DESKRIPSI PERCAKAPAN MATEMATIS PADA …digilib.unila.ac.id/26176/20/SKRIPSI TANPA BAB...
Transcript of DESKRIPSI PERCAKAPAN MATEMATIS PADA …digilib.unila.ac.id/26176/20/SKRIPSI TANPA BAB...
DESKRIPSI PERCAKAPAN MATEMATIS PADA PEMBELAJARANSOCRATES SAINTIFIK DALAM MEMFASILITASI
KEMAMPUAN KOMUNIKASIMATEMATIS SISWA
(Penelitian Kualitatif Deskriptif pada Siswa Kelas VII H SMP Negeri 20Bandarlampung Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2016/2017)
(Skripsi)
Oleh
HUSAIN KHAIRI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2017
ABSTRAK
DESKRIPSI PERCAKAPAN MATEMATIS PADA PEMBELAJARANSOCRATES SAINTIFIK DALAM MEMFASILITASI
KEMAMPUAN KOMUNIKASIMATEMATIS SISWA
(Penelitian Kualitatif Deskriptif pada Siswa Kelas VII H SMP Negeri 20Bandarlampung Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2016/2017)
Oleh
Husain Khairi
Penelitian kualitatif ini bertujuan untuk mendeskripsikan percakapan matematis
siswa pada Pembelajaran Socrates Saintifik dalam memfasilitasi kemampuan ko-
munikasi matematis. Subjek pada penelitian ini adalah siswa kelas VII H SMPN
20 Bandarlampung tahun pelajaran 2016/2017. Data penelitian ini merupakan data
kualitatif tentang percakapan matematis siswa yang diperoleh melalui catatan
lapangan dan wawancara. Analisis data dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu
reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Berdasarkan hasil pe-
nelitian, diperoleh kesimpulan bahwa dalam percakapan matematis yang diamati,
indikator kemampuan komunikasi matematis yang dominan muncul adalah ma-
thematical expression. Dalam percakapan matematis tersebut, guru lebih banyak
mengajukan pertanyaan Socrates bertipe klarifikasi. Tahapan Saintifik yang lebih
banyak dilakukan saat percakapan matematis berlangsung adalah tahapan
mengomunikasikan. Selain itu, diperoleh juga temuan lain yaitu pola karakteristik
percakapan matematis Q-A-V, bentuk percakapan matematis yaitu solve and dis-
cuss, step by step, dan student pairs, serta faktor-faktor yang memengaruhi respon
siswa dalam percakapan matematis yaitu minat belajar matematika, kepercayaan
terhadap lawan bicara, dan keterlaksanaan komponen dalam berkomunikasi
khususnya listening dan reading.
Kata kunci: kemampuan komunikasi matematis, percakapan matematis, Pembe-
lajaran Socrates Saintifik
DESKRIPSI PERCAKAPAN MATEMATIS PADA PEMBELAJARANSOCRATES SAINTIFIK DALAM MEMFASILITASI
KEMAMPUAN KOMUNIKASIMATEMATIS SISWA
(Penelitian Kualitatif Deskriptif pada Siswa Kelas VII H SMP Negeri 20Bandarlampung Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2016/2017)
Oleh
Husain Khairi
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai GelarSARJANA PENDIDIKAN
pada
Program Studi Pendidikan MatematikaFakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2017
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kecamatan Kedaton, Kota Bandar Lampung, Lampung pada
tanggal 25 Juli 1995. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara
pasangan Bapak Sutarno, S.Pd. dan Ibu Sri Nuryati. Penulis memiliki seorang
kakak yang bernama Muhammad Ar Ridho dan seorang adik yang bernama Ali
Zainal Abidin.
Penulis telah menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak di TK Aisyah
Muhammadiyah Bandar Lampung pada tahun 2001, pendidikan dasar di SD
Negeri 3 Labuhan Ratu pada tahun 2007, pendidikan menengah pertama di SMP
Negeri 8 Bandar Lampung pada tahun 2010, dan pendidikan menengah atas di
SMA Negeri 9 Bandar Lampung pada tahun 2013. Penulis melanjutkan
pendidikan di Universitas Lampung pada tahun 2013 melalui jalur Seleksi
Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dengan mengambil
Program Studi Pendidikan Matematika, dan mendapatkan beasiswa dari Dinas
Pendidikan yaitu Penerimaan Bibit Unggul Daerah (PBUD).
Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata Kependidikan Terintegrasi (KKN-KT)
pada tahun 2016 di Desa Candi Rejo, Kecamatan Way Pengubuan, dan menjalani
Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMP Negeri 2 Way Pengubuan,
Kabupaten Lampung Tengah.
Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah aktif dalam organisasi MEDFU
(Mathematic Education Forum Ukhuwah) sebagai anggota divisi pengembangan
pada periode 2014/2015 dan 2015/2016. Penulis juga pernah aktif dalam
organinasi tingkat jurusan HIMASAKTA (Himpunan Mahasiswa Pendidikan
Eksakta) dan BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) FKIP Unila pada periode
2014/2015.
MOTTO
“Ilmu itu lebih baik daripada harta, ilmu menjaga engkau danengkau menjaga harta. Ilmu itu penghukum (hakim) dan harta
itu terhukum. Harta itu akan berkurang jika dibelanjakantetapi ilmu akan bertambah jika diamalkan.”
Sayyidina Ali bin Abi Thalib
“Hidup Hanya Sekali, Lakukanlah yang Terbaik”
Persembahanالرحمي ن الرمح هللا سم
محمد ل و محمد ىل صل لهم ا
Segala Puji Bagi Allah SWT, Dzat Yang Maha Kuasa atas segala sesuatuSholawat serta Salam Selalu Tercurah kepada Manusia Teragung Rasulullah
Muhammad SAW dan keluarganya yang suci.
Kupersembahkan karya ini sebagai tanda cinta & kasihsayangku kepada:
Ibuku (Sri Nuryati) dan Bapakku (Sutarno, S.Pd.), yang telahmemberikan kasih sayang, semangat, dan doa yang selalu
mengiringi langkahku. Sehingga putramu ini bisasampai ditahap ini.
Mamas (Mas Rido) dan Adek (Adin) serta seluruhkeluarga besarku yang terus memberikan
dukungan dan doanya kepadaku.
Semua guruku yang telah mendidik dengan penuh kesabaran,semoga ilmu yang telah diberikan menjadi amal jariah
yang terus mengalir.
Semua Sahabat yang senantiasa menemaniku selama ini,berbagi kebahagiaan dan pengalaman.
Almamater Universitas Lampung tercinta
SANWACANA
Bismillaahirrohmaanirrohiim.Allahumma Shalli ‘Ala Muhammad Wa Ali Muhammad.
Alhamdulillahirobbil’alamiin, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah me-
limpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusunan skripsi ini yang berjudul
“Deskripsi Percakapan Matematis pada Pembelajaran Socrates Saintifik da-
lam Memfasilitasi Kemampuan Komunikasi Matematis pada Siswa Kelas VII
H SMP Negeri 20 Bandarlampung Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2016/2017”
dapat diselesaikan. Shalawat serta salam semoga selalu Allah curahkan kepada
junjungan teragung, Rasulullah Muhammad SAW dan Ahlul Baitnya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa terselesaikannya penyusunan skripsi ini ti-
dak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Kedua orangtuaku tercinta, Ibu (Sri Nuryati) dan Bapak (Sutarno, S.Pd) atas
segala doa, dukungan, kesabaran, perhatian, dan cinta yang tiada henti
tercurah untukku.
2. Ibu Dr. Tina Yunarti, M.Si., selaku Dosen Pembimbing I sekaligus dosen
Pembimbing Akademik yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk
membimbing, memberikan saran, perhatian, sumbangan pemikiran, motivasi
dan semangat selama penyusunan skripsi sehingga skripsi ini menjadi lebih
baik.
ii
3. Ibu Widyastuti, S.Pd., M.Pd., selaku Dosen Pembimbing II yang telah
bersedia meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan sumbangan
pemikiran, kritik, dan saran demi terselesaikannya skripsi ini.
4. Ibu Dra. Arnelis Djalil, M.Pd., selaku Dosen Pembahas yang telah bersedia
memberikan bimbingan, kritik serta saran dalam memperbaiki penulisan
skripsi ini.
5. Bapak Dr. Muhammad Fuad, M. Hum., selaku Dekan FKIP Universitas
Lampung.
6. Bapak Dr. Caswita, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan MIPA.
7. Bapak Dr. Haninda Bharata, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Matematika yang telah memberikan kemudahan dalam menyelesaikan skripsi
ini.
8. Bapak dan Ibu dosen Pendidikan Matematika di Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan.
9. Mamas (Muhammad Ar Ridho) dan Adek (Ali Zainal Abidin) atas semangat,
doa, kebahagiaan, serta keceriaan yang kalian bagi untukku.
10. Keluarga besar Pakde Jamil, Bude Rokhayah, Mas Eki, Mbak Nurul, Bang
Maka, Bule Binti, Dani, Saras, dan Mbak Wulan atas doa dan dukungan serta
semangat yang telah diberikan selama ini.
11. Ibu Nurwana, S.Pd. selaku guru mitra dan seluruh perangkat sekolah serta
staff SMP Negeri 20 Bandarlampung yang telah memberikan kemudahan
selama penelitian.
12. Siswa/siswi kelas VII H SMP Negeri 20 Bandarlampung Tahun Pelajaran
2016/2017, atas perhatian dan kerjasama yang telah terjalin.
iii
13. Ibu Ari Akhirni, S.Pd, M.Pd. selaku guru pamong PPL dan keluarga besar
SMP Negeri 2 Way Pengubuan, terimakasih untuk dukungan, bantuan, dan
semangat yang telah diberikan selama ini.
14. Keluarga besar Ibu Sipon, Mas Denny, Mas Donny, sahabat serta rekan
seperjuangan KKN-KT Unila Desa Candi Rejo Tahun 2016, terimakasih atas
kebersamaan dan bantuan selama ini.
