Demam Lassa

41
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rodentia adalah hewan pengerat yang memuliki banyak jenis, yaitu ada aquatic rodent (rodent yang hisup di air), leaping rodent (rodent yang biasanya hidup di rumput atau padang pasir),tunneling rodent(rodent yang hidup di terowongan) dan tree- dwelling rodent (rodent yang hidup terutama di pohon). Berdasarkan sudut ilmu kesehatan lingkungan, keempat jenis rodent tersebut perlu mendapatkan pengawasan yang seksama. Namun, pengawasan rodentia mengenal prioritas sehingga yang paling perlu untuk dilakukan pengawasan adalah golongan tunneling rodent. Hal tersebut dikarenakan, hewan pengerat golongan ini senang hidup di lingkungan pemukiman manusia (Yudhastuti, 2011:11). Salah satu golongan tunneling rodent adalah tikus. Tikus merupakan hewan liar dari golongan mamalia dan dikenal sebagai hewan pengganggu dalam kehidupan manusia. Hewan pengerat dan pemakan segala jenis makanan (omnivora) ini sering menimbulkan kerusakan dan kerugian dalam kehidupan manusia antara lain dalam bidang pertanian, perkebunan, permukiman dan kesehatan. Tikus sudah mampu beradaptasi dengan baik serta menggantungkan dirinya pada kehidupan manusia dalam hal pakan dan tempat tinggal. Selain itu, tikus dapat membahayakan manusia karena mampu menularkan penyakit pada manusia. Tikus mampu menularkan penyakit pada manusia dengan membawa benih penyakit, pinjal, kutu, bakteri dan parasit. Binatang KKP MEDAN Page 1

description

lassa fever

Transcript of Demam Lassa

Page 1: Demam Lassa

BAB I

PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang

Rodentia adalah hewan pengerat yang memuliki banyak jenis, yaitu ada aquatic

rodent (rodent yang hisup di air), leaping rodent (rodent yang biasanya hidup di rumput atau

padang pasir),tunneling rodent(rodent yang hidup di terowongan) dan tree-dwelling

rodent (rodent yang hidup terutama di pohon).

Berdasarkan sudut ilmu kesehatan lingkungan, keempat jenis rodent tersebut perlu

mendapatkan pengawasan yang seksama. Namun, pengawasan rodentia mengenal prioritas

sehingga yang paling perlu untuk dilakukan pengawasan adalah golongan tunneling rodent.

Hal tersebut dikarenakan, hewan pengerat golongan ini senang hidup di lingkungan

pemukiman manusia (Yudhastuti, 2011:11).

Salah satu golongan tunneling rodent adalah tikus. Tikus merupakan hewan liar dari

golongan mamalia dan dikenal sebagai hewan pengganggu dalam kehidupan manusia. Hewan

pengerat dan pemakan segala jenis makanan (omnivora) ini sering menimbulkan

kerusakan dan kerugian dalam kehidupan manusia antara lain dalam bidang

pertanian, perkebunan, permukiman dan kesehatan. Tikus sudah mampu beradaptasi

dengan baik serta menggantungkan dirinya pada kehidupan manusia dalam hal pakan

dan tempat tinggal. Selain itu, tikus dapat membahayakan manusia karena

mampu menularkan penyakit pada manusia.

Tikus mampu menularkan penyakit pada manusia dengan membawa benih penyakit,

pinjal, kutu, bakteri dan parasit. Binatang dari suku Murides ini dikenal sebagai sumber

beberapa penyakitzoonosis. Beberapa jenis penyakit yang ditularkan oleh tikus antara

lain Pes/Plaque, Leptospirosis, Scub Typhus, Murine Thypus, Rat Bite Fever, Salmonellosis,

Lymphatic Chorionmeningitis, Hantavirus Pulmonary Syndrome dan Lassa Fever.

 Lassa Fever atau demam berdarah lassa adalah salah satu jenis penyakit yang ditularkan

oleh tikus dengan akibat yang berbahaya. Infeksi endemik terjadi di negara-negara Afrika

Barat, dan menyebabkan 300-500.000 kasus setiap tahunnya dengan kematian sekitar

5.000 jiwa.

Data terbaru sedikitnya 40 orang telah meninggal di seluruh Nigeria akibat wabah

demam berdarah lassa selama 6 minggu dan ada 397 kasus telah dilaporkan pada 22 februari

2012 lalu. Dari 397 kasus tersebut, ada 87 kasus yang telah dikonfirmasi positif oleh pejabat

KKP MEDAN Page 1

Page 2: Demam Lassa

medis setempat. Jumlah tersebut bukanlah jumlah yang sedikit melihat  waktu kejadian yang

hanya 6 minggu (Antara news).

Mikroba penyebab demam berdarah lassa dapat dimanfaatkan sebagai senjata biologis

karena memiliki karakteristik sangat handal, dapat dibidikkan tepat ke sasaran, murah, awet,

tidak begitu tampak, manjur, mudah diperoleh, dan mudah diangkut (Sudibya, 2012).

Penyakit demam berdarah lassa ini memang belum banyak dikenal di Indonesia. Namun,

tidak menutup kemungkinan penyakit ini dapat juga menjadi wabah di Indonesia. Sebab,

hewan pembawa penyakit ini adalah tikus yang juga telah banyak menyumbang kasus wabah

penyakitzoonosis di wilayah Indonesia. Berdasarkan berbagai data diatas, penulis ingin

melakukan sebuah studi pustaka mengenai penyakit demam berdarah lassa sebagai tambahan

wawasan tentang penyakit tersebut.

International Health Regulation (IHR) adalah suatu instrumen Internasional yang secara

resmi mengikat untuk diberlakukan oleh negara anggota WHO maupun negara bukan WHO.

Dimana tujuan dan ruang lingkup untuk mencegah, melindungi, dan mengendalikan

terjadinya penyebaran penyakit secara Internasional, serta melaksanakan public health

response sesuai dengan risiko kesehatan masyarakat.

Dimana prosedur pelaksanaan akan dilakukan dengan pemeriksaan rutin terhadap pelabuhan,

bandara dan lintas barat (Depkes RI, 2008). Pada tahun 2005 cakupan IHR diperluas agar

mampu menangani penyakit new emerging, dan re emerging serta infeksi risiko kesehatan

lainnya yang terjadi, baik yang disebabkan oleh penyakit infeksi maupun non infeksi. Oleh

karena itu International Health Regulation (IHR) tahun 2005 dipersiapkan pula pengunpulan

informasi secara cepat dan tepat dalam menentukan apakah suatu kejadian merupakan Public

Health Emergency of International Concern (PHEIC) yaitu kedaruratan kesehatan

masyarakat yang meresahkan dunia (Depkes RI, 2008).

Penerapan IHR adalah suatu langkah penting bagi negara-negara dalam bekerjasama

guna memperkuat pertahanan dunia terhadap PHEIC umumnya dan pengendalian risiko

penyakit menular khususnya. Pertimbangan tersebut menjadi dasar bagi negara-negara dunia

untuk memberlakukan IHR, termasuk dalam menghadapi situasi atau keadaan kritis, seperti:

a) Mencegah penyebaran penyakit yang beresiko tinggi terhadap kesehatan masyarakat

b) Menghindarkan kerugian akibat pembatasan atau larangan perjalanan dan perdagangan

yang diakibatkan oleh masalah kesehatan masyarakat dunia/PHEIC.

KKP MEDAN Page 2

Page 3: Demam Lassa

PHEIC adalah kedaruratan kesehatan kejadian luar biasa (KLB) yang meresahkan dunia.

KLB suatu penyakit tidak secara otomatis memberikan informasi yang cukup untuk

mengetahui apakah penyakit tersebut menyebar secara Internasional. Beberapa faktor seperti

letak geografi serta jumlah kasus, waktu, jarak, batas Internasional, kecepatan dan

penyebarannya dan faktor lainnya yang sangat relevan untuk dianalisis sehingga dapat

ditentukan apakah suatu KLB merupakan penyakit berpotensi dalam penyebaran

Internasional (Depkes RI, 2008).

