Diktat Seni Karawitan 2.pdf

100
Diktat SENI KERAWITAN II DR. PURWADI, M.HUM PENDIDIKAN BAHASA DAERAH FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA Telp: 0274-550843-12; Email: [email protected] Maret 2010

Transcript of Diktat Seni Karawitan 2.pdf

Page 1: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

Diktat

SENI

KERAWITAN II

DR. PURWADI, M.HUM

PENDIDIKAN BAHASA DAERAH

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

Telp: 0274-550843-12; Email: [email protected]

Maret 2010

Page 2: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

2

KATA PENGANTAR

Diktat ini disusun untuk memperlancar proses belajar mengajar Mata

Kuliah Seni Kerawitan II di Jurusan Pendidikan Bahasa Daerah Fakultas Bahasa

dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta. Penyusunan diktat ini merupakan

kelanjutan dari materi Mata Kuliah Seni Kerawitan I.

Secara sistematis dalam diktat ini, menjelaskan seluk-beluk kerawitan

yang meliputi golongan lagu ladrang, ketawang dan sekar ageng beserta dengan

contoh-contohnya. Masing-masing penjelasan contoh itu disajikan dengan genep,

genah, gampang, dan gamblang.

Kehadiran diktat ini dapat digunakan oleh mahasiswa dan penggemar

budaya Jawa yang hendak mendalami, mengkaji dan mempelajari seni karawitan.

Dengan demikian pengajaran seni kerawitan dapat lebih berkembang.

Yogyakarta, 15 Maret 2010

Dr. Purwadi, M.Hum

Page 3: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

3

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................. iii

BAB I TITI LARAS GAMELAN ............................................................. 1

BAB II LARAS PELOG DAN SLENDRO ................................................ 4

BAB III PENGGUNAAN IRINGAN KARAWITAN ................................. 19

BAB IV PERANAN IRINGAN LAGU KERAWITAN ............................... 28 BAB V LAGU LADRANG ....................................................................... 35

BAB VI GENDHING KETAWANG .......................................................... 75

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 90

LAMPIRAN 1. SILABUS ............................................................................. 91

LAMPIRAN 2. RPP ....................................................................................... 94

PENYUSUN .................................................................................................. 97

Page 4: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

4

BAB I

TITI LARAS GAMELAN

Susunan gamelan Jawa seperti telah disebutkan, sebagian besar terdiri atas

instrumen pukul (percussion), dilengkapi dengan seruling, instrumen gesek

(rebab), dan siter, yang bila dibandingkan dengan susunan musik Barat lebih

banyak instrumen tiup dan gesek/petik daripada instrumen pukulnya (Dwijo

Carito, 2000). Akibat perbedaan ini ada sementara pendapat dari Barat yang

menganggap susunan gamelan Jawa yang kaya instrumen pukul tetapi miskin

dalam instrumen gesek dan tiup itu sebagai kepincangan. Orang Barat lebih

terbiasa mengungkapkan perasaannya dengan bunyi yang ditiup, digesek atau

dipetik.

Gamelan Jawa dibagi menjadi 2 bagian. Pembagian ini berdasarkan

perbedaan nada (Laras) yang ada pada masing-masing gamelan tersebut, yaitu

Gamelan Laras Slendro dan Gamelan Laras Pelog (Harsono Kodrat, 1982). Kalau

kita bertanya dalam hati, mana yang lebih tua umurnya atau existensinya memang

akan sedikit memusingkan untuk menjawabnya. Tetapi ada sekedar ancer-ancer

yang bisa dipergunakan untuk pegangan. Kalau diperhatikan keseluruh instrumen

yang ada pada Gamelan Slendro maupun Pelog, memang agak sulit untuk

menentukannya. Ancer-ancer yang saya maksudkan yaitu terhadap adanya

Gamelan Kodok Ngorek dan Gamelan Munggang. Gamelan Kodok Ngorek terdiri

Laras Slendro, sedang Gamelan Munggang Seton terdiri Laras Pelog. Kedua

gamelan tersebut sudah ada pada ratusan tahun yang lalu (Ki Hajar Dewantara,

Page 5: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

5

1953). Instrumen Gender yang ada pada Gamelan Kodok Ngorek Laras Slendro

itu jelas umurnya jauh lebih tua daripada Gender Pelog yang ada pada gamelan

sekarang. Sedang Bonang Pelog yang ada pada Gamelan Munggang existensinya

jauh lebih tua daripada Bonang Slendro yang ada pada gamelan sekarang. Jadi

kesimpulan ada beberapa instrumen Gamelan Slendro yang lebih tua, ada juga

instrumen Gamelan Pelog yang lebih tua dari Gamelan Slendro (Kodiron, 1989).

Gendhing Karawitan Jawa dibagi menjadi 2 kelompok besar sesuai

dengan Laras (Nada) yang ada pada kedua instrumen Gamelan Slendro maupun

Pelog. Kalau kita perhatikan dan rasakan tentang ciri-ciri khas yang ada pada

kedua kelompok gendhing-gendhing tersebut, kita akan mengetahui sedikit

banyaknya persamaan dan perbedaannya. Adapun yang saya maksudkan dengan

ciri-ciri khas itu terletak pada Cengkok (tipe khusus suatu alunan nada-nada yang

ada pada masing-masing gendhing) dan Laras. Persamaan antara Gendhing

Slendro dan Gendhing Pelog ialah, keduanya dapat digunakan untuk mengiringi

salah satu macam tarian, umpamanya Tari Golek Lambangsari. Di sini dapat

digunakan Gendhing Laras Slendro, yaitu Gendhing Lambangsari Slendro

Manyura Ketuk 2 atau Gendhing Lambangsari Pelog Barang Ketuk 2.

Umpamanya lagi Tari Gambyong, Golek Cluntang, Pangkur, Asmarandana dan

sebagainya, bisa diiringi dengan gendhing-gendhing yang sama tetapi nadanya

lain. Selain itu patokan-patokan yang ada pada gendhing-gendhing Slendro

hampir sama dengan Gendhing Pelog (Koentjaraningrat, 1984).

Perbedaan yang agak kentara pada kedua gendhing-gendhing tersebut

ialah pada gerak lagunya Irama atau ritme. Kalau gendhing-gendhing Slendro

Page 6: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

6

sedikit agak kalem, luwes, dan menarik hati (ndudut ati). Inilah kelebihan Empu-

empu dalam mengolah rasa yang dituangkan dalam Gendhing Slendro terutama.

Anggapan pengarang, seolah-olah gendhing-gendhing Slendro konsumtip bagi

orang-orang tua (Kasepuhan) yang sesuai dengan Irama yang Mengalun Lembut,

Penuh Kewibawaan dan Ketenangan (Rekso Panuntun, 1991). Sedang sebagian

besar gendhing-gendhing laras Pelog kentara sekali akan gerak-gerak lagunya

yang begitu bergairah, sentuhan-sentuhan ritme yang melengking-lengking kenes,

lenggang-lenggoknya irama yang menjengkelkan tetapi sangat menyenangkan

hati, aneh tetapi nyata (Gregetake ning merakati).

Jelas adanya gendhing-gendhing laras Pelog merupakan konsumsi anak

muda (Kanoman) atau generasi yang mempunyai perasaan muda. Sering sekali

dalam suatu pergelaran Tari atau Wayangan dipakai gendhing-gendhing dari

jajaran Laras Slendro dibunyikan dengan Laras Pelog oleh Laras Pelog atau

sebaliknya. Contohnya gendhing-gendhing Kutut Manggung, Gambir Sawit,

Onang-onang, Moncer, Asmarandana, Pangkur, Bendrong, dan sebagainya.

Sebetulnya hal ini boleh saja dilakukan sekedar untuk memenuhi selera penari, ki

dalang, yang punya kerja atau mungkin ulah para pengrawitnya sendiri untuk

menyesuaikan suasana hahargyan (pesta) agar lebih meriah.

Page 7: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

7

BAB II

LARAS PELOG DAN SLENDRO

Instrumen pukul gamelan juga menarik komponis Barat. Perkenalan De

Bussy dengan gamelan Jawa pada Pameran Internasional 1889 di Paris sangat

mempengaruhi penciptaan konsepsi barunya. Kenyataan demikian merupakan

suatu hal yang menggembirakan, sebab pada waktu itu instrumen musik Asia

dicemoohkan sebagai “alat penyiksa”. De Bussy barangkali orang Barat pertama

yang memahami struktur musik gamelan, yang berlapis-lapis dan juga iramanya

yang rumit.

Menurut komponis Perancis terkemuka ini, dibanding dengan instrumen

pukul Asia, musik Barat bunyinya seperti sirkus keliling. Sunardi Wisnubroto

(1997) mengatakan “The gamelan has two laras (scale/tonal system), laras slendro

and laras pelog. Laras pelog, if in older times the slendro system is exclusively

used in wayang purwa, the pelog scale is used in wayang gedhog. The pelog

system is a septatonic scale of seven notes. The name of the notes and its notation

are as follows: name of note : bem (panunggul), gulu (jangga), dhadha, pelog,

lima, nem, barang; notation : 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7; solmisation : ji, ro (loro), lu (telu),

pat (papat), ma (lima), nem (enem), pi (pitu)”.

Di dalam Karawitan Jawa gendhing-gendhing Laras Pelog dibagi menjadi

3 bagian: Gendhing-gendhing Laras Pelog Patet 5. Gendhing-gendhing Laras

Pelog Patet 6. Gendhing-gendhing Laras Pelog Patet Barang (7). Gendhing-

gendhing Laras Pelog ini banyak sekali dipakai untuk mengiringi pergelaran

Page 8: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

8

Wayang Gedog. Wayang Gedog adalah wayang Panji, yaitu wayang yang

menggambarkan sejarah Kerajaan Kediri dan Janggala pada jaman dahulu kala.

Dalam kesusasteraan Jawa dan Bali, Serat Panji merupakan sastra yang populer

sekali di kalangan orang-orang Jawa maupun Bali, bahkan di negara Thailand,

Kamboja, Malaysia pun mengenal sastra Panji itu. Menurut keterangan

Poerbatjaraka (1952), Raja Kameswara I di Kerajaan Kediri itulah yang di-

gambarkan sebagai tokoh Raden Panji Inu Kertapati, hanya tempat kerajaannya

saja yang terbalik, mestinya dari Janggala. Sedang tokoh Dewi Candra Kirana

atau Dewi Sekartaji adalah seorang putri Raja Kediri.

Pementasan pergelaran Wayang Gedog pada jaman dahulu sering kali

diadakan, malah hampir boleh dikatakan rutin, terutama dalam Kraton Surakarta

dan juga di Alun-alun Utara pada upacara Sekaten. Kata Gedog berasal dari

Kedok yang artinya Topeng, sebab adanya Topeng atau Tari Yang Memakai

Topeng lebih dahulu adanya daripada Wayang Gedog itu sendiri (menurut Prof.

Dr. Purbotjaroko almarhum). Antara tahun 1700 sampai 1800 Masehi banyak

ditemukan tulisan-tulisan yang membeberkan adanya fragmen-fragmen (petilan)

tari yang menggambarkan Tari Topeng tersebut, antaranya Tari Topeng Klana,

Pentul Tembem, Gunung Sari Gandrung, Jaran Kepang dan sebagainya yang

bersumber dari Naskah-naskah Panji (Harsono Kodrat, 1982). Sedang Wayang

Gedog itu sendiri dibuat pada sekitar awal abad 19. Seni sungging yang ada pada

Wayang Gedog benar-benar indah, termasuk Pakem ceritanya yang mengandung

Drama Asmara Kelas Berat baik disegi Komidi atau Tragedinya dan juga Banyak

Sekali Dipakainya Gendhing-gendhing Laras Pelog yang sungguh-sungguh enak

didengar dan dirasakan.

Page 9: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

9

Iringan Pergelaran Wayangan Gedog. Gendhing-gendhing Laras Pelog 5

dipakai untuk mengiringi Jejeran I sampai perang Ampyak (Rampogan). Perang

Ampyak (Rampogan) sesungguhnya menggambarkan para Prajurit sedang

berkarya, di luar areal kraton, umpamanya memperbaiki jalan-jalan, membuat

jalan-jalan baru, nembus hutan, meratakan jalan dan sebagainya. Adapun

gendhing patet 5 Pelog itu di antaranya Kombangmara, Kembangmara,

Duradasih, Mayangsari, Pasang, Jatikondang, Sekarteja dan sebagainya.

Gendhing Laras Pelog 6 dipakai dari sebuah perang Ampyak (Rampogan

atau Prampogan) sampai perang Bugis (Perang tanding antara Raden Panji Inu

Kertapati dengan D. Mabela, D. Makrincing, D. Madelu wadyabalanya Prabu

Kalana atau Prabu Klana Sewandana (Klana Tunjungseta), seorang raja dari

Bantarangin. Pada Jejer II, di mana Prabu Klana dilayarkan (dikeluarkan pada

layar atau kelir dibunyikan gendhing-gendhing Laras pelog Patet 6. (Umpamanya

gendhing Rambu, Semang, Tamenggita, Myanggong, Gobed, atau Bendrong, dan

sebagainya) (Harsono Kodrat, 1982). Gendhing-gendhing Laras Pelog Patet

Barang dipakai untuk Jejeran-jejeran sesudah perang Bugis sampai selesai,

umpamanya: Kuwung-kuwung, Kututmanggung, Srikaton Barang, Rimong,

Jentar, Belek, Sumirat dan sebagainya. Untuk mengiringi perang biasanya dipakai

Kemuda (Kemudo) dan Sampak Barang, juga tiduk lupa dipakai Ayak-ayakan

Kemudo. Ada beberapa nama-nama dalang yang mahir menggelarkan Wayang

Gedog semalam suntuk dari Kraton Surakarta.

Pada pergelaran Wayang Gedog, wayang yang dipakai untuk simpingan

(Display) yaitu wayang-wayang yang dijajarkan di layar Tetap Wayang-wayang

Purwa, karena jumlah wayang Gedog sendiri tidak banyak. Gendhing yang

Page 10: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

10

dipakai untuk talu (sebelum memulai pergelaran wayang) ialah Ketawang

Mertapuran. Untuk mengiringi Tari Gambyong dipakai Ladrang Pangkur Pl. Br.,

Gambirsawit Pacarcina, dan sebagainya. Untuk mengiringi Tari Golek dipakai

gendhing Lambangsari Pl. Br., Ladrang Cluntang, Ladrang Asmarandana. Untuk

mengiringi Tari Bondankendi dipakai Ladrang Ginonjing dan sebagainya. Untuk

mengiringi Tari Badaya dipakai Gendhing Badaya (Sekarsih, Duradasih, Kinanti

dan sebagainya). Untuk mengiringi Srimpi Catursari dipakai Ladrang Retna-

ningsih. Untuk mengiringi Tari Srikandi-Larasati dipakai Surung Dayung,

Gonjang-Ganjing, Puspawarna dan sebagainya.

Untuk mengiringi Tari Menak Koncar dipakai Gendhing Asmarandana.

Untuk mengiringi Tari Sancaya Kusumawicitra dipakai Gendhing Moncer P1. Br.

Untuk mengiringi Tari Andogo Bugis dipakai Gendhing Puspanjala dan Kemudo.

Untuk mengiringi Tari Pentul Tembem dipakai Gendhing Pangkur Pareanom,

Pacung, Rujak Jeruk, dan Loro-loro Topeng. Untuk mengiringi Tari Perang

Anoman dan Wilkataksini dipakai Gendhing Kagokmaduro, Lere-lere atau Wani-

wani dan sebagainya. Untuk mengiringi Tari Menakjinggo Gandrung dipakai

Gendhing Ricik-ricik dan sebagainya. Untuk mengiringi Tari Klana gandrung

dipakai Gendhing Liwung, Bendrong, Pocungrubuh dan Eling-eling.

Untuk mengiringi Tari Gatutkaca gandrung dipakai Gendhing Palaran,

Bendrong, Pocungrubuh, Kinanti Pangukir Sl. 9 Sampak dan sebagainya. Untuk

mengiringi Bancak Doyok (Fragmen Tari) dipakai banyak sekali gendhing-

gendhing seperti: Sarayuda, Tanjunggunung, Srundeng Gosong, Kembang

Nangka, Glatik, Inceng-inceng, Ayun-ayun, Lagu, dan sebagainya. Untuk

Page 11: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

11

mengiringi Tari Gambir Anom/Ratu Sabrang Bagus dipakai Gendhing Rina-rina

atau Wrahatbala atau Bendrong, dan sebagainya. Untuk mengiringi Tari Kupu-

kupu dipakai Gendhing Kupu Kuning (Dolanan). Untuk mengiringi Tari Kuda

Lumping dipakai Gendhing Pangkur (Harsono Kodrat, 1982).

Untuk mengiringi Tari Putri Cina Kelaswara dipakai Gendhing Cluntang

Br., Gonjang-Ganjing Pl. 6. Gunungsari Gandrung dipakai Gendhing Randukintir

terus naik Ayun-ayun P1.6, Pangkur, Onang-onang, Gunungsari, dan sebagainya.

Untuk mengiringi Tayuban dipakai berbagai Gendhing Pelog maupun Slendro.

Untuk mengiringi Tari Ketek Ogleng dipakai Gendhing Rujak Jeruk, Sumyar, dan

sebagainya. (Berasal dari Drama Tari Ketek Ogleng dari Serat Panji). Untuk

mengiringi Drama Tari Keong Mas banyak sekali dipakai gendhing-gendhing

Pelog. Umpamanya: Palaran Gambuh, Megatruh, Maskumambang, Pangkur,

Sinom, Eling-eling Kasmaran, Durma, Kinanti, Kemudo, dan sebagainya (Serat

Panji). Untuk mengiringi Drama Tari Ande-ande Lumut versi Serat Panji banyak

juga dipakai gendhing-gendhing pelog (bahkan hampir seluruhnya). Sebagian

besar Tarian/Drama Tari diiringi gendhing-gendhing Laras Pelog yang sesuai

dengan sifat-sifat Gendhing Pelog itu sendiri.

Untuk mengiringi Ketoprak atau Pagelaran Drama Sejarah yang

menggambarkan Lakon Sejarah Raja-raja di Pulau Jawa/Sunda maupun Madura

termasuk peperangan-peperangan yang ada di dalamnya yang banyak juga

mengandung nilai-nilai historis. Untuk Pagelaran ini banyak dipakai gendhing-

gendhing Pelog (Harsono Kodrat, 1982). Untuk mengiringi Pagelaran Wayang

Kulit Purwa, yaitu pada bagian-bagian tertentu, umpamanya untuk Keluarnya

Page 12: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

12

Bala Tentara Kerajaan (Budalan Jawi termasuk Jaranan), pada adegan Pandita,

Adegan Sabrangan, Perang Pupun. Gendhing yang biasa dipakai ialah di

antaranya: Lancaran Tropong Bang, Tropongan, Manyar Sewu, Singanebah,

Samiran, Kalongking, Onang-onang, Ricik-ricik, Sampak Barang, dan

sebagainya. Penggarapan gendhing-gendhing pelog ini harus disesuaikan dengan

suasana, sehingga pertunjukan menjadi lebih hidup dan menarik.

Laras slendro, in former times the slendro scale is used exclusively to

accompany wayang purwa, a wayang kulit performance, which story is derived

from the two Indian epic Ramayana and Mahabarata. Up to now dances, which

depict a fragment from those two epics are still accompanied by the slendro scale.

According to Javanese tradition, the slendro system is more ancient than the pelog

system. But ethnological evidence established the reverse order of their

appearance. The slendro scale is a pentatonic scale with five notes. The name of

the notes, the notation and how they are sung are as follow : name of note :

barang, gulu, dhadha, lima, nem; notation : 1, 2, 3, 5, 6; solmisation : ji, ro (loro),

lu (telu), ma (lima), nem (enem). The octave interval is called gembyangan. The

interval covering three steps in the gender is called kempyung, while the interval

covering four steps is called adu manis.