15. Rekan-rekan seperjuanganku selama menjalankan penelitian sebagai Tim Pe-
nelitian Kualitatif, khususnya Tim Penelitian SMP Negeri 20 Bandarlampung:
Selly, Hunaifi dan Asri terima kasih atas kerja sama, semangat, motivasi, ma-
sukan, dan arahan sehingga penelitian dan pembuatan skripsi kita berjalan
lancar.
16. Teman spesialku Ana Dianti, dan juga sahabat serta teman-temanku: Rizki
Hary, Sayu Yuni, Nina Iswanti, Amalia L, Ariesta Y.P, dan Julia S.M
terimakasih untuk kebersamaan serta segala bentuk bantuan selama ini. Kalian
sangat berarti.
17. Rekan-rekan asisten Statistika Dasar dan Desain Pembelajaran Matematika
Tahun 2016/2017, terimakasih untuk kebersamaan selama ini.
18. Teman-teman seluruh angkatan 2013 kelas A dan B Pendidikan Matematika
Unila, terimakasih atas kebersamaan dan bantuan selama ini.
19. Kakak tingkat (Kak Ferdi dan Mbak Utary) serta adik tingkat yang telah
memberikan bantuan serta dukungan selama ini, terimakasih untuk semuanya.
20. Almamater tercinta yang telah menjadi tempat belajar serta mendewasakan
diri.
21. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
iv
Semoga dengan kebaikan, bantuan, dan dukungan yang telah diberikan mendapat
balasan pahala yang setimpal dari Allah SWT dan semoga skripsi ini bermanfaat.
Bandar Lampung, Februari 2017
Penulis
Husain Khairi
DAFTAR ISI
HalamanDAFTAR ISI ................................................................................................ v
DAFTAR TABEL ....................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... ix
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1
B. Pertanyaan Penelitian ........................................................................ 7
C. Tujuan Penelitian .............................................................................. 8
D. Manfaat Penelitian ............................................................................ 8
E. Ruang Lingkup .................................................................................. 9
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Percakapan Matematis ...................................................................... 11
B. Metode Socrates ................................................................................ 17
C. Pendekatan Saintifik ......................................................................... 20
D. Kemampuan Komunikasi Matematis ................................................ 24
III. METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian ............................................................................... 27
B. Subjek Penelitian ............................................................................... 28
C. Teknik Pengumpulan Data ................................................................ 29
vi
D. Instrumen Penelitian .......................................................................... 31
E. Tahap-tahap Penelitian ...................................................................... 32
F. Teknik Analisis Data ......................................................................... 33
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ...................................................................................... 36
1. Hasil Pengamatan ................................................................................. 36
a. Hasil Pengamatan pada Pertemuan Pertama ................................... 37
b. Hasil Pengamatan pada Pertemuan Kedua ...................................... 51
c. Hasil Pengamatan pada Pertemuan Ketiga ...................................... 53
d. Hasil Pengamatan pada Pertemuan Keempat .................................. 60
2. Hasil Wawancara .................................................................................. 66
B. Pembahasan ............................................................................................ 71
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan ................................................................................................ 88
B. Saran ....................................................................................................... 89
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Jenis-jenis Pertanyaan Socrates Serta Contohnya ............................. 19
viii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 4.1 Jawaban siswa A5 dalam menuliskan kesimpulan pada Aktivitas
1 di LKPD 1 ................................................................................... 43
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
LAMPIRAN A: INSTRUMEN PENELITIAN
Lampiran A.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran................................ 95
Lampiran A.2 Lembar Kerja Peserta Didik ............................................ 138
Lampiran A.3 Daftar Kode Siswa .......................................................... 147
Lampiran A.4 Catatan Lapangan ............................................................ 148
Lampiran A.5 Hasil Wawancara ............................................................ 186
Lampiran A.6 Hasil Reduksi Data ......................................................... 190
LAMPIRAN B: LAIN-LAIN
Lampiran B.1 Kartu Kendali Bimbingan Skripsi .................................. 230
Lampiran B.2 Daftar Hadir Seminar Proposal ....................................... 233
Lampiran B.3 Daftar Hadir Seminar Hasil ............................................ 235
Lampiran B.2 Surat Izin Penelitian Pendahuluan .................................. 237
Lampiran B.3 Surat Izin Penelitian ........................................................ 238
Lampiran B.3 Surat Keterangan Penelitian ............................................ 239
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan teknologi yang semakin pesat menandakan bahwa pola pikir ma-
nusia semakin maju. Pola pikir manusia semakin maju disebabkan oleh potensi
yang dimilikinya terus menerus berkembang. Untuk mengembangkan potensi diri
manusia tersebut dapat dilakukan berbagai cara, salah satunya adalah melalui
pendidikan. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 1 yang berbunyi:
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi diri-
nya”. Pernyataan ini memperjelas bahwa pendidikan dapat terlaksana dengan
baik, jika proses pembelajaran dilaksanakan secara terencana. Dengan begitu,
fokus utama pendidikan dapat tercapai, yaitu manusia atau dalam hal ini siswa
dapat secara aktif mengembangkan potensi yang dimilikinya.
Pelaksanaan pendidikan di Indonesia telah diatur dalam Peraturan Menteri Pendi-
dikan dan Kebudayaan. Dalam Permendikbud Nomor 21 Tahun 2016 dijelaskan
bahwa, terdapat 7 mata pelajaran untuk jenjang SD atau sederajat, 10 mata pelaja-
ran untuk jenjang SMP atau sederajat, dan 9 mata pelajaran wajib, 12 mata pelaja-
ran pilihan peminatan, dan 4 mata pelajaran pilihan bebas untuk jenjang SMA
2
atau sederajat yang harus dikuasai oleh siswa. Matematika merupakan salah satu
mata pelajaran yang ada di setiap jenjang pendidikan tersebut. Oleh karena itu,
keberhasilan dalam mempelajari matematika dapat dijadikan sebagai salah satu
tolak ukur berhasilnya suatu pendidikan.
Keberhasilan dalam mempelajari matematika dapat terlihat dari berkembangnya
kemampuan matematis siswa. Hal ini sejalan dengan tujuan mempelajari matema-
tika yang dinyatakan dalam Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 yaitu agar siswa
memiliki kemampuan: (1) memahami konsep matematika, (2) menggunakan pe-
nalaran pada pola dan sifat, (3) memecahkan masalah, (4) mengomunikasikan
gagasan, dan (5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidu-
pan. Dari kelima kemampuan tersebut, kemampuan mengomunikasikan gagasan
merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki siswa. Dalam hal ini,
kemampuan mengomunikasikan gagasan dalam matematika dapat disebut juga
sebagai kemampuan komunikasi matematis.
Dengan memiliki kemampuan komunikasi matematis, menjadikan siswa dapat
mengorganisasi berpikir matematisnya baik secara lisan maupun tulisan (Umar,
2012). Artinya, pengetahuan matematis yang dimiliki oleh siswa dapat terlihat
jika siswa tersebut mampu menyampaikan atau mengomunikasikan pengetahuan-
nya baik itu secara lisan maupun tulisan kepada orang lain. Lebih lanjut lagi,
Greenes dan Schulman (Umar, 2012) menyatakan pentingnya siswa memiliki
kemampuan komunikasi matematis karena komunikasi matematis merupakan: (1)
kekuatan sentral bagi siswa dalam merumuskan konsep dan strategi matematis, (2)
modal keberhasilan bagi siswa terhadap pendekatan dan penyelesaian dalam
3
eksplorasi dan investigasi matematis, (3) wadah bagi siswa dalam berkomunikasi
dengan temannya untuk memperoleh informasi, membagi pikiran dan penemuan,
curah pendapat, menilai dan mempertajam gagasan untuk meyakinkan orang lain.
Hal ini menunjukkan bahwa memiliki kemampuan komunikasi matematis yang
tinggi adalah hal penting bagi siswa.
Seperti yang telah dijelaskan, kemampuan komunikasi matematis yang dimiliki
siswa tidak hanya dapat dilihat melalui tulisan saja, tetapi dapat pula secara lisan.
Kemampuan komunikasi matematis secara lisan dapat terlihat ketika proses
diskusi yang terjadi saat pembelajaran berlangsung. Dalam proses diskusi tersebut
terdapat interaksi-interaksi antara siswa dengan guru dan juga siswa dengan siswa
mengenai materi yang sedang dipelajari. Interaksi tersebut dapat berupa berbicara
satu sama lain dan saling bertukar pikiran untuk menyelesaikan permasalahan
yang berkaitan dengan materi. Interaksi ini dapat disebut sebagai percakapan.
Percakapan yang muncul di kelas dapat mengindikasikan tinggi rendahnya ke-
mampuan komunikasi matematis yang dimiliki siswa.
Percakapan merupakan suatu alat atau cara untuk mengonstruksi pengetahuan
(Bradford, 2007: 41). Kegiatan percakapan yang dilakukan di kelas dapat menjadi
wadah bagi siswa untuk saling bertukar informasi, berbagi pemikiran, serta
mempertegas gagasannya sehingga pengetahuan yang dimilikinya menjadi ter-
konstruksi secara baik. Ini menegaskan bahwa percakapan yang terjadi di dalam
kelas menjadi penting untuk diamati, guna memfasilitasi kemampuan komunikasi
matematis siswa. Untuk selanjutnya, percakapan yang terjadi dalam ruang lingkup
ilmu matematika disebut sebagai percakapan matematis.
4
Pentingnya percakapan matematis di kelas, dipertegas dengan hasil penelitian
Bradford (2007) yang menyatakan bahwa: “Classes using the dialogue activities
were found to have more opportunities for student-led questions and explanations
and displayed more indicators of student learning and attitudes”. Artinya, peng-
gunaan dialog atau percakapan di dalam kelas dapat memberikan kesempatan
kepada siswa untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan memberikan berbagai
penjelasan. Hal itu bertujuan untuk membangun pengetahuan siswa. Terbangun-
nya pengetahuan siswa khususnya pada mata pelajaran matematika, dapat terlihat
dari banyaknya indikator-indikator pembelajaran dan sikap siswa yang muncul
pada kelas yang menggunakan percakapan matematis. Dengan begitu, dapat di-
maknai bahwa percakapan matematis merupakan hal penting guna keberhasilan
siswa dalam mempelajari matematika.