WHO merekomendasikan pemeriksaan yang dapat dilaksanakan oleh suatu negara

yang mengalami PHEIC, negara lainnya dan pengelola transportasi. seperti melakukan

pemeriksaan yang tepat untuk pemeriksaan rutin terhadap risiko kesehatan masyarakat yang

sedang berlangsung di bandara, pelabuhan, lintas batas.

Pemeriksaan dapat dilakukan kepada manusia, barang, kargo, kontainer, kapal pesawat,

transportasi darat dan paket pos. Rekomendasi sementara dibuat oleh WHO secara khusus,

dan waktu terbatas dan didasarkan pada risiko yang spesifik sebagai jawaban dari PHEIC

(Depkes RI, 2008).

Untuk membantu suatu negara mengidentifikasi apakah suatu keadaan merupakan PHEIC,

IHR mempersiapkan instrumen dan mengarahkan negara untuk mengkaji suatu kejadian di

wilayahnya dan menginformasikan kepada WHO setiap kejadian yang merupakan PHEIC

dengan kreteria sebagai berikut: :

a). Berdampak/berisiko tinggi bagi kesehatan masyarakat.

b). KLB atau sifat kejadian tidak diketahui

c). Berpotensi menyebar secara Internasional

d). Berisiko terhadap perjalanan maupun perdagangan

e). Kemungkinan membutuhkan koordinasi dalam penanggulangannya

1.2    Pembatasan dan Rumusan Masalah

Batasan masalah dalam penulisan makalah ini adalah tentang penyakit demam berdarah

lassa. Maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:

KKP MEDAN Page 3

Page 4: Demam Lassa

“ Apa pengertian penyakit Demam Berdarah Lassa, penyebabnya, bagaimana tikus

sebagai vektor penyebab serta kemungkinan terjadinya di Indonesia?”

1.3    Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Mempelajari mengenai penyakit demam berdarah lassa yang terdiri dari pengertian,

penyebab, tikus sebagai vektor penyebab dan mengidentifikasi kemungkinan terjadi di

Indonesia

1.3.2 Tujuan Khusus

1.       Mempelajari penyebab penyakit demam berdarah lassa

2.       Mempelajari bagaimana peran tikus sebagai vektor dalam penyakit demam berdarah lassa

4.       Mempelajari gejala penyakit demam berdarah lassa

5.       Mempelajari pengobatan penyakit demam berdarah lassa

6.       Mempelajari pencegahan penyakit demam berdarah lassa

7.       Mengidentifikasi kemungkinan terjadinya penyakit demam berdarah lassa

1.4    Manfaat

         Manfaat yang diharapkan dari penulisan ini adalah:

1.        Bagi Peneliti

Sebagai penambahan wawasan yang telah dimiliki khususnya dalam bidang pengendalian

vektor dan rodent dan selain itu sebagai pemenuhan syarat Ujian Tengah Semester VII

2.        Bagi Pembaca

Sebagai penambahan wawasan dan dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan

pembelajaran selanjutnya.

KKP MEDAN Page 4

Page 5: Demam Lassa

BAB II

PEMBAHASAN

Lassa Fever

2.1 Deskripsi Demam Berdarah Lassa

Demam berdarah lassa adalah demam hemorrhagic virus akut yang pertama kali

dideskripsikan tahun 1969 di kota Lassa, Nigeria. Kasus-kasus penyakit klinis lain telah

dikenal lebih dari sati dekade sebelumnya namun tidak ada yang berhubungan dengan

penyakit ini. Wabah penyakit ini telah diamati di Nigeria, Liberia, Sierra Leone, Guinea, dan

Republik Afrika Tengah.

Seperti demam hemorrhagic lain, demam berdarah lassa juga dapat ditularkan langsung

dari satu orang ke orang yang lain. Penularan tersebut dapat melalui kontak oleh udara, urin

atau semen. Massa inkubasi demam berdarah lassa sekitar 10 hari (kisaran antara 3 sampai 21

hari).

Virus lassa dapat menginfeksi hampir setiap jaringan dalam tubuh manusia. Dimulai dari

mukosa, usus, paru-paru dan sistem urin kemudian berkembang ke sistem vaskular.

KKP MEDAN Page 5

Page 6: Demam Lassa

2.2 Epidemiologi

Vektor

Lassa virus zoonosis (ditransmisikan dari hewan), yang menyebar ke manusia dari

tikus, khusus multi-mammate tikus ('' Mastomys natalensis''). Ini mungkin adalah hewan

yang paling umum di Afrika ekuatorial, di mana-mana di rumah-tangga manusia dan

dimakan sebagai makanan enak di beberapa daerah. Dalam tikus ini infeksi adalah dalam

keadaan asimtomatik gigih. Virus adalah gudang di mereka guano (urin dan kotoran), yang

dapat aerosolized. Dalam kasus yang fatal, Lassa demam dicirikan oleh gangguan atau

tertunda imunitas selular menuju fulminant viremia.

Infeksi pada manusia biasanya terjadi melalui hubungan ke kotoran hewan melalui traktat-

traktat pernapasan atau pencernaan. Inhalasi partikel kecil bahan infektif (aerosol) diyakini

menjadi sarana paling signifikan eksposur. Mungkin untuk memperoleh infeksi melalui rusak

kulit atau selaput lendir yang langsung terkena bahan infektif. Transmisi dari orang ke orang

juga telah didirikan, menyajikan risiko penyakit untuk pekerja kesehatan. Frekuensi transmisi

melalui kontak seksual belum ditetapkan.

2.3 Etiologi Demam Berdarah Lassa

Penyebab penyakit demam berdarah lassa seperti telah disebutkan diatas adalah

dikarenakan oleh infeksi virus secara akut. Virus penyebab penyakit demam berdarah lassa

adalah Lassa Virus (LASV)/ Virus Lassa yang merupakan golongan arbovirus dengan genus

arenavirus dan family arenaviridae. Virus ini merupakan jenis virus demam berdarah (Viral

Hemorrhagic Fever/VHF) pada primata baik manusia maupun non manusia. Virus lassa

merupakan virus RNA yang berantai tunggal dan ditemukan sekitar 30 tahun lalu.

Virus lassa ini dapat menetap dalam darah selama berbulan-bulan setelah sembuh, karena

itu penggunaan serum bagi orang yang baru sembuh harus lebih berhati-hati.

KKP MEDAN Page 6

Page 7: Demam Lassa

2.4 Reservoir dan Transmisi Demam Berdarah Lassa

Demam berdarah lassa merupakan penyakit zoonosis yang berarti bahwa manusia terinfeksi

dari kontak dengan hewan yang terinfeksi. Hewan

reservoir atau host dari virus lassa adalah tikus

dari genus Mastomys yaitu spesies Mastomys

natalensis atau tikus multimammate. Mastomys

yang terinfeksi virus ini umumnya tidak menjadi

sakit. Tetapi mereka melepaskan virus dalam

kotoran mereka berupa urin dan tinja.

     Demam berdarah lassa terjadi pada semua kelompok umur baik pada perempuan

maupun pada laki-laki. Orang yang paling beresiko adalah mereka yang tinggal di daerah

pedesaan dimana tikus Mastomys banyak ditemukan, terutama di daerah dengan sanitasi yang

buruk dan di daerah padat penduduk. Secara lebih ringkas, gambaran peran tikus sebagai

reservoir kejadian penyakit demam berdarah lassa ditunjukkan pada gambar berikut:

Manusia biasanya terinfeksi virus Lassa dari paparan kotoran tikus Mastomys yang

terinfeksi dengan cara kontak/paparan langsung dengan kotoran tersebut, misalnya dengan

menyentuh kotoran yang terinfeksi. Virus Lassa juga dapat menyebar antara manusia melalui

kontak langsung dengan darah, urin, feses atau cairan tubuh lainnya dari seorang dengan

demam berdarah lassa.

