Delapan Dewa Abadi Dalam Legenda Tiongkok

14
Delapan Dewa Abadi dalam Legenda Tiongkok Delapan Dewa tidak langsung dilahirkan abadi. Mereka berasal dari dunia manusia, seperti dari anggota keluarga kekais aran, pengemis, pendeta Tao, dan lain-lain. Ada kisah yang yang sangat menarik di belakang mereka saat berhasil berlatih dan mencapai keabadian. Dalam legenda, Delapan Dewa terdiri dari laki-laki dan perempuan, muda dan tua, kaya dan berbudi luhur, serta miskin dan rendah hati. Klenteng Tao dari Delapan Dewa tersebar di seluruh Tiongkok dan patungnya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari prosesi penyembahan. Senjata yang mereka bawa seperti lonceng kayu keras, kipas, tongkat, seruling, pedang, botol labu, Tao dan keranjang bunga, ini semua disebut "delapan harta" dan simbol dari Delapan Dewa. Bagian yang paling terkenal dari Delapan Dewa adalah karya-karya sastra dan seni seperti lukisan Delapan Dewa Menyeberangi Laut, Delapan Dewa Menyajikan Buah Persik dan Roti dll. Selain itu, Delapan Dewa biasanya juga ditampilkan dalam lukisan Tahun Baru, bordiran, kerajinan keramik, festival lentera dan opera dll. Ada ungkapan "Baxianguohai, gexianshentong "(berarti" Delapan Dewa menyeberangi lautan, masing-masing menunjukkan keahlian khusus-nya ") adalah salah satu ciri khas yang paling banyak digunakan di Tiongkok. Tie Guai Li Tersebutlah seorang pemuda bernama Li Xuan yg walaupun terlahir kaya dan tampan namun tak menggunakan keberutungannya itu untuk mengejar kenikmatan duniawi, melainkan lebih suka mendalami agama dan bertapa. Berkat ketekunannya, dalam uisa yang masih relatif muda saja Li Xuan sudah terkenal sebagai seorang master taois dan menguasai ilmu yang bisa mengeluarkan roh dari raganya Suatu hari Li Xuan diundang menghadiri perjamuan di istana dewa Tai Shang Lao Jun. Namun karena yang boleh menghadiri perjamuan itu hanya roh saja, maka diapun terpaksa meninggalkan raganya dan menyuruh muridnya yang bernama Lang Ling untuk menjaganya. "Bila sampai 10 hari aku belum pulang maka kau harus membakar ragaku, namun sebelum itu kau harus terus menjaganya siang dan malam" begitu pesannya sebelum pergi. Selama berhari-hari Lang Ling terus menjaga jasad gurunya dengan telaten, namun pada hari ke 6 datanglah tetangganya yang mengabarkan bahwa ibunya dirumah tengah sakit keras. Lang Ling pun menjadi bingung apakah harus menjaga gurunya atau merawat ibunya. "Lang Ling, sudah sebesar ini kok kau masih naif sekali sih. Masa kau percaya di dunia ini benar-benar ada ilmu meninggalkan raga, ah kurasa gurumu itu pasti sudah mati. Sudah, sekarang lebih baik kau pulang saja untuk merawat ibumu." bujuk tetangganya Karena termakan kata-kata tetangganya itu, Lang Ling ahirnya mengkremasi jasad gurunya. Setelah memberi penghormatan terakhir dibdepan abu gurunya diapun segera pulang untuk merawat ibunya. Beberapa hari kemudian roh Li Xuan benar-benar pulang, namun betapa kagetnya dia karena yang ditemuinya hanya sisa-sisa abu pembakaran jasadnya saja. Dengan panik roh Li Xuan cepat-cepat terbang mencari jazad orang yang baru saja meninggal untuk dimasuki (karena bila tidak cepat-cepat masuk ke jasad baru maka rohnya akan musnah juga) Tak berapa jauh dari situ Li Xuan menemukan jasad seorang pengemis pincang yang baru

description

Sekilas tentang kisah legenda delapan dewa

Transcript of Delapan Dewa Abadi Dalam Legenda Tiongkok

Page 1: Delapan Dewa Abadi Dalam Legenda Tiongkok

Delapan Dewa Abadi dalam Legenda Tiongkok

Delapan Dewa tidak langsung dilahirkan abadi. Mereka berasal dari dunia manusia, seperti dari anggota keluarga kekaisaran, pengemis, pendeta Tao, dan lain-lain. Ada kisah yang yang sangat menarik di belakang mereka saat berhasil berlatih dan mencapai keabadian.

Dalam legenda, Delapan Dewa terdiri dari laki-laki dan perempuan, muda dan tua, kaya dan berbudi luhur, serta miskin dan rendah hati. Klenteng Tao dari Delapan Dewa tersebar di seluruh Tiongkok dan patungnya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari prosesi penyembahan. Senjata yang mereka bawa seperti lonceng kayu keras, kipas, tongkat, seruling, pedang, botol labu, Tao dan keranjang bunga, ini semua disebut "delapan harta" dan simbol dari Delapan Dewa.

Bagian yang paling terkenal dari Delapan Dewa adalah karya-karya sastra dan seni seperti lukisan Delapan Dewa Menyeberangi Laut, Delapan Dewa Menyajikan Buah Persik dan Roti dll. Selain itu, Delapan Dewa biasanya juga ditampilkan dalam lukisan Tahun Baru, bordiran, kerajinan keramik, festival lentera dan opera dll. Ada ungkapan "Baxianguohai, gexianshentong "(berarti" Delapan Dewa menyeberangi lautan, masing-masing menunjukkan keahlian khusus-nya ") adalah salah satu ciri khas yang paling banyak digunakan di Tiongkok.

Tie Guai Li

Tersebutlah seorang pemuda bernama Li Xuan yg walaupun terlahir kaya dan tampan namun tak menggunakan keberutungannya itu untuk mengejar kenikmatan duniawi, melainkan lebih suka mendalami agama dan bertapa. Berkat ketekunannya, dalam uisa yang masih relatif muda saja Li Xuan sudah terkenal sebagai seorang master taois dan menguasai ilmu yang bisa mengeluarkan roh dari raganya

Suatu hari Li Xuan diundang menghadiri perjamuan di istana dewa Tai Shang Lao Jun. Namun karena yang boleh menghadiri perjamuan itu hanya roh saja, maka diapun terpaksa meninggalkan raganya dan menyuruh muridnya yang bernama Lang Ling untuk menjaganya. "Bila sampai 10 hari aku belum pulang maka kau harus membakar ragaku, namun sebelum itu kau harus terus menjaganya siang dan malam" begitu pesannya sebelum pergi. 

Selama berhari-hari Lang Ling terus menjaga jasad gurunya dengan telaten, namun pada hari ke 6 datanglah tetangganya yang mengabarkan bahwa ibunya dirumah tengah sakit keras. Lang Ling pun menjadi bingung apakah harus menjaga gurunya atau merawat ibunya. "Lang Ling, sudah sebesar ini kok kau masih naif sekali sih. Masa kau percaya di dunia ini benar-benar ada ilmu meninggalkan raga, ah kurasa gurumu itu pasti sudah mati. Sudah, sekarang lebih baik kau pulang saja untuk merawat ibumu." bujuk tetangganya

Karena termakan kata-kata tetangganya itu, Lang Ling ahirnya mengkremasi jasad gurunya. Setelah memberi penghormatan terakhir dibdepan abu gurunya diapun segera pulang untuk merawat ibunya.