Kenyataan yang terjadi sekarang adalah sangat sedikit penelitian yang menunjuk-
kan adanya hubungan antara percakapan matematis antarsiswa dan keberhasilan
siswa dalam mempelajari matematika (Bradford, 2007: 7). Hal ini mengindikasi-
kan bahwa percakapan matematis siswa kurang begitu diperhatikan. Fakta serupa
ditemukan di SMP Negeri 20 Bandarlampung. Hasil wawancara dengan guru
matematika di SMP Negeri 20 Bandarlampung pada tanggal 18 Oktober 2016
diperoleh bahwa dalam proses pembelajaran, guru matematika di SMP tersebut
kurang memerhatikan proses percakapan matematis yang terjadi di dalam kelas.
Hal ini diperjelas bahwa guru tersebut lebih fokus terhadap hasil latihan dan
ulangan yang diberikan, kurang memerhatikan aktivitas siswa saat pembelajaran
berlangsung, khususnya percakapan yang terjadi. Banyak hal-hal yang terjadi
dalam percakapan matematis di kelas yang seharusnya dapat diperhatikan dan
5
menjadi acuan keberhasilan maupun kendala bagi siswa dalam mempelajari ma-
tematika.
Hasil wawancara dengan guru matematika di SMP Negeri 20 Bandarlampung
juga menunjukkan bahwa metode mengajar yang digunakan guru kurang mampu
memunculkan percakapan matematis di kelas. Guru cenderung menyampaikan
informasi secara langsung kepada siswa, sehingga aktivitas siswa dalam pembela-
jaran tersebut terbatas pada memerhatikan, mendengar, mencatat, mengerjakan
tugas dan menjawab pertanyaan dari guru secara bersama-sama. Metode ceramah
yang dipadukan dengan latihan soal ini menyebabkan sulitnya memunculkan
percakapan matematis siswa selama proses pembelajaran berlangsung.
Percakapan matematis di kelas dapat muncul apabila partisipasi siswa tinggi. Par-
tisipasi siswa yang tinggi di kelas dapat terbangun apabila siswa diberikan perta-
nyaan-pertanyaan matematis yang dapat mempertanyakan kebenaran dari konsep
yang dipahaminya sehingga diperoleh suatu kesimpulan. Pertanyaan-pertanyaan
matematis itu menurut Fuson (2015) berupa pertanyaan untuk: (1) memperoleh
pemikiran siswa, (2) mendukung pemikiran siswa, (3) memperjelas pemikiran
siswa, (4) meningkatkan partisipasi siswa lain dalam percakapan matematis, dan
(5) menyelidiki topik matematika. Dalam melaksanakan pembelajaran matemati-
ka, guru dapat menggunakan bentuk pertanyaan-pertanyaan tersebut, sehingga
percakapan matematis dapat muncul di kelas.
Dalam proses pembelajaran, guru memerlukan metode yang sesuai untuk memun-
culkan percakapan matematis di kelas. Salah satu metode yang dalam pembelaja-
rannya berisi pertanyaan-pertanyaan sehingga dapat memunculkan percakapan
6
matematis adalah Metode Socrates. Dalam menggunakan metode ini, guru
menyampaikan pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya membangun pemikiran, se-
hingga siswa akan mencaritahu kebenaran pemahaman konsep yang dimilikinya
dan kemudian diperoleh kesimpulan. Hal ini sesuai dengan pendapat Jones,
Bagford dan Walen (Yunarti, 2011: 47) bahwa Metode Socrates sebagai sebuah
proses diskusi yang dipimpin guru untuk membuat siswa mempertanyakan validi-
tas penalarannya dan untuk mencapai suatu kesimpulan.
Dalam menggunakan Metode Socrates, guru juga perlu menggunakan suatu pen-
dekatan pembelajaran yang dapat membantu siswa memunculkan percakapan
matematis siswa, mengingat menurut Lamendola (Baharun, 2014: 5) metode ini
dapat menciptakan lingkungan belajar yang menakutkan bagi siswa. Seperti yang
telah dijelaskan, percakapan matematis bertujuan untuk membangun pengetahuan
siswa. Dengan berfokus pada sebuah tujuan, percakapan matematis tersebut akan
berjalan secara ilmiah sampai kepada kesimpulan atau pengambilan keputusan.
Oleh karena langkah-langkahnya sangat ilmiah, maka diperlukan sebuah pendeka-
tan pembelajaran yang menggunakan metode ilmiah yaitu Pendekatan Saintifik.
Menurut Lazim (2013), pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik adalah proses
pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar siswa secara aktif
mengonstruksi konsep, hukum atau prinsip. Pendekatan Saintifik dapat mening-
katkan partisipasi siswa di kelas, yang kemudian dapat memunculkan percakapan
matematis siswa. Lazim (2013) melanjutkan bahwa Pendekatan Saintifik dilaku-
kan berdasarkan tahapan-tahapan yaitu mengamati, merumuskan masalah, menga-
jukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik,
7
menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengomunikasikan konsep, hukum
atau prinsip yang ditemukan. Dengan melakukan tahapan-tahapan tersebut, siswa
diharapkan dapat memunculkan percakapan matematis ketika mengomunikasikan
gagasan yang merupakan hasil dari pemikirannya secara ilmiah.
Perpaduan Metode Socrates dan Pendekatan Saintifik dalam hal ini disebut seba-
gai Pembelajaran Socrates Saintifik, diharapkan dapat memunculkan percakapan
matematis dalam memfasilitasi kemampuan komunikasi matematis siswa. Selan-
jutnya, percakapan matematis yang muncul akan dideskripsikan karena ini meru-
pakan suatu hal yang cukup penting. Hal ini sesuai dengan pendapat Sukmadinata
(Sarnawi, 2012) bahwa deskripsi pada fenomena-fenomena kegiatan pendidikan,
pembelajaran, serta implementasi kurikulum merupakan hal yang cukup penting
dalam dunia pendidikan. Oleh karena itu, percakapan matematis siswa yang
muncul sebagai suatu fenomena kegiatan pembelajaran menjadi perlu untuk
dideskripsikan.
Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan suatu penelitian yang berjudul
“Deskripsi Percakapan Matematis pada Pembelajaran Socrates Saintifik dalam
Memfasilitasi Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa”. Penelitian ini berupa
penelitian kualitatif deskriptif pada siswa kelas VII H SMP Negeri 20 Bandarlam-
pung semester ganjil tahun pelajaran 2016/2017.
B. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, maka pertanyaan penelitian ini
adalah “Bagaimana percakapan matematis pada Pembelajaran Socrates Saintifik
8
dalam memfasilitasi kemampuan komunikasi matematis siswa kelas VII H di
SMP Negeri 20 Bandarlampung selama proses pembelajaran berlangsung?”
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pertanyaan penelitian yang telah dikemukakan di atas, penelitian ini
bertujuan untuk “Mendeskripsikan percakapan matematis pada Pembelajaran So-
crates Saintifik dalam memfasilitasi kemampuan komunikasi matematis siswa
kelas VII H di SMP Negeri 20 Bandarlampung selama proses pembelajaran ber-
langsung.”
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini yaitu:
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan referensi bagi dunia
pendidikan khususnya mengenai percakapan matematis yang dimunculkan
siswa pada saat Pembelajaran Socrates Saintifik berlangsung dalam memfasi-
litasi kemampuan komunikasi matematis siswa.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi calon guru, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumber infor-
masi untuk menyelesaikan persoalan dalam pembelajaran matematika, se-
hingga dapat mempermudah siswa dalam memahami materi yang diajar-
kan, serta bermakna bagi siswa.
b. Bagi guru, penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan pemikiran da-
lam menciptakan suasana belajar yang baik, agar siswa menjadi nyaman,
9
sehingga kebermaknaan dalam belajar dapat tercapai dengan diperhatikan-
nya percakapan matematis siswa yang muncul.
c. Bagi peneliti lain, penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi untuk
meneliti dengan menggunakan variabel penelitian yang sama.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah:
1. Percakapan matematis adalah kegiatan interaksi antarsiswa maupun antara
guru dan siswa secara lisan, saat diberikan permasalahan matematis di kelas
yang dapat meningkatkan pengetahuan dan kemampuan siswa.
2. Pembelajaran Socrates Saintifik adalah pembelajaran dengan Metode Socra-
tes dan Pendekatan Saintifik. Metode Socrates adalah suatu metode tanya
jawab dalam proses pembelajaran yang menyajikan pertanyaan-pertanyaan,
sehingga dapat membuat siswa harus menggali kemampuan yang dimilikinya
untuk mencari tahu tentang kebenaran dari jawaban yang disampaikan siswa.
Pendekatan Saintifik merupakan kegiatan pembelajaran yang melatih siswa
dalam melakukan prosedur ilmiah yang terdiri atas mengamati, menanya,
menalar, mencoba dan mengomunikasikan, sehingga siswa dapat menemukan
sendiri pengetahuan yang ingin dikaji.
3. Kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan seseorang untuk me-
nyatakan, menggambarkan secara visual, menginterpretasikan dan mengeva-
luasi gagasan-gagasan matematika, serta menggunakan bahasa matematika
dalam memodelkan permasalahan matematika baik secara lisan maupun tuli-
san.
