Digital_124956 TESIS0612 Ida N09p Pengaruh Permainan Analisis

download Digital_124956 TESIS0612 Ida N09p Pengaruh Permainan Analisis

of 54

description

Digital_124956 TESIS0612 Ida N09p Pengaruh Permainan Analisis

Transcript of Digital_124956 TESIS0612 Ida N09p Pengaruh Permainan Analisis

  • 93

    BAB V

    HASIL PENELITIAN

    Bab ini memaparkan secara lengkap hasil penelitian pengaruh permainan terapeutik

    terhadap kecemasan, kehilangan kontrol, dan ketakutan anak prasekolah selama dirawat

    di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Propinsi Lampung. Jumlah responden pada penelitian

    ini sebanyak 60 responden anak yang menderita penyakit akut terbagi dalam dua

    kelompok, yaitu 30 kelompok intervensi dan 30 kelompok kontrol. Data yang

    didapatkan dianalisis dengan analisis univariat dan bivariat sebagai berikut:

    A. Analisis Univariat

    Tujuan dari analisis ini adalah menjelaskan atau mendeskriptifkan karakteristik

    masing-masing variabel yang diteliti yaitu umur, jenis kelamin, pengalaman dirawat

    sebelumnya, temperamen anak, dukungan yang diperoleh anak, kecemasan terhadap

    perpisahan, ketakutan terhadap cidera, dan perasaan kehilangan kontrol.

    Pengaruh permainan, Ida Subardiah P, FIK UI, 2009

  • 94

    1. Karakteristik Responden

    a. Usia

    Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Usia Anak Prasekolah yang Dirawat di

    RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Propinsi Lampung Mei - Juni 2009 (n1 = n2 = 30)

    Umur Mean SD Minimal-Maksimal 95% CI

    4,77 0,83 4 - 6

    4,55 - 4,98

    Tabel 5.1 menunjukkan bahwa rata-rata usia anak prasekolah yang dirawat

    di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Propinsi Lampung adalah 4,77 tahun,

    dengan standar deviasi 0,83. Umur termuda 4 tahun dan umur tertua 6 tahun.

    Hasil estimasi interval menyimpulkan bahwa 95% diyakini rata-rata usia

    anak prasekolah berada di antara 4,45 4,98 tahun.

    b. Jenis Kelamin, Pengalaman Dirawat Sebelumnya, Temperamen, dan

    Dukungan Keluarga

    Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin, pengalaman dirawat

    sebelumnya, temperamen, dan dukungan keluarga dapat dilihat pada tabel

    berikut.

    Pengaruh permainan, Ida Subardiah P, FIK UI, 2009

  • 95

    Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Pengalaman Dirawat,

    Temperamen , dan Dukungan Keluarga Pada Anak Prasekolah yang Dirawat di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Propinsi Lampung Mei Juni 2009

    (n1 = n2 = 30)

    No Variabel Kontrol (n=30)

    Intervensi (n=30)

    Total

    n (%) n (%) n (%) 1. Jenis kelamin

    - Laki-laki - Perempuan Total

    20 (66,7%) 10 (33,3%)

    20 (66,7%) 10 (33,3%)

    40 (66,7%) 20 (33,3%) 60 (100%)

    2. Pengalaman dirawat

    - Pernah - Tidak pernah Total

    8 (26,7%) 22 (73,3%)

    10 (33,3%) 20 (66,7%)

    18 (30%) 42 (70%)

    60 (100%)

    3. Temperamen - Mudah - Sulit - Lambat Total

    16 (53,3%) 7 (23,3%) 7 (23,3%)

    18 (60%)

    7 (23,3%) 5 (16,7%)

    34 (56,7%) 14 (23,3%)

    12 (20%) 60 (100%)

    4. Dukungan Keluarga

    - Tersedia - Kurang tersedia Total

    22 (73,3%) 8 (26,7%)

    19 (63,3%) 11 (36,7%)

    41 (68,3%) 19 (31,7%) 60 (100%)

    Tabel 5.2 menunjukkan bahwa jenis kelamin anak prasekolah yang dirawat

    pada kelompok kontrol dan intervensi adalah sama. Paling banyak anak

    berjenis kelamin laki-laki 66,7%, sedangkan anak berjenis kelamin

    perempuan 33,3%.

    Pengaruh permainan, Ida Subardiah P, FIK UI, 2009

  • 96

    Anak prasekolah dengan pengalaman dirawat sebelumnya (setelah usia 3

    tahun) pada kelompok intervensi dan kontrol hampir merata. Sebagian besar

    anak prasekolah yang dirawat tidak pernah mengalami perawatan pada usia

    lebih dari usia 3 tahun sebanyak 70%, sisanya 30% anak sebelumnya pernah

    mengalami perawatan pada usia lebih dari 3 tahun.

    Temperamen anak prasekolah yang dirawat pada kelompok intervensi dan

    kontrol hampir merata. Paling banyak anak prasekolah yang dirawat

    bertemperamen mudah 56,7%, sedangkan sisanya adalah anak yang

    bertemperamen sulit dan lambat masing-masing 23,3% dan 20%.

    Berdasarkan dukungan keluarga yang diperoleh oleh anak prasekolah yang

    dirawat pada kelompok intervensi dan kontrol hampir merata. Sebagian besar

    anak cukup tersedia mendapat dukungan dari keluarga 68,3%, sisanya

    sebesar 31,7% anak prasekolah yang dirawat kurang mendapatkan dukungan

    dari keluarga.

    2. Rata-Rata Skor Kecemasan Perpisahan, Kehilangan Kontrol, dan Ketakutan

    Terhadap Cidera

    Distribusi rata-rata skor kecemasan perpisahan, kehilangan kontrol, dan

    ketakutan terhadap cidera pada anak prasekolah yang dirawat di RSUD Dr. H.

    Abdul Moeloek Propinsi Lampung dapat dilihat pada grafik berikut.

    Pengaruh permainan, Ida Subardiah P, FIK UI, 2009

  • 97

    a. Distribusi Skor Kecemasan Perpisahan Pada Kelompok Intervensi dan

    Kontrol Sebelum dan Setelah Pemberian Permainan Terapeutik

    Grafik 5.1 Distribusi Skor Kecemasan Anak Prasekolah Pada

    Kelompok Intervensi dan Kontrol yang Dirawat di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Propinsi Lampung

    Mei-Juni 2009 (n1=n2=30)

    0

    10

    20

    30

    40

    50

    60

    1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29

    Responden Ke-

    Skor

    Kec

    emas

    anCemas KlpIntervensiSebelumCemas KlpIntervensiSetelahCemas KlpKontrolSebelumCemas KlpKontrolSetelah

    Grafik 5.1 menunjukkan bahwa rata-rata ada penurunan skor kecemasan

    perpisahan pada kelompok intervensi setelah pemberian permainan

    terapeutik, sedangkan pada kelompok kontrol tidak.

    Hal tersebut dibuktikan dengan hasil perhitungan statistik yang

    menunjukkan bahwa rata-rata skor kecemasan perpisahan anak prasekolah

    yang dirawat pada kelompok intervensi sebelum pemberian permainan

    Pengaruh permainan, Ida Subardiah P, FIK UI, 2009

  • 98

    terapeutik adalah 36,37, dengan standar deviasi 8,48. Hasil estimasi interval

    menyimpulkan bahwa 95% diyakini rata-rata skor kecemasan perpisahan

    anak prasekolah yang dirawat pada kelompok intervensi sebelum pemberian

    permainan terapeutik berada di antara 33,20 - 39,53. Sedangkan rata-rata

    skor kecemasan perpisahan anak prasekolah yang dirawat pada kelompok

    intervensi setelah pemberian permainan terapeutik adalah 29,93, dengan

    standar deviasi 5,52. Hasil estimasi interval menyimpulkan bahwa 95%

    diyakini rata-rata skor kecemasan perpisahan anak prasekolah yang dirawat

    pada kelompok intervensi setelah pemberian permainan terapeutik berada di

    antara 27,87 - 31,99.

    Selanjutnya didapatkan pula dari hasil pengujian statistik bahwa rata-rata

    skor kecemasan perpisahan anak prasekolah yang dirawat pada kelompok

    kontrol sebelum periode pemberian permainan terapeutik adalah 36,83,

    dengan standar deviasi 9,20. Hasil estimasi interval menyimpulkan bahwa

    95% diyakini rata-rata skor kecemasan perpisahan anak prasekolah yang

    dirawat pada kelompok kontrol sebelum periode pemberian permainan

    terapeutik berada di antara 33,40 - 40,27. Sedangkan rata-rata skor

    kecemasan perpisahan anak prasekolah yang dirawat pada kelompok kontrol

    setelah periode pemberian permainan terapeutik adalah 36,43, dengan standar

    deviasi 9,17. Hasil estimasi interval menyimpulkan bahwa 95% diyakini

    rata-rata skor kecemasan perpisahan anak prasekolah yang dirawat pada

    kelompok kontrol setelah periode pemberian permainan terapeutik berada

    diantara 33,01 - 39,86 .

    Pengaruh permainan, Ida Subardiah P, FIK UI, 2009

  • 99

    b. Distribusi Skor Kehilangan Kontrol Pada Kelompok Intervensi dan Kontrol

    Sebelum dan Setelah Pemberian Permainan Terapeutik

    Grafik 5.2 Distribusi Skor Kehilangan Kontrol Anak Prasekolah Pada Kelompok Intervensi dan Kontrol yang Dirawat

    di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Propinsi Lampung Mei-Juni 2009 (n1=n2=30)

    0

    5

    10

    15

    20

    25

    30

    35

    40

    1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29

    Responden Ke-

    Skor

    Keh

    ilang

    an K

    ontr

    olKontrol KlpIntervensiSebelum Kontrol KlpIntervensiSetelahKontrol KlpKontrolSebelumKontrol KlpKontrolSetelah

    Grafik 5.2 menunjukkan bahwa rata-rata ada penurunan skor kehilangan

    kontrol pada kelompok intervensi setelah pemberian permainan terapeutik,

    sedangkan pada kelompok kontrol cendrung mengalami peningkatan skor.

    Hal tersebut dibuktikan dengan hasil perhitungan statistik yang

    menunjukkan bahwa rata-rata skor perasaan kehilangan kontrol pada anak

    Pengaruh permainan, Ida Subardiah P, FIK UI, 2009

  • 100

    prasekolah yang dirawat pada kelompok intervensi sebelum pemberian

    permainan terapeutik adalah 25,47, dengan standar deviasi 4,19. Hasil

    estimasi interval menyimpulkan bahwa 95% diyakini rata-rata skor perasaan

    kehilangan kontrol pada anak prasekolah yang dirawat pada kelompok

    intervensi sebelum periode pemberian permainan terapeutik berada di antara

    23,90 - 27,03. Sedangkan rata-rata skor perasaan kehilangan kontrol pada

    anak prasekolah yang dirawat pada kelompok intervensi setelah pemberian

    permainan terapeutik adalah 22,93, dengan standar deviasi 4,23. Hasil

    estimasi interval menyimpulkan bahwa 95% diyakini rata-rata skor perasaan

    kehilangan kontrol pada anak prasekolah yang dirawat pada kelompok

    intervensi setelah permainan terapeutik berada di antara 21,36 - 24,51.

