DIBALIK RUSAKNYA HUTAN INDONESIA -...

16
1 intip hutan | april 2003 L aju kerusakan hutan di Indonesia tercatat tidak kurang dari 2 juta ha per tahun. Faktor penyebab besarnya laju kerusakan hutan di Indonesia menurut Forest Watch Indonesia dalam buku Potret Keadaan Hutan Indonesia sebagian besar merupakan akibat dari suatu sistem politik dan ekonomi yang korup, yang menganggap sumber daya alam khususnya hutan sebagai sumber pendapatan untuk dieksploitasi bagi kepentingan politik dan pribadi. Hak Pengusahaan Hutan (HPH) Betapa tidak, pada akhir tahun 1960- an, kebijakan yang ditetapkan untuk memperkuat sektor perekonomian adalah dengan mengambil langkah cepat yakni membangun dan menciptakan kerangka kerja legal yang memungkinkan perusahaan swasta untuk memanen dan mengeskpor kayu. Sumatera dan Kalimantan adalah target pertama dalam eksploitasi hutan karena keduanya mempunyai persediaan spesies pohon bernilai ekonomis tinggi yang terbanyak dan letaknya dekat dengan pasar Asia. Berpedoman pada UU Kehutanan tahun 1967 yang memberikan dasar hukum pemberian hak pemanenan kayu, maka berdirilah perusahaan HPH yang mempunyai hak untuk mengelola hutan selama 20 tahun tak lama setelah peraturan tersebut diundangkan. Pada kurun waktu 1969-1974 tercatat dalam satu propinsi saja yaitu Kalimantan Timur memiliki 11 juta ha konsesi HPH. Pada tahun 1967, penebangan kayu bulat tercatat hanya 4 juta m 3 dari hutan-hutan di Indonesia. Angka ini melesat pada tahun 1977 dimana produksi kayu bulat Indonesia mencapai 28 juta m 3 dan sedikitnya 75% kayu tersebut diekspor. Predikat negara produsen kayu bulat tropis dunia diperoleh tahun 1979 dimana Indonesia menguasai 41% pangsa pasar dunia senilai 2.1 miliar dolar. Pendapatan negara pun melonjak dari 6 juta dolar pada tahun 1966 menjadi lebih dari 564 juta dolar pada tahun 1974. Diterapkannya kebijakan larangan ekspor kayu bulat pada awal tahun 1980-an, menciptakan sejumlah kecil perusahaan-perusahaan perkayuan raksasa yang mengkonsentrasikan diri pada produksi kayu lapis. Konsentrasi industri ini didorong lebih lanjut oleh peraturan mengenai HPH yang mengharuskan perusahaan yang meminta izin konsesi HPH untuk memiliki atau menjalin hubungan dengan perusahaan lain yang memiliki pabrik pengolahan kayu. Aturan ini menyebabkan pembatasan kepemilikan HPH pada kelompok perusahaan besar yang memiliki pabrik kayu lapis. DIBALIK RUSAKNYA HUTAN INDONESIA Industri kayu yang ada, terkonsentasi di tangan sejumlah kecil perusahaan yang mempunyai hubungan dengan pemerintah waktu itu. Pada tahun 1994, 10 kelompok perusahaan terbesar mengontrol 28 juta ha (45 %) konsesi HPH. Perusahaan-perusahaan ini membentuk suatu kartel (Apkindo) yang membuat Indonesia menjadi produsen kayu lapis terbesar didunia dan berhasil meningkatkan harga kayu lapis internasional. Keluarga Soeharto dan kerabat dekatnya adalah para pemain penting dalam industri ini. Menurut Indonesian Corruption Watch , keluarga Soeharto saja mengontrol lebih dari 4.1 juta hektar. Tahun 1995, ada sekitar 585 konsesi HPH, yang luasnya mencakup 63 juta ha di seluruh Indonesia. Namun demikian pada pertengahan tahun 1990-an beberapa izin HPH dicabut, sebagian karena pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pemegang konsesi HPH dan sebagian karena nilai tegakan pohon di banyak konsesi HPH menurun, sehingga mengurangi daya tariknya sebagai kegiatan komersial jangka panjang. Pencabutan izin tersebut tidak berarti perusahaan menghentikan penebangan. Sejumlah HPH yang periode kontrak 20 tahunnya telah berakhir, dialihkan ke lima perusahaan milik negara (Inhutani I sampai V) atau dibentuk kembali menjadi perusahaan patungan antara pemerintah-swasta dan salah satu dari badan usaha milik negara ini. Laju deforestasi yang sedang terjadi sekarang ini tidak kurang dari 2 juta hektar per tahun, atau dua kali lebih cepat dibandingkan dengan laju deforestasi pada tahun 1980-an Kondisi Hutan di Kab. Rokan Hilir Setelah pohon habis, hanya inilah yang tersisa Bagian Pertama

Transcript of DIBALIK RUSAKNYA HUTAN INDONESIA -...

1intip hutan | april 2003

Laju kerusakan hutan diIndonesia tercatat tidak kurangdari 2 juta ha per tahun. Faktor

penyebab besarnya laju kerusakanhutan di Indonesia menurut ForestWatch Indonesia dalam buku PotretKeadaan Hutan Indonesia sebagianbesar merupakan akibat dari suatusistem politik dan ekonomi yangkorup, yang menganggap sumber dayaalam khususnya hutan sebagai sumberpendapatan untuk dieksploitasi bagikepentingan politik dan pribadi.

Hak Pengusahaan Hutan (HPH)

Betapa tidak, pada akhir tahun 1960-an, kebijakan yang ditetapkan untukmemperkuat sektor perekonomianadalah dengan mengambil langkahcepat yakni membangun danmenciptakan kerangka kerja legal yangmemungkinkan perusahaan swastauntuk memanen dan mengeskpor kayu.Sumatera dan Kalimantan adalah targetpertama dalam eksploitasi hutankarena keduanya mempunyaipersediaan spesies pohon bernilaiekonomis tinggi yang terbanyak danletaknya dekat dengan pasar Asia.

Berpedoman pada UU Kehutanantahun 1967 yang memberikan dasarhukum pemberian hak pemanenankayu, maka berdirilah perusahaan HPHyang mempunyai hak untuk mengelolahutan selama 20 tahun tak lama setelahperaturan tersebut diundangkan. Padakurun waktu 1969-1974 tercatat dalamsatu propinsi saja yaitu KalimantanTimur memiliki 11 juta ha konsesiHPH.

Pada tahun 1967, penebangan kayubulat tercatat hanya 4 juta m3 darihutan-hutan di Indonesia. Angka inimelesat pada tahun 1977 dimanaproduksi kayu bulat Indonesiamencapai 28 juta m3 dan sedikitnya

75% kayu tersebut diekspor. Predikatnegara produsen kayu bulat tropisdunia diperoleh tahun 1979 dimanaIndonesia menguasai 41% pangsapasar dunia senilai 2.1 miliar dolar.Pendapatan negara pun melonjak dari6 juta dolar pada tahun 1966 menjadilebih dari 564 juta dolar pada tahun1974.

Diterapkannya kebijakan laranganekspor kayu bulat pada awal tahun1980-an, menciptakan sejumlah kecilperusahaan-perusahaan perkayuanraksasa yang mengkonsentrasikan diripada produksi kayu lapis. Konsentrasiindustri ini didorong lebih lanjut olehperaturan mengenai HPH yangmengharuskan perusahaan yangmeminta izin konsesi HPH untukmemiliki atau menjalin hubungandengan perusahaan lain yang memilikipabrik pengolahan kayu. Aturan inimenyebabkan pembatasan kepemilikanHPH pada kelompok perusahaanbesar yang memiliki pabrik kayu lapis.

DIBALIK RUSAKNYAHUTAN INDONESIA

Industri kayu yang ada, terkonsentasidi tangan sejumlah kecil perusahaanyang mempunyai hubungan denganpemerintah waktu itu. Pada tahun1994, 10 kelompok perusahaanterbesar mengontrol 28 juta ha (45 %)konsesi HPH. Perusahaan-perusahaanini membentuk suatu kartel (Apkindo)yang membuat Indonesia menjadiprodusen kayu lapis terbesar diduniadan berhasil meningkatkan harga kayulapis internasional. Keluarga Soeharto

dan kerabat dekatnya adalah parapemain penting dalam industri ini.Menurut Indonesian CorruptionWatch, keluarga Soeharto sajamengontrol lebih dari 4.1 juta hektar.

Tahun 1995, ada sekitar 585 konsesiHPH, yang luasnya mencakup 63 jutaha di seluruh Indonesia. Namundemikian pada pertengahan tahun1990-an beberapa izin HPH dicabut,sebagian karena pelanggaran hukumyang dilakukan oleh pemegang konsesiHPH dan sebagian karena nilai tegakanpohon di banyak konsesi HPHmenurun, sehingga mengurangi dayatariknya sebagai kegiatan komersialjangka panjang. Pencabutan izintersebut tidak berarti perusahaanmenghentikan penebangan. SejumlahHPH yang periode kontrak 20tahunnya telah berakhir, dialihkan kelima perusahaan milik negara (InhutaniI sampai V) atau dibentuk kembalimenjadi perusahaan patungan antarapemerintah-swasta dan salah satu daribadan usaha milik negara ini.

Laju deforestasi yang sedang terjadi sekarang ini tidakkurang dari 2 juta hektar per tahun, atau dua kali lebih cepatdibandingkan dengan laju deforestasi pada tahun 1980-an

Kondisi Hutan di Kab. Rokan HilirSetelah pohon habis, hanya inilah yang tersisa

Bagian Pertama

2 intip hutan | april 2003

Pada pertengahan 1998, 39 juta hatetap berada seluruhnya di tangan parapemegang konsesi HPH swasta,sedangkan 14 juta ha dikelola oleh limaperusahaan Inhutani, 8 juta ha beradadibawah perusahaan patunganpemerintah-swasta, dan 8 juta halainnya telah dicanangkan untukkonversi ke penggunaan nonkehutanan. Angkatan bersenjata(ABRI) juga mendapatkan keuntungandari redistribusi konsesi HPH ini.Konsesi mereka bertambah hampir duakali lipat menjadi 1.8 juta ha.

Lalu bagaimana dengan kondisi hutanyang dikelola dengan sistem HPH?Departemen Kehutanan tahun 2000melaporkan bahwa sebagian besarhutan yang berada di bawah HPHberada dalam kondisi rusak. Parapemegang HPH hanya “melirik” kayu,mereka tidak peduli dengan tanggungjawab dalam praktek-praktek ke-hutanan di lapangan. Tampaknyaperusahaan terus menerus melanggarUndang-Undang Tebang Pilih TanamIndonesia (TPTI) yang wajib ditaatiselama masa kontrak 20 tahun.

Dalam sebuah survey, pada lahan seluashampir 47 juta ha yang berada di arealHPH aktif atau yang habis masaberlakunya, sekitar 30 % mengalamidegradasi, kualitasnya turun menjadisemak atau dikonversi menjadi lahanpertanian, dan hanya 40 % yang masihdiklasifikasikan sebagai hutan primerdalam kondisi yang baik.

