Desiana Maryam - Project proposal
-
Upload
febrianisa-mutiara -
Category
Documents
-
view
132 -
download
19
description
Transcript of Desiana Maryam - Project proposal
Proposal
Nama : Desiana Maryam
NPM : 0906559990
Topik : Konstruksi Identitas Tokoh Utama dalam Film Monsieur Lazhar
Judul : Konstruksi Identitas Nasional Tokoh Utama dalam Film Monsieur Lazhar
1. Latar belakang
Film merupakan sebuah media yang terdiri atas rangkaian gambar yang bergerak. Seperti
halnya bahasa, film memiliki aspek-aspek yang menjadikannya sebuah karya (Amy
Villarejo. Hlm.24). Aspek-aspek pembangun dalam sebuah film adalah aspek naratif
yang terdiri atas tokoh, alur, dan latar seperti yang terdapat dalam sebuah karya sastra
berbentuk roman dan cerpen, serta aspek sinematografi. Aspek ini menjadi ciri khas
dalam sebuah film yang memperlihatkan tata artistik penggunaan kamera dan komposisi
yang dihadirkan dalam sebuah frame atau yang biasa disebut dengan istilah mise-en-
scène. (Boggs, Joseph M, dan Dennis W. Petrie. Hlm.3).
Sejak pertama kali diperkenalkan pada tahun 1895, ketika Lumière Bersaudara
mengembangkan alat yang dapat merekam dan menghasilkan gambar yang bergerak, film
mengalami banyak perkembangan dari masa ke masa baik dalam aspek naratif maupun
sinematografi. Kedinamisan aspek naratif dalam sinema terlihat dari kemampuannya
yang dapat meretas dimensi ruang dan waktu melalui tema, alur, latar maupun tokoh
yang dihadirkan terkait isu sosial, sejarah, industri, teknologi, filosofi, politik, estetika,
dan psikologi. (Amy Villarejo. Hlm.9). Film tidak hanya menjadi sebuah sarana hiburan,
tetapi juga sebuah media yang mendokumentasikan sebuah kejadian sehingga
menghasilkan informasi yang dapat dikaji. Kemudian dalam aspek sinematografi, film
mengalami perkembangan dengan digunakannya beragam efek visual yang dapat
menimbulkan cinematic experience bagi para penontonnya (Boggs, Joseph M, dan
Dennis W. Petrie. Hlm.3).
1
Film merupakan salah satu ikon kebudayaan Prancis. Sinema Prancis membawa
pengaruh besar tidak hanya di Eropa, tetapi juga film Prancis memiliki ciri khas yang
hingga kini menjadi acuan film-film berkualitas di seluruh dunia (Dayna Oscherwitz dan
Mary-Ellen Higgins. Hlm.1). Film Prancis yang sarat akan makna dan estetika
memperluas pengaruhnya ke dalam budaya di daerah-daerah bekas koloni melalui bahasa
(John K Sanaker. Hlm.3). Karya-karya film yang diproduksi di negara-negara frakofon
yang menggunakan bahasa Prancis dan identik dengan gaya khas sinema Prancis
kemudian dikenal dengan istilah film frankofon. Salah satu negara frankofon yang
produktif membuat film adalah Kanada.
Berdasarkan penelitian Marion Froger pada kurun 1960-1980 di kota Québec,
menunjukkan film-film Kanada yang diproduksi dan tersebar di dunia adalah film-film
yang bertema sosial. Sejak itulah Kanada mencirikan film-film frankofon produksi
negaranya adalah film bertema sosial. Ciri khas tersebut terlihat dari beragam film
Kanada yang berhasil masuk nominasi dan meraih penghargaan di berbagai festival film
bergengsi di dunia.
