Dermatoterapi

21
CLINICAL SCIENCE SESSION DERMATOTERAPI Disusun oleh : Dwi Satrio 1301-1207-0232 Cindy Giovanni 1301-1208-0035 Preceptor : Inne Arline Diana, dr., Sp.KK (K) BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN RUMAH SAKIT DR. HASAN SADIKIN

description

dermatoterapi

Transcript of Dermatoterapi

Page 1: Dermatoterapi

CLINICAL SCIENCE SESSION

DERMATOTERAPI

Disusun oleh :

Dwi Satrio 1301-1207-0232

Cindy Giovanni 1301-1208-0035

Preceptor :

Inne Arline Diana, dr., Sp.KK (K)

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMINFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN

RUMAH SAKIT DR. HASAN SADIKIN

BANDUNG

Page 2: Dermatoterapi

2009

Pendahuluan

Dermatoterapi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari pengobatan penyakit kulit. Ada

beberapa cara yang dapat digunakan dalam pengobatan penyakit kulit dan pemilihan cara

tersebut bergantung dari jenis penyakit, keadaan kulit, dan variasi individu. Jenis terapi yang

dapat digunakan yaitu :

1. Medikamentosa : topikal dan sistemik

2. Bedah kulit : bedah scalpel ( untuk tumor), bedah listrik (untuk verruca vulgaris),

bedah kimia (podofillin untuk condyloma acuminate), bedah beku (CO2 padat untuk

neurofibroma)

3. Penyinaran : radioterapi (untuk basalioma), sinar UV (untuk psoriasis), sinar laser

(untuk hemangioma)

4. Psikoterapi : neurodermatitis (kombinasi dengan terapi medikamentosa)

Pada makalah ini, akan dibahas lebih lanjut mengenai terapi medikamentosa.

Terapi Medikamentosa

Terapi medikamentosa atau terapi dengan menggunakan obat – obatan dapat dibagi menjadi 2

berdasarkan aplikasinya yaitu pengobatan topikal dan pengobatan sistemik.

Pengobatan Topikal

Dalam melakukan pengobatan topikal, perlu diperhatikan beberapa prinsip, yaitu :

1. Pemilihan vehikulum tergantung pada :

a. Stadium / gambaran klinis penyakit

- Obat topikal dapat diberikan atau diubah berdasarkan perjalanan penyakitnya

- Pada stadium akut (eritema/basah/edema) kompres

- Pada stadium subakut (eritem +/-, tidak basah, tidak edema) dapat diberikan

bedak kocok, krem, bedak, pasta

- Pada stadium kronik / kering dapat diberikan obat dalam bentuk salep

b. Distribusi dan lokasi penyakit

- Contoh : salep tidak untuk kelainan kulit generalisata (kecuali salep 2-4 untuk

scabies), tidak boleh untuk kulit kepala berambut

c. Efek yang diinginkan

Page 3: Dermatoterapi

- Contoh : kompres untuk membersihkan

2. Makin akut / produktif penyakit kulit, makin rendah konsentrasi yang digunakan

3. Beri penjelasan kepada penderita mengenai cara pemakaian obat dan cara

membersihkannya

4. Hindari pemakaian obat topikal yang bersifat sensitizer seperti obat – obat yang

mengandung penisilin, tetrasiklin, sulfa, dan antihistamin

5. Batasi obat yang tidak stabil atau yang tidak dapat disimpan lama, seperti larutan

Permanganas kalikus

Obat topikal secara umum terdiri dari 2 bagian yaitu vehikulum dan bahan aktif.

Vehikulum

Merupakan bahan dasar obat pembawa zat aktif yang bersifat inert dan ke dalamnya dapat

ditambahkan bahan aktif dan bahan – bahan lain, seperti bahan pewarna, bahan pewangi, dan

lain – lain.

