Dengan Aplikasi...

12
Edisi XXVIII Bulan November 2015 INFOBPJS Kesehatan Media Internal Resmi BPJS Kesehatan Dengan Aplikasi INASIS, Pelayanan Di Rumah Sakit Bisa Lebih Cepat dan Akurat Ajak Rekan Sesama Artis Daftar BPJS Kesehatan MONGOL JANGAN DITUNDA, Daftarkan Bayi Anda Sejak Denyut Jantungnya Terdeteksi

Transcript of Dengan Aplikasi...

Edisi XXVIII Bulan November 2015

INFOBPJSKesehatan Media Internal Resmi BPJS Kesehatan

Dengan Aplikasi INASIS, Pelayanan Di Rumah Sakit Bisa Lebih Cepat dan Akurat

Ajak Rekan Sesama Artis Daftar BPJS Kesehatan

MONGOL JANGAN DITUNDA,Daftarkan Bayi Anda Sejak Denyut Jantungnya Terdeteksi

“CEO Message

Redaksi

Redaksi menerima tulisan artikel/opini berkaitan dengan tema seputar BPJS

Kesehatan maupun tema-tema kesehatan lainnya yang relevan dengan pembaca yang ada di Indonesia. Panjang tulisan

maksimal 7.000 karakter (termasuk spasi), dikirimkan via email ke alamat: redaksi.

[email protected] dilengkapi identitas lengkap dan foto penulis

DAFTAR ISI

SURAT PEMBACAemail : [email protected] Fax : (021)

4212940

3

7

8

INFO BPJSKesehatan

EDISI XXVIII Bulan November 2015

SALAM REDAKSI

6

9

5

Pengarah

Fachmi IdrisPenanggung Jawab

Purnawarman Basundoro Pimpinan Umum

IkhsanPimpinan Redaksi

Irfan HumaidiSekretaris

Rini RachmitasariSekretariat

Ni Kadek M. DeviEko Yulianto

Paramitha SucianiRedaktur

Diah IsmawardaniElsa Novelia

Ari Dwi AryaniAsyraf Mursalina

Budi SetiawanDwi Surini

Tati Haryati DenawatiAngga Firdauzie

Juliana RamdhaniDistribusi dan Percetakan

BasukiAnton Tri WibowoAhmad Tasyrifan

Ezza Fauziah Aulatun NisaRanggi Larrisa

Buletin diterbitkan oleh:

BPJS KesehatanJln. Letjen Suprapto PO BOX

1391/JKT Jakarta PusatTlp. (021) 4246063, Fax. (021)

4212940

Testimoni - Leily Nendar (Orangtua Pasien Hemofilia) Tak Lagi Harus Jual Rumah dan Mobil

Bincang - Riduan, Direktur Keuangan dan Investasi BPJS Kesehatan : PPOB Mudahkan Peserta Membayar Premi

Fokus 1 - Membayar Premi, Kini Semudah Belanja

Fokus 2 - Dengan Aplikasi INASIS, Pelayanan di Rumah Sakit Bisa Lebih Cepat dan Akurat

Sehat - Cegah Penyakit Jantung, dengan Prilaku “Cerdik”

10

DALAM suatu cerita anekdot dikisahkan seorang ibu yang sedang memarahi anaknya.Ibu : "Kamu masih kecil sudah merokok mau jadi apa nanti?"Anak : "Maaf Bu saya hanya memberi contoh ke adik-adik."Ibu : "Memberi contoh supaya adikmu ikut-ikutan merokok?"Anak : "Tidak Bu…. saya hanya memberi contoh kalau merokok itu pasti kena marah Ibu."

Sepenggal anekdot ini begitu menggelitik hati. Bagaimana telah terpatri dalam pemahaman kita bahwa kemarahan selalu identik dengan hal-hal yang kurang baik, kesalahan, sikap tidak peduli atau pun kegagalan yang mengecewakan. Begitu buruknya arti kemarahan sehingga jika orang tua marah, berarti itu adalah zona merah, larangan, pantangan dan wajib dihindari sehingga wajar saja setiap anak main petak umpet menghindar dari orang tua yang marah. Kemarahan juga menjadi momok dalam lingkungan pekerjaan sehingga untuk menghindari kemarahan, karyawan berperilaku sopan di depan pimpinan. Bawahan melapor hanya hal yang baik-baik kepada atasan. Dan para tokoh, pejabat atau pun petinggi negara bersikap bak suri tauladan yang sangat disegani dan terhormat di hadapan keluarga, publik atau pun media.

Namun di balik itu, sulit dibayangkan jika semua yang nampaknya “baik-baik saja” itu justru adalah koreng, keboborokan, perilaku menyimpang atau apapun nama dari suatu kesalahan yang tidak selayaknya dilakukan manusia yang mulia. Segala kebohongan yang tersimpan rapi, atau malah dipuji akibat sikap palsu yang menipu. Sesuatu hal yang dilaporkan “seluruhnya berjalan lancar dan everything okay”, tetapi bila dibuka ternyata terlanjur parah, rusak sampai ke akar atau bahkan sudah tak dapat terselamatkan. Betapa berbahayanya bila keadaan sudah seperti ini...! Dampak menghindari kemarahan yang justru menimbulkan budaya bohong yang fatal.

Kemarahan dalam konsep komunikasi manusia seringkali disetarakan dengan hukuman. Dalam ilmu manajemen, hukuman atau punishment adalah siksa yang dikenakan kepada orang yang melanggar. Dalam buku Pengantar Ilmu Pendidikan (Amier Daien-2006), “hukuman adalah tindakan yang dijatuhkan secara sadar dan sengaja sehingga menimbulkan nestapa, dimana dengan adanya nestapa itu (si terhukum) akan menjadi sadar dan berjanji di dalam hatinya untuk tidak mengulangi kembali”. Hukuman sendiri kerapkali disandingkan dengan kata reward yang diartikan oleh Thorndike sebagai hadiah, ganjaran atau pun stimulus menyenangkan terhadap perilaku yang sesuai dengan yang diharapkan.

Dalam dunia pekerjaan. reward dan punishment seringkali dijadikan instrumen untuk memotivasi karyawan. Reward dimunculkan untuk memotivasi seseorang agar bekerja lebih maksimal dengan berbagai hadiah/penghargaan yang diberikan. Sebaliknya punishment dimunculkan untuk memotivasi seseorang agar tidak lagi melakukan kesalahan dalam pekerjaannya. Kedua bentuk motivasi ini tidak bisa dikatakan mana yang benar dan mana yang salah, namun lebih tepat bagaimana cara dan porsi pemanfaatannya. Ada satu contoh dalam buku manajemen yang seringkali dijadikan acuan pertimbangan dalam pemberian reward dan punishment.

Company A menerapkan sistem reward motivation kepada para karyawannya, dimana jika mereka berhasil membukukan peningkatan pendapatan minimal 5% pada tahun ini maka tahun depan gaji mereka akan dinaikkan sebesar 4%. Sedangkan Company B menerapkan sistem punishment motivation, dimana jika karyawannya melakukan kesalahan yang menyebabkan terjadinya defect (kerusakan) lebih dari 0,05% per bulan pada produk manufaktur mereka, maka karyawan tersebut diharuskan lembur selama 4hari dalam jangka periode 4 bulanan tanpa dibayar. Dari cerita ini, kira-bagaimana hasil akhir kedua perusahaan ini?

Dengan iming-iming kenaikan gaji, ternyata menumbuhkan semangat karyawan Company A untuk berjuang meningkatkan produktivitas dan kualitas. Mereka berpikir bahwa jika produk mereka semakin banyak dan berkualitas, maka akan dipilih, disukai dan laku terjual di pasar sehingga akhirnya bisa menghasilkan laba yang lebih banyak dan berdampak secara langsung kepada kenaikan gaji mereka. Sementara di Company B, karena karyawan khawatir membuat kesalahan yang pada akhirnya akan merugikan mereka. Para karyawan hanya berpikir bagaimana caranya untuk tidak melakukan kesalahan. Mereka cenderung bekerja persis dengan standar, monoton dan tidak berpikir untuk berimprovisasi, karena improvisasi berarti perubahan dan setiap perubahan pasti membawa kepada risiko kegagalan. Mereka tidak peduli dengan produktivitas tinggi, apalagi inovasi. Mereka hanya terpaku pada bagaimana tidak merusak produk, karena kerusakan berarti menimbulkan kemarahan, dan kemarahan akan berakibat pada hukuman. Diliputi ketakutan, akhirnya Company B tidak dapat meningkatkan produktivitas atau pun laba. Mereka juga gagal mencetak produk-produk baru, disamping itu semangat karyawan yang bekerja juga dalam psikologis keterpaksaan dan tekanan perasaan. Dampak lebih lanjut lagi, Company B justru menghadapi turn over yang tinggi, engagement yang rendah, dan mutu karyawan yang tidak profesional karena karyawan berpengalaman lebih banyak yang memilih hijrah ke Company tentangga sebelah.

Dengan contoh ini, apakah artinya punishment itu buruk dan tidak berguna? Ternyata jawabnya adalah tergantung pada kondisi dan porsinya. Dalam dunia orang dewasa, hukuman yang tidak tepat dan dengan pola yang keliru hanya akan menimbulkan kebencian, dendam dan menurunkan kualitas pekerjaan. Apalagi jika hukuman itu dilakukan tidak melalui azas praduga tak bersalah, atau dengan cara tebang pilih tidak sama suka dan sama rasa bagi semua. Contohnya dalam absensi karyawan, seringkali pimpinan dengan segudang alasan memperoleh banyak pemakluman atas keterlambatan, dan seringkali tidak ada toleran bagi karyawan. Entah anak sakit, kendaraan mogok atau karena kecelakaan di jalan, late is late. Sehingga akhirnya, terjadi hitung menghitung yang ketat antara karyawan dan perusahaan. Lahir pula istilah baru seperti “eight to five” atau “early come and early (go) home”, dsb.

