manusia. Ilmuwan
mengambil acuan pada dimensi 1-100nm sebagai nanoscale, dan material dalam skala ini
disebut nanomaterial.
Nanoscale unik karena banyak dari mekanisme biologi dan fisik bekerja pada skala 0.1-
100nm. Pada ukuran ini memperlihatkan fungsi fisiologi yang berbeda-beda, sehingga
banyak ilmuwan mengharapkan banyak efek novel terjadi pada kisaran nanoscale akan
menjadi sebuah penemuan dan terobosan baru dalam teknologi.
Dua hal utama yang menyebabkan nanoscale berbeda dengan partikel sejenis berukuran
besar adalah: 1) karena ukurannya yang kecil sehingga memiliki nilai perbandingan antara
luas permukaan dan volume yang lebih besar disbanding dengan partikel sejenis dengan
ukuran lebih besar, 2) ukuran dalam skala nanometer berlaku hukum fisika kuantum dimana
memberi imbas pada sifat material seperti perubahan warna yang dipancarkan, transparansi,
kekuatan mekanik, konduktivitas listrik, dan magnetisasi. Selain itu akibat perubahan rasio
jumlah atom yang menenpati permukaan terhadap jumlah atom total menyebabkan
terjadinya perubahan titik didih, titik beku, dan reaktivitas kimia. Perubahan-perubahan
yang terjadi diharapkan menjadi keunggulan nanopartikel dan peneliti diharapkan mampu
melakukan kontrol menuju perubahan-perubahan yang diharapakan.
Bulk Emas (kuning) Partikel emas berukuran 12 nm (merah)
http://en.wikipedia.org/wiki/Gold
Bongkahan Emas
2
Perubahan warna pada logam emas dari kuning menjadi merah dalam ukuran nanometer
disebabkan dalam ukuran kecil electron emas tidak dapat bergerak dengan bebas sehingga
karena pergerakan electron yang terbatas ini menyebabkan partikel mengalami perbedaan
reaksi terhadap cahaya. Hal serupa juga terjadi pada ZnO suatu bahan yang berfungsi
sebagai tabir surya melalui pemblokan sinar UV dan pemantulan cahayatampak. Karena
ZnO merupakan barier fisik terhadap sinar UV maka tampak putih bila digunakan pada
kulit, sehingga kurang acceptable bagi pengguna, untuk itu pengecilan ukuran menjadi skala
nano menyebabkan warna setelah dioleskan lebih transparan atau tidak terlihat, namun tetap
efektif sebagai tabir surya.
Pengecilan ukuran ZnO menyebabkan warnanya semakin transparan pada berbagaitipe dan warna kulit
Nanoteknologi sangat beragam penggunaannya baik untuk kosmetik, penghantaran obat,
bahan-bahan produk rumah tangga, elektronik, konduktor-semikonduktor, industri
makanan, pengolahan air dan sebagainya. Pengembangan dilakukan untuk memperoleh
bahan-bahan baru dengan dimensi nanoscale.
195 60 35 15 10nm
195 60 35
195 60 35 15 10nm
195 60 35
3
Berikut produk-produk konsumsi yang telah memanfaatkan teknologi nano:
1. Elektronik
Dalam bidang elektronik penggunaan teknologi nano dapat meningkatkan densitas
kartu memori, memperkecil ukuran transistor yang digunakan dalam sirkuit
terintegrasi, serta meningkatkan display gambar pada layar peralatan elektronik.
Perubahan ukuran Handphone mulai dari generasi 1 hingga yang tersedia saatini
Karbon nanotub adalah grafitik karbon tube dengan skala molecular. Nama karbon
nanotube diturunkan dari ukurannya, karena diameternya berkisar pada beberapa nanometer
hingga beberapa millimeter panjangnya. Nanotube ini memiliki sifat lebih kuat daripada
baja dan lebih ringan daripada aluminium. Sifatnya dapat digunakan menjadi konduktor
atau kabel semikonduktor, mampu menghantarkan panas dengan hambatan kecil, dapat
mengemisikan cahaya, serta dapat dipintal menjadi kain.
MAYNARD, A. D. Ann Occup Hyg 2007 51:1-12;doi:10.1093/annhyg/mel071
4
Karbon nanotube
2. Alat-alat kesehatan
Curad® Silver merupakan pembalut luka menggunakan nano silver sebagai antibakterial
alami untuk mereduksi pertumbuhan Staph. Aureus, E.Coli, E. Hirae dan Pseudomonas
aeruginosa yang merupakan bakteri yang sangat kuat dan kurang merespon pada berbagai
antibakteri) selama penggunaan 24 jam.
3. Mesin cuci
Samsung SilvercareTM
Washing Machine merupakan nano laundry yang memiliki arus
listrik “nano shave” dengan 2 lempeng silver yang akan menginjeksi nano kation silver
pada air untuk mencuci baju sehingga akan membunuh 99,99% bakteri penyebab timbulnya
bau.
4. Pakaian
NANO-TEX™: merupakan bahan pakaian yang tahan terhadap noda seperti noda minuman
anggur, juice, pasta salad, dsb.
5. Kosmetik
L’oreal RevitaLift Eye merupakan sediaan kosmetik yang mengandung teknologi nano
untuk menutrisi kulit dan memberi supply vitamin D.
6. Optic
Optik dengan teknologi nano lebih tahan terhadap goresan.
5
7. Makanan
Teknologi nano meningkatkan kualitas rasa, kemasan dan meningkatkan manfaat bagi
kesehatan.
6
MATERI II
NANOTEKNOLOGI DALAM PENGHANTARAN OBAT
(DRUG DELIVERY)
Nanomedisin secara komprehensif meliputi monitoring, kontrol, konstruksi, dan perbaikan
sistem biologis manusia pada level molekuler menggunakan struktur nano atau nanodevice.
Farmasetikal nanoteknologi membantu dalam deteksi antigen yang berkaitan dengan
penyakit seperti kanker, diabetes mellitus, penyakit neurodegeneratif sama seperti halnya
kemampuan mendeteksi mikroorganisme dan virus yang berkaitan dengan infeksi. Dalam
farmasi reduksi ukuran partikel sangat penting dalam aplikasi sebagai obat dalam kisaran
ukuran nano yang akan meningkatkan performanya dalam berbagai sediaan. Nanoteknologi
menyediakan berbagai keuntungan dalam farmasi melalui:
1. Peningkatan area permukaan
2. Meningkatkan kelarutan
3. Meningkatkan kecepatan pelarutan
4. Meningkatkan bioavailabilitas dalam pemberian secara oral
5. Dosis yang dibutuhkan lebih sedikit dan mereduksi besarnya dosis
6. Proteksi obat dari degradasi
7. Onset terapi yang lebih cepat
8. Dapat digunakan untuk drug targeting
9. Pasif targeting obat pada makrofag yang ada pada liver dan limpa.
Beberapa sistem penghantaran yang dikembangkan berdasar prinsip nanoteknologi adalah:
1. Nanopartikel
2. Solid lipid nanopartikel
3. Nanokristal
4. Nanosuspension
5. Nanoemulsi
Nanopartikel didefinisikan sebagai partikel kurang dari 100nm dalam diameter yang
menimbulkan sifat baru atau meningkatkan size dependent properties dibandingkan dengan
partikel berukuran besar dari bahan yang sama. Hal ini menyebabkan obat dapat:
1. Ditingkatkan bioavailabilitasnya proporsional dengan dosis
2. Toksisitas dapat diturunkan
7
3. Sediaan dapat diperkecil ukurannya, sebagai contoh tablet lebih kecil, dan
stabilitasnya dapat ditingkatkan dimana sifatnya kurang stabil atau memiliki
bioavailabilitas yang rendah pada formulasi non nanopartikel.
Kerugian nanopartikel adalah karena ukurannya yang kecil dan luas permukaannya
menyebabkan terjadinya agregasi partikel serta terbatasnya loading obat dan
memungkinkan burst release.
Preparasi Nanopartikel
Nanopartikel dapat dipreparasi dari berbagai bahan seperti protein, polisakarida, dan
polimer sintetik. Pemilihan bahan matrik dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain:
1. Ukuran nanopartikel yang ingin diperoleh
2. Sifat obat yang diinginkan, seperti stabilitas dan kelarutan
3. Karakteristik permukaan seperti muatan permukaan dan permeabilitas
4. Derajat biokompatibilitas, biodegradabilitas, dan toksisitas
5. Profil pelepasan obat
6. Antigenisitas final product
Bahan-bahan yang dapat digunakan sebagai matrik nanopartikel adalah:
PROTEIN POLISAKARIDA POLIMER SINTETIK
Kolagen Gelatin Fibrin
Asam hialuronik Alginat Kondroitin sulfat Kitosan dan kitin
Poliester Polisianoakrilat
Sintesis nanopartikel dapat dilakukan dalam fase padat, cair, maupun gas. Proses sintesis
dapat dilakukan secara fisika atau kimia. Proses sintesis secara fisika tidak melibatkan
reaksi kimia, hanya pemecahan material besar menjadi material berukuran nanometer, atau
penggabungan material berukuran sangat kecil, seperti kluster menjadi partikel berukuran
nanometer tanpa mengubah sifat bahan. Proses sintesis secara kimia melibatkan reaksi
kimia dari sejumlah material awal (prekusor) sehingga dihasilkan material lain yang
berukuran nanometer. Secara umum, sintesis nanopartikel akan masuk dalam dua kelompok
besar, yaitu bottom-up dan top-down.
8
a. Top-down
Metode top-down (pengecilan ukuran) adalah memecah partikel berukuran besar
menjadi partikel berukuran nanometer. Metode yang digunakan pada proses top-down
antara lain:
- Pearl/Ball Milling: milling atau penggilingan merupakan metode mekanis untuk
pengecilan ukuran partikel yang tertua. Dalam metode ini material menjadi obyek
tekanan dan gesekan yang menghasilkan pecahnya partikel.
Alat milling ini terdiri atas milling container yang berisi milling pearls atau bola-
bola dengan ukuran besar. Container milling dapat bersifat static atau bergerak yang
menyebabkan bola-bola didalamnya juga bergerak sehingga dapat memecah serbuk
partikel dalam container.
- High-pressure homogenization
JET-STREAMHOMOGEN
PISTON GAPHOMOGENIZ
ATION
9
Kebanyakan high pressure homogenizer yang dignakan adalah piston gap homogenization
dan jet-stream homogenization. Piston gap homogenization bekerja dengan cara memompa
suspensi agar melewati celah kecil dengan ukuran 5-20µm sehingga terjadi pengecilan
partikel terdispersi, metode dengan jet stream homogenization bekerja melalui mekanisme
tabrakan suspensi yang disemprotkan dengan kecepatan tinggi sehingga terjadi pemecahan
partikel.
b. Bottom-up
Metode bottom-up (penyusunan atom-atom) adalah memulai dari atom-atom atau molekul-
molekul atau kluster-kluster yang disassembly membentuk partikel berukuran nanometer
yang dikehendaki.
1. Supercritical Fluid
Supercritical fluid terjadi pada temperature di atas temperature kritisnya dan tekanan di
atas tekanan kritisnya. Supercritical fluid merupakan media yang unik karena memiliki
difusifitas lebih tinggi dari cairan solvent pada umumnya, memiliki viskositas lebih
rendah dari gas, dan densitas yang dapat diatur berdasarkan tekanan. Spercritical CO2
paling banyak digunakan karena nontoksik, noninflamabel, murah dan digunakan
sebagai solvent dalam RESS (rapid expansion of supercritical solution dan SAS (
supercritical antisolvent).
RESS (Rapid Expansion of supercritical solution)
10
Dalam RESS supercritical CO2 digunakan sebagai solvent obat-obat yang dapat larut di
dalamnya. Larutan obat dalam supercritical CO2 disemprotkan dalam container dengan
pengurangan tekanan, sehingga supercritical CO2 akan berubah menjadi gas dan
dikeluarkan dari container untuk memperoleh partikel dalam ukuran nano.
Sas (Supercritical antisolvent)
Supercritical CO2 dalam SAS berfungsi sebagai antisolvent dimana bahan obat tidak
larut didalamnya. Obat dalam pelarut organik disemprotkan melalui fine nozzle ke
dalam container berisi supercritical CO2 sehingga kelarutannya menurun (presipitasi),
selanjutnya dilakukan penurunan tekanan sehingga gas CO2 dapat dikeluarkan melalui
vessel dan serbuk nanopartikel yang dihasilkan kemudian dikumpulkan.
2. Emulsifikasi Polimer
Emulsi dapat digunakan untuk memproduksi nanopartikel melalui pelarutan obat dan
polimer dalam solvent yang tidak campur dengan air, kemudian air dan surfaktan sebagai
penstabil diteteskan pada campuran obat-polimer. Pengerasan droplet dilakukan dengan
penguapan solvent kemudian fase air dipisahkan melalui liofilisasi.
