Diisi dengan lengkap, rapih dan menggunakan huruf cetak...
Transcript of Diisi dengan lengkap, rapih dan menggunakan huruf cetak...
LAPORAN NARASI
Pengembangan Learning Site Untuk Implementasi Sistem
Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) di Jawa Tengah dan
DIY
Periode: Januari – Juli 2011
Disampaikan kepada Multistakeholder Forestry Program II
Oleh:
ARuPA & SHOREA
2
A. RINGKASAN DESAIN PROYEK
a. Latar Belakang
Degradasi sumberdaya hutan terjadi karena tindakan pengelolaan hutan yang
tidak memperhatikan kaidah-kaidah kelestarian hutan. Diantarnya disebabkan
penebangan yang tidak terkendali, sekaligus maraknya illegal logging.
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.38/Menhut-II/2009 tentang Standard
Dan Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari Dan Verifikasi
Legalitas Kayu Pada Pemegang Izin Atau Pada Hutan Hak, menjadi kebijakan penting
untuk menjawab fenomena illegal logging. Regulasi ini mencakup standard dan
pedoman pengelolaan hutan produksi lestari dan verifikasi legalitas kayu.
Namun, kebijakan baru ini masih membutuhkan strategi yang sinergis baik di
tingkat nasional maupun regional dalam implementasinya. Strategi ini berkaitan dengan
penyiapan kelembagaan implementasi standar legalitas kayu, yang akan meliputi
akreditasi, verifikasi, monitoring, license, dan resolusi konflik.
Kesiapan parapihak terutama pada level pengelola hutan skala mikro dan kecil
belum ada respon terhadap kebijakan SVLK apalagi untuk implementasinya. Hal itu
dipengaruhi oleh kurangnya pemahaman parapihak tentang apa dan bagaimana
kebijakan baru tersebut. Terlebih bagi pihak yang secara mandatory (diwajibkan)
melakukan sertifikasi bagi pengelolaan hutan, legalitas kayu, dan industri kayu (hilir).
Sebagai proses pembelajaran implementasi SVLK, sangat penting membangun
Learning site untuk implementasi SVLK di wilayah Jawa Tengah dan DIY. Learning
site ini dapat dijadikan pembelajaran bagi parapihak sekaligus dapat memberikan input
untuk perbaikan sistem. Peran parapihak sangat dibutuhkan untuk menyampaikan input
tersebut.
Sebagai kebijakan baru pastilah dalam penerapannya memerlukan tingkat
pemahaman dan kapasitas kelembagaan yang memadai untuk parapihak terkait. Bukan
hanya itu, pada tahap awal penerapannya diduga perlu adanya suatu „pembelajaran‟
dari sistem dan prosedur kebijakan terkait dalam bentuk learning site SVLK yaitu VLK
IUPHHK Hutan Kemasyarakatan dan VLK hutan rakyat/hak. Learning site ini paling
tidak dimaksudkan untuk beberapa tujuan sebagai berikut: a) Membangun lokasi dan
proses pembelajaran untuk penerapan SVLK; b) Mengetahui apakah terdapat „gap‟
antara sistem dan prosedur SVLK dengan implementasinya di lapangan; c) Peningkatan
kapasitas parapihak yang terkait dalam SVLK; dan d) Improvement kebijakan SVLK.
3
Oleh karena itu proyek ini akan meng-intervensi kondisi saat ini sehingga dapat
diperoleh pembelajaran bersama untuk implementasi kebijakan SVLK. Pembelajaran
bersama tersebut tentunya harus didukung oleh multipihak sehingga hasil pembelajaran
merupakan produk bersama. Selanjutnya hasil pembelajaran dapat direplikasi untuk
daerah-daerah lain dengan penyempurnaan yang disesuaikan dengan kharakteristiknya.
Kegiatan ini akan memberikan manfaat langsung bagi kelompok sasaran proyek
(meliputi: pengelola hutan rakyat dan hutan kemasyarakatan). Selain itu manfaat tidak
langsung diharapkan dapat dirasakan oleh pemerintah kabupaten, kementerian
kehutanan, dan pelaku usaha perkayuan.
b. Tujuan dari Proyek
Adalah terlaksananya percepatan proses-proses Sistem Verifikasi Legalitas
Kayu (SVLK) Kelompok Usaha Kehutanan Mikro dan Kecil yang implementatif dan
dipahami oleh parapihak terkait di Jawa Tengah dan DIY
c. Output dari Proyek
Output yang diharapkan melalui proyek ini adalah:
1. Peningkatan pemahaman pengelola dan terimplementasinya SVLK dalam
pengelolaan sumberdaya hutan untuk HKm dan Hutan Rakyat
2. Tersedianya lesson learned dan rekomendasi implementatif dari penerapan SVLK
pada unit manajemen hutan skala mikro dan kecil
Dengan indikator-indikator untuk mengukur keberhasilan sebagai berikut:
1. Adanya pemahaman di tingkat tokoh masyarakat/perangkat desa yang terlibat
langsung dalam tata usaha kayu rakyat tentang SVLK
2. Adanya pemahaman pengelola dan terimplementasinya SVLK dalam pengelolaan
sumberdaya hutan skala mikro dan kecil (HKm dan Hutan Rakyat)
3. Adanya komitmen parapihak dalam implementasi SVLK
4. Tersedianya lesson learned dan rekomendasi implementatif dari penerapan SVLK
pada unit manajemen skala mikro dan kecil
4
d. Tindak Strategis
Tindak strategis proyek ini terdiri atas 3 hal, yaitu:
1) Pengembangan kapasitas para pihak yaitu dengan sosialisasi dan pelatihan SVLK
untuk Kelompok Hutan Rakyat, Petani Hutan Kemasyarakatan (HKm) dan
pemangku kepentingan di level kabupaten
2) Pengembangan learning site melalui pendampingan VLK serta asistensi latih
damping; dan
3) Knowledge management (lesson learned development) melalui database interaktif
5
B. EXSECUTIVE SUMMARY
Kegiatan ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juli 2011 dengan lokasi
site di unit manajemen hutan rakyat skala mikro di Kabupaten Wonosobo dan
Kabupaten Blora Propinsi Jawa Tengah serta Pemegang Ijin Hutan Kemasyarakatan
(HKm) di Yogyakarta. Pada bulan Juni 2011 lokasi pembelajaran ditambah di
Gunungkidul dengan memfasilitasi Koperasi Wana Manunggal Lestari dalam penilaian
verifikasi legalitas kayu.
Untuk percepatan implementasi SVLK di ketiga site dilakukan upaya-upaya
untuk memperoleh dukungan dari para pihak terutama dukungan pemerintah kabupaten
maupun dinas kehutanan propinsi. Berbagai upaya tersebut antara lain; 1) melakukan
audensi dengan pemerintah daerah Kabupaten Wonosobo, Blora dan Gunungkidul; 2)
melakukan koordinasi dengan forum multipihak yang telah ada di masing-masing
daerah, misalnya: Forum Hutan Wonosobo (FHW), Pokja Hutan Rakyat Lestari
Gunung Kidul dan Pokja Pemberdayaan DIY; dan 3) meningkatkan kapasitas parapihak
terutama terhadap SVLK misalnya: sosialisasi, pelatihan, workshop dan seminar.
Sebagai sebuah kebijakan baru, SVLK belum banyak diketahui apalagi
dipahami oleh masyarakat, petani, swasta ataupun pihak pemda. Selama enam bulan ini
banyak dilakukan upaya untuk memahamkan parapihak dan peningkatan kapasitas
tentang SVLK (Permenhut no.38 th 2009); upaya tersebut antara lain: 1) sosialisasi
kebijakan SVLK melalui pertemuan multipihak di Kabupaten Wonosobo, Blora, Pokja
pemberdayaan dan Pokja HRL; 2) pelatihan mengenai kebijakan pengukuran dan
pengenalan jenis kayu rakyat untuk kepala desa/lurah; 3) pelatihan latih damping bagi
pengelola hutan rakyat di Wonosobo, Blora, dan kelompok HKm; 4) sosialisasi pada
pertemuan di kelompok HKm dan kelompok hutan rakyat maupun dengan pendalaman
pemahaman SVLK dengan tokoh masyarakat.
Untuk mewujudkan site learning implementasi SVLK dilakukan pendampingan
di beberapa desa dan koperasi HKm. Untuk site learning VLK Hutan Rakyat di
Kabupaten Wonosobo ada 5 desa yaitu Desa Burat, Jonggolsari, Manggis, Durensawit
dan Desa Kalimendong yang kemudian tergabung dalam Asosiasi Pemilik Hutan
Rakyat (APHR) Wonosobo. Untuk learning site di Kabupaten Blora ada 8 desa terdiri
dari Desa Plantungan, Ngampel, Sendangharjo, Tempuran, Waru, Soko, Jatirejo, dan
Jurangjero yang selanjutnya membentuk Gabungan Kelompok Tani Hutan
(Gapoktanhut) Jati Mustika. Untuk site di hutan negara yang dikelola masyarakat
adalah lokasi Hutan Kemasyarakatan (HKm) Koperasi Sedyomakmur di Gunungkidul.
6
Tindakan yang dilakukan pada site learning ini dengan melakukan pendampingan
secara intensif. Pada tiga lokasi dilakukan penilaian/audit verifikasi legalitas kayu oleh
pihak ketiga (LV-LK) pada bulan Juli 2011. Selain site learning yang didamping secara
intensif; ada juga upaya asistensi latih damping bagi kelompok yang pengurusnya telah
mengikuti pelatihan SVLK..
Capaian dari kegiatan selama enam bulan ini antara lain 1) Komitment dari
pemerintah daerah untuk mendorong implementasi SVLK dan terbangunnya
kelembagaan yang akan bertugas mengawal proses-proses implementasi SVLK; 2)
Pemahaman SVLK pada level Kelompok Tani Hutan rakyat dan Koperasi HKm; 3)
Pemahaman SVLK pada level swasta yang kemudian diwujudkan dalam bentuk
komitment industri yang akan menerapkan SVLK (misal: industri Mekar Abadi di
Wonosobo); 4) Pemahaman SVLK pada level pemerintah desa dan tersediannya tenaga
penerbit SKAU yang kompeten; 5) Pemahaman SVLK pada level Pemda dan Penyuluh
kehutanan dan akan melakukan sosialisasi ke masyarakat yang lebih luas; 6)
Terbentuknya kelembagaan pengelola hutan rakyat yang siap dilakukan penilaian. Dan
untuk mengumpulkan dan mensarikan proses ini maka telah disiapkan desain web
database interaktif sebagai upaya untuk mendesiminasikan pembelajaran dari leaning
site ke publik.