Akibat dari pengelolaan hutan yangselama ini bersifat “merusak” yangdilakukan oleh para pemegang HPH,Departemen Kehutanan menetapkanSurat Keputusan Menteri Kehutanan7659/Kpts-VI/2002 tanggal 21Agustus 2002 yang menetapkan 12Lembaga Penilai Independen (LPI)Mampu yang bertugas untuk mela-kukan penilaian terhadap kinerja unitmanajemen perusahaan berdasarkankriteria dan indikator PengelolaanHutan Alam Produksi Lestari(PHAPL) dan melaporkan hasilpenilaiannya kepada tim Evaluasisebagai tim pembantu menteri kehu-tanan untuk melakukan penilaian. Hasilpenilaian tersebut menjadi bahanpertimbangan untuk menentukan statusunit manajemen, melanjutkan ijinusahanya atau mencabutnya.

Hasil penilaian Lembaga PenilaiIndependen (LPI) terhadap 27 Unitmanajemen (UM) HPH maupunIUPHHK menghasilkan penilaian: 3UM dinilai baik, 15 sedang dan 7lainnya mendapat nilai buruk. Denganhasil penilaian tersebut maka jelassudah bahwa ternyata sebagian besarUM yang pernah mendapat “restu”mengelola hutan dinyatakan tidakmampu mengelola hutan yang“diberikan” dengan sebaik-baiknya.

HUTAN TANAMAN INDUSTRI(HTI)

Berkaitan dengan larangan ekspor kayubulat pada tahun 1980-an, pemerintahkemudian meluncurkan sebuah rencanaambisius untuk membangun kawasanyang luas untuk hutan tanaman industriyang tumbuh cepat (Hutan TanamanIndustri/HTI). Khususnnya diKalimantan dan Sumatera.

Pada awalnya pemerintah menetapkanprogram HTI sebagai rencana untukmenyediakan tambahan pasokan kayuyang berasal dari hutan-hutan alam,melakukan rehabilitasi lahan yangterdegradasi, dan mempromosikankonservasi alam. Untuk mencapaitujuan ini, para pengusaha HTImenerima berbagai subsidi pemerintah,termasuk pinjaman dengan ketentuanlunak dari Dana Reboisasi yangdikumpulkan dari pemegang HPH.

Konsesi HTI diberikan untukmemproduksi kayu pulp dan kayupertukangan, dan dapat dibangunsecara independen, atau bekerja samadengan HPH yang sudah ada. Suatukategori khusus diciptakan untukkonsesi HTI yang berkaitan denganlokasi transmigrasi (HTI-Trans),dimana dalam kasus ini paratransmigran juga berperan sebagaipekerja di HTI. Konsesi HTI-Transbiasanya memproduksi kayupertukangan. Menurut angka resmi,sekitar 7,8 juta ha telah dialokasikanuntuk semua tipe pembangunan HTIsebelum akhir tahun 2000, tetapi hanya23,5 persen dari kawasan tersebut yangbenar-benar ditanami.

Fakta yang menyatakan bahwa kurangdari seperempat luas lahan yangdialokasikan untuk konsesi HTI pada

tahun 2000 benar-benar telah ditanamiadalah sebuah gejala beberapa masalahstruktural yang saling berhubungandengan program HTI. Peraturan tahun1990 jelas menyatakan bahwa HTIhanya diberikan untuk kawasan hutanpermanen nonproduktif dan tidak akandiberikan di kawasan yang sudahberada di bawah sebuah HPH. Namunfaktanya konsesi HTI sering dibangundi lahan hutan yang masih produktif.Menurut perhitungan yang dibuatberdasarkan hasil studi kelayakanperusahaan HTI pada bulan Juni 1998,22 persen lahan yang dikelola HTIadalah lahan yang sebelumpembangunan HTI merupakan hutanalam produktif. Beberapa konsesi HTImelakukan konversi sebagian kawasanhutan alam yang lebih luas.

Alasan ekonomi mengapa pem-bangunan tersebut dilakukan di dalamkawasan hutan sangatlah jelas.Pertama, membangun HTI di lahanyang benar-benar terdegradasi akanlebih mahal, karena sering memerlukaninvestasi yang besar untuk kegiatanpenyiapan lahan sampai melakukanrehabilitasi kesuburan tanah. Kedua,konsesi HTI mencakup hakmemperoleh IPK (Izin PemanfaatanKayu) yang pada dasarnya adalah izin

Photo: Togu Manurung

3intip hutan | april 2003

untuk menebang habis danmemanfaatkan kayu tegakan yangmasih tersisa. Jika HTI dibangun di ataslahan yang masih memilki banyaktegakan yang masih ada, maka IPK inimemberikan pasokan kayu kepadaperusahaan dalam jumlah besar, yangpada dasarnya menghasilkankeuntungan sangat besar. Dinamika iniditambah dengan sejumlah besarpasokan kayu yang tersedia darisumber-sumber ilegal, memperkecilinsentif bagi perusahaan kayu untukmelanjutkan penanaman danpemanenan HTI.

Kurang dari seperlima dari kira-kira 2 juta ha yang dialokasikan untukpembangunan HTI kayu pertukangansudah direalisasikan penanamannya.

Pembangunan HTI untuk produksikayu pulp dilakukan agak lebih baik,dimana sekitar seperempat kawasanseluas hampir 5 juta ha yangdialokasikan untuk produksi pulp sudahdirealisasikan penanamannya. Dilihatdari rendahnya persentase kawasanHTI yang sudah ditanami secarakeseluruhan – hanya 23,5 persen daritotal kawasan yang dialokasikan untuksemua tipe HTI – jelas bahwapenanaman dan pemanenan kayu HTI

bukanlah alasan utama untukmembangun HTI.

Pertumbuhan luas areal konsesiHTI didorong oleh subsidi finansialyang besar dan hak untuk menebanghabis tegakan pohon yang masih ada.

Selain itu, banyak pemegangHPH memandang bahwa secaraekonomi akan menguntungkan jikamereka mengubah area HPH-nya yangtergradasi menjadi HTI. Sepertidinyatakan dalam penelitian yang

dilakukan Bank Dunia pada tahun1998, "operasi pembalakan dapatmenyebabkan degradasi suatu areadengan sedikit resiko untuk mendapatpenalti yang serius, dan dalam prosesini mereka juga mendapatkan izinmengubah areal tersebut yang sudahsangat rusak menjadi HTI atauperkebunan”.24 Data DepartemenKehutanan yang diterbitkan pada tahun1998 mengungkapkan bahwa lebih dari2,7 juta ha konsesi HPH sudahdikonversi menjadi HTI.

BENGKULU - Sekitar 50 persen dari 217.175 hektare hutanproduksi tetap dan terbatas di Provinsi Bengkulu kini gundul. Sebagianbesar dari hutan produksi yang rusak tersebut merupakan eks lahanHak Pengusahaan Hutan (HPH). Hal tersebut diungkapkan KepalaDinas Kehutanan Provinsi Bengkulu, Ir. H. Hidayatullah Sjahid, MMkepada Pembaruan di ruang kerjanya, Senin (12/8) siang.

Sedangkan hutan lindung yang sudah kritis sekitar 30 persen dari451.747 hektare. Lalu sekitar 10 persen dari luas hutan konservasi didaerah ini juga mengalami hal yang sama. Namun, dia tidak merinciluas hutan konservasi itu.

“Yang jelas, berbagai jenis hutan di Provinsi Bengkulu dalamkeadaan memprihatinkan. Hutan-hutan tersebut perlu segera ditanganidengan cara reboisasi secara bertahap sesuai dana yang disediakanpemerintah setiap tahun,” ujarnya.

Hidayatullah mengatakan, kerusakan hutan di Bengkulu selainakibat pemilik HPH yang tidak bertanggung jawab mengembalikanposisi hutan setelah diambil kayunya juga dikarenakan masih tingginyaintensitas pencurian kayu.

Khususnya pencurian kayu di kawasan hutan lindung diKabupaten Bengkulu Utara, Rejang Lebong, dan sebagian di BengkuluSelatan. “Di tiga daerah tingkat II ini sampai kini masih terjadipencurian kayu,’’ katanya.

Dampak dari kegiatan tersebut, luas kerusakan hutan lindung ditiga kabupaten itu dari tahun ke tahun terus bertambah. Bahkan, diKabupaten Bengkulu Utara meski aparat Kepolisian dan DinasKehutanan setempat terus melancarkan operasi penertiban kayu ilegal,tapi aksi pencurian kayu masih jalan terus.

Demikian juga halnya pencurian kayu di Kabupaten RejangLebong dan Bengkulu Selatan. Namun, khusus di dua kabupaten inisetelah Dinas Kehutanan setempat gencar melakukan operasi dilapangan aksi pencurian kayu di hutan lindung menurun tajam.

Hal ini terbukti beberapa kali dilancarkan operasi penertiban kayudi dua kabupaten tersebut tidak ditemukan kayu ilegal di kawasan hutanlindung yang selama ini dianggap rawan pencurian.

Meskipun demikian, aparat Dinas Kehutanan Bengkulu Selatandan Rejang Lebong tetap diminta mengawasi secara ketat setiap hutanlindung. Dikatakan, untuk tiga tahun (2003-2005) akan direhabilitasilahan gundul seluas 33.024 hektare.

Sumber: Suara Pembaruan 14 Agustus 2002

Bersambung

50 Persen Hutan Produksi di Provinsi Bengkulu Rusak

Kondisi hutan di kawasan HTI, Riau

4 intip hutan | april 2003

Pegunungan Meratus merupakankawasan hutan perawan (virginforest) yang masih ada di

Propinsi Kalimantan Selatan, letaknyamembentang dari arah Tenggarasampai ke sebelah Utara berbatasandengan Propinsi Kalimantan Timur.Posisinya membelah wilayahKalimantan Selatan menjadi duabagian, sebelah Barat dan sebelahTimur. Kawasan Pegunungan Meratusmelintasi Kabupaten Hulu SungaiTengah, Kab. Hulu Sungai Utara, Kab.Hulu Sungai Selatan, Kab. Tabalong,Kab. Kotabaru, Kab. Banjar dan Kab.Tapin.

Wilayah Pegunungan Meratusjuga memiliki nilai keanekaragamanhayati tinggi serta nilai kenyamananlingkungan (amenities) bagimasyarakat luas. Posisi kawasan hutanyang terletak di wilayah hulu beberapaDAS (Daerah Aliran Sungai) membuatwilayah ini berperan penting sebagaikawasan resapan air, sedangkan di lainpihak kondisi kelerengan lahan yangcukup terjal dan jenis tanah peka erosimembuat wilayah tersebut memilikinilai kerentanan (fragility) yang tinggisehingga penutupan hutan merupakansatu-satunya pilihan terbaik yang perludipertahankan dan dijauhkan darikerusakan.................................

Meratus

PemerkosaanHutan PerawanRencana gubernur mengalihfungsikan hutan di Meratusmenjadi Hutan Produksi Terbatas menyebabkan maraknyapenebangan liar di kawasan ini.

