Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

188
Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia o

description

Buku ini berisi berbagai hal tentang kegiatan REDD+, diantaranya adalah kiprah Sekolah Sobat Bumi di Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah. (Upload buku ini diperoleh dari Satgas REDD+) untuk dimuat di Informasi Kapuas (www.kapuas.info)

Transcript of Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

Di Balik Layar Menjadi

Sekolah Indonesiao

Di Balik Layar Menjadi

Sekolah Indonesia

Tim Penyusun

Penyusun: Aulia Wijiasih Reksoatmojo, Ardanti AndiartiEditor: Leo Wahyudi SLayout: Edwin Yulianto NugrohoIlustrasi cover depan: Deanita Aphridini Rizmie (SMAN 1 Sampit Kelas X-H) Dery Kristin (SMAN 1 Sampit Kelas X-H) Leo Wahyudi SIlustrasi: Leo Wahyudi SPenanggung Jawab: Chandra KiranaPendukung: Leoni Rahmawati, Emanuel Migo, Sopril Amir, Tony Hutabarat (Satgas REDD+) Dila Hadju, Nanang Sujana Nina Pramono, Ahmad Rizali, Ahmadi Supriyanto, Muhammad Fathii, Andi Ashabul (Pertamina Foundation)

SMPN 9 SampitMahmud, S.Pd.

SMAN 1 SampitKristina, S.Pd.Rokayah, S.Pd.

SMPN 4 Selat Kuala KapuasDrs. Haris Fadilah, M.Pd.Joko Susila, M. Pd.

SMAN 2 Kuala KapuasFuyi Yanti, M.Pd.Arlianto, M.Pd.Agon, M.Pd.SalsabelaFiska Fitaloka RanniAnthony Sandan

SMAN 1 Pangkalan BunAndri Mangesti, S.Pd.Ritamawati, S.Pd.David Pakili, S.Pd.Nur LaelaRahmaidaOriza Malta DamayantiArifiana

SMPN 1 Arsel Pangkalan BunIndriyati Panani, S.Pd.Rehulina, S.Pd

Pusat Kurikulum dan Perbukuan KemendikbudNoorindrastuti

Kontributor dan Narasumber(Tulisan dan Wawancara)

SDN Percobaan Palangka RayaInalili, S.Pd., M.Pd.Erlie, M.Pd.Novetri, S.Pd.Griswatie, S.Pd.

SDN 4 Menteng PalangkarayaErnawati S.Pd, M.MPd.Rudiyanti, MH.Rudiyanti Tobing, MH.

Pengawas TK/SD Palangka RayaMarkristieni, S.Pd.

SMPN 8 Palangka RayaPetriati, M.Pd.Gunarhad, S.Pd.Drs. Julius BuluBapak Suriansyah

SMPN 12 Palangka RayaLouise, M.Pd.Nambang, S.Pd.Annisa, S.Pd.

MTsN SampitAni Hanifah, S.Pd.Ismed Noor S.Pd.Firda IslamiAdinda SyaniMahdum Islam MumpuniDjatmikoKhairunisa Maharani

Hak Cipta © 2013 - Satuan Tugas Persiapan Kelembagaan REDD+

Daftar Isi

Sekapur Sirih viii

Kata Pengantar xi

Prakata xvii

BAB 1 - Belajar dan Mengajar tentang Pelestarian Hutan untuk Masa Depan yang Berkelanjutan 1

REDD, Apakah itu? 2 Benarkah Ancaman Itu Ada? 4 Program Pendidikan untuk Pembangunan

Berkelanjutan (ESD) 6 Program Sobat Bumi 7 Kaitan ESD dengan REDD+ 8 Tujuan Program Sobat Bumi 10 Hasil Program Sobat Bumi 10

BAB 2 - Merajut Mimpi, Sebuah Pendekatan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) 13

Penyempurnaan Kebijakan Sekolah 14 Penyempurnaan Program Kurikulum dan Pembelajaran 15 Peningkatan Kualitas Guru dan SDM Sekolah 16 Peningkatan Partisipasi dan Kepedulian Masyarakat

terhadap Sekolah 17 Menuju Sekolah Indonesia (ESD) 20 Cerita-cerita Menuju Sekolah Indonesia 21 Strategi Pembelajaran Pembangunan Pendidikan

Berkelanjutan Melalui Forum Diskusi Kelompok di Sekolah Binaan 29

Berkomitmen dan Terbuka 36 Tukang Kebun Pun Perlu Terlibat 38 Kadang Merepotkan, Tapi Hasilnya Luar Biasa 40

BAB 3 - Keajaiban Pembelajaran untuk Bumi 43

Metodologi dalam Pembelajaran 46 Menghidupkan Kurikulum untuk Sebuah Pembelajaran

yang Utuh 48 Mengenal dan Belajar Lebih Dekat dengan

Lingkungan Sekitar 49 AHA!! 50 Mengangkat Potensi Lokal dalam Pembelajaran 51 Kalau Nggak Bergerak Sekarang, Kapan Lagi? 52 Pembelajaran Holistik: Menuju Pembelajaran

Konseptual dan Kontekstual 53 Hal Sederhana Dapat Menjadi Pembelajaran Menarik 57 Mempelajari Lingkungan Sekitar Melalui Pelajaran

Bahasa Inggris 59 Guru yang Inovatif dan Kreatif 62

BAB 4 - Alam Penuh Misteri 65

Taya, Masker Alami dari Kapuas 66 Ekosistem Lahan Gambut Pendukung Kehidupan

Masyarakat Lokal 68 Misteri Kemilau Rambut 70 Hutan Gambut di Sekolah 72 Pohon Ulin di Pelajaran Bahasa Inggris, Mengapa Tidak? 74 Hutan Kalimantan Tengah yang Inspiratif 76 Kayu Ulin di Hutan Mini 85

BAB 5 - Aksi Untuk Bumi 87

D’Nava SMAN 1 Pangkalan Bun 88 Sanggar SKETSA - Pangkalan Bun 91 Satgas POCILS (Polisi Cilik Lingkungan Sekolah) 92 Tabung Sampah, Salah Satu Cara Mengurangi Emisi 93

Deklarasi untuk Bumi di Kalimantan Tengah 95 Palangka Raya 95 Kuala Kapuas 100 Sampit 104 Pangkalan Bun 107

BAB 6 - Mitos Sekolah Indonesia 111

Sekolah Bagus Perlu Banyak Dana 113 Hanya Siswa Pandai Yang Mudah Difasilitasi dalam

Kegiatan Belajar dan Mengajar 114 Menerapkan ESD Merepotkan 114 Menerapkan Konsep ESD Menyulitkan Anak dalam

Persiapan Menghadapi Ujian Nasional 115 Pendidikan Karakter versus UN 116 Lingkungan dan Muatan Lokal versus ESD 122 Nonmainstream versus Kurikulum yang Ada 123 Kurikulum versus Buku Penerbit 123 Silabus atau RPP adalah Kitab Suci 124 Jumlah Tatap Muka Berkurang Jika Menggunakan

Sistem Kolaborasi 125 Standar Nasional versus Standar Internasional 125

Lampiran 1 - Landasan Implementasi ESD 127

Lampiran 2 - Artikel-artikel ESD 162

viii

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

Sekapur Sirih

Pada kesempatan yang baik ini saya secara pribadi menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya atas keberhasilan rekan-rekan Satgas REDD+, terutama Tim Kerja Komunikasi dan Pelibatan Para Pihak, yang telah berhasil meluncurkan buku berjudul “Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia’.

Saya percaya buku ini dibuat bukan atas dasar pemikiran teoritis semata, melainkan juga didasarkan pada data-data empiris yang diperoleh di lapangan terkait praktek-praktek pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan. Buku ini merupakan hasil belajar yang prosesnya bergulir secara nyata. Proses ini dipandu oleh visi bersama untuk jangka panjang yang digerakkan bersama secara membumi dari tingkat akar rumput (grassroot).

Program Education for Sustainable Development (ESD) atau Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan merupakan salah satu strategi untuk mempercepat dan meraih dukungan masyarakat bagi permasalahan yang berkaitan dengan lingkungan. Proses ini menghasilkan pembelajaran yang sangat mencerahkan. Terkait hal ini, ada beberapa poin yang membuat buku ini bernas.

Pertama, ESD merupakan kunci pembuka bagi peserta didik untuk mengarungi samudera kearifan yang sebenarnya sudah mereka miliki. ESD ini akan membawa mereka pada pemahaman kontekstual lingkungan secara nyata.

Kedua, konsep ESD mengajak dan mengajari para pendidik dan peserta didik untuk melihat suatu permasalahan dengan pola pandang yang lebih menyeluruh atau holistik. Penerapan ESD ini akan mendobrak pola pikir yang parsial, yang melihat sesuatu hanya sepotong-sepotong. Dengan demikian, dalam konteks ESD ini, permasalahan lingkungan akan dilihat, dianalisa, dan dicari solusinya secara holistik.

ix

Ketiga, ESD atau pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan ini akan membawa perubahan paradigma dan budaya kerja. Tentu perubahan paradigma ini mensyaratkan adanya edukasi publik yang dijalankan secara luas dan sistematis. Tim ESD dari Satgas REDD+ sedang membuat suatu program komprehensif yang diadopsi secara formal untuk membangun kesadaran publik melalui sekolah formal, pelatihan di tingkat komunitas, maupun pelatihan lain untuk profesional.

Seperti saya katakan di atas, buku ini tidak dijejali dengan teori-teori lingkungan. Tidak pula menggurui. Buku ini justru merupakan wahana para pembelajar ESD untuk saling berbagi kisah selama mereka berproses dan belajar. Para pendidik, peserta didik, masyarakat, dan pemerintah pun menjadi bagian yang turut bertutur. Dari proses tersebut, mereka lalu menemukan sesuatu yang berharga dari lingkungan di mana mereka tinggal. Mereka lebih memaknai bahwa sumber belajar itu ada di dekat mereka. Mereka belajar untuk menggali dan mengenali lingkungannya dengan mindset yang lebih terbuka, lebih holistik, lebih komprehensif.

Buku ini akan menjadi harta tak ternilai yang akan mengajak kita untuk makin peduli dengan keberlanjutan bumi dimana kita berpijak sekarang ini. Begitu kepedulian kita pada lingkungan tergugah, buku kedua sudah dipersiapkan sebagai pemandu bagi siapapun yang ingin belajar tentang pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan.

Dengan kedua buku tersebut diharapkan akan semakin banyak orang yang terdidik dan bertanggung jawab dalam mengisi pembangunan Indonesia secara berkelanjutan dengan menjaga peradaban, kualitas lingkungan, sumber daya alam, dan pelestarian hutan Indonesia. Hal ini selaras dengan tujuan Strategi Nasional REDD+ melalui reduksi emisi karbon, pelestarian keragaman hayati, dan perbaikan tata kelola hutan yang lestari.

x

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

Mari kita belajar bersama untuk bertanggung jawab pada lingkungan kita demi keberlanjutan kehidupan generasi mendatang.

Kuntoro MangkusubrotoKepala UKP4 dan Ketua Satuan Tugas Persiapan Kelembagaan REDD+

xi

Kata Pengantar

Berbicara masalah pembangunan berkelanjutan, orang langsung akan mengasosiasikannya dengan hal-hal yang berkaitan dengan lingkungan, perubahan iklim, gerakan hijau, ekonomi hijau, energi terbarukan, emisi karbon, dan lain sebagainya. Hal tersebut tidak keliru. Apalagi isu-isu tersebut memang kian hari kian akrab di telinga masyarakat dunia ketika berada di tengah ancaman dampak pemanasan global.

Tampaknya menarik untuk mencermati James Hansen, seorang pakar klimatologi, yang mengatakan, “Mereka mengatakan banyak jargon hijau, namun tindakan mereka tidak sepadan dengan tingkat permasalahannya.” Dengan fakta bahwa suhu bumi makin meningkat, emisi gas rumah kaca makin tinggi, kerusakan hutan makin parah, semua orang mulai berlomba-lomba untuk peduli pada bumi. Konsep-konsep dan jargon yang berbau lingkungan pun makin marak digunakan. Namun sayang, kepedulian saja tidak cukup. Bahkan kadang tindakan pun juga belum cukup kalau merunut pernyataan Hansen tersebut.

Sementara secara mikro, tak hanya lingkungan, masyarakat di Indonesia sekarang sedang disuguhi realitas tentang carut marut dunia pendidikan yang makin sumir arahnya. Setidaknya ada dua hal yang sedang mengemuka, yaitu tentang kurikulum 2013 dan ujian nasional. Keduanya mengundang perdebatan publik dan tentu saja pemerintah sebagai pengambil kebijakan. Situasi perdebatan yang sarat dengan pro dan kontra ini pada akhirnya akan berdampak kurang baik bagi semua pemangku kepentingan, termasuk pendidik, peserta didik, orang tua, dan masyarakat.

Banyak kalangan mengakui bahwa kondisi sistem pendidikan di Indonesia belum membawa perubahan signifikan. Yang ada justru membuat pendidikan seolah-olah jalan di tempat. Bagaimana tidak, pendidikan sekarang masih cenderung menghasilkan peserta didik

xii

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

yang memiliki pola pikir terkotak-kotak atau parsial dalam menghadapi masalah. Sistem pendidikan dalam praktiknya justru menghasilkan generasi yang berpikir untuk kepentingan jangka pendek tanpa dibarengi visi yang jelas. Contoh yang paling jelas adalah sistem ujian nasional. Sistem ini memaksa pendidik, peserta didik, orang tua, untuk belajar demi mengejar nilai skor yang sifatnya kuantitatif. Skor nilai dikejar karena dianggap sebagai harga mati nasib seorang peserta didik untuk melanjutkan proses pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi. Sistem Ujian Nasional tidak jarang menghalalkan segala cara demi meraih nilai dan capaian target kelulusan. Bukan tidak mungkin jika pola ini dipertahankan, justru akan menghasilkan generasi yang tidak punya visi dan kepedulian terhadap kehidupan, dan secara khusus lingkungan dimana mereka tinggal.

Karena itu, lingkungan dan pendidikan sudah saatnya dicarikan benang merah. Pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan bisa menjadi salah satu jalan keluar. Pendidikan yang baik akan menjadi salah satu cara untuk membenahi dan mempertahankan bumi yang makin renta ini. Toh jika dikaji lebih dalam, visi pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan ini juga sejalan dengan visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional. Peran pendidikan dalam diseminasi solusi bagi permasalahan global juga sejalan dengan program United Nations Framework Conventions on Climate Change/UNFCCC (pasal 6) dan Protokol Kyoto (Pasal 10 [e]) yang menyerukan kepada pemerintah di suatu negara untuk mendidik, memberdayakan, dan melibatkan semua pihak yang berkepentingan dan kelompok-kelompok besar dalam kebijakan yang terkait dengan perubahan iklim.

Pendidikan juga harus bertanggung jawab mengisi pembangunan Indonesia secara berkelanjutan dengan menjaga peradaban, kualitas lingkungan, sumberdaya alam, dan pelestarian hutan Indonesia. Pendidikan Indonesia diharapkan bisa menciptakan masyarakat konsumen dan produsen yang peduli pembangunan berkelanjutan, cinta tanah air, kreatif, kritis, mandiri. Harapannya, pendidikan ini memperhatikan pertumbuhan ekonomi tinggi sembari tetap mereduksi

xiii

emisi karbon, melestarikan keragaman hayati, dan tatakelola hutan, selaras dengan dengan tujuan Strategi Nasional REDD+.

Melihat alasan tersebut, penjelasan program REDD+ akan menjadi lebih masuk akal jika ditempatkan dalam konteks pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan. Kelestarian hutan untuk menyimpan karbon, sebagai salah satu tujuan REDD+, akan terjelaskan secara ilmiah lewat pendidikan. Hal ini termasuk pula penanganan masalah perubahan iklim dan keperluan menjaga kelestarian jasa ekosistem secara keseluruhan. Dengan demikian pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan akan menjadi salah satu strategi untuk mempercepat dan meraih dukungan masyarakat ketika berurusan dengan isu lingkungan.

Mempelajari konsep ESD selaiknya merujuk pada apa yang dikenal dengan Kompas Atkisson dimana kita diajak untuk melihat keseimbangan empat hal penting, yaitu lingkungan, sosial, ekonomi, dan kesejahteraan. Dengan pembelajaran dan pemahaman yang baik, maka ESD akan menjadi salah satu sarana yang akan membawa perubahan paradigma dan budaya kerja. Hal ini hanya dapat berjalan jika ada edukasi publik yang dijalankan secara luas dan sistematis. Salah satu caranya adalah kampanye publik, program pendidikan di sekolah formal, program pelatihan di masyarakat serta pelatihan untuk kaum profesional.

Buku “Di Balik Layar Menuju Sekolah Indonesia” ini ingin berbagi pengalaman saat orang pertama kali mengenal, menyadari, sampai kemudian tergerak hatinya untuk menyebarkan pemahaman mereka tentang sebuah konsep pendidikan untuk pembangunan yang berkelanjutan.

Di Bab 1 akan dijelaskan tentang latar belakang pentingnya pembangunan berkelanjutan demi pelestarian hutan dan masa depan yang berkelanjutan. Pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan di sekolah atau kampus memiliki makna penting. Di sebagian besar wilayah Indonesia, guru merupakan corong

xiv

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

informasi di komunitasnya. Guru mendapatkan kepercayaan yang besar dari masyarakat. Bahkan guru memiliki peran penting dalam mempengaruhi setiap keputusan masyarakat. Pendidik merupakan jembatan komunikasi untuk informasi-informasi terbaru. Karena itu, para pendidik diharapkan akan menularkan informasi terkait lingkungan dan pembangunan berkelanjutan ini kepada masyarakat sekitar. Demikian juga sebaliknya, masyarakat dapat menjadi panutan dan atau narasumber bagi pendidikan, terutama yang menyangkut kearifan lokal dalam menjaga bumi, khususnya hutan.

Buku ini merupakan kisah pembelajaran yang melibatkan banyak pihak, baik guru, peserta didik, masyarakat, maupun pemerintah. Bab 2 “Merajut Mimpi, Sebuah Pendekatan Manajemen Berbasis Sekolah” memberikan dasar pemahaman pentingnya keterlibatan banyak elemen dalam pendidikan. Selanjutnya mereka berkolaborasi untuk membangun mimpi tentang keberlanjutan. Mereka berkisah tentang proses pembelajaran ESD ini. Mereka lalu menemukan sesuatu yang berharga dari lingkungan di mana mereka tinggal. Mereka lebih memaknai bahwa sumber belajar itu ada di dekat mereka. Mereka hanya harus menggali dan mengenali dengan mindset yang lebih terbuka, lebih holistik dan komprehensif. Di Bab 3, “Keajaiban Pembelajaran untuk Bumi” kisah-kisah ini terekam secara jelas ketika para pendidik bertutur tentang pengenalan mereka pada konsep ESD. Mereka seolah menemukan keajaiban pembelajaran untuk bumi dari Alam yang Penuh Misteri (Bab 4). Alam memiliki kekayaan tak terhingga yang menunggu untuk dikenali dan diterima.

Setelah menemukan banyak hal, para pendidik dan peserta didik khususnya ingin mengejawantahkan apa yang telah mereka pelajari ke dalam aksi nyata. Kisah ini disajikan di Bab 5, “Aksi untuk Bumi”. Sebagai agen perubahan, guru dan peserta didiknya berlomba untuk mengisahkan langkah yang telah mereka ambil untuk menjaga kelestarian bumi. Setidaknya, aksi mereka akan mematahkan mitos-mitos tentang ESD yang sudah berkembang di masyarakat. Tak jarang mitos tentang pendidikan itu justru makin memperburuk hakekat itu sendiri.

xv

Buku ini tidak akan menggurui siapapun, melainkan mengajak pembaca untuk membaca kisah pembelajaran banyak pihak, khususnya guru dan peserta didik, dalam memahami konsep ESD. Harapannya buku ini akan memberi pencerahan dan bahkan dapat menginspirasi banyak orang untuk melakukan sesuatu demi membangun masa depan yang lestari.

Kami menyadari penyusunan konsep menjadi sebuah buku memang tidak mudah. Apalagi buku ini membukukan kisah orang-orang yang bermimpi, belajar, dan menemukan buah-buah kebajikan dari alam di mana mereka tinggal. Ada proses panjang. Isinya pun bukan melulu teori, tetapi memadukan pemahaman konsep dengan kisah empiris di lapangan. Ada banyak pihak yang terlibat sehingga buku ini berhasil ditulis.

Rasa terima kasih yang dalam kami sampaikan kepada Bapak dan Ibu Guru yang bertutur di buku ini, para peserta didik, tokoh masyarakat yang telah menginspirasi penyusunan buku ini, Kepala Dinas Pendidikan dan Badan Lingkungan Hidup yang telah membuka hati dan ruang partisipasi dalam membangun Sekolah Sobat Bumi, sekolah pro-pembangunan berkelanjutan, Dila Hadju dan Ardanti Andiarti yang telah memberikan waktu, tenaga, cintanya melalui goresan indah terhadap penulisan buku ini, Ibu Chandra Kirana, Ibu Nina Pramono dan Bapak Ahmad Rizali yang selalu memberi semangat dan ruang yang sangat luas kepada semua kegiatan terkait ESD, rekan Leo Wahyudi yang disela-sela rasa sakit yang dideritanya masih meluangkan waktu mengedit dan memberikan catatan penting agar alur tulisan menjadi enak dibaca, Edwin Yulianto yang membantu tata letak buku ini agar terlihat indah, Leoni Rahmawati, Sopril Amir, Nanang Sujana, Emanuel Migo yang memberi hiasan indah di setiap hasil jepretan fotonya, Muhammad Fathii dan Ibu Noorindrastuti yang selalu setia mendengar curahan hati pejuang lapuk, dan tentunya Bapak Tony Hutabarat yang selalu menemani di malam hari dan memberi dukungan gerak cepat terkait administrasi.

xvi

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

Ucapan rasa terimakasih yang tiada terhingga kami haturkan kepada Bapak Kuntoro Mangkusubroto, Bapak Heru Prasetyo, Bapak William Sabandar, Bapak Mubariq Ahmad, Ibu Avi Mahaningtyas, dan Bapak Heracles Lang, yang telah memberikan kepercayaan yang sangat luar biasa besar kepada program ESD agar menjadi jembatan komunikasi REDD+ di masyarakat, teman-teman di UKP4 serta Bapak Bambang Irawan dan teman-teman Sekretariat Bersama (Sekber) REDD+ Kalimantan Tengah yang selalu semangat 45 mendukung dan membantu kelancaran program ESD di lapangan.

Terimakasih tak terhingga kami ucapkan juga kepada seluruh jajaran Pertamina Foundation yang telah memberikan dukungan aksi cepat tanggap dalam penerbitan buku ini.

Buku ini masih perlu pengembangan. Kami mengharapkan kritik, saran, atau tanggapan dari para pembaca, pemerhati lingkungan, atau siapapun yang ingin berbagi kepedulian pada pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan dan pelestarian hutan Indonesia.

Salam lestari,Aulia Wijiasih ReksoatmodjoPenyusun, Satgas REDD+

xvii

Prakata

Kepedulian terhadap lingkungan dan pendidikan adalah satu nafas bagi kehidupan yang tak terpisahkan. Ia adalah sinergi harmoni demi menjaga keutuhan bumi beserta isinya agar terus berkelanjutan demi generasi, demi masa depan.

Itulah visi kami di Pertamina Foundation, yaitu menjadi bagian dari kemajuan Indonesia dan membangun nusantara yang lebih hijau dan lebih maju. Dalam perjalanan kami yang relatif masih muda—lahir 12 Januari 2011—Pertamina Foundation berusaha menjadi sobat bumi, sobat bagi seluruh negeri.

Kami ingin menjadi sobat yang memiliki rasa tanggung jawab dalam menjaga, mengambil, dan memberi manfaat dari dan kepada alam, lingkungan serta seluruh makhluk, secara adil dan seimbang untuk menjaga keberlangsungan kehidupan dan kebaikan bersama.

Mimpi itu kami wujudkan salah satunya dengan melaksanakan Program Sekolah Sobat Bumi. Program pendidikan bermuatan pembangunan berkelanjutan yang diikuti 17 Sekolah Sobat Bumi Champions bersama dengan 170 Sekolah Sobat Bumi Binaan ini memiliki empat pilar. Tiga pilar disebut sebagai Program Utama yaitu Program Kepemimpinan, Program Good School Governance dan Education for Sustainable Development serta Program Pilihan berupa Project Management di bidang Energi Bersih Terbarukan, Ecotransport, Kebun Raya Mini, Kantin Sehat, dan Pengelolaan Sampah.

Salah satu program utama yang telah dijalani Sekolah Sobat Bumi adalah Education for Sustainable Development (ESD) dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Program ini dijalankan dengan melatih dan membimbing para guru untuk memahami dan mempraktekan pendidikan untuk pembangunan yang berkelanjutan

xviii

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

yang kami pandang begitu penting. Dalam hal ini, guru dapat menyinergikan konteks sosial, ekonomi, dan lingkungan alam sekitarnya dalam proses belajar mengajar secara konstektual dan menarik.

Karenanya, kami merasa senang dengan diterbitkannya buku ini. Itu berarti semakin banyak sekolah lain di Indonesia yang dapat mereplikasi ESD di sekolahnya masing-masing. Buku ini ditulis bukan merupakan suatu kebetulan karena penulis buku ini adalah Master Trainer di Sekolah Sobat Bumi Pertamina Foundation. Penulis merupakan pengajar untuk ESD di Sekolah Sobat Bumi. Kita bisa belajar, berbagi, dan bergerak bersama demi mewujudkan Indonesia yang lebih hijau.

Pertamina Foundation juga merasa senang, karena sejak awal program Sekolah Sobat Bumi ini digagas sudah mendapatkan dukungan dari Satuan Tugas Persiapan Kelembagaan Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation Plus (Satgas REDD+). Dukungan ini memberikan arti luar biasa bagi pelaksanaan program Sekolah Sobat Bumi yang digulirkan di 17 Kota/Kabupaten yang ada di 8 Propinsi di Indonesia.

Kami percaya buku ini dapat memberikan inspirasi dan pengalaman baru bagi sekolah dalam menjalankan operasionalnya sekaligus menjadi jembatan untuk perbaikan mutu sekolah.

Salam Sobat Bumi, “Cintai bumi, selamatkan bumi”,Nina Nurlina PramonoPertamina Foundation

Bab 1Belajar dan Mengajar tentang

Pelestarian Hutan untuk Masa Depan yang Berkelanjutan

”ayo hapakat mambesei rangkan mari bersama mengayuh sampanhapa katagas kahian atei untuk kekuatan dan keringanan hati

sarene bahurui tiruk itung” supaya kita mencapai tujuan

2

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

Sekelompok anak sedang berjalan kaki ke sekolah. Sementara sekelompok lainnya mengendarai sepeda. Mereka berjalan tergesa bukan karena khawatir akan terlambat sampai di sekolah, mereka hanya tidak mau berlama-lama menghirup asap sepanjang perjalanan. Namun yang jelas bukan asap kendaraan.

Sudah beberapa hari ini mereka menyambut pagi yang datang bersama asap dari lahan yang terbakar. Sudah kesekian kalinya mereka harus mengalami kabut asap. Mereka pun harus berbekal masker agar asap tidak menyesakkan napas mereka selama belajar.

Begitulah kehidupan anak-anak di Kalimantan Tengah. Asap dari hutan yang terbakar sudah menjadi bagian dari kehidupan mereka. Terbakarnya lahan dan asap yang ditimbulkannya bukan hanya milik anak-anak dan warga Kalimantan Tengah. Isu ini adalah milik kita bersama, milik warga dunia.

Terbakarnya hutan akhirnya menyebabkan berkurangnya tutupan hutan. Kondisi ini menjadi salah satu penyebab percepatan perubahan iklim. Tutupan hutan yang makin berkurang menyebabkan menurunnya jumlah peopohonan yang mampu mengikat karbon. Dengan demikian karbon yang harusnya tertahan oleh pohon dan lahan gambut menjadi terlepas ke udara. Karbon yang terlepas itu lazim disebut gas rumah kaca, karena terperangkap oleh lapisan atmosfer bumi. Akibatnya, sinar matahari menjadi makin terasa panas karena terperangkap oleh efek rumah kaca tersebut. Kondisi inilah yang membuat iklim menjadi berubah-ubah tak tentu arah, bahkan sulit untuk diprediksi. Untuk itu Indonesia maju untuk memperjuangkan REDD pada konvensi perubahan iklim di Bali tahun 2007.

REDD+, Apakah Itu?

REDD, singkatan dari Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation, merupakan suatu mekanisme global yang bertujuan untuk memperlambat perubahan iklim dengan memberikan kompensasi

3

kepada negara berkembang untuk melindungi hutannya. Skema ini mulai menjadi perdebatan yang hangat sejak Papua Nugini dan Costa Rica menjabarkan proposal pengurangan emisi deforestasi dalam diskusi perubahan iklim pada 2005.

Indonesia maju untuk memperjuangkan REDD pada konvensi perubahan iklim di Bali tahun 2007, di mana ide tersebut telah berkembang dengan mengikutsertakan isu degradasi hutan. Berbagai usul penambahan isu tentang agroforestri dan pertanian juga muncul. REDD berkembang lebih jauh lagi. Tanda ‘plus’ di belakangnya menambah isu tersebut dengan konservasi dan pengelolaan hutan secara lestari, pemulihan hutan, dan penghutanan kembali, serta peningkatan cadangan karbon hutan.

Dengan cepat REDD+ menjadi faktor penting dalam berbagai negosiasi internasional karena dianggap sebagai salah satu cara paling murah untuk memperlambat laju perubahan iklim. Modelnya menuruti prinsip common but differentiated responsibility di mana negara maju yang menghasilkan banyak emisi dalam proses industrialisasi dan untuk menopang gaya hidup menyediakan dana dan teknologi untuk negara berkembang sebagai bentuk komitmen mengurangi dampak emisi karbon mereka.

Walaupun gagasannya tampak sederhana, implementasi di lapangan jauh lebih sulit. Tantangan-tantangan besar di dalam mekanisme ini termasuk bagaimana mengukur karbon secara akurat, bagaimana memastikan dana sampai ke komunitas hutan dengan transparan dan efisien, siapa yang akan bertanggung jawab apabila hutan ternyata tetap rusak. Tantangan ini termasuk persoalan sumber pendanaan. Lebih dari 30 model tentang bagaimana REDD+ seharusnya dilaksanakan telah diajukan oleh berbagai negara dan organisasi nonpemerintah.

Dalam konvensi perubahan iklim terakhir di Cancun tahun 2010, dunia telah sepakat untuk memasukkan REDD+ dalam mekanisme yang akan berlaku setelah Protokol Kyoto berakhir di tahun 2012. Dana pun mulai mengalir. Misalnya dari Norwegia, yang berkomitmen untuk

4

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

mengucurkan dana sampai US$ 1 miliar untuk Indonesia di bawah payung REDD+.

Indonesia menjadi salah satu negara terdepan dalam persiapan REDD+. Terbukti pemerintah Indonesia mengeluarkan berbagai peraturan terkait tata kelola kehutanan sekaligus mencanangkan provinsi Kalimantan Tengah sebagai provinsi percontohan. Lalu dibuatlah Rencana Aksi Nasional yang mengamanatkan moratorium penebangan huta serta pembenahan tata kelola hutan secara keseluruhan yang juga merupakan bagian dari kesepakatan dengan Norwegia. Moratorium yang akan berlaku selama 2 tahun, berlaku secara retroaktif mulai 1 Januari 2011, sudah berjalan. Bahkan sekarang sudah diperpanjang oleh Presiden dengan mengeluarkan Inpres No. 6/2013 yang berlaku selama dua tahun.

Benarkah Ancaman Itu Ada?

Dampak dari berkurangnya hutan tidak hanya berhenti pada percepatan perubahan iklim saja. Lebih dari itu, masih banyak dampak lain yang mulai berimbas ke masyarakat. Misalnya budaya yang mulai menghilang. Di Kalimantan Tengah, hutan yang semakin berkurang menyebabkan populasi burung Tingang atau burung Enggang, burung yang berhubungan erat dengan budaya suku Dayak, makin menyusut jumlahnya. Bahkan saat ini burung Enggang sudah masuk dalam daftar hewan yang dilindungi karena terancam punah. Burung ini memiliki makna dalam kebudayaan suku Dayak di Kalimantan. Bulu burung ini digunakan sebagai pelengkap kepuak (baju tradisional Dayak), yang terbuat dari kulit kayu Nyamu yang dipukul-pukul sampai halus.

Masih ada contoh lain yang sederhana. Pengalihan fungsi lahan dari rawa menjadi lahan perkebunan sawit dan sawah membuat rumput Purun kehilangan ’rumah’nya. Padahal rumput Purun ini merupakan bahan baku penting para perajin anyaman di Kalimantan. Berkurangnya populasi rumput Purun membuat para perajin anyaman khas Kalimantan kekurangan, bahkan kehilangan, bahan baku utamanya.

5

Akibat lebih jauh, mata pencaharian para perajin pun terpengaruh karena kelangkaan rumput ini.

Selain imbas ekonomi, muncul pula imbas budaya. Di suatu rumah di Desa Tempayung, Lamandau, Kalimantan Tengah, istri sang Kepala Desa bercerita bahwa dia baru saja melahirkan dan cepat sekali pulih hanya dalam satu hari, karena sang suami, membuatkan minuman rebusan dari akar-akaran dan pelepah daun dari tanaman-tanaman tertentu di hutan yang dapat menstabilkan stamina, menghindari pendarahan, mengembalikan kekuatan rahim, serta memperpendek masa nifas. Sayangnya ketika ditanyakan mengenai bahan ramuan tersebut kepada beberapa orang di kota, beberapa menjawab dengan mengerutkan dahi atau tersenyum malu karena tidak tahu karena menganggap bahwa itu adalah tradisi kuno.

Masyarakat terkadang tidak sadar bahwa ada budaya-budaya yang sebenarnya dapat menjadi investasi besar demi kemajuan daerahnya. Seandainya ramuan untuk ibu melahirkan tersebut diwariskan, bukan tidak mungkin ramuan tersebut akan menjadi investasi besar karena bisa menjadi komoditas yang mendunia.

Kondisi tersebut akan makin buruk seandainya masyarakat Kalimantan Tengah menganggap masalah budaya tradisi dan berkurangnya hutan sebagai bagian yang wajar dan biasa dalam kehidupan mereka. Hal ini akan makin parah jika mereka sudah kehilangan rasa memiliki atas hutan dimana mereka hidup dan tinggal. Tak mengherankan jika mereka menganggap obat-obatan tradisional itu tidak perlu dilestarikan.

Kehidupan bangsa Indonesia di masa depan penuh dengan permasalahan hidup yang sangat pelik. Kita dihadapkan pada kelangkaan sumber daya alam dan habitat Indonesia, menurunnya luasan areal hutan, menurunnya kualitas lingkungan, bencana yang tiada henti baik bencana alam maupun bencana lingkungan yang diakibatkan ulah manusia, perubahan iklim gobal yang ekstrim. Kondisi ini, entah diakui atau tidak, akibat menurunnya rasa nasionalime, kebanggaan dan tanggung jawab sebagai warga negara NKRI.

6

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

Program Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan (ESD) Dengan semua kenyataan tersebut, negeri ini membutuhkan pendidikan yang mendukung kehidupan berkelanjutan. Program Education for Sustainable Development (ESD) atau Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan merupakan salah satu strategi untuk mempercepat dan meraih dukungan masyarakat bagi permasalahan di atas. Suatu institusi pendidikan dituntut memberi kesempatan warga negara untuk memperoleh pendidikan yang baik dan layak dari sisi fasilitas publik, kenyamanan, keamanan dan pembelajaran yang bermutu. Institusi ini juga dituntut untuk membangun kemampuan warga negara dalam mewujudkan rasa patriotisme dan nasionalisme. Pendidikan juga harus bertanggung jawab mengisi pembangunan Indonesia secara berkelanjutan dengan menjaga peradaban, kualitas lingkungan, sumberdaya alam, dan pelestarian hutan Indonesia. Pendidikan Indonesia diharapkan bisa menciptakan masyarakat konsumen dan produsen yang peduli pembangunan berkelanjutan, cinta tanah air, kreatif, kritis, mandiri. Harapannya, pendidikan ini memperhatikan pertumbuhan ekonomi tinggi sembari tetap mereduksi emisi karbon, melestarikan keragaman hayati, dan tatakelola hutan, selaras dengan dengan tujuan Strategi Nasional REDD+.

Visi pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan ini juga sejalan dengan visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional. Peran pendidikan dalam diseminasi solusi bagi permasalahan global juga sejalan dengan program United Nations Framework Conventions on Climate Change/UNFCCC (pasal 6) dan Protokol Kyoto (Pasal 10 [e]) yang menyerukan kepada pemerintah untuk mendidik, memberdayakan, dan melibatkan semua pihak yang berkepentingan dan kelompok-kelompok besar dalam kebijakan yang terkait dengan perubahan iklim.