Sebenarnya belum ada bukti epidemiologis yang mendukung penyebaran virus melalui

udara antara manusia. Virus tersebut dapat pula disebarkan melalui peralatan medis yang

terkontaminasi seperti jarum suntik yang digunakan kembali dan dapat pula melalui transmisi

seksual. Kontak langsung dengan hewan pengerat yang terinfeksi bukanlah satu-satunya cara

di mana orang yang terinfeksi; penularan dari orang ke orang dapat terjadi setelah terpapar

virus dalam darah, jaringan, sekresi, atau ekskresi dari Lassa terinfeksi virus individu. Kontak

biasa (termasuk kontak kulit-ke-kulit tanpa pertukaran cairan tubuh) tidak menyebarkan virus

Lassa. Penularan dari orang-ke-orang umum di layanan kesehatan (disebut infeksi

nosokomial) di mana alat pelindung diri yang tepat (PPE) tidak tersedia atau tidak digunakan.

Virus Lassa dapat tersebar di peralatan medis yang terkontaminasi, seperti jarum digunakan

kembali

Reservoir, atau host, virus Lassa adalah hewan pengerat yang dikenal sebagai "tikus

multimammate" (Mastomys natalensis). Setelah terinfeksi, hewan pengerat ini mampu

KKP MEDAN Page 7

Page 8: Demam Lassa

mengekskresikan virus dalam urin untuk jangka waktu yang panjang, mungkin selama sisa

hidupnya. Mastomys tikus sering berkembang biak, menghasilkan sejumlah besar keturunan,

dan banyak di sabana dan hutan dari barat, tengah, dan Afrika timur. Selain itu, Mastomys

mudah menjajah rumah manusia dan daerah di mana makanan disimpan. Semua faktor ini

berkontribusi pada penyebaran yang relatif efisien virus Lassa dari tikus yang terinfeksi ke

manusia.

Penularan virus Lassa ke manusia terjadi paling sering melalui konsumsi atau inhalasi.

Mastomys tikus menumpahkan virus dalam urin dan kotoran dan kontak langsung dengan

bahan-bahan tersebut, melalui menyentuh benda yang tercemar, makan makanan yang

terkontaminasi, atau paparan membuka luka atau luka, dapat menyebabkan infeksi.

Karena Mastomys tikus sering hidup di dalam dan sekitar rumah dan mengais pada item

makanan manusia sisa atau makanan buruk disimpan, transmisi kontak langsung umum.

Mastomys tikus kadang-kadang dikonsumsi sebagai sumber makanan dan infeksi dapat

terjadi ketika tikus tertangkap dan siap. Kontak dengan virus juga dapat terjadi ketika

seseorang menghirup partikel-partikel kecil di udara yang terkontaminasi dengan kotoran

binatang pengerat yang terinfeksi. Aerosol ini atau penularan melalui udara dapat terjadi

selama kegiatan pembersihan, seperti menyapu.

2.5 Gejala Demam Berdarah Lassa           

Sekitar 80% dari infeksi pada manusia tidak menunjukkan gejala, 20 %

kasus menunjukkan gejala/penyakit  yang berat/  parah mempengaruhi  multi sistem, di mana

virus mempengaruhi beberapa organ dalam tubuh, seperti limpa, hati dan ginjal.

Masa inkubasi Demam Berdarah Lassa berkisar 6-21 hari. Timbulnya penyakit ini

biasanya bertahap, dimulai dengan demam, kelemahan umum, dan malaise. Setelah beberapa

hari timbul sakit kepala,, sakit tenggorokan, nyeri otot, nyeri dada, mual, muntah, diare,

batuk, dan perut dapat mengikuti. Pada keadaan yang berat  berlanjut dengan gejala  wajah

bengkak, timbul cairan dalam rongga paru-paru, perdarahan dari mulut, hidung, vagina atau

saluran pencernaan, dan tekanan darah rendah, adanya protein  dalam urin (Proteinuria).

Pada tahap akhir dari penyakit dapat terjadishock, kejang, tremor, disorientasi, dan koma.

Tuli terjadi pada 25% pasien pada masa pemulihan setelah 1-3 bulan. Transient

KKP MEDAN Page 8

Page 9: Demam Lassa

rambut rontok dan gangguan gaya berjalan mungkin terjadi selama pemulihan. Berikut ini

disajikan gambaran presentase tanda dan gejala yang terjadi pada demam berdarah lassa.

Secara klinis, demam berdarah lassa sulit dibedakan dari demam hemorrhagic lain,

seperti infeksi oleh virus ebola dan virus marburg dan juga dari penyakit demam yang lebih

umum seperti malaria.

2.6 Diagnosis Demam Berdarah Lassa

Demam Berdarah Lassa sangat bervariasi dan non-spesifik, diagnosis secara klinis sering

sulit untuk dilakukan, terutama pada awal perjalanan penyakit. Demam Berdarah Lassa sulit

untuk dibedakan dari banyak penyakit lainnya yang menyebabkan demam, termasuk malaria,

Shigellosis, demam tipus, demam kuning dan demam berdarah virus.

Diagnosis pasti hanya dapat dilakukan dengan pengujian  di laboratorium yang sangat

khusus.Spesimen laboratorium mungkin berbahaya dan harus ditangani dengan sangat hati-

hati. Demam Berdarah Lassa didiagnosis dengan deteksi antigen Lassa, antibodi anti-Lassa,

atau teknik isolasi virus. ELISA test untuk antigen dan antibodi IgM memberikan 88%

kepekaan dan 90% kekhususan untuk mengetahui adanya infeksi.

2.7 Pengobatan Demam Berdarah Lassa

Ribavirin obat antivirus adalah pengobatan yang efektif untuk demam Lassa jika

diberikan pada awal perjalanan penyakit klinis. Tidak ada bukti untuk mendukung peran

ribavirin sebagai pengobatan profilaksis pasca pajanan untuk demam Lassa. Ribavirin adalah

obat yang sepertinya mengganggu replikasi virus dengan menghambat sintesis asam nukleat.

2.8 Pencegahan Demam Berdarah Lassa  

KKP MEDAN Page 9

Page 10: Demam Lassa

Pencegahan demam berdarah lassa dapat dilakukan dengan melakukan promosi tentang

kebersihan masyarakat yaitu dengan melakukan pengendalian tikus.

1.      Pemberantasan Tikus di Wilayah Pelabuhan

Dilaksanakan di daerah perimeter pel abuhan dengan teknik pemasangan perangkap, baik

perangkap hidup ( cage trap), maupun perangkap mati (back break trap), dengan memelihara

predator, memberikan poisoning (rodentisida), dan lokal fumigasi (dengan Posphine).

2.      Pemberantasan Tikus di Kapal dan di Peswat

Di kapal, dilakukan dengan fumigasi menggunakan fumigant yang direkomendasikan

yaitu SO2 dan HCN (WHO, 1972), namun di Indonesia sesuai dengan SK DirJen PPM&PLP

No. 716-I/PD.03.04.EI tanggal 19 Nopember 1990, tentang fumigan yang digunakan untuk

fumigasi kapal dalam rangka penerbitan SKHT bagi kapal, adalah HCN, CH3 Br, dan SO2.

Pada tahun 1998/1999 telah diterbitkan 42 sertifikat DC/SKHT dan 1.217 DEC/SKBHT

( Anonimus, 1999).

Di pesawat bahan fumigan yang direkomendasikan oleh WHO, hanyalah HCN (WHO,

1984).

Selain itu, pengendalian infeksi juga dapat dilakukan untuk mengurangi kejadian demam

berdarah lassa yaitu Anggota keluarga dan petugas layanan kesehatan harus selalu berhati-

hati untuk menghindari kontak dengan darah dan cairan tubuh sambil merawat orang

sakit. Pencegahan dengan menggunakan pelindung untuk  perawat harus dilakukan

secara rutin terhadap penularan virus Lassa. Namun, untuk keselamatan sebaiknya  pasien

yang diduga demam Lassa harus dirawat di diruangan khusus “tindakan isolasi,” yang

meliputi mengenakan pakaian pelindung seperti masker, sarung tangan, gaun, dan perisai

wajah, dan sistematis sterilisasi peralatan yang terkontaminasi.

