DELIGNIFIKASI BAGAS MENGGUNAKAN ISOLAT Pleurotus …... · Bagas merupakan limbah industri...
Transcript of DELIGNIFIKASI BAGAS MENGGUNAKAN ISOLAT Pleurotus …... · Bagas merupakan limbah industri...
DELIGNIFIKASI BAGAS MENGGUNAKAN ISOLAT Pleurotus spp.
YANG DITUMBUHKAN PADA MEDIA BERBEDA
Skripsi
Untuk memenuhi sebagian persyaratan
guna memperoleh gelar Sarjana Sains
Oleh:
Risydatin Nashiro
M0407064
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil penelitian saya
sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar
kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, serta tidak terdapat karya atau pendapat
yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu
dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari dapat ditemukan adanya unsur penjiplakan maka
gelar kesarjanaan yang telah diperoleh dapat ditinjau dan /atau dicabut.
Surakarta, 1 Februari 2012
Risydatin Nashiro
NIM. M0407064
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DELIGNIFIKASI BAGAS MENGGUNAKAN ISOLAT Pleurotus spp.
YANG DITUMBUHKAN PADA MEDIA BERBEDA
Risydatin Nashiro
Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sebelas Maret
ABSTRAK
Bagas tebu merupakan residu padat pada proses pengolahan tebu menjadi
gula. Bagas mengandung lignoselulosa yang cukup tinggi sehingga sangat
potensial sebagai bahan baku produk berbasis lignoselulosa seperti kertas,
bioetanol dan lain-lain. Namun, lignin dengan strukturnya yang sangat kuat
menjadi penghambat dalam konversi polisakarida menjadi produk lain sehingga
perlu dilakukan delignifikasi sebelum konversi. Delignifikasi dapat dilakukan
dengan memanfaatkan jamur pelapuk putih. Pada pertumbuhannya, jamur pelapuk
putih memerlukan media yang sesuai untuk mendapatkan nutrisi yang diperlukan.
Pada penelitian ini telah dilakukan proses delignifikasi bagas menggunakan
Pleurotus spp. yang ditumbuhkan pada media kultur awal yang berbeda dan
dianalisis berapa besar pengaruhnya terhadap komposisi dan kehilangan berat
lignin, holoselulosa dan α-selulosa. Proses delignifikasi bagas yang cepat
dilakukan oleh jamur P. ostreatus dan P. eryngii yang ditumbuhkan pada media
kultur awal MEA. Tidak terdapat perbedaan yang nyata dalam proses degradasi
holoselulosa dan α-selulosa bagas oleh ketiga jamur dengan tiga media kultur
awal yang berbeda.
Kata kunci : bagas, delignifikasi, Pleurotus spp., media kultur
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAGASSE DELIGNIFICATION USING ISOLATED Pleurotus spp.
WHICH GROWN IN DIFFERENT MEDIA
Risydatin Nashiro
Department of Biology, Faculty of Mathematics and Natural Sciences
Sebelas Maret Universitiy
ABSTRACT
Sugarcane bagasse is a solid residue in the processing of sugar cane into
sugar. Bagasse containing high enough lignocellulosic is potential as a
lignocellulosic raw materials such as paper-based products, bioethanol and others.
However, the lignin with a very strong structure is the bottleneck in the
conversion of polysaccharides into other products that need to be done before the
conversion delignification. Delignification can be done by utilizing white rot
mushrooms. On growth, white rot mushrooms require the appropriate media to get
the nutrients they need. In this research has been done bagasse delignification
process using three types of Pleurotus spp. which grown on different culture
media and analyzed beginning how much effect on composition and weight loss
of lignin, holocellulose and α-cellulose. Bagasse delignification process is
expedited by the P. eryngii and P. ostreatus grown on MEA preculture medium.
There were no significant differences in the degradation process of bagasse
holoselulosa and α-cellulose by fungal third with three different preculture
medium.
Keywords : bagasse, delignification, Pleurotus spp., preculture medium
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
MOTTO
Karena aku tercipta sebagai makhluk sempurna, maka aku tak perlu brusaha menjadi
sempurna, karena tak ada ukuran kesempurnaan yang universal, karena kesempunaan
yang sejati bukan milikku atau milikmu. Aku cukup melakukannya dengan sebaik yang
kubisa, melakukannya dengan senang hati, melakukannya dengan gembira dan
mengikhlaskan hasilnya pada Yang Maha Sempurna.
Bangun di fajar subuh dengan hati seringan awan
Mensyukuri hati baru penuh kecintaan
Istirahat di terik siang merenungkan puncak getaran cinta
Pulang kala senja dengan syukur penuh di rongga dada
Kemudian terlena dengan doa bagi yang tercinta dalam sanubari
Dan sebuah nyanyian kesyukuran tersungging di bibir cinta
(Kahlil Gibran)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PERSEMBAHAN
karya ini kupersembahkan untuk IBUnda tercinta… terima kasih
atas doa dan cintanya yang selalu mengalir bersama aliran
darahku dan kasih sayangmu bagaikan sang surya yang tak
pernah merasa leleh untuk memberikan sinarnya
untuk AYAHanda yang tak pernah letih memberikan cinta,
semangat, dukungan dan dorongan
untuk Mas Rifqi, Mbak Risma dan Aan, trima kasih untuk
senyuman kalian yang selalu mengispirasiku…
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji hanya kepada Rabb semesta
alam, puji syukur penulis panjatkan hanya kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan nikmat-Nya yang berupa kekuatan, kesabaran dan
kesempatan sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ini, yang digunakan
sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar kesarjanaan S1 (strata 1) dengan
judul “Delignifikasi Bagas Menggunakan Isolat Pleurotus spp. yang Ditumbuhkan
pada Media Berbeda”.
Kegiatan penelitian dan penyusunan skripsi ini merupakan bagian dari
proses yang melibatkan banyak pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini
penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak dekan FMIPA UNS dan bapak
kepala UPT BPPTK LIPI Yogyakarta yang telah memberikan ijin melaksanakan
penelitian di laboratorium analisa UPT. Kemudian kepada bapak Tjahjadi
Purwoko, M.Si selaku pembimbing I dan ibu Vita Taufika Rosyida, M.P selaku
pembimbing II atas bimbingan, saran dan motivasi yang memacu semangat
selama proses penelitian dan penyusunan naskan skripsi ini.
Selanjutnya kepada bapak Dr. Agung Budiharjo, M.Si selaku ketua
jurusan biologi FMIPA UNS dan penelaah II atas ijin yang diberikan serta kritik
dan saran yang membangun sehingga tulisan ini lebih baik. Serta kepada ibu Estu
Retnaningtyas. N, S.TP, M.Si selaku penelaah I atas saran dan kritik yang
membangun.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Terimakasih juga penulis sampaikan kepada segenap dosen yang telah
menularkan ilmu yang bermanfaat. Dan kepada seluruh staff dan karyawan yang
telah membantu memudahkan untuk kelancaran birokrasi.
Sahabat seperjuangan di UPT BPPTK LIPI, Ainunni’mah dan Evi Irina
serta kepada Mas Andri dan Mbak Madina yang telah banyak membantu dalam
proses penelitian yang cukup lama. Kepada teman-teman “Nyi Ayu” dan kawan-
kawan IMM Ki Bagus Hadikusumo yang selalu memberi semangat. Keluarga
Biologi 2007 yang selalu menginspirasi dan semua pihak yang tak dapat
disebutkan satu persatu yang membantu dalam proses penyusunan skripsi ini.
Penulis juga memohon maaf jika dalam proses penelitian dan
penyusunan naskan ini banyak melakukan kesalahan atau pun membebani pihak-
pihak yang telah membantu. Penulis menyadari bahwa dalam melaksanakan
penelitian dan penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna, sehingga saran
dan kririk yang membangun sangat diperlukan. Semoga tulisan ini dapat member
informasi baru dan dapat berguna bagi banyak pihak.
Surakarta, Februari 2012
Risydatin Nashiro
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ……………………………………………………….. i
HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………………….. ii
HALAMAN PERNYATAAN ……………………………………………….. iii
ABSTRAK …………………………………………………………………... iv
ABSTRACT ………………………………………………………………… v
MOTTO………………………………………………………………………. vi
PERSEMBAHAN …………………………………………………………… vii
KATA PENGANTAR ………………………………………………………. viii
DAFTAR ISI ………………………………………………………………… ix
DAFTAR TABEL …………………………………………………………… x
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………… xi
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………… xii
BAB I. PENDAHULUAN …………………………………………………. 1
Latar Belakang………….…………………………………………….. 1
Perumusan Masalah ………………………………………………….. 3
Tujuan Penelitian……………………………………...……………… 3
Manfaat Penelitian …………………………………………………… 3
BAB II. LANDASAN TEORI ……………………………………………….. 4
Tinjauan Pustaka……………………………………………………… 4
Kerangka pemikiran ………………………………………………….. 13
BAB III. METODE PENELITIAN ………………………………………….. 14
Waktu dan Tempat Kegiatan ………………………………………… 14
Alat dan Bahan ………………………………………………………. 14
Cara Kerja …………………………………………………………… 15
Rancangan penelitian ………………………………………………… 17
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………………. 18
Pengujian Reaksi Oksidasi …………………………………………… 18
Pengujian Pengaruh Macam Media terhadap Pertumbuhan ………… 19
Analisis Kadar Lignin, Holoselulosa, α-Selulosa ……………………. 21
BAB V. PENUTUP ………………………………………………………….. 26
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………… 27
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Reaksi oksidasi yang terjadi pada media AAT dan
AAG……………………………………………………………
18
Tabel 2. Pertumbuhan miselium P. ostreatus, P. florida dan P. eryngii
dalam media MEA, PDA dan MPA……………………………
19
Tabel 3. Penurunan kadar lignin bagas (dalam %) setelah proses
delignifikasi menggunakan Pleurotus spp. yang dengan tiga
media kultur awal berbeda …………………………………….
