Diktat Materi SMAGAPALA

176

Click here to load reader

description

DIKTAT MATERI SMAGAPALA: ALAM DAN MANFAATNYA; PENGENALAN DASAR MOUNTAINEERING; TALI TEMALI & SIMPUL (ROPE HANDLING & KNOTS); PERENCANAAN PERJALANAN DI ALAM BEBAS; KEORGANISASIAN; PENGENALAN DASAR NAVIGASI DARAT; SURVIVAL; PERTOLONGAN PERTAMA PADA GAWAT DARURAT (PPGD); PENGENALAN DASAR ROCK CLIMBING; PENGENALAN SAR (SEARCH & RESCUE); PENGENALAN DASAR ARUNG JERAM (RAFTING); PENGENALAN DASAR MENYELAM (DIVING); PENGENALAN DASAR PENELUSURAN GUA (CAVING).

Transcript of Diktat Materi SMAGAPALA

Page 1: Diktat Materi SMAGAPALA

BUKU PANDUAN (DIKTAT MATERI)

S M A G A PA L A

(PECINTA ALAM SMA NEGERI 3 SURABAYA)

EDISI 2011

Page 2: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 2 -

TIM PENYUSUN

1. Cak Tun (Pendiri & Angkatan 0)

2. Cak Opik (Instruktur Sangga Bhuwana)

3. Cak Aan (Angkatan II)

4. Cak Yayak/Hari (Angkatan IV)

5. Cak Qomar (Angkatan IV)

6. Cak Eko Teyeng (Angkatan VI)

7. Cak Yoyok/Cahyo (Angkatan XII)

Buku Materi Panduan ini Diterbitkan & Diedarkan Secara Terbatas untuk Kalangan SMAGAPALA

Kritik & Saran harap dilayangkan melalui email: [email protected] atau kunjungi website: http://www.facebook.com/groups/smagapala/

EDISI 2011

DILARANG KERAS MENGUTIP, MENGCOPY, DAN ATAU MENGGANDAKAN SEBAGIAN ATAU SELURUH BAGIAN DARI BUKU PANDUAN INI DALAM BENTUK APAPUN TANPA IZIN TERTULIS DARI SMAGAPALA

Page 3: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 3 -

PENGANTAR

SALAM RIMBA,

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayahnya sehingga penyusunan buku materi panduan ini dapat kami selesaikan dengan baik. Terima kasih kami ucapkan kepada rekan-rekan semuanya yang mendukung dan memberikan sumbangan baik berupa modul materi, kritik, komentar, dan sebagainya sehingga buku ini dapat kami susun dan terbitkan.

Buku ini merupakan panduan materi teori dan acuan dalam pelaksanaan kegiatan latihan maupun dasar-dasar yang diperuntukan dalam PRA-DIKLAT (Pra Pendidikan Latihan) maupun DIKLATSAR (Pendidikan Latihan Dasar) Kepecinta-alaman SMAGAPALA (Pecinta Alam SMA Negeri 3 Surabaya).

Materi yang terdapat di buku ini diperoleh dari berbagai sumber bacaan, artikel, majalah, dan pengalaman para anggota senior SMAGAPALA sendiri kemudian kami kumpulkan, edit dan tulis sedemikian rupa sehingga menjadi satu buku panduan.

Kami menyadari beberapa pokok bahasan materi dalam buku ini belum bisa diajarkan sepenuhnya di lapangan (seperti; menyelam /diving, penelusuran gua /caving, SAR, dll) dikarenakan saat ini terdapat keterbatasan resources dan peralatan yang dimiliki, namun tidak menutup kemungkinan dalam perkembangannya materi tersebut akan dapat diajarkan secara menyeluruh di lapangan.

Buku materi panduan ini diharapkan dapat menjadi landasan teori dasar-dasar ilmu kepecinta-alaman, hutan & gunung, serta ilmu-ilmu yang berkaitan dengan kegiatan alam bebas yang nantinya dapat dikembangkan sendiri oleh para anggota baik dengan cara mengikuti pelatihan tambahan dari luar atau institusi/organisasi lain maupun kegiatan kegiatan alam bebas yang menunjang berkembangnya ilmu kepecinta-alaman.

Tidak ada gading yang tak retak begitu kata pepatah, untuk itu kami yakin bahwa dalam penulisan buku panduan ini jauh dari kata sempurna dan masih banyak kekurangan atau kesalahan baik dalam penyajian maupun isi materinya, berangkat dari itu kami menginginkan kritik dan saran sekaligus sumbangsih dalam perbaikan buku panduan ini agar dapat diperbaiki kekurangan dan kelengkapan materi yang disajikan. Kritik, saran, maupun revisinya agar dapat dilayangkan melalui email kami [email protected] untuk penyempurnaan buku materi ini.

Akhir kata, kami berharap agar buku panduan ini dapat memberikan pencerahan, manfaat, dan nilai tambah bagi seluruh anggota SMAGAPALA sebagai insan pecinta alam.

SMAGAPALA Jaya,

Tim Penyusun

Page 4: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 4 -

KODE ETIK PEMUDA PECINTA ALAM SE-INDONESIA

Kode Etik Pecinta Alam Indonesia dicetuskan dalam kegiatan Gladian Nasional Pecinta Alam IV yang dilaksanakan di Pulau Kahyangan dan Tana Toraja pada bulan Januari 1974. Gladian yang diselenggarakan oleh Badan Kerja sama Club Antarmaja pencinta Alam se-Ujung Pandang ini diikuti oleh 44 perhimpunan pecinta alam se Indonesia.

Kode etik pecinta alam Indonesia ini, sampai saat ini masih dipergunakan oleh berbagai perkumpulan pecinta alam di seluruh Indonesia.

Bunyi dari kode etik pecinta alam Indonesia adalah sebagai berikut:

Pecinta Alam Indonesia sadar bahwa alam beserta isinya adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Esa

Pecinta Alam Indonesia adalah bagian dari masyarakat Indonesia sadar akan tanggung jawab kepada Tuhan, bangsa, dan tanah air.

Pecinta Alam Indonesia sadar bahwa pecinta alam adalah sebagian dari makhluk yang mencintai alam sebagai anugerah yang Mahakuasa

Sesuai dengan hakekat di atas, kami dengan kesadaran menyatakan:

1. Mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Esa

2. Memelihara alam beserta isinya serta menggunakan sumber alam sesuai dengan kebutuhannya

3. Mengabdi kepada bangsa dan tanah air

4. Menghormati tata kehidupan yang berlaku pada masyarakat sekitar serta menghargai manusia dan kerabatnya

5. Berusaha mempererat tali persaudaraan antara pecinta alam sesuai dengan azas pecinta alam

6. Berusaha saling membantu serta menghargai dalam pelaksanaan pengabdian terhadap Tuhan, bangsa dan tanah air

7. Selesai

Disyahkan bersama dalam Gladian Nasiona ke-4 Ujung Pandang, 1974

Page 5: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 5 -

TENTANG SMAGAPALA

Pada awalnya SMAGAPALA merupakan wadah bagi kelompok kecil siswa SMA Negeri 3 Surabaya yang mempunyai hobby atau pun ketertarikan yang sama terhadap kegiatan alam bebas. Ketika itu Cak Tun, Cak Abidin, dan beberaapa siswa lainnya kemudian mengembangkan ketertarikan dan hobinya pada kegiatan alam bebas untuk menjadikannya dalam suatu organisasi kegiatan alam bebas dan kepecinta-alaman dan selanjutnya menamakan diri dengan nama SMAGAPALA (Pecinta Alam SMA Negeri 3 Surabaya).

SMAGAPALA didirikan pada tanggal 5 Desember 1984, dan kemudian diresmikan pada tanggal 18 Desember 1984. Tujuan didirikan organisasi ini adalah sebagai wadah dalam pengembangan kegiatan alam bebas, petualangan, konservasi alam yang memiliki hakikat sebagai insan yang mencintai alam dan sekaligus memberikan kesadaran pentingnya alam, hutan, dan seisinya untuk terus dilestarikan bagi kelangsungan kehidupan.

SMAGAPALA mempunyai semboyan Cinta Alam dan Kasih Sayang Sesama, memberikan arti tidak hanya pentingnya untuk mewujudkan kecintaan dan kelestarian alam tetapi juga perlunya hubungan antar manusia yang saling mencintai dan menghargai satu dengan lainnya.

Page 6: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 6 -

ANGGARAN DASAR SMAGAPALA

Mukadimah

Perkembangan kegiatan pecinta-alaman di Indonesia adalah merupakan perwujudan yang nyata dari dinamika pemuda yang sadar menghimpun dirinya dalam organisasi dan induk

kepecinta-alaman dengan jenis dan fungsinya dengan tujuan akhir mencapai cita-cita berlandaskan falsafah negara Pancasila.

Hal ini terjadi pula di Sekolah Menengah Atas Negeri Tiga (SMAN 3) Surabaya, yang

bertujuan membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang mampu berkarya di dalam pembangunan nasional dan berprestasi di bidang-bidang kepecinta-alaman.

BAB I Nama, Bentuk dan Sifat Organisasi

Pasal 1 Nama

Organisasi ini bernama Pecinta Alam SMA Negeri 3 dan dalam pemakaiannya bisa

digunakan dengan nama SMAGAPALA

Pasal 2 Bentuk

Organisasi ini berbentuk demokrasi yang mewadai kegiatan kepecinta-alaman di

lingkungan SMAN 3 Surabaya

Pasal 3 Sifat

Organisasi ini bersifat terbuka untuk mengkoordinasikan dan mengembangkan segala

kegiatan kepecinta-alaman di lingkungan SMAN 3 Surabaya

BAB II Kedudukan dan Sejarah

Pasal 4

Kedudukan

SMAGAPALA berkedudukan di SMAN 3 Surabaya

Pasal 5 Sejarah

SMAGAPALA didirikan tanggal 5 Desember 1984 dan diresmikan pada tanggal 18 Desember

1984 di Surabaya untuk jangka waktu tak terbatas

BAB III Azas, Dasar dan Tujuan

Page 7: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 7 -

Pasal 6 Azas

SMAGAPALA berazaskan Pancasila

Pasal 7 Dasar

SMAGAPALA berdasarkan kepada Tri Dharma

Pasal 8 Tujuan

SMAGAPALA bertujuan sebagai wadah dalam pengembangan olahraga prestasi,

petualangan, dan konservasi dengan semboyan Cinta Alam dan Kasih Sayang Sesama

BAB IV Bendera, Lambang dan Atribut

Pasal 9 Bendera

Bendera SMAGAPALA berwarna biru dan kuning yang di tengahnya bertuliskan SMAGAPALA

berwarna merah

Pasal 10 Lambang

Lambang SMAGAPALA berupa segitiga yang bergambar didalamnya dua buah tali yang

terikat dan lingkaran yang didalamnya terdapat tulisan

Pasal 11 Atribut

1. Atribut organisasi berupa bendera, lambang, pakaian seragam, scraft orange,

scraft merah, dan NIPA (Nomor Induk Pecinta Alam) 2. Tata cara penempatan dan ketentuan yang tercantum pada pasal 11 ayat 1 ini

diatur oleh pengurus SMAGAPALA

BAB V Ruang Lingkup, Kewajiban dan Usaha

Pasal 12

SMAGAPALA mempunyai ruang lingkup sebagai berikut:

1. Pengembangan keorganisasian 2. Pembinaan anggota 3. Sosialisasi kegiatan kepecinta-alaman 4. Latihan kegiatan rutin

Page 8: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 8 -

5. Hal-hal yang berkaitan dengan kepecinta-alaman

Pasal 13 Kewajiban dan Usaha

1. Mengkoordinasikan dan membina kegiatan kepecinta-alaman di SMAN 3 Surabaya

dengan merencanakan pembinaan dan peningkatan prestasi kegiatan kepecinta-alaman tahap demi tahap

2. Membina dan mengarahkan perkembangan siswa yang menjadi anggota SMAGAPALA agar nantinya dapat berprestasi di bidang kepecinta-alaman sehingga dapat mengharumkan nama SMAN 3 Surabaya

3. Mengadakan kegiatan konservasi alam, ekpedisi, pendakian gunung, panjat tebing, dan kegiatan lainnya dalam lingkup kepecinta-alaman yang sanggup dilaksanakan dan tidak bertentanga dengan peraturan di SMAN 3 Surabaya

4. Mengawasi dan ikut serta menegakkan keamanan dan keselamatan bagi seluruh anggota SMAGAPALA

5. Memupuk dan membina persahabatan dan persaudaraan baik di dalam organisasi maupun antar organisasi lainnya

6. Membina usaha lain yang sah dan tidak bertentangan dengan peraturan yang berlaku

BAB VI Keanggotaan

Pasal 14 Anggota

1. Anggota pecinta alam SMAGAPALA adalah siswa SMAN 3 Surabaya yang aktif belajar

dan atau telah lulus sekolah yang sanggup memenuhi peraturan, tata tertib dan persyaratan yang berlaku dan ditetapkan

2. Keanggotaan SMAGAPALA yang dimaksud dalam pasal 14 ayat 1 ini diperoleh dengan cara seleksi

Pasal 15

Hak dan Kewajiban

1. Anggota SMAGAPALA memiliki hak: a. Partisipasi b. Bicara c. Dipilih d. Menggunakan fasilitas organisasi sesuai ketentuan e. Mendapatkan pelatihan

2. Anggota SMAGAPALA memiliki kewajiban a. Menjaga nama baik organisasi b. Menaati AD/ART c. Aktif dalam kegiatan yang ditentukan pengurus d. Menyumbangkan dan mengembangkan ilmu e. Menaati peraturan yang dibuat oleh organisasi

Pasal 16

Jenis Keanggotaan

Page 9: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 9 -

SMAGAPALA memiliki 4 (empat) jenis keanggotaan, yaitu: 1. Calon Anggota 2. Anggota Muda 3. Anggota Tetap 4. Anggota Kehormatan

Pasal 17

Sanksi – Sanksi

Anggota SMAGAPALA dapat dikenakan sanksi apabila melanggar aturan organisasi dimana sanksi bisa ditentukan oleh musyawarah anggota dan pengurus. Sanksi terberat adalah

diberhentikannya sebagai aggota SMAGAPALA

Pasal 18 Kehilangan Status Keanggotaan

1. Mengundurkan diri 2. Diberhentikan dari organisasi 3. Organisasi telah dibubarkan atau membubarkan diri

BAB VII Organisasi

Pasal 19

Struktur Organisasi Keterangan: Garis Kordinasi Garis Komando

Sie Pelatihan & Pengembangan

Pembina

Ketua Umum

Wakil Ketua Umum

Bendahara Sekretaris

Sie Dokumentasi

Sie

Perlengkapan

Divisi Hutan & Gunung

Divisi Rock Climbing

Alumni

Instruktur

Page 10: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 10 -

Pasal 20

Pengurus Organisasi

Pengurus SMAGAPALA terdiri dari: 1. Ketua Umum 2. Wakil Ketua Umum 3. Sekretaris 4. Bendahara 5. Seksi atau koordinator bidang

BAB VIII Musyawarah

Pasal 21

Musyawarah Anggota

Musyawarah anggota merupakan kekuasaan tertinggi SMAGAPALA yang diselenggarakan sekali dalam setahun

Pasal 22

Rapat Anggota

Dalam rangka mengkoordinasikan kegiatan dan yang terkait maka diselenggarakan rapat anggota

BAB IX Sistem Pendidikan dan Pelatihan

Pasal 23

Sistem Pendidikan

SMAGAPALA memiliki sistem pendidikan dan pelatihan kepecinta-alaman sebagai berikut: 1. Pendidikan dan Pelatihan dalam ruang kelas 2. Pendidikan dan Pelatihan praktek di luar kelas 3. Pra-Diklat (Pra Pendidikan Latihan) untuk calon anggota 4. DIKLATSAR (Pendidikan Latihan Dasar) kepecinta-alaman secara menyeluruh 5. Kegiatan Ekspedisi 6. Kenaikan scarf anggota

BAB X Pendanaan dan Kekayaan Organisasi

Pasal 24

Pendanaan

Pendanaan SMAGAPALA diperoleh dari 1. Iuran anggota 2. Bantuan dari sekolah 3. Donatur dan atau sumbangan yang tidak mengikat

Page 11: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 11 -

4. Sponsorship 5. Usaha usaha lain yang sah dan yang tidak bertentangan dengan peraturan yang

berlaku

Pasal 25 Kekayaan Organisasi

1. Kekayaan SMAGAPALA adalah harta organisasi yang bersifat tetap atau tidak tetap

yang diperoleh dari pembelian, hibah, sumbangan, dan usaha lainnya yang sah 2. Kekayaan SMAGAPALA digunakan untuk pengembangan organisasi dan

kesejahteraan anggota

BAB XI Perubahan Anggaran Dasar dan Ketentuan Lain

Pasal 26

Perubahan Anggaran Dasar

1. Apabila dianggap perlu maka perubahan Anggaran Dasar (AD) dapat dilaksanakan melalui forum musyawarah besar

2. Forum musyawarah besar yang dimaksud pada pasal 26 ayat 1 tersebut harus dihadiri minimal 2/3 dari seluruh anggota aktif SMAGAPALA

Pasal 27

Ketentuan Lain

Pasal – pasal dalam Anggaran Dasar ini dijabarkan lebih lanjut dalam peraturan atau ketentuan lain yang disepakati oleh anggota dan pengurus SMAGAPALA

Page 12: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 12 -

BENDERA DAN LOGO SMAGAPALA

BENDERA

Bendera SMAGAPALA berwarna biru-kuning-biru yang mengandung arti: keagungan, kebesaran, dan kebanggaan.

Di tengah warna kuning bendera tertulis SMAGAPALA dengan warna merah yang melambangkan keberanian.

LOGO

Pada logo SMAGAPALA terdapat:

1. Tiga (3) puncak gunung, artinya: puncak prestasi diraih di SMA 3 Surabaya. 2. Arah kompas, artinya: anggota SMAGAPALA menjadi panduan dan panutan bagi orang

lain. 3. Dua (2) pohon kelapa disisi kanan dan kiri, artinya: anggota SMAGAPALA terdiri dari

putra dan putri. 4. Bunga teratai berwarna putih, artinya: sebagai pendidikan yang suci. 5. Bingkai yang melingkar diatas bertuliskan CINTA ALAM DAN KASIH SAYANG SESAMA

melambangkan cinta kasih dan persaudaraan di antara manusia dan sesama makhluk ciptaan Tuhan YME.

6. Simpul tali yang mengikat melambangkan ikatan kuat untuk tetap setia kepada SMAGAPALA.

7. Bingkai dibawah bertuliskan DIVISI PECINTA ALAM SMA NEGERI 3 SURABAYA

Page 13: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 13 -

DAFTAR ISI TIM PENYUSUN 2

PENGANTAR 3

KODE ETIK PEMUDA PECINTA ALAM SE-INDONESIA 4

TENTANG SMAGAPALA 5

ANGGARAN DASAR SMAGAPALA 6

BENDERA DAN LOGO SMAGAPALA 12

DAFTAR ISI 13

BAB 1 ALAM DAN MANFAATNYA 18 1.1 PENGERTIAN HUTAN DAN MANFAATNYA 18 1.2 ANATOMI HUTAN 19 1.3 KEHIDUPAN FLORA DAN FAUNA 19 1.4 TIPE, STRUKTUR DAN JENIS HUTAN 19 1.4.1 TIPE HUTAN 26 1.4.2 STRUKTUR HUTAN 26 1.4.3 MACAM HUTAN 26 1.5 ALAM DAN HUTAN INDONESIA 22 1.6 SEJARAH SINGKAT PENGELOLAAN HUTAN INDONESIA 23 1.7 KERUSAKAN HUTAN INDONESIA 23

BAB 2 PENGENALAN DASAR MOUNTAINEERING 25

2.1 PENDAHULUAN 25 2.2 PERSIAPAN PENDAKIAN GUNUNG 26 2.2.1 PENGENALAN MEDAN 26 2.2.2 PERSIAPAN FISIK 26 2.2.3 PERSIAPAN TIM 26 2.2.4 PERBEKALAN DAN PERALATAN 26 2.3 LANGKAH DAN PROSEDUR PENDAKIAN 27 2.3.1 PERSIAPAN 27 2.3.2 PELAKSANAAN 27 2.3.3 EVALUASI 27 2.4 FISIOLOGI TUBUH DI PEGUNUNGAN 27 2.4.1 KONSEKUENSI PENURUNAN SUHU 27 2.4.2 KONSEKUENSI PENURUNAN JUMLAH OKSIGEN 27 2.4.3 KESEGARAN JASMANI 28 2.5 PENGETAHUAN DASAR MOUNTAINEERING 29 2.5.1 ORIENTASI MEDAN 29 2.5.1.1 MENENTUKAN ARAH PERJALANAN DAN POSISI PADA PETA 29 2.5.1.2 MENGGUNAKAN KOMPAS 29 2.5.1.3 PETA DALAM PERJALANAN 29 2.5.2 MEMBACA KEADAAAN ALAM 30 2.5.2.1 KEADAAN UDARA 30 2.5.2.2 MEMBACA SANDI-SANDI YANG DITERAPKAN ATAU DISEPAKATI 30 2.6 TINGKATAN DALAM PENDAKIAN 30

BAB 3 TALI TEMALI & SIMPUL (ROPE HANDLING & KNOTS) 33

3.1 PENDAHULUAN 33 3.2 SIMPUL ALPINE BUTTERFLY (KUPU-KUPU) 34 3.3 SIMPUL BACK SPLICE (SAMBATAN BALIK) 34 3.4 SIMPUL BOWLINE 35 3.5 SIMPUL CLOVE HITCH 35 3.6 SIMPUL CONSTRICTOR 36

Page 14: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 14 -

3.7 SIMPUL FIGURE OF EIGHT & DOUBLE FIGURE OF EIGHT 36 3.8 SIMPUL DOUBLE FISHERMAN 37 3.9 SIMPUL DOUBLE OVERHAND 37 3.10 SIMPUL SHEET BEND (ANYAM GANDA) 38 3.11 SIMPUL EYE SPLICE 38 3.12 SIMPUL HUNTER’S BEND 39 3.13 SIMPUL MUNTER / ITALIAN HITCH 39 3.14 SIMPUL OVERHAND 40 3.15 SIMPUL PRUSIK 40 3.16 SIMPUL REEF 41 3.17 SIMPUL ROLLING HITCH 41 3.18 SIMPUL ROUND TURN & TWO HALF HITCHES 42 3.19 SIMPUL SHEEPSHANK 42 3.20 SIMPUL SHEET BEND 43 3.21 SIMPUL SHORT SPLICE 43 3.22 SIMPUL WHIPPING 44 3.23 SIMPUL SURGEON 44 3.24 SIMPUL TAPE / WEBBING 45 3.21 SIMPUL TRUCKER’S HITCH 45

BAB 4 PERENCANAAN PERJALANAN DI ALAM BEBAS 47 4.1 PERENCANAAN DAN PERSIAPAN 47 4.1.1 TUJUAN 47 4.1.2 WAKTU 47 4.1.3 PERSERTA 47 4.1.4 ANGGARAN 47 4.1.5 PERIJINAN 48 4.1.6 PEMBUKUAN PERJALANAN 48 4.1.7 PUBLIKASI DAN SPONSOR 48 4.1.8 SURVEY 48 4.1.9 PERENCANAAN DI LAPANGAN 48 4.1.10 BRIEFING 48 4.1.11 CHECK KESEHATAN 49 4.1.12 PELAKSANAAN DI LAPANGAN 49 4.1.13 SETELAH PERJALANAN 49 4.2 PERLENGKAPAN DAN PERBEKALAN 49 4.3 PERLENGKAPAN DASAR 49 4.3.1 SEPATU 49 4.3.2 KAOS KAKI 50 4.3.3 CELANA 50 4.3.4 BAJU 50 4.3.5 RANSEL / BACKPACK / CARRIER 50 4.3.6 PERALATAN NAVIGASI 50 4.3.7 OBAT-OBATAN DAN SURVIVAL KITS 50 4.3.8 LAMPU SENTER & LENTERA 50 4.3.9 PERLENGKAPAN MASAK 50 4.3.10 PERLENGKAPAN TIDUR 50 4.3.11 TOPI ATAU TUTUP KEPALA 51 4.3.12 SYAL/SLAYER, SARUNG TANGAN, IKAT PINGGANG 51 4.4 PACKING (TEKNIK PENGEPAKAN) 51 4.5 MEMILIH DAN MENEMPATKAN BARANG 52

BAB 5 KEORGANISASIAN 54 5.1 PENDAHULUAN 54 5.2 TIPE-TIPE ORGANISASI 55 5.2.1 ORGANISASI LINI (GARIS) 55 5.2.2 ORGANISASI LINI DAN STAF 55 5.2.3 ORGANISASI FUNGSIONAL 55 5.2.4 ORGANISASI PANITIA 55 5.3 PENGELOLAAN ORGANISASI 55

Page 15: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 15 -

5.3.1 DASAR-DASAR PENGELOLAAN ORGANISASI 55 5.3.2 PEMBUATAN PROPOSAL 55 5.3.3 PENJADWALAN KEGIATAN 56 5.3.4 PEMBUATAN LAPORAN KEGIATAN 56 5.4 RAPAT DAN DISKUSI 56 5.4.1 PENYAMPAIAN PENDAPAT 57 5.4.2 MEMIMPIN FORUM DISKUSI 57 5.4.3 ETIKA RAPAT DAN DISKUSI 57 5.4.4 PROSEDUR RAPAT 58 5.4.5 TEKNIK RAPAT DAN PROSES RAPAT BERJALAN 58 5.5 TEKNIK PENGUASAAN LAPANGAN DALAM ORGANISASI 58 5.5.1 PERSIAPAN FISIK 59 5.5.2 PENGENDALIAN MASSA DALAM ORGANISASI 59 5.6 KEORGANISASIAN DALAM SMAGAPALA 59 5.6.1 AD/ART SMAGAPALA 60 5.6.2 KONVENSI (PERATURAN TIDAK TERTULIS) 60 5.6.3 STRUKTUR ORGANISASI DAN MEKANISME KERJA 60

BAB 6 PENGENALAN DASAR NAVIGASI DARAT 62 6.1 PENDAHULUAN 62 6.2 PETA TOPOGRAFI 62 6.3 KORDINAT 63 6.4 ANALISA PETA 64 6.5 KOMPAS 64 6.6 ORIENTASI PETA 65 6.7 GARIS KONTUR DAN GARIS KETINGGIAN 66 6.8 TITIK TRIANGULASI 67 6.9 RESECTION 67 6.10 INTERSECTION 68 6.11 AZIMUTH – BACK AZIMUTH 66 6.12 SIMBOL-SIMBOL UMUM (LEGENDA) PETA 69 6.13 MERENCANAKAN JALUR LINTASAN 70 6.14 PENAMPANG LINTASASAN 71 6.15 PEMAHAMAN PETA TOPOGRAFI 72 6.15.1 MEMBACA GARIS KONTURI 72 6.15.2 MENGHITUNG INTERVAL KONTUR 72 6.15.3 UTARA PETA 72 6.15.4 MENGENAL TANDA MEDAN 72 6.15.5 MENGGUNAKAN PETA 73 6.15.6 MEMAHAMI CARA PLOTTING DI PETA 73 6.15.7 MEMBACA KORDINAT 74 6.15.8 SUDUT PETA 74 6.15.9 TEKNIK MEMBACA PETA 74

BAB 7 SURVIVAL 78 7.1 PENDAHULUAN 78 7.2 KONDISI DAN KEADAAN SUATU SURVIVAL 78 7.3 HAL-HAL YANG HARUS DIMILIKI SURVIVOR 79 7.4 BAHAYA-BAHAYA DALAM SURVIVAL 80 7.5 PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN DALAM SURVIVAL 81 7.5.1 CARA MEMBUAT BIVOUAC/SHELTER 81 7.5.2 MENGATASI GANGGUAN BINATANG 84 7.5.3 MEMBACA JEJAK 84 7.5.4 KEBUTUHAN DALAM SURVIVAL 84 7.5.5 MEMASANG PERANGKAP (TRAP) 89

BAB 8 PERTOLONGAN PERTAMA PADA GAWAT DARURAT (PPGD) 98 8.1 LATAR BELAKANG 98 8.2 ALOGARITHMA DASAR PPGD 98 8.3 NAFAS BANTUAN 104

Page 16: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 16 -

8.4 NAFAS BUATAN 105 8.5 PIJAT JANTUNG 105

BAB 9 PENGENALAN DASAR ROCK CLIMBING 107 9.1 PENDAHULUAN 107 9.2 SEJARAH ROCK CLIMBING 107 9.3 PERLENGKAPAN ROCK CLIMBING 107 9.4 PENGGUNAAN DAN PERAWATAN ALAT 123 9.5 KOMPONEN DASAR PANJAT TEBING 125 9.6 PROSEDUR PEMANJATAN 126 9.7 STYLE / TIPE PEMANJATAN 127 9.8 TEKNIK DASAR PEMANJATAN 127 9.9 PERAWATAN PERALATAN ROCK CLIMBING 136

BAB 10 PENGENALAN SAR (SEARCH & RESCUE) 139 10.1 PENGERTIAN SAR 139 10.2 SISTEM SAR 139 10.3 POLA-POLA PENCARIAN 140

BAB 11 PENGENALAN DASAR ARUNG JERAM (RAFTING) 142 11.1 PENDAHULUAN 142 11.2 PERALATAN DAN PERLENGKAPAN 142 11.3 SUNGAI 144 11.4 PENGETAHUAN DASAR BERARUNG-JERAM 148

BAB 12 PENGENALAN DASAR MENYELAM (DIVING) 153 12.1 PENDAHULUAN 153 12.2 STANDAR JENJANG OLAHRAGA PENYELAMAN 154 12.3 PENGETAHUAN DASAR PENYELAMAN 140

BAB 13 PENGENALAN DASAR PENELUSURAN GUA (CAVING) 166 13.1 DEFINISI TELUSUR GUA 166 13.2 SEJARAH PENELUSURAN GUA 166 13.3 TERJADINYA GUA DAN JENISNYA 167 13.4 ETIKA DALAM PENELUSURAN GUA 169 13.5 TEKNIK DALAM PENELUSURAN GUA 169

DAFTAR PUSTAKA 176

Page 17: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 17 -

Tidak terlalu sulit untuk mengerti, mengapa sepanjang jaman orang yang mencari arti hidup mencoba hidup sedekat mungkin dengan alam. -Henry J. M. Nouwen-

Apa yang saya saksikan di Alam adalah sebuah tatanan agung yang tidak dapat kita pahami dengan sangat tidak menyeluruh, dan hal itu sudah semestinya menjadikan seseorang yang senantiasa

berpikir dilingkupi perasaan “rendah hati”. -Albert Einstein-

Alam bukan untuk ditaklukkan, tapi kita yang harus bisa menaklukkan ketakutan, kengerian, kegamangan untuk mempelejari sifat-sifat alam. –Norman Edwin-

Page 18: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 18 -

BAB 1 ALAM DAN MANFAATNYA

1.1 Pengertian Hutan dan Manfaatnya

Hutan merupakan persekutuan hidup (ekosistem) yang didalamnya terdapat interaksi antara faktor hidup (biotik) yang terdiri atas tumbuhan (flora) dan hewan (fauna) dengan faktor lingkungan abiotik (tanah, air, udara, cahaya matahari.

Belantara rimba memberikan kenyamanan bagi kehidupan berbagai jenis makhluk hidup, khususnya hutan tropik di sepanjang garis khatulistiwa. Hutan tropic memiliki sistem pengaturan udara yang canggih sehingga suasananya akan menjadi hangat dan lembab setiap saat, dan secara umum hutan memberikan manfaat sbb:

Penghasil oksigen terbesar; yaitu didapat karena terdiri dari tumbuhan yang melakukan proses fotosintesis yang memberi manfaat pada tumbuhan itu sendiri dan manusia disekitarnya.

Pengendali fungsi hidrologi; hutan mempunyai fungsi penting dalam mengatur besarnya air permukaan. Dengan adanya resapan di lantai hutan, tanah menjadi gembur dan air hujan dapat mudah meresap ke dalam tanah disbanding dengan tanah yang tidak tertutup hutan. Air larian berkurang sehingga mengurangi resiko banjir. Fungsi perlindungan tanah dari erosi sebenarnya bukan dilakukan oleh pohon melainkan ekosistem yang ada dibawahnya.

Penyimpan plasma nuftah atau bank gen; didalam hutan Indonesia terdapat sekitar 25.000 jenis fauna dan 400.000 jenis flora. Hal ini jelas bahwa peran hutan sebagai tempat hidup (habitat) bagi ratusan ribu flora dan faunanya sangatlah besar. Dapat kita bayangkan apabilasatu jenis flora saja yang punah, maka beberapa fauna yang tergantung padanya akan turut punah juga.

Pengendali iklim; selain penghasil oksigen, hutan merupakan penyeimbang kadar CO2 dari hasil respirasi. Pemanasan global saat ini merupakan adanya peningkatan kadar CO2. Hutan menyediakan O2 sebagai penyeimbangnya sehingga pemanasan bumi dapat dikurangi.

Produk hutan yang dapat dimanfaatkan; mulai dari kebutuhan yang sangat sederhana yaitu baker sampai dengan produk yang mempunyai nilai ekonomi tinggi seperti hasil kayu rotan, jati, ramin, tengkawang, dan cendana. Akan tetapi eksploitasi kayu hutan

Page 19: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 19 -

secara besar-besaran atau deforestasi dan merusak lingkungan akan mengakibatkan bencana di alam bumi.

1.2 Anatomi Hutan

Hutan tersusun dari beberapa lapisan horizontal, yang berdasarkan atas tinggi rendahnya pohon yang bergantung pada umur dan jenis masing-masing tumbuhan:

Lapisan A, tingginya 35-42 m dan kadang-kadang diselingi oleh pohon-pohon yang mencapai 80m, disebut lapisan penembus (emergent) dengan ciri khas yang mempunyai tajuk berbentuk payung.

Lapisan B, tingginya rata-rata 20 m, bertajuk lebat dan kurang lebar namun lebih rapat daripada lapisan A.

Lapisan C, tingginya 4-15 m, memiliki dahan, ranting, dan daun yang lebih lebat daripada lapisan A dan B.

Lapisan D, tingginya rata-rata 1 m, merupakan lapisan semak dan anakan pohon

1.3 Kehidupan Flora dan Fauna

Flora (tumbuhan) dipandang sebagai tulang punggung ekosistem hutan dan digolongkan menjadi dua, yaitu tumbuhan yang mampu mendapatkan energi matahari tanpa bantuan tumbuhan lain dan tumbuhan yang secara mekanis membutuhkan topangan dari tumbuhan lain untuk mendapatkan energi matahari.

Setiap tumbuhan yang hidup dalam suatu kawasan hutan saling berhubungan erat dan harmonis dengan tumbuhan yang lain. Pohon-pohon besar atau raksasa melindungi tumbuhan dibawahnya yang tidak tahan terhadap matahari. Tumbuhan dibawahnya tersebut adalah cendawan dan tumbuhan pengurai memanfaatkan sisa-sisa tanaman yang mati untuk hidupnya dan menjadikan humus serta zat-zat anorganik yang kemudian bermanfaat tumbuhan besar dan atau lainnya sehingga suatu lingkaran kehidupan.

Beberapa satwa memiliki habitat yang terbatas, beberapa satwa yang lain memilik habitat yang sangat luas seperti burung yang mampu berpindah tempat sampai ribuan kilometre. Satwa-satwa tersebut mempunyai peranan yang penting dalam membantu penyebaran geografis tumbuhan dan memperlancar peredaran unsur hara dalam ekosistem.

1.4 Tipe, Struktur dan Jenis Hutan

Page 20: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 20 -

Variasi hutan cukup banyak, sesuai dengan faktor-faktor yang dimilikinya terutama iklim, ketinggian, dan jenis tananhnya.

1.4.1 Tipe Hutan

Pada tempat yang memiliki perbedaan bulan kering dan bulan basah cukup menyolok seperti di Jawa Tengah, Jawa Timur dan kepulauan Nusa Tenggara, terdapat hutan/pohon yang daunnya di musim kemarau. Tipe hutan ini disebut DECIDEOUS.

Sedangkan kebalikannya adalah hutan yang sepanjang tahun selalu kelihatan hijau (evergreen) yang banyak dijumpai di daerah yang curah hujannya cukup tinggi. Hutan seperti ini termasuk tipe hutan Tropik cukup tinggi, tipe hutan seperti ini termasuk hutan TROPIK.

1.4.2 Struktur Hutan

Struktur hutan menurut terjadinya dibedakan atas:

Hutan Primer, disebut juga hutan inti. Hutan ini tidak dapat berdiri sendiri tetapi selalu dikelilingi pelindungnya. Adapun ciri-cirinya antara lain, memiliki kerapatan tumbuhan yang relative tinggi, bentuk fisik tumbuhannya didominasi oleh pepohonan yang besar dan tinggi, tingkat kerusakannya oleh manusia sangat kecil dan terbentuk secara alami.

Hutan Sekunder, atau hutan penyangga, mempunyai ciri-ciri antara lain kerapatan pohonnya relative rendah, di dominasi oleh tumbuhan yang relatif muda umurnya, tingkat kerusakan non alamiah cukup besar dan dapat terbentuk secara alamiah maupun buatan.

1.4.3 Macam Hutan

Macam hutan berdasarkan fungsinya dapat dibedakan menjadi:

Hutan Lindung, yaitu kawasan hutan yang khas keadaan sifat alaminya diperuntukkan guna mengatur tata air, mencegah bencana banjir dan erosi serta pemeliharaan kesuburan tanah. Apabila hutan ini terganggu maka akan kehilangan fungsinya sebagai pelindung bahkan akn menimbulkan bencana alam seperti banjir dan erosi.

Hutan Produksi, yaitu kawasan hutan yang memiliki produksi hutan untuk memenuhi keperluan masyarakat umumnya dan khususnya untuk pembangunan, industri dan keperluan ekspor.

Hutan Suaka Alam, yaitu kawasan hutan yang sifatnya khas diperuntukkan secara khusus untuk perlindungan alam hayati dan manfaat-manfaat lainnya. Hutan suaka alam terbagi atas CAGAR ALAM yang berhubungan dengan keadaan alaminya yang khusus termasuk hewani dan nabati, serta SUAKA MARGASATWA yang ditetapkan sebagai tempat hidup margasatwa yang mempunyai nilai khas bagi ilmu pengetahuan dan kebudayaan.

Hutan Wisata, yaitu kawasan hutan yang diperuntukkan ecara khusus untuk dibina dan dipelihara guna kepentingan pariwisata, terbagi atas TAMAN WISATA yang mempunyai keindahan alam nabati, hewani maupun keindahan alamnya sendiri yang mempunyai corak khas untuk dimanfaatkan bagi kepentingan rekreasi , serta

Page 21: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 21 -

TAMAN BURU yang didalamnya terdapat satwa buru yang memungkinkan diselenggarakan perburuan dengan teratur, teroganisir yang baik untuk kepentingan rekreasi.

Macam hutan berdasarkan letak geogrfisnya dibedakan atas:

Hutan Tropik, termasuk hutan Indonesia memiliki lapisan horizontal hutan

Hutan Sub-Tropik, ditandai dengan hutan peluruh karena pengaruh empat musim maka pada musim gugur tampak daunnya berguguran.

Hutan Runjung, di daerah mendekati mendekati kutub bumi, ditandai dengan tumbuhan Coniferae seperti tusam dan eru.

Hutan Rumput Tundra, di daerah kutub bumi yang selalu diliputi salju, hanya mampu ditumbuhi lumut daun, lumut kerak dan tundra.

Menurut iklim dan keadaan alam temperaturnya, hutan-hutan di Indonesia dapat dibedakan menjadi:

Hutan Tropik, terdapat di daerah-daerah yang mempunyai curah hujan dan temperatur udara yang tinggi di sepanjang tahun. Hutan tropic umumnya lebat, pohonnya relatif tinggi dan banyak jenisnya. Makin tinggi letaknya dari permukaan laut, jenis pohon besarnya makin berkurang, sedangkan pakis dan palem makin banyak.

Hutan Musim, dipengaruhi iklim musim, jenis tumbuhannya tidak sebanyak hutan tropik, kelebatannya juga berkurang. Pada musim kemarau tumbuh-tumbuhan meranggas, sebaliknya pada musim hujan berdaun lebat, misalnya hutan jati.

Sabana dan Stepa, didaerah yang curah hujannya rendah (daerah kering seperti Nusa Tenggara) pohon-pohonnya semakin berkurang. Yang ada daerah padang rumput hijau diselingi rumput kering, ilalang atau sabana. Daerah ini cocok untuk peternakan luas.

Hutan Bakau (Mangrove) terdapat di daerah pantai terbentuk karena pengaruh pasang surut air laut dan berkembang di daerah berlumpur maka Rhizopora, Avicennia, Sonneratia, Ceriops, Xylocarpus dan Lumnitzera banyak kita jumpai. Indonesia merupakan tempat komunitas bakau terbaik dan terluas didunia lebih kurang 3,7 juta ha atau 21,8 dari luas bakau di dunia (17 juta ha). Luas hutan bakau Indonesia terdiri atas propinsi Papua (35%), Kalimantan Timur (20,6%), Sumatra Selatan (9,6%), dan propinsi lainnya kurang dari (6%).

Menurut jenis tumbuhannya, hutan dapat dibedakan 2 jenis:

Hutan Homogen, sesuai namanya hanya ada satu jenis tumbuhan, misalnya hutan jati, hutan pinus.

Hutan Heterogen, terdiri dari berbagai macam jenis tumbuhan atau pohon. Pada umumnya hutan alam Indonesia adalah hutan heterogen.

Page 22: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 22 -

1.5 Alam dan Hutan Indonesia

Seiring dengan semakin menguatnya kesadaran akan perubahan iklim, keberadaan hutan menjadi semakin sering diperbincangkan. Perubahan iklim yang disebabkan efek gas rumah kaca berdasarkan banyak kajian dan analisa memberikan ancaman masa depan yang suram bagi bumi dan kehidupan manusia. Ancaman ketahanan pangan, penyebaran penyakit malaria, tenggelamnya banyak daerah pesisir dan bahaya kekeringan membuat dunia saat ini mulai merancang-rancang dan mencari cara untuk mengurangi efek rumah kaca tersebut.

Secara alami gas rumah kaca telah eksis di atmosfer. Keberadaan gas-gas seperti CO2, Methana, N2O, Ozon, uap air dan lainnya secara alami justru menguntungkan kehidupan manusia. Panas dari matahari yang diperangkap oleh gas-gas tersebut mampu membuat bumi menjadi hangat hingga cukup nyaman untuk ditinggali. Tanpa keberadaan gas-gas tersebut bumi diperkirakan lebih dingin 330 C.

Namun semuanya menjadi berbeda ketika aktivitas manusia menyebabkan konsentrasi gas-gas tersebut semakin pekat. Pembakaran bahan bakar fosil, kegiatan industri yang massif, produksi BBM di kilang-kilang, pembakaran hutan dan sebagainya telah menyebakan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer semakin tinggi, terutama CO2. Menurut IPCC konsentrasi karbondioksida di atmosfer saat ini, menurut pengukuran pada udara yang terperangkap pada inti es, jauh lebih besar dibandingkan dengan 650.000 tahun terakhir.

Disini kemudian peran hutan menjadi salah satu isu sentral dalam upaya mereduksi konsentrasi gas karbondioksida di atmosfer. Tegakan hutan dan tumbuhan hijau lainnya menyerap CO2 dari atmosfer pada masa pertumbuhannya melalui proses fotosintesis. Ini akan membantu mengurangi konsentrasi karbondioksida di udara dan berdampak pula pada pengurangan efek rumah kaca. Selama tegakan hutan mengalami pertumbuhan berarti proses penyerapan karbondioksida akan terus berlangsung, model seperti ini sering disebut juga sebagai carbon sink. Jumlah karbondioksida yang mampu diserap oleh tegakan hutan akan dipengaruhi oleh kondisi tempat tumbuh hutan tersebut seperti iklim, topografi dan kondisi tanah. Selain itu karakter pohon yang tumbuh dan pola manajemen pengelolaan hutanpun akan mempengaruhi tingkat penyerapan karbondioksida.

Indonesia adalah salah satu pemilik kawasan hutan tropis utama di dunia. Sehingga semestinya Indonesia dapat berkontribusi dalam mengurangi konsentrasi gas rumah kaca, terutama karbondioksida. Namun semua menjadi kurang meyakinkan ketika melihat bagaimana hutan Indonesia dikelola.

Page 23: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 23 -

1.6 Sejarah Singkat Pengelolaan Hutan Indonesia

Pengelolaan hutan di Indonesia mulai memasuki masa ekploitasi sistematis pada zaman orde baru. Target utama dari pengelolaan pada masa awal-awal orde baru adalah untuk pemulihan ekonomi. Sehingga pola-pola sustainable management tidak menjadi perhatian saat itu. Sektor kehutanan diharapkan pada saat itu karena sektor-sektor lain tidak mampu memberikan kontribusi yang memuaskan. Sektor industri sulit berkembang disebabkan sejak pertengahan 1965 hingga awal 1966 terjadi hiperinflasi. Begitu juga sektor perkebunan, tingkat produksi dan investasi di berbagai komoditas utama seperti kopra, teh, karet dan kopi merosot sejak 1950. Pada tahun 1965 defisit anggaran belanja mencapai 248 juta dollar. Tahun berikutnya defisit mencapai dua kali lipatnya.

