Digital 20316811 S42408 Kinerja Katalis

download Digital 20316811 S42408 Kinerja Katalis

of 67

description

Kinerja Katalis

Transcript of Digital 20316811 S42408 Kinerja Katalis

  • UNIVERSITAS INDONESIA

    Kinerja Katalis Praseodimium Oksida/Alumina untuk

    Meningkatkan Bilangan Oktan Bensin

    SARI PRATIWI

    (0806456820)

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

    FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA

    DEPOK, JANUARI 2012

    Kinerja katalis ..., Sari Pratiwi, FT UI, 2012

  • i

    UNIVERSITAS INDONESIA

    Kinerja Katalis Praseodimium Oksida/Alumina untuk

    Meningkatkan Bilangan Oktan Bensin

    SKRIPSI

    Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana

    SARI PRATIWI

    (0806456820)

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

    FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA

    DEPOK, JANUARI 2012

    Kinerja katalis ..., Sari Pratiwi, FT UI, 2012

  • ii

    HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

    Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,

    dan semua sumber baik dikutip maupun dirujuk

    telah saya nyatakan dengan benar.

    Nama : SARI PRATIWI

    NPM : 0806456820

    Tanda Tangan :

    Tanggal : 19 Januari 2012

    Kinerja katalis ..., Sari Pratiwi, FT UI, 2012

  • iii

    HALAMAN PENGESAHAN

    Skripsi ini diajukan oleh :

    Nama : Sari Pratiwi

    NPM : 0806456820

    Program Studi : Teknik Kimia

    Judul Skripsi :

    KINERJA KATALIS PRASEODIMIUM OKSIDA/ALUMINA

    UNTUK MENINGKATKAN BILANGAN OKTAN BENSIN

    Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai

    bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada

    Program Studi Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Indonesia

    DEWAN PENGUJI

    Pembimbing I : Ir. Dewi Tristantini, M.T., PhD. (..)

    Pembimbing II : Dr. Eny Kusrini, S.Si (..)

    Penguji I : Dr. Ir. Sukirno, M.Eng (..)

    Penguji II : Prof. Dr. Ir. M. Nasikin, M.Eng (..)

    Penguji II : Elsa Krisanti Mulia, PhD. (..)

    Ditetapkan di : Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Indonesia

    Tanggal : 19 Januari 2012

    Kinerja katalis ..., Sari Pratiwi, FT UI, 2012

  • iv

    KATA PENGANTAR

    Puji Syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat

    dan anugerah-Nyalah skripsi ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

    Penulisan skripsi ini bertujuan untuk melengkapi persyaratan menjadi

    Sarjana Teknik Kimia di Universitas Indonesia dan menambah pengetahuan dan

    wawasan mahasiswa mengenai topik pembuatan katalis untuk reaksi amidasi

    dari aldehid dan amina.

    Dalam penyelesaian skripsi ini, saya banyak mengalami kesulitan,

    namun berkat bimbingan dari berbagai pihak, akhirnya makalah ini dapat

    terselesaikan, walaupun masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, saya

    mengucapkan terima kasih kepada :

    1. Ibu Ir. Dewi Tristantini, M.T., PhD yang sangat sabar dalam memberikan pengarahan dan bimbingannya kepada saya serta telah memberikan

    kepercayaan, kesempatan, dan support kepada saya.

    2. Ibu Dr. Eny Kusrini, S. Si sebagai pembimbing kedua saya. 3. Bapak Dr. Ir. Sukirno, M.Eng, Prof. Dr. Ir. M. Nasikin, M.Eng dan Ibu Elsa

    K, PhD selaku dewan penguji

    4. Bapak Ir. Murdiman dan Ibu Murdiati, S.Pd , selaku orang tua saya yang selalu mendoakan yang terbaik untuk saya

    5. Denar Mawatama, SE., Reawal Pandega, SE, dan Putri Sawitri, selaku saudara kandung saya yang selalu membantu saya.

    6. Mang Ijal, Mang Djajat, Mas Taufik, Mas Heri, Mas Eko, dan Mbak Tiwi atas bantuan mereka selama proses penelitian di laboratorium DTK

    7. Teman- teman TK 2008, dan senior atas support nya. 8. Dan semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak

    langsung yang tidak dapat disebutkan satu per satu

    Harapan penulis, skripsi ini dapat membuat pembaca mengerti tentang

    pemanfaatan lantanida khususnya katalis praseodimium termodifikasi untuk

    meningkatkan bilangan oktan bensin serta bermanfaat bagi pembaca

    Penulis menyadari skripsi ini masih banyak memiliki kekurangan. Oleh

    karena itu, saya sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang positif agar

    skripsi ini dapat menjadi lebih baik dan berdaya guna di masa yang akan datang.

    Kinerja katalis ..., Sari Pratiwi, FT UI, 2012

  • v

    Depok, Januari 2012

    Penulis

    HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS

    AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

    Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di

    bawah ini :

    Nama : Sari Pratiwi

    NPM : 0806456820

    Program Studi : Teknik Kimia

    Departemen : Teknik Kimia

    Fakultas : Teknik

    Jenis karya : Skripsi

    demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada

    Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-

    Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

    Kinerja Katalis Praseodimium Oksida/Alumina untuk Meningkatkan

    Bilangan Oktan Bensin

    beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti

    Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/

    formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan

    memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai

    penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

    Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

    Dibuat di : Departemen Teknik Kimia

    Pada tanggal : Kamis, 19 Januari 2012

    Yang menyatakan

    Kinerja katalis ..., Sari Pratiwi, FT UI, 2012

  • vi

    ( Sari Pratiwi )

    Kinerja katalis ..., Sari Pratiwi, FT UI, 2012

  • vii Universitas Indonesia

    ABSTRAK

    Nama : Sari Pratiwi

    NPM : 0806456820

    Program Studi : Teknik Kimia

    Judul Skripsi : Kinerja Katalis Praseodimium Oksida/Alumina untuk

    Meningkatkan Bilangan Oktan Bensin

    Katalis Praseodimium oksida/alumina (PrO2/Al2O3) dengan variasi kandungan

    praseodimium (0,01 0,03 % (b/b)) dipreparasi secara dry-impregnation menggunakan larutan garam Pr(NO3)3

    .6H2O pada penyangga -Al2O3. Katalis

    PrO2/Al2O3 diuji aktivitasnya untuk meningkatkan bilangan oktan bensin. Reaksi

    dilakukan dalam reaktor batch berpengaduk pada tekanan atmosferik dan suhu

    40C dengan waktu bervariasi 20, 50, dan 80 menit. Katalis PrO2/Al2O3 menunjukkan keaktifan dalam menaikan bilangan oktan. Katalis yang dihasilkan

    dikarakterisasi dengan BET, ICPS, dan SEM-EDX. Kenaikan bilangan oktana

    bensin dianalisis menggunakan octane meter. Dari hasil octane-meter diketahui

    peningkatan bilangan oktan bensin tertinggi sebesar 1,9 dengan menggunakan

    katalis 0,03% PrO2/Al2O3. Berdasarkan GC-MS, kenaikan bilangan oktan bensin

    dianalisis melalui % peak area masing-masing senyawa C8 hidrokarbon

    bercabang dan benzena sebesar 4,39 dan 26,08% berbanding dengan 4,16 dan

    24,06% untuk bensin komersial. Bilangan oktan meningkat dengan penambahan

    prosentase praseodimium dalam katalis, namun tidak dipengaruhi waktu reaksi.

    Metode dry-impregnation berhasil dilakukan terbukti dengan terjadinya

    penurunan luas permukaan katalis seiring penambahan praseodimium. SEM

    menunjukkan adanya praseodimium di permukaan alumina, sedangkan analisis

    EDX dan ICPS mengidentifikasi adanya kandungan alumunium yang menurun

    sesuai dengan penambahan praseodimium.

    Kata kunci : Alumina; Bensin; Bilangan oktan; Praseodimium

    Kinerja katalis ..., Sari Pratiwi, FT UI, 2012

  • viii Universitas Indonesia

    ABSTRACT

    Name : Sari Pratiwi

    Student number : 0806456820

    Major : Chemical Engineering

    Script title : Performance of Praseodymium Oxide/Alumina Catalyst

    to increase the Gasoline Octane Number

    Praseodimium oxide/alumina oxide (PrO2/Al2O3 ) Catalyst with various

    compositions of PrO2 (0,01-0,03 wt%) are prepared by dry-impregnation using

    salt solution Pr(NO3)36H2O and -Al2O3 as support. The activeness of Catalyst PrO2/Al2O3 is tested to increase gasoline octane number. This reaction is done in

    stirred reactor batch at atmospheric pressure and temperature around 400C with

    time variations of 20, 50, and 80 minutes. PrO2/Al2O3 catalyst shows the

    activeness in increasing octane number. Catalyst is characterized using BET,

    ICPS, and SEM-EDX methods. Gasoline is analyzed using octane meter and GC-

    MS. From the result of octane meter, it shows the increasing of gasoline octane

    number, which used 0,03%PrO2/Al2O3 catalyst showed the highest octane number

    increase up to 1,9. Besides that, the increasing of octane number is analyzed

    through the increase of %peak area of iso-octane and benzene compound from

    GC-MS as 4,39 and 26,08 respectively compared to 4,16 and 24,06% of comercial

    gasoline. Octane number increase with the increment of praseodimium

    percentages in catalyst, but it doesnt influent the reaction time. Dry- impregnation method is successfully done proofed by the reduction of catalyst

    surface area with the increment of Praseodymium. SEM shows that the existing

    of PrO2 on Al2O3 surface, but the EDX and ICPS analysis identify the decreasing

    of aluminium composition with the increment of praseodymium.

    Keyword : Alumina; gasoline; octane number; praseodymium

    Kinerja katalis ..., Sari Pratiwi, FT UI, 2012

  • ix Universitas Indonesia

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL ...........................................................................................i

    HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................ii

    HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................iii

    KATA PENGANTAR ........................................................................................iv

    HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS

    AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ..............................................v

    ABSTRAK .........................................................................................................vi

    ABSTRACT .........................................................................................................vii

    DAFTAR ISI .......................................................................................................viii

    DAFTAR TABEL ...............................................................................................x

    DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................xi

    DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................xii

    1. PENDAHULUAN ..........................................................................................1

    1.1 Latar Belakang ............................................................................................1

    1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................3

    1.3 Tujuan Penelitian .........................................................................................3

    1.4 Batasan Penelitian ........................................................................................3

    1.5 Sistematika Penulisan ..................................................................................3

    2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................4

    2.1 Bensin ..........................................................................................................4

    2.2 Reaksi reaksi dalam Meningkatkan Bilangan Oktan ................................10

    2.2.1 Catalytic Cracking ..................................................................................10

    2.2.2 Isomerisasi ...............................................................................................13

    2.3 Katalis ..........................................................................................................14

    2.3.1 Support ....................................................................................................15

    2.3.2 Active Site ................................................................................................16

    2.4 Katalis PrO2/Al2O3 .......................................................................................18

    2.4.1 Mekanisme Reaksi Katalis PrO2/Al2O3 dalam Meningkatkatkan

    Bilangan Oktan Bensin ............................................................................18

