Dialog Ibn Athaillah Al Sakandari Dengan Ibn Taymiyah

download Dialog Ibn Athaillah Al Sakandari Dengan Ibn Taymiyah

of 7

Transcript of Dialog Ibn Athaillah Al Sakandari Dengan Ibn Taymiyah

  • 8/14/2019 Dialog Ibn Athaillah Al Sakandari Dengan Ibn Taymiyah

    1/7

    Dialog Ibn Athaillah Al Sakandari dengan IbnTaymiyahDari www.mevlanasufi. blogspot. com

    Diterjemahkan dari On Tasawuf Ibn Atha'illah Al-Sakandari: "The Debate with IbnTaymiyah Ditranslasi dari buku karya Syaikh Muhammad Hisyam Kabbani's TheRepudiation of "Salafi" Innovations(Kazi, 1996) Diambil dari

    http://mevlanasufi. blogspot. com

    Bismillahi ar rahmani ar rahiim

    Abu Fadl Ibn Athaillah Al Sakandari (wafat 709), salah seorang imam sufi terkemukayang juga dikenal sebagai seorang muhaddits, muballigh sekaligus ahli fiqih Maliki,adalah penulsi karya-karya berikut: Al Hikam, Miftah ul Falah, Al Qasdul al Mujarrad fi

    Makrifat al ism al-Mufrad, Taj al-Arus al-Hawi li tadhhib al-nufus, Unwan al-Taufiq fi alAdad al-Thariq, sebuah biografi: Al-Lataif fi manaqib Abi al Abbas al Mursi wa sayykhihiAbi al Hasan, dan lain-lain. Beliau adalah murid Abu al Abbas Al-Musrsi (wafat 686) dangenerasi penerus kedua dari pendiri tarekat Sadziliyah: Imam Abu Al Hasan Al Sadzili.

    Ibn Athaillah adalah salah seorang yang membantah Ibn Taymiyah atas serangannyayang berlebihan terhadap kaum sufi yang tidak sefaham dengannya. Ibn Athaillah takpernah menyebut Ibn Taymiyah dalam setiap karyanya, namun jelaslah bahwa yangdisinggungnya adalah Ibn Taymiyah saat ia mengatakan dalam Lataif: sebagai"cendekiawan ilmu lahiriyah".1 Halaman berikut ini merupakan terjemahan Inggrispertama atas dialog bersejarah antara kedua tokoh tersebut.

    Naskah Dialog :

    Dari Usul al-Wusul karya Muhammad Zaki Ibrahim Ibn Katsir, Ibn Al Athir, dan penulisbiografi serta kamus biografi, kami memperoleh naskah dialog bersejarah yang otentik.Naskah tersebut memberikan ilham tentang etika berdebat di antara kaum terpelajar. Disamping itu, ia juga merekam kontroversi antara pribadi yang bepengaruh dalam tsawuf:Syaikh Ahmad Ibn Athaillah Al Sakandari, dan tokoh yang tak kalah pentingnya dalamgerakan "Salafi": Syaikh Ahmad Ibn Abd Al Halim Ibn Taymiyah selama era Mamluk diMesir yang berada dibawah pemerintahan Sulthan Muhammad Ibn Qalawun (Al Malik AlNasir).

    Kesaksian Ibn Taymiyah kepada Ibn Athaillah

    Syaikh Ibn Taymiyah ditahan di Alexandria. Ketika sultan memberikan ampunan, iakembali ke Kairo. Menjelang malam, ia menuju masjid Al Ahzar untuk sholat maghribyang diimami Syaikh ibn Athaillah. Selepas shalat, Ibn Athailah terkejut menemukan IbnTaymiyah sedang berdoa dibelakangnya. Dengan senyuman, sang syaikh sufimenyambut ramah kedatangan Ibn Taymiyah di Kairo seraya berkata:Assalamualaykum, selanjutnya ia memulai pembicaraan dengan tamu cendekianya ini.

