perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENGARUH KADAR .../Pengaruh... · ASH – SELF COMPACTING...
Transcript of perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENGARUH KADAR .../Pengaruh... · ASH – SELF COMPACTING...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PENGARUH KADAR FLY ASH SEBAGAI PENGGANTI
SEBAGIAN SEMEN TERHADAP KUAT TARIK BELAH
DAN MODULUS OF RUPTURE PADA HIGH VOLUME FLY
ASH – SELF COMPACTING CONCRETE
(Effect of Fly Ash Content as Cement Subtitution on Split Tensile Strength and
Modulus of Rupture of High Volume Fly Ash - Self Compacting Concrete)
SKRIPSI
Disusun sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik UNS
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Disusun Oleh :
AVRI PRIATAMA
NIM I 0108073
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
MOTTO
Learn how to use pain and pleasure instead of have pain and pleasure use you! If you do, you’re in control of your life. If you don’t, life is control you!
Dalam setiap kesulitan yang kamu hadapi,
pasti selalu ada hikmah yang terkandung di dalamnya.
Doa Ibu yang membukakan jalan kesuksesanku
PERSEMBAHAN Allah SWT, atas segala limpahan rahmat dan rizki-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan studi ini. Ayah dan Ibu, terimakasih buat semua dukungan, semangat serta doa kalian yang selalu mengiringi mas. Terimakasih buat semua jerih payah kalian untuk mas dan Dara selama ini. Mas tidak akan pernah berhenti untuk membanggakan kalian. I always love this family. Dek Dara, adekku yang pintar, terimakasih buat dukungan dan celotehan kamu yang selalu bikin mas semangat terus. Tetap belajar yang serius untuk raih kesuksesan, buat Ayah Ibu bangga dan bahagia! Pak Kristiawan dan Pak Sholihin As’ad, terimakasih atas bimbingan serta ilmunya yang secara langsung maupun tidak telah di share kepada saya. Semoga ilmu yang saya peroleh dari bapak dapat saya manfaatkan dengan sebaik mungkin kedepannya. Kontrakan Gapuk, walaupun tiap pagi air ledengmu sering mati dan bikin kami ke kampus tanpa bisa mandi dulu, tempat jemuran kamu lebih sering rusak daripada kami manfaatkan, sampah kamu cepet banget numpuknya sehingga kami malas membersihkannya, tapi kenangan yang kamu buat didalamnya sangat tak tergantikan. Salam buat pak Tio, hha! Agung Prasanto Nugroho dan M. Taib Mirza A., tim skripsi HVFA-SCC, terimakasih atas kerja sama serta bantuan kalian selama penyelesaian skripsi ini. Dhani, Beton, Ardhi, Anang dan Ipul, terimakasih buat semua bantuan kalian selama kita ngontrak bareng. Terimakasih sudah mau bersama dalam suka duka kehidupan di Kontrakan Gapuk bersama aku, yang ternyata orangnya gila dan mudah frustasi. Aku tidak akan pernah melupakan cerita kita selama ngontrak bareng, terlalu berharga kalau hanya kita tinggalkan begitu saja di dalam kontrakan akhir Juli ini. Sukses kawan! Gondrong, Irsandi, Atom, Badeg, Jenggot, Komplang, Kopes, Gembel, Anjar, Haris, Ceplenk, Alhadiid, Didit, Puji, aku tidak akan pernah melupakan kebersamaan kita semasa kuliah, baik itu saat di Kontrakan Gapuk atau saat kita nongkrong bareng melepas kepenatan bersama. Kita adalah keluarga kecil yang tak punya celah tuk diberaikan. Almamater Teknik Sipil UNS, saya ucapkan terimakasih kepada para cowok serta cewek sipil baik itu angkatan 2008, 2009, dan 2010, serta para dosen yang secara langsung ataupun tidak, pernah membantu masa perkuliahan saya di teknik sipil UNS.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
KATA PENGANTAR
Syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga
Penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini
merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan S-1 di Jurusan
Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, maka
banyak kendala yang sulit untuk penulis pecahkan hingga terselesaikannya
penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Pimpinan Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Pimpinan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
3. Bapak S.A. Kristiawan, ST, MSc, Ph.D., selaku Dosen Pembimbing I.
4. Bapak Dr. tech. Ir. Sholihin As'ad, MT., selaku Dosen Pembimbing II.
5. Tim Dosen Penguji Pendadaran.
6. Staf pengelola Laboratorium Bahan Bangunan dan Struktur Jurusan Teknik
Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
7. Rekan-rekan mahasiswa Teknik Sipil Angkatan 2008 dan semua pihak yang
telah banyak membantu penulis secara langsung maupun tidak langsung yang
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Disadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan berharap saran serta
kritik yang membangun. Akhir kata semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat
bagi semua pihak.
Surakarta, Juli 2012
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRAK
Avri Priatama, 2012, Pengaruh Kadar Fly Ash sebagai Pengganti Sebagian Semen terhadap Kuat Tarik Belah dan Modulus of Rupture pada High Volume Fly Ash – Self Compacting Concrete. Skripsi Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penggunaan beton konvensional pada tahap pengecoran komponen bangunan yang padat tulangan belum mampu menjamin tercapainya kepadatan beton yang optimal dikarenakan sudah tidak dimungkinkannya lagi penggunaan vibrator, sehingga kekuatan beton yang diharapkan tidak dapat tercapai dengan baik. Salah satu pemecahan yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan self compacting concrete. Penggunaan fly ash pada self compacting concrete akan menambah workability serta flowability dari beton segar. Kadar penggunaan fly ash pada beton hingga lebih dari 50% disebut dengan high volume fly ash – self compacting concrete. Kadar fly ash sebagai pengganti sebagian semen dalam beton yang cukup tinggi mampu memperkecil ruang antar agregat sehingga beton yang dihasilkan lebih padat. Kepadatan beton khususnya dalam hal ketahanannya menerima tegangan tarik dapat diketahui dengan tolak ukur kuat tarik belah maupun modulus of rupture. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan total benda uji kuat tarik belah sebanyak 27 buah berbentuk silinder berdiameter 15 cm dan tinggi 30 cm, serta 27 buah benda uji modulus of rupture berbentuk balok dengan dimensi 10 x 10 x 50 cm. Variasi kadar fly ash yang ditinjau dalam penelitian ini adalah 35%, 55%, dan 65%. Kadar fly ash 35% digunakan sebagai pembanding sesuai dengan syarat penggunaan maksimum fly ash pada beton dalam ASTM C618-86. Pengujian kuat tarik belah dan modulus of rupture tiap variasi kadar fly ash diuji pada umur 7, 28 dan 56 hari. Dari hasil pengujian kuat tarik belah maupun modulus of rupture HVFA-SCC diketahui bahwa penggunaan fly ash yang semakin banyak dalam beton akan mengurangi nilai kuat tarik belah serta modulus of rupture pada umur awal beton. Pada umur 7 hari nilai kuat tarik belah beton dengan variasi kadar fly ash 65% cenderung sama dengan variasi kadar fly ash 35% dan 55% yaitu sebesar 1,952 MPa. Sedangkan nilai modulus of rupture dengan variasi kadar fly ash 65% pada umur 7 hari didapat sebesar 2,133 MPa, terendah dibanding beton dengan variasi kadar fly ash lain yang lebih rendah. Nilai modulus of rupture beton dengan kadar fly ash 65% mengalami peningkatan terhadap umur beton yang lebih signifikan dibanding beton dengan variasi kadar fly ash yang lebih rendah.
Kata kunci : fly ash, kuat tarik belah, modulus of rupture, HVFA-SCC.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
ABSTRACT
Avri Priatama, 2012, Effect of Fly Ash Content as Cement Subtitution on Split Tensile Strength and Modulus of Rupture of High Volume Fly Ash - Self Compacting Concrete. Thesis Civil Engineering Departement of Engineering Faculty, Sebelas Maret University Surakarta. The use of conventional concrete in the casting stage that has many congested area is not guarantee the optimal compaction of the concrete, since it was impossible to use a vibrator that the required strength of the concrete can not be achieved properly. As one of the solution for this problem self compacting concrete can be achieved. The content of fly ash in the concrete can increase the workability and flowability of the fresh concrete. Concrete that contains more than 50% of fly ash reffered as high volume fly ash concrete. Fly ash content as cement substitution in the concrete can decrease the space among the aggregates so the more compact concrete can be produced. The compaction of the concrete especially in the context of flexural strength can be known by it’s splitting tensile strength and modulus of rupture parameters. This research used experimental method with total 27 pieces splitting tensile strength specimens on silinder with 15 cm diameter and 30 cm high, and 27 pieces modulus of rupture specimens on beam with 10x10x50 cm measure. The fly ash content variation evaluate in this research is 35%, 55%, and 65%. The 35% fly ash content variation used as the comparison concrete according to the maximum use of fly ash in the concrete in ASTM C 618-86 specifications. The test of splitting tensile strength and modulus of rupture of each fly ash content variations of the concrete were tested at 7, 28, 56 days. By the result of splitting tensile strength and modulus of rupture test of HVFA-SCC known that the more fly ash content in the concrete will decrease the splitting tensile strength and modulus of rupture value at the early age of concrete. At 7 days, the splitting tensile strength value of the concrete with 65% fly ash content variation tend to be the same with other fly ash content variation equal to 1,952 MPa. Oterhwise, the modulus of rupture value of the concrete with 65% fly ash content variation at 7 days equal to 2,133 MPa, the lowest among another concrete with lower fly ash content variation. The modulus of rupture value of the concrete with 65% fly ash content variation has the more significant increase value than otehr concrete that has lower fly ash content variation. Keywords : fly ash, splitting tensile strength, modulus of rupture, HVFA-SCC.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN .......................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ iii
MOTTO DAN PESEMBAHAN ....................................................................... iv
ABSTRAK .......................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ........................................................................................ vii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xv
DAFTAR NOTASI ............................................................................................. xvi
BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang .................................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................................................. 5
1.3. Batasan Masalah ............................................................................................... 5
1.4. Tujuan Penelitian .............................................................................................. 5
1.5. Manfaat Penelitian ............................................................................................ 5
1.5.1. Manfaat Teoritis ............................................................................................. 5
1.5.2. Manfaat Praktis .............................................................................................. 6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI .............................. 7
2.1. Tinjauan Pustaka ................................................................................................ 7
2.2. Landasan Teori ................................................................................................... 12
2.2.1. Beton ............................................................................................................... 12
2.2.2. Jenis-jenis Beton ............................................................................................. 12
2.2.3. High Volume Fly Ash Concrete (HVFAC) ...................................................... 12
2.2.3.1. Pengertian High Volume Fly Ash Concrete (HVFAC) ................................. 12
2.2.3.2. Spesifikasi High Volume Fly Ash Concrete (HVFAC) ................................ 14
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
2.2.3.3. Kelebihan dan Kekurangan High Volume Fly Ash Concrete (HVFAC) ..... 17
2.2.4. Self Compacting Concrete (SCC) ................................................................... 18
2.2.4.1. Pengertian Self Compacting Concrete (SCC) ............................................... 18
2.2.4.2. Spesifikasi Self Compacting Concrete (SCC) ............................................... 18
2.2.4.3. Sifat Self Compacting Concrete (SCC) ......................................................... 20
2.2.4.4. Kelebihan dan Kekurangan Self Compacting Concrete (SCC) ..................... 24
2.2.5. High Volume Fly Ash - Self Compacting Concrete (HVFA-SCC) ................... 25
2.2.5.1. Pengertian High Volume Fly Ash - Self Compacting Concrete
(HVFA-SCC) ................................................................................................ 25
2.2.5.2. Bahan Penyusun High Volume Fly Ash - Self Compacting Concrete
(HVFA-SCC) ................................................................................................ 26
2.2.5.3. Rancang Campur High Volume Fly Ash - Self Compacting Concrete
(HVFA-SCC) ................................................................................................ 31
2.2.6. Kuat Tarik Belah ............................................................................................. 31
2.2.7. Modulus of Rupture ......................................................................................... 33
2.2.7.1. Kekakuan Lentur Balok ................................................................................ 38
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ................................................................ 41
3.1. Pengujian Bahan Dasar Beton ............................................................................ 41
3.1.1. Agregat Halus ................................................................................................. 41
3.1.1.1. Pengujian Kadar Lumpur Agregat Halus ...................................................... 41
3.1.1.2. Pengujian Kadar Zat Organik Agregat Halus ............................................... 42
3.1.1.3. Pengujian Specific Gravity Agregat Halus .................................................... 42
3.1.1.4. Pengujian Gradasi Agregat Halus ................................................................. 43
3.1.2. Agregat Kasar ................................................................................................. 43
3.1.2.1. Pengujian Specific Gravity Agregat Kasar .................................................... 43
3.1.2.2. Pengujian Gradasi Agregat Kasar ................................................................. 44
3.1.2.3. Pengujian Abrasi Agregat Kasar ................................................................... 44
3.1.3. Fly Ash ............................................................................................................ 45
3.2. Rancang Campur High Volume Fly Ash - Self Compacting Concrete ................ 46
3.3. Kriteria Campuran HVFA-SCC dan Mortar HVFA-SCC ................................. 50
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
3.4. Rasio Antara Indeks Viskositas Campuran (Vfc) dan Indeks Viskositas Mortar
(Vfm) .................................................................................................................. 51
3.5. Pembuatan Benda Uji High Volume Fly Ash - Self Compacting Concrete ........ 52
3.6. Curing (Perawatan) High Volume Fly Ash - Self Compacting Concrete ............ 55
3.7. Pengujian Kuat Tarik Belah High Volume Fly Ash - Self Compacting
Concrete .............................................................................................................. 55
3.8. Pengujian Modulus of Rupture High Volume Fly Ash - Self Compacting
Concrete .............................................................................................................. 56
3.9. Tahap Penelitian ................................................................................................. 57
BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ............................................... 60
4.1. Hasil Pengujian Bahan Dasar .............................................................................. 60
4.1.1. Hasil Pengujian Agregat Halus ....................................................................... 60
4.1.2. Hasil Pengujian Agregat Kasar ....................................................................... 61
4.1.3. Hasil Pengujian Fly Ash .................................................................................. 63
4.2. Rancang Campur HVFA-SCC ........................................................................... 64
4.3. Hasil Pengujian Beton Segar HVFA-SCC ......................................................... 65
4.4. Hasil Pengujian dan Analisis Data Kuat Tarik Belah HVFA-SCC ................... 67
4.4.1. Analisis Hubungan Kuat Tarik Belah dan Kuat Tekan HVFA-SCC .............. 70
4.5. Hasil Pengujian dan Analisis Data Modulus of Rupture HVFA-SCC ................ 74
4.5.1. Analisis Kekakuan Lentur Balok .................................................................... 78
4.5.3. Analisis Hubungan Modulus of Rupture dan Kuat Tekan HVFA-SCC .......... 80
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 84
5.1. Kesimpulan ......................................................................................................... 84
5.2. Saran.................................................................................................................... 85
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 87
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Persyaratan Kandungan Kimia Fly Ash ................................................... 27
Tabel 2.2. Parameter Kimia Fly Ash PLTU Cilacap ................................................. 28
Tabel 2.3. Data Teknis Sika Viscocrete 10 ............................................................... 30
Tabel 3.1. Tabel Perubahan Warna Pada Uji Kadar Zat Organik Pasir .................... 42
Tabel 3.2. Tabel Parameter Pengujain Fly Ash ......................................................... 45
Tabel 3.3. Tabel Hasil Rancang Campur HVFA-SCC ............................................. 49
Tabel 3.4. Hasil Pengujian Slump Loss HVFA-SCC Kadar 35%, 55%, dan 65% ... 50
Tabel 3.5. Hasil Pengujian Mortar HVFA-SCC Kadar 35%, 55%, dan 65% ........... 51
Tabel 3.6. Hasil Hitungan Rasio Vfc/Vfm HVFA-SCC Kadar 35%, 55%, dan
65% ......................................................................................................... 52
Tabel 3.7. Rincian Benda Uji Kuat Tarik Belah dan Modulus of Rupture
HVFA-SCC ............................................................................................. 54
Tabel 4.1. Hasil Pengujian Agregat Halus ............................................................... 60
Tabel 4.2. Hasil Pengujian Gradasi Agregat Halus ................................................. 61
Tabel 4.3. Hasil Pengujian Agregat Kasar ............................................................... 62
Tabel 4.4. Hasil Pengujian Gradasi Agregat Kasar ................................................. 62
Tabel 4.5. Hasil Pengujian Fly Ash dari PLTU Cilacap ........................................... 63
Tabel 4.6. Proporsi Campuran Adukan HVFA-SCC untuk setiap Variasi
per 1 m3 ................................................................................................... 64
Tabel 4.7. Proporsi Campuran Adukan HVFA-SCC untuk setiap 1 Kali Adukan
(9 Benda Uji Kuat Tarik Belah) .............................................................. 64
Tabel 4.8. Proporsi Campuran Adukan HVFA-SCC untuk Kebutuhan 1 Benda Uji
Kuat Tarik Belah ..................................................................................... 64
Tabel 4.9. Proporsi Campuran Adukan HVFA-SCC untuk setiap 1 Kali Adukan
(9 Benda Uji Modulus of Rupture) .......................................................... 64
Tabel 4.10. Proporsi Campuran Adukan HVFA-SCC untuk Kebutuhan 1 Benda Uji
Modulus of Rupture ................................................................................. 65
Tabel 4.11. Hasil Pengujian Flow Table Test HVFA-SCC ....................................... 65
Tabel 4.12. Hasil Pengujian J-Ring Flow Table Test HVFA-SCC ............................ 65
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
Tabel 4.13. Hasil Pengujian L-Box Test HVFA-SCC ................................................ 66
Tabel 4.14. Hasil Pengujian Box-Type Test HVFA-SCC .......................................... 66
Tabel 4.15. Hasil Pengujian V-Funnel Test HVFA-SCC .......................................... 66
Tabel 4.16. Hasil Uji Kuat Tarik Belah Rata-Rata HVFA-SCC ................................ 68
Tabel 4.17. Hasil Uji Modulus of Rupture Rata-Rata HVFA-SCC ........................... 75
Tabel 4.18. Nilai Kekakuan Lentur Rata-Rata HVFA-SCC ...................................... 78
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Hubungan Antara Deformability dan Viscosity.................................... 11
Gambar 2.2. Butiran Fly Ash (SpecData_FlyAsh Holcim, 2006) ............................. 16
Gambar 2.3. Prinsip Dasar Proses Produksi Self Compacting Concrete
(Dehn dkk, 2000) ................................................................................ 19
Gambar 2.4. Perkembangan Kuat Tekan SCC (Dehn dkk, 2000) ............................ 19
Gambar 2.5. Pengujian Kuat Tarik Belah ................................................................ 32
Gambar 2.6. Standar Pengujian Kuat Lentur (Modulus of Rupture) menurut
ASTM C-78 ......................................................................................... 34
Gambar 2.7. Momen yang terjadi akibat Beban P .................................................... 35
Gambar 2.8. Patah pada 1/3 Bentang Tengah Balok ................................................ 36
Gambar 2.9. Benda Uji yang mengalami Patah pada 1/3 Bentang Tengah Balok ... 36
Gambar 2.10. Patah pada Bentang antara A-B atau C-D < 5% ................................. 37
Gambar 2.11. Patah pada Bentang antara A-B atau C-D > 5% ................................. 37
Gambar 2.12. Lendutan pada Balok Akibat Pembebanan ......................................... 39
Gambar 3.1. Diagram Alir Rancang Campur Beton ................................................. 49
Gambar 3.2. Benda Uji Kuat Tarik Belah ................................................................. 52
Gambar 3.3. Benda Uji Modulus of Rupture ............................................................ 53
Gambar 3.4. Pengujian Kuat Tarik Belah Beton menggunakan alat Compression
Testing Machine ................................................................................... 56
Gambar 3.5. Pengujian Modulus of Rupture dengan Alat Loading Frame .............. 57
Gambar 3.6. Bagan Alir Tahap – Tahap Penelitian .................................................. 59
Gambar 4.1. Gradasi Agregat Halus ......................................................................... 61
Gambar 4.2. Gradasi Agregat Kasar ......................................................................... 63
Gambar 4.3. Diagram Kuat Tarik Belah Rata-Rata HVFA-SCC ............................. 68
Gambar 4.4. Grafik Hubungan Kuat Tarik Belah Rata-Rata dan Umur
HVFA-SCC .......................................................................................... 69
Gambar 4.5. Grafik Hubungan ft dan √(f'c) beberapa Variasi Fly Ash
HVFA-SCC .......................................................................................... 71
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
Gambar 4.6. Grafik Hubungan ft dan √(f'c) pada HVFA-SCC dengan Beberapa
Beton Normal ....................................................................................... 72
Gambar 4.7. Grafik Hubungan ft dan √(f'c) pada HVFA-SCC dengan Beberapa
Jenis Beton Lain .................................................................................. 73
Gambar 4.8. Diagram Nilai Modulus of Rupture Rata-Rata HVFA-SCC ................ 76
Gambar 4.9. Grafik Hubungan Modulus of Rupture Rata-Rata dan Umur
HVFA-SCC .......................................................................................... 77
Gambar 4.10. Diagram Nilai Kekakuan Lentur Rata-Rata HVFA-SCC .................. 79
Gambar 4.11. Grafik Hubungan Kekakuan Rata-Rata dan Umur HVFA-SCC ........ 79
Gambar 4.12. Grafik Hubungan MOR dan √(f'c) beberapa Variasi Fly Ash
HVFA-SCC ........................................................................................ 81
Gambar 4.13. Grafik Hubungan MOR dan √(f'c) pada HVFA-SCC dengan
Beberapa Beton Normal ..................................................................... 82
Gambar 4.14. Grafik Hubungan MOR dan √(f'c) pada HVFA-SCC dengan
Beberapa Jenis Beton Lain ................................................................. 83
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A. Pengujian Agregat
Lampiran B. Mix Design
Lampiran C. Hasil Pengujian Slump Flow
Lampiran D. Hasil Pengujian Kuat Tarik Belah dan Modulus of Rupture
Lampiran E. Dokumentasi Penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
DAFTAR NOTASI
s = Tegangan lentur
∆ = Lendutan
a = Jarak dari titik terjadinya fracture ke tumpuan terdekat
A = Luas penampang
ACI = American Concrete Institute
ASTM = American Standard for Testing and Materials
b = Lebar benda uji
D = Diameter silinder
E = Modulus elastisitas beton
ɛ = Regangan aksial
EI = Kekakuan lentur komponen
f = Berat pasir kering oven
f’c = Kuat Tekan
ft = Kuat Tarik Belah
h = Tinggi benda uji
I = Momen inersia
KTB = Kuat tarik belah
L = Panjang bentang benda uji
M = Momen
MOR = Modulus of Rupture
Pmaks = Beban maksimum yang diberikan
SK SNI = Surat Keputusan Standar Nasional Indonesia
SNI = Standar Nasional Indonesia
π = Phi (3,141592654)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perkembangan teknologi belakangan ini berkembang sangat pesat seiring dengan
perkembangan jaman. Begitu pula dengan teknologi beton yang semakin
berkembang seiring dengan berbagai permasalahan yang timbul di masa
konstruksi, baik itu dari segi desain maupun metode-metode konstruksi yang
dilakukan. Dibandingkan dengan bahan bangunan yang lain, beton mempunyai
berbagai keunggulan, antara lain relatif lebih kuat menahan gaya tekan, mudah
pengerjaan dan perawatannya, mudah dibentuk sesuai dengan kebutuhan, tahan
terhadap perubahan cuaca, serta lebih tahan terhadap api dan korosi sehingga
biaya perawatan termasuk rendah. Namun demikian, beton juga memiliki berbagai
kelemahan, antara lain kuat tarik yang rendah, dan pengerjaan yang terkadang
tidak mudah.