Beberapa hari kemudian roh Li Xuan benar-benar pulang, namun betapa kagetnya dia karena yang ditemuinya hanya sisa-sisa abu pembakaran jasadnya saja. Dengan panik roh Li Xuan cepat-cepat terbang mencari jazad orang yang baru saja meninggal untuk dimasuki (karena bila tidak cepat-cepat masuk ke jasad baru maka rohnya akan musnah juga)

Tak berapa jauh dari situ Li Xuan menemukan jasad seorang pengemis pincang yang baru saja mati, namun karena jijik diapun tak mau memasuki jasad itu dan terus terbang mencari raga yang lebih baik. Setelah mencari dan mencari, rupanya memang tak ada lagi raga lain yang bisa dimasukinya sehingga Li Xuan ahirnya kembali ke jasad si pengemis "Ah nampaknya memang sudah jodohku dengan pengemis ini" keluhnya kesal sambil memasukan rohnya kedalam raga pengemis itu.

Sejak itu Li Xuan dikenal sebagai Tie Guai Li (Li sitongkat besi) karena dia memiliki wujud seorang pengemis pincang yang bersandar pada sebilah tongkat besi untuk berjalan.

Saat menuruni gunung, Tie Guai Li (alias Li xuan) melewati pondok tempat Lang Ling dan ibunya tinggal. Sayup-sayup di dengarnya muridnya itu sedang menangis "Guru... muridmu berdosa meninggalkanmu. Sekarang bukan hanya kehilanganmu, ibukupun kini meninggal juga"

Page 2: Delapan Dewa Abadi Dalam Legenda Tiongkok

Tie Gual Li lalu memasuki pondok dan menyapa mantan muridnya itu "Hei mengapa kau menangis nak" 

"Beberapa hari ini ibuku sakit keras dan kini nyawanya tak tertolong lagi" jawab Lang Ling sesenggukan sambil terus memeluk jenazah ibunya

"Ah masa, kukira ibumu hanya kelelahan dan tertidur saja, sebantar juga dia akan bangun dan segar lagi" kata Tie Gua Li lembut seraya memasukan sebiji obat ke mulut jenazah ibu Lang Ling. Ajaib! setelah memakan obat itu tiba-tiba sang ibu membuka matanya dan segera bangun dari tempat tidurnya. Melihat mukjizat itu Lang Ling pun cepat-cepat berterima kasih pada pengemis pincang di hadapannya dan menanyakan namanya.

"Hahaha kita kan sudah hidup bersama selama bertahun-tahun, apakah setelah membakar jasadku kau jadi tak mengenaliku lagi Lang Ling" kata Tie Guai Li menggoda.

Begitu mengetahui identitas asli pengemis di hadapannya, Lang Ling pun cepat-cepat berlutut sambil tak henti-hentinya meminta ampun atas kesembronoannya. Dengan sabar Tie Guai Li mengelus-ngelus rambut muridnya seraya berkata "Tidak apa-apa, aku bisa memahami masalahmu. Sekarang minumlah pil keabadian ini dan teruslah berlatih, kelak aku akan menjemputmu kelangit." Setelah memberikan pil keabadian Tie Guai Li pun meningalkan pondok itu dan meneruskan perjalanannya untuk menolong orang-orang yang kesusahan.

Kelak Tie Guai Li akan menjadi dewa dan tinggal di langit bersama Tai Shang Lao Jun. Sayang suatu ketika dia dan bocah penggembala iseng bermain-main dengan kerbau hijau milik Lao Jun sehingga kerbau itu kabur ke bumi dan membuat kekacauan. Atas keteledoran itu Tai Shang Lao Jun menghukum Tie Guai Li turun ke dunia lagi untuk menolong manusia, semnetara bocah penggembala di reinkanasi menjadi Han ZhongLi (ZhongLi Quan)

Sebelum mengusir Tie Guai Li ke dunia, Tai Shang Lao Jun memberinya sebuah guci ajaib yang bisa mencukupi semua kebutuhannya; saat Tie Guai Li menemui orang sakit maka dari dalam guci itu akan keluar obat mujarab, saat dia bertemu siluman maka guci itu akan menyemburkan api pemusnah yang sangat panas dan saat Tie Guai Li tak mempunyai tempat berteduh maka dia bisa masuk dan beristirahat di dalam gucinya (bagian dalam guci itu ternyata sangat megah layaknya rumah mewah yang lengkap dengan segala perabotan rumah tangganya).

Badan pincang Tie Guai Li menunjukan kepada manusia bahwa badan kasar ini tidaklah abadi. Tidak ada hal didunia ini yang bisa dipertahankan selamanya. Bila tak ada yang bisa dipertahankan, apa pula yang harus diperebutkan ? 

Zhong Li Quan

Zhong Li Quan (Hanzi:鐘離權) adalah dewa tertua kedua dalam Delapan Dewa, selain juga pemimpin mereka. Ia juga dikenal sebagai Han Zhong Li (Hanzi:漢鐘離) atau Zhong Li dari Han karena dilahirkan pada zaman Dinasti Han. Ia memiliki kipas dari daun palem yang dapat membangkitkan orang mati. Ia memiliki nama famili yang unik dan sangat jarang yaitu Zhong Li.

Berasal dari Yantai, konon Zhong Li Quan adalah panglima perang dinasti Han yang memilih hidup bertapa di usia lanjutnya. Saat ia lahir, suatu cahaya yang sangat menyilaukan menerangi kamarnya. Sejak itu, ia tidak berhenti menangis sampai tujuh hari setelah kelahirannya. Sumber lainnya mengatakan ia seorang wakil panglima yang lari ke daerah pegunungan saat kalah dalam perang melawan bangsa Tibet. Di sana ia ditahbiskan oleh lima dewa Taoisme untuk menjadi calon dewa. Beberapa ratus tahun kemudian, dialah yang mengajari Li Dong Pin untuk menjadi dewa.

Zhong Li Quan biasa digambarkan sebagai seorang yang tinggi besar berperut buncit dan bertelanjang dada dengan kumis dan janggut yang panjang.

Pada dinasti Han, tersebutlah keluarga Zhong Li yang turun temurun menjadi jendral besar. Keturunan keluarga Zhong Li dari generasi ini yang bernama Zhong Li Quan adalah yang paling menonjol karena dia memiliki kekuatan luar biasa yang dapat menyobek tubuh seekor macan dengan tangan kosong. 

Suatu ketika saat Zhong Li Quan sedang memimpin pasukan, mata-matanya melaporkan "Lapor jendral! Pasukan musuh yang berjumlah 50000 sudah dekat!" 

Page 3: Delapan Dewa Abadi Dalam Legenda Tiongkok

"Ooo cuma 50000, tenang saja aku kan ZhongLi Quan yang bisa menyobek seekor harimau dengan tangan kosong dan menguasai 18 macam senjata, cukup 5 menit saja semua musuh pasti dapat ku libas!" 

