Diagnosis n Tatalaksana Anemia

5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Fisiologi Eritrosit Eritrosit dibentuk dari stem cell pluripoten di sumsum tulang (PHSC) yang kemudian berdiferensiasi menjadi CFU-S (unit pembentuk koloni limpa), CFU-B (unit pembentuk koloni blas), kemudian baru membentuk CFU-E (unit pembentuk koloni eritrosit). Eritrosit mengandung hemoglobin (Hb) yang mengangkut O 2 dari paru-paru ke jaringan. Jumlah total eritrosit dalam sirkulasi diatur sedemikian rupa agar cukup untuk menyulai O 2 ke seluruh jaringan, namun tidak terlalu banyak, agar tidak menghambat aliran darah. Produksi eritrosit terutama diatur oleh oksigenasi jaringan. Menurunnya oksigenasi jaringan menstimulasi hormon eritropoietin, terutama dari ginjal, yang kemudian akan merangsang produksi proeritroblas dari sel stem hematopoietik di sumsum tulang. Kemudian, eritropoietin juga akan mempercepat proses diferensiasi pada berbagai tahap eritroblastik dibandingkan dengan normal. Proses pematangan eritrosit dipengaruhi oleh vitamin B 12 dan asam folat, karena keduanya berperan penting dalam sintesis DNA─pematangan inti dan pembelahan sel. Sedangkan besi (Fe ++ ) penting dalam pembentukan heme. Heme kemudian bergabung dengan rantai polipeptida panjang globin membentuk hemoglobin. Proses pembentukan hemoglobin adalah sebagai berikut: 1. asam 2 α-ketoglutarat + glisin à pirol 2. 4 pirol à protoporfirin III 3. protoporfirin III + Fe à hem 4. 4 hem + globin à hemoglobin (Guyton and Hall, 2007).

description

Internist

Transcript of Diagnosis n Tatalaksana Anemia

Page 1: Diagnosis n Tatalaksana Anemia

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.  Fisiologi Eritrosit

Eritrosit dibentuk dari stem cell pluripoten di sumsum tulang (PHSC) yang kemudian berdiferensiasi menjadi CFU-S (unit pembentuk koloni limpa), CFU-B (unit pembentuk koloni blas), kemudian baru membentuk CFU-E (unit pembentuk koloni eritrosit).

Eritrosit mengandung hemoglobin (Hb) yang mengangkut O2 dari paru-paru ke jaringan. Jumlah total eritrosit dalam sirkulasi diatur sedemikian rupa agar cukup untuk menyulai O2 ke seluruh jaringan, namun tidak terlalu banyak, agar tidak menghambat aliran darah.

Produksi eritrosit terutama diatur oleh oksigenasi jaringan. Menurunnya oksigenasi jaringan menstimulasi hormon eritropoietin, terutama dari ginjal, yang kemudian akan merangsang produksi proeritroblas dari sel stem hematopoietik di sumsum tulang. Kemudian, eritropoietin juga akan mempercepat proses diferensiasi pada berbagai tahap eritroblastik dibandingkan dengan normal.

Proses pematangan eritrosit dipengaruhi oleh vitamin B12 dan asam folat, karena keduanya berperan penting dalam sintesis DNA─pematangan inti dan pembelahan sel. Sedangkan besi (Fe++) penting dalam pembentukan heme. Heme kemudian bergabung dengan rantai polipeptida panjang globin membentuk hemoglobin.

Proses pembentukan hemoglobin adalah sebagai berikut:

1. asam 2 α-ketoglutarat + glisin à pirol 2. 4 pirol à protoporfirin III

3. protoporfirin III + Fe à hem

4. 4 hem + globin à hemoglobin

(Guyton and Hall, 2007).

B.  Metabolisme Besi

Selain pembentukan heme, besi juga berperan dalam pembentukan elemen penting lain seperti mioglobin, sitokrom, sitokrom oksidase, peroksidase, dan katalase. Setelah diabsorpsi, besi bergabung dengan beta globulin membentuk transferin, sedangkan dalam sitoplasma membentuk feritin. Besi cadangan disimpan dalam bentuk feritin di hepatosit dan sedikit di retikuloendotelial sumsum tulang (Guyton and Hall, 2007).

C.  Besi, Vitamin B12, dan Asam Folat

Besi terdapat dalam kadar tinggi (>5 mg/100g) dalam hati, jantung, kuning telur, ragi, kerang, kacang-kacangan, dan buah-buahan kering tertentu. Kadar sedang (1-5 mg/100g) dalam

Page 2: Diagnosis n Tatalaksana Anemia

daging, unggas, sayuran hijau dan biji-bijian. Sedangkan dalam kadar rendah terdapat dalam susu atau produknya dan sayuran yang kurang hijau. Vitamin B12 sebenarnya terdapat dalam satu-satunya sumber asli, yaitu mikroorganisme. Makanan yang kaya akan B12 adalah hati, ginjal, jantung, dan kerang. Sedangkan B12 dalam jumlah sedang terdapat dalam kuning telur, susu kering bebas lemak, dan makanan laut (Dewoto dan Wardhini BP, 2007). Asam folat disintesis pada berbagai macam tanaman dan bakteri. Buah-buahan dan sayur merupakan sumber diet utama dari vitamin. Keperluan minimal asam folat setiap hari secara normal kurang lebih 50 µg, tetapi dapat meningkat pada keadaan tertentu seperti kehamilan (Soenarto, 2006).

