DETEKSI TITER ANTIBODI PASCAVAKSINASI RABIES … · titer antibodi pascavaksinasi rabies yang dapat...

27
DETEKSI TITER ANTIBODI PASCAVAKSINASI RABIES BERBASIS KOLORIMETRI MENGGUNAKAN PENGOLAHAN CITRA ULFATIN KHOIRIYAH HEROWATI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2018

Transcript of DETEKSI TITER ANTIBODI PASCAVAKSINASI RABIES … · titer antibodi pascavaksinasi rabies yang dapat...

DETEKSI TITER ANTIBODI PASCAVAKSINASI RABIES

BERBASIS KOLORIMETRI MENGGUNAKAN

PENGOLAHAN CITRA

ULFATIN KHOIRIYAH HEROWATI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2018

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Deteksi Titer Antibodi

Pascavaksinasi Rabies Berbasis Kolorimetri menggunakan Pengolahan Citra

adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum

diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2018

Ulfatin Khoiriyah Herowati

NIM B04140054

ABSTRAK

ULFATIN KHOIRIYAH HEROWATI. Deteksi Titer Antibodi Pascavaksinasi

Rabies berbasis Kolorimetri menggunakan Pegolahan Citra. Dibimbing oleh

KOEKOEH SANTOSO dan DORDIA ANINDITA ROTINSULU.

Rabies merupakan penyakit infeksius yang umumnya ditularkan oleh

anjing dan dapat berakibat fatal hingga kematian pada manusia maupun hewan.

Salah satu pencegahan rabies adalah dengan vaksinasi massal. Sebanyak 83 serum

sampel anjing diuji menggunakan kit indirect ELISA untuk mengidentifikasi

kenaikan titer antibodi pascavaksinasi rabies yang dilakukan pada tahun 2017.

Titer antibodi berhubungan dengan nilai absorbansi dan konsentrasi larutan

standar. Nilai absorbansi dapat dibaca dengan alat ELISA reader sebagai gold

standard yang dibandingkan dengan alat alternatif berupa kamera handphone dan

scanner. Alat alternatif diuji dan dibandingkan dengan gold standard melalui uji

validitas alat yang meliputi sensitifitas, spesifisitas, dan akurasi. Tidak ada

perbedaan signifikan antara gold standard dan alat uji alternatif. Kamera

handpohone memiliki sensitifitas sebesar 98.6%, spesifisitas 88.8%, dan akurasi

97.5%, begitu juga dengan scanner yang memiliki sensitifitas 97%, spesifisitas

88.8 % dengan akurasi 96%.

Kata kunci : ELISA reader, kamera handphone, scanner, titer antibodi, validitas

ABSTRACT

ULFATIN KHOIRIYAH HEROWATI. Detection of Antibody Titer of Post-

vaccination Rabies Based on Colorimetric Using Image Processing. Supervised

by KOEKOEH SANTOSO and DORDIA ANINDITA ROTINSULU.

Rabies is an infectious disease that is generally transmitted by dog and

can be fatal to death in human or animals. Vaccination has been used as one of

rabies prevention programme. A total of 83 serum dog samples were tested using

an Indirect ELISA kit to identify post-vaccination antibody titer in 2017. Antibody

titres correlated with absorbance values and concentrations of standard solutions.

Absorbance value can be read by ELISA reader as gold standard which compared

with alternative tool in the form of camera of handphone and scanner. The

alternative tools were tested and compared to gold standard through validity

testing tools including sensitivity, specificity, and accuracy. There is no

significant difference between gold standard and alternative test equipment. The

smartphone camera has a sensitivity 98.6%, specificity 88.8% and 97.5%

accuracy, as well as a scanner with 97% sensitive, specificity 88.8% , and 96%

accuracy.

Keywords: antibody titer, ELISA reader, handphone camera, scanner, validity

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kedokteran Hewan

pada

Fakultas Kedokteran Hewan

DETEKSI TITER ANTIBODI PASCAVAKSINASI RABIES

BERBASIS KOLORIMETRI MENGGUNAKAN

PENGOLAHAN CITRA

ULFATIN KHOIRIYAH HEROWATI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2018

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas

segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang

dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2017 ini adalah

alat deteksi, dengan judul Deteksi Titer Antibodi Pascavaksinasi Rabies berbasis

Kolorimetri menggunakan Pengolahan Citra Digital.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak dan Ibu serta keluarga yang

senantiasa memberikan dukungan, doa dan kasih sayangnya kepada penulis.

Terima kasih kepada Dr Drh Koekoeh Santoso selaku pembimbing skripsi yang

sabar membimbing dan memberi masukan serta selaku pembina akademik selama

empat tahun yang telah memberikan arahan dan motivasi akademik selama kuliah

di FKH IPB. Terima kasih saya ucapkan kepada Drh Dordia Anindita Rotinsulu,

MSi selaku pembimbing skripsi kedua yang selalu membimbing dengan sabar dan

memotivasi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Di samping itu, penghargaan

penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu terlaksananya

penelitian ini serta Asah, Atika dan Vela sebagai rekan penelitan. Ucapan terima

kasih juga disampaikan kepada Bagus Dwi Hidayanto, Ramadhani Sari, Mifta

Roudhotul Hasanah, Maulida Fitriani, Adhis Trista Anjani, Aisyah Alviatus

Shofwan, Fatimatus Zahro, Rika Sartika, keluarga Sosling-Kesmavet BEM FKH

IPB, dan teman-teman Acinonyx yang senantiasa memberikan doa dan

dukungannya. Semoga skripsi ini bermanfaat dan mampu memberikan

sumbangan yang berarti terhadap perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, Agustus 2018

Ulfatin Khoiriyah Herowati

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR iv

DAFTAR TABEL iv

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Rabies 2

ELISA 2

Teknik Kolorimetri 3

Scanner dan Kamera Handphone 3

Pengolahan Citra dengan ImageJ 4

METODE 4

Waktu dan Tempat 4

Bahan dan Alat 5

Prosedur Penelitian 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

SIMPULAN DAN SARAN 15

Simpulan 15

Saran 15

DAFTAR PUSTAKA 15

RIWAYAT HIDUP 19

DAFTAR GAMBAR

1. Modifikasi kotak kayu untuk pengambilan gambar menggunakan

kamera handphone

2. Hubungan antara absorbansi dan konsentrasi larutan standar dari

pembacaan menggunakan ELISA reader

3. Hasil pengambilan gambar larutan standard dan sampel serum

anjing menggunakan

4. Kurva kalibrasi larutan standar menggunakan scanner

5. Hasil pengambilan gambar larutan standar dan sampel serum anjing

menggunakan kamera handphone

6. Kurva kalibrasi larutan standar menggunkan kamera handphone

7. Kurva korelasi larutan standar antara scanner dan kamera handphone

dengan ELISA reader

DAFTAR TABEL

1. Hasil uji diagnostik perbandingan antara scanner dengan ELISA reader

2. Hasil uji diagnostik perbandingan antara kamera handphone dan ELISA

reader

8

9

10

11

11

13

14

7

12

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Rabies merupakan salah satu penyakit zoonotik yang seringkali berakibat

fatal hingga kematian pada manusia maupun hewan apabila tidak ditangani

dengan baik. Rabies disebabkan oleh virus rabies dari genus Lyssavirus, famili

Rhandoviridae yang menyerang susunan saraf pusat (SSP) dan ditularkan melalui

gigitan Hewan Penular Rabies (HPR) terutama anjing (Sopi dan Mau 2015).

