Dermatitis Kontak Alergi

4
Dermatitis Kontak Alergi (Allergic Contact Dermatitis) Mebersihkan kulit dan membuang alergen secepat mungkin (10 menit pertama setelah terpapar) akan mengurangi keparahan respon imun. Tipe terapi tergantung pada keparahan reaksi alergi: mild, moderat, atau parah. Terapi untuk mild dermatitis berupa antipruritik lokal yang mengandung kalamin, mentol, fenol, champor, dan agen anti pruritik, atau diberikan krim atau salep hidrokortison. Jika terjadi ruam maka pasien harus menghindari alergen. Jika ruam makin luas dan tidak mengenai mata atau organ genitalia dapt digunakan kompres atau rendaman astringent (Djarismawati,2004). Cara perawatan luka secara terperinci yaitu : 1. Membersihkan bagian yang teriritasi Dilakukan dengan cara mengompres kulit yang teriritasi dengan air hangat (32,2 o C) atau lebih dingin. Namun, farmasis harus mengingatkan agar tidak menggunakan air panas 40,5 o C atau lebih sebab akan memperparah luka, dan bahkan dapat menyebabkan luka bakar tingkat kedua..Pencucian menggunakan sabun hipoallergenik dan jangan menggosok bagian yang ruam. 2. Mencegah terjadinya ruam Apabila terpapar agen allergen maka untuk mencegah terjdinya ruam-ruam di kulit adalah dengan: a.Memberi edukasi mengenai kegiatan yang berisiko untuk terkena dermatitis kontak alergi b.Menghindari substansi allergen.

Transcript of Dermatitis Kontak Alergi

Page 1: Dermatitis Kontak Alergi

Dermatitis Kontak Alergi (Allergic Contact Dermatitis)

Mebersihkan kulit dan membuang alergen secepat mungkin (10 menit pertama setelah terpapar)

akan mengurangi keparahan respon imun. Tipe terapi tergantung pada keparahan reaksi alergi:

mild, moderat, atau parah. Terapi untuk mild dermatitis berupa antipruritik lokal yang

mengandung kalamin, mentol, fenol, champor, dan agen anti pruritik, atau diberikan krim atau

salep hidrokortison. Jika terjadi ruam maka pasien harus menghindari alergen. Jika ruam makin

luas dan tidak mengenai mata atau organ genitalia dapt digunakan kompres atau rendaman

astringent (Djarismawati,2004).

Cara perawatan luka secara terperinci yaitu :

1. Membersihkan bagian yang teriritasi Dilakukan dengan cara mengompres kulit yang

teriritasi dengan air hangat (32,2oC) atau lebih dingin. Namun, farmasis harus

mengingatkan agar tidak menggunakan air panas 40,5oC atau lebih sebab akan

memperparah luka, dan bahkan dapat menyebabkan luka bakar tingkat kedua..Pencucian

menggunakan sabun hipoallergenik dan jangan menggosok bagian yang ruam.

2. Mencegah terjadinya ruam

Apabila terpapar agen allergen maka untuk mencegah terjdinya ruam-ruam di kulit

adalah dengan:

a.Memberi edukasi mengenai kegiatan yang berisiko untuk terkena dermatitis kontak

alergi

b.Menghindari substansi allergen.

c.Mengganti semua pakaian yang terkena allergen

d.Mencuci bagian yang terpapar secepat mungkin dengan sabun, jika tidak ada sabun

bilas dengan air.

e.Menghindari air bekas cucian/bilasan kulit yang terpapar alergen

f.Bersihkan pakaian yang terkena alergen secara terpisah dengan pakaian lain

g.Bersihkan hewan peliharaan yang diketahui terpapar alergen

h.Gunakan perlengkapan/pakaian pelindung saat melakukan aktivitas yang berisiko

terhadap paparan allergen (Djarismawati, 2004).

