Deteksi Mutasi Pada Drosophila

11
Deteksi Mutasi pada Drosophila Pendeteksian mutasi pada Drosophila dapat diketahui melalui Teknik Muller-5 yang dikembangkan oleh H.J. Muller. Teknik Muller-5 merupakan suatu teknik deteksi mutasi pada Drosophila; dan disebut juga sebagai teknik CIB, C adalah suatu inversi yang menekan (menghalangi) peristiwa pindah silang. I adalah suatu alela letal resesif, sedangkan B adalah suatu duplikasi gen dominan yang memunculkan mata Bar (Klug dan Cummings, 1994 dalam Corebima, 2011). Gambar Teknik Muller-5 merupakan suatu teknik deteksi mutasi pada Drosophila; disebut juga sebagai teknik CIB (Rohmat, 2012) Selain teknik Muller-5. H.J. Muller mengembangkan teknik deteksi mutasi pada Drosophila yang lain yaitu teknik kromosom X berlekatan (Attached X procedure) (Klug

description

resume genetika I deteksi mutasi pada Drosophila

Transcript of Deteksi Mutasi Pada Drosophila

Deteksi Mutasi pada DrosophilaPendeteksian mutasi pada Drosophila dapat diketahui melalui Teknik Muller-5 yang dikembangkan oleh H.J. Muller. Teknik Muller-5 merupakan suatu teknik deteksi mutasi pada Drosophila; dan disebut juga sebagai teknik CIB, C adalah suatu inversi yang menekan (menghalangi) peristiwa pindah silang. I adalah suatu alela letal resesif, sedangkan B adalah suatu duplikasi gen dominan yang memunculkan mata Bar (Klug dan Cummings, 1994 dalam Corebima, 2011).

Gambar Teknik Muller-5 merupakan suatu teknik deteksi mutasi pada Drosophila; disebut juga sebagai teknik CIB (Rohmat, 2012)

Selain teknik Muller-5. H.J. Muller mengembangkan teknik deteksi mutasi pada Drosophila yang lain yaitu teknik kromosom X berlekatan (Attached X procedure) (Klug dan Cummings, 1994 dalam Corebima, 2011). Teknik kromosom X berlekatan, digunakan individu betina yang memiliki kromosom X berlekatan. Teknik ini dimanfaatkan untuk mendeteksi mutasi morfologi yang resesif bahkan lebih sederhana, karena hanya satu generasi yang dibutuhkan. Secara operasional susunan kromosom kelamin individu betina adalah dua kromosom X yang berlekatan pada sentromer, dan sebuah kromosom Y. Jika individu betina disilangkan dengan individu jantan yang berkromosom kelamin normal (XY), maka dihasilkan 4 tipe turunan. Keempat tipe turunan itu adalah individu betina yang memiliki 3 kromosom X (mati), individu betina berkromosom kelamin XXY (kromosom X berlekatan, hidup), individu jantan berkromosom kelamin YY (mati) dan individu jantan berkromosom kelamin XY (hidup) (Corebima, 2011). Bagan deteksi mutasi yang menggunakan teknik kromosom X berlekatan ditunjukkan pada gambar berikut.

Gambar Teknik kromosom X berlekatan (Attached X procedure) untuk deteksi mutasi morfologi yang diinduksi pada Drosophila (Klug dan Cummings, 1994 dalam Corebima, 2011)Terlihat bahwa induk jantan, yang sudah mendapat perlakuan dengan sesuatu agen mutasi akan menghasilkan turunan jantan yang mengekspresikan sesuatu gen mutan resesif terpaut kromosom X hasil perlakuan mutasi sebelumnya (Corebima, 2011).

Deteksi Mutai pada Tumbuhan TinggiVariasi morfologi tumbuhan tinggi dapat dideteksi secara sederhana melalui pengamatan visual. Ada teknik yang digunakan untuk mendeteksi mutasi-mutasi biokimia (Klug dan Cummings, 1994 dalam Corebima, 2011). Teknik pertama adalah melalui analisis komposisi biokimia. Teknik deteksi mutasi kedua pada tumbuhan melibatkan kultur jaringan galur-galur sel tumbuhan pada medium yang sudah ditentukan. Sel-sel tumbuhan diperlukan sebagai mikroorganisme, kebutuhan biokimia ditetapkan dengan cara menambah dan mengurangi nutrien-nutrien dalam medium kultur. Teknik ini memiliki keuntungan lain, karena teknik yang berhubungan dengan mutan letal kondisional dapat digunakan terhadap sel-sel tumbuhan pada kultur jaringan, selanjutkan ditetapkan untuk genetika tumbuhan tinggi. Teknik ini merupakan suatu sistem deteksi yang umumnya tidak bermanfaat dalam hubungan dengan tumbuhan utuh. Mutasi-mutasi yang peka suhu pada tumbuhan sedang mulai dikaji (Corebima, 2011).

