DENGAN CONTROL CASCADE PADA 15-C-101 di PT. · PDF fileMakalah ini disusun untuk mempelajari...
Click here to load reader
Transcript of DENGAN CONTROL CASCADE PADA 15-C-101 di PT. · PDF fileMakalah ini disusun untuk mempelajari...
1
Makalah Seminar Kerja Praktek
ANALISIS SISTEM PROSES HCO
DENGAN CONTROL CASCADE PADA 15-C-101
di PT. PERTAMINA (Persero) RU VI
Ayuta Anindyaningrum (L2F607012)
Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Semarang
Jln. Prof. Soedharto, Tembalang, Semarang, Jawa Tengah, Indonesia
e-mail: [email protected]
Abstrak
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU VI BALONGAN merupakan suatu perusahaan pengilangan di Indonesia
yang mengolah minyak mentah menjadi Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Non Bahan Bakar Minyak (NBM). Untuk
mendukung proses pengolahan tersebut, maka diperlukan peralatan produksi yang beraneka ragam dan menggunakan
teknologi tinggi, agar target-target produksi yang ditetapkan perusahaan dapat terpenuhi. Instrumentasi merupakan
alat bantu dimana fungsi dan peran manusia dengan segala keterbatasannya dalam mengamati, mengukur dan
mengendalikan proses variabel dapat tertanggulangi sehingga dapat dicapai hasil produksi yangberkwalitas dengan
spesifikasi tertentu.
Unit Residu Catalis Cracker (RCC) ini berfungsi sebagai kilang minyak tingkat lanjut (secondary processing)
untuk mendapatkan nilai tambah dari pengolahan residu (minyak fraksi berat) dengan cara perengkahan memakai
katalis. Salah satu proses yang terjadi pada unit ini adalah proses Heavy Cycle Oil (HCO,) yang fungsinya digunakan
untuk menjaga penguapan. Untuk mengatur proses ini diperlukan parameter level control dan flow control. Proses ini
menggunakan metode Cascade Control atau pengontrolan secara bertingkat, ini bertujuan untuk menghasilkan aksi
kontrol yang stabil dan akurat. Untuk dapatkan fungsi alih lup tertutup input output dapat menggunakan diagaram
blog cascade yang diubah ke grafik aliran sinyal.
Kata kunci: cascade control, level control,temperature control, grafik aliran sinyal
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya
perindustrian di Indonesia serta bertambah
padatnya aktivitas transportasi masyarakat, maka
kebutuhan energi pun terus meningkat setiap
tahunnya. Hingga saat ini, minyak bumi masih
merupakan sumber energi utama yang
diperlukan untuk mendukung aktivitas tersebut.
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU VI
BALONGAN merupakan suatu perusahaan
pengilangan di Indonesia yang mengolah
minyak mentah menjadi Bahan Bakar Minyak
(BBM) dan Non Bahan Bakar Minyak (NBM).
Untuk mendukung proses pengolahan tersebut,
maka diperlukan peralatan produksi yang
beraneka ragam dan menggunakan teknologi
tinggi, agar target-target produksi yang
ditetapkan perusahaan dapat terpenuhi.
Saat ini, setiap unit produksi yang terdapat
di Kilang Pertamina RU VI Balongan dilengkapi
dengan instrumentasi dan sistem kendali yang
dapat mendukung kualitas dan kuantitas hasil
produksi yang diharapkan.
Sistem kendali otomatis sangat diperlukan
dalam operasi-operasi industri misalnya untuk
pengontrolan tekanan, temperature, level,
kelembapan, viskositas dan laju alir dalam
proses produksi. Otomatisasi saat ini tidak hanya
diperlukan sebagai pendukung keamanan
operasi, namun faktor ekonomi maupun mutu
produksi juga telah menjadi suatu kebutuhan
pokok bagi proses industri.
