perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA...

90
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user KONFLIK BATIN TOKOH-TOKOH DALAM KUMPULAN CERITA MADRE KARYA DEWI LESTARI (PENDEKATAN PSIKOLOGI SASTRA) SKRIPSI OLEH: JATMIKO K1208028 PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

Transcript of perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA...

Page 1: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

KONFLIK BATIN TOKOH-TOKOH

DALAM KUMPULAN CERITA MADRE KARYA DEWI LESTARI

(PENDEKATAN PSIKOLOGI SASTRA)

SKRIPSI

OLEH:

JATMIKO

K1208028

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2012

Page 2: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

KONFLIK BATIN TOKOH-TOKOH

DALAM KUMPULAN CERITA MADRE KARYA DEWI LESTARI

(PENDEKATAN PSIKOLOGI SASTRA)

Oleh:

JATMIKO

K1208028

Skripsi

diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar

Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,

Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2012

Page 3: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

Page 4: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

Page 5: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

Page 6: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

ABSTRAK

Jatmiko. KONFLIK BATIN TOKOH-TOKOH DALAM KUMPULAN

CERITA MADRE KARYA DEWI LESTARI (PENDEKATAN PSIKOLOGI

SASTRA). Skripsi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas

Maret Surakarta. Juni 2012.

Tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan kepribadian tokoh-tokoh

dalam cerpen Madre dan Menunggu Layang-layang; (2) mendeskripsikan konflik

batin yang dialami tokoh-tokoh di dalam cerpen Madre dan Menunggu Layang-

layang berdasarkan teori psikoanalisis Sigmund Freud; (3) mendeskripsikan

bagaimana persepsi pembaca terhadap cerpen Madre dan Menunggu Layang-

layang.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif. Pendekatan yang

digunakan adalah pendekatan psikologi sastra karena penelitian ini berfokus pada

konflik batin yang dialami oleh tokoh-tokoh yang ada di dalamnya. Penelitian ini

mengambil sampel dua buah cerpen, yaitu Madre dan Menunggu Layang-layang

karena dua cerpen tersebut merupakan cerpen yang sama-sama memiliki konflik

batin mengingat kumpulan cerita Madre ini terdiri dari cerpen, puisi, dan lagu.

Sumber data berasal dari dokumen dan informan. Teknik pengumpulan data

menggunakan teknik pustaka dan wawancara. Validitas data menggunakan teknik

triangulasi teori dan sumber. Analisis data di dalam penelitian ini menggunakan

analisis data interaktif.

Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan tiga hal berikut ini.

Pertama, tokoh Tansen sebagai sosok pria yang bertanggung jawab dan pekerja

keras; Pak Hadi sebagai sosok pria yang memegang teguh prinsip; Mei sebagai

wanita pekerja keras meskipun dibayangi rasa bersalah; Bu Cory dan Bu Sum

sebagai pekerja yang memiliki loyalitas tinggi kepada pemimpinnya; Christian

sebagai pria pekerja keras dan memiliki kehidupan teratur; Starla sebagai wanita

pekerja keras yang tidak diimbangi dengan kepribadian yang baik; dan Rako

sebagai pria yang takut dengan komitmen. Kedua, konflik batin yang dialami

tokoh: Tansen karena ketidakjelasan silsilah keluarga dan pemerolehan warisan

dari orang yang tidak dikenal; Pak Hadi sebagai orang yang mengetahui sejarah

kehidupan Tansen; Mei terhadap kesalahan masa kecil; Christian yang takut

perubahan dan ketidakpastian; Starla yang takut dengan komitmen; keinginan

Rako untuk memiliki Starla tidak tercapai. Ketiga, konflik batin yang terjadi di

dalam cerpen tersebut dapat terjadi di dunia nyata dan Madre lebih memiliki nilai

perjuangan daripada Menunggu Layang-layang.

Kata kunci: cerita, tokoh, konflik batin, psikologi sastra.

Page 7: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

MOTTO

Sekali dalam hidup orang harus menentukan sikap

Kalau tidak, dia takkan menjadi apa-apa.

(Pramoedya Ananta Toer)

Page 8: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

PERSEMBAHAN

Dengan rasa syukur kepada Allah, kupersembahkan skripsi ini untuk:

1. Bapak dan Ibu, yang selalu mendukung dan menyemangatiku untuk dapat

memberikan yang terbaik dalam hidup;

2. Mbak Sirih Purwanti, Mas Maryanto, Mas Joko Nofianto yang selalu

memberikan semangat di setiap langkahku untuk menggapai impian;

3. Kawan-kawanku di Lembaga Pers Mahasiswa Motivasi FKIP UNS;

4. Bastind’08; terima kasih telah memberikan warna hidupku untuk menempuh

jalan ini.

Page 9: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan

rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini guna

memenuhi sebagian persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak.

Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof.Dr.H.M.Furqon Hidayatullah,M.Pd., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan yang telah memberikan izin penulisan skripsi;

2. Dr.Muh.Rohmadi,M.Hum., Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni yang

telah memberikan persetujuan skripsi;

3. Dr.Kundharu Saddhono,S.S.,M.Hum., Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan

Seni yang telah memberikan izin penulisan skripsi;

4. Dra.Sumarwati,M.Pd. selaku Pembimbing I dan Dra. Raheni Suhita, M.Hum.

selaku Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan

dorongan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan

lancar;

5. Dr.Andayani,M.Pd., Pembimbing Akademik yang telah memberikan

bimbingan selama penulis menjadi mahasiswa di Pendidikan Bahasa dan

Sastra Indonesia FKIP UNS;

6. Bapak dan Ibu dosen Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang

telah membantu penulis selama menimba ilmu di FKIP UNS;

7. Dewi Lestari, Dra.Murtini,M.S., Amiliya S.H., Christin C., Aprilia P.S., Nurul

R., Retno P.L., Arnellis M. yang telah bersedia menjadi narasumber penelitian

skripsi ini;

8. Bapak, Ibu, Mas Maryanto, Mas Joko, Mbak Sirih, dan saudara di rumah yang

selalu memberikan semangat untukku;

9. Helmi, Cini, Rina, Ellysa, Norma, Alfira, Erma, Santi, Fitri, dan teman-teman

Bastind 2008 yang telah memberikan warna di perjalanan ini;

10. Mbak Nisa, Mbak Tutut, Mbak Septi, Mas Hanif, Mas Tisna, Mas Anjar, Mas

Djoko, Mbak Duwi, Ahmad, Farra, Yui, Fitria, Qodri, Imron, Lutfi, dan

Page 10: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

kawan-kawan lainnya di LPM Motivasi yang telah membuatku menjadi orang

yang kuat.

Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk

menambah pengetahuan bagi pembaca.

Surakarta, Juni 2012

Penulis

Page 11: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i

HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................... iii

HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................... iv

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ v

HALAMAN ABSTRAK .................................................................................... vi

HALAMAN MOTTO ........................................................................................ vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................ viii

KATA PENGANTAR ....................................................................................... ix

DAFTAR ISI ...................................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiii

DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiv

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................ 4

C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 4

D. Manfaat Penelitian ............................................................................... 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian yang Relevan ................................. 6

B. Kerangka Berpikir ................................................................................ 18

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................. 19

B. Pendekatan dan Jenis Penelitian ....................................................... 20

C. Data dan Sumber Data ......................................................................... 20

D. Teknik Sampling .................................................................................. 21

E. Pengumpulan Data ............................................................................... 21

F. Uji Validitas Data ................................................................................ 22

G. Analisis Data ........................................................................................ 22

Page 12: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xii

H. Prosedur Penelitian .............................................................................. 23

BAB IV PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data ...................................................................................... 25

B. Kepribadian Tokoh-tokoh dalam Cerpen ............................................. 26

C. Konflik Batin yang Dialami oleh Tokoh ............................................. 41

D. Persepsi Pembaca terhadap Konflik ..................................................... 68

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

A. Simpulan .............................................................................................. 72

B. Implikasi .............................................................................................. 74

C. Saran .................................................................................................... 75

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 76

LAMPIRAN ....................................................................................................... 78

Page 13: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiii

DAFTAR GAMBAR

Bagan 1. Kerangka Berpikir ............................................................................ 18

Bagan 2. Analisis Interaktif (Miles & Huberman) .......................................... 23

Page 14: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian .......................................................... 19

Page 15: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Profil Dewi Lestari ................................................................ 76

Lampiran 2. Sinopsis Madre ..................................................................... 78

Lampiran 3. Sinopsis Menunggu Layang-layang ......................................... 82

Lampiran 4. Transkrip Wawancara Dewi Lestari ........................................ 84

Lampiran 5. Daftar Pertanyaan untuk Dra.Murtini,M.S. .............................. 87

Lampiran 6. Transkrip Wawancara Dra.Murtini,M.S. .................................. 89

Lampiran 7. Daftar Pertanyaan untuk April dkk .......................................... 93

Lampiran 8. Transkrip Wawancara Aprilia ................................................ 94

Lampiran 9. Transkrip Wawancara Nurul .................................................. 97

Lampiran 10. Transkrip Wawancara Retno ................................................ 99

Lampiran 11. Transkrip Wawancara Christin ............................................. 102

Lampiran 12. Transkrip Wawancara Amiliya ............................................. 105

Lampiran 13. Transkrip Wawancara Arnellis .............................................. 110

Page 16: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Novel atau cerpen sebagai bagian bentuk sastra merupakan jagad realita

yang di dalamnya terjadi peristiwa dan perilaku yang dialami dan diperbuat oleh

manusia (tokoh) (Siswantoro, 2005:29). Sebagai bagian dari karya sastra, novel

atau cerpen yang muncul tak hanya digunakan sebagai hiburan, tetapi novel atau

cerpen tersebut dapat juga digunakan sebagai media pendidikan. Kehadiran novel

atau cerpen sebagai bagian karya sastra tak terlepas dari unsur intrinsik. Unsur

intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri

(Nurgiyantoro, 2009:23). Unsur tersebut, misalnya plot, penokohan, tema, latar,

sudut pandang penceritaan, bahasa atau gaya bahasa.

Sastra adalah hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia

dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai medianya. Sebagai seni

kreatif yang mengungkapkan kehidupan manusia, karya sastra tidak hanya

merupakan media untuk menyampaikan ide, teori, atau sistem berpikir, tetapi juga

merupakan media untuk menampung ide, teori serta sistem berpikir manusia. Oleh

karena itu, sebagai karya kreatif, sastra harus mampu melahirkan suatu kreasi

yang indah dan berusaha menyalurkan kebutuhan keindahan manusia. Di samping

itu, sastra harus mampu menjadi wadah penyampaian ide-ide yang dipikirkan dan

dirasakan oleh sastrawan tentang kehidupan umat manusia (Semi, 1993:8).

Sebuah karya sastra akan menjadi lebih hidup ketika didukung dengan

kehadiran tokoh-tokoh di dalamnya. Setiap tokoh dilengkapi dengan jiwa dan raga

untuk mendukung cerita, meskipun cerita tersebut fiktif. Hal ini terlihat dari sifat

atau karakter yang melekat pada tokoh tersebut. Meskipun masing-masing tokoh

memiliki karakter pribadi, dalam kehidupannya tokoh-tokoh tersebut senantiasa

berhubungan dengan tokoh yang lain. Tak jarang hubungan tersebut dapat

menimbulkan sebuah konflik, baik konflik antarindividu, konflik antarkelompok,

bahkan konflik pribadi yang sering disebut sebagai konflik batin. Seperti

disebutkan oleh Wellek dan Warren dalam Nurgiyantoro (2009:122) bahwa

Page 17: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

konflik merupakan sesuatu yang dramatik, mengacu pada pertarungan antara dua

kekuatan yang seimbang dan menyiratkan adanya aksi dan aksi balasan. Dengan

kata lain, manusia selalu dihadapkan pada persoalan-persoalan hidup. Di dalam

menghadapi persoalan tersebut, manusia tidak akan terlepas dari jiwa manusia itu

sendiri.

Tokoh-tokoh sebagai pemegang alur akan menghidupkan peristiwa atau

kejadian di dalam cerita tersebut. Seperti disebutkan oleh Nurgiyantoro

(2009:167) bahwa tokoh cerita menempati posisi strategis sebagai pembawa dan

penyampai pesan, amanat, moral, atau sesuatu yang sengaja ingin disampaikan

kepada pembaca. Melalui tokoh-tokoh inilah pengarang akan melukiskan

kehidupan manusia dengan segala problematikanya dan konflik-konfliknya.

Menurut Abrams dalam Nurgiyantoro (2009:165), tokoh cerita merupakan orang-

orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama yang oleh pembaca

ditafsirkan memiliki kualitas nilai moral dan kecenderungan tertentu yang

diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.

Karya sastra yang dihasilkan oleh sastrawan selalu menampilkan tokoh

yang memiliki karakter sehingga karya sastra tersebut menggambarkan tentang

kejiwaan manusia, walaupun pengarang hanya menampilkan tokoh itu secara

fiktif. Dengan kenyataan tersebut, karya sastra selalu terlibat dalam segala aspek

kehidupan, tidak terkecuali ilmu jiwa atau psikologi. Hal ini tidak terlepas dari

pandangan dualisme yang menyatakan bahwa manusia pada dasarnya terdiri atas

jiwa dan raga.

Penelitian yang menggunakan pendekatan psikologi terhadap karya sastra

merupakan bentuk pemahaman dan penafsiran karya sastra dari sisi psikologi.

Alasan ini didorong karena tokoh-tokoh dalam karya sastra dimanusiakan, mereka

semua diberi jiwa, mempunyai raga bahkan untuk manusia yang disebut

pengarang mungkin memiliki penjiwaan yang lebih bila dibandingkan dengan

manusia lainnya terutama dalam hal penghayatan mengenai hidup dan kehidupan

(Hardjana, 1985:60).

Hartoko dalam Endraswara (2008:70) menyebutkan bahwa psikologi sastra

adalah ilmu sastra yang mendekati karya sastra dari sudut psikologi. Dasar konsep

Page 18: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

dari psikologi sastra adalah munculnya jalan buntu dalam memahami sebuah

karya sastra, sedangkan pemahaman dari sisi lain dianggap belum bisa mewadahi

tuntutan psikis. Oleh karena itu, muncullah psikologi sastra yang berfungsi

sebagai jembatan dalam interpretasi. Penelitian psikologi sastra memfokuskan

pada aspek-aspek kejiwaan. Artinya, dengan memusatkan perhatian pada tokoh-

tokoh penelitian dapat mengungkap gejala-gejala psikologis tokoh, baik yang

tersembunyi atau sengaja disembunyikan pengarang (Ratna, 2009:350).

Di dalam ilmu psikologi, terdapat teori yang mengusulkan bagaimana

mempelajari tentang aspek kejiwaan maupun penokohan dalam karya sastra. Teori

ini digunakan untuk mempelajari tentang kesadaran dan ketidaksadaran pada

manusia. Teori psikologi tersebut diperkenalkan oleh Sigmund Freud.

Menurutnya, semua gejala mental bersifat tak sadar yang tertutup oleh alam

kesadaran (Schellenberg dalam Ratna, 2009:62). Freud membagi teori kepribadian

menjadi tiga, yaitu id atau es; ego atau ich; dan superego atau uber ich. Selain itu,

psikologi Freud juga memanfaatkan mimpi, fantasi, dan mite. Hal tersebut

merupakan masalah pokok dalam sastra. Ratna (2009:342) juga menyebutkan

bahwa secara definitif, tujuan psikologi sastra adalah memahami aspek-aspek

kejiwaan yang terkandung di dalam sebuah karya sastra.

Kumpulan cerita Madre adalah sebuah kumpulan cerita yang ditulis oleh

Dewi Lestari. Sebagai seorang penulis dan penyanyi, Dee, sapaan akrab Dewi

Lestari dapat dikatakan sebagai seorang penyanyi yang sukses di bidang

kepenulisan. Novel pertamanya Supernova mampu menembus angka penjualan

75.000 eksemplar yang pada akhirnya mengantarkan novel ini untuk

diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Supernova pun masuk dalam nominasi

Katulistiwa Literary Award (KLA) yang diadakan oleh QB World Books.

Bersaing dengan sastrawan kenamaan, seperti Goenawan Mohamad, Danarto,

Sutardji Calzoum Bachri, dan Hamsad Rangkuti. Tahun 2009, Dee menerbitkan

novel Perahu Kertas. Tahun 2011, kumpulan cerita Madre pun terbit.

Kumpulan cerita Madre ini menyampaikan cerita yang lebih detil dan

ringkas, tidak seperti sebuah novel yang panjang. Konflik batin yang dihadirkan

Page 19: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

oleh penulis tidak berbelit-belit karena tokoh yang dihadirkan dalam cerita pun

tidak terlalu banyak.

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti terdorong untuk meneliti

tentang konflik batin yang dialami tokoh dari sisi psikologi sebagai bagian dari

sastra. Judul penelitian ini, yaitu “Konflik Batin Tokoh-tokoh dalam Kumpulan

Cerita Madre Karya Dewi Lestari (Pendekatan Psikologi Sastra)”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dirumuskan permasalahan

sebagai berikut.

1. Bagaimana penggambaran kepribadian tokoh-tokoh dalam cerpen Madre dan

Menunggu Layang-layang?

2. Bagaimana konflik batin yang dialami oleh tokoh-tokoh di dalam cerpen

Madre dan Menunggu Layang-layang berdasarkan teori kepribadian

psikoanalisis Sigmund Freud?

3. Bagaimana persepsi pembaca terhadap konflik batin yang digambarkan dalam

cerpen Madre dan Menunggu Layang-layang?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian

ini dapat dirumuskan sebagai berikut.

1. Menggambarkan kepribadian tokoh-tokoh dalam cerpen Madre dan

Menunggu Layang-layang.

2. Menggambarkan konflik batin yang dialami oleh tokoh-tokoh di dalam cerpen

Madre dan Menunggu Layang-layang berdasarkan teori kepribadian

psikoanalisis Sigmund Freud.

3. Menggambarkan persepsi pembaca terhadap konflik batin dalam cerpen

Madre dan Menunggu Layang-layang.

Page 20: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teoretis

maupun praktis.

1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan dan

memperkaya khazanah ilmu pengetahuan mengenai studi sastra Indonesia

khususnya dengan pendekatan psikologi sastra. Penelitian ini juga diharapkan

dapat digunakan sebagai pemacu di bidang pendidikan untuk mulai

menggunakan cerpen sebagai media pendidikan di sekolah. Selain itu juga

untuk memberikan sumbangan dalam teori sastra dan teori psikologi dalam

mengungkap konflik batin tokoh-tokoh dalam kumpulan cerita Madre.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Guru Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA

Penelitian ini diharapkan mampu digunakan untuk menggambarkan

bagaimana contoh penganalisisan sebuah karya sastra sehingga dapat

mendorong peserta didik untuk meningkatkan pemahaman terhadap karya

sastra.

b. Bagi Siswa

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan contoh oleh siswa bagaimana

cara menganalisis konflik yang dialami oleh tokoh di dalam karya sastra.

Hal ini dimaksudkan untuk mendorong siswa menjadi produktif untuk

menghasilkan karya.

c. Bagi Peneliti Lain

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman tentang

penelitian dalam multidisiplin ilmu. Selain itu, penelitian ini dapat

dijadikan sebagai acuan untuk melaksanakan penelitian-penelitian

selanjutnya.

Page 21: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian yang Relevan

1. Hakikat Cerpen

Munculnya berbagai karya sastra saat ini menunjukkan bahwa

perkembangan dunia sastra Indonesia kian membaik. Karya sastra yang

banyak bermunculan merupakan karya-karya fiksi. Fiksi merupakan hasil

dialog, kontemplasi, dan reaksi pengarang terhadap lingkungan dan

kehidupan (Nurgiyantoro, 2009:3). Tarigan (1991:120) juga menyebutkan

bahwa fiksi adalah sesuatu yang dibentuk; sesuatu yang dibuat; sesuatu yang

diciptakan; sesuatu yang diimajinasikan. Karya fiksi sering disebut sebagai

karya rekaan yang digunakan oleh pengarang untuk menghidupkan tokoh-

tokoh yang ada di dalamnya. Cerita rekaan tersebut menyaran pada sesuatu

yang tidak nyata dan tidak terjadi sungguh-sungguh. Namun, sebagai sebuah

cerita, fiksi tetap memiliki tujuan untuk memberikan hiburan kepada pembaca

di samping tujuan estetik. Contoh cerita fiksi, yaitu novel dan cerpen. Namun,

cerpen dan novel memiliki berbagai perbedaan. Menurut Nurgiyantoro

(2009:10) perbedaan antara novel dengan cerpen yang pertama (dan yang

terutama) dapat dilihat dari segi formalitas bentuk dan segi panjang cerita.

Stanton pun menyatakan hal yang sama bahwa perbedaan yang paling jelas

adalah dari segi panjang (1965:37).

Marsli (2008) menyebutkan bahwa cerpen adalah sebuah dunia baru

yang dibangunkan dari himpunan realita yang dibaur dan dicernakan di dalam

imajinasi pengarang. Beach (Tarigan, 1991:176) menyatakan bahwa

mengingat batas-batasnya maka cerita pendek termasuk bentuk yang

sederhana dari fiction. Namun, berbeda dengan buku roman, cerita pendek

kurang tepat untuk memecahkan suatu keadaan yang ruwet. Dari pengertian

tersebut jelas bahwa cerpen merupakan hasil olahan ide yang didapatkan dari

kehidupan nyata yang dipadukan dengan imajinasi pengarang sehingga

menghasilkan cerita yang menarik dan tidak terlalu panjang. Cerita yang

Page 22: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

disampaikan di dalam cerpen pun lebih ringkas dan tidak berbelit-belit.

Namun, berapa ukuran panjang pendek itu memang tidak ada aturannya, tak

ada satu kesepakatan di antara pengarang dan para ahli (Nurgiyantoro,

2009:10).

Poe dalam Nurgiyantoro (2009:10) menyebutkan bahwa cerpen adalah

sebuah cerita yang dibaca selesai dalam sekali duduk, kira-kira berkisar

antara setengah sampai dua jam. Sementara itu, Camby (Tarigan, 1991:176)

mengatakan bahwa kesan yang satu dan hidup, itulah seharusnya hasil dari

cerita pendek. Pengertian tersebut menyiratkan bahwa sebuah cerita pendek

haruslah singkat, padat, dan jelas. Konflik yang disajikan pun tidak melebar

dan fokus pada sebuah permasalahan sehingga penyelesaian cerita yang

hendak disampaikan penulis tidak berbelit-belit. Secara tidak langsung, hal

tersebut akan menyebabkan singkatnya membaca cerita.