Menghadapi hal ini pemerintahan Orde Baru menjadikan pemulihan ekonomi sebagai program utama, dimana peningkatan produksi pangan dan sektor industri terutama sandang dan pengelohan sumber daya alam (pertambangan dan hasil hutan). Pada fase-fase awal ini dimulai berbagai kebijakan yang mendukung program tersebut, pada sektor pertanian misalnya seiring dengan revolusi hijau dimulailah era penggunaan pupuk anorganik dan alam mekanisasi pertanian.

Sejak diberlakukannya UU Pokok Kehutanan tahun 1967 permintaan untuk mendapatkan HPH meningkat pesat. Hingga menjelang 1970 jumlah pemegang HPH tercatat 64 perusahaan dengan meliputi luasan 8 juta hektar. Hingga sekarang dengan dikeluarkannya UU No. 41 tahun 1999 pengusahaan hutan oleh investor perorangan dan badan usaha tetap berlaku. Kalau dulu dikenal dengan HPH (Hak Pengusahaan Hutan) sekarang disebut sebagai Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu.

1.7 Kerusakan Hutan Indonesia

Berdasarkan data-data dari berbagai pihak yang berkompeten, diketahui hutan Indonesia mengalami kerusakan yang cukup mengkhawatirkan. Kerusakan itu diakibatkan oleh laju deforestasi yang tinggi. Tahun 1997 saja menurut World Resource Institute sebagaimana yang dikutip Walhi, Indonesia telah kehilangan hutan aslinya seluas 72 persen. Laju kerusakan hutan pada periode 1985-1997 sebesar 1,6 juta hektar pertahun, dan pada periode 1997-2000 laju kerusakan hutan sebesar 3,8 juta hektar pertahun.

Apa penyebab utamanya? Beberapa faktor dapat dapat diklasifikasikan sebagai penyebab utama yaitu penebangan oleh HPH (legal dan illegal), konversi ke lahan perkebunan (terutama sawit), kebakaran hutan serta proyek transmigrasi. Beberapa pihak menyertakan peladang berpindah sebagai salah satu penyebab kerusakan hutan. Namun berbagai pihak pula terutama kalangan akademisi dan NGO menyangkal hal ini, karena kemampuan yang dimiliki oleh para peladang berpindah baik potensi SDM yang sedikit maupun peralatan yang digunakan mustahil mampu melakukan kerusakan hutan yang demikian luas.

Penebangan yang dilakukan oleh HPH banyak disorot oleh berbagai kalangan sebagai penyebab paling utama kerusakan hutan. Ini tidak mengherankan karena beberapa HPH besar memegang konsesi yang sangat besar, sampai tiga juta hektar lebih. Memang pemerintah telah menetapkan berbagai sistem penebangan dan silvikultur yang harus diadopsi oleh pemegang HPH yang diharapkan mampu mengendalikan deforestasi dan memperbaiki hutan seperti sistem Tebang Pilih Indonesia (TPI) dan Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI). Namun dalam prakteknya banyak operator HPH yang tidak

Page 24: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 24 -

mempedulikan sistem tersebut. Tebang Pilih yang menetapkan seleksi terhadap pohon yang akan ditebang yaitu yang berdiameter 50 cm keatas, sering tidak diindahkan. Banyak kayu-kayu yang berdiameter 30-an cm bahkan lebih kecil juga ditebang. Belum lagi perilaku HPH yang menebang pohon pada zona terlarang seperti sempadan sungai dan lereng bukit. Pemegang HPH juga sering abai terhadap kewajiban mereka untuk melakukan penanaman kemabli di area/blok bekas tebangan. Luas konsesi yang sedemikian besar menyebabkan ketiadaan fungsi kontrol dari pemerintah yang selalu dirundung keterbatasan sumber daya manusia dan peralatan. Atas hal inilah, menurut Lembaga Alam Tropika Indonesia (LATIN), pada tahun 1985 Bank Dunia menyebutkan ” dalam 40 tahun Indonesia akan menjadi tandus. Faktor penyebabnya praktek penebangan kayu (logging) tanpa perhatian.

Selain kegiatan logging oleh HPH, konversi hutan menjadi lahan perkebunan, terutama sawit, juga memberikan andil yang tidak sedikit bagi kerusakan hutan. Pada data tahun 1998 saja menurut Paul K. Gelen, sebagaimana yang dikutip LATIN, telah terjadi konversi lahan hutan alam yang dicadangkan untuk hutan produksi ke perkebunan sawit seluas 2.721.428 Hektar dan telah disetujui untuk dikonversi berikutnya seluas 3.504.084 hektar.

Kecenderungan konversi ini dari tahun ke tahun semakin meningkat, mengingat harga produk sawit seperti crude palm oil (CPO) juga cenderung terus naik dari tahun ke tahun. Bukan cuma lahan hutan, bahkan banyak lahan persawahan pun terutama di Sumatera dan Kalimantan juga dialihfungsikan menjadi lahan perkebunan sawit. Selain pengaruh langsung dari konversi lahan hutan, perkebunan sawit ditengarai juga berperan bagi kebakaran hutan besar-besaran yang terjadi di Sumatera dan Kalimantan. Memang harus dicatat kebakaran hutan bukan hanya disebabkan oleh pengusaha perkebunan kelapa sawit, land clearing dengan metode bakar yang dilakukan oleh pengusaha HTI juga memberikan sumbangan bagi luasnya lahan hutan yang terbakar. Kebakaran hutan hebat yang terjadi 1997 telah mengakibatkan hutan terbakar seluas 102.431,36 hektar di pulau Sumatera. Pada dekade sebelumnya di Kalimantan kebakaran hebat terjadi tahun 1982/83 dimana diperkirakan tidak kurang dari 3,5 juta hektar hutan Kalimantan Timur habis terbakar.

Page 25: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 25 -

BAB 2 PENGENALAN DASAR MOUNTAINEERING

2.1 Pendahuluan

Bagi orang awam, kegiatan petualangan seperti mendaki gunung selalu mengundang pertanyaan klise “mau apa sih kesana?” atau pertanyaan lainnya “memang ada apa sih di gunung?” Pertanyaan sederhana tapi sering membuat bingung yang ditanya atau bahkan mengundang rasa kesal. George F. Mallory, seorang pendaki Inggris menjawab pertanyaan tersebut “because it is there”. Mallory bersama rekannya menghilang di Everest tahun 1924. Soe Hook Gie (Mapala UI) menulis dalam puisi “Aku Cinta Pangarango; karena aku mencintai kebenaran hidup”, tetapi dalam perjalanan hidupnya dia tewas tercekik gas beracun di puncak Mahameru pada tanggal 16 Desember 1969.

Mountaineering, berasal dari kata ‘mountain’ yang berarti gunung. Mountaineering adalah kegiatan mendaki gunung yang terdiri dari tiga

1. Hill Walking. Merupakan perjalanan pendakian bukit-bukit yang landai, tidak mempergunakan peralatan dan teknis pendakian.

2. Scrambling, Merupakan pendakian pada tebing batu yang tidak terlalu terjal, tangan hanya digunakan sebagai keseimbangan.

3. Climbing, adalah: a. Rock climbing, yaitu pendakian dan atau pemanjatan pada tebing batu b. Ice & Snow climbing, yaitu merupakan pendakian pada es dan salju

Dalam mountaineering atau kegiatan pendakian gunung terdapat 2 (dua) tipe atau sistem pendakian yaitu:

1. Himalayan Style adalah system pendakian dengan rute yang panjang, biasanya pendaki terdiri dari beberapa kelompok, dalam sistem ini apabila hanya terdapat satu atau beberapa orang saja yang berhasil mencapai puncak maka sudah dianggap mewakili peserta pendaki yang lain atau dinyatakan bahwa pendakian ekspedisinya berhasil. Sistem ini biasanya digunakan untuk ekspedisi atau suatu misi tertentu, seperti pengibaran bendera merah putih di puncak himalaya,dsb.

2. Alpine Style adalah sistem pendakian dianggap berhasil apabila seluruh peserta anggota mencapai puncak gunung. Sistem ini dlakukan biasanya untuk kegiatan kenaikan tingkat bagi anggota baru, yang mensyaratkan tiap anggota apabila telah mencapai puncak maka bisa dinaikan tingkat keanggotaannya.

Page 26: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 26 -

2.2 Persiapan Pendakian Gunung

Mendaki gunung diperlukan persiapan yang cukup. Seringkali kegiatan latihan fisik tidak disiapkan dengan baik. Dalam mendaki gunung ditentukan oleh faktor ekstern dan intern. Kebugaran fisik mutlak diperlukan. Pendaki gunung legendaris asal Inggris, Sir George Leigh Mallory, kerap menjawab pendek pertanyaan mengapa ia begitu “tergila-gila” naik gunung. “Because it is there,” ujarnya. Jawaban itu menggambarkan betapa luas pengalamannya mendaki gunung dan bertualang.

Bila pendaki tidak mempersiapkan pendakian, maka dia hanya memperbesar bahaya subyektif. Misalnya, bahaya kedinginan karena pendaki tidak membawa jaket tebal atau tenda untuk melawan dinginnya udara dan kencangnya angin. Tidak bisa ditawar, mendaki gunung adalah kegiatan fisik berat. Karena itu, kebugaran fisik adalah hal mutlak. Untuk berjalan dan menarik badan dari rintangan dahan atau batu, otot kaki dan tangan harus kuat. Untuk menahan beban ransel, otot bahu harus kuat. Daya tahan (endurance) amat diperlukan karena dibutuhkan perjalanan berjam-jam hingga hitungan hari untuk bisa tiba di puncak. Bila tidak biasa berolahraga, calon pendaki sebaiknya melakukan jogging dua atau tiga kali seminggu, dilakukan dua hingga tiga minggu sebelum pendakian.

2.2.1 Pengenalan Medan

Untuk menguasai medan dan memperhitungkan bahaya obyek seorang pendaki harus menguasai menguasai pengetahuan medan, yaitu membaca peta, menggunakan kompas serta altimeter. Mengetahui perubahan cuaca atau iklim. Cara lain untuk mengetahui medan yang akan dihadapi adalah dengan bertanya dengan orang-orang yang pernah mendaki gunungtersebut. Tetapi cara yang terbaik adalah mengikut sertakan orang yang pernah mendaki gunung tersebut bersama kita.

2.2.2 Persiapan Fisik

Persiapan fisik bagi pendaki gunung terutama mencakup persiapan olahraga fisik termasuk lari, senam aerobik dan kekuatan kelenturan otot. Kesegaran jasmani akan mempengaruhi transport oksigen melelui peredaran darah ke otot-otot badan, dan ini penting karena semakin tinggi suatu daerah semakin rendah kadar oksigennya.

2.2.3 Persiapan Tim

Menentukan anggota tim dan membagi tugas serta mengelompokkannya dan merencanakan semua yang berkaitan dengan pendakian.

2.2.4 Perbekalan dan Peralatan

Persiapan perlengkapan merupakan awal pendakian gunung itu sendiri. Perlengkapan mendaki gunung umumnya mahal, tetapi ini wajar karena ini merupakan pelindung keselamatan pendaki itu sendiri. Namun perlengkapan tersebut tidak sepenuhnya mahal dan harus kita beli, karena kita bisa menyiasatinya dengan membeli bahan sendiri lalu kemudian bisa kita buat atau kita bawa ke pembuat yang sudah biasa menerima order dari para pendaki. Jadi banyak banyaklah berdiskusi dengan para senior yang telah terbiasa dan berpengalaman untuk menyiasatinya.

Gunung merupakan lingkungan yang asing bagi organ tubuh kita yang terbiasa hidup di daerah yang lebih rendah. Karena itu diperlukan perlengkapan yang memadai agar pendaki mampu menyesuaikan di ketinggian yang baru itu. Seperti sepatu, ransel, pakaian, tenda, perlengkapan tidur, perlengkapan masak, makanan, obat-obatan dan lain-lain

Page 27: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 27 -

Persiapan dan perencanaan pendakian dibahas serta disajikan materinya secara detil pada Bab 4 Perencanaan Perjalanan di Alam Bebas, dalam buku materi panduan ini.

2.3 Langkah dan Prosedur Pendakian

Umumnya langkah-langkah yang biasa dilakukan oleh kelompok-kelompok pencinta alam dalam suatu kegiatan pendakian gunung meliputi tiga langkah, yaitu:

2.3.1 Persiapan

Yang dimaksud persiapan pendakian gunung adalah menentukan pengurus panitia pendakian, yang akan bekerja mengurus : Perijinan pendakian, perhitungan anggaran biaya, penentuan jadwal pendakian, persiapan perlengkapan/transportasi dan segala macam urusan lainnya yang berkaitan dengan pendakian.

Persiapan fisik dan mental anggota pendaki, ini biasanya dilakukan dengan berolahraga secara rutin untuk mengoptimalkan kondisi fisik serta memeksimalkan ketahanan nafas. Persiapan mental dapat dilakukan dengan mencari/mempelajari kemungkinan-kemungkinan yang tak terduga timbul dalam pendakian beserta cara-cara pencegahan/pemecahannya.

2.3.2 Pelaksanaan

Bila ingin mendaki gunung yang belum pernah didaki sebelumnya disarankan membawa guide/penunjuk jalan atau paling tidak seseorang yang telah pernah mendaki gunung tersebut, atau bisa juga dilakukan dengan pengetahuan membaca jalur pendakian. Untuk memudahkan koordinasi, semua peserta pendakian dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu:

1. Kelompok pelopor 2. Kelompok inti 3. Kelompok penyapu

Masing-masing kelompok, ditunjuk penanggungjawabnya oleh komandan lapangan (penanggungjawab koordinasi). Daftarkan kelompok anda pada buku pendakian yang tersedia di setiap base camp pendakian, biasanya menghubungi anggota SAR atau juru kunci gunung tersebut. Didalam perjalanan posisi kelompok diusahakan tetap yaitu: Pelopor di depan (disertai guide), kelompok initi di tengah, dan team penyapu di belakang. Jangan sesekali merasa segan untuk menegur peserta yang melanggar peraturan ini. Demikian juga saat penurunan, posisi semula diusahakan tetap. Setelah tiba di puncak dan di base camp jangan lupa mengecek jumlah peserta, siapa tahu ada yang tertinggal.

2.3.3 Evaluasi

Biasakanlah melakukan evaluasi dari setiap kegiatan yang anda lakukan, karena dengan evaluasi kita akan tahu kekurangan dan kelemahan yang kita lakukan. Ini menuju perbaikan dan kebaikan (vivat et floreat).

2.4 Fisiologi Tubuh di Pegunungan

Mendaki gunung adalah perjuangan, perjuangan manusia melawan ketinggian dan segala konsekuensinya. Dengan berubahnya ketinggian tempat, maka kondisi lingkunganpun jelas akan berubah. Anasir lingkungan yang perubahannya tampak jelas

Page 28: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 28 -

bila dikaitkan dengan ketinggian adalah suhu dan kandungan oksigen udara. Semakin bertambah ketinggian maka suhu akan semakin turun dan kandungan oksigen udara juga semakin berkurang.

2.4.1 Konsekuensi Penurunan Suhu

Manusia termasuk organisme berdarah panas (poikiloterm), dengan demikian manusia memiliki suatu mekanisme thermoreguler untuk mempertahankan kondisi suhu tubuhterhadap perubahan suhu lingkungannya. Namun suhu yang terlalu ekstrim dapat membahayakan. Jika tubuh berada dalam kondisi suhu yang rendah, maka tubuh akan terangsang untuk meningkatkan metabolisme untuk mempertahankan suhu tubuh internal(mis : dengan menggigil). Untuk mengimbangi peningkatan metabolisme kita perlu banyak makan, karena makanan yang kita makan itulah yang menjadi sumber energi dan tenaga yang dihasilkan lewat oksidasi.

2.4.2 Konsekuensi Penurunan Jumlah Oksigen

Oksigen bagi tubuh organisme aerob adalah menjadi suatu konsumsi vital untuk menjamin kelangsungan proses-proses biokimia dalam tubuh, konsumsi dalam tubuh biasanya sangat erat hubungannya dengan jumlah sel darah merah dari konsentrasi haemoglobin dalam darah. Semakin tinggi jumlah darah merah dan konsentrasi Haemoglobin, maka kapasitas oksigen respirasi akan meningkat. Oleh karena itu untuk mengatasi kekurangan oksigen di ketinggian, kita perlu mengadakan latihan aerobic, karena disamping memperlancar peredaran darah, latihan ini juga merangsang memacusintesis sel-sel darah merah.

2.4.3 Kesegaran Jasmani

Kesegaran jasmani adalah syarat utama dalam pendakian. Komponen terpenting yangditinjau dari sudut faal olahraga adalah system kardiovaskulare dan neuromusculare. Seorang pendaki gunung pada ketinggian tertentu akan mengalami hal-hal yang kurang enak, yang disebabkan oleh hipoksea (kekurangan oksigen), ini disebut penyakit gunung (mountain sickness). Kapasitas kerja fisik akan menurun secara menyolokpada ketinggian 2000 meter, sementara kapasitas kerja aerobic akan menurun (dengan membawa beban 15 Kg) dan juga derajat aklimasi tubuh akan lambat.

Mountain sickness ditandai dengan timbulnya gejala-gejala:

1. Merasakan sakit kepala atau pusing-pusing 2. Sukar atau tidak dapat tidur 3. Kehilangan control emosi atau lekas marah 4. Bernafas agak berat/susah 5. Sering terjadi penyimpangan interpretasi/keinginannya aneh-aneh, bersikap

semaunya dan bisa mengarah kepenyimpangan mental. 6. Biasanya terasa mual bahkan kadang-kadang sampai muntah, bila ini terjadi maka

orang ini harus segera ditolong dengan memberi makanan/minuman untuk mencegah kekosongan perut.

Gejala-gejala ini biasanya akan lebih parah di pagi hari, dan akan mencapai puncaknya pada hari kedua. Apabila diantara peserta pendakian mengalami gejala ini, maka perlu secara diniditangani/diberi obat penenang atau dicegah untuk naik lebih tinggi. Bilamana sudah terlanjur parah dengan emosi dan kelakuan yang aneh-aneh serta tidak pedulilagi nasehat (keras kepala), maka jalan terbaik adalah membuatnya pingsan.

Pada ketinggian lebih dari 3000 m.dpl, hipoksea cerebral dapat menyebabkan kemampuan untuk mengambil keputusan dan penalarannya menurun. Dapat pula timbul rasapercaya diri yang keliru, pengurangan ketajaman penglihtan dan gangguan pada

Page 29: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 29 -

koordinasi gerak lengan dan kaki. Pada ketinggian 5000 m.dpl, hipoksea semakin nyata dan pada ketinggian 6000 m.dpl kesadarannya dapat hilang sama sekali.

2.5 Pengetahuan Dasar Mountaineering

2.5.1 Orientasi Medan

2.5.1.1 Menentukan Arah Perjalanan dan Posisi Pada Peta

Dengan dua titik di medan yang dapat diidentifikasikan pada gambar di peta. Dengan menggunakan perhitungan teknik/azimuth, tariklah garis pada kedua titik diidentifikasi tersebut di dalam peta. Garis perpotongan satu titik yaitu posisi kita pada peta.

Bila diketahui satu titik identifikasi. Ada beberapa cara yang dapat dicapai: 1. Kalau kita berada di jalan setapak atau sungai yang tertera pada peta, maka

perpotongan garis yang ditarik dari titik identifikasi dengan jalan setapak atau sungai adalah kedudukan kita.

2. Menggunakan altimeter. Perpotongan antara garis yang ditarik dari titik identifikasi dengan kontur pada titik ketinggian sesuai dengan angka pada altimeter adalah kedudukan kita.

3. Dilakukan secara kira-kira saja. Apabila kita sedang mendaki gunung, kemudian titik yang berhasil yang diperoleh adalah puncaknya, maka tarik garis dari titik identifikasi itu, lalu perkirakanlah berapa bagian dari gunung itu yang telah kita daki.

2.5.1.2 Menggunakan Kompas

Untuk membaca peta sangat dibutuhkan banyak bermacam kompas yang dapat dipakai dalam satu perjalanan atau pendakian, yaitu tipe silva, prisma dan lensa. Materi penggunaan kompas ini dibahas secara menyeluruh di bab 6 Pengenalan Dasar Navigasi Darat, dalam buku materi panduan ini.

2.5.1.3 Peta Dalam Perjalanan

Dengan mempelajari peta, kita dapat membayangkan kira-kira medan yang akan dilalui atau dijelajahi. Penggunaan peta dan kompas memang ideal, tetapi sering dalam praktek sangat sukar dalam menerapkannya di gunung-gunung di Indonesia. Hutan yang sangat lebat atau kabut yang sangat tebal acap kali menyulitkan orientasi. Penanggulangan dari kemungkinan ini seharusnya dimulai dari awal perjalanan, yaitu dengan mengetahui dan mengenali secara teliti tempat pertama yang menjadi awal perjalanan.

Page 30: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 30 -

Gerak yang teliti dan cermat sangat dibutuhkan dalam situasi seperi di atas. Ada baiknya tanda alam sepanjang jalan yang kita lalui diperhatikan dan dihafal, mungkin akan sangat bermanfaat kalau kita kehilangan arah dan terpaksa kembali ketempat semula. Dari pengalaman terutama di hutan dan di gunung tropis kepekaan terhadap lingkungan alam yang dilalui lebih menentukan dari pada kita mengandalkan alat-alat seperti kompas tersebut. Hanya sering dengan berlatih dan melakukan perjalanan kepekaan itu bisa diperoleh.

2.5.2 Membaca Keadaaan Alam

2.5.2.1 Keadaan Udara

Sinar merah pada waktu Matahari akan terbenam. Sinar merah pada langit yang tidak berawan mengakibatkan esok harinya cuaca baik. Sinar merah pada waktu Matahari terbit sering mengakibatkan hari tetap bercuaca buruk.

Perbedaan yang besar antara temperature siang hari dan malam hari. Apabila tidak angin gunung atau angin lembab atau pagi-pagi berhembus angin panas, maka diramalkan adanya udara yang buruk. Hal ini berlaku sebaliknya.

Awan putih berbentuk seperti bulu kambing. Apabila awan ini hilang atau hanya lewat saja berarti cuaca baik. Sebaliknya apabila awan ini berkelompok seperti selimut putih maka datanglah cuaca buruk.

2.5.2.2 Membaca Sandi-Sandi Yang Diterapkan atau Disepakati

Menggunakan bahan-bahan dari alam, seperti : 1. Sandi dari batu yang dijejer atau ditumpuk 2. Sandi dari batang/ranting yang dipatahkan/dibengkokkan 3. Sandi dari rumput/semak yang diikat

Tujuan dari penggunaan sandi-sandi ini apabila kita kehilangan arah dan perlu kembali ke tempat semula atau pulang.

2.6 Tingkatan Dalam Pendakian

Agar setiap orang mengetahui apakah lintasan yang akan ditempuhnya sulit atau mudah, maka dalam olahraga mendaki gunung dibuat penggolongan tingkat kesulitan setiap medan atau lintasan gunung. Penggolongan ini tergantung pada karakter tebing atau gunungnya, temperamen dan penampilan fisik si pendaki, cuaca, kuat dan rapuhnya batuan di tebing, dan macam-macam variabel lainnya.

1. Kelas 1: Berjalan (trail hikes). Tidak memerlukan peralatan dan teknik khusus. 2. Kelas 2: Merangkak (scrambling). Dianjurkan untuk memakai sepatu yang layak.

Penggunaan tangan mungkin diperlukan untuk membantu. 3. Kelas 3: Memanjat (climbing). Tali diperlukan bagi pendaki yang belum

berpengalaman. 4. Kelas 4: Memanjat dengan tali dan belaying (semi-technical climbing). Anchor dan

peralatan carabiner lainnya untuk belaying mungkin diperlukan. 5. Kelas 5: Memanjat bebas dengan penggunaan tali belaying dan runner (technical

climbing). Menurut Yosemite Decimal System, kelas 5 ini dibagi lagi menjadi 14 tingkatan (5.1 sampai 5.14), di mana semakin tinggi angka di belakang angka 5, berarti semakin tinggi tingkat kesulitan tebing. Pada kelas ini, runners dipakai sebagai pengaman.

Page 31: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 31 -

5.1 s/d 5.4 Terdapat tumpuan dua tangan dan dua kaki. 5.5 s/d 5.6 Terdapat tumpuan dua tangan bagi yang berpengalaman, untuk

sulit menemukan tumpuan dua tangan 5.7 Gerakan kehilangan satu pegangan/tumpuan/pijakan kaki. 5.8 Kehilangan dua tumpuan dari keempat tumpuan atau kehilanan satu

tumpuan tapi cukup berat. 5.9 Hanya ada satu tumpuan yang pasti untuk kaki dan tangan. 5.10 Tebing tidak memiliki tumpuan, namun masih dapat dipanjat.

Berdoa atau pulang kerumah 5.11 Tebing benar-benar tidak memungkinkan untuk dipanjat, namun

beberapa orang yang benar-benar terlatih dapat memanjatnya. 5.12 Dinding vertikal tegak lurus dengan permukaan licin seperti gelas. 5.13 Dinding mengantung (overhang) dengan permukaan licin seperti

gelas.

6. Kelas 6 [Kelas A]: Pemanjatan artificial (artificial climbing). Tali dan anchor digunakan untuk gerakan naik. Kelas ini sering disebut kelas A. Dalam kelas A ini untuk menambah ketinggian pendaki harus menggunakan alat. Kelas A di bagi menjadi lima tingkatan (A1 sampai A5). Contohnya: tebing kelas 5.4 tidak dapat dilewati tanpa bantuan alat A2. Tingkat kesulitan tebing menjadi 5.4 - A.2

Klasifikasi pendakian berdasarkan penempatan peralatan pengamanan yang digunakan:

1. G – Good. Penempatan peralatan pengamanan benar-benar dapat melindungi dengan baik.

2. PG – Pretty Good. Peralatan pengaman cukup dapat melindungi pemanjat. 3. PG13 – OK Protection. Penempatan peralatan cukup baik. Jika jatuh tidak

menyebabkan masalah serius. 4. R – Runout. Peralatan pengaman berjarak cukup jauh, jika jatuh kemungkinan

dapatmenimbulkan masalah serius. 5. X – No protection. Berbahaya, jika jatuh dapat menyebabkan kematian.

Klasifikasi pendakian medan es berdasarkan skala numerikal M:

1. M1- M3 Pendakian tebing mudah, biasanya tanpa membutuhkan peralatan. 2. M4 Tebing cukup curam sampai vertikal, membutuhkan peralatan. 3. M5 Pendakian tebing harus didukung peralatan. 4. M6 Tebing vertikal sampai overhang. 5. M7 Tebing overhang. 6. M8 Tebing hampir horizontal overhang, yang membutuhkan ketrampilan dan

peralatan. 7. M9 Tebing overhang dengan jarak dua sampai tiga panjang tubuh pemanjat. 8. M10 Tebing overhang lebih dari 10 meter. 9. M11 Tebing overhang lebih dari 15 meter. 10. M12 Sama dengan M11 namun dengan terdapat penghalang yang

membutuhkan teknik khusus dalam bergerak.

Page 32: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 32 -

Foto: Cemoro Tunggal, jalan menuju puncak Mahameru

Page 33: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 33 -

BAB 3 TALI TEMALI & SIMPUL (ROPE HANDLING & KNOTS)

3.1 Pendahuluan

Simpul adalah ikatan pada tali atau tambang yang dibuat dengan sengaja untuk keperluan tertentu. Ikatan itu sendiri, khususnya yang digunakan pada saat Panjat Tebing, dan atau kegiatan mountaineering serta alam bebas lainnya itu sendiri.

PERINGATAN! Semua materi pembuatan Tali Temali & Simpul dan Mekanisme Teknis Panjat Memanjat tidak bisa dipelajari dari sekedar membaca buku panduan ini saja. Harus dipelajari langsung dari instruktur dan atau yang ahli karena kesalahan dalam

pembuatan dan penggunaan bisa berakibat FATAL

Page 34: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 34 -

3.2 Simpul Alpine Butterfly (Kupu-Kupu)

Simpul ini umumnya dianggap sebagai salah satu simpul yang paling kuat, aman dan mudah terikat. Dapat terikat di tengah sebuah tali bila anda tidak memiliki tambatan akhir. Dapat diambil dalam dua atau tiga arah tanpa distorting, dan dapat digunakan untuk memperkuat tali yang rusak dengan mengisolasi area yang rusak. Hal ini membuat Alpine Butterfly sangat fleksibel dan perlu kita ketahui. Jika anda ikatkan Alpine Butterfly di ujung tali, anda dapat mengikat sebuah stopper knot bebas ke ujung tali untuk keamanan.

3.3 Simpul Back Splice (Sambatan Balik)

Simpul ini umumnya digunakan untuk mencegah ujung tali agar tidak terurai. Untuk membuat simpul ini ujung kepala lalat dililitkan kemudian membuat anyaman balik.

Page 35: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 35 -

3.4 Simpul Bowline

Simpul Bowline ini mudah berubah dan mudah untuk membukanya ketika tidak ada beban (terutama di beberapa tali sintetis), apabila salah membuatnya dapat membahayakan. Dalam membuat simpul ini, penting untuk membuat simpul kancingan di ujung bebas untuk menjaga kemungkinan simpul ini terbuka.

3.5 Simpul Clove Hitch

Simpul Clove Hitch merupakan simpul yang mudah untuk mengikat, dan merupakan salah satu simpul yang paling sering digunakan terutama sebagai jangkar dan simpul di belay-up. Jangan membuat simpul dua atau lebih ke satu Carabiner. Cara yang benar untuk klip pada simpul adalah dengan beban tali terdekat dari belakang Carabiner.

Page 36: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 36 -

3.6 Simpul Constrictor

Simpul Constrictor salah satu simpul baru yang berguna untuk cavers maupun climbers pada sat ini. Di beri nama constrictor karena sangat besar tahan terhadap gesekan, serta dapat digunakan untuk Clamp/penahan suatu object.

3.7 Simpul Figure of Eight & Double Figure of Eight

Simpul Figure of Eight (berbentuk angka 8) adalah simpul yg sangat bermanfaat, cukup mudah untuk membuat, dan mudah untuk membuka setelah memberatkan, dan stres tali rendah waktu ikat dgn kencang. Sedangkan simpul Double Figure of Eight pada prinsipnya adalah sama hanya saja simpulnya double (ganda).

Page 37: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 37 -

3.8 Simpul Double Fisherman

Simpul standar untuk tying /mengikat dua simpul tali bersama. Jika digunakan di tengah sebuah pitch, satu lingkaran simpul seperti Figure-of-Eight harus terikat menjadi salah satu 'ekor' dari simpul untuk keamanan selama simpul lulus. Dua knot yang menenangkan ganda nelayan tidak boleh mirror gambar dari satu sama lain (yaitu mereka yang sama harus memiliki 'hati') jika mereka tidak akan susunan benar.

3.9 Simpul Double Overhand

Simpul penggabungan antara Overhand Knot, Double Overhand Knot lebih baik digunakan sebagai simpul pengunci karena sulit untuk membuka. Hal ini kadang-kadang diikat dengan simpul lain untuk keamanan.

Page 38: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 38 -

3.10 Simpul Double Sheet Bend (Anyam Ganda)

Simpul Double Sheet Bend berguna untuk menyambung dua tali dan efektif untuk menyambung dua tali yang berbeda ukuran.

3.11 Simpul Eye Splice

Simpul ini digunakan untuk menyambung atau membuat mata tali (eye splice).

Page 39: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 39 -

3.12 Simpul Hunter’s Bend

3.13 Simpul Munter / Italian Hitch

Simpul Italian Hitch adalah simpul yang sangat berguna karena dapat digunakan untuk Belaying, Bar, dan tali-temali yang bergesekan, biasanya Carabiner, sehingga pada saat turun dapat dikontrol dalam mekanisme belay. Italia Hitch hanya digunakan sebagai cadangan atau untuk situasi darurat. Sebagai simpul belaying, hal ini memungkinkan fleksibilitas besar dalam desain dan sistem operasi. Simpul yang dikendalikan dari depan, karena bertentangan dengan belay plate yang harus dikontrol dari belakang. Maksimum yang diperbolehkan tidak melebihi tali paralel di samping beban carabiner.

Page 40: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 40 -

3.14 Simpul Overhand

Simpul ini biasanya digunakan sebagai simpul pengunci dan juga merupakan dasar dari beberapa simpul lainnya yang digunakan dalam kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan memanjat.

3.15 Simpul Prusik

Simpul Prusik biasanya digunakan dalam sebuah tali atau tambatan pada batang. Simpul ini juga berguna dalam menambat tali arah vertikal dan hauling atas beban atau pendaki lain.

Page 41: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 41 -

3.16 Simpul Reef

Simpul Reef ini digunakan untuk menggabungkan dua buah tali, Gambar di bawah ini menunjukkan tahapan cara membuat Simpul Reef. Menunjukkan urutan cara membuatnya dan pada langkah akhir simpul ini dikencangkan dengan dua buah simpul pada akhir talinya.

3.17 Simpul Rolling Hitch

Simpul Rolling Hitch ini biasanya dipergunakan untuk mengencangkan dan dipasang pada pasak, seperti misalnya pada sebuah tenda. Simpul ini dapat mengalami sliding sepanjang standing part. Saat dilepaskan, tegangan pada standing part makin mengeratkan lilitan dalam knot, penambahan friksi yang mana mempertahankan simpul pada tempat karena bekerjanya tegangan.

Page 42: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 42 -

3.18 Simpul Round Turn & Two Half Hitches

Simpul ini berguna untuk mengikatkan dan menguatkan ikatan pada benda-benda bulat seperti tiang sebagai ikatan diujungnya.

3.19 Simpul Sheepshank

Simpul Sheepshank atau simpul erat biasanya digunakan sebagai simpul untuk memendekkan tali tanpa harus memotong tali tersebut.

Page 43: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 43 -

3.20 Simpul Sheet Bend

Simpul Sheet Bend dipergunakan untuk tujuan yang sama dengan simpul Rolling Hitch, tetapi dengan sentakan yang kuat pada ujung, maka akan terlepas begitu saja. Ini adalah keuntungan saat menggunakan sarung tangan atau karena kedinginan, jari-jari kaku. Lebih jauh lagi, tidak seperti Rolling Hitch, Sheet Bend dapat dikunci disuatu tempat untuk mencegah dari sliding. Dapat juga tidak dikunci untuk membuatnya dapat diatur lagi.

3.21 Simpul Short Splice

Simpul Short Splice biasanya digunakan untuk menyambung dua tali dengan ikatan yang kuat.

Page 44: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 44 -

3.22 Simpul Simple Whipping

Simpul ini digunakan untuk menganyam tali yang terurai agar dapat dipergunakan kembali.

3.23 Simpul Surgeon

Simpul Surgeon digunakan untuk menyambung dua tali dimana dengan diameter tali yang berbeda.

Page 45: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 45 -

3.24 Simpul Tape / Webbing

Simpul ini digunakan untuk mengikat webing menjadi slings untuk caving atau panjat tebing. Ujung webbing muncul dari simpul harus diamankan ke webbing menggunakan setengah lingkaran hitches atau insulating tape. Simpul ini terikat sehingga beban bearing tape muncul dari sisi berlawanan dari simpul sehingga secara alami akan kencang bila terbebani.

3.25 Simpul Trucker’s Hitch

Penggunaan simpul Trucker’s Hitch atau simpul pangkal ini adalah untuk memulai ikatan, setiap kali akan membuat ikatan apa pun yang menghubungkan tali dengan sebuah benda.

Ada 2 Cara untuk membuat simpul Trucker’s Hitch:

Page 46: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 46 -

3.25.1 Simpul Trucker’s Hitch 1

3.25.2 Simpul Trucker’s Hitch 2

Page 47: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 47 -

BAB 4 PERENCANAAN PERJALANAN DI ALAM BEBAS

4.1 Perencanaan dan Persiapan

Dorongan untuk melakukan petualangan di alam bebas menyebabkan para penggiatnya melakukan berbagai kegiatan perjalanan, mulai dari pendakian gunung, penyusuran pantai, pengarungan sungai berarus deras, dll. Perjalanan tsb dilakukan dengan berbagai tujuan mulai dari eksplorasi, survey maupun hanya untuk berjalan-jalan. Semua perjalanan tsb memerlukan persiapan yang baik, mengingat kegiatan di alam bebas seperti ini menghadapkan kita pada berbagai kondisi alam yang apabila tidak kita ketahui dengan baik akan menghadapkan kita pada keadaan yang dapat membahayakan jiwa kita, dan sebaliknya bila kita pahami akan memberikan kenikmatan berpetualang pada penggiatnya.Agar perjalanan di alam bebas dapat berjalan sesuai dengan rencana kita, ada beberapa hal yang perlu dilakukan.

4.1.1 Tujuan

Merumuskan suatu tujuan haruslah berdasarkan realita, tidak boleh terlalu ambisius. Tujuan haruslah disesuaikan dana yang telah tersedia, kemampuan anggota, dan waktu. Setiap anggota harus mengetahui dengan jelas tujuan perjalanannya, hal ini untuk menghindari kesalahpahaman yang mungkin akan terjadi.

4.1.2 Waktu

Apakah waktu yang ditetapkan bisa diikuti oleh semua anggota? Perencanaan perjalanan alam bebas harus pula memperhitungkan kalender kuliah atau pekerjaan anggota-anggotanya. Hal lain yang harus diperhatikan adalah musim pada saat pelaksanaan perjalanan alam bebas tsb.

4.1.3 Peserta

Jumlah anggota yang ikut haruslah ditetapkan dengan beberapa pertimbangan, berapa orang yang dapat dilibatkan dengan fasilitas transportasi yang ada? berapa orang yang dibutuhkan untuk melaksanakan tujuan berdasarkan keahlian, pengalaman dan minat peserta bekerjasama eegentk sesuai dengan ae iitanuyan' iklnpdnlak k untuk menentukan itu semua maka seleksi haruslah dilakukan. Tentukan koordinator perjalanan (leader), bidang-bidang koordinasi, subkoordinasi, seperti bidang dana, publikasi dan dokumentasi, perlengkapan akomodasi, logistik, medis dll. Koordinator perjalanan haruslah dipilih dari orang-orang yang berwibawa dan punya pengalaman sebagai pemimpin. Dia tidak harus seorang pendaki yang hebat, tetapi yang lebih penting lagi adalah yang mampu mengkoordinasi pendakian tsb.

4.1.4 Anggaran

Dalam menyusun keuangan, beberapa hal harus diperhitungkan, antara lain kemungkinan situasi ekonomi negara kita, seperti inflasi, perubahan kurs mata uang asing. Sebagai contoh ekspedisi Indonesia ke Himalaya beberapa tahun yang lalu tidak jadi berangkat hanya beberapa hari sebelum pemberangkatan karena terjadi inflasi. Kemungkinan lain adalah tidak tercapainya dana yang dibutuhkan.

Alokasi dana atau perjalanan harus tepat dan masuk akal. Buatlah anggaran yang terperinci untuk setiap bidang. Pengeluaran dan pemasukan uang hanya berhak dilakukan oleh satu orang, mis bendahara atau pemimpin perjalanan.

Page 48: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 48 -

4.1.5 Perijinan

Setiap daerah atau negara mempunyai peraturan perijinan yang berbeda. Izin ini tergantung juga pada sifat ekspedisi yang akan dilakukan; untuk penelitian, wisata, pembuatan film, atau petualangan. Demikian pula apabila perjalanan itu gabungan dengan pihak luar negeri, prosedur perijinan dan administrasi harus dilakukan.

4.1.6 Pembukuan Perjalanan

Pembukuan sebaiknya dilakukan secepatnya, kalau perjalanan itu dilakukan pada masa liburan mis, pembukuan harus dilaksanakan jauh-jauh hari sebelum kehabisan tiket . Kalau suatu lembaga memastikan akan memberikan bantuan transportasi tentulah kita tidak akan kesulitan , tinggal menentukan tanggal keberangkatan yang pasti.

4.1.7 Publikasi dan Sponsor

Adakalanya pencantuman seorang penasehat atau pelindung dalam organisasi perjalanan dilakukan dengan pertimbangan diplomatis, yaitu untuk mendukung organisasi itu dalam usaha untuk mencari kemudahan fasilitas atau lainnya.

Publikasi di media massa seringkali penting dan berkaitan erat dengan usaha pengumpulan dana. Seorang yang bertanggung jawab atas publikasi perlu ditunjuk. Dia harus pandai berhubungan dengan pihak luar dan menarik minat pers untuk menyiarkan ekspedisi ini baik di koran, majalah, radio maupun televisi. Siaran pers harus disiapkan secara menarik lengkap dengan foto atau gambar.

4.1.8 Survey

Perencanaan terperinci harus dilakukan oleh setiap bidang. Kalau memang memungkinkan ada baiknya mengirimkan satu kelompok pendahulu untuk dilakukan survey lokasi, yang bertugas mencari informasi tentang lokasi. Tinggi gunung, tumbuh-tumbuhan yang ada, arus sungai, temperatur, adat istiadat penduduk setempat, semua informasi tsb haruslah diketahui. Team survey harus juga mencari informasi tentang camp induk yang akan didirikan dan untuk melapor pada pejabat setempat, tidak lupa menghubungi puskesmas atau dokter setempat (untuk bekerja sama apabila ada kecelakaan dalam perjalanan). Bila survey tidak bisa dilaksanakan pencarian informasi bila dilakukan dengan bertanya kepada orang yang sudah pernah berekspedisi ke sana, membaca buku atau mempelajari peta.

Dengan terkumpulnya seluruh informasi kita dapat merencanakan perjalanan sematang mungkin. Lakukanlah pengecekan dan konfirmasi seluruh informasi apa yang telah masuk. Checklist perlengkapan disesuaikan dengan kondisi lokasi, buatlah daftar peralatan yang harus dibawa oleh individu atau kelompok. Pastikan tiap anggota

membawa P3K dan obat-obatan pribadi.

4.1.9 Perencanaan di Lapangan

Kegiatan di lapangan harus sudah jauh-jauh hari disiapkan. Dirumuskan secara terperinci dalam schedule. Susunlah rencana itu dalam suatu jadwal khusus hari per hari. Tetapkanlah waktu yang diperlukan untuk mencapai target/ tujuan perjalanan, serta strategi yang akan digunakan dan rute yang akan ditempuh, serta tempat menginap/ bivoak.

4.1.10 Briefing

Page 49: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 49 -

Seluruh anggota perjalanan akhirnya dikumpulkan untuk menerima briefing. Pada kesempatan ini, pimpinan perjalanan menjelaskan segala sesuatu yang berkenaan dengan perjalanan antara lain : tujuan, lokasi, kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi, metode dan strategi di lapangan dsb, kalau perlu dalam kesempatan ini diadakan pula ceramah oleh para ahli untuk menjelaskan tentang lokasi dari segi geologi atau antropologi. Kesempatan ini juga dapat dilaksanakan untuk mengenal dan mengadakan latihan pemakaian peralatan baru.

4.1.11 Check Kesehatan

Pastikan semua anggota telah melakukan check kesehatan. Usahakan semua anggota telah mendapatkan mendapat vaksinasi apabila diperlukan untuk mencegah demam, tuberculoses, serta anti tetanus.

4.1.12 Pelaksanaan di Lapangan

Dalam tahap ini pemimpin perjalanan langsung menangani pelaksanaan perjalanan. Pimpinan harus pandai menekankan kepada anggota-anggotanya bahwa keberhasilan suatu perjalanan ditentukan oleh kemampuan setiap anggota untuk belajar tinggal dan bekerjasama sebagai suatu kelompok yang utuh, pada setiap kesempatan lakukanlah pertemuan untuk mengadakan evaluasi dan diskusi mengenai masalah-masalah yang dihadapi. Berilah kesempatan setiap bidang untuk melaporkan setiap kegiatan yang telah dan akan dilaksanakan, sehingga setiap anggota akan dapat mengetahuinya.

4.1.13 Setelah Perjalanan

Tahap ini adalah anti klimaks, sehingga kegiatannya seringkali terulur-ulur, bahkan tak jarang dilupakan. Baiknya membuat laporan perjalanan. Kalau memungkinkan kirimkanlah ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran perjalanan.

4.2 Perlengkapan dan Perbekalan

Keberhasilan suatu perjalanan di alam bebas ditentukan juga oleh perencanaan perlengkapan dan perbekalan yang tepat. Beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain; Tujuan, Jenis Medan, Lama Perjalanan, Keterbatasan kemampuan membawa, Perlengkapan & Obat-obatan pribadi.

Setelah mengetahui hal-hal tsb, maka kita dapat memilih perlengkapan dan perbekalan yang sesuai dan selengkap mungkin, tetapi bebannya tidak melebihi kemampuan membawanya. Perhitungan beban total untuk perorangan tidak boleh melebihi sepertiga berat badan (sekitar 15 – 20 kg).