Sebagai produk kebijakan yang terkait dengan banyak kebijakan yang lain ada
beberapa hambatan yang ditemui dalam proyek ini; hambatan tersebut antara lain; 1)
untuk implementasi SVLK di hutan rakyat sangat terkait dengan kebijakan PUHH
(P‟51 th 2006); baik di Blora dan Wonosobo implementasi P‟51/ 2006 tidak berjalan
dengan baik bahkan cenderung dis-insentif; 2) selama ini dokumentasi dan
perdagangan dikuasai oleh pedagang/ pengepul kayu sehingga petani awam terhadap
PUHH; 3) pada Koperasi HKm mengalami kerumitan ketika menghadapi persoalan
birokrasi perijinan yang berbeda antara di RLPS dan BUK; 4) pengumpulan dokumen
(satu tahun terakhir) bukti angkutan tidak ditemukan karena dokumen ini tidak dimiliki
oleh kelompok tani hutan; 5) standar VLK yang teks book sulit dipahami oleh petani;
6) manfaat dari SVLK yang belum terbukti dan baru sekadar harapan; petani
menginginkan manfaat dari implementasi SVLK di HR.
7
C. PERKEMBANGAN PELAKSANAAN PROGRAM
Untuk mendapatkan keluaran proyek sesuai yang diharapkan maka dalam 6
bulan ini pelaksanaan proyek sebagai berikut:
Output ini mempunyai 3 indikator antara lain: 1) ada lebih dari 75% dari 105
orang dari wilayah Jateng dan DIY yang paham dan mampu menerapkan VLK; 2) ada
3 learning site di Blora dan Wonosobo untuk Hutan Rakyat dan Gunungkidul untuk
HKm; dan 3) review kebijakan dan implementasi SVLK. Untuk pencapaian indikator
tersebut telah dilakukan beberapa kegiatan/ intervensi; berikut uraian aktifitas untuk
pencapaian indikator diatas:
Pelatihan ini dilakukan dengan tujuan untuk menyiapkan penerbit SKAU untuk
memudahkan pelayanan dokumen angkutan (PUHH) bagi kayu rakyat. Subtansi dari
pelatihan yang diberikan antara lain mengenai sertifikasi hasil hutan, PUHH, dan
SVLK. Pelatihan ini menjadi strategis karena berkaitan dengan kebijakan permenhut
51/ 2006 tentang PUHH untuk hutan rakyat.
Pelatihan ini diadakan selama 3 hari dari tanggal 8 sampai dengan 10 Februari
2011 bertempat di Wisma LPP Garden, Yogyakarta. Peserta pelatihan sejumlah 29
orang kepala desa dan perangkat desa dan 1 orang dari organisasi tani. Pada pelatihan
ini kurikulum disusun bekerjasama dengan Balai Pemantauan Pemanfaatan Hutan
Produksi (BP2HP) Wilayah VIII Surabaya, dengan menggunakan standard yang
dikembangkan departemen kehutanan terdiri dari 28 JPL.
Dari 30 peserta; semua dinyatakan lulus sesuai kompetensi penerbit SKAu.
Pelatihan ini juga sekaligus merekognisi dan meregistrasi 29 peserta yang merupakan
kepala desa/ pamong untuk menjadi penerbit SKAu, sementara 1 orang peserta tidak di
register karena tidak memiliki kapasitas sebagai penerbit SKAU (permenhut 51/ 2006).
Output 1: Peningkatan pemahaman pengelola dan terimplementasinya SVLK
dalam pengelolaan sumberdaya hutan untuk HKm dan Hutan Rakyat
Aktivitas 1.1. Pelatihan SVLK bagi perangkat desa yang bertugas dalam Tata Usaha
Kayu Rakyat
8
Gambar 1. Dokumentasi Pelatihan Tata Usaha Kayu Rakyat
Untuk menjaga kualitas pelatihan dilakukan monev dengan sistem pre-test dan
post test; berikut hasil dari monev tersebut. Hasil pre-test menunjukkan bahwa rata-rata
peserta bisa mengerjakan 62% soal yang diujikan atau ada gap 38% dengan
pengetahuan yang seharusnya bisa dipahami peserta. Setelah post-test dilaksanakan
didapatkan hasil bahwa rata-rata peserta bisa mengerjakan 78% soal yang diujikan atau
masih tersisa gap 22% dengan pengetahuan yang seharusnya bisa dipahami peserta.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa progress peningkatan pemahaman tentang
SVLK setelah pelatihan adalah sebesar 16% (78%-62%).
Pembelajaran:
1. Pemenuhan verifikasi VLK untuk hutan rakyat yang terkait dengan dokumen
angkutan sangat tergantung kapasitas dan jumlah penerbit SKAU.
2. Pejabat penerbit SKAu/ Kades yang sudah di registrasi oleh BP2HP harus di
rekognisi oleh dishut kabupaten dan propinsi untuk mendapatkan Fasilitasi blanko
3. Ada kebutuhan untuk revisi permenhut 51/ 2006 yang terkait dengan jenis jati,
mahoni (SKSKB KR), kewenangan penerbit yang selama ini kades, ternyata kades
mempunyai tugas yang sangat banyak sehingga perlu/ harusnya bisa didelegasikan.
4. Terkait dengan pembiayaan administrasi SKAU yang menuntut transparansi
5. Bagaimana insentif kebijakan penerbitan bagi unit manajemen yang telah
tersertifikasi
Instruktur BP2HP
memberikan materi Peserta praktek Sertifikat Pelatihan
9
Pada seri pelatihan ini secara umum bertujuan untuk memberi pemahaman
SVLK dan kebijakan yang terkait dengan permenhut 38/ 2009 kepada pengelola hutan
baik hutan rakyat maupun HKm. Secara rinci seri pelatihan tersebut di diskripsikan
sebagai berikut:
a) Pelatihan SVLK bagi Kelompok Hutan Kemasyarakatan
Pelatihan ini diselenggarakan pada tanggal 16 – 17 Pebruari 2011 di LPP Hotel
diikuti oleh 35 KTH HKm dari Gunungkidul dan Kulon Progo. Di DIY terdapat 37
kelompok HKm tetapi ada beberapa kelompok yang berada di hutan lindung. Pada
pelatihan ini peserta yang diundang dari kelompok HKm yang berada pada hutan
produksi.
Pelatihan diselenggarakan dengan tujuan untuk memberikan pemahaman
mendalam tentang SVLK kepada pengelola HKm dengan harapan setelah mengikuti
pelatihan ini, peserta diharapkan untuk: 1) Dapat memahami SVLK secara mendalam,
dan 2) Mampu mensosialisasikan SVLK kepada pengurus dan anggota koperasi.
Hasil penilaian dari pelatihan ini melalui pretest dan post test dan juga dengan
uji ketrampilan praktek melakukan sosialisasi. Untuk pemahaman peserta sudah
mencapai 30% dari materi yang disampaikan. Penyerapan yang kurang yang
disebabkan materi yang berat adalah pengetahuan terhadap P‟55/ 2006 tentang PUHH
di hutan negara.
b) Pelatihan SVLK bagi Kelompok Tani/ Petani Hutan Rakyat di Blora
Pelatihan SVLK di Blora diselenggarakan pada tanggal 25 – 26 Pebruari 2011
di Hotel Al-Madina-Blora. Pelatihan ini dilaksanakan kerjasama dengan AruPA,
dengan peserta berasal dari petani dan penyuluh kehutanan. Dari 23 orang peserta
merupakan perwakilan dari 20 kelompok tani hutan rakyat (KTHR), ditambah 2 orang
penyuluh kehutanan lapangan (PKL) dan 1 orang pendamping dari ARuPA.
Tujuan dari pelatihan ini agar peserta mampu memahami dan bisa melakukan
sosialisasi ke kelompok masing-masing peserta maupun ke kelompok binaan. Untuk
pencapaian tujuan tersebut, pelatihan ini menggunakan metode kelas (lecturing),
Aktivitas 1.2.Pelatihan SVLK bagi unit usaha kehutanan skala mikro (kelompok/
koperasi HKm, kelompok/koperasi hutan rakyat, dan atau individu pemilik hutan
rakyat) di DIY dan Jawa Tengah
10
diskusi dan simulasi dengan dipandu oleh Narasumber dan Fasilitator. Narasumber
berasal dari Dinas Kehutanan Propinsi Jateng dan AruPA.
Sebelum pelatihan dimulai, peserta diminta menjawab soal pre-test (10
pertanyaan tentang legalitas kayu, terlampir pada lampiran 4). Dari aktifitas ini
diketahui tingkat pengetahuan peserta tentang legalitas kayu sebagai berikut:
Tabel 1. Hasil Pre-test Pelatihan SVLK di Blora
Tingkat pengetahuan Jumlah Persentase
Sangat bagus 0 orang 0 %
Bagus 9 orang 40,91 %
Cukup 10 orang 45,45 %
Kurang 3 orang 13,64 %
Sangat kurang 0 orang 0 %
Catatan: ada satu peserta yang tidak mengikuti pre-test.
Setelah pelatihan selesai, peserta diminta menjawab soal post-test (10
pertanyaan tentang SVLK, terlampir pada lampiran 5). Dari aktifitas ini diketahui
tingkat pengetahuan peserta tentang SVLK (setelah mengikuti pelatihan selama dua
hari pelatihan) sebagai berikut:
Tabel 2. Hasil Post-test Pelatihan SVLK di Blora
Tingkat pengetahuan Jumlah Persentase
Sangat bagus 1 orang 4,35 %
Bagus 3 orang 13,04 %
Cukup 15 orang 56,52 %
Kurang 5 orang 21,74 %
Sangat kurang 1 orang 4,35 %
Pada sesi diskusi keorganisasian; peserta sepakat untuk akan membentuk satu
organisasi bersama, yang merupakan gabungan dari KTHR-KTHR peserta pelatihan
ini. Organisasi bersama tersebut rencananya akan berusaha mendapat sertifikat legalitas
11
kayu untuk hutan hak. Kemudian peserta menyusun rencana tindak lanjut untuk
implementasi VLK di Blora.
c) Pelatihan SVLK bagi Kelompok Tani/ Petani Hutan Rakyat di Wonosobo
Pelatihan SVLK di Wonosobo diselenggarakan pada tanggal 28 Pebruari – 1
Maret 2011 di Hotel Dewi Wonosobo. Pelatihan ini dilaksanakan kerjasama dengan
AruPA, dengan peserta berasal dari petani dan penyuluh kehutanan. Dari 21 orang
peserta merupakan perwakilan dari 18 kelompok tani hutan rakyat (KTHR), ditambah 3
orang penyuluh kehutanan lapangan (PKL).
Tujuan dari pelatihan ini agar peserta mampu memahami dan bisa melakukan
sosialisasi ke kelompok masing-masing peserta maupun ke kelompok binaan. Untuk
pencapaian tujuan tersebut, pelatihan ini menggunakan metode kelas (lecturing),
diskusi dan simulasi dengan dipandu oleh Narasumber dan Fasilitator. Narasumber
berasal dari Dinas Kehutanan Propinsi Jateng dan AruPA.
