Depresi Pada Pasien Diabetes
-
Upload
snakeeyes-nongan -
Category
Documents
-
view
134 -
download
0
description
Transcript of Depresi Pada Pasien Diabetes
DEPRESI PADA PASIEN DIABETES : SEBUAH PENDEKATAN
PSIKOSOMATIK
A. Siswanto
PENDAHULUAN
Diabetes melitus (DM) adalah kelompok kelainan metabolik yang ditandai
dengan adanya hiperglikemia kronik akibat defisiensi insulin baik relatif maupun absolut.
Diabetes melitus ditegakkan jika didapati pasien dengan gejala klasik dari hiperglikemia
yang berupa mudah haus, poliuria, penurunan berat badan, dan pandangan kabur, yang
disertai adanya data kadar gula darah puasa ≥126 mg/dl atau kadar gula darah acak
(random) ≥200 mg/dl, yang telah diulang pada waktu pemeriksaan yang berbeda (ADA,
2004; McCulloh, 2005; Powers, 2005). Manifestasi klinis DM sangat beragam dapat
berupa komponen metabolik dan komponen vaskuler atau angiopati. Kedua komponen
ini dapat tampak bersama, atau yang satu mendahului yang lain, ataupun yang satu
memperberat yang lain (Asdie, 2000). Data penelitian terkontrol menunjukkan gejala
depresi lebih sering pada penderita diabetes dibandingkan populasi umum. Komordibitas
Diabetes Melitus (DM) tipe 2 dengan depresi mempunyai hubungan timbal balik yang
saling memberatkan dan menghalangi keberhasilan dalam penanganan penderita. (Kim E
et al,2007) .
Tujuan penatalaksanaan pasien diabetes melitus adalah mencegah komplikasi
yang terjadi dengan menjaga kadar gula darah seoptimal mungkin serta menjaga kualitas
hidup agar tetap baik. Komordibitas Diabetes Melitus (DM) tipe 2 dengan depresi
mempunyai hubungan timbal balik yang saling memberatkan dan menghalangi
keberhasilan dalam penanganan penderita dan menurunkan kualitas hidup.
DEPRESI PADA DIABETES MELLITUS
Diabetes mellitus (DM) merupakan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak,
protein yang ketiga zat tersebut saling berkaitan dengan defisiensi absolut dan sekresi
insulin dan ditandai dengan hiperglikemia (WHO, 2000). Berdasarkan penelitian
epidemiologi yang sampai saat ini telah dilaksanakan di Indonesia, prevalensi DM tipe 2
berkisar antara l,5%-2,3%, kecuali di Manado yang agak tinggi yaitu sebesar 6% (Suyono,
2007). Indonesia merupakan 10 negara di dunia dengan urutan keempat berdasarkan
jumlah penderita diabetes, pada tahun 2000 tercatat 8.400.000 penderita dan diperkirakan
menjadi 21.300.000 penderita pada tahun 2030 (Wild et al, 2004).
Penyakit kronis seperti diabetes merupakan salah satu penyebab depresi pada
seseorang, disamping adanya penyebab-penyebab lain. Penelitian-penelitian melaporkan
angka kejadian gejala depresi pada penderita DM 8,5-60%, sedangkan di Amerika
Serikat dikatakan 3-4 kali dibanding populasi normal (Anderson et al., 2001; Lustman et
al., 1998; Gary et al., 2000; Engum et al., 2005). Komordibitas DM tipe 2 dengan
gangguan psikiatrik, seperti halnya gejala depresi, mempunyai hubungan timbal balik
yang saling memberatkan dan menghalangi keberhasilan didalam penanganan penyakit
yang diderita pasien (Hermanns et al., 2003; Mudjadid, 2004). Pasien diabetes dengan
komorbiditas depresi angka kematian lebih tinggi jika dibandingkan dengan pasien
diabetes tanpa gejala depresi (Katon et al., 2005).
Komorbiditas diabetes dengan gejala depresi memperburuk kontrol gula darah,
meningkatkan terjadinya komplikasi terutama kardiovaskular dan retinopati, mengurangi
kepatuhan berobat serta memperburuk kualitas hidup (Lustman et al., 1998). Depresi
meskipun dalam derajat ringan akan mempengaruhi kepatuhan dalam penanganan
diabetes pada umumnya dan berakibat pada kontrol gula darah yang kurang baik
(Gonzales et al.,2007) Penelitian prospektif (The atherosclerosis risk in communities
study) membuktikan gejala depresi menjadi faktor risiko independen terhadap kejadian
DM tipe 2 dan mempercepat terjadinya komplikasi pada penderita DM tipe 1 dan tipe 2,
terutama penyakit jantung koroner (Clouse dan Lustman, 2004; Golden et al., 2004).
