DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ......

98
DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN (Kasus Desa Kemang, Kecamatan Bojongpicung, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat) Oleh: Laras Sirly Safitri I34070035 DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

Transcript of DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ......

Page 1: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

1

DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN

(Kasus Desa Kemang, Kecamatan Bojongpicung, Kabupaten Cianjur,

Provinsi Jawa Barat)

Oleh:

Laras Sirly Safitri

I34070035

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

Page 2: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

2

ABSTRACT

LARAS SIRLY SAFITRI. DIFUSION OF INNOVATION MOBILE PHONE IN

THE RURAL AREA (Case in Kemang Village, Bojongpicung Sub-district,

Kabupaten Cianjur District, West Java Province). Supervised by SITI SUGIAH

MUGNIESYAH.

By referring to the diffusion of innovation theory, this study found that the

adoption rates of mobile phone among the adopters in the two hamlets are low; it is

about 28 per cent and 17 per cent for Beber and Cikupa hamlets respectively.

Although the mobile phone exposure of Kemang Village community started about 15

years ago, the majority of people in Kemang Village adopted the mobile phone since

the Base Transceiver Stations (BTS) of XL and Telkomsel were constructed in this

village, in 2008 and 2010 respectively.

The plot result of mobile phone adopter of the two hamlets was in S Curve

shape. On the other hand, as not all the mobile phone adopters of the two hamlets

were surveyed, the mobile phone adopters’ categories are not in normal distribution.

It caused the plot of adopters categories is not in Bell-shaped curve. Therefore, the

distribution of the mobile phone adopter categories did not support the theory of

adopters’ category as stated by Rogers and Shoemaker (1971). However, this study

supported another Rogers and Shoemaker’s generalization with regard to the fact

that the individual characteristic of innovator category is higher than that of the

other adopters’ categories. There are each four independent variables which

significantly related to the rate of innovativeness as well as adoption rates at the

significance level of 0.05. The independent variables which related to

innovativeness rate were the level of relative advantage, the individual integration

level, the formal educational level and the level of individual need toward the mobile

phone innovation, while for the adoption rate were the level of observability, the

interpersonal communication individual level, the meeting frequency, and the

promotion of mobile phone agency/seller.

There were five of nine mobile phone use patterns which developed

dominantly by the adopters in the two hamlets, especially phone call/text messages

to: the nucleus family (22,67 per cent) peer group and the combination of peer

group and business partner, and distance relatives (each 17,33 per cent), only

distance relatives (16 per cent), as well as phone call/text messages to business

partner only, and the combination of nucleus family and peer group (each 9,33

percent). It seems that this mobile phone use patterns caused the irrational over

adoption of mobile pone is dominant, especially for those who used the mobile phone

only for consumptive activities.

Key words: Mobile Phone Adoption Rate, Mobile phone innovativeness

Rate, Mobile phone adopter category, mobile phone use pattern.

Page 3: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

3

RINGKASAN

LARAS SIRLY SAFITRI. DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI

PERDESAAN. Kasus Desa Kemang Kecamatan Bojongpicung, Kabupaten

Cianjur, Provinsi Jawa Barat. (Di bawah bimbingan SITI SUGIAH

MUGNIESYAH).

Meningkatnya pelayanan infrastruktur jaringan telepon baik oleh pemerintah

maupun swasta telah memasilitasi warga masyarakat perdesaan untuk akses terhadap

telepon seluler. Dominannya penelitian tentang adopsi inovasi pertanian di pedesaan

serta masih relatif terbatasnya penelitian difusi inovasi telepon seluler di perdesaan

melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi inovasi telepon seluler atau ponsel di

kalangan masyarakat perdesaan.

Penelitian ini dilakukan di dua kampung di Desa Kemang, Kecamatan

Bojongpicung, Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat. Penentuan desa dipilih

secara sengaja dengan pertimbangan bahwa di desa ini dibangun dua buah menara

BTS dari Perusahaan XL dan Telkomsel, dan bahwa desa ini merupakan desa lahan

kering yang relatif terisolir. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang

dalam pelaksanaannya dilakukan melalui metode survei; serta pendekatan kualitatif,

berupa wawancara mendalam dan observasi. Pendekatan kuantitatif dilakukan untuk

mengumpulkan data primer yang mencakup sejumlah variabel bebas dan variabel

tidak bebas berkenaan tingkat keinovativan dan laju adopsi ponsel; sementara

pendekatan kualitatif untuk memperoleh gambaran adopsi berlebihan dan pola

pemanfaatan ponsel di kalangan adopter. Penelitian ini juga menggunakan data

sekunder yang bersumber dari monografi desa dan dokumen berupa laporan

penelitian serta kebijakan pemerintah yang terkait dengan penelitian ini.

Pengumpulan data berlangsung selama 30 hari dari minggu kedua bulan April hingga

minggu kedua bulan Mei 2011.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju adopsi ponsel di Kampung Beber

dan Cikupa tergolong rendah, berturut-turut sebanyak 28 persen dan 17 persen.

Lebih tingginya laju adopsi ponsel di Kampung Beber berhubungan dengan lebih

tingginya karakteristik sumberdaya pribadi dan rumahtangga adopter di Kampung

Beber, yang dicirikan oleh tingginya persentase adopter yang bekerja sebagai PNS,

pedagang dan pelajar dan pedagang di kampung tersebut. Meskipun diantara warga

Desa Kemang mulai terdedah informasi ponsel sejak 15 tahun yang lalu, namun

sebagian besar warga desa ini menjadi adopter ponsel berdirinya BTS XL dan BTS

Telkomsel yang dibangun berturut-turut pada tahun 2008 dan 2010. Adopsi ponsel

oleh warga di kedua kampung semakin meningkat sejalan dengan bertambahnya

waktu dari mulai tahun 1995 sampai 2011.

Meskipun secara akumulatif “plot” adopter ponsel membentuk kurva

penerimaan inovasi ponsel yang membentuk kurva S, namun adopter ponsel

terbanyak terjadi pada tahun 2010. Di pihak lain, karena tidak semua adopter ponsel

di dua kampung menjadi responden dalam penelitian ini, menjadikan kategori adopter

ponsel tidak mengikuti sebaran normal, sehingga “plot” atas kategori adopter tidak

berhasil membentuk kurva berbentuk Genta. Dengan berbasis interval waktu selang

tiga tahun, dalam penelitian ini menemukan hanya terdapat masing-masing satu

persen mereka yang tergolong innovator dan early majority; early adopter

sebanyak lima persen, sementara late majority dan laggards berturut-turut sebesar

Page 4: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

4

29 persen dan 64 persen. Penelitian ini menguatkan pendapat Rogers dan Shoemaker

(1971), yakni adopter yang tergolong inovator memiliki karakteristik pribadi yang

lebih tinggi dibanding semua kategori adopter lainnya.

Dari 14 variabel bebas yang diduga berhubungan dengan Tingkat

Keinovativan, hanya enam variabel yang berhubungan nyata dengan tingkat

keinovativan pada taraf α= 0,05, yaitu: Tingkat Keuntungan Relatif, Tingkat Integrasi

Individu, Tingkat Pendidikan Formal, Pola Perilaku Komunikasi, dan Tingkat

Kebutuhan Individu terhadap Inovasi Ponsel. Variabel-variabel Tingkat

Kemungkinan Diamati, dan Tingkat Status Sosial Ekonomi berhubungan dengan

tingkat Tingkat Keinovativan pada taraf α= 0,10. Sementara Tipe Pengambilan

Keputusan Inovasi Ponsel dan Tingkat Keragaman Sumber Informasi Inovasi Ponsel

berhubungan dengan Tingkat Keinovativan pada taraf α= 0,20-0,30. Hanya empat

variabel bebas yang berhubungan dengan Laju Adopsi pada taraf α= 0,05, yakni

Tingkat Kemungkinan Diamati, Tingkat Ketaatan Individu, Frekuensi Pertemuan

dengan Agen Penjual/Jasa Ponsel, dan Tingkat Status Sosial Ekonomi. Tiga variabel

bebas lainnya berhubungan berhubungan dengan Laju Adopsi pada taraf α= 0,10,

yaitu Tingkat Keuntungan Relatif, Tingkat Kesesuaian,dan Tingkat Pendidikan

Formal. Adapun Tingkat Kebutuhan Individu terhadap Inovasi Ponsel berhubungan

pada taraf α= 0,20-0,30. Selainnya, yakni Tingkat Kerumitan. Tipe Pengambilan

Keputusan Inovasi, Tingkat Keragaman Sumber Informasi Inovasi Ponsel, Tingkat

Integrasi Individu dan Pola Perilaku Komunikasi tidak berhubungan dengan Laju

Adopsi.

Terdapat sembilan pola pemanfaatan ponsel di kalangan adopter ponsel di dua

kampung, diantaranya yang dominan adalah untuk berbagi informasi atau menelepon

dan mengirim pesan singkat (sms) kepada berturut-turut: keluarga inti (22,67 persen),

teman sebaya serta kombinasi antara rekan bisnis, teman sebaya dan saudara jauh

(masing-masing 17,33 persen), saudara jauh saja (16 persen), serta kepada rekan

bisnis saja dan kombinasi kepada keluarga inti dan teman sebaya masing-masing 9,33

persen.

Penelitian ini menemukan bahwa mayoritas adopter ponsel memanfaatkan

ponsel hanya untuk memenuhi kebutuhan konsumtif, bukan produktif; sehingga dari

total adopter ponsel di dua kampung di Desa Kemang, terdapat 31 persen adopter

rasional dan 69 persen adopter ponsel yang tidak rasional.

Page 5: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

5

DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN

(Kasus Desa Kemang Kecamatan Bojongpicung, Kabupaten Cianjur,

Provinsi Jawa Barat)

Oleh:

Laras Sirly Safitri

I34070035

Skripsi

Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Fakultas Ekologi Manusia

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

Page 6: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

6

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang disusun oleh :

Nama Mahasiswa : Laras Sirly Safitri

NRP : I34070035

Program Studi : Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Judul : Difusi Inovasi Telepon Seluler di Perdesaan (Kasus Desa

Kemang, Kecamatan Bojongpicung, Kabupaten Cianjur,

Provinsi Jawa Barat)

dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana

Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia,

Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui,

Dosen Pembimbing

Ir. Siti Sugiah Mugniesyah, MS.

NIP. 19512111 197903 2 003

Mengetahui,

Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS.

NIP. 19550630 198103 1 003

Tanggal Lulus:

Page 7: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

7

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL

“DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN (KASUS DESA

KEMANG KECAMATAN BOJONGPICUNG, KABUPATEN CIANJUR,

PROVINSI JAWA BARAT)” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA

PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK

TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA

MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA

SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG

PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI

SEBAGAI RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

BOGOR, AGUSTUS 2011

LARAS SIRLY SAFITRI

I34070035

Page 8: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

8

RIWAYAT HIDUP

Laras Sirly Safitri lahir di Subang pada tanggal 6 Mei 1989. Penulis

merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara yang lahir dari ayah bernama Wawan

Darmawan Madiana dan ibu bernama Nyimas Haroka Kemora. Pendidikan formal

ditempuh penulis di TK Kemala Bhayangkari, Subang pada periode tahun 1994-

1995, sementara tingkat sekolah dasar di SD Negeri Dewi Sartika Subang pada

periode tahun 1995-2001. Penulis kemudian melanjutkan sekolah tingkat lanjutan,

berturut-turut di SLTP Negeri I Subang (2001-2004) dan di SMA Negeri I Subang

(2004-2007). Setelah lulus SMA, penulis menempuh pendidikan di Institut

Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan kemudian

memilih mayor (program studi) Sains Komunikasi dan Pengembangan

Masyarakat (SKPM) di Departemen SKPM, Fakutas Ekologi Manusia.

Selama menempuh studi, penulis pernah menjadi asisten dosen dalam

Mata Kuliah Komunikasi Kelompok (KPM 212) pada semester 6 dan Mata

Kuliah Perubahan Sosial (KPM 330) pada semester 7 tahun ajaran 2010/2011.

Bersamaan dengan itu, sejak semester 5 tahun ajaran 2009/2010 sampai dengan

semester 7 tahun ajaran 2010/2011 penulis menjadi asisten dosen pada MK Ilmu

Penyuluhan (KPM 211). Pada semester 8 TA 2010/2011 penulis menjadi asisten

MK Pendidikan Orang Dewasa (KPM 310). Selain itu, penulis juga aktif

mengikuti kegiatan non-akademik, yakni sebagai anggota dalam organisasi

Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

(HIMASIERA), Organisasi Desa Mitra Fakultas Ekologi Manusia

(SAMISAENA), dan organisasi mahasiswa daerah, yakni di Forum Komunikasi

Kulawarga Subang (FOKKUS).

Page 9: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

9

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala nikmat

dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Difusi Inovasi Telepon Seluler di Perdesaan (Kasus Desa Kemang, Kecamatan

Bojongpicung, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat)”. Penulisan skripsi ini

ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan gelar Sarjana Komunikasi dan

Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan

Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Skripsi ini disusun sebagai hasil penelitian penulis di Desa Kemang,

Kecamatan Bojongpicung, yang menerapkan teori difusi inovasi dalam mengkaji

fenomena meningkatnya penggunaan media komunikasi ponsel di kalangan

masyarakat perdesaan. Dalam skripsi ini penulis menjelaskan proses bagaimana

inovasi ponsel dikomunikasikan kepada anggota-anggota suatu sistem sosial

melalui saluran-saluran tertentu dalam suatu periode waktu tertentu, dan juga pola

pemanfaatan ponsel di kalangan masyarakat perdesaan.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak.

Bogor, Agustus 2011

Laras Sirly Safitri

Page 10: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

10

UCAPAN TERIMA KASIH

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, sembah

sujud kepada-Mu yang senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah, serta

curahan kasih sayang-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.

Terdapat sejumlah pihak yang telah memasilitasi penulis dalam

menyelesaikan penulisan skripsi ini, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis

mengucapkan terima kasih kepada mereka.

Terima kasih nan tulus ditujukan kepada Ibu Ir. Siti Sugiah Mugniesyah,

M.S. yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dalam berbagi

ilmu dan pengalaman, serta atas dukungan moril dan materil selama melakukan

pembimbingan kepada penulis, sejak penyusunan proposal dan pelaksanaan

penelitian di lapangan hingga selesainya penulisan skripsi ini. Selanjutnya, kepada

Ibu Dr. Sarwititi S. Agung, MS dan Ibu Ir. Nuraini W. Prasodjo, MS, penulis

berterima kasih atas kesediaannya, berturut-turut sebagai Dosen Penguji Utama

dan dosen penguji kedua, yang mewakili Komisi Pendidikan, Departemen SKPM,

FEMA.

Penulis berterima kasih kepada Kepala Desa Kemang, Bapak Dadan R.

Subarna, serta kepada aparat Desa Kemang, khususnya Bapak Saepuloh atas

bantuannya yang memudahkan penulis dalam pengumpulan data di lapangan.

Penulis sangat berhutang budi dan berterima kasih kepada sejumlah orang,

khususnya warga di Kampung Beber dan Cikupa yang tidak dapat disebut

namanya satu per satu, yang telah menjadi responden dan informan serta berbagi

pengalaman yang berguna bagi penelitian ini. Selain itu, kepada Ibu Dra. Eti

Maryati, M.Pd penulis berterima kasih atas izinnya untuk menempati

kediamannya selama penulis melaksanakan penelitian di lapangan.

Dalam penyelesaian skripsi inipun, penulis mendapat bantuan dari banyak

pihak. Salah satunya, penulis berterima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Machfud, M.S

atas bimbingannya mengajarkan penulis mengolah data penelitian.

Terima kasih pula kepada berbagai pihak yang memasilitasi penulis untuk

akses terhadap berbagai referensi, seperti buku, jurnal, tesis, disertasi, dan laporan

penelitian lainnya; penulis berterima kasih kepada staf penunjang perpustakaan di

Page 11: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

11

lingkungan Departemen SKPM, FEMA IPB, Perpustakaan LSI IPB, dan

Perpustakaan Pusat LIPI. Demikian halnya kepada staf penunjang kependidikan

di Departemen SKPM FEMA, yang senantiasa membantu penyelesaian segala

urusan administrasi selama penulis menjalani studi di departemen yang sama.

Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada dua orang rekan

khususnya Asri Sulistiawati dan Dedi Kurniawan, yang telah berbagi pengalaman

melalui diskusi-diskusi, dan atas dukungan mereka yang senantiasa menyemangati

penulis dalam menyusun skripsi ini, serta untuk kebersamaan kita selama

mengerjakan tugas akademik di bawah bimbingan dosen pembimbing, sejak

penyelesaian studi pustaka, penulisan proposal, hingga penulisan skripsi. Penulis

juga berterima kasih kepada sejumlah rekan: Ayu, Kak Gilang, Bio, Pia, Asih,

Isma, Dinda, Karin, Wawa, Chae, Ochi, Tya, Nene, Laila, dan Dimit; atas

kesediaan mereka untuk berbagi pengalaman yang bermanfaat bagi penulis.

Sahabat-sahabat SMA penulis: Imel, Boir, Yulia, Babon, Dara, Deni,

Jantan, Aris, dan Rindu; atas persahabatan yang tetap terjalin sampai saat ini.

Tidak lupa kepada Luthfi Ahmad Hikmat, terima kasih atas dukungan yang sangat

berarti.

Dari lubuk hati nan dalam, penulis berterima kasih kepada kedua orangtua:

ibunda tersayang, Nyimas Haroka Kemora -atas doanya yang tidak pernah putus

dan kasih sayangnya yang tidak pernah hilang- dan ayahanda Wawan Darmawan

Madiana- atas semua cucuran keringat dan perjuangan tiada henti untuk

mendukung semangatku dalam melangkah guna melalui segala tantangan selama

penyelesaian studi.

Last but not least, penulis berterima kasih kepada semua kakanda: Hegar

Widya Safarina, Trias Rizalis Desfansa, Ganjar Putra Panggalih, dan Erma Rosa

Ergandia, atas pemberian laptop bagi penulis, sehingga penulis sangat terbantu

dalam menyelesaikan studi ini, serta atas semangat dan kasih sayang yang

senantiasa mereka curahkan kepada penulis.

Skripsi ini penulis dedikasikan kepada semua pihak yang telah

berkontribusi dalam penyelesaian skripsi ini dan kepada mereka yang berminat

atas studi difusi inovasi di kalangan masyarakat perdesaan.

Page 12: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ................................................................................................................ i

DAFTAR TABEL .....................................................................................................iii

DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. v

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. vi

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ........................................................................................... 1

1.2. Perumusan Masalah ................................................................................... 4

1.3. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 6

1.4. Kegunaan Penelitian................................................................................... 6

BAB II PENDEKATAN TEORITIS ................................................................... 7

2.1. Konsep Difusi Inovasi ................................................................................ 7

2.2. Konsep Adopsi Berlebihan (Over Adoption) ........................................... 12

2.3. Hasil-hasil Studi Adopsi dan Difusi Inovasi di Indonesia ....................... 13

2.4. Kerangka Pemikiran ................................................................................. 14

2.5. Hipotesis Pengarah ................................................................................... 17

2.6. Definisi Operasional................................................................................. 17

BAB III METODOLOGI ..................................................................................... 23

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................... 23

3.2. Teknik Pengambilan Data ........................................................................ 24

3.3. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ..................................................... 25

3.4. Kelemahan Penelitian............................................................................... 26

BAB IV KEADAAN UMUM DESA KEMANG ................................................ 27

4.1. Kondisi Geografis dan Luas Wilayah Desa ............................................. 27

4.2. Keadaan Umum Penduduk ....................................................................... 39

4.3. Kelembagaan Formal dan Informal ........................................................ 33

4.4. Sarana dan Prasarana................................................................................ 35

BAB V PROFIL RUMAHTANGGA ADOPTER TELEPON SELULER DI

KAMPUNG BEBER DAN KAMPUNG CIKUPA.............................. 37

5.1. Karakteristik Individu Anggota Rumahtangga Adopter Ponsel.............. 37

5.2. Karakteristik Sumberdaya Rumahtangga Adopter Ponsel ....................... 43

BAB VI UNSUR-UNSUR DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER ........... 46

6.1. Proses Difusi Inovasi Ponsel ................................................................... 46

6.2. Kurva Penerimaan dan Kategori Adopter Inovasi Ponsel di Kampung

Beber dan Cikupa ..................................................................................... 52

6.3. Laju Adopsi Inovasi Ponsel ..................................................................... 57

Page 13: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

ii

BAB VII FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT

KEINOVATIVAN DAN LAJU ADOPSI INOVASI TELEPON

SELULER ............................................................................................... 58

7.1. Hubungan antara Karakteristik Inovasi dengan Tingkat Keinovativan

dan Laju Adopsi ....................................................................................... 58

7.2. Hubungan antara Pengambilan Keputusan dengan Tingkat

Keinovativan dan Laju Adopsi ................................................................ 61

7.3. Hubungan antara Saluran Komunikasi dengan Tingkat Keinovativan

dan Laju Adopsi ....................................................................................... 62

7.4. Hubungan antara Karakteristik Sistem Sosial dengan Tingkat

Keinovativan dan Laju Adopsi ................................................................ 63

7.5. Hubungan antara Promosi oleh Agen Perubah dengan Tingkat

Keinovativan dan Laju Adopsi ................................................................ 65

7.6. Hubungan antara Karakteristik Individu dengan Tingkat Keinovativan

dan Laju Adopsi ....................................................................................... 66

BABVIII POLA PEMANFAATAN DAN ADOPSI BERLEBIHAN INOVASI TELEPON SELULER ........................................................................... 68

8.1. Pola Pemanfaatan Ponsel di Kalangan Masyarakat Desa Kemang .......... 68

8.2. Adopter Berlebihan (Over Adoption) Ponsel di Desa Kemang ............... 70

BAB IX KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 73

9.1. Kesimpulan .............................................................................................. 73

9.2. Saran ......................................................................................................... 75

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 76

LAMPIRAN .............................................................................................................. 79

Page 14: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

iii

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Karakteristik Saluran Komunikasi Interpersonal dan Media Massa ................... 9

2 Rasionalitas dan Irasionalitas dalam Adopsi dan Menolak Penanaman

Jagung-4 Baris di Kalangan Petani Indian, Amerika Serikat ............................ 12

3. Distribusi Wilayah Desa Kemang menurut Penggunaannya Tahun 2009 ........ 28

4 Distribusi Penduduk Desa Kemang menurut Kelompok Umur dan Jenis

Kelamin Tahun 2009 ......................................................................................... 39

5 Penduduk Desa Kemang menurut Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan

Tahun 2009 ....................................................................................................... 30

6 Penduduk Desa Kemang menurut Matapencaharian Tahun 2009 (dalam

jumlah dan persen) ............................................................................................ 32

7 Jumlah Penduduk Berdasarkan Kepemilikan Lahan Tahun 2009 .................... 33

8 Distribusi ART Adopter Ponsel Menurut Kelompok Umur dan Jenis

Kelamin di Kampung Beber dan Cikupa Tahun 2011 (dalam persen) ............. 38

9 Distribusi ART Adopter Ponsel menurut Pekerjaan dan Jenis Kelamin

Tahun 2011 (dalam persen) ............................................................................... 39

10 Distribusi ART Adopter Ponsel menurut Kelompok Umur dan Status

Perkawinan Tahun 2011 (dalam persen) ........................................................... 41

11 Distribusi ART Adopter Ponsel menurut Tingkat Pendidikan Formal dan

Jenis Kelamin Tahun 2011 (dalam persen) ....................................................... 42

12 Rata-rata Kepemilikan Ternak pada Rumahtangga Adopter Ponsel di

Kampung Beber dan Cikupa Tahun 2009 (dalam jumlah dan persen) ............. 43

13 Rata-rata Kepemilikan Benda Teknologi Rumahtangga Adopter Ponsel

di Kampung Beber dan Cikupa Tahun 2009 (dalam jumlah dan persen) ......... 44

14 Distribusi Rumahtangga Adopter Ponsel menurut Penguasaan Lahan

Usahatani (dalam jumlah dan persen) ............................................................... 45

15 Distribusi Adopter menurut Sumber Informasi tentang Inovasi Ponsel di

Kampung Beber dan Cikupa Tahun 2011 (dalam persen) ................................ 48

16 Jumlah Individu yang menerapkan inovasi ponsel di Kampung Beber

dan Cikupa di setiap tahun (dalam persen) ....................................................... 49

Page 15: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

iv

17 Ciri-ciri Kategori Adopter Inovasi Ponsel Dilihat menurut Kategori

Penerima di Kampung Beber dan Kampung Cikupa Tahun 2011 .................... 56

18 Laju Adopsi Inovasi Ponsel di Kampung Beber dan Kampung Cikupa

pada Tahun 2011 ............................................................................................... 57

19 Hubungan antara Variabel-variabel Karakteristik Inovasi Ponsel dengan

Tingkat Keinovativan dan Laju Adopsi Inovasi Ponsel (dalam persen) ........... 60

20 Hubungan antara Tipe PK Inovasi Ponsel dengan Tingkat Keinovativan

dan Laju Adopsi (dalam persen) ....................................................................... 62

21 Hubungan antara Saluran Komunikasi dengan Tingkat Keinovativan dan

Laju Adopsi Inovasi Ponsel (dalam persen)...................................................... 63

22 Hubungan antara Karakteristik Sistem Sosial dengan Tingkat

Keinovativan dan Laju Adopsi Inovasi Ponsel(dalam persen) ......................... 64

23 Hubungan antara Promosi oleh Agen Perubah dengan Tingkat

Keinovativan dan Laju Adopsi Inovasi Ponsel (dalam persen) ........................ 65

24 Hubungan antara Karakteristik Individu dengan Tingkat Keinovativan

dan Laju Adopsi Inovasi Ponsel (dalam persen) ............................................... 66

25 Distribusi Adopter menurut Pola Pemanfaatan Ponsel di Desa Kemang

Tahun 2011 (dalam persen) ............................................................................... 68

26 Pengeluaran Pulsa Adopter Ponsel menurut Pola Pemanfaatan Ponsel di

Desa Kemang Tahun 2011 (dalam rupiah) ....................................................... 70

Page 16: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

v

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1 Paradigma Laju Adopsi Inovasi ........................................................................ 11

2 Hubungan antara Variabel Pengaruh (Independent Variables) dengan

Variabel Terpengaruh (Dependent Variables) dalam Difusi Inovasi

Ponsel ................................................................................................................ 16

3 Kurva Akumulasi Adopter Inovasi Ponsel di Kampung Beber dan

Cikupa pada Periode Tahun 1995-2011 ............................................................ 53

4 Kurva Kategori Adopter Inovasi Ponsel di Kampung Beber dan

Kampung Cikupa pada Tahun 2011 .................................................................. 54

Page 17: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

vi

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian Difusi Inovasi Telepon Seluler di

Kalangan Masyarakat Perdesaan Tahun 2011 ................................................. 79

2 Peta Desa Kemang, Kecamatan Bojongpicung, Kabupaten Cianjur ................ 80

3 Adopter Inovasi Ponsel Menurut Kategori Kriteria dari Semua Variabel

Pengaruh dan Variabel Terpengaruh ................................................................. 81

4 Hasil Uji Korelasi Rank Spearmen antara Variabel-variabel Pengaruh

dengan Variabel Terpengaruh ........................................................................... 82

Page 18: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Skala prioritas utama dan strategi Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 ditujukan untuk lebih memantapkan

penataan kembali Indonesia di segala bidang dengan menekankan pada upaya

peningkatan kualitas sumber daya manusia, termasuk pengembangan kemampuan

ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) serta penguatan daya saing

perekonomian. Adapun misi pembangunan nasionalnya diarahkan untuk

mewujudkan Indonesia yang lebih sejahtera, aman dan damai, serta meletakkan

fondasi yang lebih kuat bagi Indonesia yang adil dan demokratis (BAPPENAS

2010).

