Dian_refkas Fraktur Colles

56
BAB I LAPORAN KASUS I. IDENTITAS Nama : Sdr. T M Umur : 19 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Alamat : Dusun Ngambak RT 05/02 Kel. Ngambakrejo Kec. Tanggungharjo Kab. Grobogan Pekerjaan : Buruh Agama : Islam Tgl masuk RS : 23 Oktober 2013 Bangsal : Kenanga Ruang 3 No.CM : 431454 II. ANAMNESIS Anamnesis dilakukan secara heteroanamnesis pada hari ke-3 dirawat di RS pukul 16.00 di Bangsal Kenanga Kamar 3.2 A. Keluhan Utama : Sakit di pergelangan tangan kiri bawah B. Keluhan Tambahan : Pergelangan tangan kiri bawah tidak bisa digerakkan B. Riwayat Penyakit Sekarang : Lokasi : Pergelangan tangan kiri bawah Onset : ± 60 jam yang lalu Kualitas : Sakit dan tidak bisa digerakkan

description

stase ilmu bedahrefleksi kasus fraktur 1/3 distal radius sinister (colles fracture))

Transcript of Dian_refkas Fraktur Colles

BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS

Nama : Sdr. T M

Umur : 19 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Dusun Ngambak RT 05/02 Kel. Ngambakrejo Kec.

Tanggungharjo Kab. Grobogan

Pekerjaan : Buruh

Agama : Islam

Tgl masuk RS : 23 Oktober 2013

Bangsal : Kenanga Ruang 3

No.CM : 431454

II. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara heteroanamnesis pada hari ke-3 dirawat di RS pukul

16.00 di Bangsal Kenanga Kamar 3.2

A. Keluhan Utama : Sakit di pergelangan tangan kiri bawah

B. Keluhan Tambahan : Pergelangan tangan kiri bawah tidak bisa digerakkan

B. Riwayat Penyakit Sekarang :

Lokasi : Pergelangan tangan kiri bawah

Onset : ± 60 jam yang lalu

Kualitas : Sakit dan tidak bisa digerakkan

Kuantitas : terus menerus setiap hari

Kronologis :

± 60 jam yang lalu, pasien mengalami kecelakaan lalu lintas di daerah

Brangsong. Pasien menggunakan sepeda motor, posisi sebagai

pembonceng. Sebelumnya pasien melakukan pesta minuman keras bersama

rekan-rekannya di daerah Kaliwungu kemudian melanjutkan perjalanan ke

arah Kendal kota. Pasien membonceng temannya yang juga dalam

pengaruh alkohol. Ketika sampai di daerah Brangsong, ada sebuah truk

yang akan menyeberang dari arah kanan, tetapi pengendara motor kaget

dan dalam kondisi tidak seimbang membanting setir ke kiri, hingga motor

jatuh ke kiri dan terseret. Pasien sebagai pembonceng jatuh dalam posisi

lengan kiri jatuh terlebih dahulu menahan badan, kemudian muka juga

jatuh menyentuh aspal. Pingsan (-).

± pukul 04.00 tanggal 23 Oktober 2013 (± 1 jam setelah kejadian) pasien

datang ke IGD dengan diantar polisi. Pasien dalam kondisi sadar , lengan

kiri bawah dan tangan kiri terasa sakit dan tidak bisa digerakkan, luka di

daerah wajah, pusing, mual (-), muntah (-).

Faktor modifikasi : sakit berkurang bila lengan kiri diistirahatkan

Keluhan lain : sakit kepala

C. Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat trauma : disangkal

Riwayat Hipertensi : disangkal

Riwayat Alergi Obat dan Makanan : disangkal

Riwayat DM :

disangkal

E. Riwayat Penyakit Keluarga :

Riwayat trauma : disangkal

Riwayat Hipertensi : disangkal

Riwayat Alergi Obat dan Makanan : disangkal

Riwayat DM :

disangkal

F. Riwayat Pribadi, Sosial dan Ekonomi

Pasien baru 3 bulan bekerja sebagai buruh pabrik. Pasien tinggal di kost

bersama teman kerja di daerah Mangkang. Biaya pengobatan ditanggung oleh

Jamkesmas.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Composmentis

GCS : 15

Status gizi : Normoweight

Tanda vital

T : 110/70 mmHg

N : 80 x/menit (regular, isi dan tegangan cukup)

R : 20 x/menit (reguler)

tº : 36,3º C (per axiller)

Status generalis

1. Kulit : sawo matang, turgor kulit (N)

2. Kepala : bentuk mesocephal, luka (-)

3. Wajah : luka lecet (+) di pipi kanan, luka robek (+) di pipi

kiri, bengkak (+) di pipi kanan, darah (-)

4. Mata : konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),

pupil isokor (diameter 3mm/3mm), reflek cahaya (+/+)

5. Telinga : Discharge (-/-)

6. Hidung : septum deviasi (-), discharge (-/-)

7. Mulut : Normal, sianosis (-)

8. Leher : simetris, deviasi trachea (-), pembesaran kelenjar getah

bening (-), pembesaran kelenjar tiroid (-).