2.9 Identifikasi Kemungkinan Kejadian di Indonesia

Berdasarkan hasil mempelajari demam berdarah lassa yang telah menjadi wabah di

Nigeria, dapat diidentifikasi bahwa demam berdarah lassa ini juga dapat terjadi di Indonesia.

Hal tersebut didasarkan sebab virus memang mudah untuk menular dari orang ke orang yang

lain. Selain itu, hewan reservoir virus lassa ini adalah tikus yang juga banyak terdapat di

Indonesia terutama di daerah dengan sanitasi lingkungan yang buruk.

2.10 PHEIC (public Health Emergency of Internasional Concern)

KKP MEDAN Page 10

Page 11: Demam Lassa

Secara defenisi, PHEIC dalam International Health Regulation (IHR) adalah suatu

instrumen Internasional yang secara resmi mengikat untuk diberlakukan oleh negara anggota

WHO maupun negara bukan WHO. Dimana tujuan dan ruang lingkup untuk mencegah,

melindungi, dan mengendalikan terjadinya penyebaran penyakit secara Internasional, serta

melaksanakan public health response sesuai dengan risiko kesehatan masyarakat. Dimana

prosedur pelaksanaan akan dilakukan dengan pemeriksaan rutin terhadap pelabuhan, bandara

dan lintas barat (Depkes RI, 2008). Pada tahun 2005 cakupan IHR diperluas agar mampu

menangani penyakit new emerging, dan re emerging serta infeksi risiko kesehatan lainnya

yang terjadi, baik yang disebabkan oleh penyakit infeksi maupun non infeksi. Oleh karena itu

International Health Regulation(IHR) tahun 2005 dipersiapkan pula pengunpulan informasi

secara cepat dan tepat dalam menentukan apakah suatu kejadian merupakan Public Health

Emergency of International Concern (PHEIC) yaitu kedaruratan kesehatan masyarakat yang

meresahkan dunia (Depkes RI, 2008).

Penerapan IHR adalah suatu langkah penting bagi negara-negara dalam bekerjasama guna

memperkuat pertahanan dunia terhadap PHEIC umumnya dan pengendalian risiko penyakit

menular khususnya. Pertimbangan tersebut menjadi dasar bagi negara-negara dunia untuk

memberlakukan IHR, termasuk dalam menghadapi situasi atau keadaan kritis, seperti:

a) Mencegah penyebaran penyakit yang beresiko tinggi terhadap kesehatan masyarakat

b) Menghindarkan kerugian akibat pembatasan atau larangan perjalanan dan perdagangan

yang diakibatkan oleh masalah kesehatan masyarakat dunia/PHEIC.PHEIC adalah

kedaruratan kesehatan kejadian luar biasa (KLB) yang meresahkan dunia. KLB suatu

penyakit tidak secara otomatis memberikan informasi yang cukup untuk mengetahui apakah

penyakit tersebut menyebar secara Internasional. Beberapa faktor seperti letak geografi serta

jumlah kasus, waktu, jarak, batas Internasional, kecepatan dan penyebarannya dan faktor

lainnya yang sangat relevan untuk dianalisis sehingga dapat ditentukan apakah suatu KLB

merupakan penyakit berpotensi dalam penyebaran Internasional (Depkes RI, 2008). WHO

merekomendasikan pemeriksaan yang dapat dilaksanakan oleh suatu negara yang mengalami

PHEIC, negara lainnya dan pengelola transportasi. seperti melakukan pemeriksaan yang tepat

untuk pemeriksaan rutin terhadap risiko kesehatan masyarakat yang sedang berlangsung di

bandara, pelabuhan, lintas batas. Pemeriksaan dapat dilakukan kepada manusia, barang,

kargo, kontainer, kapal pesawat, transportasi darat dan paket pos. Rekomendasi sementara

dibuat oleh WHO secara khusus, dan waktu terbatas dan didasarkan pada risiko yang spesifik

KKP MEDAN Page 11

Page 12: Demam Lassa

sebagai jawaban dari PHEIC (Depkes RI, 2008). Untuk membantu suatu negara

mengidentifikasi apakah suatu keadaan merupakan PHEIC, IHR mempersiapkan instrumen

dan mengarahkan negara untuk mengkaji suatu kejadian di wilayahnya dan

menginformasikan kepada WHO setiap kejadian yang merupakan PHEIC dengan kreteria

sebagai berikut: :

a). Berdampak/berisiko tinggi bagi kesehatan masyarakat.

b). KLB atau sifat kejadian tidak diketahui

c). Berpotensi menyebar secara Internasional

d). Berisiko terhadap perjalanan maupun perdagangan

e). Kemungkinan membutuhkan koordinasi dalam penanggulangannya

Pengawasan Kedatangan di Bandara & pelabuhan

Pemeriksaan kesehatan kapal perlu dilakukan, mengingat kapal membawa vektor

penyakit, baik terhadap isi dan muatan kapal maupun orang yang mungkin tertular dari luar

negeri. Isi dan muatan kapal merupakan faktor risiko terhadap berkembangbiaknya vektor

penyakit, baik penyakit karantina dan penyakit menular potensial wabah. Keberadaan vektor

tersebut dapat disebabkan pada isi dan lingkungan fisik/ ruangan yang ada pada kapal

tersebut seperti ; kamar mandi/toilet, kamar anak buah kapal, gudang penyimpanan bahan

makanan, tempat penampungan air bersih/tandon air (palka), dapur, sampah, pantry. Pada

bagian tersebut umumnya vektor penyakit seperti tikus, kecoak dan nyamuk berkembang

biak (Dirjen PPMPL,1996). Beberapa faktor risiko yang sangat relevan untuk dianalisis

sehingga dapat ditentukan penyebab terjadinya penyakit menular berpotensial wabah. Salah

satu aspek penularan penyakit adalah serangga/vektor penular penyakit, baik yang dibawa

melalui alat angkut kapal baik yang datang dari luar Indonesia maupun sebaliknya. Upaya

pengendalian risiko lingkungan bertujuan untuk membuat wilayah pelabuhan laut dan alat

angkut tidak menjadi sumber penularan ataupun habitat yang subur bagi perkembang biakan

kuman/vektor penyakit (Ditjen PP-PL 2007).

a. Pengawasan Alat Angkut Kapal

KKP MEDAN Page 12

Page 13: Demam Lassa

Kapal merupakan alat angkut umum baik yang bersifat Nasional maupun

Internasional. Keadaan sanitasi kapal yang kurang memenuhi syarat dapat menjadi sumber

penularan penyakit, dimana semua bagian atau ruangan yang ada dalam kapal mempunyai

faktor risiko dalam menularkan penyakit. Kondisi alat angkut kapal yang tidak baik maka

memungkinkan untuk timbulnya vektor penyakit di atas kapal seperti tikus, kecoa dan

nyamuk. Hal ini tentu didasari atas kenyataan bahwa kapal adalah salah satu usaha bagi

umum yang langsung dipergunakan oleh masyarakat, sehingga perlu pengawasan kesehatan

terhadap alat angkut tersebut. Salah satu cara untuk mencegah penularan penyakit yaitu

dengan upaya pengendalian faktor risiko di kapal, yaitu menjaga sanitasi kapal yang

memenuhi syarat kesehatan. Kondisi kapal sangat dipengaruhi oleh manusianya disamping

konstruksi dan kompartemen kapal itu sendiri, sehingga jika tidak ditangani dengan baik

maka kompartemen di dalam kapal itu akan menyebabkan risiko yang memungkinkan

munculnya vektor di dalam kapal tersebut. Menurut Kusnoputranto dan Susanna (2000),

dalam bidang kesehatan berbagai komponen lingkungan yang diketahui dapat merupakan

faktor risiko timbulnya gangguan kesehatan masyarakat, dipelajari dalam ilmu kesehatan

lingkungan. Sementara itu hubungan interaktif antara komponen lingkungan tempat kerja

dan manusia merupakan bagian dari kajian kesehatan dan keselamatan kerja. Dalam skala

mikro, orang-orang yang bekerja ditempat pekerjaannya menghadapi kondisi lingkungan

kerja secara lebih intensif, baik menghadapi alat-alat maupun lingkungan pekerjaannya. Di