10
4. Dalam menggunakan Pembelajaran Socrates Saintifik, dipilih materi persa-
maan dan pertidaksamaan linear satu variabel yang termasuk dalam materi
pelajaran matematika untuk siswa kelas VII pada kurikulum 2013 (edisi revisi
2016) semester ganjil. Dengan memilih materi ini, diharapkan dapat
memunculkan percakapan matematis siswa dalam pembelajaran.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Percakapan Matematis
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, percakapan atau diskusi adalah perun-
dingan untuk bertukar pikiran mengenai suatu masalah (Depdiknas, 2008). Menu-
rut Bradford (2007), percakapan secara luas dapat dimaknai sebagai cara untuk
menambah pengetahuan melalui how a procedure works (cara kerja suatu prose-
dur), pose questions to peers (mengajukan pertanyaan ke teman sebaya), dan
compare their own perspectives to the others (membandingkan sudut pandangnya
kepada orang lain). Bradford juga menambahkan bahwa: “discourse is a vehicle
for constructing knowledge”. Artinya, percakapan adalah suatu alat atau cara un-
tuk mengonstruksi pengetahuan.
Percakapan yang membahas tentang persoalan matematika disebut juga sebagai
percakapan matematis. Definisi percakapan matematis dinyatakan oleh National
Council of Teachers of Mathematics (NCTM) dalam Georgia Council of Teachers
of Matematics atau GCTM (2015) yaitu: “the dialogue that takes place helps eve-
ryone understand math concepts more deeply, and it helps children to increase
their competence in using mathematical and everyday language”. Ini menjelaskan
bahwa percakapan matematis itu penting bagi siswa. Hal ini karena dengan mela-
kukan percakapan matematis, dapat membantu siswa untuk memahami konsep
12
matematis secara lebih dalam, dan juga membantu siswa dalam meningkatkan ke-
mampuan menggunakan bahasa matematisnya.
Percakapan matematis yang terjadi dalam pembelajaran di kelas dapat berupa
ucapan-ucapan yang diklasifikasikan dalam beberapa bentuk. Klasifikasi ucapan-
ucapan itu yaitu questions (pertanyaan) disimbolkan Q, answers (jawaban) disim-
bolkan A, verifications (pembuktian) disimbolkan V, explanations (Ex) disimbol-
kan E dan redirections (bimbingan kembali) disimbolkan R, serta tambahan kate-
gori bagi yang tidak mencoba untuk menjawab pertanyaan, disimbolkan N. Klasi-
fikasi ini diadaptasi dari Kysh (Bradford, 2007) yang menggunakannya sebagai
karakteristik percakapan matematis pada penelitiannya.
Corwin, Storeygard, dan Price dalam Bradford (2007: 41) menyatakan bahwa:
“Participating in mathematical conversations is central to develop strong mathe-
matical ideas”. Hal ini memiliki makna bahwa untuk menguatkan gagasan-gaga-
san matematis yang dimiliki siswa, perlu adanya partisipasi siswa dalam percaka-
pan matematis. Kemudian Corwin, Storeygard, dan Price melanjutkan bahwa:
“Expressing their assumptions in the context of a conversation helps students ar-
ticulate and refine their ideas”. Artinya, dengan siswa aktif mengekspresikan
asumsi-asumsi mereka melalui suatu percakapan matematis dapat membantu sis-
wa mengungkapkan dan memperbaiki gagasan-gagasan yang mereka miliki.
Partisipasi atau keaktifan siswa dalam percakapan matematis dapat ditingkatkan
melalui pertanyaan-pertanyaan matematis yang dapat menggali pemikiran-pemi-
kiran siswa. Pertanyaan-pertanyaan matematis itu digunakan untuk memperoleh,
13
mendukung, dan memperjelas pemikiran siswa, serta menyelidiki permasalahan
matematika. Hal ini sesuai dengan pendapat Fuson (2015) bahwa pertanyaan-
pertanyaan matematis dapat berupa pertanyaan untuk:
1. Elicit student thinking (memperoleh pemikiran siswa)
Untuk memperoleh pola pikir siswa, siswa dapat diberikan pertanyaan-perta-
nyaan seperti: “Jadi, Apa yang dibicarakan dalam permasalahan ini?”, “Cerita-
kan apa yang kamu lihat!”, atau “Jelaskan apa yang kamu pikirkan!”.
2. Support student thinking (mendukung pemikiran siswa)
Untuk mendukung pola pikir siswa, siswa dapat diberikan pertanyaan-perta-
nyaan seperti: “Apa yang kamu maksud dengan berkata ___?”, atau “Apa yang
kamu pikirkan ketika kamu mengambil keputusan untuk ___?”.
3. Extend student thinking (memperjelas pemikiran siswa)
Untuk memperjelas pola pikir siswa, siswa dapat diberikan pertanyaan-perta-
nyaan seperti: “Jadi, kamu berkata bahwa ___?”, “Kamu telah menyelesaikan
permasalahan dengan cara itu, bisakah kamu memberikan cara lain?”, “Bagai-
mana bisa cara penyelesaianmu sama/berbeda dari cara si ___?”, atau “Apa
yang terjadi jika ___?”.
4. Increase participation of other students in the conversation (meningkatkan par-
tisipasi siswa lain dalam percakapan matematis)
Untuk meningkatkan partisipasi siswa lain dalam percakapan matematis, siswa
dapat diberikan pertanyaan-pertanyaan seperti: “Bisakah kamu ulangi tentang
____ dengan kata-katamu sendiri?”, “Apakah kamu setuju atau tidak, dan
mengapa?”, atau “Apakah ada yang jawabannya sama, tetapi caranya ber-
beda?”
14
5. Probe specific math topics (menyelidiki topik matematika)
Untuk menyelidiki topik matematika, siswa dapat diberikan pertanyaan-perta-
nyaan seperti: “Mengapa kamu menulis hasil kali 6 dan 4 dalam ratusan? Dan
tunjukkan caranya”, atau “Mengapa kamu memilih 12 untuk menyamakan pe-
nyebut dalam penjumlahan 3/4 dan 5/6?”
Adapula bentuk-bentuk percakapan matematis yang dapat muncul dalam pembe-
lajaran di kelas. NCTM dalam GCTM (2015) menjelaskan bentuk-bentuk perca-
kapan matematis yaitu:
1. Solve and Discuss (Solve, Explain, Question, Justify):
Siswa dikelompokkan menjadi empat atau lima siswa, dan setiap siswa diminta
menyelesaikan suatu masalah menggunakan cara yang dipilihnya. Siswa lain-
nya juga mengerjakan masalah yang sama di tempat duduknya masing-masing.
Kemudian minta dua atau tiga siswa menjelaskan cara yang digunakannya un-
tuk menyelesaikan masalah. Siswa yang lain dianjurkan untuk bertanya dan
membantu satu sama lain untuk memahami masalah dan penyelesaian terse-
but.
2. Step by Step:
Percakapan matematis ini dapat muncul saat diskusi dan penyelesaian (solve
dan discuss). Bentuk percakapan matematis ini meminta seorang siswa untuk
menunjukkan setiap langkah demi langkah (step by step), dan mendeskripsikan
langkah-langkah tersebut sebelum siswa yang lain melakukannya.
3. Student Pairs:
Pada bentuk percakapan matematis ini, dua siswa bekerja bersama untuk me-
nyelesaikan masalah, menjelaskan cara penyelesaian masing-masing siswa,
15
bermain peran dalam suatu situasi matematis, bermain permainan matematika,
atau membantu temannya yang kesulitan.
4. Whole-Class Practice and Student Leaders:
Awalnya dipilih siswa yang berkompeten dalam pelajaran matematika. Siswa
tersebut dikembangkan menjadi pemimpin atau tutor dengan aktivitas latihan
yang cepat, dan selanjutnya akan menjelaskan ke siswa lainya.
5. Scenarios:
Tujuan utama skenario adalah untuk mendemonstrasikan hubungan matematis
dalam visual dan ingatan. Dalam skenario, sekelompok siswa dipanggil ke de-
pan kelas untuk berakting dengan situasi yang telah ditentukan.
Percakapan memberikan banyak manfaat, namun hal itu juga memberikan tan-
tangan kepada guru yang kurang berpengalaman dalam percakapan matematis se-
cara pedagogik (Bradford, 2007). Larriva (Bradford, 2007) menambahkan bahwa:
“teachers are in a position to influence participation by establishing classroom
norms and expectations that will guide students to interact in more favorable
ways”. Artinya bahwa guru adalah pemegang peranan penting yang dapat menga-
tur jalannya pembelajaran agar siswa lebih interaktif, sehingga dapat me-
munculkan percakapan matematis siswa.
Beberapa tahapan berikut ini adalah cara guru dalam mengembangkan percakapan
matematis siswa di kelas menurut Garcia (2010) yaitu:
1. Talk moves that engage students in discourse,
Tahap awal adalah berusaha untuk membuat siswa berbicara sehingga percaka-
pan bisa muncul. Cara yang ditempuh adalah dengan memberikan pertanyaan
16
revoicing, sebagai contoh yaitu: “Dapatkah kamu menyebutkan jawaban yang
dibuat oleh temanmu tadi dengan bahasamu sendiri?”, “Menurut pendapatmu
bagaimana jawaban temanmu tadi?”.
2. The art of questioning,
Tahap selanjutnya adalah memberikan pertanyaan yang membantu siswa untuk
mengandalkan diri mereka sendiri dalam menemukan kebenaran dari jawaban
yang dibuatnya, sebagai contoh yaitu: “Bagaimana kamu mencapai kesimpulan
bahwa ___? Apakah itu masuk akal? Dapatkah kamu membuat model dan me-
nunjukkan bahwa ___?”
3. Using student thinking to propel discussions,
Pada saat mengupayakan suatu percakapan matematis di dalam kelas, sering
kali muncul kesalahpahaman antar guru dan siswa akibat adanya pendapat
yang beragam. Untuk mengatasi hal ini, guru perlu merespon agar siswa me-
nyadari dengan sendirinya kesalahpahaman tersebut. Hal yang dapat dilakukan
adalah mengedarkan pertanyaan ke seluruh kelas, seperti contoh “Apa yang ka-
lian pikirkan tentang itu? Bagaimana pendapat kalian?”. Guru juga perlu memi-
lih siapa saja yang akan memberikan pendapat, karena tujuan utama melakukan
percakapan adalah memilih ide, strategi, dan representasi dengan cara yang
bermanfaat.