    1

    http://mevlanasufi.blogspot.com/http://mevlanasufi.blogspot.com/
  • 8/14/2019 Dialog Ibn Athaillah Al Sakandari Dengan Ibn Taymiyah

    2/7

    Ibn Athaillah: "Biasanya saya sholat di masjid Imam Husein dan sholat Isya di sini. Tapilihatlah bagaimana ketentuan Allah berlaku! Allah menakdirkan sayalah orang pertamayang harus menyambut anda (setelah kepulangan anda ke Kairo). Ungkapkanlahkepadaku wahai faqih, apakah anda menyalahkanku atas apa yang telah terjadi?"

    Ibn Taymiyah: "Aku tahu, anda tidak bermaksud buruk terhadapku, tapi perbedaan

    pandangan diantara kita tetap ada. Sejak hari ini, dalam kasus apapun, aku tidakmempersalahkan dan membebaskan dari kesalahan, siapapun yang berbuat burukterhadapku"

    Ibn Athaillah: Apa yang anda ketahui tentang aku, syaikh Ibn Taymiyah? Ibn Taymiyah :Aku tahu anda adalah seorang yg saleh, berpengetahuan luas, dan senantiasaberbicara benar dan tulus. Aku bersumpah tidak ada orang selain anda, baik di Mesirmaupun Syria yang lebih mencintai Allah ataupun mampu meniadakan diri di (hadapan)Allah atau lebih patuh atas perintahNya dan menjauhi laranganNya.

    Tapi bagaimanapun juga kita memiliki perbedaan pandangan. Apa yang anda ketahuitentang saya? Apakah anda atau saya sesat dengan menolak kebenaran (praktik)

    meminta bantuan seseorang untuk memohon pertolongan Allah (istighatsah) ?

    Ibn Athaillah: Tentu saja, rekanku, anda tahu bahwa istighatsah atau memohonpertolongan sama dengan tawasul atau mengambil wasilah (perantara) dan memintasyafaat; dan bahwa Rasulullah saw, adalah seorang yang kita harapkan bantuannyakarena beliaulah perantara kita dan yang syafaatnya kita harapkan.

    Ibn Taymiyah: Mengenai hal ini saya berpegang pada sunnah rasul yang ditetapkandalam syariat. Dalam hadits berbunyi sebagai: Aku telah dianugerahkan kekuatansyafaat. Dalam ayat al Qur'an juga disebutkan: "Mudah-mudahan Allah akan menaikkankamu (wahai Nabi) ke tempat yang terpuji (q.s. Al Isra : 79). Yang dimaksud dengantempat terpuji adalah syafaat. Lebih jauh lagi, saat ibunda khalifah Ali ra wafat,

    Rasulullah berdoa pada Allah di kuburnya: "Ya Allah Yang Maha Hidup dan Tak pernahmati, Yang Menghidupkan dan Mematikan, ampuni dosa-dosa ibunda saya Fatimah bintiAsad, lapangkan kubur yang akan dimasukinya dengan syafaatku, utusanMu, dan paranabi sebelumku. Karena Engkaulah Yang Maha Pengasih dan Maha Pengampun".

    Inilah syafaat yang dimiliki rasulullah saw. Sementara mencari pertolongan dari selainAllah, merupakan suatu bentuk kemusyrikan; Rasulullah saw sendiri melarangsepupunya, Abdullah bin Abbas, memohon pertolongan dari selain Allah.

    Ibn Athaillah : Semoga Allah mengaruniakanmu keberhasilan, wahai faqih! Maksud darisaran Rasulullah saw kepada sepupunya Ibn Abbas, adalah agar ia mendekatkan dirikepada Allah tidak melalui kekerabatannya dengan rasul melainkan dengan ilmu

    pengetahuan. Sedangkan mengenai pemahaman anda tentang istighosah sebagaimencari bantuan kepada selain Allah, yang termasuk perbuatan musyrik, saya inginbertanya kepada anda," Adakah muslim yang beriman pada Allah dan rasulNya yangberpendapat ada selain Allah yang memiliki kekuasaaan atas segala kejadian danmampu menjalankan apa yang telah ditetapkanNya berkenaan dengan dirinya sendiri?"