Kerusakan Hutan

5intip hutan | april 2003

Penebangan liar yang terjadi diwilayah Kalimantan Selatan saat inisangat memprihatinkan, sumber datadari Dinas Kehutanan Kalselmenyatakan tidak kurang dari satu jutameter kubik (m3) per tahun kayu yangsemuanya berasal dari hutan diPegunungan Meratus dibabat dandiangkut keluar daerah. AsminbangPemprop Kalsel, Drs. Armain Janitmengatakan dari data di Pempropsekitar 80 ribu meter kubik setiapbulannya log kayu dari hutan Kalsel ituditebang dan ditaksir negara dirugikanratusan milyar rupiah per tahun. Halini merupakan ancaman yang sangatbesar bagi kelestarian hutan di Kalsel.

Semakin maraknya penebanganliar yang terjadi di daerah HutanLindung Meratus ini juga dikarenakanadanya rencana Gubernur KalimantanSelatan untuk mengalihfungsikan HutanLindung Meratus menjadi HutanProduksi Terbatas (HPT) yangpengelolaannya akan diserahkankepada PT Kodeco Timber, danrencana Gubernur untuk melegalkanpenebangan liar dengan membuat suatuwadah/penampungan bagi penebangliar.

Adanya rencana pemerintahtersebut oleh masyarakat luar diartikan

lain, menurut mereka karena KawasanMeratus itu akan dibabat habis jugakayunya maka lebih baik mereka yangrnelakukan penebangan kayu itu lebihdulu.

Dengan melihat kondisi seperti inimaka Kawasan Pegunungan Meratusakan semakin rawan kehancuran dantentunya menjadi ancaman bagiekosistem hutan secara keseluruhan dikawasan itu. Dampak langsung yangdirasakan akibat penebangan liar iniadalah keberadaan kurang lebih 150Balai Adat dengan puluhan ribu jiwaMasyarakat Dayak Meratus yangmendiami kawasan ini secara turuntemurun akan menjadi polemik panjang.

Pemerintah Daerah dalam menanganimasalah ini seperti tidak serius, bahkansemakin menambah berkembangnyapenebangan liar itu, hal ini dikarenakanadanya rencana dari Pemprop Kalselyang akan mendirikan sebuahperusahaan perkayuan yaitu PD BangunBanua Rimba yang dikhususkanmenghimpun perusahaan kayu ilegaldan rencananya mereka akan bekerjasama dengan PT Hasnur Group milikH. Sulaiman HB.

Pihak kepolisian dan kejaksaansendiri seakan tidak bisa berbuat apaapa, dapat kita lihat dengan banyaknyakasus kasus kayu ilegal yang tidak bisadiselesaikan oleh pengadilan. Data diKejaksaan Negeri HST yangdisampaikan oleh Jaya Siahazin SH,sampai saat ini baru 2 kasus kayu yangmasuk pengadilan dan itu sudahdiputuskan, sedangkan untuk menutupbansaw-bansaw dan menindakpenebang liar itu bukan tugas mereka,ini masuk pidana umum tugas polisijaksa khusus tindak pidana khusus.

LOKASI TEBANGAN

Dari banyaknya tempat yang dijadikanlokasi penebangan dan pengangkutankayu-kayu haram ini dapat kitakelompokkan sebagai berikut :

1. Kabupaten Kotabaru, lokasipenebangan liar di wilayah Batulicinkawasan HPH Kodeco (Salat),Sampanahan, Sungai Durian, Cantungdan Banian.

2. Kabupaten Tanjung, lokasipenebangan liar di wilayah Jaru, Uyadan Tanta.

3. Kabupaten Amuntai HSU, lokasipenebangan liar di Kec.Halong, Iyam/Pitap dan Bentala.

4. Kabupaten Barabai HST, lokasipenebangan liar di Kec. Birayang danHantakan.

5. Kabupaten Kandangan HSS, lokasipenebangan di daerah Loksado.

Dari investigasi terpantau bahwakegiatan penebangan liar (illegallogging) di wilayah Hulu SungaiTengah (HST) akhir akhir ini semakinmarak terlihat dari banyaknya truk trukyang lewat mengangkut kayu ilegal itusetiap harinya. Menurut pemilikbansaw Alfianor ada sekitar 10 - 15truk yang mengangkut kayu masak,satu truk dapat membawa 10 15 kubikkayu masak untuk diekspor keluardaerah, jadi setiap harinya untukwilayah HST ada sekitar 150 200meter kubik kayu yang dikirim keBanjarmasin.

Kegiatan ini semakin pesat dengansemakin banyaknya bansaw bansawtanpa izin yang beroperasi, untuk Kalselada sekitar 460 bansaw pabrikperkayuan tanpa izin yang berdiri.

Untuk wilayah HST ada dua jalur lintastempat untuk mengambil kayu yang adadi Pegunungan Meratus yang selama iniditakuti oleh para pelaku penebang liaritu, yaitu daerah Kec. Birayang Kab.Hulu Sungai Tengah Lokasi yangdijadikan lahan untuk penebangan ituberada di Desa Nateh, Desa Kiyu (G.Kanuar) dan bekas areal HPH DayaSakti (G. Panitirang-gang). Lokasi -lokasi ini semuanya masuk wilayahPegunungan Meratus bagian Selatan.Kemudian di Kecamatan HantakanKab. Hulu Sungai Tengah, masyarakatmengambil kayu kayu Damar/Merantidi daerah Gunung Periok, Wilayah AdatMangkiling dan bekas lahan HPH PTDaya Sakti, semuanya ini masuk dijajaran Pegunungan Meratus.

Kayu kayu yang diambil ini semuanyajenis Damar/Meranti yang laku untukdiekspor. Ada bermacam jenis damaryang tumbuh di hutan Meratus ini.

Hutan Pegunungan Meratus, Kalsel

6 intip hutan | april 2003

Disepanjang jalan menuju BatuKambar dan Mangkiling kita akanmelihat tumpukan tumpukan kayuyang siap diangkut ke bansaw bansaw.

Di wilayah Kab. HST ini sangat mudahmembuktikan bahwa keberadaankayu-kayu yang diambil dari HutanMeratus dan tempat pengolahan kayuitu ilegal, karena di daerah ini tidakada satu pun HPH/HTI dan bentukpenguasaan hutan lainnya, karenanyatidak bisa dipungkiri lagi bahwa kayukayu yang beredar di wilayah HSTserta bansaw bansaw tempatmenampung dan mengolah kayu yangbertebaran itu tidak punya izin atauilegal.

Tidak aneh kalau kita berjalan keBanua Jingah atau Birayang kita akanmelihat tempat tempat pengolahankayu (bansaw) yang berjejer disepanjang jalan sepertinya merekasudah siap dengan resiko yangdihadapi karena mereka tahu tidakpunya izin secara hukum. Seperti yangdikatakan Bp. H.Salmani SlE Kasi diDepartemen Perindustrian HST yang

menyatakan bahwa bansaw bansawyang ada di wilayah HST ini semuanyatidak memiliki izin karena berdasarkanPeraturan Menteri Perindustrian salahsatu syarat untuk memiliki bansaw baikmodern maupun semi syaratnya adalahharus memiliki kawasan HPH, jadi jelasbansaw bansaw itu semuanya tidakpunya izin.

Pihak Departemen Perindustrian HSTyang berwenang memberikan izinpendirian bansaw/sawmil sampaisekarang juga belum punya data jelasberapa buah bansaw yang ada danberoperasi dan siapa pemiliknya.Menurut mereka kalau bansaw bansawitu didata dan dibina artinya samamelegalkan bansaw, sedangkan untukmenutup usaha itu bukan tugas mereka,tapi tugas pihak kepolisian.

Berdasarkan data yang diperoleh dilapangan, bansaw bansaw itu ada dibeberapa lokasi yang letaknya jauh dariperkotaan dan agak tersembunyi. DiKecamatan Birayang ada 6 buahbansaw, 5 di Desa Rangas, 1 di DesaWawai. Mereka menerima kayu kayu

dari hutan Meratus. Sedangkan diKecamatan Barabai ada 4 buah, 3 diDesa Banua Jingah dan 1 di DesaMandingin.

Pemilik bansaw ini kebanyakan orangorang di kota yang punya kolega dipemerintahan dan ada juga yang punyaaparat kepolisian. Dari pengamatan dilapangan, kepemilikan bansaw yang adadi Birayang: H. Samian 2 buah, Udin 1buah dan 3 buahnya milik masyarakatsetempat dari luar desa tersebut.Masyarakat setempat yangmengerjakan dan menungguinya, jaditempat tinggalnya tidak di mana bansawitu berada. Mereka mendapatkan kayukayu tersebut bisa langsung membeli kemasyarakat atau melewati cukongcukong.

Dengan adanya bansaw bansaw ini sajasudah jelas, bahwa ada kegiatanpenebangan liar namun sampai sekarangpihak pemerintah daerah baik PemdaTk I dan II tidak pernah mengambilsikap yang tegas. Ini juga yang akhirnyamenimbulkan kecurigaan bahwa adapermainan untuk melegalkan ini.

Sisa tebangan pohon, Peg. Meratus Kalsel

7intip hutan | april 2003

PENDAHULUAN

Studi ini bertujuan untukmengetahui pelajaran-pelajaran pentingapa saja yang dapat diambil daripengalaman diterapkannya kebijakanlarangan ekspor kayu bulat secara totalpada periode tahun 1985 sampai 1997.Berbagai pelajaran selama periodewaktu tersebut sangat penting untukdipelajari mengingat ketiadaan analisiskritis terhadap dampak kebijakanlarangan ekspor kayu bulat sejak

Pemerintah Indonesia kembalimemberlakukan larangan ekspor kayubulat pada tanggal 8 Oktober 2001sampai dengan sekarang ini. Studidifokuskan pada aspek ekonomi daripengaruh kebijakan larangan eksporkayu bulat terhadap pasar produkperkayuan Indonesia, yaitu pasar kayubulat tropis, pasar kayu lapis dan pasarkayu gergajian. Disamping itu, hasilanalisis studi ini juga bertujuan untukmendiskusikan dampak larangan eksporkayu bulat terhadap penebangan liardan penyelundupan kayu di/dariIndonesia. Pelajaran-pelajaran yangdiperoleh diharapkan dapat membantupara pembuat keputusan untukmenghindari kegagalan pasar yangsemakin parah akibat penerapankebijakan yang tidak tepat.

Metodologi

Metode analisis yang digunakandalam studi ini adalah the classicalwelfare economics framework in anopened economy dan a non-spatialequilibrium timber market model.Prinsip umumnya adalah: pertama,

mengembangkan model yangmenggambarkan kondisi aktualkeseimbangan pasar, yaitu kondisi pasar(produk perkayuan) dimana laranganekspor kayu bulat diberlakukan,kemudian meng-gunakannya untukmenduga kondisi keseimbangan pasaryang baru, yaitu kondisi pasar tanpalarangan ekspor kayu bulat.

Menurut teori ekonomi, laranganekspor kayu bulat akan mengurangikompetisi untuk memperoleh kayubulat dan menekan harga kayu bulatdomestik, yang kemudian menyebabkanturunnya nilai tegakan dan padagilirannya akan menurunkanpenerimaan pemerintah dari sumberdaya hutan.