21
Tabel 4. Penurunan kadar holoselulosa bagas (dalam %) setelah proses
delignifikasi menggunakan Pleurotus spp. yang dengan tiga
media kultur awal berbeda ……………………………………
23
Tabel 5. Penurunan kadar α-selulosa bagas (dalam %) setelah proses
delignifikasi menggunakan Pleurotus spp. dengan tiga media
kultur awal berbeda……………………………………………
25
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Pleurotus ostreatus…………………………………………... 11
Gambar 2. Pleurotus florida yang tumbuh pada jerami padi …………… 11
Gambar 3. Pleurotus eryngii …………………………………………… 11
Gambar 4. Bagan kerangka pemikiran penelitian Delignifikasi Bagas
Menggunakan Isolat Pleurotus spp. yangDitumbuhkan pada
Media Berbeda ………………………………………………
13
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Pertumbuhan isolat jamur P. ostreatus, P. florida dan P.
eryngii………………………………………………………
30
Lampiran 2. Uji Statistik (Univariate Analysis of Variance)
Pertumbuhan Jamur ……………………………………….
31
Lampiran 3. Uji Statistik (GLM – Repeated Measure) Delignifikadi
Bagas………………………………………………………
32
Lampiran 4. Uji Statistik (GLM – Repeated Measure) Degradasi
Holoselulosa Bagas………………………………………..
34
Lampiran 5. Uji Statistik (GLM – Repeated Measure) Degradasi α-
selulosa Bagas……………………………………………..
36
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bagas merupakan limbah industri pengolahan tebu yang tersedia melimpah,
berharga murah dan belum banyak dimanfaatkan. Bagas sangat banyak tersedia di
daerah Yogyakarta yang merupakan salah satu daerah penghasil gula tebu yang telah
memasok kebutuhan gula tebu untuk beberapa wilayah di Indonesia. Bahan ini banyak
mengandung gula sederhana yang terdapat dalam lignoselulosa sehingga sangat
potensial sebagai bahan baku bioetenol. Selama ini, bagas tersebut hanya dimanfaatkan
sebagai pakan dan sisanya dibakar sehingga penggunaan biomasa ini dapat
meningkatkan nilai ekonomis dari bagas.
Bahan-bahan lignoselulosa umumnya terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan
lignin. Namun bahan paling penting untuk dikonversi menjadi produk berbasis
lignoselulosa adalah selulosa dan hemiselulosa. Sementara selulosa secara alami diikat
oleh hemiselulosa dan dilindungi oleh lignin (Iranmahboob et al., 2002). Lignin
memiliki ikatan yang sangat kuat yang menjadi penghalang utama untuk proses
konversi polisakarida menjadi produk lain termasuk bioetanol.
Konversi biomasssa lignoselulosa menjadi bahan yang berguna dan bernilai
lebih tinggi secara umum memerlukan proses dengan langkah jamak. Langkah pertama
adalah perlakuan awal (pre-treatment) (Howard et al., 2003). Salah satu perlakuan awal
adalah menghancurkan lignin (delignifikasi) karena lignin mencegah masuknya enzim
dalam memecah polisakarida menjadi monosakarida di dalam proses hidrolisis. Tujuan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
utama perlakuan awal lignoselulosa oleh berbagai industri adalah untuk dapat
mengakses potensi selulosa yang terlapisi oleh lignin di dalam matriks lignoselulosa.
Penggunaan jamur pelapuk putih dalam menghancurkan lignin dapat
dipertimbangkan karena prosesnya yang ramah lingkungan. Beberapa penelitian
mengungkapkan bahwa perlakuan menggunakan jamur pelapuk putih mengindikasikan
terjadi penurunan dampak negatif terhadap lingkungan karena mengurangi penggunaan
bahan kimia dalam prosesnya (Eriksson, 1998). Degradasi lignin menggunakan jamur
diperkirakan mampu menghemat energi dalam proses konversi kayu atau biomassa
menjadi bahan kimia yang berbasis lignoselulosa. Salah satu jamur yang dapat
digunakan adalah Pleurotus spp. (Ramos et al. 2004).
Proses delignifikasi sangat bergantung pada pertumbuhan jamur dalam bagas
karena jamur yang tumbuh sebanding dengan enzim yang dihasilkan seperti enzim
peroksidase. Adanya enzim ini akan mendelignifikasi menjadi senyawa yang lebih
sederhana. Degradasi ini akan mengakibatkan kandungan lignin pada kayu berkurang
(Kirk et al., 1990). Achmad (2009) mengemukakan, bahwa pertumbuhan jamur
Pleurotus spp. dipengaruhi jenis media tumbuh kultur awalnya sehingga memungkinkan
adanya perbedaan proses delignifikasi oleh Pleurotus spp. jika ditumbuhkan pada media
kultut awal yang berbeda. Dalam penelitian ini akan dikaji lebih lanjut mengenai proses
delignifikasi oleh P. eryngii, P. florida dan P. ostreatus yang ditumbuhkan pada media
kultur awal yang berbeda.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
B. Perumusan Masalah
Pada penelitian Achmad et al., (2009) dijelaskan bahwa perbedaan media
tumbuh isolat Pleurotus spp. berpengaruh pada pertumbuhan diameter koloni isolat.
Dalam penelitian ini akan dikaji lebih lanjut mengenai bagaimana proses delignifikasi
bagas menggunakan isolat jamur Pleurotus spp. yang ditumbuhkan pada media kultur
awal berbeda, dengan indikator berupa besar kadar lignin, holoselulosa dan α-selulosa.
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari proses delignifikasi bagas
menggunakan jamur Pleurotus spp. yang ditumbuhkan pada media kultur awal berbeda,
dengan indikator berupa besar kadar lignin, holoselulosa, dan α-selulosa.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi ilmiah, pengetahuan
serta gambaran kepada penulis dan masyarakat luas mengenai proses delignifikasi bagas
menggunakan jamur Pleurotus spp. yang ditumbuhkan pada media kultur awal berbeda.
Serta hasil akhir dari proses tersebut berupa besar kadar lignin, holoselulosa dan α-
selulosa setelah proses delignifikasi selesai.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
BAB II
LANDASAN TEORI
A. TINJAUAN PUSTAKA
1. Bagas
Tanaman tebu (Saccharum officinarum) merupakan tanaman yang terkategori
dalam tanaman berserat yang mengandung banyak polisakarida, sehingga tanaman ini
ditanam untuk keperluan produksi gula baik dalam skala kecil maupun skala industri.
Pada proses pengolahan tebu menjadi gula, masih ada residu padat berupa bagas yang
masih banyak mengandung polisakarida yang sejauh ini belum banyak dimanfaatkan
menjadi produk yang mempunyai nilai tambah. Bagas yang termasuk biomassa
mengandung lignoselulosa, sangat berpotensi untuk dimanfaatkan menjadi sumber
energi alternatif seperti bioetanol atau biogas (Samsuri et al., 2007).
Bagas hasil samping proses pembuatan gula tebu (sugarcane) mengandung
residu berupa serat, minimal 50% serat bagas diperlukan sebagai bahan bakar boiler
sedangkan 50% sisanya hanya ditimbun sebagai buangan yang memiliki nilai ekonomi
rendah. Penimbunan bagas dalam kurun waktu tertentu akan menimbulkan
permasalahan bagi pabrik. Mengingat bahan ini berpotensi mudah terbakar,
mengotori lingkungan sekitar, dan menyita lahan yang cukup luas untuk
penyimpanannya. Oleh karena itu, alangkah baiknya jika bagas ini dimanfaatkan
sebagai salah satu bahan pembentuk etanol mengingat serat-serat bagas umumnya
mengandung lignoselulosa (Lavarack et al., 2002).
4
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
2. Lignoselulosa
Material berbasis lignoselulosa (lignocellulosic material) memiliki substrat yang
cukup kompleks karena didalamnya terkadung lignin, polisakarida, zat ekstraktif, dan
senyawa organik lainnya (Castello dan Chum, 1998). Lignoselulosa adalah komponen
organik di alam yang berlimpah dan terdiri dari tiga tipe polimer, yaitu selulosa,
hemiselulosa dan lignin. Komponen ini merupakan sumber penting untuk menghasilkan
produk bermanfaat seperti gula dari proses fermentasi, bahan kimia dan bahan bakar
cair. Lignoselulosa bisa diperoleh dari bahan kayu, jerami, rumput-rumputan, limbah
pertanian, limbah industri (kayu, kertas) dan bahan berserat lainnya. Kandungan dari
ketiga komponen lignoselulosa bervariasi tergantung dari jenis bahannya. Sebagai
contoh, kandungan selulosa pada kayu berkisar antara 45% dari berat kering yang
merupakan polimer rantai panjang polisakarida karbohidrat 1,4-β-D-glukosa.
