DIKTAT MANAJEMEN PUBLIK - Universitas Nasional

55
DIKTAT MANAJEMEN PUBLIK Oleh : HERU DIAN SETIAWAN ADMINISTRASI PUBLIK - FISIP UNIVERSITAS NASIONAL

Transcript of DIKTAT MANAJEMEN PUBLIK - Universitas Nasional

Page 1: DIKTAT MANAJEMEN PUBLIK - Universitas Nasional

DIKTAT MANAJEMEN PUBLIK

Oleh : HERU DIAN SETIAWAN

ADMINISTRASI PUBLIK - FISIP UNIVERSITAS NASIONAL

Page 2: DIKTAT MANAJEMEN PUBLIK - Universitas Nasional

8/4/2020

1

Heru Dian Setiawan, M.Si

Pengertian Manajemen Publik

Publik berasal dari bahasa Latin, publicusartinya “milik masyarakat luas”. Bisa juga diartikan keterwakilan atau pelanggan suatu organisasi.Pengertian Publik:

Secara Kuantitatif merp jumlah orang yg memp minat yg sama thd masalah sosial Mis BBMminat yg sama thd masalah sosial. Mis. BBM.Secara Geografis menunjukkan area berkumpul dan memp minat yg sama thd masalah sosial. Mis. Mengikuti Pilkada.Secara Psikologis memp minat yg sama thd masalah sosial tetapi tidak menyatu secara fisik. Mis. Bom Bali.Secara Sosiologis memp minat yg sama, kehendak memecahkan masalah yg sama, dan tujuan secara bersama. Mis. Pencarian harta di Bogor.

Manajemen merp proses universal, tetapi jenis organisasi dan lingkungan yg berbeda (publik dan swasta) menuntut strategi manajemen yg berbeda, maka studi manajemen publik perlu menggunakan pendekatan yg berbeda d di j bi i /dengan studi manajemen bisnis/swasta.

Studi manajemen publik umumnya mengarah pada masalah-masalah kebijakan yg nyata dan diaplikasikan untuk meningkatkan pelayanan publik.

Pimpinan organisasi publik menghadapitantangan dan persoalan yg lebihkompleks dan paradoksal daripadapimpinan organisasi swasta, yaitumengembangkan organisasi secaraefisien, responsif, transparan danakuntabel.

Selain itu organisasi publik pun memiliki Selain itu, organisasi publik pun memilikinuansa yg sarat dgn aspek politis danmemiliki stakeholders yg bersifatheterogen, sehingga seorang pimpinanorganisasinya harus memiliki kemampuandan kepekaan politik sekaligus cakapsecara manajerial.

Mata kuliah ini akan membahas masalah yg terjadipada tataran publik, terutama yg berkaitan dgnpenerapan asas desentralisasi dan otonomi daerah.

Pd sisi lain, keberhasilan birokrasi pemerintah dalammengemban misinya ditentukan oleh kemampuanpara pemimpinnya dalam mengidentifikasi berbagaikebutuhan dan peluang yg terjadi di lingkunganeksternalnya.

Bagian pertama akan menjelaskan esensidesentralisasi sebagai penyerahan wewenang darig p y gpemerintah pusat kepada pemda untuk mengaturkebijakan, perencanaan, implementasi, danpembiayaan dalam rangka demokrasi. Sedangkanotonomi adalah wewenang yg dimiliki daerah untukmengurus rumah tangganya sendiri dalam rangkadesentralisasi.

Bagian kedua, akan membahas hubungan legislatifdan eksekutif dalam pembuatan Perda yg dilandaskanatas 3 fungsi DPRD yaitu fungsi perwakilan, fungsipembuatan kebijakan, dan fungsi pengawasan.

Bagian ketiga, memuat penjelasan ttg pengelolaan keuangan daerah yg terfokus pada kemampuan keuangan daerah sebagai salah satu faktor utama yg merp sumber daya finansial bagi pembiayaan penyelenggaraan roda pemerintahan daerah dan derajat otonomi fiskal daerahdaerah dan derajat otonomi fiskal daerah, yg merp suatu sistem yg mengatur bagaimana caranya sejumlah dana dibagi di antara berbagai tingkat pemerintah (Pemerintah Pusat, Provinsi, Kabupaten dan Kota).

HERU
Placed Image
Page 3: DIKTAT MANAJEMEN PUBLIK - Universitas Nasional

8/4/2020

2

Bagian keempat, membahas ttgpergeseran peran organisasi publiksebagai konsekuensi logis dari perubahansosial-politik yg sebelumnya bersifatsentralistis ke penyelenggaraanpemerintah yg desentralistis.

Bagian kelima, mengupas efektivitasorganisasi Dispenda sebagai organisasi yg

b t d l tmengemban tugas dalam pemungutanpajak dan retribusi daerah.

Bagian keenam, membahas kinerjabirokrasi publik di Daerah denganmemperhatikan elemen produktivitas, elemen orientasi kualitas layanan, elemenresponsivitas, dan elemen akuntabilitas.

Bagian ketujuh, membahas bagaimanakualitas pelayanan birokrasi publik diDaerah dengan memperhatikan elemenresponsivitas, kesopanan, aksesibilitas, dan komunikasi.

Bagian kedelapan, membahas penerapanmanajemen strategik di birokrasi publikb i k i i i t kbagi kesiapan organisasi untukmengantisipasi perubahan yg terjadi padalingkungan internal dan eksternal, melaluikajian mandat, visi dan misi organisasi, analisis lingkungan strategik, sertaidentifikasi isu strategik yg ada.

Bagian kesembilan, membahas persoalan peranan birokrasi terhadap peningkatan investasi daerah, dengan memperhatikan 3 faktor utama, yaitu SDM aparatur, penguasaan teknologi informasi, dan persepsi investor

h d ki j bi k i blik d hterhadap kinerja birokrasi publik daerah.

Bab kesepuluh, menguraikan pengelolaan lingkungan hidup oleh birokrasi pemerintah daerah.

HERU
Placed Image
Page 4: DIKTAT MANAJEMEN PUBLIK - Universitas Nasional

8/4/2020

1

Heru Dian Setiawan

MANAJEMEN PUBLIK

Heru Dian Setiawan

Dosen FISIP – Adm. Publik

Universitas Nasional

Pertemuan ke-2:Desentralisasi dan Otonomi Daerah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945, Pasal 18 Ayat 1 - 7, Pasal 18A ayat 1 dan 2 , Pasal 18B ayat 1 dan 2.

Ketetapan MPR RI Nomor XV/MPR/1998 tentangPenyelenggaraan Otonomi Daerah, Pengaturan, pembagian, dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional

B k dil i b k Pyg Berkeadilan, serta perimbangan keuangan Pusatdan Daerah dalam Kerangka NKRI.

TAP MPR RI Nomor IV/MPR/2000 tentang RekomendasiKebijakan dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah.

UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan KeuanganAntara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah (Revisi UU No.32 Tahun 2004)

Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem NKRI.

Daerah Otonom yang selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem NKRIdalam sistem NKRI.

Desentralisasi : penyerahan Urusan Pemerintahan oleh Pem Pusat kpd daerah otonom berdasarkan Asas Oto-nomi (prinsip dasar penyelenggaraan Pemerintahan Daerah).

Dekonsentrasi adalah pelimpahan sebagian Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat, kepada instansi vertikal di wilayah tertentu, dan/atau kepada gubernur dan bupati/wali kota sebagai penanggung jawab urusan pemerintahan umum.

Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah Pusat kepada daerah otonom untuk melaksanakan sebagian Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat atau dari Pemerintah Daerah provinsi kepada Daerah kabupaten/kota untuk melaksanakan sebagian Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah provinsi.

Urusan Pemerintahan Wajib adalah Urusan Pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh semua Daerah.

i h ilih d l h i h Urusan Pemerintahan Pilihan adalah Urusan Pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh Daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki Daerah.

Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar-Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.

Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.

Dana Bagi Hasil (DBH) adalah dana yang bersumber dari pendapatan tertentu APBN yang dialokasikan kepada Daerah penghasil berdasarkan angka persentase tertentu dengan tujuan mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerahkeuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus Urusan Pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan NKRI.

Otonomi daerah merupakan salah satu bentuk desentralisasi pemerintahan guna memfasilitasipartisipasi dan aspirasi daerah dan masyarakatdalam pembangunan daerah.

Tujuannya (secara politik, administratif danekonomi) adalah:Peningkatan pelayanan masyarakat yang semakin

baik.Pengembangan kehidupan demokrasi.g g pKeadilan nasional.Pemerataan wilayah daerah.Pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat

dan daerah serta antar daerah dalam rangkakeutuhan NKRI.

Mendorong pemberdayaaan masyarakat.Menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkat-

kan peran serta masyarakat, mengembangkanperan dan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

HERU
Placed Image
Page 5: DIKTAT MANAJEMEN PUBLIK - Universitas Nasional

8/4/2020

2

Urusan pemerintahan absolut dalam Pasal 9 ayat (2) UU 23/2014 ttg Pemda, meliputi:a. politik luar negeri;b. pertahanan;c. keamanan;d. yustisi;e. moneter dan fiskal nasional; danf. agama

Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan absolut tsb di atas, Pemerintah Pusat:a. melaksanakan sendiri; ataub. melimpahkan wewenang kepada Instansi Vertikal yang ada di Daerah atau gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat berdasarkan asas Dekonsentrasi

Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar meliputi:a. pendidikan; b. kesehatan; c. pekerjaan umum dan penataan ruang; d. perumahan rakyat dan kawasan permukiman; e. ketenteraman, ketertiban umum, dan pelindungan masy; dan f. sosial.

Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar meliputi:

t k j b b d da. tenaga kerja; b. pemberdayaan perempuan dan pelindungan anak; c. pangan; d. pertanahan; e. ling-kungan hidup; f. adm kependudukan dan pencatatan sipil; g. pemberdayaan masy dan Desa; h. pengenda-lian penduduk dan keluarga berencana; i. perhu-bungan; j. komunikasi dan informatika; k. koperasi, usaha kecil, dan menengah; l. penanaman modal; m. kepemudaan dan OR; n. statistik; o. persandian; p. kebudayaan; q. perpustakaan; dan r. kearsipan

Urusan Pemerintahan Pilihan meliputi:a. kelautan dan perikanan;b. pariwisata;c. pertanian;d. kehutanan;e. energi dan sumber daya mineral;f. perdagangan;g. perindustrian; danh. transmigrasi.

Beberapa alasan tentang perlunya pemerintahan didaerah adalah: 1) alasan sejarah, 2) alasan situasi dan kondisi wilayah, 3) alasan keterbatasan pemerintah, serta4) alasan politis dan psikologis.

Contoh dari Otonomi Daerah di Indonesia :1. Penentuan Nominal Upah Minimum Regionalp g2. Penentuan Besaran Pajak dan Retribusi Daerah3. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Sesuai Daerah4. Penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah5. Pengelolaan Objek Wisata Milik Daerah6. Kebebasan Pelaksanaan Kebijakan oleh Berbagai Tingkat

Struktur Pemerintahan7. Penerapan Sistem Manajemen Hasil Perikanan8. Desentralisasi Sektor Kehutanan Indonesia9. Pengembangan Kawasan Kota Bandung sbg Smart City10. Penerapan Aturan ttg Angkutan Online di Kota Bogor

Tidak ada perjanjianantar daerah jika

SDM/SDA dilibatkan

Ada perjanjian antardaerah jika SDM/SDA

dilibatkan

Tidak ada perjanjianantar daerah jika

SDM/SDA dilibatkan

Setiap daerah tidakdiakui sebagai negara

berdaulat

Setiap daerah diakuisebagai negara

berdaulat dan sejajar

Setiap daerah tidakdiakui sebagai negara

berdaulat

Setiap daerah memiliki

Setiap daerah mempUUD daerah yang

Setiap daerah memiliki

Negara Kesatuan Negara Federal Otonomi Daerah

Setiap daerah memilikiperda (dibawah UU)

tidak bertentangandengan UUD negara(hukum tersendiri)

Setiap daerah memilikiperda (dibawah UU)

Sentralisasi Desentralisasi Semi Sentralisasi

Perjanjian dengan pihak asing/luar negeri

harus melalui pusat

Perjanjian dengan pihak asing/luar negeri

harus melalui pusat

Perjanjian dengan pihak asing/luar negeri

harus melalui pusat

Perda terikat denganUU

UUD daerah tidak terikat dengan UU

negara

Perda terikat denganUU

Perda dicabutpemerintah pusat

Perda dicabut DPR dan DPD setiap daerah

Perda dicabutpemerintah pusat

Pengeluaran APBN danAPBD dihitungperbandingan

Pengeluaran APBN danAPBD dihitung

pembagian

Pengeluaran APBN danAPBD dihitungperbandingan

Masalah daerah merupakan tanggung

jawab bersama

Masalah daerahmerupakan tanggung

jawab pemda

Masalah daerah merupakan tanggung

jawab bersama

Keputusan pemda Keputusan pemda

tidak ada hubunganKeputusan pemda

diatur pemerintah pusat

tidak ada hubungandengan pemerintah

pusat

diatur pemerintahpusat

Hanya Presidenberwenang mengatur

hukum

Presiden berwenangmengatur hukum untuk

negara sedangkankepala daerah untuk

daerah

Hanya Presidenberwenang mengatur

hukum

Hanya hari libur nasional diakui

Hari libur nasional terdiri dari pusat dan

daerah

Hanya hari libur nasional diakui

HERU
Placed Image
Page 6: DIKTAT MANAJEMEN PUBLIK - Universitas Nasional

8/4/2020

3

Hanya bahasa nasionaldiakui

Beberapa bahasa selain nasional diakui

setiap daerah

Hanya bahasa nasionaldiakui

DPRD (provinsi/negara bagian/dst) tidak punya hak veto

terhadap UU negara yang disahkan DPR

DPRD (provinsi/negarabagian/dst) punya hak

veto terhadap UU negara yang disahkan

DPR

DPRD (provinsi/negarabagian/dst) tidakpunya hak veto

terhadap UU negarayang disahkan DPR

Daerah diatur pemerintah pusat

Daerah harus mandiri Daerah harus mandiri

Bisa interversi darikebijakan pusat

Tidak bisa interversi dari kebijakan pusat

Bisa interversi darikebijakan pusat

Bendera nasional hanya diakui

Bendera nasional serta daerah diakui dan

sejajar

Bendera nasionalhanya diakui

APBN dan APBD tergabung

APBD untuk setiap daerah dan APBN

hanya untuk negara

APBN dan APBD tergabung

Konsep desentralisasi dan otonomi daerah dilihat dari perspektif organisasi dan manajemen yg lebih menekankan pada aspek efisiensi dan efektivitas pelaksanaan tugas. Osborne dan Gaebler (1995:283) mengatakan bahwa lembaga yg terdesentralisasi jauh lebih fleksibel karena lembaga tsb dapat memberikan respon dgn cepat thd lingkungan dan kebutuhan pelanggan yg berubah, lebih inovatif, lebih banyak komitmen dan produktivitas.

Tujuan dan sasaran dari kebijakan otonomi daaerah adalah:

Efisiensi dan efektivitas pemberian layanan kepada Efisiensi dan efektivitas pemberian layanan kepada masyarakat

Peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan daerah

Peningkatan partisipasi masyarakat dalam kehidupan politik dan pelaksanaan pembangunan

Peningkatan efektivitas pelaksanaan koordinasi serta pengawasan pembangunan.

Dari perspektif kekuasaan, pemencaran kekuasaan dapat mencegah terjadinya kekuasaan yg berlebihan.

HERU
Placed Image
Page 7: DIKTAT MANAJEMEN PUBLIK - Universitas Nasional

8/4/2020

1

PertemuanPertemuan keke--3:3:AAspekspek ManajerialManajerial ((KepemimpinanKepemimpinan) ) PemdaPemda sertasertaBudayaBudaya BirokrasiBirokrasi PublikPublik dandan PolitikPolitik LokalLokal

Kepemimpinan adalah komoditas yang sangat dicari danbernilai tinggi, karena banyak orang percaya bahwakepemimpinan adalah cara untuk meningkatkankehidupan pribadi, social, dan profesi mereka, bahkanperusahaan mencari orang dengan kemampuanperusahaan mencari orang dengan kemampuankepemimpinan yang dapat membawa perusahaanmeningkatkan profit.Sejumlah peneliti memaknai konsep tentangkepemimpinan sebagai sifat atau sebagai perilaku, sementara yang lain melihat kepemimpinan dariperspektif pengolahan informasi atau sudut pandanghubungan.

1900-1929: Definisi kepemimpinan di awal abad 20 inimenekankan control dan sentralisasi kekuasaan dengantema umum tentang dominasi, di mana kepemimpinansebagai “kemampuan untuk menekankan hasratpemimpin terhadap orang yang dipimpin dan mendorongkepatuhan, penghargaan, loyalitas, dan kerja sama (Moore, 1927:124)

1930-an: Kepemimpinan sebagai pengaruh, bukandominasi. Kepemimpinan juga didefinisikan sebagaiinteraksi karakter kepribadian khusus yang dimilikiinteraksi karakter kepribadian khusus yang dimilikiseseorang dengan yang dimiliki kelompok. Meskipundemikian para pengikut juga turut mempengaruhipimpinannya.

1940-an: Kepemimpinan sebagai perilaku individu saatmengarahkan aktivitas kelompok (Hemphill, 1949). Kepemimpinan dengan persuasi dibedakan dari “sikapdan metode dalam mengawasi orang” ataukepemimpinan dengan pemaksaan (Copeland, 1942).

1950-an: Tiga tema yang mendominasi definisi kepemimpinan yaitu:

◦ Keberlangsungan teori kelompok.

◦ Kepemimpinan sebagai hubungan yang mengembangkan tujuan bersama yang mendefinisikan kepemimpinan berdasarkan pada perilaku peimpin.

◦ Keefektifan, di mana kepemimpinan didefinisikan oleh kemampuan untuk memengaruhi seluruh keefektifan kelompok.

1960-an: Masa ini adalah masa kacau untuk masalah dunia, namun terdapat keselarasan definisi bahwa kepemimpinan sebagai perilaku p p p g pyang memengaruhi orang-orang untuk mencapai tujuan bersama.

1970-an: Fokus kelompok memberi jalan untuk pendekatan perilaku organisasional, di mana kepemimpinan dilihat sebagai “membentuk dan mempertahankan kelompok atau organisasi untuk mencapai tujuan kelompok atau organisasional” (Rost, 1991:59). Tetapi Burns (1978:425) merupakan konsep terpenting tentang kepemimpinan yaitu: “kepemimpinan adalah proses mobilisasi timbal balik oleh orang-orang dengan motif dan nilai tertentu, beragam sumber daya ekonomi, politik, dan lainnya, dalam konteks persaingan dan konflik, u/ menyadari tujuan yang dimiliki secara mandiri/bersama oleh pemimpin dan pengikut”.

1980-an: Masa ini penuh dengan karya akademisi dan karya popular tentang kepemimpinan, sehingga definisi kepemimpinan menjadi terlaluberlebihan dengan sejumlah tema yang tetap ada yaitu:◦ Lakukan seperti yang diminta pemimpin. Kepemimpinan

membuat pengikut melakukan apa yang diinginkan atasan.◦ Pengaruh. Sebagian akademisi menyatakan bahwa kepemimpinan

adalah pengaruh yang tidak bersifat memaksa.◦ Sifat. Dicetuskan oleh Peters & Waterman, 1982) terkait gerakan

kepemimpinan sebagai kehebatan.◦ Transformasi. Dicetuskan oleh Burns (1978:83) yang memulai

gerakan kepemimpinan sebagai proses transformasional. Definisi inimenyatakan bahwa kepemimpinan terjadi “ketika satu atau lebihmenyatakan bahwa kepemimpinan terjadi ketika satu atau lebihorang terlibat dengan orang lain dalam cara tertentu, sehinggapemimpin dan pengikutnya saling mengangkat ke tingkatan motivasidan moralitas yang lebih tinggi”.

MemasukiAbad 21: setelah ketidakcocokan selama berpuluh tahun, para kepemimpinan sepakat tentang satu hal: “Mereka tidak dapatmenghasilkan suatu definisi bersama untuk kepemimpinan, antara lain debat seperti apakah kepemimpinan dan manajemen merupakan prosesterpisah, sementara yang lain menekankan pada sifat, keterampilan, atauaspek hubungan kepemimpinan. Intinya kepemimpinan adalah konsepyang kompleks sehingga suatu definisi yang pasti akan sulit didapat.

Beberapa komponen kepemimpinan yang dapat diidentifikasi sebagai pusat fenomenayaitu:

Kepemimpinan adalah proses Kepemimpinan melibatkan pengaruh Kepemimpinan terjadi di dalam kelompok Kepemimpinan melibatkan tujuan yang samaSehingga definisi kepemimpinan dalam

materi kuliah ini adalah “proses di manaindividu memengaruhi sekelompokindividu untuk mencapai tujuanbersama”.

SDM SDM OrganisasiOrganisasi PemdaPemda

Terkait: Perencanaan SDM Pengorganisasian Pengarahan Pengendalian Pengadaan SDM Pengembangan Kompensasi Pengintegrasian Pemeliharaan Kedisiplinan Pemberhentian

HERU
Placed Image
Page 8: DIKTAT MANAJEMEN PUBLIK - Universitas Nasional

8/4/2020

2

BudayaBudaya BirokrasiBirokrasi PublikPublik

Budaya organisasi memberikan ketegasandan mencerminkan spesifikasi suatuorganisasi sehingga berbeda dgn organisasilainnya.

Budaya organisasi adalah pola asumsi dasary g pyang ditemukan atau dikembangkan olehsuatu kelompok orang selagi mereka belajaruntuk menyelesaikan problem-problem, menyesuaikan diri dengan ling-kunganeksternal, dan berintegrasi denganlingkungan internal (Schein (1997:8)

Schein (1997:8-10) menjelaskan bahwa kategori utama dari fenomena-fenomena yang berkaitan dengan budaya sebagai berikut:

a. Observed behavioral regularities when people interact (kebiasaan-kebiasaan perilaku ketika orang berinteraksi).

b. Group norms (standar-standar implisit dan nilai-nilai yang berkembang dalam lingkungan kerja grup).

c. Espoused values (prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang diumumkan bahwa grup tersebut menyatakan akan mencapai suatu tujuan).

d. Formal philosophy (kebijakan dan prinsip ideologis yang memberi arah bagi aksi-aksi suatu grup kepada berbagai pihak yg terkait).

e. Rules of the game (aturan main bagaimana kita melakukan sesuatu dalam lingkungan kita).

f. Climate (perasaan yg terbawa dlm suatu grup melalui tata letak fisik & cara bagaimana anggota organisasi berinteraksi dgn sesamanya g gg g g ymaupun stakeholder).

g. Embedded skills (kepentingan khusus dari anggota grup dlm berbagai kemampuan termasuk hal2 tertentu yg diwariskan dari generasi ke generasi).

h. Habits of thinking, mental models, and/or linguistic paradigms(kerangka kognitif yg dipakai bersama yg mengarahkan persepsi, pemikiran & bahasa yg digunakan anggota grup & diajarkan kpd anggota baru dlm tahap awal proses sosialisasi).

i. Shared meanings (pemahaman2 yg muncul yg diciptakan para anggota grup ketika mereka berinteraksi satu dgn lainnya).

j. Root metaphors or integrating symbols (ide, perasaan, citra grup mengembangkan karakter mereka sendiri, tingkat budaya ini mencerminkan emosi dan estetika para anggota grup sejajar dengan tingkat kognitif dan evaluatif mereka).

Taliziduhu Ndraha (1997:45-46) menjelaskan beberapa fungsi budaya sebagai berikut:a. Sebagai identitas dan citra suatu masyarakat. Identitas ini terbentuk

oleh berbagai faktor seperti sejarah, kondisi dan sisi geografis, sistem-sistem sosial, politik dan ekonomi, dan perubahan nilai-nilai di dalam masyarakat.

b. Sebagai pengikat suatu masyarakat. Kebersamaan sharing adalah faktor pengikat yang kuat seluruh anggota masyarakat.

c. Sebagai sumber. Budaya merupakan sumber inspirasi, kebanggaan dan sumber daya.

d Sebagai kekuatan penggerak Karena budaya terbentuk melalui d. Sebagai kekuatan penggerak. Karena budaya terbentuk melalui proses belajar mengajar maka budaya itu dinamis, resilient, tidak statis, tidak kaku.

e. Sebagai kemampuan untuk membentuk nilai tambah.f. Sebagai pola perilaku. Budaya berisi norma tingkah laku dan

menggariskan batasan-batasan toleransi sosial.g. Sebagai substitusi (pengganti) formalisasi.h. Sebagai mekanisme adaptasi terhadap perubahan.i. Sebagai proses yang menjadikan bangsa kongkuren dengan negara

sehingga terbentuk nation state.

Robbins, sebagaimana diterjemahkan Hadyana Pujaatmaka (1996:294), menjelaskan fungsi budaya di dalam suatu organisasi adalah sebagai berikut:1.Budaya mempunyai suatu peran menetapkan tapal batas,

artinya budaya menciptakan perbedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain.

2.Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi.

3.Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri individual seseorang.