Menurut Pasal 6 UNFCCC tersebut, pendidikan, peningkatan kesadaran dan pemahaman tentang perubahan iklim, merupakan kunci untuk memenangkan dukungan masyarakat terkait kebijakan perubahan iklim.

7

Program Sobat Bumi

Dalam kerangka pelaksanaan pendidikan untuk pembangunnan berkelanjutan yang berbasis REDD+, salah satu harapannya adalah melaksanakan ESD melalui Program Sobat Bumi. Melalui program ini diharapkan akan tumbuh patriot-patriot baru yang berpihak pada pelestarian hutan, keragaman hayati, dan budaya di sekolah maupun di masyarakat.

Program Sobat Bumi ini dirancang untuk mendorong kesadaran masyarakat secara keseluruhan yang mencakup sekolah dan warga desa rujukan. Tujuannya untuk membangun karakter cinta lingkungan dan menerapkan hidup sehari-hari yang ramah lingkungan. Program tersebut dirancang agar dunia pendidikan dan masyarakat sekitar terlibat dalam pembangunan berkelanjutan.

Ketua Satuan Tugas Persiapan Kelembagaan (Satgas) REDD+, Kuntoro Mangkusubroto, sangat mendukung Program Sekolah Sobat Bumi. Pada peluncuran Sekolah Sobat Bumi 8 Februari 2012, Kuntoro menyebutkan bahwa pemerintah mendukung program Sekolah Sobat Bumi karena sejalan dengan nilai-nilai di Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) sebagai unit kerja pemerintah yang menangani perubahan iklim. Sekolah Sobat Bumi sepakat untuk memberikan solusi dan akan memperhatikan lingkungan yang terlantar akibat pembangunan besar-besaran.

Program Sobat Bumi diharapkan dapat mengubah paradigma dan perilaku seluruh komponen dunia pendidikan dalam implementasi empat pilar pembangunan, yaitu pro-growth, pro-job, pro-poor, dan pro-environment.

Program Sobat Bumi merupakan program jangka panjang yang dapat dilaksanakan oleh para pihak terkait. Program ini juga akan melanjutkan informasi dan sarana sedemikian rupa sehingga mendapat dukungan masyarakat terkait perubahan iklim dan REDD+.

8

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

Kaitan ESD dengan REDD+

Pilar ketiga Strategi Nasional REDD+ menyebutkan Perubahan Paradigma dan Budaya Kerja. Gagasan dasar pilar ketiga ini menuntut sesuatu yang berbeda dan lebih baik dari biasanya. Karena itu, agar program REDD+ berjalan efektif, diperlukan pemahaman atau paradigma yang berbeda, sikap yang berbeda, budaya kerja yang berbeda, dan keahlian yang berbeda dari yang selama ini dianut di dalam berbagai komponen masyarakat luas dan komunitas profesional.

Perubahan paradigma itu dapat dilakukan salah satunya melalui pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan. Ada beberapa alasan yang mempertautkan REDD+ dan ESD. Poin-poin berikut memberi gambaran keterkaitan antara kedua isu tersebut di atas.

1. Perubahan paradigma dan budaya kerja hanya dapat dilakukan jika program edukasi publik dijalankan secara luas dan sistematis. Program komprehensif yang sedang dibangun (dan akan diformalkan dalam bentuk dokumen program yang akan diadopsi Komisi Daerah REDD+/Satgas REDD+) mencakup program kampanye publik untuk pembangunan kesadaran (awareness building), program pendidikan di sekolah formal, program pelatihan di tingkat komunitas, dan program pelatihan profesional.

2. Program untuk sekolah formal antara lain akan dijalankan dalam bentuk pelatihan Training of Trainer (ToT) bagi pendidik yang disertai dengan program pendampingan di sekolah-sekolah secara langsung.

3. Penjelasan program REDD+ hanya akan masuk akal jika ditempatkan dalam konteks ESD. Kelestarian hutan untuk menyimpan karbon, sebagai salah satu tujuan REDD+, akan terjelaskan secara ilmiah lewat pendidikan. Hal ini termasuk pula penanganan masalah perubahan iklim dan keperluan menjaga kelestarian jasa ekosistem secara keseluruhan.

9

4. ESD adalah program pendidikan yang secara formal sudah diadopsi oleh pemerintah sehingga menjadi wadah pengembangan pengetahuan untuk seluruh aspek keberlanjutan pembangunan. REDD+ hanyalah salah satu komponennya.

5. Indonesia mengadaptasi ESD sebagai bagian dari komitmen dunia untuk mengedukasi masyarakat dunia sehingga dapat mengambil peran dan keputusan yang lebih bertanggung jawab dalam pelestarian sumber daya alam dan peradaban Indonesia.

Melalui program ESD, masyarakat Indonesia memperoleh informasi tentang bagaimana menghadapi permasalahan lingkungan, khususnya deforestasi, perubahan iklim, dan gas rumah kaca (GRK). Dengan demikian, masyarakat yang terdidik diharapkan dapat menyusun aksi nyata untuk mengurangi permasalahan lingkungan.

Melihat alasan tersebut, konsep ESD di sekolah atau kampus memiliki makna penting. Di sebagian besar wilayah Indonesia, guru merupakan corong informasi di komunitasnya. Guru mendapatkan  kepercayaan yang besar dari masyarakat. Bahkan guru memiliki peran penting dalam mempengaruhi setiap keputusan masyarakat. Pendidik merupakan jembatan komunikasi untuk informasi-informasi terbaru. Karena itu, para pendidik sebagai patriot sekolah diharapkan akan menularkan informasi terkait lingkungan dan pembangunan berkelanjutan ini kepada masyarakat sekitar. Demikian juga sebaliknya, masyarakat dapat menjadi panutan dan atau narasumber bagi pendidikan, terutama yang menyangkut kearifan lokal dalam menjaga bumi, khususnya hutan.

10

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

Tujuan Program Sobat Bumi

Berikut ini adalah tujuan diadakannya Program Sobat Bumi: � Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman ESD sehingga tersusun

kebijakan dan kurikulum yang tepat sejalan dengan Pembangunan Berkelanjutan.

� Menumbuhkan dan mewujudkan dunia pendidikan dan masyarakat yang responsif terhadap segala aspek yang terkait pembangunan berkelanjutan.

� Mengembangkan konsep ”Sobat Bumi’ yang dapat dijadikan percontohan bagi sekolah lain.

� Mempersiapkan pendidik inti dan atau para pihak yang akan menjadi fasilitator pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan, khususnya dalam konteks pelestarian hutan. Program ini juga memerlukan upaya untuk memperkuat jaringan para pihak yang peduli dan aktif dalam kegiatan pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan.

� Melakukan akselerasi program pembangunan berkelanjutan, program mitigasi dan adaptasi bencana, ketahanan pangan lokal, pelestarian keragaman hayati dan hutan yang terkait dengan pendidikan demi kestabilan dan keberlanjutan pembangunan Indonesia.

Hasil Program Sobat Bumi

Pelaksanaan Program Sobat Bumi bersama REDD+ melahirkan kisah-kisah yang dapat dipandang sebagai praktek-praktek yang baik (good practices). Buku ini menjadi wadah bagi para pihak yang terlibat dalam pelaksanaan Program Sobat Bumi dan ESD. Mereka ingin berbagi kisah ketika akhirnya mereka menemukan sendiri perubahan-perubahan pola berpikir dari pengalaman pembelajaran yang mereka gali.

11

Program Sobat Bumi memberikan beberapa bermanfaat dalam lingkup ESD. Dari pembelajaran melalui Program Sobat Bumi mereka mendapatkan:

1. Informasi tentang perubahan iklim (adaptasi dan mitigasi) dan kaitannya dengan pengurangan emisi, hutan, dan gaya hidup masyarakat.

2. Informasi tentang program pemerintah, khususnya REDD+ di masyarakat, terutama kalangan pendidik dan warga sekolah serta kampus. 

3. Akselerasi informasi terbaru terkait pengurangan emisi karbon gas rumah kaca (GRK) dan kaitannya dengan REDD+.

4. Tergalinya potensi dan isu-isu lokal khususnya yang terkait dengan kearifan lokal, sumberdaya alam, dampak perubahan iklim ke lokal dan REDD+.

5. Adanya komitmen, kontribusi, dan aksi lokal untuk menjaga hutan dan mengurangi emisi karbon dalam kehidupan masyarakat sekolah, misalnya penghijauan (greening), pembuatan hutan mini, konsumsi berkelanjutan (sustainable consumption), reduce, reuse, recycle (3R), pembuatan kompos (composting), energi hijau (green energy), proyek bahan bakar hijau (bio-fuel project), kepedulian pada kearifan lokal yang positif, keragaman hayati lokal, pelestarian dan peningkatan sumber daya alam, perubahan pola pikir serta gaya hidup.

6. Pendokumentasian yang baik tentang seluruh program di poin ke-5 di atas sehingga kontribusi sekolah dalam aksi pengurangan emisi karbon dapat terdata dengan baik.

7. Adanya masukan untuk pengembangan modul pemandu ESD.

12

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

Bab 2Merajut Mimpi,

Sebuah Pendekatan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

14

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

Manajemen berbasis sekolah berawal dari kebijakan yang mendukung proses pembelajaran yang mengedepankan nilai-nilai karakter, etika, demokrasi, disiplin, tanggung jawab, kepedulian pada sesama, dan lingkungan. Pada dasarnya setiap institusi pendidikan telah melaksanakan sebagian kebijakan tersebut. Namun pada titik yang sama, sebagian besar institusi pendidikan, khususnya sekolah, lalai untuk menuliskannya ke dalam Buku Pedoman Kurikulum Dokumen 1 (satu). Selain itu, sebagian kebijakan masih belum berpihak pada pola pembelajaran yang ramah anak dan lingkungan. Kebijakan itu juga kurang disosialisasikan kepada warga sekolah.

Pendekatan Manajeman Berbasis Sekolah ini merupakan pengintegrasian berbagai aspek yang mendukung keberhasilan menuju sekolah berbasis ESD (whole school approach of ESD). Aspek-aspek tersebut adalah:

1. Penyempurnaan Kebijakan Sekolah;2. Penyempurnaan Program Kurikulum dan Pembelajaran;3. Peningkatan Kualitas Guru dan Sumber Daya Manusia (SDM)

Sekolah;4. Peningkatan Partisipasi dan Kepedulian Masyarakat terhadap

Sekolah.

Penyempurnaan Kebijakan Sekolah

Kebijakan sekolah merupakan prioritas pertama dan memiliki nilai penting dalam ESD. Kebijakan yang dibuat sebuah institusi pendidikan menjadi kunci penting untuk menjamin terciptanya keutuhan sebuah pembelajaran yang baik. Kebijakan tersebut tidak hanya melibatkan pihak yang bersentuhan langsung dengan proses pembelajaran, namun juga semua pihak yang terkait dengan kehidupan sekolah, seperti orang tua, instansi terkait, tokoh masyarakat, dan sebagainya. Manajemen berbasis sekolah yang baik harus dapat merangkul semua pihak untuk berkontribusi dalam upaya menciptakan lingkaran belajar yang utuh. Kebijakan ini nantinya akan tercermin dalam budaya sekolah dan akan

15

terlihat dengan jelas pada perilaku warga sekolah. Oleh karena itu, pihak sekolah akan melengkapi kebijakannya, seperti:

� Visi-Misi yang merupakan hasil cita-cita bersama seluruh warga sekolah (sesuai Permendiknas 19/2007);

� Program dan kegiatan pembelajaran yang mengedepankan nilai-nilai Pancasila, tanggung jawab, nasionalime dan kepedulian lingkungan (sesuai UU Sisdiknas No. 20/2003, PP No. 19/2005 dan Permendiknas No. 22/2006 dan 23/2006 serta No. 41/2007);

� Pengelolaan sekolah yang partisipatif (sesuai UU Sisdiknas No. 20/2003 tentang Manajemen Berbasis Sekolah/MBS);

� Aturan-dan sanksi yang disusun dan dibuat secara demokratis dan ramah anak;

� Sosialisasi seluruh kebijakan kepada semua warga sekolah; � Memonitor dan mengevaluasi kebijakan yang ada.

Penyempurnaan Program Kurikulum dan Pembelajaran

Dalam sekolah yang mengadopsi prinsip-prinsip ESD, maka program kurikulum dan pembelajarannya juga disesuaikan. Sarana dan prasarana yang dimiliki sebagai media pembelajaran ESD harus dapat dioptimalkan. Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), khususnya Dokumen 2 yang sekarang dipakai, memungkinkan sekolah untuk memodifikasi rancangan pembelajaran yang mengedepankan nilai-nilai positif, berpikir kritis, komprehensif, demokratis, bertanggung jawab, kontekstual dan peduli lingkungan. Program Kurikulum di sekolah akan dikembangkan dengan mengadaptasi prinsip-prinsip ESD yang memang sudah seharusnya merupakan bagian integral dalam kurikulum (sesuai Peraturan Menteri Pendidikan Nasional/Permendiknas Nomor 22, 23/2006 dan 20, 41/2007). Selain di Kurikulum, konsep ESD juga dapat dikembangkan pada Program Ko-Kurikuler maupun Ekstra Kurikuler di sekolah.

16

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

Peningkatan Kualitas Guru dan SDM Sekolah

Kualitas guru pun menjadi bagian terpenting untuk meraih mimpi Sekolah ESD. Pelatihan untuk guru diberikan untuk meningkatkan pemahaman ESD dan kompetensinya. Kompetensi ini mencakup kompetensi inti dalam penguasaan kurikulum dan kegiatan belajar mengajar serta kompetensi tambahan untuk mengoptimalkan sarana dan prasarana yang dimiliki oleh sekolah. Kesadaran guru untuk dapat mengimplementasikan konsep tersebut baik di dalam kelas maupun dalam penulisan Rencana Program Pembelajaran (RPP) KTSP Dokumen 2 memiliki arti yang sangat penting untuk keberlanjutan program Sekolah ESD.

Diharapkan, hasil pengimplementasian konsep tersebut akan nampak dari kemampuan para peserta didik dalam memahami pelajaran yang disampaikan guru di kelas. Siswa tidak hanya sekedar mengejar nilai (score) yang baik, tetapi juga memiliki pemahaman holistik sebagai dampak dari cooperative learning, perubahan nilai-nilai (values) ke arah yang lebih baik lagi serta memiliki jiwa welas asih, atau rasa demokrasi yang tinggi serta peduli akan potensi sumber daya alamnya.

Peningkatan kapasitas guru dalam ESD di Pangkalan Bun, Kotawaringin Barat pada 2012.

17

Peningkatan Partisipasi dan Kepedulian Masyarakat terhadap Sekolah

Selanjutnya orang tua murid serta masyarakat juga harus dilibatkan dalam pengembangan sekolah untuk menuju tercapainya konsep pendekatan sekolah secara menyeluruh dengan konsep ESD (whole school approach of ESD). Keterlibatan orang tua murid dan masyarakat dalam pendidikan dan pengelolaan sekolah merupakan aspek yang penting.Tanggung jawab pendidikan dan keberlanjutan sekolah bukan hanya menjadi tanggung jawab sekolah dan guru saja, namun orang tua dan masyarakat juga memiliki peran yang sama. Selain itu, keterlibatan para peserta didik dan warga sekolah lainnya dalam pelaksanaan pembelajaran yang pro-pembangunan dan pemeliharaan kualitas lingkungan sekolah juga merupakan salah satu perwujudan tanggung jawab masyarakat dalam meningkatkan karakter bangsa dan kepedulian lingkungan.

Integrasi dari berbagai aspek tersebut di atas dibarengi dengan dukungan pemerintah, pihak swasta (melalui program Corporate Social Responsibility ), dan Lembaga Swadaya Masyarakat menjadi kesatuan penting dalam mewujudkan mimpi untuk terciptanya sebuah “masyarakat dunia yang peduli pada pembangunan berkelanjutan”.

Partisipasi para pihak membangun ESD di Palangka Raya pada 2012. Dari kiri ke kanan, Kepala Dinas BLH, Asisten Bidang SDA dan Pembangunan, perwakilan guru dan Dinas Kabupaten Kalimantan Tengah (nomor 3 sampai 5 dari kiri), dan Kepala Dinas Pendidikan Kalimantan Tengah.

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

18

UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL (UU SISDIKNAS) NO. 20/2003

Pasal 51(1) Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan

pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah.

Pasal 54(1) Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta

perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan.

(2) Masyarakat dapat berperanserta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan.

(3) Ketentuan mengenai peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22/2006 Standar Isi

Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mengemban fungsi tersebut pemerintah menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu dan relevansi serta efisiensi manajemen pendidikan. Pemerataan kesempatan pendidikan diwujudkan dalam

19

program wajib belajar 9 tahun. Peningkatan mutu pendidikan diarahkan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya melalui olahhati, olahpikir, olahrasa dan olahraga agar memiliki daya saing dalam menghadapi tantangan global. Peningkatan relevansi pendidikan dimaksudkan untuk menghasilkan lulusan yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan berbasis potensi sumber daya alam Indonesia. Peningkatan efisiensi manajemen pendidikan dilakukan melalui penerapan manajemen berbasis sekolah dan pembaharuan pengelolaan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan.

Implementasi Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dijabarkan ke dalam sejumlah peraturan antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Peraturan Pemerintah ini memberikan arahan tentang perlunya disusun dan dilaksanakan delapan standar nasional pendidikan, yaitu: standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan.

Dalam dokumen ini dibahas standar isi sebagaimana dimaksud oleh Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, yang secara keseluruhan mencakup:

1. kerangka dasar dan struktur kurikulum yang merupakan pedoman dalam penyusunan kurikulum pada tingkat satuan pendidikan,

2. beban belajar bagi peserta didik pada satuan pendidikan dasar dan menengah,

3. kurikulum tingkat satuan pendidikan yang akan dikembangkan oleh satuan pendidikan berdasarkan panduan penyusunan kurikulum sebagai bagian tidak terpisahkan dari standar isi, dan

4. kalender pendidikan untuk penyelenggaraan pendidikan pada satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah.

Standar Isi dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yang dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005.

20

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

Sekolah

SiswaManajemen

Berbasis Sekolah

Strategi Pengajaran

Nilai-nilai budaya bangsa(Nilai Pancasila)

Peran serta masyarakat

Grambar. Pendekatan sekolah secara menyeluruh dengan konsep pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan

Menuju Sekolah Indonesia (ESD)

“It takes a whole village to raise a child”Pepatah Afrika

Sesuai Undang-Undang No. 20/2003, untuk membangun peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis, serta memiliki rasa tanggung jawab kebangsaan, sekolah harus mengembangkan pendekatan sekolah secara menyeluruh dengan konsep pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan (whole school approach of ESD). Pendekatan tersebut adalah sebuah pendekatan yang mensyaratkan adanya manajemen sekolah dan strategi pembelajaran yang berpihak pada pembangunan berkelanjutan, mengedepankan nilai-nilai positif budaya bangsa (nilai-nilai Pancasila), karateristik budaya daerah, partisipasi para pihak secara demokratis, memiliki hubungan timbal balik antara sekolah dengan masyarakat. Nilai-nilai Pancasila tersebut adalah nilai-nilai yang religius, adil dan beradab, toleran, cinta dan bangga terhadap tanah air dan bangsa.

21

Cerita-cerita Menuju Sekolah Indonesia

Mewujudkan mimpi sekolah untuk menjalankan pendidikan yang berpihak pada pembangunan berkelanjutan tidak semudah membalikkan telapak tangan. Diperlukan upaya koordinasi dan partisipasi semua pihak. Para kepala sekolah, selaku pemangku kebijakan tertinggi di sekolah, harus berjuang keras untuk meraih apa yang diidamkan. Perjuangan mereka memerlukan keteguhan, kerja keras, dan konsistensi untuk merangkul seluruh keluarga besar sekolah. Mengajak segenap guru dan murid, orang tua murid, sampai pihak-pihak luar sekolah yang terkait untuk bahu membahu berpartisipasi aktif bukanlah tanggung jawab yang mudah. Bagian berikut ini akan menyajikan kisah-kisah perjuangan para guru, siswa, komite sekolah, dan semua pemangku kepentingan untuk menggapai mimpi pendidikan yang berkelanjutan. Di bawah ini merupakan contoh-contoh penerapan Manajemen Berbasis Sekolah:

ESD mengajarkan kecakapan hidup (life skill), bukan hanya materi akademis saja

“Bagi saya, ESD itu adalah cara kita memelihara lingkungan agar lingkungan kita tetap memberikan fungsi sebenarnya, cara cerdas kita mengelola lingkungan, bersikap dengan arif dan bijaksana, serta menanamkan kepada peserta didik juga agar mereka cinta lingkungan melalui pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan.”

Ernawati, M.M.Pd, Kepala Sekolah SDN 4 Menteng Palangkaraya

Ernawati, Kepala Sekolah SDN 4 Menteng Palangka Raya, bertutur bahwa penerapan konsep ESD dalam Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) itu “susah-susah gampang, gampang-gampang susah”.

22

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

Penerapan konsep ESD itu sangat berkaitan erat dengan kesadaran diri setiap warga sekolah. Kalau dari dalam diri sudah ada niat maju dan berubah, akan mudah. Sementara dalam kenyataannya, dalam satu sekolah belum semua memiliki keinginan berubah. Ada yang sangat ingin menerapkan konsep ini, ada juga yang ogah-ogahan. Padahal penerapan ESD ini tidak bisa setengah-setengah. Semua harus terlibat. Semua berpulang ke kesadaran masing-masing individu. “Saya sebagai kepala sekolah tidak boleh bosan untuk mengingatkan. Mulai dari himbauan terus menerus, nanti akhirnya akan menjadi budaya sekolah,” kata Kepala Sekolah yang biasa dipanggil “ Erna” ini.

Waktu pertama kali mengetahui konsep ESD, yang terbayang oleh Erna adalah proses pembelajaran di kelas supaya guru-guru bisa melaksanakan proses pembelajaran berbasis lingkungan dengan pola pembelajaran aktif. Dengan demikian, pembelajarannya dapat bersifat holistik, mencakup keseluruhan dan tidak hanya sebatas mata pelajaran tertentu. Untuk menerapkan pendidikan yang holisitik ini tidak mudah.Pada mulanya pemahaman para guru masih kurang. Sebagian besar guru masih menganggap pendidikan lingkungan hanya sebatas pelajaran IPA dan IPS. Namun sekarang, mulai ada pemahaman bahwa pendidikan lingkungan ini bisa diterapkan pada semua mata pelajaran.

Untuk itu, Erna terus menekankan pemahaman ESD kepada para guru supaya nantinya para guru dapat menerapkannya di setiap pelajaran. Erna memberangkatkan tujuh orang guru untuk mengikuti pelatihan. Walaupun baru tahap pengenalan, yang penting pelatihan dan

Kepala Sekolah SDN 4 Menteng Palangka Raya Ernawati (tengah),

bersama Rudiyanti (kiri) dari Komite Sekolah, dan Markristieni (kanan)

dari Pengawas Sekolah sedang membahas kebijakan sekolah secara

partisipatif.

23

pemahaman ESD sudah dicoba, dan akan terus dicoba. Kepada para gurunya Erna menekankan agar lingkungan sekolah dijadikan sebagai sumber belajar. Dengan demikian, siswa akan merasakan pembelajaran yang kontekstual.

Sebelum mengenal konsep ESD ini, SDN 4 Menteng sudah memiliki kebiasaan membersihkan sekitar kelas sebelum masuk. Siswa diberi tugas piket. Mereka dibiasakan untuk spontan memungut sampah bila melihat ada sampah yang tidak pada tempatnya.

Salah satu hambatan yang dirasakan Erna adalah perbedaan nilai-nilai yang dianut siswa di rumah dan di sekolah. Bagaimanapun juga, sekolah tidak boleh putus asa untuk selalu memberikan pemahaman pada orang tua. Langkah ini pula yang selalu dilakukan secara konsisten oleh Erna.

Partisipasi Berbagai Pihak akan Menghidupkan Sekolah

Inalili, Kepala Sekolah SDN Percobaan Palangka Raya, meyakini bahwa sekolah akan makin hidup jika ada banyak pihak yang mau berpartisipasi di dalamnya. Mengenal konsep ESD adalah suatu pencerahan untuk Inalili. Setelah beliau dan teman-teman guru lain mengetahui dan mendiskusikan ESD ini, mereka merasa inilah saatnya membenahi sekolah. Setelah mengetahui kurikulum yang dikaitkan dengan kearifan lokal dan isu global, timbul antusiasme para guru SDN Percobaan untuk mengubah sekolah ke arah yang lebih baik.

Sebagai kepala sekolah, Inalili langsung membuat perencanaan. Hal pertama yang akan dibenahi adalah standar isi kurikulum. Setelah mengikuti pelatihan ESD, Inalili membentuk tim pengembang kurikulum dengan jadwal rapat setiap mata pelajaran. Para guru mata

Inalili, Kepala Sekolah SDN Percobaan Palangka Raya

24

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

pelajaran diajak meninjau ulang visi/misi, sehingga mengetahui akan dibawa ke mana sekolah tersebut.

Sebetulnya banyak hal yang sudah dilakukan sekolah ini. Namun hasilnya masih belum terdokumentasikan dengan baik. Misalnya, sekali waktu anak-anak bercerita tentang masakan tradisional yang mereka dapatkan dari orang tua atau nenek, seperti wadi (makanan tradisional Kalimantan Tengah). Makanan tradisional itu akhirnya dijadikan materi ajar di sekolah meskipun masih sebatas diceritakan, belum dimasukkan dalam kurikulum Standar Kompetensi/Kompetensi Dasar (SK/KD). Setelah mendapatkan pelatihan ESD, para guru di SDN Percobaan langsung mencoba untuk menuliskan bahan-bahan yang relevan dengan ESD untuk dimasukkan ke dalam kurikulum.

Menurut Inalili, memperbaiki kurikulum sesuai dengan konsep ESD tidak sulit asalkan ada kemauan. Dia yakin, tim guru SDN 4 Percobaan mau melakukannya. Untuk itu diperlukan perangkat seperti standar isi yang jelas, kemauan, dan kerja tim yang baik.

Sejauh ini SDN 4 Percobaan sudah melakukan kerja sama dengan beberapa pihak luar. Mereka pun menjalin kerjasama dengan Rukun Tetangga (RT), komite sekolah, dan kantin misalnya. Dan kerjasama itu sudah berjalan baik. Dulu, kantin tersebut sudah ada meskipun letaknya berjejer di luar sekolah. Inalili berpikir, “Mengapa tidak sekalian saja kita rekrut dengan cara yang benar?” Setelah merekrut pedagang dan membuatkan kantin di dalam area sekolah, SDN 4 Percobaan bekerjasama dengan Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) dan Puskesmas. Ia juga mengirim satu orang (ketua penjaga kantin) untuk mengikuti pelatihan ESD.

Dalam perkembangannya, sekolah mendapat sedikit bagi hasil dari kantin secara ekonomi. Di sisi lain, kantin juga menjadi tempat pembelajaran. Pedagang di kantin belajar makanan yang layak dan sehat, juga prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle). Dengan demikian mereka tahu betul cara meminimalisir sampah. Mereka berusaha tidak menggunakan plastik. Mereka juga menggunakan bahan makanan yang aman.

25

Untuk menjadi narasumber pembelajaran guru, SDN 4 Percobaan pernah mengadakan seminar pembelajaran tematik bersama Lembaga Peningkatan Mutu Pendidikan (LPMP). Mereka juga sudah melakukan kerjasama dengan instansi atau dunia usaha, seperti Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Kesehatan, Badan Lingkungan Hidup, Daerah Aliran Sungai Kahayan, Dinas Tata Kota, dan Telkomsel.

Pihak sekolah juga masih memiliki beberapa rencana yang ingin diwujudkan. Salah satunya mencari narasumber ahli dari luar sekolah untuk proses belajar anak-anak, terutama untuk mempelajari kearifan lokal, seperti kerajinan atau olahraga. Inalili juga ingin sekolahnya menjadi laboratorium Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), karena banyak hal yang bisa dibagi dalam prosesnya, seperti dalam pengenalan tanaman-tanaman dan pohon-pohon lokal.

Mengusahakan Anak-anak Bersahabat dengan Tanaman Lokal

Saat memasuki halaman depan SMPN 4 Selat, Kuala Kapuas, Anda akan disambut dengan harum bunga Tanjung. Selain pohon Tanjung, sekolah ini memiliki banyak pohon yang membuat suasana sekolah menjadi sejuk. Di Sekolah SMPN 4 Selat, Kuala Kapuas memang banyak ditanaman pohon supaya sejuk sehingga proses belajar mengajar lebih kondusif dan nyaman. Tidak hanya itu saja, guru-guru berharap para siswa mengenal tanaman khas daerah Kuala Kapuas. Karena itu, hutan di belakang sekolah seluas 2,5 hektar tetap ditanam dengan tanaman-tanaman khas daerahnya.

Lokasi sekolah ini memang dulunya merupakan daerah persawahan dan danau. Sejak dibangun pada 1985, sekolah ini berusaha untuk menjadikan lokasi tersebut nyaman untuk kegiatan belajar mengajar, sembari tetap menjaga kelestarian alamnya. Misalnya saja, untuk menyediakan lapangan hijau di tengah sekolah, tahap demi tahap sekolah ini mengambil tanah di depan sekolah dan dipindahkan ke halaman tengah sampai rata. Setelah lebih dari lima tahun, lapangan sudah siap dan nyaman digunakan untuk berkegiatan. Lahan di halaman depan yang dikeruk dijadikan tiga buah kolam untuk memelihara ikan.

26

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

Sebelum menjadi SMPN 4 Selat, dahulu sekolah ini adalah sekolah SMPN 3 Selat yang dikenal sebagai sekolah Galam, sekolah yang dikelilingi pohon Galam (hutan Galam). Pohon Galam adalah sejenis pohon yang banyak digunakan untuk pembangunan rumah di daerah Kalimantan Tengah. Walaupun tidak sebanyak dulu, sekolah ini masih mempertahankan pohon Galam di hutan sekolah. November 2012 lalu sekolah ini melakukan penanaman pohon setelah mendapatkan bibit dari hasil kerjasama dengan pihak perkebunan. Pohon yang ditanam adalah pohon Pantung, pohon yang sekelas dengan pohon Jelutung. Pohon-pohon tersebut ditanam di pinggiran sungai dan gedung sekolah. Selain Galam, hutan sekolah ini memiliki beragam pohon lain seperti Durian, pohon Sungkai, pohon Ketapang, pohon Tuba, juga pohon-pohon langka seperti pohon Ramania, pohon Mangga Hambawang.

Sekolah ini juga menanam pohon kayu Halaban yang biasanya digunakan untuk membuat arang. Banyak sekali manfaat pohon ini. Bila kulit kayunya dikupas, kayu Halaban ini mengeluarkan sejenis lendir. Bila lendir ini dikerok dan diperah airnya, lendir ini bisa dimanfaatkan untuk obat penurun demam dan amandel.

Dalam kegiatan belajar dan mengajar sehari-hari, guru sering mengajak anak-anak belajar di alam langsung di sekitar sekolah, terutama saat mengamati dan praktikum yang berkaitan dengan tanaman. Warga SMPN 4 Selat ini juga memiliki “Operasi Semut” yang rutin dilaksanakan setiap Jumat setelah senam pagi. Dalam operasi ini, para guru dan murid bersama-sama membersihkan lingkungan sekolah, menanam pohon, atau merapikan tanaman. Setiap kelas mendapatkan lahan yang berbeda-beda untuk digarap. Lantaran kegiatan-kegiatan tersebut, wajarlah kalau sekolah ini mendapatkan penghargaan Wawasan Wiyata

Pohon Halaban

27

Mandala tingkat Nasional peringkat ketiga pada 1998. Haris Fadilah, Kepala Sekolah SMPN 4 Selat juga berharap Program Sobat Bumi dapat mendukung sekolah ini menjadi obyek yang bisa dinikmati sebagai sekolah alam.

Kepala Sekolah versus Tukang Kebun

Tanggung jawab yang besar sebagai kepala sekolah tidak membuat Louise surut untuk terus membangun SMPN 12 Palangka Raya. Sewaktu menjadi kepala sekolah pada 15 April 2009, ia melihat banyak hal yang perlu dibenahi di sekolah ini. Mulai dari sampah yang berserakan, kayu pohon yang tidak beraturan, bahkan jumlah ketidakhadiran guru yang tinggi pun perlu dibenahi. Louise memandang semua itu sebagai tantangan tersendiri. “Kepala sekolah adalah tugas tambahan. Tugas pokok saya adalah guru. Tapi saya juga tidak malu jadi tukang kebun, membersihkan sampah,” katanya merendah.

Hobinya bercocok tanam membuat Louise menjuluki dirinya “tukang kebun sekolah”. Mengiringi tanggung jawabnya sebagai kepala sekolah, Louise membenahi lingkungan sekolah yang dimulai dari menghiasi sekitar kantornya dengan pot-pot bunga. Tidak mudah bercocok tanam di daerah ini, karena tekstur asli lokasi ini adalah lahan granit dan pasir. Karena itu, Louise berpikir mengenai cara untuk meningkatkan kualitas tanah hingga dapat digunakan untuk bercocok tanam. Louise kemudian mengumpulkan kotoran ayam dari peternakan yang ada di sekeliling sekolah untuk dijadikan sebagai pupuk kandang. Ia mengalokasikan dana yang ada, sekitar enam juta rupiah setiap triwulan, untuk membenahi sekolah. Tanaman-tanaman yang saat ini terlihat rimbun, seperti pohon Ketapang, menjadi bukti hidup hasil inisiatif Louise. Ia lalu mengajak serta guru dan beberapa orang tua yang memiliki kepedulian yang sama untuk melakukan hal serupa di lingkungan sekolahnya.

Pada 2010, Louise dibantu orang tua siswa yang memiliki keprihatinan akan kondisi sekolah. Orangtua siswa itu kemudian menjadi ketua Komite Sekolah. Sebuah gebrakan dimulai! Setiap akhir semester,

28

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

sekolah mengumpulkan sumbangan sukarela dari orang tua untuk pembenahan lingkungan sekolah. Kalau dulu lapangan upacara dan sepak bola becek, sekarang sudah dapat digunakan dengan nyaman. Louise bersama dewan guru dan siswa juga bergerak untuk membersihkan sekolah, memilah, dan memilih sampah. Sekolah ini memang tidak memiliki tong sampah, tapi mereka memanfaatkan kardus bekas sebagai tempat sampah. Sampah itu kemudian didaur ulang. Yang masih bagus dimanfaatkan untuk hiasan atau produk lain yang bermanfaat.

Karena lokasi sekolah yang cukup jauh dari pemukiman, Louise sangat senang bila ada orang tua yang mempercayakan anaknya menuntut ilmu di sekolah ini. Memberikan lingkungan belajar yang nyaman dan kondusif memotivasi Louise bersama para guru dan siswa untuk membenahi lingkungan dan meningkatkan mutu pembelajaran. Ketika ia mulai menjadi kepala sekolah di tahun 2009, muridnya ada 76, dan sekarang jumlah muridnya sudah lebih dari 100 orang. Kebanyakan mereka adalah anak-anak dari buruh pelabuhan dan bandara, tukang kebun, peternak ayam yang tinggal di sekitar sekolah maupun dari kecamatan lain. Dengan keadaan ini, Louise tidak berani untuk menarik pungutan dari siswa. Ia hanya mengharapkan sumbangan sukarela entah berbentuk uang maupun pohon.

Walaupun menyadari tidak seluruh warga sekolah senang dengan program yang dijalankan, Louise tetap memegang teguh komitmen untuk membangun sekolah. Ia fokus menjalankan program bersama guru-guru yang ikut berkomitmen. “Yang lain sambil jalan sambil diingatkan. Yang penting saya bekerja, saya menjadi contoh. Puji Tuhan, walaupun sekolah ini sekolah ‘pinggiran’ ada juga kesempatan yang diberikan oleh BLH, Diknas, maupun lembaga lain,” kata Louise bangga. Harapannya, satu saat nanti sekolah ini dapat memanfaatkan sungai dan lahan-lahan di sekitar sekolah untuk pembelajaran dengan lebih baik.

Memang banyak tantangan Louise dalam memajukan sekolah ini. Namun semuanya tidak membuatnya patah semangat. Ia hanya memegang teguh apa yang diyakininya. Ia memulai dari diri sendiri dengan semangat dedikasi dan pengabdian sepenuh hati.

29

Ke depannya, ia berencana sekolah ini akan ditanami Purun, sejenis rumput yang digunakan untuk membuat anyaman khas Kalimantan, Rotan, dan pohon Nyatu, sejenis karet yang getahnya digunakan untuk kerajinan.

Strategi Pembelajaran Pembangunan Pendidikan Berkelanjutan Melalui Forum Diskusi Kelompok di Sekolah Binaan

Oleh: Rahmad Trisdijanto,S.Pd, M.Si, Pengawas Madya Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Dikpora), Kabupaten Kotawaringin Barat.