    " Adakah mukmin sejati yang meyakini ada yang dapat memberikan pahala ataskebaikan dan menghukum atas perbuatan buruk, selain dari Allah? Disamping itu,seharusnya kita sadar bahwa ada berbagai ekspresi yang tak bisa dimaknai sebatas

    2

  • 8/14/2019 Dialog Ibn Athaillah Al Sakandari Dengan Ibn Taymiyah

    3/7

    harfiah belaka. Ini bukan saja dikhawatirkan akan membawa kepada kemusyrikan, tapijuga untuk mencegah sarana kemusyrikan. Sebab, siapapun yang meminta pertolonganRasul berarti mengharapkan anugerah syafaat yang dimiliknya dari Allah, sebagaimana

    jika anda mengatakan: "Makanan ini memuaskan seleraku". Apakah dengan demikianmakanan itu sendiri yang memuaskan selera anda? Ataukah disebabkan Allah yangmemberikan kepuasan melalui makanan?

    Sedangkan pernyataan anda bahwa Allah melarang muslim untuk mendatangiseseorang selain DiriNya guna mendapat pertolongan, pernahkah anda melihat seorangmuslim memohon pertolongan kepada selain Allah? Ayat Al quran yang anda rujuk,berkenaan dengan kaum musyrikin dan mereka yang memohon pada dewa danberpaling dari Allah. Sedangkan satu-satunya jalan bagi kaum muslim yang memintapertolongan rasul adalah dalam rangaka bertawasul atau mengambil perantara, ataskeutamaan (hak) rasul yang diterimanya dari Allah (bihaqqihi inda Allah) dan tashaffuatau memohon bantuan dengan syafaat yang telah Allah anugerahkan kepada rasulNya.

    Sementara itu, jika anda berpendapat bahwa istighosah atau memohon pertolongan itudilarang syariat karena mengarah pada kemusyrikan, maka kita seharusnya

    mengharamkan anggur karena dapat dijadikan minuman keras, dan mengebiri laki-lakiyang tidak menikah untuk mencegah zina.

    (Kedua syaikh tertawa atas komentar terakhir ini).

    Lalu Ibn Athaillah melanjutkan: "Saya kenal betul dengan segala inklusifitas dangambaran mengenai sekolah fiqih yang didirikan oleh syaikh anda, Imam Ahmad, dansaya tahu betapa luasnya teori fiqih serta mendalamnya "prinsip-prinsip agar terhindardari godaan syaitan" yang anda miliki, sebagaimana juga tanggung jawab moral yanganda pikul selaku seorang ahli fiqih.

    Namun saya juga menyadari bahwa anda dituntut menelisik di balik kata-kata untuk

    menemukan makna yang seringkali terselubung dibalik kondisi harfiahnya. Bagi sufi,makna laksana ruh, sementara kata-kata adalah jasadnya. Anda harus menembus kedalam jasad fisik ini untuk meraih hakikat yang mendalam. Kini anda telah memperolehdasar bagi pernyataan anda terhadap karya Ibn Arabi, Fususul Hikam. Naskah tersebuttelah dikotori oleh musuhnya bukan saja dengan kata-kata yang tak pernahdiucapkannya, juga pernyataan-pernyata an yang tidak dimaksudkannya (memberikancontoh tokoh islam).

    Ketika syaikh al islam Al Izz ibn Abd Salam memahami apa yang sebenarnya diucapandan dianalisa oleh Ibn Arabi, menangkap dan mengerti makna sebenarnya dibalikungkapan simbolisnya, ia segera memohon ampun kepada Allah swt atas pendapatnyasebelumnya dan menokohkan Muhyiddin Ibn Arabi sebagai Imam Islam.

