DELINEASI KELURUSAN MORFOLOGI SEBAGAI · PDF filePusat Sumber Daya Air Tanah dan Geologi...
Transcript of DELINEASI KELURUSAN MORFOLOGI SEBAGAI · PDF filePusat Sumber Daya Air Tanah dan Geologi...
Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology)
Vol. 21 No. 2 Agustus 2011: 105 – 116
105
DELINEASI KELURUSAN MORFOLOGI SEBAGAI DASAR UNTUK
MENENTUKAN ZONA POTENSI RESAPAN MATA AIR KARS DI DAERAH
LUWUK, SULAWESI TENGAH
Taat Setiawan
e-mail : [email protected]
Pusat Sumber Daya Air Tanah dan Geologi Lingkungan, Badan Geologi – KESDM,
Jl. Diponegoro 57 Bandung, 40122, Telp. 022-7274676-7, Fax. 022-7206167,
SARI
Luwuk merupakan ibukota Kabupaten Banggai yang secara geologis tersusun atas batugamping Formasi
Salodik dan Satuan Batugamping Terumbu. Di daerah ini banyak dijumpai mata air kars dengan debit > 100
l/det. Perkembangan kota ke arah perbukitan kars akan berpotensi mengganggu kelestarian mata air baik dari
segi kuantitas maupun kualitas, sehingga perlu adanya upaya delineasi daerah potensi resapan air tanah
sebagai dasar dalam upaya konservasi air tanah. Penelitian ini dilakukan dengan mengidentifikasi pola
kelurusan morfologi untuk mengetahui zona potensi resapan air tanah yang dikompilasikan dengan hasil
observasi di lapangan. Hasil identifikasi pola kelurusan menunjukkan zona dengan densitas kelurusan tinggi (2
– 5 / km2) merupakan zona kering yang berfungsi sebagai daerah resapan air tanah utama. Zona resapan-1
terletak pada level elevasi 500 – 1200 mdpl dan 50 – 500 mdpl yang merupakan daerah resapan air pada
kompleks Mata air Mambual dan Mata air Airkombos. Zona resapan-2 terletak pada level elevasi 250 – 1000
mdpl yang merupakan daerah resapan air pada kompleks mata air Mata air Lalong, Mata air Mangkiok, Mata
air Kontraan, dan Mata air Kilo-1. Zona resapan-3 terletak pada level elevasi 1000 – 1300 mdpl dan
merupakan daerah resapan air pada kompleks Mata air Keles. Sistem akuifer batugamping di daerah penelitian
dibagi menjadi dua, yaitu sistem akuifer batugamping Formasi Salodik dan sistem akuifer batugamping Satuan
Terumbu Kuarter. Sistem akuifer Formasi Salodik berada pada level elevasi > 600 mdpl dengan zona resapan
utama berada pada zona resapan-3. Mata air yang muncul pada sistem ini dikontrol oleh sistem sesar naik
yang memotong Formasi Salodik. Sistem akuifer Satuan Terumbu Kuarter berada pada elevasi < 500 mdpl
dengan resapan utama berada pada zona resapan-1 dan zona resapan-2. Mata air yang muncul pada sistem ini
dikontrol oleh regional base level berupa permukaan air laut.
Kata kunci : delineasi, kelurusan, marfologi, resapan, mata air, kars
ABSTRACT
Luwuk is the capital of Banggai Regency which is geologically composed of Salodik Formation and Coraline
Limestone Unit. There are many karst springs that found with discharge > 100 l/s. The Development of the
city toward the karst hills will potentially interfere the preservation of karst springs in terms of both quantity
and quality thus, the effort of groundwater recharge potential delineation as a basis for groundwater
conservation should be taken.The research was conducted by identifying morphological lineament patterns to
determine zones of groundwater recharge potential which is compiled with the field observations. The results
show that the lineament zones with high density (2–5/km2) is a dry zone that serves as a major groundwater
recharge area. Recharge zone-1 is located at the level of elevation 500-1200 masl and 50-500 masl is a
recharge zone of karst springs complex of Mambual and Airkombos Spring. Recharge zone-2 located at the
level of elevation 250-1000 masl is a recharge zone of karst springs complex of Lalong, Mangkiok, Kontraan,
and Kilo-1 Spring. Recharge zone -3 located at the level of elevation from 1000 to 1300 masl is a recharge
zone of Keles Spring Complex. Limestone aquifer system in the studied area was divided into two systems,
namely limestone aquifer system of Salodik Formation and limestone aquifer system of Quaternary Coraline
Unit. Aquifer system of Salodik Formation lies at the level of elevation > 600 masl with the major recharge
zone is at recharge zone-3. The springs on this system are controlled by a fault system in Salodik Formation.