Sebelum pelatihan dimulai, peserta diminta menjawab soal pre-test (10
pertanyaan tentang legalitas kayu, terlampir pada lampiran 4). Dari aktifitas ini
diketahui tingkat pengetahuan peserta tentang legalitas kayu sebagai berikut:
Tabel 3. Hasil Pre-test Pelatihan SVLK di Wonosobo
Tingkat pengetahuan Jumlah Persentase
Sangat bagus 7 orang 36,84 %
Bagus 9 orang 47,37 %
Cukup 3 orang 15,79 %
Kurang 0 orang 0 %
Sangat kurang 0 orang 0 %
Catatan: ada dua peserta yang tidak mengikuti pre-test.
Setelah pelatihan selesai, peserta diminta menjawab soal post-test (10
pertanyaan tentang SVLK, terlampir pada lampiran 5). Dari aktifitas ini diketahui
tingkat pengetahuan peserta tentang SVLK (setelah mengikuti pelatihan selama dua
hari pelatihan) sebagai berikut:
12
Tabel 4. Hasil Post-test Pelatihan SVLK di Wonosobo
Tingkat pengetahuan Jumlah Persentase
Sangat bagus 0 orang 0 %
Bagus 0 orang 0 %
Cukup 9 orang 45 %
Kurang 9 orang 45 %
Sangat kurang 2 orang 10 %
Catatan: ada satu peserta yang tidak mengikuti post-test.
Pada sesi diskusi keorganisasian; peserta sepakat untuk akan membentuk satu
organisasi bersama, yang merupakan gabungan dari KTHR-KTHR peserta pelatihan
ini. Organisasi bersama tersebut rencananya akan berusaha mendapat sertifikat legalitas
kayu untuk hutan hak.
Pembelajaran :
1. SVLK tidak mudah dipahami oleh petani; ada kebutuhan untuk membuat media/
alat bantu dengan bahasa yang lebih mudah dipahami oleh petani
2. Biaya sertifikasi VLK tidak murah sehingga harus mengorganisir petani lebih luas
dan lebih banyak sehingga akan lebih ringan
3. Pemahaman tentang PUHH merupakan materi yang paling susah karena
merupakan hal yang selama ini dihindari petani
4. Petani belum mendapat jawaban apa manfaat VLK di hutan rakyat, karena belum
ada pengalaman dari daerah lain
Pendampingan ini bertujuan untuk menyiapkan kelembagaan pengelola hutan (unit
manajemen) baik UM hutan rakyat maupun UM HKm. Ada 3 learning site yang
dikembangkan dalam konteks VLK baik di Hutan Rakyat maupun di HKm. Berikut
gambaran dari 3 learning site tersebut:
Aktivitas 1.3. Pendampingan learning site SVLK untuk Kelompok Hutan Rakyat dan HKm
di wilayah DIY dan Jawa Tengah, terkait kelembagaan
13
a) Learning Site Wonosobo
Pada awal kegiatan pendampingan di Kabupaten Wonosobo dilakukan
identifikasi dan pemilihan lokasi. Dalam identifikasi ada 15 desa yang secara fisik
hutan maupun kelembagaan siap untuk menuju SVLK. Pada bulan februari 2011
dilakukan latih damping untuk 15 desa, dan pada saat pelatihan tersebut diputuskan 5
desa akan menjadi pilot project SVLK. Daftar desa yang terpilih menjadi site learning
bisa dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 5 . Luas desa dampingan learning site SVLK di Wonosobo
No Nama Desa Kecamatan Luas Hutan Rakyat Jumlah Petani
1 Burat Kepil 334,9 ha 1012 petani/ 584 KK
2 Kalimendong Leksono 220,3 ha 681 petani/ 503 KK
3 Jonggolsari Leksono 291,5 ha 1328 petani/ 768 KK
4 Manggis Leksono 227,6 ha 868 petani/ 507 KK
5 Durensawit Leksono 154,1 ha 495 petani/ 337 KK
Total 1.228,4 ha 4384 petani/ 2698 KK
Dalam pendampingan ada beberapa kegiatan yang dilakukan sehingga dalam
waktu 6 bulan kelompok/ unit manajemen akan sampai pada tahap siap diaudit oleh
pihak ketiga (LV-LK) untuk ruang lingkup VLK di hutan hak. Secara umum kegiatan
pendampingan antara lain sebagai berikut:
Mempersiapkan Cummunity Organiser (CO); hal ini perlu dilakukan karena 5
desa dampingan ini tersebar dengan jumlah KK petani lebih dari 2.700 KK.
SVLK sebagai sebuah kebijkan baru akan membutuhkan kader yang secara
subtansi bisa menyampaikan kepada keluarga petani. Oleh karena itu ada 2 hal
yang dipersiapkan dalam proses ini; yang pertama 1) menyiapkan kader yang
bisa mengorganisir petani dan 2) menyiapkan kader untuk memahami SVLK
dan meningkatkan kemampuan verbalnya sehingga bisa menyampaikan
persoalan atau subtansi SVLK kepada petani.
Kontrak Sosial: membangun komitment antara pendamping dengan
masyarakat, hal ini dilakukan untuk penegasan pembagian peran serta
membangun partisipasi masyarakat sejak awal projek.
Sosialisasi SVLK: kegiatan ini bertujuan untuk: 1) Memberikan pemahaman
SVLK dan Sertifikasi VLK kepada masyarakat yang lebih luas sehingga peserta
mampu mensosialisasikan ke masyarakat luas; 2) Mengkomunikasikan rencana
14
pengajuan Sertifikasi VLK dan dokumen yang dibutuhkan. Sosialisasi ini
dilakukan di masing-maisng desa atau dusun. Narasumber dalam sosialisasi
adalah para CO yang telah melakukan latih damping. Dalam hal ini pendamping
hanya mendampingi saat sosialisasi.
Penguatan Kelembagaan: Penguatan lembaga merupakan kegiatan yang
paling penting. Kematangan lembaga ini sangat menentukan
keberhasilan.Dalam penguatan lembaga dilakukan diskusi-diskusi dan
pertemuan untuk membahas persiapan pengajuan dan membuat agenda
sosialisasi SVLK kepada masyarakat. Untuk lembaga pengaju Sertifikasi SVLK
adalah Asosiasi Pemilik Hutan Rakyat (APHR) Wonosobo. Asosiasi ini adalah
sebuah organisasi para poemilik hutan rakyat di wonosobo. Pada saat pendirian
awal tanggal 10 Mei 2011, APHR ini terdiri dari para pemilik HR dari 5 desa
yakni Jonggol sari, Kali mendong, manggis, Duren sawit dan Burat. Para
pemilik HR ini juga telah tergabung dalam kelompok tani tingkat dusun atau
desa masing-masing.Setelah dilakukan banyak diskusi, diputuskan badan
hukum untuk APHR adalah akta notaries.
b) Learning Site Blora
Luas kabupaten Blora lebih kurang 182.054,80 hektar; dengan hampir 50%
kawasannya adalah hutan negara yang dikuasai oleh Perhutani; luas hutan rakyat Blora
pada tahun 2010 sekitar 16.225,28 hektar angka ini bisa jadi lebih karena mulai tahun
2000 masyarakat Blora mulai membangun juga hutan rakyat secara swadaya sehingga
tidak semua inisiatif tersebut terdata.
Untuk learning site “implementasi SVLK di hutan rakyat”, ada 8 desa yang di
dampingi yang berada di 3 kecamatan; desa-desa tersebut sebagai berikut:
Tabel 6. Daftar Desa learning site di Blora
No Desa Kecamatan Luas HR Jumlah Petani
1 Jurang Jero Bogorejo 41,77 ha 74
2 Soko Jepon 81,08 ha 106
3 Waru Jepon 55,33 ha 113
4 Jatirejo Jepon 35,68 ha 76
5 Plantungan Blora 70,44 ha 110
6 Sendangrejo Blora 58,45 ha 130
15
7 Ngampel Blora 138,44 ha 251
8 Tempuran Blora 19,15 ha 24
Total 500,3 ha 884
Aktifitas pendampingan di site Blora antara lain sebagai berikut:
1. Identifikasi Desa
Desa – desa yang akan didampingi dilakukan identifikasi kelompok tani dan
anggota kelompok tani hutan rakyatnya. Dari hasil identifikasi awal ini didapatkan
fakta bahwa KTHR yang ada hanya exist ketika ada proyek gerhan/ hanya dimobilisasi
pada saat akan dilakukan penanaman. Dari hasil beberapa pertemuan di level desa; rata-
rata petani menginginkan penguatan kelompok segera harus dilakukan untuk
pencapaian sertifikasi pengelolaan hutan lestari maupun sertifikasi VLK.
Dari identifikasi juga di ketahui sudah tersedia peta Blok terutama di desa yang
ada proyek Gerhan. Rata-rata hutan rakyat di Blora bersifat kompak/ mengelompok
dengan tanaman jenis Jati yang di tanam seumur.
2. Pembentukan Unit Manajemen
Untuk pencapaian sertifikasi hutan rakyat lestari (PHL); pada tanggal 3 Maret
diadakan pertemuan antar kelompok tani. Pada pertemuan tersebut disepakati dibentuk
gabungan kelompok tani hutan rakayat dengan nama “Jati Mustika”; sekaligus dibentuk
struktur kepengurusan serta rencana tindak lanjut untuk menggalang anggota di seluruh
warga di 8 desa. Selanjutnya untuk kepentingan pengajuan VLK, Jati Mustika dijadikan
organisasi yang berbadan hukum (akta notaris)
Gambar 2. Peta Blok Hutan Rakyat
Gambar 3. HR Blora
16
3. Tahapan Menuju Sertifikasi VLK
Untuk pemenuhan standar verifikasi legalitas kayu, ada dua indikator yang
harus terpenuhi, yaitu 1) soal bukti kepemilikan lahan dan 2) bukti angkutan kayu yang
sah/ legal.
Untuk indikator “bukti kepemilikan lahan”; sudah tersedia bukti seperti letter C,
sertifikat tanah dan bukti yang lain. Ada variasi informasi yang berkaitan dengan
indikator ini antara lain: banyak desa yang belum memiliki peta persil dan batas/ tanda
batas di lapangan yang ada belum begitu jelas.
Berbeda dengan indikator diatas, untuk bukti angkutan sama sekali bukan
domain petani, bahkan petani tidak pernah lihat dokumen yang terkait dengan tata
usaha kayu seperti SIT, SKAU atau pun SKSKB KR.
4. Pemahaman dan Sosialisasi SVLK kepada semua pihak di level Kabupaten
Pada tanggal 24 Pebruari 2011 diadakan sosialisasi SVLK untuk para pihak di
Blora. Acara ini diselenggarakan kerjasama antara pendamping dengan Pemda Blora,
dengan mengundang petani, swasta, pemerintah desa, kecamatan, dan pemda.
Pada acara ini isu hutan rakyat dan perdangan sangat mengemukan; dengan
narasumber dari UGM, TFT, dan AruPA diskusi berlanjut pada pertanyaan kunci; “apa
manfaat sertifikasi SVLK bagi petani?”; pertanyaan ini belum terjawab, tetapi analogi
sistem sertifikasi voluntary menjadi acuan pada pertemuan ini.