Kementerian Pertanian dalam KEPMENTAN No.4026/Kpts/OT.140/04/2013

menyatakan bahwa penyakit rabies di Indonesia merupakan salah satu penyakit

hewan menular strategis. Menurut Direktorat Kesehatan Hewan 2007, tindakan

pengendalian rabies yang dapat dilakukan salah satunya adalah vaksinasi massal.

Cakupan vaksinasi setidaknya 70% populasi anjing harus mendapatkan kekebalan

untuk menghilangkan atau mencegah wabah rabies (WHO 2005).

Keberhasilan vaksinasi hewan atau manusia dapat diuji menggunakan

ELISA (Enzym Linked Imunosorbent Assay). ELISA merupakan salah satu

metode yang digunakan untuk mendeteksi antibodi rabies pada serum hewan

(anjing) serta pada serum manusia (Lequin 2005). ELISA juga sangat berguna

untuk mendeteksi antibodi terkait dengan survey epidemiologi dalam ukuran

populasi yang besar (Xu et al. 2007). Titer antibodi ini digunakan untuk

mengkonfimasi respon antibodi setelah dilakukan vaksinasi pada anjing (Setiaji

dan Agustini 2011). Antibodi adalah bahan kimia khusus yang mampu mengikat

antigen spesifik. Antibodi spesifik dapat diukur menggunakan antigen yang telah

ditentukan dan hal ini merupakan dasar dalam berbagai uji biologi diagnostik

termasuk ELISA. Hasil dari uji ELISA, diperoleh dari pengukuran absorbansi

menggunakan ELISA reader (Crowther 2009).

Prinsip kerja ELISA reader berbasis kolorimetri, yaitu intensitas cahaya

yang diserap dalam larutan berwarna dengan gelombang tertentu merupakan nilai

absorbansi yang terbaca (Crowther 2009). ELISA reader tergolong alat yang

mahal dan sulit diadakan di laboratorium ataupun perguruan tinggi yang memiliki

dana minimum. Selain itu, perawatan alat susah serta kurang praktis untuk

pembacaan hasil ELISA di tempat terpencil. Berkaitan dengan hal tersebut,

dikembangkan metode pengolahan citra menggunakan software ImageJ berbasis

kolorimetri dengan pengambilan gambar sampel menggunakan kamera

handphone dan scanner. Metode ini dianggap lebih murah, mudah, cepat, dan

praktis, serta diharapkan mampu menjadi alternatif pilihan untuk alat pembaca

hasil ELISA selain ELISA reader yang biasa digunakan saat ini.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi dan membandingkan

alat alternatif (kamera handphone dan scanner) dengan ELISA reader sebagai

gold standard untuk megetahui respon vaksinasi rabies pada anjing berdasarkan

titer antibodi yang terbentuk.

2

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai nilai

titer antibodi pascavaksinasi rabies yang dapat dihitung menggunakan ELISA

berbasis kolorimetri dengan metode pengolahan citra digital. Informasi ini dapat

digunakan sebagai alternatif alat pembaca hasil ELISA selain ELISA reader yang

biasa digunakan saat ini.

TINJAUAN PUSTAKA

Rabies

Rabies merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus yang menyerang

sistem saraf pusat dan paling fatal menyebabkan encephalomyelitis akut. Rabies

Virus (RV) termasuk ke dalam famili Rhabdoviridae dari genus Lyssavirus (Nidia

et al. 2013). Pengendalian rabies di Indonesia bertujuan untuk mencegah kematian

dan menurunkan pajanan rabies, mempertahankan daerah bebas rabies secara

berkelanjutanan, serta mewujudkan Indonesia tereliminasi rabies pada tahun 2020

sesuai dengan deklarasi ASEAN 2012 (Kementerian Kesehatan RI 2014). Kunci

dari pengendalian rabies adalah komitmen pemerintah, tersedianya tenaga

kesehatan, adanya program pengendalian rabies yang terencana serta dukungan

dari masyarakat. Pengendalian rabies di Indonesia meliputi vaksinasi, respons

cepat dan observasi hewan diduga rabies, KIE (Komunikasi, Informasi, dan

Edukasi), suveilans, eliminasi anjing selektif, manajemen pasca pajanan pada

manusia (Purnamasari dan Putra 2017). Vaksinasi merupakan salah satu program

yang digunakan untuk mencegah infeksi rabies. Antibodi yang terbentuk

pascavaksinasi pertama kali, akan meningkat secara signifikan. Kemudian akan

menurun dan akan meningkat kembali apabila dilakukan booster hingga terjadi

peningkatan titer antibodi yang lebih tinggi dan stabil daripada sebelumnya

(Aubert 2006).

ELISA

ELISA (Enzym Linked Immunosorbant Assay) adalah alat diagnostik klinis

yang banyak digunakan untuk mendeteksi reaksi antigen-antibodi spesifik yang

dapat digunakan untuk mendeteksi penyakit serta antibodi yang terbentuk setelah

dilakukan vaksinasi. ELISA merupakan metode diagnostik yang tepat, sensitif,

serbaguna, dan dapat di kuantifikasi (Crowther 2009). Salah satu aplikasi dari uji

ELISA adalah deteksi antibodi terhadap virus rabies untuk investigasi kasus

kejadian rabies dalam skala besar. Uji ELISA tidak memerlukan virus rabies

dalam keadaan hidup, namun cukup dengan menggunakan serum dari darah

hewan atau manusia penderita rabies dalam jumlah kecil. Selain itu, prosedur uji

ELISA lebih sederhana dan lebih aman jika dibandingkan dengan uji FAVN

(Fluorescent Antibody Virus Neutralization) (Sugiyama et al. 1997).

Jenis-jenis uji ELISA diantaranya adalah direct ELISA/ ELISA langsung,

indirect ELISA/ ELISA tidak langsung, competitive ELISA/ ELISA kompetitif,

3

dan sandwich ELISA (direct maupun indirect) (Crowther 2009). Beberapa kit

ELISA khusus antibodi RABV (rabies virus) telah di komersialisasikan untuk

hewan, namun harga kit mahal dan produksinya terbatas. Jenis uji ELISA yang

digunakan untuk deteksi antibodi pada kasus rabies salah satunya adalah Indirect

ELISA. Kit Indirect ELISA dikembangkan dengan menggunakan virus utuh

(Whole Virus) virus rabies strain Pasteur 35321 (PV 35321). Indirect ELISA yang

telah dikembangkan memberikan hasil relatif cepat dan tidak memerlukan fasilitas

laboratorium pendukung yang rumit, seperti fasilitas tissue culture/ kultur jaringan

dan kandang hewan coba. (Servat et al. 2007). Salah satu contoh dari jenis uji

indirect ELISA adalah kit ELISA Rabies Demeditec (Demitec Diagnostics

GmbH). Uji ini didasarkan pada reaksi semi purified virus atau antigen rabies

dengan antibodi poliklonal pada anjing (Demeditec 2017). Hasil uji ELISA dibaca

menggunakan ELISA reader yang mampu memancarkan cahaya pada gelombang

tertentu. Alat ini dapat mengukur jumlah cahaya yang diserap dan tercermin oleh

benda/zat seperti protein (Smith 2016).

Teknik Kolorimetri

Kolorimetri merupakan teknik analisis kuantitatif untuk sampel berwarna

yang digunakan dalam menentukan konsentrasi suatu zat berdasarkan intensitas

cahaya warna larutan. Kolorimetri adalah suatu metode analisa kimia yang

berdasarkan pada perbandingan intensitas warna larutan dengan warna larutan

standarnya (Khopkar 1990). Warna yang ditangkap oleh mata merupakan cahaya

objek yang dipantulkan sehingga objek tersebut dapat terlihat. Spesifikasi warna

untuk pengukuran kuantitatif mengacu pada International Commission on

Illumination (CIE) (Resita et al. 2011). CIE merupakan Komisi Internasional yang

memiliki otoritas mengenai cahaya, iluminasi, warna, dan ruang warna. Standar

CIE merupakan sumber utama dari data yang diterima dan disetujui secara

Internasional yang dapat dijadikan sebagai acuan, memiliki nilai yang tetap/tidak

berubah, serta menjadi sistem standar universal (CIE 2007).