Aquifer system of Quaternary Coraline Unit lies at elevation of < 500 masl with the major recharge zones are
at recharge zone-1 and recharge zone-2. The springs on this system are controlled by the regional base level
of sea level.
Key words : delineation, lineament, marphology, rechange. Spring, kars
Delineasi Kelurusan Morfologi Sebagai Dasar Untuk Menentukan Zona Potensi Resapan
Mata Air Kars Di Daerah Luwuk, Sulawesi Tengah
(Taat Setiawan)
106
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Luwuk merupakan ibu kota Kabupaten
Banggai yang terletak di lengan timur Pulau
Sulawesi pada koordinat 122o40’38” - 122
o50’11”
BT dan 1o0’2,5” - 0
o55’50” LS. Daerah ini
merupakan pegunungan yang memanjang ke arah
timur, mencakup Kecamatan Luwuk dan
Kecamatan Luwuk Timur (Gambar-1). Sebagai
daerah yang berfungsi sebagai pusat kegiatan
wilayah Sulawesi bagian timur, Luwuk memiliki
perkembangan yang sangat pesat, sehingga
peranan air bersih sangat diperlukan baik bagi
keperluan domestik, pariwisata, industri, dan
keperluan lainnya.
Secara geologis, daerah Luwuk dan
sekitarnya merupakan daerah dengan karakter
morfologi kars yang secara hidrogeologis
memiliki sistem akuifer dengan aliran air tanah
melalui media rekahan dan saluran pelarutan
(Gambar 2). Pada daerah ini berkembang jaringan
rongga bawah tanah, sehingga banyak terdapat
saluran sungai bawah tanah dan mata air kars yang
dimanfaatkan oleh penduduk ataupun dikelola
oleh PDAM untuk memenuhi kebutuhan air bersih
masyarakat (Gambar 3). Perkembangan daerah
Luwuk ke arah perbukitan kars, baik untuk
kawasan permukiman, perdagangan, maupun
kawasan pemerintahan, berpotensi mengganggu
kelestarian mata air baik dari segi kuantitas
maupun kualitas. Berdasarkan atas hal tersebut
maka upaya delineasi daerah potensi resapan air
tanah akan sangat bermanfaat dalam melakukan
upaya konservasi air tanah, terutama mata air di
daerah Luwuk dan sekitarnya.
Gambar 1. Lokasi daerah penelitian.
Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology)
Vol. 21 No. 2 Agustus 2011: 105 – 116
107
Hal yang penting dalam melakukan studi
mengenai potensi air tanah pada daerah kars
adalah studi zona potensi resapan dengan cara
melokalisasi zona – zona potensial resapan air
tanah. Menurut Parizek (1967) dalam Fetter
(2001), zona rekahan (kekar, sesar) merupakan
struktur geologi yang sangat berperan dalam
mengontrol berkembangnya konduktivitas
hidrolika suatu daerah 10 hingga 1000 kali dari
lokasi yang tidak berkembang struktur rekahan.
Proses peresapan air hujan menjadi air tanah
dengan demikian juga memiliki kecenderungan
melalui zona rekahan yang secara morfologis
ditunjukkan oleh adanya fenomena kelurusan
morfologi sebagai linemanet atau fracture traces
(Gambar 4).
Salah satu cara dalam menentukan zona
potensi resapan pada daerah kars adalah dengan
pendekatan penginderaan jauh berbasis Sistem
Informasi Geografis (SIG) dengan
mengidentifikasi pola kelurusan morfologi.
