DESAIN Baru hal iii-42menganalisa pengaruh nilai budaya dalam interaksi sosial di lingkungan...
Transcript of DESAIN Baru hal iii-42menganalisa pengaruh nilai budaya dalam interaksi sosial di lingkungan...
![Page 1: DESAIN Baru hal iii-42menganalisa pengaruh nilai budaya dalam interaksi sosial di lingkungan permukiman dan di tempat kerja, ... yang mengandung nada rasisme. ... mengaitkan analisis](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022053116/60947bf5ddc7a728b24390cc/html5/thumbnails/1.jpg)
iii 9
SOCIUS VOLUME XIV, Oktober - Desember 2013
HARMONI DAN DISHARMONI SOSIAL ETNIS DI PERKOTAAN
(Studi Hubungan Sosial Etnis Makassar dengan Etnis Tionghoa di Kota Makassar)
M. DarwisUniveritas Hasanuddin
ABSTRAK
Latar hitoris menunjukkan bahwa Sudah tiga kali konflik antaretnik keturunan Tionghoa dengan penduduk setempat (Makassar) terjadi, khususnya di kota Makassar. Konflik itu pecah dengan modus perusakan properti milik para etnik keturunan Tionghoa. Dalam konflik itu, etnik keturunan Tionghoa selalu dirugikan, meskipun mereka tidak tahu menahu sebab musababnya. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa penyebab intensitas interaksi sosial antara etnik keturunan Tionghoa dengan etnik Makassar di tempat kerja lebih intensif dibanding interaksi di tempat tinggal, menjelaskan faktor-faktor yang mendorong dan menghambat interaksi sosial antara etnik keturunan Tionghoa dengan etnik Makassar di lingkungan permukiman dan di tempat kerja, menganalisa pengaruh nilai budaya dalam interaksi sosial di lingkungan permukiman dan di tempat kerja, menganalisa konflik apa saja yang mempengaruhi atau menghambat interaksi sosial antara etnik keturunan Tionghoa dengan etnik Makassar di lingkungan permukiman dan di tempat kerja, sehingga terjadi harmoni dan disharmoni sosial. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Dalam mengumpulkan data digunakan observasi dan wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa telah terjadi konflikasi hubungan komunal antara etnik Tionghoa dan etnik Makassar, adanya pola relasi di tempat kerja, sementara tokoh-tokoh masyarakat etnik Tionghoa dan Makassar memiliki peran besar dalam mendorong harmonisasi. Selain itu, juga ditemukan adanya faktor pendukung dan penghambat harmonisasi di Kota Makassar.
Kata Kunci: Harmoni, disharmoni, etnik Tionghoa, etnik Makassar, interaksi sosial, konflik, kegiatan komunal, integrasi etnik, disintegrasi etnik
I. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
bumiputera, yaitu orang-orang Jawa, Sunda, Bali,
Ambon, Bugis, Batak, Timor, Minangkabau,
Menilik sejarah, sejak masa kolonial Dayak. Struktur kependudukan seperti itu pada
B ela nda , tepa t nya se ja k t a hun 1818, masa penjajahan Jepang juga cenderung
sebagaimana Lohanda (1996 : 2) kemukakan dipertahankan. Menurut Patji (1999 : 50) bahwa
bahwa ketika konfigurasi kependudukan masa setelah Indonesia merdeka, persepsi terhadap
itu dilegalkan, muncullah istilah Vreemde kelompok etnik keturunan Tionghoa tidak
Oosterlingen. Penduduk di berbagai kota banyak yang berubah. Pengendalian terhadap
dibedakan ke dalam tiga kelompok, yaitu (1) kegiatan dan tingkah laku kelompok etnik
bangsa Eropa yang terdiri atas Belanda, Jerman, keturunan Tionghoa bahkan tidak hanya
Swedia, Prancis, Inggris, Denmark, Portugis; (2) meliputi kehidupan ekonomi, tetapi juga
Bangsa Timur Asing, yang terdiri atas Cina, Arab, menyangkut kehidupan politik, sosial, dan
Armenia, India, Persia; dan (3) bangsa budaya mereka.
![Page 2: DESAIN Baru hal iii-42menganalisa pengaruh nilai budaya dalam interaksi sosial di lingkungan permukiman dan di tempat kerja, ... yang mengandung nada rasisme. ... mengaitkan analisis](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022053116/60947bf5ddc7a728b24390cc/html5/thumbnails/2.jpg)
SOCIUS VOLUME XIV, Oktober - Desember 2013
10
Melihat pembedaan tersebut, di kota perusakan properti milik para etnik keturunan
Makasar pun mengalami hal seperti itu, sehingga Tionghoa. Dalam konflik itu, etnik keturunan
jelas bahwa etnik keturunan Tionghoa itu Tionghoa selalu dirugikan, meskipun mereka
memberikan suatu fenomena tersendiri, tidak tahu menahu sebab musababnya. Itulah
khususnya dalam mereka berhubungan dengan realita yang selalu menimpa etnik keturunan
penduduk setempat. Fakta menunjukkan bahwa Tionghoa lainnya di kota Makassar. Munculnya
masih ada etnik pribumi (Makassar) di kota aksi anti keturunan Tionghoa, tak lain karena
Makassar yang “tidak menyukai” etnik orang-orang keturunan Tionghoa, secara sosial
keturunan Tionghoa, dan begitu pula sebaliknya, ekonomi lebih baik dari orang-orang pribumi
masih ada etnik keturunan Tionghoa yang tidak (etnik Makassar). Etnik keturunan Tionghoa
suka kepada etnik pribumi. Hal ini dibuktikan berhasil dalam mengelola perekonomian,
dengan terjadinya konflik antaretnik yang telah karena mereka tidak mempunyai banyak ruang
terjadi pada April 1980. Konflik tersebut pada gerak pada bidang lain, kecuali berusaha dalam
dasarnya merupakan rasa ketidakpuasan dan bidang ekonomi, di sisi lain etnik Makassar
keirian orang-orang pribumi terhadap orang umumnya dibesarkan dalam tradisi ambtenar
keturunan Tionghoa. Kemudian konflik pada (menjadi pegawai negeri), seiring dengan
1997 yang dikenal dengan Tragedi Annie su a sa n a ya n g m e n g ga n de n g s i sa - s i sa
Mujahidah. Pada 2006, hampir saja terjadi lagi feodalisme, di mana berdagang tidak begitu
pengganyangan terhadap orang keturunan tinggi statusnya.
Tionghoa, yang dikenal dengan nama Tragedi Masalah interaksi etnik keturunan
Latimojong. Tragedi ini terjadi akibat tewasnya Tionghoa dan etnik Makassar yang berlangsung
seorang pembantu rumah tangga asal di lingkungan tempat tinggal di kota Makassar,
Kabupaten Sinjai di rumah seorang warga saat ini merupakan salah satu aspek yang tidak
keturunan Tionghoa. Namun, kerusuhan tidak berjalan sebagaimana mestinya. Hal itu
terjadi akibat sigapnya para petugas keamanan diakibatkan tidak adanya kejelasan tujuan dan
dan peran tokoh masyarakat. Peristiwa tersebut, motif hubungan yang tercipta antarkedua etnik.
menunjukkan bahwa persoalan antara etnik Motif atau tujuan tersebut tidak perlu
keturunan Tionghoa dengan etnik Makassar dikemukakan secara sadar, juga tidak perlu
belum selesai, bagai api dalam sekam, dan mereka yang terlibat menyepakati tujuan
sewaktu-waktu bisa muncul bila ada pemicu. interaksi sosialnya. Interaksi kedua etnik di
Sudah tiga kali konflik antaretnik l ingkungan tempat t inggal mengalami
keturunan Tionghoa dengan penduduk ”hambatan”, yang ditunjukkan adanya
setempat (Makassar) terjadi, khususnya di kota eksklusivisme yang disimbolkan dalam bentuk
Makassar. Konflik itu pecah dengan modus rumah yang tertutup dengan tembok-tembok
![Page 3: DESAIN Baru hal iii-42menganalisa pengaruh nilai budaya dalam interaksi sosial di lingkungan permukiman dan di tempat kerja, ... yang mengandung nada rasisme. ... mengaitkan analisis](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022053116/60947bf5ddc7a728b24390cc/html5/thumbnails/3.jpg)
iii 11
SOCIUS VOLUME XIV, Oktober - Desember 2013
tinggi dan pintu-pintu yang kokoh, seakan-akan sehari-hari , di permukiman misalnya,
etnik keturunan Tionghoa menutup diri dengan komunikasi antarbudaya yang diharapkan dari
tetangga. kedua etnik tidaklah tercipta. Hal ini akibat
Selain hal tersebut di atas menurut adanya kendala yang menghambat, seperti tidak
Gondogomo (1996 : 91), secara simbolik etnik terciptanya penerimaan, baik secara fisik
keturunan Tionghoa memelihara budaya maupun nonfisik, akan kehadiran etnik
leluhur yang ditandai dengan adanya keturunan Tionghoa dalam aktivitas komunal di
kecenderungan golongan etnik keturunan lingkungan permukiman.
Tionghoa untuk menciptakan suatu lingkungan Etnik keturunan Tionghoa, biasanya
tersendiri, hidup secara eksklusif dan tetap mengekspresikan keterlibatannya di kegiatan-
mempertahankan adat kebiasaan kebudayaan kegiatan komunal, khususnya di tempat tinggal,
dari tradisi leluhur, membanting tulang sambil berupa partisipasi materi (sumbangan uang),
menyembah arwah. bukan kehadiran fisik dalam bentuk membaur
Karena adanya perbedaan tersebut, maka dalam kegiatan-kegiatan di permukiman.
terciptalah jarak atau pembatas yang Meskipun partisipasi material sudah diberikan
menyebabkan tidak terjadinya interaksi sosial oleh etnik keturunan Tionghoa, akan tetapi di
yang harmonis, dan menyebabkan putusnya pihak lain, wujud partisipasi itu tidaklah dapat
hubungan komunikasi. mengikat secara psikologis, sehingga tidak
Di sisi lain interaksi antara etnik memunculkan ikatan-ikatan emosional di antara
keturunan Tionghoa dengan etnik Makassar di keduanya. Apabila terjadi konflik, meskipun
lingkungan tempat kerja menunjukkan pemicunya adalah sesuatu yang sangat sepele,
intensitas yang lebih tinggi disebabkan karena akan menghasilkan efek yang besar, bukan saja
adanya kepentingan bersama dan saling kerugian material, juga trauma psikologis yang
ketergantungan di antara mereka. Keturunan sangat sulit disembuhkan dalam waktu singkat.
Tionghoa memerlukan tenaga etnik Makassar
untuk menjalankan usaha dagangnya, 1.2. Bahan dan Metode
sementara etnik Makassar membutuhkan Populasi penelitian adalah etnik
lapangan kerja untuk kelanjutan hidupnya. Tionghoa dan Makassar yang telah berdomisili
Salah satu tujuan utama interaksi sosial minimal 5 tahun di Kota Makassar. Informan
adalah menyangkut penemuan diri, yang penelitian terdiri atas 37 orang yang terdiri atas
berperan dalam terciptanya hubungan yang 30 orang informan kunci; 30 informan etnik
harmonis, yang dimulai dengan terciptanya Tionghoa dan 30 orang informan etnik
komunikasi budaya antarkeduanya. Namun hal Makassar. Ada 7 orang informan pelengkap.
itu tidaklah terjadi, di mana dalam aktivitas
![Page 4: DESAIN Baru hal iii-42menganalisa pengaruh nilai budaya dalam interaksi sosial di lingkungan permukiman dan di tempat kerja, ... yang mengandung nada rasisme. ... mengaitkan analisis](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022053116/60947bf5ddc7a728b24390cc/html5/thumbnails/4.jpg)
SOCIUS VOLUME XIV, Oktober - Desember 2013
12
Metode penelitian adalah qualitatif. beranggapan bahwa konsep konflik sangat
Penelitian ini berbentuk deskriptif analitik penting bagi analisis terhadap masyarakat
dengan menerapkan prinsip-prinsip grounded multiras. Para penganut fungsionalisme telah
research yang dititik beratkan pada pengamatan menekankan kajian mereka pada Konsensus,
dan wawancara. Keserasian, dan Keseimbangan; namun Van Den
Berghe melihat konflik antarkelompok dapat
II. Kajian Pustakan menjadi sumber penting bagi perubahan sosial,
2.1. Harmoni Dan Disharmoni Etnik Dalam sehingga penggunaan teori konflik dapat
Perspektif Hubungan Antarkelompok memberi manfaat bila diterapkan untuk
Sebagaimana diketahui bahwa dalam menjelaskan hubungan antar-ras.
