Diabetes Melitus 2

55
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia – Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah mengenai Diabetes Melitus tipe 2 ini. Shalawat serta salam semoga Allah curah limpahkan kepada jungjunan Nabi besar kita yaitu Nabi Muhammad SAW. Dalam makalah ini akan dibahas tentang pengertian dan penjelasan mengenai Diabetes Melitus tipe 2 secara lengkap dan penatalaksanaan yang tepat sesuai dengan kompetensi dokter umum. Makalah ini ini ditunjukkan untuk memenuhi tugas susulan Tutorial pertama pada tanggal 17 November 2014 di Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Achmad Yani. Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan. Penulis mengharapkan agar makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca maupun penulis, agar meningkatkan pengetahuan dan menambah wawasan tentang Diabetes Melitus tipe 2. Cimahi, 25 November 201 iii

description

Diabetes Melitus

Transcript of Diabetes Melitus 2

Page 1: Diabetes Melitus 2

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia – Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah mengenai Diabetes Melitus tipe 2 ini. Shalawat serta salam semoga Allah curah limpahkan kepada jungjunan Nabi besar kita yaitu Nabi Muhammad SAW.

Dalam makalah ini akan dibahas tentang pengertian dan penjelasan mengenai Diabetes Melitus tipe 2 secara lengkap dan penatalaksanaan yang tepat sesuai dengan kompetensi dokter umum. Makalah ini ini ditunjukkan untuk memenuhi tugas susulan Tutorial pertama pada tanggal 17 November 2014 di Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Achmad Yani.

Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan. Penulis mengharapkan agar makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca maupun penulis, agar meningkatkan pengetahuan dan menambah wawasan tentang Diabetes Melitus tipe 2.

Cimahi, 25 November 201

iii

Page 2: Diabetes Melitus 2

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG

Banyak orang yang masih mengganggap penyakit diabetes merupakan penyakit orang tua atau penyakit yang hanya timbul karena faktor keturunan. Padahal setiap orang dapat mengidap diabetes, baik tua maupun muda. Diabetes adalah kondisi yang kronis, dimana tubuh tidak dapat mengubah makanan menjadi energi sebagaimana harusnya. Hal ini berasosiasi dengan komplikasi yang terjadi dalam  jangka waktu yang cukup lama yang kemudian mempengaruhi hampir seluruh bahagian tubuh.

Indonesia menjadi negara keempat di dunia yang memiliki angka diabetes terbanyak. Di Indonesia sendiri, sebanyak 1,5% mengalami Diabetes Melitus yang terdiagnosis dan 4,2% mengalami Diabetes Melitus yang tidak terdiagnosis. DM lebih banyak ditemukan pada wanita dibandingkan pria, dan lebih sering pada golongan dengan tingkat pendidikan dan status sosial rendah. Beberapa hal yang dihubungkan dengan risiko terkena DM adalah obesitas (sentral), hipertensi, kurangnya aktivitas fisik dan konsumsi sayur-buah kurang dari 5 porsi perhari.

Peningkatan jumlah diabetes disebabkan keterlambatan penegakan diagnosis penyakit tersebut. Pasien sudah meninggal akibat kompikasi sebelum adanya penegakan diagnosis (Sudoyo et al, 2006). Penyebab keterlambatan penegakan diagnosis tersebut adalah banyaknya faktor yang berpengaruh terhadap pilihan-pilihan yang ada atau beragamnya variabel.

Sangat disayangkan bahwa banyak penderita diabetes yang tidak menyadari dirinya mengidap penyakit yang lebih sering disebut penyakit gula atau kencing manis. Hal ini mungkin disebabkan minimnya informasi masyarakat tentang diabetes terutama gejala-gejalanya.

Kondisi kadar gula yang drastis menurun akan cepat menyebabkan seseorang tidak sadarkan diri bahkan memasuki tahapan koma. Gejala kencing manis dapat berkembang dengan cepat waktu ke waktu dalam hitungan minggu atau bulan, terutama pada seorang anak yang menderita penyakit diabetes mellitus tipe 1.

Lain halnya pada penderita diabetes mellitus tipe 2, umumnya mereka tidak mengalami berbagai gejala diatas. Bahkan mereka mungkin tidak mengetahui telah menderita kencing manis.

Dampak dramatis dari diabetes mellitus terhadap kesehatan seseorang sangatlah kompleks. Diabetes mellitus dan penyakit turunannya telah menjadi ancaman serius. Penyakit ini membunuh 3,8 juta orang per tahun dan dalam setiap 10 detik seorang penderita akan meninggal karena sebab-sebab yang terkait dengan diabetes.

1

Page 3: Diabetes Melitus 2

Pada makalah ini, penulis akan membahas lebih detail tentang penyakit diabetes mellitus tipe 2 tentang faktor -faktor penyebabnya dan cara pencegahan dan pengobatannya.

2

Page 4: Diabetes Melitus 2

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Diabetes Melitus

Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kronik yang terjadi ketika

pankreas tidak dapat lagi memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup atau

dapat juga disebabkan oleh berkurangnya kemampuan tubuh untuk merespon

kerja insulin secara efektif. Insulin adalah hormon yang berfungsi untuk

meregulasi kadar gula darah. Peningkatan kadar gula dalam darah atau

hiperglikemia merupakan gejala umum yang terjadi pada diabetes dan seringkali

mengakibatkan kerusakan-kerusakan yang cukup serius pada tubuh, terutama pada

sel saraf dan pembuluh darah (WHO, 2008).

2.1.1 Jenis-jenis DM

a. Diabetes Melitus Tipe I

DM tipe I merupakan penyakit yang disebabkan oleh proses autoimun

yang menyebabkan kerusakan pada sel-sel beta pankreas. Keadaan ini akan

mengakibatkan pankreas tidak dapat menghasilkan insulin yang dibutuhkan tubuh

untuk meregulasi kadar gula darah (Brunner & Suddarth, 2001). Defisiensi insulin

yang terjadi akan mengakibatkan peningkatan kadar gula dalam darah atau

hiperglikemia. Hiperglikemia yang terjadi ditandai dengan terdapatnya sejumlah

glukosa dalam urin (glukosuria). Hal ini disebabkan oleh ketidakmampuan ginjal

untuk menyerap kembali glukosa yang tersaring keluar (Steele, 2008).

Ketika glukosa yang berlebihan diekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini

akan disertai pengeluaran sejumlah cairan dan elektrolit (diuresis osmotik).

Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien DM tipe I akan

mengalami peningkatan frekuensi berkemih (poliuria) dan timbul rasa haus yang

3

Page 5: Diabetes Melitus 2

cukup sering (polidipsia). Defisiensi insulin juga akan mengganggu metabolisme

protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Penurunan berat

badan ini akan mengakibatkan berkurangnya jumlah simpanan kalori sehingga

akan menambah selera makan (polifagia) (Brunner & Suddarth, 2001).

b. Diabetes Tipe II

DM tipe II dapat terjadi karena ketidakmampuan tubuh dalam merespon

kerja insulin secara efektif (WHO, 2008). Dua masalah utama yang terkait dengan

hal ini yaitu, resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Untuk mengatasi

resistensi dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat

peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada pasien DM, keadaan ini

terjadi karena sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa dalam darah akan

dipertahankan pada tingkat normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika

sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka

kadar glukosa akan meningkat (Brunner & Suddarth, 2001).

Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin, yang merupakan ciri khas DM

tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk

mencegah pemecahan lemak dan badan keton. Karena itu, ketoasidosis metabolik

tidak terjadi pada DM tipe II (Brunner & Suddarth, 2001).

4

Page 6: Diabetes Melitus 2

2.2Pankreas

2.2.1 Anatomi Pankreas

Embriologi:

Dibentuk oleh 2 tunas yg berasal dari lapisan endoderm duodenum:

- Tunas pankreas dorsal terletak dlm mesenterium dorsal

- Tunas pankreas ventral dekat duktus koledokus → bergeser kebelakang mengelilingi duodenum kearah tunas dorsal → bersatu

5

Page 7: Diabetes Melitus 2

Pankreas adalah sebuah kelenjar saluran cerna yang berbentuk memanjang dan terletak melintang pada dinding abdomen dorsal, dorsal terhadap gaster.

Bagian-bagian pancreas :

a. Caput pancreatis terletak di lengkungan duodenum.

Memiliki bagian yang menonjol kearah kranial kiri, dorsal dari pembuluh mesenterica superior, dan dikenal sebagai processus uncinatus.

b. Collum pancreatis di sebelah dorsal.

c. Corpus pancreatis meluas ke kiri dengan melintas aorta dan vertebra L2, Dorsal dari bursa omentalis.

d. Cauda pancreatis terletak antara kedua lembar ligamentum splenorenale bersama pembuluh splenica. Ujung cauda pancreatis biasanya menyentuh hilum splenicum.

e. Ductus pancreaticus berawal dalam cauda pancreatis melalui massa kelenjar ke caput pancreatic untuk membelok ke kaudal dan medekati ductus chledochus.

f. Ductus pancreaticus accessories menyalurkan getah pancreas dari processus uncinatus dan bagian kaudal caput pancreatis.

ARTERI-ARTERI PANCREAS

Berasal dari arteria pancreaticoduodenalis.