9. Thoraks : normochest, simetris, pembesaran kelenjar getah bening

aksilla (-)

COR

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

Palpasi : ictus cordis teraba di SIC V, 2 cm ke medial linea

midclavicularis sinistra, pulsus para sternal (-),

pulsus epigastrium (-)

Perkusi : batas jantung

kiri bawah : SIC V, 2 cm medial linea midclavicularis sinistra

kiri atas : SIC II linea sternalis sinistra

kanan atas : SIC II linea sternalis dextra

pinggang jantung : SIC III linea parasternalis sinistra

Kesan : konfigurasi jantung dalam batas normal

Auskultasi : Bunyi Jantung I-II reguler, bising (-)

PULMO

Depan Belakang

I : Statis : normochest (+/+), simetris

kanan kiri, retraksi (-/-)

Dinamis : pergerakan paru

simetris, retraksi (-/-)

Pa : Statis : simetris, sela iga tidak

melebar, tidak ada yang tertinggal,

retraksi (-/-)

Dinamis : pergerakan paru

simetris, sela iga tidak melebar,

tidak ada yang tertinggal, retraksi

(-/-)

Stem fremitus kanan=kiri

Pe : sonor / sonor seluruh lapang paru

Aus: Suara dasar vesikuler (+/+),

ronki (-/-), wheezing (-/-)

I : Statis : normochest (+/+), simetris

kanan kiri, retraksi (-/-)

Dinamis : pergerakan paru

simetris, retraksi (-/-)

Pa : Statis : simetris, sela iga tidak

melebar, tidak ada yang

tertinggal, retraksi (-/-)

Dinamis : pergerakan paru

simetris, sela iga tidak melebar,

tidak ada yang tertinggal, retraksi

(-/-)

Stem fremitus kanan=kiri

Pe : sonor/sonor seluruh lapang paru

Aus: Suara dasar vesikuler (+/+),

ronki (-/-), wheezing (-/-)

10. Punggung : kifosis (-), lordosis (-), nyeri ketok costovertebra (-)

11. Abdomen

Inspeksi : Normal, meteorismus (-), massa (-)

Palpasi : Supel, nyeri tekan (-)

Perkusi : timpani di semua lapang abdomen

Auskultasi: bising usus (+) normal

12. Ekstremitas

Superior Inferior

Akral dingin

Edema

Capilary refill

Jejas

(-/-)

(/+)

< 2 “

(-/+)

(-/-)

(-/-)

< 2 “

(-/-)

IV. STATUS LOKALIS

Regio Facialis

Inspeksi : Tampak luka lecet di Buccal dexter, ukuran 7 cm x 3 cm,

merah (+), bengkak (+), darah (-)

Tampak luka jahitan di Buccal sinister , ukuran 5 cm x

0,5 cm, warna = kulit sekitar, bengkak (-)

Palpasi : suhu teraba normal, sakit saat palpasi (-)

Regio Antebrachii Sinister

Look (Inspeksi) : tampak luka lecet di daerah Cubiti, 3 cm x 2 cm, tepi

tidak teratur, bone expose (-), warna kemerahan (+),

bengkak (+), hematom (-), darah (-), deformitas (+)

Feel (Palpasi) : sakit saat palpasi (+), pulsasi a. radialis (+), akral hangat

(+), sensasi (+), CRT (<2”)

Move (Gerakan) : nyeri saat digerakkan (+), kekakuan (+), gerakan aktif dan

pasif terhambat (+), tangan posisi pronasi (+), muscle

power = 1

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Laboratorium (Tanggal 23-10-2013)

Hematologi

WBC (H) : 20,7 x 103/μl (4,0-11,0)

Lymph# : 1,4 x 103/μl (0,8-4.0)

Mid# : 1,1 x 103/μl (0,1-1,5)

Gran# (H) : 18,2 x 103/μl (2,0-7,0)

Lymph% : 6,7% (20,0-40,0)

Mid % : 5,2% (3,0-15,0)

Gran%(H) : 88,1% (50,0-70,0)

HGB : 14,1 g/dl (11,0-16,0)

RBC : 4,18 x 106/μl (3,50-5,50)

HCT : 39,8 % (37,0-54,0)

MCV : 95,3 % (80,0-100,0)

MCH : 33,7 pg (27,0-34,0)

MCHC : 35,4 g/dl (32,0-36,0)

RDW-CV : 13,7 % (11,0-16,0)

RDW-SD : 51,2 fl (35,0-56,0)

PLT : 206 x 103/μl (100-300)

MPV : 7,2 fl (6,5-12,0)

PDW : 15,4 (9,0-17,0)

PCT : 0,148 % (0,108-0,282)

Koagulasi

PT : 12,1 detik (11,3-14,7)

APTT : 31,8 detik (27,4-39,3)

2. Pemeriksaan Radiologi (Tanggal 23-10-2013)

a. Foto Antebrachii Sinister proyeksi AP/Lateral

Kesan :

Tampak gambaran fraktur di 1/3 distal radius sinister tipe Colles

b. Foto Cranium proyeksi AP/Lateral

VI. ASSESMENT

Dx Klinis

1. CKR (Cedera Kepala Ringan)

2. Close Fracture 1/3 distal radius sinister tipe Colles

3. Vulnus ekskoriasi regio Cubiti sinister

4. Vulnus laceratum regio Buccal Sinister

5. Vulnus ekskoriasi regio Buccal dexter

VII. INITIAL PLAN

a. Ip Dx

- Pemeriksaan hemostasis : PT/PPT, APTT

b. Ip Tx

Non medikamentosa :

1. Wound toilet + debridement

2. Hecting Vulnus laceratum regio buccal sinister

3. Pemasangan spalk di region antebrachii sinister

Medikamentosa :

- Inj. Ceftriaxon 2x1 gr

- Inj. Ketorolac 3x30 mg

- Inj. ATS 250 IU

c. Ip Operatif

Rujuk ke Dokter spesialis bedah

d. Ip Monitoring

Keadaan umum, tanda vital, perbaikan tanda dan gejala, pola makan, hasil

pemeriksaan penunjang, kondisi luka operasi, perbaikan movement. 

e. Ip Ex

Penjelasan mengenai penyakit dan prognosisnya, minum obat teratur,

makanan tinggi protein, vitamin dan mineral, menjaga kebersihan luka,

cukup istirahat, tenangkan pikiran dan menahan emosi, mengikuti

fisioterapi teratur.

