December 2009Indonesia - English

DARI REDAKSIPeningkatan Performa

Di usianya yang ke-12 pada tahun 2009, Komite Nasional Responsible Care® Indonesia (KN-RCI) mengadakan beragam aktivitas dan kegiatan untuk lebih mendorong implementasi Responsible Care® di Indonesia. Beberapa kegiatan diantaranya berbagai lokakarya dan training di Jakarta dan Bogor, Road-show di Pasuruan Jawa Timur dan di Cikarang Bekasi Jawa Barat, Pengenalan Responsible Care® untuk calon anggota baru di pabrik Arbe Styrindo Serang Banten. KN-RCI juga menyelenggarakan mengadakan Konferensi Nasional Responsible Care® ke -5 pada 15 Desember 2009 (konferensi pertama diadakan pada tahun 1997). Tahun ini merupakan tonggak penting bagi KN-RCI mengadakan pendekatan kepada kelompok Usaha Kecil Menengah (UKM) termasuk kepada pemasok dan pelanggan untuk mengenalkan Bisnis melalui nilai-nilai Responsible Care®.

Para anggota KN-RCI telah menerapkan 6 Kode Manajemen Praktis Responsible Care®. Security Code adalah kode terbaru yang menjadi kode ke-7 dan diresmikan pada 13 Agustus 2009. Kode terbaru ini akan diimplementasikan pada 2010. Hingga sekarang telah tiga kali dilaksanakan Award, disponsori oleh DuPont (2004), Rohm and Haas (2007) dan Dow Chemical (2009).

Dalam rangka mengawasi penerapan pelaksanaan kode manajemen praktis Responsible Care®, KN-RCI mengirim tim verifikasi yang bertugas memeriksa penerapannya di setiap perusahaan anggota, sehingga dapat diketahui sejauh mana perkembangan, performa dan keberhasilan mereka. Di tahun ini ada 30 perusahaan yang diverifikasi. Hingga sekarang sekitar 40% dari total jumlah perusahaan anggota (aktif) KN-RCI telah diverifikasi.

Presidium KN-RCI periode 2008-2011 berupaya untuk memelihara dan meningkatkan performa dalam pelaksanaan program kerja sekarang, diantaranya Rapat Umum Tahunan Anggota telah diadakan sejak tahun 1999, Rapat Regular Presidium diadakan setiap 2 bulan dan sewaktu-waktu bila diperlukan. Adapula pertemuan setiap kelompok bidang yang dipimpin oleh Presidium yang membidangi masing-masing fungsi serta aktivitas di tingkat manajemen regional / wilayah Indonesia Timur dan Barat. Ternyata berbagai aktivitas tersebut belumlah berjalan efektif, maka Presidium / Pengurus berusaha membuat berbagai macam terobosan strategis untuk memecahkan permasalahan agar dapat meraih prestasi lebih baik lagi. Oleh karena itu, kami mengharapkan dukungan dan peran aktif para anggota maupun pemangku kepentingan (stakeholders) terkait. Efektifitas kegiatan KN-RCI dipantau / control menggunakan Balance Scorecard (BSC) yang di kaji setiap 2 bulan pada Rapat Presidium.

Pada edisi Desember ini Redaksi mengulas kemajuan asosiasi Responsible Care® di berbagai negara demi memenuhi keingintahuan para pembaca terhadap perkembangan Responsible Care® di beberapa belahan penjuru dunia.

EDITOR’S DESKPerformance Improvement

On its 12th anniversary this year, Komite Nasonal Responsible Care® Indonesia (KN-RCI) held various events and activities to encourage the implementation of Responsible Care® in Indonesia. Several activities are include workshops and trainings in Jakarta and Bogor; Responsible Care® Road-shows in Pasuruan East Java and in Cikarang Bekasi West Java, and Responsible Care introduction for potential members in ARBE Styrindo Plant in Serang Banten. KN-RCI also holding the 5th National Responsible Care® Conference on December 15, 2009 (the 1st Conference was held in 1997). This year is an important milestone of KN-RCI to approach the Small and Medium Enterprises group (SMEs) as well as to suppliers and customers of member companies to introduce Business through Responsible Care values.

KN-RCI members have implemented the 6 Code of Management Practices. Security Code is the most recent code which is becomes 7th code that officially launched on August 13, 2009. The new code will be implemented in 2010. KN-RCI presents Responsible Care® Award every two years. To date three Awards have been presented sponsored by DuPont (2004), Rohm and Haas (2007) and Dow Chemical (2009).

In overseeing the implementation of the Practical Management Code of Responsible Care®, KN-RCI has sent verification teams to check each member company to know their growth, performance and success extent. This year, 30 companies have been verified. To date approximately more than 40% of the total (active) members of KN-RCI already been verified.

The 2008 – 2011 KN-RCI Board seeks to maintain and improve its performance in conduct of current events including the Annual General Meeting of Members that has been held since 1999 and; the Presidium Regular Meeting held bimonthly and as needed. There is also a function group meeting chaired by the Presidium-in-charge of the function and; Regional Management meeting of East and West Indonesia. It turned out that these activities are not yet effective. The Board tried making various strategic breakthroughs to solve problems. Hence, we expect the support and active participation of members and relevant stakeholder(s). The effectiveness of KN-RCI activity is controlled using the Balance Scorecard (BSC) reviewed bimonthly at the Presidium meeting.

In this December edition, the editors review the progress of Responsible Care® associations in various countries, to meet the reader’s curiosity of Responsible Care® development in several part of the world.

Pengenalan GHS untuk para Direksi dan Pimpinan Perusahaan di Departemen Perindustrian R.I. Jakarta, 11 Maret 2009, dihadiri Direktur Industri Kimia Hulu, Dep. Perindustrian, Dr. Ir. Alexander Barus. (baca selengkapnya di GHS update)

GHS Introduction for company directors and leaders at the MOI Jakarta, March 11, 2009, attended by Director of Upstream Chemical Industry, Dr. Ir. Alexander Barus (more detail on GHS update).

www.responsiblecare-indonesia.or.id

Daftar Isi / Table of Contents

2 KN-RCI news

Kami pun mengajak pembaca supaya menyadari dan mengantisipasi efek negatif pemanasan global. Untuk itu, redaksi menyajikan proyek Mekanisme Pembangunan Bersih (CDM) sebagai upaya menekan dampak negative perubahan iklim. Ini memberikan informasi mengenai gas rumah kaca (GRK) dan bagaimana menerapkan CDM.

Dari sisi regulasi, redaksi menginformasikan peraturan baru yakni Peraturan Menteri Perindustrian No.87 tahun 2009 tentang Globally Harmonized System (GHS) mengenai klasifikasi bahan kimia dan label. Tujuan dari peraturan ini untuk melindungi masyarakat dan lingkungan dari bahaya bahan kimia. Tentu akan menjadi pertanyaan sudah sejauh mana kesiapan anggota KN-RCI menjalankan peraturan terkait GHS tersebut.

Topik lain pada bulan ini mengenai keikutsertaan KN-RCI di forum regional (ASEAN), Asia-Pacific dan forum global. Selain itu, kami juga mengulas ”best practice sharing” dari PT KAO Indonesia Chemicals mengenai pencapaian indeks lingkungan yang positif serta contoh implementasi proyek CDM di PT Indo Raya Kimia.

Tak lupa, kami menyajikan laporan khusus seputar aktivitas training dan workshop KN-RCI tahun ini, agar pembaca mendapatkan sekilas informasi terkait kegiatan yang kami lakukan sepanjang tahun.

Permohonan maaf kami haturkan karena tidak dapat menerbitkan KN-RCI News pada semester pertama. Kami semestinya menerbitkan newsletter dua kali dalam setahun, pada akhir Juni/Juli dan November/Desember. Dalam rangka memenuhi kualitas isi newsletter, kami mengajak pembaca yang budiman untuk menyampaikan tulisan dan menyebarkan KN-RCI News kepada berbagai kalangan lain.

Sebagai penutup, kami mengucapkan terimakasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak yang berkontribusi dalam mendukung penerbitan edisi Desember 2009. Selamat menikmati tulisan di edisi ini! (SZ)

We also invite readers to recognize and anticipate the negative effects of global warming. To do so, the editors present the Clean Development Mechanism projects (CDM); an effort to suppress the negative effects of climate change. This provides information on greenhouse gas (GHG) and how to implement CDM.

From the Regulatory side, the Editors describe the new Ministry of Industry Regulation No.87 Year 2009 on the Globally Harmonized System (GHS) of chemicals classification and labeling. This new Regulation serves to protect society and environment from chemical hazards. The question is whether or not KN-RCI members are prepared to meet the Standards set by the GHS.

Other topics in this month’s newsletter include KN-RCI’s participation in regional forums (ASEAN), Asia-Pacific as well as global forums. The Editor also review the “best practice sharing” from PT KAO Indonesia Chemicals on their achievement of a positive environment index, as well as example of implementing CDM projects in PT Indo Raya Kimia.

There will also be a reminder regarding the special report on this year’s training and workshop activities. Readers will get a glimpse of the activities we hold throughout the year.

Our apologies for not publishing the first semester’s KN-RCI News. KN-RCI staff generally publish the newsletter twice a year, at the end of June/July and again in November/December. In order to provide quality content for the newsletter, the editorial staff encourages readers to submit articles and disseminate KN-RCI news to others.

Finally, we thank and highly appreciate all who contributed to the December 2009 edition. Please enjoy! (SZ)

Dari RedaksiEditor’s Desk

Laporan Utama : Verifikasi di Berbagai NegaraMain Report : Verification in Various Countries

Proyek CDMCDM Project

GHS Update Permen Perindustrian tentang GHSMOI Regulation Concerning GHS

Responsible Care® Award

Member’s Sharing

Kerjasama InternasionalInternational Cooperation

Kilas Berita & Lensa Responsible Care®News at a Glance & RC Lens

1

2

9

12

13

14

16

18

Penerbit/ Published byKN-RCI®

u

Penasihat/ AdvisorUrai Rogers, Frank Moniaga, Kamaludin

u

Penanggung jawab/ Person in chargeM. Setyabudhi Zuber

u

Pemimpin redaksi/ Director of EditorialM. Setyabudhi Zuber

u

Redaksi/ RedactorKontributor/ ContributorAdi Sunariadi, Ave Tesa

u

Sirkulasi & Sekretariat/ Circulation SecretariatAve Tesa

Alamat redaksi/ AddressKN-RCI® Secretariat, Wisma GKBI 39/F

Jl. Jend. Sudirman, Jakarta 10210, IndonesiaTel. : +6221 57998165 Fax. +6221 57998080

E-mail : responsiblecare-indonesia.or.id

Responsible Care®Our Commitment to Sustainability

Tim Redaksi / Editorial Team

Hal / Page

Dari Redaksi / Editor’s Desk

KN-RCI news �

Di bawah Piagam Global Responsible Care® (RCGC) perusahaan harus mengadopsi pendekatan sistem manajemen untuk menerapkan komitmen Responsible Care®. Mereka juga harus bergerak melampaui pengakuan-internal dan mengadopsi pelaksanaan proses verifikasi yang dilakukan baik oleh asosiasi, badan-badan pemerintah atau organisasi-organisasi eksternal lainnya.

Menemukan formula yang tepat untuk TPV Mengingat kesadaran dunia industri terhadap inisiatif Global Responsible Care® yang kredibel dan efektif yang berarti memastikan perbaikan berkelanjutan dari perusahaan kimia, dan mencari peningkatan nilai bisnis melalui penggunaannya (khususnya sebagai sarana lobi), walaupun masih ada beberapa ketidakpastian yang menjadikan para pemangku kepentingan (stakeholders) bingung.

Lalu, masalah ini telah diakui oleh industri dan sedang diperbaiki secara langsung melalui implementasi Piagam Global Responsible Care®. Ada beberapa contoh yang ditetapkan oleh asosiasi nasional dan perusahaan-perusahaan anggota mereka di Brazil, Kanada dan Amerika Serikat. Tiga negara menunjukkan Responsible Care sebagai suatu kondisi keanggotaan dan verifikasi pihak ketiga (TPV) adalah wajib – kepada pihak lain untuk mengikutinya.

Semenjak akhir 1990-an, survei verifikasi internal telah mengindikasikan perubahan bertahap menuju TPV, dengan banyaknya asosiasi Responsible Care® yang memastikan bahwa verifikasi dapat dilakukan sama halnya ketika perusahaan sedang diaudit untuk standar seperti ISO.

Hal ini menjadi jawaban dari salah satu kritik utama yang ditujukan kepada industri: bahwa Responsible Care® tak akan pernah kredibel sepanjang industri itu hanya melakukan pemeriksaan sendiri.

Supaya proses verifikasi menjadi lebih kredibel harus ada standar implementasi minimum yang jelas, maka harus dibentuk perbandingan di mana verifikasi yang dilakukan menjadi kredibel.

Faktor penting lainnya, terdapat tim verifikasi yang kompeten. Persyaratan auditor paling awal yakni ia ditunnjuk oleh asosiasi nasional atau bekerja untuk sertifikasi. Survei kami menunjukkan bahwa tidak semua asosiasi mengharuskan persyaratan pemverifikasi berpengalaman dalam industri kimia, sertifikasi Responsible Care® dan kompetensi mengaudit. Mungkin, para pemangku kepentingan sulit menerima kredibilitas verifikasi ini. Lantaran, pengetahuan tentang industri sangatlah penting untuk memahami proses dan risiko yang sedang ditangani, dan risiko yang benar sedang diidentifikasi dan dikelola.

Tidak semua asosiasi mengharuskan persyaratan Verifikator berpengalaman dalam industri kimia dan sertifikasi Responsible Care®.

Meningkatkan Nilai UsahaSalah satu langkah tepat dalam meningkatkan nilai bisnis Responsible Care® melalui pengintegrasian verifikasi Responsible Care® dengan standar nasional atau internasional. Supaya satu atau lebih perusahaan dapat diverifikasi pada waktu bersamaan. Hal ini tidak hanya dapat mempersingkat waktu, melakukan persiapan untuk

Laporan Utama / Main Report

Verifikasi Responsible Care® di Berbagai Negara Pentingnya Perbaikan Internal & Verifikasi Responsible Care Verification in Various Countries The Important of Self-Assessment & Verification

Under the responsible Care Global Charter companies must adopt a management systems approach to implement their Responsible Care commitments; they must also go beyond self-assessment of implementation and adopt verification processes carried out either by associations, government bodies or other external organizations.

Finding the right mix for TPVConsidering industry’s claims that the global Responsible Care initiative is a credible and effective means of ensuring chemical companies’ continuous improvement, and that it seeks ever-increasing business value through its use (particularly as a lobbying tool), some of the anomalies that exist must appear incongruous to stakeholders.