    Sedangkan mengenai pernyataan al Syadzili yang memojokkan Ibn Arabi, perlu andaketahui, ucapan tersebut tidak keluar dari mulutnya, melainkan dari salah seorang muridSadziliyah. Lebih jauh lagi, pernyataan itu dikeluarkan saat para murid membicarakansebagian pengikut Sadziliyah. Dengan demikian, pernyataan itu diambil dalam konteksyang tak pernah dimaksudkan oleh sang pembicaranya sendiri. "Apa pendapat andamengenai khalifah Sayyidina Ali bin Abi Thalib?"

    3

  • 8/14/2019 Dialog Ibn Athaillah Al Sakandari Dengan Ibn Taymiyah

    4/7

    Ibn Taymiyah: Dalam salah satu haditsnya, rasul saw bersabda: "Saya adalah kota ilmudan Ali lah pintunya". Sayyidina Ali adalah merupakan seorang mujahid yang tak pernahkeluar dari pertempuran kecuali dengan membawa kemenangan. Siapa lagi ulama ataufuqaha sesudahnya yang mampu berjuang demi Allah menggunakan lidah, pena danpedang sekaligus? Dialah sahabat rasul yang paling sempurna-semoga Allah membalaskebaikannya. Ucapannya bagaikan cahaya lampu yang menerangi sepanjang hidupku

    setelah al quran dan sunnah. Duhai! Seseorang yang meski sedikit perbekalannyanamun panjang perjuangannya.

    Ibn Athaillah: Sekarang, apakah Imam Ali ra meminta agar orang-orang berpihakpadanya dalam suatu faksi? Sementara faksi ini mengklaim bahwa malaikat jibrilmelakukan kesalahan dengan menyampaikan wahyu kepada Muhammad saw,bukannya kepada Ali! Atau pernahkah ia meminta mereka untuk menyatakan bahwaAllah menitis ke dalam tubuhnya dan sang imam menjadi tuhan? Ataukah ia tidakmenentang dan memberantas mereka dengan memberikan fatwa (ketentuan hukum)bahwa mereka harus dibunuh dimanapun mereka ditemukan?

    Ibn Tayniyah: Berdasarkan fatwa ini saya memerangi mereka di pegunungan Syria

    selama lebih dari 10 tahun.

    Ibn Athaillah: Dan Imam Ahmad- semoga Allah meridoinya-memperta nyakan perbuatansebagian pengikutnya yang berpatroli, memecahkan tong-tong anggur (di toko-tokopenganut kristen atau dimanapun mereka temukan), menumpahkan isinya di lantai,memukuli gadis para penyanyi, dan menyerang msayarakat di jalan.

    Meskipun sang Imam tak memberikan fatwa bahwa mereka harus mengecam danmenghardik orang-orang tersebut. Konsekuensinya para pengikutnya ini dicambuk,dilempar ke penjara dan diarak di punggung keledai dengan menghadap ekornya.Apakah Imam Ahmad bertanggung jawab atas perbuatan buruk yang kini kembalidilakukan pengikut Hanbali, dengan dalih melarang benda atau hal-hal yang

    diharamkan?

    Dengan demikian, Syaikh Muhyidin Ibn Arabi tidak bersalah atas pelanggaran yangdilakukan para pengikutnya yang melepaskan diri dari ketentuan hokum dan moral yangtelah ditetapkan agama serta melakukan pebuatan yang dilarang agama. Apakah andatidak memahami hal ini?

    Ibn Taymiyah: "Tapi bagaimana pendirian mereka di hadapan Allah? Di antara kalian,para sufi, ada yang menegaskan bahwa ketika Rasulullah saw memberitakan khabargembira pada kaum miskin bahwa mereka akan memasuki surga sebelum kaum kaya,selanjutnya kaum miskin tersebut tenggelam dalam luapan kegembiraan dan mulaimerobek-robek jubah mereka; saat itu malaikat jibril turun dari surga dan mewahyukan

    kepada rasul bahwa Allah akan memilih di antara jubah-jubah yang robek itu;selanjutnya malaikat jibril mengangkat satu dari jubah dan menggantungkannya disinggasana Allah. berdasarkan ini, kaum sufi mengenakan jubah kasar dan menyebutdirinya fuqara atau kaum "papa".