Banyaknya inovasi desain bangunan dalam perkembangan dunia konstruksi,
mendorong munculnya teknologi beton yang lebih baik dari beton konvensional.
Hal ini dikarenakan penggunaan beton konvensional pada tahap pengecoran
komponen bangunan yang unik serta metode konstruksi yang bervariasi belum
menjamin tercapainya kepadatan yang optimal, sehingga kuat tekan yang
diharapkan tidak dapat tercapai dengan baik. Pada beberapa kondisi dengan desain
konstruksi yang padat tulangan penggunaan beton konvensional sudah tidak
memadai lagi, karena sudah tidak memungkinkan bagi alat vibrator untuk
mencapai daerah-daerah padat tulangan tersebut.
Salah satu pemecahan untuk memperoleh struktur beton yang memiliki kepadatan
serta ketahanan yang lebih baik adalah dengan menggunakan self compacting
concrete (SCC). SCC adalah beton yang memiliki sifat kecairan (fluidity) yang
tinggi sehingga mampu mengalir dan mengisi ruang-ruang di dalam cetakan tanpa
proses pemadatan (Tjaronge, 2006). Sehingga hal ini dapat mengatasi berbagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
permasalahan yang timbul selama masa pengecoran komponen bangunan yang
hanya menggunakan beton konvensional. SCC juga mampu mereduksi
penggunaan tenaga kerja terampil untuk proses pemadatan pada tahap pengecoran
masa konstruksi. Kemampuan mengalir dengan tingkat ketahanan terhadap
segregasi yang tinggi pada SCC disebabkan oleh pembatasan kandungan dan
ukuran agregat yang lebih kecil dari pada beton konvensional, rasio air-semen
(w/c-ratio) yang rendah, serta penggunaan superplasticizer yang memadai.
Penggunaan superplasticizer pada SCC meningkatkan workabilitas dari beton
segar dengan tidak berpengaruh banyak pada nilai kuat tekan beton tersebut. SCC
yang masih segar memiliki nilai slump yang sangat tinggi, sehingga pengukuran
dengan kerucut Abrams sudah tidak memungkinkan lagi. Pengukuran sifat SCC
mengacu pada tingkat flowability serta passingability beton segar tersebut.
Pengukuran sifat beton segar jenis self-compacting concrete dapat mengacu pada
dua alat ukur yang berupa Slump-Flow Test dan L-Shape Box Test (Grunewald,
2004).
Untuk beberapa alasan, industri beton memang tidak berkelanjutan atau
sustainable (Mehta, 1999). Hal ini dikarenakan industri beton banyak
mengkonsumsi material alami dari alam. Industri beton yang menggunakan semen
portland sebagai bahan baku utamanya juga telah mendorong produksi semen
portland meningkat, yang berkontribusi terhadap timbulnya efek rumah kaca
(green house effect) yang memicu terjadinya pemanasan global (global warming).
Penggunaan high volume fly ash concrete (HVFAC) yang mengacu pada beberapa
permasalahan di atas akan dapat membuat industri beton ke depannya akan
menjadi lebih sustainable. High volume fly ash concrete (HVFAC) merupakan
beton dengan kandungan fly ash didalamnya dengan kadar yang tinggi.
Fly ash atau yang biasa disebut dengan abu terbang dihasilkan dari pengumpul
mekanik yang memisahkan fly ash dari gas sisa pembakaran batu bara. Ukuran
partikel fly ash antara 1-150 mikrometer yang lolos ayakan 45 mikrometer serta
perannya yang bersifat pozzolan ini, cukup menjanjikan untuk digunakan sebagai
campuran atau bahkan pengganti semen. Penggunaan fly ash pada beton juga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
mampu mereduksi kapur bebas atau Ca(OH)2 yang merupakan hasil sampingan
dari proses hidrasi semen dan air.
Penggunaan fly ash pada beton yang masih terbatas antara 10% - 35 % dari berat
binder dinilai belum maksimal terutama dalam meningkatkan daya tahan
(durability) terhadap serangan sulfat, alkali-silika ekspansi, dan juga thermal
cracking. Untuk itu penggunaan fly ash pada beton ditingkatkan hingga kadar
minimum 50% dari berat binder atau dikenal dengan high volume fly ash concrete
(HVFAC). Hal ini dimungkinkan bagi beton untuk menghasilkan workability,
ultimate strength, serta durability yang lebih tinggi dari beton konvensional pada
umumnya. HVFAC secara umum sangat kohesif dan menunjukan kemungkinan
tidak terjadinya bleeding dan segregation. HVFAC juga memiliki workability dan
pumpability yang sangat bagus dengan hasil uji slump lebih rendah dari 75 mm
atau lebih besar dari 75 mm yang digunakan untuk heavy reinforced structures.
Dengan workability dan pumpability yang bagus ini menyebabkan material
bergerak dengan baik mengisi ruang-ruang kosong layaknya self compacting
concrete.
High volume fly ash - self compacting concrete (HVFA-SCC) merupakan
perpaduan teknologi antara beton memadat mandiri dengan beton yang
menggunakan fly ash dengan kadar yang tinggi sebagai pengganti sebagian
semen. Fly ash selain mampu meningkatkan workability beton segar, juga
berfungsi sebagai water reducer dimana mampu mengurangi penggunaan air pada
campuran beton. Bentuk butiran fly ash yang bulat akan meningkatkan workability
beton segar sehingga kemampuan beton segar untuk mengalir akan lebih baik
dengan penggunaan faktor air semen yang lebih kecil. Kadar fly ash sebagai
pengganti sebagian semen yang cukup tinggi mampu memperkecil ruang antar
agregat. Hal ini dikarenakan ukuran butiran fly ash lebih kecil dari semen
sehingga beton yang dihasilkan akan lebih padat sehingga diharapkan mampu
meningkatkan nilai kuat tarik belah maupun modulus of rupture beton.
Kuat tarik beton merupakan suatu sifat beton yang penting dalam menahan retak
akibat perubahan kadar air, suhu, dan pembebanan. Kuat tarik beton juga
dipengaruhi oleh lekatan antara pasta semen dengan agregat pada beton tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
Sifat kuat tarik beton dipengaruhi oleh mutu beton itu sendiri. Meningkatkan mutu
beton untuk kekuatan tekan hanya disertai oleh peningkatan yang kecil dari kuat
tariknya. Menurut perkiraan kasar, nilai kuat tarik berkisar antara 9% - 15% dari
kuat tekannya. Ada anggapan lain mengatakan bahwa dalam perencanaan struktur,
beton dianggap hanya mampu menahan tegangan desak walaupun sebenarnya
beton juga mampu menahan tegangan tarik, sehingga hal ini dianggap tidak
efisien terutama pada perencanaan yang didominasi tarik dan lentur. Bagian tarik
pada balok akan mengalami retak sekalipun mendapat tegangan yang tidak begitu
besar. Hal ini disebabkan adanya retak rambut yang merupakan sifat alami dari
beton, sehingga diperlukan uji kuat tarik untuk membuat beton yang sesuai untuk
bangunan konstruksi. Dikarenakan kuat tarik beton yang tepat sulit di ukur (Tri
M., 2004), sehingga untuk mencari nilai kuat tarik bahan beton yang
mencerminkan kuat tarik yang sebenarnya, maka digunakan kuat tarik belah (split
tensile strength).
Modulus of rupture merupakan kuat tarik maksimum yang secara teoritis dipakai
pada serat bagian bawah dari sebuah balok uji (Neville, 1997). Nilai dari modulus
of rupture bergantung pada dimensi dari balok uji susunan beban. Modulus of
rupture yang merupakan dampak dari beton yang mengalami pelenturan akibat
beban - beban yang bekerja pada benda uji beton tersebut dapat diketahui dengan
melakukan percobaan yang dapat menggambarkan bagian balok yang hanya
menerima beban lentur saja, yaitu meletakkan balok beton pada tumpuan
sederhana dengan perletakan berupa sendi rol. Metode third point loading
digunakan untuk memperoleh nilai modulus of rupture.
Untuk memperoleh nilai modulus of rupture maupun kuat tarik belah yang
optimal, maka kepadatan beton harus semaksimal mungkin. Hal ini diharapkan
dapat diupayakan dengan penggunaan high volume fly ash - self compacting
concrete (HVFA-SCC).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka dapat
diambil suatu rumusan masalah sebagai berikut: Bagaimana pengaruh penggunaan
fly ash dengan volume tinggi terhadap nilai kuat tarik belah dan modulus of
rupture high volume fly ash– self compacting concrete.
1.3. Batasan Masalah
Dalam penelitian ini fly ash yang dipakai adalah fly ash tipe C yang diperoleh dari
PLTU Cilacap. Reaksi kimia dari senyawa-senyawa pembentuk high volume fly
ash – self compacting concrete tidak dibahas secara detail.
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan fly ash
dengan volume tinggi terhadap nilai kuat tarik belah dan modulus of rupture high
volume fly ash – self compacting concrete.
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1. Manfaat Teoritis
a. Memberikan wawasan pada masyarakat pada umumnya dan dunia teknik
sipil pada khususnya tentang penggantian sebagian kadar semen dalam
beton dengan fly ash sehingga membentuk high volume fly ash – self
compacting concrete.
b. Memberikan informasi tentang nilai kuat tarik belah serta modulus of
rupture dari penggunaan fly ash dengan volume tinggi pada high volume
fly ash – self compacting concrete.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
1.5.2. Manfaat Praktis
a. Menambah alternatif pemanfaatan limbah fly ash sebagai bahan campuran
pembuatan beton untuk mengatasi kekurangan dan kelangkaan bahan
pembuat adukan beton serta untuk mengurangi biaya.
b. Memanfaatkan limbah fly ash yang tergolong B3 (Bahan Berbahaya dan
Beracun) skala besar untuk diproduksi sebagai bahan bangunan terutama
sebagai bahan campuran beton, sehingga menjadi ramah lingkungan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1. Tinjauan Pustaka
Beton merupakan campuran antara semen, agregat kasar, agregat halus dan air,
dengan atau tanpa bahan tambahan membentuk masa padat (SK SNI T-15-1990-
03:1). Beton yang paling padat dan kuat diperoleh dengan menggunakan jumlah
air yang minimal konsisten dengan derajad workabilitas yang dibutuhkan untuk
memberikan kepadatan maksimal. Derajat kepadatan harus dipertimbangkan
dalam hubungannya dengan cara pemadatan dan jenis konstruksi, agar terhindar
dari kebutuhan akan pekerjaan yang berlebihan dalam mencapai kepadatan
maksimal (Murdock & Brook, 1991).
Beton umum digunakan pada konstruksi karena mempunyai banyak keuntungan
antara lain bahan baku yang mudah didapat, mudah dibentuk sesuai kebutuhan,
mampu memikul beban yang berat, biaya pemeliharaan yang kecil, serta memiliki
kuat desak yang besar. Namun beton juga memiliki beberapa kelemahan, antara
lain kuat tarik yang rendah, dan pengerjaan yang terkadang tidak mudah.
Penggunaan fly ash atau biasa dikenal dengan abu terbang pada campuran beton
yang mampu mereduksi kapur bebas atau Ca(OH)2 hasil sampingan dari proses
hidrasi semen dan air, salah satunya berfungsi untuk menambah kelecakan beton
sehingga workability beton akan menjadi lebih baik dan mudah untuk dikerjakan
serta memungkinkan untuk meningkatkan kemampuan beton mengalir dan
mampu memadat sendiri. Selain itu fly ash juga berfungsi sebagai filler sehingga
tujuan mendapatkan struktur beton yang memiliki tingkat kepadatan yang tinggi
dapat dicapai. Fly ash merupakan limbah PLTU berbahan bakar batu bara
dikategorikan sebagai limbah berbahaya (B3) oleh Bapedal. Fly ash ini sendiri
apabila tidak dimanfaatkan dapat menjadi ancaman bagi lingkungan. Karenanya
dapat dikatakan, pemanfaatan fly ash akan mendatangkan efek ganda pada tindak
penyelamatan lingkungan, yaitu penggunaan fly ash memangkas dampak negatif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
kalau bahan sisa ini dibuang begitu saja dan sekaligus mengurangi penggunaan
semen Portland dalam pembuatan beton (Hardjito, 2001) dalam (Maryoto, 2008).
High volume fly ash concrete (HVFAC) adalah beton yang menggunakan
fly ash sebagai bahan pozzolanic dan digunakan bersamaan dengan semen dengan
persentase fly ash 50% atau lebih dari berat total binder. HVFAC memiliki
kelebihan yaitu ramah lingkungan, ekonomis, memperlambat setting time,
meningkatkan workability, durability, dan diharapkan meningkatkan kekuatan
dari beton (Stefanus dan Howard, 2010).
Definisi beton high volume fly ash menurut Mehta (2004) yaitu :
1) Kandungan fly ash minimal 50% dari berat binder.
2) Water content yang rendah, umumnya kurang dari 130 kg/m3.
3) Cement content umumnya tidak lebih dari 200 kg/m3.
4) Untuk campuran beton dengan spesifikasi 28 hari kekuatan 30 MPa atau lebih
tinggi, slump > 150 mm dan water cement ratio 0,3, wajib digunakan
admixture yang mengurangi air.
5) Untuk beton expose dengan lingkungan yang membeku digunakan admixture
khusus.
6) Untuk campuran beton dengan slump < 150 mm kekuatan beton 28 hari
kurang dari 30 MPa, water cement ratio 0,4 memungkinkan tidak digunakan
superplasticizer.
Panas hidrasi pada pengecoran beton konvensional menghasilkan suhu 55°-66° C
memungkinkan terjadinya thermal cracking menjadi lebih besar. HVFAC dengan
presentase fly ash 50% dapat menurunkan suhu akibat panas hidrasi semen
menjadi 30°-35° C sehingga kemungkinan thermal cracking dapat diperkecil.
Selisih suhu antara bagian dalam dan luar beton diharapkan tidak melebihi 25° C,
karena hal tersebut dapat membuat retak pada beton sering terjadi. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Stefanus dan Howard (2010), didapat bahwa
HVFAC dengan kandungan fly ash semakin besar memiliki setting time yang
lebih lama dan suhu puncak yang semakin rendah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
Dari konferensi Concrete 2001 yang diselenggarakan di Perth, Australia,
dilaporkan penggunaan HVFAC (high volume fly ash concrete) atau beton dengan
kandungan fly ash tinggi pada sejumlah proyek infrastruktur, demikian pula
penggunaan bahan buangan lain seperti slag. Beton tersebut dilaporkan
menunjukkan hasil memuaskan di lapangan. Dalam waktu singkat di masa
mendatang, penggunaan beton jenis ini diperkirakan akan meningkat dengan
cepat. Selain lebih ramah lingkungan, mengurangi jumlah energi yang diperlukan
karena berkurangnya pemakaian semen, lebih awet dan lebih murah, bahan ini
juga tetap menunjukkan perilaku mekanik memuaskan. Perkembangan mutakhir
yang menjanjikan adalah penggunaan fly ash sepenuhnya sebagai pengganti
semen lewat proses yang disebut polimerisasi anorganik (kadang disebut
geopolimer) yang dipelopori oleh seorang ilmuwan Prancis, Prof. Joseph
Davidovits, sekitar 20 tahun lalu (Hardjito, 2001).
Self Compacting Concrete (SCC) adalah beton yang memiliki sifat kecairan
(fluidity) yang tinggi sehingga mampu mengalir dan mengisi ruang-ruang di
dalam cetakan tanpa proses pemadatan (Tjaronge, 2006). SCC mulai
dikembangkan sekitar tahun 1980-an oleh beberapa peneliti di Jepang, dan mulai
digunakan pada konstruksi beton pada awal tahun 1990-an (Okamura et. al, 2003).
Pembangunan struktur beton yang memiliki ketahanan, membutuhkan pemadatan
yang baik yang dilakukan oleh tenaga-tenaga kerja terampil. Sedangkan
berkurangnya tenaga-tenaga kerja terampil dalam dunia konstruksi di Jepang
mengakibatkan beton kadang-kadang tidak terpadatkan dengan baik sehingga
menurunkan mutu pekerjaan konstruksi. SCC adalah salah satu pemecahan untuk
memperoleh struktur beton yang memiliki ketahanan yang lebih baik (Tjaronge et.
al, 2006). Menurut (Ouchi et. al, 2003), SCC menawarkan beberapa kelebihan
antara lain :
1) Pelaksanaannya yang tidak menimbulkan polusi suara,
2) Mengatasi permasalahan pemadatan beton,
3) Mereduksi jumlah tenaga kerja,
4) Konstruksi yang lebih cepat,
5) Dapat meningkatkan kualitas dan durability struktur beton, serta
6) Dapat diperoleh kekuatan beton yang lebih tinggi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
SCC sangat dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran agregat dalam proses
pengalirannya. Bentuk agregat yang bulat dan berupa batu pecah akan
mempengaruhi kecepatan aliran beton. Bentuk agregat yang bulat kecepatan
alirannya akan lebih tinggi dari pada menggunakan batu pecah, karena tekstur
permukaan batu pecah lebih kasar dan bersudut sehingga terjadi gesekan antar
agregat yang menyebabkan aliran melambat. Ukuran agregat kasar maksimum
dalam SCC adalah 20 mm dan pemakaianya dibatasi kurang lebih hanya 50 % dari
total volume beton (Novi Andi S, 2011).