This issues are well-recognized by industry and are being directly addressed through implementation of the Responsible Care Global Charter. The varied examples set by national associations and their member companies in Brazil, Canada and the USA the three countries to date where Responsible Care is a condition of membership and 3rd party verification (TPV) is mandatory – are there for others to follow.

Within the verification community, it is accepted that the minimum period for verification is every three years, with surveillance visits either on an annual or 6 monthly basis. So, in an industry which is undergoing constant change and managing major hazards it is good to see that in the majority of cases verification takes place on at least this same basis. But some associations still leave it to the discretion of the member company to set its own frequency which is a weakness that critics will seize on.

Since the late 1990s, internal verification survey have indicated a gradual move towards TPV, with many associations ensuring that Responsible Care verification can be carried out at the same time as a company is being audited for a standard like ISO.

This answers one of the main criticisms leveled at industry: that Responsible Care will never be truly credible as long as the industry is checking itself.

For the verification process to be credible, clear minimum standards of implementation must be set out as the benchmark against which verification takes place.

Equally important is that the verification team is competent. The start point should be a requirement that auditors are either approved by the national association or work for a certification. Our survey showed that not all associations require that verifiers should have chemical industry and Responsible Care experience, and competence in auditing. Stakeholders may find it hard to accept that verification is these situations is credible. Knowledge of the industry is important to understand the processes and risks that are being addressed, and that the right risks are being identified and managed.

Not all associations require that verifiers should have chemical industry and Responsible Care experience.

Enhancing the Business ValueOne obvious way of enhancing the business value of Responsible Care is to integrate the Responsible Care verification with national or international standards so that one or more can be verified at the same time. This not only reduces management time, thought preparation for separate audit visits, and the time auditors are on site but also offers the opportunity of multi-certificates being issued.

� KN-RCI news

kunjungan audit secara terpisah dan waktu auditor di lokasi, tetapi juga menawarkan kesempatan pengeluaran multi-sertifikat. Dari hasil survei kami, sejumlah asosiasi dengan jelas mengakui manfaat ini dan memastikan bahwa sistem verifikasi merujuk pada standar lain seperti ISO 14001, OHSAS 18001, dll. Hal ini juga bermanfaat dalam mendukung pengembangan sistem manajemen integral dalam perusahaan dan menunjukkan – khususnya kepada mereka yang mungkin belum terbiasa sistem tidak seperti pengamatan yang mungkin lebih akrab sebelumnya. Pendekatan ini memudahkan pembuat peraturan, supplier, pelanggan dan stakeholder lainnya untuk menerima verifikasi Responsible Care melebihi standar yang lain.

Memeriksa perkembangan global Merujuk kepada data careline, bagian ini berupa laporan verifikasi kami terhadap seleksi asosiasi nasional perusahaan kimia saat perubahan menuju proses verifikasi Responsible Care® tengah dilakukan. Dalam beberapa kasus, sekarang ini perubahan-perubahan tersebut sedang dilaksanakan, sementara lainnya baru memasuki tahap perencanaan.

Dibawah ini, dapat diketahui siapa melakukan apa dan dimana.

Selandia Baru Hampir 90% dari bisnis kecil dan menengah (UKM) Selandia Baru tidak akan berpartisipasi dalam skema TPV yang tradisional, kompleks, dengan bentuk pendokumentasian lengkap dan berbiaya mahal.

Asosiasi Industri Kimia Selandia Baru (NZCIC) telah mengembangkan pendekatan yang unik dan fleksibel yang telah dilakukan oleh seluruh jajaran organisasi di luar sektor perusahaan kimia. Usaha ini bersifat inovatif, skema multi-level berbasis kinerja – Dengan Akreditasi Prince Sites - yang dimulai dengan ‘pendahuluan’ evaluasi keselamatan, kesehatan dan kinerja lingkungan. Mengkonfirmasikan daftar sistem manajemen dasar yang memunculkan penawaran dan jadwal penilaian menyeluruh operasi lokasi, termasuk:

• Kepatuhan terhadap peraturan SH & E • Inisiatif lokal Responsible Care® • Sumber daya lokal untuk persetujuan, lisensi, dll • Manajemen kimia

Dalam beberapa kasus, pemeriksaan yang berulang kemungkinan perlu kunjungan kembali. Ketimbang memberikan sebuah ‘ujian akhir’. Berdasarkan laporan Prince dapat terlihat bagaimana CEO memberikan blueprint untuk mencapai kepatuhan dan perbaikan terus-menerus. Peserta akreditasi Prince yang berhasil, maka berhak menggunakan logo Responsible Care dan menerima sertifikat dari Menteri. Verifikasi akan dilakukan setiap 18-36 bulan, tergantung pada tingkat risiko yang terkait dengan lokasi operasi.

Saat ini, lebih dari 350 perusahaan yang berpartisipasi (anggota dan non-anggota). Tidak hanya meliputi produsen kimia, tetapi juga importir, rumah sakit, pangkalan militer, penelitian laboratorium, universitas, distributor dan pengecer. Hampir 50% dari penjual barang di pedesaan Selandia Baru telah mengadopsi Prince sebagai patokan untuk kewajiban industri.

Chili Proses verifikasi Asiquim didasarkan pada sistem Kanada dan telah dihubungkan ke dalam skema penghargaan Responsible Care Chili selama beberapa tahun. Dimulai dengan analisis perbaikan-diri dan indikator kinerja pada perusahaan. Tim verifikasi terdiri dari ketua LSM, insinyur kimia yang berpengalaman, asosiasi manajer operasional dan perwakilan masyarakat setempat melaksanakan wawancara dengan para pekerja dan manajemen dari semua bagian perusahaan.

Termasuk di dalamnya kontrak, logistik, distribusi, komunikasi, aksi cepat tanggap, akuisisi, kesehatan dan keselamatan keamanan. Selain itu, tim akan mewawancarai para pemangku kepentingan seperti masyarakat sekitar, pemasok, klien, kontraktor, pemadam kebakaran dan para pengirim.

As our survey shows, a number of associations clearly recognize this benefit, and have ensured that their verification systems address standards such as ISO 14001, OHSAS 18001, etc. This is also beneficial in that it supports the development of integrated management systems within the company and demonstrates – particularly to those who may be unfamiliar with which observers may be more familiar. Such an approach makes it easier for regulators, suppliers, customer and other stakeholder to accept Responsible Care verification in place of these more ubiquitous standards.

Checking out global developmentsThis section of our Verification report faces on a selection of the national chemical associations where change to Responsible Care verification processes is afoot. In some cases, those changes are currently being implemented while others are still at the planning stage. Read on to find out who’s doing what, and where.

New ZealandNearly 90% of New Zealand businesses are small to medium sized enterprises (SMEs) that would not participate in a traditional, complex, fully documented, and expensive TPV scheme.

The New Zealand Chemical Industry Council (NZCIC) has developed a unique and flexible approach that has been taken up by a whole range of organizations outside the chemicals sector. It offers business an innovative, multi-level performance based scheme – Prince Site Accreditation – that commences with a ‘desk top’ evaluation of safety, health and environment performance. The checklist confirms basic management systems exist which triggers a quote and timetable for a thorough assessment of site operations, including:

• Compliance with SH&E regulations• Local Responsible Care initiative• Local resource consents, licenses, etc• Chemical management

In some cases, remedial actions may require return visits. Rather than entailing a ‘final exam’, Price reports how to provide the CEO with a ‘bleuprint’for achieving compliance and ‘continuous improvement. Successful Prince Participants are authorized to use the Responsible Care logo and receive a certificate from a Cabinet Minister. Verifications are carried out every 18-36 months, depending on the level of risk associated with site operations.

Today, more than 350 participating sites (member and non-members) include not only chemical manufacturers, but also importers, hospital, military bases, research laboratories, universities, distributors, and retailers. Nearly 50% of rural retailers in New Zealand have adopted Prince as an industry benchmark for compliance.

ChileThe Asiquim verification process is based on the Canadian system and has been linked to Chile’s Responsible Care awards scheme for several years. It starts with analysis of a company’s self assessment and performance indicators. The verification team – comprising the chair of an NGO, an experienced chemical engineer, the association’s operations manager and a local community representative – carry out interviews with workers and with management from all parts of the company including contracting, logistics, distribution, communications, emergency response, acquisitions, health and safety and security. In addition, the team will interview stakeholders, for example neighbors, suppliers, clients, contractors, fire fighters and transporters.

Asiquim says external verification has resulted in a number of benefits,

Laporan Utama / Main Report

KN-RCI news �

Asiquim menyatakan verifikasi eksternal telah menghasilkan beberapa manfaat antara lain:

• Pengakuan dari otoritas publik/regulator • Peraturan yang lebih baik• LSM, komunitas lokal, akademisi telah memiliki persepsi baik

terhadap industri• Mengadopsi tindakan preventif oleh perusahaan anggota • Kepemimpinan industrial dalam menghadapi fenomena baru

seperti seperti tanggung jawab sosial perusahaan (CSR)• Peningkatan kinerja HSE dan transportasi

Italia Pada 1999, organisasi bahan kimia Federchimica Italia memutuskan untuk mengadopsi dan mengadaptasi Inggris Management System (RCMS) Responsible Care untuk anggotanya. Empat tahun berikutnya, Federchimica melakukan peninjauan RCMS untuk menyoroti kompatibilitas dengan sistem lain seperti ISO 14001, EMAS dan OHSAS 180001 secara luas yang semua standar tersebut telah dilaksanakan oleh perusahaan-perusahaan kimia Italia.

Responsible Care merupakan program sukarela di Italia sehingga ‘pasar’ Federchimica berinisiatif menekankan hubungan antara RCMS dan standar lainnya. Jadi, perusahaan yang telah menerapkan Responsible Care akan lebih mudah untuk mendapatkan ISO 14001, EMAS atau sertifikasi OHSAS 18001. Bagi mereka yang sudah bersertifikat standar ini, Federchimica akan menjelaskan bagaimana mereka dapat menggunakan Responsible Care untuk mengintegrasikan sistem manajemen mereka dan ‘bergerak ke arah kesempurnaan’.

Federchimica bermaksud memperkenalkan TPV sebagai suatu pilihan bagi para anggota. Diskusi awalan telah diselenggarakan dengan pemverifikasi bertujuan menyusun daftar menghadapi ISO 14001 dan OHSAS18001.

Brasil Abiquim melakukan perbaikan besar-besaran dari seluruh program Atuacao Responsavel (Responsible Care) antara 2003 dan 2006. Setahun sebelumnya, pada 2002, asosiasi telah meluncurkan program percontohan yang dikenal sebagai VerificAR dan pada akhir 2004 telah diverifikasi 24 anggota. Wajib verifikasi pihak ketiga (TPV) diperkenalkan tahun 2005 dan pada akhir 2006, dengan total 17 telah diverifikasi oleh tim yang terdiri dari auditor bersertifikat ISO, pemimpin masyarakat dan perusahaan anggota profesional. Perusahaan juga dapat meminta wakil dari pelanggan perusahaan itu untuk terlibat dalam proses verifikasi.

Walaupun auditor bersertifikat ISO yang memimpin verifikasi, anggota Abiquim, Marcelo Kos, mencatat bahwa standar lama cocok untuk sertifikasi ISO atau audit. Sistem penilaiannya sederhana dan laporan audit menggarisbawahi kekuatan dan kesempatan untuk perbaikan bagi perusahaan.

Sekarang verifikasi Abiquim mengembalikan masalah ini dengan memberi kemungkinan perusahaan mengikuti audit terpadu yang akan memberikan sertifikasi ISO atau yang setara pada aplikasi sertifikasinya. Baik bagi auditor dan perusahaan-perusahaan anggota.

Belanda VNCI, Asosiasi Belanda mengeluarkan proses percontohan untuk tingkat sektor dan federasi TPV tahun ini, seperti dikatakan Sjoerd Looijs, Manajer Responsible Care. Dewan VNCI telah mengumumkan akan mewajibkan verifikasi di tahun 2010. Sejauh ini, VNCI telah melakukan perbaikan internal secara sukarela dan sekitar 75% anggota mematuhinya.

Proyek percontohan ini melibatkan lima perusahaan yang berlangsung untuk jangka waktu setahun. Proyek ini akan membantu pihak asosiasi Responsible Care bekerja menyusun perincian rencana bagaimana mengerjakan proyek percontohan ini. Looijs menjelaskan hanya sektor internal perusahaan yang terkait dengan Responsible Care akan diverifikasi. Dia mengatakan bahwa sebagian besar perusahaan

including:

• Recognition from public authorities/regulators• Better regulations• NGOs, local communities, academics have improved perception

of industry• Adoption of preventive action by member companies• Industry leadership in emerging initiatives like social

responsibility• Improved HSE and transport performance

ItalyIn 1999 Italian chemicals organization Federchimica decided to adopt and adapt the UK’s responsible care Management System (RCMS) for its own member companies. Four years later Federchimica undertook a review of its RCMS aimed highlighting its compatibility with other system such as ISO 14001, EMAS and OHSAS 180001 which are widely implemented by Italian chemical companies.

Responsible Care is a voluntary programme in Italy so Federchimica ‘markets’ the initiative by emphasising the links between its RCMS and other standards, noting that Responsible Care companies will find it much easier to obtain ISO 14001, EMAS or OHSAS 18001 certification. For those already certified to these standards, Federchimica explains how they can use Responsible Care to integrate their management systems and ‘move toward excellenc’.

While the associaton says it does not intend to introduce mandatory TPV of its Responsible Care management system because of the high level of certification already in place and strict government controls, Federchimica is working toward introducing TPV as an option for members. Initial discussions have been held with verifiers with a view to drawing up a checklist against ISO14001 and OHSAS18001.

BrazilAbiquim undertook a major overhaul of its entire atuacao Responsavel (Responsible Care) programme between 2003 and 2006. A year before that, in 2002 , the association had launched a pilot verification programme known as VerificAR and by end 2004 had verified 24 member sites. Mandatory third party verification (TPV)was introduced in 2005 and by end 2006, a total 17 sites had been verified by a team comprising ISO-certified auditors, community leaders and member company professionals. Companies can also request to have customer representatives involved in the process.

Although ISO-certified auditors led the verification, Abiquim’s Marcelo Kos notes that the old suitable for ISO or quivalent certification audits. It involved a simple scoring system and an audit report highlighted main strengths and opportunities for improvement.

Now Abiquim verification addresses these issues by enabling companies to go througt an integrated audit which will provide ISO or equivalent certification on application. Both auditors and the member companies.

NetherlandsDutch association VNCI rolls out pilot process for sector and federation level TPV this year, notes Sjoerd Looijs, Responsible Care Manager. The VNCI Board has announced it will have mandatory verification in place by 2010 Currently VNCI has voluntary self assessment in place and sees around 75% of members comply.