Di dalam Residue Catalytic Craker (RCC)
terjadi proses perengkahan dengan bantuan
katalis di reaktor. Residu yang berantai panjang
akan terengkah menjadi hidrokarbon berantai
pendek. Hasil perengkahan dipisahkan
berdasarkan titik didih oleh fraksinator untuk
menghasilkan produk off gas, LPG, propylene,
polygasoline (bahan campuran mogas dengan
bilangan oktan 98), naphta, Light Cycle Oil
(bahan dasar minyak diesel dan bahan
pencampur solar), serta Decant Oil (bahan dasar
minyak bakar). Pada laporan ini akan membahas
tentang ” Analisa Proses HCO dengan Control
Cascade pada 15-C-101” pada unit RCC. Sistem
yang diparalel adalah level control dan flow
control.
2
1.2 Maksud dan Tujuan Maksud dan Tujuan Kerja Praktek ini
adalah sebagai berikut:
a. Mengenal dan mengetahui PT
PERTAMINA (PERSERO) RU VI
Balongan sebagai Perusahaan yang
bergerak di bidang Pengolahan Sumber
Daya Minyak Bumi beserta Organisasi dan
Manajemen Perusahaannya.
b. Mengetahui dan mempelajari instrumentasi
dan sistem kontrol yang digunakan pada
proses Industri.
c. Mempelajari control cascade pada level
control dan flow control pada 15-C-101
pada unit RCC.
d. Mempelajari grafik aliran sinyal untuk
mendapatkan fungsi alih lup tertutupnya.
1.3 Batasan Masalah
Makalah ini disusun untuk mempelajari
sistem instrumentasi dan secara khusus
mempelajari control cascade pada level control
dan flow control yang berada pada proses HCO
di 15-C-101 pada unit RCC, tidak
mempresentasikan tentang :
1. Algoritma kontrol yang digunakan dalam
pengontrolan sistem cascade control.
2. Proses fisis dan kimia pada kontrol proses
cascade control.
II. DASAR TEORI
2.1 Gambaran Umum PT. PERTAMINA
RU VI Balongan Bahan Bakar Minyak atau yang lebih
dikenal dengan sebutan BBM, saat ini sudah
menjadi kebutuhan pokok bagi sebagian besar
masyarakat. Tugas untuk memenuhi kebutuhan
BBM bagi masyarakat luas ini diserahkan
kepada PT. PERTAMINA (Persero). Saat ini
PT. PERTAMINA (Persero) telah mempunyai
tujuh buah kilang, yaitu: Table 2.1 kapasitas produksi kilang PT.
PERTAMINA (Persero)
NAMA KILANG KAPASITAS
RU-I PANGKALAN
BRANDAN
RU-II DUMAI
RU-III PLAJU
RU-IV CILACAP
RU-V BALIKPAPAN
RU-VI BALONGAN
RU-VII KASIM-
SORONG
5.000 BPSD
170.000 BPSD
133.700 BPSD
330.000 BPSD
253.600 BPSD
125.000 BPSD
10.000 BPSD
TOTAL 1.027.300 BPSD
Unit Pengolahan VI Balongan di rancang untuk
mengolah Crude dengan kapasitas residu yang
cukup besar sekitar 62% dari total feed. Unit
Pengolahan VI Baongan memiliki ciri utama
yaitu RCC yang terdiri atas dua alat utama
adalah reaktor dan regenerator.