Vehikulum dapat dibagi menjadi :

1. Vehikulum monofasik (dasar) yaitu cairan, bedak, dan salep

2. Vehikulum bifasik (campuran 2 macam vehikulum dasar), yaitu :

a. Bedak + cairan : bedak kocok/bedak basah/lotion

b. Salep + cairan : krim 0/w dan w/o

c. Bedak + salep : pasta

3. Vehikulum trifasik (campuran bedak, cairan, dan salep) yaitu pasta pendingin

Page 4: Dermatoterapi

1. Cairan

Cairan terdiri atas:

- solusio, artinya larutan dalam air

- tingtura, artinya larutan dalam alkohol

Solusio dibagi dalam:

a. kompres

b. rendam (bath), misalnya rendam kaki, rendam tangan

c. mandi (full bath)

Cara kompres lebih disukai daripada cara rendam dan mandi, karena pada kompres

terdapat pendinginan dengan adanya penguapan, sedangkan pada rendam dan mandi

terjadi proses maserasi.

Sifat cairan :

1. membersihkan (misalnya eksudat, skuama, krusta)

2. mengeringkan (dengan kompres terbuka)

3. protektif

4. mendinginkan (pada radang akut)

5. memanaskan (dengan kompres tertutup)

6. epitelialisasi

7. anti pruritus

Prinsip pengobatan cairan ialah:

Page 5: Dermatoterapi

1. membersihkan kulit yang sakit dari debris (pus, krusta, dsb.) dan sisa-sisa obat topikal

yang pernah dipakai.

2. untuk terjadinya perlunakan dan pecahnya vesikel, bula, dan pustula.

Hasil akhir pengobatan ialah:

1. keadaan yang membasah menjadi kering

2. permukaan menjadi bersih sehingga mikroorganisme tidak dapat tumbuh dan mulai

terjadi proses epitelisasi.

Pengobatan cairan berguna juga untuk menghilangkan gejala, misalnya rasa gatal, rasa

terbakar, parestesi oleh bermacam-macam dermatosis.

Harus diingat bahwa pengobatan dengan cairan dapat menyebabkan kulit menjadi terlalu

kering. Jadi pengobatan cairan harus dipantau secara teliti, kalau keadaan sudah mulai kering

pemakaiannya dikurangi dan bila perlu dihentikan untuk diganti dengan bentuk pengobatan

lainnya.

Pada kompres, bahan aktif yang dipakai biasanya bersifat astringen dan antimikrobial.

Astringen mengurangi eksudat akibat presipitasi protein. Ada 2 macam cara kompres, yaitu

kompres terbuka dan kompres tertutup.

a. Kompres terbuka

Dasarnya ialah terjadi penguapan cairan kompres disusul oleh absorbsi eksudat atau

pus.

Indikasi:

- Dermatosa yang basah dan akut

- infeksi kulit dengan eritema yang mencolok (mis: erisipelas)

- ulkus kotor yang mengandung pus dan krusta

Efek pada kulit:

- kulit yang semula eksudatif akan kering

- permukaan kulit menjadi dingin

- vasokonstriksi

- eritema berkurang

Page 6: Dermatoterapi

Cara:

Menggunakan kain kasa yang bersifat absorben dan non-iritasi serta tidak terlalu tebal

(3 lapis). Balutan jangan terlalu ketat, tidak perlu steril, jangan menggunakan kapas

karena lekat dan menghambat penguapan.

Kasa dicelup ke dalam cairan kompres, diperas, dibalutkan, lalu didiamkan biasanya

sehari dua kali selama 3 jam. Jangan sampai terjadi maserasi, bila kering dibasahkan

lagi. Daerah yang dikompres maksimal luasnya ⅓ bagian tubuh agar tidak terjadi

pendinginan.

b. Kompres tertutup (kompres impermeabel)

Diharapkan terjadi vasodilatasi, bukan untuk penguapan. Diindikasikan untuk

kelainan yang dalam, misalnya limfogranuloma venerium. Caranya dengan

menggunakan pembalut tebal dan ditutup dengan bahan impermeabel, misalnya

selofan atau plastik.

Kontraindikasi : kelainan kulit yang kering / sangat kering

Cairan dapat bersifat antimikotik bila ditambahkan Resorsinol 0,25%, gentian

violet 3%. Selain itu dapat pula bersifat antiseptik bila ditambahkan asam borat 3%,

permanganas kalsikus 1/5000 – 1/10000, rivanol 1/1000, asam salisilat 1/1000. Efek

astringen dapat diperoleh dengan menambahkan argentums nitrat 1/1000 dan

permanganas kalsikus 1/5000 – 1/10000.

