DESKRIPSI STRUKTUR GERAK DAN MUSIK PENGIRING TATAK … filedeskripsi struktur gerak dan musik...

113
DESKRIPSI STRUKTUR GERAK DAN MUSIK PENGIRING TATAK SIAR-SIAREN OLEH SANGGAR NINA NOLA DESA SUKARAMAI KECAMATAN KERAJAAN PAKPAK BHARAT SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN O L E H NAMA : LESTARI HUTABARAT NIM : 140707027 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA PROGRAM STUDI ETNOMUSIKOLOGI MEDAN 2019

Transcript of DESKRIPSI STRUKTUR GERAK DAN MUSIK PENGIRING TATAK … filedeskripsi struktur gerak dan musik...

DESKRIPSI STRUKTUR GERAK DAN MUSIK PENGIRING TATAK SIAR-SIAREN OLEH SANGGAR NINA NOLA DESA SUKARAMAI KECAMATAN KERAJAAN PAKPAK BHARAT SKRIPSI SARJANA

DIKERJAKAN

O L E H NAMA : LESTARI HUTABARAT NIM : 140707027

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA PROGRAM STUDI ETNOMUSIKOLOGI MEDAN 2019

DESKRIPSI STRUKTUR GERAK DAN MUSIK PENGIRING TATAK SIAR-SIAREN OLEH SANGGAR NINA NOLA DESA SUKARAMI KECAMATAN KERAJAAN PAKPAK BHARAT Skripsi Sarjana Dikerjakan Oleh NAMA : LESTARI HUTABARAT NIM : 140707027

Disetujui Oleh

Pembimbing I, Pembimbing II,

Arifninetrirosa,SST.,M.A. Drs.Fadlin, M.A. NIP 196502191994032002 NIP 19610221989031003

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA PROGRAM STUDI ETNOMUSIKOLOGI MEDAN 2019

PENGESAHAN Diterima Oleh : Panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Seni ( S.Sn.) dalam bidang Etnomusikologi pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan.

Panitia Ujian Tanda Tangan 1. Arifninetrirosa,SST.,M.A. ( )

2. Drs.Fadlin, M.A. ( )

3. Drs.Kumalo Tarigan, M.A.,Ph.D. ( ) 4. Drs.Heristina Dewi ( )

DISETUJUI OLEH : PROGRAM STUDI ETNOMUSIKOLOGI FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

i

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang

pernah diajukan untuk memperoleh gelar ke sarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan

sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah

ditulis atau di terbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis disebut dalam daftar

pustaka.

Medan, April 2019

Lestari Hutabarat NIM. 140707027

ii

ABSTRAK

DESKRIPSI STRUKTUR GERAK DAN MUSIK PENGIRING TATAK SIAR- SIAREN OLEH SANGGAR NINA NOLA DESA SUKARAMAI KECAMATAN KERAJAAN PAKPAK BHARAT Tujuan penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan struktur gerak Tatak Siar-siaren, untuk menganalisi musik pengiring baik dimensi ruang maupun waktu, untuk menganalisis hubugan musik dengan struktur geral Tatak Siar-siaren. Untuk menjawab permasalahan di atas penulis menggunakan teori-teori struktur melodi (William P.Malm 1997), teori seni pertunjukan (Milton Singer), dan teori membahas struktur gerak tari ialah teorimorfologi structural (Mhartin dan Pespovar 1961). Metode yang di gunakan ialah metode penelitian kualitatif dengan melakukan observasi, wawancara, dan perekaman. Adapun hasil yang di peroleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa Genderang Parang memiliki struktur yang di bangun menggunakan pola ritem, pertunjukan Tatak Siar-siaren memiliki ruang, waktu dan tempat pelaksanaan, dan struktur gerak Tatak Siar-siaren dibangun 3 ragam gerak dan variasi lainnya sehingga menghasilkan unsur-unsur yang bersifat menghibur lainya. Kata kunci : Siar-siaren, Pertunjukan, Pakpak , Tatak

iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

berkat dan rahmat Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang

berjudul DESKRIPSI STRUKTUR GERAK DAN MUSIK PENGIRING TATAK

SIAR-SIREN OLEH SANGGAR NINA NOLA, DESA SUKARAMAI, KECAMATAN

KERAJAAN PAKPAK BHARAT. Tugas akhir ini dikerjakan untuk memenuhi salah

satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Seni (S.Sn) dari Departemen

Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Dalam kesempatan ini, Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada

BapaK Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara,

Bapak Dr. Budi Agustomo, M.S., Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera

Utara.

Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Arifni Netrirosa,

SST., M.A., Selaku ketua Program Studi Etnomusokologi Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara, dan selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan

arahan dan nasehat selama penulis dalam masa perkuliahan, sangat banyak nasehat

yang penulis peroleh dari beliau. Bapak Drs. Bebas Sembiring, M.Si., selaku sekretaris

Program Studi Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Bapak Drs. Fadlin, M.A., selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak

memberikan arahan kepada penulis, dan saran-saran yang sangat bermanfaat dalam

penyelesaian skripsi.

Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Drs. Mauly Purba, M.A., Ph.D., Bapak Drs.

Irwansyah, M.A., Ibu Dra. Frida Deliana, M.Si, Ibu Dra. Heristina Dewi, M.Pd.,

Bapak Drs. Setia Dermawan Purba, M.Si, Bapak Drs. Prikuten Tarigan, M.Si., Bapak

Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D, Ibu Dra. Rithaony MA serta dosen Praktek

lainnya yang tidak dapat penulis sebut satu-persatu yang telah banyak memberikan

ilmu pengetahuan kepada penulis selama bertahun-tahun mengikuti perkuliahan.

Dalam kesempatan ini penulis ucapkan banyak terimakasih yang tak terhingga

kepada kedua orangtua N. Hutabarat(alm), T.Br Sitompul, atas segala doa dan kasih

iv

sayangnya yang tak terhingga kepada penulis.Terkhusus ini penulis persembahkan

untuk Alm. Bapak tercinta sebagai salah satu kebanggan, yang telah duluan berpulang

kepada sang pencipta. Terimakasih Pak, buat jasamu, motivasi, kasih sayang,

semangat dan kerja kerasmu selama ini, Terimakasih Ibu, buat cintamu, doamu, dan

motivasimu. Semoga Tuhan Yesus memberkati dan panjangkan umur. Kepada

saudara/i yang penulis sayangi Kakak Elsa Hutabarat, Kakak Nova Hutabarat, abang

Jimmy Hutabarat, Kakak Nanci Hutabarat, dan adik saya Lanni Hutabarat. Dan tak

lupa abang ipar Bang Sampe Tobing beserta Keponakan yang saya cintai Abram Baga

Tobing, Nowela br Tobing, Shalom Tobing. Doa dan dukungan baik secara moril dan

material, kalian sangat membantuan penulis hingga bisa menyelesaikan skripsi ini.

Semoga Tuhan membalas semua kebaikannya.

Selain itu, penulis juga banyak berterima kasih kepada keluarga besar Bapak

Atur Pandapotan Solin dan Ibu Marseti Limbong yang menyambut penulis dengan

sangat baik dan dengan tulus membantu dan memberikan banyak informasi kepada

penulis, juga memberikan tempat tinggal selama penulis melakukan penelitian, dan

tidak lupa kepada narasumber lainnya yang tidak bisa penulis sebut satu-persatu.

Terimakasih yang sebanyak-banyaknya buat abang Surung Solin S.Sn, mulai dari awal

sampai akhir penelitian telah banyak membatu penulis dalam hal apapun itu selama

disana, dan adik Edp Samuel Solin beserta kawan-kawan lannya, terimakasih atas

bantuanya kepada penulis selama di Pakpak.

Untuk teman-teman, dimana penulis banyak juga mendapatkan motivasi, serta

dukungan dan tempat penulis banyak berdiskusi. Untuk itu penulis mengucapkan

terimakasih kapada Bang Tian Tobing S.Sn, Gaditri Sagala, Fey Sinaga, Kiki

Simatupang S.Sn, Kristina Samosir S.Sn, Unggun Sianturi , bang Ucup silaban, bang

Yaki S.Sn , bang Salomo, bang Gopas Lumbantoruan S.Sn, kak Mindo, Engel

Panjaitan, bang Hosea Doloksaribu S.Sn, Kasri, Hendra Siregar, S.Sn., Yohannes,

Jobel, Fitri, Laster, Candro, Simon dan masih banyak yang tidak bisa penulis sebut

satu-persatu. Terimakasih kepada sahabat seperjuangan stambuk 2014 yang penulis

sayangi. Terimakasih juga kepada Ikatan Mahasiswa Etnomusikologi (IME).

v

Penulis juga mohon maaf apabila ada kata-kata yang kurang berkenan di hati

dan apabila ada nama yang lupa penulis cantumkan. Akhir kata, penulis ucapkan

terima kasih kepada seluruh pihak yang sudah membantu penulis dalam penyelesaian

skripsi ini. Semoga hasil penelitian ini dapat berguna bagi masyarakat Pakpak, bagi

pembaca, dan juga kepada peneliti berikutnya.

Medan, 2019

Penulis.

Lestari Hutabarat

NIM. 140707027

vi

DAFTAR ISI

PERNYATAAN......................................................................................................... ................. i

ABSTRAK.................................................................................................................. ............... ii

KATA PENGANTAR............................................................................................... ............... iii

DAFTAR ISI.............................................................................................................. ............... vi

DAFTAR GAMBAR.................................................................................................... .......... viii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................ ................ 1

1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................................................... 1

1.2 Pokok Permasalahan ......................................................................................................... 5

1.3 Tujuan dan Manfaat .......................................................................................................... 6

1.3.1 Tujuan ........................................................................................................................ 6

1.3.2 Manfaat ...................................................................................................................... 6

1.4 Konsep dan Teori .............................................................................................................. 7

1.4.1 Konsep ....................................................................................................................... 7

1.4.2 Teori ........................................................................................................................... 8

1.5 Metode Penelitian ........................................................................................................... 12

1.5.1 Studi Kepustakan ..................................................................................................... 13

1.5.2 Penelitian Lapangan ................................................................................................. 13

1.5.3 Kerja Laboratorium ............................................................................................... 15

1.6 Lokasi Penelitian ............................................................................................................ 15

BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT PAKPAK DAN SANGGAR NINA NOLA DI DESA SUKARAMAI, KCAMATAN KERAJAAN, KABUPTEN PAKPAK BHARAT.................................................................................................................................. 17

2.1 Letak Geografis Kabupaten Pakpak Bharat .................................................................... 17

2.2.1 Kepercayaan Terhadap Dewa-Dewa....................................................................... 20

2.2.2 Kepercayaan Terhadap Roh-Roh ............................................................................. 22

2.2.3 Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa ....................................................... 23

2.3 Sistem Kekerabatan ........................................................................................................ 23

2.3.1 Marga ....................................................................................................................... 24

2.3.2 Sulang Silima ........................................................................................................... 25

2.4 Sistem Bahasa ................................................................................................................. 27

2.5 Kesenian ......................................................................................................................... 28

2.5.1 Seni Musik ................................................................................................................... 28

2.5.2 Seni Suara ............................................................................................................... 33

vii

2.5.3 Seni Tari ................................................................................................................. 36

2.6 Sistem Mata Pencaharian ................................................................................................ 45

2.7 Sanggar Nina Nola .......................................................................................................... 46

BAB III STRUKTUR PERTUNJUKAN TATAK SIAR-SIAREN........................ ............. 48

3.1 Asal Usul Tatak Siar-Siaren ........................................................................................... 48

3.1.1 Tatak Siar-siaren pada masa Dinamisme dan Animisme sampai masuknya Agama................................................................................................................ 48

3.1.2 Tatak Siar-siaren Pada Tahun 1986 Hingga Sekarang ............................................ 51

3.2 Jalannya Pertunjukan Tatak Siar-siaren ........................................................................ 52

3.3 Pertunjukan Tatak Siar-siaren ........................................................................................ 53

3.3.1 Tempat dan Waktu Pelaksana .................................................................................. 53

3.3.2 Pendukung Pertunjukan ........................................................................................... 53

3.3.3 Perlengkapan Pertunjukan ....................................................................................... 56

3.3.4 Alat musik yang digunakan ..................................................................................... 60

BAB IV DESKRIPSI STRUKTUR GERAK TATAK SIAR-SIAREN DAN MUSIK PENGIRING............................................................................................................................ 63

4.1 Deskripsi Gerak Tatak Siar-siaren ................................................................................. 63

4.1.1 Ragam dan Pola Gerak ........................................................................................... 65

4.1.2 Pola Lantai ............................................................................................................... 71

4.2 Analisi Musik Iringan ..................................................................................................... 71

4.2.1 Model Notasi ........................................................................................................... 72

4.2.2 Bentuk ...................................................................................................................... 76

4.3 Hubungan Tari dengan Musik ........................................................................................ 79

BAB V PENUTUP.................................................................................................... .............. 90

5.1 Kesimpulan ..................................................................................................................... 90

5.2 Saran ............................................................................................................................... 90

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................ .............. 93

DAFTAR INFORMAN........................................................................................................... 95

LAMPIRAN............................................................................................................... .............. 96

viii

DAFTAR GAMBAR Halaman

Gambar 2 2 Peta Kecamatan Kerajaan Dilihat Dari Kabupaten Pakpak Bharat.. ....... 20 Gambar 2.3 Tatak Menabi Page .................................................................................. 39 Gambar 2.4 Tatak Garo-garo ....................................................................................... 40 Gambar 2.5 Tatak Tintoa Ser-ser ................................................................................. 41 Gambar 2.6 Tatak menganjaki takal-takal ................................................................... 42 Gambar 2.7 Tatak Renggisa ........................................................................................ 43 Gambar 2.8 Tatak Perampuk-ampuk .......................................................................... 44 Gambar 2 9 Tatak Menapu Kopi .................................................................................. 45 Gambar 3. 1 Siar-siar sedang mengambil ayam ................................................. ......52 Gambar 3. 2 Siar-siaren di tengah .............................................................................. 53 Gambar 3. 3 Pemusik ................................................................................................... 55 Gambar 3. 4 Manuk Rarah ........................................................................................... 56 Gambar 3. 5 Pengurasan .............................................................................................. 57 Gambar 3. 6 Siar-Siaren .............................................................................................. 59 Gambar 3. 7 Genderang Si Dua-dua ............................................................................ 61 Gambar 3. 8 Pong-pong .............................................................................................. 62 Gambar 3. 9 Puldep ......................................................................................................62 Gambar 3. 10 Poi .......... ..............................................................................................62 Gambar 4. 1a Ragam gerak ....................................................................................... ..67 Gambar 4. 1a Ragam gerak ..........................................................................................67 Gambar 4.1c Ragam Gerak ..........................................................................................68 Gambar 4.1d Ragam gerak...........................................................................................68 Gambar 4. 2a Ragam Gerak .........................................................................................69 Gambar 4. 2b Ragam Gerak ........................................................................................69 Gambar 4. 3c Ragam gerak .........................................................................................70 Gambar 4 Ragam gerak ...............................................................................................70

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Tari adalah salah satu kesenian milik masyarakat Indonesia. Tari juga

merupakan sarana atau media untuk menyalurkan ekspresi dan pengalaman

masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Soerjodiningrat dalam Sumandyo

an gerak-gerak badan dengan iringan musik

saja, tetapi seluruh ekspresi harus mengandung maksud-maksud isi tari yang

di

berbicara tentang keselarasan antara gerak badan dengan musik saja, tetapi juga

haruslah mengandung makna-makna yang ingin disampaikan melalui tarian tersebut.

Tari diadakan sesuai dengan kebudayaan setempat dengan cara dalam konteks

yang berbeda-beda tari diadakan untuk upacara-upacara yang berkaitan dengan adat

dan kepercayaan, namun ada juga yang melaksanakannya sebagai hiburan atau

rekreasi. Sistem social dan lingkungan alam mempengaruhi bentuk dan fungsi tari

pada suatu komunitas suku dan budaya (Dewan Kesenian Jakarta,1976: 157)

Tari dalam bahasa Pakpak disebut Tatak. Tatak adalah sebutan terhadap tari

yang cukup lama tanpa diketahui siapa yang memberi nama tatak terdahulunya. Ada

dua jenis pembagian tatak yang terdapat di Pakpak, yaitu Tatak adat dan Tatak muda-

mudi. Tatak adat umumnya besifat turun temurun dan diperlihatkan secara otomatis

2

pada upacara-upacara adat, yaitu kerja baik ( acara suka) maupun kerja njahat (acara

duka). Sementara Tatak muda-mudi bersifat hiburan yang keberadaanya relatif baru.1

Dahulu kala tidak terlalu banyak tatak yang berkonotasi sebagai tarian

mudamudi, hanya ada beberapa seperti ndembass2. Namun sejak tahun enampuluhan

berbagai jenis tatak bermunculan, meskipun pada dasarnya diangkat dari tatak masa

dulu tetapi bentuk dan formasinya tergolong baru. Tatak jenis inilah yang kini lebih

dikenal, dibanding akar tariannya. Beberapa tatak yang cukup terkenal diantaranya

adalah tatak Garo-garo, tatak Renggisa, tatak Menabi Page, tatak Menapu Kopi, dan

tatak Nantampuk Mas yang akan menjadi bahan penelitian penulis Tatak. Demikian

banyak tatak yang tumbuh dan berkembang di daerah Pakpak Bharat, dan yang akan

menjadi bahan skripsi kali ini adalah Tatak Siar-Siaren.