SMA Negeri 1 Pangkalan Bun menyiapkan diri untuk menjadi Sekolah Adiwiyata sekaligus menjadi rujukan bagi sekolah–sekolah lain yang ada di Kabupaten Kotawaringin Barat dan kabupaten sekitarnya.

Salah satunya memberikan contoh pengembangan proses pembelajaran yang bermakna bagi peserta didik. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan persiapan dan peningkatan kemampuan guru. Guru harus dapat mengembangkan model dan metode pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik materi pelajaran (kurikulum), kondisi sarana prasarana, serta tingkat perkembangan peserta didik.

Louise, Kepala Sekolah SMP 12 Palangkaraya, mengajarkan kecintaan terhadap tanaman langka dengan cara mengajak anak-anak menanamkan tanaman asli Kalimantan Tengah.

30

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

Dalam penerapannya, pengawas sekolah membina guru dalam mengelola proses belajar mengajar agar berlangsung secara aktif, interaktif, efektif, dan menyenangkan. Proses belajar mengajar ini menggunakan pendekatan holistik sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan mendorong pembelajaran konseptual dan kontekstual sehingga kompetensi lulusan peserta didik tercapai sesuai harapan.

Untuk meningkatkan kemampuan para guru, pengawas melihat bahwa berbagi informasi dan pengalaman memang diperlukan dalam pengelolaan pembelajaran. Upaya ini akan lebih meningkatkan pemahaman konseptual peserta didik sebelum kemudian dilaksanakan secara kontekstual melalui pendekatan holistik kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Pemahaman tersebut juga mencakup cara untuk mengimplementasikan pendekatan tersebut dalam kerangka perencanaan pembelajaran (RPP) guru mata pelajaran.

Satuan Tugas Persiapan Kelembagaan (Satgas) REDD+ dan Sekolah Sobat Bumi bekerja sama dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat mengadakan kegiatan pelatihan dan pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan Sekolah Sobat Bumi di Pangkalan Bun. Dalam pelatihan ini pengawas ikut serta mendampingi para guru dan kepala sekolah. Pengawas pembina di SMA Negeri 1 Pangkalan Bun mempunyai tanggung jawab untuk mendukung dan mengimplementasikan hasil pendidikan dan pelatihan dalam operasional pengelolaan pendidikan sekolah seiring dengan tuntutan kurikulum dan dinamika sosial dan lingkungan. Implementasi ini diharapkan dapat merubah paradigma berpikir guru, siswa, dan tenaga kependidikan lainnya menuju sekolah yang berwawasan lingkungan.

Pengawas melaksanakan pembinaan guru untuk meningkatkan kompetensi akademik dan paedagogi guru mata pelajaran dalam pembelajaran di kelas melalui pendekatan holistik kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), dengan langkah-langkah itu sebagai berikut:

31

1. Melakukan pertemuan dengan kepala sekolah

Pertemuan dengan kepala sekolah dilaksanakan untuk membicarakan rencana dan strategi pembinaan yang akan dilakukan oleh pengawas sebagai tindak lanjut pelatihan ESD yang sudah diberikan.Pertemuan ini sekaligus untuk mempersiapkan Sekolah Adiwiyata yang akan dilaksanakan melalui kegiatan in-house training kepada guru–guru SMA Negeri 1 Pangkalan Bun. Pelatihan dua hari itu untuk membahas persiapan guru untuk menyusun perencanaan pembelajaran dalam bentuk Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) guru yang berwawasan lingkungan hidup.

2. Melaksanakan In-House Training

Selama dua hari dilakukan in-house training untuk membahas bagaimana mengembangkan kurikulum holistik dan kurikulum pendidikan lingkungan hidup yang terintegrasi dengan mata pelajaran lain. Pelatihan ini diikuti oleh kepala sekolah dan guru-guru SMA Negeri 1 Pangkalan Bun pada 10 – 11 September 2012 di Ruang Guru SMA Negeri 1 Pangkalan Bun.

In-house training tersebut disampaikan dengan metode presentasi dan penugasan individu dan kelompok. Selain itu, para peserta juga terlibat dalam forum diskusi kelompok sebagai upaya untuk merefleksikan hasil kerja kelompok setelah peserta menyelesaikan tugasnya.

Forum diskusi ini membahas cara untuk mengintegrasikan pendidikan lingkungan hidup ke dalam mata pelajaran lain serta pengembangan silabus holistik. Pengembangan silabus holistik ini memilih salah satu standar kompetensi Pendidikan Lingkungan Hidup, yakni Manusia dan Lingkungan; Memelihara Kebersihan Lingkungan; Sumber Daya Alam; Air; Pesisir, Laut, Sungai, dan Danau; Udara; Tanah dan Lahan; Hutan; Energi; Atmosfer dan Pemanasan Global; dan Perusakan Lapisan Ozon.

32

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

Pada hari pertama pelatihan tersebut, peserta diharapkan dapat mengembangkan silabus holistik secara kelompok untuk setiap tingkat kelas. Sementara pada hari kedua, peserta diharapkan dapat membuat silabus mata pelajaran yang mengintegrasikan konsep dan fakta pendidikan lingkungan hidup ke dalam mata pelajaran masing–masing yang kemudian dikembangkan menjadi rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Silabus dibuat sebagai contoh tiap Standar Kompetensi yang dipilih. Mereka kemudian menyusun RPP dari satu Kompetensi Dasar yang ada pada Standar Kompetensi yang ada pada Silabus yang dipilih tersebut.

Pada kegiatan ini peserta memperoleh gambaran bahwa dengan pendekatan holistik guru dapat mengetahui keterkaitan konsep–konsep mata pelajaran yang diampu dengan konsep–konsep yang ada pada mata pelajaran lain yang berkaitan dengan isu–isu lingkungan hidup dan lingkungan sosial. Guru juga dapat memberikan pembelajaran yang kontekstual dengan memberikan contoh atau membahas masalah lingkungan hidup atau obyek–obyek yang ada di sekitar sekolah, rumah, atau yang menjadi kekhasan Kabupaten Kotawaringin Barat dan Pangkalan Bun. Selain itu, guru juga dapat memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai media atau sumber belajar. Mereka dapat mengajak peserta didik agar terlibat aktif dalam pembelajaran melalui peta konsep yang berkaitan dengan lingkungan.

Rahmad Trisdijantopada, dengan penuh semangat memberikan Pelatihan ESD

kepada Guru SMA N 1 Pangkalan Bun.

33

Melalui peta konsep, peserta mencoba mengembangkan ide dan kreatifitasnya ke dalam perencanaan pembelajaran. Dalam hal ini, mereka mengaitkan fakta–fakta yang ada di sekitar sekolah, rumah, dan pengalaman peserta sehingga menjadi sebuah rangkaian proses pembelajaran yang kontekstual, aktif, interaktif, efektif, dan menyenangkan.

3. Pemantauan dan Refleksi

Sebagai tindak lanjut pelatihan, para peserta menerapkan apa yang diperoleh selama pelatihan ke dalam proses belajar dan mengajar di kelas. Mereka juga mengembangkannya untuk Standar Kompetensi/Kompetensi Dasar (SK/KD) yang lain sehingga menjadi satu kesatuan dokumen yang lengkap dan implementatif.

Agar implementasi hasil-hasil pendidikan dan pelatihan dapat berjalan sesuai dengan program yang ada, maka pengawas sekolah harus memantau pelaksanaannya di sekolah. Pengawas sekolah mempunyai kewajiban untuk melaksanakan kunjungan ke sekolah binaan minimal sekali dalam satu bulan. Total alokasi waktu kunjungan itu minimal 3 jam atau selama 120 menit. Pada saat kunjungan tersebut, pengawas memanfaatkannya untuk memantau pelaksanaan proses belajar dan mengajar (PBM) guru–guru di kelas. Pengawas memastikan apakah para guru sudah mengintegrasikan PBM mereka dengan konsep–konsep pendidikan lingkungan hidup, atau apakah PBM mereka sudah kontekstual dan sesuai dengan RPP yang telah ada.

Sebagai tindak lanjut dari pemantauan tersebut pengawas bersama guru mata pelajaran melakukan refleksi terhadap pelaksanaan PBM yang telah dilakukan guru. Refleksi tersebut dilakukan oleh pengawas sekolah melalui forum diskusi kelompok bersama para guru yang menjadi sasaran pemantauan. Forum diskusi tersebut membahas dan merefleksikan segala hal yang berkaitan dengan implementasi pembelajaran kontekstual di kelas. Dalam kesempatan tersebut, pengawas memberikan masukan sebagai bahan refleksi

34

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

agar perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan prinsip–prinsip pengembangan PBM dalam kerangka pemenuhan standar proses oleh guru.

4. Evaluasi Program dan Tindak lanjut

Pada akhir pelaksanaan kegiatan, pengawas sekolah mengadakan evaluasi program. Program ini sebagai bagian penting dari upaya membina guru untuk meningkatkan kualitas proses belajar sehingga SMA Negeri 1 Pangkalan Bun menjadi sekolah model. Sekolah ini dipersiapkan menjadi sekolah berbasis lingkungan hidup yang berorientasi menjadi Sekolah Adiwiyata. Evaluasi program dilaksanakan dengan mengkaji tingkat kesiapan sekolah secara umum berdasarkan instrumen ESD yang melibatkan unsur sekolah termasuk kepala sekolah, guru, konsultan REDD+, dan pembina Sekolah Adiwiyata.

Selama evaluasi, kesiapan seluruh komponen yang berkaitan dengan dokumen sekolah dikaji. Komponen tersebut meliputi dokumen KTSP (Dokumen I dan Dokumen II), tingkat kepedulian seluruh warga sekolah dengan pendidikan lingungan hidup dan Sekolah Adiwiyata, kesiapan sekolah untuk mengembangkan kebijakan sekolah dalam pengadaan sarana/prasarana yang berorientasi pada pendidikan lingkungan hidup.

Dengan mentransfer pengetahuan ESD, kegiatan pelatihan yang diterapkan dapat meningkatkan kemampuan guru sebagai

fasilitator dalam pembelajaran.

35

Segala masukan yang diperoleh dari hasil evaluasi program akan dijadikan program pembinaan dan pembimbingan guru dan kepala sekolah. Pembinaan itu terkait dengan pengelolaan PBM dan sekolah sesuai dengan 8 Standar Nasional Pendidikan (SNP) di tahun pelajaran yang akan datang sehingga impian Sekolah Adiwiyata akan menjadi kenyataan.

Hasil yang Dicapai

Hasil yang dicapai selama pembinaan dan pendampingan sekolah berwawasan lingkungan (Sekolah Sobat Bumi) berdampak positif terhadap peningkatan pemahaman guru mengenai kurikulum mata pelajaran dari yang parsial (berbasis mata pelajaran) ke arah tematik (holistik). Disamping itu, kemampuan guru dalam mengembangkan perencanaan pembelajaran serta pelaksanaan proses belajar mengajar yang lebih kontekstual dengan kehidupan di sekitar peserta didik juga makin meningkat. Guru memberikan contoh–contoh riil yang lebih spesifik. Contoh-contoh itu diambil dari masyarakat dan lingkungan alam sekitar. Mereka mengajak peserta didik untuk berpikir komprehensif pada masalah yang diajarkan. Dengan pola pikir holistik ini, kemampuan akademik dan kepedulian terhadap lingkungan sekitarnya pun makin membaik. Artinya, secara tidak langsung sekolah ini telah melaksanakan pendidikan lingkungan hidup pada peserta didik. Hasil– hasil pelaksanaan tersebut ditandai dengan beberapa indikator berikut ini. Sementara itu, contoh nyata dari indikator tersebut dapat dilihat pada bagian lampiran.

1. Tersusunnya silabus holistik pendidikan lingkungan hidup yang terintegrasi dengan mata pelajaran yang ada atau yang diajarkan selama ini di SMA Negeri 1 Pangkalan Bun.

2. Tersusunnya rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang kontekstual dan berwawasan lingkungan hidup sekitar sekolah.

3. Terlaksananya pembelajaran berwawasan lingkungan yang lebih aktif, interaktif, efektif, dan menyenangkan bagi peserta didik.

36

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

Hasil–hasil yang telah dicapai tersebut dapat memberikan nilai positif pada upaya pemenuhan standar proses dan standar isi menuju Sekolah Adiwiyata.

Kunci sukses

Keberhasilan pelaksanaan pembinaan dan pendampingan menuju sekolah berwawasan lingkungan dan Sekolah Adiwiyata selama ini tercapai berkat bantuan dan kerjasama warga sekolah SMAN 1 Pangkalan Bun. Kunci sukses program tersebut terletak pada:

1. Koordinasi pelaksanaan program;2. Kerjasama tim pengembang kurikulum sekolah;3. Komitmen bersama dalam mewujudkan visi, misi, dan tujuan

sekolah;4. Dukungan finansial yang memadai.

Berkomitmen dan Terbuka

Dukungan pengawas sangat diperlukan dalam proses penerapan konsep ESD di sekolah. Dukungan inilah yang selalu diberikan Markristieni, Pengawas Gugus 4 yang menaungi SDN 4 Menteng Palangka Raya. Sudah 8 tahun ia menjadi pengawas. Pelatihan ESD yang diikutinya beberapa waktu lalu menggenapi pemahaman yang sebelumnya ia dapatkan dari BLH mengenai sekolah Adiwiyata.

Menurut Markristieni, pemahaman konsep ESD sangat bermanfaat untuk menunjang proses pembelajaran di kelas, terutama dalam melihat keterkaitan antara mata pelajaran satu dengan mata pelajaran yang lain. Konsep ini sangat menunjang tugas pokok dan fungsinya sebagai pengawas. Ia melihat masih banyak guru yang menggunakan metoda ceramah dalam kegiatan belajar dan mengajar. Karena itu, masih diperlukan dorongan untuk mengubah proses pembelajaran sedemikian rupa sehingga anak didiklah yang melakukan dan menemukan sendiri.

37

“Tidak mudah mengubah kebiasaan dan pandangan guru bila sudah terbiasa menggunakan satu metode tertentu,” kata Markristieni. Banyak guru masih kembali lagi ke cara yang lama. Mereka tetap menggunakan metode ceramah, meskipun sudah diberi pemahaman. “Sampai sekarang saya masih terus mencari cara untuk mengubah cara pandang guru supaya tidak melulu ceramah,” katanya. Sedikit demi sedikit para guru terus didorong supaya proses pembelajarannya menjadi pembelajaran aktif.

Setelah mempelajari konsep ESD, Markristieni ingin memperkuat proses pembelajaran yang ada di sekolah-sekolah. Sebetulnya konsep ESD ini sudah ada dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pelajaran (KTSP), hanya mungkin tidak banyak yang menyadari. Saat ini rata-rata baru 50 persen sekolah yang memiliki KTSP lengkap. Selebihnya masih dalam tahap revisi.

Menurut Markristieni, masih belum banyak sekolah yang bekerja sama dengan lembaga lain dalam hal yang sifatnya nonfinansial, seperti pengadaan narasumber untuk pembelajaran guru dan siswa. Dari 7 sekolah yang dibinanya, baru 4 sekolah yang melakukan kerja sama dengan pihak lain. SDN 4 Menteng salah satunya. Sekolah ini bekerja sama dengan BPOM untuk membantu mengontrol warung sekolah. Instansi tersebut memeriksa apakah fasilitas dan makanan yang dijual sudah memenuhi kriteria kesehatan atau belum. Selain itu SDN 4 Menteng ini juga sudah bekerjasama dengan Lembaga Peningkatan Mutu Pendidikan (LPMP) untuk peningkatan kualitas guru. Menyangkut pendidikan berlalu lintas dan keamanan jalan, sekolah tersebut juga menjalin kerjasama dengan Kepolisian.

Dalam melaksanakan konsep ESD, yang penting adalah komitmen. “Bila guru sudah berkomitmen dengan tugasnya, sudah pasti guru tersebut akan berdisiplin dan bertanggung jawab. Kalau tidak memiliki komitmen, seseorang tidak akan berhasil. Tujuan tidak akan tercapai,” kata Markristieni. Hal penting lainnya adalah keterbukaan. Artinya, guru termasuk kepala sekolah harus dapat menerima masukan.

38

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

Ia merasakan, bila kepala sekolahnya terbuka dengan masukan, sekolah akan maju dengan cepat. Hal ini dibuktikan dengan kemajuan SDN 4 Menteng ini setelah mengikuti pelatihan ESD pada Agustus 2012 lalu.

Menjadi pengawas bukan tugas yang mudah. Namun bagi Markristieni pekerjaan ini sebuah kecintaan dan kebanggaan. Tak heran, dengan senang hati ia membantu sekolah-sekolah yang ia naungi untuk maju. Kecintaannya pada profesi ini membuat ia senang dan bersemangat untuk mengembangkan kurikulum dan memberikan masukan-masukan yang baru untuk setiap sekolah.

Tukang Kebun Pun Perlu Terlibat

Derap langkah dan semangat baru menghinggapi para guru SMAN 1 Pangkalan Bun setelah mengikuti pelatihan Sekolah Sobat Bumi. Mereka mendapat pencerahan baru dalam membangun sekolah yang lebih maju dan berwawasan lingkungan.

Sebagai langkah awal, kepala sekolah, para guru, dan karyawan sekolah perlu menyusun kembali visi dan misi sekolah yang lebih baik. Membangun visi dan misi bukan hanya peran serta guru dan kepala sekolah, namun melibatkan semua elemen yang ada di lingkungan sekolah. Mereka termasuk siswa,warga sekitar sekolah, orang tua siswa, dan instansi di luar sekolah yang terkait seperti pengawas atau Dinas Pendidikan dan Olahraga. Bukan hanya itu saja, bahkan keterlibatan tukang kebun dan penjaga sekolah pun sangat penting artinya. Inilah hasil perubahan visi dan misi baru yang disusun kembali oleh sekolah.

VISI LAMA: Unggul dalam prestasi, beriman, bertaqwa, mandiri, berwawasan lingkungan dan teknologi.

VISI BARU: Unggul dalam keimanan dan ketaqwaan, berprestasi, berwawasan lingkungan dan teknologi.

39

Langkah-langkah yang dapat kami ambil agar semua elemen masyarakat sekolah turut berperan aktif dalam membangun visi dan misi sekolah adalah:

1. Mengadakan hari Jumat Bersih.2. Mengadakan lomba kebersihan dan keindahan kelas.3. Membuat mading tentang lingkungan.4. Mengaktifkan ektrakurikuler pramuka dan lingkungan hidup

Sekolah mengajak masyarakat di luar sekolah dan pihak-pihak yang terkait sekolah untuk selalu berusaha bekerja sama untuk mewujudkan visi dan misi sekolah dengan berbagai cara.

Sekolah ini mengadakan kerjasama dengan mengundang pihak terkait untuk menjadi pendamping dan pembimbing dalam kegiatan pembelajaran, baik bagi siswa maupun bagi guru. Misalnya, pembimbingan pembuatan kompos oleh BLH, pendampingan siswa untuk kegiatan studi lapangan di Taman Nasional Tanjung Puting (TNTP) oleh YAYORIN, dan pendampingan penyusunan perangkat pembelajaran oleh pengawas selaku wakil dari Dinas Pendidikan dan Olah Raga. Mereka pun membantu dalam pengembangan silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang holistik dan berkaitan dengan ESD.

Dalam kegiatan pembelajaran dengan lingkungan sekolah sebagai sumber utama, sekolah akan bekerjasama dengan pihak lain. Misalnya, proyek penanaman pohon, studi lapangan ke TNTP Tanjung Puting, sekolah akan bekerja sama dengan Dinas Kehutanan untuk penyediaaan bibit pohonnya, Badan Lingkungan Hidup untuk penyediaan pupuknya, Dinas Pendidikan dan YAYORIN untuk kegiatan pendampingan pembelajarannya. Hal ini membuat pembelajaran akan lebih bermakna bagi siswa, guru, dan semua pihak yang terkait. Dalam prinsipnya, semua warga sekolah SMA 1 Pangkalan Bun yakin bahwa semua orang adalah guru dan semua tempat adalah sekolah.

40

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

Dalam penyusunan Rencana dan Anggaran Pendapatan Sekolah (RAPBS), sekolah mengundang komite sekolah sebagai perwakilan dari orang tua siswa, masyarakat sekolah, Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga, Dinas Kehutanan, Badan Lingkungan Hidup, dan YAYORIN untuk mengkomunikasikan agenda program kerja sekolah dalam satu tahun. Dengan program kerja yang disusun secara bersama ini, diupayakan kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan akan tersusun dengan lebih baik dan optimal. Melalui kerjasama yang baik dari semua pihak yang terkait ini diharapkan sekolah dapat mencetak generasi yang memiliki karakter bangsa dan kepedulian lingkungan yang baik dan bermanfaat untuk masa depan Indonesia.

Kadang Merepotkan, tapi Hasilnya Luar Biasa

Dukungan orang tua dalam penerapan ESD di sekolah sangat penting. Demikian menurut Rudiyanti, Pengurus dan Bendahara Komite sekolah, sekaligus orang tua dari 2 siswa (kelas 2 dan kelas 6) di SDN 4 Menteng. Dalam kesehariannya, Rudiyanti bekerja sebagai Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Tabunbungai Palangka Raya.

Sebelumnya Rudiyanti ini sudah mengetahui ESD dari buku karena pernah mempelajari hukum lingkungan. Tapi, tidak terbayang olehnya kalau ESD ini dapat diterapkan untuk pendidikan dasar. Menurutnya, seandainya semua sekolah menerapkan ESD ini hasilnya akan luar biasa. Manfaatnya bukan untuk murid saja, tapi untuk semua orang terutama untuk kelestarian lingkungan hidup di dunia.

Dalam penerapannya, ia kadang memang merasakan kerepotan untuk mengikuti himbauan sekolah. Misalnya, anak dianjurkan oleh pihak sekolah untuk membawa bekal sendiri. Tapi menurut pengalaman dan

Rudiyanti, Pengurus dan

Bendahara Komite sekolah

41

pengamatannya, biasanya himbauan untuk orang tua akan lebih efektif melalui anak, karena biasanya orang tua menuruti kemauan anaknya. Anak memaksa orang tua supaya dirinya tidak melanggar peraturan sekolah dan terkena sanksi. Akhirnya, mau tidak mau orang tua pun mengikuti apa yang menjadi program sekolah.

Ia berharap Sekolah Sobat Bumi bisa terwujud di SDN 4 Menteng ini secara bertahap dan konsisten. Jangan sampai semangatnya hanya menggelora sesaat. ESD ini merupakan program yang berkesinambungan. Jadi harus dilaksanakan secara konsisten dan berkelanjutan.

42

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

Bab 3Keajaiban Pembelajaran untuk Bumi

The Magic of Artist

“I have come to believe that a great teacher is a great artist and that there are as few as there are any other great artists.

Teaching might even be the greatest of the arts since the medium is the human mind and spirit.”

- John Steinbeck

44

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

Apa yang dikatakan John Steinback bahwa mengajar bisa jadi merupakan bentuk seni yang tertinggi. Pendapat ini rasanya tidaklah keliru. Guru sebenarnya adalah seniman sejati. Guru adalah seniman yang hebat karena media yang digunakannya adalah hati dan pikiran manusia. Proses belajar dan mengajar, meskipun dianggap sebagai seni, bukan selalu menjadi perkara yang mudah. Ada kompleksitas yang menjadi elemen-elemen dalam proses belajar dan mengajar. Ada relasi dan interaksi antara guru dan siswa. Namun bukan berarti kompleksitas ini akan mengurangi makna sesungguhnya dari proses belajar. Bahkan pembelajaran ini akan terkesan luar biasa manakala materi pembelajaran itu mengenai kelestarian dan kepedulian akan lingkungan. Ada banyak hal menarik yang ditemukan baik oleh guru dan siswa pada saat mereka belajar mengenal lebih dekat dengan bumi yang mereka pijak dan yang menghidupi mereka. Bab ini akan berisi kisah-kisah yang membuat pembelajaran tentang lingkungan menjadi sebuah pembelajaran yang luar biasa.

Bila proses belajar diibaratkan tubuh, kurikulum adalah kerangka dasarnya. Seringkali para pendidik merasa bahwa menerapkan konsep ESD dalam pembelajaran adalah suatu hal yang sulit. Namun, dengan komitmen dan dedikasi, beberapa guru dan sekolah di Kalimantan Tengah telah menunjukkan usaha dalam menerapkan konsep ESD. Buku ini mencoba memberikan sebagian potret belajar dan mengajar tentang pelestarian hutan Kalimantan Tengah untuk masa depan yang berkelanjutan.

Belajar dengan sudut pandang yang berkelanjutan akan membuat siswa menjadi:

Manusia yang dapat merefleksikan kejadian-kejadian dalam hidupnya dan berpikir mendalam. Pembelajaran dengan konsep ESD menciptakan manusia yang memahami dan dapat mencerna konsep-konsep yang terkait isu lingkungan juga keterkaitan berbagai hal tentang keberlanjutan.

Warga negara yang memiliki etika dan tanggung jawab. Melalui pembelajaran dengan konsep ESD, siswa memiliki empati dengan

45

sesama. Dengan demikian, siswa dapat membuat keputusan yang beretika tentang isu dan aksi yang berhubungan dengan lingkungan, sosial, dan ekonomi.

Manusia pembelajar yang tertarik, terlibat, dan memiliki antusiasme dalam mengeksplorasi lingkungan di sekitarnya dan dapat bekerja sama dengan orang lain.

Manusia pembelajar mandiri sehingga dapat memotivasi dan menggerakkan dirinya sendiri. Siswa juga memiliki ketertarikan tentang berbagai hal di dunia sebagai tempat tinggal manusia masa lalu, kini, dan masa yang akan datang.

Bila kita mengharapkan siswa kita memiliki kompetensi yang diperlukan untuk membangun masyarakat yang berkelanjutan, maka para guru harus memiliki kompetensi yang memadai dalam mengajar, belajar, dan bekerja dengan orang lain dalam pengembangan berkelanjutan di sekolah atau di kelas. Konsep ESD akan sukses terintegrasi dalam sistem, baik sebagai kurikulum maupun sebagai pendekatan sekolah secara menyeluruh dengan konsep pembangunan untuk berkelanjutan (whole-school approach of ESD), bila setiap gurunya memiliki kompetensi yang memadai dalam mendidik dengan konsep ESD.

Kualitas dan kompetensi pendidik menjadi bagian terpenting dalam mewujudkan mimpi ESD. Kompetensi yang perlu dimiliki seorang guru tersebut mencakup:

pengajaran ESD yang berkualitas perencanaan mengajar dan belajar yang baikmerefleksikan pekerjaan membayangkan profil dan pencapaian sekolah ke depannyamencari rekanan di luar sekolah

Kreativitas dan kemampuan para pendidik perlu terus diasah, terutama melalui berbagai pelatihan. Pelatihan ESD untuk guru bertujuan untuk meningkatkan penguasaan kurikulum dan kegiatan belajar mengajar. Selain itu para guru juga perlu meningkatkan kompetensi tambahan untuk mengoptimalkan sarana dan prasarana yang dimiliki oleh sekolah.

46

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

Pada akhirnya para pendidik yang kita miliki tidak hanya sekedar mendidik siswa dengan nilai (score) yang baik, tetapi memfasilitasi siswa agar memiliki pemahaman holistik sebagai dampak dari kolaborasi dalam pembelajaran dan perubahan nilai-nilai (values) ke arah yang lebih baik. Mereka juga diharapkan memiliki empati dan kepedulian lingkungan yang tinggi.

Metodologi dalam Pembelajaran

Proses belajar seharusnya tidak hanya menjadi proses transfer ilmu searah. Namun saat ini masih banyak kita lihat guru yang mengajar dengan metode satu arah melalui ceramah. Dalam hal ini guru menjadi pusat dari sumber belajar. Pada pengajaran tradisional, guru dan buku adalah pusat sumber belajar. Kegiatan belajar mengajar dibatasi oleh tembok kelas. Padahal masih banyak sumber belajar selain buku dan ruang kelas. Lingkungan sekitar dapat menjadi sumber utama dalam pembelajaran. Ketika hal ini dimengerti baik oleh guru dan siswa, maka proses belajar niscaya bukan lagi proses pembelajaran yang searah, melainkan dua arah yang sifatnya holistik dan konstruktif.

Terkadang menggunakan buku menjadi satu permasalahan tersendiri bagi guru dan siswa di luar Pulau Jawa. Hampir seluruh buku ditulis dan diterbitkan di Pulau Jawa. Substansi buku tidak jarang sangat kental dengan atmosfer, kondisi geografis, demografis, dan sosiologis yang ada di Pulau Jawa. Tidak mengherankan jika konteks yang terdapat dalam buku tersebut tidak sesuai dengan lingkungan yang ada di sekitar siswa di luar Pulau Jawa. Alih-alih mendekatkan guru dan siswa pada lingkungannya, buku pelajaran yang tidak kontekstual malah menjauhkan mereka dari kehidupan nyata. Akibat lainnya siswa menjadi asing dengan isi buku dan merasa tidak terlibat di dalamnya. Siswa dan pendidik di luar Pulau Jawa seolah berada di luar konteks.

Melihat kondisi ini, sekolah, terutama sekolah di luar Pulau Jawa, dihadapkan pada tantangan untuk menumbuhkan budaya “belajar dari mana saja”. Hal ini sekaligus menjadi tantangan bagi para guru untuk

47

mengembangkan metode yang dapat menggali potensi setiap siswa. Metode ini diharapkan mampu memaksimalkan lingkungan sebagai sumber belajar yang sesuai dengan lokalitasnya. Hal yang harus selalu diingat adalah bahwa guru berperan sebagai fasilitator dalam belajar. Sementara peserta didik adalah pusat dari pembelajaran.

Sebagian besar proses belajar yang ada saat ini juga masih dilakukan secara terkotak-kotak. Guru-guru hanya mengajar materi dari sudut pandang mata pelajarannya sendiri tanpa melihat keterkaitannya dengan mata pelajaran lain. Melalui pembelajaran holistik, siswa dapat memahami materi dan permasalahan yang ada secara lebih utuh dari berbagai sudut pandang. Membawa isu lokal ke dalam proses pembelajaran holistik ini akan membangun kepekaan dan kemampuan siswa dalam memecahkan berbagai permasalahan nyata yang begitu dekat dengan keseharian mereka, baik saat ini maupun saat mendatang.

Sebagai fasilitator, guru harus dapat mengenal karakter siswa-siswanya sehingga dapat menentukan metode dan media yang paling sesuai dengan kebutuhan siswa. Ketika siswa menjadi pusat pembelajaran, siswa akan lebih banyak aktif mencari tahu dengan berbagai macam cara.Diskusi, pengamatan, praktikum, bermain peran, analisis, presentasi, adalah contoh kegiatan yang membuat para siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Guru tidak lagi menjadi sosok yang ‘berjarak’. Dengan demikian, tercipta sebuah komunikasi yang mendukung proses pembelajaran. Guru tidak lagi menjadi tokoh yang dominan yang mematikan proses belajar siswa. Guru maupun siswa dapat lebih terbuka untuk saling bertanya dan berbagi. Mereka berusaha mencari tahu kesulitan masing-masing pihak untuk kemudian mencari solusi bersama.

Dalam mengembangkan kemampuannya sebagai fasilitator yang baik, guru perlu terus belajar melalui berbagai macam forum seperti mengikuti pelatihan atau seminar, menghadiri forum-forum keprofesian. Dalam kegiatan ini guru-guru mendapatkan berbagai macam referensi sehingga mereka dapat mengevaluasi atau merefleksikan cara mengajarnya.

48

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

Proses pembelajaran dengan konsep ESD menuntut komunikasi dan koordinasi yang baik antara sekolah, guru, dan siswa. Proses diskusi dan penentuan topik dalam perencanaan juga menuntut kerja sama dan keterbukaan antar guru. Pengaturan waktu dalam kalender pendidikan sekolah, seperti program tahunan, program semester, penentuan keberlangsungan program, silabus atau Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), evaluasi, analisis soal, dan hasil belajar, perlu didiskusikan dengan baik.

Dalam hal ini para guru ditantang untuk selalu mencoba menemukan hal-hal dan metode baru dalam kegiatan belajar mengajar. Dengan demikian setiap pembelajaran akan lebih menarik dan menantang siswa sehingga tumbuh rasa keingintahuan yang tinggi pada masing-masing peserta didik. Peserta didik diharapkan berperan lebih aktif dalam proses pembelajaran. Mereka harus dapat mengoptimalkan kemampuan bernalarnya, tidak hanya sekadar menerima materi dari guru. Dengan cara seperti ini anak diharapkan dapat mencari materi pelajaran yang sesuai dengan lingkungan di sekitarnya. Sementara guru hanya berperan sebagai fasilitator yang mengarahkan pembelajaran sesuai kurikulum dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang sudah disiapkan.

Menghidupkan Kurikulum untuk Sebuah Pembelajaran yang Utuh

Kurikulum takkan hidup tanpa perencanaan dan pendalaman metodologi yang matang. Tidak hanya menyesuaikan kurikulum, metodologi pembelajaran harus dapat mengoptimalkan sarana dan prasarana yang dimiliki sebagai media pembelajaran pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan. Rancangan proses ini termasuk kegiatan-kegiatan ekstra kurikuler yang menjadi pengaya pembelajaran.

Pendekatan kurikulum tematik-integratif (pembelajaran lintas kurikuler) adalah satu cara menarik yang menawarkan kesempatan luas untuk melakukan pembelajaran beberapa bidang studi secara mendalam dan berkualitas. Dengan perencanaan yang tepat, cara ini

49

dapat menghemat waktu sehingga guru dapat mengatur pengulangan-pengulangan pembelajaran pada materi yang diperlukan. Cara ini juga memungkinkan siswa untuk mengalami suatu kegiatan belajar yang lebih luas dan menyatu, serta dapat menyesuaikan dengan keunikan kelompok atau anak-anak dalam belajar. Dengan demikian, pendekatan tematik atau lintas kurikuler ini adalah pendekatan yang nyata untuk sebuah pembelajaran yang sifatnya lebih holistik.

Saat membuat perencanaan kegiatan tematik, guru dapat berangkat dari ilmu geografi dalam menghubungkan semua mata pelajaran. Namun, hal ini juga tergantung dari kemampuan guru dalam mengenali “karakter” penting dari setiap mata pelajaran. Disamping itu, guru harus menguasai berbagai metode pembelajaran yang mendukung pendalaman setiap mata pelajaran. Penggunaan pendekatan tematik ini juga merupakan langkah yang mendorong keseimbangan pembelajaran, kurikulum yang bertanggung jawab, dan berpusat pada peserta didik. Pendekatan tematik juga mendukung kreativitas, inovasi, juga penerapan lintas kurikuler yang tepat.

Mengenal dan Belajar Lebih Dekat dengan Lingkungan Sekitar

Seberapa seringkah Anda membawa murid-murid Anda berjalan-jalan di sekitar sekolah atau ke tempat-tempat menarik di kota? Apa saja yang Anda lakukan bersama dengan siswa ketika berkunjung ke tempat-tempat tersebut?

Bayangkan Anda bertemu dengan sekelompok anak yang tengah berjalan-jalan di Taman Hutan Raya. Pemandangan ini memang bukan pemandangan yang aneh. Tapi bayangkan jika mereka tengah membuat sebuah proyek seru bersama-sama teman sekolahnya. Mereka mengumpulkan benda-benda yang ditemukan di sepanjang perjalanan, lalu mencoba mendiskusikan benda-benda tersebut. Setelah itu, mereka membuat sebuah karya bersama dari benda-benda yang ditemukan.

50

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

Anda tentu mengenal ilmu geografi. Dengan cara yang sederhana, ilmu ini mulai diperkenalkan di jenjang sekolah dasar melalui pelajaran ilmu pengetahuan sosial. Tidak hanya mempelajari tentang tentang permukaan bumi dan iklim, geografi juga mengajak siswa mengenal penduduk, budaya, flora, fauna, serta hasil bumi. Berangkat dari ilmu ini, guru dapat memberikan sebuah pembelajaran yang mencakup semua aspek, sehingga dapat menembus ke dalam setiap sisi manusia dan kehidupan sosialnya. Ilmu ini memiliki potensi tak terbatas baik dalam pemaknaan setiap hal yang dipelajari maupun kesenangan dalam mempelajarinya.

Geografi memberikan anak-anak sebuah kesempatan belajar yang penting untuk perkembangan mereka. Ketika mereka bertemu dan berkenalan dengan orang-orang baru serta mengamati tempat-tempat di sepanjang perjalanan, anak-anak akan membangun sendiri cakrawala belajarnya. Yang lebih penting dari model pembelajaran semacam itu adalah pembelajaran bagi anak untuk mengasah empati. Kedua hal tersebut adalah keterampilan dasar yang menjadi fondasi bagi sebuah kehidupan serta menjadi bekal untuk melakukan eksplorasi dan pembelajaran seumur hidup mereka.

