Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh...

165

Transcript of Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh...

Page 1: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan
Page 2: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

DEPOK, 2005

Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Magister Sains Ekonomi

• Pada Program Studi Ilmu Ekonomi Program Pascasarjana Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

TES IS

ROOSI TJANDRAKIRANA 6603000333

OLEH

ANALISIS PENUTUPAN HUTAN SEBAGAI TAKSIRAN DEFORESTASI : SUATU MODEL EKONOMETRIKA

Page 3: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

Ketua Program Studi,

Dr. Adhi Santika Prof. Dr. Mangara Tambunan

Penguji Tesis, Pembimbing Tesis,

Depok, 15 Juli 2005

Roosi Tjandrakirana

6603000333

Ekonomi SDA dan Lingkungan

ANALISIS PENUTUPAN HUTAN SEBAGAI TAKSIRAN

DEFORESf ASI : SUATU MODEL EKONOMETRIKA

PERSETUJUAN TESIS

Nama

N.P.M

Kekhususan

Judul Tesis

Page 4: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

Ill

Laju deforestasi yang meningkat pesat dari 1,87 juta ha per tahun pada periode 1985-1997 menjadi sekitar 2,8 juta ha per tahun pada periode 1998- 2000 menyebabkan berbagai masalah antara lain : turunnya kualitas lingkungan, hasil kayu menurun drastis yang berdampak pada kurangnya pasokan industri kayu, dll Banyak faktor yang menyebabkan teJjadinya perubahan penutupan hutan di Indonesia. Semula diduga, praktek pengelolaan HPH dan pertumbuhan industri perkayuan yang mengakibatkan peningkatan laju deforestasi. Tetapi pendapat lain mengatakan, pembahan penutupan hutan teJjadi sebagai akibat peningkatan jumlah petani dan peladang berpindah di kawasan hutan.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor apa saja yang menyebabkan teJjadinya perubahan penutupan hutan? Faktor apa yang lebih berpengaruh akibat penebangan hutan atau konversi hutan ?

Melalui model data panel dari 19 propinsi antara 1976 - 2000, dilakukan analisis untuk mendapatkan gambaran penyebab langsung teJjadinya pembahan penutupan hutan. Berdasarkan hasil analisis, penutupan hutan dapat digunakan sebagai taksiLan teJjadinya deforestasi. Ini ditunjukkan oleh hubungan positif antara penutupan hutan dengan peningkatan !aju deforestasi. Selanjutnya, penebangan dan konversi hutan masing-masing mempunyai kontribusi terhadap perubahan penutupan hutan. Faktor harga kayu, luas HPH, jumlah HPH, kebutuhan bahan baku industri kayu dan faktor krisis ekonomi tahun 1997 berkorelasi fX)sitif terhadap deforestasi. Sebaliknya, jumlah ekspor kayu berkorelasi negatif terhadap deforestasi. Sedangkan variabel harga kelapa sawit, kopi, karet dan jumlah penduduk berkorelasi positif terhadap deforestasi. Sebaliknya hasil pangan dan PDRB per kapita berkorelasi negatif terhadap deforestasi. Hasil analisis juga menunjukkan, konversi hutan merupakan penyebab utama deforestasi hutan di Indonesia. Hal ini berarti, peningkatan jumlah penduduk akan mendorong teJjadinya deforestasi akibat peningkatan kebutuhan lahan untuk pertanian dan pemukiman.

Klasifikasi JEL : C23, Q23, Q27, Q54 Keyword _ . : 1. Penutupan hutan

2. Deforestasi 3. Model Panel Data

ROOS! TJANDRAKIRANA 6603000333

Program Studi Ilmu Ekonomi Program Pascasarjana Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

ANAUSIS PENUTUPAN HUTAN SEBAGAI TAKSIRAN DEFORESTASI: SUATU MODEL EKONOMETRIKA

ABSTRAK TESIS

Page 5: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

lV

The rate of deforestation on average 1,87 million hectares per year between 1985-1997 rise about 2,8 million hectares per year between 1998-2000 that cease many problems t.e: environmental quality decreased, timber product go down that has an impact on supply to timber industry etc. There are many facto!S which c.auses of forest rover change in Indonesia. From the beginning estimated, the growth of concessions management and timber industry explains the perceive rapid acceleration of deforestation. But another opinion, forest cover change is principally a response to the number of smallholders and shifting cultivation in the forest area.

The -tneas is designs to investigate what kinds of facto!S that causes of forest cover change ? What kinds of factors that more influence logging or forest conversion?

Based on panel data from 19 provinces between 1976-2000, analysis is used to detennine the immediate causes of forest cover change. The result of analysis shows that forest cover can be used to estimate the deforestation. The lower of forest cover have positive correlation to the accelerating of deforestation. Moreover, both logging and forest amversion have contribution to the forest cover change. The timber price, wide of concessions, number of concessions, log consumption timber industry and Indonesia 1997 economic crisis have positive correlation toward deforestation. The other factor, the timber export has negative correlation toward deforestation. While, the prices of palm oi~ mffee, rubber and number of population have positive correlation toward deforestation. Interestingly, food aop and gross domestic regional product per capita have negative correlation toward deforestation. The result of analysis have also indicate that forest conversion has detennine as the major causes of deforestation in Indonesia. That is imply, the increasing number of population will generate ·deforestation, that is as result the growth of fannland and setUement needed.

In order to preserve forest, seveml policies need to be applied ie : developing timber plantation and non-timber forest products, restructuring license system, continuing soft/anding policy, improving timber administration and forest product marketing, applied low tsxes for imported log, forest and critical lands rehabilitation, and strengthening control and law enforcement over forest preservation objectives.

Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan : pengembangan HT! dan hasil hutan non kayu, penataan perijinan, kebijakan soft/anding tetap dipertahankan, perbaikan tata usaha kayu dan peredaran hasil lwtan, dilakukan tmpor kayu dengan bee masuk rendah, rehabilitasi hutan dan lahan kritis serta penguatan pengawasan dan penegakan hukum.

Page 6: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan
Page 7: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

v

Puji syukur penulis panjatkan atas segala rahmat dan karunia Allah SWT

yang telah dilirnpahkan sehingga dapat rnenyelesaikan tesis ini dengan baik.

Proses penyelesaian tesis ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari

berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyarnpaikan penghargaan dan rasa

terima kasih kepada sernua pihak yang telah rnernbantu dalarn proses

penyelesaian tests ini rnaupun selama masa kuliah di Program Pascasarjana Ilmu

Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr.

Mangara Tambunan selaku dosen Pembimbing tests yang dengan sabar

memberi masukan, dukungan maupun waktunya untuk rnengoreksi tesis ini.

Terima kasih penulis sampaikan pula pada Bapak Dr. Arindra A. Zainal selaku

Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi sekaligus sebagai dosen penguji pada sidang

tesis maupun Bapak Dr. Adhi Santika selaku dosen penguji yang telah banyak

memberi masukan untuk penyempumaan tesis ini. Tldak lupa penulis sampaikan

penghargaan kepada Bapak Suahasil Nazara Ph.D selaku Ketua Program Studi

Ilmu Ekonomi · periode sebelumnya yang telah rnemberi motivasi kepada

angkatan 2003 untuk segera menyelesaikan tesis.

Penghargaan penulis sampaikan pula kepada BAPPENAS atas beasiswa

yang diberikan, sehingga penulis mempunyai kesempatan untuk rnenernpuh

Program Pascasarjana Ilmu Ekonorni di FE - UI. Kepada Ibu Agustin, Pak

Karyanto, dan mbak Nunik terirna kasih sekali atas dukungannya.

KATA PENGANTAR

Page 8: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

VI

Terima kasih penulis sampaikan pada Bapak Bambang Soepijanto, Bapak

Agus Mulyono, Bapak Iman Santoso dan Pak Kustanta. Secara khusus penulis

sampaikan terima kasih yang mendalam pada teman-teman dari Departemen

Kehutanan yang dengan senang hati membantu menyediakan data untuk

melengkapi tests lni : Pak Hud, Pak Tri, dan Yana. Demikian pula dengan teman-

teman di Inventarisasi Hutan : Heri, Nunk, mbak Sri, Krisna, Pak Pur, Pak

Sopandi dan lain-lain terima kasih sekali dukungannya.

Teman-teman angkat:an 2003 : mbak Is, Ade Tatum, mas Eko, Agus,

Ikeu, Farma, Dewi, Ade Rendra sert:a teman-teman lain yang tidak dapat penulis

sebutkan satu persatu. Terima kasih atas dukungannya. Suasana yang penuh

keakraban dan rasa kekeluargaan bersama kalian mudah-mudahan akan tetap

terjaga. Tidak lupa penulis sampaikan terima kasih pada mbak Dorti, mas Irwan,

Puri sert:a teman-teman di CESS lainnya maupun mbak Yati, mbak Mirna, mbak

Asti dan lain-lain dart Pascasarjana Ilmu Ekonomi yang banyak membantu atas

kelancaran penyusunan tesis ini maupun selama kuliah di FE - UL

Terima kasih pula pada kakak dan adikku, mas Doni, mas Dono, Rini sert:a

Dadut at:as doanya. Akhirnya, terima kasih dan penghargaan yang tulus penulis

sampaikan kepada Suamiku terdnta, mas Hartono dan 2 putriku terkasih, Dian

dan Dinar, sert:a Ibuku yang telah memberi cinta, pengertian, motivasi sert:a doa

dan dukungannya.

Page 9: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan
Page 10: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

Vil

53 59 68

53 BAB IV. TELAAH KEBIJAKAN EKSPLOITASI HUTAN DI INDONESIA

4.1. Perkembangan Kebijakan Eksploitasi Hutan 4.2. Perkembangan Eksploitasi dan Konversi Hutan 4.3. Perubahan Penutupan Hutan

29 29 36 38 40 42 42 44 45 45 47 50

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran 3.2. Model Penutupan Hutan 3.3. Hipotesis Penelitian 3.4. Analisis Data Panel

3.4.1. Pooled Regression 3.4.2. Model Fixed Effect 3.4.3. Model Random Effect

· 3.4.4. Uji Spesifikasi 3.4.5. Uji Hausman 3.4.6. Uji Asumsi Dasar

3.5. Data dan Sumber Data

8 8

13 19 25

BAB II. TELAAH KEPUSTAKAAN

2.1. Kondisi Sumberdaya Hutan Saat Ini 2.2. Pengertian Deforestasi 2.3. Penyebab Deforestasi 2.4. Pendekatan Penutupan Hutan Sebagai Taksiran

Deforestasi

1 1

5 6 6

BABI. PENDAHULUAN

1.1. L.atar Belakang l.'.2. Perumusan Masalah 1.3. Tujuan Penelitian 1.4. Organisasi Penelitian

ix xi

vii v

ii iii

HALAMAN JUDUL HALAMAN PERSETUJUAN TESIS ABSTRAK TESIS KATA PENGANTAR DAFTARISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR

DAFTAR ISi

Page 11: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

Vlll

109 114

DAFTAR PUSTAKA LAMPI RAN

102 102 105 107

BAB VI. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1. Kesimpulan 6.2. Rekomendasi 6.3. Keterbatasan Studi

95

93

86

75 75 75 77 78 79

BAB V. ANALISIS PERUBAHAN PENUTUPAN HUTAN 5.1. Hasil Pengujian Model

5.1.1. Uji Spesifikasi 5.1.2. Uji Hausman

5.2. Hasil Estimasi Model Perubahan Penutupan Hutan 5.2.1. Estimasi Model Perubahan Penutupan Hutan

Akibat Penebangan Hutan 5.2.2. Estimasi Model Perubahan Penutupan Hutan

Akibat Konversi Hutan 5.2.3. Estimasi Model Perubahan Penutupan Hutan

Akibat Penebangan dan Konversi Hutan 5;3. Penyebab Utama Perubahan Penutupan Hutan di

Indonesia

Page 12: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

IX

77 Estimasi Fixed Effectdan Random effect

76 Hasil uji F-stat (Pooled vs LSDV)

68 Perkembangan Pelepasan Kawasan Hutan Untuk Perkebunan dan Transmigrasi

65 Penutupan Hutan Berdasarkan Kawasan Hutan Per Kelompok Pulau Seluruh Indonesia

64 Kondisi Areal Eks HPH yang Diserahkan Kepada BUMN

64 Kondisi Penutupan Lahan Areal HPH s/d tahun 2000

61 Kondisi luas hutan per kelompok Pulau pada tahun 1960-an

60 Jumlah produksi dan ekspor kayu dari tahun 1960 - 1965

53 Beberapa Kebijakan Yang Berkaitan Dengan Eksploitasi Hutan

Tabel 5.2.

Tabel 5.1.

Tabel 4.7.

Tabel 4.6.

Tabel 4.5.

Tabel 4.4.

Tabel 4.3.

Tabel 4.2.

Tabel 4.1.

Tabel 3.1. , Pata dan Sumber Data 52

Tabel 2.4. Penutupan Lahan per Kelompok Pulau di Indonesia 27

Tabel 2.3. Perubahan pandangan mengenai penyebab deforestasi di Indonesia sejalan dengan waktu. 24

Tabel 2.2. Realisasi Produksi Kayu Bulat 6 tahun terakhir 11

Tabel 2.1. Kapasitas terpasang industri kayu dan kebutuhan bahan bakunya 10

DAFTAR TABEL

Page 13: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

x

94 88

87 80

79

78

Hasil estirnasi Model Perubahan Penutupan Hutan III

Urutan nilai koefisien variabel bebas pada Model Perubahan Penutupan Hutan II

Hasil estimasi Model Perubahan Penutupan Hutan II

Urutan nilai koefisien variabel bebas pada Model Perubahan Penutupan Hutan I

Hasil estimasi Model Perubahan Penutupan Hutan I

Hasil Uji Hausman terhadap Model Perubahan Penutupan Hutan

Tabel 5.8.

Tabet 5.7.

Tabel 5.6.

Tabel S.S.

Tabel 5.4.

Tabel 5.3.

Page 14: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

XI

Gambar 4.1. Persentase luas HPH vs luas penutupan hutan dan 63 luas hutan procluksi

Gambar 3.1. Kerangka penalaran untuk membangun model 35 regresi perubahan penutupan hutan

Gambar 2.2. Kerangka Konseptual Penyebab Deforestasi 19

Gambar 2.1. Procluksi Kayu Bulat Resmi vs Konsumsi Kayu Bulat 12

DAFTAR GAMBAR

Page 15: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan
Page 16: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

Selama lebih dari tiga dekade, hutan Indonesia memberikan kontribusi

yang nyata sebagai salah satu penggerak utama perekonomian nasional yang

memberikan dampak positif antara lain terhadap perolehan devisa, penyediaan

lapangan kena, mendorong pengembangan wilayah dan pertumbuhan ekonomi.

Menurut World Bank (1995), nilai output sektor kehutanan naik dari US$ 2

milyar tahun 1980 menjadi US$ 8 - 9 milyar pada tahun 1994. Ekspor produk

kehutanan naik tajam pada tahun 1990-an terutama untuk produk kayu lapis.

Dari ekspor tersebut diperoleh devisa sebesar US$ 500 juta pada tahun 1982

dan naik menjadi US$ 4 milyar pada tahun 1994. Total ekspor hasil hutan

Indonesia pada tahun 1994 mencapai US$ 6 milyar dan mencapai puncaknya

1.1. Latar Belakang

Indonesia memiliki kekayaan hutan tropis terbesar ketiga setelah Brazil

dan Zaire, yaitu sebesar 10% dari sumberdaya hutan yang ada di dunia.

Berdasarkan hasil penafsiran citra Landsat tahun 1999/2000 telah dilakukan

rekalkulasi sumberdaya hutan oleh Departemen Kehutanan dengan total areal

seluas 187,783 juta ha, terdiri dari kawasan hutan seluas 133,127 juta ha atau

sekitar 70,89% dari seluruh daratan Indonesia. Kawasan hutan tersebut terdiri

dari hutan lindung seluas 30,06 juta ha, hutan produksi seluas 83,69 juta ha dan

hutan konservasi 19,37 juta ha. Hamparan hutan tropis tersebut mempunyai

peranan yang strategis dari aspek ekonomi, lingkungan, sosial dan budaya

(Departemen Kehutanan, 2003).

BABI PENDAHULUAN

Page 17: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

2

' Total nilai ekspor hasil hutan kemudian mulai menurun akibat terjadinya krisis moneter yang dimulai pada bulan Juli 1997 (Simangunsong, 2004). z Yang dimaksud produk hutan lainnya adalah wooden fumiture dan pulp.

sekitar 22 juta m3 agar kelestarian hutan dapat dic:apai. Akan tetapi berdasarkan

luas hutan yang tersisa tersebut, maka tebangan yang diperkenankan hanya

hutannya mengalami penurunan menjadi hanya sekitar 93 -112 juta ha. Dengan

luas hut:an di Indonesia menc:apai 150 juta ha, tetapi pada tahun 1995 luas

Menurut .World Bank (1995), diperkirakan pada tahun 1960 - 1970an

menjadi 1,312 juta ha/ tahun.

dilakukan oleh FAQ (2002), laju deforestasi pada tahun 1990 - 2000 naik

setelah Brazil. Sedangkan berdasarkan penaksiran sumberdaya hutan yang

1990 di Indonesia mencapai luas 1,212 juta ha/tahun, menduduki tempat kedua

hutan yang dilakukan oleh FAQ (1993) laju deforestasi tahunan selama 1981 -

kurun waktu 30 - 40 tahun (FAQ, 1990). Berdasarkan penaksiran sumberdaya

penutupan hutan di Indonesia telah berkurang dari 74% menjadi 54% dalam

seluas 0,678% per tahun. Penelitian FAQ t:ahun 1990 juga menunjukkan bahwa

hutan setiap tahunnya selama tahun 1972 - 1990 seluas 840.000 ha/ tahun atau

Berdasarkan hasil penelitian Revilla (1993), Indonesia kehilangan penutupan

menyisakan banyak permasalahan baik ekonomi, sosial maupun lingkungan.

merupakan bagian dari kebijakan makro pembangunan nasional ternyata

Namun di sisi lain, kebijakan pengurusan hutan pada masa lalu yang

kehutanan tersebut dapat mempekerjakan sekitar 700 ribu pekerja,

pada tahun 1997 yaitu sekitar US$ 6,24 milyar.1 Nilai ekspor ini terutama berasal

dari ekspor kayu lapis, produk hutan lainnya2 dan kertas. Dari sektor formal

Page 18: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

penyelundupan kayu dan konversi hutan menjadi areal penggunaan lain semakin

3

terkendali pada periode tahun 2000-2004 karena aktifitas illegal logging,

menjadi 2,8 juta ha/tahun. Laju kerusakan tersebut diperkirakan semakin tidak

1,87 juta ha /tahun. Akan tetapi pada periode 1997 - 2000 meningkat tajam

pengurangan luas hutan di Indonesia adalah sebesar 22,46 juta ha atau sebesar

oleh Departemen Kehutanan. Berdasarkan data periocle 1985 - 1997

diper1ihatkan pula oleh hasil penafsiran citra Landsat tahun 2000 yang dilakukan

negara dari hasil kayu menurun drastis. Parahnya kondisi hutan di Indonesia

tanah longsor, erosi dan sedimentasi, hilangnya biodiversity dan pendapatan

negatif terhadap kehidupan masyarakat antara lain dengan terjadinya banjir,

Kerusakan hutan dan lahan memang terbukti telah menimbulkan dampak

yang ada sudah banyak yang dikonversi pada pertengahan tahun 198Qan.

deforestasi yang paling rendah adalah di Sulawesi, karena hutan dataran rendah

tahun 1985 sampai 1997 total areal hutan di Sumatera berkurang dari 23 juta ha

menjadi hanya sekitar 16 juta ha. Sedangkan di Kalimantan, total areal hutan

berkurang dari 40 juta ha menjadi sekitar 31 juta ha. Sedangkan tingkat

800.000 ha /tahun dan naik menjadi 1,2 juta ha/tahun pada tahun 1996. Antara

yang menyatakan bahwa, pada tahun 1980-an terjadi deforest:asi sebesar

Pengurangan luas penutupan hutan juga dilaporkan oleh Holmes (2000)

kemungkinan akan habis pada tahun 2005 di Sumatera dan 2010 di Kalimantan.

juta m3. Apabila kondisi ini tetap berlangsung, maka hutan di Indonesia

juta m3, sedangkan secara aktual di lapangan bahkan diperkirakan mencapai 40

data dari Departemen Kehutanan, tebangan terhadap hutan alam mencapai 30

Page 19: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

4

3 Penjarahan hutan ini didefinisikan sebagai 'masuknya masyarakat ke dalam kawasan hutan untuk mengambil kayu secara liar tanpa dapat dicegah atau diatasi oleh aparat berwenang'. Defuiisi ini cenderung memojokkan masyarakat desa di sekitar hutan (Fuad, 2001).

mengurangi bahkan menghentikan laju deforestasi dengan mengidentifikasi

hutannya. Oleh karena itu perlu dilakukan penanganan secara menyeluruh untuk

kehutanan sendiri baik untuk diambil kayunya maupun untuk dimanfaatkan areal

dart berbagai arah, baik dari luar sektor kehutanan maupun dalam lingkup

dijadikan sebagai petunjuk, bahwa ancaman terhadap kelestarian hutan datang

menghentikan laju deforestasi. Hal ini dapat diindikasikan dengan makin

maraknya penjarahan hutan3 maupun praktek illegal logging. Kondisi lni dapat

nampaknya tidak cukup efektif untuk Kebijakan soft/anding ini

(Annual Allowable Cuf) secara terencana dan bertahap (Purnama, et al, 2003).

pemanfaatan kayu, yaitu suatu upaya penyesuaian tingkat tebangan tahunan

Januari 2003 Pemerintah mulai menerapkan kebijakan soft/anding terhadap

tahun 2003 melalui SK Menteri Kehutanan No. 19/Kpts-VI/2003 tanggal 10

tahun dimulainya gerakan rehabilitasi lahan dan lain sebagainya. Bahkan pada

konversi hutan untuk peruntukan lain maupun pencanangan tahun 2003 sebagai

kebijakan pengenaan tarif produksi dan ekspor kayu olahan, dihentikannya

telah mengeluarkan berbagai kebijakan antara lain larangan ekspor kayu bulat,

Untuk mengurangi laju deforestasi yang makin meningkat, Pemerintah

negosiasi.

menempatkan isu pelestarian hutan ke dalam bagian penting dari proses

menjadi urusan Indonesia, tetapi telah menjadi keprihatinan dunia, bahkan

merajalela. 5aat ini pennasalahan deforestasi di Indonesia bukan lagi hanya

Page 20: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

5

1.2. Perumusan Masalah

Tekanan terhadap sumberdaya hutan di Indonesia semakin kuat. Secara

umum dapat dikatakan bahwa penurunan luas penutupan hutan berhubungan

dengan men!n~katnya jumlah penduduk terutama di negara sedang

berkembang. Di negara tropis yang sedang berkembang, hutan alam pada

umumnya dijadikan sebagai sumber eksploitasi baik untuk diambil kayunya

maupun hanya untuk kayu bakar (Poore, 1989). Sudah banyak kebijakan yang

telah dikeluar1<an Pemerintah dalam rangka pengelolaan hutan di Indonesia,

akan tetapi luas penutupan hutan di Indonesia makin berkurang bahkan selama

3 tahun terakhir telah terjadi peningkatan laju deforestasi yang semakin tajam.

Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan penutupan hutan

di Indonesia. Orang cenderung berkesimpulan bahwa pertumbuhan industri

perkayuan mengakibatkan peningkatan laju deforestasi. Tetapi di lain pihak, ada

juga yang berpendapat perubahan penutupan hutan di luar Jawa sebagai akibat

pertumbuhan penduduk dan jumlah petani di kawasan hutan (Sunderlin dan

Resosudarmo, 1996). Selain itu yang tidak kalah penting adalah peran

Pemerintah dengan proyek-proyek pembangunannya yang mengakibatkan

terjadinya perubahan penutupan hutan.

faktor-faktor penyebab terjadinya penurunan penutupan hutan sebagai faktor

prioritas. Tindakan ini tidak dapat ditunda lagi mengingat kondisi sumberdaya

hutan yang sudah semakin parah.

Page 21: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

1.4. Organisasi Penulisan

Secara umum struktur penulisan ini diorganisasikan sebagai berikut, yaitu

BAB I Pendahuluan, selanjutnya pada BAB II disajikan Telaah Kepustakaan

tentang kondisi sumberdaya hutan saat ini. Pada bab ini disajikan pula

pengertian tentang deforestasi dan penyebabnya serta hal-hat yang terkait

6

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dart penelltian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui penyebab langsung terjadinya perubahan penutupan hutan di

Indonesia, baik pengaruh positif maupun pengaruh negatif.

2. Mengetahui faktor yang paling berpengaruh terhadap perubahan penutupan

hutan, disebabkan karena penebangan hutan atau konversi hutan untuk

dimanfaatkan arealnya di luar sektor kehutanan.

3. Memberikan alternatif tindak lanjut yang per1u dilakukan untuk mencegah

terjadinya deforestasi yang dapat mengancam habisnya sumberdaya hutan di

Indonesia. Sehingga diharapkan penelitian ini dapat menjadi pedoman bagi

pengambil kebijakan agar deforestasi di Indonesia dapat dikurangi bahkan

dihentikan. -

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang perlu diteliti adalah

faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya perubahan penutupan hutan, baik

yang berpengaruh positif maupun negatif ? Faktor apa yang paling berpengaruh

terhadap perubahan penutupan hutan, akibat penebangan hutan atau konversi

hutan untuk penggunaan lain di luar sektor kehutanan?

Page 22: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

7

dengan pendekatan penutupan hutan sebagai taksiran deforestasi. BAB III

menjelaskan tentang kerangka pemikiran penyebab terjadinya perubahan

penutupan hutan, metode yang digunakan untuk analisis maupun hipotesis

penelitian. BAB N menjelaskan tentang telaah eksploitasi hutan. Sedangkan

analisis perubahan penutupan hutan disajikan pada Bab V. Kesimpulan hasil

studi dan rekomendasi tentang alternatif tindak lanjut yang perlu diambil untuk

mencegah terjadinya deforestasi serta keterbatasan studi akan disajikan pada

Bab VI. Beberapa kelengkapan baik yang berkaitan dengan data atau yang

lainnya akan disajikan dalam Lampiran.

Page 23: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan
Page 24: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

Pada tahun 1990, total nilai ekspor hasil hutan berkisar US$ 3.482 juta.

Total nilai ekspor ini hampir tiga kali lipat dart total nilai ekspor pada tahun

1985. Pada tahun 1992, Pemerintah mencabut larangan ekspor kayu bulat yang

telah diberlakukan secara bertahap sejak tahun 1980 dan menggantinya dengan

menerapkan pajak ekspor yang tinggi. Penerapan kebijakan pajak ekspor yang

tinggi terhadap kayu bulat mendapat tantangan yang keras. Sehingga

mendorong Pemerintah menurunkan pajak ekspor menjadi maksimum 10%

8

2.1. Kondisi Sumberdaya Hutan Saat Ini

Seirtng dengan eksploitasi hutan secara komersial yang dimulai pada

tahun 1970-an di luar Pulau Jawa, Indonesia tumbuh sebagai pengekspor

terbesar kayu tropis dunia. FAO maupun Departemen Kehutanan melaporkan

bahwa proc:fuksi hasil hutan utama Indonesia pada tahun 1980 adalah kayu bulat

diikuti kayu gergajian dan kayu lapis. Demikian pula dengan hasil hutan yang

diekspor. Berdasarkan Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri tanggal 8 Mei

1980, ekspor kayu bulat secara bertahap mulai dihentikan dan pada tahun 1985

dihentikan sama sekali (Simangunsong, 2004). Kebijakan larangan ekspor kayu

bulat dikaitkan dengan pengembangan industri pengolahan kayu dalam negeri

terutama industri kayu lapis dengan tujuan antara lain yaitu : (1) meningkatkan

perolehan devisa dari ekspor kayu olahan, (2) memperluas kesempatan kerja di

bidang industri hasil hutan, (3) meningkatkan nilai tambah dan, (4) memacu

perkembangan ekonomi regional.

BAB II

TELAAH KEPUSTAKAAN

Page 25: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

9

4 WRI (2000) juga mencatat perkembangan yang cepat dari Hutan Tanaman lndustri (HTI) untuk memasok bahan baku industri pulp dan kertas, perkebunan kefapa sawit dan program transmigrasi juga merupakan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya deforestasi di Indonesia.

dart semakin terdegradasinya hutan Indonesia.

penyelundupan kayu, aktifitas pertambangan dan sebagainya menjadi penyebab

merajaleta, kebakaran hutan dan lahan, klaim atas kawasan hutan,

beratnya. Lemahnya upaya penegakan hukum, praktek illegal logging yang

seluruh kawasan hutan dalam kondisi menghadapi tekanan yang luar biasa

saat ini memang sedang menghadapi masalah yang sangat kompleks dan

menyatakan bahwa penyebab utama deforestasi di Indonesia pada tahun 1990-

an adalah penebangan komersil HPH dalam skala besar.4 Sektor kehutanan pada

hilangnya penutupan hutan di Indonesia. World Bank (2000) dan WRI (2000)

perkayuan, telah terjadi pula peningkatan yang tajam dalam jumlah dan laju

kebijakan yang dikeluarkan, akan tetapi sejalan dengan perkembangan industri

Untuk menjaga kondisi sumberdaya hutan di Indonesia telah banyak

Kep/10/2001 tanggal 8 Oktober 2001 Pemerintah melarang kembali ekspor kayu

bu lat (Simangunsong, 2004 ).

1132/Kpts-11/2001 dan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 292/MPP/

negeri, maka melalui Surat Keputusan Bersama Menteri Kehutanan No.

mendapatkan bahan baku kayu bulat. Hal ini diduga telah terjadi penyelundupan

kayu bulat illegal Sehingga untuk mengurangi penyelundupan kayu bulat ke luar

volume ekspornya sangat jauh menurun. Industri pengolahan kayu kesulitan

pajak ekspor telah diturunkan dan ekspor kayu bulat telah berlangsung kembali,

sebelum akhir Desember 2000 dan 0% pada tahun 2003. Akan tetapi meskipun

Page 26: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

10

seperti yang disajikan pada tabel 2.2. Data yang ada selama 6 tahun terakhir

kemampuan sumberdaya hutan untuk memasok kebutuhan industri perkayuan

1. Sawn Timber 163 13.760.895 27.521.790

2. Pl ood 90 8.728.511 17.497.022

3. Put. 5 3.750.000 16.875.000

4. Blockboard 30 707.926 261.933

5. Chi mill 4 466.000 9.097.000

6. MDF 28 1.025.420 4.814.380

Jumlah kebutuhan bahan baku 44.ni.324

Sumber : Departemen Kehutanan, 2003

Kebutuhan bahan baku seperti tersebut di atas sangat jauh dari

Tabel 2.1. Kapasitas Terpasang Industri Kayu dan Kebutuhan Bahan Bakunya.

pada tabel 2.1 berikut.

tingginya kapasitas terpasang industri kehutanan saat ini seperti yang disajikan

Persoalan lain yang berkaitan dengan tekanan sumberdaya hutan adalah

(Purnama et al, 2003).

didasarkan pada asumsi yang diterapkan untuk hutan primer, sedangkan kondisi

hutan produksi saat ini lebih didominasi oleh areal bekas tebangan. Kedua,

banyak terjadi konversi, kebakaran, perambahan hutan, illegal logging dan

tebangan melebihi jatah, sehingga kelestarian hasil tidak dapat dicapai

Indonesia. Pertama, sistem pengelolaan hutan produksi saat ini masih

Ada dua hal yang per1u dicatat dalam pengelolaan hutan alam di

Page 27: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

ll

luar negeri dan kayu bulat yang diper1ukan untuk industri juga diperhitungkan,

sampai 42,3 juta m3 (tahun 2002). Apabila kayu bulat yang diselundupkan ke

kayu setiap tahunnya diperkirakan berkisar dari 8,9 juta m3 (tahun 1985)

illegal logging. Jumlah kayu illegal yang dikonsumsi oleh industri pengolahan

antara lain telah · mendorong pengurasan sumberdaya hutan melalui kegiatan

dalam proses produksinya. Adanya ketimpangan antara pasokan dan permintaan

dengan kata lain industri pengolahan kayu telah rnenqkonsurnsl kayu illegal

pada gambar 2.1, maka selisihnya dianggap sebagai kayu bulat illegal atau

ekivalen lebih besar daripada produksi kayu bulat resmi seperti yang disajikan

kayu dapat diperkirakan (Simangunsong, 2004). Apabila konsumsi kayu bulat

memperhitungkan angka rendemen dart masing-masing industri pengolahan

2002, maka besarnya konsumsi kayu bulat ekivalen yang telah

Berdasarkan data realisasi produksi kayu olahan selama periode 1980 -

1 1997 1998 15.597.546 3.513.644 10.038.228 29.149.418 2 1998 1999 10.179.406 2.791.363 6.056.173 19.026.942 3 1999 2000 10.373.932 2.974.101 7.271.907 20.619.940 4 2000 3.450.430 5.783.514 4.564.591 13.798.535 5 2001 1.809.099 5.918.766 2.323.614 10.051.479 6 2002 3.019.839 4.933.755 182.707 8.136.303

Sumber: Departemen Kehut:anan, 2002

Tabel 2.2. Realisasi Produksi Kayu Bulat 6 tahun Terakhir

mengalami penurunan yang signifikan.

memang menunjukkan adanya kecenderungan produksi kayu bulat nasional

Page 28: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

12 5 Strategi dan langkah pemberantasan illegal logging, Departemen Kehutanan (2004).

telah dibangun untuk perkebunan.

perkebunan mencapai 4,8 juta ha, namun hanya sekitar 2,3 juta ha yang

1. Konversi lahan hut:an untuk penggunaan lain. Lahan yang telah dilepas untuk

temyat:a disebabkan oleh beberapa kebijakan Departemen Kehutanan pada

masa lalu yang dianggap kurang tepat", antara lain :

Kegiatan illegal logging yang marak terjadi akhir-akhir ini sebagian besar

Sumber : Simangunsong (2004)

Tahun

1980 1985 1989 1990 1997 1998 1999 2000 2001 2002

•••••oooooo•o••o•••••••••••ooo•o•••••••••••••••••••••••••••H•O••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••o••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••ui

Konsumsl kayu bulat I 60.0

50.0

f 40.0

i 30.0 j

20.0

10.0

0.0

Gambar 2.1. Produksi Kayu Bulat Resmi vs Konsumsi Kayu Bulat

mengakibatkan pengurangan penutupan hutan menjadi semakin cepat.

maka jumlah kayu bulat illegal yang sebenamya terjadi jauh lebih tinggi. Hal ini

Page 29: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

13

2.2. Pengertian Deforestasi

Pengertian deforestasi berkaitan erat dengan pengertian hutan. Oleh

karena itu sebelum menjelaskan pengertian tentang deforestasi, maka perlu

diketahui tertebih dahulu pengertian tentang hutan. Menurut Undang-undang

2. Penerbitan ijin pemanfaatan kayu (IPK). Permohonan pelepasan lahan hutan

untuk perkebunan hanya sebagai dalih untuk memperoleh IPK. Setelah

selesai memanfaatkan IPK, lahan konversi tersebut ditelantarkan.

3. Pencabutan ijin HPH, kemudian menyerahkan pengelolaan areal eks-HPH

kepada PT. Inhutani. Pada kenyataannya, PT. Inhutani tidak mampu

mengamankan areal tersebut dart pencurian.

4. Penerbitan SK Menteri Kehutanan No. 05.01 tahun 2000 yang memberi

kewenangan pada Bupati untuk menerbitkan ijin HPH seluas 100 ha diketahui

telah banyak disalahgunakan dan menyebabkan semakin meluasnya kegiatan

illegal logging.

Saat ini permasalahan kehutanan di Indonesia bukan lagi menjadi urusan

domestik, tetapi telah menjadi masalah dunia. Dunia internasional memberikan

perhatian istimewa, bahkan menempatkan isu pelestarian hutan ke dalam

bagian penting dari proses negosiasi kerjasama dengan Indonesia. Meskipun

demikian, tertepas dari dorongan dan perhatian dunia intemasional yang

demikian besar, adalah merupakan kewajiban kita untuk mewujudkan

kelestarian sumberdaya hutan melalui pengelolaan hutan secara berkelanjutan

(Sustainable Forest Development).

Page 30: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

No. 5 tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehut:anan, hut:an adalah

suatu hamparan yang di dalamnya tumbuh pohon-pohon yang secara

keseluruhan membentuk suatu persekutuan hidup alam hayati dengan

lingkungannya. Secara lebih jelas, pengertian tentang penutupan hut:an (forest

covet) telah didefinisikan oleh FAQ yang merupakan rujukan bagi para peneliti

. kehutanan seluruh dunia. Pengertian penutupan hut:an menurut FAQ adalah

sebagai berikut : " Forest Cover are defined as ecosystems with a minimum of

10% crown rover· of trees and or bamboos, generally associated with wild flora,

fauna and natural soil rondition and not subject to agricultural practices "(FAQ,

1996). Apabila arealnya digunakan untuk agroforestry, dimana t:anaman pangan

dan pohon tumbuh bersama-sama, maka tidak dapat diklasifikasikan sebagai

hutan karena arealnya dimanfaatkan terut:ama untuk pert:anian (meskipun

penutupan pohonnya lebih dari 10%).

Sedangkan pengertian deforest:asi dapat diartikan sebagai hilangnya

pohon dari areal hut:an dan mengkonversi areal tersebut untuk penggunaan lain

dan biasanya digunakan untuk kegiat:an pertanian (Kooten dan Bulte, 2000).

Menurut World Bank (1990), hilangnya penutupan hut:an secara permanen

at:aupun sement:ara merupakan deforest:asi. Dengan demikian, kawasan

perladangan berpindah yang akan kembali menjadi hut:an sekunder juga

merupakan deforest:asi. Definisi yang lebih komplek tentang pengertian

deforestasi mungkin dibutuhkan sebagai akibat adanya perbedaan tujuan

(Grainger, 1984). Jika tebang pilih (selected logging) tidak menyebabkan

perubahan penutupan hutan yang mencolok, maka tebang pilih tidak

14

Page 31: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

15

menyebabkan deforestasi. Akan tetapi, jika ada jalan pengangkutan hasil

tebangan (logging roads) yang dapat memberi akses bagi peladang berpindah

untuk masuk ke hutan, maka tebang pilih dapat dikategorikan sebagai penyebab

tidak langsung deforestasi. Sedangkan menurut FAQ (1993) deforestasi lebih

mengarah ke perubahan penggunaan lahan dengan menurunnya penutupan

tajuk pohon sampai kurang dari 10%.

FAQ (1996) telah membuat kategori deforestasi yang lebih detail dengan

membedakan deforestasi dengan fragmentasi, degradasi, penurunan dan

kenaikan biomasa, aforestasi, reforestasi, ameliorasi dan konversi. Berdasarkan

tingkatan perubahan penutupan hutan dapat dibagi menjadi 3 (tiga) kategori,

yaitu:

1. Deforestasi kotor (gross deforestation) dihitung sebagai jumlah seluruh areal

yang masuk klasifikasi hutan alam menjadi klasifikasi lain.

2. Deforestasi neto (Net deforestation) dihitung dart luas areal gross

deforestation dikurangi seluruh areal yang mengalami aforestasi.

3. Degradasi neto hutan alam (Net degradation of natural forest) dihitung dari

areal yang masuk klasifikasi hutan alam saja, yang jumlahnya adalah seluruh

perubahan yang berhubungan dengan degradasi dikurangi semua perubahan

yang berhubungan dengan perbaikan kondisi hutan (amelioration).

Menurut Sunderlin dan Resosudarmo (1996), metodologi dan spesifikasi

teknis dalam studi FAQ di atas sangat terstruktur dan sistematis, sehingga

metoda ini disarankan untuk digunakan sebagai analisis laju perubahan

Page 32: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

16

penutupan hutan, karena 'felah mernbertkan perhatian yang proporsional pada

permasalahan degradasi hutan.

Selain metodologi untuk analisis, proses terjadinya deforestasi per1u pula

diketahui sehingga dapat dilakukan identifikasi variabel-vanabel penyebabnya

(Angelsen dan Kaimowitz,1998). Vanabel-variabel model ekonomi akibat

deforestasi di hutan tropis dapat dibagi menjadi 5 (lima) kelompok, yaitu :

1. Ukuran dan /okasi deforestasi

Merupakan variabel tak bebas utama, antara lain penutupan hutan (forest

cover}, taksiran jumlah biomasa, penurunan penutupan hutan (dalam bentuk

absolut atau persentase), produksi kayu, kenaikan areal tanaman pertanian

dan peternakan.