Untuk memperoleh beton yang mampu mengalir melewati tulangan dan
memenuhi ruang di dalam cetakan tanpa memerlukan proses pemadatan manual
atau getaran mekanik tanpa terjadi segregasi material perlu digunakan high range
water reducer atau superplasticizer. Superplasticizer meningkatkan konsistensi
pasta semen dan membuat pasta semen menyelimuti dan mengikat agregat dengan
kuat sehingga beton mampu mengalir tanpa mengalami segregasi material. Riset
tentang SCC masih terus dilakukan hingga sekarang dengan banyak aspek kajian,
misalnya ketahanan, permeabilitas, dan kuat tekan. Kekuatan beton kering 120
MPa sudah dapat dicapai karena penggunaan superplasticizer yang
memungkinkan penurunan rasio air-semen (w/c) hingga nilai w/c = 0,3 atau lebih
kecil (Juvas, 2004).
Namun, untuk memperoleh campuran beton yang mampu memadat mandiri,
metode mix design konvensional tidak dapat lagi digunakan. Menurut Okamura
dan Ozawa (1995), desain campuran yang digunakan mengacu pada material yang
sudah tersedia pada pabrik beton ready mix. Kadar agregat kasar dan agregat halus
ditentukan terlebih dahulu dan pemadatan sendiri dapat diperoleh dengan
mengatur faktor air-bahan pengikat dan dosis superplasticizer. Spesifikasinya
antara lain adalah sebagai berikut :
1) Agregat kasar yang digunakan adalah 50% volume total, agar mortar dapat
melewati sela-sela dari agregat kasar yang kurang rapat tersebut.
2) Volume agregat halus ditetapkan hanya 40% dari volume total mortar,yang
bertujuan mengisi kekosongan dari agregat kasar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
3) Rasio volume untuk air dan bahan pengikat ditetapkan antara 0,9 hingga 1
tergantung pada sifat pada bahan pengikatnya.
4) Dosis superplasticizer dan faktor air - bahan pengikat ditentukan setelahnya
untuk mendapatkan pemadatan secara mandiri.
Hal yang berpengaruh dalam self compacting concrete adalah deformability dan
viscosity. Self compacting concrete yang berkinerja tinggi membutuhkan
deformability yang tinggi dan segregasi yang rendah. Okamura, H., & Ouchi, M,
(2003) menyatakan bahwa perbandingan antara deformability (Γm) dengan
viscosity (Rm) hampir konstan dengan variasi dari w/b dengan syarat penggunaan
superplasticizer yang konstan pula.
Gambar 2.1. Hubungan Antara Deformability dan Viscosity
Dari Gambar 2.1. menunjukkan bahwa semakin besar nilai Viscosity (Rm) maka
semakin besar pula deformability (Γm) dari beton, sebaliknya bila nilai Rm
semakin kecil maka Γm dari beton semakin kecil pula.
HVFAC yang secara umum sangat kohesif dan menunjukan kemungkinan tidak
terjadinya bleeding dan segregation serta memiliki workability dan pumpability
yang sangat bagus menyebabkan material bergerak dengan baik mengisi ruang-
ruang kosong layaknya SCC. Oleh karena itu, penggunaan High Volume Fly ash
Self Compacting Concrete akan sangat menguntungkan dari segi workability dan
durability. Kadar fly ash yang tinggi pada campuran tersebut akan meningkatkan
kemampuan beton untuk mengalir tanpa menggunakan banyak air. Kemampuan
beton untuk mempertahankan bentuk akan semakin baik akibat fly ash yang
Γm Deformability
Viscosity
Rm
Peningkatan w/b
Peningkatan dosis superplasticizer
Sp
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
berfungsi menambah kepadatan beton sehingga nilai modulus elastisitas beton
juga akan semakin baik.
2.2. Landasan Teori
2.2.1. Beton
Beton merupakan ikatan dari material-material pembentuk beton, yaitu terdiri dari
campuran agregat (kasar dan halus), semen, air, dan pula ditambah dengan bahan
campuran tertentu apabila dianggap perlu. Bahan air dan semen disatukan akan
membentuk pasta semen berfungsi sebagai bahan pengikat, sedangkan agregat
halus dan agregat kasar sebagai pengisi (Nugraha, Paul dan Antoni, 2007). Bahan
tambah (admixture) dapat ditambahkan jika menginginkan sifat-sifat tertentu dari
beton yang bersangkutan untuk menjadi lebih baik.
2.2.2. Jenis-jenis Beton
Beton dapat dibedakan berdasarkan material pembentuk dan kegunaan
strukturnya, misalnya beton kertas, beton serat, beton dengan high volume fly ash,
dan beton yang mampu mengalir dan memadat sendiri (self compacting concrete).
Beton jenis lain pada prinsipnya sama dengan beton normal, yang membedakan
adalah material tambahan tertentu yang digunakan untuk mengubah sifat
betonnya.
Banyak penelitian mengenai beton yang telah dilakukan untuk memperbaiki sifat-
sifat dari beton. Selain itu bahan campurannya juga mengalami beberapa variasi.
Hal ini bertujuan selain untuk meningkatkan kualitas beton juga ditujukan untuk
menekan biaya pembuatan beton sekecil mungkin serta lebih ramah lingkungan.
2.2.3. High Volume Fly Ash Concrete ( HVFAC )
2.2.3.1. Pengertian High Volume Fly Ash Concrete ( HVFAC )
High Volume Fly ash Concrete merupakan campuran beton yang menggunakan
fly ash dimana prosentase fly ash yang digunakan lebih dari 50%. Menurut ASTM
C618 penggunaan fly ash untuk tipe F dibatasi 15% – 20%. Sedangkan untuk tipe
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
C dibatasi 25% – 35% dari berat binder. Fly ash pada umumnya memberi dampak
dalam workability dan biaya yang lebih ekonomis pada beton. Namun hal tersebut
tidak mencukupi untuk meningkatkan daya tahan (durability) untuk serangan
sulfat, alkali-silika ekspansi dan juga thermal cracking. Untuk mencapai tujuan
tersebut, maka dilakukan peningkatkan persentase fly ash. Malhotra dan Mehta
(2003) mengusulkan untuk menggunakan prosentase fly ash minimum 50% dari
berat semen untuk diterapkan sebagai mix design dari HVFAC. Hal tersebut sangat
memungkinkan untuk menghasilkan workability, ultimate strength, dan durability
yang tinggi.
Malhotra (2002) telah melakukan percobaan, dan dinyatakan bahwa untuk
mendapatkan kuat tekan yang tinggi menggunakan variasi water content berkisar
antara 100-130 kg/m3 dengan kombinasi superplasicizer, fly ash, dan agregat pada
mix design HVFAC. Ditunjukkan bahwa variasi water content tidak memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap kuat tekan beton. Peningkatan kadar semen
justru memberikan pengaruh yang besar pada kuat tekan HVFAC. Untuk
mendapatkan HVFAC dengan kuat tekan yang tinggi dapat menggunakan high
early strengh portland cement.
HVFAC dengan faktor air semen yang rendah dapat digolongkan sebagai beton
dengan yang memiliki kemungkinan terjadi keretakan akibat susut. Untuk
menanggulangi hal tersebut beberapa cara harus dilakukan yaitu dengan
melindungi beton dari berbagai bentuk kehilangan air dengan cepat. Untuk
mendapatkan hasil yang baik curing harus dilakukan pada permukaan beton
minimum 7 hari untuk mendapatkan kekuatan dan bentuk beton yang optimum.
Berdasarkan dari pengalaman di lapangan dan tes di laboratorium, HVFAC jika
dibandingkan dengan beton konvensional dapat disimpulkan sebagai berikut
(Stefanus dan Howard, 2010 ) :
1) Lebih mudah dalam flowability, pumpability, dan workability.
2) Memiliki penyelesaian permukaan beton yang lebih cepat dan lebih baik.
3) Memiliki waktu setting time yang lebih lama.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
4) Kekuatan awal beton dapat ditingkatkan pada umur 7 hari, dimana dapat
dipercepat dengan mengubah pada mix design jika dibutuhkan untuk
pembukaan bekisting dan pembebanan struktur pada awal umur beton.
5) HVFAC akan mengalami penambahan kekuatan yang terjadi antara umur 7
hari sampai 90 hari bahkan mampu melebihi 100% dari kekuatannya. Jadi
tidak perlu dilakukan overdesign untuk mendapatkan suatu kekuatan yang
tinggi.
6) HVFAC memiliki stabilitas dan ketahanan terhadap terjadinya retak pada
beton, baik retak yang diakibatkan oleh thermal shrinkage, autogenous
shrinkage, dan drying shringkage.
7) HVFAC dengan waktu curing yang mencapai tiga sampai enam bulan
memiliki ketahanan yang lebih tinggi terhadap electrical dan chloride ion
penetration berdasarkan ASTM C1202.
2.2.3.2. Spesifikasi High Volume Fly Ash Concrete (HVFAC)
Fly ash yang digunakan sebagai pengganti sebagian penggunaan semen pada
beton dapat membuat beton lebih kuat, tahan lama, dan mengurangi dampak
lingkungan. Fly ash itu sendiri memiliki kegunaan untuk meningkatkan kekuatan,
memperlambat setting time, dan mengurangi panas hidrasi dari semen, sehingga
kemungkinan terjadinya cracking dapat dikurangi.
Tipe fly ash dibedakan berdasarkan jenis batu bara yang digunakan untuk
pembakaran. Menurut ACI Manual Concrete Practice 1993 part 1 226.3R-3,
bahan pozzolan dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu :
1) Tipe C
Mengandung CaO di atas 10% yang didapat dari pembakaran lignite atau
subbitumen batu bara (batu bara muda)
a. Kadar (SiO2+Al2O3+Fe2O3) > 50%
b. Kadar CaO mencapai 10%
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
2) Tipe F
Mengandung CaO lebih kecil 10% yang dihasilkan dari pembakaran
anthracite atau bitumen batu bara
a. Kadar (SiO2+Al2O3+Fe2O3) > 70%
b. Kadar CaO mencapai 50%
3) Tipe N
Pozzolan alam atau hasil pembakaran yang dapat dapat digolongkan antara
lain tanah diatomic, opaline chertz, shales, tuff dan abu vulkanik, dimana
biasa di proses melalui pembakaran atau tidak melalui proses pembakaran.
Selain itu juga mempunyai sifat pozzolan yang baik.
Selama ini, kebanyakan percobaan yang dilakukan menggunakan standar ASTM
C618 yaitu fly ash tipe F dengan persentase 15%-20% dari berat total binder dan
fly ash tipe C dengan persentase 25%-35% dari berat total binder pada beton.
Menurut pertimbangan referensi dan beberapa pengalaman percobaan, dikatakan
bahwa penggunaan fly ash dengan kadar 50% bahkan lebih dari berat total binder
dapat meningkatkan workability, kekuatan maksimum, dan ketahanan dari beton
tersebut (Malhotra, Mehta, 2003).
Malhotra dan Mehta (2003), mengatakan bahwa fly ash sebagai bahan pozzolanic
yang digunakan bersamaan dengan semen memiliki persentase tertentu dalam
pembuatan beton, dimana jika kadar fly ash 50% atau lebih dari berat total binder
disebut high volume fly ash concrete (HVFAC). Jika dibandingkan dengan beton
konvensional, HVFAC memiliki kelebihan yaitu ramah lingkungan, kekuatan
lebih tinggi, memiliki ketahanan yang lebih lama, penggunaaan air pada campuran
mortar yang lebih sedikit, lebih ekonomis, dan mengurangi panas hidrasi dari
semen sehingga mengurangi resiko cracking. HVFAC memiliki kelebihan ramah
lingkungan karena dapat mengurangi penggunaan semen pada beton, sehingga
karbon dioksida yang dihasilkan dari industri semen dapat dikurangi.
Unsur silikat dan aluminat sebagai unsur dari fly ash yang reaktif akan bereaksi
dengan kapur padam aktif (Ca(OH)2) yang merupakan hasil sampingan dari
proses hidrasi antara semen portland dan air menjadi kalsium silikat hidrat
(C3S2H3 atau “tubermorite”), sehingga mendapatkan hasil utama dari proses
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
hidrasi C3S2H3 (tubermorite). Karena dalam HVFAC menggunakan kadar fly ash
tinggi, maka akan terjadi perubahan fungsi fly ash menjadi filler. Ukuran butiran
fly ash (45µm) yang lebih kecil dari pada butiran semen (75 µm) sehingga dapat
menutup dari ruang kosong antar butiran semen dan beton bisa lebih kedap
terhadap air. Dengan beton lebih kedap, maka durability dan ultimate strength
dapat lebih meningkat.
Fly ash memiliki butiran yang lebih halus, bulat dan mempunyai sifat hidrolik.
Oleh karena itu fly ash tidak sekedar menambah kekuatan mortar. Secara mekanik
fly ash ini akan mengisi ruang kosong (rongga) di antara butiran-butiran, dan
secara kimiawi akan memberikan sifat hidrolik pada kapur mati yang dihasilkan
dari proses hidrasi, dimana mortar hidrolik ini akan lebih kuat daripada mortar
udara (kapur mati + air) (Suhud, 1993). Butiran fly ash tersebut dapat dilihat pada
Gambar 2.2.
Gambar 2.2. Butiran Fly Ash (SpecData_FlyAsh Holcim, 2006)
Dengan bentuk butir dari fly ash bulat maka gesekan atau friksi antar butir sangat
kecil sehingga memiliki flowability tinggi dan akan lebih mudah dalam
pengerjaan atau workability tinggi.
Pada penggunaannya, HVFAC diharapkan membutuhkan biaya yang lebih murah
dari beton konvensional, meningkatkan kekuatan, workability, durability, dan
memperlama setting time 2 - 3 jam sehingga dapat memberikan waktu yang lebih
lama untuk pekerjaan pengecoran. Di sisi lain, HVFAC ternyata juga memiliki
kekurangan yaitu proses hardening yang lebih lama dibandingkan beton
konvensional, sehingga membuat kita tidak bisa memperkirakan berapa lama
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
waktu yang dibutuhkan untuk melepas bekisting dan melakukan curing pada
beton tesebut.
2.2.3.3. Kelebihan dan Kekurangan High Volume Fly ash Concrete (HVFAC)
High Volume Fly ash Concrete (HVFAC) memiliki beberapa kelebihan
diantaranya adalah sebagai berikut :
1) Pada beton segar, kehalusan dan bentuk partikel fly ash yang bulat pada
HVFAC dapat meningkatkan flowability, workability, pumpability serta
mengurangi terjadinya bleeding dan segregasi.
2) HVFAC lebih kedap air karena kapur bebas yang dilepas pada proses hidrasi
akan terikat oleh silikat dan alumina aktif yang terkandung di dalam fly ash
dan menambah pembentukan silika gel, yang berubah menjadi kalsium silikat
hidrat yang akan menutupi pori-pori yang terbentuk sebagai akibat
dibebaskannya Ca(OH)2.
3) HVFAC lebih ramah lingkungan karena memanfaatkan limbah yang beracun.
4) Pada beton keras, penggunaan high volume fly ash dapat meningkatkan kuat
tekan beton setelah 28 hari, bahkan mampu melebihi 100% dari kekuatannya.
Jadi tidak diperlukan overdesign untuk mendapatkan suatu kekuatan yang
tinggi.
5) Memiliki penyelesaian permukaan yang lebih cepat dan lebih baik.
6) HVFAC memiliki stabilitas dan ketahanan terhadap terjadinya retak pada
beton, baik retak yang diakibatkan oleh thermal shrinkage, autogenous
shrinkage, dan drying shrinkage.
7) HVFAC dengan waktu curing yang mencapai tiga sampai enam bulan
memiliki ketahanan yang lebih tinggi terhadap electrical dan chloride ion
penetration berdasarkan ASTM C1202.
8) Mengurangi jumlah air yang digunakan, sehingga kekuatan beton akan
meningkat.
9) Relatif dapat menghemat biaya karena akan mengurangi pemakaian semen
(Hidayat, 1993).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
Sedangkan beberapa kekurangan dari HVFAC antara lain sebagai berikut :
1) HVFAC kurang baik untuk pengerjaan beton yang memerlukan waktu
pengerasan dan kekuatan awal yang tinggi, karena proses pengerasan (setting
time) dan penambahan kekuatan betonnya agak lambat pada umur beton
kurang dari 28 hari.
2) Pengendalian mutu harus dilakukan karena kualitas fly ash tergantung pada
proses pembakaran (suhu) serta jenis batubara.
2.2.4. Self Compacting Concrete (SCC)
2.2.4.1. Pengertian Self Compacting Concrete (SCC)
Self Compacting Concrete (SCC) dapat didefinisikan sebagai suatu jenis beton
yang dapat dituang, mengalir dan menjadi padat dengan memanfaatkan berat
sendiri, tanpa memerlukan proses pemadatan dengan getaran atau metode lainnya,
selain itu beton segar jenis self-compacting concrete bersifat kohesif dan dapat
dikerjakan tanpa terjadi segregasi atau bleeding. Beton jenis ini lazim digunakan
untuk pekerjaan beton pada bagian struktur yang sulit dijangkau dan dapat
menghasilkan struktur dengan kualitas yang baik. SCC mensyaratkan kemampuan
mengalir yang cukup baik pada beton segar tanpa terjadi segregasi, sehingga
viskositas beton juga harus diperhatikan untuk mencegah terjadinya segregasi
(Okamura dan Ozawa, 1994).
2.2.4.2. Spesifikasi Self Compacting Concrete (SCC)
Superplasticizer diperlukan untuk menghasilkan self compacting concrete dengan
workability dan flowability yang tinggi. Untuk meningkatkan homogenitas dan
viskositas beton segar yang dibutuhkan dalam pelaksanaan underwater
concreting, perlu ditambahkan filler yang berupa fly ash, silica fume ataupun
limestone (Persson, 2000). Self Compacting Concrete mensyaratkan kemampuan
mengalir yang cukup baik pada beton segar tanpa terjadi segregasi, sehingga
viskositas beton juga harus diperhatikan untuk mencegah terjadinya segregasi
(Okamura dan Ozawa, 1994). Hubungan antara penggunaan superplasticizer dan
sifat beton segar pada proses produksi self-compacting concrete dapat ditunjukkan
pada Gambar 2.3.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
Gambar 2.3. Prinsip Dasar Proses Produksi Self Compacting Concrete
(Dehn dkk, 2000).
Menurut Dehn dan kawan-kawan (2000), perkembangan kuat tekan beton yang
tergolong self compacting concrete lebih cepat dibandingkan dengan beton normal
yang menggunakan fly ash sebagai pozolan tetapi lebih lambat jika dibandingkan
dengan beton normal yang tidak menggunakan pozolan, sehingga disarankan
untuk menggunakan kuat tekan pada umur 56 hari sebagai tolok ukur pengujian.
Hasil penelitian tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4. Perkembangan Kuat Tekan SCC (Dehn dkk, 2000)
Self Compacting Concrete dapat diproduksi jika menggunakan superplasticizer
yang diperlukan untuk mendispersikan (menyebarkan) partikel semen menjadi
merata dan memisahkan menjadi partikel-partikel yang halus sehingga reaksi
Self Compactibility
Ketahanan Terhadap Segregasi
Kemampuan Mengalir (Flowability)
Pembatasan Fraksi Agregat Kasar
Penggunaan Superplasticizer
Pengurangan Nilai Water-Binder Ratio
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
pembentukan C-S-H (tubermorite) akan lebih merata dan lebih aktif. Komposisi
agregat kasar dan halus juga harus diperhatikan dalam proses produksi SCC,
mengingat semakin besar proporsi agregat halus dapat meningkatkan daya alir
beton segar tetapi jika agregat halus yang digunakan terlalu banyak maka dapat
menurunkan kuat tekan beton yang dihasilkan, sebaliknya jika terlalu banyak
agregat kasar dapat memperbesar resiko segregasi pada beton. Sedangkan
penggunaan bahan pengisi (filler) diperlukan untuk meningkatkan viskositas
beton guna menghindari terjadinya bleeding dan segregasi, untuk tujuan tersebut
dapat digunakan fly ash, serbuk batu kapur, sillica fume atau yang lainnya
(Persson, 2000).