Mengenal lingkungan sekitar menawarkan kesempatan untuk mengerti dan menghargai dunia. Dengan pengalaman tersebut mereka dapat mengasah dirinya menjadi warga negara yang bertanggung jawab secara sosial, belajar mengenali berbagai tempat dalam dunia yang terus berubah.

AHA!!

Tiba-tiba terbuka. Tiba-tiba terang. Tiba-tiba terkoneksi. Hidup seolah menjadi baru. Inilah saat-saat yang sangat dinanti semua manusia pembelajar saat dimana paradigma lama telah berganti dengan yang baru. “AHA!!” adalah ungkapan dimana orang tiba-tiba berada pada titik balik yang inspiratif yang kemudian memberikan pencerahan dan membawa perubahan. Pada bab ini beberapa guru dan murid akan

51

berbagi tentang “AHA moment” yang pernah mereka alami. Inilah saat penemuan yang tiba-tiba mereka rasakan yang akan menginspirasi siswa dan pendidik lainnya.

Mengangkat Potensi Lokal dalam Pembelajaran

Bagi Novetri, guru kelas 4 SDN Percobaan, ESD adalah merupakan sebuah upaya untuk mengangkat potensi lokal ke dalam pembelajaran. Upaya tersebut kemudian dapat dikaitkan dengan berbagai pelajaran seperti IPS, IPA, Bahasa Indonesia, serta pelajaran lainnya. Dalam pandangannya, anak seharusnya terlebih dahulu mengetahui dan mengenal daerah sendiri, baru daerah lainnya, dan kemudian pengenalan di lingkup nasional.

Novetri sudah mencoba menerapkannya pada saat mempelajari berbagai jenis akar dan tulang daun dalam pelajaran Biologi. Ia mengajak siswa ke halaman sekolah melihat akar-akaran atau meminta anak-anak untuk membawa empat macam tulang daun dan mengetahui nama tumbuhannya. Setelah itu mereka mengisi sendiri tabel yang diberikan.

Saat mempelajari simbol pada pelajaran Bahasa Indonesia, Novetri mencari lambang daerah Kalimantan Tengah. Ia lalu mengajak anak untuk mengamati gambar-gambar yang ada di dalam lambang tersebut. Mereka mempelajari makna dari setiap bagian yang ada pada lambang daerah mereka tersebut melalui diskusi.

Menurutnya, hal yang penting dalam menerapkan konsep ESD ini adalah acuan yang jelas, kemauan yang keras, dan kerja sama. Tanpa aspek tersebut konsep ESD akan sulit diterapkan.

Novetri, Guru kelas 4 SDN Percobaan

52

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

Kalau Nggak Bergerak Sekarang, Kapan Lagi?

Awalnya Erlie, guru kelas 4 SDN Percobaan, merasa sudah terbebani banyak pekerjaan, tetapi ia heran mengapa bebannya ditambah lagi. Di luar dugaan, setelah mengikuti pelatihan ESD, ia merasa telah mendapatkan banyak tambahan ilmu. “Saya jadi terpanggil menjaga bumi agar tetap bagus untuk generasi penerus, dan mengajarkannya kepada anak-anak,” kata Erlie.

Banyak hal yang berubah dalam hal mengajar. Sebelumnya ia tidak terlalu menghiraukan faktor lingkungan. Namun sekarang Erlie justru lebih memperhatikan lingkungan. Ia menaruh perhatian lebih pada kebersihan anak-anak, lingkungan dalam dan luar kelas. Ia menghimbau mereka untuk mencintai lingkungan. Hal itu berangkat dari keprihatinan setelah melihat apa yang terjadi dengan lingkungan sekarang.

Ternyata, dengan mengubah cara mengajar, Erlie merasakan ada perubahan yang terjadi pada anak-anak. Murid-mudirnya menjadi lebih aktif dalam belajar. Mereka mencari tahu sendiri jawaban di buku atau lingkungan sekitar. Mereka tidak melulu belajar dari ceramah guru. Saat mereka mencoba membuat simulasi piramid untuk pembelajaran rantai makanan, misalnya, murid-murid itu lebih terlibat secara aktif di kelas.

Menurut Erlie, penerapan konsep ESD ini memerlukan kerjasama dan kemauan. Semua pihak di sekolah harus berusaha dan terlibat bersama-

Erlie dengan hasil karya siswa di dinding kelas.

53

sama. Tanpa kerjasama, koordinasi, dan komunikasi yang baik antar semua pihak, mustahil konsep ESD ini dapat diaplikasikan.

Pembelajaran Holistik: Menuju Pembelajaran Konseptual dan Kontekstual

Sebuah catatan dari Andri Mangestiwi dan Ritamawati, guru SMAN 1 Pangkalan Bun

Guru sudah terlalu lama menjadi pusat dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena para guru mendapatkan contoh saat menjadi siswa pembelajaran di sekolah. Ternyata guru selalu menjadi subjeknya. Guru menerangkan dan mencatat di papan tulis, sementara siswa mendengarkan dan menyalinnya. Namun dengan adanya paradigma baru dalam dunia pendidikan dan setelah SMAN 1 Pangkalan Bun mengenal ESD, para guru mencoba mencari formula pembelajaran yang menjadikan siswa sebagai subyek pembelajaran.

Bagi siswa SMAN 1 Pangkalan Bun yang berlokasi di tengah pusat kota Kabupaten Kotawaringin Barat, kemudahan fasilitas untuk mendapatkan informasi dari berbagai media sudah cukup terpenuhi, baik itu media cetak maupun media elektronik.

Memajang hasil karya siswa akan memberikan semangat, rasa kebanggaan, dan penghargaan kepada siswa.

54

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

Contoh hasil pemetaan pembelajaran holistik yang diterapkan oleh peserta didik SMA Negeri 1 Pangkalan Bun.

Fasilitas internet pun sudah dapat diandalkan sebagai penunjang pelaksanaan pembelajaran. Guru harus selalu mencari informasi terbaru tentang bagaimana pendidikan berkualitas dan menyesuaikan dengan kebutuhan siswa yang ada. Tentunya hal ini tidak hanya dialami oleh siswa SMAN 1 Pangkalan Bun saja, namun juga oleh seluruh siswa lain di luar Pulau Jawa.

Masalah yang sering muncul adalah ketika guru dan siswa menggunakan buku sebagai satu-satunya bahan referensi. Seringkali contoh-contoh yang ada dalam buku tidak sesuai dengan lingkungan yang ada di Kalimantan, karena buku-buku yang digunakan di sekolah pada umumnya ditulis dan dicetak oleh penulis dan penerbit dari Pulau Jawa. Melihat kenyataan ini, guru harus lebih cerdas dalam menyikapinya. Guru bisa mengubah contoh agar sesuai dengan sumber pembelajaran yang ada di sekitar sekolah dan Pangkalan Bun.

55

Guru-guru SMAN 1 Pangkalan Bun kemudian mencoba meramu sebuah rencana pembelajaran yang holistik. Beberapa guru mata pelajaran duduk bersama untuk melihat standar kompetensi yang memungkinkan untuk dilakukan bersama sebagai satu pembelajaran yang holistik. Setelah itu para guru bersama-sama menyusun silabus dan menyesuaikannya dengan tema yang akan diajarkan kepada siswa.

Selanjutnya, setiap seminggu sekali sekolah menyediakan jadwal rutin agar guru dapat saling berdiskusi dan berkolaborasi dalam menentukan Standar Kompetensi/Kompetensi Dasar (SK/KD), tujuan, dan indikator yang bisa diselaraskan dengan isu lokal yang berkembang. Mereka juga menentukan sumber-sumber belajar alam yang terkait dengan isu tersebut. Hasilnya antar mata pelajaran ada keterkaitan yang saling mendukung satu dengan yang lain.

Dengan metode ini, siswa diharapkan memperoleh pembelajaran yang nyata dan dapat merasakan keberadaannya. Dengan demikian, pembelajaran akan lebih bermakna bagi siswa. Untuk itu, diperlukan kerjasama yang erat antar guru mata pelajaran yang satu dengan guru mata pelajaran yang lainnya. Setiap guru mata pelajaran akan menyampaikan materi yang berkaitan dengan materi pada mata pelajaran lainnya.

Selain mengadakan diskusi mingguan, ada pula diskusi khusus untuk setiap mata pelajaran. Pada pertemuan ini, para guru mendiskusikan kekurangan yang terjadi saat proses belajar mengajar. Mereka kemudian mencari solusi agar proses berikutnya dapat berjalan lebih baik lagi.

Di bawah ini ada contoh pembelajaran tentang pencemaran air di Sungai Arut Pangkalan Bun yang diadopsi dalam mata pelajaran yang berbeda. Masing-masing pelajaran mengambil tema berbeda berdasarkan tema utama tentang pencemaran air.

56

Di Balik Layar Menjadi Sekolah IndonesiaSiswa membuat anyaman purun

Anak sedang belajar di alam agar mengetahui PH dan ekosistem di lahan gambut/rawa

57

Mata Pelajaran Materi Ajar

Biologi ekosistem air yang tercemar

Fisika kecepatan, kelajuan, dan percepatan arus air

Kimia zat-zat terlarut, PH

Matematika jumlah volume air, grafik jumlah populasi makhluk hidupnya

Ilmu Sosial bagaimana masyarakat sekitar terpengaruh dengan pencemaran air yang ada

Ekonomi bagaimana tingkat kebutuhan akan air bersih mempengaruhi ekonomi masyarakat sekitar sungai

Ekstra kurikuler Materi Ajar

Kelompok Ilmiah Remaja/

KIR

bagaimana mengurangi dampak pencemaran air

Fotografi memotret contoh-contoh nyata pencemaran air

Pendidikan Lingkungan

mencoba mengurangi dampak sampah dengan membuat berbagai alat dari bahan daur ulang.

Hal Sederhana Dapat Menjadi Pembelajaran Menarik

Bekerjasama dalam sebuah perencanaan tidak hanya dilakukan dengan beberapa mata pelajaran untuk satu kelas saja, namun dapat juga dilakukan pada dua kelas yang berbeda dengan mata pelajaran yang sama. Hal ini dilakukan Kristina dan Rokayah dari SMAN 1 Sampit. Kristina mengajar muatan lokal (mulok) Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) kelas IPA, sedangkan Rokayah mengajar mulok PLH kelas IPS.

58

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

Mereka berdua membuat program bersama untuk pembelajaran tentang hubungan antara penduduk dengan lingkungan akibat jumlah kelahiran meningkat. Dari kondisi itu, siswa diajak untuk mencari dampak yang timbul.

Kelas IPA menganalisis dampak masalah ini terhadap alam termasuk kualitas air. Kelas IPS lebih menganalisis dampak secara ekonomi dan sosial. Selanjutnya, kelas IPA dan IPS saling membagi hasil penelitiannya. Semua pengamatan diolah secara matematis dan ditampilkan dalam bentuk peta pikiran (mindmap), grafik, dan diagram. Setelah menguraikan dampak positif dan dampak negatifnya, siswa akan diajak untuk mencari solusi untuk setiap permasalahan yang ada.

Mencari ide untuk pembelajaran tidak perlu mencari sesuatu yang rumit. Kristina mendapat ide dari pertanyaan yang terlintas ketika ia tidak sengaja memperhatikan jarak antar rumah yang semakin dekat di Kota Sampit. Di poros utama Jalan Ahmad Yani, Sampit, sudah semakin banyak ruko yang dibangun. Demikian pula ketika masuk ke banyak pemukiman, jarak antar rumah pun semakin sempit lagi.

Gambar peta pikiran tentang perubahan penggunaan ruang

di Kota Sampit

59

Untuk mengawali program ini, siswa akan mencari data penduduk Kota Sampit dan mengamati kehidupan kota, seperti misalnya menjamurnya ruko dan penggunaan ruang atas ruko sebagai sarang burung walet. Tentunya kepadatan penduduk ini berkaitan erat dengan meningkatnya kebutuhan akan pemukiman. Meningkatnya densitas penduduk dan kebutuhan akan pemukiman pada gilirannya akan mengurangi luasan hutan. Dampak selanjutnya yang teridentifikasi oleh para siswa adalah kerusakan hutan, terganggunya keseimbangan lingkungan, perambahan hutan, dan sebagainya.

Mempelajari Lingkungan Sekitar Melalui Pelajaran Bahasa Inggris

Di bagian ini seorang guru Bahasa Inggris dari SMPN 4 Selat, Kuala Kapuas, Joko Susila, berbagi cerita tentang cara dia menerapkan pendidikan lingkungan hidup melalui pelajaran Bahasa Inggris yang diampunya. Dalam pelajaran Bahasa Inggris untuk jenjang SMP, guru memusatkan pembelajaran pada pada functional text, transactional text, dan five text types (procedure, descriptive, recount, narrative, report text). Boleh dikata, hampir semua guru Bahasa Inggris tidak pernah mengintegrasikan pembelajaran Bahasa Inggris dengan pendidikan lingkungan. Para guru Bahasa Inggris cenderung hanya bertumpu pada buku teks pada saat mengampu pelajaran Bahasa Inggris. Padahal hampir semua buku teks tidak mengintegrasikan pembelajaran Bahasa Inggris dengan Pendidikan Lingkungan. Joko memiliki beberapa cerita pembelajaran Bahasa Inggris yang terintegrasi dengan lingkungan. Cerita ini dikategorikan sesuai dengan fokus utama pembelajaran Bahasa Inggris seperti tersebut di atas.

1. Notice

Notice atau Warning adalah salah satu functional text yang diajarkan pada kelas 7. Pembelajaran teks ini biasanya mengajarkan kalimat larangan yang ada di sekitar sekolah. Contohnya larangan ramai di perpustakaan, larangan merokok, peringatan hati-hati di lantai yang baru dipel, dan lain-lain. Dalam pembelajaran ini siswa diberi

60

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

penjelasan tentang pengertian dan manfaat Notice. Mereka diberi pengertian mengenai arti pentingnya dan kondisi lingkungan yang ada saat ini. Setelah semua siswa memahami, mereka diberi tugas untuk melakukan survei secara berkelompok di lingkungan sekolah dan sekitarnya. Mereka lalu diminta untuk mendiskusikan dan menuliskan satu notice atau warning. Beberapa notice yang mereka hasilkan diantaranya: “Don’t cut down the tree” dan “Keep Area Clean”.

2. Recount Text

Recount text adalah teks yang bertujuan untuk menceritakan kembali kejadian yang telah berlangsung secara berurutan. Biasanya guru akan mengajarkan recount text sesuai dengan yang ada di buku teks atau Lembar Kerja Siswa (LKS). Contoh recount text yang muncul dalam buku teks biasanya seputar pengalaman wisata, berkemah, berbelanja, berlibur. Tak satupun yang menyentuh tentang isu lingkungan. Dalam kesempatan ini, Joko mencoba untuk mengintegrasikan topik bahasan tersebut dengan isu lingkungan.

Setelah siswa diberi pemahaman tentang recount text, siswa diajak untuk memahami tentang kondisi ekologi, budaya, ekonomi, sosial, dan kesejahteraan rakyat yang ada di Kabupaten Kapuas. Hampir semua budaya Kapuas, perekonomian warga Kapuas, peradaban sosial, dan kesejahteraan warga Kapuas bersumber pada alam yang ada di Kapuas.

Kemudian secara mandiri siswa diberi tugas untuk menanyakan tentang kondisi lingkungan, khususnya hutan, gambut, budaya, sosial, dan ekonomi daerah mereka kepada orang tua atau kakeknya pada saat mereka masih kecil. Kemudian mereka mengamati yang ada saat ini dan membandingkan kondisi-kondisi tersebut.

Pada pertemuan berikutnya, siswa dikelompokan sehingga mereka dapat mendiskusikan hasil yang diperolehnya. Semua kelompok menemukan kesenjangan antara masa kehidupan orangtuanya

61

dengan masa saat ini. Mereka menyimpulkan kalau perbedaan itu diakibatkan karena rusaknya hutan dan lingkungan yang ada di Kapuas. Solusi yang mereka dapatkan kemudian adalah menjaga alam yang diawali dengan kegemaran untuk menanam pohon lokal.

Mereka lalu menentukan jenis tumbuhan yang akan ditanam. Tentu saja disertai alasan mengapa mereka menanam pohon itu. Setelah selesai menanam, mereka diminta untuk membuat laporan, mulai dari survei, pencarian bibit, sampai penanaman pohon, dalam bentuk recount text.

3. Procedure Text

Procedure text adalah teks yang menunjukan bagaimana membuat atau mengoperasikan sesuatu dengan langkah-langkah yang benar. Dalam pengintegrasian pembelajaran procedure text dengan lingkungan, Joko sebagai guru menggunakan dua isu, yaitu makanan khas Kalimantan dan isu lingkungan hidup.

Setelah siswa memahami procedure text, siswa diberi tugas berkelompok untuk memasak makanan khas Kalimantan di rumah masing-masing. Hal ini dilakukan untuk mengingatkan siswa bahwa mereka mempunyai makanan khas yang bahan bakunya berasal dari alam sekitar mereka. Salah satunya adalah kelakai (sejenis tumbuhan paku). Kelakai selain disayur juga dapat digunakan untuk suplemen penambah darah. Bahkan kelakai juga bagus untuk ibu-ibu yang sedang menyusui. Selama proses masak berlangsung mereka mendokumentasikan kegiatan tersebut dengan foto ataupun video. Mereka kemudian mempresentasikannya secara lisan dalam pelajaran speaking.

Dalam menentukan jenis pohon yang akan ditanam, para siswa berdiskusi dalam kelompoknya. Mereka memilih tumbuhan yang mulai langka dan masih dibutuhkan oleh warga Kapuas baik dari segi sosial, budaya, ekonomi, dan kesejahteraan. Setelah memutuskan satu jenis pohon, mereka mencari bibitnya untuk ditanam di sekolah.

62

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

Diantara pohon yang mereka tanam adalah Gaharu, Galam, Ulin, Ketapang, dan Tanjung.

Dengan penanaman pohon lokal ini diharapkan gambut yang ada di Kalimantan Tengah dapat dipertahankan, karena gambut dapat mengikat CO2 sehingga tidak terlepas ke udara. Dengan demikian, pemanasan global pun semakin diminimalisir. Selain itu, melestarikan alam sama dengan upaya untuk melestarikan budaya lokal serta membantu meningkatkan perekonomian warga.

Setelah siswa memahami beberapa topik pelajaran di atas, mereka diajak untuk menulis apa yang mereka peroleh melalui pelajaran Writing, sebagai akhir dari pembelajaran Bahasa Inggris. Mereka harus menulis laporan sesuai dengan prinsip procedure text yang disertai alasan. Sebelum menulis, siswa diberi penjelasan tentang bagaimana menulis yang paragraf yang baik. Setelah itu, baru para siswa diminta menuliskan tentang bagaimana menanam pohon yang benar, merawat tumbuhan. Bahkan siswa juga harus menulis tentang gaya hidup yang bersahabat dengan lingkungan. Dari proses seperti ini, Joko berpendapat siswa menjadi, senang, bersemangat, lebih aktif dan proses belajar pun makin menjadi efektif.

Guru yang Inovatif dan Kreatif

Tidak berlebihan memang bila ada yang mengatakan “Keberhasilan pendidikan di sekolah tidak  akan lepas dari peran guru.” Peran guru begitu besar karena harus memosisikan diri sebagai fasilitator peserta didik dalam belajar. Selain itu guru juga mendapatkan kepercayaan yang besar dari masyarakat sebagai agen perubahan.

Jainuddin, guru bidang studi Seni Budaya MTsN Sampit, sangat aktif mengembangkan seni budaya lokal dan menghasilkan karya seni yang bertema lingkungan. Salah satu karyanya adalah tari tentang Tari “Menawur” yang menjadi wakil kabupaten pada festival seni budaya Isen Mulang tingkat provinsi. Tarian tersebut menceritakan tentang

63

kearifan dan keharmonisan kehidupan suku Dayak dalam mengelola lingkungannya.

Selain Jainuddin, ada pula guru yang banyak mengenal budaya masyarakat Dayak, yaitu Ismed Noor. Bersama dengan Jainuddin, ia mengembangkan seni budaya lokal di sanggar seni. Setelah MTsN Sampit menjadi Sekolah Sobat Bumi, Ismet termotivasi untuk menyusun Silabus dan RPP mata pelajaran Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) yang mengenalkan sumber hayati lokal, seperti hutan dan lahan gambut, sungai Mentaya, burung Tingang, dan orangutan.  Saat ini ia sedang menyusun buku panduan materi pelajaran PLH SMP yang berbasis isu lokal dan kearifan lokal.

Sejak 2008, Ismed dipercaya menjadi Koordinator Program Adiwiyata, Sekolah Sehat, dan terakhir dipercaya menjadi koordinator Sekolah Sobat Bumi untuk MTsN Sampit. Saat ini bersama-sama peserta didik yang tergabung dalam Satgas Sobat Bumi, Ismed menggalakkan kembali program Taman KEHATI, program unggulan MTsN Sampit di bidang pelestarian lingkungan hidup. Program ini berisi kegiatan menanam berbagai jenis tanaman langka dan khas Kalimantan di lahan sekolah. Banyak peserta didik yang terlibat dalam aksi lingkungan di Satgas Sobat Bumi ini. Salah seorang peserta didik binaan Ismed, Rani (peserta didik kelas VIII MTsN), bahkan terpilih sebagai Duta Sanitasi yang akan berlomba di tingkat provinsi.

Setelah melaksanakan Deklarasi Aksi untuk Bumi bekerjasama dengan Satuan Tugas Persiapan Kelembagaan (Satgas) REDD+, saat ini MTsN Sampit sedang menjajaki kemitraan dengan perusahaan lain untuk kegiatan aksi lingkugan.

64

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

Bab 4

Alam Penuh Misteri

66

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

Menurut pakar lingkungan, Profesor Suryani, Indonesia merupakan negara dengan keragaman hayati nomor satu di dunia. Indonesia memiliki sebuah ciri khas yang tidak tergantikan. Sebagai negara tropis, Indonesia hanya memiliki dua musim, penghujan dan kemarau. Meskipun demikian, menurut survei internasional, Indonesia berada di urutan kedua setelah Brazil.

Kalimantan Tengah memiliki hutan tropis, lahan gambut, dan sungai yang sangat besar yang kaya akan hayati. Daerah ini penuh dengan beragam manfaat mulai bahan makanan hingga kesenian budaya. Kekayaan alam dan keragaman hayati di hutan Kalimantan tetap masih menyisakan misteri yang belum terkuak. Melalui pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan (ESD), orang diajak untuk menguak misteri-misteri yang memperkaya khasanah kehidupan sehingga lebih bermartabat dan bertanggung jawab. Beberapa sekolah dan masyarakat sekolah akan berbagi cerita beragam misteri yang mulai mereka temukan. Harapannya generasi masa depan akan lebih mengenal, mencintai dan dapat menjaga kelestarian alam yang mereka miliki.

Taya, Masker Alami dari Kapuas

Kelompok Ilmiah Remaja (KIR) merupakan kelompok remaja yang melakukan serangkaian kegiatan untuk menghasilkan suatu produk yang disebut karya ilmiah. Karya ilmiah itu sendiri mempunyai arti sebagai suatu karya yang dihasilkan melalui cara berpikir yang menurut kaidah penalaran yang logis, sistematis, rasional, dan memiliki koherensi antar bagian-bagiannya. Sebagai suatu kegiatan ekstrakurikuler di SMA Negeri 2 Kuala Kapuas, KIR merupakan suatu organisasi yang sifatnya terbuka bagi para remaja yang ingin mengembangkan kreativitas, ilmu pengetahuan, dan teknologi pada masa kini maupun masa mendatang.

Pentingnya keterampilan berpikir yang dimiliki oleh siswa sangat mendukung kemampuan dalam belajar dan menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam kehidupan. Salah satu bentuk keterampilan berpikir yang penting yang harus dimiliki oleh siswa adalah keterampilan

67

berpikir ilmiah. Meningkatkan keterampilan berpikir ilmiah bagi siswa dapat dilakukan dengan menciptakan situasi atau lingkungan yang menstimulasi siswa untuk menemukan masalah dan membimbing mereka untuk menemukan solusi berdasarkan langkah-langkah metode ilmiah.

Upaya yang dilakukan oleh salah satu siswa SMA Negeri 2 Kuala Kapuas, Salsabela, dapat menjadi contoh. Salsabela melakukan penelitian tentang ekstrak Taya. Taya atau nauclea subdita merupakan tanaman yang banyak tumbuh di Kalimantan, terutama Kalimantan Tengah. Kulit dari pohon Taya sering digunakan oleh masyarakat suku Dayak sebagai bedak untuk menjaga kesehatan kulit wajah. Selain itu, Taya juga dipergunakan untuk mengobati penyakit-penyakit kulit. Namun sekarang Taya yang banyak khasiatnya itu sudah semakin ditinggalkan. Jarang sekali perempuan muda menggunakan Taya sebagai bahan perawatan kulit wajah. Karena kebanyakan wanita Dayak lebih menyukai perawatan instan yang mudah dan praktis.

Berdasarkan hasil penelitian sederhana yang dilakukan di laboratorium biologi SMA Negeri 2 Kuala Kapuas dari September hingga November 2012, ternyata Taya diidentifikasi mengandung beberapa kandungan vitamin yang baik untuk kulit muka. Vitamin-vitamin itu meliputi vitamin E yang berguna untuk menyegarkan dan membuat kulit lembut dan lentur, vitamin B yang berguna untuk kelembaban kulit, dan vitamin C yang berguna untuk mempertahankan elastisitas kulit.

Hasil penelitian bersama dengan siswa lain diikutkan dalam kegiatan Peneliti Belia Berbasis Muatan Lokal Kalimantan Tengah Tahun 2012. Pada kesempatan ini, hasil penelitian yang dilakukan Salsabela termasuk dalam 14 besar yang terpilih untuk dipresentasikan di depan para juri dari Surya Institute, Tangerang, Banten.

68

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

Ekosistem Lahan Gambut Pendukung Kehidupan Masyarakat Lokal Nur Laela atau biasa dipanggil Ela, siswi SMA Negeri 1 Pangkalan Bun, membuat beberapa karya tulis tentang lahan gambut yang ada di Kalimantan Tengah. Selama ini, Ela mengetahui lahan gambut sebagai salah satu jenis tanah yang berwarna hitam, ringan. Tanah gambut ini terbentuk dari kumpulan-kumpulan sisa tanaman yang sudah tertimbun selama ratusan tahun. Di dalam tanah gambut juga terdapat unsur mikro dan makro yang mudah terbakar. Informasi-informasi ini diketahui saat Ela belajar Biologi, Kimia, Geografi, dan membaca artikel-artikel dalam tugas Bahasa Indonesia. Ela dan teman-temannya mengikuti studi lapangan ke Taman Nasional Tanjung Puting (TNTP) didampingi guru dan teman-teman dari Yayasan Orangutan Indonesia (YAYORIN). Pada mulanya Ela beranggapan lahan gambut hanya memberikan dampak negatif bagi masyarakat Kalimantan Tengah. Ternyata, setelah melakukan studi lapangan Ela mengetahui bahwa di dalam tanah gambut terdapat unsur nitrogen yang diperlukan oleh tanaman. Ela terpikir untuk membuat pupuk organik dengan menggunakan lahan gambut. Selain gambut, dalam proses pembuatan pupuk ini Ela juga menggunakan berbagai macam limbah yang mempunyai unsur penunjang bagi tanaman seperti misalnya kulit pisang yang mengandung unsur magnesium, kalium, sodium, fosfor, dan sulfur.

Tanah gambut, kulit pisang, dan sabut kelapa

Pupuk organik

69

Selain kulit pisang, Ela juga memanfaatkan limbah sabut kelapa. Sabut kelapa sebenarnya memiliki kadar kalium yang tinggi, dan telah dibuktikan mampu menjadi salah satu alternatif pupuk KCL.

Tanaman kelapa dan pisang sangat mudah dijumpai di Kalimantan. Namun, sebagian besar masyarakat di Kalimantan hanya memanfaatkan bagian dagingnya saja. Banyak limbah dari tanaman kelapa dan pisang yang terbuang percuma.

Ela memperoleh ide karya tulis ini dari kakak kelasnya yang mengikuti Lomba Penelitian Belia Kalteng tahun 2011 yang diadakan di Kota Palangka Raya. Setelah menjadi pupuk, produk organik buatan Ela dan teman-teman kelompoknya ini dapat dimanfaatkan oleh masyarakat lokal dalam kegiatan pertanian mereka.

Karya tulis lainnya yang dibuat Ela bersama teman-temannya adalah “Pembuatan Biobriket dengan Memanfaatkan Cangkang Biji Karet (Havea brasiliensis) dan Tanah Gambut sebagai Alternatif Bahan Bakar Masyarakat di Kotawaringin Barat”. Dalam karya tulis ini, Ela dan teman-temannya memanfaatkan karakteristik lahan gambut yang mudah terbakar sebagai bahan bakunya.

Ela bersama Arifiana dan Oriza memilih judul karya tulis tersebut karena di Kotawaringin Barat ada banyak limbah karet yang kurang

Tanaman kangkung dan sawi setelah diberi pupuk

70

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

dimanfaatkan oleh masyarakat. Lahan gambut pun banyak dijumpai di Kotawaringin Barat. Selain itu, mereka juga ingin memberikan inovasi baru kepada masyarakat mengenai bahan bakar. Apalagi bahan bakar di zaman sekarang sudah mulai langka dan mahal.

Dalam proses pembuatan biobriket tersebut, Ela dan teman-temannya mulai membakar cangkang dan biji karet. Hasil pembakaran itu lalu ditumbuk dan kemudian dicampur dengan tanah gambut sebagai perekatnya. Setelah itu, hasil campuran tersebut dijemur beberapa hari hingga kering untuk menghasilkan biobriket. Pada saat biobriket tersebut dibakar, muncul nyala api yang cukup besar yang dapat digunakan oleh masyarakat Kotawaringin Barat sebagai bahan bakar untuk keperluan rumah tangga sehari-hari.

Misteri Kemilau Rambut

Dalam sebuah perjalanan dari Banjarmasin ke Puruk Cahu, Arlianto, guru Biologi SMAN 2 Kuala Kapuas, bertemu dengan sepasang kakek dan nenek berusia 80 tahunan. Mereka masih memiliki rambut hitam

1. Proses pembakaran/pengarangan

2. Hasil pembakaran ditumbuk

3. Hasil tumbukan arang

4. Tanah gambut 5. Adonan biobriket cangkang karet + lahan

gambut

6. Biobriket dicetak berbentuk silinder

7. Api pembakaran bio briket

Proses pembuatan biobriket

71

dan lebat. Arlianto menyempatkan diri untuk bercakap-cakap dengan pasangan kakek nenek tersebut. Pertemuan dengan pasangan lanjut usia itu ternyat menjadi inspirasi bagi seorang guru Biologi SMAN 2 Kuala Kapuas.

Lewi dan Lenti, demikian panggilan kakek dan nenek asli suku Dayak Lawangan tersebut. Mereka menuturkan rahasia rambut mereka agar tetap hitam dan lebat. Mereka memanfaatkan daun ulin dan akar wangi yang ada di Kuala Kapuas untuk dijadikan bahan pembuatan shampo tradisional. Selain itu, mereka juga menggunakan buah ulin dan minyak kelapa untuk dijadikan bahan pembuatan minyak rambut.

Pengalaman tersebut mendorong Arlianto untuk membimbing dua orang peserta didik, yaitu Fiska Fitaloka Ranni dan Anthony Sandang. Fiska ditugasi untuk meneliti shampo dan Anthony untuk meneliti minyak rambut. Mereka akan mencari ramuan shampo dan minyak rambut khas suku Dayak yang praktis dan mudah dibawa itu.

Sebagai langkah awal, Arlianto dan kedua siswanya melakukan penelitian tentang zat kimia yang terkandung pada daun kayu dan buah ulin. Untuk shampo, mereka meramu daun ulin (Eusideroxylon zwageri) yang berkhasiat untuk menyuburkan serta menghitamkan rambut, dan akar pandan wangi (Vetiveria zizanioides) sebagai pewangi dan pengawet alami. Sementara untuk minyak rambut, digunakan buah ulin yang berkhasiat untuk menghitamkan dan membuat rambut berkilau. Selain itu digunakan pula buah kelapa (Cocos nusifera) yang berfungsi untuk menjaga kelembaban rambut.

Penelitian dilakukan mulai dari 23 Juli 2012 sampai 15 Desember 2012 di berbagai tempat seperti Desa Luwir dan Malungai, Kecamatan G.B. Awai, Kabupaten Barito Selatan, Desa Petak Puti di Kecamatan Kapuas Tengah, Kabupaten Kapuas, Desa Lahei di Kecamatan Lahei, Kabupaten Barito Utara, dan Desa Pendreh, Kecamatan Pendreh,

Arlianto, guru Biologi SMAN 2 Kuala Kapuas.

72

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

Kabupaten Murung Raya. Hasilnya, penggunaan shampo maupun minyak rambut tersebut dapat menyuburkan rambut dan mencegah timbulnya uban. Shampo dan minyak rambut tradisional ini ternyata dapat menghitamkan dan menebalkan rambut terutama bagi orang yang sudah beruban dan mengalami kerontokan rambut. Khasiat itu baru terlihat hasilnya setelah dipakai selama satu sampai satu setengah tahun.

Hutan Gambut di Sekolah

SMPN 8 Palangka Raya secara bertahap telah mencoba melaksanakan pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan (ESD). Dalam penerapannya, ESD dimasukkan pada Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan mengangkat isu lokal dan lingkungan. SMP Negeri 8 Palangka Raya menempati lahan seluas 25.000 meter persegi dengan berbagai macam tanaman dan pepohonan. Pepohonan itu sebagian ditanam oleh para peserta didik, dan sebagian besar lainnya sudah ada secara alami. Struktur tanah di areal SMP Negeri 8 adalah tanah gambut dengan kedalaman lebih kurang 1,5 meter. Areal sekolah ini dapat dijadikan sebagai rujukan pengetahuan bagi semua siswa. Di lahan tersebut terdapat bermacam-macam tanaman dan pepohonan yang dapat menjadi bahan kajian pembelajaran pada semua mata pelajaran.

Dalam pembelajarannya, para peserta didik diajak untuk mengamati berbagai macam tanaman yang sudah ada secara alami, serta menanam pepohonan yang belum ada di sekitar lingkungan sekolah. Siswa juga

Fiska Fitaloka Ranni sedang meneliti bahan pembuatan shampo (kanan). Anthony

Sandang sedang meneliti bahan pembuat minyak rambut

tradisional. (kiri).

73

diajak untuk ikut serta dalam kegiatan penanaman pohon secara berkelompok untuk setiap jenis tanaman bunga, tanaman keras, serta tanaman buah-buahan.

Yulius, guru Biologi di sekolah tersebut, mengambil beberapa tanaman di areal sekolah, seperti misalnya Tumih, Garunggang, Kelakai, dan Purun. Karena belum mengerti manfaat tanaman tersebut, Yulius pun menanyakannya kepada Suriansyah, ketua RT setempat. Sebagai penduduk asli Dayak, Suriansyah menceritakan kegunaan dari masing-masing tanaman tersebut.

� Kelakai adalah jenis pakis yang banyak dimanfaatkan sebagai sayur. Tanaman ini banyak mengandung zat besi. Manfaatnya untuk menambah darah dan meningkatkan produksi ASI. Kelakai ini juga menjadi makanan rusa. Tidak mengherankan jika daging rusa itu lezat.

� Kayu Asam-Asam tumbuh berumpun seperti Serai, lurus dan kuat. Kayu ini dimanfaatkan sebagai bahan baku pagar untuk melindungi tanaman dari binatang.

� Kayu Garunggang dimanfaatkan sebagai bahan bangunan dan pagar. Batangnya biasanya bergetah.

� Kayu Tumih dengan batangnya besar bermanfaat sebagai bahan bangunan karena kuat, terutama untuk tiang-tiang utama penyangga rumah.

Di salah satu bagian sekolah terlihat lahan parkir untuk sepeda. Menurut Petriati, Kepala Sekolah SMP Negeri 8, sebelumnya para peserta didik menggunakan motor sebagai alat transportasi ke sekolah. Namun pihak sekolah mengajak para siswa untuk mengurangi emisi dan menghemat bahan bakar dengan mengeluarkan kebijakan penggunaan sepeda ke sekolah. Hal ini masih berlaku sampai sekarang.

Setiap hari, sebelum masuk kelas, ada waktu selama 15 menit untuk “Perang Sampah” dimana setiap siswa harus memungut sampah. Di setiap kelas sudah disediakan dua tempat sampah, yaitu di dalam dan di

74

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

Pohon Ketapang dapat menjadi peneduh

lingkungan sekolah (kiri).

Pohon Asam-Asam, jenis tanaman keras yang dapat digunakan sebagai bahan

bangunan (kanan).

luar kelas. Selain itu ada pula kegiatan “Sabtu Bersih”, karena seluruh siswa membersihkan lingkungan sekolah, menanam, dan memelihara pohon pada hari Sabtu. Setelah itu siswa mengikuti program pengembangan diri. Secara administrasi, kegiatan ini memang masih belum rapi dan belum ada bukti fisik. Tetapi budaya peduli lingkungan sekolah itu sudah diterapkan.