Pada akhir acara muncul komitment para pihak di Blora untuk pengelolaan
hutan lestari. (ada di lampiran)
Gambar 4. Pertemuan “Jati Mustika”
Gambar 5. BAP pendirian “Jati
Mustika”
17
c) Learning Site Gunungkidul
Hutan negara di Gunungkidul memiliki luasan terbesar bila dibandingkan
dengan hutan negara di kabupaten lainnya di DIY. Berdasar data terbaru yang
dikeluarkan oleh Dinas Kehutanan Provinsi DIY 2003, luasan hutan negara di
Gunungkidul adalah 14.224,877 ha.
Luasan hutan negara yang ada di Provinsi DIY, telah dicadangkan sebagai
usulan areal Hutan Kemasyarakatan (HKm) seluas 4.186,4 ha di Kabupaten
Gunungkidul dan 203,00 ha di Kabupaten Kulon Progo.
Kriteria utama yang digunakan untuk menetapkan areal HKm dan menjadi prioritas
dicadangkan adalah:
1. Kawasan hutan yang benar-benar sedang dikelola atau diusahakan oleh
masyarakat setempat.
2. Sebagian besar masyarakatnya memanfaatkan hasil hutan baik langsung
(kayu dan non kayu) maupun tak langsung seperti air dan kesegaran udara.
3. Kawasan hutan yang sedang diklaim masyarakat setempat.
4. Masyarakat telah mengajukan permohonan Hak Pengusahaan Hutan
Kemasyarakatan (HPHKm).
5. Kawasan hutan yang rawan karena permasalahan sosial ekonomi, antara lain
perambahan, pencurian hasil hutan, kebakaran hutan, dan adanya konflik
dengan pihak lain.
Gambar 6. Assek 2 Blora memberi sambutan pembukaan acara
sosialisasi
18
Pengembangan HKm di DIY sudah sampai pada pemberian izin definitif oleh
Bupati. Sampai saat ini, lahan HKm yang telah dikerjakan oleh masyarakat sekitar
hutan dan sudah mendapatkan izin sementara seluas 1.087,65 ha (26,48 %) di
Kabupaten Gunungkidul dan seluas 196,8 ha (93,98 %) di Kabupaten Kulon Progo dari
luasan areal yang dicadangkan. Izin HKm tersebut dikeluarkan oleh bupati dan
diperuntukkan kepada 35 kelompok tani HKm di Gunungkidul dan 7 kelompok tani
HKm Kulon Progo.
Tabel 7. Sebaran areal HKm di masing-masing kabupaten, BDH, dan RPH
No Kabupaten BDH/RPH Luas (ha) Desa terdekat
1 Kulon Progo 418,80
BDH Kulon Progo 209,40
RPH Kokap 83,00
RPH Sermo 126,40
2 Gunung Kidul 4.186,40
BDH Paliyan 2.047,90
RPH Menggoro 386,10 Kepek, Karangduwet
RPH Karangmojo 145,40 Karangasem
RPH Paliyan 181,00 Jetis
RPH Giring 505,20 Monggol, Giring
RPH Mulo 747,40 Giring, Sodo, Wareng, Wonosari,
Karang asem. Mulo, Hargosari,
Dengok
RPH Kedungwanglu 82,80 Dengok
BDH Playen 617,80
RPH Bunder 39,10 Bunder
RPH Wonolagi 131,80 Getas
RPH Gubugrubuh 148,50 Bleberan
RPH Menggoran 160,20 Dlingo
RPH Kepek 138,20 Banyusoco
BDH Panggang 943,70
RPH Bibal 459,30 Selopamioro, Girisuko
RPH Blimbing 484,40 Giriharjo, Giriwungu, Girisekar,
Jetis
BDH Karangmojo 577,00
RPH Nglipar 120,50 Katongan
RPH Candi 259,10 Kedungpoh, Watusigar, Kalitekuk,
Jatiayu
RPH Semanu 163,90 Ngeposari, Candirejo
RPH Gelaran 33,50 Bejiharjo
Jumlah 4.395,80
Sumber: Rencana Pengelolaan Hutan DIY (2005)
19
Tabel 8. Luasan Areal HKm tiap-tiap BDH
a) Koperasi Sedyomakmur
Berawal dari kelompok bernama Sedyo Makmur dengan anggota 250 orang
yang berasal dari 5 Dusun dalam wilayah Desa Ngeposari dan Desa Candi, telah
mengerjakan HKm sejak 1996 hingga 11 tahun kemudian memperoleh izin devinitif 35
tahun dengan nomor urut izin 214/KPTS/2007 tgl 12 Des 2007.
Tabel 9 . Profil Koperasi Sedyo Makmur
Nama kelompok Pengurus Jml
anggota
Luas
HKm
(ha)
SK IUPHKm
Devinitif 35 th
Sedyo Makmur
Jragum, Ngeposari
Semanu
Tambiyo 250 115 214/ KPTS/
2007 12 Des
2007
Sumber: Profil Kelompok Tani HKm DIY, Shorea 2007
Persyaratan untuk membentuk koperasi akhirnya dapat diwujudkan oleh
kelompok ini dengan mengajukan pemrosesan badan hukum koperasi selama hampir 1
tahun, dan memperoleh badan hukum no 518.034/BH/II/2007, sejak bulan februari
2007. Jadi koperasi sedyo makmur sudah 1 tahun berjalan namun hingga saat ini belum
bisa melaksanakan RAT yang pertama. Pada tahun ini koperasi hanya memberikan
laporan neraca kepada dinas koperasi.
Kemampuan memperoleh badan hukum di kelompok sedyo makmur memang
belum diimbangi dengan penyiapan SDM yang menguasai tentang perkoperasian,
sehingga untuk berjalan dan memproses administrasi pengembangan koperasi
terkendala oleh menejerial. Akses permodalan juga belum bisa diraih dikarenakan
No. Bagian Daerah
Hutan (BDH)
Luas HKm yang
dicadangkan (ha)
Luas HKm yang
diberi izin (ha)
1
2
3
4
5
BDH Playen
BDH Paliyan
BDH Panggang
BDH Karangmojo
BDH Kulon Progo
617,80
2.047,90
943,70
577,00
209,40
233,45
326,90
209,15
319,90
196,80
Jumlah 4.395,80 1.286,45
20
internalnalisasinya sendiri terhadap koperasi belum berjalan baik pengurus juga
anggota.
Pelaksanaan simpanan wajib dan pokok berjalan namun belum maksimal karena
belum semua anggota rutin melakukan pembayaran simpanan wajib yaitu Rp 1.000,00
per bulan, sedangkan kegiatan simpan pinjam berjalan dalam sub-sub kelompok dengan
dana-dana sub kelompok sebelumnya. Total modal koperasi adalah Rp 10.000.000,00
berasal dari bantuan dana pelaksanaan GNRHL tahun 2006, yang saat ini telah berputar
di sub-sub kelompok.
Unit usaha Koperasi dan kelompok meliputi :
a) Pengembangan ternak dari bantuan BPKD Provinsi DIY sejumlah Rp 39.150.000,
untuk pembelian ternak sapi 6 ekor.
b) Simpan pinjam dengan putaran dana sejumlah Rp 35.400.000,00.
c) Usaha sarana pertanian Rp. 10.000.000 : pengadaan pupuk dan pengadaan bibit
Fasilitasi pendampingan dalam rangka penyiapan pemegang IUPHKm untuk
pengajuan SVLK, dilakukan kepada 34 kelompok HKm di DIY kawasan hutan
produksi.
SVLK menjadi materi yang “aneh” bagi kelompok, karena pada umumnya
pemahaman masyarakat adalah menanam dan saat kebutuhan datang ya menebang. Di
dalam SVLK menganut berbagai kaidah-kaidah yang sudah ditentukan, ada proses
yang demikian rumit, menurut petani. Dari menyusun rencana umum, rencana
operasional, kemudian berkoperasi membuat tata usaha hasil hutan kayu, membuat
laporan. Ini adalah akan menjadi pengalaman yang menarik, bagi masyarakat dan
tantangan bagi seorang pendamping. Insinyur saja belajar hingga beberapa tahun, nah
masyarakat akan menjalaninya dengan berbekal pengalaman hidup di hutan selama ini.
Pendampingan SVLK dilakukan dengan beberapa tahapan kegiatan. Kegiatan
tersebut antara lain: 1) Prakondisi yaitu komunikasi awal antara kelompok dengan
pendamping yang menghasilkan komitment bersama untuk pencapaian sertifikasi VLK;
2) Sosialisasi yang dilakukan melalui pertemuan di berbagai level
kelompok/koperasi/paguyuban, pertemuan sosialisasi ini bertujuan untuk
memperkenalkan SVLK dan sekaligus assesment tentang kesiapan kelompok menuju
sertifikasi VLK; 3) Pertemuan multipihak, mengenalkan SVLK dan mencari dukungan
21
bagi implementasi VLK di HKm; 4) Peningkatan kapasitas; 5) Konsolidasi paguyuban
membangun strategi implementasi SVLK dan 6) Membangun learning site SVLK di
Sedyo Makmur.
Tantangan terbesar dalam pendampingan di HKm adalah soal pengurusan ijin
IUPHHK HKm. Kunci dari penilaian VLK di hutan negara adalah persoaalan ijin
pemanfaata hasil hutan, sementara saat ini kelompok baru mendapatkan ijin
pemanfaatan lahan (proses di RLPS), dan untuk mengajukan ijin pemanfaatan kayu
harus dengan prosedur yang dikehendaki BUK. Untuk memperoleh ini masyarakat
telah menyiapkan Rku dan RKT.
b) Koperasi Wana Manunggal Lestari
Tambahan fasilitasi pengajuan VLK terhadap KWML merupakan hasil monev
bersama yang memutuskan untuk mencoba VLK bagi unit manajemen yang sudah lulus
sertifikasi lestari PHBML (LEI).
Di Gunungkidul pengelolaan hutan rakyat bersertifikat dilakukan pada tiga
desa, meliputi Desa Kedungkeris, Desa Dengok, dan Desa Girisekar. Masing-masing
terletak di Kecamatan Nglipar, Kecamatan Playen, dan Kecamatan Panggang. Desa
Kedungkeris memiliki tiga dusun yang mengelola hutan rakyat bersertifikat yaitu
Dusun Pringsurat, Dusun Kedungkeris, dan Dusun Sendowo Kidul. Pengelola unit
manajemen dilakukan oleh Paguyuban Kelompok Tani Hutan Rakyat Margo Mulyo.
Desa Dengok meliputi Dusun Dengok IV, Dusun Dengok V, Dusun Dengok VI.
Pengelolaan dilakukan oleh Paguyuban pengelola hutan rakyat Ngudilestari. Desa
Girisekar meliputi Dusun Jeruken, Dusun Pijenan, dan Dusun Blimbing. Pengelolaan
dilakukan oleh Paguyuban Kelompok Tani Sekar Pijer.