    Selanjutnya didapatkan pula dari hasil pengujian statistik bahwa rata-rata

    skor perasaan kehilangan kontrol pada anak prasekolah yang dirawat pada

    kelompok kontrol sebelum periode pemberian permainan terapeutik adalah

    25,70, dengan standar deviasi 5,65. Hasil estimasi interval menyimpulkan

    bahwa 95% diyakini rata-rata skor perasaan kehilangan kontrol pada anak

    prasekolah yang dirawat pada kelompok kontrol sebelum periode permainan

    terapeutik berada di antara 23,59 - 27,81. Sedangkan rata-rata skor perasaan

    kehilangan kontrol pada anak prasekolah yang dirawat pada kelompok

    kontrol setelah periode pemberian permainan terapeutik adalah 27,10, dengan

    standar deviasi 5,05. Hasil estimasi interval menyimpulkan bahwa 95%

    diyakini rata-rata skor perasaan kehilangan kontrol pada anak prasekolah

    Pengaruh permainan, Ida Subardiah P, FIK UI, 2009

  • 101

    yang dirawat pada kelompok kontrol setelah periode pemberian permainan

    terapeutik berada di antara 25,21 - 28,99.

    c. Distribusi Skor Ketakutan Terhadap Cidera Pada Kelompok Intervensi dan

    Kontrol Sebelum dan Setelah Pemberian Permainan Terapeutik

    Grafik 5.3 Distribusi Skor Ketakutan Terhadap Cidera

    Anak Prasekolah Pada Kelompok Intervensi dan Kontrol yang Dirawat di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek

    Propinsi Lampung Mei-Juni 2009 (n1=n2=30)

    0

    10

    20

    30

    40

    50

    60

    70

    1 4 7 10 13 16 19 22 25 28

    Responden Ke-

    Skor

    Ket

    akut

    an

    Takut KlpIntervensiSebelumTakut KlpIntervensiSetelahTakut KlpKontrolSebelumTakut KlpKontrolSetelah

    Grafik 5.3 menunjukkan bahwa rata-rata ada penurunan skor ketakutan

    terhadap cidera pada kelompok intervensi setelah pemberian permainan

    terapeutik, sedangkan pada kelompok kontrol tidak.

    Pengaruh permainan, Ida Subardiah P, FIK UI, 2009

  • 102

    Hal tersebut dibuktikan dengan hasil perhitungan statistik yang

    menunjukkan bahwa rata-rata skor ketakutan terhadap cidera pada anak

    prasekolah yang dirawat pada kelompok intervensi sebelum pemberian

    permainan terapeutik adalah 41,73, dengan standar deviasi 7,34. Hasil

    estimasi interval menyimpulkan bahwa 95% diyakini rata-rata skor

    ketakutan terhadap cidera pada anak prasekolah yang dirawat pada kelompok

    intervensi sebelum pemberian permainan terapeutik berada di antara 38,99 -

    44,48. Sedangkan rata-rata skor ketakutan terhadap cidera pada anak

    prasekolah yang dirawat pada kelompok intervensi setelah pemberian

    permainan terapeutik adalah 35,30, dengan standar deviasi 6,57. Hasil

    estimasi interval menyimpulkan bahwa 95% diyakini rata-rata skor ketakutan

    terhadap cidera pada anak prasekolah yang dirawat pada kelompok intervensi

    setelah pemberian permainan terapeutik berada di antara 32,85 - 37,75.

    Selanjutnya didapatkan pula dari hasil pengujian statistik bahwa rata-rata

    skor ketakutan terhadap cidera pada anak prasekolah yang dirawat pada

    kelompok kontrol sebelum periode pemberian permainan terapeutik adalah

    42,23, dengan standar deviasi 11,34. Hasil estimasi interval menyimpulkan

    bahwa 95% diyakini rata-rata skor ketakutan terhadap cidera pada anak

    prasekolah yang dirawat pada kelompok kontrol sebelum periode pemberian

    permainan terapeutik berada di antara 38,00 - 46,47. Sedangkan rata-rata skor

    ketakutan terhadap cidera pada anak prasekolah yang dirawat pada kelompok

    kontrol setelah periode pemberian permainan terapeutik adalah 41,77 dengan

    standar deviasi 11,10. Hasil estimasi interval menyimpulkan bahwa 95%

    Pengaruh permainan, Ida Subardiah P, FIK UI, 2009

  • 103

    diyakini rata-rata skor ketakutan terhadap cidera pada anak prasekolah yang

    dirawat pada kelompok kontrol setelah periode pemberian permainan

    terapeutik berada di antara 37,62 - 45,91.

    B. Uji Homogenitas Variabel Potensial Perancu

    Uji homogenitas dilakukan untuk menguji kesetaraan penyebaran variabel potensial

    perancu. Pengujian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa perubahan kecemasan

    perpisahan, perasaan kehilangan kontrol, dan ketakutan terhadap cidera terjadi bukan

    karena variasi responden tetapi karena pengaruh dari permainan terapeutik. Hasil

    pengujian yang telah dilakukan memiliki homogenitas yang signifikan, dan secara

    rinci dapat dilihat pada tabel berikut ini.

    1. Hasil Uji Homogenitas Pada Variabel Usia

    Tabel 5.3 Hasil Uji Homogenitas Berdasarkan Usia Anak Prasekolah yang Dirawat di

    RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Propinsi Lampung Mei Juni 2009 (n1 = n2 = 30)

    Usia Kelompok n Mean SD SE p Value Intervensi

    Kontrol 30 30

    4,77 4,77

    0,86 0,82

    0,16 0,15

    1,00

    Tabel 5.3 menunjukkan bahwa rata-rata usia anak pada kelompok kontrol

    maupun intervensi adalah 4,77 tahun. Analisis selanjutnya menunjukan bahwa

    variabel usia antara kelompok kontrol dan intervensi menunjukkan kesetaraan

    Pengaruh permainan, Ida Subardiah P, FIK UI, 2009

  • 104

    atau dengan kata lain tidak ada perbedaan yang bermakna (p value = 1,00, =

    0,005).

    2. Hasil Uji Homogenitas Pada Variabel Jenis Kelamin, Jenis Temperamen,

    Ketersediaan Dukungan, dan Pengalaman Dirawat Sebelumnya

    Tabel 5.4 Hasil Uji Homogenitas Berdasarkan Jenis Kelamin, Temperamen Anak,

    Ketersediaan Dukungan, dan Pengalaman Dirawat Pada Anak Prasekolah yang Dirawat di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Propinsi Lampung Mei-Juni 2009

    (n1= n2 = 30)

    No Variabel Kontrol Intervensi p Value 1. Jenis Kelamin

    - Laki-laki - Perempuan

    20 (66,7%) 10 (33,3%)

    20 (66,7%) 10 (33,3%)

    1,00

    2. Temperamen - Mudah - Sulit - Lambat

    16 (53,3%) 7 (23,3%) 7 (23,3%)

    18 (60%) 7 (23,3%) 5 (16,7%)

    0,79

    3. Dukungan - Tersedia - Kurang tersedia

    22 (73,3%) 8 (26,7%)

    19 (63,3%) 11 (36,7%)

    0,58

    4. Dirawat - Pernah - Tidak pernah

    8 (26,7%) 22 (73,3%)

    10 (33,3%) 20 (66,7%)

    0,78

    Tabel 5.4 menunjukkan bahwa rata-rata jenis kelamin pada kelompok kontrol

    maupun kelompok intervensi adalah laki-laki. Analisis selanjutnya menunjukkan

    bahwa variabel jenis kelamin anak antara kelompok kontrol dan kelompok

    Pengaruh permainan, Ida Subardiah P, FIK UI, 2009

  • 105

    intervensi menunjukan kesetaraaan atau dengan kata lain tidak ada perbedaan

    yang bermakna (p value = 1,00, = 0,05).

    Rata-rata temperamen anak pada kelompok kontrol maupun intervensi adalah

    mudah. Analisis selanjutnya menunjukkan bahwa variabel temperamen anak

    antara kelompok kontrol dan intervensi menunjukan kesetaraan atau dengan kata

    lain tidak ada perbedaan yang bermakna (p value = 0,79, = 0,05).

    Rata-rata anak yang dirawat memiliki ketersediaan dukungan keluarga pada

    kelompok intervensi maupun kelompok kontrol. Analisis selanjutnya

    menunjukkan bahwa variabel dukungan keluarga pada kelompok kontrol dan

    intervensi menunjukkan kesetaraan atau dengan kata lain tidak ada perbedaan

    yang bermakna (p value = 0,58, = 0,05).

    Rata-rata anak yang dirawat tidak memiliki pengalaman dirawat pada usia lebih

    dari 3 tahun. Analisis selanjutnya menunjukan bahwa variabel pengalaman

    dirawat sebelumnya pada kelompok kontrol dan intervensi menunjukkan

    kesetaraan atau dengan kata lain tidak ada perbedaan yang bermakna (p value =

    0,78, = 0,05).

    Pengaruh permainan, Ida Subardiah P, FIK UI, 2009

  • 106

    3. Hasil Uji Homogenitas Pada Variabel Kecemasan Perpisahan, Perasaan

    Kehilangan Kontrol, dan Ketakutan Terhadap Cidera Sebelum Permainan

    Terapeutik.

    Tabel 5.5 Hasil Uji Homogenitas Berdasarkan Kecemasan Perpisahan, Perasaan

    Kehilangan Kontrol, dan Ketakutan Terhadap Cidera Sebelum Permainan Terapeutik Pada Anak Prasekolah yang Dirawat di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek

    Propinsi Lampung Mei-Juni 2009 (n1= n2 = 30)

    No Variabel N Mean SD SE p Value 1. Kecemasan

    - Intervensi - Kontrol

    30 30

    36,37 36,83

    8,47 9,20

    1,55 1,68

    0,84

    2. Kehilangan kontrol - Intervensi - Kontrol

    30 30

    25,47 25,70

    4,19 5,65

    0,76 1,03

    0,86

    3. Ketakutan - Intervensi - Kontrol

    30 30

    41,73 42,23

    7,34

    11,34

    1,34 2,07

    0,84

    Tabel 5.6 menunjukkan bahwa rata-rata skor kecemasan perpisahan pada

    kelompok intervensi sebelum dilakukan permainan terapeutik adalah 36,37

    dengan standar deviasi 8,47, sedangkan skor kecemasan perpisahan pada

    kelompok kontrol sebelum periode pemberian permainan terapeutik adalah

    36,83 dengan standar deviasi 9,20. Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa ada

    kesetaraan/tidak ada perbedaan yang signifikan skor kecemasan perpisahan

    Pengaruh permainan, Ida Subardiah P, FIK UI, 2009

  • 107

    sebelum dilakukan permainan terapeutik pada kelompok kontrol dan intervensi

    (p value = 0,84, = 0,05).

    Rata-rata skor perasaan kehilangan kontrol pada kelompok intervensi sebelum

    dilakukan permainan terapeutik adalah 25,47 dengan standar deviasi 4,19,

    sedangkan skor perasaan kehilangan kontrol pada kelompok kontrol sebelum

    periode pemberian permainan terapeutik adalah 25,70 dengan standar deviasi

    5,65. Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa ada kesetaraan/ tidak ada

    perbedaan yang signifikan skor perasaan kehilangan kontrol sebelum dilakukan

    permainan terapeutik pada kelompok kontrol dan intervensi (p value = 0,86, =

    0,05).