Tatak Siar-siaren adalah salah satu jenis tari pada masyarakat Pakpak Bharat

yang masih mempercayai animisme dan dinamisme. Siar-siaren artinya menyiarkan,

memberi kabar atau memberi tahu. Sebelum masuknya agama, masyarakat Pakpak

Bharat mempercayai tindakan-tindakan yang dilakukan didalam tatak siar-siaren.

Tatak Siar-siaren selalu dilakukan untuk mengetahui keadaan kampung pada masa

yang akan datang. Masuknya agama sekita 800 M, menyebabkan Tatak Siar-Siaren

1 Kerja baik (acara suka) khususnya dalam ulan merbayo atau pesta perkawinan, akan ada bagian dari acara yang akan menampilkan tatak. Pada saat menyambut kehadiran pihak puang atau kulakula (kerapat pihak perempuan), pada saat menyambut dengan sibeltek atau sinina(Kerabat ahli bait) dan juga berru . Dalam acara Kerja Njahat, tatak menjadi menu utama. Kerja Njahat misalnya pada acara duka cita, meninggalnya seseorang yang sudah berusia lanjut atau tua yang lazim disebut ncayur tua, mengkurak tulan atau mengangkat tulang-tulang orang tua yang sudahlama meninggal, pendirian tugu ( penangkihken tulan mi jerro) dan lain-lain. Segala bentuk penghormatan terhadap kehadiran setiap para pihak baik puang kula-kula, dengan sebeltek, berru bere, buberre, sipemerre, sinina dan semua kerabat ditandai dengan tatak. Belum lagi bahwa sebelum orang tua dimakamkan, maka akan diantarkan melalui tatak sisangkar laus sebagai tatak penutup. 2 Ndembas pada masyarakat Pakpak dikenal sebagai tarian muda-mudi yang bersifat bebas. Tidak memiliki gerak yang ditentukan maupun siapa yang menarikan

3

jarang di tampilkan, karena bertentangan dengan ajaran agama. Sejak tahun 1986,

Masyarakat di desa Pardomuan Pakpak Bharat menarikan atau memunculkan kembali

Tatak Siar-siaren. Tatak Siar-siaren ditarikan kembali akan tetapi bentuk

penyajiannya mengalami perubahan. Dalam kehidupan masyarakat Pakpak Bharat

Tatak Siar-siaren secara umum adalah tarian yang memiliki fungsi sebagai pemberi

kabar.

Dalam tulisan ini, penulis tertarik membahas tentang Tatak Siar-Siaren oleh

sanggar Nina Nola Pakpak Bharat dimana sanggar ini sanggar ini pernah

mempertunjukkan tarian ini dan struktur geraknya sangat menyerupai/menirukan

orang yang betul-betul dalam keadaan kesurupan.

Tarian ini pada prinsipnya termasuk dalam jenis folklore. Kata folklore berasal

dari bahasa Inggris, yaitu folklore. Dari dua kata dasar, yaitu folk dan lore. Menurut

Alan Dundes (Danandjaja, 2007: 1-2). Folk adalah sekelompok orang yang memiliki

ciri-ciri pengenal fisik, sosial, dan kebudayaan, sedangkan lore adalah tradisi folk,

yaitu sebagian kebudayaannya yang diwariskan secara turun-temurun secara lisan atau

melalui suatu contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat

(mnemonic device). Jadi dapat disimpulkan bahwa folklore adalah:

diantara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat/mnemonic device Pernyataan Endraswara (2010: 3) kekhasan folklore terletak pada aspek

penyebarannya. Sedangkan, Taylor (Danandjaya, 2003: 31) folklore adalah bahan-

bahan yang diwariskan dari tradisi, melalui kata-kata dari mulut ke mulut maupun dari

4

praktik adat istiadat. Dengan kata lain folklore pada dasarnya merupakan wujud

budaya yang diturunkan atau diwariskan secara turun-temurun secara lisan (oral).

Folklore yang sering diteliti yaitu cerita prosa rakyat. Menurut Bascom (Danandjaja

2007: 50), cerita prosa rakyat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu mite (myth), legenda

(legend), dongeng (folktale). Dalam hal ini, pada mitos di Gunung Slamet di Dusun

Bambangan merupakan folklore yang diteliti tentang Mitos (mite), yaitu cerita prosa

rakyat yang dianggap benar-benar terjadi serta dianggap suci oleh empunya yang

cerita. Sedangkan berdasarkan definisi folklore dari beberapa pendapat tersebut

mendasari pada cerita rakyat dalam penyebarannya dari mulut ke mulut dan

diwariskankan secara turun-temurun oleh masyarakat pendukungnya.

Penerapan pola iringan Tatak Siar-Siaren yaitu pola iringan musik eksternal.

Iringan musik eksternal yaitu iringan musik yang berasal dari luar badan penari, yang

dilakukan oleh orang lain seperti ensambel Genderang Sidua-dua dan Gung. Kedua

gendang ini terdiri dari gendang inangna (gendang induk, gendang ibu), yaitu gendang

besar dan gendang anakna (gendang anak, jantan)yaitu gendang kecil. Instrumen lain

yang terdapat dalam ensambel ini adalah tiga buah gong (gung sada rabaan) .

Ensambel ini untuk acara ritual, seperti mengusir roh penganggu di hutan sebelum

diolah menjadi lahan pertanian atau ladang (mendengger uruk) dan hiburan saja

seperti upacara penobatan raja atau mengiringi tarian pencak.

Dalam tulisan ini, penulis akan mendiskusikan dan menganalisis tentang tatak

Siar-Siaren beserta musik pengiringnya yang berada dalam kesenian masyarakat

Pakpak Bharat. Penulis menggunakan tiga aspek untuk didiskusikan. Pertama adalah

bagaimana deskripsi Tatak Siar-Siaren tersebut, akan dideskripsikan ragam gerakan

5

yang ada, dengan pola-pola lantai yang digunakan, serta dalam pola-pola gerakan, hal

spesifik apa yang menyangkut nilai kesenian, nilai agama, atau nilai yang terkait

budaya lokal yang dilambangkan atau diekspresikan. Kedua, bagaimana struktur

melodi baik dimensi ruang maupun waktu sebagai musik pengiring tarian tersebut.

Ketiga, bagaimana hubungan musik pengiring dengan struktur gerak Tatak Siar-

Siaren. Hal- hal tersebut di atas membuat penulis memilih judul untuk penelitian ini,

TATAK SIAR-SIREN OLEH SANGGAR

1.2 Pokok Permasalahan

Agar pembahasan lebih terarah makna pokok permasalahan difokuskan meliputi

dua hal sebagai berikut.

1) Bagaimana struktur gerak Tatak Siar-siaren ?

2) Bagaimana struktur musik pengiring pada Tatak Siar-siaren

3) Bagaimana hubungan antara struktur musik pengiring dengan struktur

gerak Tatak Siar-siaren ? Kajian ini akan melibatkan hubungan seperti apa

yang terjadi dalam musik dan tari

6

1.3 Tujuan dan Manfaat

1.3.1 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1) Untuk menganalisi struktur Gerak Tatak Siar-siaren

2) Untuk mengetahui bagaimana struktur musik pengiring Tatak Siar-siaren

3) Untuk menganalisis hubungan musik dengan struktur gerak Tatak Siar-Siaren

1.3.2 Manfaat

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1) Sebagai dokumentasi dan bahan liberatur bagi prodi Etnomusikologi berkaitan

tentang kesenian Pakpak ( khususnya Tatak Siar-siaren ) .

2) Menambah pengetahuan bagi penulis dan peneliti-peneliti lain, baik mencakup

teori maupun uraian tentang bentuk penyajian Tatak Siar-siaren.

3) Mengembangkan kajian-kajian ilmiah di bidang musik dan tari, yang

dampaknya turut mengembangkan aspek keilmuan dalam disiplin-disiplin ilmu

seni.

4) Sebagai salah satu persyaratan untuk meraih gelar sarjana (S1) di prodi

Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

7

1.4 Konsep dan Teori

1.4.1 Konsep

Konsep merupakan penggabungan dan perbandingan bagian-bagian dari suatu

penggambaran dengan bagian-bagian dari penggambaran lain yang sejenis,

berdasarkan asas-asas tertentu secara konsisten (Koentjaraningrat 2009:85).

Deskripsi adalah pemaparan atau penggambaran dengan kata-kata secara jelas

dan terperinci. Menurut Seeger (1958: 184), menyebutkan bahwa deskripsi adalah

penyampaian objek dengan menerangkan terhadap pembaca secara tulisan maupun

lisan dengan sedetail-detailnya. Deskripsi yang penulis maksud adalah deskripsi

pertunjukan Tatak Siar-Saen pada masyarakat Pakpak Bharat.

Struktur adalah bagaimana bagian-bagian dari sesuatu, berhubungan satu

dengan yang lain atau bagaimana sesuatu tersebut disatukan. Dalam hal ini, struktur

yang penulis maksud dalam tulisan ini adalah bagian-bagian yang melengkapi Tatak

Siar-Siren dalam pertunjukannya, dan tahapan-tahapan dari pola-pola gerakan, dengan

kata lain yang berarti ragam-ragam yang ada dalam Tatak Siar-Siaren . Identifikasi

suatu struktur tergantung pada asumsi kriteria bagi pengenalan bagian-bagiannya dan

hubungan mereka. Dalam tulisan ini penulis menyatakan pola berarti gerakan yang

terkandung dalam tiap ragam yang terbentuk.

Jadi dalam hal ini struktur dan pola sangat berhubungan, yakni bagaimana

bagian-bagian dari gerakan tari saling berhubungan sehingga disatukan dan adanya

bentuk atau model (suatu set peraturan) yang bisa dipakai untuk membuat atau untuk

menghasilkan suatu tari. Khususnya jika tari yang ditimbulkan cukup mempunyai

8

suatu tari yang sejenis untuk pola dasar yang dapat ditunjukkan atau terlihat, yang

mana gerakan tarian itu dikatakan memamerkan pola.

Tari merupakan kumpulan gerak tubuh yang terarah secara ritmis yang dapat

diekspresikan kepada sebuah seni yang mengandalkan tubuh sebagai pelaku utama

dalam mengarahkan semua gerakan. Menurut Prayitno (1990: 36), tari tradisional

adalah semua tari dapat telah mengalami perjalanan sejarah panjang dan selalu

bertumpuk pada pola-pola tradisi yang telah ada. Dalam hal ini yang penulis maksud

dengan Tatak Siar-Siaren adalah salah satu tari tradisional yang digunakan pada acara

upacara oleh masyarakat Pakpak Bharat.

Masyarakat adalah sebuah komunitas yang saling tergantung satu sama lain.

Umumnya, istilah masyarakat digunakan untuk mengacu sekelompok orang yang

hidup bersama dalam satu komunitas yang teratur. Masyarakat yang penulis maksud

adalah masyarakat Sukaramai, yang berada di Pakpak Bharat.

1.4.2 Teori

Dalam penulisan skripsi ini, penulis berpegang pada beberapa teori yang

berhubungan dengan permasalahan yang akan dibahas dan dianggap relevan. Teori

yang dimaksud sesuai dengan pendapat Koentjaraningrat (1977: 30), yaitu bahwa

pengetahuan yang diperoleh dari buku-buku, dokumen-dokumen serta pengalama kita

sendiri merupakan landasan dari pemikiran untuk memperoleh pengertian tentang

suatu teori-teori yang bersangkutan.

Teori menurut pendapat Marckward et al., memiliki tujuh pengertian, yaitu: (1) sebuah rancangan atau skema yang terdapat dalam pikiran saja, namun berdasar pada prinsip-prinsip verifikasi dengan cara eksperimen atau pengamatan; (2) sebuah bentuk prinsip dasar ilmu pengetahuan atau penerapan ilmu pengetahuan; (3) abstrak pengetahuan yang selalu

9

dilawankan dengan praktik; (4) penjelasan awal atau rancangan hipotesis untuk menangani berbagai fenomena; (5) spekulasi atau hipotesis, sebagai ide atau yang mengarahkan seseorang; (6) dalam matematika berarti sebuah rancangan hasil atau sebuah bentuk teorema, yang menghadirkan pandangan sistematis dari beberapa subjek; dan (7) ilmu pengetahuan tentang komposisi musik, yang membeda-kannya dengan seni yang dilakukan atau seni yang dieksekusi (Marckwardt et al. 1990: 302). Dengan demikian jelaslah bahwa yang dimaksud teori itu biasanya

mengandung pengertian dalam tahapan yang abstrak. Teori mengarahkan ilmuwan

untuk melakukan kerjanya dalam menganalisis permasalahan keilmuan yang

ditemuinya.Kerlingar (Sugiono 2009: 79), mengemukakan:

Theory is a set of interrelated construct (concepts), denifitions, and propositions that present a systematic view of phenomena b specipying relations among variables, with purpose of explaining and predicting the phenomena

Artinya secara harafiah teori adalah sebuah hubungan konsep, defenisi,

proporsi yang menunjukan suatu urutan yang sistematis dengan fenomena yang

menggambarkan hubungan variabel, dengan tujuan menjelaskan dan memprediksi

fenomena tersebut. Maka dari itu, penulis menggunakan teori sebagai landasan untuk

membahas dan menjawab pokok permasalahan.

Dalam pelaksanaan terutama untuk mencapai tujuannya, penelitian ini

menggunakan sejumlah perangkat teori, prinsip pendekatan dan prosedur pemecahan

masalah yang relevan yaitu sebagai berikut. Struktur adalah cara berfikir tentang dunia

yang secara khusus memperhatikan persepsi dan deskripsi mengenai struktur yaitu

didalamnya akan menitik beratkan pada usaha untuk mengkaji fenomena seperti mitos,

ritual, relasi-relasi kekerabatan dan sebagainya. Disamping itu, strukturalisme

memandang beberapa dokumen sebagai obyek fisik aktual atau tersusun secara konkrit

10

fenomena teoritis yang dihasilkan oleh definisi-definisi dan operasi-

operasi teoritis (Budiman, 1999: 111-112).

Dalam mendeskripsikan Tatak Siar-siaren penulis juga menggunakan teori

Milton Singer ( 1996:164-165) yang penulis menjelaskan bahwa pertunjukan selalu

memiliki (1) Waktu pertunjukan yang terbatas, (2) Awal dan Akhir, (3) Aacara

kegiatan yang terorganisir, (4) Sekelompok pemain, (5) Sekelompok penonton, (6)

Tempat pertunjukan, (7) Kesempatan untuk mempertunjukkan.

Bentuk adalah wujud dan susunan yang ditampilkan dan pengertian penyajian

yang kata dasarnya saji yaitu mempersembahkan, sedangkan penyajian mengandung

arti yaitu proses, cara dan perbuatan penyajian ( KBBI 2005: 135,979). Dari

pengertian diatas yang dimaksud dengan bentuk penyajian dalam penelitian ini adalah

susunan cara menyajikan Tatak Siar-siaren. Bentuk penyajian tersebut dapat mengarah

kepada elemen-elemen tari yaitu : (1) Tema (2) Gerak (3) Iringan Musik (4) Tata Rias

(5) Tata Busana (6) Tempat (Pentas).

Untuk menganalisis struktur gerak Tatak Siar-Siaren, menggunakan teori

morfologi struktural (Martin dan Pesovar, 1961). Martin membuat sejumlah

persyaratan yang melahirkan hubungan antara morfologi dan struktural. Secara awal,

keduanya menyatakan bahwa konstruksi organik tari bisa terukap hanya dengan

memecahkannya ke dalam bagian-bagian yang lebih kecil hal ini dianggap sebagai

prasyarat untuk analisis struktural dalam mengenali dan membedakan bagian-bagian

dan unit-unit dari sebuah susunan tari. Sesuatu yang mereka sebut elemen kinetik. Unit

ini tak pernah muncul sendiri namun merupakan bagian organik dari suatu proses tari

dan bisa dipandang sebagai hasil dari langkah deduksi semu. Elemen kinetik ini

11

berfungsi dalam dua cara (1) beberapa elemen kinetik menyatu membentuk unit kecil

tari, dan (2) elemen kinetik bisa disisipkan diantara unit-unit yang ada untuk

menyambungkanya atau membentuk unit yang lebih besar. Dalam struktur tari, elemen

kinetik bersama unit-unit lain yang mirif membentuk suatu kategori yang oleh Martin

dan Pe Didalam tingkatan berikutnya kita dapatkan

- -unit terkecil yang

bentuk pola ritmik dan kinetiknya tertutup serta strukturnya bisa diulang-ulang. Motif-

motif yang ada dalam kesadaran penarinya, dapat diingat, dan diulangi di dalam tari.