4.3 Perlengkapan Dasar

Perlengkapan jalan khususnya yang dipergunakan untuk medan hutan gunung:

4.3.1 Sepatu

Melindungi tapak kaki sampai mata kaki Kulit tebal tidak mudah sobek bila kena duri. Keras bagian depannya, untuk melindungi ujung jari kaki apabila terbentur batu. Bentuk sol bawahnya dapat menggigit ke segala arah dan cukup kaku

Page 50: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 50 -

4.3.2 Kaos Kaki

Menyerap keringat Menghindari lecet pada kaki

4.3.3 Celana

Kuat, lembut, ringan, praktis Tidak menggangu gerakan kaki Terbuat dari bahan yang menyerap keringat Mudah kering, bila basah tidak menambah berat

4.3.4 Baju

Melindungi tubuh dari kondisi sekitar Kuat, ringan, tidak menggangu pergerakan Terbuat dari bahan yang menyerap keringat Praktis, mudah kering

4.3.5 Ransel / Backpack/ Carrier

Mampu menampung perlengkapan sesuai kebutuhan Ringan, kuat, sesuai dengan kebutuhan dan keadaan medan, nyaman dipakai dan

praktis Gunakan carrier yang ramping/proporsional walaupun agak tinggi, ini lebih baik

daripada yang gemuk tetapi rendah

4.3.6 Peralatan Navigasi

Kompas Peta Topografi (Peta Rupa Bumi) Busur Derajat, Penggaris kecil, Pensil, dll.

4.3.7 Obat-Obatan dan Survival Kits

Obat-obatan Pribadi Pisau Serbaguna, Pisau Tebas Peluit Korek Api Jarum & Benang

4.3.8 Lampu Senter & Lentera

Water proof dan dilapisi karet Cadangan Bohlam & Battery Lentera bisa menggunakan battery atau dari minyak tanah

4.3.9 Perlengkapan Masak

Alat Masak Lapangan (nesting/panic serbaguna) Alat Bantu Makan (sendok, piring, gelas plastik) Tempat Air (Vedples, Jerigen Lipat, dll) Kompor Lapangan (berbahan; Propane Gas, Spiritus, Parafin, dll)

4.3.10 Perlengkapan Tidur

Satu set pakaian tidur Kaus kaki untuk tidur Sleeping bag Matras Tenda/ ponco/ plastik untuk bivak

Page 51: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 51 -

4.3.11 Topi atau Tutup Kepala

Melindungi kepala dari kemungkinan cidera akibat duri Melindungi kepala dari curahan hujan, terutama kepala bagian belakang Kuat dan tidak mudah robek

4.3.12 Syal/Slayer, Sarung Tangan, Ikat Pinggang

Warna syal yang menyolok, bahan kuat & cepat menyerap air Terbuat dari kulit, tidak kaku dan tidak menghalangi pergerakan

Terbuat dari bahan yang kuat, dengan kepala yang tidak terlalu besar tapi teguh. Kegunaan ikat pinggang selain menjaga agar celana tidak melorot juga untuk meletakkan alat-alat yang perlu cepat dijangkau , seperti pisau pinggang, tempat air minum dll.

4.4 Packing (Teknik Pengepakan)

Dalam penyusunan, yang menjadi dasar adalah keseimbangan beban, bagaimana kita menumpukan berat beban pada tubuh sedemikian rupa sehingga kaki dapat bekerja secara efisien.

Dalam batas-batas tertentu, rangka yang dimiliki oleh ransel banyak memberikan kenyamanan. Rangka ini membuat posisi tubuh lebih menyenangkan saat menggendong beban. Namun bagaimanapun desain ransel yang dimiliki akan sedikit artinya apabila anda tidak mampu menyusun barang-barang anda dengan baik.

Sebelum melakukan kegiatan alam bebas kita biasanya menentukan dahulu peralatan dan perlengkapan yang akan dibawa, jika telah siap semua inilah saatnya mempacking barang-barang tersebut ke dalam carier atau backpack. Packing yang baik menjadikan perjalanan anda nyaman karena ringkas dan tidak menyulitkan. Prinsip dasar yang mutlak dalam mempacking adalah:

Pada saat back-pack dipakai beban terberat harus jatuh ke pundak, Mengapa beban harus jatuh kepundak, ini disebabkan dalam melakukan perjalanan [misalnya pendakian] kedua kaki kita harus dalam keadaan bebas bergerak, jika salah mempacking barang dan beban terberat jatuh kepinggul akibatnya adalah kaki tidak dapat bebas bergerak dan menjadi cepat lelah karena beban backpack anda menekan pinggul belakang. Ingat: Letakkan barang yang berat pada bagian teratas dan terdekat dengan punggung.

Membagi berat beban secara seimbang antara bagian kanan dan kiri pundak Tujuannya adalah agar tidak menyiksa salah satu bagian pundak dan memudahkan anda menjaga keseimbangan dalam menghadapi jalur berbahaya yang membutuhkan keseimbangan seperti: meniti jembatan dari sebatang pohon, berjalan dibibir jurang, dan keadaan lainnya.

Kelompokkan barang sesuai kegunaannya lalu tempatkan dalam satu kantung untuk mempermudah pengorganisasiannya. Misal: alat mandi ditaruh dalam satu kantung plastik.

Maksimalkan tempat yang ada, misalkan Nesting (Panci Serbaguna) jangan dibiarkan kosong bagian dalamnya saat dimasukkan ke dalam carrier, isikan bahan makanan kedalamnya, misal: beras dan telur.

Tempatkan barang yang sering digunakan pada tempat yang mudah dicapai pada saat diperlukan, misalnya: rain coat/jas hujan pada kantong samping carrier.

Hindarkan menggantungkan barang-barang diluar carrier, karena barang diluar carrier akan mengganggu perjalanan anda akibat tersangkut-sangkut dan berkesan berantakan, usahakan semuanya dapat dipacking dalam carrier.

Page 52: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 52 -

Mengenai berat maksimal yang dapat diangkat oleh anda, sebenarnya adalah suatu angka yang relatif, patokan umum idealnya adalah 1/3 dari berat badan anda, tetapi ini kembali lagi ke kemampuan fisik setiap individu, yang terbaik adalah dengan tidak memaksakan diri, lagi pula anda dapat menyiasati pemilihan barang yang akan dibawa dengan selalu memilih barang/alat yang berfungsi ganda dengan bobot yang ringan dan hanya membawa barang yang benar-benar perlu.

4.5 Memilih dan Menempatkan Barang

Dalam memilih barang yang akan dibawa pergi mendaki atau kegiatan alam bebas selalu cari alat/perlengkapan yang berfungsi ganda, tujuannya apalagi kalau bukan untuk meringankan berat beban yang harus anda bawa, contoh: Alumunium foil, bisa untuk pengganti piring, bisa untuk membungkus sisa nasi untuk dimakan nanti, dan yang penting bisa dilipat hingga tidak memakan tempat di carrier.

Matras; Sebisa mungkin matras disimpan didalam carrier jika akan pergi kelokasi yang hutannya lebat, atau jika akan membuka jalur pendakian baru. Banyak rekan pendaki yang lebih senang mengikatkan matras diluar, memang kelihatannya bagus tetapi jika sudah berada di jalur pendakian, baru terasa bahwa metode ini mengakibatkan matras sering nyangkut ke batang pohon dan semak tinggi, lagipula pada saat akan digunakan matrasnya sudah kotor.

Kantung Plastik; Selalu siapkan kantung plastik didalam carreir anda, karena akan berguna sekali nanti misalnya untuk tempat sampah yang harus anda bawa turun, baju basah dan lain sebagainya. Gunakan selalu kantung plastik untuk mengorganisir barang barang didalam carrier anda (dapat dikelompokkan masing-masing pakaian, makanan dan item lainnya), ini untuk mempermudah jika sewaktu-waktu anda ingin memilih pakaian, makanan dsb.

Menyimpan Pakaian; Jika anda meragukan carrier yang anda gunakan kedap air atau tidak, selalu bungkus pakaian anda didalam kantung plastik [dry-zax], gunanya agar pakaian tidak basah dan lembab. Sebaiknya pakaian kotor dipisahkan dalam kantung tersendiri dan tidak dicampur dengan pakaian bersih.

Menyimpan Makanan; Pada gunung-gunung tertentu (misalnya Rinjani) usahakan makanan dibungkus dengan plastik dan ditutup rapat kemudian dimasukkan kedalam keril, karena monyet-monyet didekat puncak / base camp terakhir suka membongkar isi tenda untuk mencari makanan.

Menyimpan Korek Api Batangan; Simpan korek api batangan anda didalam bekas tempat film (photo), agar korek api anda selalu kering.

Page 53: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 53 -

Page 54: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 54 -

BAB 5 KEORGANISASIAN

5.1 Pendahuluan

Organisasi berasal dari bahasa Yunani Organon atau dalam bahasa Latin organum yang artinya alat, bagian atau berarti anggota badan. Dari berbagai macam batasan organisasi dapat disarikan adanya dua pengertian, yaitu pertama rumusan J.D. Mooney yang menyatakan organisasi sebagai perserikatan manusia untuk mencapai tujuan bersama, dan kedua batasan C.I. Barnard yang menyebutkan organisasi sebagai sistem dari usaha-usaha kerjasama yang dilakukan oleh dua orang atau lebih. Dengan demikian organisasi dapat dibedakan menjadi dua macam pengertian: sebagai alat dan sebagai fungsi atau organisasi sebagai manajemen. Dengan perkataan lain, berdasarkan sifatnya organisasi dapat dibedakan antara organisasi statis dan organisasi dinamis.

Organisasi statis adalah gambaran secara skematis tentang hubungan kerjasama antara orang-orang yang terdapat dalam suatu usaha untuk mencapai sesuatu tujuan. Sedangkan organisasi dinamis adalah setiap kegiatan yang berhubungan dengan usaha merencanakan skema organis, mengadakan departemenisasi, menetapkan wewenang, tugas, dan tanggung jawab dari orang-orang di dalam suatu badan/organisasi. Ringkasnya organisasi dinamis adalah kegiatan-kegiatan mengorganisir yaitu kegiatan menetapkan susunan organisasi suatu usaha.

Organisasi merupakan wadah berkumpulnya sekelompok orang yang memiliki tujuan bersama, kemudian mengorganisasikan diri dengan bekerja bersama-sama dan merealisasikan tujuanya. Organisasi adalah wadah yang memungkinkan masayarakat dapat meraih hasil yang sebelumnya belum dapat dicapai oleh individu secara sendiri-sendiri (James L. Gibson, 1986). Organisasi merupakan framework atau struktur bingkai kerja seluruh bentuk kerjasama manusia untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama.

Sebagai sisi formal administrasi, organisasi mengandung dua pengertian yaitu:

1. Sebagai wadah pelaksanaan managerial. Artinya, di dalam wadah ini terkait pola dan struktur yang relatif permanen (rasional).

2. Sebagai proses interaksi antar individu yang saling terkait satu sama lain dalam satu ikatan emosional (irrasional).

Unsur dasar yang terkandung dalam organisasi:

1. Terdiri dari dua orang atau lebih. 2. Terdapat maksud untuk bekerjasama. 3. Pengatur hubungan dengan titik beratnya ada pada struktur dan pola hubungan

yang jelas. 4. Tujuan yang akan dicapai.

Prinsip-prinsip organisasi:

1. Perumusan tujuan dengan jelas 2. Pembagian kerja 3. Pendelegasian 4. Rentang kekuasaan 5. Tingkat pengawasan 6. Satu perintah, satu tanggungjawab 7. Koordinasi 8. Keseimbangan 9. Berkelangsungan

Page 55: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 55 -

10. Fleksibilitas

5.2 Tipe-Tipe Organisasi

5.2.1 Organisasi Lini (Garis)

Organisasi Lini adalah bentuk organisasi di mana pimpinan dipandang sebagai sumber wewenang tunggal. Garis komandonya kuat dan hanya satu, yaitu dari atas ke bawah. Dengan demikian segala keputusan kebijaksanaan dan tanggung jawab ada pada satu tangan. Bentuk ini biasanya dipakai untuk organisasi yang orang-orangnya sedikit sehingga tugas-tugas pekerjaan yang ada di dalamnya juga tidak terlampau kompleks.

5.2.2 Organisasi Lini Dan Staf

Organisasi Lini dan Staf adalah organisasi di mana pimpinan dibantu oleh sekelompok staf, yang mempunyai wewenang fungsional memberikan bantuan pemikiran/saran-saran. Sedangkan wewenang komando tetap berada di tangan pimpinan atau kelompok lini, yang melaksanakan tugas-tugas pokok dalam organisasi dan yang berhak mengambil keputusan terakhir. Bentuk ini lebih sesuai untuk organisasi yang besar dengan kegiatan yang banyak dan kompleks dan melibatkan banyak orang. (contoh: Struktur Organisasi Lini dan Staf).

5.2.3 Organisasi Fungsional

Organisasi Fungsional adalah organisasi di mana orang-orang digolongkan menurut fungsi atau pekerjaan yang mereka lakukan. Dalam bentuk organisasi fungsional bawahan mendapat perintah dari beberapa kepala bagian yang masing-masing ahli dalam bidangnya.

5.2.4 Organisasi Panitia

Organisasi Panitia adalah bentuk organisasi yang pimpinannya bersifat kolegial atau dewan, artinya terdiri dari beberapa orang. Segala keputusan diambil dan dipertanggung jawabkan secara bersama-sama.

5.3 Pengelolaan Organisasi

5.3.1 Dasar-Dasar Pengelolaan Organisasi

Tugas pokok seorang manager antara lain adalah menyusun organisasi sedemikian rupa sehingga orang-orang dapat bekerja sama dengan efektif dalam rangka mencapai tujuan. Oleh karena itu seringkali kita dengar ungkapan bahwa seorang manager atau pemimpin yang baik adalah seorang organisator yang baik pula.

Adapun prinsip-prinsip atau dasar-dasar organisasi tersebut adalah:

1. Tujuan yang jelas 2. Kesatuan komando 3. Pembagian kerja 4. Pelimpahan Wewenang dan Tanggung Jawab

5.3.2 Pembuatan Proposal

Page 56: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 56 -

Setiap program yang telah disetujui tidak dengan mudah untuk dilaksanakan, teteapi perlu adanya perencanaan yang lebih matang dan lebih terinci. Sebuah proposal tersebut menjelaskan tentang :

1. Apa nama atau jenis program yang akan dilaksanakan 2. Mengapa program itu dilaksanakan (menjelaskan dasar pemikiran atau

pertimbangan) 3. Untuk apa program tersebut dilaksanakan (menjelaskan tujuan program) 4. Isi atau materi, materi apa yang untuk mencapai tujuan tersebut. 5. Pembicara atau pembawa materi, orang-orang yang sesuai dengan materi yang

akan dibawakan. 6. Untuk siapa program tersebut dilaksanakan (peserta) 7. Bagaimana program tersebut dilaksanakan 8. Siapa yang menangani program tersebut 9. Kapan program tersebut dilaksanakan 10. Dimana program tersebut dilaksanakan 11. Berapa besar biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan program tersebut.

5.3.3 Penjadwalan Kegiatan

Apabila tahap menetapkan kegiatan sudah dilaksanakan, maka semua kegiatan yang akan dilaksanakan itu disusun dalam suatu waktu tertentu sehingga dapat diperoleh suatu gambaran yang memuat rangkaian kegiatan secara terencana dan terkait satu sama lain. Time schedule tersebut berfungsi sebagai rambu waktu dan disusun bersama-sama dengan panitia yang lain sehingga pengontrolan kegiatan dapat dengan mudah dilakukan.

5.3.4 Pembuatan Laporan Kegiatan

Secara umum sebuah laporan dapat dipandang sebagai atau terdiri atas tiga bagian yaitu:

1. Pendahuluan Bagian ini menjelaskan tujuan laporan, menguraikan metode yang digunakan dalam

kegiatan yang merupakan subyek laporan. 2. Bagian Inti Terdiri dari sejumlah bab atau bagian dalam urutan yang logis subyek demi subyek. 3. Penutup. 4. Lampiran.

Kegunaan Penulisan Laporan:

1. Laporan memuat informasi yang diperlukan untuk mengambil keputusan. 2. Bentuk dan mutu laporan merupakan indikasi, factor penentu dari hasil kerja yang

dibahas dalam laporan. 3. Bahwa penulisan laporan akan dinilai sampai batas-batas tertentu berdasarkan

mutu karya tulisannya.

5.4 Rapat Dan Diskusi

Proses interaksi antar manusia akan melahirkan permasalahan-permasalahan yang menuntut sebuah bentuan komuikasi untuk mengatasinya. Untuk mengatasi hal tersebut sering dibentuk sebuah kelompok-kelompok yang membahas tuntas permasalahan-permasalahan tersebut sehingga dihasilkan penyelesaian yang baik. Macam-macam bentukan kelompok tersebut: 1. Rapat Umum Pertemuan yang dilaksanakan di tempat umum dan dihadiri oleh masyarakat umum

atau sebagaian daripadanya.intinya rapat yang pesertanya tidak dibatasi dari

Page 57: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 57 -

kalangannya sendiri. Tujuannya untuk menyampaiakan informasi umum ( seperti kampanye, penyuluhan), dengan maksud untuk menarik minat , menambah pengetahuan, melakukan kegiatan dontasi, seruan spiritual. Kelemahannya, peserta rapat umum mudah berkurang sehingga perlu dikemas dengan sajian yang menarik dan simpatik.

2. Rapat Khusus Yaitu pertemuan yang dilakukan pada tempat tertentu, peserta dari kalangan

sendiri serta membahas masalah khusus yang ada hubungannya dengan organisasi. Istilah yang digunakan antara lain : mosi, resolusi, amandemen, addendum, rekomendasi, mosi tandingan dan amandemen tandingan.

3. Konferensi Biasanya bertujuan untuk merundingkan suatu permasalahan yang menyangkut

organisasi. 4. Debat Bantahan lisan antar dua orang atau kelompok yang berbeda pendapat dalam

batas-batas aturan main. 5. Diskusi

Bertujuan menarik ide-ide peserta untuk dibicarakan bersama-sama dan menghasilkan kesepakatan bulat.

Hal-hal yang terkait dengan rapat dan diskusi adalah:

5.4.1 Penyampaian Pendapat

Pendapat disampaikan dengan singkat, jelas dan argumentatif dengan tidak bertele-tele. Sebelum disampaikan akan lebih baik bila disiapkan bahan terlebih dahulu. Bahan dapat berupa data, informasi dan fakta. Prinsip yang digunakan terdiri dari pendahuluan, pembuktian, dan kesimpulan.

5.4.2 Memimpin Forum Diskusi

Tugas pimpinan adalah mengarahkan suasana diskusi berjalan dengan lancar, baik dan tertib. Pembawaan yang tenang dan mantap merupakan kunci awal proses kepemimpinan diskusi.

Pimpinan diskusi harus mengetahui pokok permasalahan yang berkembang, selain itu informasi seputar permasalahan harus disampaikan sehingga peserta tidak keluar dari arah pembicaraan. Disamping itu, pimpinan diskusi harus bijaksana dalam memutuskan suatu kebijakan diskusi, artinya tidak memihak salah satu pendapat tetapi lebih pada upaya mencari jalan tengah yang memuaskan semua pihak. Fungsi utama pimpinan diskusi atau rapat adalah membimbing dengan memberi petunjuk-petunjuk jalannya rapat dan diskusi.

Tugas pimpinan rapat :

1. Mempersiapkan rapat atau diskusi 2. Membuka 3. Membimbing dan mengkoordinir 4. Menyimpulkan 5. Mengagendakan pertemuan selanjutnya

5.4.3 Etika Rapat dan Diskusi

Para peserta harus menghargai pendapat orang lain dan mau menerima perbedaan serta beritikad baik untuk melaksanakan hasil diskusi. Lontaran pendapat dan pernyataan (sanggahan, persetujuan, kritikan, klarifikasi) harus disampaikan dengan sopan, singkat, jelas dan tidak berbelit-belit.

Page 58: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 58 -

5.4.4 Prosedur Rapat

1. Persiapan Awal a. Waktu dan tempat rapat b. Peserta rapat yang akan diundang c. Sifat dari suatu rapat d. Jadwal waktu pertemuan yang tepat e. Persiapan kesekretariatan

2. Agenda Rapat a. Kegunaan: sebagai alat Bantu bagi peserta rapat untuk melakukan persidangan b. Yang berwenang : disusun oleh sekretaris, atau ketua bersama sekretaris c. Isi agenda:

Pembukaan Pengantar dari pimpinan siding Laporan singkat dari rapat yang lalu Masalah rapat terdahulu yang belum terselesaikan Masalah-masalah baru Lain-lain Penutup

5.4.5 Teknik Rapat dan Proses Rapat Berjalan

Hal pokok yang di bicarakan dalam ruang lingkup rapat adalah : 1. Menyelenggrakan rapat yang memuat hal-hal :

a. Penataan ruang rapat b. Panyediaan sarana rapat c. Informasi untuk kepentingan rapat

2. Mengendalikan sikpa yang mencakup : a. Mengendalikan konflik b. Menjaga pebicaraan agar tidak sampai keluar dari pokok permasalahan c. Menerima atau menolak gagasan seseorang

3. Menggairahkan siding yang mencakup: a. Membuat peserta siding agar tidak merasa lelah b. Membuat agar peserta yang gagasannya ditolak tidak merasa kecewa

4. Proses pengambilan keputusan yang mencakup: a. Menawarkan suatu rumusan b. Meyakinkan peserta rapat c. Memperhatkan reaksi peserta d. Lobbying

5. Menjadi peserta rapat yang produktif, aktif dan kreatif : a. Cara menangggapi usul atau pendapat orang lain b. Cara menyampaikan pendapat dan usul

5.5 Teknik Penguasan Lapangan Dalam Organisasi

Proses Dalam ilmu pengkondisian lapangan ini, kita akan mempelajari dan melatih mengenai bagaimana teknik mengendalikan massa di lapangan sehingga massa bereaksi sesuai dengan apa yang kita inginkan dan agar informasi yang hendak kita sampaikan dapat diterima massa secara optimal. Mengendalikan massa berbeda jauh tingkat kesulitannya dibandingkan jika mengendalikan kelompok orang yang berjumlah kecil. Tetapi bagi seorang tenaga professional lapangan, mengendalikan massa adalah hal yang mudah jika kita menguasai ilmunya.

Aplikasi ilmu ini dapat kita terapkan pada:

Page 59: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 59 -

1. Kegiatan pengorganisasian kerja massal (kerja bakti, persiapan kegiatan dalam waktu singkat, dll)

2. Kegiatan yang bersifat kolosal (Kemah Bersama, Diklat, Ekspedisi) 3. Kegiatan Kaderisasi

5.5.1 Persiapan Fisik

1. Penampilan fisik dan kharisma (pancaran jiwa) terutama sewaktu penampilan pertama, karena dapat menimbulkan kesan pertama.

2. “Dekorasi” seperti spanduk, poster, dll. Kesemuanya bertujuan untuk membangkitkan minat massa untuk memperhatikan dan sebagai alat bantu penyampaian informasi.

3. Ada kalanya dekorasi juga diwujudkan dalam hal yang kreatif seperti boneka, drama, dll.

4. Alat komunikasi yang memadai (megaphone, sound system, dll)

5.5.2 Pengendalian Massa Dalam Organisasi

Massa tentu belum ada di tempat yang kita inginkan dan walau ada di tempat yang kita inginkan, belum tentu mereka berada dalam satu forum dengan kita. Tugas awal kita adalah menyatukan mereka dengan kita.Teknik yang dapat kita gunakan adalah ajakan, perintah ataupun paksaan.

Pengumpulan ini dapat dilakukan oleh:

1. DanLap: Dia berada di sekitar pusat lokasi dan mengajak massa secara “ammah” untuk mengikuti kegiatan ini. Dia biasanya menggunakan alat komunikasi yang paling baik.

2. Wakil-wakil DanLap: Mereka bergerak mendukung tujuan DanLap. Mereka dapat menyebar ke lokasi-lokasi yang ada disekitar tempat acara (terutama lokasi yang tidak mendengar seruan DanLap ini). Tujuan penyebaran mereka untuk menginformasikan adanya acara ini. Mereka pun melakukan ajakan secara “ammah”

3. Tim Lapangan: Biasanya jumlahnya banyak, dan merekalah yang mengajak massa bergabung secara fardiyah. Misalnya dengan ajakan langsung, menyebarkan lef let, mengibarkan spanduk, dll.

Pengkondisian lapangan ini juga dapat dilakukan jauh-jauh waktu sebelum acara digelar, seperti jika acara digelar siang, maka pagi-paginya telah dilaksanakan publikasi.

Aplikasi ilmu ini dapat kita terapkan pada:

1. Kegiatan pengorganisasian kerja massal (kerja bakti, persiapan kegiatan dalam waktu singkat, dll)

2. Kegiatan yang bersifat kolosal (Kemah Bersama, Diklat, Ekspedisi) 3. Kegiatan kaderisasi

5.6 Keorganisasian Dalam SMAGAPALA

Pada gerak langkah yang pertama, yang mempunyai peranan sangat penting dan menentukan bagi keberadaan sebuah organisasi adalah dengan membentuk suatu kepengurusan untuk melahirkan ide-ide kreatif serta semangat yang menyala-nyala dari para siswa. Tim pengurus yang terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara, dan seksi

Page 60: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 60 -

seksi operasional lainnya, merupakan kepengurusan` yang “simple” dan sederhana dalam suatu organisasi. Seiring waktu, tersusunlah rencana – rencana yang telah dilakukan dalam waktu yang relative singkat, tersusunlah struktur organisasi dan AD/ART (Anggaran Dasar & Anggaran Rumah Tangga). Dengan bertambahnya anggota yang cukup dan semangat untuk berfikir kritis, kepengurusan juga telah membuat program kerja dan mulai memikirkan arah dan tujuan serta focus perhatian, yang tidak sekedar ”penyaluran hobi” kepecintaalaman tetapi juga kepada kepedulian tentang lingkungan dan alam itu sendiri. pada waktu inilah kalau boleh dikatakan lebih banyak bersifat konsolidasi intern/kedalam organisasi lebih diutamakan serta ikut berpartisipasi menghadiri seminar kepecinta alaman dan konservasi alam yang diadakan organisasi lain sejenis Instansi pemerintah maupun organisasi lain yang peduli dengan pelestarian Lingkungan.

5.6.1 AD/ART SMAGAPALA

Sebagai organisasi yang tentulah memiliki aturan yang digunakan sebagai landasan serta pedoman bagi perjalanan organisasi serta untuk memudahkan pengaturan organisasi. Begitu pula dengan SMAGAPALA, sebagai suatu organisasi yang tertib ia memiliki aturan tertinggi sebagai dasar bagi aturan lain dibawahnya sebagai landasan bagi gerak laju organisasi. aturan yang dimasud adalah yang dinamakan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) dimana keduanya merupakan satu kesatuan yang utuh yang tidak bisa dipisahkan sebab dalam bagian- bagiannya baik yang berupa pasal maupun ayat-ayat memiliki keterkaitan yang erat dalam pemaknaanya. anggaran dasar SMAGAPALA berisikan hal-hal pokok tentang keberadaan SMAGAPALA yang meliputi Apa dan Bagaimana SMAGAPALA itu, disamping memuat asas, jiwa dan tujuan organisasi. Selain itu juga diatur masalah atribut organisasi, keanggotaan, kepengurusan, keuangan , alat kelengkapan organisasi dan perubahan AD/ART serta masalah pembubaran organisasi.

Sedangkan ART memuat penjabaran lebih lanjut dari Anggaran Dasar dengan maksud agar tidak terjadi perbedaan persepsi mengenai segala sesuatu yang termuat dalam Anggaran Dasar. Untuk peraturan Dibawah AD/ART yang mengatur lebih lanjut mengenai hal-hal yang menyangkut hal khusus akan di tuangkan dalam peraturan organisasi (PO) yang ditetapkan pengurus dalam pegangan bagi pengurus untuk menjalankan organisasi.

5.6.2 Konvensi (Peraturan Tidak Tertulis)

Kenyataan bahwa dalam suatu organisasi ada peraturan yang tertulis ada juga yang tidak tertulis. Didalam organisasi SMAGAPALA ini mempunyai beberapa peraturan tidak tertulis/konvensi misalnya, kesepakatan bersama tentang keharusan menjalankan sanksi fisik (push-up 1 seri atau sepuluh kali apabila bagi anggota yang sembrono dan tidak menghargai peralatan outdoor. Juga ada peraturan yang melakukan setiap anggota yang telah lulus menyumbangkan pemikiran dan pembinaan terhadap materi kepecinta-alaman. Pemahaman akan hal ini akan berimplikasi pada penyikapan kita terhadap organisasi yaitu lebih kepada penyadaran akan pentingnya makna diluar sangsi hukuman fisik.

5.6.3 Struktur Organisasi dan Mekanisme Kerja

Pengurus SMAGAPALA menurut AD/ART adalah pengurus minimal (pengurus harian) yang terdiri dari Ketua Umum, Sekretaris dan Bendahara yang dipilih dalam forum tertinggi organisasi. Sedangkan pengurus lengkap ditetapkan oleh pengurus harian sesuai dengan peraturan yang digunakan yaitu berpedoman pada AD/ART.

Oganisasi SMAGAPALA menganut bentuk organisasi lini dan staff, dengan staff sebagai pemberi masukan kepada ketua baik diminta maupun tidak diminta, sedangkan ketua

Page 61: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 61 -

memiliki kesatuan komando atau perintah terhadap seluruh pengurus yang ada di bawahnya, disamping terdapat pengurus harian ini berupa ketua, sekretaris dan bendahara yang memiliki garis koordinasi terhadap pengurus secara keseluruhan.

Struktur Organisasi SMAGAPALA

Keterangan: Garis Kordinasi Garis Komando

Sie Pelatihan & Pengembangan

Pembina

Ketua Umum

Wakil Ketua Umum

Bendahara Sekretaris

Sie Dokumentasi

Sie

Perlengkapan

Divisi Hutan & Gunung

Divisi Rock Climbing

Alumni

Instruktur

Page 62: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 62 -

BAB 6 PENGENALAN DASAR NAVIGASI DARAT 6.1 Pendahuluan

Navigasi darat adalah ilmu praktis. Kemampuan bernavigasi dapat terasah jika sering berlatih. Pemahaman teori dan konsep hanyalah faktor yang membantu, dan tidak menjamin jika mengetahui teorinya secara lengkap, maka kemampuan navigasinya menjadi tinggi. Bahkan seorang jago navigasi yang tidak pernah berlatih dalam jangka waktu lama, dapat mengurangi kepekaannya dalam menerjemahkan tanda-tanda di peta ke medan sebenarnya, atau menerjemahkan tanda-tanda medan ke dalam peta. Untuk itu, latihan sesering mungkin akan membantu kita untuk dapat mengasah kepekaan, dan pada akhirnya

navigasi darat yang telah kita pelajari menjadi bermanfaat.

Gbr. 1. Peta Ranu Kumbolo

Pada prinsipnya navigasi adalah cara menentukan arah dan posisi, yaitu arah yang akan dituju dan posisi keberadaan navigator berada dimedan sebenarnya yang di proyeksikan pada peta. Beberapa hal dasar mengenai navigasi darat yang harus dipelajari adalah:

6.2 Peta Topografi

Peta adalah gambaran dari permukaan bumi yang diperkecil dengan skala tertentu sesuai dengan kebutuhan. Peta yang biasanya digunakan dalam kegiatan alam bebas adalah peta topografi, seperti contoh diatas (Gbr.1). Peta topografi merupakan representasi di atas bidang datar dengan sistem proyeksi tertentu. Peta ini adalah penggambaran dua dimensi (pada bidang datar) dari sebagian atau keseluruhan permukaan bumi yang dilihat dari atas, kemudian diperbesar atau diperkecil dengan perbandingan tertentu. Dalam navigasi darat, peta ini memetakan tempat-tempat dipermukaan bumi yang berketinggian sama dari permukaan laut menjadi bentuk garis kontur.

Beberapa unsur yang bisa dilihat dalam peta: 1. Judul peta; biasanya terdapat di atas, menunjukkan letak peta 2. Nomor peta; selain sebagai nomor registrasi dari badan pembuat, kita bisa

menggunakannya sebagai petunjuk jika kelak kita akan mencari sebuah peta 3. Koordinat peta; penjelasannya dapat dilihat dalam sub berikutnya 4. Kontur; adalah merupakan garis khayal yang menghubungkan titik titik yang

berketinggian sama diatas permukaan laut. 5. Skala peta; adalah perbandingan antara jarak peta dan jarak horizontal

dilapangan. Ada dua macam skala yakni skala angka (ditunjukkan dalam angka, misalkan 1:25.000, satu senti dipeta sama dengan 25.000 cm atau 250 meter di

Page 63: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 63 -

keadaan yang sebenarnya), dan skala garis (biasanya di peta skala garis berada dibawah skala angka).

6. Legenda peta; adalah simbol-simbol yang dipakai dalam peta tersebut, dibuat untuk memudahkan pembaca menganalisa peta.

Di Indonesia, peta yang lazim digunakan adalah peta keluaran Direktorat Geologi Bandung, lalu peta dari Jawatan Topologi, yang sering disebut sebagai peta AMS (American Map Service) dibuat oleh Amerika dan rata-rata dikeluarkan pada tahun 1960.

Gbr. 2. Garis-Garis Kontur

Peta AMS biasanya berskala 1:50.000 dengan interval kontur (jarak antar kontur) 25 m. Selain itu ada peta keluaran Bakosurtanal (Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional) yang lebih baru, dengan skala 1:50.000 atau 1:25.000 (dengan interval kontur 12,5 m). Peta yang diterbitkan oleh Bakosurtanal biasanya berwarna dan disebut Peta Rupa Bumi.

Gbr. 3. Kontur pada Peta

6.3 Kordinat

Peta Topografi selalu dibagi dalam kotak-kotak untuk membantu menentukan posisi dipeta dalam hitungan koordinat. Koordinat adalah kedudukan suatu titik pada peta. Secara teori, koordinat merupakan titik pertemuan antara absis dan ordinat. Koordinat ditentukan dengan menggunakan sistem sumbu, yakni perpotongan antara garis-garis yang tegak lurus satu sama lain. Sistem koordinat yang resmi dipakai ada dua macam yaitu :

1. Koordinat Geografis (Geographical Coordinate); Sumbu yang digunakan adalah garis bujur (bujur barat dan bujur timur) yang tegak lurus dengan garis khatulistiwa, dan garis lintang (lintang utara dan lintang selatan) yang sejajar dengan garis khatulistiwa. Koordinat geografis dinyatakan dalam satuan derajat, menit dan detik. Pada peta Bakosurtanal, biasanya menggunakan koordinat geografis sebagai koordinat utama. Pada peta ini, satu kotak (atau sering disebut satu karvak)

Page 64: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 64 -

lebarnya adalah 3.7 cm. Pada skala 1:25.000, satu karvak sama dengan 30 detik (30"), dan pada peta skala 1:50.000, satu karvak sama dengan 1 menit (60").

2. Koordinat Grid (Grid Coordinate atau UTM) ; Dalam koordinat grid, kedudukan suatu titik dinyatakan dalam ukuran jarak setiap titik acuan. Untuk wilayah Indonesia, titik acuan berada disebelah barat Jakarta (60 LU, 980 BT). Garis vertikal diberi nomor urut dari selatan ke utara, sedangkan horizontal dari barat ke timur. Sistem koordinat mengenal penomoran 4 angka, 6 angka dan 8 angka. Pada peta AMS, biasanya menggunakan koordinat grid. Satu karvak sebanding dengan 2 cm. Karena itu untuk penentuan koordinat koordinat grid 4 angka, dapat langsung ditentukan. Penentuan koordinat grid 6 angka, satu karvak dibagi terlebih dahulu menjadi 10 bagian (per 2 mm). Sedangkan penentuan koordinat grid 8 angka dibagi menjadi sepuluh bagian (per 1 mm).

6.4 Analisa Peta

Salah satu faktor yang sangat penting dalam navigasi darat adalah analisa peta. Dengan satu peta, kita diharapkan dapat memperoleh informasi sebanyak-banyaknya tentang keadaan medan sebenarnya, meskipun kita belum pernah mendatangi daerah di peta tersebut.

1. Unsur dasar peta; Untuk dapat menggali informasi sebanyak-banyaknya, pertama kali kita harus cek informasi dasar di peta tersebut, seperti judul peta, tahun peta itu dibuat, indeks peta (nomor peta), pembadian lembar peta, legenda peta dan sebagainya. Disamping itu juga bisa dianalisa ketinggian suatu titik (berdasarkan pemahaman tentang kontur), sehingga bisa diperkirakan cuaca, dan vegetasinya.

2. Mengenal tanda medan; Disamping tanda pengenal yang terdapat dalam legenda peta, kita dapat menganalisa peta topografi berdasarkan bentuk kontur. Beberapa ciri kontur yang perlu dipahami sebelum menganalisa tanda medan : a. Antara garis kontur satu dengan yang lainnya tidak pernah saling berpotongan; b. Garis yang berketinggian lebih rendah selalu mengelilingi garis yang

berketinggian lebih tinggi, kecuali diberi keterangan secara khusus, misalnya kawah;

c. Beda ketinggian antar kontur adalah tetap meskipun kerapatan berubah-ubah; d. Daerah datar mempunyai kontur jarang-jarang sedangkan daerah terjal

mempunyai kontur rapat; e. Beberapa tanda medan yang dapat dikenal dalam peta topografi; f. Puncak bukit atau gunung biasanya berbentuk lingkaran kecil, tertelak

ditengah-tengah lingkaran kontur lainnya; g. Punggungan terlihat sebagai rangkaian kontur berbentuk U yang ujungnya

melengkung menjauhi puncak; h. Lembahan terlihat sebagai rangkaian kontur berbentuk V yang ujungnya tajam

menjorok kepuncak. Kontur lembahan biasanya rapat; i. Saddle, daerah rendah dan sempit diantara dua ketinggian; j. Pass, merupakan celah memanjang yang membelah suatu ketinggian; k. Sungai, terlihat dipeta sebagai garis yang memotong rangkaian kontur,

biasanya ada di lembahan, dan namanya tertera mengikuti alur sungai. Dalam membaca alur sungai ini harap diperhatikan lembahan curam, kelokan-kelokan dan arah aliran;

l. Bila peta daerah pantai, muara sungai merupakan tanda medan yang sangat jelas, begitu pula pulau-pulau kecil, tanjung dan teluk;

m. Pengertian akan tanda medan ini mutlak diperlukan, sebagai asumsi awal dalam menyusun perencanaan perjalanan.

6.5 Kompas

Page 65: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 65 -

Kompas adalah alat penunjuk arah, dan karena sifat magnetnya, jarumnya akan selalu menunjuk arah utara-selatan (meskipun utara yang dimaksud disini bukan utara yang sebenarnya, tapi utara magnetis). Secara fisik, kompas terdiri dari:

1. Badan, tempat komponen lainnya berada 2. Jarum, selalu menunjuk arah utara selatan, dengan catatan tidak dekat dengan

megnet lain/tidak dipengaruhi medan magnet, dan pergerakan jarum tidak terganggu/peta dalam posisi horizontal.

3. Skala penunjuk, merupakan pembagian derajat sistem mata angin.

Jenis kompas yang biasa digunakan dalam navigasi darat ada dua macam yakni kompas bidik (misal kompas prisma) dan kompas orienteering (misal kompas silva, suunto dll). Untuk membidik suatu titik, kompas bidik jika digunakan secara benar lebih akurat dari kompas silva. Namun untuk pergerakan dan kemudahan ploting peta, kompas orienteering lebih handal dan efisien.

Dalam memilih kompas, harus berdasarkan penggunaannya. Namun secara umum, kompas yang baik adalah kompas yang jarumnya dapat menunjukkan arah utara secara konsisten dan tidak bergoyang-goyang dalam waktu lama. Bahan dari badan kompas pun perlu diperhatikan harus dari bahan yang kuat/tahan banting mengingat kompas merupakan salah satu unsur vital dalam navigasi darat.

Note: saat ini sudah banyak digunakan GPS [Global Positioning System] dengan tehnologi satelite untuk mengantikan beberapa fungsi kompas.

Gbr. 4. Kompas Prisma

6.6 Orientasi Peta

Orientasi peta adalah menyamakan kedudukan peta dengan medan sebenarnya (atau dengan kata lain menyamakan utara peta dengan utara sebenarnya). Sebelum anda mulai orientasi peta, usahakan untuk mengenal dulu tanda-tanda medan sekitar yang menyolok dan posisinya di peta. Hal ini dapat dilakukan dengan pencocokan nama puncakan, nama sungai, desa dll. Jadi minimal anda tahu secara kasar posisi anda dimana dan orientasi peta ini hanya berfungsi untuk meyakinkan anda bahwa perkiraan posisi anda dipeta adalah benar.

Pada peta topografi terdapat tiga arah utara yang harus diperhatikan sebelum menggunakan peta dan kompas, karena tiga arah utara tersebut tidak berada pada satu garis. Tiga arah utara tersebut adalah:

1. Utara Sebenarnya (US) atau True North (TN) diberi symbol * (bintang), yaitu Utara yang melalui Kutub Utara di Selatan Bumi.

2. Utara Peta (UP) atau Grid North (GN) diberi simbol GN, yaitu Utara yang sejajar dengan garis jala vertikal atau sumbu Y. Hanya ada di peta.

3. Utara Magnetis (UM) atau Magnetic North (MN) diberi simbol T (anak pariah separuh), yaitu Utara yang ditunjukkan oleh jarum kompas. Utara magnetis selalu mengalami perubahan tiap tahunnya (ke Barat atau ke Timur) dikarenakan oleh pengaruh rotasi bumi hanya ada di medan.

Karena ketiga arah Utara tersebut tidak berada pada satu, maka akan terjadi penyimpangan-penyimpangan sudut, antar lain:

Page 66: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 66 -

1. Penyimpangan sudut antara US – UP baik ke Barat maupun ke Timur, disebut Iktilaf Peta (IP) atau Konvergensi Merimion. Maka yang menjadi patokan adalah Utara Sebenarnya (US).

2. Penyimpangan sudut antara US - UM balk ke Barat maupun ke Timur, disebut Ikhtilaf Magnetis (IM) atau Deklinasi (Declination). Maka yang menjadi patokan adalah Utara sebenarnya (US).

3. Penyimpangan sudut antara UP - UM balk ke Barat maupun ke Timur, disebut Ikhtilaf Utara Peta - Utara Magnetis atau Deviasi. Yang menjadi patokan adalah Utara Pela f71').

Dengan diagram sudut dapat digambarkan sbb:

Gbr. 5. Utara Sebenarnya, Utara Magnetis, & Utara Peta

Langkah-langkah orientasi peta:

1. Usahakan untuk mencari tempat yang berpemandangan terbuka agar dapat melihat tanda-tanda medan yang menyolok.

2. Siapkan kompas dan peta anda, letakkan pada bidang datar 3. Utarakan peta, dengan berpatokan pada kompas, sehingga arah peta sesuai dengan

arah medan sebenarnya 4. Cari tanda-tanda medan yang paling menonjol disekitar anda, dan temukan tanda-

tanda medan tersebut di peta. Lakukan hal ini untuk beberapa tanda medan 5. Ingat tanda-tanda itu, bentuknya dan tempatnya di medan yang sebenarnya. Ingat

hal-hal khas dari tanda medan.

Jika anda sudah lakukan itu semua, maka anda sudah mempunyai perkiraan secara kasar, dimana posisi anda di peta. Untuk memastikan posisi anda secara akurat, dipakailah metode resection.

6.7 Garis Kontur atau Garis Ketinggian

Garis kontur adalah gambaran bentuk permukaan bumi pada peta topografi (lihat Gbr. 2).

Sifat-sifat garis kontur, yaitu:

1. Garis kontur merupakan kurva tertutup sejajar yang tidak akan memotong satu sama lain dan tidak akan bercabang.

2. Garis kontur yang di dalam selalu lebih tinggi dari yang di luar.

Page 67: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 67 -

3. Interval kontur selalu merupakan kelipatan yang sama 4. Indek kontur dinyatakan dengan garis tebal. 5. Semakin rapat jarak antara garis kontur, berarti semakin terjal Jika garis kontur

bergerigi (seperti sisir) maka kemiringannya hampir atau sama dengan 90°. 6. Pelana (sadel) terletak antara dua garis kontur yang sama tingginya tetapi terpisah

satu sama lain. Pelana yang terdapat diantara dua gunung besar dinamakan PASS

6.8 Titik Triangulasi

Selain dari garis-garis kontur dapat pula diketahui tinggi suatu tempat dengan pertolongan titik ketinggian, yang dinamakan titik triangulasi Titik Triangulasi adalah suatu titik atau benda yang merupakan pilar atau tonggak yang menyatakan tinggi mutlak suatu tempat dari permukaan laut. Macam-macam titik triangulasi antara lain:

1. Titik Primer, I'. 14 , titik ketinggian gol.l, No. 14, tinggi 3120 mdpl. 2. Titik Sekunder, S.45 , titik ketinggian gol.II, No.45, tinggi 2340 mdpl. 3. Titik Tersier, 7: 15 , titik ketinggian gol.III No. 15, tinggi 975 mdpl. 4. Titik Kuarter, Q.20 , titik ketinggian gol.IV, No.20, tinggi 875 mdpl. 5. Titik Antara, TP.23 , titik ketinggian Antara, No.23, tinggi 670 mdpl. 6. Titik Kedaster, K.131 , titik ketinggian Kedaster, No. 131, tinggi 1202 mdpl. 7. Titik Kedaster Kuarter, K.Q 1212, titik ketinggian Kedaster Kuarter, No. 1212,

tinggi 1993 mdpl.