Gendhing-gendhing Laras Slendro juga dibagi menjadi 3 bagian; yaitu

seperti di bawah ini: Gendhing-gendhing Laras Slendro Patet 6. Gendhing-

gendhing Laras Slendro Patet 9. Gendhing-gendhing Laras Slendro Patet

Manyura. Gendhing-gendhing Karawitan Jawa Laras Slendro Patet 6 itu, di

antaranya: Kawit, Kabor, Titipati, Ldr. Bedat, Kedaton Bentar, Lana, Udansore,

Menggah, dan sebagainya.

Page 13: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

13

Gendhing-gendhing Laras Slendro Patet 9 itu umpamanya: Gambir Sawit,

Renyep, Gonjang-Ganjing, Gondokusuma, Bondet, Genjong, dan sebagainya.

Gendhing-gendhing Laras Slendro Patet Manyura itu umpanya: Lambangsari,

Lipursari, Cucurbawuk, Asmarandana, Merakkasimpir, Bujonggonom,

Kututmanggung, dan sebagainya. Pembagian Gendhing-gendhing Laras Slendro

menjadi 3 bagian berdasar Patet itu karena disesuaikan patokan-patok-

an/pembakuan yang ada pada Pergelaran Wayang Purwa Kulit maupun Orang

(Harsono Kodrat, 1982).

Gendhing-gendhing Karawitan Jawa Laras Slendro Yang Dipakai Untuk

Mengiringi Pergelaran Wayang Kulit Purwa (Parwa) Pada Jaman Dahulu Dan

Patokan-patokan Yang Berlaku Pada Masa Itu. Gendhing-gendhing yang dipakai

untuk mengiringi pergelaran Wayang Kulit Purwa dibagi menjadi 3 bagian, sesuai

dengan jadwal pergelaran wayang itu sendiri yang juga dibagi menjadi 3 bagian,

yaitu: Gendhing-gendhing Laras Slendro Patet 6 dipakai untuk bagian pertama

pada jadwal pergelaran, yaitu dari jam 21.00 sampai 24.00, atau pada Jejer I

sampai Jejer Pandita (Pertapaan). Gendhing-gendhing Laras Slendro Patet 9

dipakai untuk bagian kedua pada jadwal pergelaran, yaitu dari jam 24.00 sampai

jam 03.00, atau pada Jejer Pandita sampai Perang Kembang dan sebagainya.

Gendhing-gendhing Laras Slendro Patet Manyura dipakai untuk bagian terakhir

dari jadwal pergelaran, yaitu dari jam 03.00 sampai jam 05.00 pagi, atau dari Jejer

Sabrang Akhir sampai perang Pupuh/Tancep Kayon.

Sudah menjadi kebiasaan umum yang berlaku pada masa sekarang

(kaprah) di mana pada Jejer I selalu dimulai dengan Ayak-ayakan diteruskan

Page 14: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

14

dengan Gendhing Krawitan (Karawitan), hal ini pada masa lampau tidak

diperbolehkan, karena bukan baku (patokan). Adapun yang baku harus dimulai

dengan buka Karawitan juga sejak awal Jejer (Memang waktunya lebih panjang).

Pada jaman kuna untuk menggelarkan suatu tontonan wayang, Ki Dalang dan para

niyaga (penabuh) memang harus perfect, disiplin, dan menurut pembakuan-

pembakuan yang ada waktu itu, terutama gendhing-gendhing yang dipakai untuk

mengiringi masing-masing wayang yang akan keluar di layar (Zoetmulder, 1985).

Para Empu berpendapat bahwa masing-masing wayang mempunyai gendhing

sendiri-sendiri (Sepantasnya dibunyikan gendhing-gendhing yang selaras dengan

wajah si wayang yang akan dikeluarkan, pengarang). Apakah gendhing-gendhing

lembut, sereng, garang, gecul (mengandung banyolan) dan sebagainya sesuai

dengan watak wayangnya.

Gendhing Yang Dipakai Untuk Jejer I. Gendhing yang dipakai untuk

mengiringi Jejer Astina harus Gendhing Kabor. Gendhing yang dipakai untuk

mengiringi Jejer Amarta harus Gendhing Kawit (Gendhing Gender). Gendhing

yang dipakai untuk mengiringi Jejer Suralaya (Kaindran) harus Gendhing Kawit

juga. Gendhing yang dipakai untuk mengiringi Jejer Dwarawati harus Gendhing

Krawitan. Gendhing yang dipakai untuk mengiringi Jejer yang lain-lain cukup

Krawitan juga.

Gendhing-gendhing Untuk Mengiringi Tamu Yang Datang Pada Jejer I.

Jika tamu dari Mandura, yaitu Prabu Baladewa dibunyikan Gendhing Ldr.

Remeng atau Diradameta. Jika tamu dari Sengkapura, yaitu Prabu Kangsa (Jaka

Maruta) dibunyikan Gendhing Ldr. Sobrang. Jika tamu dari Madukara, yaitu

Page 15: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

15

Raden Arjuna (Janaka) dibunyikan Gendhing Ldr. Asrikaton. Jika tamu dari

Sawojajar, yaitu R. Nakula dan Sadewa dibunyikan gendhing Ldr. Kembangpepe.

Jika tamu dari Amarta, yaitu Prabu Yudistira bersaudara dibunyikan Gendhing

Ldr. Mangu-mangu. Jika Tamu dari Astina, umpamanya Patih Sengkuni dibunyi-

kan Gendhing Ldr. Lere-lere. Jika tamu dari Karang Kawidadan, yaitu Randa

Widada (Sembadra) dibunyikan Gendhing Ldr. Sobah. Jika tamu Sabrangan,

umpamanya seorang Patih dibunyikan Gendhing Ldr. Plupuh, Erang-erang, dan

sebagainya. Jika tamu yang berupa Raksasa (Buta atau Burung/Kukila)

dibunyikan Gendhing Moncer, Ldr. Bedat. Yang lain-lain dipakai Ayak-ayakan

Nem/Srepegan 6.

Gendhing-gendhing untuk Adegan-adegan Kedatonan Sesudah Jejer I.

Untuk mengiringi kedatonan Astina Sepuh, yaitu Dewi Gendari dipakai Gendhing

Lontang. Untuk mengiringi kedatonan Astina Muda di Taman Kadilengeng, yaitu

Dewi Banowati (Banuwati) dipakai Gendhing Damarkeli. Untuk mengiringi

kedatonan Pancalaradya dipakai Gendhing Maskumambang (Harsono Kodrat,

1982). Untuk mengiringi kedatonan Dwarawati/Taman Banoncinawi dipakai

Gendhing Titipati atau Kadukmanis. Untuk mengiringi kedatonan Lesanpura

dipakai Gendhing Tunjung Karoban atau Render. Untuk mengiringi kedatonan

Mandraka dipakai Gendhing Gandrung Manis atau Laranangis. Untuk mengiringi

kedatonan Kumbina dipakai Gendhing Puspawedar. Untuk mengiringi kedatonan

Mandura Sepuh semasa Prabu Basudewa dipakai Gendhing Kanyut atau

Gantalwedar. Untuk mengiringi kedatonan Amarta, yaitu Dewi Drupadi dipakai

Gendhing Larasati. Untuk mengiringi kedatonan Alengka di taman Arga Soka,

Page 16: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

16

yaitu Dewi Tari dipakai Gendhing Laranangis atau Rendeh. Untuk mengiringi

kedatonan Traju Trisna/Boma, untuk Dewi Hagnyanawati dipakai Gendhing

Gandrungmanis. Untuk kedatonan Suralaya/Batara Guru tidak memakai gendhing,

hanya digunakan Ayak-ayakan 6.

Gendhing-gendhing Yang Dipakai Untuk Paseban Jaba (Adegan Para

Kusuma dan Prajurit) Di Bangsal Pangrawit. Untuk paseban jaba Mandura, di

mana Prabu Baladewa dihadap (diadep) para santana dan Patih Pragota/Prebawa

dan sebagainya gendhing yang dipakai Capang. Untuk paseban jaba Dwarawati,

di mana Raden Samba dihadap R. Setyaki dan Patih Udawa dipakai Gendhing

Kedaton Bentar, (Kadaton Bentar). Untuk paseban jaba Astina, Sengkuni/Adipati

Karna dihadap para Kurawa dibunyikan Gendhing Kambangtiba. Untuk paseban

jaba Astina di mana hanya ada Dursasana beserta para kadang Kurawa dipakai

Gendhing Semukirang. Untuk paseban jaba Amarta, di mana R. Wrekudara

dihadap R. Arya Gatutkaca dipakai Gendhing Dandun atau Gendu. Untuk paseban

jaba Mandura Sepuh, di mana Arya Prabu dihadap R. Ugrasena gendhing yang

dipakai Prihatin atau Titisari. Untuk paseban jaba Mandraka, di mana R.

Buriswara atau Burisrawa dihadap R. Rukmarata dipakai Gendhing Bolang-

Bolang atau Mandulpati. Untuk paseban jaba Wirata, di mana R. Seta dihadap R.

Utara dan Wrahatsangka dipakai Gendhing Talimurda. Untuk paseban jaba

Pancalaradya (Cempalaradya) di mana R. Trustajumpena dihadap patih, dipakai

Gendhing Randat.

Untuk paseban jaba Para Dewa dipakai Gendhing Turirawa. Untuk

paseban jaba Lesanpura, di mana R. Setyaki dihadap patih dipakai Gendhing

Page 17: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

17

Titisari atau Larasati. Untuk paseban jaba Pringgodani, di mana Brajadenta

dihadap Brajamusti, Brajalamadan, Brajawikalpa, Kalabendana dipakai Gendhing

Diradameta. Untuk paseban jaba Pancawati, di mana Narpati Sugriwa dihadap

para Senapati Wanara Anoman, Anggada, Patih Anila, Kapi Saraba, Cocak

Rawun, Kapi Jembawan, dan sebagainya dipakai Gendhing Lere-lere. Untuk

paseban jaba Alengka (Ngalengkadiraja), di mana R. Indrajid dihadap adik-

adiknya yaitu Bukbis, Trisirah, Asmani Kumba, Kumba Asmani dan sebagainya

dipakai Gendhing Kagokmadura atau Diradameta.

Gendhing-gendhing yang dipakai untuk Jejeran Kedua atau Jejer

Sabrangan. Untuk Jejer Sabrangan Bagus, misalnya Dewasrani dengan ibunya

yaitu Batari Durga dipakai Gendhing Udansore atau Menyanseta atau Lokananta.

Untuk Jejer Sabrangan Buta (Raksasa Besar) misalnya Batara Kala, Gorawangsa,

Arimba, Niwatakawaca (Nirbitakawaca), Kalawasesa, Kalasrenggi, Ratu Buta

yang memakai Wayang Suratrimantra, dan sebagainya dipakai Gendhing

Majemuk, Lobaningrat, atau Guntur. Untuk Jejer Kangsa di Sengkapura dipakai

Gendhing Babad. Untuk Jejer Amarta dipakai Gendhing Bujonggo atau Peksi

Bayan. Untuk Jejer Ngalengka dipakai Gendhing Parinom. Untuk Jejer Ratu Sewu

Negara yang mempunyai mata telengan dipakai Gendhing Rindik, Menggah, atau

Lana (Harsono Kodrat, 1982).

Untuk Jejer Suduk Pangudal-udal yaitu Batara Narada dipakai Gendhing

Peksi Bayan. Untuk Jejer Mandura Muda di mana Kakrasana ditampilkan dipakai

Gendhing Bujonggo. Untuk Jejer Astina dipakai Gendhing Jomba (Jamba). Untuk

Jejer Binatang Hutan dan Raksasa Rucah dipakai Gendhing Babad Kenceng atau

Page 18: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

18

Ldr. Wani-wani (Binatang-binatang yang ada pada Wayang Purwo di antaranya:

Kukila (Burung), Turangga (Kuda), Taksaka (Ular), Dwirada (Gajah), Sardula

(Macan), Wraha (Celeng), Warak, Wanara (Monyet), Mina (Ikan), Garangan Seta

(Landak), Peksi Jawata (Sebangsa Burung Dewa), Lembu Andini, Banteng

Maesasura, Jatasura, Wilkataksini (Raksasa Kepala Buaya), dan sebagainya.

Gendhing-gendhing yang Dipakai untuk Mengiringi Jejer Pandita Atau

Bambangan di Tengah Hutan/Harga (Gunung/Guha/Kasatrayan). Untuk

mengiringi Bagawan Abiyasa dari Bukit Ratawu bersama Raden Arjuna (Janaka)

dipakai Gendhing Lunta atau Lara-lara. Untuk mengiringi Raden Arjuna di tengah

hutan dan Arjuna dalam keadaan susah dipakai Gendhing Lagudempel, Laler

Mengeng atau Renyep. Untuk mengiringi Raden Arjuna di kasatryan Madukara

dipakai Gendhing Bontit, Kuwung-kuwung atau Danaraja. Untuk mengiringi

Raden Arjuna yang sedang menjadi Emban di hutan dipakai Gendhing

Gendrehkemasan. Untuk mengiringi Arjuna yang sedang bertapa sebagai Baga-

wan Mintaraga dipakai Gendhing Jongkang.

Untuk mengiringi Raden Arjuna sedang bertapa di suatu gunung/gua

dipakai Gendhing Santi. Untuk mengiringi Bagawan Abiyasa bersama Raden

Abimanyu dipakai Gendhing Gondokusumo (Gandakusuma). Untuk mengiringi

Pandita bersama Bambangan yang lain (bukan Abiyasa) dipakai Gendhing

Bondet, Gambirsawit Onang-onang. Untuk mengiringi Raden Janaka di hutan

Setragandamayit (Ganggawarayang) dipakai Gendhing Dendagede. Untuk

mengiringi Semar yang sedang bertapa dan akan terbang ke Suralaya dipakai

gendhing Gender Babarlayar (Harsono Kodrat, 1982). Untuk mengiringi Semar di

Page 19: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

19

Klampis Ireng (Karang Tumaritis/Karang Kadempel) dipakai Gendhing Loro-loro

Gondang (Loro-loro Gendong?) atau Logondang. Untuk mengiringi Bambang

Sitijo (Boma) dari Ekapretala dipakai Gendhing Kenceng. Untuk mengiringi

Bambang Nagatatmala dari Saptapretala dipakai Gendhing Sumedang.

Gendhing-gendhing yang dipakai untuk Mengiringi Buta Parepat Di

Tengah Hutan. Untuk mengiringi Buta (Raksasa) Parepat di antaranya Cakil,

Pragalba, Sindungriwut, Galiyuk, Togog/Sarawita dipakai Gendhing Jangkrik

Genggong diteruskan Embat-embat Penjalin, atau Jangkrik Genggong diteruskan

Ldr. Semingin. Untuk mengiringi Ular/Macan (Taksaka/Naga dan Sardula)

dipakai Gendhing Babad Kenceng. Untuk mengiringi Buta Alasan Laki dan

Perempuan (Biasanya malihan Dewa) dipakai Gendhing Kagok Madura atau Ugo-

Ugo.

Gendhing-gendhing yang dipakai Para Ratu (Raja) sesudah Perang

Kembang dalam Patet. Untuk mengiringi Kalakesawa (Kresna) bersama

Sembadra (Mandandari) dipakai gendhing Jongkang. Untuk mengiringi Nata Buta

bersama Emban (Cantikawreti) Kenyowandu dipakai Gendhing Galagotang.

Untuk mengiringi Pandita bersama Endang dipakai Gendhing Gambirsawit.

Untuk mengiringi Prabu Jungkungmardeya atau Nata Petaprelaya dipakai

Gendhing Renyep. Untuk mengiringi Nata Dwarawati (Prabu Kresna) dipakai

Gendhing Rondon atau Semeru. Untuk mengiringi Nata Astina (Prabu

Duryudana) dipakai Gendhing Kencongbarong.

Untuk mengiringi Nata Sabrang Bagus Umpama Prabu Lobaningrat/

Gambir Anom dipakai gendhing Songgeng. Untuk mengiringi Nata Amarta

Page 20: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

20

bersaudara (Pandawa) dipakai Gendhing Gandrung Mangungkung. Untuk

mengiringi Bima (Wrekudara) di tengah hutan sendirian dipakai Gendhing

Babadkenceng atau Kagok Madura. Untuk mengiringi Jejer Pertapaan Argabelah

di mana Bagawan Bagaspati dihadap Dewi Setyawati dipakai Gendhing Onang-

onang atau Genjong. Untuk mengiringi pertapaan Argasonya di mana Wasi

Jaladara bertapa dipakai Gendhing Gambirsawit. Untuk mengiringi berkumpulnya

beberapa raja dari Pancalaradya, Kumbina, dan para Pandawa dipakai Gendhing

Semiring atau Candra (Harsono Kodrat, 1982). Untuk mengiringi Kapi Jembawan

dan. Raden Narayana dipakai Gendhing Sumar. Untuk mengiringi Batara

Yamadipati bersama Dewi Mumpuni dipakai Gendhing Genjong. Untuk

mengiringi Batara Narada bersama Batara Indra dipakai Gendhing Gegersore.

Untuk mengiringi Duryudana terluka karena peluru emas Mimis Kancana atau

Janaka Budug dipakai Gendhing Tlutur.

Untuk mengiringi adegan Pringgodani di mana Prabu Anom Gatutkaca

dihadap segenap paman-pamannya dipakai Gendhing Genjonggoling atau

Kencongbarong. Untuk mengiringi Jejer Kadewatan di mana Batara Guru dihadap

segenap para Dewa dipakai Gendhing Uluk-uluk. Untuk mengiringi Jejer Wirata

di mana Prabu Matswadati (Durgandana) dihadap R. Seta, Utara, Wrahatsangka

dan sebagainya dipakai Gendhing Geger Sore atau Kagok Madura. Gendhing-

gendhing yang dipakai untuk Mengiringi JejeranJejeran/Adegan-adegan dalam

Patet Manyura, Menjelang Tancep Kayon (Bubaran). Untuk Jejer Astina dipakai

Gendhing Gliyung atau Sumirat. Untuk Jejer Wirata dipakai Gendhing Pocung.

Untuk Jejer Dwarawati dipakai Gendhing Ramyang.

Page 21: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

21

Untuk Jejer Singgela di mana Prabu Bisawarna dihadap patih dipakai

Gendhing Kandamanyura. Untuk Jejer Pandawa dipakai Gendhing

Kututmanggung. Untuk Jejer Kendalisada dipakai Gendhing Eling-eling

Badranaya. Untuk Jejer Buta dipakai Gendhing Ricik-ricik. Untuk Jejer

Gilingwesi dipakai Liwung. Untuk Jejer Kaputren dipakai Gendhing-gendhing

Ladrangmanis. Untuk mengiringi Perang Pupuh yaitu perang besar diakhir

pergelaran Wayang Kulit dipakai Sampak Manyura diteruskan Ayak-ayakan

Manyura.

Biasanya untuk mengiringi Arya Bimasena (Wrekudara) setelah menang

perang dibunyikan lagu Ting Ting Mo Jati Mogel ... yaitu Lagu Tayungan. Pada

pergelaran Wayangan jaman kuna setelah tancep kayon (Gunungan) lalu

dibunyikan Gendhing Kinanti untuk mengiringi Gambyongan/Ledekan. Kalau

Waranggana tidak ngantuk/lelah, tari Gambyong tersebut ditarikan Waranggana

sendiri Pasinden. Atau sering digunakan paraga Wayang Golek yang berupa

boneka atau Wayang Petruk. Ini mengandung arti bahwa Wayangan yang telah

digelarkan Ki Dalang tadi supaya dicari digoleki makna dan petunjuk yang ada

pada ceritanya untuk diterapkan dalam alam kehidupan nyata maupun

Kerokhanian. Tentang teknik pembuatan gamelan telah diterangkan oleh Trimanto

(1984) dalam bukunya yang berjudul Membuat dan Merawat Gamelan..