Sosiologi dikemukakan berbagai kerangka teori Alternatif lain yang dikemukakan Banton
yang menganal is is tentang hubungan sebagai penjelasan terhadap konformitas ialah
antaretnik, dan masing-masing teori yang ada teori pertukaran dari George C. Homans (lihat
mempunyai kelebihan dan kekurangan, namun Banton, 1967 : 67-68 ). Banton berpendapat
saling melengkapi. Pada mulanya para ahli bahwa model transaksi yang melihat interaksi
sosiologi kurang mempunyai perhatian sebagai pertukaran bahwa wujud untuk
terhadap permasalahan hubungan antaretnik. memperoleh keuntungan maksimal mampu
Simson dan Yinger (1965 : 376-399) menjelaskan variasi perilaku yang tidak dapat
menyebutkan bahwa tumbuhnya perhatian para dijelaskan oleh kerangka teori lain.
ahli sosiologi terjadi secara bertahap. Pada Selanjutnya teori lain yang membahas
tahap pertama, ulasan para ilmuan sosial masalah hubungan antar-ras ataupun kelompok
mengenai hal ini masih diwarnai pernyataan etnik, dikemukakan oleh Barth dan Noel (1980 :
yang mengandung nada rasisme. Tahap kedua 416-437) yang mengidentifikasi empat
ditandai oleh deskripsi dan pengamatan lebih permasalahan sosiologis dalam hubungan
objektif, dan penggunaan konsep-konsep yang antar-ras atau kelompok di dalam masyarakat:
belum terkait dengan teori sosiologi yang ada. m a s a l a h k e m u n c u l a n ( e m e r g e n c e ) ,
Pada tahap ketiga telah timbul usaha untuk kemantapan (persistence), adaptasi, dan
mengaitkan analisis hubungan itu dengan teori perubahan bagaimana pola diferensiasi
sosiologi serta penelitian, termasuk eksperimen kelompok sosial muncul, menjadi stabil dan
terhadap masalah ini. Baru pada tahap keempat mantap, dan kemudian hilang atau berubah.
mulai terjadi integrasi antara kajian hubungan Menurut mereka masing-masing di antara
antaretnik (kelompok etnik) tersebut dengan keempat permasalahan ini, dapat dijelaskan
teori sosiologi. secara lebih baik oleh salah satu di antara empat
Van Den Berghe (1967: 34-37) kerangka teori sosiologi: Teori Siklus (Race
![Page 5: DESAIN Baru hal iii-42menganalisa pengaruh nilai budaya dalam interaksi sosial di lingkungan permukiman dan di tempat kerja, ... yang mengandung nada rasisme. ... mengaitkan analisis](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022053116/60947bf5ddc7a728b24390cc/html5/thumbnails/5.jpg)
iii 13
SOCIUS VOLUME XIV, Oktober - Desember 2013
Cycle Theory),Teori Konsensus (Consensus kekuasaan dan masalah struktural lainnya, yang
T h e o r y ) , Te o r i Ke s a l i n g te rga n t u n ga n akan menghasilkan konflik antarpihak-pihak
(Interdependence Theory), dan Teori Konflik yang menginginkan perbaikan kedudukan
(Conflict Theory). mereka, dan benturan antara kepentingan yang
Robert Park pengembang teori siklus, bertentangan ini akan menghasilkan perubahan.
mengemukakan bahwa hubungan antar-ras, Selanjutnya Teori Lieberson berpangkal
merupakan suatu siklus yang melibatkan pada tahap awal terjadinya antarkelompok ras
kontak, persaingan, akomodasi, dan pada dan etnik (Lihat Stanley, 1961 : 887-898 ). Tesis
akhirnya asimilasi. Menurut Barth dan Noel Lieberson tersebut adalah untuk memahami
(1980: 422-426) kekuatan utama kerangka teori tahap akhir dan tahap antara dari hubungan
ini terletak pada kemampuannya untuk antarkelompok etnik dan ras. Maka pamahaman
menjelaskan suatu hubungan antarkelompok mengenai dominasi suatu kelompok terhadap
yang telah mapan. Menurut penjelasan para kelompok lain dalam bidang politik, ekonomi,
penganut strukturalisme fungsional, suatu dan sosial belumlah memadai dan perlu
sistem sosial dapat bertahan karena adanya dilengkapi situasi kontak pada awal hubungan,
kesalingtergantungan antarbagian-bagian apakah kontak yang terjadi menghasilkan
sistem yang didasarkan pada konsensus ditundukkannya penduduk pribumi oleh
mengenai sistem nilai bersama. Di lain pihak, k e l o m p o k p e n d a t a n g ( m i g r a n t
para penganut interaksionisme simbolis, superordination) ataukah berbentuk
mengemukakan bahwa perilaku sosial yang ditundukkannya kaum pendatang oleh suatu
terorganisasi dan berorientasi pada tujuan, kelompok ras atau etnik setempat (indigenous
memerlukan adanya simbol yang dianut superordination).
bersama (shared symbol), kesepakatan Pembahasan Lieberson mengenai
mengenai makna nilai berbagai objek. p e n g e n d a l i a n p o l i t i k d a n e k o n o m i ,
Apabila dibandingkan dengan kerangka- b e r p a n d a n g a n b a h w a d a l a m k a s u s
kerangka teori yang telah disebutkan superordinasi kaum migran terhadap penduduk
sebelumnya, maka kerangka teori konflik setempat maka penduduk setempat diharuskan
menurut Barth dan Noel lebih mampu menerima pranata-pranata ekonomi dan politik
menjelaskan permasalahan perubahan pada kaum pendatang. Tatanan penduduk mulai
hubungan antaretnik. Kerangka terori konflik dicampuri. Kontak yang semula bersifat
berorientasi pada perubahan, karena bersahabat kemudian sering beralih menjadi
beranggapan bahwa perubahan melekat pada konflik. Dalam banyak kasus, penduduk
sistem sosial. Dalam tiap masyarakat dijumpai setempat menjadi korban penyakit yang dibawa
ketidaksepadanan struktural, perbedaan p e n d a t a n g , ko r b a n p e m b u n u h a n d a n
![Page 6: DESAIN Baru hal iii-42menganalisa pengaruh nilai budaya dalam interaksi sosial di lingkungan permukiman dan di tempat kerja, ... yang mengandung nada rasisme. ... mengaitkan analisis](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022053116/60947bf5ddc7a728b24390cc/html5/thumbnails/6.jpg)
SOCIUS VOLUME XIV, Oktober - Desember 2013
14
perampasan harta benda, dan diadu domba mampu berperan. Namun apabila yang
dengan kelompok setempat lainnya. Proses- berkuasa adalah masyarakat setempat mereka
proses demikian mengakibatkan gejolak di dapat membatasi jumlah dan latar belakang
bidang demografi maupun ekonomi. Dalam migran yang masuk dari luar agar tidak ada
sistem demikian, masyarakat setempat tidak kelompok migran yang menjadi dominan.
dapat membatasi jumlah migran yang datang. Pierre Van Den Berghe mengembangkan
Apabila kekuasaan politik dan ekonomi suatu tipologi mengenai hubungan-hubungan
d i p e ga n g o l e h m a sya ra ka t s e te m p a t , antar-ras. Menurutnya hubungan antar-ras
keadaannya cenderung berbeda. Dalam dapat dibagi dalam dua tipe ideal yaitu: Tipe
superordinasi masyarakat setempat ancaman paternalistis dan Tipe kompetitif. Kedua tipe
terhadap stabilitas demografi dan pranata hubungan antar-ras tersebut dipengaruhi oleh
masyarakatpun lebih kecil karena masyarakat faktor-faktor perekonomian, pembagian kerja,
setempat dapat membatasi jumlah pendatang. mobilitas sosial, stratifikasi sosial, jumlah
Pada tahap awal, menurut Lieberson, anggota masing-masing kelompok, dan sistem
kemungkinan terjadinya konflik relatif lebih nilai. Faktor-faktor ini oleh Van Den Berghe
terbatas. Seandainya pun terjadi konflik, konflik diajukan sebagai variabel bebas, yang
yang terwujud tidak berbentuk revolusi atau membawa dampak pada sejumlah aspek dari
usaha mengusir kelompok lain. Kenyataan hubungan antar-ras, yaitu aspek hubungan
bahwa para migran sering mengalami antar-ras, peranan dan status, etiket, bentuk
perbaikan taraf hidup membatasi kemungkinan agresi, pencampuran fisik, segregasi, sindrom
terjadinya konflik. psikologis, streotipe, dan prasangka (lihat Van
Perbedaan lain antara superordinasi Den Berghe, 1967 : 31-32).
migran dan superordinasi masyarakat Dalam suatu sistem hubungan antar-ras
setempat, menurut Lieberson, terletak pada yang bersifat paternalistis, hubungan antar-ras
bidang kontak etnik majemuk. Dalam kasus mengkuti model majikan-pelayan. Tipe ini
superordinasi kaum migran mereka dapat di d i j u m p a i p a d a m a sya ra ka t ko m p l e ks
bidang kontak etnik majemuk. Dalam kasus p r a i n d u s t r i y a n g d i d a s a r k a n p a d a
superordinasi kaum migran mereka dapat perekonomian pertanian dan produksi
memasukkan kelompok migrant baru untuk kerajinan tangan seperti produksi hasil
berperan dalam sistem ekonomi dan politik pertanian dan perkebunan disertai perbudakan.
baru yang diciptakan kaum migran baru untuk Dalam tipe hubungan antar-ras ini kelompok
berperan dalam sistem ekonomi dan politik yang didominasi menyesuaikan diri dengan
baru yang diciptakan kaum migran karena kedudukan lebih rendah serta dihinggapi rasa
masyarakat setempat dianggap dianggap tidak rendah diri karena dianggap dan diperlakukan
![Page 7: DESAIN Baru hal iii-42menganalisa pengaruh nilai budaya dalam interaksi sosial di lingkungan permukiman dan di tempat kerja, ... yang mengandung nada rasisme. ... mengaitkan analisis](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022053116/60947bf5ddc7a728b24390cc/html5/thumbnails/7.jpg)
iii 15
SOCIUS VOLUME XIV, Oktober - Desember 2013
sebagai kelompok yang belum dewasa, tidak Kekuasaan, dan Sumber daya yang langka.
punya tanggung jawab, kekanak-kanakan dan Konflik itu memang selalu ada, Manusia hidup
harus “tetap berada di tempatnya”. Ras menjadi selalu berkonflik. Konflik ada di alam dan hadir
ukuran untuk menentukan peranan. dalam kehidupan manusia. Konflik menciptakan
Tipe hubungan antar-ras yang bersifat perubahan.
kompetit i f , menurut Van Den Berghe D a l a m m a s y a r a k a t h o m o g e n ,
merupakan kebalikan dari tipe hubungan majemuk/plural, masing-masing mempunyai
paternalistis dan dijumpai dalam masyarakat pandangan yang berbeda tentang hidup dan
perkotaan dan industri dengan pembagian kerja masalahnya, sehingga masyarakat tersebut
yang kompleks dan produksi tipe manufaktur. Di memandang pula konflik dan pengertiannya
sini keanggotaan dalam suatu ras masih penting berbeda. Hal ini disebabkan oleh:
namun perbedaan kelas menjadi lebih menonjol a. Masing-masing masyarakat memiliki sejarah
daripada perbedaan kasta. Peralihan status dan karakteristik yang unik.
melalui usaha menggeser perolehan status b. Masing-masing individu/kelompok
melalui kelahiran sehingga kelompok yang dilahirkan atas perbedaan jenis kelamin.
didominasi dapat melakukan mobilitas sosial, c . M a s i n g - m a s i n g i n d iv i d u / k e l o m p o k
horizontal maupun vertikal. Pola majikan- dilahirkan dalam suatu tata cara hidup
pelayan berubah menjadi persaingan ketat tertentu. Seorang pengembara dusun di
antara kelompok dominan dan kelompok yang Timur Tengah dan seorang yang tinggal di
didominasi. kota di New York memiliki perbedaan
pengalaman dan pandangan tentang dunia
2.2. Harmoni Dan Disharmoni Etnik Dalam dan tempat mereka.
Perspektif Konflik d. Masing-masing masyarakat memiliki nilai-
Dalam melihat konflik terdapat beberapa nilai yang memandu pikiran dan perilaku kita
hal yang perlu diperhatikan yaitu beberapa serta memotivasi kita dalam mengambil
pengertian yang sering sulit dibedakan antara tindakan lainnya.
Pengertian Konflik dan Pengertian Kekerasan. Berdasarkan hal tersebut di atas, jelas
Konflik tidak selamanya berwujud kekerasan, kiranya, pandangan masyarakat tentang konflik
sedangkan kekerasan kadang dimulai dengan dan penyebabnya sangat berbeda.
adanya konflik yang mendahului yang biasanya
bersifat laten. Konflik biasanya melibatkan 2.3 Pandangan ahli tentang konflik
pertentangan antara dua pihak atau lebih Beberapa ilmuan sosial mendefinisikan
mengenai nilai, atau anggapan yang dianggap konflik dari berbagai aspek, sebagaimana
tinggi. Konflik dapat melibatkan tiga hal (Nur Talcott Parson (1995: 209) menganggap konflik
Zain Hae, dkk, 2000 : 18-20 ) yaitu: Status, itu perlu dalam rangka menjaga integrasi, yang
![Page 8: DESAIN Baru hal iii-42menganalisa pengaruh nilai budaya dalam interaksi sosial di lingkungan permukiman dan di tempat kerja, ... yang mengandung nada rasisme. ... mengaitkan analisis](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022053116/60947bf5ddc7a728b24390cc/html5/thumbnails/8.jpg)
SOCIUS VOLUME XIV, Oktober - Desember 2013
16
sangat berbeda dengan pandangan Marx di hubungan sosia l yang dinamis , yang
mana Marx menunjukkan sebaliknya bahwa m e nya n g ku t h u b u n g a n a n t a ra o ra n g
setiap perubahan yang dicanangkan/diinginkan perorangan, antara kelompok-kelompok
haruslah melalui konflik. Karena sesungguhnya manusia. Interaksi sosial itu menunjuk pada
konflik yang membuat masyarakat menjadi suatu kegiatan yang melibatkan sikap, nilai
dinamis. maupun harapan masing-masing individu.