Aspek kreatif dari kajian Martin dan Pesover terletak dalam analisis struktural

yang merupakan perkembangan dari analisi morfologi rinci yang dilakukannya. Pada

saat mereka melihat hubungan-hubungan antar bagian, mereka mempertanyakan tata

aturan yang mengatur penggabungan antar bagian dan unit yang menghasilkan aturan-

aturan pola tari yang ada. Begitu tata aturan didapatkan, mereka tertarik dengan variasi

dan proses kreatif yang ada pada tari. penulis akan mendeskripsikan bagaimana uraian

mengenai ragam gerak, pola lantai, motif gerak, frase gerak, bentuk tari, hitungan tari,

dan busana tari yang digunakan penarinya.

Penyusunan gerak dalam seni tari, gerak dari masing-masing penari maupun dari

kelompok penari bersama, ditambah dengan penyesuaiannya dengan ruang, sinar,

warna, dan seni sastranya, kesemuanya merupakan suatu pengorganisasian seni tari

yang disebut koreografi (Djelantik, 1990: 23). Sementara itu, untuk mengkaji aspek

musik pengiring Tatak Siar-siaren, penulis akan menggunakan teori Bruno Nettel (

1964:131 ) mengatakan bahwa untuk mendapatkan seluruh benda musikal dilakukan

analisis : perbendaharaan nada, modus, ritem, nada dasar, bentuk, dan tempo. Musik

12

dan tarian merupakan fenomena yang berbeda, tetapi dapat bergabung apabila terdapat

aspek yang sama mengkoordinasikannya. Menurut Priggobroto, musik adalah

rangkaian ritmis nada, sedangkan tarian adalah rangkaian ritmis dan pola gerak tubuh (

Wimbrayardi, 1998:13-14 ). Musik merupakan audio ( bunyi yang tidak terlihat, dan

tari merupakan fenomena audio ( bunyi ) yang tidak terdengar. Baik musik dan tari

bergerak didalam ruang dan waktu ( Sachs, 1993:1-44 dan Blacking 1974:64-74 ) serta

dapat dirasakan melalui getaran yang dihasilkannya. Aspek dasar yang

menghubungkan keduanya adalah waktu, yaitu gerak ritmi ( musik dan tari) dan

tempo.

1.5 Metode Penelitian

Metode penelitian adalah cara kera untuk dapat memahami objek yang menjadi

sasaran ilmu yang bersangkutan. Untuk meneliti Tatak Siar-siaren di desa Sukaramai,

penulis menggunakan metode penelitian Kualitatif, sesuai dengan apa yang

dikemukakan oleh Kirk Miller dalam Moleong ( 1990:3 ) yang mengatakan:

n kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara

fundamental bergantung pada pengamatan manusia dalam kawasan sendiri dan

Penelitian kualitatif dapat dibagi dalam empat tahap yaitu: tahap sebelum

kelapangan, pekerjaan lapangan, analisi data dan penulisan laporan. Pada tahap pra

lapangan penulis mempersiapkan segala macam kebutuhan yang diperlukan sebelum

turun ke dalam penelitian itu sendiri, Dalam bagian ini disusun rancangan penelitian,

menjajaki atau menilai keadaan lapangan, memilih informan, perlengkapan penelitian,

dan etika penelitian. Selanjutnya pada tahap pekerjaan di lapangan peneliti

13

mengumpulkan data semaksimal mungkin. Dalam hal ini, penulis penggunakan alat

bantu yaitu, kamera digital merk Canon, dan catatan lapangan. Pengamatan lansung (

menyaksikan ) pertujukan Tatak Siar-siaren.

1.5.1 Studi Kepustakan

Dalam mencari tulisan-tulisan pendukung, penulis melakukan adanya studi

kepustakaan dan kegiatan ini dilakukan untuk menemukan literatur atau sumber

bacaan guna melengkapi data-data yang diperlukan dalam tulisan ini, Sumber bacaan

yang digunakan dapat berasal dari penelitian yang sudah pernah dilakukan

sebelumnya. Dimana sumber bacaan diperoleh dari buku, majalah, buletin, jurnal,

artikel, dan situs internet Studi kepustakaan dilakukan daam rangka memperoleh

pengetahuan dasar tentang apa yang akan diteliti. Tujuan dari studi kepustakaan ini

adalah untuk mendapatkan konsep-konsep, teori, serta informasi yang dapat digunakan

sebagai acuan daam pembahasan atau penelitian, dan menambah wawasan penulis

tenyang kebudayaan masyarakat Pakpak yang diteliti dan berhubungan dengan

kepentingan pembahasan atau penelitian

1.5.2 Penelitian Lapangan

Sebagai acuan dalam pengumpulan data di lapangan, penulis berpedoman

kepada tulisan Harsja W. Bachtiar dan Koentjaraningrat dalam buku Metode-metode

Penelitian Masyarakat. Dalam buku ini tersebut dikatakan, bahwa pengumpulan data

dilakukan melalui kerja lapangan ( field work ) dengan menggunakan :

1. Observasi (pengamatan), dalam hal ini penulis mengadakan pengamatan

langsung, hal ini sesuai dengan pendapat Harsja W. Bachtiar (1990:114-115), bahwa

14

seorang peneliti harus melihat langsung akan kegiatan-kegiatan dari sasaran

penelitannya dalam mendapat data-data lapangan, maka pengamatan menghadapi

persoalan bagaimana cara ia dapat mengumpulkan keterangan yang diperlukan tanpa

harus besembunyi, tetapi juga tidak mengakibatka perubahan oleh kehadiran pada

kegiatan-kegiatan yang diamatinya. Mengacu pada teori diatas penulis

mengumpulkan keterangan yang diperlukan dengan cara mengamati sasaran

penelitian, misalnya tentang penyajian Tatak Siar-siaren, sarana yang dipergunkan,

pelaku, dan masalah-masalah lain yang relevan dengan pokok permasalahan, dan

dalam pengamatan, penulis juga melakukan pencatatan data-data lapangan sebagai

laporan hasil pengamatan penulis.

2. Wawancara, dalam suatu penelitian yang bertujuan mengumpulkan keterangan

tentang kehidupan manusia dalam suatu masyarakat serta pendirian- pendirian yang

mereka miliki, merupakan sebagai pembantu utama dari metode observasi . Dalam

wawancara berfokus, pertanyaan tidak mempunyai struktur tertentu tetapi selalu

berpusat kepada pokok permaslahan lain. Wawancara sambil lalu, sifat hanya untuk

mengubah data yang lain. Dalam mengumpulkan data , penulis menggunakan ketiga

wawancara ini serta terlebih dahulu membuat daftar pertanyaan dan catatan secara

langsung data- data yang diperlukan.

3. Perekaman, dalam hal ini penulis melakukan perekaman dengan 2 cara yatu (a)

Perekaman yang peulis lakukan yaitu perekaman audio dengan menggunakan camera

merk nicon . Perekaman ini sebagai bahan anlisis tekstual dan musikal. (b) Untuk

mendapat dokumentasi dalam bentuk gambar digunakan camera merk canon.

15

Pengambilan gambar ini dilakukan setelah terlebih dahulu mendapat ijin dari pihak

pelaksana dan pihak yang bersangkutan.

1.5.3 Kerja Laboratorium

Pelaksanaan kerja laboratorium penulis akan mengumpulkan data, mulai dari

wawancara, dokumentasi dan perekaman yang diurai secara rinci, detail sehingga

lakukan denga pendekatan emik dan etik.3 Data perekaman audio menjadi objek yang

diteliti oleh penulis dengan cara ditranskripsikan apa yang didengar dan

menuliskannya kedalam notasi balok.

Selanjutnya, data tersebut diklasifikasikan dan dibentuk sebagai data. Data

tersebut diperbaiki dan diperbarui agar tidak rancu sesuai objek penelitian dalam

menulis skripsi. Pengelolaan data ini dilakukan bertahap, Karena data-data tersebut

tidak dapat diperoleh sekaligus. Data-data tersebut juga merupakan data yang

diperlukan untuk menjawab pokok permasalahan dalam penulisan skripsi ini.

1.6 Lokasi Penelitian

Sebagai lokasi penelitian, penulis memilih sanggar Nina Nola, yang dipimpin oleh

Bapak Pandapotan Solin. Sanggar yang beliau pimpin ini berada di rumah kediaman

beliau di jalan Sisingamangaraja No.66, Desa Sukaramai, Kecamatan Kerajaan,

Pakpak Bharat. Lokasi penelitian ini di tetapkan dengan bebepa alasan sebagai berikut. 3 Kecocokan etik sebagai suatu tipologi ditentukan oleh kemampuannya untuk mendeskripsikan semua emik dari setiap kebudayaan dengan lebih memuaskan. Pendekatan emik bergantung pada kemampuan keefektipan deskripsi dari etik dan tingkatan dari sistematisasi atau susunan-susunannya. Ditinjau dari sudut lain, sebuah emik secara mendasar harus menunjukkan karakter-karakter etik. Mana secara lokal dipandang penting, dan demikian sebaliknya.( Pendekatan Penelitian Etnomusikologi 2012: 2)

16

(1) Sanggar Nina Nola ini merupakan sanggar yang sudah lama didirikan, sejak tahun

90an, dan dikelola oleh keturunan turun-temurun yang bergerak dibidang kesenian

Pakpak. (2) Dari beberapa sanggar yang terdapaat di Desa Sukaramai maupun

kabupaten Pakpak Bharat, sanggar inilah paling sering diminta untuk

mempertunjukkan Tatak Siar-siaren maupun kesenian-kesenian lainnya. (3) Sekarang

sanggar ini memang sudah mengikuti perkembangan zaman, maupun orang-orang

lama didalamnya masih mengetahui dan melestarikan pengetahuan gerakan tradisi.

17

BAB II

GAMBARAN UMUM MASYARAKAT PAKPAK DAN SANGGAR NINA

NOLA DI DESA SUKARAMAI, KCAMATAN KERAJAAN, KABUPTEN

PAKPAK BHARAT

2.1 Letak Geografis Kabupaten Pakpak Bharat

Suku Pakpak adalah salah satu suku yang terdapat di Sumatera Utara yang

tepatnya di Kabupaten Dairi, Perbatasan Acehn Parlilitan dan Pakpak Bharat. Suku

pakpak merupakan salah satu bagian dari suku Batak.

Kabupaten Pakpak Bharat adalah salah satu kabupaten yang ada di Sumatera

Utara. Kabupaten ini dibentuk pada tanggal 25 Februari 2003, beribu kotakan Salak.

Kabupaten ini berdiri sebagai hasil pemekaran dari Kabupaten Dairi, dengan 8

kecamatan yaitu Kecamatan Salak, Kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe,Kecamatan

Pangindar, Kecamatan Sitellu Tari Urang Julu, Kecamatan Pergetteng-getteng

Sengkut, Kecamatan Kerajaan, Kecamatan Tinada, dan Kecamatan Siempat Rube dan

memiliki jumlah Desa sebanyak 52 Desa. Pakpak Bharat bukan menunjukkan daerah

Pakpak yang terletak di bagian barat, melainkan memiliki dua arti nama yang

digabungkan menjadi satu yaitu Pakpak adalah nama daerah sedangkan Bharat adalah

baik, jadi Pakpak Bharat adalah daerah Pakpak yang baik. Kabupaten Pakpak Bharat

terletak pada garis 2,00 3,00 Lintang Utara dan 96,00 98,30 Bujur Timur, dan

berada di ketinggian 2501.400 M di atas permukaan laut.

Secara tradisional wilayah komunitasnya disebut tanoh. Tanoh pakpak terbagi

5 wilayah, yaitu :

18

1. Keppas, yaitu di daerah Kabupaten Dairi

2. Simsim, yaitu di daerah Kabupaten Pakpak Bharat

3. Kelase, yaitu di daerah Tapanuli Utara, khusus kecamatan Parlilitan dan

Kabupaten Tapanuli Tengah di Kecamatan Manduas.

4. Pengagan, yaitu di Derah Kabupaten Dairi, khusus Kecamatan Sumbul

5. Boang, yaitu daerah Singkil Aceh.

Wilayah tanoh Pakpak terdiri dari beberapa kabupaten, yaitu:

1. Kabupateb Daerah ibu kota sidikalang yang terdiri dari 15 Kecamatan dan 184

Desa. Kelurahannya meliputi Suak Keppas dan Pengagang.

2. Kabupaten Aceh Singkil ibukotanya Singkil yang terdiri dari 15 Kecamatan

dan 148 Desa. Kelurahannya meliputi seluruh daerah Suak Singkil boang.

3. Kabupaten Pakpak Bharat ibukotanya Salak yang terdiri dari 8 kecamatan dan

59 Desa. Keseluruhannya meliputi SuakSimsim dan sebagian daerah Keppas.

4. Kota madya subbul sallam ibukotana Salak yang terdiri dari 5 kecamatan dan

(64) Desa/ Kelurahan yang merupakan pemekaran dari Aceh Singkil dan masih

termasuk Suak Singkil Boang.

5. Kabupaten Tapanuli Tengah ibukotanya Pandan yamg terdiri dari 6 Kecamatan

dari daerah ( wilayah) Kabupaten Tapanuli Tengah adalah hak ulayat rakyat

Pakpak Suak Kelasen) yang terdiri dari kecamatan Barus, Barus Utara, Sosar

Godang, Andam Dewi, Manduamas dan Sirandorung dan 56 Desa/ Kelurahan.

6. Kabupaten Humbang Hasundutan ibukotanya Dolok Sanggul yang terdiri dari

3 kecamatan, yaitu Kecamatan Pakkat, Perlilitan, dan kecamatan Tara Bintang

19

dan masih banyak termasuk kedalam Suak Kelasen. Luas wilayah yang

menjadi wilayah persebaran masyarakat Pakpak keseluruhan adalah 8.331,12

km2 yang terdiri dari 52 kecamatan dan 471 Desa/Wilayah.

Daerah yang penduduknya homogeny orang Pakpak hanyalah Kabupaten

Pakpak Bharat, Namun secara geografi wilayah atau hak ulayat secara tradisional yang

disebut Tanoh Pakpak terdebut sebenarnya tidak terpisah satu sam lain, karena satu

sam lain berbatasan langsung walaupun hanya bagian-bagian kecil dari wilayah

kabupaten tertentu, kecuali kabupaten Pakpak Bharat dan Dairi yang merupakan

sentral utama orang Pakpak. Kesatuan komunitas terkecil yang umum dikenal hingga

saat ini disebut Lebuh (kampung halaman) dan Kuta (kampung). Lebuh merupakan

bagian dari Kuta yng dihuni oleh suatu klen kecil. Sementara Kuta adalah gabungan

dari Lembuh-lembuh yang dipenuhi oleh klen besar (marga) tertentu. Jadi setiap

lembuh dan kuta dimiliki oleh klen atau marga tertentu dan dianggap sebagai

penduduk asli, sementara marga lain di kategorikan sebagai pendatang.

20

Gambar 2 1Peta Kecamatan Kerajaan Dilihat Dari Kabupaten Pakpak Bharat Peta Kecamatan Kerajaan Dilihat Dari Kabupaten Pakpak Bharat

2.2 Sistem Kepercayaan dan Religi

Sebelum agama Islam dan Kristen masuk ke wilayah Pakpak, masyarakat

setempat menganut kepercayaan yang disebut persilihi atau perbegu. Persilihi atau

perbegu ini ialah suatu kepercayaan yang meyakini bahwa alam ini berada dibawah

kuasa pengaruh roh-roh gaib atau dengan adanya Dewa-Dewa maupun roh-roh nenek

moyang yang dikultuskan (lihat, Naiborhu, 1988 : 22-26).4

2.2.1 Kepercayaan Terhadap Dewa-Dewa Sebelum agama masuk ke lingkungan masyarakat Pakpak,masyarakat

mempercayai kekuatan alam gaib dan percaya bahwa alam adalah sumber kehidupan.

Masyarakat pakpak percaya terhadap Debata Guru/Batara Guru yang dikatakan

4 Skripsi Sarjana Kajian Organologi Kuapi Pakpak Buatan Bapak Kami Capah di Kecamatan Kerajaan Pakpak Bharat, oleh Batoan Sihotang (2013:30).

21

dalam bahasa Pakpak Sitempa/Sinembe nasa si lot yang artinya maha pencipta segala

sesuatu yang ada di bumi ini yang diklasifikasikan atau diistilahkan sebagai berikut:

Debata Guru/ Batara Guru menjadikan wakilnya untuk menjaga dan melindungi,

yaitu :

1) Beraspati Tanoh.

Diberi simbol dengan menggambar cecak yang berfungsi melindungi segala

tumbuh-tumbuhan. Jadi, jika seorang orang tua menebang pohon bambu, kayu atau

tumbuhan lainnya, maka ia harus meminta izin kepada Beraspati Tanoh.