4.Budaya meningkatkan kemampuan sistem sosial. Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk apa yang harus dikatakan dan dilakukan oleh para karyawan.

5.Akhirnya, budaya berfungsi sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku para karyawan.

Gordon dan Cummincs (1979:8) menjelaskan karakteristik budaya organisasi sebagai berikut:a. Inisiatif individual. Seberapa jauh inisiatif seseorang dikehendaki dalam

organisasi, meliputi derajat tanggung jawab, kebebasan, dan independensi masing-masing anggota organisasi.

b. Toleransi terhadap resiko. Seberapa jauh SDM didorong lebih agresif, inovatif, & mau menghadapi resiko dlm pekerjaannya.

c. Pengarahan. Kejelasan organisasi dalam menentukan obyektif dan harapan terhadap SDM terhadap hasil kerjanya. Harapan dapat dituangkan dalam bentuk kuantitas, kualitas dan waktu.

d. Integrasi. Bagaimana unit-unit di dalam organisasi didorong melakukan kegiatannya dalam satu koordinasi yang baik.

e. Dukungan manajemen. Seberapa jauh manajer memberikan komunikasi, bantuan dan dukungan terhadap bawahannya.

f. Pengawasan. Meliputi peraturan dan supervisi langsung yang digunakan u/ melihat secara keseluruhan perilaku karyawan

g. Identitas. Seberapa jauh loyalitas terhadap organisasi.h. Sistem penghargaan. Alokasi reward yang didasarkan pada kriteria hasil kerja

karyawan.i. Toleransi terhadap konflik. Usaha mendorong karyawan untuk kritis

terhadap konflik yang terjadi.j. Pola komunikasi. Komunikasi organisasi yang terbatas pada hirarki formal

dari setiap organisasi.

PolitikPolitik LokalLokal Pada era reformasi secara factual politik local dianggap telah mengalami banyak

perubahan dan memberikan dampak signifikan dalam praktek-praktek kepemrintahan daerah. Institusi politik local, peran-peran yang dimakinkan oleh institusi politik, dan perkembangan rekruitmen kepemimpinan di daerah telah memberikan warna baru bagi kondisi pembangunan di daerah.

Banyak pihak yg menginginkan adanya evaluasi terhadap praktek-praktek politik yang berkembang di era reformasi tersebut. Dalam tatanan pemerintah daerah, politik local demikian mewarnai perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembangunan sebagai kegiatan pengambilan keputusan politik. pembangunan sebagai kegiatan pengambilan keputusan politik.

Terdapat anggapan menguatnya politik local di era reformasi telah muncul ekses antara lain fenomena tergerusnya semangat dan nilai-nilai gotong royong dan konsep musyawarah mufakat dalam pengambilan keputusan, dan diganti dengan pemungutan suara yang berpotensi memunculkan konflik serta terjadinya kecurangan sebagai akibat pengelolaan yang kurang baik. Potensi kecurangan inilah selanjutnya akan berpotensi terjadinya konflik antar sesama rakyat dalam perebutan kekuasan, sehingga mencederai akar budaya politik lokal yang menjunjung semangat musyawarah mufakat yang merupakan tiang utama dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang demokrasi berdasarkan Pacasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

HERU
Placed Image
Page 9: DIKTAT MANAJEMEN PUBLIK - Universitas Nasional

8/4/2020

3

Politik lokal yang terimplementasi akan berkontribusi secaraspesifik pada seberapa mampu pemerintah daerah dalammenjalankan fungsi khususnya dalam menjalankan peran danfungsinya dalam mensejahterakan masyarakat. Kondisi faktualpemda dalam menjalankan perannya akan berelasi denganefektivitas pemda.

Efektivitas pemda terkait dengan efektivitas penyelenggaraanpemerintahan. Dalam konteks proses maka penyelenggaraanpemerintahan terkait dengan bagaimana tugas, fungsi dan peran-peran kepemerintahan di daerah dilaksanakan. Dalam konteksoutput maka penyelenggaraan pemerintahan terkiat denganp p y gg p gseberapa efektif pencapaian tujuan dari perencanaan yang telahdibuat. Dalam hal ini maka pemaknaan capaian terkait denganseberapa baik atau efektif masyarakat memperoleh layanan ataumerasakan kepuasan terhadap pemerintah yang memberikanlayanan. Beberapa kajian memberikan indikator bahwa efektivitaspemda terkait dengan kualitas layanan publik, kapasitas layananmasyarakat, kebebasan layanan masyarakat dari tekanan politik, dan kualitas perumusan kebijakan. Dalam pengertian ini makakehadiran Pemda di tengah penyelesaian masalah-masalahmasyarakat akan menjadi pengukur dari efektivitas Pemda.

Menurut salah satu widyaiswara Totok Suharto (2013), bahwa Efektivitas kelembagaan atau organisasipemerintah daerah saat ini memerlukan pembuktianpelayanan organisasi yang terbaik dari setiap PemerintahDaerah. Hal tersebut memerlukan upaya peningkatankualitas kinerja dalam setiap perencanaan maupunpelaksanaan program dan kegiatan pembangunan secaraterpadu dan berkelanjutan. Peningkatan kualitas kinerjakelembagaan pemerintah yang terpadu memerlukankerjasama yang harus dilakukan antarpemerintah daerahkerjasama yang harus dilakukan antarpemerintah daerahdan antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat, kemudian secara bersama mengkaji pengembangankelembagaan secara konseptual maupun aplikatif. Keterpaduan menjadi prioritas utama untuk dapatmewujudkan kinerja yang maksimal, antarlembagapemerintah saling mengkolaborasikan antara kerjasamadengan kebutuhan yang menjadi tugas pokok dan fungsiinstansi.

Beberapa pengukur dari efektivitas sebuah pemerintahan(Vinus, 2011) adalah bagaimana masyarakat memperolehpelayanan dan bagaimana mutu pelayanan, meliputikualitas pelayanan publik yang bebas dari tekanan politik, kualitas perumusan kebijakan, kualitas pengelolaankeuangan, dan kredibilitas komitmen pemerintahterhadap kebijakan yang telah ditetapkan.

Dengan demikian atribut dari efektivitas pemerintahannampak pada konteks kebijakan, manajemen Sumberdayamanusia (SDM) dan finansial serta perbaikan terus-manusia (SDM) dan finansial, serta perbaikan terusmenerus terhadap kinerja kebijakan dan pelayanan yang dijalankan. Secara keseluruhan pengukuran terhadapefektivitas dapatdilakukan dalam area persepsimasyarakat dan hasil nyata yang dapat dibuktikan secarafisik (data atau dokumen) sekunder. Secara esensial makaefektivitas pemerintahan dinilai dari seberapa tingkatkapasitas pemerintah dalam merespon persoalan-persoalan sensitif dan krisis di masyarakat.

Berdasarkan uraian politik lokal dan efektivitaspemda tersebut, maka secara keseluruhanpolitik lokal adalah bagaimana masyarakatberpikir dan memanifestasikan pencapaiantujuan bersama melalui fasilitasi organisasi atauinstitusi politik yang tercermin pada efektivitaspemda. Secara faktual politik local berkembangdan hidup dalam konteks dan ruang system politik.

Dengan demikian terdapat interaksi yang tidakdapat dipisahkan antara dinamika politiknasional, politik lokal, dan peran pemerintahdaerah dalam menjalankan tugasnya.

HERU
Placed Image
Page 10: DIKTAT MANAJEMEN PUBLIK - Universitas Nasional

8/4/2020

1

PertemuanPertemuan keke--4:4:FungsiFungsi & & PeranPeran LembagaLembaga LegislatifLegislatif -- EksekutifEksekutif

Pengertian LegislatifBadan legislatif adalah lembaga yang “legislate” atau membuat undang-undang. Anggota-anggotanya dianggap mewakili rakyat,maka dari itu badan ini seringdinamakan Dewan Perwakilan Rakyat,nama lain yang sering dipakai ialah Parlemen. Badan legislatif (DPR) dianggap merumuskan kemauan rakyat atau kemauan umumini dengan jalan menetukan kebijaksanaan umum yang mengikat seluruhmasyarakat. Undang-undang yang dibuatnya mencerminkan kebijaksanaan-y g g y g y jkebijaksanaan itu. Dapat dikatakan bahwa ia merupakan badan yang membuatkeputusan yang menyangkut kepentingan umum.

Fungsi Legislatif Fungsi legislasi, artinya DPR berfungsi sebagai lembaga pembuat undang-undang.

Fungsi anggaran, artinya DPR berfungsi sebagai lembaga yang berhak untukmenetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Fungsi pengawasan, artinya DPR sebagai lembaga yang melakukan pengawasanterhadap pemerintahan yang menjalankan undang-undang

Hak Legislatif Hak interpelasi adalah hak DPR untuk meminta

keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakanpemerintah yang penting dan strategis serta berdampakluas bagi kehidupan masyarakat.

Hak angket adalah hak DPR untuk melakukanpenyelidikan terhadap suatu kebijakan tertentupemerintah yang diduga bertentangan dengan peraturanperundang-undangan.H k k d d l h h k DR k Hak menyatakan pendapat adalah hak DR untukmenyatakan pendapat terhadap kebijakan pemerintahmengenai kejadian yang luar biasa yang terdapat di dalamnegeri disertai dengan rekomendasi penyelesaiannya atausebagai tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hakangket. Untuk memudahkan tugas anggota DPR makadibentuk komisi-komisi yang bekerja sama denganpemerintah sebagai mitra kerja.

Eksekutif Eksekutif adalah salah satu cabang pemerintahan yang memiliki kekuasaan dan

bertanggungjawab untuk menerapkan hukum. Contoh paling umum dalam sebuah cabang eksekutif disebut ketua pemerintahan. Eksekutif dapat merujuk kepada administrasi, dalam sistem presiden, atau sebagai pemerintah, dalam sistem parlementer.

Kekuasaan untuk menjalankan undang-undang & menyelenggarakan pemerintah negara. Kekuasaan ini dipegang oleh presiden sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-undang Dasar Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang undang Dasar 1945.

Lembaga Eksekutif di Indonesia meliputi presiden dan wakil presiden beserta menteri-menteri yang membantunya. Presiden adalah lembaga negara yang memegang kekuasaan eksekutif yaitu mempunyai kekuasaan untuk menjalankan pemerintahan. Di Indonesia, Presiden mempunyai kedudukan sebagai kepala pemerintahan dan sekaligus sebagai kepala negara. Presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan. Presiden dan wakil presiden sebelum menjalankan tugasnya bersumpah atau mengucapkan janji dan dilantik oleh ketua MPR dalam sidang MPR. Setelah dilantik, presiden dan wakil presiden menjalankan pemerintahan sesuai dgn program yang telah ditetapkan sendiri.

Wewenang Eksekutif Administratif, yakni kekuasaan untuk

melaksanakan undang-undang danmenyelenggarakan administrasi Negara

Membuat rancangan undang-undang dananggaran

Keamanan, yakni kekuasaan untuk mengaturpolisi dan angkatan bersenjata polisi dan angkatan bersenjata, menyelenggarakan perang, pertahanan negara, serta keamanan dalam negeri

Memberi grasi, amnesti, dan sebagainya Diplomatik, yakni kekuasaan untuk

menyelenggarakan hubungan diplomatik dengannegara lain.

AsasAsas--asas Sistem Pemerintahan Negara Dalam asas Sistem Pemerintahan Negara Dalam Pasal UUD 1945Pasal UUD 19451) Negara Republik Indonesia adalah negara hukum (Pasal

1 ayat 3)2) Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan

menurut UUD 1945 (Pasal 1 ayat 2)3) Negara Republik Indonesia menganut Sistem

Konstitusional.4) Kekuasaan negara tertinggi ditangan rakyat, tidak lagi

ditangan MPR (Pasal 1 ayat 2)5) Presiden dan Wakil Presiden dipilih langsung oleh

Rakyat. Sedangkan MPR dalam hal ini tugasnya hanyamelantik Presiden dan Wakil Presiden terpilih (Pasal 6 Ayat 1)

6) Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaanpemerintahan menurut UUD 1945 (Pasal 4 ayat 1 UUD 1945)

5

AsasAsas--asas Sistem Pemerintahan Negara Dalam asas Sistem Pemerintahan Negara Dalam Pasal UUD 1945Pasal UUD 19457) Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden

dapat diajukan oleh DPR kepada MPR hanya denganterlebih dahulu mengajukan permintaan kepadaMahkamah Konstitusi (Pasal 7B ayat 2)

8) Menyebutkan bahwa: Presiden dibantu oleh Menteri-Menteri Negara (Pasal 17 ayat 1)M i M i i di k d dib h ik l h9) Menteri-Menteri itu diangkat dan diberhentikan olehPresiden. Hal ini berarti bahwa Menteri Negara tidakbertanggung jawab kepada DPR (Pasal 17 ayat 2)

10) Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selamalima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalamjabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan(Pasal 4 ayat 1 dan Pasal 7)

6

HERU
Placed Image
Page 11: DIKTAT MANAJEMEN PUBLIK - Universitas Nasional

8/4/2020

2

AsasAsas ––AsasAsas UmumUmum PenyelenggaraanPenyelenggaraan Negara Negara (UU No. 28 (UU No. 28 TahunTahun 1999) :1999) :1) Asas Kepastian Hukum Berlandaskan Peraturan

2) Asas Kepentingan Umum Mendahulukan kesejahteraan umum

3) Asas Keterbukaan Memperoleh informasi yg benar jujur dan tidak diskriminatifbenar, jujur dan tidak diskriminatif

4) Asas Proporsionalitas Keseimbangan hak dan kewajiban penyelenggara negara

5) Asas Profesionalitas Berlandaskan kode etik dan ketentuan perundang-undangan yg berlaku.

6) Asas Akuntabilitas Tanggung jawab kepada masyarakat.

7

HERU
Placed Image
Page 12: DIKTAT MANAJEMEN PUBLIK - Universitas Nasional

8/4/2020

1

PertemuanPertemuan keke--5:5:HubunganHubungan LembagaLembaga LegislatifLegislatif -- EksekutifEksekutif

Hubungan antara satu lembaga negara dengan lembaga negara lainnya yang diikat dengan prinsip cheks and balances, dimana lembaga2 negara tersebut diakui sederajat tetapi tetapi saling mengendalikan satu sama lain. Sebagai akibat adanya mekanisme hubungan yang sederajat itu, timbul kemungkinan dalam melaksanakan kewenangan masing-masing terdapat perselisihan dalam menafsirkan amanat UUD. Dengan dihapuskannya penjelasan UUD, bisa jadi lembaga-lembaga negara menafsirkan sendiri UUD dengan seenaknya sesuai dengan kepentingan kelembagaannya.

Dalam konstitusi pra-amandemen negara ini, kedaulatan negara berada ditangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR sebagai lembaga tertinggi negara. Dari MPR inilah, kedaulatan rakyat dibagi secara vertikal ke lembaga tinggi negara dibawahnya. Prinsip yang dianut adalah pembagian kekuasaan (division or distribution of power).

Akan tetapi dalam konstitusi pasca-amandemen, kedaulatan rakyat itu ditentukan dibagikan secara horizontal dengan cara memisahkannya (Separation of Power) menjadi kekuasaan-kekuasaan yang dinisbatkan sebagai fungsi lembaga-lembaga negara yang sederajat dan saling mengendalikan satu sama lain berdasarkan prinsip checks and balances(saling imbang dan saling awas).

Posisi antara legislatif (MPR/DPR) dan eksekutif (Presiden/Wakil Presiden) dalam konstitusi pasca-(Presiden/Wakil Presiden) dalam konstitusi pascaamandemen adalah sejajar. Berbeda dengan konstitusi pra-amandemen, legislatif (MPR) berada diatas ekeskutif (Presiden), walau pada kenyataannya eksekutiflah yang sebenarnya berada diatas dan mengendalikan legislatif. Posisi yang sejajar dalam konstitusi pasca-amandemen juga menimbulkan hubungan baru antara lembaga legislatif dengan lembaga eksekutif, berbeda dengan hubungan antar-keduanya dalam konstitusi pra-amandemen.

Dari studi singkat terhadap kontitusi (UUD 1945), ditemukan beberapa bentuk hubungan antara legislatif dan eksekutif tersebut misalnya dalam bidang, pertama, kekuasaan legislasi (membuat undang-undang). Terdapat dalam Pasal 5 ayat (1) “Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat.” Pasal 20 ayat (2) “Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama.”

Kedua pasal ini mensuratkan adanya pengurangan kekuasaan legislasi Presiden. Presiden dikembalikan ke posisi sebagai pelaksana undang-undang, bukan pembentuk undang-undang dan p g g p g gDPR sebagai lembaga pembuat undang-undang. Posisi DPR sebagai pembuat undang-undang ini semakin diperkuat oleh konstitusi dengan Pasal 20 ayat (5): “Dalam hal rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak rancangan undang-undang tersebut disetujui, rancangan undang-undang tersebut menjadi undang-undang dan wajib diundangkan.” Pada bidang kekuasaan legislasi, pemisahaan kekuasaan (Separation of Power) dalam konstitusi pasca-amandemen (UUD 1945) telah diakomodir.

Kedua, kekuasaan administratif dan kelembagaan. Terdapat dalam Pasal 7A “Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa penghianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.” Dan Pasal 7C “Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat.”

Posisi Presiden/Wakil Presiden dikontrol oleh DPR melalui mekanisme pemakzulan (impeachment process) serta posisi DPR sama kuat dengan Presiden, karena Presiden tidak dapat membubarkan DPR. g pSepertinya pada bidang kekuasaan ini, kekuasaan DPR lebih besar dari Presiden, karena DPR bisa mengkontrol Presiden lewat mekanisme pemakzulan. Prinsip saling awas (checks) bersifat searah dan cenderung legislative heavy. Lalu bagaimana bentuk kontrol Presiden terhadap DPR? sejauh ini penulis tidak menemukan pasal dalam kontitusi pasca-amandemen (UUD 1945) yang menyebutkan kontrol Presiden terhadap DPR. Pasal pemakzulan menurut hipotesa penulis dilandasi pada aksi sejarah Orde Baru yang memberikan kewenangan sangat besar pada Presiden. Jadi Pasal ini bisa disebut “pasal egois”.

Ketiga, kekuasaan militer dan diplomatik. Terdapat dalam Pasal 11 ayat (1) “Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain.” Ayat (2) “Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara, dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.” Dan Pasal 13 ayat (2) “Dalam hal mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.” Ayat (3) Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.”

Presiden hanya memperhatikan pertimbangan DPR apabila mengangkat duta besar dan menerima penempatan duta besar negara lain. Kata memperhatikan disini berarti bukan sebuah keharusan. Kata “memperhatikan” adalah sebuah bentuk saling imbang (balances) antara DPR (legislatif) dengan Presiden (eksekutif).

Keempat, kekuasaan yudikatif. Terdapat dalam Pasal 14 ayat (2) “Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.” Pasal ini jelas mensuratkan adanya prinsip saling imbang (balances) antara DPR dengan Presiden.

Masalah Disharmoni Hubungan Antara Eksekutif dan Legislatif Peluang munculnya hubungan yang tidak harmonis antara badan legislatif dan

eksekutif dalam sistem presidensial yang dianut Indonesia sangat besar, yang dalam hal ini adalah munculnya sekat yang tidak terjembatani antar dua lembagaitu. Kondisi ini hadir utamanya disebabkan adanya kecenderungan “separation of power” yang memungkinkan minimnya aktivitas konsultasi diantara kedualembaga tersebut dalam menyusun cetak biru dan garis besar kebijakan yang nantinya akan disepakati bersama

Dengan adanya fenomena dual legitimacy,masing-masing lembaga merasa sebagaipilihan rakyat, baik legislatif maupun eksekutif sama-sama merasa berhak untukmenentukan arah kebijakan nasional. Ancaman disintegratif akan semakin kuatmanakala badan legislatif berbeda prientasinya dengan eksekutif .Dam ak dari adan a ers alan disharm ni h b n an le islatif dan eksek tif an Dampak dari adanya persoalan disharmoni hubungan legislatif dan eksekutif yang terutama adalah munculnya sebuah pola hubungan yang terlalu politis dalamlingkup pemerintahan yang substansif dapat mengganggu proses pembuatankebijakan yang sehat. Dalam konteks latin,hal ini telah menyebabkan terjadinyapembusukan politik,yang pada akhirnya presiden kerap tergoda untuk benar-benar meninggalkan legislatif. Lebih dari itu ,komitmen konsultatif tampak masihmenguasai aura pola hubungan eksekutif dan legislatif saat ini yang tercermindari perangkat aturan main pemerintahan yang legal maupun pola hubungan lobiinformal. Namun dengan kemauan berkompromi dan melakukan akomodasipolitik masalah yang ada diantara hubungan eksekutif dan legislatif dapatditangani.

HERU
Placed Image
Page 13: DIKTAT MANAJEMEN PUBLIK - Universitas Nasional

8/4/2020

2

Studi Kasus Contoh nyata yang dapat diketahui dalam hubungan antara legislatif dan

eksekutif terdapat pada kasus hubungan yang sempat berlangsungkurang baik antara Gubernur Jawa Tengah(Eksekutif) dan DPRD JawaTengah(legislatif) diantaranya adalah :

Kasus Penyelewengan Dana BansosDalam kasus ini terjadi perseteruan antara Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dengan Ketua DPRD Jawa Tengah Rukma Setyabudi. Hal ini terkait adanya indikasi penyelewengan dana bansos yang dilakukan oleh badan legislatif. Konflik muncul karena adanyapernyataan Ganjar yang terkesan menyudutkan DPRD JawaTengah. K h b G P d KKetegangan hubungan antara Ganjar Pranowo dengan Ketua sementaraDPRD Jateng Rukma Setyabudi yang menolak menandatangani paktaintegritas KPK dinilai oleh beberapa kalangan akibat tarik ulurpersoalan politik anggaran APBD Pemprov Jateng. Terutama dalampenetapan anggaran dana Bantuan Sosial(Bansos) dan hibah proposal dalam bentuk dana bantuan Sarana dan Prasarana(Sarpras) PemprovJateng ke-35 kabupaten/kota di Jateng dan dana aspirasi yang kuasapenuh penggunaaan anggaranya dipegang oleh anggota BadanAnggaran dan jajaran pimpinan DPRD Jateng. Meruncingnya seteru baukentut dana bansos kemudian berlanjut menjadi pembahasan dalamforum resmi eksekutif-legislatif,seperti rapat paripurna ,konsultasi dansiding komisi.

MasalahTentang Hak PenganggaranDisini sekali lagi terjadi hubungan yang kurang baik antara DPRD Jateng danGubernur Jateng. Kali ini dalam hal penganggaran,masalah yang muncul disiniadalah Penganggaran yang dirasa Gubernur Jateng Ganjar Pranowo tidakmerata pada setiap daerah di Jawa Tengah dalam hal Bankeu. Dan pada akhirnyaGanjar pun merubah anggaran Bankeu untuk masing-masing daerah tetapiDPRD Jateng merasa fungsi budgeting DPRD Jateng sudah dikebiri dan tidakdifungsikan sama sekali karena besran masing-masing alokasi bantuan keuanganuntuk kabupaten/kota pada APBD 2015 sudah disahkan.

Makna Dari Studi KasusDalam studi kasus yang telah disebutkan diatas dapat diketahui bahwahubungan eksekutif dan legislatif terdapat dalam beberapa hal diantaranyahubungan eksekutif dan legislatif terdapat dalam beberapa hal diantaranyaadalah dalam hal proses penentuan anggaran dan fungsi yang saling mengawasiuntuk bekerjasama dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat luas. Akan tetapi dalam hubunganya tersebut juga sering terjadi gesekan atau konflikterkait tentang fungsi dan hak yang dimiliki oleh masing-masing lembaga itu baikeksekutif maupun legislatif. Jika terdapat konflik antara eksekutif dan legislatifberarti hal tersebut menunjukkan belum ada pola hubungan yang baik antarakedua lembaga tersebut. Kedua lembaga semestinya membentuk tim yang dapatmembangun dan mendorong komunikasi antara eksekutif dan legislatif agar lebih harmonis. Jika terjadi hubungan yang baik antara eksekutif dan legislatifmaka kedua lembaga tersebut dapat bekerja sama dengan baik dan dapatmensejahterakan masyarakat luas.

Pembahasan Teoritis

Dalam mengkaji masalah ini tidak lepas dengan berbagai macam teori tentang kekuasaan yang bermula dari teori Trias Politica. Teori Pembagian Kekuasaan Menurut Trias Politika merupakan konsep pemerintahan yang kini banyak dianut diberbagai negara di aneka belahan dunia. Konsep dasarnya adalah, kekuasaan di suatu negara tidak boleh dilimpahkan pada satu struktur kekuasaan politik melainkan harus terpisah di lembaga-lembaga negara yang berbeda.

Trias Politika yang kini banyak diterapkan adalah, pemisahan kekuasaan kepada 3 lembaga berbeda: Legislatif Eksekutif dan Yudikatif kepada 3 lembaga berbeda: Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif.

Dengan terpisahnya 3 kewenangan di 3 lembaga yang berbeda tersebut, diharapkan jalannya pemerintahan negara tidak timpang, terhindar dari korupsi pemerintahan oleh satu lembaga, dan akan memunculkan mekanisme check and balances (saling koreksi, saling mengimbangi). Kendatipun demikian, jalannya Trias Politika di tiap negara tidak selamanya serupa, mulus atau tanpa halangan.