    2.4.2 Metode preparasi dan karakterisasi katalis PrO2/Al2O3 ..........................19

    3. METODE PENELITIAN .............................................................................21

    3.1 Variabel Bebas dan Terikat ..........................................................................21

    3.2 Bahan dan Alat .............................................................................................21

    3.2.1 Bahan .......................................................................................................21

    3.3.2 Alat ..........................................................................................................22

    3.3 Pelaksanaan Penelitian .................................................................................22

    Kinerja katalis ..., Sari Pratiwi, FT UI, 2012

  • x Universitas Indonesia

    3.4 Prosedur Penelitian ......................................................................................22

    3.4.1 Pembuatan Katalis ...................................................................................23

    3.4.2 Karakterisasi Katalis ...............................................................................24

    3.4.2.1 BET .......................................................................................................24

    3.4.2.2 ICPS ......................................................................................................25

    3.4.2.3 SEM-EDX .............................................................................................25

    3.4.3 Pengujian Aktifitas Katalis ......................................................................25

    3.4.5.1 Octane-Meter ........................................................................................27

    3.4.5.2 GC-MS ..................................................................................................27

    4. HASIL DAN PEMBAHASAN .....................................................................28

    4.1 Katalis yang Dihasilkan ...............................................................................28

    4.2 Karakterisasi Katalis ....................................................................................28

    4.2.1 BET .........................................................................................................28

    4.2.2 ICPS ........................................................................................................29

    4.2.3 SEM-EDX ...............................................................................................30

    4.3 Keaktifan Katalis dalam Meningkatkan Bilangan Oktan Bensin ................32

    4.3.1 Octane Meter ...........................................................................................33

    4.3.2 GC-MS ....................................................................................................35

    5. KESIMPULAN DAN SARAN .....................................................................37

    5.1 Kesimpulan ..................................................................................................37

    5.2 Saran .............................................................................................................37

    DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 38

    LAMPIRAN ........................................................................................................ 40

    Kinerja katalis ..., Sari Pratiwi, FT UI, 2012

  • xi Universitas Indonesia

    DAFTAR TABEL

    Tabel 2.1.Spesifikasi praseodimium ..................................................................... 7

    Tabel 2.2 Spesifikasi bensin dengan bilangan oktan 88 ....................................... 17

    Tabel 2.3 Hubungan antara G dan K diprediksi dari persamaan

    G = -RT ln K .................................................................................... 19

    Tabel 4.1 Hasil uji BET ........................................................................................ 30

    Tabel 4.2 Hasil uji ICPS ....................................................................................... 31

    Tabel 4.3 Hasil uji SEM-EDX .............................................................................. 33

    Tabel 4.4 Hasil Bilangan oktan bensin ................................................................. 34

    Tabel 4.5 Hasil uji GC-MS ................................................................................... 36

    Kinerja katalis ..., Sari Pratiwi, FT UI, 2012

  • xii Universitas Indonesia

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 2.1 Perengkahan cincin aromatic ..........................................................11

    Gambar 2.2 Reaksi hidrogen transfer..................................................................11

    Gambar 2.3 Reaksi pertukaran ion karbonium ...................................................11

    Gambar 2.4 Reaksi dehidrasi alumina. ...............................................................16

    Gambar 2.5 Sisi asam Bronsted pada alumina ........................................................16

    Gambar 2.6 Reaksi konversi n-heksana ..............................................................19

    Gambar 2.7 Dry-imgregnation ............................................................................20

    Gambar 3.1 Diagram alir penelitian. ...................................................................22

    Gambar 3.2 Diagram alir pembuatan katalis.......................................................24

    Gambar 2.3 Diagram alir uji aktifitas katalis ......................................................27

    Gambar 3.4 Octane meter seri Shatox ZX 101C ...............................................28

    Gambar 4.1 Hasil uji SEM katalis (a) Al2O3 (b) 0,01% PrO2/Al2O3

    (c) 0,03% PrO2/Al2O3 .......................................................................32

    Gambar 4.2 Grafik pengaruh kandungan praseodimium dalam katalis

    PrO2/Al2O3 terhadap bilangan oktan bensin.....................................35

    Kinerja katalis ..., Sari Pratiwi, FT UI, 2012

  • xiii Universitas Indonesia

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1 Hasil penelitian ................................................................................40

    Lampiran 2 Data hasil BET.................................................................................41

    Lampiran 3 Data hasil ICPS ................................................................................43

    Lampiran 4 Data hasil SEM-EDX ......................................................................44

    Lampiran 5 Gambar hasil SEM-EDX. ................................................................45

    Lampiran 6 Data hasil pengukuran bilangan oktan.............................................50

    Lampiran 7 Data hasil GC-MS ...........................................................................52

    Kinerja katalis ..., Sari Pratiwi, FT UI, 2012

  • 1 Universitas Indonesia

    BAB 1

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Energi yang dibutuhkan di Indonesia terus meningkat seiring dengan

    perkembangan teknologi-teknologi baru yang membutuhkan energi lebih. Hal

    tersebut ditunjukkan dengan produksi kendaraan bermotor keluaran tahun 2005 ke

    atas yang memiliki mesin berteknologi terbaru, sehingga diperlukan bahan bakar

    berbilangan oktan yang lebih tinggi untuk menyesuaikannya (Buchanan et al.,

    2001). Mesin kendaraan bermotor memerlukan jenis bensin dengan jumlah

    bilangan oktan RON yang sesuai compression ratio mesin itu sendiri agar dapat

    bekerja secara optimal. Bilangan oktan bensin dapat ditingkatkan dengan

    menambahkan Tetra Ethyl Lead (TEL), namun peneliti menemukan kelemahan

    TEL, yaitu dapat menimbulkan emisi bahan bakar yang membahayakan kesehatan

    manusia. Banyak penelitian dilakukan untuk menemukan bahan yang dapat

    menaikan angka oktan bensin sebagai pengganti TEL (Khaeruddin et al., 2007)

    diantaranya menggunakan naphthalene (Tirtoatmodjo, 2011). Salah satu proses

    yang dapat dilakukan untuk menaikkan bilangan oktan bensin atau gasoline ini

    dengan menggunakan reaksi catalytic cracking (perengkahan katalitik) yaitu

    reaksi merengkah dengan bantuan katalis.

    Penelitian perengkahan katalitik pada umumnya menggunakan zeolit

    (Xian et al., 2010) dan logam golongan utama (Myrstad, 1996). Penggunaan

    ZSM-5 dan Al pada reaksi perengkahan katalitik dapat menaikkan bilangan oktan

    hingga >80 pada suhu 550- 650oC (Xian et al., 2010). Penambahan vanadium

    pada nikel meningkatkan aktifitas katalis sehingga dapat menaikkan bilangan

    oktan pada gasoline (Myrstad, 1996). Pada penelitian tersebut belum dapat

    dihasilkan bilangan oktan yang melebihi standar premium yaitu 88, melainkan

    hanya sebesar 86. Pencampuran zeolit dan logam golongan utama (Li, Mg, Ca,

    dan Al) yang dilakukan menghasilkan bilangan oktan yang tinggi (Lugstein et al.,

    1998). Namun demikian, percobaan ini memerlukan biaya yang lebih mahal

    karena komposisi dari logam golongan utama lebih besar, sehingga kurang efisien

    Kinerja katalis ..., Sari Pratiwi, FT UI, 2012

  • 2

    Universitas Indonesia

    dalam penggunaannya. Proses peningkatan bilangan oktan bensin juga telah

    dilakukan oleh Vino (Hasyim, 2010). Penelitian tersebut menghasilkan

    peningkatan bilangan oktan bensin sebesar 1,6 dengan menggunakan katalis

    komplek nano partikel Pr/EDTA/Zeolit klipnotilolit.

    Dalam beberapa tahun terakhir, karakterisasi berbasis campuran oksida

    telah menarik banyak perhatian ilmuwan untuk tekstur yang luar biasa,

    peningkatan kapasitas penyimpanan oksigen, dan ketahanan sintering

    dibandingkan dengan lantanida murni. Dilaporkan bahwa kombinasi dari dua

    oksida logam praseodimium dan alumina dapat memberikan aktifitas katalitik

    yang baik. Alumina memiliki luas permukaan yang tinggi dan stabilitas mekanis,

    sangat cocok sebagai penyangga katalis (Laosiripojana et al., 2005). Deposisi

    sejumlah kecil dari lantanida ke dalam penyangga katalis dengan luas permukaan

    yang tinggi dapat membantu menjaga permukaan logam dan penyangganya pada

    temperatur tinggi dan untuk mencegah pembentukan karbon dan proses sintering

    dari fase logam aktif. Hal ini juga menghasilkan campuran oksida dengan redoks

    yang baik.

    Katalis PrO2/Al2O3 dan Pr6O11 juga telah dilakukan. Penelitian tersebut

    membuktikan bahwa katalis yang mengandung praseodimium berikatan lebih kuat

    dengan alumina dibandingkan praseodimium murni (Tankov et al., 2011). Dalam

    penelitiannya, kandungan praseodimium dalam alumina divariasikan, yaitu 1, 6,

    12, dan 20%. Dari variasi ini, didapat kesimpulan bahwa semakin kecil

    praseodimium dalam alumina, maka interaksi katalis semakin kuat. Namun

    penelitian tersebut belum dilakukan uji aktifitas katalis.

    Katalis PrO2/Al2O3 kemungkinan dapat digunakan untuk meningkatkan

    bilangan oktan bensin. Berdasarkan uraian di atas, maka pada penelitian ini

    dilakukan pembuatan katalis dengan metode yang sama dengan variasi kandungan

    praseodimium di bawah 1%, yaitu 0,01% dan 0,03% untuk diuji keaktifannya

    dalam meningkatkan bilangan oktan bensin.

    Kinerja katalis ..., Sari Pratiwi, FT UI, 2012

  • 3

    Universitas Indonesia

    1.2 Rumusan Masalah

    Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

    1. Bagaimana aktifitas katalis PrO2/Al2O3 dalam menaikan bilangan oktan

    bensin?

    2. Bagaimana pengaruh kandungan praseodimium terhadap sifat fisik dan sifat

    kimia dalam katalis PrO2/Al2O3?

    1.3 Tujuan Penelitian

    Tujuan dari penelitian ini adalah :

    1. Mengetahui keaktifan katalis PrO2/Al2O3 untuk menaikan bilangan oktan

    bensin.

    2. Mengetahui pengaruh kandungan praseodimium terhadap sifat fisik dan sifat

    kimia dalam katalis PrO2/Al2O3.

    1.4 Batasan Masalah

    Pada penelitian ini, penulis membatasi permasalahan sebagai berikut :

    1. Katalis yang diuji adalah katalis PrO2/Al2O3 yang dibuat melalui metode

    impregnasi

    2. Reaktan yang digunakan adalah bensin komersil (premium).

    3. Reaktor yang digunakan adalah reaktor tumpak/batch

    1.5 Sistematika Penulisan

    BAB I PENDAHULUAN

    Berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan

    sistematika penulisan.

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA

    Berisi teori umum tentang hal-hal yang berkaitan dengan penelitian ini, seperti

    bahan-bahan dalam proses penelitian, katalis dan proses pembuatannya, serta uji

    kinerja katalis yang dilakukan.

    Kinerja katalis ..., Sari Pratiwi, FT UI, 2012

  • 4

    Universitas Indonesia

    BAB III METODOLOGI PENELITIAN

    Berisi prosedur penelitian, alat dan bahan yang digunakan, analisa produk, dan

    pengolahan data.

    BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

    Berisi tentang penyajian data penelitian yang diperoleh, analisis kecendrungan

    pada variasi variabel bebas, dan pembahasan mengenai reaksi-reaksi yang terjadi.

    BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

    Berisi tentang kesimpulan dari penelitian yang dilakukan dan saran untuk

    pengembangan penelitian selanjutnya agar lebih baik.

    Kinerja katalis ..., Sari Pratiwi, FT UI, 2012

  • 5 Universitas Indonesia

    BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Bensin

    Bensin sudah hampir menjadi kebutuhan pokok masyarakat dunia. Bensin

    merupakan cairan campuran berbagai bahan yang berasal dari minyak bumi

    dengan daya bakar bensin berbeda-beda menurut komposisinya. Ukuran daya

    bakar ini dapat dilihat dari bilangan oktan setiap campuran bensin. Di Indonesia,

    bensin diperdagangkan dalam dua kelompok besar: campuran standar (disebut

    premium dengan standar bilangan oktan adalah 88), dan bensin super (disebut

    juga pertamax dengan standar bilangan oktan adalah 92). Spesifikasi gasoline

    yang dibuat tersebut mencakup pertimbangan tentang kebutuhan ideal kendaraan

    bermotor negara bersangkutan, tingkat ekonomi negara, dan kemampuan

    produksinya.