2) Tunggung Ni Kuta

Tunggung Ni Kuta diyakini memiliki peranan untuk menjaga dan melindungi

kampung atau desa serta manusia sebagai penghuninya. Oleh karena hal tersebut,

maka tunggung ni kuta memberikan kepada manusia beberapa benda yaitu sebagai

berikut :

a) Lapihen, terbuat dari kulit kayu yang didalamnya terdapat tulisan-tulisan yang

berbentuk mantra atapun ramuan obat-obatan serta ramalan-ramalan.

b) Naring, wadah yang berisi ramuan sebagai pelindung kampung. Apabila satu

kampung akan mendapat ancaman, maka naring akan memberika pertanda berupa

suara gemuruh ataupun siulan.

c) Pengulu balang, sejenis patung yang terbuat dari batu yang memiliki fungsi untuk

memberikan sinyal atau tanda berupa gemuruh sebagai pertanda gangguan, bala,

musuh, atau penyakit bagi masyarakat suatu desa.

d) Sibiangsa, yaitu wadah berbentuk guci yang diisi ramuan yang ditanam didalam

tanah yang bertugas mengusir penjahat yang datang.

22

e) Sembahen Ni Ladang, yaitu roh halus dan penguasa alam sekitarnya yang diyakini

dapat menggangu kehidupan dan sekaligus dapat melindungi kehidupan manusia

apabila diberi sesajen.

f) Tali Solang, yaitu tali yang disimpul di ujungnya, mempunyai kepala ular yang

digunakan untuk menjerat musuh.

g) Tongket Balekat, yaitu terbuat dari kayu dan hati ular yang berukuran lebih kurang

satu meter yang diukir dengan ukiran Pakpak dan dipergunakan untuk menerangi

jalan.

h) Kahal-kahal, yaitu menyerupai telapak kaki manusia untuk melawan musuh.

i) Mbarla, yaitu roh yang berfungsi untuk menjaga ikan di laut, sungai dan danau.

j) Sineang Naga Lae, yaitu roh yang menguasai laut, danau dan air.

2.2.2 Kepercayaan Terhadap Roh-Roh

Selain kepercayaan terhadap Dewa-dewa, masyarakat Pakpak juga memiliki

Kepercayaan terhadap roh-roh, yang meliputi :

a) Sumangan, yaitu tendi (roh) orang yang sudah meniggal mempunyai kekuatan yang

menentukan wujud dan hidup seseorang yang dikenang.

b) Hiang, yaitu kekuatan gaib yang dibagikan kepada saudara secara turun temurun.

c) Begu Mate Mi Lae atau disebut juga dengan begu Sinambela, yaitu roh orang yang

sudah meninggal diakibatkan karena hanyut di dalam air atau sungai.

d) Begu Laus, yatu sejenis roh yang menyakiti orang yang datang dari tempat lain dan

dapat membuat orang menjadi sakit secara tiba-tiba.

23

Kepercayaan di atas sudah jarang dilaksanakan oleh masyarakat Pakpak khususnya

yang ada di wilayah Kecamatan Kerajaan sejak masuknya agama. Masyarakat Pakpak di

daerah ini sebagian besar sudah memeluk agama yang tetap, yaitu agama yang sudah

diakui oleh pemerintah. Sebagian besar masyarakat yang ada di daerah ini beragama

Islam, Kristen, dan sebagian kecil beragama Khatolik. (Surung Solin,2016: 36).

2.2.3 Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa juga merupakan kepercayaan yang

masyarakat Pakpak peeluk sejak sekarang ini. Di daerah tempat penelitian penulis,

masyarakat disekitarnya mayoritas memeluk agama Islam dan sebagian memeluk agama

Kristen (kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa). Pada saat penulis melaukan

penelitian, penulis melihat masjid (tempat ibadah agama Islam) dan Gereja GKPPD

(Geraja Kristen Pakpak Dairi) , tempat-tempat ibadah ini merupakan bukti bahwa

masyarakat di sekitar daerah tempat penelitian penulis yaitu di Desa Sukaramai, Dusun

lae Salak telah memeluk agama sekunder.

2.3 Sistem Kekerabatan

Masyarakat Pakpak sejak dahulu kala sudah ada ikatan yang mengatur tata

krama dan sopan santun dalam kehidupan sehari-hari dan ditaati oleh masyarakat itu

sendiri. Sistem tersebut selalu ada dan diterapkan dalam upacara-upacara adat

termasuk juga dalam upacara kematian (kerja njahat). Sistem tersebut yaitu:

24

2.3.1 Marga

Marga dalam kajian antropologi disebut dengan klen yaitu suatu kelompok

kekerabatan yang dihitung berdasarkan satu garis (unilineal), baik melalui garis laki-

laki (patrilineal) maupun perempuan (matrilineal). Marga pada masyarakat Pakpak

bukan hanya sekedar sebutan atau konsep tetapi di dalamnya nilai budaya yang

mencakup norma dan hukum yang berguna untuk mengatur kehidupan sosial.

Misalnya dengan adanya marga maka dikenal perkawinan eksogami marga, yakni adat

yang mengharuskan seseorang kawin diluar marganya. Bila terjadi perkawinan

semarga maka orang tersebut diberi sanksi hukum berupa pengucilan, cemoohan, dan

malah pengusiran, karena melanggar adat yang berlaku.

Marga-marga pada suku Pakpak di bagi berdasarkan wilayah komunitasnya yaitu :

a. Pakpak Simsim : Berutu, Padang, Solin, Bncim, Sinamo, Manik,

Sitakar, Kabeaken, Lembeng, cibron,dll

b. Pakpak Keppas : Angkat, Ujung, Bintang, Capah, Kudadiri, Gajah

Manik, Sinamo(si pitu marga) Pasi, Berampu,

Maha,dll

c. Pakpak Pengagan : Lingga, Matanari, Manik Sikettang, Maibang,dll

d. Pakpak Kalase : Tumangger, Tinambunan, Kesogihen, Meka,

Maharaja, Ceun, Mungkur,dll

e. Pakpak Boag : Saraan, Sambo, Bancim,dll

25

2.3.2 Sulang Silima

Sulang silima adalah kelompok kekerabatan yang terdiri dari kula- kula,dengan

sebelteksiampun-ampun/ anak yang paling kecil, serta anak berru.Sulang silima ini

berkaitan dengan pembagian sulang/jambar dari daging-daging tertentu dari seekor

hewan seperti kerbau, lembu, atau babi yang disembelih dalm konteks upacara adat

masyarakat Pakpak. Pembagian daging/jambar ini disesuaikan dengan hubungan

kekerabatannya dengan pihak kesukuten atau yang melaksanakan upacara. Dalam

masyarakat Pakpak, kelima kelompok tersebut masing- masing mempunyai tugas dan

tanggung jawab yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain dalam acara adat.

1. Kula-kula

Kula-kula merupakan salah satu unsur yang paling penting dalam sistem

kekerabatan pada masyarakat Pakpak. Kula-kula adalah kelompok/pihak pemberi istri

dalam sistem kekerabatan masyarakat Pakpak dan merupakan kelompok yang sangat

dihormati dan dianggap sebagai pemberi berkat oleh masyarakat. Dengan demikian,

kula-kula juga disebut dengan istilah Debata Ni Idah (Tuhan yang dilihat). Oleh

karena itu, pihak kula-kula ini haruslah dihormati. Sikap menentang kula-kula sangat

tidak dianjurkan dalam kebudayaan masyarakat Pakpak. Dalamacara-acara adat,

kelompok kula-kula diwajibkan untuk hadir, termasuk juga dalam adat kematian dan

mendapat peran yang penting termasuk juga dalam upacara kematian

2. Dengan sebeltek/Senina

Dengan sebeltek/senina adalah mereka yang mempunyai hubungan tali

persaudaraan yang mempunyai marga yang sama. Mereka adalah orang-orang yang

satu kata dalam permusyawaratan adat. Selain itu, dalam sebuah upacara adat ada

kelompok yang dianggap dekat dengan sebeltek, yaitu senina. Dalam 25 sebuah acara

26

adat, senina dan seluruh keluarganya akan ikut serta dan mendukung acara tersebut.

Secara umum, hubungan senina ini dapat disebabkan karena adanya hubungan

pertalian darah, sesubklen/semarga, memiliki ibu yang bersaudara, memiliki istri yang

bersaudara dan memiliki suami yang bersaudara.

3. Anak beru

Anak berru artinya anak perempuan yang disebut dengan kelompok pengambil

anak dara dalam sebuah acara adat, anak berru lah yang bertanggung jawab atas acara

adat tersebut. Tugas anak berru adalah sebagai pekerja, penanggung jawab dan

pembawa acara pada sebuah acara adat. Sedangkan situaan adalah anak yang paling

tua, siditengah adalah anak tengah dan siampunampun adalah anak yang paling kecil.

Mereka adalah pihak yang mempunyai ikatan persaudaraan yang terdapat dalam

sebuah ikatan keluarga. Kelima kelompok diatas mempunyai pembagian sulang

(jambar) yang berbeda, yaitu sebagai berikut : Kula-kula (pihak pemberi istri dari

keluarga yang berpesta) akan mendapat sulangper-punca naidep. Situaan (orang tertua

yang menjadi tuan rumah sebuah pesta akan mendapat sulang per-isang-isang).

Siditengah (keluarga besar dari keturunan anak tengah) akan mendapat sulang per-

tulantengah. Siampun-ampun (keturunan paling bungsu dalam satu keluarga) akan

mendapat sulang per-ekur-ekur. Anak berru (pihak yang mengambil anak gadis dari

keluarga yang berpesta) akan mendapat sulang perbetekken atau takal peggu.

Biasanya penerimaan perjambarenanak berru disertai dengan takal peggu. Yang

artinya mempunyai tugas dan tanggung jawab yang besar terhadap berjalannya pesta.

27

Anak berru lah yang bertugas menyiapkan makanan serta menghidangkan selama

pesta berlangsung.

2.4 Sistem Bahasa

Pada umumnya, bahasa yang dipakai oleh masyarakat di Kecamatan Kerajaan

adalah bahasa Pakpak karena mayoritas penduduk disana adalah suku Pakpak. Hal ini

menyebabkan kehidupan sehari-hari penduduk disana menggunakan bahasa Pakpak

begitu juga dalam acara adat. Terdapat juga sebagian kecil suku lain seperti suku

Toba, Karo, Nias dan Jawa yang datang kedaerah Kecamatan Kerajaan, tetapi setelah

tinggal beberapa lama disana, masayarakat dari suku-suku tersebut diatas sudah

mengerti dan fasih menggunakan bahasa Pakpak. Selain bahasa Pakpak, bahasa yang

digunakan dalam komunikasi sehari-hari adalah bahasa Indonesia yang digunakan di

tempat tempat umum, seperti sekolah, puskesmas dan kantor Kelurahan. Ada beberapa

jenis gaya bahasa yang digunakan dalam kehidupan masyarakat Pakpak, yaitu :

1. Rana telangke yaitu kata-kata perantara atau kata-kata tertentu untuk

menghubungkan maksud si pembicara terhadap objek si pembicara.

2. Rana tangis yaitu gaya bahasa yang dituturkan dengan cara menangis atau bahasa

yang digunakan untuk menangisi sesuatu dengan teknik bernyanyi (narrative songs

atau lamenta dalam istilah etnomusikologi) yang disebut tangis mangaliangi

(bahasa tutur tangis)

3. Rana mertendung yaitu gaya bahasa yang digunakan dihutan,

4. Rana nggane yaitu bahasa terlarang, tidak boleh diucapkan di tengah

tengahkampung karena dianggap tidak sopan

28

5. (rana tabas atau mangmang) yaitu bahasa pertapa datu atau bahasa mantera oleh

guru (Naiborhu, 2002:51).

2.5 Kesenian

Kesenian pada suatu daerah sangat dapat memberikan gambaran terhadap

daerah tersebut, seperti halnya masyarakat Pakpak. Masyarakat Pakpak memiliki

beberapa kesenian yaitu seni musik, seni suara, seni tari.

2.5.1 Seni Musik

Musik instrymen Pakpak di kenal dengan istilah oning-oningan dan genderang

sisibah. Dalam ensambel oning-oningen terdapat beberapa instrumen antara lain

kalondang, kecapi,balobat, gendrang sipitu sedangkan dalam ensambel genderang

sisibah instrumen yang digunakan yaitu sarune, balobat, kalondang genderang sisibah

(susunan 9 buah gendang) dan gong.

2.5.1.1 Genderang Sisibah

Genderang sisibah adalah seperangkat gendang satu sisi yang terdiri dari

Sembilan buah gendang yang berbentuk konis. Dalam adat, instrumen ini disebut

siraja gumeruhguh yaitu sesuai dengan suara yang dihasilkannya dan situasi yang di

iringinya karena ramai dan besarnya acara tersebut. Masing-masing nama dari

kesembilan gendang tersebut dari ukuran terbesar hingga ukuran terkecil adalah

sebagai berikut :

29

1. Genderang I, Si raja gumeruhguh (suara bergemuruh) atau juga disebut

Mangmangi dengan pola ritmis menginang-inangi atau megindungi (induk).

2. Genderang II, Si Raja Dumerendeng atau Si Raja Menjujuri dengan pola ritem

menjujuri atau mendonggil-donggili (mengangungkan, mentakbiri, menghantarkan)

3. Genderang III s/d VII, Si Raja Menak-enak dengan pola ritmis benna kayu sebagai

pembawa ritmis melodis (menenangkan atau menentramkan).

4. Genderang VIII, Si Raja Kumerincing dengan pola ritmis menehtehi

(menyeimbangkan).

5. Genderang IX, Si Raja Mengapuh dengan pola ritmis menganak-anaki atau tabil

sondat (menghalang-halangi). Namun terdapat juga nama lain dari instrumen

inidalam kelompok pemainnya, yaituuntuk gendang I dan II disebut menginang-

inangi (induk), untuk gendang II sampai VII disebut benna kayu (pembawa lagu),

dan gendang VII sampai IX disebut manganaki (anak)

Dalam bentuk seperangkat, kesembilan gendang ini dimainkan bersama-sama

dengan gungsada rabaan ( seperangkat gung yang terdiri dari empat buah, yaitu,

Panggora ( Penyeru), poi ( yang menyahut), tapudep (pemberi semangat), dan poang-

poang (yang menetapkan). Instrumen lain yang digunakan adalah sarune (double reed

aboe) dan cilat-cilat (cymbal concussion). Dalam penyajiannya, ansambel ini hanya

dipakai pada jenis upacara suka cita (kerja mbaik )saja pada tingkatan upacara terbesar

atau tertinggi saja.

30

2.5.1.2 Genderang Silima

Selanjutnya adalah ensambel genderang Si lima yaitu seperangkat gendang

satu sisi berbentuk konis yang terdiri darai lima buah gendang. Kelima gendang ini

berasal dari genderang sisibah dengan hanya menggunakan gendang pada bilangan

ganjil saja diurut dari gendang terbesar, yaitu gendang I, III, V, VII dan IX. Adapun

nama-nama gengang berdasarkan urutan dari gendang terbesar hingga gendang

terkecil adalah sebagai berikut.

1. Gendang, I, Si Raja Gemuruhguh dengam pola ritmis menginang-inangi (induk

yang bergemuruh)

2. Gendang III, Si Raja Dumerendeng dengan pola ritmis menjujuri atau

mendonggil-donggili (menghantarkan dan meneruskan)

3. Gendang V, Si Raja Menak-menak dengan pola ritmis Mendua-duai

(menentramkan)

4. Gendang VII, Si Raja Kumerincing dengan pola ritmis mendua-duai

(meramaikan)

5. Gendang IX, Si Raja Mengapuh dengan pola ritmis menganaki

(menghayuti,mengikuti)

Instrumen lainnya yang terdapat dalam ensambel genderang silima ini adalah

gung sada rabaan, sarune dan cilat-cilat sebagaimana yang terdapat dalam ensambel

genderang sisibah. Ensambel ini digunakan pada upacara dukacita (kerja njahat) saja,

seperti upacara kematian , mangokal tulang (menggali tulang-belulang) pada tingkatan

upacara terbesar dan tertinggi secara adat pada masyarakat Pakpak.

31

2.5.1.3 Gendang Sidua-dua

Selanjutnya terdapat ensambel gendang sidua-dua. Ensambel gendang ini

terdiri dari sepasang gendang dua sisi berbentuk barrel (double head two

barreldrums). Kedua gendang ini terdiri dari gendang inangna (gendang induk,

gendang ibu) yaitu gendang yang terbesar dan gendang anakna (gendang anak, jantan)

yaitu gendang terkecil. Instrumen lain yang terdapat dalam instrument ini adalah

empat buah gong (gung sada rabaan) dan sepasang cilat-cilat (simbal). Ensambel ini

biasanya digunakan untuk upacara ritual, seperti mengusir roh penunggu di hutan

sebelum diolah menjadi lahan pertanian (mendeger uruk) dan hiburan saja seperti

upacara penobatan raja atau mengiringi tarian pencak.