    Rata-rata skor ketakutan terhadap cidera pada kelompok intervensi sebelum

    dilakukan permainan terapeutik adalah 41,73 dengan standar deviasi 7,34,

    sedangkan skor ketakutan terhadap cidera pada kelompok kontrol sebelum

    periode pemberian permainan terapeutik adalah 42,23 dengan standar deviasi

    11,34. Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa ada kesetaraan/tidak ada

    perbedaan yang signifikan skor ketakutan terhadap cidera sebelum dilakukan

    permainan terapeutik pada kelompok kontrol dan intervensi (p value = 0,84, =

    0,05).

    C. Analisis Bivariat

    Analisis bivariat akan menguraikan ada tidaknya penurunan kecemasan perpisahan,

    perasaan kehilangan kontrol, dan ketakutan terhadap cidera pada anak prasekolah

    Pengaruh permainan, Ida Subardiah P, FIK UI, 2009

  • 108

    yang dirawat di rumah sakit pada kelompok intervensi (mendapatkan permainan

    terapeutik) dan pada kelompok kontrol (tidak mendapat permainan terapeutik), serta

    apakah ada perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok tersebut.

    1. Perbedaan Rata-Rata Skor Kecemasan Perpisahan, Perasaan Kehilangan Kontrol,

    dan Ketakutan Terhadap Cidera Pada Kelompok Intervensi dan Kontrol

    Tabel 5.6 Perbandingan Rata-Rata Perubahan Skor Kecemasan Perpisahan, Perasaan

    Kehilangan Kontrol, dan Ketakutan Terhadap Cidera Menurut Tahap Pengukuran Pada Kelompok Intervensi dan Kontrol di RSUD

    Dr. H. Abdul Moeloek Propinsi Lampung Mei - Juni 2009 (n1 = n2 = 30)

    No Variabel Kelompok Pengukuran Mean SD t df p Value

    1. Kecemasan Perpisahan

    Intervensi

    Kontrol

    Sebelum Setelah

    Perbedaan Sebelum Setelah

    Perbedaan

    36,37 29,93 6,43 36,83 36,43 0,40

    8,48 5,52 7,51 9,20 9,17 3,20

    4,69

    0,68

    29 0,000*

    0,49

    2. Kehilangan Kontrol

    Intervensi

    Kontrol

    Sebelum Setelah

    Perbedaan Sebelum Setelah

    Perbedaan

    25,47 22,93 2,53 25,70 27,10 -1,40

    4,19 4,23 3,80 5,65 5,05 3,19

    3,65 -2,40

    29 0,001* 0,023*

    3. Ketakutan Intervensi

    Kontrol

    Sebelum Setelah

    Perbedaan Sebelum Setelah

    Perbedaan

    41,73 35,30 6,43 42,23 41,77 0,47

    7,34 6,57 5,77 11,34 11,10 3,73

    6,10

    0,68

    29 0,000*

    0,49

    Ket: * bermakna/signifikan pada = 0.05

    Pengaruh permainan, Ida Subardiah P, FIK UI, 2009

  • 109

    Tabel 5.6 menunjukkan rata-rata skor kecemasan perpisahan anak prasekolah

    sebelum dilakukan permainan terapeutik pada kelompok intervensi 36,37,

    dengan standar deviasi 8,48 dan setelah dilakukan permainan terapeutik

    didapatkan rata-rata skor kecemasan perpisahan 29,93, dengan sandar deviasi

    5,52. Analisis lebih lanjut menunjukkan ada perbedaan yang bermakna antara

    rata-rata skor kecemasan sebelum dan setelah pemberian permainan terapeutik

    atau dengan kata lain secara signifikan bahwa permainan terapeutik dapat

    menurunkan rata-rata kecemasan perpisahan sebesar 6,43 (p value = 0,000, =

    0,05). Sedangkan pada kelompok kontrol didapatkan rata-rata skor kecemasan

    perpisahan anak prasekolah sebelum periode permainan terapeutik 36,83, dengan

    standar deviasi 9,20 dan setelah periode permainan terapeutik didapatkan rata-

    rata skor kecemasan perpisahan 36,43, dengan standar deviasi 9,17. Analisis

    lebih lanjut menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna antara rata-rata

    skor kecemasan perpisahan pada periode sebelum dan setelah pemberian

    permainan terapeutik pada kelompok kontrol atau dengan kata lain tidak ada

    penurunan yang signifikan kecemasan perpisahan tanpa pemberian permainan

    terapeutik (p value = 0,49, = 0,05).

    Tabel 5.6 juga menunjukkan rata-rata skor perasaan kehilangan kontrol anak

    prasekolah sebelum dilakukan permainan terapeutik pada kelompok intervensi

    25,47, dengan standar deviasi 4,19 dan setelah dilakukan permainan terapeutik

    didapatkan rata-rata skor perasaan kehilangan kontrol 22,93, dengan sandar

    deviasi 4,23. Analisis lebih lanjut menunjukkan ada perbedaan yang bermakna

    antara rata-rata skor perasaan kehilangan kontrol sebelum dan setelah pemberian

    Pengaruh permainan, Ida Subardiah P, FIK UI, 2009

  • 110

    permainan terapeutik atau dengan kata lain secara signifikan bahwa permainan

    terapeutik dapat menurunkan rata-rata perasaan kehilangan kontrol sebesar 2,53

    (p value = 0,001, = 0,05). Sedangkan pada kelompok kontrol didapatkan rata-

    rata skor perasaan kehilangan kontrol anak prasekolah sebelum periode

    permainan terapeutik 25,70, dengan standar deviasi 5,65 dan setelah periode

    permainan terapeutik didapatkan rata-rata skor perasaan kehilangan kontrol

    27,10, dengan standar deviasi 5,05. Analisis lebih lanjut menunjukkan ada

    perbedaan yang bermakna antara rata-rata skor perasaan kehilangan kontrol

    sebelum dan setelah periode pemberian permainan terapeutik pada kelompok

    kontrol berupa peningkatan skor sebesar 1,40 atau dengan kata lain terjadi

    peningkatan perasaan kehilangan kontrol secara signifikan tanpa pemberian

    permainan terapeutik (p value = 0,023, = 0,05).

    Selanjutnya pada tabel 5.6, menunjukkan rata-rata skor ketakutan terhadap

    cidera anak prasekolah sebelum dilakukan permainan terapeutik pada kelompok

    intervensi 41,73, dengan standar deviasi 7,34 dan setelah dilakukan permainan

    terapeutik didapatkan rata-rata skor ketakutan terhadap cidera 35,30, dengan

    standar deviasi 6,57. Analisis lebih lanjut menunjukkan ada perbedaan yang

    bermakna antara rata-rata skor ketakutan terhadap cidera sebelum dan setelah

    pemberian permainan terapeutik atau dengan kata lain secara signifikan bahwa

    permainan terapeutik dapat menurunkan rata-rata ketakutan terhadap cidera

    sebesar 6,43 (p value = 0,000, = 0,05). Sedangkan pada kelompok kontrol

    didapatkan rata-rata skor ketakutan terhadap cidera anak prasekolah sebelum

    periode pemberian permainan terapeutik 42,23, dengan standar deviasi 11,34 dan

    Pengaruh permainan, Ida Subardiah P, FIK UI, 2009

  • 111

    setelah dilakukan intervensi permainan terapeutik didapatkan rata-rata skor

    ketakutan terhadap 41,77, dengan standar deviasi 11,10. Analisis lebih lanjut

    menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna antara rata-rata skor ketakutan

    terhadap cidera pada periode sebelum dan setelah pemberian permainan

    terapeutik atau dengan kata lain tidak ada penurunan yang signifikan ketakutan

    terhadap cidera dengan tanpa pemberian permainan terapeutik (p value = 0,049,

    = 0,05).

    2. Perbedaan Selisih Rata-Rata Skor Kecemasan Perpisahan, Perasaan Kehilangan

    Kontrol, dan Ketakutan Terhadap Cidera Sebelum dan Setelah Pemberian

    Permainan Terapeutik Pada Kelompok Intervensi dan Kontrol

    Perbandingan selisih rata-rata skor kecemasan perpisahan, perasaan kehilangan

    kontrol ,dan ketakutan terhadap cidera sebelum dan setelah pemberian permainan

    terapeutik dilakukan untuk memberikan gambaran ada tidaknya penurunan atau

    peningkatan dari kondisi tersebut sebagai pengaruh dari pemberian permainan

    terapeutik, yang dapat dilihat pada tabel berikut.

    Pengaruh permainan, Ida Subardiah P, FIK UI, 2009

  • 112

    Tabel 5.7 Perbandingan Selisih Rata-Rata Kecemasan Perpisahan, Perasaan Kehilangan Kontrol, dan Ketakutan Terhadap Cidera Sebelum dan Setelah Intervensi Pada

    Kelompok Intervensi dan Kontrol di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Propinsi Lampung Mei -Juni 2009

    (n1 = n2 = 30)

    No Variabel Mean SD SE t df p Value

    1. Kecemasan Perpisahan - Intervensi - Kontrol

    6,43 0,40

    7,513,20

    1,370,58

    4,05

    39,19

    0,000*

    2. Kehilangan Kontrol - Intervensi - Kontrol

    2,53 1,40

    3,803,19

    0,690,58

    4,34

    58

    0,000*

    3. Ketakutan Terhadap Cidera - Intervensi - Kontrol

    6,43 0,47

    5,773,73

    1,050,68

    4,76

    58

    0,000*

    Ket: * bermakna/signifikan pada = 0.05

    Rata-rata selisih skor kecemasan perpisahan anak prasekolah selama dirawat di

    rumah sakit sebelum dan setelah periode pemberian permainan terapeutik pada

    kelompok intervensi adalah 6,43 dengan standar deviasi 7,51, sedangkan pada

    kelompok kontrol adalah 0,40 dengan standar deviasi 3,20. Hasil analisis lebih

    lanjut didapatkan bahwa ada perbedaan yang signifikan selisih rata-rata skor

    kecemasan perpisahan anak prasekolah yang dirawat di rumah sakit sebelum dan

    setelah periode pemberian permainan terapeutik pada kelompok intervensi dan

    kontrol (p= 0,000, = 0,05)

    Pengaruh permainan, Ida Subardiah P, FIK UI, 2009

  • 113

    Dan juga didapatkan selisih rata-rata skor perasaan kehilangan kontrol anak

    prasekolah selama dirawat di rumah sakit sebelum dan setelah periode pemberian

    permainan terapeutik pada kelompok intervensi adalah 2,53 dengan standar

    deviasi 3,80, sedangkan pada kelompok kontrol adalah 1,40 dengan standar

    deviasi 3,19. Hasil analisis lebih lanjut didapatkan bahwa ada perbedaan yang

    signifikan selisih rata-rata skor perasaan kehilangan kontrol pada anak

    prasekolah selama dirawat di rumah sakit sebelum dan setelah periode pemberian

    permainan terapeutik pada kelompok intervensi dan kontrol (p= 0,000, = 0,05)

    Selanjutnya, didapatkan pula rata-rata selisih skor ketakutan terhadap cidera

    anak prasekolah selama dirawat di rumah sakit sebelum dan setelah pemberian

    permainan terapeutik pada kelompok intervensi adalah 6,43 dengan standar

    deviasi 5,77, sedangkan pada kelompok kontrol adalah 0,47 dengan standar

    deviasi 3,73. Hasil analisis lebih lanjut didapatkan bahwa ada perbedaan yang

    signifikan selisih rata-rata skor ketakutan terhadap cidera pada anak prasekolah

    selama dirawat di rumah sakit sebelum dan setelah pemberian permainan

    terapeutik pada kelompok intervensi dan kontrol (p = 0,000, = 0,05).