3. Produksi Nanokristal Menggunakan Spray Drying
11
Semprot kering atau spray drying adalah suatu proses perubahan dari bentuk cair (larutan,
dispersi atau pasta) menjadi bentuk partikel-partikel kering oleh suatu proses penyemprotan
bahan ke dalam medium pengering yang panas (Kissel, 2006). Sesuai dengan gambar di
atas nanosuspensi dihasilkan melalui high pressure homogenization kemudian nanosuspensi
disemprotkan dalam udara panas pada kamar pengering sehingga diperoleh serbuk kering.
4. Produksi dalam Hot Melted Matrice
Produksi nanopartikel dengan hot melted matrice dilakukan pada obat-obat yang tahan
panas. Bahan obat dan solid matrix dilelehkan sehingga diperoleh makroosuspensi dalam
melted matrice, selanjutnya dengan high pressure homogenization dihasilkan nanokristal
dalam melted matrice dan didinginkan. Padatan yang dihasilkan kemudian diserbukkan.
12
Serbuk nanopartikel hasil spray maupun proses lain seperti hot melted matrice dapat
dimasukkan dalam cangkang kapsul atau dilakukan tabletasi.
Karakterisasi Nanopartikel
SEM (Scanning Electron Microscopy)
SEM merupakan suatu mikroskop electron yang mampu untuk menghasilkan gambar
beresolusi tinggi dari sebuah permukaan sampel. Gambar yang dihasilkan oleh SEM
memiliki karakteristik penampilan tiga dimensi, dan dapat digunakan untuk menentukan
struktur permukaan dari sampel. Hasil gambar dari SEM hanya ditampilkan dalam warna
hitam putih.
SEM menerapkan prinsip difraksi elektron dimana pengukurannya sama seperti mikroskop
optik. Prinsipnya adalah elektron yang ditembakkan akan dibelokkan oleh lensa
elektromagnetik dalam SEM.
Penampakan gambar SEM
XRD (X-Ray Difraction)
Difrkasi sinar X digunakan untuk mengidentifikasi struktur Kristal suatu padatan dengan
membandingkan nilai jarak d (bidang Kristal) dan intensitas puncak difraksi dengan data
standar. Sinar-X merupakan radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang sekitar 100
pm yag dihasilkan dari penembakan logam dengan electron berenergi tinggi. Melalui
analisis XRD diketahui dimensi kisi (d=jarak antar bidang) dalam struktur mineral,
13
sehingga dapat ditentukan apakah suatu material mempunyai kerapatan yang tinggi atau
tidak.
PSA (Partiicle size analyzer)
Seiring perkembangan ilmu pengetahuan kea rah nanoteknologi para peneliti mulai
menggunakan Laser Diffraction (LAS). Metode ini dinilai lebih akurat bila dibandingkan
dengan metode analisa gambar maupun metode ayakan (sieve analyses), terutama untuk
sampel-sampel dalam orde nanometer maupun submikron). Keunggulan penggunaan PSA
untuk mengetahui ukuran partikel adalah:
1. Lebih akurat, hal ini disebabkan partikel didispersikan ke dalam media sehingga
ukuran partikel yang terukur adalah ukuran dari single partikel.
2. Hasil pengukuran berupa bentuk distribusi sehingga dapat menggambarkan
keseluruhan kondisi sampel.
3. Rentang pengukuran dari 0.6 nanometer sampai 7 mikrometer
Beberapa analisa yang dapat dilakukan dengan PSA antara lain:
1. Menganalisa ukuran partikel
2. Menganalisa nilai zeta potensial dari suatu larutan sampel
3. Mengukur tegangan permukaan partikel
4. Mengetahui ukuran partikel tegangan permukaan dari densitas pada emulsi yang
digunakan pada produk-produk industry minuman (Nanortim, 2010)
Loading capacity
Loading efficiency dan loading capacity nanopartikel ditentukan dengan ultrasentrifugasi
sampel. Jumlah bahan aktif bebas ditentukan pada supernatant menggunakan supernatant
nanopartikel kosong (tidak di-loading dengan bahan aktif) sebagai blanko. Loading capacity
dan loading efficiency nanopartikel dihitung berdasar persamaan :
Loading Capacity=(A-B)/Cx100
Loading Efficiency=(A-B)/Ax100
Dimana :
A=total jumlah bahan aktiv
B=Bahan aktif bebas
C=Berat nanopartikel
Uji Pelepasan In Vitro
14
Metode untuk mempelajari pelepasan nanopartikel secara in vitro:
Side by side diffusion cells with artificial membran
Dialysis bag diffusion technique
Reverse dyalisis sac technique
Kelebihan agitasi pada suspensi sehingga menghindari agregasi, meningkatkan
hidrasi dan disolusi
15
Ultrasentrifugasi
TUMOR TARGETTING
Nanopartikel menghantarkan obat ke target obat melalui efek Enhanced Permeability and
Retention Effect (EPR) dan aktif targeting menggunakan ligan pada permukaan
nanopartikel. Sel sehat terhindar dari paparan obat dan hanya sel kanker saja yang terkena
obat
LONG CIRCULATING NANOPARTICLES
Agar dapat tertarget dalam sel tumor, nanoparticles harus dapat menghindari MPS
(Mononuclear Phagocytic System). Oleh karena itu didesain “stealth” particles atau
PEGylated nanoparticles sehingga tidak dapat dikenali makrofag atau fagosit.
Coating yang digunakan adalah polimer hidrofilik seperti PEG, poloksamer, dan
polisakarid. Selain coating dengan polimer hidrofilik juga dilakukan kontrol ukuran partikel
< 100nm
Reversion of multidrug resistance in tumour cells
MDR (Multidrug Resistance) merupakan problem serius dalam terapi kanker karena
meskipun obat terkonsentrasi dalam solid tumor, namun sel tumor resisten terhadap obat
tersebut.Hal ini disebabkan over ekspresi plasma membran Pgp (P-glikoprotein) yang
mampu mengeluarkan obat terutama xenobiotik bermuatan positif, termasuk obat kanker
keluar dari sel melalui mekanisme efflux pump.Mekanisme ini terjadi jika obat ada di
membran plasma, tidak di sitoplasma atau lisosom setelah endositosis
Nanoparticles for oral delivery of peptides and proteins
Kemajuan bioteknologi dan biokimia menghasilkan banyak molekul bioaktif dan vaksin
berbasis protein dan peptid.Kendala delivery per oral : degradasi oleh enzim pencernaan
16
(tripsin, pepsin, kimotripsin, endopeptidase, proteolitik) selain itu barrier lain seperti gut
flora, mukus layer dan epitelial sel). Dengan nanoenkapsulasi melindungi dari degradasi
Absorption enhancement using non-specific interactions
Absorbsi lewat GIT melalui rute paraselular dan endositosis. Adanya endositosis karena
adanya afinitas partikel terhadap sel yang dipengaruhi ukuran, hidrofilisitas, dan muatan
permukaan partikel.
Nanopartikel untuk penghantaran gen
Kesimpulan
Nanopartikel untuk penghantaran obat memberikan banyak manfaat untuk meningkatkan
efektivitas terapi. Nanopartikel sendiri dapat diproduksi melalui beberapa metode, yang
dapat disesuaikan dengan sifat fisika-kimia bahan obat dan produk yang diinginkan.
Referensi
Nilesh, J., Ruchi, J., Navneet, T., Brham Prakash, G., Deepak Kumar, J., 2010,Nanotechnology:A Safe and Effective Drug Delivery Systems, Asian Journal ofPharmaceutical and Clinical Research, vol.3, issue 3, 159-165
Rakesh, P., P., 2008, Nanoparticles and its Applications in Field of Pharmacy, Available athttp://www.Pharmainfo.net/reviews/Nanoparticles-and-its-applications-field-pharmacy
Gupta, R., B., Kompella, U., B., 2006, Nanoparticle Technology for Drug Delivery, Drugand The Pharmaceutical Sciences, vol.159
17
MATERI III
NANOPARTIKEL SEBAGAI SISTEM PENGHANTARAN GEN
(GENE DELIVERY)
PENDAHULUAN
Sejumlah prototipe DNA sekarang dapat mengendalikan perkembangan penyakit melalui
induksi atau inhibisi gen, namun cellular uptake yang jelek dan degradasi yang cepat in
vivo dari terapi berbasis DNA membutuhkan penggunaan sistem penghantaran yang dapat
memfasilitasi internalisasi seluler dan mempertahankan aktivitasnya (Patil dkk., 2005).
Sejak sistem penghantaran berbasis elemen virus memicu reaksi samping seperti respon
imun dan mutagenesis, tren berikutnya yang akan dikembangkan adalah penggunaan sistem
penghantaran nonviral (Kay dkk., 2001). Hingga taraf tertentu penghantaran non viral dapat
memberikan perlindungan bagi asam nukleat dari degradasi ekstraseluler dan intraseluler
selama perjalanan panjang menuju inti sel (Ouahabi dkk., 1997).
Polimer kationik umum digunakan sebagai pembawa gen karena mudah membentuk
kompleks (Luo dan Saltzman, 2000) dan stabilitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan
lipoplexes (Audouy dkk., 2000). Kitosan suatu polimer kationik yang paling banyak
digunakan dalam sistem penghantaran gen karena toksisitas rendah, dan biokompatibel
(Corsi dkk., 2003). Kitosan telah dimanfaatkan sebagai pembawa untuk penghantaran obat
antikanker, gen, dan vaksin (Huang dkk., 2002).
NANOPARTIKEL
Nanopartikel adalah partikel koloid yang berkisar pada ukuran diameter 1-10 nm, dan
diformulasimenggunakan polimer biodegradabel di mana suatu agen terapeutik
terperangkap, terserap, atau tergabungkan secara kimia (Sahoo dan Labhasetwar., 2003).
Nanopartikel dapat dibuat dari bahan biokompatibel dan biodegradable seperti polimer, baik
berasal dari alam (misalnya gelatin dan albumin) atau sintetis (misalnya polylactides dan
polyalkylcyanoacrylates), atau dari lemak padat. Di dalam tubuh, obat yang diloading ke
dalam nanopartikel dilepaskan dari matriks melalui difusi, swelling, atau erosi (Bala dkk.,
2004).
Manfaat penting dari teknologi nanopartikel sebagai pembawa obat adalah stabilitas yang
tinggi, kapasitas pembawa yang tinggi (yakni banyak molekul obat dapat dimasukkan dalam
partikel matrik); memungkinkan penggabungan dua substansi hidrofilik dan hidrofobik, dan
memungkinkan berbagai rute administrasi, termasuk oral dan inhalasi. Sistem pembawa ini
18
juga dapat dirancang untuk memungkinkan pelepasan obat berkelanjutan dari matrik
(Couvreur dkk., 2002).
Partikulat sistem seperti nanopartikel telah digunakan sebagai pendekatan fisik untuk
mengubah danmeningkatkan sifat farmakokinetik dan farmakodinamik dari berbagai jenis
molekul obat. Nanopartikel telah digunakan secara in vivo untuk melindungi entitas obat
dalam sirkulasi sistemik,membatasi akses obat hanya ke tempat yang dipilih dan untuk
memberikan obat yang dapat dikontrol secara berkelanjutan padatempat aksi. Berbagai
polimer telah digunakan dalam formulasi nanopartikel untuk penghantaran obat agar
manfaat terapeutik meningkat dan meminimalkan efek samping (Monharaj dan Chen.,
2006).
Keuntungan menggunakan nanopartikel untuk aplikasi pengiriman obat merupakan hasil
dari tiga sifat dasar utamanya. Pertama,nanopartikel karena ukurannya yang kecil, dapat
menembusmelalui kapiler yang lebih kecil dapat memungkinkan efisien akumulasi obatdi
lokasi target (Sahoo dan Labhasetwar., 2004). Kedua, penggunaan bahan
biodegradabeluntuk penyiapan nanopartikel dapat memungkinkanobat lepas berkelanjutan
dalam tempat aksi selama periodehari atau bahkan minggu (Prabha dan Labhasetwar.,
2003). Ketiga, permukaan nanopartikeldapat dimodifikasi untuk mengubah biodistribusi
obat atau dapat dikonjugasidengan ligan untuk mencapai target penyaluran obat-
spesifik(Moghimi dkk., 2001).
TEKNIK PEMBUATAN NANOPARTIKEL
Pendekatan umum untuk produksi nanopartikel terdiri atas 2 kategori yaitu teknik bottom-
up dan top-down. Teknik bottom-up berawal dari molekul dalam larutan yang kemudian
mengalami asosiasi membentuk partikel padat. Sedangkan pada teknik top-down dari
material kasar kemudian diaplikasikan gaya untuk mendisintegrasi ke dalam ukuran nano
(The Royal Society, 2004).