2.5.1.4 Gong (mbotul)

Kemudian ensambel musik mbotul adalah seperangkat alat musik gong

(idiophones) berpencu yang terdiri dari 5, 7, atau 9 buah gong. Disusun berbaris diatas

rak seperti kenong pada tradisi gamelan Jawa. Dalam penggunaannya, instrumen ini

berperan sebagai pembawa melodi dan secara ensambel dimainkan bersama-sama

dengan gung sada rabaan.

2.5.2.5 Gerantung

Adapula alat musik garantung adalah nama yang diberikan kepada instrumen

musik jenis gong ceper atau datar (gong tanpa pencu yang termasuk ke dalam flat

gongs idiophones yang terdiri dari 4 atau 5 buah gerantung. Istrumen ini bisa

dimainkan bersama-sama dengan gung sada rabaan dan bisa dipakai pada acara

peresmian bale (balai desa), bages jojong (rumah adat) dan pada peresmian raja atau

32

keturunannya. Instrumen ini juga digunakan sebagai landasan berpijak nagi kedua

mempelai pada saat memasuki rumah adat. Menurut pandangan masyarakat Pakpak,

istrumen ini merupaka simbol kekayaan dsn kemakmuran yang hanya dimiliki oleh

orang tertentu saja.

2.5.2.6 Gung (sada rabaan)

Ada pula alat musik gung (gong idiophones) terdiri dari empat buah yang tidak

dapat berdiri secara sendiri-sendiri yang artinya dalam penggunaanya harus sekaligus

empat buah. Oleh karena itu, gong ini disebut sada rabaan (empat buah gong yang

dimainkan secara bersamaan). Adapun keempat gung diberikan nama sebagai berikut :

1. Gung I, (panggora), gung terbesar yang berperan sebagai penyeru atau yang

memberikan seruan.

2. Gung II, (poi), gung terbesar kedua yang berperan sebagai penyahut atau yang

memberi sahutan.

3. Gung III, (tapudep), gung terbesar ke tiga yang berperan sebagai menimpali,

menengahi atau memberikan jawaban (eksentuasi ritmis) atara gong pertama dan

gong kedua sekaligus pengontrol atas gung panggora dan pol

4. Gung III, (pong-pong), gung terkecil yang berperan sebagai pemegang tempo

(memong-pongi) atau mengatur kecepatan lagu sekaligus sebagai penjaga

kestabilan dari lagu yang dimainkan.

33

2.5.1.7 Kalondang

Kalondang (xylophones) adalah alat musik yang terbuat dari bilahan kayu

berjumlah sembilan buah,. Dimainkan secara bersama-sama dengan pong-pong (gong

kecil), cilat-cilat (simbal) dan lobat (bamboos recorder). Alat musik ini biasanya

digunakan sebagai pengiring tarian (tatak) hinuran dengan membawakan lagu-lagu

tertentu yang sifatnya gembira, seperti ende-ende muat kopi (nyanyian kopi) yang

menggambarkan pada saat memetik kopi.

2.5.2 Seni Suara

Masyarakat Pakpak memiliki beberapa jenis seni suara ataupun nyanyian.

Nyanyian yang dimaksud adalah musik vokal. Masyarakat Pakpak memberi nama

ende-ende (baca :nde-nde) terhadap semua musik vokalnya. Ada beberapa jenis musik

vokal yang terdapat pada masyarakat Pakpak yang dibedakan berdasarkan fungsi dan

penggunaannya masing-masing yaitu sebagai berikut :

a. Ende-ende Mandedah

Ende mendedah adalah sejenis nyanyian lullaby atau nyanyian menidurkan

anak yang dinyanyikan oleh sipendedah (pengasuh) baik kaum pria maupun wanita

untuk menidurkan atau mengajak si anak bermain. Jenisnya terdiri dari orih-orih, oah-

oah dan cido-cido. Ketiga nyanyian jenis nyanyian ini menggunakan teks yang selalu

berubah-ubah dengan melodi yang diulang-ulang (repetitif).

b. Ende-ende Tangis milangi

Tangis milangi atau disebut juga tangis-tangis adalah kategori nyanyian

ratapan (lamenta) yang disajikan dengan gaya menangis. Disebut tangis milangi

34

karena hal-hal mengharukan yang terdapat didalam hati penyajinya akan

dituturtuturkan (dalam bahasa Pakpak: ibilang bilangken, milangi) dengan gaya

menangis (Pakpak : Tangis).

a. Tangis si jahe

Tangis si Jahe adalah jenis nyanyian yang disajikan oleh gadis (female song)

menjelang pernikannya. Teks nyanyian ini berisi tentang ungkapan kesedihannya

karena akan meninggalkan keluarganya dan memasuki lingkungan keluarganya.

Nyanyian ini ditujukan supaya orang yang mendengar merasa iba dan memberi

petuah-petuah tentang hidup berumah tangga. Nyanyian ini disajikan dalam bentuk

melodi yang berubah-ubah (repetitif) dengan teks yang berubah-ubah.

b. Tangis anak melumang

Tangis anak melumang, tangis ini disajikan oleh pria ataupun wanita.

Nyanyian ini berisi tentang kesedihan seseorang yang ditinggal mati orang tuanya.

Nyanyian ini biasanya disajikan pada saat-saat tertentu, seperti ketika berada di hutan,

di ladang, di sawah atau tempat-tempat sepi lainnya. Teksnya berubah-ubah dengan

melodi yang sama. Tangi si mate adalah nyanyian ratapan (lament) kaum wanita

ketika salah seorang anggota keluarganya meninggal dunia. Disajikan di depan si mati

dan teksnya berisi tentang kisah hidup si mati, berisi tentang perilaku yang paling

berkesan dari si mati semasa hidupnya. Nyanyian ini adalah nyanyian strofik

yang lebih mementingkan isi teks dari pada melodi.

c. Tangis Simate

Tangis Simate adalah nyanyian ratapan (lamenta) kaum wanita ketika salah

seorang anggota keluargan meninggal dunia. Disajikan pada saat si mati masih di

35

hadapan orang yang menangis sebelum di makamkan atau di kebumikan. Teksnya

berisi tentang hal-hal atau perilaku yang paling berkesan dari si mti semasa hidupnya,

kebaikan dan kelebihan-kelebihannya serta kemungkinan kesukaran hidup yang akan

di hadapi keluarga atau sepeninggalan orang yang meninggal tersebut. Mealui tangis

ini pula orang-orang dapat mengetahui dan mengenal sifat-sifat dari orang yang

meninggal tersebut dan yang lebih utama lagi adalah bahwa melaui nyanyian ini para

pelayat akan di bawa dalam suasana duka yang mendalam memalui gaya tangis si

mate disebut sehingga dengan demikian melayat akan bergerak bersatu dalam suatu

perasaan sepenaggug-ependeritaan. Nyanyian ini adalah nyanyian strofik

mengutamakan teks daripada melodi. Teks yang disajikan berubah-ubah dengan

pengulangan melodi yang sama.

c. Ende-ende Mandembas

Ende-ende mardembas adalah bentuk nyanyian permainan dikalangan anak-

anak usia sekolah yang dipertunjukkan pada malam hari di halaman rumah pada saat

terang bulan purnama. Mereka menari dan membentuk lingkaran dan membuat

lompatan kecil sambil bernyanyi secara chorus (koor) maupun solo chorus (nyayian

solo yang disambut dengan koor). Isi teksnya biasanya berisi tentang keindahan alam

serta kesuburan tanah kampungnya dan dinyanyikan dengan pengulangan melodi

(repetitif) sertateks yang berubah-ubah sesuai pesan yang disampaikannya.

36

d. Ende-ende Mamuro Roni

Ende-ende Memuro Rohi, nyanyian ini termasuk kedalam nyanyian work song,

yaitu nyanyian yang di sajikan pada saat bekerja. Biasanya dinyanyikan ketika berada

di ladang atau di sawah untuk mengusir burung-burung agar tidak memakan padi yang

ada di sawah. Kegiatan muro (menjaga padi) ini biasanya menggunakan alat yang

disebut dengan ketter dan gumpar yang dilambai-lambaikan ke tengah sawah sambil

menyanyikan ende-ende memuro rohi (Surung Solin, 2016:50)

2.5.3 Seni Tari

Masyarakat Pakpak menyebutkan istilah tari dengan istilah Tatak. Sementara

menari disebut tumatak. Penggunaan tatak pada masyarakat Pakpak hampir diseluruh

upacara-upacara maupun kegiatan-kegiatan adat pakpak. Upacara dalam istilah

masyarakat Pakpak disebut kerja. Ada kerja mbaik yaitu acara-acara sukacita, seperti:

1. Upacara pernikahan (merbayo)

Dalam upacara pernikahan pada masyarakat Pakpak, tari atau tatak digunakan

dalam hampir setiap rangkaian acara. Orang yang menari atau tumatak, harus

menyesuaikan gerakan sesuai dengan kedudukannya di dalam upacara tersebut,

apakah sebagai pihak kula-kula, berru, maupun dengan sebeltek.

2. Mendegger uruk.

Pesta ini merupakan pesta syukuran sekaligus mengawali semua kegiatan

pertanian yang ada disuatu kampung dandilakukan oleh satu marga tertentu. Orang-

orang yang hadir dalam upacara ini adalah sulang silimadari pihak marga tersebut.

37

Sama seperti upacara-upacara lainnya, setiap orang yang tumatak harusmenyesuaikan

gerakan dengan kedudukannya dalam upacara tersebut.

3. Mengerumbang

Mengerumbang adalah suatu rangkaian upacara adat yang dilakukan

berdasarkan kemampuan suatu keluarga yang ingin membayar atau menyelesaikan

semua hutang adat orang tuanya sebelum meninggal, atau dengan kata lain

mengadakan pesta diwaktu orang tua masih hidup. Disini juga dilaksanakan tatak

sama seperti upacara-upacara adat lainnya, dimana orang yang tumatak menyesuaikan

kedudukannya pada upacara tersebut.

Kerja njahat yaitu acara-acara yang bersifat dukacita, seperti upacara

kematian. Di dalam kerja njahat, penggunaan gerakan tatak juga berdasarkan

kedudukan seseorang pada upacara tersebut. Dibawah ini merupakan gerakan yang

umum digunakan dalam kerja mbaik maupun kerja njahat adalah :

1. Mengera-ngera

Mangera-ngera merupakan nama gerakan yang mengkolaborasikan tatak (tari)

dan moccak (pencak silat) untuk penyambutan sambil memegang serangkaian daun

tertentu seperti, bulung (daun) silinjuhang, sangkasa mpilit, asar biang, sanggar,

bunga sanggar, jabi-jabi, yang dirangkai dan diikat ke kayu sarkea. Pada konteks

upacara sukacita maupun dukacita, gerakan ini dilakukan oleh kaum Beru untuk

menyambut Kula-kula dan bisa saja dilakukan oleh orang yang sengaja diunjuk.

2. Suyuk

38

Gerakan ini digunakan untuk menyambah ataupun menghormati

(memasumasu). Gerakan ini digunakan oleh pihak kula-kula kepada pihak berru yang

menyimbolkan pemberian berkat.

3. Mengeleap

Gerakan ini adalah gerakan yang secara garis besarnya menggunakan gerakan

tangan.

4. Menerser

Gerakan ini adalah gerakan yang secara garis besarnya menggunakan gerakan

kaki.

Beberapa jenis tatak yang digunakan untuk hiburan atau pertunjukan adalah sebagai

berikut :

1. Tatak Menabi page

Tatak Menabi Page merupakan jenis tarian muda- mudi yang menggambarkan

suasana kegembiraan pada saat memanen padi. Pada zaman dahulu, saat panen padilah

para muda-mudi di daerah Pakpak dapat bertemu dan mengenal lebih dekat satu sama

lain.

39

Gambar 2.2 Tatak Menabi Page (Dokumentasi Sanggar Nina Nola)

2. Tatak Garo-garo

Tatak ini menggambarkan tentang kegembiraan muda-mudi dalam masa

panen. Tatak ini memiliki kemiripan dengan tatak menabi page, namun dalam tatak

garo-garo, hal yang digambarkan tidak hanya dalamemanen padi, melainkan mulai

dari proses menanam sampai memanen padi tersebut

40

Gambar 2.3 Tatak Garo-garo (Dokumentasi Sanggar Nina Nola)

3. Tintoa serser

Tatak ini menggambarkan tentang bagaimana masyarakat Pakpak dalam

bercocok tanam, mulai dari mengolah atau membuka lahan sampai mengambil hasil

tanamannya.

41

Gambar 2.4 Tatak Tintoa Ser-ser (Dokumentasi Sanggar Nina Nola)

4. Tatak menganjaki takal-takal

Dahulu tatak ini adalah rangkaian upacara ritual bagi orang Pakpak, dimana

mereka menginjak-injak kepala musuh atau tawanan yang sudah dipenggal dan

kemudian direbus. Namun sekarang tatak ini ditarikan dengan menggunakan replika

kepala manusia untuk diinjak dan sudah menjadi bagian pertunjukan bagi masyarakat

Pakpak.

42

Gambar 2.5 Tatak menganjaki takal-takal (Dokumentasi Sanggar Nina Nola)

5. Tatak Mendedah

Tatak ini menggambarkan tentang bagaimana seorang ibu mengasuh bayinya.

Tatak ini hanya dilakukan oleh para perempuan

6. Tatak Renggisa

Tatak ini menggambarkan tentang sepasang muda-mudi yang sedangkasmaran

atau sedang jatuh cinta satu sama lain.

43

Gambar 2.6 Tatak Renggisa (Dokumentasi Sanggar Nina Nola)

7. Tatak Ndembas

Tatak ini mirip dengan tatak Nantampuk Mas, namun perbedaannya tatak

ndembas iniboleh ditarikan oleh kaum ibu-ibu. Disebut tatak Ndembas, karena tarian

ini ditarikan sambil bernyanyi dan umumnya tarian ini merupakan ungkapan

penyesalan ataupun pelampiasan dari para ibu-ibu yang mengalami kawin paksa

ataupun yang mengalami tekanan-tekanan sehingga mengharuskannya untuk menikah.

Isi daripada nyanyian yang dinyanyikan pun juga merupakan ungkapan- ungkapan

kekesalan ataupun hal-hal yang mengganjal di hati dikarenakan mereka tidak dapat

melawan kata orangtuanya.

44

8. Tatak Perampuk-ampuk

Tatak ini menggambarkan tentang keharmonisan yang terjalin antara kaum

muda-mudi yang ada dalam kebudayaan masyarakat Pakpak.

Gambar 2.7 Tatak Perampuk-ampuk (Dokumentasi Sanggar Nina Nola)

9. Tatak Mengindangi

Tatak ini menggambarkan tentang suasana menumbuk padi pada masyarakat

Pakpak. Tarian ini menggambarkan tentang muda-mudi mulai dari tahap berkenalan

hingga menjalin hubungan pada saat menumbuk padi. Pada saat perempuan mulai

menumbuk padi, maka pemuda- pemuda yang ada di kampung tersebut akan

berdatangan karena mendengar suara tumbukan lesung. Sehingga terjadilah

perkenalan dengan saling berbalas pantun.

45

10. Tatak Menapu Kopi

Tatak ini menggambarkan tentang bagaimana proses memetik kopi yang

dilaksanakan oleh para petani di daerah Pakpak.

Gambar 2 8 Tatak Menapu Kopi (Dokumentasi Sanggar NinaNola)

Perlu diketahui bahwa tatak yang sifatnya hiburan ataupun pertunjukan

biasanya hanya di laksanakan oleh para kaum muda-mudi. Serta untuk mengiringi

tarian ini digunakan ensambel oning-oningen.

2.6 Sistem Mata Pencaharian

Secara umum, sistem mata pencaharian masyarakat Pakpak adalah sebagai

perkemenjen (orang yang mencari kemenyan). Sebagian ada juga yang bercocok

tanam. Namum setelah Pakpak Bharat terpisah dari wilayah pemerintahan 45

kabupaten Dairi maka Pakpak Bharat mulai membentuk instansi-instansi pemerintahan

46

kabupaten sendiri yang mempekerjakan sebagian besar masyarakat Pakpak bharat

sebagai pegawai pemerintahan.

2.7 Sanggar Nina Nola

Sanggar Nina Nola merupakan salah satu sanggar kesenian Pakpak yang berdiri

sendiri tanpa dibawahi naungan organisasi manapun. Sanggar ini berdiri pada tahun

90an oleh Bapak Atur Pandapotan Solin beserta keluarga dan kawan kawan,

diantaranya Dahlan Solin, Patar Solin, Romasta Uli Solin, Siti Aminah Sitakar, Alm.