Kandungan hemiselulosa yang merupakan polimer dari kompleks karbohidrat terdapat
sekitar 25-30% (Perez et al., 2002). Residu gula utama yang menyusun yaitu xilan,
mannan, galactan dan glucan (Fengel and Wegener, 1995). Di alam, lignin merupakan
bagian integral dari dinding sel tanaman dan terletak di dalam polimer matrik dari
selulosa dan hemiselulosa. Kandungan lignin berkisar antara 20-40%, tergantung dari
jenis kayunya (Maryana, 2006).
Selain bahan berpati, bahan lignoselulosa merupakan substrat terbanyak yang
belum digunakan secara maksimal. Selama ini, bahan lignoselulosa digunakan untuk
pakan atau hanya digunakan sebagai bahan bakar dalam proses pembuatan gula. Akan
tetapi, komponen bahan lignoselulosa ini sangatlah kompleks sehingga dalam
penggunaannya sebagai substrat untuk produksi bioetanol harus melalui beberapa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
tahapan, antara lain delignifikasi untuk melepas selulosa dan hemiselulosa dari ikatan
kompleks lignin, depolimerisasi untuk mendapatkan gula bebas dan fermentasi gula
heksosa dan pentosa untuk mendapatkan produksi bioetanol.
Dalam pembuatan bioetanol, diperlukan penghilangan komponen yang tidak
dapat dikonversi seperti lignin. Lignin adalah bagian utama dari dinding sel tanaman
yang merupakan polimer terbanyak setelah selulosa. Lignin yang merupakan polimer
aromatik berasosiasi dengan polisakarida pada dinding sel sekunder tanaman dan
terdapat sekitar 20-40%. Komponen lignin pada sel tanaman (monomer guasil dan
siringil) berpengaruh terhadap pelepasan dan hidrolisis polisakarida (Anindyawati,
2009). Lignin adalah senyawa aromatik berbentuk amorf, yang bebas zat ekstraktif dan
bukan karbohidrat (Tellu, 2008).
Terdapat beberapa jenis enzim yang mampu mendegradasi lignin dalam
lignoselulosa yang banyak digunakan dalam berbagai industri (Hidaka et al.,1998).
Enzim pendegradasi lignin (lignolitik) terdiri dari lakase (polifenol oksidase), lignin
peroksidase (Li-P) dan mangan peroksidase (Mn-P). Ketiganya merupakan multi enzim
ekstraseluler yang berperan dalam proses depolimerisasi lignin. Ketiga enzim tersebut
dapat dihasilkan oleh jamur pelapuk putih Omphalina sp. dan Pleurotus ostreatus
(Widyastuti, dkk., 2007) dan beberapa jamur lain seperti L. edodes atau Phanerochaete
chrysosporium.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
3. Delignifikasi
Secara teori proses delignifikasi bertujuan untuk menghilangkan lignin
sesempurna mungkin dan diutamakan di lamela tengah, misalnya dalam proses pulping
kimia. Namun dalam kenyataannya polisakarida terutama yang terdapat pada dinding
sekunder diserang oleh bahan kimia pemasak dan kehilangan polisakarida tidak dapat
dicegah (Sjostrom 1995).
Proses ini bertujuan memecah ikatan lignin, menghilangkan kandungan lignin
dan hemiselulosa, merusak struktur kristal dari selulosa serta meningkatkan porositas
bahan (Sun and Cheng, 2002). Rusaknya struktur kristal selulosa akan mempermudah
terurainya selulosa menjadi glukosa. Selain itu, hemiselulosa turut terurai menjadi
senyawa gula sederhana yaitu glukosa, galaktosa, manosa, heksosa, pentosa, xilosa dan
arabinosa. Selanjutnya senyawa-senyawa gula sederhana tersebut yang akan
difermentasi oleh mikroorganisme menghasilkan etanol (Mosier et al., 2005).
Walaupun terdapat berbagai macam metode hidrolisa untuk bahan
lignoselulosa, hidrolisa asam dan hidrolisa enzimatik merupakan dua metode utama
yang banyak digunakan untuk bahan-bahan lignoselulosa dari limbah pertanian dan
potongan-potongan kayu (Mussantto dan Roberto, 2004). Hidrolisis dengan asam
dibedakan penggunaan asam encer dan asam pekat, contoh penggunaan asam encer
adalah H2SO4 1% pada temperatur 2370C. Larutan asam lemah cenderung
menghilangkan lignin namun hasil hidrolisis selulosanya rendah, sedangkan
penggunaan asam kuat adalah lebih korosif sehingga perlu peralatan yang lebih mahal.
Isu lingkungan juga mempengaruhi penggunaan bahan kimia ini, berkaitan dengan
pembuangan sisa larutan pemasaknya. Reaksi samping yang non-spesifik yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
menghasilkan produk non-glukosa dapat terjadi, sehingga mengurangi yield glukosa
yang diinginkan.
Proses hidrolisis lain yaitu menggunakan enzim. Enzim yang digunakan adalah
enzim selulase yang memotong ikatan 1,4-β-D-glukosa dan menghasilkan banyak
molekul D-glukosa. Hidrolisa selulosa secara enzimatik memberi yield etanol lebih
tinggi dibandingkan metode hidrolisa asam (Palmqvist dan Hahn-Hagerdal, 2000).
Namun proses enzimatik tersebut merupakan proses yang paling mahal sehingga
diperlukan proses recycle dan recovery enzim selulase untuk menekan tingginya biaya
produksi (Iranmahboob et al., 2002). Selain itu, proses hidrolisa enzimatik memerlukan
pre-treatment bahan baku agar struktur selulosa siap untuk dihirolisa oleh enzim
(Palmqvist dan Hahn-Hagerdal, 2000). Mengingat kerumitan proses hidrolisa enzimatik
tersebut, hidrolisa enzimatik dengan enzim selulase mempengaruhi 43,7% biaya total
produksi (Szczodrak dan Fiedurek, 1996).
Pemanfaatan enzim sebagai zat penghidrolisis tergantung pada substrat yang
menjadi prioritas. Sebuah penelitian telah dilakukan untuk menggantikan asam yaitu
menggunakan jamur pelapuk putih untuk perlakuan awal kemudian dengan
menggunakan enzim selulase untuk menghidrolisis selulosa menjadi glukosa, kemudian
melakukan fermentasi dengan menggunakan S. cerivisiae untuk mengkonversi menjadi
etanol (Samsuri, 2006).
Biodegradasi lignin pada kayu merupakan suatu metode perlakuan awal yang
sedang banyak dikembangkan karena prosesnya sanngat ramah lingkungan. Beberapa
penelitian mengungkapkan bahwa perlakuan menggunakan jamur pelapuk putih
mengindikasikan terjadi penurunan dampak negatif terhadap lingkungan karena
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
mengurangi penggunaan bahan kimia dalam prosesnya (Akhtar et al., 1996, Eriksson,
1998). Degradasi lignin menggunakan jamur pelapuk putih diperkirakan mampu
menghemat energi dalam proses konversi kayu atau biomassa menjadi bahan kimia
yang berbasis lignoselulosa.
4. Jamur Pelapuk Putih
Jamur pelapuk putih memiliki kemampuan untuk mendegradasi lignin dan
mengurainya secara sempurna menjadi air (H2O) dan karbon dioksida (CO2) (Isroi,
2010). Jamur pelapuk putih dapat mendegradasi lignin, hemiselulosa, maupun selulosa.
Kayu yang didegradasi oleh jamur pelapuk putih akan menjadi putih/keputih-putihan,
lunak, tetapi tidak menyusut (Lyon, 1991). Jamur pelapuk putih dikelompokkan ke
dalam lima ordo, yaitu: Aphlyllophorales, Agaricales, Auriculariales, Tremellales, dan
Dacrymycetales. Jamur pelapuk putih lebih banyak dijumpai pada kayu Angiospermae
(Nakasone, 1993).
Kemampuan degradasi jamur pelapuk putih dan komponen kimia yang
didegradasinya sangat bergantung pada jenis jamur dan enzim lignolitik yang dapat
dihasilkannya. Jamur pelapuk putih pada umumnya mengeluarkan enzim lignolitik
seperti Lignin Peroksida (LiP), Mangan Peroksida (MnP), Versatil Peroksida (VP),
Laccase, Glyoxal Oxidase (Glox), Aryl Alcohol Oxidase (AAO), dan hidrogen
peroksida lainnya (Hatakka, 2001).
Perlakuan dengan jamur pelapuk putih dikatakan efektif atau memiliki
selektifitas yang baik jika jamur tersebut mampu mendegradasi lignin lebih besar dari
pada degradasi pada selulosanya, yang ditandai dengan terjadi kehilangan berat lignin
lebih besar dibandingkan dengan kehilangan berat selulosanya (Akhtar, 1992).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
Kemampuan jamur pelapuk putih ini bisa dimanfaatkan untuk banyak hal. Misalnya
untuk mendekomposisi bahan organik yang banyak mengandung lignin, biopulping,
biobleaching, dan mendegradasi bahan-bahan pencemar berbahaya (Isroi, 2010). Salah
satu jamur yang dapat digunakan adalah Pleurotus spp. (Ramos et al. 2004).
5. Pleurotus spp.
Pleurotus spp. atau jamur tiram telah diketahui manfaatnya secara luas, baik
untuk bahan makanan maupun obat-obatan. Selain itu, Pleurotus spp. merupakan
dekomposer bahan organik yang dapat secara efisien dan selektif menguraikan
lignoselulosa tanpa perlakuan secara kimia atau biologi. Pleurotus spp. dapat
memanfaatkan bahan lignoselulosa dengan kisaran yang luas, seperti jerami padi, sisa
gergajian, kulit coklat, ampas tebu, pulp kopi, dan batang-batang kapas (Herliyana,
2003). Pleurotus spp. dapat tumbuh dan berkembang pada berbagai macam kayu di
sembarang tempat (Suriawiria, 2002).