Perlu diperhatikan bahwa efek yangditemukan dalam studi ini bukan hanyahasil dari kebijakan larangan eksporkayu bulat saja, namun juga dariberbagai kebijakan yang datangbersamaan dengan, dan/atau setelahdiberlakukannya kebijakan laranganekspor kayu bulat tersebut. Sebagaicontohnya adalah kebijakan pemerintahuntuk mempercepat (memaksa)pembangunan industri perkayuandengan berintikan industri kayu lapisyang diberlakukan pada bulan April1981, yang kemudian diikuti dengankebijakan pemerintah yangmenyebabkan terjadinya integrasivertikal antara perusahaan pengolahankayu dan perusahaan HPH dalam satuholding company yang sama, dankebijakan pemerintah mengenakanpajak ekspor yang tinggi terhadap kayugergajian, yaitu sebesar USD 250 –USD 1000 per m3, pada bulanNovember 1989.

Hasil Simulasi Model

Hasil perbandingan simulasi modelpasar produk perkayuan Indonesia“dengan” dan “tanpa” kebijakanlarangan ekspor kayu bulat padaperiode 1985-1997 memperlihatkanbahwa: dengan diberlakukannyalarangan ekspor kayu bulat produksikayu lapis dan kayu gergajianmeningkat, masing-masing sebesar 5persen dan 3 persen lebih tinggi.Sebaliknya, produksi kayu bulatmenjadi 18 persen lebih rendah. Jadi,kebijakan larangan ekspor kayu bulatmendukung pengembangan industrikayu lapis dan kayu gergajian diIndonesia dan menghasilkan manfaatkonservasi langsung dengan semakinberkurangnya pembalakan kayu bulat.Di samping itu, ekspor kayu lapis dankayu gergajian Indonesia meningkat,berturut-turut sebesar 5 persen dan 15persen per tahun. Dengan demikian,kebijakan larangan ekspor kayu bulatberhasil meningkatkan ekspor kayuolahan Indonesia. Bertambahnyavolume ekspor kayu lapis dan kayugergajian dari Indonesia menyebabkanrata-rata harga internasional kayu lapisdan kayu gergajian turun, yaitu masing-masing sebesar 3 persen dan 1 persenper tahun. Sebagai akibatnya, totalimpor kayu lapis dan kayu gergajianoleh negara importir meningkat, masingmasing sebesar 2 persen dan 1 persen.Sementara itu, harga kayu bulatdomestik turun sebesar 18 persen pertahun dan harga internasional kayubulat naik sebesar 44 persen per tahun,sehingga total ekspor kayu bulat darinegara eksportir kayu bulat tropis diluar Indonesia meningkat sebesar 24persen.

DAMPAK KEBIJAKANLARANGAN EKSPORKAYU BULAT

PADA PERIODE 1985-1997TERHADAP SEKTORKEHUTANAN INDONESIA

Photo: Togu Manurung

8 intip hutan | april 2003

Pelajaran-pelajaran pentinguntuk dipelajari

Pengaruhnya Terhadap PenurunanHarga Kayu Bulat Domestik

Dengan larangan ekspor kayu bulat,harga kayu bulat domestik selamaperiode 1985-1997 turun sebesar 18persen. Harga kayu bulat domestik yanglebih murah menjadi insentif untukmembangun kapasitas industripengolahan kayu, tetapi sebaliknyamenjadi disinsentif untuk melakukanpengelolaan hutan alam secara intensifpada jangka panjang. Selanjutnya,harga kayu bulat yang murahmenyebabkan rendahnya efisiensipemanfaatan bahan baku kayu di hutanmaupun di pabrik pengolahan kayu,serta menyebabkan kurangnya insentifekonomi untuk membangun hutantanaman.

Harga kayu bulat yang lebih murahini juga tidak menggambarkankenyataan terjadinya kelangkaan kayubulat akibat semakin berkurangnyapersediaan kayu bulat (standing stock)di hutan. Dengan demikian, harga kayubulat yang murah memberikan signalpasar yang salah, sehinggamenyebabkan terjadinya pembangunankapasitas industri pengolahan kayudomestik yang berlebihan. Perlu kitamengerti bahwa sesungguhnya hargakayu bulat domestik yang murah selamaperiode 1985-1997 juga disebabkanoleh terjadinya “kelimpahan” pasokankayu bulat yang berasal daripenebangan liar (illegal logging) yangdilakukan oleh perusahaan HPHmaupun oleh masyarakat lokal/pendatang. Disamping itu, produksikayu IPK (Ijin Pemanfaatan Kayu),yang berasal dari kegiatan konversihutan alam, menambah “kelimpahan”pasokan kayu bulat sehingga turutmenyebabkan murahnya harga kayubulat domestik.

Pengaruhnya terhadap penerimaanriil devisa

Dengan kebijakan larangan eksporkayu bulat, selama periode 1985-1997,penerimaan ekspor Indonesia dariproduk perkayuan, dihitung dalam nilairiil, berkurang sebanyak 12 persen, atausecara total berkurang sebesar 6 milyarUSD. Peningkatan penerimaan riildevisa dari ekspor kayu lapis dan kayugergajian ternyata jauh lebih kecil

dibandingkan dengan kehilangan devisaakibat dihentikannya ekspor kayu bulat.Disamping itu, pemerintah Indonesiajuga mengalami kerugian tambahan,yaitu hilangnya total penerimaan pajakekspor kayu bulat (export revenueforegone) karena ekspor kayu bulatdilarang.

Pengaruhnya terhadap nilai tambah

Total kumulatif nilai tambah kotorpada industri kayu lapis dan industrikayu gergajian berturut-turut 12 persendan 9 persen (atau, masing-masing 3milyar USD dan 2,6 milyar USD) lebihtinggi dengan diberlakukannya laranganekspor kayu bulat. Nilai tambah kotoryang lebih tinggi dihasilkan dari hargabahan baku kayu bulat domestik yangjauh lebih murah sebagai akibatdilarangnya ekspor kayu bulat,sementara harga ekspor kayu olahanhanya turun relatif kecil.

Besarnya nilai tambah yangsebenarnya diperoleh olehperekonomian Indonesia (yaitu nilaitambah bersih) lebih kecil daripada yangdisebutkan di atas mengingat nilaitambah kotor tersebut masih harusdikurangi dengan total biaya input yangdiimpor (yaitu: biaya mesin, biayakapital, biaya bahan baku penolong, danbiaya tenaga kerja asing), yang totalnilainya tidak diketahui.

Pengaruhnya terhadap nilai tegakan

Dari tahun 1985 sampai 1997,dengan diberlakukannya laranganekspor kayu bulat, total nilai tegakandi hutan alam berkurang sebesar 33persen atau 5,5 milyar USD lebihrendah. Hal ini disebabkan olehturunnya harga kayu bulat domestik,dan karena volume panen kayu yanglebih kecil. Nilai tegakan yang lebihrendah sebagai akibat diberlakukannyalarangan ekspor kayu bulat merupakandisinsentif untuk melakukanpengelolaan hutan secara berkelanjutan,dan mendorong pemanenan hutantropis secara sangat selektif, yaitumencari dan menebang pohon-pohonberdiameter besar dan yang mempunyainilai komersial tinggi denganmeninggalkan banyak sekali limbahkayu di hutan. Kebijakan kehutananseperti ini menyebabkan cepat habisnyasumber daya hutan. Kurangnyapenghargaan terhadap hasil hutan non-kayu yang dapat dihasilkan dari hutan

tropis menambah cepat habisnyasumber daya hutan Indonesia. Lebihlanjut, nilai tegakan yang lebih rendahjuga menyebabkan turunnyapenerimaan pemerintah dari timberroyalties.

Pengaruhnya terhadap konservasihutan alam

Meskipun kebijakan laranganekspor kayu bulat menghasilkandampak langsung yang positip terhadapkonservasi karena pembalakan kayubulat berkurang, turunnya harga kayubulat domestik merupakan disinsentifterhadap pengelolaan dan pemanfaatansumber daya hutan Indonesia.

Disamping itu, seperti yang telahdikemukakan sebelumnya, harga kayubulat yang murah memberikan signalpasar yang salah untuk membangunkapasitas industri pengolahan kayudomestik yang berlebihan. Sebagaiakibatnya, permintaan bahan baku kayubulat malah semakin meningkatsehingga eksploitasi hutan untuk bahanbaku kayu bulat bertambah tinggi.Overcapacity industri pengolahan kayumenjadi semakin bertambah besardengan adanya keputusan pemerintahuntuk memprioritaskan pembangunanindustri pulp dan kertas di Indonesiapada awal dekade 90-an, walaupunsumber bahan baku kayu pulp dari

9intip hutan | april 2003

hutan tanaman industri belum tersedia.Fakta terjadinya kehancuran sumberdaya hutan Indonesia dengan lajudeforestasi yang semakin meningkatdari tahun ke tahun (khususnya selamaperiode larangan total ekspor kayubulat: 1985 sampai 1997, lajudeforestasi rata-rata mencapai 1,6 – 1,8juta hektar per tahun) menunjukkanbahwa manfaat langsung konservasidikalahkan oleh berbagai dampaknegatif yang dihasilkan sebagai akibatharga kayu bulat domestik yang murah.

Pengaruh terhadap penebangan liar

Kebijakan larangan ekspor kayubulat selama periode 1985-97 dapatmengurangi volume penebangan liar(illegal logging) dari berbagai lokasihutan di Indonesia, yaitu dari 253 jutam3 (tanpa larangan ekspor kayu bulat)menjadi 161,8 juta m3 (dengan laranganekspor kayu bulat). Namun demikian,kebijakan ini tidak dapat meniadakanpenebangan liar. Sebab, dengan ataupun tanpa larangan ekspor kayu bulat,penebangan liar di Indonesia tetapterjadi. Penyebab utama terjadinyapenebangan liar di Indonesiasesungguhnya karena supremasipenegakan hukum selama ini tidakpernah terjadi, dan praktik KKN terusmarak berlangsung. Praktikpenebangan liar bahkan sesungguhnya

sudah terjadi sejak awal dimulainyakegiatan operasi pembalakan kayu olehperusahaan-perusahaan HPH.

Permasalahan lain yangmenyebabkan terjadinya penebanganliar adalah karena ketidakjelasan hakkepemilikan lahan hutan (land tenurialright problems) dan karena hakmasyarakat adat (indigenous people)selama ini tidak dihormati dalamperaturan-perundangan yang berlakudan/atau yang mengatur tentangkehutanan di Indonesia. Kesenjanganyang (semakin) besar antara permintaandan pasokan kayu bulat di dalam negeri,sebagai akibat dari kapasitas industriperkayuan yang berlebihan, jugamendorong terjadinya pencurian kayu(penebangan liar) di hutan-hutanIndonesia.

Pengaruhnya terhadappenyelundupan kayu

Larangan ekspor kayu bulatmenyebabkan penyelundupan kayumenjadi lebih besar karena keuntunganyang diperoleh dari hasil penjualan kayuyang berhasil diselundupkan sangatbesar, yaitu sebagai akibat perbedaanyang sangat besar antara harga kayubulat domestik dengan harga kayu bulatdi pasar internasional. Tidak terjadinyapenegakkan supremasi hukum yangseharusnya, dan terus maraknya praktikKKN yang dilakukan oleh petugas beadan cukai serta aparat penegak hukumlainnya menyebabkan penyelundupankayu sulit untuk diberantas.