    Proses pembuatan gasoline yaitu melalui fraksionasi minyak bumi, yaitu

    proses pemisahan hidrokarbon berdasarkan perbedaan titik didih komponen.

    Golongan hidrokarbon yang utama adalah (Migas, 2006)

    1. Parafin adalah kelompok senyawa hidrokarbon jenuh berantai lurus (alkana).

    Contohnya adalah metana, etana, n-butana, isobutana, isopentana, dan

    isooktana. Jumlah senyawa yang tergolong ke dalam senyawa isoparafin jauh

    lebih banyak daripada senyawa yang tergolong n-parafin. Tetapi, di dalam

    minyak bumi mentah, kadar senyawa isoparafin biasanya lebih kecil daripada

    n-parafin.

    2. Olefin adalah kelompok senyawa hidrokarbon tidak jenuh. Contohnya etilena,

    propena, dan butena.

    3. Naftena adalah senyawa hidrokarbon jenuh yang membentuk struktur cincin.

    Senyawa-senyawa kelompok naftena yang banyak ditemukan adalah senyawa

    yang struktur cincinnya tersusun dari 5 atau 6 atom karbon. Contohnya adalah

    siklopentana, metal siklopentana dan sikloheksan. Umumnya, di dalam

    minyak bumi mentah, naftena merupakan kelompok senyawa hidrokarbon

    yang memiliki kadar terbanyak kedua setelah n-parafin.

    Kinerja katalis ..., Sari Pratiwi, FT UI, 2012

  • 6

    Universitas Indonesia

    4. Aromatik adalah hidrokarbon-hidrokarbon tak jenuh yang berintikan atom-

    atom karbon yang membentuk cincin benzena. Contohnya benzena,

    metilbenzena, dan naftalena. Minyak bumi dari Sumatera dan Kalimantan

    umumnya memiliki kadar aromat yang relatif besar.

    Setelah fraksionasi, bensin diproses lebih lanjut untuk menaikkan bilangan

    oktannya. Adapun kualitas gasolin yang ditetapkan sebagai spesifikasi standar

    adalah yang dikeluarkan oleh American Petroleum Institute (API) pada tahun

    2005. Secara sederhana, bensin tersusun dari hidrokarbon rantai lurus, mulai dari

    heptana sampai dengan dodekana. Dengan kata lain, bensin terbuat dari molekul

    yang hanya terdiri atas hidrogen dan karbon yang terikat satu dengan yang lainnya

    sehingga membentuk rantai.

    Salah satu reaksi yang digunakan untuk menghasilkan bensin adalah reaksi

    perengkahan dengan katalis (catalytic cracking) khususnya untuk menghasilkan

    bilangan oktan yang relatif tinggi dibandingkan bensin biasa (premium). Beberapa

    hal yang dipertimbangkan dalam setiap perubahan spesifik bensin antara lain

    (Tabel 2.1)

    Kinerja katalis ..., Sari Pratiwi, FT UI, 2012

  • 7

    Universitas Indonesia

    Tabel 2.1 Spesifikasi bensin dengan bilangan oktan 88

    No Karakteristik Satuan B Batasan

    Tanpa

    Timbal

    Bertimbal

    Min Maks Min Maks

    1 Bilangan oktan

    Riset Bilangan Oktan (RON) RON 88,0 88,0

    Motor Bilangan Oktan (MON) Dilaporkan Dilaporkan

    2 Stabilitas Oksidasi (Periode Induksi) Menit 360

    3 Kandungan Sulfur % m/m 0,05 0,05

    4 Kandungan Timbal (Pb) g/l 0,013 0,3

    5 Distilasi

    10% vol. penguapan C 74 74

    50% vol. penguapan C 88 125 125

    90% vol. penguapan C 180 180

    Titik didih akhir C 215 215

    Residu % vol 2,0 2,0

    6 Kandungan Oksigen % m/m 2,7 2,7

    7 Washed Gum mg/100ml 5 5

    8 Tekanan uap kPa 62 62

    9 Berat jenis (pada suhu 15C) kg/m3 715 780 715 780

    10 Korosi bilah tembaga Menit kelas 1 kelas 1

    11 Uji doctor Negative Negative

    12 Sulfur Mercaptan % massa 0,002 0,002

    13 Penampilan visual jernih dan

    terang

    jernih dan

    terang

    14 Warna Merah Merah

    15 Kandungan pewarna g/100l 0,13 0,13

    16 Bau dapat

    dipasarkan

    dapat

    dipasarkan

    Sumber: Keputusan Direktur Minyak dan Gas Bumi No 3674 K/24/DJM/2006 ,17 Maret 2006

    Bensin yang digunakan oleh mesin kendaraan bermotor harus memiliki

    bilangan oktan yang sesuai dengan kebutuhan mesin. Bilangan oktan adalah

    indikator dari bahan bakar untuk mesin pembakaran jenis cetus api (mesin

    bensin), yang menunjukkan seberapa kuat bahan bakar tersebut tidak terbakar

    dengan sendirinya. Hal ini sangat penting untuk sistem pembakaran pada mesin

    Kinerja katalis ..., Sari Pratiwi, FT UI, 2012

  • 8

    Universitas Indonesia

    bensin yang memanfaatkan pembakaran terkontrol yang menuntut terjadinya

    pembakaran dimulai dari satu titik, yaitu ujung busi. Apabila bahan bakar tersebut

    terbakar dengan sendirinya ketika api pembakaran yang berasal dari busi belum

    sampai di titik tersebut, maka akan terjadi peristiwa knocking. Jika knocking

    tersebut terjadi secara terus menerus dalam jangka waktu lama akan membuat

    goresan hingga lubang pada kepala piston. Hal ini mengakibatkan turunnya

    efisiensi energi hasil pembakaran yang terpakai dan menimbulkan getaran atau

    sentakan yang kuat pada bagian mesin dengan tidak terkontrol.

    Bensin yang memiliki bilangan oktan tinggi pada mobil yang memiliki

    spesifikasi bilangan oktan di atas 90 membuat konsumsi bahan bakar lebih irit. Ini

    disebabkan bensin sedikit lebih lama terbakar sehingga mesin bisa efisien.

    Dengan sedikit bahan bakar jenis ini, bisa dihasilkan tenaga yang banyak, akibat

    reaksi seketika mudah terbakar dalam ruang bakar pembakaran menjadi sempurna

    sehingga dapat meningkatkan tenaga dan akselerasi. Pemakaian bensin beragka

    oktan tinggi yang tidak sesuai dengan spesifikasi mesin mobil hanya akan

    menyebabkan pemborosan.

    Bilangan oktan merupakan acuan untuk mengukur kualitas suatu bensin

    yang digunakan sebagai bahan bakar. Bensin mengandung lebih dari 500 jenis

    hidrokarbon, dengan kadar yang bervariasi tergantung komposisi minyak mentah

    dan kualitas yang diiginkan. Pembakaran bensin yang diinginkan adalah

    menghasilkan dorongan mulus terhadap penurunan piston. Hal ini tergantung pada

    ketepatan waktu pembakaran agar jumlah energi ditransfer ke piston menjadi

    maksimum. Ketepatan waktu pembakaran tergantung pada jenis rantai karbon

    yang selanjutnya akan menentukan kualitas bensin.

    Pengukuran bilangan oktan dilakukan dengan membandingkan kemampuan

    mencegah knocking antara suatu jenis bensin dengan campuran kimia antara

    senyawa isooktan dan n-heptana. Bensin berbilangan oktan 88, misalnya, berarti

    memiliki kemampuan mencegah kelitik sama dengan campuran yang terdiri atas

    88 % iso-oktan dan 12 % n-heptana. Ada dua kategori angka oktan ini, yaitu

    Research Octane Number (RON) dan Motor Octane Number (MON). RON

    diperoleh dari simulasi kinerja bahan bakar saat mesin dioperasikan dalam kondisi

    standard an merupakan kecendrungan bensin untuk mengalami knocking pada

    Kinerja katalis ..., Sari Pratiwi, FT UI, 2012

  • 9

    Universitas Indonesia

    pengendaraan biasa, sementara MON menunjukkan kinerja bahan bakar saat

    mesin dioperasikan dalam kondisi lebih berat dan merupakan kecendrungan

    bensin untuk mengalami knocking pada kecepatan tinggi. Bilangan oktan MON

    bisa 10 poin lebih rendah dibandingkan angka oktan RON. Bilangan oktan yang

    biasa disebut secara umum merupakan nilai yang diperoleh dari rata-rata besar

    RON dan MON. Bilangan oktan yang diumumkan adalah rata-rata aritmatik kedua

    bilangan oktan tersebut yang kemudian disebut sebagai PON (Posted Octane Number).

    Senyawa aromatik dan parafin bercabang mempunyai angka oktan paling tinggi,

    sedangkan n-parafin memiliki biilangan oktan yang paling rendah. Naftenik, olefin dan

    parafin bercabang sedikit memiliki bilangan oktan yang sedang. Kenaikan panjang rantai

    hidrokarbon parafin menurunkan angka oktan.

    Penambahan senyawa-senyawa organik logam berat dapat meningkatkan bilangan

    oktan bensin. Senyawa yang paling efektif dalam meningkatkan bilangan oktan adalah

    Tetra Ethyl Lead (TEL). Senyawa ini larut dalam bensin dan dapat mengakibatkan

    kenaikan yang besar pada bilangan oktan bensin yang ditambahkan. Kenaikan bilangan

    oktan karena penambahan TEL semakin kecil jika bilangan oktan semula semakin besar.

    Tetapi, penambahan TEL atau senyawa-senyawa logam berat lainnya dapat mencemari

    atmosfir dan menjadi racun bagi orang yang menghirupnya, maka digunakanlah senyawa-

    senyawa pengganti logam berat tersebut yaitu senyawa alkohol dan eter seperti metanol,

    etanol, Metil Tersier Butil Eter (MTBE), Etil Tersier Butil Eter (ETBE) dan Tersier Amil

    Metil Eter (TAME). Aditif yang berasal dari eter memiliki afinitas terhadap air yang lebih

    kecil daripada aditif yang berasal dari alkohol. Bensin yang dicampuri eter lebih tidak

    menarik air dari udara bebas (adanya air akan merusak mutu bensin).

    2.2 Reaksi Reaksi yang Berperan dalam Meningkatkan Bilangan Oktan

    Peningkatan bilangan oktan dapat terjadi melalui beberapa reaksi, yaitu

    catalytic cracking dan isomerisasi

    2.2.1 Catalytic Cracking

    Cracking atau perengkahan hidrokarbon adalah pemutusan molekul-

    molekul senyawa hidrokarbon yang besar menjadi molekul-molekul senyawa

    hidrokarbon yang kecil. Contoh perengkahan ini adalah pengolahan minyak solar

    atau minyak tanah menjadi bensin. Kualitas bensin sangat ditentukan oleh sifat

    Kinerja katalis ..., Sari Pratiwi, FT UI, 2012

  • 10

    Universitas Indonesia

    anti-knock (ketukan) yang dinyatakan dalam bilangan oktan. Bilangan oktan 100

    diberikan pada iso-oktan yang mempunyai sifat anti knocking yang istimewa, dan

    bilangan oktan 0 diberikan pada n-heptana yang mempunyai sifat anti knock yang

    buruk. Bensin yang diuji akan dibandingkan dengan campuran isooktana dan n-

    heptana.

    Bilangan oktan dipengaruhi oleh beberapa struktur molekul

    hidrokarbon.Hidrokarbon tersebut tergolong hidrokarbon rantai pendek yang

    didapat dari perengkahan hidorkarbon rantai panjang. Terdapat 3 cara proses

    perengkahan, salah satu nya adalah perengkahan dengan menggunakan katalis

    (catalytic cracking). Perengkahan menggunakan katalis dalam reaksi

    perengkahannya akan mengarahkan reaksi sehingga menghasilkan produk

    hidrokarbon yang memiliki angka oktan tinggi. Proses perengkahan katalitik dari

    hidrokarbonmemiliki beberapa keunggulan diantaranya adalah:

    1. Produk bensin yang dihasilkan memiliki angka oktan yang lebih tinggi karena

    banyak mengandung iso-parafin. Senyawa jenis ini juga lebih stabil, dan

    memiliki konversi produk bensin lebih besar jika digunakan kristal katalis

    Al2O3 (Buchanan et al., 2001).