The pilot, involving around five companies and lasting for at least a year, will help the association’s Responsible Care working party draw up detailed plans on how to proceed. Sector verification, Looijs explains, means that only those elements of a company’s management system relating to Responsible Care will be verified. He says that most member companies already have ISO14001 or their

Laporan Utama / Main Report

� KN-RCI news

anggota sudah memiliki ISO 14001 atau kualitas sertifikasi sendiri, kesehatan, keselamatan dan standar lingkungan. Proses verifikasi akan dikaitkan dengan standar tersebut. Namun, ia menambahkan tidak ada keputusan yang diambil mengenai detail verifikasi yang digunakan untuk proses sertifikasi.

Afrika Selatan Asosiasi Gabungan Industri Kimia (CAIA) mengembangkan prosedur untuk TPV dari Responsible Care selama tahun 2003 dan 2004. Semua anggota CAIA diwajibkan mendapatkan TPV hingga akhir September 2007. Anggota baru diharuskan untuk melakukan perbaikan internal selama dua tahun pertama setelah mendapat verifikasi kewajiban keanggotaan.

Korea Dewan Responsible Care Korea (KRCC) tengah meningkatkan program Responsible Care dengan menggantikan proses perbaikan internal yang saat ini masih digunakan oleh anggota-anggotanya dengan sebuah program baru, di mana ada proses penilaian eksternal lingkungan dan keselamatan yang melibatkan para ahli. Skema akan memberikan konsultasi teknis keahlian untuk mereka yang dianggap sebagai perusahaan ‘di bawah performa’ dan akan mengidentifikasi peluang perbaikan dari orang lain, kata KRCC. Responsible Care yang baru akan mengenali skema penghargaan prestasi kinerja atau perbaikan besar didasarkan pada penilaian eksternal. Para ahli akan diambil dari kumpulan pensiunan dengan pengalaman lebih dari 20 tahun di pabrik kimia.

KRCC merencanakan program pelatihan setiap akhir tahun dan mengharapkan skema baru pada khirnya akan mengarah pada peningkatan secara keseluruhan pada usaha perbaikan internal ke tingkat yang membuat mereka berwenang bertindak sebagai kelompok penilai.

Jepang Dewan Responsible Care Jepang (JRCC) memperkenalkan proses verifikasi TPV pada 2002, yang digunakan untuk mengidentifikasi masalah dan memberi nasihat tentang perbaikan EHS di perusahaan anggota. Dewan RCMS mengintegrasikan sistem manajemen terpadu, termasuk didalamnya ISO 14001, OHSAS 18001, dan ISO 9001. Didasarkan pada asumsi bahwa tujuan utama verifikasi Responsible Care adalah meningkatkan kinerja, JRCC mengatakan bahwa sertifikasi ‘tidak cocok’ untuk tujuan ini dan karenanya tidak menawarkan sertifikasi TPV di bawah skema verifikasi. Dengan alasan yang sama, JRCC mengatakan bahwa hal itu akan memberikan prioritas pada sistem manajemen dan pelaksanaan ‘kegiatan konkrit’, daripada melanjutkan mengembangkan sistem itu sendiri, dalam rangka membantu perusahaan anggota mencapai perbaikan berkelanjutan.

USA Pada 2002, sebagai bagian dari perombakan radikal pada pendekatan Responsible Care, Dewan Kimia Amerika (ACC) menggantikan sistem proses manajemen sukarela verifikasi dengan mewajibkan audit pihak ketiga untuk anggota dan mitra (mitra perusahaan menangani tetapi tidak untuk manufaktur bahan kimia). Penilaian dilakukan badan sertifikasi terakreditasi dengan kualifikasi auditor di lingkungan, kesehatan, keselamatan dan Responsible Care. Semua anggota dan mitra harus memiliki kantor pusat dan sampel situs kelompok bersertifikat selama periode tiga tahun.

ACC menyediakan dua pilihan sertifikasi. RC14001 menggabungkan semua standar ISO 14001. Kompatibel juga dengan ISO 9001 dan OHSAS 18001. Sistem Manajemen Responsible Care (RCMS) kompatibel dengan standar-standar lainnya, tetapi tidak benar-benar terintegrasi dengan mereka, seperti halnya RC14001 yang merupakan spesifikasi teknis.

Saat ini ACC tengah mengembangkan standar sertifikasi yang baru, ada beberapa kekhawatiran awal tentang ketertarikan auditor dan apakah mereka akan mengerti semua tentang Responsible Care®.

own quality, health, safety and environment standards in place and the verification process will be linked to those standards. However, he adds that ‘no decision has been taken’ about what details to verify; as for certification. South AfricaThe Chemical and Allied Industries Association developed a procedure for TPV of Responsible Care during 2003 and 2004. All CAIA’s responsible Care members are required to have undergone TPV by the end of September 2007. New member are required to carry out self assessments during the first two years of membership after which verification becomes mandatory.

Korea The Korea Responsible Care Council is upgrading its Responsible Care Programme and replacing the current self assessment process used by member companies with a new Council-led external assessment process involving environment and safety specialists. The scheme will provide technical consulting expertise for those deemed as ‘under performing’ companies and will identify improvement opportunities is others, says KRCC. A new Responsible Care awards scheme will recognize performance excellence or major improvements based on the external assessment. Specialist will be drawn from a pool of retirees with over 20 years experience in chemical plants.

KRCC aims to have its training programme in place by the year end and says it intends the new scheme will eventually lead to an overall upgrading of self assessment practices to a level that enables regulatory authorities to act as an assessment group.

JapanThe Japan Responsible Care Council introduced a third party verification process in 2002 and uses it to identify problem and provide advice on EHS improvement at member companies. The Council’s RCMS is an integrated management system including ISO 14001, OHSAS 18001, and ISO 9001. Based on the assumption that the main purpose of Responsible Care verification is to enhance performance, the JRCC says that certification is ‘not suitable’ for this purpose and therefore, does not offer third party certification under its verification scheme. For the same reason, it says that it will be giving priority on system management and implementing ‘concrete activities’ rather than further developing the system itself, in order to help member companies achieve continuous improvement.

USAIn 2002, as part of a radical overhaul of its approach to Responsible Care, the American Chemistry Council (ACC) replaced a voluntary management system verification process with mandatory third party audits for members and Partners (Partner companies handle but do not manufacture chemicals). Assessment are by certification body accredited auditors with qualifications in environment, health and safety, and Responsible Care. All members and Partners must have their headquarters and a sample group of site certified during a three-year cycle.

Acc provides two certification options. RC14001 incorporates all of the ISO 14001 standard. As well, it is compatible with ISO 9001 and OHSAS 18001. The Responsible Care Management System (RCMS) is compatible with other standards but not truly integrated with them as is the RC14001 technical specification.

As ACC was developing the new certification standards, there were some initial concerns about the availability of interested auditors and whether they would understand what Responsible Care is all about. As it turned out, say ACC’s Dan Roczniak, ‘we were pleasantly surprised at the willingness of the auditing community to participate in the certification process. ‘He notes that 16 auditing firms are

Laporan Utama / Main Report

KN-RCI news �

Ternyata, anggota ACC, Dan Roczniak, mengatakan pihaknya terkejut dengan keinginan dari masyarakat berpartisipasi untuk melakukan audit dalam proses sertifikasi. Dia mencatat bahwa 16 perusahaan audit mulai berjalan dan yang lainnya sedang dalam proses untuk terakreditasi. Pemahaman mereka tentang Responsible Care® sangat baik, dia mengatakan, meskipun ada beberapa tantangan mengenai isu-isu pengawasan produk. Dewan berharap untuk memberikan kesempatan pelatihan tambahan pada pengawasan produk di masa mendatang sehingga auditor dapat lebih tahu komitmen yang dibuat oleh perusahaan ACC di suatu daerah.

Bulgaria Salah satu anggota terbaru ‘komunitas’ Responsible Care, Kamar Dagang Industri Kimia Bulgaria (BCCI) memiliki perbaikan internal dan verifikasi dari pihak kedua. Bentuk perwakilan nasional BCCI Responsible Care memeriksa perbaikan internal dari perusahaan yang menjadi anggota Komite. BCCI mengatakan tidak memiliki rencana untuk meningkatkan tingkat verifikasi dalam waktu dekat. Tetapi akan menunjukkan bahwa Responsible Care fokus pada masalah-masalah seperti pengawasan produk, efisiensi energi, perlindungan lingkungan, kesehatan dan keselamatan kerja, tentu saja perundang-undangan REACH. Bahkan, pengenalan verifikasi pihak ke-3 akan mengakibatkan hilangnya perusahaan anggota.

Ekuador Di Ekuador, asosiasi nasional kimia Aproque mengatakan fokus verifikasi Responsible Care bermuara pada pengakuan pemerintah, baik di tingkat nasional maupun lokal. Responsible Care dibawah pengawasan program wajib, Aproque mengoperasikan 2 skema verifikasi pihak yang bertindak sebagai pemverifikasi dan tahun ini akan dimulai dari perusahaan anggota.

Jerman Asoasiasi kimia nasional Jerman( VCI) telah lama berpendapat bahwa pelaksanaan Responsible Care adalah masalah bagi perusahaan-perusahaan anggotanya, dan diverifikasi melalui perbaikan internal. Banyak perusahaan anggota memiliki berbagai sistem manajemen yang berbeda tempat. VCI mencatat bahwa ada diskusi yang sedang berlangsung tentang verifikasi Responsible Care merupakan “relevansi komite” pada kedua tingkat Cefic dan ICCA dan hasil akan bergantung pada tren internasional dan manfaatnya bagi anggota.

Indonesia Self Assessment dan laporan Key Performance Indicator (KPI) wajib dilaksanakan setiap tahun oleh anggota KN-RCI dan Verifikasi akan diwajibkan sekali setiap tiga tahun. Penggunaan logo Responsible Care hanya akan diberikan kepada perusahaan-perusahaan yang melaksanakan dan dinyatakan lulus verifikasi setiap tiga tahun, sebagaimana ditetapkan oleh KN-RCI dalam Anggaran Dasar. Verifikator mengikuti sesi pelatihan khusus dipimpin oleh para pakar. Lokakarya verifikasi dan pelatihan praktek di beberapa pabrik kimia telah diadakan setiap tahun sejak 2006 di dukung oleh JETRO Jepang. KN-RCI mendatangkan pakar verifikasi dari Jepang melalui skim program kerjasama JETRO & KN-RI.

Malaysia Dalam dua sampai tiga tahun, Asosiasi Industri Kimia Malaysia akan memperkenalkan wajib verifikasi pihak kedua. Ini bermaksud untuk mengintegrasikan sistem dengan OHSAS 18001 dan ILO OHMS dalam mencari standar pengakuan dan verifikasi oleh pemerintah dan penegak hukum, yang mengatur industri keselamatan, kesehatan dan kinerja lingkungan.

Meksiko Asosiasi Meksiko Aniq telah mengembangkan proses TPV Responsible Care dan berencana melakukan verifikasi pada siklus tiga tahun, meskipun saat ini perusahaan anggota dapat memilih frekuensinya. Aniq telah menandatangani kesepakatan dengan Kementerian Perekonomian yang bagi mereka keuntungannya dari perusahaan

currently participating and others are in the witnessing process to become accredited. Their understanding of Responsible Care is very sound, he say, though there are some changllenges around product stewardship issues. The Council hopes to provide some supplemental training opportunities on product stewardship in the future so that auditors can be better informed of the commitments made by ACC companies in this area.

BulgariaOne of the newest members of the Responsible Care ‘community’, the Bulgarian Chamber of the Chemical Industry has self assessment and 2nd party verification in place. Representative form BCCI’s national Responsible Care Committee check member companies self assessment. BCCI says it has no plans to increase the level of verification in the near future, and point out that its Responsible Care focus is on issues such as product stewardship, energy efficiency, environment protection, workplace health and safety, and of course REACH legislation. In fact, introduction of 3rd party verification would result in the loss of member companies, comments BCCI.

EquadorIn Equador, the national chemicals association Aproque says its focus on Responsible Care verification is geared towards government recognition, both at national and local level. Under its Responsible Care programme, Aproque operates a mandatory 2nd party verification scheme whereby acts as the verifier, and this year will start revivification of member companies.

Germany Germany’s national chemicals VCI has long maintained that Responsible Care implementation is a matter for its member companies, and is verified through self assessment. Many member companies have a range of different management systems in place. The VCI notes that there is ongoing discussion of Responsible Care verification is ‘the relevant committees’ at both Cefic and ICCA level and the outcomes will be dependent on international trends and the benefit for members.

IndonesiaAnnual Self Assessment and submission of Key Performance Indicator (KPI) report is mandatory for KN-RCI member while verification will be a mandatory once every three year. Use of the Responsible Care logo is only granted to those companies that undertake and pass verification every three years, as stipulated by the national Responsible Care body KN-RCI in its Articles of Association. Verifiers undergo special training sessions are led by experts. Verification workshops and on job training at chemical plant sites have been conducted annually since 2006 supported by JETRO of Japan. KN-RCI dispatches verification expert from Japan under the scheme of JETRO & KN-RCI cooperation program.

Malaysia In two to three years, the Chemical industries Council of Malaysia aims to introduce mandatory 2nd party verification. It intends to integrate the system with OHSAS 18001 and ILO OHMS standards and seek recognition of verification by government enforcement agencies, which regulate the industry’s safety, health and environment performance.

MexicoMexican association Aniq has developed a TPV process for Responsible Care and plans to carry out verifications on a three-year cycle, although currently member companies can choose the frequency. Aniq has signed an agreement with the Economy Ministry which has

Laporan Utama / Main Report

Laporan Utama / Main Report� KN-RCI news

yang telah berhasil menuju Responsible Care TPV karena mereka dapat menghemat pajak impor bahan-bahan tertentu.

Polandia Satu tahun setelah bergabung dengan program Responsible Care di Polandia, sebuah perusahaan harus melalui ‘sertifikat audit’ yang dilakukan oleh auditor yang disetujui oleh Industri Kimia Kamar Dagang Polandia. Tahun berikutnya perusahaan mengalami ‘konfirmasi audit’, setelah itu mereka diverifikasi ulang setiap tiga tahun.

Spanyol Perbaikan internal dan audit pihak kedua kode praktik oleh asosiasi nasional bahan kimia Feique mewajibkan perusahaan-perusahaan kimia Spanyol berkomitmen untuk program Responsible Care, Compromiso de Progreso. Auditor Responsible Care ditunjuk oleh Feique setiap tahun. Alih-alih memperkenalkan formal skema verifikasi pihak ketiga, Feique merencanakan perubahan fokusnya menjadi proses audit, mengintensifkan kunjungan ke perusahaan berkinerja buruk dan perusahaan-perusahaan anggota baru.

Swiss SGCI Swiss memiliki pola self assement Responsible Care secara sukarela dan menjelaskan belum ada rencana untuk melaksanakan sistem yang lebih ketat. Asosiasi menjelaskan bahwa perusahaan-perusahaan anggotanya sudah memiliki sistem manajemen EHS sendiri di tempat mereka. Swiss memberlakukan “kebijakan sangat ketat dalam undang-undang EHS” yang berarti ada sedikit nilai tambah baik bagi audit pihak kedua atau ketiga. Selain itu, tidak ada sumber daya yang tersedia, kata SGCI.