Gambar 1. Teknik Produksi Nanopartikel (Gupta, 2006)
Milling partikel
Presipitasi
19
Metode yang paling sering digunakan untuk menyiapkan nanopartikel diantaranya adalah :
(i) metode dispersi polimer, (ii) metode polimerisasi, dan (iii) metode koaservasi atau
metode gelasi ionik. Namun demikian metode lain seperti supercritical fluid technology
juga disebutkan dalam literatur untuk produksi nanopartikel (Reverchon dan Adami., 2006).
KITOSAN
Kitosan merupakan polimer alami karbohidrat termodifikasi yang dibuat melalui N-
deasetilasi parsial chitin, suatu biopolimer alami berasal dari kulit kepiting, udang dan
lobster. Kitosan juga ditemukan di beberapa mikroorganisme ragi dan jamur (Illum, 1998).
Unit utama polimer chitin adalah 2-deoxy-2-(acetylamino) glukosa. Unit ini
dikombinasikan dengan â-polimer (1,4) glikosidik membentuk rantai panjang linier.
Kitosan dibuat melalui deasetilasi kitin. Untuk mempersiapkan kitin, cangkang kepiting dan
kerang udang didemineralisasidalam larutan asam klorida (HCl), kemudian dideproteinasi
dalam sodium hidroksida (NaOH), dan pemucatan dalam kalium permanganat (KMnO4).
Chitin tersebut kemudian dideasetilasi menjadi kitosanmelalui perebusan dalam natrium
hidroksida pekat. Kitosanterpurifikasi dibuat dengan mengulangi proses deasetilasi.
Pharmaceutical gradedeasetilasi kitosan adalah antara 90 dan 95% dan untuk food grade
antara 75 hingga 80% (Paulus dan Sharma., 2000).
Gambar 2. Struktur Kimia Kitin (a) dan Kitosan (b)
SIFAT FISIKA –KIMIA KITOSAN
Sifat kitosan berhubungan dengan polielektrolit dan karakter polimer karbohidrat.
Kehadiran sejumlah gugus amino memungkinkan kitosan untuk bereaksi secara kimia
dengan sistem anionik, yang menyebabkan perubahan karakteristik fisikokimia kombinasi
tersebut. Hampir semua sifat fungsional dari kitosan bergantung pada panjang rantai,
kepadatan muatan, dan distribusi muatan. Kitosan tersedia dalam variasi berat molekul dan
(b)
(a)
20
derajat deasetilasi yang luas. Berat molekul dan derajat deasetilasi merupakan faktor utama
yang mempengaruhi ukuran partikel, pembentukan partikel, dan agregasi (Tiyaboonchai,
2003). Sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa bentuk garam, berat molekul, dan
derajat deasetilasi serta pH kitosan mempengaruhi penggunaan polimer ini dalam farmasi.
Kitosan sedikit larut dalam air, praktis tidak larut dalam etanol I5%), pelarut
organik lainnya, dan larutan netral atau alkali pada pH lebih dari 6,5. Setelah pelarutan,
gugus amina polimer terprotonasi menghasilkan polisakarida bermuatan positif (RNH 3+)
dan garam kitosan (klorida, glutamat, dan lain-lain) yang larut dalam air, kelarutan
dipengaruhi oleh tingkat deasetilasi (Singla dan chawla, 2001). Berbagai jenis viskositas
secara komersial tersedia. Viskositas kitosan meningkat dengan peningkatan konsentrasi
kitosan, penurunan temperatur, dan peningkatan derajat deasetilasi.
KEGUNAAN & MEKANISME AKSI KITOSAN
Kitosan telah dimanfaatkan sebagai pembawa untuk penghantaran obat antikanker, gen, dan
vaksin. Selain itu Kitosan telah digunakan dalam aplikasi farmasi seperti tablet salut film,
sistem mikropartikulat, kapsul, sistem gel, sistem sustained release, dan bioadesi (Kumar,
2000). Kitosan adalah poliamine kationik dengan kepadatan muatan yang tinggi pada pH
<6.5 dan berikatan dengan permukaan bermuatan negatif serta mengkelat ion logam.
Kitosan menunjukkan swelling yang bergantung pH dan memiliki sifat mengontrol
pelepasan obat. Kepadatan muatan merupakan faktor penting dalam interaksi elektrostatik
yang bergantung pada pH larutan.Mekanisme aksi kitosan untuk meningkatkan penyerapan
obat merupakan kombinasi sifat mukoadesi dan kemampuan membuka sambungan ketat
(tight junction) antara sel epitel yang berdekatan(Artusson dkk.,1994).
NANOPARTIKEL KITOSAN SEBAGAI PENGHANTAR GEN
Terapi gen adalah teknik memperbaiki gen yang rusak atau cacat yang bertanggungjawab
atas timbulnya penyakit tertentu (Moelyoprawiro, 2005). Selama ini pendekatan terapi gen
yang berkembang adalah menambahkan gen-gen normal ke dalam sel yang mengalami
ketidaknormalan. Pendekatan lain adalah menghilangkan gen abnormal dengan melakukan
rekombinasi homolog. Pendekatan ketiga adalah mereparasi gen abnormal dengan cara
mutasi balik selektif sehingga akan mengembalikan fungsi gen tersebut. Selain pendekatan-
pendekatan tersebut, ada pendekatan lain untuk terapi gen yaitu mengendalikan regulasi
ekspresi gen abnormal (Holmes, 2003).
21
Dua jenis vektor yang digunakan dalam terapi gen adalah virus dan non-virus. Sistem
penghantaran gen menggunakan virus menunjukkan hasil transfeksi tinggi tetapi memiliki
banyak kelemahan, seperti efek onkogenik dan imunogenisitas. Namun polimer kationik,
seperti kitosan memiliki potensi untuk kompleksasi DNA yang dapat dimanfaatkan sebagai
vektor non-virus untuk aplikasi terapi gen (Sania dkk., 2003).
Kitosan relatif rendah toksisitasnya dan memberikan interaksi elektrostatik yang kuat
dengan muatan negatif DNA untuk membentuk nanopartikel (Fang dkk., 2001). Sifat ini
yang menyebabkan kitosan menjadi calon yang baik untuk penghantaran gen nonviral
(MacLaughlin dkk., 1998). Kitosan mengkondensasi DNA secara efektif dan melindungi
dari degradasi nuklease. Hal ini memberi keuntungan sebagai polimer kationik nontoksik
dengan imunogenisitas rendah.
Diantara polimer larut air, kitosan merupakan salah satu yang paling banyak dipelajari. Hal
ini dikarenakan kitosan memiliki beberapa sifat ideal sebagai polimer pembawa untuk
nanopartikel, seperti biokompatibel, biodegradable, non toksik, dan murah. Selain itu
memiliki muatan positif dan menimbulkan efek peningkatan absorbi (Tiyaboonchai, 2003).
Sifat biologis dan kimia dari kitosan tercantum dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 1. Sifat biologis dan kimiawi dari kitosan
Sifat Biologis Sifat Kimiawi
1. Polimer alami, biokompatibel
2. Biodegradabel oleh unsur tubuh
normal
3. Aman dan non toksik
4. Melekat pada mukosa
5. Hemostatik
6. Antimikrobial dan antiviral
7. Antitumoral
8. Mempunyai aktivitas immunoadjuvan
9. Biaya terjangkau dan serbaguna
1. Poliamin kationik dengan
densitas muatan yang tinggi
pada pH <6.5
2. Berat molekul tinggi
3. Polielektrolit linear
4. Kondensasi asam nukleat
5. Khelat beberapa logam
transisional
6. Mudah dimodifikasi secara
kimiawi
7. Gugus amino/hidroksi reaktif
Sumber : Hejazi dan Amiji _)
Lima barier utama yang perlu diatasi untuk keberhasilan penghantaran gen adalah
A) stabilitas in vivo, (2) cell entry, (3) endosome escape, (4) intracellular
trafficking, dan (5) masuknya ke inti sel/nukleus. Polimer kationik seperti kitosan
22
menunjukkan sebagai agen penghantar gen yang menjanjikan karena sifat
polikationik memproduksi partikel yang mengurangi satu atau lebih barier
tersebut di atas. Sebagai contoh dengan memformulasi DNA menggunakan
kitosan akan mengurangi muatan negatif dan meningkatkan muatan positif, ikatan
pada permukaan sel dan endositosis akan ditingkatkan (Mislick dan
Baldeschwieler, 1996). Pada banyak kasus polimer kationik menghasilkan
komplek yang lebih stabil sehingga memberikan proteksi selama cellular
trafficking (Hwang dan Davis., 2001).
Efisiensi transfeksi pada kitosan lebih tinggi pada pH 6,9 daripada pH 7,6. Hal ini
dapat dijelaskan bahwa pada pH dibawah 7 gugus amin pada kitosan terprotonasi
sehingga memfasilitasi ikatan antara komplek dan muatan negatif permukaan sel.
Efisiensi transfeksi kitosan dengan berat molekul tinggi > 100kDa lebih kecil
daripada berat molekul rendah 15 dan 25 kDa (Tiyaboonchai, 2003).
Selain dapat digunakan sebagai sistem penghantaran gen non viral, nanopartikel
kitosan juga dapat digunakan sebagai sistem penghantaran melalui oral,
parenteral, okular, dan penghantaran vaksin. Untuk penghantaran mukosal kitosan
memberikan efek peningkatan absorbsi melalui kemampuan membuka tight
junction secara reversibel sehingga meningkatkan permeasi paraselular menembus
jaringan mukosa (Borchard, 1996).
KARAKTERISTIK FISIK NANOPARTIKEL KITOSAN-DNA
1. Ukuran Partikel & Distribusi Ukuran Partikel
Ukuran partikel dan distribusi ukuran partikel merupakan faktor kritis pada
kinerja nanopartikel. Batch dengan variasi ukuran yang besar menunjukkan
variasi pada bioavailabilitas, efikasi, dan pelepasan obat. Ukuran partikel dan
distribusi ukuran partikel dapat ditentukan menggunakan teknik light scattering
dan scanning atau transmission electron microscopy. Nanopartikel masuk ke
dalam sel melalui endositosis, peningkatan ukuran partikel akan menurunkan
uptake dan bioavailabilitas obat (Redhead dkk., 2001).
2. Zeta Potensial
Zeta potensial menunjukkan potensial listrik partikel dan dipengaruhi oleh
komposisi partikel dan medium dimana partikel didispersikan. Zeta potensial
23
merupakan parameter penting dalam berbagai bidang seperti farmasi dan
pengolahan limbah dan dalam nanopartikel kitosan dapat digunakan untuk
mengevaluasi stabilitas suspensi dan adesi partikel pada sistem biologi (Lee dkk.,
2005).
Nanopartikel dengan zeta potensial sekitar (+/-) 30 mV menunjukkan sebagai sifat
suspensi yang stabil, karena muatan pada permukaan mencegah agregasi partikel.
Muatan pada permukaan nanopartikel akan mempengaruhi distribusi dalam tubuh
dan jumlah yang di uptake ke dalam sel. Karena sel bermuatan negatif terdapat
afinitas elektrostatik bagi nanopartikel yang bermuatan positif, sehingga
permukaan nanopartikel kationik atau netral dapat dimodifikasi untuk bermuatan
positif untuk meningkatkan efikasinya (Couvreur dkk., 2002).
STABILITAS TERHADAP DNase I
Nuklease sangat mudah mendegradasi DNA yang tidak terproteksi. Naked DNA
akan terfragmentasi dalam beberapa menit in vivo setelah injeksi. DNase I
digunakan untuk mengevaluasi stabilitas nanopartikel-pDNA terhadap degradasi
enzimatik. DNase I merupakan endonuklease yang dikode oleh gen manusia
DNAase 1.
Deoksiribonuklease I (DNase I) adalah DNase yang pertama kali ditemukan dan
merupakan endonuklease yang menghasilkan5 'fosforil dinukleotid dan 5'
oligonukleotida fosforil yang terjadidalamjaringan dan cairan tubuh yang berbeda
(Laskowski, 1971).Wroblewski and Bodansky A950) pertama kali melaporkan
adanya DNase dalam serum darah. DNase I pankreas manusia memiliki sifat fisik
dan karakteristik yang sama dengan enzim dalam serum. DNase I merupakan
nuklease yang tergantung pada Ca /Mg . Ion kalsium diperlukan untuk aktivitas+ +
DNase I, namun penggunaan EGTA atau buffer bebas kalsium dapat mereduksi
aktivitas DNase (Martien dkk., 2007).