Padahal menurut Jonah Lehrer, kesalahan adalah inti dari belajar. Dengan melakukan kesalahan, seseorang akan membuat perbaikan demi perbaikan. Bahkan menurutnya lagi, kebijaksaan terbaik lahir justru dari kesalahan dan kegagalan. Masalahnya adalah bagaimana stigma dan pengalaman bahwa kesalahan adalah identik dengan kemarahan dan hukuman itu dapat dihapuskan, dan kemudian diganti dengan penguatan (reinforcement) dan upaya peningkatan keterikatan (engagement).

Cara yang diajarkan Samuel Beckett adalah menciptakan kultur baru bahwa kesalahan ini berdampak pada sikap yang lebih baik, atau disebutnya sebagai kesalahan yang bijaksana. Namun untuk mencapai taraf pemikiran itu, diperlukan pola pemikiran yang baru, yang fokus pada proses perbaikan ke depan bukan pada kesalahan yang telah dilakukan. Sekali lagi kita ungkapkan bagaimana IBM mengajarkan kesalahan yang bijaksana, yaitu saat Tom Watson, pendiri IBM, tahu persis nilai sebuah kesalahan. Suatu saat, seorang pegawai membuat kesalahan besar yang merugikan IBM senilai jutaan dollar. Sang pegawai yang dipanggil ke kantor Watson, berkata “Anda pasti menghendaki saya mengundurkan diri”, ujarnya. Tetapi Tom Watson justru menjawab, “Anda pasti bercanda. Saya baru saja menghabiskan 10 juta dollar untuk mendidik Anda…” kesalahan yang Anda perbuat justru menjadi formula khusus untuk kita bisa menemukan sesuatu yang baru, lebih canggih dan lebih hebat.”

Oleh karena itu, faktor bijak dalam intensitas dan variasi punishment harus diperhatikan agar tidak salah kaprah, mengena, dan memiliki nilai positif terhadap respon karyawan. Akan lebih baik lagi penggunaan komunikasi yang lancar menjadi jembatan hubungan harmonis sehingga tercapai keinginan karyawan dan rasa hati karyawan tanpa ketersinggungan. We are family, and we undertand you more than others can do. Karena dengan kesepahaman yang pada akhirnya melahirkan keterikatan, menurut Harter dkk, akan melahirkan organisasi yang tingkat kualitas produknya 60% lebih baik dan 25 produktifitasnya lebih tinggi. Saatnya melahirkan kesadaran baru bahwa kesalahan bukan awal kemarahan atau pun hukuman, namun kesalahan merupakan awal pelajaran baru yang berharga, perbaikan yang tertata dan keterikatan baru yang lahir dari jiwa. Inilah kesalahan sempurna, kesalahan yang bijaksana.

Direktur Utama Fachmi Idris

KESALAHAN YANG BIJAKSANA

Yth Redaksi Info BPJS Kesehatan, saya peserta BPJS kesehatan perorangan dengan no

peserta 0001303013261 mengalami keterlambatan membayar iuran selama 6 bulan, menurut informasi yang

saya dapat di website BPJS untuk denda hanya di kenakan sebesar 2% perbulan. tetapi saat saya akan membayar

iurang tertunggak dan denda jumlah yang harus saya bayar melebihi perhitungan denda 2%, yaitu jumlah sebesar

721.000.mohon sekiranya pihak BPJS dapat menjelaskan dan

meluruskan kekeliruan dan ketidaktahuan kami sebagai peserta BPJS.Terima kasih.

Faldheia Fahtreyzia [email protected]

Jawab :Yth. Ibu Faldheia Fahtreyzia

di tempat

Pertama kami mohon maaf atas ketidaknyamanan yang Ibu alami dalam hal pembayaran iuran. Terkait permasalahan

tersebut, kami sudah melakukan penelusuran dan menemukan bahwa status kepesertaan Ibu saat ini tidak aktif dikarenakan keterlambatan pembayaran iuran lebih

dari 6 bulan.

Jika boleh menyarankan, mohon Ibu berkenan segera melapor ke Kantor Cabang BPJS Kesehatan terdekat

mengenai jumlah tagihan yang tidak sesuai dengan perhitungan, sekaligus untuk dapat dibantu melakukan

aktivasi kepesertaan kembali oleh petugas di Kantor Cabang BPJS Kesehatan setelah melakukan pembayaran

iuran plus denda yang tertunggak agar Ibu dapat memperoleh hak jaminan pelayanan kesehatan kembali.

Demikian kami sampaikan, semoga dapat menjadi bahan pertimbangan dan sehat selalu.

Benefit - Jangan Buru-Buru “Menggawat-Daruratkan” Diri Sendiri

Pelanggan - Jangan Ditunda, Daftarkan Bayi Anda Sejak Denyut Jantungnya Terdeteksi

Pembaca setia Info BPJS Kesehatan, Dalam rangka meningkatkan akses kemudahan masyarakat dalam membayar iuran bulanan jaminan kesehatan, BPJS Kesehatan memperluas channel pembayaran dengan memanfaatkan jasa pembayaran dari jaringan non perbankan, salah satunya melalui minimarket. Sistem pembayaran semacam itu disebut dengan Payment Point Online Bank (PPOB).

Dalam edisi 28 kali ini, Info BPJS Kesehatan akan membahas bagaimana upaya BPJS Kesehatan dalam mewujudkan kemudahan bagi peserta khususnya dalam pembayaran iuran. Pembayaran Iuran yang rutin dan tepat waktu akan membantu dalam mewujudkan sustainibilitas program Jaminan Kesehatan Nasional yang dikelola BPJS Kesehatan, semuanya akan kami muat dalam rubrik FOKUS.

BPJS Kesehatan juga terus berupaya mempercepat proses pendaftaran dalam mendapatkan pelayanan kesehatan di rumah sakit, BPJS Kesehatan telah meluncurkan sistem verifikasi yang terintegrasi di dalam SIM INA-CBG’s, dengan nama sistem aplikasi INA CBG’s – SEP Integrated System (INASIS). Melalui sistem tersebut, proses klaim biaya kesehatan rumah sakit ke BPJS Kesehatan dan pembayaran BPJS Kesehatan ke rumah sakit juga menjadi lebih cepat, sehingga pasien merasa puas, rumah sakit pun ikut senang, kesemuanya akan kami bahas di rubrik FOKUS.

Seiring dengan penerbitan Info BPJS Kesehatan, kami mengucapkan terima kasih atas berbagai dukungan dan tanggapan atas terbitnya media ini. Semoga kehadiran media ini dapat menjadi jembatan informasi yang efektif bagi BPJS Kesehatan dan stakeholder-stakeholder-nya. Selamat beraktivitas, BPJS Kesehatan.

Redaksi

Permudah Pembayaran Melalui PPOB

Info BPJS Kesehatan

EDISI 28 BULAN NOVEMBER 2015FOKUS

3

EDISI 28 BULAN NOVEMBER 2015

SepertiI biasa, setiap pagi Marta pergi ke penjual nasi uduk yang mangkal di ujung kompleks perumahannya. Hari itu dia hanya membeli

sebungkus nasi untuk suaminya, karena dia sendiri merasa belum lapar.

Selesai membayar, dia bergegas ke minimarket yang ada di sebelah warung untuk membeli deterjen buat mencuci nanti siang. Usai mengambil deterjen dari rak, ibu rumah tangga yang baru memiliki balita ini segera ke kasir.

“Pulsanya sekalian bu?” ujar petugas kasir ramah. Marta menggeleng sembari tersenyum. “Atau bayar BPJS Kesehatan sekalian bu?”

“Oh, sekarang bisa membayar BPJS (kesehatan) di sini?” Marta balik bertanya. “Iya,” jawab perempuan penjaga kasir berseragam biru itu sembari memasukan belanjaan ke kantung plastik.

Bagi ibu rumah tangga seperti Marta, bisa membayar iuran rutin kepesertaan BPJS Kesehatan di minimarket dekat rumah adalah kemudahan. Pasalnya, selama ini dia harus membayar ke anjungan tunai mandiri (ATM) yang letaknya agak jauh, di dekat Pasar Pondok Bambu, Jakarta Timur.

Untuk ke sana, di harus naik angkot sekali. “Bolak-balik ongkos habis sekitar Rp 8 ribuan. Kalau bisa bayar dekat rumah kan ngirit,” ujar Marta, yang suaminya memiliki toko material di sekitar kompleks.

Kemudahan yang ditawarkan oleh PPOB ini pun disambut hangat oleh Sadijah, 60 tahun, warga Cempaka Warna, Jakarta. Lantaran sudah tua, untuk membayar iur premi di kantor cabang BPJS Kesehatan, dia terpaksa menitipkan uang ke anaknya.

“Karena sekarang jadi dekat, saya bisa bayar sendiri,” ujar Sadijah yang telah menjadi peserta BPJS Kesehatan sejak tahun lalu itu.

Bisa membayar iur premi bulanan ke minimarket adalah kabar gembira bagi peserta BPJS Kesehatan mandiri seperti Marta dan Sadijah.

Terhitung awal Oktober kemarin, BPJS Kesehatan secara resmi merilis sistem layanan pembayaran iur premi rutin

melalui jasa pembayaran dari jaringan nonperbankan. Dengan demikian peserta bisa melakukan pembayaran ke jaringan

minimarket atau agen perorangan.

Lewat sistem pembayaran yang dikenal dengan nama payment point online bank (PPOB) ini, peserta BPJS

Kesehatan tidak perlu datang ke kantor cabang BPJS Kesehatan atau

bank mitra untuk membayar iur premi bulanannya.

Membayar Premi kini SEMUDAH BELANJA

“Kita sudah hitung rata-rata ongkos transportasi dari rumah ke kantor cabang BPJS Kesehatan atau bank mitra mencapai sekitar Rp10 ribuan,” Direktur Utama BPJS

Kesehatan Fachmi Idris.

Lewat sistem pembayaran yang dikenal dengan nama payment point online bank (PPOB) ini, peserta BPJS Kesehatan tidak perlu datang ke kantor cabang BPJS Kesehatan atau bank mitra untuk membayar iuran/premi bulanannya.