CIE menyatakan bahwa cahaya monokromatik terdiri dari warna dasar

cahaya yaitu R (red), G (green), dan B (blue) yang memiliki panjang gelombang

masing-masing 700 nm, 546 nm, dan 435.6 nm. Pengukuran warna berdasarkan

standar CIE, dapat dilakukan dengan alat spektrofotomer. Prinsip kerja

spektrofotometer mirip dengan ELISA reader yakni gelombang tertentu

ditembakkan ke larutan berwarna sehingga cahaya mampu mengenai sampel.

Cahaya dengan panjang gelombang yang sesuai akan diserap oleh larutan sampel

berwarna yang disebut dengan absorban. Sisa dari cahaya yang tidak terserap

(transmitan) akan mengenai sensor. Sensor ini mampu mengukur cahaya yang

diteruskan melewati sampel berwarna (transmitan) dan diterjemahkan sebagai

cahaya yang diserap sampel berwarna (absorban) (Underwood dan Day 2002).

Scanner dan Kamera Handphone

Scanner berfungsi untuk memindai gambar kemudian diolah dengan

aplikasi imageJ yang merupakan aplikasi pengolahan citra digital berbasis

4

kolorimetri (Soldat et al. 2009). Citra digital ini merupakan metode pendeteksian

gambar berupa pengolahan data sistem warna pada gambar yang dipindai dengan

alat pengambil gambar (kamera, scanner, satelit). Citra digital merupakan sebuah

larik yang berisi nilai-nilai real maupun kompleks yang direpresentasikan dengan

deretan bit tertentu (Putra 2010).

Selain scanner, pengambilan gambar dapat dilakukan dengan

menggunakan kamera. Kamera digital maupun kamera handphone memiliki hasil

foto dengan format yang sama namun kualitasnya berbeda. Seiring dengan

kemajuan teknologi, kamera handphone mulai menggeser kamera digital karena

lebih praktis dan mudah dibawa kemana-mana (Tosin 2009). Suatu gambar digital

dinyatakan dalam matriks yang merupakan kumpulan dari pixel dalam urutan

baris dan kolom tertentu. Pixel merupakan elemen gambar yang di dalamnya

memuat informasi tentang komponen intensitas dan warna gambar (Candra 2002).

Pengolahan Citra dengan Image J

Pengolahan citra bertujuan untuk mempermudah manusia atau mesin

(komputer) dalam menginterpretasikan sebuah citra dengan cara memperbaiki

kualitas citra. Citra yang diinput atau citra masukan akan diubah dan di-

transformasikan menjadi citra dengan kualitas yang lebih baik, melalui teknik

pengolahan citra digital (Munir 2002). Image J merupakan program pengolahan

dan analisis citra dari Java yang terinspirasi oleh NIH Image yang digunakan

Macintosh. Aplikasi image J dapat didownload pada seluruh komputer yang

memiliki mesin virtual Java 1.5 atau versi yang lebih baru, serta dapat di

aplikasikan hampir ke seluruh operating system seperti Windows, Mac OSX, dan

Linux. Fungsi dari aplikasi image J ini adalah untuk menampilkan, mengedit,

mengolah, dan mencetak gambar mulai dari gambar yang beresolusi 8 bit, 16 bit

hingga 32 bit. Selain itu, aplikasi ini mampu membaca berbagai jenis format

gambar seperti TIFF, GIF, JPEG, BMP, DICOM, dan FITS (Abramoff et al.

2004; Ferreira dan Rasband 2012).

ImageJ mampu membagi semua pixel dalam sebuah gambar menjadi

komponen warna yang terdiri dari warna merah, hijau, dan biru. Hal tersebut

sangat memungkinkan untuk memperolah nilai sentral tunggal dari tiap warna

yang diubah menjadi nilai absorbansi. Gambar yang dipindai melalui scanner dan

kamera handphone yang diolah menggunakan pengolahan citra (imageJ).

Pengolahan gambar menghasilkan kurva kalibrasi standar menggunakan salah

satu warna yang dipilih antara merah, hijau, atau biru untuk mengetahui

konsentrasi sampel (Soldat et al. 2009).

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Agustus 2017 sampai April 2018.

Pengujian sampel darah dilakukan di Laboratorium Terpadu, Departemen Ilmu

5

Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran

Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah serum anjing, mikroplat

96 sumuran tercoating dengan antigen rabies, kontrol positif serum anjing

mengandung antibodi rabies dengan konsentrasi 3,2 EU, kontrol negatif serum,

konjugat (antidog) HRP (Horse Radice Peroxidase), ELISA bufer, larutan pencuci,

substrat A dan B, larutan penghenti reaksi (stop solution), aquades, alkohol 70%,

tabung eppendorf, tissue, dan plastik absorben.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah syringe 3 ml, freezer

dengan suhu -20 oC, jas lab, masker, sarung tangan, sandal lab, mikropipet

berukuran 10-200 μL, mikropipet berukuran 200-1000 μL, vortex, inkubator

bersuhu 37 oC, lemari pendingin (suhu 4

oC), gunting, penangas air (suhu 56

oC),

ELISA microplate reader (Bio Rad Benchmark), clean containers, kit ELISA

Rabies Demeditec® (Demeditec Diagnostic GmbH Germany,) scanner (HP

Scanjet 7400C), kamera handphone dengan resolusi 8 Megapixel, laptop, dan

kotak papan.

Prosedur Penelitian

Pengambilan sampel

Penelitian ini menggunakan sampel darah yang diambil dari anjing di

Kecamatan Cisolok dan Jampang Tengah di Kabupaten Sukabumi. Pengambilan

sampel darah tersebut dilakukan setelah hewan divaksinasi sebagai evaluasi

terhadap vaksinasi yang telah dilakukan.

Transportasi sampel dan penyimpanan

Sampel darah yang telah beku ditransportasikan melalui rantai dingin

(suhu 4-8 o

C) dengan menggunakan cool box yang berisi balok es. Selanjutnya

sampel disimpan dalam lemari pendingin (suhu 4 o

C) selama 24 jam dan

kemudian serum dari sampel darah diambil menggunakan syringe dan

dimasukkan ke dalam tabung eppendorf. Serum dimasukkan ke dalam cool box

yang berisi balok es untuk selanjutnya dibawa ke laboratorium terpadu FKH IPB

dan dilakukan pengujian.

Inaktivasi serum sampel

Serum sampel diinaktivasi dengan menggunakan penangas air selama 30

menit pada suhu 56oC. Tabung serum sampel dikelompokkan ke dalam plastik

yang diberi label berdasarkan daerah asal sampel kemudian diletakkan ke dalam

lemari pendingin (suhu 4oC).

Prosedur pengujian ELISA

Prosedur pengujian dilakukan sesuai panduan kerja kit Indirect ELISA

Rabies Demeditec® (Demitec Diagnostics GmbH). Hal pertama yang perlu

6

diperhatikan adalah pembuatan recording sheet. Pembuatan recording sheet

bertujuan untuk penentuan letak kontrol maupun serum sampel dalam sumur

microplate.

Sebanyak 1 ml kontrol negatif (tutup abu-abu) dilarutkan dalam 1 ml

aquabidest dan sebanyak 0.5 ml kontrol positif (tutup ungu) dilarutkan dengan

aquabidest 0.5 ml. Pengenceran dilakukan pada kontrol positif dan serum sampel.