Cerita pendek sebagai bagian dari fiksi tidak hanya memiliki satu

bentuk. Namun, cerita pendek juga memiliki berbagai macam bentuk. Bentuk

cerita pendek tersebut dapat dibagi menjadi beberapa, yaitu (a) short short

story (Berkisar 500 kata); (b) midle short story; (c) long short story

(Nurgiyantoro, 2009:10). Berbeda dengan Nurgiyantoro yang menyatakan

short short story berkisar 500 kata, pendapat lain muncul dari Tarigan.

Menurut Tarigan (1991:178), short short story adalah cerita pendek yang

jumlah kata-katanya pada umumnya di bawah 5000 kata, maksimum 5000

kata, atau kira-kira 16 halaman kuarto spasi rangkap yang dapat dibaca kira-

kira seperempat jam. Namun, meskipun kedua pendapat tersebut berbeda,

dinyatakan bahwa maksimal 5000 kata dan 500 berada di bawah 5000.

Setidaknya, pengertian yang dimaksud oleh Nurgiyantoro dapat dimasukkan

ke dalam pengertian cerita pendek menurut Tarigan. Selain itu, sebuah cerita

pendek tidak hanya dilihat dari panjang pendeknya cerita maupun jumlah

suku kata. Lebih dari itu, cerita pendek juga tetap memiliki unsur-unsur

pembangun cerita yang padu. Unsur-unsur tersebut sering disebut struktur di

dalam karya sastra. Unsur-unsur pembangun dari dalam (intrinsik) yang

dimaksud, yaitu tema, plot, tokoh dan penokohan, amanat, dan latar. Menurut

Page 23: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

Abbasi (2011:51), strukturalisme telah didefinisikan sebagai ilmu yang

digunakan sebagai landasan untuk memahami secara sistematis semua

pengalaman manusia, termasuk tingkah lakunya. Secara tersirat pendapat

tersebut menggambarkan tentang penokohan yang ada di dalam karya sastra.

Penokohan sebagai bagian dari karya sastra merupakan bagian dari cipta

pengarang termasuk tingkah laku dan pengalaman yang ada di dalam cerita.

2. Unsur Tokoh dan Penokohan

Kehadiran tokoh-tokoh di dalam sebuah karya sastra sangat penting

terutama untuk menghidupkan cerita yang ada di dalamnya. Tokoh-tokoh

dalam karya sastra memiliki karakter yang berbeda-beda sehingga membentuk

sebuah jalinan cerita dan konflik yang padu.

Tokoh ialah pelaku dalam karya sastra. Tokoh dalam suatu cerita

rekaan merupakan unsur penting yang menghidupkan cerita. Di dalam sebuah

karya sastra biasanya terdapat beberapa tokoh. Namun, di antara beberapa

tokoh tersebut, salah satu tokoh akan berperan menjadi tokoh utama. Tokoh

utama ialah tokoh yang sangat penting dalam mengambil peranan di dalam

karya sastra. Kehadiran tokoh dalam cerita berkaitan dengan terciptanya

konflik, dalam hal ini tokoh berperan membuat konflik dalam sebuah cerita

rekaan (Nurgiyantoro, 2009:164).

Pembicaraan mengenai penokohan dalam cerita rekaan tidak dapat

dilepaskan hubungannya dengan tokoh. Istilah ‘tokoh’ menunjuk pada pelaku

dalam cerita, sedangkan ‘penokohan’ menunjukkan pada sifat, watak atau

karakter yang melingkupi diri tokoh yang ada. Penokohan adalah pelukisan

gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita

(Jones dalam Nurgiyantoro, 2009:165). Penokohan dapat juga dikatakan

sebagai proses penampilan tokoh sebagai pembawa peran watak tokoh dalam

suatu cerita. Stanton (1965:17) juga menyebutkan bahwa di dalam fiksi yang

baik, setiap perkataan, setiap tindakan tidak hanya mendukung plot, tetapi

juga penjelmaan dari penokohan atau karakter. Tihenea (2011:59) juga

menyebutkan bahwa mental, kelas sosial, jenis kelamin, dan bangsa dapat

memengaruhi tingkah laku sosial setiap individu.

Page 24: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penokohan

merupakan cara pengarang untuk menggambarkan dan mengembangkan

watak tokoh yang mendukung cerita. Watak yang ditampilkan merupakan

keinginan pengarang yang disesuaikan dengan jalan cerita yang diinginkan.

Watak yang dimiliki setiap tokoh akan memacu timbulnya perilaku tokoh di

dalam cerita karena watak dan tokoh dapat berjalan secara beriringan.

Pengarang memiliki beberapa teknik atau cara-cara untuk menampilkan

tokoh, yaitu teknik ekspositori (teknik analitis) dan teknik dramatik

(Nurgiyantoro, 2009:195). Pertama, teknik analitis, yaitu cara menampilkan

tokoh secara langsung melalui uraian pengarang. Jadi pengarang menguraikan

ciri-ciri tokoh tersebut secara langsung. Pengarang memberikan komentar

tentang kedirian tokoh cerita berupa lukisan sikap, sifat, watak, tingkah laku,

bahkan ciri fisiknya. Kedua, cara dramatik, yaitu cara menampilkan tokoh

tidak secara langsung, tetapi melalui gambaran ucapan, perbuatan, dan

komentar atau penilaian pelaku atau tokoh dalam suatu cerita. Metode tidak

langsung (dramatik) adalah teknik pengarang mendeskripsikan tokoh dengan

membiarkan tokoh-tokoh tersebut saling menunjukkan kediriannya masing-

masing, melalui berbagai aktivitas yang dilakukan baik secara verbal maupun

nonverbal, seperti tingkah laku, sikap, dan peristiwa yang terjadi.

Setiap tokoh mempunyai wataknya sendiri-sendiri. Satoto dalam

Parwanti (2006:12) menyatakan,

Tokoh adalah bahan yang paling aktif menjadi penggerak jalan cerita

karena tokoh ini berpribadi, berwatak, dan memiliki sifat-sifat

karakteristik tiga dimensional, yaitu :

1) Dimensi fisiologis ialah ciri-ciri badan, misalnya usia (tingkat

kedewasaan), jenis kelamin, keadaan tubuhnya, ciri-ciri muka dan ciri-

ciri badani yang lain.

2) Dimensi sosiologis ialah ciri-ciri kehidupan masyarakat, misalnya

status sosial, pekerjaan, jabatan atau peran dalam masyarakat, tingkat

pendidikan, pandangan hidup, agama, aktivitas sosial, suku bangsa,

dan keturunan.

3) Dimensi psikologis ialah latar belakang kejiwaan, misalnya mentalitas,

ukuran moral, temperamen, keinginan, perasaan pribadi, IQ, dan

tingkat kecerdasan keahlian khusus.

Page 25: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

Tokoh berkaitan dengan orang atau seseorang sehingga perlu

penggambaran yang jelas mengenai posisi tokoh tersebut. Jenis-jenis tokoh

menurut Nurgiyantoro (2009:176-190) dapat dibagi menjadi beberapa jenis,

yaitu berdasarkan segi peranan atau tingkat pentingnya; berdasarkan segi

fungsi penampilan tokoh; berdasarkan segi perwatakan; berdasarkan segi

berkembang atau tidaknya perwatakan; berdasarkan segi kemungkinan

pencerminan tokoh.

Berdasarkan segi peranannya, tokoh dibagi menjadi tokoh utama dan

tokoh tambahan. Tokoh utama, yaitu tokoh yang diutamakan penceritaannya

dalam novel dan sangat menentukan perkembangan alur secara keseluruhan.

Sedangkan tokoh tambahan, yaitu tokoh yang permunculannya lebih sedikit

dan kehadirannya jika hanya ada keterkaitannya dengan tokoh utama secara

langsung atau tidak langsung.

Berdasarkan segi fungsi penampilan tokoh, tokoh dibagi menjadi tokoh

protagonis dan tokoh antagonis. Tokoh protagonis, yaitu tokoh utama yang

merupakan pengejawantahan nilai-nilai yang ideal bagi pembaca. Sedangkan

tokoh antagonis, yaitu tokoh penyebab terjadinya konflik. Antara tokoh

protagonis dan antagonis ini saling mengimbangi dan biasanya memiliki

watak yang berbeda sehingga mengimbangi jalannya cerita.

Berdasarkan segi perwatakan, tokoh dibagi menjadi tokoh sederhana

dan tokoh bulat atau kompleks. Tokoh sederhana (simple atau flat character),

yaitu tokoh yang hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu sifat-

watak tertentu saja. Tokoh bulat (complex atau round character), yaitu tokoh

yang memiliki dan diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi

kepribadian dan jati dirinya.

Berdasarkan segi berkembang atau tidaknya perwatakan, penokohan

dapat dibagi menjadi tokoh statis dan tokoh berkembang. Tokoh statis (static

character), yaitu tokoh cerita yang secara esensial tidak mengalami

perubahan dan atau perkembangan perwatakan sebagai akibat adanya

peristiwa-peristiwa yang terjadi. Tokoh berkembang, yaitu tokoh cerita yang

Page 26: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

mengalami perubahan dan perkembangan perwatakan sejalan dengan

perkembangan (dan perubahan) peristiwa dan plot yang dikisahkan.

Berdasarkan segi pencerminan tokoh, tokoh dibagi menjadi tokoh

tipikal dan tokoh netral. Tokoh tipikal, yaitu tokoh yang hanya sedikit

ditampilkan keadaan individualitasnya dan lebih banyak ditonjolkan kualitas

pekerjaan atau kebangsaannya atau sesuatu yang lain yang bersifat mewakili.

Sedangkan tokoh netral, yaitu tokoh cerita yang bereksistensi demi cerita itu

sendiri.

Tokoh-tokoh yang disebutkan di atas memainkan perannya sendiri-

sendiri untuk mendukung jalannya cerita. Setiap tokoh akan dilengkapi

dengan watak, jiwa, dan raga yang berbeda-beda tiap individunya oleh

pengarang. Seperti disebutkan oleh Banda (1999:49) bahwa pengarang

merupakan suatu respon terhadap berbagai persoalan dalam kehidupan.

Kondisi sosial sebagai bagian dari dimensi sosiologis pun diberikan oleh

pengarang untuk mendukung berbagai karakter yang muncul. Hal ini

bertujuan untuk melahirkan sebuah karya yang baik dengan adanya

pengimbangan berbagai unsur dan karakter.

3. Pendekatan Psikologi Sastra

a. Pengertian Psikologi

Psikologi berasal dari bahasa Yunani psyche yang artinya jiwa dan

logos yang artinya ilmu pengetahuan. Jadi, secara etimologis (menurut arti

kata) psikologi artinya ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai

macam-macam gejalanya, prosesnya, maupun latar belakangnya (Ahmadi,

1979:1).

Walgito mengatakan bahwa psikologi adalah ilmu yang

membicarakan tentang jiwa. Ia merupakan suatu ilmu yang menyelidiki

serta mempelajari tingkah laku serta aktivitas itu sebagai manifestasi hidup

kejiwaan (1997:9). Siswantoro (2005:26) menyebutkan bahwa psikologi

sebagai ilmu jiwa yang menekankan perhatian studinya pada manusia,

terutama pada perilaku manusia (human behaviour or action). Kamus

Besar Bahasa Indonesia menjelaskan bahwa pengertian psikologi adalah

Page 27: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

ilmu yang berkaitan dengan dengan proses-proses mental baik normal

maupun abnormal yang pengaruhnya pada perilaku atau ilmu pengetahuan

tentang gejala dan kegiatan jiwa (2008:1109).

Jadi, berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa

psikologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang jiwa manusia baik

gejala, proses, maupun latar belakang yang berpengaruh pada perilaku

manusia tersebut.

b. Pengertian Psikologi Sastra

Psikologi sastra merupakan suatu pendekatan yang

mempertimbangkan segi-segi kejiwaan dan menyangkut batiniah manusia

di dalam sebuah karya sastra. Hadirnya psikologi sastra dapat digunakan

untuk memahami karakter-karakter tokoh di dalam sebuah karya sastra.

Lewat tinjauan psikologi akan nampak bahwa fungsi dan peran sastra

adalah untuk menghidangkan citra manusia yang seadil-adilnya dan

sehidup-hidupnya atau paling sedikit untuk memancarkan bahwa karya

sastra pada hakikatnya bertujuan untuk melukiskan kehidupan manusia

(Hardjana, 1985:66). Psikologi sastra sebagai cabang ilmu sastra yang

mendekati sastra dari sudut psikologi. Psikologi mencoba memahami

karya sastra dari sudut yang berbeda, mulai dari karakter sampai dengan

konflik yang dialami tokoh karena ilmu psikologi sangat erat dengan

kondisi kejiwaan. Perhatiannya dapat diarahkan kepada pengarang dan

pembaca (psikologi komunikasi sastra) atau kepada teks itu sendiri

(Hartoko & Rahmanto, 1986:126). Apabila seorang pengarang mencipta-

kan karya sastra, karya tersebut merupakan monumentalisasi verbal dari

aktivitas budaya pengarang (Banda, 1999:46). Jadi, baik secara langsung

ataupun tidak, kondisi pengarang dapat memengaruhi karya sastra yang

akan ditulisnya.

Psikologi sastra bertujuan untuk memahami aspek-aspek kejiwaan

yang terkandung dalam suatu karya. Meskipun demikian, bukan berarti

bahwa psikologi sastra sama sekali terlepas dengan kebutuhan masyarakat.

Melalui pemahaman terhadap tokoh-tokohnya, masyarakat dapat

Page 28: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

memahami perubahan, kontradiksi, dan penyimpangan-penyimpangan lain

yang terjadi dalam masyarakat, khususnya yang terkait dengan kejiwaan

(Ratna, 2009:342-343).

Terdapat tiga cara yang dapat dilakukan untuk memahami hubungan

antara psikologi dan sastra, yaitu (1) memahami unsur-unsur kejiwaan

pengarang sebagai penulis, (2) memahami unsur-unsur kejiwaan tokoh-

tokoh fiksional dalam karya sastra, dan (3) memahami unsur-unsur

kejiwaan pembaca. Pembicaraan pertama berhubungan dengan peranan

pengarang sebagai pencipta. Jadi, karya sastra dibicarakan sebagai hal

yang berhubungan dengan proses kreatif. Oleh karena itu, Wellek dan

Warren membedakan analisis psikologis yang pertama ini menjadi dua

macam, yaitu studi psikologi yang semata-mata berkaitan dengan

pengarang dan studi yang berhubungan dengan inspirasi, ilham, dan

kekuatan supernatural lainnya.

Psikologi sastra sebenarnya lebih memberikan perhatiannya pada

masalah yang kedua, yaitu pembicaraan yang berhubungan dengan unsur-

unsur kejiwaan tokoh-tokoh fiksional yang terkandung dalam karya sastra.

Sebagai dunia dalam kata, karya sastra memasukkan berbagai aspek

kehidupan ke dalamnya, khususnya manusia. Pada umumnya, aspek-aspek

kemanusiaan inilah yang merupakan objek utama psikologi sastra, sebab

semata-mata dalam diri manusia itulah, sebagai tokoh, aspek kejiwaan

diinvestasikan dan dicangkokkan. Di dalam analisis, pada umumnya yang

menjadi tujuan adalah tokoh utama, tokoh kedua, tokoh ketiga, dan

seterusnya (Ratna, 2009:343).

Psikologi sastra adalah model penelitian interdisiplin dengan

menetapkan karya sastra dengan posisi yang lebih dominan. Cerpen tidak

melukiskan tokoh-tokoh dari semestaan yang sama. Cerpen juga tidak

menampilkan tokoh sebagai manusia secara individual. Sebagai sistem

simbol, dalam cerpen terkandung keberagaman tokoh sebagai representasi

mutikultural dan tokoh-tokoh sebagai spesies. Pada gilirannya,

Page 29: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

karakterisasi dibangun atas dasar dan dipahami melalui hakikat

multikultural dan spesies.

Psikologi sastra adalah analisis teks dengan mempertimbangkan

relevansi dan peranan studi psikologis. Dengan memusatkan perhatian

pada tokoh-tokoh maka akan dapat dianalisis konflik batin yang mungkin

saja bertentangan dengan teori psikologis.

Istilah psikologi sastra mempunyai empat kemungkinan pengertian,

yaitu (1) Studi psikologi pengarang sebagai tipe atau pembeda, (2) Studi

proses kreatif, (3) Studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan

pada karya sastra, dan (4) Studi yang mempelajari dampak sastra pada

pembaca atau psikologi pembaca (Wellek & Warren, 1990:90).

Berdasarkan pendapat Wellek dan Warren di atas, penelitian pada

kumpulan cerita Madre ini mengarah pada pengertian ketiga, yaitu

pendekatan psikologi sebagai studi tipe dan hukum-hukum yang

diterapkan pada karya sastra. Secara spesifik dapat dijelaskan, bahwa

analisis yang akan dilakukan terutama diarahkan pada kondisi kejiwaan

tokoh-tokoh yang berperan dalam cerita untuk mengungkap

kepribadiannya secara menyeluruh.

4. Teori Kepribadian

Teori kepribadian merupakan sebuah teori yang digunakan untuk

memahami kondisi kejiwaan seseorang. Di dalam psikologi banyak teori yang

memberikan pemahaman terhadap teori kepribadian. Teori psikologi yang

paling dominan dalam analisis karya sastra adalah teori psikologi yang

disampaikan oleh Sigmund Freud (1856-1939). Freud adalah psikolog

pertama yang menyelidiki aspek ketidaksadaran dalam jiwa manusia. Freud

mengibaratkan kesadaran manusia sebagai gunung es, sedikit yang terlihat di

permukaan adalah menunjukkan kesadaran, sedangkan bagian tidak terlihat

yang lebih besar menunjukkan aspek ketidaksadaran. Dalam daerah

ketidaksadaran yang sangat luas ini ditemukan dorongan-dorongan, nafsu-

nafsu, ide-ide dan perasaan-perasan yang ditekan, suatu dunia dalam yang

besar dan berisi empat belas kekuatan vital yang melaksanakan kontrol

Page 30: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

penting atas pikiran-pikiran dan perbuatan sadar manusia (Hall & Gardner,

1993:60).

Ajaran-ajaran Freud di atas, dalam dunia psikologi lazim disebut

sebagai psikoanalisis yang menekankan penyelidikannya pada proses

kejiwaan dalam ketidaksadaran manusia. Di dalam ketidaksadaran inilah

menurut Freud berkembang insting hidup yang paling berperan dalam diri

manusia, yaitu insting seks dan selama tahun-tahun pertama perkembangan

psikoanalisis, segala sesuatu yang dilakukan manusia dianggap berasal dari

dorongan ini. Seks dan insting-insting hidup yang lain, mempunyai bentuk

energi yang menopangnya, yaitu libido (Hall & Gardner, 1993:73).

Freud mendeskripsikan kepribadian menjadi tiga, yaitu struktur

kepribadian, dinamika kepribadian, dan perkembangan kepribadian.

Selanjutnya, Freud membagi struktur kepribadian menjadi tiga sistem, yaitu

id, (das es), ego (das ich), dan superego (das ueber ich). Perilaku manusia

pada hakikatnya merupakan hasil interaksi substansi dalam kepribadian

manusia id, ego, dan superego yang ketiganya selalu bekerja, jarang salah satu

di antaranya terlepas atau bekerja sendiri. Penjelasan dari tiga sistem tersebut

adalah sebagai berikut.

a. Id adalah sistem kepribadian yang asli yang dibawa sejak lahir (Alwisol,

2011:14). Saat dilahirkan, id berisi semua aspek psikologi yang diturunkan,

seperti insting, impuls, dan drives. Dari sini aspek kepribadian yang lain

tumbuh yang kemudian muncul ego dan superego. Id berfungsi untuk

menghindarkan diri dari ketidakenakan dan mengejar kenikmatan. Untuk

mengejar kenikmatan itu id mempunyai dua cara, yaitu tindakan refleks

dan proses primer, tindakan refleks seperti bersin atau berkedip, sedangkan

proses primer seperti saat orang lapar membayangkan makanan. Alwisol

(2011:15) juga menyebutkan bahwa id hanya mampu membayangkan

sesuatu tanpa mampu membedakan khayalan itu dengan kenyataan yang

benar-benar memuaskan kebutuhan.

b. Ego berkembang dari id agar orang mampu menangani realita sehingga ego

beroperasi mengikuti prinsip realita (reality principle) (Alwisol, 2011:15).

Page 31: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

Hal ini menyebabkan aspek psikologis dari kepribadian timbul karena

kebutuhan individu untuk berhubungan baik dengan dunia nyata. Ego dapat

pula dipandang sebagai aspek eksekutif kepribadian karena ego mengontrol

jalan yang ditempuh, memilih kebutuhan-kebutuhan yang dapat dipenuhi

serta cara-cara memenuhinya. Dalam fungsinya seringkali ego harus

mempersatukan pertentangan-pertentangan antara id dan superego. Peran

ego ialah menjadi perantara antara kebutuhan-kebutuhan instingtif dan

keadaan lingkungan.

c. Superego adalah kekuatan moral dan etik dari kepribadian yang beroperasi

memakai prinsip idealistik (idealistic principle) (Alwisol, 2011:16). Aspek

kepribadian ini, merupakan wakil dari nilai-nilai tradisional serta cita-cita

masyarakat sebagaimana yang ditafsirkan orang tua kepada anaknya lewat

perintah-perintah atau larangan-larangan. Superego dapat pula dianggap

sebagai aspek moral kepribadian, fungsinya menentukan apakah sesuatu itu

baik atau buruk, benar atau salah, pantas atau tidak, sesuai dengan

moralitas yang berlaku di masyarakat. Fungsi pokok superego adalah

merintangi dorongan id terutama dorongan seksual dan agresif yang

ditentang oleh masyarakat. Mendorong ego untuk lebih mengejar hal-hal

yang moralistis dari pada realistis dan mengejar kesempurnaan. Jadi,

superego cenderung untuk menentang id maupun ego dan membuat

konsepsi yang ideal.

Demikianlah struktur kepribadian menurut Freud, yang terdiri dari

tiga aspek, yaitu id, ego, dan superego yang ketiganya tidak dapat

dipisahkan. Secara umum, id bisa dipandang sebagai komponen biologis

kepribadian, ego sebagai komponen psikologisnya, sedangkan superego

adalah komponen sosialnya.