Menurut Singhal dan Gupta (1999), kelurusan
merupakan fenomena yang bersifat linear pada
suatu obyek permukaan bumi yang diinterpretasi
melalui teknologi penginderaan jauh atau foto
udara. Fenomena kelurusan merupakan refleksi
bidang ketidakmenerusan pada batuan, seperti
rekahan, kekar, dan sesar yang secara morfologis
merupakan bagian dari lembah – lembah
perbukitan yang berkembang.
Gambar 4. Diagram blok zona rekahan dan saluran pelarutan
yang berasosiasi dengan fracture traces (Parizek, 1967 dalam Fetter, 2001).
Gambar 2. Kota Luwuk dengan latar
belakang Morfologi Karst.
Gambar 3. Mata air Mambual yang
dimanfaatkan penduduk secara langsung untuk
keperluan sehari – hari.
Delineasi Kelurusan Morfologi Sebagai Dasar Untuk Menentukan Zona Potensi Resapan
Mata Air Kars Di Daerah Luwuk, Sulawesi Tengah
(Taat Setiawan)
108
Maksud dan Tujuan
Maksud penelitian ini adalah untuk
mengidentifikasi zona kelurusan morfologi
berbasis citra SRTM yang dikompilasikan dengan
data mata air kars hasil observasi lapangan,
sedangkan tujuannya adalah untuk mengetahui
zona potensial resapan air tanah di daerah Luwuk
dan sekitarnya.
Metodologi
Alur tahapan dan metode penelitian yang
dilakukan dalam penelitian ini dapat dilihat pada
Gambar 5, dan secara terperinci adalah sebagai
berikut ;
Pada langkah pertama dilakukan interpretasi
kelurusan morfologi melalui citra SRTM (Shuttle
Radar and Topography Mission) resolusi 90 m
untuk kemudian dilakukan digitasi secara
langsung terhadap fitur – fitur kelurusan
morfologi, dalam hal ini lembah kars. Perhitungan
densitas kelurusan morfologi yang dilakukan
berupa perhitungan lineament count density yang
bertujuan untuk mengetahui konsentrasi dan pola
penyebaran kelurusan – kelurusan morfologi
(Kim, 2003). Caranya adalah dengan membagi
daerah penelitian ke dalam grid dengan interval
yang tetap, kemudian perhitungan densitas
kelurusan dilakukan dengan menjumlahkan
kelurusan yang berada pada sebuah luasan
lingkaran dengan radius r (Gambar 6). Output
analisis tersebut adalah peta densitas jumlah
kelurusan daerah penelitian dengan satuan n/km2
(count of lineamnets / km2).
Gambar 5. Bagan alur penelitian.
Selain perhitungan densitas kelurusan
morfologi tersebut, untuk menentukan arah aliran
air tanah di daerah penelitian dilakukan
karakterisasi kelurusan morfologi secara statistika
menggunakan diagram roset dengan interval 10o.
Hasil perhitungan densitas kelurusan morfologi
dan diagram roset tersebut kemudian dikompilasi
dengan keterdapatan dan karakter mata air hasil
survei lapangan untuk kemudian dilakukan
interpretasi zona – zona potensi resapan mata air
dan pola aliran air tanah di daerah penelitian.
Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology)
Vol. 21 No. 2 Agustus 2011: 105 – 116
109
Gambar 6 Kiri : metode perhitungan lineament count density dalam sebuah lingkaran. Kanan :
susunan lingkaran pada setiap node dengan radius dan interval grid r (Hardcastle 1995, dalam Kim,
2003).
Kondisi Daerah Penelitian
Daerah Luwuk dan sekitarnya merupakan
daerah perbukitan memanjang dengan arah relatif
timur laut – barat daya yang berada pada level
elevasi 0 – 1450 mdpl. Pada daerah ini
berkembang morfologi kars, terutama perbukitan
kars, lembah kars dengan relief kasar, dan
berkembangnya sungai bawah tanah. Dilihat dari
Peta Geologi Lembar Luwuk 215 – 231 skala 1 :
250.000 oleh Rusmana drr., 1993 (Gambar 7),
batuan tertua di daerah penelitian adalah Formasi
Nambo (Jnm) berumur Jura yang tersusun atas
napal dan serpih. Formasi Nambo tersebut tersebar
secara lokal di bagian barat daya daerah penelitian
dengan ketebalan sulit ditentukan.