Kondensasi DNA dengan polimer kationik dapat meningkatkan resistensi DNA
terhadap degradasi enzimatik (Bielinska, 1997) hal ini dikarenakan adanya
hambatan sterik terhadap nuklease untuk masuk ke dalam nanopartikel dan
berinteraksi dengan DNA (Martien dkk., 2007). Formulasi nanopartikel kitosan-
pDNA yang dilakukan oleh Indrawati B010) dan Mutmainah (2010)
24
menggunakan kitosan rantai pendek dan rantai sedang pada pH 4 dan 5
menghasilkan DNA yang tetap stabil setelah inkubasi dengan DNase I yang
ditandai tidak adanya migrasi DNA pada gel elektroforesis karena komplek
kitosan-pDNA tetap tinggal dalam well dan DNA tetap terlindungi dalam
komplek. Selain penelitian di atas telah banyak penelitian yang menyatakan
kemampuan nanopartikel kitosan sebagai sistem penghantaran gen yang dapat
memproteksi DNA dari degradasi enzimatik.
PENELITIAN PENGGUNAAN NANOPARTIKEL KITOSAN SEBAGAI
PENGHANTAR GEN
Penelitian telah dilakukan untuk mengembangkan kitosan sebagai pembawa gen,
diantaranya komplek DNA/kitosan dilaporkan efektif mentransfeksi beberapa tipe
sel diantaranya HEK293 (Corsi dkk., 2003), sel karsinoma paru-paru manusia
A549 (Wan dkk., 2004; Sato dkk., 2001), sel melanoma B16 (Sato dkk., 2001;
Shikata dkk., 2002), African green monkey kidney cell COS-1 (MacLaughlin dkk.,
1998; Thanou dkk., 2002), sel HeLa (Sato dkk., 2001; Dastan dan Turan., 2004),
human osteosarcoma cell MG63 (Corsi dkk., 2003), dan sel Caco-2 (Thanou dkk.,
2002). Beberapa penelitian yang lain dilakukan untuk mengetahui pengaruh pH,
serum, berat molekul, dan derajat deasetilasi pada transfeksi in vitro nanopartikel
kitosan. MacLaughlin dkk A998) menemukan bahwa kitosan dengan berat
molekul lebih kecil dari 100 kDa membentuk komplek dengan ukuran diantara
100 dan 200 nm. Berat molekul kitosan terbukti memberikan pengaruh pada
ekspresi gen in vitro dan efisiensi transfeksi meningkat pada medium kultur pH
6,9.
Indrawati (2010) dan Mutmainah B010) melakukan formulasi nanopartikel
kitosan rantai pendek dan rantai sedang dengan pEGFP menggunakan metode
komplek koaservasi dengan hasil nanopartikel yang terbentuk sferis berukuran
200-700nm, stabil dalam DNase I dan serum, serta relatif rendah sitotoksisitasnya
terhadap sel SP-C1. Selain itu nanopartikel kitosan-pEGFP baik menggunakan
kitosan rantai pendek maupun sedang dapat mentransfeksi sel SP-C1. Winarti
)memformulasi nanopartikel kitosan rantai pendek yang tidak termodifikasi
dan termodifikasi dengan TPP sebagai crosslinker. Dari penelitian tersebut
25
nanopatikel tanpa TPP dan dengan TPP sebagai crosslinker dapat mentransfeksi
sel kanker payudara T47D, stabil terhadap inkubasi DNase I hingga 1 jam
inkubasi, stabil terhadap garam pH 7.0, serta tidak mempengaruhi viabilitas sel
kanker payudara T47D yang diinkubasi dengan nanopartikel kitosan-pDNA. Dari
penelitian ini dapat disimpulkan bahwa nanopartikel kitosan rantai pendek
maupun sedang dapat digunakan sebagai penghantar DNA untuk terapi gen.
BIODISTRIBUSI &TRAFFICKING NANOPARTIKEL KITOSAN-DNA
PlasmidDNA ketika membentuk komplek dengan sebuah polikation akan
mengalami perubahan konformasi dari ukuran hidrodinamik 200-300nm menjadi
partikel kurang dari 100nm. Dengan demikian,DNA terkondensasi hanya
menempati 10 -10-4 -3 volumeplasmid DNA (De Smedt dkk., 2000).
Gambar 3. Proses kondensasi DNA dengan agen kationik
(Oyewumi dan Rice, 2006)
Plasmid DNA memiliki struktur kimia yang sangat terorganisir.Volume yang
ditempati oleh sebuah koil acak DNA tergantung padaberat molekul serta
ukurannya. FleksibilitasDNA dicirikan oleh panjang danjarak antara ujung-
ujungnya. Investigasi mekanistik menyimpulkan bahwa polimer polikationik
menyebabkan kondensasi DNAmelalui beberapa cara seperti lokalisasi
tekukanatau distorsi DNA dan penurunan muatan total pada pasangan DNA
dengan menurunkan interaksi segmen-segmen DNA yang tidak menguntungkan
(Vijayanatham dkk., 2002).
DNA terkondensasi Agen kationik Plasmid DNA
26
Mekanisme transfer penghantar gen nonviral dalam kultur sel terutama melalui pinositosis
difasilitasi oleh elektrostatik atau interaksi hidrofobik antara vektor gen dan permukaan sel.
Tidak bisa disangkal banyak proses transfer gen oleh nanopartikel adalah karena bermuatan
elektropositif dan terikat secara ionik pada permukaan elektronegatif sel yang terdiri dari
proteoglikan atau sialil glikoprotein (Ogris dkk., 1998).
Gambar 4. Skema Proses Transfeksi Sel Eukariotik olehKomplek Polimer-DNA
(Lee, 2007)
Setelah internalisasi ke dalam sel target, penting untuk mengeluarkan DNA dari
endosome untuk menghindari transportasi ke lisosom yang merupakan tempat utama dari
metabolisme DNA. Menghindari endosomal adalah salah satu hambatan yang paling sulit untuk
sistem nanopartikel untuk penghantaran gen. Polimer dengan kandungan atom nitrogen amino
dengan muatan proton yang tinggi mampu mengatasi pH endolisosom, melindungi DNA dari
degradasi dan menyebabkan struktur endolisosom membengkak dan pecah. Hipotesis bahwa
muatan positif berpengaruh pada endosomal escape didukung oleh data yang diperoleh dengan
nanopartikel polistiren yang bermuatan negatif tidak mencapai sitosol tetapi tetap berada pada
kompartemen endosom pada sel otot halus yang digunakan dalam penelitian (panyam, dkk,
2005).
Pelepasan dari endosom ke dalam sitoplasma sel disebabkan oleh muatan positif
permukaan nanopartikel yang menghasilkan penghantaran ke sitoplasma.Setelah pelepasan ke
sitosol, DNA harus diinternalisasi dalam inti untuk ekspresi gen (Vacik dkk., 1999). Polimer
kationik tetap terikat pada plasmid setelah pelepasan endosomal dan mampu melindungi DNA
dari degradasi nuklease intra seluler. Dengan asumsi bahwa DNA tetap stabil dalam sitoplasma,
27
DNA harus masuk ke nukleus agar transkripsi terjadi serta melewati barrier dalam nukleus.
Penghantaran DNA dari medium sitoplasma ke nukleus dibatasi oleh adanya selubung nukleus.
Dalam sel eukariotik yang sedang membelah, transfer nukleositoplasmik DNA dapat terjadi
ketika selubung nukleus rusak selama mitosis. Sel dalam fase tidak membelah biasanya tahan
terhadap transfer nukleositoplasmik dari plasmid DNA (Brunner dkk., 2000). Dalam sel yang
tidak membelah, pertukaran molekul nukloesitoplasmik terjadi melalui nuclear pore complexes
(NPC) yang menjangkau selubung nukleus (Ludtke, 1999). Oleh karena itu, selubung nukleus
bertindak sebagai saringan molekuler, memungkinkan molekul kecil air hingga diameter 9 nm
(<17-kDa) untuk berdifusi bebas melalui NPC. Molekul yang lebih besar sampai 25 nm (> 41
kDa) seperti plasmid DNA dan fragmen DNA yang lebih besar mengalami proses transpor aktif
melibatkan beberapa komponen selular (Ludtke dkk., 1999; Ohno dkk., 1998).
KESIMPULAN
Kitosan memberikan interaksi elektrostatik yang kuat dengan muatan negatif DNA untuk
membentuk nanopartikel dan secara efektif melindungi dari degradasi nuklease serta memnbantu
internalisasi seluler gen yang dibawa. Sifat ini yang menyebabkan kitosan menjadi calon yang
baik untuk penghantaran gen nonviral.
DAFTAR PUSTAKA
Artusson, P., T., Lindmark, S., S., Davis, Illum, L., 1994, Effect of chitosan on the permeabilityof monolayers of intestinal epithelial cells (Caco-2), Pharm.Res., 11: 1358-1361
Audouy, S., Molema, G., de Leij, L., Hoekstra, D., 2000, Serum as a Modulatorof Lipoplex-Mediated Gene Transfection: Dependence of Amphiphile, CellType and ComplexStability, J. Gene Med., : 465 - 476 .2
Bala, I., Hariharan, S., Kumar, M., N., 2004, PLGA Nanoparticles in Drug Delivery: The Stateof The Art, Crit. Rev. Ther. Drug Carrier Syst., 21:387–422
Bielinska, A., U., Latallo, K., J., F., Baker, J., R., 1997, The Interaction of Plasmid DNA withPolyamidoamine Dendrimers: Mechanism of Complex Formation and Analysis ofAlterations Induced in Nuclease Sensitivity and Transcriptional Activity of TheComplexed DNA, Biochim. Biophys. Acta, 1353:180-190
Borchard, G., 2001, Chitosans for Gene Delivery, Adv. Drug Deliv. Rev., 52:145 - 150
Brunner, S., Sauer, T., Carotta, S., Cotten, M., Saltik, M., Wagner, E., 2000, Cell CycleDependence of Gene Transfer by Lipoplex, Polyplex and Recombinant Adenovirus, GeneTher., :401–4077
Corsi, K., Chellat, F., Yahia, L., Fernandes, J., C., 2003, Mesenchymal Stem Cells, MG63 andHEK293 Transfection Using Chitosan-DNA Nanoparticles, Biomaterials, 24: 1255-1264.
28
Couvreur, P., Kante, B., Lenaerts, V., Scailteur, V., Roland, M., Speiser P., 1980, TissueDistribution of Antitumor Drugs Associated with Polyalkylcyanoacrylate Nanoparticles, J.Pharm. Sci., 69: 199-202.
Dastan, T., Turan, K., 2004, In Vitro Characterization and Delivery of Chitosan-DNAMicroparticles into Mammalian Cells, J. Pharm. Pharm. Sci., 7:205
De Smedt, S., C., Demeester, J., Hennink, 2000, W., E., Cationic Polymer Based Gene DeliverySystems, Pharm. Res., 17:113-126
Fang, N., Chan, V., Mao, H., Q., 2001, Interactions of Phospholipid Bilayer with Chitosan:Effect of Molecular Weight and pH, Biomacromol., :1161–82
Gupta, R., M., 2006, Nanoparticle Technology for Drug Delivery, Taylor & Francis
Hejazi, R, Amiji, M., 2003, Chitosan-based Gastrointestinal Delivery Systems, J. Cont. Release,89:151–65.
Holmes, B., 2003, Gene therapy may switch off' Huntington's, NewScientist.com
Huang, M., Khor, E., Lim, L., Y.,2004, Uptake and Cytotoxicity of Chitosan Molecules andNanoparticles: Effects of Molecular Weight and Degree of Deacetylation, Pharm.Research, Springer Netherlands, 21:2
Hwang, S., J., Davis, M., E., 2001, Cationic Polymers for Gene Delivery: Design forOvercoming Barriers to Systemic Administration, Curr. Opin. Mol. Ther, : 183-191.3
Illum, L., 1998, Chitosan and Its Use as a Pharmaceutical Excipient. Pharm. Res., 15: 1326– 1331.
Indrawati, M., I., M., 2010, Formulasi Nanopartikel Menggunakan Chitosan Rantai Pendek danTransfeksinya pada Sel Kanker SP-C1, Tesis, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada,Yogyakarta.
Kay, M., A., Glorioso, J., C., Naldini, L., 2001, Viral Vectors for Gene Therapy: The Art ofTurning Infectious Agents into Vehicles of Therapeutics, Nat Med., : 33 - 40.7
Kumar, M., N., V., R., 2000, A Review of Chitin and Chitosan Applications, ReactFunct.Polym., 46: 1–27.
Laskowski, M., 1971, Deoxyribonuclease I, In: Boyer, P., D., The enzymes, 3rd ed. Vol 4,Academic Press, New York, pp 289-311
Lee, Y., K., 2007, Chitosan and Its Derivatives for Gene Delivery, Macromolecular Res., 15: 3,195-201
Ludtke, J., J., Zhang, G., Sebestyen, M., G., Wolff, J., A., 1999, A Nuclear Localization SignalCan Enhance Both the Nuclear Transport and Expression of 1 kb DNA, J. Cell Sci., 112
MacLaughlin, F., C., Mumper, R., J., Wang, J., 1998, Chitosan and Depolymerized ChitosanOligomers as Condensing Carriers for In Vivo Plasmid Delivery, J. Control. Release,56:259–72.