2.2 Lokasi Pengamatan Di PT. Pertamina RU VI terdapat beberapa unit
proses yaitu:
1. Crude Destilaion Unit (CDU)
2. Atmospheric Residue Hydro Demetalization
Unit (ARHDM)
3. Residue Catalytic Cracker (RCC)
4. Gas Oil Hydrometer (GO-HTU)
5. Liquid Petroleum Gas Treament Unit
(LPG-TU)
6. Catalic Condesation Unit (CCU)
7. Light Cycle Hydrometer Unit (LCO-HTU)
8. Propylene Recovery Unit (PRU)
9. Unsaturated Gas Concentration
10. Gasoline Treatment Unit
11. Hydrogen Plant
12. Amine Treatment Unit
13. Sulfur Recovery Unit
14. Sour Water Striping Unit
Residue Catalytic Cracker (RCC) ini
berfungsi sebagai kilang minyak tingkat lanjut
(secondary processing) untuk mendapatkan nilai
tambah dari pengolahan residu yang merupakan
campuran dari DMAR produk ARDHM dan AR
produk CDU dengan cara perengkahan memakai
katalis. Reduced crude sebagai umpan RCC
adalah campuran dari paraffin, olefin, naphtene,
dan aromatik yang sangat kompleks merupakan
rangkaian fraksi mulai dari gasoline dalam
jumlah kecil sampai fraksi berat dengan jumlah
atom C panjang.
Di dalam RCC terdapat reaktor,
regenerator, catalyst condenser, main air blower,
cyclone, catalyst system, dan CO boiler. Unit ini
berkaitan erat dengan Unsaturated Gas Plant
Unit yang akan mengelola produk puncak main
column RCC Unit menjadi stabilized gasoline,
LPG dan non condensable lean gas.
2.3 Sistem Instrumentasi Kemampuan indera manusia untuk
melakukan pengamatan sangat terbatas yaitu
kelemahan dalam mengamati dan mengukur
suatu keadaan lewat panca inderanya. Oleh
sebab itu, diperlukan suatu mekanisme peralatan
yang dinamakan instrumentasi, dimana fungsi
dan peran manusia dengan segala
keterbatasannya dalam mengamati, mengukur
3
dan mengendalikan proses variabel dapat
tertanggulangi dengan harapan, sasaran dari
pengelola industri untuk mendapatkan kualitas
hasil produksi yang sesuai dengan spesifikasi
tertentu dapat dicapai secara aman, efektif dan
efisien.
Khusus pada industri perminyakan,
dimana hampir semua proses pengolahannya
melalui jalur yang tertutup, artinya media /
bahan yang diolah tidak dapat dilihat atau diukur
langsung tanpa menggunakan alat bantu, maka
mutlak diperlukan peralatan instrumentasi yang
dapat melakukan fungsi melihat, mengukur, dan
mengendalikan variable-variabel proses seperti,
suhu, tekanan, jumlah aliran, level dan
sebagainya sehingga dapat menghasilkan produk
minyak yang sesuai spesifikasi.
2.4 Sistem Pengukuran
Instrumen berperan sebagai sistem
pengaturan pada dasarnya mempunyai empat
elemen pendukung yang dalam prinsip kerjanya
elemen yang satu dengan elemen yang lainnya
merupakan satu kesatuan sehingga membentuk
satu sistem kerja dari keempat elemen tersebut,
dan sering disebut “loop” atau “untaian”
kempat elemen tersebut adalah:
Elemen-elemen tersebut diantaranya
adalah:
• Sensor (Primary Element)
• Transmitter (Secondary Element)
• Controller (Control Element)
• Actuator (Final Element)
Dalam suatu proses, perubahan variabel
proses yang terjadi dapat diukur dengan
menempatkan elemen sensor atau detektor yang
berfungsi mendeteksi besaran fisik/mekanis
yang timbul akibat gangguan yang terjadi dalam
proses. Kemudian diwujudkan dalam bentuk
besaran lain yang menghasilkan data
pengukuran.
1. Primary Element atau Sensor Primary Element atau Sensor adalah sebuah
transducer yang berfungsi merubah besaran
phisis menjadi suatu besaran lain (gerakan,
tekanan, arus listrik, harga resistansi,
kapasitansi, perubahan volume, dll).
