perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENGARUH …/Pengaruh... · Subyek dari penelitian ini...
Transcript of perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENGARUH …/Pengaruh... · Subyek dari penelitian ini...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PENGARUH PEMBERIAN SARI BELIMBING MANIS (Averrhoa
carambola Linn) TERHADAP KADAR SGPT TIKUS (Rattus norvegicus)
YANG DIINDUKSI PARASETAMOL DOSIS TOKSIK
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
Hana Amatillah
G0009097
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
Surakarta
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi dengan judul : Pengaruh Pemberian Sari Belimbing Manis (Averrhoa carambola Linn.) terhadap Kadar SGPT Tikus (Rattus norvegicus) yang
Diinduksi Parasetamol Dosis Toksik
Hana Amatillah, NIM: G0009097, Tahun: 2012
Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Pada Hari Senin, Tanggal 10 September 2012
Pembimbing Utama
Nama : Endang Ediningsih, dr., M.Kes NIP : 19530805 198702 2 001 ( ) Pembimbing Pendamping
Nama : Nur Hafidha Hikmayani, dr., M.ClinEpid NIP : 19761225 200501 2 001 ( ) Penguji Utama
Nama : Prof. Dr. Muchsin Doewes, dr., PFarK., MARS., AIFO
NIP : 19480531 197603 1 001 ( ) Penguji Pendamping
Nama : Riza Novierta Pesik, dr., M.Kes NIP : 19660827 199403 2 003 ( )
Surakarta, ………………………
Dekan Fakultas Kedokteran UNS
Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM
NIP 19510601 197903 1 002
Ketua Tim Skripsi
Muthmainah, dr., M.Kes
NIP 19660702 199802 2 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang
pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau
diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan
disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, 10 September 2012
Hana Amatillah
NIM. G0009097
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
ABSTRAK Hana Amatillah, G0009097, 2012. Pengaruh Pemberian Sari Belimbing Manis (Averrhoa carambola Linn.) terhadap Kadar SGPT Tikus (Rattus norvegicus) yang Diinduksi Parasetamol Dosis Toksik. Skripsi. Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Latar Belakang : Risiko terjadinya penyakit hepar semakin meningkat seiring dengan bertambah luasnya penggunaan senyawa yang bersifat hepatotoksik. Oleh karena itu, riset ilmiah mengenai efek hepatoprotektif herbal dapat bermanfaat sebagai salah satu terapi alternatif bagi penyakit hepar. Buah belimbing manis memiliki kandungan antioksidan tinggi yang dapat mencegah stres oksidatif dan menangkal radikal bebas. Sampai saat ini, belum ada penelitian yang membuktikan efek hepatoprotektif buah belimbing manis. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian sari belimbing manis terhadap kadar SGPT tikus yang diinduksi parasetamol dosis toksik. Metode Penelitian : Penelitian ini adalah eksperimen laboratorik dengan rancangan penelitian the post test only control group design. Subyek dari penelitian ini adalah 30 ekor tikus putih jantan galur Wistar berusia 2-3 bulan dengan berat badan 160-200 gram. Subyek dibagi ke dalam 5 kelompok perlakuan yang masing-masing berisi 6 tikus. Kelompok kontrol normal dan kontrol negatif diberi aquades, kelompok kontrol positif diberi Curcuma® (3,6 mg/200 gr BB tikus), kelompok perlakuan 1 dan 2 diberi sari belimbing manis konsentrasi 50 % dan 100%. Perlakuan diberikan selama 14 hari. Pada 3 hari terakhir, kelompok kontrol negatif, kontrol positif, perlakuan 1, dan perlakuan 2 diinduksi dengan parasetamol dosis toksik (291,6 mg/200 gr BB) 1 jam setelah pemberian perlakuan. Setelah perlakuan selesai, dilakukan pengambilan sampel darah melalui vena retro-orbitalis untuk mengukur kadar SGPT. Hasil yang diperoleh dianalisis menggunakan uji one way ANOVA dan dilanjutkan dengan uji LSD. Hasil Penelitian : Hasil analisis statistik dengan uji one way ANOVA menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada kelima kelompok. Selanjutnya, uji LSD menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna pada kelompok kontrol positif, kelompok perlakuan 1, dan kelompok perlakuan 2 dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif. Kelompok perlakuan 1 dan 2 menunjukkan perbedaan yang bermakna dibandingkan dengan kelompok kontrol positif dan kelompok kontrol normal. Kelompok perlakuan 1 dan 2 tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna. Simpulan Penelitian : Sari belimbing manis memiliki pengaruh mencegah peningkatan kadar SGPT tikus yang diinduksi parasetamol dosis toksik secara bermakna. Kata Kunci : Sari belimbing manis, SGPT, parasetamol.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRACT
Hana Amatillah, G0009097, 2012. The Effect of Star Fruit Juice (Averrhoa carambola Linn.) Toward SGPT Level in Paracetamol Intoxicated Rats (Rattus norvegicus). Mini Thesis. Faculty of Medicine, Sebelas Maret University, Surakarta. Background : The risk of liver diseases increase in accordance with extensive use of hepatotoxicants in daily life. Therefore, research in herbal medicine with hepatoprotective activity may be a benefit as an alternative therapy in liver disease. Star fruit is a good source of natural antioxidants which can prevent oxidative damage and modulate reactive free radicals. However, there is no study have been carried out so far on the hepatoprotective effects of star fruit. Thus this research conducted to study the effect of star fruit juice toward SGPT level in paracetamol intoxicated rats. Methods : This research used laboratory experimental method with the post test only control group design. A total of 30 white male Wistar rats at about 2-3 months, and 160-200 grams were assigned into five groups with six animals per group. The normal and negative control group was given distilled water, the positive control group was given Curcuma® (3,6 mg/200 gr bw), and the treated group 1 and 2 was given star fruit juice at 50% concentration and 100% concentration. The treatment given for 14 days. In the last 3 days, the negative control, positive control, and treated group 1 and 2 was induced with toxic dose of paracetamol (291,6 mg/200 gr bw) 1 hour after the treatment given. After the treatment finished, blood samples were collected from vena retro-orbital to measure SGPT level. Results were analyzed statistically by one way ANOVA followed by LSD test. Results : Statistical analysis with one way ANOVA shows a significant difference in all groups. Furthermore, LSD test shows significant difference between control positive, treated group 1, treated group 2, compared to control negative. Treated group 1 and 2 shows a significant difference compared to control positive and control normal. There is no significant difference between both treated groups. Conclusion : It can be concluded that star fruit juice have significantly inhibit the elevated level of SGPT in paracetamol intoxicated rats. Keywords : Star fruit juice, SGPT, paracetamol.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena limpahan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Pemberian Sari Belimbing Manis (Averrhoa carambola Linn.) terhadap Kadar SGPT Tikus (Rattus norvegicus) yang Diinduksi Parasetamol Dosis Toksik”. Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan pengarahan, bimbingan, bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, perkenankanlah penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr. Sp.PD-KR-FINASIM selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Tim Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta yang
telah membantu kelancaran pembuatan skripsi ini. 3. Endang Ediningsih, dr., M.Kes sebagai pembimbing utama yang telah
berkenan memberikan bimbingan, saran, dan motivasi kepada penulis. 4. Nur Hafidha Hikmayani, dr., M.ClinEpid sebagai pembimbing pendamping
yang telah berkenan memberikan bimbingan, saran, dan motivasi kepada penulis.
5. Prof. Dr. Muchsin Doewes, dr., PFarK., MARS., AIFO sebagai penguji utama yang telah memberikan nasihat, koreksi, dan saran untuk menyempurnakan penyusunan skripsi.
6. Riza Novierta Pesik, dr., M.Kes sebagai anggota penguji yang telah memberikan nasihat, koreksi, dan saran untuk menyempurnakan penyusunan skripsi.
7. Dosen dan Staf Lab. Farmakologi FK UNS dan Lab. Histologi FK UNS untuk segala bantuan dan bimbingannya.
8. Bapak dan ibu tercinta (Purnawirawanto, dr., Sp.B, Sp.BA dan Sayidah Orbariana, dr., Sp.Rad) serta kakak (Mas Izzu) dan adik-adikku (Dik Rufa, Dik Awwab, Dik Hafidz, dan Dik Iqbal) atas doa, motivasi, dan dukungannya.
9. Andin, Dio, Rizka, Devi, Cindi, Brenda, Dwi, Ami, Isna, Putri, Diah serta keluarga besar Wisma Deka atas bantuan, doa, motivasi, dan semangat yang selalu diberikan.
10. Keluarga besar BEM FK UNS atas dukungan dan motivasi yang diberikan. 11. Teman-teman Pendidikan Dokter 2009, sebagai teman seperjuangan. 12. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung hingga selesainya
penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari
kekurangan, oleh sebab itu saran dan koreksi sangat diharapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.