Sistem pembagian kekuasaan di negara Republik Indonesia jelas dipengaruhi oleh ajaran Trias Politica yang bertujuan untuk memberantas tindakan sewenang-wenang penguasa dan untuk menjamin kebebasan rakyat. Akan tetapi terdapat perbedaan dengan teori trias politica yang mengajarkan teori tentang pemisahan kekuasaan, di Indonesia menerapkan teori pembagian kekuasaanyang maksudnya lembaga-lembaga negara merupakan lembaga kenegaraan yang berdiri sendiri yang satu tidak merupakan bagian dari yang lain. Akan tetapi, dalam menjalankan kekuasaan atau wewenangnya, lembaga Negara tidak terlepas atau terpisah secara g y , g g p pmutlak dengan lembaga negara lain, hal itu menunjukan bahwa UUD 1945 tidak menganut doktrin pemisahan kekuasaan, dengan perkataan lain, UUD 1945 menganut asas pembagian kekuasaan dengan menunjuk pada jumlah badan-badan kenegaraan yang diatur didalamnya serta hubungan kekuasaan diantara badan-badan kenegaraan yang ada. Hal tersebutlah yang menciptakan adanya hubungan diantara lembaga Negara salah satunya adalah hubungan antara eksekutif dan legislatif baik hubungan yang bersifat buruk maupun yang bersifat baik.

HERU
Placed Image
Page 14: DIKTAT MANAJEMEN PUBLIK - Universitas Nasional

1. Undang-undang

Mengenai pembentukan undang-undang pertama kali dibukakan pada UUD 1945 pasal 20

ayat (1) dan (2) yang berisikan,

1. Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang.

2. Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden

untuk mendapat persetujuan bersama

Hal ini lah yang menjadi dasar pertama kali pembentukan UU yang selalu menjadi acuan

dalam pembentukan undang-undang.Secara khusus pembentukan undang-undang diatur dalam UU

No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Dan dalam UU No. 27

Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan

perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Dan juga ada dalam Peraturan DPR RI

No. 1 tahun 2014 tentang tatib pada Bab 6 tentang tata cara pembentukan Undang

undang.Mengenai pembentukan peraturan perundang-undangan diatur juga dalam Peraturan

Presiden RI No. 87 tahun 2014 tentang pelaksanaan undang-undang nomor 12 tahun 2011. Yang

pada dasarnya ke empat peraturan tersebut mengatur mengenai bagaimana cara dan proses

pembentukan sebuah undang-undang termasuk pihak-pihak terkait, tahap-tahapnya sampai

pengesahannya. Secara garis besar proses pembentukan undang-undang terbagi menjadi 5 (lima)

tahap, yakni perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan dan pengundangan.

Perencanaan

Perencanaan adalah tahap dimana DPR dan Presiden (serta DPD terkait RUU tertentu)

menyusun daftar RUU yang akan disusun ke depan. Proses ini umumnya kenal dengan istilah

penyusunanProgram Legislasi Nasional (Prolegnas).Hasil pembahasan tersebut kemudian

dituangkan dalam Keputusan DPR.

Ada dua jenis Prolegnas, yakni yang disusun untuk jangka waktu 5 tahun (Prolegnas

Jangka Menengah/ProlegJM) dan tahunan (Prolegnas Prioritas Tahunan/ProlegPT).Sebelum

sebuah RUU dapat masuk dalam Prolegnas tahunan, DPR dan/Pemerintah sudah harus menyusun

terlebih dahulu Naskah Akademik dan RUU tersebut.

Namun Prolegnas bukanlah satu-satunya acuan dalam perencanaan pembentukan

UU.Dimungkinkan adanya pembahasan atas RUU yang tidak terdapat dalam proleganas, baik

karena muncul keadaan tertentu yang perlu segera direspon.

Page 15: DIKTAT MANAJEMEN PUBLIK - Universitas Nasional

Secara umum, ada 5 tahap yang dilalui dalam penyusunan Prolegnas:

• Pada tahap mengumpulkan masukan, Pemerintah, DPR, dan DPD secara terpisah

membuat daftar RUU, baik dari kementerian/lembaga, anggota DPR/DPD, fraksi, serta

masyarakat.

• hasil dari proses pengumpulan tersebut kemudian disaring/dipilih

• kemudian ditetapkan oleh masing-masing pihak (Presiden, DPR dan DPD -untuk proses di

DPD belum diatur).

• Tahap selanjutnya adalah pembahasan masing-masing usulan dalam forum bersama antara

Pemerintah, DPR dan DPD.

• Tahap penetapan prolegnas (Program Legislasi Nasional)

Penyusunan

Tahap Penyusunan RUU merupakan tahap penyiapan sebelum sebuah RUU dibahas

bersama antara DPR dan Pemerintah. Tahap ini terdiri dari:

• Pembuatan naskah akademik

Naskah Akademik adalah naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum dan hasil

penelitian lainnya tehadap suatu masalah tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan

secara ilmiah mengenai pengaturan masalah tersebut dalam suatu rancangan peraturan

sebagai solusi terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum masyarakat.

• Penyusunan RUU

Penyusunan RUU adalah pembuatan rancangan peraturan pasal demi pasal dengan

mengikuti ketentuan dalam lampiran II UU12/2011

• Harmonisasi pembulatan dan pemantapan konsepsi

adalah suatu tahapan untuk

o memastikan bahwa RUU yang disusun telah selaras dengan:

1. Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, dan UU lain

2. Teknik penyusunan peraturan perundang-undangan

o Menghasilkan kesepakatan terhadap substansi yang diatur dalam RUU.

Page 16: DIKTAT MANAJEMEN PUBLIK - Universitas Nasional

Pembahasan

Pembahasan materi RUU antara DPR dan Presiden (juga dengan DPD, khusus untuk

topik-topik tertentu) melalui 2 tingkat pembicaraan. Tingkat 1 adalah pembicaraan dalam rapat

komisi, rapat gabungan komisi, rapat badan legislasi, rapat badan anggaran atau rapat panitia

khusus. Tingkat 2 adalah pembicaraan dalam rapat paripurna. Pengaturan sebelum adanya putusan

MK 92/2012 hanya “mengijinkan” DPD untuk ikut serta dalam pembahasan tingkat 1, namun

setelah putusan MK 92/2012, DPD ikut dalam pembahasan tingkat 2. Namun peran DPD tidak

sampai kepada ikut memberikan persetujuan terhadap suatu RUU. Persetujuan bersama terhadap

suatu RUU tetap menjadi kewenangan Presiden dan DPR.

Apa yang terjadi pada tahap pembahasan adalah “saling kritik” terhadap suatu RUU. Jika

RUU tersebut berasal dari Presiden, maka DPR dan DPD akan memberikan pendapat dan

masukannya. Jika RUU tersebut berasal dari DPR, maka Presiden dan DPD akan memberikan

pendapat dan masukannya. Jika RUU tersebut berasal dari DPD, maka Presiden dan DPR akan

memberikan masukan dan pendapatnya.

Pengesahan

Setelah ada persetujuan bersama antara DPR dan Presiden terkait RUU yang dibahas

bersama, Presiden mengesahkan RUU tersebut dengan cara membubuhkan tanda tangan pada

naskah RUU. Penandatanganan ini harus dilakukan oleh presiden dalam jangka waktu maksimal

30 hari terhitung sejak tanggal RUU tersebut disetujui bersama oleh DPR dan Presiden. Jika

presiden tidak menandatangani RUU tersebut sesuai waktu yang ditetapkan, maka RUU tersebut

otomatis menjadi UU dan wajib untuk diundangkan. Segera setelah Presiden menandatangani

sebuah RUU, Menteri Sekretaris negara memberikan nomor dan tahun pada UU tersebut.

Pengundangan

Pengundangan adalah penempatan UU yang telah disahkan ke dalam Lembaran Negara

(LN), yakni untuk batang tubung UU, dan Tambahan Lembaran Negara (TLN) yakni untuk

penjelasan UU dan lampirannya, jika ada. TLN.Sebelum sebuah UU ditempatkan dalam LN dan

TLN, Menteri Hukum dan HAM terlebih dahulu membubuhkan tanda tangan dan memberikan

nomor LN dan TLN pada naskah UU. Tujuan dari pengundangan ini adalah untuk memastikan

setiap orang mengetahui UU yang akan mengikat mereka.

Penyebarluasan

Penyebarluasan adalah kegiatan yang selalu “melekat” dalam setiap tahapan pembentukan

peraturan perundang-undangan. Pasal 88 ayat (1) UU 12/2011 (setelah dimaknai oleh MK dalam

Page 17: DIKTAT MANAJEMEN PUBLIK - Universitas Nasional

putusan MK 92/2012) menyebutkan bahwa, “Penyebarluasan dilakukan oleh DPR, DPD dan

Pemerintah sejak Penyusunan Prolegnas, pembahasan RUU, hingga Pengundangan Undang-

Undang,” hal tersebut dilakukan untuk,“memberikan informasi dan/atau memperoleh masukan

masyarakat serta para pemangku kepentingan.”

2. Peraturan Daerah

Rancangan Peraturan Daerah dapat berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

(DPRD) maupun dari Gubernur/Bupati/Walikota. Apabila dalam satu kali masa sidang

Gubernur/Bupati dan DPRD menyampaikan rancangan Perda dengan materi yang sama, maka

yang dibahas adalah rancangan Perda yang disampaikan oleh DPRD, sedangkan rancangan Perda

yang disampaikan oleh Gubernur/Bupati/Walikota dipergunakan sebagai bahan persandingan.

Program penyusunan Perda dilakukan dalam satu Program Legislasi Daerah, sehingga diharapkan

tidak terjadi tumpang tindih dalam penyiapan satu materi Perda.

Proses pembentukan perda usulan pemerintah daerah maupun perda inisiatif DPRD

mekanismenya sama saja, karena kedua lembaga itu apabila membuat peraturan daerah

berdasarkan pada peraturan perundang-undangan. Proses pembentukan Perda terdiri dari 3 (tiga)

tahap, yaitu:

a. Proses penyiapan rancangan Perda yang merupakan proses penyusunan dan perancangan

di lingkungan DPRD atau di lingkungan Pemda, terdiri penyusunan naskah akademik dan

naskah rancangan Perda.

b. Proses mendapatkan persetujuan, yang merupakan pembahasan di DPRD.

c. Proses pengesahan oleh Gubernur/Bupati/Walikota dan pengundangan oleh Sekretaris

Daerah.

Sebenarnya penentuan arah kebijakan untuk kepentingan daerah bukanlah terletak pada

keharusan membuat perda-perda yang banyak, akan tetapi pencocokan sumber daya alam maupun

manusia lebih diperhitungkan agar daerah itu dapat menyesuaikan kemampuan pada anggaran

pendapatan daerah. Faktor adanya peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dapat juga

sebagai bahan refrensi daerah atas kepatuhan terhadap aturan hukum yang menyesuaikan dengan

kondisi lingkungan didaerahnya. Oleh karena itu agar kebijakan daerah yang effektip, efisiensi,

dan accountability dibutuhkan rencana yang matang dengan kadar waktu jangka 1 (satu) tahun,

menengah, dan panjang terkonsepkan dalam draf rencana kerja.

Page 18: DIKTAT MANAJEMEN PUBLIK - Universitas Nasional

Berharap pada pembentukan peraturan daerah membawakan rasa keadilan yang nyata bagi

masyarakat daerah agar kelangsungan hidup ekonomi dapat dirasakan. Keadilan adalah perekat

tatanan kehidupan bermasyarakat yang beradab. Hukum diciptakan agar agar setiap individu

anggota masyarakat dan penyelenggara negara melakukan sesuatu tidakan yang diperlukan untuk

menjaga ikatan sosial dan mencapai tujuan kehidupan bersama atau sebaliknya agar tidak

melakukan suatu tindakan yang dapat merusak tatanan keadilan. Keadilan memang merupakan

konsepsi yang abstrak. Namun demikian di dalam konsep keadilan terkandung makna

perlindungan hak, persamaan derajat dan kedudukan di hadapan hukum, serta asas proporsionalitas

antara kepentingan individu dan kepentingan sosial. Sifat abstrak dari keadilan adalah karena

keadilan tidak selalu dapat dilahirkan dari rasionalitas, tetapi juga ditentukan oleh atmosfir sosial

yang dipengaruhi oleh tata nilai dan norma lain dalam masyarakat. Kepastian hukum sebagai salah

satu tujuan hukum dapat dikatakan sebagai bagian dari upaya mewujudkan keadilan. Bentuk nyata

dari kepastian hukum adalah pelaksanaan atau penegakan hukum terhadap suatu tindakan tanpa

memandang siapa yang melakukan. Dengan adanya kepastian hukum setiap orang dapat

memperkirakakan apa yang akan dialami jika melakukan tindakan hukum tertentu. Kepastian

diperlukan untuk mewujudkan prinsip persamaan dihadapan hukum tanpa diskriminasi.

Aturan terhadap pembuatan raperda inisiatif DPRD, penulis mengkaji secara seksama

dengan tinjauan isi materi permendagri nomor 53 tahun 2011 tentang pembuatan produk hukum

daerah. Mekanisme penyusunan raperda inisiatif DPRD telah diatur sebagaimana dalam pasal-

perpasal permendagri, faktor yang mendukung jalannya proses pembuatan raperda inisiatif DPRD

dalam fungsinya karena adanya aturan itu agar proses penyusunan raperda dilingkungan DPRD

secara prosedural agar hasil yang dicapai dengan maksimal, ini signifikan menyangkut

kepentingan daerah. Selanjutnya bagaimana proses penyusunan raperda inisiatif DPRD dari awal

sampai disahkannya menjada perda, yaitu:

1. Balegda Menyusun prolegda dilingkungan DPRD berdasarkan skala proritas dalam jangka

waktu 1 (satu) tahun, diatur dalam Pasal 12 Permendagri Nomor 53 Tahun 2011.

2. Hasil penyusunan Prolegda antara pemerintah daerah dan DPRD disepakati menjadi prolegda

dan ditetapkan dalam rapat paripurna DPRD, ditetapkan dengan keputusan DPRD.

Berdasarkan Pasal 13 Permendagri nomor 53 tahun 2011.

3. Setelah Prolegda disahkan, selanjutnya tahap penyusunan raperda dilingkungan DPRD.

Rancangan Perda yang berasal dari DPRD dapat diajukan oleh anggota DPRD, komisi,

gabungan komisi, atau Balegda. Rancangan Perda disampaikan secara tertulis kepada

pimpinan DPRD disertai naskah akademik dan/atau penjelasan atau keterangan yang memuat

pokok pikiran dan materi muatan yang diatur, daftar nama dan tanda tangan pengusul, dan

Page 19: DIKTAT MANAJEMEN PUBLIK - Universitas Nasional

diberikan nomor pokok oleh sekretariat DPRD. Berdasarkan Pasal 27 ayat 1 dan 2

Permendagri nomor 53 tahun 2011.

Untuk raperda yang berkaitan dengan:

o APBD;

o pencabutan Perda; atau

o perubahan Perda yang hanya terbatas mengubah beberapa materi,

Hanya disertai dengan penjelasan atau keterangan, sebagaimana dalam Pasal 28

Permendagri nomor 53 tahun 2011.

4. Menyangkut kegunaan dan fungsi raperda dibutuhkan alasan-alasan yang kuat sebagaimana di

atur dalam Pasal 29, yaitu

• Rancangan Perda yang disertai naskah akademik sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 28 telah melalui pengkajian dan penyelarasan, yang terdiri atas:

1. latar belakang dan tujuan penyusunan;

2. sasaran yang akan diwujudkan;

3. pokok pikiran, ruang lingkup, atau objek yang akan diatur; dan

4. jangkauan dan arah pengaturan.

• Naskah akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan sistematika sebagai

berikut:

1. Judul

2. Kata pengantar

3. Daftar isi terdiri dari:

a) BAB I :Pendahuluan

b) BAB II :Kajian teoritis dan praktik empiris

c) BAB III :Evaluasi dan analis peraturan perundang-undangan

terkait

d) BAB IV :Landasan filosofis, sosiologis dan yuridis

e) BAB V :Jangkauan,arah pengaturan dan ruang lingkup materi muatan

Perda

f) BAB VI :Penutup

4. Daftar pustaka

5. Lampiran Rancangan Perda, jika diperlukan.

Page 20: DIKTAT MANAJEMEN PUBLIK - Universitas Nasional

5. pengusul menyampaikan raperda kepada pimpinan DPRD, lalu pimpinan DPRD memberika

raperda kepada Balegda untuk dikaji sebagai pengharmonisasian, pembulatan dan

pemantapan konsepsi Rancangan Perda. Berdasarkan Pasal 30.

6. Pimpinan DPRD menyampaikan hasil pengkajian kepada anggota DPRD paling lambat 7

(tujuh) hari sebelum rapat paripurna. Agenda rapat paripurna DPRD yang dilaksanakan

berkaitan dengan raperda inisiatif meliputi:

a) pengusul memberikan penjelasan;

b) fraksi dan anggota DPRD lainnya memberikan pandangan; dan

c) pengusul memberikan jawaban atas pandangan fraksi dan anggota DPRD

lainnya.

Selanjutnya rapat paripurna memutuskan terhadap raperda, sebagai berikut:

1. persetujuan;

2. persetujuan dengan pengubahan; atau

3. penolakan.

Dalam hal persetujuan dengan pengubahan, pimpinan DPRD menugasi komisi, gabungan

komisi, Balegda, atau panitia khusus untuk menyempurnakan Rancangan Perda

tersebut.Setelah penyempurnaan raperda selanjutnya diberikan kepada pimpinan

DPRD.Berdasarkan Pasal 31 ayat 1-6 Permendagri nomor 53 tahun 2011.

7. Pasal 32 Permendagri nomor 53 tahun 2011 mengatakan, Rancangan Perda yang telah

disiapkan oleh DPRD disampaikan dengan surat pimpinan DPRD kepada kepala daerah untuk

dilakukan pembahasan.

8. walaupun raperda inisiatif yang dibahas tetap harus ada keputusan bersama antara DPRD

dengan Pemerintah Daerah, dalam tahap pembahasan raperda inisiatif melalui pembicaraan 2

(dua) tingkat. sesuai dengan Pasal 34 ayat 1 dan 2 Permendagri nomor 53 tahun 2011.

9. Pasal 35 huruf b, dalam hal Rancangan Perda berasal dari DPRD dilakukan dengan:

- Penjelasan pimpinan komisi, pimpinan gabungan komisi, pimpinan Balegda, atau

pimpinan panitia khusus dalam rapat paripurna mengenai Rancangan Perda;

- Pendapat kepala daerah terhadap Rancangan Perda; dan

- Tanggapan dan/atau jawaban fraksi terhadap pendapat kepala daerah.

Setelah terlaksana kegiatan di rapat paripurna DPRD sebagaimana keterangan

di atas maka pembahasan dalam rapat komisi, gabungan komisi, atau panitia khusus

yang dilakukan bersama dengan kepala daerah atau pejabat yang ditunjuk untuk

mewakilinya, berdasarkan Pasal 35 huruf c Permendagri nomor 53 tahun 2011.

Page 21: DIKTAT MANAJEMEN PUBLIK - Universitas Nasional

10. Pasal 36 huruf a dan b Permendagri nomor 53 tahun 2011, mengatur proses Pembicaraan

tingkat II meliputi:

a) Pengambilan keputusan dalam rapat paripurna yang didahului dengan:

− Penyampaian laporan pimpinan komisi/pimpinan gabungan komisi/pimpinan

panitia khusus yang berisi pendapat fraksi dan hasil pembahasan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 35 huruf c; dan

− Permintaan persetujuan dari anggota secara lisan oleh pimpinan rapat

paripurna.

b) Pendapat akhir kepala daerah.

11. Penetapan Raperda menjadi PERDA, berdasarkan Pasal 40 ayat 1 dan 2 Permendagri nomor

53 tahun 2011, mengatakan:

− Rancangan Perda yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan kepala daerah

disampaikan oleh pimpinan DPRD kepada kepala daerah untuk ditetapkan menjadi

Perda.

− Penyampaian Rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam

jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan

bersama.

Asas-asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan Peraturan Daerah

Dalam pembuatan undang-undang maupun peraturan daerah, penting memperhatikan asas-asas

pembentukan peraturan yang baik yang sesuai dengan ketentuan Pasal 5 UU Nomor 12 Tahun

2011 yaitu sebagai berikut :

a. kejelasan tujuan, yaitu bahwa setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus

mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai.

b. kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat, yaitu setiap jenis peraturan perundang-

undangan harus dibuat oleh lembaga/pejabat pembentuk peraturan perundang-undangan

yang berwenang dan dapat dibatalkan atau batal demi hukum bila dibuat oleh

lembaga/pejabat yang tidak berwenang.

c. kesesuaian antara jenis dan materi muatan, yaitu dalam pembentukan peraturan perundang-

undangan harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat dengan jenis

peraturan perundang-undangan.

Page 22: DIKTAT MANAJEMEN PUBLIK - Universitas Nasional

d. dapat dilaksanakan, yaitu bahwa setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus

memperhatikan efektifitas peraturan perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat,

baik secara filosofis, yuridis maupun sosiologis.

e. kedayagunaan dan kehasilgunaan, yaitu setiap peraturan perundang-undangan dibuat karena

memang benarbenar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan

bermasayarakat, berbangsa dan bernegara.

f. kejelasan rumusan, yaitu setiap peraturan perundang-undangan harus memenuhi persyaratan

teknis penyusunan, sistematika dan pilihan kata atau terminologi, serta bahasa hukumnya

jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam

pelaksanaannya.

g. keterbukaan, yaitu dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan mulai dari

perencanaan, persiapan, penyusunan dan pembahasan bersifat transparan dan terbuka.

Dengan demikian seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan seluas-luasnya untuk

memberikan masukan dalam proses pembuatan peraturan perundang-undangan.

Pada pasal 6 undang-undang yang sama juga mengharuskan dalam pembentukan peraturan materi

muatan peraturan tersebut harus mengandung asas-asas sebagai berikut :

a. asas pengayoman, bahwa setiap materi muatan peraturan harus berfungsi memberikan

perlindungan dalam rangka menciptakan ketentraman masyarakat.

b. asas kemanusiaan, bahwa setiap materi muatan peraturan harus mencerminkan perlindungan

dan penghormatan hak-hak asasi

c. asas kebangsaan, bahwa setiap muatan peraturan harus mencerminkan sifat dan watak

bangsa Indonesia yang pluralistic (kebhinnekaan) dengan tetap menjaga prinsip negara

kesatuan Republik Indonesia.

d. asas kekeluargaan, bahwa setiap materi muatan peraturan harus mencerminkan musyawarah

untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.

e. asas kenusantaraan, bahwa setiap materi muatan peraturan senantiasa memperhatikan

kepentingan seluruh wilayah Indonesiadan materi muatan Perda merupakan bagian dari

sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila.

f. asas bhinneka tunggal ika, bahwa setiap materi muatan peraturan harus memperhatikan

keragaman penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi daerah dan budaya khususnya

yang menyangkut masalah-masalah sensitif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara.

g. asas keadilan, bahwa setiap materi muatan peraturan harus mencerminkan keadilan secara

proporsional bagi setiap warga negara tanpa kecuali.

Page 23: DIKTAT MANAJEMEN PUBLIK - Universitas Nasional

h. asas kesamaan dalam hukum dan pemerintahan, bahwa setiap materi muatan peraturan tidak

boleh berisi hal-hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain

agama, suku, ras, golongan, gender atau status sosial.

i. asas ketertiban dan kepastian hukum, bahwa setiap materi muatan peraturan harus dapat

menimbulkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum.

j. asas keseimbangan, keserasian dan keselarasan, bahwa setiap materi muatan Perda harus

mencerminkan keseimbangan, keserasian dan keselarasan antara kepentingan individu dan

masyarakat dengan kepentingan bangsa dan negara.

k. asas lain sesuai substansi peraturan yang bersangkutan.

Khusus dalam Peraturan Daerah selain asas dan materi muatan di atas, DPRD dan

Pemerintah Daerah dalam menetapkan Perda harus mempertimbangkan keunggulan lokal

/daerah, sehingga mempunyai daya saing dalam pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan

masyarakat daerahnya.