VIII. PROGNOSIS

• Quo ad vitam : dubia ad bonam

• Quo ad sanam : dubia ad bonam

• Quo ad fungsionam : dubia ad bonam

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Kinesiologi Antebrakhii Distal

Bagian antebrakhii distal sering disebut pergelangan tangan, batas

atasnya kira-kira 1,5-2 inchi distal radius. Pada tempat ini ditemukan

bagian distal tulang radius yang relatif lemah karena tempat persambungan

antara tulang kortikal dan tulang spongiosa dekat sendi. Dorsal radius

bentuknya cembung dengan permukaan beralur-alur untuk tempat

lewatnya tendon ekstensor. Bagian volarnya cekung dan ditutupi oleh

otot pronator quadratus. Sisi lateral radius distal memanjang ke bawah

membentuk prosesus styloideus radius dengan posisi yang lebih rendah

dari prosesus styloideus ulna. Bagian ini merupakan tempat insersi otot

brakhioradialis.

Pada antebrakhii distal ini ditemui 2 sendi yaitu sendi radioulna

distal dan sendi radiocarpalia. Kapsul sendi radioulna dan radiocarpalia

melekat pada batas permukaan sendi. Kapsul ini tipis dan lemah tapi

diperkuat oleh beberapa ligamen antara lain:

1. Ligamentum carpal volar (yang paling kuat)

2. Ligamentum carpal dorsal

3. Ligamentum carpal dorsal dan volar

4. Ligamentum collateral

Radius bagian distal bersendi dengan tulang karpus yaitu

tulang lunatum dan navikulare ke arah distal, dan dengan tulang ulna

bagian distal ke arah medial. Bagian distal sendi radiokarpal diperkuat

dengan simpai di sebelah volar dan dorsal, dan ligament radiokarpal

kolateral ulnar dan radial. Antara radius dan ulna selain terdapat ligament

dan simpai yang memperkuat hubungan tersebut, terdapat pula diskus

artikularis, yang melekat dengan semacam meniskus yang berbentuk

segitiga, yang melekat pada ligamen kolateral ulna. Ligamen kolateral

ulna bersama dengan meniskus homolognya dan diskus artikularis

bersama ligament radioulnar dorsal dan volar, yang kesemuanya

menghubungkan radius dan ulna, disebut kompleks rawan fibroid

triangularis (TFCC = triangular fibro cartilage complex) (Sjamsuhidayat &

de Jong, 1998).

Gerakan sendi radiokarpal adalah fleksi dan ekstensi

pergelangan tangan serta gerakan deviasi radius dan ulna. Gerakan fleksi

dan ekstensi dapat mencapai 90 derajat oleh karena adanya dua sendi yang

bergerak yaitu sendi radiolunatum dan sendi lunatum- kapitatum dan sendi

lain di korpus. Gerakan pada sendi radioulnar distal adalah gerak rotasi.

(Sjamsuhidayat & de Jong, 1998)

Gambar 1a. Sudut normal sendi

radiokarpal di bagian ventral (tampak

lateral)

Gambar 1b. Sudut normal yang

dibentuk oleh ulna terhadap sendi

radiokarpal

Sendi radiokarpal normalnya memiliki sudut 1 - 23 derajat pada

bagian palmar (ventral) seperti diperlihatkan pada gambar 1a. Fraktur

yang melibatkan angulasi ventral umumnya berhasil baik dalam fungsi,

tidak seperti fraktur yang melibatkan angulasi dorsal sendi radiokarpal

yang pemulihan fungsinya tidak begitu baik bila reduksinya tidak

sempurna. Gambar 1b memperlihatkan sudut normal yang dibentuk tulang

ulna terhadap sendi radiokarpal, yaitu 15 - 30 derajat. Evaluasi terhadap

angulasi penting dalam perawatan fraktur lengan bawah bagian distal,

karena kegagalan atau reduksi inkomplit yang tidak memperhitungkan

angulasi akan menyebabkan hambatan pada gerakan tangan oleh ulna.

(Simon & Koenigsknecht, 1987)

2.2 Definisi

Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang

rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial. Bila trauma

terjadi pada atau dekat persendian, mungkin terdapat fraktur pada tulang

disertai dislokasi sendi yang disebut fraktur dislokasi. Dislokasi adalah

keadaan tulang yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan secara

anatomis. Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan

tekanan terutama tekanan membengkok, memutar dan tarikan.

Fraktur Colles adalah fraktur radius bagian distal (sampai 1 inchi dari

ujung distal) dengan angulasi ke posterior, dislokasi ke posterior, dan

deviasi fragmen

distal ke radial; dapat bersifat kominutiva dan dapat disertai fraktur prosesus

stiloid ulna. Dislokasi ini menyebabkan bentuk lengan bawah dan tangan bila

dilihat dari samping menyerupai bentuk garpu( dinner-fork deformity).