Selanjutnya pemerintah menyatakan bahwa untuk mewujudkan misi

pembangunan tersebut di atas diperlukan sarana dan prasarana, di antaranya

adalah berupa jaringan komunikasi dan informatika, yang selain memungkinkan

pertukaran informasi secara cepat (real time) menembus batas ruang dan waktu,

juga berperan sangat penting, baik dalam proses produksi maupun dalam

menunjang distribusi komoditi ekonomi. Bersamaan dengan itu, telekomunikasi

juga dipandang sebagai elemen yang sangat penting dalam proses produksi dari

sektor-sektor ekonomi, seperti perdagangan, industri, dan pertanian.

Upaya pemerintah dalam mengembangkan infrastruktur jaringan

komunikasi dan informatika serta telekomunikasi juga menjadi penting, karena

sebagaimana dikemukakan Mugniesyah (2009) ada dua komitmen yang harus

dipenuhi pemerintah Indonesia. Pertama, merespon United Nation Development

Programme (UNDP) yang telah menetapkan bahwa akses penduduk terhadap

teknologi yang berperan dalam proses difusi dan penciptaan menjadi salah satu

indikator keberhasilan pembangunan sumberdaya manusia di sebuah negara.

Kedua, pemerintah Indonesia tunduk pada komitmen untuk mencapai Tujuan

Pembangunan Millenium (Millenium Development Goals atau MDGs), khususnya

rumusan tujuan kedelapan, yaitu mengembangkan suatu kerja sama global untuk

pembangunan; yang salah satu targetnya adalah bekerja sama dengan sektor

swasta, guna memberikan manfaat teknologi baru, khususnya informasi dan

Page 19: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

2

komunikasi bagi masyarakat luas. Terdapat tiga indikator dari target tersebut,

yaitu (1) jaringan telepon dan subscriber seluler per 1000 orang, (2) komputer

personal (personal computer atau PC) per 100 orang, dan (3) pengguna internet

per 1000 orang.

Semakin berkembangnya infrastruktur telekomunikasi baik yang

dilakukan pemerintah maupun swasta, disertai meningkatnya pendapatan pada

warga masyarakat di lain pihak, telah berdampak pada meluasnya jaringan telepon

seluler (selanjutnya ditulis ponsel) sekaligus meningkatnya pengguna ponsel.

Hasil studi lembaga penelitian ROA (Research On Asia) Group menyatakan

bahwa pengguna ponsel di Indonesia tercatat sebanyak 68 juta pada akhir tahun

2006. Kondisi ini menjadikan Indonesia akan menempati peringkat ketiga pasar

ponsel terbesar di Asia setelah Cina dan India (Novita 2010). Selanjutnya,

data lembaga riset Wireless Intelligence Global Comms, menunjukkan bahwa

sampai dengan kuartal I-2010 lalu total konsumen ponsel mencapai 171 juta

pelanggan, atau 72,3 persen terhadap total penduduk Indonesia yang tersebar di

perkotaan dan perdesaan (Haraito dan Hidayat 2010). Dengan demikian, ponsel

menjadi inovasi bagi masyarakat perdesaan.

Penduduk di perdesaan Indonesia umumnya dominan terdiri atas

rumahtangga pertanian. Menurut Badan Pusat Statistik, terdapat 25,4 juta

rumahtangga pertanian di perdesaan Indonesia pada tahun 2003, yang terdiri dari

54,9 persen di Jawa dan 45,1 persen di luar Jawa. Sebagaimana diketahui, sejak

diintroduksikannya Revolusi Hijau, inovasi yang diintroduksikan kepada

masyarakat petani umumnya berupa teknologi pertanian, baik berupa teknologi

produksi maupun pasca panen beragam komoditi. Teknologi pertanian sebagai

inovasi dipandang mampu meningkatkan produktivitas usahatani, yang pada

gilirannya diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan petani. Dalam konteks

tersebut, sebagaimana dikutip oleh Mugniesyah (2006), Rogers dan Shoemaker

(1971) serta Rogers (1995) mengembangkan konsep difusi inovasi, yang diartikan

sebagai proses melalui mana suatu inovasi dikomunikasikan kepada anggota-

anggota sistem sosial melalui saluran-saluran komunikasi tertentu dalam suatu

periode waktu tertentu. Berdasar definisi tersebut, difusi inovasi mencakup empat

unsur penting: inovasi, saluran komunikasi, sistem sosial, dan waktu. Selanjutnya,

Page 20: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

3

kedua ahli menyatakan bahwa waktu tersebut eksis dalam proses difusi khususnya

pada tiga aspek, yaitu: (1) proses keputusan inovasi, dimana individu

melangsungkan proses dari tahap pengenalan suatu inovasi sampai kepada

menolak atau menerima inovasi, (2) keinovativan individu atau unit pengambilan

keputusan inovasi lainnya -yang diartikan sebagai keterdinian atau keterlambatan

relatif di mana suatu inovasi diadopsi- dibandingkan dengan anggota sistem sosial

lainnya, dan (3) laju adopsi inovasi dalam suatu sistem sosial.

Telah ada sejumlah penelitian berkenaan difusi inovasi pertanian di

Indonesia, namun demikian, sebagian besar peneliti lebih memfokuskan pada

aspek yang pertama, yakni proses keputusan inovasi. Hal tersebut sebagaimana

dijumpai pada beberapa penelitian, dintaranya adalah: (a) Studi Hubungan Tipe

Pengambilan Keputusan Inovasi Supra Insus dengan Adopsi Supra Insus di

Tingkat Petani dan Kelompok Tani (Mugniesyah dan Lubis 1990), (b) “Adopsi

Inovasi Teknologi Tabela bagi Petani Padi Sawah” (Novarianto 1999), (c)

“Tingkat Adopsi Inovasi Pengendalian Hama Terpadu oleh Petani” di Kabupaten

Karawang (Sadono 1999), (d) “Kemandirian Petani dalam Pengambilan

Keputusan Adopsi Inovasi” (Agussabti 2002), dan (e) ”Jaringan Komunikasi

Petani dalam Adopsi Inovasi Teknologi Pertanian” (Rangkuti 2007).

Meskipun sejumlah penelitian tersebut di atas merujuk pada Teori

Pengambilan Keputusan Inovasi dari Rogers dan Shoemaker (1971), kecuali

penelitian Mugniesyah dan Lubis, penelitian selainnya hanya berfokus pada

adopsi inovasi pada tingkat individu petani, tidak mempertimbangkan aspek

sistem sosial dimana inovasi tersebut diintroduksikan; sementara penelitian

mengenai aspek difusi inovasi lainnya, yakni laju difusi dan kategori adopter,

belum banyak dilakukan. Hal ini setidaknya, setelah penelitian rintisan yang

dilakukan Soewardi (1972) dalam Sajogyo dan Sajogyo (1982) dan

Sastramihardja dan Veronica (1976) baru dijumpai adanya studi laju adopsi,

sebagaimana dilakukan oleh Nugraha (2010) dalam studinya yang berjudul

“Studi Difusi Inovasi System of Rice Intensification (SRI) di Kabupaten

Tasikmalaya”.

Berdasar penjelasan di atas, sejumlah penelitian tentang adopsi dan difusi

inovasi, hampir semuanya berkenaan dengan inovasi teknologi pertanian. Di pihak

Page 21: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

4

lain, meskipun telah ada sejumlah studi berkenaan ponsel, namun belum

menggunakan teori difusi inovasi, karena fokusnya lebih kepada aspek sikap dan

perilaku individu dalam penggunaan ponsel; sebagaimana dijumpai pada sejumlah

studi, di antaranya pada penelitian: (a) “Pengaruh Penggunaan Ponsel pada

Remaja terhadap Interaksi Sosial Remaja” (Utaminingsih 2006), (b) “Sikap dan

Perilaku Mahasiswa terhadap Penggunaan Ponsel” (Mulyandari 2006), (c)

“Persepsi dan Perilaku Remaja dalam Menggunakan Ponsel” (Lutfiyah 2007), dan

(d) “Sikap dan Perilaku Remaja Desa dalam Menggunakan Ponsel” (Prayifto

2010). Meningkatnya pengguna ponsel di kalangan masyarakat perdesaan

mencerminkan adanya penerimaan anggota masyarakat akan pentingnya ponsel

sebagai bagian dari perilaku komunikasi mereka. Kondisi tersebut menjadi

menarik untuk diteliti, mengingat hampir semua penelitian tersebut di atas

berfokus pada inovasi pertanian yang bersumber dari pemerintah, sementara

ponsel bersumber dari pihak pengusaha yang diadopsi oleh individu tanpa ada

campur tangan langsung pemerintah. Di pihak lain, para ahli dan peneliti

terdahulu mengemukakan bahwa masyarakat perdesaan pada umumnya, dicirikan

oleh pola komunikasi lokalit, dimana komunikasi interpersonal dominan berperan

sebagai media sekaligus sumber informasi bagi mereka. Sehubungan dengan itu,

penelitian difusi inovasi dan pola pemanfaatan ponsel di kalangan masyarakat

perdesaan menjadi penting.

1.2 Rumusan Masalah Penelitian

Merespon ajakan pemerintah terhadap pihak swasta untuk membangun

infrastruktur telekomunikasi guna meningkatkan akses masyarakat terhadap

informasi yang mereka butuhkan, pihak Perusahaan Telekomunikasi XL dan

Telkomsel telah membangun masing-masing satu menara Base Transceiver

Stations (BTS) di Desa Kemang Kecamatan Bojongpicung, Kabupaten Cianjur,

berturut-turut pada tahun 2008 dan 2010. Sebagaimana dikemukakan Mugniesyah

(2007), Desa Kemang tergolong desa yang terisolir, karena letaknya ada di sekitar

wilayah hutan, baik itu hutan lindung maupun hutan produksi milik Perhutani.

Kehadiran dua menara BTS ini telah mendorong warga Desa Kemang untuk

memiliki ponsel sesuai dengan motivasinya masing-masing. Merujuk pendapat

Page 22: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

5

Rogers dan Shoemaker (1971), khususnya pada dua aspek dalam difusi inovasi,

bagaimanakah laju adopsi inovasi ponsel dan pola kategori adopter ponsel di

kalangan masyarakat Desa Kemang?

Berdasar pada paradigma laju adopsi menurut Rogers dan Shoemaker

(1971), terdapat sejumlah variabel dari lima faktor yang dianggap mempengaruhi

laju adopsi, yaitu: pendapat individu terhadap karakteristik inovasi, saluran

komunikasi, tipe pengambilan keputusan inovasi, karakteristik sistem sosial, dan

promosi oleh agen promosi. Sehubungan dengan itu, variabel-variabel apa

sajakah (dari kelima faktor tersebut) yang mempengaruhi laju adopsi

inovasi ponsel di masyarakat Desa Kemang?

Sebagaimana dikemukakan Rogers dan Shoemaker, laju difusi inovasi

diukur oleh jumlah orang yang mengadopsi inovasi sejak inovasi tersebut

diintroduksikan sampai pada suatu periode tertentu. Cepat lambatnya laju adopsi

tersebut berhubungan dengan keinovativan (innovativeness), yakni derajat dimana

seorang individu akan mengadopsi inovasi lebih dini dibanding anggota sistem

sosial lainnya. Berdasar tingkat keinovativan tersebut, kedua ahli merumuskan

sebaran kategori adopter ke dalam lima kategori: inovator, penganut dini,

penganut awal terbanyak, penganut lambat terbanyak, dan kaum kolot, masing-

masing memiliki karakteristik sosial-ekonomi, perilaku komunikasi dan pribadi

tertentu. Adakah sebaran kategori adopter yang terjadi di Desa Kemang

mengikuti pola sebaran sebagaimana dikemukakan Rogers dan Shoemaker?

Bagaimanakah karakteristik kelima kategori adopter ponsel di Desa Kemang

tersebut?

Sebagaimana dikutip Mugniesyah (2006), Rogers dan Shoemaker (1971)

juga mengemukakan konsep adopsi berlebihan (over adoption) yang diartikan

sebagai individu yang mengadopsi suatu inovasi padahal seharusnya ia

menolaknya, atau sebaliknya. Sehubungan dengan itu, apakah gejala adopsi

berlebihan ponsel terjadi di masyarakat Desa Kemang?

Mengingat bahwa masyarakat perdesaan, khususnya masyarakat petani

dominan dicirikan oleh pola komunikasi lokalit -dimana komunikasi interpersonal

dominan berperan sebagai media sekaligus sumber informasi bagi mereka- maka

komunikasi melalui media ponsel menjadi suatu hal yang baru. Sehubungan

Page 23: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

6

dengan hal tersebut, bagaimanakah pola pemanfaatan ponsel menurut

karakteristik kategori adopter yang ada di masyarakat Desa Kemang?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasar perumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini terutama untuk

mengetahui:

1. Laju adopsi inovasi ponsel pada warga masyarakat di Desa Kemang, sejak

pertama ponsel tersebut masuk di desa ini sampai dengan penelitian

dilaksanakan, serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.

2. Tingkat keinovativan dan karakteristik adopter ponsel serta hubungannya

dengan pola sebaran kategori adopter ponsel pada warga masyarakat Desa

Kemang.

3. Pola pemanfaatan ponsel menurut karakteristik kategori adopter yang ada

di masyarakat Desa Kemang.

Ada tidaknya fenomena adopsi berlebihan (over adoption) ponsel di

kalangan masyarakat Desa Kemang.

1.4 Kegunaan Penelitian

1. Bagi penulis, penelitian ini memberikan pengalaman dalam menerapkan

sejumlah konsep dan teori berkenaan proses difusi inovasi untuk

menganalisis fenomena meningkatnya penggunaan media komunikasi

ponsel pada masyarakat perdesaan.

2. Bagi Pemda Tingkat II Cianjur, khususnya Dinas Pertanian Kabupaten

Cianjur, diharapkan hasil penelitian ini bermanfaat menjadi masukan bagi

pemanfaatan ponsel sebagai media penyuluhan pertanian dan

pengembangan cyber extension di perdesaan.

3. Bagi pihak lain, khususnya para peneliti di bidang riset difusi, penelitian

ini diharapkan dapat menjadi masukan informasi awal bagi studi difusi

inovasi ponsel di berbagai wilayah perdesaan lainnya, sehingga diharapkan

dapat berkontribusi pada pengembangan komunikasi pembangunan

pertanian di Indonesia.

Page 24: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

8

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Konsep Difusi Inovasi

Sejumlah konsep dan teori mengenai difusi inovasi yang dirujuk dari

Rogers dan Shoemaker (1971) dan Rogers (1995) yang dikemukakan dalam sub-

bab ini dikutip dari Mugniesyah (2006). Rogers dan Shoemaker (1971) dan

Rogers (1995) mendefinisikan difusi inovasi sebagai suatu proses melalui mana

inovasi dikomunikasikan kepada anggota-anggota sistem sosial melalui saluran-

saluran tertentu dalam suatu periode waktu tertentu. Hasil empiris menunjukkan

bahwa adopsi terhadap teknologi baru tidak terjadi serempak, karena seseorang

bisa menerima lebih cepat atau lebih lambat dari orang lain. Hal ini ditunjukkan

oleh Soewardi (1972) yang dalam penelitiannya menemukan bahwa warga petani

pada lapisan atas cenderung lebih responsif terhadap inovasi Panca Usaha

Pertanian dibanding mereka yang berasal dari lapisan bawah. Selanjutnya, warga

lapisan atas ini menyebarkan inovasi tersebut melalui pergaulan sehari-hari

kepada warga lapisan bawah. Juga dikemukakan bahwa pada kasus petani lapisan

bawah tidak aktif bertanya, namun mereka meniru secara diam-diam suatu inovasi

dari petani lapisan atas tersebut.

Sebagaimana dikemukakan Rogers dan Shoemaker (1971) dan Rogers

(1995), proses difusi inovasi terdiri dari empat unsur yang mempengaruhinya.

Unsur pertama adalah inovasi, yang diartikan sebagai suatu gagasan, praktek atau

objek yang dipandang sebagai baru oleh seorang individu. Terdapat sejumlah

karakteristik inovasi yang dapat mempengaruhi petani dalam pengambilan

keputusan untuk menerima atau menolak inovasi, yaitu: keuntungan relatif

(relative advantages), kompatibilitas (compatibility), kompleksitas (complexity),

kemudahan untuk dicoba (trialability), dan kemudahan untuk diamati

(observability). Unsur kedua adalah saluran komunikasi, yaitu cara-cara melalui

mana sebuah pesan diperoleh penerima dari sumber, yang dibedakan ke dalam

saluran interpersonal dan media massa. Saluran komunikasi interpersonal lebih

efektif membangun dan mengubah sikap, sementara saluran media massa efektif

mengubah pengetahuan tentang inovasi. Selain itu, media massa memiliki

Page 25: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

9

keunggulan dalam hal kecepatan dan jumlah khalayak yang bisa dijangkau. Pada

Tabel 1 disajikan perbedaan karakteristik saluran komunikasi interpersonal dan

media massa.

Tabel 1 Karakteristik Saluran Komunikasi Interpersonal dan Media Massa

No. Karakteristik Saluran Interpersonal Saluran Media

Massa

1. Arus pesan Cenderung dua arah Cenderung searah

2. Konteks komunikasi Tatap muka Melalui media

3. Tingkat umpan balik Tinggi Rendah

4. Kemampuan mengatasi

tingkat selektivitas *)

Tinggi Rendah

5. Kecepatan jangkauan

terhadap khalayak banyak

Relatif lambat Relatif cepat

6. Efek yang mungkin terjadi Perubahan dan

pembentukan sikap

Perubahan

pengetahuan Sumber: Rogers dan Shoemaker (1971) dalam Mugniesyah (2006)

Keterangan:

*) Terutama selektivitas (untuk) terdedah atau selective exposure

Unsur yang ketiga dalam difusi inovasi adalah waktu. Dalam hal waktu,

ada tiga aspek penting yang berhubungan dengan proses difusi, yakni: (1) proses

pengambilan keputusan inovasi (the innovation-decision process), (2)

keinovativan (innovativeness), dan (3) laju adopsi suatu inovasi (innovation’s rate

of adoption) dalam sistem sosial.

Proses pengambilan keputusan inovasi (selanjutnya ditulis PK Inovasi)

yang terdiri dari lima tahapan, yaitu pengenalan, persuasi, keputusan,

implementasi dan konfirmasi, melibatkan waktu karena setiap tahapannya biasa

terjadi dalam serangkaian tatanan waktu. Terdapat empat tipe proses PK Inovasi,

yaitu opsional, kolektif, otoritas, dan kontingensi, dimana keempatnya dibedakan

berdasarkan unit pengambil keputusan dan unit adopsi dalam PK Inovasi tersebut.

Pada PK Inovasi opsional, individu merupakan unit pengambil keputusan dan unit

adopsi inovasi, sedangkan pada PK Kolektif, baik unit pengambil keputusan

maupun unit adopsi inovasinya adalah kelompok atau suatu sistem sosial. Berbeda

dengan tipe sebelumnya, pada tipe otoritas, PK Inovasi dilakukan oleh seseorang

yang mempunyai posisi kekuasaan atasan (superordinat) sedangkan unit

adopsinya adalah anggota sistem sosial bawahannya (subordinat). Adapun pada

Page 26: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

10

tipe kontingensi, pengambilan keputusan merupakan kombinasi dari dua atau

lebih keputusan inovasi, atau keputusan inovasi dibuat setelah ada keputusan tipe

lain yang mendahuluinya.

Menurut Rogers dan Shoemaker (1971) keinovativan (innovativeness)

adalah derajat dimana seorang individu (atau unit pengambil keputusan lainnya)

secara relatif lebih dini atau lebih dahulu mengadopsi sesuatu inovasi daripada

rata-rata anggota sistem sosial dimana dia menjadi anggotanya. Keinovativan

yang berbeda tersebut memungkinkan untuk melihat kategori adopter suatu

inovasi tertentu, yang dibedakan ke dalam inovator (innovator), penganut dini

(early adopter), penganut dini terbanyak (early majority), penganut lambat

terbanyak (late majority) dan penolak (laggards).

Laju adopsi adalah kecepatan relatif dimana suatu inovasi diadopsi oleh

anggota-anggota suatu sistem sosial. Laju adopsi ini biasanya diukur sebagai

jumlah penerima yang mengadopsi inovasi dalam periode waktu tertentu.

Terdapat sejumlah faktor yang menentukan laju adopsi, dan masing-masing

variabel meliputi satu atau lebih unsur. Adapun hubungan beberapa variabel yang

menentukan laju adopsi (independent variables) dan laju adopsi inovasinya

(dependent variable) digambarkan sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 1.

Unsur keempat dalam difusi inovasi adalah sistem sosial, yang diartikan

suatu seperangkat unit-unit (kolektivitas) yang berhubungan satu sama lain dalam

upaya mencapai tujuan bersama, khususnya dalam penyelesaian masalah.

Anggota-anggota sistem sosial bisa terdiri dari individu, kelompok informal,

organisasi, dan/atau subsistem-subsistem. Sistem sosial memiliki seperangkat

batasan di dalam mana inovasi menyebar. Itu sebabnya penting untuk memahami

pengaruh struktur sosial dalam sistem yang mempengaruhi pola-pola difusi

inovasi. Rogers dan Shoemaker, menyatakan bahwa struktur sosial mempengaruhi

difusi inovasi melalui beberapa cara, di antaranya peranan tokoh pemuka

pendapat dan agen perubah. Dalam konteks peranan pemuka pendapat,

dimungkinkan adanya individu yang mengembangkan struktur komunikasi

homofili dan heterofili. Homofili adalah derajat dimana dua orang atau lebih

individu yang berinteraksi memiliki kesamaan atribut atau karakteristik tertentu,

seperti kepercayaan, pendidikan, status sosial, dan lainnya. Adapun heterofili

Page 27: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

11

adalah derajat dimana pasangan individu-individu yang berinteraksi memiliki

karakteristik yang berbeda. Menurut Rogers dan Shoemaker (1971), komunikasi

interpersonal yang homofili dapat menghambat proses difusi, karena

memungkinkan penyebaran inovasi hanya secara horizontal, baik hanya di

kalangan lapisan atas atau hanya di kalangan lapisan bawah.

Variabel-variabel Pengaruh Variabel Terpengaruh

Sumber: Rogers dan Shoemaker (1971) dan Rogers (1995) dalam Mugniesyah

(2006)

Gambar 1 Paradigma Laju Adopsi Inovasi

I. KARAKTERISTIK INOVASI

Keuntungan Relatif

Kompabilitas

Kompleksitas

Kemungkinan Dicoba

Kemungkinan Diamati Hasilnya

II. TIPE KEPUTUSAN INOVASI

Opsional

Kolektif

Otoritas

III. SALURAN KOMUNIKASI

Interpersonal

Media Massa

IV. CIRI SISTEM SOSIAL

Tradisional vs Modern

Derajat Integrasi Komunikasi

Dan lain-lain

V. UPAYA PROMOSI OLEH

AGEN PERUBAH

LAJU ADOPSI

INOVASI

Page 28: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

12

2.2 Konsep Adopsi Berlebihan (Over Adoption)

Rogers dan Shoemaker (1971) mengemukakan bahwa pada masa lalu

banyak peneliti yang secara implisit mengasumsikan bahwa adopsi inovasi oleh

responden mereka merupakan perilaku yang diinginkan, dan sebaliknya jika

mereka menolak menjadi perilaku yang kurang diinginkan. Pendapat ini menurut

mereka tidak selamanya benar, karena adanya gejala adopsi berlebihan (over

adoption) yaitu adanya adopsi suatu inovasi yang dilakukan oleh seorang individu

padahal menurut ahli seharusnya dia menolaknya.

Terdapat beberapa alasan mengapa terjadi adopsi yang berlebihan, di

antaranya adalah: (1) adopter memiliki pengetahuan yang kurang lengkap tentang

inovasi tersebut, (2) ketidakmampuan adopter meramalkan konsekuensi yang

terjadi, dan (3) maniak inovasi. Namun demikian, dikemukakan bahwa sulit untuk

menentukan apakah seseorang harus atau tidak harus mengadopsi inovasi, karena

kriteria rasionalitas tidak mudah diukur. Selain itu, seringkali yang menjadi dasar

para peneliti dalam membedakan hal itu cenderung didasarkan pada faktor

ekonomi, dengan alasan rasionalitasnya lebih objektif. Selanjutnya, pada Tabel 2

di bawah ini ditunjukkan hasil studi Goldstein dan Eichhorn (1961) yang

menelaah rasionalitas dan irasionalitas adopsi budidaya jagung-4 baris di kalangan

petani Indian, Amerika (Rogers dan Shoemaker 1971).