Lebih jauh analisa teoretis Parsons Dengan demikian mengamati interaksi sosial
tentang terpeliharanya konflik atau konflik berarti mempelajari suatu sistem sosial, karena
masih dalam kendali yang sangat berbeda m e m p e l a j a r i a k t iv i t a s m a n u s i a ya n g
dengan Marx, Parsons mengemukakan bahwa berinteraksi dan berhubungan satu sama lain
bila ingin menunjukkan beberapa bentuk dengan suatu pola tertentu yang berdasarkan
tentang hubungan yang logis atau kuat di antara sikap, nilai, maupun harapannya.
suatu nilai spesifik, norma atau pola-pola Dalam konteks interaksi sosial antara
perilaku dan sejumlah nilai-nilai umum, yang etnik keturunan Tionghoa dengan etnik
melembaga sehingga dapat dijelaskan sebagai Makassar di Kota Makassar, yang terlihat dalam
suatu kekuatan perubahan dalam suatu interaksi tersebut adalah interaksi yang terjadi
masyarakat, konflik, baik yang manifest maupun dan berlangsung di lingkungan permukiman
yang latent, haruslah benar-benar dapat dan di lingkungan tempat kerja. Dari interaksi
menciptakan dan membawa perubahan bagi itu kemudian tercipta suatu interaksi yang
masyarakat dengan pola terstruktur dan tidak mengandung relasi, namun dari interaksi itu
mengorbankan elemen lain yang menjadi pula terjadi pertentangan-pertentangan, yang
bagian dari suatu struktur sosial masyarakat. memberi warna kedinamisan interaksi kedua
Sedangkan Lewis Coser (1967: 19) lebih melihat etnik, sehingga terjadi harmoni dan disharmoni
konflik pada integrasi suatu kelompok. Lebih sosial. Harmoni dan disharmoni dibatasi
lanjut Coser menyatakan bahwa untuk sebagai suatu corak interaksi sosial di antara
menjadikan kelompok itu solid maka ciptakan kedua pihak yang berbeda, ditandai dengan
konflik dengan out group-nya, namun konflik pengendalian diri dan kesadaran akan
dapat juga menyebabkan lemahnya solidaritas keseimbangan hak dan kewajiban dari masing-
suatu kelompok. masing pihak, serta kerja sama dengan
mementingkan kepentingan bangsa dan negara
III. Hasil dan Pembahasan secara keseluruhan.
3.1. Faktor Pendorong dan Penghambat Interaksi sosial antara etnik keturunan
Harmoni dan Disharmoni Sosial Etnik Tionghoa dengan etnik Makassar di lingkungan
Menurut Lewis A. Coser (1991: 259), permukiman, maupun di lingkungan tempat
interaksi sosial merupakan hubungan- kerja dapat dibedakan menjadi dua, yakni yang
![Page 9: DESAIN Baru hal iii-42menganalisa pengaruh nilai budaya dalam interaksi sosial di lingkungan permukiman dan di tempat kerja, ... yang mengandung nada rasisme. ... mengaitkan analisis](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022053116/60947bf5ddc7a728b24390cc/html5/thumbnails/9.jpg)
iii 17
SOCIUS VOLUME XIV, Oktober - Desember 2013
bersifat sukarela dan sebagai suatu keharusan. memercayai orang Makassar menjadi
Maksud sukarela di sini ialah bahwa secara pembantu (dalam rumah tangga atau dalam
otomatis etnik keturunan Tionghoa dan etnik menjalankan usaha bisnis) dan menerima
Makassar melakukan interaksi, seperti masuk ke dalam aktivitas sosial orang
mengobrol, tolong-menolong pada saat suka keturunan Tionghoa. Begitu pula orang
dan duka, hajatan, olahraga, kesenian. Interaksi Makassar dapat bekerja dengan orang
yang bersifat keharusan adalah interaksi yang keturunan Tionghoa, sehingga prasangka etnik
dikoordinasi oleh pemerintah setempat, akan semakin melebur, yang kemudian
pemuka masyarakat/organisasi, seperti tergantikan oleh interaksi yang saling
siskamling bersama, kebersihan lingkungan menguntungkan.
(kerja bakti), sumbangan sosial. Sehingga Selanjutnya apabila terdapat perbedaan,
interaksi kedua pihak berlangsung secara akan mengembangkan atau memupuk berbagai
formal dan informal, atau berlangsung secara tingkat gaya hidup yang berbeda untuk bisa
fleksibel sesuai tujuan kegiatan yang terjadi. hidup berdampingan dan berdekatan. Salah
Interaksi yang terjadi di lingkungan satu cara untuk mencapai keseimbangan hidup
tempat kerja sifatnya tidak lebih dari interaksi berdampingan dan berdekatan adalah melalui
antara majikan dengan pekerja, atau sebaliknya. integrasi. Integrasi sebagai salah satu proses
Sungguhpun demikian, interaksi yang terjalin dan hasil dari kehidupan sosial merupakan alat
itu dapat menguntungkan kedua belah pihak, yang bertujuan untuk mengadakan suatu
baik berupa materi maupun nonmateri. keadaan kebudayaan yang homogen. Oleh
Keuntungan materi yaitu etnik Makassar yang karena itu, integrasi merupakan suatu ikatan
bekerja pada etnik keturunan Tionghoa berdasarkan norma yaitu karena norma
terbantu dalam memperoleh pekerjaan. kelompoklah merupakan unsur yang mengatur
Sedangkan keuntungan nonmateri yaitu tingkah laku. Dengan demikian, harus tercapai
semakin meningkatnya pembauran antara dulu konsensus mengenai norma-norma dan
kedua pihak yang memiliki latar belakang sosial nilai-nilai sosial.
budaya sangat berbeda. Situasi kehidupan masyarakat keturunan
Selain itu interaksi yang tercipta di Tionghoa dengan masyarakat Makassar,
lingkungan tempat kerja, dapat pula berupa menggambarkan suatu keadaan yang berbeda
pertukaran jasa, yaitu bentuk jasa pembantu dalam gaya hidup antara satu dengan yang lain.
rumah tangga atau buruh lepas. Jalinan Kedua belah pihak diwarnai oleh latar belakang
interaksi yang demikian itu, membuat keduia budaya masing-masing. Walau kedua belah
pihak merasa diuntungkan. Orang keturunan pihak memiliki perbedaan dalam norma
Tionghoa sudah dapat menerima dan bahkan tentang nilai kemasyarakatan dan dalam gaya
![Page 10: DESAIN Baru hal iii-42menganalisa pengaruh nilai budaya dalam interaksi sosial di lingkungan permukiman dan di tempat kerja, ... yang mengandung nada rasisme. ... mengaitkan analisis](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022053116/60947bf5ddc7a728b24390cc/html5/thumbnails/10.jpg)
SOCIUS VOLUME XIV, Oktober - Desember 2013
18
hidup, mereka tetap melakukan interaksi. tinggal menciptakan keakraban. Menurut
Interaksi itulah yang menentukan integrasi Murray S. Davis ( 1973: 290), keakraban adalah
dalam kehidupan sosial kedua pihak, yang pada hasil dari interaksi. Tidak ada keakraban tanpa
akhirnya terjadi harmoni dan disharmoni sosial. adanya interaksi. Interaksi itu sendiri merujuk
Faktor lain yang memengaruhi interaksi kepada keadaan dan proses saling menanggapi,
sosial yang ditemukan adalah adanya jarak sosial saling bertukar pesan, baik melalui lisan
di antara keduanya. Jarak sosial dapat dibedakan maupun lewat aksi tindakan di antara dua
menjadi dua yaitu jarak sosial yang subjektif dan individu atau lebih.
jarak sosial yang objektif. Jarak sosial yang Kehidupan ketetanggaan yang saling
subjektif adalah persepsi kedua belah pihak kenal di antara mereka itu, tidak selamanya
dalam memandang suatu hal, sedangkan jarak berarti bahwa mereka akrab. Hal itu disebabkan
sosial objektif adalah perbedaan status sosial, adanya perbedaan kemampuan ekonomi dan
ekonomi, dan perbedaan tingkat pendidikan. pendidikan. Interaksi tidak terjadi, karena etnik
keturunan Tionghoa yang tingkat ekonominya
3.1.1. Corak Kompleksitas Hubungan Komunal berhasil, telanjur dianggap “sombong” dan tidak
Interaksi sosial di lingkungan tempat mau bergaul. Sebaliknya, etnik Makassar,
tinggal berupa interaksi antartetangga khususnya yang berpendidikan rendah, tidak
ditelususri melalui keakraban antartetangga merasa percaya diri untuk bergaul. Akibat jarak
dalam bentuk kegiatan saling berkunjung, saling sosial, interaksi sosial kurang lancar dan terjadi
bantu-membantu. Selain itu, juga dapat prejudice (sangkaan etnik) yang terpendam pada
ditelusuri lewat masalah dan sumber masalah kesadaran masing-masing.
yang sering muncul dalam suatu interaksi Selain perbedaan status ekonomi dan
antartetangga, cara dan pihak yang berperan pendidikan, interaksi terhambat karena adanya
dalam mengatasi dan menyelesaikan masalah beberapa perbedaan pelaksanaan ritual budaya.
yang timbul, dampak masalah yang terjadi Etnik keturunan Tionghoa yang melaksanakan
terhadap sistem sosial setempat, aspirasi sosial ritual budayanya dianggap oleh warga etnik
yang muncul dalam interaksi antartetangga. Makssar sebagai penonjolan “ketionghoaan”
yang masih sulit diterima oleh warga etnik
a. Kompleksitas Interaksi Antartetangga Makassar. Padahal, bagi warga etnik keturunan
Untuk mengetahui terjadi atau Tionghoa, merayakan ritual budaya Tionghoa
berlangsung suatu interaksi antaretnik merupakan tradisi nenek moyang dan nilai luhur
keturunan Tionghoa dengan etnik Makassar di yang perlu dilestarikan.
lingkungan tempat tinggal, perlu diperhatikan Bila ingin menciptakan keakraban
sejauh mana aktivitas di lingkungan tempat melalui aktivitas ketetanggaan antara etnik
![Page 11: DESAIN Baru hal iii-42menganalisa pengaruh nilai budaya dalam interaksi sosial di lingkungan permukiman dan di tempat kerja, ... yang mengandung nada rasisme. ... mengaitkan analisis](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022053116/60947bf5ddc7a728b24390cc/html5/thumbnails/11.jpg)
iii 19
SOCIUS VOLUME XIV, Oktober - Desember 2013
keturunan Tionghoa dengan etnik Makassar, B e b e r a p a k e g i a t a n y a n g k e r a p
kedua pihak hendaklah menciptakan rasa diselenggarakan, baik oleh penduduk setempat
toleransi karena tanpa toleransi, interaksi tak maupun oleh pemerintah atau organisasi yang
dapat berlangsung. Potensi untuk bersatu atau ada, di antaranya perayaan hari besar nasional,
paling sedikit untuk bekerja sama tentu ada kerja bakti gotong royong dalam kegiatan
dalam tiap-tiap interaksi yang berlangsung di p e m b a n g u n a n f i s i k . S e d a n g k a n ya n g
lingkungan tempat tinggal maupun di diselenggarakan oleh individu adalah pesta
lingkungan tempat kerja antara etnik keturunan perkawinan, khitanan, ulang tahun, kematian.
Tionghoa dengan etnik Makassar. Dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan tersebut,
Potensi tersebut ada dua. Pertama, baik yang diselenggarakan oleh etnik keturunan
warga kedua etnik dapat saling bekerja sama Tionghoa maupun oleh etnik Makasar, kedua
secara sosial ekonomis, dalam lapangan pihak cendrung melibatkan diri, meskipun
pekerjaan yang berbeda mereka dapat saling kadang tidak melibatkan diri secara fisik, akan
melengkapi. Keadaan butuh-membutuhkan itu tetapi sumbangan materi, sehingga dalam
akan berkembang menjadi suatu hubungan kondisi demikian itu, kedua etnik saling
simbiotik. Dalam hal itu, sikap para warga dari berhubungan dan berkomunikasi.
kedua etnik terhadap yang lain dijiwai oleh Dalam peringatan hari-hari besar
suasana toleransi. Kedua, warga dari kedua etnik nasional sering dilakukan kegiatan, seperti
dapat juga hidup berdampingan tanpa konflik olahraga dan kesenian, terutama di kalangan
jika ada orientasi ke arah suatu golongan ketiga para pemuda. Dalam kegiatan tersebut kedua
yang dapat menetralisasi hubungan antara etnik etnik bergabung merayakan bersama, sehingg
keturunan Tionghoa dengan etnik Makassar. terlihat dalam suatu tim olahraga misalnya,
Untuk menciptakan harmoni sosial dan terdapat etnik keturunan Tionghoa dan etnik
menghambat disharmoni sosial antara etnik Makassar. Pada saat seperti itu, perbedaan ras
keturunan Tionghoa dengan etnik Makassar di kelihatan tipis sekali, karena rasa kebersamaan
Kota Makassar, konflik antaretnik bukanlah membela tim yang menonjol.
sesuatu yang menghambat. Namun, yang perlu Warga keturunan Tionghoa juga turut
diwaspadai adalah keademan hubungan serta dalam kegiatan kerja bakti gotong royong
keduanya jangan dijadikan patokan bahwa yang diselenggarakan oleh pemerintah setempat
hubungan keduanya sudah dianggap harmonis. guna kepentingan sekitar l ingkungan
Jangan sampai di bawah permukaan, kedua etnik permukiman mereka. Partisipasi etnik
memendam perasaan sentimen ras yang keturunan Tionghoa kerap kali berupa materi,
mendalam. karena kesibukan mengurus ekonomi. Dari segi
interaksi yang mementingkan keterlibatan
b. Partisipasi dalam Kegiatan Komunal individu secara fisik, hal itu sangat kurang
![Page 12: DESAIN Baru hal iii-42menganalisa pengaruh nilai budaya dalam interaksi sosial di lingkungan permukiman dan di tempat kerja, ... yang mengandung nada rasisme. ... mengaitkan analisis](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022053116/60947bf5ddc7a728b24390cc/html5/thumbnails/12.jpg)
SOCIUS VOLUME XIV, Oktober - Desember 2013
20
memadai untuk mencapai sasaran untuk melakukanya. Sedangkan kewajiban adalah
membaurkan mereka. Sumbangan berupa tindakan yang orang lain dapat tuntut secara sah
materi, yang meskipun dianggap sudah untuk kita lakukan. Begitu pula Ralph Linton
melibatkan diri serta berpartisipasi, dapat (1984:261) menganggap bahwa peranan adalah
menghasilkan hubungan ”semu” karena secara aspek dinamis dari satu status dan dapat dilihat
psikologis mereka tidak menumbuhkan relasi sebagai suatu pola tingkah laku yang merupakan
sosial, di mana keterlibatan individu secara fisik, konsekuensi dari adnya hak dan kewajiban.
sangat diperlukan dalam behubungan. Secara samar tiap status menunjuk pada suatu
posisi tertentu dalam suatu pola—terlepas dari
3.1.2. Corak Hubungan di Lingkungan Tempat individu yang menempatinya. Karena itu, setiap
Kerja status masing-masing merupakan kumpulan
Pola hubungan antarindividu dalam dan kewajiban.