    2. Bensin yang dihasilkan mempunyai kandungan sulfur lebih rendah daripada

    bensin hasil thermal cracking.

    3. Menghasilkan lebih sedikit heavy residual oil atau tar. Selama proses

    perengkahan, material karbon terdeposit di permukaan katalis sehingga

    menurunkan aktivitas katalis tersebut. Oleh karena itu, salah satu bagian yang

    sangat penting pada proses ini adalah regenerasi katalis.

    Perengkahan katalis terdiri dari dua jenis reaksi, yaitu perengkahan

    aromatik dan reaksi perpindahan hidrogen. Pada perengkahan aromatik, cincin

    aromatik stabil pada kondisi perengkahan katalis, tetapi rantai panjang alkil

    reaktif. Kemudahan perengkahan alkil aromatik bertambah dengan kenaikan

    panjang rantai alkil. (Gambar 2.1)

    Kinerja katalis ..., Sari Pratiwi, FT UI, 2012

  • 11

    Universitas Indonesia

    Gambar 2.1 Perengkahan cincin aromatic (Migas, 2006)

    Produk parafinik hasil perengkahan katalis bercabang lebih banyak dari yang

    diperkirakan. Penjelasan atas hal tersebut diberikan dari reaksi hidrogen transfer seperti

    berikut (Gambar 2.2):

    Gambar 2.2 Reaksi hidrogen transfer (Migas, 2006)

    Karena reaksi isomerisasi olefin dan hidrogen transfer antara i-olefin dan decalin jauh

    lebih cepat dari pada reaksi lain, maka i-parafin dihasilkan lebih cepat dari parafin.

    Berlawanan dengan perengkahan termis yang terjadi karena adanya reaksi rantai dari

    radikal bebas, produk reaksi antara yang terdapat dalam perengkahan katalis adalah

    fragmen-fragmen bermuatan positif yang disebut ion karbonium. Ion karbonium berbeda

    dengan radikal bebas karena mengandung elektron minus satu. Tipe reaksinya sebagai

    berikut (Gambar 2.3):

    Gambar 2.3 Reaksi pertukaran ion karbonium (Migas, 2006)

    Kinerja katalis ..., Sari Pratiwi, FT UI, 2012

  • 12

    Universitas Indonesia

    Katalis yang digunakan adalah katalis padat yang bersifat asam dengan

    porositas tinggi dan tahan abrasi maupun perubahan temperatur. Bahan katalis

    terdiri dari silika dan alumina. Semakin banyak umpan, semakin tinggi hasil

    gasolin yang diperoleh. Secara umum, peran katalis asam penelitian ini dalam

    reaksi perengkahan adalah sebagai berikut:

    1. Memutuskan ikatan karbon-karbon dilakukan secara selektif, sehingga jarang

    terbentuk produk perengkahan yang memiliki lebih kecil dari tiga buah atom

    karbon.

    2. Meningkatkan laju reaksi perengkahan 5 sampai 60 kali lebih cepat

    dibandingkan perengkahan panas. Laju reaksi meningkat sejalan dengan

    kenaikan berat molekul.

    3. Melakukan isomerisasi selektif sehingga hidrokarbon jenuh dengan rantai

    karbon pendek tidak mengalami isomerisasi.

    Olefin lebih mudah untuk direngkah dari pada parafin dan juga lebih cepat

    mengalami isomerisasi dan pembentukan deposit karbon. Diolefin dan olefin

    aromatik bahkan lebih cepat mengalami perengkahan, penjenuhan, polimerisasi,

    dan terkonversi menjadi deposit karbon. Naphtena sangat sensitif terhadap

    perengkahan katalitik. Kenaikan laju reaksi sejalan dengan berat molekul dan

    menjadi sekitar 1000 kali lebih cepat dari pada perengkahan panas. Semua

    senyawa aromatik seperti benzena, bifenil, dan naftalena pada umumnya tidak

    dapat direngkah dengan mekanisme katalisis ini, sedangkan alkil aromatik siap

    direngkah menjadi cincin untuk menghasilkan benzena, dan lain-lain.

    Proses perengkahan katalitik pada penelitian ini menggunakan reaktor

    batch, yaitu reaktan dilewatkan pada suatu katalis PrO2/Al2O3. Variabel operasi

    yang penting mempengaruhi konversi dan distribusi produk adalah suhu cracking,

    rasio katalis dan bensin, space velocity, tipe dan aktifitas katalis dalam

    merengkahkan, dan rasio recycle. Dalam batasan kondisi operasi normal,

    peningkatan suhu reaksi, rasio katalis/reaktan, aktivitas katalis, dan waktu

    kontakakan menghasilkan kenaikan dalam konversi dan penurunan dalam naiknya

    konversi space velocity. Harus diperhatikan bahwa kenaikan konversi tidak selalu

    berarti kenaikan pada bensin. Sebagai contoh kenaikan suhu diatas level tertentu

    Kinerja katalis ..., Sari Pratiwi, FT UI, 2012

  • 13

    Universitas Indonesia

    ternyata dapat meningkatkan konversi, coke karbon gas, dan angka oktan, tetapi

    menurunkan bensin.

    2.2.2 Isomerisasi

    Isomer adalah senyawa yang mempunyai rumus molekul sama tetapi

    rumus bangunnya berbeda. Bensin ini terdiri dari campuran isomer heptana dan

    oktana. Isomer dapat dibedakan atas isomer struktur dan isomer ruang. Isomer

    struktur adalah dua atau lebih senyawa organik berbeda disebabkan oleh susunan

    atom yang terikat satu sama lain dalam suatu molekul. Isomer struktur ini dapat

    dibedakan atas 3 jenis, yaitu isomer rangkaian, isomer kedudukan, dan isomer

    fungsional. Untuk menghasilkan bilangan oktan yang tinggi, pada proses ini

    kemungkinan terjadi reaksi isomer rangkaian untuk pembentukan iso-oktan.

    Isomer rangkaian adalah dua senyawa atau lebih yg mempunyai rumus molekul

    sama tetapi berbeda pada percabangan atom C-nya. Dari peristiwa isomerisasi ini

    dihasilkan produk dengan jumlah percabangan yang lebih banyak. Cabang ini

    akan membentuk suatu ikatan iso- yang akan meningkatkan nilai bilangan oktan

    yang terkandung pada sebuah senyawa dengan jumlah karbon yang sama.

    2.3 Katalis

    Katalis merupakan substansi yang dapat meningkatkan laju reaksi untuk

    mencapai kesetimbangan namun tidak ikut bereaksi dengan reaktan dalam reaksi

    tersebut. Katalis pada umumnya mempunyai sifat-sifat sebagai berikut (Nasikin

    dan Susanto, 2010). Dalam pemilihan katalis, diperhatikan faktor sebagai berikut:

    1. Aktifitas

    Keaktifan katalis didefinisikan sebagai kemampuan dari katalis untuk dapat

    mengubah bahan baku menjadi produk yang dikehendaki. Keaktifan katalis

    didapat dari kombinasi bahan kimia dan bahan mineralogi, sehingga dapat

    diketahui katalis tersebut aktif dalam melakukan proses katalis yang

    dibuktikan dengan dihasilkannya produk baru yang dikehendaki.

    Kinerja katalis ..., Sari Pratiwi, FT UI, 2012

  • 14

    Universitas Indonesia

    2. Stabilitas

    Stabil dalam arti mempunyai kemampuan menghadapi racun-racun yang

    mungkin dapat merusak kinerja dan penampakan dari katalis itu sendiri.

    3. Selektifitas

    Selektifitas didefinisikan sebagai kemampuan katalis dalam menghasilkan

    produk yang sesuai dengan yang dikehendaki. Hal ini karena satu zat yang

    berperan dalam salah satu proses dapat juga menjadi penghambat pada proses

    lainnya, sehingga perlu diteliti setiap material yang akan digunakan sebagai

    katalis.

    4. Umur

    Umur katalis mempunyai pengertian rentang waktu bagi katalis untuk

    bertahan pada level yang mencukupi sesuai kinerja katalis yang diinginkan.

    5. Regenerasi

    Sifat mudah diregenerasi harus dimiliki oleh katalis sehingga pada saat katalis

    dioperasikan gangguan yang terjadi dapat diminimumkan.

    6. Kekuatan mekanik

    Kekuatan mekanik merupakan kondisi yang harus dimiliki katalis sehingga

    bila proses menghendaki tekanan dan temperatur tinggi, katalis itu dapat

    digunakan.

    Secara umum, katalis memiliki 2 fungsi, sebagai berikut:

    1. Mempercepat reaksi menuju kesetimbangan atau fungsi aktivitas

    2. Meningkatkan hasil reaksi yang dikehendaki atau fungsi selektivitas

    Katalis tidak secara permanen terlibat dalam reaksi kimia, ketika katalis

    melakukan fungsinya, maka katalis mengalami perubahan baik secara kimiawi

    maupun secara fisik yang sangat mempengaruhi kinerjanya. Oleh karena itu

    terdapat 3 parameter utama dari kinerja katalis yaitu :

    1. Aktivitas, yaitu peran katalis untuk meningkatkan kecepatan reaksi

    2. Selektivitas, yaitu peran katalis untuk meningkatkan produk yang diinginkan

    3. Deaktivasi, yaitu penurunan aktivitas dari katalis yang dihubungkan dengan

    masa hidup katalis (life-time).

    Dalam melakukan fungsinya pada reaksi katalisis, ada 3 faktor yang

    mempengaruhi kinerja dari katalis, yaitu aliran fluida, aktivitas katalis dan

    Kinerja katalis ..., Sari Pratiwi, FT UI, 2012

  • 15

    Universitas Indonesia

    stabilitas katalis. Aktivitas dan selektivitas dapat dicapai dengan pemilihan

    komponen atau material serta metode preparasi yang mampu memberikan luas

    permukaan yang optimum. Aktivitas yang tinggi saja tanpa memperhatikan

    selektivitas dan faktor lain semisal kekuatan mekanik tidaklah cukup dalam

    menentukan kelayakan pembuatan suatu katalis. Sehingga untuk mendapatkan

    kinerja katalis yang optimum, pemilihan komponen pada penelitian ini terdiri atas

    2 komponen, yaitu inti aktif dan penyangga.

    2.3.1 Support

    Support atau disebut juga penyangga katalis memiliki berbagai fungsi.

    Namun, fungsi utama dari penyangga adalah untuk menyediakan luas permukaan

    yang besar bagi inti aktif. Fungsi penyangga yang lain adalah sebagai permukaan

    yang stabil dimana inti aktif terdispersi sedemikian rupa sehingga sintering dapat

    dikurangi. Dengan demikian penyangga harus tahan terhadap pertumbuhan kristal

    dikarenakan panas, yang artinya harus memiliki titik lebur yang tinggi atau

    minimal lebih tinggi daripada titik lebur inti aktif.

    -Al2O3 merupakan jenis penyangga sebagai support pada komponen inti

    aktif katalis (Nasikin dan Susanto, 2010). Kekuatan asam pada katalis alumina

    terletak pada sisi asam katalis yang diasosiasikan dengan atom aluminium.

    Alumina dengan keasaman yang tinggi terdiri dari alumina amorf dan alumina

    dengan struktur trigonal. Alumina dalam bentuk amorf memiliki kekuatan asam

    yang lebih rendah daripada alumina dengan struktur trigonal (Arifianto, 2006).

