DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA … fileFRAKSI PARTAI NASIONAL DEMOKRAT (F-NASDEM) 36....

28
1 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RISALAH RAPAT KOMISI I DPR RI Tahun Sidang : 2016-2017 Masa Persidangan : II Jenis Rapat : Rapat Kerja Komisi I DPR RI dengan Menteri Komunikasi dan Informatika Hari, Tanggal : Rabu, 23 November 2016 Pukul : 10.00 WIB Sifat Rapat : Terbuka Pimpinan Rapat : Dr. H. Abdul Kharis Almasyhari, Ketua Komisi I DPR RI Sekretaris Rapat : Suprihartini, S.IP., M.SI., Kabag Sekretariat Komisi I DPR RI Tempat : Ruang Rapat Komisi I DPR RI, Gedung Nusantara II Lt. 1, Jl. Jenderal Gatot Soebroto, Jakarta 10270 Acara : Penjelasan Menkominfo mengenai perkembangan seleksi Calon Anggota Dewas LPP TVRI Periode 2016- 2021 Anggota yang Hadir : PIMPINAN: 1. Dr. H. Abdul Kharis Almasyhari (F-PKS) 2. Dr. TB. Hasanuddin, S.E., M.M. (F-PDI Perjuangan) 3. Meutya Viada Hafid, S.Sos. (F-PG) 4. Asril Hamzah Tanjung, S.IP. (F-Gerindra) 5. H.A. Hanafi Rais, S.IP., M.P.P. (F-PAN) ANGGOTA: FRAKSI PDI-PERJUANGAN 6. Ir. Rudianto Tjen 7. Dr. Effendi MS Simbolon, M.I.Pol. 8. Charles Honoris 9. Tuti N. Roosdiono 10. Dr. Evita Nursanty, M.Sc. 11. Bambang Wuryanto 12. Andreas Hugo Pareira 13. Irine Yusiana Roba Putri, S.Sos., Mcomn&Mediast FRAKSI PARTAI GOLKAR (F-PG) 14. Dr. Fayakhun Andriadi 15. Bobby Adhityo Rizaldi, S.E. Ak., M.B.A., C.F.E. 16. Venny Devianti, S.Sos. 17. H. Andi Rio Idris Padjalangi, S.H., M.Kn. FRAKSI PARTAI GERINDRA (F-GERINDRA) 18. H. Ahmad Muzani 19. Martin Hutabarat

Transcript of DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA … fileFRAKSI PARTAI NASIONAL DEMOKRAT (F-NASDEM) 36....

1

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA

RISALAH RAPAT

KOMISI I DPR RI

Tahun Sidang

:

2016-2017

Masa Persidangan : II

Jenis Rapat : Rapat Kerja Komisi I DPR RI dengan Menteri Komunikasi dan

Informatika

Hari, Tanggal : Rabu, 23 November 2016

Pukul : 10.00 WIB

Sifat Rapat : Terbuka

Pimpinan Rapat : Dr. H. Abdul Kharis Almasyhari, Ketua Komisi I DPR RI

Sekretaris Rapat : Suprihartini, S.IP., M.SI., Kabag Sekretariat Komisi I DPR RI

Tempat : Ruang Rapat Komisi I DPR RI, Gedung Nusantara II Lt. 1,

Jl. Jenderal Gatot Soebroto, Jakarta 10270

Acara : Penjelasan Menkominfo mengenai perkembangan seleksi Calon Anggota Dewas LPP TVRI Periode 2016-2021

Anggota yang Hadir : PIMPINAN:

1. Dr. H. Abdul Kharis Almasyhari (F-PKS)

2. Dr. TB. Hasanuddin, S.E., M.M. (F-PDI Perjuangan)

3. Meutya Viada Hafid, S.Sos. (F-PG)

4. Asril Hamzah Tanjung, S.IP. (F-Gerindra)

5. H.A. Hanafi Rais, S.IP., M.P.P. (F-PAN)

ANGGOTA:

FRAKSI PDI-PERJUANGAN

6. Ir. Rudianto Tjen

7. Dr. Effendi MS Simbolon, M.I.Pol.

8. Charles Honoris

9. Tuti N. Roosdiono

10. Dr. Evita Nursanty, M.Sc.

11. Bambang Wuryanto

12. Andreas Hugo Pareira

13. Irine Yusiana Roba Putri, S.Sos., Mcomn&Mediast

FRAKSI PARTAI GOLKAR (F-PG)

14. Dr. Fayakhun Andriadi

15. Bobby Adhityo Rizaldi, S.E. Ak., M.B.A., C.F.E.

16. Venny Devianti, S.Sos.

17. H. Andi Rio Idris Padjalangi, S.H., M.Kn.

FRAKSI PARTAI GERINDRA (F-GERINDRA)

18. H. Ahmad Muzani

19. Martin Hutabarat

2

20. H. Biem Triani Benjamin, B.Sc., M.M.

21. Rachel Maryam Sayidina

22. Andika Pandu Puragabaya, S.Psi., M.Si., M.Sc.

FRAKSI PARTAI DEMOKRAT (F-PD)

23. Dr. Sjarifuddin Hasan, S.E., M.M., M.BA.

24. Mayjen TNI (Purn) Salim Mengga

25. Dr. Ir. Djoko Udjianto, M.M.

FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL (F-PAN)

26. Zulkifli Hasan, S.E., M.M.

27. Ir. Alimin Abdullah

28. Budi Youyastri

FRAKSI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA (F-PKB)

29. Drs. H.A. Muhaimin Iskandar, M.Si.

30. Dra. Hj. Ida Fauziyah, M.Si.

31. Drs. H.M. Syaiful Bahri Anshori, M.P.

32. Arvin Hakim Thoha

FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (F-PKS)

33. Dr. H. Sukamta, P.Hd.

FRAKSI PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN (F-

PPP)

34. Dr. H. A. Dimyati Natakusumah, S.H., M.H., M.Si.

35. Hj. Kartika Yudhisti, B.Eng., M.Sc.

FRAKSI PARTAI NASIONAL DEMOKRAT (F-

NASDEM)

36. Prananda Surya Paloh

37. Mayjen TNI (Purn) Supiadin Aries Saputra

38. Victor Bungtilu Laiskodat

FRAKSI PARTAI HATI NURANI RAKYAT (F-

HANURA)

39. Ir. Nurdin Tampubolon, M.M.

Anggota yang Izin : 1. Marinus Gea, S.E., M.AK. (F-PDI Perjuangan)

2. Tantowi Yahya (F-PG)

3. Dave Akbarshah Fikarno, M.E. (F-PG)

4. Yayat Y. Biaro (F-PG)

5. Elnino M. Husein Mohi., S.T., M.Si. (F-PG)

6. Dr. Hj. Nurhayati Ali Assegaf, M.Si. (F-PD)

7. H. Darizal Basir (F-PD)

8. H.M. Syafrudin, S.T., M.M. (F-PAN)

9. Dr. H. M. Hidayat Nur Wahid, M.A. (F-PKS)

10. Dr. H. Jazuli Juwaini, Lc., M.A. (F-PKS)

11. H. Moh. Arwani Thomafi (F-PPP)

12. H. Syaifullah Tamliha, S.Pi., M.S. (F-PPP)

13. Prof. Dr. Bachtiar Aly, M.A. (F-NASDEM)

3

Undangan : 1. Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara, S.Stat.,

MBA.

2. Ketua Pansel Dewas LPP TVRI, Freddy H. Tulung.

beserta jajaran.

Jalannya Rapat: KETUA RAPAT (Dr. H. ABDUL KHARIS ALMASYHARI): Bismillahirahmanirahim. Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Selamat pagi, salam sejahtera untuk kita semuanya.

Alhamdulillah pada pagi hari ini kita bisa menghadiri untuk Rapat Kerja dengan Menkominfo, berkaitan dengan permasalahan Dewan Pengawas LPP TVRI. Untuk itu kita akan segera mulai, pertama saya ucapkan selamat datang kepada Menkominfo beserta jajarannya. Juga kepada Pimpinan dan Anggota Komisi I DPR RI.

Berdasarkan informasi dari sekretariat saat ini daftar hadir telah ditandatangani oleh 12 orang dari 7 fraksi. Dengan demikian kuorum telah terpenuhi, karena sudah lebih dari separuh fraksi. Sebelum kita mulai rapat pada hari ini sebagaimana amanat Pasal 246 Tata Tertib DPR RI perlu kita sepakati terlebih dahulu apakah rapat ini kita selenggarakan secara terbuka atau tertutup?

Pak Menteri?

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA (RUDIANTARA, S.STAT., MBA.):

Saya mengikuti ini saja, Pak.

KETUA RAPAT (Dr. H. ABDUL KHARIS ALMASYHARI):

Baik dari Anggota, terbuka atau tertutup? Baik, terbuka ya. Baik dengan demikian dengan mengucapkan Bismillahirahmanirahim rapat ini saya buka dan terbuka untuk

umum.

(RAPAT DIBUKA PUKUL 10.50 WIB) Dapat kami sampaikan bahwa Komisi I DPR RI DPR RI telah menerima surat dari fraksi Partai Golkar, fraksi

Gerindra dan fraksi Hanura terkait dengan pergantian atau penambahan Anggota dari ketiga fraksi tersebut di Komisi I DPR RI, yaitu yang pertama dari fraksi Partai Golkar Bapak Drs. Agun Gunanjar Sudarsa, M.Si., digantikan oleh Bapak Yayat Piaro, Bapak Yayat belum hadir. Kedua, dari Fraksi Gerindra menambahkan satu Anggotanya di Komisi I DPR RI, yaitu Bapak H. Biem Triyani Benyamin, M.M., juga belum hadir. Yang ketiga, dari Fraksi Hanura Bapak Haris Suditomo digantikan oleh Bapak Ir. Nurdin Tampubolon, M.M., kami persilakan untuk memperkenalkan diri Pak. Bapak dan Ibu sekalian,

Sebagaimana keputusan Presiden RI Nomor 76/P/2011, tanggal 21 Desember 2011 bahwa masa jabatan Anggota Dewan Pengawas LPP TVRI periode 2011-2016 akan berakhir pada tanggal 21 Desember 2016. Untuk itu, perlu segera ditetapkan Anggota Dewan Pengawas LPP TVRI yang baru. Pasal 14 Ayat (5) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang penyiaran menjelaskan bahwa Dewas TVRI ditetapkan oleh Presiden atas usul DPR RI setelah melalui uji kepatutan dan kelayakan secara terbuka atas masukan dari Pemerintah dan atau masyarakat.

Selanjutnya Pasal 8 Ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2005 tentang LPP TVRI menjelaskan bahwa calon Anggota Dewan Pengawas diusulkan oleh Pemerintah kepada DPR RI berdasarkan masukan dari Pemerintah dan atau masyarakat.

Sampai saat ini Pemerintah belum menyampaikan kepada DPR RI calon Anggota Dewas LPP TVRI yang baru untuk dapat dilaksanakan uji kepatutan dan kelayakan oleh DPR RI. Oleh karena itu, pada hari ini kami ingin mendapatkan penjelasan lebih jauh perkembangan seleksi calon Anggota Dewas LPP TVRI periode 2016-2021 oleh Pemerintah, dalam hal ini oleh Kementerian Kominfo.

Untuk itu kami persilakan kepada yang terhormat Menkominfo untuk memberikan penjelasan terkait dengan agenda Raker hari ini.

Kami persilakan.

4

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA (RUDIANTARA, S.STAT., MBA.):

Yang kami hormati Bapak Pimpinan Komisi I DPR RI, Beserta ibu bapak sekalian Anggota Komisi I DPR RI. Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Selamat pagi salam sejahtera untuk kita semua. Ini rupanya Pak Pimpinan kita sehati, artinya kami merencanakan berkonsultasi tapi informal kepada Komisi I DPR RI, karena ini proses yang kami lakukan itu harus, selamat siang Ibu Evita. Proses ini harus bersama-sama dengan Komisi I DPR RI untuk penetapan Anggota Dewan Pengawas TVRI. Mengapa sebetulnya kami ingin konsultasikan? Karena ada boleh dikatakan waktu yang memang harus kita tata sama-sama agar kita bisa mempunyai katakanlah Dewan Pengawas yang berkualitas untuk nantinya berfungsi sebagai Dewan Pengawas juga berikutnya adalah menetapkan direksi dari TVRI.

Jadi kemarin sore saya diberi tahu ada undangan dari Komisi I DPR RI hari ini, katanya kita bahas tentang proses seleksi Dewan Pengawas TVRI, saya katakan alhamdulillah walaupun waktunya pendek tapi memang karena niat kita sama-sama Pak. Izinkan saya menyampaikan beberapa slide di sini, pertama adalah tadi disampaikan oleh Bapak Ketua kami sudah menindaklanjutinnya dengan mengeluarkan Keputusan Menteri Nomor 1498 bulan Agustus tahun ini tentang panitia seleksi rekrutmen calon Anggota Dewan Pengawas LPP TVRI periode 2016-2021.

Berikutnya Pak, kami berangkat dari premis bahwa kita menginginkan Dewan Pengawas TVRI yang akan datang itu mempunyai kompetensi-kompetensi yang berkaitan dengan yang bisa meng-address isu TVRI saat ini, antara lain satu dalam konteks keterwakilan publik, karena statusnya adalah LPP (Lembaga Penyiaran Publik). Jadi ada di Dewan Pengawas yang mempunyai kapasitas itu Pak. Kedua juga Dewan Pengawas itu harus mempunyai kemampuan kapasitas dan kompetensi management secara strategis bukan operasional, karena operasional secara taktis itu dilakukan oleh direksi nantinya, tapi secara strategis, baik dari sisi keuangan kita tahu saat ini kondisi keuangan di TVRI kalau dilihat dari neracanya berdasarkan laporan BPK kami melihat dari 5 tahun terakhir terus terang sangat sedih. Dari sisi aset kualitasnya ini makin lama kualitas yang makin menurun, kalau kita lihat dari neracanya asetnya itu kalau kita bandingkan dengan penyelenggara televisi yang lain itu kualitas asetnya bagus, karena punya alat produksi kalau TVRI ini boleh dikatakan 80% dari asetnya itu adalah hanya tanah property. Jadi sisanya itu alat produksinya justru kurang, padahal TVRI ini kita harapan justru berproduksinya dia Pak.

Kemudian dari sumber daya manusia dan organisasi juga, karena sudah berapa tahun tidak ada lagi regenerasi, tidak lagi rekrutmen dari PNS. Kemudian dari sisi aspek bisnis Pak, kita tahu walaupun fokus LPP TVRI adalah bukan berbisnis, tapi disana juga di perbolehkan sudah ada ruang untuk berbisnis tanda kutip untuk masalah iklan. Kemudian dari sisi konten Pak, konten juga ini namanya LPP (Lembaga Penyiaran Publik) keterwakilan publik itu disisi konten kemana. Kemudian tentunya dari sisi regulasi, kita tahu bahwa sebentar lagi kita akan menyelesaikan Revisi dari Undang-Undang Penyiaran, yang salah satu intinya adalah digitalisasi dan juga tidak tertutup kemungkinan reposisi dari lembaga penyiaran publik. Karenanya kami meminta bantuan lebih tepat Pak, kepada tokoh-tokoh yang mempunyai kompetensi capacity bidang yang saya sebutkan tadi. Seperti Prof. Bagir Manan kita tahu beliau juga tadinya sebagai Ketua Dewan Pers.

Jadi kapasitasnya untuk itu sudah memiliki, Ibu Betty Ali Sjahbana dengan latar belakang korporasinya, Ibu Risma Al Banjar yang dulu juga staf dari Komisi I DPR RI, kemudian Bapak Dede Hermawan, ada Prof. Komaruddin Hidayat, Pak Renald Kasali ini dari sisi bisnis, Prof. Sasa Djuarsa ini dari sisi regulasi dan prosesnya juga dulu sebagai Anggota KPI jadi sangat memahami dan aspek budaya tadi keterwakilan konten masyarakat Pak Slamet Rahardjo dan Pak Wishnutama. Pak Wisnu itu saat ini adalah Dirut daripada Net TV yang dulu sukses membawa Trans TV Pak.

Jadi kita kombinasikan semuanya karena kita sama-sama berkeinginan TVRI suatu saat itu seperti sekelas ya mohon maaf ya seperti NHK Jepang, BBC Inggris, ABC Australia, setidaknya harus punya itu Pak, bahwa nanti berjalan ke sana seperti apa itu nanti kita siapkan sama-sama lagi.

Jadi itu latar belakang mengapa kami memilih Pansel itu, Anggota Pansel dan ketuanya di sebelah kanan saya Pak Freddy Tulung dulunya Dirjen di IKP dan di sebelah kanannya Ibu Krisma, dari 10 ada 2 hadir Pak.

Berikutnya, setelah bulan Agustus saya tidak tahu mudah-mudahan di Ibu dan Bapak berwarna ya jadi bisa kelihatan ya apa namanya jadwalnya. Saya juga harus pakai kacamata bacanya, itu apa pendaftaran dari mulai 25 Agustus sampai 22 September hampir 1 bulan. Kemudian prosesnya adalah seleksi administrasi sambil berjalan, administrasi ini lebih banyak kepada tahap satu kepada kelengkapan dokumen, kemudian verifikasi terutama pendidikan dan dari sisi usia ini banyak juga masyarakat yang mendaftar dikatakan bagus katanya mempunya kapasitas, tetapi tidak memenuhi kelengkapan dokumennya pun kadang-kadang tidak disertakan, jadi tidak bisa dan harus kami gugurkan. Itu administrasi selesai kemudian sudah kami umumkan pada tanggal 23 September, dari sisi proses administrasi.