    Ibn Athaillah: "Tidak semua sufi mengenakan jubah dan pakaian kasar. Lihatlah apayang saya kenakan; apakah anda tidak setuju dengan penampilan saya? Ibn Taymiyah:"Tetapi anda adalah ulama syariat dan mengajar di Al Ahzar."

    4

  • 8/14/2019 Dialog Ibn Athaillah Al Sakandari Dengan Ibn Taymiyah

    5/7

    Ibn Athaillah: "Al Ghazali adalah seorang imam syariat maupun tasawuf. Iamengamalkan fiqih, sunnah, dan syariat dengan semangat seorang sufi. Dan dengancara ini, ia mampu menghidupkan kembali ilmu-ilmu agama. Kita tahu bahwa dalamtasawuf, noda tidak memiliki tempat dalam agama dan bahwa kesucian merupakan cirridari kebenaran. Sufi yang tulus dan sejati harus menyuburkan hatinya dengankebenaran yang ditanamkan ahli sunnah.

    Dua abad yang lalu muncul fenomena sufi gadungan yang anda sendiri telah mengecamdan menolaknya. Dimana sebagian orang mengurangi kewajiban beribadah danperaturan keagamaan, melonggarkan berpuasa dan melecehkan pengamalan sholatwajib lima kali sehari. Ditunggangi kemalasan dan ketidakpedulian, mereka telahmengklaim telah bebas dari belenggu kewajiban beribadah. Begitu brutalnya tindakanmereka hingga Imam Qusyairi sendiri mengeluarkan kecaman dalam bukunya arRisalah ( Risalatul Qusyairiyah ).

    Di sini, ia juga menerangkan secara rinci jalan yang benar menuju Allah, yakniberpegang teguh pada Al Quran dan Sunnah. Imam tasawuf juga berkeinginanmengantarkan manusia pada kebenaran sejati, yang tidak hanya diperoleh melalui bukti

    rasional yang dapat diterima akal manusia yang dapat membedakan yang benar dansalah, melainkan juga melalui penyucian hati dan pelenyapan ego yang dapat dicapaidengan mengamalkan laku spiritual.

    Kelompok diatas selanjutnya tersingkir lantaran sebagai hamba Allah sejati, seseorangtidak akan menyibukkan diriya kecuali demi kecintaannya pada Allah dan rasulNYA.Inilah posisi mulia yang menyebabkan seorang menjadi hamba yang shaleh, sehat dansentosa. Inilah jalan guna membersihkan manusia dari hal-hal yang dapat menodaimanusia, semacam cinta harta, dan ambisi akan kedudukan tertentu.

    Meskipun demikian, kita harus berusaha di jalan Allah agar memperoleh ketentramanberibadah. Sahabatku yang cendekia, menerjemahkan naskah secara harfiah terkadang

    menyebabkan kekeliruan. Penafsiran harfiahlah yang mendasari penilaian andaterhadap Ibn Arabi, salah seorang imam kami yang terkenal akan kesalehannya. Andatentunya mengerti bahwa Ibn Arabi menulis dengan gaya simbolis; sedangkan para sufiadalah orang-orang ahli dalam menggunakan bahasa simbolis yang mengandungmakna lebih dalam dan gaya hiperbola yang menunjukkan tingginya kepekaan spiritualserta kata-kata yang menghantarkan rahasia mengenai fenomena yang tak tampak.

    Ibn Taymiyah: "Argumentasi tersebut justru ditujukan untuk anda. Karena saat Imam al-Qusyairi melihat pengikutnya melenceng dari jalan Allah, ia segera mengambil langkahuntuk membenahi mereka. Sementara apa yang dilakukan para syaikh sufi sekarang?Saya meminta para sufi untuk mengikuti jalur sunnah dari para leluhur kami (salafi) yangsaleh dan terkemuka: para sahabat yang zuhud, generasi sebelum mereka dan generasi

    sesudahnya yang mengikuti langkah mereka.