“Sistem ini memudahkan orang untuk membayar iuran/premi bulanannya,” sebut Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris, pada acara peresmian sistem tersebut, di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Dia menambahkan, sebelum meluncurkan PPOB non-perbankan ini, sistem PPOB ini telah dilakukan dengan empat bank mitra, yaitu Bank Mandiri, BNI, BRI dan BTN, sejak 6 Agustus 2015 ini.

Berkenaan dengan PPOB non-perbankan ini, Fachmi menjelaskan, sistem ini dibagi ke dalam dua jenis, yaitu pembayaran lewat outlet tradisional dan modern channel.

Lewat outlet tradisional, peserta bisa membayar iuran/preminya melalui agen perorangan, sebagaimana lazimnya membayar listrik. Saat ini terdapat 2.489 outlet tradisional yang tersebar di 13 wilayah Divisi Regional BPJS Kesehatan.

Sedangkan lewat modern channel, peserta bisa melakukan pembayaran lewat mini market Indomaret di seluruh Indonesia. Saat ini terdapat 11.400 outlet Indomaret yang siap melayani pembayaran peserta.

Untuk membayar, peserta cukup menunjukan kartu BPJS Kesehatan atau nomor virtual account (VA) ke kasir. Bila sudah dibayar, peserta akan mendapatkan struk kuitansi bukti pembayaran iuran/premi.

Perluasan akses

Lebih jauh, Fachmi menjelaskan, tujuan dikeluarkannya PPOB perbankan dan nonperbankan selain untuk memperluas akses pembayaran, juga mengurangi ongkos transportasi peserta dari rumah menuju ke kantor BPJS kesehatan atau mitra perbankan.

“Kita sudah hitung rata-rata ongkos transportasi dari rumah ke kantor cabang BPJS Kesehatan atau bank mitra mencapai sekitar Rp10 ribuan,” terang Fachmi.

Info BPJS Kesehatan

EDISI 28 BULAN NOVEMBER 2015

4

FOKUS

Info BPJS Kesehatan

EDISI 28 BULAN NOVEMBER 2015

Menurut dia, PPOB ini bersifat opsional. Jika peserta mau tetap datang ke kantor cabang BPJS Kesehatan, kata Fachmi, boleh saja. Tapi jika di dekat rumahnya ada agen, mereka bisa bayar iuran di sana dan hanya dikenakan biaya jasa bank maksimal Rp 2.500.

“Saya rasa itu lebih hemat dibandingkan ongkos transportasi pulang pergi ke kantor

cabang," jelas Fachmi.

Hal senada disampaikan Direktur Keuangan dan Investasi BPJS Kesehatan Riduan. Dia menambahkan, pembayaran PPOB lewat jalur nonperbankan memang akan dikenakan biaya surcharge sebanyak Rp 2.500 per kartu.

Dia mengakui, untuk peserta mandiri jumlah ini agak mahal. Pasalnya, pembayaran iur premi mandiri dihitung satu kartu per orang. Artinya, jika dalam satu keuarga memiliki tiga orang anak, peserta itu harus membayar biaya surcharge sekitar Rp12.500.

Untuk itu, lanjut Riduan, ke depan, bagi peserta mandiri akan diberikan cukup satu VA saja, atau sama dengan yang telah diterapkan pada Peserta Penerima Upah (PPU) yang merupakan karyawan atau pegawai.

Lebih jauh ditambahkan, tujuan utama dari diluncurkannya PPOB ini adalah untuk memperluas akses masyarakat untuk

membayar iuran. Target dari sistem PPOB sendiri adalah peserta mandiri atau Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU). Saat ini dari total 153 juta peserta BPJS Kesehatan, sekitar 14 juta peserta diantaranya adalah dari kelompok PBPU.

Lewat akses yang semakin luas, diharapkan masyarakat akan semakin rutin membayar. Menurut Riduan, kesadaran peserta untuk membayar iur premi masih tergolong rendah. Dia mencontohkan, pada 2014, hanya sekitar 56% peserta mandiri yang rutin membayar iuran/premi.

Riduan menambahkan, saat ini terdapat dua tunggakan besar yang belum dilunasi oleh peserta. Tunggakan besar pertama berasal dari peserta jalur mandiri, dengan jumlah sekitar Rp1 triliun.

Sedangkan tunggakan piutang kedua berasal dari pemerintah daerah (pemda) di sejumlah provinsi dan kabupaten/kota, dengan nilai sekitar Rp1,2 triliun. Rincian total tunggakan terdiri dari Rp 850 miliar ketika BPJS Kesehatan masih berstatus PT Askes dan Rp 400-an miliar sisanya ketika sudah menjadi BPJS Kesehatan.

Beberapa piutang lainya berasal dari badan usaha (BU) dan eks peserta program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) PT Jamsostek, namun jumlahnya tidak terlalu besar.

Terdapat tiga hal yang membuat piutang iur peserta mandiri membengkak. Pertama yaitu masalah ketidaktahuan peserta bahwa mereka harus membayar iur tiap bulan, kedua soal keterbatasan akses dan terakhir karena mereka memang tidak mampu.

“Dua masalah di atas bisa diatasi dengan memperluas sosialisasi dan akses, seperti peluncuran PPOB ini. Sedangkan yang tidak mampu, pembayarannya kita serahkan ke masing-masing pemda.” Sebut Riduan.

Berkenaan dengan PPOB perbankan, Riduan menambahkan saat ini total terdapat 15.374 kantor bank dan 53.763 ATM milik empat bank mitra BPJS Kesehatan.

“Dari jalur PPOB perbankan, transaksi per hari mencapai 9 ribuan peserta dengan nilai

sekitar Rp 2,7 miliar. Artinya masyarakat cukup antusias dengan PPOB,” ujar Riduan.

Pada wawancara terpisah, Marketing Director PT Indomarco Prismatama, Wiwiek Yusuf, menyatakan, kerja sama dengan BPJS Kesehatan ini akan menguntungkan semua pihak terkait.

Wiwiek menjelaskan, premi yang dibayarkan anggota BPJS Kesehatan nanti tidak langsung masuk ke kantong BPJS. Namun, dana tersebut akan masuk ke saldo Bank BTN. Bank BTN merupakan salah satu bank yang ditunjuk oleh BPJS Kesehatan untuk menampung iuran jaminan kesehatan nasional (JKN).

Tentu saja peran Indomaret dalam skema pembayaran premi BPJS Kesehatan tidak cuma-cuma. Atas perannya itu, Indomarco Prismatama akan mendapatkan komisi dari setiap transaksi yang terjadi.

Sebagai gambaran, setiap anggota BPJS Kesehatan yang akan membayar premi untuk paket kesehatan tertentu, akan dikenakan biaya tambahan Rp 2.500 per transaksi. Nah, biaya transaksi Rp 2.500 itu menjadi komisi bagi Indomarco Prismatama dan perusahaan lain yang terlibat dalam sistem transaksi.

Wiwiek berharap, tambahan mitra bisnis yang memanfaatkan gurita gerai mereka bisa mendukung kinerja transaksi pembayaran atau penjualan online di gerai Indomaret. Sejauh ini, perusahaan itu mengaku, kontribusi transaksi online sebesar 10% terhadap total transaksi.

Dia menyebutkan, rata-rata transaksi bulanan dari seluruh gerai Indomaret mencapai Rp150 juta. Dengan begitu, perkiraan transaksi online bulanan mencapai Rp15 juta.

Riduan

Info BPJS Kesehatan

EDISI 28 BULAN NOVEMBER 2015

5

FOKUS EDISI 28 BULAN NOVEMBER 2015

Di era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), masyarakat kini menjadi lebih mudah untuk mengakses layanan kesehatan tanpa perlu khawatir

dengan besarnya biaya pengobatan. Hal ini bisa terlihat dari meningkatnya jumlah kunjungan pasien ke rumah sakit yang bermitra dengan BPJS Kesehatan. Bahkan saat program ini mulai diimplementasikan, beberapa rumah sakit mengaku sempat kewalahan menangani pasien yang membludak. Antean panjang di loket rumah sakit pun tak terelakkan.

Lamanya proses pendaftaran untuk mendapatkan pelayanan kesehatan di rumah sakit memang jadi salah satu masalah yang sering dikeluhkan pasien BPJS Kesehatan. Selain karena banyaknya pasien yang berobat, penyebabnya juga karena rumah sakit dan BPJS Kesehatan memiliki sistem informasi dan manajemen yang berbeda, sehingga proses tersebut memakan waktu yang tidak sebentar. Apalagi sebelum mendapatan pelayanan, pasien BPJS Kesehatan juga harus mendapatkan Surat Eligibilitas Peserta (SEP) terlebih dahulu sebagai dokumen yang menyatakan bahwa peserta dirawat dengan biaya BPJS Kesehatan.

Sementara itu dari sisi provider BPJS Kesehatan, kendala yang masih dihadapi sejumlah rumah sakit adalah lambatnya proses pengajuan klaim karena masih menggunakan empat sistem yang berbeda, yaitu SEP, SIMRS, INA-CBG, dan verifikasi klaim. Padahal rumah sakit, terutama rumah sakit swasta sangat bergantung pada kecepatan pembayaran klaim dari BPJS Kesehatan.

Luncurkan Aplikasi INASIS

Sebagai penyelenggara program JKN, BPJS Kesehatan juga tak tinggal diam dengan segala permasalahan yang terjadi di lapangan. Guna mengatasi permasalahan tersebut dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan kepada peserta maupun fasilitas kesehatan yang bermitra, BPJS Kesehatan belum lama ini telah meluncurkan sistem verifikasi yang terintegrasi di dalam SIM INA-CBG’s, dengan nama sistem aplikasi INA CBG’s – SEP Integrated System (INASIS).

Melalui sistem INASIS, proses pengurusan SEP, diagnosis berdasarkan ketentuan INA-CBG’s, serta verifikasi data peserta BPJS Kesehatan dapat dilakukan melalui satu pintu. Dengan begitu, proses administrasi peserta BPJS Kesehatan di rumah sakit menjadi lebih cepat, sehingga dapat secepatnya memperoleh pelayanan kesehatan.