2. Bedak

Bedak yang diaplikasikan di atas kulit membentuk lapisan tipis di kulit yang tidak

melekat erat sehingga penetrasinya sedikit sekali.

Efek bedak ialah:

- daya penutup (covering power)

- daya melekat

- mendinginkan

- antiinflamasi ringan karena ada sedikit efek vasokonstriksi

- antipruritus lemah

- slipping power (daya untuk melicinkan sehingga mengurangi pergeseran pada kulit yang

berlipat)

Page 7: Dermatoterapi

- daya absorbsi (menghisap keringat dan sebum)

Yang diharapkan dari bedak terutama ialah efek fisis. Biasanya bedak dicampur dengan

seng oksida sebab zat ini bersifat mengabsorbsi air dan sebum, astringen, antiseptik

lemah, dan antipruritus lemah.

Indikasi pemberian bedak:

- dermatosis yang kering

- dermatosis superfisial

- mempertahankan vesikel/bula agar kering dan tidak pecah, misalnya pada varisella dan

herpes zoster.

Kontraindikasi untuk dermatitis yang basah, terutama bila disertai dengan infeksi

sekunder yang eksudatif karena bedak ditambah dengan pus dapat menimbulkan krusta

3. Salep

Salep ialah bahan berlemak atau seperti lemak, yang pada suhu kamar berkonsistensi

seperti mentega. Bahan dasar biasanya vaselin, tetapi dapat pula lanolin atau minyak.

Sifat salep :

- menutupi

- protektif (mencegah penguapan)

- melicinkan

- penetratif (meningkatkan penetrasi bahan aktif)

- memanaskan (bila ditutup bahan impermeabel)

Indikasi pemberian salep ialah:

- dermatosis yang kering dan kronik

- dermatosis yang dalam dan kronik, karena daya penetrasi salep paling kuat dibandingkan

dengan bahan dasar lainnya.

- Dermatosis yang bersisik dan berkrusta.

Kontraindikasi untuk dermatitis basah (salep sulit berkontak dengan kulit basah, kelainan

kulit terdapat pada bagian badan yang berambut, pada daerah lipatan (kecuali pada saat

istirahat malam)

Cara penggunaan : salep dioleskan dengan jari atau spatel

Page 8: Dermatoterapi

Cara membersihkan : dibersihkan 1x sehari dengan kain yang dibasahi minyak mineral

atau minyak tumbuhan

4. Bedak kocok (lotion)

Bedak kocok terdiri atas campuran air dan bedak, biasanya ditambah dengan gliserin

sebagai bahan perekat. Supaya bedak tidak terlalu kental dan tidak cepat menjadi kering,

maka jumlah zat padat maksimal 40% dan jumlah gliserin 10-15%. Ini berarti bila

beberapa zat aktif padat ditambahkan, maka presentase tersebut jangan dilampaui.

Sifat bedak kocok :

- Mendinginkan (sampai cairan menguap)

- Anti pruritus (terutama alcohol)

- Mengeringkan

Indikasi bedak kocok:

- dermatosis yang kering, superfisial, dan agak luas. Yang diinginkan ialah sedikit

penetrasi.

- Pada keadaan subakut.

Kontraindikasi:

- dermatitis yang masih sangat produktif karena krusta yang terbentuk dari partikel bedak

dan sebum akan melindungi organism yang berkembang di bawahnya

- daerah badan yang berambut

- Dermatosa yang sangat kering

Cara pemakaian : kocok bedak basah ketika akan digunakan, dituangkan sedikit ke mangkok

dan dioleskan dengan kuas.

Cara membersihkan : 1 kali sehari dengan merendam atau mencucinya dengan air

5. Krim

Krim ialah campuran W (water, air), O (oil, minyak), dan emulgator.

Krim ada 2 jenis:

a. Krim W/O: air dalam minyak (cold cream)

Page 9: Dermatoterapi

b. Krim O/W: minyak dalam air (vanishing cream)

Selain ditambah emulgator, biasanya ditambah bahan pengawet (mis: paraben) dan

parfum. Berbagai bahan aktif dapat dimasukkan dalam krim.