Surakarta, 10 September 2012
Hana Amatillah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA …………………………………………………………..... vi
DAFTAR ISI ………………………………………………………...... vii
DAFTAR TABEL …………………………………………………...... ix
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………..... x
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………. xi
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ………………………………. 1
B. Rumusan Masalah ……………………………………... 3
C. Tujuan Penenlitian …………………………………….. 3
D. Manfaat Penelitian …………………………………….. 3
BAB II. LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka ………………………………………. 5
B. Kerangka Pemikiran …………………………………... 19
C. Hipotesis ………………………………………………. 19
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ………………………………………... 20
B. Lokasi Penelitian ……………………………………… 20
C. Subjek Penelitian ……………………………………… 20
D. Teknik Sampling ………………………………………. 21
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
E. Rancangan Penelitian ………………………………..... 21
F. Identifikasi Variabel …………………………………... 22
G. Definisi Operasional Variabel …………….................... 23
H. Alat dan Bahan ……………………………………….. 25
I. Cara Kerja ………………………….............................. 25
J. Teknik Analisis Data ………………………………….. 30
BAB IV. HASIL PENELITIAN
A. Data Hasil Penelitian ………………………………….. 31
B. Analisis Data …………………………………………... 33
BAB V. PEMBAHASAN …………………………………………… 36
BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan ………………………………………………. 43
B. Saran …………………………………………………... 43
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………… 44
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. Rerata Kadar SGPT (U/L) setelah Perlakuan (n = 30) ….. 31
Tabel 4.2. Rangkuman Hasil Uji Normalitas (Uji Shapiro-Wilk)……. 33
Tabel 4.3. Rangkuman Hasil Uji LSD Antarkelompok
Perlakuan...............................................................................
35
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Averrhoa carambola Linn ........................................... 6
Gambar 2.2 Parasetamol ……………………….............................. 12
Gambar 2.3 Curcuma xanthorrizae Roxb …………………........... 16
Gambar 3.1 Skema Rancangan Penelitian .......................................... 21
Gambar 3.2
Gambar 4.1
Skema Kerangka Penelitian ..............................................
Rerata Kadar SGPT (U/L) setelah Perlakuan (n = 30)…
29
32
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 5
Komposisi Kimia Belimbing Manis
Nilai Konversi Dosis Manusia ke Hewan
Daftar Volume Maksimal Bahan Uji pada Pemberian Secara Oral
Perhitungan Dosis Parasetamol dan Curcuma®
Uji Normalitas Distribusi
Lampiran 6
Lampiran 7
Uji Homogenitas dan One Way ANOVA
Uji Least Significance Difference (LSD)
Lampiran 8 Surat Keterangan Pelaksanaan Penelitian
Lampiran 9
Lampiran 10
Ethical Clearance
Hasil Pemeriksaan SGPT
Lampiran 11 Dokumentasi Penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Risiko terjadinya penyakit hepar semakin meningkat seiring dengan
bertambah luasnya penggunaan senyawa yang bersifat hepatotoksik. Senyawa
hepatotoksik tersebut berasal dari penyalahgunaan obat-obatan, alkohol, dan
zat toksik lainnya (Devaraj et al., 2010a). Hepar menjadi organ yang paling
rawan mengalami kerusakan oleh senyawa toksik karena memegang peran
utama dalam metabolisme dan detoksifikasi senyawa tersebut (Farghaly dan
Hussein, 2010). Hepar memiliki kemampuan regenerasi yang tinggi, namun
pada gangguan yang berat kerusakan hepar akan berakibat fatal (Guyton dan
Hall, 2007).
Sampai saat ini belum ada terapi adekuat untuk mencegah dan mengobati
penyakit hepar. Berbagai obat baru telah dikembangkan namun obat-obat
tersebut seringkali menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan, dan
seringkali terlalu mahal, terutama bagi negara berkembang. Hal itu
menyebabkan masyarakat beralih ke pengobatan herbal karena dianggap lebih
alami, mudah diperoleh, dan telah digunakan secara turun-temurun. Oleh
karena itu, riset ilmiah mengenai efek hepatoprotektif herbal dapat
memberikan manfaat sebagai salah satu terapi alternatif penyakit hepar
(Kuriakose dan Kurup, 2010).
Berbagai tumbuhan menunjukkan efek antioksidan yang berperan penting
dalam pencegahan dan terapi berbagai penyakit termasuk kerusakan hepar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
(Farghaly dan Hussein, 2010). Salah satu buah yang memiliki kandungan
antioksidan tinggi dan kaya nutrisi adalah buah belimbing manis (Khoo et al.,
2010). Buah belimbing manis memiliki kandungan antioksidan tinggi yang
dapat mencegah stres oksidatif dan menangkal radikal bebas. Aktivitas
antioksidan yang tinggi dari buah belimbing manis disebabkan oleh
kandungan karotenoid, vitamin C, dan polifenol, terutama epikatekin dan
proantosianidin (Shui dan Leong, 2004; Leong dan Shui, 2002). Beberapa
penelitian in vitro telah dilakukan untuk membuktikan peran senyawa
antioksidan yang terdapat pada belimbing manis. Buah belimbing manis
terbukti memiliki aktivitas penangkap radikal bebas, kemampuan mereduksi,
menghambat nitric oxide, dan menghambat sitokrom P-450 (Rohman et al.,
2009; Wakte dan Patil, 2011; Zhang et al., 2007).
Salah satu penyebab penyakit hepar di masyarakat adalah overdosis
parasetamol (Olson, 2004). Pada keadaan overdosis parasetamol, mekanisme
sulfat dan glukoronat konjugase menjadi jenuh sehingga tejadi peningkatan
parasetamol yang dihidroksilasi oleh sitokrom P-450 membentuk N-asetil-p-
benzokuinon imin (NAPQI). Peningkatan kecepatan dan jumlah
pembentukkan NAPQI melampaui persediaan dan regenerasi glutation (GSH)
sehingga terjadi deplesi GSH seluler (Furst dan Munster, 2002). Deplesi GSH
menyebabkan NAPQI bebas berikatan secara kovalen dengan makromolekul
sel hepar serta menyebabkan sel hepar lebih rentan terhadap stres oksidatif
dan peroksidasi lipid. Serangkaian reaksi ini menyebabkan gangguan fungsi
sel dan pada tahap selanjutnya nekrosis sentrolobuler (James et al., 2003).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
Kerusakan sel hepar menyebabkan keluarnya enzim-enzim hepar intrasel dari
sitosol dan organela menuju sinusoid-sinusoid sehingga menyebabkan kadar
enzim tersebut dalam darah meningkat. Salah satu enzim yang merupakan
indikator spesifik kerusakan hepar adalah SGPT (Khoo et al., 2010).
Sampai saat ini belum ada penelitian mengenai efek hepatoporotektif
belimbing manis terhadap kerusakan hepar. Berdasarkan hal tersebut, peneliti
ingin membuktikan apakah pemberian sari belimbing manis (Averrhoa
carambola Linn.) memiliki pengaruh terhadap kadar SGPT tikus (Rattus
norvegicus) yang diinduksi parasetamol dosis toksik.
B. RUMUSAN MASALAH
Adakah pengaruh pemberian sari belimbing manis (Averrhoa carambola
Linn.) terhadap kadar SGPT tikus (Rattus norvegicus) yang diinduksi
parasetamol dosis toksik?
C. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian sari
belimbing manis (Averrhoa carambola Linn.) terhadap kadar SGPT tikus
(Rattus norvegicus) yang diinduksi parasetamol dosis toksik.
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi ilmiah
mengenai pengaruh pemberian sari belimbing manis (Averrhoa carambola
Linn.) terhadap kadar SGPT tikus (Rattus norvegicus) yang diinduksi
parasetamol dosis toksik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
2. Manfaat Aplikatif
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan dasar untuk tahap penelitian
lebih lanjut dalam uji praklinis pada hewan yang tingkatannya lebih tinggi
dengan metode yang lebih baik sehingga sari buah belimbing manis dapat
dikembangkan lebih lanjut sebagai hepatoprotektor.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Belimbing Manis (Averrhoa carambola Linn.)
a. Klasifikasi Tanaman
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Subkelas : Robsidae
Ordo : Geraniales
Famili : Oxalidaceae
Genus : Averrhoa L.
Spesies : Averrhoa carambola Linn.