Penelitian Ciechanowski et al., (2000) memberikan bukti bahwa berat ringan gejala
depresi berhubungan dengan buruknya kontrol diet, kepatuhan terhadap terapi medis,
gangguan fungsional serta peningkatan biaya perawatan.
Penyakit kronis seperti diabetes melitus seringkali berkaitan dengan gejala depresi.
Gejala depresi itu sendiri akan berakibat terhadap tidak optimalnya kontrol penyakit
diabetes dalam hal ini gula darah. Penyakit diabetes melitus yang tidak terkontrol dengan
baik akan berakibat pada komplikasi akut maupun kronis serta kualitas hidup,dan
sebaliknya hal-hal tersebut juga akan mengakibatkan gejala depresi. Depresi meskipun
dalam derajat rendah akan mengakibatkan gangguan dalam kepatuhan pasien diabetes
dalam mengikuti manajemen diabetes secara umum, dan berakibat dalam gangguan
kontrol gula darah (Gonzales et al., 2007). Stressor akibat penyakit diabetes yang diderita
kronis akan menjadi tantangan bagi pasien terhadap kemampuan diri dalam
mempertahankan keseimbangan emosi dan kepuasan diri. Gangguan keseimbangan
dalam proses ini akan berakibat timbulnya stres dan gejala depresi (Bischop et al., 2003).
Hasil metaanalisis terhadap 39 penelitian pada penderita diabetes, didapatkan
diagnosis depresi mayor sebesar 11% dan 31% berdasarkan skala peringkat depresi
(Lustman et al., 2000). Larijani et al., (2004) di klinik diabetes, RS dr. Shariati, Teheran
mendapatkan komorbiditas gejala depresi dan diabetes sebesar 41,9%. Di Indonesia,
penelitian yang dilakukan oleh Putranto di RSCM (sit. Mudjaddid, 2004) mendapatkan
angka proporsi komordibitas depresi pada penderita diabetes melitus rawat jalan
poliklinik endokrinologi RSCM sebesar 41%. De groot et al., (2000) melakukan
metaanalisis pada 27 penelitian, mendapatkan adanya hubungan yang konsisten dan
bermakna antara diabetes, komplikasi diabetes dan gejala depresi (p<0,00001; z = 5,94; r
= 0,17 – 0,32).
Depresi merupakan salah satu gangguan mood (situsasi emosi internal yang
persisten dan bertahan cukup lama, dan dialami serta dirasakan secara subyektif oleh
individu tipe depresif (Fausiah, 2006). Gejalanya seperti kehilangan energi, merasa sedih,
tidak berharga, merasa bersalah, sulit berkonsentrasi, menarik diri dari orang lain,
kehilangan minat dan kesenangan dalam melakukan aktivitas sehari-hari dan berpikir
tentang kematian serta bunuh diri. Ciri lain gangguan ini adalah perubahan dalam
kemampuan kognitif, bicara dan fungsi vegetatif (tidur, selera makan, aktivitas seksual
dan ritme biologis lainnya).
Diagnosis depresi pada pasien diabetes melitus sama saja dengan diagnosis
depresi pada umumnya. Kesulitan dijumpai karena gejala depresi sering tumpang tindih
dengan gejala diabetesnya. Adanya depresi pada diabetes melitus harus dicurigai bila
kadar gula darah selalu tidak terkontrol meski sudah diberikan terapi yang memadai
(Mudjaddid, 2004).
Keluhan-keluhan psikis seringkali tidak dinyatakan secara terus terang sehingga
perlu dilakukan anamnesis yang teliti atau wawancara terstruktur dan mendengarkan
keluhan pasien dengan cermat, sambil melakukan pengamatan keadaan pasien secara
umum. Pedoman diagnosis depresi yang telah disepakati mengacu pada International
Classification of Diseas (ICD-10) dan Diagnostic and Statitical Manual of Mental
Disorders (DSM-IV). Kriteria diagnosis depresi menurut ICD-10 dan DSM-IV seperti
pada tabel dibawah ini (Mudjaddid, 2004).
Tabel 1. Diagnosis depresi menurut International Classification of Diseas (ICD-10)
Gejala Utama :
1. Perasaan depresi
2. Hilangnya minat atau semangat
3. Mudah lelah atau tenaga berkurang
Gejala-gejala lain :
1. Konsentrasi menurun
2. Harga diri menurun
3. Perasaan bersalah
4. Pesimis terhadap masa depan
5. Gagasan membahayakan diri sendiri atau bunuh diri
6. Gangguan tidur
7. Gangguan nafsu makan
8. Menurunnya libido
(Sumber: Mudjaddid, 2004)
International Classification of Diseas (ICD-10) menggolongkan depresi menjadi
depresi ringan, sedang dan berat, seperti tercantum pada tabel dibawah ini.