Indonesia penyakit yang ditularkan serangga masih merupakan masalah dalam kesehatan

masyarakat. Data atau informasi yang menerangkan hubungan antara spesies tertentu dengan

lingkungannya merupakan kunci penting dalam epidemiologi penyakit yang ditularkan

serangga. Penguasaan bionomik vektor sangat diperlukan dalam perencanaan pengendalian

vektor. Usaha pengendalian vektor akan memberikan hasil maksimal apabila ada kesamaan

antara perilaku vektor dengan pengendalian yang diterapkan. Meningkatnya populasi

beberapa serangga menimbulkan berbagai masalah di berbagai sektor, salah satunya di

sektor transportasi laut. Munculnya vektor penular penyakit di dalam kapal seperti kecoa,

tikus dan nyamuk yang dapat menyebabkan penyakit menular baik antara satu pelabuhan ke

pelabuhan yang lain baik dalam negara maupun antar negara. Dengan demikian

pengendalian vektor di kapal mutlak di lakukan, agar dapat menurunkan populasi vektor dan

menurunkan insiden penyakit yang ditimbulkan oleh masingmasing vektor tersebut. Menurut

Dirjen PPM dan PLP DEPKES RI (1996), tentang pedoman sanitasi kapal yaitu:

1. Tangki penyimpanan air (Storage)

KKP MEDAN Page 13

Page 14: Demam Lassa

Air layak minum disimpan disatu atau lebih tangki yang dikonstruksi, ditempatkan

dan dilindungi sedemikian rupa, sehingga aman dari segala pencemar yang berasal dari luar

tangki. Tangki dibuat dari metal, harus tersendiri, tidak bersekatan dengan tangki yang

memuat air bukan untuk minum. Tangki bukan merupakan bagian dari kulit kapal, penutup

tangki tidak boleh ada paku sumbat, tidak boleh ada toilet dan kakus yang dipasang

berdampingan dengan tangki tersebut. Bagian dasar dari tangki air minum pada bagian

bawah kapal memiliki ketinggian lebih dari 45 cm diatas tangki dasar dalam, diberi tanda air

layak minum dilembaran berukuran minimal 1,25 cm. Dilengkapi dengan lubang periksa air

minum yang tingginya 1,25 cm di atas permukaan atas tangki yang menempel pada bagian

terluar yang dilengkapi dengan packing yang ketat, dilengkapi dengan ventilasi sehingga

mencegah terjadinya benda-benda pengkontaminasi yang terbuat dari pipa dengan diameter

3,8 cm, dilengkapi dengan saluran luapan dan dapat dikombinasikan dengan ventilasi,

mempunyai alat pelampung pengukur air, mempunyai bukaan pengeringan dengan diameter

3,8 cm, Tangki air minum dan bagian lainnya didesinfeksi dengan klorin.

2. Dapur tempat penyiapan makanan (Galley)

Dinding dan atap memiliki permukaan yang lembut, rapi dan bercat terang. Filter

udara berserabut tidak boleh dipasang di atap atau melintasi peralatan pemrosesan makanan.

Penerangan tidak kurang dari 20 lilin atau sekitar 200 lux. Diberikan ventilasi yang cukup

untuk menghilangkan hawa busuk dan kondensasi, ventilasi alam ditambah sesuai kebutuhan,

lubang hawa di unit ventilasi mudah dilepas untuk keperluan pembersihan. Rak

penyimpanan perkakas dan perabot tidak boleh diletakkan di bawah ventilasi. Peralatan dan

perkakas dapur yang terkena kontak langsung dengan makanan dan minuman dibuat dari

bahan yang halus anti karat, tidak mengandung racun, kedap air dan mudah dibersihkan.

3. Ruang penyimpan bahan makanan (Store room)

Ruang penyimpanan cukup memperoleh ventilasi, bersih, kering, dan memberikan

ruang pembersihan dibawahnya. Tempat penyimpanan dibuat dari materi yang kedap air,

tahan karat, tidak mengandung racun, halus, kuat dan tahan terhadap goresan.

a. Penyimpanan perkakas dan makanan yang tidak mudah busuk

Bahan makanan kering, perkakas yang sering tidak digunakan, disimpan di ruang

khusus. Tempat penyimpanan dibuat dari bahan yang berkualitas, demikian juga wadah-

wadah dibuat dari metal atau materi lain yang tahan terhadap vektor tikus dan kecoa dan

KKP MEDAN Page 14

Page 15: Demam Lassa

dilengkapi dengan tutup yang rapat. Makanan disimpan ditempat yang rapi di rak atau papan

penyimpanan bagian tertentu guna melindungi benda-benda yang ada pada tempat tersebut

dari percikan dan pencemaran. Suhu yang disarankan untuk penyimpanan jenis ini 10-15

derajat celcius.

b. Penyimpanan berpendingin untuk makanan yang mudah busuk

Semua makanan yang mudah busuk sebaiknya disimpan di bawah suhu 7 derajat

Celcius, kecuali masa penyiapan atau saat digelar untuk keperluan penghidangan secara cepat

setelah penyiapan. Bila makanan di simpan dalam jangka waktu lama disarankan untuk

menyimpan pada suhu 4 derajat Celcius. Seluruh ruang pendingin di buat sedemikian rupa

sehingga mudah dibersihkan, bebas dari hawa busuk. Benda-benda berpendingin seperti

lemari es tersebut hendaknya diletakkan ditempat yang paling hangat dalam ruangan. Papan

rak dalam jumlah yang mencukupi hendaknya disediakan di seluruh unit pendingin untuk

mencegah penumpukan bahan dan memungkinkan ventilasi dan pembersihan. Pastikan

termometer tidak rusak, sehingga bisa menunjukkan ketepatan jangkau. Suhu yang

disarankan untuk penyimpanan bahan yang mudah busuk:

a) Bahan makanan beku: tidak lebih dari -12 derajat Celcius

b) Daging dan ikan: 0-3 derajat Celcius

c) Susu dan produk hasil susu: 5-7 derajat Celcius

d) Buah dan Sayuran: 7-10 derajat Celcius

4. Toilet/kamar mandi

Toilet/kamar mandi yang mencukupi disiapkan dekat dengan ruang penyiapan

makanan, tidak menghadap langsung ke ruang tempat makanan disiapkan, disimpan dan

dihidangkan. Pintu toilet/kamar mandi berengsel kuat dan secara otomatis menutup sendiri,

ada ventilasi dan penerangan yang cukup. Fasilitas cuci tangan disediakan dalam ruangan

toilet /kamar mandi, dilengkapi dengan air panas dan dingin, tissu, sabun, kain/handuk. Air

cuci pada wastafel disarankan dengan suhu 77 derajat Celcius. Pada dinding yang dekat pintu

toilet diberi tanda dengan tulisan yang berbunyi “CUCI TANGAN SETELAH

MENGGUNAKAN TOILET”.

5. Sampah (Waste)

KKP MEDAN Page 15

Page 16: Demam Lassa

Ketentuan hendaknya dibuat untuk penyimpan dan pembuangan yang tersanitasi.

Tempat sampah dapat digunakan di daerah penyiapan dan penyimpanan makanan, hanya

untuk keperluan penggunaan segera. Tempat sampah berada di ruang yang khusus, terpisah

dari tempat proses pengolahan makanan, mudah di bersihkan, tahan terhadap tikus (rodent)

dan rayap (vermin), mempunyai pegangan, dibuat kedap air, di lengkapi dengan penutup

yang rapat.