Page 22: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

22

BAB III

PENGGUNAAN IRINGAN KARAWITAN

Pada zaman dahulu instrumen Gamelan Slendro sering dipakai untuk

pagelaran Wayang Kulit-Purwa (Parwa). Sedang Gamelan Pelog dipakai untuk

mengiring pagelaran Wayang Gedog (Wayang Panji). Gamelan dipergunakan

(dibunyikan) pada upacara-upacara tertentu (pagelaran-pagelaran) yang dapat

dibagi menjadi 5 bagian. Gamelan dibunyikan untuk mengiringi pagelaran

Wayang Kulit, Wayang Purwa, Wayang Gedog, Wayang Madya, Wayang Klitik,

Wayang Tengol, Wayang Orang, Ketoprak dan sebagainya.

Gamelan dibunyikan untuk mengiringi tarian-tarian (Beksan), umpamanya

Bandabaya, Beksan Lawung, Srimpi, Pentul Tembem, Srikandi-Larasati,

Kusumawicitra, Bancak Doyok, Golek, Prawiramuda, Klana Gandrung, Gatutkaca

Gandrung, Gambir Anom, Andogo-Bugis, Anoman-Wilkataksini dan sebagainya.

Gamelan dibunyikan untuk mengiringi Upacara Sekaten (Nama instrumen

Gamelan Sekati, umpamanya Guntur Madu dan Guntur Sari dan sebagainya),

adapun gendhing yang dipakai biasanya: Rambu, Rangkung, Jalaga, Tukung,

Kombangmara, Babarlayar, Denggung Turulare, Siring, Agul-agul, dan

sebagainya. Gamelan dibunyikan untuk mengiringi Klenengan pada upacara

Nikah, Khitanan (Supitan), Ngunduh menantu, Sesukan (bersuka-ria) karena

kenaikan pangkat, Sesukan sehabis membangun rumah, Arisan Keluarga Besar,

Upacara Tumbuk Yuswa (genap usia 8 windu) dan sebagainya.

Untuk mengiringi Upacara Kenegaraan atau Keagamaan, banyak sekali

gendhing-gendhing yang dipakai untuk kedua upacara ini, misalnya: Srikaton,

Page 23: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

23

Langengita-Srinarendra, Gendhing Denda Gede, Denda Sewu, Menyan Kobar,

Kebogiro, Carabalen, Gendhing Kinanti Badaya Srimpi Sekarsih, Lagu Dempel,

Duradasih, dan banyak lagi gendhing Bedaya untuk mengiringi tari Bedaya

Sumreg, Bedaya Ketawang, Anglir Mendung, Badaya Srimpi, juga ada yang

dipakai untuk Upacara Ngruwat, Sesanti (Panembrama) dan sebagainya. Kedua

instrumen Gamelan Slendro maupun Pelog pada masa sekarang hampir dikatakan

sama jumlahnya, maksud saya untuk mengiringi pagelaran Wayang semalam

suntuk, terutama pagelaran Wayang Purwa (Harsono Kodrat, 1982). Pertunjukan

wayang akan semakin hidup apabila disertai dengan penggarapan gendhing-

gendhing karawitan yang memadai.

Simbolisme dalam Pewayangan, masa kelahiran. Serat Wedhapurwaka

karya R. Ng. Ranggawarsita memberikan penjelasan makna yang dikandung jagad

pakeliran.

Mangkana to wuryaning wawardi, dhihin saking ing jagad gelaran, wimejang siji-sijine, kang nanggap wayang iku, sajatine Hyang Maha Widi, kelir iku angkasa, debog bantala gung, balenconge surya candra, dekang dadi dhedhalang iku tri murti, wayang sakehing titah. Kapindhone tumraping sujanmi, kang ananggap wayang Sang Hyang Atma, kekelir angen-angene, raga gedebogipun, dhedhalange iku cipta-sir, balenconge pramana wayangipun nafsu, pencar dadi pancadriya, kang pradangga mangka busananing dhiri, marmanta Sang Hyang Atma (Padmasoekotjo, 1995: 20).

Terjemahan:

Beginilah penjelasan makna, dulu dari jagad gelaran, diterangkan satu-satu, yang menanggap wayang itu, sebenarnya yang paling berkuasa, kelir itu angkasa, debog tanah besar, balencong matahari bulan, sedang yang mendalang itu tri murti, wayang semua makluk. Keduanya terhadap manusia, yang menanggap wayang itu jiwanya, kelir itu angan-angan, raga debognya, dhalang itu cipta sir, balencong pramana,

Page 24: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

24

wayang nafsu, pencar jadi panca indra, sedang pradangga menjadi busana diri, demikian itulah jiwanya.

Bahwasanya dunia dan manusia itu semula diciptakan dari tiada oleh

Tuhan, hal ini dalam dunia pewayangan dilambangkan dengan pendhapa suwung

yang kosong, tetapi berisi. Begitu juga setelah kelir dibentangkan dan wayangnya

dijajar (disimping), maka di tengah-tengah kelir pun masih kosong, tetapi di

dalam kekosongan itu sudah ada gunungan atau kayon yang berarti hayyu atau

hidup. Ini pun lambang kosong, tetapi berisi setelah kayon ditarik ke bawah, maka

muncullah wayang pertama yang berwujud parekan disusul wayang raja,

kemudian adik atau ari-arinya. Ini semua secara kosmis merupakan suatu

lambang kelahiran atau mulainya ada lakon (Sri Mulyono, 1989: 111).

Pertunjukan wayang yang berjalan semalam suntuk itu dibagi menjadi tiga

periode yaitu: Pathet Nem. Periode yang berlangsung pukul 21.00-24.00 ini

melambangkan masa kanak-kanak. Sesuai dengan suasana tersebut, maka

gamelan dan lagu dalam pathet nem ini ditandai dengan kayon (gunungan)

ditancapkan cenderung ke kiri. Periode pathet nem ini dibagi menjadi 6 adegan

(jejeran) yaitu Jejeran raja yang dilanjutkan dengan adegan kedhatonan. Setelah

selesai bersidang raja diterima permaisuri untuk bersantap bersama. Jejeran ini

melambangkan bayi yang mulai diterima dan diasuh kembali oleh ibunya.

Adegan paseban jawi, melambangkan seorang anak yang sudah mulai

mengenal dunia luar. Adegan jaranan (pasukan binatang, gajah, babi hutan).

Adegan itu melambangkan watak anak yang belum dewasa dan biasa mempunyai

sifat seperti binatang. Anak itu tidak memperhatikan aturan yang ada, tetapi hanya

memikirkan diri sendiri. Adegan Perang Ampyak (menghadapi rintangan)

Page 25: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

25

melambangkan perjalanan seorang anak yang sudah beranjak dewasa yang mulai

menghadapi banyak kesukaran dan hambatan, namun dapat dilaluinya dengan

aman.

Adegan sabrangan (raksasa), melambangkan seorang anak yang sudah

dewasa tetapi watak-wataknya masih banyak didominasi oleh keangkaraan, emosi

dan nafsu. Adegan Perang Gagal, suatu perang yang belum diakhiri suatu

kemenangan, kekalahan, hanya berpapasan saja, atau masing-masing mencari

jalan lain. Adegan ini melambangkan suatu tataran hidup manusia masih dalam

fase ragu-ragu, belum mantap, karena belum ada suatu tujuan yang pasti (Sri

Mulyono, 1989: 111-112)

Tentang pathet nem ini R. Ng. Ranggawarsita men-jelaskan dalam Serat

Wedhapurwaka demikian

Pathet nenem rasaning dumadi, saking saka rongron, kadhaton yaiku tegese, rahsa kumpul neng gwa garba wibi, gya paseban jawi, iku tegesepun. Jabang bayi wus lahir neng Jawi, sabrangan cariyos, bayi wis tumangkar karsane, darbe mosik sabarang kepengin , prang gagal kang arti, tumangkaring nafsu, (Padmo-soekotjo, 1995: 22).

Terjemahan:

Pethet nem rasa kehidupan, dari dua pihak, kedhaton yaitu maknanya, rahsa kumpul dalam kandungan ibu, segera paseban jawi, itu maknanya, bayi sudah lahir di luar, sebrangan diceritakan, bayi sudah ber-kembang pikirannya, punya ulah segala kehendak, perang gagal artinya, berkembang nafsu.

Wulangan yang diterapkan pada pathet nem ini merupakan ajaran yang

bersumber dari lingkungan hidup lahir dan sebagian dari lingkungan hidup batin.

Gambaran alam benda dan alam biologis di dalam janturan jejeran. Pada

penggambaran keadaan alam ini diharapkan selalu mengingat kesatuan hidup,

Page 26: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

26

meliputi manusia, alam sekitarnya dan kekuasaan Tuhan. Tata laku dalam alam

manusia atau masyarakat dise-suaikan dengan tata susila yang berlaku dalam

suatu buda-ya. Namun di sini juga diingat latar belakang kesatuan hidup dan

usaha mencari kesempurnaan. Lingkungan hidup alam batin diambil ajaran-ajaran

yang membawa manusia dari rasa nafsu naluri dan rasa ke-akuan meningkat ke

dalam rasa kesusilaan dan pengalaman dalam masyarakat (Abdullah

Ciptoprawiro, 1986: 89). Pathet nem dengan posisi kayon sedikit miring ke kanan

melambangkan iman manusia yang harus dipelihara sebaik­baiknya.

Masa Dewasa. Pathet sanga, Periode ini berlangsung pada pukul 24.00-

03.00 dengan ditandai gunungan yang berdiri tegak di tengah-tengah kelir seperti

pada waktu mulai pergelaran. Pathet sanga ini dibagi menjadi tiga jejeran yaitu :

Adegan bambangan, yaitu adegan seorang satria ber-ada di tengah hutan atau

sedang menghadap pendeta. Adegan ini melambangkan manusia yang sudah

mulai mencari guru untuk belajar ilmu pengetahuan. Adegan Perang

Kembang,Yaitu adegan perang antara raksasa Cakil berwarna kuning, Rambut

Geni ber-warna merah, Pragalba berwarna hitam, Galiuk berwar-na hijau,

melawan seorang satria yang diiringi panakawan. Adegan ini melambangkan

suatu tataran manusia yang sudah mulai mampu dan berani menga-lahkan nafsu

angkara murka (sufiah, lawamah, amarah dan mutmainah). Adegan Jejer Sintren,

Yaitu suatu adegan seorang satria yang sudah menetapkan pilihannya dalam

menempuh jalan hidupnya (Sri Mulyono, 1989: 112 - 113).

Serat Wedhapurwaka menerangkan demikian:

.... Sabubare prang gagal pathete salin Sanga prapteng tengah wengi...

Page 27: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

27

Gya pandhitan wayah tengah wengi lire yuswaning wong ya wus tengah tuwuh ing wancine ya ing kono barang kang kinapti rarase wus salin sarwa awas emut Dyan prang kembang wus ana pepati tegese lamun wong wus kuwawa nayuti nafsune pan wis bangkit amateni pancaindriya kang mrih durlaksaneng kalbu (Padmosoekotjo, 1995: 23)

Terjemahan:

........setelah perang gagal pathetnya ganti Sanga sampai tengah malam....

Segera adegan pendhita saat tengah malam ibarat umur manusia ya sudah tengah baya waktunya ya di situ segala kehendak iramanya sudah berganti serba awas waspada Sedang perang kembang telah ada kematian artinya kalau manusia sudah mampu mengendalikan nafsu memang telah bisa meredam pancaindera yang hendak mengotori hati Wejangan pada pathet sanga ini disampaikan kepada seorang satria oleh

dewa, pendeta, pertapa, Semar atau pinisepuh lainnya. Wejangan berisikan

kesadaran dalam ngudi kasampurnan. Dari lingkungan hidup batin meningkat

kemampuan rasa kesusilaan sampai kemampuan rasa jati. Perjalanan mencapai

kesempurnaan melalui darma atau kewajiban dengan memperoleh kesaktian atau

jaya­kawijayan. Wejangan tentang manunggal, kesempurnaan Abdullah

Ciptoprawiro, 1986: 89)

Masa Tua. Pathet manyura, Periode ini berlangsung dari pukul 03:00-

06.00, ditandai dengan gunungan (kayon) condong ke kanan. Pathet manyura ini

Page 28: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

28

dibagi menjadi tiga jejeran yaitu: Jejer Manyura. Tokoh utama adegan ini sudah

berhasil dan mengetahui dengan jelas akan tujuan hidupnya. Mereka sudah dekat

dengan sesuatu yang dicita-citakan. Adegan Perang Brubuh. Yaitu suatu adegan

perang yang diakhiri dengan suatu kemenangan dan banyak jatuh korban. Adegan

ini melambangkan suatu tataran manusia yang sudah dapat menyingkirkan segala

hambatan hingga berhasil mencapai tujuannya. Tancep Kayon. Penutup

pergelaran wayang tersebut, diadakan tarian Bima atau Bayu yang berarti angin

atau nafas. Kemudian gunungan (kayon) ditancapkan di tengah­tengah kelir lagi.

Adegan yang terakhir ini melambangkan proses maut, jiwa meninggalkan alam

fana dan menuju kepada kehidupan alam baqa, kekal dan abadi (Sri Mulyono,

1989: 113). R. Ng. Rangga-warsita dalam Serat Wedhapurwaka menerangkan:

Dupi prapteng wanci lingsir wengi rasane ginantos ingaranan pathet manyura lah ing kono upamane janmi wus anandhang sakit aperak ing lampus Wancinira wus prapteng byar enjing bubar tancep kayon iya iku kulup umpamane wong wus krasa sanget kang sesakit prapteng sakaratil katerak reridhu Gora godha sasring pati ngrayah angreroyok yen kalipyan tan tekeng kajaten ya Sang Bayusiwi tegese puniku Bayusiwi iku angin cilik mungguh angining wong ya napas wuwus pradikane ya ing kono jroning sakaratil

Page 29: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

29

napas kang mungkasi neneng temah lampus (Padmosoekotjo, 1995: 23). Terjemahan: Saat sudah sampai lewat malam iramanya berganti disebut pathet manyura nah di situ ibarat manusia telah terkena sakit mendekati kematian Waktunya sudah menginjak pagi bubar tancep kayon yaitulah ibaratnya orang telah merasa sakit sekali tiba saat maut terkena cobaan Aneka ujian menuju kematian mengeroyok mengepung jika lupa tak sampai kesejatian Bratasena yang mengakhiri perang artinya begini Bayusiwi itu angin kecil padahal angin manusia yaitu napas jantung tempatnya di situ dalam sakaratul maut napas yang mengakhiri diam lalu meninggal

Wedharan pada pathet manyura berupa nasihat atau pernyataan pada jejeran

menjelang perang brubuh. Setelah mendapatkan pengetahuan dan penghayatan

dari wejangan pathet sanga seorang satria lalu memperlihat-kan kemampuannya

untuk memberantas dur angkara. Tindakan yang dilakukan tanpa marah, tanpa

pamrih yang melihat pada dirinya (Abdullah Ciptoprawiro, 1986: 89). Uraian

tersebut menjelaskan bahwa pergelaran wayang semalam suntuk itu sebagai

lambang keberadaan manusia secara ontologis-metafisis, yaitu dari tiada men-jadi

Page 30: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

30

ada dan kemudian melaksanakan lakon, maut dan kembali menjadi tiada lagi.

Semua sudah diatur menurut jadwal yang sudah ditentukan pada waktu sebelum

hidup (pergelaran), yaitu di Lauh Mahfudz atau surat dan ilahi.

Setelah paripurna pergelaran wayang semalam suntuk itu, maka semua

wayang beserta perlengkapannya dikukut sedemikian rupa, sehingga pendapa

menjadi kosong atau suwung. Kemudian barulah Sang Dalang bertemu dengan

yang kuasa untuk menerima pahala sebagai berkah usahanya (Sri Mulyono, 1989:

14). Pathet manyura yang ditandai dengan posisi kayon sedikit miring ke kiri

melambangkan bahwa manusia harus beramal, sehingga kehidupannya akan

berbuah kebahagiaan. Iman-ilmu-amal yang padu akan mengantarkan diri

manusia yang ihsan. Ibarat orang berdagang, pada akhirnya harus mendapat

untung, namun tidak selamanya untung harus berupa harta. Dalam pemahaman

orang Jawa terdapat konsep tentang untung rugi, yakni tuna santak bathi sanak

‘rugi harta untung mendapat saudara’.

Page 31: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

31

BAB IV

PERANAN IRINGAN LAGU KERAWITAN

Dalang wayang purwa menjadi figur sentral dalam pagelaran yang

melibatkan para penabuh gamelan. Peranan dalang dalam pergelaran wayang

purwa menempati posisi yang sangat penting. Dalang harus menguasai

bermacam-macam keahlian meliputi bidang sastra, bahasa, tari, musik, dan drama.

Dalang adalah tokoh utama dalam semua bentuk teater wayang, yang telah

dijelaskan pada subbab di muka. Dia adalah penutur kisah, penyanyi lagu atau

suluk, pemimpin instrumen gamelan yang mengiringi pementasan wayang, yang

mengajak penonton memahami suasana pada saat tertentu, dan di atas segalanya

itu, dialah pemberi jiwa pada boneka atau pelaku-pelaku manusianya itu.

Clara van Groenendael (1987) menjelaskan bahwa pekerjaan dalang

didasarkan atas tradisi yang berabad-abad tuanya dan diturunkan selalu secara

lisan, umumnya dari ayah kepada anak laki-laki. Di samping pengetahuan dan

keterampilan yang harus dikuasai oleh mereka, misalnya tentang cerita, gending

yang dimainkan oleh penabuh gamelan, pangrawit atau niyaga, suluk, dan teknik

pergelaran, juga ada sekian banyak pengetahuan gaib yang terlibat di dalamnya.

Pengetahuan ini mengenai doa-doa dan mantra-mantra khusus, serta tata cara

tertentu dalam hal tingkah laku yang memberikan kekuatan bagi dalang

menghadapi kejadian-kejadian penting dalam kehidupan masyarakat, misalnya;

musim kering dan hama yang mengancam panen, malang mujur nasib seseorang,

Page 32: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

32

dan juga keberhasilan sendiri sebagai seorang dalang. Pengetahuan gaib demikian

semata-mata hanya boleh dikuasai oleh mereka yang sudah diberkati, dan juga

yang telah menempuh beberapa bentuk pengajaran tertentu sebelumnya.

Pengetahuan yang bersifat duniawi dan yang gaib ini berpadu, dan membentuk

apa yang dinamakan padhalangan, yaitu ilmu atau seni dalang.

Hampir sama dengan Clara van Groenendael, Claire Holt (1976:132-135)

juga menjelaskan bahwa seni dalang yang dahulu disampaikan dari ayah ke anak

dan dari maestro ke cantrik, yang sekarang diajarkan juga di sekolah-sekolah

khusus di Jawa Tengah, menuntut pengetahuan yang banyak, keterampilan yang

tinggi dan disiplin yang besar. Selanjutnya dijelaskan bahwa pada masa yang akan

datang dan harus diketahui oleh seorang ahli pedalangan tahap-tahap dengan

urutan sebagai berikut.

Tambo atau sejarah, yaitu pengetahuan tentang ceritera-ceritera kuna,

sejarah para raja bukan hanya genealogi-genealogi mereka saja. Pemahaman yang

benar-benar tentang gendhing atau musik, cara-cara memainkan serta fase-fasenya

berupa nyanyian, diperlukan untuk iringan sebuah pertunjukan wayang. Gendheng

atau resitasi, penguasaan resitasi yang dinyanyikan yang diiringi oleh musik

gamelan, orkes instrumen-instrumen Jawa dan juga resitasi yang diucapkan yang

berhubungan dengan bunyi gamelan. Gendhung diartikan sebagai sebuah

keberanian yang tak memihak, berperilaku seperti seorang yang tak terusik oleh

apa pun, melupakan diri sendiri, tanpa malu atau takut untuk memainkan wayang

seperti orang gila.