Koperasi serba usaha Wana Manunggal Lestari merupakan koperasi yang
bergerak dalam bidang pertanian dan kehutanan, yang menaungi tiga unit manajemen
hutan rakyat lestari di Gunungkidul. Luas unit manajemen yan dikelola seluas 815,18
ha, terdiri dari unit manajemen Desa Kedungkeris seluas 184,25 ha, Desa Dengok
seluas 229,10 ha, dan Desa Girisekar seluas 401,83 ha
Pembelajaran:
1. Proses kontrak sosial merupakan proses paling krusial, dan biasanya terkait
dengan manfaat apa yang akan diperoleh keduabelah pihak, pertanyaan tersulit
adalah, “manfaat SVLK bagi Petani?”
22
2. Pemilihan tata waktu, ada waktu-waktu tertentu dimana petani tidak bisa diganggu,
misalnya pada saat musim tanam, panen, atau hajatan, sehingga kadang tatawaktu
tidak sesuai jadwal
3. Selama ini kelompok tani lebih bersifat sosial sehingga pembiayaan organisasi
menjadi beban
4. Ada kebutuhan meningkatkan jiwa interpreunuer petani sehingga bisa
mengembangkan bisnis hutan rakyat
Penghitungan potensi dan pemetaan hutan rakyat ini bertujuan memperjelas
wilayah kelola dan menghitung potensi hutan rakyat yang di kelola masyarakat. Dua
kegiatan ini dilakukan di Blora dan Wonosobo, berikut gambaran aktifitas pemetaan
dan inventarisasi di Blora dan wonosobo:
Aktivitas 1.4. Penghitungan potensi hutan rakyat dan pemetaan partisipatif kawasan hutan
rakyat
23
a) Blora
Pemetaan partisipatif dilakukan dengan alat GPS serta menggunakan acuan peta
andil pada masing-masing blok di masing-masing desa. Selain itu, konsultasi dan
komunikasi dilakukan antara pendamping, pengelola hutan rakyat, dan perangkat desa
setempat.
Inventory pohon dilakukan dengan metode sampling acak. Setiap desa dibagi
menjadi beberapa wilayah berdasarkan blok ataupun dusun. Setiap blok/dusun diambil
2 hingga 4 plot yang luasnya 0,1 hektar. Metode sampling ini menggunakan ketentuan
sebagai berikut: jumlah luas plot adalah minimal 1% dari total estimasi luas hutan
rakyat di desa yang bersangkutan. Setelah menentukan lokasi plot masing-masing
blok/dusun maka tim invent menghitung volume pohon berdiri masing-masing pohon
di lokasi plot tersebut. Setelah masing-masing plot menghasilkan volume pohon berdiri,
maka volume tersebut dijumlahkan dan dibagi jumlah plot yang kemudian
menghasilkan volume rata-rata masing-masing plot. Setelah itu, lalu dikalikan 10
hingga menghasilkan volume pohon berdiri setiap 1 hektar hutan rakyat di desa
tersebut. Untuk mencari estimasi volume pohon berdiri di seluruh desa yang
bersangkutan, maka tinggal mengalikan dengan luas hutan rakyat di desa tersebut.
Tabel 10. Data Hasil Inventarisasi Pohon di Blora
No Desa Luas (ha) Potensi 1
ha (m3)
Total Potensi
(m3)
1 Jurangjero 41,77 65 2.729
2 Jatirejo 35,69 62 2.210
3 Soko 81,08 85 6.875
4 Waru 55,33 54 2.969
5 Tempuran 19,16 56 1.073
6 Plantungan 70,44 72 5.046
7 Sendangharjo 58,46 59 3.467
8 Ngampel 138,44 85 11.752
Jumlah 500,37 36.121
b) Wonosobo
24
Peta hutan rakyat ini diperoleh dari data pemetaan. Untuk mendapatkan peta HR
perandil ini dilakukan pemetaan langsung di lapangan yang dibantu oleh para pengurus
kelompok, hasil pemetaan bisa dilihat di lampiran.
Untuk mendapatkan inventore potensi HR dilakukan pendataan potensi. Setiap desa
telah ada data sensus pohon untuk sengon, jati dan mahoni. Untuk potensi tersebut
menggunkaan data tersebut dan didukung dengan data potensi HR dengan samping.
Untuk inventore, pendamping melakukan pelatihan inventarisasi potensi HR kepada
beberapa pengurus. Peserta ini diharapkan mampu menjadi trainer kepada pengurus
atau anggota kelompok tani untuk mengajarkan metode inventarisasi HR. Dari hasil
sensus diketahui Total tegakan kayu sebanyak 526.880 pohon, terdiri dari: Sengon:
452.474 pohon, Suren: 18.365 pohon, Mahoni: 30.409 pohon, dan Kelapa: 25.632
pohon
Pembelajaran:
1. Dari proses pemetaan dapat diketahui bahwa administrasi tanah yang ada di desa
masih sangat lemah, sehingga peta hasil terbaru bisa untuk memperkuat basis data
di desa.
2. Walau kadang dilapangan tanda batas tidak begitu jelas tetapi tidak terjadi konflik
karena masyarakat memiliki “konvensi” mengenai pengelolaan batas (tapel wates)
3. Setelah inventarisasi pohon, masyarakat selain menguasai metode penghitungan
kayu juga bisa menaksir kekayaan yang berujud kayu di lapangan, bahkan
menaksir harga pohon.
Pengajuan sertifikasi VLK hutan rakyat dilakukan oleh 3 UM hutan Rakyat; yaitu di
Gunung kidul oleh koperasi wana manunggal lestari, Blora oleh Gapoktanhut Jati
Mustika dan Wonosobo oleh APHR. Secara umum proses persiapan dokumen sama
dan ketiga UM telah mengajukan penilaian ke LV-LK yaitu Sucofindo.
Masing masing UM menyiapkan dokumen antara lain:
Aktivitas 1.5. Pengajuan sertifikasi VLK Hutan Rakyat, meliputi penyiapan dokumen
sampai dengan pengajuan sertifikasi
25
a. Dokumen organisasi pengaju, organisasi ini berbadan hukum dan memiliki
aturan main (statuta/ AD/ART, atau aturan lainnya)
b. Berbasis keanggotaan, dokumen keanggotaan sangat penting karena terkait
dengan aturan main
c. Kepemilikan lahan: bisa dibuktikan kepemilikan dan luasnya
d. Dokumen Angkutan yang sah: ini di lakukan untuk kelompok yang sudah
berbisnis kayu
e. Mengisi dokumen aplikasi pengajuan penilaian
f. Peta lahan
g. Dokumen pendukung lainnya
Gambar 7. Pengumuman rencana penilaian oleh sucofindo terhadap KWML
gunungkidul.
26
Pembelajaran:
1. Sertifikasi VLK di HR bukan sekedar kolekting data, pekerjaan terberatnya justru
pengorganisasian data yang melibatkan banyak sekali orang dan kapasitasnya
beragam
2. Pertimbangan biaya penilaian (biaya audit), idealnya unit manajemen ada di skala
/ level kabupaten
3. Hutan rakyat hanya bisa melakukan sertifikasi jika kelompok mendapatkan manfaat
dari VLK (bisnis kayu) ataupun bentuk insentif yang lain misalnya kemudahan
mengurus dokumen, tidak kena mel polisi dll
Penyiapan dokumen dilakukan tetapi belum semua dokumen dan yang menjadi
kunci adalah IUPHHK HKm (yang belum turun) berikut list kebutuhan menuju VLK
untuk kelompok HKm:
Tabel 11. List Dokumen VLK di Kelompok HKm
No Komponen Status
1. Identitas dan Profil UM Ada
2. Dokumen/Data Umum
• Dokumen IUPHHK
• Dokumen Pembayaran Iuran IUPHHK, PSDH dan SPP
• Dokumen Rencana Umum/ RKU dan RO/RKT
• Dokumen AMDAL (AMDAL,/UKL/UPL) - verifier
perlu disederhanakan
• Peta areal hutan kelola & kawasan lindung (HKm, HTR)
dilegalisasi pejabat berwenang
• Dokumen Izin peralatan dan mutasi
Belum
Belum
Ada
Belum
Ada
Belum
Aktifitas 1.6. Pengajuan sertifikasi VLK IUPHHK HKm, meliputi penyiapan dokumen
sampai dengan pengajuan sertifikasi
27
3. Dokumen PUHH
• Dokumen LHC, (Laporan Hasil Cruising/ inventarisasi)
• Dokumen LHP, (Laporan Hasil Penebangan)
• Dokumen SKSKB, (Surat Keterangan Sahnya Kayu Bulat)
• Dokumen FAKB, (Faktur Angkutan Kayu Bulat)
• Dokumen LMKB, ( Laporan Mutasi Kayu Bulat)
Belum
(Penebangan
belum
dilakukan)
4. Kondisi Lapangan
• Penandaan batas kawasan, lindung, dan batas RKT (alam/buatan)
• Penandaan Fisik kayu: pada bontos dan tunggak
• Bukti Kelola dan Pemantauan Dampak Penting (ekologi, sosial)
Ada
Belum
Belum
5. Data/Informasi Tambahan
• Foto-foto dokumentasi VLK
• Aturan –aturan internal dan budaya setempat
Belum
Ada
Kegiatan ini bertujuan menyiapkan kader ataupun pengurus kelompok agar
memiliki pengetahuan, pemahaman dan juga kompetensi untuk mensosialisasikan
SVLK maupun mengimplementasikan SVLK di kelompok masing-masing.
Aktifitas latih damping ini dilakukan karena tidak semua kelompok tani hutan
dapat fasiltas pendampingan intensif. Ada beberapa aktifitas dalam kegiatan latih
damping ini, antara lain:
a) Pelatihan SVLK bagi Pengurus HKm dan HR, aktifitas ini bertujuan agar
peserta memiliki pemahaman yang mendalam tentang VLk dan PUHH
b) Asistensi, berupa pemantauan oleh pendamping di lapangan sekaligus
mencatatat temuan atau kasus kasus implementasi VLK di Lapangan; dan
c) Monev latih damping, fasilitasi pertemuan 2 bulan sekali bagi alumni pelatihan
sekaligus untuk mendiskusikan persoalan lapangan. Aktifitas ini juga menjadi
ajang refresh pengetahuan tentang VLK
Aktifitas 1.7 Latih-damping peserta pelatihan tata usaha kayu dan SVLK
28
Pembelajaran:
1. Dalam fasilitasi alumni latih damping dilapangan juga membutuhkan support
terutama terkait dengan narasumber di bidang tertentu; misalnya PUHH (nara
sumber yang tepat dari dinas)
2. Banyak pertanyaan yang tidak mampu dijawab oleh CO, semisal soal manfaat
sertifikasi VLk dan skema pembiayaan audit.