Tema mengenai imigran menjadi salah satu isu sosial yang diangkat dalam film
frankofon Kanada. Hal ini mengingat berdasarkan sejarahnya, Kanada merupakan
wilayah tujuan para imigran baik yang mencari pekerjaan maupun suaka politik. Terletak
di utara benua Amerika, Kanada banyak didatangi oleh penduduk dari negara-negara
Amerika Latin, Amerika Serikat, Asia, Mediterania dan Afrika. Timbulnya krisis politik
di negara-negara Mediterania berdampak pada peningkatan jumlah pencari suaka ke
negara ini.
Pembahasan mengenai imigran tidak lepas dari isu identitas. Identitas merupakan hasil
dari proses manusia dalam mengadaptasi berbagai hal dari konteks sosial budaya
sehingga ia dapat mendefinisikan keadaan dirinya berdasarkan karakteristik tersebut
(Giles, Judy, dan Tim Middleton. Hlm. 30). Para imigran akan mengalami perubahan
identitas seiring dirinya beradaptasi di lingkungan baru. Imigran diminta untuk mampu
berintegrasi ke dalam masyarakat Kanada. Tidak jarang para imigran ini mengalami
krisis identitas yang disebabkan adanya perbedaan antara kebudayaan asal dan
kebudayaan baru di negara tujuan. Meskipun sulit, para imigran secara bertahap akan
2
membangun kembali identitasnya karena Hall menyatakan dalam esainya “identitas
merupakan suatu hal yang dinamis dan berkembang”. Hal ini memungkinkan adanya
konstruksi identitas seseorang untuk dapat berintegrasi dengan wilayah tempat tinggalnya
yang baru.
Selain diharuskan berintegrasi secara kultural, imigran juga mengalami isu identitas
nasional terkait status kewarganegaraan yang dimiliki. Identitas nasional merupakan
salah satu identitas yang dapat berkembang (Stuart Hall. Hlm. 612). Isu identitas nasional
merupakan perluasan dari teori identitas yang dikemukakan oleh Stuart Hall.
Kewarganegaraan menjadi salah satu alat seseorang untuk mengidentifikasi dirinya.
Konstruksi identitas nasional dibangun di atas penekanan pada hal-hal terkait sejarah
kebangsaan yang dimiliki setiap inidvidu (Rudolf de Cillia, Martin Reisigl, dan Ruth
Wodak. Hlm.154). Oleh karena itu, terdapat tahapan-tahapan tertentu bagi para imigran
untuk memperoleh identitas nasional. Dalam hal ini, imigran berusaha untuk
mengkonstruksi identitas nasional.
Salah satu film frankofon asal Kanada yang mengangkat tema mengenai konstruksi
identitas nasional imigran dan berhasil meraih beragam nominasi dan penghargaan
bergengsi adalah film berjudul Monsieur Lazhar yang diproduksi tahun 2010. Film ini
merupakan karya dari Phillipe Falerdeau yang mengadaptasi drama monolog yang ditulis
oleh Évelyn de La Chenelière berjudul Bachir Lazhar. Film ini berkisah tentang
kehidupan seorang pria Aljazair bernama Bachir Lazhar. Ia harus meninggalkan tanah
kelahirannya dan bermigrasi ke Kanada karena kondisi keamanan dan politik di Aljazair
yang tidak aman. Ia harus berjuang untuk beradaptasi dengan kebudayaan baru serta
mendapatkan kewarganegaraan Kanada.
Film Monsieur Lazhar merupakan media yang memotret cerita imigran Aljazair yang
menjadi sebagian gambaran mengenai isu imigran yang ada di Kanada. Film ini
mengambil latar ketika kondisi politik Aljazair yang memanas pada tahun 2002 ketika
partai beraliran ekstrem islam berusaha menggagalkan pemilu presiden dan mengambil
alih pemerintahan menimbulkan serangkaian kerusuhan antar warga sipil yang setuju dan
menentang tindakan partai ekstrem islam tersebut. Banyak warga sipil yang tewas
3
menyebabkan mereka yang masih hidup ingin keluar dari negaranya untuk mencari
perlindungan. Warga-warga sipil ini kemudian mengungsi ke Kanada daerah yang
dianggap aman dan mudah dalam pemberian suaka sejak ditandatanganinya kebijakan
negara Kanada tahun 1996 yaitu Kanada merupakan negara yang memberikan
perlindungan suaka bagi warga negara yang mengalami ketidakamanan politik di
negaranya. Selain itu, Kanada juga merupakan negara frankofon sehingga dalam aspek
bahasa imigran Aljazair akan lebih mudah untuk berkomunikasi.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka yang menjadi
rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana tahapan konstruksi identitas
nasional yang dialami tokoh Bachir Lazhar dalam film Monsieur Lazhar.
3. Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah tersebut, tujuan dari penelitian ini yaitu untuk memaparkan
bagaimana konstruksi identitas nasional tokoh Bachir Lazhar dalam film Monsieur
Lazhar.
4. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini akan dibatasi pada analisis aspek naratif dan sinematografi.
Aspek naratif yang akan dianalisis adalah tokoh, latar, dan alur sedangkan aspek
sinematografi yang akan dianalisis yakni sudut pengambilan gambar. Analisis unsur-
unsur tersebut dilakukan untuk mengetahui konstruksi identitas nasional tokoh utama
dalam film Monsieur Lazhar.
5. Metodologi Penelitian
5.1 Metode Penelitian
Metode penelitan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Menurut
Creswell, metode kualitatif merupakan metode-metode untuk mengeksplorasi dan
memahami makna yang dianggap berasal dari masalah sosial atau kemanusiaan (4).
Metode kualitatif ini menerapkan analisis tekstual yaitu menganalisis data-data dalam
bentuk teks maupun gambar (24). Berdasarkan pengertian tersebut, metode kualitatif
4
sesuai untuk digunakan dalam penelitian ini karena penulis akan mengkaji permasalahan
sosial mengenai konstruksi identitas di dalam sebuah teks yang berupa film berjudul
Monsieur Lazhar untuk memperoleh pemahaman secara mendalam.
5.2 Sumber Data
Sumber data pada penelitian ini berupa DVD film berjudul Monsieur Lazhar yang dirilis
oleh eOne Films pada 13 Maret 2012. Film ini merupakan film frankofon asal Kanada
karya sutradara sekaligus penulis naskah Philippe Falardeau yang diproduksi oleh
Micro_Scope. Film dengan durasi 95 menit ini bergenre film drama dan tayang perdana
pada 8 Agustus 2011 di Festival Film Locarno.
5.3 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini adalah studi kepustakaan.
Data diambil dari film Monsieur Lazhar baik aspek naratif maupun sinematografis.
Adapun aspek nararatif yang diambil adalah penokohan, latar, dan alur sedangkan aspek
sinematografis yang diambil adalah sudut pandang kamera. Selain mengumpulkan data,
penulis juga mengumpulkan referensi berupa buku-buku dan artikel-artikel dari berbagai
sumber yang berkaitan dengan imigran Aljazair di Kanada. Referensi ini berfungsi untuk
memberikan pemahaman lebih mendalam terkait topik penelitian.
5.4 Teknik analisis data
Data yang terkumpul akan dianalisis menggunakan teori pengkajian sinema menurut
Boggs yang terdapat dalam buku The Art of Watching Film. Teori pengkajian sinema
digunakan dalam penelitian ini untuk menganalisis aspek naratif yakni tokoh, latar, dan
alur serta aspek sinematografis yakni sudut pengambilan gambar. Kemudian penulis akan
menganalisis unsur naratif yakni tokoh dengan menggunakan teori identitas nasional
menurut Stuart Hall yang terdapat dalam buku Questions of Cultural Identity untuk
menganalisis konstruksi identitas yang dibangun pada tokoh utama. Melalui analisis
terhadap kedua aspek tersebut, penulis akan memperoleh pemaparan mengenai
bagaimana tahapan konstruksi identitas pada tokoh utama dalam film Monsieur Lazhar.