6. Ruangan awak buah kapal (Quarters crew)

Ruang tidur awak kapal mempunyai luas 1,67 sampai 2,78 m² dengan mempunyai

ruang utama yang bersih dengan ukuran minimal 1,90 m². Tidak boleh lebih dari 4 orang

yang mendiami satu kamar tidur, memilki ventilasi yang cukup dan ditambah dengan

ventilasi mekanis untuk mendukung ventilasi alam untuk berbagai keperluan dan kebutuhan.

Mempunyai penerangan yang cukup. Sebaiknya ada 1 toilet dan 1 pancuran atau bak mandi

untuk tiap 8 orang dan satu wastapel untuk tiap 6 orang.

Menurut WHO, standar yang ditetapkan International Health Regulation (IHR) Tahun

2005, bahwa operator alat angkut untuk seterusnya harus menjaga alat angkut yang menjadi

tanggung jawabnya, bebas dari sumber penyakit atau kontaminasi, dan juga bebas dari

vektor penyakit. Dalam upaya pengendalian vektor penular penyakit, Kantor Kesehatan

Pelabuhan Tembilahan melakukan: (1) Pemeriksaan kesehatan kapal yang datang dari negara

sehat dan endemis, (2) Pemeriksaan kapal untuk penerbitan dokumen kesehatan (3)

Pelaksanaan hapus tikus/serangga (4) Peningkatan sanitasi lingkungan Clearance pada

kedatangan dan keberangkatan kapal (5) Upaya penegakan hukum kekarantinaan. Upaya lain

yang dilakukan adalah memasang perisai tikus (Rat Guard), meninggikan tangga 60 cm dari

dermaga.

b. Kemampuan Binatang/Vektor Yang Sering Ditemui Di kapal .

Binatang/vektor yang sering ditemui di kapal antara lain adalah tikus, kecoa, dan nyamuk.

1. Tikus

KKP MEDAN Page 16

Page 17: Demam Lassa

Lingkungan manusia sangat disenangi oleh tikus, ada 2 (dua) hal menarik yakni tersedianya

makanan dan tempat istirahat, bermain-main maupun bersarang. Namun apabila tidak ada

makanan pastilah akan semakin tidak disenangi dan mereka akan segera meninggalkan

tempat tersebut. Kemampuan fisik tikus yaitu menggali lubang dalam tanah di luar dan atau

di dalam rumah sebagai tempat bersarang, biasanya berbentuk mangkuk berdiameter lebih

kurang 20 cm. Memiliki kemampuan memanjat pohon, bangunan atau tempat tinggi yang

sangat baik, bahkan dapat memanjat vertikal di dalam pipa yang berukuran 3 inch. Memiliki

kemampuan meloncat setinggi 60 cm, sejauh kurang lebih 40 cm dan dari ketinggian 5 meter

tikus juga dapat meloncat ke bawah. Mempunyai kebiasaan menggigit dan mengerat kayu,

papan, bahan makanan, pembungkus barang. Tujuan menggigit dan mengerat barang adalah

untuk menjaga agar gigi tidak terlalu panjang. Dapat menyelam selama 30 detik, suhu air

yang rendah tidak memengaruhi kemampuan tikus untuk berenang. Disamping kemampuan

fisik, tikus juga memiliki kemampuan indera, antara lain: penglihatan, penciuman,

pendengaran, perasa dan peraba. Untuk mengetahui ada tidaknya tikus antara lain: Dropping,

Runways, Growing, Borrow, bau, tikus hidup dan ditemukannya bangkai tikus (Wijanarko,

2008).

2. Kecoa

Kecoa merupakan salah satu dari serangga kapal, disamping serangga rumah dan bangunan.

Pada malam hari kecoak aktif mencari makan di dapur, gudang makanan, tempat sampah dan

saluran air. Kecoa mampu membawa Ootheca atau sarang telur yang diletakkan

dipunggungnya selama beberapa minggu. Mampu terbang, mampu beradaptasi walau

terbawa dalam barang pada alat angkut, termasuk kapal, mampu berjalan dari gedung ke

gedung lain atau dari saluran ke saluran lain, taman, selokan dalam tanah ke tempat

kehidupan manusia. Suka makan tinja manusia dan suka menginjak-injak kotoran maupun

sampah pada waktu mencari makanannya. Mampu mengeluarkan cairan dari mulut dan

bagian lain dari tubuhnya, sehingga mengakibatkan bau di area atau makanan yang

diinjaknya. Jenis kecoa yang banyak terdapat di Indonesia Periplaneta americana,

Periplaneta australasiae, Supella longipalpa (Wijanarko, 2008).

3. Nyamuk

Berdasarkan tempat hidupnya dikenal 2 tingkatan: tingkatan dalam air dan tingkatan diluar

tempat berair. Jadi untuk kalangsungan hidupnya sangat diperlukan air. Kemampuan hidup

dalam air pada saat nyamuk masih berupa telur, larva, dan kepompong, sedangkan setelah

KKP MEDAN Page 17

Page 18: Demam Lassa

menjadi nyamuk dewasa kehidupannya akan berada di luar air dan mampu terbang setelah

menghirup udara. Nyamuk betina hanya kawin 1 kali selama hidupnya, setelah 24-28 jam

keluar dari kepompong. Nyamuk mencari darah siang dan malam hari dan ada yang mulai

dari senja sampai menjelang pagi. Nyamuk senang dengan darah manusia dan juga darah

hewan. Nyamuk mampu terbang antara 50 sampai 100 meter untuk jenis Aedes Aegypti.

Belkin (1945) dan Perry (1946), melaporkan bahwa jarak terbang Anopheles Farauti lebih

kurang 800 meter. Penyebaran nyamuk secara aktif menyebar menurut kebiasaan

terbangnya, sedangkan secara pasif nyamuk terbawa angin atau kendaraan. Kepadatan

nyamuk dipengaruhi oleh topografi dan kesuburan daerah, ada orang dan ternaknya untuk

makanannya, ada kebun untuk istirahatnya dan ada sumber air untuk berkembangbiaknya.

c. Penyakit yang Ditimbulkan oleh Binatang/Vektor di Kapal

Menurut International Health Regulation (2005), Public Health Emergency Of International

Concern (PHEIC) adalah suatu kejadian luar biasa yang dapat menjadi ancaman kesehatan

bagi negara lain. Setiap kejadian yang merupakan PHEIC sesuai dengan kreteria sebagai

berikut:

1) Berdampak/berisiko tinggi bagi kesehatan masyarakat

2) KLB atau sifat kejadian tidak diketahui

3) Berpotensi menyebar secara International

4) Berisiko terhadap perjalanan ataupun perdagangan

Adapun penyakit yang ditimbulkan oleh binatang/vektor yang dapat menyebabkan PHEIC

adalah :

1. Tikus

a. Pes Paru

Pes Paru merupakan penyakit zoonosis menular yang melibatkan binatang pengerat

dan kutu tikus/pinjal yang hidup pada tikus, yang menyebarkan infeksi bakteri kepada

berbagai binatang dan manusia. Dengan gejala klinis yaitu: demam, lemas, batuk, nyeri dada,

sesak, batuk darah, hipotensi dan pingsan (syok) dengan masa inkubasi 1-7 hari. Penyebab

penyakit ini yaitu: Yersinia pestis, basil gram negatif famili Enterobacteriaceae.