Formasi Nambo secara tidak selaras tertindih
oleh Formasi Salodik (Tems) yang berumur
Tersier berupa batugamping dan sedikit batupasir
dengan ketebalan mencapai 1.200 m.
Menurut Sudarsono (2005), batuan Formasi
Salodik tersebut merupakan akuifer sedang dan
diperkirakan memiliki konduktivitas hidrolika
menengah (10-2
– 10 m/hari). Di atas Formasi
Salodik terdapat Satuan Terumbu Kuarter (Ql)
yang tersebar di lereng timur perbukitan di
daerah penelitian. Satuan ini tersusun atas batu
gamping terumbu dan sedikit napal dengan
ketebaan dapat mencapai 50 – 400 m. Satuan
ini membentuk perbukitan kars dan undak
pantai dengan ketinggian maksimum 450 mdpl.
Menurut Sudarsono (2005), formasi ini
merupakan akuifer sedang dengan konduktivitas
hidrolika menengah (10-2
– 10 m/hari),
sedangkan menurut Setiadi, drr. (2010), baik
Formasi Salodik maupun Satuan Terumbu
Kuarter merupakan sistem akuifer dengan aliran
melalui rekahan dengan produktivitas
tergolong sedang ( debit mata air umumnya >
10 l/det).
Delineasi Kelurusan Morfologi Sebagai Dasar Untuk Menentukan Zona Potensi Resapan
Mata Air Kars Di Daerah Luwuk, Sulawesi Tengah
(Taat Setiawan)
110
Gambar 7. Peta geologi daerah penelitian dan sekitarnya
(dimodifikasi dari Rusmana drr., 1993)
Struktur geologi yang terlihat di daerah
penelitian berdasarkan penelitian oleh Rusmana
drr. (1993) adalah sesar naik dan kekar. Di daerah
penelitian, sesar naik terlihat memotong Formasi
Salodik dengan arah relatif timur laut – barat daya
dan di sebelah selatan dari sesar tersebut terdapat
kontak dengan batuan berumur Kuarter berupa
batugamping terumbu.
HASIL DAN ANALISIS
Citra SRTM berhasil mendeteksi 126 pola
kelurusan dengan panjang berkisar 464 – 3.381 m
dengan rata – rata 1.306,19 m (Gambar 8).
Kelurusan – kelurusan yang ada berdasarkan
analisis dengan menggunakan diagram roset
menunjukkan pola yang beragam. Pada bagian
selatan daerah penelitian, pada elevasi > 500 m
dengan litologi batugamping Formasi Salodik
dikontrol oleh pola kelurusan berarah N40o – N50
o
E, sedangkan pada elevasi < 500 m dengan litologi
batugamping terumbu berumur Kuarter dikontrol
oleh pola kelurusan berarah N80o – 100
o E dan
N130o – 140
o E.
Bagian tengah daerah penelitian, pada elevasi
> 600 m dengan litologi batugamping Formasi
Salodik, dikontrol oleh pola kelurusan berarah
N140o – 150
o E dan N 60
o – 70
o E. Bagian utara
daerah penelitian, pada elevasi < 700 m dengan
litologi batugamping terumbu berumur Kuarter,
dikontrol oleh pola kelurusan berarah N 140o –
150o E, sedangkan pada elevasi > 700 m dengan
ltologi batugamping Formasi Salodik dikontrol
Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology)
Vol. 21 No. 2 Agustus 2011: 105 – 116
111
oleh pola kelurusan berarah N 40o – 60
o E, N 70
o –
80o E, dan N 120
o – 140
o E. Berdasarkan
observasi di lapangan, kelurusan dengan arah N
40o – 80
o E pada batuan Formasi Salodik lebih
mencerminkan arah atau strike lapisan batuan,
sedangkan arah barat laut – tenggara merupakan
arah bidang rekahan yang memotong batuan.
Pada batugamping terumbu, arah perlapisan
batuan tidak bisa teramati di lapangan,
sehingga pola kelurusan yang ada kemungkinan
besar berasal dari rekahan yang memotong
batuan.