    Siapapun yang menempuh jalan ini, saya berikan penghargaan setinggi-tingginya danmenempatkan sebagai imam agama. Namun bagi mereka yang melakukan pembaruanyang tidak berdasar dan menyisipkan gagasan kemusyrikan seperti filososf Yunani danpengikut Budha, atau yang beranggapan bahwa manusia menempati Allah (hulul) ataumenyatu denganNya (ittihad), atau teori yang menyatakan bahwa seluruh penampakanadalah satu adanya/kesatuan wujud (wahdatul wujud) ataupun hal-hal lain yangdiperintahkan syaikh anda: semuanya jelas perilaku ateis dan kafir".

    5

  • 8/14/2019 Dialog Ibn Athaillah Al Sakandari Dengan Ibn Taymiyah

    6/7

    Ibn Athaillah: "Ibn Arabi adalah salah seorang ulama terhebat yang mengenyampendidikan di Dawud al Zahiri seperti Ibn Hazm al Andalusi, seorang yang pahamnyaselaras dengan metodologi anda tentang hukum islam, wahai penganut Hanbali! Tetapimeskipun Ibn Arabi seorabg Zahiri (menerjemahkan hukum islam secara lahiriah),metode yang ia terapkan untuk memahami hakekat adalah dengan menelisik apa yang

    tersembunyi, mencari makna spiritual (thariq al bathin), guna mensucikan bathin(thathhir al bathin).

    Meskipun demikian tidak seluruh pengikut mengartikan sama sama apa-apa yangtersembunyi. Agara anda tidak keliru atau lupa, ulangilah bacaan anda mengenai IbnArabi dengan pemahaman baru akan simbol-simbol dan gagasannya. Anda akanmenemukannya sangat mirip dengan al-Qusyairi. Ia telah menempuh jalan tasawuf dibawah payung al-quran dan sunnah, sama seperti hujjatul Islam Al Ghazali, yangmengusung perdebatan mengenai perbedaan mendasar mengenai iman dan isu-isuibadah namun menilai usaha ini kurang menguntungkan dan berfaedah.

    Ia mengajak orang untuk memahami bahwa mencintai Allah adalah cara yang patut

    ditempuh seorang hamba Allah berdasarkan keyakinan. Apakah anda setuju wahaifaqih? Atau anda lebih suka melihat perselisihan di antara para ulama? Imam Malik ra.telah mengingatkan mengenai perselisihan semacam ini dan memberikan nasehat:Setiap kali seseorang berdebat mengenai iman, maka kepercayaannya akanberkurang."

    Sejalan dengan ucapan itu, Al Ghazali berpendapat: Cara tercepat untuk mendekatkandiri kepada Allah adalah melalui hati, bukan jasad. Bukan berarti hati dalam bentuk fisikyang dapat melihat, mendengar atau merasakan secara gamblang. Melainkan, denganmenyimpan dalam benak, rahasia terdalam dari Allah Yang Maha Agung dan Besar,yang tidak dapat dilihat atau diraba.

    Sesungguhnya ahli sunnahlah yang menobatkan syaikh sufi, Imam Al-Ghazali, sebagaiHujjatul Islam, dan tak seorangpun yang menyangkal pandangannya bahkan seorangcendekia secara berlebihan berpendapat bahwa Ihya Ulumuddin nyaris setara denganAl Quran. Dalam pandangan Ibn Arabi dan Ibn Al Farid, taklif atau kepatuhan beragamalaksana ibadah yang mihrab atau sajadahnya menandai aspek bathin, bukan semata-mata ritual lahiriah saja.