4. Setting up a supportive environment
Pengaturan lingkungan yang mendukung kegiatan percakapan matematis juga
sangat penting, sebagai contoh pengaturan tempat duduk yang melingkar atau
dalam suatu kelompok kecil. Hal ini akan memudahkan siswa melihat dan
mengarahkan komentar mereka satu sama lain.
17
5. Orchestrating the discourse
Dalam mengembangkan percakapan matematis, guru bertindak sebagai kon-
duktor dalam sebuah pertunjukan percakapan di dalam kelas.
Hasil penelitian Li dalam Bradford (2007: 44) memberikan tiga petunjuk untuk
guru matematika agar percakapan matematis lebih produktif dalam pembelajaran
di kelas, yaitu:
a. Make explicit distinctions and connections among mathematical concepts
(membuat perbedaan yang nyata atau jelas serta keterhubungan dalam konsep-
konsep matematis).
b. Keep mathematical ideas alive (mempertahankan gagasan-gagasan matematis
tetap dalam suasana yang hidup atau penuh kebermaknaan).
c. Explicitly negotiate mathematical meaning (secara nyata atau jelas mendis-
kusikan makna matematis).
Berdasarkan uraian tersebut, percakapan matematis merupakan kegiatan interaksi
antarsiswa atau antara guru dan siswa secara lisan, saat diberikan permasalahan
matematis di kelas yang dapat meningkatkan pengetahuan dan kemampuan siswa.
Dengan begitu, percakapan matematis yang muncul saat pembelajaran seharusnya
diperhatikan dan dikembangkan lebih lanjut oleh guru.
B. Metode Socrates
Dalam proses pembelajaran, diperlukan suatu metode untuk menjadikan siswa
memiliki hasil belajar yang baik. Metode Socrates merupakan satu dari sekian
banyak metode yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran. Definisi
18
Metode Socrates dinyatakan oleh Magee dalam Cahyono (2015: 16), yaitu: Me-
tode Socrates sebagai “an approach by which one seeks the truth via a process of
questions and answers”, yaitu Metode Socrates adalah sebuah pendekatan yang
mencari satu kebenaran melalui proses tanya jawab. Sedangkan Jones, Bagford,
dan Walen (Yunarti, 2011) mendefinisikan Metode Socrates sebagai sebuah
proses diskusi yang dipimpin guru untuk membuat siswa mempertanyakan
validitas penalarannya atau untuk mencapai sebuah kesimpulan. Selanjutnya,
Maxwell (2009) mendefinisikan Metode Socrates sebagai sebuah proses perta-
nyaan induktif yang digunakan agar memudahkan seseorang untuk memahami
ilmu pengetahuan melalui langkah-langkah kecil.
Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa Metode
Socrates dalam pembelajaran merupakan suatu metode tanya jawab untuk me-
nyampaikan materi pembelajaran. Metode ini digunakan dengan cara memberikan
pertanyaan-pertanyaan induktif kepada siswa untuk memeriksa keabsahaan atau
validitas jawaban siswa, dengan memberikan fakta-fakta kontradiksi yang mem-
buat siswa harus memberikan alasan logis dari jawabannya.
Selanjutnya dalam proses belajar mengajar dengan Metode Socrates, guru
berfokus pada memberikan pertanyaan-pertanyaan. Hal ini sesuai dengan pen-
dapat Paul dan Elder (Critical Thinking Community, 2013) yang menyatakan
bahwa: “In Socratic teaching wefocus on giving students questions, not answers.
We model an inquiring, probingmind by continually probing into the subject with
questions”. Berdasarkan pernyataan tersebut, dijelaskan bahwa dalam meng-
gunakan Metode Socrates, guru berfokus pada memberikan pertanyaan kepada
19
siswa bukan jawaban dan guru memodelkan rasa ingin tahu dan penyelidikan
pemikiran dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan penyelidikan secara terus
menerus ke dalam pokok persoalan.
Salah satu ciri utama dari pembelajaran dengan Metode Socrates adalah terdapat
pertanyaan-pertanyaan Socrates yang menguji keabsahan jawaban siswa. Per-
tanyaan-pertanyaan tersebut dimaksudkan untuk menguji kebenaran jawaban
siswa dan membuat siswa berpikir untuk menjelaskan kebenaran jawabannya.
Menurut Permalink (Yunarti, 2011), Richard Paul telah menyusun enam jenis per-
tanyaan Socrates dan memberi contoh-contohnya. Jenis-jenis pertanyaan Socrates
serta contohnya dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Jenis-Jenis Pertanyan Socrates dan Contohnya
No Tipe Pertanyaan Contoh Pertanyaan
1. Klarifikasi Apa yang anda maksud dengan ….?Dapatkah anda mengambil cara lain?Dapatkah anda memberikan saya sebuahcontoh?
2. Asumsi-asumsipenyelidikan
Apa yang anda asumsikan?Bagaimana anda bisa memilih asumsi-asumsi itu?
3. Alasan-alasan dan buktipenyelidikan
Bagaimana anda bisa tahu?Mengapa anda berpikir bahwa itu benar?Apa yang dapat mengubah pemikiran anda?
4. Titik pandang dan persepsi Apa yang anda bayangkan dengan haltersebut?Efek apa yang dapat diperoleh?Apa alternatifnya?
5. Implikasi dan konsekuensipenyelidikan
Bagaimana kita dapat menemukannya?Apa isu pentingnya?Generalisasi apa yang dapat kita buat?
6. Pertanyaan tentangpertanyaan
Apa maksudnya?Apa yang menjadi poin dari pertanyaan ini?Mengapa anda berpikir saya bisa menjawabpertanyaan ini?
20
Selain bentuk-bentuk pertanyaan Socrates, adapula tahapan prosedural dalam
menggunakan Metode Socrates. Berikut ini enam tahapan prosedural Metode
Socrates yang dapat digunakan menurut Qosyim dalam Khairuntika (2016: 91)
yaitu: (1) menentukan topik materi pokok bahasan apa yang akan dipelajari, (2)
mengembangkan dua atau tiga pertanyaaan umum dan memulai pelaksanaan tanya
jawab, (3) melihat atau mengobservasi apakah pada diri siswa ada kemungkinan
terjadi ketidakcocokan, pertentangan, atau konflik kognitif, (4) menanyakan
kembali tentang hal-hal yang menimbulkan konflik kognitif, (5) melanjutkan
tanya jawab sehingga siswa dapat memecahkan konflik sampai bergerak ke
tingkat analisis lebih dalam, dan (6) menyimpulkan hasil tanya jawab dengan
menunjukkan hal-hal penting yang seharusnya diperoleh siswa.
Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan tersebut, dapat disimpulkan bahwa
Metode Socrates adalah suatu metode tanya jawab dalam proses pembelajaran
yang menyajikan pertanyaan-pertanyaan, sehingga dapat membuat siswa harus
menggali kemampuan yang dimilikinya untuk mencari tahu tentang kebenaran
dari jawaban yang disampaikan siswa.
C. Pendekatan Saintifik
Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik adalah proses pembelajaran yang di-
rancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif membangun konsep,
hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi
atau menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan
hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data,
menarik kesimpulan dan mengomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang
21
“ditemukan” (Lazim, 2013). Lazim juga melanjutkan, pembelajaran dengan
Pendekatan Saintifik memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Berpusat pada siswa (Student Centered Learning).
Dengan berpusat pada siswa, pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik akan
menuntut siswa untuk berperan aktif dalam proses pembelajaran.
2. Melibatkan keterampilan proses sains dalam mengonstruksi konsep, hukum
atau prinsip.
Keterampilan proses sains terdiri dari dua bagian, yaitu keterampilan dasar
yang meliputi observasi, klasifikasi, meramalkan, mencatat data, hubungan
ruang dan waktu, dan keterampilan terintegrasi yang meliputi interpretasi data,
mengontrol variabel, cara mendefinisikan, merumuskan hipotesis (Brotherton
dan Preece dalam Wardani, 2008). Dengan keterampilan ini, Pendekatan Sain-
tifik dikatakan sebagai pendekatan yang sesuai dengan kaidah ilmiah.
3. Melibatkan proses-proses kognitif yang potensial dalam merangsang perkem-
bangan intelek, khususnya keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa.
Santyasa (2007) menjelaskan proses-proses kognitif yang dimaksud dalam
Pendekatan Saintifk yang meliputi penyediaan perhatian terhadap informasi-
informasi relevan dengan melakukan selecting (menyeleksi), mengatur infor-
masi-informasi tersebut dalam representasi yang koheren melalui proses orga-
nizing (mengorganisasi), dan menyatukan representasi tersebut dengan penge-
tahuan yang telah ada di benaknya melalui proses integrating (mengintegrasi).
4. Dapat mengembangkan karakter siswa.
Menurut Machin (2014), karakter yang dapat berkembang dengan Pendekatan
Saintifik yaitu rasa ingin tahu, pantang menyerah, senang membaca, mandiri,
22
disiplin, objektif, teliti, terbuka, peduli sosial, menghargai prestasi dan
konservasi lingkungan.
Menurut Lazim (2013) dan berdasarkan Depdikbud (2013), Pendekatan Saintifik
dalam pembelajaran disajikan sebagai berikut:
1. Mengamati (Observing)
Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (mean-
ingfull learning). Metode ini memiliki keunggulan tertentu, seperti menyajikan
media objek secara nyata, peserta didik senang dan tertantang, dan mudah
pelaksanaannya. Metode mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa
ingin tahu peserta didik. Sehingga proses pembelajaran memiliki keber-
maknaan yang tinggi. Kegiatan mengamati dalam pembelajaran sebagaimana
disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81a, hendaknya guru membuka
secara luas dan bervariasi kesempatan peserta didik untuk melakukan penga-
matan melalui kegiatan: melihat, menyimak, mendengar, dan membaca. Ada-
pun kompetensi yang diharapkan adalah melatih kesungguhan, ketelitian, dan
mencari informasi.