Setelah itu dilakukan yang kedua adalah seleksi atau review dari paper atau makalah. Penilaian karya tulis di situ dituliskan tentang visi, misinya, penilaian personal papernya, kemudian dari sisi pengalaman manajerialnya.

5

Kita butuhkan pengalaman menejerial bukan berarti harus menjadi manager, tapi secara strategis harus ada. Dari personal papernya juga bisa dilihat tadi dari sisi bagaimana yang bersangkutan menunjukkan semangat berprestasinya, konsep dirinya, adaptasi dan lebih penting adalah kerja sama itu adalah indikator dari penilaian personal papernya. Sedangkan dari visi misinya itu adalah dari sisi visi, misi apa yang diusung peserta, artinya TVRI kira-kira mau seperti apa kedepannya, isu content-nya dan teknik penulisannya, itu sampai dengan seleksi yang dua penilaian karya tulis dan hasilnya itu sudah diumumkan pada tanggal 29 September. Dan menerima masukan publik atas rekam jejak peserta berdasarkan pengumuman tersebut untuk proses berikutnya. Kemudian yang ketiga dilakukan psikotes oleh pihak ketiga tanggal 10 dan 11 Oktober dan secara paralel kami juga meminta informasi kepada PPATK tentang rekam jejak dari PPATK.

Kemudian pada tanggal 31 Oktober dan 1 November itu dilakukan wawancara oleh tim penilai. Sampai sekarang Pansel saya masih rapat dan perkiraan akhir November ini baru disampaikan kepada kami untuk nanti kami teruskan kepada Bapak Presiden dan Bapak Presiden nanti meneruskannya kepada Komisi I DPR RI untuk dilakukan fit and proper test oleh Komisi I DPR RI. Nah, itulah kira-kira jadwal waktu yang kita tetapkan sama-sama.

Ini halaman berikutnya ini adalah ringkasan dari jumlah pendaftar, totalnya ada 1.112 tetapi yang lengkapnya ada 825, kemudian yang melengkapi dokumen itu hanya ada 304 ada 37%, banyak yang tidak melengkapi dokumen sekitar 63% atau 521. Kalau berdasarkan tingkat pendidikan itu ada 733 S1, S2 218, S3 59. Sedangkan dari sisi gender itu laki-lakinya masih 2 kali lipat dari pada peserta wanita. Dari hasil seleksi yang lengkap dokumennya 304, lulus tahap 1 secara administrasi karena tadi dicek dari sisi usia, dari sisi kelengkapan administrasi semuanya itu lulus 16, kemudian tahap 2 review terhadap paper yang disiapkan, makalah yang disiapkan itu tinggal 62. Kemudian terakhir yang assessment test itu ada 38, nanti kami belum dapat laporan secara resmi dari Pansel kira-kira berapa yang akan kami ya apa peroleh dari 38 ini.

Dalam hal ini Bapak Pimpinan, Ibu, Bapak sekalian kami lebih mengedepankan kualitas dari pada kuantitas. Kita tahu bahwa apa yang akan ditetapkan nanti ada 5 Anggota Dewan Pengawas berdasarkan aturan, namun dari 38 sekali lagi kami belum tahu berapa yang akan lolos seleksi. Apabila misalkan biasanya secara konvensi kan 3 x 5 ada 15 kami sampaikan, tetapi kalau misalkan dari 15 ada yang berkualitas yang hanya sedikit kami akan sampaikan apa adanya yang berkualitas, artinya kami sebutkan bisa saja dikirim 15 tapi akan kami buatkan catatan di dalamnya bahwa yang menurut hemat kami berkualitas itu adalah hanya sekian. Biar kita lakukan secara transparan karena yang kita kejar sekali lagi adalah Dewan Pengawas televisi yang berkualitas.

Nah, ini berikutnya ini halaman ini sama dengan yang tadi ya sudah sampaikan yang tadi lebih detil yang ini adalah secara garis besarnya.

Berikutnya ini adalah ringkasan ataupun kriteria yang digunakan oleh Pansel dalam melakukan evaluasi sampai dengan tahap yang terakhir yang hasilnya belum diserahkan kepada kami. Nanti barangkali Pak Freddy kalau boleh diberikan kesempatan untuk mendalami ataupun ada pertanya nanti detailnya di Pak Freddy bersama dengan Ibu Prisma yang mewakili Pansel. Karena saya sebagai menteri sama sekali tidak pernah meminta atau mengintervensi prosesnya, karenanya dibuatkan Pansel, kita percayakan kepada Pansel. Kalau kita tidak percaya kepada Pansel kita ganti Panselnya kan kurang lebih begitu Pak. Jadi biarkan Pansel bekerja nanti akan laporkan kepada kami.

Satu halaman lagi Ibu dan Bapak sekalian, yang kami perlu komunikasikan kepada Ibu dan Bapak sekalian, kami perlu persetujuannya sama-sama dari Komisi I DPR RI adalah mengenai waktu. Masa bakti Dewas TVRI sampai 2016 itu berakhir pada tanggal 21 Desember, namun kita tahu ada beberapa tahapan proses seleksi yang harus dilakukan, baik di Pemerintah dan tentunya nanti di Komisi I DPR RI, sehingga dikhawatirkan proses seleksi tidak dapat diselesaikan sebelum 21 Desember 2016 ini. Karena kami kan tetap harus menyelesaikan ini kemudian kepada Bapak Presiden, dan Bapak Presiden nanti kepada Komisi I DPR RI. Nah, padahal di DPR sendiri kalau tidak salah hanya akan bersidang sampai tanggal 15 Desember, nanti reses baru masuk lagi Januari.

Nah, untuk menghindari kekosongan Dewan TVRI, kami sudah berkoordinasi dengan Kantor Sekretaris Negara mengenai kemungkinan kosongnya ataupun istilahnya vakumnya Dewan pengawas TVRI ini. Dan kami secara informal berkomunikasi dan mengusulkan kepada kantor Sekertaris Negara untuk memperpanjang masa bakti Dewan pengawas ini sampai dengan ditetapkan kemudian. Mengapa? Ini kami lakukan agar tidak jadi kekosongan, kedua rujukannya pernah kita lakukan sama-sama dengan Komisi I DPR RI untuk RRI dan ini pun saya sampaikan kepada Kantor Sesneg bahwa saya hari ini rapat dengan Komisi I DPR RI hasilnya akan kami laporkan kepada Sesneg, karena kan kita perlu sepakat dulu di sini baru kami laporkan secara formal kepada Presiden nanti melalui Sekretaris Negara untuk usulan perpanjangan masa bakti dari Dewan Pengawas TVRI yang ini. Dan sengaja memang kami tidak sampaikan, kami tidak rancang, misalkan 1 bulan atau 2 bulan agar memberi waktu kepada kita juga untuk benar-benar menghasilkan Dewan Pengawas yang akan nanti kita tetapkan oleh Komisi I DPR RI yang benar-benar berkualitas sesuai dengan kebutuhan TVRI masa yang akan datang.

Ibu dan Bapak sekalian,

Barangkali secara ringkas itu yang disampaikan, kami laporkan kepada Ibu dan Bapak sekalian mengenai proses seleksi Calon Dewan Pengawas TVRI untuk periode 2016 sampai dengan 2021.

Terima kasih banyak atas perhatian Ibu dan Bapak sekalian, kami kembalikan kepada Pimpinan Rapat.

6

KETUA RAPAT (Dr. H. ABDUL KHARIS ALMASYHARI):

Terima kasih Pak Menteri sudah menyampaikan penjelasan tentang proses Pansel yang sampai hari ini belum selesai dan kita lihat bersama, memang kita akan bersidang pada masa sidang ini sampai tanggal 15, sehingga dmungkinkan tanggal 21 belum bisa menghasilkan Anggota Dewan Pengawas yang baru. Untuk itu kita adakan rapat hari ini untuk membahas langkah-langkah apa yang harus kita tempuh untuk menghindari kekosongan Dewan Pengawas. Dari Pak Menteri sudah mengusulkan untuk memperpanjang masa bakti Dewan Pengawas periode 2011-2016 sampai ditetapkannya Dewan Pengawas TVRI yang baru.

Saya kira sudah jelas sekali apa yang disampaikan oleh Bapak Menteri. Untuk itu kita lanjutkan agenda berikutnya, yaitu pendalaman tapi kita tetap akan fokus pada mengantisipasi agar tidak terjadi kekosongan Dewan Pengawas LPP TVRI. Yang pertama Bapak Alimin, yang kedua Bapak Nurdin, ketiga Bapak Andreas dan yang keempat Ibu Evita. Dimulai dari Pak Alimin, silakan. F-PAN (Ir. ALIMIN ABDULLAH):

Terima kasih, Pimpinan. Pak Menteri dan seluruh jajarannya, Rekan-tekan Komisi I DPR RI yang saya hormati. Pak Menteri apa yang sudah disampaikan semua sudah kita dengar, kita pahami. Dan apa yang kita mau ambil langkah juga untuk mengantisipasinya kita bisa mengertilah cuma tinggal kita menjalankan bagaimana baiknya. Cuma barangkali ini buat kita ke depan yang akan seperti ini kan tidak hanya Dewas saja. Di mana masa jabatan itu tidak hanya sebulan atau setahun, seperti inikan 5 tahun. Nah, suatu kementerian yang akan menyiapkan penggantinya melalui mau bikin Pansel segala macam, saya kira sejarahnya sudah ada sebelumnya. Berapa lama sih Pansel itu bekerja dan berapa lama nanti di pemerintahan, berapa lama di DPR, sebetulnya riwayat itu punya kita, Walaupun saya baru Komisi I DPR RI ini Pak Menteri. Jadi sebetulnya kalau ini kita mau bicara masalah kinerja kita, kita harus mengakui secara jujur, secara bersama. Kita terlambat sehingga kita mencari jalan keluar, selalu dalam negara kita seperti gitu, buat kritis terus cari omprengan. Kalau tadi seperti apa satelit tadi saya tertarik waktu Pak Menteri menjelaskan. Jadi kita memang begitu pekerjaan dan di manapun juga yang mengambil sembarangan omprengan itu tidak akan sebenarnya. Jadi kita dengan memperpanjang itu banyak hal yang kita berikan contoh dalam sejarah negara ini, bahwa kita tidak bisa mengatur jadwal waktu dengan baik. Semua kita ini Pak, bukan hanya yang kami harus meningkatkan juga mestinya kan harus diingatkan berdasarkan beberapa waktu yang lalu, sekian lama, maka sekarang sudah harus terbentuk Pansel, harus sekarang terdaftar siapa yang menjadi calon misalnya begitu dan sudah harus tanggal sekian harus selesai hasil Pansel. Tetapi kan kita sama-sama lewat, sehingga terjadi apa yang kita hadapi sekarang.

Nah, terhadap hal-hal yang lain termasuk juga makanya saya sepakat betul kemarin ketika izin daripada penyiaran televisi itu jangan 5 tahun lah, biar kita 20 tahun juga ujung-ujungnya kita tabrak seperti ini. Saya setuju supaya kita aware setiap tahun kita evaluasi, saya tidak tahu keputusan kita, tapi kan begitu ya Pak. Ini maksudnya juga begitu, walaupun juga teman juga bilang ke saya ya kalau dulu 5 tahun kita terlewat yang setahun sudah bisa juga kenapa enggak. Tapi maksud saya, supaya kita kalau 5 tahun bisa dari setahun, dua tahun kita terlewatkan. Kalau tiap tahun saya kira mudah-mudahan kita masih cepat, bahwa ini menjadi tugas kita menyelesaikan.

Nah, karena ada hal-hal yang memang keputusan kita ini atau untuk mengganti ini memang sesuatu yang sangat ditunggu dan dilihat orang banyak. Kalau ada hal-hal lain yang intern kita Pak Menteri, mungkin kita bisa kalau bahasa sekarang itu ya sama-sama tahulah, sama-sama maklum. Tapi hasil kerja kita ini diamati orang dan DPR dan Pak Menteri itu dinilai. Nah, kita ingin bukan yang ini yang kita bicarakan ke depan nanti, sekarang bagaimana cara kita, apakah juga tidak perlu kita bikin suatu batasan untuk ke depan? ini baru usul. Pansel itu paling lambat kapan sudah harus ada. Jadi kita tinggal mengingatkan, Pansel itu berapa lama kerja kita sudah tahu batasannya berdasarkan pengalaman, sehingga diharapkan tepat pada waktunya untuk masa ganti masa jabatannya itu kita sudah tidak terulang lagi. Kalau bisa dibuat seperti itu Pak Menteri tidak bisa sekarang lagi. Saya minta memang kesempatan kita bersama Pansel sudah terbentuk. Kerja Pansel memang harus sekian lama juga, tidak bisa nunggu orang daftar terlalu lama, memang dia harus mampu mengerjakan. Nah, kalau ini bisa kita buat mungkin yang lain-lain juga bisa kita atur supaya dia tepat waktu.

Terima kasih.

KETUA RAPAT (Dr. H. ABDUL KHARIS ALMASYHARI):

Selanjutnya, Pak Nurdin.

7

F-HANURA (Ir. NURDIN TAMPUBOLON, M.M.):

Terima kasih, Pimpinan. Teman-teman Anggota Komisi I DPR RI yang saya hormati, Pak Menteri beserta dari Ketua dan Anggota Pansel yang saya hormati juga.

Pertama-tama saya telah mendengar dari apa yang menjadi masalah di TVRI sesuai dengan apa yang dipresentasikan oleh Pak Menteri tadi. Jadi Pak Menteri menyatakan bahwa TVRI itu apa daya saingnya sangat lemah, di mana peralatan-peralatannya masih jauhlah dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan televisi yang lain.

Kemudian asetnya yang besar itu adalah cuma tanah dan bangunan mungkin ya Pak Menteri. Kemudian aspek bisnis pun mereka sangat lemah, konten juga lemah dan regulasi, tetapi Pak Menteri mengharapkan suatu saat bahwa TVRI ini sama dengan NHK yang Jepang atau BBC yang ada di Inggris kalau tidak salah BBC dan itu juga punya dari pada negara. Nah, sekarang yang membuat ini lemah itu sebenarnya critical point-nya apa kenapa mereka sampai seperti ini. Apakah pemilihan dengan sistem Pansel atau dengan sistem daripada Dewas ini bisa mengoptimalisasi dari kinerja mereka sehingga mengangkat daya saing ini sesuai dengan diharapkan oleh Pak Menteri. Karena ini NPP ini sudah ditentukan sejak tahun 90-an kalau enggak salah atau awal tahun 2000 saya enggak tahu persis sejak kapan dia menggunakan dari pada lembaga penyiaran publik. Tahun berapa Pak? 2002. Jadi tentunya pengalaman dari sudah sekitar kalau 5 tahun berarti 3 periode daripada Denwas ini menghasilkan apa yang menjadi keluhan Pak Menteri tadi, hasilnya ini. Nah, kalau hasilnya ini apakah sudah dievaluasi yang membuat dari persoalan itu apa critical point-nya, sehingga ditentukan apa menjadi solusinya. Karena kalau tidak ada solusinya….itu LPP yang credible dan berdaya saing. Karena ini juga mendatangkan keuntungan yang sangat besar bagi negara dari segi pendapatan finansial dan juga pendapatan daripada infact-nya terhadap masyarakat yang mendapat informasi dan juga yang didapat oleh TVRI dari daerah untuk disiarkan di seluruh Indonesia dari daerah-daerah termasuk sumber daya alam yang bisa dikelola. Nah, ini dia kalau memang belum ada critical point-nya untuk diperbaiki menurut saya ini harus perlu dipertanyakan lagi apakah nanti kinerja berikutnya ini akan semakin turun. Nah, setelah ini mungkin kita perlu mendengar apa solusi untuk peningkatan kinerja daripada TVRI sesuai dengan harapan menteri untuk bisa setara dengan NHK. Itu yang pertama. Yang kedua adalah bagaimana pun sekarang penyiaran dunia ini sudah berubah digital, cuma Indonesia lah sekarang ada beberapa negara yang kecil-kecil mungkin tidak masuk. Bagaimanapun ini harus kita lakukan, tidak ada cerita bahwa kita terlambat ini. Kenapa? Karena digital deviden yang didapat Pemerintah itu dan sebagai Pak Menteri sudah tahu itu sejak awal itu harus diambil. Kemudian visi dan misi Presiden yang menyatakan penyiaran dari daerah itu harus membanguan bangsa dari daerah atau dari pinggiran itu harus kita jalankan. Jadi kalau itu berhenti karena undang-undangnya belum kita selesaikan sangat menurut saya sangat memalukan bangsa ini. Karena sejak 2007 sampai sekarang sudah 10 tahun lebih hampir 15 tahun ini tidak bisa selesai. Menurut saya adalah sesuatu yang sangat-sanga perlu kita pertanyakan, kenapa ini sampai saat ini tidak selesai. Nah, ini salah satu Pak Menteri dan juga rekan-rekan dari Anggota Komisi I DPR RI yang menjadi tugas kita semua. Jadi ini menurut saya salah satu yang harus Pak Menteri dan DPR percepat dan menunjukkan kepada dunia, karena dari dunia yang dikatakan international telecommunication union sudah membuat kesepatan bahwa terakhir harus imigrasi dari analog kepada digital adalah 15 Juni 2015, sudah kita lewati itu. Kita hanya mengatur Undang-Undang saja tidak bisa kok, bagaimana kita berdaya saing TVRI ini. TVRI-nya kalau di-support itu saya yakin mereka bisa, saya sudah lihat fasilitas mereka. Pak Menteri tidak usah khawatir bahwa mereka tidak bisa, Mereka bisa seperti NHK kalau kita dukung. Tapi kalau kita menguasai mereka, kita kerdilkan, kita minta kinerja yang maksimal, optimal, menurut saya tidak akan bisa. Kita dukunglah dengan benar yang kita punya, punya bangsa ini marilah sebagai negarawan mengutamakan daripada kepentingan publik, kepentingan bangsa dan kepentingan republik untuk membangun bangsa ini ke depan. Saya kira itu saja Pak Menteri, mohon maaf kalau ada hal-hal yang kurang berkenan. Terima kasih. KETUA RAPAT (Dr. H. ABDUL KHARIS ALMASYHARI):

Terima kasih, Pak Nurdin. Selanjutnya Pak Andreas, silakan.