Sistem aplikasi ini pun diharapkan mampu menjadi solusi atas kendala lambatnya proses pengajuan klaim oleh sejumlah rumah sakit karena masih menggunakan empat sistem yang berbeda.

Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris mengatakan, aplikasi INASIS memiliki

beragam keunggulan dan manfaat, di antaranya mempercepat proses

pendaftaran pasien, mempercepat proses klaim, serta berfungsi sebagai pencegahan awal re-admisi pasien rawat inap. “Dengan

cara ini, pelayanan kepada masyarakat menjadi lebih cepat dan akurat,” ujar

Fachmi Idris.

Dengan Aplikasi INASIS, Pelayanan Di Rumah Sakit Bisa Lebih Cepat dan Akurat

Guna mempercepat proses pendaftaran dalam mendapatkan pelayanan kesehatan di rumah sakit, BPJS Kesehatan telah meluncurkan sistem verifikasi yang terintegrasi di dalam SIM INA-CBG’s, dengan nama sistem aplikasi INA CBG’s – SEP Integrated System

(INASIS). Melalui sistem tersebut, proses klaim biaya kesehatan rumah sakit ke BPJS Kesehatan dan pembayaran BPJS Kesehatan ke rumah sakit juga menjadi lebih cepat, sehingga pasien merasa puas, rumah sakit pun ikut senang.

Keyakinan Fachmi semakin besar setelah aplikasi INASIS diujicobakan di RSUP Persahabatan Jakarta beberapa waktu lalu dengan hasil yang cukup menggembirakan. Karena proses bisnisnya sudah disederhanakan, penerbitan SEP menjadi lebih cepat sehingga mengurangi waktu antrean peserta. Selain itu, proses penagihan klaim dari rumah sakit kepada BPJS Kesehatan juga menjadi lebih cepat karena pengiriman file tidak lagi dilakukan secara manual dari SIM RS ke SIM Verifikasi, melainkan terintegrasi langsung melalui aplikasi INASIS.

Hal senada disampaikan Direktur Utama RSUP Persahabatan, Mohammad Ali Toha. Sebelum aplikasi tersebut digunakan, pasien terpaksa harus mengantri dan berpindah-pindah loket sebelum akhirnya mendapat pelayanan kesehatan. Ini yang akhirnya membuat proses pendaftaran menjadi lebih lama.

Kemudian saat mengajukan klaim, pihak rumah sakit juga harus berulang kali memasukkan data pasien dan pelayanan kesehatan yang diberikan ke dalam sistem yang berbeda, sehingga proses pengajuan klaim tidak bisa dilakukan dengan cepat. Ditambah lagi dengaan proses verifikasi yang dilakukan oleh BPJS Kesehatan.

Melalui sistem aplikasi INASIS, lanjutnya, segala hambatan yang dihadapi rumah sakitnya tersebut bisa diminimalisir atau bahkan dihilangkan. “Dengan aplikasi ini, proses klaim biaya kesehatan rumah sakit ke BPJS Kesehatan dan pembayaran BPJS Kesehatan ke rumah sakit bisa lebih cepat,” imbuhnya.

Melalui INASIS, pihak rumah sakit juga dapat melakukan E-Claim, yaitu pengajuan klaim tanpa harus mentransfer file. Bahkan rumah sakit juga dapat mengetahui status tagihan mereka secara real time, sampai klaim tersebut dibayarkan oleh BPJS Kesehatan.

Mencegah Doble Claim

Selain dapat mempercepat proses klaim, adanya integrasi antara SIM rumah sakit dengan aplikasi INASIS juga dapat meningkatkan akurasi data. Yang juga sangat penting adalah mencegah double claim yang mungkin saja timbul pada saat penyerahan data secara manual antar aplikasi.

Ditegaskan Fachmi Idris, double claim merupakan permasalahan yang harus

diwaspadai. Hal tersebut bisa terjadi karena human error, namun bisa pula sengaja dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab.

“Dengan adanya aplikasi INASIS, hal-hal semacam itu bisa dihindari,” imbuhnya.

Sekretaris Jendral Kementrian Kesehatan, Untung Suseno juga melihat manfaat yang cukup besar dari penggunaan sistem aplikasi INASIS. Berbagai kemudahan kini bisa didapatkan peserta BPJS Kesehatan maupun pihak rumah sakit.

Setelah melihat hasil uji coba INASIS di RSUP Persahabatan yang memuaskan, ia juga berharap agar rumah sakit lainnya dapat segera mengadopsi sistem aplikasi INASIS tersebut.

“Kita harapkan sistem ini bisa diterapkan di rumah sakit lain yang bermitra dengan BPJS Kesehatan, serta dapat dikembangkan lebih sempurna lagi agar dapat digunakan dengan baik dan memberikan manfaat yang besar,” ujar Untung Suseno.

Info BPJS Kesehatan

EDISI 28 BULAN NOVEMBER 2015BINCANG

6

Direktur Keuangan dan Investasi BPJS Kesehatan Riduan

Info BPJS Kesehatan

EDISI 28 BULAN NOVEMBER 2015

Dengan PPOB nonperbankan ini, peserta bisa melakukan pembayaran ke jaringan minimarket atau agen perorangan, yang berada lebih dekat dengan

perumahan mereka.

Dirilisnya PPOB merupakan jurus baru dari BPJS Kesehatan, untuk meningkatkan partisipasi iuran premi bulanan, khususnya dari jalur peserta mandiri. Maklum, berbagai upaya untuk meningkatkan akses pembayaran perlu dilakukan mengingat masih banyaknya tunggakan peserta yang belum membayar premi.

Saat ini terdapat dua tunggakan premi besar yang dialami oleh BPJS Kesehatan. Tunggakan besar pertama berasal dari segmen Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) atau sektor informal. Sampai dengan Triwulan III tahun 2015, piutang premi segmen peserta tersebut mencapai lebih dari Rp.2,43 Triluin. Sedangkan tunggakan piutang kedua berasal dari pemerintah daerah (Pemda) di sejumlah provinsi dan kabupaten/kota, yaitu dengan nilai sekitar Rp.867 Miliar sampai dengan Triwulan III Tahun 2015.

Guna mengupas lebih lengkap perihal latar belakang dan efektifitas PPOB, Info BPJS Kesehatan melalukan wawancara langsung dengan Direktur Keuangan dan Investasi BPJS Kesehatan, Riduan, di Jakarta, beberapa waktu lalu. Berikut petikan hasil wawancaranya.

Apa latar belakang diluncurkannya PPOB?

Sebetulnya kita punya dua sisi kenapa kita memperluas layanan menggunakan PPOB. Pertama ada keluhan peserta terkait kekurangan akses untuk melakukan pembayaran. Jadi mereka merasa titik pembayaran kurang banyak. Sehingga mereka menjadi sulit untuk membayar.

Padahal, sejatinya kita sudah menyiapkan 56 ribu lebih outlet yang bisa digunakan untuk membayar. Mulai dari kantor cabang BPJS Kesehatan sampai bank pemerintah yang menjadi mitra.

Jadi kalau kita menambah channel dengan PPOB, kita kontesksnya untuk meningkatkan kepuasan pelayanan peserta.

Yang kedua, kita sendiri secara internal memiliki problem di kolektibilitas iuran yang rendah, di segmen PBPU (Pekerja Bukan Penerima Upah) atau mandiri ini. Bahkan sekarang iuran premi dari mandiri turun drastis ke 49%. Padahal dulunya bisa mencapai 60%.

Kenapa bisa terjadi penurunan?

Dari hasil analisis kita, kira-kira ada tiga penyebab. Pertama adalah mereka tidak tahu atau lupa. Kedua mereka sulit mengakses, dan yang ketiga karena karakter atau ketidakmampuan.

Kita coba selesaikan satu persatu dari masalah itu. Untuk membuat mereka ingat, kita melakukan pengiriman surat terhadap mereka yang menunggak. Hal ini dilakukan lewat kerja sama dengan PT Pos Indonesia (persero).

Akan tetapi, rupanya ini tidak efektif. Terkadang orang begitu dapat surat, keluar rumah sudah lupa punya tunggakan.

Yang kedua adalah jangkauan akses yang menjadi alasan mereka. Nah, dua masalah ini coba kita selesaikan dengan PPOB yang bekerja sama dengan retail nonmodern dan modern. Misalnya dengan agen dan minimarket Indomaret.

Tujuannya apa? Kalau mereka berinteraksi dengan titik-titik PPOB ini, meskipun mereka sudah membayar atau menunggak, pasti mereka akan ditanya oleh kasir dari outlet tersebut. Hal itu merupakan bentuk layanan dari outlet tersebut.

Seperti di Indomaret, pasti akan diingatkan. ‘Mau bayar iuran gak?’

Nah, itu bentuk untuk mengingatkan. Dengan demikian dua permasalahan, yakni kesulitan akses dan alpa membayar, bisa kita selesaikan dalam satu kebijakan PPOB itu.

Nah, bagi penyebab terjadinya tunggakan karena memang yang bersangkutan kurang mampu, kita akan jembatani lewat kerja sama dengan pemda. Kita berharap agar mereka dimasukan ke dalam kelompok yang dibiayai oleh pemda.

Bagaimana kalau peserta itu mampu tapi tidak membayar?

Nah, itu bagian dari karakter dari orang yang memang tidak patuh dengan kewajibannya. Untuk mereka akan kita berikan tindakan sanksi. Kita akan kerja sama dengan aparat pemerintahan untuk memberikan sanksi.

Sanksinya bisa berupa denda dan penon-aktifkan kartu sehingga yang bersangkutan tidak bisa menerima layanan kesehatan yang diberikan oleh BPJS Kesehatan.

Bagaimana perkembangan iuran setelah PPOB dirilis?

Ini yang menarik. PPOB kan kurang lebih baru berjalan sekitar satu bulan. Ternyata angka kolektibilitas PBPU meningkat hingga 3%. Ini kan cukup lumayan. Padahal itu data dari program yang diambil saat baru berjalan tiga minggu saja.