2. Agen deforestasi (Agent deforestation)

Dapat berupa individu (rumah tangga) atau perusahaan yang ikut ter1ibat

dalam kegiatan perubahan lahan dan karakteristiknya. Agen deforestasi ini

biasanya merupakan variabel eksogen.

3. Variabel Pilihan (Choice Variable}

Aktifitas yang menyebabkan terjadinya deforestasi. Vanabel ini merupakan

variabel endogen. Variabel pilihan bisa berupa alokasi lahan, alokasi tenaga

kerja, alokasi kapital, permintaan konsumsi dan teknologi yang mengikutinya.

4. Parameter keputusan agen {Agent's decision parameter)

Vanabel ini secara langsung rnempengaruhi keputusan agen terhadap

pilihannya dan rnerupakan variabel eksogen, kecuali untuk model CGE yang

Page 33: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

17

memperlakukan harga sebagai variabel endogen. Variabel ini dapat berupa

harga output (harga pertanian, harga kayu, harga kayu bakar), biaya tenaga

kerja (upah buruh di pedesaan, sewa lahan, sewa sumber daya hutan,

kemungkinan pengangguran), pendapatan keluarga, harga faktor lain, resiko,

kepemilikan lahan, kepemilikan hut.an, teknologi yang tersedia maupun

kendala faktor (tenaga kerja dan kapital), restriksi pemerintah dan faktor

lingkungan.

S. Variabel tingkat makro dan instrumen kebijakan

Variabel ini merupakan variabel eksogen, yang terdiri dari demografi,

kebijakan pemerintah, harga pasar dunia, distribusi pendapatan, variabel

makro ekonomi dan teknologi.

Pengelompokkan variabel-variabel di atas merupakan pendekatan untuk

mengidentifikasi agen deforestasi (petani, peternak, penebang dll) dalam

hubungannya dengan penebangan hutan. Tindakan agen sebagai sumber

langsung deforestasi sulit untuk mengukurnya dan tidak ada analisis ekonomi

yang dapat dipakai untuk mengidentifikasi.

Berdasarkan uraian di atas, maka secara garis besar pengertian tentang

deforestasi dapat dibedakan menjadi 3 tingkatan , yaitu :

1. Sumber deforestasi (source of causes), merupakan pelaku yang menunjuk

pada orang atau organisasi (misal : petani, individu lainnya, HPH, HTI,

perkebunan) yang mempunyai peranan fisik atau peranan untuk membuat

keputusan langsung dalam perubahan penutupan hut.an.

Page 34: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

18

2. Penyebab langsung deforestasi (immediate causes) adalah parameter

keputusan yang mempunyai pengaruh langsung pada perilaku para pelaku,

misalnya : harga kayu, harga komoditi pertanian, ketersediaan teknologi dan

lain-lain.

3. Penyebab makro deforestasi (underlying csuses; merupakan penyebab yang

mendasari perubahan penutupan hutan, mencakup kekuatan nasional,

regional maupun internasional yang dapat mengatur pengaruh parameter

keputusan, misalnya : teknofogi, perubahan demografi, perdagangan dan

sebagainya.

Secara jelas kerangka konseptual penyebab deforestasi dapat dilihat pada

gambar 2.2 berikut.

Page 35: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

19

bertanggung jawab terhadap terjadinya deforestasi. Berdasarkan studi kasus

yang lalu, petani dan peladang berpindah dianggap sebagai pihak yang

mengambil bagian sebagai pemicu meningkatnya deforestasi. Beberapa tahun

dengan penyebab deforestasi. Akan tetapi setidaknya kedua faktor tersebut ikut

(Pagiola, 2001). Sebenamya belum ada kesepakatan antara para ahli berkaitan

- yaitu penebangan (logging) dan konversi hutan menjadi lahan pertanian

Deforestasi dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Secara umum ada 2

(dua) penyebab utama yang dapat diindikasikan sebagai penyebab deforestasi,

2.3. Penyebab Deforestasi

Sumber: Angelsen and Kaimowitz (1998) Economics Models of Tropical Deforestation/ A Review.

Def orestasi

Q ._I _s_u_m_b_e_r d_e_fo_r_es_ta_s_i __. Agen Deforestasi : Variabel Pilihan

ii

Penyebablangsung deforestasi

Parameter keputusan dan Karakteristik Agen Deforestasi

i

Institusi Infrastruktur Pasar Teknologi

-. t I/ \~ .:

Penyebab deforestasi Tk.makro

Variabel tingkat makro dan instrumen kebijakan

Kerangka Konseptual Penyebab Deforestasi

Gambar 2.2. Kerangka Konseptual Penyebab Deforestasi

Page 36: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

20

Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh Barbier dan Burgess (1996)

terhadap faktor utama penyebab terjadinya konversi lahan di Mexico antara

· 1970 - 1985 diperoleh hasil, bahwa kenaikan harga jagung dan pupuk sebagai

pengaruh utama terjadinya ekspansi lahan. Berdasarkan pendekatan teori pasar,

Angelsen et al (1998) dengan analisis statistik di Tanzania menunjukkan bahwa

kenaikan harga output pertanian, terutama tanaman tahunan sebagai faktor

utama terjadinya deforestasi. Osei dan Obeng (2000) menemukan di Ghana

bahwa hubungan keseimbangan jangka panjang antara harga produsen coklat

dan kopi, harga pupuk, harga tanaman pangan, upah pertanian, harga kayu dan

kredit pertanian mempengaruhi terjadinya deforestasi. Harga pupuk, harga

tanaman pangan dan harga produsen kopi yang tinggi dalam jangka panjang

akan memicu terjadinya laju deforestasi yang lebih tinggi lagi. sementara upah

sektor pertanian yang lebih tinggi akan berdampak menurunkan laju deforestasi.

5edangkan kebijakan devaluasi mata uang Ghana pada awal tahun 1980an telah

memotivasi terjadinya peningkatan intensitas penebangan kayu dan sebagai

akibatnya dapat mempercepat terjadinya deforestasi (World Bank, 1994).

Devaluasi di Brazil juga mempengaruhi laju deforestasi pada tingkat yang

bervariasi tergantung dari kondisi neraca Pemerintah dan kebijakan yang

dikeluarkan (Cattaneo, 2002).

yang detail diperoleh hasil yang mengindikasikan bahwa pengaruh peladangan

berpindah jauh lebih kecil dari yang dipikirkan oleh banyak orang (Angelsen,

1995).

Page 37: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

Sedangkan Ndiyo (2000) melakukan analisis tentang pemicu terjadinya

deforestasi di Nigeria. Berdasarkan hasil studi dapat diidentifikasi bahwa tingkat

pendapatan rumah tangga yang rendah, harga produk kayu yang tinggi,

industrialisasi, kesempatan bekerja di luar kehutanan yang terbatas dan

pertumbuhan populasi sebagai penyebab meningkatnya kerusakan ekosistem

. hutan. Katila (1995) dan Panayotou dan Sussengkam (1992) menyimpulkan

bahwa harga kayu yang tinggi berkorelasi positif terhadap rendahnya penutupan

hutan dan berdampak terhadap kenaikan laju deforestasi di Thailand. Menurut

Angelsen (1996), penebangan hutan akan meningkat jika harga output

pertanian meningkat dan sebaliknya akan menurun apabila biaya pengolahan

lahan atau transportasi meningkat. Jika tenaga kerja dan lahan atau kapital dan

lahan adalah suatu komplemen, maka kenaikan tingkat upah atau kenaikan

biaya kapital akan menurunkan deforestasi. Peningkatan kerja di luar sektor

pertanian juga akan mempunyai pengaruh yang sama apabila opportunity cost

tenaga kerja meningkat. Pendapat ini diperkuat oleh penelitian Bluffstone (1993)

di Nepal yang menyebutkan bahwa kenaikan tingkat upah dan ketersediaan

lapangan kerja di luar sektor pertanian telah mengurangi tekanan terhadap

hutan. Karena dengan kenaikan upah telah mendorong pet:ani untuk beralih dari

kayu bakar ke alternatif bahan bakar lain.

Pembukaan jalan juga diidentifikasi mempunyai dampak yang sangat

penting sebagai mediator dari faktor-faktor lain untuk melakukan pengurasan

hutan. Dengan akses jalan yang mudah, maka akan mempermudah

pengangkut:an hasil tebangan. Di Thailand, pengaruh ini lebih dirasakan pada

21

Page 38: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

22

daerah yang mempunyai perkebunan komersial dengan skala besar (Cropper ,

1997). Krutilla et al (1995) menemukan bahwa suatu areal mempunyai laju

deforestasi yang tinggi karena hut:annya lebih mudah dijangkau. Demikian pula

di Meksiko, berdasarkan hasil penelitian Nelson dan Hellerstein (1997)

menyatakan bahwa deforestasi akan meningkat secara signifikan apabila

. tersedia akses jalan yang lebih banyak, t:anah yang subur sert:a lebih dekat ke

pasar. Sehingga pembukaan jalan akan mendorong penebangan hut:an lebih

meningkat terut:ama di areal dengan tanah yang subur dan iklim yang sesuai.

Hal ini juga dibuktikan oleh Chanthirath (1997) yang menyebutkan bahwa salah

satu penyebab ut:ama deforestasi di Laos adalah akses jalan yang mudah,

disamping adanya peladangan berpindah, illegal loggingdan kebakaran hut:an.

Sedangkan di Indonesia, sejak dimulainya eksploitasi secara komersil

hutan di luar Pulau Jawa t:ahun 1970-an, hut:an yang rusak dan tidak produktif

semakin meningkat seiring dengan perkembangan industri perkayuan. Namun di

pihak lain ada juga yang menyat:akan bahwa deforestasi di luar Pulau Jawa

terut:ama disebabkan oleh pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan jumlah

petani kecil/ ra~t di kawasan hutan (Sunder1in dan Resosudarmo, 1996). Data

mengenai kepadat:an penduduk di Indonesia menunjukkan hubungan negatif

yang kuat dalam hubungannya dengan penutupan hutan (FAO, 1990). Menurut

Noor (2004) yang melakukan penelitian di Kabupaten Kut:ai limur, sektor-sektor

yang berpengaruh kuat terhadap laju deforestasi tidak hanya sektor-sektor

produksi yang mempunyai input kayu, tetapi juga sektor lain yang berbasis

tenaga kerja dan modal.

Page 39: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

23

Berdasarkan hasil penelitian yang dikutip dari Sundertin dan Resosudarmo

(1996), seperti yang disajikan pada tabel 2.3, telah terjadi perubahan

pandangan mengenai penyebab deforestasi di Indonesia sejalan dengan waktu.

Pada dasamya ada 2 (dua) pendapat dalam perdebatan yang bertangsung

mengenai penyebab terjadinya deforestasi di Indonesia. Di satu pihak

memandang produksi petani dan meningkatnya jumlah petani sebagai penyebab

utama deforestasi. Kelompok ini cenderung menganggap penduduk terutama

petani kecil sebagai faktor utama dalam perubahan penutupan hutan. Di pihak

lain, meskipun masih menganggap peran produksi petani dalam deforestasi,

tetapi mereka lebih menekankan pada peranan Pemerintah dan proyek-proyek

pembangunannya serta sektor industri perkayuan sebagai penyebab

deforestasi.

Dalam analisis yang dilakukan lebih lanjut, ternyata peranan pertadangan

berpindah dalam deforestasi terlalu dibesar-besarkan, sedangkan peranan sektor

industri perkayuan kurang disoroti (Sunderlin dan Resosudarmo,1996).

Sebenarnya sektor industri perkayuan memainkan peranan penting secara tidak

langsung dalam deforestasi dengan kegiatannya mengeksploitasi hutan. Setelah

hutan bekas eksploitasi terbuka, biasanya akan diikuti dengan aktifitas lainnya

seperti peladangan berpindah maupun konversi menjadi lahan pertanian dan

sebagainya.

Page 40: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

24

bawah kebutuhan untuk industri pengolahan kayu. Adanya ketimpangan antara

dalam negeri. Akan tetapi kemampuan optimal produksi kayu hutan alam jauh di

HPH, sebagian besar digunakan untuk memasok kebutuhan bahan baku industri

diartikan sec.ara luas. Produksi kayu bulat yang dihasilkan dari areal konsesi

jalur, yaitu jalur kayu dan jalur pertanian dan pedesaan. Jalur kayu dapat

- menyebabkan meningkatnya tekanan terhadap hutan ternyata berasal dari 2

deforestasi di Indonesia dengan SNSE menemukan bahwa laju deforestasi yang

Sedangkan menurut Prihawantoro (1998) yang melakukan analisis

Sumber: Sunderlin dan Resosudarmo (1996)

Dove 1996 Oampak dleblhkan

Dampak dleblhkan

Oampak dikecilkan

Oampak dlkecilkan

Oampak dileblhkan

Sumber

World Bank 1990*

FAQ 1990* Dick 1991

WAI.HI 1992

Barbier et al 1993*

Ascher 1993

Porter 1994 Dauvergne

1994 Thiele 1994

World Bank Dampak 1994 dleblhkan

Angelsen Dampak 1995 dlebihkan

MOF 1996 Oampak dlebihkan

Ross 1996

Fraser 1996* Kepadatan nduduk

Hasanuddin Petanl rakyat 1996 tdk bersalah

Petani Ra at Pertebunan Industri Transmigrasl & Tnm. keras perkayuan

umum

Pemerlntah/ Perlcemb. politic ekonoml

Penyebab yang mendasari deforestasi

PELAKIJ JENIS PENYEBAB

Tabel 2.3. Perubahan pandangan mengenai penyebab deforestasi di Indonesia sejalan dengan waktu.

Page 41: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

2.4. Pendekatan Penutupan Hutan Sebagai Taksiran Deforestasi

Penyelenggaraan pengelolaan hutan bertujuan untuk sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjut:an, antara lain dilakukan

dengan menjamin keberadaan hutan dengan luasan yang cukup dan sebaran

25

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penyebab terjadinya

deforestasi sangat bervariasi untuk setiap negara. Akan tetapi secara umum

dapat disebutkan bahwa peningkat:an laju deforestasi berhubungan dengan

meningkatnya jumlah penduduk terutama di negara sedang berkembang.

Menurut Sunderlin dan Resosudarmo (1996), faktor utama yang dianggap

sebagai pemicu terjadinya deforestasi di Indonesia adalah (1) adanya

paladangan berpindah baik yang dilakukan oleh penduduk asli maupun

pendatang, (2) konversi hutan untuk areal pertanian dan (3) penebangan kayu

(logging).

pasokan dan permintaan ini telah memicu terjadinya illegal logging. Sedangkan

pengaruh sektor pertanian pedesaan terhadap deforestasi di Indonesia, lebih

disebabkan oleh alasan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidup, meskipun

tidak menutup kemungkinan ada alasan lain diluar memenuhi kebutuhan hidup.

Kepemilikan lahan rata-rata tiap keluarga petani dari tahun ke tahun semakin

menurun. Dengan pertambahan jumlah penduduk menyebabkan perluasan

tempat pemukiman sampai ke kawasan hutan, sehingga perambahan hut:an

tidak bisa dihindari lagi. Sebagai akibatnya, luas penutupan hut:an semakin

menu run.

Page 42: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

26

2. Penutupan Non Hulan, dibedakan menjadi 15 (lima belas) klasifikasi yang

terdiri dari : semak/belukar, belukar rawa, savanna, perkebunan, pertanian

lahan kering, pertanian lahan kering dan semak, transmigrasi, sawah,

tambak, tanah terbuka, pertambangan, permukiman, tubuh air, rawa dan

airport.

yang proporsional, serta mengoptimalkan aneka fungsi hutan yang meliputi

fungsi konservasi, fungsi lindung dan fungsi produksi untuk mencapai manfaat

lingkungan, sosial, budaya dan ekonomi yang seimbang dan lestari sebagaimana

diamanatkan oleh pasal 3 UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. Dalam

pengelolaan kawasan hutan dapat dilakukan pemanfaatan hutan yang bertujuan

· untuk memperoleh manfaat yang optimal bagi kesejahteraan seluruh

masyarakat secara berkeadilan dengan tetap menjaga kelestariannya. Dalam

pemanfaat:annya, luas kawasan hut:an yang harus dipertahankan penutupan

hutannya minimal 30% dari luas daerah aliran sungai dan atau pulau dengan

sebaran yang proporsional.

Hasil penafsiran citra satelit yang dilakukan oleh Departemen Kehutanan

pada tahun 2000 membedakan penutupan lahan menjadi 24 klasifikasi yang

terdiri dari 3 kelompok besar, yaitu :

1. Penutupan Hulan, dibedakan menjadi 7 (tujuh) klasifikasi yang terdiri dari :

hutan lahan kering primer, hutan lahan kering sekunder, hutan rawa primer,

hutan rawa sekunder,. hutan mangrove primer, hutan mangrove sekunder

dan hutan tanaman.

Page 43: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

27

Angelsen dan Kaimowitz (1998), penutupan hutan tidak hanya menggambarkan

semakin maraknya aktifitas illegal logging yang terjadi akhir-akhir ini. Menurut

tersisa sebesar 27%. Kondisi penutupan hutan semakin tidak terkendali dengan

18%, demikian pula dengan Bali dan Nusa Tenggara penutupan hutannya masih

sangat mengkhawatirkan karena penutupan hutan yang tersisa hanya sebesar

Berdasarkcfn tabel di atas ter1ihat, kondisi penutupan tahan di P. Jawa

Tabel 2.4. Penutupan Lahan per Kelompok Pulau di Indonesia.

~J.~~~~ffi~~~~f:.

Sumatera 14.793 31 27.257 58 5.038 11 47.088

Kalimantan 29.083 55 18.834 36 5.129 10 53.048

Jaw a 2.360 18 10.586 79 425 3 13.371

Bali & Nusa 1.980 27 4.551 62 785 11 7.316 Ten ara Sulawesi 8.227 45 6.335 35 3.764 20 18.326

Maluku 3.759 48 2.046 26 1.998 26 7.803

Papua 30.704 75 4.785 12 5.344 13 40.833

Indonesia 90.907 48 74.393 40 22.483 12 187.783

Keterangan : TAD = Tidak Ada Data ; TA = Tertutup Awan Sumber : Departemen Kehutanan, 2003

disajikan pada tabel 2.4 berikut.

sebesar 13% tertutup awan. Rindan penutupan lahan untuk seluruh Indonesia

Indonesia masih berhutan, sementara 39% merupakan areal non hutan, sisanya

dilaporkan oleh Departemen Kehutanan menunjukkan bahwa 48% luas daratan

Berdasarkan hasil penafsiran citra Landsat liputan tahun 1999-2000 yang

Awan dan tidak ada data.

3. Tidak Ada Data, dibedakan menjadi 2 (dua) klasifikasi yang terdiri dart

Page 44: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

28

deforestasi yang baru terjadi, tetapi juga deforestasi yang terjadi pada masa

sebelumnya. Besarnya tingkat deforestasi akan secara nyata mempengaruhi

penutupan hutan. Dengan demikian peningkatan laju deforestasi akan

berkorelasi positif terhadap rendahnya luas penutupan hutan. Sehingga

perubahan penutupan hutan dapat dijadikan sebagai indikator terjadinya

. deforestasi.

Page 45: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan
Page 46: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

29

3.1. Kerangka Pemikiran

Tidak ada kesepakatan dalam teori deforestasi yang mengindikasikan

bagaimana menerangkan variabel tingkat makro dalam suatu model empiris

(Andersen, 1996). Pada prinsipnya ada 2 (dua) rnacarn pendekatan yang

berbeda untuk -model ekspansi areal hutan menjadi lahan pertanian, yaitu

pendekatan subsisten (pendekatan populasi) dan pendekatan pasar (pendekatan

ekonomi terbuka). Dua pendekatan ini sangat bermanfaat untuk menggali

hipotesis dart pengaruh deforestasi terhadap perubahan variabel ekonomi

(GBETNKOM, 2001).

Pendekatan subsisten dan pendekatan pasar berpedoman terhadap

adanya perbedaan asumsi tentang perilaku rumah tangga dan pasar tenaga

kerja. Pendekatan subsisten dimulai dart asumsi bahwa tujuan seseorang

adalah untuk memuaskan kebutuhan subsistennya dengan memproduksi

komoditi pertanian. Sedangkan pendekatan pasar diasumsikan dengan

terjadinya pasar tenaqa kerja sempuma dimana tenaga kerja dapat dijual pada

tingkat upah tertentu (Angelsen et al, 1998). Tingkat upah tersebut merupakan

opportunity costtenaga kerja yang digunakan di sektor pertanian. Dengan kata

lain, pendekatan subsisten diasumsikan sebagai perilaku rumah tangga dan tidak

ada pasar tenaga kerja, sedangkan pendekatan pasar diasumsikan berhubungan

dengan pasar tenaga kerja. Pada penelitian ini, pendekat:an pasar lebih sesuai

BAB III

METODOLOGIPENELITIAN

Page 47: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

Dengan kata lain, produksi pertanian dan penggunaan lahan dengan pendekatan

30

endogen dan tenaga kerja hanya merupakan suatu input (Dvorak, 1992).

sedangkan pada pendekatan subsisten upah bayangan (shadow price) adalah

pendekatan subsisten. Pada pendekatan pasar tingkat upah adalah eksogen,

pertanian pada pendekatan pasar sangat berbeda bila dibandingkan dengan

Pengaruh perubahan eksogen pada ekspansi areal hutan untuk lahan

(3.2) _ W _ WhH _ q p.A------ JL . jh JF

ordo pertama adalah sebagai berikut :

untuk membuka ladang. Berdasarkan maksimisasi profit di atas, maka kondisi

upah dan h(H) adalah biaya pembukaan lahan. Tenaga kerja disini digunakan

input pupuk, p dan q adalah harga output dan harga pupuk, w adalah tingkat

teknologi, L adalah input tenaga kerja, H adalah total areal lahan, F adalah

dimana X adalah produksi per unit (dalam ekspansi lahan), A adalah tingkat

(3.1} X = p.A.f(L,H,F) - q.F - w[L + h(H)]

dianalisis dengan masalah maksimisasi profit, yaitu :

hal ini ekspansi lahan) dari suatu maksimisasi utiliti rumah tangga dapat

tangga (Angelsen et al, 1998). Dengan demikian keputusan berproduksi (dalam

berproduksi dapat dipisahkan dari konsumsi dan penawaran tenaga kerja rumah

Asumsi pasar tenaga kerja sempuma memberi dampak bahwa keputusan

aktifrt:as petani subsisten.

jangka panjang dalam studi. Selain itu di Indonesia sudah jarang sekali dijumpai

dibandingkan apabila menggunakan pendekatan subsisten karena pengaruh

Page 48: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

31 • Definisi ini mengarah pada kategori deforestasi kotor (gross deforestation) yang dibuat oleh FAO (1996)

pasar dapat dideterminasi oleh keuntungan relatif dart pertanian (Scrieciu,

2000). Oleh karena itu, kenaikan output atau kemajuan teknologi akan

meningkatkan keuntungan relatif sektor pertanian. Dimana tekanan terhadap

hutan juga akan naik seiring dengan kebutuhan tahan untuk peladangan.

Variabel untuk determinasi peningkatan deforestasi adalah tingkat upah yang

lebih tinggi dari opportunity cost tenaga kerja untuk membuka ladang di areal

hutan. Selain itu kenaikan populasi akan memberikan efek negatif tidak

langsung terhadap areal hutan dengan adanya upah yang lebih rendah dan

harga makanan yang lebih tinggi (Angelsen et a'1 1998).

Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian ini akan dilakukan

pendekatan dengan teon pasar pada tingkat rumah tangga pertanian untuk

digunakan sebagai dasar menghubungkan antara deforestasi (yang digambarkan

sebagai ekspansi lahan kehutanan) dan pelilaku agen untuk melakukan

deforestasi. Menurut Pagiola (2001), ada 2 (dua) penyebab utama yang dapat

diindikasikan sebagai penyebab utama deforestasi, yaitu adanya penebangan

dan konversi hutan menjadi lahan pertanian. Besamya tingkat deforestasi

tersebut akan secara nyata mempengaruhi penutupan hutan. Oleh karena itu

besamya tingkat perubahan penutupan hutan dapat digunakan sebagai taksiran

besarnya tingkat deforestasi. Deforestasi pada penelitian ini didefinisikan sebagai

perubahan penutupan hutan menjadi non hutan.6 Penelitian ini akan

menggunakan pendekatan-pendekatan tersebut di atas.

Page 49: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

Dengan pendekatan di atas, secara garis besar perubahan penutupan

hutan di Ir.donesia pada penelitian inl dibedakan menjadi 2 (dua) penyebab

mendasar, yaitu (1) akibat penebangan hutan, dapat terjadi karena adanya

pengelolaan konsesi oleh HPH/ Hfl, industri perkayuan maupun kegiatan illegal

logging dan (2) akibat konversi hutan untuk dimanfaatkan di luar sektor

. kehutanan, dapat terjadi karena konversi sebagai areal transmigrasi spontan

maupun lokal, penyerobot:an kawasan hutan akibat pert:ambahan penduduk,

konversi untuk perkebunan rakyat / besar maupun adanya peladangan

berpindah.

Penyebab langsung perubahan penutupan hutan akibat penebangan

hut:an diduga dipengaruhi oleh harga kayu, jumlah HPH, luas HPH, kebutuhan

bahan baku industri pengolahan kayu, jumlah ekspor kayu dan krisis ekonomi.

Harga kayu dipilih sebagai variabel dengan asumsi dapat merefleksikan

perubahan harga akibat kondisi permmtaan dan penawaran kayu. Lebih tinggi

harga kayu, maka lebih banyak areal hutan berkurang karena adanya

penebangan hutan. Jumlah HPH diasumsikan sebagai jumlah perkiraan

kesempatan kerja di bidang kehutanan bagi penduduk, y~ng secara tidak

langsung akan mempengaruhi upah tenaga kerja, luas HPH diasumsikan sebagai

investasi yang ditanamkan untuk kegiatan penebangan hutan. Kebutuhan bahan

baku industri diasumsikan sebagai input yang harus disediakan untuk

mernproduksi kayu olahan. Jumlah ekspor kayu diasumsikan dapat menangkap

dampak dan perubahan output hasil pert:anian terhadap laju deforest:asi.

Meningkatnya ekspor kayu akan berdampak terhadap meningkatnya laju

32

Page 50: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

deforestasi, sebaliknya akan mengurangi ekspansi lahan hutan untuk pertanian.

Dengan demikian akan mempengaruhi output hasil pertanian. Krisis ekonomi

sebagai variabel dummy diasumsikan untuk menangkap terjadinya krisis

ekonomi yang terjadi pada tahun 1997.

Apabila arealnya dimanfaatkan untuk penggunaan lain di luar sektor

'kehutanan, maka perubahan penutupan hutan diduga dipengaruhi oleh harga

produsen kelapa sawit, karet dan kopi, jumlah populasi, produk domestik

regional bruto per kapita, hasil pangan dan krisis ekonomi. Digunakannya 3

komoditi perkebunan sebagai variabel bebas mengingat di Indonesia sejak 2

dekade yang lalu telah terjadi konversi hutan menjadi tanaman perkebunan,

antara lain 117% menjadi kebun kelapa sawit, 200% menjadi perkebunan kopi

dan 90% menjadi perkebunan karet (5an et al, 2000). Dengan meningkatnya

harga kelapa sawit, karet maupun kopi di pasaran, maka diasumsikan akan

terjadi penurunan penutupan hutan akibat adanya konversi hutan menjadi areal

perkebunan. Jumlah populasi penduduk diasumsikan dapat meningkatkan

tekanan penduduk terhadap areal hutan. Dengan adanya pertambahan jumlah

penduduk, maka penuasan tempat pemukiman sampai ke kawasan hutan tidak

dapat dihindari lagi mengingat terbatasnya lahan di luar kawasan hutan. Selain

itu secara tidak langsung juga akan berpengaruh terhadap tingkat upah pekerja,

Produk domestik regional bruto per kapita diasumsikan sebagai perkiraan

kesempatan kerja bagi penduduk. Makin tinggi produk domestik regional bruto

per kapita, maka makin berkurang ketergantungan penduduk terhadap hutan.

Hasil pangan diasumsikan sebagai ukuran produktifitas pertanian yang

33

Page 51: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

34

merupakan perkiraan dari perkembangan teknologi. Vanabel ini juga

merefleksikan keseluruhan input yang digunakan oleh petani untuk produksi

pertaniannya (berupa pupuk, mesin-mesin pertanian dan lain-lain).

Naiknya produk domestik regional bruto per kapita dan hasil pangan

diduga akan berpengaruh positif terhadap luas penutupan hutan, sehingga akan

· menghasilkan output yang akan berpengaruh mengurangi laju deforestasi.

5ebaliknya naiknya harga 3 jenis komoditi perkebunan (kopi, kelapa sawit,

karet), harga kayu yang tinggi, luas dan jumlah konsesi HPH, meningkatnya

kebutuhan bahan baku industri pengolahan kayu, meningkatnya ekspor kayu

serta pertumbuhan jumlah penduduk diduga akan berpengaruh negatif terhadap

penutupan hutan, sehingga akan meningkatkan laju deforestasi. Kerangka

penalaran untuk membangun model perubahan penutupan hutan disajikan pada

gambar 3.1 berikut.

Page 52: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

35

(dua) faktor, yaitu (1) disebabkan karena penebangan hutan (logging) dan

membedakan penyebab terjadinya perubahan penutupan hutan menjadi 2

1. Penelitian ini dilakukan berdasarkan teori empiris dari Pagiola (2001) dengan

adalah:

perubahan penutupan hutan. Perbedaan dengan penelitian terdahulu antara lain

mengupas lebih jauh lagi secara spesifik faktor-faktor penyebab terjadinya

studi tentang deforestasi yang pernah dilakukan sebelumnya, penelitian ini akan

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, apabila dibandingkan dengan

Harga Kayu

Jumlah HPH Pengelolaan

Penebangan hutan/HTI/HPH Hutan Industriperkayuan Luas HPH

Ilegal logging Output

Bhn baku lndt ky

Ekspor kayu

Perubahan Perubahan Penutupan Hutan Krlsls Ekonoml Penutupan Hutan

Harga kelapa sawit,kop~ karet

- Per1adangan berplndah

Konversl Transmigrasl Populasl Kerusakan/ Hutan Perl<ebunan rakyat/ Oeforestasi

besar Pertambahan GOP per kapita penduduk

Hasl Pangan (padi dan jagung)

Penyebab Mendasar Penyebab L.angsung

Gambar 3.1. Kerangka penalaran untuk membangun model regresi perubahan penutupan hutan

Page 53: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

36

3.2. Model Penutupan Hutan

Model penutupan hutan di bawah ini berdasarkan pendekatan dengan

teori ekonomi pada tingkat rumah tangga pertanian yang digambarkan sebagai

ekspansi lahan pertanian yang digunakan sebagai dasar untuk menghubungkan

antara perubahan penutupan hutan dan perilaku agen untuk melakukan

deforestasi. Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka terbentuk 2 (dua)

persamaan model sebagai berikut :

(2) konversi hutan menjadi lahan pertanian, perkebunan, dan transmigrasi.

Berdasarkan hasil studi ini diharapkan akan dapat diketahui faktor yang lebih

berpengaruh terhadap terjadinya perubahan penutupan hutan di Indonesia.

2. Data penutupan hutan per tahun digunakan sebagai taksiran tingkat

deforestasi. Dengan menggunakan pendekatan ini maka ekspansi areal hutan

untuk pertanian / perkebunan dapat secara implisit diketahui dari terjadinya

perubahan penutupan hutan.

3. Melakukan eksplorasi hubungan antara variabel sosial ekonomi dan

deforestasi dengan analisis statistik jangka panjang. Analisis secara

kuantitatif ini rnendesak dilakukan agar dapat dilakukan determinasi tentang

pengaruh kebijakan pemertntah yang berhubungan dengan kehutanan serta

menawarkan kebijakan yang sesuai untuk penanganan menyeluruh dalam

upaya mengurangi laju deforestasi di Indonesia. Dengan demikian

penanganannya dapat dilakukan lebih terfokus dengan memperhatikan

faktor-faktor prioritas, baik yang berpengaruh positif maupun negatif.

Page 54: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

37

krisis ekonomi, (2) apabila perubahan penutupan hutan disebabkan konversi

HPH , kebutuhan bahan baku industri pengolahan kayu, jumlah ekspor kayu dan

penutupan hutan merupakan fungsi dari harga kayu, jumlah HPH, luas areal

(1) apabila perubahan penutupan hutan disebabkan penebangan hutan, maka

menggambarkan permasalahan di atas. Persamaan tersebut menjelaskan bahwa

Bentuk persamaan (3.3) dan (3.4) merupakan persamaan struktural yang

ke atas.

O untuk pengamatan sebelum tahun 1997 dan 1 untuk pengamatan tahun 1997

tahun 1997 terhadap perubahan penutupan hutan. Nilai dummy masing-masing

variabel dummy untuk menangkap pengaruh terjadinya krlsls ekonomi pada

Pangan adalah hasil tanaman pangan (padi dan jagung) dan krisis adalah

adalah total populasi, GDPPC adalah produk domestik regional bruto per kapita,

tingkat produsen), Pkaret adalah harga karet (pada tingkat produsen), Pop

harga kelapa sawit (pada tingkat produsen), Pkopi adalah harga kopi (pada

industri pengolahan kayu, Ekspor adalah jumlah ekspor kayu, Psawit adalah

jumlah HPH, LHPH. adalah luas HPH, bbaku adalah kebutuhan bahan baku

penutupan hutan (forest cover/ha), Pkayu adalah harga kayu, NoHPH adalah

ai dan Pi adalah koefisien variabel, Ei adalah error term, FCOV adalah

Dimana:

Po+ P1{Ln Psawit) + P2{Ln Pkopi) + p3(Ln Pkaret) + p4(Ln pop)+ Ps(Ln GDPPC) + ~(Ln pangan) + lh(krisis) + Ei (3.4)

Ln FCOV =

0-0 + «1(Ln Pkayu) + «2(Ln NoHPH) + a3(Ln LHPH) + 04{Ln bbaku) + «s{Ln ekspor) + ~{krisis) + Ei (3.3)

Ln FCOV =

Page 55: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

38

pengaruh yang signifikan terhadap penutupan hutan]

pengolahan kayu, ekspor kayu dan krisis ekonomi tidak mempunyai

[Harga kayu, jumlah HPH, luas HPH, kebutuhan bahan baku industri

(3.6)

1. Persamaan pertama

penelitian ini adalah:

terhadap perubahan penutupan hutan, maka hipotesis yang diajukan dalam

Berdasarkan pemilihan variabel dan pendekatan teoritis yang dilakukan

3.3. Hipotesis Penelitian

Ln FCOV = Vo+ V1(Ln Pkayu) + V2(Ln NoHPH) + y3(Ln LHPH) + y4(Ln bbaku) + vs(Ln ekspor) + VG(Ln Psawit) + y7(Ln Pkopi) + vs(Ln Pkaret) + y9(Ln pop) + V1o(Ln GDPPC) + V11(Ln pangan) + V12(krisis) + £1 (3.5)

persamaan model sebagai berikut :

"dilakukan juga estimasi terhadap kedua faktor tersebut sehingga terbentuk

secara bersama-sama terhadap perubahan penutupan hutan, maka akan

Untuk mengetahui pengaruh penebangan hutan dan konversi hutan

domestik regional bruto per kapita, hasil pangan dan krisis ekonomi.

kopi dan harga karet pada tingkat produsen, jumlah populasi penduduk, produk

hutan, maka penutupan hutan merupakan fungsi dari harga kelapa sawit, harga

Page 56: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

39

[harga kopi, harga karet, harga kelapa sawit, jumlah populasi, produk

domestik bruto per kapita, hasil pangan, harga kayu, jumlah HPH, luas HPH,

kebutuhan bahan baku industri pengolahan kayu, ekspor kayu dan krisis

ekonomi tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penutupan

hutan]

(3.10)

3. Persamaan ketiga

Ho: Yi= Y2 = Y3 = Y4 = Y5 = r6 = Y7 = Yg = Y9 = Y10 = rll = Y12 = 0

[harga kopi, harga karet, harga kelapa sawit, jumlah populasi, produk

domestik bruto per kapita, hasil pangan dan krisis ekonomi mempunyai

pengaruh yang signifikan terhadap penutupan hutan]

(3.9) H 1 i bukan H 0

[harga kopi, 'harqa karet, harga kelapa sawit, jumlah populasi, produk

domestik bruto per kapita, hasil pangan dan krisis ekonomi tidak mempunyai

pengaruh yang signifikan terhadap penutupan hutan]

(3.8)

2. Persamaan kedua

[Harga kayu, jumlah HPH, luas HPH, kebutuhan bahan baku industri

pengolahan kayu, ekspor kayu dan krisis ekonomi mempunyai pengaruh

yang signifikan terhadap penutupan hutan]

(3.7) H1 :bukan H0

Page 57: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

40

[harga kopi, harga karet, harga kelapa sawit, jumlah populasi, produk

domestik bruto per kapita, hasil pangan, harga kayu, jumlah HPH, luas HPH,

kebutuhan bahan baku industri pengolahan kayu, ekspor kayu dan krisis

ekonomi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penutupan hutan]

3.4. Analisis Data Panel

Persarnaan model penutupan hutan di atas harus dapat menggambarkan

penyebab terjadinya perubahan penutupan hutan di Indonesia pada periode

waktu tertentu serta variasi perubahan penutupan hutan antara lokasi yang

bet1ainan. Hal ini pet1u dilakukan karena seperti diuraikan di muka, telah terjadi

perubahan pandangan mengenai penyebab terjadinya perubahan penutupan

hutan di Indonesia sejalan dengan waktu. Disamping itu, tingkat perubahan

penutupan hutan berdasarkan hasil penafsiran citra satelit juga bervariasi antar

propinsi dalam satu dimensi waktu. Sehingga karakteristik data yang tersedia

sangat beragam sekali. Penggunaan data time-series at.au cross section secara

terpisah tidak akan mampu menangkap seluruh informasi yang diperlukan. Oleh

karena itu dalam penelitian ini akan dipakai data panel untuk mengakomodasi

seluruh karakteristik data tersebut.

Data panel adalah data yang mencakup sampel individual (rumah tangga,

propinsi, pulau dan lain-lain) selama periode waktu tertentu (Pindyck and

Rubinfeld, 1998). Di dalam teori ekonometri, proses penggabungan data time

(3.11) H 1 :bukan H0

Page 58: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

41

' section ; T adalah jumlah periode waktu. a adalah skalar ; f3 adalah K x 1 ; x u

untuk i = 1, 2, ... ,N dan t = 1, 2, ... ,T, dimana N adalah jumlah individu cross-

(3.12)

menurut Greene (1993) adalah :

hal-hal yang mendekati kenyataan. Model regresi untuk data panel secara umum

sehingga akan diperoleh analisis hasil estirnasi yang menyeluruh dan mencakup

mencenninkan dinamika antar waktu dari masing-masing variabel bebasnya,

dilakukan estimasi karakteristik individu (dalam penelitian ini propinsi) yang

Dengan menerapkan estimasi data panel, maka secara bersamaan akan dapat

propinsi yang memiliki karakteristik berbeda-beda dalam periode waktu tertentu.

Analisis dalam penelitian ini akan menggunakan sejumlah individu

5. Dapat digunakan untuk membangun dan menguji model yang kompleks.

dideteksi dengan data time series atau cross section.

4. Baik digunakan untuk identifikasi dan mengukur pengaruh yang tidak dapat

3. Data Panel baik digunakan untuk studi yang datanya dinamis.

variabel lebih kecil, mempunyai derajad bebas lebih banyak dan lebih efisien.

2. Dapat memberi lebih banyak infonnasi, lebih bervariasi, kolinealitas diantara

Negara adalah heterogen).

1. Dapat mengontrol heterogenitas individual (individu, finn, propinsi, atau

keuntungan menggunakan data panel untuk analisis adalah sebagai berikut :

series dan cross section disebut dengan pooling. Menurut Baltagi (2001),

Page 59: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

42

oleh perbedaan constant term: Jika Zi tidak diobservasi tetapi berhubungan

Model ini mengasumsikan bahwa perbedaan antar unit dapat ditangkap

3.4.2. Model Fixed Effect

dengan menggunakan kuadrat terkecil biasa (OLS).