2.2.4.3. Sifat Self Compacting Concrete (SCC)
1) Sifat Beton Segar Self Compacting Concrete
a. Kemampuan mengisi ruangan (fillingability)
Fillingability merupakan ukuran dari tingkat kemampuan adukan beton untuk
mengisi ruangan. Perbandingan bahan dan juga sifat bahan mempengaruhi
kemampuan beton segar mengisi ruangan.
Unsur-unsur yang mempengaruhi sifat Fillingability antara lain:
[1] Ukuran agregat kasar maksimal 20 mm.
[2] Agregat kasar yang digunakan adalah 50% volume total, agar mortar dapat
melewati sela-sela dari agregat kasar yang kurang rapat tersebut.
[3] Penggunaan superplastiziser yang memadai dengan sangat ketat mengatur
komposisi aggregat pada campuran.
[4] Rasio air-semen (w/c-ratio) yang rendah dengan mengendalikan volume
agregat yang dikombinasikan dengan agregat pengisi berukuran sekitar
0,125 mm menyebabkan campuran beton ini tidak mudah mengalami
segregasi.
[5] Pemakaian butir batuan yang bulat dapat mempermudah pengerjaan
adukan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
b. Pengaliran (flowability)
Flowability pada SCC dapat menunjukkan bahwa beton tersebut mempunyai
pengaliran yang baik atau tidak. Pada SCC flowability dapat diuji
menggunakan uji flow table dan v-funnel. Pengujian flow table tanpa serat
disyaratkan waktu yang diperlukan beton untuk mencapai diameter sebaran
sebesar 500 mm (t500) adalah 2-5 detik dan syarat diameter sebaran adalah 700
mm, sedangkan pada pengujian v-funnel tanpa serat waktu yang diperlukan
beton untuk melewati celah hingga habis adalah 6-12 detik (Siddique,2001).
c. Kemampuan melewati tulangan (passingability)
Kinerja self compacting concrete tidak hanya dilihat dari segi flowability saja,
passingability dari SCC juga perlu diperhatikan. Passingability dari SCC dapat
diketahui melalui pengujian J-Ring flow table, L-Box dan Box Type. Perincian
syarat pengujiannya adalah sebagai berikut:
[1] Slump flow test Alat uji ini terdiri dari papan aliran dengan permukaan
licin berukuran 80 cm x 80 cm. Papan dilengkapi dengan kerucut pengarah
tuangan beton segar setinggi 30 cm dengan diameter atas 10 cm dan
diameter bawah 20 cm.
[2] Pengujian J-Ring flow table tanpa serat syarat waktu yang diperlukan
beton untuk melewati tulangan hingga diameter sebaran sebesar 500 mm
(t500) adalah 2-5 detik dan syarat diameter sebaran adalah 600 mm
(Siddique, 2001).
[3] Pengujian L-Shape Box Test tanpa serat syarat waktu yang diperlukan
untuk mencapai t200 adalah 3-4 detik, dan untuk mencapai t400 adalah 6
detik (As’ad, 2006). Perbandingan ketinggian (h2/h1) adalah ≥ 0,8 (Kumar,
2006).
[4] Pengujian Box type tanpa serat syarat ketinggian permukaan beton setelah
partition gate dibuka adalah 300 mm (Kumar, 2006).
[5] V-funnel test : Flowability beton segar dapat diuji dengan V-funnel test,
dengan cara mengukur waktu pengaliran setelah funnel diisi sekitar 12
liter beton segar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
d. Ketahanan terhadap segregasi (segregation resistance)
Segregation merupakan kecenderungan dari butir-butir kerikil untuk
memisahkan diri dari campuran adukan beton. Campuran beton yang kelebihan
air semakin memperbesar terjadinya segregasi, dimana material yang berat
mengendap ke dasar beton segar dan material yang lebih ringan akan menuju
ke permukaan. Hal ini dapat mengakibatkan adanya lubang-lubang pada beton,
beton menjadi tidak homogen, permeabilitas berkurang, dan juga kurang awet.
Dengan penggunaan superplasticizer maka water/binder dapat diperkecil,
dalam takaran tertentu segregasi dapat dihilangkan yaitu dengan trial mix
design.
Sementara itu ada beberapa pengujian lain dari beton segar yang dipaparkan
oleh Tattersall (1983) adalah sebagai berikut :
[1] Filling Box Test, untuk mengetahui kemampuan beton segar dalam
mengisi tulangan dan menghindari segregasi.
[2] Wet Sieving stability Test, untuk mengetahui rasio segregasi beton segar.
[3] Penetration Test for Segregation¸ untuk mengukur resistensi penetrasi
beton yang bersifat cair dan pemadatan mandiri.
e. Kemudahan pengerjaan (workability)
Workability merupakan ukuran dari tingkat kemudahan adukan untuk diaduk,
diangkut, dituang, dan dipadatkan. Perbandingan bahan dan juga sifat bahan
mempengaruhi kemudahan pengerjaan beton segar. Unsur-unsur yang
mempengaruhi sifat kemudahan pengerjaan antara lain:
[1] Jumlah air yang dipakai dalam adukan, semakin banyak air yang dipakai
makin mudah beton segar dikerjakan
[2] Penambahan semen dalam adukan akan diikuti penambahan air campuran
untuk memperoleh nilai FAS tetap
[3] Gradasi campuran agregat halus dan agregat kasar
[4] Pemakaian butir batuan yang bulat dapat mempermudah pengerjaan
adukan
[5] Pemakaian butir maksimum agregat kasar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
Tingkat kemudahan pengerjaan berkaitan dengan tingkat kelecakan
(keenceran) adukan beton. Tingkat kelecakan adukan beton normal dapat
diketahui dari nilai slump adukan. Makin besar nilai slump, makin besar encer
adukan dan berarti adukan makin mudah dikerjakan. Pada umumnya nilai
slump berkisar antara 5 - 12,5 cm.
2) Sifat Beton Padat Self Compacting Concrete
a. Kekuatan (strength)
Kekuatan beton padat meliputi kekuatan tekan dan kekuatan tarik. Faktor air
semen (FAS) sangat mempengaruhi kuat tekan beton. Semakin kecil FAS,
sampai batas tertentu semakin tinggi kuat tekan beton. Kekuatan akan sesuai
dengan yang direncanakan bila pada campuran beton tersebut menggunakan
semen portland dengan kekuatan yang sesuai dengan persyaratan dan proporsi
campuran dengan perencanaan yang tepat. Kekuatan beton akan semakin
meningkat dengan bertambahnya umur beton karena proses hidrasi semen yang
ada dalam adukan beton akan terus berjalan walaupun lambat.
b. Ketahanan (durability)
Ketahanan beton dikatakan baik apabila dapat bertahan lama dalam kondisi
tertentu tanpa mengalami kerusakan selama bertahun-tahun yang disebabkan
faktor dari luar, erosi kembang dan susut akibat basah atau kering yang silih
berganti dan pengaruh bahan kimia, dan faktor dari dalam yaitu akibat reaksi
agregat dengan senyawa alkali.
c. Absorbsi dan Permeabilitas
Pada SCC memiliki tingkat absorbsi dan permeabilitas yang rendah
dikarenakan pada adukan beton segar faktor air-semen sangat rendah sehingga
pada waktu mengeras, ruangan-ruangan dari penguapan air lebih kecil, dengan
demikian beton dapat lebih kedap.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
d. Porositas
Pada SCC memiliki tingkat porositas yang rendah dikarenakan pada adukan
beton segar faktor air-semen sangat rendah sehingga pada waktu mengeras,
ruangan-ruangan dari penguapan air lebih kecil, dengan demikian porositas
beton dapat berkurang.
2.2.4.4. Kelebihan dan Kekurangan Self Compacting Concrete (SCC)
1) Kelebihan dari Self Compacting Concrete :
a. Segi Durabilitas
[1] Meningkatkan homogenitas dari beton
[2] Dapat membungkus tulangan dengan baik
[3] Porositas dari matrik beton yang rendah
[4] No carbonation, no chloride ingress
b. Segi Produktivitas
[1] Pengecoran yang cepat
[2] Pemompaan yang lebih mudah
[3] Pekerjaan pemadatan tidak perlu dilakukan lagi
c. Segi Tenaga Kerja
[1] Human error akibat pemadatan yang kurang sempurna dapat dihilangkan
[2] Angka kecelakaan tenaga kerja dapat diperkecil
[3] Tidak ada polusi suara akibat vibrator
[4] Tidak terjadi Hand Arm Vibration Syndrom (HAVS)
[5] Tidak terjadi White Fingers akibat gangguan peredaran darah
2) Kekurangan Self Compacting Concrete
[1] Dari segi biaya Self Compacting Concrete lebih mahal dari pada beton
konvensional, salah satunya penggunaan superplasticizer
[2] Pembuatan cetakan beton harus diperhatikan karena mudah terjadi
kebocoran akibat sangat encernya campuran beton
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
2.2.5. High Volume Fly Ash – Self Compacting Concrete (HVFA–SCC)
2.2.5.1. Pengertian High Volume Fly Ash – Self Compacting Concrete
Fly ash sebagai bahan tambah pada self compacting concrete (SCC) dapat
menambah kelecakan beton. Butiran fly ash yang berbentuk bulat akan membantu
memudahkan mengalir mengikuti berat sendiri dari beton segar serta mengisi
ruang kosong antar agregat sehingga beton dapat memadat sendiri dengan
kepadatan yang optimal. Fly ash pada SCC juga berperan sebagai water reducer
sehingga faktor air semen akan menjadi lebih kecil tanpa mengurangi kemampuan
beton untuk dapat mengalir.
Pada high volume fly ash concrete (HVFAC) dengan kadar yang lebih dari 50%
dari berat binder peran fly ash dapat meningkatkan ketahanan dan keawetan beton.
Butiran fly ash akan banyak mengisi ruang kosong antar agregat sehingga
kepadatan beton akan menjadi lebih baik. Sisa reaksi semen dengan air yang
berupa kapur padam yang cenderung melemahkan beton akan bereaksi kembali
dengan fly ash. Hasil sampingan reaksi semen dan air tersebut dapat dikurangi
sehingga beton akan menjadi lebih tahan terhadap reaksi zat asam maupun sulfat
yang ada di sekitarnya.
High volume fly ash self-compacting concrete (HVFA SCC) merupakan perpaduan
dari teknologi HVFAC dan SCC. HVFA SCC merupakan beton dengan kadar fly
ash sebagai pengganti semen mencapai lebih dari 50% dan memiliki sifat-sifat
beton segar sama seperti SCC biasa. Pemakaian fly ash sebagai bahan pengganti
semen minimum 50% dari berat binder memiliki berbagai keunggulan untuk
membuat beton segar memiliki sifat sifat SCC. Bentuk butiran fly ash yang bulat
akan meningkatkan workability beton segar sehingga kemampuan beton untuk
mengalir akan lebih baik dengan penggunaan faktor air semen yang lebih kecil.
Selain itu kadar penggantian semen yang cukup tinggi memperkecil ruang antar
agregat karena ukuran butiran fly ash lebih kecil dari semen sehingga beton yang
dihasilkan akan lebih padat sehingga dapat meningkatkan nilai kuat tarik belah
maupun modulus of rupture beton.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
2.2.5.2. Bahan Penyusun High Volume Fly Ash – Self Compacting Concrete
(HVFA-SCC)
Bahan penyusun HVFA – SCC agak berbeda. Pembuatan HVFA – SCC diperlukan
agregat, semen dan air dengan komposisi tertentu dengan mineral admixture dan
chemical admixture untuk mendapakan beton yang flowable dan compactable.
Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat HVFA – SCC, diuraikan sebagai
berikut:
1) Bahan Pengikat
a. Semen
Semen portland adalah bahan konstruksi yang paling banyak digunakan dalam
pekerjaan beton. Menurut SNI-2049-2004, semen portland didefinisikan sebagai
semen hidrolik yang dihasilkan dengan menggiling clinker yang terdiri dari
kalsium silikat hidrolik, yang umumnya mengandung satu atau lebih bentuk
kalsium sulfat sebagai bahan tambahan yang digiling bersama-sama dengan bahan
utamanya. Untuk mendapatkan workability yang tinggi, dapat dilakukan dengan
meningkatkan volume pasta semen. Peningkatan volume pasta diperoleh dengan
memberikan bahan mineral pada semen seperti fly ash, silica fume, limestone, dan
sebagainya. Bahan-bahan tersebut berguna untuk meningkatkan sifat mekanis dan
kimiawi serta umur beton. Jumlah semen dan bahan tambahnya berkisar antara
425 – 625 kg/m3.
b. Fly Ash
Fly ash merupakan bahan sisa buangan yang berasal dari pembakaran batu bara
yang digunakan pada pembangkit tenaga listrik. Pada akhir proses pembakaran,
partikel buangan yang melayang (fly ash) ditangkap kembali dengan filter
elektrostatis. Mutu fly ash tergantung dari kesempurnaan pembakaran.
Fly ash memiliki butiran yang lebih halus daripada butiran semen dan mempunyai
sifat hidrolik. Besar butiran fly ash antara 1-150 mikrometer. Oleh karena itu fly
ash tidak sekedar menambah kekuatan mortar. Secara mekanik fly ash ini akan
mengisi ruang kosong (rongga) diantara butiran-butiran, dan secara kimiawi akan
memberikan sifat hidrolik pada kapur mati yang dihasilkan dari proses hidrasi,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
dimana mortar hidrolik ini akan lebih kuat daripada mortar udara (kapur mati +
air) (Suhud, 1993).
Material ini mempunyai kadar bahan semen yang tinggi dan bersifat pozzolan.
Komposisi dari fly ash sebagian besar terdiri dari silikat dioksida (SiO2),
alumunium (Al2O3), besi (Fe2O3), dan kalsium (CaO), serta magnesium,
potassium, sodium, titanium, dan sulfat dalam jumlah yang lebih sedikit. Menurut
ASTM C618-86 terdapat dua jenis abu terbang, kelas F dan C. Kelas F dihasilkan
dari pembakaran batu bara jenis antrasit dan bituminous, sedangkan kelas C dari
lignite dan subituminous. Fly ash kelas C mempunyai kadar kapur yang tinggi.
Persyaratan kandungan kimia dan fisika fly ash berdasarkan ASTM C618 – 96
disajikan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Persyaratan Kandungan Kimia Fly Ash
Alasan penggunaan fly ash pada HVFA – SCC adalah :
[1] Ramah lingkungan karena memanfaatkan limbah yang beracun dan
mengurangi penggunaan semen.
[2] Dapat menggantikan semen dengan biaya lebih murah.
[3] Dapat mengurangi resiko terjadinya bleeding, segregasi, dan penyusutan
beton.
[4] Kehalusan dan bentuk partikel fly ash yang bulat dapat meningkatkan
workability.
[5] Mampu meningkatkan kepadatan beton.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
Fly ash yang dipakai untuk penelitian ini adalah fly ash yang di peroleh dari
PLTU Cilacap dan di catat bahwa produk limbah fly ash dari PLTU ini mencapai
1 juta ton per tahunnya. Penelitian tentang kandungan kimia yang terdapat dalam
fly ash dari PLTU Cilacap dilakukan di Balai Teknik Kesehatan Lingkungan
(BTKL) dan Penanggulangan Penyakit Menular (PPM), Yogyakarta. Hasil
penelitian tentang parameter kimia yang terdapat dalam fly ash dari PLTU Cilacap
disajikan pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2. Parameter Kimia Fly Ash PLTU Cilacap
Parameter Kelas
C
Silicon dioxide (SiO2)+ aluminum oxide (Al2O3) + iron
oxide (Fe2O3),
min, %
61,51
Sulfur trioxide (SO3), max, % 0,36
Moisture content, max, % 0,16
Loss on ignition, max, % 0,53
Sumber : BTKL dan PPM Yogyakarta (2011)
2) Agregat Kasar
Komposisi agregat kasar pada beton konvensional menempati 70-75% dari total
volume beton. Sedangkan dalam HVFA – SCC, penggunaan agregat kasar lebih
sedikit, yaitu dibatasi jumlahnya maksimal 50 % dari total volume beton supaya
bisa mengalir dan memadat sendiri tanpa alat pemadat. Selain itu pembatasan
fraksi agregat kasar dimaksudkan untuk meningkatkan ketahanan terhadap
segregasi. Sedangkan ukuran maksimum agregat kasar 10 mm dengan
pertimbangan kemampuan mengalir beton segar. Untuk mendapatkan beton
dengan kemampuan memadat dengan baik, lebih disarankan agar menggunakan
agregat dengan berat jenis tinggi (berat).
3) Agregat halus
Agregat halus yang digunakan lebih banyak daripada beton konvensional, yaitu
dengan volume agregat halus lebih besar 40 % dari volume mortar, dan harus
lebih besar 50 % dari berat total agregat, tetapi lebih kecil 50 % dari volume pasta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
Pasta terbentuk dari campuran semen ditambah air dan udara, sedangkan mortar
dibentuk dari pasta dan agregat.
4) Air
Faktor air semen sangat berpengaruh pada beton segar dan setelah mengeras.
Sedangkan penggunaan air pada HVFA – SCC lebih sedikit dibanding beton
konvensional yaitu dengan FAS berkisar antara 0,28 – 0,42 atau dibatasi sebesar ±
200 liter/m3. Pengurangan penggunaan air ini bertujuan untuk mencegah
terjadinya segregasi.
5) Bahan campur (admixture)
Pada pembuatan HVFA-SCC ini digunakan superplasticizer dengan nama dagang
Sika Viscocrete-10. Sika Viscocrete-10 adalah bahan tambah kimia (chemical
admixture) yang melarutkan gumpalan-gumpalan dengan cara melapisi pasta
semen sehingga semen dapat tersebar dengan merata pada adukan beton dan
mempunyai pengaruh dalam meningkatkan workability beton sampai pada tingkat
yang cukup besar. Bahan ini diguanakan dalam jumlah yang relatif sedikit karena
sangat mudah mengakibatkan terjadinya bleeding. Superplasticizer dapat
mereduksi air sampai 40% dari campuran awal. Beton berkekuatan tinggi dapat
dihasilkan dengan pengurangan kadar air. Akibat pengurangan air akan membuat
campuran lebih padat sehingga pemakaian superplasticizer sangat diperlukan
untuk mempertahankan nilai slump yang tinggi. Keistimewaan penggunaan
superplasticizer dalam campuran pasta semen maupun campuran beton antara
lain:
a. Menjaga kandungan air dan semen tetap konstan sehingga didapatkan
campuran dengan workability tinggi.
b. Mengurangi jumlah air dan menjaga kandungan semen dengan kemampuan
kerjanya tetap sama serta menghasilkan faktor air semen yang lebih rendah
dengan kekuatan yang lebih besar.
c. Mengurangi kandungan air dan semen dengan faktor air semen yang konstan
tetapi meningkatkan kemampuan kerjanya sehingga menghasilkan beton
dengan kekuatan yang sama tetapi menggunakan semen lebih sedikit.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
d. Sedikit udara yang masuk. Penambahan 1% udara kedalam beton dapat
menyebabkan pengurangan strength rata-rata 6%. Untuk memperoleh
kekuatan yang tinggi, diharapkan dapat menjaga ”air content” didalam beton
serendah mungkin. Penggunaan superplasticizer menyebabkan sedikit bahkan
tidak ada udara masuk kedalam beton.
e. Tidak adanya pengaruh korosi terhadap tulangan. Secara umum, partikel
semen dalam air cenderung untuk berkohesi satu sama lainnya dan partikel
semen akan menggumpal. Dengan menambahkan superplasticizer, partikel
semen ini akan saling melepaskan diri dan terdispersi. Dengan kata lain
superplasticizer mempunyai dua fungsi yaitu, mendispersikan partikel semen
dari gumpalan partikel dan mencegah kohesi antar semen. Fenomena dispersi
partikel semen dengan penambahan superplasticizer dapat menurunkan
viskositas pasta semen, sehingga pasta semen lebih mengalir. Hal ini
menunjukkan bahwa penggunaan air dapat diturunkan dengan penambahan
superplasticizer.