    Karena bersifat asam, Al2O3 cocok digunakan untuk merengkahkan senyawa

    berantai panjang menjadi rantai lebih pendek. Aluminium dengan keasaman yang

    tinggi dikelilingi oleh atom yang memiliki keelektronegatifan yang baik dalam

    membentuk aluminium oksida. Sebagai lapisan tipis yang dengan cepat menutupi

    permukaan aluminium, lapisan ini melindungi logam aluminium dari oksidasi

    lebih lanjut. Senyawa oksida ini memiliki titik lebur 2318C sehingga biasa

    digunakan sebagai penyangga.

    Alumina yang di-dehidrasi pada saat preparasi mengikuti reaksi dibawah

    ini: (Gambar 2.4)

    Kinerja katalis ..., Sari Pratiwi, FT UI, 2012

  • 16

    Universitas Indonesia

    Gambar 2.4 Reaksi dehidrasi alumina (Nasikin dan Susanto, 2010)

    Pada reaksi dehidrasi tersebut masih tetap ada sejumlah air yang teradsorpsi pada

    permukaan katalis yang menghasilkan sisi asam Bronsted seperti persamaan

    reaksi berikut ini (Gambar 2.5)

    Gambar 2.5 Sisi asam Bronsted pada alumina (Nasikin dan Susanto, 2010)

    Sisi Bronsted yang menginisiasi reaksi ion karbonium dan sisi Lewis yang

    memberikan reaksi ion radikal, keduanya ada meskipun pada prakteknya asam

    Bronsted lebih dominan. Ketika menggunakan -Al2O3 sebagai penyangga, reaksi

    perengkahan dan isomerisasi terjadi karena keasaman penyangga memberikan

    dampak positif terhadap reaksi utama. Dalam peristiwa seperti ini penyangga

    berfungsi juga sebagai katalis disamping inti aktif logam. Oleh karenanya jenis

    katalis seperti ini akan berfungsi sebagai katalis ganda.

    2.3.2 Active Site

    Pada katalis, inti aktif bertanggung jawab terhadap prinsip jalannya reaksi.

    Pemilihan komponen aktif adalah langkah pertama yang harus dilakukan dalam

    perancangan suatu katalis. Pemilihan komponen aktif katalis ini dapat berdasarkan

    Kinerja katalis ..., Sari Pratiwi, FT UI, 2012

  • 17

    Universitas Indonesia

    konduktivitas Salah satu komponen aktif yang baik untuk reaksi perengkahan

    katalitik dan isomerisasi adalah katalis oksida asam, karena memiliki

    konduktivitas sebagai isolator, sehingga tidak dapat secara langsung

    mempromosikan perpindahan muatan listrik, tetapi permukaan yang mengandung

    proton dapat melakukannnya.

    Praseodimium berbentuk padatan didapat dari suatu proses pertukaran ion

    dari monazite pasir (( Ce, La, Th, Nd, Y)PO4), suatu material kaya akan unsur-

    unsur bumi yang jarang. Praseodimium ini sering digunakan sebagai campuran

    logam dan penyusun metal (Cotton, 1991). Oleh karena sifatnya itu,

    praseodimium dapat digunakan sebagai campuran katalis. Praseodimium terdapat

    pada golongan 4f dan memiliki ion 3+. Spesifikasi dari lantanida jenis

    praseodimium ini tercantum dalam tabel 2.2

    Tabel 2.2. Spesifikasi Praseodimium (Cotton, 1991)

    Nomor Atom 59

    Berat Atom 140.90765

    Densitas 6.77 g/cm3

    Titik Lebur 1204 K ( 931C atau 1708F)

    Titik Didih 3793 K ( 3520C atau 6368F)

    Estimated Crustal Abundance 9.2 mg/ kg

    Estimated Oceanic Abundance 6.410-7

    mg/l

    Energi Ionisasi 5.464

    Dari tabel 2.2 dapat dilihat bahwa titik lebur praseodimium sebesar 931C

    sehingga dalam proses pembuatan katalis tidak dianjurkan melebihi suhu tersebut.

    Penambahan lantanida pada katalis alumina berfungsi sebagai peningkat

    kestabilan katalis (Parwono et al., 1997). Praseodimium dalam alumina memiliki

    kekuatan interaksi yang kuat, sehingga kekuatan mereduksi yang tinggi (Tankov

    et al., 2011). Sifat asam yang dihasilkan oleh penggabungan praseodimium dan

    alumina diharapkan dapat merengkahkan suatu senyawa hidrokarbon nantinya.

    Kinerja katalis ..., Sari Pratiwi, FT UI, 2012

  • 18

    Universitas Indonesia

    2.4 Katalis PrO2/Al2O3

    Katalis yang digunakan adalah logam Pr dengan loading yang rendah pada

    penyangga Al2O3. Keunggulan dari katalis ini adalah tergolong oksida asam

    sehingga sesuai dengan reaksi isomerisasi pada reaktan.

    2.4.1 Mekanisme Katalis PrO2/Al2O3 dalam Meningkatkan Bilangan Oktan

    PrO2 termasuk jenis katalis oksida asam berkonduktivitas isolator dengan

    jenis reaksi ion karbonium. Jenis katalis ini, insulator tidak dapat secara langsng

    mempromosikan perpindahan muatan listrik, tetapi permukaan yang mengandung

    proton dapat melakukannya, sehingga inti aktif ini biasa digunakan pada jenis

    reaksi isomerisasi untuk mengonversi n-oktana menjadi iso-oktana (Hasyim,

    2010). Reaksi isomerisasi dimulai dari terbentuknya ion karbonium di permukaan

    katalis. Mekanisme reaksi katalitik ini terjadi pada inti aktif katalis yang berada di

    permukaan bagian dalam pori katalis. Reaksi ini dipercepat dengan adanya sifat

    asam dari penyangga. Sifat asam Al2O3 didapat dari metode preparasi. Saat

    alumina didehidrasi masih tetap ada sejumlah air yang teradsorpsi pada

    permukaan katalis yang menghasilkan sisi asam Bronsted.

    Pr dan Al2O3 tidak menyebabkan reaksi isomerisasi parafin, tapi sisi asam

    Al2O3 akan meng-isomerisasi n-olefin. Pada peristiwa tersebut terjadi 3 tahap

    reaksi yaitu, Pr akan menyebabkan dehidrogenasi n-C8 menjadi n-C8-, yang

    berpindah ke Al2O3 dan di-isomerisasi menjadi i-C8- lalu di-hidrogenasi menjadi

    i-C8 oleh Pr. Reaksi konversi ditunjukkan oleh gambar 2.6. Agar reaksi ini dapat

    terjadi, maka diperlukan persyaratan yaitu praseodimium dan Al2O3 harus saling

    kontak dengan sangat dekat dan Al2O3 memiliki tingkat keasaman yang cukup.

    Proses saling kontak yang akan dilakukan dengan metode impregnasi.

    Gambar 2.6 Reaksi konversi n-heksana (Nasikin dan Susanto, 2010)

    Pr Pr

    Kinerja katalis ..., Sari Pratiwi, FT UI, 2012

  • 19

    Universitas Indonesia

    Reaksi isomerisasi n-oktana menjadi iso-oktana dapat menghasilkan yield

    yang besar jika dilakukan pada suhu rendah sehingga kesetimbangan reaksi

    tercapai. Hal tersebut dibuktikan dengan perhitungan energi Gibbs, pada suhu

    40C, G n-oktana = 630197,20 J/mol dan G iso-oktana = 275563,05 J/mol,

    maka G reaksi = -354634,15 J/mol. Energi Gibbs menunjukkan angka negatif

    yang berarti, reaksi terjadi secara spontan. Jika energi Gibbs dihubungkan dengan

    konstanta kesetimbangan maka akan diperoleh hubungan termodinamika sebagai

    G = -RT ln K.

    Tabel 2.3 Logika hubungan antara G dan K dari persamaan G = -RT ln K

    K In K G Keterangan

    >1 + - Kesetimbangan ke arah produk

    =1 0 0 Kesetimbangan netral

  • 20

    Universitas Indonesia

    Berdasarkan perbedaan jumlah larutan impregnasi, metode preparasi ini dibagi

    menjadi dua:

    1. Wet Impregnation (dipping)

    Dengan cara ini penyangga direndam dalam larutan impregnasi. Jumlah

    larutan impregnasi yang dipakai dibuat berlebih, yaitu melebihi dari volume

    pori penyangga.

    2. Dry Impregnation (incipient wetness)

    Dalam metode ini penyangga juga direndam dalam larutan impregnasi.

    Namun, volum larutan impregnasi dibuat sama dengan volum pori

    penyangga. (Gambar 2.7)

    Gambar 2.7 Dry Impregnation (Richardson, 1989)

    Setelah diimpregnasi, padatan dikeringkan dari air yang terkandung di dalamnya

    kemudian dikalsinasi dengan tujuan untuk menghilangkan impurities dalam

    katalis seperti NO3 dan H2O

    Katalis yang telah dibuat perlu diuji untuk mengetahui sifat struktur katalis

    tersebut. Pengujian katalis ini biasa disebut karakterisasi. Bagian yang paling penting

    dalam karakterisasi katalis adalah pemilihan metode karakterisasi katalis yang tepat.

    Pada dasarnya semua metode karakterisasi katalis adalah bermanfaat. Metode

    karakterisasi katalis dipilih berdasarkan pertimbangan keperluan atau

    kepentingannya secara ilmiah dan teknis, biaya karakterisasi, dan kemudahan

    akses peralatan.

    Secara garis besar, teknik karakterisasi katalis dapat dibagi menjadi

    beberapa macam berdasarkan sifat-sifat yang akan diteliti, antara lain:

    Dehydrateed

    Pellets Pore-Filling

    Solution

    Pore-Saturated

    Pellets

    Kinerja katalis ..., Sari Pratiwi, FT UI, 2012

  • 21

    Universitas Indonesia

    1. Sifat-sifat partikel, meliputi: luas permukaan (surface area), porositas atau

    distribusi ukuran pori (adsorpsi uap pada suhu rendah, Hg porosimetry, dan

    incipient wetness), densitas, ukuran partikel, sifat mekanis, dan difusifitas.

    2. Sifat-sifat permukaan (surface), meliputi: struktur dan morfologi (SEM,

    TEM,XRD, EXAFS, XPS, FT-IR, Raman, UV-Vis), dispersi (chemisorption),

    dan keasaman.

    3. Sifat-sifat bulk, meliputi: komposisi elemental (XRF, AAS), sifat-sifat

    senyawa atau struktur fasa (XRD, Raman, FT-IR, DTA, TPR, TPO, TEM),

    struktur molekul (IR, Raman, UV-Vis, XAFS, NMR, dan EPR). (Richardson,

    1989)

    Pada penelitian ini, karakterrisasi katalis yang dilakukan meliputi:

    1. BET untuk mengetahui luas permukaan dan ukuran pori katalis

    2. ICPS untuk mengetahui kandungan logam dalam katalis

    3. SEM-EDX untuk mengetahui struktur katalis yang telah dibuat.

    Sedangkan bensin hasil reaksi dengan katalis dilakukan pengukuran bilangan

    oktan dan dianalisis menggunakan GC-MS.

    Kinerja katalis ..., Sari Pratiwi, FT UI, 2012

  • 22 Universitas Indonesia

    BAB 3

    METODELOGI PENELITIAN

    Pada penelitian ini dibuat katalis dengan variasi kandungan praseodimium

    di dalam penyangga -Al2O3, Kemudian katalis tersebut dikarakterisasi dan diuji

    aktifitasnya untuk menaikkan bilangan oktan bensin. Berikut tahapan penelitian

    yang dilakukan (Gambar 3.1)

    Gambar 3.1 Diagram alir penelitian

    Secara rinci, tahapan penelitian tersebut akan dijelaskan pada prosedur penelitian

    3.1 Variabel Bebas dan Terikat

    Variabel-variabel yang terdapat pada penelitian ini adalah

    Variabel Bebas : a. Rasio massa garam praseodimium nitrat dalam penyangga -

    Al2O3 yaitu 0,01 dan 0,03 wt %

    b. Waktu tahap uji aktifitas katalis divariasikan 20, 50, dan 80

    menit.