(ITIS, 2011)
b. Nama Lain
Belimbing manis dikenal juga dengan nama balimbing amis
(Sunda), asam jorbing (Batak), lembetua (Gorontalo), bainang
sulapa (Makassar), balireng (Bugis), dan totofuko (Ternate) (Somali,
dan Soemodihardjo, 2009).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
c. Deskripsi Tanaman
Gambar 2.1 Averrhoa carambola Linn. (Payal et al., 2012)
Belimbing manis merupakan tanaman buah berbentuk pohon
dengan tinggi 6-9 m yang tumbuh di daerah beriklim tropis. Daun
belimbing manis berupa daun majemuk menyirip ganjil dengan
ujung runcing dan tepi rata. Pohon belimbing berbunga sepanjang
tahun sehingga buahnya tak kenal musim. Bunganya majemuk dan
berwarna merah keunguan. Buah belimbing berwarna hijau dan
berubah menjadi kuning atau oranye saat masak, permukaannya
licin, berlekuk-lekuk dan memiliki penampang melintang
menyerupai bintang. Panjang buah 5-8 cm dengan lebar 9 cm,
berdaging, dan banyak mengandung air. Rasanya manis sampai
asam. Biji buah belimbing manis berwarna kecoklatan, pipih,
berbentuk elips, dengan diameter 0.6-1 cm (Payal et al., 2012;
Wijayakusuma dan Dalimartha, 2000).
d. Kandungan Kimia
Analisis fitokimia menunjukkan bahwa buah belimbing manis
mengandung protein, gula, lemak, kalsium, fosfor, besi, vitamin A,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
vitamin B1, vitamin C, asam amino, asam oksalat, pektin, klorofil,
saponin, tannin, alkaloid, karotenoid, dan polifenol (Payal et al.,
2012; Thomas, 2008; Shui dan Leong, 2004; Wijayakusuma dan
Dalimartha, 2000).
Aktivitas antioksidan yang tinggi dari buah belimbing
disebabkan oleh kandungan vitamin C dan polifenol, terutama
epikatekin dan proantosianidin (Leong dan Shui, 2002; Shui dan
Leong, 2004).
e. Manfaat Belimbing Manis
Belimbing manis biasanya dikonsumsi langsung sebagai buah
atau diolah menjadi sari, jus, dan selai. Buah belimbing berkhasiat
sebagai antiinflamasi, antipiretik, diuretik, antihipertensi,
antioksidan, meningkatkan daya tahan tubuh, menurunkan kolesterol,
dan menurunkan tekanan darah tinggi (Suwarto, 2010; Panjaitan,
2000).
Buah belimbing manis memiliki efek antibakteri terhadap
Eschericia coli dan Staphylococcus aureus (Sukadana, 2009). Selain
itu, senyawa antioksidan yang terdapat pada buah belimbing manis
terbukti memiliki aktivitas penangkap radikal bebas, kemampuan
mereduksi, menghambat nitric oxide, dan menghambat sitokrom P-
450 (Rohman et al., 2009; Wakte dan Patil, 2011; Zhang et al.,
2007).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
f. Mekanisme Hepatoprotektif Belimbing Manis
Buah belimbing manis kaya akan kandungan antioksidan, di
antaranya adalah vitamin C, dan polifenol (Shui dan Leong, 2004).
Antioksidan merupakan agen protektif yang menonaktifkan senyawa
oksigen reaktif sehingga secara signifikan dapat mencegah kerusakan
oksidatif. Ada 2 macam antioksidan, yaitu antioksidan endogen dan
antioksidan eksogen. Antioksidan endogen diperankan oleh enzim
dalam tubuh, di antaranya superokside dismutase, katalase, dan
glutation peroksidase. Sedangkan antioksidan eksogen berasal dari
asupan bahan makanan seperti vitamin C, vitamin E, karotenoid,
isoflavon, saponin, dan polifenol (Winarsi, 2007).
Vitamin C dan polifenol berperan sebagai antioksidan eksogen
dengan menonaktifkan senyawa oksigen reaktif, menangkap radikal
bebas (free radical scavenger), dan mencegah reaktivitas
amplifikasinya (Winarsi, 2007; Sies dan Stahl, 1995). Vitamin C
juga melindungi makromolekul sel dari kerusakan yang disebabkan
oleh stres oksidatif dan menghambat terjadinya lipid peroksidasi
(Winarsi, 2007; Sies dan Stahl, 1995).
Kandungan polifenol dalam belimbing manis mampu
mengaktivasi antioksidan endogen dengan memodulasi biosintesis
glutation (GSH) dan meningkatkan aktivitas superoksida dismutase )
sehingga melindungi sel hepar dari stres oksidatif (Han et al., 2007).
Polifenol juga menghambat sitokrom P-450 sehingga mencegah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
terbentuknya metabolit reaktif dari parasetamol yang berlebihan
dalam sel hepar (Zhang et al., 2007).
g. Sari Belimbing Manis
Sari belimbing manis adalah sari dari buah belimbing manis
tanpa penambahan zat apapun. Buah belimbing manis yang
digunakan adalah buah belimbing manis varietas Demak yang
matang, utuh, segar, mengandung kadar air yang tinggi (juicy), dan
tidak terkontaminasi mikroba (tidak busuk). Buah belimbing manis
yang diperoleh dibersihkan dari bijinya, diparut, kemudian diperas,
dan disaring untuk diambil sarinya (Panjaitan, 2000).
2. Hepar
a. Organ Hepar
Hepar merupakan organ terbesar dalam tubuh dengan lobulus
sebagai unit fungsionalnya. Lobulus hepar dibentuk dari banyak
lempeng sel hepar yang mengelilingi sebuah vena sentralis. Hepar
memiliki kemampuan regenerasi yang tinggi (Guyton dan Hall,
2007).
Hepar memiliki berbagai fungsi yang berbeda yaitu: tempat
penyaringan dan penyimpanan darah, membentuk empedu dan faktor
koagulasi, menyimpan vitamin dan besi, serta memetabolisme
karbohidrat, protein, lemak, hormon, dan zat kimia asing (Guyton dan
Hall, 2007). Untuk menjalankan fungsi tersebut secara optimal, sel
hepar tersusun sedemikian rupa sehingga setiap sel hepar dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
berkontak langsung dengan darah dari dua sumber, yaitu darah vena
yang langsung datang dari saluran pencernaan melalui vena porta
hepatis dan darah arteri hepatis yang datang dari aorta (Sherwood,
2001).
Hepar merupakan organ yang paling rentan terkena dampak dari
bahan kimia asing. Sebagian besar bahan tersebut masuk ke dalam
tubuh melalui saluran pencernaan. Setelah di absorbsi, bahan kimia
asing tersebut dibawa menuju hepar melalui vena porta hepatis
sehingga konsentrasinya di dalam hepar sangat tinggi. Bahan kimia
asing yang masuk melalui jalur lainnya, juga akan sampai ke hepar
melalui aliran darah arteri hepatis (Farghaly dan Hussein, 2010).
Sebagian besar bahan kimia ini mengalami metabolisme di hati dan
mengalami perubahan dari senyawa aktif menjadi bentuk yang kurang
aktif atau inaktif dan menjadi senyawa yang lebih larut dalam air
sehingga mudah diekskresi. Namun pada kasus tertentu reaksi
metabolik dapat meningkatkan aktivitas biologis atau toksisitas bahan
kimia asing sehingga dapat menyebabkan kerusakan pada hepar
(Murray, 2009)
b. SGPT
Pada kerusakan sel hepar, terjadi perubahan permeabilitas
membran sel yang menyebabkan keluarnya enzim-enzim hepar
intrasel dari sitosol dan organela menuju sinusoid sehingga
menyebabkan kadar enzim tersebut dalam darah meningkat. Enzim-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
enzim tersebut antara lain: alkali fosfatase (ALP), laktat
dehidrogenase (LDH), aspartat aminotransferase (AST), alanin
aminotransferase (ALT), dan gamma glutamiltransferase (GGT)
(Khoo et al., 2010).
Enzim yang sering digunakan sebagai indikator kerusakan
hepar adalah ALT dan AST. ALT mengkatalisis pemindahan gugus
amino pada alanin ke gugus keto dari asam α-ketoglutamat. Kadar
ALT dalam serum disebut juga dengan Serum Glutamat-Piruvat
Transaminase (SGPT). AST memperantarai reaksi antara asam
aspartat dan sebuah asam α-ketoglutamat. Kadar AST dalam serum
disebut juga dengan serum glutamat-oksaloasetat transaminase
(SGOT) (Sacher dan Richard, 2004).
Walaupun SGOT dan SGPT sering dianggap sebagai indikator
kerusakan hepar karena tingginya kadar kedua enzim tersebut dalam
hepatosit, namun hanya SGPT yang spesifik. SGOT ditemukan juga
di miokardium, otot rangka, otak, dan ginjal (Sacher dan Richard,
2004).
3. Parasetamol
a. Definisi
Parasetamol adalah derivat fenasetin yang memiliki efek
analgesik-antipiretik dan tersedia sebagai obat bebas. Parasetamol
tidak memiliki efek antiinflamasi yang bermakna karena merupakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
penghambat prostaglandin yang lemah pada jaringan perifer
(Wilmana dan Gunawan, 2007).