Adapun spesifikasi (technical data) dari Sika Viscocrete 10 dapat dilihat pada
Tabel 2.3
Tabel 2.3 Data Teknis Sika Viscocrete 10
Bentuk Cair
Warna Pale Straw
Kerapatan relatif @ 20°C 1,06
Kandungan material kering % 30
Dosis % berat semen 0,2-1,5
Ph 4,5
Water Soluble Chloride Content % <0,1 Chloride free
Equivalent Sodium Oxide as Na2O 0,30
Sumber: www.sika.co.id
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
2.2.5.3. Rancang Campur High Volume Fly Ash – Self Compacting
Concrete (HVFA-SCC)
Pada setiap pembuatan beton memadat mandiri (SCC) diperlukan rancang campur
bahan penyusunnya (mix design). Dalam mendesain rancang campur beton
memadat mandiri didesain sedemikian sehingga mencapai kriteria yang
diinginkan yaitu kemampuan mengalir (flowability) dan resistensi terhadap
segregasi yang tinggi. Kriteria tersebut dapat diperoleh dengan cara mengikuti
ketentuan-ketentuan umum dari metode rancang campur beton memadat mandiri
(SCC) yaitu:
1) Agregat kasar yang digunakan adalah 50% volume total.
2) Volume agregat halus ditetapkan hanya 40% dari volume total mortar.
3) Rasio volume untuk air dan powder (water/powder ratio) ditetapkan antara
0,9 hingga 1 tergantung pada sifat powder dan dosis dari superplastcizer.
Penambahan fly ash hingga kadar volume tinggi pada rancang campur beton
memadat mandiri (SCC), membuat kemampuan mengalir (flowability) dari
campuran semakin meningkat. Kadar air yang digunakan menjadi berkurang dari
kadar air awal yang telah direncanakan pada keadaan sebelum ditambahkan fly
ash. Sehingga jika kadar air awal tersebut digunakan sepenuhnya dalam campuran
pada keadaan setelah ditambahkan fly ash hingga kadar volume tinggi, maka
campuran tersebut akan mengalami bleeding. Modifikasi kadar air pada rancang
campur perlu dilakukan untuk mendapatkan kemampuan mengalir (flowability)
yang setara saat sebelum dilakukan penambahan fly ash dengan kadar volume
tinggi dan tidak terjadi bleeding pada campuran.
2.2.6. Kuat Tarik Belah
Kuat tarik beton yang tepat sulit di ukur, sehingga untuk mencari nilai kuat tarik
bahan beton yang mencerminkan kuat tarik yang sebenarnya, maka digunakan
kuat tarik belah. Kuat tarik yang dihasilkan lebih mendekati kuat tarik langsung
dari beton. Kuat tarik bahan beton ditentukan melalui split cylinder yang
posisinya direbahkan lalu di desak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
Pengujian menggunakan uji silinder berdiameter 150 mm dan tinggi 300 mm,
diletakkan pada arah memanjang di atas mesin uji desak Compression Testing
Machine dengan kapasitas 2000 kN, kemudian beban tekan diberikan merata arah
tegak dari atas pada seluruh panjang silinder. Apabila kuat tarik terlampaui, benda
uji terbelah menjadi dua bagian dari ujung ke ujung.
Gaya P bekerja pada kedua sisi silinder sepanjang L dan gaya ini disebarkan
seluas selimut silinder (π.D.L). Secara berangsur-angsur pembebanan dinaikkan
sehingga tercapai nilai maksimum dan silinder pecah terbelah oleh gaya tarik
horizontal, seperti Gambar 2.5.
D = 150 mmSilinder Beton
P
L = 300 mm
D = 150 mm
P
P
Gambar 2.5 Pengujian Kuat Tarik Belah
Dari pembebanan maksimum yang diberikan, nilai kuat tarik belah di hitung
dengan Persamaan (2.1) sebagai berikut :
DLP
DL
PAP
Ftpp
2
21
===
(2.1)
Dengan :
Ft = Kuat tarik belah beton (N/mm2)
P = Beban maksimum yang diberikan (N)
D = Diameter benda uji silinder (mm)
L = Panjang benda uji silinder (mm)
Hasil-hasil percobaan ini memberikan kepada perencana ukuran kekuatan yang di
harapkan dari beton yang didesain pada struktur nyata (Edward G Nawy,
1998:39).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
2.2.7. Modulus of Rupture
Beban-beban yang bekerja pada struktur, baik yang berupa beban gravitasi
(berarah vertikal) maupun beban-beban lain, seperti beban angin (dapat berarah
horisontal) atau juga beban karena susut dan karena perubahan temperatur,
menyebabkan adanya lentur dan deformasi pada elemen struktur. Lentur pada
balok merupakan akibat regangan yang timbul karena adanya beban luar. Modulus
of rupture merupakan kuat tarik maksimun yang secara teoritik dicapai pada serat
bagian bawah dari sebuah balok uji (A.M. Neville, 1987:309).
Untuk batang yang mengalami lentur sesuai dengan standar pengujian ASTM C
78, yang dipakai dalam desain adalah modulus of rupture, bukan tarik belahnya.
Untuk mengetahui kekuatan beton harus dilakukan percobaan yang dapat
menggambarkan bagian balok yang hanya menerima beban lentur saja, yaitu
meletakkan balok beton pada tumpuan sederhana pada perletakan berupa sendi-
rol. Beban yang bekerja pada pusat bentang dibagi menjadi dua sama besar
menggunakan pelat pembagi pembentuk U terbalik yang bekerja pada tiap jarak
1/3 bentang. Hal ini disebut dengan lentur murni. Lenturan murni adalah suatu
lenturan yang berhubungan dengan lenturan di bawah balok di bawah suatu
momen lentur yang konstant. Gaya lintang yang terjadi sama dengan nol.
Pengujian ini dilakukan dengan standar ASTM C-78 yaitu metode pengujian kuat
tarik lentur dengan beban terbagi menjadi dua yang bekerja pada suatu
penampang balok dengan titik yang menjadi tiga bagian daerah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Gambar 2.6. Standar Pengujian Kuat Lentur (Modulus of Rupture) menurut
ASTM C-78
Besar momen yang dapat mematahkan benda uji adalah momen akibat beban
maksimum dari mesin pembebanan dengan mengabaikan berat sendiri dan
gravitasi dari benda uji. Besar momen yang mematahkan balok uji dapat dilihat
pada Gambar 2.7. sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
Gambar 2.7. Momen yang terjadi akibat Beban P
Perumusan dari momen maksimum yang terjadi adalah :
Momen maksimum = bLPx31
21
(2.2)
Dengan :
P = Beban maksimum
Lb= Panjang bentang balok
Secara umum nilai modulus of rupture dapat dihitung dengan Persamaan (2.3)
berikut :
MOR= 2
2
61
31
21
bh
PL
bh
LPxb
b
=
(2.3)
1/3 L 1/3 L 1/3 L
L
1/2 P 1/2 P
+
- 1/2 P
1/2 P
Mmax = 1/2 P × 1/3 L
+
SFD
BMD
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
Dengan :
MOR = Modulus of rupture (MPa)
P = Beban maksimum pada balok benda uji (N)
Lb = Panjang bentang balok (mm)
b = Lebar balok benda uji (mm)
h = Tinggi balok benda uji (mm)
Pada pengujian kuat lentur berdasarkan ASTM C-78 akan terjadi 3 macam tipe
kemungkinan patah balok benda uji sebagai berikut :
1) Patah pada 1/3 bentang tengah balok
10 cm 10 cm 10 cm 10 cm 10 cm
P
12 P
12 P
A B C D
Gambar 2.8. Patah pada 1/3 Bentang Tengah Balok
Pada keadaan ini, balok uji patah pada bagian tengah (antara B dan C) dan
patahannya diakibatkan oleh momen paling maksimum. Besar MOR dihitung
berdasarkan persamaan (2.3) seperti di bawah ini :
MOR = 2
2
61
31
21
bhPL
bh
LPx
sM
==
Gambar 2.9. Benda Uji yang mengalami Patah pada 1/3 Bentang Tengah Balok
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
2) Patah pada bentang antara A-B atau C-D
10 cm 10 cm 10 cm 10 cm 10 cm
P
12 P
12 P
A B C D< 5% < 5%
a
Gambar 2.10. Patah pada Bentang antara A-B atau C-D < 5%
Bila balok patah pada bentang A-B atau C-D dengan jarak letak patah kurang
dari 5% panjang bentang, kondisi ini dapat diperhitungkan dan balok uji dapat
dipakai. Besar MOR dihitung berdasarkan persamaan (2.4) :
MOR = 2
2
3
61
21
bhaP
bh
Pax
sM
==
(2.4)
3) Patah pada bentang antara A-B atau C-D
10 cm 10 cm 10 cm 10 cm 10 cm
P
12 P
12 P
A B C D> 5% > 5%
Gambar 2.11. Patah pada Bentang antara A-B atau C-D > 5%
Bila balok patah pada bentang A-B atau C-D dengan jarak letak patah lebih
dari 5% panjang bentang, kondisi ini dapat diperhitungkan dan balok uji tidak
dapat dipakai.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
Pada suatu gelagar balok bentang sederhana menahan beban yang mengakibatkan
timbulnya momen lentur, akan terjadi deformasi lentur di dalam balok tersebut.
Pada kejadian momen lentur positif, tegangan tekan akan terjadi di bagian atas
dan tegangan tarik terjadi di bagian bawah dari penampang. Tegangan-tegangan
tersebut harus ditahan oleh balok, tegangan tekan di sebelah atas dan tegangan
tarik di sebelah bawah.
Apabila bebannya bertambah, maka balok akan terjadi deformasi dan regangan
tambahan yang mengakibatkan timbulnya (atau bertambahnya) retak lentur di
sepanjang bentang balok, pada akhirnya dapat terjadi keruntuhan elemen struktur,
yaitu pada saat beban luarnya mencapai kapasitas elemen. Taraf pembebanan
demikian disebut keadaan limit dari keruntuhan pada lentur. Karena itu perencana
harus mendesain penampang elemen balok sedemikian rupa sehingga tidak terjadi
retak yang berlebihan pada saat beban bekerja, dan masih mempunyai keamanan
yang cukup dan kekuatan cadangan untuk menahan beban dan tegangan tanpa
mengalami keruntuhan.
Pada pengujian kuat lentur menggunakan balok beton sebagai benda uji. Caranya
adalah dengan membuat balok beton dengan desain sedemikian rupa sehingga
nantinya setelah dibebani akan terjadi keruntuhan lentur, yang ditandai dengan
retak-retak pada balok pada posisi sekitar tengah bentang tanpa didahului retak
geser. Untuk mendapatkan balok semacam ini perlu perencanaan, sehingga balok
runtuh akibat momen maksimal karena P maksimal. Dengan cara membuat balok
beton dengan perhitungan kekuatan balok itu sendiri sehingga keruntuhan yang
dihasilkan adalah keruntuhan lentur.
2.2.7.1. Kekakuan Lentur Balok
Kekakuan untuk struktur merupakan sesuatu yang penting. Pembatasan kekakuan
berguna untuk menjaga konstruksi agar tidak melendut lebih dari lendutan yang
disyaratkan. Kekakuan adalah besar gaya yang diperlukan untuk memperoleh satu
unit displacement. Nilai kekakuan merupakan sudut kemiringan dari hubungan
antara beban dan lendutan. Makin kaku suatu struktur makin besar nilai
kekakuannya (M. Ujianto, 2006).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Kekakuan suatu balok disebut besar jika diperlukan tegangan yang besar untuk
membuat lendutan pada balok tersebut. Sedangkan kekakuan balok disebut kecil
jika diperlukan tegangan kecil untuk membuat lendutan pada balok.
Lendutan komponen struktur merupakan fungsi dari panjang batang, perletakan
dan kondisi ujung batang, jenis beban, dan kekuatan lentur komponen. Dari
pelaksanaan pengujian modulus of rupture dapat diperoleh data lendutan yang
diukur setiap kenaikan beban 50 kg.
Secara mekanikal hubungan antara lendutan (Δ), kekakuan penampang (EI) dan
momen lentur (M) adalah seperti Persamaan (2.5) berikut :
(2.5)
Gambar 2.12. Lendutan pada Balok Akibat Pembebanan
Dengan persamaan diferensial, dari Persamaan (2.5) dapat dicari nilai lendutan di
tengah bentang. Lendutan untuk balok yang ditumpu oleh tumpuan sederhana
dengan dua beban pada jarak tertentu dari tiap tumpuannya dihitung dengan
Persamaan (2.6) berikut :
(2.6)
Dengan :
= Lendutan maksimal yang terjadi pada balok (mm)
P = Beban maksimum pada balok benda uji (N)
L = Panjang bentang balok (mm)
a = Jarak tumpuan balok ke beban terdekat (mm)
E = Modulus elastisitas beton (MPa)
I = Inersia penampang balok (mm4)
Δ
12 P 1
2 P
a a
P
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
Berdasarkan persamaan diatas nilai kekakuan lentur elemen balok dapat diketahui,
dimana nilai kekakuan adalah fungsi dari modulus elastisitas (E) dan inersia
penampang balok (I) (Kenneth-Belanger, 1981).
Sehingga diperoleh Persamaan (2.7) untuk mengetahui nilai kekakuan balok,
sebagai berikut:
(2.7)
Dalam hal ini, struktur beton yang mengalami lentur harus direncanakan agar
memiliki kekakuan yang cukup untuk membatasi lendutan yang mungkin dapat
menurunkan kekuatan layan struktur pada beban kerja. Berdasarkan persamaan
lendutan diatas, bila bentang dari sebuah komponen struktur cukup panjang maka
lendutan yang terjadi akan besar. Untuk mengantisipasi lendutan yang terlalu
besar melebihi lendutan ijin maksimum, dapat diupayakan dengan memperbesar
kekakuan penampang (EI) komponen struktur tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
BAB 3
METODELOGI PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental, yaitu
metode penelitian yang dilakukan dengan cara mengadakan suatu percobaan
untuk mendapatkan data atau hasil yang menghubungkan antara variabel-variabel
yang diselidiki. Pengujian yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi pengujian
bahan, trial mix design dan pengujian kuat tarik belah serta modulus of rupture.
3.1. Pengujian Bahan Dasar Beton
Pengujian bahan dasar beton ditujukan untuk mengetahui kelayakan karakteristik
bahan penyusun beton yang nantinya dipakai dalam rancang campur (mix design).
Pengujian bahan dasar beton dilakukan terhadap fly ash, agregat halus dan agregat
kasar.
3.1.1. Agregat Halus
3.1.1.1. Pengujian Kadar Lumpur Agregat Halus
Pengujian kadar lumpur disyaratkan PBI 1971 untuk pasir yang digunakan dalam
campuran beton maksimal adalah 5%. Maka bila pasir mengandung lumpur 5%
dari dari berat keringnya, pasir tersebut harus dicuci.
Kadar lumpur pasir dihitung dengan persamaan 3.1 sebagai berikut :
(3.1)
dengan :
G0 = berat pasir awal (100 gram),
G1 = berat pasir akhir (gram).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
3.1.1.2. Pengujian Kadar Zat Organik Agregat Halus
Pengujian kandungan zat organik pada agregat halus menggunakan larutan NaOH
3% pada percobaan perubahan warna Abrams Harder sesuai dengan PBI 1971.
Kadar zat organik pada pasir berdasarkan perubahan warnanya dapat dilihat pada
Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Tabel Perubahan Warna Pada Uji Kadar Zat Organik Pasir
Warna Prosentase kandungan zat organik
Jernih
Kuning muda
Kuning tua
Kuning kemerahan
Coklat kemerahan
Coklat
0 %
0 – 10%
10 – 20%
20 – 30%
30 – 50%
50 – 100%
3.1.1.3. Pengujian Specific Gravity Agregat Halus
Pengujian specific gravity agregat halus mengacu pada ASTM C 128. Pengujian
ini ditujukan agar mendapatkan :
1) Bulk specific gravity, yaitu perbandingan antara berat pasir dalam kondisi
kering dengan volume pasir total.
2) Bulk specific gravity SSD, yaitu perbandingan antara berat pasir jenuh dalam
kondisi kering permukaan dengan volume pasir total.
3) Apparent specific gravity, yaitu perbandingan antara berat pasir dalam
kondisi kering dengan volume butir pasir.
4) Absorption, yaitu perbandingan antara berat air yang diserap dengan berat
pasir kering.
Untuk menganalisis hasil pengujian dengan Persamaan 3.2 s/d 3.5 sebagai berikut:
Bulk Specific Gravity cdb
a-+
= (3.2)
Bulk Specific Gravity SSD cdb
d-+
= (3.3)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
Apparent Specific Gravity cab
a-+
= (3.4)
Absorption %100´-
=a
ad (3.5)
dengan :
a = berat pasir kering oven (gram),
b = berat volumetric flash berisi air (gram),
c = berat volumetric flash berisi pasir dan air (gram),
d = berat pasir dalam keadaan kering permukaan jenuh (500 gram).
3.1.1.4. Pengujian Gradasi Agregat Halus
Pengujian gradasi agregat halus menggunakan standar pengujian ASTM C 136.
Modulus kehalusan pasir dihitung menggunakan Persamaan 3.6 sebagai berikut :
(3.6)
dengan :
d = Σ prosentase kumulatif berat pasir yang tertinggal selain dalam pan,
e = Σ prosentase kumulatif berat pasir yang tertinggal.
3.1.2. Agregat Kasar
3.1.2.1. Pengujian Specific Gravity Agregat Kasar
Agregat kasar yang digunakan dalam penelitian adalah kerikil berdiameter 10
mm. Standar pengujian yang digunakan adalah ASTM C127. Pengujian ini
ditujukan untuk mengetahui :
1) Bulk specific gravity, yaitu perbandingan antara berat kerikil dalam kondisi
kering dengan volume kerikil total.
2) Bulk specific gravity SSD, yaitu perbandingan antara berat kerikil jenuh
dalam kondisi kering permukaan dengan volume kerikil total.
3) Apparent specific gravity, yaitu perbandingan antara berat kerikil dalam
kondisi kering dengan volume butir kerikil.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
4) Absorption, yaitu perbandingan antara berat air yang diserap dengan berat
kerikil kering.
Untuk menganalisis hasil pengujian dengan Persamaan 3.7 s/d 3.10 sebagai
berikut:
Bulk Specific Gravity hg
f-
=
(3.7)
Bulk Specific Gravity SSD hg
g-
= (3.8)
Apparent Specific Gravity hf
f-
= (3.9)
Absorption %100´-
=h
hg (3.10)
dengan :
f = berat agregat kasar (3000 gram),
g = berat agregat kasar setelah direndam 24 jam dan dilap (gram),
h = berat agregat kasar jenuh (gram).
3.1.2.2. Pengujian Gradasi Agregat Kasar
Pengujian gradasi agregat kasar menggunakan standar pengujian ASTM C 136.
Modulus kehalusan pasir dihitung menggunakan Persamaan 3.11 sebagai berikut :
(3.11)
dengan :
m = Σ prosentase kumulatif berat kerikilr yang tertinggal selain dalam pan,
n = Σ prosentase kumulatif berat kerikil yang tertinggal.
3.1.2.3. Pengujian Abrasi Agregat Kasar
Standar pengujian abrasi pada agregat kasar menggunakan ASTM C 131, dengan
menggunakan mesin Los Angeles. Keausan agregat tidak boleh lebih dari 50%.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
Prosentase berat yang hilang dihitung dengan menggunakan persamaan 3.12
sebagai berikut :
(3.12)
dengan:
i = berat agregat kasar kering oven yang telah dicuci, sebelum pengausan
(gram),
j = berat agregat kasar kering oven yang tertahan ayakan 2,3 mm dan telah
dicuci setelah pengausan (gram).
3.1.3. Fly Ash
Dalam penelitian ini, fly ash yang digunakan adalah bahan sisa pembakaran di
PLTU Cilacap. Pengujian fly ash dilakukan di Balai Besar Teknik Kesehatan
Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular Yogyakarta (Laboratorium
Fisika Kimia Padatan dan B3). Pengujain fly ash terdiri dari beberapa parameter
dilihat pada Tabel 3.2
Tabel 3.2. Tabel Parameter Pengujain Fly Ash
No Parameter Satuan Metode Uji 1 Berat Jenis gram/ cm3 In House Methode 2 Kerapatan % In House Methode 3 Kadar Air % SNI 06-69924-2004-4.6.2 4 Hilang Pijar % In House Methode 5 Kelembaban % In House Methode 6 Lolos 200 mesh % In House Methode 7 Al2O3 % In House Methode 8 SO3 % In House Methode 9 Fe2O3 % In House Methode 10 CaO % In House Methode 11 Na2O % In House Methode 12 SiO2 % In House Methode
Sumber: Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemeberantasan Penyakit Menular Yogyakarta (Laboratorium Fisika Kimia Padatan dan B3)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
3.2. Rancang Campur High Volume Fly ash – Self Compacting
Concrete
Dalam penelitian pendahuluan digunakan rancang campur beton yang mengacu
rancang campur High Volume Fly ash – Self Compacting Concrete (Mehta,
Monteiro, 2004) dengan target dapat dihasilkan adukan beton yang memiliki
flowabilty dan workability yang baik. Untuk mencapai target yang diharapkan
perlu dilakukan trial mix.