Abraham Colles adalah orang yang pertama kali mendeskripsikan fraktur radius

distalis pada tahun 1814 dan sekarang dikenal dengan nama fraktur Colles

(Armis, 2000). Cedera yang digambarkan oleh Abraham Colles pada tahun

1814 adalah fraktur melintang pada radius tepat di atas pergelangan tangan,

dengan pergeseran dorsal fragmen distal. Sejak saat itu fraktur

jenis ini diberi nama sebagai fraktur Colles sesuai dengan nama Abraham Colles.

Biasanya penderita jatuh terpeleset sedang tangan berusaha menahan

badan dalam posisi terbuka dan pronasi. Gaya akan diteruskan ke daerah

metafisis radius distal yang akan menyebabkan patah radius 1/3 distal di

mana garis patah berjarak 2 cm dari permukaan persendian pergelangan

tangan.

Fraktur Colles

2.3 Epidemiologi

Fraktur distal radius terutama fraktur Colles’ lebih sering ditemukan

pada wanita, dan jarang ditemui sebelum umur 50 tahun (Clancey, 1984;

Cooney, 1982). Secara umum insidennya kira-kira 8 – 15% dari seluruh

fraktur dan diterapi di ruang gawat darurat. Dari suatu survey epidemiologi

yang dilakukan di Swedia, didapatkan angka 74,5% dari seluruh fraktur

pada lengan bawah merupakan fraktur distal radius (Cooney,1980).

Umur di atas 50 tahun pria dan wanita 1 berbanding 5. Sebelum umur

50 tahun, insiden pada pria dan wanita lebih kurang

sama di mana fraktur Colles’ lebih kurang 60% dari seluruh fraktur

radius (Cooney,1980). Sisi kanan lebih sering dari sisi kiri. Angka

kejadian rata-rata pertahun 0,98%. Usia terbanyak dikenai adalah antara umur

50 – 59 tahun (Dias dkk, 1980; Sarmiento dkk, 1980).

2.4 Patofisiologi

Trauma yang menyebabkan fraktur di daerah pergelangan tangan

biasanya merupakan trauma langsung, yaitu jatuh pada permukaan tangan

sebelah volar atau dorsal. Jatuh pada permukaan tangan sebelah volar

menyebabkan dislokasi fragmen fraktur sebelah distal ke arah dorsal.

Dislokasi ini menyebabkan bentuk lengan bawah dan tangan bila dilihat

dari samping menyerupai garpu, seperti yang terjadi pada fraktur Colles.

Umumnya fraktur distal radius terutama fraktur Colles’ dapat timbul

setelah penderita terjatuh dengan tangan posisi terkedang dan meyangga

badan (Appley, 1995 ; Salter, 1981). Pada saat terjatuh sebagian energi

yang timbul diserap oleh jaringan lunak dan persendian tangan, kemudian

baru diteruskan ke distal radius, hingga dapat menimbulkan patah tulang

pada daerah yang lemah yaitu antara batas tulang kortikal dan tulang

spongiosa.

Pada saat jatuh terpeleset, posisi tangan berusaha untuk menahan badan

dalam posisi terbuka dan pronasi. Lalu dengan terjadinya benturan yang

kuat, gaya akan diteruskan ke daerah metafisis radius distal dan mungkin

akan menyebabkan patah

radius 1/3 distal di mana garis patah berjarak 2 cm dari permukaan persendian

pergelangan tangan. Sehingga tulang yang kemungkinan mengalami fraktur

pada posisi tersebut adalah radius distal.

Dengan posisi tangan pada saat jatuh seperti gambar di atas, maka gaya yang

kuat akan berlawanan arah ke daerah pergelangan tangan. Dan seperti

yang telah disebutkan sebelumnya bahwa yang mungkin mengalami fraktur

adalah distal radius sebab dilihat dari struktur jaringannya saja tulang daerah

tersebut memang rawan patah.

2.5 Diagnosis Klinis

Biasanya penderita mengeluh deformitas pada pergelangan tangan dengan

adanya riwayat trauma sebelumnya. Pada penemuan klinis untuk fraktur

distal radius terutama fraktur Colles akan memberikan gambaran klinis

yang klasik berupa “dinner fork deformity atau silver fork deformity,

yaitu bagian distal fragmen fraktur beranjak ke arah dorsal dan radial,

bagian distal ulna menonjol ke arah volar, sementara tangan biasanya

dalam posisi pronasi, dan gerakan aktif pada pergelangan tangan tidak

dapat dilakukan. Selain itu juga didapatkan kekakuan, gerakan yang bebas

terbatas, dan pembengkakan di daerah yang terkena, nyeri bila pergelangan

tangan digerakkan.

A. KLASIFIKASI FRAKTUR COLLES

Ada banyak sistem klasifikasi yang digunakan pada fraktur ekstensi dari

radius distal. Namun yang paling sering digunakan adalah sistem

klasifikasi oleh Frykman. Berdasarkan sistem ini maka fraktur Colles

dibedakan menjadi:

2.6 Pemeriksaan Radiologi

Diagnosis fraktur dengan fragmen terdislokasi tidak menimbulkan

kesulitan. Secara klinis dengan mudah dapat dibuat diagnosis patah tulang

Colles. Bila fraktur terjadi tanpa dislokasi fragmen patahannya, diagnosis

klinis dibuat berdasarkan tanda klinis patah tulang. (Sjamsuhidayat & de

Jong, 1998)

Pemeriksaan radiologik juga diperlukan untuk mengetahui derajat

remuknya fraktur kominutif dan mengetahui letak persis patahannya

(Sjamsuhidayat & de Jong, 1998). Pada gambaran radiologis dapat

diklasifikasikan stabil dan instabil. Dikatakan stabil apabila hanya terjadi

satu garis patahan, dan instabil bila patahannya kominutif dan “crushing”

dari tulang cancellous.