Deteksi Mutasi pada ManusiaDeteksi mutasi pada manusia berkaitan dengan sifat ataupun kelainan tertentu dilakukan dengan bantuan analisis silsilah (Klug dan Cummings, 1994 dalam Corebima, 2011). Mutasi dominan mudah dideteksi.Contoh mutasi pada manusia yaitu pada kasus silsilah Ratu Victoria yang diduga memiliki alela heterozigot untuk kelainan hemofili, tidak ada alasan untuk menduga bahwa ibunya seorang currier sebagaimana sang Ratu.

Gambar Silsilah hemofili Ratu Victoria (Biologipedia, 2010)Alela-alela mutan resesif yang terpaut otosom dapat juga dideteksi melalui analisis silsilah. Sifat fenotif yang berlatar belakang genetik semacam ini biasanya muncul sebentar-sebentar sepanjang sejumlah generasi (Klug dan Cummings, 1994 dalam Corebima, 2011). Ekspresi fenotif bila yang terpaut otosom tidak terpaut pada kondisi heterozigot. Seorang individu pengidap kelainan terkait yang kawin dengan seorang yang normal homozigot hanya menghasilkan turunan carrier, sedang perkawinan antara dua orang yang sama-sama carrier akan menghasilkan 25% turunan yang tergolong pengidap (Corebima, 2011).Deteksi mutasi pada manusia juga dilakukan melalui analisis in vitro. Sel-sel manusia secara rasio sudah dapat dikultur. Deteksi mutasi melalui analisis in vitro yang memanfaatkan kultur sel, dapat didasarkan pada analisis aktivitas enzim, migrasi protein pada medan elektroforetik, serta pengurutan langsung protein maupun DNA (Klug dan Cummings, 1994 dalam Corebima, 2011). Uji AmesTerdapat senyawa (kimia) khusus yang masuk ke dalam tubuh menjadi agen mutasi. Pengujian peluang sesuatu senyawa kimia yang masuk ke dalam tubuh tersebut menjadi agen mutasi, dilakukan dengan bantuan teknik Muller-5 maupun uji Ames (Ayala., dkk, 1984 dalam Corebima, 2011)Uji Ames dikembangkan oleh Bruce Ames pada awal 1970-an. Uji Ames menggunakan bakteri Salmonella typhimurium sebagai organisme uji (Russel, 1992 dalam Corebima, 2011). Yang digunakan adalah dua strain S. Typhimurium kedua strain itu sama-sama tergolong auksotrofik untuk histidin. Strain yang bersifat auksotrofik untuk histidin adalah yang membutuhkan tambahan histidin dalam medium pertumbuhan agar dapat hidup (tumbuh). Dari kedua strain itu, pada salah satu strain mutan his dapat dikembalikan menjadi his oleh suatu mutasi pergantian basa; sedang pada strain lain mutasi his dapat dikembalikan menjadi his oleh suatu mutasi pengubah rangka (frameshift mutation). Kedua strain itu juga memiliki mutan-mutan lain yang memungkinkannya semakin tepat digunakan untuk memanipulasi eksperimental (Russel, 1992 dalam Corebima, 2011). Mutan-mutan lain itu misalnya yang menyebabkannya semakin sensitif terhadap mutagenesis akibat aktivasi sistem perbaikan, serta yang menyebabkan sel semakin permiabel terhadap molekul organik asing (Ayala., dkk., 1984 dalam Corebima, 2011)