F-PDIP (ANDREAS HUGO PAREIRA):

Terima kasih, Ketua.

8

Pak Menteri, Anggota Pansel yang saya hormati, Komisi I DPR RI yang saya hormati.

Teman-teman terdahulu sudah menyampaikan harapan-harapan yang intinya sebenarnya kalau saya tangkap kita ingin TVRI ini lebih baik. Kalau kita lihat ke belakang sejak reformasi perubahan-perubahan di Indonesia ini, baik dalam bidang penyiaran maupun di bidang politik demokrasi banyak mengalami kemajuan, kecuali TVRI. Jadi kalau yang lain itu maju TVRI tetap di tempat bahkan mundur. Nah, ini kan ironi, ironi dari perubahan-perubahan yang ada ini.

Saya senang Pak Menteri dengan semangat menggebu-gebu menjelaskan keinginan kita, harapan kita semua tentunya, bahwa TVRI ini pada suatu saat kita berharap ya paling tidak mendekati NHK, mendekati BBC, paling tidak di negara tetangga kita lah, sehingga Indonesia punya voice of Indonesia atau apalah namanya yang bisa menjadi barometer mainstream informasi dari Indonesia.

Nah, saya kira wacana dan diskusi ini sejak 10-15 tahun yang lalu sudah mulai kita berharap ada sinergi antara lembaga penyiaran publik Indonesia TVRI, RRI, Antara untuk menjadi tonggak voice of Indonesia lah kurang lebih seperti itu. Tetapi ini tidak pernah terjadi dan tidak pernah juga punya konsep yang jelas tentang apa yang kita maksudkan dengan adanya suatu lembaga penyiaran yang mewakili Indonesia, baik dalam maupun luar.

Jadi kalau kita mau buka, mau lihat berita, paling tidak yang menjadi barometer kita buka TVRI dulu. Nah, sekarang kan yang terjadi Pak Nurdin buka TV Merah, saya kadang-kadang buka TV biru, kalau pas lagi ini balik lagi ke TV Merah. Jadi kita sesuai dengan selera yang ke mana kita ini, tidak ada informasi yang jelas yang jadi mainstream berita di Indonesia terutama.

Nah, kita berharap peluang ini sebenarnya seharusnya diisi oleh TVRI di dalam situasi seperti ini, TVRI benar-benar merepresentasikan kepentingan publik Indonesia. Nah, pertanyaan saya atau komentar saya yang perlu kita inikan bersama. Apa hubungannya nanti Dewas dengan perbaikan TVRI itu. Dewas inikan sudah berkali-kali, berganti-ganti, ini yang ketiga atau keempat? Keempat kalau tidak salah ini, Dewas yang keempat. Tapi dari dulu Dewas ada apakah dia juga mewakili kepentingan publik untuk memperbaiki TVRI, seharusnya begitu kan Dewas ini mewakili kita pilih Dewas mewakili publik untuk memperbaiki TVRI. Nah, saya juga berharap Pansel dan meminta kepada Pansel agar serius supaya jangan hanya pilih orang mau cari kerja. Cari-cari kesempatan untuk ada sesuatu yang di ini di sana, kalau enggak ya 5 tahun berikut sama lagi nanti. Tiap kali APBN ini saya masih ingat dari tahun 2004 Pak Fredy pasti masih ingat benar. Kita ketok anggaran di TVRI bayar-bayar hutang terus, terakhir saya lihat masih ada juga bayar hutang tanah di Surabaya untuk salah satu perusahaan apalah itu. Dan itu hampir tiap tahun ada Pak, kalau tadi Pak Menteri katakan bahwa asetnya tinggal tanah ya memang tanah berharga tapi untuk bikin penyiaran yang baik itu tanah saja tidak cukup gitu, kita punya tower itu bagaimana tower yang di Bintaro sana, sampai sekarang mangkrak. Itu salah satu proyek mangkrak di TVRI paling besar kita tahu sejarahnya bagaimana. Dan siapa yang harus bertanggung jawab terhadap itu. Sekian puluh miliar habis tanpa ini hasil yang jelas.

Nah, kita berharap bahwa Dewas ini dan juga nanti kemudian dengan TVRI direksinya ada perubahan yang punya perencanaan yang jelas lah, kalau tidak percuma kita pilih-pilih lagi. Habis periode selesai juga tidak tahu yang untung siapa, habis uang negara untuk ini. Toh, kita nonton juga nonton tivi yang lain, pura-pura mau lihat TVRI tapi lihat sebentar. Saya kira harus jujur, kita coba berusaha nonton TVRI tapi kemudian naluri kita tidak tertarik kesana, karena memang tidak menciptakan satu pola penyairan yang bisa membuat orang itu punya interest dan punya kepentingan untuk melihat informasi atau apa saja yang muncul dari TVRI ini.

Nah, ini saya kira apa perlu dijawab atau tidak Pak Menteri, tapi bagaimana melihat hubungan antar Dewas dengan perubahan TVRI yang kita harapkan tadi. Apakah ada gitu nanti Dewas ini kita harapkan ada korelasi positifnya lah antar Dewas yang nanti kita pilih dengan perubahan TVRI yang kita harapkan kan. Ya kan kita kan memilih bukan memilih Dewas untuk Dewas itu, kita memilih Dewas untuk mengobati TVRI. Nah, tolong dijelaskan di mana letak korelasinya nanti.

Terima kasih.

KETUA RAPAT (Dr. H. ABDUL KHARIS ALMASYHARI):

Terima kasih, Pak Andreas. Selanjutnya Ibu Evita, silakan.

F-PDIP (Dr. EVITA NURSANTY, M.Sc.):

Baik, terima kasih Bapak Pimpinan. Bapak Menteri dan Pimpinan yang saya hormati.

9

Saya konsentrasi di Pansel ini saja. Tadi bapak sudah memaparkan bahwa progress istilahnya progress report tadi yang Bapak paparkan. Nah, berdasarkan progress report yang tadi menurut Bapak sampai kapan nih Dewas ini mau kita perpanjang, itu satu iya kan. Sorry, Pansel ini mau sampai kapan kita perpanjang itu berkaitan dengan perpanjangan dari Dewas yang sekarang. Kerjanya Pansel dengan perpanjangan dari pada Dewas. Nah, Pansel nanti kita bicarakan sekarang Dewas yang sekarang, kalau kita harus perpanjang sampai kapan kita mau perpanjang mereka.

Kemudian dari daftar-daftar yang saya lihat maaf Pak, Pansel ini saya melihat ini banyak mantan-mantan di dalamnya, mantan KPI, mantan LSF, saya baca satu-satu Pak, yang sudah ininya. Kemudian mantan-mantan dari orang-orang yang pernah di fit and proper di Komisi I DPR RI untuk hal-hal lain untuk KIP, untuk KPI itu isinya kebanyakan. Nah, ini saya agak ragu jadinya dengan kualitas dari pada Dewas nanti yang akan kita dapati. Kalau sekarang Dewas minta perpanjang saya lebih setuju justru Pak. kalau perlu seleksi ulang kenapa memangnya, jangan memaksakan kita harus memilih dari yang ada sekarang Pak. Kalau kita anggap yang ada itu tidak mampu, kualifikasinya tidak ada, kenapa kita paksakan kita harus memilih sekian dari sekian yang ada. Kalau perlu seleksi ulang kalau saya nih Pak, sehingga kita bisa mendapatkan Dewas yang memang benar-benar mempunyai kompetensi dan kemampuan sebagai seorang Dewas. Maaf saya katakan Pak, karena kita kemarin-kemarin ini tidak rijit di dalam tim seleksi Pansel, lihat apa yang kita dapatkan Dewas tahun 2014. Maaf kata apa yang kita dapat dengan Dewas yang sekarang kualitasnya jauh dari pada apa yang kita harapkan sebenarnya. Bapak kan tahu 2014 kami Komisi I DPR RI memecat seluruh Dewas. Bayangkan walaupun datang kemudian Dewas itu melakukan pembelaan tetap dari voting hanya 3 fraksi yang menerima pembelaan, sekian tidak menerima Dewas kita pecah seluruh Dewas kita pecat. Kenapa? Karena kita melihat Dewas itu tidak mempunyai kemampuan Pak Menteri, tidak melakukan sesuai dengan tupoksinya, sesuai dengan tanggungjawabnya.

Nah, Dewas yang sekarang maaf kata mungkin ada atau tidak di sini sama lagi angelnya gitu, sampai kita tidak boleh berapa bulan tidak boleh Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi I DPR RI. “Budeg” tidak pernah mau dengar apa yang kita omongin, berarti gagal juga kita penetapan Dewas yang kemarin ini.

Nah, sekarang ini kalau memang menurut saya pribadi enggak berkualitas ulang lagi saja deh seleksinya tidak usah dipaksain gitu loh Pak Menteri. Nah, itu yang mengenai proses seleksi.

Kemudian jadi ada satu juga Pak, saya melihatnya kenapa sih sepertinya orang-orang yang kita harapkan itu tidak mendaftar. Saya juga melihat leverage daripada gaji Dewas ya Pak, mungkin kita memikirkan orang yang mampu, yang pintar ngapain dengan gaji segitu kerja jadi Dewas, dia bisa kerja di tempat lain gitu. Jadi selama kita masih dengan terapan gaji yang ada sekarang harapan kita begitu besar, kita fit and proper harus begini, harus begini ya kan, gajinya sekian siapa yang mau orang untuk jadi Dewas, orang yang benar-benar mempunyai kualifikasi gitu.

Sekarang pemikiran kita lagi Pak, diundang kita lagi membahas RTRI kepada depan ini, itu penguatan. Kadang-kadang saya berpikir apakah Dewas ini harus permanen? Maksudnya permanen itu tugasnya 24 jam berkantor gitu loh. Kenapa enggak kita ambil orang-orang, pakar-pakar yang mempunyai ideologi yang tinggi, menjadi namanya Dewan Pengawas yang memberi Dewas sekarang Pak, saya lihat itu hanya maaf saya berani katakan karena memang sebenarnya seperti itu, cuma tugasnya mengangkat direksi. Nah, direksi itu orang-orang yang atur-atur gampang. Itu yang terjadi sekarang ini Pak Menteri. Nah, itu yang pertama untuk Pansel.

Kemudian yang kedua mengenai apabila Dewan Pengawas ini kita perpanjang yang sekarang ini, harus jelas kapannya. Terus yang kedua selama perpanjangan yang terjadi kemarin-kemarin ini Pak, selang ada perpanjang itu mereka membuat keputusan yang strategis. Mereka memecat direksi itu tidak boleh, jadi Dewas yang nanti ini kalau kita perpanjang tidak boleh membuat keputusan strategis, tidak boleh memecat apa namanya direksi, mengangkat atau mengganti direksi, kemudian tidak boleh membuat satu keputusan yang kira-kira akan mendatangkan suatu permasalahan gitu loh Pak Menteri. Dan mereka setiap kebijakan yang memang mereka buat harus persetujuan Komisi I DPR RI. Itu permintaan saya Pak, ketika Dewas ini nanti diperpanjang masa jabatannya.

Saya rasa itu saja Pak, apa namanya catatan-catatan yang saya berikan. Terima kasih.

KETUA RAPAT (Dr. H. ABDUL KHARIS ALMASYHARI):

Terima kasih Bu Evita. Masih ada dari yang lain dari Anggota lain?

Cukup, kami persilakan pada Pak Menteri untuk memberikan jawaban atau tanggapan atau penjelasan atas pendalaman yang disampaikan oleh 4 orang Anggota.

Kami persilakan.

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA (RUDIANTARA, S.STAT., MBA.):

Terima kasih. Yang pertama Pak Alimin dan teman-teman Komisi I DPR RI, saya mohon maaf apabila waktu ini Pak, tidak

pas jujur saya sampaikan pada saat kami membuat keputusan waktu time frame mengenai masalah ini, kami belum

10

memperhitungkan adanya Reses Pak. Jadi begitu belakangan ada Reses kami coba ajust lagi tapi ternyata karena sebentar lagi rasanya kami tidak keburu, makanya itu keinginan kami cepat-cepat berkonsultasi dengan Komisi I DPR RI untuk masalah penyesuaian ini masa ini Pak. Jadi kami mohon maaf Pak, bukannya kami sengaja tapi tidak diantisipasi pada saat itu Pak.

Kemudian yang Pak Nurdin, Pak Andreas dan Ibu Evita ini, nanti satu-satu tapi ada yang mendasar ini sampaikan Pak. Secara structural, kita mempunyai permasalahan dengan tatanan TVRI dalam konteks legislasi dan regulasi. Sebagai contoh, tadi Bapak mengatakan ini bagaimana. Pak, saya sendiri istilahnya apa ya, orang dulu bilang the law atau apa gitu, kenapa? TVRI itu APBN dari Pemerintah ke Menteri Keuangan, Kominfo tidak tahu sama sekali Pak. Tahun terakhir ini 800 miliar lebih Pak, kami tidak tahu apa-apa bahkan akhir tahun lalu kami baru mendapatkan surat bahwa pembinaan sumber daya manusianya dipindahkan kepada Kominfo. Jadi sekarang saya harus mengurus sumber daya manusia tapi tidak punya kewenangan mengenai APBN, tidak punya kewenangan mengenai operasi, produksi, kontrol dan lain sebagainya.

Jadi inilah Pak, yang menurut saya menjadi masalah struktural di kita. Jadi mudah-mudahan tadi juga kita bisa selesaikan nanti dengan pada saat revisi Undang-Undang Penyiaran bagaimana kita menata hak dan kewajiban, akuntabilitas dari siapa mengawasi siapa dan lain sebagainya.

Jadi saya Pak, sekarang kalau ditanya TVRI, kami tidak punya kesempatan untuk mengatakan ya ini boleh, ini tidak boleh, ya program ini, programnya itu, karena selama ini sejak menjadi LPP, APBN itu diajukan kepada Menteri Keuangan, Menteri Keuangan langsung mungkin dibahas di Komisi XI DPR RI secara gelondongan ya Pak Nurdin. Saya tidak tahu apa persisnya di DPR tapi Kominfo sama sekali tidak punya say, tidak bisa mengatakan ini iya, ini dialokasikan untuk produksi, ini alat produksi ini, sumber daya manusia ini, tidak ada sama sekali Pak. Jadi saya pun sekarang lost control istilahnya, tapi karena kewajiban Kominfo adalah secara administrasi menyelesaikan masalah Dewan Pengawas yang masa baktinya 5 tahun sekali ini, jadi kami memproses ini. Kami niatnya ingin memperbaiki ini Pak, terus terang semuanya. Contohnya tadi mengenai 800 miliar, mengapa di Jepang itu pemerintahannya tidak 1 Yen pun diberikan kepada NHK, karena apa? Mendapatkan pendanaannya dari publik, iuran, sehingga status sebagai LPP itu merepresentasikan kepentingan publik bisa dijalankan barangkali lebih baik disana. Dibanding di kita uangnya APBN-nya dari Pemerintah tapi seperti tadi Pak Andreas sampaikan voice of Indonesia tidak keluar Pak.

Jadi itu secara struktural Bu Evita, pak Nurdin dan Pak Andreas yang harus kita sama-sama selesaikan pada saat revisi. F-PDIP (Dr. EVITA NURSANTY, M.Sc.):

Pendalaman Pak Menteri, jadi menurut Pak Menteri bukannya selama ini sebelum yang kemarin ya tahun kemarin itu bukannya TVRI ini “cantelan”-nya ke Kominfo Pak, TVRI sama RRI Pak. MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA (RUDIANTARA, S.STAT., MBA.):

“Cantelan” sebagai apa Ibu?

F-PDIP (Dr. EVITA NURSANTY, M.Sc.):

Anggaran.

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA (RUDIANTARA, S.STAT., MBA.):

“Cantelan” dalam konteks legislasi dan regulasi Ibu, karena Departemen Penerangan yang lama itu

digabung dengan ex Postel menjadilah Kementerian Kominfo. Tapi kalau dari sisi operasionalnya itu tidak ada sama sekali, ini ada Pak Dirjen IKP dulu bisa menambahkan bagaimana beliau sebetulnya tidak punya kontrol sepenuhnya berbeda dengan dulu waktu Departemen Penerangan TVRI itu menjadi Dirjen RTF (Radio Televisi Film) dibawanya ada Direktorat Televisi yang TVRI, ada direktorat radio atau RRI. Ini Pak Hendra eks Departemen Penerangan beliau dulu demikian, bahkan setelah itu berubah menjadi Perum dan Persero kalau tidak salah. Perum Persero kita bertanggungjawab. Pertanggungjawaban akuntabilitas jelas, ada namanya Dewan Pengawas di Perum, kalau dia Persero ada namanya Dewan Komisaris, tanggungjawabnya secara Undang-Undang Korporasi. Nah, kalau sekarang ini, saya justru saya tidak dalam posisi mengatakan bahwa saya bisa memerintahkan ke kiri, ke kanan dan lain sebagainya.