    3. Perbedaan Rata-Rata Skor Kecemasan Perpisahan, Perasaan Kehilangan

    Kontrol, dan Ketakutan terhadap Cidera Setelah Permainan Terapeutik Pada

    kelompok Kontrol dan Intervensi

    Gambaran ada tidaknya penurunan atau peningkatan dari kecemasan perpisahan,

    perasaan kehilangan kontrol, dan ketakutan terhadap cidera selain dilihat dari

    selisih perbedaan antara skor sebelum dan setelah pemberian permainan

    Pengaruh permainan, Ida Subardiah P, FIK UI, 2009

  • 114

    terapeutik dapat juga diketahui melalui perbedaan rata-rata skor setelah periode

    pemberian permainan terapeutik sebagaimana terlihat pada tabel berikut.

    Tabel 5.8 Perbandingan Rata-Rata Skor Kecemasan Perpisahan, Perasaan Kehilangan

    Kontrol, dan Ketakutan Terhadap Cidera Pada anak Prasekolah Yang Dirawat Setelah Permainan Terapeutik Pada kelompok Kontrol dan Intervensi di RSUD

    Dr. H. Abdul Moeloek Propinsi Lampung Mei -Juni 2009 (n1 = n2 = 30)

    No Variabel Kelompok Mean SD t df p Value 1 Kecemasan

    Perpisahan Intervensi Kontrol

    29,93 36,43

    5,52 9,17

    3,33 47,59 0,002*

    2 Kehilangan Kontrol

    Intervensi Kontrol

    22,93 27,10

    4,23 5,05

    3,46 58 0,001*

    3 Ketakutan Terhadap Cidera

    Intervensi Kontrol

    35,30 41,77

    6,57 11,10

    2,74 47,09 0,009*

    Ket: * bermakna/signifikan pada = 0.05

    Tabel 5.8 menunjukkan bahwa rata-rata skor kecemasan perpisahan setelah

    dilakukan permainan terapeutik pada kelompok intervensi adalah 29,93 dengan

    standar deviasi 5,52, sedangkan pada kelompok kontrol yang tidak dilakukan

    permainan terapeutik adalah 36,43 dengan standar deviasi 9,17. Analisis lebih

    lanjut menunjukkan ada perbedaan yang bermakna/signifikan rata-rata skor

    kecemasan perpisahan pada kelompok yang dilakukan permainan terapeutik

    dengan yang tidak dilakukan (p value = 0,002, = 0.05)

    Tabel 5.8 juga menunjukkan bahwa rata-rata skor perasaan kehilangan kontrol

    setelah dilakukan permainan terapeutik pada kelompok intervensi adalah 29,93

    Pengaruh permainan, Ida Subardiah P, FIK UI, 2009

  • 115

    dengan standar deviasi 4,23, sedangkan pada kelompok kontrol yang tidak

    dilakukan permainan terapeutik adalah 27,10 dengan standar deviasi 5,05.

    Analisis lebih lanjut menunjukkan ada perbedaan yang bermakna/signifikan rata-

    rata skor perasaan kehilangan kontrol pada kelompok yang dilakukan permainan

    terapeutik dengan yang tidak dilakukan (p value = 0,001, = 0.05)

    Selanjutnya Tabel 5.8 menunjukkan bahwa rata-rata skor perasaan ketakutan

    terhadap cidera setelah dilakukan permainan terapeutik pada kelompok

    intervensi adalah 35,30 dengan standar deviasi 6,57, sedangkan pada kelompok

    kontrol yang tidak dilakukan permainan terapeutik adalah 41,77 dengan standar

    deviasi 11,10. Analisis lebih lanjut menunjukkan ada perbedaan yang

    bermakna/signifikan rata-rata skor ketakutan terhadap cidera pada kelompok

    yang dilakukan permainan terapeutik dengan yang tidak dilakukan (p value =

    0,009, = 0.05)

    Pengaruh permainan, Ida Subardiah P, FIK UI, 2009

  • 116

    BAB VI

    PEMBAHASAN

    Pada bab ini, akan menguraikan pembahasan yang meliputi interpretasi dan diskusi hasil

    yang telah dijelaskan dalam bab terdahulu, dengan berlandaskan literatur-literatur yang

    terkait dan penelitian yang telah ada sebelumnya. Pada bab ini juga, akan memaparkan

    keterbatasan penelitian selama pelaksanaan penelitian dan implikasi hasil penelitian

    yang dapat digunakan dalam pelayanan keperawatan, keilmuan keperawatan, dan

    pendidikan profesi keperawatan.

    A. Interpretasi Hasil Penelitian dan Diskusi

    Interpretasi hasil penelitian dijelaskan sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu

    mengidentifikasi pengaruh permainan terapeutik terhadap kecemasan, kehilangan

    kontrol, dan ketakutan anak prasekolah selama dirawat di rumah sakit.

    1. Karakteristik Responden

    Responden di dalam penelitian ini berjumlah 60 orang anak prasekolah yang

    terbagi atas 2 kelompok yaitu kelompok intervensi yang diberikan permainan

    Pengaruh permainan, Ida Subardiah P, FIK UI, 2009

  • 117

    terapeutik dan kelompok kontrol yang tidak diberikan permainan terapeutik.

    Masing-masing kelompok terdiri dari 30 anak prasekolah.

    Hasil analisis uji homogenitas terhadap variabel potensial perancu, yang meliputi:

    usia, jenis kelamin, pengalaman dirawat sebelumnya, temperamen anak,

    dukungan yang diperoleh anak, kecemasan terhadap perpisahan, ketakutan

    terhadap cidera, dan perasaan kehilangan kontrol, menunjukkan kesetaraan antara

    kelompok kontrol dan intervensi. Hal ini sesuai dengan pendapat Polit dan

    Hungler (2001), bahwa hasil penelitian dikatakan valid jika karekteristik

    respondennya tidak ada perbedaan yang bermakna. Pendapat serupa juga

    disebutkan oleh Notoatmodjo (2003), bahwa pada penelitian kuasi eksperimen

    dengan rancangan pre post test design, jika pada awalnya kedua kelompok

    mempunyai sifat yang sama, maka perbedaan hasil penelitian setelah diberikan

    intervensi dapat disebut sebagai pengaruh dari intervensi yang diberikan.

    a. Usia Anak

    Responden penelitian ini pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi

    berusia antara 4-6 tahun dengan rata-rata usia anak 4,77 0,83 tahun. Tidak

    ada perbedaan yang signifikan rata-rata usia anak pada kedua kelompok

    tersebut ( p value = 1,00). Dengan demikian dapat disimpulkan usia anak

    pada kedua kelompok setara/homogen. Hal ini juga mengindikasikan bahwa

    pengaruh usia anak terhadap kecemasan, kehilangan kontrol, dan ketakutan

    telah dapat dikontrol.

    Pengaruh permainan, Ida Subardiah P, FIK UI, 2009

  • 118

    Temuan penelitian ini sejalan dengan temuan pada penelitian Brandt (1999).

    Penelitian tersebut dilakukan dengan menggunakan metode kuasi

    eksperimen untuk mengidentifikasi keefektifan terapi bermain sebagai

    metode intervensi untuk anak dengan masalah emosional dan perilaku.

    Penelitian ini dilakukan pada anak usia 4-6 tahun dan didapatkankan rata-rata

    usia anak pada kelompok kontrol 5,72 dan pada kelompok intervensi 5,38.

    Sementara itu, penelitian Salmon dan Pereira (2002) yang mengidentifikasi

    kontribusi dari usaha kontrol (menggambarkan ketidakmampuan anak

    memfokuskan perhatian) dan koping/distress orangtua terhadap peningkatan

    koping perilaku anak dan distress selama voiding cystourethrogram (VCUG),

    menemukan kisaran usia anak 2-7 tahun dengan rata-rata usia 45,47 15,33

    bulan.

    Selanjutnya, penelitian Sabino dan Almeida (2006) dengan menggunakan

    desain deskriptif yang bertujuan mengevaluasi karakteristik nyeri dan

    perubahannya, ditujukan kepada anak penderita kanker yang dirawat sebelum

    dan setelah pemberian permainan terapeutik. Penelitian ini dilakukan pada

    anak usia 3-9 tahun, dan rata-rata usia responden yang terbanyak adalah usia

    3-4 tahun sebanyak 7 ( 43,7%).

    Rata-rata usia anak pada penelitian ini tidak jauh berbeda dengan rata-rata

    usia anak pada penelitian lain, karena pada penelitian ini usia anak yang

    Pengaruh permainan, Ida Subardiah P, FIK UI, 2009

  • 119

    digunakan pada rentang yang tidak jauh berbeda. Terkait dengan hal ini pula,

    Koller (2008a) dalam penelitiannya dengan menggunakan review literatur

    menyebutkan bahwa beberapa penelitian menemukan tidak ada hubungan

    antara usia dengan respon hospitalisasi dan sebaliknya beberapa penelitian

    menemukan bahwa anak yang lebih muda lebih mungkin mengalami

    kecemasan dan ketakutan dibandingkan dengan anak yang lebih tua.

    Berdasarkan hal tersebut peneliti berasumsi bahwa perlu adanya pengkajian

    lebih lanjut terhadap hal-hal yang mungkin mempengaruhi kemampuan anak

    dalam menghadapi hospitalisasi selain usia anak.

    b. Jenis Kelamin

    Jenis kelamin anak dalam penelitian ini sebagian besar adalah laki-laki

    sebanyak 20 orang (66,7%) pada masing-masing kelompok kontrol dan

    intervensi. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara jenis kelamin anak

    pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi (p value = 1,00). Dengan

    demikian dapat disimpulkan bahwa jenis kelamin anak antara kedua

    kelompok setara/homogen dan hal ini juga mengindikasikan bahwa pengaruh

    jenis kelamin terhadap kecemasan, kehilangan kontrol, dan ketakutan telah

    dapat dikontrol.

    Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian-penelitian yang telah disebutkan

    di atas. Penelitian Brandt (1999) ditemukan mayoritas jenis kelamin anak

    Pengaruh permainan, Ida Subardiah P, FIK UI, 2009

  • 120

    adalah perempuan, yaitu 18 (62,06%) dan laki-laki 11 (37,9%), dan pada

    penelitian Salmon dan Pereira (2002) juga ditemukan jumlah yang hampir

    sama antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan, yaitu 15 (46,9%) laki-laki

    dan 17 (53,12%) perempuan. Sementara itu penelitian Sabino dan Almeida

    (2006) didapatkan jumlah yang sama antara jenis kelamin laki-laki dan

    perempuan, yaitu 8 (50%).

    Rata-rata distribusi jenis kelamin anak pada penelitian ini sedikit berbeda

    dengan distribusi jenis kelamin pada ketiga (3) penelitian lain tersebut, hal ini

    menurut asumsi peneliti dimungkinkan karena cara pengambilan sampel yang

    tidak random sehingga tidak mampu melakukan pengontrolan.