3. Kebutuhan akan buku saku atau panduan yang mudah dipahami bagi petani
Kegiatan ini bertujuan untuk memperoleh dukungan para pihak terutama
pemerintah daerah dalam implementasi kebijakan SVLK. Untuk memperoleh dukungan
para pihak AruPa dan SHOREA memfasilitasi peningkatan kapasitas terutama terkait
dengan pemahaman terhadap SVLK.
Setelah parapihak paham tentang SVLK, kemudian komunikasi intensif dan
koordinasi menjadi faktor kunci memperoleh dukungan. Sehingga pertemuan
koordinasi rutin 2 bulan sekali untuk sharing informasi soal kehutanan dan SVLK
menjadi lebih efektif.
Selain itu di tiga site dilakukan kegiatan yang spesifik sesuai karakteristik
kepemimpinan daerah, berikut uraian di 3 site:
a. Wonosobo
Untuk Wonosobo Koordinasi parapihak di Kabupaten dilakukan 2kali acara
formal dan beberapa pertemuan acara tidak formal sebagai tindak lanjut acara tersebut.
1. Audiensi Bupati: Kegiatan ini dilaksanakan 29 Januari 2011 di Ongklok Resto
Wonosobo; tujuannya: untuk mengkomunikasikan proyek implementasi VLK dan
juga mendorong implementasi VLK oleh kabupaten Wonosobo. Pada audensi ini
diikuti dari AruPA, Dewan Kehutanan Nasional dan MFP dan dihadiri oleh semua
jajaran Pemkab Wonosobo, NGO, dan Petani. Hasil dari kegiatan ini: adanya
komitment Pemda Wonosobo untuk mendorong implementasi SVLK,
teridentifikasinya beberapa persoalan yang terkait dengan kebijakan daerah maupun
pusat terhadap implementasi SVLK.
Aktifitas 1.8 Koordinasi parapihak daerah (Kabupaten dan Provinsi)
29
2. Komunikasi Intensif dengan Dinas perkebunan dan kehutanan wonosobo maupun
Assek 2 bidang ekonomi dan kelembagaan. Hasil dari komunikasi ini berupa
kerjasama dalam proses peningkatan kapasitas di Wonosobo.
b. DIY
Di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dilakukan koordinasi dengan Pokja
Pemberdayaan dan di level Gunungkidul dilakukan melalui pokja hutan rakyat lestari .
Pada tanggal 1 Pebruari 2011 di Kantor Dinas Kehutanan DIY diadakan pertemuan
multipihak; pada acara tersebut hadir dari Dinas Kehutanan DIY, Dinas Hutbun
Gunungkidul dan Kulon Progo, LSM, BP DAS SOP, BPKH dan Kelompok tani HKm.
Pada pertemuan ini lebih banyak di lakukan up-date informasi; setelah hampir
tiga bulan tidak ada pertemuan di level Pokja Pemberdayaan. Hal baru adalah isu
SVLK, yang kemudian sepakat akan di bahas dirapat berikutnya, karena agenda yang
sangat banyak.(detail ada dilampiran)
Selain itu pada tanggal 26 Pebruari 2011 diadakan rapat Pokja HRL
Gunungkidul di Pustek UGM. Acara dihadiri oleh anggota Pokja (Dinas instansi
terkait, Perguruan Tinggi, LSM) dan juga oleh kelompok tani hutan rakyat dan KWML.
Pada rapat ini dibahas beberapa agenda, antara lain: 1) SKAU dan PUHH di
hutan rakyat (P‟51/ 2006); 2) Pembahasan tentang perluasan sertifikasi hutan rakyat
lestari; 3) Kelanjutan MoU antara Pokja, KWMl dan HARA Group; 4) Menindak
lanjuti pelatihan SKAU bagi para Kades dan Perangkat Desa; dan 5) Rencana
pembangunan industri sawmill oleh KWMl. (detail bisa dilihat di lampiran)
Gambar 8. Suasana Sosialisasi SVLK Gambar 9. Narasumber dari BRIK
30
c. Blora
Aktifitas koordinasi di Kabupaten Blora menghasilkan dukungan riil, antara
lain: dinas kehutanan blora akan fasilitasi dana APBD untuk prioritas pengembangan
unit manajemen hutan rakyat yang telah sertifikasi. Selain itu akan ada tim yang
dibentuk berdasarkan sk kepala dinas untuk membantu proses-proses SVLK di
kabupaten Blora.
31
Output ini mempunyai 3 indikator antara lain: 1) tersediannya data dan
informasi tentang learning site implementasi SVLK; 2) tersedia data dan proses
pembelajaran implementasi SVLK; dan 3) desiminasi hasil pembelajaran SVLK.
Untuk mencapai output ada beberapa aktifitas yang dilakukan, berikut rincian aktifitas
tersebut:
Pada kegiatan ini, yang terpenting membangun protokol data base dan kebutuhan data
base yang akan ditampilkan, berikut contoh kebutuhan data untuk data base interaktif
yang disusun sebelum proses audit:
Output 2. Knowledge management (lesson learned development) dari proses
pendampingan SVLK
Aktifitas 2.1 Penyusunan database learning site
32
Gambar 10. BOX : Shopping List Data Base
Dari pengalaman penilaian, data base terpenting yang harus dimiliki oleh
kelompok dan bisa ditampilkan adalah 1. data soal kepemilikan lahan; 2. data
keanggotaan; 3) data administrasi kayu; dan data potensi hutan jika kelompok akan
melanjutkan ke sertifikasi PHBML.
1. Data Umum Desa
- Demografi
- Penggunaan Lahan
2. Legalitas andil (Wonosobo & Blora)
Nama Pemilik Andil
Luas (ha) Legalitas Penggunaan Lahan
Sastro 0.5 Sertifikat/Leter C/Leter D, dsb..
Kebun Campur
......
Catatan: belum jelas yang didata hanya hutan rakyat atau
SEMUA (termasuk pemukiman).
3. Kapasitas Kelembagaan/Kepemimpinan Lokal:
a. Profil Kelompok
a.1. Informasi Umum Kelompok
Nama Koperasi :
Alamat :
Nomor Telepon :
Ketua :
Sekretaris :
Bendahara :
Manager :
No Akte :
a.2. Dinamika Perjalanan Kelompok
a.3. Aturan-aturan internal kelompok
a.4. Kapasitas Kepemimpinan lokal
adalah kapasitas masing-masing individu anggota
kelompok mengenai SVLK. Kapasitas dikelompokan
dalam 3 kategori:
o Tidak paham
o Paham
o Fasilitator Lokal
o Narasumber (dikaitkan dengan profesi)
33
Dalam kelompok; data ini ditampilkan dalam buku 2 yaitu buku tentang profil
unit manajemen; sementara buku 1 berisi tentang dokumen pengajuan, dan buku 3
berisi tentang dokumen pendukung.
Aktifitas ini merupakan media untuk mendesiminasihan hasil pembelajaran
kepada publik ada 2 bentuk yang dikembangkan, yaitu web database interaktif di
www.svlk.digital-peasants.org dan media hardkopi dalam bentuk buku saku bagi
pengelola hutan rakyat maupun kelompok HKm dan buku panduan penyiapan unit
manajemen menuju SVLK.
Menjadi catatan penting dalam project ini, web interaktif masih berlaku internal
dan belum di launching untuk publik, hal ini dilakukan karena sampai saat ini
keputusan dari lembaga sertifikasi tentang hasil audit learning site masih belum keluar
keputusan sehingga data base interaktif ini belum dianggap baku. Rencana setelah hasil
keputusan keluar maka web ini akan di publikasikan untuk pembelajaran publik.
Gambar 11. Tampilan web interaktif
Aktivitas 2.2 Diseminasi meliputi database interaktif dan modul pendampingan
MATRIK CAPAIAN
Tabel 12. Matrik Capaian Program “Pengembangan Learning Site Untuk Implementasi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) di
Jateng dan DIY” Targets Indicators
Capaian Program
(Pointers, Angka,
Prosentase dari Target)
Hambatan dan Faktor
Pendukung
GOAL:
Terwujudnya tatakelola kehutanan yang
baik (Good Forestry Governance)
melalui pengurangan illegal logging
untuk kelestarian sumberdaya hutan di
Jawa
1. Meningkatnya supply produksi
kayu yang legal di Jawa
2. Berkurangnya laju degradasi
hutat dengan berkurangnya
tingkat illegal logging
3. Meningkatnya kualitas tata
kelola kehutanan yang baik
Seluruh wilayah regional
jawa khususnya untuk
subregional Jawa bagian
tengah- selatan dengan
luasan potensi Hutan Rakyat
sekitar 2,7 ha dan Hutan
Negara sekitar 3 ribu ha
-
Immediate objective :
Terlaksananya percepatan proses-proses
Sistem Verifikasi Legalitas Kelompok
Usaha Kehutanan Kecil dan Mikro yang
implementatif dan dipahami oleh
parapihak terkait di Jawa Tengah dan
DIY
i. Adanya pemahaman di tingkatan
tokoh masyarakat/perangkat desa
yang terlibat langsung dalam tata
usaha kayu rakyat tentang SVLK
ii. Adanya pemahaman pengelola dan
terimplementasinya SVLK dalam
pengelolaan sumberdaya hutan
skala mikro dan kecil (HKm dan
Hutan Rakyat)
iii. Tersedianya lesson learned dan
rekomendasi implementatif dari
penerapan SVLK pada unit
manajemen dan industri
pengolahan hasil hutan skala mikro
dan kecil
1. Ada minimal 30 orang
perangkat desa di
wilayah jawa tengah dan
DIY yang paham
kebijakan dan
menerapkan SVLK.
2. Ada minimal 40
kelompok/pengelola hutan
rakyat dan 35 kelompok
HKm paham dan mampu
menerapkan SVLK
3. Tersedia 3 learning site
yang mencakup sertifikasi
VLK Hutan Rakyat di 2
kabupaten dan VLK
IUPHHK HKm di 1
kabupaten
1. Ada 29 perangkat desa
telah mengikuti dan
mendapat sertifikat
kompetensi sebagai
penerbit yang memahami
PUHH dan SVLK dan 1
orang dari organisasi
paham.
2. 38 pengelola hutan rakyat
mengikuti pelatihan dan
didampingi dalam
pemenuhan standar VLK,
10 orang petani di
libatkan aktif dalam
pemenuhan standar VLK,
sehingga pemahaman 48
orang pengelola hutan
Ada kebutuhan untuk
memperbanyak Kades
yang mempunyai
kapasitas sebagai penerbit;
karena penerbit SKAU
menjadi kunci pemenuhan
VLK di Hutan Rakyat
Pengembangan SOP yang
terkait dengan PUHH
Mendorong unit
manajemen melakukan
bisnis kayu rakyat
sehingga pelaksanaan
PUHH oleh masyarakat
bisa konsisten
Sinergitas penegakan
PUHH dengan semua
35
Targets Indicators
Capaian Program
(Pointers, Angka,
Prosentase dari Target)
Hambatan dan Faktor
Pendukung
4. Ada data dan informasi
pembelajaran pada akhir
project
rakyat telah mencapai
diatas 70% terhadap
VLK. 35 orang dari KP
HKm telah dilatih dan di
dampingi sehingga
pemahaman petani
mencapai 60% terhadap
VLK di Hutan Negara.