Hasil analisis perhitungan densitas kelurusan
morfologi memperlihatkan nilai rata-rata 1 – 2
/km2 dengan nilai maksimum 4 – 5 /km
2 dan nilai
minimum 0 – 1 /km2 (Gambar 9).
Zona peningkatan densitas kelurusan
menunjukkan pola yang tidak teratur, dan secara
umum berada pada level > 400 mdpl, kecuali barat
laut daerah penelitian terlihat memiliki densitas
kelurusan yang rendah (0 – 1 /km2). Pada elevasi <
400 mdpl peningkatan densitas kelurusan berada
pada daerah Simpong – Maahas – Kakumba dan
sekitarnya.
Dari tujuh mata air kars yang ada, sebagian
besar (enam mata air) berada pada zona densitas
kelurusan 0 – 1 /km2 dan satu mata air pada zona
densitas kelurusan 1 – 2 /km2. Berdasarkan hal
tersebut, dapat diinterpretasikan bahwa
kemunculan mata air kars di daerah penelitian
berada pada zona dengan densitas kelurusan
rendah.
Gambar 8. Interpretasi dan diagram roset kelurusan morfologi
daerah penelitian.
Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology)
Vol. 21 No. 2 Agustus 2011: 105 – 116
111
DISKUSI DAN PEMBAHASAN
Hasil observasi di daerah Luwuk dan
sekitarnya berhasil mengidentifikasi tujuh mata air
kars yang sangat berarti bagi masyarakat dengan
debit > 100 l/det. Dari ketujuh mata air tersebut
lima mata air dimanfaatkan secara langsung oleh
warga setempat, dan dua mata air lainnya telah
dikelola oleh PDAM (Tabel 1). Sebagian besar
lokasi kemunculan mata air tersebut berada dekat
dengan pantai, kecuali Mata air (Ma.) Keles yang
berada relatif jauh dari pantai, yaitu pada elevasi
677 mdpl. Mata air Keles tersebut muncul pada
litologi Formasi Salodik, sedangkan enam lainnya
muncul pada Satuan Terumbu Kuarter (Gambar 10
dan Gambar 11).
Gambar 9. Peta densitas kelurusan daerah penelitian.
Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology)
Vol. 21 No. 2 Agustus 2011: 105 – 116
113
Tabel 1. Identifikasi Mata Air di Daerah Penelitian
Nama
Koordinat Elv. Q T
pH
DHL
Pemanfaatan X Y (mdpl) (l/det) (°C) (µmhos/cm)
Ma. Mambual 475996 9892204 14 144 26.7 7.2 467 Warga setempat
Ma. Air Kombos 475894 9892267 11 165 26.5 7.5 461 Warga setempat
Ma. Lalong 476859 9894236 3 361 25.5 7.5 675 Warga setempat
Ma. Kontra'an 478131 9895980 3 185 25.5 7.7 503 Warga setempat
Ma. Kilo-1 478199 9896155 9 49 25.6 7.5 443 Warga setempat
Ma. Mangkiok 476474 9895700 63 447 24.6 7.5 450 PDAM Luwuk
Ma. Keles 477065 9901738 677 > 500 27.4 7.5 232 PDAM Luwuk
Gambar 10. Mata air Lalong yang muncul
dekat dengan pantai di pusat Kota Luwuk.
Gambar 11. Singkapan batugamping
terumbu (Ql) di sekitar Mata air Lalong.
Delineasi Kelurusan Morfologi Sebagai Dasar Untuk Menentukan Zona Potensi Resapan
Mata Air Kars Di Daerah Luwuk, Sulawesi Tengah
(Taat Setiawan)
114
Upaya perlindungan daerah resapan sebagai
dasar untuk pelestarian ketersediaan sumber mata
air kars di daerah penelitian sangatlah penting,
baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Zona
dengan densitas kelurusan tinggi (2 – 5 / km2)
merupakan zona kering yang berfungsi sebagai
daerah resapan air tanah utama yang
mengendalikan besarnya debit mata air kars di
daerah penelitian. Berdasarkan atas analisis pola
dan densitas kelurusan morfologi, maka secara
umum zona potensi resapan mata air kars di
daerah penelitian dikelompokkan menjadi tiga
zona, yaitu zona resapan-1 yang terletak di sekitar
bagian barat daya dan utara, zona resapan-2 yang
terletak di sekitar bagian tengah hingga timur, dan
zona resapan-3 yang terletak di sekitar bagian
utara daerah penelitian (Gambar 12).