Serum sampel diencerkan dengan ELISA buffer sebanyak 1:100. Pengenceran

kontrol positif menggunakan ELISA buffer dilakukan dengan perbandingan 1:50,

1:150, 1:450, 1:1350 di dalam microplate lain (bukan microplate bawaan dari kit)

hingga diperoleh larutan sejumlah 125 μL. Konsetrasi yang diperoleh dari

pengenceran kontrol positif berurutan 1.6, 0.8, 0.4, dan 0.2 EU (Equivalent Unit).

Larutan yang telah diencerkan diambil menggunakan mikropipet sebanyak 100 μL

untuk dipindahkan ke microplate yang telah dicoating antigen sesuai dengan

recording sheet. Hal ini dilakukan untuk seluruh larutan yaitu kontrol positif dan

sampel dengan menyisakan dua sumur untuk kontrol substrat.

Sebanyak 100 μL ELISA buffer dimasukkan ke dalam sumur A1 dan A2

sebagai kontrol substrat. Microplate kemudian ditutup dengan plastik absorben

dan diinkubasi pada suhu 37 o

C selama 60 menit. Plastik absorben dibuka dan

cairan pada mikroplat dibuang, kemudian dilakukan pencucian sebanyak 3-5 kali

menggunakan larutan pencuci dengan volume 125 µl ke dalam setiap sumuran.

Larutan pencuci yang digunakan adalah PBS Tween 20 konsentrasi 0.5%.

Microplate ditapping pada tissue yang dapat menyerap cairan dengan baik hingga

tidak ada gelembung di dalam sumuran. Konjugat antibodi-antispesies dalam uji

ini menggunakan HRP (Horse Radice Peroxidase) yang dimasukkan ke dalam

setiap sumur sebanyak 100 μL. Microplate ditutup dengan plastik adsorben dan

diinkubasi pada suhu 37oC selama 60 menit. Cairan dibuang dan pencucian

kembali dilakukan sesuai dengan prosedur pencucian sebelumnya. Pencampuran

substrat A (tutup putih) dan substrat B (tutup biru) dilakukan tepat sebelum

digunakan dan dihomogenkan. Selanjutnya, penambahan larutan substrat

sebanyak 100 µl ke dalam setiap sumur microplate dilakukan di tempat gelap

selama 20 menit pada suhu ruang (21 oC). Sebanyak 50 µl larutan stop solution

ditambahkan ke dalam setiap sumur dan larutan dihomogenkan, kemudian diamati

perubahan warna dan segera dibaca dengan ELISA reader.

Pembacaan hasil ELISA Pembacaan hasil ELISA menggunakan ELISA reader dengan dua filter

yaitu panjang gelombang 450 nm dan 620 nm sebagai reference. Hasil dari

pembacaan menggunakan ELISA reader berupa nilai OD (Optical Density) atau

absorbansi. Absorbansi disajikan dalam bentuk kurva standar/kalibrasi untuk

mengetahui hubungan antara konsentrasi dan absorbansi. Garis persamaan linear

dari kurva standar/kalibrasi dibuat dengan alat bantu Microsoft Excel akan

diperoleh persamaan y = a+bx. Sumbu y merupakan nilai absorbansi dan sumbu x

merupakan konsentrasi larutan standar yang telah diperoleh yaitu 1.6, 0.8, 0.4, dan

0.2 EU (Equivalent Unit). Nilai a dan b adalah konstanta yang diperoleh dari

perhitungan intercept dan slope dan dapat digunakan sebagai acuan dalam

perhitungan titer antibodi sampel dengan rumus x= y-a/b. Hasil akhir pengujian

ELISA dinyatakan dalam kesetaraan EU (Equivalent Unit). Interpretasi hasil EU

sampel ≥ 0.5 EU menunjukkan hasil positif atau titer antibodi rabies protektif,

7

sedangkan EU sampel < 0.5 EU menunjukkan hasil negatif atau titer antibodi

rabies belum protektif (Yang 2014).

Pembacaan hasil pengolahan citra menggunakan ImageJ

Hasil uji ELISA berupa sampel berwarna dalam microplate yang

selanjutnya dipindai dengan scanner. Microplate diletakkan diatas kaca bingkai

agar lampu scanner dapat memberikan pencahayaan pada sampel hasil uji ELISA

dan dilakukan scanning. Gambar yang telah dipindai kemudian disimpan dalam

format tagged image file format (TIFF) pada laptop. Setelah dilakukan scanning,

microplate diletakkan ke dalam kotak kayu yang telah di modifikasi dengan

pencahayaan dari lampu scanner (Gambar 1).

Gambar 1 Modifikasi kotak kayu untuk pengambilan gambar menggunakan

kamera handphone

Kamera handphone yang digunakan untuk memindai gambar memiliki

resolusi 8 Megapiksel. Gambar yang telah dipindai menggunakan kamera

handphone disimpan dalam format Joint Photographic Experts Group (JPEG).

Gambaran citra yang telah disimpan kemudian diolah menggunakan image

processing software imageJ. ImageJ menunjukkan warna dalam pixel dan dapat

diubah menjadi angka dalam komponen warna merah-hijau-biru (RGB). Intensitas

warna dapat diterjemahkan menjadi absorbansi dengan hukum Lambert-Beer,

yaitu :

A = -log (

)

A merupakan nilai absorbansi, I adalah intensitas masing-masing kanal red,

green, dan blue serta Io merupakan nilai maksimal dari sebuah pixel yaitu 255

(Soldat et al. 2009). Selanjutnya, nilai absorbansi dan konsentrasi disajikan dalam

bentuk kurva standar/kalibrasi sehingga diperoleh persamaan garis linear y=a+bx.

Nilai a dan b digunakan sebagai konstanta dalam perhitungan titer antibodi pada

sampel.

Analisis data

Analisis data dilakukan menggunakan uji diagnostik dengan parameter uji

sensitifitas, spesifisitas, dan akurasi. Menurut Mandrekar (2010), rumus untuk

sensitifitas= a/(a+c), spesifisitas =d/(b+d), dan akurasi = a+d/(a+b+c+d), dimana a

merupakan positif benar/ true positive, b adalah negatif palsu/ false negative, c

adalah positif palsu/ false positive, dan d adalah negatif benar/ true negative.

15 cm

1

0 cm

Tempat pengambilan

gambar

Kotak kayu

Microplate

Sumber cahaya (XPA)

15 cm

10 cm

8

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembacaan Larutan Standar menggunakan ELISA reader

Titer antibodi pascavaksinasi rabies pada anjing di Sukabumi, Jawa Barat

diperoleh dari perhitungan konsentrasi dan absorbansi larutan standar (kontrol

positif). Nilai absorbansi adalah nilai yang diperoleh dari pembacaan larutan

standar menggunakan alat ELISA reader, sedangkan nilai konsentrasi adalah

nilai yang diperoleh dari larutan standar yang diencerkan. Kurva standar yang

diperoleh dari hasil pembacaan alat ELISA reader dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1 menunjukkan garis regresi linear yang menyatakan hubungan

linear antara absorbansi dan konsentrasi larutan standar dari pembacaan alat

ELISA reader. Persamaan regresi linear adalah y = bx+a yang ditunjukkan sesuai

dengan gambar 1 yaitu y = 0.5781x - 0.1025. Sumbu y adalah hasil pembacaan

alat ELISA reader berupa nilai absorbansi, sedangkan sumbu x adalah nilai

konsentrasi larutan standar yang ditentukan. Nilai a adalah intercept atau

perpotongan dengan sumbu tegak dan b adalah kemiringan atau gradiennya.

