Dermatitis Seboroik
-
Upload
chandragabriella -
Category
Documents
-
view
2 -
download
1
description
Transcript of Dermatitis Seboroik
2.1 Dermatitis Seboroik
2.1.1 Definisi
Dermatitis seboroik adalah penyakit papuloskuamosa kronis yang
menyerang bayi dan orang dewasa sering ditemukan pada bagian tubuh dengan
konsentrasi folikel sebaseus yang tinggi dan aktif termasuk wajah, kulit kepala,
telinga, badan bagian atas dan fleksura (inguinal, inframma dan aksila).1-5
2.1.2 Epidemiologi
Dermatitis seboroik adalah penyakit inflamasi kronis yang umum
menyerang sekitar 1-3% populasi umum di Amerika Serikat, di mana 3-5% pasien
terdiri dari orang dewasa muda.1,4,5,7,15,16 Data di Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo tahun 2000 sampai 2002 menunjukkan insidensi rata – rata
dermatitis seboroik sebesar 8,3% dari jumlah kunjungan dan rasio pria
dibandingkan wanita 1,5 : 1.3
Kejadian penyakit menunjukkan dua puncak, satu pada bayi baru lahir
hingga usia tiga bulan, dan yang lainnya pada orang dewasa berusia sekitar 30-60
tahun.
11-14 Pria lebih sering terserang daripada wanita pada semua kelompok umur
dan dapat mengenai semua ras.
Taksiran prevalensi dermatitis seborik dibatasi oleh ketiadaan kriteria
diagnostik yang sah dan juga skala penentuan grade keparahan.
1,4,5,7,15,16
14 Dermatitis
seboroik merupakan salah satu penyakit kulit paling umum, kondisi ini
mempengaruhi sekitar 11,6% populasi umum dan sampai 70% bayi pada tiga
bulan pertama kehidupan.14
Universitas Sumatera Utara
Pada orang dewasa, kejadian puncak pada dekade ketiga dan keempat
kehidupan.1,3,11,14,19,20
Prevalensi dermatitis seboroik pada individu positip-HIV berkisar dari 20-
83%.
.
4,7,10 Selain infeksi HIV, sejumlah penyakit neurologik seperti penyakit
Parkinson juga menyebabkan kejadian dermatitis seboroik yang lebih tinggi, dan
pasien Parkinson yang diobati dengan levodopa mengalami perbaikan dalam
dermatitis seboroik.
1,6,16,21
Prevalensi dermatitis seboroik yang lebih tinggi juga ditemukan dalamm
kasus kraniosinostosi, pada polineuropati amiloidotik familial, pada cedera otak
traumatik, cedera spinal cord traumatik, cerebrovascular accidents (CVA),
epilepsi dan pada paralisis saraf wajah.
Pada tahun 1996, Ercis et al. melaporkan bahwa 30,9% pasien penderita
sindrom Down mengalami dermatitis seboroik, akan tetapi, Daneshpazhooh et al.
melaporkan prevalensinya hanya 3%.
1,7,14
Penyakit sistemik lainnya di mana kejadian dermatitis seboroik lebih
tinggi meliputi infark otot jantung akut, pankreatitis alkoholik dan kecanduan
alkohol.
6,20
2.1.3 Etiologi dan Patogenesis
7,14,21-23
Patogenesis yang pasti dari dermatitis seboroik belum dimengerti
sepenuhnya, tetapi dermatitis ini umumnya terkait dengan jamur Malassezia,
kelainan immunologi, aktivitas sebaseus yang meningkat dan kerentanan
pasien.1-12 Spesies Malassezia dan Propionibacterium acne juga memiliki
aktivitas lipase yang menghasilkan transformasi trigliserida ke dalam asam lemak
bebas.1,4,14 Ketujuh spesies Malassezia adalah lipofilik kecuali spesies zoofilik,
Universitas Sumatera Utara
Malassezia pachydermatis.
6,7,11,12 Asam lemak bebas dan radikal oksigen reaktif
yang dihasilkan memiliki aktivitas antibakteri yang merubah flora kulit
normal.1,4,7,15 Sebagian penulis meyakini bahwa gangguan dalam flora, aktivitas
lipase dan radikal oksigen bebas akan berhubungan erat dengan dermatitis
seboroik dibandingkan dengan perubahan respon kekebalan.