5. Penelitian yang Relevan

Penelitian lain yang relevan dengan penelitian ini, yaitu penelitian

dengan judul Konflik Tokoh Utama dalam Kumpulan Novelet Tulalit Karya

Putu Wijaya: Sebuah Pendekatan Psikologi Sastra oleh Rosid Wuryanto

tahun 2007 (UNS). Hasil penelitian menyebutkan bahwa antara tema dan

Page 32: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

amanat terdapat jalinan erat dan bermakna. Adanya konflik menyebabkan

tokoh utama dipojokkan oleh pikiran dalam lamunan. Tokoh mempunyai

naluri dan kecemasan. Kecemasan yang terjadi pada tokoh meliputi

kecemasan realitas, neurotik, dan moral.

Penelitian yang lain, yaitu Religiositas dalam Novel Fatimah Chen

Chen Karya Motinggo Busye (Sebuah Pendekatan Psikologi Sastra) oleh

Indah Kusumaningtyas tahun 2002 (UNS). Hasil penelitian menyebutkan

bahwa melalui pendekatan struktural dapat diperoleh kesimpulan adanya

unsur-unsur pembangun novel FCC, yaitu penokohan, alur, latar, tema, dan

amanat. Dalam analisis psikologi sastra dapat disimpulkan bahwa tokoh-

tokohnya mengalami fase perkembangan yang berbeda-beda, dimulai fase

pubertas sampai dengan mengalami kedewasaan. Dengan demikian, watak

dasar yang dimiliki juga berbeda.

Penelitian dengan judul Aspek Penokohan dalam Cerbung Tembang

Katresnan Karya Atas S. Danusubroto (Tinjauan Psikologi Sastra) oleh

Syamsul Huda tahun 2010 juga menjadi bagian dari penelitian yang relevan.

Menurut penelitian ini, unsur-unsur yang terdiri dari tema, alur, penokohan,

latar, dan amanat tersebut bersama-sama membentuk totalitas makna. Selain

itu, penelitian ini mengungkapkan tentang dinamika dan proses kejiwaan

tokoh-tokoh yang juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan sosial kehidupan

seseorang yang berlatar belakang masyarakat desa.

B. Kerangka Berpikir

Kumpulan cerita Madre merupakan kumpulan cerita yang terdiri dari

puisi, lagu, dan cerpen. Penelitian ini akan membahas cerpen Madre dan

Menunggu Layang-Layang yang merupakan bagian dari kumpulan cerita terbaru

Dewi Lestari tersebut. Cerpen Madre dan Menunggu Layang-layang merupakan

totalitas yang dibangun secara koherensif.

Pendekatan yang digunakan, yaitu pendekatan psikologi sastra.

Pendekatan psikologi sastra merupakan sebuah pendekatan yang memandang

karya sastra dari sisi-sisi kemanusian dan kejiwaan yang dimiliki tokoh-tokohnya.

Page 33: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

Tujuan psikologi sastra adalah memahami aspek-aspek kejiwaan yang terkandung

dalam suatu karya (Ratna, 2009:342). Analisis yang dilakukan berada pada tiga

aspek, yakni (1) kepribadian tokoh-tokoh dalam cerpen Madre dan Menunggu

Layang-layang, (2) konflik batin yang dialami tokoh-tokoh tersebut, dan (3)

persepsi pembaca terhadap konflik yang muncul.

Untuk lebih jelasnya, kerangka berpikir tersebut dapat dilihat dalam

bagan berikut.

Bagan 1. Kerangka Berpikir

Cerpen Madre

Konflik batin yang dialami

tokoh.

Persepsi pembaca

terhadap konflik.

Kepribadian tokoh-

tokoh cerpen.

Cerpen Menunggu

Layang-layang

Kumpulan Cerita

Madre

Page 34: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan karya sastra sebagai

objek kajiannya sehingga penelitian ini tidak ada pembatasan khusus terhadap

tempat dan waktu. Peneliti menggunakan kajian pustaka dan interpretasi atau

penafsiran sehingga penelitian dapat dilakukan kapan saja tanpa harus terikat

dengan tempat penelitian.

Penelitian ini direncanakan dilaksanakan selama empat bulan dengan

menggunakan analisis dokumen kumpulan cerita Madre pada bulan Maret-Juni

2012 sebagai data utama. Selain itu, untuk mendukung data yang diperoleh dan

penguatan analisis, peneliti juga melakukan wawancara terhadap beberapa

narasumber.

Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian

Mar April Mei Juni

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

A. Persiapan

1. Penyusunan proposal

dan revisi.

2. Pengumpulan data

(dokumen)

B. Pelaksanaan penelitian

1. Analisis dokumen

2. Wawancara

C. Penyusunan laporan

D. Pelaksanaan ujian skripsi

dan revisi

Page 35: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

B. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pendekatan yang digunakan oleh peneliti di dalam penelitian ini adalah

pendekatan psikologi sastra. Hardjana (1985:60) mengatakan bahwa dalam sastra,

psikologi merupakan ilmu bantu dan memasuki sastra di dalam bahasan tentang

ajaran dan kaidah yang dapat ditimba dari karya sastra. Pendekatan psikologi

dilakukan untuk mengetahui psikologi tokoh-tokoh dalam kumpulan cerita Madre

yang berkaitan dengan kepribadian, konflik yang dihadapi, serta persepsi pembaca

terhadap konflik tersebut.

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Metode yang digunakannya

pun metode penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif merupakan prosedur

penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan

tentang sifat-sifat suatu individu, keadaan atau gejala dari kelompok tertentu yang

dapat diamati. Hal tersebut seperti pendapat dari Moleong (2005:6) berikut ini.

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami

fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya

perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistik dan

dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu

konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode

alamiah.

Data deskriptif yang dimaksud dalam penelitian ini adalah data yang

dikumpulkan berbentuk kata-kata, frasa, klausa, kalimat atau paragraf dan bukan

angka-angka. Dengan demikian, hasil penelitian ini berisi analisis data yang

sifatnya menuturkan, memaparkan, memerikan, menganalisis, dan menafsirkan.

C. Data dan Sumber Data

Kumpulan cerita yang menjadi sumber data, yaitu kumpulan cerita Madre

karya Dewi Lestari yang merupakan cetakan pertama bulan Juni 2011. Kumpulan

cerita Madre ini diterbitkan oleh Penerbit Bentang Yogyakarta. Objek penelitian

ini lebih menitikberatkan pada kepribadian tokoh-tokoh dalam cerita Madre dan

Menunggu Layang-layang, konflik yang dihadapi, serta persepsi pembaca

terhadap konflik di dalam cerita tersebut.

Dokumen utama yang menjadi kajian adalah cerpen Madre dan Menunggu

Layang-layang. Selain itu, data juga diperoleh dari wawancara terhadap beberapa

Page 36: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

narasumber sebagai bentuk penguatan analisis peneliti. Dokumen-dokumen lain

berupa buku-buku penunjang materi dan tulisan atau artikel ilmiah yang didapat

dari studi pustaka maupun internet pun digunakan untuk melengkapi penelitian

ini.

D. Teknik Sampling

Kumpulan cerita Madre adalah kumpulan cerita yang memiliki beberapa

genre, yaitu puisi, lagu, dan cerpen. Untuk menganalisis tentang konflik batin

yang dialami oleh tokoh maka peneliti memfokuskan penelitiannya pada genre

cerpen. Teknik pengambilan sampel yang digunakan di dalam penelitian ini, yaitu

purposive sampling. Purposive sampling, yaitu pengambilan cuplikan yang

didasarkan atas berbagai pertimbangan tertentu (Sutopo, 2002:64). Dengan

menggunakan teknik purposive sampling maka cerpen yang dikaji dalam

penelitian ini, yaitu Madre dan Menunggu Layang-layang.

E. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik pustaka, yaitu

pengumpulan data yang menggunakan sumber-sumber tertulis untuk memperoleh

data. Selain itu, peneliti juga menggunakan teknik pengumpulan data dengan metode

analisis dokumen. Metode ini diambil peneliti karena data utama yang dikumpulkan

berupa teks-teks yang terdapat dalam cerpen Madre dan Menunggu Layang-layang.

Selain itu, teknik pengumpulan data yang lain, yaitu dengan menggunakan

wawancara terhadap informan. Informan-informan tersebut, yaitu Dewi Lestari

(Penulis Madre), Dra.Murtini,M.S. (Dosen Psikologi Sastra pada Fakultas Sastra dan

Seni Rupa UNS), Amiliya Setiya Rina H. (Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra

Indonesia), dan Christin Cahyoningrum (Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia),

Aprilia Puspita S. (Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia), Nurul

Rismayanti (Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia), Retno Puji L.

(Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia), dan Arnellis Mellema (Penulis

novel Now and Then). Hal tersebut dilakukan untuk mendapatkan penguatan dan

keabsahan analisis yang dilakukan. Wawancara terhadap penulis dan dosen

digunakan untuk memperkuat hasil analisis rumusan masalah kedua, sedangkan

Page 37: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

wawancara terhadap mahasiswa digunakan untuk memperkuat hasil analisis rumusan

masalah pertama dan ketiga.

F. Uji Validitas Data

Uji validitas data dilakukan dengan mengumpulkan data di lapangan yang

kemudian dilanjutkan dengan melihat teori-teori yang telah berkembang. Untuk

menentukan keabsahan sebuah data digunakan teknik triangulasi. Menurut

Moleong (2005:330) triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang

memanfaatkan sesuatu yang lain. Di luar data itu untuk keperluan pengecekan

atau sebagai pembanding terhadap data itu.

Denzin dalam Moleong (2005:330) menyebutkan ada empat macam

triangulasi sebagai teknik pemeriksaan, yaitu: (1) pemanfaatan menggunakan

sumber; (2) metode; (3) penyidik; (4) teori. Triangulasi sumber berarti

membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang

diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif (Patton

dalam Moleong, 2005:330). Triangulasi metode menurut Patton (Moleong,

2005:331), yaitu pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian

beberapa teknik pengumpulan data dan pengecekan derajat kepercayaan beberapa

sumber data dengan metode yang sama. Triangulasi penyidik (Moleong,

2005:331) ialah dengan jalan memanfaatkan peneliti atau pengamat lainnya untuk

keperluan pengecekan kembali derajat kepercayaan data. Triangulasi teori

menurut Lincoln dan Guba (Moleong, 2005:331), yaitu berdasarkan anggapan

bahwa fakta tidak dapat diperiksa dengan satu atau lebih teori.

Di dalam penelitian ini, uji validitas data yang digunakan adalah teknik

triangulasi teori dan sumber. Triangulasi teori diperoleh dari teori-teori yang

digunakan dalam penelitian ini. Triangulasi sumber diperoleh dari dokumen dan

wawancara dengan informan.

G. Analisis Data

Analisis data dilakukan setelah semua data terkumpul. Data utama di dalam

penelitian ini adalah teks cerpen Madre dan Menunggu Layang-layang. Teknik

analisis data yang digunakan, yaitu model analisis interaktif seperti yang

Page 38: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

dikemukakan oleh Miles dan Huberman (1992:15-21). Langkah-langkah analisis,

yaitu sebagai berikut.

1. Pengumpulan data, yaitu kegiatan pengumpulan data dengan mengadakan kajian

pustaka. Selain itu, data juga didapatkan dari wawancara dengan narasumber.

2. Reduksi data, yaitu kegiatan pengumpulan data yang hasilnya berupa catatan

lengkap dan akan direduksi yang hasilnya akan direduksi menjadi inti temuan

dengan rumusan pendek.

3. Sajian data, yaitu proses pendeskripsian lengkap berupa narasi dengan bahasa

kalimat peneliti sehingga dapat ditarik simpulan awal yang bersifat sementara.

4. Verifikasi merupakan langkah lanjutan dari simpulan awal tersebut untuk

semakin memantapkan atau menguji kebenaran informasinya.

Secara lebih jelas, model analisis data tersebut dapat disajikan dalam bagan

berikut.

Bagan 2. Analisis Interaktif (Miles & Huberman, 1992:20)

H. Prosedur Penelitian

Tahapan-tahapan di dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Pengumpulan Data

Peneliti mengumpulkan data untuk menganalisis tentang konflik batin dari

kumpulan cerita Madre. Selain itu, data juga diperoleh dari hasil wawancara

terhadap beberapa narasumber.

Pengumpulan data

Reduksi data

Penyajian

data

Penarikan

simpulan/verifikasi

Page 39: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

2. Reduksi Data

Peneliti menyederhanakan tentang data yang didapat untuk dapat direduksi

sehingga memperjelas tentang permasalahan yang dikaji, yaitu konflik batin

tokoh dalam kumpulan cerita Madre.

3. Penyajian Data

Setelah dilakukan reduksi data, peneliti menyusun data-data yang

diperoleh kemudian mengklasifikasikan data-data tersebut.

4. Penarikan Simpulan

Penarikan simpulan merupakan langkah terakhir dari proses penelitian.

Setelah semua data dikumpulkan dan dianalisis serta dicek kebenarannya maka

langkah berikutnya, yaitu penarikan simpulan berdasarkan data-data yang

diperoleh.

Page 40: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Data

Cerpen selalu identik dengan cerita yang singkat, padat, dan jelas. Konflik-

konflik yang terjadi pun disampaikan dengan ringkas, tetapi tidak berbelit-belit.

Oleh karena itu, setiap penulis cerpen harus mampu mengubah konflik yang

panjang menjadi ringkas. Adanya konflik yang padat membuat sebuah cerpen

menjadi menarik karena selesai dalam sekali baca.

Pengarang di dalam menulis sebuah cerpen harus mampu memunculkan hal-

hal baru yang tidak diketahui oleh pembaca sebelumnya. Pengarang harus mampu

membawa pembaca sehingga seolah-olah pembaca masuk di dalam cerita tersebut

meskipun sebenarnya pembaca tidak terlibat secara langsung. Hal ini bukanlah

sesuatu yang mudah bagi pengarang. Namun, Dewi Lestari mencoba menawarkan

sesuatu yang baru di dalam kumpulan cerita Madre.

Di dalam kumpulan cerita Madre ini, Dewi Lestari mencoba memberikan

hal-hal baru yang mungkin tidak pernah terlintas di dalam pikiran pembaca.

Diawali dengan Madre, Dewi Lestari mencoba menyampaikan sebuah kisah

perjuangan anak muda dengan menggunakan bahasa yang ringan dan mudah

dipahami. Tak hanya itu, Dewi Lestari juga mencoba menuliskan sebuah kisah

yang banyak dialami remaja, yaitu cinta.

Madre dan Menunggu Layang-layang sebagai bagian dari kumpulan cerita

Madre sama-sama memiliki konflik batin yang berkaitan dengan kondisi kejiwaan

tokohnya. Konflik batin-konflik batin yang dialami tokoh digambarkan oleh Dewi

Lestari dengan sangat baik. Setiap tokoh yang ditampilkan memiliki karakternya

masing-masing untuk mendukung jalannya cerita.

Madre dan Menunggu Layang-layang ini dianalisis berdasarkan pendekatan

psikologi sastra. Pendekatan ini dimaksudkan untuk mengetahui konflik batin

yang terjadi pada tokoh-tokoh di dalam cerita karena setiap konflik batin

berkaitan dengan kejiwaan yang dimiliki oleh tokoh.

Page 41: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

Kajian ini menitikberatkan pada analisis teks dengan didukung hasil

wawancara untuk menguatkan data yang diperoleh. Unsur-unsur intrinsik, yaitu

tema, tokoh dan penokohan, latar, alur, sudut pandang, dan amanat tidak

semuanya dianalisis dan dideskripsikan oleh peneliti karena penelitian ini

menggunakan pendekatan psikologi sastra. Namun, peneliti hanya memfokuskan

analisis unsur intrinsik pada tokoh dan penokohan cerpen Madre dan Menunggu

Layang-layang.

B. Kepribadian Tokoh-tokoh dalam Cerpen

Tokoh dan penokohan sebagai bagian dari karya sastra memiliki perannya

sendiri di dalam mendukung alur dan jalannya cerita. Tokoh di dalam sebuah

cerita memiliki karakternya masing-masing. Karakter-karakter tersebut diciptakan

oleh pengarang untuk menyampaikan pesan dari cerita. Dari tokoh dan karakter

inilah sebuah konflik mampu tercipta sehingga pembaca bisa masuk ke dalam

cerita meskipun tidak mengalaminya secara langsung.

Cerpen Madre karya Dewi Lestari memiliki beberapa tokoh sentral, yaitu

Tansen, Pak Hadi, dan Mei. Tokoh-tokoh tersebut memiliki banyak pengaruh

terhadap jalannya cerita. Konflik yang muncul juga lebih banyak dilakukan oleh

tokoh-tokoh tersebut. Di samping tokoh-tokoh sentral tersebut, cerpen Madre juga

didukung oleh tokoh-tokoh yang lain, yaitu Pak Joko, Bu Dedeh, Bu Cory, Bu

Sum, dan pengacara.

1. Tokoh Tansen

Dewi Lestari menggambarkan tokoh Tansen sebagai orang yang

memiliki tanggung jawab terhadap kehidupannya meskipun di Bali tansen

hidup bebas. Tanggung jawab Tansen terhadap kehidupannya ini terlihat

ketika Tansen rela untuk tinggal di Jakarta sampai urusannya dengan Mei

selesai. Selain itu, Tansen juga digambarkan sebagai orang yang pekerja

keras. Tansen berusaha sekuat tenaga untuk menghidupkan toko roti tersebut

meskipun hal itu dilakukan dengan bantuan dan dukungan Mei.

Penggambaran tokoh Tansen dalam tiga dimensi, yaitu sebagai berikut.

Page 42: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

a. Dimensi fisiologis, yaitu dimensi yang berhubungan dengan fisik. Tokoh

Tansen di dalam cerpen Madre digambarkan sebagai sosok pria yang

memiliki kulit gelap, rambut gimbal, hidung panjang, mata besar berbulu

lentik. Hal tersebut dapat dibuktikan pada bagian kutipan cerita berikut ini.

Keganjilan itu sebegitu mencoloknya. Di tengah TPU etnis Tionghoa,

muncul seorang pria berkulit gelap, rambut gimbal, kaus tanpa lengan,

jins sobek-sobek. Sendirian. ... Jadilah aku. Tansen Roy Wuisan.

Kulitku menggelap lebih karena jejak matahari. Nama “Tansen”,

hidung panjang, dan mata besar berbulu lentik, adalah jejak India yang

tersisa padaku. (Lestari, 2011:3)

b. Dimensi sosiologis, yaitu dimensi yang berhubungan dengan kehidupan

sosial tokoh di dalam cerita. Tokoh Tansen di dalam cerita memiliki

kehidupan yang bebas dan tidak terikat pada siapapun, bahkan dalam hal

pekerjaan. Namun, kehidupan bebas itu memang harus berubah ketika

Tansen memperoleh warisan untuk merawat madre. Hal tersebut dapat

seperti terlihat dalam kutipan berikut ini.

Ayahku, seorang yang berjiwa bebas, melepasku besar begitu saja.

Seolah aku ini anak tumbuhan yang bisa cari makan sendiri tanpa

diurusi. Masa remaja hingga kini kuhabiskan di Bali. Sendirian. Aku

mewarisi jiwa bebas ayahku, kata orang-orang. Kendati batas antara

kebebasan dan ketidakpedulian terkadang saru. (Lestari, 2011:3)

Seolah membaca muka laparku, Pak Hadi mengiriskan roti lagi.

“Kerjamu apa di Bali?” ia bertanya.

“Macam-macam. Guide, ngajar surfing, desainer lepasan, penulis

kadang-kadang, ... .”

“Oh. Serabutan.” Dengan datar Pak Hadi menyimpulkan. (Lestari,

2011:15)

Dalam kasusku, “serabutan” adalah gaya hidup. Menclok dari satu

pekerjaan ke pekerjaan lain, satu tempat ke tempat lain, tidak ingin

terikat. Aku selalu punya masalah dengan rutinitas. Mungkin aku

belajar dari ayahku, atau mungkin aku justru berontak atas

ketidakjelasannya. Tidak tahu pasti. (Lestari, 2011:17)

Kutipan di atas menegaskan secara tersirat bahwa Tansen memiliki

kehidupan yang bebas, seperti ayahnya. Tansen pun memiliki protes

terhadap tingkah laku yang dilakukan oleh ayahnya terhadap dirinya.

Page 43: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

Tansen menganalogikan hal tersebut seolah-olah dirinya adalah sebuah

tumbuhan. Namun, Tansen tetap menjalani apa yang memang telah

menjadi jalan hidupnya.

c. Dimensi psikologis, yaitu sebuah dimensi yang mana digunakan untuk

menggambarkan tentang kejiwaan tokoh di dalam cerita. Di dalam cerpen

Madre, Tansen digambarkan memiliki jiwa yang kuat. Kondisi kejiwaan

tersebut digambarkan ketika Tansen memang harus hidup sendiri. Tansen

pun mencoba untuk tetap maju setelah ia mengalami kebingungan

terhadap warisan yang baru diperolehnya dari orang yang tak pernah dia

kenal sebelumnya. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut ini.

Tepat saat aku tiba di pemakaman orang yang tak kukenal. Siapa aku?

Itu pertanyaan pertamaku. Kenapa aku? Itu pertanyaanku berikutnya.

(Lestari, 2011:1)

“Nak Tansen ndak pulang ke Bali, toh?” tanya Pak Joko.

“Saya bakal tinggal sampai semua urusan lancar antara Pak Hadi dan

Mei,” jawabku. “Saya juga masih harus tanggung jawab soal modal

produksi. Terus terang, modal uang saya nggak punya, Pak. Tapi

mungkin saya bisa cari pinjaman ke teman-teman saya di Bali.”

(Lestari, 2011:36)

Kutipan di atas menjelaskan bahwa Tansen tetap berusaha untuk

menghidupkan kembali toko roti meskipun sebenarnya ia tidak memiliki

cukup modal untuk melakukan itu. Namun, kelemahan dalam hal modal

tersebut tidak menyurutkan niat Tansen untuk menghidupkan kembali toko

roti. Hal ini dibuktikan dengan usahanya untuk mencari pinjaman.