5
6. Tinjauan Pustaka
6.1 Kajian Sinema
Menurut Joseph M Boggs dalam bukunya The Art of Wathcing Films (2004) sinema
merupakan rangkaian gambar bergerak yang terjalin atas narasi dan penataan
sinematografi. Baik aspek narasi maupun sinematografi dalam film keduanya sama-sama
mengalami perkembangan dari masa ke masa. Cerita yang dihadirkan dalam film
memiliki tingkat kerumitan yang beragam dan dapat terkait isu-isu yang berkembang di
masyarakat sedangkan unsur sinematografi mengalami beragam inovasi sehingga
menimbulkan pengalaman menonton (cinematic experience) yang berbeda-beda (4).
Kemudian Boggs memaparkan lebih lanjut mengenai aspek sinematografi dan aspek yang
naratif yang berfungsi untuk menghadirkan cerita yang menarik. Unsur-unsur narasi
dalam film antara lain tema, gagasan cerita, tokoh, alur serta latar ruang dan waktu
sedangkan unsur sinematografi terdiri atas sudut pandang, pergerakan kamera, efek
visual, dan suara. Lebih lanjut Boggs juga memaparkan unsur-unsur yang berperan
penting dalam sebuah film yakni editing, dialog, dan gaya penyutradaraan. Boggs
menekankan pentingnya memahami aspek naratif terlebih dahulu terutama tema saat
memulai kajian sinema. Seseorang harus memahami tema, tokoh, konteks ruang dan
waktu serta alur cerita dalam memahami sebuah film. Hal ini berfungsi untuk
memfokuskan topik penelitian sebuah film (405). Setelah memahami tema yang diangkat
dalam sebuah film, analisis dapat dilanjutkan dengan menganalis unsur-unsur
sinematografi yang mendukung cerita.
Hal serupa juga dipaparkan oleh Amy Villarejo dalam bukunya yang berjudul Film
Studies The Basics (2007) yakni sinema merupakan rangkaian gambar yang bergerak dan
memiliki sifat dinamis karena mengalami berbagai perkembangan dari masa ke masa.
Film terdiri atas aspek naratif dan sinematografis. Aspek sinematografis merupakan ciri
khas yang membedakan sinema dengan karya seni lainnya. Villarejo menyatakan film
memiliki komponen-komponen pembentuk yang dapat diuraikan dan dianalisis seperti
halnya bahasa (24). Film dibangun atas komponen mise-en-scène, sinematografi yakni
6
teknik penggunaan kamera, editing serta suara. Mise-en-scène merupakan konsep
penempatan komposisi obyek dalam kamera yang terdiri atas setting, tata cahaya, tata
kostum, tata rambut, make-up dan figure behavior (53).
Lebih lanjut Villarejo memaparkan tentang perkembangan film yang dinamis ditandai
dengan munculnya berbagai inovasi baru terhadap pembuatan film sejak diperkenalkan
pada akhir abad ke-19 hingga masa kini (8). Sinema dapat meretas ruang dan waktu
karena melalui sinema, sejarah yang sudah berlalu atau yang sedang terjadi maupun yang
mungkin terjadi di masa depan dapat dihadirkan dalam sebuah tampilan film.
Perkembangan sinema juga terlihat dalam narasi cerita yang dihadirkan. Sebuah sinema
dapat menampilkan cerita terkait isu sosial, sejarah, industri, teknologi, filsafat, politik,
estetika, psikologi, dan tokoh ternama. Adanya keterkaitan film untuk mengangkat isu-
isu tersebut membuat sinema berhak mendapat kesempatan untuk dikaji lebih lanjut (9).
Lebih lanjut Villarejo memaparkn kritik film merupakan bagian dari mengapresiasi
sebuah karya dengan menonton dengan cermat kemudian menganalisis aspek-aspek film
menggunakan beberapa pendekatan (109). Pengkajian film ini berfungsi juga untuk
melihat seberapa besar film tersebut diapresiasi dan mampu mengangkat isu yang muncul
di masyarakat (131). Dalam kajian film, Villarejo menekankan bahwa pengkajian sinema
terfokus terlebih dahulu pada unsur-unsur pembangun aspek sinematografis yang
merupakan ciri khas dari sebuah film (53).