D.  Etiologi dan Klasifikasi Anemia

Pada dasarnya anemia disebabkan karena 1) gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang; 2) kehilangan darah keluar tubuh (perdarahan); dan 3) proses penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya (hemolisis). Klasifikasi lain untuk anemia dapat dibuat berdasarkan gambaran morfologik dengan melihat indeks eritrosit atau hapusan darah tepi, yang dibagi menjadi 3: 1) anemia hipokromik mikrositer, 2) anemia normokromik normositer, dan 3) anemia makrositer.

Berdasarkan beratnya anemia, anemia berat biasanya disebabkan oleh anemia 1) defisiensi besi, 2) aplastik, 3) pada leukimia akut, 4) hemolitik didapat atau kongenital misalnya pada thalassemia mayor, 5) pasca perdarahan akut, dan 6) pada GGK stadium terminal. Jenis anemia yang lebih sering bersifat ringan sampai sedang adalah anemia 1) akibat penyakit kronik, 2) pada penyakit sistemik, dan 3) thalasemia trait (Bakta, 2006).

E.  Pemeriksaan dan Dasar Diagnosis Anemia

Pemeriksaan laboratorium untuk diagnosis anemia terdiri dari 1) pemeriksaan penyaring (terdiri dari pengukuran kadar Hb, indeks eritrosit, dan apusan darah tepi), 2) pemeriksaan darah seri anemia (meliputi hitung leukosit, trombosit, retikulosit, dan laju endap darah), 3) pemeriksaan sumsum tulang, dan 4) pemeriksaan khusus sesuai jenis anemia. Selain itu, diperlukan pulaa pemeriksaan non-hematologik tertentu seperti pemeriksaan faal hati, faal ginjal, atau faal tiroid.

Tahap diagnosis anemia terdiri dari 1) menentukan adanya anemia, 2) menentukan jenis anemia, 3) menentukan etiologi anemia, dan 4) menentukan ada tidaknya penyakit penyerta yang akan mempengaruhi hasil pengobatan (Bakta, 2006).

Anemia defisiensi besi perlu dibedakan dengan anemia hipokromik lainnya perti anemia akibat penyakit kronik, thalassemia, dan anemia sideroblastik. Perbedaan yang ditemukan diantaranya seperti derajat anemia, MCV, MCH, besi serum, TIBC, dan lainnnya (Bakta et.al, 2006) (tabel dilampirkan)

F.   Patogenesis dan Patofisiologi Anemia

Apabila jumlah besi menurun terus maka eritropiesis semakin terganggu sehingga kadar hemoglobin mulai menurun, akibatnya timbul anemia hipokromik mikrositer, disebut sebagai iron  deficiency anemia. Kekurangan besi pada epitel serta beberapa enzim kemudian menimbulkan gejala pada kuku, epitel mulut dan faring serta berbagai gejala lainnya.

Page 3: Diagnosis n Tatalaksana Anemia

Di samping pada hemoglobin, besi juga menjadi komponen penting dari mioglobin dan berbagai enzim yang dibutuhkan dalam penyediaan energi dan transport elektron. Oleh karena itu, defisiensi besi di samping menimbulkan anemia, juga akan menimbulkan berbagai dampak negatif, misalnya pada 1) sistem neuromuskular yang mengakibatkan gangguan kapasitas kerja, 2) gangguan terhadap proses mental dan kecerdasan, 3) gangguan imunitas dan ketahanan terhadap infeksi, dan 4) gangguan terhadap ibu hamil dan janin. Gangguan ini dapat timbul pada anemia ringan atau bahkan sebelum anemia manifes (Bakta et.al, 2006).

G. Penatalaksanaan Anemia

Setelah diagnosis ditegakkan maka dibuat rencana pemberian terapi. Terapi terhadap anemia defisiensi besi adalah:

1. Terapi kausal: terapi terhadap penyebab perdarahan. 2. Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh (iron

replacement therapy):

1)      Terapi besi oral.

Merupakan pilihan utama karena efektif, murah, dan aman. Preparat yang utama adalah ferrous sulphat. Diberikan 3 sampai 6 bulan, setelah kadar hemoglobin normal untuk mengisi cadangan besi tubuh. Dosis pemeliharaan adalah 100-200 mg. Jika tidak diberikan dosis pemeliharaan, maka anemia sering kambuh kembali. Dianjurkan pemberian diet yang banyak mengandung hati dan daging.

2)      Terapi besi parenteral

Sangat efektif tetapi lebih berisiko dan mahal. Karena itu terapi besi parenteral hanya diberikan untuk indikasi tertentu seperti 1) intoleransi terhadap besi oral, 2) kepatuhan pada obat rendah, 3) gangguan pencernaan, 4) penyerapan besi terganggu, 5) kehilangan darah yang banyak, 6) kebutuhan besi besar dalam waktu pendek, dan 7) defisiensi besi fungsional relatif akibat pemberian eritropoietin pada anemia gagal ginjal kronik atau anemia akibat penyakit kronik.

1. Pengobatan Lain

1)      Diet: sebaiknya diberikan makanan bergizi dengan tinggi protein terutama protein hewani.

2)      Vitamin C: diberikan 3×1000 mg/hari untuk meningkatkan absorpsi besi.

3)      Transfusi darah: ADB jarang memerlukan transfusi darah. Indikasi transfusi pada anemia defisiensi besi adalah 1) adanya penyakit jantung simptomatik, 2) anemia yang sangat simptomatik, dan 3) pasien yang memerlukan peningkatan kadar Hb yang cepat seperti pada kehamilan trimester akhir atau preoperasi (Bakta et.al., 2006).