    Berdasarkan Penelitian Tiedman dan Clatworthy (1990, dalam Koller, 2008a)

    disebutkan bahwa anak laki-laki cendrung lebih pencemas dari anak

    perempuan ketika masuk, pemulangan, dan paska pemulangan. Sedangkan

    penelitian yang dilakukan oleh Rennick, et al. (2002) menyebutkan bahwa

    anak perempuan lebih pencemas dari anak laki-laki. Sementara itu penelitian

    Koller (2008a) menyebutkan bahwa berdasarkan beberapa hasil penelitian

    terdahulu disimpulkan perbedaan jenis kelamin tidak terbukti memunculkan

    perbedaan perilaku, fokus perhatian, dan strategi pada koping anak.

    Berdasarkan hal tersebut peneliti berasumsi bahwa ada faktor lain yang

    mempengaruhi respon anak terhadap hospitalisasi selain jenis kelamin anak

    Pengaruh permainan, Ida Subardiah P, FIK UI, 2009

  • 121

    dan usia, namun faktor yang mungkin tersebut peneliti asumsikan pula akan

    saling mempengaruhi.

    c. Pengalaman Dirawat Sebelumnya

    Responden dalam penelitian ini sebagian besar tidak pernah dirawat pada usia

    3 tahun lebih, yaitu 22 (73,3%) pada kelompok kontrol dan 20 (66,7%) pada

    kelompok intervensi. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara anak yang

    memiliki pengalaman dirawat sebelumnya pada usia lebih dari 3 tahun dengan

    anak yang tidak, pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi ( p value =

    0,78). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada tidaknya pengalaman

    dirawat sebelumnya pada usia 3 tahun lebih antara kedua kelompok

    setara/homogen dan hal ini juga mengindikasikan bahwa pengaruh

    pengalaman dirawat sebelumnya pada usia lebih dari 3 tahun terhadap

    kecemasan, kehilangan kontrol, dan ketakutan telah dapat dikontrol.

    Penelitian ini sejalan dengan penelitian Salmon dan Pereira (2002), yang

    memasukan variabel pengalaman sebelumnya terhadap sakit, yaitu dengan 11

    (34,4%) anak yang berpengalaman tidak diutamakan untuk dilakukan voiding

    cystoutehrogram (VCUG), 7 (21,9%) anak berpengalaman 1 kali terhadap

    VCUG, 4 (12,5%) anak berpengalaman 2 kali terhadap VCUG, 5 (15,6%)

    anak berpengalaman 3 kali atau lebih, dan 5 (15,6%) anak tidak berkenan

    dilakukan VCUG.

    Pengaruh permainan, Ida Subardiah P, FIK UI, 2009

  • 122

    Temuan ini juga sejalan dengan penelitian Purwandari, Mulyono, dan Sucipto

    (2007). Penelitian tersebut menggunakan metode kuasi eksperimen untuk

    mengidentifikasi dampak terapi bermain untuk menurunkan kecemasan

    perpisahan pada anak prasekolah yang mengalami hospitalisasi, menemukan

    rata-rata pengalaman anak dirawat sebelumnya pada kelompok kontrol adalah

    sebagai berikut: pengalaman dirawat 1 kali ada 8 (40%), 2 kali ada 5 (25%),

    dan lebih dari 3 kali ada 7 (35%). Selanjutnya pada kelompok intervensi

    ditemukan sebagai berikut: pengalaman dirawat 1 kali ada 8 (40%), 2 kali

    ada 2 (10%), 3 kali ada 1 (5%) dan lebih dari 3 kali ada 9 (45%).

    Berdasarkan hasil penelitian-penelitian tersebut, peneliti berasumsi bahwa

    peneliti memasukan variabel pengalaman dirawat sebelumnya pada penelitian

    karena diasumsikan akan mempengaruhi respon anak terhadap hospitalisasi.

    Pengalaman dirawat sebelumnya dapat memberikan gambaran kepada anak

    terhadap apa yang akan dialaminya sehingga akan mempengaruhi respon

    anak, seperti pengalaman yang menyakitkan (prosedur invasif) dan

    pengalaman kemampuan menghadapi kondisi stress tersebut, namun peneliti

    juga berasumsi bahwa variabel pengalaman dirawat sebelumnya juga akan

    dipengaruhi oleh variabel lain, seperti kemampuan koping anak.

    d. Temperamen Anak

    Responden dalam penelitian ini sebagian besar bertemperamen mudah baik

    pada kelompok kontrol maupun pada kelompok intervensi yaitu ada 16

    Pengaruh permainan, Ida Subardiah P, FIK UI, 2009

  • 123

    (53,3%) anak pada kelompok kontrol dan 18 (60%) anak pada kelompok

    intervensi. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara temperamen anak pada

    kelompok kontrol dan kelompok intervensi (p value = 0,79). Dengan

    demikian dapat disimpulkan bahwa temperamen anak pada kedua kelompok

    setara/homogen dan hal ini juga mengindikasikan bahwa pengaruh

    temperamen anak terhadap kecemasan, kehilangan kontrol, dan ketakutan

    telah dapat dikontrol.

    Temuan ini pula sejalan dengan penelitian Chen, et al. (2000) yang bertujuan

    untuk mengevaluasi hubungan antara sensitivitas nyeri dan distress anak

    selama lumbar pungsi, dan menurunkan distress lumbar pungsi. Pada

    penelitian ini untuk menilai temperamen anak digunakan Sensitivity

    Temperament Inventory for Pain (STIP). Sensitivity Temperament Inventory

    for Pain (STIP) terdiri dari 4 faktor yang meliputi sensasi/toleransi nyeri,

    tampak sensitif, keluhan/laporan dari tanda-tanda, dan memusatkan sensasi,

    yang terdiri dari 35 item dengan skala pengukuran 4 dari yang disukai hingga

    yang tidak disukai.

    Penelitian Salmon dan Pereira (2002) melakukan penelitian dengan

    menggunakan Childrens Behavior Questionnaire (CBQ) dalam menilai

    temperamen anak. Childrens Behavior Questionnaire (CBQ) adalah

    pengukuran temperamen berdasarkan laporan orang tua berupa reaksi tipikal

    anak dalam sejumlah situasi, dan instrumen tersebut menggunakan skala

    Pengaruh permainan, Ida Subardiah P, FIK UI, 2009

  • 124

    pengukuran 7, yaitu dari skor 1 yang berarti tidak ekstrim hingga skor 7 yang

    berarti benar-benar ekstrim.

    Pengukuran temperamen pada kedua penelitian tersebut tidak jauh berbeda

    dengan peneliti gunakan, namun pada penelitian ini skor temperamen anak

    dikategorikan menjadi mudah, sulit, dan lambat berdasarkan kriteria,

    sedangkan pada kedua penelitian tersebut tidak dikategorikan. Peneliti

    berasumsi pengukuran temperamen yang dilakukan sama-sama untuk

    mengetahui sifat dasar anak yang akan mempengaruhi anak dalam

    menghadapi kondisi stress hospitalisasi.

    Berdasarkan pengertiannya, temperamen menurut Suryabrata (2002) adalah

    aspek kejiwaan dari pada kepribadian yang dipengaruhi oleh jasmani dan

    dibawa sejak lahir, dan karenanya sukar untuk diubah dari pengaruh luar.

    Koller (2008b) juga menyebutkan hal yang sama, bahwa temperamen

    merupakan suatu perilaku atau reaksi yang menetap pada individu dan

    berpola stabil pada setiap waktu, kegiatan dan suasana.

    Pada penelitian Carson, Council, dan Gravley (1991) menyebutkan bahwa

    anak-anak yang berespon lebih baik terhadap hospitalisasi memiliki mood

    yang positif, lebih dapat memperkirakan, lebih mudah teralihkan perhatian,

    lebih mudah didekati, dan menyesuaikan diri sehingga kurang aktif terhadap

    stimuli.

    Pengaruh permainan, Ida Subardiah P, FIK UI, 2009

  • 125

    e. Dukungan yang Diperoleh Anak

    Responden dalam penelitian ini sebagian besar memiliki dukungan keluarga

    yang cukup baik pada kelompok kontrol maupun pada kelompok intervensi,

    yaitu 22 (73,3%) pada kelompok kontrol dan 19 (63,3%) pada kelompok

    intervensi. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara anak yang memiliki

    dukungan keluarga yang cukup dengan yang kurang mendapatkan dukungan

    pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi ( p value = 0,58). Dengan

    demikian dapat disimpulkan bahwa ketersediaan dan kurang ketersediaan

    dukungan keluarga terhadap anak pada kedua kelompok setara/homogen dan

    hal ini juga mengindikasikan bahwa pengaruh ketersediaan dukungan

    terhadap kecemasan, kehilangan kontrol, dan ketakutan telah dapat dikontrol.

    Temuan penelitian ini sejalan dengan penelitian Purwandari, Mulyono, dan

    Sucipto (2007), yang menemukan dukungan keluarga pada kelompok kontrol

    berupa dukungan dari ibu/bapak sebanyak 13 (65%), dukungan dari

    kakek/nenek sebanyak 3 (15%), dan dukungan dari anggota keluarga yang

    lain sebanyak 4 (20%). Selanjutnya dukungan pada kelompok intervensi

    berupa dukungan dari kakek/nenek sebanyak 19 (95%), dan dukungan dari

    anggota keluarga lain sebanyak 1 (5%).

    Temuan ini pula didukung oleh penelitian Ardiningsih, Yektiningsih, dan

    Purwandari (2006). Penelitian ini menggunakan desain penelitian studi

    analitik dengan korelasi Product Moment dengan pendekatan cross sectional

    Pengaruh permainan, Ida Subardiah P, FIK UI, 2009

  • 126

    yang bertujuan menguji hubungan dukungan informasional dengan

    kecemasan perpisahan anak usia prasekolah. Penelitian ini menemukan rata-

    rata anak memperoleh dukungan informasional kurang baik ada sebanyak

    63,3 % dan dukungan informasional baik ada sebanyak 36,7% .

    Berdasarkan hasil penelitian tersebut peneliti berasumsi bahwa dukungan

    keluarga meliputi dukungan yang diperoleh dari semua anggota keluarga baik

    ibu/bapak, kakek/nenek, dan anggota keluarga lain. Dukungan tersebut

    meliputi dukungan informasional maupun dukungan fisik secara nyata. Hal

    tersebut sejalan dengan pendapat Friedman (1998) yang menyebutkan bahwa

    salah satu dukungan yang diberikan keluarga adalah dukungan informasional

    yang dapat berupa pemberian saran, sugesti, informasi yang dapat digunakan

    untuk mengatasi suatu masalah.

    Selanjutnya peneliti juga berasumsi berdasarkan pengamatan selama

    penelitian ditemukan bahwa dukungan keluarga berupa kehadiran orang tua

    pada pelaksanaan prosedur tindakan tidak hanya berdampak memberikan

    kenyamanan sehingga anak mau bekerjasama dalam prosedur tindakan,

    namun anak juga dapat menjadi lebih ekspresif dalam protes terhadap

    prosedur tindakan tersebut dan ini peneliti yakini bahwa anak menjadi merasa

    lebih nyaman dalam mengekspresikan stressnya ketika didampingi oleh orang

    tuanya.