Ini hanya dari PPOB non-perbankan, yaitu lewat agen dan Indomaret. Artinya, akses pembayaran yang baru dibuka ini cukup efektif. Dengan kenaikan 3%, artinya sampai saat ini, sudah lebih 52% peserta mandiri yang membayar iuran.

Dan ingat, ini baru dari sekitar 15 ribuan outlet PPOB yang sudah beroperasi. Ke depan, akses yang bisa beroperasi tentu akan kita tambah hingga ratusan ribu.

Gerai mana yang menyumbang paling besar?

Yang menyumbang paling besar adalah minimarket. Karena memang di sana orang lebih banyak berinteraksi. Kalau agen kan orang pada tanggal tertentu datang ke situ.

Kalau minimarket di saat mereka mau membeli rokok atau minuman, interaksi bisa terus berjalan. Dengan demikian, kerja sama dengan

minimarket akan terus diperbanyak karena sangat efektif.

Kita bisa bekerja sama dengan perusahaan minimarket lain, misalnya Alfamart. Kita kan sudah kerja sama dengan empat bank pemerintah untuk PPOB perbankan. Nah, mereka bisa menjalin kerja sama dengan outlet modern yang lain.

Ini baru 15 ribuan outlet saja iur sudah bertambah. Ke depan, kita targetkan sampai 100 ribu gerai baru. Jadi nanti totalnya ada 156 ribu channel pembayaran PPOB.

Kalau ini sudah dilakukan, dan masih juga pembayarannya rendah, ya, artinya ini memang sudah karakter bangsa. Artinya perlu direvolusi mental.

Jadi prospek PPOB sangat bagus?

Oh, tentu. Bisa naik tiga persen dalam tiga minggu itu luar biasa. Untuk menaikan satu persen saja susahnya bukan main.

Terkait fee per transaksi Rp2.500 per kartu di PPOB, kita kan kerja sama dengan bank. Nah, besaran tarif itu diatur oleh mekanisme bank. Tapi kita kasih batasan maksimum tidak boleh lebih dari Rp2.500. Ini berlaku semua, baik di agen dan minimarket.

Tetapi kalau masyarakat mau membayar secara gratis, bisa mengakses bank, anjungan tunai mandiri atau mesin EDC (Electronic data capture) untuk kartu yang ada di cabang kami. Kami sebetulnya tidak menerima pembayaran cash. Semuanya lewat bank. Karena menggunakan mesin EDC bank.

PPOB Mudahkan Peserta Membayar PremiPada awal Oktober lalu, BPJS Kesehatan merilis sistem pembayaran iur premi baru melalui payment point online bank (PPOB). Lewat program ini, peserta BPJS Kesehatan tidak perlu datang ke kantor cabang BPJS Kesehatan atau bank mitra untuk membayar iur premi bulanannya.

Info BPJS Kesehatan

EDISI 28 BULAN NOVEMBER 2015

7Info BPJS Kesehatan

BENEFIT B EDISI 28 BULAN NOVEMBER 2015

PPOB Mudahkan Peserta Membayar Premi

Di era Jaminan Kesehatan Nasonal (JKN) yang dikelola oleh BPJS Kesehatan, sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara

berjenjang sesuai dengan kebutuhan medis. Pada pelayanan kesehatan tingkat pertama, peserta BPJS Kesehatan dapat berobat ke fasilitas kesehatan tingkat pertama seperti puskesmas, klinik, atau dokter praktik perorangan yang tercantum pada kartu peserta BPJS Kesehatan.

Apabila memerlukan pelayanan lanjutan oleh dokter spesialis, maka peserta BPJS Kesehatan dapat dirujuk ke fasilitas kesehatan sekunder. Rujukan ini hanya diberikan apabila peserta BPJS Kesehatan membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik, atau jika fasilitas kesehatan tingkat pertama yang ditunjuk untuk melayani peserta tersebut, tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan karena keterbatasan fasilitas, pelayanan, dan atau tenaga medis.

Kemudian apabila peserta masih belum dapat tertangani di fasilitas kesehatan sekunder, peserta tersebut dapat dirujuk ke fasilitas kesehatan tersier untuk ditangani oleh dokter sub-spesialis yang menggunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan sub-spesialistik. Sistem rujukan berjenjang ini diberlakukan BPJS Kesehatan agar peserta dapat termonitor dengan baik di setiap tingkat pelayanan kesehatan. Untuk pelayanan kesehatan dasar dapat dilakukan di faskes tingkat pertama, agar rumah sakit tidak menjadi “puskesmas raksasa” karena penumpukan pasien, sehingga yang mendapatkan perawatan di rumah sakit benar-benar yang memang membutuhkan pelayanan lanjutan.

Layanan 24 Jam

Guna meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, terutama peserta BPJS Kesehatan, saat ini beberapa puskesmas di tingkat kecamatan juga telah memberikan layanan selama 24 jam dalam seminggu. Hal ini terkait dengan waktu berobat masyarakat yang tidak bisa ditentukan antara pagi, siang atau malam hari. Apalagi datangnya penyakit memang tidak bisa diprediksi.

Dengan membuka layanan 24 jam, peserta BPJS Kesehatan yang membutuhkan pelayanan medis di luar jam operasional poli bisa tetap terlayani dengan baik oleh tenaga medis di puskesmas, sehingga tak perlu langsung ke rumah sakit. Masyarakat pun bisa mengakses pelayanan kesehatan dengan lebih cepat, karena umumnya puskesmas berada di tengah-tengah pemukiman warga.

Pelayanan kesehatan yang diberikan oleh puskesmas 24 jam ini mencakup layanan dasar dan juga kegawatdaruratan medis, misalnya saja kecelakaan. Selain itu, puskesmas 24 jam ini juga dilengkapi dengan fasilitas untuk rawat inap. Jadi apabila ada pasien yang memerlukan perawatan opname, mereka tak perlu lagi dirujuk ke rumah sakit terdekat.

Puskesmas kecamatan di seluruh provinsi di Indonesia umumnya telah siaga 24 jam untuk memberikan pelayanan. Contohnya saja di provinsi

DKI Jakarta, dari 301 Puskesmas yang ada, 44 di antaranya merupakan puskesmas kecamatan yang mempunyai pelayanan 24 jam. Puskesmas tersebut juga membuka layanan persalinan normal melalui Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED).

Pelayanan Kegawatdaruratan Medis

Meskipun BPJS Kesehatan memberlakukan sistem rujukan berjenjang, namun untuk kondisi kegawatdaruratan medis, peserta bisa langsung mengakses Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) tanpa surat rujukan. Pelayanan gawat darurat sendiri merupakan pelayanan kesehatan yang harus diberikan secepatnya untuk mencegah kematian, keparahan, dan atau kecacatan, sesuai dengan kemampuan fasilitas kesehatan.

Dalam keadaan darurat, pada prinsipnya peserta BPJS Kesehatan memang dapat dilayani di fasilitas kesehatan yang bekerjasama maupun yang tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, tanpa diperlukan surat rujukan. Pelayanan kegawatdaruratan di fasilitas kesehatan tingkat pertama juga dapat diberikan pada fasilitas kesehatan bukan tempat peserta terdaftar. Pengecekan validitas peserta maupun diagnosa penyakit yang termasuk dalam kriteria gawat darurat nantinya akan dilakukan oleh fasilitas kesehatan.

Namun selama ini masih banyak peserta BPJS Kesehatan yang belum paham mengenai kondisi gawat darurat medis, sehingga langsung buru-buru mendatangi UGD di rumah sakit untuk kasus ringan yang sebetulnya dapat ditangani di fasilitas kesehatan tingkat pertama. Karena ketidakpahaman itu, akhirnya muncul keluhan dari peserta BPJS Kesehatan yang mengatakan telah “ditolak” oleh pihak rumah sakit saat meminta layanan gawat darurat. Padahal penolakan itu bisa saja muncul karena rumah sakit tidak menemukan kriteria gawat darurat pada kasus pasien tersebut,

Dalam keadaan darurat, peserta BPJS Kesehatan memang dapat langsung mendapatkan pelayanan Unit Gawat Darurat (UGD) di rumah sakit tanpa harus membawa surat rujukan dari fasilitas kesehatan (faskes) tingkat pertama. Namun seringkali kondisi yang dianggap gawat darurat oleh

pasien, sebetulnya masih bisa ditangani di faskes tingkat pertama. Apalagi saat ini puskesmas kecamatan juga telah membuka layanan 24 jam dan fasilitas rawat inap. Kompetensi yang mereka miliki juga setara dengan kompetensi tenaga medis di rumah sakit umum dalam mengatasi 155

diagnosa penyakit, termasuk kondisi kegawatdaruratan medis.

Jangan Buru-Buru “Menggawat-Daruratkan” Diri Sendiri

sementara ada pasien lain dalam keadaan emergency yang membutuhkan pertolongan secepatnya.

Di dalam pengelolaan instalasi gawat darurat, rumah sakit memang dituntut untuk selektif dan profesional, agar pelayanan tersebut benar-benar dapat dimanfaatkan oleh pasien yang membutuhkan. Bila seluruh pasien bisa dengan mudahnya mengaskes layanan ini, dikhawatirkan pasien yang benar-benar dalam keadaan emergency tidak dapat tertangani dengan segera lantaran antrean yang memanjang dan pasien yang membludak.

Karena itu, apabila menderita suatu penyakit, sebaiknya tidak langsung panik dan buru-buru mengambil kesimpulan sedang dalam kondisi gawat darurat. Tetaplah tenang dan segera periksakan kondisi kesehatan Anda ke fasilitas kesehatan yang tercantum dalam kartu BPJS Kesehatan Anda.

Tak perlu khawatir, karena kompetensi para tenaga medis di fasilitas kesehatan tingkat

pertama seperti puskesmas, klinik, dan dokter keluarga juga setara dengan kompetensi tenaga medis di rumah sakit umum dalam mengatasi 155 diagnosa penyakit, termasuk kondisi kegawatdaruratan.