Dari hasil wawancara yang dilakukan terhadap responden, kepribadian

Tansen disebutkan sebagai orang yang bebas dan mengalir. Selain itu,

pertemuannya dengan Pak Hadi dan Mei juga membuat Tansen menjadi orang

yang bertanggung jawab dan mau belajar. Responden pun menyebutkan

bahwa Tansen memiliki keinginan yang kuat untuk menghidupkan kembali

toko roti itu.

2. Tokoh Pak Hadi

Selain Tansen, tokoh lain di dalam cerpen Madre, yaitu Pak Hadi. Pak

Hadi inilah yang sebenarnya mengetahui semua tentang Tansen, termasuk

Page 44: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

latar belakang tentang kehidupan Tansen yang justru tidak pernah diketahui

oleh Tansen sebelumnya. Di dalam cerpen tersebut, Pak Hadi digambarkan

sebagai orang yang pekerja keras, sabar, dan ulet untuk menjalani

kehidupannya. Itu ia buktikan dengan baktinya kepada Tuan Tan dan tetap

mempertahankan untuk merawat madre di usia senjanya. Penggambaran Pak

Hadi di dalam cerpen tersebut, yaitu sebagai berikut.

a. Dimensi fisiologis yang berkaitan dengan fisik, Pak Hadi digambarkan

sebagai seseorang yang sudah tua, berusia sekitar 80 tahun, memiliki muka

yang mulai keriput, kedua cuping telinga yang melebar, di seputar pipi

terdapat vlek, dan memiliki tubuh yang kurus, tetapi tegap. Hal tersebut

dapat dilihat dalam kutipan berikut ini.

Laki-laki Cina tua berbaju olahraga menyambutku. Usianya mungkin

sudah 80-an, terbaca dari keriput mukanya yang sudah menyerupai

lipatan, taburan vlek di seputar pipinya, dan kedua cuping telinga yang

melebar. Meski bola matanya mulai kelabu, sorot tatapannya tetap

tajam. Tubuhnya kecil ramping dan posturnya tegap. Anehnya, ia

melihatku dengan muka bosan seolah kami sudah bertemu ratusan

kali, atau sudah ratusan hari dia menungguku. (Lestari, 2011:6)

“Baru bangun? Waduh. Kalau tukang bikin roti harusnya bangun dari

Subuh.”

“Anak muda itu, kalau pekerjaannya bukan satpam shift malam ya,

bangun pagilah. Ikut tai chi dulu sama saya di lapangan dekat sini.”

“Rajin juga Pak Hadi,” aku nyengir. (Lestari, 2011:19)

b. Dimensi sosiologis yang berkaitan dengan tingkah laku sosial Pak Hadi di

dalam cerpen Madre digambarkan sebagai orang yang memiliki prinsip

dan sabar. Selain itu, Pak Hadi merupakan seorang yang beretnis Cina.

Sikap taat dan patuh pada pemimpinnya juga melekat dalam diri Pak Hadi.

Namun, di sisi lain Pak Hadi juga memiliki sifat sebagai pengalah ketika

memang sesuatu bukan lagi menjadi haknya. Kutipan yang menegaskan

penjelasan tersebut adalah sebagai berikut.

“Kan saya udah bilang. Buat Pak Hadi aja.”

“Ndak bisa. Cuma kamu yang boleh mengurus madre.” (Lestari,

2011:12)

Page 45: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

“Besok saya ajarken bikin roti. Sayang. Sudah punya madre tapi ndak

dijadiken apa-apa. Nih, tolong kembaliken ke kulkas.” (Lestari,

2011:16)

“Semua harus ditimbang. Persis. Kalau mau rasa konsisten, jangan

pakai ilmu kira-kira. Ayo, kamu yang timbang.”

“Berapa roti yang kamu tahu?” tanya Pak Hadi.

“Roti keju, cokelat, kacang, susu, ... .”

“Itu isinya!” Pak Hadi setengah mengomel. “Yang saya maksud itu:

roti putih, roti gandum utuh, bagel, foccacia, pita, baguette... tahu

ndak?

“Nggak,” jawabku ketus, “Terus, habis ini apa?”

“Kita campur semua.”

“Pakai itu, Pak?” Aku melirik mixer besar yang nganggur di pojok

lemari.

“Pakai tangan. Kamu harus belajar nguleni. Madre juga perlu kenal

tanganmu.” (Lestari, 2011:21)

Penjelasan di atas menegaskan bahwa meskipun Pak Hadi sudah tua,

ia tetap mengajari Tansen untuk membuat roti sebagaimana mestinya. Hal

itu menunjukkan bahwa Pak Hadi seorang penyabar. Model didikan yang

kuat pun diberikan Pak Hadi kepada Tansen dengan tegas, terutama dalam

hal membuat roti.

c. Dimensi psikologis berkaitan dengan kejiwaan tokoh. Pak Hadi memiliki

jiwa yang setia kepada pemimpinnya. Hal itu dibuktikannya selama

bertahun-tahun kepada Tan meskipun kerja tanpa digaji ketika memang

omzet Tan de Bakker sudah tak banyak. Tan juga mau menjaga madre

sampai menemukan keturunan Tan, Tansen. Dia rela untuk menetap di

ruko tua itu sendirian. Namun, Tan memiliki karakter yang tegas. Hal

tersebut dibuktikan dalam bagian kutipan berikut ini.

“Toko sudah ndak ada untung, cuma cukupan buat gaji pegawai, tapi

Tan terus bertahan. Katanya, madre jangan dibikin nganggur.”

“Madre?”

“Karyawan di sini cuma lima orang. Bisnis nyusut terus. Lama-lama

kami kerja ndak digaji. Akhirnya nyerah juga dia. Ndak tega sama

kami,” Pak Hadi tersenyum kecut. “Yang penting, madre jangan

mati. Itu saja yang kami jaga.” (Lestari, 2011: 7)

Page 46: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

“Kamu bodoh kalau tergiur dengan seratus juta. Uang segitu ndak

ada artinya dibandingken yang madre bisa kasih untukmu. Kamu

jual madre sekarang, lalu apa? Kalau kamu yang pelihara madre,

kamu bisa punya usaha sampai anak cucu. Ngerti?”

“Bertahun-tahun kami menunggu orang yang bisa menghidupkan

tempat ini lagi. Kami pikir orang itu kamu,” Pak Hadi menyahut

murung. “Ya, sudah. Terserah sajalah. Lupa saya. Madre itu hakmu.”

(Lestari, 2011:30)

Kutipan di atas menjelaskan ketegasan Pak Hadi ketika madre hendak

dijual oleh Tansen. Pak Hadi menyadari betul tentang keberadaan dan

bagaimana madre sehingga ia bersi keras supaya Tansen tidak menjual madre

tersebut. Namun, pada akhirnya Pak Hadi sadar bahwa madre sekarang adalah

hak Tansen sehingga Pak Hadi menyerah.

Hasil wawancara yang dilakukan pun menegaskan bahwa Pak Hadi

memiliki kepribadian yang santai. Pak Hadi juga merupakan orang yang

pantang menyerah serta sosok yang gigih dalam mempertahankan madre.

Madre dinilai Pak Hadi sebagai titipan yang harus dijaga dan bukan untuk

dijual.

3. Tokoh Mei

Tokoh lain yang juga memegang peranan penting di dalam cerpen

Madre, yaitu Mei. Ketika toko roti Tan de Bakker masih hidup, Mei

merupakan salah satu pelanggan setia toko roti tersebut. Mei selalu diajak oleh

ayahnya untuk membeli roti di Tan de Bakker. Ketika kecil, Mei memiliki sifat

yang hiperaktif hingga Mei pernah memecahkan biang roti kakeknya dengan

menggunakan sepeda. Dimensi tentang karakter Mei di dalam cerita, yaitu

sebagai berikut.

a. Dimensi fisiologis Mei di dalam cerita, yaitu Mei digambarkan memiliki

mata besar dan bulat, kulitnya kuning bersih, rambutnya dicat kepirangan,

dan memiliki betis yang mungil. Kutipan yang mendukung penjelasan

tersebut adalah sebagai berikut.

Untuk ukuran etnis Tionghoa, mata Mei terbilang besar dan bulat.

Yang tipikal darinya hanya warna kulitnya yang kuning bersih dan

warna rambut yang dicat kepirangan. Ia berpakaian sepuluh tahun

Page 47: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

lebih tua dari umurnya; sepatu setebal batu bata menopang betisnya

yang mungil, terusan dengan kain berkilau dan tas tangan haute

couture yang entah asli atau KW-aku tak bisa membedakan. (Lestari,

2011:25)

b. Dimensi sosiologis Mei digambarkan sebagai wanita yang berdarah etnis

Tionghoa. Selain itu, Mei merupakan seorang pemilik bakery yang sukses

dengan memiliki beberapa cabang. Usaha tersebut merupakan warisan dari

keluarga Mei yang kini ia kembangkan sehingga menjadi berhasil. Hal

tersebut seperti terlihat dalam bagian kutipan berikut ini.

“Sekarang kami sudah ganti konsep, Pak. Yang di Bogor masih ada,

tapi fokus kami sekarang di Jakarta. Kami sudah buka outlet di lima

mal. Cabang keenam segera menyusul,” Mei menjelaskan dengan

bangga. “Sekarang saya in-charge gantikan Papi.” (Lestari, 2011:26)

c. Dimensi psikologis Mei digambarkan sebagai orang yang pekerja keras dan

menggapai kesuksesan, ia tetap memiliki perasaan bersalah. Perasaan

bersalah itu ketika Mei dewasa, ia mengetahui betapa berharga biang madre

kakeknya yang ia pecahkan sewaktu kecil. Dulu, Mei tidak tahu apa-apa,

yang ia tahu biang itu adalah adonan biasa. Perasaan bersalah itu terbawa

hingga ia dewasa dan sampai-sampai Mei pernah menawar untuk membeli

biang madre. Kutipan yang menegaskan penjelasan di atas adalah sebagai

berikut.

“Dari dulu produksi bakery kami memang sudah campur dengan ragi

instan. Nggak semua pakai adonan biang. Jadi kami nggak simpan

banyak-banyak. Cuma ada dua stoples. Dua-duanya ...,” Mei menelan

ludah, “Nggak sengaja saya pecahkan. Umur saya masih tujuh tahun

waktu itu. Saya tubruk meja pakai sepeda. Dua stoples isi adonan

biang yeye ambruk ke lantai. Lagi nggak ada siapa-siapa di dapur.

Karena nggak ngerti dan takut dimarahin, saya lap sendiri adonan

yang tumpah. Saya buang.” Suara Mei tercekat. (Lestari, 2011:64-65)

“Lha. Adonan itu kan bisa dibuat lagi?”

“Pak Hadi bisa bayangkan kalau adonan itu madre?” sahut Mei getir.

“Apa bisa madre dibuat lagi?”

Pak Hadi terdiam.

“Betul, Yeye bikin adonan biang lagi. Tapi buat dia nggak pernah

sama.”

Page 48: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

“Saya sedih karena saya menghancurkan sejarah Yeye,” kata Mei

pelan. (Lestari, 2011:65-66)

Dari hasil wawancara pun disebutkan bahwa kepribadian Mei

digambarkan sebagai orang yang tekun dan mau berjuang untuk toko rotinya.

Toko roti sebagai turunan dari ayahnya itu Mei kembangkan menjadi besar.

Selain tiga tokoh utama di atas, di dalam cerpen Madre ini didukung

beberapa tokoh yang memiliki hubungan langsung dengan toko roti Tan de

Bakker kala itu. Tokoh-tokoh tersebut, yaitu Bu Cory, Bu Sum, Bu Dedeh, dan

Pak Joko. Mereka semua adalah karyawan-karyawan Tan Sin Gie kala itu.

Penggambaran tentang karakter tokoh-tokoh tersebut di dalam cerita tidak

terlalu banyak. Hanya sedikit kisah yang disampaikan oleh pengarang

mengenai para karyawan Tan Sin Gie, terutama ketika madre hendak dijual

oleh Tansen.

4. Tokoh Bu Cory

Bu Cory adalah salah satu pegawai Tan Sin Gie yang paling lama. Ketika

toko roti tidak begitu banyak mendapatkan omzet, Bu Cory pun rela bekerja

tanpa digaji.

a. Dimensi fisiologis, Bu Cory digambarkan sebagai wanita yang sudah tua,

memiliki tubuh tinggi, kurus, memakai kacamata untuk membantu

penglihatannya, dan memiliki rambut ikal yang sudah memutih. Kutipan

yang menegaskan penjelasan tersebut adalah sebagai berikut.

Seorang nenek bertubuh tinggi kerempeng dengan rambut putih ikal

menoleh padaku, senyumnya langsung mengembang. Ia membetulkan

letak kacamatanya sambil menghampiriku, “Oh, ini cucunya

Lakshmi? Gagah sekali!” (Lestari, 2011:33)

b. Dimensi sosiologis, Bu Cory digambarkan sebagai seorang pekerja toko roti

Tan de Bakker. Di toko roti tersebut, Bu Cory bekerja di bagian depan. Hal

itu, dikarenakan Bu Cory tidak ahli di dalam membuat roti dengan

menggunakan biang. Bagian yang menjelaskan hal tersebut adalah kutipan

berikut ini.

Page 49: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

Nenek yang pertama kali menyapaku adalah Bu Cory, pegawai tertua

yang telah bekerja untuk Pak Tan selama lima puluh tahun lebih.

(Lestari, 2011:33)

Dari gambaran tersebut dapat kita ketahui bagaimana loyalitas Bu

Cory kepada Tan Sin Gie selaku pemilik toko roti Tan de Bakker. Meski

Tan tak mampu menggaji dan toko roti juga tidak berproduksi secara

maksimal, Bu Cory tetap bekerja di sana.

c. Dimensi psikologis yang berkaitan Bu Cory dijelaskan sebagai orang yang

pantang menyerah dan loyal terhadap atasan. Ketika bekerja dengan Tan,

meskipun tak digaji, Bu Cory rela tetap bekerja di toko roti tersebut. Hal

tersebut menggambarkan bahwa Bu Cory memiliki mental dan loyalitas

yang baik. Bahkan, Bu Cory merupakan pegawai tertua di toko tersebut.

Penjelasan tersebut dipertegas dengan kutipan berikut ini.

Mereka berlima adalah pegawai-pegawai terakhir toko roti Tan.

Seperti ceritanya Pak Hadi, mereka sempat bertahan bekerja tanpa

digaji sampai akhirnya Pak Tan tak tega dan menutup usahanya.

Kemarin, begitu Pak Hadi mengabarkan bahwa madre akan dijual,

mereka memutuskan untuk berkumpul. (Lestari, 2011:34)

Berdasarkan kutipan di atas, dapat diketahui bagaimana rasa cintanya

pegawai-pegawai Tan terhadap biang roti, madre. Mereka rela berkumpul

untuk melepaskan madre sebelum akhirnya dijual. Itu merupakan salah satu

bukti bagaimana madre sangat berharga bagi mereka.

5. Tokoh Bu Sum

Selain Bu Cory, salah satu karyawan Tan yang juga teman seperjuangan

Bu Dedeh, Pak Joko, dan Pak Hadi, yaitu Bu Sum. Meskipun peran Bu Sum di

dalam cerita ini tidak banyak, tapi kehadirannya cukup memberi warna baru

jalannya cerita. Tak berbeda dengan Bu Cory, Bu Sum juga memiliki loyalitas

yang tinggi kepada Tan Sin Gie. Dimensi sebagai penggambaran dari Bu Sum,

yaitu sebagai berikut.

a. Dimensi fisiologis, yaitu dimensi yang berkaitan dengan ciri-ciri badan. Di

dalam cerpen tersebut, Bu Sum digambarkan sebagai wanita yang memiliki

Page 50: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

tubuh pendek dan gemuk, rambutnya sering disanggul. Kutipan yang

mendukung penjelasan tersebut adalah berikut ini.

Bu Sum, yang berperawakan gemuk-pendek dengan rambut

disanggul, masa pengabdiannya hanya beberapa tahun saja dengan

Bu Cory. (Lestari, 2011:33)

b. Dimensi sosiologis, yaitu dimensi yang berkaitan dengan status sosial,

pekerjaan, jabatan, tingkat pendidikan, dan keturunan. Di dalam cerpen

Madre, Bu Sum hanya digambarkan sebagai seseorang yang telah lama

bekerja di toko Tan de Bakker. Di Tan de Bakker, Bu Sum bekerja di

bagian depan. Hal yang tersebut didukung dengan kutipan berikut ini.

Bu Sum, yang berperawakan gemuk-pendek dengan rambut

disanggul, masa pengabdiannya hanya beberapa tahun saja dengan

Bu Cory. Keduanya dulu bekerja di bagian depan, bertugas melayani

pembeli dan menjadi kasir. (Lestari, 2011:33)

c. Dimensi psikologis, yaitu dimensi yang berkaitan dengan keinginan,

mentalitas, dan perasaan pribadi. Di dalam dimensi ini, Bu Sum

digambarkan sebagai orang yang loyal terhadap pemimpinnya. Meski tak

dibayar, ia tetap bekerja di Tan de Bakker. Penulis tak banyak

menggambarkan dimensi ini di dalam cerpen Madre. Kutipan yang menjadi

bukti dari penjelasan tersebut adalah sebagai berikut.

Mereka berlima adalah pegawai-pegawai terakhir toko roti Tan.

Seperti cerita Pak Hadi, mereka sempat bertahan bekerja tanpa digaji

sampai akhirnya Pak Tan tak tega dan menutup usahanya. (Lestari,

2011:34)

Tokoh pendukung lainnya, yaitu Bu Dedeh. Tak banyak cerita mengenai

Bu Dedeh. Penulis hanya menggambarkan bahwa Bu Dedeh merupakan

pegawai termuda yang telah bekerja selama tiga puluh tahunan. Dari dimensi

fisiologis, Bu Dedeh pun tidak digambarkan secara jelas oleh penulis. Penulis

hanya menceritakan bahwa Bu Dedeh berasal dari Tasikmalaya. Bu Dedeh

Page 51: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

juga digambarkan sebagai sosok yang memiliki kesetiaan terhadap

pemimpinnya.

Tak jauh berbeda dengan Bu Dedeh, tokoh Pak Joko juga tidak

digambarkan secara jelas. Namun, dari sisi fisiologis, Pak Joko digambarkan

sebagai orang yang pendiam dan bersuara lembut serta memiliki badan yang

tinggi. Secara sosiologis, Pak Joko bekerja di toko roti bagian belakang, yaitu

sebagai pembuat kue. Masa kerjanya sudah sekitar empat puluh tahunan.

Namun, dari sisi psikologis, penulis tidak menggambarkan secara eksplisit,

tetapi implisit bahwa Pak Joko merupakan seseorang yang memiliki keloyalan

terhadap atasannya.

Satu-satunya eks pegawai pria selain Pak Hadi adalah Pak Joko, yang

berkopiah, bersuara lembut, dan cenderung pendiam. Tubuhnya tinggi

dengan bahu condong ke dalam seolah senantiasa memberi tanda

“permisi”. Pak Joko mengabdi empat puluh tahunan di sana, bertugas

bersama Pak Hadi dan Bu Dedeh di dapur sebagai pembuat roti. (Lestari,

2011:34)

Berbeda dengan cerpen Madre, cerpen Menunggu Layang-layang

memiliki dua tokoh utama dan satu tokoh pendukung. Ada tokoh lain yang

mencoba dihadirkan oleh penulis, tetapi itu hanya sebuah namanya saja.

Karakter dan kegiatan tokoh tersebut tidak diceritakan secara kompleks. Tokoh

utama di dalam cerita tersebut, yaitu Christian dan Starla, sedangkan tokoh

pendukung cerita, yaitu Rako. Kemunculan Rako hanya beberapa bagian saja,

tetapi cukup untuk memunculkan konflik antara Christian dan Starla.

6. Tokoh Christian

Sosok Christian merupakan teman dari Starla. Awalnya mereka bekerja di

sebuah perusahaan yang sama. Namun, beberapa tahun terakhir mereka

memiliki pekerjaan yang berbeda dan berbeda kantor pula. Karakter dari

masing-masing tokoh pun berbeda-beda. Berikut adalah karakter yang dimiliki

oleh Cristian dari segi fisiologis, sosiologis, dan psikologis.

a. Dimensi fisiologis. Di dalam cerpen ini, penulis tidak menggambarkan

sosok Christian secara spesifik. Tidak ada penjelasan mengenai ciri-ciri

Christian.

Page 52: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

b. Dimensi sosiologis, yaitu dimensi yang berkaitan dengan jabatan dan

pendidikan. Sosok Christian digambarkan sebagai seorang arsitek. Secara

otomatis, ketika seseorang telah mendapatkan predikat sebagai seorang

arsitek, pendidikan minimal yang telah ditempuh, yaitu tingkat sarjana.

Berikut ini adalah kutipan yang mendukung penjelasan tersebut.

“Selamat pagi.” Suara Starla yang khas menyapaku. Merdu, tapi

mengganggu. Enak didengar, tapi selalu berbuntut kurang enak.

Berdasarkan statistikku, dia lebih sering menelepon untuk minta

tolong. Sedikit mengenai Starla: aku dan dia berkenalan ketika masih

baru sama-sama meniti karier. Aku seorang arsitek dan dia desainer

interior, dan selama beberapa tahun kami bekerja di biro konsultan

yang sama. (Lestari, 2011:128)

Selain itu, sosok Christian merupakan tipe orang yang memiliki

kehidupan teratur. Setiap hari, Christian dengan menggunakan bantuan

beker, ia bangun tidur untuk memulai aktivitasnya. Lagu-lagu favoritnya

pun ia coba susun di daftar lagu secara rapi karena itu merupakan

kesukaannya. Hal tersebut didukung dengan kutipan berikut ini.

Sebagaimana hari kemarin dan kemarinnya lagi, dan entah, berapa

banyak kemarin yang telah lewat, pukul 5.45 bekerku berdering.

“Kring” bukan “bip-bip”. Bagiku, kebisingan suara beker klasik punya

daya tembus lebih tajam ke alam bawah sadar. Bukan pukul 5.30 atau

6.00, tapi lima-empat-lima pas. Saat itu matahari benar-benar

misterius. Pagi yang menyisakan sejumput malam sekaligus

menjanjikan siang. (Lestari, 2011:126)

Christian adalah sosok lelaki yang belum pernah memiliki kekasih.