Arteria panreaticoduodenais anterior dan arteria pancreaticoduodenalis posterior, yakni cabang arteria gastroduodenalis dan ramus anterior arteria pancreaticoduodenalis inferior. Yakni cabang cabang arteria mesentrica superior, mengantar darah ke caput pancreatis.

VENA PANCREAS

Menyalurkan darah ke vena portae hepatis, vena splenica dan vena mesentrica superior, tetapi yang terbanyak ke vena splenica. superior, tetapi yang terbanyak ke vena splenica.

Limpatik

Caput dan corpus: nod.pyloric, splenicus, dan mesenterica superior.

Cauda : nod .splenicus

Cysterna chylii

6

Page 8: Diabetes Melitus 2

Inervasi:

Parasimpatis : n.vagus

Simpatis: T 7-11, ggl coleacus

Afferent: via serabut simpatis

Referred pain : regio dermatome 7-11

2.2.2 Histologi Pankreas

Pankreas merupakan kelenjar eksokrin dan endokrin, kedua sel tersebut dilakukan oleh sel-sel yang berbeda.

A. Bagian Eksokrin Pancreas dapat digolongkan sebagai kelenjar besar, berlobulus, tubuloasinosa kompleks.ASINUSAsinus berbentuk tubular, dikelilingi lamina basal dan terdiri atas 5-8 sel berbentuk piramid yang tersusun mengelilingi lumen sempit. Tidak terdapat sel mioepitel. Di antara asini, terdapat jaringan ikat halus mengandung pembuluh darah, pembuluh limf, saraf dan saluran keluar. Sebuah asinus pancreas terdiri dari sel-sel zimogen (penghasil protein). Ductus ekskretorius meluas ke dalam setiap asinus dan tampak sebagai sel sentroasinar yang terpulas pucat di dalam lumennya. Produksi sekresi asini dikeluarkan melalui ductus interkalaris (intralobular) yang kemudian berlanjut sebagai ductus interlobular.

B . Bagian Endokrin Bagian endokrin pancreas, yaitu PULAU LANGERHANS. Pulau langerhans banyak terdapat di bagian ekor pankreas. Pulau langerhans tersebar di seluruh pancreas dan tampak sebagai massa bundar, tidak teratur, terdiri atas sel pucat dengan banyak pembuluh darah. Pulau ini dipisahkan oleh jaringan retikular tipis dari jaringan eksokrin di sekitarnya dengan sedikit serat-serat retikulin di dalam pulau.

Dengan cara pulasan khusus dapat dibedakan menjadi:

Sel Alfa

Menghasilkan glukagon dan biasanya berada di pinggir pulau. Fungsinya adalah memecah glikogen di hati saat kadar glukosa dalam darah rendah.

Sel beta

Menghasilkan insulin dan terletak di bagian tengah pulau. Fungsi insulin adalah mempercepat transport glukosa ke dalam sel, meningkatkan glikogenesis, lipogenesis dan sintesis protein ketika kadar glukosa dalam darah tinggi.

7

Page 9: Diabetes Melitus 2

Sel delta

Menghasilkan somatostatin dan letaknya tersebar. Fungsinya adalah menghambat sekresi insulin dan glukagon serta absorpsi nutrien.

Sel F

Menghasilkan polipeptida pankreas yang berfungsi menghambat sekresi somatostatin, kontraksi kandung empedu dan sekresi enzim pankreas.

Gambar histologi pancreas

2.3 EFEK INSULIN TERHADAP METABOLISME

2.3.1 PERAN INSULIN PADA METABOLISME KARBOHIDRAT

Setelah makan makanan tinggi karbohidrat, glukosa yang di adsorpsi kedalam darah menyebabkan sekresi insulin dengan cepat. Insulin selanjutnya menyebabkan penyimpanan dan penggunaan glukosa oleh semua jaringan tubuh, terutama jaringan otot adipose dan hati.

Ø Pengaruh insulin dalam meningkatkan metabolisme glukosa dalam otot.

Dalam sehari, jaringan otot tidak bergantung pada glukosa untuk energinya tetapi sebagian besar bergantung pada asam lemak karena membran otot istirahat. Diantara waktu makan , jumlah insulin yang disekresikan terlalu kecil untuk meningkatakan jumlah pemasukan glukosa yang masuk ke dalam otot. Akan tetapi, ada dua kondisi dimana otot memang menggunakan sejumlah besar glukosa yaitu, selama kerja fisik baik sedang ataupun berat dan penggunaan sejumlah besar glukosa oleh otot adalah selama beberapa jam setelah makan.

Ø Pengaruh Insulin dalam meningkatkan penyimpan dan penggunaan glukosa oleh hati.

Salah satu efek penting insulin adalah menyebabkan sebagian besar glukosa yang diabsorbsi sesudah makan segera disimpan di dalam hati dalam bentuk glikogen. Selanjutnya diantara waktu makan bila tidak tersedia makanan dan konsentrasi glukosa dalam darah mulai berkurang, sekresi insulin menurun dengan cepat dan glikogen dalam hati dipecah kembali menjadi glukosa, yang akan dilepaskan kembali kedalam darah untuk menjaga konsentrasi glukosa tidak berkurang terlalu rendah.

8

Page 10: Diabetes Melitus 2

     Mekanisme yang dipakai oleh insulin untuk menyebabkan timbulnya pemasukan glukosa dan penyimpanan dalam hati meliputi beberapa langkah:

1.    Insulin menghambat fosforilasi hati, yang merupakan enzim utama yang menyebabkan tepecahnya glikogen dalam hati menjadi glukosa.

2.    Insulin meningkatkan pemasukan glukosa dari darah oleh sel-sel hati. Keadaan ini terjadi dengan meningkatkan aktivitas enzim glukonase, yang merupakan salah satu enzim yang menyebabkan fosforilasi.

3.    Insulin juga meningkatkan aktivitas enzim-enzim yang meningkatkan sintesis glikogen termasuk enzim glikogen sintetase yang bertanggung jawab untuk polinerisasi dari unit monosakarida untuk membentuk molekul glikogen.

Setelah makan dan kadar glukosa dalam darah mulai menurun sampai kadar rendah beberapa peristiwa akan mulai berlangsung sehingga menyebabkan hati melepaskan glukosa kembali kedalam sirkulasi darah. Jadi bila sesudah makan, didalam darah timbul kelebihan glukosa maka hati akan memindahakan glukosa dari darah.

Ø Pengaruh insulin terhadap metabolisme karbohidrat dalam sel-sel lain .

Insulin meninkatkan pengakutan dan pemakaian glukosa kedalam sebagain besar sel tubuh lain dengan cara yang sama seperti yang dilakukan oleh insulin dalam mempengaruhi pengangkutan glukosa dalam sel otot. 

2.3.2 INSULIN PADA METABOLISME LEMAK

Insulin mempunyai berbagai efek yang dapat  menyebabkan timbulnya penyimpanan lemak didalam jaringan lemak. Pertama, insulin meningkatkan pemakaian glukosa oleh sebagian besar jaringan tubuh yang secara otomatis akan mengurangi pemakaian lemak. Akan tetapi, insulin juga meningkatkan pembentukan asam lemak. Hal itu terjadi jika karbohidrat lebih banyak dicerna daripada energi spontan yang digunakan jadi mempersiapkan zat untuk sintesis lemak. Hampir semua sintesis lemak terjadi didalam sel hati dan asam lemak kemudian di transport dari hati melalui lipoprotein darah ke sel adiposa untuk disimpan. Berbagai faktor yang mengarah pada peningkatan sintesis asam lemak didalam hati, sebagai berikut:

1)   Insulin meningkatkan pengangkutan glukosa kedalam sel-sel hati. Sesudah konsentrasi glikogen dalam hati meningkat 5-6 %., glikogen ini sendiri akan menghambat sintesis glikogen selanjutnya. Kemudian seluruh glikogen tambahan yang memasuki sel-sel hati sudah cukup tersedia untuk membentuk lemak. Glukosa mula-mula di pecah menjadi piruvat dalam jalur glikolisis dan piruvat ini selanjutnya diubah menjadi asetil koenzim A (asetil-KoA) yang merupakan subtrat asal untuk sintesis asam lemak.

2)   Kelebihan ion sitrat dan ion isositrat akan terbentuk oleh siklus asam sitrat bila pemakaian glukosa untuk energi ini berlebihan. Ion-ion ini akan mengaktifkan asetil KoA

9

Page 11: Diabetes Melitus 2

karboksilase, yangmerupakan enzim yang dibutuhkan untuk melakukan proses karboksilasi terhadapa asetil KoA untuk membentuk malonil-KoA, tahap pertama sitesis lemak.

3)   Sebagian besar asam lemak disintesis disalam hati dan digunakan untuk membentuk trigliserida, bentuk umum untuk penyimpanan lemak. Triglisera akan dilepaska dari sel-sel hati kedalam darah dalam bentuk lipoprotein. Insulin akan mengaktifkan lipoprotein lipase didalam dinding kapiler darah jaringan lemak, akan memecah triglisserida lagi menjadi asam lemak, agar asam lemak dapat diadsorbsi kedalam asam lemak, tempat asam lemak ini akan diubah menjadi trigliserida dan disimpan.

 Insulin mempunyai 2 efek penting yang dibutuhkan untuk menyimpan lemak didalam sel-sel lemak:

1)   insulin mengahambat kerja lipase sensitif-hormon. Enzim inilah yang menyebabkan hidrolisis trigliserida yang telah disimpan dalam sel-sel lemak oleh karena itu, pelepasan asam lemak dari jaringan adiposa ke dalam sirkulasi darah akan terhambat.