Thailand Asosiasi Industri Kimia Thailand di program Responsible Care telah mewajibkan perbaikan internal dan audit pihak ketiga. Peningkatan proses verifikasi sedang dibahas. Pelatihan RC14001 (dikembangkan untuk program Responsible Care Dewan Kimia Amerika) dimulai pada 2006 dan ditindaklanjuti dengan sebuah lokakarya pelatihan penuh pada 2007. Perusahaan yang menjadi anggota mereka telah memakai RC14001 sebagai referensi dan Thai Industrial Standards Institute sedang mempertimbangkan pengadopsiannya.

Venezuela Asoquim memperkenalkan proses verifikasi pihak kedua secara sukarela pada bulan November 2006, dengan siklus tiga tahun. Jika perusahaan tidak memenuhi standar yang diperlukan maka asosiasi akan mengulang verifikasi setelah satu tahun, untuk memeriksa apakah perbaikan telah dilaksanakan. Asoquim mengatakan akan bekerja menuju memperkenalkan kewajiban verifikasi pihak ketiga.

Kolombia Memperkenalkan sebuah model perbaikan diri baru tahun ini, ditambah verifikasi eksternal oleh auditor terakreditasi.

Perancis Asosiasi nasional UIC mengatakan akan menerapkan TPV sejalan dengan Kerangka Kerja Manajemen Cefic Responsible Care® dan rencana mengintegrasikan proses dengan sistem manajemen yang sudah ada. Namun itu belum memutuskan baik pada tingkat frekuensinya atau pihak yang melaksanakan audit.

Singapura Saat ini, sedang meninjau kemungkinan bergabung menjadi TPV terbaru dari Estonia dan Latvia yang mengikuti pedoman perbaikan diri 2007 Cefic.

Maroko Berencana untuk memperkenalkan perbaikan diri Responsible Care® sukarela tahun 2008.

clear benefs for those companies that have successfully undergone Responsible Care TPV as they are able to save on import duties on certain materials.

PolandOne year after joining the Responsible Care programme in Poland, a company must go through a ‘certificated audit’ conducted by auditors approved by the Polish Chamber of Chemical Industry. The following year a company undergoes a ‘confirmation audit’, after which they are reverified every three years.

SpainSelf assessment and 2nd party audit of the codes of practice by the national chemicals association Feique are mandatory for Spanish chemical companies committed to its Responsible Care programme, Compromiso de Progreso. The Responsible Care auditors are appointed by Feique each year. Rather than introduce a formal 3rd party verification scheme, Feique says its plans to focus change to its audit process on intensifying visits to poor performers and new member companies.

SwitzerlandSwitzerland’s SGCI has voluntary self assessment of Responsible Care in place, and says there are no plans for a more rigorous system. The association explains that its member companies already have their own EHS management systems in place, and that the country’s ‘very stringent EHS legislation’ means there is little added value for either 2nd or 3rd party audits. In addition, there are no resources available, says SGCI.

ThailandThe Thailand Chemical Industry Club’s Responsible Care programme has madatory self assessment and voluntary 3rd party audits. Enhancement of the verification process is under discussion. Training on RC14001 (developed for the American Chemistry Council’s Responsible Care programme) started in 2006 and will be followed up with a full training workshop in 2007. Us companies are already using RC14001 as a reference and the Thai Industrial Standards Institute is considering its adoption.

VenezuelaAsoquim introduced a voluntary second party verification process in November 2006, with a three year cycle. If a company does not meet the necessary standard then the association will reverify after a year to check improvements have been implemented. Asoquim says it will work towards introducing mandatory third party verification.

ColombiaIntroduces a new self assessment model this year, plus external verification by accredited auditors.

France’sNational association UIC says it will implement TPV in line with the Cefic Management Framework for Responsible Care and plans to integrate the process with existing management systems. As yet, it has not yet decided either on the frequency or who carry out the audits.

SingaporeIs ‘reviewing the possibility’ of TPV newest joiners Estonia and Latvia followed the 2007 Cefic self-assessment guideline.

MoroccoPlans to introduce voluntary self assessment of Responsible Care in 2008.

Kyoto Protocol becoming prime idea of Sustainable Development

project or Clean Development Mechanism (CDM), aiming to reduce

emissions of Greenhouse Gases as an impact of developmental

effect and global climate change. Through this project, developed

and developing countries can work together to protect the world’s

climate.

From day to day, global warming results an extreme climate change

in all countries. Regarding the effects, we can see the turn of

uncertain weather, natural disasters, droughts and rising sea levels.

To minimize it, United Nations Framework Convention in Climate

Change (UNFCCC) was born, which is an agreement United Nations

(UN). Its aim is to stabilize the Greenhouse concentration in the

atmosphere, so it reached a safe level in the world’s climate.

In Rio de Janeiro meeting in 1992, the climate change convention

adopted. More than 180 countries are committed to reducing

greenhouse gas effect (GGE). Currently, Indonesia ratified the

convention by Act No.6 of 1994.

This awareness rolls down, marked by the birth of Kyoto Protocol. The

main objective of the Kyoto Protocol is legal strength commitment

of the 39 developed countries to reduce GGE emissions globally to

an average about 5.2% below the 1990 emissions level. Emission

reductions began in the 2008-2012, which is called the First

Commitment Period. Developed countries, categorized as Annex 1

countries, are the main target of reducing emissions. While countries

without targets called Non-Annex 1. Indonesia considered to the Non-

Annex 1 state of the Kyoto Protocol ratified by Law No. 17 in 2004.

CDM is one of the three flexible mechanisms under the Kyoto Protocol.

Designed to assist developing countries in fulfilling its commitment

to reduce emissions of GGE and help these countries achieving

sustainable development. Other flexible mechanisms such as Joint

Implementation (JI) and Emissions Trading (ET) will be able to absorb

the flow of funds allocated for these mechanisms and will attract

more countries in the world to participate.

CDM projects consists four principles that must be done as

environmental sustainability, economical sustainability, social

sustainability and the technology transfer sustainability. That is, the

CDM can benefit to developed countries and developing nations.

Other roles are to bridge the interest differences between developed

and developing countries, considering the global climate protection.

Developed countries have the potential to obtain low-cost CERs

compared to a reduction in GGE in their own country. Meanwhile

developing countries benefit financially from the sale of CERs,

environmentally friendly technologies and new science.

Based on the Kyoto Protocol, developing countries do not oblige

to limit their emissions of GGE, but may voluntarily contribute

to the reduction of global emissions by becoming a CDM project

implementation.

UNFCCC defines 2 categories of CDM projects; emission reduction

projects and carbon absorption projects (forestry: afforestation and

reforestation). There are several sectors can be used as objects in

Protokol Kyoto menjadi ide awal munculnya proyek Mekanisme

Pembangunan Bersih atau Clean Development Mechanism (CDM)

yang bertujuan mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebagai

dampak pembangunan dan perubahan iklim global. Melalui

proyek ini, negara maju dan berkembang dapat bekerjasama untuk

melindungi iklim dunia.

Dari hari ke hari, pemanasan global terus terjadi yang mengakibatkan

perubahan iklim secara ekstrim di semua negara. Imbasnya, kita

dapat melihat pergantian cuaca yang tidak menentu, bencana alam,

kekeringan dan meningginya permukaan air laut. Sebagai upaya

meminimalkan efek pemanasan global, lahirlah United Nations

Framework Convention in Climate Change (UNFCCC) merupakan

kesepakatan Perserikatan Bangsa – Bangsa (PBB) yang bertujuan

untuk menstabilkan konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfer

sampai pada tingkatan tertentu supaya tidak membahayakan iklim

dunia.

Dalam pertemuan KTT di Rio de Janeiro pada 1992, konvensi

perubahan iklim mulai diadopsi oleh lebih dari 180 negara yang

berkomitmen mengurangi efek gas rumah kaca. Saat ini, Indonesia

mengesahkan konvensi tersebut dengan UU No.6 tahun 1994.

Kesadaran ini terus bergulir dan meningkat, dengan ditandai lahirnya

Protokol Kyoto. Tujuan utama Protokol Kyoto ini yaitu komitmen yang

berkekuatan hukum dari 39 negara maju untuk mengurangi emisi gas

rumah kacanya secara global hingga rata-rata sekitar 5,2% di bawah

tingkat emisi tahun 1990. Pengurangan emisi mulai dilakukan pada

2008-2012, yang disebut Periode Komitmen Pertama. Negara maju

dikategorikan sebagai negara Annex 1 yang menjadi target utama

pengurangan emisi. Sementara negara – negara tanpa target disebut

negara Non – Annex 1. Indonesia termasuk ke dalam negara Non-

Annex 1 yang meratifikasi Protokol Kyoto melalui UU No. 17 tahun

2004.

CDM merupakan salah satu dari tiga mekanisme fleksibel dalam

Protokol Kyoto yang dirancang untuk membantu negara-negara maju

dalam memenuhi komitmennya mengurangi emisi GRK dan membantu

negara-negara berkembang dalam mencapai pembangunan

berkelanjutan. Mekanisme fleksibel yang lain diantaranya Joint

Implementation (JI) dan Emission Trading (ET) akan dapat menyerap

aliran dana yang dialokasikan bagi mekanisme tersebut dan akan

menarik lebih banyak negara di dunia untuk berpartisipasi.

Proyek CDM mencakup empat prinsip yang mesti dijalankan seperti

keberlanjutan lingkungan, keberlanjutan ekonomi, keberlanjutan

sosial dan keberlanjutan alih teknologi. Itu sebabnya, CDM dinilai

dapat menguntungkan negara maju dan negara berkembang.

Peran lainnya, proyek CDM juga menjembatani perbedaan

kepentingan antara negara maju dan berkembang, dengan tetap

mempertimbangkan usaha perlindungan iklim global. Negara maju

memiliki potensi untuk mendapatkan CERs dengan biaya rendah

dibandingkan melakukan pengurangan GRK di dalam negeri sendiri,

sedangkan negara berkembang mendapatkan keuntungan finansial

dari hasil penjualan CERs, teknologi ramah lingkungan dan ilmu

pengetahuan baru.

Proyek CDM Menciptakan Pembangunan BerkelanjutanCDM Projects Creating Sustainable Development

KN-RCI news 9Laporan Utama / Main Report

CDM projects such as agriculture, transport, energy, forestry and

livestock.

From the National Commission for Development Mechanism data,

the whole potential for CDM projects in Indonesia, reaches 125 to 300

million tons of CO2 during the period 2008 to 2012. For the illustration,

the energy sector saving 24 million tons of potential CO2e/year and

forestry sector by 23 million tons CO2 e/year.

Nevertheless not all activities can be used as CDM project. One of which

is nuclear power plants. Some activities classified as CDM projects

include manufacturing industry, chemical industry, construction, and

energy distribution, mining/mineral production (emission reduction

project and carbon absorption project).

The Indonesian Government is committed to reduce GHG emission

around 26% in the condition “business as usual (BAU)”. It means

Indonesia will reduce GHG emission through mitigation program

and adaptation. This target will be presented at the UNFCCC in

Copenhagen, Denmark on mid of December 2009.

CDM Project Cost

CDM projects outcome in CERs (Certified Emission Reduction/emission

reduction units that have been certified); its amount determined by

the number of GGE emission units that can be derived to be converted

into credit.

There are several components that can be carrying out by the CDM

projects actor such as capital costs, registration fees, cost of project

implementation, operation and maintenance costs, loan repayment

and interest.

Keeping in mind, the CDM project costs first must be in the care of

perpetrators therefore will get compensation from the development

and the resulting CERs.

For the implementation of CDM projects, companies clearly gain

multi-benefit because it contributes to sustainable development

through projects environmentally friendly, technology transfer from

developed countries, industrial waste management control, energy

Berdasarkan Protokol Kyoto, negara-negara berkembang tidak

memiliki kewajiban membatasi emisi GRK, akan tetapi dapat secara

sukarela berkontribusi dalam pengurangan emisi global dengan

menjadi tempat pelaksanaan proyek CDM.

UNFCC telah merumuskan 2 kategori proyek CDM yakni proyek

pengurangan emisi dan proyek penyerapan karbon (kehutanan:

aforestasi dan reforestasi). Ada beberapa sektor yang dapat dijadikan

objek proyek CDM seperti pertanian, peternakan, transportasi,

energi, kehutanan dan pengelolaan sampah.

Berdasarkan data Komisi Nasional Mekanisme Pembangunan, potensi

proyek CDM di Indonesia, secara keseluruhan mencapai 125 – 300

juta ton CO2 sepanjang kurun waktu 2008 – 2012. Sebagai gambaran,

sektor energi menyimpan potensi 24 juta ton CO2e/tahun dan sektor

kehutanan sebesar 23 juta ton CO2e/tahun.

Walaupun demikian tidak semua kegiatan dapat dijadikan proyek

CDM, salah satunya pembangkit tenaga nuklir. Beberapa kegiatan

tergolong proyek CDM antara lain industri manufaktur, industri

kimia, konstruksi distribusi energi, pertambangan / produksi mineral

(proyek pengurangan emisi dan proyek penyerapan karbon).

Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk mengurangi emisi

GRK sebesar 26% dalam kondisi business as usual (BAU). Artinya,

Indonesia melakukan pengurangan emisi GRK dengan upaya sendiri

melalui program mitigasi dan adaptasi yang dilakukan. Target ini

akan disampaikan pada UNFCCC di Copenhagen, Denmark pada

pertengahan Desember 2009.

Biaya Proyek CDM

Dalam proyek CDM dihasilkan CERs (Certified Emission Reduction/

satuan reduksi emisi yang telah disertifikasi) yang besarannya

ditentukan berdasarkan satuan jumlah emisi GRK yang bisa diturunkan

untuk dikonversikan menjadi sebuah kredit.

Ada beberapa komponen biaya yang akan dikeluarkan pelaku proyek

CDM seperti; biaya kapital, biaya pendaftaran, biaya pelaksanaan

proyek, biaya operasi dan pemeliharaan, pengembalian pinjaman

dan bunga. (lihat tabel).

Mesti disadari, CDM merupakan proyek yang biayanya harus

ditanggung terlebih dahulu oleh pelakunya, kemudian baru akan

mendapatkan kompensasi dari hasil pengembangan dan CERs yang

dihasilkan.

Untuk pelaksanaan proyek CDM, perusahaan jelas memperoleh

multibenefit karena berkontribusi terhadap pembangunan

10 KN-RCI news Laporan Utama / Main Report

reduction consumption, and, of course, increased company’s image

in society.

CDM Project Feasibility

When running CDM project, each actor also needs to notice the

feasibility of the project that includes three things. First, voluntary

participation approved by each party involved, because is not

mandatory in every state.