Dasar Hukum

• Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22 D ayat (1), dan Pasal 22 D ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

• Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan;

• Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;

• Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan;

• Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1/DPR RI/TAHUN 2009 tentang Tata Tertib;

• Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penyusunan Program Legislasi Nasional;

• Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang;

• Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 92/PUU-X/2012 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

• Permendagri nomor 53 tahun 2011 tentang pembuatan produk hukum daerah

Page 24: DIKTAT MANAJEMEN PUBLIK - Universitas Nasional

8/4/2020

1

PertemuanPertemuan keke--6:6:PengelolaanPengelolaan KeuanganKeuangan PublikPublik

PP nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah

Ricky Firmansyah, Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka.https://www.academia.edu/11680922/

Omnibus/Kumpulan Omnibus/Kumpulan RegulationRegulation

UU 17/2003 UU 1/2004 UU 15/2004UU 25/2004 UU 33/2004

PP PP PP

LANDASAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

2

UU 32/2004

PERMENDAGRI 13/06

misal: SAP, dstnya

(Omnibus Regulation)

PERMENDAGRI 59/07

PP 41/07

PP 38/07

SIKLUS SIKLUS PENGELOLAAN PENGELOLAAN KEUANGAN KEUANGAN DAERAHDAERAHPerencanaan Pelaksanaan Penatausahaan Pertanggung

jawabanPemeriksaan

RPJMD

RKPD

KUA/PPAS

Nota Kesepakatan

Pedoman

RancanganDPA-SKPD

DPA-SKPD

Verifikasi

Penatausahaan Belanja

• Penerbitan SPM-UP, SPM-GU, SPM-TU dan SPM-LS oleh Kepala SKPDP bit SP2D l h

Penatausahaan Pendapatan

Laporan KeuanganPemerintah Daerah

• LRALaporan Keuangan

• Bendahara penerimaan wajib menyetor penerimaannya ke rekening kas umum daerah selambat-lambatnya 1 hari kerja

Pelaksanaan APBD

Disusun Sesuai SAP

3

Pedoman PenyusunanRKA-SKPD

RKA-SKPD

RAPBD

Evaluasi Raperda APBD oleh Gubernur/ Mendagri

Laporan Realisasi Semester Pertama

Perubahan APBD

• Penerbitan SP2D oleh PPKD

Kekayaan dan Kewajiban daerah• Kas Umum• Piutang• Investasi• Barang• Dana Cadangan• Utang

AkuntansiKeuangan Daerah

• Neraca• Lap. Arus Kas• CaLK

Laporan Keuangan diperiksa oleh BPK

Raperda Pertanggung-jawaban APBD

APBD

Penatausahaan Pembiayaan

• Dilakukan oleh PPKD

Pendapatan

Belanja

Pembiayaan

MEKANISME PENYUSUNAN APBDMEKANISME PENYUSUNAN APBD(UU NO.17/2003)(UU NO.17/2003)

PEMDA

Kebijakan Umum APBD dan PPAS DPRD

Rencana KerjaPemerintahDaerah

kesepakatan

4

SE Penyusunan RKA-SKPD

Satuan KerjaPerangkat Daerah

Prestasi kerja ygakan dicapai& prakiraanbelanja

Rencana Kerjadan Anggaran

Rancangan Peraturan Daerah(RPD) tentang RAPBD

Pejabat PengelolaKeuangan Daerah

KEBIJAKAN UMUM APBD (KUA)

“ A d a l a h “dokumen yang memuat kebijakan bidang pendapatan,

b l j d bi i d i

KUA DAN PPASKUA DAN PPAS

5

belanja, dan pembiayaan serta asumsi yang mendasarinyauntuk periode 1 (satu) tahun

Kebijakan Umum APBD memuat kondisi ekonomi makro daerah, asumsipenyusunan APBD, kebijakan pendapatan daerah, kebijakan belanjadaerah, kebijakan pembiayaan daerah, dan strategi pencapaiannya.

Strategi pencapaian memuat langkah-langkah kongkrit dalampencapaian target

P r i o r i t a sP r i o r i t a s d a nd a n P l a f o nP l a f o n A n g g a r a nA n g g a r a nS e m e n t a r aS e m e n t a r a ( P P A S )( P P A S )

program prioritas dan patokan batas maksimum anggaran yang diberikan kepada SKPD untuk setiap program sebagai acuan dalam penyusunan RKA-SKPD

adalah

- Prioritas disusun berdasarkan urusan pemerintahan yang menjadi kewajiban daerah berupa prioritas pembangunan daerah SKPD yang

6

kewajiban daerah berupa prioritas pembangunan daerah, SKPD yang melaksanakan dan program/kegiatan yang terkait.

- Prioritas disusun berdasarkan rencana pendapatan, belanja dan pembiayaan.

- Prioritas belanja diuraikan menurut prioritas pembangunan daerah, sasaran, SKPD yang melaksanakan.

- Plafon anggaran sementara diuraikan berdasarkan urusan dan SKPD, program dan kegiatan, belanja tidak langsung (belanja pegawai, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, belanja bagi hasil, bantuan keuangan dan belanja tidak terduga).

HERU
Placed Image
Page 25: DIKTAT MANAJEMEN PUBLIK - Universitas Nasional

8/4/2020

2

SURAT EDARAN KEPALA DAERAHTentangPedoman Penyusunan RKA-SKPD/RKA PPKD(Permendagri Nomor 59/2007, Pasal 89)

a. prioritas pembangunan daerah dan program/ kegiatan yang terkait;

SE Memuat hal‐hal sebagai berikut

7

b. alokasi plafon anggaran sementara untuk setiapprogram/kegiatan SKPD;

c. batas waktu penyampaian RKA-SKPD kepada PPKD;

d. dokumen sebagai lampiran surat edaran meliputi KUA, PPAS, analisis standar belanja dan standar satuan harga.

Rencana Kerja dan Anggaran Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat DaerahSatuan Kerja Perangkat Daerah

(RKA SKPD)(RKA SKPD)

dokumen perencanaan dan penganggaran yang berisi rencana pendapatan, rencana belanja (belanja tidak langsung dan belanja langsung)

adalah

8

( j g g j g g)program dan kegiatan SKPD sebagai dasar penyusunan RAPBD

RKA-SKPD memuat rencana pendapatan, belanja untuk masing-masing program dan kegiatan menurut fungsi untuk tahun yang direncanakan, dirinci sampai dengan rincian objek pendapatan dan belanja, serta prakiraan maju untuk tahun berikutnya.

Rencana Kerja dan Anggaran Rencana Kerja dan Anggaran Pejabat Pengelola Keuangan DaerahPejabat Pengelola Keuangan Daerah

(RKA PPKD)(RKA PPKD)

Rencana kerja dan anggaran badan/dinas/biro keuangan/bagian keuangan selaku Bendahara Umum Daerah

adalah

9

a. RKA-SKPD memuat rencana pendapatan, belanja dan pembiayaanyang direncanakan, dirinci sampai dengan rincian objek pendapatan, belanja, dan pembiayaan.

b. Untuk pendapatan, memuat dana perimbangan dan lain-lain pendapatan daerah yang sah;

c. Untuk belanja, memuat belanja bunga, hibah, bantuan keuangan, bantuan sosial, belanja tak terduga;

d. Pembiayaan, meliputi penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan

RencanaRencana KerjaKerja dandan AnggaranAnggaran SatuanSatuan KerjaKerja PerangkatPerangkatDaerahDaerah (RKA SKPD)(RKA SKPD)

berdasarkan

Pedoman Penyusunan RKA-SKPD

l menyusun

dokumen perencanaan dan penganggaran yang berisi program dan kegiatan SKPD serta anggaran yang diperlukan untuk melaksanakannya

10

Kepala SKPD

menyusunRKA-SKPD memuat rencana pendapatan,

belanja untuk masing-masing program dan kegiatan menurut fungsi untuk tahun yang direncanakan, dirinci sampai dengan rincian objek pendapatan danbelanj, serta prakiraan maju untuk tahun berikutnya

1. Kerangka pengeluaran jangka mene-ngah daerah

2. Penganggaran terpadu3. Penganggaran berdasarkan prestasi

kerja

Pendekatan penyusunan

Kode Nama Formulir

RKA-SKPD Ringkasan Anggaran Pendapatan dan Belanja SKPD

RKA-SKPD1

Rincian Anggaran Pendapatan SKPD

RKA-SKPD2 1

Rincian Anggaran Belanja Tidak

SKPDSKPD

RKA SKPD 2.1

RKA SKPD 1

11

2.1 Belanja Tidak Langsung SKPD

RKA-SKPD2.2

Rekapitulasi Rincian Anggaran Belanja Langsung menurutProg. dan Keg. SKPD

RKA-SKPD2.2.1

Rincian Anggaran Be-lanja Langsung me-nurut Program dan Per Kegiatan SKPD

RKA SKPD

RKA SKPD 2.2

RKA SKPD 5RKA SKPD 5RKA SKPD 5RKA SKPD 2.2.1

BaganBagan AlirAlir RKARKA--PPKDPPKD

Kode Nama Formulir

RKA-PPKD Ringkasan AnggaranPendapatan, Belanja danPembiayaan PPKD

RKA-PPKD.1

Rincian Anggaran PendapatanPPKD selaku BUD

RKA

RKA PPKD 2.1

RKA PPKD 1

12

RKA-PPKD2.1

Rincian Anggaran Belanja Tidak Langsung PPKD selaku BUD

RKA-PPKD3.1

Rincian Penerimaan PembiayaanDaerah PPKD selaku BUD

RKA-PPKD3.2

Rincian PengeluaranPembiayaan Daerah PPKD selaku BUD

RKA PPKD

RKA PPKD 3.2

RKA PPKD 3.1

HERU
Placed Image
Page 26: DIKTAT MANAJEMEN PUBLIK - Universitas Nasional

8/4/2020

3

PenyiapanPenyiapan RaperdaRaperda APBDAPBD

Kepala SKPD/SKPKD(Satuan Kerja Perangkat Daerah)

Tim Anggaran Pemerintah Daerah

PPKD (Pejabat Pengelola Keuangan Daerah)

RKA-SKPD/ RKA-PPKD

DisampaikanRKA-SKPD/RKA-PPKD

RKA-SKPD/ PPKD

Dibahas

penelaahan kesesuaian dengan

RKA-SKPD/PPKD

yang telah ditelaah

13

● kebijakan umum APBD● prioritas dan plafon anggaran

sementara● prakiraan maju yang telah

disetujui tahun anggaran sebelumnya

● dokumen perencanaan lainnya● capaian kinerja● indikator kinerja● analisis standar belanja● standar satuan harga● standar pelayanan minimal

dengan

Raperda tentang APBD

Nota Keuangan

Rancangan APBD

dokumen pendukung

StrukturStruktur APBDAPBD

APBD

Pendapatan Daerah Belanja Daerah Pembiayaan Daerah

• PAD• Klasifikasi belanja

menurut organisasi • PenerimaanP bi

14

• Dana Perimbangan

• Lain-lain pendapatan daerah yang sah

menurut organisasi

• Klasifikasi belanjamenurut fungsi

• Klasifikasi belanjamenurut program dankegiatan

• Klasifikasi belanjamenurut jenis belanja

Pembiayaan

• PengeluaranPembiayaan

PenyampaianPenyampaian & & PembahasanPembahasan RaperdaRaperda APBDAPBD

Raperda tentang APBD

Penjelasan

Dokumen

Kepala Daerah DPRD

menyampaikan

kepada

minggu pertama Oktober tahun sebelumnya

15

o u ePendukung

dibahas dalam rangka memperoleh persetujuan bersama

Menitikberatkan pada kesesuaian antara KUA serta PPAS dengan programdan kegiatan yang diusulkan dalam Raperda tentang APBD

PenetapanPenetapan RaperdaRaperda tentangtentang APBD APBD dandan PeraturanPeraturan KepalaKepala Daerah Daerah tentangtentangpenjabaranpenjabaran RAPBDRAPBD

Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD

RancanganPeraturan Kepala Daerah tentang penjabaran RAPBD

yang telah dievaluasi

Kepala Daerahmenetapkan

16

Peraturan Daerah tentang APBD

Peraturan Kepala Daerah tentang penjabaran RAPBD

menjadi

Provinsi Kabupaten/Kota

MendagriMendagri GubernurGubernur

Disampaikan selambat-lambatnya 7 hari kerja setelah ditetapkan

selambat-lambatnya 31 Desember

Gubernur / Bupati / Walikota

Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD

Laporan KeuanganRaperda LPJ

14

5

17

31 Maret

(unaudited)

Laporan Keuangan(audited)

Raperda LPJ(Lap. Keuangan)

Audit (2 bulan)

30 Juni

BPK

DPRD

2

3

6

Bentuk dan Isi LaporanPertanggungjawaban Pelaksanaan APBD

Laporan Realisasi APBDNeracaLaporan Arus KasCatatan atas Laporan Keuangan

18

Dilampiri:Laporan Keuangan Perusahaan Daerah

Bentuk dan Isi Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN/APBDdisusun dan disajikan sesuaiStandar Akuntansi Pemerintahan(PP No.24/2005)

HERU
Placed Image
Page 27: DIKTAT MANAJEMEN PUBLIK - Universitas Nasional

8/4/2020

4

SKPD

Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD-SKPD

Laporan KeuanganSKPD

Laporan KeuanganPEMDA

1

45

GUB/WALIKOTA/BUPATI

19

Sebelum 31 Maret

(unaudited)

Laporan KeuanganKonsolidasian(unaudited)

PEMDA(unaudited)

Sebelum31 Maret 31 Maret

PPKDPPKDBPKBPK

2

3

6

20

Bentuk dan Isi Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBDdisusun dan disajikan sesuaiStandar Akuntansi Pemerintahan(PP No.24/2005)

Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD - SKPD

Laporan Realisasi APBDNeracaCatatan atas Laporan Keuangan

Ad.Ad. 1 REGULASI PENGELOLAAN KEUANGAN1 REGULASI PENGELOLAAN KEUANGAN

Dalam penerapan regulasi pengelolaan keuangan daerah masih mengalami hambatan-hambatan karena beberapa faktor:

Terbatasnya kapasitas SDMe batas ya apas tas S

Belum lengkapnya kebijakan menurut

ketentuan yang berlaku

Belum lengkapnya instrumen pelaksanaan

21

Ad. 2 PERENCANAAN DAN PENGANGGARANAd. 2 PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN

TahapanTahapan perencanaanperencanaan dandan penganggaranpenganggaran sudahsudah dilaksadilaksa--

nakannakan menurutmenurut ketentuanketentuan yang yang berlakuberlaku yaituyaitu ::

-- RKPD RKPD

KUA/PPASKUA/PPAS

22

-- KUA/PPASKUA/PPAS

-- SE PEDOMAN PENYUSUNAN RKASE PEDOMAN PENYUSUNAN RKA

-- RKARKA--SKPD/RKASKPD/RKA--PPKDPPKD

-- RAPBDRAPBD

-- DPADPA--SKPDSKPD

Ad. 3. PENATAUSAHAAN ADM.KEUANGANAd. 3. PENATAUSAHAAN ADM.KEUANGAN

Pengelolaan keuangan pada setiap SKPD maupun PPKD juga

secara bertahap telah dilakukan sesuai Permendagri No.

13/2006

Pada Dinas PKD masih dilakukan verifikasi SPM danPada Dinas PKD masih dilakukan verifikasi SPM dan

pendukungnya mengingat SKPD masih mengalami

keterbatasan pemahaman terhadap ketentuan yang berlaku

Tugas dan Fungsi BUD dan Kuasa BUD, PPK, PPTK dan

Bendahara dan Pembantunya juga telah diberdayakan

menurut fungsi masing-masing.

23

Ad. 4 Ad. 4 PertanggungjawabanPertanggungjawaban PelaksanaanPelaksanaanAPBDAPBD

Penyusunan laporan keuangan pada PPKD dan SKPD

belum berjalan sebagaimana diatur pada PP 24/2005

Belum ada Neraca SKPD

Belum disusun Catatan Laporan Keuangan

Namun demikian langkah-langkah untuk mengarah pada

ketentuan tsb sdh sementara berjalan.

24

HERU
Placed Image
Page 28: DIKTAT MANAJEMEN PUBLIK - Universitas Nasional

8/4/2020

5

Ad.Ad. 5 5 PerubahanPerubahan StrukturStruktur OrganisasiOrganisasiPemerintahPemerintah Daerah Daerah sesuaisesuai PP 41PP 41

Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah (DPKD) disatukan fungsi yang berperan selaku pengelola keuangan yaitu bidang pendapatan, penatausahaan adm pendapatan, penatausahaan adm keuangan dan pengelolaan aset daerah.

Pada setiap SKPD juga telah dibentuk Kasubag/Kasi Keuangan yang juga berperan selaku PPK

25

HERU
Placed Image
Page 29: DIKTAT MANAJEMEN PUBLIK - Universitas Nasional

8/4/2020

1

PertemuanPertemuan keke--7:7:PergeseranPergeseran PeranPeran OrganisasiOrganisasi PublikPublikBerbagai fenomena yang kini muncul, seperti krisis ekonomi, krisis politik, dankrisis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, memberikan kesan tidaksempurnanya teori dan paradigma yang selama ini dianut dan dijadikan rujukandalam menjelaskan berbagai kejadian tersebut. Selain itu berbagai sistem dan sub sistem yang ada dalam tatanan kehidupan suatu negara, juga seolah-olah tidakmampu lagi mengakomodasi berbagi fenomena itu. Demikian juga, sistempelayanan umum yang semula diciptakan untuk memberikan keteraturan danpelayanan kepada masyarakat, yang selama ini dianggap mapan dalammengakomodasi berbagai tuntutan, kini seolah-olah sudah jenuh dan perludilakukan perubahan.

Fenomena yang paling mengemuka dan berimplikasi menyeluruh akhir-akhir iniadalah globalisasi dan liberalisasi, krisis ekonomi yang melanda beberapa negara, dan tingginya ketergantungan negara-negara dunia ketiga terhadap bantuan luarnegeri. Isu-isu ini berakibat kepada tuntutan untuk makin perlunya efisiensi dalamproses penyelenggaraan pelayanan umum. Oleh karena sektor pemerintah seringdituding sebagai biangnya inefisiensi, dan sektor private sering dianggap sebagaisektor yang mampu menciptakan efisiensi, maka bersamaan dengan itu, gagasanprivatisasi pun menjadi hal yang sangat penting dalam penyelenggaraan pelayananumum dan penyediaan barang publik lainnya.

Privatisasi, pada dasarnya adalah proses pengalihan pengelolaan sebagian (kalau tidak seluruhnya) aktivitas pembangunan yang semula dilaksanakan oleh pemerintah kepada pihak swasta. E.S. Savas mendefinisikan privatisasi sebagai the act of reducing the role of government, or increasing the role of the private sector, in an activity or in the ownership of assets. Di sini nampak jelas terjadi suatu pergeseran peran dan fungsi pemerintah. Implikasi lebih lanjut, privatisasi mengakibatkan perlunya penyesuaian-penyesuaian dalam sistem pelayanan umum yang selama ini dianut.

Permasalahan yang kemudian muncul, meluas kepada aspek-aspek lain, termasuk kepada masalah ideologi dan kesiapan sektor private itu sendiri dalam meningkatkan efisiensi yang diharapkan Karena seperti kita saksikan dewasa ini meningkatkan efisiensi yang diharapkan. Karena, seperti kita saksikan dewasa ini, sektor private yang berkembang di dunia ketiga umumnya dan di Indonesia khususnya belum mampu menunjukkan kemampuannya untuk bekerja secara efisien dan kompetitif. Bahkan tidak sedikit, sektor swasta yang tumbuh menjadi besar karena mendapat berbagai fasilitas dari pemerintahan yang berkuasa. Sehingga masalah KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) juga menjadi mengemuka dan diidentifikasi sebagai faktor utama yang merongrong efisiensi penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, sebagaimana pengalaman hampir di semua negara berkembang (Coralie Bryant & Louise G. White, 1987).

Suatu premis yang argumentatif dan relevan dalam tinjauan ini adalah bahwasannya meningkatnya peran dan fungsi pemerintah dalam perekonomian dan paran pelayanan umum dilatarbelakangi oleh kegagalan pasar (market failure) dalam mengatasi berbagai masalah seperti penyediaan barang publik termasuk pelayanan umum, eksternalitas, dan adanya monopoli. Sementara itu, inefisiensi yang terjadi pada sektor pemerintah mendorong munculnya kembali gagasan privatisasi atau penyerahan kembali dominasi ekonomi kepada sektor private (Musgrave & Musgrave, 1987).

Alasan historis atas premis tersebut dapat dijelaskan bahwa, sejak munculnya pemikiran Adam Smith Tahun 1776 dengan bukunya yang monumental berjudul “An Inquiry Into The Nature Causes of The Wealth of Nations” mekanisme berjudul An Inquiry Into The Nature Causes of The Wealth of Nations , mekanisme pasar dianggap sebagai satu-satunya cara untuk menciptakan kemakmuran yang optimal bagi seluruh rakyat. Dalam pandangan ini, campur tangan pemerintah akan menyebabkan inefisiensi dalam perekonomian.

Perkembangan selanjutnya menunjukkan bahwa tidak semua aktivitas ekonomi dapat diatasi melalui “invisible hands”-nya mekanisme pasar. Ternyata pasar tidak mampu menyelesaikan semua persoalan yang muncul. Bahkan mekanisme pasar tidak mampu memberikan jawaban terhadap masalah pengangguran, rendah daya beli masyarakat, dan sebagainya. Hal ini dirasakan saat depresi berat melanda Ameriika Serikat. John Maynard Keynes (1883-1946) tampil dengan bukunya The General Theory of Employment, Interest And Money. Keynes mengusulkan perlunya peran pemerintah yang lebih besar dalam merangsang permintaan dan mengatasi masalah-masalah yang muncul.

Berakhirnya perang dunia ke-2 mengakibatkan negara-negar yang baru terlepas dari cengkraman penjajah perlu melakukan pembangunan Dan sesuai dengan dari cengkraman penjajah, perlu melakukan pembangunan. Dan sesuai dengan kebutuhan yang mendesak waktu itu, maka sektor ekonomi mendominasi perencanaan pembangunan di negara-negara dunia ketiga (Bryant & White, 1989). Oleh karena kelembagaan sektor swasta belum mampu untuk melaksanakan tugas pembangunan tersebut, maka peran dan fungsi pemerintah dituntut lebih banyak.

Dalam perkembangan selanjutnya, setelah pemerintah diberi kewenangan yang besar dalam proses pembangunan ekonomi, kini mengemuka kembali tudingan kepada pemerintah sebagai penyebab terjadinya inefisiensi. Pemerintah dengan organisasi birokrasinya yang gemuk dan tidak gesit, sumber daya manusia yang tidak berkualitas, kurangnya iklim persaingan, serta menjamurnya korupsi, kolusi dan nepotisme, menyebabkan terjadinya berbagai pemborosan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan.

Atas dasar itu, gagasan privatisasi pun semakin gencar dipersoalkan. Dalam kondisi ini peran dan fungsi pemerintah kembali berkontraksi Dalam kondisi ini peran dan fungsi pemerintah kembali berkontraksi, sedangkan peran swasta diharapkan kembali meningkat. Dalam konteks ini, paradigma pelayan umum kembali dituntut untuk melakukan berbagai penyesuaian.

Konsepsi Restrukturisasi dan Privatisasi

Usaha untuk memperbaiki kinerja suatu unit organisasi usaha dapat dilakukan melalui restrukturisasi dan privatisasi.Restrukturisasi pada prinsipnya bertujuan untuk efisiensi dan peningkatan produktivitas melalui perubahan keorganisasian, dengan cara: perubahan status hukum, mengadakan kerja sama operasi dan kontrak manajemen, konsolidasi atau merger, pemecahan unit usaha, atau pembentukan unit usaha patungan. Sedangkan ruang lingkup kegiatan restrukturisasi meliputi penataan kembali rumusan missi, tujuan, disain, serta sistem pengelolaan perusahaan baik dari segi organisasi, proses, maupun pekerjaan.

P i ti i d t di tik l d it P i ti i d l ti Privatisasi dapat diartikan secara luas dan secara sempit. Privatisasi dalam arti luas adalah pergeseran kembali dalam komposisi alokasi sumber ekonomi dimana pasar bebas mendapat peran yang jauh lebih besar dari pada periode sebelumnya. Berdasarkan pada pengertian ini maka privatisasi mencakup:

◦ Deregulasi, yaitu peniadaan peraturan-peraturan yang dinilai menghambat perkembangan sektor swasta;

◦ Liberalisasi, yaitu upaya meningkatkan atau mewujudkan iklim persaingan yang sehat, sehingga semua pelaku ekonomi dapat berkiprah sejalan dengan pertimbangan-pertimbangan rasional;

◦ Mengundang sektor swasta untuk berpartisipasi dalam pemilikan (patungan).

HERU
Placed Image
Page 30: DIKTAT MANAJEMEN PUBLIK - Universitas Nasional

8/4/2020

2

Dalam arti sempit privatisasi diartikan sebagai pengurangan campur tangan pemerintah secara langsung, seperti yang dikemukakan terakhir tersebut. Sementara itu, privatisasi menurut Savas (1987: 3) berarti “ … the act of reducing the role of government, or increasing the role of private sector, in activity or in ownership of assets”. Dalam hal ini, pemerintah dapat mengurangi peranannya, yaitu dari peranan yang lebih bersifat teknis dan memusatkan perhatiannya pada peranan yang lebih bersifat strategis. Di samping itu, diperlukan deregulasi untuk mengurangi atau menghilangkan berbagai aturan yang menghambat peran-serta masyarakat dalam sektor publik.

Mengenai kebijakan privatisasi ini, terdapat dua bentuk umum dari kecenderungan peningkatan peran serta masyarakat dalam pelayanan umum. Pertama, terjadi peralihan bidang tugas tertentu, baik sebagian atau seluruhnya tugas-tugas yang selama ini ditangani oleh pemerintah kepada sektor swasta, tanpa adanya peralihan hak milik. Kedua, terjadinya peralihan bidang tugas tertentu, baik sebagian atau seluruh tugas-tugas yang selama ini ditangi oleh pemerintah kepada sektor swasta, dengan adanya peralihan hak milik.