Menurut Adinata dan Hendritomo (2002), dalam Pleurotus spp. terdapat dua
bentuk sel yaitu sel generative dan sel vegetatif bercabang yang disebut hifa. Sel-sel
Pleurotus spp. dapat berdiri sendiri atau saling berhubungan sehingga membentuk
benang hifa. Kumpulan benang hifa membentuk miselium. Dari miselium ini kemudian
terbentuk gumpalan kecil seperti simpul menyerupai urat akar. Simpul miselia bermuara
membentuk bulatan kecil yang disebut pinhead disebut juga sebagai periode primordia
yang selanjutnya menjadi stadia dewasa (fruiting bodies) dan akhirnya membentuk
tubuh buah yang sempurna yang terdiri dari batang (stipe) tanpa cincin dan tudung
(pileus). Pileus berbentuk seperti cangkang tiram berukuran 5 cm – 15 cm dan
permukaan bagian bawah berlapis-lapis seperti isang, berwarna putih dan lunak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
Sedangkan tangkainya dapat pendek atau panjang, yang panjangnya tergantung pada
kondisi lingkungan dan iklim yang mempengaruhi pertumbuhannya.
Jamur tiram atau Pleurotus diklasifikasikan menurut Alexopolous (1996)
sebagai berikut :
Kerajaan : Jamur
Filum : Basidiomycota
Kelas : Homobasidiomycetes
Ordo : Agaricales
Famili : Pleurotaceae
Genus : Pleurotus
Jamur tiram termasuk golongan jamur yang memiliki spora berwarna. Jamur
tiram putih (Pleurotus florida (Mont.) Singer dan Pleurotus ostreatus) bertudung putih.
Pleurotus ostreatus adalah jamur pangan dari kelompok Basidiomycota dengan ciri-ciri
umum tubuh buah berwarna putih hingga krem dan tudungnya berbentuk setengah
lingkaran mirip cangkang tiram dengan bagian tengah agak cekung (Volk,1998).
Gambar 1. Pleurotus ostreatus (Wikipedia, 2011)
Gambar 2. Pleurotus florida yang tumbuh pada jerami padi. (Jose, N. and Janardhanan,
K.K., 2000)
Jamur tiram merah jambu (Pleurotus fabellatus) bertudung kemerah-merahan.
Jamur tiram abu-abu (Pleurotus abalons) bertudung abu-abu atau agak kecoklatan.
Dikenal pula jamur tiram lain yang berukuran lebih besar yaitu jamur tiram raja
(Pleurotus eryngii).
Gambar 3. Pleurotus eryngii (Wikipedia, 2011)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
6. Media tumbuh isolat Pleurotus spp.
Terdapat beberapa jenis media yang umum digunakan dalam pengujian
pengaruh macam media, diantaranya Malt Extract Agar (MEA), Potato Dextrose Agar
(PDA) dan Malt Peptone Agar (MPA). Ketiga media tersebut merupakan media yang
kaya akan nutrisi esensial seperti karbohidrat untuk sumber energi dan nitrogen yang
dibutuhkan jamur untuk hidupnya. Namun dalam pengujian pengaruh media terhadap
pertumbuhan isolat dari beberapa jenis Pleurotus spp. menunjukkan perbedaan media
berpengaruh nyata terhadap diameter koloni isolat beberapa Plrurotus spp..
Memperhatikan hal tersebut maka perbedaan pertumbuhan tiap isolat pada ketiga
macam media diduga lebih dilatarbelakangi oleh dan ketersediaan nutrisi yang
dibutuhkan jamur dalam media tumbuh jamur tersebut (Achmad et al., 2009).
Ketiga media tersebut mengandung sumber gula yang kompleks namun berasal
dari bahan utama yang berbeda. Malt Extract Agar (MEA) mengandung gula sederhana
yang berasal dari malt atau sari gandum sebagai sumber energi yang dikombinasikan
dengan mycological peptone sebagai sumber nitrogen dan agar dengan komposisi
tertentu. Dalam media ini juga mengandung tartaric acid, lactic acid dan antibiotik
untuk menekan bakteri kontaminan agar media ini lebih selektif.
Sedangkan gula sederhana yang terkandung pada Potato Dextrose Agar (PDA)
berasal dari kentang dan dextrose. Dan Malt Peptone Agar (MPA) terbuat dari
kombinasi media MEA, pepton, NaCl dan agar yang dihomogenkan dalam satu liter
aquadest netral.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
B. KERANGKA PEMIKIRAN
Bagas tebu masih banyak mengandung lignoselulosa sehingga sangat potensial
sebagai bahan baku bioetenol dan tersedia sangat melimpah di Indonesia namun belum
dimanfaatkan secara maksimal. Bahan-bahan lignoselulosa umumnya terdiri dari
selulosa, hemiselulosa dan lignin. Namun bahan paling penting untuk dikonversi
menjadi bioetanol adalah polisakaridanya yaitu selulosa dan hemiselulosa. Sementara
selulosa secara alami diikat oleh hemiselulosa dan dilindungi oleh lignin (Iranmahboob
et al., 2002). Lignin memiliki ikatan yang sangat kuat yang menjadi penghalang utama
untuk proses konversi polisakarida menjadi produk lain termasuk bioetanol.
Potensi selulosa yang terlapisi oleh lignin di dalam matriks lignoselulosa dapat
diakses dengan delignifikasi, yaitu melepaskan komponen lignin yang mencegah
masuknya enzim dalam memecah polisakarida menjadi monosakarida di dalam proses
hidrolisis. Proses delignifikasi sangat bergantung pada pertumbuhan jamur dalam bagas
karena jamur yang tumbuh sebanding dengan enzim yang dihasilkan seperti enzim
peroksidase. Adanya enzim ini akan mendelignifikasi menjadi senyawa yang lebih
sederhana (Kirk et al., 1990). Achmad (2009) mengemukakan, bahwa pertumbuhan
jamur Pleurotus spp. dipengaruhi jenis media tumbuh kultur awalnya sehingga
memungkinkan adanya perbedaan proses delignifikasi oleh Pleurotus spp. jika
ditumbuhkan pada media kultut awal yang berbeda. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui hasil dan proses dari delignifikasi bagas tebu menggunakan Pleurotus spp.
yang ditumbuhkan pada media berbeda.
Gambar 4. Bagan kerangka pemikiran penelitian Delignifikasi Bagas Menggunakan
Isolat Pleurotus spp. yang Ditumbuhkan pada Media Berbeda
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
BAB III
METODE PENELITIAN
A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN
Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Unit Pelaksana
Teknis Balai Pengembangan Proses dan Teknologi Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia - Yogyakarta (UPT BPPTK LIPI Yogyakarta) pada bulan Juni sampai bulan
Desember 2011.
B. ALAT DAN BAHAN
1. Alat
a. Alat untuk persiapan media : erlenmeyer, beaker glass, hot plate, magnetic
stirrer, autoclave dan timbangan digital.
b. Alat untuk inkubasi dan persiapan isolat : cawan petri, plastic sealler, bunsen
buchner, scalpel, laminar air flow, erlenmayer dan almari penyimpan.
c. Alat untuk analisis lignin, α-selulosa, holoselulosa dan hemiselulosa : botol,
laminar air flow, scalpel, bunsen buchner, alumunium foil, plastic sealler, gelas
beker, erlenmeyer, timbangan digital, kertas saring, labu didih, oven, batang
pengduk dan autoclave.
2. Bahan
a. Isolat jamur yang digunakan : Pleurotus ostreatus, Pleurotus florida dan
Pleurotus eryngii yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi UPT
BPPTK LIPI Yogyakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
b. Media yang digunakan : Malt Extract Agar (MEA), Potato Dextrose Agar
(PDA) dan Malt Peptone Agar (MPA).
c. Bahan kultivasi : Bagas dan aquadest
d. Kemikalia yang digunakan : asam tanat, asam galat, pepton, NaCl, H2SO4
72%, asam asetat, HCl 17,5 %.
C. CARA KERJA
1. Pembuatan Media
a. Pembuatan media MEA (Malt Extract Agar) dan PDA (Potato Dextrose
Agar).
b. Pembuatan media MPA
Media MEA sebanyak 15 gram, 10 gram pepton, 5 gram NaCl dan 15 gram
agar dihomogenkan dalam 1 liter aquadest netral dan dipanaskan hingga mendidih
dan jernih. kemudian disterilkan menggunakan autoclave (dengan suhu 121OC
selama 15 menit).
2. Persiapan Isolat
Media yang telah steril, disimpan untuk stok dan sebagian di tuang dalam cawan
petri, ± 7-10 ml tiap cawan petri dan ditunggu hingga media mengeras. Diambil
sepotong kultur jamur dan ditanam dalam cawan petri yang berisi media PDA, MEA
dan MPA. Kultur diinkubasi dalam ruangan dengan suhu kamar, diamati setiap harinya
hingga miselium jamur memenuhi cawan petri. Kegiatan pembuatan kultur ini
dilakukan secara aseptis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
Selanjutnya, dilakukan pengujian reaksi oksidasi untuk menunjukkan sifat jamur
pelapuk putih. Pengujian reaksi oksidasi dilakukan dengan menanam potongan koloni
tiap isolat (φ 9 mm) pada media 0,5% agar asam galat (AAG) dan media 0,5% agar
asam tanat (AAT). Kemudian diinkubasi pada suhu kamar dan dilakukan pengamatan,
yang meliputi pertumbuhan koloni dengan mengukur diameter koloni (cm) pada hari ke
tujuh dan reaksi oksidasi yang ditandai terbentuknya zona coklat di sekitar koloni pada
media AAG dan AAT. Terjadinya reaksi ini dapat menunjukkan sifat dari golongan
jamur pelapuk putih.