Menurut Bluman (2012), terbentuknya garis linear pada grafik walaupun tidak

sempurna, menunjukkan konsentrasi dan absorbansi yang saling berhubungan

secara linear.

Nilai R2

pada gambar 1 digunakan untuk melihat pengaruh nilai

konsentrasi terhadap nilai absorbansi. Menurut Walpole (1993), analisa regresi

linear sederhana bertujuan untuk mengetahui pengaruh antara variabel

peubah/bebas terhadap variabel terikat, dalam hal ini variabel bebas adalah nilai

konsentrasi dan variabel terikat adalah nilai absorbansi. Nilai R2

pada gambar 1

adalah 0.9486 yang berarti sebanyak 95% faktor yang mempengaruhi nilai

absorbansi adalah nilai konsentrasi larutan standar yang telah ditentukan. Menurut

Skoog et al. (2007) berdasarkan Hukum Lambert-Beer, semakin meningkat nilai

konsentrasi semakin meningkat pula nilai absorbansinya.

Kuat lemahnya hubungan antara konsentrasi dan absorbansi dapat dilihat

dari nilai koefisien korelasi linear yang dilambangkan dengan R. Nilai R diperoleh

Gambar 1 Hubungan antara absorbansi dan konsentrasi larutan

standar dari pembacaan menggunakan alat ELISA reader

y = 0.5781x - 0.1025

R² = 0.9486

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

0 0.5 1 1.5 2

Ab

sorb

an

si

Konsentrasi (EU/ml)

9

dari akar R2. Menurut Bluman (2012), nilai R akan memiliki hubungan kuat

apabila mendekati nilai -1 untuk korelasi negatif atau +1 untuk korelasi positif.

Gambar 1 menunjukkan nilai R2 adalah 0.9486 yang berarti nilai R adalah 0.9370.

Nilai R mendekati +1 menunjukkan adanya hubungan positif yang kuat antara

konsentrasi dan absorbansi. Walpole (1993) berpendapat bahwa apabila titik

mengikuti garis lurus dengan kemiringan positif, maka ada korelasi positif yang

kuat begitu juga sebaliknya. Korelasi semakin menurun apabila titik memencar

dan menjauhi garis linear. Kurva standar dari pembacaan menggunakan ELISA

reader dapat digunakan acuan sebagai nilai konstanta a dan b dalam menentukan

titer antibodi sampel yang diuji.

Pengolahan Citra dari Scanner menggunakan Aplikasi ImageJ

Banyaknya cahaya yang diserap oleh larutan berwarna disebut absorbansi.

Pengukuran absorbansi dapat diketahui melalui pengolahan citra dengan imageJ

yang dipindai menggunakan alat alternatif yaitu scanner. Berikut merupakan hasil

pengambilan gambar menggunakan scanner dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Hasil pengambilan gambar larutan standar dan sampel serum

anjing menggunakan scanner

Pengambilan gambar menggunakan scanner dianalisa secara kolorimetri

menggunakan aplikasi imageJ. Cahaya yang dipancarkan oleh scanner berupa

cahaya monokromatik berupa cahaya putih yang terlihat oleh mata. Warna

larutan pada gambar 2 memiliki tingkat kepekatan warna yang berbeda. Hal ini

dipengaruhi oleh banyaknya ikatan antara enzim dan substrat. Warna yang terlihat

merupakan kumpulan dari beberapa warna dasar. Menurut Morais dan Lima

(2014), analisis gambar dari reaksi kolorimetrik pada microplate menghasilkan

warna dasar merah, hijau, dan biru yang masing-masing terkelompok kedalam

setiap sumur/microwell. Rataan dari nilai sentral warna yang berkelompok

tersebut akan ditransformasikan menggunakan Hukum Lambert-Beer menjadi

nilai absorbansi.

Larutan standar Larutan sampel

10

Menurut Soldat et al. (2009), nilai rataan sentral warna yang berkelompok

tersebut merupakan hasil dari seleksi pada area dasar sumur yang memiliki warna

relatif sama dan diambil menggunakan fungsi ovale selection pada aplikasi

ImageJ dengan diameter yang sama. Nilai absorbansi yang diperoleh akan

digunakan untuk membuat kurva kalibrasi standar menggunakan salah satu warna

antara merah, hijau atau biru. Nilai y adalah absorbansi dan x adalah konsentrasi

larutan standar (Morais dan Lima 2014). Berikut merupakan kurva kalibrasi

standar menggunakan scanner dapat dilihat pada Gambar 3.

Pemilihan salah satu warna ditentukan oleh hubungan linear antar

konsentrasi dan absorbansi, kuatnya hubungan konsentrasi dan absorbansi, dan

besarnya pengaruh nilai konsentrasi terhadap nilai absorbansi. Warna biru

menunjukkan nilai R2

yang paling tinggi yaitu 0.8988 jika dibandingkan dengan

warna hijau dan merah yang hanya bernilai 0.2901 dan 0.3507 (Gambar 3).

Menurut Walpole (1993), semakin tinggi nilai R2

semakin besar pula pengaruh

nilai konsentrasi terhadap nilai absorbansi. Dalam hal ini sebesar 90% faktor yang

mempengaruhi nilai absorbansi adalah nilai konsentrasi yang telah ditentukan.

Selain itu, Soldat et al. (2009) berpendapat bahwa semakin curam kemiringan

(slope) garis linear yang terbentuk maka semakin sensitif terhadap perubahan

konsentrasi, dengan demikian warna biru adalah warna yang paling sesuai untuk

dijadikan acuan dalam menghitung titer antibodi pada serum anjing

pascavaksinasi rabies. Terdapat beberapa titik diluar garis linear atau yang disebut

dengan nilai estimated error (Gambar 3). Menurut Morais dan Lima (2014),

faktor yang mungkin mempengaruhi terjadinya kesalahan antara lain terbentuknya

gelembung pada permukaan sumur, cahaya yang dipancarkan oleh scanner, serta

posisi microplate saat pemindaian gambar dari scanner.

Pengolahan Citra dari Kamera Handphone menggunakan Aplikasi ImageJ

Pemindaian gambar dilakukan menggunakan kamera handphone. Analisis

kolorimeteri dilakukan menggunakan aplikasi imageJ. Berikut merupakan hasil

pengambilan gambar menggunakan kamera handphone dapat dilihat pada

Gambar 4.

Gambar 3 Kurva kalibrasi larutan standar menggunakan scanner

y = 0.4279x - 0.0416

R² = 0.8988

y = -5E-05x + 6E-05 R² = 0.3507

y = 0.0035x + 0.0029

R² = 0.2901

-0.1

0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

0 0.5 1 1.5 2

Ab

sorb

an

si

Konsentrasi titer (EU/ml)

11

Gambar 4 Hasil pengambilan gambar larutan standar dan sampel serum

anjing menggunakan kamera handphone

Gambar 4 menunjukkan hasil pengambilan gambar menggunakan kamera

handphone dengan sumber cahaya yang berasal dari lampu scanner. Prinsip kerja

pengolahan gambar dari kamera handphone dan scanner sama karena keduanya

diolah menggunakan aplikasi imageJ. Kamera handphone yang digunakan adalah

kamera dengan resolusi 8 Megapixel dan dilengkapi dengan sensor kamera BIS

(Back Side Illiminate) CMOS. Menurut Long et.al (2014), sensor CMOS terdapat

pada sebagian besar smartphone. CMOS merupakan kolektor foton panjang

gelombang yang telah ditentukan oleh filter fisik. Filter ini terdiri dari pewarna

yang masing masing memiliki respon spectral sehingga gambar yang diperoleh

memiliki warna sama dengan apa yang terlihat. Warna larutan dalam sumur

berbeda-beda tergantung konsentrasinya (Gambar 4). Menurut Underwood dan

Day (2002), semakin tinggi konsentrasi larutan semakin pekat warna larutan

tersebut dan semakin tinggi pula nilai absorbansinya. Berikut merupakan kurva

kalibrasi standar menggunakan kamera handphone dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Kurva kalibrasi larutan standar menggunakan kamera handphone

Larutan standar Larutan sampel

y = 0.8048x - 0.1525

R² = 0.8944

y = 0.0002x + 0.0326

R² = 0.0162

y = 0.0086x + 0.0285

R² = 0.9477

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

1.4

0 0.5 1 1.5 2

Ab

sorb

an

si

Konsentrasi EU/ml

12

Gambar 5 menunjukkan bahwa garis persamaan regresi linear warna biru

menunjukkan garis linear yang curam. Menurut Soldat et al. (2009) semakin

curam kemiringan garis linear, semakin sensitif terhadap perubahan konsentrasi.