Indikator keberhasilan reformasi suatu unit usaha, dalam hal ini restrukturisasi atau privatisasi suatu Indikator keberhasilan reformasi suatu unit usaha, dalam hal ini restrukturisasi atau privatisasi suatu pelayanan umum, dari aspek ekonomi perusahaan dapat dilihat dari financial performance, productivity, saving-investment defisit. Sementara itu dilihat dari aspek ekonomi politik dapat dilihat dari total cost and benefit dari pihak-pihak yang menjadi winner dan loser, serta ditinjau daripolitically desirable, politically fesible,dan politically credible.

Satu konsep yang berlawanan dengan privatisasi adalah regulasi. Bahwasannya dalam perekonomian dewasa ini pemerintah berperan dalam menentukan aktivitas perekonomian negara, antara lain melalui penetapan pajak/retribusi/tarif, pengeluaran, dan pertumbuhan supply uang. Demikian juga kebijakan pemerintah yang berkenaan dengan suatu unit usaha termasuk institusi penyelenggara pelayan umum yang dapat memberikan sumbangan pendapatan kepada pemerintah (Pemerintah Daerah). Kebijakan-kebijakan pemerintah terhadap suatu unit usaha akan berdampak kepada kesejahteraan dan prilaku manajemen unit usaha tersebut. Bahkan dalam peranannya sebagai regulator, pemerintah dapat membatasi pilihan pengeluaran unit usaha tersebut. Dalam konteks ini, regulasi didefinisikan sebagai tindakan negara dalam membatasi discresion (kebebasan memilih) yang dapat dilakukan oleh perorangan maupun organisasi, yang didukung oleh ancaman sangsi (Viscusi, at all, 1995; 307).

Regulasi juga dapat didefinisikan sebagai penggunaan kekuasaan pemerintah untuk membatasi tindakan/keputusan agen ekonomi (manajemen perusahaan). Regulasi ekonomi secara khas mengacu kepada pembatasan keputusan-keputusan perusahaan dalam hal harga, kuantitas, dan keluar-masuk industri. Apabila suatu industri dikenai regulasi, maka performance industri dalam hal efisiensi alokasi dan efisiensi produksi ditentukan oleh kekuatan pasar dan proses-proses administratif. Apabila pemerintah tidak dapat melakukan regulasi terhadap perusahaan yang secara fisik tidak mungkin pemerintah dapat memonitor perusahaan dan konsumen-konsumen secara sempurna, maka kekuatan pasar diharapkan dapat memainkan peran yang signifikan tanpa mempertimbangkan tingkat intervensi pemerintah (Viscusi, at all, 1995; 307).

Teori regulasi timbul dalam rangka menjawab pertanyaan-pertanyaan; siapa yang akan memperoleh benefit dari regulasi?Perusahaan-perusahaan apa saja yang pantas untuk p g p p j y g pdiregulasi? Dan bentuk regulasi bagaimana yang akan diterapkan? Sebagai contoh, apabila regulasi ditujukan untuk memberikan benefit kepada produsen (perusahaan-perusahaan) maka harga atau tarif secara signifikan harus berada dia atas biaya industri yang diregulasi. Implikasinya adalah bahwa regulasi tersebut meningkatkan keuntungan industri daripada social welfare(Viscusi, at all, 1995; 322-323).

Salah satu bentuk regulasi perusahaan (termasuk fungsi-fungsi pelayanan umum sektor publik) adalah dengan mendorong organisasi tersebut untuk melakukan restrukturisasi. Program restrukturisasi ini perlu dilakukan karena adanya faktor-faktor internal maupun eksternal yang jika tidak diatas, akan menimbulkan dampak kurang positif terhadap produktivitas organisasi.

Dengan demikian dapat dikatakan pula bahwa untuk terus maju dan tetap bertahan pada waktu yang akan datang, maka salah satu aspek yang perlu dibenahi oleh suatu organisasi saat ini yaitu menata ulang organisasinya untuk menjadi “perusahaan masa depan”. Untuk keperluan ini, upaya restrukturisasi dalam suatu organisasi dapat dilakukan melalui upaya manajemen, dengan cara melakukan penataan ulang atau rekayasa ulang (reengineering), sehingga diharapkan perusahaan dapat melakukan adaptasi terhadap pengaruh perubahan lingkungannya, sehingga perusahaan akan tetap hidup.

Dalam kaitan ini, Bennis dan Mische mengemukakan arti pentingnya restrukturisasi dan reengineering, sebagai berikut:

◦ Dengan demikian, rekayasa ulang (reengineering) pada dasarnya adalah menata ulang perusahaan dengan menantang doktrin, praktek, dan aktivitas yang ada, kemudian secara inovatif menyebarkan kembali modal dan sumber daya manusianya kedalam proses lintas inovatif menyebarkan kembali modal dan sumber daya manusianya kedalam proses lintas fungsi. Penataan ulang ini dimaksudkan untuk mengoptimalkan posisi bersaing organisasi, nilainya bagi para pemegang saham, dan kontribusinya bagi masyarakat (Bennis, dan Mische, 1995: 13).

Dari definisi tersebut, terdapat 4 (empat) kata kunci yaitu: fundamental, radical, dramatic, dan processes. Kata kunci pertamafundamental mengandung arti bahwa perubahan yang dilakukan dalam suatu unit organisasi bisnis (atau organisasi apapun, termasuk pemerintahan) harus dilakukan terhadap hal-hal yang bersifat mendasar (basic/fundamental), misalnya tentang misi, tujuan, maupun aturan yang mendasari beroperasinya organisasi tersebut.

Sedangkan kata kunci kedua radical mengandung arti bahwa proses perekayasaan ulang organisasi itu haruslah mengenai akar permasalahannya, dan bukan bersifat atau “bedah muka” agar organisasi tersebut terlihat “baik” dari luar saja, padahal di dalamnya kurang baik. Dengan istilah “radical” ini, Hammer dan Champy melakukan “business reengineering” dengan mengabaikan atau menghapuskan segala struktur organisasi dan prosedur kerja yang ada, dan menggantinya dengan yang baru.

Kemudian dengan kata kunci ketiga dramatic reengineering the cooperation tidak dimaksudkan untuk menghasilkan perubahan yang sifatnya marjinal atau bertahap, sebaliknya justru menghasilkan perubahan yang sifatnya merupakan terobosan baru yang berorientasi ke masa depan. Dan dengan kata kunci keempat:processes, reengineering ini harus berorientasi kepada proses kerja suatu organisasi (process reengineering ini harus berorientasi kepada proses kerja suatu organisasi (process oriented), tidak berorientasi kepada tugas, pekerjaan, orang maupun struktur organisasi. Proses ini artinya adalah sekumpulan kegiatan yang membutuhkan satu atau beberapa jenis input untuk menghasilkan otuput yang memiliki nilai tambah bagi pelanggan. (Hammer dan Champy, 1994: 31-35)

Pemberdayaan suatu organisasi dapat dilakukan dengan cara melakukan revitalisasi semua sumber daya yang dimiliki organisasi, sehingga memberikan energi baru secara optimal, agar dapat menghasilkan organisasi lebih berdaya guna dan berhasil guna. Konsepsi pemberdayaan sendiri dapat diartikan sebagai upaya menghilangkan batasan birokratis yang mengkotak-kotakan orang dan membuat mereka menggunakan seefektif mungkin keterampilan, pengalaman, energi dan ambisinya. (Bennis dan Mische, 1995: 45).

Selanjutnya, untuk dapat merealisasikan pemberdayaan organisasi tadi, Devrye memberikan tujuh cara yang harus ditempuh manajemen. Konsep Devrye yang terkenal dengan Seven Key Points of Empowerment ini terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut:1. Mengurangi hambatan-hambatan birokrasi yang tidak perlu untuk membuat karyawan lebih

bertanggung jawab dan memiliki daya tanggap (Eliminate unecessary bureucracy to make employees more responsible and response-able).

2. Membiasakan karyawan untuk menanggapi permasalahan pelanggan dengan berkata “ya” dari pada menolaknya (Look at reactive wasy to say “yes” to customer problems, rather than simple justification to say “no”).

3. Memberikan keberanian kepada karyawan untuk mengambil resiko dan belajar dari p y g jkesalahan(Encourage sensible risk-taking and learning from mistakes).

4. Memberikan dukungan kepada karyawan untuk bekerja dengan benar (Support employees and catch people doing things right).

5. Memperkenalkan teknik bekerja dan memberikan penghargaan terhadap karyawan yang bekerja dengan baik (Recognise and reward employees for a job well done. Say “thank you” more often).

6. Menciptakan kondisi atau perasaan dibutuhkan diantara karyawan, baik dalam pelayanan intern maupun pelayanan kepada masyarakat luar (Make everyone feel an important part of the overall customer team, whether serving internal or external customers).

7. Dalam organisasi saya sendiri, akan ditempuh peningkatan pelayanan melalui ...... (In my own organization, I will improve service through empowerment by.....). (Devrye, 1994: 159).

Pada saat yang bersamaan, upaya pendayagunaan organisasi BUMN/BUMD harus diimbangi pula oleh penyempurnaan organisasi pemerintahan. Hal ini disebabkan karena pemerintah merupakan badan publik yang mengatur tujuan, arah maupun strategi yang harus ditempuh oleh BUMN/BUMD. Hakekat dari penyempurnaan organisasi pemerintahan ini diperkenalkan oleh Osborne dan Gaebler dengan konsep reinventing government yang intinya berisi upaya untuk mewirausahakan birokrasi, meliputi:1. Pemerintahan katalis: mengarahkan ketimbang mengayuh.

2. Pemerintahan milik masyarakat: memberi wewenang ketimbang melayani.

3. Pemerintahan yang kompetitif: menyuntikan persaingan ke dalam pemberian pelayanan.

4. Pemerintahan yang digerakkan oleh misi: mengubah organisasi yang digerakkan oleh peraturan.

5. Pemerintahan yang berorientasi hasil: membiayai hasil, bukan masukan.

6. Pemerntah yang berorientasi pelanggan: memenuhi kebutuhan pelanggan, bukan birokrasi.y g p gg p gg ,

7. Pemerintahan wirausaha: menghasilkan ketimbang membelanjakan.

8. Pemerintahan antisipatif: mencegah daripada mengobati.

9. Pemerintah desentralisasi.

10. Pemerintah berorientasi pasar: mendongkrak perubahan melalui pasar. (Osborne dan Geabler, 1996: v).

Dengan demikian, reinventing government mencoba melihat kesanggupan aparatur untuk menyikapi fungsi pemerintah melalui sistem baru, yaitu transformasi semangat wirausaha kedalam sektor publik. Hal ini menitik beratkan pada tumbuhnya pemberdayaan masyarakat dengan mengurangi tingkat ketergantungan masyarakat (dalam hal ini BUMN/BUMD) kepada pemerintah sehingga tumbuh kemandirian. Dengan kata lain karena lingkungan berubah sedemikian cepatnya, maka untuk merealisasikan konsep tersebut, perlu ada redefinisi fungsi pemerintahan yang selama ini berlaku sehingga masyarakat yang semakin kompleks dan meningkat, apabila tidak mendapat tanggapan yang memadai akan berdampak negatif.

HERU
Placed Image
Page 31: DIKTAT MANAJEMEN PUBLIK - Universitas Nasional

8/4/2020

3

Tuntutan Privatisasi dan Efisiensi Pada Pelayanan Publik

Kondisi internal masyarakat Indonesia yang semakin sadar akan hak dan kewajibannya, iklim demokratisasi yang semakin menguat, serta tuntutan akan otonomi yang semakin tinggi merupakan tantangan yang harus cepat ditanggapi oleh sektor publik. Tanpa adanya upaya-upaya untuk merespon berbagai kecenderungan ini, maka kecemberuanlah yang akan berkembang, serta hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.

Banyaknya perusahaan negara yang mengalami kerugian dan tidak mampu bersaing di pasaran, serta rendahnya kualitas pelayanan yang diberikan oleh institusi-institusi pemerintah merupakan indikator lemahnya sektor pemerintah dalam bertindak sebagai pelaku pembangunan. Kenyataan tersebut memperkuat munculnya gagasan privatisasi, bahkan masalah privatisasi dan pelayanan sektor publik pada dasa warsa terakhir ini telah menjadi tema kajian yang populer di hampir semua negara sebagai bagian utama menjadi tema kajian yang populer di hampir semua negara sebagai bagian utama program Reinventing Government Management (Darsono H, 1998). Di Indonesia, kerugian PT PLN yang tidak sedikit akhir-akhir ini, Perusahaan-perusahaan Daerah yang tidak mampu memberikan pelayanan yang memuaskan kepada konsumen, dan lain-lain, merupakan beberapa contoh yang menunjukkan ketidakmampuan sektor publik dalam mengelola penyediaan barang / jasa bagi masyarakat.

Menanggapi kenyataan ini, sementara pihak melontarkan gagasan perlunya privatisasi. Kendatipun ada juga pendapat bahwa untuk beberapa jenis badan usaha, privatisasi bukanlah jawaban satu-satunya untuk menuju efisiensi, efektivitas dan accountabilitas manajemen sektor publik. Alternatif lain seperti penyempurnaan ekonomisasi biaya transaksi atau economizing merupakan pilihan yang perlu dipertimbangkan.

Di lain pihak, juga dapat dikatakan bahwa gagasan privatisasi muncul sebagai konsekuensi wajar dari berhasilnya pembangunan di banyak negara, serta persaingan antar bangsa pada skala global. Perkembangan teknologi, demografi, dan karakteristik konsumsi, di satu segi telah meningkatkan kesejahteraan umat manusia, tetapi di lain segi juga membawa konsekuensi perubahan institusional di dalam masyarakat. Salah satu perubahan yangsignificant adalah pergeseran sifat barang dan jasa-jasa, yakni dari barang publik berubah menjadi barang private atau sebaliknya dari barang private berubah menjadi barang publik.

Dengan perubahan barang atau jasa publik menjadi barang atau jasa private, maka konsumen yang semula menikmati barang atau jasa tersebut tanpa dikenakan biaya (non excludable) menjadi tidak bebas menikmati kecuali harus membayar harga barang atau jasa tersebut (excludable). Sebagaimana dikemukakan Savas, barang (goods) dapat ( ) g g (g ) pdikelompokkan menjadi empat jenis yaitu:

1. Barang-barang yang dikonsumsi secara individual, penggunaannya dapat dibagi-bagi, dan untuk memperolehnya diperlukan biaya (private goods). Termasuk dalam kelompok ini misalnya makanan, pakaian, rumah, ikan, air minum botolan, dan sebagainya.

2. Barang-barang yang dikonsumsi secara bersama-sama, pengguna-annya dapat dibagi-bagi, dan untuk memperolehnya diperlukan biaya (toll goods). Contoh dari toll goods ini dapat ditunjuk seperti pesawat telepon, pipa air minum, kabel dan satelit TV, dan sebagainya.

3. Barang-barang yang dikonsumsi secara individual dan penggunaannya tidak dapat dibagi-bagi, dan untuk memperolehnya tidak diperlukan biaya (common pool goods), misalnya kekayaan laut, udara, dan sebagainya.

4. Barang-barang yang dikonsumsi secara bersama-sama dan penggunaannya tidak dapat dibagi-bagi, dan untuk memperolehnya tidak diperlukan biaya (collective goods). Termasuk didalamnya adalah urusan pertahanan, patroli polisi, pemadam kebakaran, pemasyara-katan residivis, dan sebagainya.

Dari klasifikasi jenis-jenis barang dan jasa pelayanan tersebut diatas dapat dijelaskan bahwa jenis barang pertama dan kedua termasuk barang privat; sedangkan jenis barang ketiga dan keempat termasuk barang publik.

Namun dalam prakteknya, sering terjadi variasi-variasi, dimana suatu barang tidak selalu merupakan bentuk murni dari salah satu dari keempat jenis barang tersebut. Variasi itu terjadi misalnya jika suatu barang memiliki gabungan sifat antara private goods dengan toll goods, antara private goods dengan common pool goods, antara toll goods dengan collective goods, serta antara common pool goods dengan collective goods.

Sementara itu, pergeseran dari barang / jasa private menjadi barang / jasa publik, mengharuskan pemerintah untuk campur tangan dalam pengelolaannya (Savas, 1986). Artinya, semakin banyak barang / jasa swasta yang tidak dapat dihindari berubah sifat menjadi barang / jasa publik, maka beban pemerintah akan semakin tinggi. Pertumbuhan beban pemerintah ini akan semakin berlebihan bukan hanya karena berubahnya barang swasta menjadi barang publik saja, tetapi terutama juga bila pemerintah tidak secara selektif menentukan batas-batas pekerjaannya. Ada kalanya barang atau jasa yang sebenarnya bercirikan barang atau jasa swasta masih diproduksi atau disubsidi pemerintah.

Ilustrasi ini menunjukkan bahwa pertumbuhan beban pemerintah semakin tidak dapat dihindari, terlebih lagi bila pemerintah tidak secara selektif mengidentifikasi barang-barang atau jasa-jasa apa yang dikategorikan publik dan apa yang dikategorikan swasta. Bila barang atau jasa yang sebenarnya bercirikan barang / jasa swasta masih juga diproduksi atau terlalu banyak disubsidi oleh pemerintah maka pertumbuhan beban pemerintah semakin tidak dapat p p pdikendalikan. Dengan kata lain di tengah kecenderungan munculnya beban tambahan pemerintah yang tidak dapat dihindari, maka efisiensi, efektivitas dan accountabilitas penyelenggaraan pemerintahan dengan sendirinya semakin menjadi kebutuhan yang penting. Atas dasar argumentasi ini, gagasan privatisasi semakin kuat dan diperjuangkan.

http://triwidodowutomo.blogspot.com/2010/06/pergeseran-peran-dan-fungsi-pemerintah.html

HERU
Placed Image
Page 32: DIKTAT MANAJEMEN PUBLIK - Universitas Nasional

8/4/2020

1

PertemuanPertemuan keke--9:9:EfektivitasEfektivitas OrganisasiOrganisasi PublikPublik

Efektivitas : suatu ukuran yg menyatakanseberapa jauh target (kuantitas, kualitas &waktu) telah tercapai. Steers (1985) ada 4 variabel yg memilikiSteers (1985), ada 4 variabel yg memilikipengaruh utama atas efektivitasorganisasi: (1) karakteristik org, (2) karakteristik lingkungan, (3) karakteristikpekerja, (4) kebijakan dan praktikmanajemen.

Kebijakan dan praktik manajemen terdiri 6 elemen penting : 1) penetapan tujuan strategis; 2) pencarian dan pemanfaatan sumber

daya; 3) lingkungan prestasi; 4) proses komunikasi; 5) kepemimpinan dan pengambilan

keputusan; 6) adaptasi dan dan inovasi organisasi.

1. Penetapan tujuan strategis bagaimana berbagai bagian, kelompok, dan

individu dapat memberikan sumbangan bagi tujuan-tujuan itu.

Bila terdapat dukungan bersama untuk tujuan yang ditetapkan ini di antara pekerja, j y g p p j ,kemungkinan dikerahkannya tingkat usaha yang tinggi bagi tujuan ini cenderung meningkat.

2. Pencarian dan pemanfaatan sumber daya Pertama adalah keharusan untuk mengintegrasikan

dan mengoordinasikan berbagai subsistem organisasi (yaitu subsistem produktif, pendukung, pemelihara, penyesuai dan manajemen) sehingga setiap sub sistem memiliki sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan tugas utamanya (Steers, 1985 : 212).g y ( , )

kedua adalah berhubungan dengan penetapan, implementasi, dan pemeliharaan pedoman kebijakan.

Ketiga, setiap rancangan sistem pada penelaahan organisasi mengakui adanya serangkaian umpan balik dan lingkaran kendali demi menjamin agar organisasi tetap pada targetnya dalam usahanya mencari tujuan.

3. Lingkungan prestasi/kerja Lingkungan kerja yang kondusif memberikan

rasa aman dan memungkinkan para pegawai untuk dapat bekerja optimal. Lingkungan kerja dapat memengaruhi emosi pegawai. Jika pegawai menyenangi lingkungan kerjanya, p g y g g g j ymaka pegawai tersebut akan betah di tempat kerjanya untuk melakukan aktivitas sehingga waktu kerja dipergunakan secara efektif dan optimis prestasi kerja pegawai juga tinggi.

jenis lingkungan kerja terbagi dua yakni lingkungan kerja fisik dan nonfisik.

4. Proses komunikasi Komunikasi merupakan hal penting dalam

sistem pengendalian manajemen yang merupakan alat untuk mengarahkan, memotivasi, memonitor atau mengamati, serta mengevaluasi pelaksanaan manajemen. g p jKomunikasi yang baik akan menimbulkan saling pengertian dan kenyamanan dalam bekerja. Sendjaja (1994) menyatakan fungsi komunikasi dalam organisasi adalah fungsi informasi, fungsi regulasi, fungsi persuasi, dan fungsi integrasi.

HERU
Placed Image
Page 33: DIKTAT MANAJEMEN PUBLIK - Universitas Nasional

8/4/2020

2

5. Kepemimpinan dan pengambilan keputusan

Kepemimpinan dapat diartikan sebagai proses memengaruhi dan mengarahkan para pegawai dalam melakukan pekerjaan yang telah ditugaskan kepada mereka. g p

Kepemimpinan adalah proses dalam mengarahkan dan memengaruhi para anggota dalam hal berbagai aktivitas yang harus dilakukan.

6. Adaptasi dan inovasi organisasi Tiga perspektif umum adaptasi organisasional, dikemukankan oleh Miles dan Snow (1978),

adalah seleksi alamiah, seleksi rasional dan pilihan strategis (strategic choice).

a. Seleksi Alamiah adalah merupakan proses penempatan diri (process of alignment) secara alamiah. Karakteristik struktur organisasi yang kompatibel atau sesuai dengan lingkungan itulah organisasi yang akan bertahan dan menunjukkan kinerja yang baik.

b. Seleksi Rasional adalah merupakan proses penempatan diri (process of alignment) secara rasional. Manajer memilih, mengadopsi, dan meninggalkan struktur dan proses organisasi agar mendapat keseimbangan dengan lingkungan untuk tetap bertahan dan berkembang.

c. Pilihan strategis (strategic choice) adalah merupakan alternatif, dengan ciri-ciri:g ( g ) p g

a) dominant coalition yaitu kelompok pengambilan keputusan dengan memiliki pengaruh yang terbesar (dominan);

b) perceptions yaitu dominant coalition menciptakan lingkungan yang sesuai dengan organisasi; c) segmentation yaitu dominant coalition bertanggung jawab memilah lingkungan dan menentukan komponen-komponen tersebut sesuai dengan subunit organisasi; d) scanning activities yaitu dominant coalition bertanggung jawab untuk melakukan pengamatan (surveillance) elemen lingkungan yang kritikal terhadap organisasi, dan dynamic constraints yaitu kendala strategi, struktur dan kinerja organisasi baik yang terdahulu maupun yang sedang berjalan berhadapan dengan keputusan yang diambil oleh dominant coalition.

Tentunya adanya sebuah perencanaan dan parameter yang sudah di tentukan oleh organisasi tersebut. Dan salah satu yang bisa kita ambil contoh adalah perencanaan anggaran yang oleh pemerintah susun tiap tahun melalui pembahasan dengan DPR/DPRD dan ujungnya memunculkan APBN/APBD. Didalam APBN/APBD tersebut terdapat anggaran belanja yang mana salah satu tujuan nya adalah untuk memberikan pelayan yang terbaik kepada masyarakat. Pelayan ke masyarakat bisa saja pelayanan kesehatan, pendidikan, administrasi, pembangunan infrastuktur dan banyak lain nya lagi. Dan jika dalam masa akhir suatu periode Anggaran ternyata serapan anggaran kita tidak sesuai atau di bawah dari target yang sudah di tentukan maka boleh kita bilang bahwa pelayan ke masyarakat tidak optimal. Kita ambil contoh pemerintah pada satu periode y p p p pmengalokasikan anggaran ke sebuah pembangunan jalan di daerah, akan tetapi sampai akhir periode anggaran jalan tersebut tidak terbangun dan anggaran belum digunakan, maka satu kata yang mudah di ucapkan adalah pemerintah tidak optimal dan efektif dalam menggunakan anggarannnya. Akan tetapi bila dalam satu periode, anggaran yang di alokasikan dapat terserap dan ada wujud nyata pembangunan maka akan kita bilang bahwa pemerintah telah berhasil dengan baik merencanakan dan menggunakan anggaran dengan optimal dan efektif. Jadi menurut saya efektivitas organisasi pemerintah adalah Pencapaian dari rencana anggaran yang sudah di alokasikan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat.

HERU
Placed Image
Page 34: DIKTAT MANAJEMEN PUBLIK - Universitas Nasional

8/4/2020

1

PertemuanPertemuan keke--10:10:EfektivitasEfektivitas OrganisasiOrganisasi DispendaDispenda

ANALISIS1. Pencapaian Tujuan

Pencapaian tujuan yang baik adalah pencapaian yang sesuaidengan apa yang sudah direncanakan sebelumnya. Perencanaan yang matang dan pelaksanaan yang baik dansesuai dengan aturan yang ada maka suatu tujuan dapatsesuai dengan aturan yang ada, maka suatu tujuan dapattercapai sesuai dengan yang diharapkan.