kelompok dapat diamati sebagai suatu pola Berdasarkan pendapat ahli yang
h u b u n g a n t i n g k a h l a ku t i m b a l b a l i k dikemukakan di atas, terlihat pula pada interaksi
antarperanan yang masing-masing diikat pada etnik keturunan Tionghoa sebagai majikan dari
status tertentu. Karena itu, interaksi antara etnik etnik Makassar yang bekerja padanya. Dalam
keturunan Tionghoa dengan etnik Makassar interaksi tersebut terbentuk suatu pola
y a n g b e r l a n g s u n g d i t e m p a t k e r j a hubungan kerja, seperti hubungan antara
menampakkan suatu pola, yang melibatkan majikan dengan pekerjaanya, yang diwarnai
individu-individu atau tingkah laku yang dengan sejumlah peranan (hak-hak dan
masing-masing dilakonkan dengan suatu peran kewajiban) yang ditandai oleh tuntutan
yang diikat oleh status masing-masing. pertukaran pelayanan dan imbalan tertentu. Di
Menurut Vander Zanden (1970 : 116), satu sisi, etnik Makassar sebagai pekerja
manusia dalam kehidupannya terikat dalam menawarkan tenaganya, di pihak lain orang
suatu arena sosial melalui jaringan kerja dari keturunan Tionghoa memberikan imbalan
peranan yang beralasan. Manusia yang satu berupa upah atau keterampilan yang secara
dengan yang lainya dihubungkan dengan dan tidak langsung. Menurut Blau (dalamTurner,
melalui peranan. Hak di satu pihak merupakan 1989: 252-253), pelayanan atau pemberian yang
kewajiban di pihak lain. Selanjutnya Goffman ditawarkan memiliki nilai yang cukup berharga
(1961 : 92) berpendapat bahwa peranan untuk diberi imbalan-imbalan tertentu.
seseorang dalam berinteraksi merupakan Hubungan-hubungan yang terjadi di mana
seperangkat norma-norma yang membatasi imbalan-imbalan diharapkan dan diberikan di
hak-hak, yaitu tindakan-tindakan yang dapat antara pelaku terjadi pertukaran. Blau
secara sah kita tuntut agar orang lain mengonseptualisasikan empat kelas umum dari
![Page 13: DESAIN Baru hal iii-42menganalisa pengaruh nilai budaya dalam interaksi sosial di lingkungan permukiman dan di tempat kerja, ... yang mengandung nada rasisme. ... mengaitkan analisis](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022053116/60947bf5ddc7a728b24390cc/html5/thumbnails/13.jpg)
imbalan, yakni uang, persetujuan sosial, keturunan Tionghoa. Interaksi yang terjadi
penghormatan/penghargaan, dan kepatuhan, adalah: etnik Makassar yang bekerja itu
serta alasan utama yang membuat individu menggantungkan harapan untuk memperoleh
melakukan pertukaran ialah karena pertukaran upah (gaji) dari majikan yang berketurunan
mempunyai sifat intrinsik dan ekstrinsik. Tionghoa. Begitu pula sebaliknya, orang
Adapun pertukaran yang terjadi antara etnik keturuanan Tionghoa yang mempekerjakan
k e t u r u a n a n T i o n g h o a d e n g a n e t n i k orang Makassar sangat tergantung kepada
Makassar—yang diartikan sebagai hubungan orang-orang Makassar.
yang bermotif ekonomi, berdasarkan pelayanan
jasa oleh etnik Makassar, yang bagi etnik 3.1.3. Peranan Pemuka Masyarakat
keturunan Tionghoa merupakan keuntungan Keterlibatan di dalam kegiatan yang
t e r s e n d i r i ( d a p a t m e m b e r i u p a h terselenggara di lingkungan permukiman etnik
murah)—sering bersifat asimetris dan bersifat keturunan Tionghoa maupun etnik Makassar,
unilateral. Sebagaimana dijelaskan oleh Blau, tidak terlepas dari peranan para pemuka
ada kemungkinan terjadi ketergantungan measyarakat (pimpinan formal dan informal)
sepihak karena tidak adanya alternatif yang yang senantiasa mengupayakan agar kedua
mungkin dilakukan oleh seseorang dalam etnik terlibat dalam berbagai kegiatan yang
mendapatkan pelayanan tertentu. Tak ada diselenggarakan. Selain itu, para pemuka juga
pilihan lain baginya untuk memenuhi apa yang merupakan orang pertama yang akan dimintai
diingingkan oleh pihak penyedia pelayanan. bantuan oleh etnik keturunan Tionghoa.
Berdasarkan pemikiran Blau di atas, Peranan pemuka masyarakat sebagai mediator-
terdapat empat alternatif yang menunjukan penghubung sangat besar dalam mendorong
kondisi ketergantungan sosial dari individu yang terjadinya interaksi di antara kedua etnik.
membutuhkan pelayanan (majikan). Apabila Seorang pemuka masyarakat bukan saja
majikan tak dapat memenuhi keempat alternatif menjalankan peran sebagai penganjur
itu, maka mau tak mau, ia harus mematuhi melainkan merangkap pula sebagai juru damai
tuntutan-tuntutan penyedia pelayanan apabila terjadi konflik. Dengan kedudukan itu, di
(pekerja). Dalam konteks ini etnik Makassar satu pihak ia harus bertindak adil berdasarkan
yang bekerja pada orang-orang keturunan urgensi masalah, namun di sisi lain ia sering
Tionghoa memperlihatkan bahwa mereka terdesak manakala penyelesaian konflik itu
bukan sebagai penyedia jasa semata, melainkan dianggap merugikan etnik Makassar.
mereka memainkan peranan penting dalam
kelangsungan usaha ekonomi orang-orang 3.2. Harmoni dan Disharmoni Sosial di Tempat
iii 21
SOCIUS VOLUME XIV, Oktober - Desember 2013
![Page 14: DESAIN Baru hal iii-42menganalisa pengaruh nilai budaya dalam interaksi sosial di lingkungan permukiman dan di tempat kerja, ... yang mengandung nada rasisme. ... mengaitkan analisis](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022053116/60947bf5ddc7a728b24390cc/html5/thumbnails/14.jpg)
Tinggal dan Tempat Kerja berlangsung secara insidental (intensitas
Interaksi yang berlangsung secara rendah atau kurang intensif) berkemungkinan
intensif antara etnik keturunan Tionghoa dan menciptakan pola pikir, sikap, dan perilaku yang
etnik Makassar menghasilkan cara pandang cenderung:
(pola pikir), sikap, perilaku dan dorongan untuk a. Mengabaikan (indifference)
saling: b. Merendahkan (misjudge)
a. Mengenal (acquainted) c. Salah paham (misunderstand)
b. Menghargai (respect) d. Menutup diri (insincere)
c, Memahami (understand) e. Stigmatisasi (discredit)
d. Membuka diri (sincere) f. Menolak (unwelcoming)
e. Berdialog (dialogue) g. Curiga (prejudice)
f. Menerima (welcome) h. Menggeneralisasi
g. Memercayai (trust) i. Memisahkan diri (exclusive)
h. Berpikir kasuistik Hubungan antara variabel-variabel interaksi
I. Menyatu (inclusive). sosial yang intensef dan yang insidental dapat
Unsur-unsur tersebut sangat penting dilihat pada tabel berikut:
peranannya untuk menciptakan interaksi
antaretnik secara harmonis.
Sebaliknya, interaksi yang hanya
Tabel 1Hubungan Indikator Interaksi Intensif dan Insidental
terhadap Harmoni/Disharmoni Sosial
Intensitas interaksi Indikator Harmoni Disharm
oni
Intensif saling mengenal + -
saling menghargai + - saling memahami + -
saling terbuka + -
Dialogis + - saling menerima + - saling percaya + - berpikir kasuistik + -
Inklusif + - Insidental
Mengabaikan - +
Merendahkan - +
salah paham - + menutup diri - + stigmatisasi ( discredit) - + menolak (unwelcoming) - +
curiga (prejudice) - +
Menggeneralisasi - +
Ekslusif - +
Sumber :Olahan data primer tahun 2007
SOCIUS VOLUME XIV, Oktober - Desember 2013
22
![Page 15: DESAIN Baru hal iii-42menganalisa pengaruh nilai budaya dalam interaksi sosial di lingkungan permukiman dan di tempat kerja, ... yang mengandung nada rasisme. ... mengaitkan analisis](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022053116/60947bf5ddc7a728b24390cc/html5/thumbnails/15.jpg)
Interaksi yang dilandasi hal-hal terciptanya interaksi sosial yang harmonis di
insidental di atas, berpeluang menciptakan antara mereka. Di sisi lain, semakin rendah
interaksi sosial yang tidak harmonis. Oleh intensitas interaksi (insidental) yang terjadi di
karena itu, semakin tinggi intensitas (semakin antara kedua etnik tersebut, semakin tinggi pula
intensif) interaksi yang berlangsung antara peluang terciptanya disharmoni sosial di antara
etnik keturunan Tionghoa dengan etnik mereka. Perhatikan pula tabel berikut ini:
Makassar, semakin besar pula peluang bagi
Tabel 2Hubungan Intensitas Interaksi dengan Harmoni/Disharmoni
Sosial
Intensitas Interaksi Harmoni Sosial Disharmoni Sosial Interaksi intensif + - Interaksi insidental - +
Sumber : Olahan data primer tahun 2007
Data yang ada juga mengindikasikan (2) Tempat tinggal atau rumah yang difungsikan
bahwa interaksi sosial antara warga Kota hanya sebagai tempat beristirahat dan
Makassar keturunan Tionghoa dengan etnik melepas lelah
Makassar di lingkungan tempat tinggal memiliki Kecenderungan untuk membentuk
intensitas yang berbeda dengan interaksi yang permukiman atau memilih lokasi tempat tinggal
terjadi di lingkungan kerja. Interaksi antara secara berkelompok berdasarkan etnik masing-
etnik keturunan Tionghoa dengan etnik masing bukan sesuatu yang berdiri sendiri dan
Makassar di lingkungan tempat tinggal terjadi dengan sendirinya, melainkan
cenderung lebih rendah intensitasnya dilatarbelakangi sejumlah faktor utama, yakni
dibanding interaksi yang berlangsung di faktor:
lingkungan tempat kerja. Ada sejumlah faktor (1) Psikologis berupa trauma terhadap
yang membuat interaksi sosial di lingkungan anarkisme,
tempat tinggal antara kedua etnik tersebut (2) Kultur yang mengutamakan
cenderung bersifat insidental dan intensitasnya primordialisme
rendah. Faktor-faktor tersebut adalah: (3) Politik yang mewariskan diskriminasi
( 1 ) Ke c e n d e ru n ga n u n t u k m e m b e n t u k (4) Sosial yang mudah dilanda konflik
p e r m u k i m a n s e c a ra b e r ke l o m p o k (5) Ekonomi berupa kesejahteraan yang tidak
berdasarkan identitas etnik. merata
iii 23
SOCIUS VOLUME XIV, Oktober - Desember 2013
![Page 16: DESAIN Baru hal iii-42menganalisa pengaruh nilai budaya dalam interaksi sosial di lingkungan permukiman dan di tempat kerja, ... yang mengandung nada rasisme. ... mengaitkan analisis](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022053116/60947bf5ddc7a728b24390cc/html5/thumbnails/16.jpg)
Faktor-faktor tersebut lebih cenderung Sedangkan tempat tinggal yang hanya
menghasilkan interaksi yang senantiasa difungsikan sebagai tempat beristirahat atau
berjarak atau tidak langsung (dibatasi tempat melepas lelah di malam hari setelah
trauma psikologis, sikap ekslusivisme yang sehari penuh melakukan aktivitas juga
bersumber dari primordialisme, stigmatisasi berpotensi menghasilkan interaksi dengan
dan prejudice yang bersumber dari politik yang intensitas rendah dan bersifat insidental.
diskriminatif, sikap protektif dan menutup diri Waktu yang tersedia hanya digunakan untuk
akibat kondisi sosial yang sewaktu-waktu bisa tinggal dan beristirahat di dalam rumah, tidak
dilanda konflik, kecemburuan sosial akibat dialokasikan untuk aktivitas di luar rumah.
kesenjangan ekonomi) sehingga bila terjadi Kalaupun ada undangan atau ajakan untuk
interaksi, intensitasnya rendah dan hanya berpartisipasi dalam suatu aktivitas di luar
bersifat insidental. Dengan demikian, interaksi rumah, partisipasi dilakukan secara tidak
berjarak atau tidak langsung (dissociate dan langsung berupa partisipasi finansial, bukan
detach) seperti i tu lebih berpotensi ikut serta berpartisipasi secara personal. Hal
menciptakan disharmoni sosial daripada tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:
harmoni sosial.