Bila secara klinis ada atau diduga ada fraktur, maka harus dibuat 2 foto

tulang yang bersangkutan. Sebaiknya dibuat foto antero-posterior (AP)

dan lateral. Bila kedua proyeksi ini tidak dapat dibuat karena keadaan

pasien yang tidak mengizinkan, maka dibuat 2 proyeksi tegak lurus satu

sama lain. Perlu diingat bahwa bila hanya 1 proyeksi yang dibuat, ada

kemungkinan fraktur tidak dapat dilihat. Proyeksi tambahan oblik

biasanya juga dibutuhkan untuk menilai trauma pada persendian.

Pada fraktur ekstremitas, daerah yang difoto harus cukup luas dengan

mencakup setidaknya satu persendian. Namun, pemeriksaan radiologis

tulang yang berada di antara dua sendi sebaiknya mencakup

keseluruhan panjang tulang mulai dari persendian proksimal hingga

persendian distal tulang tersebut. Untuk melihat fraktur pada tulang radius

bagian distal, khususnya fraktur Colles, dibuat foto proyeksi AP dan

lateral.

Hal-hal yang harus diperhatikan pada pemeriksaan foto Roentgen:

Adakah fraktur, dimana lokasinya?

Tipe (jenis) fraktur dan kedudukan fragmen

Bagaimana struktur tulang: biasa? patologik?

Bila dekat/pada persendian:adakah dislokasi?fraktur epifisis?

Pemeriksaan foto Rontgen pada kasus curiga fraktur digunakan untuk:

a. Mendiagnosis adanya fraktur dengan memperhatikan lokasinya,

tipe (jenis

fraktur), dan kedudukan fragmen. Bila dekat atau pada

persendian, maka dapat diperhatikan adanya dislokasi, fraktur

epifisis, dan pelebaran sela sendi karena efusi ke dalam rongga

sendi.

b. Menentukan struktur tulang apakah tulang dasarnya normal atau

patologis.

c. Memperlihatkan posisi ujung tulang sebelum dan sesudah terapi

fraktur. Foto

roentgen dilakukan segera setelah reposisi untuk menilai

kedudukan fragmen. Bila dilakukan reposisi terbuka perlu

diperhatikan kedudukan pen intramedular (kadang-kadang pen

menembus tulang) ataupun plate and screw(kadang-kadang

screw lepas).

d. Pemeriksaan periodik untuk menilai penyembuhan fraktur

- Pembentukan callus

- Konsolidasi

- Remodeling: terutama pada anak-anak

- Adanya komplikasi

Hal-hal yang harus diperhatikan pada pemeriksaan foto

rontgen:

1. Foto tulang apa

2. Jenis tulang (anak/ dewasa)

3. Alignment: Simetris/tidak

4. Bone : Ada fraktur/ tidak

Jika ada:

o Jenisnya

o lokasi fraktur

o kedudukan fraktur

o ada callus atau tidak

o ada komplikasi atau tidak

o ada reaksi periosteal atau tidak

o keadaan struktur tulang(korteks dan medulla)

5. cartilago:

o Apakah ada dislokasi/tidak

o Destruksi

o Bagaimana celah sendinya

6. Soft Tissue: apakah ada sweeling atau tidak

Colles Fracture-PA Radiograph Colles Fracture-Lateral

Radiograph

“Dinner Fork Deformity”

Pemeriksaan CT-Scan

Ct-scan bersifat lebih sensitif daripada radiografi konvensional untuk

mendeteksi kerusakan tulang karena dapat menampilkan potongan aksial,

koronal dan sagital dari objek. Selain itu ct scan digunakan jika ingin

memperlihatkan gambaran yang cukup pada sendi radiokarpal dan jaringan

lunak, yang tidak dapat dilihat jelas pada radiografi konvensional

CT-Scan penampang axial

menunjukkan fraktur kominutif distal

os. Radius

CT-Scan penampang coronal

menunjukkan fraktur kominutif distal

os. Radius

CT-Scan penampang sagital menunjukkan adanya fraktur kominutif os.Radius

MRI (Magnetic Resonance Imaging)

MRI digunakan jika ingin melihat lebih jelas jaringan lunak khusunya

adanya cedera ligamen dan triangular fibrocartilage complex ( TFCC) atau

dapat juga digunakan jika curiga terdapat fraktur yang tidak dapat

diperlihatkan pada radiografi konvensional. MRI tidak rutin digunakan

pada evaluasi awal fraktur radius distal akut pada trauma tangan. Namun

bagaimanapun, pencitraan ini berguna untuk melilai kelainan tulang,

ligamen, dan jaringan lunak yang berkaitan dengan fraktur radius distal.

MRI rutin digunakan untuk menilai integritas ligamentum intercarpal,

kompleks rawan fibroid triangularis, dan nervus medianus pada carpal

tunnel

2.7 Diagnosis Banding

1. Fraktur Smith

Fraktur Smith adalah fraktur radius bagian distal dengan

angulasi atau dislokasi fragmen distal ke voler. Fraktur Smith

dikenal sebagai kebalikan dari fraktur Colles. Jika fraktur Colles

terjadi karena jatuh pada permukaan tangan pada bagian volar,

maka fraktur Smith terjadi karena seseorang jatuh pada permukaan

tangan bagian dorsal, sehingga terjadi dislokasi fragmen

distal ke arah volar. Gambaran klinisnya dikenal sebagai garden

spade deformity.