3. Pengujian Pengaruh Macam Media terhadap Pertumbuhan
Potongan biakan tiap isolat (φ 9 mm) ditanam secara aseptis pada media MEA,
MPA dan PDA dengan lima ulangan untuk masing-masing miselium jamur. Kemudian
diinkubasi pada suhu kamar. Pengamatan dilakukan setiap hari dengan mengukur
diameter koloni selama tujuh hari. Pengukuran pertumbuhan dilakukan menggunakan
jangka sorong.
4. Kultivasi Isolat pada Bagas
Sebanyak 30 gram bagas dimasukkan dalam botol. Lalu ditambahkan 120 ml
aquadest kedalamnya. Setelah itu disterilkan menggunakan autoclave pada suhu 121OC
selama 15 menit. Kemudian dikeringkan dengan dijemur di terik matahari agar tidak
lembap.
Penanaman isolat pada bagas dilakukan dengan memasukkan potongan-
potongan isolat ke dalam botol kultivasi secara aseptis. Potongan isolat yang digunakan
berasal dari biakan miselium jamur dari seperempat bagian cawan petri. Kemudian
diinkubasi dalam ruangan bersuhu kamar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
Menurut Siagian (2003) kadar lignin pada kayu dapat turun hingga 5% setelah
didelignifikasi oleh jamur Phanerochaete chrysosporium setelah kultivasi selama 30
hari. Dimungkinkan penambahan waktu inkubasi akan dapat meningkatkan penurunan
kadar lignin. Inkubasi dilakukan selama 45 hari, dengan pengambilan sampel setiap 15
hari untuk mengetahui kecepatan pendegradasian bagas oleh jamur.
5. Analisa Kadar Lignin, Holoselulosa dan α-Selulosa
Besar kadar Lignin, Holoselulosa dan α-Selulosa ditentukan dengan metode
klason (SNI 0492-2008, SNI 0444-2009, SNI 01-1303-1989) dengan
mempertimbangkan kadar ekstrak dan dilakukan pada masing-masing waktu
pemanenan.
D. ANALISIS DATA
Percobaan ini disusun secara faktorial dalam rancangan acak lengkap dan terdiri
dari tiga set pengujian berdasarkan jenis jamur. Satu set penelitian terdiri dari satu jenis
jamur dengan perlakuan tiga macam media dan tiga kali ulangan. Data yang diperoleh
berupa besar kadar lignin, holoselulosa dan α-selulosa. Data tersebut dianalisis
menggunakan sistem ANAVA Repeated Measure dengan taraf signifikansi 5%.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Persiapan Isolat Jamur
Isolat jamur yang digunakan adalah Pleurotus ostreatus, Pleurotus florida dan
Pleurotus eryngii. Isolat-isolat ini diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi UPT
BPPTK LIPI Yogyakarta. Masing-masing isolat ini dikultur dalam media MEA, PDA
dan MPA yang digunakan sebagai stok isolat. Untuk mengetahui apakah jenis jamur
tersebut termasuk golongan jamur pelapuk putih atau bukan dilakukan pengujian reaksi
oksidasi dalam media AAT dan AAG.
Nobles (1948) mengemukakan bahwa untuk mengetahui apakah suatu jenis jamur
termasuk ke dalam jenis jamur pelapuk putih atau bukan dapat dilihat dari reaksi yang
terjadi pada AAG. Jika suatu isolat bereaksi positif terhadap AAG maka isolat tersebut
termasuk dalam jenis jamur pelapuk putih walaupun isolat tersebut bereaksi negatif
terhadap AAT. Sehingga dari hasil tersebut, maka ketiga jamur tersebut termasuk dalam
kelompok jemur pelapuk putih.
Tabel 1. Reaksi oksidasi yang terjadi pada media AAT dan AAG
Keterangan : (+) : reakasi positif; (-) : reaksi negatif,
Reaksi positif ditandai dengan adanya zona coklat yang terbentuk setelah inkubasi
selama beberapa hari dalam media AAT dan AAG. Hasil percobaan menunjukkan
Media Jenis jamur Reaksi oksidasi
AAT P. ostreatus +
P. florida +
P. eryngii -
AAG P. ostreatus +
P. florida +
P. eryngii +
18
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
bahwa ketiga isolat jamur Pleurotus spp. berreaksi positif terhadap media AAG yang
menandakan ketiga jamur tersebut merupakan jamur pelapuk putih (Tabel 1.).
Dharmaputra et al. (1989) mengemukakan bahwa cendawan dari kelompok
pelapuk putih hampir semuanya mengeluarkan enzim oksidase ekstraseluler. Enzim ini
diduga dapat mendegradasi asam galat sehingga sifat racun dari asam ini berkurang atau
hilang sama sekali.
B. Pengujian Pengaruh Macam Media terhadap Pertumbuhan
Media merupakan tempat hidup dan sumber nutrisi, sehingga sangat menentukan
pertumbuhan isolat jamur Pleurotus spp.. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui
media yang tepat untuk masing-masing isolat dari beberapa jenis jamur Pleurotus spp..
Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan pertumbuhan miselium dari masing-
masing jamur pada tiga media yang berbeda yaitu media MEA, PDA dan MPA. Uji ini
dilakukan dengan menumbuhkan masing-masing isolat jamur yang berdiameter 0,9 cm
pada media MEA, PDA dan MPA dengan 5 ulangan kemudian diinkubasi selama 7 hari.
Data didapatkan dengan pengukuran diameter pertumbuhan miselium dari masing-
masing jamur dan masing-masing ulangan menggunakan jangka sorong setiap hari
selama diinkubasi.
Tabel 2. Diameter (cm) pertumbuhan miselium P. ostreatus, P. florida dan P.
eryngii dalam media MEA, PDA dan MPA
Media Kultur P. ostreatus P. florida P. eryngii
MEA 6.37 a 5.21
a 5.44
a
PDA 5.71 a 4.87
a 3.99
a
MPA 4.80 a 5.29
a 5.31
a
Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama (dalam baris dan
kolom yang sama) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata
berdasarkan analisis Uni-ANAVA pada taraf signifikansi 0.05
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
Berdasarkan hasil analisis, pertumbuhan koloni ketiga jenis jamur yang
ditumbuhkan pada tiga media berbeda tidak berbeda nyata (Lampiran 2. Tabel D). Hal
ini menunjukkan bahwa jenis media tidak mempengaruhi pertumbuhan jamur ketiga
jenis jamur. Pada media yang sama, ketiga jenis jamur dapat tumbuh dengan laju
pertumbuhan yang hampir sama. Keadaan ini menandakan bahwa ketiga media
menyediakan nutrisi yang sama untuk mendukung pertumbuhan ketiga jamur tersebut.
C. Analisis Kadar Lignin, Holoselulosa, α-Selulosa
Beberapa jenis jamur pelapuk putih lebih dulu merusak lignin dan hemiselulosa
sebelum merusak selulosa dalam dinding sel. Menurut Eaton dan Hale (1993), jenis
jamur pelapuk putih selain mampu mendelignifikasi juga merusak komponen dinding
sel kayu lainnya. Jamur pelapuk putih secara simultan merusak struktur polimer utama
dinding sel kayu, seperti hemiselulosa dan selulosa pada saat yang hampir bersamaan.
Delignifikasi dapat terjadi jika jamur pelapuk putih menghasilkan enzim
delignifikasi ekstraselular, yaitu Li peroksidase dan Mn peroksidase yang disebut
sebagai keadaan ligninolitik. Enzim-enzim ini diketahui mampu mengoksidasi senyawa
fenolik yang terdapat pada lignin sehingga kekuatan ikatan akan rusak. Mn
peroksidase diketahui merupakan enzim ekstraselular yang mampu mendegradasi
senyawa lignin dengan cukup kuat dengan sedikit kehilangan komposisi karbohidratnya.
Miselia jamur Pleurotus spp. diharapkan mampu tumbuh dengan baik pada media
bagas, sehingga keadaan ligninolitik Pleurotus spp. dapat teraktivasi. Pertumbuhan
jamur sebanding dengan enzim yang dihasilkan seperti enzim peroksidase. Enzim ini
akan mendegradasi lignin menjadi senyawa yang lebih sederhana. Degradasi ini akan
mengakibatkan kandungan lignin pada kayu berkurang (Kirk et al., 1990). Pertumbuhan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
jamur diatur oleh tersediaanya nutrisi, oksigen, trace logam, dan pH yang terdapat pada
bagas yang merupakan media tumbuh dari miselia jamur-jamur tersebut.
a. Penurunan Kadar Lignin
Berdasarkan analisa kadar lignin yang dilakukan tiap 15 hari, diketahui
bahwa telah terjadi penurunan kadar lignin pada tiap waktu panen kecuali pada
delignifikasi menggunakan P. florida dengan media kultur awal PDA dan MPA
(Tabel 3). Hal ini menunjukkan adanya proses delignifikasi pada bagas yang
dilakukan oleh Pleurotus spp.. Hasil analisa data menunjukkan bahwa perbedaan
media kultur awal jamur berpengaruh nyata pada penurunan kadar lignin
(Lampiran 3. Tabel E). Data pada Tabel 3 menunjukkan bahwa delignifikasi
menggunakan Pleurotus spp. dengan MEA sebagai media kultur awal mengalami
penurunan kadar lignin yang lebih tinggi dibandingkan dengan media kultur awal
yang lain (Lampiran 3. Tabel G).