Page 33: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

33

Bahasa berupa penguasaan tingkat-tingkat tutur yang bermacam-macam

yang cocok bagi status setiap tokoh wayang. Ompak-ompakan atau kepandaian

berbicara, 'pernyataan yang dilebih-lebihkan' dalang harus mampu

menggambarkan semua keindahan yang dicipta dengan kata-kata yang penuh

perasaan yang mempertingginya di atas realitas melulu, serta dengan satu cara

yang cocok bagi pawayangan.

Ilmu batin atau pengetahuan spiritual yang bertujuan supaya orang mampu

menjelaskan esensi dari pengetahuan ini bila misalnya dalang berbicara perihal

seorang pendeta yang memberi nasihat kepada seorang ksatria. Pengetahuan

spiritual di sini tidak mengacu pada agama, tetapi pada kesempurnaan jiwa atas

kekuatan magi atau kesaktian.

Tuntutan-tuntutan ini bahkan tidak menyentuh kemahiran-kemahiran lain

yang esensial bagi dalang, terutama tekniknya dalam seni pewayangan antara lain

antawacana, sabetan atau teknik menggerakkan wayang. Tekanannya adalah pada

seni menceriterakan, hubungannya dengan gamelan, kemampuan seorang dalang

mendramatisasi narasinya dalam suatu keadaan dan melupakan diri sendiri secara

penuh, pada pengetahuan spiritual berupa ajaran-ajaran metafisis dari para

pendeta dan guru, pengetahuan pesona, serta kekuatan-kekuatan magi dari para

dewa serta raksasa.

Di satu sisi ada kesejajaran yang mencolok antara kualifikasi yang dituntut

seorang dalang dengan kualifikasi yang diwajibkan sutradara, pengarah, dan

produser dari drama klasik, dan di sisi lain disamakan dengan seorang shaman

yang sedang memimpin upacara pada komunitas Dayak di Kalimantan Tengah.

Page 34: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

34

Makna kata dalang diinterpretasikan dalam dua pengertian. Pertama,

berarti seseorang yang berkelana, yang mengisyaratkan seorang pemain yang

berkeliling. Yang lain menghubungkan gelar itu dengan konsep-konsep kreativitas

dan kecerdikan, yang mengisyaratkan bahwa dalang adalah seorang yang

memiliki keterampilan dalam penciptaan, juga kebijakan dengan demikian gelar

itu memiliki sebuah konotasi yang mengilhami penghormatan. Dalang benar-

benar merupakan seseorang yang sangat dihormati dari komunitas mereka;

mereka mendapat sebutan kehormatan Ki yaitu singkatan bagi Kyai atau Yang

Patut Dimuliakan. Dengan demikian, jelas bahwa dalang adalah seorang manusia

superior.

Di samping keterampilan-keterampilannya dalam memainkan boneka atau

wayang, ia harus memiliki daya tahan yang besar, kebugaran yang prima untuk

memimpin sebuah pertunjukan wayang kulit semalam suntuk. Durasi pementasan

atau pakeliran pada umumnya selama 8 jam dari jam 21.00-05.00, dengan seorang

dalang sebagai pemain tunggal, yang tidak pernah meninggalkan tempatnya.

Sepanjang malam ia duduk bersila di tikar atau karpet di depan layar putih atau

kelir yang diterangi sebuah lampu yang tergantung di atas dan sedikit di depan

kepalanya. Nyala lampu minyak yang berkedip-kedip yang disebut blencong di

Jawa, di Bali dinamakan damar, digunakan untuk menciptakan suasana yang lebih

hangat dan lebih hidup daripada cahaya yang ajeg atau tetap dari bola lampu

listrik, yang menggambarkan kemajuan teknologi. Dua batang pisang yang cukup

kokoh untuk menopang boneka-boneka wayang yang ditancapkan ke dalam

daging batang pisang pada ujung yang runcing dari pegangannya, dijadikan satu

Page 35: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

35

secara horisontal sepanjang pinggir bawah layar, dan dengan demikian berperan

sebagai panggung.

Di sebelah kiri dalang, dalam jangkauan kaki kanannya terletak sebuah

kothak dari kayu dipukul-pukul dalang, yang dengan pemukul kayu yang disebut

cempala untuk memberi tanda-tanda bagi para pangrawit setiap ada peralihan

lagu-lagu atau penggantian ke ritme-ritme baru. Para pangrawit berjajar di

belakangnya atau di sampingnya, duduk di tikar di belakang instrumen mereka,

yang nama-namanya saja merefleksikan kemerduan suara gamelan yaitu:

kendang, gender, bonang, slenthem, saron, kenong, kethuk, kempul, dan gong.

Suara sayu rebab dan suara suling atau seruling yang penuh permainan serta

kerinduan menyelinapkan diri dalam kesatuan komposisi musikal orkes gamelan.

Dari waktu ke waktu dalang menambah suara gemuruh dari lempengan-

lempengan metal yang bersentuhan yaitu kepyak, yang digantungkan pada dinding

kotak kayu; ia memukulnya dengan jari-jari kaki kanannya, dan kadang

memukulnya dengan sebuah cempala kecil yang dicepit di antara jari-jari kaki

kanannya, untuk merangsang suasana geger perang dan menghentakkan tekanan-

tekanan keras pada pukulan-pukulan dan hantaman-hantaman balasan dari para

ksatria yang sedang berperang. Dengan demikian pada gerak-gerak lengannya,

tangannya, jari-jarinya, kakinya, dan suaranya, dalang harus menjaga

kebersamaan pola-pola ritmis yang berbeda pula.

Tidak jarang seorang dalang memahat wayang-wayangnya sendiri. Ia

memiliki pengetahuan yang mendalam tentang ikonografi wayang-wayang yang

dapat dilihat sekarang sebagai satu bidang yang luas. Jumlah variasi bentuk-

Page 36: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

36

bentuk fantastis wayang sangat mengagumkan. Wayang-wayang itu sendiri adalah

produk kecermatan yang tak terhingga serta memancarkan atau mencerminkan

keahlian yang sangat teliti. Siluet-siluet wayang pertama dipahat dari kulit kerbau,

dan kemudian bentuk-bentuk serta busana dipenuhi lubang dengan garis-garis

lembut, titik-titik, lengkung-lengkung serta relung-relung selembut rambut, yang

bila dilihat di bawah sorotan atau sinar lampu, beberapa bagian yang terkecil

seperti hiasan dari benang emas kelihatan sangat indah dilukis dan dicat warna

emas sama (Wignya Sutarno, 1956).

Wayang terjepit di antara belahan yang sangat menarik dari sebatang

tangkai atau gapit yang terbelah, melengkung ke atas dan menyembul dari

sebatang pegangan runcing ujungnya. Sebagian besar wayang yang terbuat dari

kulit memiliki dua tangkai tangan yang dikaitkan pada cempurit dibuat dari

bambu atau tanduk kerbau. Ujung-ujung yang digerakkan hanyalah siku dan

sendi-sendi bahu. Gerakannya tidaklah terbatas pada lengan, tetapi secara

keseluruhan boneka dapat digerakkan maju atau mundur, menari, jatuh bangun,

berputar, melayang-layang, atau turun dari ketinggian, dan lebih atraktif lagi pada

gerakan wayang yang sedang berperang, seolah-olah boneka hidup.

Keahlian dalang dalam seni sastra menyatu dengan kepandaiannya berolah

seni suara. Pada adegan-adegan yang tidak tenang, misalnya adegan perang, ia

memegang wayang pada setiap tangannya dan membuatnya mengancam untuk

berkelahi, menusuk dengan keris, atau melepaskan sebuah anak panah. Gerak-

gerak setiap wayang dihasilkan oleh jari-jari yang cekatan dari hanya dengan

tangan yang mengendalikannya. Dalang juga mengubah-ubah dan memperkuat

Page 37: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

37

efek bayangan-bayangan wayang dengan menempatkan wayang-wayang itu pada

posisi tertentu pada layar, hingga bayang-bayang itu menjadi berubah-ubah dan

menjadi lebih panjang daripada siluet-siluet gelap yang tajam dari figur-figur yang

berdiri tepat pada layar. Dengan demikian, hitam dan kelabu, ketajaman dan

kepanjangan, tidak bergerak dan kemungkinan yang luas dari gerak, ada dalam

permainan antarsemuanya secara terus-menerus. Bila dalang telah menyiapkan

panggungnya, ia menancapkan gunungan di tengah-tengah panggung batang

pisang, gunungan merupakan lambang dari dunia wayang, yaitu kayon atau

kekayon sebagai pertanda bahwa pegelaran wayang kulit akan segera dimulai.

Page 38: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

38

BAB V

LAGU LADRANG

Ladrang Remeng

Sl. Pt. 6

Buka: 1 . 2 1 6

A. . 6 6 . 6 6 5 6 6 5 3 2 2 3 2

. . 1 2 2 3 2 3 2 1 1 2

B. 3 2 1 1 2 3 2 1 3 3 5 3

. 3 5 6 6 5 3 5 6 6 5 3 2 3

C. 6 5 2 1 1 2 3 5 6 6 5 3 2 1

. 1 1 1 2 3 2 1 3 2 1 2 . 1

D. . 1 2 . 1 . 1 2 . 1

. 1 2 . 1 . . 6

Ladrang Dwirada Meta

Sl. Pt. 6

Buka: . 1 . 2 1 1 1 . 6

A. . 6 6 . 6 6 5 6 6 5 3 2 2 3 2

.5

.6

.6

.5

.1

.1

.1

.1

.3

.2

.1

.1

.6

.6

.5

.6

.6

.5

.6

.6

.1

.1

.6

.1

.6

.5

.6

.6

.5

.6

.6

.5

.6

.6

.5

.1

.1

.3

.2

.1

.5

.6

.6

.5

.3

.2

.1

.1

.6

.3

.6

.5

.6

.3

.6

.2

.6

.3

.6

.5

.6

.3

.6

.2

Page 39: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

39

B.

2 3 5 3 2 1 2

C. 3 3 2 1 2 3 3 2 1 2

3 3 2 1 2 3 3 3 2 1 2

D. . . 2 . 2 2 . 3 5 6 . 6 5 6 . 1 . . 2 . . 3 5 6 . 6 5 6

. 1 . . 2 . . 3 5 6 . 6 5 6 . 6 5 5 6 1 . . . 3 . 5 . 6

E. . . 5 6 . 5 6 . 5 6 5 6 . . 6 . 5 . 3 . 2 . 2 . 3 2

Suwuk:

F.

G.

Ladrang Kaki Tunggu Jagung

Sl. Pt. 6

Buka: 3 1 2 3 1 2 . . . . . . . .

A.

. 2 1 2 6 . 1 2 3 2 1 2

.6

.3

.6

.5

.6

.3

.6

.2

.6

.3

.6

.5

.6

.3

.6

.2

.6

.3

.6

.5

.2

.3

.5

.6

.6

.6

.5

.6

.6

.5

.6

.6

.5

.6

.6

.5

.1

.1

.1

.1

.1

.1

.1

.2

.1

.1

.1

.1

.1

.6

.3

.6

.5

.6

.3

.6

.2

.6

.3

.6

.5

.6

.3

.6

.2

.6

.3

.6

.5

.6

.3

.6

.2

.6

.3

.6

.5

.6

.3

.6

.2

.6

.3

.6

.5

.6

.3

.6

.2

.6

.3

.6

.5

.6

.3

.6

.2

.6

.3

.6

.5

.6

.3

.6

.2

.6

.3

.6

.5

.6

.3

.6

.2

.6

.3

.6

.5

.6

.3

.6

.2

.6

.3

.6

.5

.6

.3

.6

.2

.6

.3

.6

.5

.6

.3

.6

.2

.6

.3

.6

.5

.6

.3

.6

.2

.6

.3

.6

.5

.6

.3

.6

.2

.6

.3

.6

.5

.6

.3

.6

.2

.6

.3

.6

.5

.6

.3

.6

.2

.2

.5

.3

.6

Page 40: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

40

. 1 3 3 2 2 1 2 2 1 2

. 1 3 3 2 2 1 2 2 1 2

. . 3 3 2 2 1 3 2 1 2

. 3. 1 2 3 1 2 5 3 2 1 2 3 1 2

. . . . . . . .

C. . . . . . . . .

. . . . . . . .

Ladrang Bedhat

Sl. Pt. 6

Buka : . . . . . .

A. . 1 1 1 2 3 2 1 1 . 2 3 2 1

1 . 2 3 2 1 3 2 1 2 . 1 2

B. . 1 2 3 2 1 2 . 1 2 3 2 1 2

. 1 2 3 2 1 2 6 5 6 5 3

C. . 3 5 6 . 3 5 6 . 3 5 6 . 5 3 2 . 3 5 6 . 3 5 6 . 3 5 6 . 5 3 2

. 3 5 6 . 3 5 6 . 3 5 6 . 5 3 2 . 5 . 5 . . . . . . 6 . 5 . 3

D. . 3 2 3 5 6 5 3 . 3 2 3 5 6 5 3

. 5 6 . 5 6 . 5 6 3 5 6 6

E. . 5 3 5 6 5 6 . 5 3 5 6 5 6

. 5 6 . 5 6 . 5 6 5 3 2 3

.5

.6

.5

.5

.6

.5

.6

.5

.5

.6

.5

.5

.5

.5

.6

.6

.3

.6

.5

.6

.3

.6

.2

.6

.3

.6

.5

.6

.3

.6

.2

.6

.3

.6

.5

.6

.3

.6

.2

.5

.3

.2

.5

.3

.5

.2

.2

.3

.5

.6

.5

.3

.5

.6

.5

.6

.6

.6

.6

.6

.1

.1

.1

.1

.1

.1

.1

.1

.1

.1

.1

.1

Page 41: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

41

Ladrang Sobah

Sl. Pt. 6

Buka : 1 2 3 . 3 . 3 . . 1 . 2 . 3 . 1 . 2

A. . 3 . 1 . 3 . 2 . 3 . 1 . 3 . 2

. 3 . 1 . 3 . 2 . . . 1 .

B. . 1 . . 1 . . 3 . 6 . 3 . 5

. 3 . 2 . 5 . 3 . 1 . 2 . 3 . 2

Ladrang Sobrang

Sl. Pt. 6

Buka: 6 6 3 5 6 . 5 3 3 2 . 3 5 6

A . 3 . 1 . 3 . 2 . 3 . 1 . 3 . 2

. 3 . 1 . 3 . 2 . . . 1 .

B. . 1 . . 1 . . 3 . 6 . 3 . 5

. 3 . 2 . 5 . 3 . 1 . 2 . 3 . 2

Ladrang Peksi Kuwung

Sl. Pt. 6

Buka: 1 . 6 . . 6 . . 6 . 3 . 6 . 5

A. . . . . . . . .

. 3 . 2 . 3 . 5 . . . .

B. . . . . . . . .

. 3 . 6 . 5 . 6 . 5 . 3 . 5 . 6

C. 2 3 5 6 2 1 2 3 . . 2 3 5 6 2 1 2 3 . .

. 3 . 2 . 3 . 5 . . . .

.6

.6

.6

.5

.6

.6

.6

.6

.5

.6

.6

.6

.6

.5

.2

.2

.6

.5

.6

.5

.6

.3

.6

.5

.6

.3

.6

.5

.6

.3

.6

.5

.6

.3

.6

.5

.6

.5

.6

.5

.6

.3

.6

.5

Page 42: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

42

Ladrang Mangu

Sl. Pt. 6

Buka: 1 2 3 5 6 1 2 2 3 . .

A. . . . . . . . .

. 5 . 6 . . 6 . 3 . 5 . 3 . 2

B. . 5 . 6 . 5 . 3 . 1 . 6 . 5 . 3

. 5 . 6 . . 6 . 3 . 5 . 3 . 2

C. . 5 . 3 . 1 . 6 . 2 . 1 . 2 . 3

. . . 1 . . . . .

Ladrang Erang-Erang

Sl. Pt. 6

Buka: . . . .

A. . . . . . . . .

. . . . . 1 . . 3 . 2

B. 2 2 3 2 5 6 5 3 2 1 2

. .

3 5 6 5 2 2 3 2 5 6 5 3 2 1

2 2 . . 2 2 . 3 5 6 5 3 2 1

C. . 3 5 6 3 3 5 3

. . 3 5 6 5 3 2 5 6 5 3 2 1

1 1 . . 3 2 1 .

2 2 . . 2 3 2 1 3 2 2 2 3 2

.6

.5

.3

.5

.6

.1

.6

.5

.3

.2

.5

.6

.5

.3

.5

.6

.5

.3

.1

.1

.5

.6

.6

.3

.5

.3

.2

.2

.3

.6

.5

.3

.2

.2

.3

.5

.6

.3

.5

.6

.3

.6

.5

.6

.3

.6

.5

.6

.3

.6

.5

.6

.3

.5

.6

.5

.6

.6

.6

.6

.3

.3

.5

.6

.3

.5

.3

.2

.3

.5

.6

.6

.5

.6

.5

.5

.5

.5

.2

.2

.3

.5

.2

.6

.5

.6

.3

.5

.3

.2

.3

.5

.6

.6

.5

Page 43: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

43

D. . . 2 3 6 5 3 2 . . 2 1 3 2 1

. .

1 1 . . 1 1 2 1 3 2 1

. . . . 1 1 2 3 6 5 3 2 . 1 2

E. 3 3 . . 3 3 . 5 6 6 5 3 2 3 1

. . . . 1 1 2 3 6 5 3 2 . 1 2 6

. . . . 6 6 . . 6 6 6 5 3 2 3

5 6 5 3 2 1 1 3 2 1

F. 2 2 3 2 5 6 5 3 2 1 2

. . 1 . 3 . 2 . 1 .

. 2 . 1 . 2 . . 2 . 1 . 2 .

. 2 . 1 . 2 . . 3 . 2 . .

Ladrang Krawitan

A. . . . . . . . 5 . 6

. . 6 . . 6 . . . . 6

B. . 3 . 5 . 6 . 5 . 3 . 6 . 5 . 3

. 5 . 2 . 3 . 2 . 3 . 5 . 3 . 2

C. . 3 . 5 . 6 . 3 . . 6 . 5 . 3

. . 6 . 5 . 3 . 2 . 3 . 6 . 5

D. . 3 . 2 . 6 . 5 . 3 . 2 . 3 . 2

. 3 . 2 . 3 . 2 . 5 . 3 . .