Tabel 2. Penggolongan depresi menurut International Classification of Diseas (ICD-10) Depresi Gejala utama Gejala lain Fungsi Keterangan
Ringan 2 2 Baik Nampak distress
Sedang 2 ¾ Terganggu
Berat 3 ≥4 Sangat terganggu Derajat gejala berat
(Sumber: Mudjaddid, 2004)
Tabel 3. Diagnosis depresi menurut Diagnostic and Statitical Manual of Mental
Disorders (DSM-IV)
Lebih dari 2 minggu terdapat 5 atau lebih gejala dibawah ini dan satu gejalanya adalah
perasaan depresi dan atau hilangnya rasa senang/minat, gejala-gejalanya adalah:
1. perasaan depresi;
2. hilangnya minat atau rasa senang secara nyata;
3. berat badan menurun atau justru bertambah;
4. insomnia atau hipersomnia;
5. agitasi atau retardasi psikomotor;
6. kelelahan atau hilang tenaga;
7. perasaan bersalah berlebihan atau tidak berguna;
8. sulit berkonsentrasi;
9. pikiran berulang tentang kematian dan ide bunuh diri
(Sumber: Mudjaddid, 2004)
Hubungan 2 arah antara diabetes mellitus dan depresi telah diketahui. Depresi
merupakan faktor risiko terjadinya diabetes dan diabetes meningkatkan risiko untuk onset
depresi. Depresi memberikan kontribusi dalam perjalanan penyakit diabetes mellitus
dalam hal kurang patuhnya terhadap terapi dan diet, aktivitas fisik yang kurang, kontrol
glikemik yang kurang, menurunkan kualitas hidup, disabilitas, dan pengeluaran biaya
keseahatan yang meningkat (Bogner et al., 2012).
Richardson et al dalam penelitian yang dilakukan untuk mengetahui efek
longitudinal depresi pada kontrol glikemik menemukan bahawa dalam 4 tahun follow-up
terdapat hubungan longitudinal yang signifikan antara depresi dengan kontrol glikemik
dan depresi berhubungan dengan menetap tingginya kadar HbA1c selama periode
tersebut. Wagner et al juga menemukan kondisi lebih tingginya kadar HbA1c dan lebih
banyaknya komplikasi diabetes yang muncul pada warga Afrika Amerika dengan gejalaa
depresi yang lebih banyak (Egede &Ellis, 2010).
Penelitian juga menemukan bahwa pasien-pasien dengan diabetes mellitus dan
depresi memerlukan biaya perawatan kesehatan yang meningkat. Le et al mendapatkan
data bahwa pasien-pasien diabetes dengan depresi mengeluarkan biaya sekitar 3264US
dollar sedangkan pasien diabetes tanpa depresi mengeluarkan biaya sekitar 1297 US
dollar. Ciechanowski et al mendapatkan data bahwa individu dengan depresi yang juga
menderita diabetes mengeluarkan biaya kesehatan 2 kali lipat dibandingkan dengan
individu ynag tidak mengalami depresi. Finkelstein et al mendapatkan data bahwa pasien
dengan diabetes dan depresi mayor melakukan kunjungan lebih sering ke fasilitas
kesehatan, mencari pengobatan yang lebih banyak, dan meningkatkan pengeluaran biaya
kesehatan dibandingkan dengan pasien dengan diabetes saja (Egede & Ellis, 2010).
Studi yang dilakukan oleh National Health and Nutrition Examination Survey
(NHANES) I Epidemiologic Follow-up Study mendapatkan data bahwa pasien diabetes
dengan depresi memiliki mortalitas 54% lebih tinggi daripada pasien tanpa depresi.
Katon et al melaporkan bahwa pasien diabetes dengan depresi memiliki risiko
keseluruhan mortalitas yang meningkat sebesar 36-38% selama periode 2 tahun ( Egede
& Ellis, 2010).