Sifat krim :

- Mendinginkan (ada air)

- Mengeringkan

- Penetrasi bahan aktif baik 9ada lemak/salep)

Indikasi penggunaan krim:

- indikasi kosmetik

- dermatosis yang subakut dan luas, yang dikehendaki ialah penetrasi yang lebih besar

daripada bedak kocok.

- Krim boleh digunakan di daerah berambut (O/W)

- Dapat untuk dermatosa kering (W/O)

Kontraindikasi ialah dermatitis yang masih produktif dan basah

6. Pasta

Pasta ialah campuran homogen bedak dan vaselin. Pasta bersifat protektif dan

mengeringkan.

Indikasi penggunaannya ialah dermatosis subakut yang tidak produktif.

Kontraindikasi: dermatosis yang eksudatif dan daerah yang berambut. Untuk daerah

genital eksterna dan lipatan-lipatan badan pasta tidak dianjurkan karena terlalu melekat.

Cara pemakaian : pasta dioleskan dengan spatel kayu pada kulit dan pada pembalutnya

(kain katun) kemudian dibalutkan. Tukar pembalut 1 -2 hari.

Cara membersihkan : dengan kapas yang telah dibubuhi minyak mineral atau minyak

tumbuhan atau dengan cara direndam

7. Linimen (= pasta pendingin)

Linimen ialah campuran cairan, bedak, dan salep.

Indikasi : dermatosis yang subakut

Kontraindikasi: dermatosis madidans

Page 10: Dermatoterapi

Bahan Aktif

Dalam memilih obat topikal, bahan aktif juga menjadi pertimbangan dalam pengobatan.

Penetrasi bahan aktif melalui kulit dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : konsentrasi obat,

kelarutannya dalam vehikulum, besar partikel, viskositas, dan efek vehikulum terhadap kulit.

a. Bahan yang sering digunakan sebagai obat kompres

1. Acidurn boricum· kristal putih· sukar larut dalam air dingin, mudah dalam air panas· bentuk obat : solutio acidi borici 1-3 % untuk kompres, jugs

dipakai dalam salep, krim, Pasta, PP.· efek : astringen, anfiseptik lemah.

2. Permanganas kalicus / kalium permanganas (KMnO4)· Kristal ungu tua· Mudah larut dalam air · bentuk obat : larutan 1:5000-10.000 untuk kompres dalam keadaan segar,

karena akan bereaksi dengan udara.· Efek : antiseptik, astringent

3. Rivanol· serbuk kuning· larut dalam air (1:15)· bentuk obat solutio rivanoli 0,5- 1 permil untuk kompres· bentuk lain: bedak, bedak kocok, salep, pasta, PP.

4. Asam salisilat

Merupakan keratolitik tertua yang digunakan dalam pengobatan topikal dengan efek

mengurangi ploriferasi epitel dan menormalisasi keratinisasi yang terganggu. Pada

konsentrasi rendah yaitu 1 – 2 % ,memiliki efek keratoplastik (menunjang pembentukan

keratin baru), pada konsentrasi tinggi (3 – 20%), bersifat keratolitik dan digunakan untuk

dermatosis yang hiperkeratotik, sedangkan dengan konsentrasi sangat tinggi (40%0

digunakan untuk kelainan yang dalam seperti kalus dan veruka plantaris. Asam salisilat

dengan konsentrasi 1 per mil dapat digunakan untuk kompres yang bersifat antiseptic

untuk dermatitis eksudatif.

Page 11: Dermatoterapi

b. bahan-bahan yang sering digunakan untuk penyakit jamur :

1. Acidum benzoicum· kristal kuning sampai coklat· sukar larut dalam air, mudah larut dalam minyak/alkohol.· Bentuk: krim, salep· Efek : antimikotik (anti jamur)· Campuran asam benzoat (6-12 %) dengan asam salisilat (3-6% yang bersifat

keratolitik), dikenal sebagai unguentum Whitfield, digunakan untuk dermatofitosis.