E. . 3 . 2 . 3 . 5 . . . . 6

. . 6 . . 6 . . . . 6

.6

.6

.6

.6

.3

.3

.5

.6

.3

.5

.3

.2

.3

.5

.6

.6

.5

.3

.5

.6

.6

.1

.1

.6

.5

.3

.5

.6

.6

.3

.5

.6

.5

.6

.3

.6

.3

.5

.6

.6

.6

.6

.6

.5

.6

.5

.3

.5

.6

.5

.3

.1

.1

.2

.1

.2

.1

.1

.6

.5

.2

.1

.2

.1

.1

.2

.1

.2

Page 44: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

44

Ladrang Ling-Weling

Sl. Pt. 6

A. 1

2 3 5 2

B. 1 1

3 2 3 2 5 3 1

C. 5 3 1 5 3 1

5 6 5 6 3 5 3 2

D. 6 5 3 2 6 5 3 2

3 2 3 2

Ladrang Sembung Gilang

Sl. Pt. 9

Buka: 2 2 2 5 3 2 1 1 2 1

A. 2 . 2 5 2 . 2 5 2 . 2 5 6 5 6

B. 2 . 2 5 2 . 2 5 2 . 2 5 6 5 6

C. 6 3 5 6 6 6

D. 5 3 2 1 5 6 6 3 5

.5

.6

.3

.5

.6

.3

.5

.6

.5

.3

.2

.6

.3

.6

.6

.3

.5

.6

.6

.6

.6

.5

.3

.2

.5

.6

.6

.3

.5

.1.1

.2

.1

.2

.2

.3

.2

.1

.3

.2

.1

.2

.3

.1

.2

.1

.2

.1

Page 45: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

45

Ladrang Jangkrik Genggong

Sl. pt. 9

Buka: 1 6 5 . 6 5 3 2 . 3 5 6 3 5

Lancaran: 3 2 3 5 6 6 5 6 6 5 3 2 3 5

5 3 2 1 2

A. . . 2 3 1 2 3 2 5 6 6 5 3 2 1

5 5 6 5 3 2 1 6 6 3 2 . 1

B. . . 2 1 2 . 2 1

2 1 2 . 2 1 2 2 . 3 1 2 3 2

Ladrang Embat-Embat Penjalin

Sl. Pt. 9

A. . 5 5 . 5 5 6 5 6 3 6 5 6 3 6 5

6 3 6 5 6 3 6 5 3 2 . 3 5 6 6

B. . 6 6 . 6 6 6 5 6 5 6

5 6 5 6 5 3 2 3 5 6 3 5

C. . 5 5 . 5 5 6 5 2 1 2 . 2 1

2 1 2 . 2 1 3 2 . 3 2 . 3 2 3 5 6 5 3 2 1 2

D. . . 2 3 1 2 3 2 . 3 3 3 5 6 5 3 5 3 2 3 2 1 2 1

2 3 5 6 6 5 6 5 3 2 3 2 1 2 1 2 3 5 . 6 5 3 5 3 2 1 2 3 5 6 5

.2

.1

.1

.1

.1

.1

.6

.5

.5

.2

.3

.5

.6

.5

.6

.5

.6

.5

.1

.1

.1

.1

.1

.1

.1

.1

.1

.1

.6

.5

.6

.5

.1

Page 46: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

46

Ladrang Clunthang

Sl. Pt. 9

Buka: 5 5 5 6 6 5 2 2 2 3 2 1 1 2 1

A. .5 . 6 . 2 . 1 . 5 . 6 . 5 . 6

. 5 . 6 . 3 . 5 . 2 . 1 . 6 . 5

B. . . 6 . 3 . 5 . . 6 . 3 . 5

. . 6 . 3 . 5 . 2 . 3 . 2 . 1

Cakepan:

a. Tindake sang pekik mandhap saking gunung anganthi repat panakawan catur ingkang nembe mulat ngira dewa ndharat geter petrek-petrek pra endhang swarane anjawat angawe-awe ngujiwat solahe mrih dadya sengseme

b. Dhuh Raden sang abagus mugi keparenga pinarak wisma kula amethik sekar melathi arum amrih wangi kagema cundhuk sesumping sangsangan amimbuhi mencorong cahya ndika Raden

c. Wauta sang kusuma

laju tindakira tan kengguh mring pra endhang lir madu ature yekti awit anuhoni sabdane Sang Mahamuni

.1

.1

.1

.1

Page 47: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

47

tan nedya kendel lamun sadurunge purna jatine

d. Nglangkungi dhusun-dhusun

busekan pra janma geng alit anyabawa ngungun citrane sang pekik rame sung sesanti narka sangya maru bumi tan kendhat ngobong dupa pamrihe agung rejekine

Ladrang Lompong Keli

Sl. Pt. 9

Buka: . 5 . 6 . 6 5 2 2 2 2 1 1 2 1

A. . 6 . 5 . 2 . 1 . 6 . 5 . 2 . 1

. 6 . 5 . 3 . 2 . . 1 . .

B. . 3 . 2 . . . 3 . 2 . .

Ladrang Sri Martana

Sl. Pt. 9

A. . . 6 . 5 . . 6 5 . . 6 6 6 . . 6 6 6

. 6 . 5 . 6 . 5 . 2 . 1 . 2 . 1

. . . 5 . 5 . . . . 5 . 6 . . . 5 . 6 . . 6 . . . 6

B. . . 6 6 . . 6 6 . 2 . 3 . 5 . 5 . 5 . 3 . 2 . 1

. 1 . 6 . 1 . 6 . 5 . 3 . 2 . 1

. 5 . 6 . . . 6 . . 5

.1

.6

.6

.5

.6

.5

.6

.5

.2

.1

.2

.2

.1

.2

.1

.2

.1

.1

.2

.1

.1

.2

.1

.2

.1

.2

.3

.2

.1

.2

.3

.2

.1

.1

.2

.1

.1

Page 48: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

48

C. . . 6 . 5 . . 6 . 5 . . . 2 . . . 3 . . . 5 . . . 6

. 6 . 5 . 6 . 5 . 2 . 3 . 5 . 6

. . . 5 . . . . . . 5 . . . 2 . . . 5 . . . 3 . . . 2 . . . 1

. 5 . 1 . 5 . 2 . 5 . 3 . 2 . 1

Ladrang Wani-Wani

Sl. Pt. 9

Buka: . . . . . . . .

A. . 1 . . . . 1 . . . .

. 2 . 3 . 5 . 3 . 6 . 5 . 3 . 2

B. . 5 . 3 . 5 . 2 . 5 . 3 . 5 . 2

3 6 5 2 3 6 5 2 3 5 6 6 . . 6 6 5 6 6 5 3 2 3 5

Ladrang Babad Kenceng

Sl. Pt. 9

Buka: 2 5 3 5 2 6 3 6 5

A. . 3 . 6 . 3 . 5 . 3 . 6 . 3 . 5

. 2 . 3 . 5 . 3 . 6 . 5 . 3 . 5

B. . 5 . 3 . 5 . 2 . 5 . 3 . 5 . 2

. 5 . 3 . 5 . 2 . 6 . 3 . 6 . 5

C. . . 6 . 3 . 5 . . 6 . 3 . 5

. 2 . 3 . 5 . 3 . 6 . 5 . 3 . 2

.2

.1

.2

.2

.1

.2

.1

.2

.5

.3

.5

.2

.6

.3

.6

.5

.6

.3

.5

.6

.3

.5

.2

.1

.1

.1

.3

.2

.1

.1

Page 49: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

49

Ladrang Uga-Uga

Sl. Pt. 9

Buka: 2 3 2 . 2 3 2 5 6 6 5 3 5

A. 2 3 2 . 2 3 2 5 2 3 2 . 2 3 2 5

2 3 2 . 2 3 2 5 6 6 5 3 5

2 3 2 . 2 3 2 5 2 3 2 . 2 3 2 5

2 3 2 . 2 3 2 5 6 6 5 3 5

B. 1 1 2 1 1 1 1 2 1 1

1 1 2 1 1 1 2 1

1 1 2 1 1 1 1 2 1 1

1 1 2 1 1 1 2 1

Ladrang Giyak-Giyak

Sl. Pt. 9

Buka: 2 1 2 1 2 2 1 1 . .

A. . 2 . 1 . . . 2 . 5 . 2 . 1

. 2 . 1 . . . . 6 . . 5 6 . 5 . 6 . 5 6 .

B. . . . 5 . 6 . 5 . 6 . 3 . 2

. . 2 3 5 6 . 5 . 2 . 1 . 2 . 1 . .

.1

.2

.1

.1

.2

.1

.1

.2

.1

.6

.6

.5

.6

.6

.5

.6

.6

.5

.6

.6

.5

.3

.5

.6

.6

.5

.6

.6

.5

.6

.6

.5

.6

.6

.5

.3

.5

.6

.5

.6

.5

.6

.5

.1

.2

.1

.6

.5

Page 50: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

50

Ladrang Candra Upa

Sl. Pt. 9

Buka: 5 5 6 3 5 6 5 6 6 2 1 3 2

A. . . 1 2 3 2 . 2 1 1 2

. . 2 3 5 . 6 5 6 6 2 1 3 2

B. . 2 . 2 . . 3 5 6 . 6 5 . 6 . 2 . 2 . 3 5 6 6 5 . 6

. 2 . 2 . . 3 5 6 . 6 . . 5 2 3 2 1 . 5 6

C. . . . 6 5 6 5 6 5 3 2 1

6 6 . 6 5 3 5 5 6 2 1 3 2

Ladrang Uluk-Uluk

Sl. Pt. 9

Buka: 2 . 1 . 2 . 1 2 2 1 1 . .

A. . 3 . 2 . 3 . 5 . 3 . 2 . 5 . 6

. 2 . 1 . 2 . 1 . 2 . 1 . .

Ngelik: 1 . .

B. . 5 . 6 . 5 . 6 . . . 5 . 3

. 2 . 3 . 5 . 3 . 6 . 5 . 3 . 2

C. . 3 . 2 . 5 . 6 . 2 . 3 . 5 . 6

. 2 . 1 . 2 . 1 . 2 . 1 . .

.6

.5

.5

.6

.6

.5

.6

.6

.5

.1

.1

.1

.1

.1

.1

.1

.3

.2

.1

.1

.1

.6

.5

.6

.5

.6

.5

.5

.6

.2

.1

.6

.5

Page 51: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

51

Ladrang Kembang Tanjung

Sl. Pt. 9

Buka: . 2 1 1 . 2 1 1 2 2 1 . .

A. . 2 . 3 . 2 . 1 . 2 . . 2 . 1

. 2 . . 2 . 1 . 2 . 1 . .

Ngelik: . 1 . 2 . 1 . 5 . 6

B. . 5 . 6 . . . . 6 . .

. . 6 . 2 . 1 . 2 . 1 . .

Ladrang Gonjang-Ganjing

Sl. Pt. 9

Buka: . 2 . 1 . 2 . 1 2 2 1 1 . .

A. . 2 . 1 . . . 2 . 5 . 2 . 1

. 2 . 1 . 2 . 1 . 2 . 1 . .

Ngelik: 1 . 6

B. . . . 6. 5 . 1 . 6 . 5 . 6

. 5 . 6 . 3 . 5 . 2 . 1 . .

.6

.6

.5

.6

.6

.6

.5

.2

.1

.2

.2

.1

.2

.6

.5

.6

.5

.6

.5

.6

.5

.2

.1

.3

.2

.6

.5

Page 52: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

52

Ladrang Kagok Madura

Sl. Pt. 9

Buka: 5 3 2 3 . 3 6 3 5 1 1 2 1

A. 1 1 2 1 1 1 1 2 1 1

1 1 2 1 1 3 2 3 . 3 3

B. . . . 6 5

6 3 2 5 6 6 3 5 6 6 5 3 5

C. 6 5 6 5 3 2 1 5 6 6 5 3 2 1

5 6 6 5 3 2 1 6 6 3 2 . 1

D. 3 2 3 . 3 6 3 5 3 2 3 . 3 6 3 5

3 2 3 . 3 6 3 5 1 1 2 1 1

Ladrang Gondosuli

Sl. Pt. 9

A. . 5 . 6 . 2 . 1 . 5 . 6 . 5 . 6

. 5 . 6 . 3 . 5 . 2 . 1 . .

B. . 1 . 2 . . . 1 . . 3 . 2

. 3 . 2 . 3 . 2 . 3 . 1 . .

C. . 1 . 2 . . . 1 . . 3 . 2

. 5 . 6 . 3 . 5 . 2 . 1 . 2 . 1

D. . 3 . 2 . . . 1 . . 3 . 2

. 5 . 6 . 3 . 5 . 2 . 1 . .

.6

.6

.6

.5

.6

.6

.5

.6

.6

.5

.6

.5

.1

.1

.1

.1

.2

.1

.3

.2

.1

.2

.1

.1

.1

.1

.1

.1

.1

.6

.5

.6

.6

.5

.6

.5

.6

.5

.6

.6

.5

.6

.5

.6

.6

.5

.6

.6

.5

Page 53: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

53

Ladrang Eling-Eling Kasmaran

Sl. Pt. 9

Wirama lancaran:

3 2 1 1 2 3 2 1 1 2

3 5 . . 5 6 1 2 1 1 1 1 2

A. . 3 .2 . . . 1 . . 3 . 2

. 3 .2 . . . 1 . . 3 . 2

. 3 . 5 . 6 . 5 . . 6 . 3 . 2

. 1 . 6 . . 5 . 1 . 6 . 3 . 2

Ngelik:

6 . .

B. . . . . . . 6 . 3 . 5

. . . . 6 . 5 . 3 . 1 . 2

. 3 . 5 . 6 . 5 . . 6 . 3 . 2

. 1 . 6 . . 5 . . 6 . 3 . 2

Ladrang Srikaton

Sl. Pt. Manyura

A. . 2 . 1 . 2 . 6 . 2 . 1 . 2 . 6

. 2 . 1 . 2 . 6 . 3 . 6 . 3 . 2

B. . 5 . 6 . 5 . 3 . 1 . 6 . 5 . 3

. 2 . 1 . 2 . 6 . 2 . 1 . 2 . 6

.6

.5

.6

.6

.5

.6

.6

.5

.6

.6

.5

.6

.6

.5

.6

.1

.1

.2

.1

.2

.1

.3

.2

.1

.2

.1

.2

.1

.1

.1

Page 54: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

54

Ladrang Lipur Sari

Sl. Pt. Manyura

A. . . . 3 . . . 2 . . . 3 . . . 2

3 3 . . 3 3 . . 1 1 3 2 5 3 2 1

3 2 6 5 3 5 6 1 3 2 6 5 3 5 6 1

2 3 . . 3 3 6 1 2 2 . 3 . 1 . 2

Ngelik:

B. 3 3 . . 3 3 . . 1 1 3 2 5 3 5 6

. . 3 5 3 5 6 . . 3 5 3 5 6

. . . 6 . 5 . . 6 . 5 . 3

C. 6 6 5 6 5 3 6 6 5 6 5 3

6 6 . . 6 6 5 6 3 2 5 3 2 1

3 2 6 5 3 5 6 6 5 3 5 6

2 3 . . 3 3 6 2 2 . 3 . 1 . 2

Ladrang Gonjang

Sl. Pt. Manyura

Buka: . 3 . 2 . 3 . 2 3 3 2 2 . 1 .

A. . 3 . 2 . 1 . 6 . 3 . 6 . 3 . 2

. 3 . 2 . 3 . 2 . 3 . 2 . 1 .

B. . 3 . 2 . 1 . . 3 . 1 . 2 . 1

. 5 . 6 . . . . 6 . 5 . 3

C. . 3 . 3 . 5 . 6 . 5 . 3 . 5 . 6

. 3 . 2 . 3 . 1 . 3 . 2 . 1 .

.1

.1

.3

.2

.1

.1

.1

.1

.1

.1

.1

.1

.3

.2

.1

.1

.6

.6

.6

.2

.1

.2

.6

Page 55: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

55

Ladrang Gonjang Seret

Sl. Pt. Manyura

Buka: . 3 . 2 . 3 . 2 3 3 2 2 . 1 .

A. . 3 . 2 . 1 . 6 . 3 . 6 . 3 . 2

2 3 . 3 2 1 2 1 2 3 . 3 2 1 2 1 2 3 . 3 2 1 6 3 5 . 6 3 . 6

B. 1 2 6 2 1 2 6 2 1 2 6 2 1 2 6 3 . 3 . 3 . 3 5 6 6 5 3 2 1 . 2

2 3 . 3 2 1 2 1 2 3 . 3 2 1 2 1 2 3 . 3 2 1 6 3 5 . 6 3 5 . 6

C. 6 6 6 6 3 . 3 . 3 . 3 5 6 6 5 3 5 6

5

6 . 6 5 6 5 6 . 6 5 6 5 6 . 6 5 3 1 2 . 3 1 2 3 6

D. 5 6 3 6 5 6 3 6 5 6 3 6 5 6 3 6 . 6 . 6 6 5 6 3 2 1 2 3 2 1

Ladrang Pucung Rubuh

Sl. Pt. Manyura

Buka: 6 6 6 3 5 6 6 5 3 2 . 5 . 3

A. . 2 3 5 . 2 35 2 3 5 6 5 2 5 3 . . . 6 . . . 5 . . . 3 . . . 2

. . . 5 . . . 3 . . . 5 . . . 2 . 3 5 . 2 3 5 6 6 5 2 3 5 3

. 2 3 5 . 2 35 2 3 5 6 5 2 5 3 . . . 6 . . . 5 . . . 3 . . . 2

. . . 5 . . . 3 . . . 5 . . . 2 . 3 5 . 2 3 5 6 6 5 2 3 5 3

B. . 6 . 6 6 5 2 3 5 3 . . . 6 . . . 5 . . . 2 . . . 1

. . . 3 . . . 2 2 . 6 . 5 . 3 . 2 . 3 5 2 3 5 6 6 5 2 3 5 6

. 6 . 6 6 5 2 3 5 3 . . . 6 . . . 5 . . . 2 . . . 1

. . . 3 . . . 2 2 . 6 . 5 . 3 . 2 . 3 5 2 3 5 6 6 5 2 3 5 6

.6

.1

.1

.2

.2

.1

.2

.2

.1

.2

.2

.1

.2

.1

.1

.1

.1

.1

.1

.1

.1

.1

.1

.1

.2

.1

.2

.1

.2

.1

.2

.1

.2

.1

.2

.1

.2

.1

.2

.1

.2

.1

.2

Page 56: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

56

Ladrang Pangkur

Sl. Pt. Manyura

Buka: . 3 . 2 . 3 . 2 3 1 3 2 . 1 2

Lancaran:

3 2 3 1 3 2 1 1 3 2 5 3 2 1

3 5 3 2 6 5 3 2 5 3 2 1 3 2 1

Ompak:

6 5 3 2 1 . 3 . 2 . 1 .

A. . 3 . 2 . 3 . 1 . 3 . 2 . 1 . 6

. . 6 6 5 3 . 2 . 1

. . . 3 . . . 2 3 2 5 3 6 5 3 2

6 5 3 2 1 . 3 . 2 . 1 .

Ngelik: 2 . .

B. . . . . . 3 5 6 5 6

. . 5 2 2 1 3 2 6 5 6 5 3

. . 3 5 6 5 6 3 5 6 6 5 3 2

6 3 2 6 3 2 1 . 3 . 2 . 1 .

Ladrang Lere-Lere

Sl. Pt. Manyura

Buka: . 3 . 1 2 3 1 2 . . 6

. 3 6 6 . 5 3 2

.6

.6

.6

.6

.1

.3

.2

.6

.1

.1

.1

.2

.3

.2

.1

.3

.2

.6

.3

.2

.2

.5

.3

.2

.3

.1

.2

.2

.1

.1

.1

.1

.6

.1

.1

.3

.2

.1

Page 57: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

57

A. . . 6 . 3 5 6 . 5 3 2

. . 6 . 3 5 6 . 5 3 2

. . 5 3 2 1 2 . 1 2 3 2 1 2

3 3 . . 3 3 2 1 1 2 3 2 1 2

B. 3 3 . . 3 3 2 1 1 2 3 2 1 2

3 3 . . 3 3 2 1 1 2 3 2 1 2

. 3 . 1 2 3 1 2 . 3 . 1 2 3 1 2

. . 6 . 3 5 6 . 5 3 2

Ladrang Moncer

Sl. Pt. Manyura

Buka: . 2 3 4 6 5 3 2 6 5 3 5 6 6

A. 5 3 6 5 3 6 3 3 2 3 6 5 3 2

3 2 3 5 6 5 3 2 6 5 3 5 6 6

Ngelik:

B. . . 6 3 5 6 6 3 5 6 6 5 3 2

3 2 3 5 6 5 3 2 6 5 3 5 6 6

Ladrang Geger Sakutha

Sl. Pt manyura

Buka: 3 5 2 . 3 5 2 1 1 2 1

A. 1 2 1 1 2 1

1 1 1 1 6 6 . . 5 3 2 6

.1

.1

.3

.2

.1

.1

.1

.3

.2

.1

.6

.6

.6

.6

.6

.6

.6

.6

.1

.1

.3

.2

.1

.1

.1

.1

.1

.1

.1

.1

.1

.1

.1

.6

.5

.3

.5

.6

.5

.6

.6

.5

.6

.5

.6

.6

.5

.6

.5

.6

.5

Page 58: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

58

B. . 6 . . 5 3 2 6 . 6 . . 5 3 2 6

. 6 . . 5 3 2 6 3 3 6 5 3 2 1 2

C. 3 2 3 5 6 5 3 2 3 2 3 5 6 5 3 2

5 3 5 2 5 3 5 2 1 1 . .