Serasi Limbong, Jhon Edi Simanjuntak, Kami Capah, dan lain sebagainya. Sanggar ini

terletak di Jalan. Sisingamangaraja No. 66 Desa Sukaramai, Kecamatan Kerajaan,

Pakpak Bharat. Sanggar Nina Nola ini bergerak dalam bidang musik dan tari kesenian

tradisional Pakpak, teater, cerita rakyat, seni rupa, seni patung, dll seperti tatak Siar-

Siaren. Sebelum menjadi sanggar, awalnya Nina Nola merupakan group yang mengisi

berbagai acara kesenian di daerah kabupaten dairi . Melihat banyaknya pemusik dan

penari yang sudah cukup profesional, akhirnya Bapak Atur Pandapotan Solin

membentuk Nina Nola menjadi sebuah sanggar, untuk menjadi wadah perkumpulan

bagi seniman-seniman Pakpak, sekaligus membentuk generasi-generasi penerus.

Selain itu, semasa mudanya pun Bapak Atur Pandapotan Solin memang sudah

menggeluti kesenian. Dia ingin memperkenalkan kepada masyarakat, serta memajukan

dan melestarikan kebudayaan yang ada. Sanggar Nina Nola ini memiliki anggota ada

yang berasal dari keluarga sendiri dan ada juga beberapa orang dari luar keluarga, baik

itu orang dewasa maupun anak anak. Keseluruhannya tersebut sudah termasuk penari

dan pemusik.

47

Dulunya sanggar Nina Nola ini melakukan sistem latihan secara rutin sesuai

dengan kesepakatan bersama, namun sekarang sudah mulai jarang diakibatkan

kesibukan masing-masing anggota dengan pekerjaan sehari-hari dan semakin

sedikitnya minat generasi penerus untuk mempelajari kesenian tradisi. Pernah

melaksanakan program repitalisasi musik tradisional pakpak bekerja samadengan

Universitas Sumatera Utara dan Ford Foundation. Akan tetapi, anggota melakukan

latihan di hari-hari lainnya tergantung keinginan para anggota. Begitu juga jika ada job

atau panggilan permintaan pertunjukan dalam suatu acara, jadwal latihan akan lebih

diperbanyak dari biasanya, dan jadwal latihannya di buat tergantung hari apa dan jam

berapa yang bisa di berikan anggota dan disesuaikan bersama. Sistem pelatihan

dilakukan dengan menggunakan latihan bersama. Dimana pertamanya para penari dulu

yang berlatih, baik itu mengulang gerakan lama maupun membentuk gerakan-gerakan

yang baru. Setelah dalam beberapa hari para penari sudah mahir dan kompak,

selanjutnya dipanggillah para pemusik agar saling menyesuaikan. Hal ini dikarenakan

dalam tatak Siar-siaren ini sistemnya gerakan tari mengikuti musik. Dalam

pembagian honorium jika ada melakukan pertunjukan pada sanggar, yaitu dengan

membagi rata pada setiap anggota. Sanggar Nina Nola ini telah banyak melakukan

pertunjukan berbagai tari tradisional di dalam maupun di luar daerah, seperti ivent

pesta Danau Toba, Pekan Raya Sumatera Utara, pesta jnuah-njuah di Kabupaten Dairi

dan pesta oang-oang di pakpak bharat, dan lain-lainnya.

48

BAB III

STRUKTUR PERTUNJUKAN TATAK SIAR-SIAREN

3.1 Asal Usul Tatak Siar-Siaren

Pada zaman dahulu, Tatak Siar-siaren pada masyarakat Pakpak adalah untuk

kebutuhan masyarakat tersebut berhubungan dengan roh-roh dan alam gaib. Tatak

Siar-siaren tidak tahu siapa penciptanya, karena Tatak Siar-siaren adalah milik

masyarakat Pakpak Bharat secara komunal. Berdasarkan hasil wawancara dengan nara

sumber Jamaosin Padang, Tatak Siar-siaren tercipta sebelum agama masuk. Tidak

dapat di pastikan bahwa Tatak siar-siaren tercipta pada tahun berapa. Akan tetapi

Tatak Siar-siaren sudah berkembang sebelum agama masuk ke Pakpak Bharat sekita

tahun 800. Tatak Siar-siaren bisanya dilakukan sebagai ritual atau upacara untuk dapat

berkomunikasih dengan alam gaib, agar masyarakat dapat mengetahui keadaan

kampung pada waktu yang akan datang.

3.1.1 Tatak Siar-siaren pada masa Dinamisme dan Animisme sampai masuknya

Agama

Pada zaman dahulu untuk mengetahui keadaan kampungnya, masyarakat

Pakpak Bharat selalu melaksanakan upacara. Tatak Siar-siaren adalah tari dalam

upacara yang sakaral tersebut. Oleh karena Tatak Siar-siaren dari upacara yang sakral,

maka tarian ini dipetunjukkan hanya dalam acara tertentu yang di minta dan sudah

disepakati oleh masing-masing Sungkut Ningtalu (ketua marga). Setelah para Sungkut

49

Ningtalu berkumpul, para sungkut ningtalu akan membicarakan kapan diadakan Tatak

Siar-siaren.

Para Sungkut Ningtalu bukan hanya membicarakan kapan diadakan Tatak

Siar-siaren, akan tetapi mereka juga membicarakan siapa yang akan menjadi Siar-

siaren (Pemberitahu). Kemudian siapa yang berperan sebagai pembawa ayam merah

dan Datu (dukun). Para Sungkut Ningtalu sangat berperan dalam pertunjukan Tatak

Siar-siaren untuk mempersiapkan semua kebutuhan.

Orang yang di pilih dalam pertujukan Tatak Siar-siaren adalah orang yang di

anggap pantas atau layak untuk menarikannya. Jumlah penari dalam Tatak Siar-siaren

ada 3 yang terdiri dari Siar-siar, pembawa ayam dan Datu. Orang yang terpilih

menjadi Siar-siar adalah Saudara Senina (suami dari anak perempuan Sungkut

Ningtalu yang sering disebut adalah menantu laki-laki). Akan tetapi, tidak semua

saudara senina bisa menjadi Siar-siar, karena yang akan menjadi Siar-siar adalah

orang yang tubuhnya bisa di rasuki roh, Senina yang terpilih, tubuhnya di anggap

bersih. Hal ini di lihat melalui keseharian atau kebiasaan Senina dalam kehidupan

sehari-hari. Orang yang membawa ayam merah adalah Saudara Senina juga.

Sedangkan yang menjadi Datu adalah Dukun yang benar-benar memiiki kekuatan

yang mampu memanggil dan mengeluarkan roh-roh yang akan masuk ke dalam tubuh

Siar-siar.

Ketika penari masuk ke tengah kumpulan masyarakat, di iringi musik yang

keras dan tidak beraturan. Sesudah berada di tengah-tengah masyarakat, Datu yang

memengang atau membawa pangurasan (pembersih) memercikan pengurasan kepada

Siar-siar yang berguna untuk untuk memasuki tubuh Siar-siar. Penanda bahwa Siar-

50

siar sudah di rasuki adalah gerakan yang di lakukan seprti orang mabuk dan si Siar-

siar langsung menerkam atau mengambil ayam merah ari tangan penari yang

membawa ayam merah. Siar-siar langsung menggigit dan menghisap darah dari ayam

merah, Siar-siar semakin menggerakkan tubuhnya seperti orang mabuk.

Ketika Siar-siar tersebut sudah dirasuki roh-roh gaib, kemudian para

Sungkut Ningtalu menanyakan apa-apa saja yang akan terjadi di kampung itu. Sir-siar

menjawab semua pertanyaan yang ditujukan kepada dirinya bahkan Siar-siar akan

memberi tahu apa saja yang akan di lakukan para Sungkut Ningtalu untuk mencegah

malapetaka yang akan terjadi di kampung itu. Ada kalanya, Siar-siar memberi tahu

kabar baik ataupun buruk tanpa di pertanyakan oleh Sungkut Ningtalu. Pada saat

Sungkut Ningtalu tidak bertanya dan Siar-siar juga tidak ada yang di sampaikan, Siar-

siar tetap menari seperti orang yang sedang mabuk sampai Datu tadi marpispis (

memercikan) pangurasan kepada Siar-siar untuk kembali sadar. Datu memberikan

percikan pangurasan kepada Siar-siar bertujuan untuk menadarkan atau memulihkan

Siar-siar yang kerasukan roh-roh gaib. Hal ini dilakukan Datu berulangkali, sebab

roh-roh gaib akan keluar cepat jika di paksa. Pada saat Siar-siar sadar, Siar-siar akan

seperti orang bingung. Kesadaran Siar-siar menjadi tanda agar Tatak Siar-siaren

berhenti ditarikan. Dalam Tatak Siar-siaren, tugas yang paling berat adalah Datu atau

dukun, karena Datu harus dapat mengeluarkan roh-roh gab yang merasuki tubuh Siar-

siar. Jika tidak, maka Siar-siar akan menjadi gila ataupun meninggal

Setelah pelaksanaan Tatak Siar-siaren berakhir, para Sungkut Ningtalu

akan berkumpul di salah satu rumah Sungkut Ningtalu. Hal ini di lakukan untuk

membahas berita yang telah diperoleh dari Siar-siar. Pada pertemuan ini akan di bahas

51

bagaimana cara supaya bencana-bencana atau musibah yang di beritahukan oleh Siar-

siar kepada mereka tidak terjadi. Semua keperlua yang di butuhkan untuk mengatasi

masalah yang akan datang dipenuhi oleh semua Sungkut Ningtalu.

3.1.2 Tatak Siar-siaren Pada Tahun 1986 Hingga Sekarang

Bentuk dan penyajian Tatak Siar-siaren pada tahun 1986, sudah mengalami

perubahan, di antaranya adalah Sungkut Ningtalu tidak berperan dalam menentukan

siapa yang menjadi pembawa ayam, dan Siar-siar. Pembawa ayam dan Siar-siar

bukanlah Senina akan tetapi masyarakat biasa, akan tetapi yang menjadi Datu benar-

benar yang memiliki ilmu ataupun kekuatan. Datu yang sebenarnya akan di pakai

karena takut terjadi hal-hal yang tidak di inginkan. Perbedaan lainnya adalah pengikat

kepala yang di gunakan oleh Siar-siar. Jika sebelum tahun 800, tali pengikat kepala

memiliki 3 warna yang memiliki arti masing-masing, yaitu warna merah yang arti

berani, putih artinya bersih atau suci, hitam artinya damai, maka tali pengikat yang di

pakai pada tahun 1968 hanya warna merah. Fungsi yang berbeda dengan yang

sebelumnya adalah Tatak Siar-siaren sekarang hanya untuk pertunjukan biasa, bukan

bagian dari upacara. Tempat pertunjukan Tatak Siar-siaren terakhir adalah panggung

atau pentas, sedangkan Tatak Siar-siaren terdahulu di lakukan di lapangan terbuka.

Waktu pelaksanaan yang berubah adalah jika masa dinamisme sebelum magrib, tetapi

pada tahun 1986 dilakukan pada malam hari.

52

Gambar 3. 1 Siar-siar sedang mengambil ayam

( Dokumentasi Sanggar Nina Nola, 1986)

3.2 Jalannya Pertunjukan Tatak Siar-siaren

Pada saat pelaksanaan pertunjukan Tatak Siar-siaren, anggota sanggarakan

melakukan persiapan masing-masing seperti pengenaan kostum dan riasan dengan

berkumpul di sanggar. Penari diutamakan datang lebih awal untuk bersiap-siap karena

lebih banyak persiapan dari pada pemusik. Semua keperluan kostum dan perlengkapan

telah dilakukan dan diselesaikan sebelum upacara di mulai pelaksanaannya. Di tempat

pelaksanaan acara, semua alat musik telah disiapkan dengan diberikan kepada masing-

masing anggota pemusik sesuai dengan tugasnya.

53

3.3 Pertunjukan Tatak Siar-siaren

3.3.1 Tempat dan Waktu Pelaksana

Biasanya pertunjukan Tatak Siar-siaren diadakan di dalam maupun diluar

ruangan tergantung keperluan acara.

Gambar 3. 2 Siar-siar berada di tengah, mengambil ayam dari pembawa ayam. Sedangkan datu melakukan pengurasan kepada Siar-siar.

(Dokumentasi : Sanggar Nina Nola )

3.3.2 Pendukung Pertunjukan

Sebuah pertunjukan tentunya harus didukung oleh beberapa hal agar dapat

berjalan dengan baik dan lebih menarik keindahannya. Beberapa pendukung

pertunjukan, yaitu adanya penari, pemusik, dan penonton. Ketiga hal tersebut sangat

berhubungan satu sama lain dalam pelaksanaan suatu pertunjukan.

54

3.3.2.1 Penari

Dalam pertunjukanTatak Siar-siaren, penari merupakan bagian yang paling

penting. Hal ini dikarenakan penari lah yang akan mempertunjukkan Tatak Siar siaren

tersebut. Penari akan menjadi pusat perhatian dari penonton. Untuk itu diperlukan

penari yang memiliki kecakapan dan kemampuan menarikan Tatak Siar-siaren

tersebut di lapangan. Tatak ini di tarikan oleh 1 orang penari saja akan tetapi si

pembawa ayam dan Datu hanya mendampingi saja dimana ke tiganya mempunyai

peran masing-masing.

3.3.2.2 Pemusik

Pemusik adalah orang yang memainkan alat musik. Pemusik juga berperan

penting dalam pertunjukkan Tatak Siar-siaren ini, dimana tanpa pemusik tari tidak

bisa ditarikan. Dalam pertunjukan Tatak Siar-siaren , ini pemusik sangat diperlukan

sebagai pengiring tarian. Setiap pertunjukan pemusik harus ada dan tempatnya selalu

diatas panggung atau tempat yang sudah disediakan.

Musik pengiring dijadikan sebagai penguat suasana untuk memperlancar

komunikasih dengan roh-roh yang diharapkan hadir. Volume suara yang keras,

berirama cepat dan tidak beraturan diyakini dapat mengundang roh-roh masuk ketubuh

Siar-siar. Alat musik yang digunakan dalam pelaksanaan Tatak Siar-siaren adalah

genderang sidua-dua dan gun. Genderang dimainkan 3 orang dengan tempo dan irama

yang berbeda, dan gung dimainkan oleh 2 orang yang saling mengisi. Genderang yang

dimaksud dalam musik tradisional etnik Pakpak adalah gendang satu sisi yang

berjumlah 9 buah dan ditempatkan dalam satu rak. Alat ini di pukul menggunakan stik

55

pemukul. Gung terdiri dari 4 buah dengan nama sebagai berikut , poi-poi, puldep, dan

pong-pong.

Gambar 3. 3Pemusik (Dokumentasi Lestari Hutabarat, November 2018)

Menurut wawancara dengan Bapak Pandapotan Solin sebagai pimpinan di

sanggar tersebut, peran pemusik dalam Tatak Siar-siaren sini sangatlah penting, sebab

alur tatak mengikuti alur musik, sama seperti etnis lain yang ada di Sumatera Utara

khususnya. Untuk itu semua anggota sanggar telah belajar dan berlatih bersama

sebelumnya untuk bisa memainkan semua alat musik, namun lebih kepada laki-laki

yang dapat memainkan alat musik. Selain itu, semua pemusik tergolong masih muda

dan merupakan pelajar.

56

3.3.2.3 Penonton

Penonton dalam setiap pertunjukan Tata Siar-siaren biasanya merupakan para

tamu undangan seperti pejabat-pejabat pemerintahan, tetua-tetua adat, masyarakat

Pakpak maupun orang-orang yang berasal dari daerah lain yang merupakan tamu-tamu

penting yang menghadiri sebuah acara seremonial pemerintahan maupun swasta yang

ada di daerah tersebut.

3.3.3 Perlengkapan Pertunjukan

Sebelum dimulainya pertunjukan Tatak Siar-siaren, ada beberapa

perlengkapan yang perlu dipersiapkan. Kostum, tata rias, dan alat musik yang

digunakan harus dipersiapkan secara maksimal, agar nantinya dapat menghasilkan

pertunjukan yang baik, serta menambah daya tarik pertunjukannya.

a. Manuk Rara ( Ayam Merah )

Gambar 3. 4 Ayam Merah ( Manuk Rarah )

57

Tatak Siar-siaren menggunakan ayam merah yang berfungsi untuk mengundang

masuknya roh- roh gaib kedalam tubuh Siar-siar. Ketika datu melakukan beberapa

kali pengulangan pengurasan dan Siar-siar sudah mulai kerasukan, siar-siar langsung

manerkam ayam merah tadi. Darah yang di minum

dair leher ayam , di maknai dapat memberi kekuatan dari roh-roh gaib.

b. Pengurasan ( Pembersih)

Gambar 3. 5 Pengurasan (Dokumentasi Lestari Hutabarat, November 2018)

Pengurasan (pembersih) adalah tahap awal dari akhir Tatak Siar-siaren. Hal ini

dilakukan untuk mengundang roh-roh kedalam tubuh Siar-siar dan mengusir roh-roh

gaib dari tubuh Pengurasan ini dilakukan oleh Datu berung-ulang kali kepada Siar-

siar.