Zona resapan-1 merupakan daerah resapan
air tanah yang muncul pada kompleks mata air
Mambual dan Airkombos. Zona resapan ini secara
umum terletak pada elevasi 500 – 1200 mdpl dan
pada beberapa tempat terdapat resapan yang
bersifat lokal pada elevasi 50 – 500 mdpl. Zona
resapan-2 yang terletak pada level elevasi 250 –
1000 mdpl merupakan daerah resapan air tanah
yang muncul pada kompleks mata air Lalong,
Mangkiok, Kontraan, dan Mata air Kilo-1. Mata
air Lalong selain disuplai oleh air tanah yang
berasal dari zona resapan-1 kemungkinan juga
dikontrol oleh air tanah yang berasal zona resapan-
2. Zona resapan-3 yang terletak pada level
elevasi 1000 – 1300 mdpl merupakan daerah
resapan air tanah pada kompleks mata air
Keles.
Gambar 12. Peta konseptual zona resapan mata air kars daerah penelitian.
Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology)
Vol. 21 No. 2 Agustus 2011: 105 – 116
115
Secara umum, sistem akuifer batugamping di
daerah penelitian dapat dibagi menjadi dua, yaitu
sistem akuifer batugamping Formasi Salodik dan
sistem akuifer batugamping Satuan Terumbu
Kuarter (Gambar 13). Sistem akuifer Formasi
Salodik berada pada level elevasi > 600 mdpl
dengan zona resapan utama berada pada zona
resapan-3. Mata air yang berasal dari sistem
akuifer tersebut salah satunya adalah Mata air
Keles yang kemunculannya dikontrol oleh sistem
sesar naik yang memotong Formasi Salodik.
Sistem akuifer Satuan Terumbu Kuarter berada
pada elevasi < 500 mdpl dengan mata air utama
berada pada elevasi 3 – 65 mdpl seperti Mata
air. Mambual, Mangkiok, Lalong, Air Kombos,
Kilo-1, dan Mata air Kontraan. Resapan utama
pada sistem akuifer ini berada pada zona resapan-1
dan zona resapan-2 dengan litologi utama berupa
batugamping terumbu dan pada bagian barat daya
tersusun atas batugamping Formasi Salodik. Mata
air pada sistem akuifer Satuan Terumbu Kuarter
tersebut kemunculannya dikontrol oleh regional
base level of erosion berupa permukaan air laut.
Secara genetis, semua mata air yang dijumpai di
daerah penelitian termasuk jenis mata air dammed
spring (Ford dan Williams, 1989) yang muncul
karena adanya penghalang yang memotong arah
aliran air tanah berupa kontak litologi, sesar,
sedimen hasil agradasi berupa endapan aluvial
pantai, dan air laut.
Gambar 13. Sayatan melintang yang menggambarkan sistem akuifer
batugamping di daerah penelitian
SIMPULAN
Hasil identifikasi pola kelurusan di daerah
penelitian menunjukkan batugamping Formasi
Salodik memiliki pola kelurusan dengan arah
umum N40o – N80
o E dan N140
o – 150
o E,
sedangkan batugamping Formasi Terumbu
Kuarter memiliki arah umum N80o – 100
o E dan
N130o – 150
o E. Densitas kelurusan morfologi
memiliki nilai rata-rata 1 – 2 /km2 dengan nilai
maksimum 4 – 5 /km2 dan nilai minimum 0 – 1
/km2. Dari tujuh mata air kars yang ada, enam di
antaranya berada pada zona densitas kelurusan 0 –
1 /km2 dan satu mata air berada pada zona densitas
kelurusan 1 – 2 /km2. Zona dengan densitas
kelurusan tinggi (2 – 5 / km2) merupakan zona
kering yang berfungsi sebagai daerah resapan air
tanah utama yang secara umum dikelompokkan
menjadi tiga zona, yaitu zona resapan - 1, zona
resapan-2, dan zona resapan-3. Zona resapan-1
terletak pada level elevasi 500 – 1200 mdpl dan 50
– 500 mdpl merupakan pemasok air tanah pada
kompleks Mata air Mambual dan. Airkombos.