Second, the CDM projects that generate emission reductions or

absorption GGE can be registered as CDM projects, as for GGE

emissions reduction or absorption can be measured significantly.

Therefore, CDM projects must generate measured carbon credits

during the implementation. It means the conditions after the project

implementation must demonstrate gas house emission reductions

compared to baseline (baseline scenario), where the initial conditions

shows that the condition occurs recently in the normal process. CDM

projects must lead to tangible benefits, measurable and long-term

associated with climate change mitigation activities.

Third, CDM projects must comply with applicable environmental

policies in the countries concerned or following the sustainable

development criteria set out the country.

From the calculation of GGE reduction will be the basis of CERs, which

can provide benefits as if through the process prerequisite in CDM

projects.

Executive Board in CDM project is the agency that gives approval

towards CDM project, determine if they followed the rule or not. After

obtaining the approval, then the participants can enjoy the income

from CERs.

Based on national data CDM, Indonesia has 24 CDM projects

registered with the potential for 3.3 million CERs.

Classification of CDM project activities

There are several types of sizes and types of activities in the CDM

project activity. The CDM project participants should determine

firstly what the project categories they want to develop. This choice

will determine the modalities, procedures and formats according to

categories of projects implemented.

In National Commission MPB data, there are some CDM projects

activities that may selected include cement, biomass, renewable

energy, biogas and compost.

To run CDM activities well enough, the actors need to have a good

planning. To suppose a preparation on capital, technology, human

resources, management, commitment and involvement in the

company’s internal CDM projects.

Although it’s voluntary, the CDM project is a good solution for all

countries who want to see the earth remains green. In this regard,

developed countries should be encouraged to carry out its commitment

to reduce greenhouse gas emissions, one of them through CDM

projects. Of course, they need to cooperate with developing countries

that have potential implementation of CDM project. As a result, all

parties remain responsible for environmental sustainability and

reducing the effects of global warming. (KMNLH 2007)

berkelanjutan melalui proyek-proyek ramah lingkungan, transfer

teknologi dari negara-negara maju, pengelolaan limbah industri

yang terkendali, penurunan konsumsi energi dan tentu saja citra

perusahaan semakin bertambah baik di mata masyarakat.

Kelayakan Proyek CDM

Ketika akan menjalankan proyek CDM, setiap pelaku juga perlu

memperhitungkan kelayakan proyeknya yang mencakup tiga hal.

Pertama, partisipasi sukarela yang disetujui oleh masing-masing pihak

yang terlibat sebab sifatnya bukanlah mandatori di setiap negara.

Kedua, proyek CDM yang menghasilkan pengurangan atau

penyerapan emisi GRK dapat didaftarkan sebagai proyek CDM,

selama pengurangan atau penyerapan emisi GRK dapat terukur

secara nyata. Untuk itu, proyek CDM harus menghasilkan kredit

karbon proyek yang terukur sewaktu pelaksanaan. Ini berarti, kondisi

setelah pelaksanaan proyek harus menunjukan pengurangan emisi

GRK dibandingkan kondisi awal (baseline scenario), dimana kondisi

awal menunjukan kondisi yang terjadi pada saat ini dalam proses

yang normal. Ini artinya, proyek CDM harus mengarah kepada

keuntungan yang nyata, terukur dan berjangka panjang yang terkait

dengan kegiatan mitigasi perubahan iklim.

Ketiga, proyek CDM harus mentaati kebijakan lingkungan yang berlaku

di negara yang bersangkutan atau mengikuti kriteria pembangunan

berkelanjutan yang ditetapkan negara tersebut.

Dari pengurangan GRK maka akan menjadi dasar perhitungan CERs,

yang dapat memberikan keuntungan apabila melewati proses seperti

diprasyaratkan dalam proyek CDM.

Dalam proyek CDM, Executive Board merupakan lembaga memberikan

persetujuan terhadap sebuah proyek CDM, apakah telah mengikuti

ketentuan atau tidak. Apabila telah mendapatkan persetujuan,

barulah peserta dapat menikmati pendapatan dari CERs.

Dari data Komnas MPB, Indonesia memiliki 24 proyek CDM yang

telah terdaftar dengan potensi CERs sebesar 3,3 juta.

Klasifikasi Kegiatan Proyek CDM

Ada beberapa jenis ukuran dan tipe kegiatan dalam kegiatan proyek

CDM. Oleh karena itu, peserta proyek CDM harus menentukan dulu

kategori proyeknya apa yang akan mereka kembangkan. Pilihan ini

akan menentukan modalitas, prosedur dan format sesuai kategori

proyek yang akan dilaksanakannya.

Dalam data Komnas MPB, ada beberapa kegiatan proyek CDM yang

banyak dipilih antara lain semen, biomass, energi terbaharui, biogas

dan kompos.

Supaya kegiatan CDM dapat berjalan baik, maka pelaku perlu

melakukan perencanaan dengan baik. Misalkan mempersiapkan

modal, teknologi, SDM, manajemen, komitmen dan keterlibatan

internal perusahaan dalam proyek CDM.

Walaupun sifatnya sukarela, tetapi proyek CDM merupakan solusi baik

bagi semua negara yang menginginkan bumi tetap hijau. Dalam hal

ini, negara maju perlu didorong supaya melaksanakan komitmennya

untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, salah satunya lewat proyek

CDM. Tentu saja, perlu bekerjasama dengan negara berkembang

yang memiliki potensi dalam pelaksanaan kegiatan proyek CDM.

Sehingga semua pihak tetap bertanggungjawab terhadap kelestarian

lingkungan dan pengurangan efek pemanasan global. (KMNLH 2007)

KN-RCI news 11Laporan Utama / Main Report

Setelah melalui proses yang cukup panjang selama hampir 3 tahun, kalangan industri kimia patut bersyukur, akhirnya Indonesia memiliki regulasi mengenai sistem harmonisasi global atau Globally Harmo-nized System (GHS) untuk klasifikasi dan label bahan kimia yang ditu-angkan dalam PERMEN Perindustrian R.I. No.87/M-IND/PER/2009.

Mengapa kita patut sambut positif terbitnya PERMEN tentang GHS ini? Jelas, karena tujuan utama GHS adalah untuk melindungi umat manusia termasuk karyawan perusahaan, konsumen dan masyarakat luas serta melindungi lingkungan. Dengan terbitnya regulasi ini akan mendorong industri untuk dapat melalkukan klasifikasi bahan kimia dengan mempertimbangkan dari aspek bahaya fisik-kimia, bahaya kesehatan dan lingkungan. Sebagaimana kita ketahui GHS juga merupakan satu “tool” dalam implementasi REACH (Registration, Evaluation, Authorization and Restriction of Chemical) yaitu regulasi di Uni Eropa, demikian pula GHS akan menjadi “tool” dalam regulasi di Jepang (JAMP) dsb. Dengan demikian regulasi GHS akan menjadi acuan dan memberi kepastian hukum bagi industri khususnya industri kimia dan penunjangnya dalam percaturan bisnis global.

KN-RCI memiliki kon-tribusi yang tidak kecil sehingga men-gantarkan terbitnya regulasi ini. Bersama organisasi lain KN-RCI berperan aktif dalam tim persiapan penyu-sunan implementasi GHS, yang diprakarsai oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) R.I., tim lin-tas sektoral yang melibatkan Dep. Per-industrian, Departe-men Pertanian, Dep. Perdagangan, Dep. Perhubungan, Dep. Tenaga Kerja, Dep. Kesehatan, Kementri-

an Negara Lingkungan Hidup, Ditjen Bea dan Cukai dan organisasi ter-kait yang lain baik pemerintah, asosiasi industry, swasta dan LSM.

Hingga saat ini Indonesia telah memiliki sekitar 15 orang “GHS Cer-tified Trainers” atau “GHS National Resource Persons” yang dilatih di Jepang sejak 2006 hingga 2009. Sebagian besar diantaranya dari perusahaan anggota KN-RCI. Mereka siap untuk membantu peru-sahaan untuk implementasi GHS. Beberapa perusahaan anggota KN-RCI telah melakukan klasifikasi dan penyusunan Lembar Data Keselamatan (Safety Data Sheet) sesuai panduan GHS yang dikenal sebagai UN Purple Book.

Kita berharap segera disusul dengan Peraturan Dirjen tentang Petun-juk Teknis Implementasi GHS untuk Bahan Kimia Tunggal dan atau Campuran - sesuai Pasal 2 PERMEN Perindustrian RI Nomor 87 Ta-hun 2009. Menurut Adi Sunariadi dari Tim “Government Relation & Regulatory Affairs, KN-RCI”, sebaiknya kita sudah mengacu pada GHS Purple Book Revisi 3 Tahun 2009 yang telah mengatur tentang “Com-bined H & P codes”; Bahaya terhadap lapisan Ozone; “Precedence for allocation of hazard statements”; subcategories untuk respiratory sensitiser dan skin sensitiser; Multiplying factor M untuk Environ-mental Hazards, dll. (SZ)

Tampak dalam gambar dari kiri ke kanan, Mr. Hiroshi Sano, pakar GHS dari Jepang, Ketua Umum FIKI Bp. Hi-dayat Nyakman, Direktur Industri Kimia Hulu Bp. Dr. Alex-ander Barus, Asdep Deputi IV MNLH, Drs. Dasrul, SH, MH dan Ketua Presidium KN-RCI Ibu Urai Rogers.

Appeared in the picture from left to right, Mr. Hiroshi Sano, GHS experts from Japan, FIKI Chairman, Mr. Hidayat Nyakman, Director of Upstream Chemical Industri,. Dr. Alexander Barus, Senior Government officer of the MOE (Asdep Deputy IV) Drs. Dasrul, SH, MH and KN-RCI Chairperson Mrs. Urai Rogers.

GHS Update

Regulasi Baru, Menteri Perindustrian R.I. No. 87/M-IND/PER/9/2009 tentang Sistem Harmonisasi Global Klasifikasi dan Label Pada Bahan Kimia tanggal 24 September 2009New Regulation of the Ministry of Industry No.87/M-IND/PER/9/2009 concerning Globally Harmonized System (GHS) Chemicals Classification and Labeling have been published, dated on September 24 2009

After taking a long process almost three years, chemicals industry group serve grateful, finally Indonesia has its own regulation on Globally Harmonized System (GHS) for chemicals classification and labeling. It is implemented in Indonesian Ministry of Industry Regulation No. 87/M-IND/PER/9/2009.

Why we have answer positively to this ministerial regulation about GHS?Clearly the main objective of GHS is to protect human beings; including company’s worker, consumer, wide range of society, and of course environment. With this regulation outcome will push the industry to make chemicals classification regarding to hazardous physical-chemical aspect, health aspect, and environmental aspect. In fact, GHS also as a “tool” for REACH (Registration, Evaluation, Authorization and Restriction of Chemical) in European Union, as well a “tool” in Japan regulation (JAMP). Therefore, GHS regulation will become a benchmark and law certainty that could benefit national chemical business in the midst of world competition.

KN-RCI is contributed in delivering this regulation. Together with other organizations, KN-RCI actively involved in draft-preparation team of GHS implementation, which initiated by the National Agency for Food and Drug Control (NAFDC) /BPOM RI. The inter-sector teams involving the Department of Industry, Ministry of Agriculture, Ministry of Trade, Ministry of Transportation, Ministry of Manpower, Ministry of Health, Ministry of Environment, Directorate General of Customs and Excise, and other related organizations, including government, industry associations, private sector and NGOs.

Lately, Indonesia has fifteen people of “GHS Certified Trainers” or “GHS National Resource Persons” that been trained in Japan since 2006 until 2009. Mostly they come from companies of KN-RCI members. They are well-prepared to help companies implementing GHS. Several KN-RCI member companies also already classifying and compiling Safety Data Sheet guidelines according to GHS guidelines, known as UN Purple Book.

We hope the Ministry Regulation will be followed by the Director General Regulation concerning GHS Technical Guidance Implementation for Single Substance and or Mixture - according to Article 2 of MOI Regulation No. 87 Year 2009. Referring to Adi Sunariadi, team member of “Government Relation & Regulatory Affairs, KN-RCI”, is better we refer to GHS Purple Book Third Revision Year 2009. Those revised regulation manages on “Combined H & P codes”; Hazards of Ozone layer; “Precedence for allocation of hazard statements” ; sub categories for respiratory sensitizer and skin sensitizer; Multiplying factor M for Environmental Hazards, etc.

GHS Introduction to company directors and leadersSocialization of Globally Harmonized System (GHS) for Classification and Communication of Chemicals was conducted at Ministry of Industry Jakarta on 11 March 2009, attended by around 100

Mr. H. Sano, pakar GHS dari Jepang (ketiga dari kiri) sedang mendengarkan penjelasan dari Sekjen & Direktur Eksekutif KN-RCI M. Setyabudhi Zuber mengenai pelatihan dan implementasi GHS oleh industrikimia di Indonesia, khususnya anggota KN-RCI.

Mr. H. Sano, GHS experts from Japan (third from left) are listening to an explanation of the Secretary General & Executive Director of KN-RCI M. Setyabudhi Zuber about training and implementation of GHS by industrikimia in Indonesia, especially members of KN-RCI

12 KN-RCI news

KN-RCI news 1�GHS Update

Sosialisasi GHSSosialisasi GHS untuk Klasifikasi dan Komunikasi Bahan Kimia diadakan di Departemen Perindustrian Jakarta pada 11 Maret 2009, dihadiri sekitar 100 peserta terdiri dari para Direktur dan Pimpinan perusahaan anggota asosiasi yang tergabung dalam Federasi Industri Kimia Indonesia, FIKI dan KN-RCI. Acara ini terselenggara atas kerjasama Direktorat Industri Kimia Hulu, Ditjen IAK Departemen Perindustrian dengan FIKI dan KN-RCI. (SZ)

Pelatihan Praktis GHSKN-RCI menyeleng-garakan Pelatihan Praktis GHS pada 10-12 Maret di Novotel Bogor Raya, diikuti oleh 17 peserta dari 9 perusahaan anggota dan 2 peserta dari 2 perusahaan calon anggota. Pelatihan GHS kali ini cukup istimewa dengan kehadiran Dosen Tamu, Hiroshi Sano, pakar GHS dari Jepang. Pelatihan tingkat “Advance” ini merupakan yang ke-4 kali diadakan KN-RCI sejak tahun 2007. Tujuan utama pelatihan ini adalah untuk membantu anggota dan industri kimia untuk menerapkan Lembar Data Keselamatan (SDS) berdasarkan GHS. (SZ)

UN GHS Purple Book Revisi 3, Tahun 2009Setiap 2 tahun sekali, GHS Purple Book di revisi tentu untuk penyempurnaan. Revisi dilakukan oleh para pakar GHS Perserikatan Bangsa-Bangsa yang berasal dari berbagai Negara (Eropa, Amerika, Jepang dsb). Kini telah terbit UN GHS Purple Book Revisi 3 tahun 2009, bisa down load melalui website:http://www.unece.org/trans/danger/publi/ghs/ghs_rev03/03files_e.html

participants consist of Directors and Leaders of member companies of the Associations under the Federation of the Indonesian Chemical Industry (FIKI). The event was held with the cooperation of the Directorate of Upstream Chemical Industry, Directorate General of Agricultural and Chemical Industry of the Ministry of Industry with FIKI and KN-RCI.