Menurut William H Phillips dalam bukunya Film An Introduction (1999) kajian sinema
membantu penonton untuk memahami perbedaan kekhasan media yang digunakan oleh
para pembuat film tanpa mengurangi kenikmtan saat menonton film (3). Hal ini dapat
dilakukan setelah seseorang memahami aspek sinematografi yang muncul dalam film.
Aspek sinematografi merupakan unsur penting karena menjadi ciri khas yang
membedakan film dengan karya seni lainnya. Aspek sinematografi terkait teknik
pembuatan film yang terdiri atas setting, penataan komposisi, tata cahaya, teknik kamera,
sudut pandang, editing, dan suara (7). Setiap penggunaan teknik pembuatan film yang
digunakan dapat menghasilkan tampilan yang berbeda sehingga menghasilkan
pengalaman yang berbeda juga bagi penonton (8). Dalam buku ini dengan lengkap
7
Phillips memaparkan aspek-aspek sinematografi yang dapat diterapkan baik dalam
pembuatan film maupun analisis film. Lebih lanjut Phillips menyatakan bahwa sebuah
film yang baik dapat dinikmati dan diterima oleh penonton (373). Agar pesan yang ingin
disampaikan dapat diterima oleh penonton, sutradara harus dapat meramu dengan baik
aspek naratif tersebut sesuai konteks masyarakat dan politik yang ingin ditampilkan
(374). Tidak hanya pembuat film, tetapi juga penonton mampu memiliki pengetahuan
mengenai genre dan jenis-jenis makna dalam film.
Berdasarkan pemaparan di atas, baik Boggs, Villarejo, dan Phillips ketiganya sama-sama
menyebutkan dua aspek dalam sebuah film yakni aspek naratif dan sinematografi.
Mereka sepakat bahwa aspek sinematografi merupakan ciri khas yang membedakan film
dengan karya seni lainnya. Namun, terdapat perbedaan pendapat di antara ketiga ahli ini
mengenai kajian sinema. Boggs mengutamakan tema merupakan hal utama untuk
mendapatkan fokus analisis film untuk kemudian dilanjutkan dengan analisis aspek
sinematografi. Di sisi lain, Villarejo dan Phillips lebih mengutamakan analisis terhadap
aspek sinematografi terlebih dahulu sebagai aspek yang menjadi ciri khas sebuah film.
Pemamaparan kajian sinema lebih lengkap terdapat dalam buku The Art of Watching
Film yang ditulis oleh Boggs.
6.2 Konsep Identitas Nasional
Perkembangan aspek narasi yang ditampilkan dalam sebuah film, menyebabkan
meluasnya beberapa pendekatan yang digunakan untuk menganalisis aspek tersebut. Film
menjadi sebuah media yang mengangkat tema sosial salah satunya mengenai identitas.
Dalam artikel berjudul The Question of Cultural Identity yang dimuat dalam buku
Modernity An Introduction to Modern Societies (1996) Hall memaparkan mengenai
konsep identitas dan tantangan identitas di masa kini yang terdiri atas masyarakat
modern. Identitas menjadi sebuah alat untuk mengidentifikasi diri. Konsep identitas
menjadi suatu pembahasan yang lebih kompleks daripada hanya sebuah alat untuk
mengidentifikasi diri di masa modern ini. Globalisasi yang terjadi menjadi salah satu
pemicu munculnya isu krisis identitas. Identitas terdiri atas beberapa kategori yakni
berdasarkan etnis, ras, bahasa, agama, dan kenegaraan (596). Hall memaparkan mengenai
8
tiga konsep identitas yaitu identitas individu sebagai subyek pusat, identitas individu
dalam masyarakat, dan identitas yang selalu berkembang (597). Salah satu pembahasan
identitas dalam masyarakat multikultural adalah identitas nasional yang kini mengalami
banyak tantangan di masa modern yang disebabkan dengan tingginya arus globalisasi.