Apabila fasilitas kesehatan tingkat pertama tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan karena keterbatasan fasilitas, pelayanan, dan atau tenaga medis, nantinya peserta yang mengalami kondisi gawat darurat tersebut dapat segera berobat ke Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKTRL), dengan atau tanpa surat rujukan.Pada kasus gawat darurat, peserta BPJS Kesehatan juga dapat langsung mendapat pelayanan di fasilitas kesehatan terdekat, meskipun fasilitas kesehatan tersebut tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. Namun apabila kondisi kegawatdaruratan peserta sudah teratasi dan dapat dipindahkan, maka harus segera dirujuk ke fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. Biaya atas pelayanan gawat darurat yang dilakukan oleh fasilitas kesehatan yang tidak menjalin kerjasama dengan BPJS Kesehatan dapat ditagihkan langsung oleh fasilitas kesehatan tersebut kepada BPJS Kesehatan.

Info BPJS Kesehatan

EDISI 28 BULAN NOVEMBER 2015

8 Info BPJS Kesehatan

PELANGGAN EDISI 28 BULAN NOVEMBER 2015

JANGAN DITUNDA,Daftarkan Bayi Anda Sejak Denyut Jantungnya Terdeteksi

Sejak terdeteksi adanya denyut jantung bayi dalam kandungan, baiknya segera daftarkan buah hati Anda untuk ikut program

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Kepesertaan ini akan menjadi "payung" yang melindunginya

ketika mengalami masalah medis setelah dilahirkan. Karena seperti yang tertuang dalam Peraturan BPJS Kesehatan Nomor 1 Tahun 2015 dan Peraturan Direksi BPJS

Kesehatan Nomor 32 Tahun 2015, proses aktivasi kepesertaan bagi

Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja membutuhkan waktu 14 hari kalender. Apabila

pendaftaran baru dilakukan setelah dilahirkan, dikhawatirkan saat tiba-tiba mengalami masalah medis yang serius, bayi tersebut masih dalam tenggat waktu 14 hari, sehingga

biaya perawatan tidak bisa dijamin oleh BPJS Kesehatan.

Setiap ibu hamil tentunya menginginkan bayi mereka lahir dalam kondisi sehat tanpa kurang suatu apapun. Namun penyakit bukanlah hal yang bisa

diprediksi kapan datangnya. Bayi yang tampak sehat-sehat saja saat dipantau dengan alat ultrasonografi ketika masih di dalam kandungan, begitu dilahirkan bisa saja langsung jatuh sakit dan akan memburuk dengan cepat.

Hal lainnya yang juga sering meleset adalah perihal Hari Perkiraan Lahir (HPL). Tidak sedikit bayi yang dilahirkan lebih dini atau prematur, sehingga membutuhkan penanganan medis yang serius di ruang Neonatal Intensive

Care Unit (NICU). Sementara bayi prematur umumnya memiliki beberapa masalah kesehatan lantaran organ-organ tubuhnya belum terbentuk dengan sempurna.

Karena itu, bayi yang akan dilahirkan juga perlu mendapatkan proteksi atau jaminan perlindungan kesehatan, supaya ketika jatuh sakit orangtuanya bisa tetap fokus merawat bayi mereka, dan tidak lagi dipusingkan dengan besarnya tagihan biaya perawatan dari rumah sakit.

Kapan Mulai Didaftarkan?

Sejak 1 Januari 2014, pemerintah telah menggulirkan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Melalui program ini, masyarakat bisa mendapatkan pelayanan kesehatan yang komprehensif pada fasilitas kesehatan melalui mekanisme sistem rujukan berjenjang, dan atas indikasi medis.

Untuk bayi yang masih berada di dalam kandungan, mereka pun bisa diikutsertakan dalam program ini. Karena bayi dalam kandungan pada saat lahir berisiko mengalami gangguan kesehatan dan memerlukan penanganan khusus.

Pada prinsipnya, biaya perawatan bayi baru lahir tanpa masalah medis memang akan menjadi satu paket dengan perawatan ibunya yang menjadi peserta BPJS Kesehatan. Namun bila ada masalah medis, maka bayi tersebut harus menggunakan paket biaya terpisah. Inilah pentingnya memiliki kepesertaan sendiri, supaya ketika tiba-tiba ada masalah medis, biaya perawatan bayi bisa langsung dijamin oleh BPJS Kesehatan.

Tatacara mengenai pendaftaran bayi dalam kandungan menjadi peserta BPJS Kesehatan juga sudah diatur dalam Peraturan BPJS Kesehatan Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Tatacara Pendaftaran dan Pembayaran Iuran Bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Peserta Bukan Pekerja, serta Peraturan Direksi BPJS Kesehatan Nomor 32 Tahun 2015.

Pendaftaran tersebut dapat dilakukan sejak terdeteksi adanya denyut jantung bayi dalam kandungan, yang dibuktikan dengan melampirkan surat keterangan dokter atau bidan jejaring yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. Surat keterangan dari dokter atau bidan jejaring tersebut paling sedikit memuat informasi mengenai deteksi adanya denyut jantung bayi dalam kandungan, usia bayi dalam kandungan, dan hari perkiraan lahir.

Prosedur Pendaftaran

Pendaftaran bayi dalam kandungan sebagai peserta kelompok PBPU dapat dilakukan dengan mencantumkan data sesuai dengan identitas Ibu bayi tersebut. Pengisian nomor induk kependudukan (NIK) untuk bayi dalam kandungan sebagai peserta PBPU diisi berdasarkan nomor KK orang tua calon peserta atau nomor KK keluarga sebagai satu kesatuan.

Kemudian isian tanggal lahir bayi dalam kandungan sebagai calon peserta kelompok PBPU mengikuti tanggal pada saat didaftarkan. Jenis kelamin menggunakan perkiraan jenis kelamin yang diperoleh sebagai hasil USG atau menggunakan perkiraan sementara. Lalu untuk kelas perawatan yang dipilih harus sama dengan peserta yang merupakan ibu dari bayi tersebut.

Selain mengisi formulir Daftar Isian Peserta (DIP), orang tua dari bayi tersebut juga akan diminta untuk

menandatangani surat pernyatan persetujuan untuk melakukan pembayaran iuran pertama paling cepat setelah bayi dilahirkan dalam keadaan hidup, dan paling lambat 30 hari kalender sejak HPL. Jaminan pelayanan kesehatan untuki bayi akan berlaku sejak iuran pertama dibayarkan.

Selain itu, orangtua juga harus segera melakukan perubahan data bayi selambat-Iambatnya tiga bulan setelah kelahiran yang meliputi nama, tanggal lahir, jenis kelamin, dan nomor induk kependudukan (NIK).

Ada Pengecualian

Apabila belum melakukan pembayaran iuran pertama sampai dengan 30 hari kalender sejak HPL, maka proses pendaftaran harus diulang. Kemudian apabila bayi tersebut tidak didaftarkan selambat-lambatnya 14 hari sebelum lahir, maka akan berlaku tata cara pendaftaran dan pembayaran iuran bagi peserta PBPU dan Peserta Bukan Pekerja dengan masa aktivasi selama 14 hari kalender.

Contoh kasus apabila bayi tersebut didaftarkan sebelum lahir dan ternyata pada saat hari lahirnya masih dalam tenggat waktu 14 hari, bayi tersebut akan mendapatkan pelayanan kesehatan setelah melakukan pembayaran pertama di hari ke-14. Kalau pun harus mendapatkan pelayanan kesehatan dengan segera karena adanya masalah medis, biayanya tidak akan ditanggung oleh BPJS Kesehatan, karena proses aktivasi membutuhkan waktu 14 hari kalender.

Namun perlu juga diketahui bahwa kebijakan proses aktivasi selama 14 hari tersebut tidak berlaku bagi bayi baru lahir anak peserta PBI yang didaftarkan sebagai peserta PBPU dengan hak kelas III, bayi baru lahir dari penduduk yang didaftarkan oleh Pemda sebagai PBPU dengan hak kelas III, peserta dan bayi baru lahir dari PMKS yang ditetapkan Menteri Sosial dan telah didaftarkan sebagai peserta BPJS Kesehatan dengan hak kelas III, serta peserta dan bayi baru lahir dari peserta PBPU dan peserta Bukan Pekerja yang mendaftar kelas III dengan menunjukkan surat rekomendasi dari Dinas Sosial setempat sebagai orang tidak mampu dan/atau keterangan lain yang dibutuhkan.

Info BPJS Kesehatan

EDISI 28 BULAN NOVEMBER 2015

TESTIMONI

9Info BPJS Kesehatan

EDISI 28 BULAN NOVEMBER 2015

Hemofilia merupakan salah satu penyakit yang diturunkan, di mana darah penyandang hemofilia tidak dapat membeku dengan sendirinya secara

normal. Sehingga bila terkena benturan atau melakukan aktivitas fisik yang berat, perdarahan akan terjadi terus-menerus dalam waktu lama. Kondisi ini bisa mengakibatkan cacat fisik, bahkan hingga kematian.

Penyakit inilah yang tengah menyerang Felix Jason (11 tahun), putra pasangan

Leily Nendar dan Andreas yang tinggal di kawasan Tangerang. Kelainan tersebut mulai diketahui ketika Felix berusia dua tahun saat luka di kepalanya tak kunjung sembuh setelah terjatuh.

“Walau pun sudah diobati, saat itu perdarahan di kepala Felix tetap saja berlangsung. Oleh dokter Hematologi, Felix kemudian disarankan untuk menjalani pemeriksaan faktor VIII dan IX. Dari situ akhirnya diketahui kalau anak saya kekurangan faktor VIII, hanya 1,4 saja. Padahal normalnya itu harus di atas 5. Inilah yang kemudian menyebabkan masalah pada proses pembekuan darah,” kata Leily Nendar memulai cerita.

Untuk bisa hidup normal seperti anak-anak lainnya, kondisi Felix harus dikelola dengan baik melalui pengobatan dan penanganan yang tepat. Di sinilah perjuangan itu dimulai. Sebab Hemofilia merupakan penyakit yang butuh pengobatan seumur hidup dengan biaya besar.