2. Fraktur Galeazzi

Fraktur Galeazzi adalah fraktur sepertiga distal radius dengan

dislokasi ulna bagian distal. Terjadinya fraktur ini biasanya akibat

trauma langsung sisi lateral ketika jatuh.

3. Fraktur Barton

Fraktur Barton adalah fraktur oblik dari tulang radius distal

intraartikuler, dengan patahan distal radius terdislokasi ke arah

volar (fraktur Barton volar) atau ke arah dorsal (fraktur Barton

dorsal). Fraktur Barton merupakan dislokasi sendi radiocarpal.

DD Definisi Manifestasi Klinis

Fraktur Colles Deformitas pada fraktur ini

berbentuk seperti sendok

makan (dinner fork

deformity). Pasien terjatuh

dalam keadaan tangan

terbuka dan pronasi, tubuh

beserta lengan berputar ke ke

dalam (endorotasi). Tangan

terbuka yang terfiksasi di

tanah berputar keluar

(eksorotasi/supinasi).

Fraktur metafisis distal

radius dengan jarak ± 2,5

cm dari permukaan

sendi distal radius

Dislokasi fragmen

distalnya ke arah

posterior/dorsal

Subluksasi sendi

radioulnar distal

Avulsi prosesus stiloideus

ulna

Fraktur Smith Fraktur Smith merupakan

fraktur dislokasi ke arah

anterior (volar), karena itu

sering disebut reverse Colles

fracture. Fraktur ini biasa

terjadi pada orang muda.

Pasien jatuh dengan tangan

menahan badan sedang posisi

tangan dalam keadaan volar

fleksi pada pergelangan

tangan dan pronasi. Garis

patahan biasanya transversal,

kadang-kadang intraartikular.

Penonjolan dorsal fragmen

proksimal, fragmen distal di

sisi volar pergelangan, dan

deviasi ke radial (garden

spade deformity)

Fraktur Galeazzi Fraktur Galeazzi merupakan

fraktur radius distal disertai

dislokasi sendi radius ulna

distal. Saat pasien jatuh

dengan tangan terbuka yang

menahan badan, terjadi pula

rotasi lengan bawah dalam

Tampak tangan bagian distal

dalam posisi angulasi ke

dorsal. Pada pergelangan

tangan dapat diraba tonjolan

ujung distal ulna.

posisi pronasi waktu

menahan berat badan yang

memberi gaya supinasi.

Fraktur Barton Fraktur oblik dari tulang

radius distal intraartikuler,

dengan patahan distal

terdislokasi ke arah volar

atau ke arah dorsal.

Fraktur Barton merupakan

dislokasi sendi radiocarpal

Tangan ini akibat terjatuh

dengan tangan terentang

2.8 Penatalaksanaan

Fraktur tak bergeser (atau hanya sedikit sekali bergeser), fraktur dibebat

dalam slab gips yang dibalutkan sekitar dorsum lengan bawah

dan pergelangan tangan dan dibalut kuat dalam posisinya.

Fraktur yang bergeser harus direduksi di bawah anestesi. Tangan dipegang

dengan erat dan traksi diterapkan di sepanjang tulang itu (kadang-

kadang dengan ekstensi pergelangan tangan untuk melepaskan

fragmen; fragmen distal kemudian didorong ke tempatnya dengan

menekan kuat-kuat pada dorsum sambil memanipulasi pergelangan

tangan ke dalam fleksi, deviasi ulnar dan pronasi. Posisi kemudian

diperiksa dengan sinar X. Kalau posisi memuaskan, dipasang slab gips

dorsal, membentang dari tepat di bawah siku sampai leher metakarpal

dan 2/3 keliling dari pergelangan tangan itu. Slab ini dipertahankan

pada posisinya dengan pembalut kain krep. Posisi deviasi ulnar yang

ekstrim harus dihindari; cukup 20 derajat saja pada tiap arah.

Lengan tetap ditinggikan selama satu atau dua hari lagi;

latihan bahu dan jari segera dimulai setelah pasien sadar.

Kalau jari-jari membengkak, mengalami sianosis atau

nyeri, harus tidak ada keragu-raguan untuk membuka

pembalut.

Reduksi : (a) pelepasan impaksi, (b) pronasi dan pergeseran ke

depan, (c) deviasi ulnar. Pembebatan : (d) penggunaan sarung tangan, (b)

slab gips yang basah, (f) slab yang dibalutkan dan reduksi dipertahankan

hingga gips mengeras

Setelah 7-10 hari dilakukan pengambilan sinar X yang baru; pergeseran

ulang sering terjadi dan biasanya diterapi dengan reduksi ulang; sayangnya,

sekalipun manipulasi berhasil, pergeseran ulang sering terjadi lagi.

Fraktur menyatu dalam 6 minggu dan sekalipun tak ada bukti penyatuan

secara radiologi, slab dapat dilepas dengan aman dan diganti dengan pembalut kain

krepsementara.