58

Adapun isi dari pengurasan terdiri dari :

a. Lae Pangurasan (air bersih) Air ini diambil dari mata air yang dianggap bersih.

b. Rimo mungkur (Jeruk Purut) yang mampuh membersihkan segala sesuatu yang

tidak layak ada.

c. Sangka Sangpilit (Daun sipilit) bermanfaat untuk menjauhkan segala mara

bahaya supaya tidak dapat masuk ke hidup orang atau kemanpun.

d. Silenjuang ( Daun silenjuang) mengandug makna bahwa semua keburukan yang

ada akan terbang kelangit atau yag biasa disebut di Pakpak Bharat terbang melangit

pate metano

e. Beras Sipir ni tindi (penguat roh) mengandug arti supaya yang dikerjakan itu

keras kedepanya.

Semua pengurasan tersebut dibuat dalam satu Cabat besar (cawan), dan dibawah

cawan terdapat tandok kecil dan piring.

3.3.3.3 Kostum

Kostum dapat merujuk kepada suatu pakaian secara umum, atau gaya tertentu

pada orang dan kelas masyarakat. Kostum pada tarian tradisional berfungsi untuk

memperjelas peranan suatu sajian tari, memperjelas ciri khas suatu daerah, dan

menunjukkan dari mana asal tarian berasal. Kostum atau busana dalam tarian

merupakan perlengkapan yang harus diperhatikan. Kostum haruslah menunjang tema

suatu tarian. (Harymawan, 1993: 134)

Untuk mendukung pertunjukan di lapangan, persiapan kostum sangat

diperlukan oleh penari dan pemusik. Kostum berfungsi sebagai penunjang penampilan

59

dari pemusik dan penari. Kostum merupakan lambang sebuah tarian suatu daerah,

dalam budaya Pakpak kostum menjadi patokan dalam melaksanakan sebuah tarian.

Dari hasil pengamatan di lapangan kostum yang digunakan hanyalah sebagai

formalitas baju penari tetapi tetap mendukung dalam pertunjukkan Tatak Siar-Siaren

(Wawancara dengan Bapak Atur Pandapotan Solin, 2018).

Pada Siar-siaren busana yang di pakai adalah pakaian putih dan tali yang

melingkar di atas kepala yang berwarna merah, putih dan hitam.

Gambar 3. 6 Siar-Siaren (Dokumentasi oleh Lestari hutabarat, November 2018)

60

3.3.3.2 Tata rias

Tata rias adalah seni yang menggunakan bahan-bahan kosmetik untuk

menunjukkan wajah peranan dengan memberikan dandanan atau perubahan pada

pemain di atas pentas/panggung dengan suasana yang sesuai (Harymawan, 1993:134).

Tata rias merupakan pelengkapan dalam tarian. Tata rias bukan hanya sedekar

membuat penari menjadi cantik dan tampan, tetapi juga dapat membantu mewujudkan

ekspresi penari sesuai dengan peran yang dibawakan, sehingga tema tari yang

disajikan dapat dimengerti penonton dan dinikmati penonton. Tata rias yang

dikenakan penari Tatak Siar-siaren hanyalah riasan wajah seadanya dikarenakan

penarinya laki-laki.

3.3.4 Alat musik yang digunakan

Tari tidak mungkin ditampilkan tanpa iringan musik. Dalam sebuah

pertunjukan, hubungan musik dan tari sangat erat. Iringan musik terdiri dari dua

bagian, yaitu iringan internal dan eksternal. Iringan internal yaitu yang berasal dari

tubuh penari itu sendiri seperti tepukan tangan, hentakan kaki, dan sebagainya.

Sementara iringan eksternal yaitu iringan yang tatanan bunyinya dapat dihasilkan oleh

benda-benda atau alat-alat di luar tubuh manusia. Alat musik yang di gunakan

gendang Si Dua-dua dan Gung

61

3.3.4.1 Genderang Si dua-dua dan Gung

Ensambel genderang Sidua-dua. Ensambel genderang ini terdiri dari sepasang

genderang dua sisi berbentuk barrel (double head two barel derums). Kedua gendrang

ini terdiri dari gendrang inangna (gendrang induk, gendrang ibu) yaitu gendang

terbesar dan genderang anakna (genderang anak, jantan ) yang berukuberukuran kecil.

Gambar 3. 7 Genderang Si Dua-dua

(Dokumentasi Lestari Hutabarat, November 2018)

Istrumen lain yang terdapat dalam ensambel ini adalah tiga buah gung yaitu pong-

pong, puldep dan poi. Ensambel gendrang ini di gunakan untuk upacara ritual, seperti

mengusir roh penganggu di hutan sebelum diolah menjadi lahan pertanian atau ladang

(mendegger uruk).

62

Gambar 3. 8 (Pong-pong)

Gambar 3. 9 Gambar 3.10

(Puldep) (Poi)

63

BAB IV

DESKRIPSI STRUKTUR GERAK TATAK SIAR-SIAREN DAN

MUSIK PENGIRING

1.1 Deskripsi Gerak Tatak Siar-siaren

Tari adalah gerakan-gerakan dibagian tubuh manusia yang telah dibentuk.

Menurut Corrie Hartom dalam Soedarsono (1979: 23) bahwa tari adalah keteraturan

bentuk gerak tubuh yang ritmis di dalam satu ruangan. Gerak dan ritmis merupakan

unsur-unsur yang penting dan terkait antara gerakan yang satu dengan gerakan yang

lainnya, sehingga kumpulan gerakan yang indah menciptakan sebuah tarian..

Andrienne Kaepller, Gyorgy Martin, Erno Pesovar meneliti tarian dengan

tujuan untuk pendokumentasian. Hasil penelitiannya berupa pengklarifikasian gerak.

Berpijak dari hasil penelitian tersebut, Andrienne Kaepller menyusun sebuah teori

struktur gerak dengan menganalogikan gerak tari sebagai struktur bahasa atau

sebanding dengan fonem dalam bahasa. Dalam analisis struktural tari itu pada

tingkatan pertama Kaepller menyebut unsur atau elemen kinetik ( gerak); tingkat kedua

menggunakan istilah kinemic atau morphokinemic, yaitu berdasarkan gerak yang

sudah dikenal, artinya unit terkecil yang memiliki makna dalam struktur sebagai

sistem gerak; lantaran atau tingkat ketiga dengan istilah motif, yaitu

mengkombinasikan unit-unit terkecil dengan caa terkhusus sebagai gerak tari sesuai

dengan konteks budayanya. Tingkat keempat atau terakhir dalam organisasi gerak tari

itu disebut struktur tari secara utuh ( Royce, 1977: 64-85, Hadi, 2007: 81-84)

64

Dalam tarian ini juga mempunyai nilai tersendiri untuk dilihat dan dinikmati

oleh para penontonnya sehingga terdapat juga penambahan koreografi dar sisi tempat

pertunjukan untuk terlihat lebih baik. Penyusunan gerak dalam seni tari, gerak dari

masing-masing penari maupun dari kelompok penari bersama, ditambah dengan

penyesuaian dengan ruang, sinar,warna, dan seni sastranya, kesemuanya merupakan

suatu pengorganisasian seni tari yang disebut koreografi (Djelantik, 1990:23). Dimana

koreografi ini memiliki ciri-ciri khas tertentu dari bentuk tarian yang dapat dilihat dan

dinikmati oleh pelakunyadan penontonnya

Hal ini berarti gerakan-gerakan yang terbentuk dalam tari adalah terstruktur

ataupun terpola di dalam aturan-aturan adat dan nilai keindahan setempat yang

dilakukan secara simbolis serta memiliki makna-makna tersendiri. Dimana kata

struktur disini adalah bagian-bagian yang melengkapi Tatak Siar-siaren dalam

pertunjukannya saling berhubungan satu dengan yang lain, ataupun tahapan-

tahapannya.

Teori struktur tari yaitu teori yang bertujuan mendeskripsikan struktur tari

berdasar : motif, tenaga, dan struktur. Struktur disusun pula oleh gerakan:

badan,waktu, dan dinamika (Hutchinson, 1977:112-113)5

5 Deskripsi Struktur Tari Saputangan Diiringi Musik Kapri dalam masyarakat Pesisisr

Olivia Hutagalung (2016:20)

65

4.1.1 Ragam dan Pola Gerak

Ragam gerak merupakan motif gerakan-gerakan yang tersusun dalam

kreafitas gerak tari. Dalam Tatak Siar-siaren ini terdapat beberapa ragam dan pola

gerak yang mempnyai istilah yang berbeda. Ragam ini mempunyai nama ragam

yang sesuai dengan gerakan tari. Ada juga nama bagian dari ragam gerak tari

diambil dari pola yang dimainkan. Pola yang dimaksud yaitu bagian dari ragam

gerak yang menjadi bentuk pada setiap tahapannya.

Menurut Tengku Lucman Sinar (1986: 5) tari adalah segala gerak yang

berirama atau segala gerak yang dimaksud untuk menyatakan keindahan ataupun

kedua-duanya. Medium tari adalah gerak, dan alat yang digerakkan adalah tubuh,

yakni gerak tubuh yang telah diberi bentuk ekspresif dan estetis . Gerak tersebut

digunakan sebagai media untuk mengungkapkan ekspresi dan mediumnya adalah

tubuh manusia. Ungkapan ekspresi melalui gerak tersebut merupakan suatu

pernyataan imajinatif yang dituangkan dalam bentuk simbol-simbol. Karena

simbol-simbol ini berupa gerak, maka di dalam konteks koreografi, gerak

merupakan suatu yang sangat esensial. Sedangkan perwujudan simbol-simbol

merupakan kemanunggalan dari pola imajinasi manusia dengan kenyataan indrawi

atau kasat mata. Gerak dapat berfungsi tidak saja karena koorinasi sebagai faktor,

tetapi juga karena fungsi ritmis dari struktur tubuh. Atas dasar gerak-gerak

alamiah yang tidak perlu dilatih,gerak tari berkembang menuju bentuk

perwatakannya dan nilai ekspresifnya. Penyusunangerak dalam seni tari, gerak

dari masing-masing penari maupun dari kelompok penari bersama, ditambah

dengan penyesuaian dengan ruang, sinar, warna, dan seni sastranya, semuanya

66

merupakan suatu perorganisasian seni tari yang disebut koreografi (Djelantik,

1990: 23). Dimana koreografi ini memiliki ciri-ciri khas tertentu dari bentuk tarian

yang dapat di lihat dan dinikmati oleh pelakunya dan penontonnya.6

Bentuk sesungguhnya dapat didefenisikan sebagai hasil pernyataan

sebagai macam elemen yang didapat secara kolektif melalui vitalitas estetis.

Dengan demikian hanya dalam pengertian inilah elemen-elemen tersebut dihayati

keseluruhan menjadi lebih besar dari jumlah bagian-bagiannya. Proses penyatuan

suatu yang dapat dibedakan dari materi yang ditata ( Smith, 1985: 6)

Hal ini berarti gerakan-gerakan yang terbentuk dalam Tatak Siar-siaren

adalah terstruktur dan berpola dala aturan-aturan adat dan nilai keindahan Pakpak

setempat yang di lakukan secara simbolis. Tatak Siar-siaren memiliki dasar gerak

yang menjadi panduan pijakan dari pada koreografer atau seninya. Masing-masing

gerakan ada yang memiliki arti, ada pula yang berfungsi hanya sebagai

penyambung gerakan untuk memperindah dari pada gerakan yang akan di

lakukan.

6 Galombang Dalam Konteks Upcara Bralek Pada Masyarakat Minangkabau

Lumban Toruan (2016:116-117)

67

Berikut adalah 3 nama- nama gerak dasar yang terdapat dalam Tatak Siar-siaren

:

1. Marsentabi ( Permisi ) Menghargai kekuatan dari 8 arah mata angin (Desa nawalu) ada 4 Tahap

Gambar 4. 2a

Keterangan : Badan menghadap kedepan dan posisi tangan di satukan dan di hadapkan di depan badan , kepala agak sedikit menunduk.

Gambar 4.1 b

Keterangan : Badan menghadap ke kanan sedikit menunduk dan posisi tangan di satukan dan di hadapkan di depan badan , kepala agak sedikit menunduk.

68

Gambar 4.1 c

Keterangan : Badan menghadap kebelakang dan posisi tangan di satukan dan di hadapkan di depan badan , kepala agak sedikit menunduk.

Gambar 4.1 d

Keterangan : Badan menghadap ke kiri dan posisi tangan di satukan dan di hadapkan di depan badan , kepala agak sedikit menunduk.

69

2. Gerakan Langkah Sitellu (Gerak awal untuk memanggil roh) ada 3 tahap

Gambar 4.2 a

Keterangan : Tangan kiri di tekuk kedepan, tangan kanan di tekuk keblakang, kaki sedikit ditekuk dan telapak tanagan menghadap kedepan.

Gambar 4.2 b

Keterangan : Tangan kanan di tekuk kedepan, tangan kiri di tekuk kebelakang, kaki sedikit ditekuk dan telapak tangan di miringkan menghadap ke kiri

70

Gambar 4.2 c Keterangan : Tangan kanan di tekuk kedepan, tangan kiri di tekuk kebelakang, kaki sedikit ditekuk dan telapak tangan dimiringkan menghadap ke kanan.

3. Mengeleap Menjema (memegang ayam)

Gambar 4.3 Mengeleap Menjema ( Memegang Ayam )

71

4.1.2 Pola Lantai

Pola lantai yang di maksudkan disini adalah pola gerakan yang terkandung

dalam tiap-tiap ragam dan pola sangat berhubungan, yakni bagaimana bagian-

bagian gerak tari yang saling berhubungan sehingga disatukan dan adanya bentuk

atau model ( satu set peraturan) yang bisa dipakai untuk membuat atau

menghasilakn suatu tari.

Pola lantai yang terdapat dalam Tatak Siar-siaren tidak terlalu banyak

hanya putar kanan, putar kiri hadap kanan, hadap kiri, dan variasi lainnya sesuai

keinginan hati. Dalam tarian sudah mempunyai gerakan yang sudah ditentukan

dengan musik. Untuk memperjelas di atas penulis membuat bagan sesuai dengan

pormasi seni pertunjukan Tatak Siar-siaren.

4.2 Analisi Musik Iringan

Menurut Charles Seeger ada dua yang membedakan dua notasi yaitu notasi

prespektif dan notasi deskriptif dalam meganalisis musik iringan pada Tatak Siar-

siaren, yang di maksud dengan perspektif adalah notasi yang melukiskan secara

garis besar nada dari suat lagu, tanpa ada yang menunjukkan secara lengkap apa-

apa saja yang di tampilkan dalam musik iringan pertunjukan Tatak Siar-siaren.

Sedangkan deskroptif adalah laporan yang di sertai notasi secara lengkap tentang

bagaimana sebenarnya suatu musikal dalam suatu pertunjukan yang di tampilkan.7

Salah satu yang termasuk dalam notasi deskriptif adalah penulis not balok

yang terdapat di dalamnya. Hal ini di dukung dalam keberadaannya yang efektif 7 Sinaga, mario.2016. Analisis Musikal dan Tekstual Lagu Kaprih Oleh Kelompok Seni Pimpinan Syahriman Irawadi Hutajulu Di Sibolga. Medan : Departemen Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

72

dalam melakukan pentranskripsian dan juga notasi Barat ini dapat mewakilkan

sejumlah nilai nada-nada yang terdapat dalam musik iringan Tatatk Siar-siaren ini

dan selalu di gunakan dalam penulisan sebuah musik.

Menurut Nettl, (1964: 98) ada dua pendekatan yang berkenaan dengan

pendeskripsian musik yaitu: (1) kita dapat mendeskripsikan dan menganalisis apa

yang kita dengar; (2) kita dapat menuliskan berbagai cara keatas kertas dan

mendeskripsikan apa yang kita lihat.

Dari dua hal di atas untuk dapat memvisualisasi musik iringan pada Tatak

Siar-siaren, penulis melakukan transkripsi untuk lebih mudah menganalisisnya

terutama pada ritme, motif dan tempo. Sehingga denga ini dapat membantu kita

untuk engkomunikasikan serta menyampaikan kepada pembaca apa yang kita

dengar.

Dalam pentranskripsian penulis menggunakan notasi Barat untuk

mempermudah penulisan. Keberadaan musik pengiring Tatak Siar-siaren ini

sangat penting untuk menghitung tempo gerakan penari serta pergantan ragam

gerak. Analisis hanya di lakukan pada ritme yang di mainkan oleh musik

pengiring saja dikarenakan ritem dsn iringan alat musik yang di mainkan sangat

tergantung pada hitunga gerak tari.

4.2.1 Model Notasi

Dalam transkripsi musik iringan Tatak Siar-siaren penulis menggunakan

notasi barat, hal ini di lakukan agar dapat di pahami secara universal.