3 (tiga) macam model linier tersebut di atas dapat diestimasi secara konsisten

(3.15} - - - Y I. = XI. /3 + a + e I.

3. Rata-rata group (between groups)

(3.14) - - -

Yu -Y 1. = (x11 - X1.)/3 +Su - 81.

2. Deviasi dari rata-rata group (within groups)

(3.13) yit = X it' /3 + a + e It

1. Model dasar data panel.

Model pooled regression ada 3 (tiga) macam (Greene, 1993), yaitu :

dilakukan dengan mengkombinasikan semua data time seri dan cross section.

diperoleh hasil estnnast yang konstan dan efisien pada a dan ~. Estimasi

dilakukan dengan menggunakan kuadrat terkecil biasa (OLS), sehingga akan

Jika Zi hanya mengandung constant term, maka estimasi model dapat

3.4.1. Pooled Regression

individu atau group specific.

atau efek individual yang mengandung constan term dan satu set variabel

adalah K regressors tidak termasuk constan tenn; Zia adalah heterogenitas

Page 60: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

43

Menurut Pindyck dan Rubinfeld (1998), ada beberapa kelemahan apabila

menggunakan model fixed effect, yaitu :

1. Penggunaan variabel dummy tidak secara langsung dapat mengidentifikasi

apa yang menyebabkan garis regresi bergeser antar waktu dan antar

individu.

2. Penggunaan variabel dummy akan banyak mengurangi derajad bebas.

dimana D = [d1, d2, d3 ... dn] adalah matriks dengan ukuran nT x n. Model ini

biasanya disebut sebagai Least Squares Dummy Variable (LSDV) yang dapat

diestimasi dengan menggunakan analisis kuadrat terkecil biasa apabila jumlah

individunya sedikit.

(3.17) Y = Da + xf3 + e

Dalam model ini, apabila intersep-intersep dari time-series dan cross-

section bervariasi karena ada kemungkinan adanya variabel yang belum

dimasukkan dalam model, maka variabel dummy dapat ditambahkan kedalam

model. Sehingga modelnya menjadi :

dimana a; = z/ a , yaitu seluruh pengaruh pengamatan ditangkap oleh a;

menjadi amstsnt term dari suatu group-spedfic dalam model regresi.

(3.16)

dengan Xit, maka estimator least square terhadap 13 akan bias dan tidak

konsisten sebagai akibat dari variabel yang dihilangkan (Greene, 1993). Model

umum fixed effect adalah :

Page 61: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

44

dimana K regressor ditambahkan kedalam constsn term (a) yang merupakan

rata-rata heterogenitas yang tidak diteliti E[Z{a]. Ui adalah heterogenitas random

yang spesifik pada observasi ke-i dengan waktu yang konstan, dimana Ui = {Z{a

- E(Z{a]}. Pendekatan random effect menentukan nilai a dan f3 dengan

didasarkan pada asumsi bahwa intersep (a) terindikasi random antar unit Ui.

Dengan kata lain, slope ((3) memiliki nilai tetap tetapi intersep (u) bervariasi

untuk setiap individu. Model random effect ini dapat diestimasi dengan metocle

Generalized Least-Square (GLS).

(3.18)

3.4.3. Model Random Effect

Model fixed effl:?ddapat mengatasi masalah variabel penjelas yang hilang

dengan cara memasukkan variabel dummy, tetapi tidak dapat menunjukkan

variabel penjelas tersebut. Selain itu derajad bebas menjadi berkurang karena

memasukkan variabel dummy ke dalam model. Oleh karena itu per1u dicari

alternatif lain untuk mengatasi masalah variabel penjelas yang hilang tanpa

mengorbankan rdE;!rajad bebas. Altematif yang dapat digunakan adalah dengan

mengganti variabel dummy dengan pengganggu (disturbance). Kita dapat

membuat suatu gabungan model tirrie series dan cross-section dimana errornya

berkorelasi lintas waktu dan lintas individu (Pindyck dan Rubinfeld, 1998). Model

dengan pengganggu (disturbance) ini disebut model random effed dengan

formulasi sebagai berikut :

Page 62: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

error yang terperind ke dalam time-series dan cross-section. Sebaliknya, model

45

lebih banyak dan mempunyai daya tarik konseptual karena memiliki sumber

ke dalam model, sedangkan model random effect memiliki derajad bebas yang

effect banyak derajad bebas yang hilang akibat dimasukkannya variabel dummy

tergantung pada efek saat ini dalam sampel yang kita teliti. Dalam model fixed

individual sebagai random. Model fixed effect adalah analisis sederhana

Greene (1993), menvatakan bahwa kita seharusnya selalu memperlakukan efek

digunakan dalam analisis ?. Mundlak (1978) seperti yang telah dikutip oleh

dan random effect, sehingga timbul pertanyaan model mana yang akan

Berdasarkan uraian di atas telah disebutkan perbedaan antara fixed effect

3.4.5. Uji Hausman

tanpa group effectdan H1 rnengindikasikan regresi dengan group effect

adalah estimasi dengan pooled least squares yang mengindikasikan regresi

atau restriksi dengan satu constant term (Greene, 1993). Uji hipotesis untuk Ho

dimana LSDV adalah model dummy variabel dan Pooled adalah model pooled

(3.19) ( R 2 - R 2

) /(n - 1) F (n - 1 nT - n - K ) = LSDv p<>or-a ' (1- R:SDv )l(nT - n - K)

menggunakan F test, yaitu :

dan model variabel dummy (LSDV). Uji statistik dapat dilakukan dengan

Uji hipotesis ini dapat dilakukan dengan membandingkan R2 dari model pooled

Perbandingan t dari ai dapat digunakan untuk uji hipotesis bahwa ai = 0.

3.4.4. Uji Spesifikasi

Page 63: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

46

dimana l:FE adalah matriks kovarian untuk dugaan model dummy vafiabel (fixed

effecf) dan l:RE adalah matriks kovarian untuk dugaan model random effect Nilai

statistik Hausman didistribusikan sebagai x2 dengan K derajad bebas.

(3.20)

fixed effect memungkinkan kita untuk menganalisis sejauh mana variabel tak

bebas untuk masing-masing unit cross-section berbecla dari rata-rata

keseluruhan cross-section. Model fixed effecttidak membutuhkan asumsi untuk

memasukkan efek individual ke dalam error yang tidak berkorelasi dengan

regresor lain seperti yang diasumsikan dalam random effect.

Dalam analisis data panel dapat dilakukan uji ortogonalitas untuk

mengetahui model fixed effect atau random effect yang akan digunakan untuk

analisis dalam suatu penelitian. Uji spesifikasi ini diperkenalkan oleh Hausman

(1978) seperti yang dikutip oleh Greene (1993). Uji Hausman dilakukan

berdasarkan pemikiran bahwa dengan hipotesa Ui dan Xi tidak berkorelasi,

Generalized Least-Square (GLS) adalah konsisten, tetapi ordinary least-square

(OLS) dalam model Least-Square Dummy Variable (LSDV) tidak efisien.

Sebaliknya jika berkorelasi, OLS akan konsisten tetapi GLS tidak efisien. Oleh

karena itu dengan hipotesis nol kedua estimasi tidak berbeda secara sistematis

dan tes dilakukan berdasarkan perbedaannya (Greene, 1993). Rumus Hausman

adalah sebagai berikut :

Page 64: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

47 tinier yang tinggi, sehingga akan berdampak pada :

Multikolinearitas terjadi apabila antar variabel bebas memiliki korelasi

1. Uji Multikoline.aritas

dan uji heteroskedastis.

akan dilakukan pada 3 (tiga) asumsi utama yaitu multikolinearitas, uji otokorelasi

. disyaratkan, maka dilakukan pengujian atas asumsi yang digunakan. Pengujian

Untuk mendapatkan hasil estimasi yang baik dan memenuhi asumsi yang

6. Galat berdistribusi normal.

karenanya tidak berkorelasi.

5. Galat dari observasi-observasi yang berbeda adalah independen dan

4. Galat mempunyai variasi yang konstan uhtuk semua observasi.

3. Galat mempunyai nilai harapan nol, E{e1J=O.

antara dua atau lebih peubah-peubah bebas.

2. Xi adalah peubah bukan stokastik dan tidak ada hubungan linier yang persis

bersifat linier.

1. Hubungan antara peubah bebas (X) dengan peubah tak bebasnya (Y)

harus dipenuhi (Pindyck dan Rubinfeld, 1998) adalah :

terbaik (Best Linier Unbiased Estimation/BLUE). Beberapa asumsi dasar yang

memperoleh hasil pendugaan parameter yang memiliki sifat tak bias linier

terkecil (OLS), ada beberapa asumsi dasar yang harus dipenuhi agar

Dalam melakukan estimasi dengan menggunakan model regresi kuadrat

3.4.6. Uji Asumsi Dasar

Page 65: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

48

1. Kesulitan dalam menafsirkan nilai penduga koefisien-koefisien regresi. Hal ini

disebabkan perubahan suatu variabel akan menyebabkan perubahan juga

pada variabel pasangannya karena korelasinya tinggi.

2. Distribusi parameter regresi menjadi sangat sensitif terhadap korelasi yang

terjadi antar variabel bebas dan galat baku regresi. Kondisi ini muncul dalam

bentuk varians dan galat baku parameter yang tinggi yang berdampak pada

nilai t statistik menjadi lebih kecil sehingga variabel bebas tersebut menjadi

tidak signifikan pengaruhnya. Pengaruh lebih lanjut adalah koefisien regresi

yang dihasilkan tidak mencenninkan nilai yang sebenamya dirnana sebagian

koefisien cenderung overestimate dan yang lainnya underestimate.

Beberapa cara bisa digunakan untuk mengidentifikasi ada tidaknya

multikolinearitas pada model regresi yang di hasilkan, yaitu (i) Jika hasil regresi

menunjukkan nilai R2 yang tinggi dan F statistik yang sangat signifikan

(goodness of fitterpenuhi) namun sebagian besar variabel bebas tidak signifikan

pengaruhnya (t hitung kecil), (ii) terdapat korelasi yang tinggi (r ;;::: 0.8) antara

satu atau lebih pasang variabel bebas dalam model. Dalam mengatasi masalah

multikolinearitas yang terjadi pada model regresi, langkah yang dapat ditempuh

adalah dengan membuang salah satu variabel dari pasangan variabel yang

mengalami multikolinearitas, mengubah bentuk model atau menambah data

(Gujarati, 1995).

Page 66: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

Otokorelasi terjadi karena adanya korelasi antar galat pada observasi

yang berbeda (biasanya berdekatan). Otokorelasi cenderung terjadi pada

penggunaan data time series dalam membuat model regresi karena galat-galat

yang berkaitan dengan observasi pada periode waktu tertentu terbawa ke dalam

periode waktu berikutnya. Otokorelasi tidak berpengaruh terhadap sifat

konsistensi hasir dugaan, namun mempengaruhi efisiensjnya. Akibat yang paling

menonjol adalah kesalahan dalam menyimpulkan penduga parameter. .

Beberapa cara bisa digunakan untuk mengidentifikasi terjadinya

otokorelasi, diantaranya adalah (1) Uji Durbin Watson. Uji ini dilakukan dengan

membandingkan nilai batas atas (du) dan nilai batas bawah (d1) dari tabel Durbin

Watson dengan memperhatikan jumlah observasi dan variabel bebas tidak

termasuk constant tenn. Statistik DW ter1etak pada interval 0 sampai 4. Jika nilai

DW mendekati 2, maka model tidak mengalami masalah otokorelasi. Sedangkan

apabila nilai DW hitung terletak < d1 atau > 4 - d1, maka model mengalami

masalah otokorelasi yang serius. Bila hasil DW hitung ter1etak pada interval d1 -

du atau 4- du dan 4 - d1, maka hasil pengujian tidak dapat disimp.ulkan ada atau

tidaknya masalah otokorelasi. (2) Uji Serial Correlation LM Test. Dengan melihat

nilai F dan Obs*R-squared dapat diketahui ada atau tidaknya masalah korelasi.

Dimana jika nilai probability dari Obs*R-squred besar, maka Ho diterima dan

berarti tidak ada masalah serius dengan otokorelasi. Cara mengatasi

pelanggaran asumsi ini dapat dilakukan dengan menambah variabel AR(l),

49

2. Uji Otokorelasi.

Page 67: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

50

3. Uji Heteroskedastis

Heteroskedastis terjadi jika error tenn ei yang berdistribusi normal dengan

varians a?, tidak memiliki varians yang konstan sepanjang waktu observasi [var

ei = E(ei2) = a? ]. Pelanggaran asumsi dalam bentuk heteroskedastis ini

berdampak pada, (1) tidak efisiennya proses estimasi, sementara hasil.

estimasinya sendiri masih tetap konsisten dan tidak bias, (2) akan

mengakibatkan hasil uji t dan F menjadi tidak berguna.

Salah satu langkah yang bisa ditempuh dalam mengidentifikasi terjadinya

pelanggaran asumsi dalam bentuk heteroskedastis adalah dengan menggunakan

uji white heteroscedasticity test dan Breusch - Pagan test Cara untuk

mengatasi heteroskedastis dapat dilakukan dengan weighted least square

(model kuadrat terkecil tertimbang) atau Generalized Least-Square (GL5).

3.5. Data dan Sumber Data

Dalam penelitian ini digunakan data sekunder dari 19 propinsi (seluruh

Indonesia kecuali P. Jawa, Bali dan Nusa Tenggara Timur) dari tahun 1976

sampai dengan tahun 2000. Ada 2 (dua) alasan yang dapat dikemukakan

sehubungan dengan penggunaan data berdasarkan 19 propinsi, yaitu :

1. Agar terjadi kesinambungan data per propinsi setiap tahun, maka wilayah

administrasi propinsi masih berpegang pada wilayah administrasi yang lama.

AR(2) dan seterusnya sampai diperoleh hasil estimasi yang bebas dari

otokorelasi.

Page 68: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

51

7 Perum Perhutani dibagi menjadi 3 wilayah administrasi, yaitu Unit I Jawa Tengah, Unit II Jawa Tlmur dan Unit III Jawa Bar at.

waktu ke titik waktu tertentu yang dihubungkan dengan kerapatan populasi

maka akan dilakukan ekstrapolasi berdasarkan penutupan hutan dari satu titik

1980an. Sedangkan untuk memperoleh data penutupan hutan setiap tahun,

yang tersedia, terutama data penutupan hutan pada tahun 1970an sampai

citra satelit dengan tidak membedakan tipe hutan oleh karena keterbatasan data

Data penutupan hutan pada penelitian ini berdasarkan hasil penafsiran

tertentu yang dihubungkan dengan kerapatan populasi (FAO, 1993).

dilakukan ekstrapolasi berdasarkan data penutupan hutan dari satu titik waktu

menyelesaikan penafsiran citra hasil liputan satelit. Oleh karena itu seringkali

sehingga memerlukan biaya yang sangat tinggi serta waktu yang lama untuk

diperoleh setiap tahun mengingat cakupan wilayahnya yang sangat luas,

deforestasi dapat dipahami. Meskipun demikian, data penutupan hutan sulit

penggunaan data penutupan hutan untuk analisis model empiris penyebab

menyatakan bahwa data deforestasi sangat sulit diperoleh, sehingga

pendekatan/ taksiran besarnya laju deforestasi. Angelsen dan Kaimowitz (1998)

Perubahan penutupan hutan dalam penelitian ini digunakan sebagai

ada yang dikelola oleh swasta (HPH).

dan (2) untuk propinsi Bali dan Nusa Tenggara Timur areal hutannya tidak

dengan pertimbangan sebagai berikut: (1) di P. Jawa pengelolaan hutannya

bukan dikelola oleh swasta (HPH) akan tetapi dikelola oleh Perum Perhutani7

Jawa, Bali dan Nusa Tenggara Timur tidak digunakan dalam penelitian,

2. Untuk menghindari data yang tidak seragam, maka 5 (lima) Propinsi di P.

Page 69: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

52

2000).

harga konstan agar nilainya tidak dipengaruhi oleh perubahan harga (Mankiw,

domestik regional bruto per kapita adalah harga konstan tahun 1988. Digunakan

Data yang dipakai untuk harga kayu, kelapa sawit, kopi, karet dan produk

2. Harga kayu Dep.Kehutanan, BPS, FAO

3. Jumlah HPH 4. Luas HPH r ro insi s. Bahan baku industri Jumlah kayu yang dibutuhkan Dep. Kehutanan

kayu sebagai input oleh industri olahan ka u.

6. Jumlah Ekspor Jumlah ekspor kayu bulat, Dep. Kehutanan, BPS gergajian dan plywood tan pa mem rhatikan N ara tuiuan.

7. Harga kelapa sawit, Harga konstan di tingkat BPS, Dep. pertanian ko i dan karet rodusen

8. Populasi Rata-rata populasi penduduk per BPS

9. PDRB Produk Domestik BPS

10. Hasil Pangan BPS

Tabet 3.1. Data dan Sumber Data

disajikan pada tabel 3.1 berikut.

yang digunakan dalam penelitian ini beserta pendekatan yang digunakan

seperti yang direkomendasikan oleh FAO. Untuk lebih jelasnya sumber data

Page 70: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan
Page 71: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

53

• Sebelum Tahun 1960an: Periode eksploitasi oleh Daerah PP No. 64/1957 Penyerahan sebagian urusan Pemerintah pusat di

sektor kelautan, kehutanan dan karet kepada daerah tk.I

• Tahun 1960an : Periode awal eksploitasi secara komersil UU No.1/1967 Penanaman Modal Asing UU No.5/1967 Ketentuan-Ketentuan Pokok Kehutanan PP No.22/1967 Iuran HPH dan IHH SK Mentan No.57/8/1967 Syarat dan Cara Penyelesaian Permohonan HPH UU No.6/1968 Penanaman Modal Dalam Negeri SK Mentan No.76/Kpts/EKKU/3/1969 Pedoman Eksploitasi Hutan • Tahun 1970an : Periode penataan sistem dan mekanisme eksploitasi hutan PP No.21/1970 HPH dan HPHH PP No.33/1970 Perencanaan Hutan SK Mentan No.291/Kpts/UM/5/1970 Penetapan areal Kerja HPH SK Mentan No.3516/A-2/DD/1970 Rencana Karya Pengusahaan Hutan Kepres No.66/1971 Peningkatan Prasarana HPH SK Dirjen Hut No.35/Kpts/DJ/I/1972 Pedoman Tebang Pilih Indonesia, Tebang Habis

Dengan Penanaman, Tebang Habis Dengan Permudaan Alam

Lingkup kebijakan Landasan Hukum

Tabet 4.1. Beberapa kebijakan yang berkaitan dengan eksploitasi Hutan

berkaitan dengan eksploitasi hutan disajikan pada tabel 4.1 berikut.

dan di luar P. Jawa oleh PT. Inhutani. Sec.ara singkat beberapa kebijakan yang

pemodal swasta, kecuali hutan di P. Jawa yang dikelola oleh Perum Perhutani

Indonesia adalah sistem eksploitasi melalui sistem HPH dengan mengandalkan

kelestarian hutan harus tetap dijaga. Pada dasamya sistem eksploitasi hutan di

didasarkan atas tujuan untuk memakmuran masyarakat, tetapi di sisi lain azas

· 1966. Sebagai. sektor prioritas, seharusnya eksploitasi sektor kehutanan

selain sektor pertambangan pada awal Pemerintahan Orde Baru sekitar tahun

Sektor kehutanan merupakan salah satu sektor andalan penghasil devisa

4.1. Perkembangan Kebijakan Eksploitasi Hutan

BAB 'IV

TELAAH KEBIJAKAN EKSPLOITASI HUTAN DI INDONESIA

Page 72: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

54

Tambunan (2002) membedakan kebijakan pemanfaatan dan perlindungan hutan

Berdasarkan urutan waktu dart tahun 1960-an sampai 2000-an,

Sumber : Tambunan , 2002 (diperbarui)

Kewajiban Pemegang HPH membuat Rencana Karya Pengusahaan Hutan. Penutupan Sementara Permohonan HPH Baru . Sanksi Atas Pelanggaran Eksploitasi HPH Tata Cara Pemanfaatan Kayu. Pedoman Tebang Pilih Tanam Indonesia

SK Menhut No.19/Kpts-11/2003

SK Menhut Mo.33/Kpts-11/2003

SK Menhut No.32/Kpts:l1/2003

SK Menhut No.8171/Kpts-II/2002

SK Menhutbun No.84/Kpts-II/2000 SK Menhut No.541/Kpts-11/2002 PP No. 34/2002

PP No. 25/2000 SK Menhut OS.1/Kpts-lI/2000

SK Menhut No.402/Kpts-II/1990 SK Menhut No.114/Kpts-11/1992 SK Menhut No.362/Kpts-II/1993 SK Menhut No.23/Kpts-II/1994 SK Menhut No.206/Kpts-II/1994 SK Menhut No.236/Kpts-II/1995 SK Menhutbun No.310/Kpts-II/1999 SK Menhutbun No.312/Kpts-II/1999 PP No.6/1999

SK Menhut No.274/Kpts-II/1989

. SK Menhut No.377/Kpts-II/1989 SK Menhut No.493/Kpts-II/1989 SK Menhut No.495/Kpts-II/1989 SK Dirjen PH No.564/Kpts/N-BPHH/ 1989 • Tahun 1990 - 2000an : Periode pembenahan pengusahaan hutan PP No.7/1990 HPHTI Kepres No.30/1990 Pengenaan, Pemungutan dan Pembagian Iuran

Hasil Hutan (IHH) Tata Usaha Kayu. RKT dan RKL Pengusahaan Hutan. Pengusahaan Hutan eks HPH Oleh BUMN Perpanjangan HPH. Pencabutan SK Menhut No.377/Kpts-II/1989. Persyaratan Permohonan HPH. Pedoman Pemberian HPHH Tata Cara Pemberian HPHH melalui Permohonan. Pengusahaan Hutan dan Pemungutan Hasil Hutan di Hutan Produksi Otonomi Daerah Kriteria dan Standar Perizinan Usaha pemanfaatan dan Pemungutan Hasil Hutan Penangguhan Pemberlakuan Pemberian HPHH. Kriteria Standar Perjinan HPH Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan, Pemanfaatan dan Penggunaan Kawasan Hutan. Kriteria Potensi Hutan Alam yang dapat diberikan IUPHHK Pemberian Ijin Pemanfaatan Hutan Alam/ Hutan Tanaman Melalui Pelelangan. Tata Cara Penyelesaian HPH dan HPHTI yang Mendapat Persetujuan Prinsip Penetapan Jatah Produksi Hasil Hutan tahun 2003 dari Hutan Alam

SK Mentan No.749/Kpts/Um/12/1974 Petunjuk Pemberian HPHH Kepres No.20/1975 Kebijaksanaan Pemberian HPH • Tahun 1980an : Periode pengendalian eksploitasi hutan SK Menhut No.327/Kpts-Il/1988 Kriteria Penetapan Pemegang HPH SK Menhut No.494/Kpts-Il/1988 Ketentuan Pembatalan Pencadangan HPH. SK Menhut No.269/Kpts-II/1989 Tata Cara Permohonan HPH dan Perpanjangan

HPH.

Lingkup Kebijakan Landasan Hukum

Page 73: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

Periode ketiga t.ahun 1970-an, dapat disebut sebagai "Periode penataan

sistem dan mekanisme eksploitasi hutarf'. Hal ini dapat dilihat dari 55

Periode kedua tahun 1960-an, yang ditandai pemberlakuan UU No.l/

1967 yang diikuti UU. No.5/1967 dan UU No.6/ 1968. Periode ini dapat disebut

sebagai "Periode awal eksploitasi hutan sec.ara komersil'. Pemanfaatan hutan di

Indonesia secara komersil dimulai dengan membuka peluang bagi pemodal

asing maupun dalam negeri untuk menanamkan modal di sektor kehut.anan.

Dengan dikeluarkannya UU tersebut, maka pengusahaan hutan di Indonesia

mengalami perkembangan pesat seiring dengan besamya minat dari pengusaha

asing maupun nasional untuk menanamkan modalnya di sektor kehutanan.

Akibatnya, aktifitas eksploitasi hut.an bergeser dari Jawa (hutan jati) ke luar

Jawa (hutan alam) dan bahkan dalam perkembangannya, luar Jawa telah

menjadi basis pembangunan sektor kehut.anan (Tambunan, 2002).

periode awal eksploitasi hutan di Indonesia, penataan sistem dan mekanisme

eksploitasi hutan, periode industrialisasi hutan dan pengendalian rente hasil

hutan dan periode integrasi. Dengan pendekatan tersebut, maka kebijakan

eksploitasi hutan di Indonesia yang disajikan pada t.abel 4.1 dibedakan menjadi

~ periode. Periode pertama, yakni sebelum t.ahun 1960-an, berdasarkan PP

64/1957 eksploitasi hutan diserahkan pada masing-masing daerah tingkat I.

Periode ini dapat" dtsebut sebagai "Periode eksp/oitasi oleh Daeralt' dimana

eksploit.asi yang dilakukan belum meliputi wilayah yang luas dan masih menjadi

tanggung jawab Pemerintah Daerah untuk memberikan ijin eksploitasi hutan.

yang dibentuk secara nasional menjadi empat periode, yakni berturut-turut

Page 74: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No.21/1970 tentang Hak Pengusahaan

Hutan dan Hak Pemungutan Hasil Hutan. Peraturan Pemerintah ini dikeluarkan

untuk mempermudah koordinasi Pemerintah Pusat dalam rangka pengusahaan

hutan yang tersebar di seluruh Indonesia, baik yang berdasarkan penanaman

modal asing maupun nasional. Dengan adanya PP ini, maka Peraturan

Pernermtah No. 64/ 1957 pasal 10 tidak berlaku lagi. Sehingga wewenang

Pemerintah Daerah untuk memberikan surat ijin eksploitasi hutan berupa (1) Ijin

konsesi hutan selania jangka waktu 20 tahun untuk wilayah seluas-luasnya

10.000 ha, (2) Ijin persil penebangan selama jangka waktu 5 tahun untuk

wilayah seluas-luasnya 5.000 ha dan (3) Ijin penebangan bagi pengambil kayu

dalam jumlah tertentu untuk jangka waktu 2 tahun menjadi tidak berlaku lagi.

Selain itu, diterbitkan pula aturan atau tata cara pemanenan (TPI, THPA dan

THPB), penetapan areal kerjanya, peningkatan prasarana maupun kewajiban

untuk membuat Rencana Karya Pengusahaan Hutan.

Periode keempat tahun 1980-an, dapat disebut sebagai "Periode

pengendalian eksploitasi hutati'. Dalam periode ini mulai dilakukan pengendalian

dengan menetapkan kriteria pemodal yang berhak untuk memperoleh konsesi

HPH, ketentuan pembatalan pencadangan HPH maupun tata cara permohonan

dan perpanjangan HPH. Selain itu, untuk mempermudah pengawasan, setiap

pemegang HPH juga diwajibkan untuk membuat Rencana Karya Pengusahaan

Hutan, baik rencana karya tahunan, lima tahunan maupun jangka panjang (20

tahun), Pada tahun 1989, sempat dilakukan penutupan sementara permohonan

HPH karena semakin terbatasnya luas kawasan hutan produksi. Selain itu juga

56

Page 75: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

dan Penyusunan Rencana Pengelolaan, Pemanfaatan dan Penggunaan Kawasan

57

Dengan adanya otonomi daerah, maka pada tahun 2000 Ijin Usaha

Pemanfaatan dan Pemungutan Hasil Hutan di hutan produksi alam dialihkan ke

Daerah. Ijin dapat dikeluarkan oleh Gubernur dan Bupati/Walikota. Akan tetapi

dalam perkembangannya ijin tersebut banyak disalahgunakan dan menyebabkan

semakin meluasnya kegiatan illegal logging. Oleh karena itu pada tahun 2002

ketetapan Menteri Kehutanan tersebut dicabut kembali melalui Keputusan

Menteri Kehutanan No.541/Kpts-II/2002. Pembenahan pengusahaan hutan

selanjutnya dilakukan dengan menetapkan PP No. 34/2002 tentang Tata Hutan

lagi berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 206/Kpts-lI/1994.

dimaksudkan untuk evaluasi dan konsolidasi terhadap HPH yang sudah

memperoleh konsesinya. Di lain pihak, sanksi juga dapat dikenakan terhadap

HPH apabila melakukan pelanggaran eksploitasi HPH. Pada penode ini

dikeluarkan pula ketentuan yang lebih ketat tentang kewajiban pengusaha hutan

untuk menyisakan sejumlah tertentu tanaman dalam setiap penebangan melalui

. keputusan tentang Tebang Pilih Tanam Indonesia.

Periocle kelima tahun 1990 - 2000-an, dapat disebut sebagai "periode

pembenahan pengusahaan hutsn". Pada periode ini dilakukan pembenahan

dengan melakukan evaluasi terhadap HPH yang sudah habis masa konsesinya.

Perpanjangan HPH untuk rotasi jangka kedua dapat diberikan apabila

pengusahaan hutan sesuai dengan RKPH yang telah ditetapkan, sebaliknya

apabila tidak sesuai maka eks HPH tersebut akan diserahkan pengelolaannya

pada BUMN Kehutanan. Pada periode ini permohonan HPH baru mulai dibuka

Page 76: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

58

Hutan. Selain itu dikeluarlcan pula Keputusan Menteri Kehutanan tentang kriteria

potensi hutan alam yang dapat diberikan IUPHHK. Hal ini dilakukan agar ijin

usaha ini hanya diberikan pada areal yang memang benar-benar layak untuk

diusahakan. Selanjutnya terhadap areal yang masih layak diusahakan akan

dilakukan pelelangan.

Sernentara itu sampai dengan terbitnya PP No.34/2002 masih terdapat

beberapa permohonan HPH alam maupun tanaman yang proses

penyelesaiannya rnendapat persetujuan prinsip (termasuk IUPHHK yang telah

dikeluarkan oleh Gubernur dan Bupati/Walikota). Untuk kasus tersebut akan

dilakukan verifikasi terhadap setiap ijin yang dikeluarkan. Di sisi produksi hasil

hutan, pembenahan dilakukan dengan menetapkan jatah produksi hasil hutan

dari hutan alam dengan menerapkan "soft/anding' mulai tahun 2003 dengan

cara melakukan penyesuaian tingkat tebangan tahunan untuk rnengurangi laju

deforestasi yang makin meningkat. Kebijakan sottlanding ini masih bertaku

dengan mengurangi kuota tebangan setiap tahunnya .. Akan tetapi nampaknya

kebijakan ini tidak cukup kuat untuk mencegah ataupun mengurangi terjadinya

illegal logging. Kondisi ini menggambarkan bagaimana rumitnya permasalahan

yang dihadapi oleh sektor kehutanan. Dipertukan penanganan yang menyeluruh

untuk mengatasinya, termasuk melakukan peninjauan kembali ketentuan dan

peraturan yang menyangkut pengelolaan hutan, pertunya penegakan hukum

yang tegas maupun perbaikan tata usaha kayu melalui "lacak balak".

Page 77: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

59

4.2. Perkembangan Eksploitasi dan Konversi Hutan

Tujuan pengusahaan hutan dan pemanfaatan hasil hutan adalah

mewujudkan keberadaan sumberdaya hutan yang berkualitas tinggi,

memperoleh manfaat ekonomi, sosial dan ekologi yang maksimal dan lestari

serta menjamin distribusi manfaatnya secara adil dan merata, khususnya

terhadap masyarakat yang tinggal di dalam dan atau di sekitar hutan. Kegiatan

pemanfaatan sumberdaya hutan di Indonesia sudah dimulai sejak lama. Bahkan

hutan jati di P. Jawa sudah dieksploitasi sejakjaman voe pada abad ke 16.

Pada tahun 1960-an kekayaan sumberdaya hutan masih berlimpah. Pada

masa itu, sumberdaya hutan dianggap sebagai salah satu kekuatan atau modal

untuk mencapai sasaran pembangunan dengan memanfaatkan hutan atas dasar

prinsip hasil yang maksimal dengan memperhatikan kelestarian. Untuk

mensukseskan pembangunan nasional, terutama untuk menciptakan kestabilan

ekonomi maka perhatian khusus akan dicurahkan pada produksi, distribusi dan

terutama ekspor kayu dan hasil hutan lainnya (Departemen Kehutanan, 1965).

Jumlah produksi dan ekspor kayu dart tahun 1960 - 1965 disajikan pada tabel

4.2. berikut.

Page 78: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

60

disajikan pada tabet 4.3 berikut.

pembukaannya. Kondisi luas hutan per kelompok Pulau pada tahun 1960-an

hutan yang sulit dijangkau dan memerlukan investasi yang besar untuk

besar belum dilakukan eksploitasi secara intensif, sedang selebihnya merupakan

telah mulai berkembang dan arealnya relatif mudah dicapai meskipun sebagian

Indonesia) kurang lebih setengahnya sudah mulai diusahakan karena prasarana

(1965), dari hutan yang ada seluas 121,7 juta ha (64% dari luas kepulauan

1961 - 1969. Berdasarkan data yang dilaporkan oleh Departemen Kehutanan

target US$ 52,5 juta untuk membiayai pelaksanaan pembangunan selama tahun

dikategorikan sebagai barang ekspor untuk menghasilkan devisa Negara dengan

Dalam perpbanqunan nasional semesta berencana, hasil hutan kayu

Sumber: Departemen Kehutanan (1965) 2 139 283 1965 1. 770 930 2 2 107 368 1963 1.961 1.218 1 118 1962 2.018 1.039

402 1960 1.859 1.469 1 101 447 2

72 341 1964 1.952 1.020

126

303 1961 1. 906 1. 773

Tabet 4.2. Jumlah produksi dan ekspor kayu dari tahun 1960 - 1965.

Page 79: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

prioritas antara lain peningkatan pengolahan sumberdaya alam (pertambangan

61

menitikberatkan program pembangunannya pada sektor perekonomian dengan

Menghadapi masalah yang demikian berat, Pemerintah Orde Baru

(LATIN, 1998).

(bahan pangan, tekstil, mesin dan suku cadangnya) mencapai US$ 600 juta

tempo menc.apai sekitar US$ 530 juta, sedangkan kebutuhan impor minimum

defisit meningkat dua kali lipat. Jumlah total devisa pada tahun 1966

diperkirakan sebesar US$ 714 juta, sementara utang luar negeri yang jatuh

defisit anggaran belanja mencapai US$ 248 juta, setahun berikutnya bahkan

1965 hingga awal 1966 terus menerus terjadi hiperinflasi. Pada tahun 1965

kesulitan besar. Perekonomian Indonesia sangat suram. Sejak pertengahan

Pada awal masa Orde Baru, Pemerintah yang baru berusaha untuk keluar dari

dan pertambangan, dimulai sejak Orde Baru yang dimulai pada tahun 1966.

Sumatera 28.420 60 21.560 76 20.700 73 Kalimantan 41.470 77 23.200 56 22.200 53 Sulawesi 9.910 52 8.629 87 8.629 87

· Nusa Te ara 1.484 20 1.484 100 1.484 100 Maluku 6.000 71 5.260 88 5 260 88 Irian Barat 31.500 76 940 3 78 0 Djawa dan 2.917 22 2.917 100 2.197 100 Madura Total 121.701 64 63.990 53 61.268 50

Sumber: Departemen Kehutanan (1965)

Pengelolaan sumber daya alam secara besar-besaran, terutama hutan

Tabet 4.3. Kondisi Luas Hutan per Kelompok Pulau Tahun 1960-an

Page 80: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

dan hasil hutan). Dengan alasan tersebut, maka pada tahun 1967 pengusahaan

hutan di Indonesia mulai dilakukan secara komersil. Hingga menjelang 1970

jumlah pemegang HPH tercatat berjumlah 64 perusahaan yang meliputi luas 8

juta ha. Sehingga eksploitasi hutan di luar Jawa makin meningkat. Menurut

Philip Hurst seperti dikutip oleh LATIN (1998), sejak jaman kolonial sampai awal

1960, 89% kayu berasal dari Jawa dan hanya 10% diantaranya yang digunakan

untuk kepentingan ekspor. Menjelang tahun 1971, terjadi perubahan drastis.

Saat itu 65% kayu berasal dart Kalimantan, sebagian besar dari Kalimantan

Timur dan 75% diantaranya untuk ekspor. Pada tahun 1974 hutan di Kalimantan

yang dikuasai oleh pemegang HPH telah mencapai 11 juta ha. Dengan

masuknya modal swasta dalam HPH, pengusahaan hutan meliputi wilayah yang

sangat luas dan dikerjakan secara modern.

Berdasarkan data yang dilaporkan oleh Departemen Kehutanan (Gambar

4.1), luas areal HPH semakin meningkat seiring dengan meningkatnya

permohonan pengajuan hak pengelolaan hutan, sehingga luas penutupan

hutan maupun luas hutan produksi yang tidak dibebani hak pengusahaan

semakin berkurang. Kondisi ini berlangsung sampai sekitar tahun 1994. Setelah

tahun ini luas HPH mulai berkurang seiring dengan habisnya masa konsesi

beberapa HPH yang tidak diperpanjang lagi. Berdasarkan data Departemen

Kehutanan tahun 2004, jumlah perusahaan pemegang HPH di seluruh Indonesia

pada saat ini adalah sebanyak 267 unit dengan total luas areal yang diusahakan

seluas 27,797 juta ha. Areal pengusahaan hutan terbanyak tersebar di

Kalimantan sebanyak 127 unit dengan luas areal 10,764 juta ha, diikuti oleh

62

Page 81: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

63

tabel 4.4 berikut.

Kalimantan dan Sumatera jauh di bawah rata-rata seperti yang terlihat pada

primer yang masih tersisa sekitar 45%, akan tetapi kondisi hutan primer di

produksi seluas 41,2 juta ha dari 320 unit HPH menunjukkan bahwa hutan

Berdasarkan hasil rekalkulasi citra satelit tahun 2000 terhadap areal hutan

I-<>-% luas HPH vs Penutupan HUian -0-% Luas HPH vs Luas HUian Produksi I Tahun

0.00 +--~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~..----.

##~~~~#~~~~~~##~#~~~~~##~

Gambar 4.1. Persentase Luas HPH vs Luas Penutupan Hutan dan Luas Hutan Produksi.

Sulawesi, Maluku dan Nusa Tenggara seluas 3,741 juta ha.

sebanyak 42 unit seluas 2,645 juta ha. Sisanya sebanyak 49 unit tersebar di

Papua sebanyak 49 unit dengan luas areal 10,646 juta ha dan Sumatera

Page 82: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

kerusakan hutan yang cukup besar. Menurut UU No. 41 tahun 1999 pasal 18

64

Kegiatan pengusahaan hutan secara nyata telah mengakibatkan

Badan Planologi Kehutanan , Sumber: Pusat Data dan Perpetaan Hutan, Departemen Kehutanan (2000)

5.714.990 100 00 Jumlah

45,24 2.591.184 3. Hutan rusak, tanah kosong, rtanian

2.498.242 2. HutanBekas Tebangan 43,60

10,92 625.564 1. Hutan Primer

Tabet 4.5. Kondisi Areal Eks HPH Yang Diserahkan Kepada BUMN

pertanian sekitar 45,24% seperti ter1ihat pada tabel 4.5 berikut ini.

10,92%, sedangkan hutan yang rusak, menjadi tanah kosong atau lahan

diserahkan kepada BUMN. Luas hutan primer yang tersisa hanya sekitar

sebagaimana ditunjukkan oleh penutupan lahan pada areal eks HPH yang

nampak lebih jelas lagi pada HPH yang telah berakhir masa konsesinya

Gambaran kerusakan sumberdaya hutan akibat pengusahaan hutan

Sumber : Pusat Data dan Perpetaan Hutan, Badan Planologi Kehutanan , Departemen Kehutanan (2000).