Tabel 2 Rasionalitas dan Irasionalitas dalam Adopsi dan Menolak Penanaman

Jagung-4 Baris di Kalangan Petani Indian

Keputusan Inovasi

pada Individu

Rekomendasi Ahli Bagi Individu

Adopsi Menolak

Adopsi Pengadopsi Rasional

(37%)

Pengadopsi Berlebihan

yang Irasional

(11%)

Menolak Penolak Irasional (19%) Penolak yang Rasional

(33%) Sumber: Rogers dan Shoemaker (1971) dalam Mugniesyah (2006)

Dalam hal faktor yang menentukan rasionalitas dan irasionalitas, Goldstein

dalam Rogers dan Shoemaker (1971) menyatakan bahwa tipe rasional berbeda

dari yang irasional oleh karena tingkat pendidikan mereka berbeda dan mereka

tidak dipengaruhi kepercayaan tradisional. Dengan perkataan lain, tingkat

Page 29: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

13

pendidikan menjadi salah satu faktor yang membawa individu untuk lebih rasional

dan bisa membedakan penting atau tidaknya untuk memutuskan adopsi inovasi.

2.3 Hasil-hasil Studi Penggunaan Ponsel

Terdapat sejumlah studi berkenaan penggunaan teknologi komunikasi,

khususnya ponsel. Studi Mulyandari (2006) menemukan bahwa karakteristik

personal mahasiswa, khususnya jenis kelamin, status ekonomi dan tingkat terpaan

media massa, tidak berhubungan dengan sikap mahasiswa terhadap penggunaan

ponsel, namun tujuan mahasiswa dalam penggunaan ponsel berhubungan dengan

sikapnya terhadap ponsel. Mahasiswa yang membutuhkan ponsel untuk

kepentingan yang menyangkut keluarga dan kegiatan kampus cenderung memiliki

sikap positif terhadap ponsel. Berbeda dengan Mulyandari, Lutfiyah (2007)

menemukan bahwa jenis kelamin berhubungan dengan persepsi remaja terhadap

ponsel, dimana remaja laki-laki memiliki persepsi yang lebih sesuai terhadap

ponsel dibandingkan dengan remaja perempuan. Adapun hasil studi Prayifto

(2010) menunjukkan bahwa sikap remaja desa terhadap ponsel tidak berhubungan

nyata dengan perilakunya dalam menggunakan ponsel baik untuk memperoleh

informasi, berintegrasi, berinteraksi sosial dan memperoleh hiburan, karena

penggunaan ponsel oleh mereka tergantung pada faktor situasional. Selanjutnya

dikemukakan bahwa walaupun mereka memiliki sikap positif terhadap ponsel

belum tentu tingkat perilakunya dalam menggunakan ponsel menjadi tinggi.

Berbeda dari Lutfiyah yang melaporkan bahwa status ekonomi tidak

berhubungan dengan persepsi remaja terhadap ponsel, hasil studi Utaminingsih

(2006) menemukan bahwa tingkat penggunaan ponsel oleh remaja berhubungan

positif dengan status ekonomi keluarga; semakin tinggi status ekonomi keluarga

semakin memungkinkan peningkatan penggunaan ponsel terutama dalam hal

penggunaan pulsa. Yang menarik, studi Utaminingsih menemukan bahwa tujuan

penggunaan ponsel (faktor internal) serta keberadaan teman dekat dan kelompok

sebaya (peer group), pengaruhnya sangat kuat terhadap penggunaan ponsel di

kalangan remaja. Temuan lainnya adalah bahwa tingkat penggunaan ponsel oleh

remaja tersebut tidak mempengaruhi interaksi sosial (tatap muka) mereka dengan

lingkungan sosialnya.

Page 30: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

14

2.4 Kerangka Pemikiran

Penelitian yang berjudul Difusi Inovasi Ponsel di Perdesaan” ini dilandasi

sejumlah konsep dan teori difusi inovasi dari Rogers dan Shoemaker (1971) serta

Rogers (1995), khususnya berkenaan keinovativan dan laju adopsi. Oleh karena

itu, dalam penelitian ini, variabel Tingkat Keinovativan (Y1) dan Laju Adopsi

Inovasi Ponsel (Y2) dipandang sebagai variabel terpengaruh. Mengacu pada

paradigma laju adopsi inovasi (Gambar 1), diduga terdapat sejumlah faktor yang

mempengaruhi laju adopsi ponsel, di antaranya adalah penerimaan individu

terhadap karakteristik inovasi ponsel (yang selanjutnya disingkat menjadi

karakteristik inovasi ponsel), tipe pengambilan keputusan inovasi, saluran

komunikasi, karakteristik sistem sosial, dan promosi oleh agen promosi.

Pada faktor karakteristik inovasi ponsel terdapat lima variabel yang diduga

mempengaruhi kedua variabel terpengaruh dalam penelitian ini (Y1 dan Y2),

yaitu: Tingkat Keuntungan Relatif (X1), Tingkat Kesesuaian (X2), Tingkat

Kerumitan (X3), Tingkat Kemungkinan Dicoba (X4), dan Tingkat Kemungkinan

Diamati (X5). Oleh karena di kalangan masyarakat perdesaan dimungkinkan

adanya keragaman unit adopsi dan unit pengambilan keputusan ponsel, Tipe

Pengambilan Keputusan Inovasi (Tipe PK Inovasi) (X6) juga diduga

mempengaruhi kedua variabel terpengaruh di atas.

Dengan merujuk pada paradigma PK Inovasi dan sejumlah hasil penelitian

terdahulu variabel pada saluran komunikasi yang diduga berpengaruh adalah

Tingkat Keragaman Sumber Informasi (X7). Selanjutnya, sebagaimana diketahui,

komunikasi interpersonal merupakan bagian integral dari komunikasi masyarakat

perdesaan. Di pihak lain, para ahli tersebut di atas menyatakan bahwa salah satu

indikator pembeda sistem sosial tradisional dan modern adalah tinggi rendahnya

integrasi anggota sistem sosial yang tercermin dari keanggotaan mereka dalam

beragam kelompok/organisasi serta status mereka di dalamnya. Berdasar hal itu,

dalam penelitian ini terdapat dua variabel pada sistem sosial yang diduga

mempengaruhi difusi inovasi ponsel, yaitu Tingkat Ketaatan Individu dalam

Aktivitas Komunikasi Interpersonal –disingkat Tingkat Ketaatan Individu- (X8)

dan Tingkat Integrasi Sosial Individu (X9). Selanjutnya, oleh karena fakta di

lapangan ada para agen penjual/jasa ponsel yang juga berperan mempromosikan

Page 31: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

15

ponsel guna mempengaruhi warga masyarakat untuk membelinya (mengadopsi

ponsel), maka Frekuensi Kunjungan/Pertemuan dengan Penjual/Jasa Ponsel

(X10) merupakan variabel pada aspek promosi oleh agen ponsel yang juga diduga

mempengaruhi difusi inovasi ponsel (Y1 dan Y2).

Sebagaimana telah dikemukakan di atas, tingkat keinovativan diukur oleh

jumlah individu anggota suatu sistem sosial yang mengadopsi inovasi dalam

satuan waktu tertentu. Sehubungan dengan itu, karakteristik individu diduga juga

mempengaruhi difusi inovasi ponsel (Y1 dan Y2). Merujuk pada pendapat kedua

ahli di atas dan hasil beberapa penelitian terdahulu, variabel-variabel pada

karakteristik individu yang diduga mempengaruhi tingkat keinovativan adalah

Tingkat Pendidikan Formal (X11), Pola Perilaku Komunikasi (X12), Status

Sosial-ekonomi (X13), dan Tingkat Kebutuhan Individu terhadap Inovasi (X14).

Adapun mengenai tujuan penelitian untuk mengetahui adanya gejala adopsi

berlebihan (over adoption), hal tersebut akan ditelaah secara kualitatif, karena

adopsi berlebihan tidak termasuk dalam unsur-unsur difusi inovasi.

Berdasar pada kerangka pemikiran tersebut di atas, hubungan antara

variabel pengaruh (independent variables) dan terpengaruh (dependent variables)

dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.

Page 32: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

16

KARAKTERISTIK INOVASI

PONSEL

X1: Tingkat Keuntungan Relatif

X2: Tingkat Kompabilitas

X3: Tingkat Kerumitan

X4: Tingkat Kemungkinan Dicoba

X5: Tingkat Kemungkinan Diamati

KARAKTERISTIK SISTEM SOSIAL

X8 : Tingkat Ketaatan Individu

X9 : Tingkat integrasi individu

X6: Tipe PK Inovasi

PROMOSI OLEH AGEN

PERUBAH

X10: Frekuensi Pertemuan dengan

Agen Penjual /Jasa Ponsel

KARAKTERISTIK INDIVIDU

X11: Tingkat Pendidikan Formal

X12: Pola Perilaku Komunikasi

X13: Tingkat Status Sosial-ekonomi

X14: Tingkat Kebutuhan Individu

Gambar 2 Hubungan antara variabel pengaruh (independent variables) dengan variabel terpengaruh (dependent variables)

dalam Difusi Inovasi Ponsel

DIFUSI INOVASI PONSEL

Y1: Tingkat Keinovativan Individu

Y2: Laju Adopsi Inovasi Ponsel

SALURAN KOMUNIKASI

X7: Tingkat Keragaman Sumber Informasi

Inovasi Ponsel

Keterangan: Hubungan Pengaruh yang Diuji

Page 33: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

17

2.5 Hipotesis Penelitian

Terdapat sejumlah hipotesis dalam penelitian ini, sebagai berikut:

1. Semakin tinggi semua variabel pada tingkat penerimaan individu terhadap

karakteritik inovasi ponsel -kecuali pada tingkat kerumitan-, semakin

tinggi tingkat keinovativan individu dan laju adopsi inovasi ponsel.

2. Tipe pengambilan keputusan inovasi opsional berhubungan positif dengan

tingkat keinovativan dan laju adopsi inovasi ponsel.

3. Semakin tinggi tingkat keragaman sumber informasi inovasi ponsel

semakin tinggi tingkat keinovativan individu dan laju adopsi inovasi

ponsel.

4. Semakin tinggi tingkat ketaatan individu dalam berkomunikasi secara

interpersonal, maka semakin rendah tingkat keinovativan dan laju adopsi

inovasi ponsel.

5. Semakin tinggi tingkat integrasi individu dalam kelompok/individu,

semakin tinggi tingkat keinovativan dan laju adopsi inovasi ponsel.

6. Semakin tinggi frekuensi pertemuan individu dengan agen penjual/ jasa

ponsel, semakin tinggi tingkat keinovativan dan laju adopsi inovasi

ponsel.

7. Semakin tinggi semua variabel pada karakteristik individu semakin tinggi

tingkat keinovativan dan laju adopsi inovasi ponsel.

2.6 Definisi Operasional

1. Tingkat Keinovativan (Y1) adalah waktu (tahun) yang dibutuhkan individu

sejak mendengar atau mengenal inovasi ponsel sampai dengan

menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari mereka. Merujuk kepada

fakta bahwa inovasi ponsel telah dikenal warga masyarakat Desa Kemang,

sejak tahun 1995 atau sekitar 15 tahun yang lalu, ketika salah seorang

warga mempunyai ponsel untuk pertama kalinya, variabel ini dibedakan ke

dalam tiga kategori: (1) rendah, jika individu mengadopsi inovasi ponsel

setelah lebih dari 10 tahun sejak digunakan warga Kemang (setelah tahun

2006) (2) sedang, jika individu mengadopsi inovasi ponsel setelah lebih

Page 34: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

18

dari lima tahun sejak digunakan warga (periode tahun 2000-2005), dan (3)

tinggi, jika individu mengadopsi inovasi ponsel pada lima tahun pertama

sejak ponsel digunakan warga kemang (periode 1995-1999).

2. Laju Adopsi Inovasi Ponsel (Y2) adalah jumlah individu yang mengadopsi

inovasi ponsel dalam periode waktu (tahun), sejak masuknya ponsel

sampai dengan digunakannya oleh sebagian besar anggota sistem sosial

(kampung). Dari hasil perhitungan diperoleh laju adopsi sebesar 28 persen

dan 17 persen berturut-turut untuk di Kampung Beber dan Kampung

Cikupa. Berdasar hal tersebut, Laju Adopsi dibedakan ke dalam kategori:

(1) rendah (skor 1), untuk responden yang berasal dari Kampung Cikupa

dan (2) tinggi (skor 2), untuk responden yang berasal dari Kampung

Beber.

3. Tingkat Keuntungan Relatif Inovasi Ponsel (X1) adalah derajat dimana

inovasi ponsel dipandang memberikan keuntungan pada individu, berupa:

mengurangi biaya transportasi untuk berhubungan jarak jauh, efisiensi

waktu dalam berkomunikasi, meningkatkan prestise dalam pergaulan,

memperlancar urusan bisnis/pekerjaan, dan menghemat biaya pencarian

informasi; dibedakan dalam tiga kategori: (1) rendah, jika individu

memperoleh satu sampai dua jenis keuntungan atau tidak sama sekali, (2)

sedang, jika individu memperoleh tiga sampai empat jenis keuntungan,

dan (3) tinggi, jika individu memperoleh seluruh jenis keuntungan.

4. Tingkat Kesesuaian Inovasi Ponsel (X2) adalah derajat dimana aktivitas

komunikasi antar individu menggunakan inovasi ponsel dipandang sesuai

dengan nilai-nilai sosial budaya, pengalaman sebelumnya, dan kebutuhan

terhadap inovasi ponsel, yang meliputi: menjalin hubungan interpersonal

antar individu, menyampaikan pesan secara efektif, dan memenuhi

kebutuhan komunikasi. Berdasar hal tersebut, variabel ini dibedakan ke

dalam kategori-kategori: (1) rendah, jika ada satu jenis kesesuaian atau

tidak ada sama sekali, (2) sedang, jika ada dua jenis kesesuaian, dan (3)

tinggi, jika ada tiga jenis kesesuaian.

5. Tingkat Kerumitan Inovasi Ponsel (X3) adalah derajat dimana sejumlah

fitur pada inovasi ponsel dianggap relatif sulit untuk dimengerti dan

Page 35: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

19

digunakan oleh individu. Fitur pada ponsel di antaranya: telepon, SMS,

MMS, game, MP3, kamera, video, internet. Mengacu pada jenis fitur

tersebut, variabel ini dibedakan ke dalam tiga kategori: (1) rendah, jika

individu menilai sulit menggunakan satu jenis fitur atau tidak sama sekali,

(2) sedang, jika individu menilai sulit menggunakan dua jenis fitur, dan (3)

tinggi, jika individu menilai sulit dalam menggunakan tiga dan/atau lebih

jenis fitur.

6. Tingkat Kemungkinan Dicobanya Inovasi Ponsel (X4) adalah derajat

dimana inovasi ponsel dianggap relatif mudah diaplikasikan oleh individu

karena tersedianya sarana pendukung: jaringan ponsel, penjual pulsa, dan

aliran listrik; dibedakan ke dalam tiga kategori: (1) rendah, jika hanya satu

sarana pendukung yang tersedia atau tidak sama sekali, (2) sedang, jika

dua sarana pendukung yang tersedia, dan (3) tinggi, jika seluruh sarana

pendukung tersedia.

7. Tingkat Kemungkinan Diamatinya Inovasi Ponsel (X5) adalah derajat

dimana hasil-hasil penggunaan inovasi ponsel dapat diamati (dirasakan

manfaatnya oleh individu), yang meliputi: memperluas pergaulan, update

akan informasi, dan bergengsi. Berdasar hal ini, variabel ini dibedakan ke

dalam kategori-kategori: (1) rendah, jika hanya memperoleh satu jenis

manfaat atau tidak sama sekali, (2) sedang, jika memperoleh dua jenis

manfaat yang dapat diamati, dan (3) tinggi, jika memperoleh semua

manfaat..

8. Tipe PK Inovasi Ponsel (X6) adalah keterlibatan individu sebagai unit

pengambil keputusan dan/atau unit adopsi dalam PK Inovasi Ponsel,

dibedakan ke dalam (1) opsional, jika individu berperan sebagai unit

pengambil keputusan sekaligus unit adopsi inovasi ponsel, (2) kolektif,

jika individu bersama-sama anggota keluarganya menjadi unit pengambil

keputusan dan unit adopsi inovasi ponsel, dan (3) otoritas, jika unit

pengambilan keputusan dilakukan oleh pihak yang memiliki otoritas

(instruksi dari pihak di luar keluarga atau atasan di tempat individu

bekerja). Berdasar kondisi tersebut, variabel ini dibedakan ke dalam tiga

kategori: (1) rendah, jika tipe pengambilan keputusan otoritas, (2) sedang,

Page 36: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

20

jika tipe pengambilan keputusan kolektif, dan (3) tinggi, jika tipe

pengambilan keputusan opsional.

9. Tingkat Keragaman Sumber Informasi Inovasi Ponsel (X7) adalah total

skor dari jumlah sumber informasi inovasi ponsel bagi individu, yang

meliputi saluran komunikasi interpersonal dan media massa. Dengan

menetapkan bahwa setiap jenis sumber informasi baik dari saluran

interpersonal maupun media massa diberi skor satu; maka variabel ini

dibedakan ke dalam tiga kategori : (1) rendah, jika hanya satu jenis sumber

informasi inovasi ponsel, (2) sedang, jika ada dua jenis sumber informasi

inovasi ponsel, dan (3) tinggi, jika ada tiga jenis atau lebih sumber

informasi inovasi ponsel.

10. Tingkat Ketaatan Individu Pada Aktivitas Komunikasi Interpersonal (X8)

adalah derajat dimana setelah individu mengadopsi ponsel, dia cenderung

mempertahankan aktivitas komunikasi interpersonalnya. Berdasar batasan

tersebut, variabel ini dibedakan ke dalam kategori-kategori: (1) rendah,

jika individu memutuskan hubungan komunikasi interpersonal, (2) sedang,

jika individu mengurangi hubungan komunikasi interpersonal, dan (3)

tinggi, jika individu tetap berhubungan melalui komunikasi interpersonal.

11. Tingkat Integrasi Individu (X9) adalah total skor dari jumlah kelompok

dan/atau organisasi yang aktivitasnya diikuti oleh individu dan “status”

individu dalam kelompok dan/ atau organisasi tersebut. Keikutsertaan pada

setiap kelompok diberi skor satu; sementara untuk status dalam

kelompok/organisasi pemberian skornya berturut-turut: satu jika berstatus

anggota, dua untuk pengurus namun bukan berstatus ketua dan tiga jika

berstatus ketua. Berdasar hal tersebut, variabel ini dibedakan ke dalam

tiga kategori: (1) rendah, jika total skor keikutsertaan dan status individu

dalam kelompok/organisasi kurang dari 3; (2) sedang, jika total skor

keikutsertaan dan status individu dalam kelompok/ organisasi antara 3-6,

dan (3) tinggi, jika total skor keikutsertaan dan status individu dalam

kelompok lebih dari 6.

12. Frekuensi Pertemuan dengan Agen Penjual/ Jasa Ponsel (X10) adalah total

pertemuan dalam sebulan yang dilakukan antara individu dengan agen

Page 37: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

21

penjual/ jasa ponsel; dibedakan ke dalam kategori: (1) rendah, jika

pertemuan individu dengan agen penjual/ jasa ponsel sebanyak kurang

dari lima kali; (2) sedang, jika pertemuan individu dengan agen penjual/

jasa ponsel antara 5-10 kali; dan (3) tinggi, jika pertemuan individu

dengan agen penjual/jasa ponsel lebih dari 10 kali.

13. Tingkat Pendidikan Formal (X11) adalah jenjang pendidikan formal

tertinggi yang pernah diikuti individu, dibedakan ke dalam kategori: (a)

rendah, jika tamat dan/atau sedang SD/sederajat, (2) sedang, jika tamat

dan/atau sedang SLTP/sederajat, dan (3) tinggi, jika tamat dan/atau sedang

SLTA/ sederajat.

14. Pola Perilaku Komunikasi (X12) adalah akumulasi interaksi individu

dengan beragam sumber informasi baik melalui komunikasi interpersonal

lokalit, kosmopolit maupun bermedia. Pada komunikasi interpersonal

lokalit diukur dari pola interaksi dengan sumber-sumber informasi yang

berdomisili sama dengan individu dalam jenjang lingkup wilayah: RT,

RW, kampung, dusun, dan desa. Pada komunikasi interpersonal

kosmopolit diukur dari status sumber informasi yang berinteraksi dengan

individu-individu dari lingkungan pemerintahan dan kontak tani/tokoh

masyarakat di lima tingkatan wilayah administratif: desa, kecamatan,

kabupaten, provinsi, dan nasional. Baik bagi komunikasi interpersonal

maupun kosmopolit, pemberian skornya adalah satu sampai dengan lima

berturut-turut dari jenjang yang terendah ke tertinggi. Untuk komunikasi

bermedia dibedakan menurut jenis medianya: radio, surat kabar, telepon,

televisi, dan internet; dengan pemberian skor satu jika individu

berkomunikasi dengan pihak lain melalui salah satu jenis media atau tidak

sama sekali; skor dua jika individu berkomunikasi dengan memanfaatkan

lebih dari dua jenis media; skor 3, jika individu berkomunikasi dengan

memanfaatkan tiga dan/atau lebih jenis media. Selanjutnya, variabel ini

dibedakan ke dalam tiga kriteria: (1) rendah, jika total skor kurang dari

11, (2) sedang, jika total skor antara 11-19, dan (3) tinggi, jika total skor

lebih dari 19.

Page 38: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

22

15. Tingkat Status Sosial Ekonomi (X14) adalah kumulatif dari faktor-faktor:

status penguasaan lahan, pemilikan media elektronik dan pemilikan

kendaraan bermotor. Merujuk pada Mugniesyah (2007), status penguasaan

lahan dibedakan ke dalam: (1) stratum I adalah golongan rumahtangga

yang tidak berlahan, (2) stratum II adalah golongan rumahtangga yang

menguasai 0,1 - 0,7 ha lahan, (3) stratum III adalah golongan rumahtangga

yang menguasai 0,7 - 1,5 ha lahan, dan (4) stratum IV adalah golongan

rumahtangga yang menguasai lebih dari 1,5 ha lahan. Adapun skor yang

diberikan berturut-turut satu sampai dengan empat untuk Stratum I, II, III,

dan IV. Skor untuk pemilikan media elektronik sebesar satu sampai

dengan empat untuk berturut-turut media radio, ponsel, TV berwarna, dan

jaringan internet. Masing-masing diberi skor 1, 2, 3, 4. Pemilikan

kendaraan bermotor dibedakan antara motor dan mobil. Skor masing-

masing adalah 1 dan 2. Berdasar hal tersebut, variabel ini dibedakan ke

dalam tiga kriteria: (1) rendah, jika total skor yang diperoleh individu

kurang dari 7, (2) sedang, jika total skor yang diperoleh individu antara 7–

10, dan (3) tinggi, jika total skor yang diperoleh individu lebih dari 10.

16. Tingkat Kebutuhan Individu terhadap Inovasi Ponsel (X16) adalah

motivasi atau alasan individu dalam konteks tujuan individu untuk

mengadopsi inovasi ponsel. Dengan merujuk pada pendapat Berlo (1960)

dan Tubs dan Moss (1983) dalam Lubis (2009), tujuan komunikasi

meliputi: memperoleh informasi, mendapatkan hiburan, menjalin

hubungan dan membantu bisnis/pekerjaan. Berdasar hal tersebut, variabel

ini dibedakan ke dalam tiga kategori, (1) rendah, jika bermotivasikan satu

tujuan komunikasi atau tidak sama sekali, 2) sedang, jika bermotivasikan

dua tujuan komunikasi, dan (3) tinggi, bermotivasikan tiga atau lebih

tujuan komunikasi.

Page 39: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

23

BAB III

PENDEKATAN LAPANGAN

3.1 Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Desa Kemang yang berada di Kecamatan

Bojongpicung Kabupaten Cianjur. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja

(purposive) dengan pertimbangan bahwa di wilayah ini telah terdapat dua buah

menara BTS dari Perusahaan XL dan Telkomsel. Selain itu, sebagaimana

dikemukakan Mugniesyah (2007) desa ini merupakan desa lahan kering yang

berlokasi di sekitar area hutan milik Perhutani dan mengembangkan sistem

agroforestri, sehingga diduga pekerjaan warga masyarakat dan materi pesan yang

dipertukarkan mereka melalui ponsel juga beragam. Dari hasil observasi diketahui

dua BTS yang dibangun di desa ini terletak di dua kampung yang ada di Dusun I,

karenanya kedua kampung tersebut menjadi representasi dua sub sistem sosial

yang ada di desa Kemang. Pertimbangan lainnya adalah bahwa di dua kampung

tersebut telah tersedia data sekunder mengenai profil rumahtangga yang

dikumpulkan dalam periode 1998-2005, melalui kegiatan penelitian “Group 3:

Socioeconomic Studies on Sustainable Development in Rural Indonesia”, suatu

bagian dari penelitian “Toward Harmonization between Development and

Environmental Conservation in Biological Production“ yang merupakan

penelitian kerjasama bernama “The JSPS-DGHE Core University Program in

Applied Biosciences between the University of Tokyo and Bogor Agricultural

University (IPB)”.

Pelaksanaan penelitian di lapangan berlangsung selama satu bulan,

dimulai pada minggu kedua bulan April sampai dengan minggu kedua bulan Mei

2011 (tiga puluh hari). Adapun penelitian secara keseluruhan dilaksanakan selama

enam bulan, meliputi penyusunan proposal skripsi, kolokium, perbaikan proposal,

pengumpulan data di lapangan, pengolahan dan analisis data, penulisan draft

skripsi, bimbingan skripsi, sidang skripsi, serta perbaikan laporan penelitian.

Rincian jadwal penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.