2)   Insulin meningkatkan pengangkutan glukosa melalui membran sel kedalam sel-sel lemak dengan cara yang sam seperti insulin meningkatkan pengangkutan glukosa kedalam sel-sel otot. Beberapa glukosa ini dipakai untuk mensintesis asam lemak tetapi yanglebih penting glukosa ini dipakai untuk sejumlah besar  α-gliserol fosfat. Bahan ini menyediakan gliserol yang akan berikatan dengan asam lemak untuk membentuk trigliserida yang merupakan bentuk lemak yang disimpan dalam sel-sel lemak. Oleh karena itu, bila tidak ada insulin bahkan penyimpanan sejumlah besar asam-asam lemak yang diangkut dari hati dalam bentuk lipoprotein hampir dihambat.

2.3.3  INSULIN PADA METABOLISME PROTEIN

Selama beberapa jam sesudah makan, sewaktu didalam darah sirkulasi terdapat kelebihan makanan, maka didalam jaringan akan disimpan tidak hanya karbohidrat dan lemak saja, namun juga akan disimpan protein, agar hal ini terjadi maka dibutuhkan insulin.

Ada beberapa fakta yang telah diketahui  yaitu sebagai berikut:

1)   Insulin menyebabkan pengangkutan secara aktif sebagian besar asam amino kedalam sel. Asam amino yang dengan kuat diangkul adalah: valin, leusin, isoleusin, tirosin dan venilalanin. Jadi, insulin bersam-sama horman pertumbuhan mempunyai kemampuan untuk meningkatkan asam pemasukan asam amino kedalam sel.

2)   Insulin mempunyai efek langsung meningkatkan translasi RNA massenger pada ribosom, sehingga terbentuk protein baru. Bila tidak ada insulin, maka ribosom akan berhenti bekerja.

3)   Sesudah melewati periode waktu yang lebih lama, insulin juga meningkatkan kecepatan transkripsi rangkaian genetik DNA yang terpilih didalam inti sel, sehingga menyebabkan peningkatan jumlah RNA dan beberapa sintesi protein, trutama meningkatkan satu kesatuan enzim yang besar untuk penyimpanan karbohidrat, lemak dan protein.

10

Page 12: Diabetes Melitus 2

4)   Insulin juga menghambat proses katabolisme protein, jadi mengurangi kecepatan pelepasan asam amino dari sel, khususnya dari sel-sel otot. Hal ini akibat dari beberapa kemampuan insulin untuk mengurangi pemacahan insulin yang normal lisosom sel.

5)   Di dalam hati, insulin menekan kecepatan glukoneogenesis. Hal ini terjadi dengan cara mengurangi aktivitas enzim yang dapat meningkatkan glukogenesis. Oleh karena itu bahan yang terbanyak digunakan untuk sintesis glukosa melalui prose glukoneogenesis adalah asam amino dalam plasma, maka proses penekana glukogenesis akan menghemat pemakaian asam amino dari cadangan protein dalam tubuh.

Ringkasnya, Insulin meningkatkan pembentukan protein dan mencegah pemecahan protein.

Tidak adanya insulin menyebabkan berkurangnya protein dan peningkatan asam amino plasma. Bila tidaka ada insulin maka seluruh proses penyimpanan protein menjadi terhenti sama sekali. Proses katabolisme protein akan meningkat, sintesis protein berhenti, dan banyak sekali asam amino ditimbun dalam plasma. Konsentrasi asam amoni dala plasma sangat meningkat dan sebagian besar asam amino yang berlebihan akan langsung dipergunakan sumber energi atau sebagai bahan yang akan hidup dalam proses glukoneogenesis. Pemecahan asam amino ini juga meningkatkan eskresi ureum dalam urine. Sampah protein yang dihasilkan merupakan salah satu efek yang serius pada penyakit diabetes mellitus yang parah. Hal ini dapat menimbulkan kelemahan yang hebat dan juga terganggunya fungsi organ organ.

METABOLISME KARBOHIDRAT, LEMAK, PROTEIN

1. Katabolisme lemak Katabolisme lemak dimulai dengan pemecahan lemak menjadi gliserol dan asam lemak. Gliserol yang merupakan senyawa dengan 3 atom C dapat dirubah menjadi

11

Page 13: Diabetes Melitus 2

gliseral dehid 3-fosfat. Selanjutnya gliseral dehid 3-fosfat mengikuti jalur glikolisis sehingga terbentuk piruvat. Sedangkan asam lemak dapat dipecah menjadi molekul-molekul dengan 2 atom C. Molekul dengan 2 atom C ini kemudian diubah menjadi asetil koenzim A . Sehingga jika sewaktu-waktu tak tersedia sumber energi dari karbohidrat barulah asam lemak dioksidasi. Proses oksidasi asam lemak dinamakan oksidasi beta dan menghasilkan asetil KoA. Selanjutnya sebagaimana asetil KoA dari hasil metabolisme karbohidrat dan protein, asetil KoA dari jalur inipun akan masuk ke dalam siklus asam sitrat sehingga dihasilkan energi

2. Katabolisme karbohidrat Katabolisme Karbohidrat adalah pemecahan molekul karbohidrat menjadi unit-unit yang lebih kecil. Katabolisme karbihodrat meliputi proses pemecahan polisakarida menjadi monosakarida dan pemakaian glukosa (monosakarida) dalam proses respirasi untuk mengghasilkan energi dalam bentuk ATP (Adenosine Tripospat). ATP inilah yang digunakan oleh seluruh makhluk hidup untuk melakukan aktivitas kehidupan.ATP ini berasal dari beberapa proses diantaranya glikolisis,siklus krebs,sistem transpor elektron.

3.  Pada proses iniPenggunaan ATP menjadikan glukosa berikatan dengan tosfat anorganik menjadi glukosa-6-fosfat. Dengan katalisator enzim heksokinase. b. Glukosa-6-fosfat mengalami perubahan strukiur menjadi fruktosa-6fosfat. yang dikatalisis oleh fosfoglukose isomerase. c. Penggunaan ATP kembali menambah fosfat anorganik menjadi fruktosa-1,6difosfat dengan katalisator fosfofruktokinase. Fruktosa-1,6-difosfat dipecah menjadi 2 molekul fosfogliseraldehid ( PGAL ). dengan katalisator enzim isomerase. d. Setiap PGAL memberi 2 elektron dan 1 atom hidrogen kepada NAD untuk membentuk NADH. e. Masing-masing PGAL kembali berikatan dengan fosfat anorganik membentuk 1,3difosfogliserat dengan bantuan gliseraldehida 3-fosfat dehidrogenase. f. Fosfat anorganik pada 1,3-difosfogliserat ditransfer ke ADP untuk membentuk ATP, dan 1,3-difosfogliserat menjadi 3-fosfogliserat. Sebagai katalisator adalah fosfogliserokinase. g. Kemudian 3-fosfogliserat memindahkan gugus fosfat ke karbonkedua membentuk 2-fosfogliserat,dengan katalisator fosfogliseromutase, lalu diikuti pelepasan H2 menyebabkan 2-fosfogliserat berubah menjadi 3-fosfoenol piruvat ( PEP ). dengan katalisator enolase. h. Setiap PEP mentranster fosfat anorganiknya kepada ADP untukmenghasilkan ATP, sehingga PEP berubah menjadi asam piruvat.

4.  Asam piruvat hasil glikolisis kemudian mengalami dekarboksilasi oksidatif sehinngga mengubah asam piruvat menjadi asetil koa i. Asetil dilepaskan dari Asetil-CoA lalu bergabung dengan oksaloasetat sehingga terbentuk sitrat dengan penambahan air. Proses pembentukan sitrat ini dikatalisasi oleh enzim citrate synthase. j. Sitrat kemudian diubah menjadi isositrat dengan bantuan enzim acotinase. k. Kemudian isositrat akan diubah menjadi alfa-ketoglutarat dengan melepaskan satu molekul CO2 dan satu atom H. Atom H yang dilepaskan akan ditangkap oleh NAD+ untuk membentuk NADH. Proses tersebut dikatalisasi oleh enzim isocitrate dehydrogenase. l. α-ketoglutarat kemudian diubah menjadi suksinil-CoA dengan melepaskan satu molekul CO2 dan satu atom H serta menempelkan satu molekul CoA. Atom H akan ditangkap oleh NAD+ untuk membentuk NADH. Enzim yang berperan adalah alpha-ketoglutarate dehydrogenase. m. Suksinil-CoA lalu diubah menjadi suksinat oleh enzim Succinyl-CoA synthetase. Pada proses ini molekul CoA akan dilepaskan, selain itu terdapat satu atom P yang ikut dalam reaksi dan kemudian akan ditangkap oleh

12

Page 14: Diabetes Melitus 2

ADP untuk membentuk ATP. n. Langkah selanjutnya adalah perubahan suksinat menjadi Fumarat oleh enzim succinate dehydrogenase. Dua atom H akan dilepaskan dan ditangkap oleh FAD+ untuk membentuk FADH2. o. Fumarat lalu diubah menjadi malat oleh fumarase dengan penambahan air. p. Malat kemudian akan diubah kembali menjadi oksaloasetat oleh enzim

5.  Elektron dari H+ dari NADH dan FADH2 dibawa dari substrat ke substrat lain secara berantai.Setiap kali dipindahkan energi yang terlepas digunakan untuk mengikatkan fosfat anorganik ke molekul ADP sehingga terbentuk ATP

6. Katabolisme protein Asam-asam amino tidak dapat disimpan oleh tubuh. Jika jumlah asam amino berlebihan atau terjadi kekurangan sumber energi lain (karbohidrat dan protein), tubuh akan menggunakan asam amino sebagai sumber energi. Tidak seperti karbohidrat dan lipid, asam amino memerlukan pelepasan gugus amina. Gugus amin ini kemudian dibuang karena bersifat toksik bagi tubuh. Terdapat 2 tahap pelepasan gugus amin dari asam amino, yaitu: • 1. Transaminasi : Enzim aminotransferase memindahkan amin kepada α ketoglutarat menghasilkan glutamat atau kepada oksaloasetat menghasilkan aspartat • 2. Deaminasi oksidatif : Pelepasan amin dari glutamat menghasilkan ion ammonium Gugus-gugus amin dilepaskan menjadi ion amonium (NH4+) yang selanjutnya masuk ke dalam siklus urea di hati. Dalam siklus ini dihasilkan urea yang selanjutnya dibuang melalui ginjal berupa urin.