2. Gentian violet· berwarna ungu· mudah larut dalam air / alkohol· bentuk larutan 3 % atau tingtura 0,5-2· efek : antimikotik terutama untuk kandidiasis, stomatitis dan penyakit jamur

intertriginosa

3. Acidum undecylenicum· cairan berwarna kuning· bentuk krim / salep· efek : antimikotik

4. Thiosulfas natricus· kristal tidak berwarna, berbau belerang· sangat mudah larut dalam air (1 gram dalam 0,64 ml air)· efek : antimikotik untuk tines versikolor biasanya lar 25 %

c. Bahan-bahan yang digunakan untuk skabies :

1. Benzoas benzylicus / benzyl benzoat· cairan berbau tidak berwarna· tidak larut dalam air, larut dalam alkohol/n-&iyak· bentuk : emulsi 10-25 %· efek : skabisida, pedikulosida, repellent nyamuk.

2. Gamma benzena hexachlorida / gamexan· bentuk : krem, salep, bedak 0,5 – 1%· efek : skabisida, pedikulosida, repellent.

d. Bahan-bahan yang sering digunakan pada bedah kimia

1. Acidum trichloroaceticum· kristal tidak berwarna, higroskopis, bau mirip cuka.· efek : kaustik pads veruka, xanthelasma

2..podofilin

Page 12: Dermatoterapi

Damar podofilin digunakan dengan konsentrasi 25% sebagai tingtur untuk kondiloma akuminatum. Setelah 4 - 6 jam hendaknya dicuci.

e. Lain-lain

1. Sulphur· Yang digunakan ialah sulfur dengan tingkat terhalus, yaitu sulfur presi-pitatum (belerang endap) · berupa bubuk kuning kehijauan berwarna kuning, berbau belerang

bentuk : salep, krim, bedak kocok. Contoh dalam salap ialah salap 2 - 4 yang mengandung asam salisilat 2% dan sulfur presipitatum 4%. contoh dalam bedak kocok ialah losio Kummerfeldi dipakai untuk akne.

· efek : mengurangi kegiatan kelenjar sebasea : untuk akne· Bersifat antiseboroik, anti-akne, antiskabies, antibakteri gram positif dan anti jamur antimikotik, skabisida.

· konsentrasi 4 – 20%

. 2. Camphora,

· kristal putih, berbau, hampir tridak larut dalam air.· Bentuk : bedak atau bedak kocok yang mengandung alkohol agar dapat larut,

selain itu dapat pula dimasukkan dalam salep dan krim.· Konsentrasinya 1 – 2%· efek : antipruritik

3. Menthol· kristal putih, berbau, hampir tidak larut dalam air· efek : antipruritik dan mendinginkan

4. Vioform.· serbuk kuning· efek : antiseptik, antimikotik, digunakan juga untuk dermatitis

seboroik

5. Antibiotika· jangan digunakan yang bersifat sensitizer· sebaiknya digunakan obat yang jarang digunakan secara sistemik· dapat dipakai : gramisidin, neomisin, basitrasin, polimiksin

ANTIHISTAMIN DAN KORTIKOSTEROID

Antihistamin dan kortikosteroid merupakan obat yang sering digunakan secara

sistemik pada pengobatan penyakit kulit. Namun untuk pengobatan topikal, antihistamin jarang

Page 13: Dermatoterapi

tripelenaminprometazin / fenergan klorfeniramin / klortrimeton meklizindifenhidramin

sekali digunakan, karena golongan obat ini dapat menimbulkan dermatitis kontak/foto.kontak.

Antihistamin bekerja sebagai "competitive inhibitor" terhadap histamin pada

organ target. Antihistamin tidak dapat bereaksi dengan histamin, dan tidak dapat

menghambat pembentukan maupun pelepasan histamin.

Tabel : Klasifikasi antihistamin Hl.

1. Golongan etilendiamin

2. Golongan fenotiazin

3. Golongan alkilamin

4. Golongan piperazin

5. Golongan etanolamin

Selain obat tersebut diatas, terdapat antihistamin generasi baru yang bersifat non

sedasi & "Long acting", misalnya loratadin, setirizin, fexofenadin, dll; golongan ini selain

tidak mempunyai efek samping mengantuk, juga pada umumnya dimakan dengan dosis tunggal.

Kortikosteroid (KS) topikal terdiri atas beberapa golongan berdasarkan

potensinya (lihat Label). Untuk pemberian KS terutama pada, pemberian jangka panjang

hares diingat efek samping, lokal ataupun sistemik yang mungkin timbul. Walaupun kite

hanya memberikan KS topikal, tetap dapat memberikan efek samping sistemik.