Page 40: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

24

3.2 Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini tergolong penelitian penjelasan (explanatory research) yang

menggunakan pendekatan kuantitatif, khususnya metode survei (Singarimbun dan

Efendi 1989), yang ditujukan untuk mengumpulkan data primer dalam penelitian

ini. Survei ini dilakukan untuk memperoleh informasi tentang profil rumahtangga

dan difusi inovasi ponsel. Survei profil rumahtangga dilakukan untuk

mengumpulkan aspek demografi sosial dan kepemilikan media komunikasi,

termasuk ponsel. Mengingat penelitian ini dilakukan dalam waktu relatif singkat

(hanya satu bulan), pengumpulan data profil rumahtangga dilakukan dengan

berbasis pada data yang tercantum pada kuesioner Profil Rumahtangga yang

sudah dikumpulkan oleh Mugniesyah dkk. pada tahun 2005 dalam penelitian

tersebut di atas. Dengan demikian, dalam survei rumahtangga dilakukan

“penyesuaian data dalam profil rumahtangga”. Adapun survei tentang difusi

inovasi ponsel dilakukan dengan menggunakan kuesioner tertsruktur yang di

dalamnya memuat sejumlah pertanyaan untuk mengukur semua variabel bebas

(independent variables) dan variabel tidak bebas (dependent variables). Selain

survei, juga dilakukan wawancara mendalam, khususnya untuk mengetahui pola-

pola pemanfaatan ponsel di kalangan masyarakat desa serta untuk mengetahui

permasalahan dan dampak yang terjadi sebagai akibat diintroduksikannya

jaringan ponsel di desa penelitian.

Selain mengumpulkan data primer, dalam penelitian ini juga dilakukan

pengumpulan data sekunder, khususnya data monografi desa (untuk mengetahui

kondisi umum lokasi penelitian), data berkenaan ketersediaan infrastruktur di

desa, kebijakan pemerintah, sejumlah laporan, dan dokumen yang terkait dengan

penelitian ini. Data berkenaan ketersediaan infrastruktur juga didapatkan melalui

observasi selama di lapangan.

Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat Desa Kemang di

Kecamatan Bojongpicung, Kabupaten Cianjur. Adapun populasi contohnya

(sampling population) adalah individu dalam rumahtangga pengguna ponsel di

Kampung Beber dan Kampung Cikupa, yang didapatkan dari teknik pengambilan

sampel secara tidak sengaja (accidental sampling). Menurut Sugiyono (2004),

melalui teknik ini peneliti mengambil responden sebagai contoh berdasarkan

Page 41: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

25

kebetulan, yaitu mereka yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat

digunakan sebagai contoh bila orang yang kebetulan ditemui cocok sebagai

sumber data. Teknik ini biasanya dilakukan karena keterbatasan waktu, tenaga,

dan dana, sehingga tidak dapat mengambil sampel yang besar dan jauh.

Pengambilan responden dalam penelitian ini dilakukan dengan cara mendatangi

sejumlah rumahtangga dan menemui sejumlah orang yang sedang berkumpul di

warung yang berdasar informan atau hasil observasi diantara mereka

menggunakan ponsel. Setiap individu yang mengaku menggunakan ponsel

langsung diwawancarai peneliti, karena dianggap sesuai dalam memberikan

informasi terkait difusi inovasi ponsel. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa

pada beberapa rumahtangga, ditemukan lebih dari seorang individu yang

menggunakan ponsel, sehingga dalam satu rumahtangga dimungkinkan ada

beberapa orang yang menjadi responden. Dari proses tersebut, didapatkan

sebanyak 75 orang responden dari 58 rumahtangga, yang terdiri dari 48 orang

perempuan dan 27 orang laki-laki. Di Kampung Beber terdapat 42 orang

responden dari 33 rumahtangga, sedangkan di Kampung Cikupa terdapat 33

orang responden dari 25 rumahtangga. Unit analisis dalam penelitian ini adalah

individu dan sistem sosial. Unit analisis individu untuk mengukur tingkat

keinovativan, sementara unit analisis sistem sosial digunakan untuk mengukur

laju adopsi.

3.3 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Data primer yang telah dikumpulkan diedit terlebih dahulu untuk

kemudian dientry dengan menggunakan Program Microsoft Excel 2007. Data

tersebut kemudian diolah dan dianalisis ke dalam bentuk tabulasi frekuensi dan

tabulasi silang dengan menggunakan program PIVOT, khususnya untuk

mendeskripsikan profil individu dan rumahtangga, serta semua variabel yang ada

dalam penelitian ini. Untuk menganalisis hubungan antar variabel sebagaimana

disajikan pada Gambar 2 dan pengujian hipotesis dalam penelitian ini digunakan

program SPSS 16 for windows. Adapun pengujian hipotesis penelitian dilakukan

dengan menggunakan statistik non parametrik Uji Korelasi Rank Spearman (rs).

Uji korelasi Rank Spearman dipilih dengan pertimbangan bahwa variabel-

Page 42: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

26

variabel bebas dan tidak bebas dalam penelitian ini menggunakan pengukuran

dalam skala ordinal. Dalam interpretasi hasil uji statistik, digunakan interpretasi

menurut Purnaningsih (2006), dimana jika hasil korelasi (rs) yaitu: (1)

signifikansi α= 0,05, artinya mempengaruhi dan signifikan, (2) signifikansi α=

0,10, artinya cukup mempengaruhi dan cukup signifikan, (3) signifikansi α= 0,20

sampai α= 0,30, artinya kurang baik mempengaruhi dan tidak signifikan, dan (4)

signifikansi α> 0,30, artinya tidak baik mempengaruhi dan sangat tidak signifikan.

Adapun teknik penulisan yang digunakan dalam penelitian ini merujuk pada

Pedoman Teknik Penulisan Laporan Studi Pustaka (Wahyuni forthcoming).

3.4 Kelemahan Penelitian

Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, penelitian difusi inovasi

tidak hanya berfokus pada adopsi pada tingkat individu, akan tetapi harus pula

mempertimbangkan aspek sistem sosial dimana inovasi tersebut diintroduksikan

karena sebagaimana dikemukakan di atas, sistem sosial merupakan salah satu

unsur difusi inovasi (Rogers dan Shoemaker 1971). Namun demikian, penelitian

ini masih belum mampu mempertimbangkan aspek sistem sosial secara sempurna,

dikarenakan terdapat berbagai kesulitan dan kendala saat pengambilan data di

lapangan. Bagaimanapun, waktu penelitian selama sebulan dirasakan tidak

mencukupi apabila peneliti harus mewawancarai seluruh pengguna ponsel di dua

kampung. Untuk diketahui, jumlah rumahtangga di Kampung Beber dan Cikupa

sekitar 300 rumahtangga (Mugniesyah dkk. 2005). Di pihak lain, karena pengguna

ponsel mayoritasnya di kalangan anak muda, dan bahwa lokasi desa yang relatif

terisolir menjadikan perilaku komunikasi interpersonal lokalit mereka dominan,

sebagian besar mereka kurang responsif kepada peneliti dengan alasan “malu”

diwawancarai.

Page 43: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

27

BAB IV

KEADAAN UMUM DESA KEMANG

4.1 Kondisi Geografis dan Luas Wilayah Desa

Desa Kemang merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan

Bojongpicung, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat. Desa ini berbatasan

dengan sejumlah desa baik yang berada di Kabupaten Cianjur maupun Kabupaten

Bandung. Terdapat dua desa di wilayah Kecamatan Bojongpicung, masing-

masing satu desa yang berbatasan dengan desa ini di sebelah Utara dan Barat,

yaitu Desa Sukaratu dan Desa Sukarama. Selainnya, Desa Cihea di Kecamatan

Haurwangi, Kabupaten Cianjur dan Desa Cibitung Kecamatan Rongga Kabupaten

Bandung berbatasan dengan Desa Kemang, berturut-turut di sebelah Selatan dan

Timur.

Lokasi desa ini berturut-turut dari sekitar 7 km dari ibukota kecamatan,

24 km dari ibukota kabupaten, dan 62 km dari ibukota propinsi Jawa Barat

(Bandung) dengan kendaraan bermotor, akses ke ibukota kecamatan, kabupaten

dan propinsi dapat ditempuh berturut-turut sekitar 1 jam, 3,8 jam dan 4 jam

Adapun menurut Potensi Desa (2009), apabila ditempuh dengan berjalan kaki

atau kendaraan non bermotor berturut-turut sekitar 3 jam, 6 jam menit dan 12 jam.

Dalam hal topografinya, Desa Kemang berada di ketinggian antara 400-

800 meter di atas permukaan laut (mdpl), dengan curah hujan sebesar 1945 mm

per tahun dan jumlah bulan hujan sebanyak 6 bulan per tahun dengan suhu rata-

rata harian sekitar 25C (Mugniesyah dan Mizuno (2003).

Secara administratif, Desa Kemang memiliki 33 Rukun Tetangga (RT)

yang terdistribusi dalam 6 Rukun Warga (RW) yang tersebar di tiga dusun yang

ada di desa ini. Kecuali di Dusun II, terdapat masing-masing delapan kampung di

Dusun I dan III. Kampung-kampung yang ada di Dusun I adalah Kalapa Condong,

Beber, Cikupa, Kawung Luwuk, Pasir Jati, Cibentang, Mujit, dan Muncang

Nunggal, sementara di Dusun III meliputi Legok Nangka, Jakapari, Jaringao,

Cikoneng, Citangkil, Cigunung, Babakan Sawah Girang, dan Cimurah. Adapun di

Dusun II terdiri dari kampung-kampung: Rawa Sampih, Babakan Sawah Hilir,

Page 44: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

28

Cimenteng, Kopeng, Kemang, dan Cibuluh. Setiap dusun terdiri dari dua RW,

yaitu RW 1 dan RW 2 di Dusun I, RW 3 dan RW 4 di Dusun II, serta RW 5 dan

RW 6 di Dusun III. Adapun jumlah RT di tiga dusun tersebut berturut-turut

sebanyak 12 RT, 11 RT, dan 10 RT.

Desa Kemang memiliki luas wilayah 2.499,21 hektar dengan distribusi

penggunaan lahan sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Distribusi Wilayah Desa Kemang menurut Penggunaannya Tahun 2009

Penggunaan Lahan Luas (ha) Persen (%)

Hutan 1250,00 50,02

Tegal/ladang 994,45 39,79

Sawah irigasi setengah teknis 82,78 3,31

Kebun 20,00 0,80

Sawah tadah hujan 11,33 0,45

Pekarangan 12,41 0,50

Pemukiman 88,51 3,54

Kuburan 10,02 0,40

Perkantoran 4,21 0,17

Lainnya 25,51 1,02

Total 2499,21 100,00

Sumber: Potensi Desa Kemang 2009

Mayoritas wilayah di Desa Kemang berupa lahan pertanian dengan luas

2358,56 ha atau 94,37 persen dari total luas desa. Seperti yang terlihat pada Tabel

3, persentase luas lahan pertanian tersebut, dari yang tertinggi sampai terendah

berturut-turut adalah lahan hutan milik Perhutani, tegal/ladang, sawah irigasi

setengah teknis, kebun, dan sawah tadah hujan. Selain sebagai lahan pertanian,

terdapat pula wilayah Desa Kemang yang dimanfaatkan sebagai pekarangan.

Namun, dari hasil observasi di lapangan, diduga pekarangan tersebut banyak

terdapat di luar kedua kampung yang menjadi fokus penelitian, yaitu Kampung

Beber dan Cikupa. Hal tersebut dikarenakan, kedua kampung tersebut merupakan

kampung yang cukup padat, dimana jarak antar rumah pun sangat berdekatan dan

jarang sekali ditemukan rumah yang memiliki pekarangan.

Page 45: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

29

Terkait dengan pemanfaatan lahan sebagai perkantoran, diketahui dari

hasil pengamatan bahwa di Desa Kemang terdapat beberapa bangunan, di

antaranya kantor desa, Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP),

dan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), yang akan dijelaskan lebih jelas

pada sub bab sarana dan prasarana. Pada Tabel 3 di atas, dapat dilihat pula

pemanfaatan lahan sebagai lainnya. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan lainnya

adalah pemanfaatan lahan sebagai lapangan olahraga, menara BTS, tempat

pembuangan sampah, dan daerah tangkapan air.

4.2 Keadaan Umum Penduduk

Data distribusi penduduk di Desa Kemang menurut kelompok umur dan

jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 4 di bawah ini.

Tabel 4 Distribusi Penduduk Desa Kemang menurut Kelompok Umur dan Jenis

Kelamin Tahun 2009 (dalam persen)

Kelompok Umur (tahun) Laki-laki Perempuan Total

0-4 2,51 2,69 5,20

5-9 7,54 7,71 15,25

10-14 7,33 6,67 14,00

15-19 8,05 7,45 15,51

20-24 4,73 4,45 9,18

25-29 2,38 2,53 4,91

30-34 3,56 3,73 7,29

35-39 2,53 2,62 5,14

40-44 1,89 1,64 3,53

45-49 2,16 2,33 4,49

50-54 1,38 1,76 3,14

55-59 1,76 2,13 3,89

60-64 1,58 1,67 3,25

65-69 1,22 1,51 2,73

70-74 0,91 1,04 1,95

75+ 0,31 0,24 0,55

Total (persen) 49,85 50,15 100,00

Total (jiwa) 2742 2759 5501 Sumber: Potensi Desa Kemang 2009

Page 46: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

30

Jumlah penduduk Desa Kemang berdasarkan Potensi Desa Kemang Tahun

2009 sebanyak 5501 jiwa, mayoritasnya terdiri atas perempuan sebanyak 2759

jiwa (50,15 persen). Terdapat 1514 kepala keluarga (KK) di desa ini, sehingga

rata-rata jumlah anggota per keluarga lebih rendah dari 4 orang. Kepadatan

penduduk Desa Kemang sebesar 1417 jiwa/km.

Berdasar data pada Tabel 4, terhadap total penduduk Desa Kemang,

diketahui bahwa mayoritas penduduk desa ini tergolong usia kerja (usia 15-60

tahun) yaitu 57,08 persen. Selanjutnya, dengan asumsi bahwa penduduk usia

sekolah adalah mereka yang ada pada kelompok umur 5-19 tahun, maka mereka

jumlahnya sekitar 44,76 persen dari total penduduk Desa Kemang. Adapun

penduduk usia lanjut (kelompok umur 60-64 tahun dan di atasnya) sekitar 8,47

persen. Dalam hal penduduk usia kerja, diketahui bahwa persentase penduduk

perempuan pada kelompok tersebut sekitar 28,63 persen atau sedikit lebih tinggi

(0,18 persen) dibanding penduduk laki-laki. Begitu pula pada kelompok umur usia

lanjut, persentase penduduk perempuan sedikit lebih tinggi sebesar 0,44 persen

dibanding penduduk laki-laki. Yang menarik, khusus pada kelompok usia sekolah,

diketahui bahwa persentase penduduk laki-laki lebih tinggi sekitar 1,09 persen

dibanding persentase penduduk perempuan.

Distribusi penduduk Desa Kemang menurut tingkat pendidikan dan jenis

kelamin disajikan pada Tabel 5 di bawah ini.

Tabel 5 Distribusi Penduduk menurut Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan dan

Jenis Kelamin di Desa Kemang Tahun 2009 (dalam persen)

Tingkat Pendidikan Jenis Kelamin

Total Laki-laki Perempuan

Tamat SD/Sederajat 40,53 40,95 81,48

Tamat SMP/Sederajat 7,35 5,09 12,44

Tamat SMA/Sederajat 2,67 1,65 4,33

Tamat D1-D3/Sederajat 0,64 0,32 0,95

Tamat S1- S2/Sederajat 0,64 0,16 0,80

Total (persen) 51,83 48,17 100,00

Total (jiwa) 1629 1514 3143

Sumber: Potensi Desa Kemang 2009

Page 47: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

31

Berdasar data pada Tabel 5, diketahui bahwa mayoritas warga masyarakat

Desa Kemang, baik laki-laki maupun perempuan, terdiri atas mereka yang

berpendidikan tamat Sekolah Dasar atau sederajat. Dominannya penduduk yang

berpendidikan tamat SD tampaknya juga berhubungan dengan dilaksanakannya

Program Wajib Belajar 9 tahun. Kecenderungan umum adalah bahwa semakin

tinggi tingkat pendidikan semakin menurun persentase jumlah penduduk yang

menikmatinya.

Hal yang menarik adalah hanya pada tingkat pendidikan dasar dimana

persentase penduduk perempuan sedikit lebih tinggi (0,42 persen) dibanding laki-

laki. Adapun pada jenjang pendidikan selanjutnya persentase mereka yang

menikmati pendidikan cenderung lebih rendah dibanding laki-laki, yakni berturut-

turut lebih rendah sekitar: 2,26 persen pada jenjang pendidikan SLTP, sekitar satu

persen pada jenjang SLTA, dan berturut-turut sekitar 0,32 dan 3,66 persen pada

jenjang pendidikan diploma dan perguruan tinggi. Secara umum, selain

berhubungan dengan relatif dominannya penduduk desa yang tergolong miskin,

kondisi tersebut tampaknya juga merefleksikan fenomena, dimana perempuan

cenderung memasuki jenjang perkawinan setamatnya SD atau menjadi buruh

migran. Selain itu, diduga juga kesadaran orang tua untuk menyekolahkan anak

perempuannya ke jenjang sekolah menengah dan pendidikan tinggi masih relatif

rendah.

Matapencaharian pokok masyarakat Desa Kemang cukup beragam. Total

penduduk yang bekerja adalah sebanyak 3781 orang atau 68,73 persen dari

keseluruhan total penduduk Desa Kemang. Secara lebih lengkap dapat dilihat

pada Tabel 6.

Berdasar pada Tabel 6, mayoritas penduduk Desa Kemang bekerja di

sektor pertanian, yakni sekitar 84,72 persen. Selanjutnya diikuti oleh mereka yang

bekerja pada sektor perdagangan sekitar 6,32 persen. Sektor lainnya yang

merupakan matapencaharian masyarakat Desa Kemang adalah sektor industri dan

jasa dengan persentase beturut-turut 2,57 persen dan 6,40 persen. Tingginya

jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian dikarenakan Desa Kemang

merupakan salah satu daerah yang mengembangkan sistem agroforestri huma

Page 48: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

32

talun, sehingga memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dan kompleks. Jenis

buah-buahan merupakan komoditas utama dalam kebun talun masyarakat.

Tabel 6 Penduduk Desa Kemang menurut Matapencaharian Tahun 2009 (dalam

jumlah dan persen)

Mata Penceharian Jumlah Persen

Petani 2481 65,62

Buruh tani 722 19,1

Pengusaha Kecil dan Menengah 127 3,36

Pedagang Keliling 112 2,96

Buruh Migran 110 2,91

Pengrajin/Industri Rumahtangga 97 2,57

Pembantu Rumahtangga 52 1,38

Pegawai Negeri Sipil 47 1,24

Pensiunan PNS/TNI/POLRI 22 0,58

Dukun Kampung Terlatih 6 0,16

TNI/POLRI 3 0,08

Montir 2 0,05

Total 3781 100,00

Sumber: Potensi Desa Kemang 2009

Komoditas buah-buahan yang banyak dibudidayakan di Desa Kemang

adalah pisang dengan luas 66 hektar dan hasil produksi lima ton per hektar.

Pemasaran hasil kebun tersebut dilakukan dengan berbagai cara, seperti dijual

langsung ke konsumen, pasar, melalui tengkulak atau melalui pengecer.

Masyarakat yang bekerja di sektor pertanian, tidak semuanya memiliki lahan yang

luas, akan tetapi terdapat pula sejumlah petani gurem dan buruh tani, sebagaimana

terlihat pada Tabel 7 di bawah ini.

Page 49: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

33

Tabel 7 Jumlah Penduduk Berdasarkan Luas Kepemilikan Lahan di Desa

Kemang Tahun 2009 (dalam jumlah dan persen)

Kriteria Luas Lahan Jumlah Persen

Tidak memiliki (tuna kisma) 228 15,06

Memiliki kurang 1 ha 739 48,81

Memiliki 1,0-5,0 ha 394 26,02

Memiliki 5,0-10 ha 150 9,91

Memiliki lebih dari 10 ha 3 0,20

Total Pemilik Lahan 1514 100,00

Sumber: Potensi Desa Kemang 2009

Sebelumnya telah dikemukakan bahwa di Desa Kemang terdapat 1.514

kepala keluarga. Dengan demikian, data yang disajikan pada Tabel 7 bukanlah

data kepemilikan lahan menurut individu penduduk, tetapi berbasis rumahtangga.

Dengan merujuk pendapat Sayogyo (1990) tentang stratifikasi di kalangan

masyarakat petani, sebagian besar masyarakat Desa Kemang (63,87 persen) tergolong

lapisan bawah, karena rata-rata luas lahan yang mereka miliki seluas di bawah 0,5

hektar.

4.3 Kelembagaan

Kelembagaan di Desa Kemang terdiri dari kelembagaan formal dan

informal. Kelembagaan formal terdiri dari Lembaga Pemerintahan (Pemerintahan

Desa, Badan Permusyawaratan Desa), Lembaga Pemberdayaan Masyarakat

(LPM) dan Lembaga Kemasyarakatan Desa (kelompok PKK, Rukun Warga

(RW), Rukun Tetangga (RT), Karang Taruna, Posyandu, Koperasi dan Kelompok

Tani).

Terdapat empat unit Posyandu di Desa Kemang yang tersebar di setiap

dusun. Di Dusun I terdapat Posyandu Anggrek. Posyandu Mawar berada di Dusun

II, sedangkan di Dusun III terdapat dua unit Posyandu, yaitu Teratai I di Kampung

Jaringao dan Teratai II di Kampung Cikoneng. Kegiatan Posyandu dilaksanakan

secara rutin sebulan sekali. Selain Posyandu, terdapat pula kelembagaan Bina

Keluarga Balita (BKB) dan Bina Keluarga Lansia (BKL) yang kegiatannya

bersatu dengan Posyandu. Adapun kegiatan dalam BKB adalah penimbangan dan

Page 50: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

34

pemberian makanan tambahan pada anak usia 0-5 tahun, sedangkan pada BKL,

kegiatannya berupa penimbangan, pengukuran tekanan darah, dan pemeriksaan

kesehatan lainnya. Selain itu, terdapat pula Bina Keluarga Remaja yang

kegiatannya berupa penyuluhan-penyuluhan dari kecamatan, seperti penyuluhan

tentang Narkoba.

Kelembagaan lainnya di Desa Kemang adalah Koperasi Kemang Lestari

yang berdiri sejak tahun 2008. Tujuan dibentuknya adalah untuk menampung

barang-barang yang diproduksi oleh masyarakat setempat dan kemudian

dipasarkan melalui koperasi tersebut. Adapun jenis barangnya tidak terbatas,

apapun dapat diterima oleh koperasi ini. Oleh karena itu, koperasi ini disebut

sebagai koperasi serba usaha. Selain itu, dalam koperasi ini juga terdapat kegiatan

simpan pinjam anggota. Perlu diketahui, anggota koperasi ini tidak terbatas hanya

masyarakat Desa Kemang, melainkan ada anggota dari luar desa, seperti dari Desa

Sukaratu dan Desa Cihea.

Selanjutnya, terdapat kelembagaan pertanian di Desa Kemang, yaitu

Kelompok Wanita Tani yang dibentuk pada tahun 2010. Kelompok ini

membudidayakan Tanaman Obat Keluarga (TOGA). Adapun pembentukan

kelompok ini dilakukan atas dasar adanya lomba antar desa.

Terkait kelembagaan yang berhubungan dengan jejaring pengaman sosial,

terdapat beberapa program, seperti Bantuan Langsung Tunai yang dimulai pada

tahun 2008. Akan tetapi BLT tersebut hanya diberikan sebanyak dua kali dan saat

ini sudah dihapuskan. Tiap bulannya rumahtangga miskin di desa ini juga

mendapatkan beras melalui Program Beras Miskin atau Raskin. Selanjutnya, ada

juga Program Jaminan Kesehatan Masyarakat yang diberikan kepada setiap

individu yang membutuhkan. Untuk mendapatkan kartu Jamkesmas, setiap warga

dapat mengajukannya ke kantor desa.

Kelembagaan informal yang terdapat di Desa Kemang adalah

kelembagaan keagamaan (pengajian) keuangan (arisan), dan olahraga. Terdapat

beberapa kelompok pengajian yang tersebar di setiap kampung. Rata-rata setiap

kampung memiliki satu kelompok pengajian. Hanya saja di Kampung Jaringao

terdapat dua kelompok dan di Kampung Cikupa terdapat tiga kelompok.

Kelompok pengajian yang dikenal aktif adalah Kelompok Pengajian Miftahunnaja

Page 51: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

35

di Kampung Kopeng. Dalam hal arisan, terdapat banyak kelompok arisan yang

umumnya diikuti oleh kaum perempuan. Biasanya kelompok arisan itu dibentuk

di dalam sebuah kelembagaan lain. Misalnya kelompok arisan kader Posyandu,

kelompok arisan ibu-ibu pengajian, dan sebagainya. Selanjutnya, terdapat pula

kelompok olahraga, seperti bola voli yang biasanya akan bertanding pada acara-

acara tertentu antar RT.

4.4 Sarana dan Prasarana

Desa Kemang memiliki sejumlah sarana dan prasarana yang menunjang

berbagai kegiatan masyarakat desa. Prasarana transportasi darat yang tersedia

berupa jalan desa sepanjang 1000 meter untuk jalan aspal dan 2600 meter jalan

tanah, namun keduanya dalam keadaan rusak. Selain itu, tersedia pula jalan aspal

antar desa sepanjang 1850 meter dalam keadaan baik dan 3000 meter dalam

keadaan buruk. Untuk menempuh perjalanan tersebut, tersedia sarana transportasi

darat berupa ojek sebanyak 35 unit.

Sarana dan prasarana lainnya berupa Balai Desa/Kantor Desa yang

memiliki fasilitas berupa tujuh ruang kerja, tiga unit mesin tik, tiga belas unit

meja, 83 unit kursi, tiga unit almanar arsip, tiga unit komputer, dan dua unit

kendaraan dinas, serta dilengkapi pula oleh ketersediaan aliran listrik, telepon, dan

air bersih. Selain itu, terdapat prasarana peribadatan berupa 21 unit masjid dan 31

unit langgar/surau/mushola. Dalam hal prasarana olahraga, terdapat enam

lapangan bulutangkis dan 37 lapangan voli, serta sepuluh buah meja pingpong.