Trial mix awal bertujuan untuk menyederhanakan variasi komposisi campuran
yang akan dilakukan pada percobaan nanti dan menentukan perbandingan agregat
kasar dan halus yang optimum. Pada trial mix awal ini, yang diutamakan adalah
dicapainya kondisi campuran beton yang memenuhi syarat pengujian flowability
dan passingbility.
Langkah-langkah rancang campur beton dan pengujian dari awal sampai akhir
adalah sebagai berikut :
1) Kerikil ukuran 10 mm dan pasir pada kondisi saturated surface dry (SSD).
Conical mould dengan ukuran diameter atas 3,8 cm, diameter bawah 8,9 cm,
tinggi 7,6 cm, lengkap dengan alat penumbuk sebagai alat untuk mengukur
keadaan SSD pasir.
2) Disiapkan cetakan silinder berdiameter 15 cm dan tinggi 30 cm.
3) Kerikil ukuran 10 mm dan pasir ditimbang dan dimasukkan ke tempat
pengadukan.
4) Semen tipe 1 (Ordinary Portland Cement) dan fly ash tipe C dari PLTU
Cilacap ditimbang kemudian dimasukkan ke tempat pengadukan.
5) Sika Viscocrete 10 ditimbang kemudian dicampurkan ke dalam air yang telah
disiapkan dalam gelas ukur. Sebelum campuran air dengan Sika Viscocrete 10
dimasukkan ke tempat pengadukan, campuran agregat kasar, agregat halus, fly
ash, semen diaduk menggunakan cangkul sampai tercampur rata. Setelah
pencampurannya sudah merata air yang telah dicampurkan dengan Sika
Viscocrete 10 dimasukkan ke tempat pengadukan secara bertahap dan diaduk
menggunakan cangkul sampai adukan beton tercampur merata.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
6) Memeriksa flowability dan passingability yaitu dengan pengujian (slump flow,
J-Ring flow table) dari adukan beton tersebut.
Cara pengujian flowability dengan slump flow test:
a. Mempersiapkan papan aliran dan kerucut Abrams dengan membasahinya.
b. Meletakkan kerucut Abrams pada posisi terbalik (diameter 10 cm dibagian
bawah dan diameter 20 cm diatas) diatas papan aliran dan diletakkan pada
posisi tengah papan aliran.
c. Mengisi kerucut abraham sampai penuh, karena self compacting concrete
tanpa dilakukan proses pemadatan.
d. Mengangkat secara perlahan tegak lurus keatas dengan papan aliran.
e. Menghitung waktu yang di perlukan adukan beton segar pada diameter
500 mm, dan waktu yang diperlukan untuk mencapai diameter maksimum.
f. Mengukur diameter sebaran maksimum beton segar.
Cara pengujian passingability dengan J-Ring flow table:
a. Mempersiapkan papan aliran dengan J-Ring dan kerucut Abrams dengan
membasahinya.
b. Meletakkan kerucut Abraham pada posisi terbalik (diameter 10 cm
dibagian bawah dan diameter 20 cm di atas) diatas papan aliran dan
diletakkan pada posisi tengah papan aliran dengan J-Ring.
c. Mengisi kerucut abrams sampai penuh, karena self compacting concrete
maka tidak dilakukan proses pemadatan.
d. Mengangkat secara perlahan tegak lurus keatas dengan papan aliran
e. Menghitung waktu yang diperlukan adukan beton segar pada diameter 500
mm, dan waktu yang diperlukan untuk mencapai diameter maksimum.
f. Mengukur diameter sebaran maksimum beton segar.
Cara pengujian passingability dengan L-box test:
a. Mempersiapkan alat uji L-box test dan meletakkannya pada area yang rata.
b. Menuangkan beton segar ke dalam rongga prisma tegak dengan bagian
slide dalam keadaan tertutup.
c. Melepaskan bukaan slide apabila rongga prisma tegak telah terisi penuh.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
d. Mencatat waktu pengaliran beton segar sepanjang 20 cm dan 40 cm dari
bukaan slide.
e. Mencatat nilai h1, yaitu ketinggian beton segar di dalam rongga prisma
tegak. Serta nilai h2, yaitu ketinggian beton segar pada ujung luar alat uji
L-box test.
Cara pengujian flowability dengan V-funnel test:
a. Mempersiapkan alat uji V-funnel test dengan membersihkan rongga serta
penutup di dasarnya.
b. Menuangkan beton segar ke dalam rongga V-funnel test dengan bagian
penutup di dasarnya dalam keadaan tertutup.
c. Meratakan beton segar pada bagian permukaan alat uji V-funnel test.
d. Menempatkan kontainer di bawah alat uji V-funnel test.
e. Membuka penutup di dasarnya setelah (10 ± 2) s sejak pengisian alat uji V-
funnel test.
f. Mencatat waktu pengaliran (tv) sejak penutup alat uji V-funnel test dibuka
hingga semua beton segar mengalir ke kontainer di bawahnya.
Cara pengujian passingability dan compactability dengan U-flow test:
a. Mempersiapkan alat uji U-flow test dan meletakkannya pada area yang
rata.
b. Menuangkan beton segar ke dalam salah satu rongga dengan bagian slide
penghalang di bagian dasarnya dalam keadaan tertutup.
c. Melepaskan bukaan slide apabila rongga telah terisi penuh.
d. Mengamati aliran beton segar pada alat uji U-flow test. Beton segar
dianggap memenuhi persyaratan self compacting concrete bila beton segar
mampu melewati halangan dan mencapai ketinggian lebih dari 300 mm
pada saluran berikutnya.
7) Jika air yang dicampur dengan Superplasticizer Sika Viscocrete 10 sudah
diberikan sampai habis, sedangkan melalui pengujian flowability dan
passingability hasil trial mix tersebut tidak memenuhi syarat maka dilakukan
modifikasi komposisi bahan.
8) Kemudian diukur penambahan air yang diberikan dan dijumlah dengan
takaran yang sebelumnya. Dari jumlah air tersebut kemudian dibagi dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
jumlah total binder yang digunakan. Dari hasil pembagian tersebut diperoleh
nilai water-binder ratio.
9) Setiap adukan beton rata-rata jumlah cetakan silinder yang terisi penuh
didapat sebanyak 6 buah benda uji silinder, yang nantinya akan diuji kuat
tekannya.
10) Pengujian kuat tekan dilakukan pada beton mencapai umur 7 hari dan 28 hari.
Tabel 3.3. Tabel Hasil Rancang Campur HVFA-SCC
Variasi fly ash
Semen (kg)
Fly ash (kg)
Pasir (kg)
Kerikil (kg)
Air (kg)
Superplasticizer (kg)
35% 440.3286 237.1000 671.177 669.589 162.8571 7.7227 55% 304.8429 372.5857 671.177 669.589 127.1429 7.7227 65% 237.1000 440.3286 671.177 669.589 109.2858 7.7227
Secara garis besar langkah-langkah rancang campur beton dapat dilihat diagram
alir pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1. Diagram Alir Rancang Campur Beton
Mulai
Data- data komposisi bahan
Pengadukan bahan
Pengujian
Flowability Passingability
Persyaratan HVFA-SCC
Memenuhi Modifikasi Komposisi
bahan
Cetak dalam silinder
Selesai
Tidak
Ya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
3.3. Kriteria Campuran HVFA-SCC dan Mortar HVFA-SCC
Campuran HVFA-SCC kadar 35%, 55%, dan 65% dalam penelitian ini diuji
melalui pengujian slump flow test. Pengujian terhadap campuran HVFA-SCC ini
dimaksudkan untuk mengetahui sifat campuran dilihat dari nilai slump loss
(pengurangan diameter penyebaran akibat pengadukan yang berulang-ulang).
Berikut adalah tabel hasil pengujian slump loss HVFA-SCC dari kadar 35%, 55%,
dan 65%
Tabel 3.4. Hasil Pengujian Slump Loss HVFA-SCC Kadar 35%, 55%, dan 65%
Kadar Fly ash
Sampel Pencampuran
Menit ke-
Slump Loss
Diameter maximal Waktu Kecepatan
d1 d2 drata-rata t500 tmax
(mm) (mm) (mm) (dt) (dt) (mm/dt)
35% 10 April 2012
0 730 680 705 6.3 36.1 20
2 710 670 690 6 36.7 19
4 690 690 690 5.4 35.7 19
6 670 680 675 4.9 35.6 19
8 670 660 665 4.4 34.8 19
10 650 660 655 6 31.7 21
12 660 660 660 6.5 33.4 20
55% 12 April 2012
0 700 715 707.5 4.6 27.6 26
2 690 700 695 4 28.2 25
4 685 700 692.5 4.3 25.7 27
6 685 690 687.5 3.6 22.8 30
8 670 680 675 4.1 24.6 27
10 680 685 682.5 4.4 23.4 29
12 675 685 680 4 24.2 28
65% 14 April 2012
0 770 680 725 2.7 27.2 27
2 720 720 720 3.9 28.2 26
4 710 710 710 4 29.7 24
6 690 700 695 3.6 27.3 25
8 675 695 685 4 28.2 24
10 675 690 682.5 4.4 27.1 25
12 660 690 675 4.9 24.4 28
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
Mortar HVFA-SCC kadar 35%, 55%, dan 65% dalam penelitian ini diuji melalui
pengujian slump flow test dan v-funnel test. Pengujian ini dimaksudkan untuk
mengetahui pengaruh pasta dalam hal kemampuan campuran untuk mengalir
(flowability dan passingability). Berikut ini adalah hasil pengujian mortar HVFA
kadar 35%, 55%, dan 65%
Tabel 3.5. Hasil Pengujian Mortar HVFA-SCC Kadar 35%, 55%, dan 65%
Kadar Fly ash
Sampel Pencampuran
Menit ke-
Uji Flow Table Uji V-funnel
Waktu (t500) Waktu (tmax)
(dt) (dt)
35% 21 Mei 2012
0 1.55 -
2 2.4 - 4 2.2 - 6 - 7.3 8 - 6.1
12 - 3.8
55% 22 Mei 2012
0 1.87 - 2 1.63 - 4 1.38 - 6 - 4.57 8 - 3.95
12 - 3.21
65% 24 Mei 2012
0 4.09 - 2 3.34 - 4 3.5 - 6 - 11.01 8 - 10.23
12 - 8.27
3.4. Rasio Antara Indeks Viskositas Campuran (Vfc) dan Indeks
Viskositas Mortar (Vfm)
Hubungan antara indeks viskositas campuran (Vfc) dan indeks viskositas mortar
(Vfm) dapat dinyatakan melalui rasio Vfc/Vfm. Dari rasio tersebut dapat
diketahui seperti apakah peran mortar pada campuran dalam mendukung
flowability dan passingability dari campuran HVFA-SCC. Pengaruh mortar pada
campuran dalam flowability dan passingability dapat terlihat dari besar nilai rasio
Vfc/Vfm. Semakin besar nilai rasio Vfc/Vfm, maka pengaruh mortar dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
mempengaruhi flowability dan passingability semakin besar dan membuat
campuran memiliki flowability dan passingability yang bagus. Berikut ini adalah
hasil hitungan rasio antara indeks viskositas campuran (Vfc) dan indeks viskositas
mortar (Vfm) HVFA-SCC kadar 35%, 55%, dan 65%.
Tabel 3.6. Hasil Hitungan Rasio Vfc/Vfm HVFA-SCC Kadar 35%,55%, dan 65%
Kadar Fly Ash
trata2
campuran trata2
mortar Vfc =
10/trata2 Vfm=
10/trata2 Vfc/Vfm
Kadar 35 % 5,9 2,05 1,69 4,88 0,347458 Kadar 55 % 4,3 1,63 2,33 6,15 0,378295 Kadar 65 % 3,53 3,64 2,83 2,74 1,031132
3.5. Pembuatan Benda Uji High Volume Fly ash – Self
Compacting Concrete
Dalam pembuatan adukan beton segar, takaran komposisi bahan (fly ash, semen,
pasir, kerikil ukuran 10 mm, air, superplasticizer sika viscocrete 10) yang dipakai
adalah hasil trial mix pada penelitian pendahuluan yang telah berhasil memenuhi
persyaratan beton segar High Volume Fly ash-Self Compacting Concrete yaitu
menghasilkan adukan beton yang flowability dan passingability.
Benda uji yang digunakan dalam penelitian kuat tarik belah beton menggunakan
benda uji berbentuk silinder berdiameter 15 cm dengan tinggi 30 cm, sedangkan
untuk benda uji modulus of rupture benda uji berupa balok dengan dimensi 10 cm
x 10 cm x 50 cm. Gambar benda uji dapat dilihat pada gambar 3.2 dan 3.3.
Gambar 3.2. Benda Uji Kuat Tarik Belah
30 cm
15 cm
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
Gambar 3.3. Benda Uji Modulus of Rupture
Langkah-langkah pembuatan benda uji dalam penelitian ini dapat diuraikan
sebagai berikut :
1) Menyiapkan material (semen, fly ash, agregat halus, agregat halus, air, dan
superplasticizer sika viscocrete 10) dan peralatan yang akan digunakan untuk
campuran beton.
2) Menyiapkan cetakan beton dan melumuri bagian dalam permukaan cetakan
dengan oli.
3) Menimbang masing-masing material berdasarkan perhitungan rancang
campur beton yang telah memenuhi persyaratan High Volume Fly ash – Self
Compacting Concrete.
4) Membuat adukan beton dengan alat bantu molen, mencampur (agregat kasar,
agregat halus, fly ash, semen, Superplasticizer dan air).
5) Memeriksa flowability dan passingability, yaitu dengan pengujian (slump
flow, J-Ring flow table) dari adukan beton tersebut.
6) Selanjutnya dilakukan pengecoran dengan menuangkan adukan beton ke
dalam cetakan dan memberi tanda untuk masing-masing sampel.
7) Melepas benda uji dari cetakan setelah 24 jam.
8) Melakukan curing (perawatan) high volume fly ash – self compacting
concrete.
Benda uji yang digunakan pada penelitian kuat tarik belah dan modulus of rupture
masing-masing terdiri dari 3 sampel. Pengujian dilakukan setelah benda uji
berumur 7, 28 dan 56 hari. Perincian sampel benda uji kuat tarik belah dan
modulus of rupture dapat dilihat di Tabel 3.7.
10 cm
10 cm
50 cm
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Tabel 3.7. Rincian Benda Uji Kuat Tarik Belah dan Modulus of Rupture HVFA-SCC
Kadar fly ash (% volume terhadap binder)
Kode Benda Uji Kuat Tarik
Belah
Umur (hari)
Jumlah Benda
Uji
Kode Benda Uji Modulus of Rupture
Umur (hari)
Jumlah Benda
Uji
35 KTB 35-7 7
3 MOR 35-7 7
3 55 KTB 55-7 3 MOR 55-7 3 65 KTB 65-7 3 MOR 65-7 3
35 KTB 35-28 28
3 MOR 35-28 28
3 55 KTB 55-28 3 MOR 55-28 3 65 KTB 65-28 3 MOR 65-28 3
35 KTB 35-56 56
3 MOR 35-56 56
3 55 KTB 55-56 3 MOR 55-56 3 65 KTB 65-56 3 MOR 65-56 3
Jumlah benda uji 27 27
Keterangan :
3 benda uji kuat tarik belah 35 % fly ash diuji pada umur 7 hari :
KTB 35–7a, KTB 35–7b, KTB 35–7c
3 benda uji kuat tarik belah 35 % fly ash diuji pada umur 28 hari :
KTB 35–28a, KTB 35–28b, KTB 35–28c
3 benda uji kuat tarik belah 35 % fly ash diuji pada umur 56 hari :
KTB 35–56a, KTB 35–56b, KTB 35–56c
3 benda uji modulus of rupture 35 % fly ash diuji pada umur 7 hari :
MOR 35–7a, MOR 35–7b, MOR 35–7c
3 benda uji modulus of rupture 35 % fly ash diuji pada umur 28 hari :
MOR 35–28a, MOR 35–28b, MOR 35–28c
3 benda uji modulus of rupture 35 % fly ash diuji pada umur 56 hari :
MOR 35–56a, MOR 35–56b, MOR 35–56c
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
3.6. Curing (Perawatan) High Volume Fly ash – Self Compacting
Concrete
Perawatan dilakukan dengan cara meletakkan beton diatas permukaan yang
lembab (karung goni basah) dan melapisinya kembali dengan karung goni basah
dan plastik dengan fungsi agar air dalam beton tidak menguap dengan cepat,
sehingga proses hidrasinya sempurna dengan demikian mutu beton yang terjadi
dapat sesuai dengan mutu rencana. Perawatan benda uji dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1) Benda uji yang telah berumur 1 hari (perkiraan beton mengeras) dilepas dari
cetakan silinder.
2) Benda uji yang telah dilepas dari cetakan kemudian ditutup menggunakan
plastik.
3) Benda uji yang telah ditutup plastik, kemudian tutup kembali menggunakan
karung goni yang telah dibasahi.
4) Sebelum pengujian benda uji dilap agar permukaannya kering.
3.7. Pengujian Kuat Tarik Belah High Volume Fly ash – Self
Compacting Concrete
Pengujian dilakukan saat beton berumur 7, 28 dan 56 hari. Dari pengujian yang
dilakukan dengan alat Compression Testing Machine didapatkan beban
maksimum, yaitu pada saat beton hancur menerima beban tersebut (Pmaks).
Langkah-langkah pengujian kuat tarik belah beton adalah sebagai berikut :
1) Melepaskan plastik dan karung goni dari benda uji (setelah proses curing
selama 6 hari, 27 hari dan 55 hari).
2) Mengukur dimensi benda uji untuk mengetahui luas permukaan dan
menimbang beratnya.
3) Meletakkan benda uji dengan arah memanjang pada alat Compression Testing
Machine.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
D = 150 mmSilinder Beton
P
L = 300 mm
D = 150 mm
P
P
4) Memberikan beban secara merata arah tegak dari atas pada seluruh panjang
silinder.
Gambar 3.4. Pengujian Kuat Tarik Belah Beton menggunakan alat
Compression Testing Machine
5) Menghitung kuat tarik belah beton, dengan Persamaan 2.1.
3.8. Pengujian Modulus of Rupture High Volume Fly ash – Self
Compacting Concrete
Pengujian modulus of rupture dilakukan dengan menggunakan alat uji lentur
(loading frame) terhadap benda uji yang telah berumur 7, 28 dan 56 hari dengan
memberikan tekanan hingga benda uji patah. Langkah-langkah pengujian kuat
lentur beton:
1) Menyiapkan benda uji balok beton yang akan diuji.
2) Meletakkan benda uji pada alat uji lentur dengan posisi mendatar.
3) Mengatur jarum penunjuk lendutan (dial) tepat pada titik nol.
4) Memulai pembacaan beban dengan bergeraknya jarum penunjuk lendutan.
5) Mencatat besarnya beban maksimum yang terjadi pada benda uji.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
Pengujian modulus of rupture dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 3.5. Pengujian Modulus of Rupture dengan Alat Loading Frame
3.9. Tahap Penelitian
Tahapan pelaksanaan penelitian sebagai berikut :
1) Tahap I
Tahap ini melakukan studi literatur serta mempersiapkan bahan dan alat uji
penelitian.
2) Tahap II
Tahap ini melakukan pengujian bahan yang akan digunakan dengan tujuan
untuk mengetahui sifat dan karakteristik bahan.
3) Tahap III
Tahap ini melakukan rancang campur untuk menentukan komposisi bahan
HVFA-SCC.
4) Tahap IV
Tahap ini melakukan pembuatan adukan, pengujian sifat beton segar dan
pengecoran ke dalam cetakan.
5) Tahap V
Tahap ini melakukan perawatan HVFA-SCC dengan merendamnya ke dalam
bak perendaman.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
6) Tahap VI
Tahap ini melakukan pengujian kuat tarik belah dan modulus of rupture HVFA-
SCC.