Selain itu, nilai absorbansi komponen warna hijau dan merah memiliki rata-rata

nilai yang hampir mendekati nol yakni 0.032 dan 0.034. Hal ini menunjukkan

bahwa larutan tidak menyerap komponen warna hijau dan biru dari sumber cahaya

yang dipancarkan. Menurut Rusmawan et al. (2011), nilai absorbansi dari

komponen warna merah, hijau atau biru tidak dapat digunakan dalam perhitungan

konsentrasi larutan sampel apabila nilai rataan absorbansi yang dihasilkan sangat

kecil (mendekati nol). Berdasarkan analisis tersebut, komponen warna biru dapat

digunakan sebagai acuan dalam perhitungan titer antibodi.

Kurva korelasi dibuat untuk melihat hubungan antara scanner maupun

kamera handphone dengan ELISA reader. Berikut merupakan kurva korelasi

larutan standar scanner dan kamera handphone dengan ELISA reader (gold

standard) (Gambar 4).

Gambar 4 menunjukkan adanya hubungan linear antara larutan standar

yang dibaca menggunakan scanner dan kamera handphone terhadap ELISA

reader. Kuatnya hubungan antara alat uji dapat dilihat dari nilai R2

dan R terhadap

gold standardnya. Gambar 4 menunjukkan scanner dan kamera handphone

memiliki hubungan yang kuat dilihat dari nilai R2

antara scanner dan kamera

handphone terhadap ELISA reader berurutan adalah 0.9884 dan 0.988. Nilai ini

sangat tinggi dan mendekati +1. Menurut Bluman (2012), nilai R2 yang tinggi

(mendekati +1) menunjukkan kekuatan hubungan antara variabel pada sumbu x

dan y. Hal ini sesuai dengan penelitian Morais et al. (2018) yang menunjukkan

nilai korelasi yang baik antara scanner dengan spektrofotometer pada pembacaan

High-Density Lipoprotein (HDL) kolesterol berdasarkan ikatan enzimatik yang

menghasilkan larutan berwarna. Selain itu, penelitian ini mengacu pada penelitian

Long et al. (2014) mengenai penggunaan kamera handphone yang dapat dijadikan

sebagai alat portabel dalam pengujian ELISA.

a b

a b

Gambar 4 Kurva korelasi larutan standar antara scanner dan ELISA reader (a) serta

kamera handphone dan ELISA reader (b)

a b

13

Uji Diagnostik Hasil Respon Vaksinasi Rabies pada Anjing berdasarkan

Titer Antibodi yang Terbentuk

Titer antibodi adalah jumlah atau banyaknya antibodi yang terbentuk

pascavaksinasi rabies. Pengukuran titer antibodi dikategorikan dalam tingkat

kekebalan yaitu titer protektif dan titer tidak protektif terhadap penyakit rabies.

Menurut Yang (2014), interpretasi hasil EU (Equivalent Unit) sampel ≥ 0.5 EU

menunjukkan hasil positif artinya titer antibodi protektif terhadap penyakit rabies,

sedangkan EU sampel < 0.5 EU menunjukkan hasil negatif artinya titer antibodi

tidak protektif terhadap penyakit rabies. Pengukuran titer antibodi diperoleh dari

pembacaan alat ELISA reader sebagai gold standard. Scanner dan kamera

handphone dibandingkan dengan ELISA reader menggunakan uji diagnostik.

Menurut Tumbelaka (2002), uji diagnostik digunakan untuk membandingkan

hasil dugaan/prediksi suatu pemeriksaan atau test terhadap nilai baku yang

mendekati kebenaran/gold standard. Berikut merupakan hasil uji diagnostik

scanner dibandingkan dengan ELISA reader sebagai gold standard (Tabel 1).

Tabel 1 Hasil uji diagnostik perbandingan antara scanner dengan ELISA reader

(gold standard)

Keterangan : S = Scanner, E = ELISA reader, a = true positive, b = false negative, c = false

negative, d = true negative

Tabel 1 menunjukkan jumlah total sampel yang diuji menggunakan

ELISA reader sebagai gold standard dan pengolahan citra dari scanner sebanyak

83 sampel. Jumlah sampel positif pada pembacaan ELISA reader sebanyak 74

sampel dan jumlah sampel negatif sebanyak 9 sampel. Tingginya jumlah sampel

positif terjadi karena sampel yang digunakan merupakan data pascavaksinasi

rabies sehingga titer antibodi protektif telah terbentuk. Hasil nilai sensitifitas alat

uji scanner adalah 97%. Nilai sensitifitas ini tergolong tinggi, mengacu pada

Thrusfield (2005) bahwa selang kepercayaan nilai sensitifitas atau spesifisitas

yang sangat tinggi bernilai >95%, sedangkan selang kepercayaan paling rendah

adalah <5% dari jumlah populasi yang ada.

Tumbelaka (2002) berpendapat bahwa nilai sensitifitas yang tinggi

dipengaruhi oleh tingginya nilai positif benar/true positive dan rendahnya nilai

negatif palsu/false negative. Hal ini menandakan alat uji scanner memiliki

kemampuan alat yang baik dalam mendeteksi titer antibodi positif dilihat dari

tingginya nilai positif benar dari pembacaan scanner terhadap ELISA reader,

walaupun masih terdapat nilai negatif palsu. Menurut Morais dan Lima (2014),

kesalahan yang mungkin terjadi dalam penelitian adalah adanya gelembung pada

sumur/microwell. Adanya gelembung di microwell ini menyebabkan warna

larutan yang terbaca pada pengolahan imageJ lebih terang dari warna larutan

sebenarnya. Hal ini akan mempengaruhi nilai absorbansi berdasarkan Underwood

dan Day (2002), warna larutan yang pekat memiliki konsentrasi yang tinggi

Hasil uji alat Positif E Negatif E Jumlah

Positif S 72 (a) 1 (b) 73 (a+b)

Negatif S 2 (c) 8 (d) 10 (c+d)

Jumlah 74 (a+c) 9 (b+d) 83 (a+b+c+d)

14

diikuti dengan tingginya nilai absorbansi begitu juga sebaliknya. Sehingga

kemungkinan nilai negatif palsu muncul karena rendahnya nilai absorbansi yang

terbaca oleh alat uji (scanner) dan berpengaruh dalam perhitungan titer antibodi.

Hasil nilai spesifisitas cenderung tinggi yaitu 88.8%, namun nilai ini masih

kurang dari 95%. Hal ini terjadi karena jumlah sampel negatif terlalu sedikit.