Tak lama kemudian masuklah mata-mata lainnya berkata "Jendral! Sekarang pasukan musuh sudah bertambah menjadi 100000!"

"Ooo cuma 100000, tenang saja aku kan Zhong Li Quan yang bisa menyobek seekor harimau dengan tangan kosong dan menguasai 18 macam senjata, cukup 10 menit saja semua musuh pasti dapat ku libas!" 

Akhirnya datanglah mata-nata ketiga melaporkan "Jendral! Pasukan musuh sudah bertambah lagi jadi 150000 orang!"

"Ooooo cuma 150000, tenang saja aku kan Zhong LI Quan ...eh apa kau bilang 150000? Banyak amat!! Kenapa kalian tidak bilang dari tadi! Celaka bagaimana kita bisa menghadapi pasukan sebanyak itu" jeritnya panik.

Seperti yang sudah bisa ditebak, Zhong Li pun tak mampu melawan musuh sebanyak itu dan akhirnya melarikan diri kepedalaman. Sepanjang pelariannya Zhong Li bingung setengah mati; mau kembali kekerajaan malu, tapi kalau tidak kembali lalu mau jadi apa...bercocok tanam dia tak mampu.

Tba-tiba didepannya nampak sebuah kuil yang sangat megah "Heran, waktu berangkat dulu rasanya kuil ini belum ada, kapan dibangunnya ya....Ah sudahlah dari pada pusing-pusing lebih baik aku jadi pendeta saja."gumamnya sambil memasuki kuil tsb. 

Kuil itu rupanya memang bukan kuil biasa dan dipimpin oleh seorang pendeta yang mengaku sebagai dewa Dong Hua. Berkat bimibingan sang dewa, Zhong Li pun mendapat pencerahan dan makin hari makin kusyuk mendalami Taoisme. Suatu hari sang dewa berkata "Jodoh kita sebagai guru dan murid sudah berakhir, mulai sekarang kau harus mengandalkan dirimu sendiri untuk mencapai kesempurnaan. Kelak bila kita bertemu lagi maka kau yang akan menjadi guruku dan aku menjadi muridmu." Belum sempat Zhong Li menjawab perkataan gurunya tiba-tiba sang guru, kuil dan segala yang ada disitu lenyap, meninggalkan Zhong Li Quan yang terbengong sendirian di padang rumput kosong.

Setelah berpisah dengan gurunya Zhong Li Quan terus berkelana untuk menimba ilmu dari berbagai pertapa sakti dan akhirnya berhasil menjadi dewa dipuncak Shi Hao, Setelah menjadi dewa, Zhong Li Quan juga membantu kakaknya yang bernama Zhong Li Jian untuk menjadi dewa. Kelak dia juga akan memiliki seorang murid bernama Lu Dong Bin yang merupakan titsan dari dewa Dong Hua (dengan demikian ramalan sang guru sudah digenapi bahwa kelak dia akan menjadi murid dari Zhong Li Quan)

Zhong Li Quan juga dikenal sebagai Han Zhong Li yang berarti Zhong Li dari dinasti Han.

Lu Dong Bin ( Lu Yan / Lu ChunYang )

Lu Yan adalah pemuda luar biasa yang lahir pada dinasti Tang. Selain tampan dan jago pedang, dia juga sangat cerdas dan sudah menghafal banyak kitab klasik di usia muda. Sayang keberuntungan rupanya selalu menjauhinya sehingga dia selalu gagal dalam ujian kerajaan. Setelah gagal ujian untuk yang ke 3 kalinya Lu merasa sangat frustasi hingga memutuskan untuk mabuk-mabukkan di kedai. 

Setelah meminum beberapa gentong arak, diapun terlelap dan bermimpi. Dalam mimpinya itu Lu berhasil lulus sebagai sarjana terbaik dan di angkat menjadi perdana menteri, kebahagiaannya makin bertambah tatkala dia menikahi seorang gadis yang sangat cantik dan memiliki anak-anak yang berbakti. Sayang ke gembiraan itu tak berlangsung lama karena suatu ketika dia membuat kesalahan fatal hingga seluruh keluarganya di eksekusi dan Lu sendiri dibuang ke perbatasan.

Baru saja Lu terjaga dari mimpinya tiba-tiba datanglah pemilik kedai berperut buncit yang menepuk pundaknya dan berkata "Wah mimpi anda benar-benar luar biasa ya, sangat indah dan tragis sekaligus. Lucunya lagi kejadian yang nampak begitu panjang dalam mimpi itu sebenarnya singkat sekali, lihat saja aku sudah mulai memasak bubur gandum itu sebelum anda tertidur dan sampai sekarangpun belum matang" Menyadari orang yang didepannya adalah orang pintar maka Lu Yan pun meminta petujnuk

Page 4: Delapan Dewa Abadi Dalam Legenda Tiongkok

kepadanya. 

Sambil menghidangkan bubur gandum yang baru dimasaknya, pemilik kedai yang mengaku bernama tuan Yuan Fang itu lalu memberi wejangan bahwa kehidupan di dunia ini sangat singkat seperti mimpi, kadang kita merasa bahagia namun lebih sering lagi menderita. Satu-satunya cara untuk membebaskan diri dari lingkaran penderitaan ini dan memperoleh kebahagiaan abadi adalah dengan cara mendalami agama dan menjadi dewa. (tuan Yun Fang ini adalah nama samaran yang digunakan oleh dewa Han ZhongLi (Zhong LiQuan) pada pertemuan pertamanya dengan Lu Yan, Lu Yan sendiri sebenarnya adalah titisan gurunya Zhong Li Quan yaitu dewa Dong Hua dan hubungan mereka sebagai guru )

Setelah mendapat pencerahan dari tuan Yun Fang, Lu memutuskan membangun sebuah pondok digunung dekat rumahnya dan bertapa disitu. Baru beberpa hari dia bertapa, tiba-tiba datang tetangganya yang mengabarkan bahwa seluruh anggota keluarganya terserang penyakit dan mati, dengan tenang Lu pun pergi membeli peti mati untuk memakamkan mereka. Ajaib, ketika mayat-mayat itu baru saja hendak diangkat ke peti mati tiba-tiba mereka membuka mata dan hidup lagi hingga membuat seluruh tetangganya terheran-heran, kecuali Lu yang nampak tetap tenang. 

"Tuan Lu, mengapa ketika seluruh anggota keluargamu meninggal kau nampak tak berduka dan saat mereka hidup kembalipun kau tidak gembira ?" tanya tetangganya heran

"Kelahiran dan kematian sudah ditakdirkan jadi buat apa aku memusingkannya. serahkanlah semua pada yang diatas" jawabnya bijak

Beberapa hari kemudian Lu Yan pergi membeli sebuah guci kuningan diluar kota. Sesamapinya dirumah dan mengosoknya, ternyata guci itu bukan terbuat dari kuningan melainkan emas murni. Lu pun cepat-cepat kembali keluar kota untuk mengembalikan guci itu pada penjualnya. Dalam perjalanan pulang Lu bertemu dengan seorang pengemis, tanpa pikir panjang dia pun segera memberikan semua uangnya pada si pengemis yang ternyata malah mencemoohnya. Lu tak mengacuhkannya a terus saja berjalan.