3. Persiapan 3 Learningsite;
untuk learning site hutan
rakyat sudah sampai tahap
100% dalam konteks
VLK, sedang untuk HKm
tahapan mencapai 70%
dikarenakan ijin IUPHHk
KHm belum terbit.
4. Web interaktif internal
untuk pengembangan
database VLK
www.svlk.digital-
peasants.org
5. Hasil pembelajaran telah
dipresentasikan untuk
perbaikan p. 38/ 2009
maupun masukan bagi
beberapa kebijakan
PUHH; seperti p 51/ 2006
pihak (Dinas, Pedagang
dan Petani)
Perbedaan prosedur
dokumen antara RLPS dan
BUK dalam pengelolaan
hutan di HKM
Harus ada komitmen dari
pemerintah untuk
mendorong VLK di Hutan
Negara yang dikelola
Masyarakat
Perbaikan panduan bagi
petani berdasarkan
pengalaman penilaian
Perbaikan kebijakan
PUHH supaya kebijakan
bisa di implementasikan di
lapangan
Output 1.
Peningkatan pemahaman pengelola
dan terimplementasinya SVLK
dalam pengelolaan sumberdaya
1. Pahamnya pengelola hutan
rakyat dan HKm di Jawa Tengah
dan DIY terhadap implementasi
SVLK
1. Ada 75% dari 105 orang
dari wilayah Jawa
Tengah dan DIY paham
dan mampu menerapkan
29 orang kepala desa atau
perangkat desa dan 1
orang petani telah
mengikuti pelatihan
Kepala desa telah
memiliki wewenang
menerbitkan SKAU
Pencetakan blanko SKAU
36
Targets Indicators
Capaian Program
(Pointers, Angka,
Prosentase dari Target)
Hambatan dan Faktor
Pendukung
hutan skala mikro dan kecil (HKm
dan Hutan Rakyat)
2. Terbentuk learning site
implementasi SVLK
3. Adanya review kebijakan dan
feedback kebijakan terhadap
P.38/2009
VLK
2. Ada 3 learning site:
hutan rakyat di Blora
dan Wonosobo, dan
HKm di Gunungkidul
3. Review kebijakan dan
implementasi SVLK
Pengukuran dan
Pengenalan Jenis Kayu
Rakyat dengan subtansi
materi tentang PUHH,
Sertifikasi Hasil Hutan
dan VLK, kapasitas
peserta pelatihan 29 orang
lulus dan mempunyai
kewenangan untuk
menjadi pelaku Penerbit
karena kapasitasnya
sebagai kepala desa
sementara 1 orang lulus
tetapi tidak/ belum berhak
menjadi penerbit karena
berasal dari petani. Hasil
pelatihan ini sudah ter-
rekognisi Departemen
Kehutanan melalui
BP2HP wilayah Jawa dan
Madura.
35 Orang Perwakilan
Kelompok Tani HKm
DIY telah mengikuti
pelatihan SVLK, dengan
tingkat pemahaman 30%
pada saat pelatihan dan
terus ada peningkatan
pemahaman terhadap
VLK setelah dilakukan
pendampingan; dari
verifier yang ada
kelompok HKm telah
oleh propinsi sehingga
biaya menjadi mahal dan
tidak sesuai dengan
kebutuhan lapangan
Data yang ada di desa
masih beragam/ tidak
konsisten sehingga
menimbulkan kesulitan
dalam penyusunan
dokumen
Web interaktif masih
berlaku di internal, belum
di launching ke publik
karena bentuk bakunya
belum ada, masih
menunggu keputusan
penilaian dari lembaga
sertifikasi.
Bahasa dan Sistem SVLK
yang rumit dan susah
dipahami petani
Kebijakan PUHH tidak
dilaksanakan dengan
konsisten di lapangan
37
Targets Indicators
Capaian Program
(Pointers, Angka,
Prosentase dari Target)
Hambatan dan Faktor
Pendukung
mencapai pemenuhan
standar diatas 60%
dengan catatan masalah
yang paling berat dihadapi
ada pada persoalan
perijinan (IUPHHK-
HKm) dan juga
Pembiayaan UKL/UPL/
Amdal.
21 Kelompok tani hutan/
petani di Wonosobo telah
mengikuti pelatihan
SVLK, dengan
pemahaman cukup 45%
pada saat pelatihan dan
meningkat sampai 90%
paham terhadap VLK
setelah melakukan
persiapan untuk
pengajuan Verifikasi
kepada lembaga verifikasi
legalitas kayu (Sucofindo)
23 Kelompok Tani Hutan/
Individu di Blora telah
mengikuti pelatihan
dengan pemahaman
cukup dan bagus 82%
pada saat pelatihan dan
saat ini mencapai
pemahaman hampir 90%
tentang VLK.
10 orang Pengurus
KWML, Pengurus
38
Targets Indicators
Capaian Program
(Pointers, Angka,
Prosentase dari Target)
Hambatan dan Faktor
Pendukung
Paguyuban di Kd. Keris;
Girisekar dan Dengok
Kabupaten Gunungkidul
memahami SVLK setelah
dilakukan kegiatan
Monev yang melibatkan
KWML dan Juga
penyiapan dokumen untuk
pengajuan sertifikasi VLK
3 Kabupaten learning site
untuk Hutan Rakyat yaitu
Gunungkidul, Wonosobo
dan Blora, pada saat ini
telah dilakukan assesment
oleh LV-LK (Sucofindo)
1 Kabupaten Learning site
HKm; belum sampai ke
tahap pengajuan tetapi
pembelajaran ada pada
diagnosa persoalan
pemenuhan standar untuk
hutan yang dikelola
masyarakat
Terumuskannya masukan
bagi perbaikan p 38/ 2009
dan juga aturan lain yang
terkait erat dengan PUHH
misalnya p 51/ 2006
tentang PUHH di HR dan
juga beberapa persoalan
untuk IKM
39
Targets Indicators
Capaian Program
(Pointers, Angka,
Prosentase dari Target)
Hambatan dan Faktor
Pendukung
Aktivitas 1.1. Pelatihan SVLK
bagi perangkat desa yang
bertugas dalam Tata Usaha Kayu
Rakyat
Meningkatnya pemahaman para
perangkat desa Jateng-DIY terhadap
legalitas kayu dan VLK
1. Ada minimal 30
perangkat desa
mengikuti pelatihan dan
paham tentang TUK
2. Ada minimal 75% dari
30 perangkat desa
menerapkan TUK
29 orang kepala desa dan
perangkat desa serta 1
Organisasi tani telah
mengikuti pelatihan TUK,
termasuk pemahaman
awal SVLK
Aktivitas 1.2. Pelatihan SVLK
bagi unit usaha kehutanan skala
mikro (kelompok/koperasi HKm,
kelompok/koperasi hutan rakyat,
dan atau individu pemilik hutan
rakyat) di DIY dan Jawa Tengah
Meningkatnya pemahaman SVLK
bagi unit usaha kehutanan skala
mikro (kelompok/koperasi HKM,
kelompok/koperasi hutan rakyat, dan
atau individu pemilik hutan rakyat) di
DIY dan Jawa Tengah
1. Ada minimal 35 koperasi
/ kelompok HKm paham
VLK IUPHHK HKm di
Gunungkidul
2. Ada minimal 75%
kelompok HKm mampu
menyiapkan penerapan
VLK
3. Ada minimal 20
kelompok hutan
rakyat/individu di Blora
paham VLK hutan
rakyat
4. Ada minimal 75% dari
20 kelompok hutan
rakyat di Blora
menerapkan VLK
5. Ada 20 kelompok hutan
rakyat/individu paham
VLK hutan rakyat di
Wonosobo
6. Ada minimal 75% dari
20 kelompok hutan
rakyat di Wonosobo
menerapkan VLK
35 Kelompok/ Koperasi
HKm telah mengikuti
pelatihan SVLK dengan
tingkat pemahaman 30%
35 Kelompok HKm telah
menyiapkan dokumen
pendukung VLK dan
mempersiapkan SOP
PUHH
23 kelompok hutan
rakyat/ individu di Blora
telah mengikuti pelatihan
SVLK dengan tingkat
pemahaman cukup dan
bagus 82%
Ada 25 KTH di level
dusun dari 8 desa telah
menjadi anggota
“Jatimustika dan telah
Audit VLK”
21 Kelompok hutan
rakyat/ individu di
Wonosobo telah
mengikuti pelatihan
SVLK dengan tingkat
pemahaman cukup
40
Targets Indicators
Capaian Program
(Pointers, Angka,
Prosentase dari Target)
Hambatan dan Faktor
Pendukung
mencapai 45%
Ada 22 KTH di 5 Desa
telah menjadi anggota
APHR dan telah di audit
VLK
Aktivitas 1.3. Pendampingan
learning site SVLK untuk
Kelompok Hutan Rakyat dan
HKm di wilayah DIY dan Jawa
Tengah, terkait kelembagaan
Siapnya kelembagaan HKm dan
Hutan rakyat dalam sertifikasi
1. Ada 1 koperasi HKm
siap diajukan sertifikasi
IUPHHK HKm
2. Ada 8 desa di Blora dan
2 desa di Wonosobo siap
diajukan sertifikasi VLK
hutan rakyat
3. Ada penyiapan
kelembagaan hutan
rakyat 8 desa di Blora
dan 2 desa di Wonosobo
untuk sertifikasi PHBML
Ada 1 Kop HKm
terdampingi secara
intensif dalam penyiapan
VLK. Jumlah anggota di
Sedyorukun 254 KK
petani. Proses yang belum
selesai adalah pengajuan
IUPHHK-HKm dan
Amdal; proses VLK di
Sedyomakmur ini akan
berdampak pada lebih dari
3.098 petani HKm di
DIY.
Ada 8 desa di Blora
dengan jumlah petani
(KK) 884 petani yang
didampingi intensif ; 8
desa ini tergabung dalam
1 unit assesment dengan
nama Gapoktanhut
Jatimustika Blora;
penyiapan dokumen
100% dan telah dilakukan
penilaian oleh LV-LK.
Ada 5 desa di Wonosobo
dengan jumlah anggota/
petani 4384 atau 2698 KK
yang didampingi intensif.