(a) Film pasca reduksi

(b) gerakan-gerakan yang perlu dipraktekkan oleh pasien secara teratur

Fraktur kominutif berat dan tak stabil tidak mungkin dipertahankan dengan

gips; untuk keadaan ini sebaiknya dilakukan fiksasi luar, dengan pen

proksimal yang mentransfiksi radius dan pen distal, sebaiknya mentransfiksi

dasar-dasar metakarpal kedua dan sepertiga. (Apley & Solomon, 1995)

Fraktur Colles, meskipun telah dirawat dengan baik, seringnya tetap

menyebabkan komplikasi jangka panjang. Karena itulah hanya fraktur Colles tipe

IA atau IB dan tipe IIA yang boleh ditangani oleh dokter IGD. Selebihnya harus

dirujuk sebagai

kasus darurat dan diserahkan pada ahli orthopedik. Dalam perawatannya, ada 3

hal prinsip yang perlu diketahui, sebagai berikut :

Tangan bagian ekstensor memiliki tendensi untuk menyebabkan tarikan dorsal

sehingga mengakibatkan terjadinya pergeseran fragmen

Angulasi normal sendi radiokarpal bervariasi mulai dari 1 sampai 23 derajat di

sebelah palmar, sedangkan angulasi dorsal tidak

Angulasi normal sendi radioulnar adalah 15 sampai 30 derajat. Sudut ini dapat

dengan mudah dicapai, tapi sulit dipertahankan untuk waktu yang lama sampai

terjadi proses penyembuhan kecuali difiksasi.

Bila kondisi ini tidak dapat segera dihadapkan pada ahli orthopedik, maka

beberapa hal berikut dapat dilakukan :

1. Lakukan tindakan di bawah anestesi regional

2. Reduksi dengan traksi manipulasi. Jari-jari ditempatkan pada Chinese finger

traps dan siku dielevasi sebanyak 90 derajat dalam keadaan fleksi.

Beban seberat 8-10 pon digantungkan pada siku selama 5-10 menit atau

sampai fragmen disimpaksi.

3. Kemudian lakukan penekanan fragmen distal pada sisi volar dengan

menggunakan ibu jari, dan sisi dorsal tekanan pada segmen proksimal

menggunakan jari-jari lainnya. Bila posisi yang benar telah didapatkan, maka

beban dapat diturunkan.

4. Lengan bawah sebaiknya diimobilisasi dalam posisi supinasi atau midposisi

terhadap pergelangan tangan sebanyak 15 derajat fleksi dan 20 derajat deviasi

ulna.

5. Lengan bawah sebaiknya dibalut dengan selapis Webril diikuti dengan

pemasangan anteroposterior long arms splint

6. Lakukan pemeriksaan radiologik pasca reduksi untuk memastikan bahwa

telah tercapai posisi yang benar, dan juga pemeriksaan pada saraf medianusnya

7. Setelah reduksi, tangan harus tetap dalam keadaan terangkat selama 72 jam untuk

mengurangi bengkak. Latihan gerak pada jari-jari dan bahu sebaiknya dilakukan

sedini mungkin dan pemeriksaan radiologik pada hari ketiga dan dua minggu

pasca trauma. Immobilisasi fraktur yang tak bergeser selama 4-6 minggu,

sedangkan untuk fraktur yang bergeser membutuhkan waktu 6-12 minggu.

Reduksi pada fraktur Colles

Mobilization Techniques for the Wrist:

1. Wrist Distraction

To increase joint play in the radiocarpal and ulnocarpal joints

To decrease pain

Generally first mobilization treatment

2. Wrist Dorsal Glide

Purposes are the same as for distraction, with emphasis on restoring

wrist flexion.

3. Dorsal Glide of the Capitae on Lunate

Helps restore wrist flexion.

4. Wrist Ventral (Volar) Glide

To increase overall movement of the proximal row of carpal bones on

the radius and ulna.

To improve overall wrist extension.

5. Volar Glide of Scaphoid on Radius

To Improve Extension of the wrist.

6. Triquetrium-Ulna Glide

To restore wrist extension

To release a fixated triquetal-ulnar disc.

7. Wrist Ulnar Glide

General Mobilization to restore radial deviation and wrist flexion.

8. Wrist Radial glide

General Mobilization to restore ulna deviation and wrist extension

9. Volar and Dorsal Glide of the Radio-Ulnar Joint

Volar Glide restores Pronation

Dorsal Glide restores Supination

BAB III

PEMBAHASAN

Sdr. T M umur 19 tahun mengalami kecelakaan lalu lintas pada tanggal 23

Oktober 2013 pukul 03.00. pasien dalam pengaruh alkohol. Ketika

berkendara ada sebuah truk yang akan menyeberang dari arah kanan, tetapi

pengendara motor kaget dan dalam kondisi tidak seimbang membanting

setir ke kiri, hingga motor jatuh ke kiri dan terseret. Pasien sebagai

pembonceng jatuh dalam posisi tangan kiri jatuh terlebih dahulu menahan

badan, kemudian muka juga jatuh menyentuh aspal.

pasien dalam kondisi sadar, lengan kiri bawah dan tangan kiri terasa sakit

dan tidak bisa digerakkan, luka di daerah wajah, pusing, mual (-), muntah

(-), terdapat kekakuan dan posisi tetap pronasi di pergelangan tangan kiri

bawah.

Hal ini sejalan dengan arthokinematic pada fraktur tipe Colles yaitu jatuh

terpeleset sedang tangan berusaha menahan badan dalam posisi terbuka

dan pronasi. Gaya akan diteruskan ke daerah metafisis radius distal yang

akan menyebabkan patah radius 1/3 distal di mana garis patah berjarak 2

cm dari permukaan persendian pergelangan tangan. Pada saat terjatuh

sebagian energi yang timbul diserap oleh jaringan lunak dan persendian

tangan, kemudian baru diteruskan ke distal radius, hingga dapat

menimbulkan patah tulang pada daerah yang lemah yaitu antara batas

tulang kortikal dan tulang spongiosa.