Tabel 1 menunjukkan bahwa pembacaan hasil titer antibodi negatif benar (true

negative) dengan alat uji scanner adalah 8 sampel dari 9 sampel yang terdeteksi

negatif oleh ELISA reader. Sebanyak satu sampel terdeteksi positif palsu dari alat

uji scanner. Menurut Maxim et al. (2014), konsekuensi dari nilai positif palsu

adalah terdeteksinya hasil positif dari alat uji namun nilai yang sebenarnya adalah

negatif. Hal ini perlu menjadi pertimbangan dalam deteksi titer antibodi apabila

alat uji yang digunakan masih terdapat hasil positif palsu karena titer antibodi

yang terbaca alat uji scanner positif sedangkan sebenarnya titer antibodi belum

protektif (negatif).

Nilai sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi diikuti dengan tingginya nilai

akurasi dan validasi. Validitas suatu alat didasarkan pada keakuratan alat uji

(scanner) dalam mendeteksi respon vaksinasi baik titer antibodi positif maupun

titer antibodi negatif terhadap ELISA reader. Menurut Betz et al. (2011) akurasi

adalah kedekatan nilai hasil uji eksperimental dengan nilai yang sebenarnya. Nilai

akurasi adalah nilai dari total hasil uji benar positif (true positive) dan benar

negatif (true negative) dari seluruh sampel yang diuji. Nilai akurasi dari scanner

tergolong tinggi yaitu 96%. Akurasi 96% artinya alat uji (scanner) mampu

membaca jumlah titer antibodi baik positif atau negatif dengan nilai yang

mendekati hasil pembacaan dari ELISA reader (gold standard). Selain scanner,

pemindaian gambar dengan kamera handphone untuk pengolahan citra juga

digunakan sebagai alat pembanding dengan gold standard. Berikut merupakan

tabel yang menunjukkan perbandingan uji diagnostik antara kamera handphone

dan ELISA reader (Tabel 2).

Tabel 2 Hasil uji diagnostik perbandingan antara kamera handphone dengan

ELISA reader (gold standard)

Hasil uji alat Positif E Negatif E Jumlah

Positif K 73 (a) 1 (b) 74 (a+b)

Negatif K 1 (c) 8 (d) 9 (c+d)

Jumlah 74 (a+c) 9 (b+d) 83 (a+b+c+d)

Keterangan : K = Kamera handphone, E = ELISA reader, a = true positive, b = false negative, c =

false negative, d = true negative

Tabel 2 menunjukkan total sampel yang diuji sebanyak 83 sampel dengan

hasil uji positif dari pembacaan ELISA reader sebanyak 74 sampel dan hasil uji

negatif sebanyak 9 sampel. Hasil uji positif dari pembacaan alat uji kamera

handphone sebanyak 73 sampel dengan satu sampel merupakan negatif palsu.

Sedangkan hasil uji negatif dari pembacaan alat uji kamera handphone sebanyak 8

sampel dengan 1 sampel merupakan positif palsu. Nilai sensitifitas dan spesifisitas

kamera handphone berturut-turut adalah sebesar 98.6% dan 88.8%. Kedua nilai

sensitifitas dan spesifisitas tergolong tinggi walaupun nilai spesifisitas tidak

15

setinggi nilai sensitifitas. Alberg et al. (2004), setiap kenaikan nilai sensitifitas

diikuti dengan penurunan nilai spesifisitasnya. Nilai sensitifitas dan spesifisitas

yang tinggi berpengaruh terhadap nilai akurasi. Perhitungan nilai akurasi

menunjukkan hasil yang tinggi yaitu 97.5%. Menurut Betz et al. (2011) nilai

akurasi yang tinggi menggambarkan kedekatan hasil uji dengan gold standardnya.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pembacaan respon vaksinasi berdasarkan titer antibodi dengan pengolahan

citra digital dari scanner dan kamera handphone memiliki nilai sensitifitas,

spesifisitas, dan akurasi yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa pengolahan citra

dengan kamera handphone dan scanner memiliki hasil pembacaan yang

mendekati ELISA reader (gold standard). Namun alat ini belum dapat dijadikan

alternatif, karena syarat dari suatu alat dapat menjadi alternatif gold standard

harus memiliki nilai validitas yang tinggi serta hasil yang reliable/konsisten.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai uji validitas dan

reabilitas/pengujian berulang pada sampel sejenis untuk memperoleh faktor

koreksi dalam perhitungan nilai titer antibodi serta hasil sensitifitas, spesifisitas,

dan akurasi yang konsisten dari pengolahan citra menggunakan scanner dan

kamera handphone.

DAFTAR PUSTAKA

Abramoff MD, Magalhaes PJ, Ram SJ. 2004. Image processing with Image J.

Biophotonics Intern. 11(7): 36-42.

Alberg AJ, Park JW, Hager BW, Brock MV, West MD. 2004. The Use of

“Overall Accuracy” to Evaluate the Validity of Screening or Diagnostic Tests.

JGIM. 19(5): 460-465.

Andika S. 2011. Scanner Materi 4 [internet]. [diakses 2018 Februari 14]. Tersedia

pada:http://soerya.surabaya.go.id?AuP/eDU.KONTEN/edukasi.net/Elektro/Sc

anner/materi4.html.

Aubert MFA. 2006. Practical significance of rabies antibodies in cats and dogs

and results of a survey on rabies vaccination and quarantine for domestic

carnivora in western Europe [internet]. [diakses 2018 Februari 20].

Tersedia pada: http://www.britfeld. com/rabies.htm. Batan IW, Lestyorini Y, Milfa S, Iffandi C, Nasution AA, Faiziah N, Rasdiyanah,

Herbert, Palgunadi NWL, Suatha IK, Kardena IM. 2014. Kerugian Ekonomi

Akibat Penyakit Rabies di Provinsi Bali. JVeteriner. 15(4): 515-522.

16

Betz JM, Brown PN, Roman MC. 2011. Accuracy, Precision, and Reability of

Chemical Measurements in Natural Product Research. Fitoterapia. 82(1): 44-

52.

Bluman GA. 2012. Elementary Statistics: A Step by Step Approach 8th

ed. New

York (US): McGraw-Hill.

Candra H. 2002. Video MPEG-1. JETri. 1(2): 49-56.

[CIE]. Commission International de Leclairage. 2007. Colorimetry Part 4 CIE

1976 Lab Colour Space [internet]. [diakses 2018 Februari 22]. Tersedia pada:

http://www.unife.it/scienze/astro-fisica/insegnamenti/ottica-

applicata/materiale-didattico/colorimetria/CIE DS 014-4.3.pdf

Crowther JR. 2009. The ELISA Guidebook 2nd

ed. New Jersey (US): Humana

Press.

Demeditec Diagnostics GmbH. 2017. User’s Manual Rabies Virus IgG Ab (Dog)

ELISA. 24145 Kiel (Germany) [internet]. [diakses 2018 Februari 20].

Tersedia pada: www.demeditec.com.

Direktorat Kesehatan Hewan. 2007. Kiat vetindo rabies Penanganan kesiagaan

darurat veteriner Indonesia penyakit rabies. Jakarta (ID) : Departemen

Pertanian

Ferreira T dan Rasband W. 2012. ImageJ User Guide [internet]. [diakses 2018

Februari 22]. Tersedia pada: https://imagej.nih.gov/ij/docs/guide/user-

guide.pdf.

[KEPMENKES RI]. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2014.

Situasi dan Analisis Rabies [internet]. [diakses 2018 Februari 14]. Tersedia

pada:www.depkes.go.id/article/view/15021800004/situasi-dan-analisis

rabies.html.

[KEPMENTAN]. Keputusan Menteri Pertanian. 2013. Penetapan Jenis Penyakit

Hewan Menular Strategis (PHMS). Jakarta (ID) : Menteri Pertanian Republik

Indonesia.