Malamnya Lu Yan kedatangan seorang gadis cantik yang ingin menginap ditempatnya, karena hari sudah larut dan tidak ada rumah penduduk disekitar situ, akhirnya Lu pun mengijinkanya tinggal. Sepanjang malam si gadis yang berwajah cantik itu terus menggodanya bahkan sempai membuka bajunya dan mengodan Lu. Namun rupanya Lu sama sekali tak terpengaruh dan terus saja bertapa. 

Setelah itu Lu Yan terus mengalami kejadian aneh hingga total ada 10 cobaan yang semuanya dilaluinya dengan sempurna. Setelah Lu berhasil melewati cobaan yang ke-10, tuan Yun Fang (Han ZhongLi) pun datang menjemputnya dan membawanya kelangit untuk menjadi dewa.

Setelah menjadi dewa Lu Yan lebih dikenal dengan sebutan Lu Dong Bin dan ada juga yang menyebutnya Lu Chun Yang (Lu Yang murni). 

Diantara para dewa Taoisme Lu Dong Bin (alias Lu Yan) adalah yang paling eksentrik karena dia tidak pernah betah tinggal di langit dan lebih suka berbaur dengan manusia biasa, moto hidupnya adalah "aku tidak akan tenang tinggal di langit sebelum menyelamatkan seluruh umat manusia di bumi dan mengantarkan mereka semua ke surga".

Lu Dong Bin digigit anjing

Kalimat diatas adalah sebuah idiom yang sangat populer di China yang berarti "orang yang bermaksud baik dan hendak menolong tapi malah dicurigai dan di sakiti". Idiom itu konon berasal dari sebuah dongeng klasik yang menceritakan bahwa suatu ketika anjing langitnya dewa Er Lang turun ke bumi dan memaksa menikahi seorang gadis cantik. Mengetahui kejadian itu Lu Dong Bin menggunakan lukisan ajaibnya untuk menjebak si anjing (bila digantungkan maka lukisan itu akan berubah menjadi pemandangan sungguhan dan bisa dimasuki, namun begitu digulung kembali maka otomastis orang yang memasukinya akan terjebak dan tidak bisa keluar dari lukisan itu). Karena tidak tega dengan anjing milik sahabatnya itu, maka Lu Dong Bin pun akhirnya membuka kembali lukisannya itu dan melepaskannya, namun bukannya berterima kasih anjing langit malah menggigit kaki Lu hingga berdarah-darah.

Cao Guojiu

Page 5: Delapan Dewa Abadi Dalam Legenda Tiongkok

Cao Guojiu 曹國舅 adalah Dewa terakhir dari Delapan Dewa. Dia ditampilkan dengan pakaian pejabat resmi dan butiran batu giok. Kadang-kadang ia terlihat memegang alat musik. keajaiban butiran batu gioknya adalah dapat memurnikan lingkungan.

Cao Guojiu adalah paman dari seorang Kaisar pada zaman Dinasti Song, yaitu adik terkecil dari janda Ibu Suri Cao.

Adik Cao Guojiu, Cao Jingzhi adalah pengganggu, tapi tak ada yang berani menuntut dia karena koneksi yang kuat, bahkan setelah dia membunuh seseorang. Cao Guojiu begitu kewalahan oleh kelakuan adiknya, merasa sedih dan malu. Akhirnya ia mengundurkan diri kantornya dan kembali pulang.

Suatu hari Zhongli Quan dan Lu Dongbin bertemu dengannya dan menanyakan apa yang sedang dia lakukan. Dia menjawab bahwa dia sedang belajar Tao.

"Apakah itu dan dimanakah itu?", mereka balik bertanya.

Pertama-tama dia menunjuk ke langit dan kemudian ke hatinya.

Takdir Dua Bersaudara

Lahir di Dinasti Song, dua bersaudara Jingxiu Cao dan Jingzhi Cao tumbuh besar bersama. Namun semakin mereka besar, makin terlihat perbedaan karakter dan gaya hidupnya.

Anak yang pertama menjalani hidup yang penuh keteladanan, sedangkan yang terakhir hidup dengan dipenuhi cara cara kejahatan. Mereka berdua adalah adik permaisuri dan paman kaisar pada masa itu.

Jingxiu Cao, juga dikenal sebagai “Yang Mulia Paman Cao” (Cao Guo Jiu), tidak memiliki minat dalam dunia politik. Dia lebih berfokus pada kehidupan non duniawi sembari berkultivasi ajaran Tao. Jingxiu juga menghabiskan waktunya melakukan kegiatan amal berusaha untuk menolong orang-orang yang memerlukan dan yang menderita. Dia selalu baik hati dan juga bijaksana, dan tidak memiliki nafsu terhadap keuntungan duniawi. Menurut mitos disebutkan Jingxiu Cao akhirnya mencapai tingkat Delapan Dewa, yakni sekelompok manusia langit legendaris yang sering disebut dalam cerita rakyat China.

Adiknya yang lebih muda, Jingzhi Cao, penuh dengan sifat angkuh, tamak, dan juga berkelakuan menyimpang. Tidak seperti abangnya, Jingzhi memperlakukan uang seperti nyawanya; sebagai hasilnya, dia berusaha untuk mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya. Dia berteman dengan penjahat setempat dan mencaplok tanah orang lain. Kejahatannya sangat terkenal, tetapi tidak ada seorangpun yang berani untuk menghentikannya karena hubungannya yang kuat dengan kaisar.

Jingxiu berkata,”Saya sangat beruntung dapat berkultivasi Tao; sedangkan adik saya, sangat terobsesi dengan uang, selalu mencari cara-cara tidak bermoral untuk mengumpulkan lebih banyak uang haram. Dia tidak menyadari bahwa hal ini akan menghancurkannya dan juga anak-anaknya, yang tidak mampu berkonsentrasi dalam pelajaran mereka, mereka sepenuhnya telah rusak oleh ilusi akan apa yang dapat diberikan oleh kekayaan.”

Pada umurnya yang ke-30, Jingxiu dikunjungi oleh seorang pendeta Tao bernama Han Xiang. Jingxiu sangat menghormati Han Xiang, dan mereka berdua menghabiskan waktu berdiskusi tentang kehidupan biara. Suatu hari Han Xiang mengomentari tentang perbuatan kejahatan Jingzhi dan berkata bahwa dia akan mendapatkan balasan atas kejahatannya. Setelah mendengarkan, Jingxiu sangatlah sedih, sehingga dia berulang ulang terus memohon kepada adiknya untuk mengubah hatinya ke kebaikan.

Akan tetapi, Jingzhi tidak menghiraukan himbauan abangnya. Keterikatan Jingzhi yang dalam akan uang telah membutakan matanya, bahkan dia juga mengolok-olok peringatan abangnya,”Apakah kamu gila, berusaha untuk mempengaruhi saya agar melepas segala kekayaan saya? Jika anda terus menerus begini, anda harus segera pergi berobat ke dokter!”

Ketika Han Xiang mendengar bagaimana Jingxiu menjabarkan mengenai kelakuan adiknya, dia berkata, “Apa yang dilakukan oleh adikmu tidak dapat dimaafkan, nasibnya akan bertemu dengan azab.”