Ladrang Slamet

Sl. Pt. Manyura

Buka: . 1 3 2 1 2 3 1 1 3 2 . 1 2

A. 2 1 2 3 2 1 2 3 3 . . 6 5 3 2

5 6 5 3 2 1 2 2 1 2 3 2 1 2

B. . . 6 . 5 6 3 5 6 6 5 3 2

6 6 . . 5 11 6 3 2 .1 2

Ladrang Asmaradana

Sl. Pt. Manyura

Buka: . 3 . 2 . 3 . 2 3 1 3 2 . 1 2

Lancaran:

2 1 2 6 2 1 2 3 5 3 2 1 3 2 3 1

6 3 2 1 3 2 1 6 5 3 2 1 3 2 1

A. . 2 . 1 . 2 . . 2 . 1 1 2 3

3 6 3 2 5 3 2 1 3 5 3 2 3 1 2 6

5 3 5 3 6 5 2 1 3 5 3 2 3 1 2 6

.6

.5

.3

.5

.6

.6

.6

.6

.6

.1

.1

.1

.1

.1

.1

.6

.6

.6

.6

.6

Page 59: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

59

Ladrang Manis

Sl. Pt. Manyura

Buka: 1 3 2 1 2 3 5 3 6 5 3 2 . 1 2

A. . 2 . 3 . 2 . 1 . 2 . 3 . 2 . 1

. 2. 3 . 5 . 3 . 5 . 2 . 1 .

B. . . . 5. 3 . 5 . 6 . 5 . 3

. 6 . 5 . . 6 . 3 . 2 . 1 .

Ladrang Kembang Pepe

Sl. Pt. Manyura

Buka: 2 2 1 3 1 1 3 2 . 1 .

A. . 5 . 3 . 1 . . 5 . 3 . 1 .

. 5. 2 . 5 . 3 . 1 . 2 . 1 .

B. . . 6 . 5 . 3 . 5 . 2 . 5 . 3

. 5 . 2 . 5 . 3 . 1 . 2 . 1.

. . 6 . 5 . 3 . 5 . 2 . 5 . 3

Ladrang Sekar Gadung

Sl. Pt. Manyura

Buka: 2 2 1 . 1 2 . 1 .

A. . 1 . . 3 . 2 . 1 . . 3 . 2

. 3 . 2 . 3 . 5 . 1 . . 1 .

.6

.6

.6

.2

.1

.1

.6

.6

.6

.6

.6

.6

.1

.6

.1

.6

.5

.6

.6

.6

.6

.6

.6

Page 60: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

60

. 1 . 6 . 5 . 2 . 1 . 6 . 5 . 2

. 5 . 2 . 6 . 5 . 1 . 6 . 1 .

Ladrang Jong Keri

Sl. Pt. Manyura

Buka: 1 3 2 . 6 6 6 5 2 3

A. 6 5 3 2 5 6 5 3 6 5 3 2 5 6 5 3

6 6 . . 6 3 6 5 3 2

5 3 2 1 3 5 3 2 5 3 2 1 3 5 3 2

6 6 . . 6 5 6 5 3

Ladrang Mugi Rahayu

Sl. Pt. Manyura

Buka: 6 6 . 6 . 6 5 6 5 3 1 3 2

A. 3 1 . 3 1 2 3 1 . 3 1 2

3 3 . . 1 1 1 3 2

Ladrang Liwung

Sl. Pt. Manyura

Buka: . 1 . 2 . 1 . . . .

A. . . . . . . . .

. . . 1 . . 2 1 2

.6

.6

.2

.1

.2

.3

.2

.1

.3

.2

.2

.3

.2

.1

.3

.2

.1

.1

.6

.6

.6

.6

.6

.6

.6

.5

.6

.5

.3

.6

.6

.6

.3

.6

.5

.3

.2

.5

.6

.3

.2

.5

.6

.3

.2

.5

.6

.6

.6

.5

.3

.6

Page 61: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

61

B. . 2 1 2 . 2 1 2

. . . . . . . .

Ladrang Sumirat

Sl. Pt. Manyura

Buka: 5 6 . 6 5 3 5 6 5 2 5 6 5 3

A. 5 6 5 2 5 6 5 3 5 6 5 2 5 6 5 3

5 6 5 2 5 6 5 3 5 6 . 6 5 3

B. 5 6 . 6 5 3 5 6 . 6 5 3

5 6 . 6 5 3 5 6 5 2 5 6 5 3

Ladrang Wilujeng

Pl. br

Buka: . 7 3 2 6 7 2 3 7 7 3 2 . 7 5 6

A. 2 7 2 3 2 7 5 6 3 3 . . 6 5 3 2

5 6 5 3 2 7 5 6 2 7 2 3 2 7 5 6

Ngelik:

B. . . 6 . 7 5 7 6 3 5 6 7 6 5 2 3

6 6 . . 7 6 7 6 7 7 3 2 . 7 5 6

Ladrang Sriyatna

Sl. Manyura

A. . 2 . 1 . 2 . 6 . 2 . 1 . 2 . 6

3 3 . . 6 5 3 2 1 1 3 2 . 1 2 6

.6

.5

.3

.6

.6

.5

.3

.6

.3

.5

.6

.5

.6

.5

.3

.2

.1

.1

.1

.1

.1

.1

.1

.1

.1

.1

Page 62: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

62

B. . 2 . 1 . 2 . 6 . 2 . 1 . 2 . 6

. . 6 6 2 3 2 1 3 2 6 5 3 5 6 1

C. . 1 1 1 6 6 1 2 6 3 2 1 3 5 3 2

6 1 3 2 6 3 2 1 . 3 . 2 . 1 . 6

Ladrang Kapidhongdhong

Pl. 6

A. 3 2 6 5 2 3 2 1 3 2 6 5 3 6 3 2

5 3 1 6 1 3 1 2 5 6 1 6 5 4 2 1

B. . 3 . 2 . 6 . 5 . 2 . 3 . 2 . 1

. 3 . 2 . 6 . 5 . 2 . 3 . 2 . 1

5 3 1 6 1 3 1 2 5 3 1 6 1 3 1 2

5 5 . 6 1 2 1 6 2 1 5 2 5 4 2 1

Ladrang Sri Kretarta

Pl. 6

Buka: . 2 . 1 . 2 . 1 2 2 1 1 . 6 . 5

A. 2 1 2 6 2 1 6 5 1 2 1 6 2 3 2 1

3 2 6 5 2 3 2 1 3 2 1 6 2 1 6 5

B. . 2 . 1 . 2 . 6 . 2 . 1 . 6 . 5

. . 5 . 1 2 1 6 2 1 5 2 5 4 2 1

. 3 . 2 . 6 . 5 2 2 . . 5 3 2 1

5 6 2 1 5 2 1 6 . 2 . 1 . 6 . 5

. 5 6 1

Ngelik:

. . 1 . 3 2 1 2 . . 2 3 5 6 3 5

1 1 . . 3 2 1 6 2 3 5 3 6 5 3 2

Page 63: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

63

. . 2 3 5 6 3 5 2 3 5 6 5 3 2 1

5 6 2 1 5 2 1 6 . 2 . 1 . 6 . 5

Ladrang Semar Mantu

Sl. Manyura

Buka: . 2 2 . 2 1 3 2 6 5 1 6 2 1 2 6

A. 2 1 2 3 2 1 2 6 2 1 2 3 2 1 2 6

2 1 2 3 2 1 2 6 2 1 2 3 2 1 2 6

B. 2 1 2 3 2 1 2 6 2 1 2 3 2 1 2 6

2 1 2 3 2 1 2 6 5 5 6 5 6 1 6 5

C. 1 6 1 2 1 6 3 5 1 6 1 2 1 6 3 5

1 6 1 2 1 6 3 5 2 3 1 2 3 5 3 2

D. 5 3 6 5 2 1 3 2 5 3 6 5 2 1 3 2

5 3 6 5 2 1 3 2 6 5 1 6 2 1 2 6

Wirama II

E. . 2 . 1 . 2 . 3 . 2 . 1 . 2 . 6

. 2 . 1 . 2 . 3 . 2 . 1 . 2 . 6

. 2 . 1 . 2 . 3 . 2 . 1 . 2 . 6

2 1 2 . 2 1 5 3 2 1 2 . 2 1 5 6

F. 2 1 2 . 2 1 5 3 2 1 2 . 2 1 5 6

2 1 2 . 2 1 5 3 2 1 2 . 2 1 5 6

2 1 2 . 2 1 5 3 2 1 2 . 2 1 5 6

. 5 . 5 . 6. 5 . 6 . 1 . 6 . 5

G. 1 6 1 . 1 6 3 2 1 6 1 . 1 6 3 5

1 6 1 . 1 6 3 2 1 6 1 . 1 6 3 5

1 6 1 . 1 6 3 2 1 6 1 . 1 6 3 5

. 2 . 3 . 6 . 5 . 3 . 5 . 3 . 2

H. . 5 5 . 5 3 6 5 . 2 2 . 2 1 3 2

. 5 5 . 5 3 6 5 . 2 2 . 2 1 3 2

. 5 5 . 5 3 6 5 . 2 2 . 2 1 3 2

. 6 . 5 . 1 . 6 . 2 . 1 . 2 . 6

Page 64: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

64

Ladrang Longgor

Pl. br

A. . . . 7 6 5 3 2 . 7 6 5 3 5 7 6

. . 3 5 6 6 7 6 5 3 2 7 3 5 3 2

B. . . 2 3 4 3 2 7 2 3 4 . 4 3 2 7

2 3 4 . 4 3 2 7 6 7 6 5 2 3 2 7

C. 2 3 4 . 4 3 2 7 2 3 2 . 2 3 2 7

2 3 2 . 2 3 2 7 6 7 6 5 2 3 2 7

Ladrang Manten

Pl. br

Buka: . 7 6 7 6 5 6 3 6 5 3 5 6 7 5 6

A. . 5 . 6 . 5 . 6 . 5 . 6 . 2 . 7

. 2 . 7 . 5 . 3 . 6 . 5 . 7 . 6

B. 7 5 7 6 7 5 7 6 7 5 7 6 3 5 6 7

2 3 2 7 6 5 6 3 6 5 3 5 6 7 5 6

C. 3 3 . 1 2 3 5 3 6 7 6 5 3 2 1 2

3 2 1 6 5 3 5 2 5 3 2 3 5 6 5 3

D. 6 5 6 3 6 5 6 3 6 5 6 3 6 5 3 2

5 3 2 5 3 2 5 3 2 5 2 3 5 6 5 3

E. 6 5 6 3 6 5 6 3 6 5 6 3 6 5 6 7

2 3 2 7 6 5 6 3 6 5 3 5 6 7 5 6

Ladrang Santi Mulya

Pelog 9.

Buka: . . . 3 3 3 2 1 5 6 1 2 3 1 6 5

A. 6 1 6 5 6 1 6 5 2 4 5 6 5 4 2 1

6 5 6 1 6 5 6 1 2 3 2 1 2 1 6 5

Page 65: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

65

B. 2 1 6 5 2 1 6 5 . 6 3 2 1 6 3 5

. . 5 . 5 3 2 1 2 6 2 1 3 2 6 5

C. 6 6 . . 4 5 6 1 2 1 6 5 4 5 6 1

3 2 1 2 5 4 6 5 . 6 1 2 1 6 3 5

Ladrang Pangkur

Pl. br

Buka: . 3 . 2 . 3 . 2 3 7 3 2 2 7 5 6

A. 3 2 3 7 3 2 7 6 7 6 3 2 5 3 2 7

3 5 3 2 6 5 3 2 5 3 2 7 3 2 7 6

B. . 3 . 2 . 3 . 7 . 3 . 2 . 7 . 6

7 7 . . 6 6 7 2 3 2 5 3 . 2 . 7

. . 5 3 6 5 3 2 3 2 5 3 6 5 3 2

6 7 3 2 6 3 2 7 . 3 . 2 . 7 . 6

. 6 7 2

C. . . 2 . 4 3 2 3 . . 3 5 6 7 5 6

2 2 . . 4 3 2 7 3 2 6 5 7 6 5 3

. . 3 5 6 7 5 6 3 5 6 7 6 5 3 2

6 7 3 2 6 3 2 7 . 3 . 2 . 7 . 6

Ladrang Kidung Temanten

Pl. 6

Buka: Celuk 1

A. . 2 1 . 2 1 6 5 . 1 5 6 1 1 2 1

. 6 5 4 2 4 6 5 . 6 5 6 5 4 2 1

B. . . 1 . 3 5 3 2 3 5 7 6 3 5 3 2

1 6 5 . 3 5 6 5 7 6 5 6 5 4 2 1

Page 66: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

66

Ladrang Raja Manggala

Pl. 6

Buka: 2 1 2 3 5 3 2 1 6 5 3 2 5 6 5 3

A. 6 5 6 3 6 5 6 1 2 1 2 3 5 3 2 1

2 1 2 3 5 3 2 1 6 5 3 2 5 6 5 2

B. 6 5 6 3 6 5 6 1 2 1 2 3 5 3 2 1

2 1 2 3 5 3 2 1 2 2 1 6 2 1 6 5

C. 1 6 1 2 1 6 3 5 1 6 1 2 1 6 3 5

1 6 1 2 1 6 3 5 1 6 2 1 6 5 6 1

D. 2 1 6 5 1 2 1 6 2 1 6 5 1 2 1 6

5 5 . 2 3 5 6 5 7 6 5 4 2 1 2 6

E. 1 5 6 1 5 3 2 1 2 1 2 3 5 3 2 1

2 1 2 3 5 3 2 1 6 5 3 2 5 6 5 3

Ladrang Penganten Anyar

Pl. 6

A. . 5 . 6 . 2 . 1 . 5 . 6 . 5 . 6

. 5 . 6 . 3 . 5 . 2 . 3 . 2 . 1

B. . . . 5 . . . 6 . . . 2 . . . 1

. . . 5 . . . 6 . . . 5 . . . 6

. . 6 . 6 6 1 2 . 3 2 1 3 2 1 6

. . 6 . 2 3 2 1 5 5 . 2 3 5 6 5

Ladrang Karonsih

Pl. br.

Buka: . 3 . 2 . 3 . 2 3 7 3 2 . 7 5 6

A. 3 2 3 7 3 2 7 6 7 2 7 6 3 5 3 2

6 3 5 6 5 7 5 6 3 2 3 7 3 2 7 6

Page 67: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

67

B. . 3 . 2 . 3 . 7 . 3 . 2 . 7 . 6

7 7 . . 3 2 7 6 3 5 6 7 6 5 3 2

6 6 . . 7 5 7 6 7 2 3 2 3 2 7 6

3 3 6 5 3 2 3 7 . 3 . 2 . 7 . 6

Ngelik

. . 2 . 4 3 2 3 . . 3 5 6 7 5 6

2 2 . . 4 3 2 7 3 2 6 5 7 6 5 3

. . 3 5 6 7 5 6 7 2 3 2 3 2 7 6

3 3 6 5 3 2 3 7 . 3 . 2 . 7 . 6

Ladrang Tedhak Saking

Pl. 5

Buka . 3 5 6 7 6 5 3 2 3 2 1 6 1 2 3

A. 5 6 5 2 5 6 5 3 5 6 5 2 5 6 5 3

5 6 5 2 5 6 5 3 2 3 2 1 6 1 2 3

B. . 3 3 3 1 1 2 3 1 1 3 2 . 1 6 5

6 5 6 1 3 2 6 5 3 2 3 1 3 2 6 5

C. . . 5 5 7 6 5 6 7 6 5 3 2 1 2 3

5 6 7 6 7 6 5 3 2 3 2 1 6 1 2 3

D. . . . 3 3 3 . . 3 3 2 1 6 1 2 3

1 1 . . 1 1 . . 1 1 3 2 . 1 6 5

. . . 5 5 5 . 6 1 1 3 2 . 1 6 5

1 3 . 2 . 3 . 1 . 3 1 2 3 5 6 5

E. . . . 5 5 5 . 6 7 7 6 7 5 6 7 6

7 6 7 . 7 6 5 6 5 3 2 1 6 1 2 3

5 6 7 . 7 6 5 6 5 3 2 1 6 1 2 3

1 23 5 . 3 2 1 6 6 . 1 2 3 5 3

Page 68: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

68

Ladrang Eling-Eling Kasmaran

Sl. 9

A. 3 2 1 6 5 6 1 2 3 2 1 6 5 6 1 2

5 5 . . 5 6 1 2 1 6 1 5 1 6 1 2

B. . 3 . 2 . 6 . 5 . 1 . 6 . 3 . 2

. 3 . 2 . 6 . 5 . 1 . 6 . 3 . 2

. 3 . 5 . 6 . 5 . 1 . 6 . 3 . 2

. 1 . 6 . 1 . 5 . 1 . 6 . 3 . 2

Ngelik

. 3 . 2 . 1 . 2 . 1 . 6 . 3 . 5

. 2 . 1 . 2 . 6 . 1 . 6 . 3 . 5

. 3 . 2 . 3 . 5 . 1 . 6 . 3 . 2

. 1 . 6 . 3 . 5 . 1 . 6 . 3 . 2

C. . . 5 6 1 2 1 6 2 1 5 2 . 1 . 6

3 3 . . 6 5 3 2 . 3 2 1 6 5 3 5

2 2 . . 3 2 1 6 . 2 . 1 6 5 3 5

2 2 . 3 5 6 5 4 6 5 2 3 2 1 2 1

Ladrang Geger Sekutha

Sl. manyura

Buka . 3 5 2 . 3 5 2 1 1 2 1 6 5 3 5

A. . 5 6 1 2 1 6 5 . 5 6 1 2 1 6 5

1 6 1 5 1 6 1 5 6 6 1 6 5 3 2 6

B. . 6 1 6 5 3 2 6 . 6 1 6 5 3 2 6

. 6 1 6 5 3 2 6 3 3 6 5 3 2 1 2

C. . 2 3 5 6 5 3 2 . 2 3 5 6 5 3 2

5 3 5 2 5 3 5 2 1 1 2 1 6 5 3 5

Page 69: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

69

Ladrang Grompol

Sl. 6

Buka: 6 3 5 6 2 3 2 1 3 2 1 6 5 5 5 5

6 2 5 3 6 1 6 5

6 2 5 3 6 1 6 5

6 3 5 6 2 3 2 1

3 2 1 6 2 3 6 5

Ladrang Kembang Kates

Pl. 6

Buka: . 6 1 2 1 6 5 3 6 1 2 3 6 5 3 2

5 2 5 3 6 5 3 2 5 2 5 3 6 5 3 2

6 6 1 2 1 6 5 3 6 1 2 3 6 5 3 2

. 5 2 . 2 5 2 3 5 3 5 6 3 5 3 2

. 5 2 . 2 5 2 3 5 3 5 6 3 5 3 2

. 3 5 6 6 6 1 2 3 2 1 6 5 3 2 3

2 1 6 . 6 1 2 3 5 3 5 6 3 5 3 2

Ladrang Mugi Rahayu

Pl. brng

Buka: . . . 6 6 7 6 5 7 6 5 3 6 7 3 2

3 6 7 . 3 5 3 2 3 6 7 . 3 5 3 2

3 5 2 3 6 7 6 5 7 6 5 3 6 7 3 2

Page 70: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

70

Ladrang Raja Manggala

Pl. 6

Buka: . 1 2 3 5 3 2 1 6 5 3 2 3 3 . 3

6 5 6 3 6 5 6 1 2 1 2 3 5 3 2 1

2 1 2 3 5 3 2 1 6 5 3 2 5 6 5 3

Pangkat ngelik: 2 2 1 6 2 1 6 5

Ngelik:

1 6 1 2 1 6 4 5 1 6 1 2 1 6 4 5

1 6 1 2 1 6 4 5 1 6 2 1 6 5 6 1

2 1 6 5 1 2 1 6 2 1 6 5 1 2 1 6

5 5 . 2 3 5 6 5 7 6 5 4 2 1 2 6

1 5 6 1 2 3 2 1 2 1 2 3 5 3 2 1

2 1 2 3 5 3 2 1 6 5 3 2 5 6 5 3

Ladrang Kumandhang

Pl. brng (Soran)

Buka: . 7 7 7 3 2 7 6 5 3 5 6 2 2 2 2

7 6 7 . 5 6 7 2 7 6 5 7 5 6 7 2

6 7 2 . 3 2 7 6 5 3 5 6 5 3 5 2

7 6 7 . 5 6 7 2 7 6 5 7 5 6 7 2

6 7 2 . 3 2 7 6 7 7 2 7 6 5 3 5

7 6 5 6 5 3 2 3 7 7 3 2 6 3 5 6

7 5 2 3 7 2 7 6 3 5 6 5 3 2 3 2

4 3 4 3 2 7 6 5 . 6 7 2 . 7 6 5

6 7 . 7 3 2 7 6 5 3 5 6 5 3 5 2

Page 71: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

71

Ladrang Ayun-Ayun

Pl. 6

Buka

6 6 5 3 2 1 1 2 3 2 1 5 6 1 6

Irama I & II

2 3 2 1 3 5 3 2 5 3 2 1 3 5 3 2

6 3 5 6 2 1 6 5 3 6 3 2 5 3 5 6

Irama III

3 6 3 6 2 3 2 1 6 1 2 3 6 5 3 2

6 2 5 3 2 3 2 1 6 1 2 3 6 5 3 2

6 2 5 3 1 2 1 6 2 3 2 1 6 5 4 5

6 3 5 6 3 5 3 2 5 3 1 6 2 1 2 6

Gobyog

3 6 3 6 3 6 3 6 . 2 . 3 . 2 . 1

5 1 5 1 5 1 5 1 . 6 . 5 . 3 . 2

6 2 6 2 6 2 5 3 . 1 . 2 . 1 . 6

. 2 . 3 . 2 . 1 . 6 . 5 . 4 . 5

. 6 . 3 . 5 . 6 . 2 . 1 . 6 . 5

. 3 . 6 . 3 . 2 . 5 . 3 . 5 . 6

Cakepan:

Ayun-ayun gobyog gawe gumun Tekun sarwa rukun akeh kang kayungyun Dadi srana iku datan jemu Nyawiji ing panemu condhonging kalbu

Tulus rumangsang ayun-ayun Sarwa sarwi samar ayun-ayun Kang kadung emeng ayun-ayun Tundhane nalangsa ayun-ayun

Page 72: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

72

Tansah ngayun-ayun Kayungyun temah nandhang wulangun Marmane nyata mendah baya Besus hangadi sarira Hangadi busana Karana hamung sira pindha mustika Esemu nimas maweh welas Murih aja anandhang kawlasih Mara age prayogane Tumuli gabug rasane Kang ana tambuhana Kang ora ana takek-ena Mrih condhonging kalbu Mrih aja rengu Muga-muga adoh ing panyendhu Bang-bang wetan suruping surya Ing wengi tan kendhat angayun-ayun

Ladrang Asmarandhana

Slendro

Buka: 6 1 2 3 1 1 2 3 . 1 2 6

2 1 2 6 2 1 2 3

5 3 2 1 3 2 3 1

6 3 2 1 3 2 1 6

5 3 2 1 3 2 1 6

Ladrang Wahyu

Buka 3 5 3 2 1 1 3 3 . 6 5 3

A. 5 2 5 3 5 2 5 3

B. 6 5 6 3 6 5 6 1

C. 6 3 2 1 3 5 3 2

D. 3 1 2 3 5 6 5 3

Page 73: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

73

Cakepan :

Pra taruna angudiya Saniskara sanguning sagung dumadi Marsudi ing kawruh kang akeh gunane Bisane sembada tlatenana

Ladrang Kandha Manyura

Sl. Manyura

Buka: . . . 3 . 5 6 1 . 2 2 . 2 3 2 1 . 5 . 3

A. . 5 . 6 . 5 . 3 . 5 . 3 . 2 . 1

. 2 . 3 . 2 . 1 . 2 . 6 . 5 . 3

Ngelik:

B. . 5 . 6 . 5 . 6 . 2 . 1 . 6 . 5

. 6 . 3 . 2 . 1 . 2 . 6 . 5 . 3

C. . 5 . 3 . 5 . 6 . 5 . 3 . 5 . 6

. 3 . 2 . 5 . 3 . 1 . 6 . 5 . 3

Ladrang Nuswantoro

Pl. 6

Buka 7 6 5 6 3 5 3 1 3 5 1 6 5 5 5 5

A. 6 5 1 6 2 1 6 5

6 5 1 6 2 1 6 5

7 6 5 6 3 5 3 2

3 5 1 6 2 1 6 5

B. 1 6 3 5 2 1 2 6 3 2 3 1 5 6 3 5

1 6 3 5 2 1 2 6 3 2 3 1 5 6 3 5

6 7 5 6 1 5 1 6 2 3 6 5 2 3 1 2

5 3 6 5 2 1 2 6 3 2 2 1 5 6 3 5

Page 74: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

74

Ladrang Kembang Kates

Pl. nem

Buka . . . 6 6 5 2 3 2 3 5 6 2 2 2 2

A. 5 2 5 3 5 6 5 2

5 2 5 3 5 6 5 2

6 6 1 2 6 5 2 3

6 1 2 3 6 5 3 2

B. . 5 2 . 2 5 2 3 5 3 5 6 2 5 3 2

. 5 2 . 2 5 2 3 5 3 5 6 2 5 3 2

3 5 6 . 6 6 1 2 3 2 6 5 3 6 5 3

2 1 6 . 6 1 2 3 5 3 5 6 3 5 3 2

Ladrang Enggar-Enggar

Pl. br

Buka 7 6 5 7 3 2 6 5 7 6 5 6 3 3 3 3

A. 2 7 2 . 2 7 2 3

2 7 2 . 2 7 2 3

7 5 6 7 3 2 6 5

7 6 5 6 5 3 2 3

B. 2 7 2 . 6 5 6 7 6 5 2 3

2 7 2 . 6 5 6 7 6 5 2 3

7 5 6 7 3 2 6 5

7 6 5 6 5 3 2 3

Page 75: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

75

Ladrang Sumyar

Pl.br

Buka 3 3 2 7 6 7 6 7 3 2 2 2 2

A. 7 3 7 2 7 3 7 2

7 3 7 2 5 6 5 3

5 7 5 6 5 2 5 7

3 5 7 6 7 3 7 2

B. 7 6 7 3 7 6 7 2 7 6 7 3 7 6 7 2

7 6 7 3 7 6 7 2 5 . 5 6 7 5 2 3

5 . 5 7 5 . 5 6 7 7 3 2 5 3 2 7

3 3 6 5 2 7 5 6 7 6 7 3 7 6 7 2

Ladrang Pancasila Sekti

Slendro manyura

Buka . 5 5 6 5 3 2 3 . 2 3 2 6 2 1 6

A. 2 1 6 1 6 5 2 3

2 1 . . 5 3 5 6

2 1 6 1 6 5 2 3

. 1 2 1 3 2 1 6

B. . 6 5 3 2 1 2 6

3 5 1 6 2 1 2 6

5 6 5 3 2 1 2 6

3 5 . 3 2 1 2 6

Page 76: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

76

Ladrang Srikaloka

Slendro manyura

Buka . . . . 1 2 3 3 3 6 1 2 3 1 2

A. . 3 . 2 . 5 . 3 . 1 . 6 . 5 . 3

. 2 . 1 . 2 . 6 . 5 . 3 . 1 . 2

B. . . . 3 . . . 2 . . . 5 . . . 3

. . . 1 . . . 6 . . . 5 . . . 3

. . . 2 . . . 1 . . . 2 . . . 6

. . . 5 . . . 3 . . . 1 . . . 2

Ladrang Sigramangsah

Slendro manyura

Buka . 5 5 . 1 6 5 3 6 5 2 1 3 2 1 6

A. 2 1 2 6 2 1 2 6 3 3 5 6 3 5 3 2

1 6 3 2 1 6 3 2 5 6 5 3 2 1 2 6

B. 3 5 6 1 3 2 1 6 3 5 6 1 3 2 1 6

3 3 . . 3 3 5 6 3 5 6 1 6 5 3 2

1 3 1 6 1 3 1 2 1 3 1 6 1 3 1 2

5 5 . . 1 6 5 3 6 5 2 1 3 2 1 6

Ladrang Sumyar

Pelog barang

Buka . 3 6 5 2 2 3 2

A. 7 3 2 7 3 2 7 3 2 5 6 5 3

5 7 5 6 5 2 5 7 3 5 7 6 3 2

.6

.7

.6

.7

.6

.7

.7

.6

.7

.7

.7

.7

.7

.7

Page 77: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

77

B. 3 2 3 2

3 2 5 . 5 . 5 3

5 . 5 7 5 . 5 6 7 7 3 2 5 3 2 7

Ladrang Sigramangsah

Slendro manyura

Buka . 5 5 . 1 6 5 3 6 5 2 1 3 2 1 6

A. 2 1 2 6 2 1 2 6 3 3 5 6 3 5 3 2

1 6 3 2 1 6 3 2 5 6 5 3 2 1 2 6

B. 3 5 6 1 3 2 1 6 3 5 6 1 3 2 1 6 – 3

3 3 . . 3 3 5 6 3 5 6 1 6 5 3 2

1 3 1 6 1 3 1 2 1 3 1 6 1 3 1 2 – 5

5 5 . . 1 6 5 3 6 5 2 1 3 2 1 6

Ladrang Ginunjing

Pelog barang

Buka . . . . 7 2 7 6 3 3 5 6 5 3 5 2

A. 5 6 5 3 5 6 5 2 5 6 5 3 6 7 5 6

5 2 5 7 5 3 5 6 3 3 5 6 5 3 5 2

B. . 5 . 6 . 5 . 3 . 5 . 6 . 5 . 2

. 5 . 6 . 5 . 3 . 5 . 7 . 5 . 6

. 5 . 2 . 5 . 7 . 5 . 3 . 5 . 6

. 5 . 3 . 5 . 6 . 5 . 3 . 5 . 2

.7

.6

.7

.7

.6

.7

.7

.6

.7

.7

.6

.7

.7

.6

.7

.7

.6

.7

.5

.6

Page 78: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

78

Ladrang Srisinuba

Pelog 6

Buka . 3 3 3 6 5 3 2 3 2 1 .6 2 1

.6

A. 1 6 1 2 1 .6 1

.6 1 2 1

.6

3 3 . . 6 5 3 2 3 2 1 .6 2 1

.6

Ngelik kagerong kinanthi

B. 1.6 1 2 1

.6 1

.6 1 2 1

.6

. . . 6 5

C. . . 5 6 6 5 4 2 3 2 1 3 2 1

3 3 . . 6 5 3 2 3 2 1 2 1

.5

.3

.5

.3

.5

.5

.3

.5

.3

.5

.1

.1

.1

.1

.2

.1

.3

.2

.1

.2

.1

.1

.6

.6

.6

.5

Page 79: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

79

BAB VI

GENDHING KETAWANG

Ketawang Ganggeng Kanyut

Pl. 6

A. . . 1 6 2 1 6 5 . 5 3 2 1 5 6 1

. . 1 . 1 6 1 5 . 5 3 2 5 3 2 1

B. . 6 . 5 . 3 . 2 . 3 6 5 3 2 1 6

. 1 5 . 5 6 2 1 . . 1 6 1 2 3 1

C. . . 1 2 3 5 6 5 . 6 5 4 2 1 2 6

. . 1 2 . 3 1 2 . 1 6 5 . 6 1 2

D. . . 1 2 3 5 6 5 6 5 4 2 1 6 5 4

. 4 2 1 . 4 2 1 . 2 . 1 . 6 . 5

Ketawang Sinom Parijotho

Sl. 9

Buka: . 6 6 6 2 2 1 1 2 2 1 6 2 1 6 5

A. 6 6 . . 2 3 2 1 3 2 1 6 2 1 6 5

B. . . . . 2 3 5 6 3 5 3 2 3 5 6 5

. 6 2 1 5 2 1 6 . 2 . 1 6 5 3 5

2 2 . . 3 5 3 2 1 1 6 5 2 3 2 1

5 6 2 1 5 2 1 6 . 2 . 1 . 6 . 5

. . . . 2 3 2 1 5 2 1 6 2 3 2 1

Page 80: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

80

Ketawang Sekartejo

Sl. Manyura

Buka: . 1 2 3 . 2 . 1 . 3 . 2 . 1 2 6

A. 2 2 . . 2 3 2 1 . 3 . 2 . 1 2 6

B. . . . . 2 3 2 1 3 2 6 5 3 5 6 1

. . 1 2 3 2 1 6 3 5 3 2 . 1 2 6

2 2 . . 2 3 2 1 . 3 . 2 . 1 2 6

Ketawang Langengita Srinarendra

Pl. br

Buka: celuk 6

A. . 2 . 3 . 2 . 7 . 5 . 3 . 7 . 6

. 2 . 3 . 2 . 7 . 5 . 3 . 7 . 6

B. 7 7 . . 7 7 6 7 2 2 . 7 6 5 2 3

. . 3 5 6 7 5 6 3 5 6 7 6 5 2 3

2 2 . . 6 7 2 3 . 7 3 2 . 7 5 6

Ketawang Mesubudi

Pl. br

A. . . 2 3 2 7 6 7 . 6 7 2 . 7 6 5

B. 2 2 . . 2 3 5 6 . 2 . 7 6 5 3 2

C. 6 6 . 7 5 6 7 6 2 2 . . 2 3 2 7

D. 3 2 6 5 2 3 2 7 . 6 7 2 3 2 7 6

E. 2 2 . . 2 3 5 3 6 5 3 2 . 7 6 5

Page 81: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

81

Ketawang Puspawarna

Sl. Manyura

Buka: 6 1 2 3 . 2 . 1 3 3 1 2 . 1 2 6

A. . 2 . 3 . 2 . 1 . 3 . 2 . 1 . 6

. 2 . 3 . 2 . 1 . 3 . 2 . 1 . 6

B. . . 6 . 2 3 2 1 3 2 6 5 1 6 5 3

6 1 3 2 5 3 2 1 . 3 . 2 . 1 . 6

. 2 . 3 . 2 . 1 . 3 . 2 . 1 . 6

Ketawang Boyong Basuki

Pl. br

Buka: . . 6 7 2 3 2 7 3 2 6 5 . 3 . 2

A. . 6 . 5 . 6 . 3 . 6 . 5 . 3 . 2

B. 6 6 . . 6 6 . . 6 7 6 5 2 3 5 6

. 7 6 5 3 3 . 5 6 7 6 5 . 5 2 3

6 6 . . 6 5 3 2 7 2 3 2 . 7 5 6

. 2 . 3 . 2 . 7 3 2 6 5 . 3 . 2

Ketawang Asih Prana

Sl. 9

Buka: . . . 5 5 3 2 1 . 2 . 1 . 6 . 5

A. . . 1 6 2 1 6 5 . 1 5 6 1 2 1 6

. 1 6 . 5 6 1 2 . 6 2 1 6 5 3 5

Page 82: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

82

B. . . 1 6 2 1 6 5 . 1 5 6 1 2 3 2

. 2 2 . 5 6 5 3 . 2 5 3 2 5 2 1

C. . 2 . 5 . 6 . 1 . 6 1 5 2 5 6 1

. . 5 6 5 6 1 2 . 3 . 5 . 6 . 5

D. . . 1 6 5 5 1 6 . 1 5 3 . 1 . 2

3 2 3 5 . 3 2 3 . 2 5 3 2 5 2 1

E. . . 1 . 1 5 6 1 . 5 . 3 . 1 . 2

3 2 3 . 5 3 2 1 . 2 . 1 . 6 . 5

Ketawang Subakastawa

Pl. 5

Buka: 5 6 1 2 2 1 6 1 1 6 2 1 5 5 5 5

1 2 1 6 2 1 6 5 1 2 1 6 2 1 6 5

1 2 1 6 2 1 6 5 1 2 1 6 2 1 6 5

2 3 2 1 3 2 6 5 2 5 2 1 3 2 6 5

2 3 2 1 3 2 6 5 2 5 2 1 3 2 6 5

2 1 2 1 5 2 1 6 2 3 2 1 3 2 6 5

Ketawang Langen Gita

Sl. 9

Buka: 5 6 1 2 2 1 6 1 1 6 2 1 5 5 5 5

2 5 2 1 3 2 1 6 3 5 3 2 1 6 3 5

2 5 2 1 3 2 1 6 3 5 3 2 1 6 3 5

Page 83: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

83

. . 5 . 6 1 6 5 1 2 1 6 5 3 1 2

6 5 6 1 3 2 6 5 1 2 1 6 5 3 1 2

1 1 2 1 5 6 1 2 6 6 2 1 2 6 3 5

Ketawang Ganda Mastuti

Pl. 6

Buka: 6 1 2 3 3 2 1 2 2 1 3 2 6 6 6 6

2 1 2 3 2 1 2 6 2 1 2 3 2 1 2 6

2 1 2 3 2 1 2 6 2 1 2 3 2 1 2 6

2 3 2 1 3 5 3 2 5 3 2 1 3 2 1 6

2 3 2 1 3 5 3 2 5 3 2 1 3 2 1 6

7 5 7 6 5 4 2 1 3 5 3 2 3 1 2 6

Ketawang Kinanthi Sandhung

Pl. brng

Ompak:

. . 2 6 7 2 3 2 6 7 2 3 6 5 3 2

Gerong:

. . 6 . 6 6 5 6 7 2 6 5 2 3 5 3

. . 3 5 6 5 3 5 2 3 5 3 2 7 6 5

2 2 . . 3 5 3 2 6 7 2 3 6 5 3 2

Page 84: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

84

Ketawang Tumadhah

Pl. 6

Buka: . 6 6 . 6 5 3 2 3 2 1 6 2 1 6 5

2 1 2 6 2 1 6 5 2 1 2 6 2 1 6 5

1 1 . . 1 1 2 1 3 2 1 2 5 3 2 1

. 1 3 2 6 3 2 1 2 1 3 2 5 3 2 1

6 6 . . 6 5 3 2 3 2 1 6 2 1 6 5

Ketawang Subakastawa

Sl. 9

Buka gender

Ompak:

. 1 . 6 . 1 . 5 . 1 . 6 . 1 . 5

Lik: . 2 . 1 . 6 . 5 . 2 . 1 . 6 . 5

. 2 . 1 . 6 . 5 . 2 . 1 . 6 . 5

. 2 . 1 . 2 . 6 . 2 . 1 . 6 . 5

Ketawang Ganda Mastuti

Buka 6 1 2 3 1 2 3 1 3 3 1 2 . 1 2 6

A. 5 2 5 3 1 2 3 2 5 3 5 2 3 1 3 6

B. 2 3 2 1 6 5 3 2 5 3 2 1 3 2 1 6

C. 2 3 2 1 6 5 3 2 5 3 2 1 3 2 1 6

D. 7 5 7 6 5 4 2 1 3 5 3 2 3 2 1 6

Page 85: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

85

Ketawang Dhendha Gedhe

Sl. Pt. 9

Buka: . . . 5

A. . . . 2 . 1 . .

B. 1 2 1 . . .

C. . 3 5 2 . . 2 3 5 6 5 3 2 1

2 3 1 2 . . 2 3 5 6 5 3 2 1

1 2 . . .

Ketawang Suba Kastawa

Sl. Pt. 9

Buka: . 2 . 1 . 2 . 1 2 2 1 1 . .

A. . 1 . . 1 . . 1 . . 1 .

B. . . . 6 . 5 . 2 . 1 . .

. . . 6 . 5 . 2 . 1 . .

. . . 6 . 5 . 2 . 1 . .