Adapun prasarana pendidikan yang ada di desa ini di antaranya satu unit PAUD

yang merupakan hasil dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri

(PNPM), lima unit Sekolah Dasar (SD), satu unit Sekolah Menengah Pertama

(SMP), dan satu unit Sekolah Menengah Atas (SMA).

Terdapat pula prasarana komunikasi dan informasi di Desa Kemang.

Untuk komunikasi, terdapat dua buah BTS ponsel dari perusahaan swasta, XL dan

Telkomsel. Jumlah pelanggan GSM sebesar 1895 pelanggan atau 34,45 persen

dari total penduduk desa. Selanjutnya, prasarana informasi yang tersedia berupa

721 unit televisi dan delapan unit parabola, serta koran dan majalah.

Page 52: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

36

Prasarana penting lainnya adalah prasarana air bersih dan sanitasi.

Terdapat 284 unit sumur pompa dan 397 unit sumur gali. Sumber air bersih juga

didapatkan dari sembilan mata air yang berada di desa ini. Di samping itu, tersedia

pula delapan unit MCK umum sebagai prasarana sanitasi masyarakat. Sarana dan

prasarana kesehatan yang terdapat di Desa Kemang antara lain empat unit

Posyandu dan satu unit Puskesmas pembantu. Prasarana tersebut juga didukung

oleh enam orang dukun bersalin terlatih, lima orang dukun pengobatan alternatif,

dan seorang bidan.

Page 53: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

37

BAB V

PROFIL RUMAHTANGGA ADOPTER TELEPON SELULER DI

KAMPUNG BEBER DAN CIKUPA

Bab ini menguraikan karakteristik individu anggota rumahtangga

(selanjutnya ditulis ART) dan rumahtangga masyarakat adopter ponsel.

Karakteristik individu ART meliputi jenis kelamin, umur, jenis pekerjaan, status

perkawinan, dan tingkat pendidikan formal. Adapun karakteristik rumahtangga

masyarakat adopter ponsel mencakup: penguasaan lahan, kepemilikan ternak dan

benda-benda berharga. Seperti yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya,

total rumahtangga masyarakat adopter ponsel yang disurvei dalam penelitian ini

sebanyak 58 rumahtangga yang berdomisili di dua kampung, yakni Beber dan

Cikupa.

5.1 Karakteristik Anggota Rumahtangga Adopter Ponsel

5.1.1 Rata-rata Jumlah Anggota Rumahtangga dan Jenis Kelamin

Hasil survei rumahtangga menunjukkan bahwa jumlah ART dari total

rumahtangga masyarakat adopter ponsel sebanyak 269 orang, atau rata-rata

terdapat sekitar 5 orang per rumahtangga. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata

jumlah ART pada rumahtangga adopter ponsel lebih tinggi dibanding rata-rata

jumlah ART penduduk di Desa Kemang yang hanya empat orang per

rumahtangga. Menurut jenis kelaminnya, ART adopter ponsel terdiri atas 144

orang laki-laki (53,53 persen) dan 125 orang perempuan (46,47 persen). Kondisi

ini pun berbeda dengan kondisi umum penduduk Desa Kemang, dimana

persentase penduduk laki-lakinya sedikit lebih rendah dibanding penduduk

perempuan sebagaimana telah dikemukan pada bab sebelumnya.

5.1.2 Anggota Rumahtangga Menurut Kelompok Umur

Tabel 8 di bawah ini menyajikan data komposisi ART adopter ponsel

menurut kelompok umur dan jenis kelamin.

Page 54: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

38

Tabel 8 Distribusi ART Adopter Ponsel menurut Kelompok Umur dan Jenis

Kelamin di Kampung Beber dan Cikupa Tahun 2011 (dalam persen)

Kelompok Umur

(Tahun) Laki-laki Perempuan Total

<15 21,19 17,10 38,29

15-19 4,83 4,46 9,29

20-24 1,86 2,97 4,83

25-29 3,72 3,72 7,43

30-34 2,97 2,23 5,20

35-39 2,60 2,23 4,83

40-44 2,97 5,20 8,18

45-49 4,46 3,72 8,18

50-54 4,46 1,86 6,32

55-59 1,86 1,86 3,72

60-64 0,74 0,00 0,74

65+ 1,86 1,12 2,97

Total (persen) 53,53 46,47 100,00

Total (jumlah) 144 125 269

Berdasar pada Tabel 8 diketahui bahwa secara umum terdapat sekitar 59 persen

ART adopter ponsel yang tergolong usia produktif (15-64 tahun). Adapun sisanya

adalah mereka yang tidak produktif. Terhadap total rumahtangga contoh, diketahui pula

bahwa ART laki-laki menunjukkan persentase sekitar 30,47 persen, atau sekitar dua

persen lebih tinggi dari ART perempuan. Keadaan ini tidak jauh berbeda dengan data

penduduk di Desa Kemang (Tabel 4) yang menunjukkan bahwa persentase penduduk

laki-laki sedikit lebih tinggi dibanding perempuan pada kelompok umur bukan produktif.

Berdasar pada pendapat Rusli (1995) tentang rumus analisis ketergantungan

individu (dependency ratio)1, dapat diketahui besaran beban tanggungan setiap

rumahtangga dengan cara menghitung rasio ART usia muda dan lanjut usia (lansia)

dengan jumlah ART usia produktif. Dari data pada Tabel 8 di atas diperoleh nilai

dependency ratio sebesar 70. Artinya setiap 100 orang ART usia produktif harus

menanggung 70 orang ART usia tidak produktif. Dengan perkataan lain, analisis

ketergantungan individu menunjukkan bahwa adopter ponsel di Kampung Beber

1 Rumus dependency ratio = Jumlah penduduk umur 0-14 tahun dan 65+

Jumlah penduduk umur 15-64 tahun

Page 55: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

39

dan Cikupa mempunyai tingkat ketergantungan yang rendah, yakni sekitar 0,7

atau kurang dari satu.

5.1.3 Anggota Rumahtangga Menurut Jenis Pekerjaan

Dari total ART adopter ponsel terdapat 154 orang di antaranya tidak

bekerja, karena sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 8 di atas, terdapat ART

yang tergolong anak di bawah usia lima tahun dan usia sekolah sebesar 47,6

persen. Selainnya adalah mereka yang tergolong usia lanjut (lansia), sekitar empat

persen. Sehubungan dengan itu, data yang disajikan pada sub-bab ini hanya

merujuk pada ART yang bekerja saja (115 orang). Tabel 9 menyajikan secara

rinci jenis pekerjaan ART adopter ponsel di dua kampung, Beber dan Cikupa.

Tabel 9 Distribusi ART Adopter Ponsel menurut Pekerjaan dan Jenis Kelamin

Tahun 2011 (dalam persen)

Jenis Pekerjaan Utama Laki-laki Perempuan Total

Petani pemilik dan

penggarap 18,26 13,04 31,30

Petani penggarap 5,22 3,48 8,70

Buruh tani 4,35 3,48 7,83

Petani pemilik 0,87 0,87 1,74

Pedagang 8,70 6,96 15,65

Industri rumahtangga 1,74 4,35 6,09

Buruh non-tani 6,09 0,00 6,09

PNS 2,61 2,61 5,22

Pensiunan PNS 0,87 0,00 0,87

Lainnya 9,57 6,96 16,52

Total (persen) 58,26 41,74 100,00

Total (jumlah) 67 48 115

Diketahui bahwa jenis pekerjaan ART adopter ponsel pada umumnya dapat

dikategorikan ke dalam tiga sektor, yakni pertanian, perdagangan dan jasa.

Sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 9, diantara mereka yang bekerja di sektor

pertanian terdiri atas mereka yang bekerja sebagai petani pemilik, petani pemilik

dan penggarap, petani penggarap, dan buruh tani. Adapun mereka yang bekerja di

Page 56: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

40

sektor jasa terdiri atas mereka yang bekerja selaku PNS dan pensiunan PNS, serta

buruh non-tani.

Berdasar data pada Tabel 9, diketahui bahwa mayoritas ART adopter ponsel

bekerja di sektor pertanian yakni sebesar 49,57 persen. Menurut jenis kelaminnya,

persentase ART laki-laki yang bekerja disektor ini sebesar 28,7 persen, atau

delapan persen lebih tinggi dibanding ART perempuan. Hal ini terjadi karena

ART laki-laki umumnya berperan sebagai kepala keluarga, sehingga mereka

memiliki tanggung jawab yang lebih besar untuk mencari nafkah bagi anggota

keluarganya.

Lebih lanjut diketahui bahwa ART yang bekerja sebagai pedagang relatif

tinggi (sekitar 16 persen). Hal ini dimungkinkan karena diantara rumahtangga

adopter ponsel terdapat mereka yang memiliki warung, dan sekaligus menjadi

pedagang pengumpul daun pisang serta gula aren, dua komoditi unggulan yang

dikembangkan masyarakat di desa Kemang.

Diantara mereka yang bekerja di sektor jasa, selain mereka bekerja sebagai

buruh non-tani, juga meliputi mereka yang bekerja selaku PNS, dan pensiunan

PNS. Buruh non-tani semuanya laki-laki, diantara mereka bekerja sebagai buruh

bangunan dan buruh angkut kayu. Mereka yang tergolong lainnya adalah mereka

yang bekerja selaku guru honorer dan tukang ojeg. Guru honorer tergolong relatif

banyak, karena dewasa ini di Desa Kemang telah memiliki sekolah menengah,

baik Sekolah Menengah Pertama (SMP) maupun Sekolah Menengah Atas

(SMA), dimana guru-gurunya terdiri atas warga di dua kampung tersebut. Tukang

ojeg juga relatif banyak, karena sebagaimana dikemukakan sebelumnya, desa ini

relatif terisolir, dimana jumlah angkutan pedesaan yang melayani trayek ke desa

ini relatif terbatas. Selainnya adalah ART perempuan yang bekerja sebagai

penjahit yang menerima sejumlah pelanggan baik dari dalam maupun luar desa.

Khusus mereka yang bekerja pada industri rumahtangga, mayoritas

dilakukan oleh ART perempuan, dimana jumlah mereka sebanyak dua setengah

kali lipatnya ART laki-laki. Hal ini dimungkinkan, sebagaimana dikemukakan

Mugniesyah dan Mizuno (2003), diantara warga mengembangkan industri gula

aren baik gula cetak maupun gula semut, yang diproduksi warga dari pohon aren

yang tumbuh di lahan “pasir” mereka.

Page 57: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

41

5.1.4 Status Perkawinan Anggota Rumahtangga

Secara umum proporsi ART adopter ponsel yang berstatus kawin dan

belum kawin tidak berbeda jauh, dengan selisih persentase sekitar enam persen,

seperti terlihat pada Tabel 10 di bawah ini.

Tabel 10. Distribusi ART Adopter Ponsel menurut Kelompok Umur dan Status

Perkawinan, Tahun 2011 (dalam persen)

Kelompok Umur Kawin Belum Kawin

<16 0,00 39,78

16-19 0,00 8,92

>19 46,84 4,46

Total (persen) 46,84 53,16

Total (jumlah) 126 143

Menurut Undang-undang RI No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan,

diketahui bahwa batas usia pernikahan bagi laki-laki adalah jika sudah mencapai

umur 19 tahun dan bagi perempuan jika sudah mencapai umur 16 tahun, seperti

yang diatur dalam Pasal 7 ayat (1). Hal menarik yang didapat dari data pada

Tabel 10 adalah bahwa tidak ditemukan ART adopter ponsel yang telah kawin

pada umur di bawah 16 tahun maupun 19 tahun. Ini artinya, meskipun

sebelumnya banyak temuan yang menggambarkan bahwa ART di perdesaan

cenderung melakukan pernikahan di usia muda, maka untuk saat sekarang

keadaan tersebut telah mengalami perubahan.

Selanjutnya, perlu diketahui bahwa dari total ART yang berstatus kawin,

terdapat empat orang atau sekitar tiga persen ART yang telah berstatus

janda/duda. Mereka yang berstatus janda/duda adalah ART adopter ponsel yang

telah bercerai atau ditinggal meninggal oleh pasangannya. Janda/duda yang

ditinggal pasangannya meninggal dunia paling banyak dialami oleh ART pada

kelompok usia 65 tahun ke atas. Kondisi ini menunjukkan bahwa ART pada usia

lanjut lebih memilih untuk hidup sendiri daripada menikah kembali, meskipun

sebelumnya, dari hasil wawancara dan observasi banyak temuan ART yang

mengalami perceraian dan menikah kembali, bahkan lebih dari satu kali.

Page 58: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

42

5.1.5 Tingkat Pendidikan Formal Anggota Rumahtangga

Pada Tabel 11 di bawah ini dikemukakan tingkat pendidikan formal ART

adopter ponsel, yang meliputi jenjang sekolah dasar hingga perguruan tinggi.

Sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 11, pendidikan formal ART adopter ponsel

tergolong rendah, karena persentase tertinggi diantara mereka berpendidikan

tamatan SD/sederajat. Hal ini diduga karena adanya program wajib belajar

sembilan tahun dan tipikal masyarakat perdesaan di Indonesia yang pada

umumnya merasa sudah cukup dengan hanya mengenyam pendidikan hingga

tamat SD.

Tabel 11 Distribusi ART Adopter Ponsel menurut Tingkat Pendidikan Formal

dan Jenis Kelamin Tahun 2011 (dalam persen)

Tingkat Pendidikan Formal Laki-laki Perempuan Total

Bersekolah di SD/sederajat 9,29 12,83 22,12

Tamat SD/sederajat 28,32 25,22 53,54

Bersekolah di SLTP/sederajat 1,33 3,10 4,42

Tamat SLTP/sederajat 3,98 1,77 5,75

Bersekolah di SMA/sederajat 1,77 2,21 3,98

Tamat SMA/sederajat 2,65 2,65 5,31

Perguruan Tinggi 2,65 2,21 4,87

Total (persen) 50,00 50,00 100,00

Total (jumlah) 113 113 226

Berdasar data pada tabel di atas, diketahui bahwa ART perempuan dan

ART laki-laki yang bersekolah memiliki persentase yang sama. Jika dilihat dari

perbandingan tingkat pendidikan formal dan jenis kelamin, pada jenjang sekolah

dasar, baik yang masih bersekolah maupun yang sudah tamat, persentase ART

perempuan (38,05 persen) cenderung sedikit lebih tinggi dibanding ART laki-laki

(37,61 persen). Begitu juga pada jenjang sekolah menengah atas, dimana

persentase ART perempuan sedikit lebih tinggi dibanding ART laki-laki. Namun,

pada jenjang pendidikan sekolah menengah pertama dan perguruan tinggi,

persentase ART perempuan sedikit lebih rendah dibanding ART laki-laki.

Hal yang menarik adalah bahwa pada persentase ART perempuan yang

sedang bersekolah, baik di jenjang pendidikan SD, SLTP maupun SMA

Page 59: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

43

menunjukkan persentase yang lebih tinggi dibanding ART laki-laki. Data tersebut

menunjukkan bahwa nilai-nilai yang menganggap anak laki-laki lebih

didahulukan dalam mendapatkan pendidikan, tidak terjadi lagi pada masa

sekarang. Kondisi ini diduga dapat terjadi karena zaman yang sudah semakin

modern, sehingga pola pikir masyarakat pun semakin maju.

5.2 Karakteristik Rumahtangga Adopter Ponsel

5.2.1 Kepemilikan Benda Berharga

Kepemilikan benda berharga di kalangan rumahtangga adopter ponsel

mencakup kepemilikan atas ternak, alat transportasi, dan alat-alat atau perabot

rumahtangga.

Terdapat empat jenis ternak yang dimiliki oleh rumahtangga adopter

ponsel, yakni kambing, domba, ayam dan bebek. Tidak satu rumahtanggapun

yang memiliki ternak besar, seperti sapi dan kerbau. Sebagaimana dapat dilihat

pada Tabel 12, rata-rata kepemilikan ternak ayam menunjukkan jumlah tertinggi,

sementara pada ternak domba menunjukkan jumlah paling rendah. Hal ini terkait

dengan lahan pekarangan yang sempit di kedua kampung. Ternak domba dan

kambing memerlukan kandang dan lahan pekarangan yang cukup luas dalam

perawatannya. Begitu juga untuk ternak besar, seperti sapi dan kerbau. Oleh

karena itu, rumahtangga adopter ponsel mayoritas berternak ayam dan bebek,

yang dalam perawatannya tidak memerlukan kandang khusus serta lahan

pekarangan yang luas.

Tabel 12 Rata-rata Kepemilikan Ternak pada Rumahtangga Adopter Ponsel di

Kampung Beber dan Cikupa Tahun 2009 (dalam jumlah dan persen)

Jenis Ternak Jumlah

(ekor)

Rata-rata kepemilikan per

rumahtangga Kambing 18 0,31 Domba 12 0,21 Ayam 160 2,76 Bebek 53 0,91 Selanjutnya pada Tabel 13 disajikan data berkenaan benda berharga yang

dimiliki rumahtangga adopter ponsel. Diketahui bahwa persentase tertinggi ada

pada kepemilikan ponsel (HP) dengan rata-rata sebesar 1,8 per rumahtangga.

Page 60: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

44

Kepemilikan HP ini paling banyak dibandingkan barang teknologi lainnya, karena

masyarakat telah memposisikan HP sebagai kebutuhan primer dalam

kehidupannya. Selain itu, kepemilikan HP dalam satu rumahtangga sangat

dimungkinkan lebih dari satu buah dibanding dengan teknologi lainnya.

Tabel 13 Rata-rata Kepemilikan Benda Teknologi Rumahtangga Adopter Ponsel

di Kampung Beber dan Cikupa Tahun 2009 (dalam jumlah dan persen)

Kepemilikan Teknologi

Rumahtangga Jumlah (unit)

Rata-rata kepemilikan per

rumahtangga

Mobil 5 0.09

Motor 28 0.48

Sepeda 30 0.52

TV Berwarna 53 0.91

Ponsel 105 1.81

Radio/Kaset 30 0.52

DVD/VCD 26 0.45

Kulkas 21 0.36

Penanak Nasi Elektrik (Rice

Cooker) 40 0.69

Dispenser 17 0.29

Mesin Cuci 2 0.03

Komputer/ Laptop 3 0.05

Lainnya 8 0.14

Kemudian rata-rata kepemilikan benda teknologi rumahtangga lainnya

secara berturut-turut adalah televisi, rice cooker, radio/kaset, sepeda, motor,

DVD/VCD, kulkas, dispenser, mobil, komputer dan yang terakhir adalah mesin

cuci. Pada kategori lainnya, terdapat kepemilikan benda-benda teknologi yang

khas hanya dimiliki oleh satu rumahtangga, seperti play station, modem, printer,

mesin fotocopy, mesin jahit, mesin obras, mesin penggiling, dan blender.

5.2.1 Luas Lahan Usahatani

Merujuk pada data sekunder (Mugniesyah dkk. 2007), luas lahan (sawah,

kebun pasir, pekarangan dan kolam) yang dikuasai rumahtangga adopter ponsel

berkisar antara 0,07 ha sampai 8,76 ha, dengan rata-rata penguasaan lahan seluas

Page 61: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

45

0,84 ha. Selanjutnya, dengan merujuk pada kriteria stratifikasi penguasaan lahan

menurut Sayogyo (1990), diketahui bahwa mayoritas rumahtangga adopter

tergolong lapisan atas, yaitu pada kisaran > 0,5 ha sebanyak 32,20 persen.

Tabel 14 Distribusi Rumahtangga Adopter Ponsel Menurut Penguasaan Lahan

Usahatani di Kampung Beber dan Cikupa Tahun 2011 (dalam jumlah

dan persen)

Kategori Luas Lahan (Ha) Jumlah (jiwa) Persen (%)

Tidak berlahan (tunakisma) 19 32,20

<0,25 6 10,17

0,25-0,5 15 25,42

>0,5 19 32,20

Total 59 100

Namun demikian, lahan yang dikuasai rumahtangga adopter ponsel yang

paling dominan adalah berupa kebun pasir, sebesar 88,87 persen, sedangkan lahan

sawah hanya 10,97 persen saja. Lebih luasnya penguasaan kebun pasir sesuai

dengan kondisi Desa Kemang, sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 3. Dengan

demikian, meskipun tergolong strata lapisan atas, dimungkinkan tidak berkorelasi

positif dengan tingkat sosial ekonomi mereka, sebagaimana tercermin dari tingkat

pendidikan ART serta kepemilikan ternak dan benda berharga sebagaimana

dikemukakan di atas.

Page 62: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

46

BAB VI

UNSUR-UNSUR DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER

Merujuk pada definisi difusi inovasi menurut Rogers dan Shoemaker

(1971), terdapat empat unsur dalam proses difusi, yaitu: (1) inovasi, (2) saluran

komunikasi, (3) waktu, dan (4) sistem sosial. Sehubungan dengan itu, bab ini

akan menjelaskan keempat unsur difusi tersebut, diikuti kemudian dengan

penjelasan karakteristik adopter dan laju adopsi inovasi ponsel di Kampung Beber

dan Kampung Cikupa.

6.1 Proses Difusi Inovasi Ponsel di Kampung Beber dan Cikupa

6.1.1 Inovasi Ponsel

Sebagaimana telah dikemukakan pada bab sebelumnya, inovasi adalah

suatu gagasan, praktek atau objek yang dipandang sebagai baru oleh individu.

Inovasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah ponsel. Pada umumnya,

khususnya bagi masyarakat perkotaan, ponsel bukan merupakan suatu hal yang

baru. Namun, bagi sebagian besar masyarakat perdesaan, terutama desa-desa yang

terpencil, ponsel merupakan hal yang masih baru. Begitupun bagi masyarakat di

Desa Kemang, Kecamatan Bojongpicung, Kabupaten Cianjur, ponsel dianggap

sebagai sebuah inovasi. Hal tersebut dikarenakan, sebagian besar penduduk di

Desa Kemang dapat mengakses ponsel baru setelah berdirinya BTS XL pada

tahun 2008, meskipun sebelumnya mereka telah mendengar/mengenal ponsel.

Terkait hal tersebut, sekitar 93 persen adopter menggunakan kartu XL sebagai

provider ponsel mereka.

Adapun merek ponsel yang sebagian besar digunakan oleh adopter adalah

Nokia, yaitu sekitar 76 persen, sementara sisanya adalah ponsel-ponsel produksi

Cina (MITO, VISIO, CROSS, dan NEXIAN). Harga ponsel yang dibeli adopter

berkisar antara Rp 100.000,00 sampai Rp 2.000.000,00 , dengan harga rata-rata

Rp 570.000,00. Secara umum, jenis fitur/fasilitas yang tersedia di dalam ponsel

adopter bervariasi, tidak hanya dapat digunakan untuk telepon dan SMS, namun

sudah dilengkapi dengan berbagai fasilitas, seperti kamera, video, radio, MP3

player, game, dan internet.

Page 63: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

47

Sekitar 48 persen adopter, belum pernah mengganti ponselnya dari awal

pembelian sampai penelitian dilakukan. Namun demikian, terdapat pula adopter

yang telah mengganti ponselnya satu sampai dengan empat kali, dengan

persentase berturut-turut sekitar 16 persen (sekali ganti ponsel), 25,33 persen (dua

kali ganti ponsel), 6,67 persen (tiga kali ganti ponsel), dan 5,33 persen (empat kali

ganti ponsel). Hal tersebut, dilakukan karena ponsel yang digunakan adopter rusak

atau hilang. Alasan lainnya adalah mengikuti perkembangan model ponsel yang

semakin canggih dan modern, serta ada yang sengaja menjual kembali ponselnya

dan menggantinya dengan harga yang lebih murah, khususnya karena masalah

ekonomi.

6.1.2 Saluran Komunikasi

Mengacu pada Rogers dan Shoemaker (1971), saluran komunikasi adalah

cara-cara melalui mana sebuah pesan diperoleh penerima dari sumber, yang

dibedakan ke dalam saluran komunikasi interpersonal dan media massa. Tabel 15

di bawah ini menjelaskan tentang sejumlah sumber informasi inovasi ponsel di

kalangan adopter.

Ditinjau dari penyebarannya, informasi berkenaan inovasi ponsel lebih

banyak diterima adopter dari saluran komunikasi interpersonal, yaitu kelurga inti,

teman, dan/atau kombinasi keduanya dengan persentase sekitar 43 persen. Namun

demikian, secara umum persentase tertinggi sumber informasi inovasi ponsel bagi

para adopter di kedua kampung berasal dari teman serta kombinasi antara teman,

media elektronik, dan media cetak dengan persentase yang hampir sama sekitar 24

persen. Sementara, jika dilihat per kampung, sumber informasi inovasi ponsel di

Kampung Beber mayoritas berasal dari kombinasi antara teman, media elektronik,

dan media cetak, sedangkan di Kampung Cikupa mayoritas berasal dari teman

saja. Hal ini karena tingkat status sosial ekonomi adopter di Kampung Beber lebih

tinggi dibanding dengan adopter di Kampung Cikupa, sehingga kepemilikan

media massa elektronik lebih banyak dimiliki oleh adopter di Kampung Beber.

Page 64: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

48

Tabel 15 Distribusi Adopter menurut Sumber Informasi tentang Inovasi Ponsel di

Kampung Beber dan Cikupa Tahun 2011 (dalam persen)

Sumber Informasi Beber Cikupa Total

Keluarga Inti 5,33 6,67 12,00

Teman 12,00 12,00 24,00

Media Elektronik 1,33 1,33 2,67

Media Cetak 0,00 1,33 1,33

Keluarga Inti+Teman 5,33 1,33 6,67

Keluarga Inti+Teman+Media Elektronik 4,00 10,67 14,67

Keluarga Inti+Teman+Media

Elektronik+Media Cetak 1,33 0,00 1,33

Keluarga Inti+Media Elektronik 10,67 1,33 12,00

Teman +Media Elektronik+Media Cetak 15,99 8,00 23,99

Media Elektronik+Media Cetak 0,00 1,33 1,33

Total (persen) 56,00 44,00 100,00

Total (jumlah) 42 33 75

Selanjutnya, jika dilihat dari akumulasi saluran komunikasi interpersonal

dan media massa, data di atas menunjukkan bahwa saluran komunikasi

interpersonal lebih dominan dibanding saluran media massa. Hal ini sesuai dengan

pendapat Rogers dan Shoemaker yang menyatakan bahwa saluran komunikasi

interpersonal lebih efektif membangun dan mengubah sikap, sementara saluran

media massa efektif mengubah pengetahuan tentang inovasi.