KKP MEDAN Page 18

Page 19: Demam Lassa

Penyebaran penyakit ini antara lain binatang pengerat liar tikus penyebab Pes berada di

Afrika Tengah, Afrika Timur, Afrika Selatan, Amerika Utara, Amerika Barat dan Asia. Pes

endemis di Benua Afrika , Amerika dan Asia. Pada tahun 2003 sembilan (9) negara

melaporkan 2118 kasus pes dengan 182 kematian, 98,7% kasus dan 98,9% kematian

dilaporkan dari Afrika. Cara penularan dengan sumber paparan yang paling sering

menghasilkan penyakit pada manusia diseluruh dunia adalah gigitan kutu tikus/pinjal tikus

yang telah terinfeksi Xenopsylla cheopis (kutu tikus). Pes Paru ditularkan melalui Aerosol

dan Droplet infestion

b. Demam Lassa

Demam Lassa adalah suatu penyakit menular akut yang disebabkan oleh virus Lassa,

dengan gejala klinis yaitu: demam akut, lemas, sakit kepala dan tenggorokan, batuk, mual,

muntah dan diare, nyeri otot, sakit dada dan perut. Pada kasus berat terjadi pingsan (syok),

efusi pleura, perdarahan, kejang, ensefalopati, dan endema pada muka dan leher dengan masa

inkubasi 6-21 hari. Penyebaran penyakit pada daerah endemis di Sierra leone, Liberia,

Guinea dan Nigeria. Juga dilaporkan dari Republik Afrika Tengah, Kongo, Mali dan Senegal.

Reservoir adalah binatang pengerat liar di Afrika Barat, yaitu sejenis tikus multimamat

kompleks spesies dari Mastomys (I Nyoman, 2008).

Cara penularan melalui udara atau kontak dengan eksreta dari binatang pengerat yang

terinfeksi pada permukaan lantai dan tempat tidur atau mencemari makanan dan air. Kontak

langsung dengan darah melalui jarum yang tercemar atau kontak dengan sekret tenggorokan

atau urine pasien 3-9 minggu dari masa sakit, dan melalui hubungan seksual. Masa penularan

dari orang ke orang terjadi selama fase demam akut pada saat virus ada di tenggorokan.

2. Kecoa

Kecoa dapat menimbulkan penyakit menular seperti diare, disentri, virus hepatitis A,

polio pada anak-anak, karena serangga ini sebagai reservoar dari beberapa spesies cacing (I

Nyoman, 2008). Penularan penyakit dapat terjadi melalui beberapa mikro organime phatogen

antara lain: Streptococcus, Salmonella, sebagai bibit penyakit yang terdapat pada sampah

atau sisa makanan, dimana organisme tersebut terbawa oleh kaki atau tubuh kecoa,

kemudian melalui organ tubuh kecoak organissme tersebut mengkontaminasi makanan (I

Nyoman, 2008).

3. Nyamuk

KKP MEDAN Page 19

Page 20: Demam Lassa

a. Yellow Fever

Yellow Fever adalah penyakit demam kuning yang merupakan penyakit menular akut

yang disebabkan oleh virus Yellow Fever termasuk genus Flavivirus, dengan gejala klinis:

demam, sakit kepala, sakit punggung, nyeri otot, mual, muntah pendarahan, badan menjadi

kuning, gangguan fungsi hati, ginjal, otak, jantung, pencernaan, gangguan kesadaran. Angka

kematian sampai 80% (I Nyoman, 2008).

Penyebaran penyakit ini mempunyai sejarah yang menyeramkan. Pada tahun 1940 ribuan

orang meninggal di Sudan. Tahun 1960-1962, 30 ribu orang meninggal di Ethiopia, dan

penyakit ini terus menyebar ke berbagai negara seperti: Senegal,

Bolivia, Equador, Brazil, Colombia, Peru, Ghana dan lain-lain. Cara penularan yaitu melalui

vektor nyamuk Aedes aegypty, Aedes aconitus yang juga merupakan vektor dari penyakit

demam berdarah. Masa inkubasi penyakit ini 3 sampai 6 hari.

b. West Nile Fever

Penyakit ini adalah suatu penyakit menular yang disebabkan kelompok virus genus

Flavivirus yang menyebabkan demam mirip demam dengue dan berlangsung selama 1

minggu atau kurang, dengan gejala klinis demam, sakit kepala, lesu, nyeri sendi, nyeri otot,

mual, muntah, pada umumnya takut pada cahaya (fotophobia), dengan masa inkubasi 3-12

hari (I Nyoman, 2008). Penyebaran penyakit ini menyebabkan KLB di Mesir, Israel, India,

Perancis, Rumania, Republik Ceko, dan tersebar di Afrika, daerah Mediteran Utara dan Asia

Barat. Cara penularan penyakit ini melalui gigitan nyamuk infektif Culex univittatus di

Afrika Selatan, Culex modestus, Culex pipiens di Israel.

Masa penularan tidak langsung ditularkan dari orang ke orang, dimana nyamuk terinfeksi

menularkan virus sepanjang hidupnya (I Nyoman, 2008).

c. Demam Berdarah Dengue (DHF)

Penyakit ini merupakan suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue

dengan demam akut, dengan gejala klinis: Demam akut 2-7 hari, nyeri otot, sakit kepala,

disekitar mata, tidak ada nafsu makan, gangguan saluran pencernaan dan timbul ruam kulit,

dapat timbul pendarahan bawah kulit, gusi, hidung, saluran pencernaan, dan terjadi syok,

dengan masa inkubasi 3-14 hari (I Nyoman, 2008). Penyebaran penyakit ini pada derah

endemis di Asia Tenggara, Cina Selatan, India, Srilanka, Pakistan, Afrika, Amerika Selatan,

KKP MEDAN Page 20

Page 21: Demam Lassa

Mexico, Karibia dan Amerika Tengah. Endemis rendah di Papua Nugini, Bangladesh, Nepal,

Taiwan, dan sebagian besar negara Pasifik.

Cara penularan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti ke manusia, dimana masa penularan

menjadi infektif bagi nyamuk beberapa saat sebelum panas sampai saat demam berakhir.

Nyamuk infektif 8-12 hari sesudah menghisap darah penderita dan tetap infektif selama

hidupnya (I Nyoman, 2008).

Pengendalian Vektor

Penanggulangan kecoa ditujukan agar menurunnya penyakit yang ditularkan oleh

kecoa di kapal, menurunnya tingkat kepadatan kecoa di kapal serta terciptanya kapal bersih

dan sehat. Menurut Depkes RI (2003), pengendalian kecoa di kapal di lakukan antara lain:

1. Pengendalian Non Kimia

Pengendalian secara non kimia yaitu :

Pencegahan secara fisik agar kapal tidak menjadi tempat perindukan kecoa dengan upaya

yang dilakukan yaitu: dengan mengisolasi tempat vektor berkembang biak di kapal dan pada

faktor risiko dengan cara memodifikasi habitat kecoa sehingga tidak menjadi habitat kecoa

atau tempat yang tidak di sukai kecoa di kapal.

b. Pengendalian secara lingkungan, yaitu dengan menciptakan kondisi faktor risiko

lingkungan yang bersih sehingga kecoa tidaka akan betah berada di lingkungan tersebut.

c. Pengendalian secara biologi dengan memanfaatkan musuh alami kecoa

2. Pengendalian Secara Kimia

Pengendalian yang memakai bahan kimia insektisida, baik yang sifatnya menolak

(reppelent) dan menarik (attractant). Pada umumnya bahan kimia yang dipakai untuk

pengendalian kecoak yaitu hidrokarbon berkhlor (khlordane, dieldrin, heptaklor, lindane) dan

organopospat majemuk (diazinon, malathion, dan ronnel). Metode yang dilakukan dengan

cara penyemprotan atau pemaparan. Untuk pemaparan banyak digunakan diklorovos,

propoxur, kepone yang diformulasikan dalam bentuk pasta. Sedangkan untuk reppelent

digunakan pyretrin dan dikloros. Menurut (Davidson dan Peairs, 1966) mengatakan metode

KKP MEDAN Page 21

Page 22: Demam Lassa

penyemprotan banyak memakai khlordane, malathion atau ronnel, diazinon, dieldrin atau

lindane.