Identitas nasional bukan merupakan identitas yang seseorang dapatkan dari lhir seperti
identitas ras dan etnis. Ide untuk memunculkan identitas nasional di samping identitas
budaya berangkat dari komunitas bangsa yang memiliki akar politik yang sama (611).
Identitas nasional membentuk kebudayaan nasional yang dapat menciptakan standar
bahasa, komunikasi, dan pendidikan nasional. Adanya identitas nasional menjadi titik
awal munculnya masyarakat modern (612).
Serupa dengan yang dinyatakan Hall, Judy Giles dalam bukunya yang berjudul Studying
Culture A Practical Introduction (1999) memaparkan bahwa identitas adalah proses
manusia mengadaptasi konteks sosial dan budaya di sekitarnya ke dalam diri sehingga ia
dapat mengidentifikasikan dirinya (30). Lebih lanjut Giles memaparkan kategori identitas
yang digunakan seseorang untuk mendefinisikan dirinya antara lain warna kulit, jenis
kelamin, pandangan politik, kewarganegaraan, dan budaya. Dari pengkategorian tersebut
dapat terlihat adanya identitas yang didapatkan manusia sejak lahir seperti ras dan jenis
kelamin serta identitas yang dapat berkembang dan dipilih oleh seseorang seperti
pandangan politik, gender, dan kewarganegaraan (31). Giles juga menyatakan bahwa
identitas mengalami banyak tantangan di masa modern ini. Hal tersebut disebabkan oleh
globalisasi terutama di bidang ekonomi, perpindahan yang mudah dilakukan, dan
beberapa kejadian politik khususnya di Timur Tengah. Krisis identitas muncul ketika
perbedaan sudah tidak tampak. Penetapan identitas ini menjadi penting karena identitas
merupakan sebuah representasi sebuah individu maupun komunitas.
Kedua ahli ini sama-sama menyatakan bahwa identitas adalah alat seseorang untuk
mengidentifikasi diri. Identitas di masa modern harus berhadapan dengan globalisasi di
mana tidak ada lagi batas antara suatu kebudayaan yang satu dengan lainnya. Namun,
Giles tidak mengkhususkan lebih lanjut identitas yang bagaimana yang kini lebih utama
dalam pembahasan multikulturalisme di tengah masyrakay modern. Sebaliknya Hall
menulis lebih rinci mengenai pentingnya sebuh bentuk identitas nasional selain identitas
9
budaya. Hall memaparkan konsep identitas secara umum dan mengkhususkan diri dalam
pembahasan isu identitas nasional.
7. Penelitian Terdahulu
Penulis menemukan beberapa penelitian terdahulu mengenai terkait topik penelitian.
Pertama, skripsi berjudul Konstruksi Identitas Gender Tokoh Utama dalam Film
Chouchou yang ditulis oleh Anita Yuliana dari Program Studi Prancis Fakultas Ilmu
Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia dan diterbitkan tahun 2009. Skripsi ini
menganalisis tokoh utama dalam film Prancis berjudul Chouchou dan memaparkan
masalah identitas gender yang dialami tokoh utama yakni seorang imigran terkait dengan
pilihan tokoh utama untuk bertranseksual. Peneltian berupa skripsi ini bertujuan untuk
memaparkan tahapan konstruksi identitas pada tokoh utama. Skripsi ini mengangkat tema
multikulturalisme yang di dalamnya membahas isu gender. Isu tersebut mulai menjadi
pembahasan menarik dalam kajian film di awal abad-21 dan cukup banyak sutradara
yang mengangkat mengenai fenomena tersebut. Analisis yang dilakukan dalam skripsi
tersebut menggunakan teori pengkajian film dan pendekatan cultural studies serta teori
tahapan kehidupan menurut Soren Kiekgard. Temuan yang dihasilkan dalam penelitian
ini adalah tahapan yang dialami tokoh utama yang melakukan trans seksual
membutuhkan waktu yang lama. Tokoh utama mengalami tahapan kehidupan yang
terbalik dari yang seharusnya dialami manusia pada umumnya dari tahap estetis, etis, dan
religius menjadi tahap religius, etis kemudian estetis.