6.1.3 Waktu

Inovasi ponsel telah dikenal oleh masyarakat di Kampung Beber dan

Cikupa sejak sekitar 15 tahun lalu, yang ditandai oleh kepemilikan salah satu

warga akan ponsel yang pertama kali pada tahun 1995. Warga tersebut adalah

mereka yang berhubungan dengan orang di luar desa khususnya di perkotaan,

seperti pengusaha. Tabel 16 di bawah ini menunjukkan jumlah individu yang

mengadopsi inovasi ponsel setiap tahunnya di kedua kampung.

Page 65: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

49

Tabel 16 Jumlah Adopter Inovasi Ponsel di Kampung Beber dan Cikupa menurut

Tahun Adopsinya (dalam persen)

Tahun menerapkan inovasi ponsel Beber Cikupa Total

1995 1 0 1

1999 0 1 1

2000 3 1 4

2003 0 1 1

2005 5 1 7

2006 3 0 3

2007 4 15 19

2008 16 3 19

2009 5 11 16

2010 15 7 21

2011 4 4 8

Total (persen) 56 44 100

Total (jumlah) 42 44 75

Jika dilihat dari penyebarannya di tiap kampung, data pada Tabel 16

menunjukkan warga yang pertama kali mengadopsi ponsel berasal dari Kampung

Beber. Selanjutnya warga di Kampung Cikupa mulai mengadopsi inovasi ponsel

meskipun persentasenya sangat rendah. Diketahui pula bahwa adopter ponsel di

kedua kampung meningkat sejak memasuki tahun 2005. Hal ini dikarenakan

munculnya ponsel dengan berbagai merek, tipe, dan harga, semakin

mempermudah akses individu terhadap ponsel. Di samping itu, peningkatan

jumlah adopter ponsel dikarenakan banyaknya masyarakat desa yang mulai

melakukan migrasi sirkuler2 ke perkotaan, baik untuk urusan pekerjaan atau

sekolah, kemudian mereka menggunakan ponsel di tempat perantauan.

Selanjutnya, sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pada tahun

2008, tepatnya pada bulan Agustus, perusahaan XL mendirikan BTS di Desa

Kemang, yang letaknya di Kampung Beber. Kehadiran BTS ini telah membuka

akses masyarakat setempat terhadap jaringan ponsel dan kemudian memicu

masyarakat untuk menggunakan ponsel.

2 Menurut Zelinsky (1986) dalam Rusli (1995), sirkulasi atau migrasi sirkuler adalah berbagai

macam gerak penduduk yang biasanya berciri jangka pendek, repetitif, atau siklikal dan mempunyai

kesamaan dalam hal tidak adanya niat yang jelas untuk mengubah tempat tinggal permanaen. Sirkulasi

merupakan gerak “berselang” antara tempat tinggal dan tempat tujuan baik untuk bekerja maupun untuk

tujuan lain seperti sekolah.

Page 66: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

50

6.1.4 Sistem Sosial

Difusi inovasi terjadi dalam suatu sistem sosial, karenanya struktur sosial

dalam sistem mempengaruhi pola-pola difusi inovasi. Selanjutnya, di dalam

struktur sosial tersebut terdapat peranan-peranan yang dimainkan oleh individu-

individu tertentu, khususnya pemuka pendapat (tokoh masyarakat) dan agen

perubah. Dalam konteks peranan tokoh masyarakat, dimungkinkan adanya

individu yang mengembangkan struktur komunikasi homofili dan heterofili.

Semakin homofili struktur komunikasi, semakin cepat laju adopsi, dan sebaliknya.

Tokoh masyarakat yang berperan penting dalam penyebaran inovasi

ponsel di Kampung Beber dan Cikupa adalah para pemilik lahan yang meyewakan

lahannya kepada perusahaan XL dan Telkomsel sebagai tempat berdirinya BTS,

karena mereka telah membuka akses masyarakat setempat terhadap jaringan

ponsel.

Salah seorang pemilik lahan di Kampung Cikupa yang lahannya disewa

oleh perusahaan XL adalah Bapak JLN, Pertama kali perusahaan XL masuk ke

Desa Kemang adalah untuk mencari lahan dimana terdapat titik sinyal. Namun,

yang datang ke desa bukanlah pihak langsung perusahaan, akan tetapi melalui

calo. Sebenarnya, titik sinyal itu berada di area Kantor Desa Kemang, akan tetapi

lahan tersebut milik pemerintah. Pihak perusahaan menyatakan malas jika harus

berurusan dengan pemerintah, karena prosedurnya yang rumit. Akhirnya, calo

yang mewakili perusahaan tersebut mencari lahan kosong yang berjarak sekitar

100 meter dari titik sinyal dan menemukan lahan sawah milik Bapak JLN..

Proses negosiasi pun dimulai antara calo dan Bapak JLN yang diwakili

oleh anaknya, Bapak HRL. Penawaran harga sewa tanah pertama adalah 75 juta

rupiah per lima belas tahun, akan tetapi pada saat penandatanganan perjanjian di

depan notaris, 24 Mei 2008, harga yang disepakati adalah 65 juta rupiah per lima

belas tahun. Hal itupun sampai saat ini masih menjadi misteri, namun diduga telah

terjadi kecurangan pada pihak perusahaan, karena tidak lama dari proses tersebut,

penanggungjawab dari pihak perusahaan dipecat dari pekerjaannya. Proses

perjanjian ini juga melibatkan pihak kecamatan dan desa. Setelah

penandatanganan perjanjian, pembangunan menara BTS pun dimulai. Tenaga

kerja yang digunakan adalah dari masyarakat setempat, akan tetapi untuk bagian

Page 67: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

51

konstruksi tenaganya disiapkan dari perusahaan. Proses pembangunan pun

berjalan kurang lebih selama empat bulan, dari bulan Mei hingga Agustus 2008.

Selain itu, pihak perusahaan pun mengadakan sosialisasi akan bahaya-bahaya

yang mungkin ditimbulkan oleh menara BTS kepada warga masyarakat yang

berdomisili pada radius 60 meter dari wilayah menara BTS. Selanjutnya, kepada

mereka diberi uang kompensasi oleh perusahaan sebesar Rp 250.000,00 per jiwa.

Selain itu, kepada mereka perusahaan juga memberikan jaminan untuk mengganti

atau memperbaiki alat-alat elektronik milik mereka yang rusak akibat berdirinya

menara BTS tersebut. Untuk pemeliharaan menara BTS XL, perusahaan

menunjuk Bapak HRL dengan memberikan insentif setiap bulannya.

Sebagaimana diketahui, di Kampung Beber terdapat dua buah BTS, selain

BTS XL berdiri pula BTS Telkomsel yang didirikan di lahan milik Bapak HAS.

Proses negosiasi antara perusahaan Telkomsel dan Bapak HAS tidak jauh berbeda

dengan yang dilakukan antara perusahaan XL dan Bapak JLN. Lahan tersebut

dipilih karena titik sinyal Telkomsel berada tepat di lahan itu. Penawaran harga

sewa pada mulanya sebesar 70 juta rupiah per sepuluh tahun, akan tetapi pada

akhirnya harga sewa menjadi 60 juta rupiah per sepuluh tahun, karena sisa dana

yang sebesar 10 juta rupiah digunakan untuk insentif tim survei dan dana

kompensasi bagi warga masyarakat yang berdomisili di sekitar lahan yang akan

dijadikan tempat pembangunan BTS. Proses survei hingga pembangunan selesai

telah menghabiskan waktu sekitar tiga bulan, dari bulan Mei sampai dengan

Agustus 2010.

Selain berperan dalam menyewakan lahannya, Bapak HAS juga

merupakan tokoh masyarakat yang memiliki ponsel pertama kali di Kampung

Beber dan Cikupa. Beliau adalah seorang pengusaha daun pisang yang banyak

membantu masyarakat dalam pembangunan desa. Meskipun Bapak HAS

berpendidikan tamat Sekolah Dasar (SD), tetapi dia lebih terdedah terhadap media

massa, lebih kosmopolit karena lebih sering berkomunikasi dengan agen perubah

(perusahaan provider), dalam hal aksesibilitas, serta memiliki partisipasi sosial

yang lebih tinggi dibanding masyarakat lainnya dan lebih inovatif.

Secara umum, sebagaimana dijelaskan di atas, terdapat heterogenitas

karakteristik anggota sistim sosial di dua kampung, Beber dan Cikupa, namun

Page 68: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

52

demikian, sebagaimana dikemukakan oleh Mugniesyah (2007), sebagian besar

warga di dua kampung tersebut memiliki hubungan sistim kekerabatan yang kuat,

baik karena faktor genealogis (keturunan) maupun melalui sistim perkawinan.

Hasil studi Mugniesyah tersebut melaporkan bahwa dari total 125 anggota

rumahtangga di dua kampung tersebut di atas, terdapat 50,4 persen pasangan

suami isteri yang berasal dari kampung yang berbeda dan sekitar 16 persen

menikah dengan pasangan yang berasal dari kampung yang sama di Desa

Kemang.

6.2 Kurva Penerimaan dan Kategori Adopter Inovasi Ponsel di Kampung

Beber dan Cikupa

6.2.1 Kurva Penerimaan Inovasi Ponsel di Kampung Beber dan Cikupa

Sebagaimana dikutip Mugniesyah (2006), Rogers dan Shoemaker (1971)

menyatakan bahwa adanya variabel waktu dalam difusi inovasi memungkinkan

para peneliti menglasifikasikan kategori adopter dan membuat plot kurva difusi.

Dinyatakan oleh kedua ahli komunikasi tersebut, bahwa secara umum jika suatu

inovasi diintroduksikan kepada suatu sistem sosial, maka dengan berjalannya

waktu, kita akan menemukan bahwa jumlah orang yang mengadopsi inovasi akan

semakin bertambah banyak. Secara empiris -walaupun tidak semua hasil

penelitian demikian- diketahui bahwa jika pengadopsi (adopter) dalam suatu

periode waktu tertentu diplotkan menurut frekuensi akan membentuk suatu kurva

berbentuk genta (Bell-shape curve), sementara jika diplotkan secara kumulatif

akan menghasilkan kurva berbentuk S.

Gambar 3 di bawah ini menyajikan kurva penerimaan inovasi ponsel di

kalangan adopter, yang dibuat berdasar data pada Tabel 16 di atas.

Page 69: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

53

Gambar 3 Kurva Akumulasi Adopter Inovasi Ponsel di Kampung Beber dan

Cikupa pada Periode Tahun 1995-2011

Hasil penelitian yang dilakukan di Kampung Beber dan Cikupa

menunjukkan bahwa penerimaan inovasi ponsel menyerupai bentuk Kurva-S

(cumulative S-curve). Sebagaimana terihat pada gambar di atas, distribusi adopter

ponsel meningkat sangat lambat dari tahun 1995 sampai pada tahun 2007. Hal

tersebut dimungkinkan karena pada periode tersebut, akses adopter terhadap

ponsel masih sangat terbatas, salah satunya dari aspek jaringan ponsel. Di

samping itu, harga ponsel, kartu, dan pulsa masih relatif mahal di kala itu,

sedangkan secara umum adopter ponsel di kedua kampung tergolong miskin.

Selanjutnya, pada periode tahun 2008 sampai dengan tahun 2010. terjadi

percepatan peningkatan adopter ponsel sampai maksimum –sampai penelitian

berlangsung- ketika hampir separuh dari individu-individu dalam sistem sosial

telah mengadopsi inovasi ponsel. Kondisi ini terjadi karena dipicu oleh hadirnya

BTS XL dan BTS Telkomsel yang telah membuka akses masyarakat setempat

terhadap jaringan ponsel yang memadai. Selain itu, semakin tahun, harga ponsel,

kartu, dan pulsa semakin dapat dijangkau oleh masyarakat.

1 2 6 7

14 17

36

55

71

92

100

0

20

40

60

80

100

120

1995 1999 2000 2003 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Ind

ivid

u y

an

g m

ener

ap

ka

n i

no

va

si p

on

sel

Tahun menerapkan inovasi ponsel

Persen

Page 70: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

54

6.2.2 Kategori Adopter Inovasi Ponsel di Kampung Beber dan Cikupa

Rogers dan Shoemaker (1971) mengemukakan adanya lima kategori

adopter dalam setiap sistem sosial yang ditentukan berdasarkan tingkat

keinovativannya. Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, tingkat keinovativan

adalah waktu (tahun) yang dibutuhkan individu sejak mendengar atau mengenal

inovasi ponsel sampai dengan menerapkannya dalam kehidupan sehari-harinya.

Dengan mempertimbangkan kurun waktu sejak diintroduksikannya ponsel ke

warga masyarakat (tahun 1995) sampai dengan penelitian ini berlangsung (2011),

pengategorian adopter dalam penelitian ini ditetapkan sebagai berikut: (a)

inovator (innovator), adalah adopter inovasi ponsel pada periode tahun 1995-

1998, (b) Penganut Dini (early adopter), adalah adopter inovasi ponsel pada

periode tahun 1999-2001, (c) Penganut Dini Terbanyak (early majority), yakni

mereka yang mengadopsi ponsel pada periode tahun 2002-2004, (d) Penganut

Lambat Terbanyak (late majority), adalah adopter inovasi ponsel pada periode

2005-2007, dan (e) Penolak (laggards), yakni mereka yang mengadopsi inovasi

ponsel pada periode 2008-2011. Dengan kategori tersebut di atas, maka

didapatkan jumlah dan kategori golongan penerima inovasi ponsel di kedua

kampung seperti pada gambar di bawah ini.

Gambar 4 Kurva Kategori Adopter Inovasi Ponsel di Kampung Beber dan

Kampung Cikupa pada Tahun 2011

1 5

1

29

64

0

10

20

30

40

50

60

70

Innovator Early

Adopter

Early

Majority

Late

Majority

Laggards

Ind

ivid

u y

an

g M

ener

ap

ka

n I

no

va

si

Po

nse

l

Kategori Adopter

persen

Page 71: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

55

Kurva kategori adopter yang terbentuk pada Gambar 4 tidak membentuk

genta (Bell-shape curve), karena tidak mengikuti suatu sebaran normal, sehingga

tidak sejalan dengan asumsi bahwa jika suatu inovasi diperkenalkan kepada suatu

sistem sosial, maka dengan berjalannya waktu akan menemukan bahwa individu

yang mengadopsi inovasi akan semakin bertambah banyak. Hal ini dimungkinkan

karena belum semua warga di dua kampung disurvei, sebagaimana yang telah

dijelaskan pada sub-bab 3.4 tentang Kelemahan Penelitian.

Persentase pada kategori adopter innovator sebesar satu persen, lebih

rendah jika dibandingkan dengan acuan baku Rogers dan Shoemaker (1971), yaitu

2,5 persen. Hal ini diduga disebabkan oleh kondisi nasional pada saat itu (tahun

1995-1998) sedang mengalami krisis moneter, dimana harga berbagai kebutuhan

pokok melonjak tajam. Kondisi tersebut berdampak pada keadaan perekonomian

masyarakat Desa Kemang yang semakin lemah. Harga ponsel pun saat itu masih

relatif mahal dan hanya terdapat di pusat-pusat kota, sehingga sebagian besar

masyarakat tidak mengenal ponsel, kecuali mereka yang tergolong kaya dan

berhubungan dengan orang-orang di luar desa.

Kategori adopter innovator merupakan golongan yang pertama

menerapkan inovasi ponsel dalam kehidupan sehari-harinya. Dia adalah seorang

pengusaha daun pisang setempat yang telah berhasil memenuhi kebutuhan para

konsumen daun pisang hingga ke luar provinsi. Dari total adopter di kedua

kampung, dia tergolong orang paling kaya dengan penguasaan lahan lebih dari

lima hektar dan kepemilikannya atas beberapa benda elektronik dan kendaraan

bermotor. Selanjutnya, pada golongan early adopter terjadi peningkatan

persentase adopter ponsel sekitar empat persen. Namun kategori ini bukan terdiri

dari tokoh masyarakat seperti yang dikemukakan oleh Rogers dan Shoemaker

(1971). Mereka ini adalah pedagang dan PNS yang memiliki tingkat pendidikan

dan tingkat sosial ekonomi yang tinggi, serta berhubungan dengan orang di luar

desa. Kemudian, terjadi penurunan persentase adopter pada kategori early

majority yang diduga disebabkan oleh kemampuan adopter ponsel pada saat itu,

baik secara finansial maupun informasi terkait ponsel masih sangat terbatas.

Selanjutnya, pada kategori late majority dan laggards, terjadi peningkatan

persentase adopter yang tinggi. Dimungkinkan hal ini terjadi karena, beberapa

Page 72: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

56

dari mereka melakukan migrasi ke luar desa, baik untuk urusan pekerjaan maupun

sekolah. Kondisi tersebut didukung oleh masuknya Sekolah Menengah Pertama

dan Sekolah Menengah Atas di Desa Kemang, yang memungkinkan para pelajar

SMP dan SMA memiliki informasi tentang inovasi ponsel dari peer group

mereka. Di samping itu, sarana dan prasarana di Desa Kemang semakin memadai,

dengan dibangunnya BTS yang telah membuka akses adopter ponsel akan

jaringan ponsel itu sendiri. Ponsel dengan berbagai merek dan harga, dari yang

murah hingga yang mahal juga sudah dapat diakses oleh para adopter, sehingga

adopter dengan kondisi ekonomi yang rendah pun dapat menjangkaunya

Setiap kategori adopter memiliki ciri-ciri khusus dan berbeda satu sama

lain, kecuali kategori adopter early majority, late majority, dan laggards yang

memiliki kesamaan baik status sosial ekonomi, pola hubungan maupun sumber

informasi inovasi ponsel, seperti yang terlihat pada Tabel 17.

Tabel 17 Ciri-ciri Kategori Adopter Inovasi Ponsel Dilihat Menurut Kategori

Penerima di Kampung Beber dan Kampung Cikupa Tahun 2011

Ciri-ciri

Kategori Adopter Inovasi Ponsel

Innovator Early

Adopter

Early

Majority

Late

Majority Laggards

Tahun

Mengadopsi

inovasi ponsel

1995-1998 1999-2001 2002-2004 2005-2007 2008-2011

Status sosial

dan ekonomi

tinggi sedang sedang sedang sedang

Pola hubungan

komunikasi

lebih

kosmopolit

dari

kategori lain

lebih lokalit

daripada

innovator,

lebih

kosmopolit

dari kategori

lainnya

lokalit lokalit lokalit

Sumber

informasi

inovasi ponsel

rekan bisnis

di perkotaan

rekan bisnis,

kerja, dan

atau sekolah

di perkotaan

rekan bisnis,

kerja, dan

atau sekolah

di perkotaan

keluarga,

teman

sebaya,

tetangga,

dan media

massa

keluarga,

teman

sebaya,

tetangga,

dan media

massa

Secara umum Rogers dan Shoemaker (1971) membuat generalisasi bahwa

kategori adopter innovator memiliki karakteristik pribadi (variabel pengaruh)

yang lebih tinggi dibanding kategori adopter early adopter dan kemudian diikuti

Page 73: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

57

oleh kategori adopter lainnya. Berdasarkan Tabel 17 dan penjelasan di atas, dapat

disimpulkan bahwa kategori adopter inovasi ponsel di Kampung Beber dan

Kampung Cikupa sesuai dengan generalisasi Rogers dan Shoemaker, karena pada

kategori innovator, status sosial ekonomi berada pada kategori tinggi –yang

dilihat dari penguasaan lahan dan kepemilikan sejumlah benda berharga-, pola

hubungan lebih kosmopolit, dan sumber informasi inovasi ponsel berasal dari

rekan bisnis di perkotaan. Berbeda dengan kategori adopter early adopter, dimana

status sosial ekonominya berada pada kategori sedang, pola hubungannya lebih

lokalit daripada innovator akan tetapi lebih kosmopolit dibanding kategori adopter

lain, dan sumber informasi inovasi ponsel berasal dari rekan bisnis, kerja dan atau

sekolah di perkotaan. Sama halnya dengan kategori early adopter, pada kategori

early majority, late majority, dan laggards status sosial ekonominya berada pada

kategori sedang, namun pola hubungannya lokalit, dan sumber informasi inovasi

ponsel memiliki kesamaan, yaitu: keluarga, teman sebaya, tetangga, dan media

massa. Kecuali pada kategori early majority sumber informasi inovasi ponselnya

sama dengan pada kategori early adopter.

6.3 Laju Adopsi Inovasi Ponsel di Kampung Beber dan Kampung Cikupa

Sebagaimana dikemukakan Rogers dan Shoemaker (1971), laju adopsi

adalah kecepatan relatif dimana suatu inovasi diadopsi oleh anggota-anggota suatu

sistem sosial. Laju adopsi ini diukur sebagai jumlah adopter inovasi dalam suatu

sistem sosial pada periode waktu tertentu. Tabel 18 di bawah ini menyajikan data

adopter di Kampung Beber dan Kampung Cikupa.

Tabel 18 Laju Adopsi Inovasi Ponsel di Kampung Beber dan Kampung Cikupa

pada Tahun 2011

Kampung

Jumlah

Rumahtangga

Adopter Ponsel

Total

Rumahtangga

Laju Adopsi Ponsel

(dalam persen)

Beber 33 118 28

Cikupa 25 150 17

Data pada Tabel 18 menunjukkan bahwa laju adopsi di kedua kampung

rendah, akan tetapi laju adopsi di Kampung Beber lebih tinggi sekitar 11 persen

dibanding adopter yang berada di Kampung Cikupa. Hal ini disebabkan karena

Page 74: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

58

Kampung Beber merupakan pusat kegiatan pemerintahan dan perdagangan di

Desa Kemang, di mana warga masyarakat yang bekerja sebagai PNS dan

pensiunan PNS serta pedagang pengumpul kelas desa berlokasi. sehingga

masyarakatnya diduga lebih terdedah akan berbagai informasi. Selain itu,

masyarakat di Kampung Beber sebagian besar berstatus sosial ekonomi menengah

sampai tinggi. Akses masyarakat terhadap jaringan ponsel pun lebih terbuka,

karena letak BTS XL dan BTS Telkomsel dekat dengan kampung ini. Selanjutnya,

Kampung Cikupa memiliki laju adopsi yang lebih rendah diduga karena sebagian

besar masyarakatnya berstatus sosial ekonomi menengah ke bawah dan wilayah

kampung ini cukup padat penduduk.

Page 75: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

59

BAB VII

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT

KEINOVATIVAN DAN LAJU ADOPSI INOVASI TELEPON SELULER

Bab ini mengemukakan deskripsi serta hasil uji statistik atas sejumlah

hipotesis berkenaan dengan faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat

keinovativan dan laju adopsi inovasi ponsel yang meliputi: karakteristik inovasi

ponsel, tipe PK inovasi ponsel, saluran komunikasi, karakteristik sistem sosial,

promosi oleh agen perubah dan karakteristik individu.

7.1 Hubungan antara Karakteristik Inovasi Ponsel dengan Tingkat

Keinovativan dan Laju Adopsi

Sebelumnya telah dikemukakan bahwa dalam penelitian ini diduga

terdapat hubungan positif antara variabel-variabel pengaruh pada karakteristik

inovasi ponsel –kecuali pada Tingkat Kerumitan dengan Tingkat Keinovativan

dan Laju adopsi. Namun demikian, untuk variabel Tingkat Kemungkinan Dicoba

tidak dapat dilihat hubungannya dengan kedua variabel terpengaruh dalam

penelitian ini, karena data tentang hal tersebut tergolong homogen. Sebagaimana

dikemukakan di depan, hal ini terjadi karena ponsel sudah sangat mudah

dicobakan di Desa Kemang, baik dari ketersediaan jaringan ponsel (adanya 2

BTS), infrastruktur listrik, maupun agen penjual pulsa.

Data berkenaan hubungan antara empat variabel pengaruh pada

karakteristik inovasi ponsel dengan tingkat keinovativan dan laju adopsi inovasi

ponsel di dua kampung di Desa Kemang disajikan pada Tabel 19. Adapun data

pendukung berkenaan semua variabel pengaruh dan terpengaruh dalam penelitian

ini, khususnya menurut tiga kriteria sebagaimana dikemukakan dalam definisi

operasional serta parameter statistiknya dapat dilihat pada Lampiran 3.

Page 76: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

60

Tabel 19 Hubungan antara Karakteristik Inovasi Ponsel dengan Tingkat

Keinovativan dan Laju Adopsi Inovasi Ponsel (dalam persen) Variabel-

variabel Karakteristik

Inovasi

Ponsel

Tingkat Keinovativan (Y1)

Total

Laju Adopsi

(Y2) Total

Rendah Sedang Tinggi Rendah Tinggi

Tingkat Keuntungan Relatif (X1)

Rendah 5,33 6,67 0,00 12,00 4,00 8,00 12,00

Sedang 21,33 33,33 5,33 60,00 33,33 26,67 60,00

Tinggi 5,33 16,00 6,67 28,00 6,67 21,33 28,00

Total 32,00 56,00 12,00 100,0 44,00 56,00 100,0

Tingkat Kesesuaian (X2)

Rendah 5,33 8,00 0,00 13,33 4,00 9,33 13,33

Sedang 8,00 17,33 4,00 29,33 10,67 18,67 29,33

Tinggi 18,67 30,67 8,00 57,33 29,33 28,00 57,33

Total 32,00 56,00 12,00 100,00 44,00 56,00 100,00

Tingkat Kerumitan (X3)

Rendah 17,33 34,67 5,33 57,33 26,67 30,67 57,33

Sedang 10,67 14,67 2,67 28,00 10,67 17,33 28,00

Tinggi 4,00 6,67 4,00 14,67 6,67 8,00 14,67

Total 32,00 56,00 12,00 100,00 44,00 56,00 100,00

Tingkat Kemungkinan Diamati (X5)

Rendah 9,33 9,33 0,00 18,67 10,67 8,00 18,67

Sedang 9,33 18,67 5,33 33,33 20,00 13,33 33,33

Tinggi 13,33 28,00 6,67 48,00 13,33 34,67 48,00

Total 32,00 56,00 12,00 100,00 44,00 56,00 100,00

Berdasarkan data pada Tabel 19 di atas diketahui bahwa secara umum

mayoritas Tingkat Keinovativan adopter ponsel di dua kampung berada pada

kategori sedang, sementara Laju Adopsinya tergolong tinggi, dengan persentase

yang sama untuk kedua variabel terpengaruh tersebut (56 persen). Data pada tabel

di atas memperlihatkan bahwa mayoritas adopter menyatakan bahwa tingkat

kesesuaian dan tingkat kemungkinan diamati inovasi ponsel tergolong tinggi,

dengan persentase berturut-turut sekitar 57 persen dan 48 persen. Sebaliknya,

dalam hal tingkat kerumitan, mayoritas menganggapnya tergolong rendah (57

persen). Namun demikian, adopter yang menyatakan bahwa keuntungan relatif

mengadopsi ponsel tergolong sedang dan tinggi (88 persen). Kondisi ini

mendukung hasil uji korelasi rank Spearman dari empat variabel pengaruh

Page 77: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

61

tersebut dengan Tingkat Keinovativan sebagaimana disajikan pada Lampiran 4.