GHS Practical Training KN-RCI conducted GHS Practical Training on 10 – 12 March 2009 at Novotel Bogor Raya, participated by 17 participants from 9 member companies and 2 participants of 2 potential members. We have special guest lecture, Mr. Hiroshi Sano, GHS expert from Japan. This Training Advance level is the 4th time conducted by KN-RCI since 2007. The main objective of the training is to help members and chemical industry to practice Safety Data Sheet based on GHS.

GHS Purple Book Rev 3, 2009Twice a year, GHS Purple Book has been revised for perfection on Revision. Revision was done by GHS experts in United Nations from various countries (Europe, US, Japan, etc). For now, UN GHS Purple Book Third Revision Year 2009has been published. It can be downloaded on website: http://www.unece.org/trans/danger/publi/ghs/ghs_rev03/03files_e.html

Para peserta dan instruktur Pelatihan GHS berfoto bersama dengan Mr. H. Sano sesaat setelah setelah pentupan pada 12 Maret 2009

GHS training participants and trainers posed together with Mr. H. Sano after closing session on March 12, 2009

Mr. H. Sano menyampoaikan sertifikat kepada peser-ta pada Penutupan Pelatihan Praktis GHS di Bogor

Mr. H. Sano presents certificate to the participant at the Closing of GHS Practical Training in Bogor.

Responsible Care® Award is KN-RCI program that held every 2 years. On the first KN-RCI Award, it was supported by PT DuPont Indonesia. In 2007, Rohm and Haas Indonesia became the main sponsor. Then in 2009, the third time award was sponsored by PT Dow Chemical Indonesia. It was an honor for KN-RCI, since 2007, the Platinum Award Certificate was signed by H.E. Indonesian

Minister of Industry and it’s granted at National Care® Conference.

The 2009 Responsible Care® Award Team has been working professionally and objectively from June 2009 until November 2009. From year to year, more assessment criteria refined for quality improvement award. At Award 2009, there are three categories of winners i.e., Platinum, Gold and Silver Award. Compared to previous years, this year the standard sets higher criteria to motivate continuous improvement, except that this system provides an opportunity for more than one “winner” for each category.

Chemical industry that achieve superior performance in the implementation of Responsible Care® should have special attention and received Platinum Award in 2009, directly from Indonesian Minister of Industry in the 5th National Responsible Care® Conference at Kempinski Grand Ballroom Jakarta, on December 15, 2009. (SZ).

Responsible Care® Award 2009

Excellent & Outstanding Achievement Award Trophy bergilir bagi pemenang terbaik

Responsible Care® Award merupakan program KN-RCI yang diselenggarakan setiap 2 tahun sekali. Pada penyelenggaraan KN-RCI Award yang pertama, disponsori oleh PT DuPont Indonesia. Pada 2007, PT Rohm and Haas Indonesia menjadi sponsor utama. Lalu pada 2009, penghargaan yang ke-3 kalinya ini mendapatkan sponsor dari PT Dow Chemical Indonesia. Suatu kehormatan bagi KN-RCI, sejak tahun 2007, Piagam Award untuk kategori Platinum ditandatangani dan disampaikan langsung oleh Bapak Menteri Perindustrian R.I. pada Konferensi Nasional Responsible Care®.

Tim Responsible Care® Award 2009 telah bekerja secara profesional dan obyektif mulai Juni 2009 hingga November 2009. Dari tahun ke tahun, kriteria penilaian semakin disempurnakan demi peningkatan kualitas Award. Pada Award 2009, terdapat tiga kategori pemenang yaitu Platinum, Gold dan Silver. Dibandingkan tahun sebelumnya, standar kriteria untuk tahun ini ditetapkan lebih tinggi dari dua tahun lalu supaya memotivasi perbaikan secara berkelanjutan, selain itu sistem ini memberikan peluang lebih dari satu pemenang untuk setiap kategori. Tahun ini, RC Award diikuti oleh 30 perusahaan, sangat diharapkan pada tahun-ahun yang akan datang lebih banyak lagi perusahaan yang berpartisibasi dalam kegiatan ini.

Sudah selayaknya industri kimia yang mencapai prestasi unggul dalam implementasi Responsible Care® mendapatkan perhatian khusus dan menerima Platinum Award 2009 langsung dari Bapak Menteri Perindustrian R.I. dalam acara Konferensi Nasional Responsible Care ke-5 di Kempinski Grand Ballroom Jakarta, tanggal 15 Desember 2009. (SZ)

PT Indo Raya Kimia Proyek CDM Menghasilkan Tenaga Listrik 1200 KWPT Indo Raya Kimia CDM Projects Produce Electrical Power 1200 KW

Dengan memanfaatkan limbah panas dari unit sulphur recovery, PT Indo Raya Kimia tidak lagi bergantung kepada PLN, untuk memenuhi kebutuhan listriknya.

Di Indonesia, industri kimia sangat mengandalkan sumber energi lis-trik dari PLN, supaya aktivitas pabriknya dapat berjalan normal. Itu sebabnya sekarang ini pelaku industri mengeluhkan pemadaman listrik yang mengakibatkan terganggunya kerja mesin dan kerugian finansial. Langkah alternatif biasanya dilakukan perusahaan dengan menyediakan genset dan membuat pembangkit listrik sendiri ketika pemadaman listrik terjadi.

Solusi cerdas telah ditemukan oleh PT Indo Raya Kimia. Perusahaan memanfaatkan proyek CDM (Mekanisme Pembangunan Bersih) yang berkategori proyek skala kecil (small scale project), dengan lingkup industri manufaktur, Type III-Other Project Activities dan Category Q (waste gas based energy system), untuk memperoleh sumber energi listrik.

Sebelum adanya proyek CDM, perusahaan memakai steam sebesar 12.325 T/H yang dihasilkan dari SRU dan Furnace sebagai pengger-ak Steam Turbine Blower dan utilitas sebesar 10.875 T/H, sehingga masih tersisa steam sebesar 1.45 T/H. Nah, sisa steam ini dikonden-sasikan di fan condenser bersama back pressure steam dari steam turbine blower untuk memperoleh kembali kondensatnya.

Dengan memanfaatkan proyek CDM, steam yang berasal dari SRU dan Furnace, dapat dipakai sebagai pembangkit tenaga listrik di Power Plant Unit. Total kebutuhan listrik dalam kondisi maksimum sebesar 1.2 MW, yang sekarang ini dapat dipenuhi oleh Power Plant Unit. Tentu saja, perusahaan sangat diuntungkan dengan pasokan lis-trik dari Power Plant Unit karena dapat mengurangi pemakaian listrik dari PLN, bahkan sama sekali tidak menggunakannya.

Lalu bagaimana proses produksi steam terse-but? Sebagai tahap awal, CS2 diperoleh dengan mereaksikan Gas Metan (CH4) dengan Belerang (Fasa uap, S2). Dari reaksi tersebut diperoleh hasil samping berupa gas H2S. Selanjutnya, CS2 hasil reaksi dimurnikan, kemu-dian akan diambil sebagai produk CS2 murni, semen-tara H2S diolah kembali melalui proses oksidasi thermal dan katalitik dalam Sulfur Recovery Unit (SRU) yang menghasilkan elemen sulfur. Selanjutnya, sulfur tersebut digunakan kembali sebagai pereaksi.

Reaksi exothermal pada reaksi pembentukan CS2 dan SRU menghasil-kan energi panas yang cukup besar. Energi panas digunakan sebagai penghasil steam 24 barg sebesar 12 T/H yang selanjutnya dimanfaat-kan menjadi pembangkit tenaga listrik di power plant dan sebagai utilitas di unit proses.

Proyek CDM di PT Indo Raya Kimia, mulai berjalan sejak Agustus 2006 dan beroperasi pada Mei 2007, dengan menambahkan beberapa unit operasi baru seperti: • Pemasangan steam turbine• Pemasangan steam surface condenser• Pemasangan generator listrik• Pemasangan alat pendukung lainnya seperti cooling tower, cool-

ing water pump dan condensate extraction pump)• Melakukan beberapa aktivitas power saving

Efek positif dari pemasangan unit baru ini, perusahaan dapat men-gurangi pemakaian tenaga listrik dari PLN sebesar 8.210,55 MWh/ta-hun atau setara dengan 7.315,60 ton emisi CO2/tahun.

Selain mengurangi pemakaian listrik, keterlibatan PT Indo Raya Kimia di dalam proyek CDM mempunyai empat manfaat; pertama, dari segi lingkungan, perusahaan berkontribusi terhadap pengurangan emisi gas CO2, sebesar 7.315,60 ton emisi CO2/tahun. Kedua, perusahaan

With the use of waste heat from the sulfur recovery unit, PT Indo Raya Kimia no longer depends on PLN, to ensure their electricity needs.

In Indonesia, the chemical industry relies heavily on electrical energy resources, so their plant activities can runs normally. This is why the industry now complaining about power outages, resulting machine work disruption and financial losses. Alternative steps usually done by providing generator electricity and create their own power when blackouts occur.

Intelligent solutions have been found by PT Indo Raya Kimia. Com-panies take advantage from the CDM (Clean Development Mecha-nism) project, which in categorized as small-scale projects, ranging manufacturing industries, Type III-Other Project Activities and Q Cat-egory (Waste gas based energy systems), to obtain electrical energy source.

Before the CDM projects exist, the company used steam for 12,325 T / H, generated from SRU and Furnaces as a driver to Steam Turbine Blower and utility of 10,875 T / H, therefore the steam remaining at 1:45 T / H. Well, the rest of steam condenser fan is condensed in with back pressure steam from the Steam Turbine Blower to receive back the condensate.

Taking benefit from CDM projects, steam that coming from SRU and Furnaces can be used as a power plant in the Power Plant Unit. Total demand for electricity in the maximum condition of 1.2 MW, now can be carry out by the Power Plant Unit. Of course, the company was benefited with electricity supply from the Power Plant Unit because it can reduce electricity consumption from PLN, they even did not have to use it.

Then how is the steam production processes? In early stage, CS2 is obtained by reacting Gas Methane (CH4) with Sulfur (vapor phase, S2). From that re-action of byproduct results in the form of H2S gas. Furthermore, the reaction purified CS2 then be taken as pure CS2 products, while H2S used again through

thermal oxidation and catalytic oxidation process in Sulfur Recovery Unit (SRU), which produces sulfur element. Furthermore, sulfur is used again as a reactant.

Exothermal reaction in the formation reaction produces SRU and CS2 creates enough large heat energy. Heat energy is used as 24 barg steam producer for 12 T / H. Then the heat uses to power up genera-tion in power plant and as a utility in the unit process.

CDM Projects in the PT Indo Raya Kimia began running since August 2006 and operated in May 2007, adding several new operating units such as: • Steam Turbine installation• Steam surface condenser installation• Electricity generator installation• Installation of other support equipment like cooling tower, cool-

ing water and condensate extraction pump.• Doing some power saving activities

Positive effects of the installation is the company can reduce the en-ergy consumption for electricity 8210.55 MWh / year or equivalent to 7315.60 tons CO2/year emissions.

In addition to reducing electricity consumption, the involvement of PT Indo Raya Kimia in the CDM project has four benefits. First, in terms of environment, companies contribute to reducing CO2 emissions, around 7315.60 tons CO2/year. Second, companies can reduce fuel

Main PlantPower Plant

Steam

Power

1� KN-RCI news Member’s sharing

dapat menekan pemakaian bahan bakar minyak (fossil fuel) dan mengurangi ketergantungan.

Ketiga, dari aspek sosial dan bisnis, perusahaan secara langsung membuktikan komitmennya untuk mengurangi efek gas rumah kaca yang mengakibatkan pemanasan global dan perubahan iklim. Keun-tungan lain, citra perusahaan dapat meningkat karena mengimple-mentasikan praktek bisnis yang ramah lingkungan. Terakhir, mening-katkan kemampuan dan pengetahuan karyawan.

PT Indo Raya Kimia merupakan produsen Carbon Disulphide (CS2) pertama di Asia Pasifik yang menggunakan gas alam sebagai bahan baku dengan dukungan teknologi Akzo Nobel. Pabriknya berlokasi di Kawasan Industri Kujang Cikampek (KIKC) dengan kapasitas terpas-ang 145 ton/hari.

Saat ini, perusahaan telah mengimplementasikan ISO-14001 dan OH-SAS 18001 sejak 2002, Responsible Care® Self-Assessment dan Veri-fication oleh KN-RCI mulai tahun 2006. Perusahaan pun menerima beberapa penghargaan dari Presiden R.I. untuk Zero Accident Award (tahun 2002 – 2007), dan Pemenang ke-2 pada The 2007 Responsible Care® Award untuk “Employee Health & Safety Code”. (WJ/AW)

consumption (gasoline) and reduce its dependence.

Third are the social aspect and the business. The company proves its commitment to reduce greenhouse gas effects that causing global warming and climate change. Another advantage is the company’s image can be increased due to implementing business practices envi-ronmental friendly. Finally, enhance employee skills and knowledge.

PT Indo Raya Kimia is a first manufacturer of Carbon Disulphide (CS2) in Asia Pacific, using natural gas as raw material with Akzo Nobel technology support. The factory located in Industrial Area Kujang Ci-kampek (KIKC) with installed capacity of 145 tons / day.

Currently, the company has implemented ISO-14001 and OHSAS 18001 since 2002, Responsible Care Self-Assessment and Verification by KNRCI in 2006. The company also received several awards from the President of Indonesia for Zero Accident Award (2002 - 2007), and the second winners on the 2007 Responsible Care ® Award for “Employee Health & Safety Code”. (WJ/AW)

Member’s sharing

Meningkatkan Performa QSHE PT Kao Indonesia Chemicals melalui Implementasi RCPT KAO Indonesia Chemicals - Increasing QSHE Performance through Implementation of Responsible Care®

PT. KAO Indonesia Chemicals (KIC) adalah perusahaan patungan antara Rodamas Group dan Kao Corporation Jepang. KIC bergerak di bidang pembuatan Bahan Aktif Permukaan (Surfaktan) terutama Sodium Lauryl Sulfate (SLS), Sodium Lauryl Etoxy-Ether Sulfate (SLES), Linear Alkyl Benzene Sulphonate dan memulai operasi komersialnya pada bulan November 1979.