Gambar 2.2 Parasetamol (Furst dan Munster, 2002).
b. Farmakokinetik
Parasetamol diberikan per oral. Absorbsi parasetamol tergantung
kecepatan pengosongan lambung dan kadar puncaknya dalam darah
biasa tercapai dalam waktu 30-60 menit. Parasetamol sedikit
berikatan dengan protein plasma dan sebagian besar dimetabolisme
oleh enzim mikrosom hepar menjadi asetaminofen sulfat dan
glukoronida yang secara farmakologi tidak aktif. Sebagian kecil dari
parasetamol dimetabolisme oleh sitokrom P-450 yang menghasilkan
suatu metabolit reaktif yaitu, N-Asetil-P-Benzokuinon Imin (NAPQI),
yang kemudian dieliminasi melalui konjugasi dengan glutation (GSH)
dan dimetabolisme menjadi asam merkapturat dan sistein. Kurang
dari 5% diekskresikan dalam bentuk tidak berubah. Waktu paruh
parasetamol 2-3 jam dan relatif tidak dipengaruhi oleh fungsi ginjal,
namun pada dosis toksik, waktu paruhnya dapat meningkat dua kali
lipat (Furst dan Munster, 2002).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
c. Farmakodinamik
Parasetamol memiliki efek analgesik yaitu menghilangkan atau
mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Parasetamol juga memiliki
efek antipiretik yaitu menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme
yang diduga berdasarkan efek sentral. Parasetamol merupakan
penghambat prostaglandin perifer yang lemah sehingga tidak
digunakan sebagai antiinflamasi (Wilmana dan Gunawan, 2007).
d. Penggunaan Klinis
Parasetamol berguna untuk mengatasi nyeri ringan sampai sedang
seperti nyeri kepala, myalgia, nyeri pasca persalinan, dan keadaan lain
dimana aspirin tidak efektif sebagai analgesik. Karena tidak memiliki
efek antiinflamasi yang bermakna, parasetamol tidak adekuat untuk
terapi peradangan walaupun dapat digunakan sebagai analgesik
tambahan (Furst dan Munster, 2002).
e. Dosis
Dosis terapi parasetamol untuk dewasa 300 mg-1 gr per kali
dengan maksimum 4 gr per hari. Pada orang dewasa, kerusakan hepar
terjadi setelah penggunaan parasetamol dosis tunggal 10-15 gr (200-
250 mg/kg BB) (Wilmana dan Gunawan, 2007).
f. Efek Samping
Efek samping parasetamol yaitu reaksi hipersensitivitas dan
kelainan darah tak jarang terjadi. Pada penggunaan kronis dari 3-4 gr
sehari dapat menimbulkan kerusakan hepar dan pada dosis di atas 6 gr
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
dapat menyebabkan nekrosis hepar irreversibel (Tjay dan Rahardja,
2008). Keracunan parasetamol awalnya ditandai dengan gangguan
gastrointestinal ringan (mual dan mutah). Setelah 24-36 jam terjadi
kenaikan kadar aminotransferase dan hipoprotrombinemia yang
menandai terjadinya cedera hepar (Olson, 2004). Menelan
parasetamol 15 gr bisa berakibat fatal, kematian disebabkan oleh
hepatotoksisitas yang hebat dengan nekrosis sentrolobuler akut dan
terkadang dikaitkan dengan nekrosis tubulus ginjal akut (Furst dan
Munster, 2002).
g. Mekanisme Tokisisitas Parasetamol
Pada dosis terapi, parasetamol dimetabolisme di hepar melalui
mekanisme sulfat dan glukoronat konjugase. Hasil konjugasi ini
kemudian dieliminasi lewat urin. Hanya sebagian kecil yang
dihidroksilasi oleh sitokrom P-450 membentuk NAPQI. NAPQI
dieliminasi melalui konjugasi dengan GSH dan kemudian
dimetabolisme menjadi asam merkapturat dan sistein yang non toksik.
Metabolit non toksik ini selanjutnya diekskresikan lewat urin (Zhang
et al., 2007; Furst dan Munster, 2002).
Pada keadaan intoksikasi parasetamol, mekanisme sulfat dan
glukoronat konjugase menjadi jenuh sehingga tejadi peningkatan
parasetamol yang dihidroksilasi oleh sitokrom P-450 membentuk
NAPQI. Peningkatan kecepatan dan jumlah pembentukkan NAPQI
melampaui persediaan dan regenerasi GSH sehingga terjadi deplesi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
GSH (Furst dan Munster, 2002). Deplesi GSH seluler menyebabkan
sel lebih rentan terhadap stres oksidatif dan lipid peroksidasi. Selain
itu, deplesi GSH juga menyebabkan NAPQI bebas berikatan secara
kovalen dengan makromolekul sel hepar. Target seluler primer dari
NAPQI adalah mitokondria dan protein yang terlibat dalam kontrol
ion sel. Disfungsi mitokondria dan perubahan permeabilitas membran
sel berefek pada menurunnya produksi ATP dan meningkatnya
konsentrasi Ca2+ sitosol. Hal ini selanjutnya memicu terbentuknya
protease, endonuklease dan kerusakan DNA. Disfungsi mitokondria
juga akan menghasilkan senyawa oksigen reaktif yaitu superoksida
(O2-) dan senyawa nitrogen reaktif yaitu peroksinitrit (ONOO-), yang
mengakibatkan terjadinya stres oksidatif. Serangkaian proses ini
menyebabkan gangguan fungsi sel, dan pada tahap selanjutnya
nekrosis sentrolobuler (James et al., 2003).
4. Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Xorb.)
a. Klasifikasi Tanaman
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Subkelas : Commelinidae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
Genus : Curcuma
Spesies : Curcuma xanthorrizae Roxb.
(ITIS, 2010)
b. Nama Lain
Temulawak dikenal juga dengan nama koneng gede, temu raya,
temu besar, aci koneng, koneng tegel (Jawa), temolabak (Madura),
tommo (Bali), tommon (Sulawesi Selatan), dan karbanga (Ternate)
(Dalimartha, 2000).
c. Deskripsi Tanaman
Gambar 2.3 Curcuma xanthorrizae Roxb (Dalimartha, 2000)
Temulawak telah dibudidayakan dan banyak ditanam di
pekarangan atau tegalan. Tanaman ini dapat tumbuh mulai dataran
rendah sampai dataran tinggi. Batang temulawak berupa batang semu
dan tingginya dapat mencapai 2 meter. Setiap tanaman berdaun 2-9
helai, berbentuk bulat memanjang atau lanset. Temulawak
mempunyai bunga majemuk berbentuk bulir. Mahkota bunganya
berwarna merah. Rimpang temulawak dibedakan atas rimpang induk
(empu) dan rimpang cabang. Rimpang induk berbentuk jorong atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
gelendong berwarna kuning tua atau coklat kemerahan dan bagian
dalamnya berwarna jingga kecoklatan. Rimpang cabang keluar dari
rimpang induk, ukurannya lebih kecil, tumbuhnya ke arah samping,
bentuknya beraneka ragam, dan warnanya lebih muda, Rimpang
temulawak beraroma khas tajam dan rasanya pahit agak pedas
(Dalimartha, 2000).
d. Kandungan Kimia
Temulawak mengandung pati, kurkuminoid, minyak atsiri,
protein, lemak, selulosa, dan mineral. Kurkuminoid pada temulawak
terdiri dari kandungan kurkumin dan desmetoksikurkumin.
Kurkuminoid berperan sebagai antioksidan dan berkhasiat sebagai
hepatoprotektif, hipokolesteromik, kolagogum, koleretik,
bakteriostatik, dan spasmolitik (Devaraj et al., 2010b). Minyak atsiri
yang terdapat pada temulawak berkhasiat bakteriostatis pada
Staphylococcus sp. dan Salmonella sp. (Tjay dan Rahardja, 2008)
serta fungistatik pada beberapa jenis jamur dan bakteriostatik pada
mikroba (Dalimartha, 2000).
e. Efek Farmakologis Temulawak
Khasiat temulawak sebagai obat telah dikenal baik melalui
pengalaman empiris maupun hasil penelitian. Penelitian mengenai
temulawak sudah banyak dilakukan sehingga tanaman ini menjadi
suatu fitofarmaka (Dalimartha, 2000). Temulawak digunakan untuk
mengatasi gangguan hepar dan penyakit kuning, laktagoga, kolagoga,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
antiinflamasi, tonikum, diuretik, antioksidan, antihipertensi,
antirematik, antihepatotoksik, antidismenorea, antispasmodik,
antileukorea, antibakterial, dan antijamur. Temulawak juga mampu
menurunkan kolesterol, mengatasi konstipasi, dan migrain (Devaraj et
al., 2010a; Devaraj et al., 2010b; Dalimartha, 2000).
f. Mekanisme Hepatoprotektif Temulawak
Temulawak mengandung kurkumin yang berperan sebagai
antioksidan. Kurkumin bekerja sebagai antioksidan eksogen dengan
menangkap radikal bebas dari senyawa oksigen reaktif dan
menghambat lipid peroksidasi. Mekanisme ini mencegah sel hepar
dari kerusakan oleh radikal bebas dan melindungi sel hepar dari stres
oksidatif. Kurkumin berperan sebagai antioksidan endogen secara
tidak langsung dengan meningkatkan kadar antioksidan endogen yaitu
glutation s-transferase, glutation peroksidase, katalase, dan
superoksida dismutase (Farghaly dan Hussein, 2010). Kurkumin juga
mampu menghambat aktivitas sitokrom P-450, suatu isozim yang
berperan dalam pembentukan metabolit reaktif parasetamol
(Wahyono et al., 2007).
g. Curcuma®
Curcuma® adalah produk dari pabrik PT SOHO Industri
Pharmasi. Sediaan Curcuma® berupa tablet yang mengandung 200 mg
temulawak (Curcuma xanthorriza). Zat aktif yang terdapat dalam
Curcuma® adalah kurkumin dan minyak atsiri. Curcuma®
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
diindikasikan untuk penambah nafsu makan, perut kembung, sukar
buang air besar/kecil, amenore, dan ikterus karena obstruksi
(Wahyono et al., 2007).