6.9 Resection

Prinsip resection adalah menentukan posisi kita dipeta dengan menggunakan dua atau lebih tanda medan yang dikenali. Teknik ini paling tidak membutuhkan dua tanda medan yang terlihat jelas dalam peta dan dapat dibidik pada medan sebenarnya (untuk latihan resection biasanya dilakukan dimedan terbuka seperti kebun teh misalnya, agar tanda medan yang ekstrim terlihat dengan jelas).

Tidak setiap tanda medan harus dibidik, minimal dua, tapi posisinya sudah pasti.

Gbr. 6. Resection

Langkah-langkah melakukan resection:

1. Lakukan orientasi peta 2. Cari tanda medan yang mudah dikenali di lapangan dan di peta, minimal 2 buah 3. Dengan busur dan penggaris, buat salib sumbu pada tanda-tanda medan tersebut

(untuk alat tulis paling ideal menggunakan pensil mekanik-B2). 4. Bidik tanda-tanda medan tersebut dari posisi kita dengan menggunakan kompas

bidik. Kompas orienteering dapat digunakan, namun kurang akurat. 5. Pindahkan sudut back azimuth bidikan yang didapat ke peta dan hitung sudut

pelurusnya. Lakukan ini pada setiap tanda medan yang dijadikan sebagai titik acuan.

Page 68: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 68 -

6. Perpotongan garis yang ditarik dari sudut-sudut pelurus tersebut adalah posisi kita dipeta.

6.10 Intersection

Prinsip intersection adalah menentukan posisi suatu titik (benda) di peta dengan menggunakan dua atau lebih tanda medan yang dikenali di lapangan. Intersection digunakan untuk mengetahui atau memastikan posisi suatu benda yang terlihat dilapangan tetapi sukar untuk dicapai atau tidak diketahui posisinya di peta. Syaratnya, sebelum intersection kita sudah harus yakin terlebih dahulu posisi kita dipeta. Biasanya sebelum intersection, kita sudah melakukan resection terlebih dahulu.

Gbr. 7. Intersection Contour

Langkah-langkah melakukan intersection adalah:

1. Lakukan orientasi peta 2. Lakukan resection untuk memastikan posisi kita di peta. 3. Bidik obyek yang kita amati 4. Pindahkan sudut yang didapat ke dalam peta 5. Bergerak ke posisi lain dan pastikan posisi tersebut di peta. Lakukan langkah 1-3 6. Perpotongan garis perpanjangan dari dua sudut yang didapat adalah posisi obyek

yang dimaksud.

6.11 Azimuth – Back Azimuth

Azimuth adalah sudut antara satu titik dengan arah utara dari seorang pengamat. Azimuth disebut juga sudut kompas. Jika anda membidik sebuah tanda medan, dan memperolah sudutnya, maka sudut itu juga bisa dinamakan sebagai azimuth. Kebalikannya adalah back azimuth. Dalam resection back azimuth diperoleh dengan cara:

1. Jika azimuth yang kita peroleh lebih dari 180º maka back azimuth adalah azimuth dikurangi 180º. Misal anda membidik tanda medan, diperoleh azimuth 200º. Back azimuthnya adalah 200º- 180º = 20º

2. Jika azimuth yang kita peroleh kurang dari 180º, maka back azimuthnya adalah 180º ditambah azimuth. Misalkan, dari bidikan terhadap sebuah puncak, diperoleh azimuth 160º, maka back azimuthnya adalah 180º+160º = 340º

Page 69: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 69 -

Gbr.8. Letak Asal Azimuth (Azimuth Origin)

Dengan mengetahui azimuth dan back azimuth ini, memudahkan kita untuk dapat melakukan ploting peta (penarikan garis lurus di peta berdasarkan sudut bidikan). Selain itu sudut kompas dan back azimuth ini dipakai dalam metode pergerakan sudut kompas (lurus/ man to man-biasa digunakan untuk “Kompas Bintang”). Prinsipnya membuat lintasan berada pada satu garis lurus dengan cara membidikaan kompas ke depan dan ke belakang pada jarak tertentu.

Gbr. 9. Back Azimuth

Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

1. Titik awal dan titik akhir perjalanan di plot di peta, tarik garis lurus dan hitung sudut yang menjadi arah perjalanan (sudut kompas). Hitung pula sudut dari titik akhir ke titik awal. Sudut ini dinamakan back azimuth.

2. Perhatikan tanda medan yang menyolok pada titik awal perjalanan. Perhatikan tanda medan lain pada lintasan yang dilalui.

3. Bidikkan kompas seusai dengan arah perjalanan kita, dan tentukan tanda medan lain di ujung lintasan/titik bidik. Sudut bidikan ini dinamakan azimuth.

4. Pergi ke tanda medan di ujung lintasan, dan bidik kembali ke titik pertama tadi, untuk mengecek apakah arah perjalanan sudah sesuai dengan sudut kompas (back azimuth).

5. Sering terjadi tidak ada benda/tanda medan tertentu yang dapat dijadikan sebagai sasaran. Untuk itu dapat dibantu oleh seorang rekan sebagai tanda. Sistem pergerakan semacam ini sering disebut sebagai sistem man to man.

6.12 Simbol–Simbol Umum (Legenda) Peta

Beberapa symbol-simbol umum yang nampak pada peta dan dijabarkan dalam legenda peta:

Page 70: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 70 -

Hutan

Jalan raya

Jalan makadam

Jalan setapak

Jembatan

Rel kereta api

Bangunan/Gedung

Desa/Kota kabupaten

Kota

Tangki penampung

Tower/Menara

Kabel listrik

Pagar

Airport/Bandara Udara

Elevasi

6.13 Merencanakan Jalur Lintasan

Dalam navigasi darat tingkat lanjut, kita diharapkan dapat menyusun perencanaan jalur lintasan dalam sebuah medan perjalanan. Sebagai contoh anda misalnya ingin pergi ke suatu gunung, tapi dengan menggunakan jalur sendiri.

Penyusunan jalur ini dibutuhkan kepekaan yang tinggi, dalam menafsirkan sebuah peta topografi, mengumpulkan data dan informasi dan mengolahnya sehingga anda dapat menyusun sebuah perencanaan perjalanan yang matang. Dalam proses perjalanan secara keseluruhan, mulai dari transportasi sampai pembiayaan, disini kita akan membahas khusus tentang perencanaan pembuatan medan lintasan. Ada beberapa hal yang dapat dijadikan bahan pertimbangan sebelum anda memplot jalur lintasan.

Pertama, anda harus membekali dulu kemampuan untuk membaca peta, kemampuan untuk menafsirkan tanda-tanda medan yang tertera di peta, dan kemampuan dasar navigasi darat lain seperti resection, intersection, azimuth back azimuth, pengetahuan tentang peta kompas, dan sebagainya, minimal sebagaimana yang tercantum dalam bagian sebelum ini.

Kedua, selain informasi yang tertera dipeta, akan lebih membantu dalam perencanaan jika anda punya informasi tambahan lain tentang medan lintasan yang akan anda plot. Misalnya keterangan rekan yang pernah melewati medan tersebut, kondisi medan, vegetasi dan airnya. Semakin banyak informasi awal yang anda dapat, semakin matang rencana anda.

Page 71: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 71 -

Tentang jalurnya sendiri, ada beberapa macam jalur lintasan yang akan kita buat. Pertama adalah tipe garis lurus, yakni jalur lintasan berupa garis yang ditarik lurus antara titik awal dan titik akhir. Kedua, tipe garis lurus dengan titik belok, yakni jalur lintasan masih berupa garis lurus, tapi lebih fleksibel karena pada titik-titik tertentu kita berbelok dengan menyesuaian kondisi medan. Yang ketiga dengan guide/patokan tanda medan tertentu, misalnya guide punggungan/guide lembahan/guide sungai. Jalur ini lebih fleksibel karena tidak lurus benar, tapi menyesuaikan kondisi medan, dengan tetap berpatokan tanda medan tertentu sebagai petokan pergerakannya.

Untuk membuat jalur lintasan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.

1. Usahakan titik awal dan titik akhir adalah tanda medan yang ekstrim, dan memungkinkan untuk resection dari titik-titik tersebut.

2. Titik awal harus mudah dicapai/gampang aksesnya 3. Disepanjang jalur lintasan harus ada tanda medan yang memadai untuk dijadikan

sebagai patokan, sehingga dalam perjalanan nanti anda dapat menentukan posisi anda di peta sesering mungkin.

4. Dalam menentukan jalur lintasan, perhatikan kebutuhan air, kecepatan pergerakan vegetasi yang berada dijalur lintasan, serta kondisi medan lintasan. Anda harus bisa memperkirakan hari ke berapa akan menemukan air, hari ke berapa medannya berupa tanjakan terjal dan sebagainya.

5. Mengingat banyaknya faktor yang perlu diperhatikan, usahakan untuk selalu berdiskusi dengan regu atau dengan orang yang sudah pernah melewati jalur tersebut sehingga resiko bisa diminimalkan.

6.14 Penampang Lintasan

Penampang lintasan adalah penggambaran secara proporsional bentuk jalur lintasan jika dilihat dari samping, dengan menggunakan garis kontur sebagai acuan. Sebagaimana kita ketahui bahwa peta topografi yang dua dimensi, dan sudut pendangnya dari atas, agak sulit bagi kita untuk membayangkan bagaimana bentuk medan lintasan yang sebenarnya, terutama menyangkut ketinggian. Dalam kontur yang kerapatannya sedemikian rupa, bagaimana kira-kira bentuk di medan sebenarnya.

Untuk memudahkan kita menggambarkan bentuk medan dari peta topografi yang ada, maka dibuatlah penampang lintasan.

Beberapa manfaat penampang lintasan:

1. Sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun perencanaan perjalanan 2. Memudahkan kita untuk menggambarkan kondisi keterjalan dan kecuraman medan 3. Dapat mengetahui titik-titik ketinggian dan jarak dari tanda medan tertentu 4. Untuk menyusun penampang lintasan biasanya menggunakan kertas milimeter

block, guna menambah akurasi penerjemahan dari peta topografi ke penampang.

Langkah-langkah membuat penampang lintasan:

1. Siapkan peta yang sudah diplot, kertas milimeter blok, pensil mekanik/pensil biasa yang runcing, penggaris dan penghapus

2. Buatlah sumbu x, dan y. sumbu x mewakili jarak, dengan satuan rata-rata jarak dari lintasan yang anda buat. Misal meter atau kilometer. Sumbu y mewakili ketinggian, dengan satuan mdpl (meter diatas permukaan laut). Angkanya bisa dimulai dari titik terendah atau dibawahnya dan diakhiri titik tertinggi atau diatasnya.

3. Tempatkan titik awal di sumbu x=0 dan sumbu y sesuai dengan ketinggian titik tersebut. Lalu peda perubahan kontur berikutnya, buatlah satu titik lagi, dengan

Page 72: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 72 -

jarak dan ketinggian sesuai dengan perubahan kontur pada jalur yang sudah anda buat. Demikian seterusnya hingga titik akhir.

4. Perubahan satu kontur diwakili oleh satu titik. Titik-titik tersebut dihubungkan satu sama lainnya hingga membentuk penampang berupa garis menanjak, turun dan mendatar.

5. Tembahkan keterangan pada tanda-tanda medan tertentu, misalkan nama-nama sungai, puncakan dan titik-titik aktivitas anda (biasanya berupa titik bivak dan titik istirahat), ataupun tanda medan lainnya. Tambahan informasi tentang vegetasi pada setiap lintasan, dan skala penampang akan lebih membantu pembaca dalam menggunakan penampang yang telah dibuat.

6.15 Pemahaman Peta Topografi

6.15.1 Membaca Garis Kontur

1. Punggungan Gunung 2. Punggungan gunung merupakan rangkaian garis kontur berbentuk huruf U, dimana

Ujung dari huruf U menunjukkan ternpat atau daerah yang lebih pendek dari kontur di atasnya.

3. Lembah atau Sungai 4. Lembah atau sungai merupakan rangkaian garis kontur yang berbentuk n (huruf V

terbalik) dengan Ujung yang tajam. 5. Daerah landai datar dan terjal curam 6. Daerah datar/landai garis kontumya jarang jarang, sedangkan daerah terjal/curam

garis konturnya rapat.

6.15.2 Menghitung Interval Kontur

Pada peta skala 1 : 50.000 dicantumkan interval konturnya 25 meter. Untuk mencari interval kontur berlaku rumus 1/2000 x skala peta. Tapi rumus ini tidak berlaku untuk semua peta, pada peta GUNUNG MERAPI/1408-244/JICA TOKYO-1977/1:25.000, tertera dalam legenda peta interval konturnya 10 meter sehingga berlaku rumus 1/2500 x skala peta. Jadi untuk penentuan interval kontur belum ada rumus yang baku, namun dapat dicari dengan:

1. Carl dua titik ketinggian yang berbeda atau berdekatan. Misal titik A dan B. 2. Hitung selisih ketinggiannya (antara A dan B). 3. Hitung jumlah kontur antara A dan B. 4. Bagilah selisih ketinggian antara A - B dengan jumlah kontur antara A - B, hasilnya

adalah Interval Kontur

6.15.3 Utara Peta

Setiap kali menghadapi peta topografi, pertama-tama carilah arah utara peta tersebut. Selanjutnya lihat Judul Peta (judul peta selalu berada pada bagian utara, bagian atas dari peta). Atau lihat tulisan nama gunung atau desa di kolom peta, utara peta adalah bagian atas dari tulisan tersebut.

6.15.4 Mengenal Tanda Medan

Selain tanda pengenal yang terdapat pada legenda peta, untuk keperluan

Orientasi harus juga digunakan bentuk-bentuk bentang alam yang mencolok di lapangan dan mudah dikenal di peta, disebut Tanda Medan. Beberapa tanda medan yang dapat dibaca pada peta sebelum berangkat ke lapangan, yaitu:

Page 73: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 73 -

1. Lembah antara dua puncak 2. Lembah yang curam 3. Persimpangan jalan atau Ujung desa 4. Perpotongan sungai dengan jalan setapak 5. Percabangan dan kelokan sungai, air terjun, dan lain-lain.

Untuk daerah yang datar dapat digunakan.

1. Persimpangan jalan 2. Percabangan sungai, jembatan, dan lain-lain

6.15.5 Menggunakan Peta

Pada perencanaan perjalanan dengan menggunakan peta topografi, sudah tentu titik awal dan titik akhir akan diplot di peta. Sebelurn berjalan catatlah:

1. Koordinat titik awal (A) 2. Koordinat titik tujuan (B) 3. Sudut peta antara A – B 4. Tanda medan apa saja yang akan dijumpai sepanjang lintasan A – B 5. Berapa panjang lintasan antara A - B dan berapa kira-kira waktu yang dibutuhkan

untuk menyelesaikan lintasan A -B.

Yang perlu diperhatikan dalam melakukan suatu operasi adalah

1. Kita harus tahu titik awal keberangkatan kita, balk di medan maupun di peta. 2. Gunakan tanda medan yang jelas balk di medan dan di peta. 3. Gunakan kompas untuk melihat arah perjalanan kita, apakah sudah sesuai dengan

tanda medan yang kita gunakan sebagai patokan, atau belum. 4. Perkirakan berapa jarak lintasan. Misal medan datar 5 krn ditempuh selama 60

menit dan medan mendaki ditempuh selama 10 menit. 5. Lakukan orientasi dan resection, bila keadaannya memungkinkan. 6. Perhatikan dan selalu waspada terhadap adanya perubahan kondisi medan dan

perubahan arah perjalanan. Misalnya dari pnggungan curam menjadi punggungan landai, berpindah punggungan, menyeberangi sungai, ujung lembah dan lain-lainnya.

7. Panjang lintasan sebenarnya dapat dibuat dengan cara, pada peta dibuat lintasan dengan jalan membuat garis (skala vertikal dan horisontal) yang disesuaikan dengan skala peta. Gambar garis lintasan tersebut (pada peta) memperlihatkan kemiringan lintasan juga penampang dan bentuk peta. Panjang lintasan diukur dengan mengalikannya dengan skala peta, maka akan didapatkan panjang lintasan sebenarnya.

6.15.6 Memahami Cara Plotting Di Peta

Plotting adalah menggambar atau membuat titik, membuat garis dan tandatanda tertentu di peta. Plotting berguna bagi kita dalam membaca peta. Misalnya Tim Bum berada pada koordinat titik A (3986 : 6360) + 1400 m dpl. SMC memerintahkan Tim Buni agar menuju koordinat titik T (4020 : 6268) + 1301 mdpl. Maka langkah-langkah yang harus dilakukan adalah:

1. Plotting koordinat T di peta dengan menggunakan konektor. Pembacaan dimuali dari sumbu X dulu, kemudian sumbu Y, didapat (X:Y).

2. Plotting sudut peta dari A ke T, dengan cara tank garis dari A ke T, kemudian dengan busur derajat/kompas orientasi ukur besar sudut A - T dari titik A ke arah garis AT. Pembacaan sudut menggunakan Sistem Azimuth (0" -360°) searah putaran jarum Jain. Sudut ini berguna untuk mengorientasi arah dari A ke T.

Page 74: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 74 -

3. Interprestasi peta untuk menentukan lintasan yang efisien dari A menuju T. Interprestasi ini dapat berupa garis lurus ataupun berkelok-kelok mengikuti jalan setapak, sungai ataupun punggungan. Harus dipaharni betul bentuk garis garis kontur.

Plotting lintasan dan memperkirakan waktu tempuhnya, faktor-faktor yang mempengaruhi waktu tempuh:

1. Kemiringan lereng + Panjang lintasan 2. Keadaan dan kondisi medan (misal hutan lebat, semak berduri atau gurun pasir). 3. Keadaan cuaca rata-rata. 4. Waktu pelaksanaan (yaitu pagi slang atau malam). 5. Kondisi fisik dan mental serta perlengkapan yang dibawa.

6.15.7 Membaca Kordinat

Cara menyatakan koordinat ada dua cara, yaitu:

1. Cara Koordinat Peta

Menentukan koordinat ini dilakukan diatas peta dan bukan dilapangan. Penunjukkan koordinat ini menggunakan

a. Sistem Enam Angka Misal, koordinat titik A (374;622), titik B (377;461) b. Cara Delapan Angka Misal, koordinat titik A (3740;6225), titik B (3376;4614)

2. Cara Koordinat Geografis

Untuk Indonesia sebagai patokan perhitungan adalah Jakarta yang dianggap 0 atau 106° 4$' 27,79". Sehingga di wilayah Indonesia awal perhitungan adalah kota Jakarta. Bila di sebelah barat kota Jakarta akan berlaku pengurangan dan sebaliknya. Sebagai patokan letak lintang adalah garis ekuator (sebagai 0). Untuk koordinat geografis yang perlu diperhatikan adalah petunjuk letak peta.

6.15.8 Sudut Peta

Sudut peta dihitung dari utara peta ke arah garis sasaran searah jarum jam. Sistem pembacaan sudut dipakai Sistem Azimuth (0° - 360°). Sistem Azimuth adalah sistem yang menggunakan sudut-sudut mendatar yang besarnya dihitung atau diukur sesuai dengan arah jalannya jarum jam dari suatu garis yang tetap (arah utara). Bertujuan untuk menentukan arah-arah di medan atau di peta serta untuk melakukan pengecekan arah perjalanan, karena garis yang membentuk sudut kompas tersebut adalah arah lintasan yang menghubungkan titik awal dan akhir perjalanan.

Sistem penghitungan sudut dibagi menjadi dua, berdasar sudut kompasnya:

1. AZIMUTH : SUDUT KOMPAS 2. BACK AZIMUTH : Bila sudut kompas > 180° maka sudut kompas dikurangi 180°.

Bila sudut kompas < 1800 maka sudut kompas ditambah 180°. 6.15.9 Teknik Membaca Peta

1. Prinsip Dasar

"Menentukan posisi dari arah perjalanan dengan membaca peta dan menggunakan teknik orientasi dan resection, bila keadaan memungkinkan " Titik Awal : Kita harus tahu titik keberangkatan kita, balk itu di peta maupun di lapangan. Plot titik tersebut di peta dan catat koordinatnya.

Page 75: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 75 -

Tanda Medan: Gunakan tanda medan yang jelas (punggungan yang menerus, aliran sungai, tebing, dll) sebagai guide line atau pedoman arah perjalanan. Kenali tanda medan tersebut dengan menginterpretasikan peta.

Arah Kompas: Gunakan kompas untuk melihat arah perjalanan kita. Apakah sesuai dengan arah punggungan atau sungai yang kita susuri.

Taksir Jarak: Dalam berjalan, usahakan selalu menaksir jarak dan selalu memperhatikan arah perjalanan. Kita dapat melihat kearah belakang dan melihat jumalah waktu yang kita pergunakan. Jarak dihitung dengan skala peta sehingga kita memperoleh perkiraan jarak di peta. Perlu diingat, bahwa taksiran kita itu tidak pasti.

10' X 10' untuk peta 1 : 50.000 20' X 20' untuk peta 1 : 100.000

Untuk peta ukuran 20' X 20' disebut juga LBD, sehingga pada 20' pada garis sepanjang khatulistiwa (40.068 km) merupakan paralel terpanjang. 40.068 km: (360° : 20') = 40.068 km: (360° : 1/3) = 40.068 km: (360° X 3) 40.068 km : 1080 = 37,1 km. Jadi 20' pada garis sepanjang khatulistiwa adalah 37,1 km. Jarak 37,1 km kalau digambarkan dalam peta skala 1 : 50.000 akan mempunyai jarak : 37,1 km = 3.710.000 cm. Sehingga dipeta : 3.710.000: 50.000 = 74,2 cm. Akibatnya I LBD peta 20' x 20' skala 1 : 50.000 di sepanjang khatulistiwa berukuran 74,2 X 74,2 cm. Hal ini tidak praktis dalam pemakaiannya.

2. Lembar Peta

Dikarenakan LBD tidak praktis pemakaiannya, karena terlalu lebar. Maka tiap LBD dibagi menjadi 4 bagian dengan ukuran masing-masing 10' X 10' atau 37,1 X 37,1 cm. Tiap-tiap bagian itu disebut Lembar Peta atau Sheet, dan diberi huruf A, B, C, D. Jika skala peta tersebut 1 : 50.000, maka peta itu mempunyai ukuran 50.000 X 37,1 = 1.855.000 cm = 18,55 km (1ihat gambar).

3. Penomoran Lembar Peta

a. Meridian (garis bujur) yang melalui Jakarta adalah 106° 48' 27,79" BT, dipakai sebagai meridian pokok untuk penornoran peta topografi di Indonesia. Jakarta sebagai grs bujur 0.

b. Panjang dari Barat ke Timur = 46° 20', tetapi daerah yang dipetakan adalah mulai dari 12" sebelah barat meridian Jakarta. Daerah yang tidak dipetakan adalah : 106° 48' 27,79" BT - (12° + 46° 20' BT) = 8' 27,79", daerah ini merupakan taut sehingga tidak penting untuk pemetaan darat. Tetapi penomorannya tetap dibuat Keterangan: Daerah pada petak A dituliskan sheet 1/I-A dan titik paling Utara dan paling

Barat ada di Pulau Weh. Cara pemberian nomor adalah dari Barat ke Timur dengn angka Arab (1, 2,

3, .., 139). Dari Utara ke Selatan dengan angka Romawi (I, II, III, .., LI). LBD selau mempunyai angka Arab dan Romawi. Contoh: LP No. 47[XLI atau

SHEET No. 47/XLI. Lembar peta selalu diben huruf, dan huruf itu terpisah dari nomor LBDnya

dengan gar's mendatar. Contoh: LP No. 47/XLI - B. c. Pada uraian diatas disebutkan bahwa garis bujur 0° Jakarta selalu membagi dua

buah LBD. Maka untuk lembar peta lainnya selalu dapta dihitung berapa derajat atau menit letak lembar peta itu dan' bujur 0° Jakarta. Contoh: Lernbar Peta No. 39/XL - A terletak diantara garis 7" dan 70 10' LS serta 0° 40' dan 0° 50' Timur Jakarta. Kita harus selalu menyebutkan Lembar Peta tersebut terletak di Barat atau Timur dan' Jakarta.

Page 76: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 76 -

d. Pada Lembar Peta skala 1 : 50.000, LBD-nya dibagi menjadi 4 bagian. Tetapi untuk peta skala 1 : 25.000, 1 LBD-nya dibagi menjadi 16 bagian dan diberi huruf a sampai q dengan menghilangkan huruf j.

e. Mencari batas Timur dan Selatan suatu.Sheet atau Lembar Peta. Contoh: Batas Timur dari bujur 0" Jakarta adalah 47/3 X I = 15" 40' Timur Jakarta

atau 15° 40' - 12° = 3° 40' BT Jakarta (batas paling Timur Sheet B). Batas Selatan dan 0° Khatulistiwa adalah 47/3 : 1 = 13" 40' atau 13° 40' 6" =

7° 40' LS. Karena terlatak pada Lembar Peta B dalam 1 LBD, maka dikurangi 10'. Sehingga didapat : 7° 40' - 10' = 7" 30' LS

f. Mencari nomor Lembar Peta atau Sheet. Batas Timur Jakarta = 15" 40', sedang batas Selatan adalah 7" 30' LS. + Jumlah LBD ke Timur = 15° 40' X 3 X 1 LBD = 47 LBD + Jumlah LBD ke Selatan 13" 40' X 3 x 1 LBD = 41 LBD (XLI)

g. Mencari suatu Posisi/Lokasi Contoh: sebuah pesawat terbang jatuh pada koordinat.- 110° 28' BT dan 7° 30' LS. Cari nomor Lembar Petanya Caranya adalah 110° 28' - 94" 40' = 15" 48'

15° 48' X 3 = 47t' 24' (batas paling Timur) 60 + 7" 30' = 13" 30'

130 30' X 3 = 40° 30' (batas paling Selatan) h. Perhitungan di Koordinat Geografis

CARA I Luas dari I Sheet peta adalah 10' X 10', seluas 18,55 km X 18,55 km pada peta 1 - 50.000. Sehingga di dapat (10 X 60 - 18,5 5) - 20 = 1,617, dibulatken menjadi 1,62 (sebagai konstanta). Misal peta yang digunakan peta Sheet No. 47/XLI – B Triangulasi T. 932 terletak pada: 46 mm dari Timur & 16 mm dari Selatan.

1915 Posisi Sheet 47/XLI – B 1060 48` 27,79" + 30 40' = 110° 28' 27,79" Dari Timur: 46 mm X 1,62 = 1' l4°52" 1100 28' 27,79" BT - 1' 14,52" = 110° 27' 13,27" BT (dikurangi karena semakin mendekati ke titik Jakarta). Dari Selatan: 16 mm X 1,62 = 25,92" 7° 30' LS - 25,92" = 7f' 29' 34,08" LS (dikurangi karena semakin mendekati equator). Sehingga titik Triangulasi T. 932 terletak pada koordinat: 110° 27' 13,27" 1915 BT dan 7° 29' 34,08" LS.

Untuk penggunaan peta 1 : 25.000, cara penghitungannya sama, hanya konstantanya diubah menjadi 0,81, yang didapat dari: {(5 X 60) : 18,55 1 : 20 = 0,808, dibulatkan menjadi 0,81 Luas dari 1 Sheet peta skala 1 : 25.000 adalah 5' X 5' CARA 2 Dari Timur: 46 mm = (46 : 37,1) X 60 = 1 ' 14,39" 110° 28' 27,79" BT - 1' 14,39" = 11 Of' 27' 13,40" Dari Selatan: 16 mm = (16 :37,1) X 60 = 25,87" 7° 30' LS - 25,87" = 7t' 29' 34,13" LS Sehingga titik Triangulasi T. 932 terletak pada koordinat : I I0'' 27' 13,40" 1915 BT dan 7° 29' 34,13" LS. Pada hasil perhitungan Cara 1 dan Cara 2 terdapat selisih 0,13" untuk BT dan 0,05" untuk LS. Hal ini tidak jadi masalah karena masih dalam batas toleransi dan koreksi, yaitu kurang dari 1,00". Untuk penggunaan peta 5' X 5', 10' X 10' dan 20' X 20' tetap menggunakan pembagi 37,1.

Page 77: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 77 -

Sebaliknya, Jika ada laporan dengan koordinat gralicule, maka cara menentukan lokasinya pada peta adalah (Contoh) "Satu unit SRU menempati sebuah lokasi dengan koordinat 110° 27' 13,27" BT dan 7° 29' 34,08" LS, tentukan lokasi SRU tersebut pada peta Sheet No. 47/XLI - B" JAWAB: Posisi peta 47/XLI -B : 110° 28' 27,79" BT sehingga 110° 27, 13,27" BT 1 10 "27' 13,27 1' 14,52" - 74,52" 74,52" : 1,62 = 46 mm dari timur, dan ukurlah dengan penggaris Batas Selatan : 7°30' sehingga didapat 7030' LS -7029' 34.08" = 25.92" 25,92" : 1,62 = 16 mm dari selatan dan ukurlah dengan penggaris Titik perpotongan kedua garis tersebut adalah lokasi dari SRU yang dimaksud, yaitu 46 mm dari sisi timur dan 16 mm dari sisi selatan berada di sekitar Triangulasi T.932

Peta Rute Semeru

Page 78: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 78 -

BAB 7 SURVIVAL

7.1 Pendahuluan

Survival berasal dari kata survive artinya perjuangan untuk tetap hidup. Secara global survival adalah tindakan untuk mempertahankan hidup di alam bebas dari berbagai keadaan dan lingkungan (kondisi) yang darurat dengan segala keterbatasan yang ada. Orang yang berada dalam situasi survival disebut survivor.

Faktor-faktor penyebab dilakukannya survival antara lain:

1. Kehabisan perlengkapan disuatu tempat atau ekspedisi 2. Kecelakaan dalam suatu perjalanan atau ekspedisi 3. Tersesat 4. Hal-hal yang tidak terduga (kekurangan pangan,oksigen,dll)

Faktor-faktor penting untuk tetap hidup:

1. Kemauan untuk tetap hidup (sikap mental). 2. Kondisi fisik dan perlengkapan yang dapat membantu. 3. Pengetahuan dan keterampilan

Definisi survival sendiri terdapat berbagai macam versi, dalam kaidah atau versi kepecinta-alaman sendiri, survival dapat didefinisikan sebagai berikut:

S: Size up the situation - pandai-pandailah melihat situasi U: Under baste make waste - jangan tergesa-gesa R: Remember where you are - ingat dimana anda V: Vlungish fear and panic - kuasai rasa takut dan panik I: Improvice - perbaiki keadaan dari segala kesulitan V: Value living - hargai hidupmu A: Act like the setive - bertindaklah sewajarnya L: Learn basic skill - pelajari keterampilan dasar

Jika anda tersesat atau mengalami musibah, ingat-ingatlah arti survival tersebut, agar dapat membantu anda keluar dari kesulitan. Dan yang perlu ditekankan jika anda tersesat yaitu istilah "STOP" yang artinya:

S: Stop & seating / berhenti dan duduklah T: Thingking / berpikirlah O: Observe / amati keadaan sekitar P: Planning / buat rencana mengenai tindakan yang harus dilakukan

7.2 Kondisi dan Keadaan Suatu Survival

1. Aspek psikologis suatu survival

a. Penyelesaian suatu situasi survival, membutuhkan tingkat ketahanan emosi dan kepercayaan, sehingga dapat menyelesaikan problem mempertahankan hidup.

b. Menyadari akan kepentingan hidup, sehingga dapat mempertahankan hidup, maka perlu mengatasi beberapa problema dalam situasi survival.

Page 79: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 79 -

2. Tekanan yang timbul pada situasi survival

a. Stress mental dan fisik (panik dan kelelahan). b. Rasa takut, untuk mengurangi rasa takut maka perlu belajar untuk mengatasi

3. Keadaan cuaca dan lingkungan

a. Cuaca dingin Ada pepatah “dingin adalah pembunuh”. Berdasarkan laporan, angka kematian terbesar adalah karena terjadi pada suhu 0-10 derajat C. Sedangkan manusia mempunyai panas tubuh normal 36-37 derajat C, dimana temperature ini harus dipertahankan. Jika pengurangan suhu tubuh 1-2 derajat C dari suhu normal, ini dapat menyebabkan suatu kematian (Hipothermin). Produksi panas tubuh dihasilkan dari makanan jadi dapat mencapai panas tubuh normal. Panas dapat keluar dari tubuh manusia melalui lima cara : Respirasi (pernafasan) Evaporasi (penguapan: keringat) Konduksi (penghantar melalui kontak: kontak langsung dengan tubuh) Konveksi (penghantaran: panas api) Radiasi (pancaran: sinar matahari)

b. Cuaca panas Panas tidak sebahaya dingin tetapi harus di ingat-ingat “panas menyebabkan kematian”. Dehidrasi adalah kekurangan cairan dalam semua sel tubuh. Bila penguapan cairan ini terjadi pada organ tubuh yang fital (otak) maka akan menyebabkan kematian.

7.3 Hal-Hal Yang Harus Dimiliki Survivor

1. Sikap mental a. Semangat untuk tetap hidup b. Kepercayaan diri c. Akal sehat d. Disiplin dan rencana matang e. Kemampuan belajar dari pengalaman

2. Pengetahuan a. Cara membuat bivak b. Cara memperoleh air c. Cara mendapatkan makanan d. Cara membuat api e. Pengetahuan orientasi medan f. Cara mengatasi gangguan binatang g. Cara mencari pertolongan

3. Pengalaman dan latihan a. Latihan mengidentifikasikan tanaman b. Latihan membuat trap, dll

4. Peralatan kotak survival (survival kits): a. Perlengkapan memancing b. Pisau c. Tali kecil d. Senter e. Cermin suryakanta, cermin kecil f. Peluit g. Korek api yang disimpan dalam tempat kedap air h. Tablet garam, norit

Page 80: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 80 -

i. Obat-obatan pribadi

5. Kemauan belajar

Selalu belajar dalam segala situasi dan keadaan. Berikut langkah-langkah yang harus ditempuh bila anda/kelompok anda tersesat : a. Mengkoordinasi anggota b. Melakukan pertolongan pertama c. Melihat kemampuan anggota d. Mengadakan orientasi medan e. Mengadakan penjatahan makanan f. Membuat rencana dan pembagian tugas g. Berusaha menyambung komunikasi dengan dunia kuar h. Membuat jejak dan perhatian i. Mendapatkan pertolongan

7.4 Bahaya-Bahaya Dalam Survival

Banyak sekali bahaya dalam survival yang akan kita hadapi, antara lain:

1. Ketegangan dan panic Cara pencegahan: a. Sering berlatih b. Berpikir positif dan optimis c. Persiapan fisik dan mental

2. Matahari atau panas a. Kelelahan panas b. Kejang panas c. Sengatan panas

Keadaan yang menambah parahnya keadaan panas: penyakit akut /kronis, baru sembuh dari penyakit Demam, baru memperoleh vaksinasi, kurang tidur, kelelahan, terlalu gemuk, penyakit kulit yang merata, Pernah mengalami sengatan udara panas, minum alkohol, dehidrasi.

Pencegahan keadaan panas: a. Aklimitasi b. Persedian air c. Mengurangi aktivitas d. Garam dapur e. Pakaian: Longgar, Lengan panjang, Celana pendek, Kaos oblong

3. Serangan penyakit yang umum diderita pegiat alam bebas adalah: a. Demam b. Disentri c. Typus d. Malaria

4. Bahaya binatang atau tanaman beracun dan berbisa a. Gejala: Pusing dan muntah, nyeri dan kejang perut, kadang-kadang mencret,

kejang-kejang seluruh badan, bisa pingsan. b. Penyebab: Makanan dan minuman beracun. c. Pencegahan: Air garam di minum, Minum air sabun mandi panas, Minum teh

pekat atau di tohok anak tekaknya.

Page 81: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 81 -

5. Keletihan amat sangat Pencegahan: Makan makanan berkalori, Membatasi kegiatan

Bahaya lainnya dalam survival adalah: Kelaparan, Lecet, Kedinginan (untuk penurunan suhu tubuh < 30°C bisa menyebabkan kematian

7.5 Pengetahuan dan Keterampilan dalam Survival

Secara sederhana survival memerlukan tempat berlindung, air, makanan, dan api serta mengatasi tekanan atau stress yang muncul. Dimana tekanan atau stress harus diatasi lebih dulu dengan bersikap tenang, jangan panik, dan tekanan emosi yang lain. Setelah itu pilihlah mana yang didahulukan, antara mencari tempat perlindungan, makan, minum, atau membuat api. Karena keempat factor tersebut dibutuhkan dalam survival agar tetap hidup.

7.5.1. Cara Membuat Bivouac/Shelter

Membuat bivouck atau shelter perlindungan dalam keadaaan darurat sebenarnya bertujuan untuk untuk melindungi diri dari angin, panas, hujan, dingin dan gangguan binatang.

Hal yang perlu diperhatikan adalah perlindungan terhadap cuaca dingin karena hal ini yang paling sering mengakibatkan kematian para pendaki. Cara mengatasi ancaman terhadap cuaca dingin ini termasuk salah satu dari teknik survival.

7.5.1.1. Macam-Macam Bivouac/Shelter

1. Bivouac atau shelter alam, menggunakan sarana alam seperti kayu dan dedaunan. Atau denagn memanfaatkan kondisi alam (seperti, ceruk, pohon roboh, lubang pada tanah, dsb).

Page 83: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 83 -

3. Bivouac atau shelter perpaduan antara alam dan buatan.

7.5.1.2. Syarat Membuat Bivouac/Shelter

1. Hindari daerah aliran air (bila terpaksa, maka gunakan bivouac panggung) 2. Di atas bivouac / shelter tidak ada dahan pohon mati atau rapuh atau di bawah

tebing yang labil 3. Bukan sarang nyamuk/serangga juga tanaman busuk karena tempat itu tidak sehat

dan kurang aman 4. Gunakan bahan yang kuat 5. Jangan melakukan merusak alam sekitar berlebihan

Page 84: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 84 -

6. Aman dari ancaman hewan atau keganasan alam (banjir, lahar, longsor)

7.5.2. Mengatasi Gangguan Binatang

Nyamuk: Obat nyamuk seperti autan, dll , bunga kluwih dibakar, kain gombal / kain butut [dalam keadaan memaksa, penulis pernah memotong lengan baju kaos sebagai pengganti gombal] dan minyak tanah dibakar kemudian dimatikan sehingga asapnya bisa mengusir nyamuk , Gosokkan sedikit garam pada bekas gigitan nyamuk.

Laron: Mengusir laron yang terlalu banyak dengan cabe yang digantungkan

Disengat Lebah: Oleskan air bawang merah pada luka bekas sengatan berkali-kali, tempelkan tanah basah/liat di atas luka sengatan, jangan dipijit-pijit, tempelkan pecahan genting panas di atas luka, olesi dengan petsin untuk mencegah pembengkakan.

Gigitan Lintah: Teteskan air tembakau pada lintahnya, Taburkan garam diatas lintahnya, teteskan sari jeruk mentah pada lintahnya, taburkan abu rokok diatas lintahnya, membuang (mengais) lintah upayakan dengan patahan kayu hidup yang ada kambiumnya.

Semut Gatal: Gosokkan obat gosok pada luka gigitan, letakkan cabe merah pada jalan semut, letakkan sobekan daun sirih pada jalan semut.

Kalajengking dan Lipan: Pijatlah daerah sekitar luka sampai racun keluar, ikatlah tubuh di sebelah pangkal yang digigit, tempelkan asam yang dilumatkan di atas luka, taburkan serbuk lada dan minyak goreng pada luka, taburkan garam di sekeliling bivouck untuk pencegahan.

Gigitan Ular dll: Untuk mencegah dan mengobati secara darurat gigitan dan sengatan binatang berbisa mematikan harus mempelajari Emergency Medical Care (EMC).

7.5.3. Membaca Jejak

Ada beberapa jenis jejak yang dapat diidentifikasi, yaitu:

1. Jejak buatan, maksudnya adalah jejak yang dibuat oleh manusia. 2. Jejak alami yaitu tanda jejak sebagai tanda keadaan lingkungan.

Jejak alami biasanya menyatakan tentang: a. Jenis binatang yang lewat b. Arah gerak binatang c. Besar kecilnya binatang d. Cepat lambatnya gerak binatang Membaca jejak alami dapat diketahui dari : a. Kotoran yang tersisa b. Pohon atau ranting yang patah c. Lumpur atau tanah yang tercecer di atas rumput

7.5.4. Kebutuhan Dalam Survival

7.5.4.1. Air

Seseorang dalam keadaan normal dan sehat dapat bertahan sekitar 20 – 30 hari tanpa makan, tapi orang tsb hanya dapat bertahan hidup 3 - 5 hari saja tanpa air.

Berdasarkan sumbernya, air dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu air langsung dan air tak langsung.

Page 85: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 85 -

Air langsung berarti air bersih yang dianggap aman untuk diminum saat itu juga. Contoh air yang langsung dapat diminum adalah : air sungai, mata air, air hujan yang telah ditampung, dan lain lain. Air langsung mempunyai ciri fisik yang bersih, jernih, tidak berwarna, dan tidak berbau. Kecuali air yang ditemukan melalui buah atau tumbuh-tumbuhan, seperti buah kelapa.Tetapi air langsung belum tentu juga dapat diminum sekaligus. Karena dikhawatirkan bahwa air itu telah tercemar pupuk kebun penduduk, pestisida, atau bahan kimia lainya. Maka dari itu sebaiknya diteliti dengan seksama terlebih dahulu sebelum meminumnya.

Air tak langsung adalah air yang digolongkan menjadi air yang masih memerlukan proses untuk diminum. Sumbernya terdapat di selokan kecil, genangan air, atau dari tumbuh-tumbuhan.

1. Tumbuhan beruas-ruas: rotan, liana dan keluarganya 2. Tumbuhan merambat: lumut and keluarganya 3. Tumbuhan khusus: kantong semar, sansievierra

Mengetahui sumber air sangat penting, karena kita dapat memprioritaskan air mana yang akan kita simpan di tempat minum untuk diminum dan air mana yang akan kita simpan di tempat air lain untuk mencuci bahan makanan kita. Misalnya, seorang survivor akan lebih merasa percaya diri apabila meminum air dari mata air daripada meminum air yang ditemukan dari genangan air di bebatuan. Karena dari fisiknya memang air dari mata air memang lebih jernih. Sedangkan air dari genangan belum tentu jernih dan biasanya terdapat sarang serangga yang bertelur di genangan air itu. Maka lebih baik air itu dipakai untuk keperluan lain selain diminum.

Yang tak kalah penting adalah perasaan yakin akan kebersihan air yang akan kita minum. Karena perasaan tidak yakin akan kebersihan air yang kita minum akan memberikan sugesti dan menjadikan gangguan kepada diri kita sendiri.

Air langsung

Berikut adalah sumber air yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan survival:

1. Hujan Apabila turun hujan ketika sedang ber-survival, maka sebaiknya kesempatan ini dipergunakan sebaik-baiknya untuk menampung air sebanyak-banyaknya. Untuk menampung air hujan, kita dapat memanfaatkan daun yang lebar, bambu, dan sebagainya.

2. Tanaman Tanaman rambat dan rotan juga bambu banyak dijumpai di pegunungan dan hutan rimba. Pilihlah tanaman rambat (akar gantung/liana) yang masih segar. Lalu potonglah bagian bawah dari tanaman itu agar air yang terkandung di bagian atas tanaman dapat menetes ke bagian bawah, lalu air yang menetes ditampung di penampungan. Setelah itu baru potong bagian atasnya dengan jarak saru sampai satu setengah meter dari bagian bawahnya. Tanaman rambat ini dapat ditemukan di pohon-pohon besar. Dan satu pohon dapat diambil beberapa tanaman rambat. Sebenarnya air yang didapat dari tanaman rambat ini sedikit, tetapi cukup untuk membasahi tenggorokan.

Page 86: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 86 -

Meminum langsung air dari Liana

3. Air sungai dan mata air Kebanyakan air sungai yang d hutan dapat langsung diminum. Tetapi harap diteliti sebelumnya, apakah di sekitar sungai itu terdapat pembuangan kotoran atau limbah.

4. Air kelapa Air kelapa merupakan penghapus dahaga yang baik. Air kelapa yang baik adalah kelapa yang masih muda. Biasanya satu buah kelapa berisi air sebanyak hampir satu liter. Usahakan apabila kita meminum air kelapa, harus yang masih baru atau kelapa hasil memetik sendiri. Karena apabila kelapa yang sudah terjatuh biasanya telah tua dan airnya tidak enak dan terkadang bau. Bahkan kemungkinan kelapa yang sudah jatuh adalah bekas makanan bajing, maka disangsikan kebersihannya.