Berdasarkan hasil temuan di lapangan, pelaksanaanpengelolaan pajak parkir yang ada di Badan PendapatanDaerah Kota Semarang dikatakan cukup baik dimana pegawaicukup kuat untuk berpartisipasi dalam berbagai pengontrolanatas dan mempengaruhi terhadap kejadian-kejadian yang terjadi didalam organisasi tersebut.

2. Integrasi Hasil temuan di lapangan menunjukkan

dalam efektivitas organisasi kaitannya dengan pengelolaan pajak parkir, dapat dinyatakan bahwa didalam organisasi penerimaan pajak parkir ini membutuhkan pihak lain untuk p pterlibat serta membantu dalam berbagai kegiatan yang dilaksanakan, baik dalam bentuk sosialisasi maupun dalam bentuk praktik langsung sesuai dengan kapasitas dan kapabilitas.

3. Adaptasi Dalam pelaksanaan pengelolaan pajak parkir yang ada di

bapenda Kota Semarang ini kaitannya dengan adaptasi dengan lingkungan yang telah dilakukan bahwa kondisi sosial budaya yang ada di Kota Semarang belum terlalu mendukung terhadap usaha untuk meningkatkan pendapatan pajak parkir , khususnya pajak parkir. Karena perilaku masyarakatnya cenderung menghindari pajak, bukan p y y g g p jmerasa bahwa pajak parkir adalah tanggung jawab mereka juga, termasuk pajak parkir.

PEMBAHASAN1. Karakteristik Organisasi

Berdasarkan hasil temuan yang ada dilapangan bahwa didalam karakteristik Organisasai yang ada di Bapenda Kota Semarang ini sudah berjalan baik. Pelaksanaan penerimaan pajak parkir juga dipengaruhi oleh struktur organisasi dan kerja tim, karena tidak bisa sarana dan prasarana dikerjakan sendiri kalau tidak ada perencanaan, pengawasan yang baik sendiri kalau tidak ada perencanaan, pengawasan yang baik dan support teman-teman di yang ada dikantor maupun dilapangan. Semua bidang yang ada didalam struktur organisasi saling terlibat dan bersinergi, semua bidang sudah bekerja dan melaksanakan tugas pokok fungsinya sebagaimana mestinya dalam rangka penerimaan pajak parkir.

PEMBAHASAN2. Karakteristik Lingkungan

Lingkungan organisasi membentuk karakter yang mencerminkan bagaimana organisasi tersebut dibentuk, tumbuh, dan menyesuaikan diri dengan tekanan dan perubahan. Lingkungan terdiri dari lingkungan internal dan lingkungan eksternal. Sebuah organisasi pemerintahan selain harus memiliki lingkungan internal organisasi yang solid, juga harus memiliki lingkungan internal organisasi yang solid, juga harus mampu beradaptasi dengan lingkungan diluar organisasi.

Kondisi eksternal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor politik dan faktor ekonomi. Dimana kedua faktor tersebut saling bersinergi dalam kaitannya pengelolaan pajak parkir yang ada di Bapenda Kota Semarang.

3. Karakteristik Pekerja Hasil dari penelitian yang penulis lakukan dapat diketahui

bahwa prestasi kerja pegawai yang ada di Badan Pendapatan Daerah Kota Semarang masih cenderung kurang baik. Dimana hal tersebut dapat diketahui masih kurangnya pegawai yang ada khususnya di dalam pajak parkir, padahal para pegawai mempunyai beban kerja yang paling berat yaitu pada saat turun kelapangan untuk menemui para wajib y p p g p jpajak dan memberikan sosialisasi kepada wajib pajak supaya mereka membayar pajak dengan teratur dan taat.

HERU
Placed Image
Page 35: DIKTAT MANAJEMEN PUBLIK - Universitas Nasional

8/4/2020

2

4. Karakteristik Kebijakan dan Praktik Manajemen

Merangkum hasil penelitian diketahui bahwa didalam kebijakan dan praktik manajemen ini organisasi yang ada di Bapenda Kota Semarang saling bersinergi dengan baik, g g g gperaturan-peraturan yang diberikan juga sesuai dengan kondisi yang ada, serta peran pemimpin yang menjadikan panutan bagi para pegawai sudah cukup baik.

Diyah Ayu Pangestuti, Dra. Maesaroh, M.Si Departemen Ilmu Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro, C:/Windows/system32/config/systemprofile/Downloads/21092-42809-1-SM.pdf

HERU
Placed Image
Page 36: DIKTAT MANAJEMEN PUBLIK - Universitas Nasional

8/4/2020

1

PertemuanPertemuan keke--11:11:AnalisisAnalisis KinerjaKinerja BirokrasiBirokrasi PublikPublik didi DaerahDaerahDalam mewujudkan pembangunan di Kota Dumai, kepala daerah telahmenetapkan kerangka acuan kerja yang diatur melalui tugas pokok dan fungsi dantata kerja Dinas dilingkungan pemerintah Kota Dumai. Hal ini tidak terlepas dariazas otonomi daerah yang menjadi acuan desentralisasi dalam mensukseskanpembangunan daerah Kota Dumai. Salah satu dari organisasi Pemerintah Daerah Kota Dumai tersebut yaitu Dinas Sosial sebagai pelaksana teknis dalam menunjangkinerja birokrasi bidang sosial.

Dinas Sosial Kota Dumai yang merupakan salah satu unsur pelaksana pemerintahDinas Sosial Kota Dumai yang merupakan salah satu unsur pelaksana pemerintahKota Dumai yang tercantum dalam Peraturan Daerah Kota Dumai Nomor 12 tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Kota Dumai.

Dalam melaksanakan aktivitas kerjanya Dinas Sosial Kota Dumai diaturberdasarkan Peraturan Walikota Nomor 52 tahun 2016 tentang KedudukanSusunan Organisasi

Tugas dan Fungsi Serta Tata Kerja Dinas Sosial Kota Dumai, dimana tugasnyaadalah merumuskan kebijaksanaan, mengkoordinasikan, dan membina sertamelaksanakan kewenangan dibidang sosial. Melaksanakan hal tersebut tentunyadilihat dari capaian kinerja sasaran digunakan untuk menunjukkan secara langsungkaitan antara sasaran dengan hasil yang diperoleh.

Kinerja

Istilah kinerja terjemahan dari performance yang sering diartikan oleh para cendekiawansebagai “penampilan”, “unjuk kerja”, atau “prestasi” (Keban, 2004: 191).

Selanjutnya Bernardin dan Russel dalam Keban (2004: 192) mengartikan kinerja sebagai the record of outcomes produced on a specified job function or activity during a specified time period. Dalam definisi ini, aspek yang ditekankan oleh kedua pengarang tersebut adalahcatatan tentang outcome atau hasil akhir yang diperoleh setelah suatu pekerjaan atauaktivitas dijalankan selama kurun waktu tertentu.

Sedangkan pendapat lain menurut Mangkunegara (2007: 67) mendefinisikan kinerja adalahhasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang di capai oleh seorang pegawai dalammelaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Hal yang

A S S (2009 0) senada juga disampaikan oleh August W. Smith dalam Sedarmayanti (2009: 50) menyatakanbahwa Performance atau kinerja adalah Output drive from processes, human or otherwise jadi dikatakanya bahwa kinerja merupakan hasil atau keluaran dari suatu proses. Kinerjapada dasarnya dapat dilihat dari dua segi yaitu kinerja pegawai (perindividu) dan kinerjaorganisasi. Kinerja pegawai adalah hasil kerja perseorangan dalam suatu organisasi, sedangkan kinerja organisasi adalah totalitas hasil kerja yang dicapai suatu organisasi(Pasolong, 2008).

Penilaian kinerja (Dwiyanto dalam Pasolong, 2010) merupakan suatu kegiatan yang sangatpenting sebagai ukuran keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai misinya, untukorganisasi publik informasi mengenai kinerja sangat berguna untuk menilai seberapa jauhpelayanan yang diberikan oleh birokasi untuk memenuhi harapan dan memuaskanmasyarakat.

Birokrasi

Istilah birokrasi mulai diperkenalkan oleh filosof Perancis Baron de Grim danVincent de Gournay dari asal kata “bureau” yang berarti meja tulis dimana parapejabat (saat itu) bekerja dibelakangnya. Secara etimologi istilah birokrasi berasaldari kata bureau (bahasa Perancis) yang berarti “meja tulis” dan kratos (bahasaYunani) yang berarti “pemerintahan”. Pengertian yang demikian kemudianberkembang seiring dengan waktu (Sastroatmodjo dalam Nurhidayah dkk, 2013). Birokrasi ialah keseluruhan organisasi Pemerintah yang menjalankan tugas-tugasNegara dalam berbagai unit organisasi Pemerintah dibawah baik Departemen danNon Departemen baik di Pusat maupun di Daerah, seperti ditingkat Provinsi, Kabupaten Kecamatan maupun Desa atau Kelurahan yang menyelenggarakanKabupaten, Kecamatan, maupun Desa atau Kelurahan yang menyelenggarakankinerja birokrasi dalam membantu Negara menjalankan fungsi serta tugas masing-masing birokrasi Pemerintahan sebagai abdi masyarakat dan Negara (Waluyo, 2007). Birokrasi dalam kalangan ilmu sosial sering menimbulkan berbagaiperbedaan pendapat karena berbagai pengertian yang berbeda dengan sudutpandang yang berbeda pula karena birokrasi merupakan bentuk inefisiensiorganisasi biasanya pengertian yang kurang baik ini mencerminkan cara kerjaaparatur pelayanan Pemerintah yang memiliki kinerja rendah (Abdullah, 2000)

Kinerja Birokrasi Publik

Kinerja birokrasi Pemerintahan adalah struktur Pemerintahan yang terstrukturyang berfungsi memproduksi jasa-publik atau layanan tertentu berdasarkankebijakan yang ditetapkan dengan mempertimbangkan berbagai pilihan darilingkungan Pemerintah selaku provider harus mengantar dan menyerahkanproduk itu sampai ditangan masyarakat pada saat di butuhkan dan tidak sebaliknyadengan harapan masyarakat mampu menggunakan produk tersebut sedemikianrupa sehingga manfaatnya maksimal (Ndraha, 2003).

Menurut Dwiyanto dalam Rizal (2011) mengatakan rendahnya kinerja Birokrasiy ( ) g y jpublik sangat dipengaruhi oleh budaya paternalisme yang masih sangat kuat, yang cenderung mendorong pejabat birokrasi untuk lebih berorientasi pada kekuasaandaripada pelayanan, menempatkan dirinya sebagai penguasa dan memperlakukanpara pengguna jasa sebagai obyek pelayanan yang membutuhkan bantuannya. Disamping itu, rendahnya kinerja juga disebabkan oleh sistem pembagiankekuasaan yang cenderung memusat pada pimpinan. struktur birokrasi yang hierarkis mendorong adanya pemusatan kekuasaan dan wewenang pada atasansehingga pejabat birokrasi yang langsung berhubungan dengan para pengguna jasasering tidak memiliki wewenang yang memadai untuk merespons dinamika yang berkembang dalam penyelenggaraan pelayanan

Ada beberapa indikator untuk mengukur kinerja birokrasi publik yaitu:”

a. Produktifitas

b. Kualitas layanan

c. Responsivitas

Responsivitas dengan mengukur kemampuan organisasi untuk mengenalikebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan perioritas pelayanan, danmengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan danaspirasi masyarakat.

d. Responsibilitas

Responsibilitas menjelaskan mengukur kesesuaian pelaksanaan kegiatan organisasi

publik yang dilakukan dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar atau sesuai

dengan kebijakan organisasi.

e. Akuntabilitas

Akuntabilitas seberapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi publik tunduk pada

para pejabat politik yang dipilih oleh rakyat atau ukuran yang menunjukan tingkat

kesesuaian penyelenggaraan pelayanan dengan ukuran nilai-nilai atau norma

eksternal yang ada dimasyarakat atau yang dimilki para stakeholders (Dwiyanto,

2012).

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisa yang dilakukan Produktivitas, Kualitas layanan, Responsivitas, Responsibilitas dan Akuntabilitas, diperoleh jumlah skor sebesar1.319 (68,69%) dikategorikan Cukup Baik. Sehingga didapat faktor pendukungdalam penelitian ini yaitu terdapatnya akuntabilitas pegawai dalam bentuktanggung jawab dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi serta terdapatnyaresponsibilitas dalam penyelenggaran administrasi tugas-tugas kepemerintahanbidang sosial. Sementara itu ditemui juga faktor penghambat seperti masihkurangnya kualitas pelayanan yang diberikan terutama bagi penyandang sosial dankurangnya produktivitas dalam upaya pencapaian program kerja yang telahdilaksanakan dilaksanakan.

https://www.researchgate.net/publication/327747664_Analisis_Kinerja_Birokrasi_Publik_pada_Dinas_Sosial_Kota_Dumai

HERU
Placed Image
Page 37: DIKTAT MANAJEMEN PUBLIK - Universitas Nasional

8/4/2020

1

PertemuanPertemuan keke--12:12:AnalisisAnalisis KualitasKualitas PelayananPelayanan BirokrasiBirokrasi PublikPublik didiDaerahDaerah

MenurutTjiptono (2006), hubungan kualitas pelayanan sangat eratdengan kepuasan masyarakat. Faktor yang menentukan salah satudiantaranya adalah yang berfokus pada lima dimensi kualitastentang pelayanan masyarakat yaitu:

1) Bukti fisik meliputi penataan ruangan, penampilan kebersihan, kerapian petugas,dan sarana prasarana yang dipergunakan sepertikelengkapan peralatan komunikasi (Assegaff, 2009). Kualitaspelayanan publik sangat ditentukan oleh bukti fisik.Bukti fisik yang baik dalam pelayanan ditawarkan kepada masyarakat,baik pula kualitas pelayanan,yang berpengaruh pada meningkatnya kepuasanmasyarakat. Bukti fisik mempengaruhi kepuasan konsumen sepertihasil penelitian (Jonathan, 2005),(Atmawati dan Wahyuddin, 2007).

2) Daya tanggap merupakan keinginan petugasdalam membantu masyarakat dan memberikan pelayanan dengan tanggap yang meliputi : kesediaan petugas dalam pelayanan, kelancaran komunikasi, pemberian solusi atas keluhan. Kualitas pelayanan publik sangat ditentukan oleh variabel daya tanggap.Semakin tanggap petugas dalam melayani masyarakat, berpengaruh terhadap kualitas pelayanan maka kepuasan masyarakatmeningkat. Daya tanggap mempengaruhi kepuasan konsumen seperti pada hasil penelitian (Jonathan,2005),(Atmawati dan Wahyuddin,2007).

3) Keandalan adalahkemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan 3) Keandalan adalahkemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan dari petugas yang meliputi Kepastian jadwal pelayanan, kejelasan informasi oleh petugas dan kecepatan proses pelayanan. Kualitas pelayanan publik sangat ditentukan oleh variabel keandalan. Semakin dapat diandalkan suatu instansi, termasuk petugasnya, mempengaruhi kualitas pelayanan, semakin tinggi kepuasan konsumen. Keandalan mempengaruhi kepuasan konsumen seperti pada penelitian (Jonathan, 2005),(Atmawati dan Wahyuddin, 2007).

4) Jaminan meliputiKeramahan petugas, kemampuan petugas pelayanan,dan tanggung jawab daripetugas, bebas dari bahaya, risiko atau keragu-raguan.Kualitas pelayanan publik ditentukan oleh variabel jaminan. Semakin ramah, sopan dan berpengetahua petugasnya, berpengaruh terhadap kualitas pelayanan, kemudian mempengaruh kepuasan masyarakat. Jaminan mempengaruhi kepuasan konsumen seperti pada penelitian (Atmawati dan Wahyuddin,2007).

5) Empati meliputiPerhatian petugas, keadilan perlakuan dalam pelayanan, serta Keamanan dan kenyamanan masyarakat. Kualitas pelayanan publik sangat ditentukan oleh variabel empati.Semakin peduli petugas terhadap masyarakat, mempengaruhi kualitas pelayanan akan berpengaruh terhadap kepuasannya. Empati berpengaruh terhadap kepuasan konsumen seperti pada penelitian (Jonathan, 2005),(Atmawati dan Wahyuddin, 2007)

Berdasarkan permasalahan dan pembahasan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan publik dalam pengurusan ijin usaha pada Badan Pelayanan Perijinan Terpadu di Kabupaten Badungdapat diambil simpulan sebagai berikut yaitu :

1) Dari kelima faktoryang terdiri dari limabelas variabel memiliki nilai total eigen/eigenvalue lebih dari 1,yaitu : faktor Bukti fisik, faktor daya tanggap, faktor keandalan, faktor jaminan, dan faktor empati yang dijelaskan sebesar 60,984persen, selebihnya 39, 016persen dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak termasuk ke dalam 15 variabel yang diteliti. Ini berarti kelima belas variabel tersebut sebagai penentu terhadap kualitas kelima belas variabel tersebut sebagai penentu terhadap kualitas pelayanan publik, yang akan berpengaruh terhadap kepuasan masyarakat. Dari kelimabelas variabel tersebut variabel tanggung jawab petugasyaitu variabel yang paling berpengaruh karena memiliki nilai koefisien (factor Loading) tertinggi sebesar 0,894, ini berarti suatu sikap bertanggung jawab atas tugas pokok dan fungsi dari pemberi layanan yang bisa dipercaya oleh masyarakat pencari ijin khususnya untuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah sangat diperlukan dalam membentuk kualitas pelayanan di Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten Badung

2) Faktor lain yang juga mempengaruhi kualitas pelayanan publik diantaranya :

(1) Faktor individu yaitu Sumber Daya Manusia (SDM) yang memberikan pelayanan kepada masyarakat. Semakin professional dan memiliki komitmen untuk melayani dari petugas sebuah instansi pelayanan akan menjadiknnya loyal dan disiplin terhadap tugas (tupoksi) yang diberikan. Dengan kata lain semakin tinggi kemampuan sumber daya manusia dalam suatu instansi pemerintah tentu semakin besar kemungkinan instansi yang bersangkutan untuk menyelenggarakan pelayanan yang berkualitasberkualitas.

(2) Faktor sistem yang digunakan untuk menunjukkan pada mekanisme dan prosedur pelayanan yang digunakan. Semakin sederhana dalam arti tata cara pelayanan tidak berbelit-belit,jelas (transfarans) dalam arti Ni Luh Putu Puspitasari, I Komang Gede Bendesa, Analisis Kualitas Pelayanan… mekanisme dan prosedur pelayanan pasti, simple (efisien) dalam arti perpaduan Antara persyaratan dengan produk pelayanan yang berkaitan, serta cepat dalam arti cepat menanggapi masalah, kebutuhan dan aspirasi masyarakat yang dilayani.

Faktor sumber daya manusia dan sistem yang digunakan, dalam sebuah instansi sebagai salah satu determinan kualitas penyelenggaraan pelayanan publik yang baik, sehingga mempengaruhi keinginan masyarakat untuk berinvestasi dalam usaha yang berdampak langsung terhadap kesejahteraan masyarakat itu sendiri, dalam pengurusan perijinan bagi pengusaha Mikro Kecil dan Menengah secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Badung. Dengan bertambahnya pendapatan daerah maka pemerintah dapat membangun infrastruktur yang dapat dinikmati oleh masyarakatyang selanjutnya dapat menghasilkan kesejahteraan.

file:///C:/Windows/system32/config/systemprofile/Downloads/15077-1-36102-1-10-20160219%20(1).pdf

HERU
Placed Image
Page 38: DIKTAT MANAJEMEN PUBLIK - Universitas Nasional

8/4/2020

1

PertemuanPertemuan keke--13:13:AplikasiAplikasi ManajemenManajemen StrategikStrategik didi BirokrasiBirokrasiPublikPublik

Menurut Mintzberg (dalam: Montanari, 1990:2) peran utama yang harus dilakukan manajer strategis adalah membuat keputusan, menyebarluaskan informasi, dan mengelola personal. Manajerstrategis perlu menangani informasi internal maupun eksternaldengan cara memadukan peluang-peluang eksternal lingkungandengan kapabilitas internal organisasidengan kapabilitas internal organisasi.

Manajer perlu yakin bisa memadukannya, membuat pilihan-pilihanstrategis seperti bagaimana menggunakan kapabilitas-kapabilitas internal organisasi mendapatkan keuntungan-keuntungan daripeluang-peluang yang ada. Manajer perlu mengorganisasikan, memotivasi, dan mengarahkan orang untuk dapatmengkontribusikan dirinya bagi keberhasilan organisasi. Berupayamenampilkan peran-peran seperti ini adalah kunci utama bagiefektivitas manajer strategis.

PertemuanPertemuan keke--13:13:AplikasiAplikasi ManajemenManajemen StrategikStrategik didi BirokrasiBirokrasiPublikPublik

Manajer strategis membuat pilihan-pilihan baru yang melibatkan keberhasilan dan perjalanan organisasi. Karenamasalah-masalah strategis sangat unik, maka manajer atasdasar penilaian dan pengalaman harus mampu mengelola sejumlah sumber daya organisasi kedalam sebuah projek-j y g p jprojek kegiatan yang mengantarkan keberhasilan organisasi.Tantangan utama yang dihadapi manajer strategis adalahmemadukan peluang-peluang yang ada di lingkungan dengankapabilitas-kapabilitas organisasi kearah pencapaian tujuanorganisasi.

PertemuanPertemuan keke--13:13:AplikasiAplikasi ManajemenManajemen StrategikStrategik didi BirokrasiBirokrasiPublikPublik

Proses Manajemen StrategiMengaplikasikan manajemen strategi, sekarang ini, sangat pentingdibanding penerapannya di masa lalu. Tuntutan lingkungan eksternalorganisasi yang sering berubahubah menuntut organisasi keolahragaanperlu semakin mengadaptasikan diri, dan mampu menantang setiap kesulitan dan tantangan untuk dapat meraih tujuan organisasi yang telah kesulitan dan tantangan untuk dapat meraih tujuan organisasi yang telah dirumuskan.

Proses manajemen strategi adalah proses analisis Analisis kondisilingkungan, kapabilitas organisasi dan rumusan rencana untuk memadukankapabilitas itu dengan kondisi lingkungannya. Manajemen strategis bukanhanya memformulasikan unsur perencanan strategis, tetapi juga strategiimplementasi dan pengawasan, termasuk juga kondisi perubahan tatanandan infrastruktur lokasi organisasi.

Tahapan Tahapan Manajemen Strategis Formulasi strategi

Penilaian kondisi, analisa kapabilitas internal, dan kembangkan rencana. Termasuk, peluang dan ancaman lingkungan, pola manajerial, teknikal, informasional, organisasial, dan sumber daya keuangan yang dibutuhkan. Rumuskan misi dan tujuan, serta strategi yang perlu dilakukan untuk meraihnya.dilakukan untuk meraihnya.

Implementasi Strategi

Manajer memposisikan strategi senantiasa berada dalam alur arah pencapaian tujuan. Mengembangkan struktur organisasi untuk dapat mengawasi proses. Bila perlu bentuk departemen atau bagian khusus.

Analisis LingkunganMenganalisa berbagai alasan keberhasilan atau kegagalan organisasi. Menilai kondisi organisasi saat ini, prediksi akurat di masa yang akan datang, dan menggunakan berbagai informasi untuk merumuskan strategi terbaik.

Analisis Kapabilitas Internal Organisasi

S t t k bilit i t l i i Suatu penentuan kapabilitas internal organisasi secara teknikal dan sistem sumber daya manusianya. Manajer menganalisis perpaduan antara kapabilitas organisasi saat ini dengan kondisi lingkungan. Karena itu, manajer perlu menelaah kekuatan dan kelemahan manajerial organisasi, teknis, keuangan, dan kapabilitas sumber daya manusianya.

Pemilihan Bidang Strategis

Penentuan area strategis dengan memperhatikan ukuran organisasi, minat konsumen, produk yang menguntungkan, dan lingkungan yang mendukung. Karena itu, sering pula memperhatikan pasar target yang dicapai.

Pilih Misi, Tujuan Strategis dan Strategi

Penentuan misi yang jelas dengan tujuan yang bisa dicapai, mencerminkan metode publikasi produk, pasar target, dan

d d k d l h P l l d b metode pendekatan dalam meraih tujuan. Perlu pula dibarengi dengan upaya penelitian dan pengembangan, pembiayaan, operasional prosedur, dan pemasaran. Tentukan pula strategi generik, strategi utama, atau strategi ancillary.

Pilih Rencana, Tujuan, dan Strategi Fungsional

Perumusan rencana yang mencerminkan tujuan fungsional, tingkatan strategis, spesifik, menggambarkan harapan, pengaturan waktu, dan layanan sebagai panduan.

HERU
Placed Image
Page 39: DIKTAT MANAJEMEN PUBLIK - Universitas Nasional

8/4/2020

2

Pemilihan Struktur

Pembuatan struktur, proses, dan sistem organisasi yang bisa mengantarkan pada pencapaian tujuan strategis.