41
Targets Indicators
Capaian Program
(Pointers, Angka,
Prosentase dari Target)
Hambatan dan Faktor
Pendukung
5 desa ini tergabung
dalam 1 unit assesmen
bernama asosiasi pemilik
hutan rakyat (APHR)
Wonosobo. Penyiapan
Dokumen 100% dan
sudah dilakukan penilaian
SVLK oleh Sucofindo
Ada 3 Desa di Gunung
Kidul siap sertifikasi
VLK, dengan jumlah
petani (1658 KK) yang
tergabung dalam 1 unit
manajemen KWML
Aktivitas 1.4. Penghitungan
potensi hutan rakyat dan
pemetaan partisipatif kawasan
hutan rakyat
Tersedianya informasi potensi hutan
rakyat dan kawasan hutan rakyat
Ada 8 desa di Blora dan 2
desa di Wonosobo dan
teridentifikasi potensi hutan
rakyatnya dan kejelasan
batas-batas areal desa
Blora : sudah terpetakan
areal hutan rakyat di 8
desa dengan batas areal
yang jelas. Peta sudah
dalam bentuk digital; dari
hasil inventarisasi hutan
rakyat dapat diketahui
potensi kayu di 8 desa:
standing stock 36.121 m3
dengan luas hutan rakyat
500,37 ha.
Wonosobo :sudah
terpetakan kawasan hutan
rakyat di 5 desa dan sudah
dalam bentuk peta digital.
Total tegakan/ potensi
kayu ada 526.880 pohon
dengan jenis; sengon
42
Targets Indicators
Capaian Program
(Pointers, Angka,
Prosentase dari Target)
Hambatan dan Faktor
Pendukung
(452.4740, suren
(18.365), Mahoni
(30.409), dan Kelapa
(25.632) ; dengan potensi
kayu per hektar 90 m3
dengan total luas wilayah
hutan rakyat: 1.228 hektar
Aktivitas 1.5. Pengajuan
sertifikasi VLK Hutan Rakyat,
meliputi penyiapan dokumen
sampai dengan pengajuan
sertifikasi
Siapnya pengajuan sertifikasi VLK
hutan rakyat ke lembaga sertifikasi
Ada kelengkapan dokumen
pengajuan sertifikasi pada 8
desa hutan rakyat Blora dan
2 desa hutan rakyat
Wonosobo
Wonosobo: Dokumen
pengajuan sudah 100%
terdiri dari : 1) peta desa
dan hutan rakyat di 5 desa
Kalimendong,
Jonggolsari, Burat,
Manggis dan Duren Sawit
; 2) Bukti kepemilikan
lahan; 3) Keanggotaan; 4)
organisasi pengaju; 5)
Dokumen pendukung dan
6) aplikasi pengajuan
penilaian. Untuk dokumen
angkutan (SKAU) belum
di verifikasi karena
kelompok belum
melakukan pemanenan
kayu.
Blora: Dokumen siap
100%; terdiri dari peta
hutan rakyat 8 desa :
Jurangjero, NgAmpel,
Waru, Soko, Tempuran,
Platungan, Sendangharjo,
dan Jatirejo. Dokumen
43
Targets Indicators
Capaian Program
(Pointers, Angka,
Prosentase dari Target)
Hambatan dan Faktor
Pendukung
yang diajukan antara lain :
1) Aplikasi Dokumen; 2)
Keanggotaan; 3)
Kepemilikan Lahan; 4)
Kelembagaan; 5) peta
kepemilikan HR; dan 6
Dokumen Pendukung.
Gunungkidul: Dokumen
pengajuan siap 100%;
terditi dari: 1) Daftar
keanggotaan; 2)
Rekapitulasi bukti
kepemilikan HR; 3)
Dokumen angkutan; 4)
Kelembagaan; 5) Peta
Hutan rakyat di 3 desa
(kd. Keris, Girisekar dan
Dengok); 6. Aplikasi
dokumen; dan 7.
Dokumen pendukung
(etat dan potensi, serta
penelitian pihak lain)
Aktifitas 1.6. Pengajuan
sertifikasi VLK IUPHHK HKm,
meliputi penyiapan dokumen
sampai dengan pengajuan
sertifikasi
Siapnya pengajuan sertifikasi VLK
pemegang IUPHHK HKm ke
lembaga sertifikasi
Ada kelengkapan dokumen
pengajuan sertifikasi pada 1
koperasi HKm
Penyiapan dokumen
mencapai 70%, sesuai
verifier yang dinilai untuk
pengelolaan hutan oleh
masyarakat; kekurangan ada
pada ijin IUPHHK HKm
yang belum turun
(Kewenangan BUK-
kementrian kehutanan) dan
dokumen amdal (luas
44
Targets Indicators
Capaian Program
(Pointers, Angka,
Prosentase dari Target)
Hambatan dan Faktor
Pendukung
dibawah 6.000 hektar tidak
diperlukan); sehingga belum
bisa mengajukan ke LV-LK
Aktifitas 1.7 Latih-damping
peserta pelatihan tata usaha kayu
dan SVLK
Terimplimentasinya hasil-hasil
pelatihan TUK dan SVLK
1. Ada 30 perangkat desa
terlatih-damping TUK
2. Ada 35 kelompok tani
HKm di Gunungkidul
terlatih-damping VLK
3. Ada 40 kelompok/
pengelola hutan rakyat di
Wonosobo dan Blora
terlatih-damping
Ada 14 perangkat desa di
Wonosobo yang terlatih
damping dan telah
berkomitment
Ada 15 perangkat desa
yang akan difasilitasi oleh
pokja HRL di
GunungKidul
Ada 35 kelompok HKm
yang telah mengikuti
pelatihan VLK
Ada 44 kelompok (21
Wonosobo dan 23 Blora)
dan petani yang telah
mengikuti pelatihan VLk
dan mempunyai agenda
untuk mensosialisasikan
VLK dan mulai
mengimplementasikan
VLK
o Aktifitas 1.8 Koordinasi
parapihak daerah (kabupaten dan
provinsi)
Terkomunikasinya inisiatif SVLK
kepada parapihak daerah
Ada tim kerja multipihak di
Blora,Wonosobo, dan
Gunungkidul
Wonosobo : para pihak di
daerah sepakat untuk
mendorong implementasi
VLK di wonosobo; proses
ini akan di gawangi oleh
Assek 2 (bapak munir)
dan rencananya masuk
menjadi bagian di FHW
Blora : Dinas kehutanan
blora berkomitmen untuk
45
Targets Indicators
Capaian Program
(Pointers, Angka,
Prosentase dari Target)
Hambatan dan Faktor
Pendukung
mendorong VLK dan
menjadi tupoksi dari seksi
perlindungan dan juga
penyuluh lapangan
kehutanan
Gunungkidul: untuk HKm
implementasi VLk akan
didorong oleh pokja
pemberdayaan dan untuk
HR akan dikawal oleh
Pokja HRL
Output 2.
Knowledge management (lesson learned
development) dari proses pendampingan
SVLK
1. Tersedianya data dan informasi
ttg learning site implementasi
SVLK
2. Tersedia data dan proses
pembelajaran implementasi
SVLK
3. Diseminasi hasil pembelajaran
SVLK
1. Satu model database
dan informasi
implementasi SVLK
2. Paket modul
pendampingan SVLK
hutan rakyat dan HKm
Baseline Unit
Managemen Hutan
Rakyat dan HKm
Web - data interaktif
(internal)
www.svlk.digital-
peasants.org Buku saku bagi petani HR
dan HKm
Buku panduan menuju
SVLK bagi pengelola
hutan rakyat dan HKm
o Aktivitas 2.1. Penyusunan
database learning site
Siapnya database interaktif Satu model database VLK Tersusunya shopping list
database
Tersedianya sumber data
bagi unit manajemen HR
dan HKm
o Aktivitas 2.2 Diseminasi
meliputi database interaktif dan
modul pendampingan
Tersusunnya dan terdistribusinya
hasil-hasil pembelajaran SVLK
1. Ada database interaktif
2. Ada modul
pendampingan
Web interaktif di
www.svlk.digital-
peasants.org
Buku saku SVLK bagi
46
Targets Indicators
Capaian Program
(Pointers, Angka,
Prosentase dari Target)
Hambatan dan Faktor
Pendukung
pengelola HKm dan HR
Buku panduan persiapan
menuju SVLK bagi
kelompok hutan rakyat
dan HKm
4. Rencana Tindak dan Rekomendasi
Rencana tindak merupakan merupakan rencana tindakan yang akan dilakukan
dalam mengatasi hambatan; antara lain
No Tantangan Rencana Tindak
1 Perluasan Areal di level
Kabupaten Memperkuat Unit Manajemen
Merealisasikan manfaat VLK bagi
petani
Membangun unit bisnis petani
Advokasi dukungan pemda
terhadap VLK di HR
2 Pasar bagi HR sertifikasi Jejaring antara UM HR dengan IUI
Peningkatan kapasitas petani dalam
grading kayu
Membangun Unit bisnis kayu
rakyat
Membangun task force level
kabupaten untuk mendukung kayu
rakyat
3 IUPHHK HKm Advokasi Ke Kementrian kehutanan
4 PUHH Meningkatkan kapasitas penerbit
SKAU bagi UM tersertifikasi
Advokasi kebijakan layanan
SKSKB dan SKAu
sedangkan beberapa rekomendasi.
No Rekomendasi Keterangan
1 Pembiayaan sertifikasi Untuk hutan rakyat sebaiknya di
tanggung APBN/ Negara
Mendorong penganggaran VLK di
hutan rakyat oleh Pemda
2 Kelembagaan/ Unit Assesment Perumusan unit manajemen hutan
rakyat harus lebih jelas
Unit Manajemen harus dengan
pertimbangan ekonomis/ cucuk
3 Sosialisasi P38/ 2009 Karena banyak orang pemerintah yang
belum memahami kebijakan ini
Lintas sektor diluar kehutanan harus
tau juga
4 Estafet Pendampingan dari LSM
ke Pemda & Koordinasi parapihak
daerah (kabupaten dan provinsi)
Advokasi supaya pasca pendampingan
oleh LSM, Pemda bisa melanjutkan
fasilitasi UM mencapai VLK
5 Data Base Perbaikan data dan informasi
sehingga akan memudahkan proses
VLK
Menyediakan data dan informasi
mengenai SVLK, Unit Manajemen
49
5. STATUS KEUANGAN
Dana yang telah diterima : Rp
Dana yang telah dibelanjakan : Rp
6. Lampiran – lampiran
Lampiran dalam laporan ini terdiri dari:
1. Lampiran 0. Laporan MFP triwulan 1
2. Lampiran 1. Peta Wonosobo
3. Lampiran 2. Peta Blora
4. Lampiran 3. Peta Gunungkidul
5. Lampiran 4. Dokumen Blora
6. Lampiran 5. Dokumen Wonosobo
7. Lampiran 6. Dokumen Gunungkidul
8. Lampiran 7. Dokumen Aplikasi Sucofindo
9. Lampiran 8. Dokumen keanggotaan lahan Wonosobo
10. Lampiran 9. Keanggotaan KWML
11. Lampiran 10. Anggota Blora
12. Lampiran 11. Data inventarisasi hutan Blora
13. Lampiran 12. Data inventarisasi hutan wonosobo
14. Lampiran 13. Laporan Pendampingan Blora
15. Lampiran 14. Laporan Pendampingan Wonosobo