Selama hidupnya ia menghabiskan waktunya dengan sendiri. Starlalah

wanita yang paling dekat dengan Christian.

c. Dimensi psikologis Christian digambarkan memiliki mental sebagai sosok

yang pekerja keras. Christian juga sebagai sosok penyayang, terutama

terhadap sahabatnya. Hal itu dibuktikannya ketika sahabatnya, Rako akan

jatuh ke pelukan Starla mengingat Christian mengetahui karakter Starla.

Berikut ini adalah kutipan yang mendukung penjelasan tersebut.

Page 53: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

“Kita tahu sama tahu modus operandi-mu. Nggak lama lagi, dia bakal

ngajak kamu serius. Dan segampang itu kamu bakal buang badan. Ya

kan?” tudingku. “Dia sahabatku dari kecil. Aku kenal baik Rako, dan

aku tahu sehancur apa dia nanti. Please. Sudahi ini semua. Bilang aja

terus terang kalau kamu nggak pernah niat serius.” (Lestari, 2011:138)

Dari hasil wawancara yang dilakukan, tokoh Christian memiliki pola

hidup yang monoton dan kaku. Kemonotonan dalam hidup itu pun

menjadikan sosok Christian sebagai pribadi yang membosankan. Namun,

keteraturan dalam hidup Christian pun dinilai baik oleh responden.

Selain terhadap Rako, Christian pun memiliki perasaan untuk

melindungi Starla meskipun Starla telah menyakiti sahabatnya, Rako.

Christian terlihat memiliki mental yang kuat karena dia tidak mudah sakit hati

terhadap apa yang dilakukan oleh temannya.

Nama baru lagi. Aku menghela napas. “Kamu sudah lapor polisi?”

Starla menggeleng. “Tadi aku lawan dia. Terus dia kabur. Tapi aku

nggak mau di sini dulu. Aku takut.” Perempuan tangguh ini mendadak

bagai kucing kecil yang baru tercebur ke kolam, meringkuk tak

berdaya.

Aku tak punya pilihan lain. Malam itu Starla menginap di apartemenku.

(Lestari, 2011:143)

Dari kutipan di atas ditegaskan bahwa Christian tetap menolong Starla

di saat Starla terkena musibah. Christian melupakan segala kejadian yang

telah dilakukan oleh Starla terhadap Rako, sahabat Christian. Di sini jelas

bahwa Christian memiliki mental yang baik untuk menjadi seorang pemaaf

dan tidak pendendam.

7. Tokoh Starla

Selain Christian, tokoh lain di dalam cerpen Menunggu Layang-layang,

yaitu Starla. Starla merupakan teman kerja Christian. Namun, setelah beberapa

tahun, Starla pindah kerja dan tidak satu kantor lagi dengan Christian lagi.

Namun, persahabatan mereka tetap seperti sebelumnya meskipun mereka

sudah tidak sama-sama lagi. Berikut adalah penggambaran karakter Starla dari

tiga dimensi, yaitu fisiologis, sosiologis, dan psikologis.

Page 54: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

a. Dimensi fisiologis Starla tidak digambarkan secara jelas di dalam cerpen

ini, baik dari ciri-ciri rambutnya, tinggi badannya, dan warna kulitnya.

Dimensi fisiologis yang jelas tentang Starla di dalam cerpen Menunggu

Layang-layang hanyalah pada jenis kelamin, yaitu Starla adalah seorang

perempuan. Kutipan yang mendukung penjelasan tersebut adalah sebagai

berikut.

Starla kemudian permisi cuci tangan. Begitu ia berdiri, mataku

memandang berkeliling. Selalu sama. Setiap mata laki-laki terpusat

padanya. Banyak perempuan cantik di belantara Jakarta ini, tapi

rasanya tidak ada yang memiliki efek pengisap perhatian seperti

Starla. (Lestari, 2011:131)

b. Dimensi sosiologis Starla digambarkan sebagai seorang desainer interior

yang pada akhirnya menjadi freelancer. Kondisi ini sekaligus menjelaskan

bahwa pendidikan Starla minimal adalah seorang sarjana meskipun di

cerpen tersebut tidak dijelaskan secara langsung. Di dalam hidupnya,

Starla sering berganti-ganti pacar. Hal itu dilakukannya karena dia tidak

mau terikat komitmen. Hal tersebut didukung dengan kutipan berikut ini.

Starla hanya mengangkat alis, lalu menyeruput tehnya.

“Kamu, kok, kayaknya nggak terlalu semangat.”

“Perasaanku nggak enak. Kayaknya dia bakal sama dengan yang lain-

lain.”

“Nggak usah, pergilah.”

“Udah kepalang janji.” (Lestari, 2011:131)

c. Dimensi psikologis dalam diri Starla digambarkan sebagai perempuan

yang memiliki rasa kesepian. Untuk mengusir rasa kesepian itu, Starla

melampiaskannya dengan berganti pacar. Starla juga digambarkan sebagai

sosok yang keras kepala. Starla tidak terlalu memperhatikan kritik dan

saran orang lain. Hal tersebut seperti yang disebutkan dalam bagian

kutipan berikut ini.

Posisi duduk Starla langsung menegak. “Kami dua orang dewasa yang

bisa tanggung jawab atas keputusan masing-masing, oke? Apa

salahnya saling suka, jatuh cinta, mencoba-coba? Semua yang di

Page 55: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

dunia ini juga dilewati pakai proses itu. Mau pilih mobil kek, mau

pilih baju … .” (Lestari, 2011:132)

Dari hasil wawancara dijelaskan bahwa sosok Starla sebagai orang yang

bebas. Hal itu berakibat seringnya Starla berganti-ganti pasangan. Selain itu,

Starla pun dinilai sebagai sosok wanita metropolis yang memiliki gaya hidup

bebas.

8. Tokoh Rako

Tokoh ketiga di dalam cerpen ini, yaitu Rako. Rako ini merupakan

sahabat Christian sejak kecil dari TK-SMA. Namun, setelah SMA mereka

berpisah karena Rako melanjutkan sekolahnya ke luar negeri. Karakter tentang

Rako digambarkan dalam tiga dimensi berikut.

a. Dimensi fisiologis Rako tidak dijelaskan di dalam cerpen tersebut secara

lengkap, misalnya warna kulit dan tinggi badan. Penulis hanya

menjelaskan bahwa Rako berjenis kelamin laki-laki melalui kutipan

percakapan berikut. Kutipan tersebut adalah sebagai berikut.

“Gue mau cari cewek bule aja, Chris. Bertahun-tahun gaul sama

cewek sini, jarang banget ada yang cocok. Cewek-cewek sini tuh

luarannya aja modern, dalamnya sih sama aja. Konvensional. Belum

apa-apa udah ngomongin kawinlah, tunanganlah, padahal gue belum

siap ke arah sana. Gue maunya traveling dulu, lihat dunia dulu … .”

(Lestari, 2011:135)

b. Dimensi sosiologis Rako digambarkan sebagai orang yang mempunyai

kemampuan material lebih. Penulis tidak menyebutkan secara langsung

tentang status tersebut, tetapi dengan cerita bahwa Rako melanjutkan

sekolah ke Inggris sudah cukup digunakan sebagai bukti. Dari keadaan

tersebut pun dapat disimpulkan bahwa Rako memiliki tingkat pendidikan

yang baik. Kutipan yang mendukung penjelasan tersebut adalah sebagai

berikut.

Rutinitasku terguncang. Guncangan yang menyenangkan. Sahabat

lamaku, Rako, yang selama ini bersekolah di Inggris tiba-tiba muncul

di kantor. Rako termasuk satu dari sedikit sahabatku di dunia ini.

Kami berteman sejak dari TK sampai SMA. Selalu bersaing dalam

Page 56: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

pelajaran, tapi selalu kompak dalam segala perkara di luar itu.

Terutama masalah cinta. (Lestari, 2011:134)

c. Dimensi psikologis Rako digambarkan sebagai laki-laki yang tidak mau

terikat komitmen lebih awal. Jika dilihat dari tingkat kecerdasan, Rako

dapat digolongkan sebagai anak yang cerdas karena Rako mampu

melanjutkan sekolahnya ke luar negeri. Namun, di dalam hal percintaan,

mental Rako tidak begitu baik. Hal tersebut dapat dilihat ketika Rako

ditolak oleh Starla dan itu menyebabkan Rako frustasi berat hingga

akhirnya Rako memutuskan dan memilih untuk kembali ke Inggris.

Berikut adalah kutipan yang mendukung penjelasan tersebut.

Namun bicara memang gampang. Sementara cinta luar biasa

kompleks. Rako tak sanggup mengalahkan teori layang-layang. Ia

memilih kembali ke Inggris. Dan kembali memanggilku “Chris”.

(Lestari, 2011:140)

Dari hasil wawancara yang dilakukan, sosok Rako dinilai sebagai orang

yang tergesa-gesa dalam mengambil keputusan. Rako pun tidak mau

mendengarkan nasihat yang disampaikan oleh sahabatnya sehingga Rako

melakukan pembuktian tentang sosok Starla secara langsung.

C. Konflik Batin yang Dialami oleh Tokoh

1. Ketidakjelasan Silsilah Keluarga Tansen; Mendapatkan Warisan dari

Orang yang Tidak Dikenal

Menurut Meredith dan Fitzgerald dalam Nurgiyantoro (2009:122)

konflik menyaran pada pengertian sesuatu yang bersifat tidak menyenangkan

yang terjadi dan dialami tokoh(-tokoh) cerita, yang, jika tokoh(-tokoh) itu

mempunyai kebebasan untuk memilih, ia (mereka) tidak akan memilih

peristiwa itu menimpa dirinya. Hal tersebut juga terjadi terhadap tokoh Tansen

di dalam cerpen Madre.

Konflik yang dialami Tansen, yaitu Tansen tidak begitu mengenal latar

belakang keluarganya secara jelas. Tansen hanya mengetahui bahwa ia

Page 57: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

memiliki darah keturunan India dari neneknya, Lakshmi. Namun, Tansen juga

tidak pernah bertemu dengan neneknya secara langsung karena neneknya telah

meninggal ketika melahirkan ibunya Tansen. Begitu pun dengan ibunya

Tansen pun meninggal ketika melahirkan Tansen. Keadaan tersebut dapat

dilihat dalam kutipan berikut ini.

Semasa kecil, aku punya beberapa teman dari keluarga dari India asli.

Mereka jauh berbeda. Keluargaku seperti tercerabut dari akarnya.

Ditambah lagi ada semacam kutukan umur pendek atas perempuan

dalam garis keluargaku. Nenek meninggal setelah melahirkan ibu. Ibu,

anak nenek satu-satunya, meninggal tak lama setelah melahirkan aku,

anak satu-satunya. (Lestari, 2011:3)

Tansen memiliki kehidupan yang bebas. Kehidupan bebas itu dinilai

Tansen sebagai sebuah turunan dari ayahnya. Menurut banyak orang, ayah

Tansen pun memiliki kehidupan yang bebas. Namun, Tansen juga meragukan

tentang arti kebebasan. Tansen menilai kebebasan itu benar-benar sebuah

turunan dari ayahnya atau memang ayahnya yang tidak mau merawat Tansen

untuk tumbuh dan berkembang. Sebuah pemikiran itu muncul sebagai bentuk

protes Tansen tentang arti kebebasan yang ditujukan kepada ayahnya. Kutipan

yang menjelaskannya, yaitu sebagai berikut.

Ayahku, seorang yang berjiwa bebas, melepasku besar begitu saja.

Seolah aku ini anak tumbuhan yang bisa cari makan sendiri tanpa

diurusi. Masa remaja hingga kini kuhabiskan di Bali. Sendirian. Aku

mewarisi jiwa bebas ayahku, kata orang-orang. Kendati batas antara

kebebasan dan ketidakpedulian terkadang saru. (Lestari, 2011:3)

Freud (Hall & Lindzey, 1993:64) menyebutkan bahwa id “kenyataan

psikis yang sebenarnya” karena id merepresentasikan dunia batin pengalaman

subjektif dan tidak mengenal kenyataan objektif. Id yang merupakan sistem

kepribadian yang paling dasar dalam diri Tansen memiliki naluri-naluri

bawaan untuk hidup diperhatikan oleh keluarganya. Kehidupan bebas yang

dimilikinya sekarang ini seolah dianggapnya tanpa perhatian.

Page 58: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

Ayahku, seorang yang berjiwa bebas, melepasku besar begitu saja.

Seolah aku ini anak tumbuhan yang bisa cari makan sendiri tanpa

diurusi. (Lestari, 2011:3)

Namun, Tansen tetap tidak dapat berlari dari keadaan itu karena

memang Tansen hidup sendiri. Di tengah dorongan id yang tidak realistis

untuk mendapatkan perhatian, dibutuhkan ego untuk melampiaskan keinginan

Tansen.

Ego yang lebih berprinsip pada prinsip realitas (reality principle) ini

membuat Tansen tetap menjalani hidupnya yang bebas. Penyaluran kehidupan

Tansen dilakukan dengan bekerja di Bali guna menopang kehidupannya. Di

dalam kehidupannya di Bali, Tansen pun tidak memiliki pekerjaan yang tetap.

Keadaan ini, tidak akan mengubah naluri id Tansen yang ingin mempunyai

pekerjaan yang tetap. Namun, ego Tansen tetap mengedepankan prinsip

realitas, yaitu ketika memang tidak ada tempat untuk mendapatkan perhatian,

Tansen tetap menjalani kehidupan tersebut, yaitu dengan bekerja tidak tetap

atau freelance. Prinsip realitas itu dikerjakan melalui proses sekunder

(secondary process), yakni berpikir realistis menyusun rencana apakah

rencana itu menghasilkan objek yang dimaksud (Alwisol, 2011:15-16).

“Macam-macam. Guide, ngajar surfing, desainer lepasan, penulis

kadang-kadang, ....”

“Oh. Serabutan.” Dengan datar Pak Hadi menyimpulkan.

(Lestari, 2011:15)

Sebagai bentuk pemuasan id dan ego yang dimiliki Tansen, superego

yang memiliki peranan sebagai pengendali terhadap id dan ego Tansen pun

tidak memberikan rintangan yang berarti terhadap kehidupan Tansen. Seperti

disebutkan Alwisol (2011:16) bahwa superego pada hakikatnya merupakan

elemen yang mewakili nilai-nilai orang tua atau interpretasi orang tua

mengenai standar sosial yang diajarkan kepada anak melalui berbagai larangan

dan perintah. Superego memiliki prinsip untuk memberikan rintangan

Page 59: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

terhadap id dan ego dalam pemuasan apa yang diinginkan oleh id jika

memang pemuasan yang akan dilakukan tidak sesuai dengan moral dan aturan

yang berlaku di masyarakat. Namun, Tansen tidak melakukan hal-hal yang a-

moral karena pekerjaan yang Tansen lakukan tidak merugikan orang lain mau-

pun masyarakat. Hal tersebut dapat dilihat dalam cuplikan dialog berikut ini.

Seolah membaca muka laparku, Pak Hadi mengiriskan roti lagi.

“Kerjamu apa di Bali?” ia bertanya.

“Macam-macam. Guide, ngajar surfing, desainer lepasan, penulis

kadang-kadang, ... .”

“Oh. Serabutan,” dengan datar Pak Hadi menyimpulkan. (Lestari,

2011:15)

Masa remaja Tansen dihabiskan di Bali. Namun, setelah itu, Tansen

tiba-tiba mendapatkan warisan dari orang yang tak dikenalnya di Jakarta.

Nama orang tak dikenal itu muncul secara tiba-tiba di dalam kehidupan

Tansen. Bahkan, hanya warisannya saja karena orang tersebut telah

meninggal.

Mendapatkan warisan dari orang yang tak dikenalnya, naluri id Tansen

mendorongnya untuk mengetahui tentang hal tersebut. Tansen pun

memutuskan untuk pergi ke tempat pemakaman sehingga dapat mengetahui

siapa pewaris tersebut. Apa yang dilakukan Tansen tersebut merupakan

penyaluran dari ego yang dimilikinya untuk mengetahui bagaimana realitas

tersebut sebenarnya terjadi. Ego sesungguhnya bekerja untuk memuaskan id

karena itu ego yang tidak memiliki energi sendiri akan memperoleh energi

dari id (Alwisol, 2011:16). Ego ini digunakan sebagai upaya pemuasan

kebutuhan untuk mengurangi tegangan yang didapatkan oleh Tansen dalam

kehidupan nyata. Namun, Tansen tidak mendapatkan apa yang dia inginkan

di pemakaman. Tansen hanya mendapatkan sebuah nama “Tan Sin Gie.”

Di tengah kebingungan Tansen, seorang pengacara sewaan Tan Sin Gie

muncul. Tansen pun tidak menolak ajakan sang pengacara karena dorongan

ego yang dimilikinya untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.

Superego yang dimilikinya pun tidak memberikan rintangan karena Tansen

Page 60: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

mengikuti ajakan pengacara untuk mengetahui seluk beluk warisan yang

ditujukan kepadanya. Hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut.

“Kamu ini benar-benar nggak kenal sama Pak Tan?”

“Sama sekali enggak.”

“Tapi namamu seperti nama Tionghoa. Tansen Wuisan.” Ia lalu

menghamparkan berkas-berkas di atas meja.

“Wuisan itu fam Manado, Pak. Tansen itu nama India.” (Lestari,

2011:3)

Tansen mengetahui tempat tinggal Tan dari pengacara tersebut. Di

sebuah ruko tua itulah Tansen bertemu dengan Pak Hadi. Keinginan Tansen

untuk mengetahui tentang warisan itu semakin memuncak. Di antara

kebingungan mengapa dan kenapa dia, id Tansen mendorongnya untuk

menggali tentang asal muasal warisan tersebut kepada Pak Hadi. Di dalam

menjalankan fungsinya ini, id didorong maksud untuk mendapatkan alasan

mengapa warisan tersebut ditujukan kepada Tansen. Id mencoba

menghadirkan keadaan dan alasan yang nyata bagaimana warisan itu dapat

ditujukan kepada Tansen. Hal tersebut seperti yang terlihat dalam kutipan

dialog berikut.

“Madre itu siapa, Pak?” tanyaku lagi

“Tan bilang, madre mesti dirawat orang muda yang semangatnya baru.

Orang ndak sembarangan, yang memang punya hubungan langsung

sama madre,” Pak Hadi terus mengoceh seperti tak mendengar

pertanyaanku. (Lestari, 2011:7)

Di dalam keadaan ini, peran ego dan superego Tansen berjalan

seimbang. Ego berusaha untuk merealisasikan apa yang diinginkan oleh id

untuk mendapatkan cerita yang sebenarnya tentang warisan melalui Pak Hadi.

Cerita tentang asal warisan itu memang akhirnya didengar oleh Tansen dari

Pak Hadi. Namun, id yang dimiliki Tansen menganggapnya itu adalah sebuah

kekonyolan hidup yang bisa berubah dalam sekejap. Untuk memuaskan dan

mengurangi tegangan yang dibutuhkan oleh id sehingga seimbang dengan

ego, Tansen memerlukan superego. Superego tersebut dimaksudkan supaya

Tansen mampu mengetahui tentang kekonyolan itu dengan cara-cara yang

Page 61: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

diterima oleh moral dan hati nurani. Pelaksanaannya dilakukan oleh ego,

yaitu untuk mengetahui tentang silsilah keluarganya yang selama ini tidak

diketahui oleh Tansen melalui Pak Hadi. Di sinilah terlihat bahwa Tansen

masih memedulikan aktivitas superego-nya untuk mengetahui tentang Tan

Sin Gie dan warisan yang diberikan kepadanya, seperti dalam kutipan dialog

berikut ini.

“Pak Hadi, saya nggak ngerti apa madre ini?” kututup pintu kulkas itu,

“Saya nggak pernah kenal yang namanya Pak Tan. Makin ke sini saya

makin yakin dia salah orang. Saya pamit pulang, Pak.”

“Nenekmu namanya Lakshmi?”

Aku menatapnya curiga, “Iya.”

“Ibumu namanya Kartika?”

Aku mengangguk lagi.

“Ndak mungkin salah orang.” Pak Hadi menunjuk kulkas itu, “Ini

hakmu.”

“Saya hibahkan untuk Pak Hadi,” sahutku cepat. “Beres, kan?” (Lestari,

2011:9-10).

Silsilah keluarga Tansen yang tak pernah dia ketahui selama ini

akhirnya diketahui oleh Tansen. Hidup Tansen yang selama ini sudah bebas

dan tidak terikat, setelah mendapat warisan madre, hidup Tansen akan terikat

dengan madre. Dalam keadaan seperti itu, Tansen ingin segera pergi dan

meninggalkan madre supaya tidak ada keterikatan. Id Tansen yang

merupakan bawaan memiliki sifat dasar untuk tidak terikat. Oleh karena itu,

Tansen berusaha untuk memberikan warisan tersebut kepada Pak Hadi.

Namun, Pak Hadi menolaknya, seperti dalam kutipan berikut.

“Saya hibahkan untuk Pak Hadi,” sahutku cepat. “Beres, kan?”

“Benar-benar ndak ngerti kamu ini rupanya.” Tangannya lalu mengibas

seperti menghalau ayam. “Sana. Duduk. Saya bikinken kopi lagi.”

(Lestari, 2011:10)

Penolakan dari Pak Hadi membuat Tansen tetap tinggal di Jakarta. Di

Jakarta itulah Tansen bertemu dengan Mei, seorang wanita pengusaha bakery

yang sukses. Id Tansen yang merupakan naluri dasar tidak ingin hidup terikat

itu akhirnya melampiaskannya keinginannya melalui Mei. Id tersebut

Page 62: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

memang dapat menurunkan tegangan pada Tansen, tetapi hanya bersifat

sementara. Hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut ini.

“Kalau gitu saya akan buat proposal untuk membeli madre. Akan saya

hargai tinggi. Saya jamin,” Mei berkata mantap.

Otot-otot di muka keriput Pak Hadi tampak mengencang. “Madre ndak

dijual,” ia berkata. Garang. (Lestari, 2011:28)

Id tersebut mendorong ego untuk melakukan suatu hal yang benar-

benar nyata untuk menghilangkan ketegangan yang dialami sehingga

tegangan itu benar-benar mereda. Dalam keadaan seperti ini, Tansen

mengalami tekanan batin sehingga id akan berusaha meredakan tegangan

tersebut. Untuk meredakan tegangan yang dialami Tansen karena memiliki

biang roti dan dia tidak dapat membuat roti. Selain itu, warisan tersebut dia

peroleh dari orang yang tak dikenalnya. Tansen memerlukan sebuah perantara

untuk menghilangkan ketegangan yang dia alami, yaitu ego.