Tabel 3Model dan Intensitas Interaksi di Lingkungan Tempat Tinggal
Lokasi
Interaksi
Intensitas interaksi
Intensif Insidental
Tempat tinggal tidak langsung - +
alokasi waktu terbatas - +
tidak personal - + partisipasi finansial - +
Tempat kerja Langsung + -
alokasi waktu banyak + - Personal + - partisipasi fisik + -
Sumber : Olahan data primer tahun 2007
SOCIUS VOLUME XIV, Oktober - Desember 2013
24
![Page 17: DESAIN Baru hal iii-42menganalisa pengaruh nilai budaya dalam interaksi sosial di lingkungan permukiman dan di tempat kerja, ... yang mengandung nada rasisme. ... mengaitkan analisis](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022053116/60947bf5ddc7a728b24390cc/html5/thumbnails/17.jpg)
D i s i s i l a i n , d a t a y a n g a d a (social space) bagi terjalinnya interaksi yang
mengindikasikan bahwa interaksi antara warga intensif antara etnik keturunan Tionghoa
Kota Makassar keturunan Tionghoa dengan dengan etnik Makassar (Tabel 4).
etnik Makassar di lingkungan tempat kerja Tersedianya space, terjadinya interaksi
memiliki intensitas yang lebih tinggi (lebih secara reguler, serta pihak yang terlibat dalam
intensif) dibanding interaksi di lingkungan interaksi saling tergantung dan saling
tempat tinggal. Hal itu dilatarbelakangi faktor: mengandalkan untuk mencapai tujuan bersama
(1) Adanya ikatan (associate) adalah faktor-faktor yang juga berpeluang
)2) Rutinitas kerja menciptakan interaksi secara langsung,
(3) Saling tergantung (mutual reliant) personal, melibatkan partisipasi fisik, dan
(4) Tujuan yang sama (shared goal) dalam jangka waktu yang panjang. Interaksi
*5) Ttersedia ruang (space) tanpa jarak (associate atau attach) seperti itu
Interaksi antara warga keturunan tentu saja lebih berpotensi menciptakan
Tionghoa dengan etnik Makassar yang terjalin harmoni sosial daripada disharmoni sosial di
karena ikatan kerja, pada awalnya mungkin lingkungan tempat kerja.
hanya bersifat mekanistis, tidak setara Analisis tentang interaksi di lingkungan
(majikan-karyawan), dan sekadar memenuhi tempat tinggal dan di lingkungan kerja di atas
tuntutan pekerjaan. Namun demikian, interaksi mengindikasikan bahwa intensitas interaksi
yang terjalin secara rutin di tempat kerja, sosial yang tinggi (intensif) memiliki hubungan
disertai adanya tujuan bersama (mencari positif dengan harmoni sosial dan berhubungan
n a f k a h ) d a n s a l i n g t e r g a n t u n g d a n negatif dengan disharmoni sosial. Sedangkan
mengandalkan, meningkatkan pula intensitas intensitas interaksi sosial yang rendah
interaksi di antara kedua etnik tersebut di (insidental) memiliki hubungan positif dengan
lingkungan tempat kerja. Dengan kata lain, disharmoni sosial dan berhubungan negatif
tempat kerja menjadi semacam ruang publik dengan harmoni sosial (Tabel 4 dan Tabel 5).
iii 25
SOCIUS VOLUME XIV, Oktober - Desember 2013
![Page 18: DESAIN Baru hal iii-42menganalisa pengaruh nilai budaya dalam interaksi sosial di lingkungan permukiman dan di tempat kerja, ... yang mengandung nada rasisme. ... mengaitkan analisis](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022053116/60947bf5ddc7a728b24390cc/html5/thumbnails/18.jpg)
Tabel 4Hubungan Lokasi Interaksi dengan Intensitas Interaksi
Lokasi
Interaksi
Intensitas interaksi
Intensif Insidental
Tempat tinggal Tidak langsung - +
alokasi waktu terbatas - +
Tidak personal - +
partisipasi finansial - + Tempat kerja Langsung + -
alokasi waktu banyak + - Personal + - partisipasi fisik + -
Lokasi Interaksi Intensitas interaksi Harmoni Disharmoni
Tempat tinggal rendah (insidental) - +
Tempat kerja tinggi (intensif) + -
Tabel 5Hubungan Lokasi Interaksi dengan Intensitas Interaksi
Sumber : Olahan data primer tahun 2007
Sumber : Olahan data primer tahun 2007
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa IV. Kesimpulan dan Saran
intensitas interaksi yang tinggi atau interaksi 4.1. Kesimpulan
sosial yang intensif berhubungan dengan
probabilitas terciptanya harmoni sosial dan 4.1.1. Intensitas Interaksi Sosial
tidak berhubungan dengan probabilitas Intensitas interaksi sosial yang terjadi di
terciptanya disharmoni sosial. Sebaliknya, lingkungan tempat kerja lebih intensif
intensitas interaksi sosial yang rendah atau dibandingkan interaksi di lingkungan tempat
interaksi sosial yang bersifat insidental tinggal. Selain disebabkan pengaruh nilai budaya
berhubungan dengan disharmoni sosial dan yang diuraikan di atas, hal itu juga berkaitan
tidak berhubungan dengan harmoni sosial. dengan kecenderungan warga Makassar
Dengan demikian intensitas interaksi sosial keturunan Tionghoa untuk bermukim secara
merupakan faktor kunci bagi terciptanya berkelompok dengan sesama mereka di suatu
harmoni dan disharmoni sosial. lokasi tertentu. Dalam kondisi seperti itu, kecil
SOCIUS VOLUME XIV, Oktober - Desember 2013
26
![Page 19: DESAIN Baru hal iii-42menganalisa pengaruh nilai budaya dalam interaksi sosial di lingkungan permukiman dan di tempat kerja, ... yang mengandung nada rasisme. ... mengaitkan analisis](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022053116/60947bf5ddc7a728b24390cc/html5/thumbnails/19.jpg)
kemungkinan bagi warga keturunan Tionghoa (1) Warisan dari kondisi sosial pada masa
untuk bertemu dan berinterkasi dengan etnik kolonial yang membeda-bedakan dan
Makassar di lingkungan tempat tinggal mereka. mengistimewakan status sosial warga
Namun, di sisi lain, warga Tionghoa di keturunan Tionghoa, yang mengakibatkan
Makassar yang pada umumnya menggeluti warga etnik Makassar yang merasa sebagai
dunia usaha atau bisnis, ternyata rata-rata warga pribumi memendam rasa tidak puas
mempekerjakan etnik Makassar dalam usaha dan menaruh antipati terhadap etnik
atau bisnis yang mereka kelola. Oleh karena itu, keturunan Tionghoa;
lingkungan tempat kerja juga berfungsi sebagai (2) Kondisi sosial politik pasca-G 30 S/PKI yang
ruang sosial bagi warga keturunan Tionghoa kemudian melahirkan stigmatisasi
untuk berinteraksi dengan warga etnik terhadap warga keturunan Tionghoa (yang
Makassar. terjadi selama masa pemerintahan rezim
Orde Baru), yang berakibat pada pengucilan
4.1.2. Faktor yang Mendorong Interaksi Sosial dan pembatasan ruang gerak (sosial,
Ada dua faktor utama yang memengaruhi politik, dan budaya) terhadap warga
interaksi antara etnik keturunan Tionghoa keturunan Tionghoa;
dengan etnik Makassar. Kedua faktor tersebut (3) Adanya kesenjangan ekonomi antara warga
dapat diklasifikasikan sebagai faktor internal dari etnik keturunan Tionghoa dengan
dan faktor eksternal. warga etnik Makassar yang menimbulkan
Faktor internal yang berperan dalam kecemburuan sosial yang berakibat warga
membentuk interaksi sosial yang harmonis etnik Makassar mudah disulut untuk
ataupun disharmonis adalah: melakukan aksi anarkistis terhadap etnik
(1) k e m a m p u a n i n d i v i d u u n t u k keturunan Tionghoa.
berkomunikasi;
(2) tingkat pendidikan; 4.1.3. Pengaruh Nilai Budaya
(3) sikap dan pola pikir dalam menghadapi Sebagai dua etnik berbeda, adalah wajar
perbedaan, sikap dan pola pikir yang apabila etnik Tionghoa dan etnik Makassar
terbuka atau tertutup terhadap berbagai memiliki latar belakang budaya berbeda,
perbedaan yang ada, termasuk perbedaan sehingga masing-masing menganut nilai-nilai
agama dan nilai-nilai budaya yang dianut. budaya yang berbeda pula. Hal itu kemudian
A d a p u n f a k t o r e k s t e r n a l y a n g akan berpengaruh pada model interaksi sosial di
berpengaruh terhadap interaksi sosial antara antara mereka, baik di lingkungan tempat
etnik keturunan Tionghoa dan etnik Makassar tinggal maupun di lingkungan tempat kerja.
adalah: Nilai budaya Tionghoa yang memandang
iii 27
SOCIUS VOLUME XIV, Oktober - Desember 2013
![Page 20: DESAIN Baru hal iii-42menganalisa pengaruh nilai budaya dalam interaksi sosial di lingkungan permukiman dan di tempat kerja, ... yang mengandung nada rasisme. ... mengaitkan analisis](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022053116/60947bf5ddc7a728b24390cc/html5/thumbnails/20.jpg)
b a h w a b u d a y a m e r e k a m e r u p a k a n bentuk keangkuhan, penonjolan kekayaan, dan
pengejawentahan dari suatu nilai tertinggi dari wujud keengganan untuk berinteraksi dengan
nilai-nilai budaya lainnya, sehingga anggapan sesama tetangga. Dengan demikian, nilai-nilai
warga keturunan Tionghoa bahwa kedudukan budaya yang dianut pun berperan penting dalam
dan posisi mereka dalam strata sosial menciptakan interaksi sosial yang harmonis
masyarakat adalah terpandang. Hal ini maupun yang disharmonis.
diperkuat oleh perlakuan kolonial yang
menempatkan mereka pada kedudukan lapisan 4.1.4. Upaya Mendorong Interaksi Sosial
menengah. Nilai lain yang mereka anut adalah Momen reformasi dan diberlakukannya
memulai aktivitas usaha sepagi mungkin, Undang Undang No 12 tahun 2006 tentang
membuat mereka meninggalkan tempat tinggal Kewarganegaraan, dapat dikatakan sebagai
sejak fajar dan menghabiskan waktu seharian di tonggak sejarah yang penting guna mendorong
tempat kerja, membuat mereka tidak sempat terciptanya interaksi sosial yang lebih baik
bersosialisasi di lingkungan tetangga pada siang antara warga keturunan Tionghoa dengan
hari. Pada malam hari, mereka pulang ke warga dari etnik Makassar. Momen tersebut
kediaman mereka dalam keadaan letih, sehingga dapat diisi dengan bersama-sama berupaya
malam hari dimanfaatkan untuk beristirahat membangun kesadaran baru bahwa situasi
dan memulihkan tenaga untuk melanjutkan sudah berubah.
aktivitas keesokan harinya. Akibatnya, mereka Salah satu cara untuk menciptakan
pun tidak sempat bersosialisasi dengan interaksi sosial yang harmonis adalah dengan
tetangga pada malam hari. belajar mengenali budaya orang lain, yang tentu
Secara kultural , etnik Makassar akan memperlihatkan adanya perbedaan.
mengutamakan partisipasi langsung setiap Perbedaan itulah yang harus saling dipahami,
individu dalam interaksi sosial, termasuk di selain itu perlu pula ditumbuhkan kesadaran
lingkungan tempat tinggal, sebagai wujud nilai bahwa setiap orang saling membutuhkan
saling menghargai. Bila ada aktivitas di sehingga setiap orang perlu saling membantu
lingkungan tempat tinggal, misalnya, kehadiran dalam kehidupan bermasyarakat. Juga perlu
setiap warga secara fisik dan personal dijadikan disadari bahwa setiap orang memiliki
sebagai tolok ukur dari keseriusan warga dalam kekurangan dan kelebihan sehingga orang lain
berinteraksi dengan sesama tetangga. dibutuhkan guna saling menutupi kekurangan.
Partisipasi tidak langsung seperti pemberian Untuk itu, perlu digalakkan kegiatan-
bantuan dana dalam penyelenggaraan suatu kegiatan sosial yang melibatkan berbagai etnik
kegiatan, kadang-kadang justru ditanggapi dan agama, agar mereka terbiasa dengan
secara negatif dan dianggap sebagai suatu interaksi multietnik. Selain itu perlu ada
SOCIUS VOLUME XIV, Oktober - Desember 2013
28
![Page 21: DESAIN Baru hal iii-42menganalisa pengaruh nilai budaya dalam interaksi sosial di lingkungan permukiman dan di tempat kerja, ... yang mengandung nada rasisme. ... mengaitkan analisis](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022053116/60947bf5ddc7a728b24390cc/html5/thumbnails/21.jpg)
pemahaman dan pengamalan dari masing- berhaluan komunis. Ekses dari peristiwa
masing pemeluk agama di Makassar tentang tersebut adalah warga keturunan Tionghoa
konsep ajaran kasih sayang antarsesama mengalami st igmatisasi se lama masa
makhluk Tuhan, karena setiap agama memiliki pemerintahan rezim Orde Baru, yang berakibat
konsep seperti itu. Jika hal tersebut dapat pada pembatasan ruang gerak (sosial, politik,
diterapkan bersama maka tidak akan ada lagi dan budaya) terhadap warga keturunan
sikap dan tindakan saling mengecilkan atau Tionghoa, sehingga mereka cenderung menutup
menghinakan antara satu dengan yang lainnya. diri.