7. Proses yang terjadi di dalam siklus urea terdiri atas beberapa tahap yaitu: 1. Dengan peran enzim karbamoil fosfat sintase I, ion amonium bereaksi dengan CO2 menghasilkan karbamoil fosfat. Dalam raksi ini diperlukan energi dari ATP 2. Dengan peran enzim ornitin transkarbamoilase, karbamoil fosfat bereaksi dengan L-ornitin menghasilkan L-sitrulin dan gugus fosfat dilepaskan. 3. Dengan peran enzim argininosuksinat sintase, L-sitrulin bereaksi dengan L-aspartat menghasilkan L-argininosuksinat. Reaksi ini membutuhkan energi dari ATP 4. Dengan peran enzim argininosuksinat liase, L-argininosuksinat dipecah menjadi fumarat dan L-arginin 5. Dengan peran enzim arginase, penambahan H2O terhadap Larginin akan menghasilkan L-ornitin dan urea.

8. Keterkaitan metabolisme protein,karbohidrat, dan protein Jadi keterkaitan Karbohidrat, protein dan Lemak /Lipid yaitu mereka akan di metabolisme yang hasil akhirnya menjadi asetyl Co-A, dimana asetyl Co-A merupakan substrat untuk siklus krebs. Kemudian dari siklus krebs dihasilkan CO2

2.4 REGULASI DAN SEKRESI INSULIN

REGULASI :

Sel dasar sekresi insulin berasal dari sel-sel beta pankreas, sebagai respon terhadap kadar gula darah.

GLUT-2 (pengangkut glukosa yang terdapat pada sel beta) membawa glukosa dari dalam darah menuju sel beta -> glukosa terfosforilasi menjadi glukosa-6-fosfat oleh proses glukokinase -> glukosa-6-fosfat di oksidasi menjadi ATP, ATP akan menghambat kanal kalium yang terdapat pada sel -> menutupnya kanal kalium akan mendepolarisasi membran sel sehingga kanal kalsium dalam sel terbuk -> keadaan ini menimbulkan aliran masuk

13

Page 15: Diabetes Melitus 2

kalsium yang merangsang penggabungan vesikel yg berisi insulin dengan membran sel dan menyekresi insulin ke cairan ekstraselular melalui eksositosis

14

Page 16: Diabetes Melitus 2

15

Page 17: Diabetes Melitus 2

2.5 PATOFISIOLOGI DIABETES MELITUS

Hiperglikemia, tanda utama diabetes melitus, terjadi karena berkurangnya penyerapan glukosa oleh sel, disertai oleh peningkatan pengeluaran glukosa oleh hati. Karena proses-proses glikogenolisis dan glukoneogenesis yang menghasilkan glukosa berlangsung tanpa kendali karena tidak adanya insulin maka pengeluaran glukosa oleh hati meningkat. Karena banyak sel tubuh tidak dapat menggunakan glukosa tanpa bantuan insulin maka terjadi kelebihan glukosa ekstrasel bersamaan dengan defisiensi glukosa intrasel yang ironis.

16

Defisiensi Insulin

↑Pengeluaran oleh glukosa hati

↓Penyerapan oleh glukosa sel

↓Sintesis TAG ↑Lipolisis ↓Penyerapan asama amino oleh sel

↑Penguraian protein

Penciutan otot

↑Asam amino darah

Penurunan berat

↑Glukoneogenesis

Hiperglikemia tambah parah

Hiperglikemia Difisiensi glukosa intrasel

↑Asam lemak darah

Sumber energi alternatif

Ketosis

Asisdosis metabolik

Peningkatan ventilasi

Koma diabetes

Polifagia

Glukosuria

Diuresis osmotik

Poliuria

Dehidrasi Polidipsia

Penciutan sel

Malfungsi sistem saraf

↓Volume darah

Kegagalan sirkulasi perifer

Penurunan aliran darah otak

Gagal ginjal Kematian

Page 18: Diabetes Melitus 2

Meskipun otak, yang tidak bergantung pada insulin, mendapat nutrisi yang adekuat pada diabetes melitus, namun konsekuensi-konsekuensi lebih lanjut dari penyakit ini akhirnya menyebabkan disfungsi otak.

Ketika glukosa darah meningkat ke kadar di mana jumlah glukosa yang tersaring melebihi kemampuan sel tubulus melakukan reabsorpsi maka glukosa muncul di urin. Glukosa di urin menimbulkan efek osmotik yang menarik H2O bersamanya, menyebabkan diuresis osmotik yang di tandai dengan poliura (berkemih). Besarnya cairan yang keluar dari tubuh menyebabkan dehidrasi yang selanjutnya dapat menyebabkan kegagalan sirkulasi perifer karena berkurangnya aliran darah ke otak atau gagal ginjal sekunder akibat kurangnya tekanan filtrasi. Lebih lanjut, sel-sel kehilangan air sewaktu tubuh mengalami dehidrasi akibat pergeseran osmotik air dari sel ke dalam cairan ekstrasel yang hipertonik. Sel-sel otak sangat peka terhadap penciutan sehingga dapat terjadi malfungsi sistem saraf. Gejala khas lain pada diabetes melitus adalah polidipsia yang sebenarnya mekanisme kompensasi untuk melawan dehidrasi.

Pada defisiensi glukosa intrasel, nafsu makan meningkat sehingga terjadi polifagia(asupan makanan berlebihan). Namun, meskipun asupan makanan bertambah terjadi penurunan berat akibat efek defisiensi insulin pada metabolisme lemak dan protein.

Sintesis TGA berkurang sementara lipolisis meningkat, menyebabkan mobilisasi besar-besaran asam-asam lemak dari simpanan TGA. Peningkatan asama lemak darah sebagian besar digunakan oleh sel sebagai sumber nergi alternatif. Peningkatan pemakaian asam lemak oleh hati menyebabkan pelepasan badan-badan keton secara berkelebihan di dalam darah, menyebabkan ketosis. Badan-badan keton mencakup berberapa jenis asam, misalnya asam asetoasetat, yang terbentuk karena penguraian lemak secara tidak sempurna sewaktu produksi energi oleh hati. Karena itu ketosis yang terjadi ini menyebabkan asidosis metabolik progresif. Asidosis menekan otak dan jika cukup parah, dapat menyebabkan koma diabetes dan kematian.

Tindakan kompensantorik untuk asidosis metabolik adalah meningkatkan ventilasi untuk mengeluarkan lebih banyak CO2 pembentukan asam. Pengeluaran salah satu benda keton, aseton, melalui hembusan napas menyebabkan napas berbau buah. Pengidap diabetes tipe 1 jauh lebih rentan mengalami ketosis daripada pengidap tipe 2.

Efek kurangnya insulin pada metabolisme protein adalah pergeseran netto meuju katabolisme protein. Penguraian protein-protein otot menyebabkan otot rangka lisut dan lemah dan pada anak yang mengidap diabetes, penurunan pertumbuhan secara keseluruhan. Berkurangnya pengambilan asam amino disertai meningkatnya penguraian protein menyebabkan jumlah asam amino dalam darah berlebih. Peningkatan asam amino darah ini dapat digunakan untuk glukoneogenesis sehingga hiperglikemia menjadi bertambah parah.

17

Page 19: Diabetes Melitus 2

2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Diabetes melitus merupakan penyakit gangguan fungsi insulin, yang menyebabkan glukosa yang dikonsumsi tidak dapat dipakai oleh sel. Insulin itu sendiri berfungsi menyalurkan glukosa menuju sel-sel yang membutuhkannya sebagai bahan bakar metabolisme. Insulin dapat terganggu pada kerusakan sel beta dari pulau Langerhans pada pankreas, atau karena resistensi insulin; atau karena kombinasi keduanya. Resistensi insulin artinya insulin yang diproduksi pankreas tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan aktual insulin. Biasanya ini terjadi pada orang gemuk. Gejala khas diabetes melitus adalah gejala yang timbul akibat hiperglikemia; antara lain sering haus, sering lapar, dan banyak kencing. Oleh dokter sering disingkat sebagai 3 P (polidipsia, polifagia, dan poliuria). Berat badan dapat turun drastis tanpa sebab yang jelas. Ada pula ciri-ciri yang tidak terlalu khas seperti penglihatan yang kadang kabur dan sering merasa lelah. Infeksi atau luka lebih lambat sembuhnya. Dari genitalia, mungkin timbul keputihan atau rasa gatal. Kadang sering pula merasa kesemutan pada ujung-ujung tangan atau kaki.

Pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu :

Glukosa darah puasa (fasting blood glucose) adalah pemeriksaan gula darah terhadap seseorang yang telah dipuasakan semalaman. Biasanya orang tersebut disuruh makan malam terakhir pada pukul 22.00; dan keesokan paginya sebelum ia makan apa-apa, dilakukan pemeriksaan darah. Nilai normal untuk dewasa adalah 70-110 mg/dL. Seseorang dinyatakan diabetes melitus apabila kadar glukosa darah puasanya lebih dari 126 mg/dL. Sedangkan kadar glukosa darah puasa di antara 110 dan 126 mg/dL menunjukkan gangguan pada toleransi glukosa, yang perlu diwaspadai dapat berkembang menjadi diabetes melitus di masa mendatang.

Glukosa darah sewaktu atau glukosa darah 2 jam postprandial (2 jam setelah makan) adalah pemeriksaan gula darah terhadap seseorang yang tidak dipuasakan terlebih dahulu. Perbedaannya adalah untuk skrining atau pemeriksaan penyaring, biasanya diperiksa glukosa darah sewaktu. Tanpa ditanya apa-apa atau disuruh apa-apa, glukosa darah langsung diperiksa. Sedangkan untuk keperluan diagnostik, dilakukan pemeriksaan glukosa darah 2 jam postprandial segera setelah glukosa darah puasa diperiksa. Beban yang diberikan adalah glukosa 75 gram yang dilarutkan dalam 200 mL air yang dihabiskan dalam 5 menit. Selanjutnya subjek diistirahatkan selama 2 jam (tidak boleh beraktivitas fisik berlebihan). Nilai normal untuk dewasa adalah kurang dari 140 mg/dL. Seseorang dinyatakan diabetes melitus apabila kadar glukosa darah sewaktunya lebih dari 200 mg/dL. Di antaranya dinyatakan mengalami gangguan toleransi glukosa.

Glycosylated hemoglobin (HbA1c) adalah pemeriksaan penunjang diabetes melitus yang ditujukan untuk menilai kontrol glikemik seorang pasien. HbA1c adalah salah satu fraksi hemoglobin (bagian sel darah merah) yang berikatan dengan glukosa secara enzimatik. HbA1c ini menunjukkan kadar glukosa dalam 3 bulan terakhir, karena sesuai dengan umur eritrosit (sel darah merah) yaitu 90-120 hari. Nilai HbA1c yang baik adalah 4-6%. Nilai 6-8% menunjukkan kontrol glikemik sedang; dan lebih dari 8%-10% menunjukkan kontrol yang buruk. Pemeriksaan ini penting untuk menilai kepatuhan seorang pasien diabetes dalam

18

Page 20: Diabetes Melitus 2

berobat. Bisa saja seorang pasien yang sudah tahu akan diperiksa glukosa darahnya melakukan olahraga ekstra keras atau menjaga makanannya dengan hati-hati agar saat diperiksa glukosa darah sewaktunya memberi hasil yang normal; namun dengan pemeriksaan HbA1c, semua itu tidak bisa dibohongi. Kepatuhan pasien dalam 3 bulan terakhir terlihat dari tinggi rendahnya kadar HbA1c. Selain itu, HbA1c juga dapat meramalkan perjalanan penyakit, apakah pasien berpeluang besar mengalami komplikasi atau tidak; berdasarkan kadar kontrol glikemiknya.

Berikut ini adalah kriteria diagnostik diabetes melitus menurut WHO pada tahun 2006.

19

Page 21: Diabetes Melitus 2

2.7 EPIDEMIOLOGI DM TIPE 2

Lebih sering pada perempuan dan terjadi pada usia dewasa. Namun belakangan ini ditemui juga pada anak-anak. Obesitas salah satu faktor resiko, terutama obesitas di bagian batang tubuh, bukan di perifer. DM 2 merupakan tipe diabetes yang sering dijumpai.

20

Page 22: Diabetes Melitus 2

2.8 PENATALAKSANAAN DM TIPE 2

2.8.1 Terapi non farmakologi 1.Edukasi

Edukasi mengenai pola hidup yang sehat dan hal hal apa saja yang harus dihindari misalnya rokok dan sebagainya yang dapat memperburuk prognosis dari penyakit tersebut.

2. Pengaturan diet Diet yang baik merupakan kunci keberhasilan penatalaksanaan diabetes. Diet yang

dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan lemak. Tujuan pengobatan diet pada diabetes adalah: a. Mencapai dan kemudian mempertahankan kadar glukosa darah mendekati kadar normal.

b. Mencapai dan mempertahankan lipid mendekati kadar yang optimal.

c. Mencegah komplikasi akut dan kronik.

d. Meningkatkan kualitas hidup.

Terapi nutrisi direkomendasikan untuk semua pasien diabetes mellitus, yang terpenting dari semua terapi nutrisi adalah pencapian hasil metabolis yang optimal dan pencegahan serta perawatan komplikasi. Untuk pasien DM tipe 1, perhatian utamanya pada regulasi administrasi insulin dengan diet seimbang untuk mencapai dan memelihara berat badan yang sehat. Penurunan berat badan telah dibuktikan dapat mengurangi resistensi insulin dan memperbaiki respon sel-sel β terhadap stimulus glukosa.

3. Olahraga Berolahraga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula darah tetap

normal. Prinsipya, tidak perlu olah raga berat, olah raga ringan asal dilakukan secara teratur akan sangat bagus pengaruhnya bagi kesehatan. Beberapa contoh olah raga yang disarankan, antara lain jalan atau lari pagi, bersepeda, berenang, dan lain sebagainya. Olah raga akan memperbanyak jumlah dan juga meningkatkan penggunaan glukosa.

2.8.2 Terapi farmakologi

2.8.2.1 Obat Antidiabetik OralObat-obat antidiabetik oral ditujukan untuk membantu penanganan pasien diabetes

mellitus tipe 2. Farmakoterapi antidiabetik oral dapat dilakukan dengan menggunakan satu jenis obat atau kombinasi dari dua jenis obat (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005).

a. Golongan Sulfonilurea Golongan obat ini bekerja merangsang sekresi insulin dikelenjar pankreas, oleh sebab

itu hanya efektif apabila sel-sel β Langerhans pankreas masih dapat berproduksi Penurunan kadar glukosa darah yang terjadi setelah pemberian senyawa-senyawa sulfonilurea disebabkan oleh perangsangan sekresi insulin oleh kelenjar pankreas. Obat golongan ini merupakan pilihan untuk diabetes dewasa baru dengan berat badan normal dan kurang serta tidak pernah mengalami ketoasidosis sebelumnya.

21

Page 23: Diabetes Melitus 2

Sulfonilururea Generasi Pertama Tolbutamid diabsorbsi dengan baik tetapi cepat dimetabolisme dalam hati. Masa kerjanya relatif singkat, dengan waktu paruh eliminasi 4-5 jam (Katzung, 2002). Dalam darah tolbutamid terikat protein plasma. Di dalam hati obat ini diubah menjadi karboksitolbutamid dan diekskresi melalui ginjal Asektoheksamid dalam tubuh cepat sekali mengalami biotransformasi, masa paruh plasma 0,5-2 jam. Tetapi dalam tubuh obat ini diubah menjadi 1-hidroksilheksamid yang ternyata lebih kuat efek hipoglikemianya daripada asetoheksamid sendiri. Selain itu itu 1-hidroksilheksamid juga memperlihatkan masa paruh yang lebih panjang, kira-kira 4-5 jam (Handoko dan Suharto, 1995). Klorpropamid cepat diserap oleh usus, 70-80% dimetabolisme di dalam hati dan metabolitnya cepat diekskresi melalui ginjal. Dalam darah terikat albumin, masa paruh kira-kira 36 jam sehingga efeknya masih terlihat beberapa hari setelah pengobatan dihentikan (Handoko dan Suharto, 1995). Tolazamid diserap lebih lambat di usus daripada sulfonilurea lainnya dan efeknya pada glukosa darah tidak segera tampak dalam beberapa jam setelah pemberian. Waktu paruhnya sekitar 7 jam (Katzung, 2002).