2. Secondary Element
Elemen ini berfungsi merubah besaran
phisis yang dihasilkan oleh sensor menjadi
besaran sinyal standar untuk dikirim atau dapat
dibaca pada local indicator. Secara garis besar
sinyal standar instrumen ada dua macam yaitu,
- Sinyal pneumatic : 3 – 15 psig
0,2 – 1,0 kg/cm2
- Sinyal elektric : 1 – 5 Volt DC
4 – 20 mA DC
Dalam aplikasi lapangan elemen ini berfungsi
sebagai berikut
- Sebagai transmitter dan converter (I/P atau
P/I)
- Sebagai penerima (receiver)
3. Control Element. Pada sistem otomatis, controller berfungsi
untuk menggantikan operator dalam
mengendalikan variabel proses. Sebagai alat
pengendali kontrol elemen difungsikan untuk
a. Membandingkan measured value dengan set
point
b. Menghitung besarnya perbedaan antara set
point dengan measured value dimana
perbedaan ini disebut error deviasi.
c. Melakukan koreksi terhadap variabel proses
melalui final elemen ( control value)
berdasarkan error deviasi.
Agar besaran proses berada pada posisi nilai
atau kondisi yang diinginkan (set point) dan
dapat menjaga peralatan proses agar dapat
beroperasi secara optimal sehingga kondisi
proses menjadi stabil dan aman.
Untuk mengetahui apakah suatu control
system bekerja dengan baik antara lain dapat
dilihat dari hasil rekaman sebuah recorder.
Keadaan proses yang tidak stabil atau goyang
adalah keadaan darurat (emergency) yang tidak
boleh dibiarkan. Disini operator harus
mengambil tindakan: A-M transfer switch harus
lekas dipindahkan posisinya dari posisi A ke
posisi M.
4. Final Element Bagian ini berfungsi untuk memanipulasi
energi input proses agar proses sesuai dengan
kondisi yang diinginkan. Control valve
menerima sinyal standar 3 – 15 psi yang
dikirimkan oleh kontroller. Jenis dan ukuran
control valve dipilih berdasarkan pertimbangan
kebutuhan sistem pengaturan. Dilihat dari
aksinya control valve terdapat dua macam yaitu:
a. ATO (Air to Open) : apabila ada sinyal
increase dari controller maka control valve
akan membuka, dan jika terjadi kegagalan
angin instrumen maka control valve akan
menutup (failure closed). Artinya
Posisi 100% (full open) = 15 psi
Posisi 0 % (full closed) = 3 psi
b. ATC (Air to Close) : apabila ada sinyal
increase dari controller maka control valve
akan menutup, dan jika terjadi kegagalan
4
angin instrument maka control valve akan
membuka (failure open). Artinya
Posisi 100% (full closed) = 15 psi
Posisi 0 % (full open) = 0 psi
Penggunaan aksi control valve ini sesuai dengan
kebutuhan suatu proses dengan pertimbangan
keselamatan dari peralatan proses.
2.5 Sistem Kontrol Cascade
Konfigurasi cascade mempunyai dua
buah loop, yaitu loop primer dan loop sekunder.
Dalam control ini ada satu variabel yang
dimanipulasi dengan dua buah variabel yang
diukur. Dalam kilang, konfigurasi ini lebih
dikenal dengan systemmasterslave.
Untuk contoh adalah kontrol laju aliran
yang sering menjadi kontroler sekunder bagi
kontroler lainnya. Loop primerrya seperti
temperature, level, ataupun pressure. Penerapan
di kilang adalah bagian boiler, kolom destilasi,
heatexchanger dan masih bnyak lagi. Di bawah
ini contoh gambar untuk loopcascade.
Gambar 2.1 Struktur CascadeLoopControl
2.6 Grafik Aliran Sinyal Diagram blok sangat berguna dalam
menyajikan system control secara grafis.
Meskipun demikian, untuk system yang sangat
kompleks, proses penyederhanaan diagram blok
memerlukan waktu yang cukup lama. Suatu
pendekatan lain untuk mencari hubungan antara
variable system control yang kompleks adalah
pendekatan grafik aliran sinyal yang
dikembangkan oleh S.J.Mason.