Hubungan kasih sayang antara mayoritas dan Ketiga, adanya kesenjangan ekonomi
minoritas, etnik yang satu dengan etnik lainnya, dewasa ini antara warga dari etnik keturunan
dan seterusnya akan menciptakan interaksi Tionghoa dengan warga etnik Makassar yang
sosial yang cair dan harmonis. menimbulkan kecemburuan sosial yang
berakibat warga etnik Makassar mudah disulut
4.1.5. Pengaruh Konflik terhadap Interaksi untuk melakukan aksi anarkistis terhadap etnik
Sosial keturunan Tionghoa sehingga mereka
Jika dirunut secara historis, ada cenderung menarik diri dari interaksi sosial.
beberapa faktor yang kerap melatarbelakangi
atau menjadi pemicu konflik antara etnik 4.1.6. Proposisi hipotesis atau Asumsi-asumsi
keturunan Tionghoa dengan etnik Makassar. dasar
Pertama, warisan dari masa kolonial yang Pada akhirnya studi ini mengemukakan
menempatkan warga keturunan Tionghoa pada dan merumuskan beberapa proposisi atau
status sosial lebih tinggi dibanding etnik asumsi-asumsi yang dapat ditindaklanjuti untuk
Makassar. Akibatnya, warga etnik Makassar penelitian selanjutnya. Proposisi atau asumsi-
yang merasa sebagai warga pribumi memendam asumsi tersebut adalah sebagai berikut:
ketidakpuasan dan rasa antipati terhadap etnik (1). Harmoni etnis dapat tercipta, jika terjadi
keturunan Tionghoa. Pembeda-bedaan status interaksi dalam berbagai kegiatan
sosial seperti itu kemudian berlanjut menjadi dilingkungan komunal dan di tempat kerja,
segregasi antara pribumi dan nonpribumi serta dan disharmoni etnis terjadi, bila kedua
segregasi berdasarkan suku, agama, dan ras etnik saling menutup diri , t idak
(sara). menciptakan interaksi, memelihara
Kedua, kondisi sosial politik pada masa prasangka dan stereotipe masing-masing
Orde Baru menyusul pemberontakan Partai etnik,
Komunis Indonesia yang didukung oleh (2) Interaksi warga keturunan Tionghoa dengan
pemerintah Republik Rakyat China yang etnik Makassar, kurang intens terjadi di
iii 29
SOCIUS VOLUME XIV, Oktober - Desember 2013
![Page 22: DESAIN Baru hal iii-42menganalisa pengaruh nilai budaya dalam interaksi sosial di lingkungan permukiman dan di tempat kerja, ... yang mengandung nada rasisme. ... mengaitkan analisis](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022053116/60947bf5ddc7a728b24390cc/html5/thumbnails/22.jpg)
lingkungan tempat tinggal, karena masing- kedua etnik (Makassar dan keturunan
masing hidup secara berkelompok. Warga Tionghoa).
keturunan Tionghoa menutup diri, dengan (9) Kesadaran politik belum seluruhnya dimiliki
simbol bentuk rumah yang tertutup, oleh warga keturunan etnik Tionghoa, yaitu
menjunjung dan memelihara budaya, kurang terlibat dalam kegiatan politik
sementara etnik Makassar memendam praktis.
stigma dan prejudice bahwa etnik (10) Interaksi sosial yang terjadi di lingkungan
keturunan Tionghoa egois dan hanya komunal dan lingkungan kerja, membentuk
m e m e n t i n g k a n u n t u n g r u g i b i l a suatu pola yang dapat menciptakan
berhubungan dengan tetangga. harmoni dan disharmononi sosial.
(3) Interaksi lebih sering terjadi di tempat kerja (11) Pola-pola hubungan sosial yang dapat
karena umumnya kedua etnik saling diterima oleh kedua belahpihak dapat
bertemu dalam satu kepentingan dan menjadi acuan pemerintah dalam membuat
tujuan yang sama yang terikat oleh adanya kebijakan publik, agar keduabelahpihak
saling ketergantungan. tidak merasa dirugikan.
(4) Disharmoni terjadi karena minimnya (12) Takoh (elit) Masyarakat kedua etnis sangat
kesadaran kedua etnik untuk saling berperan untuk menciptakan harmoni dan
membuka diri dan membaur dalam b e r p e r a n p u l a u n t u k m e n c e g a h
kehidupan sosial di lingkungan tempat disharmoni.
tinggal. (13) Konflik kedua pihak, bila tidak ditangani
(5) Perbedaan ciri fisik telah melibas kesadaran dengan saksama oleh pemerintah, tokoh
satu Indonesia dari suatu keinginan masyarakat, kesadaran masyarakat untuk
bersama untuk menjadi satu, yang artinya berpartisipasi menciptakan ketenteraman,
lebih luas adalah pengakuan satu bangsa itu lambat laun akan menganggu kedamaian,
masih didominasi oleh paham egocentris bahkan mengarah ke perpecahan kelompok
terhadap rasa memiliki negeri ini. masyarakat.
(6) Kesamaan agama bukan jaminan untuk
melakukan amalgamasi (kawin campur) 4.2. Saran
dan juga sekaligus bukan jaminan untuk Beberapa saran yang ditarik dari hasil
meminimalisasi disharmoni. studi ini mempunyai dua implikasi, yaitu untuk
(7) Kecemburuan ekonomi yang kental menjadi kepentingan akademis dan praktis untuk
pembeda dan berujung pada kondisi penanganan hubungan antaretnik di perkotaan
disharmoni. khususnya di kota Makassar ataupun untuk
(8) Jarak sosial terjadi karena adanya saling daerah lain di Indonesia.
prasangka, stigma dan adanya stereotipe
SOCIUS VOLUME XIV, Oktober - Desember 2013
30
![Page 23: DESAIN Baru hal iii-42menganalisa pengaruh nilai budaya dalam interaksi sosial di lingkungan permukiman dan di tempat kerja, ... yang mengandung nada rasisme. ... mengaitkan analisis](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022053116/60947bf5ddc7a728b24390cc/html5/thumbnails/23.jpg)
4.2.1. Untuk Pengembangan Ilmu Pengetahuan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2006
Implikasi teoritik dari temuan studi tentang kewarganegaraan, saat ini lebih
tentang harmoni dan disharmoni sosial disosialisasikan sampai ke seluruh lapisan
dalam interaksi sosial antara warga m a s y a r a k a t d a n t i d a k l a g i k i t a
Makassar keturunan Tionghoa dengan pertentangkan perbedaan yang terjadi.
etnik Makassar ini, disarankan bagi Undang-undang tersebut pada dasarnya
komunitas ilmiah adalah sebagai berikut: sangat positif untuk menyamakan persepsi
(1) Diharapkan dapat menjadi sesuatu yang kewarganegaraan kita , hanya saja
menambah khazanah pengembangan ilmu implikasinya belum tersentuh hingga ke
sosial, khususnya bidang ilmu sosiologi. lapisan bawah, kelas masyarakat yang
Diharapkan pula, dapat dijadikan acuan sangat mudah terprovokasi. Makanya,
awal untuk mendalami studi hubungan u n d a n g - u n d a n g i n i j a n g a n h a nya
antaretnik di perkotaan. dimengerti dan diperuntukkan bagi
(2) Proposisi dan asumsi-asumsi yang segelintir orang saja atau hanya untuk elite
dirumuskan dalam simpulan penelitian ini, etnik Tionghoa saja, tapi seluruh elemen
dapat dikembangkan untuk suatu masyarakat.
penelitian yang lebih fokus membicarakan (2) Memberi pemahaman kepada semua elemen
hubungan antaretnik Makassar dan masyarakat untuk menghargai dan
keturunan Tionghoa di kota Makassar. Juga, menikmati kreasi Ilahi tentang perbedaan
dapat menjadi referensi bagi mereka yang yang ada di antara manusia. Selain itu, perlu
akan melakukan penelitian lebih dalam juga intensitas pemuka agama, khusus
tentang kehidupan masyarakat kedua etnik Islam, bagaimana menjabarkan Islam yang
y a n g h e t e r o g e n d a n m e m i l i k i tidak memiliki sedikit pun niatan untuk
permasalahan yang kompleks. menyakiti orang atau pemeluk agama lain.
Hal ini penting agar semua elemen tidak
4.2.2. Untuk Pemerintah dan Institusi lainnya. menjadikan perbedaan itu sebagai ujung
Implikasi studi ini untuk kepentingan tombak perpecahan untuk memperoleh
instansi pemerintah atau lembaga lain kenikmatan sesaat. Begitu pula, mereka
yang ingin membuat kebijakan yang yang menjadi elite di komunitas masing-
berkaitan dengan hubungan antaretnik di masing, termasuk pemuka agama selain
perkotaan, berupa saran praktis dan Islam, agar memasyarakatkan pentingnya
teknis-implementatif untuk penyusunan kebersamaan tanpa menyudutkan orang
dan penerapan regulasi hubungan etnik di lain dan menunjuk diri sendiri sebagai yang
perkotaan adalah sebagai berikut: terbaik.
(1) Untuk menciptakan harmoni, ada baiknya (3) Untuk menghindari munculnya anarkisme
iii 31
SOCIUS VOLUME XIV, Oktober - Desember 2013
![Page 24: DESAIN Baru hal iii-42menganalisa pengaruh nilai budaya dalam interaksi sosial di lingkungan permukiman dan di tempat kerja, ... yang mengandung nada rasisme. ... mengaitkan analisis](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022053116/60947bf5ddc7a728b24390cc/html5/thumbnails/24.jpg)
atau disharmoni kelak, ada baiknya sudah antaretnik belum tersosialisasi secara baik
disiapkan secara dini dengan memberi dan maksimal.
pemahaman sejarah, kemanusiaan, dan (9) Dalam menangani konflik etnik, tidak lagi
kekayaan makna dari perbedaan kepada bersifat parsial, akan tetapi harus ditangani
anak-anak usia dini dan juga kaum remaja. secara holistik dan integratif, dengan
Para pemuka etnik harus melibatkan diri berpegang pada peraturan yang ada.
untuk tidak henti-hentinya memberi contoh
yang baik tentang pentingnya menciptakan 4.2.3. Untuk warga keturunan Tionghoa.
kehidupan harmoni. Saran praktis agar di implementasikan
(4) Masyarakat yang hidupnya terbelakang dan oleh warga keturunan Tionghoa adalah sebagai
berada di bawah garis kemiskinan atau berikut:
kelas marginal, perlu disentuh oleh semua (1) Agar warga keturunan Tionghoa, hendaknya
elite-elite masyarakat yang memberi menghilangkan salah pengertian warga
pengertian dan pencerahan tentang masyarakat terhadap mereka, seperti orang
pentingnya kehidupan bersama untuk keturunan tidak patriotik, tidak mau
membangun negeri ini menjadi damai dan membaur, hanya memikirkan materi,
sejahtera. serakah. Untuk menghilangkan hal tersebut
(5)Hentikan praktik-praktik yang mengarah warga keturunan Tionghoa senantiasa
kepada tindakan ”pemerasan” terhadap berupaya membangun komunikasi dua
warga keturunan Tionghoa yang punya arah, di lingkungan tempat tinggal, maupun
urusan dengan suatu instansi atau warga di lingkungan tempat kerja, dengan
keturunanan Tionghoa, dijadikan ”sapi maksimal.
perah” dalam mengerjakan proyek-proyek (2) Interaksi perlu diintensifkan, dengan
pembangunan pemerintah di Makassar. melibatkan diri dalam kegiatan peringatan
(6) Hukum segera ditegakkan jika terjadi suatu hari nasional di lingkungan tempat tinggal
kasus atau peristiwa yang melibatkan warga dan di tempat kerja. Keterlibatan materi
keturunan Tionghoa yang berindikasi akan sebagai pengganti diri , hendaknya
terjadinya konflik atau chaos. diminimalisasi.
(7) Perlu regulasi tentang pengaturan (3) Warga keturunan Tionghoa, hendaknya
hubungan kerja bagi kedua etnik yang tidak memperlakukan pekerja mereka secara
menguntungkan hanya satu pihak saja, manusiawi, dengan memberikan upah
khususnya dalam masalah pembantu rumah sesuai standar upah yang berlaku, serta
tangga. memperhatikan dan memberikan jaminan
(8) Regulasi yang mengatur kehidupan bersama kesehatan. Hal ini perlu menjadi perhatian,
SOCIUS VOLUME XIV, Oktober - Desember 2013
32
![Page 25: DESAIN Baru hal iii-42menganalisa pengaruh nilai budaya dalam interaksi sosial di lingkungan permukiman dan di tempat kerja, ... yang mengandung nada rasisme. ... mengaitkan analisis](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022053116/60947bf5ddc7a728b24390cc/html5/thumbnails/25.jpg)
Anderson R.J and Sharrock W.W, 1984. Applied karena beberapa konflik kekerasan yang Sociological Perspectives, George
Allen end UNWIN, London.telah terjadi selalu bersumber dari Ali, Husin, S, 1985. Rakyat Melayu, Nasib dan
hubungan majikan-pekerja.Masa Depannya. Inti Sarana Aksara, Jakarta.
Bahrum, Shaifuddin, 2003. Cina Peranakan 4.2.4. Untuk warga masyarakat bukan warga
Makassar, Pembauran Melalui keturunan Tionghoa Pe rkaw i n a n An ta rb u d aya ,
Yayasan Baruga Nusantara, (1) Hentikan rasa sentimen yang selalu Makassar.
menganggap bahwa warga keturunan Baldassare, Mark,1994. The Los Angeles Riots, Westview Press, San Francisco.Tionghoa sebagai ”kambing hitam”, ”biang
Baqir Zein, Abdul, 2000. Etnis Cina Dalam kerok” kalau terjadi krisis ekonomi. Potret Pembauran di Indonesia,
Penerbit Prestasi Insan Indonesia (2) Hilangkan prasangka bahwa warga Jakarta.
keturunan Tionghoa tidak mau membaur Banton, Michael, 1967. Race Relation, London, Tavistock Publication Limited.dikarenakan kesibukan mengurus
Barkan, Steven E and Snowden, Lynne L , 2001. dagangannya.
Colective Violence, Allyn and (3) Hentikan rasa curiga berlebihan terhadap Bacon, Singapore.
Barth, Earnest A. T & Noel, Donald L, 1980. masyarakat etnik keturunan Tionghoa.Conceptual Framework For The
(4) Jangan mudah terprovokasi bila terjadi Analysis of Race Relation: an Evalution. Dalam Thomas F. suartu kasus yang melibatkan warga Pettigraw (ed),. The Sociology of
keturunan Tionghoa. Race Relation: Replection and Freform, New York: The Free Press.(5) Harus saling menghormarti kebudayaan
Barth, Fredrik:,1988. Kelompok Etnik dan masing-masing. B a t a s a n n y a , U I
Press,Jakarta,1988.(6) Hentikan pemikiran bahwa warga keturunan Berger, Peter L dan Luckmann, Thomas, 1990.
bukan bangsa sendiri.Tafsir Sosial Atas Kenyataan, LP3ES, Jakarta.