    Pengaruh permainan, Ida Subardiah P, FIK UI, 2009

  • 127

    2. Kecemasan Perpisahan

    Hasil penelitian didapatkan bahwa pada kelompok anak prasekolah yang

    diberikan permainan terapeutik didapatkan rata-rata skor kecemasan perpisahan

    sebelum pemberian permainan teraputik 36,37, dan setelah pemberian permainan

    terapeutik skor kecemasan perpisahan menurun menjadi 29,93. Hal ini berarti

    terjadi penurunan kecemasan perpisahan pada anak prasekolah yang dirawat di

    rumah sakit setelah pemberian permainan terapeutik pada kelompok anak

    prasekolah yang diberikan permainan terapeutik, yang dapat dilihat pada rata-rata

    penurunan skor kecemasan perpisahan 6,43. Penurunan kecemasan perpisahan

    pada kelompok ini bermakna secara statistik (p value = 0,000, = 0,05) yang

    artinya bahwa ada pengaruh pemberian permainan terapeutik terhadap penurunan

    kecemasan perpisahan.

    Sedangkan hasil penelitian yang didapatkan pada kelompok anak prasekolah yang

    tidak diberikan permainan terapeutik didapatkan rata-rata skor kecemasan

    sebelum periode pemberian permainan terapeutik 36,83 dan setelah periode

    pemberian permainan terapeutik skor kecemasan perpisahan sedikit mengalami

    penurunan, yaitu 36,43. Hal ini berarti terjadi sedikit penurunan kecemasan

    perpisahan pada anak prasekolah yang dirawat di rumah sakit setelah periode

    pemberian permainan terapeutik pada kelompok anak yang tidak diberikan

    permainan terapeutik, yang dapat terlihat pada rata-rata penurunan skor

    kecemasan perpisahan 0,40, tetapi penurunan kecemasan ini tidak bermakna

    Pengaruh permainan, Ida Subardiah P, FIK UI, 2009

  • 128

    secara statistik (p value = 0,49, = 0,05) yang artinya bahwa penurunan

    kecemasan tidak terjadi tanpa adanya pemberian permainan terapeutik .

    Selanjutnya, hasil penelitian didapatkan pula bahwa rata-rata skor kecemasan

    setelah periode pemberian permainan terapeutik berbeda secara signifikan pada

    kelompok anak yang diberikan permainan terapeutik dan kelompok yang tidak

    diberikan permainan terapeutik, dan perbedaan ini bermakna secara statistik (p

    value = 0,002, = 0,05).

    Kondisi tersebut sejalan dengan beberapa literatur dan penelitian terkait yang

    membahas tentang kecemasan perpisahan pada anak yang mengalami perawatan

    di rumah sakit. Perpisahan merupakan faktor penyebab terjadinya cemas pada

    anak yang dirawat, sebab pada masa ini anak mempunyai ketergantungan yang

    besar terhadap orangtua karena kondisi stress terhadap penyakit yang membuat

    anak merasa kurang terlindungi dengan adanya perpisahan (Hockenberry &

    Wilson 2007). Selanjutnya hal yang serupa juga disebutkan oleh Rudolph,

    Hoffman, dan Rudolph (2006), bahwa kecemasan perpisahan merupakan salah

    satu masalah yang menyakitkan bagi anak terutama pada anak usia 6 bulan dan 4

    tahun dikarenakan imaturitas fisik, sosial, serta kognitif dan kedekatan serta

    ketergantungan terhadap orang tua. Pernyataan tersebut juga didukung oleh

    pernyataan hasil penelitian terdahulu yaitu Goslin (1978), yang menyatakan

    beberapa penelitian mendukung anggapan bahwa anak antara usia 6 bulan dan 4

    tahun rentan terhadap gangguan (hospitalisasi). Kecemasan perpisahan dari

    Pengaruh permainan, Ida Subardiah P, FIK UI, 2009

  • 129

    orangtua merupakan stressor utama, tetapi adanya gangguan emosional

    sebelumnya terhadap rumah sakit dan tingkat perkembangan kognitif anak

    merupakan faktor yang signifikan.

    Permainan terapeutik adalah upaya melanjutkan perkembangan normal yang

    memungkinkan anak berespon lebih efektif terhadap situasi yang sulit seperti

    pengalaman pengobatan (Koller, 2008b). Selanjutnya disebutkan dalam Wong

    (2004), bahwa bermain memiliki nilai teraputik, dimana anak dapat

    mengkomunikasikan rasa takut dan kecemasannya, serta mengekspresikan

    ketegangan yang dirasakan baik secara verbal atau non verbal. Berdasarkan

    pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa permainan terapeutik dapat

    menurunkan kecemasan perpisahan pada anak prasekolah yang di rawat di rumah

    sakit. Hal ini didukung pula oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Purwandari,

    Mulyono, dan Sucipto (2007) yang menyimpulkan bahwa permainan terapeutik

    secara statistik bermakna terhadap penurunan kecemasan perpisahan pada anak

    prasekolah.

    Hal ini sesuai dengan kondisi yang peneliti temukan pada saat penelitian. Dalam

    penelitian ini, peneliti mendapatkan anak prasekolah sulit bekerjasama dalam

    program perawatan dan pengobatannya, tidak mau ditinggal oleh orang

    tua/keluarga terdekat, dan selalu menangis/mengekspresikan ketegangan pada saat

    staf rumah sakit masuk ke ruang perawatan dan mendekati anak. Peneliti

    mengasumsikan kondisi ini dimungkinkan karena anak prasekolah mengalami

    Pengaruh permainan, Ida Subardiah P, FIK UI, 2009

  • 130

    stress terhadap penyakitnya sehingga anak merasa tidak nyaman untuk

    ditinggalkan oleh orangtua/orang terdekat, dan lingkungan rumah sakit serta staf

    yang bertugas tidak dikenal oleh anak, terlebih staf rumah sakit dan mahasiswa

    yang bertugas sering melakukan kunjungan secara serentak/beramai-ramai.

    Kondisi tersebut membuat kecemasan terhadap perpisahan dengan orang

    tua/keluarga terdekat meningkat, terlebih pada anak prasekolah perasaan

    kecemasan sedang berkembang. Kecemasan menurut Yusuf (2005), adalah suatu

    perasaan takut yang bersifat hayalan, yang tidak ada objeknya, dan muncul

    mungkin dari situasi-situasi yang dihayalkan berdasarkan pengalaman yang

    diperoleh, buku-buku bacaan/komik, radio atau film.

    Pada saat penelitian, permainan terapeutik mampu memfasilitasi perasaan yang

    dirasakan oleh anak secara verbal dan non verbal, sehingga dapat diketahui

    gambaran penyebab kecemasan perpisahan yang dirasakan oleh anak sehingga

    perawat dapat memfasilitasi penurunan kecemasan tersebut. Hal ini didukung oleh

    kemampuan yang telah dimiliki oleh anak prasekolah, yaitu sebagaimana yang

    disebutkan dalam Hockenberry dan Wilson (2007) bahwa anak prasekolah

    dapat berespon baik terhadap antisipasi perpisahan dan penjelasan yang konkrit.

    3. Kehilangan Kontrol

    Hasil penelitian didapatkan bahwa pada kelompok anak prasekolah yang

    diberikan permainan terapeutik didapatkan rata-rata skor perasaan kehilangan

    kontrol sebelum pemberian permainan terapeutik 25,47, dan setelah pemberian

    Pengaruh permainan, Ida Subardiah P, FIK UI, 2009

  • 131

    permainan terapeutik skor perasaan kehilangan kontrol menurun menjadi 22,93.

    Hal ini berarti terjadi penurunan perasaan kehilangan kontrol pada anak

    prasekolah yang dirawat di rumah sakit setelah pemberian permainan terapeutik

    pada kelompok yang diberikan permainan terapeutik, yang dapat dilihat pada rata-

    rata penurunan skor perasaan kehilangan kontrol 2,53. Penurunan perasaan

    kehilangan kontrol pada kelompok ini bermakna secara statistik (p value = 0,001,

    = 0,05) yang artinya bahwa ada pengaruh pemberian permainan terapeutik

    terhadap penurunan perasaan kehilangan kontrol.

    Sedangkan hasil penelitian yang didapatkan pada kelompok anak prasekolah yang

    tidak diberikan permainan terapeutik didapatkan rata-rata skor perasaan

    kehilangan kontrol sebelum periode pemberian permainan terapeutik 25,70 , dan

    setelah periode pemberian permainan terapeutik skor perasaan kehilangan kontrol

    mengalami peningkatan, yaitu 27,10. Hal ini berarti terjadi peningkatan perasaan

    kehilangan kontrol pada anak prasekolah yang dirawat di rumah sakit setelah

    periode pemberian permainan terapeutik pada kelompok anak yang tidak

    diberikan permainan terapeutik, yang dapat terlihat pada rata-rata peningkatan

    skor perasaan kehilangan kontrol yaitu 1,40. Peningkatan perasaan kehilangan

    kontrol bermakna secara statistik (p value = 0, 023, = 0,05) yang artinya

    bahwa dengan tanpa pemberian permainan terapeutik dapat terjadi peningkatan

    perasaan kehilangan kontrol.

    Pengaruh permainan, Ida Subardiah P, FIK UI, 2009

  • 132

    Selanjutnya, hasil penelitian didapatkan pula bahwa rata-rata skor perasaan

    kehilangan kontrol setelah periode pemberian permainan terapeutik berbeda

    secara signifikan pada kelompok anak yang diberikan permainan terapeutik dan

    kelompok anak yang tidak diberikan permainan terapeutik, dan perbedaan ini

    bermakna secara statistik (p value = 0,001, = 0,05).

    Kondisi tersebut sejalan dengan beberapa literatur dan penelitian terkait yang

    membahas tentang perasaan kehilangan kontrol pada anak yang mengalami

    perawatan di rumah sakit. Kehilangan kontrol merupakan salah satu dari faktor

    stress yang dirasakan pada anak yang dirawat. Faktor yang menyebabkan

    perasaan kehilangan kontrol menurut Hockenberry dan Wilson (2007) adalah

    adanya pembatasan fisik, perubahan rutinitas dan ketergantungan. Kondisi

    tersebut membuat anak merasa kehilangan kemampuan untuk menguasai dirinya

    dan merasa tergantung dengan orang lain. Hal ini sesuai dengan pendapat dari

    Hewen (1996) bahwa anak menjadi lebih tertekan ketika suatu hal terjadi dan

    merubah kebiasaan rutin, sehingga karena keterbatasan pengalaman anak

    mengalami kesulitan menghadapi kondisi tersebut. Penelitian yang dilakukan

    oleh Coyne (2006) mengidentifikasi rentang ketakutan dan perhatian anak yang

    dirawat di rumah sakit salah satunya adalah perasaan kehilangan kontrol diri

    terhadap rutinitas rumah sakit.

    Kehilangan kontrol dalam konteks perasaan anak prasekolah menurut

    Hockenberry dan Wilson (2007) adalah faktor penting yang mempengaruhi

    Pengaruh permainan, Ida Subardiah P, FIK UI, 2009

  • 133

    persepsi dan reaksi anak terhadap perpisahan, nyeri, penyakit dan hospitalisasi.

    Selanjutnya Hockenberry dan Wilson (2007) menyebutkan bahwa egosentrik

    dan pemikiran magis membatasi kemampuan berfikir anak untuk memahami

    kejadian karena anak memandang semua pengalaman dari persepektif mereka,

    sehingga terkadang anak prasekolah menganggap proses penyakit dan dirawat

    merupakan suatu hukuman. Respon terhadap pemikiran anak biasanya merasa

    malu, bersalah dan takut. Penelitian yang dilakukan oleh Coyne (2006) juga

    menjelaskan bahwa anak membutuhkan informasi yang cukup untuk kebutuhan

    penyesuaian diri anak.