Uang 800 miliar lebih itu Ibu, itu dari Kementerian Keuangan langsung tanpa dikonsultasikan kepada Kominfo. Jadi, kenyataannya memang demikian sampai saat ini. Nah, tapi kami tidak melulu berkutat dengan permasalahan yang ada sekarang, justru kami melihatnya pergantian Dewan Pengawas ini saya sepakat dengan Ibu Evita, bahkan tadi saya sampaikan dari 38 sisa, terus terang kami tidak tahu. kami lebih mementingkan kualitas dari pada kuantitas. Bukan yang kami kejar itu 3 x 5 sama dengan 15, tapi berapapun akan kami nanti sampaikan

11

dahulu kepada Komisi I DPR RI sebelum Bapak Presiden mengirim surat ke Komisi I DPR RI. Tapi, yang struktural tadi Pak Nurdin yang tadi masalah struktural digitalisasi iya, TVRI sekarang sedang melakan uji coba digitalisasi.

Pak Andreas sebagai voice of Indonesia apa women Dewas dengan perbaikan TVRI Pak Andreas. Saya sedih dan harus menyampaikan tidak ada kaitannya sampai saat ini Pak, karena ini lebih kepada kami memenuhi regulasi legalisasi yang ada, bahwa harus terjadi pergantian setiap 5 tahun itu Pak. Karenanya kami mencoba mengkaitkan, mencoba melakukan seleksi atas calon ataupun kandidat Dewan Pengawas. Tadinya Pak, kami mencoba mencari Pak, Pak Fredy dan Ibu Prisma dan yang lain saya minta jangan nunggu, cari kandidatnya, kita banyak orang televisi yang bagus sebetulnya. Kita undang mereka untuk menjadi ikut mengikuti proses sebagai Dewan Pengawas TVRI tapi mereka kebanyakan “terima kasih Rudi” katanya bilang. Kalau hanya input saya berikan tapi kalau saya masuk terstruktur saya tidak mau. Karena apa? Masalah akuntabilitas, masalah tadi Ibu Evita sampaikan remunerasi kompensasi itu satu hal, tapi ada orang yang sudah selesai dengan dirinya Ibu Evita. Dari sisi remunerasi tidak keberatan, tidak masalah, karena ini merupakan panggilan saja, tapi dalam konteks yang lebih luas terutama masalah akuntabilitas, saya enggak jelas masuk situ lapor ke siapa, tanggung jawab siapa dan lain sebagainya.

Jadi banyak yang mengundurkan diri, jadi istilahnya inilah yang ada the best Candidat yang paling baik di antara yang ada itu, bukan yang terbaik yang kita inginkan tidak ada. Jadi Pak Andreas mohon maaf kalau dikatakan kaitan langsung tidak ada kaitannya, tapi kami mencoba seandainya nanti terjadi perubahan revisi dari Undang-Undang Penyiaran, kemudian Dewas ini masih ada setidak-tidaknya yang nanti kita usulkan adalah orang-orang yang memang mempunyai kapasitas kompetensi yang sudah disiapkan untuk mengantisipasi seperti sampaikan, masalah digitalisasi. Jadi harus ngerti mereka, makanya tadi saya sampaikan di depan content, masalah regulasi, masalah bisnis, masalah keuangan Dewas itu harus punya kapasitas kompetensi itu. Bahwa nanti dipilih lagi setelah kita revisi Undang-Undang yang baru kok itu nanti urusan kita lagi, Tapi setidaknya kami coba wadahi itu dulu Pak Andreas agar ada semacam jembatan, kalau langsung ya mohon maaf saya harus akui tidak bisa dengan langsung. F-PDIP (Dr. EVITA NURSANTY, M.Sc.):

Izin Bapak Pimpinan, saya melihatnya, ya Pak Menteri, ya Dewas, itu kompetensinya tidak hanya sekedar bisa finance, digitalisasi, you can hire some one yang tahu digitalisasi. Direksi lah yang harusnya mengetahui yang segala macam itu, teknologi perkembangan, Dewas ini somebody yang punya ideologi, Itu Pak. Jadi tidak sekedar kemampuan cuma itu saja ideologi dan ininya, apa namanya strategic thinking dan ideologinya yang dipentingkan untuk menjadi seorang Dewas Pak Menteri.

Nah, saya melihat dari kandidat-kandidat yang ada itu mereka itu leverage-nya itu maksudnya staf, orang pekerja, orang yang bekerja, walaupun misalnya KPI levelnya itu orang pekerja KPI itu, bukan pemikir, kalau TVRI ini tidak orang seperti itu menurut saya yang mau kita ambil gitu Pak Menteri. Saya enggak ngerti apakah di peraturannya boleh nih Pansel ini kita buka lagi aja deh, kata Pak Menteri tadi kita sepertinya ini saya melihat dari pernyataan Pak Menteri we have to choose the best among the worse, itu yang kejadian sekarang ini. Apakah itu yang kita mau, apakah kita tidak mau boleh enggak kalau peraturannya itu kita seleksi lagi sampai kita dapat yang baiknya gitu Bapak Pimpinan. Kita buka lagi gitu untuk hal-hal ini.

Terima kasih.

KETUA RAPAT (Dr. H. ABDUL KHARIS ALMASYHARI):

Pak Andreas, mau pedalaman. F-PDIP (ANDREAS HUGO PAREIRA):

Terima kasih, Pak Ketua. Jadi Pak Menteri, saya pikir problem structural itu betul, karena di sini memang harus kita akui bersama

ada kekaburan yang dimaksudkan dengan publik itu. Publik itu siapa? Sehingga ketika TVRI harus bertanggung jawab. Bertanggung jawab pada publik tidak jelas. Inikan apa yang tadi Ibu sampaikan atau yang selalu diulang-ulang terus gitu. Nah, setelah Dewas terpilih, direksinya ada, mereka merasa bahwa mereka ada di dunianya sendiri.

Nah, kalau dulu betul ada Dirjen RTF itu, tapi kita kan tidak berkehendak untuk kembali kesana. Tapi ada memang kita menyadari ada missing link antara yang namanya organisasi LPP TVRI ini dengan yang dimaksudkan dengan publik. Dia mewakili publik tapi dia bertanggungjawab kepada publik yang mana. Nah, ini satu hal artinya problem structural yang kita hadapi.

Kalau kita mau memperbaiki ada aspek lain yang harus kita, yang bisa kita apa terobos dari situ, yaitu apa yang kita harus pada personality, pada mereka-mereka kita harapkan benar-benar ya sudah kalau strukturnya seperti ini tapi dia punya idealisme gitu. Nah, di sini saya kira tolong Bapak Fredy, saya minta Pak Fredy dan Ibu Krisma juga memberikan jawaban, pertanggungjawabanlah Pansel ini terhadap personality tadi, person-person yang kita mau pilih gitu. Sehingga bisa menutupi kelemahan struktural tadi sambil kita perbaiki struktural. Kalau tidak, nanti telur dan ayam terus, yang terjadi akan telur dan ayam. Kita menyalahkan struktural, struktural itu ada

12

melekat pada apa yang kita buat juga gitu. Kita bilang mau cari orang yang baik tapi kalau strukturnya buruk. Kita mau bilang orangnya baik tapi karena strukturnya buruk, kemudian kita biarkan begitu saja terus gitu. Artinya, ya mungkin ini tanggung jawab moral kita bersama Pak Menteri untuk dengan situasi yang seperti ini mari kita perbaiki TVRI ini. Karena kalau tidak 5 tahun lagi akan terjadi hal yang sama, lama-lama tutup TVRI ini. Artinya, tidak ada yang nonton, tapi dibilang tidak ada yang nonton dia tiap hari siaran, dia dapat dana dari negara, sementara yang lain-lain justru mereka menghasilkan. Atau kita kerja sama dengan ABC atau apalah BBC atau NHK, sambil belajar dari mereka untuk mencari voice of Indonesia. Kalau nanti ya gini balik lagi bolak-balik telur dengan ayam.

Saya kira itu Pak Menteri, saya kira kita jangan menyerah dengan situasi, jangan menyerah dengan problem structural yang ada. Kita punya ruang pada mengisi person itu dengan orang-orang yang punya idealism, sehingga meskipun dia tidak harus bertanggung jawab pada publik yang mana, tapi dia punya kewajiban untuk memperbaiki itu. Saya kira ini lagi kriteria yang harus kita angkat di dalam mencari orang-orang yang ada di Dewas itu, sehingga mereka tidak menjadi dewa-dewi yang duduk disana. Ttapi mereka menjadi benar-benar orang yang punya kompetensi untuk memperbaiki TVRI.

Terima kasih. KETUA RAPAT (Dr. H. ABDUL KHARIS ALMASYHARI):

Terima kasih, Pak Alimin.

F-PAN (Ir. ALIMIN ABDULLAH):

Mohon maaf Pak Menteri, jadi kita sebetulnya sudah meyakini kita tidak bisa menyelesaikan sebelum masa berakhir. Jadi, ini barangkali masalah kita karena dalam Undang-Undang 32 Tahun 2002 itu tidak dengan tuntas bagaimana pengaturan, termasuk yang Ibu Evita bilang bahwa dia tidak boleh mengangkat, memberhentikan, itukan tidak ada aturannya. Kalau tidak ada aturannya ini pakai dasar apa gitu. Jadi saya kira kalau kita punya masalah ini, kalau boleh waktu kita tidak terlalu banyak juga lagi, bagaimana kita fokus untuk mencari jalan keluar yang tidak ada dasar Undang-Undangnya yang mengatur tapi kita cukup kredibel untuk menentukan arah-arah yang seperti Ibu Evita. Kalau kita perpanjang berapa panjangnya itu tambahan waktu dan apa saja tugasnya, apa yang boleh, apa yang enggak boleh. Kalau memang memungkinkan kita ketemu jalan keluarnya kita sudah sama-sama mengakui tidak cukup waktu apalagi karena ada reses itu.

Jadi kalau bisa ke arah sana mungkin kita sampai kepada inti-inti termasuk apa sudah Ibu Evita mulai tadi. Apa yang kita ingin atur di dalam masa perpanjangan itu, begitu ya Ibu Evita. Lamanya berapa dengan perhitungan kita bisa menyelesaikan tentu Pak Menteri. Terus apa saja yang bisa mereka kerjakan, apa saja yang kita bisa tentukan. Kalau mungkin saya kira kita bisa keluar dari apa yang kita sebut masalah siang hari ini.

Terima kasih. KETUA RAPAT (Dr. H. ABDUL KHARIS ALMASYHARI):

Pak Nurdin, silakan. F-HANURA (Ir. NURDIN TAMPUBOLON, M.M.):

Terima kasih, Pak Ketua. Ini hanya tambahan saja sedikit lagi Pak Ketua, tadi Pak Menteri menyatakan secara struktural TVRI

mempunyai masalah regulasi dan juga terhadap APBN-nya. Yang menjadi pertanyaan saya kalau ini menjadi penghambat harus cepat-cepat ini diperbaiki. Bagaimana caranya ya kita harus tempuh, kalau tidak nanti tata kelolanya akan masalah.

Jadi di sini kelemahan kita, sudah kita tahu bahwa itu tidak berjalan dengan baik, tapi kita enggan menyuarakan itu tidak baik. Jadi kalau ada masalah struktural TVRI yang terbaik bagaimana, caranya mungkin bisa benchmark dengan NHK atau dari mana, karena sangat yakin kita potensi yang ada ini akan bisa mendatangkan keuntungan yang besar kepada Pemerintah, pada negara. Contohnya, tadi Pak Menteri sudah menyatakan bahwa NHK itu tidak ada 1 sen pun uang dari negara bahkan menyumbang. Saya kira ini yang perlu dicontoh model apa yang mereka pakai, dengan sistem digitalisasi sekarang ini sangat dimungkinkan itu, karena nanti siapa penyelenggara kalau dia TVRI dia seluruh pengisi konten akan memberikan kewajiban. Katakan seluruh Indonesia dengan 560 kabupaten kota ditambah dengan 33 provinsi seberapa banyak uang yang bisa diraup oleh Pemerintah, ratusan triliun itu bisa per tahun, kalau ini benar-benar bisa dikelola.

Belum lagi digital dividen yang ada, tapi apakah kita serius melakukannya? Apakah kita berani melakukan dari pada gebrakan-gebrakan yang membuat izin of change? Apakah kita betul-betul mau membangun bangsa ini secara benar-benar untuk kepentingan rakyat banyak atau memang kita hanya berpikir sesaat saja. Saya kira itu kuncinya Pak Menteri kalau menurut saya.

13

Nah, Pak Menteri tinggal 3 tahun lagi itu bukan waktu yang lama Pak Menteri, DPR ini juga tinggal 3 tahun lagi. Apakah produk kami yang kami buat kepada bapak untuk membangun bangsa ini, kami siap dari DPR RI, tidak mau kami balelo untuk mendukung rakyat. Kami di sini dipilih bagi rakyat, dibayar rakyat untuk itu, kalau enggak JNP kita, income percapita kita tetap harus makin turun lagi, sekarang ini 3.300, Korea sekarang sudah diatas 30, yang tadinya tahun 98 dibawah kita mereka bahkan sekarang Vietnam sudah di atas kita, mau kapan kita bisa tumbuh. Apakah ini sesuatu demokrasi atau sistem yang terus kita biarkan sama-sama kita membiarkanya.

Saya kira Pak Menteri terus terang saja saya bilang banyak yang bisa Bapak lakukan dan banyak yang bisa kami lakukan untuk sinergi melakukan perbaikan TVRI, Penyiaran Indonesia untuk bangsa dan negara kami akan dukung.

Terima kasih, Pak Menteri. KETUA RAPAT (Dr. H. ABDUL KHARIS ALMASYHARI):

Pak Efendi jadi tidak? Silakan.

F-PDIP (Dr. EFENDI MS SIMBOLON, M.I.POL):

Baik, terima kasih Pak Pimpinan. Bapak Menteri yang saya hormati.

Saya ingin tanya Pak, mau dibawa kemana sebenanya TVRI itu Pak? Kita sibuk ngurusin seleksinya, Dewasnya, tapi TVRI-nya sendiri mau dikemanakan Pak? Itu pertanyaan saya yang pokok dari jawaban Bapak saya ingin nanti mendalami. Karena dari zaman orde baru sebenarnya TVRI itu sudah harusnya dia lebih awal dari pada RCTI Pak, karena saya pernah ikut di situ dulu Pak. Jadi ini asetnya ini juga dibelah 3, kemudian frekuensinya juga dikelola bersama dan sebagainya. Tapi, karena kekakuan birokrasi kita ya di satu sisi kita diuntungkan tidak di dalam tanda petik dirampas oleh swasta, tapi di sisi lain kita juga melihat kerugian kita. TV swasta semua mengeruk keuntungan, triliunan semua omsetnya dengan hanya menjual gambar bohong saja Pak. Tapi kok kita malah terbebani dengan anggaran APBN? ini kan menjadi pertanyaan Pak. kenapa kok bisa sumber daya yang begitu masif di seluruh Indonesia Pak, tenaga kerjanya bagus, kemudian stasiun bagus, asetnya bagus, saya heran gitu.

Nah, pertanyaan saya justru kepada Pemerintah, karena ini sekarang LPP kan? bukan lagi badan usaha yang dulu sebelum 2002, maka mau dibawa kemana Pak, kalau tidak memang tidak perlu lagi kita harus ber-TVRI begitu Pak, lupakan saja lah. Karena mungkin ini terlahir seperti PSSI Pak, dia ada tapi harus menerima posisinya kalah terus gitu. Jadi kita saja yang heboh gitu mau menang, gimana mau menang, tapi yang sudahlah yang penting ada. Nah, kalau seperti itu maka seleksi Dewas apa itu lebih baik di-restructure ulang Pak. Kalau saya melihatnya PT-kan saja kembali Pak, dia BUMN kembali. Jadi memang dia bersaing dan itu pasti sponsor-sponsor yang berkeliaran di 10 stasiun nasional itu pasti tumpah juga kepada TVRI, pasti Pak. Orang daya jual TVRI itu dunia dalam berita dulu itu kita yakin betul beritanya Pak, tidak kayak sekarang kita lihat TV ini berpihak kepada ini, lihat TV ini berpihak kesini. Jadi kita dibelah sendiri oleh media itu, padahal media harus independent Pak, bebas dari kepentingan. Ada media yang menyiarkan partainya saja, waduh repot kita Pak, partainya yang paling bagus, wah ini kayak jual obat saja semua. Sayang PDI tidak punya, dulu Pak Andreas harusnya beli TVRI.

Jadi pertanyaan saya singkat saja, bagaimana kita apakah kita split saja langsung ke BUMN Pak? daripada gini-gini model Dewas, apalah, seolah-olah kita salahkan Dewasnya, yang kita permasalahkan TVRI-nya dong, ngapain pakai Dewas, pakai komisioner saja, model struktur perusahaan Pak. Jadi proven akuntansinya bisa kita ukur Pak.

Terima kasih. F-PDIP (Dr. EVITA NURSANTY, M.Sc.):

Kalau saya perhatiin Pak Menteri ya, problem TVRI tadi benar-benar struktur kata teman-teman, tapi tidak Pak, pegawainya ini terlalu besar. Kalau kita lihat dari struktur anggaran kelihatannya sebesar 800 miliar, coba kita bedah anggarannya, kebanyakan itu adalah belanja pegawai Pak. Jadi yang untuk benar-benar meningkatkan profesionalisme dari pada TVRi ini anggarannya kecil.

Nah, selagi kita tidak mampu untuk menggeser orang-orang tersebut, PNS-PNS tersebut untuk digantikan dengan orang-orang yang provisional TVRI ini akan begini-begini saja, sampai dulu kita komisi periode lalu itu berpikir kita pensiun dini kang mereka-mereka. Kita sudah hitung-hitung berapa sih anggaran yang kita butuhkan untuk mempensiun dinikan PNS yang sudah tua-tua di sana itu yang tidak produktif, sudah sampe ke sana kita menghitungnya dulu. Tidak apa didengar memang kenyataannya begitu. Jadi bagaimana caranya, bagaimana kita mau pensiun dini kan selagi jumlah SDM yang begitu besar, tapi mereka tidak produktif, mereka tidak professional, TVRI ini enggak mungkin bisa maju, anggaran habis ke sana.