Untuk pasien berusia 11 tahun seperti Felix, mereka harus disuntik faktor konsentrat secara rutin setiap pekan, di mana sekali suntikan membutuhkan 3 vial (500 iu) dengan harga satuan Rp 3,5 juta. Jadi untuk sekali berobat, Leily harus mengeluarkan uang sebesar Rp 10,5 juta. Apabila terjadi pendarahan, dosisnya meningkat menjadi enam vial dalam sepekan. “Untuk berobat saja, minimal harus disipakan Rp 40 juta per bulan. Ini sungguh berat buat kami, apalagi waktu itu kami juga belum memiliki asuransi apapun,” ungkap Leily.

Jual Rumah untuk BerobatKarena cintanya yang begitu besar kepada Felix, Leily Nendar dan Andreas berjanji akan terus mengupayakan biaya pengobatan agar anak ketiganya itu bisa tumbuh normal. Bahkan untuk biaya pengobatan Felix, mereka rela hidup penuh keprihatinan setelah rumah dan

mobilnya dijual. “Kami melakukan semuanya itu dengan ikhlas, demi melihat Felix tumbuh normal seperti anak-anak yang lain,” ujarnya.

Tahun 2014, Leily bersyukur karena pemerintah akhirnya meluncurkan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola oleh BPJS Kesehatan. Berkat keikutsertaan anaknya dalam program ini, beban keluarga Leily menjadi berkurang. Sebab BPJS Kesehatan juga menjamin biaya pengobatan pasien Hemofilia, termasuk biaya pemberian faktor konsentrat VIII seperti yang rutin dilakukan Felix.

“Dengan adanya BPJS Kesehatan, kami merasa sangat terbantu. BPJS Kesehatan bersedia

menanggung semua biaya pengobatan karena hemofilia tergolong penyakit kronis, sehingga biaya pengobatannya unlimited,” kata Leily

bahagia.

Setelah tidak lagi dipusingkan dengan biaya pengobatan, Leily dan suami kembali mulai menata perekonomian keluarga. Fokus lainnya saat ini adalah menjaga Felix agar tidak mengalami perdarahan, serta menyiapkan masa depan anaknya agar kelak ketika dewasa bisa hidup mandiri dan tidak mengalami hambatan karena “kekurangannya” itu.

“Selama ini, pasien Hemofilia yang sudah dewasa memang banyak yang kesulitan mendapatkan pekerjaan. Perusahaan pada menolak mereka lantaran pasien Hemofilia tidak bisa melalukan pekerjaan berat yang membutuhkan fisik. Hal seperti itu mungkin saja akan menimpa anak saya. Sehingga dari sekarang saya perlu mengarahkannya untuk memilih profesi yang bisa dia lakukan, seperti bekerja di bank, dokter, manager sebuah perusahaan, atau profesi lain yang tidak membahayakan dirinya,” ungkap Leily.

Pelawak yang terkenal lewat acara Stand Up Comedy Show, Roni Immanuel atau yang lebih dikenal dengan sapaan Mongol, mengaku sangat

mendukung adanya program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola oleh BPJS Kesehatan. Ia beserta anaknya saat ini juga sudah terdaftar sebagai peserta mandiri BPJS Kesehatan.

Menurut Mongol, prinsip gotong royong yang diusung BPJS Kesehatan memiliki spirit yang sama ketika Indonesia merebut kemerdekaan dari tangan penjajah.

“1.000 persen saya sangat mendukung BPJS Kesehatan, karena program ini kembali

mengajarkan kita tentang konsep gotong royong. Yang kaya menolong yang miskin, dan

yang sehat menolong yang sakit. Indonesia pun dulu bisa merdeka karena semangat gotong royong tersebut,” ujar pelawak kelahiran Manado, 27 September 1978

tersebut.

Ketika program JKN mulai digulirkan, Mongol memang tak langsung tertarik untuk ikut bergabung. Ia merasa kartu asuransi swasta yang dimilikinya sudah cukup untuk melindungi dia dan anaknya saat musibah penyakit datang. Namun melihat cakupan layanan kesehatan yang diberikan BPJS Kesehatan sangat luas, dia pun akhirnya tertarik melengkapi jaminan kesehatannya dengan menjadi peserta BPJS Kesehatan.

“Seperti prinsip gotong royong yang diusung BPJS Kesehatan. Selagi saya sehat, saya harus ikut program ini agar bisa membantu peserta yang sakit. Saat ini untuk asuransi swasta saya fokuskan untuk biaya pendidikan anak saya saja. Sedangkan untuk masalah kesehatan, saya percayakan pada BPJS Kesehatan,” ujar bintang film Comic 8 tersebut.

Ikut Sosialisasikan BPJS Kesehatan

Diakui Mongol, JKN merupakan salah satu program pemerintah yang bisa dirasakan manfaatnya secara langsung oleh masyarakat. Apalagi jaminan kesehatan yang diberikan oleh BPJS Kesehatan juga sangat lengkap. Berapa pun biaya kesehatannya akan ditanggung oleh BPJS Kesehatan, asalkan sesuai dengan indikasi medis.

Mongol lalu mencontohkan pengalaman yang menimpa rekannya sesama artis, Ria Irawan. Berkat keikutsertaan Ria dalam program JKN, putri Ade Irwan yang divonis mengidap kanker kelenjar getah bening stadium tiga tersebut bisa mendapatkan pengobatan yang berkualitas secara gratis. “Ria sudah membuktikannya kalau keberadaan BPJS Kesehatan itu benar-benar untuk menolong masyarakat yang sakit, dari mana pun latar belakangnya,” ujar dia.

Mongol juga sangat menyayangan masih sedikitnya teman-teman sesama artis yang ikut serta dalam program ini. Padahal menurut dia, premi bulanan yang harus dibayarkan peserta sangatlah terjangkau. Kalau pun kartu pesertanya tidak digunakan para artis untuk berobat, itu sama saja mereka sedang menolong peserta yang sakit. Hal inilah yang membuat dia tergerak untuk ikut menyosialisasikan BPJS Kesehatan kepada rekan-rekannya sesama artis atau pekerja di dunia entertainment.

“Mungkin mereka (artis) belum yakin dengan program ini, makanya masih sedikit yang sudah daftar jadi peserta. Sebagai warga negara yang baik, saya merasa berkewajiban untuk ikut menyosialisasikan program yang bagus ini kepada teman-teman sesama artis. Bareng teman-teman yang lain, sosialisasi ini akan kita mulai di beberapa komunitas artis,” ujar Mongol.

Tak Lagi Harus Jual Rumah dan Mobil

Ajak Rekan Sesama Artis Daftar BPJS Kesehatan

Leily Nendar (Orangtua Pasien Hemofilia)

MONGOL

Info BPJS Kesehatan

EDISI 28 BULAN NOVEMBER 2015

10

SEHATSEHAT

Info BPJS Kesehatan

EDISI 28 BULAN NOVEMBER 2015

Jantung merupakan salah satu

organ terpenting di dalam tubuh manusia yang tidak pernah berhenti bekerja. Fungsinya untuk memompa dan menyebarkan darah yang mengandung oksigen serta nutrisi ke seluruh tubuh. Karena fungsinya yang sangat vital tersebut, fungsi jantung harus selalu dijaga. Sebab apabila salah satu saja bagian jantung mengalami gangguan, maka fungsi jantung akan terganggu, dan secara otomatis fungsi kerja organ lainnya juga ikut terganggu.

Masalah di organ jantung umumnya disebabkan oleh adanya sumbatan lemak di pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke jantung menjadi terhambat. Dokter spesialis penyakit jantung dan pembuluh darah dari Rumah Sakit Mitra Internasional, Harmani Kalim mengatakan, adanya timbunan lemak di pembuluh darah ini sebetulnya sudah bisa terjadi sejak usia 10 tahun hingga 15 tahun. Selain karena faktor keturunan, penyebab utamanya adalah karena pola makan yang tidak sehat seperti mengkonsumsi banyak lemak jenuh dan kolesterol.

Namun untuk berkembang menjadi sumbatan, menurut Harmani hal tersebut membutuhkan waktu yang tidak sebentar. “Tapi apabila gaya hidupnya tidak sehat, penyumbatan pembuluh darah ini bisa lebih cepat terjadi. Penyumbatan inilah yang kemudian mengakibatkan penyakit jantung,” ungkap Harmani Kalim dalam acara seminar kesehatan yang diadakan sebuah perusahaan farmasi, di Jakarta, belum lama ini.

Hipertensi atau tekanan darah tinggi juga merupakan faktor pemicu utama terjadinya kerusakan organ jantung. Seperti kita ketahui, fungsi utama jantung adalah memompa darah ke seluruh tubuh. Apabila tekanan darahnya tinggi, tentunya kondisi tersebut membuat jantung bekerja lebih keras.

Dokter spesialis jantung dan pembuluh darah di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, Siska.D.Danny juga pernah mengungkapkan, sekitar 60-80 persen orang yang terkena serangan jantung di Rumah Sakit Harapan Kita positif menderita hipertensi. Sayangnya sebagian besar dari mereka tidak menyadari kalau dirinya terkena hipertensi, sampai akhirnya penyakit tersebut menyerang organ jantungnya.

Penyakit ini juga tidak hanya “dimonopoli” oleh orang-orang dewasa. Di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita, pasien berusia 30-an tahun juga sudah ada yang terkena penyakit jantung. Bahkan di negara-negara barat, penyakit ini sudah menyerang usia belasan tahun.

Wanita Lebih Terlindungi

Penyakit jantung banyak sekali macamnya, salah satunya yang paling sering dijumpai adalah jantung koroner. Sejumlah penelitian menunjukkan kalau pria lebih rentan terkena ancaman penyakit ini dibandingkan wanita. Alasannya karena pria memiliki lebih banyak faktor risiko untuk mengalami masalah kardiovaskular, salah satunya adalah kebiasaan merokok.

Sementara itu pada wanita yang masih mendapatkan menstruasi teratur, jantungnya dilindungi oleh hormon estrogen yang membuatnya lebih kuat dan tidak mudah mengalami gangguan seperti pada pria. Namun ketika perempuan sudah memasuki masa menopause, risiko terkena penyakit ini menjadi besar, bahkan lebih mematikan ketimbang laki-laki.