2. Menanya (Questioning)
Guru perlu membimbing peserta didik untuk dapat mengajukan pertanyaan-
pertanyaan tentang yang hasil pengamatan objek yang konkret sampai kepada
yang abstrak berkenaan dengan fakta, konsep, prosedur, atau pun hal lain yang
lebih abstrak. Pertanyaan yang bersifat faktual sampai kepada pertanyaan yang
bersifat hipotetik. Dari situasi peserta didik yang dilatih menggunakan
pertanyaan dari guru, masih memerlukan bantuan guru untuk mengajukan
23
pertanyaan sampai ke tingkat peserta didik yang mampu mengajukan
pertanyaan secara mandiri.
3. Menalar (Associating)
Kegiatan “mengasosiasi/mengolah informasi/menalar” dalam kegiatan pembe-
lajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun
2013, adalah memroses informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari
hasil kegiatan mengumpulkan/eksperimen maupun hasil dari kegiatan menga-
mati dan kegiatan mengumpulkan informasi.
4. Mencoba (Experimenting)
Mencoba (experimenting) dimaksudkan untuk mengembangkan berbagai ranah
tujuan belajar, yaitu sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Aktivitas dalam
pembelajaran yang nyata untuk ini adalah: (1) menentukan tema atau topik
sesuai dengan kompetensi dasar menurut tuntutan kurikulum; (2) mempelajari
cara-cara penggunaan alat dan bahan yang tersedia dan harus disediakan; (3)
mempelajari dasar teoritis yang relevan dan hasil-hasil eksperimen sebelum-
nya; (4) melakukan dan mengamati percobaan; (5) mencatat fenomena yang
terjadi, menganalisis, dan menyajikan data; (6) menarik kesimpulan atas hasil
percobaan; dan (7) membuat laporan dan mengomunikasikan laporan hasil
percobaan.
5. Mengomunikasikan (Communicating)
Pada Pendekatan Saintifik, guru diharapkan memberi kesempatan kepada
peserta didik untuk mengomunikasikan hal yang telah dipelajari. Kegiatan ini
dapat dilakukan melalui menuliskan atau menceritakan hal yang ditemukan
24
dalam kegiatan mencari informasi, mengasosiasikan dan menemukan pola.
Hasil tersebut disampikan di kelas dan dinilai oleh guru sebagai hasil belajar
peserta didik atau kelompok peserta didik tersebut. Kegiatan “mengomunikasi-
kan” dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permen-
dikbud Nomor 81a Tahun 2013, adalah menyampaikan hasil pengamatan,
kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya.
Adapun kompetensi yang diharapkan dalam kegiatan ini adalah mengembang-
kan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir sistematis, mengung-
kapkan pendapat dengan singkat dan jelas, dan mengembangkan kemampuan
berbahasa yang baik dan benar.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa Pendekatan Saintifik meru-
pakan kegiatan pembelajaran yang melatih siswa dalam melakukan prosedur il-
miah yang terdiri atas mengamati, menanya, menalar, mencoba dan mengomuni-
kasikan, sehingga siswa dapat menemukan sendiri pengetahuan yang ingin dikaji
serta membantu mengembangkan karakter dan sikap siswa selama prosedur terse-
but berlangsung.
D. Kemampuan Komunikasi Matematis
Kemampuan komunikasi matematis merupakan kemampuan yang penting dalam
proses pembelajaran matematika. Menurut Guerreiro (2008), komunikasi mate-
matis merupakan alat bantu dalam transmisi pengetahuan matematika. Komu-
nikasi memungkinkan pemahaman matematis dapat diamati dan karena itu
komunikasi memfasilitasi perkembangan pemahaman. NCTM (Izzati dan Suryadi,
2010) berpendapat bahwa melalui komunikasi matematis, gagasan-gagasan atau
25
ide-ide menjadi objek refleksi, penghalusan, bahan diskusi, dan perbaikan. Proses
komunikasi juga membantu membangun makna dan menanamkan ide-ide
sehingga membuatnya menjadi umum.
Pentingnya memiliki kemampuan komunikasi matematis yang baik dinyatakan
oleh Greenes dan Schulman (Umar, 2012) bahwa komunikasi matematis
merupakan: (1) kekuatan sentral bagi siswa dalam merumuskan konsep dan
strategi matematis, (2) modal keberhasilan bagi siswa terhadap pendekatan dan
penyelesaian dalam eksplorasi dan investigasi matematis, (3) wadah bagi siswa
dalam berkomunikasi dengan temannya untuk memperoleh informasi, membagi
pemikiran dan penemuan, curah pendapat, menilai dan mempertajam ide untuk
meyakinkan orang lain.
Hal yang senada diungkapkan oleh Within (Nurfitriyani, 2016: 11) yaitu
kemampuan komunikasi menjadi penting ketika diskusi antar siswa dilakukan.
Siswa diharapkan mampu menyatakan, menjelaskan, menggambarkan, mende-
ngar, menanyakan dan bekerjasama sehingga dapat membawa siswa pada pema-
haman yang mendalam tentang matematika. Siswa-siswa yang diberikan kesem-
patan untuk bekerja dalam kelompok dalam mengumpulkan dan menyajikan data,
akan menunjukkan kemajuan baik di saat mereka saling mendengarkan ide yang
satu dan yang lain, mendiskusikannya bersama kemudian menyusun kesimpulan
yang menjadi pendapat kelompoknya.
Menurut Izzati dan Suryadi (2010), kemampuan komunikasi matematis mencakup
dua hal, yakni kemampuan siswa menggunakan matematika sebagai alat komu-
nikasi (bahasa matematika) dan kemampuan mengomunikasikan matematika
26
sebagai pengetahuan yang dipelajari. NCTM (Prayitno, 2013) menyatakan bahwa
indikator kemampuan komunikasi matematis antara lain: (1) Menyatakan gaga-
san-gagasan matematika melalui lisan, tulisan, serta menggambarkannya secara
visual, (2) menginterpretasikan dan mengevaluasi gagasan-gagasan matematika
baik secara lisan maupun tertulis, dan (3) menggunakan istilah-istilah, notasi-
notasi matematika, dan struktur-strukturnya untuk memodelkan situasi atau per-
masalahan matematika.
Pada penelitian ini kemampuan komunikasi matematis yang diteliti meliputi
kemampuan menggambar (drawing), teks tertulis (written text), dan ekspresi ma-
tematika (mathematical expression) dengan indikator sebagai berikut:
a. Menyatakan gagasan-gagasan matematika melalui lisan, tulisan, serta meng-
gambarkannya secara visual (drawing).
b. Menginterpretasikan dan mengevaluasi gagasan-gagasan matematika baik se-
cara lisan maupun tertulis (written text).
c. Menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi matematika, dan struktur-
strukturnya untuk memodelkan situasi atau permasalahan matematika (ma-
thematical expression).
Berdasarkan uraian di atas, kemampuan komunikasi matematis dapat diartikan
sebagai kemampuan seseorang untuk menyatakan, menggambarkan secara visual,
menginterpretasikan dan mengevaluasi gagasan matematika, serta menggunakan
bahasa matematika dalam memodelkan permasalahan matematika baik secara li-
san maupun tulisan.
III. METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Metode penelitian kuali-
tatif adalah metode penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari subjek yang diamati. Penelitian kualitatif ini menggunakan
simulasi. Menurut Frankel dan Wallen (1993), dalam penelitian kualitatif simulasi
dapat dilakukan dengan menciptakan suatu suasana bagi subjek penelitian. Fran-
kel dan Wallen (1993) menambahkan bahwa simulasi yang dilakukan peneliti
hanya sebatas memberitahu apa yang harus dilakukan subjek penelitian, bukan
bagaimana subjek tersebut melakukannya. Dalam penelitian ini, simulasi yang
dilakukan yaitu menempatkan subjek penelitian dalam masing-masing kelompok
berdasarkan tinggi rendahnya kemampuan matematis siswa. Hal ini digunakan
untuk mengetahui secara detail percakapan matematis dalam memfasilitasi ke-
mampuan komunikasi matematis siswa yang muncul saat Pembelajaran Socrates
Saintifik.
Untuk memperoleh data berupa percakapan matematis tersebut, penelitian ini dila-
kukan melalui serangkaian kegiatan mulai dari mengamati, mencatat, bertanya,
dan menggali sumber atau subjek yang diteliti. Data yang diperoleh dari hasil
pengamatan dan wawancara kemudian diolah, dipaparkan dan dianalisis, serta
28
diambil kesimpulan yang berupa tulisan deskriptif. Hakikat pemaparan data secara
umum diharapkan dapat menjawab pertanyaan bagaimana percakapan matematis
siswa yang mengikuti Pembelajaran Socrates Saintifik dalam memfasilitasi ke-
mampuan komunikasi matematis.
B. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII H di SMP Negeri 20 Bandar-
lampung tahun pelajaran 2016/2017. Dari 31 siswa kelas VII H, dipilih enam
orang siswa sebagai subjek penelitian. Menurut Lincoln dan Guba (Sugiyono,
2012: 301), subjek penelitian kualitatif dipilih untuk memperoleh informasi yang
maksimum, bukan untuk digeneralisasikan. Sesuai dengan pernyataan tersebut,
memilih subjek penelitian menjadi enam orang siswa ini bertujuan untuk
mendapatkan informasi secara maksimum atau lebih dalam mengenai percakapan
matematis siswa yang muncul pada saat Pembelajaran Socrates Saintifik dalam
memfasilitasi kemampuan komunikasi matematisnya.
Keenam siswa yang menjadi subjek penelitian dipilih berdasarkan pertimbangan
dari tinggi rendahnya kemampuan matematis siswa dengan proporsi masing-
masing dua siswa pada tingkat kemampuan matematis tinggi, sedang, dan rendah.