45 27

74 9

22 29 49

41.182.721 Jumlah

9.854.142 6. Papua 17

2.314.017 5. Maluku

41 40 19 31.550 4. Nusa Tenggara

19 56 25 2.678.492 3. Sulawesi

30 36 34 20.408.363 2. Kalimantan

44

28

29 5.896.157 1. Sumatera

Tabel 4.4. Kondisi Penutupan Lahan Areal HPH s/d tahun 2000

Page 83: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

65

merealisasikan peraturan tersebut sangat sulit, mengingat jumlah penduduk di

ditambah agar manfaat ekologi hutan masih terjaga. Akan tetapi, untuk

UU No. 41 tahun 1999, maka seharusnya luas kawasan hutan di P. Jawa

kurang dari 30% luas daratan, yaitu sebesar 23,4%. Apabila berpedoman pada

Berdasarkan tabel 4.6 dapat diketahui, luas kawasan hutan di P. Jawa

17,5 44,2 32.927

73,6 4.424

Sumber: Statistik Kehutanan Indonesia, 2003 (diolah) 70,9 82.922

97,3 30.077

133.127

39.745

187.783

40.833

Indonesia

10,8 Papua

45,9 1.682 91,1 3.585 7.105 7.803 21,6 Maluku

38,2 1.638 62,7 7.007 11.486 18.326 8,9 Sulawesi

16,9 17,9 1.240 39,0 1.312 2.855 7.316 Bali &Nusa Ten era

14,0 1.194 23,4 1.872 3.126 13.371 8,9 Jaw a

48,7 10.677 75,9 25.843 40.253 53.048 Kalimantan 20,1

25,6 28,1 12.071 60,6 13.226 28.556 47.088 Sumatera

Tabel 4.6. Penutupan Hutan Berdasarkan Kawasan Hutan per Kelompok Pulau seluruh Indonesia.

di Indonesia disajikan pada tabel 4.6 berikut.

.liputan tahun 1999-2000 kondisi penutupan hutan berdasarkan kawasan hutan

minimal 30% dari luas daratan. Berdasarkan hasil penafsiran dtra Landsat

sedimentasi, maka ditetapkan luas kawasan hutan untuk setiap DAS atau pulau

bergelombang, berbukit dan bergunung yang peka terhadap erosi dan

wilayahnya mempunyai curah hujan tinggi, serta konfigurasi daratan yang

ayat 2, dengan pertimbangan sebagai negara tropis yang sebagian besar

Page 84: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

66

ini.

dengan semakin maraknya aktifitas illegal logging yang terjadi 4 tahun terakhir

penutupan hutan menjadi non hutan diperkirakan semakin tidak terkendali

penutupan hutannya masing-masing hanya tinggal 17,9% dan 28,1%. Kondisi

- cukup kritis dijumpai pula di Bali dan Nusa Tenggara serta P. Sumatera. Luas

terjadinya praktek illegal logging. Sedangkan kondisi penutupan hutan yang

mencukupi kebutuhan bahan baku industri. Kondisi inilah yang telah memicu

industri. Meskipun pada kenyataannya, kayu hasil tebangan tidak dapat

memberi jatah produksi maka akan dapat memasok kebutuhan bahan baku

berakibat semakin parahnya kondisi hutan di P. Jawa, tetapi di sisi lain dengan

Departemen Kehutanan. Pada satu sisi, pemberian jatah produksi ini akan

sebesar 739.487 m3. Kebijakan ini memang merupakan dilema tersendiri bagi

Kehutanan menetapkan jatah produksi untuk Perum Perhutani periode 2005

berdasarkan SK No. 348/Menhut-VI/2004 tanggal 14 September 2004, Menteri

tebangan untuk memberi kesempatan pada hutan bernafas dan hanya

melakukan kegfatan penanaman saja. Akan tetapi pada kenvataannva,

seperti ini, seharusnya untuk P. Jawa sudah diberlakukan kebijakan moratorium

Luas kawasan hutan yang berhutan hanya tinggal 14% saja. Dengan kondisi

jumlah luas kawasan hutan yang sudah ada. Kondisi saat ini semakin parah.

sudah merupakan tanah hak milik. Yang bisa dilakukan hanya mempertahankan

memungkinkan menambah lagi luas kawasan hutan, karena sebagian besar

P. Jawa mencapai sekitar 60% dart total penduduk Indonesia. Sehingga tidak

Page 85: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

67

8 Penunjukan areal hutan sebagai kawasan hutan ditetapkan untllk masing-masing Propinsi berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian. Tahun 1982. 9 Merupakan salah satu kriteria Hutan Produksi yang dapat dikonversi.

2001 adalah sebanyak 520 unit dengan luas 4,672 juta ha sebagai areal

pelepasan yang telah memperoleh SK pelepasan kawasan hutan dart 1987 -

Berdasarkan data dari Departemen Kehutanan, jumlah pemohon

konversi.

- terjadi karena pengembangannya terutama dibangun pada kawasan hutan

meningkatnya ancaman terhadap keberadaan hutan alam di Indonesia. Hal ini

Pengembangan perkebunan kelapa sawit ini temyata menyebabkan

1986 menjadi hampir 3 juta ha pada tahun 1999 (Manurung, 2001).

perkebunan kelapa sawit sebesar 2,35 juta ha, yaitu dari 606.780 ha pada tahun

kelapa sawit. Selama 14 tahun terakhir telah terjadi peningkatan luas areal

mendorong Pemerintah Indonesia memacu pengembangan areal perkebunan

komoditi minyak kelapa sawit dalam perdagangan minyak nabati dunia telah

transmigrasi, permukiman, pertanian dan perkebunan9• Cerahnya prospek

kawasan hutan ini dapat dicadangkan untuk digunakan bagi pengembangan

Dengan dltetapkannva kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi, maka

produksi tetap, hutan produksi yang dapat dikonversi dan taman nasional.

suaka alam/hutan wisata, hutan lindung, hutan produksi terbatas, hutan

konsekuensi dari dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Pertanian tentang

penunjukan areal hutan sebagai kawasan hutan8 dengan fungsi sebagai hutan

maupun transmigrasi. Konversi hutan memang dimungkinkan sebagai

diperparah lagi dengan adanya konversi hutan menjadi areal perkebunan

Kondisi tekanan terhadap sumberdaya hutan seperti disampaikan di atas,

Page 86: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

68

terwujud, apabila kegiatan pengelolaan hutan dapat menghasilkan hutan yang

penutupan hutan. Manfaat optimal dari pengusahaan hutan sebenarnya bisa

Kegiatan pengusahaan hutan akan mengakibatkan terjadinya perubahan

4.3. Perubahan Penutupan Hutan

di Indonesia.

bahkan menjadi ancaman terhadap hilangnya kekayaan biodiversity hutan tropis

Kegiatan konversi hutan telah menjadi salah satu sumber terjadinya deforestasi,

1. 1987/1988 s/d Unit 237 238 1994/1995 Luas ha 2.366.417 18 936.738 81

2. 1995/1996 Unit 74 7 Luas ha 500.834 25 7.155 00

3. 1996/1997 Unit 59 8 Luas ha 362.211,59 10.634,00

4. 1997/1998 Unit 82 3 Luas ha 747.71018 2.145 00

5. 1998/1999 Unit 11 0 Luas ha 56.944 20 0

6. 1999/2000 Unit 41 0 Luas ha 389.364 68 0

7. 2000 Unit 16 0 Luas ha 248.713.95 0

Jumlah total Unit 520 256 Luas ha 4.672.196 03 956.672 81

Sumber: Departemen Kehutanan (2004).

Tabel 4. 7. Perkembangan pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan dan transmigrasi.

4.7 berikut.

kawasan hutan untuk areal perkebunan dan transmigrasi disajikan pada tabel

pengembangan transmigrasi. Secara rinci data perkembanqan pelepasan

perkebunan dan 256 unit dengan luas 0,956 juta ha sebagai areal

Page 87: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

Menurut TITO (2001), banyak faktor yang menjadi penyebab kerusakan

hutan di Indonesia, diantaranya adalah pengelolaan hutan yang tidak

memperhatikan kaidah-kaidah kelestarian, kebakaran hutan, konversi hutan,

69

rasional baik yang bersifat resmi (legal) maupun tidak resmi (illegal).

4. Kebakaran hutan yang tidak terkendali.

5. Konversi lahan hutan alam sec.ara sembarangan tanpa diikuti dengan upaya-

upaya konservasi yang memadai.

3. Berdirinya industri kehutanan, terutama industri perkayuan, secara tidak

2. Merebaknya praktek illegal logging.

1. Praktek pengelolaan hutan pada areal HPH tidak sejalan dengan syarat-

syarat pengelolaan hutan yang benar.

kelangsungan hidup manusia dan peradabannya. Berbagai permasalahan

muncul sebagai akibat terjadinya penyimpangan dalam pengelolaan hutan yang

pada akhirnya mengakibatkan kerusakan hutan. Beberapa bentuk penyimpangan

tersebut, antara lain menurut Suhendang (2002) adalah :

pertumbuhan ekonomi nasional mengakibatkan pendekatan pengelolaan hutan

lebih banyak berorientasi pada manfaat sumberdaya hutan yang bersifat sempit

dan sesaat. Sistem pengelolaan sumberdaya hutan yang diterapkan selama ini

.tidak mampu menjamin kelestarian hutan, bahkan sebaliknya telah menciptakan

degradasi hutan yang berpotensi mendorong terjadinya kepunahan berbagai

jenis flora, fauna dan ekosistemnya serta menjadi anc.aman yang serius bagi

pembangunan ekonomi nasional yang ter1alu tertumpu untuk meningkatkan

berkualitas tinggi dan lestari. Akan tetapi sebagai akibat dari kebijakan

Page 88: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

Maraknya illegal logging yang terjadi akhir-akhir ini, diduga telah menyebabkan 70

Masalah lain yang tidak kalah pentingnya adalah praktek illegal logging.

produktif menjadi bertambah.

memperhatikan kaidah-kaidah kelestarian hutan, maka perubahan penutupan

hutan menjadi non hutan bertambah luas yang berarti pula luas hutan tidak

sehingga tidak hanya diameter SO cm ke atas yang ditebang, kadang-kadang

diameter 3S cm pun ikut ditebang (LATIN, 1998). Sehingga pada akhirnya

bukan tebang pilih yang dilaksanakan tetapi tebang habis. Selain itu, menurut

Maryudi (2001) teknik pemanenan yang dilaksanakan pada umumnya tidak

ramah lingkungan. Sebagai akibat dari pengelolaan hutan yang tidak

diperbaharui menjadi TPT1 (Tebang Pilih Tanam Indonesia). Peraturan tersebut

memuat tentang ketentuan tanaman yang boleh ditebang (batas diameter

minimum SO cm) serta kewajiban bagi pengusaha hutan untuk menyisakan

sejumlah tertentu tanaman dalam setiap kegiatan penebangan. Akan tetapi

kewajiban-kewajiban sesuai dengan ketentuan yang berlaku seringkali

diabaikan. Banyak pemegang HPH menebang pohonnya dengan kira-kira,

Dalam sistem eksploitasi hutan, Pemerintah telah menerapkan petunjuk

penebangan yang disebut TPI (Tebang Pilih Indonesia) yang kemudian

terjadinya perubahan penutupan hutan.

kebutuhan dan ketersediaan bahan baku kayu bagi industri pengolahan kayu

dalam negeri. Keseluruhan perrnasalahan tersebut di atas secara bersama-sama

telah mengakibatkan kerusakan hutan, yang berarti pula menyebabkan

pertadangan berpindah, illegal logging dan ketidak seimbangan antara

Page 89: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

71

kayu bulat sebesar US$ 27,7 per m3, maka kerugian Negara akibat illegal

illegal meningkat dua kali lipat. Apabila diasumsikan rata-rata iuran hasil hutan

1998, dimana telah terjadi krisis ekonomi di Asia, skala penebangan secara

1996 mencapai sekitar 23,8 juta m3. Dengan demikian antara tahun 1996 dan

Whiteman (1997) dalam Palmer (2000), penebangan secara illegal pada tahun

. tahun 1998 sebanyak 64,612 juta m3. Sedangkan menurut Scotland dan

terjadi penebangan secara il/egalpada tahun 1997 sebanyak 49,176 juta m3 dan

terhadap penyebab illegal logging di Indonesia, diperoleh hasil bahwa telah

Sementara berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Palmer (2000)

29,5 juta m3 kayu yang beredar per tahun berasal dart illegal logging.

logging di Indonesia. Departemen Kehutanan memperkirakan pada tahun 1999,

Hingga saat ini belum diketahui secara pasti jumlah total kayu hasil illegal

sektor-sektor terkait, dan hak masyarakat hukum adat pada tingkatan lokal.

kemiskinan dan pengangguran di pedesaan, kurangnya koordinasi diantara

penyebab tidak langsung, seperti rendahnya resiko melakukan kegiatan illegal,

hukum dan adanya pasar di luar negeri yang menampung kayu illegal, dan (2)

memperoleh keuntungan dalam waktu yang singkat, lemahnya penegakan

untuk perencanaan dan pembangunan infrastruktur, keinginan investor untuk

produksinya rendah akibat tidak membayar iuran dan tidak mengeluarkan biaya

tidak dapat dipenuhi, keuntungan besar yang diperoleh karena biaya

menjadi dua, yaitu: (1) penyebab langsung, seperti permintaan kayu bulat yang

faktor yang menyebabkan terjadinya illegal logging dapat dikelompokkan

meningkatnya laju deforestasi secara drastis. Menurut mo (2001), faktor-

Page 90: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

72

'0 Maraknya ekspor kayu bulat illegal ke luar negeri, telah menyebabkan Oiina dituduh mengkonsumsi kayu bulat selundupan dari Indonesia, karena dapat menjual produk kayu lapis di pasar intemasional dengan harga yang lebih murah dibandingkan dengan tot.al biaya produksi kayu lapis di Indonesia (Simangunsong, 2004).

931.000 m3. Tahun 2001 ekspor Indonesia tercatat 121.000 m3, padahal impor

2000 sebesar 20.500 m3, sementara data impor China dari Indonesia disebutkan

China. Berdasarkan data yang dimiliki Indonesia, ekspor kayu ke China tahun

penyelundupan kayu illegalterlihat dari data ekspor kayu gergajian Indonesia ke

penyelundupan kayu, sehingga berakibat pada makin sulitnya mendapatkan

bahan baku kayu bulat untuk industri perkayuan dalam negeri.10 Maraknya

illegal logging. Sebab illegal logging merupakan salah satu sumber terjadinya

lima target tersebut, fokus utama akan dititikberatkan pada pemberantasan

kawasan hutan dan pengembangan ekonomi masyarakat di sekitar hutan. Dari

illegal logging, rehabilitasi hutan, revitalisasi industri kehutanan, pemantapan

mencanangkan lima target sukses Departemen Kehutanan, yaitu pemberantasan

Departemen Kehutanan dalam Kabinet Indonesia Bersatu telah

masyarakat.

harus melibatkari 'lernbaqa eksekutif, legislatif, yudikatif dan seluruh lapisan

Pemberantasan illegal logging merupakan tanggung jawab semua pihak yang

lindung, taman nasional dan hutan konservasi lainnya (Suratmo, 2001).

seluruh hutan produksi dan saat mi bahkan sudah menjangkau kawasan hutan

Indonesia. Sejak tahun 1997, praktek illegal logging telah terjadi hampir di

logging mencapai sekitar US$1,141 milyar pada tahun 1997 dan US$ 1,568

milyar pada tahun 1998. Sehingga pada tahun 1998, pendapatan yang hilang

akibat illegal logging setara dengan 1,5% produk domestik bruto (PDB)

Page 91: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

73

China tercatat 1,379 juta m3. Sedangkan tahun 2002, ekspor Indonesia tercatat

336.000 m3, sementara impor China tercatat sebesar 1,224 juta m3.

Pemberantasan illegal logging dan penyelundupan merupakan persoalan pelik

yang harus segera dicari terobosannya.

Selain permasalahan di atas, dunia lingkungan hidup Indonesia juga

mengalami musibah dengan terjadinya kebakaran hutan di Kalirnantan dan

Surnatera pada tahun 1997. Kebakaran hutan tidak hanya menimbulkan

kerusakan hutan di kedua wilayah tersebut, tetapi juga berdampak lain, yaitu

asap yang menjalar ke banyak wilayah di Indonesia. Bahkan 3 negara ASEAN

ikut terkena dampaknya. Apa yang menjadi penyebab kebakaran hutan sampai

saat ini rnasih merupakan perdebatan yang panjang. Akan tetapi berdasarkan

fakta yang muncul dari hasil foto satelit, sebagian besar ter1ihat kemunculan titik

api (hot spof) ada di wilayah-wilayah HPH dan kemunculan titik api pun seakan

sistematis dan membentuk suatu barisan (LATIN, 1998). Ada dugaan, pemilik

HPH dengan sengaja melakukan pembakaran hutan untuk kepentingan

pembukaan lahan ataupun untuk konversi menjadi perkebunan besar.

Pembukaan lahan dengan cara membakar memang biasa dilakukan oleh

masyarakat tradisional dalam memanfaatkan hutan. Umumnya kelompok

masyarakat ini membuka hutan dalam areal yang tidak luas sehingga api lebih

mudah dikendalikan dan biasanya mereka melakukan pembukaan lahan yang

nantinya akan mereka rotasi. Pada saat mereka membuka sejumlah lahan, rnaka

lahan yang pertama mereka garap diperflitungkan sudah kembali menjadi hutan.

Page 92: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

74

Pennasalahan akan berbeda apabila teknik ini diterapkan pada areal HPH,

HTI ataupun areal konversi yang mempunyai luas ribuan hektar. Cara ini akan

berdampak pada tidak terkontrolnya api dan dikhawatirkan akan rnerembet ke

wilayah lain. Nilai kerugian kebakaran ini tidak saia dart segi kayu saja, tetapi

juga kerugian akibat penutupan bandara, jumlah kunjungan wisatawan yang

_rnenurun maupun kerugian dari segi lingkungan. Menurut LATIN (1998),

kebakaran lahan dan hutan di Sumatera selama September - Desember 1997

seluas 102.431,30 · hektar telah mengakibatkan kerugian mencapai Rp. 528,5

milyar. Kasus kebakaran hutan ini selalu berulang setiap musim kemarau. Untuk

itu perlu dilakukan penegakan hukum bagi perusahaan yang rnelakukan

pembersihan lahan dengan cara rnembakar. Pembersihan lahan sebaiknya

dilakukan dengan rnenggunakan alat berat, rneskipun teknik penyiapan lahan

dengan cara ini sangat mahal dan lebih sulit, akan tetapi kerusakan hutan akibat

kebakaran hutan yang tidak terkontrol dapat dikurangi. Dengan teknik ini akan

diperoleh 2 keuntungan, yaitu kerusakan hutan dapat dikurangi dan fungsi

lingkungan akan lebih terjaga.

Page 93: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan
Page 94: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

75

11 Semua pengujian data dan estimasi model diolah dengan menggunakan program E-Views 3.1 u Untuk selanjutnya dalam tulisan ini akan disebut berturut-turut dengan model I, model II dan model III.

(LSDV). Hasil dari pengujian disajikan pada tabel 5.1 berikut.

adalah propinsi) dalam model penutupan hutan, maka dilakukan uji statistik

dengan membandingkan nilai R2 dari model pooled dan model variabel dummy

Untuk mengetahui ada / tidaknya efek individual (dalam penelitian ini

5.1.1. Uji Spesifikasi

5.1. Hasil Pengujian Model

perubahan penutupan hutan di Indonesia.

model perubahan penutupan hutan akibat konversi hutan dan estimasi model

perubahan penutupan hutan akibat dari keduanya12 dan (3) Penyebab utama

estimasi model perubahan penutupan hutan akibat penebangan hutan, estimasi

Hasil estimasi model perubahan penutupan hutan, yang memuat tentang

pengujian dengan uji F-stat yang kemudian dilanjutkan dengan uji Hausman, (2)

meliputi 19 propinsi dari tahun 1976 sampai dengan tahun 2000. Bab V terbagi

.atas 3 (tiga) Sub Bab11, yaitu (1) Hasil pengujian model, yang terdiri dari

melakukan pengujian terhadap model yang menggunakan data panel. Penelitian

Pada Bab ini akan disampaikan hasil penelitian sec.ara empiris dengan

BABV

ANALISIS PERUBAHAN PENUTUPAN HUTAN

Page 95: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

76

13 Uji statistik F-stat dengan rum us = Feo-i.oT-n-KJ = R 2

LSDV - R 2

poi>/ltl I n - l l - R 2

I.SDV l(nT - n - K)

random effectdisajikan pada tabel 5.2 berikut.

adalah model fixed effectatau random effect Hasil estimasi dari fixed effectdan

bervariasi terhadap individu, sehingga model yang digunakan dalam analisis

penutupan hutan. Dengan demikian model ini mempunyai intersep yang

Dari hasil pengujian terlihat jelas sekali adanya efek individual dalam model

Hoditdak Efek Model I 0,752351 0,882079 1,61 Individual

Ho ditdak Efek Model II 0,341882 0,720741 1,61 Individual

Hoditdak Efek Model III 0,816131 0,899904 1,61 Individual

Tabel 5.1. Hasil uji F-stat (Pooled vs LSDV)

Page 96: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

77

penutupan hutan. Hasil uji Hausman disajikan pada tabel 5.3 berikut.

menguji model paling baik yang digunakan dalam mengestimasi perubahan

akan digunakan dalam estimasi model, maka dilakukan uji Hausman untuk

Untuk menentukan apakah model fixed effect atau random effed yang

1. Model I 1) c 16,85573 (0,201497) 2) pkayu -0,412192 (0,029708) -0,409167 (0,029559) 3) NoHPH -0,086676 (0,052269) -0,088183 (0,052076) 4) LHPH -0,586599 (0,040886) -0,589847 (0,040715) 5) Bbaku -0,023604 (0,012362) -0,024582 (0,012236) 6) Ekspor 0,039435 (0,019723) 0,038028 (0,019634) 7) Kris is -0,340015 (0,062028) -0,334864 (0,061961) R2 0882079 0 877160

2. Model II 1) c 19,06857 (0,964805) 2) Psawit -0,398185 (0,144862) -0,399042 (0,145200) 3) Pkopi -0,321804 (0,094966) -0,313392 (0,094896) 4) Pkaret -0,481065 (0,095041) -0,486324 (0,094693) 5) Pop -0,426210 (0,101361) -0,387807 (0,098903) 6) GDPPC 0,198788 (0,087118) 0,198563 (0,087321) 7) Pangan 0, 792673 (0,060576) 0,754253 (0,058484) 8) Kris is -0,026373 (0,096648) -0,034178 (0,097125) R2 0,720741 0 706104

3. Model III 1) c 17,17753 (0,580111) 2) Pkayu -0,227423 (0,054383) -0,225447 (0,053104) 3) NoHPH -0, 132525 (0,054756) -0,130846 (0,053992) 4) LHPH -0,354522 (0,047535) -0,359029 (0,046510) 5) Bbaku -0,002945 (0,012375) -0,003926 (0,012171) 6) Ekspor 0,019467 (0,019203) 0,017554 (0,019048) 7) Psawit -0,013052 (0,101827) -0,001833 (0,100724) 8) Pkopi -0,060915 (0,059545) -0,055435 (0,058694) 9) Pkaret -0,135435 (0,060671) -0,128272 (0,059737) 10) Pop -0,179043 (0,062912) -0,184462 (0,060163) 11) GDPPC 0,069077 (0,053586) 0,065802 (0,053137) 12) Pangan 0,298107 (0,043476) 0,296391 (0,040393) 13) Kris is -0,298781 (0,060564) -0,295610 (0,060163) R2 0 899904 0 896514

Keterangan : Dalam kurung adalah nilai standar error

5.1.2. Uji Hausman

Tabel 5.2. Estimasi fixed effeddan random effect

Page 97: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

78

5.2. Hasil Estimasi Model Perubahan Penutupan Hutan

Berdasar1<an pengujian terhadap hasil estimasi seperti telah diuraikan di

atas, maka diperoleh model perubahan penutupan hutan yang paling baik.

Berdasar1<an hasil uji Hausman dapat disimpulkan bahwa, estimasi model

perubahan penutupan hutan untuk ketiga model adalah menggunakan model

random effect. Dalam random effect diasumsikan bahwa komponen error

individual tidak ber1<orelasi satu sama lain dan tidak ada otokorelasi baik cross-

section maupun time series (Pindyck and Rubinfeld, 1998). Kedua variabel

random tersebut yaitu variabel cross-section dan variabel time series

diasumsikan berdistribusi normal dengan derajad bebas yang tidak berkurang.

Model random effect dapat diestimasi sebagai regresi GLS (Generalized Least-

Square) yang akan menghasilkan penduga yang memenuhi sifat best tinier

unbiased estimation (BLUE). Sehingga adanya gangguan asumsi klasik dalam

model telah terdistribusi secara normal dengan demikian tidak diper1ukan lagi

treatment terhadap model.

Random effect Ho diterirna 2,56111 Model III

Random effect

7,01566 Random effect

Ho diterirna 5,42638 Model I

Ho diterirna Model II

Tabel 5.3. Hasil uji Hausman terhadap Model Perubahan Penutupan Hutan.

Page 98: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

79 propinsi dan masing-masing propinsi mempunyai pengaruh yang bervariasi.

variabel bebas, perubahan penutupan hutan tetap terjadi pada beberapa

ekspor kayu. Dari hasil estimasi ter1ihat bahwa tanpa adanya pengaruh dari

signifikan pada tingkat kepercayaan 90% untuk variabel jumlah HPH dan jumlah

kayu, luas HPH, kebutuhan bahan baku dan faktor krisis ekonomi, serta

signifikan secara statistik pada tingkat kepercayaan 95% untuk variabel harga

perubahan penutupan hutan akibat penebangan hutan menunjukkan hasil yang

sebesar 12,284%. Hasil estimasi terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi

sedangkan peranan variabel lain dalam menjelaskan variabel tak bebas adalah

variasi perubahan penutupan hutan akibat penebangan sebesar 87,716%,

87,716%. Nilai ini menunjukkan bahwa model memiliki kemampuan menjelaskan

Hasil estimasi model I memiliki nilai R2 yang cukup tinggi yaitu sebesar

R- uare = 0.877160 -0 334864 Krisis

-0 024582 -0 589847 -0 088183

Koefisien

0 038028

-0 409167

. Tabel 5.4. Hasil estimasi model perubahan penutupan hutan I

pada tabel 5.4 berikut

yang terbaik berdasarkan hasil estimasi dengan model random effect disajikan

Model perubahan penutupan hutan akibat penebangan hutan (model I)

5.2.1. Estimasi Model Perubahan Penutupan Hutan Akibat Penebangan Hutan

Page 99: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

80

tebangan. Tersedianya jalan angkutan ini tidak saja dimanfaatkan oleh HPH

penyaradan kayu. Kondisi ini akan lebih memudahkan pengangkutan hasil

akan membuka jalan baik jalan utama, jalan cabang maupun jalan untuk

hutan akan semakin mudah. Sebab untuk operasional penebangan, suatu HPH

(HPH). Selain itu dengan meningkatnya luas HPH, maka akses jalan menuju

meningkat pula kawasan hutan produksi yang dibebani Hak Pengusahaan Hutan

semakin meningkatnya areal kerja pengusahaan hutan, maka akan semakin

estimasi untuk luas HPH ini sangat penting dalam model, karena dengan

HPH akan menyebabkan pengurangan penutupan hutan sebesar 58,98%. Hasil

mempengaruhi perubahan penutupan hutan adalah luas HPH. 1 % kenaikan luas

Berdasarkan tabel 5.5 dapat diketahui bahwa variabel yang paling

1. Luas HPH - 0 589847 2. Harga kayu - 0,409167 3. Krisis ekonomi - 0 334864 4. Jumlah HPH - 0,088183 5. Jumlah Eks r 0,038028 6. Jumlah bahan baku industri kayu - 0,024582

Tabel 5.5. Urutan nilai koefisien variabel bebas pada model perubahan penutupan hutan I

berikut.

penebangan hutan. Urutan nilai koefisien setiap variabel disajikan pada tabel 5.5

pengaruh setiap variabel terhadap perubahan penutupan hutan akibat

Berdasarkan nilai koefisien dari hasil estimasi dapat diketahui besarnya

Page 100: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

81

14 Berdasarkan SK Dirjen Kehutanan Dep. Kehutanan No. 35 tahun 19n dengan ketentuan tanaman yang boleh ditebang adalah tanaman yang memiliki diameter setinggi dada SO cm dengan volume tebangan sesuai MC. 15 Berdasarkan SK Dirjen Pengusahaan Hutan Dep. Kehutanan No. 564/Kpts/IV-BPHH/1989 dengan ketentuan yang lebih ketat, antara lain tentang kewajiban pengusaha hutan untuk menyisakan sejumlah tertentu tanaman dalam setiap kegiatan penebangan.

memperhatikan kaidah-kaidah kelestarian hutan tersebut, rnaka kerusakan

menc.apai 20 - 30%. Sebagai akibat dari pengelolaan hutan yang tidak

Kerusakan tegakan tinggal dapat menc.apai 40 - 55% dan kerusakan tanah

pemanenan yang dilaksanakan pada umumnya tidak ramah lingkungan.

mengedepankan jumlah tebangan tanpa perenc.anaan yang matang. Teknik

pemanenan kayu masih menggunakan teknik yang konvensional dengan

melanggar batas diameter minimal yang boleh ditebang (SO an), dalam

dengan ketentuan seringkali diabaikan. Menurut Maryudi (2001), selain

akan tetapi kewajiban untuk menanam kembali areal bekas tebangan sesuai

Meskipun dalam sistem eksploitasi hutan dilakukan pengaturan melalui

penerapan sistem Tebang Pilih Indonesia (TPI)14 pada tahun 1972 yang

kemudian diperbaharui menjadi sistem Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI)15,

lapangan, banyak areal bekas HPH yang dibiarkan menjadi lahan tidak produktif.

seharusnya ditempatkan sebagai faktor prioritas. Akan tetapi kenyataan di

Dalam pengusahaan dan pemanfaatan hasil hutan azas kelestarian hutan

signifikan terhadap peningkatan deforestasi.

menyimpulkan bahwa akses jalan yang mudah akan berdampak secara

Berdasarkan hasil penelitian Cropper (1997) di Thailand, Krutilla et al (1995),

Nelson dan Hellerstein (1997) di Mexico serta Chanthirath (1997) di Laos juga

mengangkut tebangan kayu illegal seperti yang marak terjadi akhir-akhir ini.

yang bersangkutan, tetapi bisa juga dimanfaatkan oleh pihak lain untuk

Page 101: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

Berdasarkan hasil penelitian yang terjadi adalah sebaliknya. Kenaikan

harga kayu telah memicu terjadinya pengurangan penutupan hutan. Hal ini

dapat terjadi apabila pemilik industri pengolahan kayu tidak mempunyai HPH,

sehingga dengan kenaikan harga kayu bulat maka industri tidak rnampu

membeli bahan baku kayu dari tebangan legal. Maka untuk memenuhi 82

Parameter signifikan yang kedua adalah harga kayu. Tanda negatif pada

hasil estimasi mendukung hipotesis. Kenaikan harga kayu sebesar 1 % akan

mengakibatkan pengurangan penutupan hutan sebesar 40,92%. 5elama ini

harga pasaran kayu bulat cukup bervariasi berdasarkan kualitas dan pembelinya.

Menurut Manurung dan Buongiorno (1997), Pemerintah Indonesia seharusnya

mengambU sikap dengan menaikkan harga domestik kayu bulat, karena pada

saat ini harganya selalu lebih rendah dari harga internasional. Dengan harga

domestik yang lebih tinggi diharapkan akan memberi insentif pada industri kayu

untuk menggunakan kayu bulat secara lebih efisien sehingga akan mengurangi

limbah yang terbuang. Dengan kata lain, harga kayu bulat yang lebih tinggi akan

mengurangi permintaan terhadap kayu bulat yang pada akhimya akan

mengurangi laju deforestasi. Akan tetapi asumsi ini hanya ber1aku apabila

pemilik HPH juga merupakan pemilik industri pengolahan kayu.

hutan tidak bisa dihindari lagi. Areal bekas tebangan HPH menjadi areal tidak

produktif, yang selanjutnva menyebabkan bertambah luasnya lahan kritis.

Menurut Suratmo (2001), terbatasnya monitoring dan pengawasan yang

dilakukan oleh Pemerintah untuk mengimplementasikan kebijakan yang ada

juga menjadi salah satu faktor meningkatnya laju deforestasi.

Page 102: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

83

kebutuhan bahan baku industrinya, pemilik industri akan membeli kayu dari

penebangan illegal yang tentu saja harganya lebih murah. Sehingga kenaikan

harga kayu telah merangsang terjadinya praktek illegal logging. Menurut Fuad

(2001), praktek illegal logging terjadi karena berbagai macam kepentingan,

antara lain untuk dipergunakan sendiri maupun untuk dijual berdasarkan

p_esanan penadah at:aupun dibeli oleh orang lain untuk digunakan sendiri.

Berdasarkan hasil penelitian GBETNKOM (2001) di Kamerun, Katila (1995) serta

Panayatou dan sussenokem (1992) di Thailand juga menyimpulkan bahwa

kenaikan harga kayu berkorelasi positif terhadap deforestasi.

Krisis moneter Juli 1997 yang menyebabkan krisis ekonomi multi-dimensi

di Indonesia, juga telah menyebabkan terjadinya peningkatan laju deforestasi.

Berdasarkan hasil penelitian, kenaikan devaluasi sebesar 1 % akan menyebabkan

penurunan penutupan hutan sebesar 33,49%. Krisis ekonomi telah

rnenyebabkan kenaikan harga barang-barang perdagangan, ekspor barang

rneningkat khususnya dari sektor di luar pertanian, sedangkan jumlah impor

menurun. Hasil penelitian San et al(2000) di Sumatera memberikan hasil bahwa

devaluasi dapat rnenjadi salah satu penyebab terjadinya deforestasi karena

perrnintaan pasar internasional terhadap produk kehutanan meningkat, baik

sebagai produk akhir maupun sebagai input antara untuk industri perkayuan.

Sementara itu berdasarkan hasil penelltian World Bank (1994) di Ghana dan

catt:aneo (2002) di Brazil juga menyatakan bahwa devaluasi telah mernotivasi

terjadinya peningkatan intensitas penebangan kayu sehingga akan mempercepat

terjadinya deforestasi.

Page 103: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

lahan, sehingga menimbulkan dampak negatif terhadap kehidupan masyarakat

84

Menurut Setyono et al (1985) dalam Maryudi (2001) menyatakan bahwa

kerusakan hutan akibat eksploitasi hutan sebesar 40.000 - 80.000 ha setiap

tahun. Sejak otonomi daerah pada tahun 2001, banyak Pemerintah Kabupaten

mengeluarkan ijin penebangan hasil hutan kayu (IPHHK) dengan maksud agar

terjadi redistribusi manfaat sumberdaya hutan kepada masyarakat lokal secara

. . 2004) Akan tetapi upaya Pemerintah Daerah ini ternyata adil (S1mangunsong, .

t:idak banyak memberikan manfaat bagi masyarakat setempat, Bahkan yang terjadi kemudian ada\ah semakin maraknya kerusakan sumberdaya hutan dan

menurunnya kualitas maupun kuantitas hutan. Kegiatan pengusahan hutan ini

secara nyata tefah mengakibatkan dampak kerusakan yang cukup besar.

Dengan adanya pemanfaatan hutan melalui HPH, akan berakibat semakin

diusahakan oleh 27 pemegang HPH.

ha. Dengan demikian, hampir setengah dart hutan produksi di Indonesia hanya

maupun hutan produksi terbatas (HPT) yang meliputi kawasan seluas 64 juta

dibandingkan dengan luas hutan produksi, baik hutan produksi tetap (HP)

mengusahakan areal seluas 27 ,5 juta ha. Jumlah ini sangat besar bila

oleh beberapa orang ~ngusaha saja. Dari data yang dikeluarkan APHI tercatat

bahwa hanya 25 pemegang HPH terbesar dan 2 milik perorangan yang

dekade 1990-an wilayah pengelolaan hutan yang sangat luas hanya dikuasai

penutupan hutan sebesar 8,82%. Menurut Maryudi (2001), pada pertengahan

penutupan hutan. Kenaikan 1 % jumlah HPH akan menyebabkan pengurangan

Jumlah HPH mempunyai pengaruh seperti yang diharapkan terhadap

Page 104: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

Jumlah HPH mempunyai pengaruh seperti yang diharapkan terhadap

penutupan hutan. Kenaikan 1 % jumlah HPH akan rnenvebabkan pengurangan

penutupan hutan sebesar 8,82%. Menurut Maryudi (2001), pada pertengahan

dekade 1990-an wilayah pengelolaan hutan yang sangat luas hanya dikuasai

oleh beberapa orang J>E:ngusaha saja. Dari data yang dikeluarkan APHI tercatat

bahwa hanya 25 pemegang HPH terbesar dan 2 milik perorangan yang

mengusahakan areal seluas 27 ,5 juta ha. Jumlah ini sangat besar bila

dibandingkan denqan luas hutan produksi, baik hutan produksi tetap (HP)

maupun hutan produksi terbatas (HPT) yang meliputi kawasan seluas 64 juta

ha. Dengan demikian, hampir setengah dart hutan produksi di Indonesia hanya

diusahakan oleh 27 pemegang HPH.

Dengan adanya pemanfaatan hutan melalui HPH, akan berakibat semakin

menurunnya kualitas maupun kuantitas hutan. Kegiatan pengusahan hutan ini

secara nyata telah mengakibatkan dampak kerusakan yang cukup besar.

Menurut Setyono et al (1985) dalam Maryudi (2001) menyatakan bahwa

kerusakan hutan akibat eksploitasi hutan sebesar 40.000 - 80.000 ha setiap

tahun. Sejak otonomi daerah pada tahun 2001, banyak Pemerintah Kabupaten

mengeluarkan ijin penebangan hasil hutan kayu (IPHHK) dengan maksud agar

terjadi redistribusi manfaat sumberdaya hutan kepada masyarakat lokal secara

adil (Simangunsong, 2004). Akan tetapi upaya Pemerintah Daerah ini temyata

tidak banyak memberikan manfaat bagi masyarakat setempat. Bahkan yang

terjadi kemudian adalah semakin maraknya kerusakan sumberdaya hutan dan

lahan, sehingga menimbulkan dampak negatif terhadap kehidupan masyarakat

84

Page 105: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

baku untuk industri perkayuan akan menyebabkan pengurangan penutupan

85

dibandingkan variabel bebas lainnya. Kenaikan 1 % jumlah kebutuhan bahan

seperti yang diharapkan, meskipun mempunyai pengaruh paling kecil

Kebutuhan bahan baku untuk industri perkayuan mempunyai pengaruh

reforestasi ini akan berakibat mengurangi laju deforestasi.