Umumnya makin poten steroid yang digunakan, efek sampingnya pun mudah timbul.

· Makin muda usia pendenta, makin rendah potensi dan konsentrasi obat yang

diberikan,

karena pada usia muda, penyerapan obat relative lebih banyak

· Selain faktor umum, ketebalan kulit di berbagai bagian badan tidak sama, pada kulit

yang tipis misalnya kulit wajah, penyerapan obat lebih tinggi, sehingga potensi dan

konsentrasi obat topikal yang digunakan harus lebih rendah.

Indikasi

Page 14: Dermatoterapi

K.T. dengan potensi kuat belum tentu merupakan obat pilihan untuk suatu penyakit kulit

(MARKS, 1985). Hares selalu diingat bahwa K.T. bersifat paliatif dan supresif terhadap penyakit

kulit dan bukan merupakan pengobatan kausal.

Dermatosis yang responsif dengan K.T. ialah : psoriasis, dermatitis atopik, dermatitis kontak,

dermatitis seboroik, neurodermatitis sirkumskripta, dermatitis numularis, dermatitis stasis,

dermatitis venenata, dermatitis intertriginosa, dan dermatitis solaris (fotodermatitis).

Dermatosis yang kurang responsif ialah lupus eritematosus diskoid, psoriasis di telapak

tangan dan kaki, nekrobiosis lipoidika diabetikorum, vitiligo, granuloma anulare, sarkoidosis,

liken planes, pemfigoid, eksantema fikstum.

Dermatosis yang responsif dengan kortikosteroid intralesi ialah keloid, jaringan parut

hipertrofik, alopesia areata, akne berkista, prurigo nodularis, morfea, dermatitis dengan

likenifikasi, liken amiloidosis, dan vitiligo (sebagian responsif).

Di samping K.T. tersebut ada pula kortikosteroid yang disuntikan intralesi, misalnya

triamsinolon asetonid.

Efek samping

Efek samping terjadi bila :

1. penggunaan K.T. yang lama dan berlebihan

2. penggunaan K.T. dengan potensi kuat atau sangat kuat atau penggunaan secara oklusif.

Harus diingat bahwa makin tinggi potensi K.T., makin cepat terjadinya efek samping.

Gejala efek samping.

1.Atrofi.

2. Stria atrofise.

3. Telangiektasis.

4. Purpura.

1. Dermatosis akneformis.

1.Hipertrikosis setempat.

5. Hipopigmentasi.

6. Dermatitis perioral.

7. Menghambat penyembuhan ulkus.

8. Infeksi mudah terjadi dan meluas.

9.Gambaran klinis penyakit infeksi menjadi kabur.

Page 15: Dermatoterapi

Dermatofitosis yang diobati dengan K.T. gambaran klinisnya menjadi tidak khas karena

efek anti-inflamasinya. Piggir yang eritematosa dan berbatas tegas menjadi kabur dan meluas

dikenal sebagai tines incognito.

Pencegahan efek samping

Efek samping sistemik jarang sekali terjadi, agar aman dosis yang dianjurkan ialah jangan

melebihi 30 gram sehari tanpa oklusi.

Pada bayi kulit masih tipis, hendaknya dipakai K.T. yang lemah. Pada kelainan akut dipakai

pula K.T. yang lemah. Pada kelainan subakut digunakan K.T. sedang. jika kelainan kronis dan tebal

dipakai K.T. kuat. Bila telah membaik pengolesan dikurangi, yang semula dua kali sehari menjadi

sekali sehari atau diganti dengan K.T. sedang/lemah untuk mencegah efek samping.

Jika hendak menggunakan cara oklusi jangan melebihi 12 jam sehari dan pemakaiannya

terbatas pada lesi yang resisten.

Pada daerah lipatan (inguinal, ketiak) dan wajah digunakan K.T. lemah/sedang. K.T. jangan

digunakan untuk infeksi bakterial, infeksi mikotik, infeksi virus, dan skabies.

Di sekitar mata hendakhya berhati-hati untuk menghindari timbulnya glaukom dan katarak.

Terapi intralesi dibatasi 1 mg pada satu tempat, sedangkan dosis maksimum per kali 10 mg.