Martien, R., Loretz, B., 2007, Chitosan Thioglycolic Acid Conjugate:an Alternative Carrier forOral Nonviral Gene Delivery?, J. Biomed. Mater Res. A,82(1):1-9
29
Mislick, K., A., Baldeschwieler, J., D., 1996, Evidence for The Role of Proteoglycans in CationMediated Gene Transfer, Proc. Natl. Acad. Sci., 93: 12349-12354.
Moelyoprawiro, S., 2005, Peran Biologi dalam Kesehatan, Disampaikan dalam SeminarNasional dan Konggres Biologi XIII, Yogyakarta, UGM.
Moghimi, S., M., Hunter, A., C., Murray, J., C., 2001, Long-circulating and Target-specificNanoparticles: Theory to Practice, Pharmacol. Rev., 53:283–318.
Mohanraj, V., J., Chen, Y., 2006, Nanoparticles – A Review, Pharm. Research, 5 (1): 561-573
Mutmainah, N., 2010, Formulasi Nanopartikel Menggunakan Chitosan Rantai Sedang danTransfeksinya pada Sel Kanker SP-C1, Tesis, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada,Yogyakarta.
Ogris, M., Steinlein, P., Kurs, M., Mechtler, K., Kircheis, R., Wagner, E., 1998, The Size ofDNA/transferring-PEI Complexes is an Important Factor for Gene Expression in CulturedCells, Gene Ther., :1425-14335
Ohno, M., Fornerod, M., Mattaj, I.W., 1998, Nucleocytoplasmic Transport: The Last 200Nanometers, Cell, 92:327–336
Ouahabi, A., Thiry, M., Pector, V., Fuks, R., Ruysschaert, J., M., 1997, The Role of Endosome Destabilizing Activity in The Gene Transfer Process Mediated by Cationic Lipids,FEBS lett., ;414(2):187-92.8
Panyam, J., Zhou, W., Z., Prabha, S., 2002, Rapid Endolysosomal Escape of Poly (DL-lactide-co-glycolide) Nanoparticles: Implications for Drug and Gene Delivery, Faseb. J., 16:1217-26
Patil, S., D., Rhodes, D., G., Burgess, D., J., 2005, DNA-based Therapeutics and DNA DeliverySystems: A Comprehensive Review, AAPS J., E61 - E77
Prabha, S., Zhou, W., Panyam, J., Labhasetwar, V., 2002, Size-dependency of Nanoparticle-mediated Gene Transfection: Studies With Fractionated Nanoparticles, Int. J. Pharm.,244:105-15
Prabha, S., Labhasetwar, V., 2004, Nanoparticle-mediated Wild-type p53 Gene Delivery Resultsin Sustained Antiproliferative Activity in Breast Cancer Cells, Mol. Pharm., 1:211–219.
Redhead, H., M., Davis, S., S., Illum, L., 2001, Drug Delivery in Poly(lactide-co-glycolide)Nanoparticles Surface Modified With Poloxamer 407 and Poloxamine 908: In VitroCharacterisation and In Vivo Evaluation, J. Control. Release, 70: 353-363.
Reverchon, E., Adami, R., 2006, Nanomaterials and Supercritical Fluids, The J. of SupercriticalFluids, 37:1-22.
Sahoo, S., K., Labhasetwar, V., 2003, Nanotech Approaches to Drug Delivery and Imaging,Drug Discov. Today, 8:1112–1120.
Sahoo, S., K., Ma, W., Labhasetwar, V., 2004, Efficacy of Transferrin-conjugated Paclitaxel-loaded Nanoparticles in a Murine Model of Prostate Cancer, Int. J. Cancer, 112:335–340.
Sania, M., Lavigne, P., Corsi, K., Benderdour, M., Beaumont, E., Fernandes, J., C., 2004,Chitosan-DNA Nanoparticles as Non-viral Vectors in Gene Therapy: Strategies to ImproveTransfection Efficacy, ScienceDirect, J. Pharm. Biopharm., 57:8, 1-8
30
Sato, T., T., Ishii, Okahata, Y., 2001, In Vitro Gene Delivery Mediated by Chitosan. Effect of pH, Serum, and Molecular Mass of Chitosan on The Transfection efficiency, Biomaterials, 22: 2075-2080.
Shikata, F., Tokumitsu, H., Ichikawa, H., Fukumori, Y., 2002, In Vitro Cellular Accumulation ofGadolinium Incorporated into Chitosan Nanoparticles Designed for Neutron-CaptureTherapy of Cancer, Eur. J. Pharm. Biopharm., 53:57.
Singla, A., K., Chawla, M., 2001, Chitosan: Some Pharmaceutical and Biological Aspects- anupdate, J. Pharm. Pharmacol., 53:1047–67.
Thanou, M., Florea, B., I., Geldof, M., Junginger, H., E., Borchard, G., 2002, QuaternizedChitosan Oligomers as Novel Gene Delivery Vectors in Epithelial Cell Lines,Biomaterials, 23:153
The Royal Society, 2004, Nanoscience and nanotechnologies: opportunities and uncertainties,London: Royal Society, 4.
Tiyaboonchai, W., 2003, Chitosan Nanoparticles : A Promising System for Drug Delivery,Naresuan University J., 11(3): 51-66
Vacik, J., Dean, B., S., Zimmer, W., E., Dean, D., A., 1999, Cell-specific nuclear import ofplasmid DNA, Gene Ther., :1006–1014.6
Vijayanatham, V., Thomas, T., Thomas, T., J., 2002, DNA nanoparticles and Development ofDNA delivery vehicles for genes therapy, Biochemistry, 41:14085-14094
Wan, L., Q., Hu, F., Q., Yuan, H., 2004, Study of the Uptake of Chitosan OligosaccharideNanoparticles by A549 Cells, Pub. Med., 39:227.
Winarti, L., 2011, Formulasi Nanopartikel Chitosan Rantai Pendek Dan Chitosan Rantai Pendek-TPP Sebagai Sistem Penghantaran Gen Non Viral Yang Ditransfeksi Pada Sel KankerPayudara T47D, Tesis, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Wroblewski, F., Bodansky, 1950, Presence of Deoxyribonuclease Activity in Human Serum,Proc. R. Soc. Ex.p Biol. Med.,74:443-445
31
MATERI IV
LIPOSOM SEBAGAI SISTEM PENGHANTARAN OBAT
Liposom atau gelembung lemak adalah suatu vesikel berair yang dikelilingi oleh membran lipid
lapis ganda uni lamelar atau multilamelar, dan terbentuk secara spontan ketika fosfolipid
(sumber alam/sintetik) dihidrasi dengan sejumlah air.Struktur liposom identik dengan membran
sel.
Komponen utama Liposom adalah :Fosfolipid dan Kolesterol. Fosfolipid merupakan komponen
struktural terbesar penyusun membran biologis seperti membran sel. Fosfolipid yang paling
sering digunakan dalam pembuatan liposom adalah fosfatidilkolin. Fosfatidilkolin merupakan
molekul amfifatik yang terdiri atas :
a hidrophilic polar head group, fosfokolin
a glycerol bridge
a pair of hidrophobic acyl hidrocarbon chain
Secara umum Fosfolipid dapat digambarkan sebagai berikut:
Fosfolipid bilayer
Rongga berair
32
Molekul fosfatidilkolon tidak larut dalam air. Dalam media air molekul fosfatidilkolin menata
diri akan saling berdekatan untuk meminimalisir interaksi yang tidak menguntungkan antara fase
air dengan rantai panjang hidrokarbon lemak (secara spontan grup asam lemak akan saling
berhadapan dan bagian kepala yang bersifat polar akan berhadapan dengan fase air). Secara
singkat molekul fosfolipid dalam air dapat digambarkan sebagai berikut :
33
Fosfatidilkolin berbeda sangat nyata dengan molekul amfifil lain seperti detergen atau lisolecitin
karena dapat membentuk struktur bilayer bukan misel. Hal ini disebabkan karena rantai asam
lemak ganda pada fosfolipid memberi bentuk tubular dibanding detergen dengan bagian kepala
polar dan ekor rantai asam lemak tunggal yang cenderung membentuk Miselkerucut yang
berdekatan satu sama lain membentuk misel yang sferis.
Beberapa fosfolipid yang sering dipakai antara lain:
Natural fosfolipid
Fosfatidilkolin
Fosfatidiletanolamin
Fosfatidilserin
Fosfolipid sintetik
Misel Bilayer
34
Dioleoilfosfatidilkolin
Distearoilfosfatidilkolin
Dioleoilfosfatidiletanolamin
Distearoilfosfatidiletanolamin
KOLESTEROL
Penambahan kolesterol pada liposom bilayer membawa perubahan besar pada preparasi membra.
Kolesterol sendiri tidak dapat membentuk bilayer. Kolesterol berfungsi sebagai buffer fluiditas,
dimana dibawah temperatur fase transisi menyebabkan membran kurang tertata baik serta kurang
permeabel sedang di atas temperatur fase transisi menyebabkan membran dalam tatanan teratur
dan lebih stabil. Kolesterol ditambahakan dalam konsentrasi tinggi dengan rasio 1:1 hingga 2:1
(kolesterol:fosfatidilkolin).
35
Fase Termodinamika Lapis Ganda Fosfolipid
Kolesterol terselip dalam membran dengan gugus hidroksil berorientasi terhadap permukaan air
dan rantai alifatik secara pararel berorientasi pada rantai asil pada pusat bilayer. Adanya
kolesterol menyebabkan membran lebih rigid
Lamela adalah struktur menyerupai pelat datar yang muncul pada awal pembentukan liposom.
Fosfolipid bilayer pertama muncul sebagai lamela sebelum akhirnya terkonversi menjadi bentuk
sferis.Beberapa lamela dari fosfolipid bilayer tersusun menumpuk di atas lamela lain selama
pembentukan liposom membentuk struktur multilamelar.
Membran sel
36
Lamela
Macam-macam Liposom
1. SMALL UNILAMELAR VESICLE (SUV, 15-25nm)
2. INTERMEDIATE-SIZED UNILAMELLAR VESICLE (IUV, >100nm)
3. LARGE UNILAMELAR VESICLE (LUV, > 1000nm)
4. MULTI LAMELAR VESICLE (MLV)
5. MULTIVESICULAR VESICLE (MVV)
Karakteristik MLV
Lebih dari satu layer
Enkapsulasi obat lipofilik cukup besar
Stabil dalam penyimpanan jangka panjang
Cepat dibersihkan oleh RES
Unilamellar vesicleTersusun atas satu fosfolipid
bilayer
Multilamellar vesicleTersusun atas beberapa
fosfolipid bilayer
37
Mudah disiapkan
Dibuat dengan metode thin film hydration
Karakteristik LUV
Single bilayer
Rasio air:lipid tinggi
Bermanfaat untuk obat-obat hidrofil
Cepat dibersihkan dari retikuloendotelial
Dibuat dengan active loading, injeksi eter, dialisis detergen, reverse phase evaporation
Karakteristik SUV
Single bilayer
Ukuran homogen
Secara termodinamik kurang stabil
Mudah beragregasi dan bergabung pada muatan yang rendah atau netral
Rasio air:lipid kecil, long circulating
Dibuat dengan mereduksi ukuran MLV dan LUV menggunakan sonikator, gas extruder,
active loading atau solvent injection techniques
38
Mekanisme intra seluler penghantaran obat liposom
Penggunaan liposom adalah sebagai berikut:
Kosmetik
Penghantaran obat
Studi membran
Tumor diagnostic imaging
Aplikasi Liposom Dalam Penghantaran Obat
Formulation aid
Intracellular drug delivery
Sustained release drug delivery
Gene therapy
Site avoidance delivery
Site spesific targetting
Intraperitoneal administration
Immunological adjuvants in vaccine
KEUNTUNGAN LIPOSOM SEBAGAI DRUG DELIVERY
Permukaan mudah dimodifikasi sehingga dapat dikembangkan sebagai sistem
penghantaran tertarget
Mempengaruhi absorbsi dan biodistribusi sehingga efikasi dan toksisitas berubah
Mengurangi efek samping yang berbahaya dan memberi proteksi pada obat
Dapat memperpanjang durasi obat sehingga mengurangi frekuensi pemberian
39
Memperbaiki solubilitas obat-obat dengan kelarutan rendah
Parameter yang Mempengaruhi In Vivo Behaviour Liposom
Bilayer fluidity
Surface charge
Surface hydration
Liposom size
Interaksi liposom dengan sel dapat melalui mekanisme sebagai berikut:
Mekanisme endositosis liposom digambarkan sebagai berikut:
40
PREPARASI LIPOSOM
Kekurangan/problem dalam sediaan liposom:
Reprodusibilitas
Sterilisasi
Ukuran partikel
Produksi batch besar
Short circulating
Liposom memiliki keterbatasan sebagai pembawa obat termasuk kurang stabil secara fisika
kimia, problem sterilitas, inkompatibilitas dengan obat, efek imunologi dan
toksikologi.Penggunaan liposom dalam bentuk suspensi berair menjadi terbatas sehingga
formulasi sebaiknya disimpan dalam bentuk kering dan dihidrasi sebelum digunakan untuk
menghasilkan suspensi berair liposom ( PROLIPOSOM ). Proliposom merupakan granular yang
free flowing dan pada saat ditambahkan air terdispersi menjadi suspensi isotonik untuk
pemakaian intravenus atau pemberian melalui rute lain.Studi stabilitas menunjukkan distribusi
ukuran proliposom yang terhidrasi tidak berubah secara signifikan lebih dari 9 bulan pada suhu