Pengaruh terhadap pembangunanhutan tanaman (skala kecil dan HTI)

Harga kayu bulat domestik yangmurah sebagai akibat daridiberlakukannya kebijakan laranganekspor kayu bulat (dan sebagai akibatdari resultante berbagai kebijakanlainnya yang diberlakukan olehpemerintah bersamaan dan/atau setelahdiberlakukannya larangan ekspor kayubulat pada dekade 80-an) menyebabkandisinsentif untuk membangun hutantanaman skala kecil dan hutan tanamanindustri.

Dalam perkembangannya, pem-bangunan HTI skala besar baru mulaidilakukan pada awal tahun 1990.Namun demikian, pembangunan HTItersebut sesungguhnya terjadi karenaadanya “insentif ekonomi” yang berasaldari suntikan dan/atau fasilitas dana

murah serta Penyertaan ModalPemerintah yang berasal dari DanaReboisasi (DR). Dana murah inidiberikan oleh pemerintah kepadaperusahaan swasta dan BUMN yanghendak membangun HTI. Insentifekonomi lainnya yang seringkalidiperoleh oleh perusahaan HTI adalahmendapatkan keuntungan besar darihasil kayu IPK yang diperolehnya darikegiatan konversi hutan alam (melaluikegiatan land clearing) di areal konsesiHTI yang diberikan oleh pemerintahkepada perusahaan tersebut. Tanpaadanya suntikan dana murah dari DRdan tanpa adanya insentif terselubungberupa keuntungan besar dari kayuIPK, dan sebagai akibat harga kayubulat domestik yang murah,sesungguhnya tidak ada insentifekonomi untuk membangun HTI diIndonesia.

Pengaruh terhadap dorongan untukmengkonversi hutan alam

Larangan ekspor kayu bulatmenyebabkan terjadinya penurunannilai tegakan hutan. Penurunan totalnilai tegakan ini terjadi akibatmenurunnya produksi dan harga kayubulat domestik. Hal ini menaikkanopportunity cost dari pengelolaan hutanalam, dan oleh karena itu mendoronguntuk melakukan konversi hutan alamke berbagai bentuk penggunaan lahanlainnya, misalnya untuk bisnis usahapertanian ataupun perkebunan kelapasawit.

Pengaruh terhadap keuntunganHPH sebagai profit center atausebagai pemasok industripengolahan kayu lanjutan yangterintegrasi

Jika harga kayu bulat domestikturun (menjadi murah) sebagai akibatdiberlakukannya larangan ekspor kayubulat, maka keuntungan HPH sebagaiprofit center pasti menurun.Terintegrasinya perusahaan HPHdengan industri pengolahan kayu(dalam satu holding company)menyebabkan tidak terjadinyamekanisme pasar kayu bulat domestik.Produksi kayu bulat dari hasil operasipembalakan HPH langsungdipergunakan untuk memasokkebutuhan bahan baku perusahaanpengolahan kayu yang berada satu grupperusahaan yang sama. Hal iniTebangan Kayu Bulat,Tanjung Puting Kalteng

10 intip hutan | april 2003

menyebabkan “distorsi” pasar kayubulat. Sebagai akibatnya, harga kayubulat menjadi semakin murah. Denganmurahnya harga bahan baku kayu bulatmaka biaya produksi pengolahan kayumenjadi lebih murah. Hal ini dapatmenjadi sumber peningkatan ke-untungan perusahaan pengolahan kayutersebut. Walaupun harga kayu bulatmurah, dan keuntungan perusahaanHPH menurun, perusahaan HPHtersebut akan terus melakukan operasipembalakan kayu untuk memenuhikebutuhan bahan baku industripengolahan kayu yang terintegrasidengan perusahaan HPH tersebut. Jadi,keuntungan yang diperoleh olehindustri pengolahan kayu harus dibayardengan semakin menipisnya persediaankayu di hutan sebagai akibat darioperasi pembalakan HPH, sementaraupaya rehabilitas hutan tidak dilakukankarena harga kayu bulat yang murahtidak memberikan insentif untukmelakukan pengelolaan hutan lestari.

Pengaruh kebijakan laranganekspor kayu bulat terhadap prospekalternatif solusi permasalahanpenebangan liar

Indikasi tentang prospek kebijakantersebut dapat dilihat pada : a/.kebijakan pengelolaan hutan yangberkembang (PP 34/2002 tentang TataHutan dan Penyusunan RencanaPengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutandan Penggunaan Kawasan Hutan), b/.pelaksanaan desentralisasi kehutanan,c/. kebijakan nasional yang berkaitdengan pencegahan/pemberantasanKKN.

Orientasi PP No. 34/2002 masihbertumpu pada eksploitasi hutan alamdan tidak melihat masalah “openaccess” sumberdaya hutan sebagaimasalah penting yang perlu diatasi. PPpada eksploitasi hutan alam dan tidakmelihat masalah “open access”sumberdaya hutan sebagai masalahpenting yang perlu diatasi. PP tersebutjuga berpotensi menimbulkan konflikantara Pusat dan Daerah karena masihsentralistik. Hal demikian inimenunjukkan belum adanya arahkejelasan bagaimana masalahketidakpastian kebijakan pengelolaanhutan saat ini dapat diselesaikan. Jugadapat diartikan penyelesaian masalahover cutting dan illegal logging belumterlihat dengan adanya PP baru

tersebut. PP tersebut juga telahmenetapkan bahwa kayu bulat danbahan baku kayu serpih, baik dari hutanalam maupun dari hutan tanaman,dilarang diekspor. Hal ini menunjukkanbahwa prospek peningkatan insentifekonomi untuk konservasi hutan alamdan pengelolaan hutan lestari, sertainsentif untuk melakukan penanamanhutan menjadi semakin suram. Belumdapat diadilinya 11 nama yang didugasebagai dalang/pelaku utama pencuriankayu juga mengidikasikan bahwapelaksanaan penegakan supremasihukum dan penyelesaian masalah KKNsecara nasional memang belumditangani secara serius.

Kesimpulan dan Rekomendasi

Kesimpulan umum hasil studi iniadalah Indonesia akan lebih baik/beruntung dengan memperbolehkanekspor kayu bulat walaupun hal inimenyebabkan ekspansi produksi kayulapis dan kayu gergajian lebih lambat.

Pada awal tahun 1998, melaluipenandatanganan dokumen kese-pakatan Letter of Intent antarapemerintah Indonesia dan IMF (yangberisi 50 butir), larangan ekspor kayubulat ditiadakan. Sebagai penggantinya,pengenaan pajak ekspor yang barudiberlakukan. Pajak ekspor kayu bulatdiberlakukan sebesar 40%, dankemudian dikurangi menjadi maksimum10% sebelum akhir Desember 2000 dan0% pada tahun 2003. Namun demikian,meskipun LoI masih berlaku danwalaupun belum ada evaluasi kritisterhadap dampak pengenaan pajakekspor kayu bulat terhadap sektorkehutanan Indonesia, pemerintahIndonesia akhirnya kembali mem-berlakukan kebijakan larangan eksporkayu bulat pada tanggal 8 Oktober2001. Bila kebijakan pengenaan pajakekspor dipercaya sebagai hal yangdiinginkan untuk dilakukan, tarif pajakekspor kayu bulat yang optimal perludihitung dan diberlakukan. Tarif pajakekspor yang optimal tersebutkemungkinan besar akan tetapmemperbolehkan ekspor kayu bulat,dan akan menghasilkan dampakpeningkatan kesejahteraan bagiperekonomian Indonesia, yaitu dengancara menghasilkan total penerimaantertinggi dari hasil produk perkayuan.Pelajaran-pelajaran dari diberlaku-kannya larangan ekspor kayu bulat

seharusnya memberikan peringatan bagipemerintah Indonesia terhadap berbagaiefek negatif yang dapat ditimbulkan dariberbagai kebijakan serupa. Berbagaipelajaran tersebut juga dapat membantupara pembuat keputusan untukmenghindari kegagalan pasar yangsemakin parah akibat penerapankebijakan yang kurang tepat.

Pemerintah Indonesia seharusnyamempertimbangkan pengambilanlangkah-langkah untuk meningkatkanharga kayu bulat domestik, yang saatini jauh lebih murah dibandingkandengan harga di pasar internasional.Harga kayu bulat domestik yang lebihtinggi akan mendorong para pemilikindustri pengolahan kayu untukmenggunakan kayu bulat secara lebihefisien sedemikian sehingga limbahpada berbagai pabrik pengolahan kayudan limbah di hutan akan berkurang.Harga kayu bulat domestik yang lebihtinggi juga akan meningkatkan pene-rimaan pemerintah melalui peningkatanpenerimaan provisi sumber daya hutan(timber royalties) yang dibayar olehperusahaan HPH. Selanjutnya, hargakayu bulat yang lebih tinggi akanmengurangi permintaan. Hal ini, padagilirannya, akan me-ngurangi lajukerusakan hutan dan membantupencapaian pengelolaan hutan lestari diIndonesia. Akhirnya, peningkatan hargakayu bulat akan menyediakan insentifekonomi untuk pembangunan hutantanaman sebagai alternatif atautambahan sumber pasokan bahan bakudisamping dari eksploitasi hutan alam.Keberhasilan dalam pembangunanhutan tanaman dan pengelolaan hutanalam secara berkelanjutan akanmenjamin suatu sumber bahan bakukayu untuk industri pengolahan kayupada jangka panjang.

Permasalahan penebangan liar danpenyelundupan kayu di/dari Indonesiatidak dapat diberantas dengandiberlakukannya kebijakan laranganekspor kayu bulat. Pencurian kayu(over-cutting) dari hutan-hutan di luarJawa sesungguhnya sudah terjadi sejakawal beroperasinya kegiatan pem-balakan kayu perusahaan HPH. Tidakadanya penegakan supremasi hukumsecara benar dan konsisten, serta masihterus maraknya praktik KKNmenyebabkan permasalahan pene-bangan liar dan penyelundupan kayusangat sulit untuk dihentikan di/dariIndonesia.

11intip hutan | april 2003

Ramin merupakanjenis pohon yangpaling berharga

yang dapat ditemukan dihutan rawa Borneo(Kalimantan) dan Sumateratetapi sangat rentanterhadap ekspoitasi secarakomersial. Di pasarinternasional raminmerupakan bahan eksporandalan kayu dari negara-negara Asia Tenggara dantergolongan kayu mewahyang banyak dicari karenaringan, berserat halus danpenampilannya yang mengkilat. Biasanya produksi daribahan kayu ramin dipergunakan untuk komponen danpelapis perabotan perabotan rumah tangga misalnya pintu,jendela, dekorasi pelapis pinggiran dinding, hiasan, bingkailukisan, mainan kayu dan banyak lagi.

Kayu ramin mulai dikenal dan diusahakan dalamdunia perdagangan sekitar tahun 1938 di Serawak. Padaawal tahun 60-an, Kalimantan Barat, Serawak danKalimantan Tengah merupakan daerah-daerah penyumbangkayu ramin terbesar. Tahun 1966 - 1971, rata-rata eksporkayu ramin dalam bentuk log (kayu bulat dari KalimantanBarat sebesar ± 339.280 m3. Berbeda dengan Serawak,yang sebelumnya sebagai pengekspor kayu ramin terbesar,mulai mengadakan pembatasan produksi diakibatkan olehsemakin menipisnya persediaan kayu ramin di alam. Kurunwaktu yang sama, volume ekspor kayu ramin dari Serawakmengalami penurunan drastis, yang tadinya mencapai angka100.251 ton tahun 1966, berselang enam tahun kemudiantahun 1971 ekspor kayu ramin dari Serawak hanya tinggal1.338 ton.