PENDEKATAN PSIKOSOMATIK DEPRESI PADA DIABETES
Sampai saat ini banyak bukti yang menunjukkan bahwa pengenalan dan
pengobatan untuk depresi pada diabetes adalah belum ideal, terutama pada pusat
pelayanan primer. Penatalaksaaan penderita diabetes dengan depresi masih belum
optimal. Pendekatan dengan farmakologi dan non farmakologi dapat dilakukan pada
penanganan diabetes dengan depresi. Terdapat tiga penelitian besar berkaitan dengan
terapi farmakologis depresi pada diabetes. Pada studi pertama yang dilakukan pada 68
pasien dengan diabetes dan depresi, didapatkan bahwa pemberian nortriptyline selama 8
minggu didapatkan perbaikan bermakna pada mood namun belum disertai perbaikan pada
kontrol glikemik (Lustman et al., 1997). Pada studi kedua yang menggunakan fluoxetine,
didapatkan juga perbaikan mood tetapi belum diikuti perbaikan kontrol glikemik
(Lustman et al., 2000). Studi yang dilakukan oleh Williams dkk (2004) menunjukkan
bahwa perawatan kolaboratif untuk depresi pada usia lanjut dapat memperbaiki mood dan
kemampuan fungsional, namun belum diikuti dengan perbaikan efek yang signifikan
pada kontrol glikemik. Perawatan kolaboratif yang dilakukan pada penelitian ini adalah
pemberian antidepresan atau psikoterapi.
Sebuah systematic review tentang efikasi terapi non farmakologis depresi pada
diabetes menyimpulkan bahwa pendekatan non farmakologis dapat menurunkan simtom
depresi pada diabetes, walaupun belum tercapai kontol keluaran diabetes yang optimal
seperti kontrol glikemik (Wang et al., 2008). Hasil dari sebuah telaah klinis komprehensif
yang dilakukan oleh Petrak dan Herpetz (2009) menunjukkan bahwa terapi untuk depresi
pada pasien dengan diabetes adalah efektif. Jenis terapi yang dipakai dapat berupa
antidepresan, psikoterapi, maupun kombinasi keduanya.
Latihan pasrah diri adalah suatu metode yang memadukan antara relaksasi dan
zikir dengan fokus latihan pada pernafasan dan kata yang terkandung didalam zikir
(Relaxation and meditation prayer), sehingga menimbulkan respon relaksasi yang
diharapkan mampu memperbaiki gejala stres atau gejala depresi. Kondisi ini berpengaruh
secara langsung maupun tidak langsung terhadap respon inflamasi dan hasil akhir
memperbaiki kontrol gula darah (Asdie, 2005). Pada penelitian yang dilakukan oleh
Dharma (2006) didapatkan bahwa latihan pasrah diri berhubungan dengan penurunan
simtom depresi dan rerata kadar fruktosamin yang bermakna.
DAFTAR PUSTAKA
American Diabetic Association (ADA), 2006. Standards of Medical Care in Diabetes-
2006. Diabetes Care; 29(1): S4-43, www.diabetes.org.
Asdie, A.H., 2000. Patogenesis dan Terapi Diabetes Mellitus Tipe 2. MEDIKA,Fakultas
Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Asdie, A.H., 2005. Konsultasi Pribadi.
Browner, W. S., Newman, T. B., Cummings, S. R., & Hulley, S. B. 2001.
EstimatingSample Size and Power: The Nitty-gritty. In: S. B. Hulley, S. R.
Cummings et al., (eds): Designing Clinical Research. 2nd edition, p: 65-86.
Lippincots Williams & Wilkins, Philadelphia.
Bisschop, M. I., Didi, M. W. K., Beekman, A. T. F., & Deeg, D. J. H. 2003. Chronic
Diseases and Depression: the Modifying Role of Psychosocial Resources. Soc Sci
Med; 59: 721-733.
Ciechanowski, P.S., Katon, W.Y., Russo, J.E., 2000. Impact of Depression on Adherence,
Function, and Cost. Arch Intern Med 160: 3278-85.
De Groot, M., Anderson, R.J., Freeland, K.E., Clouse, R.E., Lustman, P.J., 2001.
Association of Depression and Diabetes Complications: A Meta Analysis.
Psychosomatic Med 63: 619-30.
Dharma, A.D., 2006. Pengaruh Latihan Pasrah Diri Terhadap Kontrol Gula Darah Pada
Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Gejala Depresi. Fakultas Pasca
Sarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Tesis.
Doi, F., Kiyohara, Y., Kubo, M., Ninomiya, T., Wakugawa, Y., Yonemoto, K.,Iwase, M.,
& Iida, M. 2005. Elevated C-reactive protein is a Predictor of the Development
of Diabetes in a General Japanese Population (The Hisayama Study). Diabetes
Care; 28: 2497-2500.
Egede, L.E., Ellis, C. 2010. Diabetes and Depression: Global Perspectives. Diabetes
Research and Clinical Practice 87:302-12.