Sembari menghela nafas panjang, Jingxiu menjawab, “Tentu saja, apa yang menjadi takdirnya akan terjadi, tetapi sebagai abangnya, saya harus melakukan yang terbaik untuk menyelamatkannya.”

Page 6: Delapan Dewa Abadi Dalam Legenda Tiongkok

Suatu hari, dalam upaya terakhirnya, Jingxiu menjabarkan prinsip ini kepada adiknya: “Hukum alam semesta adalah yang baik akan mendapatkan pahala dalam hidupnya, sedangkan yang jahat akan mendapatkan malapetaka. Ini tidak dapat dihindari, karena Hukum tidak akan berubah. Orang bijak tahu bahwa hal paling penting dalam hidup ini adalah berbuat baik. Karena leluhur kita berbuat baik dan mengumpulkan kebajikan, kita dapat menikmati kehidupan yang makmur, tetapi kamu terobsesi dengan materi dan tidak menyadari penderitaan yang akan kamu bawa dalam kehidupanmu dan anak cucumu. Apakan kamu tahu sebagai manusia, kita harus mengkultivasi diri kita dan mencari kebenaran hidup, bukannya terobsesi dengan uang dan melakukan kejahatan demi uang? Jika kamu tidak mengubah gaya hidupmu, maka kamu akan mengalami penyesalan yang dalam ketika waktunya tiba.”

Meskipun Jingxiu telah menuangkan isi hatinya kepada adiknya, Jingzhi masih tidak mampu menyadari ajaran tersebut. Jingzi hanya mencibir, “Tidak ada gunanya memberitahukan saya hal ini. Tinggalkan saya sendiri!”

Jingxiu sangat kecewa ketika mendengar jawaban adiknya dan kemudian pergi tanpa berkata apa-apa.

Dengan penuh kesedihan dan malu atas perbuatan adiknya, Jingxiu meninggalkan rumah dan jabatannya dan menyendiri ke Gunung Heng. Di sana dia menjalani kehidupan pertapa dan melanjutkan pelajaran Tao-nya. Ketika tinggal di gunung, Jingziu bertemu dengan Dewa Lu Dong-bin dan Hang Zhungli. Dengan mengikuti petunjuk mereka, Jingxiu dengan segera mencapai pencerahan dan menjadi manusia abadi.

Sedangkan Jingzhi, kejahatannya akhirnya membawanya kepada pembunuhan; dia kemudian dinyatakan bersalah dan dihukum mati. Semua harta benda yang didapatkan secara illegal disita, dan antek-anteknya dihukum.

Meskipun sama-sama lahir dari keluarga yang makmur, takdir yang kontras diantara kedua saudara adalah dikarenakan perbedaan karakter moral. Adalah sebuah kebenaran yang mutlak bahwa kebaikan akan mendapat balasan, kejahatan akan mendapatkan ganjarannya.

Bagi yang mempercayai akan hukum alam semesta selalu akan berusaha berbuat yang benar dan berbuat baik, sehingga akan mengumpulkan kebajikan dan membawa masa depan yang baik. Sedangkan mereka yang terobsesi dengan nama dan kekayaan, dan melakukan perbuatan yang tidak berperikemanusiaan dan merugikan orang lain hanya demi sedikit keuntungan, akhirnya akan mendapatkan ganjarannya.

He Xian Gu

He Xian Gu (Hanzi:何仙姑, berarti "dewi He"), merupakan salah satu anggota wanita dari Delapan Dewa (ada juga yang menyebut Lan Cai He sebagai wanita).

Nama asli He Xian GU adalah He Shu Nu, putri seorang tabib terkenal dari Guang Dong (ada juga yang bilang dari Hu Nan) Berbeda dengan gadis-gadis lainnya yang suka berhias dan tinggal dirumah, Shu Nu malah lebih senang memanjat gunung dan melompat-lompat di tebing nan curam guna mengumpulkan obat untuk toko ayahnya, tak heran dia masih melajang diusianya yang sudah cukup dewasa.

Suatu malam Shu Nu bermimpi kedatangan dewa yang memerintahkannya untuk memakan batu ajaib yang ada digunung dekat rumahnya. Esoknya Shu Nu benar-benar menemukan batu yang bentuknya persis dengan yang di lihatnya dalam mimpi dan langsung memakannya. Ajaib setelah memakan batu itu Shu Nu merasa tubuhnya sangat enteng hingga dapat melayang di angkasa dan sejak itu dia tidak pernah lapar dan haus lagi.

Shu Nu masih terus tinggal membantu ayahnya sampai suatu hari datang utusan dari kaisar wanita Wu ZeTian yang mengundangnya ke istana. Sang kaisar wanita yang terobsesi dengan keabadian ini rupanya telah mendengar tentang kesaktian Shu Nu dan ingin berkonsultasi dengannya.

Shu Nu menuruti saja perintah itu dan masuk ke dalam tandu yang telah di siapkan, herannya makin lama di angkat ternyata tandu itu jadi semakin berat hingga membuat para penandunya mengomel tak karuan. Sesampainya di istana tandu itu segera di buka namun ternyata He Shu Nu telah raib entah kemana dan yang ada di situ hanyalah sebongkah batu yang sangat besar. Rupanya tadi diam-diam Shu

Page 7: Delapan Dewa Abadi Dalam Legenda Tiongkok

Nu telah pergi bersama Tie Guai Li dan menjadi seorang dewi dilangit

Setelah menjadi dewi He Shu Nu di kenal dengan nama He Xian Gu dan selalu di gambarkan dengan simbol daun teratai yang dipercaya dapat mengembalikan kesehatan fisik dan mental seseorang. Ia digambarkan membawa daun teratai dan sheng (instrumen musik). Acapkali ia juga ditemani seekor burung fenghuang dan membawa serta irus bambu atau tongkat sabutan.

Han Xiang

Han Xiang atau Xiang Zi, adalah Salah satu dari Delapan Dewa.

Han Xiang lahir pada masa Dinasti Tang, dan memiliki nama kehormatan Qingfu. Dia adalah kemenakan atau cucu dari Han Yu, seorang negarawan terkemuka diPengadilan Tang. Han Xiang belajar Taoisme di bawah bimbingan Lu Dongbin.

Pada suatu perjamuan dengan Han Yu, Han Xiang membujuk Han Yu untuk melepaskan hidupnya sebagai pejabat dan ikut belajar Tao bersama dia. Tapi Han Yu tetap pada pendiriannya dan sebaliknya mengatakan bahwa Han Xiang harus memberikan hidupnya untuk Taoisme, bukan Konghucu, jadi Han Xiang menunjukkan kemampuan Tao yang dia pelajari dengan menuangkan anggur kedalam cangkir demi cangkir dari labu miliknya tanpa berhenti.

Karena serulingnya dapat memberikan kehidupan, maka Han Xiang juga disebut pemain seruling pemberi perlindungan.