. semakin meningkat yang tidak dapat dipenuhi dari hutan alam. Kegiatan

industri untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri pengolahan kayu yang

kayu olahan, maka akan memicu kegiatan reforestasi melalui hutan tanaman

terbesar di dunia menjadi eksportir kayu olahan. Dengan meningkatnya ekspor

kayu lapis di Indonesia serta merubah Indonesia dari eksportir kayu bulat

kayu bulat ini temyata berhasil mengembangkan industri kayu gergajian dan

jumlah ekspor kayu gergajian (Simangunsong, 2004). Kebijakan larangan ekspor

kayu gergajian dan kayu lapis, bahkan ekspor kayu lapis sudah jauh melampaui

gergajian dan kayu lapis meningkat tajam yang diikuti dengan jumlah ekspor

1985, maka produksi kayu bulat menurun drastis. Sementara produksi kayu

diterbitkannya SKB 11ga Menteri tanggal 8 Mei 1980 tentang larangan ekspor

kayu bulat secara bertahap yang kemudian dilarang sama sekali pada tahun

. ekspor kayu akan menyebabkan kenaikan penutupan hutan sebesar 3,8%. Sejak

diharapkan. Berdasarkan penelitian diperoleh hasil bahwa kenaikan 1 % jumlah

tingkat kepercayaan 10%, tetapi mempunyai hubungan tidak seperti yang

Jumlah ekspor meskipun signifikan mempengaruhi penutupan hutan pada

maupun hilangnya biodiversity.

antara lain terjadinya tanah longsor, banjir, menurunnya mutu lingkungan hidup

Page 106: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

86

berikut.

berdasarkan hasil estimasi dengan model random etreddisajikan pada tabel 5.6

Model perubahan penutupan hutan akibat konversi hutan yang terbaik

5.2.2. Estimasi Model Perubahan Penutupan Hutan Akibat Konversi Hutan

- kegiatan illegal logging.

tahun antara lain telah mendorong pengurasan sumberdaya hutan melalui

antara pasokan dan permintaan rata-rata sebesar 20 juta m3 - 30 juta m3 per

hutan untuk memasok kebutuhan industri perkayuan. Adanya ketimpangan

terjadi karena kebutuhan bahan baku sangat jauh dari kemampuan sumberdaya

mengindikasikan kelangkaan bahan baku bagi kedua industri tersebut. Hal ini

tidak berubah, akan tetapi realisasi penggunaannya semakin menurun yang

Mulai tahun 1998, kapasitas terpasang industri kayu gergajian dan kayu lapis

kapasitas terpasang mencapai 97% pada tahun 1989 (Simangunsong, 2004).

mencapai puncaknya pada tingkat produksi 10,1 juta m3 dengan realisasi

tingkat produksi 11,6 juta m3 dengan realisasi kapasitas terpasang mencapai

98% pada tahun ·1997, Sedangkan kapasitas terpasang industri kayu gergajian

terpasang industri kayu lapis terus meningkat dan mencapai puncaknya pada

terhadap kayu gergajian yang ber1aku mulai Nopember 1989, kapasitas

industri kayu gergajian dan kayu lapis meningkat pesat pada periode 1980 -

1989. Demikian pula dengan adanya penerapan pajak ekspor yang tinggi

secara bertahap mulai tahun 1980, telah menyebabkan kapasitas terpasang

hutan sebesar 2,46%. Dengan penerapan kebijakan larangan ekspor kayu bulat

Page 107: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

87

betikut.

hutan. Urutan nilai koefisien setiap variabel bebas disajikan pada tabel 5. 7

pengaruh setiap variabel terhadap perubahan penutupan hutan akibat konversi

Berdasarkan nilai koefisien dart hasil estimasi dapat diketahui besarnya

besarnya koefisien yang dihasilkan dart masing-masing vartabel.

sangat besar pengaruhnya terhadap penutupan hutan. Hal ini tertihat dari

variabel bebas kecuali vartabel krisis ekonomi. Variabel-variabel bebas tersebut

hasil yang signifikan secara statistik pada tingkat kepercayaan 95% untuk semua

mempengaruhi perubahan penutupan hutan akibat konversi hutan menunjukkan

29,39%. Berdasarkan hasil estimasi yang dilakukan terhadap faktor-faktor yang

peranan vatiabel lain dalam menjelaskan variabel tak bebas adalah sebesar

perubahan penutupan hutan akibat konversi hutan sebesar 70,61 %, sedangkan

menunjukkan bahwa model ini memiliki kemampuan menjelaskan variasi

Hasil estimasi model II memiliki nilai R2 sebesar 70,61 %. Nilai ini

R- uare = 0. 706104 7. Krisis 6. 0 754253

0198563 5. 4. -0 387807

-0 486324 3. 2. -0 313392

-0 399042 1. Koefisien No

-0 034178

Tabel 5.6. Hasil estimasi model perubahan penutupan hutan II

Page 108: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

88

mesin-mesin pertanian maupun tenaga kerja (petani) yang terampil. Sehingga

melalui pemupukan yang sesuai, benih unggul, irigasi yang baik, pemakaian

yang diperoleh oleh petani bisa disebabkan oleh adanya intensifikasi pertanian

tambah hasil pertanian berpengaruh secara signifikan di Kamerun. Nilai tambah

sehingga dengan luas lahan pertanian yang tetap, petani akan memperoleh hasil

pangan yang lebih banyak. GBETNKOM (2001) menemukan variabel nilai

diperoleh petani sebagai akibat dari peranan teknologi yang digunakan,

Meningkatnya hasil pangan bisa terjadi karena adanya nilai tambah yang

yang lebih tinggi, maka perambahan hutan oleh petani semakin berkurang.

75,43%. Hasil ini mengindikasikan bahwa dengan memperoleh hasil pangan

pangan sebesar 1 % akan mengakibatkan kenaikan penutupan hutan sebesar

Tanda positif pada hasil estimasi mendukung hipotesis. Kenaikan persediaan

mempunyai pengaruh yang paling besar terhadap perubahan penutupan hutan.

Berdasarkan tabel 5.7 dapat diketahui bahwa variabel jumlah pangan

6. - 0,313392 5. - 0 387807 nduduk 4.

3. - 0,399042 - 0,486324 Har; a karet

0,198563

2.

Tabel 5.7. Urutan nilai koefisien variabel bebas pada model perubahan penutupan hutan II

Page 109: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

89

16 Luas kawasan hutan clan perairan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan (belum termasuk Prop. Sumut, Riau dan Kalteng), Statistik Kehutanan Indonesia th. 2000, Departemen Kehutanan.

komoditi tersebut. Hal ini diperkuat oleh data dari Departemen Kehutanan yang

terutama di sekitar hutan untuk melakukan perambahan hutan guna ditanami

pelepasan kawasan hutan untuk areal perkebunan ataupun mendorong petani

tersebut, maka akan mendorong perusahaan untuk mengajukan permohonan

propinsi di luar P. Jawa. Dengan kenaikan harga ketiga komoditi pertanian

perkebunan seluas 4,672 juta ha atau 4,45% dari seluruh kawasan hutan di

Indonesia16 • Konversi hutan menjadi areal perkebunan tersebut meliputi 20

perkebunan, mulai tahun 1987 - 2001 telah ditetapkan sebanyak 520 unit areal

Berdasarkan data perkembangan pelepasan kawasan hutan untuk

berakibat terhadap meningkatnya laju deforestasi.

tanaman tahunan sebagai penyebab utama terjadinya konversi hutan yang

Mexico juga menyatakan bahwa kenaikan harga output pertanian terutama

Ghana, Angelsen et al (1998) di Tanzania serta Barbier dan Burgess (1996) di

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Osei dan Obeng (2000) di

secara efektif mempengaruhi kecepatan penebangan hutan di Indonesia.

menunjukkan bahwa harga yang diperoleh petani kelapa sawit, kopi dan karet

harga karet dengan tanda negatif seperti yang diharapkan. Indikasi ini

Parameter lain yang signifikan adalah harga kelapa sawit, harga kopi dan

pertanian dengan melakukan perladangan berpindah.

akan meningkatkan output hasil pertanian tanpa perlu menambah lahan

Page 110: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

90

17 Dikutip dari surat Menhutbun No.603/Menhutbun-VIIl/2000 tgl.22 Mei 2000 tentang penghentian/ penangguhan Pelepasan Kawasan Hutan kepada Gubernur dan Bupati seluruh Indonesia.

surat penghentian/ penangguhan pelepasan kawasan hutan. Hal ini

pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan, pada tahun 2000 telah dikeluarkan

areal lahan yang tidak produktif. Dalam rangka mengendalikan permohonan

lingkungan yang harus dibayar sangat rendah apabila perkebunan dibangun di

tidak produktif bukan pada areal hutan konversi. Selain itu, total biaya

oleh Manurung (2001), sebaiknya perkebunan dibangun di areal lahan yang

Berdasark:an kenyataan di atas maupun hasil penelitian yang dilakukan

pembangunan perkebunan kelapa sawit tidak sesuai dengan yang direnc.anakan.

jutaan ha lahan konversi berubah menjadi lahan ter1antar. 5edangkan realisasi

hutan alam untuk pengembangan perkebunan kelapa sawit telah menyebabkan

keuntungan yang besar dan cepat melalui IPK, maka pelaksanaan konversi

tahun ke tahun. Oleh karena motivasi utamanya untuk mendapatkan

industri pulp dan kertas, karena produksi kayu dari HPH semakin berkurang dari

dikonversi. Kayu IPK sangat dibutuhkan oleh industri perkayuan terutama

mendapatkan kayu IPK (Ijin Pemanfaatan Kayu) dart areal hutan alam yang

perkebunan kelapa sawit pada kawasan hutan konversi karena berpotensi

ter1antar. Menurut Manurung (2001), para investor lebih suka membangun

disetujui tersebut ternyata sekitar 66%17 diantaranya merupakan lahan tidur/

Berdasark:an hasil pantauan Departemen Kehutanan, dari areal yang telah

pelepasan kawasan hutan dengan luas total 30,168 juta ha.

menyatakan bahwa sampai tahun 2001 telah terc.atat sebanyak 1896 pemohon

Page 111: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

91

dimaksudkan selain untuk mengurangi laju deforestasi juga untuk mendorong

para pengusaha perkebunan untuk benar-benar mendayagunakan lahan yang

dilepaskan sesuai peruntukannya. Karena kegiatan konversi hutan temyata telah

menjadi salah satu sumber penyebab rusaknya hutan di Indonesia.

Jumlah populasi mempunyai pengaruh seperti yang diharapkan.

Sebenarnya hasil estimasi akan mendekati kenyataan apabila populasi yang

digunakan untuk estimasi adalah jumlah penduduk yang benar-benar bertempat

tinggal di sekitar hutan dan tergantung dengan keberadaan hutan. Akan tetapi

data tersebut tidak tersedia, sehingga pendekatan dilakukan berdasarkan jumlah

penduduk total. Estimasi dari penelitian memberikan hasil, kenaikan jumlah

penduduk sebesar 1 % akan menyebabkan pengurangan penutupan hutan

sebesar 38,78%. Jumlah populasi yang makin tinggi dikaitkan dengan makin

meningkatnya kebutuhan lahan untuk pertanian maupun lahan untuk

pemukiman. Dengan meningkatnya jumlah populasi, maka kepemilikan lahan

rata-rata tiap keluarga petani dari tahun ke tahun semakin menurun sehingga

menyebabkan perluasan tempat pemukiman sampai ke kawasan hutan. Dengan

demikian perambahan hutan tidak bisa dihindari lagi, yang pada akhirnya akan

mengakibatkan berkurangnya luas penutupan hutan. Meningkatnya jumlah

populasi juga berakibat pada makin berkurangnya kesempatan kerja dan jumlah

persediaan pangan, sehingga secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap

berkurangnya penutupan hutan. Berdasarkan hasil penelitian Ndiyo (2000) di

Nigeria dan Scrieciu (2000) terhadap 50 negara yang memiliki hutan tropis,

Page 112: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

Sektor kehutanan selama tiga dekade telah menjadi salah satu sektor

andalan bagi Negara dengan memberikan kontribusi yang sangat berarti

terhadap produk domestik bruto (PDB), antara lain telah memberikan dampak

positif terhadap penyediaan lapangan kerja, penghasil devisa, mendorong

pengembangan wilayah dan pertumbuhan ekonomi. Kebijakan ekspor non-migas

telah berhasil membangun industri pengolahan kayu berskala besar. Akan tetapi

kebijakan ini telah menimbulkan kesenjangan yang sangat besar antara jumlah

bahan baku yang dibutuhkan oleh industri kayu olahan dengan kemampuan

pasokan kayu (Simangunsong, 2004). Berdasarkan data yang dilaporkan oleh 92

Berdasarkan hasil estimasi, produk domestik regional bruto per kapita

(PDRB) juga mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap perubahan

penutupan hutan. Kenaikan PDRB sebesar 1 % akan menyebabkan kenaikan

penutupan hutan sebesar 19,86%. Kondisi ini mengindikasikan bahwa

perambahan terhadap hutan cenderung turun dengan meningkatnya

pendapatan riil akibat terbukanya kesempatan kerja bagi penduduk. Faktor ini

secara kuat berhubungan dengan variabel populasi, dimana kedua variabel

tersebut kemungkinan menggambarkan adanya pekerjaan di luar sektor

pertanian. Dengan kata lain menurut Angelsen et al (1999), peningkatan

kesempatan untuk memperoleh pendapatan di luar pertanian akan menurunkan

tekanan penduduk terhadap lahan hutan sehingga akan makin berkurang

ketergantungan penduduk terhadap hutan.

meningkatnya kerusakan ekosistem hutan.

menyimpulkan bahwa pertumbuhan populasi merupakan salah satu penyebab

Page 113: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

93

disajikan pada tabel 5.8 berikut.

hutan yang terbaik berdasarkan hasil estimasi dengan model random effect

Model perubahan penutupan hutan akibat penebangan dan konversi

5.2.3. Estimasi Model Perubahan Penutupan Hutan Akibat Penebangan dan Konversi Hutan

kecuali untuk gula dan beras akan turun sementara harga kayu akan naik.

peranan yang kedl dalam ekspor nasional maupun regional. Harga makanan

sedangkan sektor pertanian tidak naik karena pertanian hanya mempunyai

barang ekspor. Ekspor regional akan naik terutama untuk sektor non pertanian,

konversi hutan. Menu rut san et al (2000), devatuasi akan meningkatkan harga

negatif tetapi tidak mempengaruhi penutupan hutan yang diakibatkan oleh

tidak signifikan. Hal ini mengindikasikan bahwa krisis ekonomi akan berdampak

Sementara itu variabel krisis ekonomi mempunyai pengaruh negatif tetapi

menurun sampai ke tingkat 1,05% pada tahun 2002.

terjadi pada tahun 1997, kontribusi sektor kehutanan terhadap PDB ini terus

pada tahun 1994 menjadi 1,56% pada tahun 1997. Akibat krisis ekonomi yang

BPS, kontribusi sektor kehutanan terhadap PDB ternyata menurun dari 1,8%

Page 114: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

94

jumlah populasi, jumlah pangan, harga kayu, jumlah HPH, luas HPH dan krisis

signifikan secara st.atistik pada tingkat kepercayaan 95% adalah harga karet,

estimasi yang dilakukan secara terpisah. Vanabel bebas yang menunjukkan hasil

penutupan hut.an secara keseluruhan menunjukkan hasil yang berbeda dengan

Hasil estimasi terhadap faktor-faktor yang rnempengaruhi perubahan

dalam menjelaskan vartabel t.ak bebas adalah sebesar 10,35%.

perubahan penutupan hutan sebesar 89,65%, sedangkan peranan variabel lain

Nilai ini menunjukkan bahwa model ini memiliki kemampuan menjelaskan variasi

mempengaruhi perubahan penutupan hut.an akibat penebangan maupun

konversi hutan. Berdasarkan hasil estimasi diperoleh nilai R2 sebesar 89,65%.

bebas, baik yang dilakukan dengan rnenggabungkan semua variabel

secara nyata mempengaruhi perubahan penutupan hutan, maka estimasi

Untuk menget.ahui secara bersama-sama variabel-variabel bebas yang

R- -0 295610 12. 0 296391 11. 0 065802 10.

-0184462 9. -0 128272 8. -0 055435 7. -0 001833 6. 0 017554 5.

-0 003926 4. -0 359029 3. -0130846 2. -0 225447 1.

Koefisien No

Tabel 5.8. Hasil estimasi model perubahan penutupan hutan III

Page 115: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

95

5.3. Penyebab Utama Perubahan Penutupan Hutan di Indonesia

Berclasarkan hasil estimasi terhadap ketiga model, maka model

perubahan penutupan hutan akibat penebangan hutan merupakan model paling

baik karena semua koefisien mempunyai pengaruh seperti yang diharapkan

kecuali variabel ekspor mempunyai pengaruh yang sebaliknya. Selain itu semua

variabel bebasnya mempunyai hubungan yang signifikan dengan variabel tidak

bebas. R2 juga mempunyai nilai yang cukup tinggi dalam menjelaskan variasi

perubahan penutqpan hutan yaitu sebesar 87,72%. Sedangkan model

perubahan penutupan hutan akibat konversi hutan mampu menjelaskan variasi

perubahan penutupan hutan yaitu sebesar 70,61%. Semua koefisien variabel

bebas mempunyai pengaruh seperti yang diharapkan, kecuali variabel krisis

ekonomi tidak mempunyai hubungan yang signifikan. Sebaliknya, gabungan

model perubahan penutupan hutan akibat penebangan dan konversi hutan

ekonomi. Vanabel yang paling berpengaruh terhadap perubahan penutupan

hutan adalah luas HPH. Hal ini menunjukkan bahwa, variabel-variabel tersebut

mempunyai pengaruh yang sangat kuat terhadap perubahan penutupan hutan

dan perlu mendapat perhatian. Sedangkan harga kelapa sawit, harga kopi dan

jumlah kebutuhan bahan baku meskipun mempunyai pengaruh negatif terhadap

perubahan penutupan hutan, akan tetapi tidak mempunyai pengaruh yang

signifikan. Demikian pula dengan produk domestik regional bruto per kapita dan

jumlah ekspor kayu meskipun mempunyai pengaruh positif terhadap perubahan

penutupan hutan, tetapi juga tidak mempunyai pengaruh yang signifikan.

Page 116: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

terhadap deforestasi. Sedangkan kegiatan konversi hutan dengan variabel harga 96

terhadap deforestasi. Sebaliknya, jumlah ekspor kayu berkorelasi negatif

kebutuhan bahan baku industri kayu dan krisis ekonorni berkorelasi positif

masing-rnasing mempunyai kontribusi terhadap perubahan penutupan hut:an.

Kegiatan penebangan hutan denqan variabel harga kayu, luas HPH, jumlah HPH,

menunjukkan bahwa kegiatan penebangan hutan maupun konversi hutan

antara penutupan hutan dengan peningkatan laju deforestasi. Hasil analisis juga

sebagai taksiran terjadinya deforestasi. Hal ini ditunjukkan oleh hubungan positif

Berdasarkan hasil analisis, penutupan hutan terbukti dapat digunakan

hutan dan konversi hutan diperoleh model yang baik.

secara terpisah rnasing-rnasing perubahan penutupan hut:an akibat penebangan

penutupan hutan untuk penaksiran deforestasi dengan melakukan estimasi

yang dilakukan dalam penelitian ini. Berdasarkan hasil penelitian, analisis

hutan dan penebangan kayu. Pendapat tersebut sesuai dengan hasil analisis

deforestasi di Indonesia ada tiga jenis, yaitu peladangan berpindah, konversi

rnenurut Sunder1in dan Resosudarmo (1996), faktor utama pemicu terjadinya

deforestasi, yaitu penebangan (logging) dan konversi hutan. Sedangkan

Menurut Pagiola (2001), secara umum ada dua penyebab utama

penutupan hutan.

diantaranya tidak rnempunyai pengaruh yang signifikan terhadap perubahan

tetapi dari 12 (duabelas) variabel bebas yang diestimasi, ternyata 5 (lima)

mampu menjelaskan variasi perubahan penutupan hutan sebesar 89,85%, akan

temyata mernberikan hasil yang tidak baik. Meskipun model gabungan tersebut

Page 117: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

Sedangkan hasil eStimasi terhadap perubahan penutupan hutan akibat

konversi hutan mengindikasikan bahwa (1) kenaikan harga kelapa sawit, karet

dan kopi secara efektif mempengaruhi kecepatan penebangan hutan karena

dapat mendorong petani terutama di sekitar hutan untuk melakukan

perambahan hutan untuk ditanami kornoditi tersebut, (2) peningkatan jumlah

penduduk, akan meningkatkan pula kebutuhan lahan untuk pertanian dan 97

Hasil eStimasi terhadap perubahan penutupan hutan akibat penebangan

hutan ini mengindikasikan bahwa (1) kenaikan harga kayu akan memicu

deforestasi akibat banyak industrt kayu yang memenuhi kebutuhan bahan

bakunya dart kayu tebangan illegal yang harganya relatif lebih murah, (2)

peningkatan areal kerja HPH akan mengurangi luas penutupan hutan, karena

areal bekas tebangan pada umumnya dibiarkan menjadi lahan yang tidak

produktif, (3) meningkatnya jumlah HPH akan berakibat rnenurunkan kualitas

dan kuantitas hutan, (4) kebutuhan bahan baku industri kayu yang melebihi

produksi kayu hutan alam telah memicu terjadinya praktek illegal logging, (5)

krisis ekonomi tahun 1997 telah memicu deforestasi, akibat meningkatnya

permintaan pasar internasional terhadap produk kehutanan, (6) peningkatan

ekspor kayu telah memicu reforestasi melalui hutan tanaman untuk memenuhi

kebutuhan bahan baku industri pengolahan kayu yang tidak dapat dipenuhi dart

hutan alam.

kelapa sawit, kopi, karet dan jumlah populasi berkorelasi positif terhadap

deforestasi. Sebaliknya, hasil pangan dan produk domestik regional bruto per

kapita berkorelasi negatif terhadap deforestasi.

Page 118: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

pemukiman yang pada akhimya akan berdampak terhadap perluasan

pemukiman sampai ke kawasan hutan, (3) peningkatan PDRB per kapita, akan

meningkatkan pendapatan riil akibat terbukanya kesempatan kerja bagi

penduduk, sehingga perambahan terhadap hutan makin menurun, (4)

peningkatan hasil pangan sebagai akibat dari peranan teknologi yang digunakan

dapat mengurangi perambahan hutan, karena dengan luas lahan yang tetap

dapat diperoleh hasil pangan yang lebih banyak.

Hasil analisis tersebut di atas menunjukkan implikasi bahwa untuk

menekan laju deforestasi di Indonesia dapat dilakukan dengan memperhatikan

variabel-variabel yang signifikan dalam model, terutama variabel yang

berkorelasi negatif terhadap deforestasi. Pengurangan laju deforestasi antara

lain dapat dilakukan dengan meningkatkan hasil pangan melalui peranan

teknologi pertanian, sehingga output hasil pertanian akan meningkat dengan

luas lahan pertanian yang tetap. Kondisi ini dapat mengurangi perambahan

hutan yang dilakukan oleh petani. Selain itu, ketersediaan lapangan kerja yang

kontinyu juga diperlukan untuk meningkatkan pendapatan riil penduduk. Selama

ini hutan tropis dikenal dengan keanekaragaman hayatinya. Produk-produk

hutan non kayu, seperti getah, madu, rotan, buah tengkawang, sarang burung

dan sebagainya merupakan komoditas yang biasa dimanfaatkan oleh

masyarakat di dalam dan sekitar hutan serta mempunyai nilai ekonomis yang

cukup baik di pasaran. Akan tetapi komoditas ini masih dianggap sebagai hasil

hutan ikutan. Oleh karena itu, Pemerintah perlu menetapkan kebijakan guna

mendorong pengembangan hasil hutan non kayu yang mencakup pola

98

Page 119: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

penutupan hut:an. Akan tetapi kegiat:an konversi hutan temyat:a lebih

berpengaruh terhadap perubahan penutupan hutan. Hal ini dapat dibuktikan

dengan besamya koefisien yang dihasilkan oleh masing-masing variabel pada

model konversi hut:an. Pengaruh paling besar ditunjukkan oleh variabel hasil

pangan dengan koefisien 0,7542. Variabel lain yang mempunyai pengaruh cukup

besar adalah harga karet mempunyai koefisien 0,4863, harga kelapa sawit

99

Dari hasil analisis diketahui bahwa kegiat:an penebangan hut:an maupun

konversi hut:an masing-masing mempunyai kontribusi terhadap perubahan

Hubungan yang positif terhadap penutupan hutan ditunjukkan pula oleh

variabel jumlah ekspor. Peningkat:an ekspor temyat:a akan memicu kegiatan

reforest:asi melalui penanaman hut:an t:anaman. Untuk itu Pemerint:ah pertu

mendorong pengembangan hut:an t:anaman industri (HTI) melalui kebijakan

percepat:an pembangunan HTI. Selain untuk memenuhi kebutuhan bahan baku

industri pengolahan kayu yang tidak dapat dipenuhi dart hut:an alam, kebijakan

ini juga dapat membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat. Ke depan

Pemerint:ah perlu mengimbangi dengan menet:apkan kebijakan produktif yang

bersifat rehabilit:asi dengan tujuan memulihkan dan meningkatkan potensi

sumberdaya hutan agar dapat tercipta kelest:arian hut:an. Karena selama ini

temyat:a belum ditemukan formulasi kebijakan pengelolaan hut:an yang

berkelanjutan.

pengelolaan, skema pendanaan, pengolahan hasil dan pemasarannya. Dengan

demikian akan membuka kesempatan kerja yang pada akhimya akan

meningkatkan pendapat:an bagi penduduk.

Page 120: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

100

sebesar 0,399, jumlah populasi sebesar 0,3878, harga kopi sebesar 0,3134 dan

produk domestik regional bruto per kapita sebesar 0,1986.

Sebaliknya kegiatan penebangan hutan mempunyai koefisien yang lebih

bervariasi dibandingkan dengan kegiatan konversi hutan. Pengaruh paling besar

ditunjukkan oleh variabel luas HPH dengan koefisien sebesar 0,5898. Variabel

· lain yang mempunyai pengaruh cukup besar adalah harga kayu yang

mempunyai koefisien 0,4092 dan krisis ekonomi mempunyai koefisien 0,3349.

Sedangkan variabel jumlah HPH, jumlah ekspor kayu dan kebutuhan bahan baku

mempunyai pengaruh kurang dari 10% terhadap penutupan hutan. Jumlah HPH

mempunyai koefisien 0,08818, jumlah ekspor kayu sebesar 0,038 dan

kebutuhan bahan baku sebesar 0,02458.

Hasil analisis ini memberi implikasi bahwa kegiat.an konversi hutan

sebagai penyebab utama terjadinya deforestasi di Indonesia. Menurut Sunderlin

dan Resosudarmo (1996), sebagian ahli berpendapat bahwa deforestasi yang

terjadi di luar P. Jawa terutama sebagai akibat pertumbuhan penduduk dan

pertumbuhan jumlah petani kecil/ rakyat di kawasan hutan. Hasil analisis

menunjukkan bahwa jumlah populasi penduduk yang terus meningkat akan

mengakibatkan penurunan penutupan hutan, karena lahan di luar kawasan

hutan semakin terbatas. Sementara kebutuhan akan lahan pertanian dan

pemukiman semakin mendesak, sehingga telah mendorong terjadinya perluasan

lahan sampai kawasan hutan.

Page 121: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

101

Sebagai penyebab deforestasi, peranan petani kedl/ rakyat dalam

deforestasi ter1alu dibesar- besarkan, sebaliknya peranan sektor perkebunan dart

hasil konversi hutan kurang disoroti. Akan tetapi berdasarkan hasil analisis pada

penelitian ini ternyata menunjukkan hasil sebaliknya. Kegiatan konversi hutan

rnenjadi perkebunan besar ternyata menjadi penyebab utama tetjadinya

deforestasi di Indonesia, sebaliknya konversi hutan yang disebabkan oleh petani

kecil/ rakyat hanya sedikit sekali kontribusinya terhadap meningkatnya

deforestasi. Hal ini ditunjukkan oleh variabel harga kelapa sawit, kopi dan karet.

Apabila harga ketiga komoditi tersebut naik, maka akan berdampak pada

menurunnya penutupan hutan. Sebaliknya apabila hasil pangan petani

meningkat akibat adanya peranan teknologi, maka deforestasi akan menurun

karena dengan luas lahan yang tetap dapat diperoleh hasil pangan yang lebih

banyak.

Page 122: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan
Page 123: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

102

6.1. Kesimpulan

Pengelolaan sumberdaya hutan yang selama ini dilakukan meskipun

berhasil memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian Negara,

·tetapi di sisi lain kebijakan pengelolaan hutan pada rnasa lalu ternyata

menyisakan banyak permasalahan baik ekonomi, sosial maupun lingkungan.

Kondisi sumberdaya hutan khususnya hutan tropis di luar P . .Jawa telah jauh

menurun dibandingkan dengan kondisi pada rotasi tebangan pertarna, baik

dalam luasan maupun potensinya. Kerusakan hutan tidak hanya terjadi di hutan

produksi saja, tetapi juga terjadi di hutan lindung dan hutan konservasi.

Pengurangan luas penutupan hutan meningkat tajam dari 1,87 juta ha per

tahun pada tahun 1985 - 1997 menjadi 2,8 juta ha per tahun pada tahun 1997

- 2000. Laju kerusakan hutan diperkirakan semakin tidak terkendali pada

periode tahun 2000 - 2004 akibat maraknya illegal logging, penyelundupan

kayu, perambahan hutan dan konversi hutan menjadi areal penggunaan lain.

Ancaman ternadap kelest:arian hutan datang dari berbagai arah, dari luar

kehutanan maupun dari lingkup kehutanan sendiri. Dalam tataran kebijakan,

seringkali terjadi benturan antar sektor, bahkan timbul ketidakpedulian institusi

lain terhadap kebijakan dan aturan-aturan di sektor kehutanan. Permasalahan

yang menimpa sektor kehutanan pada saat ini sebenarnya merupakan akumulasi

kekeliruan kebijakan yang sudah terlalu lama menempatkan kehutanan sebagai

BABVI

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Page 124: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

sektor andalan dalam pembangunan nasional. Sumbangan yang cukup signifikan

dari sektor kehutanan telah membuat Pemerintah dan rimbawan terlena

terhadap kondisi hutan yang semakin lama semakin berkurang potensinya.

Ada 2 (dua) faktor yang dapat diindikasikan sebagai penyebab utama

kerusakan hutan, yaitu adanya penebangan hutan (logging) dan konversi hutan .

. Besarnya tingkat deforestasi sec:ara nyata akan mempengaruhi luas penutupan

hutan. Berdasarkan analisis data panel dari 19 propinsi antara tahun 1976 -

2000 dengan menggunakan model random effectmenunjukkan bahwa kegiatan

penebangan hutan maupun konversi hutan rnasing-masing mempunyai

kontribusi terhadap perubahan penutupan hutan. Kegiatan penebangan hutan

dengan variabel harga kayu, luas HPH, jumlah HPH, kebutuhan bahan baku

industri kayu dan krisis ekonomi berkorelasi positif terhadap deforestasi.

Sebaliknya, jumlah ekspor kayu berkorelasi negatif terhadap deforestasi.

Sedangkan kegiatan konversi hutan dengan variabel harga produsen kelapa

sawit, kopi, karet dan jumlah populasi berkorelasi positif terhadap deforestasi.

Sebaliknya hasil pangan dan produk domestik regional bruto per kapita

berkorelasi negatif terhadap deforestasi.

Hasil estimasi perubahan penutupan hutan akibat penebangan hutan

mengindikasikan bahwa kenaikan harga kayu dapat memicu terjadinya

deforestasi akibat banyaknya industri kayu yang memenuhi kebutuhan bahan

bakunya dari kayu tebangan illegal, peningkatan areal kerja HPH akan

menambah luas areal tidak produktif, peningkatan jumlah HPH akan berakibat

menurunkan kualitas dan kuantitas hutan, kebutuhan bahan baku industri kayu

103

Page 125: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

yang melebihi proc:luksi kayu hutan alam telah memicu terjadinya praktek illegal

logging, krisis ekonomi tahun 1997 telah memicu terjadinya deforestasi akibat

meningkatnya permintaan pasar intemasional terhadap produk kehutanan,

sedangkan peningkatan ekspor kayu telah memicu terjadinya reforestasi untuk

memenuhi kebutuhan bahan baku industri pengolahan kayu yang tidak dapat

dipenuhi dari hutan alam.

Sedangkan hasil estimasi perubahan penutupan hutan akibat konversi

hutan mengindikasikan bahwa kenaikan harga kelapa sawit, karet dan kopi

dapat mendorong petani terutama di sekitar hutan melakukan perambahan

hutan untuk ditanami komoditi tersebut, peningkatan jumlah penduduk akan

mendorong terjadinya deforestasi akibat kebutuhan lahan untuk pertanian dan

pemukiman, sedangkan peningkatan PDRB per kapita dapat meningkatkan

pendapatan riil penduduk. Disamping itu melalui peranan teknologi akan

diperoleh hasil pangan yang lebih banyak dengan luas lahan yang tetap. Kedua

faktor tersebut dapat mengurangi perambahan hutan.

Variabel hasil pangan, produk domestik regional bruto per kapita dan

jumlah ekspor yang berkorelasi negatif terhadap deforestasi dapat dijadikan

sebagai kebijakan kunci bagi Pemerintah untuk mengurangi laju deforestasi.

Intensifikasi pertanian yang berbasis teknologi perlu dikembangkan untuk

meningkatkan hasil pangan sehingga dengan luas lahan yag tetap akan

diperoleh hasil pangan yang lebih banyak. Selain itu, untuk menciptakan

lapangan kerja yang kontinyu terutama bagi penduduk di sekitar huta, maka

Pemerintah perlu menetapkan kebijakan guna mendorong pengembangan hasil

104

Page 126: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

105

6.2. Rekomendasi

Berdasarkan kesimpulan seperti yang telah diuraikan di atas, maka dapat

disampaikan beberapa rekomendasi sebagai tindak lanjut yang perlu diambil

dalam upaya mencegah terjadinya deforestasi yang lebih besar lagi, yaitu :

1. Pengelolaan hutan harus dilaksanakan dengan mempertimbangkan kondisi

setempat atas dasar komitmen untuk menyelenggarakan pengelolaan hutan

yang lestari.

2. Untuk berperan dalam pembangunan, maka sumberdaya hutan tidak hanya

dikelola secara berkelanjutan (sustainable management; tetapi harus pula

hutan non kayu agar mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Karena selama ini

hasil hutan non kayu masih dianggap sebagai hasil hutan ikutan saja. Faktor lain

yang tidak kalah penting adalah percepatan pembangunan hutan tanaman guna

memenuhi kebutuhan bahan baku industri pengolahan kayu.

Hasil analisis juga menunjukkan bahwa konversi hutan merupakan

penyebab utama terjadinya deforestasi di Indonesia terutama yang disebabkan

oleh konversi hutan menjadi perkebunan besar. Sedangkan konversi hutan yang

disebabkan oleh 'petant kecil/ rakyat hanya sedikit sekali kontribusinya terhadap

deforestasi. Jumlah penduduk yang makin meningkat juga menjadi penyebab

deforestasi. Kondisi ini tidak terlepas dari kebutuhan akan lahan pertanian dan

pemukiman yang makin meningkat, sementara jumlah lahan di luar kawasan

hutan sangat terbatas. Akibatnya, perluasan lahan sampai ke kawasan hutan

tidak bisa dihindari lagi.

Page 127: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

106

dikelola menuju pembangunan yang berkelanjutan (sustainable

developmenf). Pembangunan yang berkelanjutan tersebut memerlukan

keseimbangan antara aspek ekonomi, sosial dan ekologi. Ketiga aspek

tersebut harus dapat diwujudkan melalui "trade off yang dapat diterima dan

disepakati diantara para pihak

3. Konversi hutan untuk perkebunan besar seharusnya tidak dibangun dari areal

hutan konversi, tetapi dari areal lahan yang tidak produktif. Dengan

rrerrantaatkan areal tidak produktif untuk perkebunan, maka biaya

lingkungan yang harus dibayar relatif rendah.

4. Dalam upaya untuk mempertahankan areal hutan yang masih tersisa, maka

diperlukan tindak lanjut yang harus segera dilakukan antara lain :

• Produksi kayu bulat seyogyanya tidak lagi mengandalkan pasokan dari

hutan alam saja, tetapi juga memanfaatkan dan menggali potensi dari

pengembangan HTI maupun hutan rakyat.

• Perlunya pengembangan secara intensif hasil hutan non kayu agar

mempunyai nilai ekonomi yang lebih tinggi.

• Penataan kembali kebijakan perijinan pemanfaatan hasil hutan melalui

implementasi kriteria dan indikator pengelolaan hutan lestari.

• Kebijakan soft/anding (pengurangan tebangan tahunan secara bertahap)

tetap dilanjutkan untuk memberi kesempatan pada hutan untuk

memulihkan kondisinya.

Page 128: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

107

• Memperbaiki tata usaha kayu dan peredaran hasil hutan yang

memungkinkan dilakukan lacak balak (log tracking) darimana kayu

berasal.

• Diberlakukannya kebijakan impor kayu dengan bea masuk rendah untuk

memenuhi kebutuhan bahan baku kayu yang tidak dapat dipenuhi dari

produksi dalam negeri.

• Penyusunan konsep pemberantasan illegal logging secara komprehensif

dan sistematis dengan membangun sistem infonnasi antara Pusat dan

Daerah. Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah perlunya penguatan

pengawasan dan penegakan hukum yang tegas oleh instansi yang

berwenang dengan dukungan dari Pemerintah Pusat.

6.3. Keterbatasan Studi

Banyak faktor yang mempengaruhi tingkat deforestasi di Indonesia.

Faktor-faktor tersebut antara lain pengelolaan hutan yang tidak memperhatikan

kaidah-kaidah kelestarian, kebakaran hutan, konversi hutan, perladangan

berpindah, illegal logging dan ketidak seimbangan antara kebutuhan dan

ketersediaan bahan baku kayu bagi industri pengolahan kayu dalam negeri.

Disadari bahwa dengan keterbatasan kemampuan, ketersediaan data dan

cakupan analisis yang digunakan, penelitian ini masih memiliki kekurangan dan

keterbatasan. Beberapa keterbatasan dalam penelitian ini antara lain :

1. Variabel tak bebas yaitu luas penutupan hutan yang digunakan untuk

menaksir tingkat deforestasi diperoleh dengan melakukan ekstrapolasi

Page 129: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

108

berdasarkan data penutupan hutan di dalam dan di luar kawasan hutan dart

satu titik waktu ke titik waktu tertentu yang dihubungkan dengan kerapatan

populasi.

2. Variabel harga ekspor kayu tidak dimasukkan dalam model karena data per

propinsi tidak tersedia secara lengkap (1976 - 2000). Sebagai pendekatan,

maka dalam penelitian ini digunakan variabel jumlah ekspor kayu.

3. Variabel illegal logging tidak dimasukkan dalam model karena tidak

tersedianya data. Sampai saat ini memang belum diketahui secara pasti

kerugian yang disebabkan oleh illegal logging. Untuk menghitung jumlah

kayu hasil illegal logging secara akurat juga bukan sesuatu yang mudah.

Untuk penelitian selanjutnya, apabila memungkinkan dengan

menggunakan teknologi citra satelit yang lebih canggih dapat diperoleh

informasi langsung penutupan hutan dan tingkat deforestasi tanpa melakukan

ekstrapolasi data. Dengan data penutupan hutan per tahun maupun variabel

harga ekspor kayu dengan pendekatan yang lebih sesuai, maka akan dapat

mempertajam hasil penelitian. Demikian pula dengan faktor illegal logging perlu

dilakukan penelitian tersendiri, mengingat saat ini kegiatan illegal logging

disinyalir sebagai penyebab terbesar meningkatnya laju deforestasi di Indonesia.

Dengan melakukan penelitian lebih lanjut, maka dapat diketahui secara pasti

penyebab utama terjadinya deforestasi di Indonesia.

Page 130: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan
Page 131: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

Departemen Kehutanan. Perkembangan Kehutanan Indonesia 20 tahun Indonesia Merdeka 1945-1965. Departemen Kehutanan, Jakarta, 1965.

109

Cropper. Roads, Population pressure and Deforestation in Thailand. Policy Research Working Paper 1726. World Bank Washington, DC, 1997.

Cattaneo, Andrea. Balancing Agricultural Development and Deforestation in the Brazilian Amazon. Research Report 129, International Food Policy Research Institute. Washington, DC, 2002.

Chanthirath, Khampa. Forestry Resources and the Underlying causes of Deforestation and Forest Degradation in Lao PDR. Forest Conservation and Afforestation Project. Provincial Agriculture and Forsetry Office. Ministry of Agriculture and Forestry Laos, 1997.

Bluffstone, R.A. The Effect of Labor Market Perfonnance on Deforestation in Developing Countries Under Open Access : An Example from Rural Nepal. Journal of Environment Economics and Management 1993, Vol. 29, hal 42 -63.

Barbier Edward.B and J.C. Burgess. Economics Analysis of Deforestation in Mexico. Environmental Development Economics I, 1996.

Baltagi, Badi. H. Econometric Analysis of Panel Data. Second Edition. John Wiley & Sons, LTD New York, 2001. hal. 5- 8.

Angelsen, A.; Shitindi, E.F.K and Aarrestad, J. The economics of Deforestation with Regional Panel Data: Evidence from Tanzania. Working Paper 0498. University of Bergen, Department of Economics, 1998.

Angelsen. A anrd. Kaimowitz . D. Economics Models of Tropical Deforestation : A Review. Center for International Forestry Research Bogor, Indonesia, 1998.

Angelsen, A. Deforestation : Population or Market Driven ? Different Approaches in Modeling of Agriculture Expansion. Journal of Development Economics 55, 1996.

Angelsen, A. Shifting Cultivation and "Deforestation": A Study from Indonesia. World Development 23(10), 1995.

Andersen, LE. The causes of Deforestation in the Brazilian Amazon. Journal of Environment Development 5, 1996.

DAFTAR PUSTAKA

Page 132: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

110

Holmes, Derek. Deforestation in Indonesia. A Review of the situation in 1999. The World Bank. Washington DC, 2000.

Gujarati, Damodar.N. Basic Econometrics. Third Edition. Mc Graw-Hill International Edition, Singapore, 1995, hal. 323 - 345, 375 - 380.