    Permainan terapeutik menurut Rudolph, Hoffman, dan Rudolph (2006), dapat

    digunakan membuat anak mengubah perasaan tidak berdaya serta pasif menjadi

    kesadaran akan kemampuan aktif. Pendapat tersebut juga serupa dengan pendapat

    Dorfman, Meyer, Dorfan, dan Morgan (2004) yang menyatakan bahwa klien

    dalam kondisi krisis atau memiliki pengalaman trauma biasanya merasa

    kehilangan kontrol, dimana permainan terapeutik dapat memberikan kesempatan

    kepada klien untuk berkuasa terhadap dirinya dan terapis berusaha meningkatkan

    peran klien.

    Hal ini sesuai dengan kondisi yang peneliti temukan pada saat penelitian. Dalam

    penelitian ini, peneliti mendapatkan anak prasekolah sulit bekerjasama dalam

    program perawatan dan pengobatannya bahkan meskipun anak mau bekerjasama

    namun tampak keterpaksaan dan pasrah tak berdaya, anak tampak sangat

    Pengaruh permainan, Ida Subardiah P, FIK UI, 2009

  • 134

    ketergantungan dengan orangtua/orang terdekat dan tidak mau ditinggal, anak

    selalu menangis/mengekspresikan ketegangan pada saat staf rumah sakit

    mengajak anak bercakap-cakap, terkadang anak mau diajak bicara tetapi suara

    yang dikeluarkan tidak seperti biasa dan menghindari kontak mata. Kondisi ini

    dimungkinkan karena anak prasekolah merasa tidak berdaya terhadap penyakitnya

    yang mengharuskannya untuk membatasi aktifitas/mengalami keterbatasan

    aktifitas, menghadapi rutinitas program perawatan dan pengobatan yang

    terkadang tidak memberikan kenyamanan dan bahkan tak jarang menimbulkan

    rasa nyeri sehingga anak merasa tidak mampu/kesulitan mengatasi kondisi

    tersebut.

    Perkembangan psikososial anak prasekolah menurut Erik Erikson dengan alasan

    tertentu dapat menjadi kurang dependen, dan mengalami konflik antara initiative

    dan guilt (Yusuf, 2005). Pada fase initiative ini, anak giat belajar, bermain,

    bekerja dan hidup, dan merasa mampu menyelesaikan dan puas terhadap

    aktivitasnya, namun pada kondisi ini apabila konflik muncul maka anak

    mengalami guilt (perasaan bersalah) (Hockenberry & Wilson 2007). Kondisi

    inilah yang sering muncul pada saat anak prasekolah mengalami perawatan di

    rumah sakit.

    Pada saat penelitian didapatkan bahwa permainan terapeutik mampu

    memfasilitasi perasaan yang dirasakan oleh anak secara verbal dan non verbal.

    Perawat memfasilitasi perasaan anak dengan cara mendorong anak untuk

    Pengaruh permainan, Ida Subardiah P, FIK UI, 2009

  • 135

    mengungkapkan perasaannya, pendapatnya atau keinginanya, serta memfasilitasi

    perasaan anak untuk berkuasa atas dirinya sendiri dengan menekankan pada

    aspek kemampuan diri anak dan tidak terlalu menekankan ketidak koopratif atau

    perilaku negatif anak lainnya.

    4. Ketakutan Terhadap Cidera

    Hasil penelitian didapatkan bahwa pada kelompok anak prasekolah yang

    diberikan permainan terapeutik didapatkan rata-rata skor ketakutan terhadap

    cidera sebelum pemberian permainan teraputik 41,73, dan setelah pemberian

    permainan terapeutik skor ketakutan terhadap cidera menurun menjadi 35,30. Hal

    ini berarti terjadi penurunan ketakutan terhadap cidera pada anak prasekolah

    yang dirawat di rumah sakit setelah pemberian permainan terapeutik pada

    kelompok anak prasekolah yang diberikan permainan terapeutik, yang dapat

    dilihat pada rata-rata penurunan skor ketakutan terhadap cidera 6,43. Penurunan

    ketakutan terhadap cidera pada kelompok ini bermakna secara statistik (p value =

    0,000, = 0,05) yang artinya bahwa ada pengaruh pemberian permainan

    terapeutik terhadap penurunan ketakutan terhadap cidera.

    Sedangkan hasil penelitian yang didapatkan pada kelompok anak prasekolah yang

    tidak diberikan permainan terapeutik didapatkan rata-rata skor ketakutan terhadap

    cidera sebelum periode pemberian permainan terapeutik 42,23, dan setelah

    periode pemberian permainan terapeutik skor ketakutan terhadap cidera

    mengalami penurunan, yaitu 41,77. Hal ini berarti terjadi penurunan ketakutan

    Pengaruh permainan, Ida Subardiah P, FIK UI, 2009

  • 136

    terhadap cidera pada anak prasekolah yang dirawat di rumah sakit setelah periode

    pemberian permainan terapeutik pada kelompok anak yang tidak diberikan

    permainan terapeutik, yang dapat terlihat pada rata-rata penurunan skor ketakutan

    terhadap cidera 0,47. Penurunan ketakutan terhadap cidera ini tidak bermakna

    secara statistik (p value = 0,49 , = 0,05) yang artinya tidak terdapat penurunan

    ketakutan terhadap cidera tanpa permainan terapeutik. Selanjutnya, hasil

    penelitian didapatkan pula bahwa rata-rata skor ketakutan terhadap cidera setelah

    periode pemberian permaian terapeutik berbeda secara signifikan antara

    kelompok anak yang diberikan permainan terapeutik dan kelompok anak yang

    tidak diberikan permainan terapeutik, dan perbedaan ini bermakna secara statistik

    (p value = 0,009, = 0,05).

    Kondisi tersebut sejalan dengan beberapa literatur dan penelitian terkait yang

    membahas tentang ketakutan terhadap cidera pada anak yang mengalami

    perawatan di rumah sakit. Rumah sakit merupakan tempat yang menyebabkan

    kecemasan. Sumber utama kecemasan tersebut adalah perasaan takut. Perasaan

    takut timbul karena sesuatu yang menyebabkan nyeri (Monaco, 1995).

    Ketakutan akan cidera dan nyeri tubuh terjadi pada rata-rata anak. Konflik

    psikoseksual menurut Hockenberry dan Wilson (2007) pada anak usia

    prasekolah membuat anak rentan terhadap ketakutan cidera tubuh. Selanjutnya

    Hockenberry dan Wilson (2007) juga menyebutkan bahwa gangguan prosedur,

    rasa sakit atau tanpa sakit, adalah ancaman bagi anak prasekolah, dimana konsep

    Pengaruh permainan, Ida Subardiah P, FIK UI, 2009

  • 137

    integritas tubuh masih sedikit berkembang, sedangkan perkembangan body image

    berkembang mengikuti perkembangan kognitif dan kemampuan berbahasa.

    Berdasarkan kondisi inilah pada umumnya perasaan takut anak prasekolah lebih

    dominan dibandingkan dengan periode usia lain.

    Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ulfa (2000) menunjukkan bahwa pada anak

    prasekolah dengan penyakit yang lebih berat dan sering menjalani prosedur

    invasif lebih mengalami ketakutan yang signifikan. Takut menurut Yusuf

    (2005), adalah suatu perasaan terancam oleh suatu objek yang dianggap

    membahayakan. Selanjutnya menurut Yusuf (2005) rasa takut terhadap sesuatu

    berlangsung melalui tahapan sebagai berikut: mula-mula tidak takut, karena anak

    belum sanggup melihat kemungkinan bahaya yang terdapat dalam objek; timbul

    rasa takut setelah mengenal adanya bahaya; dan rasa takut bisa hilang kembali

    setelah mengetahui cara-cara menghindar dari bahaya.

    Permainan terapeutik diyakini mampu membantu mengatasi kondisi stress anak

    yang mengalami perawatan. Permainan terapeutik didefinisikan sebagai suatu

    bentuk permainan yang memungkinkan anak terlepas dari kecemasan yang

    disebabkan oleh situasi yang abnormal untuk usia anak, biasanya mengancam

    (seperti hospitalisasi), dan digunakan sewaktu-waktu anak mengalami kesulitan

    memahami atau mengatasi pengalaman yang dihadapi (Sabino & Almeida, 2006).

    Penelitian yang mendukung pernyataan tersebut salah satunya adalah penelitian

    yang dilakukan oleh Martins, et al. pada tahun 2001, melaporkan bahwa anak-

    Pengaruh permainan, Ida Subardiah P, FIK UI, 2009

  • 138

    anak yang mendapatkan permainan terapeutik akan lebih kooperatif pada saat

    dilakukan tindakan pemasangan infus. Anak-anak memahami mengapa tindakan

    tersebut dilakukan, dapat mengekspresikan perasaannya, lebih kooperatif dengan

    keluarga, dan memiliki hubungan baik dengan anak-anak lain yang sedang

    menjalani perawatan.

    Hal ini sesuai dengan kondisi yang peneliti temukan pada saat penelitian. Peneliti,

    dalam penelitian ini mendapatkan anak prasekolah sulit bekerjasama dalam

    program perawatan dan pengobatannya seperti anak menolak untuk dilakukan

    tindakan dengan cara meronta-ronta, menangis dan menjerit-jerit, serta memaki

    dan bahkan terkadang memukul staf rumah sakit yang akan melakukan perawatan

    dan pengobatan. Anak prasekolah juga terkadang menolak tindakan perawatan

    dan pengobatan meskipun tindakan tersebut tidak membuat anak merasakan nyeri.

    Pada saat penelitian, permainan terapeutik mampu memfasilitasi perasaan yang

    dirasakan oleh anak secara verbal. Perawat memfasilitasi perasaan anak dengan

    cara mendorong anak untuk mengungkapkan perasaannya, pendapatnya atau

    keinginanya. Pada saat bermain perawat memberikan dukungan kepada anak

    melalui cerita dan diskusi yang digunakan untuk mengurangi rasa takut anak

    terhadap rutinitas rumah sakit (prosedur perawatan dan pengobatan). Hal ini

    sesuai dengan pendapat Yang (2004), bahwa dengan teori kognitif, bermain peran

    dan bercerita dapat digunakan mengurangi stress dan kecemasan pada anak.

    Pengaruh permainan, Ida Subardiah P, FIK UI, 2009

  • 139

    5. Permainan Terapeutik

    Rata-rata skor kecemasan perpisahan, perasaan kehilangan kontrol, dan ketakutan

    terhadap cidera setelah pemberian permainan terapeutik berbeda secara signifikan

    pada kelompok yang diberi permainan terapeutik dengan kelompok yang tidak

    diberi permainan terapeutik, dan perbedaan ini bermakna secara statistik (p value

  • 140

    bekas injeksi atau pengambilan sampel darah dilepas. Peneliti memfasilitasi

    perasaan anak tersebut dengan memberikan penjelasan-penjelasan dan contoh-

    contoh yang konkrit sehingga anak mengerti dan memahami.

    Selanjutnya, pada permainan meregangkan balon karet anak prasekolah juga

    tampak kooperatif dan senang, perawat memfasilitasi kemarahan/kekesalan anak

    dengan meminta anak untuk meregangkan balon karet sesuai dengan kemampuan.

    Dan pada permainan bernyanyi, anak selain tampak kooperatif, anak juga tampak

    rileks, senang dan menikmati.