B. Kerangka Pemikiran
C. Hipotesis
Ada pengaruh pemberian sari belimbing manis (Averrhoa carambola
Linn.) terhadap kadar SGPT tikus (Rattus norvegicus) yang diinduksi
parasetamol dosis toksik.
Sari Belimbing Manis
Metabolisme oleh Sitokrom P-450
Peningkatan NAPQI
Deplesi glutation
Ikatan kovalen NAPQI dengan makromolekul sel hepar
Lipid peroksidasi Senyawa oksigen reaktif
Nekrosis sentrolobuler
Stres oksidatif
Variabel luar yang tidak terkendali
SGPT meningkat
Parasetamol dosis toksik Curcuma®
Keterangan:
: memacu : menghambat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik. Peneliti
memberi perlakuan kepada sampel yang telah ditentukan yaitu hewan uji di
laboratorium. Variabel luar dikendalikan oleh peneliti sehingga efek
manipulasinya dapat dipelajari (Taufiqurohman, 2008).
B. Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
C. Subyek Penelitian
1. Kriteria subyek penelitian
Subjek penelitian ini adalah tikus putih jantan (Rattus norvegicus)
galur Wistar berusia 2-3 bulan dengan berat badan 160-200 gram.
2. Jumlah subyek penelitian
Besar sampel tiap kelompok dihitung dengan rumus Federer dengan
(n) adalah jumlah ulangan untuk tiap perlakuan dan (t) adalah jumlah
kelompok perlakuan (Nazir, 2004).
(t-1) (n-1) > 15
(5-1) (n-1) > 15
4 (n-1) > 15
4n > 19
n > 4,75 ≈ 5
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Pada penelitian ini jumlah sampel tiap kelompok sebanyak 6 tikus
(n>5) dan jumlah kelompok tikus ada 5, sehingga penelitian ini
membutuhkan 30 ekor tikus.
D. Teknik Sampling
Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Sampel
dipilih berdasarkan kriteria subjek penelitian. Sampel yang diperoleh dibagi
dengan teknik simple random sampling sehingga semua variabel luar
terdistribusi secara merata dalam setiap kelompok (Taufiqurohman, 2008).
E. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian ini adalah the post test only control group design
(Taufiqurrohman, 2008). Subjek penelitian dibagi menjadi 5 kelompok secara
acak, yaitu kelompok kontrol normal, kelompok kontrol negatif, kelompok
kontrol positif, kelompok perlakuan 1, dan kelompok perlakuan 2.
K(n) O1
K(-) O2
K(+) O3
KP1 O4
KP2 O5
Gambar 3.1 Skema Rancangan Penelitian
Keterangan:
K(n) : Kelompok kontrol normal
K(-) : Kelompok kontrol negatif
K(+) :Kelompok kontrol positif
Sampel Tikus
30 ekor
Dibandingkan dengan uji
statistik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
KP1 :Kelompok perlakuan 1
KP2 :Kelompok perlakuan 2
O1 :Pengukuran kadar SGPT kelompok K(n) sesudah perlakuan.
O2 :Pengukuran kadar SGPT kelompok K(-) sesudah perlakuan.
O3 :Pengukuran kadar SGPT kelompok K(+) sesudah perlakuan.
O4 :Pengukuran kadar SGPT kelompok KP1 sesudah perlakuan.
O5 :Pengukuran kadar SGPT kelompok KP2 sesudah perlakuan.
F. Identifikasi Variabel
1. Variabel Bebas
Sari belimbing manis (Averrhoa carambola Linn.)
2. Variabel Terikat
Kadar SGPT
3. Variabel Luar
a. Terkendali
1) Jenis kelamin tikus
2) Berat badan tikus
3) Umur tikus
4) Spesies tikus
5) Makanan dan minuman tikus
b. Tidak terkendali
1) Kondisi psikologis tikus
2) Reaksi hipersensitivitas tikus
3) Kondisi awal hepar tikus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
G. Definisi Operasional Variabel
1. Sari Belimbing Manis (Averrhoa carambola Linn.)
Sari belimbing manis adalah sari yang dibuat dari buah belimbing
manis varietas Demak dengan cara membersihkan buah belimbing manis
dari bijinya, kemudian diparut, diperas, dan disaring untuk diambil sarinya
(Panjaitan, 2000). Buah belimbing manis diperoleh dari Pasar Gede,
Surakarta. Buah belimbing manis yang digunakan adalah buah belimbing
manis yang matang, segar, banyak tersedia, mengandung kadar air yang
tinggi (juicy), tidak rusak, dan tidak terkontaminasi mikroba (tidak busuk).
Skala pengukuran variabel ini adalah ordinal.
2. Kadar SGPT
Kadar SGPT adalah kadar enzim glutamat-piruvat transaminase dalam
serum darah tikus. Peningkatan kadar SGPT merupakan indikator spesifik
terjadinya kerusakan hepar. Kadar SGPT diukur dari darah tikus yang
diambil melalui vena retro-orbitalis dengan menggunakan tabung
mikrokapiler sebanyak 2 ml. Tabung tersebut kemudian disentrifus dengan
kecepatan 3000 rpm selama 60 menit hingga didapatkan serum.
Pengukuran kadar SGPT menggunakan metode IFCC tanpa piridoksal
fosfat. Aktivitas enzim dibaca pada suhu 370C menggunakan alat model
902 automatic analyzer hitachi. Kadar SGPT dinyatakan dalam U/L. Skala
pengukuran variabel ini adalah rasio.
3. Variabel luar
a. Terkendali
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
1) Spesies tikus
Tikus berasal dari galur Wistar.
2) Jenis kelamin
Tikus Wistar yang digunakan berjenis kelamin jantan untuk
menghindari pengaruh hormon estrogen serta menghomogenkan
sampel.
3) Umur
Umur tikus Wistar yang dipilih adalah 2-3 bulan.
4) Berat badan
Berat badan tikus Wistar yang dipilih adalah 160-200 gr.
5) Jenis makanan
Hewan uji diberi makanan dan minuman standar yaitu pelet dan air
minum aquades ad libitum.
b. Tidak Terkendali
1) Kondisi psikologis tikus
Lingkungan yang terlalu gaduh atau ramai, pemberian perlakuan
yang berulang kali, dan perkelahian antar tikus dapat
mempengaruhi kondisi psikologis tikus.
2) Reaksi hipersensitivitas tikus
Reaksi hipersensitifitas dapat terjadi karena adanya variasi
kepekaan tikus terhadap zat yang digunakan.
3) Keadaan awal hepar tikus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
Keadaan awal hepar tikus adalah keadaan awal hepar tikus
sebelum pemberian perlakuan.
H. Alat dan Bahan
1. Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:
a. Kandang hewan
b. Timbangan digital tikus
c. Sonde lambung
d. Spuit injeksi 1 ml
e. Alat-alat gelas (gelas beker, gelas ukur, dan batang pengaduk)
f. Pipet kapiler yang dibasahi heparin
g. Alat sentrifus
2. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:
a. Sediaan uji berupa sari belimbing manis (Averrhoa carambola Linn.)
b. Senyawa hepatoksin berupa parasetamol
c. Obat hepatoprotektif berupa Curcuma®
d. Makanan standar
e. Aquades
f. Reagen untuk pemeriksaan SGPT
I. Cara Kerja
1. Cara Pembuatan Sari Belimbing Manis.
Buah belimbing manis yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh
dari Pasar Gede, Surakarta. Buah belimbing dengan berat + 200 gr
dibersihkan dari bijinya kemudian diperas dan disaring untuk diambil
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
sarinya. Buah belimbing manis + 200 gr mampu menghasilkan + 130 ml
sari belimbing manis. Sari belimbing manis yang diperoleh dari proses ini
disebut sari belimbing manis konsentrasi 100%.