Saat pembelajaran, keenam siswa tersebut dikelompokkan ke dalam tiga kelom-
pok sesuai tingkat kemampuan matematis yang dimiliki siswa. Pengelompokkan
siswa ini dilakukan untuk menunjukkan percakapan matematis yang memfasilitasi
kemampuan komunikasi matematis yang dimunculkan siswa dari kelompok ber-
kemampuan matematis berbeda pada saat Pembelajaran Socrates Saintifik ber-
langsung.
29
C. Teknik Pengumpulan Data
Pada penelitian ini, data yang dikumpulkan adalah data percakapan matematis
siswa yang berkaitan dengan indikator kemampuan komunikasi matematis siswa
selama proses Pembelajaran Socrates Saintifik berlangsung. Indikator kemampuan
komunikasi yang diamati dalam percakapan matematis yaitu mathematical ex-
pression dan written text. Hal ini disebabkan indikator drawing merupakan komu-
nikasi secara visual, bukan secara verbal (lisan), sesuai dengan pernyataan Mini-
chiello (2012). Data tersebut dikumpulkan dengan menggunakan teknik observasi
dan wawancara. Penjabaran dari teknik pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Observasi
Observasi atau pengamatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
observasi terbuka. Observasi ini dilakukan dengan cara mengamati dan
mencatat secara langsung keadaan yang terjadi, situasi dan kondisi yang
terjadi, dan gejala-gejala yang tampak pada subjek penelitian yang berkaitan
dengan percakapan matematis siswa dalam memfasilitasi kemampuan komuni-
kasi matematis selama proses pembelajaran berlangsung. Dalam penelitian ini,
pengamatan percakapan matematis difokuskan pada tiga hal: (1) indikator ke-
mampuan komunikasi matematis, (2) tipe pertanyaan Socrates, dan (3) tahapan
Saintifik.
Dalam percakapan matematis, indikator kemampuan komunikasi yang diamati
antara lain mathematical expression dan written text, berdasarkan pada penda-
pat NCTM (Prayitno, 2013). Dalam percakapan matematis, terdapat juga tipe
30
pertanyaan Socrates yang diamati. Permalink (dalam Yunarti, 2011) menge-
lompokkannya menjadi pertanyaan bertipe klarifikasi, asumsi-asumsi penyeli-
dikan, alasan-alasan dan bukti penyelidikan, titik pandang dan persepsi, impli-
kasi dan konsekuensi penyelidikan, serta pertanyaan tentang pertanyaan. Selan-
jutnya pada percakapan matematis, tahapan Saintifik yang diamati yaitu men-
gamati, menanya, menalar, mencoba, dan mengomunikasikan, sesuai dengan
pernyataan dalam Permendikbud 81a Tahun 2013. Hasil pengamatan yang
dilakukan ini dituangkan dalam lembar catatan lapangan, yang merupakan in-
strumen penelitian.
2. Wawancara
Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara tanya
jawab secara langsung antara peneliti dan sumber data. Wawancara dilakukan
setelah selesai pembelajaran untuk mengungkap fenomena-fenomena berkaitan
dengan percakapan matematis yang tidak dapat terungkap melalui pengamatan.
Fenomena tersebut berupa perasaan, respon, dan alasan subjek penelitian ber-
kaitan tentang percakapan matematis saat pembelajaran berlangsung.
Wawancara dilakukan secara terstruktur dengan acuan pertanyaan yang telah
ditetapkan sebelum melakukan wawancara. Selain itu, dilakukan juga
wawancara tidak terstruktur untuk memberikan klarifikasi terhadap percakapan
matematis yang dilakukan subjek penelitian selama pembelajaran berlangsung.
Hasil wawancara ini berguna untuk melengkapi hasil pengamatan dengan tu-
juan untuk mendeskripsikan percakapan matematis pada Pembelajaran So-
crates Saintifik dalam memfasilitasi kemampuan komunikasi matematis siswa.
31
D. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari lembar
catatan lapangan, dan pedoman wawancara yang diuraikan sebagai berikut:
1. Lembar Catatan Lapangan
Catatan lapangan merupakan cara yang digunakan oleh peneliti untuk mem-
peroleh suatu data dengan mencatat mengenai hal yang didengar dan dialami
dalam rangka pengumpulan data. Catatan lapangan yang dilakukan pada
penelitian ini adalah mencatat segala hal yang berkaitan dengan percakapan
matematis dalam memfasilitasi kemampuan komunikasi matematis yang mun-
cul selama proses pembelajaran di kelas berlangsung. Catatan lapangan
digunakan sebagai alat pengumpul data dan dilakukan setiap kali pertemuan
berlangsung. Lembar catatan lapangan adalah lembaran kertas yang digunakan
untuk mencatat segala peristiwa yang terjadi selama proses pembelajaran
berlangsung. Hal-hal yang dituliskan pada lembar catatan lapangan adalah
berupa interaksi guru dengan siswa, interaksi siswa dengan siswa, dan
perilaku-perilaku siswa yang terkait dengan percakapan matematis siswa
dilihat dari kemampuan komunikasi matematisnya. Dalam lembar catatan la-
pangan, nama-nama siswa dituliskan dalam bentuk kode.
2. Pedoman Wawancara
Pedoman wawancara merupakan serangkaian pertanyaan yang digunakan pada
saat proses wawancara. Pedoman wawancara dibuat berdasarkan informasi
yang berkaitan dengan percakapan matematis dalam memfasiltasi kemampuan
komunikasi matematis siswa yang diteliti. Pedoman wawancara tersebut dibuat
32
bertujuan untuk mengklarifikasi fenomena-fenomen yang muncul ketika pem-
belajaran sedang berlangsung dan tidak dapat terungkap melalui pengamatan.
E. Tahap-tahap Penelitian
Tahapan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Tahap Persiapan
a. Identifikasi Masalah
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 20 Bandarlampung pada siswa
kelas VII H. Masalah diidentifikasi dengan melakukan wawancara dengan
guru matematika dan penelitian pendahuluan yang dilakukan di SMP Negeri
20 Bandarlampung. Berdasarkan hasil wawancara dan penelitian pendahu-
lan, dapat diambil kesimpulan bahwa secara umum guru di SMP Negeri 20
Bandarlampung kurang memerhatikan percakapan matematis siswanya keti-
ka pembelajaran sedang berlangsung, khususnya saat diberikan permasala-
han komunikasi matematis.
b. Menyiapkan instrumen penelitian
Dalam penelitian ini, instrumen atau alat yang diperlukan dalam pelaksa-
naan penelitian harus disiapkan. Instrumen tersebut yaitu pedoman wawan-
cara dan catatan lapangan.
2. Tahap Pelaksanaan
a. Memahami dan memasuki lapangan
Pada tahap ini peneliti telah mempersiapkan diri untuk mulai melakukan
tahap mengumpulkan data atau informasi dari subjek penelitian. Di anta-
ranya memahami latar penelitian, yaitu melihat karakteristik siswa dan juga
33
kondisi atau keadaan lingkungan kelas serta lingkungan sekolah, serta
percakapan matematis yang terjadi untuk melihat kemampuan komunikasi
matematis siswa pada saat Pembelajaran Socrates Saintifik sedang
berlangsung.
b. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan observasi atau pengamatan yang ditu-
lis dalam lembar catatan lapangan selama proses pembelajaran berlangsung.
Pengumpulan data dengan wawancara juga dilakukan setelah selesai jam
pelajaran yang kemudian hasilnya dituliskan pada lembar hasil wawancara.
c. Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan analisis data sesuai dengan langkah-
langkah yang telah dijelaskan pada bagian metode analisis data sebelumnya.
Selanjutnya, dibuat kesimpulan makna dari hasil penelitian yang
didapatkan.
F. Teknik Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara induktif. Data diambil
berdasarkan data lapangan dan fakta empiris untuk mempelajari proses atau
penemuan yang terjadi secara alami yang berupa percakapan matematis yang
muncul dalam Pembelajaran Socrates Saintifik, kemudian dicatat, dianalisis, dan
dilakukan penarikan kesimpulan dari proses tersebut.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggu-
nakan model Miles dan Huberman (Sugiyono, 2012: 337) yaitu melalui data re-
duction (reduksi data), data display (penyajian data), dan conclusion verification
34
(penarikan kesimpulan). Adapun penjabaran dari teknik analisis data yang dilaku-
kan adalah sebagai berikut:
1. Data Reduction (Reduksi Data)
Reduksi data yang dilakukan pada penelitian ini adalah memilih dan menye-
derhankan data yang muncul dari data-data tertulis di catatan lapangan (lihat
Lampiran A.4). Sebelum mendeskripsikan hasil, terlebih dahulu mereduksi
data yang ada pada catatan lapangan serta memilah data/informasi yang tidak
relevan dengan percakapan matematis yang memfasilitasi kemampuan komu-
nikasi matematis siswa. Dalam hal ini, informasi berupa percakapan matematis
yang tidak sesuai dengan indikator kemampuan komunikasi matematis yaitu
mathematical expression dan written text, dilakukan reduksi. Hasil dari reduksi
data yang dilakukan dapat dilihat pada Lampiran A.6. Reduksi data dilakukan
berdasarkan panduan tujuan penelitian ini yaitu untuk mendeskripsikan
percakapan matematis pada Pembelajaran Socrates Saintifik dalam
memfasilitasi kemampuan komunikasi matematis. Oleh karena itu, sesuatu
yang dianggap asing atau yang tidak sesuai dengan tujuan penelitian itulah
yang direduksi.
2. Data Display (Penyajian Data)
Penyajian data adalah pendeskripsian sekumpulan informasi tersusun yang
menjadi acuan dalam penarikan kesimpulan. Pada penelitian ini, data yang
disajikan berupa data deskriptif. Dengan kata lain, penyajian data dilakukan
dengan menuliskan semua informasi yang telah dipilih melalui reduksi data
dalam bentuk naratif, sehingga mempermudah penulis dalam penarikan
35
kesimpulan. Penyajian data yang dilakukan pada penelitian ini memudahkan
peneliti untuk mendeskripsikan percakapan matematis dalam memfasilitasi
kemampuan komunikasi matematis yang terjadi pada subjek penelitian.