7) Tahap VII
Tahap ini melakukan analisis data hasil pengujian antara variabel – variabel
yang diteliti dalam penelitian.
8) Tahap VIII
Tahap ini melakukan pengambilan kesimpulan dari hasil analisis pengujian
yang berhubungan dengan tujuan penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
Tahapan penelitian dapat dilihat secara skematis dalam bagan alir di bawah ini.
Gambar 3.6. Bagan Alir Tahap – Tahap Penelitian
Persiapan
Mulai
Agregat Air Semen
Uji Bahan: - kadar kumpur - kadar organik - specific gravity - gradasi - kadar air
Uji Bahan : - abrasi - specific gravity - gradasi - kadar air
Rancang Campur HVFA – SCC
Tahap I
Tahap III
Tahap II
Agregat Halus
Kadar Fly ash 35%,55%,65%
Fly ash
Uji bahan : - Al2O3 - SO3 - Fe2O3 - CAO - Na2O - SiO2 - Kadar Air - Hilang Pijar
Pembuatan Adukan HVFA-SCC
Tahap VII
Pengujian sifat beton segar
Mencetak Benda Uji HVFA-SCC
Perawatan (Curing) HVFA-SCC
Pengujian kuat tarik belah dan modulus of rupture HVFA-SCC
Analisis Data dan Pembahasan
Kesimpulan dan Saran
Selesai
Tahap VI
Tahap V
Tahap IV
Tahap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
BAB 4
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Pengujian Bahan Dasar
Pengujian bahan dan benda uji dilaksanakan sesuai dengan tata cara dan standar
pengujian yang terdapat pada ASTM. Waktu pelaksanaan percobaan disesuaikan
dengan jadwal penelitian dan ijin penggunaan Laboratortium Bahan Fakultas
Teknik UNS Surakarta.
Dalam bab ini akan disajikan hasil penelitian dan pembahasan terhadap hasil yang
diperoleh. Sedangkan data rinci hasil pemeriksaan bahan dasar dan penyusun
beton disajikan dalam Lampiran A.
4.1.1. Hasil Pengujian Agregat Halus
Pengujian terhadap agregat halus dalam penelitian ini meliputi pengujian kadar
lumpur, kandungan zat organik, specific gravity, dan gradasi agregat. Data-data
pengujian dan perhitungannya secara lengkap terdapat pada Lampiran A. Hasil-
hasil pengujian tersebut disajikan dalam Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Hasil Pengujian Agregat Halus
Jenis Pengujian Hasil Pengujian Standar Kesimpulan
Absorbtion 3,093 % - -
Apparent Specific Gravity 2,887 gr/cm3 - -
Bulk Specific Gravity 2,650 gr/cm3 - -
Kandungan Zat Organik Kuning muda Kuning Memenuhi syarat
Kandungan Lumpur 4 % Maks 5 % Memenuhi syarat
Bulk Specific SSD 2,732 gr/cm3 2,5-2,7 gr/cm3 Memenuhi syarat
Modulus Halus 2,66 2,3 – 3,1 Memenuhi syarat
Hasil pengujian gradasi agregat halus dan syarat batas dari ASTM C-33 dapat
dilihat pada Tabel 4.2.dan Gambar 4.1.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
Tabel 4.2. Hasil Pengujian Gradasi Agregat Halus
No Diameter Ayakan (mm)
Berat Tertahan Berat Lolos Kumulatif (%)
ASTM C-33 Gram % Kumulatif (%)
1 9,5 0 0,00 0,00 100,00 100 2 4,75 18 0,60 0,60 99,40 95 - 100 3 2,36 254 8,48 9,08 90,92 80 - 100 4 1,18 627 20,93 30,01 69,99 50 - 85 5 0,85 389 12,98 42,99 57,01 25 - 60 6 0,3 1257 41,96 84,95 15,05 10 - 30 7 0,15 387 12,92 97,86 2,14 2 - 10 8 0 64 2,14 100,00 0,00 0
Jumlah 2996 100 365,49 -
Dari Tabel 4.2. didapat grafik gradasi beserta batas gradasi yang disyaratkan
ASTM C-33 yang ditunjukkan dalam Gambar 4.1.
Gambar 4.1. Gradasi Agregat Halus
4.1.2. Hasil Pengujian Agregat Kasar
Pengujian terhadap agregat kasar split (batu pecah) yang dilaksanakan dalam
penelitian ini meliputi pengujian berat jenis (specific gravity), keausan (abrasi)
dan gradasi agregat kasar. Hasil-hasil pengujian tersebut disajikan dalam Tabel
4.3 dan Tabel 4.4 menyajikan hasil analisis ayakan terhadap sampel agregat kasar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
sehingga dapat diketahui gradasinya. Data hasil pengujian secara lengkap
disajikan dalam Lampiran A.
Tabel 4.3. Hasil Pengujian Agregat Kasar
Jenis Pengujian Hasil Pengujian Standar Kesimpulan
Abrasi 43,50 % Maksimum 50 % Memenuhi syarat
Absorbtion 6,167 % - -
Bulk Specific Gravity 2,381 gr/cm3 - -
Bulk Specific SSD 2,528 gr/cm3 2,5-2,7 Memenuhi syarat
Apparent Specific Gravity 2,791gr/cm3 - -
Modulus Halus Butir 2,81 - -
Tabel 4.4. Hasil Pengujian Gradasi Agregat Kasar
No Diameter Ayakan (mm)
Berat Tertahan Berat Lolos Kumulatif (%)
ASTM C-33 Gram % Kumulatif (%)
1 12,50 0 0,00 0,00 100,00 100 2 9,50 72 2,40 2,40 97,60 85 – 100 3 4,75 2300 76,77 79,17 20,83 10 – 30 4 2,36 598 19,96 99,13 0,87 0 – 10 5 1,18 21 0,70 99,83 0,17 0 – 5 6 0 5 0,17 100,00 0,00 -
Jumlah 2996 100 380,54 - -
Dari Tabel 4.4 didapat grafik gradasi beserta batas gradasi yang disyaratkan
ASTM C-33 yang ditunjukkan dalam Gambar 4.2.sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
Gambar 4.2. Gradasi Agregat Kasar
4.1.3. Hasil Pengujian Fly ash
Dari hasil uji laboratorium yang telah dilakukan Balai Besar Teknik Kesehatan
Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular (BBTKLPPM) Yogyakarta, fly
ash yang dipakai untuk penelitian ini adalah fly ash yang di peroleh dari PLTU
Cilacap masuk dalam golongan fly ash tipe C. Hasil pengujian fly ash
berdasarkan parameter yang diteliti dapat dilihat di Tabel. 4.5.
Tabel. 4.5. Hasil Pengujian Fly Ash dari PLTU Cilacap
No Parameter Satuan Hasil Uji Klasifikasi
F N C 1 Berat Jenis gr/cm3 1,2091 2 Kerapatan % 2,4178 3 Kadar Air % 0,14 4 Hilang Pijar % 4,67 5 Kelembaban % 2,46 6 Lolos 200 mesh % 94,86 7 Al2O3 % 19,18
70 70 50 8 Fe2O3 % 2,22 9 SiO2 % 34,65 10 CaO % 0,37 11 Na2O % 0,01 12 SO3 % 0,37
Sumber : Laboratorium Fisika Kimia Padatan dan B3 Balai Besar Teknik Kesehatan
Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular (BBTKL PPM) Yogyakarta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
4.2. Rancang Campur HVFA-SCC
Dari perhitungan rancang campur (mix design) adukan beton diperoleh kebutuhan
bahan untuk 1 m3 high volume fly ash - self compacting concrete (HVFA-SCC)
seperti pada Tabel 4.6.sampai dengan Tabel. 4.10.
Tabel 4.6. Proporsi Campuran Adukan HVFA-SCC untuk setiap Variasi
per 1 m3
Kadar Fly ash
Semen OPC (Kg)
Fly ash (Kg)
Pasir (Kg)
Kerikil (Kg)
Air (Kg)
Superplasticizer (Kg)
35% 440,329 237,1 671,177 669,589 150,9264 7,723
55% 304,843 372,586 671,117 669,589 149,3611 7,723
65% 237,1 440,329 671,117 669,589 124,0972 7,723
Tabel 4.7. Proporsi Campuran Adukan HVFA-SCC untuk setiap 1 Kali Adukan
(9 Benda Uji Kuat Tarik Belah)
Kadar Semen OPC Fly ash Pasir Kerikil Air Superplasticizer fly ash (kg) (kg) (kg) (kg) (kg) (kg)
35% 25,211 13,575 38,429 38,338 8,641 0,442 55% 17,454 21,333 38,425 38,338 8,552 0,442 65% 13,575 25,211 38,425 38,338 7,105 0,442
Tabel 4.8. Proporsi Campuran Adukan HVFA-SCC untuk Kebutuhan 1 Benda
Uji Kuat Tarik Belah
Kadar Semen OPC Fly ash Pasir Kerikil Air Superplasticizer fly ash (kg) (kg) (kg) (kg) (kg) (kg)
35% 2,801 1,508 4,270 4,260 0,960 0,049 55% 1,939 2,370 4,269 4,260 0,950 0,049 65% 1,508 2,801 4,269 4,260 0,789 0,049
Tabel 4.9. Proporsi Campuran Adukan HVFA-SCC untuk setiap 1 Kali Adukan
(9 Benda Uji Modulus of Rupture)
Kadar Semen OPC Fly ash Pasir Kerikil Air Superplasticizer fly ash (kg) (kg) (kg) (kg) (kg) (kg)
35% 23,778 12,803 36,244 36,158 8,150 0,417 55% 16,462 20,120 36,240 36,158 8,065 0,417 65% 12,803 23,778 36,240 36,158 6,701 0,417
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
Tabel 4.10. Proporsi Campuran Adukan HVFA-SCC untuk Kebutuhan 1 Benda
Uji Modulus of Rupture
Kadar Semen OPC Fly ash Pasir Kerikil Air Superplasticizer fly ash (kg) (kg) (kg) (kg) (kg) (kg)
35% 2,642 1,423 4,027 4,018 0,906 0,046 55% 1,829 2,236 4,027 4,018 0,896 0,046 65% 1,423 2,642 4,027 4,018 0,745 0,046
Perhitungan proporsi campuran adukan beton untuk setiap variasi secara lengkap
terdapat pada Lampiran B.
4.3. Hasil Pengujian Beton Segar HVFA-SCC
Untuk mendapatkan high volume fly ash concrete yang memiliki sifat beton segar
self compacting concrete perlu adanya pengujian flowability dan passingability,
yang antara lain Flow Table Test, J-Ring Flow Table Test, Box Type Test, L-Box
Test, V-Funnel Test. Dari hasil pengujian didapat nilai slump flow dari masing-
masing beton dapat dilihat pada Tabel 4.11. sampai dengan Tabel 4.15.
Tabel 4.11. Hasil Pengujian Flow Table Test HVFA-SCC
Kadar Fly ash
Sampel Pencampuran
Flow Table
Diameter maximal Waktu Kecepatan
d1 d2 drata-rata t500 tmax
(mm) (mm) (mm) (dt) (dt) (mm/dt)
35% 19 Maret 2012 710 780 745 3.7 22.9 32.533
55% 28 Maret 2012 720 760 740 3.57 19.7 37.563
65% 2 April 2012 770 760 765 3.27 14.1 54.255
Tabel 4.12. Hasil Pengujian J-Ring Flow Table Test HVFA-SCC
Kadar Fly ash
Sampel Pencampuran
J-Ring Flow Table
Diameter maximal Waktu Kecepatan
d1 d2 drata-rata t500 tmax
(mm) (mm) (mm) (dt) (dt) (mm/dt)
35% 26 Maret 2012 600 610 605 9.58 33.69 17.958
55% 20 Maret 2012 650 710 680 8.36 19.22 35.380
65% 3 April 2012 650 680 665 7.15 17.32 38.395
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
Tabel 4.13. Hasil Pengujian L-Box Test HVFA-SCC
Kadar Fly ash
Sampel Pencampuran
L-Box test
t200 t400 h1 h2 h2/h1
(dt) (dt) (mm) (mm)
35% 27 Maret 2012 3.34 6.5 110 80 0.727
55% 29 Maret 2012 4.2 6.7 100 90 0.900
65% 22 Maret 2012 5.4 7.2 100 85 0.850
Tabel 4.14. Hasil Pengujian Box-Type Test HVFA-SCC
Kadar Fly ash
Sampel Pencampuran
Box Type
h1 h2 h2/h1
(mm) (mm)
35% 27 Maret 2012 350 350 1
55% 28 Maret 2012 350 350 1
65% 2 April 2012 350 350 1
Tabel 4.15. Hasil Pengujian V-Funnel Test HVFA-SCC
Kadar Fly ash
Sampel Pencampuran
V-Funnel Test
t
(dt)
35% 26 Maret 2012 24.73
55% 29 Maret 2012 22.98
65% 3 April 2012 16
Berdasarkan Tabel 4.11. sampai Tabel 4.15 dapat menyimpulkan nilai slump flow
pada HVFA-SCC, semakin banyak kandungan fly ash sebagai pengganti sebagian
semen semakin cepat kemampuan mengalirnya. Hal ini dikarenakan butiran fly
ash yang berbentuk bulat dapat menambah kelecakan beton segar pada HVFA-
SCC sehingga memiliki sifat workability yang baik. Workability merupakan faktor
yang penting dalam pembuatan adukan beton yang diperlukan untuk memudahkan
proses pengadukan, pengangkutan dan penuangan.
Selain itu beton HVFA-SCC juga memiliki kemampuan pasinggability yang baik.
Kemampuan pasinggability pada beton berkaitan erat dengan kemampuan beton
segar untuk dapat mengisi ruang kosong pada bagian beton yang memiliki
tulangan yang padat seperti pada joint balok dan kolom sehingga tidak perlu lagi
melakukan pemadatan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
4.4. Hasil Pengujian dan Analisis Data Kuat Tarik Belah
HVFA-SCC
Benda uji yang digunakan pada pengujian kuat tarik belah high volume fly ash –
self compacting concrete berbentuk silinder dengan diameter 15 cm dan tinggi 30
cm, sebanyak 27 buah. Benda uji ini terdiri atas variasi kadar fly ash 35%, 55%
dan 65% dengan masing-masing terdiri dari 3 buah sampel.
Perawatan dilakukan setelah beton dilepas dari cetakan, dengan cara meletakkan
beton diatas permukaan yang lembab (karung goni basah) dan melapisinya
kembali dengan karung goni basah dan plastik. Pengujian dilakukan pada saat
beton berumur 7, 28 dan 56 hari.
Pengujian kuat tarik belah dilakukan dengan cara meletakkan silinder beton
dengan arah memanjang pada alat Compressing Testing Machine. Pembebanan
akan diterima oleh beton silinder pada sepanjang sisi silinder. Berdasarkan
pengujian ini didapatkan beban maksimum (Pmaks), yaitu pada saat beton terbelah.
Sebagai contoh, diambil perhitungan pada benda uji KTB 35-7a (benda uji kuat
tarik belah dengan kadar fly ash 35 % dan diuji pada umur 7 hari).
Diperoleh data sebagai berikut :
Pmaks = 130 kN = 130000 N
π × D × L = π × 150 × 293 = 138072,998 mm2
maka diperoleh nilai kuat tarik belah :
Ft = = = 1,884 MPa
Hasil pengujian kuat tarik belah high volume fly ash – self compacting concrete
rata-rata dari 3 benda uji disajikan dalam Tabel 4.16. berikut ini, sedangkan data
selengkapnya untuk masing-masing benda uji disajikan dalam Lampiran D.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
Tabel 4.16. Hasil Uji Kuat Tarik Belah Rata-Rata HVFA-SCC
Kuat Tarik Belah rata-rata (MPa)
Kadar fly ash Umur beton
7 hari 28 hari 56 hari
35 % 1,918 2,514 3,419
55 % 1,991 3,505 3,091
65 % 1,952 3,052 2,785
Dari Tabel 4.16. dapat dibuat diagram yang menggambarkan hubungan nilai kuat
tarik belah dengan variasi kadar fly ash pada high volume fly ash – self
compacting concrete berdasarkan umur pengujiannya, seperti pada Gambar 4.1.
dibawah ini.
Gambar 4.3. Diagram Kuat Tarik Belah Rata-Rata HVFA-SCC
Pengujian kuat tarik belah dilakukan dengan metode uji belah silinder (tensile
splitting cylinder test). Pada pengujian kuat tarik belah, semua benda uji
mengalami pecah terbelah. Hal ini terjadi karena gaya horisontal akibat beban
maksimum yang disebarkan seluas selimut silinder. Dari pengujian ini dapat
diketahui pengaruh penambahan fly ash sebagai pengganti sebagian semen
terhadap nilai kuat tarik belah high volume fly ash – self compacting concrete.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
Gambar 4.1. menerangkan bahwa peningkatan nilai kuat tarik belah secara
signifikan terjadi pada tiap kadar fly ash dari umur 7 hari ke umur 28 hari. Nilai
kuat tarik belah juga meningkat pada umur 56 hari pada beton dengan kadar fly
ash 35%, sedangkan pada beton dengan kadar fly ash 55% dan 65% nilai kuat
tarik belah pada umur ini cenderung menurun. Nilai kuat tarik belah HVFA-SCC
maksimum terjadi pada kadar fly ash 55% dengan umur 28 hari, yaitu sebesar
3,505 MPa. Hubungan antara nilai kuat tarik belah dengan umur pengujian beton
dapat digambarkan lebih detail pada Gambar 4.4. dibawah ini.
Gambar 4.4. Grafik Hubungan Kuat Tarik Belah Rata-Rata dan Umur
HVFA-SCC
Dari Gambar 4.4. diketahui bahwa nilai kuat tarik belah beton dengan kadar fly
ash 55% dan 65% pada umur 56 hari lebih rendah dari kuat tarik belahnya pada
umur 28 hari. Hal ini menjadikannya berbeda dari penelitian HVFA yang telah
dilakukan sebelumnya, dimana diketahui bahwa kekuatan beton dengan parameter
kuat tekan (Hebri Artha Nugroho, 2012) meningkat seiring dengan umur beton.
Berdasarkan penelitian HVFA yang dilakukan oleh Naik Tarun et al. (2002) yang
menggunakan fly ash tipe F hingga kadar 60% pada beton, didapat nilai kuat tarik
belah meningkat seiring dengan umur beton hingga umur 182 hari. Oleh karena
itu nilai kuat tarik belah beton dengan kadar fly ash 55% dan 65% pada umur 56
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
hari pada penelitian ini belum bisa menggambarkan nilai kekuatan tarik belah
beton HVFA-SCC dengan tepat.
Dari penelitian ini didapatkan bahwa kuat tarik belah dengan kadar fly ash 55%
mengalami peningkatan yang cukup signifikan hingga umur 28 hari dibandingkan
dengan beton dengan kadar fly ash 35% maupun 65%. Hal ini dapat disebabkan
karena pada kadar ini fly ash mencapai kondisi optimum dalam mencapai ikatan
antar partikel di dalam beton dimana terjadi pozzolanic reaction dan filler effect
oleh fly ash sehingga meningkatkan nilai kuat tarik belah beton.
4.4.1. Analisis Hubungan Kuat Tarik Belah dan Kuat Tekan HVFA-SCC
Berdasarkan ACI 318-99, hubungan antara kuat tarik belah dan kuat tekan beton
dirumuskan dengan rumus empiris sebagai berikut.