Khopkar SM. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta (ID) : Universitas

Indonesia Press.

Lequin RM. 2005. Enzyme Immunoassay (EIA)/Enzyme-Linked Immunosorbent

Assay (ELISA). Clin Chem. 51(52): 2415-2418.

Long KD, Yu H, Cunningham BT. 2014. Smartphone Instrument for Portable

Enzyme-Linked Immunosorbent Assays. BOE. 5(11): 1-15.

Mandrekar JN. 2010. Simple Statistical Measure for Diagnostic Accuracy

Assessment. JTO. 5(6): 763-764.

Maxim LD, Neibo R, Utell MJ. 2014. Screening Test : A Review with Example.

Inhal Toxicol. 26(13) : 811-828.

Morais CLM, Lima KMG. 2014. A colorimetric microwell method using a

desktop scanner for biochemical assays. Talanta. 126(10): 145-150.

Morais CLM, Lima KMG, Martin FL. 2018. Colourimetric Determination of

High-Density Lipoprotein (HDL) Cholesterol Using Red-Green-Blue Digital

Clour Imaging [internet]. [diakses 2018 Agustus 10]. Tersedia pada:

https://doi.org/10.1080/00032719.2018.1453833.

Munir R. 2002. Diktat Kuliah Pengolahan Citra Digital. Ed ke-2. Bandung (ID):

Departemen Teknik Elektro, Institut Teknologi Bandung.

17

Nidia AC, Moron SV, Berciano JM, Nicolas O, Lopez CA, Juste J, Nevado CR,

Setien ÁA, Echevarría JE. 2013. Novel lyssavirus in bat-Spain Emerging

Infectious Disease. PMC. 19(5):793-795.

Purnamasari L dan Putra KAD. 2017. Pengendalian dan Manajemen Rabies pada

Manusia di Area Endemik. CDK-248. 40(1) : 67-69.

Putra D. 2010. Pengolahan Citra Digital. Yogyakarta (ID) : Andi Publisher.

Resita DRA, Jakti IK, Purbasari M. 2011. Teori yang memperkuat kebutuhan

penamaan warna untuk buku khazana warna. Humaniora. 2(2):1474-1482.

Rusmawan CA, Onggo D, Mulyani I. 2011. Analisis Kolorimetri Kadar Besi (III)

dalam Sampel Air Sumur dengan Metode Pencitraan Digital [internet].

Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains; 2011 Jun 22-

23; Bandung (ID) : SNIPS. hlm 1-6; [diunduh 2018 Jul 10]. Tersedia pada :

https://www.researchgate.net/publication/266281000_Analisis_Kolorimetri_K

adar_BesiIII_dalam_Sampel_Air_Sumur_dengan_Metoda_Pencitraan_Digital

Saepulloh M dan Adjid RMA. 2016. Pemetaan Genetik Virus Rabies pada Anjing

Sebagai Dasar Penetapan Pengendalian Penyakit. JKH. 10(1) : 45-47.

Servat A, Feyssaguet M, Blanchard I, Morize JL, Schereffer JL, Boué F, Cliquet F.

2007. A quantitative indirect ELISA to monitor the effectiveness of rabies

vaccination in domestic and wild carnivores. J.Immunol. Methods. 3(18): 1–10.

Setiaji G dan Agustini NLP. 2011. Kajian respon antibodi rabies pada anjing post-

vaksinasi di Pulau Bali. Buletin Veteriner. 13(78): 36-44.

Skoog DA, Holler FJ, Crouch SR. 2007. Principles of Instrumental Analysis 5th

ed.

Pacific Grove (GB): Thomson Learning.

Smith B. 2016. What is an Elisa Reader [interet]. [diakses pada 2018 Februari 10].

Tersedia pada: http://www.ehow.com/facts_7573969_elisa-reader.html.

Soldat DJ. Barak P. Leporet J. 2009. Microscale Colorimetric Analysis Using a

Desktop Scanner and Automated Digital Image Analysis. J Chem Educ

University of Wisconsin–Madison. 86(5): 617-620.

Sopi IIPB, Mau F. 2015. Gambaran Rabies di Kabupaten Ende, Provinsi Nusa

Tenggara Timur Tahun 2006-2014. BALABA. 11(1) : 43-50.

Sugiyama M, Yoshiki R, Tatsuno Y, Hiraga S, Itoh O, Gamoh K, et al. 1997. A

New Competitive Enzyme-linked Immunosorbent Assay Demonstrates

Adequate Immune Levels to Rabies Virus in Compulsorily Vaccinated

Japanese Domestic Dogs. Clin Diagn Lab Immunol. 4(7): 27 -30.

Thursfield MV. 2005. Veterinary Epidemiology 3rd

ed. Oxford (UK): Blackwell

Science Ltd, Blackwell Publishing Company.

Tosin R. 2009. Manipulasi Foto dari Kamera, Handphone, dan Komputer dengan

ACDSee Pro. Yogyakarta (ID): MediaKom.

Tumbelaka AR. 2002. Telaah Kritis Makalah Uji Diagnostik. Sari Pediatri. 4(2) :

98-102.

Underwood AL, Day RA. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif Ed ke-6. Jakarta (ID):

Erlangga.

Walpole RE. 1993. Pengantar Statistika Ed ke-3. Jakarta (ID) : PT Gramedia

Pustaka Utama.

Wera W, Geong M, Sanam MUE. 2012. Kerugian Ekonomi Akibat Penyakit

Rabies di Provinsi Nusa Tenggara Timur. JVeteriner 13(4): 389-394.

[WHO]. World Health Organization. 2005. WHO expert consultation on rabies.

WHO technical report series 931, Geneva Switzerland [internet]. [diakses

18

2018 Februari 20]. Tersedia pada:

http://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/85346/9789240690943_eng.pd

f;jsessionid=CAE309C9B64190157E3606DFC7F3F82A?sequence=1

WSPA-International. 2010. Vaksinasi massal memberantas rabies [internet].

[diakses 2018 Februari 14]. Tersedia pada:http://wspa-

international.org/images/RabiesVaccination_IND.pdf.

Xu G, Weber P, Hu Q, Audry L, Li C, Wu J, Bouhy H. 2007. A simple sandwich

ELISA for the detection of lyssavirus necleocapsid in rabies suspected

specimens using mouse monoclonal antibodies. Biologicals. 35:297-302.

Yang D. 2014. ELISA test for rabies [internet]. [diakses 2018 mei 31]. Tersedia

pada:http://www.rrasia.oie.int/fileadmin/Regional_Representation/Programme

/JTF_One_Health/2014_Rabies_Training/18_Dr_Dong_Kun_Yang_Internatio

nal_standards_for_rabies_diagnosis__20140804_-1.pdf

19

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ponorogo, Jawa Timur pada tanggal 21 April 1996 dari

Ayah Ahmad Khairuddin dan Ibu Anatul Khoiriyah. Penulis adalah anak pertama

dari dua bersaudara. Tahun 2014 penulis lulus dari SMA N 1 Ponorogo, Jawa

Timur, kemudian pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan di Fakultas

Kedokteran Hewan IPB melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi

Negeri.

Selama mengikuti perkuliahan di FKH IPB penulis aktif sebagai Bendahara

Departemen Sosial Lingkungan dan Kesejahteraan Mahasiswa Veteriner BEM

FKH IPB 2015/2016, sebagai anggota Internal Himpunan Ornithologi dan Unggas

tahun 2016/2017, dan sebagai anggota dari paduan suara FKH Gita Klinika tahun

2016/2017. Penulis juga pernah magang di Greenfield, Malang, Jawa Timur dan

praktik Klinik Kayu Manis, Yogyakarta.