Ada beberapa simbol yang di gunakan yaitu :

73

Garis paranada yang memiliki lima buah garis paranada dan empat buah spasi

dengan tanda kunci G

Merupakan not ½ yang bernilai dua ketuk

Merupakan not ¼ yang bernilai satu ketuk

Merupakan not 1/8 yang bernilai setengah ketuk.

Merupakan dua buah not 1/8 yang digabung menjadi satu ketuk.

Simbol-simbol di atas merupakan simbol-simbol yang terdapat dalam

lampiran partitur yang perlu di ketahui agar pembaca memahami makna-

maknanya.

74

Genderang Parang

Doloksaribu

75

76

4.2.2 Bentuk

Bentuk merupkan hubungan-hubugan antara bagian-bagian sebuah

komposisi. Hubungan-hubungan tersebut termasuk unsur-unsur melodis dan

ritmis. Untuk lebih jelasnya, sebuah komposisi lagu dapat di katanakan

kumpilan dari beberapa bentuk. Bentuk-bentuk inilah yang kemudian dinalisis.

Sehingga dapat dilihat bagaimana bentuk yang satu dihubungkan dengan betuk

yang lainnya sehingga tersususun sebuah komposisi lagu yang utuh. Bentuk

disususn dengan frasa-frasa/sub frasa dan motif-motif. Hubungan antara bagian-

bagian bentukan di gambarkan dengan kode huruf, yaitu A, B, C Dan

seterusnya. Selanjutnya dua bagian yang bermiripan tetapi tidak sama

digambarkan dengan tambahan angka diatas baris; misalnya, A,A1, A2 adalah

dua bagian yang dianggap sebagai variasi dari bahan musikl yang sama. Bentuk

melodi yang ditemukan dalam Genderang Perang terdiri dari lima bentuk yaitu

A,B,C1,C2, dan D.

Bentuk A adalah

Bentuk A terdiri dari 4 (empat) frasa. Penentuan tersebut di tulis bahwa

penggunaan not panjang dan tanda istirahat. Frasa pertama pada bar ke dua

sampai nada ke kembilan bar ke tiga. Frasa ke dua dari nada ke sepuluh bar ke

tiga sampai bar ke empat nada pertama. Frasa ke tiga dari not ke empat sampai

77

not ke tujuh bar ke empat. Frasa ke empat dari not ke delapan bar ke empat

sampai not pertama bar ke lima.

Bentuk B adalah

Bentuk B tediri dari empat frasa. Frasa kelima dari nada ke dua bar ke lima

sampai not kesembilan bar ke lima, frasa ke enam dari not ke sepuluh bar ke

lima nada ke sebelas sampai bar ke enam not ke sebelas, frasa ke tujuh dari not

ke dua belas bar ke enam sampai nada ke delapan bar ke tujuh, frasa

kesembilan dari not ke dua bar kedelapan sampai bar ke sembilan not pertama,

frasa ke sembilan, not ke dua sampai bar ke sepuluh not pertama.

Bentuk C1 adalah sebagai berikut

Frasa kesepuluh dari bar ke sembilan not ke dua sampai bar ke sepuluh

not pertama, frasa ke sebelas dari bar ke sepuluh not ke dua sampai bar ke

sepuluh not kedelapan, frasa ke dua belas bar ke sepuluh not ke sembilan

sampai not ke delapan bar ke sebelas.

78

Bentuk C2 adalah sebagai berikut

Frasa ke tiga belas dari bar ke sebelas not ke sembilan sampai ke bar

dua belas not ke delapan, frasa ke empat belas dari bar ke dua belas not ke

sembilan sampai bar ke dua belas not ke sepuluh, frasa ke lima belas dari bar

ke dua belas not ke sebelas sampai bar ke tiga belas not ke dua.

Bentu D adalah sebagai berikut

Frasa ke enam belas dari bar ke tiga belas not ke tiga sampai bar ke empat

belas not pertama, frasa ke tujuh belas not ke dua bar ke empat belas not ke

sembilan

79

4.3 Hubungan Tari dengan Musik

Pada bagian berikut penulis akan memperjelas antar ragam gerak dan

hubungan tari dengan iringan beserta keterangannya.

Keterangan =

Penari

Hadapan penari

Ragam Gerak Hadapan Penari

Ragam 1 Marsentabi ( Permisi )

Hadap Depan

Keterangan : Menghargai kepada kekuatan alam dari 8 mata angin ( Desa na walu) dan mempunya 4 tahap. Gerakan ini menandakan bahwa dilakukan proses gerakan memutar 180 derajat dimulai dengan berjalan memasuki pentas dan selanjutnya di lakukan gerakan Marsentabi (Permisi), telapak tangan di satukan dan badan agak bongkok kedepan di tekukan secara perlahan-lahan.

80

Hadap samping kanan

Keterangan : Menghargai kepada kekuatan alam dari 8 mata

angin ( Desa na walu) dan mempunya 4 tahap. Gerakan ini

menandakan bahwa dilakukan proses gerakan memutar 180

derajat dimulai dengan berjalan memasuki pentas dan

selanjutnya di lakukan gerakan Marsentabi (Permisi), telapak

tangan di satukan dan badan agak bongkok kedepan di tekukan

secara perlahan-lahan

Hitungan = 1x8

81

82

Hadap Belakang

Keterangan : Menghargai kepada kekuatan alam dari 8 mata angin ( Desa na walu) dan mempunya 4 tahap. Gerakan ini menandakan bahwa dilakukan proses gerakan memutar 180 derajat dimulai dengan berjalan memasuki pentas dan selanjutnya di lakukan gerakan Marsentabi (Permisi), telapak tangan di satukan dan badan agak bongkok kedepan di tekukan secara perlahan-lahan

83

Hadap samping Kiri

Keterangan : Menghargai kepada kekuatan alam dari 8 mata angin

( Desa na walu) dan mempunya 4 tahap. Gerakan ini menandakan

bahwa dilakukan proses gerakan memutar 180 derajat dimulai

dengan berjalan memasuki pentas dan selanjutnya di lakukan

gerakan Marsentabi (Permisi), telapak tangan di satukan dan badan

agak bongkok kedepan di tekukan secara perlahan-lahan

84

Ragam 2 Gerak langhah Sitellu (Gerak awal memanggil Roh)

Mangaleap Kedepan ( Gerakan menghadap kedepan mengikuti gerak kaki)

Keterangan : Gerakan Sitellu 1,2,3 adalah gerakan awal untuk memanggil roh (Nangguru) yang bersifat mengajari dan memberi solusi. Tangan artinya mangaleap ( gerakan yang menyesuaikan dengan gerakan kaki, terjadi keseimbangan) mangaleap kekiri, kekanan dan kebelakang. Gerakan ini dilkukan dengan proses kaki direngangkan dan kaki sebelah kanan sedikit ditekuk sesuai pada gambar, dan di lakukan dengan pengulanga beberap kali sesuai keinginan penari.

85

Hitungan 1x

86

Mangaleap ke Kiri

Keterangan : Gerakan Sitellu 1,2,3 adalah gerakan awal untuk memanggil roh (Nangguru) yang bersifat mengajari dan memberi solusi. Tangan artinya mangaleap ( gerakan yang menyesuaikan dengan gerakan kaki, terjadi keseimbangan) mangaleap kekiri, kekanan dan kebelakang. Gerakan ini dilkukan dengan proses kaki direngangkan dan kaki sebelah kanan sedikit ditekuk sesuai pada gambar.

87

Mangaleap ke Kanan

88

Keterangan : Gerakan Sitellu 1,2,3 adalah gerakan awal untuk memanggil roh (Nangguru) yang bersifat mengajari dan memberi solusi. Tangan artinya mangaleap ( gerakan yang menyesuaikan dengan gerakan kaki, terjadi keseimbangan) mangaleap kekiri, kekanan dan kebelakang. Gerakan ini dilkukan dengan proses kaki direngangkan dan kaki sebelah kanan sedikit ditekuk sesuai pada gambar.

89

Ragam 3 Gerak Manaruk Manuk (Menerkam Ayam)

Manaruk Manuk (Menerkam ayam )

Keterangan : Gerakan ini dilakukan dengan cara memegang ayam dengan kedua tangan dan di arahkan kedalam mulut, proses dengan badan berdiri . Gerakan ini dilakukan dengan pengulangan beberapa kali sesuai keinginan hati si penari.

90

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasaran penjelasan-penjelasan yang telah dijabarkan pada bab-bab

yang sebelumnya maka ada beberapa kesimpulan yang di dapat oleh penulis, yaitu

sebagai berikut.

Tatak Siar-siaren merupakan acara ritual yang sudah ada sejak jaman

dahulu kala, namun sejak jaman dahulu kala, namun seja kedatangan agama masuk

ke tanak Papak tarian ini berangsur hilang bahkan punah. Pada tahun 1986 Tatak

Siar-siaren ditarikan lagi dalam acara Pagelaran Pelestarian Budayaan Pakpak

tetapi dengan fungsi yang berbeda dari yang dahulu yaitu sebagai hubungan

komunikasih dengn roh-roh gab akan tetapi pada pagelaran Tatak Siar-siaren

berfungsi yaitu tari pertunjukan.

Seni dalam kehidupan manusia dapat berwujud bunyi, bentuk dan gerak

yang akan memberikan keindahan dengan fungsi baik itu untuk pertunjukan

maupun upacara. Tatak Siar-siaren adalah tari upacara yang di anggap dapat

memberitahukan keadaan kampung pada masyarakat Pakpak Bharat. Tatak di

tarikan

5.2 Saran

Dari pembahasan dan beberapa kesimpulan yang telah di uraikan, ada

saran yang perlu dikemukakan, mengingat semakin berkembangnya zaman

91

penulis menyarankan kepada masyarakat khusunya pemuda/pemudi untuk tetap

mencintai budaya dan tradisi yang ada serta memberikan perhatian baik terhadap

seni musik, vocal, tari. Terkhusus Tatak Siar-siaren agar tetap ditampilkan setiap

pegelaran seni budaya Pakpak. Diperlukan juga peran seniman/musisi, pemerhati

budaya, akademisi, dan pemerintah Kabupaten Pakpak Bharat untuk

mensosialisasikannya melalui pertujukan kesenian tradisi yang diadakan secara

rutin untuk membiasakan masyarakat mengenal budaya dan keseniannya.

Penelitian ini merupakan tahap awal dan masih banyak terdapat

kekurangan serta perlu mendapatkan penyempurnaan. Penelitian ini hanya

sebahagian kecil permasalahan yang terdapat di dalamnya. Oleh karena itu penulis

menyarankan dan mengharapkan kepada siapa saja yang berminat untuk

melanjutkan penelitian ini untuk lebih dalam lagi, sehingga dapat bermanfaat bagi

pengembangan Etnomusikologi dan sebagai dokumentasi data mengenai

kebudayaan musikal yang berkaitan dengan masyarakat Pakpak.

Tatak Siar-siaren ini perlu di lestarikan dan dibina serta dikembangkan

sehingga generasi berikutnya dapat mempertahankan keberadaannya di tengah

masyarakat dan dapat menangkal pengaruh asing yang mungkin tidak sesuai

dengan norma-norma ketimuran khususnya pada masyarakat Pakpak. Penulis

tentang Tatak Siar-siaren merupakan salah satu upaya pelestarian serta kesenian

terhadap etnik Pakpak dan masih diperlukan usaha yang lain sebagai penunjang

kreatifitas, sehingga pelestarian kesenian ini tetap terjaga dan tidak hilang.

92

Akhir kata penulis mengharapkan semoga tulisan ini dapat memberikan

konstribusi yang positif terhadap apresiasi budaya dan pengetahuan terhadap ilmu

pengetahuan secara umum dan bidang Etnomusikologi secara khusus.

93

DAFTAR PUSTAKA

plikasi Teori Semiotika dalam Seni

(53),(45-51)

Hadi, Sumandiyo.2005. Sosiologi Tari. Yogyakarta. Restu Agung Hutagalung,

Flora. 2009. Analisis Pertujukan Tari Piring pada Upacara Perkawinan Adat Masyarakat Minangkabau di Kota Medan. Medan : Skripsi sarana Etnomusikologi FS USU.

Koentjaraningrat. 1977. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta. Aksara Baru.

1991. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta. Bineka Cipta.

Marpaung, Yenny Alexsandra. 2014. Deskripsi Struktur Tatak Nantampuk Mas dan Musik Iringan Yang Dipertunjukkan Oleh Sanggar Nina Nola. Desa Sukaramai , Kecamatan Kerajaan, Pakpka Bharat.

Manik, Mansehat. 2011. Seni Budaya Pakpak Kelas VII, VIII, IX. Medan :

Penerbit Mitra Moleog, Lexi J., 1988. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja

Poskakarya. Myron, Howard, Nadeldan Constante Gwen Nadel, (2001). The Dance

Exsperience .

Musik Pakpak Dairidi Sumatera UtaraPasaribu (ed), Pluralitas Musik Etnik. Medan : Pusat Dokumentasi dan Pengkajian Kebudayaan Batak. Universitas HKBP Nomensen.

Netrirosa, Arifin.

1, No 3, Januari Nurwani. 2007.Pengetahuan Seni Tari. Jurusan Sendratasik Fakultas Bahasa dan

Seni Universitas Negeri Medan. Moleong, J Lexy. 2000. MetedologiPenelitian Kualitatif. Bandung : Remaja

Rusdakarya.

94

Sach, Curt. 1993. World History Of Dance. New York: W.W. Norton.Sitohang, Batoan. 2013. Kajian Organologi Kuapi Pakpak Buatan Bapak Kami Capah Di Kecamatan Kerajaan Kabupaten Pakpak Bharat. Medan : Departemen Etnomusikologi, Fkultas Ilmu Budaya, universitas Sumatera Utara.

Seeger, Charles 1997. Study in Etnomusicology. Nwew York: University

California Press. Sihotang,Batoan. 1979. Kajian Organologi Kulcapi Pakpak Buatan Bapak Kami

Capah Di Kecamatan Kerajaan Kabupaten Pakpak Bharat. Medan : Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

Soedarsono. 1979. Pengantar Pengetahuan dan Komposisi Tari. Jakarta

Direktorat Kesenian Sugiono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif kualitatif dan RD .Bandung :

Alfabeta Sumaryo, 1975: Musik Tradisional Indonesia. Jakarta : Lembaga Pendidikan

Tinggi Kesenian Jakarta.

95

DAFTAR INFORMAN

1. Nama : Atur Pandapotan Solin

Usia : 60 Tahun Pekerjaan :Budayawan Pakpak, pemusik tradisional pakpak,

Pembuat alat musik pakpak, dan pembina sanggar Nina Nola

Alamat : Desa Sukaramai, Kecamatan Kerajaan, Pakpak Bharat

2. Nama : Jamosin Padang Usia : 75 Tahun Pekerjaan : Petani Alamat : Desa Pardomuan, Sileuh

3. Nama : Maringan Capah Usia : 62 Tahun Pekerjaan : Petani Alamat : Desa Sukaramai, Kecamatan Kerajaan, Pakpak Bharat

4. Nama : Era Banua Rea Usia : 47 Tahun Pekerjaan : Seniman Pakpak Bharat Alamat : Desa Salak II, Pakpak Bharat

5. Nama : Mardi Boang Manalu Usia : 28 Tahun Pekerjaan : Wiraswasta, pembuat alat musik Pakpak Alamat : Aornakan II Salak

6. Nama : A.M Surung Solin Usia : 27 Tahun Pekerjaan : Wiraswasta Alamat : Desa Sukaramai, Kecamatan Kerajaan, Pakpak Bharat

7. Nama : Romasta Uli Solin Usia : 40 Tahun Pekerjaan : PNS Alamat : Desa Sukaramai, Kecamatan Kerajaan, Pakpak Bharat

96

LAMPIRAN

Foto-foto di bawah ini adalah hasil dari rekontruksi Tatak Siar-siaren dari hasil

penelitian pada tanggal 14 November 2018

Foto 1 : Datu memberikan daun sirih kepada Siar-siar (Dokumentasi : Lestari Hutabarat, 2018)

97

Foto 2 : Siar-siar mulai menari Dokumentasi : Lestari Hutabarat, 2018

98

Foto 3 : Si pembawa ayam memberika ayam kepada Siar-siar

Dokumentasi : Lestari Hutabarat, 2018

Foto 4 : Siar-siar mulai mengigit ayam Dokumentasi : Lestari Hutabarat,2018

99

Foto 5 : Siar-siar tenggan ( mabuk) dalam posisi terlentang

(Dokumentasi : Lestari Hutabarat, 2018)

Foto 6 : Datu ( dukun)menyadarkan Siar-siar

Dokumentasi : Lestari Hutabarat

100

Foto 7 : Gambar pelaku dari Tatak Siar-siaren

(Dokumentasi : Lestari Hutabarat, 2018)

Foto 8: Pemusik yang mengiringi Tatak Siar-siaren

(Dokumentas : Lestari Hutabarat, 2018)

101

Foto 9: Bersama Narasumber (Dokumentas : Lestari Hutabarat, 2018)