5. Kondensasi Tanah Cara lain dalam medapatkan air adalah dengan memanfaatkan kondensi tanah. Hal ini memanfaatkan uap air tanah dan kemudian ditampung di suatu tempat. Caranya sebagai berikut:

Kondensasi Tanah

a. Galilah tanah dengan kedalaman kira-kira setengah meter. b. Gelarlah plastik untuk menutupi lubang tersebut. Dan ujung-ujungnya ditahan,

agar plastik tersebut menutup lubang dengan rapat. c. Beri pemberat di tengah plastik agar plastik agak menjorok ke dalam. d. Sebelumnya letakan wadah penampung air di tengah-tengah lubang. e. Biarkan seharian.

6. Kondensasi Pada Tanaman

Page 87: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 87 -

Kondensasi pada Tanaman

Air tidak langsung

Berikut adalah sumber air yang dapat kita manfaatkan tetapi harus kita dibersihkan terlebih dahulu.

1. Lubang air Air yang berada di tempat ini biasanya bercampur dengan lumpur, potongan ranting atau dedaunan. Untuk memanfaatkannya kita perlu membersihkan dedaunan di permukaan air dengan cara dipungut langsung. Setelah itu diendapkan beberapa saat agar air tidak bercampur dengan lumpur. Setelah itu kita dapat melakukan proses penyaringan. Proses ini akan diterangkan lebih lanjut dimuka.

2. Air yang menggenang Air yang menggenang dapat dimanfaatkan setelah dilakukan proses penyaringan. Air ini biasanya terdapat di saluran selokan yang telah mengering, celah antara batu karang, cekungan tanah/batu, atau tunggul-tunggul pohon yang telah mati.

Berikut adalah cara menyaring air: a. Dengan kaos berlapis. Lebih baik apabila kaos itu berwarna putih, sehingga

apabila kotor dapat terlihat dan dapat dibersihkan terlebih dahulu. b. Dengan cara melewatkan air ke dalam rongga bambu yang telah dipotong di

kedua ujungnya. Di dasar bambu diberi penyaring seperti kerikil, ijuk, rumput kering atau daun kering.

c. Air keruh juga dapat dimanfaatkan setelah dilakukan proses pengendapan selama dua puluh empat jam di tempat bersih. Apabila air yang telah diendapkan masih telihat atau terasa kotor, maka dapat dilakukan proses penyaringan beberapa kali. Tetapi cara yang paling aman untuk mendapatkan air bersih adalah setelah dibersihkan lalu air dimasak sampai masak.

Penjernihan Air

Supaya air menjadi “palatable water” tahap-tahapnya:

1. Sedimentasi Yaitu air didiamkan sampai kotoran mengendap sendiri atau dicampur AlOH.

2. Koagulasi yaitu pengendapan melalui zat kimia. Untuk bahan alkali sama dengan FCl2, NH4. non alkali sama dengan Na2SO4.

3. Filtrasi Yaitu untuk menjernihkan air dengan pasir atau saringan diatomis

Page 88: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 88 -

4. Sterilisasi Yaitu untuk membunuh organisme penyebab penyakit, cara:

a. Delapan tetes yodium tinetur 2,5%/liter air selama 10 menit b. KMnO4 (kalium permanganate) c. Tablet halozone (untuk penjernih air) d. Dicampur serbuk biji kelor 200mg/liter lalu diendapkan selama ½ jam.

5. Untuk penghilang bau, warna, racun, adalah dengan karbon aktif seperti : norit, aqua nuchar, hidro darco a. Air yang tidak perlu dimurnikan/palatable water b. Air bron/mata air c. Air sumur, waduk, sungai, telaga, air hujan, mata air d. Air dari tanaman:

kelapa, kaktus dipotong diperas liana/rotan dengan memotong dekat tanah ditampung palmae diambil niranya ruas bambu, bonggol pisang, lumut Air tampungan dari embun

7.5.4.2. Makanan

Dalam kondisi hidup dialam bebas ada berbagai makanan yang dapat dikonsumsi, tetapi harus memperhatikan beberapa syarat dan patokan berikut: 1. Makanan yang di makan kera juga bisa di makan manusia 2. Hati-hatilah pada tanaman dan buah yang berwarna mencolok 3. Hindari makanan yang mengeluarakan getah putih, seperti sabun kecuali 4. sawo dan pepaya. 5. Tanaman yang akan dimakan di coba dulu dioleskan pada tangan, lengan, 6. bibir dan atau lidah, tunggu sesaat. Apabila terasa aman bisa dimakan. 7. Hindari makanan yang terlalu pahit atau asam

Page 89: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 89 -

Catatan: Hubungan air dan makanan; Untuk makanan yang mengandung karbohidrat memerlukan air yang sedikit, Makanan ringan yang dikemas akan mempercepat kehausan, Makanan yang mengandung protein butuh air yang banyak.

Tumbuhan yang dapat dimakan dapat diketahui dari ciri-ciri fisik, misalnya: 1. Permukaan daun atau batang yang tidak berbulu atau berduri 2. Tidak mengeluarkan getah yang sangat lekat 3. Tidak menimbulkan rasa gatal, hal ini dapat dicoba dengan mengoleskan daunnya

pada kulit atau bibir dan tidak menimbulkan rasa pahit yang sangat [dapat dicoba di ujung lidah]

4. Bagian-bagian tumbuhan yang dapat dimakan berupa batangnya: 5. Batang pohon pisang (putihnya) 6. Bambu yang masih muda (rebung) 7. Pakis dalamnya berwarna putih 8. Sagu dalamnya berwarna putih 9. Tebu

Bagian-bagian tumbuhan yang dapat dimakan berupa daunnya: 1. Selada air 2. Rasamala (yang masih muda) 3. Daun mlinjo 4. Singkong

Bagian-bagian tumbuhan yang dapat dimakan berupa buahnya:

1. Arbei 2. Asam Jawa 3. Juwet

Tumbuhan yang dapat dimakan seluruhnya: jamur merang, jamur kayu. Tetapi ada beberapa jenis jamur mempunyai beracun yang ciri-cirinya adalah:

1. Mempunyai warna mencolok 2. Baunya tidak sedap 3. Bila dimasukkan ke dalam nasi, nasinya menjadi kuning 4. Sendok menjadi hitam bila dimasukkan ke dalam masakan 5. Bila diraba mudah hancur 6. Punya cawan/bentuk mangkok pada bagian pokok batangnya 7. Tumbuh dari kotoran hewan 8. Mengeluarkan getah putih

Berbagai hewan yang ditemukan di alam dapat dimakan juga, misalnya Belalang, jangkrik, tempayak putih (gendon), cacing, burung, laron, lebah, larva, siput/bekicot, Kadal (bagian belakang dan ekor), katak hijau, ular (1/3 bagian tubuh tengahnya), binatang besar lainnya.

Ada beberapa ciri binatang yang tidak dapat dimakan, yaitu :

1. Binatang yang mengandung bisa : lipan dan kalajengking 2. Binatang yang mengandung racun : penyu laut 3. Binatang yang mengandung bau yang khas : sigung / senggung

7.5.5. Memasang Perangkap (Trap)

Dengan membuat perangkap,kita telah berusaha mencari makanan berupa hewan. Selain itu membuat perangkap dapt membantu kita tetap fokus ketika dalam keadaan survival.

Page 90: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 90 -

7.5.5.1. Perangkap Yang Menimpa (Dead Fall)

Jenis perangkap ini memanfaatkan beban berat (batu atau bongkah kayu) untuk menimpa hewan yang melintas di bawahnya. Prinsip kerjanya jika hewan tersebut melintas atau mencoba memakan umpan, tanpa sengaja ia menyentuh sistem perangkap, kemudian beban tersebut jatuh menimpanya.

7.5.5.2. Perangkap Yang Menjerat (Snaring Trap)

Perangkap ini memanfaat simpul geser (laso knot) pada tali perangkap. Umumnya untuk binatang yang berukuran kecil, seperti burung dapat digunakan perangkap tali sederhana yang diletakan di atas tanah ataupun digantung. Tali laso yang telah diberi umpan diikatkan pada dahan pohon atau batu yang berat. Sehingga apabila hewan telah terjerat, tidak bisa pergi kemana-mana lagi.

Page 91: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 91 -

7.5.5.3. Perangkap Berupa Lubang

Adalah perangkap yang dibuat denagn menggali tanah. Sistem kerjanya ketika hewan melintas pada sistem trap, ia akan terperosok ke dalam lubang dan tak bisa keluar.

7.5.5.4. Perangkap Berupa Pegas (Spring Trap)

1. Perangkap mosel ini memanfaatkan: 2. Kelenturan dahan pohon. 3. Patok yang diberi lekukan dan dihubungkan dengan tali. 4. Tali laso yang lalu menghubungkan dahan pohon yang lentur dengan patok,

sehingga apabila laso goyang maka tali pada patok akan lepas dan dahan pohon akan menarik, hingga akhirnyatali kan menjerat.

Page 93: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 93 -

7.5.6. Penggunaan Api

Api merupakan satu hal yang sangat penting dalam kondisi survival. Selain untuk memasak air atau makanan , api juga berguna menjaga kondisi suhu tubuh kita dari dingin bahkan hipotermia. dalam kondisi survival kita dituntut bisa membuat perapian dari bahan-bahan yang basah. Bahkan kita dituntut bisa menyalakan api tanpa pemantik modern.

Ada tiga unsur, agar api dapat terus menyala

1. Angin 2. Bahan bakunya

Memantik Cara ini dilakukan dengan membenturkan atau menggesekan dua benda keras. Dapat dilakukan dengan dua benda yang sejenis ataupun dengan dua benda yang berbeda jenis. Cara yang dapat digunakan bermacam-macam, yang penting adalah dapat menimbulkan bunga api.

Salah satu caranya adalah dengan memaku kayu bidang datar hingga yang tampak bagian kepalanya saja. Kemudian gesekan/benturkan batu atau logam ke arah kepala paku tersebut. Gesekan dengan sedikit ditekan dan agak cepat hingga menimbulkan bunga api. Kemudian bunga api tersebut dapat ditangkap dengan sabut kering dan sebagainya. Tehnik mengergaji kayu (fire saw) Cara ini membutuhkan tenaga yang cukup besar dan kuat. Cara ini memanfaatkan efek panas akibat gesekan kayu. Metodanya seperti menggergaji kayu dengan kayu lainnya, sehingga menimbulkan bunga api. Biasanya kayu yang digunakan berbeda antara kayu satu dengan kayu yang lainya. Kayu yang dipilih adalah kayu yang empuk sehingga tidak terlalu sulit dalam melakukan penggergajian.

Page 94: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 94 -

Tehnik Menarik-Narik Dengan Tali Kayu (Fire Thong) Fire Thong adalah cara mendapatkan api dari sehelai kulit kayu atau rotan kering yang ditarik menyilang di atas sepotong kayu atau rotan kering. Kulit rotan tersebut dililitkan pada sebatang pohon yang empuk, lalu ditarik oleh tangan kanan dan kiri secara bergantian. Pada bagian bawahnya diberi sabut, kawul, atau dedaunan kering yang siap menangkap bunga api.

Tehnik Mengebor Dengan Tangan (Hand Drill)

Page 96: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 96 -

Teknik Membuat Api Dengan Fire Bow

Kita juga bisa memantik api dengan barang yang kita bawa, misalnya pemantik, atau jenis lensa (teropong,kaca pembesar, dsb.)

Dengan pemantik (flint)

Dengan lensa

Urutan kerjanya adalah sebagai berikut;

1. Siapkan bahan bakar yang cukup, ambilah sebatang kayu yang berukuran sedang sebagai tumpuan bawah.

2. Lalu dapat dipalangkan dua buah kayu yang juga berukuran sedang. Jangan sampai jarak antara tanah dengan kayu kedua terlalu tinggi sehingga menyulitkan panas api (pembakaran) sampai ke atas. Hal ini akan mengakibatkan kayu yang diatas sulit terbakar dan menjadi bara sedangkan kayu yang telah menjadi bara dibawah akan cepat habis jika tidak diberi “umpan” lagi.

3. Susun lagi ranting-ranting kecil dengan memalangkannya di atas kedua kayu yang dibuat diatas). Pastikan ranting-ranting ini tidak mudah terjatuh/menggelincir ke bawah. Oleh karena itu usahakan kedua palang kayu tersebut tidak terlalu miring.

4. Susunlah ranting-ranting yang paling kecil sehingga api yang muncul dapat dengan mudah membakar ranting tersebut. Jangan menumpuk ranting secara berlebihan.

Page 97: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 97 -

5. Nyalakan api dengan bantuan korek, atau pemantik (dalam bahasan ini memang kita tidak akan membicarakan bagaimana membuat api dengan metoda-metoda yang ada tapi lebih mengarah pada pembuatan perapian) di bagian paling dasar. Gunakan bantuan daun-daun kering atau plastik sampah.

6. Jika api sudah menjilat ranting-ranting yang paling kecil, tetap lakukan perautan kayu menjadi bagian-bagian yang kecil dan digunakan sebagai umpan. Usahakan agar lidah api membakar ranting atau daun kering untuk memperbesar nyala api.

7. Apabila ranting terlalu ke sisi (sehingga tidak terbakar), pindahkanlah ke bagian yang “terjilat”oleh lidah api.

8. Terus tumpuk ranting-ranting kayu sambil tetap memberi lubang sebagai sirkulasi udara.

9. Perhatikan jarak antara sumber api dengan ranting/kayu yang dibakarnya. Jangan terlalu jauh dan juga jangan sangat berdekatan

Agar api menyala dengan baik, kita juga harus mengetahui beberpa bentuk perapian. Antara lain, tepee, lean-to, cross, dan pyramide.

Setelah api menyala dengan baik, kita dapat memasak atau sekedar menghangatkan tubuh. Dengan sedikit improvisasi kita dapat memasak air atau merebus makanan dalam wadah yang yang kita temukan, misalnya kaleng atau bambu.

Page 98: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 98 -

BAB 8 PERTOLONGAN PERTAMA PADA GAWAT DARURAT (PPGD)

8.1 Latar Belakang

B-GELS atau dalam Bahasa Indonesia dikenal dengan Pertolongan Pertama Pada Gawat Darurat (PPGD) adalah serangkaian usaha-usaha pertama yang dapat dilakukan pada kondisi gawat darurat dalam rangka menyelamatkan pasien dari kematian. Di luar negeri, PPGD ini sebenarnya sudah banyak diajarkan pada orang-orang awam atau orang-orang awam khusus, namun sepertinya hal ini masih sangat jarang diketahui oleh masyarakat Indonesia.

Prinsip Utama PPGD adalah menyelamatkan pasien dari kematian pada kondisi gawat darurat. Kemudian filosofi dalam PPGD adalah “Time Saving is Life Saving”, dalam artian bahwa seluruh tindakan yang dilakukan pada saat kondisi gawat darurat haruslah benar-benar efektif dan efisien, karena pada kondisi tersebut pasien dapat kehilangan nyawa dalam hitungan menit saja (henti nafas selama 2-3 menit dapat mengakibatkan kematian).

Langkah-langkah dasar dalam PPGD dikenal dengan singkatan A-B-C-D (Airway - Breathing - Circulation - Disability). Keempat poin tersebut adalah poin-poin yang harus sangat diperhatikan dalam penanggulangan pasien dalam kondisi gawat darurat.

8.2 Alogarithma Dasar PPGD

1. Ada pasien tidak sadar 2. Pastikan kondisi tempat pertolongan aman bagi pasien dan penolong 3. Beritahukan kepada lingkungan kalau anda akan berusaha menolong 4. Cek kesadaran pasien, yaitu; 5. Lakukan dengan metode AVPU

a. A Alert : Korban sadar jika tidak sadar lanjut ke poin V b. V Verbal : Cobalah memanggil-manggil korban dengan berbicara keras di

telinga korban (pada tahap ini jangan sertakan dengan menggoyang atau menyentuh pasien), jika tidak merespon lanjut ke P

c. P Pain : Cobalah beri rangsang nyeri pada pasien, yang paling mudah adalah menekan bagian putih dari kuku tangan (di pangkal kuku), selain itu dapat juga dengan menekan bagian tengah tulang dada (sternum) dan juga areal diatas mata (supra orbital)

d. U Unresponsive : Setelah diberi rangsang nyeri tapi pasien masih tidak bereaksi maka pasien berada dalam keadaan unresponsive

6. Call for Help, mintalah bantuan kepada masyarakat di sekitar untuk menelpon ambulans (118) dengan memberitahukan: a. Jumlah korban b. Kesadaran korban (sadar atau tidak sadar) c. Perkiraan usia dan jenis kelamin (missal; lelaki muda atau ibu tua) d. Tempat terjadi kegawatan (alamat yang lengkap)

7. Bebaskan-lah korban dari pakaian di daerah dada (buka kancing baju bagian atas agar dada terlihat)

Page 99: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 99 -

8. Posisikan diri di sebelah korban, usahakan posisi kaki yang mendekati kepala sejajar dengan bahu pasien

9. Cek apakah ada tanda-tanda berikut: a. Luka-luka dari bagian bawah bahu ke atas (supra clavicula) b. Pasien mengalami tumbukan di berbagai tempat (misal : terjatuh dari sepeda

motor) c. Berdasarkan saksi pasien mengalami cedera di tulang belakang bagian leher

10. Tanda-tanda tersebut adalah tanda-tanda kemungkinan terjadinya cedera pada tulang belakang bagian leher (cervical), cedera pada bagian ini sangat berbahaya karena disini tedapat syaraf-syaraf yg mengatur fungsi vital manusia (bernapas, denyut jantung) a. Jika tidak ada tanda-tanda tersebut maka lakukanlah Head Tilt and Chin Lift.

b. Chin lift dilakukan dengan cara menggunakan dua jari lalu mengangkat tulang dagu (bagian dagu yang keras) ke atas. Ini disertai dengan melakukan Head tilt yaitu menahan kepala dan mempertahankan posisi seperti figure berikut. Ini dilakukan untuk membebaskan jalan napas korban.

c. Jika ada tanda-tanda tersebut, maka beralihlah ke bagian atas pasien, jepit kepala pasien dengan paha, usahakan agar kepalanya tidak bergerak-gerak lagi (imobilisasi) dan lakukanlah Jaw Thrust

Gerakan ini dilakukan untuk menghindari adanya cedera lebih lanjut pada tulang belakang bagian leher pasien.

d. Sambil melakukan a atau b di atas, lakukan lah pemeriksaan kondisi Airway (jalan napas) dan breathing (pernapasan) pasien.

Page 100: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 100 -

11. Metode pengecekan menggunakan metode Look, Listen, and Feel.

Look: Lihat apakah ada gerakan dada (gerakan bernapas), apakah gerakan tersebut simetris?

Listen: Dengarkan apakah ada suara nafas normal, dan apakah ada suara nafas tambahan yang abnormal (bisa timbul karena ada hambatan sebagian) Jenis-jenis suara nafas tambahan karena hambatan sebagian jalan nafas: a. Snoring : suara seperti ngorok, kondisi ini menandakan adanya kebuntuan jalan

napas bagian atas oleh benda padat, jika terdengar suara ini maka lakukanlah pengecekan langsung dengan cara cross-finger untuk membuka mulut (menggunakan 2 jari, yaitu ibu jari dan jari telunjuk tangan yang digunakan untuk chin lift tadi, ibu jari mendorong rahang atas ke atas, telunjuk menekan rahang bawah ke bawah). Lihatlah apakah ada benda yang menyangkut di tenggorokan korban (eg: gigi palsu dll). Pindahkan benda tersebut.

b. Gargling: suara seperti berkumur, kondisi ini terjadi karena ada kebuntuan yang disebabkan oleh cairan (eg: darah), maka lakukanlah cross-finger (seperti di atas), lalu lakukanlah finger-sweep (sesuai namanya, menggunakan 2 jari yang sudah dibalut dengan kain untuk “menyapu” rongga mulut dari cairan-cairan).

Page 101: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 101 -

c. Crowing: suara dengan nada tinggi, biasanya disebakan karena pembengkakan (edema) pada trakea, untuk pertolongan pertama tetap lakukan maneuver head tilt and chin lift atau jaw thrust saja.

Jika suara napas tidak terdengar karena ada hambatan total pada jalan napas, maka dapat dilakukan: a. Back Blow sebanyak 5 kali, yaitu dengan memukul menggunakan telapak

tangan daerah diantara tulang scapula di punggung b. Heimlich Maneuver, dengan cara memposisikan diri seperti gambar, lalu

menarik tangan ke arah belakang atas.

c. Chest Thrust, dilakukan pada ibu hamil, bayi atau obesitas dengan cara memposisikan diri seperti gambar lalu mendorong tangan kearah dalam atas. Feel: Rasakan dengan pipi pemeriksa apakah ada hawa napas dari korban?

Page 102: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 102 -

12. Jika ternyata pasien masih bernafas, maka hitunglah berapa frekuensi pernapasan pasien itu dalam 1 menit (Pernapasan normal adalah 12 -20 kali permenit)

13. Jika frekuensi nafas normal, pantau terus kondisi pasien dengan tetap melakukan Look Listen and Feel

14. Jika frekuensi nafas < 12-20 kali permenit, berikan nafas bantuan (detail tentang nafas bantuan dibawah)

15. Jika pasien mengalami henti nafas berikan nafas buatan (detail tentang nafas buatan dibawah)

16. Setelah diberikan nafas buatan maka lakukanlah pengecekan nadi carotis yang terletak di leher (ceklah dengan 2 jari, letakkan jari di tonjolan di tengah tenggorokan, lalu gerakkan lah jari ke samping, sampai terhambat oleh otot leher (sternocleidomastoideus), rasakanlah denyut nadi carotis selama 10 detik.

17. Jika tidak ada denyut nadi maka lakukanlah Pijat Jantung (figure D dan E , figure F pada bayi), [detil tentang pijat jantung dijelaskan di bawah] diikuti dengan nafas buatan(figure A,B dan C)[detil tentang nafas buatan dijelaskan di bawah],ulang sampai 6 kali siklus pijat jantung-napas buatan, yang diakhiri dengan pijat jantung.

Page 103: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 103 -

18. Cek lagi nadi karotis (dengan metode seperti diatas) selama 10 detik, jika teraba

lakukan Look Listen and Feel (kembali ke poin 11) lagi. jika tidak teraba ulangi poin nomer 17.

19. Pijat jantung dan nafas buatan dihentikan jika a. Penolong kelelahan dan sudah tidak kuat lagi b. Pasien sudah menunjukkan tanda-tanda kematian (kaku mayat) c. Bantuan sudah datang d. Teraba denyut nadi karotis e. Setelah berhasil mengamankan kondisi diatas periksalah tanda-tanda shock

pada pasien: f. Denyut nadi >100 kali per menit g. Telapak tangan basah dingin dan pucat

20. Capilarry Refill Time > 2 detik ( CRT dapat diperiksa dengan cara menekan ujung kuku pasien dg kuku pemeriksa selama 5 detik, lalu lepaskan, cek berapa lama waktu yg dibutuhkan agar warna ujung kuku merah lagi)

21. Jika pasien shock, lakukan Shock Position pada pasien, yaitu dengan mengangkat kaki pasien setinggi 45 derajat dengan harapan sirkulasi darah akan lebih banyak ke jantung.

Page 104: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 104 -

22. Pertahankan posisi shock sampai bantuan datang atau tanda-tanda shock

menghilang 23. Jika ada pendarahan pada pasien, coba lah hentikan perdarahan dengan cara

menekan atau membebat luka (membebat jangan terlalu erat karena dapat mengakibatkan jaringan yg dibebat mati)

24. Setelah kondisi pasien stabil, tetap monitor selalu kondisi pasien dengan Look Listen and Feel, karena pasien sewaktu-waktu dapat memburuk secara tiba-tiba

8.3 Nafas Bantuan

1. Nafas Bantuan adalah nafas yang diberikan kepada pasien untuk menormalkan

frekuensi nafas pasien yang di bawah normal. Misal frekuensi napas : 6 kali per menit, maka harus diberi nafas bantuan di sela setiap nafas spontan dia sehingga total nafas permenitnya menjadi normal (12 kali).

2. Prosedurnya: a. Posisikan diri di samping pasien b. Jangan lakukan pernapasan mouth to mouth langsung, tapi gunakan lah kain

sebagai pembatas antara mulut anda dan pasien untuk mencegah penularan penyakit-penyakit

c. Sambil tetap melakukan chin lift, gunakan tangan yg tadi digunakan untuk head tilt untuk menutup hidung pasien (agar udara yg diberikan tidak terbuang lewat hidung).

d. Mata memperhatikan dada pasien e. Tutupilah seluruh mulut korban dengan mulut penolong

f. Hembuskanlah nafas satu kali ( tanda jika nafas yg diberikan masuk adalah dada pasien mengembang)

g. Lepaskan penutup hidung dan jauhkan mulut sesaat untuk membiarkan pasien menghembuskan nafas keluar (ekspirasi)

Page 105: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 105 -

h. Lakukan lagi pemberian nafas sesuai dengan perhitungan agar nafas kembali normal.

8.4 Nafas Buatan

Cara melakukan nafas buatan sama dengan nafas bantuan, bedanya nafas buatan diberikan pada pasien yang mengalami henti napas. Diberikan 2 kali efektif (dada mengembang).

8.5 Pijat Jantung

1. Pijat jantung adalah usaha untuk “memaksa” jantung memompakan darah ke seluruh tubuh, pijat jantung dilakukan pada korban dengan nadi karotis yang tidak teraba. Pijat jantung biasanya dipasangkan dengan nafas buatan (seperti dijelaskan pada algortima di atas)

2. Prosedur pijat jantung: Posisikan diri di samping pasien 3. Posisikan tangan seperti gambar di center of the chest (tepat ditengah-tengah

dada)

4. Posisikan tangan tegak lurus korban seperti gambar

Page 106: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 106 -

5. Tekanlah dada korban menggunakan tenaga yang diperoleh dari sendi panggul (hip

joint) 6. Tekanlah dada kira-kira sedalam 4-5 cm (seperti gambar kiri bawah).

Page 107: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 107 -

BAB 9 PENGENALAN DASAR ROCK CLIMBING

9.1 Pendahuluan

Pada dasarnya Rock Climbing adalah bagian dari Mountaineering (kegiatan mendaki gunung, suatu perjalanan petualangan ke tempat-tempat yang tinggi), hanya di sini kita menghadapi medan yang khusus. Dengan membedakan daerah atau medan yang dilalui.

Rock Climbing (panjat tebing) adalah teknik melakukan pemanjatan naik dan turun pada tebing yang memiliki celah, tonjolan maupun tumpuan sesuai dengan tujuan untuk mencapai puncak atau titik tertentu dari rute jalur pemanjatan yang ditentukan.

Kegiatan rock climbing ini memerlukan penguasaan teknik pemanjatan yang khusus dan peralatan pendukung yang memadai. Peralatan pendukung diperlukan ketika melakukan pemanjatan pada tebing-tebing yang sudah tidak mungkin lagi ditempuh tanpa peralatan (mempunyai tingkat kesulitan yang tinggi) atau dianggap terlalu berbahaya apabila ditempuh dengan tidak menggunakan peralatan. Untuk menjadi seorang pemanjat yang baik,diperlukan beberapa persyaratan yaitu antara lain; sikap mental, pengetahuan dan ketrampilan, kondisi fisik yang prima dan etika.

9.2 Sejarah Rock Climbing

Rock Climbing awalnya dimulai pada kuartal terakhir abad kesembilan belas di berbagai belahan Eropa dan Amerika. Climbing Aid atau alat bantu untuk memanjat yaitu penggunaan peralatan standar memanjat awalnya telah dipakai pada periode 1920-1960, yaitu dilakukan di pegunungan Alpen dan di Yosemite Valley.

Seiring perkembangannya Rock Climbing, teknik pemanjatan, penggunaan peralatan dan pertimbangan etika panjat tebing kemudian berkembang dan berevolusi terus menerus sampai saat ini. Dan juga seiring berkembangnya waktu, dibuatlah sistem grade (grading system) dengan tujuan untuk dapat memberikan perbandingan dan nilai tingkat kesulitan memanjat.

9.3 Perlengkapan Rock Climbing

9.3.1 Tali (Rope)

Fungsi utamanya sebagai pengaman apabila pemanjat terjatuh. Pada umumnya panjang maksimal sebuah tali untuk memanjat adalah 50 meter, yang memungkinkan seorang leader dan belayer masih dapat saling berkomunikasi. Tali yang digunakan dalam suatu pemanjatan yaitu:

1. Tali Serat Alam

Jenis tali ini sudah jarang digunakan karena kekuatan tali ini rendah dan mudah terburai, tidak memiliki kelenturan sehingga membahayakan bagi pemanjat.

Page 108: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 108 -

Tali Serat Alam (Natural Rope)

2. Hawser Laid

Terdiri dari serat-serat sintetis halus yang dipilin menjadi tiga bagian. Kelemahannya adalah kurang tahan terhadap zat kimia, sulit untuk membuat simpul dengan tali ini, dan mempunyai kelenturan yang rendah yaitu sekitar 40 %, serta tali jenis ini cukup berat bebannya.

Tali Hawser-Laid

3. Core dan Sheat Rope (Kermantel Rope)

Terdiri dari dua bagian, yaitu inti dan jaket dengan kelenturan mencapai 20%. Yang terkenal adalah buatan Edelrid, Beal dan Mammut. Ukuran tali yang umum dipakai bergaris tengah 11 mm, panjang 45 m. Untuk pendakian yang ringan, dan atau untuk menaikkan barang / peralatan, biasanya dipakai yang berdiameter 9mm atau 7mm.

Untuk menghitung kekuatan tali kernmantle dapat dilakukan dengan rumus sebagai berikut: A2 x 22 kg, dimana = diameter tali (mm)

Tali karnmantel memiliki sifat-sifat :

Page 109: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 109 -

1. Tidak tahan terhadap gesekan dengan tebing, terutama pada tebing laut (cliff). Apabila dipakai untuk menurunkan barang, sebaiknya bagian tebing yang bergesekan dengan tali diberi alas (pading). Tabu untuk menginjak tali jenis ini.

2. Peka (tidak tahan) dengan zat kimia. 3. Tidak tahan terhadap panas. Bila tali telah dicuci sebaiknya dijemur di tempat

teduh.

Tali Kernmantle dan Struktur Bagiannya

Berdasarkan kelenturannya, Tali Karnmantel terbagi 2 yaitu:

1. Static, kelenturan 2-5 % pada berat max yang diberikan, kaku, umumnya berwarna putih atau hijau, dan biasanya digunakan untuk rappelling atau Singel Rope Technic

2. Dynamic, kelenturan 5-20% pada berat max yang diberikan, lentur, dan berwarna mencolok.

Pada umumnya tali-tali tersebut akan berkurang kekuatannya bila dibuat simpul. Sebagai contoh, simpul delapan (figure of eight) akan mengurangi kekuatan tali sampai 10%. Karena sifat tali yang demikian, maka dibutuhkan perawatan dan perlakuan yang baik dan benar.

Aturan umum untuk memilih ukuran diameter Tali Karnmantel :

1. Top Roping dan serbaguna: Gunakan tali tunggal ukuran diameter 11mm

2. Sport Climbing: Gunakan tali tunggal ukuran diameter 9.1 mm - 10.2mm

Untuk lebih lengkapnya dalam memilih tali kernmantel juga dapat memperhatikan juga detail tipe tali, yaitu Jumlah dan cara pemakaian tertentu. Ada 3 tipe yang dikenal dan untuk mengetahui tipe tali dapat dilihat pada ujung tali dan akan terdapat simbol seperti dibawah ini :

1. SINGLE artinya tunggal yaitu tali yang cukup satu saja untuk digunakan memanjat.

2. DOUBLE artinya dobel atau dua tali. Tali dobel ini harus digunakan bersamaan dan masing-masing tali harus di klip ke dalam kuikdraw yang berbeda.

3. TWIN artinya kembar, dua tali yang sama persis seperti pada tali dobel hanya saja pada saat mengklip serupa dengan penggunaan pada tali tunggal. kedua tali tsb di klip ke dalam satu kuikdraw/ karabiner saja. Anggap kedua tali kembar itu sebagai tali tunggal saat mengklip

Page 110: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 110 -

Cara menggulung tali juga perlu diperhatikan agar tidak kusut, sehingga tidak mudah rusak dan mudah dibuka bila akan digunakan. Ada beberapa cara menggulung tali, antara lain :

1. Mountaineers Coil 2. Skein Coil 3. Royal Robbin Style

Gambar: Cara-Cara Menggulung Tali

9.3.2 Carabiner

Carabiner atau istilah lainnya; Snapring, Snapling, Cincin Kait, digunakan sebagai pengaman untuk pemanjatan atifisial. Sebaiknya terbuat dari alumunium alloy yang ringan tapi mempunyai kekuatan tinggi.

Berdasarkan model pengamanannya, Carabiner dibagi menjadi 2 jenis yaitu:

1. Non Screw Gate Carabiner

Carabiner yang tidak memiliki kunci berulir, biasanya digunakan pada pemanjatan artifisial karena tidak perlu repot-repot mengunci. Berdasarkan sistem lock dibagi menjadi dua jenis yaitu:

a. Auto lock Carabiner b. Non Auto lock Carabiner

2. Screw Gate Carabiner

Carabiner dengan kunci berulir, biasa digunakan sebagai pengaman utama dalam suatu pemanjatan artifisial.

Berdasarkan bentuknya, Carabiner dibagi menjadi 4 jenis yaitu :

Page 111: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 111 -

1. Oval Carabiner: Berbentuk bulat, dalam SRT dapat dipergunakan hamper dalam berbagai kondisi.

2. Delta Carabiner: Berbednetuk huruf D, bermanfaat karena memungkinkan pembagian beban, namun tidak bisauntuk instalasi tertentu.

3. Heart Carabiner: Berbentuk segitiga sama kaki, baik untuk tambatan reacue karena memungkinkan banyak tali ditambatkan

4. A Carabiner: Bentuk, fungsi hampir sama dengan carabiner Heart atau jenis Delta

9.3.3 Sling

Terbuat dari tabular webbing atau dari prusik yang berfungsi sebagai penghubung, pengaman pada ancor, mengurangi gaya gesek dengan memperpanjang point, dan mengurangi gerakan yang akan menambah beban. Dalam penggunaannya slink digabungkan dengan carabiner dengan menggunakan simpul jangkar.

Sling

9.3.4 Harness

Adalah alat pengaman yang terikat pada pinggang pemanjat. Berfungsi menahan beban tubuh pemanjat ketika terjatuh supaya beban terdistribusi ke tali dan tidak mematahkan pinggang.

Page 112: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 112 -

3 jenis harness, yaitu: seat harness, chest harness dan full body harness.

9.3.5 Helm

Bagian tubuh yang paling lemah adalah kepala, sehingga perlu mengenakan helm untuk melindungi dari benturan tebing saat pendaki terjatuh atau bila ada batu yang berjatuhan. Meskipun helm agak mengganggu, tetapi kita akan terhindar dari kemungkinan terluka atau keadaan fatal.

Helm

9.3.6 Sepatu Tebing

Sebagai pengaman kaki saat melakukan pemanjatan. Konstruksi sepatu terdiri dari 2 macam board-lasted dan slip-lasted. Dari segi kecocokan dengan kaki yaitu terstruktur dan tidak terstruktur. Model sepatu juga bermacam-macam, antara lain:

1. Lace-up yang menggunakan tali 2. Slipper atau slip-on 3. Zipper yang menggunakan menggunakan ritsleting

Page 113: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 113 -

Sepatu Panjat

Bagian atas sepatu biasanya terbuat dari kulit tujuannya yaitu untuk kenyamanan setelah sepatu sering dipakai. Bahan lain yang digunakan dan makin populer untuk bagian atas sepatu yaitu kulit palsu atau sintetis yang tidak akan terlalu melar dibandingkan dengan kulit asli.

1. Sepatu yang lentur dan fleksibel dalam hal ini menggunakan sol yang halus

a. Setiap pijakan dapat dirasakan oleh pemanjat karena solnya tipis b. Untuk medan kering c. Menguntungkan pada rekahan kecil, permukaan tebing yang miring (overhang),

pijakan membulta (slob). d. Ringan

2. Sepatu yang solnya kaku

a. Lebih aman untuk jamming pada rekahan yang lebar dan tajam. b. Tidak mudah lelah dan menguntungkan untuk berdiri pada pijakan kecil dan

tajam. c. Berat d. Untuk medan basah dan kering.

9.3.7 Tabular Webbing

Biasanya digunakan untuk membuat slink. Selain itu sering digunakan sebagai pengganti harness.

Webbing

9.3.8 Palu Tebing

Pada bagian ekornya berbentuk runcing untuk membersihkan dinding dan mencongkel atau melepaskan piton. Fungsi utama dari palu tebing adalah untuk memasang anchor.

Page 114: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 114 -

9.3.9 Bor dan Driver

Bor dan Driver. Driver yang digunakan dalam rock climbing adalah jenis Rubber Hand. Bor sendiri memiliki 2 bagian peluru dan spit.

9.3.10 Descender

Descender merupakan alat yang digunakan untuk turun pada lintasan, jenis descender antara lain yaitu:

1. Figure of Eight

2. Brake Bar

Page 115: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 115 -

3. Capstand

Penggunaan maksimalcsebaiknya pada jalur kurang dari 50m karena semakin panjang lintasan, semakin besar tegangan pada tali yang menyebabkan alat tidak bekerja maksimal.

Capstand Tipe Autostop

4. Rack

Rack dapat digunakan pada lintasan lebih dari 50m, dan lebih stabil, namun untuk beban terlalu ringan bekerjanya tidak maksimal

5. Whaletail

Whaletail merupakan peralatan untuk turun yang umumnya digunakan pada kegiatan penelusuran gua (caving) yang mampu digunakan pada lintasan <100m. Peralatan yang biasa digunakan caver adalah Spelean Whaletail.

Spelean Whaletail

Page 116: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 116 -

Cara Penggunaan Whaletail

6. Kombinasi peralatan yang berfungsi sebagai Descender

Selain itu juga dapat dilakukan modifikasi terhadap alat sehingga fungsinya sebagai peralatan descender seperti:

a. Modifikasi Carabiner: Carabiner yang kita susun sedemikian rupa sehingga berfungsi semacam brake bar.

Page 117: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 117 -

b. Kombinasi Carabiner dengan Italian Hitch

Penggunaan kombinasi peralatan tersebut diatas adalah cara darurat bila tidak mempunyai alat descender jenis apapun dan sebaiknya menggunakan carabiner berjenis screw-gate.

9.3.11 Ascender

Ascender merupakan alat digunakan untuk naik. Jenis ascender antara lain:

1. Hand Ascender

Hand Ascender terbagi 3 macam: Standard Jumar, Jumar, Jumar CMI 5000/Colorado Mountains Industries. Jenis ini mempunyai kekuatan sekitar 5000 pounds dan carabiner dapat langsung disangkutkan pada kerangkanya.

Hand Ascender

2. Chest Ascender

Chest Ascender

Page 118: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 118 -

Contoh Penggunaan / Pemasangan Peralatan

9.3.12 Anchor

Merupakan poin tambatan yang dipakai sebagai penahan beban. Berdasarkan Jenisnya terdapat dua macam anchor, yaitu: 1. Natural anchor, dapat berupa pohon besar, tonjolan, lubang-lubang ditebing dan

berbagai macam bentukkan-bentukkan di tebing.

2. Artificial anchor, yaitu anchor buatan yang ditempatkan atau dipasang pada tebing

seperti: a. Chock

Chock jenis Stopper

Chock jenis Stopper

Page 119: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 119 -

Chock jenis Heksentrik

Chock jenis Heksentrik

b. Piton Piton, ada tiga macam: Horizontal, untuk celah horizontal. Vertical, untuk celah vertical. Angle, untuk lubang. Cara memasang piton : Periksa rekahan yang akan dipasang piton. Pilih piton yang cocok dengan rekahan, lalu ditancapkan dan pukul dengan

hammer. Dalam pemasangannya harus setengah lebih agar lebih safety sebagai

anchor. Untuk mengetahui rapuh tidaknya rekahan yang akan kita pasang piton, adalah dengan memukulkan hammer pada tebing sekitar rekahan. Suara yang nyaring menunjukkan rekahan tersebut tidak rapuh. Cara melepas piton adalah dengan menggunakan hammer yang kita pukulkan pada mata piton searah dengan rekahan sampai pada akhirnya piton dapat ditarik.

c. Cam / Friend Pengaman sisip yang bekerja berdasarkan sistem friksi yang ditimbulkan ketika dikenai beban. Memilki ukuran yang beragam untuk setiap bentukan tebing, dan gagang nya ada yang lentur ada yang fix.

d. Hanger Biasanya digunakan untuk tebing yang blank, artinya tebing yang akan dipanjat sedikit memilki natural anchor. Jenis hanger berdasarkan bentuknya: Plate, clown, Azymetrique, Twist

Berdasarkan posisi dan urutan mendapat beban, anchor dapat dibedakan menjadi: 1. Main anchor, anchor utama yang secara langsung mendapatkan beban. 2. Back up anchor, berfungsi sebagai anchor cadangan apabila main anchor jebol.

9.3.13 Belay Device

Alat belay dari sudut pandang kepraktisan dalam menghentikan jatuhnya pemanjat terbagi dalam dua jenis yaitu:

1. Manual, yaitu alat belay yang digunakan untuk menghentikan jatuhnya climber dengan menarik dan menekan tali tambang pada posisi tertentu sehingga terjadi friksi atau tekanan jepit yang menahan tali yang terulur. Belay Device tipe ini antara lain:

Page 120: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 120 -

a. Kombinasi Carabiner dengan Italian Hitch

b. Sticht Plate/ Spring Plate

c. Figure Of Eight

d. Tubular

2. Otomatis, yaitu alat belay yang akan terkunci dengan sendirinya pada saat climber

jatuh atau saat tali tambang terbebani. Fungsi alat ini serupa dengan sabuk pengaman yang biasa kita pakai saat berkendaraan dimana jika terjadi hentakan keras sabuk tersebut akan menahan dan menghentikan hentakan badan seperti Grigri, Trango cinch, dll.

Page 121: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 121 -

Beban maksimal yang ditanggung oleh beberapa belay device ketika mendapatkan sentakan:

Type Breaking Force (kN)

Figure of Eight 1.5

Stitch Plate 2.0

ATCs 2.0

Italian Hitch 3.0

Grigri 9.0

9.3.14 Pulley

Alat yang digunakan untuk membelokan arah gaya suatu beban. Secara umum pulley terdiri dari Fix Cheek Pulley dan Oscillante Cheek Pulley.

Bentuk – bentuk dasar pullay antara lain:

1. Fixed 2. Tandem 3. Oscillante 4. Ultragere 5. Mini Traxion: perpaduan pulley & descender

9.3.15 Skyhook

Merupakan perangkat Rock Climbing yang digunakan untuk istirahat sementara saat melakukan pemanjatan, terutama saat melakukan pengeboran.

Page 122: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 122 -

9.3.16 Runner

Runner merupakan sling yang pada kedua ujungnya telah diberi carabiner. Teknik pemasangan runner:

9.3.17 Stir Up

Stir Up / Tangga tebing adalah terbuat dari bahan yang sama dengan bahan webbing.

9.3.18 Sarung Tangan (Glove)

Sarung tangan digunakan untuk melindungi telapak tangan saat melakukan pemanjatan.

Page 123: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 123 -

9.3.19 Prusik

Prusik digunakan sebagai pengaman yang umumnya dipasang pada lubang tembus.

9.3.20 Chalk Bag

Chalk Bag adalah tempat bubuk magnesium.

9.3.21 Bubuk Magnesium

Bubuk magnesium, digunakan agar saat melakukan pemanjatan agar tidak licin.

Hal yang perlu diperhatikan sebelum memakai / membaeli alat antara lain rekomendasi minimum terhadap kekuatan alat yang telah ditetapkan oleh badan sertifikasi internasioanl (UIAA, CE, dll). Beberapa ketentuan batas minimum kekuatas alat yang ditetapkan oleh UIAA untuk alat tertentu :

Setiap alat maupun pengaman memiliki breaking load maupun working load tertentu yang harus diperhatikan oleh setiap climber ketika melakukan pemanjatan.