Berghe, Pierre Van Den, 1967. Race and Racism: Daftar Pustaka
A Comparative Perspective, New York London-Sydney: John Wiley & Sons. Buku-Buku:
Blalock, Hubert M, Jr; 1987. Pengantar Abdullah, Hamid, 1985. Manusia Bugis Penelitian Sosial, Rajawali Press,
Makassar, Inti Idayu Press, Jakarta.Jakarta. Bluth, B.J, 1982. Parsons` General Theory of
Abidin, andi Zainal, 1999. Capita Selecta Action A Summary The Basic Kebudayaan Sulawesi Selatan, Theory, Granada Hills, California.Hasanuddin University Press, Brannen, Julia. 1997. Memadu Metode Ujung Pandang. Pe n e l i t i a n Ku a l i t a t i f d a n
Awaluddin Yusuf, Iwan: Media, Kematian dan Kuantitatif, Pustaka Pelajar, Identitas Budaya Minoritas, UII Yogyakarta.Press Jogjakarta, 2005.
iii 33
SOCIUS VOLUME XIV, Oktober - Desember 2013
![Page 26: DESAIN Baru hal iii-42menganalisa pengaruh nilai budaya dalam interaksi sosial di lingkungan permukiman dan di tempat kerja, ... yang mengandung nada rasisme. ... mengaitkan analisis](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022053116/60947bf5ddc7a728b24390cc/html5/thumbnails/26.jpg)
Brass, Paul R, 1996. Riot and Pogroms, New Qualitative and Quantitative York University Press, New York. Approaches, Sage Publications.
Brown, Michael E and Ganguly, Sumit , 1997. Cuff, EC and Payne, GCF, 1984. Perspectives In Government Policies and Ethnic Socilogy, George Allen and Anwin, Relations in Asia and the Pacific, London.The MIT Press, England. Cushman, Jennifer dan Gungwu,Wang, 1991.
Boyle, Francis A, 1996. Genocide, Aletheia Press. Perubahan Identitas Orang Cina Bottomore T.B. 1972. Sociologi a Guide to Di Asia Tenggara, PT.Pustaka
Problems and Literature, Unwin UtamaGrafiti, Jakarta.University Books, London. Dahrendorf, Ralf, 1968. Essays in the Theory of
Budiman, Hikmat, 2005. Hak Minoritas, Society, Stanford University Press, Dilema Multikulturalisme Di California.Indonesia, Yayasan Tifa, Jakarta. Das,Veena, at all, 2001. Remaking A World,
Bungin,Burhan, 2005. Analisis Data Penelitian Violence, Soscial Suffering, and Kualitatif, PT. RajaGrasindo Recovery, University of California Persada, Jakarta. Press, Barkley and Los Angeles,
Burgess, Robert G, 1986. Key Variables in Social California.Investigation, Routledge and _____________ 2000. Violence and Subjectivity, Kegan Paul PTC. London. University of California Press,
Camara, Dom Helder, 2000. Spiral Kekerasan, London.Insist Press, Yogyakarta. David CL. Chung, 1995. Sukses Bisinis Cina di
Campbel, Tom, 1994. Tujuh Teori Sosial, Perantauan, Penerbit Bina Sketsa, Penilaian, Perbandingan, Aksasra, Jakarta.Kanisius, Jakarta. Diamon, Larry and Plattner, Marc F, 1994.
Charon, Joel M, 1979. Symbolic Interactionism Nationalism, Ethnic Conflict, and a n I n t r o d u c t i o n a n Democracy, The Johns Hopkins Interpretation, an Intergration, University Press, Maryland.Prentice-Hall, London. Durkheim, Emile, 1938. The Rules of
Coser Lewis A, 1968. Continuities in The Study S o c i o l o g i c a l M e t h o d , T h e Of Social Conflict, The Free Press, University of Chicago.New York. E Simpson, George dan Yinger, J. Milton. 1965.
____________ 1964. The Functional of Social The Sociology of Race and Etnic Conflict, The Free Press, New York. relation,. Dalam Robert K. Merton
Crawford, Baverly and Lipschutz, Ronnie D, (ed) Sociology Today: Problems 1998. The Myth of Ethnic Conflict, and Prospect. Vol II. New York and The Regents of The University of Evastone: Harper Torcbooks.California, Berkeley. Faisal, Sanapiah, 2005. Format-Format
Christie, Kenneth, 1998. Ethnic Conflict, Tribal P e n e l i t i a n S o s i a l , P T . Politics A Global Perspective, RajaGrafindo Persada, Jakarta. Curzon Press. Faruk , dkk, 2000. Perlawanan Atas
Coppel, Charles A, 1994. Tionghoa Indonesia Diskriminasi Rasial-Etnik, Dalam Krisis, Pustaka Sinar Yayasan Indonesia Tera, Magelang.Harapan, Jakarta. Fenton, Steve, 1999. Ethnicity, Racism, Class
Colombiyn,Freek and Lindblad, J. Thomas (ed), and Culture , Rowman dan 2002. Roots Of Violence in Littlefield Publisher, Inc, Lanham-I n d o n e s i a , C o n t e m p o r a r y Boulder-New York.V i o l e n c e i n H i s t o r i c a l Fern, Edward F, 2001 Advanced Focus Group perspective, Kitlv Press, Leiden. Research, Sage Publications,
Creswell, John W , 1994. Research Design, London.
SOCIUS VOLUME XIV, Oktober - Desember 2013
34
![Page 27: DESAIN Baru hal iii-42menganalisa pengaruh nilai budaya dalam interaksi sosial di lingkungan permukiman dan di tempat kerja, ... yang mengandung nada rasisme. ... mengaitkan analisis](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022053116/60947bf5ddc7a728b24390cc/html5/thumbnails/27.jpg)
Fisher, Simon at all, 2000. Working With m a s ya ra k a t d i I n d o n e s i a Conflict: Skills Et Strategies For Penerbit: Rineka Cipta, Jakarta.Action, Zed Books Ltd, London Hidayat Z.M, 1977. Masyarakat dan 2000, diterjemahkan oleh SN. Kebudayaan Cina Indonesia, Karikasari dkk, dengan judul Tarsito, Bandung.Mengelola Konflik, Keterampilan Horowitz, Donald L, 1985. Etnic Group in dan Strategi untuk bertindak, the Conflict, University of California British Council, Jakarta. Press, Berkeley.
Frisby, David and Sayer, Derek, 1906. Society, Irawan, Prasetya,Dr.M.Sc; 2006. Penelitian Ellis Horwood, England. Kualitatif dan Kuantitatif Untuk
Giddens, Anthony, 1995. Politics, Sociology and Ilmu-Ilmu Sosial, DIA Fisip UI, Social Theory, Stanford University Jakarta. Press, California. J.L. Vleming Jr. 1988. Kongsi dan Spekulasi,
Giddens, Anthony and Held, David, 1982. Jaringan Kerja Bisnis Cina, Classes, Power, and Conflict, Graffiti Press, Jakarta.University of California Press, Los Jahja, Junus, 1983. Garis Rasial Garis Usang, Angeles. Badan Komunikasi Penghayatan
Geertz, Clifford, 1973. The Interpretation of Kesatuan Bangsa (Bakom-PKB) Cultures, Basic Books, New York. Pusat, Jakarta.
Gerth, Hans H (editor), 1968. The Religion of ____________ 1984. Zaman Harapan Bagi China, Max Weber, A Free Press Keturunan Tionghoa, Yayasan Paper Back, Macmillan Publishing. Ukhuwah Islamiyah, Jakarta.
Glazer, Nathan dan Moynihan, Daniel P (ed), ___________ 1991. Nonpri Di Mata Pribumi, 1975. Ethnicity, Theory and Yayasan Tunas Bangsa, Jakarta.Experience, Harverd University Jandt, Fred E and Pedersen, Paul B, 1996. Press, Cambridge-Massachusetts C o n s t r u k t i v e C o n f l i c and london, England. Management Asia- Pacific Cases,
Gurr, Ted Robert, 1998. Minorities, A Global Sage Publication, London. View of Ethnopolitical Conflict At Jamuin, Ma'arif, 1999. Manual Advokasi, Risk, United States Institute of Resolusi Konflik Antar Etnik dan Peace Press, Washinton DC. Agama, CISCORE, Solo.
Greif, Stuart W, 1991. WNI Problematika Orang Johnston, Hank and Klandermans, Bert, 1995. Indonesia Asal Cina, Grafitti S o c i a l M o v e m e n t s a n d Press, Jakarta. Culture,The Regents of The
Habib, Achmad, DR,MA, 2004. Konflik University of Minnesota.Antaretnik Di Pedesaan, Pasang Ju Lan, Thung dkk; 2000. Etnisitas Dan Surut Hubungan Cina-Jawa, PT. Integrasi Di Indonesia, Sebuah LkiS Pelangi Aksara, Yogyakarta, Bunga Rampai, LIPI, Jakarta.2004. Kakar, Sudhir, 1996. The Colors Of Violence,
Hall, Harolrd V and Whitaker, Leighton C, 1999. The University Of Chicago Press, Collective Violence Effective London.Strategies For I Assessing and Kartika,Sandra dan Mahendra,M, 1999. :Dari Interviewing, in Fatal Groupand K e s e r a g a m a n M e n u j u Institutional Aggression, CRC K e b e r a g a m a n , W a c a n a Press, New York. Multikultural Dalam Media,
Harris, Marvin : Cultural Materialism, 1980. The L e m b a g a S t u d i P e r s & Struggle For A Science Of Culture, Pembangunan, Jakrta.Random House, New York. Kartono, Kartini, 1986. Pengantar Metodologi
Hassan Shadily, 1993. Sosiologi untuk Riset Sosial, PT Alumni, Bandung.
iii 35
SOCIUS VOLUME XIV, Oktober - Desember 2013
![Page 28: DESAIN Baru hal iii-42menganalisa pengaruh nilai budaya dalam interaksi sosial di lingkungan permukiman dan di tempat kerja, ... yang mengandung nada rasisme. ... mengaitkan analisis](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022053116/60947bf5ddc7a728b24390cc/html5/thumbnails/28.jpg)
Kelley, Harold H and Thibaut, Jhon W, 1978. Grafika Indah, Jakarta.Interpersonal Relations, John Mattulada, 1978. Menyusuri Jejak Makassar, Wiley and Sons, New York. LEPHAS UNHAS, Ujungpandang.
Krueger, Richard, 1988. Focus Groups, A McGarry, John and O`Leary, Brendan, 1993. The Practical Guide For Applied Po l i t i c o f E t h n i c Co n f l i c t Research, Sage Publication, Regulation, Routledge, New York.London. Miall,Hugh dkk, 2000. Resolusi Damai Konflik
Koentjaraningrat, 1980. Metode Penelitian Kontemporer, PT.Raja Grafindo Masyarakat, Gramedia, Jakarta. Persada, Jakarta.
Koentjaraningrat dan Emmerson, Donald K, Moore, Erin, 1985. Conflic and Compromise 1982. Aspek Manusia Dalam Justice in an Indian Village, Penelitian Masyarakat, PT. University Press of America, Gramedia, Jakarta. London.
Kymlicka, Wil l , 1995. Multicultural Mulder, Niels, 1983. Jawa-Thailand, Beberapa Citizenship, Oxford University Perbandingan Sosial Budaya, Press, New York. Gadjah Mada University Press,
Kusni, JJ, 2001. Negara Etnik, Beberapa Yogyakarta.Gagasan Pemberdayaan Suku Muslimin A.R.Effendi, 2004. Tionghoa Dayak, FuSPAD, Yogyakarta. Makassar di Tengah Pusaran
Laitin, David D, 1986. Hegemoni and Culture, Sejarah, In , (eds . By Dias The University Of Chicago Press, P a r a d a d i m a t a & M u s l i m i n London. A.R.Effendi) Kontituritas dan
Latif, Sukriansyah S dan Leban,Tomi, 1988. Perubahan dalam Sejarah Sulawesi Amuk Makassar, ISAI, Jakarta. Selatan, Ombak, Yogyakarta.
Labovitz, Sanford and Hagedorn, Robert, 1982. Nasikun, 1984. Sistem Sosial Indonesia, Metode Riset Sosial, Erlangga, Rajawali Pers, Jakarta. Jakarta. Nasution, S. Prof.DR; 1982. Metode Research,
Leatherman, Janie dkk, 1999. Breaking Cycles Jemmars, Bandung.Of Violence, Kumarian Press, Nisbet, Robert A, 1966. The Sosiological America. Tradition, Heinemann, London.
Lewicki, Roy J at all, 1999. Negotiation, Irwin Nur Zain Hae, Rusdi Marpaung, Hawe Setiawan, McGraw Hill, New York. 2000. Konflik Multikultur,
_______________ 2001. Essentials Of Negotiaton, Panduan Meliput Bagi Jurnalis, McGraw-Hill, London. L e m b a g a S t u d i P e r s d a n
Linn, Robert L and Erickson, Frederick, 1990. Pembangunan, Jakarta.Quantitative Methods and Pallawa, Andhy dan Azis , Asfat ,2003. Qualitative Methods, Macmillan P e m b a u r a n D i M a k a s s a r, Publishing Company, New York. Agenda Yang Tertinggal, Global
Mackie, J.A.C. and Charles A.Coppel, 1976. The Publishing, Makassar.Chinese in Indonesia, Honolulu Pardede, Andrea, dkk:; 2002. Antara University Press, Hawaii. Prasangka dan Realita, Telaah
Moleong, 2006. Metodologi Penelitian Kritis Wacana Anti Cina di Kualitatif, Remaja Rosda Karya, Indonesia, Pustaka Inspirasi, Bandung. Jakarta.
Marshall, Catherine and Rossman, Gretchen, Peter S.Li, 1988. Ethnic Inequality in A Class 1989. Designing Qualitative Society, Wall Thompson, Toronto.Research, Sage Publishing, Poelinggomang, Edward L, 2002. Makassar London. Abad XIX, PT. Gramedia, Jakarta.
Masyhuri, 2006. Bakar Pecinan, Konflik Punch, Keith F, 1988. : Introduction to Social Pribumi vs Cina di Kudus tahun Research, Quantitative and 1918, editor Hasyim Asy'ari, Qualitative Approaches, Sage
SOCIUS VOLUME XIV, Oktober - Desember 2013
36
![Page 29: DESAIN Baru hal iii-42menganalisa pengaruh nilai budaya dalam interaksi sosial di lingkungan permukiman dan di tempat kerja, ... yang mengandung nada rasisme. ... mengaitkan analisis](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022053116/60947bf5ddc7a728b24390cc/html5/thumbnails/29.jpg)
Publishing, London. Stinchcombe, Arthur L 1968. Constructing Purcelll, Victor, 1965. The Chinese in Southeast Social Theories, The University of
Asia, Oxford University Press, Chicago press, London.Kualalumpur. Suryadinata,Leo, 1988. Kebudayaan Minoritas
T i o n g h o a D i I n d o n e s i a , Rex and Mason, 1986. Theories of Race and PT.Gramedia, Jakarta.