Greene, William. H, Econometric Analysis. Fourth Edition. Prentice Hall Inc, New York University. USA, 1993, hal. 285 - 289.

Grainger, Alan. Quantifying Changes in Forest Cover in the Humid Tropics : Overcoming Current limitations. Journal of World Forest Resource Management 1984, Vol. 1, hat. 3 - 63

GBETNKOM, Daniel. Deforestation in cameroon, And Poverty in The Rural Zone. Faculty of Economics and Management, University of Yaounde II and Office of Policy and Programme Coordination - UNECA, Ethiopia, 2001.

Fuad, Faisal H. Kajian Kasus Konflik Penjarahan hutan di KPH Randublatung. Pusat Kajian Hutan Rakyat Fak. Kehutanan UGM, Yogyakarta. Jurnal Hutan Rakyat 2001, Volume 3 Nomor 2, hal. 37-61.

FAO. Forest Resources Assessment 2000 (Tropical Countries). FAO Forestry Paper 190. Food and Agriculture Organization of the United Nations, Rome, 2002.

FAO. Forest Resources Assessment 1990: Survey of Tropical Forest Cover and Study of Change Processes. FAO Forestry Paper 130. Food and Agriculture Organization of the United Nations, Rome, 1996.

FAO. Forest Resources Assessment 1990 (Tropical Countries). FAO Forestry Paper 112, Food Agriculture Organization of the United Nations, Rome, 1993.

FAO. Situation and Outlook of the Forestry Sector in Indonesia. Volume 1 : Issues, finding and opportunities. Ministry of Forestry, Government of Indonesia and Food and Agriculture Organization of the United Nations, Jakarta, 1990.

Dvorak, K.A. Resource Management by West African Fanners and the Economics of Shifting Cultivation. American Journal of Agricultural Economics 1992, 74, hat. 809-815.

Departemen Kehutanan. Rekalkulasi Penutupan lahan Indonesia Tahun 2003. Pusat Perpetaan Kehutanan, Badan Planologi Kehutanan Departemen Kehutanan, Jakarta, 2003.

Page 133: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

111

Osei Asa re and Obeng-Asiedu. The Immediate cause of Deforestation .· the case of Ghana. Beijer Research Seminar, 2000.

Noor. Akhmad. Analisis Ekonomi Deforestasi dan Reforestasi Hutan di Kabupaten Kutai Tlmur. Thesis Pasca Sarjana Program Ilmu ekonomi. Universitas Indonesia, Depok, 2004.

Nelson, G and Hellerstein, D. Do Roads cause Deforestation ? Using Satellite Images in Econometrics Analysis of Land Use. American Journal of Agricultural Economics 1997, 79 : 80, hal 8.

Ndiyo, N. Ayara. Further Evidence on the Detenninants of Deforestation: the case of Oman Rainforest in Cross River State of Southeastern Nigeria. Department .of Economics, University of Uyo, Uyo Akwa Ibom State, Nigeria, 2000.

Maryudi, Ahmad. Proses Degradasi Hutan Hujan Tropis Indonesia. Pusat Kajian Hutan Rakyat Fak. Kehutanan UGM, Yogyakarta. Jurnal Hutan Rakyat 2001, Volume 3 Nomor 2, hal. 62-67.

Manurung, E.G. Togu. Analisis Valuasi Ekonomi Investasi Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia. Environmental Policy and Institutional Strengthening IQC. Natural Resources Management Programme, 2001.

Manurung, E.G.Togu and Buongiorno, Joseph. Effect of The Ban on Tropical Log Exports on The Forestry Sector of Indonesia. Journal of World Forest Resource Management 1997, Vol. 8, hat. 21-49.

Mankiw, N. Gregory. Macroeconomics. Second Edition. Worth Publishers, New York, 2000, hal. 23.

LATIN. Reformasj . Tanpa Perubahan, Kehutanan Indonesia Pasca Soeharto. Pustaka Latin, Jakarta, 1998.

_Krutilla et al. Peri-urban Deforestation in Developing Countries. Forest Ecology and Management, 1995.

Kooten, Van G.C and E.H. Bulte. The Economics of Nature : Managing Biological Assets. Blackwells, 2000.

Katila, Marko. Modelling Deforestation in Thailand Paper presented at the IUFRO World Congress,Tempere Finland, 1995.

International Tropical Timber Organization (ITTO). Achieving Sustainable Forest Management in Indonesia. ITTC (XXXI)/10, Yokohama, Japan, 2001.

Page 134: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

112

Simangunsong, Bintang C.H. The Economics Perfonnance of Indonesia's Forest Sedor in Period 1980 - 2002. Briefing Paper # 4. Departemen Kehutanan dan GfZ-SMCP. Jakarta, 2004.

Scriedu, Silviu S. Economic Causes of Tropical Deforestation Global empirical Application. Institute for Department Policy and Management of Manchester, 2000.

5an Nu Nu; Lofgren, Hans and Robinson, S. Strudural Adjusment, Agriculture, and Deforestation in the Sumatera Regional Economy. Trade and Macroeconomics Division, International Food Policy Research Institute, Washington D.C.20006 USA, 2000.

Revilla, J.A. V. Preliminaty Study on the Rate of Forest Cover Loss in Indonesia. National Forest Inventory Project. Directorate General of Forest Inventory and Land Use Planning, Ministry of Forestry and Food and Agriculture Organization of the United Nations, Jakarta, 1993.

Purnama, Boen.M; Justianto, A.; Tjandrakirana, R.dan Prihatno, B.P. Produksi Kayu Bulat Indonesia •· Potensi dan Pennasalahan. Makalah disampaikan pada diskusi panel ''Strategi yang Diarahkan untuk Pembangunan Industri Berbasis Kayu di Indonesia" pada tanggal 18 April 2003. Jakarta, 2003.

Prihawantoro, Socia. Analisis Deforestasi di Indonesia dengan pendekatan SNS£ Thesis Pasca 5arjana Program Ilmu ekonomi. Universitas Indonesia, Depok, 1998.

Pindyck, Robert S. and Rubinfeld, Daniel L. Econometric Models and Economic Forecasts. Fourth Edition. McGraw-Hill International Edition. Singapore, 1998, h~I.. 58 - 62 ' 251- 254.

Poore, D. No Timber Without Trees : Sustainability in the Tropical Forests. Earthscan Publication Ltd. London, 1989.

Panayotou and Sussengkarn, C. Case Study for Thailand. In : Reed, Structural Adjusment Westview Press, Bourder, 1992.

Palmer, Charles. E. The Extent and Causes of Illegal Logging : An Analysis of A Major Cause of Tropical Deforestation in Indonesia. CSERGE Working Paper. Economics Department, University College London, 2000.

Pagiola, Stefano. Deforestation and Land Use Changes Induced by the East Asian Economic Crisis. EASES Discussion Paper Series, 2001.

Page 135: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

113

World Resources Institute (WR!). Trial by Fire: Forest Fire in Indonesia's Era of Crisis and Refonn. Wor1d Resources Institute, Washington DC, 2000.

World Bank. The Challenges of World Bank Involvement in Forest : An Evaluation of Indonesia's Forest and World Bank Assistance. World Bank, Washington DC, 2000.

World Bank. The Economics of Long-tenn Management of Indonesia's Natural Forest. Unpublish Manuscript, August, Jakarta, 1995.

World Bank. Indonesia : Environment and Development The Wor1d Bank, Washington, DC, 1994.

World Bank. Indonesia : Sustainable Development of Forest, Land and Water. The World Bank, Washington, DC, 1990.

Tambunan, Mangara. Restrukturisasi Industri Sektor Kehutanan Menuju lndustrialisasi Berbasis UKM di Indonesia. Makalah disampaikan pada Seminar ~i _Fakultas Kehutanan IPB, Dermaga, Bogor, 2002.

Suratmo, F. Gunarwan. Strategi Menghentikan Degradasi Kualitas Hulan Tropika Basah di Indonesia dan Bagaimana Memperbaiki Kondisinya. Jumal Manajemen Hutan Tropika 2001, Vol. VII No.1, hal.15 - 22.

Sunderlin, W.D and Resosudarmo, I.A.P. Rates and causes of Deforestation in Indonesia : To.ward a Resolution of the Ambiguities. Occasional Paper No. 9. CIFOR, Bogor, 1996.

Suhendang, Endang. Pengantar I/mu Kehutanan. Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, Bogor, 2002.

Page 136: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan
Page 137: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

LAMPIRAN

Page 138: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

l l4

No Propinsi Tahun LnFotC Ln p/<ilyu LnNoHPH LnLHPH tn bbsku Lnekspor Oummy Krisls

1 Acch 1976 15.2247 3.1217 2.4849 -0.3574 3.4849 6.4191 0 1977 15.2204 3.2632 2.8332 -0.0790 2.9510 6.8296 0 1978 15.2158 3.3145 2.6391 -0.0045 3.4659 6.3897 0 1979 15.2112 3.4266 2.6391 -0.0045 3.2836 6.2879 0 1980 15.2066 3.5420 2.6391 -0.0045 4.8542 6.3448 0 1981 15.1999 3.6152 2.8332 0.2257 5.7577 6.1601 0 1982 15.1929 3.6973 2.9957 0.4128 6.2834 5.5849 0 1983 15.1858 3.6913 2.9957 0.4128 6.2280 5.5007 0 1984 15.1787 3.0902 2.9957 0.4128 6.0202 5.6996 0 1985 15.1719 3.6773 2.9957 0.4128 5.7627 5.1703 0 1986 15.1668 3.7380 2.9957 0.3760 6.4699 5.4995 0 1987 15.1611 4.0615 2.9957 0.3760 6.4500 6.1914 0 1988 15.1555 4.6052 2.9444 0.3760 6.1256 5.9702 0 1989 15.1495 4.6739 2.9444 0.3760 6.1119 6.4020 0 1990 15.1436 4.6872 2.9444 0.3760 6.0085 5.8412 0 1991 15.1366 4.6742 3.0910 0.5406 6.2241 5.7728 0

r

1992 15.1302 4.7043 3.0445 0.5898 6.1564 5.9813 0 1993 15.1229 4.7081 3.0445 0.5898 5.8901 5.6995 0 1994 15.1091 4.7081 3.0445 0.5898 6.5647 5.8668 0 1995 15.1040 4.8283 2.9444 0.4817 6.1565 5.4242 0 1996 15.1020 4.9088 2.8904 0.3870 6.3367 5.8051 0 1997 15.0998 5.0878 2.9444 0.4584 4.8965 4.5292 1 1998 15.0192 5.2923 2.8904 0.3640 6.5880 5.2533 1 1999 14.9341 5.3393 2.9444 0.4584 5.8496 3.1913 1 2000 14.8392 5.5293 2.7081 0.1079 5.5909 3.3243 1

2 Sumatcra utara 1976 15.0522 3.6191 1.9459 -1.0175 5.3713 6.2711 0 1977 15.0383 3.7607 2.5649 -0.3072 5.4168 6.3949 0 1978 15.0241 3.8120 2.3026 -0.3820 5.4619 7.1547 0 1979 15.0094 3.9240 2.3026 -0.3820 5.3469 6.8332 0 1980 14.9946 4.0394 2.3026 -0.3820 5.7266 6.4087 0 1981 14.9683 4.1126 2.5649 -0.0901 5.9750 5.9055 0 1982 14.9416 4.1947 2.6391 -0.0090 6.3400 5.0232 0 1983 14.9138 4.2470 2.6391 -0.0090 5.9644 5.3057 0 1984 14.8854 4.2723 2.6391 -0.0080 5.9644 5.0646 0 1985 14.8494 4.3552 2.6391 -0.0080 5.8041 4.6168 0 1986 14.8195 4.6239 2.7081 0.3390 7.0913 5.5109 0 1987 14.7853 4.6052 2.7081 0.3390 7.3339 5.6716 0 1988 14.7517 4.6052 2.7081 0.1137 6.8335 5.8444 0 1989 14.7143 4.6052 2.7081 0.1137 7.1843 5.9908 0 1990 14.6763 4.6235 2.5649 0.0251 6.8491 5.8692 0 1991 14.6546 4.6522 2.7726 0.4058 6.7590 6.1169 0 1992 14.6107 4.6760 2.7726 0.0775 7.3702 6.4376 0 1993 14.5939 4.6846 2.7726 0.0777 6.8325 6.1984 0 1994 14.5756 5.3884 2.7726 0.0777 7.2616 6.4303 0 1995 14.5178 5.5086 2.5649 -0.0507 7.4515 6.2077 0 1996 14.4791 5.5890 2.3026 -0.3120 7.7135 6.3830 0 1997 14.4530 5.7680 2.1972 -0.1960 7.4807 5.3620 1 1998 14.3578 5.9726 2.1972 -0.3162 6.8303 5.6970 1 1999 14.3212 6.o479 2.1972 -0.3162 5.9049 5.3876 1 2000 14.2697 6.1644 2.1972 -0.5931 6.3404 4.0930 1

Lamplran 1. Data Pcnutupan Hutan, harga kayu, jumlah HPH, Luas HPH, jumlah ckspor kayu dan dummy krisis 19 proplnsi tahun 1976 - 2000

Page 139: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

us

3 Sumatera Barat 1976 14.9385 2.7379 2.0794 -0.5482 3.3201 5.7177 0 1977 14.9219 3.0256 2.3026 -0.3871 3.1261 5.8680 0 1978 14.9050 3.2183 2.3026 -0.3870 3.8210 5.6969 0 1979 14.8879 3.5852 2.3026 -0.3868 5.0425 5.9610 0 1980 14.8701 3.5852 2.3026 -0.3867 5.2279 5.7256 0 1981 14.8455 3.5852 2.4849 -0.0513 5.1120 5.2013 0 1982 14.8207 3.6877 2.4849 -0.0513 5.7820 5.1063 0 1983 14.7956 3.7845 2.4849 -0.0502 5.1671 5.0147 o 1984 14.7695 3.8561 2.4849 -0.0492 5.2162 5.0062 0 1985 14.7673 4.0003 2.4849 -0.0513 5.2335 5.2693 0 1986 14.7430 4.2351 2.4849 -0.0921 5.9449 4.9650 0 1987 14.7170 4.3946 2.4849 -0.0920 6.1901 5.1162 0 1988 14.6925 4.6052 2.5649 -0.0325 5.9794 5.3674 0 1989 14.6667 4.7105 2.5649 -0.0324 5.4633 5.3711 0 1990 14.6415 4.8445 2.5649 -0.0323 5.3048 4.9530 0 1991 14.6124 5.0556 2.5649 -0.0419 5.8623 5.3176 0 1992 14.5868 5.0855 2.3979 -0.2663 5.7964 5.1023 0 1993 14.5577 5.0857 2.3979 -0.2663 5.8053 4.8066 0 1994 14.5335 5.0857 2.3979 -0.2663 5.7726 4.6334 0 1995 14.5149 5.2058 2.0794 -0.6370 6.1149 5.0087 0

r 1996 14.5002 5.2863 1.7918 -0.8862 5.6980 4.7009 0 1997 14.4803 5.4653 1.7918 -0.7972 4.6048 4.7558 1 1998 14.4470 5.6699 1.7918 -0.7972 5.5915 4.2776 1 1999 14.4165 5.7452 1.7918 -0.7972 5.1933 4.0214 1 2000 14.3799 5.8617 1.6094 -0.8756 5.0663 2.7497 1

4 Riau 1976 15.7061 3.6715 3.0910 0.8131 3.3201 6.7265 0 1977 15.6970 3.7773 3.5835 1.4379 3.1261 7.0113 0 1978 15.6876 3.8343 3.5835 1.1780 3.8210 6.7817 0 1979 15.6779 3.9259 3.7136 1.3306 5.0425 7.2345 0 1980 15.6682 3.9309 3.8712 1.5113 5.2279 7.1241 0 1981 15.6569 3.9889 3.9512 1.6015 5.1120 6.1459 0 1982 15.6451 4.0523 4.0431 1.7225 5.7820 5.7853 0 1983 15.6331 4.1142 4.1271 1.7969 5.0408 6.0975 0 1984 15.6209 4.1750 4.1271 1.7969 5.1195 6.2316 0 1985 15.5966 4.2214 4.1271 1.8037 5.2335 6.2320 0 1986 15.5908 4.3182 4.1271 1.8037 5.9449 6.4022 0 1987 15.5846 4.4854 4.1431 1.8037 6.1901 6.6993 0 1988 15.5781 4.6052 4.1589 1.8132 5.9794 6.9909 o 1989 15.5713 4.7702 4.2047 1.8417 5.4633 6.4716 0 1990 15.5645 4.8554 4.2047 1.8618 5.3048 7.0189 0 1991 15.5362 4.9663 4.2047 1.7875 5.8623 7.3059 0 1992 15.5079 5.1457 4.1744 1.7013 5.7964 7.0432 0 1993 15.4939 5.1716 4.1744 1.7013 5.8053 7.1992 0 1994 15.4758 5.1717 4.1744 1.7013 5.7726 6.6871 0 1995 15.4554 5.2919 3.9703 1.5003 6.1149 6.8349 0 1996 15.4444 5.3724 3.8918 1.4239 5.6980 6.7769 0 1997 15.4392 5.5514 3.7842 1.2147 4.6048 6.3686 1 1998 15.2291 5.7559 3.7842 1.2153 5.5915 5.9805 1

- 1999 15.0245 5.8312 3.7842 1.3110 5.1933 6.6098 1 2000 14.7616 5.9478 3.3673 0.6023 5.0663 6.1655 1

Page 140: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

116

5 lambl 1976 15.1044 3.6206 2.8904 0.7198 5.8442 7.0457 0 19n 15.0851 3.7622 3.1355 0.7251 6.1317 7.1434 0 1978 15.0639 3.8135 3.1355 0.7645 6.0431 7.1340 0 1979 15.0421 3.9255 3.1355 0.7646 6.0904 7.3577 0 1980 15.0196 4.0409 3.1355 0.7646 6.4653 6.7540 0 1981 14.9885 4.1142 3.2189 0.8705 6.2301 6.2571 0 1982 14.9538 4.1962 3.2189 0.8705 6.2352 5.6223 0 1983 14.9173 4.2726 3.2189 0.8705 4.6171 5.7991 0 1984 14.8788 4.3377 3.2189 0.8705 4.6171 5.6124 0 1985 14.8328 4.4035 3.2189 0.8705 5.9363 5.7004 0 1986 14.7938 4.4991 3.2958 0.8788 7.2284 5.7713 0 1987 14.7502 4.5507 3.2958 0.8788 7.4657 5.9945 0 1988 14.6805 4.6052 3.2958 0.8789 7.5427 6.3631 0 1989 14.6503 4.6388 3.4012 0.9423 7.2417 6.2748 0 1990 14.5937 4.7020 3.4012 0.9791 7.3422 5.9982 0 1991 14.5219 4.7535 3.2958 0.7514 7.3190 6.0630 0 1992 14.3965 4.7535 3.2958 0.7969 7.4122 6.0348 0 1993 14.3693 4.7535 3.2958 0.7969 7.2012 6.1797 0 1994 14.3623 4.8667 3.2958 0.7969 7.4903 6.4261 0 1995 14.3371 4.9877 3.1355 0.7676 8.2880 6.1503 0

r • 1996 14.3036 5.0774 2.7726 0.3700 8.4318 6.1607 0 1997 14.2874 5.2480 2.7081 0.1428 8.4059 5.3362 1 1998 14.1051 5.4542 2.6391 0.1075 8.3568 5.4777 1 1999 13.8936 6.1787 2.7081 0.1428 7.2413 5.5529 1 2000 13.6193 6.0752 2.5649 -0.1508 7.8398 5.4243 1

6 Sumat:era Selatan 1976 15.4995 3.3198 2.7726 -0.2510 5.9298 6.6532 0 1977 15.4703 3.4614 2.7726 0.3907 5.3600 6.5582 0 1978 15.4384 3.5127 2.6391 0.2082 6.7608 6.6188 0 1979 15.4052 3.6247 2.7726 0.3695 5.9596 6.5044 0 1980 15.3710 3.7401 2.7726 0.4707 5.8692 6.5310 0 1981 15.3222 3.8134 2.9957 0.6303 5.8075 5.8204 0 1982 15.2681 3.8954 3.0445 0.6861 6.5129 5.5554 0 1983 15.2103 4.1585 3.0445 0.6862 7.0958 6.0788 0 1984 15.1490 4.1355 3.0445 0.6862 7.1825 6.2320 0 1985 15.0859 4.2236 3.0910 0.7134 6.1098 5.3557 0 1986 15.0193 4.3727 3.0910 0.7134 7.8708 6.2663 0 1987 14.9423 4.4086 3.0910 0.7135 8.1271 6.4940 0 1988 14.8426 4.6052 3.0910 0.7135 7.7156 6.5671 0 1989 14.7581 4.6689 3.1781 0.8158 7.2620 7.0258 0 1990 14.6489 4.7179 3.1781 0.8159 6.8441 5.6051 0 1991 14.5032 4.7545 2.9957 0.6899 7.1483 5.9057 0 1992 14.2305 4.8882 2.9444 0.6268 3.7259 3.2813 0 1993 14.1539 4.9688 2.9444 0.6268 6.8349 5.6717 0 1994 14.1232 5.0297 2.9444 0.6268 6.7252 5.7893 0 1995 14.0866 5.1508 2.7081 0.3414 6.7355 5.5896 0 1996 14.0637 5.2404 2.5649 0.2085 6.8730 5.8562 0 1997 14.0372 5.4110 2.5649 0.2085 6.6820 4.7745 1 1998 13.9658 5.6172 2.5649 0.1888 6.7852 4.7788 1

- 1999 13.9175 5.7379 2.5649 0.2085 5.7581 4.2961 1 2000 13.8658 5.8720 2.1972 0.0046 7.6510 5.9630 1

Page 141: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

117

7 Bengkulu 1976 14.0783 3.6215 1.0986 -1.3318 2.1939 3.3426 0 1977 14.0676 3.7631 1.6094 -0.9213 2.0686 3.7607 0 1978 14.0559 3.8144 1.3863 -1.2073 1.3903 4.1920 0 1979 14.0442 3.9264 1.3863 -1.4740 2.8188 4.8100 0 1980 14.0320 4.0418 1.3863 -1.4740 2.3717 4.7996 0 1981 14.0155 4.1150 1.3863 -1.4736 3.2734 3.9301 0 1982 13.9974 4.1962 1.3863 -1.4736 3.4532 3.1106 0 1983 13.9788 4.2726 1.3863 -1.4732 3.1262 3.7865 0 1984 13.9590 4.3377 1.3863 -1.2073 2.5840 2.8111 0 1985 13.9347 4.4035 1.3863 -1.2073 2.4444 3.8641 0 1986 13.9229 4.4991 1.6094 -0.8892 4.4901 3.6156 0 1987 13.9099 4.5507 1.6094 -0.8892 4.7619 3.6318 0 1988 13.8958 4.6052 1.6094 -0.8892 3.7912 3.5193 0 1989 13.8699 4.6388 1.6094 -0.8889 3.8729 3.8256 0 1990 13.8649 4.7020 1.6094 -0.8889 2.1256 3.0570 0 1991 13.8458 4.7535 1.6094 -0.8884 3.7612 3.0937 0 1992 13.8m 4.7912 1.3863 -1.0416 7.2133 5.7804 0 1993 13.8059 4.8344 1.3863 -1.0416 2.8377 3.6882 0 1994 13.7623 4.9221 1.3863 -1.0415 3.0593 4.1403 0 1995 13.7460 4.9870 1.3863 -1.0415 2.7127 3.9829 0

r 1996 13.7200 5.0154 1.3863 -1.0415 3.0241 4.1401 0 1997 13.7100 5.1021 1.3863 -1.0415 2.3192 2.4806 1 1998 13.7055 5.2030 1.3863 -1.0416 2.7122 1.8604 1 1999 13.7028 5.6338 1.3863 -1.0416 1.0160 1.8983 1 2000 13.7001 5.9461 0.6931 -2.4038 1.6939 1.0364 1

8 Lampung 1976 13.6794 2.9502 0.6931 -2.0794 4.0886 4.5224 0 1977 13.6619 3.0918 0.6931 -2.0786 3.7404 4.6576 0 1978 13.6313 3.1431 0.6931 -2.0786 4.1490 4.4519 0 1979 13.6053 3.2551 0.6931 -2.0778 3.8452 4.8498 0 1980 13.5787 3.3705 0.6931 -2.0778 4.1102 4.4153 0 1981 13.5439 3.4437 1.0986 -1.7316 4.3148 4.0188 0 1982 13.5030 3.5258 1.0986 -1.7316 4.2599 3.5542 0 1983 13.4590 3.3509 1.0986 -1.7316 2.7213 3.4441 0 1984 13.4116 3.3544 1.0986 -1.7316 2.1775 3.0530 0 1985 13.3813 3.5602 1.0986 -1.7316 3.0378 3.4335 0 1986 13.2489 3.8548 1.0986 -1.7310 5.7692 4.2994 0 1987 13.2408 4.1654 1.3863 -1.6949 6.0179 4.4222 0 1988 13.2234 4.6052 1.0986 -1.6949 5.5301 4.3431 0 1989 13.2040 4.6097 1.0986 -1.6607 5.7969 4.5664 0 1990 13.1699 4.6948 1.0986 -1.6607 1.5539 2.4260 0 1991 13.1452 4.6967 1.0986 -1.7316 4.5783 3.0390 0 1992 13.1151 4.8067 0.0000 -3.2189 3.3588 2.0965 0 1993 13.0770 4.8067 0.0000 -3.2189 4.1692 2.5132 0 1994 12.9665 4.8676 0.0000 -3.2189 4.2932 2.8953 0 1995 12.8999 4.9887 0.0000 -3.1942 3.5618 2.7557 0 1996 12.8561 5.0784 0.0000 -3.1942 5.2354 3.3265 0 1997 12.7975 5.2490 0.0000 -3.1942 4.7632 2.0852 1 1998 12.8607 5.4552 0.0000 -3.2189 3.9912 1.7474 1

. 1999 12.9646 5.5758 0.0000 -3.2189 2.3767 0.5785 1 2000 12.9968 5.7100 0.0000 ·3.2189 3.2369 1.8979 1

Page 142: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

118

9 Kalbar 1976 16.1403 3.2943 3.4965 0.8251 6.6313 7.0218 0 1977 16.1305 3.4359 3.4965 1.2211 3.9497 6.7028 0 1978 16.1205 3.4872 3.4965 1.0621 6.7893 7.2671 0 1979 16.1104 3.5992 3.6376 1.2512 6.2684 7.1241 0 1980 16.1000 3.7146 3.7377 1.5212 7.0402 7.3431 0 1981 16.0818 3.7878 3.7377 1.6946 6.8296 6.6606 0 1982 16.0634 3.8699 4.0604 1.7753 6.8814 6.2364 0 1983 16.0450 3.8799 4.0604 1.7753 7.2226 6.8746 0 1984 16.0258 3.7071 4.0604 1.7753 4.8828 6.5525 0 1985 15.9789 3.7035 4.0604 1.7753 6.5432 6.5260 0 1986 15.9643 3.7722 4.1589 1.8482 8.0451 6.7698 0 1987 15.9488 4.2251 4.1589 1.8482 8.2778 7.0159 0 1988 15.9315 4.6052 4.1589 1.8482 7.8718 7.0312 0 1989 15.9135 4.5220 4.1271 1.7530 7.9797 7.1024 0 1990 15.8953 4.5709 4.1431 1.7668 8.0805 6.9208 0 1991 15.8735 4.6076 4.0604 1.7092 8.0943 6.9050 0 1992 15.8532 4.6965 4.0431 1.7065 8.0467 6.8916 0 1993 15.8290 4.7772 4.0431 1.7065 8.0612 6.8150 0 1994 15.7881 4.8381 3.9318 1.7065 8.6475 6.7214 0 1995 15.7638 4.9591 3.8286 1.5723 8.6839 6.7558 0

- 1996 15.7394 5.0488 3.7842 1.6397 8.8269 6.7424 0 1997 15.7196 5.2194 3.6889 1.6273 8.2484 5.6934 1 1998 15.7195 5.4256 3.6636 1.6265 8.5307 6.1481 1 1999 15.7195 5.5462 3.6889 1.6273 8.3425 5.6163 1 2000 15.7194 5.6804 3.3673 0.8655 8.0477 5.1358 1

10 Kalteng 1976 16.4478 3.3494 4.4773 1.8674 4.8606 7.8878 0 1977 16.4354 3.4910 4.4773 2.1828 4.5041 7.9787 0 1978 16.4221 3.5423 4.4773 2.1127 5.2478 8.0568 0 1979 16.4085 3.6543 4.4998 2.1412 6.6062 8.0654 0 1980 16.3953 3.7697 4.5539 2.2352 6.3440 7.8269 0 1981 16.3728 3.8430 4.6444 2.4217 7.0995 7.3664 0 1982 16.3487 3.9250 4.7185 2.4110 7.3404 7.1639 0 1983 16.3235 3.9888 4.7185 2.4110 6.9309 7.1981 0 1984 16.2987 4.1876 4.7185 2.4110 7.0266 7.0808 0 1985 16.2678 4.2404 4.7185 2.4110 7.0944 7.2173 0 1986 16.2538 4.2777 4.7536 2.4013 7.9320 7.1102 0 1987 16.2387 4.4975 4.7536 2.4013 8.1825 7.2322 0 1988 16.2224 4.6052 4.7536 2.4014 7.1477 7.3511 0 1989 16.2051 4.6159 4.7536 2.4621 7.3200 7.5404 0 1990 16.1874 4.7288 4.7536 2.4637 7.0085 7.2261 0 1991 16.1661 4.7547 4.7362 2.4570 7.2096 7.3137 0 1992 16.1460 4.7816 4.7274 2.4432 7.0528 7.1953 0 1993 16.1218 5.0004 4.7274 2.4432 6.7134 7.1626 0 1994 16.0903 5.1718 4.7274 2.4432 6.7093 7.3365 0 1995 16.0542 5.2759 4.5218 2.2917 7.0234 7.3720 0 1996 15.9716 5.3537 4.3820 2.2580 7.6450 7.2918 0 1997 15.9607 5.4564 4.2485 2.1142 6.9023 6.5819 1 1998 15.9823 5.6202 4.2341 2.1027 6.8876 6.7349 1 . 1999 16.0179 6.2823 4.2485 2.1142 6.5410 6.4018 1 2000 16.0529 6.3295 4.0431 1.6133 6.6486 5.6300 1

Page 143: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

119

11 Kalscl 1976 14.6947 4.3258 2.5649 0.1844 4.6871 6.6602 0 1977 14.6717 4.4673 2.7081 0.3130 4.1168 6.7451 0 1978 14.6480 4.5186 2.7081 0.3130 4.9677 6.6660 0 1979 14.6239 4.6307 2.8332 0.3584 6.5378 6.9024 0 1980 14.5986 4.7461 2.7726 0.3584 6.0374 6.5797 0 1981 14.5619 4.8193 2.7726 0.3633 6.4918 6.2027 0 1982 14.5243 4.9014 2.7081 0.3914 6.7304 5.8585 0 1983 14.4859 5.2970 2.5649 0.3914 6.1879 5.8882 0 1984 14.4452 5.4641 2.8332 0.3753 6.1330 5.6733 0 1985 14.4010 5.4916 2.7726 0.3753 6.7914 5.7492 0 1986 14.3726 5.4793 2.7726 0.3754 8.2631 6.3714 0 1987 14.3406 4.3734 2.7726 0.3971 8.4955 6.4929 0 1988 14.3085 4.6052 2.7726 0.3753 7.8788 6.3366 0 1989 14.2735 4.6722 2.7081 0.1164 8.1863 6.7726 0 1990 14.2382 4.8025 2.7081 0.1164 8.0796 6.3552 0 1991 14.1960 4.9878 2.7726 0.3931 8.0807 6.4346 0 1992 14.1564 6.2995 2.6391 0.2279 7.9366 6.2436 0 1993 14.1094 6.8222 2.6391 0.2279 8.1130 6.3053 0 1994 14.0489 6.5015 2.6391 0.2279 8.0305 6.2840 0 1995 13.9806 6.9632 2.3979 0.1396 7.9521 6.1152 0

, 1996 13.8972 7.0269 2.3026 0.0974 8.1516 6.1392 0 1997 13.8147 7.1841 1.9459 -0.0441 7.9530 5.4360 1 1998 13.7989 7.4942 1.9459 -0.0441 8.3501 5.9776 1 1999 13.7757 7.5588 1.9459 -0.0441 7.9074 5.2582 1 2000 13.7515 7.6929 1.6094 -0.5064 6.9827 4.7966 1

12 Kaltim 1976 16.7167 3.6215 4.5109 2.2433 3.8124 8.9164 0 1977 16.7154 3.7631 4.5326 2.4489 3.9654 8.9642 0 1978 16.7138 3.8144 4.5539 2.3484 4.5293 8.9621 0 1979 16.7123 3.9264 4.5539 2.3484 5.4910 8.7759 0 1980 16.7108 4.0418 4.5850 2.3935 6.1789 8.4752 0 1981 16.7084 4.1150 4.6151 2.4354 7.1934 7.3182 0 1982 16.7057 4.1962 4.6540 2.4857 7.2993 7.1680 0 1983 16.7030 4.2726 4.6540 2.4857 7.0377 7.1915 0 1984 16.7001 4.3377 4.6540 2.4857 7.0105 7.4268 0 1985 16.6989 4.4035 4.6540 2.4857 6.8238 7.1856 0 1986 16.6897 4.4991 4.6250 2.4786 8.2076 7.0635 0 1987 16.6717 4.5507 4.6250 2.4786 8.4313 7.4473 0 1988 16.6519 4.6052 4.6444 2.5057 8.0471 7.6277 0 1989 16.6305 4.6388 4.6444 2.5057 8.3657 7.4500 0 1990 16.6085 4.7020 4.6728 2.5199 8.5273 7.6214 0 1991 16.5815 4.7535 4.6634 2.5021 8.5822 7.5817 0 1992 16.5558 4.7912 4.6444 2.5803 8.6952 7.6382 0 1993 16.5245 4.8344 4.6444 2.5803 8.5615 7.4801 0 1994 16.4831 4.9221 4.6444 2.5803 8.2145 7.5858 0 1995 16.4351 4.9870 4.3944 2.4167 8.4136 7.5072 0 1996 16.4223 4.9911 4.2905 2.3632 8.3640 7.4392 0 1997 16.4079 5.5497 4.2905 2.3732 7.7974 6.9088 1 1998 16.3772 5.7221 4.2767 2.3708 8.1015 6.8841 1

- 1999 16.3424 6.1961 4.2905 2.3732 7.8630 5.8320 1 2000 16.3057 6.3303 4.2485 2.2599 7.7361 6.6359 1

Page 144: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

120

13 Sulawesi utara 1976 14.4634 3.6215 1.6094 -2.0326 1.7324 3.1360 0 1977 14.4264 3.7631 1.9459 -0.6425 -0.1233 0.3690 0 1978 14.3879 3.8144 0.6931 -0.9188 -1.5141 3.7718 0 1979 14.3483 3.9264 0.6931 -0.9188 1.9564 4.4937 0 1980 14.3074 4.0418 0.6931 -0.9185 1.5005 3.7515 0 1981 14.2954 4.1150 1.3863 -0.7093 1.1663 3.6141 0 1982 14.2834 4.1962 1.3863 -0.7093 1.5129 1.2757 0 1983 14.2715 4.2726 1.3863 -0.7093 1.6054 0.7361 0 1984 14.2597 4.3377 1.3863 -0.7093 2.5182 1.4557 0 1985 14.2561 4.4035 1.3863 -0.7091 2.5840 1.6128 0 1986 14.2348 4.4991 1.3863 -0.7091 2.7524 2.9673 0 1987 14.2114 4.5507 1.3863 -0.7091 2.6042 2.4961 0 1988 14.1881 4.6052 1.3863 -0.7091 2.6568 2.8281 0 1989 14.1631 4.6388 0.6931 -1.2765 2.6019 3.8915 0 1990 14.1381 4.7020 1.6094 -0.6129 -0.6539 4.3800 0 1991 14.1085 4.7535 2.0794 -0.3545 -1.1520 4.4143 0 1992 14.0812 4.7912 2.0794 -0.5123 1.9353 4.2130 0 1993 14.0491 4.8344 2.0794 -0.5123 0.7812 4.0322 0 1994 14.0083 4.9221 2.0794 -0.5814 5.7518 4.6668 0 1995 13.9625 4.9870 2.1972 -0.3906 4.4865 3.9156 0 .. 1996 13.9579 5.0154 2.1972 -0.3906 -2.4540 3.2149 0 1997 13.9163 5.1021 2.1972 -0.3906 0.9994 3.7595 1 1998 13.9207 5.2019 2.1972 -0.3561 2.2297 3.0087 1 1999 13.9339 5.3150 2.1972 -0.3906 2.3462 2.3328 1 2000 13.9471 5.3963 2.0794 -0.8129 1.8181 2.2231 1

14 Sulawesi Tengah 1976 15.5145 3.6215 2.3979 -0.1222 1.5565 5.9252 0 1977 15.4957 3.7631 2.6391 0.1655 1.4729 5.9862 0 1978 15.4749 3.8144 2.6391 0.1914 0.6163 5.6275 0 1979 15.4533 3.9264 2.6391 0.1914 2.3641 5.4581 0 1980 15.4318 4.0418 2.7726 0.4855 1.2590 5.3551 0 1981 15.4035 4.1150 2.9957 0.7542 4.5664 5.3620 0 1982 15.3720 4.1962 2.9957 0.7542 5.0370 4.4187 0 1983 15.3387 4.2726 2.9957 0.7542 4.0404 3.9440 0 1984 15.3047 4.3377 2.9957 0.7543 4.0669 3.8941 0 1985 15.2878 4.4035 2.9957 0.7543 5.2964 4.1403 0 1986 15.2592 4.4991 2.9957 0.7543 5.5089 4.1824 0 1987 15.2275 4.5507 2.9957 0.7948 5.7790 3.9772 0 1988 15.1924 4.6052 2.9957 0.7948 4.5600 3.4019 0 1989 15.1542 4.6388 2.8904 0.5122 4.7140 4.8729 0 1990 15.1142 4.7020 2.8904 0.5122 3.9994 4.1364 0 1991 15.0645 4.7535 2.9957 0.6195 3.6432 4.9295 0 1992 15.0162 4.7912 3.0445 0.6768 2.9473 4.7314 0 1993 14.9561 4.8344 3.0445 0.6768 3.7467 5.3624 0 1994 14.9439 4.9222 3.0445 0.6768 4.0117 5.1710 0 1995 14.9287 4.9870 2.7726 0.5037 3.4100 4.9591 0 1996 14.9174 5.0154 2.8332 0.4949 3.4104 4.7532 0 1997 14.8777 5.1021 2.8904 0.4737 2.0440 4.6169 1 1998 14.8836 5.2019 2.7726 0.3808 2.5580 3.5455 1

- 1999 14.8894 5.3150 2.8904 0.4737 2.7720 3.7702 1 2000 14.8952 5.3963 2.5649 -0.0372 3.1875 3.2380 1

Page 145: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

121

15 Sulawesi Sclatan 1976 15.0608 3.6215 2.0794 -0.9584 -0.6931 4.5231 0 1977 15.0457 3.7631 2.1972 -0.5569 0.2927 4.8522 0 1978 15.0385 3.8144 2.0794 -0.8359 0.439S 4.7438 0 1979 15.0141 3.9264 2.0794 -0.8359 1.8718 4.5536 0 1980 14.9978 4.0418 2.0794 -0.8359 3.9738 3.9060 0 1981 14.9725 4.1150 2.0794 -0.8358 3.6507 3.2368 0 1982 14.9454 4.1962 2.0794 -0.8358 3.6507 2.1429 0 1983 14.9230 4.2726 2.0794 -0.5924 3.7123 2.9088 0 1984 14.9006 43377 2.0794 -0.5924 4.0602 1.4697 0 1985 14.8730 4.4035 2.3026 -0.5924 3.6507 3.7098 0 1986 14.8456 4.4991 2.3026 -0.5922 4.1856 3.9208 0 1987 14.8255 4.5507 2.3026 -0.5050 4.4557 3.8449 0 1988 14.8061 4.6052 2.3979 -0.3857 2.6423 4.1976 0 1989 14.7875 4.6388 2.3979 -0.3857 2.3902 4.3222 0 1990 14.7690 4.7020 2.3979 -0.3842 2.3849 4.1695 0 1991 14.7479 4.7535 2.3979 -0.3072 2.7652 4.8295 0 1992 14.7291 4.7912 2.3979 -0.4289 2.3818 3.9902 0 1993 14.7083 4.8344 2.3979 -0.4289 1.6882 5.2321 0 1994 14.6836 4.9221 2.3979 -0.4289 6.0734 5.3422 0 1995 14.6570 4.9870 2.0794 -0.8256 5.5116 4.6883 0

r . 1996 14.6434 5.2812 2.1972 -0.7203 3.5965 4.6253 0 1997 14.5644 5.4389 2.1972 -0.7203 3.4555 4.7822 1 1998 14.6034 5.6121 2.1972 -0.7203 3.2319 4.0725 1 1999 14.6368 6.0862 2.1972 -0.7203 7.3182 4.0274 1 2000 14.6484 6.2204 1.7918 -1.0829 0.9563 3.2956 1