9.4 Penggunaan dan Perawatan Alat

Untuk menjaga agar alat yang digunakan tetap dapat bekerja maksimal serta memperpanjang umur alat, maka setiap climber perlu mengetahui prinsip pemilihan alat dan menjaga alat tersebut baik pada saat pemakaian, penyimpanan maupun perawatan. Beberapa prinsip yang harus diperhatikan :

Page 124: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 124 -

1. Tali

a. Sebaiknya dalam membeli tali, belilah tali baru dan jangan pernah beli yang bekas.

b. Gunakan tali kernmantel jenis dinamik dan bukan statik untuk melakukan pemajatan. Tali panjat memanjat harus dinamik artinya tali tersebut lentur dan meregang (stretch) sehingga dapat menahan impak pada tali dan tubuh saat climber jatuh. Jika digunakan tali statis maka akan mempercepat kerusakan tali (hilang sifat statisnya sehingga akan lebih mudah putus tali) dan menyebabkan resiko cedera yang lebih besar. Tali statik hanya digunakan untuk rapeling atau mengangkut peralatan dan suplai (hauling) pada aid climbing.

c. Pastikan ukuran tali kompatibel dengan belay device yang digunakan sehingga alat dapat berfungsi maksimal, dan jangan menggunakan tali yang basah karena Tali yang basah menyebabkan tali tidak enak digunakan baik dipegang maupun dipakai atau dibawa. Elastisitas tali yang basah akan berkurang sehingga mudah terjadi friksi. Penelitian menyatakan bahwa tali tersebut akan berkurang kekuatannya 30% jika basah.

d. Jangan menginjak tali dan berilah alas saat tali digunakan, hindari kontak langsung tali dengan benda tajam, tanah atau pasir karena akan membuat partikel kecil dari pasir masuk kedalam inti tali dan mempercepat kerusakannya.

e. Berilah perekat permanen pada setiap ujung tali untuk mencegah banyak nya gelembung udara masuk ke dalam tali sehingga menyebabkan inti tali regang dari mantelnya. Selain itu juga beri tanda permanen pada ujung tali (panjang dan diameter tali).

f. Segeralah mencuci tali setelah pemanjatan jika dalam keadaan kotor (lumpur atau pasir). Jangan menggosok tali dengan kuas yang kasar karena akan merusak mantelnya, sebaiknya gunakan kuas yang sangat lembut jika tali dalam keadaan sangat kotor, jika tidak maka cukup dengan membilas nya saja. Selain itu juga dihindari merendm tali dengan alat deterjen karena bahan kimianya akan merusak tali, gunakanlah cairan pembersih khusus atau cukup dengan merendam tali dalam air bersih yang sedikit hangat.

g. Jangan menjemur tali dalam keadaan basa langsung dibawa terik matahari atau panas yang berlebih.

h. Selalu menyimpan tali dalam kondisi normal (tidak terlalu kering atau lembab) dandalam keadaan tidak tersimpul

2. Sepatu

a. Pilih sepatu dengan ukuran yang sesuai dengan kaki, seketat mungkin dan bentuk nya mengerucuk di ujung, pilih jenis kelenturan yang cocok (kulit atau sintetis).

b. Jangan memakai sepatu ketika tidak memanjat karena sepatu Panjat Tebing dibuat untuk climbing dan bukan untuk belaying, spotting atau hiking.

c. Jangan menyimpan sepatu setelah climbing langsung kedalam ransel karena sepatu masih dalam keadaan lembab / basah oleh keringat dan merangsang jamur / bakteri tumbuh yang akan membaut sepatu bau dan benang

Page 125: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 125 -

jahitannya membusuk / rusak. Sebaiknya biarkan sedikit kering dahulu atau cukup gantungkan sepatu dibagian luar ranselmu (bisa pake karabiner) agar sepatu terkena angin dan lebih cepat kering.

d. Jagalah sol sepatu tetap bersih. Gunakan sikat untuk keperluan membersiahkan setiap saat dansetelah selesai memanjat.

e. Untuk sepatu laces (tali), longgarkan tali pengikat sepatu setelah kamu selesai pemanjatan dan tarik lidah sepatu (bagian sepatu yang menutupi atas kaki) keluar. Untuk sepatu velcro periksa dan bersihkan velcronya, soalnya kalo kotor bakal cepet rusak dan velcronya engak lengket banget yang hasilnya sepatunya enggak akan bisa dipake ngetat dan ngejoss.

f. Jangan menjemur sepatu yang agak basah, lembab langsung dibawah sinar matahari. Simpan sepatu ditempat yang terangin-angin, kering namun tidak terlalu panas. Penyimpanan sepatu ditempat panas membuat perekatnya menjadi meleleh dan tempelan antar karet juga kulitnya cepet lepas. Jika sepatu terasa lembab disebabkan keringat, bisa digunakan butiran pengering (silica gel).

g. Jika sepatu bau, tuangkan baking soda kedalam sepatumu dan diamkan selama kurang lebih semalam. Penggunaan kaos kaki tipis juga bisa mengurangi bau sepatu yang diakibatkan oleh keringat dan lembabnya udara.

h. Jika sepatu dalam keadaan sangat kotor, cuci menggunakan tangan dan jangan menggunakan air panas, pemutih atau deterjen. Penggunaan mesin cuci sangat TIDAK disarankan.

i. Saat sol bagian bawah sepatu telah tipis segera di resole / tambal ganti karet baru. jangan menunggu hingga berlubang.

j. Sepatu yang jarang digunakan akan membuat sol nya menjadi keras untuk itu segera bersihkan dengan kain dan air hangat kemudian gosok dengan sikat lembut hingga keliatan karet yang keliatan lebih hitam dan segar. Penggunaan sikat ini jangan terlalu sering, karena meskipun efektif namun membuat sol cepat tipis atau gunakan kertas ampelas (sand paper) yang biasa dugunakan untuk menghaluskan kayu. Dapat juga digunakan penghapus pulpen, penghapus ini lebih keras dari penghapus pensil. Gosok di bagian depan sol sepatu dan bersihkan sebersih mungkin debu/ kotoran karet yang ada. Namun Cara paling gampang adalah denga saling menggosokan kedua sol sepatu yang kanan dan yang kiri setiap selesai / akan melakukan pemanjatan. Tip yang ini dipraktekan oleh beberapa pemanjat saat emergensi / dadakan dengan menggunakan air ludah.

3. Secara umum perawatan alat yang lain adalah jangan diinjak, dibanting dan segeralah membersihkan alat setelah pemakaian serta simpan ditempat yang memiliki suhu normal.

9.5 Komponen Dasar Panjat Tebing

Seperti halnya jenis olah raga lain, Panjat Tebing memerlukan tingkat fisik dan mental yang baik. Satu hal yang mungkin perlu diingat yaitu bahwa dari satu sisi panjat tebing terlihat sebagai satu olah raga yang bersifat mental, karena untuk menyelesaikan satu

Page 126: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 126 -

rute/problem kamu harus membuat strategi penyelesaian masalah (problem solving) dengan kombinasi tehnik yang baik. Disisi lain karena posisi pemanjat yang menggantung dan arah gerak/posisi tubuh yang berlawanan dengan daya gravitasi mereka perlu otot yang enggak lembek, yang ini lebih bersifat fisik.

Komponen dasar ini dapat dikategorikan dalam dua aspek:

1. Komponen Fisik a. Kekuatan Jangan menganggap bahwa kekuatan yang dimaksud disini yaitu sekedar kekuatan tangan. Pemanjat enggak manjat cuma dengan tanggannya mereka pake kaki, pake badan dan yang penting lagi mereka juga pake otak bo. Kekuatan ini cakupannya menyeluruh termasuk kekuatan tangan dan kaki (limp strength) dan kekuatan tubuh (core strength) yaitu perut, dada, punggung dan pinggang. Kekuatan ini sangatlah diperlukan ketika kamu mulai beranjak ke tingkat mahir yang biasa dimulai dengan pemanjatan dengan kesulitan rute 5.11 keatas. b. Daya Tahan Daya tahan artinya kemampuan kamu untuk memanjat rute yang panjang tanpa terlalu banyak berhenti/ istirahat. Tentunya ini sangat mendominasi para pemanjat multi pitch. Training untuk ini jarang sekali dilakukan pada rute dengan kesulitan tingkat tinggi karena jika demikian maka akan cenderung ke training kekuatan dan bukannya daya tahan. Cukup dimulai dengan rute mudah dan terus dilanjutkan ke rute-rute yang tidak terlalu sulit untuk sekitar 15 menit sampe 45 menit (pemula) tanpa diselingi istirahat. c. Kelenturan Meskipun wanita pada umumnya tidak sekuat pria, biasanya mereka lebih menonjol dalam bidang ini. Kelenturan bisa sangat menentukan apakah seseorang pemanjat dapat menyelesaikan satu rute tertentu atau tidak, karena itu janganlah disepelekan. Selalu lakukan pemanasan kemudian melenturkan tubuh (stretching) sebelum kamu memanjat. Kombinasi kelenturan dan kekuatan akan menjadikan alur gerak (fluidity) si pemanjat tampak indah, mudah (padahal sebetulnya sulit) dan mengesankan.

2. Komponen Non Fisik a. Mental dan Sikap Yang dua ini harus selalu positif. Keadaan mental kamu akan menjelma menjadi sikap yang mempengaruhi berhasil atau tidaknya suatu pemanjatan. Alasan-alasan seperti aku kayaknya enggak bisa, aku udah cape, rutenya bukan tipeku, rutenya untuk pemanjat yang badannya tinggi/ pendek dll merupakan contoh ketidak siapan mental. Hadapi semua rute/ problem dengan ucapan ” Saya akan coba sebaik mungkin!” Kalo kamu jatoh/ gagal coba lagi dan coba lagi, disinilah proses belajar memanjat tebing menuju kesempurnaan sampai kamu akhirnya berhasil menyelesaikan rute tsb tanpa jatuh. b. Tehnik Tehnik ini jangkauannya umum, bisa termasuk gabungan dari komponen fisik diatas. Namun kalo kita bicara tehnik biasanya enggak secara langsung berhubungan dengan otot karena itu saya kategorikan komponen ini ke non fisik. Tehnik ini didapat dari proses belajar yang enggak sebentar, makanya untuk belajar tehnik dengan cepat dan baik belajarlah langsung dari pemanjat pro yang sudah berpengalaman. Mereka biasanya bisa langsung menunjukan kelemahan dan kekurangan pemanjatan kamu. Kadang untuk belajar tehnik ini kamu harus melakukan gerakan-gerakan yang sama secara terus menerus sampai tubuh kamu hafal betul untuk mengeksekusi gerak tsb (biasa disebut engram: daya ingat tubuh dalam melakukan gerakan/posisi tertentu). Tehnik cakupannya luas termasuk

Page 127: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 127 -

keseimbangan dan perpindahan berat badan, posisi, pernafasan, gerak dinamik dan statik dll.

9.6 Prosedur Pemanjatan

Dalam suatu pemanjatan semua yang dilakukan haruslah terencana. Baik persiapan peralatan, pemasangan alat yang tepat, perhitungan langkah yang cepat, manajement rope, serta memperhatikan faktor keselamatan.

Proses memanjat merupakan gabungan dari berbagai kegiatan dasar sebagai berikut:

1. Mengamati mengenal medan dan menentukan lintasan yang akan dilalui baik secara keseluruhan maupun selangkah demi selangkah.

2. Memikirkan teknik yang akan digunakan secara keseluruhan maupun selangkah demi selangkah.

3. Mempersiapkan persiapan yang diperlukan. 4. Gerak memanjat yang sesuai dengan lintasan dan teknik yang telah di rencanakan. 5. Penyimpanan energi/ istirahat

Istilah dalam pemanjatan

1. Leader : Orang yang pertama memanjat / membuka jalur 2. Belayer : Orang yang mengamankan si pemanjat 3. Boulder : Latihan ketrampilan/ merambat 4. Travers : Berpindah / kekiri atau kekanan 5. Top-rope : Memanjat dengan tali yang terpasang 6. Hanging belay : Si pengaman membelay sambil menggantung

9.7 Style / Tipe Pemanjatan

Sedikitnya style atau tipe pemanjatan terdiri dari 3 bagian:

1. Artificial Climbing Adalah pemanjatan yang seluruhnya menggantungkan pada peralatan. Baik itu peralatan pengaman sisip yang menggunakan rekahan-rekahan maupun peralatan untuk melubangi tebing yaitu bor. 2. Free Climbing Dapat diartikan suatu pemanjatan yang “on sight”, pemanjatan yang benar-benar menggunakan ketrampilan walaupun tetap menggunakan alat atau pegangan sisip atau paku tebing, pengaman hanya untuk istirahat dan pengamanan saat pemanjat jatuh 3. Solo Climbing Adalah teknik pemanjatan yang dilakukan seorang diri tanpa adanya orang kedua sebagai pengaman.

9.8 Teknik Dasar Pemanjatan

1. Pegangan

Idealnya, pegangan tangan lebih banyak berfungsi mendukung tumpuan beban di kaki dan menjaga keseimbangan tubuh dan berfungsi membantu kaki dalam menopang beban tubuh. a. Open Grip

Page 128: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 128 -

Teknik open grip biasa digunakan pada permukaan yang luas bentuk sebuah genggaman. Apabila permukaan tebing besar untuk sebuah genggaman, seluruh jari dan telapak tangan teknik ini dapat digunakan.

b. Pinch Grip

Sesuai namanya, pinch grip adalah teknik pegangan tangan seperti mencubit. Kekuatan pegangan diperoleh karena tekanan antara ibu jari dengan jari-jari lainnya secara berlawanan arah mencubit permukaan tebing. Teknik pinch grip biasa digunakan pada cacat tebing berupa tonjolan.

c. Crimp Grip

Teknik crimp grip, pada umumnya dilakukan pada permukaan tebing yang tipis. Teknik ini sangat mengandalkan kekuatan yang besar pada otot-otot jari.

d. Palming

Dalam teknik palming, bagian telapak tangan yang digunakan sebagai pegangan. Fungsi tangan pada palming, sebagai penopang dan pendorong beban tubuh naik ke atas. Teknik ini dapat digunakan pada permukaan tebing yang slab.

Page 129: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 129 -

e. SidePull

Sidepull adalah teknik pegangan dengan cara menarik celah rekahan tebing ke arah samping kanan atau kiri karena bentuk celah rekahan biasanya memanjang vertical. Teknik sidepull dapat digunakan misalnya untuk posisi istirahat selama perintisan jalur dengan cara posisi tangan diluruskan semaksimal mungkin.

f. Jamming

Tiga jenis pegangan jamming yaitu : a. fingers jamming

Digunakan pada crack yang hanya menyisakan celah untuk beberapa ruas jari. Caranya adalah memasukkan jari-jari ke dalam crack semaksimal mungkin dengan posisi jempol ke bawah dan telapak tangan menghadap keluar, lalu putar pergelangan tangan ke arah bawah.

b. Hand Jamming

Apabila crack lebih lebar dan dapat menampung seluruh bagian telapak tangan, maka teknik ini dapat digunakan. Caranya adalah memasukkan telapak tangan ke dalam crack dengan posisi jempol diselipkan dibagian dalam telapak tangan.

Page 130: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 130 -

c. Fist Jamming

Kita dapat menggunakan teknik ini untuk crack yang lebih lebar lagi yaitu dengan cara menjejali crack dengan telapak tangan. Kedua sisi kiri dan kanan kepalan tangan akan menekan kedua sisi crack sehingga kepalan tangan mengunci pegangan.

g. Off-width

Teknik ini digunakan ketika ukuran tangan sudah tidak bisa menjangkau sisi crack. Crack terlalu lebar untuk dijejali tangan. Cara yang dapat digunakan untuk adalah dengan memanfaatkan seluruh bagian lengan, mulai dari telapak tangan hingga punggung dengan menggunakan teknik off-width.

Page 131: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 131 -

h. Stemming and Bridging Digunakan pada crack yang sangat lebar tetapi kedua sisinya masih dijangkau dengan tangan. Crack untuk teknik ini biasa berbentuk cerobong asap. Crack semacam ini disebut dengan chimney.

2. Pijakan

Bentuk pijakan kaki di tebing menyesuaikan dengan bentuk permukaan tebing. Bentuk permukaan tebing sendiri bervariasi. a. Smearing

Teknik smearing biasa dipakai pada permukaan tebing slab, yaitu muka tebing dengan yang kemiringannya kurang dari 90 derajat. Dalam teknik ini, hampir seluruh beban tubuh bertumpu pada kaki.

Page 132: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 132 -

b. Edging Pada permukaan tebing yang tegak lurus bersudut 90 derajat atau lebih (overhang). Pijakan kaki lebih optimal menggunakan teknik edging, yaitu memanfaatkan ujung depan sepatu panjat pada permukaan tebing yang tipis.

c. Hooking

Kaki tidak hanya berfungsi sebagai pijakan yang menopang tubuh, tetapi digunakan sebagai pengait yang menahan tubuh saat tubuh dalam posisi menggantung pada medan overhang atau roof.

3. Slab dan Overhang

Tebing alam yang yang kita panjat tidak selalu 90 derajat vertikal. Tebing yang derajat kemiringannya lebih besar dari 90 biasa disebut Slab. Tergantung dari jenis batu ditebing tersebut, untuk memanjat slab pada umumnya diperlukan banyak friksi atau kontak dari sebagian besar karet sepatu.

Pada saat memanjat tebing slab posisi badan harus cenderung tegak lurus yang memungkinkan pusat gravitasi yang jatuh (tekanan berat badan) sepenuhnya tertumpu pada bagian kaki yang menempel pada tebing. jika memanjat tebing slab dengan posisi badan yang paralel/ sejajar dengan kemiringan tebing,akan mudah tergelincir dan jatuh. Posisi yang salah ini sangat populer dikalangan pemula dikarenakan rasa takut jatuh yang membuat mereka berpikir dengan memeluk/menempelkan badan ke tebing akan menyelamatkan mereka.

Sedangkan tebing yang kemiringannya lebih kecil dari 90 derajat biasa disebut Overhang. Untuk memanjat tebing overhang diperlukan kekuatan yang tinggi dan tehnik memanjat yang baik. Salah satu kekuatan yang penting yaitu core strength atau kekuatan otot-otot perut, Karena otot perut diperlukan untuk menghubungkan kekuatan tangan dan kekuatan kaki sehingga badan akan tetap dekat dengan tebing yang akan membuat mudah mengontrol keseimbangan.

Page 133: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 133 -

Overhang pada tebing

Hal yang perlu diperhatikan dalam memanjat tebing overhang :

a. Memanjat dengan cepat. Saat memanjat tebing overhang tangan lebih cepat lelah. Dengan memanjat cepat dan menggunakan energi yang se-efektif dan se-efeisien mungkin. Memanjat dengan cepat artinya harus cepat dalam mengambil keputusan dimana akan menempatkan kaki dan pegangan mana yang akan dicapai berikutnya.

b. Pertahankan tiga titik kontak atau Three points of Contact. Rumus ini dikenal sebagai aturan dasar memanjat tebing untuk para pemula Pada saat melakukan gerak vertikal usahakan tiga titik tetap menempel yaitu dua kaki dan satu tangan, atau sebaliknya; dua tangan dan satu kaki.

c. Pada saat posisi pegangan dan tumpuan kaki sudah bagus dan mendukung istirahatlah dan goyang-goyangkan tangan dan jari-jari supaya otot-otot lebih segar untuk mengeksekusi gerak selanjutnya. Untuk pemanjatan rute panjang, harus pintar-pintar mengambil kesempatan untuk sering beristirahat.

d. Tetaplah fokus dan bernafas dengan baik.

4. Ascending

Teknik Ascending yaitu memanjat dengan meniti pada seutas tali yang sudah tertambat di atasnya. Teknik ascending dilakukan dengan menggunakan alat ascender. Model ascender yang sering digunakan umumnya jenis jumar. Prinsip kerja jumar adalah menjepit tali apabila jumar dibebani.selain menggunakan jumar, ascending dapat dilakukan dengan cara klasik, yaitu menggunakan tali prussic yang disimpulkan pada fixed rope. Teknik ini disebut prusiking.

Page 134: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 134 -

5. Rappeling

Rappelling adalah kebalikan ascending, yaitu teknik memudahkan pemanjat turun tebing dengan meniti pada tali. Selain rappelling, ada beberapa istilah yang biasa digunakan untuk turun tebing, seperti abseiling atau ropping down. Teknik rappelling dilakukan dengan memanfaatkan friksi antara tali dan alat rappelling (descender). Teknik ini digunakan untuk menuruni tebing.

Prinsip Rappeling adalah sebagai berikut:

a. Penggunaan gaya berat dan gaya tolak kaki pada tebing sebagai pendorong. b. Pengunaan tali rappel sebagai alur lintasan dan tempat bergantung. c. Penggunaan salah satu tangan untuk keseimbangan dan satu lagi untuk

mengatur kecepatan turun.

Macam-macam variasi teknik rappling banyak mengalami perkembangan yang sesuai dengan perkembangan dan peralatan yang diciptakan manusia. Beberapa cara turun tebing, yaitu :

a. Body Rappel/Dulfer Dengan melilitkan tali langsung pada tubuh. Tali rappelling lewat di antara dua kaki, lalu menyilang diagonal di dada membentuk huruf “S” dan melewati bahu.

b. Sling Rapple Dengan menggunakan webbing dan carabiner. Webbing dibuat menjadi loop untuk mengikat kedua paha, lalu dikaitkan pada tali menggunakan carabiner dan menyilang melewati bahu.

c. Arm Rapple/Hesti Menggunakan tali yang dibelitkan pada kedua tangan melewati belakang badan. Untuk tebing yang tidak terlalu curam.

d. Break Bar Teknik ini menggunakan sejumlah karabiner untuk membuat sebuah gaya friksi yang benar. Selama itu pula mengggunakan figure of eight untuk turun.

Dalam rappeling usahakan selalu posisi badan tegak lurus pada tebing dan jangan terlalu cepat bergerak. Usahakan kurangi kecepatan, sedikit mungkin benturan badan pada tebing dan gesekan antara tubuh dengan tali lintasan.

Hal yang perlu diperhatikan sebelum mulai turun tebing :

a. Periksa dulu anchor, carabiner pengait alat rappelling terkunci. b. Pastikan bahwa tidak ada simpul pada tali yang digunakan. c. Sebelum sampai ke tepi tebing hendaknya tali sudah terpasang (siap pakai).

Page 135: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 135 -

d. Sebelum mulai turun posisi tangan jangan dalam keadaan menahan/mengerem.

e. Jangan lihat ke atas, mungkin ada batu atau tanah yang terjatuh. f. Pastikan bahwa pakaian tidak tersangkut carabiner (posisi tubuh agak menjauh

dari tali). g. Lihat kemana hendak turun dan, pastikan tali sampai kebawah. h. HAPPY LANDING…….!!!!!!!

6. Belaying

Dalam panjat tebing, tali berfungsi mengamankan pemanjat agar tidak terjatuh. Sistem mengamankan pemanjat menggunakan teknik belay, dimana seorang pemanjat diamankan oleh seorang belayer dibawah lintasan tebing. Dalam teknik belay, tanggung jawab belayer cukup besar dalam mengamankan pemanjat. Kemungkinan jatuhnya pemanjat dapat terjadi setiap saat. Oleh karena itu, belayer harus fokus dan siaga dalam kondisi apapun. Sebelum pemanjatan, belayer harus mengecek semua kesiapan termasuk pemanjat. Apakah harness sudah terpasang dengan baik? Apakah carabiner sudah terkunci dengan benar? Semua menjadi tanggung jawab seorang belayer.

Beberapa istilah yang digunakan untuk komunikasi antara pemanjat dan belayer dalam teknik belay sebagai berikut :

a. Climber Up, Belay On (pemanjat ke belayer).yaitu, pemanjat sudah siap melakukan pemanjatan, dan belayer siap mengamankan.

b. On Belay (pemanjat ke belayer). Yaitu, pemanjat sudah siap melakukan pemanjatan.

c. Belay On (belayer ke pemanjat). Yaitu, belayer sudah siap mengamankan.

Page 136: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 136 -

d. Off Belay (pemanjat ke belayer). Yaitu, pemanjat meminta belayer untuk menghentikan belay.

e. Belay Off (belayer ke pemanjat). Yaitu, belayer menghentikan belay. f. Slack (pemanjat ke belayer). Yaitu, perintah mengulur tali. g. Pull (pemanjat ke belayer). Yaitu, perintah menarik tali. h. Rock !!! (pemanjat ke belayer). Yaitu, peringatan ada batu yang jatuh. Posisi

belayer merapatkan tubuhnya ke tebing.

9.9 Perawatan Peralatan Rock Climbing

Dalam rock climbing, peralatan-peralatan yang digunakan harus benar-benar diperhatikan. Hal ini di sebabkan peralatan tersebut dapat rusak tanpa terlihat kerusakannya. Bagi seorang pemanjat tebing (Climber), peralatan tersebut ibarat nyawa bagi mereka yang memang menyangkut keselamatan mereka sendiri. Bila peralatan tersebut pada saat digunakan rusak, maka taruhannya adalah nyawa. Dengan kata lain, keselamatan kita tergantung pada perawatan yang digunakan.

Faktor ketelitian dan kecermatan dalam merawat peralatan tersebut sangat penting. Sebelum digunakan, kita harus meneliti dulu keadaan peralatan yang akan kita gunakan. Dan yang lebih penting lagi adalah membersihkan lagi peralatan tersebut setelah digunakan.

Ada beberapa hal yang harus di perhatikan dalam perawatan peralatan rock climbing antara lain:

1. JANGAN MENGINJAK TALI, WEBBING, SLING, DAN PERALATAN LAIN YANG DIGUNAKAN DALAM ROCK CLIMBING.

Page 137: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 137 -

Hal ini disebabkan bila kita menginjak alat-alat tersebut akan cepat rusak, dimana kotoran dan tanah yang melekat pada tali yang terbuat dari nylon tersebut dapat membusuk, ikatan/anyaman dalam tali akan rusak atau putus.

2. HINDARI GESEKAN TERHADAP ALAT-ALAT YANG DIGUNAKAN SEMINIMAL MUNGKIN. Bila terlalu sering terjadi gesekan juga akan merusak tali. Gesekan tersebut dapat terjadi antara lain gesekan tali dengan tebing, tali dengan alat lain.

3. JANGAN MENJATUHKAN/MELEMPARKAN ALAT-ALAT YANG TERBUAT DARI LOGAM. Bila hal ini dilakukan maka alat tersebut dapat rusak. Kita kadang tidak sadar melempar alat-alat tersebut bila sedang digunakan. Hal ini akan mengakibatkan bagian dalam dari alat tersebut dapat hancur walaupun bagian luarnya masih utuh.

4. HINDARI PENGGUNAAN OBAT-OBATAN KIMIA/SABUN DALAM PENCUCIAN ALAT. Bila tidak terlalu kotor cukup dibersihkan dengan air bersih (khusus untuk alat-alat non logam). Bila dianggap tidak perlu sebaiknya jangan digunakan.

5. KHUSUS UNTUK TALI JANGAN SAMPAI MELINTIR BILA KITA MENGGULUNG TALI SETELAH DIGUNAKAN. Hal ini disebabkan bila tali melintir setelah digulung akan cepat rusak. Ikatan/anyaman tali menjadi tidak rapat (tidak teratur) dan tali juga akan rusak karena selalu dalam keadaan tegang dan usahakan tali dalam keadaan normal bila tidak digunakan.

Kita harus selalu menjaga alat-alat yang ada apabila kita ingin aman dan selamat dalam kegiatan rock climbing. Selain hal tersebut di atas haraga alat-alat rock climbing di Indonesia masih tergolong barang yang mahal. Jadi harus dirawat sebaik mungkin bila kita tidak ingin kehilangan biaya yang mahal.

PEMELIHARAAN TALI

1. Hindari ujung tali yang terurai. dengan cara dibakar / ditempelkan dengan pisau panas.

2. Tali kernmantel yang baru dibeli harus terlebih dahulu dicuci agar sisa-sisa bahan kimia dari pabrik dapat hilang dan lapisan luar dengan lapisan dalam dapat menyatu. Setelah dipakai ekspedisi atau latihan, tali harus dicuci, jangan menggunakan air panas atau sabun.

3. Hindari tali dari air panas atau panas matahari, karena nylon akan meleleh pada suhu 215-220 C.

4. Hindari terjadinya gesekan secara langsung (friksi). 5. Hindari turun dengan cara meloncat dan menghentak tali, karena hal ini dapat

mengurangi daya tahan tali secara perlahan-lahan. 6. Hindari tali dari zat-zat kimia korosif (asam baterai) agar tidak hancur. 7. Jangan menduduki tali atau menginjaknya, karena tanah atau kotoran lainnya

dapat menyelinap masuk diantara serat-serat tali dan mempercepat kerusakan tali, terutama untuk kernmantel.

8. Bebaskan tali dari segala macam simpul setelah dipakai. 9. Jangan menggantungkan tali dengan beban berat yang cukup lama, dan juga

jangan dipergunakan untuk menarik mobil dan beban berat lainnya. Sebab tali akan kehilanangan daya elastisnya, sehingga akan cepat putus bila mendapat hentakan dengan beban yang berat.

10. Ceklah tali sebelum dipergunakan kembali. Tali kernmantel sering mengalami kerusakan pada bagian dalamnya, misalnya serat-serat yang putus. Rabalah dan telusuri tali tiap jengkalnya, jika ada yang putus akan terasa perbedaan besar diameter tali tersebut.

11. Catatlah riwayat tali tersebut untuk mengetahui perkiraan kekuatannya.

Penggunaan tali dianjurkan (tanpa jatuh) tergantung banyak hal :

1. Frekuensi pemakaian dan cara penanganannya. 2. Jenis batuan. 3. Berdasarkan pintalan tali.

Page 138: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 138 -

4. Pengaruh cuaca.

Tali dianjurkan untuk tidak digunakan lagi, jika:

1. Rusak mekanis (tertimpa batu, terinjak crampon dll). 2. Mantelnya sudah terurai. 3. Sudah mengalami beberapa fall. 4. Sudah dipakai secara terus-menerus lebih dari 5 tahun. 5. Terkena zat kimia ( bensin, oli, dll ).

Page 139: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 139 -

BAB 10 PENGENALAN DASAR S.A.R. (SEARCH & RESCUE)

10.1 Pengertian SAR

SAR adalah suatu pengerjaan dari personel dan fasilitas yg dapat digunakan untuk menolong dengan cara yang efektif dan efisien jiwa manusia dansesuatu yg berharga yg berrada dalam keadaan mengkhawatirkan (distrees).

Tahapan SAR

1. Awareness stage (tahap kekhawatiran) 2. Initial stage (tahap kesiapan) 3. Planning stage(tahap perencanaan) 4. Operation stage (tahap operasi) 5. Mission conclusion stage (tahap konklusi misi)

Organisasi SAR Yang Dikenal Di Indonesia:

1. BASARI (Badan SAR Indonesia) : 6 Kementerian (Keuangan, Hankam, Dalam Negeri, Luar Negeri, Sosial, dan Perhubungan)

2. BASARNAS (Badan SAR Nasional) : Dibawah Departemen Perhubungan 3. KKR (Kantor Koordinator Rescue) : Berada dilokasi Jakarta, Surabaya, Ujung

Pandang, dan Biak 4. SKR (Sub Koordinasi Rescue) : Berada di daerah Medan, Padang, Tanjung

Pinang, Denpasar, Pontianak, Menado, Banjarmasin, Kupang, Ambon, Balikpapan, Sorong, Merauke, Jayapura.

Komponen SAR

1. Organisasi Operasi SAR (SAR Coordinators, Rescue Coordinators Center (RCC), Rescue Sub-Centers(SSCs), SAR Mission Coordinators (SMCs), On Scene Commanders (OSCs), dan SRU (Search and Rescue Unit)

2. Fasilitas (menyediakanpersonil, perlengkapan dan fasilitas yg dibutuhkan) 3. Komunikasi (menyediakan semua media komunikasi yg mendukung seluruh bagian

system SAR) 4. Perawatan gawat darurat (memberikan PGD sebisa mungkin pada korban) 5. Dokumentasi (memberikan koleksi data dan analisa-analisa dari informasi yg

berhubungan dengan misi SAR termasuk semua data yg diterima dari tahap awal sampai tahap akhir)

10.2 Sistem SAR

1. Awareness Stage (Tahap Kekhawatiran) Adalah kekhawatiran bahwa suatu keadaan darurat diduga akan muncul (saat disadarinya terjadi keadaan darurat/ musibah)

2. Initial Action Stage (Tahap Kesiagaan/ Preliminary Mode) Adalah tahap seleksi informasi yang diterima, untuk segera dianalisa dan ditetapkan bahwa berdasarkan informasi tersebut, maka keadaan darurat saat itu diklasifikasikan sebagai :

a. INCERFA (Uncertainity Phase/ Fase meragukan) : adalah suatu keadaan emergency yang ditunjukkan dengan adanya keraguan mengenai keselamatan jiwa seseorang karena diketahui kemungkinan mereka dalam menghadapi kesulitan.

Page 140: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 140 -

b. ALERFA (Alert Phase/ Fase Mengkhawatirkan/ Siaga) : adalah suatu keadaan emergency yang ditunjukkan dengan adanya kekhawatiran mengenai keselamatan jiwa seseorang karena adanya informasi yang jelas bahwa mereka menghadapi kesulitan yang serius yang mengarah pada kesengsaraan (distress).

c. DITRESFA (Ditress Phase/ Fase Darurat Bahaya) : adalah suatu keadaan emergency yang ditunjukkan bila bantuan yang cepat sudah dibutuhkan oleh seseorang yang tertimpa musibah karena telah terjadi ancaman serius atau keadaan darurat bahaya. Berarti, dalam suatu operasi SAR informasi musibah yang diterima bisa ditunjukkan tingkat keadaan emergency dan dapat langsung pada tingkat Ditresfa yang banyak terjadi.

3. Planning Stage (Tahap Perencanaan/ Confinement Mode)

Yaitu saat dilakukan suatu tindakan sebagai tanggapan (respons) terhadap keadaan sebelumnya, antara lain : *Search Planning Event (tahap perencanaan pencarian).

a. Search Planning Sequence (urutan perencanaan pencarian). b. Degree of Search Planning (tingkatan perencanaan pencarian). c. Search Planning Computating (perhitungan perencanaan pencarian).

4. Operation Stage (Pertolongan)

Detection Mode/ Tracking Mode And Evacuation Mode, yaitu seperti dilakukan operasi pencarian dan pertolongan serta penyelamatan korban secara fisik. Tahap operasi meliputi : *Fasilitas SAR bergerak ke lokasi kejadian.

a. Fasilitas SAR bergerak ke lokasi kejadian. b. Melakukan pencarian dan mendeteksi tanda-tanda yang ditemui yang

diperkirakan ditinggalkan survivor (Detection Mode). c. Mengikuti jejak atau tanda-tanda yang ditinggalkan survivor (Tracking Mode). d. Menolong/ menyelamatkan dan mengevakuasi korban (Evacuation Mode),

dalam hal ini memberi perawatan gawat darurat pada korban yang membutuhkannya dan membawa korban yang cedera kepada perawatan yang memuaskan (evakuasi).

e. Mengadakan briefing kepada SRU. f. Mengirim/ memberangkatkan fasilitas SAR. g. Melaksanakan operasi SAR di lokasi kejadian. h. Melakukan penggantian/ penjadualan SRU dilokasi Kejadian.

5. Mission Conclusion Stage (Tahap Akhir Misi / Evaluasi)

Merupakan tahap akhir operasi SAR, meliputi penarikan kembali SRU dari lapangan ke posko, penyiagaan kembali tim SAR untuk menghadapi musibah selanjutnya yang sewaktu-waktu dapat terjadi, evaluasi hasil kegiatan, mengadakan pemberitaan (Press Release) dan menyerahkan jenasah korban, survivor kepada yang berhak serta mengembalikan SRU pada instansi induk masing-masing dan pada kelompok masyarakat.

10.3 Pola-Pola Pencarian

Ada 8 kelompok utama pola pencarian, sebagai berikut :

1. Track line 2. Parallel 3. Creeping Line 4. Square 5. Sector 6. Contour 7. Flare 8. Homing

Page 141: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 141 -

Pola-pola pencarian yang sering dilakukan pada misi SAR darat (khususnya di Indonesia) adalah track line, parallel, dan contour. Untuk menamakan sesuatu pada pencarian SAR. Biasanya digunakan dengan huruf-huruf awal yang terdiri dari 3 huruf.

1. Huruf 1 : Pola pencarian yang digunakan, misalnya T (Track Line), P (Parallel) 2. Huruf 2 : Unit yang terlibat, misalnya S (Single Unit), M (Multi Unit) 3. Huruf 3 : Keterangan pelengkap, misalnya C (Coordinated / dengan koordinasi)

atau Circle (melingkari), R (Radar /digunakan untuk pengendalian) atau return to starting point, N (Non return / tidak perlu kembali ke titik awal), L (Loran Line sesuai garis loran)

Pola Pencarian Track Line

Pola pencarian track line (pencarian dengan pola garis lintasan), digunakan apabila seseorang dinyatakan hilang pada jalur perjalanan yang direncanakan dan tidak diketahui data-data lain, berarti jalur perjalanan/garis lintasan merupakan satu-satunya data.

Untuk usaha pencarian secara fisik yang pertama kali dapat dilakukan misalnya meminta bantuan pada pesawat komersil yang kebetulan melintas jalur tersebut.

Pola track line dikenal 4 jenis:

1. TSR (Track Line, Single Unit, Return) 2. TMR (Track Line, Multi Unit, Return) 3. TSN (Track Line, Single Unit, Non-Return) 4. TMN (Track Line, Multi Unit, Non-Return)

Pola Pencarian Parallel

Pola pencarian paralel (pencarian dengan pola sejajar memanjang / melingkar), digunakan:

1. Bila daerah pencarian cukup luas dan medannya relatif datar 2. Hanya diketahui posisi duga fari sasaran yang dicari.

Dikenal 9 bentuk:

1. PS (Parallel Track, Single Unit) 2. PM (Parallel Track, Multi Unit) 3. PMR (Parallel Track, Multi Unit, Return) 4. PMN (Parallel Track, Multi Unit, Non-Return) 5. PSC (Parallel Track, Singe Unit, Circle) 6. PMC (Parallel Track, Multi Unit, Circle) 7. PSS (Parallel Track, Single Unit, Spiral) 8. PSL (Parallel Track, Single Unit, Loran) 9. PSA (Parallel Track, Single Unit, ARC)

Pola Pencarian Contour

Pola pencarian contour (pencarian pencapaian dengan pola kontur daerah yang bergunung dan berbukit.

1. Anggota SRU (Search and Rescue Unit) harus mempunyai pengalaman, pengetahuan, dan mempunyai kondisi daya tahan yang tinggi.

2. Briefing harus baik, dengan peta yang cukup luas. 3. Keadaan cuaca harus baik, termasuk visibility (jangkauan pandang) dan keadaan

anginnya.

Page 142: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 142 -

BAB 11 PENGENALAN DASAR ARUNG JERAM

(RAFTING)

11.1 Pendahuluan

Arung jeram adalah suatu aktifitas pengarungan bagian alur sungai yang berjeram/riam, dengan menggunakan wahana tertentu. Pengertian wahana dalam pengarungan sungai berjeram / riam yaitu sarana / alat yang terdiri dari perahu karet, kayak, kano dan dayung.

Ketrampilan berarung jeram memerlukan waktu untuk berkembang. Kemampuan membaca sifat sungai juga seringnya mempelajari dan mengarungi sungai itu sendiri. Dengan kata lain, kemampuan mengendalikan perahu memerlukan pengertian dan pemahaman tentang segala teknik mendayung dan banyak latihan. Jadi pada dasarnya merupakan gabungan antara pengetahuan teoritis dan pengalaman. Bagi pemula, sungai tenang merupakan pilihan tempat berlatih, berangsur-angsur meningkat pada sungai yang makin sulit jeramnya.

Arung jeram sebagai olah raga kelompok, sangat mengandalkan pada kekompakan tim secara keseluruhan. Kerja sama yang terpadu dan pengertian yang mendalam antar awak perahu, dapat dikatakan sebagai faktor utama yang menunjang keberhasilan melewati berbagai hambatan di sungai. Tak dapat dibantah bahwa Arung Jeram merupakan olah raga yang penuh resiko (high risk sport).

Foto: Rafting di sungai Citarik tahun 2010, Sukabumi

11.2 Peralatan dan Perlengkapan

11.2.1 Peralatan Regu

3. Perahu Karet (Riverboat) Perahu karet (Inflatable Raft) untuk keperluan olah raga arung jeram, dibuat dari bahan karet sintetis sedemikian rupa sehingga kuat tetapi tetap elastis. Hal ini dimaksudkan untuk menahan dari goresan dan benturan batu-batu sungai.

Page 143: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 143 -

Bentuk dan rancangan bagian buritan dan baluan dibuat agak mencuat agar air tidak mudah masuk dan mampu menjaga kestabilan perahu ketika melewati ombak besar. Biasanya perahu terdiri dari beberapa bagian tabung udara, hal ini dimaksudkan apabila salah satu tabung perahu bocor /pecah, maka untuk suatu saat tertentu perahu masih dapat mengapung. Ukuran panjang dan lebar perahu biasanya 2 berbanding 1, dan ini sangat tergantung pada kapasitas berat maksimum muatan perahu tersebut.

4. Dayung (Paddle) Dayung sebagai alat kayuh pada olah raga arung jeram sedapat mungkin dibuat dari bahan yang kuat tetapi ringan; misalnya kayu mahogany dan kombinasi antara fiberglass dan aluminium. Dayung yang dipergunakan oleh awak perahu, panjangnya berkisar antara 4,5 - 6 kaki. Tetapi umumnya adalah 5 - 5,5 kaki. Sesungguhnya faktor penentu ukuran panjang dayung ada tiga hal, yaitu: besar badan dan kekuatan awak, diameter tabung perahu, dan fungsinya, sebagai pendayung awak atau pendayung kemudi atau kapten.

Tanpa memandang besar tubuh awak perahu dan ukuran perahu, dayung yang digunakan oleh kapten adalah 5,5 - 6 kaki, sedangkan untuk awak perahu ukurannya lebih pendek.

5. Pompa dan Peralatan Reparasi Pompa yang digunakan untuk mengisi tabung- tabung udara perahu harus selalu dibawa pada saat mengarungi sungai. Sebab hal itu untuk menjaga bila udara dalam tabung-tabung itu berkurang / kempes. Dimaksudkan dengan peralatan reparasi berkaitan dengan reparasi pompa dan perahu (karena sobek, berlubang dan lain-lain).

6. Tali Perahu karet dilengkapi tali jenis karmantle sepanjang 40 meter yang digunakan sebagai: tumpuan kaki, pengaman awak perahu dan tali jangkar.

7. Peta Sungai Biasanya digunakan adalah topografi sungai. Bermanfaat sebagai petunjuk memperkirakan situasi medan dan kondisi sungai yang akan diarungi, juga daerah aliran sekitar sungai tersebut.

8. Ember Plastik / Gayung Digunakan untuk menimba air yang masuk ke dalam bagian dalam perahu. Biasanya penggunaan ember / gayung ini dilakukan apabila air yang masuk masih relatif sedikit. Bila sudah terlalu banyak, untuk membuangnya lebih efisien dengan membalikkan perahu, yang tentunya terlebih dahulu perahu tersebut dibawa ke tepi. Pentingnya membuang air yang masuk ke dalam perahu ini adalah agar perahu mudah dikendalikan.

9. Perlengkapan PPPK Mutlak harus dibawa. Jenis dan jumlah obatnya dapat disesuaikan dengan kondisi medan dan kebutuhan selama mengarungi sungai.

11.2.2 Peralatan Pribadi

1. Pelampung (Personal Floating Device) Jenis pelampung yang baik dan benar untuk arung jeram adalah pelampung yang sesuai dengan ukuran postur tubuh, berisi gabus tebal (dapat berfungsi sebagai penahan benturan terhadap benda keras). Kelayakan dapat dilihat dari kualifikasi teruji dalam hal daya apung untuk berat maksimalnya.

Untuk kemungkinan menghadapi keadaan darurat, perlu dipertimbangkan mengenai penggunaan pelampung dengan tambahan di bagian belakang kepala, agar kepala tetap

Page 144: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 144 -

terapung tengadah, apabila ketika tidak sadarkan diri. Untuk menjaga agar pelampung tidak naik atau mencuat ke atas saat dipergunakan, maka bagian bawah pelampung dapat diikat ke pangkal paha atau bagian badan lainnya yang memungkinkan.

2. Pakaian Pakaian yang tepat untuk berarung jeram adalah pakaian yang memungkinkan kita tetap leluasa dalam bergerak.

3. Sepatu Untuk melindungi kaki dari kemungkinan terluka, gunakan jenis sepatu yang dapat melindungi mata kaki, namun pergelangan kaki dapat tetap bergerak bebas, termasuk memudahkan untuk berenang.

4. Helm (Helmet) Mengarungi sungai berjeram dengan letak bebatuan yang tidak beraturan atau sungai dengan derajat kesulitan yang tinggi, helm mutlak digunakan. Tujuannya untuk melindungi kepala dari kemungkinan benturan benda keras. Helm yang baik harus ringan, tahan air dan tidak mengganggu pandangan maupun gerakan.