Goldney, R.D., Phillips, P.J., Fisher, L.J., Wilson, D.H. 2004. Diabetes, Depression,
and Quality of Life. Diabetes Care 27:1066-70.
Hansson, G. K. 2005. Mechanisme of Disease: Inflamation, Atherosclerosis and
Coronary Artery Disease. N Engl J Med; 352: 1685-1695.
Katon, W., Fan, M.Y., Unutzer, J., et al., 2008. Depression and Diabetes: a Potentially
Lethal Combination. J Gen Intern Med 23(10): 1571-75.
Lemeshow, S., Hosmer, D. W., Klar, J., Lwanga, S.K., 1990. Adequacy of Sample Size
in Health Studies. Jhon Wiley&Sons, New York.
Lustman, P.J., Anderson, R.J., Freedland, K.E., De Groot, M., Carnet, R.M., et al., 2000.
Depression and Poor Glycemic Control. Diabetes Care 23: 934-42.
Lustman, P.J., Clouse, R.E. 2004. Section III: Practical Considerations in the
Management of Depression in Diabetes. Diabetes Spectrum 17(3):160-67.
Lustman, P.J., Clouse, R.E., Griffith, L.S., Carney, R.M., Freedland, K.E. 1997. Effects
of Nortryptiline on Depression and Glycemic Control in Diabetes: Results of a
Double-blind, Placebo-Controlled Trial. Psychos Med 59:241-50.
Lustman, P.J., Freedland, K.E., Griffith, L.S., Clouse, R.E., 2000. Fluoxetine for
Depression in Diabetes: a Randomized Double-Blind Placebo-Controlled Trial.
Diabetes Care 23(5): 618-23.
Lustman, P.J., Griffith, L.S., Freeland, K.E., Kissel, S.S., Clouse, R.E., 1998. Cognitive
Behavior Therapy for Depression in Type 2 Diabetes Mellitus. Annals of
Internal Medicine 129(8):613-21.
Lutgendorf, S.K., Logan, H., Costanzo, H., Lubaroff, D., 2003. Effect of Acute Stress,
Relaxation, and a Neurogenic Inflammatory Stimulus on Interleukin- 6 in
Humans. Brain, Behavior, and Immunity 18: 55-64.
Marfella, R., Siniscalchi, M., Esposito, K., Sellito, A., De Fanis, U., Romano, C.,
Portoghese, M., Siciliano, S., Nappo, F., Sasso, F. C., Mininni, N., Cacciapuoti,
F., Lucivero, G., Giunta, R., Verza, M., & Giugliano, D. 2003. Effects of Stress
Hyperglycemia on Acute Myocardial Infarction. Diabetes Care; 26: 3129-3135.
McCulloh, D.K. 2005. Definition and Classification of Diabetes Melitus. In
B.DRose(Eds). UpToDate 13.2. Up To Date. Wallesley MA.
Mudjaddid, E. 2004. Depresi pada penderita Diabetes Melitus dan Tatalaksananya.
Dalam : S. Setiati, I. Alwi, M. K. Simadibrata & N. K. Sari (Eds.): Naskah Lengkap
Penyakit Dalam-PIT 2004, hal: 145-154. Pusat Informasi dan Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta.
Perkeni, 2002. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus. Jakarta.
Petrak, F., Herpetz, S., 2009. Treatment of Depression in Diabetes: an Update. Curr Opin
Psychiatry 22(2): 211-17.
Powers, A.C., 2005. Diabetes Mellitus, dalam: D.L. Kasper, A.S. Fauci, D.L. Longo,E.
Braunwald, S.L. Hauser, J.L. Jameson (Eds). Harrison’s Principles of Internal
Medicine 16th. McGraw Hill, New York; vol II: 2153-80.
Wang, M.Y., Tsai, P.S., Chou, K.R., Chen, C.M., 2008. A Systematic Review of the
Efficacy of Non-Pharmacological Treatments for Depression on Glycaemic
Control in Type 2 Diabetics. J Clin Nurs 17(19): 2524-30.
Williams, J.W.Jr., Katon, W., Lin, E.H., Noel, P.H., Worchel, J., Cornell, J. et al., 2004.
The Effectiveness of Depression Care Management on Diabetes- Related
Outcomes in Older Patients. Ann Intern Med 140(12):1015-24.
Zhang, X., Norris, S.L., Gregg, E.W., Cheng, Y.J., Beckles, G., Kahn, H.S., 2005.
Depressive Symptoms and Mortality Among Persons with and without Diabetes.
Am J Epidemiol 161(7):652-60.