Tantangan bagi para guru SMP Negeri 8 Palangka Raya selama proses penerapan ESD dalam kegiatan belajar mengajar adalah kondisi halaman sekolah yang sering kali tergenang air pada musim hujan. Halaman sekolah lebih rendah dari ketinggian jalan yang ada di depan sekolah. Namun para guru masih dapat mengatasinya dengan cara meletakkan beberapa batang kayu di lingkungan sekolah.

Demi menjaga kelestarian lingkungan sekolah, nantinya pada setiap kelulusan para siswa diwajibkan untuk menanam tanaman. Anak laki-laki menanam pohon keras dan anak perempuan menanam tanaman hias. Program ini akan dapat dilakukan bila ada dukungan dari guru-guru kelas.

Pohon Ulin di Pelajaran Bahasa Inggris, Mengapa Tidak?

Mempelajari keragaman hayati atau mengenal tanam-tanaman tidak harus melalui pelajaran Biologi. Nyatanya Joko Susila, guru SMPN 4 Selat, Kuala Kapuas, mengajak siswanya untuk mengenal lebih jauh

75

Pohon Ulin di mata pelajaran Bahasa Inggris yang diampunya. Gita Natasya Simamora, siswi kelas 9, berbagi cerita tentang pembelajaran yang dilakukannya pada kegiatan tersebut.

Dalam materi mengenai Procedure Text, para siswa pun diajarkan pembelajaran tentang lingkungan. Peserta didik belajar tentang bagaimana cara menanam, merawat lingkungan, melestarikan tumbuhan Kalimantan yang hampir punah, hingga tentang keadaan lingkungan sekolah. Karena masih banyak lahan kosong yang bisa dipergunakan untuk menanam tumbuh-tumbuhan dan sebagainya, peserta didik diberi tugas kelompok untuk menaman pohon atau tumbuhan khas Kalimantan yang mungkin akan punah di kemudian hari.

Didampingi guru, para siswa pun memulai pembelajaran itu dari survei tempat, persiapan, dan lain-lain. Sementara itu, penanaman dilakukan pada minggu berikutnya. Melihat dari kondisi yang ada, Gita dan kelompoknya memutuskan untuk menanam pohon Ulin. Menurut Gita, Pohon Ulin adalah salah satu tumbuhan yang sangat bermanfaat, sehingga kelompoknya berniat untuk mencegah Ulin tidak punah di peradaban selanjutnya. Manfaat pohon Ulin antara lain untuk pembuatan rumah Betang, yaitu rumah adat Kalimantan Tengah. Tanpa Ulin, rumah Betang tidak akan ada lagi. Selain itu, Pohon Ulin juga dapat dimanfaatkan untuk pembuatan talawang (alat perang Suku Dayak), sandung (tempat tulang-tulang orang yang telah meninggal yang biasanya dilakukan pada upacara tiwah), pembuatan mainan khas Dayak, yaitu gasing, dan lain sebagainya. Karena itu, bagi orang Dayak pohon Ulin sangatlah berguna.

Dari kegiatan pembelajaran Bahasa Inggris berbasis lingkungan ini, para peserta didik merasa mendapatkan pembelajaran yang menyenangkan namun tetap bermakna. Apa yang mereka lakukan akan berguna di kemudian hari dalam membantu menyelamatkan lingkungan dari dampak pemanasan global (global warming), dan yang terutama mencegah kepunahan Ulin. Selain itu, dengan mempraktikkan penanaman secara langsung, siswa lebih memahami mengenai inti dari procedure text.

76

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

Hutan Kalimantan Tengah yang Inspiratif

Hutan di Kalimantan Tengah masih menyisakan banyak misteri. Ketika digali, ternyata hutan di daerah ini memberikan banyak inspirasi. Ada beberapa kekayaan budaya yang patut diketahui oleh semua orang, termasuk tarian tradisional suku Dayak. Berikut adalah contoh betapa khasanah budaya masyarakat Dayak terinspirasi oleh kekayaan hutan di Kalimantan Tengah.

Tarian Dohong dan Tingang

Agon adalah guru pendamping dari Ekstra Kurikuler Seni di SMAN 2 Kuala Kapuas yang banyak mengenalkan budaya Dayak kepada peserta didik. Ia membuat tarian “Dohong dan Tingang” yang idenya diambil dari cerita rakyat tentang Lewu Djuking Tandjong dari Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah.

Tarian ini merupakan tari garapan baru yang berpijak pada gerak-gerak tari daerah Kalimantan Tengah, khususnya Kabupaten Kapuas. Asal mula Tingang sebenarnya adalah seorang wanita Dayak Ngaju yang diusir ayahnya, karena hasutan Diang, pengasuhnya, yang iri akan kecantikannya. Dalam pelarian, ia dikutuk oleh seorang penyihir menjadi seekor Burung Tingang. Wanita cantik itu sebenarnya bernama Kameloh Bulan.

Alkisah, diceritakan ada seorang pemuda yang bernama Dohong sedang berburu ke hutan. Ia menemukan seekor burung Tingang dan berhasil menangkapnya. Burung Tingang tersebut dibawanya pulang untuk dipelihara. Dohong tidak menyadari bahwa burung Tingang yang dipeliharanya itu adalah jelmaan Kameloh Bulan.

77

Pada suatu ketika Dohong menangkap basah si Burung Tingang yang sedang berubah wujud menjadi seorang wanita cantik jelita. Kutukan pada Kameloh Bulan pun hilang dan Lelaki Pemburu (Dohong) itu akhirnya mempersunting Kameloh Bulan menjadi istrinya dan mereka hidup bahagia.

Tarian Dohong dan Tingang ini mengandung makna bagi masyarakat Dayak. Esensi dalam tarian ini adalah semangat wanita Dayak dalam menghadapi cobaan hidup agar menjadi wanita yang mandiri, maju, dan tangguh.

Cerita rakyat ini diangkat menjadi sebuah tarian dengan tujuan:

1. Memperkenalkan cerita rakyat Kalimantan Tengah, khususnya cerita dari Kabupaten Kapuas untuk masyarakat luas di Indonesia.

2. Memperkenalkan pakaian khas daerah yang terbuat dari kulit kayu Nyamo yang sekarang sudah mulai punah.

3. Memperkenalkan aksesoris yang digunakan oleh penari, seperti bulu burung, topi, kalung, telawang, mandau, serta sumpit.

4. Berbagai jenis alat musik tradisional yang terbuat dari bahan kayu.

Pakaian dari Kulit Kayu

Baju bawahan atau rok yang dipakai oleh penari putri dan baju atasan untuk penari putra terbuat dari kulit kayu pohon Nyamo. Bahan dari kayu ini sudah digunakan masyarakat Dayak Kalimantan untuk membuat baju sejak dahulu. Pada jaman dulu pohon Nyamo banyak tumbuh dan berkembang di daerah hulu sungai Kapuas, Barito, Kahayan, Mentaya, dan hulu sungai lainnya di wilayah Kalimantan Tengah yang memiliki daerah perbukitan. Sekarang pohon Nyamo susah sekali dicari karena hampir punah. Mulai 1970-an, banyak perusahaan-perusahaan asing, khususnya yang bergerak di bidang perkayuan, sudah mulai masuk ke wilayah Kalimantan Tengah. Tidak hanya pohon-pohon besar saja, pohon-pohon yang kecil juga banyak yang rusak, bahkan dibuang demi membuat jalan alat-alat berat untuk membawa kayu hasil tebangannya. Pekerjaan itu mereka lakukan hingga akhir tahun 2000-an.

78

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

Selain perusahaan besar, masyarakat Kalimantan Tengah juga ikut andil dalam perusakan hutan di Kalimantan Tengah, walaupun dalam skala kecil. Selain itu, masyarakat pencari kulit Nyamo juga ikut berperan memusnahkan pohon Nyamo. Sayangnya, tidak banyak masyarakat yang membudidayakan pohon Nyamo tersebut hingga kini.

Aksesoris Bulu Burung untuk Penari

1. Bulu yang panjang seperti bulu burung merak adalah bulu burung Dara Ruai (Juei/Haruei).

Burung ini tinggal dan hidup di dataran tinggi serta di hutan-hutan dengan pepohonan yang besar. Sekarang burung ini sangat langka dan susah sekali dicari. Hal ini disebabkan oleh tingkat kerusakan hutan Kalimantan Tengah yang sudah sangat parah. Burung jenis ini juga diburu oleh masyarakat untuk dimakan dagingnya. Sementara itu, bulunya diambil untuk hiasan di rumah.

Burung Ruai/Juei/Haruei ini sukar sekali berkembang biak atau dipelihara, karena jenis burung ini sulit beradaptasi dengan lingkungan di luar habitatnya. Tidak mengherankan jika tidak ada masyarakat yang memelihara atau mengembangbiakkan jenis burung ini.

2. Bulu yang agak pendek dengan warna hitam di bawah dan warna putih di bagian atasnya adalah bulu burung Enggang (Tingang).

Baju atasan putra (kiri).

Baju bawahan putri (kanan).

79

Burung Enggang hidup dan berkembangbiak di daerah dataran rendah dan rawa. Burung ini tubuhnya sangat besar serta suaranya keras sekali. Burung Enggang sekarang ini susah ditemukan karena hampir punah.

Penari biasa memakai kepala burung Enggang dan bulunya sebagai aksesoris pada saat menampilkan tarian tradisional ini. Setidaknya hal ini memberi pembelajaran kepada generasi muda tentang kepala dan bulu burung Enggang tersebut. Dengan demikian mereka dapat berpikir tentang cara melindungi burung Enggang agar tidak punah sampai generasi mendatang. Harapannya, keberadaan burung yang sangat indah ini akan tetap lestari, bukan hanya tinggal nama, patung, atau sekedar aksesoris pada atap rumah. Burung Enggang harus tetap dilindungi agar tetap ada hidup di bumi dan wilayah Kalimantan Tengah.

3. Aksesoris bulu yang agak pendek lagi, yang berwarna merah hati dan merah hati kehitaman, adalah bulu burung Elang (Antang).

Burung Elang sampai sekarang masih banyak ditemukan di daerah pedesaan maupun perkotaan. Burung Elang sangat mudah dipelihara karena makanannya, ikan atau daging, mudah dicari. Namun tidak menutup kemungkinan burung Elang akan punah pula kalau terus-menerus diburu oleh masyarakat.

Pawai Budaya Isen Mulang di Palangka Raya

80

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

4. Topi yang digunakan oleh penari putra terbuat dari anyaman rotan.

Rotan tumbuh dan ditanam di dataran rendah sepanjang pinggiran sungai. Dulu rotan tumbuh dan ditanam di hampir sepanjang pinggiran sungai di Kalimantan Tengah. Namun sekarang ini tumbuhan rotan sudah mulai berkurang dan rusak. Hal ini disebabkan pohon-pohon tempat rotan ini merambat sudah banyak yang ditebang untuk dijual. Karena tanaman rotan sejenis tanaman yang merambat, maka rotan memerlukan pohon yang tinggi untuk merambat. Kalau tidak ada pohon untuk merambat, pertumbuhan rotan itu tidak baik dan banyak yang akan mati.

5. Gelang yang digunakan oleh penari putri terbuat dari buah Tasbih (Jelei/Jelai).

Tanaman Jelai/Jelei yang biasanya dihasilkan dari perladangan sekarang ini cukup sulit dicari. Masyarakat Dayak sudah tidak banyak yang berladang karena lahan untuk berladang sudah hampir tidak ada lagi. Pemerintah melarang masyarakat untuk melakukan sistem ladang berpindah dan membakar lahan pada musim kemarau.

6. Aksesoris yang digunakan sebagai kalung.

Aksesoris yang digunakan sebagai kalung adalah gigi taring babi hutan dan gigi taring beruang. Taring dan gigi binatang ini diperoleh dari para pemburu yang tinggal di daerah pedesaan atau pedalaman. Hewan jenis babi dan beruang masih banyak dan masih mudah untuk dicari. Namun sebenarnya beruang jarang diburu oleh masyarakat karena ia jarang merusak tanaman. Lain dengan babi hutan, ia sering diburu oleh masyarakat karena sering merusak tanaman. Disamping itu, babi hutan juga dikonsumsi oleh masyarakat Dayak yang beragama Kristen dan Kaharingan.

81

7. Alat Musik Kenong (Kangkanong)

Alat musik kenong terbuat dari kayu Besi (Ulin) dan kayu Tampang. Kayu ini tumbuh di dataran tinggi di hutan Kalimantan. Kayu Ulin sekarang ini sangat sulit dicari terutama pohon yang bagus kualitasnya. Pohon Ulin semakin langka karena habis ditebang oleh masyarakat dan perusahaan untuk dijual sebagai bahan bagunan dan perabot rumah tangga.

Sekarang ini masyarakat mulai sadar bahwa kayu Ulin semakin punah. Melihat kondisi ini, sebagian dari masyarakat sudah mulai membudidayakan pohon Ulin dengan melakukan penyemaian buah-buah Ulin, walaupun masih dalam skala kecil.

Kayu Tampang tumbuh di dataran tinggi dan di dataran rendah. Kulit pohon Tampang digunakan masyarakat Dayak untuk campuran makan sirih sebagai pengganti gambir ataupun buah pinang. Sedangkan buahnya dapat dimakan walaupun rasanya agak masam. Kayu Tampang sangat kuat jika dijadikan sebagai tongkat rumah, khususnya rumah yang dibangun di daerah berpasir. Sekarang pohon Tampang sangat susah dicari. Pohon Tampang yang tumbuh di dataran rendah habis ditebang untuk dijual, sedangkan yang tumbuh di dataran tinggi hampir habis akibat kebakaran hutan. Sayangnya, sekarang ini tidak ada masyarakat yang tergerak hatinya untuk membudidayakan pohon Tampang.

8. Alat Musik Gendang (Gandang)

Gendang pada umumnya terbuat dari kayu Meranti (Lanan) yang pohonnya sudah berlubang. Sekarang kayu Meranti sudah mulai sulit didapatkan. Namun ada sebagian masyarakat yang membudidayakan

Alat musik Kenong

Alat musik Gandang

82

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

pohon Meranti. Karena susahnya mencari pohon Meranti, maka sekarang banyak Gendang dibuat dari pohon kelapa yang sudah tua. Bahan gendang yang ditabuh dan senarnya terbuat dari kulit sapi atau kulit kambing yang diperoleh pada saat Hari Raya Idul Adha untuk umat Islam.

9. Alat Musik Kecapi (Kacapi)

Alat musik Kecapi terbuat dari kayu Polantan (Hanjalutung). Kayu Polantan sampai sekarang tidak sulit dicari. Walaupun demikian, kayu Polantan juga perlu dibudidayakan agar tidak punah. Pohon Polantan tumbuh di daerah rawa-rawa.

10. Talawang

Talawang adalah sebuah tameng tradisional suku Dayak untuk melindungi diri dari serangan musuh saat berperang. Namun dalam sebuah tarian, Talawang digunakan sebagai aksesoris yang berfungsi juga sebagai pelindung diri. Talawang dibuat dari kayu Polantan, Jalutung, dan Meranti. Talawang yang asli terbuat dari kayu Ulin, karena jaman dulu alat ini memang digunakan benar-benar untuk melindungi diri pada saat berperang.

11. Mandau

Mandau adalah senjata pusaka Dayak Kalimantan Tengah. Sarung Mandau terbuat dari kayu Meranti yang diukir dengan corak tradisional suku Dayak. Sedangkan ikatan sarung Mandau terbuat dari rotan. Hulu Mandau (tempat pegangan Mandau) yang asli terbuat dari tanduk Rusa. Namun sekarang hulu Mandau dibuat dari kayu Meranti atau Garunggang. Kedua kayu ini sekarang cukup sulit dicari.

12. Sumpit

Batang Sumpit terbuat dari Ulin. Pada jaman dulu untuk membuat lobang sumpit digunakanlah tenaga arus air. Namun pada jaman sekarang, ketika sudah jaman maju, lobang sumpit dibuat dengan

83

menggunakan mata bor, baik bor tangan maupun bor mesin. Pada ujung sumpit dipasang mata tombak dan di atasnya dipasang pajera (patunung) yang bermanfaat sebagai patokan bidikan saat menyumpit. Sumpit dipergunakan sebagai alat untuk berperang dan berburu binatang (hewan atau burung). Mata tombak dan pajera dibuat dari besi yang dipasang di ujung sumpit yang diikat dengan anyaman rotan.

Pada jaman sekarang sumpit dipergunakan sebagai alat untuk pertandingan menyumpit baik di tingkat Kabupaten bahkan di tingkat Provinsi di Kalimantan Tengah. Selain itu, sumpit juga dipakai sebagai aksesoris atau alat perlengkapan dalam seni tari.

Alat musik Kecapi

Talawang Mandau

Sumpit

Kapul, Flora Endemik Pulau Kalimantan

Sepintas lalu, buah ini mirip kentang atau sawo. Warnanya coklat seperti kulit kayu tapi terdapat bintik-bintik putih pada kulit buahnya seperti kapur. Untuk membuka buah tersebut, buah harus ditekan dengan menggunakan kedua telapak tangan.

84

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

Bentuk daging buah dan rasanya ternyata mirip seperti buah Manggis. Namun ketika dibelah, buah Kapul tidak memiliki bintang pada ujungnya dan tidak terdapat mahkota pada pangkal buahnya seperti Manggis. Kulitnya pun lebih tebal jika dibandingkan dengan Manggis. Selain itu, warna daging buah kapul putih semu seperti buah Lengkeng atau Langsat, tidak seputih seperti buah Manggis. Buah kapul tidak memiliki tonjolan di bawahnya dan hanya terdiri dari empat biji dalam satu buah. Buah kapul juga memiliki dua macam jenis, yaitu buah kapul yang berdaging putih semu dan kuning (Kepel Mentega).

Ternyata, buah kapul termasuk salah satu dari tujuh buah langka di Kalimantan. Buah kapul ini juga berbeda dengan buah Kepel yang ada di Yogyakarta, walaupun bentuknya hampir mirip jika dilihat sekilas. Bagian dalam buah Kapul (Kalimantan) hampir mirip bentuknya dengan buah Manggis, sedangkan buah Kepel (Yogyakarta) bentuk daging buahnya hampir mirip dengan buah Sawo.

Buah Kapul menjadi buah endemik dan buah khas Kalimantan karena buah Kapul terdapat di dalam hutan pulau Kalimantan yang berbuah sekitar bulan November sampai Maret. Buah Kapul berjumlah ratusan bahkan ribuan dalam satu pohon jika sedang musim. Buah ini tumbuh liar di hutan-hutan dataran rendah, hutan riparian, hutan rawa, dan juga hutan sekunder. Pohonnya tumbuh di atas tanah liat merah atau liat berpasir di Kalimantan. Buah ini merupakan sumber makanan dari satwa di dalamnya, seperti orangutan, owa-owa, bekantan, dan monyet. Seiring dengan berkurangnya hutan karena perluasan perkebunan

Buah Kapul

85

kelapa sawit dan pertambangan, buah-buahan ini kemudian menjadi langka.

Buah Kapul juga menjadi bagian dari acara pernikahan Suku Dayak Manyan. Jumlahnya yang ratusan hingga ribuan dalam satu pohon dimaknai sebagai lambang kesuburan. Diharapkan kedua mempelai subur dan memiliki keturunan yang menjadi pewaris generasi.

Pohon buah Kapul dapat dimanfaatkan kayunya karena kuat dan awet. Banyak yang memanfaatkannya sebagai bahan bangunan. Buah Kapul juga berkhasiat untuk kesehatan antara lain untuk meningkatkan energi, menurunkan kadar kolesterol, melancarkan pencernaan karena kaya kandungan serat alami, serta membantu mengurangi berat badan.

Kayu Ulin di Hutan Mini

Kayu Ulin (Botanis eusideraoxylon zwageri) adalah salah satu kayu khas Kalimantan yang banyak dicari dan dimanfaatkan. Kegunaannya antara lain untuk bahan sirap, bantalan kereta api, jembatan, bahan bangunan, serta obat-obatan. Pohon yang memiliki ciri fisik mengkilap dan bercorak serat ini memiliki daya tahan terhadap rayap dan jamur.

Sekarang kayu Ulin menjadi semakin langka karena penebangan yang berlebihan. Akan tetapi SDN Percobaan di Palangka Raya tidak tinggal diam. Para guru memasukkan tanaman Ulin ini sebagai sumber belajar yang masuk ke dalam Standar Isi pada KTSP SDN Percobaan. Para guru dan peserta didik diajak untuk menanamnya di sebuah hutan mini sekolah supaya peserta didik dapat mengenal langsung tanaman tersebut. Selain kayu Ulin, di hutan mini tersebut, warga sekolah juga menanam berbagai macam pohon seperti Blangiran, Tanggaring, Tangkuhis, Cempedak, Gaharu, Pasak Bumi, Pulai, Jalutung, dan Pantung. Dengan demikian, diharapkan para peserta didik mengenal kekayaan alam lokal mereka sehingga mereka dapat melestarikannya.

86

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

Bab 5Aksi Untuk Bumi

“Ije biti ije upun batang kayu”

88

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

Satu orang satu batang pohon kayu, begitulah kata pepatah orang-orang Dayak. Setiap manusia memiliki tanggung jawab untuk bumi, walaupun hanya dengan menanam satu batang pohon. Sebenarnya banyak hal yang dapat kita lakukan demi terciptanya keselarasan hidup manusia dan alam, selain hanya menanam pohon. Salah satu kuncinya adalah mengasah kepekaan kita melihat fenomena-fenomena yang ada. Dengan demikian, kita akan memiliki kejelian untuk melihat potensi dan masalah yang ada di sekitar kita . Dengan kepekaan dan daya nalar, tentunya kita selalu dapat mencari potensi positif suatu daerah sekaligus mencari pemecahan jika ada permasalahan yang muncul.

Dalam perannya sebagai ujung tombak dalam memanusiakan manusia di dunia pendidikan, diharapkan guru dapat memfasilitasi agar proses pembelajaran siswa. Sementara siswa juga belajar agar mereka makin peka terhadap lingkungan sekitar melalui kegiatan di sekolah, baik kegiatan intra kurikuler maupun ekstra kurikuler.

Berikut ini adalah beberapa contoh kegiatan yang dilakukan guru dan siswa di Kalimantan Tengah dalam merespon potensi dan masalah di daerahnya. Hal itu dilakukan sebagai bagian dari aksi yang mereka lakukan untuk kelestarian bumi dan isinya.

D’Nava SMAN 1 Pangkalan Bun

Menggunakan alam sebagai sumber belajar membuat guru dapat memiliki banyak materi yang dapat dieksplorasi bersama dengan peserta didik. Untuk jenjang SMA, guru dapat memberikan ide awal saja. Selanjutnya peserta didik yang mencoba menyusun rencana program kerja dan melaksanakan aksinya. Dalam hal ini, guru hanya bertindak sebagai fasilitator.

Kegiatan Aksi Sobat Bumi di SMAN 1 Pangkalan Bun sudah sering dilaksanakan, bahkan telah menjadi agenda rutin tiap tahun. Setiap bulan November sekolah bersama peserta didik melaksanakan Pekan Peduli Orangutan (PPO). Kegiatan ini dipelopori siswa yang

89

tergabung dalam D’Nava (The Nature Conservation). Kegiatan ekstra kurikuler Pendidikan Lingkungan ini bekerjasama dengan OSIS, Badan Lingkungan Hidup (BLH), Dinas Kehutanan, dan Yayorin (Yayasan Orang Hutan Indonesia).

Selama ini, program kerja yang sudah dilaksanakan adalah:

� penanaman pohon di sekitar sekolah dan lingkungan wilayah Kotawaringin Barat,

� penyuluhan dan pengenalan orangutan, habitat, dan ekosistemnya kepada siswa SMP dan SD di sekitar sekolah,

� pembagian stiker himbauan penyelamatan orangutan dan habitatnya,

SMAN 1 Pangkalan Bun sedang membuat kompos.

SMAN 1 Pangkalan Bun sedang belajar di alam Tanjung Putting.

Aksi Penanaman Pohon oleh siswa SMAN 1 Pangkalan Bun dalam kegiatan “Tanjung Puting Menanam”.

Siswa SMAN 1 Pangkalan Bun sedang mengamati aktivitas dan kehidupan orangutan di TNTP.

90

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

� pemasangan spanduk himbauan untuk melestarikan hutan sebagai habitat dari orangutan,

� kegiatan Peringatan Hari Bumi, � aksi Jumat Bersih, � aksi-aksi peduli lingkungan yang lain seperti kegiatan pemungutan

sampah di sekitar jalan sekolah sejauh 10 kilometer.

Dalam D’Nava, peserta didik menjadi subyek utama kegiatan. Mereka bertindak sebagai perencana, pelaksana, dan evaluatornya. Sementara guru benar-benar menjadi fasilitator dan motivator. Para guru pendamping kagum akan ide-ide luar biasa yang dimiliki siswa dalam melaksanakan Aksi Sobat Bumi ini. Bahkan dengan keterbatasan dana yang dimiliki sekolah, siswa masih dapat mencari jalan keluar dengan

Aksi Penanaman Pohon di sepanjang Jalan Kampung Baru Pangkalan Bun oleh siswa-siswa yang tergabung dalam D’Nava SMAN 1 Pangkalan Bun.

Papan Slogan yang Dibuat oleh siswa dari D’Nava.

Memanfaatkan limbah cangkang telur untuk membuat vas bunga.

Peserta didik di SMAN 1 Pangkalan Bun juga menanam tanaman-tanaman langka di kebun sekolah.

91

cara memasarkan hasil karya mereka. Hasil karya siswa itu berbahan daur ulang. Misalnya pot dari kertas koran bekas, tempat tisu, bunga dari bahan daur ulang, dan lain sebagainya.

Sedangkan untuk kegiatan penanaman pohon, sekolah bekerjasama dengan BLH untuk penyediaan pupuk, Dinas Kehutanan sebagai penyedia bibit. Sementara itu, YAYORIN menjadi pendamping dalam pelaksanaan penanamannya. Selain itu, untuk lebih memperluas cakupan aksinya, D’Nava membuat grup di Facebook yang memberikan seluruh informasi kegiatan yang dilakukan oleh warga sekolah.

Sanggar SKETSA - Pangkalan Bun

Sanggar SKETSA SMANSA adalah salah satu ektrakurikuler SMAN 1 Pangkalan Bun yang aktif pada kegiatan-kegiatan rutin di Kotawaringin Barat (Kobar). Kegiatan rutin tersebut antara lain lomba tari tahunan, Marunting Batu Aji. Dalam lomba ini, juaranya masih harus berkompetisi sampai ke tingkat provinsi, yaitu Isen Mulang. Sanggar ini juga berpartisipasi pada acara lainnya yang biasanya melibatkan seni tari daerah yang ditampilkan sebagai acara pembuka ataupun pengisi acara.Sanggar ini adalah satu-satunya wadah pengembangan potensi budaya seni tari bagi setiap siswa yang mengikutinya.

Namun Sanggar SKETSA kini mulai tergerus masalah klasik, yaitu sepinya peminat. Terjadi pergeseran mode dan pelunturan budaya. Ditambah lagi budaya Korea yang akhir-akhir ini kian gencar menawarkan daya tariknya. Terbukti model tarian modern ini cukup efektif menarik minat siswa. Setidaknya mereka lebih memilih mengikuti ekstrakurikuler modern dance. Sekilas kelihatannya memang tak ada yang salah. Karena toh minat dan bakat orang tergantung kepada individu. Sayangnya, perlahan dan pasti seni tari daerah pun kian tersamarkan oleh modern dance.

Melihat kondisi semacam ini mereka yang dulu terjun di sanggar SKETSA dan berusaha mengupayakan agar SKETSA selalu aktif, eksis, dan berprestasi di wilayah Kotawaringin Barat kini menjadi prihatin.

92

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

Para pembina SKETSA yang selalu memberi dukungan agar tidak kalah saing pun mengalami kejenuhan. Tetapi ketika semua bersatu, masih ada satu hal yang ingin dicapai yaitu keinginan untuk berprestasi dalam seni budaya daerah.

Satgas POCILS (Polisi Cilik Lingkungan Sekolah)

SDN Percobaan Palangka Raya membentuk Satgas POCILS (Polisi Cilik Lingkungan Sekolah) yang terdiri dari guru dan siswa. Tugas POCILS adalah membantu mengawasi kebersihan lingkungan sekolah. Anak-anak di SDN Percobaan ini mempunyai jadwal untuk patroli demi menjaga kebersihan lingkungan sekolah setiap hari. Mereka sudah terbiasa dengan jadwal yang sudah disusun bersama. Bahkan sekolah ini juga menerapkan denda. Apabila ada anak yang membuang sampah sembarangan, makan minum sambil jalan, minum menggunakan kantong plastik, maka anak itu akan didenda Rp 1.000. Uang denda itu dikumpulkan oleh pihak sekolah. Setelah terkumpul, uang dendanya tersebut digunakan untuk membeli bibit tanaman.

Anak-anak pun belajar membuat kompos, memilah sampah, membuat bubur kertas, menata kebun toga, menanam tanaman produktif. Hasilnya mereka jual sendiri kepada guru-guru dan orang tua yang menunggui anaknya. Anak-anak ini sangat senang dengan kegiatan berkebun. Di sekolah, mereka menanam cabai, serai, kacang, pare, jahe, dan sebagainya. Semua kegiatan ini di bawa bimbingan Irbar dan seluruh tim edukasi lingkungan SDN Percobaan.

Perjuangan SDN Percobaan ini pun akhirnya membuahkan hasil. Sekolah ini menjadi juara II dari 7 sekolah peserta kegiatan edukasi pada peringatan Hari Jadi Pekerjaan Umum pada 3 Desember 2010. “Kami sangat bangga dengan hasil yang kami peroleh. Tapi tujuan akhir kami bukanlah menjadi juara, melainkan bagaimana kami mengubah kebiasaan seluruh warga sekolah untuk selalu menjaga kebersihan dan peduli pada lingkungan,” papar salah seorang guru, Griswatie.

93

Mengubah suatu kebiasaan bukanlah hal yang mudah. Diperlukan kesabaran dan kerja keras. Itulah yang dilakukan guru-guru SDN Percobaan untuk menanamkan konsep “Cinta Lingkungan” kepada anak-anak didiknya. Tidak mengherankan jika setiap hari Senin pembina upacara selalu mengampanyekan sikap peduli lingkungan kepada para siswa. Lambat laun setelah berjalan tiga tahun, hal-hal yang berkaitan dengan kebersihan sekolah pun mengalami banyak kemajuan. Walaupun demikian, masih ada juga beberapa anak yang masih lupa membuang sampah dengan benar.

Kepala Sekolah SDN Percobaan, Inalili, memang sangat mendukung penuh semua program yang berkaitan dengan lingkungan. Kadangkala dengan sukarela ia merogoh dana pribadinya demi menata lingkungan sekolah supaya lebih baik. Selain kebun mini di depan kelas masing-masing, rencananya sekolah ini juga akan menyediakan lahan “Hutan Mini”. Bahkan pada acara-acara tertentu para guru memetik sayuran dari kebun di sekolah dan memasak bersama di sekolah.

Acara ulang tahun kepala sekolah pun dirayakan dengan dengan acara penanaman pohon Mangga dan pohon Pucuk Merah untuk penghijauan pada 2012. Acara tersebut pun dihadiri oleh Kepala Dinas Pendidikan Kota Palangka Raya, Guntur Talajan, dan pihak komite sekolah.

Tabung Sampah, Salah Satu Cara Mengurangi Emisi

Sejak Oktober 2012, SMAN 1 Sampit membuat bank sampah. Bank sampah ini dijalankan siswa dengan bimbingan para guru. Setiap hari Rabu dan Jumat, bank sampah menerima setoran sampah kertas, besi-besi tua, atau plastik yang dikumpulkan dari kelas-kelas. Sampah-sampah yang disetorkan tersebut kemudian ditukarkan dengan uang. Semua pencatatan dilakukan di buku rekening. Sementara uangnya dapat diambil setiap dua bulan sekali. Penggunaan hasil penjualan sampah ini dikembalikan pada kesepakatan kelas masing-masing.

94

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

Selain bank sampah, kepedulian warga SMAN 1 Sampit terhadap lingkungan terlihat dari kebersihan sekolahnya. Setiap hari Jumat setelah senam pagi, mereka mengadakan “Jumat Bersih”. Setiap kelas juga merawat tanaman masing-masing. Secara bergiliran mereka melakukan piket merawat pohon dan tanaman sayur, juga melakukan bina lingkungan seperti membersihkan selokan yang ada di sekolah.

Setiap kelas mendapatkan jadwal untuk merawat pohon di sekolah secara bergiliran. Tidak hanya “Jumat Bersih” saja, sering kali para peserta didik berinisiatif meluangkan waktu tersendiri untuk membersihkan kelas sepulang sekolah atau saat jam-jam kosong.

Kepedulian lingkungan di SMAN 1 Sampit pun tak terbatas pada kegiatan bersih-bersih sekolah dan sampah di sekolah. Para siswa juga berinisiatif membuat karya ilmiah. Walaupun tidak teragendakan dengan pasti, namun karya ilmiah ini selalu ada di bagian pengembangan kurikulum. Informasi lomba-lomba karya ilmiah selalu direspon antusias oleh para siswa. Para guru hanya membimbing selama penulisan. Sementara ide-ide segar selalu muncul dari para siswa sendiri meskipun tidak ada ekstra kurikuler tersendiri untuk karya ilmiah.

Kegiatan mereka ini bukan tak ada hasil. Pada 2011 karya ilmiah dari SMAN 1 Sampit ini menyabet medali emas untuk lomba karya ilmiah tingkat Asia Pasifik. Tak berhenti dan berpuas diri di sini, sekolah yang mendapatkan gelar Sekolah Adiwiyata dari 2011 ini juga sering mengadakan lomba kebersihan kelas tiap semester. Pada acara-acara tertentu sekolah ini membuat lomba membuat karya dari barang bekas.

Bank sampah SMAN 1 Sampit (kiri).

Para siswa SMAN 1 Sampit menggunakan gorong-gorong

untuk menanaman pohon. (kanan).

95

Kepedulian mereka terhadap lingkungan sudah menjadi aksi nyata yang senantiasa memompakan semangat untuk terus melakukan banyak hal demi kelestarian lingkungan mereka.

Deklarasi untuk Bumi di Kalimantan Tengah

Sebagai wujud nyata aksi bumi, banyak pihak yang menyatakan dukungan terhadap program ESD dan Sekolah Sobat Bumi. Sudah ada banyak sekolah di Kalimantan Tengah yang tercerahkan oleh konsep pendidikan yang berwawasan lingkungan. Para guru dan peserta didik pun berlomba menjadi agen perubahan terutama ketika menyangkut perubahan paradigma dan cara pandang mereka terhadap pembangunan yang berkelanjutan. Tanda perubahan cara pandang terhadap lingkungan yang mulai berubah ini bukan melulu upaya segelintir orang. Keberhasilan dalam pelaksanaannya dilakukan atas kerjasama semua pihak, baik sekolah, pemerintah, lembaga, termasuk media yang membantu mencerahkan masyarakat melalui publikasinya. Cerita berikut ini merupakan beberapa contoh ketika media menyebarluaskan informasi mengenai Deklarasi untuk Bumi di Kalimantan Tengah pada 2013.

Palangka Raya

Sekolah Sobat Bumi di SDN Percobaan Palangka Raya

Ratusan siswa-siswi SDN Percobaan Palangka Raya, Kalimantan Tengah, bertepuktangan sambil berteriak lantang, “Tepuk Lestari, aku bisa, kamu bisa, semua bisa. Lestarikan hutan kita. Yes, yes, yes!” Hujan rintik yang mengguyur Palangka Raya pada pagi 6 Februari 2013 itu tidak mengendorkan semangat para murid dan guru SDN Percobaan Palangka Raya untuk melaksanakan “Deklarasi untuk Bumi, Sekolah Sobat Bumi (SSB)”. Deklarasi ini dihadiri seluruh warga sekolah, Komite Sekolah, tiga Sekolah Imbas (sekolah yg tergabung dalam satu gugus dengan SD Percobaan, yaitu SDN Christian Goden School, SD Islam Terpadu Alquanita, SD Islam Terpadu Sahabat Alam), Satuan

96

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

Tugas Persiapan Kelembagaan (Satgas) REDD+, dan Sekretariat Bersama (Sekber) REDD+. Dinas dan lembaga terkait dari tingkat kabupaten/kota hingga Provinsi Kalimantan Tengah, seperti Dinas Pendidikan, Badan Lingkungan Hidup (BLH), Dinas Kehutanan, Dinas Pekerjaan Umum, Puskesmas, Danyon Antang, pejabat dari kecamatan, kelurahan/desa, walikota juga hadir menyaksikan pendeklarasian tersebut.