14

Saya pergi ke beberapa departemen Pak Menteri, banyak yang mengatakan dengan tidak bolehnya ditambah PNS, orang-orang yang kekurangan pegawai di departemen lain. Kenapa enggak dipindahin yang dari TVRi ini, yang banyak ini ke departemen-departemen yang memang membutuhkan PNS. Pak Menteri bisa membantu untuk koordinasi dengan departemen lain. Karena kita banyak yang mengatakan sekarang, karena enggak boleh tambah pegawai kita sekarang kekurangan staf, kita sekarang kekurangan ini. Mobilisasi dong yang ada di TVRI ini ke departemen lain, TVRI rekrut orang-orang yang memang profesional untuk di bidangnya ini gitu Pak.

Terima kasih. KETUA RAPAT (Dr. H. ABDUL KHARIS ALMASYHARI):

Pak Sukamta, silakan. F-PKS (Dr. H. SUKAMTA, P.hD);

Terima kasih, Pimpinan. Pak Menteri dan semua jajaranya yang terhormat.

Saya sepakat dengan Pak Effendi, TVRI ini ada persoalan model organisasi di situ. Jadi persoalannya sudah akut, ada persoalan SDM, ada persoalan management, tapi juga ada persoalan visi. Jadi dari Sabang sampai Merauke kalau kita ini Komisi I DPR RI sudah terlalu banyak kunker TVRI, RRI Pak. Dari seluruh daerah wilayah yang kita jelajahi maupun waktu kita rapat dengan TVRI disini enggak ada yang punya cita-cita besar Pak. Bagaimana mungkin kita ini mengharapkan TVRI ini menjadi lembaga besar, dulu cita-citanya paling tidak seperti NHK atau BBC. Dengan anggaran sedikit dari APBN tapi bisa mengembangkan acara-acara yang laku ditingkat dunia. Jangankan mimpi begitu untuk menjadi seperti Channel News Asia saja enggak bisa. Nah, TVRI kita ini enggak ada yang nonton lagi gitu loh padahal ini negara sebesar Indonesia mutu siarannya begitu, itupun rail run hampir 60%. Kalau kita lihat keluhan tentang pegawai PNS yang tua-tua, recruitment baru yang tidak memenuhi syarat. Menurut saya ini di daur ulang Pak, TVRI ini. Jadi kalau HP itu mungkin atau komputer perlu diformat ulang. Sudah capek kita kalau hanya begini terus, setiap Rapat Dengar Pendapat kan isinya begini saja kan, masak Bapak tidak capek sih, kita di Komisi I DPR RI yang harus berkomentar capek juga gitu. Nah, menurut saya sudah saatnya Undang-Undang RTRI segera kita kebut, kita selesaikan. Kemudian kalau toh ini sekarang harus kita buat Dewas, Dewas-nya sementara saja sampai RTRI-nya selesai. Begitu RTRI selesai harus ada organisasi Pak. Nah, sementara Dewas pakai Dewas sementara, kita cari orang-orang yang memang visioner untuk bisa mengantarkan nanti kalau Undang-Undang yang baru, kepada RTRI yang baru Pak. Selama ini kalau kita kunker ke daerah, kita dapati resistensi itu cukup tinggi. Mereka membayangkan RTRI itu ya wadahnya satu tapi TVRI sendiri, RRI sendiri. Kalau begini enggak akan jadi Pak. Maka kalau saya usul Dewas ini kita cari orang yang punya visi yang bagus, yang bisa mengantarkan kepada organisasi baru nanti di bawah Undang-Undang RTRI yang baru. Tanpa upaya-upaya yang agak serius begini, TVRI ini akan sama saja mengulang barang rusak. Saya kira TVRI ini dari reformasi 98 seluruh lembaga, kementerian lembaga kita reformasi semua kecuali TVRI enggak kena reformasi. Nah, ini saat yang baik setelah berjalan hampir 20 tahun kita reformasi TVRI. Jangan sampai nanti lembaga-lembaga di bawah Kominfo ini justru akan menjadi lembaga-lembaga yang menggerogoti reformasi.

RTRI kemarin kita diskusi cukup panjang ya, TVRI, RRI, Antara ini bagaimana supaya menjadi lembaga yang mencerahkan dan bisa diandalkan oleh bangsa ini. Kita punya masalah akut ya TVRI, Antara yang sudah on the right track tiba-tiba saja ini menjadi masalah baru bagi Pak Menteri. saya kira bagi bangsa ini. Tiba-tiba Antara menjadi sangat partisan. Kemarin misalnya menyiarkan berita yang tidak faktual, demo pesertanya 100 orang dibilang 97 ribu, kan bisa digambar kayak Pak Kapolri menyarankan google kan, setelah di google ternyata mana yang 97 ribu hampir 100 ribu orang itu ternyata cuma 100 orang. Nah, begini-begini Antara ini kan milik negara Pak, bukan milik partai, bukan milik golongan, bukan juga milik Pemerintah.

Lagian kemarin Komisaris Antara yang Bapak angkat ini, kurang ajar juga, mulai melecehkan Ketua MUI. Ketua MUI nikah lagi itu sah, apalagi istrinya sudah wafat sekian lama yang lalu gitu loh. Terus tiba-tiba dia melecehkan beliau yang menikah lagi melalui akun Medsos dia, mengunggah fotonya dengan komentar buruk, itu hak pribadi dia sebagai warga negara, apalagi beliau sebagai Ketua MUI enggak layak untuk dihina oleh warga negara yang Bapak angkat menjadi Komisaris Antara Pak. Istrinya adalah wafat Pak, kalau Bapak istrinya wafat kan punya usaha untuk menikah lagi Pak, sebagai warga negara itu dijamin oleh negara. Tidak layak kalau menurut saya Pimpinan Antara, Komisaris Antara, sampai melecehkan gitu Pak, alasannya salah pencet. Kalau ada pejabat negara sepenting itu Komisaris Antara sampai salah pencet, itu mempengaruhi opini sangat buruk. Melecehkan ulama begitu, menurut saya dia tidak layak dipertahankan Pak. Bagus kalau kita sarankan dipecat Pak, itu daripada

15

membuat kompleksitas, ini persoalan melecahkan, persoalan Al-quran saja belum selesai, ditambahkan dengan melecehkan ulama. Menurut saya itu tidak layak Pak.

Jadi saya ingin tahu bagaimana Bapak Menteri menegur dia, apa teguran yang bisa dimengerti publik sehingga publik ini tidak tambah gelisah. Jangan-jangan nanti kalau tidak ada tindakan yang bisa menjadi gestur yang bagus nanti dipersepsi bahwa rejim ini sedang melecehkan umat Islam dan melecehkan ulama Pak. Jadi, kembali kepada TVRI saya kira ini saatnya direformasi.

Terima kasih.

KETUA RAPAT (Dr. H. ABDUL KHARIS ALMASYHARI):

Masih ada pendalaman yang lain, tadi pendalaman tapi terus jadi tambah ya sekalian. Satu lagi sekalian ya.

F-GERINDRA (MARTIN HUTABARAT):

Pak Menteri memang sudah lama masyarakat bukan hanya kita sangat mempernyatakan tentang TVRI ini. Lalu pertanyaannya apa yang dipikirkan Pemerintah sebenarnya tentang TVRI ke depan. Nah, kita tidak tahu siapa yang bisa menjawab, saya tadi mendengar penjelasan Pak Menteri bahwa ternyata Pak Menteri pun tidak banyak tahu dan hanya dibebankan mengurus soal personilnya saja, SDM-nya saja. Saya kira kita ingin tahu sebenarnya ke depan biar Pak Menteri yang jawab. Sebenarnya perencana Pemerintah soal TVRI ini karena kalau dikatakan ini tidak dianggap apa-apa, ini setiap hari ditonton orang dan selalu dianggap bahwa ini adalah televisi yang menyuarakan Pemerintah, tetapi tidak juga.

Nah, saya kira di sini jawabannya sebab tadi kawan-kawan sudah mengatakan kalau perlu kita tinjau ulang bagaimana statusnya, posisinya, karena itu sangat menentukan bagaimana TVRI ke depan untuk apa kita harus dibiayai terus menerus, kita sendiri juga tidak tahu siapa yang mengendalikan TVRI ini dan untuk kepentingan siapa. Bagi kita dia harus kepentingan negara bukan sekedar Pemerintah tapi dia harus menjamin kepentingan negara, kepentingan yang lebih luas dalam rangka kepentingan bangsa kita.

Demikian, Pak Menteri.

KETUA RAPAT (Dr. H. ABDUL KHARIS ALMASYHARI):

Baik, Pak Menteri sudah banyak pendalaman termasuk juga PR untuk mau dibawa kemana TVRI, tapi juga kita kembali pada agenda kita.

Silakan, Pak.

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA (RUDIANTARA, S.STAT., MBA.):

Terima kasih. Saya sangat bergembira mendapatkan dukungan yang luar biasa dari teman-teman Komisi I DPR RI

khususnya untuk merestruktur TVRI Pak. Saya 2 tahun menekuni TVRI ini dan RRI sebagai LPP. Dulu sebelum reformasi istilahnya bandul saya di sebelah sini, begitu reformasi kemudian disusuli oleh Undang-Undang Penyiaran bandulnya langsung 180 derajat. Nah, yang sekarang kami siapkan dari pemerintah adalah coba menata kembali agar mudah-mudahan bandulnya bisa ditengah-tengah, tidak kembali kepada yang lalu sudah pasti tapi tidak bisa dibiarkan seperti sekarang itu Pak.

Sebelum ke Dewas ini, yang Pak Effendi sampaikan ini seperti lagu mau dibawa kemana ini ya Pak. Jadi, Pemerintah sudah menyiapkan sebetulnya salah satunya adalah termasuk memperbaiki merevisi Undang-Undang Penyiaran yang berkaitan dengan status TVRI dan RRI sebagai LPP (lembaga penyiaran publik). Saya berharap sebetulnya indah kalau memang kita mempunyai Undang-Undang khusus RTRI, rencananya penggabungan RRI dan TVRI. Hanya kalau boleh Ibu dan Bapak berkenan kita lakukan revisi saja seperti Undang-Undang ITE Pak, terhadap Undang-Undang Penyiaran yang ada. Sambil nanti setelah itu bisa kalau kita mau pisah lagi pendalaman khusus RTRI kita bisa lakukan berikutnya, apakah dalam legislasi, apa dalam bentuk regulasi Peraturan Pemerintah-nya. Tapi untuk kecepatan itu karena kalau kita menunggu regulasi yang lama kita akan lama, padahal tadi seperti katakan Ibu dan Bapak sekalian juga kita ini akut TVRI ini.

Jadi pemerintah ingin kembali menjadi satu, opsinya banyak Pak, apakah dikembalikan seperti dahulu menjadi BUMN? Bisa. Apakah kami juga berinteraksi karena parlemen juga berharap ada keseimbangan antara parlemen dengan pemerintah dalam konteks TVRI? Bisa. Artinya TVRI dipilah nantinya ada satu kanal misalkan, ini misalakan saya belum mengatakan pasti, misalkan satu kanal untuk parlemen, 1 kanal untuk pemerintah sepenuhnya dan misalkan beberapa kanal untuk publik yang mempresentasikan kepentingan publik. Negara seperti Bapak sampaikan gitu lho, bisa. Nah, ini yang harus kita secepatnya bicarakan kita masukkan ke dalam revisi Undang-Undang, sehingga dari sana bisa kita turunkan Pak, tanpa itu kita tidak bisa ke mana-mana karena dari Undang-Undang ada sekarang itu sangat jelas posisinya sebagai LPP (lembaga penyiaran publik) tadi disampaikan

16

publik itu siapa, siapa yang diwakili, tanggungjawabnya ke publik, publiknya siapa. Saat ini Dewasnya dipilih oleh Komisi I DPR RI, direksinya dipilih oleh Dewas. Apakah berarti otomatis semua laporannya kepada Komisi I DPR RI? Saya rasa tidak. Kami pun dengan inisiatif kami meminta laporan keuangan kepada TVRI, saya sampai pelototi sendiri laporan keuangan auditan 5 tahun terakhir. Bapak mungkin tidak percaya berapa tahun itu disclaimer Pak, artinya ini sesuatu hal yang istilahnya ya seperti tadi mohon maaf saya pakai istilah akut Pak, itu dari sisi keuangan.

Sumber daya manusia saya mendapat pelimpahan ini tahun ini, awal tahun ini Pak, tiba-tiba saja ada surat bahwa mengatakan bahwa pembinaan sumber daya manusia TVRI dilakukan oleh Menkominfo ya sudah saya jalankan sebisanya dahulu. Saya berharap kita secara struktural bisa memperbaiki.

Saya sudah juga sampaikan kepada Kementerian Keuangan untuk APBN 2017 tolong paling tidak saya tahu isinya kira-kira apa, walaupun saya tidak secara legislasi saya tidak bisa mengatakan ini alokasinya demikian, alokasinya demikian, alokasinya demikian. Tapi setidaknya kami tahu karena kami harus mengikuti, karena yang akan ditanya adalah Kominfo. Siapapun stakeholder mengatakan Kominfo ini TVRI mau apa, mau gimana tanpa mengetahui sebetulnya tatanan. Saya bukan excuse ya Pak, tetapi inilah yang akan dilakukan oleh pemerintah, apakah nanti opsinya kembali BUMN, apakah tetap LPP, tapi dibagi sesuai dengan kepentingan opsinya variannya agak banyak, tapi lebih penting adalah bagaimana TVRI ini menjadi kepentingan negara, kurang lebih demikian Pak, itu yang mendasar.

Dan saya rasa kalau boleh nanti pembahasannya karena terlalu banyak variannya mungkin tidak terbuka Pak, lebih baik tertutup dahulu, tetapi tentu hasilnya harus kita disclosed kepada publik. Itu Pak Effendi mungkin tidak lengkap.

F-PDIP (Dr. EFFENDI MS SIMBOLON, M.I.POL):

Sedikit Pak Pimpinan. Pak Menteri, apakah status LPP atau Persero atau BUMN whatever itu membedakan dalam konteks

materinya Pak? Karena kan sebenarnya katakanlah misalnya ini, kita hire saja Pak Karni Ilya langsung menjadi produsernya, apa enggak berubah itu langsung atau kita ambil mungkin yang kaula muda Net produser itu Pak. Itu langsung segment-nya anak muda Pak, kan pencahayaannya, kemudian script-nya semua pasti berubah Pak. Model kerjaannya, etos kerja semua pasti berubah.

Jadi jangan kemudian kita karena status LPP-nya, status badan usahanya menghalangi untuk dia langsung karena saya lihat begini Pak, dulu waktu di zaman orde baru Pak, ini memang direm ini Pak. Ini seperti trik pengusaha-pengusaha bagaimana mengerem PLN untuk tidak memakannya sendiri, makannya bareng dengan swasta itulah program ITP itu Pak. Kita dulu soalnya mem-perumkan PLN, Bapak kan di PLN apa betul, kira-kira kan hampir sama ini. Jadi kalau saya lihat kan Bapak king maker. Jadi tolong jadikan ini raja televisi kita, itu modelnya harus berubah ya silakan, tapi tidak usah nunggu status LPP-nya, status badan usahanya Pak.

Silakan, Pak.

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA (RUDIANTARA, S.STAT., MBA.):

Terima kasih, Pak Effendi.

F-PDIP (ANDREAS HUGO PAREIRA):

Pak Ketua, saya tambahkan sedikit. Ini yang saya maksudkan tadi apa disampaikan oleh Pak Effendi. Artinya, kita tahu ada problem struktural disitu, jelas ada problem struktural yang tadi Pak Menteri jelaskan yang kita diskusikan. Tapi sambil menunggu penyelesaian dari problem struktural yang harus dibenahi secara overall dengan regulasinya. Nah, kita kan berhadapan dengan sekarang akan memilih Dewas. Nah, di sini faktor human resources-nya yang penting harus bisa kita benahi dulu.

Nah, saya ingin mendengar dari Pak Freddy dan Ibu Krisma supaya apa kira-kira di dalam jangka pendek ini. Kita cari orang yang benar lah, yang punya, yang bisa membenahi dalam jangka pendek ini. Sehingga kemudian ketika ini juga akan membantu kita di dalam pembahasan pembicaraan tentang perencanaan tadi Pak Menteri sampaikan tadi. Jadi, pembenahan struktural yang sesuai dengan apa yang kita mimpi-mimpikan tadi.

Jadi ada 2 hal ini, soal problem struktural dan mencari orang. Selama inikan dua-dua jelek, ya strukturnya sudah seperti itu, kita pilih orang yang juga memanfaatkan kelemahan yang ada di struktural untuk menjadi dewa-dewa yang ada di situ, yang terjadi seperti itu gitu. Saya kira ini ketiga, keempat lah Dewas, dulu kita ribut disini dengan Dewas yang kemudian ya ini mereka merasa tidak bertanggung jawab tadi kalau Ibu Evita sampaikan itu kekecewaannya. Ya memang secara struktural dia harus bertanggungjawab, setelah terpilih ya sudah. Kita ini wakil rakyat tapi dia bertanggungjawab pada publik, siapa publik itu, ini problemnya.

Saya kira ini Pak Menteri, poin yang disampaikan oleh Bapak Effendi saya ingin pertegas bagaimana mencari orang, yang artinya di sini pada human resources personality yang mempunyai kualifikasi tapi tanggung jawab moral yang penting, idealisme tanggungjawab moral untuk perbaikan.