5. Survival Kit Perlengkapan survival, harus selalu melekat di badan, tetapi usahakan jangan sampai mengganggu gerakan kita. Biasanya terdiri dari pisau lipat, korek api tahan air, dll. Sebagaimana disebut di atas, lamanya waktu mengarungi sungai juga mempengaruhi barang yang harus dibawa. Jadi peralatan tambahan diperlukan bila pengarungan memerlukan waktu sekurang-kurangnya satu minggu, yaitu:

a. Handy talky untuk komunikasi dengan tim darat. b. Container kedap air c. Bahan makanan d. Perlengkapan kemah e. Peralatan masak, makan, minum

Riverboat, Life Jackets (PFD), Helmets, & Paddle

11.3 Sungai

Bahasan akan berkisar pada aliran sungai serta gejalanya dan berbagai ketrampilan yang dibutuhkan untuk pengarung jeram. Memerlukan latihan yang sering dan berulang-ulang untuk jadi mahir membaca dan mengerti seluk beluk mengenai karakter sungai. Bagaimanapun bagi pengarung jeram suatu pengertian mengenai sifat dan dinamika sungai penting untuk diketahui.

Page 145: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 145 -

Suatu saat, ketika kita melintasi suatu sungai, pertanyaan yang ada di benak kita adalah: sungai itu lebar/sempit, berarus deras/lambat, debit airnya besar/kecil, landai/curam, dsb. Jawaban kesemuanya adalah merupakan faktor penyebab terjadinya jeram.

11.3.1 Definisi Jeram

Jeram adalah bagian sungai dimana air mengalir dengan deras dan cepat dan bertaburan diantara banyak batu dari berbagai ukuran dan seakaligus membentuk turbulensi dan arus balik. Hal yang paling sulit ketika mengarungi sungai adalah pada saat menjumpai jeram / riam. Tapi disitulah kegembiraan biasanya muncul.

11.3.2 Faktor Penyebab Terjadinya Jeram

Secar umum ada 4 (empat) faktor terjadinya jeram:

1. Volume Air Menunjukkan ukuran jumlah air yang melewati satu titik tertentu di sungai dalam satuan waktu tertentu. Ukurannya cfs (cubiq feets per second). Data mengenai volume air penting untuk diketahui, bilamana volume air tinggi atau rendah, sehingga bisa memastikan apakah sungai bisa diarungi atau tidak.

Kondisi terbaik mengarungi sungai ketika volume mencapai 800 - 10.000 cfs. Biasanya ukuran volume air dapat dianggap sebagai tinggi air dan kekuatan aliran sungai. Di negara kita, situasi ini dapat terjadi pada bulan April s.d November. Diluar bulan tersebut, sifat sungai akan cepat berubah secara drastis. Sungai dengan volume 800 - 10.000cfs cenderung mudah dilalui, karena kendali melalui jeram dan rintangan relatif lebih mudah dikuasai. Sebaliknya sungai besar dengan vol diatas 40.000 cfs umumnya sulit dilalui dan dihindari.Sekali terjebak dalam lengkungan ombak dan menabrak rintangan batu, cenderung berakibat menghancurkan.

Untuk mengetahui jumlah volume atau debit air suatu sungai pada suatu tempat dapat diukur dengan cara:

a. Mengetahui Luas Penampang Sungai Hal ini dapat dilakukan dengan mengukur lebar sungai pada satu titik, kemudian mengukur kedalaman sungai setiap 5 meter dari satu titik ke titik lainnya pada satu garis lebar sungai.

b. Mengetahui Kecepatan Arus Sungai Arus air diukur dengan menghitung waktu tempuh yang diperlukan oleh suatu obyek untuk menempuh suatu jarak tertentu. Volume atau debit air sungai dapat diketahui dengan mengalikan luas penampang sungai dengan kecepatan arusnya. Untuk melakukan pengukuran volume/debit air ini kita harus mencari tempat yang memungkinkan kita untuk dapat menyeberanginya dengan mudah untuk mengukur kedalaman dan lebar sungai, serta arus sungai yang relatif sama pada tempat kita mengukur volume/ debit air sungai supaya tercapai akurasi yang tinggi.

2. Tingkat Kecuraman Aliran Sungai (Gradient) Tingkat kecuraman / kemiringan aliran sungai menunjukkan nilai rata-rata penurunan dalam suatu jarak tertentu. Setiap sungai pada jarak tertentu mempunyai tingkat kecuraman yang berbeda. Kadang tajam dan sebaliknya mendatar. Kecuraman bisa dianggap sebagai petunjuk kasar tingkat kesulitan dan kecepatan alur aliran sungai.

Sungai dengan tingkat kecuraman lebih kecil dari 10 kaki per mil biasanya alirannya lambat dan mudah untuk dilalui, sebaliknya bila mencapai 20 kaki atau lebih per mil baisanya arusnya cepat, berbahaya serta sulit dilalui. Untuk mengetahui tingkat

Page 146: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 146 -

kecuraman / kemiringan (gradient) suatu sungai dapat dilihat pada topografi sungai tersebut.

3. Tonjolan Dasar Sungai (Roughness) Letak batuan atau tonjolan di dasar sungai yang tidak beraturan mengakibatkan turbulensi aliran arus sungai. Semakin tak beraturan letak batu di dasar sungai, semakin besar turbulensinya (putaran air ke hilir).

4. Penyempitan Lebar Penampang Sungai (Constriction) Penyempitan lebar penampang sungai, diakibatkan oleh pendangkalan dan kejadian alam lainnya. Semakin sempit aliran sungai, semakin deras arus air mengalir.

11.3.3 Komponen Jeram

Bagian dari jeram/riam, terdiri dari beberapa komponen, sebagai berikut:

1. Lidah Air (Tongue) Terbentuk dari dua alur yang terhambat batu dan bertemu membentuk huruf ‘V’ yang mengarah ke hilir. Bila terdapat lebih dari satu lidah air,maka yang terbesar merupakan jalur utama yang sebaiknya dipilih. Biasanya setelah melalui lidah air, pada ujung lidah air akan diikuti oleh ombak besar yang teratur.

2. Ombak Berdiri (Standing Waves) Benturan akhir arus kuat yang mengalir ke bawah dengan arus lambat yang mengalir secara mendatar di dasar sungai membentuk gelombang ke atas yang permanen dan yang disebut sebagai ombak berdiri. Ombak berdiri yang mencapai ketinggian lebih dari 3 meter disebut haystacks.

Rangkaian ombak berdiri diawali oleh ombak yang lebih besar dan tinggi yang berangsur-angsur menjadi rendah. Selagi perahu melewati bagian ini, usahakan bagian haluan masuk dalam posisi lurus dan dayung mundur akan membantu perahu masuk melewati ombak yang berikutnya. Jika terpaksa harus melakukan ferry, maka hindari ketika perahu dalam posisi naik, dengan kata lain ferry dilakukan saat perahu menuruni ombak.

3. Arus Balik (Reversal/Holes/Stopper) Menggambarkan aliran sungai yang mengayun keatas dan berputar ke belakang dengan sendirinya. Secara umum terdapat 3 bentuk arus balik sebagai berikut:

a. Disebabkan oleh batu yang berada di bawah permukaan air dan menghambat aliran air, mengakibatkan permukaan berikutnya berputar ke belakang dari bawah. Reversal ini menghasilkan buih-buih yang tersebar dan mengalir ke atas dan mendatar kebawah. Reversal kecil ini, dapat sementara menahan perahu untuk berhenti, tetapi reversal besar dapat membuat perahu terbalik dan awak perahunya tenggelam dan mati. Sedapat mungkin jenis reversal ini dihindari tetapi bila terlanjur masuk, usahakan agar perahu masuk lurus dan dayung maju sekuat-kuatnya dilakukan serempak agar mencapai arus maju di dasar sungai dan sekitarnya sehingga dengan segera dapat keluar dari radius reversal ini.

b. Hydraulic, merupakan reversal yang disebabkan oleh aliran yang turun secara vertical. Jenis reversal ini hampir sama dengan reversal di atas, tapi daya putar lebih kuat. Hydraulic sangat berbahaya, karena bisa membalikkan perahu dan menenggelamkan awaknya.

c. Back Curling Standing Wave, merupakan reversal yang ujung lidahnya bergelombang melengkung ke belakang. Arus balik ini dengan mudah dapat membalikkan perahu. Biasanya gelombang bentuk ini berpasangan dan ombak pertama dapat mengangkat perahu dan ombak berikutnya memutar dan

Page 147: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 147 -

membalikkannya. Untuk mencegah kejadian ini, dayung korektif yang kuat untuk menahan gaya putar pada ombak pertama tadi.

4. Pusaran Air / Arus Air (Eddies) Menunjukkan suatu tempat, dibalik batu dimana arus sungai berhenti dan mengalir ke arah hulu. Daerah turbulensi antar suatu pusaran air dengan arus ke hilir biasanya ditandai dengan air melingkar dan bergelembung dan ini biasa disebut sebagai garis atau batas pusaran air / eddies. Jika tenaga pusarannya begitu kuat, maka batas pusaran menjadi putaran turbulensi yang berbahaya karena dapat menarik perahu berputar-putar dan terbalik.

Pusaran air banyak dijumpai di air yang mengalir cepat secara beruntun dan dihadang batu besar yang terletak di bagian tengah atau tepi sungai. Bermanfaat sebagai tempat beristirahat atau sebagai tempat mengamati kondisi sungai di bagian hilir.

5. Belokan (Bends) Belokan sungai perlu dipelajari karena merupakan dasar untuk memasuki belokan jeram / riam yang terletak di antara sela batu. Pada belokan sungai, arus yang cepat dan aliran yang dalam terdapat pada lingkaran bagian luar belokan sungai, antara lain akibat adanya kekuatan centrifugal, karenanya permukaan aliran arus yang berbelok cepat, sebaiknya yang dilalui bagian dalamnya. Perahu yang terperosok dan terlanjur masuk ke ke aliran tepi belokan sungai, kerap kali tidak ada pilihan lain untuk keluar dan baisanya kemungkinan akan terhempas atau menabrak bagian tepi sungai.

6. Air Dangkal (Shallows) Kerap kali dijumpai pada penampang sungai yang melebar, memaksa awak perahu untuk memilih serta mencari dengan berbagai cara dan hati-hati, untuk memilih berbagai jalur untuk lewat. Ketika sedang mengamati berbagai jalur di antara air dangkal, maka yang perlu diingat sebagai petunjuk bahwa permukaan air dengan ombak yang besar biasanya menunjukkan aliran / alur sungai yang terdalam dan memiliki arus yang cepat, masuklah ke jalur ini.

Jika suatu tepi sungai permukaannya tinggi, sedang lainnya rendah, maka jalur yang dipilih terletak mendekati tepi yang tinggi. Tempat-tempat yang perlu dihindari adalah dimana aliran sungai yang berombak kecil-kecil, karena merupakan tanda yang kuat bahwa tempat tersebut dangkal.

11.3.4 Skala Tingkat Kesulitan Sungai

Dengan berbekal pengetahuan tentang sifat dan dinamika sungai di atas maka dengan segera kita dapat mengatisipasi pada saat tertentu, saat kita berada dalam kesulitan.

Kondisi yang menyatakan bahwa sungai berjeram itu sulit atau tidak, ditunjukkan melalui skala tingkat kesulitan sungai. Saat ini ada 2 skala yang dikenal dalam olahraga arung jeram, yaitu:

1. International Scale Angka ukurannya adalah I s.d. VI; I = mudah dan VI = amat sulit dan tidak mungkin dilalui. Angka skala kesulitan ini berlaku dan digunakan di sungai- sungai Amerika Utara dan juga daratan Eropa.

2. Western Scale Angka skala ini diperkenalkan oleh penguasa Grand Canyon di Amerika yaitu Doc Marston. Ukurannya berkisar 1 s.d 10. Angka skala ini umumnya hanya digunakan di sungai bagian Barat Amerika, salah satunya Colorado.

Page 148: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 148 -

Tabel Internatinal Scale dan Western Scale:

INTERNATIONAL SCALE

WESTERN SCALE

D E S C R I P T I O N

0 I Air mendatar dan tenang

1 – 2 II Ombak bergelombang kecil, mudah dan tidak ada rintangan/ hambatan yang berarti. Lintasan jalur/ alur sungai sangat jelas

3 – 4 III

Tingkat kesulitan jeram agak moderat, sedang, dan lintasan jalur/alur sungai sangat jelas. Memerlukan pengalaman yang cukup ditambah perlengkapan dan perahu yang memadai.

5 – 6

IV

Sulit, ombak bergelombang tinggi dan tak beraturan, berbatu-batu, banyak pusaran air, jeram berlintasan sangat jelas tapi sempit. Untuk mengarunginya dibutuhkan keahlian meng-kendalikan perahu.

7 – 8

V

Sangat sulit, aliran sungai berjeram panjang dan berturut-turut dan berombak kuat,tak beraturan dan banyak batuan yang membahayakan, pusaran air yang berbuih- buih,lintasan sulit diintai.Diperlukan kendali yang tepat dan cepat.Diutamakan awak perahu yang berpengalaman dan perlengkapan yang terbaik.

9 – 10

VI

Teramat sangat sulit,jeramnya sulit dikendalikan berbahaya dan berturut-turut sepanjang jarak tertentu.Diantara awak perahu tidak ada kesempatan saling menyapa,karena setiap saat dihadapi arus berbahaya,aliran yang sangat curam.Kondisi seperti ini sangat memerlukan awak perahu dan perlengkapan yang terbaik.Seluruh awak harus berhati-hati dan tetap waspada.

U Sama sekali tidak mungkin dilalui.

11.4 Pengetahuan Dasar Berarung Jeram

Ketrampilan berarung jeram memerlukan waktu untuk berkembang. Kemampuan membaca sifat sungai semata-mata tidak hanya tergantung pada kemampuan intelektual, tetapi juga seringnya mempelajari dan mengarungi sungai itu sendiri. Dengan kata lain, kemampuan mengendalikan perahu memerlukan pengertian dan pemahaman tentang segala teknik mendayung dan banyak latihan. Jadi pada dasarnya merupakan gabungan antara pengetahuan teoritis dan pengalaman.

11.4.1 Teknik Mendayung

Secara umum perahu karet dikendalikan dengan dua sistem cara:

Hanya seorang yang mendayung dengan dua buah dayung panjang. Pendayung itu sekaligus berfungsi sebagai kapten di perahu tersebut. Sistem ini disebut OAR TECHNIQUES.

Page 149: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 149 -

Seluruh awak mendayung dan seorang sebagai kapten. Sistem ini disebut PADDLERAFT TECHNIQUES. Dan selanjutnya teknik inilah yang akan dijelaskan disini.

1. Mengatur Posisi Duduk Pada Perahu Karet Duduk di perahu karet sebenarnya tidak ada aturan mutlak, karena tergantung dari rasa keseimbangan dan kenyamanan yang dipunyai oleh tiap awak perahu. Namun begitu cara duduk yang dikenal selama ini ada dua : Pertama dengan duduk seperti menunggang kuda (Cowboy style) dimana kedua kaki menjepit lingkaran tabung udara perahu. Sedang cara kedua adalah seperti orang perempuan duduk membonceng sepeda motor, dimana kedua kaki masuk ke bagian dalam perahu.

Bagi awak perahu yang memilih duduk dengan cara cowboy style harus selalu waspada dan segera menarik kaki bagian luar ke dalam ketika perahu akan menabrak batu. Pada pengaturan posisi awak perahu diusahakan membagi kekuatan secara seimbang antara kedua sisi perahu, dan bila jumlahnya ganjil, maka ada yang duduk di buritan perahu untuk bertindak sebagai kapten dan mengemudi, mengarahkan perahu ketika satu sisi atau lainnya mendayung tidak serempak.

2. Gerak dan Arah Mendayung Dalam mendayung tidak perlu berlebihan tanpa arah yang tepat. Tetapi kalau memang dibutuhkan tambahan kecapatan, maka masukkan gagang dayung ke dalam air dan kayuh dengan tenaga penuh. Pada kesempatan ini otot perut dan tangan dikerahkan untuk mendapatkan tenaga yang optimal dan efektif.

Gerakan dan arah mendayung yang perlu dipahami oleh semua awak perahu adalah sebagai berikut:

a. Dayung Maju (Forward Strokes) Dimulai dengan mendorong daun dayung ke muka dengan tangan sebelah luar. Kemudian tahan sebentar posisi ini dengan kuat dorong pegangan dayung ke muka untuk menekan daun dayung dalam-dalam ke air. Lanjutkan mendayung dengan mendorong pegangan sekaligus menarik gagang dayung, dengan mempertahankan daun dayung pada sudut yang benar sehingga dayung berada di bawah pantat. Keluarkan daun dayung kemudian putar daun dayung sejajar permukaan air. Ulangi lagi. Ini sering disebut dengan dayung kuat. Jenis mendayung maju lain adalah dengan menempatkan dayung lebih ke luar.

b. Dayung Balik (Back Strokes) Kebalikan dari forward stroke. Celupkan daun dayung ke dalam air sehingga jauh ke belakang pantat, kemudian dorong gagang ke muka sambil menarik pegangan ke belakang dan gerakan ini berakhir ketika daun dayung berada pada posisi awal dayung maju.

c. Dayung Tarik (Draw Strokes) Dilakukan dengan menancapkan daun dayung jauh ke samping dan kemudian tarik ke arah perahu dengan lurus.

d. Dayung Menyamping (Pry Strokes) Merupakan kebalikan dari dayung tarik dan merupakan pelengkap untuk mengendalikan perahu dan biasanya dilakukan kapten yang duduk di buritan untuk mengendalikan perahu.

3. Komando dan Kapten Berarung jeram memerlukan tindakan dan keputusan yang cepat dan tepat karena setiap awak perahu memerlukan seorang pemimpin / kapten untuk menyatukan tindakan seluruh awak. Seorang kapten tidak perlu harus memiliki status atau kekuatan tertentu, tapi harus pandai membaca situasi sungai; dia merupakan seorang awak, yang untuk sementara bertindak mengendalikan perahu melalui instruksi-instruksi. Yang

Page 150: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 150 -

paling menyenangkan apabila semua mendapat kesempatan menjadi kapten. Bagi pemula, menjadi kapten berarti mempercepat proses peningkatan kemampuan dan ketrampilan berarung jeram.

Mengingat perlunya komunikasi yang seragam antar awak perahu dengan kapten, secara sepakat harus disetujui adanya sejumlah komando ulang jelas dan singkat:

a. Maju, semua mendayung maju. b. Kuat, semua mendayung kuat. c. Dayung balik, semua mendayung balik. d. Belok kanan, sebelah kanan mendayung balik; sebelah kiri mendayung maju. e. Belok kiri, sebelah kiri mendayung balik; sebelah kanan mendayung maju. f. Tarik kanan, sebelah kanan dayung tarik; sebelah kiri dayung menyamping. g. Tarik kiri, sebelah kiri dayung tarik; sebelah kanan dayung menyamping. h. Pancung kanan, sebelah kiri dayung maju kuat; pendayung terdepan maju ke

hidung perahu dan melakukan dayung kuat kearah kanan perahu; sebelah kanan dayung tarik.

i. Pancung kiri, sebelah kanan dayung maju kuat; pendayung terdepan maju sampai hidung perahu dan melakukan dayung kuat ke arah kiri perahu; sebelah kiri dayung tarik.

j. Stop, untuk menyatakan pendayung berhenti mendayung, kapten dapat meneriakkan komando stop atau berhenti.

4. Manuver Ferry merupakan teknik dasar manuver. Digunakan ketika melewati belokan sungai dan menghindari hambatan / rintangan jeram. Ada 2 macam ferry, haluan mengarah ke hulu (Bow Upstream ferry) dan haluan mengarah ke hilir (Bow Downstream ferry):

Bow Upstream ferry dilakukan dengan dayung maju dan mengarah posisi perahu ke hulu dengan sudut 45 derajat, terhadap aliran arus dan perahu akan menuju arah yang diinginkan.

Sebaliknya Bow Downstream ferry dilakukan dengan dayung balik dan mengarahkan buritan ke hulu dengan sudut 45 derajat menuju arah tempat yang diinginkan.

Jika kecepatan perahu ke hilir ingin diperlambat, maka lakukan Bow Upstream ferry dengan sudut kurang dari 45 derajat dan sebaliknya perbesar sudut hingga tepat atau mendekati aliran alur sungai. Umumnya sudut ferry sebesar 45 derajat adalah sudut optimum. Sudut ferry adalah sudut antara perahu dengan arah aliran sungai bukan dengan tepi sungai. Pada aliran pelan sangat mungkin melakukan ferry lurus memotong aliran arus air, tetapi dengan arus cepat, kebanyakan usaha memotong aliran arus dilakukan dengan ferry bersudut ox sampai 45 derajat.

11.4.2 Pengintaian (Scouting)

Pengintaian untuk mengamati jeram yang belum dikenal, selelu dipandang sebagai tindakan yang bijaksana, khususnya bagi pemula. Pengintaian sejumlah jeram meliputi pencarian tempat mendarat yang aman, bebas dari air yang menyulitkan. Semua dilakukan dengan berjalan sepanjang tepi sungai untuk mengetahui dan menemukan bagaimana kesulitan dan bahaya yang mungkin akan dihadapi dalam berarung jeram. Sekali diputuskan untuk melewati jeram tertentu, maka usahakan seoptimal mungkin lewat jalur terbaik dan aman.

Page 151: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 151 -

Pentingnya melakukan pengintaian terhadap situasi sungai berjeram karena berhubungan dengan beberapa faktor penentu untuk memutuskan untuk melewati jeram tertentu atau tidak. Adapun factor tersebut adalah sebagai berikut:

4. Panjang, kesulitan dan bahaya jeram yang bersangkutan.

5. Bagaimana sifat-sifat air yang berada di bawah jeram.

6. Kesanggupan dan kemampuan awak perahu untuk menyelamatkan diri pada jeram yang sulit.

7. Persiapan mental seluruh awak.

CATATAN: Biasanya awak perahu terdiri dari orang-orang berpengalaman, tetapi kadang-kadang lebih banyak yang bersumber pengalaman dan karena itu pemula seharusnya tidak ikut berarungjeram bila peralatan pengaman tidak cukup memadai, dan dalam kondisi seperti ini, mutlak pengarungan harus ditunda atau dibatalkan. Tahap selanjutnya setelah melalui pengintaian adalah berembuk merencanakan jalur pengarungan

11.4.3 Perencanaan Jalur (Planning A Course)

Sebelum melewati jeram, rencanakan dahulu jalur mana yang mungkin dipilih, karena bila diamati dengan seksama ada banyak alur jeram yang secara langsung merupakan rintangan yang harus dihindari. Pilih jalur termudah. Dengan melewati suatu jalur jeram yang tepat, berarti jeram yang dilewati tersebut tidak perlu dengan melakukan manuver yang berlebihan. Cukup mengikuti kecepatan aliran arus air yang ada pada jeram tersebut.

Pada aliran yang bertenaga kuat, minimumkan usaha manuver, karena manuver cenderung memepercepat keadaan perahu terbalik. Sebab akhir dari aliran arus yang kuat membentuk ombak dan gelombang yang tinggi. Dalam memutuskan suatu jalur tetentu, resiko melakukan kesalahan harus diperhitungkan. Kerap kali setelah kita menentukan suatu jalur, berulang kali harus diamati dari mulut hingga kaki lidah air.Setelah berhasil melalui alur diantara batu-batu, maka jalur-jalur tersebut dipelajari dan diingat kembali untuk digunakan sebagai pegangan / patokan dalam pengarungan selanjutnya.

11.4.4 Menghadapi Keadaan Darurat

Suatu keadaan darurat dalam olah raga arung jeram disebabkan beberapa hal sebagai berikut:

1. Menabrak Batu Menabrak batu yang muncul di permukaan air, umumnya jarang berakibat fatal bila diatasi dengan cepat dan tidak panik. Jika tabrakan dengan batu tak mungkin dihindari, maka arahkan haluan ke batu tersebut. Akibat dari tindakan ini, perahu akan terhenti sesaat dan arus di sekitar batu akan memutar perahu dan bagi awak perahu yang kurang waspada biasanya akan terpental dari perahu. Lakukan langkah-langkah pengamanan dengan posisi siap mendayung untuk keluar dari situasi berbahaya lebih lanjut, di sebelah hulu.

2. Menempel di Batu

Page 152: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 152 -

Bilamana perahu menabrak batu pada sisi kiri / kanan maka seluruh awak dari sisi lainnya harus segera berpindah ke sisi dimana perahu itu menempel di batu. Dorongan arus yang kuat dari hulu akan mengengkat naik perahu dan menempel di batu.

3. Terbalik Bila perahu akan terbalik waspada dan hati-hatilah terhadap bahaya berikutnya, baik terhadap benda-benda keras di dalam perahu atau batu itu sendiri. Jika perahu akibat dari tabrakan itu terbalik, maka segera melompat kearah yang bebas dan aman. Bagi awak perahu yang tidak dapat segera lepas dari perahu yang terjebak, tertutup dalam bagian perahu yang terbalik. Segera keluarlah pada situasi seperti ini, sehingga akan terhindar dari benturan batu bagian bawah yang tidak terlihat.

CATATAN: Bila menabrak batu dengan haluan di muka, reaksi dan respon orang-orang di buritan harus segera berpindah ke tengah, dengan demikian perahu akan terhindar dari terbalik atau terangkat menempel di batu.

Perahu yang terbalik dan tidak dapat segera dikembalikan ke posisi semula dengan ringan / mudah, maka tali dan tenaga aliran sungai dari hulu dapat membantunya, dan ini dilakukan setelah perahu bebas dari aliran arus yang kuat dan berjeram. Awak perahu naik ke sisi perahu yang mengarah ke hulu. Setelah perahu dimiringkan dengan bantuan tali, arus sungai dari bagian hulu akan membantu mendorong bagian bawah yang memutar perahu untuk dan mudah dibalikkan kembali.

4. Berenang di Jeram Bila awak perahu terlempar dari perahu, berteriaklah agar diketahui oleh teman yang lain. Berenanglah ke arah tepi atau ke arah perahu. Posisi berenang yang benar pada sungai yang berjeram dan berbatu yaitu dengan muka menghadap ke hilir. Tetapi pada jeram tanpa batu, posisi berenang adalah mendatar di atas perut seperti biasa. Bagaimanapun saat berenang harus memperhatikan rintangan atau hambatan batu di depan, perhitungkan arah arus agar dapat menghindar terhadap rintangan berikutnya.

Page 153: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 153 -

BAB 12 PENGENALAN DASAR MENYELAM

(DIVING)

12.1 Pendahuluan

Menyelam adalah kegiatan yang dilakukan di bawah permukaan air, dengan atau tanpa menggunakan peralatan, untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

Kegiatan menyelam dapat dibedakan menjadi beberapa jenis tergantung antara lain kepada, kedalaman, tujuan dan jenis peralatan yang digunakan.

Jika kedalaman yang dijadikan tolok ukur, penyelaman dapat dibedakan menjadi:

1. Penyelaman dangkal, yaitu penyelaman dengan kedalaman maksimum 10 m. 2. Penyelaman sedang, yaitu penyelaman dengan kedalaman < 10 m s/d 30 m. 3. Penyelaman dalam, yaitu penyelaman dengan kedalaman > 30 m.

Jika didasarkan kepada tujuan yang hendak dicapai dalam kegiatan itu, penyelaman bisa dibedakan menjadi:

1. Penyelaman untuk kepentingan pertahanan dan keamanan negara, antara lain : a. Tactical (Combat) diving yaitu penyelaman untuk tugas-tugas tempur b. Submarine Rescue, penyelamatan kapal selam c. Search & Rescue (SAR) d. Inspection & Repair (inspeksi dan perbaikan) e. Ship Salvage

Penyelaman-penyelaman jenis ini pada umumnya dilaksanakan oleh para penyelam Angkatan Bersenjata atau tugas-tugas rescue (SAR).

2. Penyelaman komersial Yaitu penyelaman professional antara lain untuk kepentingan konstruksi dibawah permukaan air, penambangan lepas pantai (Off shore drilling). Salvage, dll.

3. Penyelaman Ilmiah (Scientific Diving) Penyelaman yang dilakukan untuk kepentingan ilmiah, antara lain : penelitian biologi, geologi, arkeologi dan kelautan pada umumnya.

4. Penyelaman Olah Raga (Sport Diving) Penyelaman yang dilakukan untuk kepentingan mempertahankan atau meningkatkan kondisi kesehatan dan kebugaran jiwa dan raga. Penyelaman olah raga (sport diving) ini dapat dibedakan berdasarkan peralatan yang digunakan yaitu: a. Skin Diving : penyelaman yang dilakukan dengan menggunakan peralatan dasar

selam (masker, snorkel dan fins). b. Scuba Diving : penyelaman menggunakan peralatan Scuba.

Pada umumnya seseorang harus terlebih dahulu mahir dalam skin diving sebelum menjadi penyelam scuba (Scuba Diver).

Page 154: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 154 -

Meskipun pada uraian-uraian selanjutkan pembahasan lebih dititikberatkan pada hal penyelaman olah raga, namun juga berlaku bagi semua jenis penyelaman yang lain, karena hampir semuanya menggunakan media/peralatan yang sama yaitu: SCUBA.

12.2 Standar Jenjang Olahraga Penyelaman

Pelaksanaan Pendidikan Selam Olah Raga dilakukan secara bertahap yang mewajibkan setiap calon penyelam mempelajarinya setingkat menurut jenjang- jenjang yang telah dibakukan dan berlaku di Indonesia.

12.2.1 Jenjang Untuk Olahragawan

Sertifikat Lama Sertifikat Baru

Skin Diver – A1 Skin Diver

Scuba Diver 3 – A2 Scuba Diver * - A1

Scuba Diver 2 – A3 #) Scuba Diver ** - A2

Scuba Diver 1 – A4 Scuba Diver ** - A2

Master Scuba Diver 2 – A5 Scuba Diver *** - A3

Master Scuba Diver 1 – A6 Master Scuba Diver – A4

Keterangan:

1. Skin Diver Merupakan jenjang bagi seorang pemula yang mempunyai kemampuan atau kemahiran selam bebas, dasar-dasar P.A.P. dan penggunaan peralatan dasar selam.

2. One Star (A1) Jenjang bagi seorang penyelam yang telah mampu menyelam dilingkungan terbatas dengan kondisi perairan yang baik, jernih dan tidak terlalu dalam (maks. 30 feet) dan diawasi oleh mitra selam yang berpengalaman. Penyelaman wajib 3 x penyelaman dengan maksimum kedalaman 30 feet.

3. Two Star (A2) Jenjang bagi penyelam Scuba Diver 3 yang sudah lebih berpengalaman, tenang dan secara naluriah mampu mengendalikan peralatan selamanya. Penyelaman wajib 15 x penyelaman, 5 penyelaman diantaranya kedalaman 60 feet. Penyelam yang telah lebih tinggi baik kemampuan pengalaman maupun ketrampilannya dan telah memiliki sertifikat selam Scuba Diver 2 (A3) selama minimal 1 tahun. Penyelaman wajib 25 x penyelaman, 10 diantaranya pada kedalaman 90 feet

4. Three Star (A3) Jenjang bagi penyelam yang telah dianggap layak bertindak sebagai pemandu bawah air, dive master dan safety diver. Penyelaman wajib 30 x penyelaman, 10 x diantaranya pada kedalaman 130 feet. Disamping hal-hal tersebut diatas, mereka juga harus memiliki pengalaman: a. Aktif sebagai asisten instruktur. b. Minimal 2 kali menghasilkan karya tulis ilmiah aspek-aspek penyelaman. c. Pernah bertindak sebagai asisten dive master dalam suatu LPT (Latihan

Perairan Terbuka) 5. Master Scuba (A4)

Jenjang olah raga selam tertinggi yang memberikan hak pada pemegangnya untuk dapat mengikuti Pendidikan Instruktur Selam Olah Raga. Penyelaman wajib 30 x penyelaman, 10 x diantaranya pada kedalaman 130 feet atau lebih, dan sekurang-kurangnya menguasai 3 macam ketrampilan khusus dari 3

Page 155: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 155 -

daftar di bawah ini: a. Decompression Dive (tiruan) b. Wreck Dive c. Night Dive d. Deep Dive (lebih dari 130 feet) e. Recovery Dive f. Drift Dive g. Survey and Search Dive h. Zero Visibility Dive i. Working Dive Mereka juga harus memiliki pengalaman : a. Sebagai asisten instruktur b. Minimal 2 x menulis karya ilmiah aspek-aspek penyelaman c. Pernah bertindak sebagai Dive Master dalam LPT

6. #) ada tambahan materi yang diberikan oleh instruktur

Bagi pemegang sertifikat lama masih tetap berlaku, tetapi bila akan naik jenjang maka yang keluar adalah sertifikat baru. Atau pemegang sertifikat lama dapat menukar sertifikatnya (cross) dengan sertifikat baru yang sama jenjangnya dengan sertifikat lama.

12.2.2 Jenjang Untuk Instruktur

1. One Star Instruktur Klab 2 – B1 2. Instruktur Klab 1 – B2 3. Instruktur Regional – B3

Khusus untuk jenjang instruktur persyaratan kemampuan dapat dibaca di buku PPDSI dan buku standard Instruktur Selam Olah Raga.

12.3 Pengetahuan Dasar Penyelaman

12.3.1 Peralatan Dasar Selam

Penyelaman olah raga pada dasarnya dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu : Skin Diving dan Scuba Diving.

Skin Diving adalah penyelaman olahraga yang hanya menggunakan peralatan dasar selam (Skin Diving Equipment), antara lain : Mask, Snorkel, Fins, Wet Suit, Weight belt dan Buoyancy Vest.

1. Mask

Mask mencegah air masuk ke hidung dan mata, sekaligus mencegah timbulnya iritasi, mask haruslah nyaman, pas dan kedap air. Ia harus sedemikian rupa mengikuti bentuk wajah si pemakai. Untuk menguji kedepannya, kenakan mask

Page 156: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 156 -

tersebut di wajah tanpa mengenakan tali kepala, tarik napas sedikit melalui hidung dan lepaskan tangan yang memegang mask tersebut. Jika tidak jatuh berarti mask itu cocok untuk anda. Jika jatuh carilah yang lain. Ciri-ciri : Jika memilih masker, perhatikan ciri-ciri sebagai berikut : a. Safety tempered glass; b. Frame terbuat dari bahan anti karat; c. Memiliki double seal yang lentur untuk wajah; d. Dilengkapi dengan ikat kepala yang memiliki buckles/gesper pengencang Pemeliharaan dan penyimpanan : a. Jangan dibiarkan kena panas matahari terlalu lama; b. Cuci bersih dengan air tawar selesai dipakai; c. Jangan sampai tergencet saat menyimpan; d. Untuk penyimpanan jangka lama, berikan silicon spray/talk dan masukkan

dalam kantong plastik.

2. Snorkel

Snorkel merupakan alat survival penting yang digunakan oleh seorang Skin maupun Scuba Diver, sebab berfungsi: a. membantu penyelam bernafas di permukaan air tanpa mengangkat kepalanya. b. Membantu penyelam berenang menuju sasaran penyelaman tanpa harus

menggunakan udara dari tabung scuba; c. Memungkinkan penyelam melihat pemandangan bawah air dengan cara

berenang dan menelungkupkan muka di permukaan air.

Jika memilih snorkel, perhatikan cirri-ciri sebagai berikut : a. pas dan nyaman di mulut; b. panjang antara 12 s/d 14 inci; c. semi fleksible; tidak dilengkapi alat penutup apapun pada ujung atas,

misalnya bola pingpong

3. Fins

Fin yang diindonesiakan dengan istilah “sirip selam” atau “kaki katak” diciptakan untuk memberi kekuatan pada kaki dan merupakan piranti penggerak. Fins bukan

Page 157: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 157 -

dibuat demi menambah kecepatan berenang namun menambah daya kayuh. Dengan bantuan fins kemampuan renang kita bertambah 10 kali lebih besar disbanding tanpa menggunakan fins. Ada tiga macam jenis fins: a. Jenis Foot Pocket

Cocok untuk kegiatan skin diving atau fins swimming, biasanya lebih fleksible, dengan letak lempeng lebih menyudut, yang menyebabkan kaki tidak mudah lelah. Ukuran besar-kecil merupakan hal yang lebih menentukan; lebih repot untuk dikenakan maupun mencopotnya untuk kegiatan scuba diving.

b. Jenis Open Heel Cocok untuk kegiatan scuba diving, biasanya berlempeng lurus, semi kaku dengan lempengan lebih panjang. Jenis ini memberikan kekuatan lebih besar, namun membutuhkan waktu penyesuaian bagi otot-otot kaki. Open heel fins mempunyai kelebihan dalam hal kemudahan waktu mengenakan dan melepasnya.

c. Adjustable Open Heel Jenis ini paling cocok/sesuai untuk scuba diving di perairan karena dibuat mempunyai kantong yang cukup besar untuk kaki kaki yang memakai boots (semacam kaos kaki terbuat dari karet), mempunyai lempengan yang lebih lebar untuk menghasilkan tenaga besar dan biasanya terdapat lobang-lobang alur air di bagian atas lempengan tersebut. Lobang alur air ini mengurangi kelelahan kaki yang disebabkan oleh daerah negatif pada lempengan.

4. Boots

Pelindung kaki merupakan keharusan, terutama digunakan untuk daerah-daerah berkarang dan batu-batuan juga perlindungan terhadap kejang kaki disebabkan kedinginan dan kemungkinan kaki lecet. Boots dari karet busa dengan sol keras adalah jenis perlengkapan pelindung kaki yang umum dipakai penyelam, kaos kaki yang umum dipakai penyelam, kaos kaki tebalpun dapat digunakan sebagai pencegah lecet sewaktu latihan. Hal penting yang perlu diperhatikan adalah pemilihan ukuran fins agar cocok dan pas jika menggunakan pelindung kaki.

5. Wet Suit

Page 158: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 158 -

Pakaian pelindung penyelam yang kini umum dipakai adalah FOAM NEOPRENE WET SUIT, terbuat dari karet neoprene yang mempunyai gelembung-gelembung busa berudara. Bahan ini tidak menyerap air dan dibuat dalam berbagai ukuran ketebalan bahan. Fungsi dari Wet Suit adalah untuk melindungi penyelam dari goresan karang dan pengurangan panas badan di bawah permukaan air. Namun Wet Suit sama sekali tidak membuat penyelam menjadi hangat, hanya mencegah penyelam dari kedinginan, dan bukan berarti penyelam tidak basah. Selain Wet Suit, ada juga pakaian selam yang bernama DRY SUIT terbuat dari bahan kanvas dan dilapisi dengan wool dan atau memakai T-shirt.

6. Weight Belt

Weight belt atau sabuk beban diperlukan guna mengatur daya apung (buoyancy). Setiap penyelam mempunyai daya apung yang berbeda. Seorang penyelam di air laut tanpa menggunakan wet suit memerlukan berat antara 4 s/d 6 pounds untuk mengimbangi daya apung positifnya, sedang bila menggunakan wet suit memerlukan tambahan pemberat antara 10 s/d 12 pounds di atas daya apung normal, sehingga jumlah total yang diperlukan oleh seorang penyelam berkisar antara 14 s/d 16 pounds. Sebagai pedoman untuk mempermudah penentuan berapa berat yang diperlukan adalah 1/10 dari berat badan normal untuk wet suit dengan ketebalan 3/16 inchi. Weight belt harus dilengkapi dengan QUICK RELEASE BUCKLE yaitu suatu gesper pengancing yang dapat dilepas secara cepat. Cara pemakaian weight belt dipasang paling terakhir dan paling pertama dilepas, jika dalam keadaan darurat.

7. Buoyancy Vest

Buoyancy vest adalah perlengkapan penting bagi seorang penyelam. Fungsi dari peralatan tersebut adalah :

Page 159: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 159 -

a. Untuk memberikan daya apung positif selama berenang di permukaan air, dengan demikian seorang penyelam dapat bergerak tanpa banyak mengeluarkan tenaga;

b. Untuk memberikan daya apung agar dapat beristirahat atau menyangga penyelam yang mengalami keadaan darurat;

c. Untuk memberi daya apung netral (neutral buoyancy) terkendali di dalam air.

Ada beberapa jenis Buoyancy Vest yang digunakan : a. Standard Safety Vest b. Buoyancy Compensator (BC)

Catatan : Disamping alat-alat tersebut diatas biasanya masih ditambah lagi dengan peralatan keamanan tambahan, yang diperlukan untuk menambah dan mempertinggi tingkat keamanan dan keselamatan seorang penyelam antara lain : 1. Pisau, berfungsi untuk membantu melepaskan seorang penyelam jika terjerat

tali atau jaring, juga sebagai piranti pengungkit, palu dan lain-lain; 2. Sarung tangan, di setiap penyelaman pada lokasi manapun sebaiknya seorang

penyelam menggunakan sarung tangan. Tangan penyelam akan menjadi lembut jikalau terendam dalam air dan apabila tergores sangat sulit untuk menghentikan pendarahan.

3. Tas Selam (Gear Bag), untuk menyimpan piranti selam agar tidak tercecer, serta melindungi peralatan dari panas matahari.

12.3.2 Peralatan Scuba

SCUBA: Self Contained Underwater Breathing apparatus

Penyelam harus yakin akan kemampuan dan keahliannya sendiri untuk memakai SCUBA. Jadi scuba adalah peralatan pernafasan di bawah permukaan air yang dapat dibawa sendiri oleh si penyelam. Pada saat ini ada 4 macam sistem dasar SCUBA yang dipakai:

1. Sistem Sirkuit Tertutup Suatu sistim yang menggunakan zat asam/oksigen murni dilengkapi penyerap kimia untuk menghalau zat asam arang/CO2 yang keluar dari paru-paru. Unit ini pada

Page 160: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 160 -

hakekatnya meniupkan kembali O2 tanpa membuang udara ke dalam air. Ini merupakan suatu sistem tertutup sama sekali. Unit ini digunakannya terbatas hingga kedalaman 33 feet. Penggunaan SCUBA jenis ini dituntut keahlian tertentu karena sangat berbahaya.

2. Sistem Sirkuit Terbuka Terdiri dari Demand Regulator dan Tabung Udara yang dimampatkan (Compressed Air Tank) adalah jenis alat scuba yang pada saat ini merupakan alat yang paling aman dipergunakan. Udara yang dimampatkan disalurkan melalui regulator ke penyelam, dan udara yang telah dihisap dibuang langsung ke air tanpa dipergunakan lagi.

3. Sistem Sirkuit Semi-Tertutup Dipakai untuk operasi militer dan merupakan kombinasi dari sistim-sistim sirkuit terbuka dan tertutup. Sistem ini mempunyai kantong udara, kotak kimiawi, regulator dan tabung udara yang dimampatkan. Sistem ini memungkinkan penyelam militer untuk bekerja pada kedalaman dan jangka waktu yang lama. Sistim ini memerlukan pemanasan yang khusus serta membutuhkan peralatan pendukung yang khusus pula, hingga unit ini jarang dipakai umum.

4. Sistem Sirkuit Tertutup Gas Campuran Sistem ini sangat rumit, memerlukan pemeliharaan khusus dan cukup mahal. Unit ini mempunyai kantong pernafasan, kotak kimiawi dan suatu alat elektronis penyaring oksigen yang dapat mengontrol jumlah O2 pada kedalaman lebih dari 1.000 feet, yang memberikan cukup udara untuk turun dan naik kembali ke permukaan untuk pekerjaan-pekerjaan ilmiah dalam penggunaannya memerlukan latihan yang sangat khusus. a. Tabung Selam / Aqualung Sebuah tabung selam atau botol udara yang bertekanan tinggi dibuat untuk menampung udara yang dimampatkan secara aman. Tabung-tabung masa kini dibuat dari bahan Baja atau Campuran Aluminium, dan dapat diperoleh dalam beberapa ukuran. b. Sidik-sidik tabung buatan Amerika

Semua tabung bertekanan tinggi buatan Amerika diharuskan mempunyai sejumlah tanda khusus, yang tertera di sekeliling bahu tabung untuk memperlihatkan pemenuhan persyaratan peraturan yang dikeluarkan oleh Department of Explosive and Department of Transportation (DOT) atau Canadian Transport Commission (CTC). Tabung-tabung lama kadang-kadang menggunakan tanda Interstate Commerce Commission (ICC). CONTOH : DOT 3 AA 2250 H 456709 9 + 72 + Keterangan : DOT : Department of Transportation 3 AA : Kelas dan macam bahan penahan tekanan tinggi (Chromenolybdenum stell-4130). 2250 : Tekanan kerja maksimum (PSI) H 456709 : Nomer seri tabung 9 + 72 + : Tanggal pengujian Tanda A Plus (+), yang mengikuti tanggal ini berarti bahwa tabung dapat diisi lebih 10% dari tekanan maksimum (Working Pressure). Suatu tekanan maksimum sebesar 2250 Psi, dapat diisi hingga 2475 Psi. Tabung udara tekanan tinggi buatan negara-negara Continental mempunyai sedikit perbedaan daripada buatan Amerika. Semua tabung tekanan tinggi harus diuji/di tes kembali setiap 5 tahun sekali, dan dibubuhi tanggal testing terakhir. Tes ini dilakukan pada stasiun pengujian Hidrostatis. Di Indonesia

Page 161: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 161 -

pengujian tabung dapat dilakukan di JATAS, Jl. Minangkabau No.25, Jakarta Selatan. Macam-macam jenis tabung: Tabung Baja 71,2 Cuft Tabung Aluminium 71,2 Cuft Tabung Aluminium 3000 Psi 72,0 Cuft Unit Tabung Ganda

Katup Tabung / Valve

Ada 2 jenis katup standar yang dipakai pada tabung selam, yaitu : 1. Type Non Reserve / “K” Valve

Katup “K” tanpa cadangan adalah katup yang mudah ditutup dan dibuka. Tabung dengan katup ini mengharuskan penyelam menggunakan alat tambahan untuk memonitor seberapa banyak udara yang masih ada dalam tabung. Alat itu disebut “Submersible Pressure Gauge”.