Mengambil semangat The Kao Way sebagai filosofi perusahaan, KIC berupaya menjadi salah satu manufaktur global surfaktan dan bahan kimia khusus dengan melakukan upaya perbaikan secara terus menerus dan mengimplementasikan ISO 9001: 2000, ISO 14001: 2004 dan OHSAS 18001: 2007.

Sebagai anggota KN-CRI yang ke-58, ada peningkatan performa/kinerja dari sebelum menjadi anggota KNRCI dan setelah menjadi anggota KN-RCI secara penuh yang ditunjukan dengan menurunnya beberapa indeks status lingkungan sampai lebih dari 50%.

Indeks-indeks lainnya juga berhasil kita tekan seperti masalah keselamatan kerja, kasus kecelakaan berkurang drastis dari sekitar 8 kasus pada 2003 menjadi nol (0) kasus pada 2008.

Semua pencapaian tersebut tidak terlepas dari kerja keras semua pihak termasuk kerjasama dengan KN-RCI melalui proses self assessment, verifikasi, dan sharing best practice sesama anggota. Pada RC Award 2007 lalu, KIC memperoleh award untuk Distribution Code sebagai Pemenang kedua.

Sejak tahun 2005, KIC secara bertahap mulai mengimplementasikan Globally Harmonized System (GHS) dan berperan aktif di KN-RCI membantu sosialisasi GHS di Indonesia melalui lokakarya dan pelatihan. Sekarang KIC telah siap untuk menerapkan code yang ke 7 yaitu Security Code.

PT KAO Indonesia Chemicals (KIC) find benefits from the implementation of Responsible Care®, which can reduce the environmental status of the index and reduce the number of working accidents.

PT KAO Indonesia Chemicals (KIC) is a joint venture companies between Rodamas Group and the Kao Corporation of Japan. They produce surface active material (Surfactant), especially Sodium Lauryl Sulfate (SLS), Sodium Lauryl Ether Sulfate-Etoxy (SLES), Linear Alkyl Benzene Sulphonate. KIC officially operates commercial in November 1979.

Inspired by the spirit of The Kao Way as corporate philosophy, KIC can be a target of global manufacturing surfactants and special chemicals, by improving corporate performance continuously and practicing ISO 9001: 2000, ISO 14001: 2004 and OHSAS 18001: 2007.

There is a difference before and after KIC join the 58th membership of KNRCI. After they have been established as KNRCI full membership, KIC soon follow up the commitment and determining steps for all implementation codes of Responsible Care. Their success implementing Responsible Care is proven by QSHE performance improvement through the reduction of environmental status indexes up more than 50%.

Other indexes that can be decreased including working safety as well as accident cases decline to zero (0) point in 2008, comparing in 2003 that reached to 8 cases.

This achievement also came from the commitment of the company’s leaders together supported by hard-working employees as well as from other parties, including cooperation with the KNRCI through self assessment process, verification, and sharing of best practices among KNRCI members. KIC has received 2nd winner for the Distribution Code (Winner of the 2nd) in RC Award in 2007.

Since 2005, KIC gradually implement the Global Harmonize System (GHS) and play an active role in KNRCI to socialize GHS in Indonesia through workshops and training. Currently KIC has been prepared to apply the code RC-7, which is Security Code. (AH)

KN-RCI news 1�

This year, once again KN-RCI conducted an intensive verification

workshop for senior verifier and on job training verification in chemi-

cal factories. This program was done by the cooperation of KN-RCI

with JETRO JEXSA Project which brings along Mr. Konoshin Fukuma,

JRCC / JCIA verifier expert. Fukuma san name is well-known to KN-RCI

verifiers who has attended the Responsible Care® Verification Work-

shop and on job training since 2006, including from the stage of Basic

Level at (2006), Intermediate-1 (2007), Intermediate-2 (2008) and the

Intermediate-3 (2009).

The Program was started on October 26, 2009 and finished on No-

vember 6, 2009 participated by 20 participants comprised from 12

Senior Verifiers and 8 Junior / Potential Verifiers. Activities begin with

one-day workshop at Hotel Ambhara Jakarta, and continued by plant

site on job training at the PT Grace Specialty Chemicals, PT Evonik

Degussa Peroxide, PT KAO Indonesia Chemicals, PT Air Product Cika-

rang, PT Polypet Karya Persada and PT Dow Chemical, and closed

with the evaluation & wrap-up meeting on November 6, 2009.

There are several important notes verification program evaluation

results:

1) All training materials from Fukuma san will be compiled to be in-

ternal reference verification training KN-RCI.

2) KN-RCI needs to determine what strategies to implement and de-

velop the Responsible Care Verification® “certification excluded”,

which is consultancy approach base (like nowadays) or “with cer-

tificate” with base audit approach.

3) Preparing junior verifier “ready to use” through internal training

with the senior verifier trainer.

4) Conduct Verification Workshop & Plant Site on Job Training in

January 2010 which is the last cooperation program of KN-RCI &

JETRO in verification field. The goal is to give the opportunity for

senior verifier or verifier future candidate or junior verifier who

has not joining training program in 2009, as well to strengthen

and improve the competence Verification Team KN-RCI.

Compared to other ASEAN countries, Indonesia was consider lucky

getting support from JETRO that is useful to assist Responsible Care®

verification implementation code in many companies, especially

members of KN-RCI to be well prepared and have better condition.

(SZ)

Pada tahun ini KN-RCI kembali mengadakan Lokakarya Verifikasi In-tensif dan Pelatihan Praktek Verifikasi di beberapa pabrik kimia. Pro-gram ini diadakan dalam rangka kerjasama KN-RCI dengan Proyek JEXSA JETRO yang mendatangakan Mr. Konoshin Fukuma, pakar veri-fikasi dari JRCC/JCIA Jepang. Fukuma san dikenal baik oleh para veri-fikator yang mengikuti Lokakarya Verifikasi Responsible Care® dan Pelatihan Praktek Verifikasi sejak tahun 2006, mulai dari tingkat Basic (2006), Intermediate-1 (2007), Intermediate-2 (2008) dan Intermedi-ate-3 (2009).

Lokakarya dan pelatihan dimulai 26 Oktober sampai 6 November 2009 yang diikuti oleh 20 peserta terdiri 12 Verifikator Senior dan 8 Junior / Potential Verifiers. Kegiatan diawali dengan workshop sehari di Hotel Ambhara Jakarta, dilanjutkan plant site on job training di PT Grace Specialty Chemicals, PT Evonik Degussa Peroxide, PT KAO Indo-nesia Chemicals, PT Air Product Cikarang, PT Polypet Karya Persada dan PT Dow Chemical.

Beberapa catatan penting hasil evaluasi program verifikasi, kejasama KN-RCI & JETRO:1) Kompilasi semua bahan pelatihan yang disampaikan oleh Fuku-

ma san akan menjadi referensi untuk penyelenggaraan pelatihan verifikasi internal KN-RCI.

2) KN-RCI perlu menentukan strategi apakah kedepan akan mener-apkan dan mengembangkan Verifikasi Responsible Care® “tanpa sertifikasi” yaitu consultancy approach base (seperti sekarang ini) atau “dengan Sertifikat” yaitu audit approach base.

3) Perlu segera menyiapkan verifikator junior yang “siap pakai” me-lalui pelatihan internal dengan trainer para verifikator senior.

4) Akan diadakan Verification Workshop & Plant Site on Job Training pada Januari 2010 yang merupakan program terakhir kerjasama KN-RCI & JETRO untuk bidang verifikasi. Intinya adalah untuk memberi kesempatan kepada Verifikator Senior dan calon Verifi-kator atau Verifikator Junior yang belum mengikuti program pela-tihan pada tahun 2009; Memperkuat dan meningkatkan kompe-tensi Tim Verifikasi KN-RCI.

Dibandingkan dengan Negara-negara sahabat di kawasan ASEAN, In-donesia cukup beruntung mendapat dukungan dari JETRO sehingga boleh jadi implementasi verifikasi di berbagai perusahaan terutama di kalangan anggota KN-RCI menjadi lebih siap dan lebih baik. (SZ)

Fukuma san duduk no.2 dari kanan dan Abe san berdiri paling kiri. Gambar diambil bersama peserta lokakarya verifikasi intensif dan pelatihan praktek verifikasi di Pabrik, pada acara penutupan tanggal 6 November 2009 di hotel Ambhara Jakarta.

Fukuma san, sat no.2 from right and Abe san from Jetro, standing far left. Picture taken with Verification Team of KN-RCI, and the participants of “Intensive Workshop and Verification Plan site OJT”, after closing session, November 6, 2009 in hotel Ambhara Jakarta.

KN-RCI & JETRO Melanjutkan Program Lokakarya dan Pelatihan VerifikasiKN-RCI & JETRO Continuing Verification Workshop and Training Program

Fukuma san deliver training certificates to Feri Herlina Anwar of PT Styrindo Mono Indonesia as Junior Verifier (left) and to Maman Setiaman as Senior Verifier (right )

Kerjasama Internasional / International Cooperation1� KN-RCI news

Kerjasama Internasional / International Cooperation

KN-RCI telah berpartisipasi pada Asia Pacific Responsible Care® Con-ference di Tokyo ke-11, tanggal 18-21 Oktober, diwakili oleh Bp. Frank Moniaga dan Bp. Ermin Peng. Pak Frank adalah salah satu pembicara Konferensi dengan tema “Verifikasi Responsible Care Berkelanju-tan di Indonesia”. Acara ini dihadiri oleh 220 delegasi, termasuk 50 peserta luar negeri.

Catatan penting dari Tokyo Dari konferensi ini, Pak Frank dan Pak Ermin memperoleh manfaat dengan belajar banyak dari sesama praktisi Responsible Care® di berbagai negara, juga dari Amerika Serikat.

Menurut Pak Frank, ada beberapa rencana yang dapat diberikan ke-pada anggota KN-RCI setelah bertemu delegasi dari negara lain, sebagai berikut:1) Belajar dari Thailand: Koleksi KPI – data ang-

gota menunjukkan tren peningkatan. KN-RCI per-lu mempelajari tentang metode untuk mengkom-pilasi data sebagai upaya meningkatkan proses KPI di KN-RCI.

2) JCIA mensponsori Produk Stewardship pada 2010: Masatoshi Ogura, Direktur Eksekutif JCIA, memberitahu saya,

berdasarkan diskusi dengan Urai Rogers di Thailand, JCIA sedang menunggu proposal KN-RCI melakukan lokakarya Product Stew-ardship di Indonesia.

3) Target KN-RCI pada 2011 Frank Moniaga menyarankan bagi Presidium KN-RCI supaya

menetapkan target rencana KN-RCI dalam menyiapkan 30 veri-fikator (naik 15 dari 2009) dan 3 instruktur (naik 1 dari 2009). Hal ini perlu segera diresmikan dan dimasukkan ke dalam acuan pekerjaan baru.

4) Sistem Manajemen Responsible Care® atau sebagai suatu pendekatan dalam menerapkan ISO – sistem manajemen SMK3: Sebuah diskusi telah dimulai oleh Fukuma-san selama APRCC, yang perlu dilanjutkan di Jakarta tentang bagaimana pendekatan KN-RCI dalam Sistem Manajemen Responsible Care ®.

5) Manajemen Strategis dan Program Teknis Responsible Care®:

Pada konferensi itu diketahui bahwa ada perbedaan pada dua ba-gian. Kita perlu ngimplementasikan pemikiran ini ketika mengorga-nisir acara, sehingga antara sesi manajemen dan sesi teknis dapat dibedakan oleh pihak yang ingin mengikuti Verifikasi Workshop dan On Job Training.

APRCC ke-11 & Lokakarya ICCA Product Stewardship The 11th APRCC & ICCA Product Stewardship Workshop

KN-RCI has participated at The 11th Asia Pacific Responsible Care® Conference in Tokyo from 18 to 21 October represented by Mr. Frank Moniaga and Mr. Ermin Peng. Mr. Moniaga is one of speakers at the Conference presented topic “Sustainable Responsible Care Verifica-tion in Indonesia”. This important event attended by 220 delegates including 50 overseas participants.

Important notes from TokyoIt was a very fruitful conference in which pak Frank and Pak Ermin learnt a lot from other fellow Responsible Care®-practitioners around the region as well as from the US.

According to pak Frank, some of the action plans which he has brought home for us to learn from others are as fol-lows:1) Learning from Thailand: Collections of KPI-data

from the members are showing an improving trend. We need to learn

about their methods on compilation to improve our KPI process at KN-RCI.

2) JCIA sponsored Product Stewardship in 2010: Masatoshi Ogura, Executive Director informed me that based on

the discussion with Urai in Thailand JCIA is waiting for our pro-posal when to conduct the PS-workshop in Indonesia.

3) KN-RCI target for 2011: Frank recommend to KN-RCI presidium in setting a target of KN-

RCI planning to make ready 30 verifiers (up from 15 in 2009) and 3 instructors (up from 1 in 2009). This need to be officialized soon and incorporated into the new work-stream.

4) Responsible Care® at Management system or as an approach in applying the ISO- and SMK3-management systems: A discussion was started with Fukuma-san during the APRCC, which need to be continued in Jakarta on how KN-RCI wants to approach this matter.

5) Strategic Management- and Technical-programs on Responsible Care®:

At the conference it was observed that there is a difference made be-tween these two sections. We need to implement this thinking when organizing events, so that management and technical sessions can be distinguished by interested parties.

Para peserta cukup serius mengi-kuti presentasi dalam pelatihan pengenalan dan penyegaran Re-sponsible Care.

Participants are seriously follow presentation at the RC Introduc-tion and Refreshing Training.

Training Pengenalan & Penyegaran Responsible Care®

News at a Glance & Responsible Care® LensResponsible Care® Introduction & Refreshing Training

Training Pengenalan & Penyegaran Responsible Care® diselenggarakan di Bumikarsa Bidakara Jakarta pada 29 Januari 2009 dihadiri oleh 41 peserta dari 18 perusahaan termasuk calon anggota KN-RCI dari 2 perusahaan. Program pelatihan yang diadakan pada setiap (awal) tahun ini dimaksudkan sebagai pengenalan bagi peserta dari perusahaan calon anggota baru dan untuk penyegaran bagi seseorang yang belum terlalu mengenal Responsible Care® termasuk untuk mereka dari perusahaan anggota KN-RCI yang menduduki posisi baru terkait dengan K3LH.

Responsible Care® Introduction & Refreshing Training was conducted on January 29, 2009 at Bumikarsa Bidakara Jakarta, attended by 41 participants from 18 companies including new and potential members from 2 Companies. The objective of the training program that organized annually (at early of the year) is to introducing to potential member and as refreshing for person who not so familiar with Responsible Care® as well as for those from member companies who has new position relates to SHE.