Terima kasih.

17

F-HANURA (Ir. NURDIN TAMPUBOLON, M.M.):

Izin sedikit lagi. Saya kira sebelum ke SDM-nya menurut saya perlu dibenahi dulu struktur organisasi dan kebijakannya.

Jadi tata kelolanya juga harus dilakukan. Kemudian sistem bisnisnya apakah dia dari konten atau dari sistem digital sekarang, ini saya kira Pak Menteri sudah punya konsep ini sebenarnya. Cuma belum bisa di apakan saya enggak tahu karena kesibukan Pak Menteri atau gimana. Tapi yang jelas, itu kalau menteri diberdayakan akan bermanfaat dan akan mendapatkan dividen yang besar bagi negara. Saya bisa tunjukan nanti perhitungan-perhitungannya Pak Menteri, karena di sanalah itu. Tetapi kita juga harus mendukung sistem dari pada Undang-Undang Penyiaran ini secara benar, sehingga TVRi itu bisa diperkuat dan Pemerintah bisa lebih bisa mengatur dari pada penyiaran itu ke arah yang standar, berdaya saing secara global. Jadi bukan kita yang diatur oleh perusahaan-perusahaan yang penyiaran yang saat ini. Ini yang perlu saya sampaikan, sehingga Pak Menteri punya tangan, punya kebijakan yang bisa mengatur semuanya penyiaran secara komprehensif. Jangan pula kita buat satu Undang-Undang kita tidak bisa mengatur mereka ya sulit seperti ini. Dewas itu kita buat tidak bisa diatur, dia seenak perutnya mengganti direksi, padahal direksi yang meran daripada bisnis, mengeran daripada organisasinya, bagaimana bisa mendapatkan uang, bagaimana bisa mendapatkan kinerja. Nah, ini yang saya bilang harus tata kelolanya dulu Pak, intinya itu disitu. Selama ini tidak diperbaiki di hulunya ini hilirnya akan rusak, tapi kalau hulunya sudah bagus, hilirnya bisa mengalir dengan benar.

Saya kira itu tambahan, Pak Menteri. Terima kasih.

F-GERINDRA (MARTIN HUTABARAT):

Saya setuju dengan pendapat Saudara Nurdin. Tadi teman-teman itu menyampaikan bahwa kita harus memperbaiki dengan mencari orang yang akan memimpin gitu ya. Tapi kalau saya lihat penjelasan Pak Menteri seperti yang saya katakan tadi, bahwa Pak Menteri pun memiliki keterbatasan untuk melakukan peran itu. Sebab seseorang seperti contohnya bisa berhasil memimpin televisi swasta memang langgam kerjanya sudah berbeda, pemilik modalnya sudah berbeda, insentif yang diberikan juga berbeda. Seperti Karni itu memang dikasih saham walaupun hanya sedikit sekali tapi itu mendorong etos kerja yang bisa menghasilkan prestasi.

Nah, di kita inikan adalah perusahaan negara, tidak sesederhana yang kita bayangkan. Tidak ada orang yang memiliki prestasi tinggi di televisi swasta lain kita ajak tanpa adanya insentif yang lebih tinggi dari itu. Dan itu tidak mudah kalau dengan kondisi yang ada sekarang. Walaupun Pak Menteri memiliki konsep tetapi tabpa adanya restrukturisasi dan kita harus sadar disitu kuncinya juga akan sulit juga, maka saya sebenarnya berharap Pak Menteri tadi apa sebenarnya keinginan pemerintah, sebab Bapak Menteri yang selalu dianggap representasi Pemerintah kalau soal TVRI, tidak ada yang lain. Padahal Pak Menteri pun tidak banyak tahu soal ini. Jadi di situ saya kira ke depan bagaimana TRI ini juga kalau perlu bagaimana menteri berperan dalam membesarkan, mengawasi dan mengkoordinasikan ini. Saya kira di situ kuncinya Pak Menteri.

Saya sepakat dengan kawan-kawan tadi kita memang sudah geregetan betul ini lihat TVRI, kok TVRI sebagai pemersatu nasional, kebanggaan kita, TV yang menyuarakan suara negara, mengatasi seluruh perbedaan, tetapi kok tidak ditonton orang dan juga tidak mendapatkan sesuatu yang apa.

Demikian, Bapak Menteri. Terima kasih.

KETUA RAPAT (Dr. H. ABDUL KHARIS ALMASYHARI):

Teman-teman kemarin kami ketika mengkomunikasikan undangan ini, itu kami semacam berikan garansi 12.30 WIB selesai, karena Pak Menteri juga jam 13.00 WIB ada acara dari hasil komunikasi ini. Ada permasalahan yang masih saya kira panjang sekali yang harus kita bahas tentunya perlu agenda tersendiri. Hanya memang kita mengagendakan pagi ini untuk membahas tentang bagaimana Dewan Pengawas yang akan jatuh tempo atau tanggal 21 Desember ini. Yang jelas kalau kita lihat waktunya ini tidak memungkinkan untuk bisa sampai keluar SK Presiden tentang Dewan Pengawas yang baru.

Oleh karenanya, saya kira saya tawarkan pada teman-teman untuk kita pilah menjadi 2. Hari ini kita fokuskan pada bagaimana menyelesaikan atau membuat kesepakatan untuk perpanjangan seleksi Dewan Pengawas. Kemudian sambil kita mempersiapkan mengagendakan bagaimana perbaikan TVRI ke depan berikut dengan segala permasalahannya.

Saya kira demikian ya, saya harus sportif menyampaikan kepada Pak Menteri karena kemarin saya jamin 12.30 WIB selesai, pokoknya pagi datang saya bilang begitu, jadi mohon pengertian teman-teman dan mohon Pak Menteri untuk memberikan tanggapannya langsung mengarah pada perpanjangan ini.

Silakan, Pak Menteri.

18

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA (RUDIANTARA, S.STAT., MBA.):

Terima kasih, Bapak Pimpinan.

Ibu dan Bapak sekalian.

Tanpa mengurangi hak Ibu dan Bapak sekalian yang meminta Pak Freddy tadi menyampaikan sesuatu nanti mungkin bisa disampaikan Bapak Fredy langsung. Sebagaimana kami presentasikan dari awal, bahwa dari sisi timing kita tidak akan bisa mengejar tanggal 21 Desember kelihatannya walaupun satu bulan lagi dari sekarang, karena prosesnya di pemerintah juga DPR yang harus kita perhitungkan, pertama itu.

Kedua dari hasil evaluasi Pansel yang dilakukan yang 1000 lebih mendaftar, tidak lengkap, sampai terakhir 38 yang saya pun tidak tahu sebetulnya, karena belum disampaikan kepada saya. Saya sampaikan berkali-kali kepada Pansel jangan fokus kepada kuantitas, fokus kepada kualitas, orang dulu yang bisa membawa TVRI ini sebagai Dewas berubah ke depannya. Setidaknya kalau terjadi perubahan Undang-Undang Penyiaran, Dewas yang nanti dipilih oleh ditetapkan oleh Komisi I DPR RI ini tidak kagetan lagi. Setidaknya dia bisa meneruskan itu bahwa nanti dia periodenya perasaan Undang-Undang diberhentikan setelah 2017, 2018 itukan nanti dicantumkan di dalam revisi Undang-Undang Penyiaran dan turunannya tentunya.

Nah, ini yang kami mintakan kepada Pansel itu katanya tingal 38, kalau 38 kan kalau konvensi 3 X 5 jadi 15 mungkin masih ada tapi apakah harus 15-15 nya, karena saya menekankan kualitas, kualitas, kualitas. Satu sederhana saja, saya lakukan tes kepada orang yang kita tahu semua, contoh seperti Pak Ishadi misalkannya, Pak Ishadi kan sekarang di Trans, dulunya Dirut TVRI, dulu Dirjen, saya bilang “Pak, Bapak mau tidak jadi Dirut TVRI?”, “ah, TVRI tidak”, cerita begini-begini. Intinya adalah secara struktur memang harus dilakukan perbaikan.

Saya tanya kepada rising star, Pak Wishnutama Dirut Net, “Pak Wisnu, mau tidak jadi Dirut TVRI?”, “Wah, tidak ada…”, diskusi saya. Mintanya apa? Minta ini, ini dan ini. Sudahlah kalau itu tidak bisa saya penuhi sekarang. Sekarang gini saja, Bapak jadi ikut Pansel saja dulu, Bapak milih orang saja dulu yang menurut Bapak kira-kira bisa dibawa kesana. Itu cerita saya dengan Pak Wisnu kenapa Pak Wishnutama masuk sebagai Pansel. Karena saya itu ngejar Ibu, mungkin nanti kalau terserah nanti kesepakatan kita ini apakah diperpanjang ini, apa diulang, kalau diulang kalau perlu saya search agency Ibu. Kita cari talentnya tapi kita minta search, walaupun ongkosnya mahal tapi juga tidak akan menjamin TVRI menjadi lebih baik disisi Dewasnya, karena kan kita bergantung juga kepada tadi struktur dari pada TVRI itu sendiri.

Dan Pak Effendi ini kenapa BUMN, LPP, BUMN seperti apa atau bagian Pemerintah ada konsekuensi yang harus dikaitkan dengan keuangan negara Pak. Cara membelanjakan keuangan negaranya berbeda, auditnya berbeda, itu barangkali yang tidak bisa kita langsung flip flop antara BUMN dan lain sebagainya. Saya minta waktu untuk didiskusikan lebih dalam Pak. Ibu dan Bapak sekalian,

Itu usulan saya kalau berkenan adalah diperpanjang, kita tidak perlu satu bulan, dua bulan, tiga bulan, lebih baik kita cari yang betul-betul berkualitas, tapi saya pastikan saya akan konsultasi sebelum dikirim oleh Bapak Presiden kepada Komisi I DPR RI mengenai jumlahnya ini. Itu usulan kami Pak. F-PDIP (Dr. EVITA NURSANTY, M.Sc.):

Saya rasa kita harus punya time frame Pak, diperpanjang ini sampai kapan, karena kalau kerja enggak ada time frame repot juga ya saya rasa. Jadi, mungkin disepakati saja kebutuhan dari Pansel ya kan, untuk menyelesaikan kira-kira kapan, apakah sampai Januari, apakah sampai Februari, itu harus ada kepastian Pak Menteri.

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA (RUDIANTARA, S.STAT., MBA.):

Ibu, untuk fair-nya mungkin saya minta Ketua Pansel atau Anggota Pansel menyampaikan. Karena sampai saat ini Ibu, saya belum terima hasil dari Pansel.

Silakan.

KETUA PANSEL DEWAS LPP TVRI (FREDDY H. TULUNG):

Dengan seizin Pak Menteri yang terhormat. Bapak Ketua Komisi I DPR RI dan para Anggota Ibu dan Bapak sekalian yang kami hormati.

19

Pada waktu pertama kali kami ditunjuk oleh Pak Menteri dengan tim untuk pelaksanaan fungsi Pansel ini, kegiatan pertama kami adalah melakukan focus group discussion. Ada 4 focus group discussion kita lakukan, yaitu di 3 kota secara bergiliran mulai di Medan, kemudian Surabaya dan kemudian di Makasar. Intinya kami ingin mendapatkan apa sih anggapan orang terhadap TVRI dan apa harapan mereka. Dan kalau boleh menyimpulkan apa yang disampaikan Pak Andreas sebenarnya bukan persoalan struktural saja Pak, ada 2 persoalan inti, yang pertama persoalan struktural dan yang kedua persoalan budaya, culture lebih banyak ke dalam, soal budaya kerja itu juga fatal. Jadi harapan yang diberikan begitu tinggi dan pada saat kami memeriksa daftar nama mereka yang melamar, mohon maaf dengan segala kerendahan hati sulit untuk memenuhi harapan masyarakat. Oleh karena itu, kami berusaha dan diskusi di dalam tim ini juga sangat intens dan sangat keras, karena masing-masing mempunyai kriteria, mempunyai standar. Padahal kita dikejar waktu harus segera selesai, harus segera selesai. Kalau boleh jujur sampai sekarang pun laporan masih belum berani kami kasih kepada menteri, karena beberapa nama yang semuanya sebagian setuju, sebagian tidak dan lain sebagainya.

Jadi yang ingin kami sampaikan sebenarnya kalau memang dibolehkan saya ingin mengungkapkan satu hal lagi, tata cara rekrutmennya sendiri juga kami dibatasi. Kami sudah membuktikan kebetulan saya beberapa kali menjadi Pansel dan saya menganggap mengambil kesimpulan bahwa sistem open recruitment ini sulit untuk diandalkan untuk mendapatkan orang terbaik, karena orang-orang yang baik tidak akan mendaftar. Satu statement yang selalu keluar Pak Menteri memerintahkan agresif cari sendiri orang-orangnya, kita cari, kita ketemu, kita berbicara langsung dengan orang-orang tersebut, umumnya yang kita anggap mereka yang mohon maaf kami sampaikan boleh dikatakan sudah selesai dengan urusan dirinya. Dan surprisingly mereka mau, cuma pertanyaan pertama yang terus terang kami tahu juga “Pak Fredy, kalau saya harus bertanding dengan orang-orang yang baru lulus dianggap anak kemarin sore, kalau negara butuh saya, saya siap maju, tapi kalau saya harus melamar seperti saya nglamar baru pegawai baru di sebuah instansi ya tidak usahlah”. Nah, orang-orang inilah yang mundur pertama Pak.

Jadi ini yang tadi dimaksudkan oleh Pak Menteri, kalau memang diizinkan, boleh tidak kami tidak menggunakan sistem open recruitment tapi eksekutif search. Eksekutif search DPR silakan menentukan kriterianya apa, seperti apa, nanti kami juga FGD kita tanya kepada stakeholder seperti apa sih yang diinginkan. Nah, kemudian kesepakatan rumusan kriteria ini yang menjadi referensi untuk mereka yang profesional yang mencari orang-orang yang sesuai dengan kehendak masyarakat atau DPR. Tapi kalau kami harus mengulang dan kemudian menggunakan open recruitment Ibu dan Bapak sekalian bisa melihat 1.112 yang mendaftar, tetapi baru tahap pertama hanya 303 yang menyerahkan dokumen, dari 303 hanya 169 yang memenuhi syarat, baru syarat administrasi. Jadi baru kriteria pertama langkah pertama kita sudah kehilangan 85% dari yang mendaftar. Dari sini saja kami sudah mengalami susah dan benar dalam perjalanannya sekarang dari 38 mendapatkan yang Ibu dan Bapak sekalian, masukan harapan dari DPR 15 susahnya sampai sekarang belum ada kata sepakat.

Jadi sekali lagi kalau mengacu kepada apa yang diminta oleh Komisi I DPR RI barangkali saya ingin melihat dari segi sistem rekrutmennya apakah boleh kami tidak menggunakan sistem open recruitment tetapi yang kita buka kepada masyarakat seluas-luasnya adalah kriteria seperti apa yang diinginkan. Baru tugas Pansel ini mencari yang sesuai dengan kriteria yang ditetapkan. Tidak gampang juga tapi minimum kita terhindar dari isu yang selalu masuk itu-itu lagi dan betul Ibu Evita memang ada orang-orang yang hobinya ikut fit and proper terus dan ini fakta yang dihadapi.

Saya kira ini yang bisa kami sampaikan. Terima kasih, Bapak Ketua.

KETUA RAPAT (Dr. H. ABDUL KHARIS ALMASYHARI):

Kembali tadi waktu berapa Pak? Belum nyampe.

KETUA PANSEL DEWAS LPP TVRI (FREDDY H. TULUNG):

Sekali lagi kalau memang diizinkan sebenarnya mohon izin Bapak Menteri, saya meminta waktu kurang lebih perpanjangan sekitar 2 sampai 3 bulan. Tapi kami akan kembali dulu ini untuk menyusun program kerjaannya, sehingga Ibu dan Bapak sekalian juga bisa mengontrol. Makanya apakah metode apa yang disetujui saya sendiri juga kurang tahu ini yang kami harus tentukan langkah-langkahnya.

Terima kasih.

F-PDIP (Dr. EVITA NURSANTY, M.Sc.):

Menanggapi apa disampaikan Pak Freddy saya hanya bertanya satu Pak, apakah secara Undang-Undang kita inikan negara hukum, jadi segala yang kita lakukan itu berdasarkan peraturan perundang-undangan, dibolehkan untuk Pansel itu tidak sistem terbuka itu Pak. Jadi me-recruit memang orang-orang yang mempunyai kompetensi, itu satu yang ingin saya tanya Pak.

20

Terus yang kedua, orang-orang yang tidak akan diam ya kalau misalnya sistem kita, metodologi kita ganti ini sekarang, dia tidak akan diam yang sudah mendaftar, itu juga harus kita antisipasi.

Terus yang ketiga, “apakah masih memungkinkan kita mendapatkan Dewas?” inikan hanya 5 orang dan 38 yang ada kita bisa mendapatkan 5 yang baik, hanya sampai diberlakukannya RTRI, penggabungan TVRI dan RRI, kan undang-undangnya mau selesai, berlaku Undang-Undang Penyiaran, berlaku juga RTRI, kan begitu Pak. Nah, apakah itu bisa.

Nah, ketika memang ke situ arahnya berarti orang-orang yang 38 yang 5 kita pilih itu harus mempunyai visi kerja ikut membantu di dalam penggabungan antara TVRI dan RRI ini ke depan. Jadi switching-nya ini dia harus mempunyai apa namanya pemikiran untuk hal tersebut.

Terima kasih. KETUA RAPAT (Dr. H. ABDUL KHARIS ALMASYHARI):

Silakan Pak, berarti 2 atau 3 bulan Pak ya.