Semasa pemerintahan kaisar XianZong dari dinasti Tang ada seorang pejabat bernama Han Yu. Walaupun terkenal jujur dan bersih, namun Han Yu adalah penganut Kong Hu Cu garis keras yang sangat membenci agama Tao (karena diangap kerjanya cuma menipu dan membodohi rakyat saja) dan agama Budha (karena konsep biksu yg melajang seumur hidup bertentangan dengan ajaran Kong Hu Cu yg mementingkan keturunan)

Dirumahnya Han Yu mengadopsi keponakannya yg bernama Han Xiang Zi, sejak kecil XiangZi memang sudah menunjukan bakat yg luar bisa sehingga menjadi tumpuan harapan pamannya. Sayangnya semakin besar XiangZi makin malas membaca buku-buku pelajaran sekolahnya dan lebih senang mempelajari Taoisme, sehingga membuat pamannya pusing 7 keliling

Suatu hari hari ketika sedang menguping pelajaran keponakannya, Han Yu mendengar kedua guru yang disewanya sedang melantunkan ajaran Tao, dengan murka Han Yu pun segera mendobrak pintu dan memebentak "Haaa rupanya begini ya cara kalian mengajari keponakanku hah? Bukannya mengajari kitab-kitab Kong Hu Cu kalian malah meracuni otaknya dengan ajaran tukang sulap jalanan itu! Sudah sekarang kalian cepat angkat kaki dari sini!". Kedua guru (yang sebenarya adalah samaran Lu DongBin dan Han ZhongLi) itu hanya tersenyum melihat kelakuan Han Yu, setelah membisikan sesuatu ketelinga Han XiangZi merekapun segera pamit

Setelah gurunya berlalu XiangZi minta ijin untuk menyusul mereka, dengan mendelik Han Yu pun berteriak 'baik bila kau mau pergi maka pergilah! Tp jangan pernah merengek-rengek kembali kesini kalau kau jadi miskin nanti! Dan jangan membawa-bawa namaku kalau kau ditangkap polisi gara-gara membohongi orang dengan sulap-an palsumu itu!" 

" Baiklah paman sekarang aku akan pergi, tapi kelak kita akan bertemu kembali ditempat salju memutih menutupi gunung dan kudamu tidak bisa melanjutkan perjalanan" kata Xiang Zi lirih seraya menepuk telapak tangan pamannya 3 kali (itu adalah tanda putus hubungan keluarga di Tiongkok)

Baru saja XiangZi hendak keluar dari gerbang, tiba-tiba pamannya berteriak "BERHENTI!! XiangZi, paman tahu kau masih sangat muda dan polos sehingga mudah dibohongi. Tapi ketahuilah guru-gurumu itu sebenarnya cuma penipu yang mengincar uangmu, sekarang kalau kau mengikuti mereka tanpa uang sepeserpun pasti mereka akan membunuhmu untuk menghilangkan jejak. Sudah sekarang lebih baik kau tetap tinggal disini saja dan belajar baik-baik. Yang sudah berlalu biarlah berlalu, tidak ada kata terlamabat selama kita mau berubah". Han XiangZi hanya membalas tawaran pamannya itu dengan senyuman tipis dan terus saja pergi meninggalkan kediaman kelaurga Han.

Selepas berpisah dengan pamannya XiangZi mengikuti kedua gurunya sampai kepuncak gunung,

Page 8: Delapan Dewa Abadi Dalam Legenda Tiongkok

dimana disana dia diminta untuk memanjat sebuah pohon persik yang sangat tinggi. Dilihat sekilas saja orang bodohpun tahu kalau pohon itu tidak bisa dipanjat karena selain sangat tinggi dan kurus, dahan-dahannyapun kelihatan rapuh. Namun karena XiangZi begitu mempercayai gurunya sehingga diapun tetap memanjatnya juga. Baru saja dia sampai dipuncaknya tiba2 "KRAAAK!" dahan yang diinjaknya patah sehingga Xiang Zipun terjun bebas dari ketinggian belasan meter dan langsung tewas seketika begitu menghantam bumi.

Setelah kepergian keponakannya, kebencian Han Yu terhadap agama Budha dan Tao makin menjadi-jadi sampai dia sering bertentangan dengan kaisar dan mentri-mentri lainnya. Karena sudah muak dengan kelakun Han Yu yang keras kepala dan suka menghina agama lain itu kaisarrpun ahirnya memecat dan mengusirnya ke ChaoZou.

Dalam perjalanannya menuju ChaoZou, Han Yu mendapati dirinya terjebak dalam sebuah badai salju yg sangat lebat hingga membuat kudanya terjebak dan tidak bisa melanjutkan perjalanan. Ketika Han Yu merasa ajalnya akan segera tiba, sayup-sayup didengarnya nada seruling yang dulu sering dimainkan keponaknnya "Xiang Zi, Ah XiangZi, kau tidak tahu bagaimana paman sangat merindukanmu, sampai-sampai disaat terakhir inipun aku masih membayangkan nada serulingmu" keluhnya sedih

"Hai paman bagaimana keadaanmu? sapa seorang pemuda yg tiba-tiba muncul dari balik salju

"Ah XiangZi, rupanya kau benar-benar Xiang Zi!" jerit Han Yu yg tiba-tiba seperti mendapat kekuatan baru dan langsung berlari kearah keponakannya itu. Begitu memeluk Han XiangZi Han Yu baru sadar bahwa keponakannya memakai pakaian yang sangat tipis namun herannya tidak nampak kedinginan. XiangZi lalu menjelaskan bahwa setelah pergi dari rumah pamannya, dia disuruh gurunya untuk memanjat pohon yang sangat tinggi. Akhirnya dia memang jatuh dan meninggal, namun bersamaan dengan rohnya meninggalkan badannya, saat itu pula dia mencapai kesempurnaan dan menjadi dewa.

Karena menyadari pamannya belum mempercayai kata-katanya, Han XiangZi lalu mengibaskan tangannya dan tiba-tiba badai salju yang lebat itupun segera reda. Melihat mukjizat didepannya Han Yu baru sadar akan kebenaran ajaran Tao, tanpa disadari air matanyapun meleleh dan dengan sesenggukan dia berkata "Paman menyesal karena tak pernah mendengar nasihatmu dan selalu membenci agama Budha dan Tao, sayang penyesalan datangnya selalu terlambat..".

"Sudahlah paman, bukankah paman sendiri yg mengatakan bahwa tak ada kata terlambat selama kita mau berubah" hibur XiangZi . Setelah itu Han Yu membawa seluruh keluarganya untuk belajar Tao pada XiangZi dan akhirnya mereka sekeluarga berhasil menjadi dewa.

Lan Cai He

Lan Cai He (藍采和; pinyin: Lán Cǎihé) adalah salah satu dari Delapan Dewa dalam mitologi Cina. Asal-usul Lan Cai He pun tidak diketahui secara jelas. Ia seringkali digambarkan sebagai seorang anak laki-laki namun dalam beberapa naskah maupun cerita, ia juga sering digambarkan sebagai seorang anak perempuan. Satu hal yang menjadi ciri khas-nya tersendiri adalah keranjang bambu penuh dengan bunga.

Lan Cai He juga digambarkan sebagai seorang pemulung yang kumal memakai sepatu sebelah (kaki lainnya tidak menggunakan alas kaki) yang membawa kastenyet dengan untaian uang logam.