Tabel 3. Penurunan kadar lignin bagas (dalam %) setelah proses delignifikasi
menggunakan Pleurotus spp. yang dengan tiga media kultur awal
berbeda
Media
Kultur
P. eryngii P. florida P. ostreatus
15
hari
30 hari 45 hari 15 hari 30 hari 45 hari 15 hari 30 hari 45 hari
MEA 3.88 a 4.82
a 4.91
a 4.24
a 0.28
b 0.38
b 1.62
b 4.51
a 4.92
a
PDA 0.72 b
1.17 b 3.46
a t.d. t.d. t.d. 0.82
b 1.04
b 3.73
a
MPA 1.08 b
1.22 b 2.81
b t.d. t.d. t.d. 0.69
b 0.69
b 4.10
a
Keterangan : - t.d. : tidak terdeteksi
- Angka yang diikuti dengan huruf yang sama dalam baris yang
sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata berdasarkan
analisis GLM - Repeated Measure pada taraf signifikansi 0.05
Media MPA terbuat dari MEA dengan tambahan pepton dan NaCl.
Bertambahnya pepton berarti bertambah pula kandungan nitrogen dalam media.
Diduga kandungan nitrogen tersebut terlalu tinggi sehingga saat jamur
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
dipindahkan dalam bagas tidak tumbuh sebaik jamur dengan media kultur awal
MEA.
Perbedaan jamur juga mempengaruhi proses delignifikasi. Hal ini
dibuktikan dengan sangat rendahnya kadar lignin bagas yang didelignifikasi oleh
jamur P. florida dibandingkan delignifikasi bagas oleh P. eryngii dan P. ostreatus
(Lampiran 3. Tabel F). Kadar lignin bagas yang didelignifikasi selama 45 hari oleh
jamur P. florida dengan MEA sebagai media kultur awal hanya berkurang sebesar
0,38% (Tabel 3). Penurunan kadar lignin bagas yang didelignifikasi P. florida
dengan PDA dan MPA sebagai media kultur awal tidak terdeteksi.
Delignifikasi sangat bergantung pada produksi enzim Mn peroksidase dan
Li peroksidase. Enzim ini dapat memecah ikatan lignin yang sangat kuat sehingga
lignin dalam lignoselulosa dapat terlepas dan dapat didegradasi. Produksi Mn
peroksidase dan Li peroksidase bergantung pada pertumbuhan jamur itu sendiri.
Jika jamur tidak tumbuh dengan baik maka enzim-enzim tersebut juga tidak akan
terproduksi sehingga tidak terjadi proses biodelignifikasi. Selain itu, dapat pula
dipengaruhi oleh kurang kuatnya ekspresi enzim yang diproduksi jamur sehingga
delignifikasi yang terjadi juga tidak optimal. Penurunan kadar lignin yang terjadi
juga dipengaruhi oleh lama waktu inkubasi jamur dalam bagas, semakin lama
waktu inkubasi maka semakin besar pula penurunan kadar lignin yang terjadi.
b. Kadar Holoselulosa
Kadar holoselulosa dalam kayu menyatakan jumlah senyawa karbohidrat
atau polisakarida yang terdiri dari selulosa dan hemiselulosa (Siagian, 2003).
Degradasi holoselulosa juga terjadi seiring dengan proses delignifikasi bagas yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
menggunakan tiga jenis Pleurotus spp. yang ditandai dengan turunnya kadar
holoselulosanya. Degradasi ini diduga berguna untuk memecah holoselulosa
menjadi molekul yang lebih kecil.
Berbeda dengan kadar lignin, penurunan kadar holoselulosa tidak
dipengaruhi oleh jenis jamur. Pada analisa data diketahui perbedaan penurunan
kadar holoselulosa tidak berbeda nyata antara satu sama lain dalam waktu inkubasi
yang sama (Lampiran 4. Tabel E). Kemudian, perbedaan media kultur awal jamur
juga tidak mempengaruhi besar penurunan kadar holoselulosa (Lampiran 4. Tabel
G).
Tabel 4. Penurunan kadar holoselulosa bagas (dalam %) setelah proses
delignifikasi menggunakan perlakuan Pleurotus spp. dengan tiga media
kultur awal berbeda
Media
Kultur
P. eryngii P. florida P. ostreatus
15
hari
30 hari 45 hari 15 hari 30 hari 45 hari 15 hari 30 hari 45 hari
MEA 0.88 a 1.35
a 1.64
b 0.45
a 0.45
a 2.81
c 0.38
a 1.16
a 2.71
c
PDA 0.76 a 2.58
c 3.04
c 0.96
a 0.55
a 1.95
b 0.51
a 2.54
c 2.89
c
MPA 1.08 a 1.02
a 1.68
b 0.25
a 1.65
b 2.26
c 0.24
a 1.07
a 2.27
c
Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama dalam baris yang sama
menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata berdasarkan analisis
GLM - Repeated Measure pada taraf signifikansi 0.05
Hal ini terjadi karena jamur Pleurotus spp. juga menghasilkan enzim yang
dapat menguraikan selulosa, seperti enzim protease dan selulase. Kemungkinan,
enzim inilah yang lebih banyak dihasilkan oleh jamur P. florida pada proses
pertumbuhannya dalam bagas, sehingga proses delignifikasi tidak berjalan
sempurna meskipun jamur ini dapat tumbuh dalam bagas. Enzim ini akan
mendegradasi selulosa bagas yang tidak terikat oleh lignin sehingga tetap
mendapatkan nutrisi. Pertumbuhan yang kurang baik mendorong jamur P. florida
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
untuk memperoleh nutrisi secara lebih cepat dengan tidak mengeluarkan energi
lebih besar dengan produksi enzim pendelignifikasi.
Menurut Samsuri (2007) penurunan kadar holoselulosa yang terjadi
disebabkan karena semakin lama perlakuan maka kebutuhan makanan dari jamur
juga akan semakin besar. Dalam bagas selulosa dikelilingi oleh lignin, sehingga
ligninlah yang terlebih dahulu diuraikan oleh jamur. Kemudian baru selulosa yang
akan diuraikan oleh jamur menjadi senyawa sederhana yang dipergunakan jamur
sebagai nutrisi untuk pertumbuhannya.
Perbedaan kadar holoselulosa yang nyata dipengaruhi lama waktu
delignifikasi, yaitu semakin lama waktu untuk delignifikasi maka semakin besar
pula kehilangan kadar selulosa yang terjadi (Lampiran 4.Tabel D). Penurunan
kadar holoselulosa baru terlihat lebih sinifikan setelah didelignifikasi selama 45
hari dibandingkan dengan lama inkubasi 15 dan 30 hari (Tabel 4). Pada inkubasi
15 sampai 30 hari, kadar holoselulosa tidak berkurang secara signifikan. Hal ini
dapat terjadi karena proses delignifikasi memang membutuhkan waktu yang relatif
lama, sehingga holoselulosa tidak segera terdegradasi pada inkubasi 15 sampai 30
hari.
c. Kadar α-selulosa
Proses delignifikasi menggunakan tiga jenis jamur Pleurotus spp. dengan
media kultur awal yang berbeda juga mengakibatkan penurunan kadar α-selulosa
bagas. Hal ini menandai bahwa juga terjadi degradasi α-selulosa pada bagas.
Seperti yang terjadi pada penurunan kadar holoselulosa, penurunan kadar α-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
selulosa tidak dipengaruhi oleh jenis dan media kultur awal jamur (Lampiran 5.
Tabel E).
Tabel 5. Penurunan kadar α-selulosa bagas (dalam %) setelah proses delignifikasi
menggunakan Pleurotus spp. dengan tiga media kultur awal berbeda
Media
Kultur
P. eryngii P. florida P. ostreatus
15
hari
30 hari 45 hari 15 hari 30 hari 45 hari 15 hari 30 hari 45 hari
MEA 0.09 a 0.19
a 5.19
c 2
b 2
b 3
c 0.93
a 0.93
a 4.81
c
PDA 0.05 a 1.94
b 3.11
c 0.84
a 0.84
a 1.98
b 0.88
a 1.66
a 2.42
c
MPA 0.64 a 1.76
b 2.97
c 0.17
a 0.87
a 2.54
c 0.33
a 1.58
b 2.26
c
Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama dalam baris yang sama
menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata berdasarkan analisis
GLM - Repeated Measure pada taraf signifikansi 0.05
Secara umum, perbedaan waktu inkubasi menyebabkan perbedaan yang
nyata terhadap penurunan kadar α-selulosa bagas (Lampiran 5. Tabel D).
Penurunan kadar α-selulosa ini disebabkan karena proses delignifikasi akan
memecah ikatan lignin yang kuat sehingga selulosa dapat terjangkau oleh jamur.