Gambar 2.2 Diagram blog dan diagram aliran
sinyalnya
Rumus penguatan Mason untuk grafik aliran
sinyal.
Dalam beberapa kasus praktis, kita ingin
menentukan hubungan antara variable masukan
dan variable keluaran grafik aliran sinyal.
Transmitansi antara simpul masukan dan simpul
keluaran adalah penguatan keseluruhan, atau
transmitansi keseluruhan antara dua buah simpul
ini. Berikut ini adalah rumus penguatan Mason.
Di mana
Pk = penguatan atau transmitansi lintasan maju
ke k
∆ = determinan grafik
= jumlah dari semua penguatan lup yang
berbeda
= jumlah hasil kali penguatan dari
semua kombinasi uyang mungkin
dari dua lup yang tidak bersentuhan
= jumlah hasil kali penguatan
dari semua kombinasi yang
mungkin dari tiga lup yang
bersentuhan
∆k = kofaktor dari determinan lintasan maju ke k
dengan menghilangkan lup-lup yang menyentuh
lintasan maju ke k.
III. ANALISA SISTEM PROSES HCO
DENGAN CONTROL CASCADE
PADA 15-C-101
3.1 Gambaran Proses Heavy Cycle Oil
(HCO) Coloum 15 C 101
Pemisahan produk terjadi di dalam
kolom pada Main Column l5-C-101. Vapor
Reaktor dipisahkan menjadi Slurry Oil, Heavy
Cyele Oil, Light Cyele Oil, Naphtha,
Unstabilized Gasoline and Wet Gas. Uap
hidrokarbon dari Reaktor masuk ke bottom dari
Main Column dan didinginkan sebelum
pemisahan terjadi.
G(s)
C(s) E(s)
R(s)
-H(s)
5
Sirkulasi HCO memberikan panas untuk
raw oil preheater dan debutanizer reboiler di
dalam gas concentration section. Partial HCO
dingin sebagai reflux kembali ke column untuk
pendingin pengatur penguapan. Net HCO
kadang-kadang diambil sebagai produk bahan
bakar yang dipergunakan pada torch oil di
Regenerator. Dari HCO section, uap minyak
naik ke atas ke dalam Light Cycle Oil section
pada column.
Perangkat yang digunakan dalam proses
HCO sebagai berikut:
a. Main Coloum Section (15-C-101) Pada coloum unit 15 ini terdapat 38
tingkat yang didalamnya terjadi proses
pengolahan Atomize hidrokarbon hasil reaksi
cracking, kemudian dialirkan dari reactor ke
coloum fraksinator untuk dipisahkan menjadi
Decant Oil / Slurry Oil (DCO), Heavy Cycle Oil
(HCO), Light Cycle Oil (LCO), naphta,
unstabilized gasoline, dan wet gas
b. Control Valve (15-FV-505) Control valve yang digunakan bertipe
Air To Open, Inlet Press Nor : 7.45 kg/cm2 G,
Outlet Press Nor : 2.84 kg/cm2 G, Signal input :
0.2 - 1.0 mA DC, Signal Output : 1.3 – 2.25 mA
DC,Temp. : 2880C, Actuator Form : Diaphragh,
Pressure Drop Nor : 4.61 kg/cm2 , Air Supply :
2.7 kg/cm2 G.
c. Flow Transmitter(15-FT-504) Flow transmitter berfungsi mengukur
keadaan besaran proses flow dan menghasilkan
output yang sebandinga dengan range
pengukuran. Pengukuran flow ini dengan
menggunakan orifice. Calibration: 0 – 5000
mmWG, Fluid: HC, Operat.Preassure: 7.6
kg/cm2 G.
d. I/P Converter (15-FY-504) Input Output Converter digunakan untuk
mengkonversi sinyal electronic yang deberikan
oleh kontroler menjadi sinyal pneumatic.