.2

.2

.3

.2

.3

.5

.3

.2

.3

.5

.6

.6

.5

.6

.5

.3

.2

.2

.3

.5

.6

.3

.5

.6

.5

.6

.5

.6

.5

.3

.2

.2

.3

.5

.6

.3

.5

.6

.5

.6

.5

.6

.5

.2

.1

.6

.5

.2

.1

.6

.5

.2

.1

.6

.5

Page 86: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

86

Ketawang Langen Gita

Sl. Pt. 9

Buka: . . 2 1 . 2 . 1 2 2 1 1 . .

A. . 2 . 1 . 2 . . 3 . 2 . .

B. . . 5 . 6 6 5 5 5 3 2

6 6 . . 6 6 5 5 5 3 2

1 1 . . 3 5 3 2 . 2 1

Ketawang Rajaswala

Sl. Pt. 9

Buka: 2 2 1 . 2 1 2 1

A. 6 6 . . 2 3 2 1 3 2 1 2 1

6 6 . . 2 3 2 1 3 2 1 2 1

B. 6 3 2 . 2 3 6 5 6 . 2 . 6 6 5

C. 6 . 2 . 2 3 5 6 5 2 5 3 2 1

D. 3 2 1 2 3 2 1 3 21 2 1

Ketawang Sukma Ilang

Sl. Pt. Manyura

A. . . 2 1 2 3 2 1 2 3 6 5 3 2

.6

.5

.6

.6

.5

.1

.1

.2

.1

.1

.1

.1

.2

.1

.1

.6

.6

.5

.3

.5

.6

.6

.6

.6

.5

.6

.6

.5

.6

.6

.5

.1

.2

.1

.6

.6

.6

.5

.6

.6

Page 87: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

87

B. 3 3 . . 3 3 5 3 6 6 5 6 5 3

C. . . 3 5 6 3 5 6 3 5 6 6

D. . . 6 3 5 6 6

E. 3 3 . . 6 5 3 2 1 2 3 6 5 3 2

Ketawang Martapuran

Sl. Pt. Manyura

Buka: . 1 2 3 2 1 2

A. . . 2 3 2 1 2 2 1 3 2

B. 6 6 . . 6 6 5 6 6 5 3 5 3 2

C. 5 6 5 3 2 1 2 3 3 6 5 3 2 1 2

D. . 1 2 3 2 1 2 3 3 6 5 3 2 1 2

E. . 1 2 3 2 1 2 2 2 . . 2 2 3 2

F. . 1 2 3 2 1 2 3 3 . . 6 5 3 2

G. . 1 2 3 2 1 2

Ketawang Pucung

Sl. Pt. Manyura

Buka: 1 2 3 3 2 2 1 3 5 3 2

.1

.1

.1

.3

.2

.1

.1

.1

.3

.2

.1

.1

.3

.2

.1

.6

.6

.3

.5

.6

.5

.2

.2

.3

.2

.6

.3

.5

.6

.5

.2

.1

.6

.6

.6

.6

.6

.3

.5

.6

.5

.2

.2

.3

.2

.6

.6

Page 88: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

88

A. . . 2 1 1 3 2 1 2 3 6 5 3 2

B. . . 2 1 1 3 2 . . 2 1 1 2 3

C. . . 3 . 3 3 . 5 6 5 6 . 5 2 3

D. . 5 6 2 3 2 1 3 5 3 2 . 1 2

E. . 1 . 1 2 3 2 2 1 3 5 3 2

Ketawang Puspa Warna

Sl. Pt. Manyura

Buka: 1 2 3 . 2 . 1 . 3 3 1 2 . 1 2

A. . 2 . 3 . 2 . 1 . 3 . 2 . 1 .

B. . . 6 . 6 5 6 5 3

C. . . 3 2 5 3 2 1 . 3 . 2 . 1 .

D. . 2 . 3 . 2 . 1 . 3 . 2 . 1 .

Ketawang Puspa Giwang

Sl. Pt. Manyura

Buka: . . 1 3 2 1 2 3 3 2 1 . 2 1

A. 1 1 3 5 3 2 5 3 2 1 3 2 1

B. 3 3 . . 3 3 5 6 6 3 5 3 2

.6

.6

.6

.6

.1

.1

.6

.6

.6

.6

.6

.6

.6

.2

.3

.2

.1

.3

.2

.1

.6

.6

.6

.6

.5

.6

.6

.1

.2

.1

Page 89: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

89

C. 6 11 6 6 6 5 3 2 1 2

Ketawang Pawukir

Sl. Pt. Manyura

Buka: 1 2 3 . 2 . 1 . 3 3 1 2 . 1 2

A. . 2 . 3 . 2 . 1 . 3 . 2 . 1 . 6

B. 3 6 6 3 2 1 3 5 3 2

C. 3 6 6 3 2 1 3 5 3 2

D. 1 1 . . 5 6 5 3 . 1 3 2 . 1 2

Ketawang Mijil Wigaring Tyas

2 1 2 6 2 1 6 5 2 1 2 6 2 1 6 5

2 1 2 6 2 1 6 5 2 1 2 6 2 1 6 5

6 6 . . 5 5 6 1 5 6 1 2 3 1 6 5

1 2 1 6 5 2 1 6 2 3 2 1 3 2 1 6

5 5 6 1 5 4 1 2 3 5 1 6 2 1 6 5

Ketawang Driyasmara

5 6 5 3 6 5 3 2 5 6 5 3 6 5 3 2

5 6 5 3 6 5 3 2 5 6 5 3 6 5 3 2

6 6 . . 6 6 5 6 2 3 2 1 6 5 2 3

. . 3 5 6 1 2 1 5 6 1 2 3 2 1 6

2 3 2 1 6 5 3 2 6 1 2 3 6 5 3 2

.3

.2

.1

.3

.2

.6

.6

.6

.1

.2

.1

.3

.1

.2

.1

.2

.1

.3

.1

.2

.6

Page 90: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

90

Ketawang Walagita

Pelog 6

Buka 1 2 . 2 . 1 3 3 1 2 . 1 2 .6

A. 2 . 3 . . 2 . 1 . 3 . 2 . 1 .

B. 3 3 . . 3 3 5 6 6 5 3 2

C. 5 3 2 1 6 6 5 4 6 5 2 1 3 2 1

Ketawang Pucungwuyung

Pelog 5

Buka . 1 1 1 1 2 2 1 . .

A. 2 1 2 1 2 1 2 1

Ngelik

B. . . 5 . 3 5 6 . 6 5 3 5 6

C. 6 5 4 4 6 5 6 5 4 6 5 2 1

D. . . 1 . 5 1 2 6 6 42 1 2 1

Ketawang Rajaswala

Slendro 9

Buka . 2 3 2 1 3 2 1 2 1

.6

.3

.6

.2

.3

.2

.1

.6

.5

.6

.6

.6

.6

.5

.6

.5

.6

.5

.6

.5

.6

.5

.1

.1

.1

.2

.1

.1

.6

.6

.5

.6

.6

.6

.6

.6

.5

Page 91: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

91

A. . . 2 3 2 1 3 2 1 2 1

Ngelik kagerong

B. 35 .6 53 2 . 2 3 5 6 3 2 . 6 1 6 5

C. 6 3 2 . 2 3 5 6 5 1 5 2 5 3 2 1

D. 3 2 1 2 3 2 1 3 2 1 2 1

Ketawang Boyong Basuki

Pelog barang

Buka . . 6 7 2 3 2 1 3 2 . .

A. . . . . . . . .

B. Ngelik kagerong

6 6 . . 6 6 . 7 6 7 6 3 3 3 5 6

. 7 6 5 3 5 6 7 6 7 5 6 . 5 2 3

6 6 . . 6 5 3 2 7 2 3 2 .

C. . 2 . 3 . 2 . 7 3 2 6 5 . 3 . 2

Ketawang Sitamardawa

Pelog barang

Buka . . . . 2 3 2 2 3 .

A. . 2 . 3 . 2 . . 3 . 2 . .

B. Ngelik kagerong

.6

.6

.6

.6

.5

.6

.6

.6

.5

.6

.5

.3

.2

.6

.5

.6

.3

.6

.5

.3

.2

.7

.5

.6

.6

.7

.7

.7

.5

.6

.7

.7

.6

Page 92: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

92

. 2 . 3 . 2 . 3 3 . . 3 3 5 6

. 7 6 5 3 3 . 5 6 7 5 6 . 5 3 2

. 2 . 6 2 3 . 3 2 .

Ketawang Taru Pala

Slendro 9

Buka . . 6 6 2 2 6 1 2 2 1 6 2 1 6 5

A. 6 6 . . 2 3 2 1 3 2 1 2 1 6 5

B. . . 5 . 6 5 3 6 5 3 2

. . 3 2 1 2 3 2 1 3 2 1 6

2 2 . . 2 3 2 1 3 4 3 2 5 3 2 1

5 6 5 . 5 1 5 2 5 3 1 6 2 1 6 5

.7

.7

.7

.7

.7

.5

.6

.6

.1

.2

.1

.2

.1

.2

.1

.6

Page 93: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

93

DAFTAR PUSTAKA

Clara van Groenendael, 1987. Dhalang di Balik Wayang. Jakarta : Grafiti. Dwijo Carito, 2000. Pakeliran Sedalu Natas Lampahan Semar Boyong,

Cendrawasih. Surakarta. Harsono Kodrat, 1982. Gending-gending Karawitan Jawa. Balai Pustaka. Jakarta.

Ki Hajar Dewantara, 1953. Pasinaon Titi Laras Gendhing. Bharata. Jakarta. Kodiron, 1989. Marsudi Karawitan Jawi. Cendrawasih. Surakarta.

Koentjaraningrat, 1984. Kebudayaan Jawa. Balai Pustaka. Jakarta. Poerbatjaraka, 1952. Kapustakan Jawi. Jakarta : Djambatan.

Rekso Panuntun, 1991. Sekar Sumawur. Cendrawasih. Surakarta. Sunardi Wisnubroto, 1997. Sri Lestari An Introduction to Gamelan. Gama Press.

Yogyakarta. Trimanto, 1984. Membuat dan Merawat Gamelan. Depdikbud. Yogyakarta.

Wignya Sutarno, 1956. Kawruh Pakeliran Sedalu Natas. Sadu Budi. Solo. Zoetmulder, 1985. Kalangwan, Sastra Jawa Kuno Selayang Pandang. Jakarta :

Gramedia.

Page 94: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

94

LAMPIRAN 1.

SILABUS

SILABUS

MATA KULIAH : SENI KARAWITAN II

SIL/FBS-PBJ/252 Revisi : 00 15 Maret 2010 Hal

1. Fakultas / Program Studi : FBS / Pendidikan Bahasa Jawa 2. Mata Kuliah & Kode : Kode : PBJ 3. Jumlah SKS : Teori : - SKS Praktik : 2 SKS

: Sem: Ganjil (l) Waktu : 16 pertemuan 4. Mata kuliah Prasyarat & Kode : ....................................... 5. Dosen : Dr. Purwadi I. DESKRIPSI MATA KULIAH

Mahasiswa memiliki peningkatan kemampuan dan ketrampilan tentang dasar-dasar seni karawitan yang meliputi : sejarah gamelan, titi laras, pelog slendro, tembang macapat, lelagon, dalang, wiyaga, waranggana, sastra, gendhing, dan wayang. Pengetahuan dasar seni karawitan itu akan mengantarkan mahasiswa menjadi ahli secara teoritis dan trampil secara praktis.

II. STANDARISASI KOMPETENSI MATA KULIAH

Mahasiswa lebih mampu dan lebih terampil memainkan instrumen gamelan dengan lagu-lagu yang termasuk golongan lancaran, ladrang, sekar ageng dan langgam. Dengan mengenal masing-masing instrumen gamelan akan menjadikan mahasiswa secara kolektif mampu memainkan gamelan yang disertai dengan iringan waranggana atau swarawati.

III. POKOK BAHASAN DAN RINCIAN POKOK BAHASAN

Minggu ke Pokok Bahasan Rincian Pokok Bahasan Waktu I Pengenalan lanjut

jenis-jenis instrumen gamelan

Mengetahui dan memahami jenis-jenis instrumen gamelan lengkap dalam seni karawitan.

100’

II Latihan lanjut dasar gamelan dengan lagu lancaran

Praktek memainkan gamelan secara kolektif dengan lagu lancaran yang rumit.

200’

Page 95: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

95

III Latihan lanjut gamelan dengan lagu lancaran beserta iringan waranggana

Praktek memainkan gamelan secara kolektif dengan lagu lancaran lanjutan diiringi waranggana.

200’

IV Latihan lanjut gamelan dengan lagu ladrang

Praktek komprehensif memainkan gamelan secara kolektif dengan lagu ladrang.

200’

V Latihan lanjut gamelan dengan lagu ladrang dengan diiringi waranggana

Praktek komprehensif memainkan gamelan secara kolektif dengan lagu ladrang yang bisa diiringi waranggana.

200’

VI Latihan lanjut gamelan dengan lagu ketawang

Praktek komprehensif memainkan gamelan secara kolektif dengan lagu ketawang.

300’

VII Latihan lanjut gamelan dengan lagu ketawang dengan diiringi waranggana

Praktek komprehensif memainkan gamelan secara kolektif dengan lagu ketawang yang bisa diiringi waranggana.

300’

VIII Ujian akhir 100’ IV. REFERENSI/ SUMBER BAHAN

A. Wajib :

1. Harsono Kodrat, 1982. Gending-gending Karawitan Jawa. Balai Pustaka. Jakarta.

2. Purwadi dan Afendy Widayat. 2005. Seni Karawitan Jawa. Yogyakarta : Pustaka Sakti.

3. Sunardi Wisnubroto, 1997. Sri Lestari An Introduction to Gamelan. Gama Press. Yogyakarta.

4. Trimanto, 1984. Membuat dan Merawat Gamelan. Depdikbud. Yogyakarta.

B. Anjuran :

1. Sastrowiryono, 1978. Sekar Macapat, Bimbingan Kesenian Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa. Yogyakarta.

2. Soetrisno R., 2004. Dimensi Moral Dalam Syair Tembang Pada Pergelaran Wayang Purwa. Pustaka Raja. Yogyakarta.

3. Sukatmi Susantina, 2001. Inkulturasi Gamelan Jawa. Philpres. Yogyakarta.

Page 96: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

96

V. EVALUASI

No Komponen Evaluasi Bobot (%)

- Teknik yang dipakai dalam evaluasi berupa ujian

tulis. Nilai akhir diperoleh dari perhitungan

sebagai berikut.

NA = T + S + 2A 4

100 %

Jumlah 100%

Yogyakarta, 15 Maret 2010

Dosen

Dr. Purwadi

Page 97: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

97

LAMPIRAN 2.

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

MATA KULIAH : SENI KARAWITAN II

RPP/FBS-PBJ/252 Revisi : 00 15 Maret 2010 Hal. 1. Fakultas / Program Studi : FBS / Pendidikan Bahasa Jawa 2. Mata Kuliah & Kode : Seni Karawitan II Kode : PBJ 252 3. Jumlah SKS : Teori : - SKS Praktik : 2 SKS

: Sem : Gasal ( ) Waktu : 16 pertemuan 4. Standar Kompetensi : Mahasiswa lebih mampu dan lebih terampil

memainkan instrumen gamelan dengan lagu-lagu yang termasuk golongan lancaran, ladrang, sekar ageng dan langgam. Dengan mengenal masing-masing instrumen gamelan akan menjadikan mahasiswa secara kolektif mampu memainkan gamelan yang disertai dengan iringan waranggana atau swarawati.

5. Kompetensi Dasar : a. Mahasiswa mengetahui pengetahuan lengkap

tentang seni karawitan. b. Pengetahuan itu akan lebih mengantarkan

mahasiswa menjadi ahli secara teoritis dan trampil secara praktis.

6. Indikator Ketercapaian : Setelah mengikuti program ini mahasiswa lebih

mampu (1) mengenal dasar-dasar seni karawitan; (2) mengetahui jenis-jenis instrumen gamelan; (3) dapat memainkan instrumen gamelan itu secara kolektif dalam berkesenian.

7. Materi Pokok/Penggalan Materi : Seperangkat gamelan beserta dengan buku

petunjuk bermain seni karawitan 8. Kegiatan Perkuliahan :

Tatap Muka Komponen Langkah

Uraian Kegiatan Estimasi Waktu

Metode Media Sumber Bahan/

Referensi PENDAHULUAN Memberi deskripsi secara

komprehensif tentang seni karawitan Jawa dan instrumen gamelan

1 x tatap muka atau 100 menit

Ceramah, demonstrasi

Perangkat gamelan

A dan B

Page 98: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

98

LATIHAN GOLONGAN LAGU LANCARAN

Lancaran : Mahesa Kurda dengan irama I, kemudian dilanjutkan irama II dan terakhir disertai dengan iringan swarawati.

4 pertemuan x 100 menit

Teori dan praktek menabuh gamelan

Perangkat gamelan

A dan B

LATIHAN GOLONGAN LAGU LADRANG

Ladrang: Ayun-ayun dengan irama I, kemudian dilanjutkan irama II dan terakhir disertai dengan iringan swarawati.

4 pertemuan x 100 menit

Teori dan praktek menabuh gamelan

Perangkat gamelan

A dan B

LATIHAN GOLONGAN LAGU KETAWANG

Ketawang : Ganda Mastuti dengan irama I, kemudian dilanjutkan irama II dan terakhir disertai dengan iringan swarawati.

4 pertemuan x 100 menit

Teori dan praktek menabuh gamelan

Perangkat gamelan

A dan B

PEMANTAPAN LATIHAN

Memberi pemantapan dengan cara mempertinggi ketrampilan menabuh gamelan sesuai dengan lagu-lagu kreasi.

1 x tatap muka atau 100 menit

Ceramah, demonstrasi

Perangkat gamelan

A dan B

TANYA JAWAB AKHIR PERKULIAHAN

Memberi kesempatan kepada peserta kuliah untuk menanyakan seluk-beluk bahan perkuliahan yang telah diajarkan sehingga lebih bagus hasilnya.

1 x tatap muka atau 100 menit

Ceramah, demonstrasi dan diskusi

Perangkat gamelan

A dan B

DAFTAR PUSTAKA 1. Harsono Kodrat, 1982. Gending-gending Karawitan Jawa. Balai Pustaka.

Jakarta.

2. Purwadi dan Afendy Widayat. 2005. Seni Karawitan Jawa. Yogyakarta : Pustaka Sakti.

3. Sastrowiryono, 1978. Sekar Macapat, Bimbingan Kesenian Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa. Yogyakarta.

4. Soetrisno R., 2004. Dimensi Moral Dalam Syair Tembang Pada Pergelaran Wayang Purwa. Pustaka Raja. Yogyakarta.

5. Sukatmi Susantina, 2001. Inkulturasi Gamelan Jawa. Philpres. Yogyakarta.

Page 99: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

99

6. Sunardi Wisnubroto, 1997. Sri Lestari An Introduction to Gamelan. Gama Press. Yogyakarta.

7. Trimanto, 1984. Membuat dan Merawat Gamelan. Depdikbud. Yogyakarta.

Yogyakarta, 15 Maret 2010

Dosen

Dr. Purwadi

Page 100: Diktat Seni Karawitan 2.pdf

100

PENYUSUN

DR. PURWADI, M.HUM lahir di Grogol, Mojorembun, Rejoso, Nganjuk,

Jawa Timur pada tanggal 16 September 1971. Pendidikan SD sampai SMA

diselesaikan di tanah kelahirannya. Gelar sarjana diperoleh di Fakultas Sastra

UGM yang ditempuh tahun 1990-1995. Kemudian melanjutkan studi pada

Program Pascasarjana UGM tahun 1996-1998. Gelar Doktor di UGM diperoleh

pada tahun 2001.

Kini bertugas sebagai Dosen di Jurusan Pendidikan Bahasa Daerah Fakultas

Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta. Tinggal di Jl. Kakap Raya 36

Minomartani Yogyakarta 55581. Telp 0274-881020. Email: [email protected].