16 Sulawesi Tenggara 1976 14.8670 3.6282 0.0000 -1.5896 3.4047 1.9242 0 1977 14.8561 3.7697 1.0986 -1.0217 0.1823 1.9805 0 1978 14.8447 3.8210 0.0000 -1.5896 0.7285 2.0163 0 1979 14.8333 3.9331 0.0000 -1.5896 1.0770 3.2149 0 1980 14.8216 4.0485 0.0000 -1.5896 0.5188 3.7708 0 1981 14.8073 4.1217 0.6931 -1.4106 3.2189 1.1123 0 1982 14.7925 4.2038 0.6931 -1.4106 2.8679 1.9228 0 1983 14.7775 4.4271 0.6931 -1.4106 1.0986 2.0794 0 1984 14.7620 4.4888 0.6931 -1.4106 1.5594 1.8502 0 1985 14.7228 4.5250 0.6931 -1.4102 3.3109 1.2015 0 1986 14.7101 4.5531 0.6931 -1.4102 5.7885 2.7756 0 1987 14.6958 4.5801 0.6931 0.6931 6.0219 3.3711 0 1988 14.6817 4.6052 1.3863 -0.7093 5.7180 3.3347 0 1989 14.6663 4.6821 1.3863 -0.7093 5.5444 3.1229 0 1990 14.6507 4.7385 0.6931 -1.2765 5.6231 2.1833 0 1991 14.6321 4.9439 1.0986 -0.9175 5.9475 2.8960 0 1992 14.6148 5.1148 1.3863 -0.4292 5.7121 4.3984 0 1993 14.5942 5.2463 1.3863 -0.4292 5.5896 3.4808 0 1994 14.5678 5.2869 1.3863 -0.4292 5.7040 4.0508 0 1995 14.5382 5.3152 1.3863 -0.4291 5.7233 4.3055 0 1996 14.5093 5.3484 1.3863 -0.4291 5.7312 3.0390 0 1997 14.4964 5.4029 1.0986 -0.7103 5.7533 3.2436 1 1998 14.4560 5.4315 1.0986 -0.7470 5.7475 3.5645 1

- 1999 14.3938 5.4880 1.0986 -0.7103 5.0726 4.7152 1 2000 14.3261 5.6222 0.6931 -0.8771 -1.4602 0.1292 1

Page 146: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

122

17 Nusa Tenggara Barat 1976 13.3542 3.7794 0.0000 -3.9120 -2.3860 4.2372 0 1977 13.3695 3.9210 0.0000 -3.9120 0.1823 4.2440 0 1978 13.3848 3.9723 0.0000 -3.9120 0.6678 3.9703 0 1979 13.3999 4.0843 0.0000 -3.9120 1.0913 3.8820 0 1980 13.4147 4.1997 0.0000 -3.8632 0.1151 3.2874 0 1981 13.4374 4.2729 0.0000 -3.8632 2.0541 2.4298 0 1982 13.4597 4.3550 0.0000 -3.8632 3.4657 1.6927 0 1983 13.4813 4.1832 0.0000 -3.8632 2.5055 2.1086 0 1984 13.5023 4.8763 0.0000 -3.8632 2.7272 2.1246 0 1985 13.5118 4.2038 0.6931 -3.5066 3.1946 2.4488 0 1986 13.5274 4.4063 0.6931 -3.5066 3.9614 2.6682 0 1987 13.5442 4.5886 0.6931 -3.5066 4.2315 2.6540 0 1988 13.5599 4.6052 0.6931 -3.5066 3.1202 2.2281 0 1989 13.5763 4.6541 0.6931 -3.5066 2.3676 2.4937 0 1990 13.5921 4.6763 0.6931 -2.4024 2.6918 1.9610 0 1991 13.6101 4.6950 0.6931 -2.5195 2.8677 2.4495 0 1992 13.6260 4.7054 0.6931 -2.5195 3.2769 2.7493 0 1993 13.6439 4.9978 0.6931 -2.5195 2.8569 3.3061 0 1994 13.6491 5.1718 0.6931 -2.5195 2.7736 3.4561 0 1995 13.6901 5.1795 0.6931 -2.5194 6.0656 3.9397 0 - 1996 13.6963 5.1870 0.6931 -2.5194 3.2668 2.7965 0 1997 13.7026 5.1948 0.6931 -2.5194 3.4078 2.8628 1 1998 13.7157 5.2536 0.6931 -2.5194 3.2011 2.4419 1 1999 13.7304 5.9207 0.6931 -2.5194 2.6787 0.7337 1 2000 13.7451 5.9956 0.0000 -3.4562 2.7697 2.4189 1

18 Maluku 1976 15.7478 3.6215 2.3026 -0.4976 2.4674 6.5235 0 1977 15.7433 3.7631 2.3026 0.5794 1.2036 6.7204 0 1978 15.7388 3.8144 2.6391 0.3716 1.4974 6.6699 0 1979 15.7341 3.9264 2.6391 0.3716 3.3520 6.7972 0 1980 15.7293 4.0418 2.8332 0.5625 6.0744 6.6973 0 1981 15.7169 4.1150 2.9957 0.7056 6.0669 6.3298 0 1982 15.7045 4.1962 3.0445 0.7655 6.4287 5.6719 0 1983 15.6916 4.2726 3.0445 0.7655 6.0694 5.7375 0 1984 15.6782 4.3377 3.0910 0.8154 6.1269 5.6583 0 1985 15.6637 4.4035 3.0910 0.8154 6.1144 5.6354 0 1986 15.6541 4.4991 3.2189 0.9486 6.8339 5.7041 0 1987 15.6440 4.5507 3.2189 0.9486 7.0567 5.9148 0 1988 15.6339 4.6052 3.3322 1.0506 7.1193 6.3570 0 1989 15.6234 4.6388 3.4340 1.1433 7.2192 6.3268 0 1990 15.6130 4.7020 3.4965 1.2021 7.4357 5.9817 0 1991 15.6010 4.7535 3.5835 1.2827 7.5841 6.3333 0 1992 15.5901 4.7912 3.6376 1.2607 7.4079 6.4886 0 1993 15.5776 4.8344 3.6376 1.2607 7.6212 6.4394 0 1994 15.5619 4.9222 3.6376 1.2607 7.5968 6.3663 0 1995 15.5445 4.9870 3.5264 1.1259 7.4740 6.2757 0 1996 15.5324 4.9923 3.5264 1.1259 7.6853 6.2690 0 1997 15.5272 5.3374 3.5553 1.2026 7.1138 5.5387 1 1998 15.4344 5.5114 3.5553 1.1680 6.9893 5.1317 1 . 1999 15.3221 5.9856 3.5553 1.2026 4.9293 3.7554 1 2000 15.1931 6.1198 3.3673 0.8601 4.1138 2.9153 1

Page 147: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

123

19 Papua 1976 17.4009 3.6215 1.0986 -0.2904 2.9628 3.5714 0 19n 17.3988 3.7631 1.3863 -0.2904 3.4759 4.0374 0 1978 17.3966 3.8144 1.3863 -0.2904 3.2693 4.4903 0 1979 17.3943 3.9264 1.3863 -0.2904 3.5821 4.9811 0 1980 17.3922 4.0418 2.0794 0.5850 5.3933 5.8360 0 1981 17.3890 4.1150 2.0794 0.5850 5.2756 5.8638 0 1982 17.3857 4.1962 2.4849 1.0339 5.3730 4.m4 0 1983 17.3824 4.2726 2.4849 1.0339 5.1516 4.2038 0 1984 17.3791 4.33n 2.4849 1.0339 5.1516 4.2629 0 1985 17.3697 4.4035 2.4849 1.0339 5.3723 4.2126 0 1986 17.3675 4.4991 2.7081 1.2856 3.8861 3.7923 0 1987 17.3653 4.5507 2.7081 1.2856 4.1563 4.6486 0 1988 17.3628 4.6052 2.9957 1.5049 1.6930 4.3657 0 1989 17.3603 4.6388 3.1781 1.6511 4.4719 5.0754 0 1990 17.3578 4.7020 3.2958 1.7466 6.6247 5.0280 0 1991 17.3548 4.7535 3.4657 1.9n7 6.8022 5.6n1 0 1992 17.3521 4.7912 3.6636 2.2189 7.1454 6.1268 0 1993 17.3490 4.8344 3.6636 2.2189 7.5713 6.3199 0 1994 17.3451 4.9221 3.6636 2.2189 6.4790 6.4367 0 1995 17.3408 4.9870 3.8918 2.3995 6.0936 6.3837 0 .. 1996 17.3309 5.0154 3.8918 2.4182 6.6250 6.6608 0 1997 17.3285 5.1021 3.9318 2.4495 7.3679 6.1029 1 1998 17.2988 5.2019 3.9512 2.4567 6.6832 5.8088 1 1999 17.2701 5.3150 3.9318 2.4495 6.4308 5.4654 1 2000 17.2399 5.3963 3.9318 2.3866 7.9638 5.9020 1

Page 148: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

124

No PrOpinsi Tahun lnForC ln psi1Wft lnpkopi ln p/(;lret In pop lngdppc ln pangan Oummy Krisis

1 Aceh 1976 15.2247 3.4340 3.5104 4.0934 14.6506 1.6705 13.0033 0 1977 15.2204 3.4658 3.5573 4.1040 14.6867 1.9630 13.1658 0 1978 15.2158 3.5836 3.5198 4.1163 14.7172 2.2518 13.1235 0 1979 15.2112 3.6376 3.7675 4.1378 14.7466 3.1366 13.3639 0 1980 15.2066 3.7613 3.8185 4.1751 14.7752 3.7356 13.4141 0 1981 15.1999 3.8287 3.9187 4.2279 14.8062 3.9138 13.6385 0 1982 15.1929 3.8713 1.1363 4.2821 11.8334 4.0311 13.6788 0 1983 15.1858 1.0776 4.2554 4.2831 14.8604 4.3168 13.7648 0 1984 15.1767 4.3041 4.2805 4.5068 14.8874 4.5134 13.7343 0 1965 15.1719 4.4660 't.3270 4.3636 14.9084 4.3190 13.7257 0 1986 15.1668 4.477't 4.3066 't.4530 14.9369 4.4955 13.8705 0 1987 15.1611 4.4887 4.6942 4.5363 14.9645 4.4671 13.8234 0 1988 15.1555 4.6052 4.6052 4.6052 14.9909 4.6052 13.8828 0 1989 15.1495 't.6635 4.6733 4.6674 15.0166 4.6668 13.9743 0 1990 15.1436 4.7005 4.5915 4.7214 15.0414 4.7175 14.0160 0 1991 15.1366 4.8752 4.5118 4.8122 15.0654 4.7889 14.0391 0 1992 15.1302 4.9345 4.4465 5.3564 15.0887 4.8751 14.1124 0 1993 15.1229 4.9837 4.ms 5.7289 15.1113 4.9691 14.1072 0 1994 15.1091 5.2883 4.8733 5.9261 15.1438 5.0810 14.1216 0 ... 1995 15.1040 5.3707 5.2895 6.1716 15.1546 5.1705 14.1612 0 1996 15.1020 5.4381 S.0249 5.9658 15.1623 5.2808 14.1972 0 1997 15.0998 5.4554 5.1093 5.9840 15.1694 5.4259 14.1813 1 1998 15.0192 5.7604 5.7936 6.5627 15.1743 5.8224 14.2554 1 1999 14.9341 5.9399 5.8730 6.5081 15.1791 5.8842 14.2558 1 2000 14.8392 6.0551 5.8055 6.5390 15.1839 5.9541 14.1810 1

2 Sumatera Utara 1976 15.0522 3.4339 3.4041 3.5144 15.8460 2.9474 14.1201 0 1977 15.0383 3.4657 3.4500 3.5547 15.8732 2.9876 14.2516 0 1978 15.0241 3.5835 3.4125 3.6057 15.8956 3.0303 14.2703 0 1979 15.0094 3.6375 3.5678 3.6297 15.9176 3.2965 14.2060 0 1980 14.9946 3.7611 3.6566 3.6547 15.9391 3.6080 14.3148 0 1961 14.9683 3.8286 3.6701 3.6968 15.9670 3.7097 14.3584 0 1982 14.9416 3.8711 3.7211 3.7004 15.9907 3.7889 14.4577 0 1983 14.9138 4.0775 3.8443 3.7864 16.0145 3.9248 14.4625 0 1984 14.8854 4.3040 3.9106 4.0350 16.0382 4.0629 14.5514 0 1985 14.8494 4.4659 3.9207 4.2807 16.0621 4.1470 14.6218 0 1986 1'1.8195 4.4773 4.4300 4.4396 16.0854 4.2223 14.5935 0 1987 14.7853 4.4886 4.7292 4.6100 16.1082 4.4209 14.7156 0 1988 14.7517 4.6052 4.6052 4.6052 16.1296 4.6052 14.7899 0 1989 14.7143 4.6634 4.4223 4.7794 16.1506 4.7499 14.8247 0 1990 14.6763 4.7004 4.3692 4.6958 16.1706 4.8744 14.8477 0 1991 14.6546 4.8751 4.2824 4.8118 16.1802 4.9731 14.8982 0 1992 14.6107 4.9344 4.1917 4.7190 16.2001 5.1787 14.9653 0 1993 14.5939 4.9836 4.4671 4.8243 16.2063 5.3478 14.9754 0 1994 14.5756 5.2882 4.7703 4.9434 16.2117 5.5062 15.0369 0 1995 14.5178 5.3706 4.7518 S.3533 16.2265 5.6210 15.0700 0 1996 14.4791 5.4380 4.8826 5.3592 16.2446 5.7367 15.0784 0 1997 14.4530 5.4553 4.7909 5.3560 16.2536 5.8646 15.1162 1 1998 14.3578 5.7889 5.4257 5.6448 16.2626 6.3300 15.1586 1 1999 14.3212 5.8857 5.5906 5.6260 16.2658 6.5188 15.2194 1 2000 14.2697 5.6705 5.5834 6.2142 16.2701 6.5782 15.2461 1

Lampiran 2. Data Penutupan Hutan, harga produsen kelapa sawit, karet, kopi, populasi penduduk,. PDRB per kapita, hasil pangan dan dummy krisis di 19 Propinsi tahun 1976 - 2000

Page 149: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

125

3 Sumatera Barat 1976 14.9385 3.4339 3.4061 3.9170 14.9396 2.8644 13.7886 0 1977 14.9219 3.4657 3.5063 3.9867 14.9696 2.8889 13.8105 0 1978 14.9050 3.5835 3.5573 4.0296 14.9942 2.9129 13.8621 0 1979 14.8879 3.6375 3.5731 4.0614 15.0179 3.1231 13.8013 0 1980 14.8701 3.7612 3.5866 4.0981 15.0413 3.3830 13.8713 0 1981 14.8455 3.8286 3.6376 4.1566 15.0652 3.6299 13.8521 0 1982 14.8207 3.8712 3.7378 4.1586 15.0854 3.8086 13.9475 0 1983 14.7956 4.0775 3.9063 4.3791 15.1053 3.9584 14.0817 0 1984 14.7695 4.3040 4.0841 4.4450 15.1255 4.1779 14.1278 0 1985 14.7673 4.4659 4.0381 4.3232 15.1269 4.1932 14.1464 0 1986 14.7430 4.4m 4.6771 4.1799 15.1411 4.3110 14.1814 0 1987 14.7170 4.4886 4.6540 4.4655 15.1542 4.4712 14.2067 0 1988 14.6925 4.6052 4.6052 4.6052 15.1663 4.6052 14.2477 0 1989 14.6667 4.6634 4.7740 4.5591 15.1m 4.7182 14.2919 0 1990 14.6415 4.7004 4.6929 5.n47 15.1886 4.8280 14.3299 0 1991 14.6124 4.8752 4.6969 5.6711 15.1988 4.9385 14.3654 0 1992 14.5868 1.9344 4.6888 5.7434 15.2083 5.0554 14.3991 0 1993 14.5577 4.9836 4.8136 5.7989 15.2173 5.1355 11.4222 0 1994 14.5335 5.2882 4.7123 5.8873 15.2231 5.5475 14.3942 0 1995 11.5149 5.3706 5.1115 5.7462 15.2270 5.6499 14.4453 0 1996 14.5002 5.4380 4.6m 5.7548 15.2330 5.7928 14.5209 0 1997 14.4803 5.4553 4.7105 6.0916 15.2392 5.9008 14.4224 1 1998 14.4470 6.1251 5.2140 6.2001 15.2170 6.1571 14.4432 1 - 1999 14.4165 5.9544 5.5426 6.1238 15.2542 6.6025 14.4874 1 2000 14.3799 5.n48 5.5522 6.6549 15.2622 6.6795 14.4118 1

4 Riau 1976 15.7061 3.4340 3.4689 3.5689 14.4178 3.3680 12.2504 0 1977 15.6970 3.1658 3.4847 3.6608 14.4683 3.4249 12.3969 0 1978 15.6876 3.5836 3.6400 3.6846 14.5103 3.4788 12.3528 0 1979 15.6779 3.6376 3.6535 3.7320 14.5508 3.8876 12.2894 0 1980 15.6682 3.7612 3.7423 3.7664 14.5893 4.4460 12.4264 0 1981 15.6569 3.8287 3.7933 3.8102 14.6223 4.5534 12.5234 0 1982 15.6451 3.8712 3.8935 3.9637 14.6512 4.4022 12.6545 0 1983 15.6331 4.0776 4.0274 3.9802 14.6801 4.6431 12.7859 0 1984 15.6209 4.3041 4.1088 4.0253 14.7087 4.6261 12.7329 0 1985 15.5966 4.4659 4.1176 4.4963 14.7545 4.5203 10.9035 0 1986 15.5908 4.4774 4.4m 4.3328 14.7862 4.4919 12.8658 0 1987 15.5846 4.4887 4.6933 4.7149 14.8160 4.6694 12.5974 0 1988 15.5781 4.6052 4.6052 4.6052 14.8460 4.6052 12.9424 0 1989 15.5713 4.6635 4.4749 4.6388 14.8743 4.7675 12.8685 0 1990 15.5645 4.7005 4.3877 4.4239 11.9020 4.8054 12.9998 0 1991 15.5362 4.8752 4.7040 4.5035 14.9926 4.9765 13.0316 0 1992 15.5079 1.9345 4.6717 4.5137 15.0805 4.9890 13.1218 0 1993 15.4939 4.9836 4.6192 4.5240 15.1151 5.0594 13.0346 0 1994 15.4758 5.2883 4.8945 4.5345 15.1491 5.0706 13.0787 0 1995 15.4554 5.3707 4.9116 4.9149 15.1828 5.1926 13.0820 0 1996 15.4444 5.4381 4.7535 5.1735 15.2160 5.2782 13.1239 0 1997 15.4392 5.4554 4.7187 5.4019 15.2280 5.3581 13.0201 1 1998 15.2291 5.6257 5.2490 6.0332 15.2502 5.7611 12.9277 1 1999 15.0245 5.8034 5.8396 5.9309 15.2679 5.8493 13.1576 1 2000 14.7616 5.4313 5.7799 5.9274 15.2852 5.8977 13.0812 1

Page 150: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

126

5 Jambi 1976 15.1044 3.4340 3.5821 3.2748 13.9991 3.1447 12.7450 0 1977 15.0851 3.4657 3.6823 3.3254 14.0524 3.2125 12.8163 0 1978 15.0639 3.5835 3.7712 3.3560 14.0984 3.2681 12.8588 0 1979 15.0421 3.6376 3.7870 3.3999 14.1423 3.6499 12.7989 0 1980 15.0196 3.7612 3.6005 3.4159 14.1843 3.7614 12.8775 0 1981 14.9885 3.8286 3.8515 3.5820 14.2262 3.7873 12.8951 0 1982 14.9538 3.8712 3.9517 3.6312 14.2643 3.8485 12.9683 0 1983 14.9173 4.0775 4.0174 3.7672 14.3022 3.9739 13.0125 0 1984 14.8788 4.3041 4.0536 4.1573 14.3402 4.0988 13.0367 0 1985 14.8328 4.4659 4.2424 3.9769 14.3756 4.2883 13.0688 0 1986 14.7938 4.4m 4.5196 4.1142 14.4136 4.3387 13.0650 0 1987 11.7502 4.1886 1.6821 1.5800 11.4490 4.1719 13.0707 0 1988 14.6805 4.6052 4.6052 4.6052 14.5007 4.6052 13.1679 0 1989 14.6503 4.6634 4.9670 4.6567 14.5199 4.7746 13.1244 o 1990 11.5937 1.7005 4.9817 4.9999 14.5537 4.8816 13.2308 o 1991 14.5219 4.8752 5.0101 5.0252 14.5868 4.9718 13.2099 0 1992 14.3965 4.9345 5.0360 5.0473 14.6416 5.0596 13.3047 0 1993 14.3693 4.9836 5.0360 5.0807 14.6508 5.4198 13.3338 0 1994 14.3623 5.2883 5.0360 5.2137 11.6526 5.4847 13.2640 0 1995 14.3371 5.3706 5.3216 5.2859 14.6586 5.6240 13.3175 0 1996 14.3036 5.4381 5.5212 5.3768 14.6736 5.7509 13.4233 0 1997 14.2874 5.4553 5.5212 5.4239 14.6790 5.8618 13.2879 1 1998 14.1051 5.6849 5.7709 5.5835 14.6841 6.3292 13.2718 1

, 1999 13.8936 5.7562 5.7692 5.7130 14.6890 6.4589 13.2780 1 2000 13.6193 5.6332 5.3835 6.0415 11.6939 6.5978 13.2386 1

6 Sumatera Selatan 1976 15.1995 3.4340 3.4125 3.3546 15.1983 3.0326 13.4911 0 1977 15.1703 3.1657 3.4260 3.5160 15.2115 3.0508 13.5784 o 1978 15.4384 3.5835 3.8297 3.6906 15.2784 3.1142 13.5997 0 1979 15.4052 3.6376 3.9326 3.7836 15.3140 3.5996 13.6577 0 1980 15.3710 3.7612 3.8449 3.8206 15.3481 3.8164 13.6849 0 1981 15.3222 3.8286 3.9338 3.8562 15.3828 3.9342 13.7637 0 1982 15.2681 3.8712 3.9473 3.9974 15.4137 3.9609 13.7918 0 1983 15.2103 4.0775 4.1546 3.9763 15.4448 4.0578 13.9551 0 1984 15.1490 4.3041 4.2623 3.8400 15.4755 4.1720 13.9256 0 1985 15.0859 4.4659 4.3813 3.8287 15.4999 4.3931 13.9693 0 1986 15.0193 4.1m 4.9320 4.0692 15.5313 4.3742 14.0352 0 1987 14.9423 4.4886 4.7607 4.2640 15.5609 4.5256 14.0417 0 1988 14.8426 4.6052 4.6052 4.6052 15.5953 4.6052 14.1024 0 1989 14.7581 4.6634 4.3627 4.6240 15.6193 4.7411 14.1352 0 1990 14.6489 4.7005 4.3677 4.6320 15.6470 4.7912 14.1756 0 1991 14.5032 4.8752 4.5287 4.6551 15.6740 4.8927 14.0528 0 1992 14.2305 4.9345 4.7023 4.7535 15.7173 4.9845 14.2877 0 1993 14.1539 4.9636 4.7479 4.7490 15.7258 4.9908 14.1923 0 1994 14.1232 5.2883 4.7999 4.8535 15.7284 5.1002 14.1404 0 1995 11.0866 5.3706 5.0666 5.3647 15.7311 5.2636 14.3106 0 1996 14.0637 5.4381 5.0260 5.3211 15.7343 5.3954 14.3761 0 1997 14.0372 5.4553 5.0916 5.2297 15.7372 5.0736 14.3378 1 1998 13.9658 5.6410 6.1836 5.7594 15.7414 6.0518 14.5269 1 1999 13.9175 6.0177 6.1103 5.5396 15.7441 6.1246 14.4605 1 2000 13.8658 6.0918 5.6959 5.3475 15.7469 7.0036 14.4875 1

Page 151: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

127

7 Bengkulu 1976 14.0783 3.4340 2.5094 3.8658 13.3483 2.7341 11.9009 0 1977 14.0676 3.4657 2.5623 3.9132 13.4071 2.7604 12.0706 0 1978 14.0559 3.5835 2.6166 3.9434 13.4577 2.8039 12.0446 0 1979 14.0442 3.6376 2.6920 3.9985 13.5052 3.1141 11.6485 0 1980 14.0320 3.7612 2.8376 4.0255 13.5515 3.3507 12.0753 0 1981 14.0155 3.8286 2.9865 4.0661 13.5967 3.4791 12.0594 0 1982 13.9974 3.8712 3.0023 4.1174 13.6379 3.6574 12.2990 0 1983 13.9788 4.0775 3.4617 4.2945 13.6785 3.8678 12.4558 0 1984 13.9590 4.3041 3.6656 4.5339 13.7201 3.9840 12.4421 0 1985 13.9347 4.4659 3.6910 4.5497 13.7606 4.1691 12.4486 0 1986 13.9229 4.4m 4.5411 4.5817 13.8028 4.3453 12.5340 0 1987 13.9099 4.4886 4.6052 4.6052 13.6428 4.4761 12.5011 0 1988 13.8958 4.6052 4.6052 4.6052 13.8642 4.6052 12.5679 0 1989 13.8699 4.6634 4.3477 4.6052 13.9502 4.6525 12.5286 0 1990 13.8649 4.7005 4.3059 5.3984 13.9624 4.7608 12.5980 0 1991 13.6458 4.8752 4.3194 5.4697 14.0004 4.8744 12.7520 0 1992 13.8277 4.9345 4.3706 5.6119 14.0376 5.1999 12.8543 0 1993 13.8059 4.9836 4.3957 5.6420 14.0741 5.3215 12.8820 0 1994 13.7623 5.2883 4.4602 5.9746 14.1282 5.4143 12.8118 0 1995 13.7460 5.3706 4.4602 6.0424 14.1456 5.5325 12.9705 0 1996 13.7200 5.4381 4.5820 6.1059 14.1968 5.5900 13.0190 0 1997 13.7100 5.4553 4.9227 6.1656 14.2115 5.6423 13.0018 1 1998 13.7055 5.8527 5.3520 6.1813 14.2319 6.1130 12.9936 1

r 1999 13.7028 6.1430 5.4635 5.9426 14.2489 6.2084 12.9871 1 2000 13.7001 5.8916 5.0908 6.0022 14.2628 6.1920 12.9230 1

8 L.ampung 1976 13.6794 3.4340 3.0239 3.7098 15.0579 3.3036 13.2052 0 1977 13.6619 3.4657 3.0397 3.7365 15.1258 3.3093 13.3071 0 1978 13.6313 3.5835 3.0685 3.7625 15.2156 3.3174 13.3747 0 1979 13.6053 3.6376 3.1414 3.7939 15.2836 3.3744 13.4189 0 1980 13.5787 3.7612 3.2442 3.6408 15.3470 3.5508 13.5332 0 1981 13.5439 3.8286 3.3931 3.8769 15.4051 3.5747 13.6781 0 1982 13.5030 3.8712 3.4089 3.9228 15.4595 3.6199 13.7641 0 1983 13.4590 4.0775 3.6304 4.1592 15.5139 3.m2 13.9034 0 1984 13.4116 4.3041 3.7897 4.4431 15.5680 3.8632 14.0300 0 1985 13.3813 4.4659 3.8959 4.3915 15.5950 4.0622 14.0776 0 1986 13.2489 Mm 4.9598 4.4774 15.6464 4.3118 14.1m 0 1987 13.2408 4.4886 4.6478 4.4333 15.6490 4.4741 14.2773 0 1988 13.2234 4.6052 4.6052 4.6052 15.6545 4.6052 14.3205 0 1989 13.2040 4.6634 4.6024 4.5913 15.6600 4.7025 14.3715 0 1990 13.1699 4.7005 4.6132 4.5021 15.6696 4.7920 14.4248 0 1991 13.1452 4.8752 4.6559 4.5822 15.6753 4.8930 14.3712 0 1992 13.1151 4.9345 4.6586 4.6364 15.6826 4.9633 14.6073 0 1993 13.0770 4.9836 4.7239 i.6911 15.6902 5.3464 14.6157 0 1994 12.9665 5.2883 4.9501 4.7110 15.7065 5.4121 14.5943 0 1995 12.8999 5.3706 5.2220 4.8096 15.7147 5.5980 14.6404 0 1996 12.8561 5.4381 5.0614 4.8059 15.7245 5.7222 14.8837 0 1997 12.7975 5.4553 4.9364 5.6018 15.7341 5.6403 14.8573 1 1998 12.8607 5.7523 4.9973 5.8917 15.7414 6.4535 14.9429 1 1999 12.9646 5.6899 5.8049 5.8018 15.7546 6.6001 14.9067 1 2000 12.9968 5.5772 5.5559 5.9757 15.7588 6.6429 14.9370 1

Page 152: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

128

9 Kalbar 1976 16.1403 3.4340 2.9401 3.2477 14.6439 2.6429 12.9579 0 1977 16.1305 3.4657 2.9630 3.3012 14.6679 2.8430 13.0750 0 1978 16.1205 3.5835 2.9564 3.3305 14.6877 2.9073 13.1009 0 1979 16.1104 3.6376 3.0292 3.3701 14.7070 3.1133 13.1880 0 1960 16.1000 3.7612 3.2428 3.5518 14.n62 3.4253 13.2235 0 1981 16.0818 3.8287 3.3884 3.5937 14.7511 3.5244 13.3392 0 1982 16.0634 3.8712 3.4912 3.7110 14.m2 3.6162 13.3666 0 1983 16.0450 4.0776 3.6426 3.6186 14.7931 3.7758 13.3668 0 1984 16.0258 4.3041 3.7686 3.8202 14.8143 3.9149 13.2992 0 1985 15.9789 4.4659 3.7750 3.8606 14.8556 4.0509 13.2957 0 1986 15.9643 4.4m 4.2938 3.9046 14.8835 4.2150 13.3625 0 1987 15.9488 4.4886 4.5847 4.2898 14.9091 4.3743 13.3419 0 1988 15.9315 4.6052 4.6052 4.6052 14.9367 4.6052 13.39n 0 1989 15.9135 4.6635 4.4711 4.5241 14.9623 4.6854 13.4784 0 1990 15.8953 4.7005 4.3193 4.4585 14.9873 4.8217 13.4218 0 1991 15.8735 4.8752 4.5705 4.4526 15.0117 4.9602 13.4539 0 1992 15.8532 4.9345 4.7194 4.4674 15.0355 5.1623 13.5133 0 1993 15.8290 4.9836 4.8166 4.5940 15.0587 5.5678 13.5855 0 1994 15.7881 5.2883 1.9764 1.7547 15.0884 5.5107 13.5742 0 1995 15.7638 5.3707 5.0750 1.7908 15.1039 5.6536 13.65n 0 1996 15.7394 5.4381 5.0985 4.8221 15.1325 5.8020 13.6830 0 1997 15.7196 5.1553 5.1850 4.8n8 15.1499 5.9756 13.6764 1 1998 15.7195 5.9757 5.2834 5.4085 15.1689 6.3669 13.6648 1 .. 1999 15.7195 5.9589 5.1158 5.6270 15.1875 6.4600 13.8230 1 2000 15.7194 5.9682 5.8640 5.5624 15.2058 6.4704 13.7481 1

10 Kalteng 1976 16.4478 3.4339 2.8835 3.9193 13.6376 2.4492 12.1115 0 1977 16.4354 3.4657 2.9033 3.9591 13.6755 2.9605 12.1741 0 1978 16.4221 3.5835 2.9218 4.0102 13.7077 3.0229 12.1861 0 1979 16.4085 3.6375 2.9655 4.1949 13.7393 3.49n 12.2376 0 1980 16.3953 3.7612 3.1500 4.3187 13.7684 3.8224 12.2508 0 1981 16.3n8 3.8286 3.2970 4.3368 13.8047 3.9138 12.3145 0 1982 16.3487 3.8712 3.3634 4.3550 13.8367 3.9676 12.3311 0 1983 16.3235 4.0775 3.5426 4.3550 13.8691 4.0346 12.3033 0 1984 16.2987 4.3040 3.7110 4.4103 13.8999 4.1399 12.2742 0 1985 16.2678 4.4659 3.7633 4.4588 13.9305 4.2132 12.3374 0 1986 16.2538 4.4m 4.2460 4.5014 13.9639 4.3279 12.3744 0 1987 16.2387 4.4886 4.5466 4.5493 13.9950 4.4593 12.3965 0 1988 16.2224 4.6052 4.6052 4.6052 11.02n 4.6052 12.4196 0 1989 16.2051 4.6634 4.4786 4.6341 14.0576 4.6939 12.5275 0 1990 16.1874 4.7004 4.7080 4.8114 14.0876 4.8006 12.6115 0 1991 16.1661 1.8751 4.6587 4.9036 14.1169 4.9208 12.6299 0 1992 16.1460 4.9344 1.8930 1.3144 11.1156 5.1117 12.6866 0 1993 16.1218 1.9836 5.1114 4.2818 11.1737 5.6419 12.6653 0 1994 16.0903 5.2882 5.3392 4.9808 14.2016 5.6431 12.8158 0 1995 16.0542 5.3706 5.5239 5.3034 14.2293 5.7870 12.8612 0 1996 15.9716 5.4380 5.6568 5.6265 14.3378 5.9422 12.9142 0 1997 15.9607 5.4553 5.8184 5.8399 14.3478 6.0655 12.8651 1 1998 15.9823 6.0685 5.8369 5.8152 14.3676 6.4143 12.5644 1 1999 16.0179 5.7926 5.8521 6.2052 14.4010 6.4906 12.6705 1 2000 16.0529 5.9586 6.0449 6.2642 14.4334 6.5617 12.8263 1

Page 153: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

129

11 Kalsel 1976 14.6947 3.4340 3.1919 3.8420 14.4458 2.8259 13.4164 0 1977 14.6717 3.4657 3.2649 3.8491 14.4736 2.8567 13.4816 0 1978 14.6480 3.5835 3.3312 3.8675 14.4965 2.9142 13.5107 0 1979 14.6239 3.6376 3.3623 3.8893 14.5186 3.1926 13.5106 0 1980 14.5986 3.7612 3.4273 3.9214 14.5406 3.4059 13.5126 0 1981 14.5619 3.8286 3.5137 3.9642 14.5640 3.6311 13.5804 0 1982 14.5243 3.8712 3.6011 4.0838 14.5836 3.7819 13.5169 0 1983 14.4859 4.0775 4.0769 4.1269 14.6031 4.0012 13.5466 0 1984 14.4452 4.3041 4.2464 4.1774 14.6229 4.1141 13.6582 0 1985 14.4010 4.4659 4.3024 4.2355 14.6400 4.2584 13.6895 0 1986 14.3726 4.4m 4.4307 4.2973 14.6603 4.3151 13.6862 0 1987 14.3406 4.4886 4.4750 4.4478 14.6800 4.4665 13.6832 0 1988 14.3085 4.6052 4.6052 4.6052 14.6989 4.6052 13.7450 0 1989 14.2735 4.6634 4.5081 4.7179 14.7172 4.7531 13.7519 0 1990 14.23$2 4.7005 4.4743 4.7565 14.7348 4.8593 13.8146 0 1991 14.1960 4.8752 4.5338 4.7737 14.7518 4.9887 13.8631 0 1992 14.1564 4.9345 4.4386 4.6982 14.7682 5.0725 13.9979 0 1993 14.1094 4.9836 4.4819 4.7040 14.7839 5.4923 13.9612 0 1994 14.0489 5.2883 4.6578 4.6140 14.7991 5.5906 13.9481 0 1995 13.9806 5.3706 5.1023 4.6188 14.8138 5.7177 14.0034 0 1996 13.8972 5.4381 5.2609 4.7582 14.8452 5.8659 14.0326 0 1997 13.8147 5.4553 5.2615 5.3260 14.8669 5.9499 14.0221 1 1998 13.7989 5.4435 5.2737 5.7090 14.8776 6.4040 13.8967 1

, 1999 13.7757 6.3110 5.2875 5.7145 14.8933 6.5729 14.1629 1 2000 13.7515 6.3926 5.1608 5.8103 14.9088 6.6475 14.1299 1

12 Kaltim 1976 16.7167 3.4340 3.2842 3.4206 13.7822 3.3994 11.7372 0 1977 16.7154 3.4658 3.3432 3.4362 13.8481 3.4153 11.8289 0 1978 16.7138 3.5836 3.3555 3.4588 13.9061 3.4256 11.8474 0 1979 16.7123 3.6376 3.5024 3.5018 13.9610 3.6006 11.7409 0 1980 16.7108 3.7612 3.5595 3.5303 14.0127 4.1280 11.8598 0 1981 16.7084 3.8287 3.6537 3.5864 14.0707 4.1617 12.1144 0 1982 16.7057 3.8712 3.8162 3.7393 14.1251 4.0884 12.1481 0 1983 16.7030 4.0776 3.8851 3.9344 14.1795 4.1184 11.5742 0 1984 16.7001 4.3041 4.0378 3.9690 14.2336 4.3953 11.9032 0 1985 16.6989 4.4659 4.0753 3.9922 14.2519 4.4508 12.0390 0 1986 16.6897 4.4774 4.3652 4.0178 14.2758 4.3268 12.0829 0 1987 16.6717 4.4887 4.5309 3.8725 14.3163 4.5548 12.2632 0 1988 16.6519 4.6052 4.6052 4.6052 14.3587 4.6052 12.2745 0 1989 16.6305 4.6635 4.4899 4.5630 14.3986 4.6698 12.3133 0 1990 16.6085 4.7005 4.4004 4.5934 14.4377 4.8170 12.3874 0 1991 16.5815 4.8752 4.9740 4.6302 14.4760 4.9093 12.4543 0 1992 16.5558 4.9345 4.9441 4.8572 14.5134 4.9420 12.4026 0 1993 16.5245 4.9836 4.9575 5.0061 14.5501 5.2173 12.4943 0 1994 16.4831 5.2883 5.0160 5.1404 14.5863 5.2332 12.6771 0 1995 16.4351 5.3707 5.1961 5.3200 14.6220 5.3181 12.8380 0 1996 16.4223 5.4381 5.2721 5.4678 14.6394 5.3874 12.9475 0 1997 16.4079 5.4554 5.2724 5.5944 14.6543 5.4835 12.9509 l 1998 t6.3m 6.1126 5.2978 5.6860 14.6725 6.1722 12.1117 1 1999 16.3424 6.1973 5.1893 5.7793 14.6927 6.2264 12.9562 I 2000 16.3057 6.2510 5.2321 5.9029 14.7124 6.4843 12.9379 1