Pemilihan Sistem Kepemimpinan dan Penghargaan

Perumusan sistem kepemimpinan yang menggugah semangat kerja anggota berpenampilan terbaiknya untuk mencapai tujuan strategis. Perhatikan pula unsur budaya organisasi yang terbentuk oleh nilai, mitos, keyakinan, simbol-simbol, dan tradisi yang

b kterbentuk.

Proses Pengawasan dan Evaluasi

Manajemen tingkat atas merumuskan desain dan tindakan pengawasan dan evaluasi atas semua strategi yang dijalankan. Teknik evaluasi dirumuskan untuk memonitor kemajuan organisasi dan tujuan organisasi. Sedangkan standar penampilan digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan organisasi.

Masukan dan Umpan BalikSebagai tindakan korektif, manajer perlu memperhatikan umpan balik dan masukan dari semua keberhasilan yang telah dicapai. Manajer perlu juga memperdulikan tingkat kegagalan yang dialami untuk merumuskan kembali prospeknya di masa yang akan datang.

Ring dan Perry memberikan konteks pada manajemen strategis sektor pemerintah sebagai berikut:1. Policy Ambiguity, Struktur organisasi sektor publik yang kompleks menyebabkan ketidakjelasan arah strategi.2. The Openness of Government, Media memiliki peranan besar dalam mengekspose pengambilan keputusan dan penerapannya dalam pemerintahan.3. Attentive Publics. Pemerintahan dipengaruhi oleh banyak kelompok kepentingan yang mempunyai agenda-agenda tertentu.4. The Time Problem. Masa jabatan dan peraturan yang memberikan batasan waktu menjadi perhatian dalam manajemen strategis.5. Shaky Coalitions. Aliansi politis saat perencanaan dan pelaksanaan belum tentu sama komposisinya.

Untuk mengantisipasi berbagai kendala terkait konteks diatas maka diuslkan beberapa solusi sebagai berikut:1. Maintaining Flexibility. Proses implementasi manajemen strategi diharapkan mampu beradaptasi terhadap perubahan internal dan eksternal.2. Bridging Competing Worlds. Sektor publik yang bersifat terbuka memiliki keterikatan dengan berbagai pihak atau kelompok kepentingan. Pemerintah harus memperlakukan semua pihak dengan adil.3. Wielding Influence, Not Authority. Kemampuan politik diperlukan dalam manajemen strategis guna membangun hubungan dan memunculkan nilai positif dalam konfrontasi pihak-pihak tertentu.4. Minimizing Discontinuity. Ketidakstabilan koalisi politis harus dicegah dengan pengelolaan sumberdaya yang terkait pembentukan koalisi tersebut.

Dengan menerapkan apa yang ada di dalam manajemen strategis, maka diharapkan sektor publik dapat :1. Menjadi instansi reaktif dalam menghadapi perubahan situasi yang dinamis dan kompleks.2. Mengelola sumber daya yang dimiliki untuk hasil yang maksimal (managing for result)3. Mengubah orientasi instansi menjadi instansi berorientasi masa depan4. Mejadikan instansi adaftif dan fleksibel, mengurangi birokrasi yang rumit dan lebih transparan5. Menjadikan instansi mampu memenuhi harapan masyarakat (pengguna layanan)

Untuk menetapkan strategi suatu sektor publik, pertama-tama kita perlu mengetahui apa saja model manajemen strategi yang ada, dan biasanya digunakan di sektor publik. Setidaknya ada sekitar 4 model strategi yang biasa dikenal:1. Model perencanaan klasik menitik beratkan pada formalitas organisasi pemerintah untuk menyusun suatu rencana strategis yang akan diturunkan kepada unit-unit bisnis di bawahnya.2. Model bisnis menitikberatkan pada hubungan transaksi antara organisasi induk dan organisasi dibawahnya (purchase provider).3. Model perencanaan strategis visioner berorientasi pada pola pikir p g p p pjangka panjang dimana manajer akan mencari aktivitas yang akan dilakukan dalam membawa organisasi dari kondisinya saat ini menuju masa depan yang diharapkan.4. Model perencanaan strategi peramalan berfokus pada pengembangan area spesialisasi atau kapabilitas organisasi dan pengembangan relasi dan aliansi dengan organisasi lain dalam rangka memastikan pencapaian visi organisasi.

HERU
Placed Image
Page 40: DIKTAT MANAJEMEN PUBLIK - Universitas Nasional

8/4/2020

3

Adapun kendala yang terjadi di sektor publik dalam penerapan manajemen strategis ialah:1. Karena adanya perbedaan mendasar dalam undang-undang dasarnya. Sektor publik menggunakan konstitusi negara tersebut, sedangkan sektor privat sangat fleksibel dengan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga perusahaan tersebut, menjadikan sektor publik lebih kaku dan ketika membuat suatu program kegiatan, harus melakukan cross check dengan undang-undang yang telah ada sehingga program tersebut tidak melanggar undang-gg p g gg gundang dan sesuai prosedur instansi tersebut.2. Karena organisasi publik merupakan perpanjangan tangan dari konstituen parlemen yang mengusung aspirasi rakyatnya, maka organisasi publik lebih terbuka untuk lingkungan eksternal dibanding swasta.3. Adanya budaya yang sangat melekat dan menjadi karakteristik umum organisasi publik yaitu birokrasi. Yaitu prosedur pemerintah yang kadang rumit, berjenjang dan kaku, sehingga memerlukan waktu lama dalam menyelesaikan suatu tugas/masalah.

4. Proses pengukuran kinerja di instansi pemerintah lebih sulit apabila dibandingkan dengan pengukuran kinerja pada sektor swasta. Output dan tujuan sektor swasta jelas yaitu produk atau jasa dijual sehingga memperoleh keuntungan sedangkan pemerintah memiliki cakupan kerja yang lebih luas dan rumit dalam mengukur tujuannya dan mengukur hasilnya (outcome dan impact).5. Keterbatasan informasi bahkan asimetri informasi juga menjadi kendala bagi organisasi untuk dapat menghasilkan pengambilan keputusan yang berkualitas. Hal ini biasanya muncul karena adanya pembelokan tujuan insentif terkait penerapan manajemen strategi.

HERU
Placed Image
Page 41: DIKTAT MANAJEMEN PUBLIK - Universitas Nasional

PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP) : ANALISIS PELAKSANAAN PELAYANAN PUBLIK

DAN PENCEGAHAN KORUPSI

Prof. Dr. H. Eko Sugiyanto, M.Si

Dalam publikasi Bank Dunia yang berjudul Doing Business 2018 : Reforming to Create Jobs, peringkat Indonesia meningkat dari urutan ke 91 menjadi ke 72 dari 190 negara yang disurvei. Kondisi ini menunjukkan kemajuan yang cukup signifikan pada iklim investasi. Namun, kenyataannya negara kita masih tertinggal dari negara-negara ASEAN lainnya, seperti Singapura, Malaysia, Thailand, serta Vietnam.

Dari tujuh (7) indikator dalam survei ini, variabel memulai usaha, kemudahan mendapatkan izin konstruksi, kredit, dan listrik, serta perlindungan terhadap investor minoritas di Indonesia meningkat secara signifikan. Namun, banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh pemerintah Indonesia terkait persoalan sertifikasi tanah dan bangunan, serta pembayaran pajak.

Usaha Kecil dan Menengah (UKM) merupakan sektor usaha terbesar di Indonesia dan menyumbang proporsi penyerapan tenaga kerja yang paling besar. Akan tetapi, mayoritas dari UKM tersebut berada pada sektor informal dan tidak terdaftar (Digdowiseiso, 2012). Perusahaan ini seringkali tidak mempunyai akses untuk mendapatkan pinjaman di bank, menjual produknya ke pembeli besar, dan melakukan kegiatan ekspor.

Berada pada sektor informal merupakan sebuah pilihan sulit yang harus diterima oleh perusahaan kecil dan menengah. Karena biaya pendaftaran dalam melakukan usaha relatif tinggi di Indonesia, hal ini tentu saja sangat membebani pelaku usaha di sektor informal dalam memformalkan usahanya.1

Inefisiensi dalam kerangka perizinan menciptakan hambatan yang signifikan bagi perusahaan untuk dapat berkembang. Beban pendapatan dari perizinan bukan merupakan persoalan yang terlalu signifikan bagi perusahaan. Lewis (2006) menyatakan bahwa compliance costs dalam hal waktu dan prosedur pemprosesan dianggap sebagai beban yang lebih berat daripada monetary costs. Laporan Doing Business tahun 2018 menyatakan bahwa calon investor di Indonesia membutuhkan 11 prosedur dan 23 hari kerja guna memulai usahanya. Kondisi

Sehingga muncul sebuah pemikiran, apakah biaya pendaftaran tersebut mampu mengganti kerugian waktu dan materi dalam pengurusan proses perizinan dalam memulai usaha.

1 Pada laporan Doing Business tahun 2018, biaya memulai usaha di Indonesia mencapai 11 % dari pendapatan per kapita (USD 1.443), mengacu pada rilis income per capita yang dirilis oleh the International Monetary Fund (IMF) per Oktober, 2017. Bandingkan dengan calon investor di negara-negara ASEAN seperti Singapura, Thailand, dan Vietnam yang menghabiskan masing-masing sebesar USD 468, USD 1.161, USD 480 dalam memulai usaha.

Page 42: DIKTAT MANAJEMEN PUBLIK - Universitas Nasional

tersebut berbanding terbalik dengan calon investor di Singapura, Thailand, Malaysia, dan Vietnam yang membutuhkan masing-masing sebesar 3 prosedur dan 3 hari, 5 prosedur dan 5 hari, 9 prosedur dan 19 hari, serta 9 prosedur dan 22 hari dalam memulai usaha.

Lamanya waktu dan prosedur dalam memulai usaha menyediakan sebuah ruang untuk melakukan suap dalam mempercepat izin bisnis. Pada konteks ini, Kuncoro (2004) menemukan bahwa suap berhubungan positif dengan banyaknya perizinan bisnis di Indonesia yang diperlukan oleh perusahaan. Kurangnya transparansi dan kejelasan dalam pemprosesan perizinan memacu pelaku bisnis untuk membayar lebih di dalam usaha untuk mempercepat proses perizinan. Pada cakupan yang lebih luas, penelitian yang dilakukan oleh Digdowiseiso (2018) menyatakan bahwa praktik suap yang ada di negara-negara berkembang secara umum dapat menghambat laju pertumbuhan ekonomi. Hal ini disebabkan oleh munculnya biaya tambahan yang dikeluarkan oleh perusahaan secara kontinyu sehingga dapat mengurangi keuntungan perusahaan dalam jangka pendek dan penciptaan lapangan pekerjaan dalam jangka panjang.

Dengan situasi yang demikian, Indonesia ditengah-tengah kepungan globalisasi menghadapi dua pilihan, melakukan perubahan secara fundamental atau semakin terperosok ke dalam posisi yang semakin sulit. Dimensi yang sangat luas dalam pembenahan posisi daya saing dan daya tarik Indonesia diantara negara-negara lain, merupakan persoalan multisektor, yang melibatkan komitmen antar pemangku kepentingan. Tentu saja, hanya mengadalkan kemampuan pemerintah bukanlah pilihan yang bijaksana, mengingat pemerintah juga memiliki banyak keterbatasan. Akan tetapi, dibutuhkan peran pemerintah sebagai agent of change menuju daya saing yang kuat. Sehingga, reformasi terhadap regulasi pemerintah merupakan salah satu langkah yang tepat.

Reformasi perizinan sebagai salah satu bagian dari reformasi regulasi memiliki tujuan fundamental yakni meningkatkan efisiensi perekonomian nasional dan meningkatkan kemampuan pemerintah dalam mengadopsi perubahan demi peningkatan daya saing nasional. Salah satu langkah nyata reformasi di sektor perizinan adalah dengan melakukan pembenahan pada institusi-institusi yang sebelumnya memiliki tugas dan tanggung jawab untuk memberikan pelayanan perizinan. Reformasi kelembagaan tersebut, bukan hanya dengan melakukan pembenahan internal terhadap lembaga yang sebelumnya terbangun, akan tetapi juga dengan melakukan terobosan-terobosan pada posisi lembaga itu sendiri.

Guna perbaikan kualitas pelayanan dalam perizinan dan aktivitas berbisnis, konsep Online Single Submission (OSS) telah diadopsi menjadi regulasi dan kebijakan di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP). Beberapa regulasi yang telah dikeluarkan terkait hal ini antara lain Permendagri No. 138/2017 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Daerah, yang mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 96/2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 25/2009 tentang Pelayanan Publik. Meskipun jumlah PTSP di daerah yang terbentuk mencapai 99 % (531

Page 43: DIKTAT MANAJEMEN PUBLIK - Universitas Nasional

dari 538 daerah), namun jumlah PTSP di daerah yang mempunyai SOP dan daerah yang telah mendelegasikan kewenangan perizinan dan non-perizinannya ke PTSP masing-masing baru mencapai 405 dan 200 daerah (Kemendagri, 2017).2

Berkaca pada pengalaman negara-negara tersebut, maka reformasi terhadap regulasi dan kelembagaan perizinan merupakan salah satu langkah yang tepat yang bisa menjadi pilihan. Dimulai dari penyederhanaan waktu dan prosedur perizinan melalui penciptaan regulasi yang pro investasi bisa jadi akan membentuk daya tarik yang kuat bagi pelaku usaha dari manapun untuk memilih Indonesia sebagai sasaran investasi. Dari sisi kelembagaan, sistem pelayanan satu atap merupakan jawaban atas kelambanan prosedur yang selama ini dilalui pelaku bisnis ketika mengurus perizinan.

Ketidakefektifan OSS disebabkan oleh banyaknya pemerintah daerah yang hanya mendirikan OSS seperti sebuah front office dimana permohonan perizinan diterima dan izin usaha diambil oleh pelaku bisnis. Seharusnya, OSS lebih berperan aktif dalam proses perizinan untuk memulai usaha.

Kondisi ini tentu berbanding terbalik dengan pelaksanaan OSS di negara ASEAN lainnya. Dalam rangka meningkatkan kinerja investasi pada sektor swasta, pemerintah Thailand secara reguler bertemu dengan investor-investor domestik maupun asing untuk mengidentifikasi cara-cara meningkatkan iklim investasi di negaranya. Sebagai rencana tindak lanjut dari usaha tersebut, pemerintah Thailand mendirikan pusat pelayanan terpadu satu pintu yang dinamakan OSOS (One Start One Stop Investment Center) pada 23 November 2009. Kinerja lembaga ini sangat membantu persoalan investor yang salah satunya adalah persoalan prosedur perizinan usaha dan terbukti dengan adanya lembaga ini, Thailand menempati urutan ke 26 dalam melakukan bisnis.

Kondisi lain juga ditemui di Singapura. Sebagai rencana tindak lanjut dari pelaksanaan OASIS (The Online Application System for Integrated Systems) project pada tahun 2001, pemerintah Singapura meluncurkan OBLS (Online Business Licensing Service) pada tahun 2004 yang telah sukses dalam menciptakan a pro-enterprise environment, terutama untuk calon wirausahawan yang mengalami kesulitan dalam hal sumber daya dan keahlian untuk mengurus sistem perizinan. Dengan adanya lembaga ini, Singapura berhasil mempertahankan peringkat doing business di urutan ke 2.

Sementara pemerintah Malaysia melalui The Malaysian Industrial Development Agency (MIDA) yang merupakan lembaga langsung menangani persoalan investasi di negara ini meluncurkan BLESS (Business Licensing Electronic Support System) di tahun 2008. Program ini merupakan sebuah portal yang menyediakan informasi dan fasilitas untuk perusahaan dalam mengajukan izin untuk memulai usaha. Disamping itu, portal ini merupakan layanan virtual OSS yang membantu perusahaan untuk mendapatkan izin usaha secara efektif dan terorganisir dengan baik. Tak heran, peringkat doing business Malaysia berada pada urutan ke 24.

2 https://www.kemendagri.go.id/index.php/blog/24886-Permudah-Pelayanan-Kemendagri-Dorong-PTSP-Daerah

Page 44: DIKTAT MANAJEMEN PUBLIK - Universitas Nasional

Sejalan dengan desentralisasi kewenangan maka porsi partisipasi Pemda dan Pemkot dalam membangun daerahnya menjadi besar. Hal ini mengindikasikan tuntutan terhadap daerah menjadi besar dalam memenuhi kebutuhan pembangunan dan pelayanan bagi masyarakat. Fakta yang terjadi bahwa sejak otonomi daerah dilakukan, praktis tidak membawa perubahan yang besar bagi kondisi makro ekonomi regional. Bahkan di beberapa daerah, cenderung tumbuh lebih lambat dibandingkan perekonomian nasional, pun kesenjangan antara daerah semakin terlihat (Digdowiseiso, 2018a). Sementara itu, pembagian kewenangan dan tanggung jawab penganggaran yang lebih besar tidak paralel dengan keberhasilan daerah dalam menstimulus perekonomian daerah.

Kenyataan yang terjadi adalah kadangkala daerah terlalu bersemangat untuk meningkatkan PADnya tanpa memperhatikan aspek yang kontradiktif yang muncul karena tindakan tersebut. Daerah berusaha mengoptimalkan potensi penerimaannya dengan menggali sumber-sumber baru. Celakanya, sumber-sumber baru tersebut sebagian besar diharapkan dari aktivitas usaha, terutama aktifitas berbisnis yang baru akan muncul di daerah tersebut. Mekanisme yang digunakan untuk mendapatkan retribusi dari pelaku bisnis yang baru, biasanya dibuat dalam bentuk retribusi perizinan. Dalam berbagai format, daerah memunculkan aturan baru atau bahkan istilah baru demi mendapatkan pemasukan. Konsekuensinya, tarif, waktu, dan prosedur yang dikeluarkan pengusaha untuk melakukan usaha di masing-masing daerah juga berbeda.

Secara umum, terdapat empat prinsip untuk menilai kelayakan perpajakan di tingkat regional, seperti kecukupan hasil, efisiensi ekonomi, keadilan, kapasitas pelaksanaan, dan kompatibilitas regulasi sebagai sumber pendapatan regional (Devas et al., 1989). Sehubungan dengan kapasitas fiskal pemerintah daerah, penerimaan pajak bisa muncul dari berbagai sumber, termasuk bagi hasil pajak dengan pemerintah pusat, pajak dipungut oleh pemerintah daerah sendiri, dan pajak tambahan yang dipungut dari pajak pemerintah pusat. Ironisnya, kebijaksanaan dalam perpajakan telah meningkatkan kreativitas mereka dalam merancang bentuk lain dari berbagai macam pajak dan retribusi baru dalam upaya untuk menghindari batas dari pajak yang ada.

Survei yang dilakukan oleh Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) (2011) menegaskan pungutan yang memiliki potensi untuk menyebabkan biaya ekonomi tinggi dan ketidakpastian dalam iklim investasi, termasuk dengan struktur tarif yang tidak tepat dan berbeda, pungutan berganda dengan pungutan di tingkat pusat dan propinsi, atau bahkan pungutan yang tumpang tindih dengan pungutan serupa lainnya yang diberlakukan oleh peraturan lain dari pemerintah kota yang sama, sering terjadi di beberapa daerah. Sebagai contoh, Permendag No. 36/2007 tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) beserta perubahannya pada Permendag No. 7/2017 yang secara jelas membebaskan perusahaan dari biaya administrasi pembuatan SIUP baru. Hal yang sama juga berlaku untuk pengurusan TDP (Tanda Daftar Perusahaan) baru melalui Permendag No. 76/2018 tentang Penyelenggaraan Pendaftaran Perusahaan. Pada prakteknya, tidak satupun pengusaha di daerah menikmati pembuatan TDP dan SIUP baru secara gratis.

Page 45: DIKTAT MANAJEMEN PUBLIK - Universitas Nasional

Saya berpendapat bahwa kondisi demikian pada dasarnya muncul akibat adanya penafsiran yang salah dari esensi desentralisasi oleh pemerintah daerah setempat. Desentralisasi yang sejatinya merupakan instrumen untuk mendekatkan pelayanan dengan masyarakat justru diinterpretasikan secara salah sehingga membuat kedekatan tersebut menjadi tidak sehat. Dalam konteks perizinan, seharusnya dengan desentralisasi maka prosedur perizinan menjadi mudah dan murah akan tetapi prosedur justru menjadi semakin sulit dan mahal. Permasalahan desentralisasi yang secara umum terjadi di Indonesia antara lain sangat berkaitan dengan pendelegasian kewenangan dan kesiapan pelaksanaannya. Dalam banyak hal, kewenangan yang dibagikan pada berbagai level pemerintahan selama ini tidak diikuti dengan pelaksanaan kewenangan tersebut secara efektif.

Berbagai studi menunjukkan bahwa aparatur pelaksana di daerah tidak siap untuk melaksanakan kewenangan tersebut (Digdowiseiso et al., 2018; Sugiyanto et al., 2018). Ketidaksiapan aparat tersebut sangat berkaitan dengan kompetensi dan kapabilitas yang dimilikinya. Dalam hal pelaksanaan perizinan, lack of competencies sangat mudah untuk dijelaskan.

Pertama, proses perizinan membutuhkan adanya pengetahuan tidak hanya sebatas pada aspek legal dari proses perizinan, tetapi juga harus mempertimbangkan dampak yang akan ditimbulkan dari penerbitan izin baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Seseorang yang dapat memperkirakan dampak tersebut memerlukan pengetahuan yang luas baik dari segi konseptual maupun hal-hal teknis. Dalam beberapa kasus, amat sering ditemui aparatur pelaksana yang tidak memiliki syarat sebagaimana dimaksud. Hal ini diperparah dengan kebijakan rekrutmen pegawai PTSP yang buruk. Alhasil, izin yang diberikan bisa jadi memberikan dampak yang buruk di masa depan.

Kedua, pengoptimalan penggunaan teknologi informasi dapat dianggap mendukung kelancaran proses perizinan. Sehingga, hampir di semua sektor perizinan, aparat publik dituntut untuk menggunakan dan menguasai sistem komputerisasi. Sayangnya, masih banyak yang tidak memiliki keahlian untuk mengoperasikan teknologi. Aparat jenis demikian akan menjadi ganjalan dalam public service delivery. Ketidaksesuaian antara kebutuhan dan kompetensi yang dimiliki oleh aparat birokrasi telah menyebabkan rendahnya kualitas pelyanan publik. Hal ini bermula dari proses rekrutmen yang tidak berbasis pada job analysis, dimana syarat-syarat kompetensi yang dibutuhkan tertulis, berlanjut dengan proses, dan isi pendidikan dan pelatihan yang tidak menunjang penciptaan profesionalisme aparat. Sistem rekrutmen dan promosi yang tidak didasarkan kepada meritokrasi, melainkan pada hubungan pertemanan, keluarga, dan politik. Sistem yang demikian telah menyebabkan budaya Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).

Ketiga, proses perizinan tidak terlepas dari interaksi antara pemohon dengan pemberi izin. Dalam interaksi tersebut terkadang muncul perilaku koruptif yang dilakukan oleh aparatur maupun dipicu oleh kepentingan bisnis pelaku usaha. Sehingga, aparatur pelaksana dituntut untuk memiliki perilaku yang positif dengan tidak memanfaatkan situasi demi kepentingan pribadi. Untuk mencapai hal itu, diperlukan kejelasan dalam mekanisme reward and punishment bagi

Page 46: DIKTAT MANAJEMEN PUBLIK - Universitas Nasional

aparat PTSP. Sebagai contoh Pemkot Sragen melalui Badan Pelayanan Terpadu (BPT) menerapkan sistem insentif bagi staf BPT yang telah memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat sekitar dan sangsi administratif jika mereka melanggar ketentuan sebagaimana tercantum dalam Standard Operational Procedure (SOP) BPT.

Terakhir, masalah perilaku juga menjadi persoalan manakala prinsip good governance dituntut untuk diterapkan dalam pelayanan perizinan. Sebab, masih jarang ditemui aparatur pelayanan yang memiliki sikap profesionalisme dan mengedepankan prinsip customer relationship ketika berhubungan dengan pihak yang diberi layanan. Kondisi ini sebenarnya bisa dihindari jika ada Standar Pelayanan Minimum (SPM) dalam pelayanan di PTSP sehingga pelayanan yang diberikan dapat memenuhi tenggat waktu yang diberikan. Kalaupun ada SPM, seringkali hanya menjadi pajangan dan standar formal. Instranparansi prosedur, waktu, dan biaya pelayanan sengaja diciptakan untuk membuat masyarakat semakin tergantung terhadap aparat publik. Dalam SPM juga diatur melalui pengaturan keluhan melalui kotak saran. Hanya saja, mekanisme penanganan komplain di internal dan external PTSP tidak bekerja sehingga publik tambah dirugikan dan tidak memiliki daya tawar yang kuat.