Penyajian data kualitatif disajikan dalam bentuk teks naratif dan transkrip-
transkrip percakapan untuk memperjelas fenomena yang terjadi. Kegiatan ini
memunculkan dan menunjukkan kumpulan data yang terorganisir dan terkate-
gori yang menjadi acuan dalam menarik kesimpulan.
3. Conclusion Verification (Penarikan Kesimpulan)
Penarikan kesimpulan merupakan kegiatan akhir dari analisis data. Penarikan
kesimpulan yang dilakukan pada penelitian ini adalah menemukan makna dari
data yang telah disajikan. Pada tahap ini, kesimpulan ditarik dari data yang dis-
ajikan sebelumnya. Hasil dari penarikan kesimpulan dijelaskan dan dimaknai
dalam bentuk kata-kata untuk mendeskripsikan fakta yang ada di lapangan,
pemaknaan atau untuk menjawab pertanyaan penelitian yang kemudian diambil
intisarinya. Dalam penelitian ini, kesimpulan percakapan matematis difokuskan
pada indikator kemampuan komunikasi matematis, tipe pertanyaan Socrates,
dan tahapan Saintifik yang dominan muncul dalam percakapan matematis, serta
temuan-temuan lain dalam penelitian yang berkaitan dengan percakapan mate-
matis yang memfasilitasi kemampuan komunikasi matematis pada Pembelaja-
ran Socrates Saintifik.
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dideskripsikan di atas, dapat
disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Percakapan matematis siswa kelas VII H SMP Negeri 20 Bandarlampung
pada Pembelajaran Socrates Saintifik lebih dominan membahas mengenai
permasalahan yang memfasilitasi kemampuan komunikasi matematis
berindikator mathematical expression.
2. Pertanyaan Socrates bertipe klarifikasi lebih banyak digunakan guru dalam
memunculkan percakapan matematis siswa.
3. Tahapan Saintifik communicating (mengomunikasikan) lebih banyak
dilakukan saat percakapan matematis berlangsung.
4. Temuan lain dari percakapan matematis pada Pembelajaran Socrates Saintifik
yang memfasilitasi kemampuan komunikasi matematis siswa yaitu:
a. Pola karakteristik percakapan matematis Q-A-V (Questions-Answers-
Validations).
b. Bentuk percakapan matematis yang muncul yaitu solve and discuss, step
by step, dan student pairs.
c. Tinggi rendahnya minat belajar matematika siswa berpengaruh pada
frekuensi percakapan matematis yang dimunculkannya.
89
d. Credibility (kepercayaan) terhadap lawan bicara (teman diskusi)
memengaruhi siswa dalam memunculkan percakapan matematis.
e. Komponen komunikasi yang tidak terlaksana dengan baik khususnya
listening dan reading menyebabkan percakapan matematis siswa yang
terjadi berlangsung lama dan tidak berjalan dengan baik.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan tersebut, penulis mengemukakan saran-saran sebagai
berikut:
1. Bagi guru dalam menggunakan Pembelajaran Socrates Saintifik, perlu
melakukan perencanaan pembelajaran dengan baik sehingga walaupun waktu
pembelajaran singkat, Pembelajaran Socrates Saintifik dapat tetap terlaksana
dengan baik.
2. Bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian dengan Pembelajaran
Socrates, sebaiknya persiapkan penelitian dengan sebaik-baiknya. Agar guru
mitra tidak merasa kesulitan dalam menggunakan pembelajaran ini, khusus-
nya ketika waktu yang tersedia dalam pembelajaran cukup singkat.
3. Bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian serupa, dapat melakukan
simulasi lain dalam mengelompokkan subjek penelitian yaitu
mengelompokkan subjek yang berbeda tingkat kemampuan matematis dalam
satu kelompok dengan tujuan mendeskripsikan percakapan matematis yang
muncul.
DAFTAR PUSTAKA
Baharun, Hossain. 2014. Metode Pembelajaran Socrates. [Online]. Tersedia:http://id.scribd.com/doc/212772623/Metode-Pembelajaran-Socrates#scribd. Juli 2016.
Bradford, Susann Meachelle. 2007. The Use of Mathematics Dialogues to SupportStudent Learning In High School Prealgebra Classes. Disertasi. Montana:University of Montana.
Cahyono, Agung. 2015. Efektivitas Pembelajaran Socrates Kontekstual dalamMengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa. Skripsi.Bandarlampung: Universitas Lampung.
Critical Thinking Comunity. 2013. Foundation For Critical Thinking. [Online].Tersedia: http://criticalthinking.org/pages/socratic-teaching/606. Juli 2016.
Depdiknas. 2003. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang SistemPendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas.
______. 2006. Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi SekolahMenengah Atas. Jakarta: Depdiknas.
______. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Frankel J.R dan Wallen N.E. 1993. How to Design and Evaluate Research inEducation. Singapura: McGraw Hill Book Co.
Fuson, Karen. 2015. A Math Talk Community-Math Expressions Common Core.United State of America: Houghton Mifflin Harcourt.
Garcia, Lisa Ann de. 2010. How to Get Students Talking!. Math Solution.
Georgia Council of Teachers of Matematics (GCTM). 2015. Why Number Talksby NCTM. [Online]. Tersedia new.gctm-resources.org. Oktober 2016.
Guerreiro, A. 2008. Communication in Mathematics Teaching and Learning:Practices in Primary Education.[Online]. Tersedia: http://yess4.ktu.edu.tr./YermePappers/Ant_%20Guerreiro.pdf. Juli 2016.
91
Honiatri, Euis. 2004. Mengaplikasikan Keterampilan Dasar Komunikasi SMK.Bandung: CV Armico.
Izzati, N. dan D. Suryadi. 2010. Komunikasi Matematik dan PendidikanMatematika Realistik. Prosiding. [online]. Tersedia: http://bundaiza.files.-wordpress.com/2012/12/ komunikasi_matematik_dan _pmrprosiding. pdf.Juli 2016.
Khairuntika. 2016. Metode Socrates dalam Mengembangkan KemampuanBerpikir Kritis Siswa. Prosiding. Bandar Lampung: Pasca SarjanaUniversitas Lampung.
Lazim, M. 2013. Penerapan Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran Kuriku-lum 2013 [Online]. Tersedia: http://p4tksb-jogja.com/arsip/index.php?op-tion=com _p hocadownload&view=category&download=122: penerapan-pen-dekatan-saintifik-dalam-pembelajaran-kurikulum-2013&id=1:widyaiswa-ra. Juli 2016.
Nurfitriyani, Linda. 2016. Deskripsi Disposisi Komunikasi Matematis Siswadengan Model Problem Based Learning. Skripsi. Bandarlampung: Univer-sitas Lampung.
Machin, A. 2014. Implementasi Pendekatan Saintifik, Penanaman Karakter danKonservasi pada Pembelajaran Materi Pertumbuhan. Semarang:Universitas Negeri Semarang.
Masruri. 2017. Perencanaan Pengajaran. [Online]. Tersedia: http://kalsel.keme-nag.go.id/perencanaan-pengajaran. Februari 2017.
Maxwell, Max. 2009. Introduction to the Socratic Method and its Effect onCritical Thinking. [Online]. Tersedia: http://www.socraticmethod.net/. Mei2016.
Minichiello, Mario. 2012. Drawing as Visual Communication. Disertasi.Loughborough: Loughborough University.
Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81aTahun 2013, Tentang Implementasi Kurikulum Pedoman UmumPembelajaran. Jakarta: Kemendikbud.
Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 21Tahun 2016, Tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah.Jakarta: Kemendikbud.
Prayitno, Sudi. 2013. Indentifikasi Indikator Kemampuan Komunikasi MatematisSiswa dalam Menyelesaikan Soal Matematika Berjenjang pada Tiap-TiapJenjangnya. KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013.
92
Purver, Mathew. 2003. Answering clarification questions. Proceedings of the 4thSIGdial Workshop on Discourse and Dialogue. p. 22-33.
Redhana, I Wayan. 2003. Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis MelaluiPembelajaran Kooperatif dengan Strategi Pemecahan Masalah. JurnalPendidikan dan Pengajaran XXXVI. Vol. II, ISSN 0215-8250.
Santyasa, I Wayan. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Makalah.Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.
Sardiman. 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: RajaGrafindoPersada.
Sarnawi, M Dasim. 2012. Implementasi Pendidikan Karakter dalam Pembela-jaran Sains di Sekolah Dasar. Disertasi. Bandung : UPI.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta
Tim. 2015. Modul Pelatihan. Praktik yang Baik di Sekolah Dasar dan MadrasahIbtidaiyah (SD/MI) II. USAID PRIORITAS.
Umar, Wahid. 2012. Membangun Kemampuan Komunikasi Matematis dalamPembelajaran Matematika. Jurnal Ilmiah Program Studi MatematikaSTKIP Siliwangi Bandung. Vol 1, No.1, Februari 2012. Ternate:Universitas Khairun Ternate.
Usdiyana D, Purniati T, dan Yulianti K. 2009. Meningkatkan KemampuanBerpikir Logis Siswa SMP Melalui Pembelajaran Matematika Realistik.Jurnal Pengajaran MIPA. Vol. 13, No. 1, April 2009.
Wardani, Sri. 2008. Pengembangan Keterampilan Proses Sains dalam Pembel-ajaran Kromatografi Lapis Tipis Melalui Praktikum Skala Mikro. JurnalInovasi Pendidikan Kimia. Vol 2, No. 2, Juli 2008.
Yunarti, Tina. 2011. Pengaruh Metode Socrates terhadap Kemampuan danDisposisi Berpikir Kritis Matematis Siswa Sekolah Menengah Atas.Disertasi. Bandung: UPI.