    Variabel Terikat : Bilangan oktan bensin

    3.2 Alat dan Bahan

    3.2.1 Bahan

    Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah

    1. -Al2O3

    Didapat dari Merck dengan kemurnian 99,9%

    Pembuatan Katalis

    Pengujian Keaktifan Katalis

    Karakterisasi Katalis

    Kinerja katalis ..., Sari Pratiwi, FT UI, 2012

  • 23

    Universitas Indonesia

    2. Garam praseodimium Pr(NO3)36H2O

    Didapat dari Aldrich dengan kemurnian 99,9%

    3. Bensin

    Didapat PT Pertamina dengan lokasi SPBU di kukusan kelurahan

    4. Akuades

    Didapat dari took bahan kimia Bogor

    3.2.2 Alat

    Alat- alat yang digunakan pada penelitian ini adalah

    1. Reaktor kaca 100 mL 11. Magnetic Stirer

    2. Kondenser 12. Kertas saring

    3. Hot Plate 13. Furnace

    4. Gelas Ukur 14. Penyaring

    5. Stopwatch 15. Cawan uap

    6. Pipet 16. Timbangan elektronik

    7. Sntrifugal electric 17. BET

    8. Spatula 18. SEM-EDX

    9. Termometer 19. Shatox ZX-101C

    10. Desikator 20. GC-MS

    3.3 Pelaksanaan Penelitian

    Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Produk Kimia dan

    Bahan Alam (RPKA), Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas

    Indonesia, Depok.

    3.4 Prosedur Penelitian

    Prosedur yang dilakukan terdiri atas tiga tahap, yaitu pembuatan katalis,

    karakterisasi katalis, dan uji aktivitas katalis.

    Kinerja katalis ..., Sari Pratiwi, FT UI, 2012

  • 24

    Universitas Indonesia

    3.4.1 Pembuatan Katalis

    Pembuatan katalis terdiri atas tiga tahap, yaitu pengukuran pori penyangga

    -Al2O3, impregnasi praseodimium, dan kalsinasi

    Gambar 3.2 Diagram alir pembuatan katalis

    Langkah kerja yang dilakukan untuk mengetahu volum pori penyangga -

    Al2O3 sebagai berikut :

    1. 2 gram -Al2O3 ditimbang dan ditempatkan dalam cawan petri

    2. 10 ml akuades dituang ke dalam tabung ukur.

    3. Padatan -Al2O3 diteteskan akuades dan diaduk secara merata menggunakan

    pipet tetes sampai padatan terbasahi secara merata (tidak berlebih/ tidak ada

    air yang mengalir)

    4. Poin (1) sampai (3) diulang untuk sampel berikutnya. Hal ini dilakukan untuk

    mendapatkan keakuratan data

    5. Volum pori dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :

    (3.1)

    Pengukuran volum penyangga -Al2O3

    Dry-impregnation praseodimium ke dalam

    penyangga -Al2O3

    Pengeringan dengan cara diaduk pada suhu

    110C dan kalsinasi pada suhu 550C

    Karakterisasi menggunakan BET, ICPS,

    dan SEM-EDX

    Terbentuk katalis PrO2/Al2O3

    Kinerja katalis ..., Sari Pratiwi, FT UI, 2012

  • 25

    Universitas Indonesia

    Metode dry-impregnasi -Al2O3 dengan garam praseodimium nitrat yang

    dilakukan:

    1. 150 gram massa padatan -Al2O3 ditimbang dan ditempatkan pada 3 wadah

    cawan uap, masing-masing 50 gram.

    2. 0,005 dan 0,015 gram garam praseodimium nitrat ditimbang dan masing-

    masing dilarutkan dengan akuades dalam gelas beker.

    3. Padatan -Al2O3 diteteskan tetes demi tetes dengan larutan garam tersebut dan

    diaduk secara merata.

    Proses terakhir dalam pembuatan katalis dilakukan pengeringan dan

    kalsinasi katalis

    1. Campuran katalis tersebut ditaruh ke dalam oven dengan suhu 110C selama 2

    jam (Tankov et al., 2011) Selama di-oven, padatan diaduk-aduk saat waktu ke

    30, 60, 75, 90, dan 105 menit.

    2. Campuran katalis dikalsinasi pada suhu 550C selama 2 jam (Tankov et al.,

    2011)

    3. Setelah 2 jam, butiran kristal katalis PrO2/Al2O3 terbentuk.

    3.4.2 Karakterisasi Katalis

    Katalis yang sudah terbentuk masing-masing dikarakterisasi dengan

    metode Brenaeur Emmet Teller (BET), Inductively Coupled Plasma Spectroscopy

    (ICPS), dan Scaning Electron Microscope (SEM)

    3.4.2.1 BET

    Brunaeur Emmet Teller (BET) merupakan salah satu alat utama dalam

    karakterisasi material. Alat ini khususnya berfungsi untuk menentukan luas

    permukaan pori, volum, dan distribusi ukuran pori katalis. Gejala yang diamati

    pada adsorpsi isoterm berupa adsorpsi lapisan molekul tunggal, adsorpsi lapisan

    molekul ganda dan kondensasi dalam kapiler. Dalam penelitian ini, jenis alat

    analisis BET yang digunakan adalah Quanta Chrome seri 6 A untuk menentukan

    Kinerja katalis ..., Sari Pratiwi, FT UI, 2012

  • 26

    Universitas Indonesia

    luas permukaan pori, volum, dan distribusi ukuran pori katalis yang telah dibuat.

    Pengujian dilakukan di laboratorium RPKA Departemen Teknik Kimia

    Universitas Indonesia.

    3.4.2.2 ICPS

    Tujuan analisis ini untuk mengukur dan menganalisis kandungan unsur-

    unsur logam dalam katalis. Unsur yang diketahui dari analisis ini yaitu kandungan

    Al dari setiap katalis yang sudah diaktivasi. Analisis ini didapat dari Lembaga

    Minyak dan Gas, Jakarta.

    3.4.2.3 SEM-EDX

    Scanning Electron Microscope (SEM) adalah suatu tipe mikroskop

    elektron yang menggambarkan permukaan sampel melalui proses scan dengan

    menggunakan pancaran energi yang tinggi dari elektron dalam suatu pola scan

    raster. Alat ini digunakan untuk mengetahui morfologi senyawa padatan dan

    komposisi unsur yang terdapat dalam suatu senyawa. Area dianalisis untuk

    mendapatkan hasil pengukuran SEM-EDX. Interaksiinteraksi elektron yang

    terjadi tersebut selanjutnya akan dideteksi dan diubah kedalam sebuah gambar

    oleh analisis SEM dan juga dalam bentuk grafik oleh analisis EDX. Analisis ini

    dilalukan di ruangan analisis SEM-EDX di Departemen Material dan Metalurgi

    Fakultas Teknk Universitas Indonesia.

    3.4.3 Uji Aktifitas Katalis

    Uji aktifitas katalis dilakukan dengan cara mereaksikan reaktan yaitu

    bensin dengan katalis yang telah dibuat pada suhu 40C, tekanan atmosferik

    selama waktu tertentu. Sebelum dan sesudah direaksikan dengan katalis bilangan

    oktan bensin diukur..

    Kinerja katalis ..., Sari Pratiwi, FT UI, 2012

  • 27

    Universitas Indonesia

    Gambar 3.3 Diagram alir uji aktifitas katalis

    Tahapan ini bertujuan untuk mengetahui kinerja katalis yang dibuat pada

    proses peningkatan bilangan oktan. Adapun prosedur yang dilakukan

    1. 500 ml bensin dituang ke dalam gelas labu.

    2. 0,5 gram atalis ditimbang (dari hasil perjitungan rasio massa katalis:reaktan

    sebesar 1:1000)

    3. Magnetic stirrer diletakkan di dalam gelas labu tersebut, kondenser dipasang

    di atas mulut labu reaksi, dan keran air pendingin dibuka

    4. Alat hot plate stirrer dinyalakan pada skala 4 dan suhu 40C,

    5. Termokopel dan termometer masing-masing dimasukkan ke dalam salah satu

    lubang labu reaksi.

    6. Setelah 20 menit, hotplate stirrer tersebut dimatikan.

    7. Kipas angin dinyalakan dan labu reaksi didiamkan selama 5 menit hingga

    bensin dingin

    8. Setelah bensin dingin, bensin dituang dari labu reaksi ke gelas ukur, kemudian

    volum bensin dicatat.

    Bensin

    Diukur

    Bilangan Oktan GC MS

    Didinginkan

    Bensin hasil reaksi

    Dipanaskan

    40C, 1 atm, dan diaduk

    Katalis

    Diukur

    Bilangan Oktan GC MS

    Kinerja katalis ..., Sari Pratiwi, FT UI, 2012

  • 28

    Universitas Indonesia

    9. Bensin dari gelas ukur dituang ke botol sampel dan botol sampel diberi label.

    10. Poin (1) sampai (9) diulangi untuk katalis kedua dan ketiga, serta waktu reaksi

    50 dan 80 menit.

    11. Hotplate strirer dimatikan.

    12. Bensin dianalisis menggunakan octane meter dan GC-MS

    Setelah bensin direaksikan dengan katalis, bensin diukur bilangan oktan

    dengan octane meter dan GC-MS.

    3.4.3.1 Octane meter

    Tujuan analisis ini untuk mengetahui bilangan oktan bensin setelah

    direaksikan dengan katalis. Pengukuran ini dilakukan di CV Catur Bangun Putra

    dengan alat yang digunakan Shatox ZX 101 C (Gambar 3.4)

    Gambar 3.4 Octane meter seri Shatox ZX 101C

    3.4.3.2 GC-MS

    Analisis ini bertujuan untuk mengetahui jenis dan komposisi senyawa

    dalam bensin setelah direaksikan dengan katalis. Analisis ini dilakukan di Pusat

    Laboratorium Forensik Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

    Kinerja katalis ..., Sari Pratiwi, FT UI, 2012

  • 29 Universitas Indonesia

    BAB 4

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Pada bab ini disajikan data hasil penelitian dan pembahasannya, meliputi

    hasil pembuatan katalis PrO2/Al2O3, karakterisasi katalis yang dihasilkan, dan uji

    aktifitas katalis untuk meningkatkan bilangan oktan bensin beserta analisis yang

    dilakukan.

    4.1 Katalis yang Dihasilkan

    Dari tahap pembuatan katalis, dihasilkan katalis-katalis berikut:

    1. Katalis Al2O3

    Katalis tanpa kandungan praseodimium yang digunakan sebagai pembanding..

    2. Katalis 0,01%PrO2/Al2O3

    Katalis dengan kandungan garam praseodimium nitrat sebesar 0,01 wt%

    3. Katalis 0,03%PrO2/Al2O3

    Katalis dengan kandungan garam praseodimium nitrat sebesar 0,03 wt%

    4.2 Karakterisasi Katalis

    Katalis-katalis yang telah dibuat kemudian dikarakterisasi dengan

    menggunakan BET, ICPS dan SEM-EDX. Masing-masing analisis dijelaskan

    sebagai berikut:

    4.2.1 BET

    Katalis dkarakterisasi menggunakan metode Brunaeur Emmet Teller

    (BET). Metode ini dapat mengukur luas permukaan, volum pori dan distribusi

    pori. Dari analisis ini didapat tabel 4.1

    Kinerja katalis ..., Sari Pratiwi, FT UI, 2012

  • 30

    Universitas Indonesia

    Tabel 4.1 Hasil uji BET

    Katalis Luas permukaan (m2/g) Uk pori () Vol Pori (ml/g)

    Al2O3 117,8 113,5 0,05546

    0.01%PrO2/Al2O3 117,5 112,7 0,05526

    0.03%PrO2/Al2O3 116,8 111,7 0,05513

    Luas permukaan katalis yang diperoleh mengalami penurunan seiring

    dengan bertambahnya prosentase kandungan praseodimium. Penambahan 0,01

    wt% Pr dapat menurunkan luas permukaan sebesar 0,3 m2/g dari 117,8 m

    2/g

    menjadi 117,8 m2/g. Penambahan 0,03 wt% Pr dapat menurunkan luas permukaan

    sebesar 1,0 m2/g dari 117,8 m

    2/g menjadi 116,8 m

    2/g. Pendeposisian 0,01 dan 0,03

    wt % praseodimium juga mengakibatkan penurunan ukuran pori dan volum pori

    katalis yang dihasilkan. Ukuran pori katalis 0,01%PrO2/Al2O3 mengalami

    penurunan sebesar 0,8 dari 113,5 menjadi 112,7 . Ukuran pori katalis

    0,03%PrO2/Al2O3 mengalami penurunan sebesar 1,0 dari 113,5 menjadi

    112,7 . Dari karakterisasi ini juga terlihat penurunan volum pori katalis, yaitu

    yang semula katalis Al2O3 adalah 0,05546 ml/g, setelah diimpregnasi dengan

    0,01% Pr menjadi 0,05526 ml/g dan 0,03% Pr menjadi 0,05513 ml/g.