Diagram 1: Masalah dan Output pada PTSP

Masalah Output

Temuan-temuan diatas sejalan dengan hasil studi KPPOD (2011) yang

melakukan wawancara langsung terhadap pejabat PTSP di 130 daerah dimana terungkap sejumlah kendala terkait kedudukan atau bentuk kelembagaan institusi

Ketidaksesuaian perda dengan aturan yang lebih tinggi

Belum standarnya tarif dan waktu di masing-masing PTSP

Hambatan persyaratan teknis di PTSP

Kurangnya sosialisasi PTSP di masing-masing daerah

Complaint handling mechanism tidak jelas

Ketiadaan external monitoring

Koordinasi antar instansi

SOP dalam PTSP

SPM dalam PTSP Recruitment pegawai PTSP

Reward and punishment

Penggunaan dan penguasaan teknologi

Code of conduct aparat PTSP

Visi dan komitmen pejabat terhadap PTSP

Target Kinerja PTSP

Kualitas pelayanan

Perilaku koruptif

Partisipasi masyarakat

Efektifitas dan efisiensi perijinan

Page 47: DIKTAT MANAJEMEN PUBLIK - Universitas Nasional

pelayanan perizinan di daerah. Persoalan yang menonjol terkait dengan eselonisasi instansi pelayanan perizinan di daerah adalah keengganan para Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk melepaskan sebagian kewenangan perizinan yang semula menjadi kewenangan mereka.

Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa masih terdapat ego sektoral dari instansi teknis terkait untuk mempertahankan kewenangan pengelolaan perizinan yang sebelumnya menjadi kewenangan mereka. Untuk PTSP yang memiliki eselon rendah dibandingkan dinas teknis, kendala yang muncul adalah kewenangan koordinasi yang terbatas.

Beberapa pejabat PTSP juga menyebut persoalan struktural yang muncul sebagai akibat dari kepemimpinan yang tidak kredibel, yang tidak memiliki integritas pribadi yang tinggi, dan tidak memiliki visi organisasi yang dipimpinnya. Ketidaktegasan kepala daerah bahkan sampai mengakibatkan penarikan staf PTSP dari dinas terkait. Lebih ironis lagi, karena hal tersebut justru kemudian dijadikan alasan menurunkan status (eselonisasi) kelembagaan instansi pelayanan perizinan menjadi lebih rendah dari awal pendiriannya.

Pada beberapa daerah juga masih banyak terjadi ketidakharmonisan perda-perda terkait dengan palayanan perizinan yang mengakibatkan bentuk kelembagaan instansi yang menangani perizinan menjadi tidak sesuai dengan tugas dan kewenangan yang seharusnya diemban oleh instansi tersebut.

Oleh karenanya, perbaikan pelayanan publik di Indonesia sangat tergantung dengan peran dan komitmen pemimpin instansi pemerintahan dan kepala daerah. PTSP yang tidak memiliki pemimpin yang kredibel, berintegritas tinggi, dan visi masa depan lama kelamaan akan memiliki budaya organisasi yang permisive yang tidak berorientasi pada pelanggan dan hanya mengukur capaian PTSP dari pendapatan perizinan semata.

Disamping itu, sangatlah penting mendorong jenis usaha yang selama ini perizinannya dikeluarkan oleh tingkat pusat dan provinsi, yang secara operasional lebih efisien dan lebih efektif kalau kewenangan perizinannya dilimpahkan kepada pemerintah Kabupaten/Kota. Juga, peran dan komitmen pemerintah pusat sangatlah krusial dalam menuntaskan permasalahan regulasi yang menghambat proses perizinan di PTSP, baik yang disebabkan oleh adanya peraturan perundangan yang dikeluarkan oleh setiap tingkatan pemerintahan di tingkat Pusat, Provinsi, Kabupaten dan Kota.

Permasalahan pelaksanaan pelayanan publik di PTSP sangat terkait erat dengan kualitas tata kelola. Digdowiseiso (2018) berpendapat bahwa kualitas institusi dalam perbandingan antar negara dapat diukur berdasarkan input dan output. Terkait dengan input, derajat demokrasi dapat menjadi sebuah proxy untuk mengkuantifikasi akses pada otoritas publik. Sementara itu, terkait dengan output, kualitas tata kelola (governance) dapat menjadi sebuah proxy untuk melihat proses dan cara aparat yang memiliki kewenangan dipilih, diawasi, dan diganti. Mengingat definisi tata kelola sangatlah luas untuk diukur, tata kelola PTSP pada tulisan ini dapat diukur berdasarkan pada aspek pencegahan korupsi (Rothstein dan Theorell, 2008).

Page 48: DIKTAT MANAJEMEN PUBLIK - Universitas Nasional

Pola pikir birokrat sebagai penguasa dan bukan pelayan publik telah menyebabkan sulitnya melakukan perubahan kualitas pelayanan publik. Tidak mengeherankan jika kompetensi birokrat masih belum memadai, prosedur pelayanan masih berbelit-belit, dan harga pelayanan publik masih tidak transparan. Kondisi tersebut berdampak pada kewajiban masyarakat untuk membayar mahal pelayanan secara ilegal, yang seharusnya menjadi tanggungjawab pemerintah daerah dan pusat. Pungutan ilegal dan suap ini merupakan biaya ketidakpastian yang harus dikeluarkan oleh masyarakat setiap kali berhadapan dengan birokrasi untuk mendapatkan pelayanan secara cepat. Dan praktek ini sudah menjadi budaya yang sulit dihapuskan.

Front office yang diharapkan berperan sebagai agen anti korupsi di PTSP tidak pernah memberikan kejelasan mengenai waktu dan kapan selesainya suatu perijinan. Justru mereka cenderung mengarahkan customer jika proses perijinan ingin dipercepat dan disini peran back office krusial dalam menegosiasikan tarif dan harga. Sebenarnya proses penyalahgunaan wewenang ini bisa dihindari dengan penggunaan teknologi (online system) yang dinilai mengurangi interaksi dengan korupsi. Misal, penerapan Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik (SPIPISE). Namun, masih adanya mekanisme diluar sistem turut menyuburkan praktek korupsi di PTSP.

Bagi sebuah perusahaan tidaklah penting apakah ijinnya melalui jalur resmi atau tidak resmi, yang terpenting tanda bukti transaksi tersebut ada. Kesempatan inilah yang dimanfaatkan oleh para calo dalam perizinan seperti notaris dan biro jasa untuk membuat paket-paket perijinan dengan harga tertentu tergantung waktu yang diinginkan client. Dengan kata lain, semua bukti dari notaris dan biro jasa sudah dikatakan sah dan dianggap lebih praktis bagi pembukuan perusahaan. Kondisi ini tentu berbanding terbalik jika pengguna layanan PTSP menggunakan jalur resmi, yang seringkali tidak mendapatkan bukti. Hal ini dapat dijumpai ketika terdapat pungutan diluar ketentuan yang berlaku dan ketika mereka memberikan suap untuk mempercepat proses birokrasi.

Kesulitan untuk mengurangi atau menghilangkan pungutan liar dan sogokan dalam pelayanan publik di PTSP diperburuk dengan budaya afiliasi dan patron-client relationship yang telah berakar. Proses pelayanan perizinan dari hulu sampai dengan ke hilir sarat dipenuhi dengan hubungan pertemanan, etnisitas, agama, dan afiliasi politik. Pengusaha berpengaruh, yang punya kedekatan dengan decision makers di daerah, sering mendapat pelayanan lebih dari pelaku bisnis biasa. Hal tersebut bertentangan dengan esensi UU No. 25/2009 tentang Pelayanan Publik dimana pelayanan publik yang diberikan haruslah efektif, efisien, ekonomis, dan berkeadilan.

Page 49: DIKTAT MANAJEMEN PUBLIK - Universitas Nasional

Diagram 2: Perilaku Koruptif di PTSP Secara keseluruhan, ketidakoptimalan pencegahan korupsi di PTSP

bersumber pada beberapa perilaku koruptif, antara lain: 1. Dari sisi regulasi, terdapat beberapa Perda yang membolehkan

pungutan daerah yang mengarah pada perburuan rente. Dalam konteks ini, Pemkab/Pemkot memanfaatkan Perda untuk mendapatkan pendapatan dari aktivitas perijinan. Oleh karenanya, sinkronisasi aturan daerah dengan aturan nasional perlu ditingkatkan sehingga Perda yang dihasilkan dapat memberikan kemudahan prosedur birokrasi dalam memperoleh informasi, perizinan dan hal-hal lain yang dibutuhkan oleh investor dalam menanamkan investasi di daerah;

2. Tidak optimalnya mekanisme pengaduan yang menjamin tindak lanjut dari keluhan/laporan atas pelayanan yang diberikan. Untuk itu, mekanisme pengaduan perlu dibuat secara responsif. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan mekanisme penanganan komplain internal PTSP maupun membuat forum/pekan pengaduan. Selain itu, penyediaan sarana advokasi di tingkat pusat dan daerah perlu dilakukan bagi mereka yang mengalami kesulitan dalam menerima pelayanan publik;

3. Lemahnya koordinasi antar lembaga, karena kebanyakan PTSP di Indonesia menggunakan sistem hub. Pada konteks ini, kepala instansi pemerintah yang terlibat di dalam PTSP masih menyadari pentingnya otoritas untuk kepentingan sendiri, sehingga tidak bersedia mendelegasikan otoritasnya kepada bawahan atau instansi lain. Untuk itu, koordinasi antar penyelenggara pelayanan publik perlu ditingkatkan dengan menempatkan dan memberikan kewenangan pada perwakilan instansi di back office;

4. Tidak adanya evaluasi berkala yang dilakukan baik oleh Badan Pengawas PTSP maupun independent monitoring yang menilai capaian PTSP. Hal ini tidak terlepas dari rendahnya visi dan komitmen dari kepala daerah yang hanya menilai capaian PTSP dari pendapatan perizinan dan bukan dari pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Oleh karenanya, evaluasi kinerja PTSP perlu dilakukan secara kontinyu. Kondisi tersebut dapat terjadi dengan membentuk Badan Pengawas PTSP dan atau lembaga pengawasan yang independent;

5. Kurangnya pemanfaatan dan pengguasaan teknologi dalam pemberian pelayanan publik sehingga dapat mengurangi akuntabilitas,

Grease Money/ Uang Pelicin Penyalahgunaan

wewenang oleh Front Officer serta

Back Officer

Hubungan afiliasi yang istimewa

Mekanisme di luar sistem

Rent Seeking/Perburuan

Page 50: DIKTAT MANAJEMEN PUBLIK - Universitas Nasional

transparansi, dan efisiensi dalam pelayanan perizinan. Oleh karenanya, kegiatan peningkatan kapasitas pegawai PTSP perlu dilakukan secara kontinyu.

6. Belum jelasnya mekanisme reward and punishment bagi pegawai di beberapa PTSP di daerah. Untuk itu, penyusunan SOP tentang pemberian reward and punishment perlu dilakukan;

7. Adanya situasi yang menyebabkan timbulnya gratifikasi, yaitu kebiasaan masyarakat untuk memberi lebih ketika mendapat pelayanan yang melebihi harapan. Pada konteks ini, masyarakat masih menganggap “uang pelicin” sebagai ungkapan terima kasih dan timbal balik atas pelayanan tersebut. Parahnya, pegawai PTSP pun tidak mempunyai daya untuk menolak pemberian ini sehingga melanggengkan budaya suap dan gratifikasi. Hal ini sebenarnya bisa dihindari jika PTSP memiliki code of conduct (Kode Etik) yang mengatur perilaku aparatnya, termasuk didalamnya adalah pemberian identitas anti korupsi pada pegawai dan kantor PTSP.

8. Budaya dan perilaku koruptif aparat PTSP seperti meminta “uang kopi” atas pelayanan yang diberikan dan atau menegosiasikan tarif ketika berinteraksi dengan pengguna layanan seperti ketika melakukan survei Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Disamping itu, perilaku koruptif dapat bersumber dari hubungan afiliasi yang istimewa, yakni hubungan yang dimiliki aparat publik dengan customer baik karena hubungan pertemanan, kekerabatan, serta kedekatan secara politik yang bisa mempengaruhi pemberian pelayanan. Kedua bentuk perilaku koruptif tersebut sebenarnya bisa dihindari jika PTSP di Daerah memiliki Standar Pelayanan Minimum (SPM) dan Standard Operational Procedure (SOP) yang jelas.

Page 51: DIKTAT MANAJEMEN PUBLIK - Universitas Nasional

DAFTAR PUSTAKA

Devas, N., Binder, B., Booth, A., Davey, K., and Kelly, R. (1989). Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia. UI Press: Jakarta.

Digdowiseiso, K. (2012). Notes on Economic Development: A Preliminary Finding of Global Perspectives. UNAS Press: Jakarta.

-----------------------. (2018a). Essays on Fiscal Decentralization: Evidence from Developing Countries with a Special Focus on Indonesia. PhD Design, I.S.S. Erasmus University, The Hague.

-----------------------. (2018b). Fiscal Decentralization and Economic Growth in Developing Countries. PhD Sample Chapter, I.S.S. Erasmus University, The Hague.

Digdowiseiso, K., Sugiyanto, E., and Djumadin, Z. (2018). “Implementation of Irrigation Policy in the Decentralized Government: A Case Study of West Java, Indonesia.” Journal of Environmental Management and Tourism, Vol. 9 (3): 411-422.

Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD). (2011). Local Economic Governance. Mimeo, Jakarta.

Kuncoro, A. (2004). “Bribery in Indonesia: Some Evidence from Micro-Level Data.” Bulletin of Indonesian Economic Studies. Vol. 4 (3): 329-354.

Lewis, B. (2006). Local Tax Effect on Business Climate. Mimeo, Jakarta.

IMF. (2017). Government Financial Statistics. Available at http://data.imf.org/?sk=a0867067-d23c-4ebc-ad23-d3b015045405 (accessed on 10 October).

Rothstein, B. and Teorell, J. (2008). “What is Quality of Government? A Theory of Impartial Government Institutions.” International Journal of Policy, Administration and Institutions, 21 (2): 165–190.

Sugiyanto, E., Digdowiseiso, K., and Djumadin, Z. (2018). “Irrigation Planning in the Era of Local Autonomy: An Analysis of Existing and Alternative Model.” Journal of Advanced Research in Law and Economics, Vol. 9 (2), forthcoming.

World Bank. (2018). Doing Business 2018: Reforming to Create Jobs. Available at http://www.doingbusiness.org/content/dam/doingBusiness/media/Annual-Reports/English/DB2018-Full-Report.pdf (accessed on 10 October).

Page 52: DIKTAT MANAJEMEN PUBLIK - Universitas Nasional

8/4/2020

1

PertemuanPertemuan keke--15:15:AnalisisAnalisis OtonomiOtonomi Daerah Daerah dandan PengelolaanPengelolaanLingkunganLingkungan HidupHidup

Menumbuh kembangkan proses reformasi pada tingkat lokaldan memberikan ruang gerak pada bidang politik danpemanfaatan sumber daya daerah untuk kepentinganmasyarakat lokal, sehingga tercipta corak pembangunan barudi daerah terutama dalam Perlindungan dan Pengelolaang gLingkungan Hidup (PPLH).Namun demikian, masih terdapat permasalahan yang dialamiselama pelaksanaan otonomi daerah dibidang lingkunganhidup seperti:1) Kebijakan/Peraturan PPLH daerah yang belum jelas, termasuk didalamnya visi dan misi Kepala Daerah yang kurang terhadap lingkungan;

2) Sarana dan prasarana/infrastruktur daerah (kantor, laboratorium dan sebagainya) yang belum memadai;3) Ketersediaan SDM lingkungan hidup secara kualitas dankuantitas yang belum memadai;4) Pengalokasian anggaran yang sangat terbatas;5) Iklim politik yang masih kurang berpihak kepadalingkungan.Secara prinsip kebijakan desentralisasi ditujukan untukp p j jmemperkuat kapasitas pemerintah dalam meningkatkankesejahteraan masyarakat melalui pelayanan publik danmemperkuat demokrasi ditingkat lokal.

Desentralisasi PPLH diharapkan dapat meningkatkan kualitaslingkungan dengan memberikan pelayanan prima bagimasyarakat, kemudahan dalam mengakses informasi, peningkatan peran serta masyarakat serta penegakan hukumlingkungan. Untuk mencapai hal tersebut tentunyapemerintah daerah harus mempunyai kapasitas yang memadaidalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, baikdalam perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan dan penegakan hukumpengawasan dan penegakan hukum.Kementerian Lingkungan Hidup sesuai tugas dan fungsinyatelah melakukan berbagai upaya peningkatan kapasitaskelembagaan LH daerah baik dari sudut (i) kelembagaan (ii) sumber daya manusia dan (iii) sarana prasarananya. Hal pertama yang dilakukan adalah mendorong kabupaten/kotauntuk memperkuat bentuk kelembagaannya setingkat eselonII, sesuai tugas dan wewenangnya dalam pasal 63 ayat (3) UU 32/2009 tentang PPLH.

Peningkatan kapasitas SDM dilakukan melalui pendidikan danpelatihan, pembentukan jabatan fungsional, penyusunanpedoman uji kompetensi juga pembinaan laboratoriumlingkungan. Dalam kurun waktu 9 (sembilan) tahun berjalannya prosesdesentralisasi, pengelolaan lingkungan hidup belum berjalansecara optimal bahkan cenderung mengalami kemerosotan. Hal ini menunjukkan bahwa belum optimalnya kinerja aparatj p y j ppemerintah daerah dalam perlindungan dan pengelolaanlingkungan hidup.

Untuk mengatasi eksploitasi daerah yang semena-mena terhadap lingkungan dibutuhkan penguatan pemberdayaan birokrat di daerah:

1. Mempertegas kembali komitmen untuk memberdayakan lembaga lingkungan di kabupaten dan kota baik dari sisi masalah lingkungan yag mendesak, penetapan program prioritas, SDM, dan mitra lingkungan

2. Implikasi dari penguatan lembaga lingkungan di ssemua level 2. Implikasi dari penguatan lembaga lingkungan di ssemua level SKPD

3. Renegosiasi terhadap pelaku usaha yang terbukti kegiatan usahanya melanggar dan merusak lingkungan

4. Pemberian sanksi yang berat terhadap oknum pejabat atau swasta yang terbukti melakukan pengrusakan lingkungan

5. Pengawasan dan pemberian izin yang ketat terhadap pelaku usaha yang bergerak dibidang eksploitasi SDA

HERU
Placed Image
Page 53: DIKTAT MANAJEMEN PUBLIK - Universitas Nasional

LATIHAN SOAL-SOAL MATA KULIAH MANAJEMEN PUBLIK

1) Apa yang saudara ketahui tentang Sistem Ekonomi Pancasila dan Sistem Ekonomi Kerakyatan ? Jelaskan.

2) Sistem Ekonomi Pancasila memiliki ciri-ciri tertentu. Sebutkan dan jelaskan ?

3) Dasar filosofis sistem ekonomi Indonesia adalah Pancasila dan dasar konstitusionilnya adalah UUD 1945. Sebutkan pasal-pasal dalam UUD 1945 yang memuat dasar filosofis sistem ekonomi Indonesia ?

4) Apa yang saudara ketahui tentang Kebijakan Umum APBD ? Jelaskan. 5) Apa yang saudara ketahui tentang Rencana Kerja dan Anggaran Pejabat

Pengelola Keuangan Daerah (RKA PPKD) ? Jelaskan. 6) Dalam penerapan regulasi pengelolaan keuangan daerah masih mengalami

hambatan-hambatan karena beberapa factor. Sebutkan dan jelaskan ? 7) Dinas Pendapatan Daerah atau Dispenda merupakan organisasi atau

instansi yang berada di bawah pemerintah daerah yang memiliki tanggung jawab dalam penerimaan pendapatan daerah melalui pengoordinasian dan pemungutan pajak, retribusi, bagi hasil pajak, dana perimbangan, dan lain sebagainya.

8) Dalam rangka meningkatkan penerimaan pendapatan daerah, struktur organisasi dan kerja tim Dispenda sangatlah berpengaruh besar dan positif.

9) Ada pengaruh faktor kepemimpinan dan karakteristik sumber daya manusia pekerja lapangan yang dapat mempengaruhi peningkatan penerimaan pendapatan daerah. Jelaskan ?

10) Kondisi eksternal dalam upaya peningkatan penerimaan pendapatan daerah dipengaruhi oleh faktor politik dan faktor ekonomi. Jelaskan ?

11) Jelaskan pemahaman saudara terkait struktur organisasi dan kerja tim yang dapat mempengaruhi peningkatan penerimaan pendapatan daerah ?

12) Sebutkan dan jelaskan indikator penilaian kinerja organisasi yang menurut saudara tepat digunakan dalam organisasi public ? Sebutkan pula referensi pernyataan saudara tersebut berdasar pendapat dari para ahli ?

13) Rendahnya kinerja birokrasi publik sangat dipengaruhi oleh budaya paternalisme yang masih sangat kuat, yang cenderung mendorong pejabat birokrasi untuk lebih berorientasi pada kekuasaan daripada pelayanan, menempatkan dirinya sebagai penguasa dan memperlakukan para pengguna jasa sebagai obyek pelayanan yang membutuhkan bantuannya. Mengapa demikian ? Jelaskan !

Page 54: DIKTAT MANAJEMEN PUBLIK - Universitas Nasional

14) Rendahnya kinerja birokrasi publik juga disebabkan oleh sistem pembagian kekuasaan yang cenderung memusat pada pimpinan. Struktur birokrasi yang hierarkis mendorong adanya pemusatan kekuasaan dan wewenang pada atasan sehingga pejabat birokrasi yang langsung berhubungan dengan para pengguna jasa sering tidak memiliki wewenang yang memadai untuk merespons dinamika yang berkembang dalam penyelenggaraan pelayanan. Mengapa demikian ? Jelaskan !

15) Hubungan kualitas pelayanan sangat erat dengan kepuasan masyarakat. 16) Mengapa demikian ? Jelaskan pendapat saudara ! 17) Sebutkan indikator kualitas pelayanan publik ? 18) Diantara indikator kualitas pelayanan publik, indikator manakah yang

menurut saudara paling berpengaruh terhadap kepuasan masyarakat ? 19) Mengapa demikian ? Jelaskan pendapat saudara ! 20) Sebutkan dan jelaskan peran utama yang harus dilakukan oleh manajer

strategis dalam birokrasi publik ? 21) Sebutkan satu solusi yang dapat digunakan untuk mengantisipasi berbagai

kendala terkait manajemen strategis sektor pemerintah ? 22) Mengapa demikian ? Jelaskan alasannya ! 23) Sebutkan dan jelaskan satu model manajemen strategik yang biasanya

digunakan di sektor publik?

Page 55: DIKTAT MANAJEMEN PUBLIK - Universitas Nasional

DAFTAR PUSTAKA

Agung, G.P. (2006). Peralihan Sistem Birokrasi dari Tradisional ke Konolial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Bank Dunia. (2006). Era Baru dalam Pengentasan Kemiskinan di Indonesia. Jakarta: The World Bank Office Jakarta.

Bilmes, L.J. & Gould, W.S. (2009). The People Factor; Strengthening America by Investing on Public Public. Massachusetts: The Brookings Institution.

Denhardt, J.V. & Denhardt, R.B. (2003). The New Public Service: Serving, not Steering. Armonk, etc: M.E. Sharpe.

Dwiyanto, A. (2011). Mewujudkan Kepercayaan Publik Melalui Reformasi Birokrasi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

_____. (2007). Kinerja Tata Pemerintahan Daerah di Indonesia. Yogyakarta: PSKK UGM.

_____. (2006a). Transparansi Pelayanan Publik. Yogyakarta: Gamapress.

_____. (2006) Ed. Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

_____. (2015). Manajemen Pelayanan Publik: Peduli, Inklusif, dan Kolaboratif. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Hughes, Owen E. (1994). Publik Management and Administration. New York : ST. Martin’s press.INC.

Keban. T Yeremias, (2004), Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik, Yogyakarta: Gava Media.

Lenvine, A & CJM Van De Schoot, (1990), Pubilc Administration: Chalenges Choice, Consequences, Illionis: Scott Foreman.

Mukarom, Zaenal, dan Muhibudin Wijaya Laksana, (2015). Manajemen Pelayanan Publik. Bandung: Pustaka Setia.

Mc Kevitt, David and Lawton, Alan. (1994). Publik Sector Management : Theory, Critique, and Practice. Great Britain, Cromwell Press: Sage Publikations.

Nawawi, Ismail, (2009), Pembangunan dan Problema Masyarakat: Kajian Konsep, Model, Teori dan Aspek Ekonomi dan Sosiologi, Surabaya, CV Putra Media Nusantara.

Owen E. Hughes, (1994). Publik Management and Administration; and Introduction Owen E. Hughes. by Scholarly and Reference division, ST. MARTIN’S PRESS, INC; New York.

Ratminto dan Winarsih, A, (2006), Manajemen Pelayanan Pengembangan Model Konseptual, Penerapan Citizen’s Charter dan Standar Pelayanan Minimal. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Shafritz J.M., Ott J.S, dan A.C. Hyde, (1991). Publik Management: The Essential Reading. Chicago: Lyceum Books/ Nelson-Hall Publisher.

Tangkilisan, Hesel Nogi, S, (2003), Manajemen Publik, Jakarta, Grasindo.

Tjiptono, Fandi, (1997), Manajemen Jasa, Yogyakarta, Andi.

______, (2008). Service Management: Mewujudkan Layanan Prima, Yogyakarta, Andi.