Pada Lampiran 4 diketahui Tingkat Keinovativan berhubungan nyata dengan

Tingkat Keuntungan Relatif dengan nilai rs= 0,249 pada taraf α= 0,05; sedangkan

Tingkat Kemungkinan Diamati (rs =0,157) dan Tingkat Kerumitan (rs= 0,040)

berhubungan nyata dengan Tingkat Keinovativan berturut-turut pada taraf α= 0,10

dan α= 0,30. Dengan perkataan lain, merujuk pada Purnaningsih (2006), hal

tersebut berarti dengan tingkat signifikansi sebesar 0,05 variabel Tingkat

Keuntungan Relatif dianggap berhubungan dengan Tingkat Keinovativan. Adapun

Tingkat Kemungkinan Diamati (α= 0,10) dan Tingkat Kerumitan (α= 0,30)

berturut-turut dianggap cukup berhubungan dan kurang baik berhubungan dengan

Tingkat Keinovativan.

Dalam hal Laju Adopsi data pada Lampiran 4 memperlihatkan hasil uji

korelasi rank Spearman yang menunjukkan bahwa Tingkat Kemungkinan Diamati

(rs= 0,289) berhubungan nyata dengan Laju Adopsi pada taraf α= 0,05, sedangkan

Tingkat Keuntungan Relatif (rs= 0,162) dan Tingkat Kesesuaian (rs= -0,172)

berhubungan nyata dengan Laju Adopsi pada taraf α= 0,10. Hanya Tingkat

Kerumitan (rs= 0,045) yang berhubungan dengan Laju Adopsi pada taraf α >

0,30. Dengan merujuk pada Purnaningsih (2006), dapat diartikan bahwa Tingkat

Kemungkinan Diamati dengan signifikansi 0,05 dianggap berhubungan dengan

Laju Adopsi. Selanjutnya, variabel-variabel dengan tingkat signifikansi 0,10,

yakni Tingkat Keuntungan Relatif dan Tingkat Kesesuaian dianggap cukup

berhubungan dengan Laju Adopsi. Adapun Tingkat Kerumitan dengan

signifikansi lebih dari 0,30 dianggap sangat tidak berhubungan dengan Laju

Adopsi.

7.2 Hubungan antara Tipe Pengambilan Keputusan Inovasi Ponsel

dengan Tingkat Keinovativan dan Laju Adopsi

Tabel 20 menyajikan data berkenaan hubungan antara variabel Tipe PK

Inovasi Ponsel (X6) dengan Tingkat Keinovativan (Y1) dan Laju Adopsi (Y2).

Sebagaimana terlihat pada tabel tersebut, persentase mereka yang mengadopsi

ponsel karena pihak otoritas sangat rendah; karena mayoritas diantara mereka

memutuskan mengadopsi ponsel atas dasar keputusan kolektif diantara keluarga

inti mereka, diikuti oleh keputusan yang opsional. Sebagaimana telah

Page 78: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

62

dikemukakan sebelumnya, inovasi ponsel bukan inovasi yang diintroduksikan

melalui program pemerintah, sehingga Tipe PK Inovasi Ponsel pada kategori

otoritas tergolong rendah (menjadi minoritas).

Tabel 20 Hubungan antara Tipe PK Inovasi Ponsel dengan Tingkat Keinovativan

dan Laju Adopsi Inovasi Ponsel (dalam persen)

Tipe PK Inovasi

Ponsel (X6)

Tingkat Keinovativan (Y1) Total

Laju Adopsi (Y2) Total

Rendah Sedang Tinggi Rendah Tinggi

Otoritas 0,00 1,33 0,00 1,33 1,33 0,00 1,33

Kolektif 20,00 37,33 2,67 60,00 25,33 34,67 60,00

Opsional 12,00 17,33 9,33 38,67 17,33 21,33 38,67

Total 32,00 56,00 12,00 100,00 44,00 56,00 100,00

Berdasar data pada tabel di atas, diketahui bahwa Tipe PK Inovasi Ponsel

di kalangan adopter ponsel mayoritas tergolong Tipe PK Kolektif, diikuti oleh

Tipe PK Opsional. Hal ini tampaknya berhubungan dengan fakta bahwa mereka

dengan PK Inovasi tipe kolektif terdiri atas adopter yang tidak bekerja, yakni

pelajar dan pekerja keluarga yang memerlukan persetujuan keluarga inti untuk

mengadopsi ponsel, sementara pada mereka dengan Tipe PK opsional sebagian

besar adalah kepala keluarga yang bekerja sebagai PNS, petani dan pedagang.

Hasil uji statistik menunjukkan hubungan Tipe PK Inovasi Ponsel (rs=

0,131) dengan Tingkat Keinovativan menunjukkan hubungan positif pada taraf α=

0,20. Sementara, Tipe PK Inovasi Ponsel (rs= 0,006) berhubungan dengan Laju

Adopsi pada taraf α> 0,30. Dengan merujuk pada Purnaningsih (2006), hal

tersebut berarti bahwa Tipe PK Inovasi Ponsel dianggap kurang baik berhubungan

dengan Tingkat Keinovativan dan sangat tidak baik berhubungan dengan Laju

Adopsi.

7.3 Hubungan antara Saluran Komunikasi dengan Tingkat Keinovativan

dan Laju Adopsi

Diduga terdapat hubungan postif antara variabel pada saluran komunikasi,

yaitu Tingkat Keragaman Sumber Informasi Inovasi Ponsel (X7) dengan Tingkat

Keinovativan (Y1) dan Laju Adopsi (Y2). Tabel 21 memperlihatkan data

berkenaan hubungan antar variabel tersebut di atas.

Page 79: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

63

Tabel 21 Hubungan antara Saluran Komunikasi dengan Tingkat Keinovativan

dan Laju Adopsi Inovasi Ponsel (dalam persen)

Tingkat

Keragaman

Sumber

Informasi (X7)

Tingkat Keinovativan (Y1)

Total

Laju Adopsi (Y2)

Total Rendah Sedang Tinggi Rendah Tinggi

Rendah 10,67 16,00 6,67 33,33 16,00 17,33 33,33

Sedang 13,33 22,67 4,00 40,00 14,67 25,33 40,00

Tinggi 8,00 17,33 1,33 26,67 13,33 13,33 26,67

Total 32,00 56,00 12,00 100,00 44,00 56,00 100,00

Berdasar data tabel di atas, dapat dilihat bahwa Tingkat Keragaman

Sumber Informasi inovasi ponsel bagi adopter ponsel terdistribusi pada ketiga

kelas, meskipun persentase tertinggi berada pada kategori sedang. Sementara itu,

jika dilihat dari hasil uji statistik, Tingkat Keragaman Sumber Informasi Inovasi

Ponsel (rs= -0,067) berhubungan nyata dengan Tingkat Keinovativan pada taraf

α= 0,30 dan berhubungan dengan Laju Adopsi pada taraf α> 0,30 dengan nilai rs=

-0,003. Dengan perkataan lain, merujuk pada Purnaningsih (2006), Tingkat

Keragaman Sumber Informasi dianggap kurang baik berhubungan dengan Tingkat

Keinovativan dan sangat tidak baik berhubungan dengan Laju Adopsi. Hal

tersebut dimungkinkan karena, sebagian besar masyarakat di kedua kampung

membutuhkan waktu dari mulai mendengar hingga memutuskan untuk

mengadopsi ponsel. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, kondisi ekonomi

adopter ponsel di kedua kampung tergolong menengah ke bawah, sehingga

apapun sumber informasinya, tidak berhubungan dengan Tingkat Keinovatifan

dan Laju Adopsi ponsel.

7.4 Hubungan antara Karakteristik Sistem Sosial dengan Tingkat

Keinovativan dan Laju Adopsi

Salah satu faktor yang diduga berhubungan positif dengan kedua variabel

terpengaruh (Y1 dan Y2) adalah variabel-variabel pengaruh pada karakteristik

sistem sosial, yakni Tingkat Ketaatan Individu (X8) dan Tingkat Integrasi

Individu (X9). Data berkenaan dua variabel pengaruh tersebut disajikan pada

Tabel 22 di bawah ini.

Page 80: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

64

Tabel 22 Hubungan antara Karakteristik Sistem Sosial dengan Tingkat

Keinovativan dan Laju Adopsi Inovasi Ponsel (dalam persen)

Variabel-variabel

Karakteristik Sistem

Sosial

Tingkat Keinovativan (Y1) Total

Laju Adopsi (Y2) Total

Rendah Sedang Tinggi Rendah Tinggi

Tingkat Ketaatan Individu (X8)

Rendah 6,67 9,33 4,00 20,00 6,67 13,33 20,00

Sedang 21,33 41,33 6,67 69,33 29,33 40,00 69,33

Tinggi 4,00 5,33 1,33 10,67 8,00 2,67 10,67

Total 32,00 56,00 12,00 100,00 44,00 56,00 100,00

Tingkat Integrasi Individu (X9)

Rendah 30,67 42,67 8,00 81,33 36,00 45,33 81,33

Sedang 1,33 12,00 2,67 16,00 8,00 8,00 16,00

Tinggi 0,00 1,33 1,33 2,67 0,00 2,67 2,67

Total 32,00 56,00 12,00 100,00 44,00 56,00 100,00

Tabel 22 menunjukkan bahwa mayoritas adopter ponsel memiliki Tingkat

Ketaatan Individu dan Tingkat Integrasi Individu yang berturut-turut tergolong

sedang dan rendah. Kondisi ini mendukung hasil uji korelasi rank Spearman pada

Lampiran 4 yang menunjukkan bahwa Tingkat Ketaatan Individu (rs= -0,048)

berhubungan dengan Tingkat Keinovativan pada taraf α> 0,30. Lain halnya

dengan Tingkat Integrasi Individu (rs= 0,270) yang berhubungan dengan Tingkat

Keinovativan pada taraf α= 0,05. Dengan demikian, merujuk pada Purnaningsih

(2006), Tingkat Ketaatan Individu tidak baik berhubungan dengan Tingkat

Keinovativan. Hal ini diduga karena secara umum, adopter ponsel , masih tetap

berkomunikasi secara interpersonal, khususnya dengan sesama anggota

rumahtangga. Rata-rata ponsel hanya digunakan untuk berkomunikasi dengan

saudara, kerabat, dan atau teman yang jaraknya berjauhan dari tempat mereka

tinggal.

Adapun dua variabel karakteristik sistem sosial, yakni Tingkat Ketaatan

Individu (rs= -0,196) berhubungan nyata dengan Laju Adopsi pada taraf α= 0,05

dan Tingkat Integrasi Individu (rs= 0,022) berhubungan dengan Laju Adopsi

pada taraf α> 0,30. Dengan merujuk Purnaningsih (2006), hal tersebut

menggambarkan bahwa Tingkat Ketaatan Individu berhubungan dan signifikan

terhadap Laju Adopsi, sedangkan Tingkat Integrasi Individu tidak baik

Page 81: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

65

berhubungan dan sangat tidak signifikan terhadap Laju Adopsi. Hal ini diduga

karena mayoritas adopter ponsel tidak aktif dalam kelompok /organisasi

kemasyarakatan di desa.

7.5 Hubungan antara Promosi oleh Agen Perubah dengan Tingkat

Keinovativan dan Laju Adopsi

Faktor lainnya yang diduga berhubungan dengan Tingkat Keinovativan

dan Laju Adopsi adalah promosi oleh agen perubah. Adapun variabel pada

promosi oleh agen perubah dalam penelitian ini adalah Frekuensi Pertemuan

dengan Agen Penjual/Jasa Ponsel. Berikut ini disajikan Tabel 23 berkenaan

hubungan Frekuensi Pertemuan dengan Agen Penjual/Jasa Ponsel dengan kedua

variabel terpengaruh.

Tabel 23 Hubungan antara Promosi oleh Agen Perubah dengan Tingkat

Keinovativan dan Laju Adopsi Inovasi Ponsel (dalam persen)

Frekuensi

Pertemuan dengan

Agen Penjual/Jasa

Ponsel (X10)

Tingkat Keinovativan (Y1)

Total

Laju Adopsi (Y2)

Total Rendah Sedang Tinggi Rendah Tinggi

Rendah 25,33 40,00 9,33 74,67 38,67 36,00 74,67

Sedang 2,67 8,00 1,33 12,00 4,00 8,00 12,00

Tinggi 4,00 8,00 1,33 13,33 1,33 12,00 13,33

Total 32,00 56,00 12,00 100,00 44,00 56,00 100,00

Berdasar tabel di atas, Frekuensi Pertemuan dengan Agen Penjual/Jasa

Ponsel mayoritas berada pada kategori rendah, yaitu sekitar 75 persen. Hasil uji

statistik (Lampiran 4) memperlihatkan bahwa Frekuensi Pertemuan dengan Agen

Penjual/Jasa Ponsel (rs= 0,040) berhubungan dengan Tingkat Keinovativan pada

taraf α> 0,30. Merujuk pada Purnaningsih (2006), hal tersebut berarti variabel

Frekuensi Pertemuan dengan Agen Penjual/Jasa Ponsel dianggap tidak baik

berhubungan dan sangat tidak signifikan terhadap Tingkat Keinovativan. Hal ini

dikarenakan para agen penjual/ jasa ponsel, seperti penjual ponsel, penjual pulsa,

penjual aksesosris ponsel, dan tukang service ponsel, tidak aktif memberikan

informasi tentang ponsel. Dalam hal ini, justru individu adopter yang aktif

mencari informasi ketika membutuhkan jasa mereka, misalnya ketika

Page 82: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

66

membutuhkan pulsa atau ketika ponsel yang digunakan mengalami kerusakan.

Sementara, variabel Frekuensi Pertemuan dengan Agen Penjual/Jasa Ponsel (rs=

0,284) berhubungan nyata dengan Laju Adopsi pada taraf α= 0,05, yang berarti

sangat signifikan berhubungan dengan Laju Adopsi.

7.6 Hubungan antara Karakteristik Individu dengan Tingkat

Keinovativan dan Laju Adopsi

Diduga terdapat hubungan positif antara variabel-variabel pengaruh pada

karakteristik individu, yakni Tingkat Pendidikan Formal, Pola Perilaku

Komunikasi, Tingkat Status Sosial Ekonomi, dan Tingkat Kebutuhan Individu

terhadap Inovasi Ponsel dengan Tingkat Keinovativan dan Laju Adopsi. Tabel 24

memperlihatkan data berkenaan hubungan antar variabel tersebut.

Tabel 24 Hubungan antara Karakteristik Individu dengan Tingkat Keinovativan

dan Laju Adopsi (dalam persen)

Variabel-variabel

Karakteristik

Individu

Tingkat Keinovativan (Y1) Total

Laju Adopsi (Y2) Total

Rendah Sedang Tinggi Rendah Tinggi

Tingkat Pendidikan Formal (X11)

Rendah 20,00 34,67 2,67 57,33 29,33 28,00 57,33

Sedang 8,00 9,33 1,33 18,67 8,00 10,67 18,67

Tinggi 4,00 12,00 8,00 24,00 6,67 17,33 24,00

Total 32,00 56,00 12,00 100,00 44,00 56,00 100,00

Pola Perilaku Komunikasi (X12)

Rendah 9,33 21,33 0,00 30,67 13,33 17,33 30,67

Sedang 18,67 24,00 5,33 48,00 21,33 26,67 48,00

Tinggi 4,00 10,67 6,67 21,33 9,33 12,00 21,33

Total 32,00 56,00 12,00 100,00 44,00 56,00 100,00

Tingkat Status Sosial Ekonomi (X13)

Rendah 2,67 10,67 0,00 13,33 6,67 6,67 13,33

Sedang 28,00 36,00 8,00 72,00 36,00 36,00 72,00

Tinggi 1,33 9,33 4,00 14,67 1,33 13,33 14,67

Total 32,00 56,00 12,00 100,00 44,00 56,00 100,00

Tingkat Kebutuhan Individu terhadap Inovasi Ponsel (X14)

Rendah 8,00 8,00 0,00 16,00 4,00 12,00 16,00

Sedang 8,00 14,67 0,00 22,67 12,00 10,67 22,67

Tinggi 16,00 33,33 12,00 61,33 28,00 33,33 61,33

Total 32,00 56,00 12,00 100,00 44,00 56,00 100,00

Page 83: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

67

Berdasarkan data pada Tabel 24 di atas, diketahui bahwa variabel Tingkat

Pendidikan Formal pada karakteristik individu adopter ponsel di kedua kampung

mayoritas tergolong rendah. Adapun variabel-variabel lain pada karakteristik

individu, yaitu Pola Perilaku Komunikasi dan Tingkat Status Sosial Ekonomi

mayoritas tergolong sedang, sedangkan Tingkat Kebutuhan Individu terhadap

Inovasi Ponsel tergolong tinggi.

Hasil uji korelasi rank Spearman (Lampiran 4) menunjukkan bahwa

Tingkat Pendidikan Formal (rs= 0,233), Pola Perilaku Komunikasi (rs= 0,194),

dan Tingkat Kebutuhan Individu terhadap Inovasi Ponsel (rs= 0,265)

berhubungan nyata dengan Tingkat Keinovativan pada taraf α= 0,05. Dengan

demikian, merujuk pada Purnaningsih (2006), dapat dikatakan bahwa ketiga

variabel tersebut berhubungan dan signifikan terhadap Tingkat Keinovativan.

Kecuali Tingkat Status Sosial Ekonomi (rs= 0,155) berhubungan dengan Tingkat

Keinovativan pada taraf α= 0,10, yang berarti Tingkat Status Sosial Ekonomi

dianggap cukup baik berhubungan dan cukup signifikan terhadap Tingkat

Keinovativan.

Selanjutnya, hasil uji korelasi rank Spearman (Lampiran 4) menunjukkan

bahwa Tingkat Status Sosial Ekonomi (rs= 0,227) dan Tingkat Pendidikan Formal

(rs= 0,188) berhubungan nyata dengan Laju Adopsi berturut-turut pada taraf α=

0,05 dan α= 0,10. Sementara itu, Tingkat Kebutuhan Individu terhadap Inovasi

Ponsel (rs= -0,081) dan Pola Perilaku Komunikasi (rs= -0,003) berhubungan

dengan Laju Adopsi berturut-turut pada taraf α= 0,30 dan α> 0,30. Dengan

merujuk Purnaningsih (2006), variabel Tingkat Stastus Sosial Ekonomu dan

Tingkat Pendidikan Formal berhubungan dan signifikan terhadap Laju Adopsi.

Adapun variabel Tingkat Kebutuhan Individu terhadap Inovasi Ponsel dianggap

kurang baik berhubungan dengan Laju Adopsi, sedangkan Pola Perilaku

Komunikasi dianggap sangat tidak baik berhubungan dengan Laju Adopsi.

Page 84: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

68

BAB VIII

POLA PEMANFAATAN DAN ADOPSI BERLEBIHAN TELEPON

SELULER

Penggunaan ponsel di kalangan masyarakat Desa Kemang, khususnya di

Kampung Beber dan Kampung Cikupa, dimanfaatkan secara berbeda oleh setiap

individu adopter. Sehubungan dengan hal tersebut, bab ini akan menjelaskan pola

pemanfaatan ponsel menurut karakteristik kategori adopter yang ada di kalangan

masyarakat Kampung Beber dan Kampung Cikupa, serta memaparkan fenomena

adopsi berlebihan (over adoption) yang terjadi di kalangan masyarakat tersebut.

8.1 Pola Pemanfaatan Ponsel di Kalangan Masyarakat Desa Kemang

Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, ponsel dimanfaatkan oleh

setiap individu dengan cara yang berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan masing-

masing. Tabel 25 di bawah ini, menjelaskan penggunaan ponsel yang berulang-

ulang dan telah menjadi suatu kebiasaan, sehingga disebut pola pemanfaatan

ponsel di Desa Kemang.

Tabel 25 Distribusi Adopter Ponsel menurut Pola Pemanfaatan Ponsel di Desa

Kemang Tahun 2011 (dalam persen)

Pola Pemanfaatan Ponsel Persen

Menelepon/SMS Keluarga Inti 22,67

Menelepon/SMS Teman Sebaya 17,33

Menelepon/SMS Rekan Bisnis/Kerja, Teman Sebaya dan

Saudara Jauh 17,33

Menelepon/SMS Saudara Jauh 16,00

Menelepon/SMS Rekan Bisnis/Kerja 9,33

Menelepon/SMS Keluarga Inti dan Teman Sebaya 9,33

Menelepon/SMS Rekan Bisnis/Kerja dan Keluarga Inti 4,00

Menelepon/SMS Keluarga Inti dan Saudara Jauh 2,67

Mendengar Radio dan Main Game 1,33

Total (persen) 100,00

Total (jumlah) 75

Berdasar pada data tabel di atas, diketahui bahwa mayoritas adopter ponsel

memanfaatkan ponsel untuk berhubungan melalui telepon/SMS dengan keluarga

Page 85: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

69

inti mereka. Dalam hal ini keluarga inti adalah orang tua, suami/istri, kakak/adik,

dan anak yang tinggal di luar desa. Dapat dijumpai beberapa orang istri yang

ditinggal suaminya bekerja di luar kota/negeri atau sebaliknya. Begitu juga antara

orang tua dan anak, dimana terdapat orang tua yang ditinggal anaknya bekerja di

luar kota/negeri atau sebaliknya. Pengeluaran mereka untuk pulsa rata-rata sekitar

Rp 40.000,00 per bulan, akan tetapi untuk adopter yang memiliki keluarga inti

yang menjadi buruh migran di Arab Saudi pengeluarannya dapat mencapai Rp

100.000,00 per bulan. Selanjutnya, di kalangan adopter yang memanfaatkan

ponsel untuk berhubungan dengan teman sebaya saja dan kombinasi antara rekan

bisnis/kerja, teman sebaya, dan saudara jauh memiliki persentase yang sama (17

persen). Mereka biasanya menggunakan ponsel untuk berhubungan dengan

teman sebaya (sesama remaja) yang masih duduk di bangku sekolah untuk

mengobrol seputar kehidupan remaja dan sekolah. Oleh karena rata-rata kartu

provider yang mereka gunakan sama, mereka ini lebih banyak berhubungan

melalui SMS, yang mana provider tersebut memberikan fasilitas paket SMS

sepuasnya ke sesama pengguna dengan tarif Rp 5.000,00 per minggu, sehingga

pulsa yang bisa mereka habiskan dalam sebulan yaitu sekitar Rp 20.000,00

Telepon seluler juga dimanfaatkan oleh sebagian adopter (16 persen)

untuk berhubungan dengan saudara jauh. Biasanya, mereka yang memanfaatkan

ponsel untuk berhubungan dengan saudara jauh, hanya menelepon/SMS untuk

sekedar berbincang-bincang dan saling menanyakan kabar. Sementara itu, adopter

yang memanfaatkan ponsel untuk menelepon/SMS rekan bisnis/kerja saja dan

kombinasi antara keluarga inti dan teman sebaya, memiliki persentase yang sama,

sekitar 9 persen. Mereka terdiri dari adopter yang bekerja sebagai penjahit, guru,

pedangang (pemilik warung) dan pengusaha setempat. Bagi pengusaha setempat,

ponsel sangat berguna bagi mereka untuk berhubungan dengan rekan bisnis di luar

kota, seperti Bandung dan Jakarta. Pengeluaran mereka untuk membeli pulsa pun

terbilang cukup tinggi, yakni sekitar Rp 200.000,00 sampai dengan Rp

1.000.000,00 setiap bulannya, terutama untuk menelepon. Begitu pula bagi

pemilik warung, ponsel bermanfaat untuk berhubungan dengan pasar induk

berkenaan informasi harga barang, sedangkan bagi penjahit, ponsel digunakan

untuk berhubungan dengan para pelanggan yang menggunakan jasa mereka. Di

Page 86: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

70

Kampung Beber terdapat dua orang penjahit, sedangkan di Kampung Cikupa

terdapat tiga orang penjahit. Ponsel juga dimanfaatkan oleh para guru dan kepala

sekolah untuk berhubungan dengan sesama mereka, khususnya untuk

membicarakan sejumlah permasalahan dan kegiatan di sekolah. Setiap bulannya,

pengeluaran mereka untuk pulsa rata-rata sebesar Rp 20.000,000 sampai Rp

50.000,00. Secara rinci, rata-rata pengeluaran pulsa untuk setiap pola

pemanfaatan, dapat dilihat pada Tabel 26 di bawah ini.

Tabel 26 Pengeluaran Pulsa Adopter Ponsel menurut Pola Pemanfaatan Ponsel

di Desa Kemang Tahun 2011 (dalam rupiah)

Pola Pemanfaatan Ponsel Pengeluaran Pulsa

Menelepon/SMS Keluarga Inti 40000-100000

Menelepon/SMS Teman Sebaya 20000-25000

Menelepon/SMS Saudara Jauh 20000-50000

Menelepon/SMS Rekan Bisnis/Kerja 20000-1000000

Selain mereka yang menggunakan ponsel untuk berkomunikasi dengan

individu lain, dalam penelitian ini juga ditemukan adanya adopter ponsel yang

memanfaatkan ponsel sebagai media bisnis, yaitu untuk berdagang pulsa elektrik.