2. Dosis Sari Belimbing Manis.
Uji Dosis dalam penelitian ini menggunakan sari belimbing manis
konsentrasi 50% dan konsentrasi 100%. Sari belimbing manis konsentrasi
50% dibuat dengan cara mengencerkan sari belimbing manis konsentrasi
100% menjadi dua kali dari volume awal. Pengenceran dilakukan
menggunakan aquades. Volume pemberian sari belimbing manis pada
masing-masing kelompok perlakuan sama yaitu 2 ml/200 gr BB.
Pemberian sari belimbing manis selama 14 hari berturut-turut
dimaksudkan untuk memberikan daya proteksi oleh antioksidan. Di luar
jadwal perlakuan, tikus diberi makan pelet dan minum air aquades ad
libitum.
3. Dosis Parasetamol.
Menurut Wishart et al (2012) dosis fatal (LD-50) parasetamol peroral
untuk tikus adalah 1944 mg/kg BB atau 388,8 mg/200 gr BB tikus. Dosis
parasetamol yang digunakan untuk menimbulkan efek kerusakan hepar
tanpa menyebabkan kematian pada tikus adalah dosis 3/4 LD-50 perhari.
Dosis yang digunakan dalam penelitian ini adalah 388,8 mg/200 gr BB ×
0,75 = 291,6 mg/200 gr BB tikus. Parasetamol 500 mg dilarutkan dalam
3,4 ml aquades, sehingga dalam 2 ml larutan parasetamol mengandung
291,6 mg parasetamol.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
Pemberian parasetamol selama 3 hari terakhir perlakuan dimaksudkan
untuk menimbulkan kerusakan berupa nekrosis sentrolobuler pada sel
hepar tanpa menimbulkan kematian pada tikus.
4. Dosis Curcuma®
Dosis terapi tablet Curcuma® pada manusia adalah 200mg/70 kg BB.
Konversi dosis manusia ke tikus = 0,018 (Ngatidjan, 1991). Setelah
dikonversi, dosis Curcuma® untuk tikus dengan berat badan 200 gr
menjadi 3,6 mg/200 gr BB. Curcuma® 200 mg dilarutkan dalam 111,1 ml
aquades, sehingga dalam 2 ml larutan Curcuma® mengandung 3,6 mg
Curcuma®.
Curcuma® diberikan selama 14 hari berturut-turut untuk memberikan
daya proteksi oleh antioksidan. Di luar jadwal perlakuan, tikus diberi
makan pelet dan minum air aquades ad libitum.
5. Persiapan Tikus.
Tikus diadaptasikan di Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret selama 7 hari. Keesokan harinya tikus
ditimbang untuk menentukan dosis dan pemberian perlakuan.
6. Pemberian perlakuan.
Tikus dikelompokkan dengan teknik simple random sampling menjadi
lima kelompok. Masing-masing kelompok terdiri dari enam ekor tikus.
Adapun pengelompokan subjek adalah sebagai berikut:
a. K(n): Kelompok kontrol normal diberi aquades per oral 2 ml/200 gr
BB tikus setiap hari selama 14 hari berturut-turut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
b. K(-): Kelompok kontrol negatif diberi aquades per oral 2 ml/200 gr BB
tikus setiap hari selama 14 hari berturut-turut dan pada 3 hari terakhir
ditambah parasetamol dosis 291,6 mg/200 gr BB tikus perhari.
c. K(+): Kelompok kontrol positif diberi Curcuma® per oral dosis 3,6
mg/200 gr tikus selama 14 hari berturut-turut dan pada 3 hari terakhir
ditambah parasetamol dosis 291,6 mg/200 gr BB tikus 1 jam setelah
pemberian Curcuma®.
d. KP1: Kelompok perlakuan 1 diberi sari belimbing manis konsentrasi
50% selama 14 hari berturut-turut dan pada 3 hari terakhir ditambah
parasetamol dosis 291,6 mg/200 gr BB tikus 1 jam setelah pemberian
sari belimbing manis.
e. KP2: Kelompok perlakuan 2 diberi sari belimbing manis konsentrasi
100% selama 14 hari berturut-turut dan pada 3 hari terakhir ditambah
parasetamol dosis 291,6 mg/200 gr BB tikus 1 jam setelah pemberian
sari belimbing manis.
Sebelum perlakuan, tikus dipuasakan ±5 jam untuk mengosongkan
lambung. Pemberian parasetamol dilakukan ±1 jam setelah pemberian sari
belimbing manis supaya sari belimbing manis terabsorbsi terlebih dahulu.
7. Pengukuran hasil
Setelah perlakuan, semua tikus diambil darahnya melalui vena retro-
orbitalis dengan menggunakan tabung mikrokapiler sebanyak 2 ml.
Tabung tersebut kemudian disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
60 menit hingga didapatkan serum dan diukur kadar SGPT dari masing-
masing kelompok.
8. Kerangka penelitian
Randomisasi
Gambar 3.2. Skema Kerangka Penelitian
Setelah Perlakuan Hari ke 22
Sebelum perlakuan
Hari ke 1-7 (7 hari)
Perlakuan Hari ke 8-21
(14 hari)
30 ekor tikus
Adaptasi tikus selama 7 hari
Di luar jadwal perlakuan diberikan aquades dan pelet ad libitum
Pengukuran kadar SGPT setelah perlakuan pada hari ke-22
Bandingkan dengan uji statistik
Kelompok kontrol normal
Setelah + 1 jam
Dipuasakan selama + 5 jam
Parasetamol 291,6 mg /200 gr BB tikus pada hari ke-19, 20, dan 21
Curcuma® 3,6
mg/200 gr BB tikus
selama 14 hari
Sari belimbing
manis konsentrasi
100% 2 ml/200 gr
BB tikus selama 14
hari
Sari belimbing
manis konsentrasi
50 % 2 ml/200 gr
BB tikus selama 14
hari
Aquades 2 ml/200
gr BB tikus
selama 14 hari
Aquades 2 ml/200
gr BB tikus
selama 14 hari
Kelompok kontrol positif
Kelompok perlakuan
1
Kelompok perlakuan
2
Kelompok kontrol negatif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
J. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh diuji normalitasnya menggunakan uji Saphiro-Wilk
dan diuji homogenitasnya menggunakan uji Levene’s. Apabila data
terdistribusi normal maka dilanjutkan dengan uji beda parametrik
menggunakan uji Analysis of Variance (ANOVA). Jika terdapat perbedaan
yang bermakna, dilanjutkan dengan uji Post Hoc menggunakan uji Least
Significance Difference (LSD). Derajat kemaknaan yang digunakan adalah α =
0,05. Jika data tidak memenuhi syarat uji statistik parametrik, maka digunakan
uji statistik non parametrik, yaitu Uji Kruskal Wallis. (Riwidikdo, 2007). Data
diolah dengan program komputer Statistical Product and Service Solution
(SPSS) 17.0 for Windows.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. DATA HASIL PENELITIAN
Setelah melakukan penelitian mengenai pengaruh pemberian sari
belimbing manis (Averrhoa carambola Linn.) terhadap kadar SGPT tikus
(Rattus norvegicus) yang diinduksi parasetamol dosis toksik didapatkan hasil
sebagai berikut:
Tabel 4.1 Rerata Kadar SGPT (U/L) Setelah Perlakuan (n = 30)
Tikus K(n) K(-) K(+) KP1 KP2
1 50.0 175.0 71.0 92.6 91.2
2 61.0 201.1 71.7 85.9 83.4
3 42.0 168.9 71.8 73.3 101.0
4 52.8 188.2 63.6 90.6 90.1
5 50.7 167,7 66.6 70.8 114.0
6 66.3 194.2 58.0 109.2 70.4
Rerata 53,80 182,52 67,12 87,01 91,68
Std. Deviasi 8,62 13,97 5,54 14,06 14,89
Sumber: Data primer, 2012
Keterangan:
K(n) = Kelompok kontrol normal diberi aquades selama 14 hari
K(-) = Kelompok kontrol negatif diberi aquades selama 14 hari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
200
Kontrol normal Kontrol negatif Kontrol positif(Curcuma®)
Sari belimbingmanis 50%
Sari belimbingmanis 100%
Kadar SGPT (U/L)
dan parasetamol pada 3 hari terakhir.
K(+) = Kelompok kontrol positif diberi Curcuma® selama 14
hari dan parasetamol pada 3 hari terakhir.
KP1 = Kelompok perlakuan 1 diberi sari belimbing manis 50%
selama 14 hari dan parasetamol pada 3 hari terakhir.
KP2 = Kelompok perlakuan 1 diberi sari belimbing manis 100%
selama 14 hari dan parasetamol pada 3 hari terakhir.