    Temuan penelitian ini sejalan dengan temuan penelitian dari Rae, et al. (1989)

    yang menyebutkan bahwa permainan terapeutik dapat menurunkan ketakutan

    terhadap rumah sakit pada anak yang dirawat dengan penyakit akut. Selanjutnya

    penelitian dari Zahr (1998), juga menyebutkan bahwa permainan terapeutik dapat

    menurunkan kecemasan dan anak akan lebih kooperatif, serta signifikan

    menurunkan tekanan darah. Sementara Koller (2008b) juga mengidentifikasi

    bahwa permainan terapeutik dapat menurunkan stress fisiologis dan psikologis.

    Peneliti berasumsi bahwa permainan terapeutik memfasilitasi anak

    mengekspresikan perasaannya termasuk kecemasan, ketakutan, dan perasaan

    kehilangan kontrol. Pada pelaksanaannya permainan terapeutik tidak

    membutuhkan tenaga khusus, perawat yang memberikan asuhan keperawatan

    terhadap anak dapat melakukannya. Sebagaimana disebutkan juga dalam

    Pengaruh permainan, Ida Subardiah P, FIK UI, 2009

  • 141

    penelitian Ron (1993) bahwa beberapa rumah sakit Unit Kingdom tidak

    mempekerjakan tenaga spesialis untuk melakukan permainan dan perawat anak

    mampu melakukan peran penting tersebut.

    Pengertian permainan terapeutik dan manfaatnya sebagaimana telah disebutkan

    pada penjelasan terdahulu, terbukti membantu mengatasi stress anak selama

    dalam perawatan. Pada saat pelaksanaan permainan terapeutik, anak dapat

    mengekspresikan perasaan, pendapat dan keinginannya, sedangkan perawat dapat

    memahami apa yang dirasakan oleh anak sehingga perawat dapat memfasilitasi

    kebutuhan anak.

    Reaksi anak terhadap hospitalisasi bersifat individual, diantaranya dipengaruhi

    oleh usia perkembangan, pengalaman sebelumnya terhadap sakit, sistem

    pendukung yang tersedia, dan temperamen anak (Hockenberry & Wilson, 2007;

    Koller, 2008a). Pada penelitian ini variabel tersebut telah dilakukan uji

    kesetaraan antara kelompok anak yang mendapatkan permainan terapeutik dan

    tidak mendapatkan permainan terapeutik, sehingga diharapkan tidak

    mempengaruhi hasil penelitian.

    Pada penelitian ini juga ditemukan beberapa anak prasekolah mengalami

    penurunan kecemasan perpisahan dan ketakutan terhadap cidera setelah dilakukan

    perawatan selama 3-4 hari meskipun tidak diberikan permainan terapeutik.

    Peneliti berasumsi ada beberapa alasan yang mendasari kemungkinan terjadinya

    Pengaruh permainan, Ida Subardiah P, FIK UI, 2009

  • 142

    penurunan tersebut pada kelompok anak yang tidak memperoleh permainan

    terapeutik, diantaranya adalah:

    a. Anak prasekolah yang dirawat pada kelompok tersebut dalam kondisi

    semakin membaik dan prosedur tindakan perawatan/pengobatan yang diterima

    semakin berkurang. Hal ini sesuai dengan temuan pada saat penelitian bahwa

    anak prasekolah, seiring dengan membaiknya kondisi anak maka tindakan

    invasif yang diberikan kepada anak semakin sedikit jumlahnya, seperti

    pemasangan IVFD diganti hanya pemasangan stopper sebagai akses

    memasukan obat dan obat yang diberikan secara injeksi berganti dengan obat

    secara oral.

    Hal ini sejalan dengan Penelitian Saylor, et al. (1987) yang menyebutkan

    bahwa sejumlah prosedur invasif adalah prediktor kuat terhadap distress

    psikologi anak, dimanifestasikan dengan gejala depresi, kecemasan, ketakutan

    dan post traumatik. Selanjutnya Penelitian Rennick, et al. (2002) juga

    menyebutkan bahwa sejumlah prosedur invasif yang diterima oleh anak

    mempengaruhi tingkat stress, pengalaman kecemasan, dan ketakutan selama

    anak dirawat, dan temuan ini menyebutkan pula perlu adanya perhatian

    terhadap anak yang lebih muda dan anak dengan penyakit berat yang

    mendapatkan beberapa prosedur invasif.

    Berdasarkan hal tersebut peneliti mengasumsikan bahwa perkembangan

    penyakit anak akan mempengaruhi jumlah dan frekwensi prosedur invasif

    Pengaruh permainan, Ida Subardiah P, FIK UI, 2009

  • 143

    yang akan diterima oleh anak, dan ini akan mempengaruhi stress yang

    dirasakan anak khususnya ketakutan dan kecemasan terhadap perpisahan.

    Seiring dengan perbaikan kondisi anak maka dimungkinkan prosedur invasif

    yang diterima akan berkurang, sehingga stress/ketakutan anak juga akan

    menurun.

    b. Rasa takut anak prasekolah berada pada tahapan rasa takut menghilang setelah

    anak mengetahui cara-cara menghindar dari bahaya (ketakutan terhadap

    prosedur), sebagai contoh: anak akan memeluk orangtuanya saat akan

    dilakukan tindakan penyuntikan, anak melakukan tehnik relaksasi dengan cara

    meniup atau mengeluarkan suara saat dilakukan tindakan penyuntikan.

    Kondisi tersebut peneliti asumsikan bahwa anak telah beradaptasi sesuai

    dengan kondisi yang dialaminya. Hal ini sesuai dengan pendapat Yusuf

    (2005) yang telah disebutkan terdahulu bahwa rasa takut yang dirasakan anak

    dapat menghilang setelah mengetahui cara-cara menghindar dari bahaya/

    kondisi yang menjadi sumber ketakutannya. Peneliti juga berasumsi dengan

    berkurangnya rasa takut maka akan diikuti pula dengan penurunan kecemasan

    terhadap perpisahan, hal ini dimungkinkan karena kondisi stress terhadap

    penyakit yang membuat anak merasa kurang terlindungi dengan adanya

    perpisahan menurun.

    c. Anak prasekolah menerima komunikasi terapeutik dari perawat yang

    melakukan perawatan terhadapnya sehingga anak merasakan kenyamanan dan

    Pengaruh permainan, Ida Subardiah P, FIK UI, 2009

  • 144

    percaya diri. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Sieh dan

    Brenti (1997), bahwa komunikasi terapeutik merupakan segala bentuk

    komunikasi yang dirancang untuk meningkatkan kesejahteraan klien atau

    menghilangkan distres psikologis. Komunikasi terapeutik ini ditunjukan

    dengan empati, rasa percaya, validasi dan perhatian. Selanjutnya perhatian

    yang tulus menurut Potter dan Perry (2005) adalah metode yang kuat untuk

    mendapatkan kepercayaan. Perawat menunjukan sensitivitas dan memahami

    kebutuhan klien serta membantu memfasilitasinya. Berdasarkan hal tersebut

    maka peneliti berasumsi bahwa dengan komunikasi terapeutik akan tercipta

    hubungan interpersonal antara perawat dan anak dengan maksud membantu

    memecahkan masalah yang dihadapi oleh anak, dalam hal ini adalah masalah

    ketakutan terhadap cidera dan kecemasan perpisahan.

    Penelitian ini membuktikan bahwa permainan terapeutik terbukti lebih dapat

    menurunkan kecemasan perpisahan, perasaan kehilangan kontrol, dan ketakutan

    anak terhadap cidera bila dibandingkan dengan tanpa permainan terapeutik. Hal

    ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rae, et al. (1989) yang

    membandingkan permainan terapeutik, permainan yang bersifat mengalihkan

    perhatian, dukungan verbal, dan tanpa intervensi, yang hasilnya menunjukan

    bahwa permainan terapeutik lebih dapat menurunkan ketakutan terhadap rumah

    sakit pada anak yang dirawat dengan penyakit akut.

    Pengaruh permainan, Ida Subardiah P, FIK UI, 2009

  • 145

    B. Keterbatasan Penelitian

    Adapun keterbatasan yang peneliti temukan selama melakukan penelitian ini adalah

    sebagai berikut :

    1. Adanya keikutsertaan peneliti dalam pengambilan data sekaligus pemberi

    intervensi maka diduga kemungkinan adanya hasil pengukuran yang diperoleh

    mengalami bias. Hal ini dimungkinkan karena adanya kontak antara responden

    dan peneliti yang dapat mempengaruhi perilaku anak.

    2. Instrumen penelitian yang digunakan dirasakan belum optimal meskipun telah

    dilakukan upaya validitas dan reliabilitas.

    C. Implikasi Hasil Penelitian

    1. Implikasi Terhadap Pelayanan Keperawatan

    Implikasi penelitian ini terhadap pelayanan keperawatan adalah penelitian ini

    telah membuktikan bahwa permainan terapeutik pada anak prasekolah yang

    menjalani perawatan efektif menurunkan stress selama anak dirawat di rumah

    sakit, dan lebih efektif lagi apabila dalam memberikan pelayanan keperawatan

    tenaga yang bertugas melaksanakan komunikasi terapeutik. Komunikasi

    terapeutik merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan permainan terapeutik.

    Dengan demikian intervensi pemberian permainan terapeutik dapat dimasukan

    dalam program pelayanan kesehatan anak di rumah sakit khususnya di Rumah

    Sakit Umum Dr. H. Abdul Moeloek Propinsi Lampung.

    Pengaruh permainan, Ida Subardiah P, FIK UI, 2009

  • 146

    2. Implikasi Terhadap Keilmuan Keperawatan

    Penelitian ini telah membuktikan bahwa dengan permainan terapeutik dapat

    menurunkan stress anak di rumah sakit. Penelitian ini juga menjawab Theory of

    Caring dari Kristen M. Swanson, bahwa dalam pemberian pelayanan keperawatan

    berusaha menemukan kebutuhan fisik dan psikologis klien dalam hal ini anak

    prasekolah yang sedang mendapat asuhan dengan melakukan penerapan nilai-nilai

    caring. Nilai-nilai caring tersebut berupa upaya memahami nilai-nilai yang

    diyakini oleh anak dengan memperhatikan perasaan yang dirasakannya (seperti

    kecemasan perpisahan, perasaan kehilangan kontrol, dan ketakutan terhadap

    cidera), serta berkomitmen dan bertanggungjawab membantu permasalahan yang

    dihadapi oleh anak. Implikasi selanjutnya bahwa penelitian ini memberikan

    peluang bagi ilmu keperawatan untuk semakin mengembangkan permainan

    terapeutik dan komunikasi terapeutik khususnya pada anak.

    3. Pendidikan Profesi Keperawatan

    Aplikasi pemberian asuhan keperawatan yang komprehensif dalam memberikan

    pelayanan keperawatan pada anak tidak hanya untuk mengatasi masalah fisiologis

    tetapi juga psikologis. Hal ini diawali dari pembelajaran di institusi pendidikan.

    Pendidikan keperawatan diharapkan dapat meningkatkan kemampuan dari

    peserta didik untuk melakukan pemberian asuhan keperawatan pada anak, dengan

    penekanan pada atraumatik care melalui permainan terapeutik dan komunikasi

    terapeutik.

    Pengaruh permainan, Ida Subardiah P, FIK UI, 2009