Electronic : 4 -20 mA DC, Pneumatic : 0.2 – 1
kg/cm2 G, Power supplay : 24 V DC, Accuracy :
± 1% of Span.
e. Level Transmitter (15-LT-510) Level transmitter digunakan untuk
mengukur keadaan besaran proses level dan
menghasilkan output yang sebanding dengan
range pengukuran. Type : electronic, Output for
rising level : 4 – 20 mA, Output load capability :
min 600 ohm, Power Supply : 24 V DC
f. Level Glass(15-LG-522) Level glass meripakan instrument
pengukur level yang berfungsi mengetahui
merasakan perubahan besaran yang diukur.
Fluid type : HC, Vessel design : 0.9 kg/cm2 G,
Type : reflex
g. Orifice Orifice mengukur perbedaan tekanan
dari penghambat aliran yang dipasang pada
saluran pipa dimana fluida itu mengalir, akibat
pemasangan penghambat aliran maka akan
terjadi pressure drop dan kecepata aliran
sebanding dengan akar kuadrat pressure drop.
Fluid type : HC, Meter max flow : 420000 kg/hr,
Normal flow : 309700kg/hr, Normal pressure :
7.6 kg/cm2, Normal temperature : 288 C
h. Level Control (15-TRC -510)
i. Flow Control (15-FRC - 504)
j. Jenis Sinyal ---------------- = Electric Signal
= Pneumatic Sgnal
= DCS Signal
3.2 Analisa Sistem Control Cascade Proses
HCO pada 15-C-101
Gambar 3.1 Diagram P&ID pada 15 –C –101
Pada gambar di atas terlihat jelas bahwa
terdapat dua loop yaitu control level (warna
biru) sebagai master loop atau loop primer dan
control flow (warna hijau) sebagai slave loop
atau loop sekunder yang merupakan syarat
utama dari cascade control.
Cascade control pada proses HCO
tersebut bertujuan untuk meningkatkan
kestabilan level. Dilihat dari instrumentasinya
terdapat dua transmitter yaitu level transmitter
15-LT-510 dan flow transmitter 15-FT-504.
Pada level transmitter 15-LT-510 akan
memberikan sinyal inputan berupa sinyal
elektrik ke kontroler 15-LIC-510. Sedangkan
pada flow transmitter 15-FT-504 akan
memberikan sinyal inputan kepada kontroler 15-
FRC-504.
Dari gambar P&ID di atas proses aliran
sinyal berawal dari sensor level 15-LG-522 yang
mendeteksi ketinggian level yang kemudian
6
sinyalnya dikirim melalui level transmitter 15-
LT-510 sebagai inputan ke kontroler 15-LIC-
510. Kemudian controller 15-LIC-510 yang
mengolah sesuai instruksi di dalamnya. Sinyal
output dari 15-LIC-510 yang berupa sinyal
elektrik akan menjadi input informasi bagi 15-
FRC-504. Selain mendapat input informasi dari
control level 15-LIC-510, control flow 15-FRC-
504 jg mendapat sinyal inputan dari flow
transmitter 15-FT-504. Kedua sinyal informasi
ini yang akan diolah oleh 15-FRC-504 menjadi
sinyal pneumatic oleh I/P Converter 15-FY-504
yang akan mengatur perubahan bukaan valve
control 15-FV-504.
15-LT-510 sebagai level transmitter
akan mendeteksi perubahan level HCO yang
lebih atau kurang dari set point. Ketika level
terdeteksi melebihi set point maka level
transmitter akan memberikan sinyal naik ke
control level 15-LIC-510. Dengan aksi control
direc pada control level 15-LIC-510 maka sinyal
outputan yang dihasilkan juga akan naik, yang
kemudian akan menjadi inputan bagi flow
control 15-FRC-504. Pada saat yang sama flow
transmitter 15-FT-504 juga mengirimkan sinyal
inputan ke flow control 15-FRC-504 sehingga
dari dua inputan tersebut flow control mengolah
informasi tersebut dan kamudian akan mengirim
instruksi ke control valve 15-FV-504 untuk
mengurangi bukaan valve, sehingga level HCO
akan berkurang. Begitu pula sebaliknya apabila
terjadi perubahan level dibawah set point.