Berdasarkan data tersebut, terlihat bahwa terdapat perbedaan rerata kadar
SGPT setelah perlakuan selama 14 hari. Rerata kadar SGPT paling tinggi
terdapat pada kelompok kontrol negatif, sedangkan rerata kadar SGPT yang
paling mendekati rerata kadar SGPT kelompok kontrol normal adalah rerata
kadar SGPT kelompok kontrol positif. Berikut adalah grafik kadar SGPT
setelah perlakuan:
Sumber: Data primer, 2012
Gambar 4.1 Rerata Kadar SGPT (U/L) Setelah Perlakuan (n = 30)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
B. ANALISIS DATA
Hasil penelitian yang telah diperoleh kemudian dilakukan uji statistik
dengan uji one way ANOVA yang kemudian dilanjutkan dengan uji LSD
untuk menunjukkan adanya perbedaan kadar SGPT tikus antarperlakuan.
Syarat yang harus dipenuhi untuk dilakukan uji one way ANOVA adalah
kesamaan varian yang diperiksa dengan uji normalitas dan uji homogenitas
varian.
1. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah populasi data
berdistribusi normal atau tidak. Nilai p > 0,05 menunjukkan bahwa data
berdistribusi normal. Uji normalitas dilakukan dengan uji Shapiro-Wilk
karena jumlah sampel kurang dari 50.
Tabel 4.2 Rangkuman Hasil Uji Normalitas (Uji Shapiro-Wilk)
No Kelompok Perlakuan P
1 Kelompok kontrol normal 0,812
2 Kelompok kontrol negatif 0,415
3 Kelompok kontrol positif 0,208
4 Kelompok perlakuan 1 0,679
5 Kelompok perlakuan 2 0,977
Sumber: output SPSS 17.0 for Windows (Lampiran 5)
Hasil uji normalitas pada tabel 4.2 menunjukkan nilai p > 0,05
sehingga dapat disimpulkan bahwa populasi data berdistribusi normal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah varian populasi
data homogen atau tidak. Uji homogenitas dilakukan dengan uji Levene’s.
Nilai p > 0,05 menunjukkan bahwa varian dari dua atau lebih kelompok
data adalah homogen. Hasil uji homogenitas varian menunjukkan
signifikasi sebesar 0,250, sehingga dapat disimpulkan bahwa varian
populasi data homogen (Lampiran 6).
3. Uji one way ANOVA
Uji one way ANOVA digunakan untuk mengetahui perbandingan
rerata kadar SGPT pada kelima kelompok perlakuan. Nilai p < 0,05
menunjukkan bahwa perbedaan rerata populasi (perlakuan) tidak sama.
Pada hasil uji one way ANOVA menunjukkan nilai p = 0,000 (Lampiran
6), sehingga dapat disimpulkan adanya perbedaan rerata kadar SGPT yang
signifikan antarkelompok perlakuan.
4. Uji Post Hoc
Pada uji one way ANOVA terdapat perbedaan rerata kadar SGPT yang
signifikan antarkelompok perlakuan, maka dilakukan uji Post Hoc untuk
membandingkan beda rerata kelima kelompok perlakuan dan mengetahui
adakah rerata pasangan yang berbeda signifikan dari rerata pasangan yang
lain. Uji Post Hoc dilakukan dengan uji LSD. Pasangan perlakuan yang
diuji dikatakan memiliki perbedaan rerata kadar SGPT yang signifikan
apabila nilai p < 0,05.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
Tabel 4.3 Rangkuman Hasil Uji LSD Antarkelompok Perlakuan
K(n) K(-) K(+) KP1 KP2
K(n) 0.000 0.066 0,000 0.000
K(-) 0.000 0.000 0.000 0.000
K(+) 0.066 0.000 0.008 0.002
KP1 0.000 0.000 0.008 0.511
KP2 0.000 0.000 0.002 0.511
Sumber: output SPSS 17.0 for Windows (Lampiran 7)
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa:
1. Kelompok kontrol negatif menunjukkan perbedaan yang signifikan
terhadap kelompok kontrol normal.
2. Kelompok kontrol positif tidak menunjukkan perbedaan yang
signifikan terhadap kelompok kontrol normal.
3. Kelompok perlakuan 1 dan 2 menunjukkan perbedaan yang
signifikan terhadap kelompok kontrol normal.
4. Kelompok kontrol positif menunjukkan perbedaan yang signifikan
terhadap kelompok kontrol negatif.
5. Kelompok perlakuan 1 dan 2 menunjukkan perbedaan yang
signifikan terhadap kelompok kontrol negatif.
6. Kelompok perlakuan 1 dan 2 menunjukkan perbedaan yang
signifikan terhadap kelompok kontrol positif.
7. Kelompok perlakuan 1 tidak menunjukkan perbedaan yang
signifikan terhadap kelompok perlakuan 2.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
BAB V
PEMBAHASAN
Penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratorik dengan the post test
only control group design yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian
sari belimbing manis terhadap kadar SGPT tikus yang diinduksi parasetamol dosis
toksik. Tikus diberi sari belimbing manis selama 14 hari dan pada 3 hari terakhir
diinduksi dengan parasetamol dosis toksik. Setelah perlakuan dilakukan
pengambilan darah dari vena retro-orbital tikus untuk pemeriksaan kadar SGPT.
Hasil yang diperoleh kemudian dilakukan uji statistik one way ANOVA diikuti uji
Post Hoc menggunakan uji LSD untuk melihat apakah perbedaan rerata kadar
SGPT antarkelompok signifikan.
Hasil uji LSD menunjukkan bahwa kelompok kontrol negatif memiliki
perbedaan yang signifikan terhadap kelompok kontrol normal. Peningkatan kadar
SGPT akibat induksi parasetamol dosis toksik dapat dilihat dari rerata kelompok
kontrol negatif sebesar 182,52 U/L. Tingginya rerata kadar SGPT pada kelompok
kontrol negatif menunjukkan bahwa pemberian parasetamol dosis toksik selama 3
hari dapat menyebabkan kerusakan hepar.
Kerusakan hepar oleh pemberian parasetamol dosis toksik disebabkan oleh
pembentukan berlebihan metabolit reaktif dari parasetamol, yaitu N-Asetil-P-
Benzokuinon Imin (NAPQI), melalui metabolisme oleh sitokrom P450. Pada
kondisi normal, NAPQI dieliminasi melalui konjugasi dengan glutation (GSH)
dan dimetabolisme menjadi asam merkapturat dan sistein yang bersifat non
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
toksik. Namun pada intoksikasi parasetamol pembentukan NAPQI yang
berlebihan melampaui persediaan dan regenerasi GSH, sehingga terjadi deplesi
GSH seluler bermakna (Furst dan Munster, 2002). Deplesi GSH seluler
menyebabkan sel lebih rentan terhadap stres oksidatif dan lipid peroksidasi. Selain
itu, deplesi GSH juga menyebabkan NAPQI bebas berikatan secara kovalen
dengan makromolekul sel hepar, seperti lipid, protein, dan asam nukleat (Kashaw,
et al., 2011). Target seluler primer dari NAPQI adalah mitokondria dan protein
yang terlibat dalam kontrol ion sel. Disfungsi mitokondria dan perubahan
permeabilitas membran sel berefek pada kegagalan produksi energi dan
menyebabkan akumulasi Ca2+ intraseluler (James et al., 2003). Selanjutnya,
disfungsi mitokondria akan menghasilkan senyawa oksigen reaktif yaitu
superoksida (O2-) dan senyawa nitrogen reaktif yaitu peroksinitrit (ONOO-), yang
mengakibatkan terjadinya stres oksidatif (James et al., 2003), sedangkan
akumulasi Ca2+ intraseluler menyebabkan peningkatan laktat dehidrogenase
(LDH) pada serum dan hepar (Farghaly dan Hussein, 2010). NAPQI juga
mengoksidasi makromolekul lipid membran sel hepar sehingga menyebabkan
berkurangnya integritas membran sel dan lipid peroksidasi (Setty et al., 2007).
Stres oksidatif dan lipid peroksidasi diduga menyebabkan kadar antioksidan
endogen lainnya seperti glutation peroksidase, katalase, dan superoksida
dismutase mengalami penurunan (Farghaly dan Hussein, 2010)
Ketidakseimbangan antara pembentukan radikal bebas dengan proteksi oleh
antioksidan akan memperparah terjadinya stres oksidatif dan pada tahap
selanjutnya menyebabkan nekrosis sentrolobuler (James et al., 2003).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
Perbedaan kadar SGPT yang signifikan juga terdapat pada kontrol positif,
kelompok perlakuan 1 dan 2 dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif (p =
0,000). Rerata kadar SGPT pada kelompok kontrol positif, kelompok perlakuan 1,
kelompok perlakuan 2, dan kelompok kontrol negatif berturut-turut sebesar 67,12
U/L; 87,01 U/L; 91,68 U/L; dan 182,52 U/L. Kelompok kontrol positif diberi
Curcuma® dosis terapi, kelompok perlakuan 1 diberi sari belimbing manis
konsentrasi 50%, sedangkan kelompok perlakuan 2 diberi sari belimbing manis
konsentrasi 100%. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian Curcuma® pada
kelompok kontrol positif dan pemberian sari belimbing manis pada kelompok
perlakuan 1 dan 2 mampu mencegah peningkatan kadar SGPT akibat induksi
parasetamol dosis toksik secara bermakna. Kemampuan mencegah peningkatan
kadar SGPT menunjukkan bahwa Curcuma® dan sari belimbing manis memiliki
efek proteksi terhadap senyawa metabolit reaktif yang dihasilkan oleh
parasetamol.