    Dari hasil pengujian BET tersebut dapat dikatakan bahwa impregnasi

    praseodimium ke dalam penyangga -Al2O3 menyebabkan penutupan sebagian

    pori dari penyangga -Al2O3. Ukuran pori dari katalis yang dihasilkan tersebut

    masih termasuk ukuran makropori, yaitu ukuran pori di atas 50 nm. Ukuran pori

    yang menurun hampir secara linear dengan penambahan prosentase praseodimium

    juga menurunkan volum pori yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan penelitian

    Tankov yang menyatakan bahwa penambahan dan peningkatan dari PrO2 (>1%)

    akan mengalami penurunan luas permukaan dan volum pori yang spesifik dan

    volum pori-pori, karena pori-pori Al2O3 diisi dengan PrO2 (Tankov et al., 2011).

    4.2.2 ICPS

    ICPS secara akurat menentukan jumlah alumunium dalam katalis. Hasil

    analisis ini bersifat kuatitatif, yaitu konsentrasi alumunium ditentukan dengan

    membandingkan jumlah alumunium dengan isotop alumunium yang didapat dari

    kurva kalibrasi eksternal.

    Kinerja katalis ..., Sari Pratiwi, FT UI, 2012

  • 31

    Universitas Indonesia

    Untuk mengetahui prosentase kandungan alumunium dalam katalis

    diperlukan standar kalibrasi sampel alumunium yang sudah diketahui

    komposisinya. Hasil analisis katalis terdapat dalam tabel 4.2

    Tabel 4.2 Hasil uji ICPS

    Jenis Katalis Al (ppm) Al (%)

    Al2O3 520463 52,0464

    0.01%PrO2/Al2O3 520108 52,0109

    0.03%PrO2/Al2O3 520066 52,0067

    Tabel 4.2 menunjukkan impregnasi logam praseodimium ke dalam

    penyangga alumina berhasil dilakukan, dengan hasil semakin banyak PrO2 yang

    diimpregnasi, maka semakin turun kandungan alumunium. Hal tersebut dapat

    dilihat dari menurunnya jumlah kandungan logam alumunium dalam katalis dari

    52,0464% menjadi 52,0109% dan 52,0067 seiiring dengan penambahan logam

    praseodimium yang diimpregnasikan dari 0; 0,01; dan 0,03% masing-masing. Hal

    ini dapat terjadi karena interaksi praseodimium dengan oksida alumina lebih kuat

    dibandingkan interaksi alumunium dengan oksidanya (Tankov et al., 2011)

    Sebagai bukti, jumlah praseodimium yang sedikit tersebut (0,01 dan 0,03%) dapat

    menggantikan ikatan antara alumunium dengan oksidanya. Hal ini diperkuat

    dengan hasil analisis uji SEM-EDX.

    4.2.3 SEM-EDX

    Data yang diperoleh dari hasil SEM-EDX dapat dianalisis secara

    kuantitatif maupun kualitatif, karena dari data yang diperoleh dapat diketahui

    jenis dan jumlah unsur-unsur mineral yang terkandung dalam katalis. Hasil dari

    uji SEM berupa gambar struktur permukaan katalis (Gambar 4.1)

    Kinerja katalis ..., Sari Pratiwi, FT UI, 2012

  • 32

    Universitas Indonesia

    (a)

    (b)

    (c)

    Gambar 4.1 Hasil uji SEM katalis (a) Al2O3 (b) 0,01% PrO2/Al2O3 (c) 0,03% PrO2/Al2O3

    Kinerja katalis ..., Sari Pratiwi, FT UI, 2012

  • 33

    Universitas Indonesia

    Dari gambar 4.1 dapat dilihat bahwa katalis yang dihasilkan berupa plate

    atau lempengan-lempengan yang berlapis. Jika dibandingkan, katalis Al2O3

    dengan katalis PrO2/Al2O3 terlihat bahwa impregnasi praseodimium membuat

    permukaan katalis terlihat lebih halus, yaitu lempengan-lempengan yang

    bertumpuk lebih lebar tetapi dengan jumlah yang kurang, sehingga luas

    permukaan yang dihasilkan menjadi berkurang. Kehalusan dari permukaan katalis

    seiring dengan penambahan prosentase jumlah praseodimium dalam katalis. Hal

    ini juga dibuktikan dari nilai penurunan luas permukaan yang dihasilkan dari uji

    BET. Dari analisis EDX, didapat ditabel 4.3 berikut

    Tabel 4.3 Hasil uji EDX

    Jenis Katalis Kandungan dalam katalis

    O (%) Pr (%) Al (%)

    Al2O3 38,210 0,000 61,540

    0.01%PrO2/Al2O3 39,028 0,004 58,340

    0.03%PrO2/Al2O3 39,595 0,011 55,009

    Berdasarkan tabel 4.3, terdapat kandungan Pr dalam katalis sebesar

    0,004% pada katalis 0,01%PrO2/Al2O3 dan 0,011% pada katalis

    0,03%PrO2/Al2O3. Hal ini menunjukkan bahwa Pr berhasil diimpregnasikan ke

    dalam penyangga alumina walaupun tidak seluruhnya dari jumlah sebenarnya

    yang diimpregnasikan sebesar 0,01% dan 0,03%, tetapi jumlah kenaikannya yang

    terbaca sama yaitu tiga kali dari hasil impregnasi sebelumnya. Sama halnya

    dengan hasil uji ICPS sebelumnya, diketahui bahwa penambahan prosentase

    logam praseodimium dalam katalis menyebabkan penurunan logam alumunium

    dalam katalis. Hal ini terjadi karena hampir sebagian ikatan dari logam

    alumunium digantikan dengan logam praseodimium akibat interaksi kuat antar

    logam, praseodimium tergolong salah satu jenis logam (Lukic et al., 2009)

    4.3 Keaktifan Katalis dalam Meningkatkan Bilangan Oktan Bensin

    Uji aktivitas katalis yang dilakukan adalah mereaksikan bensin dan

    masing-masing katalis yang telah dibuat. Waktu reaksi bensin divariasikan yaitu

    20, 50, dan 80 menit. Hal ini dimaksudkan agar diketahui pengaruh waktu reaksi

    Kinerja katalis ..., Sari Pratiwi, FT UI, 2012

  • 34

    Universitas Indonesia

    terhadap kenaikan bilangan oktan bensin tersebut. Bensin yang digunakan adalah

    bensin tipe premium, produk dari PT. Pertamina. Bensin hasil reaksi hasil reaksi

    menunjukkan kenaikan bilangan oktan. Berikut hasil pegujian yang dilakukan.

    4.3.1 Octane meter

    Hasil dari uji aktivitas katalis untuk meningkatkan bilangan oktan bensin

    terdapat di tabel 4.4 berikut

    Tabel 4.4 Hasil Bilangan oktan bensin (RON)

    Jenis Katalis t (menit) RON

    Tanpa Katalis 0 89,7

    Al2O3 20 90,3

    50 90,5

    80 90,6

    0,01%PrO2/Al2O3 20 91,2

    50 91,2

    80 91,4

    0,03%PrO2/Al2O3 20 91,3

    50 91,4

    80 91,6

    Dari hasil uji aktivasi yang tertera dalam tabel 4.4 dapat dilihat bahwa

    bilangan oktan pada bensin komersil tanpa penambahan katalis terbaca oleh alat

    shatox ZX-101C sebesar 89,7. Sedangkan bilangan oktan pada bensin komersil

    milik PT Pertamina secara teori sebesar 88. Selisih angka 1,7 ini digunakan

    sebagai acuan standar kalibrasi alat terhadap pengukuran bilangan oktan.

    Setelah penambahan katalis Al2O3, bilangan oktan bensin meningkat

    berturut-turut selama waktu reaksi 20, 50, dan 80 menit sebesar masing-masing

    90,3; 90,5; dan 90,6. Penambahan katalis 0,01%PrO2/Al2O3, bilangan oktan

    bensin menjadi 91,2; 91,2; dan 91,4. Sedangkan penambahan katalis

    0,03%PrO2/Al2O3 bilangan oktan berturut-turut menjadi 91,3; 91,4; dan 91,6.

    Kenaikan waktu reaksi dari 20 ke 50 menit menunjukkan hasil yang

    berbeda untuk masing-masing katalis, yaitu kenaikan bilangan oktan 0,2 untuk

    katalis Al2O3, kenaikan bilangan oktan 0,1 untuk katalis 0,03%PrO2/Al2O3, dan

    Kinerja katalis ..., Sari Pratiwi, FT UI, 2012

  • 35

    Universitas Indonesia

    tidak ada kenaikan bilangan oktan untuk katalis 0,01%PrO2/Al2O3. Akan tetapi

    kenaikan waktu reaksi dari 50 ke 80 menit terlihat cukup signifikan yaitu 0,2

    untuk katalis alumina yang mengandung PrO2 tetapi tidak berpengaruh untuk

    katalis Al2O3 sebesar 0,1. Jadi dapat dikatakan bahwa reaksi tidak berpengaruh

    terhadap kenaikan bilangan oktan bensin untuk ketiga jenis katalis tersebut.

    Selama waktu reaksi 20 menit, terlihat peningkatan bilangan oktan bensin

    lebih besar untuk katalis yang mengandung 0,01% dan 0,03% PrO2 berturut-turut

    91,2 dan 91,3, dibandingkan katalis Al2O3 hanya sebesar 90,3. Hal ini berarti

    terjadi kenaikan bilangan oktan yang cukup signifikan yaitu 0,6; 1,5; dan 1,6

    untuk masing-masing katalis Al2O3, 0,01%PrO2/Al2O3, dan 0,03%PrO2/Al2O3.

    Hal yang sama terjadi pada bensin dengan waktu reaksi 50 menit yaitu 0,8; 1,5;

    dan 1,7 untuk masing-masing katalis. Demikian pula yang terjadi untuk waktu

    reaksi 80 menit, yaitu 0,9; 1,7; dan 1,9. Sehingga dapat disimpulkan bahwa

    kenaikan jumlah PrO2 dalam katalis Al2O3 berpengaruh dalam reaksi perengkahan

    katalitik dan isomerisasi untuk meningkatkan bilangan oktan bensin.

    Untuk mempermudah dalam membandingkan hasil percobaan tabel 4.4

    digrafikkan menjadi gambar 4.3 berikut

    Gambar 4.3 Grafik pengaruh kandungan praseodimium dalam katalis PrO2/Al2O3

    terhadap bilangan oktan bensin untuk variasi waktu reaksi.

    Kinerja katalis ..., Sari Pratiwi, FT UI, 2012

  • 36

    Universitas Indonesia

    Dari hasil yang didapat, prosentase dari kandungan praseodimium dalam alumina

    belum dapat dikatakan optimum karena masih dimungkinkan adanya kenaikan

    bilangan oktan bensin jika prosentase kandungan praseodimium dinaikkan.