Kepala SDN Percobaan Palangka Raya, Inalili, dalam sambutan pembukaan menyampaikan bahwa seluruh murid dan guru SDN Percobaan berkomitmen mengembangkan pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan. Sekolah ini akan menerapkan nilai-nilai seperti proses belajar yang lebih baik, pembelajaran holistik berbasis lingkungan lokal. Para siswa pun akan diajak berdisiplin untuk menjaga kesehatan sekolah dan lingkungan.

“Seluruh murid kami tidak membawa sampah plastik ke sekolah. Mereka selalu membawa tempat makan dan minum yang permanen untuk dapat dibersihkan dan dibawa lagi keesokan hari. Para murid juga secara aktif bertanggung jawab terhadap taman yang berada di depan ruang kelas mereka,” ujar Inalili.

Kemeriahan dan semangat yang tinggi dari guru dan murid terjadi di semua sekolah yang telah melaksanakan kegiatan Deklarasi untuk Bumi. Seluruh siswa berpartisipasi dengan berbagai kreatifitas. Mereka menampilkan berbagai jenis tarian masyarakat Dayak lengkap dengan kostum adat yang berwarna-warni. Para siswa di SDN 4 Menteng, Palangka Raya, bahkan menunjukan kebolehan menganyam rotan dalam kesempatan itu. Mereka melestarikan tradisi masyarakat Dayak yang membuat berbagai alat kebutuhan sehari-hari dari anyaman rotan. Ketrampilan ini juga menunjang kelestarian hutan dimana pohon rotan tumbuh.

Sementara itu, SMPN 12 Palangka Raya melaksanakan Deklarasi untuk Bumi pada 8 Februari 2013. Sekolah yang memiliki tanah seluas dua hektar ini menyediakan sebagian besar tanahnya sebagai hutan sekolah. Murid dididik menanan dan memelihara pohon. Guru mengajarkan

97

ketrampilan menganyam tas dan topi dari bahan purun sebagai upaya pelestarian budaya dan lingkungan.

“Kami sangat bersemangat menjadikan SMPN 12 Palangka Raya sebagai sekolah percontohan di seluruh Kalimantan Tengah. Melalui Sekolah Sobat Bumi ini kami juga siap mendukung program Kalteng Harati (pintar dan bijak) yang dicanangkan Gubernur Kalimanan Tengah,” ujar Luise, Kepala Sekolah SMPN 12 Palangka Raya.

Selain di Palangka Raya, pendeklarasian ini juga diadakan di Kabupaten Kapuas. Ada dua SSB, SMPN 4 Selat dan SMAN 2 Kuala Kapuas yang mendeklarasikan Aksi untuk Bumi pada 11 Februari 2013. Para siswa kedua sekolah menanam berbagai jenis pohon lokal, seperti Ulin, Jelutung, dan Blangiran. Mereka juga memamerkan berbagai jenis makanan lokal serta ketrampilan dalam mengelola sumber daya hutan non kayu.

Mereka fasih menjelaskan jenis-jenis makanan dari hasil hutan dan jenis tumbuhan di lahan gambut Kalimantan Tengah. “Ini merupakan modal penting yang menunjang pendidikan untuk pembangunan secara berkelanjutan. Nilai dan kearifan lokal yang dapat menjaga hutan secara lestari perlu dikembangkan melalui pendidikan di sekolah,” ujar Ketua Kelompok Kerja Komunikasi dan Hubungan Para Pihak Satgas REDD+, Chandra Kirana, di SMAN 2 Kuala Kapuas di Kuala Kapuas.

Kegiatan ini berada dalam payung program Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan (Education for Sustainable Development/ESD). BLH Provinsi Kalimantan Tengah bekerjasama dengan Satuan Tugas Persiapan Kelembagaan (Satgas) REDD+ menetapkan 11 sekolah pilot sebagai Sekolah Sobat Bumi (SSB) pada Agustus 2012. Selama Februari 2013 terdapat 9 SSB yang melaksanakan Aksi untuk Bumi, yaitu 2 SSB di Kabupaten Kapuas, 2 SSB di Kotawaringin Timur, 3 SSB Kota Palangka Raya, dan 2 SSB Kotawaringin Barat. Dalam gelar aksinya semua SSB menanam lebih dari 9.000 pohon spesies lokal dengan dukungan Satgas REDD+ dan lebih dari 5000 pohon secara mandiri maupun atas dukungan Dinas Kehutanan.***

98

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

Pejabat dari badan Lingkungan Hidup (BLH) Palangka Raya menandatangani komitmen Deklarasi Aksi untuk Bumi di SDN Percobaan Palangka Raya pada 6 Februari 2013

99

Para siswa SDN Percobaan Palangka Raya sedang menampilkan sebuah tarian lokal sebagai wujud nyata pelestarian kearifn budaya lokal.

Penanaman pohon Ulin sebagai wujud nyata Aksi untuk Bumi di SDN Palangka Raya

100

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

Kuala Kapuas

Sekolah Sobat Bumi Dimulai

Seperti dipublikasikan dalam laman resmi Pemerintah Kabupaten Kapuas, Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Kapuas H. Nurul Edy dilaporkan menghadiri Peringatan Hari Lahan Basah Dunia dan Penandatanganan Deklarasi Untuk Bumi 2013 di halaman SMPN 4 Kuala Kapuas, Senin 11 Februari 2013.

Nurul Edy membuka secara resmi dimulainya Sekolah Sobat Bumi di Kuala Kapuas. Sekolah-sekolah yang tergabung dalam sekolah Sobat Bumi adalah sekolah yang telah telah memasukkan program pendidikan lingkungan hidup ke dalam kurikulum sekolah.

“Kita terus mengharapkan ke depan lebih banyak lagi sekolah yang ambil bagian dalam program pendidikan lingkungan hidup sehingga akan terwujud lingkungan hidup yang sehat dan lestari,” ujar Nurul Edy saat membacakan sambutan tertulis Bupati Kapuas HM Mawardi.

Pada kesempatan itu Nurul Edy juga melakukan penandatanganan Deklarasi Untuk Bumi serta penanaman pohon di halaman SMPN 4 Kuala Kapuas. Nurul Edy selanjutnya menghadiri acara serupa di halaman SMAN 2 Kuala Kapuas. Di tempat ini, selain dilakukan penandatanganan deklarasi untuk Bumi dan penanaman pohon juga dilaksanakan pameran hasil karya siswa.

Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Tengah, Sipet Hermanto, yang juga turut hadir pada acara tersebut berharap acara ini tidak hanya menjadi seremoni belaka, namun harus berkelanjutan dan menjadi komitmen seluruh pihak untuk melestarikan lingkungan.

Deklarasi Sekolah Sobat Bumi

Seperti dilansir Harian Kompas, sejumlah sekolah di empat kabupaten/kota di Kalimantan Tengah, Senin 11 Februari 2013, mendeklarasikan

101

Aksi untuk Bumi-Sekolah Sobat Bumi. Deklarasi sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas di antaranya dilakukan di Kuala Kapuas.

Sekolah-sekolah tersebut berkomitmen menerapkan pembelajaran lingkungan yang mengadopsi pembangunan berkelanjutan (Education for Sustainable Development/ESD). ”Yang terpenting, bagaimana setelah seremoni ini. Bukan seremoninya,” kata Kepala SMPN 4 Selat Haris Fadhillah di Kuala Kapuas.

Hingga kini, ada 11 sekolah SD-SMA se-Kalimantan Tengah yang mendeklarasikan diri sebagai Sekolah Sobat Bumi. Keberadaan mereka difasilitasi Satuan Tugas Reduksi Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Plus (REDD+) bersama Badan Lingkungan Hidup Kalteng. ”Kami hanya membuka kunci berpikir mereka, para guru. Pembelajaran atau kurikulum berbasis lingkungan itu sudah lama, tapi tidak diterapkan di kelas. Kami memfasilitasi hal itu,” kata Fasilitator Program ESD REDD+, Aulia Wijiasih. Program ini tidak memberikan bantuan dana bagi sekolah yang berminat.

Sekolah Sobat Bumi dikenalkan tahun 2011, diikuti rangkaian pelatihan melibatkan ratusan guru dari 120 sekolah di Kalteng. ”Sebelas sekolah itu menjadi percontohan yang diharapkan menginspirasi sekolah lain,” kata Aulia.

Sejumlah guru mengatakan, pelatihan pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan yang diberikan REDD+ berbeda dengan pelatihan bertema serupa yang digelar jajaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. ”Kami bisa mengontekskan lingkungan sekitar dan kearifan lokal dengan pendidikan dengan nyata,” kata Fujiyanti, guru SMAN 2 Kuala Kapuas. Siswa kini dikenalkan dengan jenis pohon seperti Ulin, Jelutung, dan Galam. Siswa, misalnya, diajak menghitung luasan gambut terbakar dalam pelajaran matematika. ”Karena menarik, para guru peserta pelatihan ESD tidak kepikiran mencuri waktu bepergian selama pelatihan. Kami bersemangat agar siswa mengenal lingkungannya,” kata guru SMPN 4 Selat, Joko Susila.

102

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

Para pihak sedang menandatangani komitmen Aksi untuk Bumi di SMPN 4 Selat Kapuas pada 11 Februari 2013.

103

Para siswa SMAN 2 Kapuas sedang menampilkan tarian daerah bersama para undangan dalam acara Deklarasi Aksi untuk Bumi .

Chandra Kirana dari Satuan Tugas Kelembagaan REDD+ bersama siswa SMPN 4 Selat Kapuas sedang menanam kayu Ulin pada Dekalrasi Aksi untuk Bumi di Kapuas pada 11 Februari 2013.

104

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

Sampit

Deklarasi Aksi untuk Bumi - Sekolah Sobat Bumi di Madrasah Tsanawiyah Negeri – Sampit

Sebagai bagian dari komitmen penyelenggaraan Sekolah Sobat Bumi di Kalimantan Tengah, MTs Negeri Sampit menyelenggarakan Deklarasi untuk Bumi - Sekolah Sobat Bumi (SSB) pada Sabtu 23 Februari 2013 di Sampit, Kota Waringin Timur. Sebelumnya, SMA Negeri 1 Sampit telah terlebih dahulu mendeklarasikan SSB pada 19 Januari 2013.

Menurut Kepala Sekolah MTs Negeri Sampit, H. Darmansyah, hal utama yang dikembangkan di sekolah ini adalah kesadaran dan pengetahuan mengenai pengelolaan sumber daya alam secara baik. “Kami telah menerapkan pembelajaran yang inovatif, yang mengangkat masalah dan kearifan lokal dalam proses pembelajaran, di antaranya tentang gambut, kebakaran hutan, kabut asap, illegal logging, dan solusi untuk mengatasi pencemaran udara,” ungkap Darmansyah.

Aksi untuk Bumi – SBB ini diselenggarakan di 11 sekolah di 4 Kabupaten/Kota Kalimantan Tengah guna mengukuhkan komitmen untuk menerapkan Konsep ESD , atau konsep pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan. Konsep ini meliputi: penyempurnaan kebijakan sekolah yang pro pembangunan berkelanjutan; penyempurnaan program pendidikan dan pembelajaran yang mengutamakan pembentukan nilai-nilai, mengedepankan kultur lokal, pelestarian keanekaragaman hayati dan ekosistem hutan gambut Kalimantan Tengah sebagai media pembelajaran; dan, peningkatan kualitas dan kompetensi pendidik dan sumber daya manusia di bidang pendidikan agar mampu membawa generasi masa depan yang pro pembangunan berkelanjutan.

Kegiatan ini diselenggarakan oleh Sekolah Sobat Bumi (SSB), bekerjasama dengan berbagai Dinas/Badan Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah, seperti Badan Lingkungan Hidup (BLH), Dinas Pendidikan, Dinas Kehutanan, Sekretariat Bersama REDD+ Kalimantan Tengah serta Mitra Sobat Bumi lainnya. Kegiatan ini berada dalam

105

payung program Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan (Education for Sustainable Development/ESD) BLH Provinsi Kalimantan Tengah bekerjasama dengan Satuan Tugas Persiapan Kelembagaan (Satgas) REDD+.

Menurut Kepala BLH Kabupaten Kota Waringin Timur, Suparman, kegiatan ini mempunyai makna yang penting dan besar bagi keberlanjutan pembangunan yang berwawasan lingkungan. “BLH Kabupaten Kotim sangat mendukung dan memberikan apresiasi, karena ini sejalan dengan rencana pemerintah dalam menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK),” ungkap Suparman saat menghadiri deklarasi untuk bumi – SSB di MTs Negeri Sampit.

Di Kalimantan Tengah, program ESD ini dilaksanakan dari pendidikan tingkat dasar hingga menengah atas. Selama Februari 2012 terdapat 9 SSB yang melaksanakan Aksi untuk Bumi, yaitu 2 SSB di Kabupaten Kapuas, 2 SSB di Kotawaringin Timur, 3 SSB Kota Palangka Raya, dan 2 SSB Kotawaringin Barat. Dalam gelar aksinya masing-masing SSB menanam ratusan hingga ribuan pohon, yang secara keseluruhan mencapai lebih dari 9.000 pohon spesies lokal.

Program ESD ini dirancang untuk mendorong kesadaran masyarakat melalui sekolah dan para mitra untuk membangun karakter cinta lingkungan dan menerapkan aktivitas ramah lingkungan dalam kehidupan sehari-hari. ESD diharapkan mengubah paradigma dan perilaku seluruh komponen masyarakat, khususnya dunia pendidikan, untuk berpartisipasi dalam mengimplementasikan empat pilar pembangunan berkelanjutan, yaitu pembangunan ekonomi yang adil, pelestarian lingkungan hidup, pengembangan ketahanan sosial, serta penguatan keanekaragaman budaya.

Program ESD Satgas REDD+ di Kalimantan Tengah mulai diperkenalkan sejak 2011. Sedangkan Sekolah Sobat Bumi sebagai komitmen sekolah dalam menerapkan ESD digalakkan pada bulan Juli 2012, dimulai dengan sosialisasi yang melibatkan 120 sekolah, dan dihadiri sekitar 400 peserta, terdiri dari Kepala Sekolah, Pengawas Sekolah, Guru dan

106

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

perwakilan Dinas Pendidikan dan BLH dari seluruh Kabupaten dan Kota. Pada akhir Desember 2012 Satgas REDD+ bersama BLH Provinsi Kalimantan Tengah sebagai penanggung jawab program memilih 11 sekolah di 4 Kabupaten/Kota sebagai percontohan Sekolah Sobat Bumi. Sekolah-sekolah pilihan tersebut diharapkan menjadi inspirasi bagi semua pihak terkait dalam pelaksanaan Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan.

Penandatanganan deklarasi dan penanaman pohon pada Deklarasi Aksi untuk Bumi di Sampit, Kotawaringin Timur pada 28 Februari 2013.

107

Pangkalan Bun

Deklarasi untuk Bumi

Harian lokal Kalimantan Tengah melaporkan kegiatan Sekolah Sobat Bumi di Pangkalan Bun. Sebagai bagian dari komitmen penyelenggaraan Sekolah Sobat Bumi di Kalimantan Tengah, SMA Negeri 1 Pangkalan Bun dan SMP Negeri 1 Arut Selatan menyelenggarakan Deklarasi untuk Bumi - Sekolah Sobat Bumi (SSB) pada Kamis, 28 Februari 2013 di Pangkalan Bun, Kotawaringin Barat.

Menurut Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Pangkalan Bun, Rusnah, sudah saatnya mengubah paradigma berpikir dalam proses pembelajaran dan kesadaran mengenai pengelolaan sumber daya alam secara baik.

“Untuk itu kami menerapkan proses pembelajaran yang inovatif, yang berorientasi kepada nilai-nilai luhur, holistik, yang kontektual dengan dengan kehidupan dan kearifan lokal, khususnya saat ini kita mendukung program pemerintah dalam pengurangan emisi dan pelestarian hutan Kalimantan Tengah,” ungkap Rusnah.

Sementara itu, Kepala Sekolah SMP Negeri 1 Arut Selatan, Indriati Panani, mengucapkan terima kasih atas semua bimbingan dalam mengubah paradigma warga sekolah menuju sekolah percontohan yang pro-pembangunan berkelanjutan. Sekolah itu kini mengedepankan pembelajaran yang kontekstual dan mengangkat budaya serta kekayaan hutan Kalimantan Tengah. Penerapan semacam ini diharapkan akan membuat semua peserta didik mencintai, menghargai, dan melestarikan lingkungan dan kearifan lokal khususnya.

Dalam sambutan Deklarasi Aksi untuk Bumi, Bupati Kotawaringin Barat (Kobar), H. Ujang Iskandar, menyatakan sebagai sekolah sobat bumi SMA Negeri 1 Pangkalan Bun dan SMP Negeri 1 Arut diharapkan menjadi sekolah unggulan dan contoh bagi sekolah lain dalam membangun warga sekolah pro-lingkungan. Pemerintah daerah kabupaten Kobar sangat mendukung kegiatan Aksi Bumi dengan menyiapkan lahan untuk

108

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

Hutan Sekolah dimana anak-anak akan belajar menanam, memelihara, dan mengenal beragam tanaman lokal.

Deklarasi dan gelar Aksi untuk Bumi-SBB ini diselenggarakan di 11 sekolah di 4 Kabupaten/Kota Kalimantan Tengah guna mengukuhkan komitmen untuk menerapkan Konsep ESD atau konsep pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan yang meliputi: penyempurnaan kebijakan sekolah yang pro-pembangunan berkelanjutan; penyempurnaan program pendidikan dan pembelajaran yang mengutamakan pembentukan nilai-nilai; mengedepankan kultur lokal, pelestarian keanekaragaman hayati dan ekosistem hutan gambut Kalimantan Tengah sebagai media pembelajaran; peningkatan kualitas dan kompetensi pendidik dan sumber daya manusia pendidikan agar mampu membawa generasi masa depan yang pro pembangunan berkelanjutan.

Kegiatan ini diselenggarakan oleh Sekolah Sobat Bumi (SSB), bekerjasama dengan berbagai dinas/badan Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah, seperti Badan Lingkungan Hidup (BLH), Dinas Pendidikan, Dinas Kehutanan, Sekretariat Bersama REDD+ Kalimantan Tengah serta Mitra Sobat Bumi lainnya. Kegiatan ini berada dalam payung program Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan (ESD) BLH Provinsi Kalimantan Tengah bekerjasama dengan Satgas REDD+.

Menurut Kepala BLH Kabupaten Kotawaringin Barat, Molta Dena, kegiatan ini mempunyai makna yang penting bagi keberlanjutan pembangunan yang berwawasan lingkungan.

“BLH Kabupaten Kobar sangat mendukung dan memberikan apresiasi, karena ini sejalan dengan rencana pemerintah dalam menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK). Saya berharap ke depan Sekolah ini dapat menjadi sekolah pilot yang berbudaya dan berwawasan lingkungan,” ungkap Molta Dena.

109

Di Kalimantan Tengah, program ESD ini dilaksanakan dari pendidikan tingkat dasar hingga menengah atas. Selama Februari 2012 terdapat 9 SSB yang melaksanakan Aksi untuk Bumi, yaitu 2 SSB di Kabupaten Kapuas, 2 SSB di Kotawaringin Timur, 3 SSB Kota Palangka Raya, dan 2 SSB Kotawaringin Barat. Dalam gelar aksinya masing-masing SSB menanam ratusan hingga ribuan pohon, yang secara keseluruhan mencapai kurang lebih dari 9.000 pohon spesies lokal.

Program ESD ini dirancang untuk mendorong kesadaran masyarakat, melalui sekolah dan para mitra, untuk membangun karakter cinta lingkungan dan menerapkan aktivitas ramah lingkungan dalam kehidupan sehari-hari.

Melalui ESD diharapkan mengubah paradigma dan perilaku seluruh komponen masyarakat, khususnya dunia pendidikan akan berubah, sehingga mereka berpartisipasi dalam mengimplementasikan empat pilar pembangunan berkelanjutan seperti pembangunan ekonomi yang adil, pelestarian lingkungan hidup, mengembangkan ketahanan sosial, serta memperkuat keanekaragaman budaya.

Program ESD Satgas REDD+ di Kalimantan Tengah mulai diperkenalkan sejak tahun 2011. Sedangkan Sekolah Sobat Bumi sebagai komitmen sekolah dalam menerapkan ESD digalakkan pada bulan Juli 2012, dimulai dengan sosialisasi yang melibatkan 120 sekolah, dan dihadiri sekitar 400 peserta, terdiri dari Kepala Sekolah serta Pengawas Sekolah, Guru dan perwakilan Dinas Pendidikan dan BLH dari seluruh Kabupaten dan Kota.

Pada akhir Desember 2012 Satgas REDD+ bersama BLH Provinsi Kalimantan Tengah sebagai penanggung jawab program memilih 11 sekolah di 4 Kabupaten/Kota sebagai percontohan Sekolah Sobat Bumi, yang diharapkan menjadi inspirasi bagi semua pihak terkait pelaksanaan pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan.

110

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

Penanaman pohon di hutan mini SMAN 1 Pangkalan Bun oleh Bapak Bupati Kotawaringin Barat

Pakaian pakaian dari bahan kulit kayu (kepua’) dengan pewarna alami dari pohon Jeronang.

Bab 6Mitos Sekolah di Indonesia

112

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

Mitos pada hakekatnya muncul dari sebuah ekspresi yang hidup sebagai hasil interaksi antar manusia dan lingkup hidup yang mengitarinya. Mitos terbentuk juga dari persepsi yang kemudian diyakini manusia sebelum ditularkan sepanjang interaksinya dengan orang lain. Demikian halnya dengan munculnya mitos-mitos yang berakar dari persepsi atas fakta tentang pendidikan di Indonesia. Dalam hal ini mitos bukan dipandang sebagai sebuah legenda atau laiknya mitologi Yunani. Mitos di sini lebih dimaknai sebagai sebuah kepercayaan orang yang diyakini sebagai sesuatu yang benar dan sedang terjadi meskipun kenyataannya tidak selalu sejalan dengan apa yang diyakini. Mitos bisa menjadi sebuah persepsi yang keliru.

Sistem pendidikan di Indonesia berikut carut marutnya juga menimbulkan persepsi yang kadang keliru atau kadang benar. Timbul bermacam-macam anggapan mengenai sistem pendidikan di negeri ini. Hal ini mengingatkan pada John Holt, seorang guru dari Amerika Serikat, yang pada kurun 1970an menghembuskan konsep unschooling. Ia berpandangan bahwa sekolah hanya berpandangan sempit tentang belajar dan pengetahuan. Ia mengkritik sistem pendidikan yang hanya meyakini bahwa proses belajar hanya terjadi pada ruang kelas tertentu, pada jam tertentu, berdasarkan kurikulum tertentu, yang disampaikan oleh pendidik berkualitas tertentu. Padahal menurut Holt, pembelajaran dan pengetahuan itu ada dimana-mana sehingga anak dapat belajar dimanapun, kapanpun, dengan apapun. Holt yang mantan guru itu sekaligus mengkritisi bahwa cara belajar di sekolah hanya menempatkan guru sebagai orang yang aktif memberikan pembelajaran. Sementara peserta didik hanya pasif menunggu penjelasan dan instruksi. Menurutnya model pendidikan ini sangat artifisial. Guru dan siswa belajar hanya demi nilai bukan demi pengetahuan.

Pada bab ini, ada beragam pandangan atau mitos keliru ketika mengaitkan sistem pendidikan di negeri ini dengan pendidikan lingkungan untuk pembangunan berkelanjutan. Salah satu yang paling mudah adalah anggapan bahwa pendidikan lingkungan itu bukan merupakan isu penting yang layak dimasukkan dalam kurikulum sekolah. Mengejar kelulusan di sistem Ujian Nasional jauh lebih penting daripada berkutat

113

dengan masalah lingkungan. Mitos yang sudah terlanjur berkembang di masyarakat ini dicoba diluruskan ketika berhadapan dengan isu pendidikan lingkungan.

Sekolah Bagus Perlu Banyak Dana

Dengan makin tingginya biaya pendidikan di Indonesia dewasa ini, tidak mengherankan jika ada mitos yang berkembang di masyarakat, bahwa semakin mahal biaya di sebuah sekolah akan semakin bermutu sekolah tersebut. Tidak dipungkiri mitos ini bahkan sudah diyakini sebagai kebenaran umum, apalagi ketika menyangkut sekolah-sekolah yang ada di kota besar. Namun kenyataannya, sekolah yang bagus bukan, atau tidak selalu, sekolah yang fisiknya bagus. Dalam konteks ini, lingkungan sekolah yang bersih dan nyaman, lingkungan sekolah yang mendukung proses belajar mengajar justru lebih pantas dianggap sebagai sekolah yang bagus. Ini bukan semata-mata karena petugas kebersihan yang rajin, tapi kesadaran tiap warga sekolah untuk selalu menjaga kenyamanan sekolah.

Untuk membangun lingkungan sekolah yang sehat diperlukan partisipasi seluruh warga sekolah, termasuk orang tua, dan instansi terkait sampai menjadikan hal tersebut sebagai budaya yang tecermin dalam keseharian. Diperlukan komitmen, konsistensi, dan kerjasama untuk mempertahankan mutu sekolah, karena membangun budaya sekolah tidak dapat dilakukan hanya dalam satu saat tertentu. Menerapkan konsep ESD adalah membangun sekolah sebagai satu kesatuan yang utuh, tidak hanya kurikulum atau fasilitas saja. Sekolah yang baik adalah sekolah yang menyelenggarakan pendidikan dengan mendorong dan menekankan partisipasi serta tanggung jawab setiap warga sekolah dalam membuat keputusan.

114

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

Hanya Siswa Pandai Yang Mudah Difasilitasi dalam Kegiatan Belajar dan Mengajar

Sudah menjadi kecenderungan umum bahwa seorang pendidik akan condong lebih memiliki preferensi pada anak yang lebih pintar secara akademis di kelas. Bagaimanapun juga, dalam kegiatan belajar mengajar tradisional, anak-anak yang unggul biasanya akan mendominasi proses belajar mengajar secara akademis. Mereka lebih mudah menyerap apa yang disampaikan oleh guru. Akan tetapi, dalam penerapan konsep ESD, guru dituntut untuk mengenal dan memfasilitasi setiap anak karena hak setiap anak sama. Dalam konteks ini, tidak ada lagi dikotomi antara anak yang cemerlang dan anak yang bodoh dan lambat dalam pembelajaran. Justru guru harus berperan sebagai fasilitator yang dapat membangun kemampuan berpikir kritis untuk menyikapi kondisi ekonomi, lingkungan, sosial, dan budaya dalam konteks pembangunan berkelanjutan. Melalui konsep ESD, setiap anak memiliki kesempatan yang sama untuk menggali potensi dirinya sehingga dapat menjalankan perannya sebagai warga negara.

Menerapkan ESD Merepotkan

Ketika konsep ESD diperkenalkan secara khusus melalui pelatihan-pelatihan, tidak sedikit pendidik yang bereaksi secara skeptis dan bahkan apriori terhadap konsep tersebut. Banyak guru bertanya sekaligus khawatir kalau-kalau pekerjaan mereka akan bertambah rumit bila menggunakan konsep ESD. Anggapan ini dalam artian tertentu dapat dipahami, karena sebagian besar guru merasakan bahwa menjalankan kurikulum yang ada saat ini pun sudah cukup merepotkan. Apalagi jika harus mengubah paradigma dan cara pandang lama mereka, proses ini memang tidak mudah. Namun ketika para pendidik itu sudah memiliki paradigma yang utuh tentang konsep ESD, sedikit demi sedikit cara mengajar dan tata kelola sekolah pun akan berubah menjadi lebih baik. Saat menerapkan konsep ESD, guru harus menyadari benar perannya dalam proses belajar mengajar. Mereka berfungsi sebagai teladan, fasilitator, mentor, teman yang kritis, teman yang membangun budaya

115

bernalar, atau teman yang memiliki pengalaman lebih. Sebagai teman belajar, guru perlu membuat sebuah perencanaan untuk menciptakan suasana belajar yang kolaboratif, holistik, konseptual, dan kontekstual. Menerapkan Konsep ESD Menyulitkan Anak dalam Persiapan Menghadapi Ujian Nasional

Ujian Nasional (UN) diselenggarakan berdasarkan UU No. 20/2003 atas prakarsa Departemen Pendidikan Nasional. Tujuannya untuk mengendalikan mutu pendidikan secara nasional. Ini juga dianggap sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan. Namun dalam perkembangannya banyak sekolah yang harus berkompetisi agar angka kelulusan peserta didik 100 persen. Akibatnya, para pendidik dan peserta didik pun berlomba-lomba untuk mengejar nilai akademis semata. Tujuannya jelas, yaitu nilai yang dicapai memenuhi standar kelulusan. Iklim persaingan ini terkesan menjadi tidak sehat ketika banyak pihak memanfaatkan momentum persaingan ini dengan menghalalkan segala upaya agar anak didik lulus dan sekolah tetap dianggap akuntabel di mata publik.

Di tengah hiruk pikuk persaingan nilai UN, pengenalan konsep ESD menghadapi sedikit resistensi dari pihak sekolah. Para guru khawatir penerapan konsep ESD ini justru akan menimbulkan masalah tersendiri yang menghambat kelulusan siswa dalam Ujian Nasional.

Padahal kenyataannya, konsep ESD mendorong proses belajar yang lebih mendalam karena waktu berproses yang relatif lebih lama. Pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan ini menekankan pembelajaran melalui pengalaman langsung. Konsep ini sekaligus menekankan peningkatan kemampuan bernalar pada siswa. Justru anak didik terbantu dan akan terlatih untuk berpikir secara komprehensif dan holistik dalam proses pembelajaran mereka.

116

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

116

Pendidikan Karakter versus UN

Banyak program dan anggaran besar dikeluarkan untuk membangun karakter generasi masa depan. Banyak pelatihan pembelajaran yang menanamkan nilai-nilai dengan beragam metodologi diadakan untuk mencerahkan guru dan peserta didik. Harapannya mereka dapat membangun kreativitas, berpikir kritis, inovatif, dan sebagainya. Namun pada akhirnya pelatihan dan metodologi tersebut tidak diterapkan oleh sebagian besar guru dalam konteks kegiatan belajar dan mengajar. Sekarang sebagian guru hanya berfokus pada kelulusan UN. Orientasi kelulusan ini tidak jarang dilakukan dengan menghalalkan segala cara. Dampak yang lebih buruk lagi, ditengarai ada banyak karakter negatif yang muncul hanya untuk meraih nilai UN yang memuaskan. Bahkan yang lebih menyedihkan, anak-anak dilibatkan dan diajak berkonspirasi untuk melakukan hal buruk tersebut.

Contoh nyata yang diambil dari berita Kompas ini akan memberikan gambaran betapa karakter negatif sudah muncul di masyarakat dan warga sekolah. Kebenaran justru terkalahkan oleh kesalahan kolektif yang dianggap benar.

Ibu Siami, Si Jujur yang Malah Ajur

SURABAYA, KOMPAS.com — Siami tak pernah membayangkan niat tulus mengajarkan kejujuran kepada anaknya malah menuai petaka. Warga Jl Gadel Sari Barat, Kecamatan Tandes, Surabaya, itu diusir ratusan warga setelah ia melaporkan guru SDN Gadel 2 yang memaksa anaknya, Al, memberikan contekan kepada teman-temannya saat ujian nasional pada 10-12 Mei 2011 lalu. Bertindak jujur malah ajur.

Teriakan “Usir, usir…tak punya hati nurani,” terus menggema di Balai RW 02 Kelurahan Gadel, Kecamatan Tandes, Surabaya, Kamis (9/6/2011) siang. Ratusan orang menuntut Ny Siami meninggalkan kampung.

117

Sementara wanita berkerudung biru di depan kerumunan warga itu hanya bisa menangis pilu. Suara permintaan maaf Siami yang diucapkan dengan bantuan pengeras suara nyaris tak terdengar di tengah gemuruh suara massa yang melontarkan hujatan dan caci maki.

Keluarga Siami dituding telah mencemarkan nama baik sekolah dan kampung. Setidaknya empat kali, warga menggelar aksi unjuk rasa, menghujat tindakan Siami. Puncaknya terjadi pada Kamis siang kemarin. Lebih dari 100 warga Kampung Gadel Sari dan wali murid SDN Gadel 2 meminta keluarga penjahit itu enyah dari kampungnya.

Padahal, agenda pertemuan tersebut sebenarnya mediasi antara warga dan wali murid dengan Siami. Namun, rembukan yang difasilitasi Muspika (Musyarah Pimpinan Kecamatan Tandes) itu malah berbuah pengusiran. Mediasi itu sendiri digelar untuk menuruti tuntutan warga agar keluarga Siami minta maaf di hadapan warga dan wali murid.

Siami dituding sok pahlawan setelah melaporkan wali kelas anaknya, yang diduga merancang kerjasama contek-mencontek dengan menggunakan anaknya sebagai sumber contekan.

Sebelumnya, Siami mengatakan, dirinya baru mengetahui kasus itu pada 16 Mei lalu atau empat hari setelah UN selesai. Itu pun karena diberi tahu wali murid lainnya, yang mendapat informasi dari anak-anak mereka bahwa Al, anaknya, diplot memberikan contekan. Al sendiri sebelumnya tidak pernah menceritakan ‘taktik kotor’ itu. Namun, akhirnya sambil menangis, Al, mengaku. Ia bercerita sejak tiga bulan sebelum UN sudah dipaksa gurunya agar mau memberi contekan kepada seluruh siswa kelas 6. Setelah Al akhirnya mau, oknum guru itu diduga menggelar simulasi tentang bagaimana caranya memberikan contekan.

Siami kemudian menemui kepala sekolah. Dalam pertemuan itu, kepala sekolah hanya menyampaikan permohonan maaf. Ini tidak memuaskan Siami. Dia penasaran, apakah skenario contek-mencontek itu memang didesain pihak sekolah, atau hanya dilakukan secara pribadi oleh guru kelas VI.

118

Setelah itu, dia mengadu pada Komite Sekolah, namun tidak mendapat respons memuaskan, sehingga akhirnya dia melaporkan masalah ini ke Dinas Pendidikan serta berbicara kepada media, sehingga kasus itu menjadi perhatian publik.

Dan perkembangan selanjutnya, warga dan wali murid malah menyalahkan Siami dan puncaknya adalah aksi pengusiran terhadap Siami pada Kamis kemarin. Situasi panas sebenarnya sudah terasa sehari menjelang pertemuan. Hari Rabu (8/6), warga sudah lebih dulu menggeruduk rumah Siami di Jl Gadel Sari Barat.

Demo itu mendesak Ny Siami meminta maaf secara terbuka. Namun, Siami berjanji menyampaikannya, Kamis.

Pertemuan juga dihadiri Ketua Tim Independen, Prof. Daniel M. Rosyid, Ketua Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dindik Tandes, Dakah Wahyudi, Komite Sekolah, dan sejumlah anggota DPRD Kota Surabaya. Satu jam menjelang mediasi, sudah banyak massa terkonsentrasi di beberapa gang.

Pukul 09.00 WIB, tampak Ny Siami ditemani kakak dan suaminya, Widodo dan Saki Edi Purnomo mendatangi Balai RW. Mereka berjalan kaki karena jarak rumah dengan balai pertemuan ini sekitar 100 meter. Massa yang sudah menyemut di sekitar balai RW langsung menghujat keluarga Siami.

Mereka langsung mengepung keluarga ini. Beberapa polisi yang sebelumnya memang bersiaga langsung bertindak. Mereka melindungi keluarga ini untuk menuju ruang Balai RW. Warga kian menyemut dan terus memadati balai pertemuan. Ratusan warga terus merangsek. Salah satu ibu nekat menerobos. Namun, karena yang diizinkan masuk adalah perwakilan warga, perempuan ini harus digelandang keluar oleh petugas.Mediasi diawali dengan mendengarkan pernyataan Kepala UPT Tandes, Dakah Wahyudi. Ia menyatakan bahwa seluruh kelas VI SDN Gadel 2 tidak akan kena sanksi mengulang UN. Ucapan Dakah sedikit membuat

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

119

warga tenang. Namun, situasi kembali memanas. Apalagi Ny Siami tidak segera diberi kesempatan menyampaikan permintaan maaf secara langsung.

Kemudian warga diminta kembali mendengarkan paparan yang disampaikan Prof. Daniel M. Rosyid. Ketua tim independen pencari fakta bentukan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini ini berusaha menyejukkan warga dengan menyebut dirinya asli Solo. Dikatakan bahwa Solo, Surabaya adalah juga Indonesia, sehingga setiap warga tidak berhak mengusir warga Indonesia.

Kemudian dia berusaha berdialog santai dengan warga. Ada salah satu warga menyeletuk. “Kalau kita dikatakan menyontek massal. Lantas, kenapa saat menyontek pengawas membiarkannya,” ucap salah satu ibu yang mendapat tepukan meriah warga lain.