Berikutnya adalah penelitian berupa skripsi berjudul Konstruksi Identitas Budaya
Masyarakat Imigran Turki di Jerman dalam Film Kebab Connection yang ditulis oleh
mahasiswa program studi Jerman Fakultas Ilmu Pengetahuan Universitas Indonesia
bernama Aditya Ari Prabowo pada tahun 2008. Skripsi ini membahas tema
Multikulturalisme di tengah-tegah masyarakat Jerman yang mengangkat masalah
identitas kaum imigran Turki. Skripsi ini menganalisis simbol-simbol sebagai
representasi yang digambarkan dalam film dengan teori representasi dan identitas.
Penulis skripsi ini membagi analisisnya menjadi tiga bagian yaitu analisis narasi, musik,
dan isi cerita. Penulis skripsi ini menarik beberapa kesimpulan dalam penelitian ini yaitu
10
konstruksi indentitas budaya yang di alami masayarakat multicultural di Jerman tidaklah
mudah. Hal tersebut disebabkan oleh danya stereotipe yang dimiliki oleh masing-masing
pihak karena banyaknya perbedaan identitas budaya antara masyarakat Jerman dan
imigran Turki. Konstruksi identitas budaya imigran Turki dalam film Kebab Connection
mengalami perubahan terutama di kalangan generasi muda yakni mereka menjadi lebih
liberal dibandingkan orangtua mereka yang menganut nilai-nilai konservatif.
Penelitian selanjutnya berupa tesis berjudul Konstruksi Identitas Etnis Cina Pasca Orde
Baru Melalui Media : Studi Pemaknaan terhadap Film Cina : Wo Ai Ni Indonesia, Jangan
Panggil Aku Cina dan Ca Bau Kan ditulis oleh mahasiswa program studi ilmu
komunikasi FISIP Universitas Indonesia bernama Juni Alfiah Chusjairi tahun 2005. Tesis
ini meneliti konstruksi identitas warga etnis Cina di Indonesia. Penelitian ini melibatkan
empat informan yang merupakan orang etnis Cina yang sudah menonton ketiga film
tersebut dan tinggal di Indonesia. Tesis ini merupakan penelitian perspektif fenomenologi
dan menggunakan paradigma kritis. Data penelitian diperoleh melalui wawancara
terhadap informan tersebut. Analisis data yang dilakukan menggunakan methods of
agreement dan methods of difference serta konsep identitas yang dikemukakan Stuart
Hall. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lingkungan pergaulan yang ditunjang oleh
nilai-nilai budaya yang kuat mempunyai pengaruh yang besar dalam menimbulkan sikap
eksklusif atas identitas Cina yang dimilikinya.
Ketiga penelitian terdahulu terkait topik penelitian memiliki kesamaan yakni membahas
mengenai konstruksi identitas tokoh di dalam film maupun terkait dengan film. Analisis
konstruksi identitas yang digunakan pada ketiga penelitian ini mengacu pada teori
identitas yang dikemukan Stuart Hall. Konstruksi identitas yang dihadirkan dalam ketiga
penelitian ini berbeda-beda yakni mengenai gender, budaya, dan etnis cina yang
kesemuanya adalah isu yang dibahas dalam pembahasan multikulturalisme. Berbeda
penelitian Konstruksi Identitas Gender Tokoh Utama dalam Film Chouchou dan
Konstruksi Identitas Budaya Masyarakat Imigran Turki di Jerman dalam Film Kebab
Connection yang membahs konstruksi identitas pada tokoh dalam film, pada tesis
Konstruksi Identitas Etnis Cina Pasca Orde Baru Melalui Media : Studi Pemaknaan
11
terhadap Film Cina : Wo Ai Ni Indonesia, Jangan Panggil Aku Cina dan Ca Bau Kan
penelitian dilakukan untuk melihat pembangunan identitas langsung bagi masyarakat
etnis Cina di Indonesia.