Zona resapan-2 terletak pada level elevasi 250 –
1000 mdpl merupakan pemasok air tanah pada
kompleks mata air Lalong, Mangkiok, Kontraan,
dan Kilo-1. Zona resapan-3 terletak pada level
elevasi 1000 – 1300 mdpl merupakan pemasok air
tanah pada kompleks Mata air. Keles.
Sistem akuifer batugamping di daerah
penelitian secara umum dibagi menjadi dua, yaitu
sistem akuifer batugamping Formasi Salodik
dan sistem akuifer batugamping Satuan
Terumbu Kuarter. Sistem akuifer Formasi
Salodik berada pada level elevasi > 600 mdpl
dengan zona resapan utama berada pada zona
resapan-3.
Delineasi Kelurusan Morfologi Sebagai Dasar Untuk Menentukan Zona Potensi Resapan Mata Air Kars
Di Daerah Sulawesi Tengah
(Taat Setiawan)
116
Mata air yang berasal dari sistem ini
kemunculannya dikontrol oleh sistem sesar
naik yang memotong Formasi Salodik. Sistem
akuifer Satuan Terumbu Kuarter berada pada
elevasi < 500 mdpl dengan mata air utama
berada pada elevasi 3 – 65 mdpl. Resapan
utama pada sistem akuifer ini berada pada
zona resapan-1 dan zona resapan-2 dengan
litologi utama berupa batu gamping terumbu
dan sebagian oleh batu gamping Formasi
Salodik. Mata air pada sistem akuifer tersebut
kemunculannya dikontrol oleh regional base
level of erosion berupa permukaan air laut.
Secara genetis, semua mata air yang dijumpai
di daerah penelitian termasuk jenis mata air
dammed spring yang muncul karena adanya
penghalang yang memotong arah aliran air
tanah.
UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terima kasih penulis sampaikan
kepada Kepala Pusat Sumber Daya Air Tanah
dan Geologi Lingkungan yang telah
memungkinkan penelitian ini dapat
dilaksanakan. Ucapan terima kasih juga kami
sampaikan kepada Ir. Hendri Setiadi, Post Grad.
Dipl dan rekan – rekan tim Pemetaan
Hidrogeologi Skala 1 : 250.000 Lembar 2215 –
Luwuk dan 2315 – Balantak, P. Sulawesi atas
kerja samanya dalam pelaksanaan survei
lapangan.
ACUAN
Fetter, C. W., 2001, Applied Hydrogeology,
Fourth Edition, Prentice Hall, New
Jersey, 598 h.
Ford, D. C., dan Williams P.W., 1989, Karst
Geomorphology and Hydrology,
Chapman & Hall, London, 601 h.
Kim, Gyoo-Bum, 2003, Construction of a
Lineament Density Map with
ArcView and Avenue, Korea
Water Resources Corporation,
South Korea
Rusmana, E., Koswara, A., dan Simandjuntak,
T.O., 1993, Peta Geologi Lembar
Luwuk 215 – 231 skala 1 :
250.000, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi, Bandung
Setiadi, H., Setiawan, T., dan Purwaningsih, E.,
2010, Pemetaan Hidrogeologi
Skala 1 : 250.000 Lembar 2215 –
Luwuk dan 2315 – Balantak, P.
Sulawesi, Pusat Lingkungan
Geologi, Bandung
Singhal, B. B. S., dan Gupta, R. P., 1999, Applied
Hydrogeology of Fractured Rocks,
Kluwer Academic Publisher,
Netherlands, 400 h.
Sudarsono, U., 2005, Hidrogeologi Daerah
Luwuk, Sulawesi Tengah, Jurnal
Sumber Daya Geologi, Vol. XV,
No. 2, Bandung, 149 – 157 h.