Lan Cai He yang tiap hari bernyanyi di jalanan mengunakan kastenyet. Penampilan pemuda ini sangatlah nyentrik, bayangkan; di musim panas dia memakai pakaian tebal sementara di musim salju justru dia mengenakan pakaian tipis. Selain itu dia juga suka melempar-lempar uang yang di perolehnya dan memberikannya pada anak-anak yatim piatu.

Suatu hari orang-orang melihat Lan Cai He melepaskan seluruh bajunya dan dengan telanjang, dia menaiki seekor bangau putih ke angkasa. Orang bilang dia telah mencapai kesempurnaan dan menjadi dewa atas bantuan dewa Tie Guai Li

Lan Cai He aslinya adalah putra hartawan kaya raya, malang setelah kematian ayahnya dia di usir ibu tirinya hingga harus hidup menggelandang di jalanan. Walaupun hidup serba kekurangan sebagai pengamen, namun Cai He tetap murah hati dan suka membantu orang. 

Page 9: Delapan Dewa Abadi Dalam Legenda Tiongkok

Suatu kali saat sedang berjalan-jalan Cai He melihat seorang pengemis tua sedang terbaring jalan dengan kaki yang terluka parah dan mengeluarkan nanah. "Hai kenapa kau memperhatikanku terus ? Sudah jangan melongo saja, pergi ambilkan air untuk membasuh luka dikakiku ini!" bentak sipengemis marah.

Melihat kondisi si pengemis yang sangat menyedihkan Cai He pun iba dan segera mengambil air di kolam dengan tangannya, sayang begitu sampai di depan si pengemis ternyata air ditangannya sudah habis. "Aduuuuh belum pernah aku melihat orang setolol dirimu ! Kalau mengambil air dengan tangan ya sudah pasti tumpah! Pakai otakmu sedikit dong!" omel si pengemis. Melihat tingkah si pengemis yang sangat menyebalkan orang-orangpun jadi sebal dan menasehati Cai He agar mengacuhkannya, namun karena pemuda ini amat murah hati maka diapun tak mempedulikannya dan kembali ke kolam untuk mengambil air. Kali ini Cai He menggunakan daun teratai untuk menampung airnya, namun sesampainya di depan si pengemis airnya kembali tumpah.

"Aaaaargh bukan maiin ! Kok bisa ya didunia ini ada orang segoblok dirimu! Huh pantas saja kau bisanya cuma jadi pengamen !" gerutu si pengemis kesal.

Dengan malu Cai He kembali ke kolam untuk mengambil air, tiba2 datanglah seorang nona manis yang berkata "kakak kalau kau mau mengambil air kenapa tak kau gunakan saja keranjang bunga itu?". 

"Ah nona jangan bercanda keranjang itu kan bolong-bolong, jadi mana bisa untuk menampung air"

"Eeeh coba dulu siapa tahu bisa" bujuk si nona setengah memaksa. Karena tidak enak dengan si nona, akhirnya Cai He pun menurut mengambil air dengan keranjang bunga itu dan ternyata memang tidak tumpah, dengan girangnya diapun segera kembali pada si pengemis. Ajaib setelah di basuh dengan air dari keranjang itu luka di kaki si penemis langsung sembuh.

"Kakak air dari keranjang itu ternyata berkasiat, jadi kenapa kau tidak coba meminumnya ?" bisik si nona. Cai He menurut dan langsung meminum airnya sampai habis

"Air ini memang segar sekali nona, tapi aku tak merasakan khasiat apa-apa." belum sempat Lan Cai He merampungkan kata-katanya tiba-tiba saja tubuhnya melayang di udara seperti balon hingga membuatnya amat panik sampai menjerit-jerit minta tolong. Tiba-tiba di lihatnya pengemis dan nona dihadapannya berubah menjadi dewa Tie GuaiLi dan dewi He Xian Gu, mereka berdua kemudian membawanya kelangit untuk menjadi dewa juga.

Gambaran Lan Cai He

Lan Cai He juga sering digambarkan membawa sepasang kastanet bambu yang akan di katupkan dan membuat irama sambil menghentakkan kaki, mereka akan bernyanyi mengikuti irama tersebut dan sekelompok penonton akan mengikuti serta menonton pertunjukkan mereka tersebut. Setelah pertunjukkan-pertunjukkan ini, mereka akan memberikan uang dalam jumlah besar sebagaimana diminta. Uang logam tersebut kemudian akan diuntai sehingga menjadi untaian panjang. Pada saat mereka berjalan, koin-koin logam ini akan terlepas dari untaian tanpa diperdulikan oleh Lan Cai He, para pengemis lainnya kemudian akan memunguti uang tersebut.

Dia berpakaian compang-camping, memakai sabuk terbuat dari kayu hitam, dan memakai boot pada satu kaki sementara yang lainnya kosong. Di musim panas ia akan mengenakan mantel tebal tapi ringan berpakaian di musim dingin. Napasnya seperti uap panas.

Menurut legenda ia berkeliaran di jalanan sebagai pengemis, yang menyertai lagu dengan alat musik, sebagian waktunya bermabuk-mabukan. Ketika orang-orang memberinya uang, ia akan merangkai koin pada tali yang diseret di belakangnya. Suatu hari ia masuk penginapan, menanggalkan pakaiannya, dan menghilang ke dalam awan, naik pada burung bagau.

Lan Cai He memiliki 2 buah pusaka yaitu sebuah kecrekan emas dan keranjang bunga yang bisa mengeluarkan apa saja dari dalamnya.

Legenda Jembatan Delapan Dewa

Cerita ini terjadi di Xiangtan, Provinsi Hunan, China. Xiangtan pada saat itu tidak seramai sekarang.

Page 10: Delapan Dewa Abadi Dalam Legenda Tiongkok

Tempatnya penuh dengan pegunungan, seperti Bukit Fengzhu, dan Danau Bukit yang terletak di pinggir Yuhu.

Bagian barat pinggir Yuhu, terdapat gunung yang dinamakan “Panjang Umur” dan Jembatan "Delapan Dewa" yang dibangun oleh Dewa, dan berikut ini adalah ceritanya.

Seorang tua yang bernama “Zheng” memiliki umur yang panjang. Rambut dan janggutnya telah memutih, akan tetapi dia tetap bugar dan sehat. Dia bahkan dapat bekerja lebih efisien dibandingkan dengan anak anak muda.

Tidak ada seorangpun yang tahu berapa umurnya. Seseorang pernah berkata bahwa umurnya 140 tahun, akan tetapi orang lain berkata bahwa umurnya lebih tua dari itu.

Dia tinggal sendirian di gunung, di sebuah pondok yang terbuat dari jerami. Mata pencariannya adalah dengan memotong kayu, berburu dan berkebun, dan hasil kerjanya sangatlah bagus. Sayuran yang ditanamnya tumbuh dengan bagus dan segar.

Ketika dia berburu, dia tidak pernah kelewatan. Dia berburu hanya untuk kebutuhan sehari harinya saja. Dengan berhemat, dia memberikan juga beberapa bagian untuk orang yang miskin.