Ego pun bekerja untuk merealisasikan apa yang diinginkan oleh id. Ego

yang berpegang pada prinsip realitas ini mencoba untuk mewujudkan

dorongan id untuk memperoleh kebebasan kembali, yaitu dengan menjual

madre kepada Mei. Dalam keadaan seperti ini, apa yang dilakukan oleh

Tansen mampu meredakan tegangan dan pikiran-pikiran yang dia miliki

terhadap madre. Tansen berpikir bahwa penjualan madre kepada Mei adalah

cara yang tepat. Keadaan tersebut dipertegas dengan kutipan berikut ini.

“Saya bukan tukang roti, Pak. Ngulen adonan saja seumur hidup baru

tadi. Madre jauh lebih berguna di tangan orang kayak Bapak atau Mei.

Buat apa ada di saya? Buat jadi sarapan tiap pagi?”

“Tan kasih madre untukmu karena dia punya maksud yang lebih besar.

Tinggal kamu yang menentuken.” (Lestari, 2011:30)

Keadaan tersebut menjelaskan bahwa Tansen hanya memperhatikan id

dan ego-nya, aspek superego yang merupakan landasan moral belum

diperhatikan Tansen. Tansen belum memiliki kesiapan untuk menerima

madre, yang Tansen pikirkan masih sebatas kesenangan dan kebebasannya.

Namun, setelah Tansen memutuskan hendak menjual madre kepada Mei,

Page 63: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

justru tegangan dan konflik batin barulah yang muncul. Id yang sempat

meredakan tegangan sementara itu pada akhirnya akan muncul kembali

dengan situasi yang berbeda. Keputusan menjual madre membuat Tansen

memiliki konflik batin terhadap Pak Hadi.

“Orang-orang yang selama ini madre nafkahi. Orang-orang yang ndak

akan melepas madre apapun yang terjadi. Sayangnya keputusan itu

ndak ada di tangan kami.” Suara Pak Hadi bergetar. Dan tubuh itu pun

sedikit gemetar ketika bangkit berdiri. “Kamu orang pertama setelah

Lakshmi yang bisa langsung membuat roti dari madre tanpa gagal.

Semua pekerja di sini harus mencoba berkali-kali baru berhasil. Madre

sudah memilihmu. Sayangnya kamu ndak paham.” (Lestari, 2011:32)

Di dalam keadaan tersebut, ego mulai bekerja untuk mewujudkan

pemikiran id supaya dapat mengurangi tegangan, yaitu dengan

memperhatikan efek yang terjadi pada Pak Hadi ketika madre dijual. Ego

yang berprinsip untuk mengejar kenikmatan dengan disesuaikan realitas akan

memengaruhi pemikiran id. Id yang sebelumnya memikirkan bagaimana cara

terbebas dari madre dengan prinsip mengejar kebebasan dan kenikmatan kini

dipengaruhi oleh ego berdasarkan keadaan Pak Hadi ketika madre hendak

dijual.

Tansen mulai memperhatikan superego-nya. Superego yang berfungsi

untuk melaksanakan tindakan berdasarkan moral ini akhirnya dapat

diperhatikan oleh Tansen. Bentuk moral dari superego yang tak lain sebagai

rintangan terhadap apa yang akan dilaksanakan oleh ego, yaitu rasa

menghormati Tansen terhadap apa yang disampaikan oleh Pak Hadi. Pesan

Pak Hadi kepada Tansen tentang madre membuat Tansen mengurungkan

niatnya untuk menjual madre. Penjelasan tersebut didukung dengan kutipan

berikut ini.

Sejujurnya, aku tidak tahu apa yang persis terjadi padaku pagi tadi. Aku

bahkan tidak yakin kami akan sanggup mengerjakan order dari Mei.

Yang jelas bagiku hanyalah: aku dan atau uang seratus juta tak pantas

menggusur madre keluar dari sini. Tempat tua ini adalah rumahnya.

Orang-orang tua ini adalah keluarga sejatinya. (Lestari, 2011:39)

Page 64: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

Setelah kejadian tersebut, Tansen lebih memperhatikan superego-nya,

yaitu bagaimana cara mendapatkan kenikmatan dan kebebasan tanpa melukai

dan merugikan orang lain. Perwujudan dari id, ego, dan superego tersebut,

yaitu tanpa menjual biang madre dan berusaha untuk menghidupkan kembali

toko roti yang telah mati selama bertahun-tahun dengan dibantu Mei.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan disebutkan bahwa di alam

bawah sadar/id Tansen menginginkan untuk menjual madre karena Tansen

ingin menjadi dirinya sendiri. Tansen tidak ingin dibayang-bayangi oleh

kakeknya tentang kesuksesan yang ia dapat. Tansen ingin memperoleh

kesuksesan hidupnya itu dengan potensi yang ia miliki. Namun, di wilayah

Asia, silsilah keluarga dianggap sebagai sesuatu yang penting sehingga

Tansen mulai menyingkirkan ego pribadi dan mulai masuk ke ego keluarga

sehingga akhirnya Tansen mempertahankan madre tersebut untuk

menghidupkan kembali toko roti yang telah mati. Hal tersebut seperti dalam

kutipan berikut.

“Tansen tiba-tiba seperti ditendang dari zona nyamannya. Dari orang

yang hidup bebas dan sudah terbiasa tidak memiliki "akar", tiba-tiba

Tansen merasa terancam karena muncul ikatan yang tidak ia duga yakni

Madre. Madre berpotensi menghancurkan kebebasannya dan menjadi

ikatan yang tidak ia harapkan.” (Dewi Lestari)

2. Pak Hadi karena Mengetahui Sejarah Keluarga Tansen dan Harus

Bercerita; Konflik Batin karena Madre Hendak Dijual

Pak Hadi adalah lelaki etnis Cina yang penyabar. Seluruh sisa hidupnya

ia abdikan kepada Tan Sin Gie, pemilik toko Tan de Bakker kala itu. Namun,

Tan akhirnya meninggal dan Pak Hadi pun tetap setia untuk menjaga madre

dan toko roti tua itu. Bahkan, kesetiaan Pak Hadi pernah dibuktikannya

bekerja untuk Tan tanpa digaji. Keinginan Pak Hadi tidaklah begitu banyak, ia

ingin menemukan pemuda yang diberi warisan oleh Tan, yaitu Tansen. Hal

tersebut seperti dalam kutipan berikut ini.

“Kamu yang bernama Tan-sen?” ucapnya canggung, “Saya Hadi.”

Page 65: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

“Tansen.” Kusebut namaku sekali lagi seraya menjabat tangan

keriputnya. (Lestari, 2011:6)

Tak berapa lama setelah kematian Tan, Pak Hadi bertemu dengan

Tansen di ruko tua itu, bekas toko roti Tan de Bakker. Pak Hadi menginginkan

Tansen supaya Tansen tetap merawat madre sampai kapanpun. Namun,

keinginan Pak Hadi tersebut memunculkan konflik batin ketika Tansen kaget

mendengar tentang silsilah keluarganya yang sebenarnya. Id yang mendorong

Pak Hadi untuk segera memberi tahu Tansen itu memunculkan konflik

batinnya sendiri. Hal tersebut didukung dengan kutipan berikut ini.

“Yang kamu sebut „aki‟ itu sebetulnya karyawan Tan dan Lakshmi.

Sahabat saya juga. Kami dulu sama-sama kerja di Tan de Bakker,”

ucapnya berat. “Saya kasihan sama kamu, mesti tahu ini semua

sekarang. Saya juga kasihan sama diri saya karena jadi saya yang mesti

cerita. Harusnya Si Tan yang ketemu kamu langsung.” (Lestari,

2011:11)

Kutipan di atas menjelaskan bagaimana perasaan batin yang dialami

oleh Pak Hadi ketika harus menjelaskan kepada Tansen tentang semua kisah

antara Tan Sin Gie dan Tansen. Jika kutipan di atas diperhatikan lebih

mendalam, id Pak Hadi telah mendorongnya untuk bercerita kepada Tansen

karena memang dia yang lebih tahu tentang sejarah kehidupan Tan Sin Gie

dan Lakshmi. Pak Hadi tidak begitu memperhatikan apa yang akan terjadi

kepada Tansen setelah mendengar cerita tersebut. Hal tersebut dapat dilihat

pada bagian kutipan berikut ini.

“Benar-benar ndak ngerti kamu ini rupanya.” Tangannya lalu mengibas

seperti menghalau ayam. “Sana. Duduk. Saya bikinken kopi lagi.

Cangkir keduaku hampir tak tersentuh. Cerita Pak Hadi membuat

kerongkonganku tercekat, tak sanggup dilalui apa-apa, termasuk

kopinya yang padahal sangat enak itu. (Lestari 2011:10)

Ego di dalam diri Pak Hadi terdorong untuk segera menyampaikan

cerita tersebut kepada Tansen. Hal ini merupakan cara Pak Hadi untuk

memberitahukan kepada Tansen bagaimana cerita sebenarnya sehingga

warisan tersebut bisa sampai kepada Tansen. Setelah Pak Hadi cerita,

Page 66: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

ketegangan-ketegangan yang ada di dalam diri Pak Hadi akan berkurang

karena telah membuka sisi lain dari sejarah kehidupan Tansen. Superego yang

merupakan pengendali terhadap id dan ego pun tidak terlalu banyak

mengambil peran. Sebenarnya superego Pak Hadi sempat memberikan

dorongan, tetapi ternyata sia-sia karena memang satu-satunya yang

mengetahui tentang cerita tersebut adalah Pak Hadi. Akhirnya, diceritakanlah

sejarah kehidupan Tansen oleh Pak Hadi, seperti dalam kutipan berikut ini.

Tan bertemu dengan nenekmu, Lakshmi, waktu mereka masih muda.

Mereka sama-sama bekerja di sebuah toko roti. “Kata Tan, roti buatan

Lakshmi pasti rasanya beda dengan pegawai lain. Padahal adonan yang

diuleninya sama.” Demikian bagian awal yang dikisahkan Pak Hadi.

(Lestari, 2011:10)

Setelah ketegangan yang dialami Pak Hadi terhadap Tansen reda,

kehidupan Pak Hadi mulai beralih bagaimana mendidik Tansen untuk mampu

membuat roti dengan biang madre. Tansen yang tidak pernah membuat roti itu

memang mau belajar membuat roti kepada Pak Hadi. Namun, setelah

pembuatan roti itu justru muncul ketegangan baru dalam diri Pak Hadi.

Tansen tiba-tiba berkeinginan untuk menjual madre. Jiwa Pak Hadi seperti

tergoncang. Madre yang sempat menghidupinya hendak dijual oleh pewaris

Tan. Penjelasan tersebut dipertegas dengan kutipan berikut ini.

“Kalau gitu saya akan mengajukan proposal untuk membeli madre.

Akan saya hargai tinggi. Saya jamin,” Mei berkata mantap.

Otot-otot di muka keriput Pak Hadi tampak mengencang. “Madre ndak

dijual,” ia berkata. Garang.

Seketika Mei melirikku. Dan aku tersadar berapa tidak meng-

enakkannya suasana ini. Sebagai pembaca blogku, aku berasumsi Mei

sudah tahu bahwa hak milik madre ada di tanganku. (Lestari, 2011:28)

Id dalam diri Pak Hadi menginginkan supaya madre tetap dirawat oleh

Tansen. Id yang merupakan dorongan dari dalam diri ini sebagai bentuk

konflik batin yang dialami Pak Hadi. Untuk merealisasikan apa yang

dipikirkan id, Pak Hadi memerlukan ego sebagai penyalur dari pikiran ke

dunia nyata. Ego yang memiliki reality principle ini mencari cara bagaimana

supaya madre tidak dijual. Cara yang diperlukan tentulah cara yang diterima

Page 67: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

masyarakat dan sesuai dengan moral. Di sini peran superego diperlukan

bagaimana cara-cara yang dapat dilakukan untuk mempertahankan madre

yang akan direalisasikan oleh ego. Ketika madre hendak dijual, Pak Hadi

membuat semacam pesta perpisahan kecil yang dihadiri oleh beberapa mantan

pegawai Tan. Di pesta perpisahan itu, superego Pak Hadi menjadi dominan

karena Pak Hadi justru tidak bersedih, tetapi seperti sudah rela melepaskan

madre untuk dimiliki oleh orang lain. Hal tersebut seperti terlihat dalam

bagian kutipan berikut ini.

Pagi ini memang tidak seperti acara perpisahan yang muram. Pak Hadi

tampak cerah di tengah keluarga Tan de Bakker. Begitu hidup dan

bersemangat. Satu-satunya yang muram di tempat itu justru aku.

(Lestari, 2011:35)

Superego Pak Hadi menjadi dorongan utama dan dominan karena Pak

Hadi menyadari bahwa madre sudah tidak menjadi haknya. Untuk itulah

superego Pak Hadi mendorongnya untuk tetap ceria meskipun madre akan

dijual. Apa yang dilakukan oleh Pak Hadi tersebut tidak melanggar norma

maupun moral yang berlaku di masyarakat.

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan, Pak Hadi di dalam

alam bawah sadarnya mengalami konflik dan beban batin ketika tidak

menyampaikan apa yang dia ketahui tentang silsilah keluarga Tansen.

Namun, Pak Hadi juga menyesal mengapa justru dia yang harus

menyampaikannya. Menurut responden, yang namanya sebuah rahasia pada

titik tertentu memang harus diungkapkan. Setelah ada pengungkapan itu,

psikis Pak Hadi lega. Id Pak Hadi yang memang sudah memendam itu selama

bertahun-tahun memang berharap untuk mengungkapkan sehingga melalui

ego dan superego Pak Hadi mewujudkan hal itu untuk mengurangi

ketegangan. Hal tersebut didukung kutipan berikut ini.

“Bagi Pak Hadi, Madre adalah identitas dan hidupnya. Ia percaya pada

kesetiaan dan dedikasi. Ia mendedikasikan hidupnya pada toko yang

dipercayakan Tan kepadanya. Ini yang kontras dengan Tansen yang

Page 68: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

semasa hidupnya justru tidak mengenali kualitas-kualitas tersebut.

Ketika Madre hendak dijual, bagi Pak Hadi itu adalah berakhirnya

kehidupan yang ia tahu. Kehidupan sebagai pembuat roti.” (Dewi

Lestari)

3. Mei karena Kesalahan Masa Kecil

Mei adalah keturunan etnis Cina. Kini dia menjadi seorang pemilik

bakery yang sukses dengan memiliki beberapa cabang toko roti. Kesetiaannya

membaca blog Tansen pada akhirnya mempertemukan mereka berdua.

Pertemuan itu lebih didorong tentang cerita madre yang diunggah di blog

Tansen. Selain keberuntungan, pertemuan Mei dengan Tansen juga membawa

konflik batin terhadap Mei. Hal tersebut dipertegas dengan kutipan berikut ini.

“Buat saya, ngikutin blog kamu itu kayak berlibur,” Mei nyengir. “Nah,

jadi bisa dibayangin kan gimana kagetnya saya waktu baca kamu cerita

tentang roti, tentang madre? Saya langsung niat dalam hati, pokoknya

harus ketemu kamu selama kamu masih di Jakarta.”

“Aha,” aku manggut-manggut, “Jadi alasan menghubungi saya waktu

itu bukan cuma madre?”

“Delapan puluh persen karena madre. Dua puluh persen karena saya

nge-fans sama kamu.” Mei berkata lugas. (Lestari, 2011:46)

Rasa bersalah Mei terhadap kakeknya sewaktu kecil mendorong Mei

untuk menebusnya. Id dalam diri Mei memberikan dorongan-dorongan

bagaimana Mei meredakan ketegangan-ketegangan rasa bersalahnya terhadap

kakeknya. Rasa bersalah itu, yaitu ketika masih kecil Mei pernah memecahkan

biang roti kakeknya. Namun, ketika kecil Mei tidak paham dengan biang. Mei

baru sadar bahwa biang adalah sejarah ketika telah dewasa dan sukses. Id di

dalam diri Mei seolah menemukan jalan keluar bagaimana meredakan

tegangan yang dialami oleh Mei, yaitu dengan membeli Madre. Ego Mei

mulai melaksanakan apa yang diinginkan oleh id, yaitu dengan membeli

madre. Namun, ketika hendak membeli madre, bukanlah kesenangan yang

Mei peroleh, tetapi justru ketegangan. Hal tersebut seperti dalam bagian

kutipan berikut ini.

Page 69: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

“ … . Di Indonesia saya belum pernah ketemu yang kayak gini, Pak,”

Mei geleng-geleng kepala, ia seperti pening saking terpukaunya. “Ini

bikinan Bapak?”

“Si Tansen yang bikin.”

“Wow.” Dan Mei menatapku seolah menemukan rockstar berikutnya.

“Oke. Berapa banyak yang bisa kalian produksi?”

“Kami berdua?” tanya Pak Hadi, “Ya, ndak banyak.”

“Kalau gitu, saya akan mengajukan proposal untuk membeli madre.

Akan saya hargai tinggi. Saya jamin,” Mei berkata mantap.

Otot-otot di muka keriput Pak Hadi tampak mengencang. “Madre ndak

dijual,” ia berkata. Garang. (Lestari, 2011:28).

Kutipan di atas menjelaskan bahwa sebenarnya superego di dalam diri

Mei sudah memberikan langkah yang terbaik dan sesuai dengan moral, yaitu

dengan rencana memesan roti ke Tansen dan Pak Hadi. Namun, ketika

langkah tersebut tidak mewujudkan kesenangan yang diharapkan oleh Mei

untuk memesan roti, id di dalam diri Mei memberontak. Pemberontakan itu

dilaksanakan oleh ego, yaitu membeli madre.

Untuk mendapatkan kesenangan yang diinginkan, id di dalam diri Mei

tidak berhenti begitu saja. Ketika suasana perbincangan dengan Pak Hadi dan

Tansen sudah tidak kondusif lagi, melalui ego-nya, Mei tetap bersikeras

dengan cara lain untuk mendapatkan madre. Superego di dalam diri Mei saat

itu tidak mendominasi.

“Nanti saya kirim e-mail,” kata Mei padaku seraya meletakkan

selembar lima puluh ribuan di atas meja. “Permisi,” ia lalu pergi tanpa

sempat menyentuh kopinya. Pak Hadi bergeming di kursi. Wajahnya

ditekuk.

Di depan pintu, Mei berkata, “Kalau baca e-mail saya nanti, kamu pasti

berubah pikiran.” Dan dengan langkah mengentak karena hak

sepatunya yang menjulang, ia berjalan masuk ke mobil Mercedes perak,

menenteng bungkusan roti. Roti pertamaku. Bahkan belum sempat

kucicipi. (Lestari, 2011:29)

Namun, di sisi lain sebenarnya Mei juga tidak berharap Tansen akan

menjual madre tersebut kepadanya. Id yang menginginkan kesenangan itu

dirintangi oleh superego Mei. Superego memberikan arahan bahwa sejarah

tak seharusnya dijual dan Mei pun yakin bahwa tanpa artisan yang andal,

bakery-nya akan berhasil. Meski begitu, melalui ego-nya, Mei tetap

Page 70: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

memberikan penawaran untuk membeli madre melalui e-mail. Penawaran itu

benar-benar direalisasikan. Di sini, id masih mendominasi di dalam diri Mei

meskipun superego juga mengambil peran. Namun, peran superego ini

muncul ketika terjadi penolakan dari Tansen terhadap penjualan madre,

seperti kutipan berikut ini.

“Kamu pasti mau bilang, saya nggak jadi melepas madre adalah sebuah

kebodohan,” kataku getir. “Di tangan kamu, madre nggak akan sia-sia.

Ya, kan?”

Mei menggeleng pelan. “Sebetulnya saya agak lega kamu nggak jadi

melepas madre. Biar madre di tangan saya, tetap saya nggak punya

artisan dengan kemampuan kayak Pak Hadi. Dan biar ditawari gaji

tinggi, saya yakin mereka nggak akan pernah mau ninggalin Tan de

Bakker.” (Lestari, 2011:48)

Mei pun akhirnya melakukan kerja sama pembuatan roti dengan Tansen

dan Pak Hadi, tanpa membeli madre, untuk dipasok ke bakery-bakery-nya.

Pesanan yang banyak dari Mei membuat Tansen dan Pak Hadi kewalahan.

Mei pun akhirnya mengusulkan untuk menanam sahamnya ke toko roti Tan

de Bakker dengan usulan nama baru Tansen de Bakker karena pemilik toko

roti tersebut adalah Tansen. Manajemennya pun diperbarui demi kelancaran

pesanan.

“Saya sih mengusulkan namanya diganti supaya nggak ada masalah

dengan keluarga Pak Tan,” Mei tersenyum, “Tapi, ya, saya akan tanam

modal di toko Bapak. Kita buka lagi tempat itu. (Lestari, 2011:67)

Id Mei tetap berpikir untuk mencari kesenangan dan meredakan

ketegangan yang dimilikinya. Tegangan-tegangan itu membuat Mei khawatir

kalau dia tak akan mendapatkan roti seenak roti yang dibuat oleh Pak Hadi

dan Tansen dengan menggunakan biang madre. Ego yang berperan untuk

melaksanakan perintah id pun merealisasikannya dengan memperhatikan

superego. Superego di dalam diri Mei memberikan impuls bagaimana supaya

produksi roti tidak terhenti dan Pak Hadi tetap bekerja sesuai dengan

porsinya. Hal tersebut berhasil dilaksanakan dengan baik oleh ego. Di dalam

Page 71: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

kondisi ini, antara id, ego, dan superego dalam diri Mei dapat berjalan

beriringan untuk mendapatkan kesenangan dan meredakan ketegangan-

ketegangan yang dimiliki serta menggunakan cara-cara yang baik.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, sebenarnya Mei ingin

menebus kesalahan yang Mei lakukan di masa kecil karena di masa kecil,

ego-lah yang baru berkembang dalam diri Mei. Setelah dewasa, Mei mulai

menyadari tentang arti biang sebagai sejarah. Secara alam bawah sadar, id

dan ego, Mei ingin menyambung sejarah dengan cara membeli madre karena

pembelian madre ini sebagai kekuatan superego Mei. Namun, di sisi lain

ketika Tansen tak jadi menjual madre, akhirnya Mei melakukan kerjasama

dengan Tansen. Kerjasama ini sebagai bentuk perantara untuk menyambung

sejarah yang telah hilang. Penjelasan tersebut diperkuat dengan kutipan

berikut ini.