Awal tahun 80-an, Indonesia mengekspor kayujenis ramin sebesar 598.000 m3 per tahunnya atau senilaidengan US$ 119 juta. Kemudian di tahun 1987, Indonesiamengekspor kayu ramin sebesar 299.000 m3 yang nilainyaUS$ 86 juta dan pada tahun 1988 sebesar 224.000 m3 (senilai US $ 74 juta).

Kurun waktu tahun 1995 sampai 2001, Indonesiamengekspor kayu ramin dengan total ± 49,04 juta kilogram(kg) senilai dengan US$ 51,62 juta atau volume rata-rataper tahunnya adalah 7 juta kg. Bila disetarakan ke dalammeter kubik maka dari tahun 1995–2001 Indonesiamengekspor kayu ramin sebesar ± 30.895 m3. Kayu ramintersebut diekspor ke negara-negara di benua Asia, Eropadan Amerika Utara. Di Asia, negara terbesar pengimporkayu ramin dari Indonesia adalah Jepang, untuk benua Eropaadalah Italia sedangkan di benua Amerika ditempati oleh

Amerika Serikat (USA)sebagai pengimpor terbesarkayu ramin. Tujuh negaraterbesar pengimpor kayuramin dari Indonesia adalahJepang, Taiwan, Italia,Singapura, China,Hongkong dan AmerikaSerikat.

Jepang merupakannegara pengimpor terbesarkayu ramin dari Indonesiadibandingkan dengan enampengimpor kayu raminlainnya. Selama enam tahun(1995 - 2001), sebanyak ±

19,50 juta kg atau 41 % total kayu ramin yang diekspordari Indonesia telah ditampung oleh pangsa pasar di Jepang.Nilai ekspor kayu ramin yang ditampung oleh pasar Jepangsekitar US$ 24,09 juta. Kemudian diikuti oleh Taiwansebagai negara pengimpor terbesar kedua. Sebanyak ± 11,09juta kg (24 %) kayu ramin telah diekspor ke negara tersebutdengan nilai sekitar US$ 8,28 juta. Di urutan ketiga ditempatioleh salah satu wakil eropa, yaitu Italia. Pasar di Italia, dikurun waktu yang sama telah menampung sebanyak ± 7,96juta kg (17 %) kayu ramin dari Indonesia dengan nilai ±US$ 8 juta. Di urutan keempat sampai keenam, masing-masing ditempati oleh Singapura, China dan Hongkong.Amerika Serikat (USA) sebagai wakil dari benua Amerikamenjadi negara ketujuh pengimpor terbesar kayu ramin dariIndonesia. Volume kayu ramin yang ditampung oleh pasarAmerika Serikat sebesar ± 1,52 juta kg dan memiliki nilaisekitar US$ 2,06 juta. Perkembangan volume ekspor kayuramin pada tujuh negara importir umumnya mengalamipenurunan pada setiap tahunnya.

Sejalan dengan penurunan yang dialami oleh tujuhnegara pengimpor terbesar, untuk total volume ekspor kayuramin dari Indonesia mengalami hal yang sama yaitu adanyapenurunan volume pada setiap tahunnya. Hal inidimungkinkan karena menurunnya persediaan tegakan jenisramin yang ada di hutan alam. Kejadian seperti ini yangpernah dialami oleh negara bagian Serawak di akhir tahun60-an.

Tahun 1995, besar volume ekspor kayu ramin yangberasal dari Indonesia mencapai angka ± 18,51 juta kg atausenilai dengan US$ 22,94 juta. Kemudian tahun 1996 jumlahvolume ekspor kayu ramin sebesar ± 13,07 juta kg atausenilai US$ 12,46 juta. Tahun 1997, angka volume eksporkayu ramin mencapai ± 12,38 juta kg, dengan nilai sebesarUS$ 12,46 juta. Selama tiga tahun, yaitu 1998 sampai 2000ekspor kayu ramin turun cukup tajam. Tahun 1998, volumeekspor kayu ramin hanya sebesar ± 0,14 juta kg (US$ 0,25

Perdagangan Kayu RaminMaraknya Perdagangan kayu ramin ilegal dengan jumlah volumeperdagangan yang sangat besar mengakibatkan negara dirugikanratusan juta US dollar

Memilir kayu ramin melalui sungai- DAS Sebangau Kalteng

12 intip hutan | april 2003

juta) dan pada tahun 1999, sebesar ±0,09 juta kg (US$ 0,07 juta). Untuktahun 2000, volume kayu ramin yangdiekspor “sedikit meningkat”dibandingkan dua tahun sebelumnyadan menyampai angka 0,22 juta kg sertamemiliki nilai US$ 0,15 juta.

Hal yang menarik pascapenurunan volume ekspor selamaperiode 1998 – 2000 adalah terjadipeningkatan volume ekspor kayu raminyang cukup tajam selama tahun 2001atau menjelang pelarangan per-dagangan dan pemanfaatan kayu ramin.Salah satu penyebabnya adalahperusahaan-perusahaan kehutananberusaha sesegera mungkin untukmenjual stok kayu ramin yang masihdimilikinya sebelum batas waktupelarangan penjualan yang ditetapkanoleh pemerintah. Volume ekspor kayuramin yang tercatat oleh BPS selamatahun 2001 adalah sebesar 4,61 juta kgdan memiliki nilai ekspor sebesar ± US$3,57 juta.

Pada pasar di negara pengimporterbesar, harga kayu ramin dariIndonesia cukup berfluktuasi selamaperiode 1995-2001. Harga tertinggikayu ramin dipegang oleh pasar dinegara Amerika Serikat (USA) yaitusekitar US$ 1,36 per kilogramkemudian diikuti oleh pasar diSingapura, sekitar US$ 1,28 perkilogram. Harga rata-rata kayu ramindari ketujuh negara pengimpor terbesaradalah US$ 1,02 setiap satu kilogram.

Pada tahun 1995, harga rata-ratadi pasar internasional untuk kayu jenisramin yaitu sekitar US$ 1,24/kg. Tahun1998 volume ekspor kayu ramin dariIndonesia tergolong rendah tetapi ditahun ini memiliki harga rata-ratatertinggi untuk kayu ramin, yaitumencapai sekitar US$ 1,78 setiapkilogram. Tahun 2000, harga kayuramin di pasar internasional mencapaitingkat terendah dibandingkan tahunsebelumnya, yaitu sekitar US$ 0.68/kg.Selama tahun 2001, harga rata-ratakayu ramin mencapai harga US$ 0,77per kilogram. Periode 1995 - 2001dapat disimpulkan harga rata-rata kayuramin di pasar internasional adalah US$1,02 setiap satu kilogram.

Data yang dikeluarkan oleh BPS,memiliki perbedaan - perbedaan dengandata kegiatan investigasi yangdilakukan oleh EnvironmentalInvestigation Agency (EIA). Selama

tahun 1995 – 2000, EIA mencatatbahwa jumlah total volume ekspor kayuramin dari Indonesia sebesar ± 74,31juta kg (US$ 135,51 juta) dansebanding dengan ± 46.814 m3 atau ±12,38 juta kg setiap tahunnya. Daritujuh pasar ekspor terbesar kayu ramin,Jepang tetap menjadi pasar eksporterbesar atau sebesar 35% dari totalvolume ekspor ketujuh negarapengimpor terbesar kemudian diikutioleh Taiwan, Italia, Amerika Serikat(USA), Hongkong, China dan terakhiradalah Singapura.

Selama enam tahun (1995-2000),sebanyak ± 24,25 juta kg telahditampung oleh pasar di Jepang dengannilai ekspornya sekitar US$ 29,81 juta.Taiwan sebagai negara pengimporterbesar kedua, dengan volumesebanyak ± 11,85 juta kg kayu raminyang telah diekspor ke negara tersebutdan memiliki nilai US$ 9,17 juta. Italiamenempati urutan ketiga denganvolume ± 11,23 juta kg atau sekitarUS$ 11,66 juta.

Nilai dan volume ekspor kayuramin dari Indonesia secara keseluruhanmengalami perubahan yang cukupdrastis yang terjadi pada tahun 1995menuju 1996. Tahun 1995 volume totalekspor kayu ramin dari Indonesiasebesar ± 18,53 juta kg atau senilaidengan ± US$ 79,19 juta turun menjadi± 13,07 juta (US$ 12,17 juta) padatahun 1996. Tahun 1997, volumeekspor kayu ramin sebesar ± 12,45 jutakg atau senilai US$ 12,56 juta. Tahun1998, volume ekspor kayu raminsebesar ± 9,67 juta kg (US$ 11,98 juta)dan pada tahun 1999, sebesar ± 12,55juta kg (US$ 12,37 juta). Pada periodeini, volume ekspor terendah kayu ramindari Indonesia terjadi pada tahun 2000.Besar volume kayu ramin yang diekspordari Indonesia hanya sekitar 8,03 jutakg dan memiliki nilai sekitar US$ 7,23juta.

Berdasarkan data investigasi EIA,selama enam tahun (1995-2000) hargakayu ramin bila dirata-ratakan padakeseluruhan pasar internasional adalahUS$ 1,56/kg. Kecuali tahun 1995 yangmencapai sekitar US$ 4,27/kg, hargarata-rata kayu ramin setiap tahunnya dipasar internasional relatif stabil. Tahun1996 harga rata-rata kayu raminmengalami penurunan secara drastisyaitu sekitar US$ 0,93/kg, tahun 1997harga rata-rata kayu ramin sekitar US$

1,01/kg dan sekitar US$ 1,78/kg padatahun 1998. Kemudian tahun 1999harga rata-ratanya sekitar US$ 0,97/kgdan sekitar US$ 0,90/kg pada tahun2000. Bila berdasarkan tujuh negarapengimpor terbesar maka harga rata-rata kayu ramin tertinggi berada dipasar Amerika Serikat (US$ 1,93/kg)dan yang terendah di Taiwan.

Sumber yang berbeda seperti ISAmengatakan, pada dekade 90-an pasardi luar negeri selalu menerima kayuramin dari Indonesia, besarnya kuranglebih 200.000 m3 per tahun atau samadengan ± US$ 200 juta. Sementaramenurut BPS dan EIA, volume rata-rata kayu ramin yang diekspor ‘hanya’sekitar 7 juta per tahun (± 4.410 m3)dan hasil investigasi EIA mencatatvolume rata-rata ekspor kayu raminsebesar ± 12,38 juta kg per tahunnyaatau setara dengan 7.799 m3. Bila data(Ketua Harian ISA, JimmyPurwonegoro) yang dikutip oleh harianKompas dapat dipercaya dan kemudiandibandingkan dengan data BPS maupuninvestigasi EIA, maka yang terjadiadalah terdapatnya perbedaan volumeekspor yang berbeda jauh. Perbedaanvolume ekspor yang ada di antara keduasumber data tersebut mencapai ±195.000 m3 yang diindikasikanmerupakan hasil dari perdaganganilegal.