Warga juga menyatakan bahwa menyontek sudah terjadi di mana-mana dan wajar dilakukan siswa agar bisa lulus. Mendengar hal ini, Daniel kemudian memperingatkan bahwa perbuatan menyontek adalah budaya buruk. Di masyarakat manapun, perbuatan curang dan tidak jujur ini tidak bisa ditoleransi.

”Menyontek adalah awal dari korupsi. Jika perbuatan curang ini sudah dianggap biasa, maka ini akan membuka perilaku yang lebih menghancurkan masyarakat. Tentu tidak ada yang mau demikian,” sindir Daniel.

Kemudian mediasi dilanjutkan dengan menghadirkan Kepala SDN Gadel 2, Sukatman. Akibat kasus contekan massal di sekolahnya, Sukatman dan dua guru kelas VI dicopot. Sukatman menyampaikan permintaan maaf kepada wali murid.

Namun wali murid menyambut dengan teriakan bahwa Sukatman tidak salah. Yang dianggap salah adalah keluarga Siami karena membesar-besarkan masalah. Warga pun kembali berteriak “usir… usir”. Namun

120

warga mulai tenang karena Sukatman tempak menghampiri Ny Siami dan suaminya. Mantan Kasek ini langsung meraih tangan ibunda Al dan saling meminta maaf. Namun, setelah itu warga kembali riuh rendah.

Setelah Siami diberi kesempatan berbicara, keributan langsung pecah. Suara massa di luar balai RW terus membahana, menghujat keluarga Siami. Padahal saat itu, Siami sedang menyiapkan mental dengan berdiri di hadapan warga.

Meski sudah berusaha tegar, namun ibu dua anak ini mulai lemah. Dia tampak berdiri merunduk sementara kedua matanya sudah mengeluarkan air mata. “Saya minta maaf kepada semua warga…” ucap Siami yang tak sanggup lagi meneruskan kalimatnya.

Namun, sang suami terus membimbing, membuat perempuan ini kembali melanjutkan pernyataan maaf. Namun, suasana kian ricuh karena massa terus berteriak “usir”. Baik petugas polisi dan tokoh masyarakat berusaha menenangkan situasi. Baru kemudian kembali terdengar suara Siami.

Dengan tangan gemetar dan ketegaran yang dipaksakan, Siami kembali berucap, “Saya tidak menyangka permasalahan akan seperti ini. Saya hanya ingin kejujuran ada pada anak saya. Saya sebelumnya sudah berusaha menyelesaikan persoalan dengan baik-baik.”

Pernyataan tulus Siami tidak juga membuat massa tenang, sampai akhirnya polisi memutuskan untuk mengevakuasi Siami dan keluarganya. Siami diarahkan ke mobil polisi dengan pengamanan pagar betis. Namun massa tetap berusaha merangsek, ingin meraih tubuh Siami. Sejumlah warga bahkan sempat menarik-narik kerudung Siami hingga hampir terlepas. Siami akhirnya berhasil diamankan ke Mapolsek Tandes.

Baik Ny Siami dan suaminya enggan memberi komentar usai kericuhan. Namun, kakak kandung Siami, Saki, mengakui bahwa adiknya saat ini dalam tekanan yang luar biasa. “Dia tak tahan lagi dengan tekanan warga. Sampai tidak mau makan hari-hari ini. Nanti kami akan merasa tenang

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

121

jika di Gresik,” kata Saki. Benjeng, Gresik adalah daerah asal Siami. Saat ini Al, anak Siami yang dipaksa memberi contekan, juga diungsikan ke Benjeng setelah rumahnya beberapa kali didemo warga.

Sementara itu, Ny Leni, perwakilan warga menyatakan bahwa pihaknya masih akan terus menuntut agar tiga guru yang dicopot tetap mengajar di SDN Gadel 2 dan menuntut Siami bertanggung jawab.

Budaya sakit

Prof Daniel M Rosyid yang juga Penasihat Dewan Pendidikan Jatim, menyesalkan tindakan warga Gadel yang berencana mengusir keluarga Siami, ibunda Al. “Tuntutan warga untuk mengusir keluarga Al tidak masuk akal. Itu tidak bisa dituruti,” katanya.

Daniel menilai tuntutan warga tersebut sudah tidak rasional. Perbuatan benar yang dilakukan ibu Al, Siami, dinilai warga justru malah salah. Tindakan menyontek rupanya sudah mengakar dan menjadi kebiasaan bahkan budaya di masyarakat. “Warga ternyata sakit,” katanya.

Lagi pula Kepala Sekolah Sukatman dan dua guru kelas VI, Fatkhur Rohman dan Prayitno, sudah legowo dan menerima keputusan sanksi yang diberikan. “Saya kira ini kalau dibiarkan masyarakat akan sakit terus. Orang jujur malah ajur, ini harus kita cegah,” papar Daniel.

Sebelumnya, hasil tim independen pimpinan Daniel Rosyid menyampaikan temuannya bahwa Al, anak Siami, memang diintimidasi guru sehingga mau memberikan contekan. Namun, tim tidak menemukan cukup bukti sehingga UN di SDN Gadel 2 perlu diulang. Alasannya tim independen tidak menemukan hasil jawaban UN yang sistemik sama, dan nilai UN pun hasilnya tidak sama. Al ternyata membuat contekan yang diplesetkan. Al tidak seluruhnya memberikan jawaban yang benar. Dan kawannya pun tidak sepenuhnya percaya dengan jawaban Al. Sehingga hasil ujian tidak sama.

122

Di Balik Layar Menjadi Sekolah IndonesiaDi Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

Selain itu tim juga mempertimbangkan UN ulang akan memberatkan siswa dan wali murid. Sanksi yang direkomendasikan yakni sanksi administratif dari Pemkot Surabaya kepada guru yang melakukan intimidasi kepada Al.

Berdasarkan temuan tim independen ditambah pemeriksaan Inspektorat Pemkot Surabaya itulah, Wali Kota Tri Rismaharini akhirnya mencopot Kepala Sekolah SDN Gadel 2 Sukatman dan dua guru kelas VI Fatkhur Rohman dan Prayitno.

Lingkungan dan Muatan Lokal versus ESD

Ketika baru berkenalan dengan konsep ESD, kebanyakan sekolah langsung memikirkan program sekolah bersih, penanaman pohon, kebun organik, sekolah “hijau”, sekolah ramah lingkungan, dan sebagainya. Memang pendidikan lingkungan merupakan bagian dari penerapan pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan (ESD). Tapi penerapan konsep ESD lebih dari sekadar itu. Penerapan ESD memerlukan pemikiran holistik yang mencakup seluruh pihak yang terkait dengan keberlangsungan kegiatan sekolah.

ESD bukanlah satu materi khusus, namun ESD merupakan adalah konsep yang harus dijadikan landasan berpikir yang dicairkan dalam setiap saat proses pembelajaran yang berlangsung. Nilai-nilai karakter yang positif, norma dan budaya selalu harus dikedepankan dan diterapkan di sekolah. Dalam konsep ESD, para pendidik harus memiliki kecakapan berpikir secara holistik, sehingga tidak mengotak-kotakkan pembelajaran. Memang ada pendalaman spesifik di setiap mata pelajaran, tapi melalui guru, para siswa harus dapat melihat gambaran besar dari permasalahan yang ada. Melalui konsep ESD, siswa belajar bahwa semua permasalahan yang ada di dunia saling terkait dan tidak dapat berdiri sendiri. Demikian pula kita perlu mengajarkan satu pola

123

berpikir yang komprehensif kepada para siswa sehingga mereka tidak melihat permasalahan secara parsial atau terkotak-kotak.

Nonmainstream versus Kurikulum yang Ada

Ada ketakutan yang mungkin dirasakan oleh para pendidik yang cenderung menggunakan pola pikir tradisional. Akibatnya akan muncul kekhawatiran bahkan resistensi karena mereka beranggapan ESD akan berseberangan dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) seperti yang digunakan dalam sistem pendidikan sekarang.

Sekolah-sekolah yang menggunakan konsep ESD tidak serta merta dianggap menyalahi kurikulum nasional yang ada. Justru penerapan ESD dapat berjalan beriringan dengan implementasi kurikulum yang ada. ESD adalah sebuah konsep berpikir untuk mematangkan kurikulum yang ada menjadi sajian yang tepat bagi siswa. Mungkin untuk saat ini masih belum banyak sekolah yang menggunakan konsep ESD ini. Namun, bukan mustahil beberapa tahun ke depan konsep ESD ini akan digunakan di sekolah-sekolah di Indonesia. Apalagi pemerintah juga mendukung konsep ini melalui regulasi dan kebijakan yang dikeluarkannya.

Kurikulum versus Buku Penerbit

Kadang guru terlena menggunakan buku dari penerbit sebagai satu-satunya sumber belajar. Namun, bila kita cermati, terkadang tidak seluruh isi buku sesuai untuk diimplementasikan dalam proses belajar mengajar. Terkadang isi buku tidak sesuai dengan Standar Kompetensi/ Kompetensi Dasar (SK/KD). Bahkan biasanya tingkat kesulitannya melebih Standar Kompetensi Kelulusan yang ada. Tapi yang pasti bahan ajar di buku tidak sesuai dengan konteks di mana peserta didik belajar, karena tidak ada relevansi dengan tempat tinggal peserta didik. Tidak bisa dipungkiri kebanyakan buku ditulis dan diterbitkan di Pulau Jawa. Contoh-contoh yang digunakan pun banyak mengacu pada kondisi di

124

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

Pulau Jawa. Siswa di luar Pulau Jawa terkadang merasa asing dengan detail-detail yang ada dalam buku tersebut. Di sisi lain, bila guru tidak menarik pembelajaran ke dalam kehidupan sehari-hari para peserta didik, pembelajaran itu kurang membangun kepekaan siswa untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Dalam menggunakan sumber belajar, guru harus benar-benar memahami kurikulum supaya dapat meramu sendiri pembelajaran yang sesuai, konseptual, dan kontekstual. Buku penerbit dapat digunakan sebagai referensi, tetapi guru juga harus memiliki kemampuan memilah dan memilih materi dari buku yang dipakai agar apa yang disampaikan memang dekat dengan kondisi nyata para peserta didik.

Silabus atau RPP adalah Kitab Suci

Silabus atau Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah dokumen yang dapat dibuat siapa saja sesuai dengan pembelajaran yang diperlukan. Namun sebagian besar guru menganggap silabus dan RPP yang didapatkan dari banyak sumber adalah “kitab suci” dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sehingga tidak boleh diubah dan harus dijadikan acuan. Ada banyak sumber silabus dan RPP yang dapat diunduh dari internet atau dari beragam sumber lain yang belum tentu cocok dengan kondisi sekolah atau bahkan tidak cocok dengan kreatifitas atau proses pembelajaran yang diterapkan oleh para guru. Dokumen ini seringkali tidak hanya tidak cocok dengan situasi dan kondisi nyata sekolah, tetapi silabus itu juga kadangkala merupakan materi yang tidak layak untuk disampaikan di kelas.

Untuk mengetahui kurikulum yang sebenarnya, guru harus mengetahui regulasi-regulasi yang berlaku, mengetahui tujuan pendidikan nasional, terutama visi-misi sekolah. Dengan mengetahui kekuatan visi-misi sekolah, guru-guru dapat membuat sendiri silabus dan RPP sehingga selaras dengan pengembangan kurikulum sekolah. Banyak guru yang belum mengetahui “roh” yang mendasari kurikulum. Dokumen-dokumen tersebut terkadang hanya menjadi simbol “keagungan” dan

125

menjadi formalitas yang mutlak diperlukan saat akreditasi sekolah. Ironisnya, hakikat sebenarnya justru tidak benar-benar dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar.

Jumlah Tatap Muka Berkurang Jika Menggunakan Sistem Kolaborasi

Dalam konsep ESD, pola pendidikan diterapkan dengan prinsip berpikir yang holistik. Artinya, semua mata pelajaran bukan lagi dilihat secara parsial, karena ada saling keterkaitan di antara mata pelajaran tersebut ketika menerapkan konsep pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan. Apabila konsep holistik ini kurang dipahami secara benar, maka akan ada kekhawatiran bahwa jumlah tatap muka proses belajar mengajar akan berkurang dengan adanya kolaborasi antar mata pelajaran. Padahal kenyataannya, justru dengan adanya kolaborasi, guru memiliki waktu lebih banyak untuk memfasilitasi para peserta didik mendalami materi pelajaran sekalipun dengan mata pelajaran yang berbeda-beda. Pada hakikatnya, metode kolaborasi ini akan membuat proses belajar mengajar lebih efektif dan produktif.

Standar Nasional versus Standar Internasional

Banyak sekolah merasa bangga memiliki kelas atau kurikulum berstandar internasional. Orangtua dan peserta didik seolah sudah terobsesi dengan kurikulum sekolah yang bertaraf internasional. Di sisi lain, mereka seolah merasa rendah dan kehilangan prestise kalau menganut kurikulum lokal. Kurikulum nasional kemudian dipandang sebagai kurikulum kelas dua dalam hal kualitas. Padahal kalau saja kurikulum Indonesia yang sesungguhnya dijalankan dengan benar, kita sudah menerapkan standar pendidikan yang benar dan diakui secara internasional. Regulasi Pendidikan Nasional yang berlaku, yaitu Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, dan Peraturan Menteri, seperti Regulasi 8 Standar Pendidikan Nasional, sudah merupakan adaptasi sistem pendidikan yang dihimbau badan dunia melalui UNESCO.

126

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

Pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Pembangunan Berkelanjutan (World Summit on Sustainable Development/WSSD) di Johannesburg pada 2002, Indonesia memutuskan untuk ikut melaksanakan pembangunan berkelanjutan. Hal ini sejalan dengan Agenda 21 Indonesia, Strategi Nasional untuk Pembangunan Berkelanjutan, Kantor Kementerian Negara Lingkungan Hidup, Jakarta. Sidang umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ke-57 tahun 2002 mendeklarasikan periode 2005-2014 sebagai dekade pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan (Decade of Education for Sustainable Development/DESD). Dengan legitimasi bertaraf internasional ini, maka sudah jelas bahwa standar kualitas pendidikan nasional sebenarnya sudah sesuai dengan standar internasional. Dengan demikian, tidak ada lagi alasan untuk menomorduakan standar nasional di bidang pendidikan.

127

Lampiran 1Landasan Implementasi ESD

128

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

Undang-Undang Dasar 1945

Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 khususnya pada Pasal 31 ayat 3 mengamanatkan bahwa: “pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan Undang-Undang”

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan penyelenggaraan pendidikan nasional adalah membentuk Insan Indonesia Cerdas, Komprehensif, dan Kompetitif, yang meliputi: cerdas spiritual, cerdas emosional dan sosial, cerdas intelektual, serta cerdas kinestetik”.

Pasal 4 (1): Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.

Pasal 4 (3): Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.

Pasal 4 (4):  Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran.

129

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005-2025

Kebijakan dan strategi nasional pembangunan yang berkelanjutan dicerminkan dalam misi RPJPN 2005-2025, yakni: “mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila; serta mewujudkan Indonesia asri dan lestari dengan memperbaiki pengelolaan pelaksanaan pembangunan yang dapat menjaga keseimbangan antara pemanfaaatan, keberlanjutan, keberadaan, dan kegunaan sumber daya alam dan lingkungan hidup dengan tetap menjaga fungsi, daya dukung, dan kenyamanan dalam kehidupan pada masa kini dan masa depan.”

Pembangunan Jangka Menengah Ke-2 (2010-2014) mengarahkan bahwa “pencapaian pembangunan yang berkelanjutan, pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup dikembangkan melalui penguatan kelembagaan dan peningkatan kesadaran masyarakat, proses rehabilitasi dan konservasi sumber daya alam dan lingkungan hidup yang disertai menguatnya partisipasi aktif masyarakat; terpeliharanya keanekaragaman hayati dan kekhasan sumber daya alam tropis lainnya yang dimanfaatkan untuk mewujudkan nilai tambah, daya saing bangsa, serta modal pembangunan nasional pada masa yang akan datang”; dst.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Pasal 65: Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari hak asasi manusia.

Pasal 65 ayat (2) dinyatakan bahwa: Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan lingkungan hidup, akses informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan dalam memenuhi hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.

130

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

Pasal 66: Setiap orang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata.

Pasal 67: Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian lingkungan hidup serta mengendalikan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.

Rencana Strategis Kementerian Pendidikan Nasional (Renstra Kemdiknas) Tahun 2010-2014

Paradigma Pendidikan: 1.3.4 Pendidikan untuk Perkembangan, Pengembangan, dan/atau Pembangunan Berkelanjutan (PuP3B). Paradigma tersebut mengajak manusia untuk berpikir tentang keberlanjutan planet bumi dan keseluruhan alam semesta. Pendidikan harus menumbuhkan pemahaman tentang pentingnya keberlanjutan dan keseimbangan ekosistem, memberikan pemahaman tentang nilai-nilai tanggung jawab sosial dan natural kepada peserta didik bahwa mereka adalah bagian dari sistem sosial yang harus bersinergi dengan manusia lain dan bagian dari sistem alam yang harus bersinergi dengan alam beserta seluruh isinya. Dengan nilai-nilai itu maka akan muncul pemahaman kritis tentang lingkungan.

Nota Kesepahaman antara Menteri Negara Lingkungan Hidup dan Menteri Pendidikan Nasional No.03/MENLH/02/2010 dan No.01/II/KB/2010 tentang Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH)

Pasal 2 tentang Ruang Lingkup pada kesepakatan tersebut meliputi: a. Pengembangan pelaksanaan pendidikan untuk pembangunan

yang berkelanjutan (ESD) termasuk pendidikan lingkungan hidup yang dilaksanakan pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan

131

sebagai wadah atau sarana menciptakan perubahan pola pikir, sikap, serta perilaku manusia yang berbudaya lingkungan hidup;

b. Koordinasi dan sinergi dalam penyusunan program pendidikan lingkungan hidup jangka pendek, menengah, dan panjang, sebagai bagian dari ESD;

132

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL

REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 22 TAHUN 2006

TENTANG

STANDAR ISI UNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,

Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 8 ayat

(3), Pasal 10 ayat (3), Pasal 11 ayat (4), Pasal 12 ayat (2), dan Pasal 18 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);

2. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4496);

3. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tatakerja Kementrian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2005;

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No. 22/2006 Tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah

133

PERMEN NOMOR 22 TAHUN 2006.doc

2

4. Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004 mengenai Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;

Memperhatikan : Surat Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan Nomor 0141/BSNP/III/2006 tanggal 13 Maret 2006 dan Nomor 0212/BSNP/V/2006 tanggal 2 Mei;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL TENTANG STANDAR ISI UNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH.

Pasal 1

(1) Standar Isi untuk satuan Pendidikan Dasar dan Menengah yang

selanjutnya disebut Standar Isi mencakup lingkup materi minimal dan tingkat kompetensi minimal untuk mencapai kompetensi lulusan minimal pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.

(2) Standar Isi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum pada Lampiran Peraturan Menteri ini.

Pasal 2

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 23 Mei 2006 MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL, TTD. BAMBANG SUDIBYO

134

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

2

BAB II KERANGKA DASAR DAN STRUKTUR KURIKULUM

A. Kerangka Dasar Kurikulum 1. Kelompok Mata Pelajaran

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 6 ayat (1) menyatakan bahwa kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan, dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:

a. kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia;

b. kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian;

c. kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi;

d. kelompok mata pelajaran estetika;

e. kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan.

Cakupan setiap kelompok mata pelajaran disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Cakupan Kelompok Mata Pelajaran

No Kelompok Mata Pelajaran

Cakupan

1. Agama dan Akhlak Mulia

Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia. Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, atau moral sebagai perwujudan dari pendidikan agama.

135 3

No Kelompok Mata Pelajaran

Cakupan

2. Kewarganega-raan dan Kepribadian

Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian dimaksudkan untuk peningkatan kesadaran dan wawasan peserta didik akan status, hak, dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta peningkatan kualitas dirinya sebagai manusia.

Kesadaran dan wawasan termasuk wawasan kebangsaan, jiwa dan patriotisme bela negara, penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia, kemajemukan bangsa, pelestarian lingkungan hidup, kesetaraan gender, demokrasi, tanggung jawab sosial, ketaatan pada hukum, ketaatan membayar pajak, dan sikap serta perilaku anti korupsi, kolusi, dan nepotisme.

3. Ilmu Pengetahuandan Teknologi

Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada SD/MI/SDLB dimaksudkan untuk mengenal, menyikapi, dan mengapresiasi ilmu pengetahuan dan teknologi, serta menanamkan kebiasaan berpikir dan berperilaku ilmiah yang kritis, kreatif dan mandiri.

Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada SMP/MTs/SMPLB dimaksudkan untuk memperoleh kompetensi dasar ilmu pengetahuan dan teknologi serta membudayakan berpikir ilmiah secara kritis, kreatif dan mandiri.

Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada SMA/MA/SMALB dimaksudkan untuk memperoleh kompetensi lanjut ilmu pengetahuan dan teknologi serta membudayakan berpikir ilmiah secara kritis, kreatif dan mandiri.

Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada SMK/MAK dimaksudkan untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi, membentuk kompetensi, kecakapan, dan kemandirian kerja.

4. Estetika Kelompok mata pelajaran estetika dimaksudkan untuk meningkatkan sensitivitas, kemampuan mengekspresikan dan kemampuan mengapresiasi keindahan dan harmoni. Kemampuan mengapresiasi dan mengekspresikan keindahan serta harmoni mencakup apresiasi dan ekspresi,

136

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

4

No Kelompok Mata Pelajaran

Cakupan

baik dalam kehidupan individual sehingga mampu menikmati dan mensyukuri hidup, maupun dalam kehidupan kemasyarakatan sehingga mampu menciptakan kebersamaan yang harmonis.

5. Jasmani, Olahraga dan Kesehatan

Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan pada SD/MI/SDLB dimaksudkan untuk meningkatkan potensi fisik serta menanamkan sportivitas dan kesadaran hidup sehat.

Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan pada SMP/MTs/SMPLB dimaksudkan untuk meningkatkan potensi fisik serta membudayakan sportivitas dan kesadaran hidup sehat.

Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan pada SMA/MA/SMALB/SMK/MAK dimaksudkan untuk meningkatkan potensi fisik serta membudayakan sikap sportif, disiplin, kerja sama, dan hidup sehat.

Budaya hidup sehat termasuk kesadaran, sikap, dan perilaku hidup sehat yang bersifat individual ataupun yang bersifat kolektif kemasyarakatan seperti keterbebasan dari perilaku seksual bebas, kecanduan narkoba, HIV/AIDS, demam berdarah, muntaber, dan penyakit lain yang potensial untuk mewabah.

Selain tujuan dan cakupan kelompok mata pelajaran sebagai bagian dari kerangka dasar kurikulum, perlu dikemukakan prinsip pengembangan kurikulum.

2. Prinsip Pengembangan Kurikulum Kurikulum tingkat satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah dikembangkan oleh sekolah dan komite sekolah berpedoman pada standar kompetensi lulusan dan standar isi serta panduan penyusunan kurikulum yang dibuat oleh BSNP. Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip berikut.

a. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya

Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar

137 5

menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan.

b. Beragam dan terpadu

Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, dan jenjang serta jenis pendidikan, tanpa membedakan agama, suku, budaya dan adat istiadat, serta status sosial ekonomi dan gender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antarsubstansi.

138

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

6

c. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni

Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni berkembang secara dinamis, dan oleh karena itu semangat dan isi kurikulum mendorong peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan secara tepat perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.

d. Relevan dengan kebutuhan kehidupan

Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan berpikir, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan vokasional merupakan keniscayaan.

e. Menyeluruh dan berkesinambungan

Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antarsemua jenjang pendidikan.

f. Belajar sepanjang hayat

Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal dan informal, dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.

g. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah

Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan kepentingan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kepentingan nasional dan kepentingan daerah harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan dengan motto Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

3. Prinsip Pelaksanaan Kurikulum Dalam pelaksanaan kurikulum di setiap satuan pendidikan menggunakan prinsip-prinsip sebagai berikut.

a. Pelaksanaan kurikulum didasarkan pada potensi, perkembangan dan kondisi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang berguna bagi dirinya. Dalam hal ini peserta didik harus mendapatkan pelayanan pendidikan yang bermutu, serta memperoleh kesempatan untuk mengekspresikan dirinya secara bebas, dinamis dan menyenangkan.

b. Kurikulum dilaksanakan dengan menegakkan kelima pilar belajar, yaitu: (a) belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, (b) belajar untuk memahami dan menghayati, (c) belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif, (d) belajar untuk hidup bersama dan berguna bagi orang lain, dan (e) belajar untuk membangun dan

139 7

menemukan jati diri, melalui proses pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.

c. Pelaksanaan kurikulum memungkinkan peserta didik mendapat pelayanan yang bersifat perbaikan, pengayaan, dan/atau percepatan sesuai dengan potensi, tahap perkembangan, dan kondisi peserta didik dengan tetap memperhatikan keterpaduan pengembangan pribadi peserta didik yang berdimensi ke-Tuhanan, keindividuan, kesosialan, dan moral.

d. Kurikulum dilaksanakan dalam suasana hubungan peserta didik dan pendidik yang saling menerima dan menghargai, akrab, terbuka, dan hangat, dengan prinsip tut wuri handayani, ing madia mangun karsa, ing ngarsa sung tulada (di belakang memberikan daya dan kekuatan, di tengah membangun semangat dan prakarsa, di depan memberikan contoh dan teladan).

e. Kurikulum dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan multistrategi dan multimedia, sumber belajar dan teknologi yang memadai, dan memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar, dengan prinsip alam takambang jadi guru (semua yang terjadi, tergelar dan berkembang di masyarakat dan lingkungan sekitar serta lingkungan alam semesta dijadikan sumber belajar, contoh dan teladan).

f. Kurikulum dilaksanakan dengan mendayagunakan kondisi alam, sosial dan budaya serta kekayaan daerah untuk keberhasilan pendidikan dengan muatan seluruh bahan kajian secara optimal.

g. Kurikulum yang mencakup seluruh komponen kompetensi mata pelajaran, muatan lokal dan pengembangan diri diselenggarakan dalam keseimbangan, keterkaitan, dan kesinambungan yang cocok dan memadai antarkelas dan jenis serta jenjang pendidikan.

140

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan PendidikanJenjang Pendidikan Dasar dan Menengah Badan Standar Nasional Pendidikan 2006

File:KTSP-Final-Senayan-B/20 Juni 2006 3

I. PENDAHULUAN Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Tujuan tertentu ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. Oleh sebab itu kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah. Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang beragam mengacu pada standar nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional.Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan. Dua dari kedelapan standar nasional pendidikan tersebut, yaitu Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 (UU 20/2003) tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 (PP 19/2005) tentang Standar Nasional Pendidikan mengamanatkan kurikulum pada KTSP jenjang pendidikan dasar dan menengah disusun oleh satuan pendidikan dengan mengacu kepada SI dan SKL serta berpedoman pada panduan yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Selain dari itu, penyusunan KTSP juga harus mengikuti ketentuan lain yang menyangkut kurikulum dalam UU 20/2003 dan PP 19/2005. Panduan yang disusun BSNP terdiri atas dua bagian. Pertama, Panduan Umum yang memuat ketentuan umum pengembangan kurikulum yang dapat diterapkan pada satuan pendidikan dengan mengacu pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang terdapat dalam SI dan SKL.Termasuk dalam ketentuan umum adalah penjabaran amanat dalam UU 20/2003 dan ketentuan PP 19/2005 serta prinsip dan langkah yang harus diacu dalam pengembangan KTSP. Kedua, model KTSP sebagai salah satu contoh hasil akhir pengembangan KTSP dengan mengacu pada SI dan SKL dengan berpedoman pada Panduan Umum yang dikembangkan BSNP. Sebagai model KTSP, tentu tidak dapat mengakomodasi kebutuhan seluruh daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan hendaknya digunakan sebagai referensi. Panduan pengembangan kurikulum disusun antara lain agar dapat memberi kesempatan peserta didik untuk : (a) belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, (b) belajar untuk memahami dan menghayati, (c) belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif,

141File:KTSP-Final-Senayan-B/20 Juni 2006 4

(d) belajar untuk hidup bersama dan berguna untuk orang lain, dan (e)belajar untuk membangun dan menemukan jati diri melalui proses

belajar yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan. A. Landasan

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Ketentuan dalam UU 20/2003 yang mengatur KTSP, adalah Pasal 1 ayat (19); Pasal 18 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 32 ayat (1), (2), (3); Pasal 35 ayat (2); Pasal 36 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 37 ayat (1), (2), (3); Pasal 38 ayat (1), (2).

2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Ketentuan di dalam PP 19/2005 yang mengatur KTSP, adalah Pasal 1 ayat (5), (13), (14), (15); Pasal 5 ayat (1), (2); Pasal 6 ayat (6); Pasal 7 ayat (1), (2), (3), (4), (5), (6), (7), (8); Pasal 8 ayat (1), (2), (3); Pasal 10 ayat (1), (2), (3); Pasal 11 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 13 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 14 ayat (1), (2), (3); Pasal 16 ayat (1), (2), (3), (4), (5); Pasal 17 ayat (1), (2); Pasal 18 ayat (1), (2), (3); Pasal 20.

3. Standar Isi SI mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk

mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Termasuk dalam SI adalah : kerangka dasar dan struktur kurikulum, Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) setiap mata pelajaran pada setiap semester dari setiap jenis dan jenjang pendidikan dasar dan menengah. SI ditetapkan dengan Kepmendiknas No. 22 Tahun 2006.

4. Standar Kompetensi Lulusan SKL merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan sebagaimana yang ditetapkan dengan Kepmendiknas No. 23 Tahun 2006.

B. Tujuan Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

Tujuan Panduan Penyusunan KTSP ini untuk menjadi acuan bagi satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB, dan SMK/MAK dalam penyusunan dan pengembangan kurikulum yang akan dilaksanakan pada tingkat satuan pendidikan yang bersangkutan.

142

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

File:KTSP-Final-Senayan-B/20 Juni 2006 5

C. Pengertian Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus. Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi , kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan sumber/bahan/alat belajar. Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian.

D. Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah. Pengembangan KTSP mengacu pada SI dan SKL dan berpedoman pada panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP, serta memperhatikan pertimbangan komite sekolah/madrasah. Penyusunan KTSP untuk pendidikan khusus dikoordinasi dan disupervisi oleh dinas pendidikan provinsi, dan berpedoman pada SI dan SKL serta panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP .

KTSP dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut: 1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan

kepentingan peserta didik dan lingkungannya. Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan. Memiliki posisi sentral berarti kegiatan pembelajaran berpusat pada peserta didik.

143File:KTSP-Final-Senayan-B/20 Juni 2006 6

2. Beragam dan terpadu Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, jenjang dan jenis pendidikan, serta menghargai dan tidak diskriminatif terhadap perbedaan agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan jender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antarsubstansi.

3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang berkembang secara dinamis. Oleh karena itu, semangat dan isi kurikulum memberikan pengalaman belajar peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.

4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan berpikir, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan vokasional merupakan keniscayaan.

5. Menyeluruh dan berkesinambungan

Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antarsemua jenjang pendidikan.

6. Belajar sepanjang hayat Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan, dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal, dan informal dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.

144

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

File:KTSP-Final-Senayan-B/20 Juni 2006 7

7. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan kepentingan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kepentingan nasional dan kepentingan daerah harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan dengan motto Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

E. Acuan Operasional Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

KTSP disusun dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut. 1. Peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia

Keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia menjadi dasar pembentukan kepribadian peserta didik secara utuh. Kurikulum disusun yang memungkinkan semua mata pelajaran dapat menunjang peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia.

2. Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuan peserta didik Pendidikan merupakan proses sistematik untuk meningkatkan martabat manusia secara holistik yang memungkinkan potensi diri (afektif, kognitif, psikomotor) berkembang secara optimal. Sejalan dengan itu, kurikulum disusun dengan memperhatikan potensi, tingkat perkembangan, minat, kecerdasan intelektual, emosional dan sosial, spritual, dan kinestetik peserta didik.

3. Keragaman potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan Daerah memiliki potensi, kebutuhan, tantangan, dan keragaman karakteristik lingkungan. Masing-masing daerah memerlukan pendidikan sesuai dengan karakteristik daerah dan pengalaman hidup sehari-hari. Oleh karena itu, kurikulum harus memuat keragaman tersebut untuk menghasilkan lulusan yang relevan dengan kebutuhan pengembangan daerah.

4. Tuntutan pembangunan daerah dan nasional Dalam era otonomi dan desentralisasi untuk mewujudkan pendidikan yang otonom dan demokratis perlu memperhatikan keragaman dan mendorong partisipasi masyarakat dengan tetap mengedepankan wawasan nasional. Untuk itu, keduanya harus ditampung secara berimbang dan saling mengisi.

145File:KTSP-Final-Senayan-B/20 Juni 2006 8

5. Tuntutan dunia kerja Kegiatan pembelajaran harus dapat mendukung tumbuh kembangnya pribadi peserta didik yang berjiwa kewirausahaan dan mempunyai kecakapan hidup. Oleh sebab itu, kurikulum perlu memuat kecakapan hidup untuk membekali peserta didik memasuki dunia kerja. Hal ini sangat penting terutama bagi satuan pendidikan kejuruan dan peserta didik yang tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.

6. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni Pendidikan perlu mengantisipasi dampak global yang membawa masyarakat berbasis pengetahuan di mana IPTEKS sangat berperan sebagai penggerak utama perubahan. Pendidikan harus terus menerus melakukan adaptasi dan penyesuaian perkembangan IPTEKS sehingga tetap relevan dan kontekstual dengan perubahan. Oleh karena itu, kurikulum harus dikembangkan secara berkala dan berkesinambungan sejalan dengan perkembangan Ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.

7. Agama Kurikulum harus dikembangkan untuk mendukung peningkatan iman dan taqwa serta akhlak mulia dengan tetap memelihara toleransi dan kerukunan umat beragama. Oleh karena itu, muatan kurikulum semua mata pelajaran harus ikut mendukung peningkatan iman, taqwa dan akhlak mulia.

8. Dinamika perkembangan global Pendidikan harus menciptakan kemandirian, baik pada individu maupun bangsa, yang sangat penting ketika dunia digerakkan oleh pasar bebas. Pergaulan antarbangsa yang semakin dekat memerlukan individu yang mandiri dan mampu bersaing serta mempunyai kemampuan untuk hidup berdampingan dengan suku dan bangsa lain.

9. Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan Pendidikan diarahkan untuk membangun karakter dan wawasan kebangsaan peserta didik yang menjadi landasan penting bagi upaya memelihara persatuan dan kesatuan bangsa dalam kerangka NKRI. Oleh karena itu, kurikulum harus mendorong berkembangnya wawasan dan sikap kebangsaan serta persatuan nasional untuk memperkuat keutuhan bangsa dalam wilayah NKRI.

10. Kondisi sosial budaya masyarakat setempat Kurikulum harus dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik sosial budaya masyarakat setempat dan menunjang kelestarian keragaman budaya. Penghayatan dan apresiasi pada budaya setempat harus terlebih dahulu ditumbuhkan sebelum mempelajari budaya dari daerah dan bangsa lain.

146

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

File:KTSP-Final-Senayan-B/20 Juni 2006 9

11. Kesetaraan Jender Kurikulum harus diarahkan kepada terciptanya pendidikan yang berkeadilan dan memperhatikan kesetaraan jender.

12. Karakteristik satuan pendidikan Kurikulum harus dikembangkan sesuai dengan visi, misi, tujuan, kondisi, dan ciri khas satuan pendidikan.

II. KOMPONEN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN A. Tujuan Pendidikan Tingkat Satuan Pendidikan

Tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah dirumuskan mengacu kepada tujuan umum pendidikan berikut. 1. Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan,

pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.

2. Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.

3. Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.

B. Struktur dan Muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

Struktur dan muatan KTSP pada jenjang pendidikan dasar dan menengah yang tertuang dalam SI meliputi lima kelompok mata pelajaran sebagai berikut. (1) Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia (2) Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian (3) Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi (4) Kelompok mata pelajaran estetika (5) Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan

Kelompok mata pelajaran tersebut dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan pembelajaran sebagaimana diuraikan dalam PP 19/2005 Pasal 7. Muatan KTSP meliputi sejumlah mata pelajaran yang keluasan dan kedalamannya merupakan beban belajar bagi peserta didik pada satuan pendidikan. Di samping itu materi muatan lokal dan kegiatan pengembangan diri termasuk ke dalam isi kurikulum.

147File:KTSP-Final-Senayan-B/20 Juni 2006 10

1. Mata pelajaran Mata pelajaran beserta alokasi waktu untuk masing-masing tingkat satuan pendidikan berpedoman pada struktur kurikulum yang tercantum dalam SI.