Sulfonilurea generasi kedua Gliburid (glibenklamid) khasiat hipoglikemisnya yang kira-kira 100 kali lebih kuat

daripada tolbutamida. Sering kali ampuh dimana obat-obat lain tidak efektif lagi, risiko hipoglikemia juga lebih besar dan sering terjadi. Pola kerjanya berlainan dengan sulfonilurea yang lain yaitu dengan single-dose pagi hari mampu menstimulasi sekresi insulin pada setiap pemasukan glukosa (selama makan) (Tjay dan Rahardja, 2002). Obat ini dimetabolisme di hati, hanya 21% metabolit diekresi melalui urin dan sisanya diekskresi melalui empedu dan ginjal (Handoko dan Suharto, 1995). Glipizid memiliki waktu paruh 2-4 jam, 90% glipizid dimetabolisme dalam hati menjadi produk yang aktif dan 10% diekskresikan tanpa perubahan melalui ginjal (Katzung, 2002). Glimepiride dapat mencapai penurunan glukosa darah dengan dosis paling rendah dari semua senyawa sulfonilurea. Dosis tunggal besar 1mg terbukti efektif dan dosis harian maksimal yang dianjurkan adalah 8 mg. Glimepiride mempunyai waktu paruh 5 jam dan dimebolisme secara lengkap oleh hati menjadi produk yang tidak aktif (Katzung,2002).

b. Golongan Biguanida Golongan ini yang tersedia adalah metformin, metformin menurunkan glukosa darah

melalui pengaruhnya terhadap kerja insulin pada tingkat selular dan menurunkan produksi gula hati. Metformin juga menekan nafsu makan hingga berat badan tidak meningkat, sehingga layak diberikan pada penderita yang overweight.

c. Golongan Tiazolidindion Golongan obat baru ini memiliki kegiatan farmakologis yang luas dan berupa

penurunan kadar glukosa dan insulin dengan jalan meningkatkan kepekaan bagi insulin dari otot, jaringan lemak dan hati, sebagai efeknya penyerapan glukosa ke dalam jaringan lemak dan otot meningkat. Tiazolidindion diharapkan dapat lebih tepat bekerja pada sasaran kelainan yaitu resistensi insulin tanpa menyebabkan hipoglikemia dan juga tidak menyebabkan kelelahan sel β pankreas. Contoh: Pioglitazone, Troglitazon.

d. Golongan Inhibitor Alfa Glukosidase Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim glukosidase alfa di dalam

saluran cerna sehingga dapat menurunkan hiperglikemia postprandrial. Obat ini bekerja di lumen usus dan tidak menyebabkan hipoglikemia dan juga tidak berpengaruh pada kadar insulin. Contoh: Acarbose

22

Page 24: Diabetes Melitus 2

4.2.8.2 Insulin Insulin adalah hormon yang dihasilkan dari sel β pankreas dalam merespon glukosa. Insulin merupakan polipeptida yang terdiri dari 51 asam amino tersusun dalam 2 rantai, rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino. Insulin mempunyai peran yang sangat penting dan luas dalam pengendalian metabolisme, efek kerja insulin adalah membantu transport glukosa dari darah ke dalam sel.Pada pasien DM tipe 2 Insulin tidak harus selalu diberikan,insulin diberikan jika kadar gula darah tidak turun atau bahkan bila sudah terjadi komplikasi. Berikut adalah indikasi pemberian insulin:- Penurunan BB yang cepat- Hiperglikemia yang disertai ketosis- Ketoasidosis diabetik- Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal.- Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat- Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

Macam-macam sediaan insulin: 1. Insulin kerja singkat

Sediaan ini terdiri dari insulin tunggal biasa, mulai kerjanya baru sesudah setengah jam (injeksi subkutan), contoh: Actrapid, Velosulin, Humulin Regular. 2. Insulin kerja panjang (long-acting)

Sediaan insulin ini bekerja dengan cara mempersulit daya larutnya di cairan jaringan dan menghambat resorpsinya dari tempat injeksi ke dalam darah. Metoda yang digunakan adalah mencampurkan insulin dengan protein atau seng atau mengubah bentuk fisiknya, contoh: Monotard Human. 3. Insulin kerja sedang (medium-acting)

Sediaan insulin ini jangka waktu efeknya dapat divariasikan dengan mencampurkan beberapa bentuk insulin dengan lama kerja berlainan, contoh: Mixtard 30 HM

2.9 KOMPLIKASI

2.9.1 Respon Inflamasi pada Penderita DM

Peradangan atau inflamasi terlibat pada semua tahap pembentukan aterosklerosis dan sudah diketahui sejak lama bahwa diabetes mellitus tipe 2 merupakan penyakit peradangan yang melibatkan respon peradangan tipe cepat yang dimediasi oleh sitokin. Pada diabetes mellitus tipe 2 terjadi pembentukan aerosklerosis yang cepat, diduga karena adanyapembentukan dan deposisi molekul advanced glycation end products (AGEs) yang merupakan hasil dari glikasi protein dan gula atau lipid akibat peningkatan kadar glukosa darah.  Reseptor AGE (RAGE) diekspresikan pada berbagai organ dan sel, termasuk sel endotel, sel otot polos vaskuler dan makrofag. Ikatan AGEs pada RAGE memicu pembentukan reactive oxygen species (ROS) intraseluler, yang selanjutnya akan mengaktivasi NF-κB, sehingga ekspresi berbagi sitokin juga akan meningkat, meliputi

23

Page 25: Diabetes Melitus 2

tumour necrosis factors (TNF-α dan TNF-β), interleukins (IL) 1, 6, 8 dan18 dan interferon-γ (Wright, 2006).

Peradangan yang terjadi setelah peningkatan akut glukosa darah ditandai dengan meningkatnya berbagai petanda peradangan, seperti high sensitivity C Reactive Protein  (hs-CRP), Interleukin-6 (IL-6), Tumor Necrosis Factor-α (TNF- α) dan Interleukin-18 (IL-18). Ekspresi β2-integrin Mac-1 pada netrofil juga diketahui mengalami peningkatan pada menit ke 120 setelah pemberian beban glukosa oral 75 gram, baik pada subyek normal, gangguan toleransi glukosa maupun yang sudah diketahui menderita diabetes. Penelitian lain menemukan bahwa setelah pemberian beban glukosa oral 75 gram sitokin-sitokin proinflamasi mencapai kadar puncaknya setelah 90 menit, yang pada subyek normal kadarnya kembali normal setelah 2 jam pemberian beban. Namun pada subyek dengan sindroma metabolik kadar TNF-α, ICAm-1 dan IL-6 masih meningkat secara signifikan (Node, K dan Inoue T, 2009).

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa hiperglikemi akut meningkatkan risiko kardiovaskular melalui berbagai mekanisme pada tingkat jaringan, sel dan biokimia, menimbulkan stres oksidatif sehingga mengaktivasi protein  kinase-C (PKC), reseptor advanced glycated end product (RAGE), sehingga menyebabkan vasokonstriksi, aktivasi respon peradangan dan trombosis. Peradangan berperan penting dalam patogenesis PJK, dalam progresivitas pembentukan plak, maupun dalam proses ruptur plak dan pembentukan trombus. Proses peradangan dapat dianggap sebagai jembatan antara anterosklerosis dan trombosis. Pada kondisi normal, endotel mempunyai mekanisme antiaterogenesis dengan cara mensekresikan anitrombotik dan substansi vasoaktif. Apabila terjadi disfungsi endotel maka sekresi substansi-substansi-substansi ini berkurang, sehingga meningkatkan permeabilitas lipid yang beredar di sirkulasi untuk menembus ruang subendotel, ditambah dengan meningkatnya ekspresi protein-protein adesif dari golongan selektin, maka monosit dan T limfosit yang beredar di sirkulasi juga mudah menembus endotel ke ruang subendotel. Respon peradangan yang berkelanjutan menstimulasi migrasi dan proliferasi sel otot polos yang terakumulasi di sekitar area peradangan sehigga menyebabkan penebalan dinding arteri, selain itu respon peradangan juga meningkatkan transfer lipoprotein melalui endotel (Maroon et al, 2012)

Sebagai respon dari aktivasi berbagai sitokin pada respon peradangan seperti IL-1 dan IL-6, hepatosit memproduksi C-Reaktif Protein (CRP). CRP ini kemudian dapat meningkatkan ekspresi molekul adesi, meningkatkan ekspresi palsminogen activator inhibitor 1, menurunkan bioavailabilitas nitric oxide (NO) dan meningkatkan pengambilan Low-density lipoprotein oleh makrofag. Pada plak ateroma CRP dapat ditemukan pada cap plak dengan cara pengecatan imunohistokimia, sehingga semakin mengeaskan konsep bahwa peradangan berperan penting dalam pembentukan plak dan instabilitasnya (Klein, 2007)

2.9.2 Disfungsi Endotel pada Pasien DM

24

Page 26: Diabetes Melitus 2

            Disfungsi endotel pada pasien DM berhubungan dengan resistensi insulin, menunjukkan peranannya sebagai penyebab awal perkembangan terjadinya aterosklerosis (early atherosclerotic cardiovascular disease). Adanya disfungsi endotel dapat diukur dengan mendeteksi kadar endhotelial soluble adhesion molecules di sirkulasi darah. Rangsangan proinflamasi tertentu dapat menimbulkan ekspresi molekul-molekul adhesi seperti E-Selectin, intercellular adhesion molecule-1 (ICAM-1), dan vascular cell adhesionmolecules-1  (VCAM-1) pada permukaan sel-sel endotel (Song et al, 2007).  ICAM-1 dan VCAM-1 berhubungan dengan molekul yang termasuk dalam golongan imunoglobulin. Molekul-molekul ini merupakan ligand untuk integritas leukosit dan digunakan untuk menstabilisasi perlekatan leukosit pada dinding endotel dan terlibat dalam interaksi seluler di jaringan (Albertini et al, 2008)

            VCAM-1 diduga hanya diekspresikan di dalam sel-sel endotel, tetapi ternyata juga ditemukan pada sel-sel dendritik, makrofag jaringan, dan sel-sel epitel tubulus ginjal. Disisi lain, E-Selectin (CD62E) hanya ditemukan pada sel endotel yang teraktivasi, sehingga hal ini berbeda dengan molekul adhesi yang lain. Sel endotel melepaskan E-Selectin setelah terjadinya aktivasi invitro. Interaksi antara E-Selectin dan VCAM-1 beserta ligand-ligandnya mendasari perpindahan sel-sel leukosit pada dinding pembuluh darah yang mengalami proses inflamasi(Albertini et al, 2008; Song et al, 2007).