Hormon dan lipid kulit, pasien dengan dermatitis seboroik
memeperlihatkan kadar lipid permukaan kulit yang tinggi trigliserida dan
kolesterol, tetapi level yang rendah dari asam lemak bebas dan squalene.
7,12
1,4,9,11
Penderita dermatitis seboroik biasanya mempunyai kulit kaya sebum dan
berminyak. Seperti yang telah disebutkan di atas, lipid sebum penting untuk
proliferasi Malassezia dan sintesa faktor-faktor proinflamasi sehingga
menciptakan kondisi yang sesuai untuk perkembangan dermatitis seboroik.
10-15
Lesi dermatitis seboroik sering dijumpai pada bagian-bagian kulit yang kaya
kelenjar sebum.
Dermatitis seboroik paling umum terjadi pada masa pubertas dan remaja,
selama periode ini produksi sebum paling tinggi, hal ini berhubungan dengan
hormonal yang meningkat pada masa pubertas, oleh karena itu dermatitis
seboroik lebih umum pada laki-laki daripada perempuan, yang menunjukkan
pengaruh androgen pada unit pilosebum.
15-22
Dermatitis seboroik merupakan kondisi inflamasi, yang sebagian besar
disertai dengan keberadaan jamur Malassezia dan diduga bahwa reaksi kekebalan
yang tidak tepat bisa memberi kontribusi kepada patogenesis dermatitis
seboroik.
6,10,12-16
11,12,14,18 Walaupun mekanisme imunopatogenik yang terlibat dalam
perkembangan dermatitis seboroik belum diketahui dengan jelas.4,6,9,10
Universitas Sumatera Utara
Studi yang dilaksanakan Bergbrant et al. menunjukkan secara langsung
gangguan fungsi sel-sel T dan peningkatan sel-sel NK (natural killer) dalam darah
perifer pasien dermatitis seboroik dibandingkan dengan kelompok
kontrol.5,6,11,12,18
Studi yang sama menunjukkan peningkatan konsentrasi total antibodi IgA
dan IgG serum pada pasien penderita dermatitis seboroik, yang juga ditegaskan
oleh beberapa studi lainnya, peningkatan produksi imunoglobulin terjadi sebagai
reaksi terhadap toksin jamur dan aktivitas lipase.
6,11,12,18
Faergemann et al. menemukan infiltrasi sel-sel NK (natural killer) dan
makrofag pada bagian-bagian kulit yang terpengaruh , dengan aktivasi lokal yang
bersamaan dari komplemen dan pemicuan sitokin proinflamasi, yang semuanya
bisa menyebabkan kerusakan pada epidermal.
5,6,11,12,16,18
Berdasarkan hasil penelitian Gupta AK pada tahun 2004 menunjukkan
adanya imunodefisiensi sebagai faktor penyebab prevalensi dermatitis seboroik
lebih tinggi secara signifikan (34%-83%) .
10 Valia RG menyatakan pasien positipHIV,
dermatitis seboroik yang terjadi gambaran klinisnya lebih berat (bahkan
sering mempengaruhi anggota gerak).
1,7,10
Faktor-faktor neurogenik, kejadian dermatitis seboroik pada pasien
penderita penyakit parkinson sudah lama diamati secara klinik, terutama pada
pasien penderita dermatitis seboroik yang sudah lama dan berat, menciptakan
kondisi yang sesuai terhadap proliferasi Malassezia.
1,7,8
Dermatitis seboroik dapat terjadi pada pasien dengan parkinson, tampak
perubahan dalam konsentrasi sebum yang dipicu secara endokrinologik bukan
secara neurologik.
6,12 Hal ini didukung oleh temuan-temuan tentang peningkatan
Universitas Sumatera Utara
konsentrasi hormon α Melanocyte Stimulating Hormon (α-MSH) plasma pada
pasien penderita penyakit parkinson, mungkin disebabkan ketiadaan faktor
penghambat-MSH sebagai akibat dari aktivitas neuronal dopaminergik yang tidak
cukup.6,12
Berdasarkan penelitian Mokos ZB dkk pada tahun 2012 dijumpai
pengobatan dengan L-dopa berhasil memulihkan sintesa faktor penghambat-MSH
dan mengurangi sekresi sebum pada pasien penderita penyakit parkinson.