“Mei menyimpan penyesalan sejak kecil ketika ia "membinasakan"

adonan biang kakeknya. Ia kemudian mengembangkan bisnis roti

keluarganya masih dengan rasa penyesalan tersebut, dan karena itulah

ia sangat tertarik dengan Madre. Madre merupakan jalan keluarnya

untuk membayar penyesalannya.” (Dewi Lestari)

4. Ketakutan Christian akan Perubahan dan Ketidakpastian yang

Dialaminya

Christian digambarkan sebagai sosok laki-laki yang pendiam dan tidak

memiliki seorang kekasih. Di dalam kesendiriannya itu, Christian selalu

mengalihkan kesepiannya kepada musik. Selain itu, Christian juga mempunyai

seorang sahabat perempuan yang sangat dekat dengannya, yaitu Starla. Starla

ini merupakan rekan kerjanya di biro konsultan yang sama selama beberapa

tahun.

Kedekatannya dengan Starla sebagai sahabat akhirnya memunculkan

konflik batin dalam diri Christian. Diam-diam, Christian tidak menyukai

karakter yang dimiliki oleh Starla. Starla memiliki karakter sebagai

perempuan yang sering berganti-ganti pacar, seperti dalam kutipan berikut.

Page 72: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

57

Sekembalinya Starla, CD yang ia minta sudah kuletakkan manis di atas

meja. Plus: sebuah pertanyaan klasik: “Jadi, siapa laki-laki sial itu?

Starla tersenyum. “Dia kontraktor, lagi ada proyek hotel di daerah

Carita. Aku ikut nemenin. (Lestari, 2011:131).

Kutipan di atas menegaskan seringnya Starla berganti-ganti pacar

sampai-sampai Christian menyebut laki-laki itu sebagai laki-laki sial.

Awalnya, Christian memang tidak terlalu memedulikan terhadap karakter

Starla yang sering berganti pacar, tetapi rasa ketidakpedulian itu berubah

menjadi rasa peduli ketika yang menjadi target Starla adalah teman Christian,

Rako. Dalam keadaan ini, id Christian mulai memikirkan untuk meredakan

ketegangan yang dialami olehnya, yaitu supaya Rako tidak menjadi target

Starla berikutnya. Id yang merupakan bawaan sejak lahir ini menginginkan

supaya Rako tidak sakit hati. Penjelasan itu didukung kutipan berikut ini.

“Tumben, Che. Kayaknya penting banget sampai ngajak ketemuan

segala,” sambut Starla.

“Rako.” Aku tidak berbasa-basi. “Jangan dia, Star.”

“Maksud kamu?”

“Kita tahu sama tahu modus operandi-mu. Nggak lama lagi dia bakal

ngajak kamu serius. Dan segampang itu kamu bakal buang badan. Ya

kan?” tudingku. “Dia sahabatku dari kecil. Aku kenal baik Rako dan

aku tahu sehancur apa dia nanti. Please. Sudahi ini semua. Bilang aja

terus terang kalau kamu nggak pernah serius.” (Lestari, 2011:138)

Apa yang didorong oleh id pada akhirnya memang direalisasikan oleh

ego untuk mengurangi ketegangan yang ada di dalam diri Christian. Ego

sebagai bentuk media untuk menyalurkan apa yang dipikirkan oleh id

menyalurkan peringatan tersebut kepada Starla secara langsung. Di sisi lain,

Superego yang berfungsi memberikan rintangan dan halangan terhadap

sesuatu yang tidak sesuai dengan aturan dan moral seolah-olah menilai apa

yang dilakukan oleh Christian sebagai bentuk perwujudan rasa kasih kepada

sahabatnya, Rako. Superego pun cemas antara Christian tidak setia kawan

dengan Starla atau Christian rela Rako menjadi korban Starla. Namun, justru

Page 73: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

58

setelah perwujudan id melalui ego itu, terjadi pertentangan-pertentangan dan

ketegangan baru yang seharusnya bisa reda.

“Jadi, selama ini kamu pikir aku ngasih harapan kosong ke orang-

orang? Aku nggak pernah ngasih apa-apa selain jadi diriku sendiri.

Mereka kepengen serius atau enggak, itu urusan mereka dan urusanku.

Rako bukan anak kecil, Che. Dia butuh supporter, bukan babysitter.”

“Kadang-kadang… kamu itu …,” gumamku, gusar, dan gemas.

“Kadang-kadang saya ini kenapa?” tantang Starla.

“Nggak tahu diri.” Aku berbalik meninggalkannya.

(Lestari, 2011:138-139).

Kutipan di atas menjelaskan bahwa setelah apa yang dirasakan oleh

Christian dan disampaikan kepada Starla justru membuat mereka berdua

bertengkar. Saling mempertahankan ego-nya masing-masing. Christian

menganggap apa yang dilakukan Starla selama ini salah. Dalam keadaan ini,

ego yang dimiliki Christian lebih dominan. Kemarahan yang diungkapkan

oleh Christian dipertegas dengan kutipan berikut.

Ada rasa muak yang tahu-tahu menyeruak.

“Sebelum kamu cerita apa-apa, aku mau kasih tahu sesuatu,” potongku.

“Mulai sekarang, nggak ada lagi nge-burn CD. Nggak ada lagi cerita

layang-layang.”

“Layang-layang … ?”

“Urus diri kamu sendiri, Starla. Kamu butuh audiens, bukan teman.”

(Lestari, 2011:141).

Satu bulan setelah pertengkaran itu, hidup Christian dan Tansen justru

saling berjauhan. Mereka tidak berkomunikasi lagi seperti biasanya.

Komunikasi itu terjalin kembali setelah Starla mengalami musibah. Setelah

musibah malam itu, hubungan persahabatan mereka pun terjalin kembali. Di

sinilah sebenarnya konflik batin dalam diri Christian muncul kembali.

Id Christian yang sebelumnya berpikir bagaimana untuk mengamankan

Starla dari musibah tersebut, yaitu dengan membawa Starla ke apartemen

Christian. Ego pun melaksanakan apa yang diinginkan oleh id. Mulai malam

itu, Christian menjadi dekat kembali dengan Starla. Kedekatan-kedekatan itu

justru memunculkan perasaan lain yang menjadikannya seolah lebih dari

sahabat. Semua hidup Christian menjadi berubah, tak seperti dulu lagi. Mulai

Page 74: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

59

jadwal kerja, racikan kopi, dan bahkan suhu air untuk mandi. Hal tersebut

seperti pada bagian kutipan berikut ini.

“Untuk menggenapi keganjilan hari ini, kuikuti usul sableng Starla

untuk pulang lebih cepat. Dan anehnya lagi aku merasa … senang.

Senang berada di mobil sebelum waktunya. Senang berada di jalan

sebelum orang bubar kantor. Saking senangnya, aku tak mendengarkan

lagi kompilasiku. Aku hanya mengemudi dan mengemudi. (Lestari,

2011:145)

Kedekatan-kedekatan yang terjadi antara Christian dan Starla akhir-

akhir ini membuat mereka menjadi lebih banyak berkomunikasi. Starla

tinggal di apartemen Christian. Dorongan-dorongan nafsu yang sebenarnya

dirintangi oleh superego pun muncul. Christian tidak dapat menolak itu. Id

dan ego-nya lebih dominan daripada superego. Superego menyadari bahwa

apa yang dilakukan oleh Christian dan Starla sebenarnya tidaklah sesuai

dengan norma dan aturan yang berlaku di masyarakat, tinggal seatap berdua

dengan orang yang bukan istrinya. Penjelasan tersebut diperkuat kutipan

berikut ini.

Tangannya tiba-tiba meraih tanganku. Hangat. Impuls listrik. Dari sana

yang terjadi adalah reaksi kimia. Yang bahkan aku, atau Starla, tidak

punya kendali lagi atasnya. (Lestari, 2011:151)

Di dalam hubungannya dengan Starla, Christian justru mendapatkan

tegangan-tegangan baru. Id di dalam diri Christian memberontak untuk

menolak kedekatan itu. Id berusaha untuk meredakan yang dialami oleh

Christian. Starla meninggalkan apartemen Christian.

Rako lebih beruntung. Dia bisa jatuh tanpa perlu mengantisipasi apa-

apa. Sementara di sini, aku memaki, berontak, melawan gravitasi,

berteriak dalam sunyi: aku tidak mau menjadi layang-layang! (Lestari,

2011:153).

Dari kutipan di atas, dapat diketahui bahwa sebenarnya Christian

memiliki kebimbangan terhadap kedekatannya dengan Starla. Setelah

Page 75: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

60

kejadian di apartemen itu, justru bermunculan konflik batin yang dialami oleh

Christian. Id Christian menolak hubungan dengan Starla. Id ini berusaha

untuk mencari kebebasan hubungan Christian dari Starla. Untuk melakukan

hal itu, id memerlukan ego sebagai bentuk realisasinya. Ego merealisasikan

itu dengan langsung berbicara kepada Starla.

“Star….” aku melihat sekeliling. Haruskah ini terjadi di koridor

apartemen? Kelihatannya tidak ada pilihan lain. “Dua hari kemarin

adalah kesalahan terbesar dalam hidupku,” berat mulutku membuka.

“Kita sama-sama tahu ini akan berakhir seperti apa. Aku bukan yang

kamu cari. Kamu bukan yang aku cari. Kita kembali kayak dulu lagi.

Oke?” (Lestari, 2011:154)

Apa yang dialami Christian tersebut menjelaskan bahwa Christian

mengalami konflik batin yang mana ia tidak berharap untuk membina

hubungan dengan Starla ke arah yang lebih serius. Di dalam hal ini, superego

di dalam diri Christian menyadari bahwa hubungan yang akan dijalani dengan

Starla tidaklah bertentangan dengan norma, tetapi Christian justru takut

dengan apa yang akan terjadi jika hubungan serius itu benar-benar terjadi. Di

dalam keadaan ini, antara id, ego, dan superego pada diri Christian dapat

berjalan secara beriringan, tidak ada yang dominan di sana.

Setelah kejadian itu, hubungan antara Christian dan Starla tidak

membaik. Namun, disaat itulah Christian merasakan bahwa ia sebenarnya

merasa kehilangan Starla. Id Christian mulai berpikir bagaimana mengurangi

ketegangan yang dialaminya. Konflik batin pun dialami Christian, seperti

dalam kutipan berikut.

Ada kekosongan yang tak bisa kujelaskan. Aku berfungsi, tapi sebagian

diriku seperti bermutasi menjadi zombie.

Rasanya aku tahu penyebabnya, walau enggan mengakuinya. Aku

kehilangan Starla. Dan apakah Starla juga merasakan hal yang sama,

menjadi pertanyaan yang menghantuiku. (Lestari, 2011:155)

Untuk mengurangi ketegangan-ketegangan yang dialami oleh batin

Christian, ia mencoba menghilangkannya dengan melakukan hal-hal yang

dulu menjadi kebiasaannya dengan Starla. Ego sebagai bagian struktur

Page 76: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

61

kepribadian yang berprinsip pada realitas mewujudkan apa yang dipikirkan

oleh id. Perwujudan untuk meredakan ketegangan yang dialami Christian,

yaitu dengan menonton bioskop.

“Studio 1, kursi A1,” aku memasan bangku bioskop sembari memeluk

popcorn dan teh kotak, teman-teman setia yang bahkan kubeli duluan

sebelum membeli tiket. (Lestari, 2011:156)

Justru di saat Christian ingin mengurangi ketegangan yang dialaminya

dengan menonton bioskop, di bioskop itulah ia bertemu kembali dengan

Starla. Christian pun akhirnya mengungkapkan apa yang dirasakan setelah

Starla pergi dari dirinya. Ketegangan yang dialaminya pun reda setelah

berbicara jujur kepada Starla. Superego tidak banyak berperan dalam hal ini

karena apa yang dilakukan oleh Christian tidak merugikan orang lain dan

tidak menyalahi aturan.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, ego Christian ingin

melakukan pembuktian bahwa dia mampu menaklukkan Starla. Namun, di

sisi lain, ego Christian juga khawatir dengan kondisi tersebut mengingat

Starla sering berganti-ganti pacar. Namun, di akhir Christian berhasil untuk

menaklukkan Starla. Hal tersebut seperti dikutip dari wawancara berikut.

“Sebagai seseorang yang mengamati dinamika hidup Starla dari jarak

yang dianggapnya aman, Che merasa terguncang ketika ia sadar bahwa

ia telah kehilangan posisi aman tersebut. Baginya, selama ini hidup

Starla adalah hidup yang berbahaya, yang selalu berusaha ia hindari.

Sebetulnya yang ia hadapi adalah ketakutannya sendiri akan perubahan

dan ketidakpastian, karena Che adalah orang yang sangat takut

kehilangan kendali hidupnya.” (Dewi Lestari)

5. Starla yang Tidak Ingin Terikat dengan Komitmen

Starla di dalam cerpen Menunggu Layang-layang digambarkan sebagai

sosok wanita karir yang sering berganti-ganti pacar. Kebiasaan berganti-ganti

pacar itu disebabkan karena tidak inginnya Starla memiliki ikatan terhadap

seorang pria. Jika seorang pria yang sedang dekat dengannya dan mengajak

untuk berkomitmen, justru Starla akan menjauh. Namun, kebiasaan Starla itu

Page 77: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

62

justru menimbulkan konflik batin-konflik batin bermunculan dalam dirinya,

terutama dengan sahabatnya, Christian.

“Kami dua orang dewasa yang bisa tanggung jawab atas keputusan

masing-masing, oke? Apa salahnya saling suka, jatuh cinta, mencoba-

coba? Semua yang di dunia ini juga dilewati pakai proses itu. Mau pilih

mobil kek, mau pilih baju … .” (Lestari, 2011:132)

Kutipan di atas menjelaskan bahwa sebenarnya Starla juga memiliki

kebimbangan dengan apa yang dilakukannya. Untuk mengurangi ketegangan

yang dimiliki, yaitu kesepian, id Starla mendorongnya untuk mencari pacar.

Ego yang berperan mewujudkan apa yang diinginkan oleh id pun

melaksanakannya. Namun, ketika pacaran, Starla tidak ingin terikat dan

berkomitmen. Superego yang memberikan impuls atau rintangan-rintangan

terhadap apa yang diinginkan id tidak memiliki peran dominan pada Starla

dalam keadaan ini. Id Starla lebih dominan untuk mengejar kesenangannya

dan tidak memperhatikan aspek superego yang dimilikinya. Starla tetap

mengejar kesenangannya untuk memiliki pacar dan tidak pernah mau terikat

komitmen.

“Perasaanku nggak enak. Kayaknya dia bakal sama dengan yang lain-

lain.”

“Nggak usah, pergilah.”

“Udah kepalang janji.”

“Tenang aja. Kamu kan pasti udah punya SOP-nya.”

Starla menggeleng. “Biar ending-nya sama, respons mereka beda-beda.

Ada yang gentleman, ada yang tahu-tahu nangis semalam suntuk, ada

yang ngambek terus banting-banting barang. Aku nggak pernah tahu

pasti, Che. Nggak ada SOP untuk menghadapi yang beginian.”

(Lestari, 2011:132)

Kutipan di atas menjelaskan bahwa sebenarnya superego Starla juga

khawatir dengan apa yang dilakukannya. Di sisi lain, superego juga tidak

ingin menghianati janji yang telah diucapkan. Kekhawatiran-kekhawatiran itu

ditunjukkan Starla dengan keraguannya untuk menemui cowok tersebut.

Page 78: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

63

Namun, id Starla di sini terlalu kuat sehingga Starla harus tetap menemui

cowok itu.

Setelah sempat mengalami kekhawatiran itu, Starla tetap melakukan

kebiasaannya seperti sediakala, berganti-ganti pacar. Id yang selalu mencoba

untuk mencari kesenangan dan direalisasikan oleh ego itu pada akhirnya

menimbulkan ketegangan dan permasalahan baru. Ketegangan dalam diri

Starla muncul, yaitu ketika target Starla adalah teman Christian, Rako.

Christian menentang keinginan Starla itu. Namun, Starla tidak terlalu

memperhatikannya. Superego di dalam diri Starla juga sadar bahwa ia tidak

bisa berkomitmen dan sudah seharusnya meninggalkan kebiasaan itu. Namun,

id Starla terlalu dominan sehingga mengalahkan superego. Ego tetap

mewujudkan keinginan id untuk tetap mencari kesenangan, yaitu

berhubungan dengan Rako. Kutipan yang mendukung penjelasan di atas

sebagai berikut.

“Siapa bilang aku nggak serius?”

“Jadi kamu siap berkomitmen sama dia?”

“Kenapa serius harus dihubungkan dengan siap berkomitmen?”

“Udahlah, Star?” decakku kesal, “Apa sih arti seorang Rako buat

kamu? Cuma satu dari seribu? Buat dia, kamu itu seribu satu. Ngerti?

Sekali ini, nggak usahlah ngasih harapan kosong lagi.”

Starla menatapku tajam. “Jadi, selama ini kamu pikir aku ngasih

harapan kosong ke orang-orang? Aku nggak pernah ngasih apa-apa

selain jadi diriku sendiri. Mereka kepengen serius atau enggak, itu

urusan mereka dan urusanku. Rako bukan anak kecil, Che. Dia butuh

supporter, bukan babysitter. (Lestari, 2011:138-139)

Kutipan di atas menegaskan bahwa meskipun Starla sudah

mendapatkan rintangan atau impuls dari sahabat dan superego-nya, id Starla

tetap dominan untuk mencari kesenangan sesaat. Kesenangan yang justru

menimbulkan konflik dengan sahabatnya sendiri, Christian. Ego Starla yang

memegang reality principle tetap mendekati Rako untuk mencari kesenangan.

Rako bukanlah satu-satunya pria yang didekati oleh Starla. Masih banyak pria

yang lain. Id tidak menyadari bahwa apa yang dilakukan Starla dapat

menimbulkan konflik-konflik baru. Id lebih mengedepankan aspek

Page 79: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

64

kesenangan semata. Namun, justru apa yang dilakukan Starla itu

mengakibatkan ketegangan baru yang mengganggu batinnya karena salah

satu pria itu ada yang psikopat, yaitu Andi. Di suatu malam pria itu hendak

membunuh Starla, tetapi Starla mampu untuk bertahan dan meminta

pertolongan pada Christian, seperti dalam kutipan berikut ini.

“Tadi Andi ke sini. Dia nyerang saya. Dia psikopat, Che,” jelasnya di

antara sedu sedan.

Nama baru lagi. Aku menghela napas. “Kamu sudah lapor polisi?”

Starla menggeleng. “Tadi aku lawan dia. Terus dia kabur. Tapi aku

nggak mau di sini dulu. Aku takut.” Perempuan tangguh ini mendadak

bagai kucing kecil baru tercebur ke kolam, meringkuk tak berdaya.

(Lestari, 2011:143)

Pertemuan dengan Christian malam itu menjadikan hubungan mereka

semakin dekat kembali. Superego di dalam diri Starla mulai menjadi dominan

bahwa apa yang dilakukan selama ini hanya menuruti id-nya saja untuk

mencari kesenangan. Namun, Starla tidak menaruh perhatian lebih pada

superego-nya. Setelah kejadian malam itu, Starla mulai sadar bahwa apa yang

dilakukan saat itu dengan seringnya berganti-ganti pacar tidaklah dibenarkan.

Superego dalam diri Starla menjadi dominan setelah kejadian itu.

“Aku nggak bisa kayak begini lagi, Che,” bisiknya. “Aku capek, Che.

Makin lama mereka semua menyeramkan.” (Lestari, 2011:143)

Kutipan di atas menegaskan bagaimana konflik batin yang dialami oleh

Starla. Id mulai memikirkan bagaimana meredakan tegangan yang dialami

oleh Starla. Ego merealisasikan apa yang dipikirkan oleh id, yaitu dengan

mendekat kepada Christian. Malam itu, setelah kejadian itu, Starla menginap

di apartemen Christian untuk mengurangi ketegangan yang Starla alami.

Setelah kejadian itu, Starla mulai menaruh hati kepada Christian. Starla

mencoba untuk mengubah gaya hidup Christian. Id Starla mulai berpikir

bagaimana untuk bisa menjadi dekat dengan Christian. Namun, konflik batin

justru dialami oleh Starla setelah Christian menolaknya untuk memiliki

hubungan yang lebih serius. Ego secara terang-terangan menyampaikan apa

yang dipikirkan oleh Starla kepada Christian. Namun, superego di dalam diri

Page 80: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

65

Starla sebenarnya juga meragukan bahwa apa yang dilakukan itu benar dan

Christian tak akan menolaknya. Id Starla lebih dominan saat keadaan ini,

yaitu untuk memiliki hubungan serius dengan Christian.

“Come on, Che. Apa yang kamu cari sih sebetulnya?”

Kali ini kunyahanku berhenti. “Kriteriaku kompleks. Oke?” Kutantang

matanya dengan harapan ia bakal gentar bertanya lebih lanjut.

“Apa aja?” Starla malah makin tertarik.

“Buat apa kamu tahu?”

“Siapa tahu aku bisa mencalonkan diri.”

Aku tergelak, “Starla, kalau memang benar aku ini pintar, keren, dan

apapun itu, nggak bakal kamu nunggu empat tahun untuk mencalonkan

diri, tauk!”

“Soalnya selama ini, aku selalu yakin kamu nggak pernah mau sama

aku.” Starla menjawab tenang. (Lestari, 2011:147)

Kutipan di atas menegaskan bahwa sebenarnya Starla ragu dengan apa

yang dilakukannya. Starla cukup menyadari bahwa sifatnya yang sering

berganti-ganti pacar tidak akan diterima oleh Christian. Namun, meski begitu,

Starla tetap berjuang untuk mendekati Christian.

Perjuangan Starla sebagai bentuk realisasi yang dipikirkan oleh id justru

membuat Starla semakin terpuruk. Keterpurukan itu terjadi saat Christian

menolak terhadap apa yang diinginkan oleh Starla. Untuk mengurangi

ketegangan itu, Ego Starla tetap menginginkannya dekat dengan Christian.

Setelah itu, ketegangan baru pun muncul sampai akhirnya untuk

menghilangkan ketegangan itu Starla menghilang dari kehidupan Christian

sebagai perwujudan dari id yang dilaksanakan oleh ego.

“Dan ... kamu lebih memilih jadi ... tempat sampah?” Starla terbata.