Etnic Relation , Cambridge ______________ 2002. Negara Dan Etnis University Press. Tionghoa, Kasus Indonesia,
Ritzer, George, 1986. Contemporary LP3ES, Jakarta.Sociological Theory, Second ______________ 1997. Ethnic Chinese as Edition, McGraw Hill International Southeast Asians, Institute Of Edition, London.. Southheast Asian Studies ,
Ritzer, George dan Goodman, Douglas J, 2004 Singapore,Teori Sosiologi Modern, edisi ______________ 1990. Mencari Identitas keenam, Prenada Media, Jakarta. Nasional, Dari Tjoe Bon Son
Ross, Marc Howard, 1993. The Culture of sampai Yap Thiam Hiam, LP3ES, Conflict, Yale University Press, Jakarta.New Haven and London. ______________ 1984. Dilemma Minoritas
Rosenberg, Marshall, 1999. Nonviolent Tionghoa, Graffiti Pers, Jakarta.Communication A Language of Susetiawan, 2000. Konflik Sosial, Kajian Compassion, Puddle Dancer Press, Sosialogis Hubungan Buruh America. Perusahaan dan Negara di
Robboy, Howard and Clark, Candace, 1983. Indonesia, Pustaka Pelajar, Social Interaction Reading in Yogyakarta.Sociology, St Martin`s Press, New Suseno, Frans Magnis, 1984. Etika Jawa, York. S e b u a h A n a l i s a F a l s a f i
Roberts K, at all, 1977. The Fragmentary Class Kebijakan Hidup Jawa, Gramedia, Structure, Heinemann, London. Jakarta.
Sa'dun M, Moch, 1999. Pri dan Nonpri, Mencari Svalastoga,Kaare, 1989. Deferensiasi Sosial, F o r m a t B a r u Bina Aksara, Jakarta.P e m b a u r a n , P T . P u s t a k a Taher, Tarmizi,DR, 1977. Masyarakat Cina, Cidesindo, Jakarta. Ke t a h a n a n N a s i o n a l D a n
Schermerhorn R,A, 1978. Comparative Ethnic Integrasi Bangsa Di Indonesia, Relation A Framework for Pusat Pengkajian Islam dan Theory and Research , The Masyarakat, Jakarta.University of Chicago Press, Tambiah, Stanley J, 1996. Leveling Crowds, London. University Of California Press,
Soekanto, Soerjono, 1982. Teori Sosiologi London.T e n t a n g P r i b a d i d a l a m Tan, Mely G, 1976. A.Historical Sketch of the Masyarakat, Ghalia Indonesia, Chinese in Indonesia, Jakarta, Jakarta. LEKNAS-LIPI.
Southall, Aidan at all, 1985. City And Society, _____________ dkk , 1999. Etnisitas Dan Konflik Studi In Urban Ethnicity, Life, Sosial, Pusat Penelitian dan Style And Class, University Of Pengembangan Kemasyarakatan Leiden, Leiden. dan Kebudayaan LIPI, Jakarta,
Steve Duck, 1986. Human Relationships, an ________________ 1981. Golongan Etnis Tionghoa I n t r o d u c t i o n t o S o c i a l di Indonesia: Suatu Masalah Psychology, Sage Publications, Pembinaan Kesatuan Bangsa, London, 1986. PT.Gramedia, Jakarta.
iii 37
SOCIUS VOLUME XIV, Oktober - Desember 2013
![Page 30: DESAIN Baru hal iii-42menganalisa pengaruh nilai budaya dalam interaksi sosial di lingkungan permukiman dan di tempat kerja, ... yang mengandung nada rasisme. ... mengaitkan analisis](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022053116/60947bf5ddc7a728b24390cc/html5/thumbnails/30.jpg)
________________ 1996. Usaha Ekonomi Etnis Wahono, Riyanto D :70 Tahun Junus Jahja, C i n a d i I n d o n e s i a , S u a t u Pribumi Kuat Kunci Pembauran, Tinjauan Sosiologis dalam Etika PT.Bina Rena Pariwara, Jakarta, B i s n i s C i n a , J a k a r t a : P C P 1997.U n i v e r s i t a s N a s i o n a l d a n Weber, Max. 1946. Theory of Social and Gramedia.. E c o n o m i c O r g a n i z a t i o n ,
Taylor, Donald M and Moghaddam, Fathali M, Penerjemah A.Henderson & 1994. Theories Of Intergroup Talcott Parsons, Oxford University Relations, Westport Connecticut, Press, New-York.London. Wibowo,I, 2000. Harga Yang Harus Dibayar,
Taylor, Steven J and Bogdan, Robert, 1984. Sketsa Pergulatan Etnis Cina di Introduction to Qualitative Indonesia,Gramedia Pustaka Research Methods, The Search Utama, Jakarta.For Meanings, Wiley Interscience, Wilmott, D.E, 1960. The Chinese of Semarang, New York. A . C h a n g i n g M i n o r i t y
Thedorson, George A & Achilles G.T, 1969. Community in Indonesia, Cornell Modern Dictionary of Sociology, University Press, Ithaka.Barnes & Noble Books, New-York. Willis, Paul, 1990. Common Culture Simbolic
Thompson, Kenneth and Tunstall, Jeremy : Work at Play in the Everyday S o c i o l o g i c a l P e r s p e c t i v e , Cultures Of the Young, Westview Penguins Book,Ltd, England, 1983. Press, San Francisco.
Turner, Jonathan H, 1978. The Structur of Winzeler, Robert L, 1997. Indegenous Peoples Sociologi Theory, The Dorsey and The State , Monograph Press, Chicago, Illonois. 46/Yale Southheast Asia Studies,
_______________ 1989. Theory Building in America.Sociology, Sage Publications, Wolfe, Alvin W and Yang Honggang, 1996. London. Antropological Contribution to
Turner, Jonathan and Maryanski, Alexandra, C o n f l i c t R e s o l u t i o n , T h e 1 9 7 9 . F u n c t i o n a l i s m , T h e University of Georgia Press, Benyamin/Cumming Publishing London.Company, Calfornia. Wright at all, 1989. The Debate On Classes,
Walkodri dan Juyoto , Djudjuk, 1985. Verso, New York. Pembauran Bangsa, Suatu Konsep-Konsep Pemikiran , Yang, Twang Peck, 2005. Elite Bisnis Cina Di CV.Nurcahaya, Yogyakarta. Indonesia, dan Masa Transisi
Walzer, Michael, 1997. On Toleration, Vail Ke m e r d e k a a n 1 9 4 0 - 1 9 5 0 , Ballou Press, Binghamton New Niagara,Yogyakarta.York.. Yin, Robert K, 1989. Case Study Research,
Warwick, Donald P at all, 1975. The Sample Design and Methods . Sage Survey: Theory And Practice, Publications, London.McGraw Hill Book, New York. Young, Kimbal & Raymond W.Mack , 1959.
Water, Mary C, 1990. Ethnic Options Choosing Sociology and Social Life , Identities in America, University American Book Company, New-Of California Press, Los Angeles. York.
Water, Malcolm, 1994. Modern Sociological Yuanzhi, Kong, 1999. Silang Budaya Tiongkok Theor y , Sage Publ icat ions , Indonesia, Buana Ilmu Populer, London. Jakarta.
Watson, C.W, 2000. Multiculturalism, Open Yudohusodo, Siswono, 1986. Warga Baru, University Press, Philadelphia. Kasus Cina di Indonesia, Yayasan
SOCIUS VOLUME XIV, Oktober - Desember 2013
38
![Page 31: DESAIN Baru hal iii-42menganalisa pengaruh nilai budaya dalam interaksi sosial di lingkungan permukiman dan di tempat kerja, ... yang mengandung nada rasisme. ... mengaitkan analisis](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022053116/60947bf5ddc7a728b24390cc/html5/thumbnails/31.jpg)
Padamu Negeri, Jakarta. Kecamatan Wajo Kota Makassar, Van den Berghe, Pierre, 1967. Race and Te s i s Pa s c a s a r j a n a U n h a s ,
R a c i s m ; A . C o m p a r a t i v e Makassar.Perspective, John Wiley, New York. Harun, Moh, 15-4-1994. Mengharmonisasikan
Vredenbregt, J, 1983. Metode Dan Teknik Etnis Cina dan Pribumi (Artikel) Penelitian Masyarakat, PT. Harian Surya.
Gramedia, Jakarta. Hikam, Muhammad AS, dkk. 1977. Lokalitas, Zartman, William I, 2001. Preventive Etnisitas Dalam Hubungan
N e g o t i a t i o n , Ro w m a n a n d Antarummat Beragama Di Littlefield Empat Kota, DEPAG-YIIS, Jakarta.
Publishers, INC. Maryland. Joice Gani, 1990. Cina-Makassar ; Suatu kajian tentang Masyarakat Cina di
Skripsi/Tesis/Disertasi/Artikel/Koran/Maj Indonesia, Skripsi Sar jana alah/Jurnal: Fakultas Sastra Universitas
Hasanuddin, Ujungpandang, 1990.Bahrum, Shaifuddin, 2004. WNI Keturunan Karnay, Hermansyah, 1999. Adaptasi Sosial
Cina Dalam Percaturan Politik Etnis Tionghoa, Studi Adaptasi Indonesia, Kajian Terhadap Sosial Generasi Muda Tionghoa
Partisispasi WNIKC Terhadap Sistem Nilai Etnis dalam Pemilu 2004 di Bugis-Makassar di Kotamadya
Makassar,TesisPascasarjana Tingkat II Ujungpandang, Skripsi Unhas, Makassar. FISIP Unhas.El Faisal, Emil, 1999. Proses Asimilasi WNI Latif, Sukriansyah S dan Tomi Lebang, 1998
Keturunan Cina dengan Etnis Amuk Makassar, ISAI, Jakarta. Melayu Palembang, Tesis, Lieberson, Stanley, 1961. A. Societal Theory of
Program Pascasarjana Unhas, Race and Etnich, dalam American Ujungpandang. S o c i o l o g y R e v i e w Vo l . 3 0
Desember.Darwis: 2-8-2004. Prilaku Diskriminatif Lohanda, Mona, 1996. The Kapitan Cina of
Adalah Pelanggaran Hukum, Batavia 1837-1942, Penerbit Kolom Analisis Tribun Timur. Jambatan, Jakarta.
Kaharuddin, 1088. Adaptasi Dan Integrasi _______________ 22-9-2004. Mereka Cenderung Orang Cina di Kotamadya
Status Quo, Kolom Analisis Tribun Ujungpandang, Skripsi, FISIP Timur. Unhas, Ujungpandang
_ 1988._____________ 1993. Keserasian Sosial di Kumpulan Selingan MBM Tempo, 1985. Cina
Perkotaan (Studi Pola Hubungan Semilyar Wajah. Pustaka Sosial antara Etnik Cina dengan Azet, Jakarta.Etnik Bugis-Makassar di Kota Mangenda, Burhan, 1990. Perubahan dan M a ka s s a r ) Te s i s , P ro g ra m K e s i n a m b u n g a n d a l a m P a s c a s a r j a n a U n i v e r s i t a s P e m b e l a a n M a s y a r a k a t Indonesia, Jakarta. Indonesia, dalam Prisma No 4
Ginanjar Kartasasmita. 3-1-1995. Kerusuhan tahun XIX, Jakarta.(artikel), Kompas.. M o ko to I to , 2 0 0 4 . Pe ra n a k a n i z a t i o n ,
Hamka , 2005. Kajian Konflik Bernuansa Sara Indonesianization, and Cultural di Kota Makassar, Studi Kasus Citizenship among Ethnic Pasca Pengganyangan Cina Chinese in an Indonesian Town: B l a ck S e p te m b e r 1 9 9 7 d i the Case of Makassar.
iii 39
SOCIUS VOLUME XIV, Oktober - Desember 2013
![Page 32: DESAIN Baru hal iii-42menganalisa pengaruh nilai budaya dalam interaksi sosial di lingkungan permukiman dan di tempat kerja, ... yang mengandung nada rasisme. ... mengaitkan analisis](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022053116/60947bf5ddc7a728b24390cc/html5/thumbnails/32.jpg)
Nasrun, Mappa (dkk), 1977/1978. Masalah Suranto, Hanif, 2000. Konflik Multikultur, W N I K e t u r u n a n C i n a d i P a n d ua n M el ip u t Ba g i Ju r na l is , Indonesia Dalam Kerangka LSPP, Jakarta.I n t e r g r a s i N a s i o n a l Su n a rt o, K a m a nt o, 19 8 6 . Te o ri H u b u ng a n Suatu Studi Pendahuluan, Kelompok, Bahan pengajaran, U n h a s - D e p d a g r i , P AU- IS-UI, Jakarta.Ujungpandang, Majallah Tempo No.8 Tahun X tanggal 19 April
__________________ 1977/1978. Identifikasi 1980.M a s a l a h d a n S t r a t e g i U sm a n , A h m a d , 2 2 -9 -1 9 9 7. T ra g e di K e la bu di Dasar Peningkatan partisispasi Makassar (art ikel) Harian A k t i f W N I F ajar Mak assar. K e t u r u n a n C i n a d a l a m Wignyosubroto, Sutandyo, 1986. Keserasian P e m b a n g u n a . U N H A S - S o si a l K o ta P el ab u h a n, St u di DEPDAGRI, Ujungpandang. Kasus Kota Surabaya, makalah
Paulus, BP, 1976. Masalah Cina, Hasil d i s a m p a i k a n Penelitian Ilmiah di beberapa p a d a S e m i n a r H I P P I S d i Negara Asia dan Australia, Ujungpandang, P T . K a r y a N u s a n t a r a : Bandung.
Suparlan. 1980. Berita Antropologi, No. II Tahun 1980.
SOCIUS VOLUME XIV, Oktober - Desember 2013
40