2. Muatan Lokal Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak sesuai menjadi bagian dari mata pelajaran lain dan atau terlalu banyak sehingga harus menjadi mata pelajaran tersendiri. Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan, tidak terbatas pada mata pelajaran keterampilan. Muatan lokal merupakan mata pelajaran, sehingga satuan pendidikan harus mengembangkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk setiap jenis muatan lokal yang diselenggarakan. Satuan pendidikan dapat menyelenggarakan satu mata pelajaran muatan lokal setiap semester. Ini berarti bahwa dalam satua tahun satuan pendidikan dapat menyelenggarakan dua mata pelajaran muatan lokal.

3. Kegiatan Pengembangan Diri Pengembangan diri adalah kegiatan yang bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, minat, setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan/atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan pengembangan diri dapat dilakukan antara lain melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan karier peserta didik serta kegiatan keparamukaan, kepemimpinan, dan kelompok ilmiah remaja. Khusus untuk sekolah menengah kejuruan pengembangan diri terutama ditujukan untuk pengembangan kreativitas dan bimbingan karier. Pengembangan diri untuk satuan pendidikan khusus menekankan pada peningkatan kecakapan hidup dan kemandirian sesuai dengan kebutuhan khusus peserta didik. Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran. Penilaian kegiatan pengembangan diri dilakukan secara kualitatif, tidak kuantitatif seperti pada mata pelajaran.

148

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

File:KTSP-Final-Senayan-B/20 Juni 2006 11

4. Pengaturan Beban Belajar a. Beban belajar dalam sistem paket digunakan oleh tingkat

satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB baik kategori standar maupun mandiri, SMA/MA/SMALB /SMK/MAK kategori standar. Beban belajar dalam sistem kredit semester (SKS) dapat digunakan oleh SMP/MTs/SMPLB kategori mandiri, dan oleh SMA/MA/SMALB/SMK/MAK kategori standar. Beban belajar dalam sistem kredit semester (SKS) digunakan oleh SMA/MA/SMALB/SMK/MAK kategori mandiri.

b. Jam pembelajaran untuk setiap mata pelajaran pada sistem paket dialokasikan sebagaimana tertera dalam struktur kurikulum. Pengaturan alokasi waktu untuk setiap mata pelajaran yang terdapat pada semester ganjil dan genap dalam satu tahun ajaran dapat dilakukan secara fleksibel dengan jumlah beban belajar yang tetap. Satuan pendidikan dimungkinkan menambah maksimum empat jam pembelajaran per minggu secara keseluruhan. Pemanfaatan jam pembelajaran tambahan mempertimbangkan kebutuhan peserta didik dalam mencapai kompetensi, di samping dimanfaatkan untuk mata pelajaran lain yang dianggap penting dan tidak terdapat di dalam struktur kurikulum yang tercantum di dalam Standar Isi.

c. Alokasi waktu untuk penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur dalam sistem paket untuk SD/MI/SDLB 0% - 40%, SMP/MTs/SMPLB 0% - 50% dan SMA/MA/SMALB/SMK/MAK 0% - 60% dari waktu kegiatan tatap muka mata pelajaran yang bersangkutan. Pemanfaatan alokasi waktu tersebut mempertimbangkan potensi dan kebutuhan peserta didik dalam mencapai kompetensi.

d. Alokasi waktu untuk praktik, dua jam kegiatan praktik di sekolah setara dengan satu jam tatap muka. Empat jam praktik di luar sekolah setara dengan satu jam tatap muka.

e. Alokasi waktu untuk tatap muka, penugasan terstruktur, dan kegiatan mandiri tidak terstruktur untuk SMP/MTs dan SMA/MA/SMK/MAK yang menggunakan sistem SKS mengikuti aturan sebagai berikut. (1) Satu SKS pada SMP/MTs terdiri atas: 40 menit tatap

muka, 20 menit kegiatan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur.

(2) Satu SKS pada SMA/MA/SMK/MAK terdiri atas: 45 menit tatap muka, 25 menit kegiatan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur.

149File:KTSP-Final-Senayan-B/20 Juni 2006 12

5. Ketuntasan Belajar Ketuntasan belajar setiap indikator yang telah ditetapkan dalam suatu kompetensi dasar berkisar antara 0-100%. Kriteria ideal ketuntasan untuk masing-masing indikator 75%. Satuan pendidikan harus menentukan kriteria ketuntasan minimal dengan mempertimbangkan tingkat kemampuan rata-rata peserta didik serta kemampuan sumber daya pendukung dalam penyelenggaraan pembelajaran. Satuan pendidikan diharapkan meningkatkan kriteria ketuntasan belajar secara terus menerus untuk mencapai kriteria ketuntasan ideal.

6. Kenaikan Kelas dan Kelulusan Kenaikan kelas dilaksanakan pada setiap akhir tahun ajaran. Kriteria kenaikan kelas diatur oleh masing-masing direktorat teknis terkait. Sesuai dengan ketentuan PP 19/2005 Pasal 72 Ayat (1), peserta didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan pada pendidikan dasar dan menengah setelah: a. menyelesaikan seluruh program pembelajaran; b. memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk

seluruh mata pelajaran kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan;

c. lulus ujian sekolah/madrasah untuk kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi; dan

d. lulus Ujian Nasional. 7. Penjurusan

Penjurusan dilakukan pada kelas XI dan XII di SMA/MA. Kriteria penjurusan diatur oleh direktorat teknis terkait.

150

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

File:KTSP-Final-Senayan-B/20 Juni 2006 13

8. Pendidikan Kecakapan Hidup a Kurikulum untuk SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/

SMALB, SMK/MAK dapat memasukkan pendidikan kecakapan hidup, yang mencakup kecakapan pribadi, kecakapan sosial, kecakapan akademik dan/atau kecakapan vokasional.

b Pendidikan kecakapan hidup dapat merupakan bagian integral dari pendidikan semua mata pelajaran dan/atau berupa paket/modul yang direncanakan secara khusus.

c Pendidikan kecakapan hidup dapat diperoleh peserta didik dari satuan pendidikan yang bersangkutan dan/atau dari satuan pendidikan formal lain dan/atau nonformal.

9. Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal dan Global a Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global adalah

pendidikan yang memanfaatkan keunggulan lokal dan kebutuhan daya saing global dalam aspek ekonomi, budaya, bahasa, teknologi informasi dan komunikasi, ekologi, dan lain-lain, yang semuanya bermanfaat bagi pengembangan kompetensi peserta didik.

b Kurikulum untuk semua tingkat satuan pendidikan dapat memasukkan pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global.

c Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global dapat merupakan bagian dari semua mata pelajaran dan juga dapat menjadi mata pelajaran muatan lokal.

d Pendidikan berbasis keunggulan lokal dapat diperoleh peserta didik dari satuan pendidikan formal lain dan/atau nonformal yang sudah memperoleh akreditasi.

C. Kalender Pendidikan

Satuan pendidikan dasar dan menengah dapat menyusun kalender pendidikan sesuai dengan kebutuhan daerah, karakteristik sekolah, kebutuhan peserta didik dan masyarakat, dengan memperhatikan kalender pendidikan sebagaimana yang dimuat dalam Standar Isi.

PERATURANMENTERI PENDIDIKAN NASIONAL

REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 19 TAHUN 2007

TENTANG

STANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKAN OLEH SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,

Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional tentang Standar Pengelolaan Pendidikan Oleh Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);

2. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4496);

4. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 94 Tahun 2006;

5. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 187/M Tahun 2004 mengenai Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 20/P Tahun 2005;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG STANDAR PENGELOLAAN

1

151

Permendiknas No. 19/2007 Tentang Standar Pengelolaan

PERATURANMENTERI PENDIDIKAN NASIONAL

REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 19 TAHUN 2007

TENTANG

STANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKAN OLEH SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,

Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional tentang Standar Pengelolaan Pendidikan Oleh Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);

2. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4496);

4. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 94 Tahun 2006;

5. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 187/M Tahun 2004 mengenai Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 20/P Tahun 2005;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG STANDAR PENGELOLAAN

1

152

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

PENDIDIKAN OLEH SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH.

.

Pasal 1

(1) Setiap satuan pendidikan wajib memenuhi standar pengelolaan pendidikan yang berlaku secara nasional.

(2) Standar pengelolaan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini.

Pasal 2

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 23 Mei 2007

MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,

TTD.

BAMBANG SUDIBYO

.

2

153

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 19 TAHUN 2007 TANGGAL 23 MEI 2007

STANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKANOLEH SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH

A. PERENCANAAN PROGRAM

1. Visi Sekolah/Madrasah

a. Sekolah/Madrasah merumuskan dan menetapkan visi serta mengembangkannya.

b. Visi sekolah/madrasah: 1) dijadikan sebagai cita-cita bersama warga sekolah/madrasah

dan segenap pihak yang berkepentingan pada masa yang akan datang;

2) mampu memberikan inspirasi, motivasi, dan kekuatan pada warga sekolah/madrasah dan segenap pihak yang berkepentingan;

3) dirumuskan berdasar masukan dari berbagai warga sekolah/madrasah dan pihak-pihak yang berkepentingan, selaras dengan visi institusi di atasnya serta visi pendidikan nasional;

4) diputuskan oleh rapat dewan pendidik yang dipimpin oleh kepala sekolah/madrasah dengan memperhatikan masukan komite sekolah/madrasah;

5) disosialisasikan kepada warga sekolah/madrasah dan segenap pihak yang berkepentingan;

6) ditinjau dan dirumuskan kembali secara berkala sesuai dengan perkembangan dan tantangan di masyarakat.

2. Misi Sekolah/Madrasah

a. Sekolah/Madrasah merumuskan dan menetapkan misi serta mengembangkannya.

b. Misi sekolah/madrasah: 1) memberikan arah dalam mewujudkan visi sekolah/madrasah

sesuai dengan tujuan pendidikan nasional; 2) merupakan tujuan yang akan dicapai dalam kurun waktu

tertentu;3) menjadi dasar program pokok sekolah/madrasah; 4) menekankan pada kualitas layanan peserta didik dan mutu

lulusan yang diharapkan oleh sekolah/madrasah;

3

154

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

5) memuat pernyataan umum dan khusus yang berkaitan dengan program sekolah/madrasah;

6) memberikan keluwesan dan ruang gerak pengembangan kegiatan satuan-satuan unit sekolah/madrasah yang terlibat;

7) dirumuskan berdasarkan masukan dari segenap pihak yang berkepentingan termasuk komite sekolah/madrasah dan diputuskan oleh rapat dewan pendidik yang dipimpin oleh kepala sekolah/madrasah;

8) disosialisasikan kepada warga sekolah/madrasah dan segenap pihak yang berkepentingan;

9) ditinjau dan dirumuskan kembali secara berkala sesuai dengan perkembangan dan tantangan di masyarakat.

3. Tujuan Sekolah/Madrasah

a. Sekolah/Madrasah merumuskan dan menetapkan tujuan serta mengembangkannya.

b. Tujuan sekolah/madrasah: 1) menggambarkan tingkat kualitas yang perlu dicapai dalam

jangka menengah (empat tahunan); 2) mengacu pada visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional

serta relevan dengan kebutuhan masyarakat; 3) mengacu pada standar kompetensi lulusan yang sudah

ditetapkan oleh sekolah/madrasah dan Pemerintah; 4) mengakomodasi masukan dari berbagai pihak yang

berkepentingan termasuk komite sekolah/madrasah dan diputuskan oleh rapat dewan pendidik yang dipimpin oleh kepala sekolah/madrasah;

5) disosialisasikan kepada warga sekolah/madrasah dan segenap pihak yang berkepentingan.

4. Rencana Kerja Sekolah/Madrasah

a. Sekolah/Madrasah membuat: 1) rencana kerja jangka menengah yang menggambarkan

tujuan yang akan dicapai dalam kurun waktu empat tahun yang berkaitan dengan mutu lulusan yang ingin dicapai dan perbaikan komponen yang mendukung peningkatan mutu lulusan;

2) rencana kerja tahunan yang dinyatakan dalam Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah/Madrasah (RKA-S/M) dilaksanakan berdasarkan rencana jangka menengah.

b. Rencana kerja jangka menengah dan tahunan sekolah/madrasah:

4

155

1) disetujui rapat dewan pendidik setelah memperhatikan pertimbangan dari komite sekolah/madrasah dan disahkan berlakunya oleh dinas pendidikan kabupaten/kota. Pada sekolah/madrasah swasta rencana kerja ini disahkan berlakunya oleh penyelenggara sekolah/madrasah;

2) dituangkan dalam dokumen yang mudah dibaca oleh pihak-pihak yang terkait.

c. Rencana kerja empat tahun dan tahunan disesuaikan denganpersetujuan rapat dewan pendidik dan pertimbangan komite sekolah/madrasah.

d. Rencana kerja tahunan dijadikan dasar pengelolaan sekolah/madrasah yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas.

e. Rencana kerja tahunan memuat ketentuan yang jelas mengenai: 1) kesiswaan; 2) kurikulum dan kegiatan pembelajaran; 3) pendidik dan tenaga kependidikan serta pengembangannya; 4) sarana dan prasarana; 5) keuangan dan pembiayaan; 6) budaya dan lingkungan sekolah; 7) peranserta masyarakat dan kemitraan; 8) rencana-rencana kerja lain yang mengarah kepada

peningkatan dan pengembangan mutu.

B. PELAKSANAAN RENCANA KERJA

1. Pedoman Sekolah/Madrasah

a. Sekolah/Madrasah membuat dan memiliki pedoman yang mengatur berbagai aspek pengelolaan secara tertulis yang mudah dibaca oleh pihak-pihak yang terkait.

b. Perumusan pedoman sekolah/madrasah:1) mempertimbangkan visi, misi dan tujuan sekolah/madrasah;2) ditinjau dan dirumuskan kembali secara berkala sesuai

dengan perkembangan masyarakat.

c. Pedoman pengelolaan sekolah/madrasah meliputi:1) kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP); 2) kalender pendidikan/akademik; 3) struktur organisasi sekolah/madrasah; 4) pembagian tugas di antara guru;

5

156

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

5) pembagian tugas di antara tenaga kependidikan; 6) peraturan akademik; 7) tata tertib sekolah/madrasah; 8) kode etik sekolah/madrasah;9) biaya operasional sekolah/madrasah.

d. Pedoman sekolah/madrasah berfungsi sebagai petunjuk pelaksanaan operasional.

e. Pedoman pengelolaan KTSP, kalender pendidikan dan pembagian tugas pendidik dan tenaga kependidikan dievaluasi dalam skala tahunan, sementara lainnya dievaluasi sesuai kebutuhan.

2. Struktur Organisasi Sekolah/Madrasah

a. Struktur organisasi sekolah/madrasah berisi tentang sistem penyelenggaraan dan administrasi yang diuraikan secara jelas dan transparan.

b. Semua pimpinan, pendidik, dan tenaga kependidikan mempunyai uraian tugas, wewenang, dan tanggung jawab yang jelas tentang keseluruhan penyelenggaraan dan administrasi sekolah/madrasah.

c. Pedoman yang mengatur tentang struktur organisasi sekolah/madrasah:1) memasukkan unsur staf administrasi dengan wewenang dan

tanggungjawab yang jelas untuk menyelenggarakan administrasi secara optimal;

2) dievaluasi secara berkala untuk melihat efektifitas mekanisme kerja pengelolaan sekolah;

3) diputuskan oleh kepala sekolah/madrasah dengan mempertimbangkan pendapat dari komite sekolah/madrasah.

3. Pelaksanaan Kegiatan Sekolah/Madrasah

a. Kegiatan sekolah/madrasah: 1) dilaksanakan berdasarkan rencana kerja tahunan; 2) dilaksanakan oleh penanggung jawab kegiatan yang

didasarkan pada ketersediaan sumber daya yang ada.

b. Pelaksanaan kegiatan sekolah/madrasah yang tidak sesuai dengan rencana yang sudah ditetapkan perlu mendapat persetujuan melalui rapat dewan pendidik dan komite sekolah/madrasah.

6

157

c. Kepala sekolah/madrasah mempertanggungjawabkan pelaksanaan pengelolaan bidang akademik pada rapat dewan pendidik dan bidang non-akademik pada rapat komite sekolah/madrasah dalam bentuk laporan pada akhir tahun ajaran yang disampaikan sebelum penyusunan rencana kerja tahunan berikutnya.

4. Bidang Kesiswaan

a. Sekolah/Madrasah menyusun dan menetapkan petunjuk pelaksanaan operasional mengenai proses penerimaan peserta didik yang meliputi: 1) Kriteria calon peserta didik:

a) SD/MI berusia sekurang-kurangnya 6 (enam) tahun, pengecualian terhadap usia peserta didik yang kurang dari 6 (enam) tahun dilakukan atas dasar rekomendasi tertulis dari pihak yang berkompeten, seperti konselor sekolah/madrasah maupun psikolog;

b) SDLB/SMPLB/SMALB berasal dari peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, intelektual, mental, sensorik, dan/atau sosial;

c) SMP/MTs berasal dari lulusan SD, MI, Paket A atau satuan pendidikan bentuk lainnya yang sederajat;

d) SMA/SMK, MA/MAK berasal dari anggota masyarakat yang telah lulus dari SMP/MTs, Paket B atau satuan pendidikan lainnya yang sederajat.

2) Penerimaan peserta didik sekolah/madrasah dilakukan:

a) secara obyektif, transparan, dan akuntabel sebagaimana tertuang dalam aturan sekolah/madrasah;

b) tanpa diskriminasi atas dasar pertimbangan gender, agama, etnis, status sosial, kemampuan ekonomi bagi SD/MI, SMP/MTs penerima subsidi dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah;

c) berdasar kriteria hasil ujian nasional bagi SMA/SMK, MA/MAK, dan kriteria tambahan bagi SMK/MAK;

d) sesuai dengan daya tampung sekolah/madrasah. 3) Orientasi peserta didik baru yang bersifat akademik dan

pengenalan lingkungan tanpa kekerasan dengan pengawasan guru.

b. Sekolah/Madrasah:

7

158

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

1) memberikan layanan konseling kepada peserta didik; 2) melaksanakan kegiatan ekstra dan kokurikuler untuk para

peserta didik; 3) melakukan pembinaan prestasi unggulan; 4) melakukan pelacakan terhadap alumni.

5. Bidang Kurikulum dan Kegiatan Pembelajaran

a. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 1) Sekolah/Madrasah menyusun KTSP. 2) Penyusunan KTSP memperhatikan Standar Kompetensi

Lulusan, Standar Isi, dan peraturan pelaksanaannya. 3) KTSP dikembangkan sesuai dengan kondisi

sekolah/madrasah, potensi atau karakteristik daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan peserta didik.

4) Kepala Sekolah/Madrasah bertanggungjawab atas tersusunnya KTSP.

5) Wakil Kepala SMP/MTs dan wakil kepala SMA/SMK/MA/MAK bidang kurikulum bertanggungjawab atas pelaksanaan penyusunan KTSP.

6) Setiap guru bertanggungjawab menyusun silabus setiap mata pelajaran yang diampunya sesuai dengan Standar Isi, Standar Kompetensi Lulusan, dan Panduan Penyusunan KTSP.

7) Dalam penyusunan silabus, guru dapat bekerjasama dengan Kelompok Kerja Guru (KKG), Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP), atau Perguruan Tinggi.

8) Penyusunan KTSP tingkat SD dan SMP dikoordinasi, disupervisi, dan difasilitasi oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota sedangkan SDLB, SMPLB, SMALB, SMA dan SMK oleh Dinas Pendidikan Provinsi yang bertanggungjawab di bidang pendidikan. Khusus untuk penyusunan KTSP Pendidikan Agama (PA) tingkat SD dan SMP dikoordinasi, disupervisi, dan difasilitasi oleh Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota, sedangkan untuk SDLB, SMPLB, SMALB, SMA dan SMK oleh Kantor Wilayah Departemen Agama.

9) Penyusunan KTSP tingkat MI dan MTs dikoordinasi, disupervisi, dan difasilitasi oleh Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota, sedangkan MA dan MAK oleh Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi.

b. Kalender Pendidikan

8

159

1) Sekolah/Madrasah menyusun kalender pendidikan/akademik yang meliputi jadwal pembelajaran, ulangan, ujian, kegiatan ekstrakurikuler, dan hari libur.

2) Penyusunan kalender pendidikan/akademik:

a) didasarkan pada Standar Isi;

b) berisi mengenai pelaksanaan aktivitas sekolah/madrasah selama satu tahun dan dirinci secara semesteran, bulanan, dan mingguan;

c) diputuskan dalam rapat dewan pendidik dan ditetapkan oleh kepala sekolah/madrasah.

3) Sekolah/Madrasah menyusun jadwal penyusunan KTSP. 4) Sekolah/Madrasah menyusun mata pelajaran yang

dijadwalkan pada semester gasal, dan semester genap.

c. Program Pembelajaran 1) Sekolah/Madrasah menjamin mutu kegiatan pembelajaran

untuk setiap mata pelajaran dan program pendidikan tambahan yang dipilihnya.

2) Kegiatan pembelajaran didasarkan pada Standar Kompetensi Lulusan, Standar Isi, dan peraturan pelaksanaannya, serta Standar Proses dan Standar Penilaian.

3) Mutu pembelajaran di sekolah/madrasah dikembangkan dengan:

a) model kegiatan pembelajaran yang mengacu pada Standar Proses;

b) melibatkan peserta didik secara aktif, demokratis, mendidik, memotivasi, mendorong kreativitas, dan dialogis;

c) tujuan agar peserta didik mencapai pola pikir dan kebebasan berpikir sehingga dapat melaksanakan aktivitas intelektual yang berupa berpikir, berargumentasi, mempertanyakan, mengkaji, menemukan, dan memprediksi;

d) pemahaman bahwa keterlibatan peserta didik secara aktif dalam proses belajar yang dilakukan secara sungguh-sungguh dan mendalam untuk mencapai pemahaman konsep, tidak terbatas pada materi yang diberikan oleh guru.

9

160

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

4) Setiap guru bertanggungjawab terhadap mutu perencanaan kegiatan pembelajaran untuk setiap mata pelajaran yang diampunya agar peserta didik mampu:

a) meningkat rasa ingin tahunya;

b) mencapai keberhasilan belajarnya secara konsisten sesuai dengan tujuan pendidikan;

c) memahami perkembangan pengetahuan dengan kemampuan mencari sumber informasi;

d) mengolah informasi menjadi pengetahuan;

e) menggunakan pengetahuan untuk menyelesaikan masalah;

f) mengkomunikasikan pengetahuan pada pihak lain; dan

g) mengembangkan belajar mandiri dan kelompok dengan proporsi yang wajar.

5) Kepala sekolah/madrasah bertanggungjawab terhadap kegiatan pembelajaran sesuai dengan peraturan yang ditetapkan Pemerintah.

6) Kepala SD/MI/SDLB/SMPLB/SMALB, wakil kepala SMP/MTs, dan wakil kepala SMA/SMK/MA/MAK bidang kurikulum bertanggungjawab terhadap mutu kegiatan pembelajaran.

7) Setiap guru bertanggungjawab terhadap mutu kegiatan pembelajaran untuk setiap mata pelajaran yang diampunya dengan cara:

a) merujuk perkembangan metode pembelajaran mutakhir;

b) menggunakan metoda pembelajaran yang bervariasi, inovatif dan tepat untuk mencapai tujuan pembelajaran;

c) menggunakan fasilitas, peralatan, dan alat bantu yang tersedia secara efektif dan efisien;

d) memperhatikan sifat alamiah kurikulum, kemampuan peserta didik, dan pengalaman belajar sebelumnya yang bervariasi serta kebutuhan khusus bagi peserta didik dari yang mampu belajar dengan cepat sampai yang lambat;

e) memperkaya kegiatan pembelajaran melalui lintas kurikulum, hasil-hasil penelitian dan penerapannya;

f) mengarahkan kepada pendekatan kompetensi agar dapat menghasilkan lulusan yang mudah beradaptasi, memiliki motivasi, kreatif, mandiri, mempunyai etos kerja yang

10

161

tinggi, memahami belajar seumur hidup, dan berpikir logis dalam menyelesaikan masalah.

d. Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik 1) Sekolah/Madrasah menyusun program penilaian hasil belajar

yang berkeadilan, bertanggung jawab dan berkesinambungan.

2) Penyusunan program penilaian hasil belajar didasarkan pada Standar Penilaian Pendidikan.

3) Sekolah/Madrasah menilai hasil belajar untuk seluruh kelompok mata pelajaran, dan membuat catatan keseluruhan, untuk menjadi bahan program remedial, klarifikasi capaian ketuntasan yang direncanakan, laporan kepada pihak yang memerlukan, pertimbangan kenaikan kelas atau kelulusan, dan dokumentasi.

4) Seluruh program penilaian hasil belajar disosialisasikan kepada guru.

5) Program penilaian hasil belajar perlu ditinjau secara periodik, berdasarkan data kegagalan/kendala pelaksanaan program termasuk temuan penguji eksternal dalam rangka mendapatkan rencana penilaian yang lebih adil dan bertanggung jawab.

6) Sekolah/Madrasah menetapkan prosedur yang mengatur transparansi sistem evaluasi hasil belajar untuk penilaian formal yang berkelanjutan.

7) Semua guru mengembalikan hasil kerja siswa yang telah dinilai.

8) Sekolah/Madrasah menetapkan petunjuk pelaksanaan operasional yang mengatur mekanisme penyampaian ketidakpuasan peserta didik dan penyelesaiannya mengenai penilaian hasil belajar.

9) Penilaian meliputi semua kompetensi dan materi yang diajarkan.

10) Seperangkat metode penilaian perlu disiapkan dan digunakan secara terencana untuk tujuan diagnostik, formatif dan sumatif, sesuai dengan metode/strategi pembelajaran yang digunakan.

11) Sekolah/Madrasah menyusun ketentuan pelaksanaan penilaian hasil belajar sesuai dengan Standar Penilaian Pendidikan.

12) Kemajuan yang dicapai oleh peserta didik dipantau, didokumentasikan secara sistematis, dan digunakan sebagai

11

162

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

Lampiran 2Artikel-artikel ESD

163

ESD dan REDD+1

Oleh: Leo Wahyudi

Masyarakat di Kalimantan Tengah diharapkan akan memandang hutan mereka dengan cara yang lebih arif. Melalui program Education for Sustainable Development (ESD) mereka akan memiliki kepedulian sendiri bahwa apa yang mereka lakukan merupakan investasi jangka panjang dalam konteks ekologi, ekonomi, sosial dan budaya.

Hal ini mengemuka dalam acara talkshow dalam rubrik Coffee Break di TV One pada 21 Desember 2012 yang bertajuk REDD+ dan ESD. Acara yang dipandu oleh Harsya Subandrio dan Asti Mochtar itu menghadirkan tiga narasumber yang berkompeten. Mereka adalah Aulia Widjiasih, pakar ESD dari Satgas REDD+, Nur Indrastuti, Wakil Sekretaris Pengembangan, Penelitian, dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, serta Ahmad Rizali, pengurus Ikatan Guru Indonesia dan praktisi Sekolah Sobat Bumi.

Menurut Aulia, ESD yang disampaikan melalui beberapa pelatihan guru di Kalimantan Tengah diberikan melalui pengenalan konsep berpikir. “Mereka diajak untuk membuka perspektif masyarakat di sana untuk melihat kembali potensi lokal dari lingkungan sekitar mereka.”

Pembelajaran dan materi pembelajaran bukan lagi sekedar teori yang sifatnya textbook, melainkan lebih pada pemahaman konsep dalam konteks lokal sehingga mereka mengenal daerahnya sendiri. Mereka akhirnya menemukan sendiri bahwa kalau mereka merawat hutan, maka ini akan menjadi investasi masa depan dan entrepreneurship mereka. Lalu, mereka berniat akan menanam pohon sebanyak-banyaknya. “Dan inilah kesadaran yang saya tangkap dari para guru yang diberi pelatihan. Mereka pun tidak menebang pohon lagi,” kata Aulia.

1) http://www.satgasreddplus.org/component/k2/item/65-esd-dan-redd

164

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

Dalam hal ini, Ahmad Rizali, meyakini bahwa guru diuntungkan. Menurutnya, esensi dari ESD adalah kurikulum yang mengintegrasikan ekologi, ekonomi, dan sosial budaya dalam konteks pelajaran. “Inilah yang belum dimasukkan guru dalam mengajar. Karena itu kami mengajak untuk mempraktekkan Sekolah Sobat Bumi (SSB) terutama di Kalimantan Tengah dan delapan propinsi lainnya.”

Ia mengakui bahwa konsep ESD ini dapat diterapkan dimanapun, termasuk kota besar. Bekerjasama dengan Satgas REDD+, program ini sudah dilaksanakan di delapan provinsi di 14 kabupaten. Sudah ada 7 SD, 5 SMP, 5 SMA, 3 SMK di seluruh Indonesia yang menjadi champion school untuk melaksanakan ESD. Mereka masing-masing harus membina 10 sekolah lainnya. “Kami berharap Kalimantan Tengah ini segera menjadi champion school untuk membina sekolah lain seperti multilevel marketing,” kata Ahmad.

ESD bukan sebuah konsep baru. Menurut Nur Indrastuti, ESD itu sudah ada dalam sistem pendidikan terutama Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No. 22/2006. “Semua standar isi sudah termuat dalam peraturan, tetapi tidak tersampaikan ke bawah. Guru hanya terfokus pada mata pelajaran yang harus dilakukan. Tetapi dia tidak melihat apa yang harus dilakukan serta payung peraturan dalam menyusun silabus dan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran),” kata Nur.

Sementara SSB sendiri, menurut Ahmad, merupakan sebuah upaya yang dilakukan oleh Pertamina Foundation untuk meningkatkan mutu sekolah. Ada empat pilar utama dalam SSB, yaitu bagaimana guru mampu mengimplementasikan ESD, bagaimana para kepala sekolah memimpin dengan efektif sesuai konsep ESD, bagaimana mengelola sekolah dengan tata kelola yang baik, serta bagaimana melakukan proyek yang berbasis ekologi dan lingkungan hidup.

Menurut Aulia, dalam ESD yang dibuka adalah mindset para pendidik agar pembangunan bisa berjalan dengan baik. “Menjaga hutan itu

165

bukan untuk mengurangi emisi karbon saja tetapi juga untuk kelanjutan kehidupannya,” pungkas Aulia dalam acara tersebut. ***

Menuju Paradigma Baru Pendidikan Berkelanjutan2

Oleh: Leo Wahyudi

Para guru sedang mencoba mengidentifikasi potensi-potensi lokal di Kalimantan Tengah. Hal ini sebagai bagian dari Pelatihan Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan di Palangka Raya, Kalimantan Selatan yang diadakan pada 10-12 September 2012. Mereka diajak untuk menemukan paradigma baru pendidikan yang menggunakan pendekatan holistik dalam konsep pembangunan berkelanjutan.

Harus diakui masih banyak guru yang belum menyadari bahwa pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan (Education for Sustainable Development/ESD) memiliki dasar hukum kuat dan ada dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Padahal kenyataannya Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) sudah mengamanatkan masalah tersebut. Dengan kata lain, sebenarnya konsep ESD dan isu lingkungan bukan barang baru yang wajib disampaikan kepada peserta didik.

Penyadaran itulah yang dikemas dan disampaikan dengan bagus oleh Aulia Wijiasih dari Satuan Tugas Persiapan Kelembagaan REDD+ sehingga para pendidik itu menyadari pentingnya pendidikan lingkungan khususnya pelestarian hutan di sekolah. “Konsep sekolah sobat bumi dalam pelatihan ini memerlukan dasar pemahaman yang kuat dulu,” ujar Aulia.

Prinsip ESD sendiri dipahami sebagai suatu konsep holistik melalui pendidikan dimana semua orang mendapatkan kesempatan untuk

2) http://www.satgasreddplus.org/component/k2/item/43-menuju-paradigma- baru-pendidikan-berkelanjutan

166

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

bertanggung jawab dalam menciptakan dan menikmati masa depan yang berkelanjutan. Model pendidikan ini bersifat partisipatif yang membentuk nilai-nilai, tingkah laku, gaya hidup yang bertanggung jawab. Hal ini akan mendorong terciptanya transformasi masyarakat yang positif demi tujuan berkelanjutan.

Aulia menekankan pendekatan holistik dan terintegrasi dalam semua mata pelajaran. Dia menggunakan kompas Atkisson untuk menggambarkan empat pilar utama ESD. Konsep tersebut adalah Nature (alam), Economy (ekonomi), Society (sosial), dan Well-being (kesejahteraan).

Pendekatan holistik, dan partisipatif itu diterapkan Aulia sepanjang sesi pelatihan selama tiga hari tersebut. Para pendidik itu diajak untuk menemukan pemahaman sesuai konsep ESD melalui beragam metode belajar yang interaktif dan demokratis . Para guru dituntut aktif melalui pembelajaran yang kreatif dan inovatif. Mereka tidak segan untuk duduk di lantai untuk memetakan potensi ekonomi, sosial, budaya beserta permasalahan di bumi Kalimantan Tengah. Secara berkelompok mereka diajak berdikusi dan belajar untuk menemukan makna keseimbangan alam dari lingkungan terdekatnya. “Jadi isu lingkungan bukan lagi sekedar masalah daur ulang sampah. Diharapkan mereka akan menemukan bahwa kehidupan mereka sangat terkait erat dengan pelestarian hutan dan sumberdaya alam di daerahnya,” tegas Aulia.

“Seandainya ada pendampingan dari Kantor Dinas (Pendidikan-red.)lalu diimplementasikan, maka kegiatan belajar mengajar dengan paradigma baru ini akan menjadi enak sekali,” kata Jono. Dia menyadari bahwa tugas guru dengan beban mengajar setidaknya 24 jam per minggu sudah berat.

Bagi Jono, acara pelatihan pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan ini sangat bermanfaat meski sebelumnya dia mengaku pesimis. ”Tetapi yang penting adalah pelatihan ini dapat mengubah mindset para guru dan pendampingan yang konsisten. Jadi, bukan sekedar sosialisasi

167

program saja,” kata Jono, Kepala Sekolah SMPN 1 Palangka Raya, pada hari ketiga pelatihan tersebut.

Pendampingan setelah pelatihan memang penting. Hal ini diakui oleh Bambang Dwiyanto, pengawas sekolah menengah pertama Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Palangka Raya. “Sudah ada banyak sosialisasi dan pelatihan untuk guru, tetapi tidak ada pendampingan sebagai tindak lanjut,” kata Bambang.

Sebagai pengawas, Bambang berharap sekolah-sekolah yang berpartisipasi dalam pelatihan ini akan menjadi model percontohan bagi sekolah lain. Dia optimis ESD ini akan dapat dilaksanakan kalau mendapat dukungan dari semua pihak. Para pengawas sangat antusias dilibatkan dalam pelatihan ini, karena informasi yang diperoleh merupakan masukan yang sangat berharga bagi kinerja mereka dan mempermudah mereka dalam mengevaluasi KTSP. Tidak banyak pelatihan untuk guru yang melibatkan para pengawas. Dengan pelatihan ini, diharapkan guru dan pengawas akan memiliki perspektif yang sama dalam implementasi kurikulum nasional terutama terkait pelestarian lingkungan.

Satuan Tugas Persiapan Kelembagaan REDD+ bekerjasama dengan Badan Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Tengah serta Pemerintah Kota Palangka Raya mengadakan Pelatihan Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan Sekolah Sobat Bumi di Palangka Raya 10-12 September 2012.

Pelatihan tersebut dibuka langsung oleh Walikota Palangka Raya Riban Satia. Dalam sambutannya Riban mengungkapkan kepedulian sekaligus keprihatinannya pada sekolah-sekolah yang ada di Palangka Raya dalam kaitannya dengan lingkungan hijau. Walikota menginginkan sekolah dari Palangka Raya ada yang dapat meraih penghargaan sekolah Adiwiyata.

Pembukaan tersebut ditandai dengan penanaman pohon yang diserahkan Walikota secara simbolis ke beberapa sekolah. Acara tersebut

168

Di Balik Layar Menjadi Sekolah Indonesia

diikuti lebih dari 70 peserta yang terdiri dari para guru, kepala sekolah, pengawas sekolah, dari tingkat sekolah dasar sampai sekolah menengah atas di Palangka Raya. Ada 12 sekolah negeri yang mengikuti pelatihan tersebut.

Sebelumnya, Satgas REDD+ juga mengadakan pelatihan serupa di Pangkalanbun serta Kabupaten Kapuas pada awal sampai pertengahan Agustus 2012. Pelatihan tersebut diikuti banyak sekolah negeri dari tingkat sekolah dasar sampai sekolah menengah atas beserta para pengawas. Rangkaian pelatihan itu bertujuan untuk membuka wawasan ESD, pendidikan holistik yang demokratis untuk mencapai nilai kesepakatan bersama bagi pembangunan masyarakat Kalimantan Tengah yang berkaitan dengan perlindungan hutan dan pelestarian budaya yang berkelanjutan.***

Satuan Tugas Persiapan Kelembagaan REDD+

Jl. Veteran III No. 2, Jakarta 10110, IndonesiaPhone +62213500234, +62213522703 Fax. +62212314147Site office: Phone +622134835414 Fax. +622134835415Website: www.satgasreddplus.orgEmail: [email protected]