“Posisi itu sudah kujalani dengan baik selama empat tahun. Aku nggak

pernah keberatan. Cuma dengan begitu kita nggak saling menyakiti.

Jadi, iya, lebih baik kita kembali kayak dulu.”

Matahari di bola mata itu padam seketika. Berganti dengan air yang

menumpuk di pelupuk, terus membuncah hingga menetes satu demi

satu, dan akhirnya membanjir. Inilah kali kedua aku melihat Starla

menangis. Namun baru kali ini aku melihat ia begitu kesakitan.

Terpaksa aku menunduk. Tidak sanggup melihat.

“Perlu aku antar ke tempat parkir?” tanyaku menggumam.

“Segitu takutnya kamu, Che?” Starla berbisik. “Segitu nggak

percayanya?” (Lestari, 2011:155)

Page 81: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

66

Kutipan di atas menggambarkan bagaimana konflik batin yang dialami

oleh Starla setelah terjadi penolakan dari Christian. Untuk mengurangi

ketegangan dan mencari kesenangan diri Starla, akhirnya dia menghilang dari

kehidupan Christian sampai akhirnya mereka dipertemukan kembali di

bioskop. Starla dan Christian menyadari bahwa mereka berdua ternyata saling

membutuhkan. Hal itu dirasakan ketika Starla dan Christian berpisah setelah

terjadi penolakan itu.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, pengalaman buruk yang

terjadi pada Starla membuat ego Starla sulit untuk mengembangkan diri. Id

Starla sebenarnya tidak nyaman dengan kondisinya yang sering berganti-ganti

pacar sehingga Starla takut untuk melakukan hubungan yang serius. Dalam

keadaan ini, Starla mengalami trauma dan trauma ini akan sembuh ketika

Starla bertemu dengan orang yang pas. Pada akhirnya sesuai dengan

perjalanan waktu ego Starla mau membuka diri untuk menemukan orang

yang cocok.

6. Rako karena Keinginannya Memiliki Starla Tidak Tercapai

Di dalam cerpen Menunggu Layang-layang, Rako dijelaskan sebagai

sahabat Christian sejak kecil. Dari TK sampai SMA mereka menuntut ilmu di

sekolah yang sama. Namun, setelah SMA Rako melanjutkan sekolahnya ke

Inggris. Permasalahan yang selalu dialami oleh Rako dari dulu, yaitu untuk

mendapatkan pacar yang cocok itu sulit. Permasalahan itu lebih diakibatkan

karena Rako belum siap untuk memiliki komitmen. Rako selalu mundur

ketika pacarnya mengajak untuk menjalani hubungan ke arah yang lebih

serius. Penjelasan tersebut dipertegas dengan kutipan berikut.

“Gue mau cari cewek bule aja, Chris. Bertahun-tahun gaul sama cewek

sini, jarang banget ada yang cocok. Cewek-cewek sini tuh luarannya aja

modern, dalamnya sih sama aja. Konvensional. Belum apa-apa udah

ngomongin kawinlah, tunanganlah, padahal gue belum siap ke arah

sana. Gue maunya travelling dulu, lihat dunia dulu…,” (Lestari,

2011:135)

Page 82: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

67

Kutipan di atas sebenarnya menjelaskan tentang konflik batin yang

dialami oleh Rako. Rako menginginkan seorang pacar, tetapi hal tersebut sulit

untuk diwujudkan. Untuk mengurangi ketegangan-ketegangan yang

dialaminya, id Rako mengharapkan untuk mencari solusi lain, yaitu mencari

pacar bule. Apa yang diinginkan oleh id ini hanya untuk mencari kesenangan

dalam diri Rako.

Keinginan Rako untuk memiliki pacar bule tersebut belum terwujud,

Rako pulang ke Indonesia. Di Indonesia, Rako bertemu dengan Christian.

Pertemuannya dengan Christian ini membawa Rako bertemu dengan Starla,

sahabat Christian. Perkenalan antara Rako dengan Starla membuat id yang

sebelumnya berpikir bahwa Rako akan mencari pacar seorang bule,

digagalkannya. Id berpikir bahwa Starla adalah perempuan yang tepat bagi

Rako. Di dalam keadaan ini, id dalam diri Rako memiliki peran dominan. Id

tetap mengejar kesenangan untuk mengurangi ketegangan yang dialami oleh

Rako. Untuk mewujudkan apa yang diinginkan oleh id, Rako memerlukan

ego-nya. Ego yang berprinsip realitas ini akan merealisasikan apa yang

menjadi pikiran id. Rako akan menjadikan Starla sebagai pacarnya. Rako

menilai Starla adalah perempuan yang dia cari-cari selama ini.

“Che, gue mau ngenalin Starla ke bokap-nyokap. Doain, ya,” tutur

Rako satu hari. Matanya bersinar. Dan dia memanggilku “Che” dengan

fasihnya, seolah sudah melakukannya puluhan tahun.

“Lo yakin? Nggak kecepetan?” tanyaku.

“Starla adalah perempuan yang selama ini gue cari. Lo tahu sendiri, gue

gerah banget sama yang namanya komitmen. Tapi, dia lain, Che.”

(Lestari, 2011:137)

Di saat seperti itu, superego seharusnya memberikan impuls atau

rintangan terhadap apa yang diinginkan oleh id. Melalui Christian, saran

terhadap apa yang akan dilakukan oleh Rako disampaikan. Namun, superego

tidak memberikan perannya. Id tetap menjadi dominan.

Rako tetap mengejar Starla untuk menjadi pacarnya. Namun, justru itu

menimbulkan permasalahan baru dalam hidupnya, konflik batin dialami Rako

kembali. Konflik batin itu muncul setelah Rako menginginkan untuk

Page 83: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

68

memiliki hubungan yang lebih jauh dengan Starla. Namun, setelah

permintaan itu, justru Starla semakin menjauh dari Rako.

“Gue benar-benar nggak ngerti! Apa salah gue?” berondongnya.

(Lestari, 2011:139)

Untuk mengurangi ketegangan dalam diri Rako, ia akan membatalkan

apa yang telah diucapkan dan ditawarkan kepada Starla. Hal tersebut sebagai

bentuk pengurangan terhadap ketegangan yang dialami oleh id-nya. Namun,

hal itu juga tidak mungkin dilakukan oleh Rako karena Starla memiliki

karakter yang berbeda. Pengurangan ketegangan id dalam hal ini gagal karena

ego tak mampu mewujudkannya.

Rako menyeka keringat dingin di dahinya. “Jadi… oke, oke… gue

bakal datengin dia lagi, gue cabut semua yang gue bilang.”

“Terlambat.” Aku menggeleng. “Sekali langkah satu itu diambil, dia

nggak akan pernah mau balik lagi.”

Rako bengong sejenak. Lalu ia pun berseru, panik, “Bisa! Pasti bisa!

Gue yakin! Gue sama dia tuh udah cocok banget! (Lestari, 2011:140)

Ketegangan-ketegangan yang dialami oleh Rako tak dapat diredakan

oleh id melalui ego-nya ketika memang Rako masih tinggal di Indonesia dan

bertemu dengan Starla. Akhirnya, untuk meredakan ketegangan yang dialami

id-nya, Rako memilih untuk kembali ke Inggris. Dari hasil wawancara yang

dilakukan pun ditegaskan bahwa kehadiran Rako di dalam cerita ini

digunakan untuk mematangkan ego dan superego dalam diri Starla.

D. Persepsi Pembaca terhadap Konflik

Karya sastra adalah artefak, adalah benda mati, baru mempunyai makna dan

menjadi objek estetik bila diberi arti oleh manusia pembaca sebagaimana artefak

peninggalan manusia purba mempunyai arti bila diberi makna oleh arkeolog

(Pradopo, 2005:106). Pengertian tersebut berarti bahwa sebuah karya sastra akan

memiliki makna apabila dimaknai oleh pembaca itu sendiri. Tanggapan pembaca

terhadap karya sastra pun berbeda-beda sehingga dapat menambah kelengkapan

makna yang muncul. Hal tersebut seperti yang diungkapkan Jauss dalam Pradopo

Page 84: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

69

(2005:234) bahwa karya sastra selalu memberikan wajah yang lain kepada

pembaca yang lain, dari generasi yang satu ke generasi yang lain selalu

memberikan orkestrasi yang berbeda.

Persepsi, tanggapan, dan apresiasi terhadap cerpen Madre dan Menunggu

Layang-layang pun juga bermunculan dari pembaca. Hal tersebut dimaksudkan

untuk memberikan pemaknaan yang utuh terhadap cerpen tersebut.

1. Konflik Batin yang Dialami Tokoh Bisa Terjadi di Dunia Nyata

Munculnya konflik-konflik yang kompleks di dalam cerita dapat

digunakan untuk mematangkan alur sehingga cenderung disenangi pembaca.

Bahkan sebenarnya, yang dihadapi dan menyita perhatian pembaca sewaktu

membaca suatu karya naratif adalah (terutama) peristiwa-peristiwa konflik,

konflik yang semakin memuncak, klimaks, dan kemudian penyelesaian

(Nurgiyantoro, 2009:122).

Konflik-konflik di dalam cerpen Madre dan Menunggu Layang-layang

pun banyak bermunculan. Konflik yang dimunculkan oleh Dewi Lestari pun

menurut seluruh informan sangat mungkin terjadi di dunia nyata. Cerpen

Madre dan Menunggu Layang-layang dinilai masuk akal untuk dapat terjadi di

dunia nyata. Kehadiran cerpen sebagai sebuah karya sastra pun muncul karena

adanya fenomena yang terjadi sehingga kepribadian-kepribadian yang ada di

dunia nyata dimunculkan ke dalam sebuah karya.

Cuma kalau cerpenkan lebih dikembangkan, lebih didramatisir melalui

bahasanya. (Nurul Rismayanti).

Pendapat tersebut juga diperkuat dengan pendapat Retno Puji Lestari

yang menyatakan, “Bisa karena kepribadian-kepribadian itu ya ada di dunia

nyata.” Hal serupa juga diungkapkan oleh Arnellis Melema. Menurut Arnelis,

konflik yang ada di dalam kedua cerpen tersebut jelas sangat mungkin terjadi

di dunia nyata karena cerpen ini masuk akal untuk bisa hadir di kehidupan

nyata.

Page 85: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

70

2. Perjuangan dalam Madre Lebih Kentara, sedangkan Menunggu Layang-

layang Soal Percintaan Biasa

Menurut Murtini, di dalam cerpen Madre, Dewi Lestari ingin

mengungkapan bagaimana peranan ibu yang sebenarnya, „ibu‟ di luar negeri

yang diwakili Spanyol dan „ibu‟ di Indonesia. Menurutnya, Dewi Lestari

ingin memadukan „ibu‟ di Spanyol dan „ibu‟ di Indonesia dengan tetap

memegang pandangan nilai-nilai kebebasan orang Timur. Hal berbeda

diungkapkan oleh Retno. Retno mengungkapkan bahwa pada awalnya ia

mengira madre adalah sebuah nama orang, tetapi ternyata madre adalah

sebuah biang roti.

Isi cerpen Madre menurut sebagian besar informan, yaitu

mengungkapkan bagaimana kerja keras untuk mewujudkan dan

mempertahankan biang madre oleh beberapa tokoh di cerpen tersebut yang

masing-masing memiliki karakter berbeda. Kehadiran tokoh-tokoh ini antara

yang satu dengan yang lain saling memberikan pengaruh baik secara

langsung ataupun tidak.

Dia tahu, sebenarnya dia merasa nggak punya ikatan sama madre, tapi

di sisi lain dia itu kasihan sama Pak Hadi, sudah lanjut usia tapi masih

berjuang mati-matian untuk mempertahankan si madre ini. Akhirnya itu

dia peka, merasa kasihan. (Retno Puji L.)

Beberapa responden mengaku lebih menyukai cerpen Madre. Dari hasil

wawancara, sejumlah responden menyatakan bahwa banyak nilai positif dan

pesan yang disampaikan oleh pengarang kepada pembaca, misalnya anjuran

untuk selalu berusaha dan menjaga apa yang telah diamanahkan. Hal tersebut

menunjukkan bahwa Dewi Lestari berhasil menciptakan tokoh yang menjadi

nilai lebih di dalam kumpulan cerita Madre.

Saya lebih suka dari Madrenya sendiri mas, banyak sekali nilai-nilai

positif, kayak kita diajarkan untuk terus berusaha, menjaga apa yang

diwariskan kepada kita, lebih ke nilai-nilai pendidikannya. (Aprilia P.)

Page 86: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

71

Selain itu, beberapa responden pun menyatakan lebih menyukai cerpen

Menunggu Layang-layang. Hal ini dikarenakan cerpen tersebut menggunakan

tema yang biasa terjadi di dalam kehidupan remaja. Hal tersebut seperti yang

diungkapkan oleh Retno, mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra

Indonesia, “Kalau Menunggu Layang-layang ini sebenarnya cerita biasa,

tetapi penulis ini membuat cerita yang sebenarnya biasa menjadi luar biasa

dengan penyajiannya.”

Komentar dan tanggapan yang beragam tersebut membuktikan bahwa

Dewi Lestari berhasil memberikan sesuatu yang baru dalam dunia sastra.

Komentar dan tanggapan tersebut dapat memberikan timbal balik yang

positif, baik bagi penulis maupun pembaca. Dengan adanya komentar

maupun tanggapan, penulis dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan

terhadap karya sastra yang diciptakannya. Di sisi lain, pembaca dapat

meningkatkan kemampuan dan pemahamannya untuk mengapresiasi karya

sastra.

Page 87: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

72

BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

A. SIMPULAN

Berdasarkan data dan hasil analisis yang telah didapat maka penelitian ini

dapat ditarik simpulan, yaitu sebagai berikut.

1. Penggambaran tokoh dilakukan oleh pengarang dengan menggunakan tiga

dimensi, yaitu dimensi fisiologis, sosiologis, dan psikologis.

a) Tansen dalam dimensi fisiologis digambarkan sebagai sosok pria yang

memiliki kulit gelap, rambut gimbal, hidung panjang, mata besar berbulu

lentik. Dimensi sosiologis tokoh Tansen digambarkan sebagai orang yang

bebas sampai akhirnya terikat dengan warisan madre. Dimensi psikologis

Tansen digambarkan sebagai orang yang kuat menjalani hidupnya sendiri.

b) Pak Hadi dalam dimensi fisiologis digambarkan sebagai seseorang yang

sudah tua, berusia sekitar 80 tahun, memiliki muka yang mulai keriput,

kedua cuping telinga yang melebar, di seputar pipi terdapat vlek, dan

memiliki tubuh yang kurus, tetapi tegap. Dimensi sosiologisnya

digambarkan sebagai orang Cina yang berprinsip dan sabar serta taat dan

patuh. Dimensi psikologis Pak Hadi digambarkan sebagai seseorang yang

setia kepada pemimpinnya.

c) Mei dalam dimensi fisiologis digambarkan memiliki mata besar dan bulat,

kulitnya kuning bersih, rambutnya dicat kepirangan, dan memiliki betis

yang mungil. Dimensi sosiologis Mei, yaitu sebagai wanita yang berdarah

etnis Tionghoa dan memiliki bisnis bakery yang sukses. Dimensi

psikologis Mei digambarkan sebagai orang yang pekerja keras dan

menggapai kesuksesan, ia tetap memiliki perasaan bersalahnya di masa

kecil.

d) Bu Cory dalam dimensi fisiologis digambarkan sebagai wanita yang sudah

tua, memiliki tubuh tinggi, kurus, memakai kacamata untuk membantu

penglihatannya, dan memiliki rambut ikal yang sudah memutih. Dimensi

sosiologisnya, yaitu digambarkan sebagai seorang pekerja toko roti Tan de

Page 88: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

73

Bakker. Dimensi psikologisnya digambarkan sebagai orang yang pantang

menyerah dan loyal terhadap atasan.

e) Bu Sum dalam dimensi fisiologis digambarkan sebagai wanita yang

memiliki tubuh pendek dan gemuk, rambutnya sering disanggul. Dimensi

sosiologisnya digambarkan sebagai seseorang yang telah lama bekerja di

toko Tan de Bakker. Dimensi psikologisnya digambarkan sebagai orang

yang loyal terhadap pemimpinnya.

f) Christian dalam dimensi fisiologis tidak digambarkan secara jelas oleh

pengarang, hanya jenis kelaminnya saja, laki-laki. Dalam dimensi

sosiologis, Christian digambarkan sebagai seorang arsitek, sedangkan

dimensi psikologisnya, yaitu memiliki mental sebagai sosok yang pekerja

keras.

g) Starla dalam dimensi fisiologis tidak digambarkan secara jelas. Starla

berjenis kelamin perempuan. Dimensi sosiologis Starla digambarkan

sebagai seorang desainer interior yang pada akhirnya menjadi freelancer.

Dimensi psikologisnya digambarkan sebagai perempuan yang memiliki

rasa kesepian.

h) Rako dalam dimensi fisiologis adalah seorang laki-laki. Tidak ada

penjelasan lainnya tentang dimensi ini. Dimensi sosiologis Rako

digambarkan sebagai laki-laki yang memiliki memiliki kelebihan dalam

materi dan tingkat pendidikan yang baik. Dimensi psikologisnya

digambarkan sebagai laki-laki yang tidak mau terikat komitmen lebih

awal.

2. Konflik batin yang dialami Tansen, yaitu ketidakjelasan silsilah keluarganya

dan warisan mendadak dari orang yang tidak pernah dia kenal sebelumnya.

Konflik batin dalam diri Pak Hadi, yaitu karena dialah orang yang mengetahui

tentang sejarah keluarga Tansen dan harus bercerita kepada Tansen. Selain itu

Pak Hadi juga memiliki konflik batin karena madre hendak dijual, madre

merupakan identitas hidup Pak Hadi. Konflik batin Mei, yaitu terhadap

kesalahan yang dilakukan semasa kecil, yaitu memecahkan biang milik

kakeknya. Konflik batin yang dialami Christian, yaitu ketakutannya sendiri

Page 89: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

74

akan perubahan dan ketidakpastian. Konflik batin yang dialami Starla, yaitu

karena Starla tidak ingin terikat dengan komitmen. Konflik batin yang dialami

Rako, yaitu karena keinginannya untuk memiliki Starla tidak tercapai.

3. Persepsi pembaca terhadap kumpulan cerita, yaitu bahwa konflik batin yang

muncul di dalam cerpen tersebut dapat terjadi di dunia nyata. Selain itu,

pembaca menilai bahwa perjuangan di cerpen Madre lebih kentara daripada

Menunggu Layang-layang karena cerpen Menunggu Layang-layang hanya

menampilkan cerita percintaan biasa.

B. IMPLIKASI

Sebuah karya sastra tidak hanya menyajikan cerita, tetapi sebuah karya

sastra juga memiliki nilai-nilai pendidikan yang sarat akan makna. Melalui karya

sastra inilah penulis dapat menuangkan gagasan dan ide-ide cemerlangnya untuk

dapat disampaikan kepada pembaca. Penelitian ini, yang menggunakan objek

kajian karya sastra (cerpen) dengan menggunakan pendekatan psikologis memiliki

implikasi yang positif terhadap bidang lain.

Implikasi dari segi teoretis, yaitu penelitian ini dapat digunakan untuk

memperkaya khasanah keilmuan tentang teori-teori psikologi yang digunakan

untuk menganalisis tokoh dan konflik di dalam sebuah karya sastra. Hal ini

membuktikan bahwa penelitian antarmultidisiplin ilmu pun dapat dilakukan

terhadap sebuah karya sastra. Selain itu, penelitian ini dapat menambah referensi

pembaca tentang beragamnya cerpen yang dapat digunakan sebagai media

pembelajaran.

Implikasi praktis dari penelitian ini, yaitu penelitian ini dapat digunakan

sebagai contoh dalam penganalisisan tentang tokoh maupun konflik di dalam

sebuah karya sastra (cerpen). Selain itu, cerpen Madre dan Menunggu Layang-

layang pun dapat dijadikan sebagai bahan ajar untuk materi SMA kelas XII

dengan standar kompetensi memahami pembacaan cerpen karena kedua cerpen

tersebut sarat akan makna maupun nilai-nilai perjuangan dan kerja keras.

Kesulitan dalam menganalisis konflik batin yang dapat muncul dan dialami

oleh siswa, yaitu membedakan antara id, ego, dan superego. Oleh karena itu, guru

Page 90: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KONFLIK BATIN .../Konflik...PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... 2012 . perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

75

harus menjelaskan tentang pengertian id, ego, dan superego tersebut secara

lengkap serta memberikan contoh tentang penerapannya di dalam penganalisisan

sebuah karya sastra.

C. SARAN

Sebuah karya sastra yang baik harus mampu memberikan pembelajaran

terhadap pembaca-pembacanya. Begitu pula dengan sebuah karya sastra yang

muncul. Karya sastra yang muncul tak lepas dari kontroversi dari tiap-tiap

pembaca. Kritik dan saran yang membangun harus membuat seorang penulis

untuk lapang dada karena memang penilaian pembaca terhadap sebuah karya

sastra berbeda-beda. Penilaian beragam ini diharapkan mampu menambah

kematangan pembaca di dalam menilai sebuah karya sastra.

Saran peneliti terhadap komponen-komponen terkait, yaitu sebagai berikut.

1. Guru Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA

Guru Bahasa dan Sastra Indonesia harus mampu membuat situasi

pembelajaran sastra di kelas menarik. Hal ini dimaksudkan supaya siswa lebih

tertantang dalam mengikuti pembelajaran yang berlangsung. Selain itu, guru

juga harus memberikan dorongan kepada siswa untuk dapat menyukai karya

sastra yang ada. Setelah siswa menyukai setiap karya sastra yang ada,

diharapkan hal ini dapat memacu siswa untuk produktif di dalam menulis.

2. Siswa

Pembelajaran sastra yang ada di kelas seharusnya mampu dijadikan

siswa sebagai pemacu dalam bidang kepenulisan. Siswa pun dapat mengambil

makna dari setiap karya sastra yang diajarkan. Apresiasi sastra sebagai bagian

dari pembelajaran sastra sudah seharusnya dapat memacu kekritisan siswa

terhadap sebuah karya sehingga siswa dapat dan mampu memberikan

penilaiannya.

3. Peneliti Lain

Penelitian-penelitian yang dilaksanakan setelah penelitian ini

diharapkan dapat dilakukan secara mendalam dan kreatif. Penemuan-

penemuan baru pun diharapkan dapat muncul untuk melengkapi penelitian ini.