KETUA PANSEL DEWAS LPP TVRI (FREDDY H. TULUNG):

Iya, kalau dari segi lama waktu Pak. KETUA RAPAT (Dr. H. ABDUL KHARIS ALMASYHARI):

Mungkin pertanyaannya harus ditambah. F-PDIP (Dr. EVITA NURSANTY, M.Sc.):

2 sampai 3 bulan itu kalau diulang kembali kan Panselnya? KETUA RAPAT (Dr. H. ABDUL KHARIS ALMASYHARI):

Tidak, lanjut.

F-PDIP (Dr. EVITA NURSANTY, M.Sc.):

Memilih 5 dari 38 Bapak perlu 2 sampai 3 bulan?

KETUA RAPAT (Dr. H. ABDUL KHARIS ALMASYHARI):

Mungkin pertanyaannya boleh tidak dari misalnya 38 disampaikan kita 15 tidak ada yang dipilih. Kalau misalnya dianggap tidak layak. Oke silakan Pak Andreas.

F-PDIP (ANDREAS HUGO PAREIRA):

Ini saran Pak, saya kira soal waktu ya saya pada posisi setuju, dalam arti ketimbang kita memaksakan karena waktu satu bulan juga agak praktis sulit untuk memenuhi sampai dengan akhir Desember, sehingga kira beri ruanglah. Tapi sejauh tidak melanggar peraturan dasar hukum kita untuk ini memperpanjang itu, kalau tidak ya saya kira kita beri waktu cukup untuk ini.

Soal rekrutmen bisa kombinasi pak Fredy, artinya yang kita khawatirkan dari eksekutif source itu adalah nepotisme kan. Itukan pegetahuan umumlah, kekhawatiran terhadap model eksekutif source terlebih nepotisme. Nah, sehingga orang membuka open recruitment yang lebih demokratis gitu. Nah, cuma dia inikan seperti memilih pemain bola, ada yang jadi keinginan publik maunya begini, tapi pelatih harus punya grip untuk menentukan strategi bagaimana satu tim itu bisa mengalahkan lawan-lawannya, artinya bisa mengatasi persoalan maksud saya.

Oleh karena itu, kombinasi aja gitu dan itu wilayah-wilayah otoritas Pansel tidak usah terlalu khawatir, tapi open recruitment ya kita open, tapi punya otoritas yang kita eksekutif search, tapi nanti yang memutuskan kan di DPR. Jadi tidak ada masalah kalau menurut saya itu combine saja 2 metoda itu. Ya toh nanti dipertanggungjawabkan kepada Bapak Menteri ya diputuskan disini. Soal inikan nanti kita lihat bagaimana kualifikasi recruitment yang mana yang benar. Toh Pansel tidak memutuskan tapi mencari yang terbaik.

Saya kira ini saran saya, terima kasih.

21

KETUA RAPAT (Dr. H. ABDUL KHARIS ALMASYHARI):

Saya kira begini, mungkin apa yang sudah dijalankan diteruskan, bahwa kemudian nanti ternyata setelah kita lihat tidak layak semuanya ya apa boleh buat mungkin diulangi lagi atau bagaimana nanti. Kalau ternyata baik-baik semuanya ya kita lanjutkan, artinya kita tidak ke arah memutuskan ini diulang sekarang atau bagaimana, kita lanjutkan untuk itu dibutuhkan berarti 2 bulan ya Pak. Mekanisme atau proses normal itu kira-kira 2 bulan selesai Pak ya. 2 bulan itu artinya sampai SK Presiden, penetapan Presiden, ini harus dihitung kesana, bukan Pansel selesai. MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA (RUDIANTARA, S.STAT., MBA.):

Mohon izin, karena kan kita harus aline jadwal sidang Ibu dan Bapak dengan kami. Nanti reses itu 15

Desember masuk tanggal berapa Pak?

KETUA RAPAT (Dr. H. ABDUL KHARIS ALMASYHARI):

10 Januari.

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA (RUDIANTARA, S.STAT., MBA.):

Katakanlah pertengahan Januari nanti Pemerintah mengusulkan kepada DPR, berarti nanti barangkali

biasanya sih yang lalu-lalu biasanya cepat, kalau komunikasi kita juga koordinasinya sebelum sudah cepat gitu ya. Katakanlah 1 bulan misalkan, baru berarti pertengahan Februari, baru akhir Februari, kalau saya boleh usul kalau harus dipatok waktu itu adalah akhir Februari. Permasalahannya Pak, kalau misalkan perpanjang akhir Februari berarti nanti Bapak Presiden mengeluarkan Kepres perpanjangan sampai Februari. Kemudian kalau misalkan ternyata tidak berkualitas calonnya kita harus memproses ulang berarti ada perpanjangan Kepres lagi. Karenanya saya usul walaupun dicatat di sini di notulen rapat perkiraannya 2 bulan tetapi Keppres-nya nanti sampai ditetapkan kemudian. Ini juga kan sudah pernah kita lakukan sama-sama untuk RRI Pak. RRI itu Keppres-nya adalah perpanjangan sampai dengan ditentukan kemudian. Dan ini yang baku juga terjadi Sesneg, karena saya sudah koordinasi dengan kantor Mensesneg juga, tapi kita-kita sama-sama harus menyelesaikan ini, niat ingsunnya adalah februari sudah selesai gitu, kalau enggak panjang lagi.

F-PDIP (Dr. EFFENDI MS SIMBOLON, M.I.POL):

Tidak lebih penting dari TVRI-nya kalau saya ya. Kita jangan terlalu komplikasinya itu di masalah Dewasnya tapi kita dorong Pemerintah karena sekarang ada di tangannya Pak Menkominfo. Beliau ini kan terkenal king maker juga, banyak yang dari asuh beliau jadi-jadi. Biarlah ini jadi PLN juga jadi ya profit oriented juga lah. Jadi Dewas sudahlah mau mundur, mau kapan terserahlah. Kita yang penting TVRI-nya yang kita selamatkan bukan Dewasnya. Jadi kita jangan terlalu menjelimet soal birokrasi itu, tidak terlalu penting kalau saya. Kita jangan masuk-masuk masalah yang enggak perlu gitu. Politik kita adalah mendorong lembaga penyiaran ini menjadi andalan negara, andalan Pemerintah untuk menjadi pemersatu bangsa dalam broadcast, dalam media televisi begitu Pak. KETUA RAPAT (Dr. H. ABDUL KHARIS ALMASYHARI):

Oke, Yang disampaikan Pak Effendi saya kira kita sepakat mendorong TVRI ke depan lebih baik bahkan mungkin kalau bisa seperti yang dicita-citakan sampaikan Pak Menteri tadi seperti NHK minimal. Akan tapi permasalahan konkrit di hadapan kita tanggal 21 Desember itu harus ada keputusan kita, karena Dewas akan berakhir dan perangkap yang berkaitan dengan Direksi di TVRI adalah harus adanya Dewas.

Saya kira sambil kemudian nanti Pak Menteri kita kasih kesempatan juga untuk merancang sebagaimana yang disampaikan Pak Efendi tadi, permasalahan yang mungkin walaupun tidak penting tapi menentukan, karena nanti akan terjadi perbedaan persepsi yang sudah diseleksi, sudah proses dan seterusnya ini biar tidak gaduh kita juga kasih time frame yang jelas. Kalau tadi 3 bulan ya Pak, 3 bulan cukup ya? Baik.

Saya kira cukup diskusinya kita masuk pada kesimpulan. Draft kesimpulan Rapat Kerja Komisi I DPR RI DPR RI dengan Menkominfo, tanggal 23 November 2016

1. Komisi I DPR RI DPR RI telah mendengarkan penjelasan Menteri Komunikasi dan informatika terkait perkembangan proses seleksi calon Anggota Dewan Pengawas LPP TVRI periode 2016-2021. Sehubungan dengan masih adanya tahapan seleksi calon Dewan Pengawas LPP TVRI periode 2016-2021 yang belum selesai dilakukan oleh Pemerintah dalam hal ini Kementerian Kominfo dan mengingat masa tugas Anggota Dewan Pengawas LPP TVRI periode 2011-2016 akan berakhir pada tanggal 21 Desember 2016, maka Komisi I DPR RI dan Pemerintah dalam hal ini Kementerian Kominfo bersepakat untuk

22

memberikan perpanjangan masa tugas Dewan Pengawas LPP TVRI periode 2011-2016 selama 3 bulan terhitung sejak masa tugasnya berakhir pada tanggal 21 Desember 2016 .

3 bulan ya? Cukup, baik.

(RAPAT: SETUJU)

2. Selama proses perpanjangan tersebut… MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA (RUDIANTARA, S.STAT., MBA.):

Pak Pimpinan, mungkin ini bukan selama 3 bulan, selama-lamanya, karena kan 3 bulan itu termasuk

penetapan oleh Komisi I DPR RI bukan di Pemerintah saja. Dan kan kita juga belum tahu hasilnya seperti Pak Pimpinan tadi apakah diterima atau tidak.

KETUA RAPAT (Dr. H. ABDUL KHARIS ALMASYHARI):

Selambat-lambatnya 3 bulan terhitung sejak masa tugasnya berakhir.

2. Selama proses perpanjangan tersebut Dewan Pengawas LPP TVRI periode 2011-2016: a. Tidak boleh mengambil kebijakan yang bersifat strategis. b. Perpanjangan masa tugas diberikan untuk kegiatan yang bersifat administratif.

Ada usulan?

F-PDIP (Dr. EVITA NURSANTY, M.Sc.):

Saya tadi ada yang saya coret-coret, ada penambahan mengangkat dan memberhentikan Dewan Direksi. Yang pertama itu yang paling penting itu adalah selama masa perpanjangan itu Dewas itu harus berkonsultasi dengan DPR RI, kan Bapak mengatakan tadi TVRI ini tidak dibawah Kominfo, jadinya kemana ya kepada kita yang recruit ya kepada kita. Selama perpanjangan itu mereka harus untuk kebijakan-kebijakan yang dibuat itu berkonsultasi dengan DPR RI. Kemudian tidak boleh mengangkat dan memberhentikan direksi, itu yang paling penting. Kemudian yang tidak boleh mengambil kebijakan yang bersifat strategis, itu mungkin seperti kebijakan umum, anggaran itu mesti jelas juga kebijakan strategis itu apa. Ini kebijakan umum, rencana induk, kebijakan penyiaran, program kerja dalam anggaran, itu mesti dalam kurung itu, karena kalau kita mengalih kepada Tupoksi dari pada Dewas ya itu. Nah, itu pi kita pindahkan saja ke sini enggak boleh dia lakukan itu selama masa perpanjangan 3 bulan. Ditambah saja mbak, jadi membuat kebijakan strategis dalam kurung kebijakan umum sesuai Undang-Undang LPP rencana induk, kebijakan penyiaran, program kerja dan anggaran. F-PDIP (ANDREAS HUGO PAREIRA): Artinya begini Pak, karena apa? Pada dasarnya saya sependapat dengan apa dimaksudkan Ibu Evita tadi, cuma kan TVRI ini kan harus tetap berjalan. Jadi tidak membuat kebijakan-kebijakan strategis dan perubahan-perubahan struktural tadi sampai dengan ada penyusunan ini baru tadi. Karena toh bagaimana pun TVRi itu harus tetap jalan. KETUA RAPAT (Dr. H. ABDUL KHARIS ALMASYHARI):

Baik, coba….

F-PDIP (Dr. EFFENDI MS SIMBOLON, M.I.POL):

Pimpinan, inikan sebenarnya diskresi ini, jadi enggak usah kita buat sendiri aturanya. Siapa lagi yang nyuruh harus konsultasi ke DPR, janganlah itu mengikat nanti, padahal itu tidak bisa diikat dengan itu. Aturan itukan harus fair tidak boleh seperti lisan kemudian jadilah aturan, itu hanya Presiden yang menjadi itu.

Oleh karenanya dia sudah diatur sendiri kalau dalam masa transisi itu seperti apa gitu. Ya, artinya kita serahkan saja kepada Pemerintah kan Pemerintah yang membawahi LPP. Jadi Pemerintah kita minta junto 21 Desember sampai dengan selambat-lambatnya 3 bulan, maka itu dibawah seluruhnya kontrol dari Pemerintah untuk tidak membuat bla bla gitu. Tapi kalau kita buat uraian begini, jadi kita regulator dong.

23

F-PDIP (Dr. EVITA NURSANTY, M.Sc.):

Izin, kenapa saya katakan karena Pak Menteri katakan tadi, saya ini sebenarnya tidak ada kaitan dengan anggaran TVRI. Saya ini tidak ada kaitan dengan TVRI, tidak ada di undang-undang bahwa TVRI itu dibawah Kominfo. Saya itu baru dapat tugas saya menyambung Pak Menteri katakan, dari Departemen Keuangan untuk bertanggung jawab terhadap SDM dari TVRI. Saya hanya menyambung apa yang disampaikan oleh Pak Menteri tadi. Apa kita mau semua Pak Menteri katakan begitu terus kita limpahkan semuanya kepada Pak Menteri. Nah, tergantung Pak Menteri, karena beliau sudah mengatakan “I’m not responsible” dianggaran, saya tidak ini, itu pernyataan Pak Menteri sebelumnya.

Terima kasih.

F-PDIP (Dr. EFFENDI MS SIMBOLON, M.I.POL):

Apa begitu, Pak Menteri?

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA (RUDIANTARA, S.STAT., MBA.):

Iya.

F-PDIP (Dr. EFFENDI MS SIMBOLON, M.I.POL): Tidak ah saya kira. MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA (RUDIANTARA, S.STAT., MBA.):

Secara de facto betul Pak, saya itu tidak punya akses keuangan, menetapkan anggaran dan lain

sebagainya. Saya baru mendapatkan surat pelimpahan pembinaan sumber daya manusia TVRI.

F-PDIP (Dr. EFFENDI MS SIMBOLON, M.I.POL):

Oke, tapi jangan kemudian kita menambah-nambahi juga begini Pak. Ini kan hanya karena kebetulan tidak jatuh tempo saja Pak, kenapa kita buat aturan baru yang gimana cara mengikatnya ini aturan baru ini dalam 3 bulan. Saya kira nanti menjadi kewibawaan kita juga terganggu juga loh Pak. Lebih baik sudah kita serahkan ke pembinanya. F-PDIP (Dr. EVITA NURSANTY, M.Sc.):

Izin, Bapak Pimpinan. Saya rasa kemelut yang kita hadapi periode lalu, sama juga sistemnya, dia berhentikan Dewan Direksi, ini

enggak boleh. Kita memberi perpanjangan kepada mereka tetapi bukan berarti selama 3 bulan ini mereka bisa memberhentikan Dewan Direksi. Saya tidak setuju kalau mereka membentuk keputusan yang strategis kemudian memecat Dewan Direksi atau mengganti Dewan Direksi mengambil moment yang 3 bulan ini i can’t do everything, gue pecat direktur ini, gue atur-atur dalam 3 bulan tidak bisa. Di mana-mana materi yang sudah mau jabatannya habis pun semuanya itu tidak boleh membuat kebijakan strategis. DPR pun kalau sudah hampir masa jabatannya habis tidak boleh membuat kebijakan yang strategis, itu by law. F-PDIP (Dr. EFFENDI MS SIMBOLON, M.I.POL):

Ya, saya kira gini Pimpinan. Kita kan harus saling percaya juga hidup ini, dia juga memecat kan ada juga reason-nya. Nah, kalau kemudian kita anggap kemudian tidak benar ya kita anulir saja. Jadi jangan semuanya kita kayak raja gitu, salah semua yang lain. Biarlah kita saling inikan kebetulan saja tidak bisa dipenuhi, kalau mau kita stret saja kepada 21 Desember, kenapa harus dibuat 3 bulan, kemudian 3 bulan ini kita buat aturan sendiri, ya enggak bisa dong Ibu, Ibu kan bukan Ibu kost yang buat aturan dirumahnya. Inikan harus merujuk kepada apa, tidak bisa. Saya tidak setuju ya Pak, setiap aturan itu kita tidak punya dasar hukum untuk membuat aturannya, harus ada aturannya juga membuat aturan, tidak bisa kita buat begini. Nanti akhirnya kita semau-maunya kita dong. KETUA RAPAT (Dr. H. ABDUL KHARIS ALMASYHARI):

Oke, Pak Alimin silakan.

24

F-PAN (Ir. ALIMIN ABDULLAH):

Jadi memang dari awal kita sudah memahami di Undang-Undang 32 itu tidak memang mengatur. Jadi kalau bicara Undang-Undang aturan memang enggak ada yang atur. Tetapi kita memang ada masalah, kita ya karena tadi salah perhitungan soal reses dan segala macam tidak bisa memenuhi waktu yang ditetapkan masa berakhirnya Dewas yang sekarang. Jadi kita yang paling pas itu adalah memperpanjang masa kerja Dewas yang sekarang. Nah, tetapi kita juga tidak ingin dia sudah di luar masa H dia kan, kekuasaan dia, karena ada juga kekurangan dari kita, kita beri perpanjangan waktu.

Nah, saya mengerti Ibu Evita mengkhawatirkan kita timbul masalah baru, karena mereka diperpanjang 3 bulan, terus bisa melakukan pemecatan direksi atau segala macam yang belum tentu klop juga, karena begitu mereka angkat mereka tidak ngawasin kan nanti mereka diganti. Kan yang paling bagus nanti barangkali adalah pada masa yang kita angkat baru 5 tahun ke depan.

Jadi kalau intinya saya setuju Ibu Evita, cuma kalau Bapak Effendi bilang ya kok kita jadi pengatur, ya memang tidak ada aturannya sekarang kalau tidak kita bikin tidak ada yang atur, makanya kita perlu kesepakatan antara Pemerintah dan DPR RI ini untuk memberikan waktu itu tapi juga cukup mengamankan kita. Nah, ini yang kita harus temukan itu saja sebetulnya Pak Effendi.