            Bentuk terlarut dari E-Selectin dan VCAM-1 dapat ditemukan dalam darah orang normal. Beberapa dari marker ini meningkat secara signifikan pada pasien-pasien yang mengalami suatu inflamasi, seperti pada penyakit diabetes melitus (DM) dan keganasan. Aktivasi jalur AGEs (Advance Glycation End Products) pada DM telah menunjukkan terjadinya peningkatan ekspresi E-Selectin dan VCAM-1 (Albertini et al, 2008).

Hiperglikemi, peningkatan asam lemak bebas, dislipidemi, dan resistensi insulin yang akan meningkatkan produksi ROS, AGEs, dan mengaktifasi protein kinase C (PKC), menurunkan bioavailabilitas dari NO dan menurunkan potensi vasodilatasi, antiinflamasi, dan efek antitrombotik. Sehingga terjadi penurunan fungsi endotel dan vasokonstriksi, inflamasi, dan trombosis. Penurunan NO dan peningkatan endothelin-1 (ET-1) dan konsentrasi angiotensin II (AT II) akan meningkatkan permeabilitas vaskuler dan terjadi pertumbuhan dan migrasi sel otot polos vaskuler (Gambar 3).

Gambar 3. Disfungsi endotel pada diabetes mellitus (dikutip dari Beckman et al., 2012).

25

Page 27: Diabetes Melitus 2

Aktivasi dari transkripsi nuclear factor-kB (NF-kB) dan activator protein-1 (AP-1) memicu pengeluaran dari leukocyte-attracting chemokines, produksi sitokin inflamasi, dan ekspresi cell adhesion molecules. Penurunan NO dan prostasiklin mengaktifkan plateletbersamaan dengan peningkatan plasmin activator inhibitor-1 (PAI-1) dan tissue factor (TF) sehingga terjadi keadaan protrombotik (Beckman et al., 2012).  Interaksi dari AGEs dengan makrofag memicu dikeluarkannya platelet-derived growth factor (PDGF), insulin-like growth factor-1 (IGF-1), dan sitokin proinflamasi seperti IL-1β and TNF-α (Basta et al.,2004).

Disfungsi endotel yang mengawali lesi aterosklerosis pada penderita diabetes mellitusdapat terjadi akibat :

1. Hiperglikemi

Hiperglikemi kronik menyebabkan disfungsi endotel melalui berbagai mekanisme antara lain(Beckman et al., 2012; Makimattila et al, 1996):

a.         Hiperglikemi kronik yang menyebabkan glikosilasi non enzimatik dari protein dan makromolekul seperti DNA, yang akan mengakibatkan perubahan sifat antigenik dari protein dan DNA. Keadaan ini akan menyebabkan perubahan tekanan intravaskuler dan mengganggu reaktivitas serebrovaskuler akibat gangguan NO dan prostaglandin

b.        Hiperglikemi  meningkatkan  aktivasi  PKC  intraseluler  sehingga  akan menyebabkangangguan NADPH pool yang akan menghambat produksi NO.

c.         Over ekspresi growth factors meningkatkan proliferasi sel endotel dan otot polos pembuluh darah sehingga akan terjadi neovaskularisasi.

d.        Hiperglikemi akan meningkatkan sintesis diacylglyerol (DAG) melalui jalur glikolitik. Peningkatan kadar DAG akan meningkatkan aktivitas PKC. Baik DAG maupun PKC berperan dalam memodulasi terjadinya vasokonstriksi.

e.         Sel endotel sangat peka terhadap pengaruh stres oksidatif. Keadaan hiperglikemi akanmeningkatkan tendensi untuk terjadinya stres oksidatif dan peningkatan oxidizedlipoprotein, terutama small dense LDL cholesterol (oxidized LDL) yang lebih bersifataterogenik.  Peningkatan kadar asam lemak  bebas dan keadaan hiperglikemi dapatmeningkatkan oksidasi fosfolipid dan protein.

f.         Hiperglikemi akan disertai dengan tendensi protrombik dan agregasi platelet. Keadaan ini berhubungan dengan beberapa faktor antara lain penurunan produksi NO dan penurunan aktivitas fibrinolitik akibat peningkatan kadar PAI-1. Disamping itu DM tipe 2 terjadi peningkatan aktivitas koagulasi akibat pengaruh berbagai faktor seperti pembentukanadvanced glycation end products (AGEs) dan penurunan sintesis heparinsulfat.

g.        Walaupun tidak ada hubungan langsung antara aktivasi koagulasi dengan disfungsiendotel, namun aktivasi koagulasi yang berulang dapat menyebabkan overstimulasi dari sel-sel endotel sehingga akan terjadi disfungsi endotel

26

Page 28: Diabetes Melitus 2

27

Page 29: Diabetes Melitus 2

BAB III

METODE PENULISAN

3.1 Pengumpulan Data dan Informasi

Jenis data yang diperoleh berupa data sekunder yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif

dengan bersumber dari berbagai literatur yang relevan dengan topik permasalahan yang

dibahas. Data yang diperoleh dalam penulisan makalah ini melalui internet, makalah, text

book yang mendukung penulisan makalah ini.

3.2 Pengolahan Data dan Informasi

Metode yang digunakan adalah studi pustaka untuk merumuskan diagnosis berdasarkan

pemeriksaan fisik dan hasil dari laboratorium, histologi dan anatomi pankreas, proses

metabolisme karbohidrat, lemak dan protein, serta dapat menganalisis patofisiologis sesuai

tanda dan gejala sehingga dapat menyusun penatalaksanaan beserta komplikasi yang

mungkin dapat terjadi.

3.3 Analisis dan Sintesis

Setelah data yang diperlukan terkumpul, dilakukan pengolahan data dengan menyusun secara

sistematis dan logis. Data penulisan disajikan dalam bentuk narasi dan gambar, kemudian

dibuat dalam bentuk makalah ini.

28

Page 30: Diabetes Melitus 2

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 OVER VIEW CASE

Over view Case Keterangan

Skenario 1

Wanita, 35 tahun F. Resiko

KU : Cepat lelah, 6 bulan yang lalu Gejala DM Kronik ; Gejala Kelainan

tiroid : Hipertiroidisme

Skenario 2

Poliuri, Polidipsi, Polifagi Ciri Khas DM, Tanda dan Gejala

Berat badan naik Gejala

Kesemutan, gatal di daerah kemaluan,

riwayat infeksi berulang di kulit

Tanda dan gejala

Tidak makan sayur dan buah F. Resiko : F. Presipitasi

Riwayat diabetes pada kehamilan ke 2 F. Predisposisi

Mendapat pengobatan dengan suntikan Riwayat pengobatan

Ibu pasien menderita DM F. Predisposisi

Riwayat perawatan komplikasi Tidak ada

Keadaan Umum

Kesan sakit ringan, kesadaran compos

mentis

Dbn

Obesitas F. Presipitasi

TB = 162 cm, BB =75 kg, IMT = 28,57 Obesitas tipe 1

Lingkar perut 86 cm

TV; TD = 130/85 mmHg, Nadi = 80 x/ Normal

29

Page 31: Diabetes Melitus 2

menit, Respirasi = 16 x / menit; suhu = 36,6

Leher tidak teraba perbesaran struma DD/ kelaianan tiroid disingkirkan

Thorax simetris, batas jantung tidak

teraba, suara murni, pulmo sonor, rhonchi (-)

Pem. Thorax Dbn

Abdomen hepar dan lien tidak teraba,

asites (-), bruit vaskuler (-)

Pem. Abdomen Dbn

Ekstremitas pulasi asrteri dorsalis pedis

dan tibialis posterior teraba. Pemeriksaan

rangsang sensoris pada kedua tungkai

berkurang, pretibial non pitting edema

Berkurangnya rangsang sensoris :

gejala

Pretibial non pitting edema : normal

Laboratorium

GDP 166 mg % Tidak normal (N=75-119 mg %)

2 jam PP 235 mg % Tidak normal (N ≤ 200 mg %)

Kadar HbA1C 8,6 % ≤ 6,5 %

Urine reduksi puasa (+) Tidak normal

Urine reduksi 2 jam PP (++) Tidak normal

Albuminuri (-) Normal

Kolsterol total 245 mg Tidak normal (N ≤ 200 mg %)

HDL 35 mg % N <50 mg %

LDL 140 mg % N < 159 mg %

TAG 260 mg % Tidak normal, Normal 60-150 mg %

Kreatinin serum 0,96 mg/dl Normal (0,6-1,1 mg/dl)

30

Page 32: Diabetes Melitus 2

4.2 CONCEPT MAP

31

Patofisiologi

Resistensi insulin → Hormon tidak bisa masuk ke dalam sel → DM

Tanda dan Gejala

3P, Berat badan naik, Cepat lelah, kesemutan, gatal pada daerah kemaluan, R. Infeksi yang berulang pada kulit

DD/

DM tipe1 / DM tipe 2

DK

DM tipe 2

Penatalaksanaan Komplikasi

Prognosis

Epidemiologi

Pemeriksaan Penunjang

Tes Saring, Tes Pengendalian, Tes Penyakit

Faktor Resiko

Modifikasi( dapat di modifikasi, tidak dapat dimodifikasi)