"Bila sudah terkena jantung koroner, risiko kematian pada perempuan bisa lebih besar. Karena umumnya gejala yang timbul sulit terdeteksi dan sering tidak disadari," kata dokter spesialis jantung dari Rumah Sakit Harapan Kita, Anna Ulfah Rahajoe.

Bila pada laki-laki gejala yang bisa dikenali seperti nyeri dada, sementara pada perempuan gejalanya justru tidak spesifik dan sering dianggap sebagai keluhan fisik biasa. Pada perempuan, gejala penyakit jantung koroner antara lain sering merasa capek, mual, dan sering keringatan. Banyak yang mengira itu hanya masuk angin biasa, sampai akhirnya serangan jantung itu datang. Selain itu, pembuluh darah koroner pada perempuan juga lebih kecil, sehingga

menjadi lebih sulit dideteksi.

Namun ia menegaskan,

walau pun jantung

koroner lebih

banyak menyerang saat menopause, bukan berarti sebelum masa itu perempuan benar-benar bebas dari jantung koroner. Bila gaya hidupnya tidak sehat, maka jantung koroner juga bisa datang lebih cepat.

Lalu, bagaimana bila penyakit jantung menyerang bayi? Kondisi ini disebut dengan Penyakit Jantung Bawaan (PJB). Setiap tahunnya, sekitar 40.000 bayi di Indonesia terlahir dengan PJB. Menurut Anna Ulfah Rahajoe, keluhan ini umumnya terjadi karena adanya kelainan struktur jantung berupa lubang pada sekat ruang-ruang jantung. Akibatnya, aliran darah ke jantung menjadi berlebihan.

Penyakit jantung bawaan juga sangat dipengaruhi oleh kesehatan ibu hamil saat trimester pertama. Misalnya karena mengonsumsi jamu-jamuan untuk menggugurkan kandungan, terkena rubella, atau banyak minum obat anti muntah dan sedasi.

Masalah PJB pada bayi umumnya mudah dikenali dari warna kebiruan pada kulit, lidah atau bibir, serta ujung-ujung anggota gerak seperti kuku. Namun PJB juga seringkali tidak menimbulkan tanda khusus tersebut, sehingga perlu pemantauan yang cermat untuk mendeteksi adanya PJB.

Perilaku “Cerdik”

Meski pun sangat ganas, penyakit jantung yang menjadi pembunuh nomor satu di dunia ini sebetulnya bisa dicegah. Caranya dengan mengimplementasikan perilaku CERDIK, yaitu Cek kesehatan secara berkala, Enyahkan asap rokok, Rajin aktivitas fisik, Diet sehat dan seimbang, Istirahat cukup, dan Kelola stres.

Perubahan gaya hidup ini perlu dilakukan sejak dini, karena faktor risiko penyakit jantung menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 juga menunjukkan peningkatan. Prevalensi perokok pada tahun 2007, 2010 dan 2013 berturut-turut sebesar 34,2 persen, 34,7 persen, dan 36,3 persen. Perilaku gaya hidup santai (sedentari) lebih dari 6 jam per hari sebesar 24,1 persen dan kurang aktivitas fisik penduduk umur lebih dari 10 tahun sebesar 26,1 persen, kebiasaan mengonsumsi makanan atau minuman manis 53,1 persen, mengonsumsi makanan asin 26,2 persen, mengonsumsi makanan berlemak 40,7 persen, dan mengonsumsi makanan berpenyedap 77,3 persen.

Selain itu, disarankan untuk mengonsumsi 2-3 mangkuk sayuran per hari, dan sekitar 5 buah-buahan dengan jenis yang beragam. Masyarakat juga diimbau untuk membatasi konsumsi gula menjadi kurang dari 4 sdm per hari, konsumsi garam kurang dari 1 sdt per hari, serta membatasi konsumsi lemak menjadi 4 sdm per hari.

Dengan menghindari segala faktor risiko penyakit jantung, diharapkan kita bisa tetap sehat dan terus produktif sampai usia senja. Karena meskipun nantinya ketika sakit akan ditanggung oleh BPJS Kesehatan, setiap orang tentu tidak mengharapkan diri mereka sakit, apalagi terkena serangan jantung yang mematikan.

Penyakit jantung sampai saat ini masih menjadi penyebab utama kematian di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Menurut data World Health Organization (WHO), jantung

menyumbang 30 persen atau sekitar 17 juta kasus dari seluruh kematian di dunia. Sepanjang tahun 2014, penyakit ini juga menjadi kasus yang menyedot anggaran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) paling besar. Kabar baiknya, penyakit jantung merupakan salah satu penyakit yang bisa kita cegah, yaitu dengan perilaku “cerdik”.

Cegah Penyakit Jantung dengan Perilaku “Cerdik”

Info BPJS Kesehatan

EDISI 28 BULAN NOVEMBER 2015

11

Kilas & Peristiwa

Info BPJS Kesehatan

EDISI 28 BULAN NOVEMBER 2015

Jakarta (21/10/2015) : Dalam rangka meningkatkan pelayananan kepada masyarakat, Direksi dan Pegawai BPJS Kesehatan di seluruh Indonesia secara serentak mendeklarasikan Gerakan Nasional Revolusi Mental, dengan tekad menjunjung tinggi nilai nilai Integritas, Etos Kerja dan Gotong royong untuk mewujudkan Indonesia yang berdaulat secara politik, mandiri secara ekonomi dan berkepribadian dalam budaya. Dalam sambutan Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani dalam Pencanangan Gerakan Nasional Revolusi Mental di Kantor Pusat BPJS Kesehatan, Jakarta (12/10), menyatakan, adapun sasaran dari Gerakan Revolusi Mental yaitu, mengubah mindset dalam pelayanan publik, dimana seluruh Duta BPJS Kesehatan sebagai representasi dari pemerintah yang hadir untuk setiap rakyat yang membutuhkan, dengan struktur yang efisien, kultur budaya kerja yang lebih disiplin, bertanggung jawab, dan berjiwa gotong royong.

Gerakan Nasional Revolusi Mental dapat terwujud apabila warga negara Indonesia mengedepankan integritas, kerja keras dan gotong royong.‎ Menurut Puan, Revolusi Mental adalah gerakan hidup baru untuk mengubah cara pandang, pikiran, sikap, dan perilaku manusia. Orientasi dari gerakan Revolusi Mental adalah kemajuan yang bisa membuat Indonesia menjadi bangsa yang besar dan mampu berkompetisi dengan bangsa lain.

"Seperti dikatakan Soekarno, Revolusi Mental bukan pekerjaan satu-dua hari melainkan sebuah gerakan nasional jangka panjang dan terus-menerus. Kerja-kerja yang kita lakukan pada hari ini menentukan nasib anak cucu kita pada masa depan," ujar Menteri yang ditunjuk Presiden RI Joko Widodo sebagai Koordinator Gerakan Nasional Revolusi Mental.

BPJS Kesehatan Siap Menjadi Laboratorium Implementasi GERAKAN NASIONAL REVOLUSI MENTAL

Sementara itu, Direktur Utama BPJS Kesehatan mengungkapkan Gerakan Nasional Revolusi Mental di BPJS Kesehatan merupakan wujud dukungan BPJS Kesehatan terhadap program pemerintah serta sebagai bentuk komitmen BPJS Kesehatan untuk senantiasa memberikan pelayanan yang optimal kepada masyarakat, khususnya bagi peserta BPJS Kesehatan.

“Tiga nilai utama Revolusi Mental pada hakikatnya sudah sangat selaras dengan Tata Nilai Organisasi yang saat ini diterapkan BPJS Kesehatan, yaitu Integritas, Profesional,

Pelayanan Prima dan Efisiensi Operasional. Dengan pencanangan Gerakan Nasional Revolusi Mental, maka nilai/value BPJS Kesehatan merupakan momentum baru yang sangat positif untuk mendukung perubahan yang dijalankan,” ujar Fachmi Idris.

Seluruh pimpinan dan pegawai BPJS Kesehatan di seluruh Indonesia hadir dalam upacara Gerakan Nasional Revolusi Mental dan juga dilakukan Video Conference dengan Duta BPJS Kesehatan di 13 Wilayah Kerja yang tersebar di seluruh Indonesia.

Gerakan Nasional Revolusi Mental BPJS Kesehatan juga ditandai dengan pemasangan GIANT PIN di Kantor Pusat BPJS Kesehatan yang dicatat dalam rekor MURI

sebagai simbol dari komitmen BPJS Kesehatan terhadap Gerakan Nasional Revolusi Mental. BPJS Kesehatan juga menorehkan rekor pencanangan Gerakan Nasional Revoluasi Mental dengan lokasi terbanyak yaitu 34 Provinsi di Indonesia. Setelah pencatatan MURI dilanjutkan dengan pemantauan BPJS Kesehatan Command Center oleh Menteri PMK, Menteri Kesehatan(*), Menteri Sosial(*) dan Gubernur DKI Jakarta(*).

BPJS Kesehatan dalam rangka mengimplementasikan Program Jaminan Kesehatan Nasional sesuai dengan

amanat UU No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan UU No.24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan Nasional, diharapkan juga dapat menularkan filosofi Gerakan Nasional Revolusi Mental kepada stakeholder utama BPJS Kesehatan yaitu, mitra kerja dalam hal ini fasilitas kesehatan dan peserta BPJS Kesehatan.

“BPJS Kesehatan siap menjadi labolatorium implementasi Gerakan Nasional Revolusi Mental. Apa yang kami tanamkan diharapkan dapat menular khususnya bagi stakeholder terkait seperti fasilitas kesehatan dan peserta BPJS Kesehatan dalam hal Program Jaminan Kesehatan Nasional,” ujar Fachmi.

BANGUN INTEGRITAS TINGKATKAN ETOS KERJA

TUMBUH KEMBANGKAN SEMANGAT GOTONG ROYONG

www.bpjs-kesehatan.go.id