Representasi diagram P&ID di atas
diubah dalam bentuk diagram blok seperti di
bawah ini.
Gambar 3.2 Diagaram Blok Sistem Kontrol Cascade
Keterangan :
GI = 15-LIC-510 = Level Control
G2 = 15-FRC-504 = Flow Control
G3 = 15-FY-504 = I/P Converter
G4 = 15-FV-504 = Control Valve
H2 = 15-FT-504 = Flow Transmitter
H1 = 15-LT-510 = Level Transmitter
Dari loop cascade diatas dapat diperoleh
gambar grafik aliran sinyal dan fungsi alih loop
tertutup input output dengan menggunakan
rumus penguatan Mason
Gambar 3.3 Diagram aliran sinyal loop cascade pada
proses HCO
Pada system ini hanya ada satu lintasan
maju antara masukan R(s) dan keluaran C(s).
• Penguatan lintas maju tersebut adalah
P1 = G1G2G3G4
• Dari gambar 4. terdapat 2 loop individual.
Penguatan loop-loop ini adalah
L1 = -G1G2G3G4H1
L2 = -G2G3G4H2
• Perhatikan bahwa karena semua loop
mempunyai cabang yang sama, maka tidak
ada lagi yang bersentuhan. Sehingga
determinan ∆ menjadi
∆ = 1 – (L1+L2)
= 1+ G1G2G3G4H1+ G2G3G4H2
• Kofaktor ∆1 diperoleh dari ∆ dengan
menghilangkan L1, L2 yang menyentuh P1.
Karena pada loop tersebut menyentuh P1
maka kita peroleh
∆1 = 1
• Dengan demikian fungsi alih loop cascade
tersebut antara masukan R(s) dan keluaran
C(s) yaitu
Setelah dapat mengetahui loop cascade
kita dapat mengetahui bahwa loop pararel
tersebut berguna untuk meningkatkan kinerja
suatu system sehingga mendapatkan system
yang stabil. Untuk itu diperlukan dua loop yang
saling keterkaitan yaitu control level sebagai
loop primer untuk mendapatkan level yang
diinginkan dan untuk mendapatkan level
tersebut diperlukan loop sekunder yaitu
pengontrolan flow agar level tetap terjaga.
Dengan menetahui diagram blok kita dapat
mengetahui dengan menentukan hubungan
antara variable masukan dan variable keluaran
sehingga didapatkan fungsi alih lup tertutupnya.
R(s) C(s) G1 G4 G3 G2
H2
H1
7
IV. Kesimpulan 1. Cascade control system pada proses Heavy
Cycle Oil (HCO) 15-C-101 mempunyai dua
loop pengontrolan yaitu pengontrolan level
fluida dan pengontrolan flow fluida.
2. Cascade control system pada proses Heavy
Cycle Oil (HCO) 15-C-101 mempunyai
tujuan untuk mengendalikan level dari flow
fluida yang mengalami perubahan set point.
3. Respon loop sekunder atau pengontrolan
flow fluida lebih cepat dibandingkan respon
loop primer atau pengontrolan level.
4. Dapat menyederhanakan diagram blok
control cascade yang sangat kompleks
dengan mengetahui grafik aliran sinyalnya.
BIOGRAFI
Ayuta Anindyaningrum (L2F 607 012), dilahirkan di
Semarang, 2 Maret 1990.
Jenjang pendidikan ditempuh
dari SD Jomblang Barat 04
Semarang, SLTP Negeri 12
Semarang, SMA Negeri 9
Semarang dan sekarang
sedang menempuh studi S1 di Jurusan Teknik
Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro
Konsentrasi Kontrol.
Semarang, 21Maret 2011
Mengetahui dan mengesahkan,
Dosen Pembimbing
Sumardi, S.T, M.T
NIP 196811111994121001