Etiologi

Resistansi Insulin

Page 33: Diabetes Melitus 2

4.3 PATOFISIOLOGIS

32

Genetik

Sel β rusak

Defisiensi Insulin

Obesitas, pola hidup tidak sehat

Jaringan lemak

Leptin ↑

Resistensi insulin

Glukosa ↑

Sekresi sel β ↑

Insulin ↑ Amyloid ↑

Kualitas ↓ Apoptosis sel β

Hiperglikemia

Reduksi glukosa

Sorbitol

mata Sel Schwan & sel saraf

katarak

kebutaan polineuropati

Ggg.saraf otonom

Reflek ↓

Sensoris ↓

Osmolaritas ↑

glukosaria

Poliuri

Dehidrasi

Polidipsi

↓ glukosa sel

Sel starvasi

Polifagi

ATP↓

Lipolisis proteolisis

Benda keton

gliserol

asam

komaasidosis

VLDL ↑

LDL↑

Aterosklerosis

Otak

stroke

Jantung

PJK

Perifer

Iskhemi-nekrosis-gangren

Atrofi otot

Tonus otot↓

Lelah

Memicu pertumbuhan jamur

dan bakteri

Terbentuk AGE’s yang bersifat toxic

Page 34: Diabetes Melitus 2

4.4 FAKTOR RISIKO DIABETES

4.4.1 Faktor risiko yang tidak bisa dimodifikasi:

Ras dan etnik Riwayat keluarga Umur resiko, biasanya pada usia > 45 tahun intoleransi glukosa meningkat Riwayat melahirkan bayi > 4000 gram. Riwayat lahir dengan BB rendah <2500 gram

4.4.2 Faktor risiko yang dapat dimodifikasi

Berat badan lebih Kurangnya aktivitas fisik Diet tak sehat, banyak mengkonsumsi gula berlebih.

4.5 PENATALAKSANAAN

Farmako dan non-farmako, untuk non farmako dijelaskan pada bab II

Glibenclamid ( golongan Sulfonilurea)

Dosis :

Dosis awal 1 kaptab sehari sesudah makan pagi, setiap 7 hari ditingkatkan dengan 1/2 - 1 kaptab sehari sampai kontrol metabolit optimal tercapai. Dosis awal untuk orang tua 2.5 mg/hari. Dosis tertinggi 3 kaptab sehari dalam dosis terbagi.

Mekanisme kerja :

• pelepasan insulin dari sel beta

• pengurangan kadar glukagon dalam serum

• efek ekstrapankreas untuk memperkuat kerja insulin pada jaringan target

Farmako Kinetik :

Diekskresikan bersama feses dan sebagai metabolit bersama urin.

ESO : mual,diare,sakit perut,hipersekresi asam lambung,sakit kepala,meningkatkan ADH,hipoglikemi.

4.6 PROGNOSIS

Quo ad Vitam : ad bonam

33

Page 35: Diabetes Melitus 2

Quo ad functionam : dubia ad bonam

4.7 BHP

1. MEDICAL INDICATION

Beneficence : Menerapkan Golden Rules Principle.

2. PATIENT PREFERRENCES

Autonomy : Informed consent.

3. QUALITY OF LIFE

Beneficence : Mengobati secara proposional dan meminimalisir akibat buruk.

Nonmaleficence : Mencegah timbul komplikasi

4. CONTEXTUAL FEATURES

Justice : Mendistribusikan keuntungan & kerugian atas tindakan medis yang dilakukan dengan mempertimbangkan aspek sosial, ekonomi, dan budaya pasien.

4.8 PENCEGAHAN

Pencegahan Primer :

upaya yang ditujukan pada orang-orang yang termasuk kelompok resiko tinggi, yakni mereka yang belum menderita diabetes melitus, tetapi berpotensi untuk menderita diabetes melitus. Pencegahan ini merupakan suatu cara yang sangat sulit karena yang menjadi sasarannya adalah orang-orang yang belum sakit artinya mereka masih sehat sehingga cakupannya menjadi sangat luas (Noer, 1996)

contoh :

kampanye makanan sehat dengan pola tradisional yang mengandung lemak rendah atau pola makan seimbang

menjaga berat badan agar tidak gemuk dengan olah raga secara teratur.

Pencegahan Sekunder

Menghambat timbulnya komplikasi dengan deteksi dini dan memberikan pengobatan sejak awal penyakit. Deteksi dini dilakukan dengan tes penyaringan terutama pada populasi resiko tinggi.

Pada pencegahan sekunder penyuluhan tentang perilaku terhadap sehat seperti pada pencegahan primer harus dilaksanakan ditambah dengan peningkatan pelayanan kesehatan primer di pusat-pusat pelayanan kesehatan, disamping itu juga diperlukan penyuluhan kepada pasien dan keluarganya tentang berbagai hal mengenai penatalaksanaan dan pencegahan komplikasi.

Pencegahan Tersier

34

Page 36: Diabetes Melitus 2

Upaya mencegah komplikasi dan kecacatan yang diakibatkannya terdiri dari 3 tahap, antara lain:

Mencegah timbulnya komplikasi diabetes.  Mencegah berlanjutnya komplikasi untuk tidak terjadi kegagalan organ.  Mencegah terjadinya kecacatan oleh karena kegagalan organ atau jaringan.

Dalam upaya ini diperlukan kerja sama yang baik antara pasien dan dokter maupun antara dokter ahli diabetes dengan dokter-dokter yang terkait dengan komplikasinya. Dalam hal ini peran penyuluhan sangat dibutuhkan untuk meningkatkan motivasi pasien untuk mengendalikan diabetesnya.

35

Page 37: Diabetes Melitus 2

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Diabetes Militus adalah keadaan kronik,yang berkarakteristik penyakit progresif oleh ketidakmampuan tubuh untuk metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang menuju pada hiperglikemia(peningkatan gula darah). Diabetes militus mengacu sebagai “gula yang tinggi” oleh pasien dan penyedia perawatan kesehatan.

Diabetes tipe 2 diduga disebabkan oleh kombinasi faktor genetik dan lingkungan. Banyak pasien diabetes tipe 2 memiliki anggota keluarga yang juga menderita diabetes tipe 2 atau masalah kesehatan lain yang berhubungan dengan diabetes, misalnya kolesterol darah yang tinggi, tekanan darah tinggi (hipertensi) atau obesitas. Keturunan ras Hispanik, Afrika dan Asia memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk menderita diabetes tipe 2. Sedangkan faktor lingkungan yang mempengaruhi risiko menderita diabetes tipe 2 adalah makanan dan aktivitas fisik kita sehari-hari.

5.2 Saran

       Jika ingin mengurangi resiko terkena diabetes, maka kita harus menjaga pola makan kita sehari-hari dan juga rajin berolahraga. Banyak penyakit dapat dicegah dengan gaya hidup dan pola makan yang sehat. Di antaranya adalah diabetes, yang juga salah satu penyebab utama kematian di banyak negara, termasuk di Indonesia. Ada banyak hal yang diduga menjadi pemicu munculnya penyakit diabetes, dan salah satu di antaranya adalah pola makan yang tidak baik. Di samping itu, pola makan sehat juga terbukti bermanfaat mencegah terjadinya penyakit jantung koroner, kanker,  hipertensi, dan kerusakan ginjal.

36

Page 38: Diabetes Melitus 2

BAB VI

DAFTAR PUSTAKA

1. booksgoogle.com2. depkes.co.id3. health.kompas.com/read/2012/06/06/11350759/

Tak.Doyan.Serat.Diabetes.dan.Sakit.Jantung>mendekat4. Kamus kedokteran dorland edisi 31, w.a newman dorland, alih bahasa retna neary

elseria (et al), editor edisi bahasa indonesia albertus agung mahode (et al), jakarta:egc, 2010

5. http://diabetesmelitus.org/penyebab-diabetes-melitus/6. Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe2 di Indonesia 2011¸

perkeni perkumpulan endokrinologi indonesia, Soegondo, Sidartawan, Ahmad Rudianto, dkk. 2006. KonsensusPengelolaan Diabetes Melitustipe 2 di Indonesia. Jakarta: PB. PERKENI

7. http://www.diabetes.org/diabetes-basics/symptoms/8. Waspadji, Sarwono. (2009). Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta:

Balai Penerbit FKUI.9. Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe2 di Indonesia 2011¸

perkeni perkumpulan endokrinologi indonesia, Soegondo, Sidartawan, Ahmad Rudianto, dkk. 2006. KonsensusPengelolaan Diabetes Melitustipe 2 di Indonesia. Jakarta: PB. PERKENI

10. Anatomi klinis dasar keith l. Moore bab abdomen hal 114-116 jakarta:200211. Suherman SK. Insulin dan Diabetik Oral. In: Farmako UI, ed V. Jakarta: Balai

Penerbitan FKUI;2012. p.481-9512. Marks DB, dkk. Metabolisme karbohidrat. In: Biokimia Kedokteran Dasar. Jakarta:

EGC;2000. p.381-413. Asdie, Ahmad H, dkk. Diabetes Melitus. In: Harrison’s Principles Of Internal

Medicine . Jakarta: EGC;2000. p.2196-21714. Suryono Slamet. Diabetes Melitus di Indonesia. In: Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2nd ed.

Jakarta, 2014: 2320-1.

iv