Selain itu, terdapat adopter ponsel yang hanya memanfaatkan ponsel sebagai

media hiburan, yaitu mendengarkan radio dan bermain game.

Berdasar penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pola pemanfaatan

ponsel oleh para adopter di Desa Kemang, khususnya di kedua kampung tersebut

di atas, merupakan kegiatan konsumtif semata. Hanya sebagian kecil dari adopter

yang memanfaatkan ponsel sebagai pendukung kegiatan produktifnya (31 persen).

8.2 Adopsi Berlebihan (Over Adoption) Ponsel di Desa Kemang

Semakin membaiknya kondisi infrastruktur yang didukung oleh

ketersediaan ponsel dengan berbagai merek dan harga, serta masuknya informasi

terkait ponsel dari berbagai tontonan di televisi, telah mampu membuka akses

masyarakat di Kampung Beber dan Kampung Cikupa, untuk mengadopsi ponsel.

Sebagaimana telah dijelaskan di depan, dalam penelitian ini ditemukan

karakteristik adopter ponsel yang heterogen, baik dari kelompok umur, tingkat

pendidikan, jenis pekerjaan serta status bekerja mereka.

Page 87: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

71

Dari observasi diketahui bahwa tidak setiap individu di dua kampung

tersebut menjadi adopter, sementara di pihak lain diantara para adopter ponsel

dimungkinkan ada yang seharusnya tidak mengadopsi ponsel. Kondisi ini

sebenarnya memungkinkan peneliti untuk menganalisis kemungkinan adanya

fenomena adopsi berlebihan di kalangan warga Kampung Beber dan Kampung

Cikupa. Namun demikian, oleh karena dalam penelitian ini peneliti tidak

mewawancarai semua warga yang ada di dua kampung, yaitu Kampung Beber

dan Cikupa, maka pembahasan tentang adopsi berlebihan tidak dapat dilakukan

dengan sempurna. Dengan berbasis pada data berupa adopter ponsel di dua

kampung tersebut, untuk menganalisis ada tidaknya adopsi berlebihan dilakukan

secara kualitatif, yakni dengan menghubungkan kesesuaian pemanfaatan ponsel

(Tabel 25) dengan jenis pekerjaan dan/atau kegiatan produktif dari para adopter

ponsel. Lebih lanjut, berdasar fakta bahwa ada dua kebutuhan yang terpenuhi oleh

adopter ponsel, yakni kebutuhan konsumtif dan produktif, sehingga dengan

demikian, pertimbangan untuk menentukan ada tidaknya kategori adopter

berlebihan adalah dengan menghubungkan penggunaan ponsel, jenis pekerjaan,

dan kategori pemenuhan kebutuhan yang mereka capai. Sehubungan dengan hal

ini, bagi adopter yang memanfaatkan ponsel hanya untuk kegiatan konsumtif

dianggap tidak sesuai dan kemudian dikategorikan sebagai adopter irasional,

sementara bagi adopter yang menggunakan ponsel untuk mendukung kegiatan

produktif dianggap sesuai, dan kemudian dikategorikan sebagai adopter rasional..

Berdasar Tabel 25, telah diketahui terdapat sekitar 31 persen adopter

ponsel yang dapat dikategorikan sebagai adopter rasional. Mereka memanfaatkan

ponsel untuk berhubungan dengan rekan bisnis/kerja saja maupun kombinasinya.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, mereka ini adalah para pengusaha,

pemilik warung, guru (baik PNS maupun honor), dan penjahit. Ponsel sangat

membantu mereka dalam melaksanakan pekerjaannya. Oleh sebab itu,

pemanfaatan ponsel oleh adopter tersebut dianggap sesuai dengan jenis

pekerjaannya yakni ponsel dimanfaatkan untuk kegiatan produktif.

Sebenarnya, dalam penelitian ini dijumpai sejumlah remaja yang

memanfaatkan ponsel untuk berhubungan dengan teman sekolahnya berkenaan

dengan urusan sekolah, seperti berbagi informasi tentang pekerjaan atau tugas

Page 88: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

72

rumah. Akan tetapi, persentase mereka terbilang kecil (23 persen) dibanding

mereka yang memanfaatkan ponsel untuk mengobrol dan bergosip. Yang menarik

adalah adanya sejumlah orangtua mereka yang mengeluh terkait persoalan

pengeluaran rumahtangga untuk pulsa yang sangat tinggi. Ini berarti bahwa

pemanfaatan ponsel di kalangan remaja cenderung tergolong konsumtif.

Penelitian ini juga menemukan seorang pelajar sekolah dasar yang telah

memiliki dan menggunakan ponsel, namun ia jarang menggunakan ponselnya

untuk menghubungi teman-teman sebayanya, karena ia tidak memiliki ponsel.

Sebenarnya adopter ini juga tidak mampu membeli pulsa untuk ponselnya, karena

ia berasal dari keluarga yang kondisi ekonominya kurang. Kemampuannya

mengoperasikan berbagai fitur dalam ponselnya pun terbatas, sehingga pola

pemanfaatan ponsel tidak terlalu jelas. Di samping itu, terdapat pula adopter

ponsel remaja yang tidak melanjutkan sekolahnya, namun juga tidak bekerja.

Dalam kesehariannya, mereka hanya diam di rumah atau sekedar ngobrol-ngobrol

di warung. Biasanya ponsel digunakan untuk berhubungan dengan teman-teman

mereka, akan tetapi obrolan yang dilakukan baik melalui telepon atau SMS lebih

pada kepentingan “curhat” dan bergosip . Hal tersebut dapat menunjukkan bahwa

mereka ini belum sesuai dalam memanfaatkan ponsel.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat sekitar 19 persen adopter

yang memanfaatkan ponsel untuk berhubungan dengan saudara jauh saja maupun

kombinasinya dengan keluarga inti. Berhubungan dengan saudara jauh merupakan

kebutuhan mendasar bagi mereka, karena hanya dengan melalui ponsel, mereka

dapat menjalin silaturahmi dengan baik. Sebagaimana yang dijelaskan

sebelumnya, bahwa Desa Kemang merupakan desa yang terpencil, sehingga

sebelum menggunakan ponsel, para adopter kesulitan untuk berhubungan dengan

saudara mereka yang berada di luar desa. Mereka hanya bisa bertemu setahun

sekali, ketika merayakan hari raya. Oleh karena itu, golongan ini dapat

dikategorikan sebagai adopter rasional.

Page 89: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

73

BAB IX

KESIMPULAN DAN SARAN

9.1 Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju adopsi ponsel di Kampung Bebr

dan Cikupa tergolong rendah, namun laju adopsi ponsel di Kampung Beber

sekitar 22 persen, atau lebih tingi 11 persen dibandingkan adopter di Kampung

Cikupa. Hal ini berhubungan dengan perbedaan karakteristik adopter di kedua

kampung tersebut, di mana adopter di Kampung Beber terdiri atas mereka yang

berstatus sosial ekonomi lebih tinggi dibanding mereka yang ada di Kampung

Cikupa; sebagian besar diantara mereka bekerja sebagai PNS, pedagang dan

pelajar dan pedagang.

Meskipun diantara warga Desa Kemang mulai terdedah informasi ponsel

sejak 15 tahun yang lalu, namun sebagian besar warga desa ini menjadi adopter

ponsel sejak berdirinya BTS XL dan BTS Telkomsel yang dibangun berturut-

turut pada tahun 2008 dan 2010. Adopsi ponsel oleh warga di kedua kampung

semakin meningkat sejalan dengan bertambahnya waktu dari mulai tahun 1995

sampai 2011. Meskipun secara akumulatif “plot” adopter ponsel membentuk

kurva penerimaan inovasi ponsel yang membentuk kurva S, namun adopter

ponsel terbanyak terjadi pada tahun 2010.

Dalam penelitian ini “plot” atas kategori adopter tidak berhasil membentuk

kurva berbentuk Genta, antara lain karena contoh dalam penelitian ini tidak

mencakup semua adopter ponsel di dua kampung. Hal ini menyebabkan kategori

adopter ponsel yang tidak mengikuti sebaran normal. Berbasis interval waktu

selang tiga tahun, inovator (adopter pada periode tahun 1995-1998) dan penganut

awal terbanyak atau early majority (adopter periode tahun 2002-2004) masing-

masing sebesar satu persen. Sementara penganut dini atau early adopter (adopter

pada periode tahun 1999-2001) sebesar lima persen. Adapun penganut lambat

terbanyak atau late majority (adopter pada periode tahun 2005-2007) dan kaum

penolak laggards (periode tahun 2008-2011) berturut-turut sebesar 29 persen dan

64 persen. Namun demikian, kategori adopter di dua kampung menunjukkan

karakteristik yang cenderung sesuai dengan generalisasi Rogers dan Shoemaker

Page 90: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

74

(1971), dimana adopter yang tergolong inovator memiliki karakteristik pribadi

yang lebih tinggi dibanding semua kategori adopter lainnya.

Dari 14 variabel bebas yang diduga berhubungan dengan Tingkat

Keinovativan, hanya enam variabel yang berhubungan nyata dengan tingkat

keinovativan pada taraf α= 0,05, yaitu Tingkat Keuntungan Relatif (rs= 0,249),

Tingkat Integrasi Individu (rs= 0,270), Tingkat Pendidikan Formal (rs= 0,233),

Pola Perilaku Komunikasi (rs= 0,194), dan Tingkat Kebutuhan Individu terhadap

Inovasi Ponsel (rs= 0,265). Adapun sejumlah variabel lainnya yang berhubungan

dengan Tingkat keinovativan pada taraf α= 0,10 adalah Tingkat Kemungkinan

Diamati (rs= 0,157) dan Tingkat Status Sosial Ekonomi (rs= 0,155). Sementara itu,

Tipe PK Inovasi Ponsel (rs= 0,131) dan Tingkat Keragaman Sumber Informasi

Inovasi Ponsel (rs= -0,067) berhubungan dengan Tingkat Keinovativan pada taraf

α= 0,20-0,30. Variabel bebas selainnya, yakni Tingkat Kesesuaian, , Tingkat

Kerumitan, Tingkat Ketaatan Individu , dan Frekuensi Pertemuan dengan Agen

Penjual/Jasa Ponsel tidak berhubungan dengan Tingkat Keinovativan.

Hanya empat variabel bebas yang berhubungan dengan Laju Adopsi pada

taraf α= 0,05, yakni Tingkat Kemungkinan Diamati (rs= 0,289), Tingkat Ketaatan

Individu (rs= -0,196), Frekuensi Pertemuan dengan Agen Penjual/Jasa Ponsel (rs=

0,284), dan Tingkat Status Sosial Ekonomi (rs= 0,227). Tiga variabel bebas

lainnya berhubungan berhubungan dengan Laju Adopsi pada taraf α= 0,10, yaitu

Tingkat Keuntungan Relatif (rs= 0,162), Tingkat Kesesuaian (rs= -0,172), dan

Tingkat Pendidikan Formal (rs= 0,188). Adapun Tingkat Kebutuhan Individu

terhadap Inovasi Ponsel berhubungan pada taraf α= 0,20-0,30 (rs= -0,081).

Selainnya, yakni Tingkat Kerumitan. Tipe Pengambilan Keputusan Inovasi,

Tingkat Keragaman Sumber Informasi Inovasi Ponsel, Tingkat Integrasi Individu

dan Pola Perilaku Komunikasi tidak berhubungan dengan Laju Adopsi.

Terdapat sembilan pola pemanfaataran ponsel dikalangan adopter ponsel

di dua kampung. Persentase tertingi (22 persen) adalah adopter ponsel yang

memanfaatkan ponsel untuk menilpon dan/atau SMS dengan keluarga inti.

Selainnya menelepon/SMS kepada teman sebaya serta kombinasi antara rekan

bisnis, teman sebaya dan saudara jauh (masing-masing 17,33 persen), saudara

Page 91: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

75

jauh saja (16 persen), serta kepada rekan bisnis saja dan kombinasi kepada

keluarga inti dan teman sebaya masing-masing 9,33 persen.

Secara umum, adopter ponsel memanfaatkan ponsel hanya untuk

memenuhi kebutuhan konsumtif. Oleh karena itu, hanya terdapat 31 persen yang

tergolong adopter rasional, yakni mereka yang mengadopsi ponsel semata-mata

untuk kebutuhan produktif; sementara 69 persen tergolong tidak rasional.

9.2 Saran

Adanya pola pemanfaatan ponsel yang belum optimal dan adanya gejala

adopsi berlebihan (over adoption) ponsel menunjukkan masih rendahnya

pemanfaatan ponsel oleh masyarakat perdesaan, khususnya di Desa Kemang..

Oleh karena itu perlu adanya pemangku kepentingan (stakeholders) yang dapat

memasilitasi warga untuk memanfaatkan ponsel secara lebih produktif, seperti

Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur yang dapat memasilitasi warga untuk akses

terhadap aplikasi ponsel yang menyediakan berbagai informasi terkait kegiatan

produktif masyarakat Kemang dan meningkatkan pemanfaatan ponsel dalam

jaringan yang lebih mapan, yakni sebagai bagian dari cyber extension bagi

masyarakat petani.

Adanya adopter ponsel yang belum akses terhadap beragam fitur, misalnya

internet, memungkinkan dilakukannya sosialisasi pemanfaatan fitur tersebut ,

terutama bagi para guru sekolah dan murid SLTP dan SMU yang dapat

meningkatkan akses mereka terhadap ilmu pengetahuan.

Menyadari adanya keterbatasan waktu pelaksanaan penelitian (hanya

sebulan) dan perlunya waktu untuk membina hubungan baik dengan subyek

penelitian (rapport) yang menghambat terhadap penerapan metodologi penelitian

terkait studi difusi inovasi ponsel ini, diperlukan suatu kebijakan Departemen

Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, FEMA IPB yang memberi

izin waktu penelitian yang sesuai dengan kebutuhan peneliti.

Page 92: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

76

DAFTAR PUSTAKA

[BAPPENAS] Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional. 2010. Peraturan

Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010-2014. [Internet].

[dikutip 21 Januari 2011]. Dapat diunduh dari:

http://www.scribd.com/doc/57733200/buku-i-20100205103521-0

[MENDAGRI] Menteri Dalam Negeri. 2009. Peraturan Menteri Dalam Negeri

Nomor 12 Tahun 2007 tentang Daftar Isian Potensi Desa Kemang. Cianjur [ID]:

MENDAGRI.

Agussabti. 2002. Kemandirian Petani dalam Pengambilan Keputusan Adopsi

Inovasi (Kasus Petani Sayuran di Propinsi Jawa Barat). [disertasi]. Bogor [ID].

Institut Pertanian Bogor. 325 hal.

Efendi S, Singarimbun M. 1989. Metode Penelitian Survei. Jakarta [ID]: LP3ES.

329 hal.

Haraito G, Hidayat SN. 2010 3 Des. Operator Tetap Andalkan Pelanggan Pra

Bayar. [Internet]. [diunduh 7 Februari 2011]. Kontan. Industri: [tidak ada nomor

halaman dan kolom]. Dapat diunduh dari:

http://industri.kontan.co.id/v2/read/industri/53737/Operator-tetap-andalkan-

pelanggan-prabayar

Lubis DP. 2009. Pendahuluan. Dalam (?) Hubeis AVS, editor. Dasar-Dasar

Komunikasi. Cetakan ke-1. Bogor [ID]: SKPM IPB Press. 381 hal.

Lutfiyah U. 2007. Persepsi dan Perilaku Remaja dalam Menggunakan Ponsel

(Kasus: Remaja SMA Kornita Bogor). [skripsi]. Bogor [ID]. Institut Pertanian

Bogor. 53 hal.

Mugniesyah SSM. 2006. Materi Bahan Ajar Ilmu Penyuluhan. Bogor [ID]: Sains

KPM IPB Press. 235 hal.

. 2007 . Access to Land in Sundanese Community: A Case

Study of Upland Peasant Households in Kemang Village, West Java, Indonesia.

Southeast Asian Studies. 44(44): 519-544

.2007. Sundanese Kinship: A Case in an Upland Peasant

Community in Kemang Village, West Java, Indonesia . Paper presented at the

Group III Workshop : Socio economic Studies on Sustainable Development in

Rural Indonesia. A Cooperative Research on Harmonization Between

Development and Environment in Biological Production between the University

of Tokyo and and Bogor Agricultural University (IPB), Tokyo 11-12 Februari

2007. Tokyo [JP]: The JSPS-DGHE Core University Program.

Page 93: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

77

Mugniesyah SSM 2009. Media Komunikasi dan Komunikasi Massa. Dalam

Hubeis AVS, editor. Dasar-dasar Komunikasi Cetakan ke-1. Bogor [ID]: SKPM

IPB Press. 381 hal.

Mugniesyah SS, Lubis DP. 1990. Studi Hubungan Tipe Pengambilan Keputusan

Inovasi Supra Insus dengan Adopsi Supra Insus di Tingkat Petani dan Kelompok

Tani (Studi Kasus di WKPP Tambakdahan dan WKPP Mariuk, KPP Binong

Subang Jawa Barat). Bogor [ID]: Pusat Studi Pembangunan Lembaga Penelitian

IPB.

Mugniesyah SSM, Mizuno K. 2003. Gender in Sustainability of Local

Organizations and Institutions (A Case In Two Upland Village of West Java).

Hayashi Y, Manuwoto S, Hartono S, editor. Sustainable Agricultural in Rural

Indonesia. Yogyakarta [ID]: Gadjah Mada University Press. 468 hal.

Mulyandari. 2006. Sikap dan Perilaku Mahasiswa terhadap Penggunaan Ponsel

(Kasus: Mahasiswa Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat,

Institut Pertanian Bogor). [skripsi]. Bogor [ID]. Institut Pertanian Bogor. 80 hal.

Novarianto R. 1999. Adopsi Inovasi Teknologi TABELA bagi Petani Padi Sawah

(Kasus Petani Padi Sawah di Kecamatan Tapa, Kabupaten Gorontalo, Sulawesi

Utara). [tesis]. Bogor [ID]. Institut Pertanian Bogor. 97 hal.

Novita A. 2010 23 Okt. Bahaya Penggunaan Handphone. [Internet]. [diunduh 15

Februari 2011]. Kompasiana. Teknologi: [tidak ada nomor halaman dan kolom].

Dapat diunduh dari: http://teknologi.kompasiana.com/gadget/2010/10/23/bahaya-

penggunaan-handphone/

Nugraha GK. 2010. Studi Difusi Inovasi System of Rice Intensification (SRI) di

Kabupaten Tasikmalaya (Kasus di Dusun Muhara Desa Banjarsari Kecamatan

Sukaresik Provinsi Jawa Barat). [skripsi]. Bogor [ID]. Institut Pertanian Bogor. 82

hal.

Prayifto R. 2010. Sikap dan Perilaku Remaja Desa dalam Menggunakan Ponsel

(Studi Kasus Remaja Desa Cihideung Ilir Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor

Provinsi Jawa Barat). [skripsi]. Bogor [ID]. Institut Pertanian Bogor. 107 hal.

Purnaningsih N. 2006. Adopsi Inovasi Kemitraan Agribisnis Sayuran di Propinsi

Jawa Barat.[disertasi]. Bogor [ID]. Institut Pertanian Bogor. 240 hal.

Rangkuti PA. 2007. Jaringan Komunikasi Petani dalam Adopsi Inovasi Teknologi

Pertanian (Kasus Adopsi Inovasi Traktor Tangan di Desa Neglasari, Kecamatan

Bojongpicung, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat). [tesis]. Bogor [ID]

Institut Pertanian Bogor. 150 hal.

Rusli S. 1995. Pengantar Ilmu Kependudukan. Edisi Revisi. Jakarta [ID]: PT.

Pusaka LP3ES. 173 hal.

Page 94: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

78

Sadono D. 1999. Tingkat Adopsi Inovasi Pengendalian Hama Terpadu oleh Petani

(Kasus di Kabupaten Karawang, Jawa Barat). [tesis]. Bogor [ID]. Institut

Pertanian Bogor. 93 hal.

Sastramihardja H, Veronica A. 1976. Adopsi Panca Usaha Pertanian di Desa

Babakan. Gunardi, editor. Kumpulan Bahan Bacaan Dasar-dasar Penyuluhan

Pertanian. Bogor [ID]: Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian IPB. 245

hal.

Soewardi H. 1972. Penyebaran Inovasi dari Lapisan Atas ke Lapisan Bawah.

Sayogyo, Sayogyo P. Sosiologi Pedesaan: Kumpulan Bacaan Jilid 1. Yogyakarta

[ID]: Gadjah Mada University Press. 205 hal.

Sugiyono 2004. Accidental Sampling. [Internet]. [diunduh 11 Agustus 2011].

Infoskripsi. Glossary: [tidak ada nomor halaman dan kolom]. Dapat diunduh dari:

http://www.infoskripsi.com/component/option,com_glossary/Itemid,62/catid,24/f

unc,view/term,accidental%20sampling/

Utaminingsih IA. 2006. Pengaruh Penggunaan Ponsel pada Remaja terhadap

Interaksi Sosial Remaja (Kasus SMUN 68, Salemba Jakarta Pusat, DKI Jakarta).

[skripsi]. Bogor [ID]. Institut Pertanian Bogor. 90 hal.

Wahyuni ES. forthcoming. Pedoman Teknik Penulisan Laporan Studi Pustaka.

Bogor [ID]: Sains KPM IPB Press. 49 hal.

Page 95: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

79

Lampiran 1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian Difusi Inovasi Telepon Seluler di Kalangan Masyarakat Perdesaan Tahun 2011

Kegiatan Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus

Keterangan 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Penyusunan Proposal

Skripsi

Kolokium

Perbaikan Proposal

Pengumpulan Data di

Lapangan

Pengolahan dan Analisis

Data

Penulisan Draft Skripsi

Konsultasi dan Perbaikan

Skripsi

Uji Petik

Ujian Skripsi

Perbaikan dan

Penggandaan Skripsi

Page 96: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

80

Kabupaten Bandung

Lampiran 2. Denah Desa Kemang, Kecamatan Bojongpicung, Kabupaten Cianjur

Page 97: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

81

Lampiran 3. Adopter Inovasi Ponsel Menurut Kategori Kriteria dari Semua Variabel Pengaruh dan Variabel Terpengaruh

Variabel-variabel

Kategori (dalam persen) Parameter Statistik

Rendah Sedang Tinggi Minimal Maksimal Rata-

rata

St.

deviasi

Tingkat Keuntungan Relatif (X1) 12 60 28

Tingkat Kesesuaian (X2) 14 29 57

Tingkat Kerumitan (X3) 57 28 15

Tingkat Kemungkinan Dicoba (X4) 100

Tingkat Kemungkinan Diamati (X5) 19 33 48

Tipe Pengambilan Keputusan Inovasi Ponsel (X6) 1 60 39

Tingkat Keragaman Sumber Informasi Inovasi Ponsel (X7) 33 40 27

Tingkat Ketaatan Individu terhadap Komunikasi Interpersonal

(X8) 20 69 11

Tingkat Integrasi Individu (X9) 81 16 3 2 8 3 2

Frekuensi Pertemuan dengan Agen Penjual/Jasa Ponsel (X10) 75 12 13 0 30 5 5

Tingkat Pendidikan Formal (X11) 16 23 61

Pola Perilaku Komunikasi (X12) 31 48 21 3 28 15 6

Tingkat Status Sosial Ekonomi (X13) 57 19 24 4 12 8 2

Tingkat Kebutuhan Individu terhadap Inovasi Ponsel (X14) 13 77 10

Tingkat Keinovativan (Y1) 32 56 12 0 16 13 3

Laju Adopsi (Y2) 44 56

Page 98: DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER DI PERDESAAN · melatarbelakangi pentingnya penelitian difusi ... sementara tingkat sekolah dasar di SD ... ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan

82

Lampiran 4. Hasil Uji Korelasi Rank Spearmen antara Variabel-variabel Pengaruh dengan

Variabel Terpengaruh

Variabel-variabel

Difusi Inovasi Ponsel

Tingkat Keinovativan

(Y1) Laju Adopsi (Y2)

rs sig rs sig

Karakteristik Inovasi Ponsel)

Tingkat Keuntungan Relatif (X1) 0,249 0,016* 0,162 0,082**

Tingkat Kesesuaian (X2) 0,049 0,339 -0,172 0,070**

Tingkat Kerumitan (X3) 0,040 0,367 0,045 0,351

Tingkat Kemungkinan Diamati (X5) 0,157 0,089** 0,289 0,006*

Tipe Pengambilan Keputusan Inovasi Ponsel

Tipe Pengambilan Keputusan Inovasi Ponsel (X6) 0,131 0,131*** 0,006 0,480

Saluran Komunikasi

Tingkat Keragaman Sumber Informasi Inovasi Ponsel (X7) -0,067 0,284*** -0,003 0,489

Karakteristik Sistem Sosial

Tingkat Ketaatan Individu terhadap Komunikasi

Interpersonal (X8) -0,048 0,342 -0,196 0,046*

Tingkat Integrasi Individu (X9) 0,270 0,010* 0,022 0,426

Promosi oleh Agen Perubah

Frekuensi Pertemuan dengan Agen Penjual/Jasa Ponsel

(X10) 0,040 0,368 0,284 0,007*

Karakteristik Individu

Tingkat Pendidikan Formal (X11) 0,233 0,022* 0,188 0,054**

Pola Perilaku Komunikasi (X12) 0,194 0,048* -0,003 0,489

Tingkat Status Sosial Ekonomi (X13) 0,155 0,093** 0,227 0,025*

Tingkat Kebutuhan Individu terhadap Inovasi Ponsel (X14) 0,265 0,011* -0,081 0,244***

Keterangan: * Signifikansi α= 0,05 (mempengaruhi dan signifikan)

** Signifikansi α= 0,10 (cukup mempengaruhi dan cukup signifikan)

*** Signifikansi α= 0,20 sampai α= 0,30 (kurang baik mempengaruhi dan tidak signifikan)

Signifikansi α> 0,30 (tidak baik mempengaruhi dan sangat tidak signifikan)