Page 154: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

130

13 Sulawesi Utara 1976 14.4634 3.4339 2.6497 4.0495 13.8828 3.1916 12.2917 0 1977 14.4264 3.4657 2.8279 4.0553 14.1298 3.3538 12.2566 0 1978 14.3879 3.5835 2.9557 4.0752 14.2991 3.3817 12.5266 0 1979 14.3483 3.6375 3.0722 4.0642 14.4416 3.6929 12.4097 0 1980 14.3074 3.7612 J.2n7 4.0946 14.5646 3.9900 12.4931 0 1981 14.2954 3.8286 3.4359 4.1129 14.5897 4.0432 12.4567 0 1982 14.2834 3.8712 3.5107 4.1445 14.6109 4.2092 12.7239 0 1983 14.2715 4.0775 3.8484 4.1913 14.6318 4.2228 12.9043 0 1984 14.2597 4.3040 3.9468 4.2206 14.6523 4.3065 12.8672 0 1985 14.2561 4.4659 3.9922 4.2357 14.6574 4.3096 12.9261 0 1986 14.2348 4.4m 4.2879 4.4267 14.6743 4.3723 13.0965 0 1987 14.2114 4.4886 4.5403 4.5359 14.6904 4.5082 13.0728 0 1988 14.1881 4.6052 4.6052 4.6052 14.7059 4.6052 13.1360 0 1989 14.1631 4.6634 4.5701 4.6639 14.7209 4.7124 13.0784 0 1990 14.1381 4.7004 4.5086 4.7135 14.7354 4.8524 13.1307 0 1991 14.1085 4.8752 4.7009 4.7591 14.7495 4.9782 13.1821 0 1992 14.0812 4.9344 4.7909 4.7996 14.7630 5.1789 12.9882 0 1993 14.0491 4.9836 4.8524 4.8678 14.7761 5.4131 13.1565 0 1994 14.0083 5.2882 4.9583 5.2836 14.7889 5.5494 13.1747 0 1995 13.9625 5.3706 5.0263 5.5937 14.8013 5.7094 13.2384 0 1996 13.9579 5.4380 5.0429 5.7780 14.8037 5.9284 13.3875 0 1997 13.9163 5.4553 5.1047 6.0014 14.8197 6.0731 13.1883 1 1998 13.9207 5.7140 5.1768 6.2118 14.8333 6.5806 13.0319 1 1999 13.9339 5.8800 5.2768 6.3503 14.8747 6.6991 13.2291 1 2000 13.9471 5.6927 5.4322 6.6284 14.9145 7.2343 13.5132 1

14 Sulawesi T engah 1976 15.5145 3.4340 3.3763 3.4966 13.8828 3.1058 12.1764 0 1977 15.4957 3.4657 3.3917 3.4966 13.9367 3.3079 12.3700 0 1978 15.4749 3.5835 3.4058 3.5283 13.9834 3.3237 12.4301 0 1979 15.4533 3.6376 3.4566 3.5755 14.0283 3.5250 12.4829 0 1980 15.4318 3.7612 3.5941 3.6329 14.0702 3.6485 12.4838 0 1981 15.4035 3.8286 3.7154 3.6597 14.1097 3.7814 12.5032 0 1982 15.3720 3.8712 3.7685 3.6893 14.1458 3.8810 12.5312 0 1983 15.3387 4.0775 3.8977 3.7846 14.1822 4.0455 12.7158 0 1984 15.3047 4.3040 4.0115 3.9158 14.2176 4.1718 12.6464 0 1985 15.2878 4.4659 4.0678 3.9863 14.2318 4.2775 12.5157 0 1986 15.2592 4.4m 4.2696 4.2189 14.2667 4.3571 12.6567 0 1987 15.2275 4.4886 4.5428 4.4530 14.2994 4.4720 12.7028 0 1988 15.1924 4.6052 4.6052 4.6052 14.3337 4.6052 12.8614 0 1989 15.1542 4.6634 4.5273 4.7702 14.3661 4.7289 12.9233 0 1990 15.1142 4.7005 4.6866 4.9549 14.3979 4.8287 12.9660 0 1991 15.0645 4.8752 4.7415 5.0823 14.4292 4.9474 13.1024 0 1992 15.0162 4.9345 4.9754 5.2835 14.4598 5.2277 13.0541 0 1993 14.9561 4.9836 5.2071 5.3612 14.4899 5.4243 13.0756 0 1994 14.9439 5.2882 5.3939 5.4907 14.4945 5.5197 13.0453 0 1995 14.9287 5.3706 5.6135 5.6377 14.4998 5.6843 13.2456 0 1996 14.9174 5.4381 5.7650 5.7013 14.5072 5.8275 13.3396 0 1997 14.8777 5.4553 5.9420 5.8109 14.5267 5.9088 13.2189 1 1998 14.8836 5.2322 5.9577 5.5433 14.5491 6.6051 13.1960 1 1999 14.8894 5.9123 5.9873 6.1311 14.5713 6.6759 13.4584 1 2000 14.8952 5.8310 6.0631 6.2454 14.5930 6.7299 13.3539 1

Page 155: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

131

15 Sulawesi Selatan 1976 15.0608 3.4340 3.1646 3.4705 15.5147 3.0127 14.3691 0 1977 15.0457 3.4657 3.3233 3.4705 15.5383 3.0605 14.4211 0 1978 15.0385 3.5835 3.4623 3.4886 15.5474 3.0917 14.4806 0 1979 15.0141 3.6376 3.6053 3.6009 15.5770 3.4034 14.4855 0 1980 14.9978 3.7612 3.6661 3.6932 15.5960 3.6026 14.6431 0 1981 14.9n5 3.8287 3.7637 3.7407 15.6176 3.7122 14.7132 0 1982 14.9454 3.8712 3.9273 3.m3 15.6370 3.7787 14.5863 0 1983 14.9230 4.0775 3.9990 3.8180 15.6526 1.6104 14.8083 0 1984 14.9006 4.3041 4.1528 3.9669 15.6681 4.0750 14.89n 0 1985 14.8730 4.4659 4.1897 3.9871 15.6835 4.2138 14.9371 0 1986 14.8456 4.4m 4.4981 4.0Jn 15.7076 4.31n 14.9877 0 1987 14.8255 4.4886 4.5831 4.4890 15.7228 4.3970 14.9153 0 1988 14.8061 4.6052 4.6052 4.6052 15.73n 4.6052 15.0220 0 1989 14.7875 4.6635 4.5977 4.8678 15.7496 4.7112 15.1182 0 1990 14.7690 4.7005 4.4687 4.9140 15.7617 4.8011 15.0948 0 1991 14.7479 4.8752 4.4648 4.9411 15.7731 4.9486 15.08'!1 0 1992 14.n91 4.9345 4.8059 4.9148 15.7838 5.0299 15.2178 0 1993 14.7083 4.9836 4.m3 4.9590 15.7937 5.3791 15.1602 0 1994 14.6836 5.2883 4.9738 4.9677 15.8028 5.4066 15.2086 0 1995 14.6570 5.3706 5.2471 4.9746 15.8116 5.5550 15.3120 0 1996 14.6434 5.4381 5.1048 4.9834 15.8201 5.6782 15.4036 0 1997 14.5644 5.4553 5.0517 5.2235 15.8558 5.7963 15.3506 l 1998 14.6034 5.7920 5.7308 5.6676 15.8739 6.3003 15.3146 1

~ 1999 14.6368 5.8315 5.8970 5.8839 15.8902 6.3809 15.3247 1 2000 14.6484 5.4932 5.7489 5.8149 15.9013 6.4793 15.2722 1

16 Sulawesi Tenggara 1976 14.8670 3.4340 3.0681 3.9221 13.5923 2.9149 11.0705 0 1977 14.8561 3.4657 3.1405 3.9221 13.6406 2.9410 11.4259 0 1978 14.8447 3.5835 3.1566 3.9416 13.6807 2.9539 1t.61n 0 1979 14.8333 3.6376 3.3333 4.0083 13.7188 3.1815 11.5210 0 1980 14.8216 3.7612 3.4067 4.0488 13.7558 3.4519 11.6920 0 1981 14.8073 3.8286 3.5228 4.0826 13.7889 3.5864 11.7455 0 1982 14.7925 3.8712 3.7130 4.1107 13.8176 3.8973 11.8313 0 1983 14.mS 4.0775 3.7948 4.1527 13.8460 4.0294 12.0430 0 1984 14.7620 4.3040 3.9679 4.1794 13.8747 4.2036 12.1618 0 1985 14.7228 4.4659 4.0089 4.3826 13.9321 4.1813 12.0558 0 1986 14.7101 4.4m 4.3460 4.4424 13.9706 4.2638 12.1786 0 1987 14.6958 4.4886 4.5255 4.5049 14.0076 4.3n5 12.6164 0 1988 14.6817 4.6052 4.6052 4.6052 14.0428 4.6052 12.2887 0 1989 14.6663 4.6634 4.4813 4.7738 14.0769 4.7096 12.3137 0 1990 14.6507 4.7005 4.3844 4.8732 14.1100 4.7843 12.3115 0 1991 14.6321 4.8752 4.99n 4.9060 14.1421 4.9127 12.3912 0 1992 14.6148 4.9345 5.0302 5.1055 14.1731 4.9564 12.6279 0 1993 14.5942 4.9836 5.0926 5.6116 14.2032 5.2330 12.6205 0 1994 14.5678 5.2883 5.1722 5.6700 14.2326 5.2616 12.6775 0 1995 14.5382 5.3706 5.3457 5.7313 14.2614 5.4170 12.8137 0 1996 14.5093 5.4381 5.4177 5.8221 14.3123 5.5328 12.8731 0 1997 14.4964 5.4553 5.4441 5.8476 14.3289 5.6370 12.n55 1 1998 14.4560 5.6913 5.4698 6.1264 14.3510 6.2304 12.8326 1 1999 14.3938 5.8572 5.6630 6.1659 14.3832 6.2803 12.9560 1 2000 14.3261 5.6029 5.8781 6.4023 14.4143 6.4157 12.9044 1

Page 156: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

131

15 Sulawesi Selatan 1976 15.0606 3.4340 3.1646 3.4705 15.5147 3.0127 14.3691 0 1977 15.0457 3.4657 3.3233 3.4705 15.5383 3.0605 14.4211 0 1978 15.0385 3.5835 3.4623 3.4886 15.5474 3.0917 14.4806 0 1979 15.0141 3.6376 3.6053 3.6009 15.5770 3.4034 14.4855 0 1980 14.9978 3.7612 3.6661 3.6932 15.5960 3.6026 14.6431 0 1981 14.9725 3.8287 3.7637 3.7407 15.6176 3.7122 14.7132 0 1982 14.9454 3.8712 3.9273 3.7723 15.6370 3.7787 14.5863 0 1983 14.9230 4.0775 3.9990 3.8180 15.6526 1.6104 14.8083 0 1984 14.9006 4.3041 4.1528 3.9669 15.6681 4.0750 14.8972 0 1985 14.8730 4.4659 4.1897 3.9871 15.6835 4.2138 14.9371 0 1986 14.8456 4.4m 4.4981 4.0372 15.7076 4.3172 14.9877 0 1987 14.8255 4.4886 4.5831 4.4890 15.7228 4.3970 14.9153 0 1988 14.8061 4.6052 4.6052 4.6052 15.7372 4.6052 15.0220 0 1989 14.7875 4.6635 4.5977 4.8678 15.7496 4.7112 15.1182 0 1990 14.7690 4.7005 4.4687 4.9140 15.7617 4.8011 15.0948 0 1991 14.7479 4.8752 4.4648 4.9411 15.7731 4.9486 15.0841 0 1992 14.7291 4.9345 4.8059 4.9148 15.7838 5.0299 15.2178 0 1993 14.7083 4.9836 4.m3 4.9590 15.7937 5.3791 15.1602 0 1994 14.6836 5.2883 4.9738 4.9677 15.8028 5.4066 15.2086 0 1995 14.6570 5.3706 5.2471 4.9746 15.8116 5.5550 15.3120 0 1996 14.6434 5.4381 5.1048 4.9834 15.8201 5.6782 15.4036 0 1997 14.5644 5.4553 5.0517 5.2235 15.8558 5.7963 15.3506 1 1998 14.6034 5.7920 5.7308 5.6676 15.8739 6.3003 15.3146 1

r 1999 14.6368 5.8315 5.8970 5.8839 15.8902 6.3809 15.3247 1 2000 14.6484 5.4932 5.7489 5.8149 15.9013 6.4793 15.2722 1

16 Sulawesi Tenggara 1976 14.8670 3.4340 3.0681 3.9221 13.5923 2.9149 11.0705 0 1977 14.8561 3.4657 3.1405 3.9221 13.6406 2.9410 11.4259 0 1978 14.8447 3.5835 3.1566 3.9416 13.6807 2.9539 11.6172 0 1979 14.8333 3.6376 3.3333 4.0083 13.7188 3.1815 11.5210 0 1980 14.8216 3.7612 3.4067 4.0488 13.7558 3.4519 11.6920 0 1981 14.8073 3.8286 3.5228 4.0826 13.7889 3.5864 11.7455 0 1982 14.7925 3.8712 3.7130 4.1107 13.8176 3.8973 11.8313 0 1983 14.m5 4.0775 3.7948 4.1527 13.8460 4.0294 12.0430 0 1984 14.7620 4.3040 3.9679 4.1794 13.8747 4.2036 12.1618 0 1985 14.7228 4.4659 4.0089 4.3826 13.9321 4.1813 12.0558 0 1986 14.7101 4.4773 4.3460 4.4424 13.9706 4.2638 12.1786 0 1987 14.6958 4.4886 4.5255 4.5049 14.0076 4.3725 12.6164 0 1988 14.6817 4.6052 4.6052 4.6052 14.0428 4.6052 12.2887 0 1989 14.6663 4.6634 4.4813 4.7738 14.0769 4.7096 12.3137 0 1990 14.6507 4.7005 4.3844 4.8732 14.1100 4.7843 12.3115 0 1991 14.6321 4.8752 4.9972 4.9060 14.1421 4.9127 12.3912 0 1992 14.6148 4.9345 5.0302 5.4055 14.1731 4.9564 12.6279 0 1993 14.5942 4.9836 5.0926 5.6116 14.2032 5.2330 12.6205 0 1994 14.5678 5.2883 5.1722 5.6700 14.2326 5.2616 12.6775 0 1995 14.5382 5.3706 5.3457 5.7313 14.2614 5.4170 12.8137 0 1996 14.5093 5.4381 5.4177 5.8221 14.3123 5.5328 12.8731 0 1997 14.4964 5.4553 5.4441 5.8476 14.3289 5.6370 12.7255 1 1998 14.4560 5.6913 5.4698 6.1264 14.3510 6.2304 12.8326 1 1999 14.3938 5.8572 5.6630 6.1659 14.3832 6.2803 12.9560 1 2000 14.3261 5.6029 5.8781 6.4023 14.4143 6.4157 12.9044 1

Page 157: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

132

17 Nusa T enogara Ba rat 1976 13.3542 3.4339 3.5288 3.9744 14.7241 3.2563 13.0207 0 1977 13.3695 3.4657 3.5875 3.9744 14.7514 3.2775 13.0342 0 1978 13.3848 3.5834 3.6579 4.0117 14.7743 3.2902 13.2191 0 1979 13.3999 3.6375 3.7741 4.0641 14.7964 3.4546 13.3856 0 1980 13.4147 3.7611 3.9958 4.1308 14.8160 3.6240 13.4666 0 1981 13.4374 3.8286 4.0682 4.2410 14.8432 3.8153 13.6653 0 1982 13.4597 3.8711 4.0916 4.3477 14.8649 3.9m 13.7202 0 1983 13.4813 4.0775 4.1664 4.3755 14.8864 4.1130 13.7280 0 1984 13.5023 4.3040 4.1925 4.4029 14.9078 4.2692 13.8207 0 1985 13.5118 4.4658 4.2885 4.4171 14.9159 4.3741 13.7912 0 1986 13.5274 1.4m 4.3632 4.4861 14.9414 4.4359 13.7893 0 1987 13.5442 4.4886 4.5148 4.5501 14.9658 4.5166 13.7933 0 1988 13.5599 4.6052 4.6052 4.6052 14.9887 4.6052 13.8628 0 1989 13.5763 4.6634 4.6006 4.6619 15.0109 4.7256 13.9657 0 1990 13.5921 4.7004 4.7293 4.7307 15.0324 4.9014 13.9771 0 1991 13.6101 4.8751 5.2727 4.7659 15.0532 5.0479 13.9860 0 1992 13.6260 4.9344 5.2769 4.9007 15.0731 5.3115 13.9800 0 1993 13.6439 4.9835 5.3003 5.0189 15.0924 5.4945 14.0295 0 1994 13.6491 5.2882 5.7146 5.0951 15.0968 5.6338 14.0299 0 1995 13.6901 5.3706 5.9612 5.1132 15.1295 5.7765 14.0687 0 1996 13.6963 5.4380 5.9114 5.3981 15.1392 5.9001 14.1205 0 1997 13.7026 5.4552 5.9814 5.6535 15.1468 6.0113 14.1268 1 1998 13.7157 5.4160 6.0603 5.9411 15.1644 6.5309 14.1677 1

r 1999 13.7304 6.2882 5.9346 6.4599 15.1844 6.5990 14.1988 1 2000 13.7451 6.5792 5.7614 6.4974 15.2041 6.8822 14.2566 1

18 Malulw 1976 15.7478 3.4340 2.9663 3.5605 14.0926 3.1099 10.1380 0 1977 15.7433 3.4658 2.9814 3.5701 14.1120 3.1993 9.9415 0 1978 15.7388 3.5835 3.0931 3.5948 14.1279 3.2467 10.3098 0 1979 15.7341 3.6376 3.2381 3.6238 14.1438 3.5998 10.1737 0 1980 15.7293 3.7612 3.3228 3.6661 14.1598 3.7259 10.6617 0 1981 15.7169 3.8287 3.4536 3.7221 14.1909 3.7756 10.6532 0 1982 15.7045 3.8712 3.5194 3.8747 14.2169 3.8792 10.4551 0 1983 15.6916 4.0776 3.5408 3.9285 14.2434 4.0321 10.2860 0 1984 15.6782 4.3041 3.6865 3.9908 14.2704 4.1216 10.6016 0 1985 15.6637 4.4659 3.6956 4.0617 14.2944 4.1014 10.4083 0 1986 15.6541 4.4774 4.4225 4.2907 14.3265 4.2088 9.9477 0 1987 15.6440 4.4887 4.4851 4.4447 14.3559 4.4365 10.4077 0 1988 15.6339 4.6052 4.6052 4.6052 10845 4.6052 10.5895 0 1989 15.6234 4.6635 4.3714 4.7199 14.4111 4.7617 10.1537 0 1990 15.6130 4.7005 4.4678 4.7591 14.4367 4.8370 10.5308 0 1991 15.6010 4.8752 4.8801 4.7982 14.4612 4.9678 10.7519 0 1992 15.5901 4.9345 5.1112 5.0512 14.4844 5.0634 10.1489 0 1993 15.5776 4.9836 5.0943 5.1354 14.5066 5.1138 11.2437 0 1994 15.5619 5.2883 5.1727 5.0768 14.5283 5.3449 10.8689 0 1995 15.5445 5.3707 5.2942 5.0799 14.5495 5.4298 10.7814 0 1996 15.5324 5.4381 5.4581 5.1716 14.5771 5.5683 10.m1 0 1997 15.5272 5.4553 5.6078 5.3399 14.5860 5.6481 10.4625 1 1998 15.4344 5.6051 5.7321 5.5524 14.6005 6.0168 10.7766 I 1999 15.3221 5.9711 5.7833 5.8929 14.6165 5.8169 10.9975 I 2000 15.1931 6.0321 5.8246 5.9087 14.6322 6.6132 10.6778 I

Page 158: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

133

19 Papua 1976 17.4009 3.4310 2.8770 3.6233 13.8608 3.7104 8.3751 0 19n 17.3988 3.4657 3.1929 3.6517 13.8912 3.7363 8.5690 0 1978 17.3966 3.5835 3.2813 3.6711 13.9223 3.7480 8.7178 0 1979 17.3943 3.6376 3.5052 3.6937 13.9199 4.0063 8.4793 0 1980 17.3922 3.7612 3.5318 3.7386 13.9759 4.2505 8.5923 0 1981 17.3890 3.8286 3.6194 3.7680 14.0042 4.2753 0.n91 0 1982 17.3857 3.8712 3.2714 3.8232 14.0289 4.3268 8.9102 0 1983 17.3824 1.on5 3.7270 3.9163 14.0537 4.3131 9.1820 0 1984 17.3791 4.3040 3.8191 4.0517 14.0779 4.4098 9.2065 0 1985 17.3697 4.4659 3.7857 4.3581 14.1346 4.3750 9.0670 0 1986 17.3675 1Am 4.3361 4.3n5 14.1670 4.4862 9.2237 0 1987 17.3653 4.4886 4.6188 4.3993 14.1960 4.5096 9.0782 0 1988 17.3628 4.6052 4.6052 4.6052 14.2283 4.6052 10.1178 0 1989 17.3603 4.6634 4.4641 4.6752 14.2574 4.8002 10.5173 0 1990 17.3578 4.7005 4.3522 4.7147 14.2858 5.0572 10.1033 0 1991 17.3548 4.8752 4.3793 4.7470 14.3133 5.2068 10.4955 0 1992 17.3521 4.9314 4.3882 4.7818 14.3400 5.2888 10.4160 0 1993 17.3490 4.9836 4.9145 4.9502 14.3659 5.7990 10.6239 0 1994 17.3451 5.2882 5.0376 5.0093 14.3913 5.8206 10.7593 0 1995 17.3408 5.3706 5.4927 5.3660 14.4161 6.0511 10.9463 0 1996 17.3309 5.4381 5.3647 5.5124 14.5191 6.1804 10.9708 0 1997 17.3285 5.4553 5.3311 5.6946 14.5374 6.2405 10.nt7 1 1998 17.2988 5.5828 5.6786 5.8290 14.5629 7.0170 11.0673 1

r 1999 17.2701 5.7590 5.7078 5.9110 14.5869 6.9482 11.3779 1 2000 17.2399 5.5656 5.9662 6.0997 14.6103 7.0058 11.3901 1

Page 159: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

134

14.91125 0.939377 49.32275 673.2260 0.000000

Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid F-statistic Prob(F-statistic)

0.882079 0.875790 0.331068

-136.0751 0.466495

R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Log likelih:xxt Duran-Watson stat

0.0000 0.0980 0.0000 0.0568 0.0462 0.0000

-13.87489 -1.658267 -14.34714 -1.909414 1.999390

-5.481647

0.029708 0.052269 0.040886 0.012362 0.019723 0.062028

16.80806 16.85313 16.75086 16.74044 16.35806 16.51646 16.38022 16.22200 16.91422 16.97984 16.72575 17.00875 16.98805 16.64376 16.96915 17.22730 17.14920 17.31256 17.66074

-0.412192 -0.086676 -0.586599 -0.023604 0.039435

-0.340015

Ln(PKA YU?) Ln(NOHPH?) Ln(L.HPH?)

Ln(BBAKU?) Ln(EKSPOR?)

Klisis? Axed Efl'ErtS

_ACEH--C _SUMUT--C

_SUMBAR--C _RIAU--C

_JAMBI--C _SUMSEL--C

_BKL--C _LMP--C

_KALBAR--C _KALTENG--C _KALSEL-C _KALTIM--C _SULUT--C

_SULTENG--C _SULSEL-C _SULTRA-C

_NTB--C _MLK-C PAPUA--C

t-Statistic Std. Error C.oeffident Prob. Variable

Dependent Variable: Ln(FORC?) Mettxx:I: Pooled Least Squares Date: 02/05/05 Time: 23:32 Sample: 1976 2000 Indu:::led observations: 25 Number of cross-sections used: 19 Total panel (balanced) observations: 475

Lampiran 3. Estimasi Model Perubahan Penutupan Hutan Akibat Penebangan Hutan dengan Model Fixed Effect

Page 160: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

135

14.91125 0.939377 116.8061 193.1375 0.000000

Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid F-statistic Prob(F-st.atistic)

0.720741 0.705192 0.510046

-340.8309 0.303544

R-squared Adjusted R-squared S. E. of regression Log likelihood Durbin-Watson st.a_t

0.0062 0.0008 0.0000 0.0000 0.0230 0.0000 0.7851

-2.748719 -3.388630 -5.061673 -4.204848 2.281822 13.08556

-0.272880

0.144862 0.094966 0.095041 0.101361 0.087118 0.060576 0.096648

-0.398185 -0.321804 -0.481065 -0.426210 0.198788 0.792673

-0.026373

19.67238 19.42532 19.52461 19.20798 18.n158 18.98760 18.12469 17.86577 19.31545 20.11117 19.32929 19.35798 19.16380 18.64782 19.3n61 19.18908 18.18552 18.04125 17.78523

Ln(PSAWll?) Ln(PKOPI?)

Ln(PKARET?) Ln(POP?)

Ln(GDPPC?) Ln(PANG~?)

Krlsis? Axed Effects

_ACEH--C _SUMUT--C _SUMBAR--C

_RIAU--C _JAMBI--C

_SUMSEL--C _BKL--C _LMP--C

_KALBAR--C _KAL TENG--C _KALSEL-C _KALTIM--C _SULUT--C

_SULTENG-C _SULSEL-C _SULTRA-C

_NTB--C _MLK-C PAPUA--C

t-Statistic Std. Error Coefficient Prob. Variable

Dependent Variable: Ln(FORC?) Method: Pooled Least Squares Date: 02/05/05 lime: 23:36 Sample: 1976 2000 Induded observations: 25 NLrnber of cross-sections used: 19 Total panel (balanced) observations: 475

L.ampiran 4. Estimasi Model Perubahan Penutupan Hutan Akibat Konversi Hutan dengan Model Fixed Effect

Page 161: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

136

14.91125 0.939377 41.86708 362.8874 0.000000

Mean dependent var S.D. dependent var Sun squared resid F-statistic Prob(F-statistic)

0.899904 0.893141 0.307075

-97.15226 0.451776

R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Log likelihood Durbin-Watson st.at

17.49907 17.40124 17.43857 17.06987 16.79167 17.01130 16.78146 16.70595 17.39968 17.43369 17.17854 17.27859 17.35249 17.06195 17.54610 17.77650 17.51111 17.45334 17.26425

-0.013052 -0.060915 -0.135435 -0.179043 0.069077 0.298107

-0.227423 -0.132525 -0.354522 -0.002945 0.019467

-0.298781

Ln(PSAWll?) Ln(PKOPI?)

Ln(PKARffi) Ln(POP?)

Ln(GDPPC?) Ln(PANGAW) Ln(PKAYU?) Ln(NOHPH?) Ln(LI-iPH?)

Ln(BBAl<JJ?) Ln(EKSPOR?)

KriSis? Rxed Effects

_ACEH--C _SUMUf--C

_SUMBAR--C _RIAU--C _JAMBI--C

_SUMSEL--C _BKL--C _LMP--C

_KALBAR--C _KAL TENG--C _KALSEL-C _KALTIM--C _SULUf--C

_SULTENG--C _SULSEL-C _SULTRA-C

_NTB--C _MLK-C PAPUA--C

Std. Error t-St.atistic Prob. 0.101827 -0.128181 0.8981 0.059545 -1.023009 0.3069 0.060671 -2.232268 0.0261 0.062912 -2.845948 0.0046 0.053586 1.289092 0.1980 0.043476 6.856869 0.0000 0.054383 -4.181871 0.0000 0.054756 -2.420265 0.0159 0.047535 -7.458083 0.0000 0.012375 -0.237945 0.8120 0.019203 1.013743 0.3113 0.060564 -4.933345 0.0000

Coefficient Variable

Dependent Varia!je: Ln(FORC?) Method: Pooled Least Squares Date: 02/05/05 lime: 22:59 Sample: 1976 2000 Included observations: 25 Nimber of cross-sections used: 19 Tot.al panel (balanced) observations: 475

Lampiran 5. Estimasi Model Perubahan Penutupan Hutan Akibat Penebangan Hutan dan Konversi Hutan dengan Model Fixed Effect

Page 162: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

137

14.91125 0.939377 49.40164

Mean dependent var S. D. dependent var Sum squared resid

0.881891 0.880377 0.324899 0.465271

R-squarecl Adjusted R-squared S.E. of regression Durlin-Watson stat

unweighted StatiStics induding Random

Effects

14.91125 0.939377 51.38027

Mean dependent vcr S.D. dependent var Sum squared resid

0.877160 0.875586 0.331341 0.447354

R-squared Adjusted R-squared S. E. of regression Durlin-Watson stat

GLS Transformed Regression

0.0000 0.0000 0.0911 0.0000 0.0451 0.0534 0.0000

83.65259 -13.84250 -1.693357 -14.48718 -2009000 1.936844

-5.404463

0.201497 0.029559 0.052076 0.040715 0.012236 0.019634 0.061961

-0.041326 0.002526

-0.096996 -0.109005 -0.475436 -0.321870 -0.456268 -0.606682 0.061040 0.123583

-0.122563 0.149807 0.127533

-0.205104 0.108940 0.357459 0.284063 0.443199 o.m100

c 16.85573 Ln(PKAYU?) -0.409167 Ln(NOHPH?) -0.088183 Ln(UiPH?)' · -0.589847

Ln(BBAKU?) -0.024582 Ln(EKSPOR?) 0.038028

Krisis? -0.334864 Randcm Effects

_ACEH--C _SUMUT--C

_SUMBAR--C _RIAU--C _JAMBI--C

_SUMSEL--C _BKL--C _LMP--C

_KALBAR--C _KAL TENG--C _KALSEL--C _KALTIM--C _SULUT--C

_SULTENG--C _SULSEL--C _SULTRA--C

_NTB--C _MLK--C

_PAf'UA--C

Prob. t-Statistic Stcl. Error Variable Coefficient

Dependent Varia~e: Ln(FORC?) Mettxx!: GLS (Variance components) Date: 02/05/05 lime: 23:33 sample: 1976 2000 Inclu:led observations: 25 NLmber of cross-sections used: 19 Total panel (balanced) observations: 475

Lampiran 6. Estimasi Model Perubahan Penutupan Hutan Akibat Penebangan Hutan dengan Model Random Effect

Page 163: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

138

14.91125 0.939377 117.1155

0.720001 Mean dependent var 0.715804 S.D. dependent var 0.500782 Sum squared resid 0.294164

R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Durbin-Watson stat

Unweighted Statistics induding Random Effects

14.91125 0.939377 122.9283

0. 706104 Mean dependent var 0.701698 S.D. dependent var 0.513059 Sum squared resid 0.280254

R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression· Durbin-Watson stat

GLS Transformed Regression

0.0000 0.0062 0.0010 0.0000 0.0001 0.0234 0.0000 0.7251

19.76417 -2.748228 -3.302477 -5.135808 -3.921081 2.273938 12.89676

-0.351894

0.964805 0.145200 0.094896 0.094693 0.098903 0.087321 0.058484 0.097125

.0.683823 0.449342 0.532855 0.261257

-0.179596 0.031975

-0.812421 -1.058040 0.338758 1.117596 0.351695 0.389567 0.214125

-0.295084 0.398660 0.215210

-0.741428 -0.868212 -1.030082

c 19.06857 Ln(PSAWil?) -0.399042 Ln(PKOPI?) -0.313392

Ln(PKARET?) -0.486324 Ln(POP?) -0.387807

Ln(GDPPC?) 0.198563 Ln(PANGAN?) 0.754253

Krisis? -0.034178 Random Effects

_ACEH--C _SUMUT--C

_SUMBAR--C _RIAU--C _JAMBl--C

_SUMSa--C _BKL-C _LMP--C

_KALBAR--C _KALTENG--C _KALSEL-C _KALTIM--C _SUWT--C

_SULTENG--C _SULSEL-C _SULTRA-C

_NTB--C _MLK-C PAPUA--C

Prob. t-stansttc Std. Error Variable Coefficient

Dependent Variable: Ln(FORC?) Method: GLS (Variance Components) Date: 02/03/05 lime: 23:05 Sample: 1976 2000 Included observations: 25 Nlmber of cross-sections used: 19 Total panel (balanced) observations: 475

Lampiran 7. Estimasi Model Perubahan Penutupan Hutan Akibat Konversi Hutan dengan Model Random Effect

Page 164: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

140

S"' ~~ g~ "'O "'"' ....... MM "' .... ... N &l ~ ~~ "'"' ,,~ cnq NO ~~ N.O NN , ..... o ~~ ~a .. ~ N~ ~~ .... § ~ ... g ... ai ..:; M ~~ ~ ~ ... §

~ i M

~ "'~ :a :-;:; ~ ig M 'j§ e- M ..... .... ~ "' "' II') a ~ ~ s M II') N ~ ~ ~

CD "' Ir- ... "' ... ~ lEl ..... "' "' ..... ..... "' ... lEl N M ... II') :-;:; .... .... 0 s os MS og os og og os NO "'"' MO os os os o8 o~. os os ... 0 N~ ~~ .... .... e-, ...

~ 0 d &j d d d d d

~ ~ i d d d id 0 d d .,; lEl ~ I~ ~ M .....

II') s ~ ... ~ M "' "' N

§ "'~ .... ~ .... ~ .... 0 og ... 8 os o~ Ng .... .,, .... "' os og og o8 os o8 ... 0 ... lZ: "'8 ~ l8 ... "' ... N ..:; ~

N :r:; d s;: d 0 ~ ~

czj d d d d d d v ~ ..;

I~ I~ s ~ e-, S3 "' e-, "' ... "' M

~ ... !!l "' ..... ~ II') ~ "' ... ... ~ 8l ... "' M M ... ... M

~ ... a: ... Sl "':S os ... 8 og N8 og o8 og og og os og og og og og os o8 ... 0

..,N g: d ..:; d .,; d ~ 0 0 0 0 d 0 0 0 d d 0 0 d i 1;-; ::::i S3 "' e-, 0

~ ~ ;:!; ~ "' II')

~ .... II') "'lZ: C:;~ .... ..., .... ..., NO MO M :g o8 11')11') .,, .... og 00 ... g og og og IN~ og "';:!; N CD CD N "! "' "' .-<(X) ... .,, 0 "' .... "' ~ "' v ..... .,; ..:; ~ d -; ai d d ..:; d d d ..:; d ..:; g

C:I~ :;; :".l M e-, 0 ~ .... M ~ II') ra l:J M M .... N r-, .... ...... ..... :::> ..... II') "' :!; :".l II') N .... -e- "' "' II') ..... .cCJ\ .... N ... .... ... "' "' :".l ... II') .... ~~ N ... r-,

CJ\00 00 "'8 M8 N8 .... s og ... s (J\ El ~~ og ... S3 ... 8 ... 0 o8 og M~ og os "'°' ...... N .-<M q "'"' (J\ :;ii ..:; ....: .,; :Q ~ d i;:i ;:!; ~ 0 ~ ~

N 0 d I~

d d ..; "' S3 :-;:; ::::i ... ... 1::! "' "' M M ..... ... N

8i 0 ... ... .... ~ .... ... ::5 II') "' M II') N M 0 N .... ... .... "' ... ... ... M

Si::: N ... ~~ ~"' OM N ... go g ... (!;N ~"' ..,...., ~N go go so 8"' so S"' .,, ... s ... 8 ;!: :Q M 0 "! q "' ~

....: ~ ~

.... ~ d ..; s: N "' ~

d d d ~

d ~ ~ vi .;. .~ C:; ;:!; N ~ l8 ~ g

II') N "' "' ~ f;:l (J\ ..... "' ..... "' g: N "' (J\ ~ N ~ ~ :".l "' ... ... ..... N

"" .... ,.,.,., O>N :::l!!l Mii') g"' ~ ..... .,, .... .,, .... :g"' 8!!l lZ::!; :::! ... 8" 8 ... 8" f1:N "'"' s .... ~II') g ,._CD g:"' ,., ... ":" .,, ... ..... M a .;::::i;:: ~ ~ i ~ ~ .,;

~ d ~ ~

..; ~ § ..; g ~ ~ ..:;

~ ~ g "' Ii> ~ ......

"': ':! "' .... "' ..... .... 0 ....

~ ~ ... ~ ~ g; ... M ... II') N

~ g N :g N ;: "' II') S3 ~ ...... M M ... ..,. 0 .... ... .... :::l ~ .... .. . c: - ,_ ";; 1-;;; 1-;;; - - 'Iii -;;; ';; -;;; 'Iii 'ftj -;;; Iii -;; '; Iii 'Iii 'fti Iii "' "' "' "' "' ~

.c 15 .c .c .c: .c .c: .c: .c: .c .c: .c: .c: .c .c .c f5 ~ .c: .c .c ,- - - - - - ,_ - ,_ - ,_ 1- - ,_ - r- 1- - .,. .. .,. .. .,. "' """' """' .,. "' "' .. """' "'"' """' """' "" .. .,. "' "" .. ~= "" .. "" .. 'a ::: "" .. "" .. "' .. :5 .3 53 § .3 c:"' 5 .9 53 53 :5 3 c: "' c:"' c: "' :5 .3 :5 .3 :5 .3 5 .3 53 :5 .3 :5 .3 c"' :::i.3 :::i.3 :::i.3 :::i.3 :::i.3 ::I .3 ::I .3 .c c: :!! c - "' ~ !! °' :::> .c: .. c

;;; :!! e !! :!! c E .!!! f! "' OI

~ c: .l!l .!!! "' ~ I= ... OI OI

"' ... "' "' .l!l c: c: e Q. ::i "' I/) c: ~ c c ::I ~ ~ ~ !! ;$ G. e :!! :!! ~ "' :i !! B ;;; ;;; l ;;; ::I in .!l .!l ~ :::> c: c c: c: c: ~ ... ~ ~ :::> z "' :0 "' ... :::> "' "' "' "' 3: ... "' .c: Cl c. g .§ .§ E ::> .2 :::> 0 ... E :::> E E E ~ E

~ .!!! !!l .!!! .!!! f!: ;;; c. 0

.:.! :::> .!!! "' " " ~ >:! ;;; ~ :::> :::> :::> " "' ~ iS "' ct: ..... I/) I/) "' "' I/) I/) I/) I/) z ::.: ::.: .... N M .... II') "' ..... "' "' 0 ... N M .... ~ "' ..... "' "' 0 0 ... .... ... ... ... ... ... ... ... N z

Page 165: Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/169809-[_Konten_]-roosi... · Untuk kelestarian hutan petfu dilakukan

141

Sumber • Departemen Kehutanan,2004

No. Propinsi Satuan Tahun s/d 1994/1995 1995/1996 1996/1997 1997/1998 1998/1999

1 Aceh Unit 12 0 0 0 0 Luas (ha) 39,376.65 0.00 0.00 0.00 0.00

2 Sumatera Utara Unit 11 1 0 0 0 Luas (ha) 25,805.44 2,725.00 0.00 0.00 0.00

3 Riau Unit 13 0 0 0 0 Luas (ha) 74,029.78 0.00 0.00 0.00 0.00

4 Jambi Unit 12 1 0 1 0 Luas (ha) 76,189.53 1,113.00 0.00 810.00 0.00

5 Sumatera Barat Unit 8 0 0 0 0 Luas (ha) 16,242.25 0.00 0.00 0.00 0.00

6 Sumatera Selatan Unit 27 2 0 0 0 Luas (ha) 119,613.28 980.00 0.00 0.00 0.00

7 Bengkulu Unit 3 0 1 1 0 Luas (ha) 12,967.45 0.00 560.00 800.00 0.00

8 Lampung, Unit 14 0 2 0 0 Luas (ha) 131,136.20 0.00 3,011.00 0.00 0.00

9 Kalimantan Barat Unit 17 0 0 0 0 Luas (ha) 49,199.16 0.00 0.00 0.00 0.00

10 Kalimantan Tengah Unit "}] 0 0 0 0 Luas (ha) 66,135.77 0.00 0.00 0.00 0.00

11 Kalimantan limur Unit 9 0 0 0 0 Luas (ha) 39,891.09 0.00 0.00 0.00 0.00

12 Kalimantan Selatan Unit 8 0 1 0 0 Luas (ha) 40,186.50 0.00 3,315.00 0.00 0.00

13 Sulawesi Utara Unit 3 0 0 0 0 Luas (ha) 5,089.56 0.00 0.00 0.00 0.00

14 Sulawesi Tengah Unit 15 0 1 0 0 Luas (ha) 35,229.23 0.00 1,070.00 0.00 0.00

15 Sulawesi Tenggara Unit 20 1 0 0 0 Luas (ha) 53,246.21 1,:W0.00 0.00 o.oo 0.00

16 Sulawesi Se.Iatan Unit 4 0 3 1 0 Luas (ha) 8,179.65 0.00 2,678.00 535.00 0.00

17 N"TB Unit 2 0 0 0 0 Luas (ha) 2,950.00 0.00 0.00 0.00 0.00

18 N'TT Unit 0 2 0 0 0 Luas (ha) 0.00 1,137.00 0.00 0.00 0.00

19 Maluku Unit 11 0 0 0 0 Luas (ha) 23,776.58 0.00 0.00 0.00 0.00

20 Papua Unit 22 0 0 0 0

. luas (ha) 111,194A8 ij,00 ij,00 0.00 ij,00

INDONESIA Un~ 238 7 8 3 0 Luas (ha) 936,738.81 7,155.00 10,634.00 2,145.00 0.00

L.ampiran 10. Perkembangan pelepasan kawasan hutan untuk transmigrasi