SKEMA

PENGAWASAN LALU LINTAS ORANG SAKIT

KKP MEDAN Page 22

Page 23: Demam Lassa

Diagram 1. Algoritma lalulintas orang sakit

ORANG SAKIT

KKP MEDAN Page 23

Pemberitahuan Lisan/Tertulis

Pemberangkatan Orang Sakit Kedatangan Orang Sakit

Syarat Teknis:- Tidak menderita penyakit

karantina /menular tertentu- Tidak ada kontra indikasi dalam

penerbangan/pelayaran- Ada pendamping

(dokter/perawat/bidan/tenaga lainya

Syarat Administrasi- Surat keterangan dokter/dinas

kesehatan setempat- Identitas jelas dari orang sakit dan

pendampingnya

Syarat teknis :- Tidak menderita penyakit

karantina/menular tertentu- Orang sakit dipesawat/kapal dari daerah

endemisyang harus diperiksa langsung oleh dokter/perawat KKP

- Orang sakit dipesawat/kapal dari daerah non endemis NED ada surat keterangan dari pilot/nahkoda

Syarat Administrasi :- Survailance clearance dari

dokter/prawat pelabuhan embarkasi- Surat keterangan dokter - ICV yang valid bagi orang sakit dari

daerah endemis NED- Indentitas pendamping dan alamat yang

dituju harus jelasSurat Ijin Pengangkutan Orang sakit

Pencatatan dan pelaporan

Page 24: Demam Lassa

Diagram 2. Algoritma orang sakit

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

KKP MEDAN Page 24

Bawa surat ket RS/Dokter lain

Tdk bawa surat ket Rs/Dokter lain

Menderita penyakit menular

KKP

Tidak ada kontra indikasi medis

Ada kontra indikasi medis

Diterbitkan izin angkut orang sakit

Tidak diterbitkan izin angkut orang

Pemeriksaan dokumen dan recheck

Pemeriksaan fisik

Ya Tidak

Page 25: Demam Lassa

1. Demam berdarah lassa adalah demam hemorrhagic virus akut yang disebabkan

oleh Lassa Virus (LASV)/ Virus Lassa

2. Hewan reservoir atau host dari virus lassa adalah tikus dari genus Mastomys yaitu

spesiesMastomys natalensis atau tikus multimammate

3.  Sekitar 80% dari infeksi pada manusia tidak menunjukkan gejala, 20 %

kasus menunjukkan gejala/penyakit  yang berat/  parah mempengaruhi  multi sistem,

di mana virus mempengaruhi beberapa organ dalam tubuh, seperti limpa, hati dan

ginjal.

4. Ribavirin obat antivirus adalah pengobatan yang efektif untuk demam Lassa

5. Pencegahan demam berdarah lassa dapat dilakukan dengan melakukan promosi

tentang kebersihan masyarakat yaitu dengan melakukan pengendalian tikus.

6. Berdasarkan hasil identifikasi studi pustaka ada kemungkinan demam berdarah lassa

dapat terjadi di Indonesia.

3.2 Saran

1. Untuk perumahan dengan jumlah penduduk yang padat disarankan untuk melakukan

sanitasi lingkungan dengan baik dan benar.

2. Bagi yang pernah melakukan kontak dengan tikus disarankan untuk segera

melakukan diagnosa pada pelayanan kesehatan.

DAFTAR PUSTAKA

Arvin, Behrman Klirgman. 2000 .Ilmu Kesehatan Anak edisi 15. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC

KKP MEDAN Page 25

Page 26: Demam Lassa

Demby AH, Inapougui A, Kargbo K, et al. Demam Lassa di Guinea. . II: Distribusi dan prevalensi

infeksi virus Lassa pada mamalia kecil Vector Borne dan Penyakit zoonosis 2001; 1:. 283-97.

Fichet-Calvet E, Rogers DJ. Peta Risiko Lassa Demam di Afrika Barat. PLoS Neglected Tropical

Diseases. 2009; 3 (3): e388.

Bingkai JD. Kisah demam Lassa. Bagian I:. Menemukan penyakit New York State Journal of

Medicine. 1992; 92 (5): 199-202.

Bingkai JD, Baldwin JM, Gocke DJ, et al. Demam Lassa, penyakit virus baru manusia dari Afrika

Barat. I. klinis deskripsi dan patologis temuan. American Journal of Tropical Medicine and

Hygiene. 1970; 19: 670-9.

Gunther S, virus Lenz O. Lassa. Kritis Ulasan di Clinical Sciences Laboratory. 2004; 41 (4): 339-

90.

Haas WH, T Breuer, Pfaff G, et al. Impor demam Lassa di Jerman: pengawasan dan pengelolaan

kontak person Clinical Infectious Diseases.. 2003; 36 (10): 1254-8.

Hensley LE, Smith MA, Geisbert JB, et al. Patogenesis demam Lassa di kera cynomolgus.

Virology. 2011; 8: 205.

Johnson KM, McCormick JB, Webb PA, et al. Virologi klinis demam Lassa pada pasien rawat

inap. Journal of Infectious Diseases. 1987; 155 (3): 456-64.

Lecompte E, Fichet-Calvet E, Daffis S, et al. Mastomys natalensis dan demam Lassa, Afrika Barat.

Muncul Infectious Diseases. 2006; 12 (12): 1971-4.

McCormick JB, Fisher-Hoch SP. Lassa Demam. Topik Lancar di Mikrobiologi dan Imunologi.

2002; 262: 75-109.

McCormick JB, Webb PA, Krebs JW, et al. Sebuah studi prospektif epidemiologi dan ekologi

Lassa demam. Journal of Infectious Diseases. 1987; 155 (3): 437-44.

Monath TP, Newhouse VF, Kemp GE, et al. Lassa isolasi virus dari hewan pengerat Mastomys

natalensis selama epidemi di Sierra Leone. Science. 1974; 185: 263-5.

Rollin PE, Nichol ST, Zaki S, Ksiazek TG. Arenaviruses dan filoviruses. in: Versalovic J, Carroll

KC, Funke G, Jorgensen JH, Landry ML, Warnock DW eds. Manual Mikrobiologi Klinik.

Edisi ke-10. Vol. 2 Washington, DC: ASM Press, 2011; 1514-1529.

KKP MEDAN Page 26

Page 27: Demam Lassa

Speir RW, Kayu OL, Liebhaber H, et al. Demam Lassa, penyakit virus baru manusia dari Afrika

Barat. IV. Mikroskop elektron dari kultur sel Vero terinfeksi virus Lassa. American Journal

of Tropical Medicine and Hygiene. 1970; 19: 692-4.

Troup JM, White HA, Fom AL, et al. Wabah demam Lassa di Jos Plateau, Nigeria, pada Januari-

Februari 1970, Sebuah laporan awal. American Journal of Tropical Medicine and Hygiene.

1970; 19: 695-6.

Weller, F.Barbara. 2005 . Buku Saku Perawat edisi 22. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC

Yudhastuti, Ririh. 2011 .  Pengendalian Vektor dan Rodent. Surabaya: Pustaka Melati

Organisasi Kesehatan Dunia. Informasi pada demam Lassa di Afrika Barat. Weekly Epidemiologi

Record. 2005; 80 (10): 86-8.

Akhmad Sudibya. Sekilas Tentang Bioterorisme.

 Diaksesdari http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=data%20kejadian%20demam%20lassa

%20&source=web&cd=1&cad=rja&ved=0CCsQFjAA&url=http%3A%2F

%2Felib.fk.uwks.ac.id%2Fasset%2Farchieve%2Fjurnal%2FVol%2520Edisi%2520Khusus

%2520Desember%25202011%2FSEKILAS%2520TENTANG

%2520%2520BIOTERORISME.docx&ei=K3WOUL--

JIOurAes4oCACg&usg=AFQjCNE_osFqTaIhgFDUPttf0UnIkckWfg (Sitasi 25 Oktober

2012)

Anonim. Apakah Demam Lassa Itu?. diakses dari http://www.news-medical.net/health/What-is-

Lassa-Fever-%28Indonesian%29.aspx (Sitasi 24 Oktober 2012)

Anonim. Demam Berdarah Lassa. diakses dari http://wietf.wordpress.com/2011/06/09/demam-

berdarah-lassa/ (Sitasi 24 Oktober 2012)

KKP MEDAN Page 27