Page 2: Dermatitis Kontak Alergi

EPIDEMIOLOGI

Insiden dan Prevalensi Penyakit

Epidemiologi DKA sering terjadi. Penyakit ini terhitung sebesar 7% dari penyakit yang terkait

dengan pekerjaan di Amerika Serikat. Berdasarkan beberapa studi yang dilakukan, insiden dan

tingkat prevalensi DKA dipengaruhi oleh alergen-alergen tertentu. Dalam data terakhir, lebih

banyak perempuan (18,8%) ditemukan memiliki DKA dibandingkan laki-laki (11,5%). Namun,

harus dipahami bahwa angka ini mengacu pada prevalensi DKA dalam populasi (yaitu, jumlah

individu yang potensial menderita DKA bila terkena alergen), dan ini bukan merupakan angka

insiden (yaitu, jumlah individu yang menderita DKA setelah jangka waktu tertentu). Tidak ada

data yang cukup tentang epidemiologi dermatitis kontak alergi di Indonesia, namun berdasarkan

penelitian pada penata rias di Denpasar, sekitar 27,6 persen memiliki efek samping kosmetik,

dimana 25, 4 persen dari angka itu menderita DKA (Dinas Kesehatan Semarang, 2005).

Usia

Dalam studi tentang reaktivitas Rhus, individu yang lebih muda (18 sampai 25 tahun) memiliki

onset lebih cepat dan resolusi cepat untuk terjadi dermatitis dibandingkan orang tua. Kompetensi

reaksi imun yang dimediasi sel T pada anak-anak masih kontroversi. Studi ini masih

menganggap bahwa anak-anak jarang mengalami DKA karena sistem kekebalan tubuh yang

belum matang, namun Strauss menyarankan bahwa hiporesponsifitas yang jelas pada anak-anak

mungkin karena terbatasnya paparan dan bukan karena kurangnya imunitas. Dengan demikian,

reaksi alergi terlihat terutama pada pasien anak yang lebih tua dan yang terjadi sekunder oleh

karena obat topikal, tanaman, nikel, atau wewangian (Dinas Kesehatan Semarang,2005).

Pola Paparan

Paparan alergen dan kemungkinan terjadinya sensitisasi bervariasi tidak hanya pada usia, tetapi

juga dengan faktor sosial, lingkungan, kegemaran, dan pekerjaan. Meskipun sebagian besar

variasi yang berkaitan dengan jenis kelamin dan geografis pada DKA telah dikaitkan dengan

faktor-faktor sosial dan lingkungan, kegemaran dan pekerjaan memiliki efek yang lebih

menonjol (Recheva, 2006).

Penyakit Penyerta

Penyakit penyerta yang sering adalah gangguan yang terkait dengan defisiensi imun, seperti

AIDS atau imunodefisiensi berat, penyakit yang beragam seperti limfoma, sarkoidosis, kusta

Page 3: Dermatitis Kontak Alergi

lepromatosa, dan dermatitis atopik telah dikaitkan dengan kurangnya reaktivitas atau anergy

(Recheva, 2006).

Pekerjaan yang Umumnya Terkait dengan DKA

Ada banyak pekerjaan yang berhubungan dengan DKA dan hal itu berkaitan dengan alergen

yang sering terpapar pada pekerjaan tertentu. Ada pekerja industri tekstil, dokter gigi, pekerja

konstruksi, elektronik dan industri lukisan, rambut, industri sektor makanan dan logam, dan

industri produk pembersih (Recheva, 2006).

Daftar pustaka

Dinas Kesehatan Semarang, 2005, Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2005.

Djarismawati., Herryanto., 2004, Pencegahan Dermatitis Kontak Akibat Kerja di Industri

Karoseri Mobil, Media Litbang Kesehatan, Vol. XIV. No 2, hal 49-53.

Racheva S. Etiology of Common Contact Dermatitis. Journal of IMAB. 2006; 3: 14-17