200 C.
Karakterisasi Liposom:
41
Sifat fisika dan biologi liposom dipengaruhi oleh:
Ukuran
Permeabilitas membran
Persentasi entrapped solute
Komposisi kimia
Kuantitas dan kemurnian bahan awal
Karakterisasi liposom secara fisik meliputi:
Bentuk, ukuran, dan distribusi ukuran
Percentage drug capture
Entrapped volume
Lamellarity
Percentage drug release
Karakterisasi secara kimia :
Estimasi fosfolipid
Oksidasi fosfolipid
Analisis kolesterol
Kesimpulan:
Liposom merupakan system penghantaran obat yang dapat digunakan untuk obat-obat larut air
maupun yang sukar larut air. Penggunaannya meningkat karena permukaannya dapat
difungsionalisasi agar lebih lama tersirkulasi serta dapat ditargetkan pada sel spesifik tertentu.
Referensi:
Abdassah, Liposom Sebagai Sistem Penghantaran Obat Kanker (Review Artikel), JurusanFarmasi FMIPA UNPAD, Jatinangor-Sumedang
Jufri, M., 2004, Arah dan Perkembangan Liposomes Drug Delivery Systems, Majalah IlmuKefarmasian, Vol.1, No.2
Riaz, M., 1996, Lposomes Preparation Methods, Pakistan Journal of Pharmaceutical Science,Vol 19(1):65-77
42
MATERI V
SISTEM PENGHANTARAN OBAT TERTARGET
PENDAHULUAN
Pengembangan metode untuk memperbaiki penghantaran obat yang digunakan pada penyakit-
penyakit yang membahayakan jiwa seperti kanker dan infeksi virus sangat dibutuhkan saat ini.
Menurut Paracelsus K-1541) semua substansi adalah racun, tidak ada satupun yang bukan
racun, dosis yang tepat yang membedakan antara racun dan obat. Oleh karena itu kemampuan
penghantaran obat pada target spesifik banyak diteliti dan dikembangkan dalam penelitian
farmasi untuk mengurangi toksisitas dan efek samping yang tidak diinginkan pada tempat
nontarget (Garnett, 2001).
Selektifitas dalam pengobatan sangat dibutuhkan, sebagai contoh pengobatan kanker. Kanker
merupakan penyakit komplek dimana antara sel kanker dan sel normal tidak dapat dibedakan,
sehingga banyak obat kanker yang menunjukkan bahwa antara rasio efek samping dan efek
bermanfaatnya saling overlap. Hal tersebut merupakan tantangan bagi industri farmasi untuk
mengembangkan sistem penghantaran tertarget yang memiliki fungsi spesifik pada target aksi
tertentu.
Tujuan utama pengembangan sistem penghantaran tertarget adalah untuk meningkatkan kontrol
dosis obat pada tempat spesifik seperti pada sel, jaringan, atau organ, sehingga akan mengurangi
efek samping yang tidak diinginkan pada organ non target. Suatu molekul obat sangat sulit
mencapai tempat aksinya karena jaringan seluler yang komplek pada suatu organisme, sehingga
sistem penghantaran ini berfungsi untuk mengarahkan molekul obat mencapai sasaran yang
diinginkan.
Konsep sistem penghantaran obat tertarget mulai dikembangkan pada awal abad 20 ketika Paul
Erlich menemukan konsep “magic bullet” yang menekankan pada penghantaran obat yang
ditujukan pada target spesifik. Kebanyakan sistem penghantaran obat bersifat tertarget pasif,
sehingga untuk mengkonversi menjadi sistem penghantaran tertarget aktif, sistem penghantaran
obat dibuat lebih pintar melalui penggabungan dengan ligan yang dapat dikenali oleh reseptor
pada target sel. Keuntungan sistem penghantaran tertarget selain dapat mengurangi toksisitas
dengan mengurangi efek samping yang ditimbulkan, juga dapat meningkatkan kepatuhan pasien
dan mereduksi biaya pemeliharaan kesehatan.
43
KONSEP SISTEM PENGHANTARAN OBAT TERTARGET
Sistem penghantaran obat tertarget dapat dibedakan menjadi 2, yaitu sistem tertarget aktif dan
tertarget pasif. Sistem penghantaran tertarget pasif bertujuan meningkatkan konsentrasi obat
pada tempat aksi melalui pengurangan interaksi yang tidak spesifik dengan mendesain sifat
fisikakimia sistem penghantaran yang digunakan, meliputi: ukuran, muatan permukaan,
hidrofobisitas permukaan, sensitivitas pada pemicu, dan aktivitas permukaan sehingga dapat
mengatasi barier anatomi, seluler, dan subseluler dalam penghantaran obat. Contoh sistem
penghantaran jenis ini yaitu: liposom, mikro/nanopartikel, misel, dan konjugat polimer.
Sebaliknya sistem penghantaran tertarget aktif merupakan sistem penghantaran tertarget pasif
yang dibuat lebih spesifik dengan penambahan “homing device” yaitu suatu ligan yang dapat
dikenali oleh suatu reseptor spesifik kemudian berinteraksi dengan reseptor tersebut yang
bertujuan untuk meningkatkan konsentrasi obat pada tempat yang diinginkan.
SISTEM PENGHANTARAN TERTARGET PASIF
Desain sistem penghantaran obat yang baik dan berhasil digunakan dalam terapi harus
memperhatikan barier yang harus dilalui oleh obat sehingga sampai pada tempat aksi. Selain itu
pemahaman tentang sifat unik tertentu dari target sel dan jaringan juga perlu dipertimbangkan
agar dapat mendesain sistem penghantaran yang dapat mengakumulasi obat pada target aksi.
Terdapat 3 pertimbangan utama untuk membentuk sistem penghantaran yang stabil, yaitu (1)
sistem tersebut harus memiliki stabilitas fisikakimia yang cukup sehingga obat tidak terdisosiasi
atau terdekomposisi dari sistem penghantarnya sebelum mencapai tempat aksi (Needham, 1999),
B) setelah sampai pada target aksi, sistem penghantar harus melepaskan obat dalam jumlah yang
cukup untuk menimbulkan efek terapi (Crommelin, 2001), (3) sistem penghantar yang digunakan
(carrier) harus terdegradasi dan dapat dieliminasi dari tubuh untuk menghindari toksisitas jangka
panjang atau imunogenisitas (Guo dan Szoka, 2003; Lim, et al, 2000).
Sifat fisikakimia sistem penghantaran obat berperan penting pada aktivitas in vivo, antara lain
berat molekul, ukuran, hidrofobisitas permukaan, muatan permukaan, dan sensitivitas pada
trigger.
Berat Molekul dan Ukuran
Ukuran dan berat molekul sistem penghantaran obat yang optimal dipengaruhi oleh fisiologi
sirkulasi dan ekskresi. Molekul berukuran 30kDa atau kurang akan mengalami eliminasi yang
cepat melalui tubulus ginjal, demikian pula molekul-molekul metabolit obat yang sudah
44
ditransformasi menjadi lebih hidrofil serta berukuran kecil akan sangat mudah dikeluarkan
melalui ginjal. Untuk menghindari pembersihan cepat melalui ginjal, sistem penghantaran
didesain dengan ukuran lebih dari 30 kDa (Torchilin, 2001). Selain itu sel endotelial pembuluh
darah juga merupakan hambatan penetrasi obat karena antara satu sel dengan sel yang lain
bersatu dengan ikatan yang kuat dan ketat (tight junction) yang sukar ditembus molekul dengan
ukuran > 10 nm. Namun demikian terdapat organ-organ yang dapat dilalui oleh sistem
penghantaran dengan ukuran diameter 100 hingga 200nm seperti liver, limpa, dan sumsum
tulang karena organ ini memiliki kapiler sinusoidal, sehingga suatu sistem penghantaran obat
dapat berdifusi ke dalam ruang interstitial organ ini dengan mudah. Pada tumor yang padat sel
endotelial kurang terbentuk dengan baik sehingga memungkinkan penetrasi partikel > 200 nm.
Pada tumor juga terdapat sistem limfatik yang kurang sempurna sehingga pembersihan partikel
asing juga buruk (Fang, et.al, 2001; Maeda, 2001). Fenomena ini dalam kondisi patologi disebut
EPR (enhanced permeation and retention) yang banyak dieksploitasi untuk penanganan tumor
secara klinik (Duncan, 2003; Moghimi, et.al, 2001).
Permeasi sistem kapiler darah juga meningkat pada kondisi inflamasi sehingga memudahkan
penetrasi molekul dengan ukuran > 200 nm. Sistem pembersihan oleh sistem mononuklear
fagosit juga harus diperhatikan pada partikel dengan ukuran 100nm hingga 7µm karena partikel
dengan ukuran ini akan mudah dikenali dan dibersihkan oleh sistem tersebut (Crommelin, 2001).
Hidrofobisitas Permukaan
Sistem fagosit mononuklear bertugas membersihkan partikel asing dari tubuh seperti virus,
bakteri, dan protein terdenaturasi. Proses pembersihan oleh sistem ini diawali dengan adsorbsi
opsonin (plasma protein) pada permukaan partikel asing yang masuk, kemudian makrofag
mengenali partikel yang terbungkus opsonin dan melakukan fagositosis. Tendensi makrofag
untuk mengambil partikel yang bersifat lipid digunakan untuk mendesain liposom tertarget pada
sistem fagosit mononuklear untuk mempotensiasi sistem imun dengan menggunakan interferon-γ
sebagai agen pengaktif makrofag. Sebaliknya apabila sistem penghantaran didesain untuk
tertarget pada sel lain maka interaksi dengan sistem fagosit mononuklear harus diminimalisir
dengan melapisi partikel dengan material bersifat hidrofilik seperti PEG (polietilenglikol).
Liposom yang dilapisi dengan PEG tersirkulasi lebih lama di dalam tubuh dibanding liposom
yang tidak dibungkus dengan material hidrofilik (Drummond, et.al, 1999; Moghimi, et.al, 2001).
45
Muatan Permukaan
Sediaan liposom yang bersifat netral akan tersirkulasi lebih lama dalam tubuh, sedangkan yang
muatan permukaannya negatif akan cepat dibersihkan oleh sel Kupfer yang ada di liver (Bradley
and Devine, 1998; Devine et.al, 1994). Liposom dengan muatan positif akan berinteraksi dengan
muatan negative plasma protein dalam sirkulasi darah sehingga dikenali sebagai obyek asing
oleh sistem imun (Plank et.al, 1996). Namun demikian apabila muatan positif permukaan
berlebih maka akan berinteraksi kuat dengan proteoglikan pada sel endothelial yang bermuatan
negatif dan terdeposit di tempat tersebut sehingga pada sistem penghantaran yang membawa
material genetik seperti DNA dapat memediasi ekspresi gen pada sel endotelial tersebut (Brown,
et.al, 2001).
Sensitifitas Terhadap Pemicu
Desain sistem penghantaran yang pelepasannya dapat dipicu oleh suatu trigger dibuat dengan
penggabungan suatu material fisikakimia fungsional yang stabil selama distribusi namun sensitif
dengan berbagai stimulus di tempat aksi. Stimulus yang menginduksi pelepasan obat dapat
berupa faktor eksternal seperti panas, radiasi, atau yang berasal dari proses biologi yaitu
penurunan pH, transformasi enzimatik, atau perubahan pada potensial redoks. Dalam mendesain
sistem ini juga perlu memenuhi beberapa kriteria seperti sistem tetap stabil selama distribusi dan
stimulus pelepasannya spesifik di tempat aksi kemudian sistem cukup sensitif terhadap stimulus
untuk menghasilkan pelepasan yang efektif, selain itu mekanisme pemicu pelepasan harus sesuai
dengan sistem penghantaran yang dibuat seperti stabil dalam sirkulasi darah dan terdeposisi
selektif di target aksi.