Jika ada orang yang datang untuk meminta pertolongannya, tanpa memandang apakah orang tersebut tetangganya atau temannya, atau bahkan orang asing dan pengemis yang tidak dia kenal, dia akan selalu membantu dan melakukan yang terbaik.

Kadang kala, untuk menolong orang lain, dia tidak lagi memiliki makanan tersisa untuknya, sehingga dia memakan sayur-sayuran dan buah-buahan yang dia kumpulkan sebagai makanan.

Delapan Dewa

Suatu malam, ketika sedang menenun sandal jerami dibawah terang bulan, tiba tiba angin bertiup. Kemudian dia melihat delapan orang, satu diantaranya adalah wanita. Dan seorang laki-laki tua memegang seruling, dengan janggut dan rambut memutih, bertanya kepada Zheng: “Kami hanya lewat dan ingin numpang istirahat sebentar. Apakah anda tidak keberatan?”

Zheng menjawab dengan gembira: “Tidak apa-apa, sepanjang anda tidak keberatan pondok saya sangat kecil. Saya takut pondok tersebut terlalu sempit untuk anda sekalian.”

Orang tua tersebut menjawab: “Tidak apa-apa, kami dapat berdesak-desakan.”

Aneh sekali, pondok kecil yang bahkan untuk tiga orang saja terlalu kecil, sekarang memiliki ruang besar yang cukup bagi delapan orang. Zheng sangatlah terkejut. Seorang pria dengan wajah yang bernoda hitam dan berjanggut, memakai pakaian compang camping dan memanggul labu anggur di punggungnya, kemudian bertanya:”Kami sangatlah lapar. Apakah anda memiliki makanan bagi kami?”

Zheng secara cepat menjawab:”Tentu saja. Anda telah menempuh perjalanan jauh dan tentu saja sangat lapar. Untung saja, saya baru saja menangkap kelinci.”

Zheng kemudian menggambil wadah anggur dari sudut ruangan, kemudian semangkuk daging kelinci yang mengepul, dan meletakkannya di atas meja bambu. Salah satu dari delapan orang tersebut, kelihatannya seperti orang yang terpelajar, berkata: “Cahaya bulan sangatlah terang mala mini. Apakah kita harus pindah ke pinggir danau dan menikmati makan malam kami di sana?”

Orang lainnya, dengan jenggot di pipinya, setuju. Yang lainnya berpikir bahwa itu adalah ide yang sangat bagus.

Kemudian mereka pindah ke tepi Yuhu dengan segentong anggur, satu mangkuk dan sebuah meja.

Masing-masing dari mereka mencari batu granit untuk menjadi tempat duduk. Zheng menemani dan menjaga mereka hingga bulan bergerak ke arah barat. Dia memasak air hangat untuk menyeduh teh dan mengumpulkan buah buahan untuk mereka.

Page 11: Delapan Dewa Abadi Dalam Legenda Tiongkok

Ketika bulan telah tenggelam dan bintang bintang mulai memudar, kedelapan tamu tersebut kelihatan mengantuk. Salah satu diantara mereka berkata:”Tuan, bagaimana kami dapat membayar anda untuk semua yang telah anda lakukan? Beritahukan kepada kami, apa yang anda inginkan, kami akan memenuhi keinginan anda.”

Zheng menggeleng-geleng kepalanya:”Tidak, saya tidak menginginkan apa pun.”

Pria dengan jenggot di pipinya bertanya:”Gubuk anda begitu kecil, apakah anda ingin rumah baru?”

Zheng tersenyum dan menjawab:”Bumi dapat menjadi pondok saya, apalagi saat ini saya telah memiliki sebuah pondok untuk melindungi saya. Itu cukup bagi saya,” kata Zheng.

Seorang Tao dengan alis mata yang panjang dan mata yang panjang, yang memiliki sebilah pedang di belakangnya kemudian berkata: “Tuan, anda dapat membuat pilihan anda sendiri, dari keberuntungan, kekuasaan, umur panjang dan kebahagiaan di dunia manusia,” tanyanya kepada Zheng.

Zheng menjawab: “Keberuntungan, kekuasaan, tanah dan kebahagiaan hanyalah tali yang akan mengikat saya di dunia manusia. Sedangkan, untuk umur panjang- tidak ada seorangpun yang dapat menghindar dari kematian. Dengan demikian, saya memilih untuk membiarkan alam yang mengatur segalanya.”

Mendengar hal tersebut, seorang wanita cantik berkomentar: “Jika anda tidak menginginkan keberuntungan, kekuasaan, umur panjang dan kebahagiaan, anda pasti telah melihat melewati ilusi manusia, dan melihat sesuatu yang luar biasa yang abadi.”

“Ada pepatah yang mengatakan, anda akan menjadi seperti dewa, jika anda dapat hidup tanpa kekhawatiran dan masalah. Saya telah lama tidak memiliki kekhawatiran, jadi saya telah lama telah keluar dari dunia manusia, seperti dewa,” kata Zheng.

Setelah permintaan berulang ulang dari delapan tamu tersebut, Zheng kemudian berpikir dan akhirnya berkata: “Jika anda ingin saya membuat permohonan – Yuhu adalah sebuah danau dengan radius sepuluh mil, diperlukan setengah hari bagi rakyat yang tinggal di sini untuk pergi ke sisi lain dari danau Yuhu. Ini sangatlah tidak nyaman bagi kami. Adalah sangat baik jika anda dapat membantu kami membangun jembatan di sini.”

Pria dengan noda hitam dan janggut di wajahnya menjawab: “Oh, ini sangatlah gampang! Kami berjanji akan melakukan hal ini.”

Kedelapan tamu tersebut kemudian meninggalkan Zheng. Zheng tidak mengikuti mereka karena dia harus pergi ke rumah untuk memasak air untuk menyeduh teh bagi mereka. Ketika teh telah siap disajikan, dan dia siap-siap untuk menyajikan ke tamunya, tiba tiba dia melihat sebuah jembatan besar menggantung di Yuhu. Kedelapan orang tersebut berjalan melewati jembatan tersebut ke Sungai Ting.

Zhang mendekati mereka, tetapi secara tiba-tiba, delapan awan mendekat. Delapan tamu tersebut kemudian melambai pada Zheng, menaiki awan tersebut dan terbang menjauh.

Zheng mendekati jembatan dan melihat dengan seksama. Dia melihat bahwa jembatan tersebut terbuat dari delapan batu granit yang besar, dan dibuat dengan sangat sempurna, halus, luas dan lebar. Zheng sangat gembira, dan berjalan bolak balik di jembatan tersebut hingga senja.

Ketika rakyat yang tinggal dekat daerah tersebut melihat jembatan tersebut, mereka sangat senang. Menurut apa yang diceritakan oleh Zhang, mereka percaya bahwa kedelapan tamu tersebut adalah Delapan Dewa yang berkenala. Sehingga mereka kemudian menamai jembatan tersebut sebagai “Jembatan Delapan Dewa.”

Jalan di samping jembatan dimana Delapan Dewa berjalan kemudian disebut sebagai “Jalan Selatan.” Beberapa tahun kemudian, delapan granit tersebut telah memudar, kemudian jembatan tersebut dipugar dan dibangun kembali dengan delapan granit juga.