Penurunan kadar SGPT pada kelompok yang diberi sari belimbing manis
disebabkan karena sari belimbing manis mengandung antioksidan tinggi.
Aktivitas antioksidan yang tinggi dari buah belimbing manis disebabkan oleh
kandungan vitamin C, dan polifenol, terutama epikatekin dan proantosianidin
(Shui dan Leong, 2004; Leong dan Shui, 2002). Vitamin C diduga mampu
melindungi sel hepar dari kerusakan yang disebabkan oleh stres oksidatif dan lipid
peroksidasi (Winarsi, 2007). Sedangkan kandungan polifenol diduga mampu
mengaktivasi antioksidan endogen dengan memodulasi biosintesis GSH sehingga
melindungi sel hepar dari stres oksidatif (Han et al., 2007). Berdasarkan penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
yang dilakukan oleh Zhang et al., (2007) kandungan polifenol dalam belimbing
manis dapat menghambat sitokrom P-450. Mekanisme ini diduga dapat
mengurangi pembentukan NAPQI secara berlebihan oleh sitokrom P-450. Selain
itu, penelitian yang dilakukan oleh Rohman et al., (2009) menunjukkan bahwa
ekstrak buah belimbing manis dapat mengikat radikal bebas, sehingga dapat
mencegah ikatan NAPQI dengan makromolekul sel hepar.
Rerata kadar SGPT pada kelompok kontrol positif dan kelompok kontrol
normal berturut-turut sebesar 67,12 U/L dan 53,80 U/L. Berdasarkan hasil analisis
statistik, kelompok kontrol positif tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan
terhadap kelompok kontrol normal. Hal ini menunjukkan bahwa Curcuma®
memiliki efek hepatoprotektif sehingga dapat menyebabkan kadar SGPT tikus
kelompok kontrol positif setara dengan kadar SGPT kelompok kontrol normal.
Curcuma® berasal dari tumbuhan temulawak (Curcuma xanthorriza Xorb) dan
mengandung zat aktif kurkumin dan minyak atsiri (Wahyono et al., 2007).
Kurkumin mampu menghambat aktivitas sitokrom P-450 sehingga diduga dapat
mengurangi pembentukan metabolit reaktif parasetamol yang berlebihan
(Wahyono et al., 2007). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Farghaly dan
Hussein (2010) kurkumin dapat meningkatkan kadar GSH dalam serum dan hepar
tikus serta mengontrol kadar LDH dalam serum dan darah. Hal ini menunjukkan
bahwa pemberian kurkumin dapat meningkatkan biosintesis GSH, atau
mengurangi stres oksidatif yang menyebabkan deplesi GSH, atau bahkan
keduanya. Selain itu terdapat peningkatan aktivitas antioksidan endogen lainnya
yaitu glutation peroksidase, katalase, dan superoksida dismutase. Peningkatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
kadar dan aktivitas antioksidan endogen tersebut dapat mencegah NAPQI
berikatan dengan makromolekul sel hepar, menjaga stabilitas membran sel hepar,
serta melindungi sel hepar dari lipid peroksidasi dan stres oksidatif. Hasil ini juga
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Seong et al. (2004) yang
membuktikan efek hepatoprotektif temulawak terhadap tikus yang diinduksi
cisplatin dan penelitian yang dilakukan oleh Devaraj et al. (2010a) yang
membuktikan efek hepatoprotektif temulawak terhadap tikus yang diinduksi
etanol.
Kelompok yang diberi sari belimbing manis konsentrasi 50% dan konsentrasi
100% menunjukkan perbedaan yang signifikan terhadap kelompok kontrol positif
dan kelompok kontrol normal. Hal ini menunjukkan bahwa sari belimbing manis
mampu mencegah peningkatan kadar SGPT tikus yang diinduksi parasetamol
namun belum memiliki efek yang setara dengan Curcuma®. Hal ini dapat
disebabkan karena dosis yang diberikan pada kelompok perlakuan bukan dosis
optimal. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Shui dan Leong (2006),
residu jus buah belimbing manis yang merupakan sisa dari proses pengolahan jus,
menunjukkan aktivitas antioksidan yang lebih besar daripada jus belimbing manis.
Jus belimbing manis hanya mengandung 17% dari aktivitas antioksidan total,
walaupun jus tersebut mengandung + 85% dari berat total belimbing manis.
Aktivitas antioksidan total berkolerasi dengan kadar polifenol yang terkandung
dalam belimbing manis. Residu belimbing manis mengandung lebih dari 70%
total polifenol. Pada uji In Vitro, diketahui aktivitas reduksi residu jus belimbing
manis lebih besar dibanding jus belimbing manis. Dapat disimpulkan bahwa,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
kandungan antioksidan pada belimbing manis lebih banyak terdapat pada residu
dibandingkan dengan jus (Shui dan Leong, 2006; Payal et al., 2012). Pada
penelitian ini, residu yang dihasilkan dalam pembuatan sari belimbing manis lebih
sedikit daripada residu yang dihasilkan oleh jus. Namun karena konsentrasi sari
belimbing manis yang digunakan hanya konsentrasi 50% dan konsentrasi 100%,
terdapat kemungkinan bahwa kandungan antioksidan belum adekuat.
Apabila dicermati lebih lanjut, kadar SGPT kelompok yang diberi sari
belimbing manis konsentrasi 50% lebih rendah daripada kelompok yang diberi
sari belimbing manis konsentrasi 100%. Namun setelah dilakukan uji statistik,
kadar SGPT sari belimbing manis konsentrasi 50% dan konsentrasi 100% tidak
memiliki perbedaan yang signifikan. Besarnya efek pemberian sari belimbing
manis yang muncul merupakan akibat dari konsentrasi zat aktif yang mencapai
reseptor dan jenis ikatannya dengan reseptor (Wahyono, 2009). Menurut teori
pendudukan reseptor (receptor occupancy), intensitas efek obat berbanding lurus
dengan fraksi reseptor yang diikatnya dan intensitas efek mencapai maksimal jika
seluruh reseptor diikat oleh obat. Apabila seluruh reseptor telah diduduki oleh
obat, maka peningkatan dosis obat menjadi tidak berarti. Hubungan antara dosis
obat dengan besarnya efek dapat digambarkan sebagai kurva dosis-intensitas efek
yang berbentuk hiperbola (Setiawati et al., 2007). Pada penelitian ini dosis yang
dapat memberikan efek maksimal belum dapat ditentukan karena hanya
menggunakan dua variasi dosis. Oleh sebab itu, diperlukan variasi dosis yang
lebih beragam untuk melihat pola kurva dosis-intensitas respon pemberian sari
belimbing manis terhadap kadar SGPT.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
Ketidaksesuaian hasil penelitian dengan teori juga dapat disebabkan oleh
beberapa kelemahan dalam pelaksanaan penelitian, di antaranya yaitu:
1. Kesulitan pembuatan konsentrasi sari belimbing manis yang lebih pekat.
Proses pemekatan sari belimbing manis dengan pemanasan dapat
menyebabkan perubahan warna, bau, rasa, dan kandungan sari belimbing
manis sehingga dikhawatirkan menimbulkan efek yang tidak diinginkan
pada hewan uji jika diberikan selama 14 hari.
2. Kondisi psikologis dan variasi kepekaan tikus terhadap zat yang
digunakan. Meskipun tikus telah diadaptasikan selama 1 minggu,
pemberian perlakuan yang berulang kali dan perkelahian antartikus dapat
mempengaruhi kondisi psikologis tikus. Kondisi psikologis tikus dan
variasi kepekaan tikus terhadap zat yang digunakan bersifat sangat
individual sehingga sulit dikendalikan selama pelaksanaan penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Simpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian ini adalah sari belimbing
manis memiliki pengaruh mencegah peningkatan kadar SGPT tikus yang
diinduksi parasetamol dosis toksik.
B. Saran
Mengingat adanya keterbatasan dan kekurangan dalam penelitian ini,
maka perlu dilakukan:
1. Penelitian lebih lanjut dengan bentuk sediaan bahan uji yang berbeda dan
konsentrasi yang lebih bervariasi.
2. Penelitian lebih lanjut dengan sampel hewan uji yang lebih tinggi
tingkatannya.