Kemudian selama tahun 2001,menjelang atau setelah dikeluarkanSurat Keputusan Menteri Kehutanan(SK Menhut) No.127/2001 tentangpelarangan ekspor kayu ramin, pasar diEropa masih juga mendapatkan kayuramin dari Malaysia dan Singapurasebesar ± 70.000 m3 (menurut KetuaHarian ISA, Jimmy Purwonegoro),yang sumber kayunya dari Indonesia.Sementara ekspor kayu ramin secaralegal yang tercatat di BPS selama tahun2001 hanya sebesar 4,62 juta kg ataubila disetarakan ke dalam meter kubikhanya sekitar 2.910 m3.

Kedua hal di atas menandakanpenerapan SK Menhut tentang pela-rangan ekspor kayu ramin tidaksepenuhnya dijalankan dengan baiksehingga perdagangan kayu raminsecara ilegal tetap marak dengan jumlahvolume perdagangan yang sangat besar.Dengan kata lain negara dirugikanjutaan dolar.

13intip hutan | april 2003

Merajalelanya kasus illegallogging di Indonesiaternyata tak lain dan tak

bukan karena ada indikasi terlibatnya“orang-dalam”. Mengherankanmemang di satu sisi mereka-merekainilah yang seharusnya berkomitmenuntuk memberantas illegal logging,alih-alih malah berperan dalammaraknya illegal logging itu sendiri.Dengan memakai asas praduga takbersalah, tentu saja bersalah atautidaknya “mereka-mereka’ ini akanditentukan melalui pengadilan yangmudah-mudahan masih ada di negerikita ini.

Sepanjang tahun 2002 – 2003 dariberbagai liputan yang dilansir olehmedia massa baik lokal maupunnasional paling tidak tercatat 29nama pejabat yang tercatat menghiasi”media massa” berkenaan dengankasus illegal logging. Ke 29 pejabatyang terlibat illegal logging tersebutada yang berstatus saksi yangkemudian berpeluang menjaditersangka, tersangka, bahkan adayang sudah dicopot jabatannya akibatkasus terkait dan ada juga yangtelahdivonis penjara.

Dengan menghormati azas pradugatak bersalah, bersalah atau tidaknyaorang-orang yang disangkakanterlibat kasus illegal logging tohakhirnya ada di tangan pengadilan.Berikut ini sajian berupa kumpulanberita dari beberapa media massayang melaporkan keterlibatansejumlah pejabat dalam kaitannyadengan kasus illegal logging.

JAWA TIMURPertengahan tahun 2002, harianMedia Indonesia melaporkan empatpejabat Dinas Kehutanan (Dishut)yang diduga menerima suap Rp152juta dari pengusaha kayu di Pasuruan

akhirnya diperiksa Badan Pengawas(Bawas) Pemerintah Provinsi JawaTimur (Jatim). Keempat pejabat yangdiperika adalah Kepala DinasKehutanan (Kadishut) SusiloSugiono, Kepala Sub Dinas(Kasubdin) Perlindungan Hutandan Konservasi Basuki, Yosep, danHendowo. Mereka diperiksa dikantor Dishut di Jl Juanda, Surabaya.Pemeriksaan dilakukan langsung olehgubernur Jatim Imam Utomo. Selainkeempat orang tersebut, mantankadishut yakni Asikin Sunaryayang disinyalir juga turut menikmatiuang tersebut tidak diperiksamengingat statusnya yang telahpensiun. Selain pejabat di KantorDishut Jatim, Bawas juga memeriksasatu pejabat lagi yang bertugas diPasuruan, yakni Bambang Sumadiyang menjabat Kasi BadanKonservasi Sumber Daya Alam.Apabila hasil pemeriksaanmenyimpulkan bersalah, maka paratersangka dapat dikenai sanksi berupaperingatan, penundaan kenaikanpangkat, sampai pada pemecatan. Sumber: Media Indonesia 3 Juni 2002

Pada bulan Juli, Dishut Jatimmelakukan mutasi terhadap sejumlahpejabat di eselon IV. Pihak DishutJatim membantah bahwa mutasitersebut merupakan tekanan darikomisi B DPRD Jatim berkaitankasus pemberian uang sebesar Rp.152juta dari seorang pengusaha kayu asal

Gresik, dengan adanya permainanpenerbitan SKHH. Sementaraanggota Komisi B menyorot tajamterhadap mutasi tersebut, karenaorang-orang yang di mutasi di BalaiPeredaran Hasil Hutan itu ternyataorang yang selama ini dekat denganpengusaha kayu ilegal.Sumber: Media Indonesia 5 Juli 2002

JAWA TENGAH

Setiyo Prayitno AsistenPerkebunan PT Perhutani Kendal,Jawa Tengah (Jateng) diperiksa olehPolres Kendal berkaitan dengan kasuspencurian kayu. Pemeriksaanterhadap tersangka berkaitandwengan ditangkapnya Jafar, 43, danSanadi, 27, sopir dan kernet trukpengangkut tiga batang kayu jatigelondongan yang diduga hasil curiankarena tanpa dilengkapi olehdokumen sah. Menurut pengakuanJafar kepada petugas Polres Kendal,kayu tersebut diangkut atas perintahSetiyo untuk dibawa ke rumahdinasnya.

Namun dugaan pencurian kayudibantah sendiri oleh humas PehutaniKPH Kendal yang menyatakan bahwatujuan dari Setiyo adalah untukmengamankan kayu. Hanya saja yangdisesalkan adalah Setiyo tidakmelengkapinya kayu tersebut dengandokumen yang sah ataupun

Pejabattersandungillegal loggingRata-rata kasus Illegal logging banyakmelibatkan pejabat-pejabat tinggidaerah, pantas sulit diberantas

Penebang liar sedang berusaha mengeluarkan kayu dari hutanPhoto: Togu Manurung

14 intip hutan | april 2003

mendapatkan pengawalan dari Polhut.Sumber: Media Indonesia Sabtu, 6 Juli 2002

Akibat penangkapan balok kayu jatiyang diduga ilegal di depan rumahanggota DPRD Kendal Sutrimo,PT Perhutani Kesatuan PemangkuHutan (KPH) Kendal, Jawa Tengah,mendapat teror telepon gelap. Teroryang diterima Perhutani tersebutterjadi sebanyak empat kali, yaitu duakali melakukan ancaman jika kasustersebut masih diteruskan dan duakali meminta agar kasus ituditeruskan. Untuk menindaklanjutikasus penangkapan kayu jati, pihakPerhutani Kendal telah menyerahkanpemberkasan ke Polres, tetapi sampaikini tidak ada tindak lanjut dari kasustersebut. Hal tersebut dibantah olehpihak kepolisian yang menyatakanbahwa tidak benar kepolisian telahmendapat limpahan kasuspenangkapan kayu di rumah anggotaDPRD Sutrimo.Sumber: Media Indonesia 16 Juli 2002

JAWA BARAT

Dari Cianjur, NUG salah seorangPejabat di Kantor Dinas Perhutanandan Konservasi Tanah (PKT) ditahanpetugas polres setempat karenadiduga memalsukan surat keterangansahnya hasil hutan (SKSHH).Penahanan NUG berawal dariditangkapnya dua truk trontonbermuatan kayu bayur dan satu trukbermuatan kayu jati di wilayahKecamatan Cibinong pada 19 April2002. Hasil pemeriksaan aparatberwajib menunjukkan ternyata kayu-kayu itu dilengkapi SKSHH yangdiduga asli tapi palsu (aspal). SKSHHyang dikeluarkan NUG ternyatadibuat tidak sesuai dengan proseduryang berlaku, antara lain seharusnyadirekomendasikan oleh sebuah tim.Tim tersebut terdiri dari camat,Perhutani, Dinas PKT, dan polseksetempat. ‘’Namun, NUGmenerbitkannya tanpa rekomendasiitu.’’Sumber: Media Indonesia 23 April 2002

JAKARTA

Direktur utama Perum PerhutaniMarsanto dan Kepala DivisiPerencanaan dan PengembanganBambang Aji S diperiksa oleh mabesPolri sehubungan dengan dugaanpraktek korupsi, kolusi dannepotisme (KKN). Dugaan praktekKKN tersbut menyebabkan terjadinyaketidakefisienan pengelolaananggaran perusahaan. Hal itumenyebabkan kinerja Perhutanikhususnya pengelolaan lingkunganmenjadi kacau. Akibatnya dayadukung ligkungan kawasan hutan diJawa semakin rusak sehingga bencanabanjir dan longsor kerap terjadi.Pemeriksaan dugaan KKN tersebutmeliputi program corporate image,khususnya mengenai kelayakanpengeluaran dana Rp. 43.4 miliar.Sumber: Kompas 15 April 2003

SUMATERA BARAT

Dari Padang dilaporkan, KepalaDinas Kehutanan KabupatenPasaman Drs. SY. M.Si ditahan diPolda Sumbar karena diduga terlibatdalam kasus “main kayu” . Penahanantersebut didasarkan atas laporan SLseorang pemilik kayu hasil tangkapanSatpol PP Pasaman. Beliaumenyebutkan telah membayar uangProvisi Sumber Daya Hutan dan DanaReboisasi (PSDH dan DR) sebesarRp. 22.5 juta kepada tersangka SY.Namun surat PSDH dan DR tidakjuga dikeluarkan oleh tersangka.Sumber: Warta Bumi Jumat 7 Maret 2003

BENGKULU

Direktur Utama PT Semaku JayaSakti (BUMD milik PemkabBengkulu Selatan) Ir. Idrus Sanusi,dan Direktur PT. Sirlando HeksaUtama Paul telah ditetapkan sebagaitersangka kasus penebangan kayuilegal di TN Bukit Barisan Selatandengan barang bukti 1300 m kubikkayu gelondongan. Kasus inimengakibatkan kerusakan TamanNasional BBS yang cukup parahsepanjang 1 km di dalam kawasan TNBBS. Selain itu alat berat pendukungillegal logging telah memporakporandakan kawasan sehingga

kerusakan ekosistem telah melewatiambang batas toleransi. MantanSesdakab Bengkulu SelatanBarullah Abas, MA diperiksa olehpihak kepolisian karena didugaterlibat memberi kemudahan denganmemberikan perizinan untukekploitasi hutan di kawasan lindungtersebut. Sementara itu KadishutBengkulu Selatan, Junior Hafizberkali-kali tidak hadir ketika dimintaikesaksiannya mengenai perijinan yangdiberikan kepada PT. Semaku danmungkin saja status tersangka bisadiperoleh kadishut tersebut.Sumber: Yayasan Ulayat, Bengkulu

Sebelumnya, Polda Bengkulu jugaberhasil menggiring Ketua DPRDBengkulu Selatan, Murman

KALIMANTANTENGAH

Cerita pengusutan kasus Illegal Logging

Kejaksaan Kalimantan Tengah saatini sedang giat-giatnya megusutkasus pejabat yang terkait dengankasus illegal logging.

Tak tanggung-tanggung, pejabat yangdiusut oleh kejaksaan adalah orang-orang yang menduduki jabatanpenting di Kalimantan Tengah.