8. Kemaknawian Penelitian
Berdasarkan penelitian terdahulu yang ditemukan dan dipaparkan dalam uraian
sebelumnya, penulis berpendapat bahwa sudah ada beberapa penelitian mengenai tema
multikulturalisme dan analisis konstruksi identitas pada tokoh imigran di dalam sebuah
film. Namun, penulis tidak menemukan adanya penelitian yang membahas analisis
konstruksi identitas nasional tokoh imigran dalam film Monsieur Lazhar maupun film
frankofon lainnya. Meskipun analisis yang dilakukan pada penelitian terdahulu juga
menggunakan teori identitas, akan tetapi setiap film memiliki latar ruang dan waktu, alur
serta penokohan yang berbeda-beda sehingga akan menghasilkan analisis yang juga
berbeda. Selain itu, penelitian mengenai konstruksi identitas nasional merupakan
pembahasan yang muncul dalam masyarakat yang multikultural. Penulis berharap hasil
penelitian ini dapat menjadi salah satu acuan dalam menanggapi isu identitas nasional di
tengah masyarakat Indonesia yang multikultural. Oleh karena itu, penelitan ini menjadi
maknawi.
9. Jadwal Penelitian
KegiatanBulan I Bulan II Bulan III Bulan IV
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Pengumpulan Data x x x x x
Analisis Data x x x x
Penulisan Penelitian x x x x x
Pembacaan x x
Revisi x x
Pengumpulan Penelitian x x
12
Daftar Pustaka
Austin, James. Yale French Studies, Number 115 : New Spaces for French and Francophone
Cinema. New Heaven : Yale University Press, 2009.
Boggs, Joseph M, dan Dennis W. Petrie. The Art of Watching Films. New York: McGraw-
Hill, 2008.
Carment, David dan David J Bercuson. The World in Canada: Diaspora, Demography, and
Domestic Politics. Ottawa: McGill-Queen’s University Press, 2008.
Chusjairi, Juni Alfiah. Konstruksi Identitas Etnis Cina Pasca Orde Baru Melalui Media :
Studi Pemaknaan terhadap Film Cina : Wo Ai Ni Indonesia, Jangan Panggil Aku Cina dan
Ca Bau Kan. Depok: Universitas Indonesia, 2005.
Creswell, John W. Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Metode
Campuran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010. Terj. Achmad Fawaid dari Research Design:
Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches, 2009.
Froger, Marion. Le Cinéma à L’Épreuve de La Communauté. Le Cinéma Francophone de
l’ONF 1960-1985. Montréal : Les Presses de l’Université de Montréal, 2010.
Giles, Judy, dan Tim Middleton. Studying Culture A Practical Introduction. Oxford:
Blackwell Publisher Ltd, 1999.
Hall, Stuart. The Question of Cultural Identity. Modernity An Introduction to Modern
Societies. Ed. Stuart Hall, David Held, Don Hubert, dan Kenneth Thompson. London :
Blackwell Publisher, 1996.
Higgins, Mary-Ellen.
Phillips, William H. Film An Introduction. Boston : Bedford/St.Martin, 1999.
Prabowo, Aditya Ari. Konstruksi Identitas Budaya Masyarakat Imigran Turki di Jerman
dalam Film Kebab Connection. Depok: Universitas Indonesia, 2009.
Villarejo, Amy. Film Studies The Basics. New York : Routledge, 2007.
13
Yuliana, Anita. Konstruksi Identitas Gender Tokoh Utama dalam Film Chouchou. Depok:
Universitas Indonesia, 2009.
14