12 Efek
sebostatik dari L-dopa ini terbatas hanya pada pasien penderita penyakit
parkinson, sementara pada kondisi seborea lainnya seperti jerawat, L-dopa tidak
mempunyai efek pada produksi sebum.12 Lebih jauh lagi, immobilitas wajah
pasien penderita penyakit parkinson (wajah seperti-masker) bisa secara sekunder
menyebabkan peningkatan akumulasi sebum, yang dengan demikian memberi
kontribusi tambahan kepada kecenderungan perkembangan dermatitis seboroik.
12
Beberapa laporan menyatakan faktor fisik seperti perawatan PUVA
(Psoralen Ultraviolet A) pada wajah juga dapat memicu dermatitis seboroik.
1
Efek mikrobial, patogenesis dermatitis seboroik masih kontroversial sejak
dahulu, kehadiran atau ketidakseimbangan flora berperan dalam penyakit ini,
meskipun beberapa pasien memiliki kultur yang menunjukkan Candida albicans,
Staphylococcus aureus, Propionobacterium acnes dan bakteri aerob lainnya,
tetapi tidak berhubungan dengan patogenesis dermatitis seboroik.
Beberapa obat yang dikenal dapat memicu dermatitis seboroik dari laporan
beberapa penelitian seperti laporan dari Picardo M dan Cameli N pada tahun 2008
seperti griseofulvin, simetidin, lithium, metildopa, arsenik, emas, auranofin,
1,18,20
Universitas Sumatera Utara
aurothioglukose, buspiron, klorpromazin, etionamid, baklofen, interferon
fenotiasin, stanozolol, thiothixene, psoralen, methoxsalen, dan trioxsalen.
Gangguan proliferasi epidermis, pasien dengan dermatitis seboroik
menunjukkan hiperproliferasi epidermis atau diskeratinisasi yang terkait dengan
peningkatan aktivitas kalmodulin, yang juga terlihat pada psoriasis. Ini
menjelaskan mengapa pasien dengan dermatitis seboroik yang diterapi dengan
sejumlah obat sitostatik menunjukkan perbaikan.
4
1
Faktor genetik, riwayat keluarga dari dermatitis seboroik seringkali telah
dilaporkan, tetapi hanya beberapa tahun terakhir yang memiliki mutasi (ZNF750)
yang menguraikan protein finger zinc (C2H2) yang telah dijelaskan dan
mengakibatkan terjadinya dermatosis menyerupai dermatitis seboroik.
1
Beberapa laporan juga menyatakan stres oksidatif yang muncul sebagai
akibat dari over produksi oksigen radikal atau mekanisme pertahanan antioksidan
tidak memadai dapat memicu dermatitis seboroik.
1
Berdasarkan penelitian Mokos ZB dkk Faktor-faktor lainnya yang dapat
mencetuskan dermatitis seboroik yaitu aspek musiman; kekambuhan penyakit
lebih umum pada musim gugur dan musim dingin.1 Kondisi ini dipicu oleh stres
emosional dan dahulu dijumpai angka kejadian dermatitis seboroik yang tinggi
dilaporkan pada pasukan perang di masa perang.1,12
Dari beberapa penelitian kejadian dermatitis seboroik juga sering diamati
pada penyakit depresi dan down syndrome, tetapi ini bisa terkait dengan
kecenderungan pasien penderita depresi tetap berada di ruangan tertutup, dan
higiene yang buruk.
6,11
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1. Faktor Resiko Dermatitis Seboroik
Faktor Resiko Deskripsi
Lipid dan hormon Penyebaran lesi pada tubuh berhubungan dengan
penyebaran kelenjar sebaseus, dengan sebum yang
berlebihan dijumpai pada skalp, lipatan nasolabial, dada,
alismata dan telinga Sering dijumpai pada remaja dan
dewasa muda (ketika kelenjar sebaseus lebih aktif).
Penyakit penyerta Penyakit parkinson
Kelumpuhan saraf kranial
Paralisis batang tubuh
Gangguan emosional
HIV / AIDS
Kanker
Pankreatitis alkoholik
Down syndrome
Faktor imunologi Penurunan sel T helper
Penurunan phytohemagglutinin stimulasi concanavalin A
Penurunan titer antibodi
Gaya hidup Nutrisi yang buruk
Higiene yang buruk
Dikutip sesuai Kepustakaan No. 13