    4.3.2 GC-MS

    Bensin yang sudah diuji aktifitasnya, kemudian dianalisis kembali

    menggunakan lat uji GC-MS. Tidak semua bensin hasil reaksi pada bagian 4.2

    diuji dengan GC-MS. Berikut adalah hasil analisis bensin melalui alat GC-MS

    yang dilakukan.

    Tabel 4.5 Hasil uji GC-MS

    Katalis RON % Peak area

    n-Octane Iso-octane Benzene

    Tanpa katalis 89,7 0,60 4,12 27,05

    Al2O3 90,6 0,82 4,17 24,12

    0.01%PrO2/Al2O3 91,4 0,83 4,21 25,30

    0.03%PrO2/Al2O3 91,6 0,85 4,39 26,08

    Untuk n-oktana kenaikan prosentase peak meningkat seiring peningkatan

    prosentase PrO2 dalam katalis PrO2/Al2O3. Bensin tanpa katalis memiliki

    0,60%peak n-oktana. Prosentase peak yang dihasilkan dari reaksi dengan katalis

    Al2O3 sebesar 0,82%. Penambahan 0,01 % Pr dapat menaikkan %peak n-oktan

    sebesar 0,23% dari 0,60% menjadi 0,83%. Sedangkan untuk iso-oktana

    penambahan katalis Al2O3, 0,01%PrO2/Al2O3, dan 0,03%PrO2/Al2O3

    menghasilkan kenaikan %peak area berturut-turut 0,5; 0,9; dan 0,27. Penambahan

    katalis Al2O3 dapat menurunkan %peak benzena sebesar 2,93. Namun,

    penambahan 0,01 dan 0,03% Pr juga mengakibatkan peningkatan %peak benzena

    yang dihasilkan, yaitu berturut-turut dari 24,12 menjadi 25,30 dan 26,08. Hal ini

    menunjukkan bahwa penggunaan katalis kemungkinan menyebabkan terjadinya

    reaksi isomerisasi n-oktana menjadi iso-oktan dan penambahan bezene yang dapat

    meningkatkan bilangan oktan bensin. Meskipun hal ini masih harus dibuktikan

    dengan analisis lebih lainnya, seperti Nuclear Magnetic Resonance (NMR).

    Kinerja katalis ..., Sari Pratiwi, FT UI, 2012

  • 37 Universitas Indonesia

    BAB 5

    KESIMPULAN DAN SARAN

    5.1 Kesimpulan

    Dari penelitian tentang Kinerja Katalis PrO2/Al2O3 untuk Meningkatkan

    Bilangan Oktan Bensin diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

    1. Bilangan oktan meningkat 1,7 dengan penambahan 0,01% praseodimium dan

    1,9 dengan penambahan 0,03% praseodimium dalam katalis PrO2/Al2O3 dari

    bensin dengan bilangan oktan 89,7, namun peningkatan bilangan oktan bensin

    tidak dipengaruhi oleh waktu reaksi.

    2. Kenaikan bilangan oktan bensin akibat dari reaksi isomerisasi n-oktana,

    sehingga jumlah %peak area iso-oktana dan bezene dalam bensin bertambah.

    3. Impregnasi praseodimium dalam katalis PrO2/Al2O3 berhasil dilakukan,

    terbukti dari hasil karakterisasi katalis penurunan luas permukaan katalis

    akibat tertutupnya pori-pori katalis PrO2/Al2O3 dengan logam praseodimium,

    terjadi penurunan prosentase kandungan dari alumunium dan terjadi

    peningkatan prosentase kandungan dari praseodimium.

    4. Pengujian SEM untuk masing-masing katalis menunjukkan bahwa katalis

    berbentuk lempengan berlapis. Penambahan prosentase praseodimium dalam

    katalis PrO2/Al2O3 dapat meningkatkan ukuran lempengan tersebut menjadi

    tambah lebar dengan jumlah lempengan berkurang.

    5.2 Saran

    Penelitian berikutnya disarankan untuk menggunakan variasi suhu dan

    jumlah katalis dengan kandungan praseodimium yang lebih banyak dalam

    meningkatkan proses yang terjadi.

    Kinerja katalis ..., Sari Pratiwi, FT UI, 2012

  • 38

    Universitas Indonesia

    DAFTAR PUSTAKA

    Arifianto, B. (2006) Reaksi Perengkahan Katalitik Minyak Sawit dengan Katalis

    B2O3/Al2O3. Skripsi. Depok: UI: 37-40

    Buchanan, J. S., Olson, D. H. and Schramm, S.E. (2001) Gasoline Selective ZSM-

    5 FCC Additives: Effects of Crystal Size, SiO2/Al2O3, Steaming, and Other

    Treatments on ZSM-5 Diffusivity and Selectivity in Cracking of

    Hexene/Octene Feed. Applied Catalysis A: General. Vol. 220(1-2): 223-

    234.

    Centeno, M. A., Carrizosa, I. and Odriozola, J. A. (1998) In Situ Drifts Study of

    The SCR Reaction of NO With NH3 in The Presence of O2 Over Lanthanide

    Doped V2O5/Al2O3 Catalysts. Applied Catalysis B: Environmental. Vol.

    19(1): 67-73.

    Cotton, S. (1991). Lanthanide and Actinide Chemistry. Inorganic Chemistry. D.

    Woollins, B. Crabtree, D. Atwood and G. Meyer. USA, John Wiley and

    Sons Ltd: 7.

    Hasyim, V. (2011) Peningkatan Bilangan Oktanan pada Gasoline Menggunakan

    Praseodimium(III)-Etilen Diamin Tetra Asetat/Zeolit Klipnotilolit Aktif.

    Skripsi. Depok: UI: 29-35.

    Khaerudin, J.M., Cathaputra. E. dan Winoto, H.P. (2007) Produksi Isopropil

    Murni untuk Aditif Bensin yang Ramah Lingkunan Sebagai Wujud

    Pemanfaaatan Produk Samping pada Industri Gas Alam. Karya Ilmiah

    Mahasiswa bidang energi. Bandung: ITB: 6-7.

    Laosiripojana, N., Sutthisripok, W., Assabumrungrat, S. (2005) Synthesis gas

    production from dry reforming of methane over CeO2 doped Ni/Al2O3:

    influence of the doping ceria on the resistance toward carbon formation.

    Chemical Engineering Journal. Vol. 112( ): 1322.

    Lukic, I., Krstic, J., Jovanovic, D. and Skala, D. (2009) Alumina/silica Supported

    K2CO3 as A Catalyst for Biodiesel Synthesis from Sunflower Oil.

    Bioresource Technology. Vol. 100(2): 4690-4696.

    Lugstein, A., Jentys, A. and Vinek, H. (1998) Hydroisomerization and Cracking

    of N-Octane and C8 Isomers on Ni-Containing Zeolites. Journal of

    Catalysis. Vol. 42(1): 60-72.

    Migas, D. (2006) Spesifikasi Bahan Bakar MInyak Jenis Jenis Bensin 88.

    Keputusan Dirjen Migas No. 3674 K/24/DJM. Jakarta: ESDM: .

    Myrstad, T. (1996) Effect of Vanadium on Octane Numbers in FCC-Naptha.

    International Journal of Catalyst. Vol. 3(1): 51-58.

    Nasikin, M. dan Susanto, B. H. (2010) Katalis Heterogen. Jakarta: UI Press: 12-

    52.

    Natesakhawat, S., Oktar, O., and Ozkan, U. S. (2005) Effect of Lanthanide

    Promotion on Catalytic Performance of Sol-Gel Ni/Al2O3 Catalysts in

    Kinerja katalis ..., Sari Pratiwi, FT UI, 2012

  • 39

    Universitas Indonesia

    Steam Reforming of Propane. Journal of Molecular Catalysis A: Chemical.

    Vol. 241(1-2): 133-146.

    Parwono, S., Murachman, B., Hardjono, T., Budhijanto dan Witono, H. (1997)

    Pembuatan Platinum Katalis dengan Penyangga Karbon Aktif dan Zeolit

    untuk Oksidasi Gas Buang. Skripsi. Yogyakarta: UGM: 17-19.

    Patra, A., Reisfeld, R. and Minti, H. (1998) Influence of Aluminium Oxide on

    Intensities of Sm3+

    and Pr3+

    Spectral Transitions in Sol-Gel Glasses.

    Materials Letters. Vol. 37(6): 325-329.

    Richardson, J.T. (1989) Principles of Catalyst Development. New York: Planum

    Press: 87.

    Sato, S., Kuroki, M., Sodesawa, T., Nozaki, F. and Maciel G.E. (1995) Surface

    structure and acidity of alumina-boria catalysts. Journal of Molecular

    Catalysis A: Chemical. Vol. 104(2): 171-177.

    Tankov, I., Pawelec, B., Arishtirova, K. and Damyanova, S. (2011) Structure and

    Surface Properties of Praseodimium Modified Alumina. Applied Surface

    Science. Vol. 258(1): 278-284.

    Tietz, F., Zanghellini, E., Mariotto, G., Dedecke, T. and Urland, W. (1995)

    Optical and magnetic investigations of Na+/Pr

    3+-[beta]''-Al2O3. Journal of

    Alloys and Compounds. Vol. 225(1-2): 152-155.

    Tirtoatmodjo, Rahardjo. (2011) Pengaruh Naphtalene terhadap Perubahan Angka

    Oktan Bensin untuk Kerja Motor dan Gas Buangnya. Journal of

    Mechanical: 97.

    Tonnies, J. J., and Gschneidner, K. A. (2002) Preparation of lanthanide single

    crystals; praseodymium, neodymium, and lutetium. Journal of Crystal

    Growth. Vol. 10(1): 1-5.

    Xian, X., Liu, G., Zhang, X., Wang, L., and Mi, Z. (2010) Catalytic cracking of n-

    dodecane over HZSM-5 zeolite under supercritical conditions: Experiments

    and kinetics. Chemical Engineering Science . Vol. 65(20): 5588-5604.

    Kinerja katalis ..., Sari Pratiwi, FT UI, 2012

  • 40

    Universitas Indonesia

    LAMPIRAN

    Lampiran 1 Hasil Percobaan

    Gambar L. 1.1 Katalis yang telah dibuat

    Kinerja katalis ..., Sari Pratiwi, FT UI, 2012

  • 41

    Universitas Indonesia

    Lampiran 2. Data hasil BET

    Quantachrome Corporation

    Quantachrome Autosorb Automated Gas Sorption System Report

    Autosorb for Windows@ for AS-3 and A5-6 Version 123

    Sample TD : Sari

    Description Comment : Sari

    Sample Weight : 0.5043 g Adsorbate NITROGEN Outgas Temp 150.0 "C Operator Jajat

    Cross-Sec Area 16.2 A' /motecule Outgas Time 2.0 hrs Analysis Time 53.8 min

    Nonldeality 6.5808-05 P/Po Toter 3 End of Run 11/1,5/20L1 11:18

    Molecular Wt 28.01-34 g/ttrol Equil Time 2 File Name A5977816 -RAW

    Statlon + 4 Bath Temp. '17.40 PC SW Version 1.23

    AREA-VOLUME-PORE SIZE SUMMARY 1 (Katalis Al2O3)

    SURFACE AREA DATA

    MultipointBET ............................................................................ 1,178E+02 m2/g

    Single Point BET ................................................................................. 1,188E+02 m2/g

    Langmuir Surface Area ........................................................................ 1,178E+02 m2/g

    t-Method External Surface Area: ......................................................... 1,175E+02 m2/g

    trMet..hod Micro Pore Surface Area ................................................... 0,000E+00 m2/g

    DR Method Micro Pore Area ............................................................... 1,561E+02 m2/g

    PORE VOLUME DATA

    t-Method Micro Pore Volume .............................................................. 0,000E+00 cc/g

    DR Method Mj_cro pore Vo1ume ....................................................... 5,546E-02 cc/g

    HK Method Cumufative Pore Volume ................................................ 4,572E-02 cc/g

    SF Method Cumufative Pore Volume .................................................. 4,690E-02 cc/g

    PORE SIZE DATA

    DR