JENIS-JENIS SISTEM PENGHANTARAN TERTARGET
Berbagai jenis pembawa obat dalam sistem penghantaran tertarget, antara lain: liposom,polimer
misel, nanopartikel, dendrimers dan lain sebagainya.Sistem penghantaran obat yang digunakan
harus memenuhi persyaratan ideal antara lain: harus tidak beracun, biokompatibel, non-
imunogenik, biodegradabel, dan menghindari pengenalan oleh mekanisme imun host.
Liposom
Liposom atau gelembung lemak merupakan partikel koloid yang dibuat menggunakan molekul,
fosfolipid dan merupakan sistem penghantaran yang paling umum digunakan untuk
penghantaran obat tertarget (Sharma dan Sharma, 1997).Sistem penghantaran ini menarik banyak
minat peneliti karena berperan penting dalam meningkatkan efek terapi, keamanan, dan efikasi
46
berbagai obat termasuk antitumor, antiviral, antimikrobial, dan vaksin (Jufri, 2004). Liposom
tidak beracun, non-hemolitik dan non-imunogenik bahkan setelah suntikan berulang. Sifatnya
biokompatibel dan biodegradable dan dapat dirancang untuk menghindari mekanisme
pembersihan sistem retikuloendotelial (RES), ginjal atau inaktivasi secara kimiawi dan
enzimatik. Kekurangan liposom in vivo merupakan pembersihan segera oleh sistem RES dan
stabilitas yang relatif rendah in vitro. Untuk mengatasi hal ini, polietilen glikol (PEG) dapat
ditambahkan ke permukaan liposom. Meningkatkan persen mol PEG pada permukaan liposom 4-
10% meningkatkan secara signifikan waktu sirkulasi in vivo 200-1000 menit. Untuk
memperbaikiterapi dengan sistem iniperlumodifikasi permukaandenganliganagar
meningkatkanpenghantaran menjadi lebihselektif.Hal inipentinguntuktransportasidan
penghantaran invivomakromolekul, termasukantisense, aptamersoligonukleotida, dan gen, yang
tidak seperti kebanyakan obat konvensional,kurang tersirkulasidengan baik dansering
membutuhkanserapan seluleroleh fusi, endositosis, atau proseslainnyauntuk mencapaitempat
aksinya.
Gb 1. Liganpentargetmelekat padapermukaan liposom memungkinkanuntuk akumulasidi
daerahpatologisuntuk pengobatan penyakit.
Polimer Misel
Misel adalah partikel koloid dengan ukuran dalam kisaran 5-100 nm. Misel terdiri dari amfifil
atau bahan aktif permukaan (surfaktan), dimana sebagian besar kepala merupakan kelompok-
hidrofilik dan ekor hidrofobik. Pada konsentrasi rendah dalam medium berair, amfifilberupa
monomer dalam larutan, namun ketika konsentrasi meningkat, agregasi dan self-assembly
berlangsung sehingga misel terbentuk (Oerlemans, et.al, 2010). Konsentrasi di mana misel yang
terbentuk disebut sebagai konsentrasi misel kritis (CMC). Pembentukan miseldipicu oleh
penataan ekor hidrofobik yang mengarah ke keadaan yang menguntungkan entropi.
Ligan/homing device
47
Fungsionalisasi misel sebagai penghantar obatdapat ditingkatkan dengan cara menempelkan
ligan pentarget yang secara khusus mengenali dan mengikat reseptor yang diekspresikan pada sel
tumor.
Misel juga sangat menarik digunakan dalam pemberian obat yang ditargetkan pada sel-sel kanker
karena: 1) akumulasi misel polimer pada tumor dapat meningkat karena efek EPR sehingga
pendekatan pentargetan pasif dapat berlaku di sini; 2) polimer misel dapat dibuat sensitif
terhadap perubahan suhu atau pH, yang berpotensi berguna untuk penghantaran obat yang
ditargetkan pada kanker, karena banyak proses patologis dalam jaringan kanker yang disertai
dengan peningkatan suhu atau keasaman; 3) Ligan yang berinteraksi dengan reseptor spesifik
untuk sel-sel kanker juga dapat melekat pada unit hidrofilik dari misel. Pendekatan ini dikenal
sebagai penargetan aktif (klajnert dan Bryszewska, 2001).
Nanopartikel
Nanopartikel
Nanopartikel adalah sistem koloid dengan ukuran submikron(<1 M) terbuat dari berbagai macam
bahan dalam berbagai komposisi. Vektor nanopartikel meliputi: liposom,misel, dendrimers,
nanopartikel lipid padat, nanopartikel logam, semikonduktornanopartikel dan polimer
nanopartikel (Attama, et.al, 2012).
Nanopartikel sangat baik untuk penargetan tumor karena sifat unik yang mampu melekat pada
tumor padat. Pertumbuhan tumor padat yang cepatmenyebabkan drainase limfatik pembuluh
darah yangjelek serta peningkatan efek permeabilitas dan retensi (EPR) yang memungkinkan
nanopartikel terakumulasi di lokasi tumor. Penelitian menunjukkan bahwa sistem penghantaran
Keterangan:a) Skematik misel;b) Misel yang terkonjugasi dengan ligan
(Sumber:Oerlemans, et al, 2010)
48
nanopartikel memungkinkan konsentrasiobat pada tumor mencapai 10 - 100 kali lipat lebih
tinggi dibandingkan ketika pemberian obat bebas. Selain pentargetan tumor secara pasif melalui
efek EPR, lokalisasi intratumoral nanopartikeldapat lebih ditingkatkan dengan pentargetan aktif
melalui konjugasipartikel dengan molekul kecil pengenal tumor spesifik seperti asam folat,
tiamin, dan antibodiatau lektin (Kayser, et.al, 2005).
Dendrimer
Dendrimer merupakan makromolekul dengan struktur bercabang dan terdiri atas inti, cabang dan
gugus ujung (Klajnert dan Briszewska, 2001). Dendrimer yang didekorasi dengan bioaktif ligan
yang terbuat dari peptide dan sakarida pada gugus perifer, membentuk nanomaterial yang
memiliki sifat mampu berikatan dengan reseptor spesifik. Pada level selular konjugat bioaktif
dendrimer dapat berinteraksi dengan sel berdasar afinitas dan selektifitas sehingga menarik
banyak minat karena potensi pentargetan untuk desain sistem penghantaran obat. Selain itu
konjugat dendrimer juga banyak dipelajari karena dapat menaikkan stabilitas, solubilitas, dan
absorbsi berbagai jenis tipe bahan aktif terapetik.
SISTEM PENGHANTARAN TERTARGET AKTIF
Sistem penghantaran tertarget ini dapat diklasifikasikan menjadi 3, yaitu target ke organ, target
ke sel, dan target subseluler. Sistem penghantaran yang ditargetkan di organ dimaksudkan agar
obat terdeposit dalam organ tersebut dengan memanfaatkan karakter unik yang dimiliki suatu
organ. Sebagai contoh liver yang memiliki sifat jaringan mudah ditembus oleh makromolekul
atau mikropartikel, sehingga jaringan lain tidak terpengaruh oleh obat yang diberikan karena
adanya ikatan ketat “tight junction”.
Sistem penghantaran yang targetnya ke sel dilengkapi dengan material pentarget yang dapat
dikenali dan berikatan dengan antigen komplementer dan reseptor yang ada di permukaan sel.
Sedangkan sistem penghantaran subseluler menghantarkan obat pada tempat spesifik di dalam
sel. Sebagai contoh penghantaran gen ke nukleus suatu sel (Wagner et.al, 1994).
DESAIN SISTEM PENGHANTARAN TERTARGET MENGGUNAKAN LIGAN
Banyak faktor yang perlu dipertimbangkan untuk mengembangkan sistem penghantaran
tertarget, antara lain pengembangan sistem yang biodegradable, biokompatibel dan nontoksik,
pemilihan bahan pembawa (carrier) serta material pentarget yang tepat.
49
(a) (b)
Keterangan: skema desain sistem pembawa tertarget
= matrik pembawa (polimer)
= obat
= homing device
(a) Sistem koloidal nanokapsul; (b) sistem koloidal nanospere
LIGAN YANG DIGUNAKAN UNTUK PENTARGETAN
“Homing device” dalam sistem penghantaran tertarget aktif menggunakan antibodi, peptide,
gula, vitamin, dan lain sebagainya sebagai sistem penarget pada tempat spesifik.
Cadherins-Selectins-Integrins. Cadherins-Selectins-Integrins merupakan grup glikoprotein
yang bertanggung jawab pada adhesi sel, apabila fungsinya terganggu akan menyebabkan sel
mudah terlepas sehingga menimbulkan metastasis pada sel kanker (Kadler, 1994; Forssen dan
Willis, 1998). Selectins dan integrin memediasi pelekatan antar sel apabila terdapat ligan spesifik
seperti karbohidrat pada selectins dan inti sekuens peptidapada integrins. Pada kondisi kanker
ekspresi integrin mengalami upregulasi dan fungsinya dapat diblok oleh antibodi monoklonal,
antagonis peptide, dan molekul-molekul kecil.
Transferin. Transferin merupakan glikoprotein yang bertanggung jawab pada transport besi ke
dalam sel melalui jalur spesifik endositosis (Wagner et.al, 1994, Xu et.al, 2001). Reseptor
transferin terdapat baik pada sel normal maupun sel yang mengalami proliferasi, namun pada
tumor reseptor transferin mengalami upregulasi sehingga hal ini yang dijadikan pertimbangan
penghantaran obat kanker spesifik ke sel kanker dengan menggunakan transferin sebagai
pentarget (Li, et.al, 2002).
50
Vitamin. Vitamin memiliki peran yang penting untuk melaksanakan fungsi normal sel. Vitamin
telah digunakan untuk pentargetan obat karena secara umum vitamin diinternalisasi ke dalam sel
melalui reseptor yang akan memediasi endositosis. Beberapa vitamin telah dievaluasi dan
berpotensi sebagai pentarget obat, yaitu asam folat, riboflavin, biotin, dan vitamin B6 (Holladay,
et.al, 1999). Di antara vitamin potensial tersebut asam folat lebih banyak digunakan karena dapat
menginternalisasi makromolekul yang telah dikonjugasi dengan asam folat dengan jalur yang
sama dengan asam folat bebas. Pada berbagai tumor pada manusia terjadi overekspresi reseptor
folat sehingga hal ini dimanfaatkan untuk pentargetan obat pada tumor (Leamon dan Low,
1991).
Hormon. Kanker yang sensitif terhadap hormone merupakan target penghantaran obat,
mengingat adanya reseptor hormone yang dapat dijadikan target penghantaran obat dengan ligan
hormon. Reseptor LH-RH (luteinizing hormone-release hormone) banyak ditemui di kelenjar
pituitary sehingga toksisitas obat kanker hanya terlokalisasi pada sel-sel gonad (Nagy, et.al,
1996). Pendekatan tersebut sangat cocok untuk kanker ovarium, endometrial, dan kanker
payudara.
Low Density Lipoprotein (LDL).
Lipoprotein berfungsi untuk mentransport lipid ke dalam sel (Dubowchik dan Walker, 1999).
Kebanyakan sel tumor overekspresi reseptor LDL yang dapat mengenali lipoprotein, sehingga
hal ini yang dijadikan pendekatan untuk pentargetan obat pada tumor.
APLIKASI SISTEM PENGHANTARAN TERTARGET PADA TERAPI
Sistem Penghantaran Obat Tertarget Pada Otak
Otak merupakan organ yang sangat rapuh dan sensitive sehingga didesain dengan proteksi yang
cukup efektif. Hal ini menyebabkan penghantaran obat menuju otak merupakan suatu tantangan
yang sulit, terutama untuk pengobatan kelainan neurologikal. Tantangan utama penghantaran
obat ke otak adalah adanya “Blood Brain Barrier” (BBB) yang membatasi akses obat, namun
pemahaman yang meningkat mengenai biologi BBB menyebabkan semakin terbukanya
kemungkinan untuk memperbaiki penghantaran obat menuju ‘Central Nervous Sistem’ (CNS).
Strategi yang dilakukan antara lain dengan menggunakan agen farmakologi aktif yang dapat
membuka BBB, menggunakan metode invasif dengan cara memasukkan obat secara langsung ke
CNS, serta menggunakan sistem transport atau pembawa yang didesain dapat menargetkan obat
ke CNS seperti liposom dan nanopartikel (Manish dan Vimukta, 2011).