Gambar Bagan Kerja Uji Ames untuk mengkaji peluang senyawa-senyawa menjadi mutasi (Steven, 2014)Pada gambar, terlihat bahwa hati tikus dihancurkan dan disentrifugasi agar pecahan-pecahan sel mengendap (Russel, 1992 dalam Corebima, 2011). Selanjutnya enzim hati tikus diambil dari super muatan dan ditambahkan pada suatu kultur cair dari S. typhimurium yang tergolong auksotrofik bersama-sama dengan senyawa kimiayang sedang diuji. Dalam hubungan ini dirancang pula suatu eksperimen kontrol yang tidak melibatkan senyawa kimia yang sedang diuji itu (Corebima, 2011).Enzim dari tikus digunakan untuk uji Ames didasarkan pada kenyataan bahwa pada makhluk hidup, berkemampuan mengurangi daya toksisitas, serta pada kasus-kasus tertentu berkemampuan menambah daya toksisitas berbagai senyawa kimia termasuk banyak mutagen potensial (Russel, 1992 dalam Corebima, 2011). Penggunaan enzim itu memungkinkan orang untuk menetapkan apakah sesuatu senyawa kimia itu sebenarnya tidak bersifat mutagen jika diproses di dalam hati.Campuran-campuran ditetapkan ke dalam medium yang tidak mengandung histidin. Lebih lanjut akan diperiksa revertan-revertan strain S.typhimurium hasil mutasi balik melalui mutasi pergantian basa, atau melalui mutasi pengubah rangka (Corebima, 2011).Revertan-revertan strain S.typhimurium yang diberikan itu diharapkan dapat berupa his. Revertan his ini memang dapat diketahui karena mampu membentuk koloni medium yang tidak mengandung histidin. Jika revertan his ditemukan lebih banyak pada cawan yang berisi campuran senyawa kimia yang diuji dibanding pada cawan kontrol, maka senyawa-senyawa itu adalah suatu agen mutasi (mutagenik). Jumlah kalori yang tumbuh pada cawan kontrol menunjukkan laju reversi spontan pada bakteri yang diuji. Jika lebih banyak kalori ditemukan pada cawan-cawan eksperimental. Menunjukkan bahwa senyawa kimia itu menginduksi mutais. (Russel, 1992 dalam Corebima, 2011).

DAFTAR RUJUKANBiologipedia. 2010. Pola Pewarisan Sifat pada Manusia. (Online), (http://biologipedia.blogspot.com/2010/11/pola-pewarisan-sifat-pada-manusia.html), diakses 16 Maret 2014.Rohmat. 2012. Diktat Genetika Ternak 11. (Online), (http://rohmatfapertanian.wordpress.com/2012/07/), diakses 16 Maret 2014.Steven M. Carr. 2014. Ames Test. (Online), (http://www.mun.ca/biology/scarr/4241_Ames_Test.html), diakses 16 Maret 2014.

Pertanyaan dan Jawaban

1. Bagaimanakah teknik kromosom X berlekatan (Attached X procedure) yang dikembangkan oleh H.J. Muller?Jawab:Teknik kromosom X berlekatan, digunakan individu betina yang memiliki kromosom X berlekatan. Teknik ini dimanfaatkan untuk mendeteksi mutasi morfologi yang resesif bahkan lebih sederhana, karena hanya satu generasi yang dibutuhkan. Secara operasional susunan kromosom kelamin individu betina adalah dua kromosom X yang berlekatan pada sentromer, dan sebuah kromosom Y. Jika individu betina disilangkan dengan individu jantan yang berkromosom kelamin normal (XY), maka dihasilkan 4 tipe turunan. Keempat tipe turunan itu adalah individu betina yang memiliki 3 kromosom X (mati), individu betina berkromosom kelamin XXY (kromosom X berlekatan, hidup), individu jantan berkromosom kelamin YY (mati) dan individu jantan berkromosom kelamin XY (hidup). Induk jantan, yang sudah mendapat perlakuan dengan sesuatu agen mutasi akan menghasilkan turunan jantan yang mengekspresikan sesuatu gen mutan resesif terpaut kromosom X hasil perlakuan mutasi sebelumnya.2. Bagaimanakah mekanisme eksperimen uji Ames yang dilakukan oleh Bruce Ames?Jawab:Hati tikus dihancurkan dan disentrifugasi agar pecahan-pecahan sel mengendap. Selanjutnya enzim hati tikus diambil dari super muatan dan ditambahkan pada suatu kultur cair dari S. typhimurium yang tergolong auksotrofik bersama-sama dengan senyawa kimia yang sedang diuji. Dalam hubungan ini dirancang pula suatu eksperimen kontrol yang tidak melibatkan senyawa kimia yang sedang diuji itu. Campuran-campuran ditetapkan ke dalam medium yang tidak mengandung histidin. Lebih lanjut akan diperiksa revertan-revertan strain S.typhimurium hasil mutasi balik melalui mutasi pergantian basa, atau melalui mutasi pengubah rangka. Jika revertan his ditemukan lebih banyak pada cawan yang berisi campuran senyawa kimia yang diuji dibanding pada cawan kontrol, maka senyawa-senyawa itu adalah suatu agen mutasi (mutagenik). Jumlah kalori yang tumbuh pada cawan kontrol menunjukkan laju reversi spontan pada bakteri yang diuji. Jika lebih banyak kalori ditemukan pada cawan-cawan eksperimental. Menunjukkan bahwa senyawa kimia itu menginduksi mutais.