2. Type Constant Reserve / “J” Valve Katup ini hampir sama dengan katup “K” Valve, adapun perbedaannya adalah Type Constant Reserve/ (J) Valve ini dilengkapi dengan perlengkapan mekanisme cadangan pada tekanan 300 Psi. Jadi apabila tekanan tabung turun sampai kira-kira 300 Psi, pegas akan menutup katup dan menimbulkan kontraksi dalam pengadaan udara untuk pernapasan, dan dengan menarik ke bawah batang penghubung yang tersambung pada katup cadangan disisi kiri tabung, dapat melepaskan kembali katup yang tertutup, maka mengalirlah sisa udara terakhir pada tabung. Katup cadangan menyediakan udara cukup untuk penyelam segera naik ke permukaan. Batang penarik katup cadangan harus selalu pada posisi naik (up position) walaupun tabung dalam keadaan kosong, hal ini untuk mengendorkan pegas pada katup cadangan tersebut. Katup cadangan dapat dengan mudah ditarik ke bawah selama melakukan penyelaman dan hal ini tidak mempengaruhi supply aliran udara, hanya bila isi tabung dibawah 300 Psi akan ada penghentian aliran udara. Unit tabung ganda mempunyai cadangan sebesar 600 Psi. Ini hanya diisikan pada satu tabung saja yang mana akan disebarkan merata pada tabung lainnya bila tangkai cadangan ditarik, sehingga tersedia 300 Psi cadangan udara pada setiap tabung. Penanganan dan perawatan Bila membuka suatu katup, putarlah kearah buka sampai habis, kemudian putar kembali kearah tutup setengah putaran, hal ini untuk menghindari kemacetan atau kerusakan pada katup tabung. Bila akan menutup katup tabung, lakukanlah secara halus namun rapat dan tidak perlu keras-keras., sebab kebanyakan katup menggunakan nilon yang dapat rusak bila ditutup secara paksa dan kuat-kuat. Apabila ingin melakukan pengujian visual, maka tabung harus dikosongkan perlahan-lahan untuk menghindari pengembunan di sekeliling katup dan leher tabung bila kosong. “Jangan sekali-kali membubuhi lemak atau pelumas apapun pada katup anda. Bengkel perbaikan dan pemeliharaan hanya menggunakan minyak pelumas silikon anti meledak”.

O-Ring seal

O-ring karet (gelang karet berbentuk O) yang kecil terletak pada permukaan katup membuat suatu kedap tekanan tinggi antara regulator dengan katup tabung. Bawalah selalu persediaan O-ring dalam tas perlengkapan selam anda, sebab apabila o-ring tersebut hilang maka regulator anda tidak dapat dipakai.

Page 162: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 162 -

Pipa partikel

Semua katup tabung mempunyai pipa partikel yang menggantung ke dalam tabung, gunanya untuk mencegah pencemaran butiran-butiran besar tertiup masuk ke dalam regulator.

Pelat Keamanan/Savety disc

Letak pelat ini belakang katup tabung, berfungsi mencegah kerusakan pada saat pengisian udara yang berlebihan atau apabila terjadi kebakaran. Contoh tekanan pengisian yang dapat merusakkan pelat pengaman: 1. 1800 Psi – akan pecah pada tekanan 2800 Psi 2. 2250 Psi – akan pecah pada tekanan 3400 Psi 3. 3000 Psi – akan pecah pada tekanan 3900 Psi Pada keadaan tertentu pelat (lempengan tipis) dapat pecah pada tekanan yang rendah. Hal ini terjadi akibat pengisian yang terlalu cepat atau pengisian panas tanpa merendam tabung dalam air. Pelat-pelat pengaman ini dapat diganti pada fasilitas bengkel perbaikan alat selam.

Pengisian Tabung

Semua tabung harus diisi secara perlahan-lahan, direndam dalam bak air apabila mengisinya dengan kompresor tekanan tinggi atau sistim tabung gudang udara, maka tabung yang diisi akan panas, Hal ini mengikuti hukum gas yang dikenal dengan “Hukum Charles” yang berbunyi : “jika volume tetap konstan (sama), maka tekanan akan berbanding sama/lurus dengan suhu”. Dengan kata lain jika suhu naik maka tekanan akan naik pula. Pada tabung standard (71,2 Cuft) kenaikan tekanan ini berkisar kira-kira 4 Psi untuk setiap derajat Fahrenheit (1 F). Tabung yang diisi dengan tidak didinginkan maka suhunya akan menjadi 130o F dan tekanan mencapai 2250 Psi. Jika tabung tadi dimasukkan dalam air maka suhunya akan turun menjadi 50 F. berarti suatu penurunan suhu sebanyak 80 F. Telah diketahui bahwa jika terjadi penurunan tekanan sebesar 4 Psi maka akan terjadi penurunan satu derajat F, tabung tersebut kehilangan sebesar 320 Psi (4 Psi x 80 = 320 Psi). Tabung yang semula diisi dengan tekanan 2250 Psi sesungguhnya kini hanya mempunyai tekanan sebesar 1930 Psi saja, berarti jauh berkurang dari tekanan normal. Hal serupa akan berbahaya jika suatu tabung diisi secara perlahan-lahan hingga mencapai tekanan 2475 Psi. Jika tabung demikian dibiarkan terjemur matahari, maka suhu dengan mudah dapat naik antara 170 F sampai 180 F. Tabung yang semula mempunyai tekanan 2475 Psi pada suhu 50 F kemudian naik menjadi 130 F, akan mendapat tambahan tekanan 520 Psi, maka tekanannya akan menjadi 3000 Psi (2995 Psi). Tekanan tersebut sudah cukup untuk memecahkan pelat pengaman oleh karena itu "Letakkan tabung yang diisi tekanan maksimum di tempat yang rindang atau tempat yang tidak langsung terkena matahari".

Back Pack / Penyandang Tabung

Untuk menahan tabung anda pada tempatnya, maka diperlukan "Penyandang Tabung" atau Backpack. Peralatan masa dulu dilengkapi dengan penyandang yang biasanya dihubungkan pada tabung dan sabuk dari logam. Macam penyandang ini masih memungkinkan tabung bergerak atau terguling di punggung penyelam. Untuk menahan tabung agar tidak bergerak, suatu pengikat yang melalui selangkangan kaki dianggap perlu. Backpack yang dirancang akhir-akhir ini memungkinkan letak tabung pada ketinggian yang cocok bagi setiap penyelam.

Page 163: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 163 -

Dengan adanya lengkungan keping pada type ini mencegah tabung bergeser serta pengikat selangkangan tidak diperlukan lagi. Semua Unit Backpack dan sabuk penyandang harus mempunyai gesper luncur cepat pada ikat bahu kiri ikat pinggang. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan penyelam melepas maupun memasang kembali tabung di dalam air.

Regulator

Ada beberapa macam Regulator, yaitu : 1. Two Hose / Pipa Ganda

Regulator Demand yang biasa dikenal di Amerika sejak tahun 1949 terdiri dari satu bagian yang dipasang di atas katup tabung dengan sebuah pipa penyalur udara napas, mouthpiece dan sebuah pipa buang udara. Pada saat ini biasanya disebut Two Hose Regulator. Mouthpiece atau Genggam Mulut adalah suatu bagian yang dimasukkan ke dalam mulut.

2. Two Stage / 2 Tingkatan Tekanan tabung dibagi dalam 2 tingkatan. Dari tekanan tinggi pada tingkat pertama (first stage) ke tekanan lebih rendah kira-kira 140 Psi pada tingkat kedua (second stage). Hal ini diatur di dalam ruang kecil pada regulator. Bila penyelam menarik napas ia akan menciptakan keadaan Vacum (hampa udara) dalam pipa pernapasan dan juga pada ruang regulator. Sekat karet (membran) yang terkena langsung dengan air menekan pengungkit tingkat kedua dan menyebabkan udara bertekanan rendah mengalir ke penyelam. Apabila penyelam berhenti bernapas, aliran udara secara cepat menjadi seimbang dalam pipa dan ruang regulator, lalu sekat akan kembali ke letak biasa dimana pengungkit tingkat kedua menutup jalannya aliran udara. Oleh karena tekanan air yang mengatur aliran udara, maka dengan sendirinya tekanan disesuaikan dimana penyelam berada.

Suatu Demand Regulator sebenarnya merupakan suatu mekanisme sederhana, dimana udara mengalir hanya bila penyelam menarik napas dan langsung menyesuaikan secara otomatis dengan tekanan air pada kedalaman tersebut melalui cara equalization yang sederhana. 1. Single Stage / Tingkat Pertama

Salah satu jenis regulator dengan pipa ganda yang menggunakan sistem pengungkit sederhana, yang merubah tekanan langsung pada First Stage. Unit regulator ini sudah tidak diproduksi lagi di Amerika.

2. Single Hose / Selang Tunggal Regulator yang paling umum digunakan pada saat ini adalah Regulator Single Hose, yang terdiri dari: a. First Stage / Tingkat Pertama dengan tekanan tinggi yang dikembangkan ke

katup tabung. b. Pipa bertekanan antara. c. Second Stage / Tingkat Kedua yang terdiri dari Sekat Karet Pengungkit Tingkat

Kedua, Katup Buang Udara dan Genggam Mulut / Mouthpiece. Regulator Single Hose / selang tunggal bekerja dengan dua (2) tahap sama halnya Regulator Two Hose / Selang Ganda. Perbedaan utamanya adalah bahwa kedua tingkatannya terpisah. Dimana Second Stage terletak dekat mulut penyelam untuk

Page 164: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 164 -

memudahkan bernapas, oleh karena itu sekat karet berada pada permukaan yang sama dengan paru-paru dalam posisi berenang biasa. Gelembung udara yang dihembuskan / dibuang keluar melalui saluran pembuang yang terbuat dari karet, yang letaknya di bawah tingkat kedua. Regulator Two Hose untuk perbandingan, membuang udara buangan kembali melalui bagian badan regulator yang terletak di belakang dan agak di atas penyelam melalui pipa pembuang yang terpisah. Regulator ini menimbulkan suara terlalu banyak serta tidak menghalangi pandangan penyelam, tetapi pengambilan napas agak lebih sukar, disebabkan letak regulator yang berada di belakang.

Tombol Kuras

Regulator Single Hose adalah unit yang terpadu, mudah dipakai, mudah dikuras dan sebagai tambahan mempunyai tombol kuras yang terletak di bagian depan tingkatan kedua, yang menempel ke sekat karet demi melancarkan pengurasan. Katup Pembuang Udara dan air keduanya dapat dibuang keluar melalui katup pembuang yang terbuat dari karet, yang terletak di bagian dalam regulator Tolok Ukur Tekanan Tinggi (High Pressure Port Submersible Pressure Gauge) terletak pada tingkat pertama adalah "High Pressure Port", ini biasanya ditandai dengan huruf HP. Di sinilah "Submersible Pressure Gauge" anda dipasang untuk dapat melihat langsung tekanan tabung anda pada waktu menyelam. Alat ini merupakan salah satu bagian yang penting digunakan bersama regulator hingga penyelam dapat mengetahui secara langsung berapa banyak udara yang tersisa di dalam tabung pada setiap saat. Alat ini merupakan alat ukur anda selama penyelaman. Anda dapat merencanakan seluruh penyelaman dengan mengetahui kapan harus kembali ke kapal atau ke pantai untuk mengadakan penyelaman berikutnya, atau untuk memper- hitungkan naik yang aman pada waktu penyelaman yang lebih dalam. Submersible Pressure Gauge dapat digunakan dengan atau tanpa katup cadangan pada tabung Scuba, katup cadangan hanya berfungsi sebagai unit penunjang bila anda lupa melihat Gauge pada saat yang beraturan.

Adaptor

Kebanyakan First Stage juga mempunyai "Low Pressure Port" yang dapat dipergunakan untuk piranti (tool) yang memakai udara bagi penyelam pekerja, atau pemasangan "Second Stage Regulator" dan pipa untuk patungan atau sebagai unit pendukung untuk penyelaman. Octopus Rig / Pipa untuk Patungan dan Bouyancy Compensator Vest dapat disambungkan dengan Low Pressure Hose dan Adaptor untuk pengisian udara langsung dari regulator. Alat-alat tersebut merupakan sebagian dari alat yang digunakan untuk Advanced Diving.

Memasang Regulator pada tabung

Bila anda sudah siap untuk memasang regulator ke katup tabung, bukalah tutup pelan-pelan untuk menghembuskan kotoran debu pada O-ring yang melindungi inlet tekanan tinggi dan tempatkanlah Yoke pada tingkatan pertama melingkupi katup tabung berkedudukan pada O-ring. Tempatkanlah selalu pipa regulator ke arah kanan melewati bahu kanan penyelam. Keraskanlah pemutar sekuat tangan saja, kemudian bukalah perlahan-lahan katup tekanan tingginya dengan penuh, lalu putar kembali

Page 165: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 165 -

setengah putaran. Ingatlah selalu untuk menguji dengan menarik dan menghembuskan napas, kadang-kadang katup pembuang tersangkut bila kering, dengan menyiram bagian mulut dengan air dan meniup keras-keras maka akan membuka kembali.

“Periksalah selalu tekanan udara di tabung”

Bila Submersible Pressure Gauge pada regulator tidak dipergunakan atau tidak memiliki peralatan tersebut untuk memeriksa tekanan tabung, maka sebuah tank Pressure Gauge dapat dipergunakan.

Melepas regulator

Setelah selesai penyelaman, biarkanlah air terlebih dulu menetes hingga kering dari katup sebelum dibuka. Tutuplah katup sekuat kewajaran tangan. Semua regulator masih mempunyai tekanan udara pada tingkat pertama dan tingkat kedua, udara ini harus dikeluarkan sebelum melepaskan regulator dari katup. Hal ini dapat mudah dilakukan dengan menekan tombol kuras pada single house regulator"s atau dengan meniup keluar udara sisa pada Two House Regulator. Bila regulator dilepas tanpa mengeluarkan udara sisa, maka dapat mengakibatkan terjadinya sentakan pada O-ring yang kadang-kadang mengakibatkan O- ring tersebut pecah.

Page 166: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 166 -

BAB 13 PENGENALAN DASAR PENELUSURAN GUA

(CAVING)

10.1 Definisi Telusur Gua

Aktivitas Caving diterjemahkan sebagai ‘aktivitas penelusuran gua’. Setiap aktivitas penelusuran gua, tidak lepas dari keadaan gelap total. Justru keadaan seperti ini yang menjadi daya tarik bagi seorang caver, sebutan untuk seorang penelusur gua. Petualangan di lorong gelap bawah tanah menghasilkan pengalaman tersendiri. Perasaan ingin tahu yang besar bercampur dengan perasaan cemas karena gelap total. Ada apa dalam kegelapan itu ? membahayakankah ? adakah kehidupan di sana ? Pertanyaan lebih jauh bagaimana lorong-lorong itu terbentuk ? Pertanyaan yang kemudian timbul, kemudian berkembang menjadi pengetahuan tentang gua dan aspeknya, termasuk misteri yang dikandungnya. Maka dikenal istilah “speleologi”. Ruang lingkup ilmu pengetahuan ini tidak hanya keadaan fisik alamaiahnya saja, tetapi juga potensinya; meliputi segi terbentuknya gua, bahan tambang, tata lingkungan, geologi gua, dan segi-segi alamiah lainnya.

Mc. Clurg mencatat, setiap penelusuran gua tidak menginginkan lorong yang ditelusurinya berakhir, mereka mengharapkan di setiap kelokan di dalam gua dijumpai lorong-lorong yang panjangnya tidak pernah disaksikan oleh siapapun sebelumnya. Sehingga apabila orang bertanya, “ Mengapa mereka memasuki gua ?”, barangkali catatan Norman Edwin adalah jawabannya, “ Adalah suatu kepuasan bagi seorang penelusur gua bila lampu yang dibawanya merupakan sinar pertama yang mengungkapkan sebuah pemandangan yang menakjubkan di bawah tanah”.

10.2 Sejarah Penelusuran Gua

Sejarah penelusuran gua dimulai di Eropa sejak 200 tahun lalu. Eksplorasi pertama tercatat dalam sejarah adalah tanggal 15 Juli 1780, ketika Louis Marsalliers menuruni gua vertikal Fairies di Languedoc, Perancis. Kemudian pada tanggal 27 Juni 1888, seorang ahli hukum dari Paris bernama Eduard Alfred Martel mengikuti jejak Marssalliers. Penelusurannya kali ini direncanakan lebih matang dengan menggunakan peralatan lengkap seperti katrol, tangga gantung, dan perahu kanvas yang pada waktu itu baru diperkenalkan oleh orang-orang Amerika. Bahkan telephone yang baru diperkenalkan digunakan untuk komunikasi di dalam tanah. Usaha Martel ini dianggap sebagai revolusi di bidang penelusuran gua, sehingga ia disebut sebagai “Bapak Speleologi Modern”.

Prestasi Martel juga dalam hal memetakan gua yang merupakan kewajiban seorang penelusur gua ketika ia melakukan eksplorasi gua ketika ia melakukan eksplorasi gua. Antara tahun 1888-1913, Martel telah banyak memetakan gua dalam setiap penelusurannya, ini digunakan untuk kepentingan ilmiah, dan untuk merekam kedalaman serta panjang gua-gua tersebut.

Ketika Perang Dunia II selesai, kegiatan penelusuran gua memunculkan kembali dua orang tokoh ; Robert de Jolly dan Norman Casteret. De Jolly merupakan pembaharu di

Page 167: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 167 -

bidang peralatan peralatan penelusuran gua, seperti tangga gantung dari aluminium dan perahu kanvas yang lebih sempurna. Penemuan ini mejadi standar bagi para penelusur gua sampai 50 tahun kemudian. Sedangkan Casteret menjadi pioneer di bidang “cave diving”. Usahanya ini dilakukan pada tahun 1922, ketika Casteret pertama kali menyelami lorong-lorong yang penuh air di gua Montespan tanpa bantuan peralatan apapun. Karangan-karangan Casteret antara lain “My Cave” dan “Ten Years Under Ground”, yang kemudian menjadi buku pegangan bagi para penggemar cave diving dan ahli speleologi.

Kebanyakan penelusur gua memulai kegiatannya sebagai pemanjat tebing, karena memang kegiatan yang dilakukan hampir serupa. Para pemanjat tebing pula yang memberi inspirasi bagi perkembangan penelusuran gua. French Alpine Club, sebuah perkumpulan pendaki gunung ternama di Eropa telah mengadakan ekspedisi bawah tanah, dan untuk pertama kalinya menggunakan tali sebagai pengganti tangga gantung. Kelompok ini pula yang mencipatakan rekor penurunan gua vertikal sedalam 608m.

Sejarah penelusuran gua sejalan dengan sejarah penelitian gua (speleologi), kedua kegiatan ini tak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Hal inilah yang dilakukan oleh Eduard Martel, Robert de Jolly, Norman Casteret dan banyak lagi penelusur gua di seluruh dunia.

10.3 Terjadinya Gua dan Jenisnya

Dua unsur penting yang memegang peran terjadinya gua, yaitu rekahan dan cairan. Rekahan atau lebih tepat disebut sebagai “zona lemah”, merupakan sasaran bagi suatu cairan yang mempunyai potensi bergerak keluar. Cairan ini dapat berupa larutan magma atau air. Larutan magma menerobos ke luar karena kegiatan magmatis dan mengikis sebagian daerah yang dilaluinya. Apabila kegiatan ini berhenti, maka bekas jejaknya (penyusutan magma cair) akan meninggalkan bentuk gua, lorong, celah atau bentuk lain semacamnya. Ini sering disebut gua lava, biasanya di daerah gunung berapi.

gambar 1. Proses Terbentuknya Gua

Page 168: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 168 -

Proses yang terjadi terhadap batuan yang dilaluinya, tidak hanya proses mekanis, tetapi juga proses kimiawi. Karenanya, dinding celah atau gua, biasanya mempunyai permukaan yang halus dan licin.

Pembentukan gua lebih sering terjadi pada jenis batuan gamping, karst, dengan komposisi dominan Kalsium Karbonat (CaCO3), disebut gua batu gamping. Batuan ini sangat mudah larut dalam air, bisa air hujan atau air tanah. Oleh karenanya, reaksi kimiawi dan pelarutan dapat terjadi di permukaan dan di bawah permukaan. Tetapi sering kali ditemukan juga mineral-mineral hasil reaksi yang tidak larut di dalam air, misalnya kuarsa dan mineral ‘lempung’. Lazimnya bahan-bahan ini akan membentuk endapan tersendiri. Sedangkan larutan jenuh kalsium, di tempat yang tidak terpengaruh oleh tenaga mekanis, diendapkan dalam bentuk kristalin, antara lain berupa stalagtit dan stalagmit, yang tersusun dari mineral kalsit, dan variasi-variasai ornamen gua lainnya yang menarik untuk dilihat.

Air cenderung bergerak ke tampat yang lebih rendah. Sama dengan yang terjadi di bawah permukaan. Sama dengan yang terjadi di bawah permukaan. Hal ini berakibat daya reaksi dan pengikisan bersifat kumulatif. Tidak heran betapapun kecilnya sebuah celah tempat masuknya air di permukaan dapat menyebabkan hasil pengikisan berupa rongga yang besar, bahkan lebih besar di tempat yang lebih dalam. Rongga yang terbentuk mestinya berhubungan pula, hal ini mungkin karena sifat air yang mudah menyusup ke dalam celah yang kecil dan sempit sekalipun.

Ukuran besarnya gua tidak hanya tergantung pada intensitas proses kimiawi dan pengikisan yang berlangsung, akan tetapi juga ditentukan oleh jangka waktu proses itu berlangsung. Sedangkan pola rongga yang terjadi di bawah permukaan tidak menentu. Seandainya ditemukan pola rongga yang spesifik (mengikuti arah tertentu) maka dapat diperkirakan faktor geologi ikut berperan, misalnya adanya sistim patahan atau aspek geologis lainnya.

Selain jenis lava dan batu gamping yang dapat menyebabkan terjadinya gua, jenis batu pasir juga kadang-kadang memungkinkan terjadinya gua, demikian pula batuan yang membentuk lereng curam di tepi pantai. Kedua jenis batuan yang terakhir ini, biasanya mengakibatkan terjadinya gua yang tidak begitu dalam. Tenaga yang mempengaruhinya adalah tenaga mekanis berupa hantaman air atau hempasan ombak. Gua yang terjadi di sini disebut gua laut.

Di dalam proses pembentukan lorong ada banyak sekali kemungkinan bentuk, termasuk juga pembentukan apa yang kemudian kita sebut sebagai ornamen gua atau speleothem, beberapa ornamen yang memiliki sifat sama diberi nama; diantaranya;

1. Aragonite : Crystalline / cristal yang terbentuk dari CaCO3, jarang dijumpai. 2. Flow Stone : Kalsit (Calsite) yang terdeposisi (diendapkan) pada dinding lorong gua. 3. Gours : Kumpulan kalsit yang terbentuk di dalam aliran air atau kemiringan tanah.

Aliran ini mengandung banyak CO2. Semakin CO2 memuai (menguap), kalsit yang terbentuk semakin banyak.

4. Helectite : Formasi gua yang timbul dengan sudut yang berlawanan dari gaya tarik bumi. Biasanya melingkar.

5. Marble : Batu gamping yang mengalami perubahan bentuk dimetamorfasekan oleh panas dan tekanan sehingga merubah struktur yang unik dari batu tersebut.

6. Stalactite : Formasi kalsit yang menggantung 7. Stalacmite : Formasi kalsit yang tumbuh ke atas, di bawah atap stalactite. 8. Straw : seperti stalactite tapi diameternya kecil, sebesar tetasan air. 9. Styalalite : Garis gelombang yang terdapat pada potongan batu gamping.

Page 169: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 169 -

10. Pearls : Kumpulan batu kalsit yang berkembang di dalam kolam di bawah tetesan air. Disebut pearls karena bentuknya mirip mutiara.

11. Curtain : Endapan yang berbentuk seperti lembaran yang terlipat, menggantung di langit-langit gua atau di dinding gua.

12. Column 13. Couli Flower 14. Rimstone Pool : Berbentuk seperti bendungan yang berbentuk ketika terjadi

pengendapan air, CO2-nya menghilang dan menyisakan kalsit yang bersusun-susun.

10.4 Etika Dalam Penelusuran Gua

Penelusuran gua merupakan kegiatan kelompok, karenanya dalam setiap penelusuran tidak dibenarkan seorang diri. Jumlah minimal untuk sebuah eksplorasi gua adalah 4 orang. Hal ini didasarkan atas pertimbangan, jika terjadi kecelakaan pada salah seorang anggota kelompok, satu orang dibutuhkan untuk menjaganya, sedangkan dua lainnya mempersiapkan pertolongan (rescue), atau kalau tidak mungkin, cari pertolongan kepada penduduk.

Sebelum memasuki gua, hal yang harus dilakukan adalah meninggalkan pesan kepada orang lain tentang : tujuan gua yang akan dimasuki, jumlah penelusur, lama kegiatan, bagian gua yang akan dimasuki, dan lain-lain. Kemudian tinggalkan seorang pengamat di luar gua. Orang ini akan sangat berguna untuk memberi peringatan, jika terjadi sesuatu di luar gua, misalnya hujan lebat yang dapat mengakibatkan banjir dalam gua. Kalau tidak mungkin, pelajarilah keadaan cuaca terakhir di daerah tersebut, juga disiplin waktu yang disepakati.

Hal lain yang harus diperhatikan, yaitu membawa makanan dan minuman. Paling penting kondisi badan harus selalu fit di saat melakukan penelusuran gua. Sikap yang baik, menyadari kemampuan diri sendiri dan tidak memaksakan diri untuk menelusuri gua, jika kondisi atau kemampuan tidak memungkinkan.

Satu hal yang harus diresapi dan disadari oleh setiap penelusur gua yaitu masalah “konservasi”. Jangan mengambil apapun, jangan meninggalkan apapun dan jangan bunuh apapun. Setiap buangan yang ditinggalkan akan merusak lingkungan biologis gua yang sangat rapuh, misalnya sampah karbit. Bawalah semua sampah-sampah ke luar gua dan buang ke tempat pembuangan sampah. Setiap kerusakan yang ditimbulkan oleh penelusur adalah tindakan tercela, karena untuk merusakkan benda-benda dalam gua misalnya stalagmit dan stalagtit hanya butuh beberapa detik saja, sedangkan proses pembentukan benda-benda tersebut membutuhkan waktu ribuan bahkan jutaan tahun.

Jika prinsip-prinsip di atas disadari dan dilaksanakan oleh penelusur gua, maka semboyan: take nothing but picture, leave nothing but footprint, kill nothing but time, terasa semakin berarti.

10.5 Teknik Dalam Penelusuran Gua

13.5.1 Penelusuran Gua Horisontal

Pada dasarnya setiap penelusur gua, harus memulai perjalanannya dalam kondisi tubuh yang fit . Malah dalam sebuah buku teks disebutkan , apabila badan terasa kurang fit,

Page 170: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 170 -

sebaiknya perjalanan eksplorasi gua dibatalkan (etika penelusuran gua). Hal ini disebabkan karena udara di dalam gua sangat buruk, penuh deposit kotoran burung dan kelelawar, ditambah kelembaban yang sangat tinggi. Mudah sekali dalam kondisi demikian seorang penelusur gua terserang penyakit paru-paru, beberapa pioneer penelusur gua menghentikan kegiatan eksplorasinya karena terserang penyakit ini.

Selain memerlukan kondisi tubuh yang baik, seorang penelusur gua sedikit banyak harus harus memiliki kelenturan tubuh dan yang terpenting tidak cepat menjadi panik dalam keadaan gelap dan sempit. Bentuk tubuh juga mempengaruhi kecepatan gerak seorang penelusur gua. Penelusur Gua ideal adalah yang memiliki badan relatif kecil meskipun belum tentu menjadi jaminan akan menjadi penelusur handal.

Dalam penelusuran horisontal, kita lakukan gerak, jalan membungkuk, merangkak, merayap, tengkurap, dan kadang terlentang, menyelam serta berenang. Dengkul dan ujung siku merupakan sisi penting buat seorang penelusur atau caver.

Peralatan pribadi untuk gua horisontal 1. Helm 2. Caving sling 3. Cover all 4. Caving pack sack

Peralatan tim untuk gua horisontal 1. Perahu karet 2. Tali 3. Kamera 4. Kompas 5. Topofil

13.5.2 Penelusuran Gua Vertikal

Sampai dengan saat ini, ada beberapa sistem yang digunakan dalam penelusuran gua vertikal. Yang dianggap terbaik karena efektifitasnya adalah Single Rope Technique (SRT).

SRT hanya menggunakan satu tali tunggal, dan menggunakan prinsip pemindahan beban ketika menaiki tali tersebut, sehingga menggunakan dua alat naik.

Peralatan Penelusuran Gua Vertikal

Disini hanya akan dibahas mengenai peralatan yang digunakan untuk keperluan SRT, dan sedikit alternatifnya.

1. Peralatan Pribadi

Perlengkapan/peralatan yang disebutkan di bawah ini merupakan perlengkapan yang harus melekat pada seorang penelusur gua pada saat melakukan penelusuran gua vertikal. Secara garis besar peralatan yang harus dikenakan pribadi dibagi menjadi 3, yaitu alat untuk naik, alat untuk turun dan peralatan penunjang.

a. Peralatan Naik (ascender) Ada beberapa jenis peralatan yang dapat dikategorikan dalam ascender, yang memiliki keistimewaan apabila terbeban akan semakin mengunci ke tali. Foot Loop Jammer

Page 171: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 171 -

Alat ini akan digunakan oleh tangan untuk menarik beban badan, dihubungkan dengan webbing ke sit harness, sehingga juga menjadi pengaman kita. Pada alat ini ditempatkan foot-loop (sling injak) dan security link (tali pengaman). Alat ini menggunakan gigi-gigi runcing untuk mencengkram mantel dari tali, sehingga semakin terbeban akan semakin mengunci ke tali. Yang biasa digunakan sebagai Foot Loop Jammer adalah Jumar produksi Petzl, yang memiliki dua warna, kuning untuk tangan kiri, dan biru untuk tangan kanan. Ada beberapa jenis ascender lain yang memiliki bentuk dan fungsi hampir sama dengan Jumar Petzl, diantaranya CMI Jammer.

Chest Jammer Alat untuk naik yang prinsipnya hampir sama dengan Jumar, namun bentuknya lebih ringkas (tidak ada pegangan untuk tangan), dan dihubungkan langsung dengan Sit Harness dan Chest Harness, selain sebagai alat naik, juga berguna untuk menjaga agar badan tetap sejajar dengan tali. Chest Jammer keluaran Petzl biasa disebut Croll yang memang sudah dirancang untuk kepentingan SRT. Jumar dan Croll merupakan dua alat utama yang digunakan dalam SRT, ketika badan kita menggunakan Croll sebagai pengaman, dalam artian beban kita bergantung di Croll, tangan kita dapat menggunakan Jumar untuk menambah ketinggian.

b. Peralatan Turun (Descender) Figure Of Eight

Dapat digunakan sebagai alat turun, namun dalam SRT hal ini tidak dianjurkan, mengingat Figure Of Eight mengandalkan friksi dengan tali dengan cara membelokkan arah tali, sementara tali yang digunakan di SRT adalah Tali Statis yang akan lebih mudah rusak apabila arah gayanya diubah.

Bobin Descender Alat yang dikeluarkan Petzl ini, dikhususkan penggunaannya untuk menuruni tali pada SRT, yang digunakan adalah Bobin Single Rope. Bobin digunakan oleh orang yang sudah terbiasa menuruni tali dengan SRT, karena tidak memiliki kunci pengaman, kontrol kecepatan diatur oleh tangan kita.

Rack Rack memiliki batang-batang yang dapat dirubah posisinya, untuk mengatur friksi antara alat dengan tali, hal ini akan mempengaruhi kecepatan. Rack akan relatif lebih dingin setelah pengunaan jangka panjang.

Auto Stop Descender Auto Stop merupakan alat turun yang paling aman untuk digunakan dalam melakukan SRT. Hal ini karena Auto Stop dilengkapi dengan sistem kunci otomatis, dan dapat dipasang tanpa melepaskannya dari kaitan ke harness.

c. Peralatan Penunjang Merupakan peralatan yang juga harus dikenakan ketika melakukan SRT, yang digambarkan disini adalah prinsip-prinsipnya, bisa digunakan benda lain dengan prinsip sama Sit Harness

Ada berbagai jenis Sit Harness, untuk keperluan SRT Petzl khusus mengeluarkan Avanti. Sit Harness ini berbeda dengan harness untuk keperluan memanjat ataupun canyoning. Avanti dapat diubah ukurannya

Page 172: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 172 -

sesuai dengan badan kita, karena dalam melakukan SRT, ukurannya harus benar-benar tepat agar terasa nyaman.

Linking Maillon Semacam karabiner tetapi tidak memiliki sebuah gate (pintu dengan per). Maillon sangat kuat, terdiri dari berbagai tipe dan ukuran. Linking Maillon gunanya sebagai penghubung foot-loop jammer dengan foot-loop dan safety link. Alternatif lain dapat menggunakan small oval screwgate carabiner.

Foot Loop Atau tangga, digunakan waktu naik meniti tali. Foot loop merk “Camp” dapat dipanjang dan pendekkan sesuai dengan keperluan. Alternatif lain memakai etrier atau sling.

Security Link Disebut juga “safety link”, gunanya sebagai safety pada waktu naik. Terbuat dari Dynamic Climbing Rope, berdiameter 9mm. Panjangnya sejangkau tangan atau lebih. Pada kedua ujungnya dibuat “figure of eight knot”. Ujung pertama di foot loop jammer dan ujung lainnya di attachment pada sit harness. Bisa juga menggunakan webbing.

Chest Harness Merupakan harness khusus di dada. Bentuknya seperti angka delapan. Chest harness berguna untuk menempatkan “petzl croll” waktu naik, sehingga badan tetap sejajar dengan tali. Figure of eight chest harness merupakan perlengkapan standar. Alternatif lain memakai sling/chest strap.

Main Attachment Delta maillon 10mm adalah main attachment. Terbuat dari baja (steel) atau aluminium. Main attachment merupakan tempat utama untuk berbagai kaitan/sangkutan. Selain untuk mengunci sit harness, delta maillon juga untuk mengkaitkan croll, security link, cow’s tail dan descender. Untuk posisi main attachment tidak pernah digunakan carabiner.

Cow’s tail Sebagai pengaman pada saat melewati sambungan tali dan pindah anchor, waktu menuruni tali atau menaiki tali. Cow’s tail dapat dibuat dari “climbing rope 11mm”. Panjangnya kemudian dilipat dua tidak sama panjang. Masing-masing ujungnya dibuat figure of eight knot juga bagian tengahnya, bagian yang membagi dua. “loop” pada bagian tengah ini dikaitkan pada delta maillon.

Karabiner Oval karabiner digunakan untuk cow’s tail sedangkan oval screw gate karabiner untuk descender. Pada umumnya dalam penelusuran gua vertikal digunakan ‘oval screw gate carabiner’.

Helmet Merupakan perlengkapan vital dan wajib dikenakan oleh para penelusur gua. Gunanya untuk melindungi kepala dari kemungkinan terbentur atau tertimpa batu. ‘Petzl helmet’ diperlengkapi dengan lampu karbit.

2. Perlengkapan Tim

a. Tali Tali yang dipakai dalam penelusuran gua vertikal, harus mempunyai karakteristik sebagai berikut : kuat, memiliki daya tahan terhadap gesekan, daya lentur kecil dan dapat menyerap kejut. Speleo rope memenuhi syarat ini. Biasanya, spleleo rope yang dipakai berdiameter 9,5 mm sampai 11 mm.

Page 173: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 173 -

Pemeliharaan: Untuk memperpanjang umur tali, jauhkan dari asam (acid), alkali, hindarkan dari kemungkinan gesekan dengan batu, atau gunakan “rope pad” (alas tali). Cucilah tali setelah digunakan, tetapi jangan memakai sabun, pakailah sikat halus. Jemur tali di tempat teduh da berangin, jangan sekali-kali menjemur di panas matahari.

b. Webbing Disebut juga tape (pita) terbuat dari nilon. Digunakan untuk membuat harness, anchor, dan lain-lain.

c. Perlengkapan lainnya Perlengkapan lain yang diperlukan seperti tas untuk membawa tali (rucksack, tackle bag), juga untuk membawa perlengkapan lainnya. Alat penerangan seperti lampu batre, lampu karbit, atau lainnya. Sebaiknya membawa batre atau karbit cadangan. Untuk membawa karbit dapat digunakan ban dalam mobil atau motor.

Untuk mengarungi sungai di dalam gua diperlukan perahu karet khusus.

13.5.3 Tali Temali Pada Penelusuran Gua

Merupakan pengetahuan dasar yang wajib diketahui oleh penelusur gua. Simpul-simpul yang biasa digunakan di dalam penelusuran gua, yaitu:

1. Bowline Digunakan untuk membuat anchor karena sifatnya yang semakin mengikat apabila mendapat beban. Bowline juga digunakan dalam teknik rescue. Waktu membuat simpul ini, ujung tali harus overhand knot.

2. Figure of eight Merupakan simpul yang paling penting karena sering digunakan. Mudah membuatnya dan melepaskannya. Dipakai untuk membuat anchor, sebagai tali belay dan untuk menyambung tali.

3. Tape knot Simpul ini digunakan untuk menyambung webbing dengan menggabungkan kedua ujungnya. Tidak ada simpul lain untuk keperluan tersebut.

4. Butterfly knot Berfungsi untuk mengikat tali yang patah sehingga tidak terbeban. Simpul ini untuk tali dengan beban vertikal.

5. Prusik knot Untuk prusikking (naik tali dengan bantuan prusik)

Untuk mengetahui tata cara penggunaan simpul lihat pada Bab 3 Tali Temali & Simpul (Rope Handling & Knots).

13.5.4 Abseiling (Teknik Turun Dengan Tali)

Dengan sistem SRT, teknik menuruni menjadi sangat mudah dan nyaman, dibandingkan dengan penggunaan tangga gantung yang rumit. Yang harus diingat ialah ketika melakukan SRT badan kita harus selalu berada dalam kondisi aman, dalam artian ada paling tidak satu buah pengaman yang menjaga apabila terjadi sesuatu. Dalam hal ini, pengaman yang paling terakhir dilepas dan paling awal dipasang adalah Cow’s Tail.

Cara menuruni tali :

Page 174: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 174 -

Pertama pasang cow’s tail pada back up belay, kemudian pasang tali pada descender. Setelah descender terpasang, lepaskan cow’s tail dan lakukan abseiling. Tangan kiri pada descender, sedangkan tangan kanan memegang tali bawah sebagai kontrol laju pada waktu turun.

Kecepatan waktu abseiling sebaiknya konstan, jangan terlalu cepat atau tersendat-sendat selain berbahaya juga akan merusak tali. Untuk mengurangi laju percepatan gunakan carabiner untuk menambah friksi. Carabiner ini dikaitkan pada main attachment. Sebelum melakukan abseiling, jangan lupa membuat simpul pada ujung tali.

Pindah Anchor (passing a re-bellay on the descend)

Seringkali pada saat penelusuran gua harus memasang anchor lebih dari satu. Untuk dapat melewati anchor waktu turun atau naik, diperlukan pengetahuan atau teknik pindah anchor.

Teknik pindah atau melewati anchor :

1. Pasang cow’s tail pendek pada anchor, pada saat posisi descender sejajar dengan anchor.

2. Turun lagi sampai beban ada pada cow’s tail pendek, pasang cow’s tail panjang pada hang belay, buka descender yang sudah bebas beban.

3. Buka cow’s tail pendek dengan cara berdiri pada foot loop. 4. Lanjutkan abseiling, lepaskan cow’s tail panjang dan lepas foot loop jammer.

Pindah Sambungan (Passing a knot on the descend)

Kadang-kadang tali yang digunakan untuk menuruni gua tidak cukup panjang dan harus disambung dengan tali lain agar dapat mencapai dasar.

Teknik melewati sambungan :

1. Turunkan descender hingga menyentuh sambungan tali 2. Pasang cow’s tail pada safety loop figure of eight 3. Pasang chest jammer, croll pada tali di atas descender, jangan terlalu jauh atau

terlalu dekat 4. Buka descender dan pasang di tali bawah sambungan dengan posisi mengunci 5. Buka croll, dengan bantuan foot loop 6. Lanjutkan abseiling setelah melepas cow’s tail dan foot loop jammer.

13.5.5 Prusiking (Teknik Naik Dengan Tali)

Yaitu bagaimana supaya penelusur gua dapat tiba kembali ke permukaan. Dalam vertikal caving, telah dikembangkan berbagai teknik memakai tali dengan kelemahan dan kelebihannya.

Ada dua system, yaitu :

1. Rope Walking System

Ciri utama dari sistim ini adalah kedua kaki diikat pada ascender yang terpisah, sehingga setiap kaki dapat bergerak dengan bebas. Gerakan yang terlihat seperti seorang yang sedang menaiki tangga. Semakin tegak badan seseorang, semakin

Page 175: Diktat Materi SMAGAPALA

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 175 -

efisien sistim ini berjalan. Rope walking system terdiri dari Floating system, Basis Mitchell system, Pigmy system dan gabungan ketiganya.

2. Sit-stand system

Berbeda dengan rope walking system, pada sistim ini tidak menggunakan dua ascender, tetapi cukup hanya satu ascender. Kedua kaki bergerak bersama, sehingga beban ditopang bersama. Keuntungannya kaki tidak cepat capai dan mudah untuk istirahat. Sit stand system terdiri dari frog system, inchworm system, texas system dan a one ascender prusik system. Dari keempat sistim, frog system paling sering digunakan karena efisien dan aman.

Frog system menggunakan satu jummar dan chest jammer croll di dada. Tangan kanan mendorong jumar ke atas, sehingga kedua kaki dalam foot loop berada dalam posisi terlipat. Pada posisi berdiri, croll ikut bergerak ke atas, sampai berada di bawah jummar. Demikian seterusnya.

Pindah anchor (passing a re-belay on the ascend)

Seperti pada abseiling, teknik melewati anchor waktu naik tidak banyak berbeda. Teknik melewati anchor :

1. Pasang cow’s tail pada anchor 2. Pindahkan foot loop jammer ke tali di atas anchor berdiri 3. Berdiri di foot loop, buka croll dan pasang pada tali atas. 4. Buka cow’s tail dan lanjutkan ascending.

Pindahan sambungan (passing a knot in the ascend)

1. Pasang cow’s tail pada ‘safety loops’ figure of eight knot. 2. Pindahkan foot loop jammer ke tali di atas sambungan. 3. Berdiri di foot loop, buka croll dan pasang tali atas. 4. Buka cow’s tail dan lanjutkan ascending.

Page 176: Diktat Materi SMAGAPALA

Untuk Kalangan Sendiri – SMAGAPALA - 176 -

DAFTAR PUSTAKA

1. Attaway, Stephen W., “Rope System Analysis”, New South Wales, Oberon State Emergency Service

2. CDEM, 2001, “General Rescue Manual”, New Zeland, New Zealand Civil Defence Emergency Management

3. Edwin, Norman, “ Etika Dasar Penelusuran Gua”, Jakarta: Paper Kursus Dasar III 1983

4. Edwin, Norman, “ Caving: Menelusuri Kegelapan”, Jakarta: Paper Kursus Dasar III 1983

5. Laidlaw, Kenneth N., 2002, “Considerations For Rope Rescue in 2002”, http://basarc.org/papers/roperescue/RopeRescue2002.pdf

6. MaxLifestyle International Inc., http://www.abc-of-rockclimbing.com/info/rockclimbing-techniques.asp

7. PACI, 2005, ”Mechanical Advantage (Hauling)”, Profesional Association Climbing Instructure

8. Rizaldi, Ahmad dan Ramadi, Setyo, ”Panjat Tebing”, http://www.mapalaui.com

9. Rescue 3 International, “Instruction Phylosophy”, http://www.rescue3.com

10. Sheehan B.E, Alan. “Vector Analysis for Vertical Rescue”, http://recycle.subterra.or.id (Arikel Terjemahan)

11. Statistik Kehutanan Indonesia, http://dephut.go.id

12. The UN Food & Agriculture Organization (FAO), State of the World’s Forests 2007

13. WANADRI - Perhimpunan Penempuh Rimba & Pendaki Gunung, “Materi Diktat Diklatsar 1996”, Jl. Aceh No. 155 Bandung Telp/Fax: 022-4206440 & Jl. Pahlawan 12A Kalibata Jakarta Selatan Telp/Fax. 021-79184012

14. Warild, Allan, “Vertical”, http://www.caves.com