    Karena apalah arti duduk berdirinya anda dalam sholat sementara hati anda dikuasaiselain Allah. Allah memuji hambaNya dalam Al Quran:"(Yaitu) orang-orang yang khusyukdalam sholatnya"; dan Ia mengutuk dalam firmanNya: "(Yaitu) orang-orang yang lalaidalam sholatnya". Inilah yang dimaksudkan oleh Ibn Arabi saat mengatakan: "Ibadahbagaikan mihrab bagi hati, yakni aspek bathin, bukan lahirnya".

    Seorang muslim takkan bisa mencapai keyakinan mengenai isi Al Quran, baik denganilmu atau pembuktian itu sendiri, hingga ia membersihkan hatinya dari segala yangdapat mengalihkan dan berusaha untuk khusyuk. Dengan demikian Allah akanmencurahkan ilmu ke dalam hatinya, dan dari sana akan muncul semangatnya. Sufisejati tak mencukupi dirinya dengan meminta sedekah.

    Seseorang yang tulus adalah ia yang menyuburkan diri di (hadapan) Allah denganmematuhiNya. Barangkali yang menyebabkan para ahli fiqih mengecam Ibn Arabi

    6

  • 8/14/2019 Dialog Ibn Athaillah Al Sakandari Dengan Ibn Taymiyah

    7/7

    adalah karena kritik beliau terhdap keasyikan mereka dalam berargumentasi danberdebat seputar masalah iman, hukum kasus-kasus yang terjadi (aktual) dan kasus-kasus yang baru dihipotesakan (dibayangkan padahal belum terjadi).

    Ibn Arabi mengkritik demikian karena ia melihat betapa sering hal tersebut dapatmengalihkan mereka dari kejernihan hati. Ia menjuluki mereka sebagai "ahli fiqih basa-

    basi wanita". Semoga Allah mengeluarkanmu karena telah menjadi salah satu darimereka! Pernahkan anda membaca pernyataan Ibn Arabi bahwa:"Siapa saja yangmembangun keyakinannya semata-mata berdasarkab bukti-bukti yang tampak danargumen deduktif, maka ia membangun keyakinan dengan dasar yang tak biasdiandalkan. Karena ia akan selalu dipengaruhi oleh sangahan-sangahan balik yangkonstan. Keyakinan bukan berasal dari alasan logis melainkan tercurah dari lubuk hati.""Adakah pernyataan yang seindah ini?"

    Ibn Taymiyah : "Anda telah berbicara dengan baik, andaikan saja gurumu seperti yanganda katakan, maka ia sangat jauh dari kafir. Tapi menurutku apa yang telah ia ucapkantidak mendukung pandangan yang telah anda kemukakan."

    *Diterjemahkan dari On Tasawuf Ibn Atha'illah Al-Sakandari: "The Debate with IbnTaymiyah, dalam buku karya Syaikh Muhammad Hisyam Kabbani's The repudiation of"Salafi" Innovations (Kazi, 1996) h.367-379.

    Foot Note:

    Ibn Atha'illah, Lata'if al minan fi manaqib Abi al Abbas. Pada bagian Lata'if al-minan waal akhlaq, karya Sya'rani (Kairo, 1357) 2:17-18. Lihat Ibn Al Imad, Shadharat al dzahab(1350/1931) 6:20; Al Zirikly, al A'lam (1405/1984) 1:221; Ibn Hajar, al Dhurrar al Kamina(1348/1929) 1:148-273; Al Maqrizi, Kitab al Suluk (1934-1958) 2:40-94; Ibn Kathir, alBidayah wa al Nihayah (1351/1932) 14:45;Subki, Tabaqat al Shafi'iyyah (1324/1906)5:177. dan 9:23; Suyuti, Husn al Muhadara fi Akhbar misr wa al qahira (1299/) 1:301; Al

    Dawadari, al Durr al fakhir fi sirat Al Malik Al Nasir (1960) hal 200; Al Yafi'I, Mi'rat AlJanan (1337/1918) 4:246; Sya'rani, Al Tabaqat al Kubra (1355/1936) 2:19; Al Nabhani,

    jami' karamat al awliya (1381/1962) 2:25.

    Wa min Allah at Tawfiq,

    __._,_.___

    7