Jadi kita tidak ada aturanya yang didalamnya, ini memang tidak diatur, kita menganggap pastilah 5 tahun kita bisa bereskan. Di luar perkiraan kita karena masalah reses dan segala macam tidak bisa kita selesaikan. Jadi kita itu saja intinya dan Pemerintah dan kita memang kita dipojokan bikin aturan, aturan nambah, aturan juga mengatur kerjaannya, bagaimana caranya supaya pas itulah tapi intinya itu.

Terima kasih. KETUA RAPAT (Dr. H. ABDUL KHARIS ALMASYHARI): Ya, saya kira begini kalau kita modalnya saling percaya, kita kasih tahu secara lisan bisa, tapi ketika mereka membuat langkah misalnya tiba-tiba memberhentikan direksi, kita tegur kan enggak ada aturan dari Bapak juga cuma himbauan itu.

Oke, kita ambil rumusan yang paling baik ayo kita diskusikan. F-PDIP (Dr. EVITA NURSANTY, M.Sc.):

Bayangkan Pak, Januari-Februari itu adalah jangka orang mentenderkan semua proyek yang ada di TVRI. Bayangkan Dewas dan Direksi sekarang itu melakukan tender, Dewas yang terpilih dan Direksi yang terpilih nanti enggak bisa apa-apa. Oh, anggaran sudah finish oleh yang diperpanjang sampai Januari-Februari. Itu yang saya maksud tidak boleh membuat suatu kebijakan yang strategis termasuk yang namanya anggaran dan pemecatan dan pengangkatan direksi baru.

Terima kasih.

KETUA RAPAT (Dr. H. ABDUL KHARIS ALMASYHARI):

Nah, saya kira penjelasan Ibu Evita masuk sekali, karena Januari-Februari itu.

F-PDIP (ANDREAS HUGO PAREIRA):

Pak Ketua, saya kira rumusan ini sudah betul. Artinya, tidak boleh mengangkat dan memberhentikan itu penting, karena kejadian pada tahun 2004 itu sempat ramai disini karena Dewas memecat direksi pada masa akhir. Nah, kemudian juga tidak boleh mengambil kebijakan yang bersifat strategis, karena memang di mana-mana pemerintahan transisi tidak boleh, karena ini masa transisi. Cuma memang organisasi harus berjalan sehingga rumusan tidak mengambil kebijakan bersifat strategis dan perpanjang masa untuk yang bersifat administratif sudah okelah. Saya kira bisa kita sepakati.

F-PDIP (Dr. EFFENDI MS SIMBOLON, M.I.POL):

Kalau toh mereka mau berbuat seperti itu, seperti yang teman-teman pikirkan tanggal 20 Desember saja

dia berhentikan, kan belum berlaku ini. Jadi jangan begitulah kita cara pandang hidup, kita ini jangan saling seolah-olah mereka, kalau mereka cara pandang kita begitu kita rasanya seperti apa sih. Janganlah, ketika mereka sudah ditetapkan sebagai Dewas dalam 1 periode maka dia bulat itu kewenangannya. Jangan kita curiga lagi, dia tanggal 20 malam juga bisa ambil keputusan. Artinya kalau mau tadi yang dicurigai pergantian ini, pergentian itu, tentu mereka mengganti juga ada alasannya, kan tidak bisa, memang hidup ada subjektif dan objektif kok. Saya tidak setuju kalau kita buat persyaratan tanpa dasar hukumnya apa. Dasar hukum kita membuat larangan ini apa? Ya, kita juga jangan ngarang-ngarang Pak, harus ada dasar hukumnya juga. Sebab mereka nanti yudicial review ini

25

bagaimana. Coba Undang-Undang saja di yudicial review bisa mentah kok, dibawa kepada MK bisa mentah, apalagi hanya sekedar keputusan di komisi.

Saya hanya mengingatkan kita, biarlah kita percaya kalau mau dibawahi poin B saja sudah cukup itu, “perpanjangan masa tugas diberikan untuk kegiatan hanya bersifat administrasi”, titik sudah cukup. Tapi kalau diurai seperti ini Pak, ini preseden kita padahal menurut saya yang penting itu bukan Dewasnya tapi TVRI-nya. Kalau perlu tidak ada lagi Dewas ke depan. Ngapain lagi model pola Dewas-dewas begitu, biarlah digunakan model perseroan seperti TV yang sukses sekarang, semua TV yang sukses Perseroan Pak, tidak ada model LPP.

Ini tolong clear juga saya tidak setuju kalau diurai seperti ini, seolah-olah kita mencurigai, kalau mencurigai terus kapan kita, kita mencurigai pasti mereka juga curiga sama kita. Berpikirlah positif baru kita akan jadi positif juga. KETUA RAPAT (Dr. H. ABDUL KHARIS ALMASYHARI):

Bapak Supiadin dulu yang belum bicara dari tadi.

F-NASDEM (MAYJEN TNI (Purn) SUPIADIN ARIES SAPUTRA): Terima kasih Pimpinan.

Inikan pangkal masalahnya adalah karena Pansel Dewas tidak bisa melaksanakan tugas tepat waktu, akibatnya Dewas baru belum lahir, sementara tugas Dewas tetap berjalan. Oleh karena itu ya pertama Pimpinan, kita cari dulu lihat aturan tentang Dewas. Siapa yang berhak memperpanjang tugas Dewas, satu. Yang kedua, dalam perpanjangan atau masa tugas sementara itu ada tidak dalam aturan Dewas itu, apa saja yang boleh dilaksanakan dan yang tidak boleh dilaksanakan oleh Dewas yang bersifat sementara. Kalau itu ada saya setuju dengan Ibu Evita, tetapi apa tugas yang kalau dia bersifat sementara 2 bulan, 3 bulan perpanjangan memang seperti itu, karena di militer pun berlaku. Kalau yang namanya pejabat sementara itu tidak boleh dia mengambil kebijakan strategis yang bisa mempengaruhi kinerja dari organisasi itu. Jangan karena dia mau berakhir tiba-tiba dia mengambil kesempatan atau sementara mumpung saya masih diperpanjang ini dia ganti direksi segala macam yang mempengaruhi kinerja dari TVRI itu. Ini perlu aturan, karena inikan sebuah badan, Dewas inikan sebuah badan yang memang dia diatur, dia tidak boleh mengambil keputusan yang tanpa dasar.

Sekali lagi perpanjangan itu bersifat tugas Dewas yang sementara. Nah, kalau dia sifatnya sementara maka tentu ada aturan mainnya. Saya kira itu Pimpinan, kebijakan kita. KETUA RAPAT (Dr. H. ABDUL KHARIS ALMASYHARI):

Saya bacakan bagian kedua Dewan Pengawas. Dewan Pengawas mempunyai tugas:

A. menetapkan kebijakan umum, rencana induk, kebijakan penyiaran, rencana kerja dan anggaran tahunan, kebijakan pengembangan kelembagaan dan sumber daya serta mengawasi pelaksanaan kebijakan tersebut sesuai dengan arah dan tujuan penyiaran.

B. Mengawasi pelaksanaan rencana kerja dan anggaran serta independensi dan netralitas siaran. C. Melakukan uji kelayakan dan kepatutan secara terbuka terhadap calon Anggota Dewan Direksi. D. Mengangkat dan memberhentikan Dewan Direksi. E. Menetapkan salah seorang Anggota Dewan Direksi sebagai Direktur Utama. F. Menetapkan pembagian tugas setiap direktur. G. Melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada Presiden dan DPR RI. Dan tidak ada yang mengatur tentang

kalau dalam masa transisi, di masa perpanjangan tidak ada. Silakan Bapak Andreas.

F-PDIP (ANDREAS HUGO PAREIRA):

Jadi memang itukan harus ada masa di dalam masa transisi itu karena memang ada kekosongan makanya kita mengatur. Inikan jadi perdebatan kita apakah aturan ini mau rijit atau aturan ini lebih lose. Saya termasuk orang yang mempercayai orang, tapi saya hanya lebih percaya sama Tuhan, tapi kalau antar manusia lebih baik kita mengikat di dalam suatu aturan, sehingga kita sama-sama punya tanggungjawab. Nah, sehingga dengan demikian guidance-nya jelas. Nah, saya kira waktu juga hanya 3 bulan kan, karena ini juga menyangkut tanggungjawab Pak Fredy dan kawan-kawan di Timsel untuk mencari yang benar, karena fokusnya disini bukan disana yang 3 bulan, inikan hanya transisi, tapi jangan sampai transisi inikan mengganggu rencana besar yang sedang disiapkan itu. Saya kira sudah pas itu.

Terima kasih.

26

KETUA RAPAT (Dr. H. ABDUL KHARIS ALMASYHARI):

Bagaimana Ibu Evita? F-PDIP (Dr. EVITA NURSANTY, M.Sc.):

Kalau saya karena saya baca tadi yang Bapak Ketua bacakan itu, tidak ada aturan yang mengatur makanya saya usulkan kita harus atur.

Terima kasih. KETUA RAPAT (Dr. H. ABDUL KHARIS ALMASYHARI):

Baik, Pak Effendi? F-PDIP (Dr. EFFENDI MS SIMBOLON, M.I.POL):

Saya sependapat dengan Pak Supiadin tadi, kita harus kembali kepada normalnya. Kalau pun di situ tidak diatur bukan berarti boleh mengatur. Nah, kita harus balik juga kewenangan apa kita mengatur dalam sisi kewenangannya Dewas misalnya. Lebih baik kita serahkan kepada Pemerintah untuk tidak melakukan yang C dan D ini, poin C dan D ini. Jadi point C dan D ini kita serahkan kepada Menkominfo untuk memastikan sepanjang dalam masa perpanjangan tidak boleh melakukan yang point C dan D ini, kalau itu betul.

KETUA RAPAT (Dr. H. ABDUL KHARIS ALMASYHARI):

Mungkin Pak Effendi justru Dewas itu tidak ada pertanggungjawaban kepada Menkominfo, pertanggungjawabannya kepada kita sama Presiden.

F-PDIP (Dr. EFFENDI MS SIMBOLON, M.I.POL):

Betul tapi ini kan sedang mengikat Dewas, inikan ada Panselnya di Kominfo gitu loh. Kita belum dalam

konteks berbicara dengan rapat dengan Dewas ini Pak, kita kan sedang rapat dengan Menkominfo membuat kesimpulan. Karena posisi Pansel tidak bisa melaksanakan dalam waktu yang ditentukan maka ada diskresi ketiga bulan selambat-lambatnya perpanjangan. Siapa yang membuat 3 bulan itu? Kan kita dengan Pemerintah, Pemerintahnya Menkominfo Pak. Nah, maka kita minta kepada Menkominfo agar pada posisi setelah 21 sampai dengan selambat-lambatnya tidak melakukan yang point c dan d ini. Jadi kita direct Pak, indirect kepada mereka bukan direct kepada Dewasnya. Kalau itu bisa kita pahami Pak, tapi kalau kita kemudian seperti ini ya nanti akhirnya menjadi, kita karena sudah kebiasaan di negara kita aturan yang baku enggak dibaca, enggak dipatuhi tapi aturan yang berlaku umum yang dipakai, di mana enaknya saja begitu, itu yang salah Pak. Padahal tidak boleh gimana enaknya, harus gimana aturannya seperti Pak Supiadin sampaikan tadi. Kalau memang tidak diatur sebaliknya juga tidak mengatakan boleh mengatur, tapi kita pahami poin ini harus masuk dalam persyaratan kita, kita minta kepada Menkominfo “Pak, ini loh Pak, kami tegas minta point c dan d ini harus menjadi ketentuan yang mengikat dalam masa 3 bulan selama-lambatnya”, begitu saran saya.

Terima kasih.

F-NASDEM (MAYJEN TNI (Purn) SUPIADIN ARIES SAPUTRA):

Izin, Pimpinan. Ada jalan tengah mungkin ini kita, pertama tidak ada acuan hukum kita untuk memperpanjang, jadi kalau

kita paksakan ada salah disitu. Nah, sekarang kita lihat lanjutan siapa yang mengeluarkan SK Dewas? Presiden. Oleh karena itu, saran saya Pak, kita bikin surat saja hasil rapat ini kirim kepada Presiden prevision untuk memperpanjang tugas Dewas. Maka konsekuensi hukum ada itu dengan usulan hal-hal yang isi pelaksanaan tugas-tugasnya biar Presiden yang mengeluarkan Pak, kita bebas dari hukum. Jadi kalau terjadi apa-apa kita bebas, Pemerintah begitu saran saya. KETUA RAPAT (Dr. H. ABDUL KHARIS ALMASYHARI):

Pak Supiadin, maaf saya potong memang rapat ini dalam rangka itu, dalam rangka nanti akan memohon agar Presiden memperpanjang. Jadi nanti perpanjangan itu memang dari Presiden bukan dari kita, tapi dasarnya adalah rapat ini gitu loh.

27

F-PDIP (Dr. EVITA NURSANTY, M.Sc.):

Bapak Pimpinan, ketika Pak Menteri mengajukan surat kepada Presiden permohonan untuk perpanjangan Dewas itu harus ada dasarnya, dasarnya itu adalah kesimpulan rapat hari ini ya kan, itu dasarnya. Jadi harus ketika nanti Pak Menteri mengatakan kepada Dewas kepanjangan harus jelas, tidak boleh membuat keputusan yang strategis, dasarnya apa? Keputusan rapat ini. Tiba-tiba enggak ada di keputusan rapat Pak Menteri bikin sendiri, hak apa Pak Menteri membuat itu, kan Dewas itu kita yang fit and proper, Dewas itu kita yang usulkan kok tidak ada kaitannya dengan Menkominfo. Jadi inilah yang menjadi dasar bagi Pak Menteri nanti menulis surat kepada Presiden.

Terima kasih. KETUA RAPAT (Dr. H. ABDUL KHARIS ALMASYHARI):

Terima kasih, Ibu Evita. Bapak dan Ibu semuanya, mohon perhatian. Jadi rapat kita memang dalam rangka nanti Pak Menteri akan

membuat surat kepada Presiden untuk perpanjangan, jadi ini akan dijadikan Pak Menteri untuk membuat surat. Nah, dasarnya apa? Dasarnya adalah kesimpulan rapat hari ini. Maka segala sesuatu yang dicantumkan dalam keputusan rapat hari ini bersifat mengikat dan bisa dilaksanakan. Nanti hanya sekarang kita tinggal pada poin 2 ini. Kita akan masukan a, b, c, d jadi sama-sama mau menambahkan aturan tadikan. Jadi kalau Pak Effendi masukan c dan d sama juga menambahkan aturan. C dan D oke ya? Sepakat. F-PDIP (Dr. EVITA NURSANTY, M.Sc.):

Kenapa saya katakan C dan D boleh, tadi Bapak bacakan apa gitu yang namanya bersepakat strategis,

kan di dalamnya sudah anggaran, sudah ada segala macam. Jadi C dan D pun cukup. F-PDIP (ANDREAS HUGO PAREIRA):

Pak Menteri setuju kan?

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA (RUDIANTARA, S.STAT., MBA.):

Boleh usul Pak, ini mungkin selama dalam menjalankan proses perpanjangan tersebut Dewan Pengawas

LPP TVRI periode 2016: menjalankan kegiatan yang bersifat administrasi 1. 2. Tidak mengambil kebijakan yang bersifat strategis antara lain 1, 2, 3, itu yang dimintakan kepada Kominfo seperti Pak Effendy bilang itu. Jadi mohon maaf saya barangkali jangan ditulis disini biar kita tidak mendegradasi forum yang terhormat ini untuk ukuran yang kecil-kecil gitu saja Pak. KETUA RAPAT (Dr. H. ABDUL KHARIS ALMASYHARI):

Oke, jadi yang D jadi A ya, sekarang E jadi A. MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA (RUDIANTARA, S.STAT., MBA.):

Bapak Pimpinan, saya tidak tahu mengenai konsultasi kepada Komisi I DPR RI mengenai program kerja, emang selama ini tidak pernah Pak? Anggaran Komisi I DPR RI tetap. KETUA RAPAT (Dr. H. ABDUL KHARIS ALMASYHARI): Oke, selama masa perpanjangan tersebut Dewan Pengawas LPP TVRI periode 2011-2016:

a. hanya melakukan kegiatan yang bersifat administrative. b. tidak boleh mengambil kebijakan yang bersifat strategis antara lain menetapkan kebijakan umum, rencana

induk, kebijakan penyiaran, rencana kerja dan anggaran tahunan, program kerja yang berpengaruh secara langsung atau tidak langsung terhadap kinerja LPP TVRI.

c. tidak boleh mengangkat dan memberhentikan Dewan Direksi LPP TVRI. Oke ya, cukup ya? Baik.

(RAPAT: SETUJU)

28

3. Kesepakatan perpanjangan masa tugas Anggota Dewan Pengawas LPP TVRI periode 2011-2016 tersebut selanjutnya akan disampaikan oleh DPR RI kepada Presiden Republik Indonesia untuk mendapatkan persetujuan.

Oke ya? Baik.

(RAPAT: SETUJU) Bapak dan Ibu sekalian,

Saya kira agenda kita sudah selesai, untuk itu kami ucapkan terima kasih kepada seluruh Anggota dan juga pada Menkominfo juga Panitia Seleksi Dewan Pengawas LPP TVRI atas seluruh perhatian. Wabillahi Taufik Walhidayah, Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

(RAPAT DITUTUP PUKUL 13.17 WIB)

Jakarta, 23 November 2016

a.n Ketua Rapat

SEKRETARIS RAPAT,

TTD.

SUPRIHARTINI, S.I.P.

NIP. 19710106 199003 2 001