Jamur mensintesis enzim yang digunakan untuk memecah selulosa menjadi
molekul yang lebuh kecil yang digunakan sebagai nutrisinya. Proses ini
memerlukan waktu yang relatif lama, karena delignifikasi juga berlangsung relatif
lama.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
BAB V
KESIMPULAN
Proses delignifikasi bagas yang cepat dilakukan oleh jamur P. ostreatus dan P.
eryngii yang ditumbuhkan pada media kultur awal MEA yaitu sebesar 4.92% dan 4.91%
dari total bagas. Tidak terdapat perbedaan yang nyata dalam proses degradasi
holoselulosa dan α-selulosa bagas oleh ketiga jamur dengan tiga media kultur awal yang
berbeda.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, Herliyana, EN., Yurti, O., Hidayat A.P. 2009. Karakteristik Fisiologi Isolat
Pleurotus spp. Jurnal Littri 15(1): 46 – 51.
Adinata dan Hendritomo, HI. 2002. Biologi Jamur Pangan. Pusat Pengkajian dan
Penerapan Teknologi Bio Industri. Jakarta.
Akhtar, M., Kirk, TK., Blanchette, RA. 1996. Biopulping an Overview of Consortia
Research. Proceedings Of the 6 th Con. On Boitech. In Pulp and Paper Industry:
Advances in Applied ang Foundamental Research. Facultas-Universitatsverlag.
Vienna, Australia.
Akhtar, M., 1992. Evaluating Isolates Of Phanerochaete chrysosporium and
Ceriporiopsis subvermispora For Use In Biological Pulping Process.
Holzforschung 46: 105-115.
Alexopolous, CJ., Mims, CW., Blackwell, M. 1996. Introductory Mycology (4th Ed.)
John Wiley: New York.
Anindyawati, T. 2009. Prospek Enzim dan Limbah Lignoselulosa untuk Produksi
Bioetanol. BS 44 (1): 49- 56.
Castello, R., dan Chum, H. 1998. Biomass, bioenergi dan carbon management. In
“Bioenergi '98: Expdaning Bioenergi Partnerships” D. Wichert, ed. Canada
Eaton, RA., and Hale, MDC.. 1993. Wood: Decay, pests and protection. Chapman &
Hall: London
Eriksson, KL. 1998. Past successes and future possibilities for biotechnology in the pulp
and paper induetry. Proceedings of Boptechnology in the pulp and paper
industry. Vol A. Canada
Fengel, D., Wegener, G. 1995. Kayu : Kimia, Ultrastruktur, Reaksi-reaksi.
Diterjemahkan oleh Hardjono Sastrohamidjoyo. Cetakan I. Gajah Mada
University Press: Yogyakarta
Hadioetomo, Ratna, S. 1993. Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek. PT Gramedia Pustaka
Utama : Jakarta
Hatakka, A. 2001. Biodegradation of lignin. In M. Hofrichter and A. Steinbüchel (eds.),
Biopolymers 1: 129-180.
Herliyana, EN. 2003. Studi Fisiologis Jamur Tiram Pleurotus spp. yang Berbeda
Secara Genetik. Bogor: Proyek Pengembangan Pusat Antar Universitas. IPB.
Hidaka, H., Hamaya, T. and Adachi, T.. 1998. Industrial Application of Cellulase. p.
593-601. Proceeding of Mie Bioforum. Genetic, Biochemistry and Ecology of
Lignocellulose Degradation. Uni Publishers Co. Ltd.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
Howard, RT., Abotsi, E., Jansen van Rensburg, EL., and Howard, S., 2003,
Lignocellulose Biotechnology : Issue of Bioconversion and Enzyme
Production. African Journal of Biotech 2: 602 -61.
Iranmahboob, J., Nadim, F., Monemi, S. 2002. Optimizing acid-hydrlysis: a critical step
for production of ethanol from mixed wood chips. Biomass and Bioenergy 22:
401-404.
Isroi. 2010. Keunikan jamur pelapuk putih : selektif mendegradasi lignin
http://www.wordpress.com/isroi/pleurotus_ostreatus.html [Maret 2011]
Jose, N and Janardhanan, KK. 2000. Antioxidant and antitumour activity of Pleurotus
florida. Current Science 79 (7): 941-943.
Kirk, TK., Higuchi, T. and Chang, HM.. 1990. Lignin Biodegradation: Microbiology,
Chemistry and Applications. Vol. II. CRC Press. Inc: USA
Lavarack, BP., Griffin, G.J., Rodman, D. 2002. The acid hydrolysis of sugarcane
bagasse hemicellulose to produce xylose, arabinose, glucose and other
products. Biomass Bioenergy 23: 367-380.
Lyon WF. 1991. Wood Rot. http://www.ohioline.osu.edu. [Februari 2011]
Maryana, R. 2006. Pengembangan Bioetanol dari Starchy Materials dan Lignoselulosa
Sebagai Salah Satu Energi Alternatif, hal. 206-212. Prosiding Seminar Nasional
Kimia dan Pendidikan.
Mosier, N., Wyman, C., Dale, B., Elander, R., Lee, YY., Holtzapple, M., Ladisch, M.,
2005. Features of promising technologies for pretreatment of lignocellulosic
biomass. Bioresource Technol 96: 673-686.
Mussantto, SI., Roberto, I.C., 2004. Alternatives for detoxification of dilute-acid
lignocellulosic hydrolyzates for use in fermentative process: a review.
Bioresource Technology 93: 1-10.
Nakasone KK.1993. Biodiversity and Coarse Wind Debris in Southern Forests. p. 35-
42. In: McWim JW, Crossley DA (Eds). Proceeding of the workshop on coarse
Woody Debris in Southern Forests: Effect on Biodiversity. Athens, GA.
Nobles, MK. 1948. Studies in Forest Pathology VI, Identification of Cultures of Wood
Rooting. Division of Botany and Plant Pathology Sience Service: Canada
Palmqvist, E., Hahn-Hägerdal, B., 2000. Review paper. Fermentation of lignocellulosic
hydrolysates. II: inhibitors and mechanisms of inhibition. Bioresource
Technology 74: 25-33.
Perez, J., Dorado, J.M., Rubia, T., and Martinez, J.. 2002. Biodegradation and biological
treatments of cellulose, hemicellulose andlignin : an overview. Int. Microbiol 5:
53-63.
Ramos J, Rojas T, at. All.2004. enzymatic and fungal treatments on sugarcane bagasse
for the production mechanical pulp. J. Aric. Food chem 52: 5057-5062.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
Samsuri, M. 2006. “Pengaruh Perlakuan Jamur Pelapuk Putih dan Steaming pada
Produksi Ethanol dari Bagas melalui proses Sakarifikasi dan Fermentasi secara
Serentak (SSF).” Tesis, Program Pasca Sarjana Fakultas Teknik UI, Depok.
Samsuri, M., Gozan, M., Mardias, R., Baiquni, M., Hermansyah, H. Wijanarko, A.,
Prasetya B., dan Nasikin, M. 2007. Pemanfaatan Sellulosa Bagas Untuk
Produksi Ethanol Melalui Sakarifikasi Dan Fermentasi Serentak Dengan Enzim
Xylanase. MAKARA TEKNOLOGI 11(1): 17-24.
Siagian, RM., Roliadi H., Suprapti S. dan Komarayati. 2003. Studi Peranan Fungi
Pelapuk Putih Dalam Proses Biodelignifikasi Kayu Sengon (Paraserianthes
falcataria (L) Nielsen). J. Ilmu & Teknologi Kayu Tropis 1 (1): 47-56.
Sjostrom, E. 1995. Kimia Kayu Dasar-dasar dan Penggunaan. Edisi ke-2.
Sastroamijoyo H, penerjemah; Prawirohatmojo S, editor, Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press
Sun, Y. ands Cheng, J., 2002. Hydrolysis of lignocellulosic materials for ethanol
production: a review. Bioresource Technol 83: 1-11.
Suriawiria, U. 2002. Budidaya Jamur Tiram. Yayasan Kanisius, Jogjakarta
Szczodrak, J., Fiedurek, J., 1996. Technology for conversion of lignocellulosic biomass
to ethanol. Biomass Bioenergy 10: 367-375.
Tellu, AT. 2008. Sifat Kimia Jenis-jenis Rotan yang Diperdagangkan di Propinsi
Sulawesi Tengah. BIODIVERSITAS 9 (2): 108-111.
Volk, TJ. 1998. This month's fungus is Pleurotus ostreatus, the Oyster mushroom.
http://botit.botany.wisc.edu/toms_fungi/oct98.html [April 2009].
Wibisana, A. 2000. Mempelajari Ekstrak Tauge, Sorgum, dan Kayu Karet sebagai
Media Produksi Masa Miselia Jamur Tiram Putih. Skripsi. Fakultas Teknologi
Pertanian, IPB
Widyastuti, M. 2002. Kandungan Gizi dan Kegunaan Jamur Tiram. Pusat Pengkajian
dan Penerapan Teknologi Bio Industri. Jakarta.