KN-RCI news 1�

Peluncuran Responsible Care® Award 2009 diadakan pada 12 Februari 2009 di Bali Kartini Jakarta dihadiri oleh Ketua Presidium KN-RCI, ibu Urai Rogers dan para pimpinan perusahaan anggota KN-RCI. Direktur Industri Kimia Hulu Ditjen Industri Agrokimia Departemen Peridustrian, Dr. Ir. Alexander Barus dalam kata sambutannya mengatakan bahwa industri yang mampu bersaing dalam krisis global dan “survive” untuk berkembang adalah industri yang memiliki komitmen tinggi menjunjung nilai-nilai etika bisnis. Departemen Perindustrian sangat mendukung implementasi etika luhur dalam Responsible Care®.

Launching of the 2009 Responsible Care Award was held on 12 Feb-ruary 2009 at Balai Kartini Jakarta, attended by KN-RCI Chairperson, Mrs. Urai Rogers and KN-RCI member company leaders. Director of Upstream Chemical Industry, Directorate General of Agricultural and Chemical Industry of MOI, Dr. Ir. Alexander Barus says, industry that can compete in the global crisis and survive to develop is the industry who is highly commit to business ethic values. The Ministry of Indus-try is strongly support implementation of high value in Responsible Care ethics.

Verification System review and Internal Verification workshop for po-tential verifiers was held on 5 & 6 March 2009 in Dow Jakarta and Nalco Citeureup Bogor. We have around 10 potential verifiers partici-pated at this event.

Peluncuran Responsible Care® Award 2009Launching of the 2009 Responsible Care Award

KN-RCI Regional Management Indonesia Timur (EIRM)KN-RCI East Indonesia Regional Management (EIRM)

EIRM conducted Responsible Care Roadshow on 20 April 2009. The Venue was at DuPont Agricultural Product Indonesia (DAPI) Pasuruan Plant, East Java. The Main Agenda were presentation of RC Global Charter, CAER code, Chemical Inventory PPE & P2K3 and Emergency Response drill at Pasuruan Industrial Estate (PIER).This event was participated by around 50 participants from KN-RCI member companies as well as potential member in East Java area.

KN-RCI Regional Management Indonesia Barat (WIRM)KN-RCI West Indonesia Regional Management (EIRM)

Responsible Care Road-show was also conducted by WIRM at Presi-dent Executive Club – Jababeka Industrial Estate, Cikarang Bekasi on April 29. This event attended by around 80 participants form member companies and potential members.

Introduction on Clean Development Mecha-nism presented by Mr. Haneda Sri Mulyanto from the State Min-ister of Environment while CDM project implementation was

presented by Mr. Wariz Jais from PT Indo Raya Kimia, Cikampek, West Jawa. At this event, PT Amoco Mitsui Indonesia (AMI) was offi-cially signed commitment as new KN-RCI memberrepresented by Mr. Prabowo, witnessed by KN-RCI Chairperson, Mrs. Urai Rogers.

Responsible Care® Road-show juga diadakan oleh WIRM di President Executive Club Jababeka Cikarang Bekasi pada 29 April 2009. Kegiatan ini dihadiri sekitar 80 peserta dari anggota dan calon anggota. Pengenalan “Mekanisme Pembangunan Bersih” (CDM) disampaikan oleh Bapak Haneda Sri Mulyanto dari Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup, sedangkan Proyek CDM disampaikan oleh Bapak Wariz Jais dari PT Indo Raya Kimia Cikampek Jawa Barat.

Dalam acara ini, PT Amoco Mitsui Indonesia (AMI) secara resmi menandatangani komitmen sebagai anggota baru KN-RCI diwakili oleh Bapak Prabowo, disaksikan olek Ketua Presidium KN-RCI, ibu Urai Rogers.

EIRM mengadakan “Road-show” pada 20 April 2009. Kegiatan ini diadadakan di Pabrik PT Dupont Agricultural Product Indonesia (DAPI) di Pasuruan Jawa Timur. Agenda utama adalah Presentasi Global Charter, CAER code, Chemical Inventory PPE & P2K3 dan latihan tanggap darurat di Kawasan Industri Pasuruan (PIER). Kegiatan ini diikuti sekitar 50 peserta dari perusahaan anggota KN-RCI termasuk calon anggota di wilayah Jawa Timur dan sekitarnya.

Kajian Sistem VerifikasiVerification System review

Kajian system verifikasi dan Lokakarya Verifikasi Internal ubtuk calon verifikator diadakan pada 5 dan 6 Maret 2009 di Dow Jakarta dan Nalco Citeureup. Kita memiliki sekitar 10 calon verifikator yang berpartisipasi dalam kegiatan ini.

1� KN-RCI news RC Lens

RC Lens

Naskah Akademis dan RUU Bahan KimiaAcademic Draft and Draft of Chemical LawKN-RCI bersama organisasi lain dari jajaran anggota FIKI dan lembaga terkait diantaranya Badan Narkotika Nasional, Universiats Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Pakar Hukum, dsb, berpartisipasi sebagai anggota Tim Teknis penyusunan Naskah Akademis dan draft Rancangan Undang Undang Bahan Kimia yang diprakarsai oleh Departemen Perindustrian R.I.

Tim telah mulai bekerja pada April 2009 sampai dengan tersusunnya draft lengkap RUU Bahan

Kimia dibahas di DPR. UU Bahan Kimia diharapkan mencakup manajemen bahan kimia yang komprehensif dan terpadu di Indonesia dan ditargetkan resmi disahkan dan diundangkan pada Maret 2012.

Lokakarya Product StewardshipProduct Stewardship Workshop

Lokakarya Product Stewardship diadakan pada 30 April 2009 di kantor PT DuPont Agricultural Product Indonesia Jakarta, diikuti oleh 16 Peserta dari 14 perusa-haan. Materi yang disampaikan dari Lo-kakarya Product Stewardship yang dise-lenggarakan ICCA pada bulan Maret 2009 di Bangkok. Sebagi instruktur adalah Ika Suryani dari Dow Chemical dan Adi Suna-riadi dari DuPont. Inti dari Product Stew-ardship adalah produsen bahan kimia harus turut bertanggung jawab atas keselamatan produknya dari pabrik, selama distribusi, aman di-gunakan dan aman sampai dengan menjadi limbah. Konsep ini dike-nal dari ayunan sampai ke pemakaman (from cradle to the grave).

KN-RCI together with other organization of FIKI members and other relevant institutions such as National Narcotics Boards, University of Indonesia, Bandung Institute of Technology, and Expert Lawyers are actively participate as technical team member to prepare academic draft of Chemical Law, initiated by the Ministry of Industry.

The team is still working, started on April 2009 un-til complete the draft of Chemical Law being discussed at the House of Representative (DPR). The Chemi-cal Law is expected to cover comprehensive and integrated chemical management in Indonesia and it is targeted to be launched officially and effective in March 2012.

Product Stewardship was conducted on April 30, 2009 at PT DuPont Agricultural Product Indonesia office, Jakarta, at-tended by 16 Participants from 14 com-panies.

The Material presented at the Workshop is from the ICCA Product Stewardship Workshop held in Bangkok on March 2009. The trainers are Ika Suryani from Dow and Adi Sunariadi from DuPont. The

Basic Principal of Product Stewardship is responsibility of chemical producers for the safety products from the factory, during distribu-tion, safe to be used and safe until became the waste. This concept known as responsibility from cradle to the grave.

Dua Hari Lokakarya Intensive Responsible Care®Two Days Intensive Responsible Care® Code Workshop

Lokakarya diadakan pada 29 dan 30 Juli 2009 diikuti oleh 30 Peserta dari 13 perusahaan anggota dan 2 perusahaan calon anggota. Kami menilai bahwa lokakarya ini akan menjadi model dikemudian hari dengan mengenalkan simulasi dan studi kasus yang menarik.

Dalam lokakarya terjadi diskusi interaktif diantara para peserta dan para instruktur, pak Lilik Sankrib, pak Prio Utomo dan pak Setyo Groho.

Peserta Lokakarya serius berdiskusi dan menyelesaikan tugas kelompok

Workshop participant seriously discuss and finish the task group

The Workshop was held on 29 & 30 July 2009 participated by 30 person from 13 member companies and 2 po-tential member companies. We value we have a successful workshop and to will a role model in the future by in-troducing simulation and interesting case study.

During the Workshop we have very good interactive discussion among participants and the trainers, i.e. Mr.

Lilik Sankrib, Mr. Prio Utomo and Mr. Setyo Groho.

AMEICC WGCI, BangkokAMEICC WGCI, Bangkok

AMEICC singkatan dari ASEAN Economic Ministers-Ministry for International Trade and Industry of Japan and Industral Cooperation Committee. KN-RCI berpartisipasi pada Rapat ke-14 di Bangkok AMEICC WGCI pada 9 & 10 Juli 2009, diwakili oleh Mrs URAI Rogers, Ketua KN-RCI dan juga sebagai Koordinator Urusan Internasional Federasi Industri Kimia Indonesia (FIKI).

AMEICC is abbreviation of ASEAN Economic Ministers-Ministry for International Trade and Industry of Japan and Industrial Coopera-tion Committee. KN-RCI participated at the 14th Meeting of AMEICC WGCI in Bangkok on July 9 & 10, 2009 represented by Mrs. Urai Rog-ers, KN-RCI Chairperson and also as the International Affairs Coordi-nator of FIKI.

KN-RCI news 19

Partisipasi Anggota Dalam Pelaporan KPI dan Self-Assessment Serta Kehadiran Dalam RUTA Masih Perlu Ditingkatkan.

Sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, KN-RCI mengadakan Rapat Umum Tahunan Anggota (RUTA) sekurang-kurangnya satu kali dalam setahun. Pada tahun ini RUTA diadakan pada tanggal 13 Agustus 2009, di Hotel Four Seosons Jakarta, dihadiri oleh 70 undangan yang mewakili 56 perusahaan anggota KN-RCI.

Dalam pertemuan penting ini Presidium dan Pengurus KN-RCI Periode 2008 – 2011 menyampaikan laporan pertanggung jawaban berupa Laporan Audit Keuangan Tahun 2008 oleh Akuntan Publik, Laporan Aktivitas Bidang Pelatihan, Kehumasan & Promosi, Bidang Hubungan Kepemerintahan dan Regulasi dan Bidang Verifikasi dan Pelaporan KPI.

Beberapa kemajuan telah dapat dicapai akan tetapi masih ada beberapa program yang belum sesuai dengan sasaran diantaranya penyampaian laporan KPI (Key Performance Indicator) dan Self-Assessment masih dibawah 50% dari jumlah anggota KN-RCI. Peserta RUTA yang hadir menyatakan dapat menerima Laporan Audit Keuangan 2008 dan Laporan Aktivitas periode satu tahun terakhir. Evaluasi bagi manajemen KN-RCI sebagai umpan balik dari penyelenggaraan RUTA 2009, perlu penyempurnaan komunikasi agar para Pimpinan Perusahaan hadir dan berperan aktif dalam RUTA di tahun-tahun yang akan datang. Manajemen KN-RCI dituntut, bagaimana “mengemas” acara RUTA sebaik mungkin sehingga para anggota merasakan manfaat KN-RCI bagi perusahaan masing-masing. (SZ)

Participation of members in KPI reporting and Self-Assessment, and in Presence at the AGM still need to be increased.

With the Statutes and Bylaws, KN-RCI holds the Annual General Meeting of Members (AGM) at least once a year. In 2009, AGM held on August 13, 2009, at Four Seasons Hotel Jakarta, attended by 70 invitation that represents 56 KN-RCI member companies.

In this important meet-ing, the Presidium and the Executive Board of KN-RCI Period 2008 - 2011 gives account-ability report of Audit Report Financial Year 2008 by a public ac-countant, Training Field Activity Report, Public Relation & Promotion, Field Relations Gover-nance, Regulation, Field Verification and KPI (Key Performance Indicator) Reporting. Some prog-ress has been achieved but there are still some

that do not fit with the goals; including KPI reporting and Self-Assess-ment is still below 50% of the total members of KN-RCI. Participants of RUTA receive Financial Audit Report 2008 and the activity report last year. Evaluation for KN-RCI management from organizing RUTA 2009 was to improve communications for corporate leaders to attend and actively participated in RUTA years to come. KN-RCI Manage-ment have task on how to “pack” the best RUTA so members feel the benefits of KN-RCI for each company.

AGM 2009 – Tantangan Bagi Manajemen KN-RCI AGM 2009 – Challenges for KN-RCI Management

Peserta RUTA 2009 serius mengikuti seluruh Agenda RUTA di Hotel Fourseaosons Jakarta.

Participants of 2009 AGM seriously follow the AGM Agenda at Four Seosons Hotel, Jakarta.

Wakil dari PT Paratama Baraya berfoto dengan Pre-sidium KN-RCI setelah menyampaikan komitmen sebagai anggota baru KN-RCI dan menunjang imple-mentasi Responsible Care® di Indonesia.

Representative of PT Paramata Baraya posed with KN-RCI Presidium after presenting commitment as KN-RCI new member and support Responsible Care® implementation in Indonesia.

Budaya Responsible Care Berperan Penting Dan Menjadi Kunci Keberhasila Dalam Bisnis Industri Kimia

Bapak Joshua Asali, Managing Director PT Lauatan Luas Tbk, mengundang KN-RCI untuk mengenalkan nilai-nilai luhur dan peran penting Responsible Care® bagi industry kimia pada tanggal 13 Oktober 2009 di Kantor Pusat Lautan Luas, Jakarta. Tujuan pertemuan ini untuk lebih meyakinkan para Direktur, Manajer Senior dan Pimpinan Perusahaan dilingkungan Group PT Lautan Luas, Acara ini dihadiri oleh 20 peserta terdiri atas para pimpinan anak-anak perusahaan yang berlokasi di Palembang, Pontianak dan Jabodetabek serta beberapa Manager Senior lainnya.

Sekarang ini sudah ada 4 anak perusahaan yang bergabung menjadi anggota KN-RCI dan akan segera menyusul anak perusahaan yang lain. Presentasi disampaikan oleh Setyabudhi Zuber, Sekjen & Direktur Eksekutif KN-RCI dan Lilik Sankrib dari Tim Training, Humas & Promosi KN-RCI.(SZ)

Komitmen Tanpa Ragu Bagi PT Lautan Luas GroupCommitment without Doubt of PT Lautan Luas Group

Responsible Care® culture is very important and as a key success for the Business of Chemical Industry

Mr. Joshua Asali, Managing Director of PT Lautan Luas invites KN-RCI to introduce high Value and Important Role of Responsible Care® for chemical industry on 13 October 2009 at Lautan Luas’ head office in Jakarta. The objective of the meeting is for more

convince the Directors, Senior Managers and Leaders of companies under PT Lautan Luas Group. This event attended by 20 participants including Leaders of sister companies in Palembang, Pontianak and Jabodetabek, and other Senior Managers. Presentations were delivered by M. Setyabudhi Zuber,

Scretary General & Executive Director of KN-RCI and Lilik Sankrib from KN-RCI Training and PR&P Team. (SZ)

20 KN-RCI news RC Lens