51
Sistem Penghantaran Obat tertarget Pada Sel Kanker
Para peneliti mengembangkan sistem penghantaran multifungsional baru untuk meningkatkan
efektifitas dan keamanan terapi kanker dengan menggunakan penghantaran spesifik ke sel atau
organ tertentu. Pada sistem penghantaran pasif, pembawa seperti nanopartikel dapat terakumulasi
pada sel tumor melalui efek EPR yang dipengaruhi oleh sifat fisikakimianya seperti ukuran
partikel dan muatan permukaan, serta waktu paruh yang lebih lama akibat penambahan molekul
hidrofil permukaan seperti PEG. Untuk tumor targeting adanya ligan pentarget dapat
meningkatkan pengambilan oleh sel dan retensi obat melalui reseptor yang memediasi
endositosis. Selain itu dengan metode pentargetan aktif menggunakan ligan ini akan mengurangi
efek samping pengobatan tumor karena obat tidak akan terakumulasi pada selain sel tumor (Jain,
2005).
PROSPEK KE DEPAN SISTEM PENGHANTARAN OBAT TERTARGET
Berbagai material disarankan sebagai pembawa dalam penghantaran obat pada tempat aksi
spesifik. Obat dapat berikatan secara kovalen pada pembawa atau terjebak di dalam partikel
pembawa. Sistem penghantar tertarget semakin berkembang setelah penemuan antibodi
monoklonal serta sistem penghantaran obat liposom dan polimer nanopartikel. Secara khusus
agen antibodi monoklonal dikembangkan untuk pentargetan agen sitotoksik pada sel malignan
serta dikembangkan dengan radiolabel untuk keperluan diagnosis dan perawatan kanker.
Antibodi monoklonal, liposom, polimer, dan protein memberikan banyak harapan sebagai
molekul pembawa, namun menemui berbagai kesulitan mulai dari masalah dalam sintesis
pembawayang secara farmakokinetik dan toksisitasnya tidak menguntungkan. Selain itu,
kurangnya pengetahuan tentang anatomi danhambatan fisiologis dalam tubuh telah menghambat
aplikasi klinis pembawa tersebut. Namun, banyak masalahtelah dipecahkan, karena munculnya
teknologi DNA rekombinan untuk membuat pembawa yang baikdan dapat diproduksi dalam
jumlah besar, dengan teknologi formulasi farmasi yang canggih. Demikian pula, perkembangan
pesat dalam biologi molekuler, biologi sel dan imunologimenyebabkan pemahaman yang lebih
baik pada proses yang terjadi in vivo pada administrasikonjugat obat-pembawa.Hanya sedikit
sistem penghantaran tertarget berbasis polimer atau protein yang berhasil mencapai klinik.
Semua akan tergantung pada efektivitas dan perbaikan pada profil toksisitas dibanding obat
bebasnyaserta kemudahan produksi pada skala besar.
52
Beberapa terapi bertarget telah disetujui oleh FDA untuk pengobatan kanker, dan jumlah itu
kemungkinan akan meningkat karena penelitian terus berlangsung. Alemtuzumab (Campath®),
Anastrozole (Arimidex®), Bevacizumab (Avastin®), Bortezomib (Velcade®), Cetuximab
(Erbitux®), Dasatinib (Sprycel®), Erlotinib Hydrochloride (Tarceva®), Exemestane
(Aromasin®), Fulvestrant (Faslodex®), Gefitinib (Iressa®), Gemtuzumab Ozogamicin
(Mylotarg®), Ibritumomab Tiuxetan (Zevalin®), Imatinib Mesylate (Gleevec®), Lapatinib
Ditosylate (Tykerb®), Letrozole (Femara®), Nilotinib (Tasigna®), Panitumumab (Vectibix®),
Rituximab (Rituxan®), Sorafenib Tosylate (Nexavar®), Sunitinib Malate (Sutent®), Tamoxifen,
Temsirolimus (Torisel®), Toremifene (Fareston®), Tositumomab dan 131I-tositumomab
(Bexxar®), Trastuzumab (Herceptin®)disetujui oleh FDA untuk indikasi kanker tertentu. Obat
ini terus dipelajari dalam uji klinis untuk berbagai jenis kanker (National Cancer Institute, 2012).
KESIMPULAN
Sistem penghantaran tertarget sangat penting untuk meningkatkan efisiensi pengobatan dan
mengurangi efek samping. Banyak peneliti mengembangkan metode untuk menghantarkan obat
agar selektif pada sel yang sakit saja dan tidak berdampak negative pada sel sehat. Sistem
penghantaran tertarget baik pasif maupun aktif dikembangkan untuk mencapai maksud tersebut.
Desain pembawa dengan sifat fisikakimia tertentu yang memungkinkan akumulasi obat pada sel
atau organ target dibuat pada sistem penghantaran pasif, sedangkan konjugasi dengan molekul
pentarget seperti antibodi dan vitamin dibuat agar obat dapat terlokalisasi pada organ atau sel
spesfik berdasarkan spesifisitas ikatan antara reseptor dan ligan. Banyak produk yang telah lulus
uji klinik serta masih banyak lagi yang baru memasuki tahap “clinical trial”. Sistem ini tidak
hanya menguntungkan untuk terapi kanker dan tumor, namun juga untuk penyakit Alzhemier,
cystic fibrosis, hepatitis, serta penyakit-penyakit di organ-organ ginjal, paru-paru serta kolon.
DAFTAR PUSTAKA
Arikan, S., Rex, J., H., 2001, Lipid Base AntiFungal Agents:Current status, Curr.Pharm.Des.,7(5):393-415
Attama, A., H., Momoh, M., A., Builders, P., F., 2012, Lipid Nanoparticle Drug DeliverySystem: A Revolution in Dosage Form Design and Development, Recent Advances in NovelDrug Carrier System
Bradley, A., J., Devine, D., V., 1998, The Complement System in Liposomes Clearence:CanComlement Deposition be Inhibited?, Adv.Drug.Del.Rev., 32A-2)
Brown, M., D., Schatzlein, A., G., Uchegbu, I., F., 2001, Gene Delivery With Synthetic (nonviral carrier), Int.J.Pharm., 229(1-2):1-21
53
Crommelin, D., J., A., Hennink, W., E., Storm, G., Drug Targeting Systems Fundamentals andApplications to Parental Drug Delivery, in Hillery, A., M., Loyc, A., W., Swarbick, J., 2001,Drug Delivery and Targeting for Pharmacist and Pharmaceutical Scientist, London: LondonTaylor and Francais
Devine, D., V., Wong, K., Serrano, K., 1994, Liposome Complement Interaction in Rats serum:Implication for Liposome survival studies, Biochim.Biophys.Acta, 1191(1):43-51
Drummond, D., C., Meyer, O., Hong, K., 1999, Optimizing Liposomes for DeliveryChemotherapeutic agents to solid Tumors, Pharmacol.Rev., )(4):83-94
Dubowchik, G., M., Walker, M., A., 1999, Receptor-mediated and Enzyme-dependent Targetingof Cytotoxic Anticancers Drugs, 83:67-123
Duncan, R., 2003, The Dawning Era of Polymer Therapeutics, Natur.Rev.Drug.Disc, 2(5):347-360
Fang, J., Sawa., T., Maeda, H., 2003, Factors and Mechanism of EPR Effect and The Enhancedantitumor Effects of Macromolecular Drugs Including SMANCS, Adv.Ex.Med.Biol, 519:29-49
Forscen, E., Willis, M., 1998, Ligand-targeted Liposomes, Adv.Drug.Del.Rev., 29:249-271
Garnett, M., 2001, Targeted Drug Conjugates:Principles and Progress, Adv.Drug.Del.rev.,53:171-216
Guo, X., Szoka, F., C., 2003, Chemical Approaches to Triggerable Lipid Vesicles for Drug andGene Delivery, Acc.Chem.Res., 36(5):335-341
Holladay, S., R., Yang, Zhen-fan, Kennedy, M., D., 1999, Riboflavin-mediated Delivery of aMacromolecule into Cultured Human Cells, Biochim.Biophys.Acta, 1426:195-204
Jain, M., D., K., K., 2005, Targeted Drug Delivery for Cancer, Technology in Cancer Researchand Treatment, Vol 4 no 4
Jufri, M., 2004, Arah dan Perkembangan Liposomes Drugs Delivery Systems, Majalah IlmuKefarmasian, Vol 1 No 2, hal 59-68
Kadler, K., 1994, Extracellular Matrix:Fibril-forming Collagens, Protein Profile, 1:519-638
Kayser, O., Lemke, A., Trejo, N., H., 2005, The Impact of Nanobiotechnology on The Deliveryof New Drug Delivery System, Current Pharmaceutical Biotechnology, 6:3-5
Kerr, J., S., Slee, A., M., Mousa, S., A., 2000, Small Molecule Alpha(v)IntegrinAntagonist:Novel Anticancer Agents, Exp.Opin.Invest.Drugs., 9:1271-1279
Klajnert, B., Bryszewska, M., 2001, Dendrimers : Properties and Applications, Acta BiochemicaPolonica, vol 48 no 1
Leamon, C., P., Low, P., S., 1991, Delivery of Macromolecules into Living Cells:A Method thatExploits Folate Receptor Endocytosis, Proc.Natl.Acad.Sci., USA, 88:5572-5576
Li, H., Sun, H., Qian, Z., M., 2002, The Role of The Transferrin-transferrin-receptor System inDrug Delivery and Targeting, Trends Pharmacol.Sci., 23:206-209
Lim, H., J., Masin, D., McIntosh, N., L., 2000, Role of Drug Release and Liposome mediatedDrug Delivery in Governing The Therapeutic Activity of Liposomal Mitoxantron Used to TreatHuman A431 and LS180 Solid Tumors, J., Pharmacol.Exp., 292(1):337-345
54
Maeda, H., 2001, The Enhanced Permeability and retention (EPR) effect in TumorVasculature:The key Role of Tumor selective macromolecular drug targeting,Adv.Enzym.Regul.41:189-207
Manish, G., Vimukta, S., 2011, Targeted Drug Delivery System: Review, Research Journal ofChemical Sciences, Vol 1(2)
Moghimi, S., M., Hunter, A., C., Murray, J., C., 2001, Long Circulating and Target SpesificNanoparticles:Theory to Practice, Pharmacol.Rev.53(2):283-318
Mourya, V., K., Inamdar, N., Nawale, R., B., Kulthe, S., S., 2010, Polymeric Micelles: GeneralConsiferations and Their Applications, Indian Journal of Pharmaceutical Education andResearch, vol 45 issue 2
Nagy, A., Schally, A., V., Armatis, P., 1996, ytotoxic Analogs of Luteinizing Hormone-releasinghormone Containing Doxorubicin or 2-pyrrolinodoxorubicin, a derivative 500-1000 morepotent., Proc.Natl.Acad.Sci., 94:652-656
National Cancer Institute, 2012, Clinical Trials of FDA-Approved Drugs for TargetedTherapies,http://www.cancer.gov/cancertopics/understandingcancer/targetedtherapies/fda-approveddrugs (diakses 10 Februari 2013)
Needham, D., 1999, Materials Engineering of Lipid Bilayers for Drug Carrier Performances,MRS Bull, 24:32-40
Oerlemans, C., Bult, W., Bos, M., S., G., Nijsen, J., F., W., Hennink, W., E., 2010, PolymericMicelles in Anticancer Therapy; Targeting, Imaging, and Triggered Release, Pharm.Res.,27(12):2569-2584
Pierschbacher, M., D., Ruoslahti, E., 1984, Cell Attachment Activity of Fibronectin Can beDuplicated by Small Synthetic Fragments of The Molecule, Nature, 309:30-33
Plank, C., Mechtler, K., Szoka, F., C., Wagner, E., 1996, Activation of The ComplementsSystem by Sinthetic DNA complexes:A Potential Barrier for Intravenous Gene Delivery,Hum.Gene.Ther., 7(12):1437-1446
Rensen, P., C., de vrueh, R., L., Kuipre, J., 2001, Recombinant Lipoproteins:Lipoprotein-likeLipid Particles for Drug Targeting, Adv.Drug.eliv.Rev., 47:251-276
Rihova, B., 1997, Targeting of Drugs to Cell Surface Receptors, Crit.Rev.Biotechnol., 17:149-169
Sharma, A., Sharma, U., S., 1997, Liposomes in Drug Delivery: Progress and Limitations,International Journal of Pharmaceutics, 154:123-140
Torchilin, V., P., 2001, Structure and Design of Polymeric Surfactant-based Drug DeliverySystems, J., Cont.Rel., 73(2-3):137-172
Wagner, E., uriel, D., Cotton, M., 1994, Delivery of Drugs, Proteins and Genes into Cells UsingTransferrin as a Ligand for Receptor-mediated Endocytosis, Adv.Drug.Del.Rev., 14:113-135
Xu, L., Pirollo, K., F., Chang, E., H., 2001, Tumor-targeted p53-gene Therapy Enhances theEfficacy of Conventional Chemo/rsdiotherapy, J.Contr.Rel., 74:115-128