Ditetapkannya Kepala DinasKehutanan Kalimantan Tengah Ir.Toboryanto Angga, MM sebagaitersangka kasus illegal loggingdikarenakan SKSHH yang diterbitkanoleh Kadishut tidak berdasarkanketentuan yang berlaku dalamPedoman Tata Usaha Kayu.

SKSHH yang diterbitkan hanyadidasari oleh keputusan DPRD BaritoUtara No 17/KEP-DPRD/2002,tertanggal 7 Mei 2002.

Keputusan DPRD atas dasarrekomendasi Bupati Barito Utaramelalui surat No 522.21/266/EK,tanggal 6 Mei 2002, PErihalpenanganan Illegal Logging yangmemuat resume Rapat tanggal 30april 2002 dan kesimpulan rapat

KOTAK HITAM

15intip hutan | april 2003

Effendi ke kursi pesakitan, karenadiduga melakukan penebangan kayudi hutan lindung Bukit Sanggul,Kecamatan Seluma, BengkuluSelatan.Sumber: Suara Pembaruan 17 Mei 2002

SUMATERA SELATAN

Akibat memalsukan dokumen SuratKeterangan Sah Hasil Hutan(SKSHH) atas ribuan batang kayulog, yang ditangkap Kodam II/Sriwijaya, Sy dan Sub pejabat diDishut Sumsel dijadikan tersangka.pemeriksaan kedua pejabat DishutSumsel itu karena ada dugaanSKSHH No. Seri DB 382922 ataskayu 2.639 batang sebagai dokumen

kayu yang dipalsukan. SeharusnyaSKSHH kayu tersebut dikeluarkan diKabupaten Muba, tapi kenyataannyaoleh dua pejabat tersebut dibuat dikantor Sako Kenten, daerahperbatasan Palembang dengan Muba.Sumber:Suara Pembaruan 1 Juli 2002

KALIMANTAN TIMUR

Ketua DPRD Kutai BachtiarEffendi, terpaksa berurusan denganhukum. Bermula dari kegiatanpolisi dalam patroli rutin lantasmenghentikan truk KT 8627 CA yangpenuh dengan muatan kayu dikawasan Bukit Tenggarong. Sopirtruk tidak dapat menunjukkan suratjalan atas muatannya dan hanyamengatakan bahwa kayu ulinberpenampang 14X14 Cm itu adalahmilik Ketua DPRD Kutai.

Bachtiar Effendi sendiri membantahbahwa dirinya menyuruh sopirmembeli kayu ilegal untukmembangun rumah makan diTenggarong. Pada waktu itu beliaumemberi sejumlah uang kepada sopirdan menyuruhnya untuk membelikayu sebanyak lima kubik dipangkalan kayu resmi.Sumber: Suara Pembaruan 7 Juni 2002

KALIMANTAN TENGAH

Harian Banjarmasin Pos (22Desember 2002) menulis H.Toboryanto Angga, MM , KepalaDinas Kehutanan KabupatenBarito Utara resmi dijadikantersangka kasus korupsi atas mark uplelang kayu illegal logging padaNovember 2001. Kadishut Batara dijadikan tersangka karena dua kalimelakukan pelelangan yaitu tanggal12 dan 13 November 2001, sesuaidengan risalah lelang kayu di lakukansebanyak 6.500 meter kubik namunyang di milrkan lebih dari 20.000meter kubik. Berkaitan denganpelelangan tersebut, Bupati BaritoUtara Ir. Badarudin dan KetuaDPRD Barito Utara H. Baslenudinakhirnya dijadikan tersangka setelahsebelumnya diperiksa sebagai saksiberkaitan dengan rekomendasi yangdiberikannya dalam kasus pelelangantersebut.Sumber: Kalteng Pos, 24 Maret 2003

Masih dari Kalteng, harianBanjarmasin Pos (1 Maret 2003)melaporkan Wakil BupatiKotawaringin Timur Drs. H. M.Thamrin Noor dan Kepala BagianPerekonomian Setda KotawaringinTimur , Yusuf Sulaiman jugadijadikan tersangka. Kasus yangmenjerat keduanya adalah adanyalelang fiktif kayu hasil illegal loggingyang di lakukan pada 30 April 2002dan 10 Juli 2002 di Sampit.

Setelah Bupati dan Ketua DPRDBarito Utara serta Wakil BupatiKotim dijadikan sebagai tersangkadalam illegal logging, kini giliranmantan Wakadishut Barsel yangdijadikan Kejari Buntok sebagaitersangka. Ir Golkas yang saat inimenduduki jabatan Kepala DinasKehutanan (Kadishut) Gunung Masdinyatakan sebagai tersangka olehKejaksaan Negeri (Kejari) Buntokdalam kasus kayu lelang, Januari2002 lalu. Golkas saat lelang sebagaiWakadishut Barsel dan bertindaksebagai Ketua Tim Lelang, Golkasdiduga menyalahgunakanwewenangnya sehingga menyebabkankerugian negara akibat milirnya rakitkayu lelang sebanyak 15.425 meterkubik atau 12.150 batang. Kayudimilirkan sementara pemenang lelangHj Kurniati tak melunasi provisisumber daya hutan (PSDH), danareboisasi (DR) dan retribusi daerah(RD) senilai Rp3,327 miliar sampaisekarang. Gulkas dikenai pasal 3 UUNo 31/1999 jo pasal 15 UU No 20/2001 tentang Korupsi. Jika terbukti,Gulkas akan dikenai hukumanminimal satu tahun penjara dan dendaminimal Rp50 juta.Sumber: Banjarmasin Pos 7 Maret 2003)

Sementara itu harian sore SuaraPembaruan 12 Maret 2003 merilisberita vonis 4 tahun bagi terdakwaillegal logging di Kalteng. MajelisHakim dalam vonisnya menyatakan,terdakwa Sudarso (mantan KepalaSeksi Pemasaran Dinas KehutananBarito Utara) terbukti secara sahdan meyakinkan melakukan tindakankorupsi melalui penerbitan dokumenpengiriman kayu. Kerugian negaraterjadi saat terdakwa selaku KetuaPanitia Lelang hanya mampu menjualsatu dari lima paket lelang kayu

teknis Bupati dengan staff dan unsurMuspida dan intansi terkait dalamrangka membahas Illegal Loggingyang dipimpin langsung oleh BupatiBarito Utara.

Keputusan yang dikeluarkan olehDPRD tersebut ternyata dibuat hanyaberdasarkan wewenang PimpinanDPRD tabnpa melibatkan komponenanggota DPRD lainnya tanpa melaluimekanisme Rapat Paripurna/Internseluruh anggota DPRD.

Berkenaan dengan kasus ini, tidakhanya Kadishut yang dijadikantersangka. Ketua DPRD Barito Utaradan Bupati Barito Utara akhirnyaditetapkan juga sebagai tersangkadengan tuduhan yang disangkakanadalah tindak pidana korupsi. Saat inikejaksaan masih memeriksa paratersangka.

Lambannya pemeriksaan diakibatkanpemeriksaan tersangka harusmendapat izin dari gubernur danPresiden RI. Namun kabarnya suratizin tersebut sudah turun sehinggapemeriksaan bisa dilaksanakan.

Upaya penegakan hukum yangdilakukan oleh Kejaksaan Kaltengdiharapkan benar-benar dilakukanuntuk mengatasi kejahatan lingkunganyakni penebangan liar yang sampaisaat ini seolah-olah belum tersentuhhukum. Semoga upaya ini jugaditeruskan di daerah-daerah lain yangmemeiliki penyakit Illegal Loggingkronis.

16 intip hutan | april 2003

temuan Tim Gabungan PenertibanKayu ilegal (TGPKI) Barito Utara.Malah dua paket kayu lelang yangmenjadi tanggung jawab terdakwahilang. Dalam kasus tersebut majelishakim memvonis terdakwa denganhukuman 4 tahun penjara dan dendaRp 200 juta, serta membayar kerugiannegara sebesar Rp 538.926.335,89dan 34.951,68 dolar.

KALIMANTAN SELATAN

Kadistanhut Pemrov Kalsel Ir.Triono, secara resmi memecat Ir.Asmullah, pejabat Dishut Barabai,yang terlibat meloloskan kayu denganmenerbitkan dokumen SKSHH“blong” alias siluman, sehingga kayutadi lolos ke pulau Jawa. Ir. Asmullahjuga selain dianggap melanggardiskonstrasi jabatan fungsional jugamelanggar SK Dirjen PHP/No.132/KPTS tentang penerbitan SKSHH.Pasalnya Ir.Asmullah mengeluarkandokumen secara mendadak dansembunyi-sembunyi . TragisnyaSKSHH tadi mulus dikeluarkan tanpamelakukan pemeriksaan fisikterhadap isi dari 4 truk angkutan kayuMeranti.Sumber: Radar Banjarmasin, 25 Februari2003

SULAWESI TENGGARA

Polda Sultra telah memanggilGubernur Kaimoeddin untukmemberikan kesaksian mengenaikasus kayu jati di Kabupaten Muna.Sejauh ini, Polda Sultra telahmelimpahkan sembilan tersangkakasus kayu jati di Kabupaten Munake Kejaksaan Muna untuk segeraditeruskan ke pengadilan. Darisembilan tersangka itu, tidak adanama Gubernur Sultra.

Kapolda tidak merinci siapakesembilan tersangka tersebut, namunmengatakan mereka adalah sejumlahpejabat di Dinas KehutananKabupaten Muna dan PerusahaanDaerah (PD) Perhutanda.Berdasarkan informasi, tiga darisembilan tersangka itu adalahMantan Kepala Dinas KehutananKabupaten Muna ParaminsiRachman , dan Direktur UtamaPD Perhutanda Alimuddin danDirektur PD Perhutanda KabMuna Fajar Sudrajat. Ketiganyadiperiksa berkaitan dengan penerbitan940 lembar surat laporan hasilproduksi (LHP) atas 15.147 meterkubik kayu jati ilegal. Padahal, sesuaiUU No. 41/1999 tentang Kehutanandan Perkebunan dinyatakan, yang

berhak menerbitkan LHP adalahpengusaha. Itu pun sepanjangmemiliki izin hak pengolahan hutan(HPH) atau izin pemanfaatan kayutebangan masyarakat (IPKTM).Sumber: Media Indonesia 7 Mei 2002

GORONTALO

Setelah diperiksa sekitar 6 jam diPolres Gorontalo, oknum KepalaDinas Kehutanan Kab GorontaloAR resmi ditahan karena terkait izinpenebangan kayu jati dan mahoni dihutan lindung Desa Panggulo, Kec.Sabila Gorontalo. Selain AR, tigatersangka lainnya ikut ditahan,diantaranya oknum KadiscabKehutanan Suwawa berinisial HM,serta dua warga NM dan DR karenaterlibat penebangan. Berkaitandengan penahanan tersebut KadishutAR mengancam akanmempraperadilankan polres karenatidak cukup bukti untuk melakukanpenahanan dan beliau menolak untukmenadatangani surat perintahpenahanan.Sumber: Gorontalo Pos, 27 Maret 2003

Kita berharap bahwa kasus-kasus diatas dapat diselesaikan melalui upayapenegakan hukum dengan tidakpandang bulu.

Photo: Togu Manurung