(4.1)
Dengan:
= Kuat tarik belah beton (MPa)
= Kuat tekan beton (MPa)
Nilai kuat tekan yang digunakan sebagai pembanding diperoleh dari data sekunder
penelitian HVFA-SCC sebelumnya oleh Hebri Artha Nugroho (2012). Untuk
mengetahui hubungan antara kuat tarik belah dan kuat tekan beton pada beberapa
kadar fly ash dapat dilihat pada Gambar 4.5.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
Gambar 4.5. Grafik Hubungan dan beberapa Variasi Fly Ash
HVFA-SCC
Berdasarkan Gambar 4.5. dapat dilihat koefisien nilai dibandingkan dengan
beton normal sesuai ACI 318-99. Pengaruh kadar fly ash pada hubungan antara
kuat tarik belah dan kuat tekan dapat dirumuskan sebagai berikut :
a. HVFA-SCC dengan kadar fly ash 35 % , = 0,36 cf ' (4.2)
b. HVFA-SCC dengan kadar fly ash 55 % , = 0,43 cf ' (4.3)
c. HVFA-SCC dengan kadar fly ash 65 % , = 0,42 cf ' (4.4)
Keterangan: = kuat tarik belah
= kuat tekan
Untuk mengetahui seberapa baik nilai kuat tarik belah pada beberapa variasi fly
ash HVFA-SCC, berikut ini dilakukan perbandingan dengan beberapa penelitian
sebelumnya. Penelitian lain yang digunakan sebagai pembanding berupa
hubungan antara kuat tekan dan kuat tarik belah beton normal dengan beberapa
jenis beton lain dimana nilai kuat tekan rencana data sekunder yang digunakan
sebagai pembanding adalah 40 MPa. Data sekunder yang diambil merupakan
penelitian yang telah dipublikasikan dan digunakan sebagai pembanding dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
HVFA-SCC pada beberapa variasi kadar fly ash sesuai dengan acuan persamaan
hubungan antara kuat tarik belah dan kuat tekan pada ACI 318-99.
Gambar 4.6. Grafik Hubungan dan pada HVFA-SCC dengan Beberapa
Beton Normal
Rumusan dari beberapa beton normal pada penelitian-penelitian sebelumnya yang
telah dipublikasikan dan menjadi data pembanding HVFA-SCC seperti pada
Grafik 4.8 diatas adalah sebagai berikut :
a. = 0,48 (Manik, 2008) (4.5)
b. = 0,71 (Tripriyo et al., 2010) (4.6)
c. = 0,56 (Sutapa, 2011) (4.7)
Keterangan: = kuat tarik belah
= kuat tekan
Untuk mengetahui hubungan kuat tekan dan kuat tarik belah HVFA-SCC dengan
beberapa jenis beton yang lain dapat dilihat pada Gambar 4.7. dibawah ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
Gambar 4.7. Grafik Hubungan dan pada HVFA-SCC dengan Beberapa
Jenis Beton Lain
Rumusan dari beberapa jenis beton lain pada penelitian-penelitian sebelumnya
yang telah dipublikasikan dan menjadi data pembanding HVFA-SCC adalah
sebagai berikut :
a. Beton pozzolith dengan kadar 0,4% :
= 0,61 (Manik, 2008) (4.8)
b. Beton dengan agregat ringan dengan kadar 20% :
= 0,55 (Tripriyo et al., 2010) (4.9)
c. Beton berbasis gula dengan curing pada air normal :
= 0,38 (Andhi, 2012) (4.10)
Keterangan: = kuat tarik belah
= kuat tekan
Dari pembandingan yang telah dilakukan diatas, menggambarkan bahwa nilai
kuat tarik belah HVFA-SCC cenderung tidak begitu jauh dari rumusan pada ACI
318-99 maupun penelitian lain baik itu beton normal maupun beton lain yang
digunakan sebagai pembanding.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
4.5. Hasil Pengujian dan Analisis Data Modulus of Rupture
HVFA-SCC
Pengujian modulus of rupture high volume fly ash – self compacting concrete
menggunakan benda uji berbentuk balok dengan ukuran 10 x 10 x 50 cm
sebanyak 27 buah. Benda uji ini terdiri atas variasi kadar fly ash 35%, 55% dan
65% dengan masing-masing terdiri dari 3 buah sampel.
Pengujian dilakukan pada saat beton berumur 7, 28 dan 56 hari dimana yang
sebelumnya telah dilakukan perawatan dengan meletakkan beton diatas
permukaan yang lembab (karung goni basah) dan melapisinya dengan karung goni
basah dan plastik.
Pengujian modulus of rupture dilakukan dengan alat loading frame yang
digunakan untuk memberikan beban pada benda uji secara berangsur-angsur
dengan interval pembebanan 50 kg sampai benda uji mengalami keruntuhan,
sedangkan untuk mengetahui lendutan yang terjadi digunakan dial gauge dengan
skala 0,01 mm yang dipasang di tengah-tengah pada bagian bawah benda uji.
Dari pengujian ini data yang diperoleh secara langsung adalah data beban
maksimal saat terjadi keruntuhan dan lendutan pada masing-masing benda uji di
setiap kenaikan beban yang diberikan, kemudian dari data tersebut dapat dianalis
menjadi nilai modulus of rupture masing-masing benda uji. Perhitungan nilai
modulus of rupture disesuaikan dengan tempat terjadinya modus kegagalan atau
patah pada benda uji yang bersangkutan.
Pembahasan lebih mendetail tentang modus kegagalan atau patah pada benda uji
dapat dilihat pada Bab 2.
Sebagai contoh, diambil perhitungan pada benda uji MOR 35-7a (benda uji
modulus of rupture dengan kadar fly ash 35 % dan diuji pada umur 7 hari) yang
mengalami keruntuhan di tengah bentang.
MPabd
PLMOR 092,5
98100
300)101630(22
=´
´´==
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
Sedangkan sebagai contoh benda uji yang mengalami keruntuhan di tepi bentang,
diambil perhitungan pada benda uji MOR 65-56c (benda uji modulus of rupture
dengan kadar fly ash 65 % dan diuji pada umur 56 hari). Dimana jarak rata-rata
keruntuhan dari tumpuan (a) adalah 96,25 mm.
MPabd
PaMOR 003,5
99100
25,96)101698(3322
=´
´´´==
Hasil pengujian modulus of rupture high volume fly ash – self compacting
concrete rata-rata dari 3 benda uji disajikan dalam Tabel 4.17. berikut ini,
sedangkan data selengkapnya untuk masing-masing benda uji disajikan dalam
Lampiran D.
Tabel 4.17. Hasil Uji Modulus of Rupture Rata-Rata HVFA-SCC
Modulus of Rupture rata-rata (MPa)
Kadar fly ash Umur beton
7 hari 28 hari 56 hari 35 % 5,161 6,217 6,138 55 % 4,316 5,626 5,709
65 % 2,133 4,517 5,726
Dari Tabel 4.17. dapat dibuat diagram yang menggambarkan hubungan nilai
modulus of rupture dengan variasi kadar fly ash pada high volume fly ash – self
compacting concrete berdasarkan umur pengujiannya, seperti pada Gambar 4.2.
dibawah ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
Gambar 4.8. Diagram Nilai Modulus of Rupture Rata-Rata HVFA-SCC
Gambar 4.2. menerangkan bahwa pengaruh kadar fly ash pada HVFA-SCC
cenderung mengurangi nilai modulus of rupture pada umur awal beton.
Sedangkan setelah umur 28 hari nilai modulus of rupture pada beton dengan kadar
fly ash 65% cenderung meningkat tidak seperti pada beton dengan kadar fly ash
35% dan 55%. Pada penelitian ini, untuk nilai modulus of rupture terbesar didapat
pada beton dengan penggantian kadar fly ash sebesar 35% pada umur 28 hari yaitu
6,217 MPa. Hubungan antara nilai modulus of rupture dengan umur pengujian
beton dapat digambarkan lebih detail pada Gambar 4.9. dibawah ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
Gambar 4.9. Grafik Hubungan Modulus of Rupture Rata-Rata dan Umur
HVFA-SCC
Berdasarkan Gambar 4.9. yang menyatakan hubungan antara modulus of rupture
rata-rata dan umur beton tampak bahwa nilai modulus of rupture beton dengan
kadar fly ash sebanyak 65% pada umur awal cenderung rendah. Kadar fly ash
yang semakin banyak pada campuran beton cenderung memperlambat proses
pengikatan agregat sehingga beton membutuhkan waktu lebih lama dalam
mencapai kepadatan optimal sehingga berpengaruh pula pada nilai modulus of
rupture. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Karthik H. Obla
(2008) mengenai penggunaan fly ash pada beton, yang menyatakan bahwa beton
dengan kandungan fly ash memiliki waktu ikat yang rendah dan kekuatan pada
umur yang lebih lama cenderung lebih tinggi.
Dari Gambar 4.9. terlihat bahwa hasil regresi polynomial grafik beton dengan
kadar fly ash 35% dan 55% cenderung tidak mengalami peningkatan dan bahkan
mengalami penurunan setelah umur 28 hari. Sedangkan pada kadar fly ash 65%
hasil regresi polynomial mengalami peningkatan seiring dengan umur beton. Hal
ini terjadi karena adanya pozzolanic reaction dan filler effect dari fly ash di dalam
beton sehingga meningkatkan nilai modulus of rupture.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
4.5.1. Analisis Kekakuan Lentur Balok
Kekakuan sebuah beton yang mengalami lentur harus direncanakan agar memiliki
nilai kekakuan lentur yang cukup untuk membatasi besarnya lendutan yang
terjadi. Besarnya lendutan yang terjadi pada elemen lentur memiliki
kecenderungan untuk memperlemah kekuatan maupun kemampuan layan struktur
pada beban kerja (M. Ujianto, 2006).
Berdasarkan data yang diperoleh dari pengujian modulus of rupture dapat
diketahui nilai kekakuan yang terjadi pada balok, dimana nilai kekakuan didapat
dari perhitungan menggunakan Persamaan (2.7). Sebagai contoh, diambil
perhitungan kekakuan untuk benda uji MOR 35-7a (benda uji modulus of rupture
dengan kadar fly ash 35 % dan diuji pada umur 7 hari), dimana besar lendutan
yang terjadi adalah 0,88 mm dengan besar gaya maksimum adalah 16300 N.
Nilai kekakuan high volume fly ash – self compacting concrete rata-rata dari 3
benda uji disajikan dalam Tabel 4.18. berikut ini, sedangkan data selengkapnya
untuk nilai kekakuan masing-masing benda uji disajikan dalam Lampiran D.
Tabel 4.18. Nilai Kekakuan Lentur Rata-Rata HVFA-SCC
Nilai Kekakuan rata-rata (Nmm2)
Kadar fly ash Umur beton
7 hari 28 hari 56 hari
35 % 1,836E+10 2,127E+10 2,220E+10
55 % 1,574E+10 2,029E+10 2,166E+10
65 % 8,186E+09 1,736E+10 2,173E+10
Dari Tabel 4.18. dapat dibuat diagram yang menggambarkan hubungan nilai
kekakuan dengan variasi kadar fly ash pada high volume fly ash – self compacting
concrete berdasarkan umur pengujiannya, seperti pada Gambar 4.3. dibawah ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
Gambar 4.10. Diagram Nilai Kekakuan Lentur Rata-Rata HVFA-SCC
Berdasarkan Gambar 4.3. dapat diketahui bahwa nilai kekakuan dari tiap kadar fly
ash cenderung meningkat hingga umur 56 hari. Selain itu dapat diketahui pula
bahwa semakin banyak kadar fly ash pada HVFA-SCC cenderung mengurangi
nilai kekakuan pada umur awal beton. Gambaran lebih detail mengenai hubungan
antara nilai kekakuan terhadap umur beton dapat dilihat pada Gambar 4.11.
dibawah ini.
Gambar 4.11. Grafik Hubungan Kekakuan Rata-Rata dan Umur HVFA-SCC
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
Gambar 4.11. diatas menggambarkan bahwa nilai kekakuan pada tiap kadar fly
ash meningkat seiring dengan umur beton. Peningkatan nilai kekakuan lentur dari
umur 28 hari hingga 56 hari yang cukup signifikan terjadi pada beton dengan
kadar fly ash 65% yaitu sebesar 25,17%, dibandingkan dengan beton dengan
variasi kadar fly ash 35% dan 55% yang hanya mengalami peningkatan sebesar
4,37% dan 6,75%.
Hal ini dapat terjadi karena adanya pozzolanic reaction dan filler effect oleh fly
ash pada beton. Ukuran butiran fly ash yang lebih kecil dari butiran semen selain
terus bereaksi dengan kapur padam aktif hasil sampingan dari proses hidrasi
antara semen portland dan air, juga akan memeperkecil ruang antar agregat di
dalam beton. Dan dalam jangka lama hal ini akan membuat beton semakin padat
serta memperkuat beton sehingga nilai kekakuan lentur beton pada umur beton
yang lebih lama pun akan meningkat.
Beton dengan kadar fly ash tinggi pada umur yang lebih lama memiliki nilai
kekakuan yang lebih tinggi dari beton dengan kadar fly ash yang lebih rendah.
Namun pada umur awal beton dengan kadar fly ash yang tinggi memiliki nilai
kekakuan yang jauh lebih rendah dari beton dengan kadar fly ash rendah. Hal ini
menggambarkan bahwa beton dengan kadar fly ash tinggi pada umur yang lebih
lama lebih getas dari pada beton dengan kadar fly ash rendah yang cenderung
lebih liat.
4.5.2. Analisis Hubungan Modulus of Rupture dan Kuat Tekan HVFA-SCC
Berdasarkan ACI 318-99, hubungan antara modulus of rupture dan kuat tekan
beton dirumuskan dengan rumus empiris sebagai berikut.
(4.11)
Dengan:
MOR = modulus of rupture beton (MPa)
= kuat tekan beton (MPa)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
Nilai kuat tekan diperoleh dari data sekunder penelitian sebelumnya oleh Hebri
Artha Nugroho (2012). Untuk mengetahui hubungan antara modulus of rupture
dan kuat tekan beton pada beberapa kadar fly ash dapat dilihat pada Gambar 4.12.
Gambar 4.12. Grafik Hubungan MOR dan beberapa Variasi Fly Ash
HVFA-SCC
Berdasarkan Gambar 4.12. dapat dilihat koefisien nilai dibandingkan dengan
beton normal sesuai ACI 318-99. Pengaruh kadar fly ash pada hubungan antara
modulus of rupture dan kuat tekan dapat dirumuskan sebagai berikut :
a. HVFA-SCC dengan kadar fly ash 35 % , = 0,82 cf ' (4.12)
b. HVFA-SCC dengan kadar fly ash 55 % , = 0,78 cf ' (4.13)
c. HVFA-SCC dengan kadar fly ash 65 % , = 0,70 cf ' (4.14)
Keterangan: = modulus of rupture
= kuat tekan
Gambar 4.12 di atas menggambarkan bahwa nilai modulus of rupture pada
beberapa variasi kadar fly ash cenderung tidak berbeda jauh dengan standar untuk
beton normal pada ACI 318-99.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
Di bawah ini merupakan pembandingan nilai modulus of rupture pada beberapa
variasi fly ash HVFA-SCC dengan beberapa penelitian sebelumnya, untuk
mengetahui seberapa baik nilai modulus of rupture pad HVFA-SCC. Penelitian
lain yang digunakan sebagai pembanding berupa hubungan antara kuat tekan dan
modulus of rupture beton normal dengan beberapa jenis beton lain. Data sekunder
yang diambil merupakan penelitian yang telah dipublikasikan dan digunakan
sebagai pembanding dengan HVFA-SCC pada beberapa variasi kadar fly ash
sesuai dengan acuan persamaan hubungan antara modulus of rupture dan kuat
tekan pada ACI 318-99.
Gambar 4.13. Grafik Hubungan MOR dan pada HVFA-SCC dengan Beberapa Beton Normal
Rumusan dari beberapa beton normal pada penelitian-penelitian sebelumnya yang
telah dipublikasikan dan menjadi data pembanding HVFA-SCC adalah sebagai
berikut :
a. = 1,04 (Tanijaya, 2009) (4.15)
b. = 0,59 (Setiati, 2010) (4.16)
c. = 1,06 (Norman, 2009) (4.17)
Keterangan: MOR = modulus of rupture
= kuat tekan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
Untuk mengetahui hubungan kuat tekan dan modulus of rupture HVFA-SCC
dengan beberapa jenis beton yang lain dapat dilihat pada Gambar 4.14. dibawah
ini.
Gambar 4.14. Grafik Hubungan MOR dan pada HVFA-SCC dengan
Beberapa Jenis Beton Lain
Rumusan dari beberapa jenis beton lain pada penelitian-penelitian sebelumnya
yang telah dipublikasikan dan menjadi data pembanding HVFA-SCC adalah
sebagai berikut :
a. Beton serat sintetik plastik dengan komposisi 4 kg/m3 :
=0,59 (Setiati, 2010) (4.18)
b. Beton berbasis gula dengan curing pada air normal :
= 0,38 (Andhi, 2012) (4.19)
c. Beton dengan substitusi limbah debu hasil pengolahan baja dengan kadar
10% :
= 0,96 (Amalia, 2009) (4.20)
Keterangan: MOR = modulus of rupture
= kuat tekan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari seluruh pengujian, analisis data, dan pembahasan yang dilakukan dalam
penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
a. Pada penelitian ini, didapatkan bahwa nilai kuat tarik belah beton dengan fly
ash sebagai pengganti sebagian semen pada variasi kadar 55% dan 65% pada
umur 56 hari lebih rendah daripada nilai kuat tarik belah pada umur 28 hari.
Sedangkan pada beton dengan variasi kadar fly ash 35%, didapat nilai kuat
tarik belah yang terus meningkat seiring dengan umur beton hingga pada
umur 56 hari.
b. Dari pengujian modulus of rupture pada penelitian ini didapatkan bahwa nilai
modulus of rupture beton dengan variasi kadar fly ash sebanyak 65% pada
umur awal cenderung lebih rendah daripada beton dengan variasi kadar fly
ash yang lebih sedikit. Sedangkan hingga umur 56 hari, beton dengan variasi
kadar fly ash 65% mengalami peningkatan nilai modulus of rupture yang
lebih signifikan yaitu sebesar 26,76% dari nilai modulus of rupture pada umur
28 hari, dibandingkan beton dengan variasi kadar fly ash 35% ataupun 55%
yang hanya mengalami perubahan sebesar -1,27% dan 1,46%.
c. Penggantian sebagian semen dengan fly ash pada high volume fly ash - self
compacting concrete cenderung mengurangi nilai kekakuan lentur beton pada
umur awal. Beton dengan variasi kadar fly ash 65% memiliki peningkatan
nilai kekakuan lentur hingga umur 56 hari yang lebih signifikan yaitu sebesar
25,17% dari nilai kekakuan lentur pada umur 28 hari, dibandingkan dengan
beton dengan variasi kadar fly ash 35% dan 55% yang hanya mengalami
peningkatan sebesar 4,37% dan 6,75%.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
d. Hubungan antar kuat tekan dan kuat tarik belah pada high volume fly ash -
self compacting concrete dengan acuan persamaan ACI 318-99 adalah
sebagai berikut :
1) HVFA SCC dengan kadar fly ash 35 % , = 0,36 cf ' (4.2)
2) HVFA SCC dengan kadar fly ash 55 % , = 0,43 cf ' (4.3)
3) HVFA SCC dengan kadar fly ash 65 % , = 0,42 cf ' (4.4)
Keterangan: = kuat tarik belah
= kuat tekan
e. Hubungan antar kuat tekan dan modulus of rupture pada high volume fly ash -
self compacting concrete dengan acuan persamaan ACI 318-99 adalah
sebagai berikut :
1) HVFA SCC dengan kadar fly ash 35 % , = 0,82 cf ' (4.12)
2) HVFA SCC dengan kadar fly ash 55 % , = 0,78 cf ' (4.13)
3) HVFA SCC dengan kadar fly ash 65 % , = 0,70 cf ' (4.14)
Keterangan: = modulus of rupture
= kuat tekan
5.2. Saran
Untuk menindaklanjuti penelitian ini kiranya perlu dilakukan beberapa koreksi
agar penelitian-penelitian selanjutnya dapat lebih baik. Adapun saran-saran untuk
penelitian selanjutnya antara lain :
a. Perlu memperhatikan dengan lebih perilaku setting time yang lama yang
terjadi pada high volume fly ash-self compacting concrete.
b. Perlu memastikan bahwa alat-alat yang digunakan dalam kondisi baik agar
tidak terjadi kesalahan dalam mengambil data.
c. Perlu menjadwal dengan baik serta mengontrol pelaksanaan pengadukan beton
segar, khususnya apabila pengadukan dilakukan secara manual. Sehingga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
mutu beton yang dihasilkan antar batching pengadukan yang berbeda dapat
sesuai dengan mutu yang direncanakan.
d. Perlu melakukan penelitian lebih lanjut mengenai efisiensi serta kompatibilitas
penggunaan high volume fly ash-self compacting concrete pada kegiatan
produksi beton serta konstruksi di Indonesia, mengingat begitu banyaknya
hasil fly ash sisa dari pelaksanaan industri di Indonesia. Selain itu agar dapat
memangkas efek negatif fly ash yang merupakan limbah berbahaya apabila
hanya dibuang begitu saja.