Pada saat jatuh terpeleset, posisi tangan berusaha untuk menahan badan

dalam posisi terbuka dan pronasi. Lalu dengan terjadinya benturan yang

kuat, gaya akan diteruskan ke daerah metafisis radius distal dan mungkin

akan menyebabkan patah

radius 1/3 distal di mana garis patah berjarak 2 cm dari permukaan persendian

pergelangan tangan. Sehingga tulang yang kemungkinan mengalami fraktur

pada posisi tersebut adalah radius distal.

Dengan posisi tangan pada saat jatuh seperti gambar di atas, maka gaya yang

kuat akan berlawanan arah ke daerah pergelangan tangan. Dan seperti

yang telah disebutkan sebelumnya bahwa yang mungkin mengalami fraktur

adalah distal radius sebab dilihat dari struktur jaringannya saja tulang daerah

tersebut memang rawan patah.

Pada saat terjatuh sebagian energi yang timbul diserap oleh jaringan

lunak dan persendian tangan, kemudian baru diteruskan ke distal

radius, hingga dapat menimbulkan patah tulang pada daerah yang

lemah yaitu antara batas tulang kortikal dan tulang spongiosa.

Pada saat jatuh terpeleset, posisi tangan berusaha untuk menahan

badan dalam posisi terbuka dan pronasi. Lalu dengan terjadinya

benturan yang kuat, gaya akan diteruskan ke daerah metafisis radius

distal dan mungkin akan menyebabkan patah

radius 1/3 distal di mana garis patah berjarak 2 cm dari permukaan

persendian pergelangan tangan. Sehingga tulang yang kemungkinan

mengalami fraktur pada posisi tersebut adalah radius distal.

Dengan posisi tangan pada saat jatuh seperti di atas, maka gaya yang

kuat akan berlawanan arah ke daerah pergelangan tangan. Dan

seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa yang mungkin

mengalami fraktur adalah distal radius sebab dilihat dari struktur

jaringannya saja tulang daerah tersebut memang rawan patah.

Dari keterangan di atas dapat di tegakkan diagnosa yaitu Close Fracture 1/3 distal

radius sinister tipe Colles, Vulnus ekskoriasi regio Cubiti sinister, Vulnus laceratum

regio Buccal Sinister, Vulnus ekskoriasi regio Buccal dexter.

pada pasien ini dilakukan terapi dibebat dalam slab gips yang dibalutkan sekitar

dorsum lengan bawah dan pergelangan tangan dan dibalut kuat dalam posisinya.

Kemungkinan penyembuhan akan berlangsung baik apabila pasien menjaga gerak dari

tangan kiri, mengkonsumsi makanan bergizi serta kontrol ke dokter spesialis bedah

secara rutin. Yang kemudian akan dievaluasi perkembangan penyambungan fraktur

tulang dari hasil foto rontgen.

BAB IV

KESIMPULAN

Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang

rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial.

Fraktur Colles adalah fraktur radius bagian distal (sampai 1 inchi dari

ujung distal) dengan angulasi ke posterior, dislokasi ke posterior, dan

deviasi fragmen

Pada saat terjatuh sebagian energi yang timbul diserap oleh jaringan lunak

dan persendian tangan, kemudian baru diteruskan ke distal radius, hingga

dapat menimbulkan patah tulang pada daerah yang lemah yaitu antara

batas tulang kortikal dan tulang spongiosa.

Pada saat jatuh terpeleset, posisi tangan berusaha untuk menahan badan

dalam posisi terbuka dan pronasi. Lalu dengan terjadinya benturan yang

kuat, gaya akan diteruskan ke daerah metafisis radius distal dan mungkin

akan menyebabkan patah

radius 1/3 distal di mana garis patah berjarak 2 cm dari permukaan persendian

pergelangan tangan. Sehingga tulang yang kemungkinan mengalami fraktur

pada posisi tersebut adalah radius distal.

Pada penemuan klinis untuk fraktur distal radius terutama fraktur Colles

akan memberikan gambaran klinis yang klasik berupa “dinner fork

deformity atau silver fork deformity, yaitu bagian distal fragmen fraktur

beranjak ke arah dorsal dan radial, bagian distal ulna menonjol ke arah

volar, sementara tangan biasanya dalam posisi pronasi, dan gerakan aktif

pada pergelangan tangan tidak dapat dilakukan. Selain itu juga didapatkan

kekakuan, gerakan yang bebas terbatas, dan pembengkakan di daerah yang

terkena, nyeri bila pergelangan tangan digerakkan.

Penatalaksanaan tindakan gawat darurat di praktek umum dapat dilakukan

debridement + hecting situasi bila terdapat luka terbuka dengan mempertimbangkan

golden periodenya, pemasangan spalk, pemberian analgetik dan hemostatikum.

Kemudian dapat dirujuk ke dokter spesialis bedah untuk mendapat penanganan lebih

lanjut

BAB V

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah:Sistem Muskuloskeletal.

Edisi 2. Jakarta:EGC.2004.Hal 840-70

2. Rasad, Sjahriar. Radiologi Diagnostik. Edisi 2. Jakarta:Balai Penerbit FKUI.

2009. Hal 31-43

3. W. Smith DPT. ATC , SCS , CMT. Wrist, Forearm and Finger Mobilization-Case

Studies. Canada. 2010

4. Rasjad, Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Edisi 2.

Makassar:Bintang Lamumpatue. 2003. Hal 355-419

5. Hartanto, Huriawati,dkk. Kamus kedokteran dorlan. Edisi 29.

Jakarta:EGC.2002.Hal:876-77

43