Wikipedia. 2011. Pleurotus eryngii. http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=
pleurotuseryngii=edit§ion=1. [April 2011]
Wikipedia. 2011. Pleurotus ostreatus. http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=
pleurotusostreatus =edit§ion=1. [April 2011]
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
Lampiran 1. Pertumbuhan isolat jamur P. ostreatus, P. florida dan P. eryngii
A. Pertumbuhan isolat jamur dalam media MEA
P. ostreatus P. florida P. eryngii
B. Pertumbuhan isolat jamur dalam media PDA
P. ostreatus P. florida P. eryngii
C. Pertumbuhan isolat jamur dalam media MPA
P. ostreatus P. florida P. eryngii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
Lampiran 2. Uji Statistik (Univariate Analysis of Variance) Pertumbuhan Jamur
Tabel 1. Faktor perlakuan terhadap pertumbuhan
Value Label N
Jenis_Jamur 1 Pleurotus eryngii 3
2 Pleurotus florida 3
3 Pleurotus ostreatus 3
Jenis_Media 1 MEA 3
2 PDA 3
3 MPA 3
Tabel 2. Analisis variansi antar faktor perlakuan terhadap pertumbuhan
Source
Type III Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
Corrected Model 6.673a 4 1.668 2.697 .180
Intercept 279.391 1 279.391 451.608 .000
Jenis_Jamur 5.262 2 2.631 4.253 .102
Jenis_Media 1.411 2 .706 1.141 .406
Error 2.475 4 .619
Total 288.539 9
Corrected Total 9.148 8
Tabel 3. Uji Lanjut perlakuan jenis jamur terhadap pertumbuhan
Jenis_Jamur N
Subset
1
Pleurotus florida 3 4.9460
Pleurotus eryngii 3 5.1207
Pleurotus ostreatus 3 6.6483
Sig. .060
Tabel 4. Uji Lanjut perlakuan jenis media terhadap pertumbuhan
Jenis_Media N
Subset
1
PDA 3 5.2337
MPA 3 5.3540
MEA 3 6.1273
Sig. .243
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
Lampiran 3. Uji Statistik (GLM – Repeated Measure) Delignifikadi Bagas
Tabel 1. Faktor Repeated Measure terhadap delignifikasi bagas
Hari Dependent Variable
1 hari_15
2 hari_30
3 hari_45
Tabel 2. Faktor perlakuan terhadap delignifikasi bagas
Value Label N
Jenis_Jamur 1 P. eryngii 3
2 P. florida 3
3 P. ostreatus 3
Jenis_Media 1 MEA 3
2 PDA 3
3 MPA 3
Tabel 3. Analisis faktor Repeated Measure terhadap delignifikasi bagas
Source Hari
Type III
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
Hari Linear 6.540 1 6.540 10.030 .034
Quadratic 1.392 1 1.392 .849 .409
Hari *
Jenis_Jamur
Linear 15.122 2 7.561 11.596 .022
Quadratic .116 2 .058 .035 .966
Hari *
Jenis_Media
Linear 3.184 2 1.592 2.442 .203
Quadratic .966 2 .483 .295 .760
Error (Hari) Linear 2.608 4 .652
Quadratic 6.557 4 1.639
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
Tabel 4. Uji lanjut antar faktor Repeated Measure terhadap delignifikasi bagas
(I) Hari
(J)
Hari
Mean
Difference
(I-J)
Std.
Error Sig.a
95% Confidence Interval
for Differencea
Lower Bound Upper Bound
1 2 -.121 .698 .871 -2.059 1.817
3 -1.206* .381 .034 -2.262 -.149
2 1 .121 .698 .871 -1.817 2.059
3 -1.084* .363 .040 -2.092 -.077
3 1 1.206* .381 .034 .149 2.262
2 1.084* .363 .040 .077 2.092
Tabel 5. Analisis variansi antar faktor perlakuan terhadap delignifikasi bagas
Tabel 6. Uji lanjut perlakuan jenis jamur terhadap delignifikasi bagas
Duncana,,b,,c
Jenis_Jamur N
Subset
1 2
P. eryngii 3 .5444
P. florida 3 2.4578
P. ostreatus 3 2.6744
Sig. 1.000 .500
Tabel 7. Uji Lanjut perlakuan jenis media terhadap delignifikasi bagas
Duncana,,b,,c
Jenis_Media N
Subset
1 2
MPA 3 1.1767
PDA 3 1.2156
MEA 3 3.2844
Sig. .901 1.000
Source
Type III Sum
of Squares df
Mean
Square F Sig.
Intercept 96.674 1 96.674 251.441 .000
Jenis_Jamur 24.734 2 12.367 32.166 .003
Jenis_Media 26.174 2 13.087 34.038 .003
Error 1.538 4 .384
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Lampiran 4. Uji Statistik (GLM – Repeated Measure) Degradasi Holoselulosa
Bagas
Tabel 1. Faktor Repeated Measure terhadap degradasi holoselulosa bagas
Hari Dependent Variable
1 hari_15
2 hari_30
3 hari_45
Tabel 2. Faktor perlakuan terhadap degradasi holoselulosa bagas
Value Label N
Jenis_Jamur 1 P. eryngii 3
2 P. florida 3
3 P. ostreatus 3
Jenis_Media 1 MEA 3
2 PDA 3
3 MPA 3
Tabel 3. Analisis faktor Repeated Measure terhadap degradasi holoselulosa bagas
Source Hari
Type III
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
Hari Linear 14.670 1 14.670 43.018 .003
Quadratic .210 1 .210 .407 .558
Hari *
Jenis_Jamur
Linear 1.087 2 .543 1.593 .310
Quadratic 1.414 2 .707 1.368 .353
Hari *
Jenis_Media
Linear .193 2 .096 .283 .768
Quadratic 1.248 2 .624 1.208 .389
Error(hari) Linear 1.364 4 .341
Quadratic 2.067 4 .517
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
Tabel 4. Uji Lanjut Faktor Repeated Measure terhadap degradasi holoselulosa bagas
(I)
hari
(J)
hari
Mean
Difference
(I-J)
Std.
Error Sig.a
95% Confidence Interval for
Differencea
Lower Bound Upper Bound
1 2 -.716 .361 .118 -1.717 .286
3 -1.806* .275 .003 -2.570 -1.041
2 1 .716 .361 .118 -.286 1.717
3 -1.090* .283 .018 -1.876 -.304
3 1 1.806* .275 .003 1.041 2.570
2 1.090* .283 .018 .304 1.876
Tabel 5. Analisis variansi faktor perlakuan terhadap degradasi holoselulosa bagas
Source
Type III Sum
of Squares df
Mean
Square F Sig.
Intercept 52.612 1 52.612 189.262 .000
Jenis_Jamur .813 2 .406 1.462 .334
Jenis_Media 1.242 2 .621 2.235 .223
Error 1.112 4 .278
Tabel 6. Uji lanjut perlakuan jenis jamur terhadap degradasi holoselulosa bagas
Duncana,,b,,c
Jenis_Jamur N
Subset
1
P. eryngii 3 1.1556
P. florida 3 1.4733
P. ostreatus 3 1.5589
Sig. .186
Tabel 7. Uji Lanjut perlakuan jenis media terhadap degradasi holoselulosa bagas
Duncana,,b,,c
Jenis_Media N
Subset
1
MEA 3 1.2111
MPA 3 1.2800
PDA 3 1.6967
Sig. .128
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
Lampiran 5. Uji Statistik (GLM – Repeated Measure) Degradasi α-selulosa Bagas
Tabel 1. Faktor Repeated Measure terhadap degradasi α-selulosa bagas
hari Dependent Variable
1 hari_15
2 hari_30
3 hari_45
Tabel 2. Faktor perlakuan terhadap degradasi α-selulosa bagas
Value Label N
jenis_jamur 1 P. eryngii 3
2 P. florida 3
3 P. ostreatus 3
jenis_media 1 MEA 3
2 PDA 3
3 MPA 3
Tabel 3. Analisis faktor Repeated Measure terhadap degradasi α-selulosa bagas
Source hari
Type III Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
hari Linear 14.670 1 14.670 43.018 .003
Quadratic .210 1 .210 .407 .558
hari *
jenis_jamur
Linear 1.087 2 .543 1.593 .310
Quadratic 1.414 2 .707 1.368 .353
hari *
jenis_media
Linear .193 2 .096 .283 .768
Quadratic 1.248 2 .624 1.208 .389
Error(hari) Linear 1.364 4 .341
Quadratic 2.067 4 .517
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
Tabel 4. Uji Lanjut Faktor Repeated Measure terhadap degradasi α-selulosa bagas
(I) hari (J) hari
Mean
Difference (I-
J) Std. Error Sig.a
95% Confidence Interval
for Differencea
Lower
Bound
Upper
Bound
1 2 -.716 .361 .118 -1.717 .286
3 -1.806* .275 .003 -2.570 -1.041
2 1 .716 .361 .118 -.286 1.717
3 -1.090* .283 .018 -1.876 -.304
3 1 1.806* .275 .003 1.041 2.570
2 1.090* .283 .018 .304 1.876
Tabel 5. Analisis variansi faktor perlakuan terhadap degradasi α-selulosa bagas
Source
Type III Sum of
Squares Df
Mean
Square F Sig.
Intercept 52.612 1 52.612 189.262 .000
jenis_jamur .813 2 .406 1.462 .334
jenis_media 1.242 2 .621 2.235 .223
Error 1.112 4 .278
Tabel 6. Uji lanjut perlakuan jenis jamur terhadap degradasi α-selulosa bagas
Duncana,,b,,c
jenis_jamur N
Subset
1
P. eryngii 3 1.1556
P. florida 3 1.4733
P. ostreatus 3 1.5589
Sig. .186
Tabel 7. Uji Lanjut perlakuan jenis media terhadap degradasi α-selulosa bagas
Duncana,,b,,c
jenis_media N
Subset
1
MEA 3 1.2111
MPA 3 1.2800
PDA 3 1.6967
Sig. .128
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user